keselamatan dan kesehatan kerja
DESCRIPTION
kesehatan dan keselamatan kerja di instalasi gizi, definisi K3, tujuan K3, prinsip K3, Prosedur K3, K3 di instalasi Rumah Sakit, alat pelindung diri dalam instalasi gizi, prosedur pemakaian APD, akreditasi JCI dan ISOTRANSCRIPT
TUGAS MSPM
PROSEDUR DAN PERALATAN KESELAMATAN KERJA
STANDAR AKREDITASI MENURUT ISO DAN JCI
Disusun Oleh :
Rafida Mardhatila P2.31.31.1.13.019
Ramandhika Wibiastuti P2.31.31.1.13.020
Tetha Enniza Purwanti P2.31.31.1.13.024
D IV-A
POLTEKKES JAKARTA II JURUSAN GIZI
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
Peralatan dan Prosedur Keselamatan Kerja
Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu Kesehatan atau Kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan - gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit
umum (Suma’mur, 2009).
1. Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja.
2. Upaya kesehatan kerja di Rumah Sakit menyangkut tenaga kerja, metode/cara kerja, alat
kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan,
pengobatan dan pemulihan.
3. Konsep dasar dari Upaya Kesehatan Kerja ini adalah : Identifikasi permasalahan,
Evaluasi dan dilanjutkan dengan Tindakan Pengendalian.
4. Pekerja rumah sakit adalah Tenaga Medis: Dokter, Perawat. Tenaga Non Medis:
Insinyur, Tehnisi, Apoteker, Asisten Apoteker, Ahli Gizi, Fisioterapi, Penata Anestesi,
Penata Rontgen, Analis Kesehatan, Tenaga Administrasi.
5. Unit Kerja Sterilisasi adalah unit kerja yang mempunyai tugas pokok melakukan
sterilisasi alat-alat medis di rumah sakit (UU Kesehatan, 1992 pasal 23).
Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat,
bahan, proses pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja serta cara
melakukan pekerjaannya. Keselamatan kerja bertujuan untuk mengamankan aset dan
memperlancar proses produksi dengan disertai perlindungan tenaga kerja khususnya dan
masyarakat pada umumnya agar terbebas dari kemungkinan bahaya kecelakaan, kebakaran,
peledakan, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan serta terhindar dari dampak
negatif kemajuan teknologi (Suma’mur, 2009).
Keselamatan kerja adalah sarana utama pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian
sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang dari
keamanan tenaga kerja. Kecelakaan kerja selain berakibat langsung bagi tenaga kerja, juga
menimbulkan kerugian-kerugian secara tidak langsung yaitu kerusakan pada lingkungan
kerja (Suma’mur, 2009).
Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya
untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja
di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang
bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup
tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja
Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang terkait
dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan
stabilitas emosi secara umum.
Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman
baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar
pabrik atau tempat kerja tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan suatu
usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat
mengakibatkan kecelakaan.
Tujuan Keselamatan Kerja
Syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya. dengan
tujuan :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah, mengurangi bahaya ledakan
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan path kecelakaan
f. Memberi perlindungan pada pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu. kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik/ psikis,
keracunan, inteksi dan penularan
i. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
j. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
k. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
l. Mengamankan dan mempertancar pengangkutan orang, binatang, tanarnan atau barang
m. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
n. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan
barang
o. Mencegah terkena aliran listrik
p. Menyesuaikan dan Menyempumakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Prinsip Keselamatan Kerja Pegawai dalam Proses Penyelenggaraan
a. Pengendalian teknis mencangkup :
1) Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syaral
yang telah ditentukan
2) Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat
dari bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat
3) Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai lempat penyimpanan yang praktis
4) Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat
5) Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai
b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya
kebiasaan kerja yang balk oleh pegawai.
c. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dan pegawai.
d. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan dan pegawai diberi waktu untuk istirahat setelah 3 jam bekerja, karena
kecelakaan kerja sering terjadi setelah pegawai bekerja > 3 jam
e. Maintenance (perawatan) alat dilakukan secara kontinyu agar peratatan tetap dalam
kondisi yang layak pakai.
f. Adanya pendidikan rnengenai kesalamatan kerja bagi pegawai.
g. Adanya fasilitas/peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup.
h. Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja
Prosedur Keselamatan Kerja
1. Ruang Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan
Keamanan kerja di ruang ini terlaksana bila :
1) Menggunakan alat pembuka peti/bungkus bahan makanan menurut cara yang
tepat dan jangan melakukan dan meletakkan posisi tangan pada tempat ke arah
bagian alai yang tajam (berbahaya).
2) Barang yang berat setalu ditempatkan dibagian bawah dan angkatlah dengan
alat pengangkut yang tersedia untuk barang tersebut.
3) Pergunakan tutup kotak/tutup panci yang sesuai dan hindan tumpahan bahan.
4) Tidak diperkenankan merokok diruang penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan.
5) Lampu harus dimatikan bila tidak dipergunakan/diperlukan.
6) Tidak mengangkat harang berat, bila tidak sesuai dengan kemampuan anda.
7) Tidak mengangkat barang dalam jumlah yang besar, yang dapat membahayakan
badan dan kualitas barang.
8) Membersihkan bahan yang tumpah atau keadaan licin diruang penenmaan dan
penyimpanan.
2. Di Ruang Persiapan dan Pengolahan Makanan
Keamanan dan keselamatan kerja di ruang ini akan tercapai bila :
1) Menggunakan peralatan yang sesuai dengan cara yang baik, misalnya gunakan
pisau, golok, parutan kelapa dengan baik, dan jangan bercakap-cakap selama
menggunakan alat tersebut.
2) Tidak menggaruk, batuk, selama mengerjakan mengolah bahan makanan.
3) Menggunakan berbagai alat yang tersedia sesuai dengan petunjuk
pemakaiannya.
4) Bersihkan mesin menurut petunjuk dan matikan mesin sebelumnya.
5) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan yang akan
dibersihkan.
6) Berhati-hatilah bila membuka dan menutup, menyalakan atau mematikan
mesin, lampu, gas listrik, dan lain-lainnya.
7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
8) Pada saat selesai menggunakannya, teliti kembali apakah semua alat sudah
dimatikan mesinnya.
9) Mengisi panci-panci menurut ukuran semestinya, dan jangan melebihi porsi
yang ditetapkan.
10) Tidak memasukkan muatan ke dalam kereta makan yang melebihi
kapasitasnya.
11) Meletakkan alat menurut tempatnya dan diatur dengan rapi.
12) Bila ada alat pemanas perhatikan cara penggunaan dan pengisiannya.
13) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat dan jangan mengisi terlalu
penuh.
14) Perhatikanlah, bila membawa makanan pada baki, jangan sampai tertumpah
atau makanan tersebut tercampur.
15) Perhatikan posisi tangan sewaktu membuka dan mengeluarkan isi kaleng.
3. Di Ruang Distribusi Makanan di Unit Palayanan Gizi
1) Tidak mengisi panci/piring terlalu penuh.
2) Tidak mengisi kereta makan melebihi kapasitas kereta makan.
3) Meletakkan alat dengan teratur dan rapi.
4) Bila ada alat pemanas, perhatikan waktu menggunakannya.
5) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat atau tidak mengisi tempat
tersebut sampai penuh.
4. Di Dapur Ruang Rawat Inap
Keamanan dan keselamatan kerja di dapur ruangan dapat tercapai apabila :
1) Menggunakan peralatan yang bersih dan kering.
2) Menggunakan dengan baik peralatan sesuai dengan fungsinya.
3) Menggunakan alat pelindung kerja selama di dapur ruangan, seperti celemek,
topi dan lain-lainnya.
4) Tidak menggaruk, batuk selama menjamah makanan.
5) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan yang dibersihkan.
6) Berhati-hati dan teliti bila membuka dan menutup atau menyalakan dan
mematikan kompor, lampu, gas, listrik (misalnya alat yang menggunakan
listrik seperti blender, toaster dan lain-lain).
7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
8) Menata makanan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
9) Mengikuti petunjuk/prosedur kerja yang ditetapkan. Sebelum mulai bekerja
dan bila akan meninggalkan ruangan harus cuci tangan dengan menggunakan
sabun atau desinfektan.
10) Membersihkan/mencuci peralatan makan/dapur/kereta makan sesuai dengan
prosedur.
11) Membuang/membersihkan sisa makanan/sampah segera setelah alat
makan/alat dapur selesai digunakan.
12) Tidak meninggalkan dapur ruangan sebelum yakin bahwa kompor, lampu, gas,
listrik sudah dimatikan, dan kemudian pintu dapur harus ditinggalkan dalam
keadaan tertutup/terkunci.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Pengusaha harus melaksanakan program K3 mereka berdasarkan Pedoman ILO tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mencakup langkah-langkah
berikut:
a) membuat kebijakan berdasarkan prinsip-prinsip K3 dan partisipasi pekerja serta
menetapkan unsur-unsur utama program;
b) pengorganisasian suatu struktur untuk menerapkan kebijakan, termasuk garis
tanggung jawab dan akuntabilitas, kompetensi dan pelatihan, pencatatan dan
komunikasi kejadian;
c) perencanaan dan penerapan, termasuk tujuan, peninjauan ulang, perencanaan,
pengembangan dan penerapan sistem;
d) evaluasi pemantauan dan pengukuran kinerja, investigasi kecelakaan, gangguan
kesehatan, penyakit dan kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan, audit dan
peninjauan ulang manajemen;
e) tindakan perbaikan melalui upaya-upaya pencegahan dan korektif, pembaruan dan
revisi yang terus menerus terhadap kebijakan, sistem dan tehnik untuk mencegah dan
mengendalikan kecelakaan, gangguan kesehatan, penyakit dan kejadian-kejadian
berbahaya yang berhubungan dengan pekerjaan.
Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, alat pelindung diri
(APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau
penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik
yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
APD bukanlah alat yang nyaman apabila dikenakan tetapi fungsi dari alat ini sangatlah
besar Karena dapat mencegah penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan pada waktu kerja.
Pemakaian APD masih memerlukan penyesuaian diri yang sesuai akan mengurangi
kemungkinan terjadinya kecelakaan atau luka – luka dan juga mencegah penyakit akibat kerja
yang akan diderita beberapa tahun kemudian. (Syukri, 1982).
Pemilihan Alat Pelindung Diri (APD)
Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan tenaga kerja yang memakainya,
bahkan mungkin lebih membahayakan dibandingkan tanpa memakai APD. Oleh karena itu
agar dapat memilih APD yang tepat, maka perusahaan harus mampu mengidentifikasi bahaya
potensial yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun dikendalikan (Sam’mul,
1985).
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh APD agar dalam pemakaiannya
dapat memberikan perlindungan yang maksimal. Menurut ILO (1989) dari beberapa kriteria
dasar yang harus dipenuhi oleh semua jenis peralatan pelindung, maka hanya dua yang
terpenting yaitu:
1) Apapun sifat dan bahayanya, peralatan atau pakaian harus memberikan cukup
perlindungan terhadap bahaya tersebut.
2) Peralatan atau pakaian harus ringan dipakainya dan awet dan membuat rasa kurang
nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan mobilitas, penglihatan dan sebagainya
yang maksimum.
Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) ada berbagai macam yang berguna untuk melindungi
seseorang dalam melakukan pekerjaan yang fungsinya untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja
dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri yang wajib ada di Instalasi Gizi
menurut Colleer (1990) dan Gisslen (1983) adalah sebagai berikut :
1) Alat Pelindung Kepala
Alat pelindung kepala digunakan untuk mencegah kotoran dan
rambut jatuh. Alat pelindung kepala yang harus ada di instalasi gizi
adalah tudung kepala. Tudung kepala wajib dipakai oleh tenaga kerja
di instalasi gizi pada saat pengolahan agar dapat mencegah dan
melindungi jatuhnya rambut dan kotoran dari kepala ke dalam
makanan pada saat pengolahan makanan. Sehingga makanan tidak
terkontaminasi oleh bakteri yang jatuh dengan rambut dan kotoran
yang ada pada rambut.
2) Alat Pelindung Pernafasan
Alat pelindung pernafasan digunakan untuk
melindungi pernafasan dari resiko paparan gas, uap, debu,
atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang
bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilihan
terhadap suatu alat pelindung pernafasan yang tepat, maka
perlu mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau
kadar kontaminan yang ada di lingkungan kerja. Alat
pelindung pernafasan yang harus tersedia di instalasi gizi adalah masker. Masker
digunakan untuk mengurangi rangsangan bau – bauan dari masakan yang di masak yang
dapat menyebabkan bersin. Saat bersin masker dapat mencegah kuman – kuman jatuh ke
makanan yang sedang diolah.
3) Alat Pelindung Tangan
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari benda
tajam atau goresan, selain itu juga digunakan pada saat tangan kontak dengan makanan
agar makanan terhindar dari bakteri - bakteri yang ada di tangan yang akan menyebabkan
makanan terkontaminasi. Jenis alat pelindung tangan yang harus ada di nstalasi gizi adalah
Sarung tangan rumah tangga (gloves).
Sarung tangan jenis ini bergantung pada bahan-bahan yang digunakan:
Sarung tangan yang terbuat dari bahan asbes, katun, wool untuk melindungi tangan
dari api, panas, dan dingin.
Sarung tangan dari plastik yang digunakan untuk mengambil makanan / pada saat
tangan kontak langsung dengan makanan. Sarung tangan ini bersifat sekali pakai,
sehingga setelah dipakai sarung tangan ini langsung di buang.
4) Baju Pelindung (Body Potrection)
Baju pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari
percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll. Jenis baju pelindung antara
lain:
a) Pakaian kerja
Pakaian kerja adalah pakaian yang
disediakan oleh pihak rumah sakit dan
diseragamkan. Bila rumah sakit tidak menyediakan
pakaian kerja sebaiknya pakaian yang digunakan
untuk bekerja dibedakan dengan pakaian yang
dipakai sehari – hari. Pakaian kerja yang digunakan
sebaiknya tidak bermotif disarankan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar
pengotoran pada pakaian mudah terlihat. Pakaian kerja harus dicuci secara periodik
untuk menjaga kebersihan.
b) Celemek
Celemek wajib digunakan tenaga kerja pada saat pengolahan
makanan agar pakaian kerja tidak kotor. Celemek yang digunakan
pekerja harus bersih dan tidak boleh digunakan sebagai lap tangan.
Celemek harus ditanggalkan bila pekerja meninggalkan ruang
pengolahan. Celemek harus dicuci secara periodik untuk menjaga
kebersihan.
5) Alat Pelindung Kaki
Alat pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari benda-
benda keras, benda tajam, logam/kaca, benda panas. Selain itu juga dapat menghindarkan
dari bahaya terpeleset. Jenis alat pelindung kaki yang harus ada di instalasi gizi adalah :
a) Sepatu boot
Sepatu ini lebih disarankan untuk dipakai di instalasi gizi karena
sepatu ini tidak terbuka pada bagian jari – jari kakinya. Sepatu boot
juga lebih dapat menghindarkan pekerja dari bahaya terpeleset di
dapur. Akan tetapi penggunaan sepatu boot dinilai kurang afektif
karena bentuknya yang tidak nyaman menurut pekerja di instalasi
gizi.
b) Sandal jepit
Sandal jepit digunakan sebagai alternatif bila di instalasi gizi tidak
menyediakan sepatu boot. Akan lebih baiknya dipilih sepatu yang tidak terbuka pada
bagian jari – jari kakinya. Oleh karena itu sepatu boot disarankan untuk dipilih
sebagai alat pelindung kaki di instalasi gizi.
Penyimpanan dan Pengawasan Penggunaan Alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri yang telah dipakai seorang tenaga kerja tidak boleh dipakai tenaga
kerja lain kecuali bila alat pelindung diri sudah dibersihkan. Alat pelindung diri yang
terkontaminasi oleh debu atau serat dan bahan kimia berbahaya dilarang untuk dibawa
pulang. Pengurus harus menyediakan tempat penyimpanan khusus untuk alat pelindung diri.
Penggantian salah satu komponen atau seluruh komponen alat pelindung diri harus diketahui
oleh Petugas Penatalaksana Alat Pelindung Diri atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di perusahaan. Rumah sakit harus memiliki dokumentasi perawatan alat pelindung diri.
(Protap rumah sakit ortopedi tentang Penyimpanan dan Pengawasan Penggunaan Alat
pelindung diri, 2006)
Perawatan Alat pelindung diri (APD)
Pemeliharaan dan Alat Pelindung Diri Menurut Mona Aprianti Dan Sitti Hapsah dalam
makalah tentang penggunaan dan perawatan alat pelindung diri, pemeliharaan alat
pelindung diri adalah sebagai berikut :
a. Pemeliharaan Alat Pelindung Kepala
Penyediaan tempat penyimpanan untuk pelindung kepala merupakan bagian penting,
karena akan memudahkan di dalam penggunaan, memastikan bahwa tempat
penyimpanan dan daftar inventarisasi pelindung kepala mudah dijangkau oleh karyawan,
dan dijaga agar tempat penyimpanan selalu dalam keadaan bersih dan teratur,
menggunakan lemari rak dan berpintu untuk menjaga alat pelindung kepala dalam
keadaan tersusun rapi dan bersih, membersihkan bagian-bagian penutup dengan cairan
pembersih dan pastikan pengikat leher dalam keadaan baik dan kencang.
b. Pemeliharaan Alat Pelindung Pernafasan
Pelindung pernafasan yaitu masker sebaiknya langsung di buang setelah dipakai
untuk menghindari masker kontak dengan makanan. Alat pelindung pernafasan di
Istalasi Gizi Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta adalah masker sekali
pakai yang bila sudah dipakai langsung dibuang di tempat sampah yang telah disediakan.
Istalasi Gizi masker dipakai pada saat tenaga kerja sakit untuk menghindari penularan
penyakit dari petugas penjamah makanan di Istalasi Gizi.
c. Pemeliharaan Alat Pelindung Tangan
Alat Pelindung tangan harus dijaga kebersihannya, dan langsung di buang ketika
telah dipakai. Untuk sarung tangan yang terbuat dari bahan asbes, katun, wool untuk
melindungi tangan dari api, panas, dan dingin harus senantiasa dijaga kebersihannya dan
di cuci secara periodik.
d. Pemeliharaan Pakaian Kerja
Setiap kali pencucian baju kerja yang kotor harus diberitahukan kepada petugas
pencucian untuk dicuci. baju kerja tidak boleh dibawa ke luar tempat kerja, tempat
penyimpanan berupa lemari dan gantungan harus disediakan untuk mencegah
pencemaran dari pakaian pribadi, baju kerja harus segera dibersihkan apabila terkena
bahan kontaminan.
e. Pemeliharaan Alat Pelindung Kaki
Periksa nomor, ukuran dan kualitas peralatan pelindung kaki, tempat penyimpanan
berupa lemari dan rak harus disediakan, pelindung kaki harus segera dibersihkan
apabila terkena bahan kontaminan.
Pemakaian Alat pelindung diri (APD)
a. Kewajiban pemakaian APD
Pemakaian Alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kerja dapat meminimalisir
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi karena faktor pekerjaan.
Kewajiban memakai alat pelindung diri bila memasuki suatu tempat kerja yang berbahaya
tidak hanya berlaku bagi pekerja saja, melainkan juga bagi pemimpin perusahaan,
pengawas, kepala bagian dan siapa saja yang akan memasuki tempat tersebut.
Menurut Anwar dkk (1989), pekerja pengolah makanan dan pekerja penyaji makanan
harus memakai alat pelindung diri sebagai berikut :
Celemek : tenaga pengolah dan penyaji makanan harus menggunakan celemek agar
pakaian kerja tidak kotor dan tidak terciprat air dan minyak.
Tudung kepala : tenaga pengolah dan penyaji makanan harus menggunakan tudung
kepala agar rambut tidak terjatuh. Rambut yang terjatuh dapat membuat jijik pasien
dan juga mengandung mikroorganisme yang dapat mengontaminasi makanan.
Mengenai rambut dikepala banyak mengandung debu, kotoran, lemak, keringat, dari
aktifitas mengolah makanan. Sehingga kesadaran pemakaian celemek dan tudung
kepala oleh pengolah makanan dan penyaji makanan perlu ditingkatkan.
Pakaian kerja : pekerja pengolah makanan dan penyaji wajib menggunakan pakaian
kerja yang telah di sediakan. Bila rumah sakit tidak menyediakan pakaian kerja
sebaiknya pakaian yang digunakan untuk bekerja dibedakan dengan pakaian yang
dipakai sehari – hari. Pakaian kerja yang digunakan sebaiknya tidak bermotif
disarankan berwarna terang.
Sarung tangan dari plastik : tenaga kerja pengolah makanan dan penyaji adalah
pekerja yang menjamah makanan secara langsung oleh karena itu pemakaian alat
pelindung tangan seperti pemakaian sarung tangan dari plastik perlu diperhatikan.
Masker : masker digunakan pada saat tenaga pengolah makanan dan gununakan
pekerja untuk menghidarkan makanan dari bakteri – bakteri yang ada di mulut yang
keluar saat tenaga kerja berbicara, batuk dan bersin.
Sandal jepit : tenaga kerja pengolah makanan dan penyaji tidak diperbolehkan memakai
sepatu berhak tinggi. Pekerja diwajibkan memakai sepatu boot atau sandal jepit untuk
menghindari bahaya terpeleset di dapur.
Menurut Anwar dkk (1989), juru cuci di instalasi gizi harus memakai alat pelindung diri
sebagai berikut :
1) Sepatu boot : penggunaan sepatu boot bagi juru cuci di dapur perlu diperhatikan untuk
menghindarkan bahaya terpeleset di area tempat pencucian alat – alat memasak dan
peralatan makan.
2) Celemek : juru cuci di dapur harus menggunakan celemek agar pakaian kerja tidak
kotor dan tidak terciprat air saat pencucian peralatan masak dan peralatan makan.
3) Pakaian kerja : juru cuci di dapur juga harus memakai pakaian kerja yang telah di
sediakan oleh rumah sakit.
Beberapa alasan Tidak menggunakan APD
Sudah tidak asing apabila menghadapi kondisi para pekerja yang tidak melengkapi
dirinya dengan APD saat bekerja. Tapi keselamatan kerja tidak mempuyai alasan untuk
dilupakan walau sesaat.
Berikut ini adalah hasil wawancara Safety News Alert dengan 290 orang Safety Officer
mengenai cara mereka mengatasi berbagai alasan pekerja yang tidak memakai APD saat
bekerja:
Ini tidak cocok / tidak nyaman (alasan 30% pekerja
Tidak tahu kalau sekarang harus memakai APD (10% alasan pekerja)
Tidak punya waktu untuk memakai APD/ Memakai APD menghabiskan waktu saya
(18% alasan pekerja).
Tidak akan celaka (8 % alasan para manager dan pekerja).
Prosedur Cara Pemakaian Alat Pelindung Diri
1) Prosedur Pemakaian Sarung Tangan Steril
Persiapan :
1. Jenis sarung tangan sesuai jenis tindakan
2. Kuku dijaga agar selalu pendek
3. Lepas cincin dan perhiasan lain
4. Cuci tangan sesuai prosedur standar
Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Siapakan area yang cukup luas, bersih dan kering untuk membuka paket sarung
tangan. Perhatikan tempat menaruhnya (steril atau minimal DTT).
3. Buka pembungkus sarung tangan, meminta bantuan petugas lain untuk
membuka pembukus sarung tangan, letakan sarung tangan dengan bagian
telapak tangan menghadap ke atas.
4. Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang pada sisi sebelah dalam
lipatannya, yaitu bagian yang akan besentuhan dengan kulit tangan saat dipakai.
5. Posisikan saung tangan setinggi pinggang dan gantungkan ke lantai, sehingga
bagian lung jari-jari tengan terbuka. Masukan tangan (jaga srung tangan supaya
tidak menyentuh permukaan).
6. Ambil sarung tangan ke dua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan yang
sudah memakai sarung tanagn kebagian lipatan, yaitu bagian yang tidak akan
bersentuhan dengan kulit tangan saat dipakai.
7. Pasang sarung tangan yang kedua dengan cara memasukan jari-jari tangan yang
belum memakai sarung tangan, kemudian luruskan lipatan, dan atur posisi
sarung tangan sehingga terasapas dan enak di tangan.
2) Prosedur Melepas Sarung Tangan
Persiapan :
1. Persiapan klorin 0,5% dalam wada yang cukup besar.
2. Sarana cuci tangan
3. Kantung penampung limbah medis
Prosedur :
1. Masukan sarung tangan yang masih dipakai kedalam larutan klorin, gosokan
untuk mengangkat bercak darah atau cairan tubuh lainnya yang menempel.
2. Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujung ujung jari-
jari tangan sehingga bagian dalam dari sarung pertama menjadi sisi luar.
3. Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih berada pada
tangan sebelum melepas sarung tangan yang tangan ke dua. Hal ini penting
untuk mencegah terpajannya kulit tangan yang terbuka dengan permukaan
sebelah luar sarung tangan.
4. Biarkan sarung tangan pertama sampai disekitar jari-jari, lalu pegang sarung
tangan yang kedua pada lipatannya lalu tarik kearah ujung jari hingga bagian
dalam sarung tangan menjadi sisi luar. Demikian dilakukan secara bergantian.
5. Pada akhir setelah hampir diujung jari, maka secara bersamaan dan dengan
sangat hati-hati sarung tangan tadi dilepas.
6. Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyetuh bagian
dalam sarung tangan.
7. Cuci tangan setelah sarung tangan dilepas, ada kemungkinan sarung tangan
berlubang namun sangat kecil dan tidak terlihat. Tidakan mencuci tangan
setelah melepas sarung tangan ini akan memperkecil resiko terpajan.
3) Prosedur Pengunaan Baju Pelindung
Ketentuan :
1. Hanya bagian luar baju saja yang terkontaminasi, karena tujuan pemakain baju
untuk melindungi pakaian dari infeksi.
2. Hanya bagian depan atas baju bedah (diatas pinggang) saja yang dianggap steril
dan boleh bersinggungan dengan lapangan.
3. Cara memakai baju bedah mengikuti proses tanpa singgung, yaitu dengan
mengusahakan agar bagian luar baju tidak bersinggungan langsung dengan kulit
tubuh pemakai
4. Baju dapat dipakai sendiri oleh pemakai atau dipakaikan oleh orang lain
5. Selalu digunakan dalam kamar bedah dan tidak dibawa keluar kecuali untuk
dicuci, termasuk ke ruangan makan atau yang lainnya
6. Satu baju pelindung dikenakan untuk menangani satu pasien
7. Celemek kedap air dipakai disebelah dalam baju pelindung bedah
Persiapan Penggunaan Baju Pelindung Steril :
1. Handuk/lap steril
2. Baju pelindung steril
3. Sarung tangan steril
4. Cuci tangan aseptik
5. Pembedahan
Prosedur :
1. Keringkan tangan dan lengan satu per satu bergantian dimulai dari tangan
kemudian lengan bawah memakai anduk steril
2. Jaga agar tangan tidak menyentuh baju pelindung steril taruh haduk bekas pada
suatu wadah
3. Ambil baju pelindung dengan memegang bagian dalam yaitu pada bagian
pundak. Biarkan baju pelindung terbuka, masukan tangan-tangan ke dalam
lubang. Posisi lengan diletakan setinggi dada, menjauh dari tubuh
4. Gerakan lengan dan tangan ke dalam lubang baju pelindung
5. Bagian belakang baju ditutup/diikat dengan bantuan petugas lain yang tidak steril.
(Depertemen Kesehatan, 2003).
Pemasangan pakaian kerja
Pemakaian Masker
Pemakaian Kacamata atau Pelindung Wajah
Pemakaian sarung tangan
AKREDITASI JCI (Joint Commission International)
Kualitas rumah sakit tak hanya terlihat dari bangunan megah, dokter-dokter
berpengalaman, obat-obatan yang lengkap, dan peralatan medis yang serba canggih. Rumah
sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan lebih terbuka pada
masyarakat.
Sebenarnya pemerintah telah menerapkan standar kualitas pelayanan rumah sakit dan
membaginya menjadi sejumlah golongan. Ada pula penghargaan semacam ISO untuk rumah
sakit. Namun, alangkah lebih baik jika kita mengikuti standar lain seperti JCI untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Joint Commission International (JCI) adalah divisi dari Joint Commission International,
di bawah The Joint Commission. Selama lebih dari 50 tahun, The Joint Commission dan
organisasinya telah mendedikasikan diri dalam peningkatan kualitas dan keselamatan
kesehatan. Misi JCI sendiri adalah meningkatkan kualitas kesehatan secara terus-menerus
kepada masyarakat, dengan bekerja sama dengan para stakeholder, mengevaluasi organisasi
pelayanan kesehatan, serta memberikan inspirasi dalam peningkatan penyediaan pelayanan
yang aman, efektif yang paling tinggi, dan bernilai mutunya.
RS Premier Bintaro berhasil kembali meraih Triennial atau Reakreditasi di awal tahun
2014 meraih JCI. Keberhasilan meraih penghargaan ini semakin menunjukkan kredibilitas
RSPB yang dikenal sebagai rumah sakit yang berorientasi pada kualitas dan keselamatan
pasien yang merupakan jiwa dari akreditasi tsb.
Dengan memenuhi syarat-syarat JCI ini, banyak manfaat yang didapatkan. Dokter
menjadi lebih komunikatif, dokumentasi dan ketepatan pasien sejak masuk dan berobat
hingga keluar terdata, pelayanan dan sarana-prasarana rumah sakit semakin baik dan terawat
dan sebagainya.
Keberhasilan RS Premier Bintaro dalam meraih Akreditasi Internasional dari JCI ini
merupakan hasil kerja keras dari personil rumah sakit mulai dari Dokter, perawat dan staf non
medis yang memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan yang bertaraf internasional. Pencapaian yang merupakan lompatan signifikan bagi
RSPB ini tentunya bukan akhir dari perjalanan menuju pelayanan berkualitas bertaraf
Internasional tetapi sebagai langkah awal dari upaya peningkatan kualitas pelayanan yang
berkesinambungan.
AKREDITASI ISO
ISO (International Organization for Standardization) yang berkedudukan di Jenewa
adalah sebuah badan federasi internasional dari badan-badan standarisasi yang ada di
sembilan puluh negara. ISO adalah organisasi non pemerintah yang didirikan pada tahun
1974. Dengan adanya organisasi ini tukar-menukar informasi dapat dilakukan dengan mudah.
Anggota dapat mengusulkan sesuatu standar. Usul ini akan dibahas, dievaluasi, diubah
ataupun tidak, diterima ataupun ditolak. Hasil utama dari ISO adalah persetujuan
internasional yang diterbitkan sebagai standar internasional. Setiap anggotanya memberikan
dukungan finansial untuk pusat operasi ISO melalui uang pembayaran keanggotaan. ISO
adalah standar konsensus.
Semua pengembangan standar yang penting dari ISO dilakukan oleh TC
atauTechnical Committee (panitia teknis), misal TC 207. Setiap standar baru menjadi
tanggung jawab dari salah satu badan standar yang menjadi anggotanya. Sebagai
contoh, Standard Council of Canada (CSA) adalah badan anggota yang memegang
kesekretariatan TC 207, yaitu panitia yang mengatur bagian dari panitia yang menyusun ISO
14000 dan mengatur standar lingkungan.
Standar manajemen mutu dan lingkungan (ISO 9000 dan ISO 14000) yang diciptakan
oleh Brirish Standard Institute (BSI) seperti dalam BS 5750 dan BS 7750 adalah sisitem
standar yang pertama di dunia. Pada perusahaan yang menerapkan ISO 9000 dan ISO 14000
produk dan proses yang dilakukan harus telah sesuai dengan standar bagi produk tersebut.
Sebagai contoh, dalam sebuah perusahaan pembuat beton tidaklah berguna untuk memiliki
standar manajemen mutu jika beton tersebut tidak dibuat sesuai dengan standar untuk beton.
Sebuah kelemahan dari kedua standar ini adalah setidaknya dalam ISO 9000 dan draft
awal dari ISO 14000, walaupun mengatur kesehatan dan keselamatan pekerja, standar di atas
tidak menuntut agar kesehatan dan keselamatan pekerja dikelola sesuai standar. Alasan untuk
tidak menyatukan kesehatan dan keselamatan kerja adalah bahwa Departemen Tenaga Kerja
mempunyai kekuatan hukum atas aturan tersebut dan berhak untuk memeriksanya, sedangkan
badan standar nasional berhubungan dengan Departemen Perisdustrian. Sebenarnya
perusahaan yang berminat menangani isu kesehatan dan keselamatan pekerja di bawah
standar ISO 9000 dan ISO 14000 bukan berarti penanganan mereka terhadap kesehatan dan
keselamatan pekerja jelek, setidak-tidaknya bagi perusahaan kimia yang memang peka
terhadap masalah ini.
Banyak orang / perusahaan dikejutkan oleh kurangnya perhatian baik BS 7750
maupun versi awal ISO 14000 terhadap masalah kesehatan dan keselamatan pekerja, yaitu
dengan menetapkannya sebagai hal yang bersifat sukarela, dan juga dalam beberapa hal
memberikan prioritas rendah pada proses dan keselamatan masyarakat, dan pada keamanan
produk serta pembuangannya. Tampaknya hanya industri kimia yang memperhatikan secara
penuh kebutuhan mempertimbangkan pada kesehatan dan keamanan proses dan masyarakat.
Industri kimia memiliki pedoman praktik yang sangat baik yang dapat digunakn oleh
seluruh perusahaan pemrosesan sebagai pedoman atau kebijakan tingkat atas. Pedoman
praktik tersebut adalah Program Kepedulian yang Bertanggungjawab atau Responsible Care
Programme (RCP). Federasi asosiasi industri kimia Eropa, CEFIC, dan badan anggotanya
dari Inggris, CIA (Chemical Industry Association), telah menggunakan ISO 9000 maupun BS
7750 guna mengelola RCP di Eropa. Program ini nampaknya benar-benar program dari CIA.
Industri kimia dari Eropa, dan terutama di Inggris, juga telah berhasil dalam penggunaan ISO
9000 guna menjangkau mutu, lingkungan serta kesehatan dan keselamatan.
Meskipun industri kimia, dengan usaha sangat keras, telah mengembangkan suatu
perluasan dari ISO 9000 (tepatnya ISO 9001) yang mencakup mutu, perlindungan
lingkungan, kesehatan dan keselamatan pekerja serta keamanan proses dan produk, namun
saat ini nampaknya pendekatan ini tidak akan digunakan. Ada beberapa alasan utuk hal ini,
yang paling utama adalah kemunculan ISO 14000 dan penerbitan aturan-aturan baru untuk
akreditasi agen-agen sertifikasi dalam hal standar lingkungan oleh badan-badan
sepertiNational Accreditation Council for Certification Bodies (NACCB) di Inggris.
Industri kimia sedang mendesak masyarakat internasional untuk menggunakan suatu
sistem manajemen generik ISO tunggal yang mencakup keselamatan, kesehatan dan
lingkungan, dan sesuai dengan mutu. Industri tersebut melihat ini sebagai
pemenuhan sejumlah persyaratan termasuk persyaratan-persyaratan dari RCP. Industri juga
melihat sistem tersebut sebagai suatu sistem lingkungan, kesehatan dan keselamatan, yang
mendukung RCP, yang disebut SHEM (safety, Health and Environmrntal Management).
Meskipun sebagian besar industri setuju dengan industri kimia yang mengatakan bahwa
SHEM tersebut relevan, para arsitek standar ISO dan BSI telah memperlakukan isu kesehatan
dan keselamatan karyawan hanya sebagai seka rela.
Selama pertemuan sub komite teknis yang melapor ke TC 207 mengenai
pengembangan modul standar manajemen lingkungan, ISO 14000, masalah kesehatan dan
keselamatan terungkap beberapa kali. Sebuah keputusan dibuat untuk mengajak ISO agar
mendelegasikan studi masalah ini kepada sebuah komite lain selain TC 207. Keputusan ini
menjaga agar posisi kesehatan dan keselamatan tetap berada di luar pembahasan ISO 14000,
paling tidak dalam perkembangan awalnya, suatu posisi yang sudah ditetapkan dalam standar
lingkungan nasional seperti BS 7750.
Tidak dapat dipahami sikap komite terhadap suatu masalah prinsip semacam ini.
Standar-standar tersebut tidak mengungkapkan masalah kesehatan dan keselamatan pekerja.
Mereka ini secara eksplisit mengakui bahwa kesehatan dan keselamatan mungkin sebagai
suatu masalah pilihan yang dikelola di bawah standar ini. Sekarang ada standar terpisah yang
berbicara tentang kesehatan dan keselamatan, BS 7850, yang dapat menjadi model untuk
sebuah standar ISO, tetapi setelah dipertimbangkan semuanya, sikap komite yang merancang
standar manajemen lingkungan menjadi melemah terhadap masalah ini. Sungguh aneh jika
arsitek dari standar-standar tersebut yang memahami secara utuh kenyataan masalah
lingkungan secara operasional, yang mengakui bahwa keamanan operasional dan masyarakat
adalah masalah-masalah lingkungan merasa bimbang. Seharusnya secara otomatis mereka
memasukkan kesehatan dan keselamatan pekerja ke dalam masalah-masalah lingkungan.
Di sebagian negara maju, masalah kesehatan dan keselamat diwajibkan di bawah
hukum dan mengandung resiko dituntut baik untuk perusahaan maupun perorangan yang
mengabaikannya. Di Eropa mereka cenderung menempatkannya di bawah departemen
pemerintahan yang terpisah dengan departemen yang menangani masalah-masalah
lingkungan, seperti otoritas kesehatan dan keselamatan berada di bawah depertemen tenaga
kerja. Standar lingkungan dapat berada di bawah kontrol departemen industri tergantung pada
bagaimana skema sertifikasi nasional bekerja. Apa yang mungkin menyebabkan sistem
kesehatan dan keselamatan ditangani secara terpisah adalah bahwa masalah ini diinspeksi
lebih banyak oleh petugas yang memiliki otoritas terhadap kesehatan dan keselamatan,
daripada oleh petugas yang melaksanakan inspeksi sertifikat standar manajemen lingkungan.
Alasan lain yang mungkin dikeluarkannya masalah kesehatan dan keselamatan dari masalah
lingkungan adalah bahwa Peraturan Eco Management and Audit Scheme (EMAS) Uni Eropa
mengabaikan hal ini juga.
Kondisi ini memungkinkan industri berjalan tanpa alat untuk masalah kesehatan dan
keselamatan. Standar manajemen lingkungan mengharapkan sebuah sistem yang mencakup
insiden, keadaan darurat, keselamatan masyarakat dan keamanan produk. Otoritas kesehatan
dan keselamatan ingin melihat suatu sistem menajemen yang formal untuk kesehatan dan
keselamatan pekerja, dan sistem ini memiliki kekuatan yang lebih di dalam persoalan-
persoalan ini, lebih besar daripada sekedar memiliki suatu badan yang berminat di dalam
standar lingkungan yang bersifat suka rela,yang memiliki implikasi hukum di hampir
setiap masalah. Semua perusahaan yang mengimplementasikan peraturan
kesehatan dan keselamatan, dan juga mengimplementasikan sistem sesuai dengan BS 7750
atau ISO 14000 akan menemukan bahwa hal ini pantas untuk mengimplementaikan semua
masalah tersebut di bawah standar manajemen lingkungan.
Dengan ISO 14000 memandang remeh masalah kesehatan dan keselamatan pekerja,
dan demikian pula BSI dengan pedoman BS 8750, kita mungkin akan segera mengetahui
bahwa standar sistem manajemen generik yang dicari industri kimia dimulai dengan BS 9750
(Rohery, 1985).
Tetapi sekarang dunia industri terutama industri kimia boleh bergembira karena isu
mengenai ISO 18000 tentang keselamatan kerja dan kesehatan masyarakat telah terdengar,
namun belum disosialisasikan secara luas. Meskipun demikian, hal ini sudah merupakan
kemajuan besar dan patut disyukuri, kerena dengan demikian kesehatan dan keselamatan
pekerja lebih terjamin.
Tetapi sekarang dunia industri terutama industri kimia boleh bergembira karena isu mengenai
ISO 18000 tentang keselamatan kerja dan kesehatan masyarakat telah terdengar, namun
belum disosialisasikan secara luas. Meskipun demikian, hal ini sudah merupakan kemajuan
besar dan patut disyukuri, kerena dengan demikian kesehatan dan keselamatan pekerja lebih
terjamin.
Daftar Pustaka
Anonim. 2008. alat pelindung diri. Diakses pada tanggal 19 Maret 2012 Dari
http://industrikimia.com/tutorial/mengenal-jenis-alat-pelindung-diri-apd
Dainur. 1995. Materi-Materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta,Widya Medika.
Depkes RI.1992. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid IV, Jakarta
Knollmueler.1998. Buku Saku Keperawatan Komunitas Kesehatan Rumah, Jakarta EGC.
Suma’mur. 1994. Kesehatan Kerja, Jakarta Widya Medika