kesalahan gramatika dalam berbahasa...

189
KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTUR (Studi Kasus Mahasiswa Ma’had ‘Âlî Hâsyim Asy‘arî PP Tebuireng Jombang) TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab Oleh: AHMAD SHOLIHUDDIN NIM: 06.2.00.1.13.08.0031 Pembimbing: Prof. Dr. Aziz Fachrurozi, MA. SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Upload: nguyencong

Post on 07-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTUR(Studi Kasus Mahasiswa Ma’had ‘Âlî Hâsyim Asy‘arî PP Tebuireng Jombang)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister

Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab

Oleh:

AHMAD SHOLIHUDDIN

NIM: 06.2.00.1.13.08.0031

Pembimbing:

Prof. Dr. Aziz Fachrurozi, MA.

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Page 2: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

ii

2008

Page 3: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

iii

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Ahmad Sholihuddin

Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 24 Januari 1972

NIM : 06.2.00.1.13.08.0031

Alamat : Benowo III / 28 Surabaya

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul : ”Kesalahan

Gramatika Dalam Berbahasa Tutur : Studi Kasus Mahasiswa Ma’had ‘Âlî

Hâsyim Asy‘arî PP Tebuireng Jombang” adalah benar-benar karya saya sendiri,

didukung oleh berbagai sumber terkait. Jika dikemudian hari ternyata terdapat

kekeliruan, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya dan akan dibetulkan

sebagaimana mestinya. Dan jika ternyata tesis ini bukan karya saya sendiri, maka saya

siap dicabut gelar Magister saya.

Ciputat, 29 Agustus 2008

Yang membuat pernyataan,

Ahmad Sholihuddin

Page 4: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul : KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA

TUTUR : Studi Kasus Mahasiswa Ma’had ‘Âlî Hâsyim Asy‘arî PP Tebuireng

Jombang, yang ditulis oleh

N a m a : Ahmad Sholihuddin

NIM : 06.2.00.1.13.08.0031

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta telah diperbaiki sesuai dengan permintaan, saran dan masukan pembimbing dan

disetujui untuk dibawa ke sidang ujian tesis.

Jakarta, 29 Agustus 2008

Pembimbing,

Prof. Dr. Aziz Fachrurozi, MA.

Page 5: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

v

PERSETUJUAN TIM PENGUJI

Tesis saudara Ahmad Sholihuddin (NIM : 06.2.00.1.13.08.0031) yang

berjudul KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTUR : Studi

Kasus Mahasiswa Ma’had ‘Âlî Hâsyim Asy‘arî PP Tebuireng Jombang, telah

diujikan dalam sidang Munaqasyah Magister Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta pada hari Kamis, tanggal 4 September

2008, dan telah diperbaiki sesuai saran serta rekomendasi dari Tim Penguji Tesis.

TIM PENGUJI

Ketua Sidang / Penguji,

Prof. Dr. Suwito, MA

Tanggal: September 2008

Pembimbing / Penguji,

Prof. Dr. Aziz Fachrurozi, MA

Tanggal: September 2008

Penguji,

Prof. Dr. Moh. Matsna, HS, MA

Tanggal: September 2008

Penguji,

Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA

Tanggal: September 2008

Page 6: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

vi

ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa kesalahan-kesalahan dalam berbahasa asing(B2) tidak semata-mata disebabkan oleh pengaruh bahasa ibu (B1) pemelajar(interferensi), akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor keberkembanganpemelajar dalam merespon kaidah-kaidah B2 yang berbeda dengan B1nya.Keberkembangan ini berakibat kepada kesalahan-kesalahan berbahasa yang disebabkanoleh kesalahan melakukan overgeneralisasi, penerapan kaidah yang tidak sempurna,kesalahan menghipotesiskan konsep, dan ketidaktahuan pembatasan kaidah. Kesalahanini dikenal dengan intralingual dan developmental.

Penelitian ini memperkuat pendapat Richards yang mengkoreksi Lado dkk.Lado dengan teori interferensinya mengklaim bahwa kesalahan berbahasa semata-matadisebabkan oleh pengaruh sistem B1 pemelajar yang mempengaruhi penggunaanB2nya. Teori ini melahirkan analisis kontrastif. Richards kemudian menemukan bahwaanalisis kontrastif ternyata belum dapat mempredikasi semua kesalahan berbahasa yangdilakukan oleh pemelajar B2. Menurutnya, kesalahan B2 merupakan implikasi dariproses keberkembangan pemelajar, sehingga melahirkan bahasa pemelajar yang khasdengan bentuk-bentuk tertentu, dan bentuk-bentuk tertentu tersebut bukan sebagai B1dan bukan pula sebagai bentuk B2. Pada akhirnya bentuk-bentuk ini berangsur-angsurmendekati sistem B2. Bahasa khas inilah yang oleh Selinker disebut dengan istilahinterlanguage, dan Namser menamakannya approximative system, serta Cordermengistilahkannya dengan idiosyncratic dialects. Hasil koreksi ini kemudianmelahirkan teori analisis kesalahan.

Penelitian ini secara spesifik tidak membedakan antara kesalahan performansidan kompetensi, meskipun Corder (dengan dukungan Chomsky) membuat pembedaanuntuk itu. Pembedaan ini penting, akan tetapi sebagaimana dinyatakan oleh Dulaybahwa dalam kenyatannya sering kali terjadi kesukaran untuk menentukan sifat atausubstansi suatu kesalahan tanpa mengadakan analisis secara cermat dan mendalam, manakah yang termasuk kesalahan kompetensi dan manakah yang termasukperformansi. Yang lebih penting dalam hal ini adalah, bahwa kesalahan ditentukanberdasarkan ukuran ketidakberterimaan, dan juga bahwa kompetensi dan performansimerupakan dua hal yang terkait, yakni bahwa kompetensi pemelajar muncul dalamperformansinya.

Data utama penelitian ini adalah keterampilan berbicara mahasiswa Ma’had‘Âlî Hâsyim Asy‘arî PP Tebuireng Jombang yang dikumpulkan melalui metode simak,berupa pengamatan peristiwa berbicara dalam bentuk diskusi dan presentasiperkuliahan dalam berbagai matakuliah agama dan bahasa Arab. Data yang terkumpulkemudian dilakukan identifikasi kesalahan dari aspek morfologi dan sintaksis, dengancara membandingkan tuturan subyek penelitian dengan bahasa yang baku, kemudiandikelompokkan sesuai dengan jenis konstruksinya. Setelah itu direkonstruksi dengan

Page 7: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

vii

cara memberikan bahasa bakunya, ditentukan jenis kesalahannya, frekuensikesalahannya, dan dilakukan interpretasi data.

ABSTRACT

This research proves that second language errors (L2) are not only caused byinterference from the learner mother language (L1), but also influenced by learnerdevelopmental to response L2 system that defferent with L1 system. Thedevelopmental causes learner fall in language errors such as overgeneralization,ignorance of rule restrictions, incomplete application of rules, and false conceptshypothesized. These errors called by intralingual or developmental errors.

This research also enforces Richards findings which corrected Lado andfriends. Lado ‘s interference theory claimed that language errors caused byinterference form L1 system. It produced contrastive analysis study. Then Richardsfindings explained that contrastive analysis could not predict yet all of language errors.He said that L2 errors showed learner developmental process expressed special formof language that he is using. Selinker named it interlanguage, and Namser named itapproximative system, and Corder named it idiosyncratic dialects.

Research makes no different between performance and competence errors,although Corder (supported by Chomsky) distinguished them. The distinguish isimportant but as Dulay said that practically there is difficulty to establish characteristicand substantive of errors which one belongs to classified to performance andcompetence errors without depth and neat analysis . The more important is languageerrors are based on unacceptable and both of the performance and competence areinterrelation. The learner performance expresses his competence.

Primary data of this research are speaking skill of students of Ma’had ‘ÂlîHâsyim Asy‘arî Tebuireng which collected by listening method, by observing inclassroom discussion and subject presentation in several religions and languagesubject. The data were processed by several steps, identifying based on errorsmorfology and syntax by comparing between learner language and Arabic standardlanguage, making errors category according to kinds of structure, reconstructinglearner language (sentence) in standard language, establishing kinds of errors and thefrequencies, and finally data interpretating.

Page 8: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

viii

Page 9: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

ix

����

��� ����� ���� �� ������� ������� �� ���� ��� ����� ����� ���� ���� (������) � �����

����� ���� ������ ���� ������� ���� ������ ������ ����� ����� �������� ������ ����� �� ����� ����

. ���� ������ ���� ��� ������� ������� ���� ���� �� �������� �� ������� � ������ ����� ������� �

������ ������ �������� ����������� ������� . ���� ������� ���� ������ ���� �����

���������.

���� ����� ���� �� ���� �������� �� ����� ��� �� ���� ���� �������� ����� ������ ���

������� ������� ���� �� ����� ����� ���� ��� ������� ����� ����� . ���� ������� ����� ���� �����

����� �������� . ��� �������� �� ����� ����� �������� �� ���� ������� ������� ���� . ���� ��

������� ������� ����� �� ����� ���� ������� ��� ���� ��� ���� ����� ������ ���� ����� �����

����� ����� � �� ����� ��� ����� ������� ��� ����� ����� ����� . ���� ����� �� ����� ������

��interlanguage � ����� ����� ��approximative system ������ ����� ��

idiosyncratic dialects . � ����� �� ��� ����� ����� ����� ������� .

� ����� �� ���� ��� ������� �� ������ �������� �� ������� � ��� ���� ������ �����

������� . ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ����� �� �� ������ ��� ����� �� ����� ������

�������� � ��� �� ������� �� ������� �� �� ������ � ��� �� ����� �� ����� ������� . ������ ��

��� ������� �� �� ������� ����� ��� ��� ������ �����. ��� ������� ������� ����� ������ �����

���� ����� �� ����� ������� ���� ��� ������ .

�������� �������� �� ����� ���� �������� ���� ���� ���� ����� ������ ���������

��� ������ �� ������ �������� ���� ������� ������ �������. �� ���� ����� ������� ���

������� ������ � ������ ��� ������� ������� ����� ������ ��������� ��� ��� �������� ���� �����

������ � �� ������� ��� ����� � ����� ������� ������ ��� ���� ������� ������ � �����

��� ������� �������� � ������� �� ������� �������� ������� ���� .

Page 10: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

x

TRANSLITERASI ARAB LATIN

A. Konsonan

Arab Latin Arab Latin

ء ' ض dhب b ط thت t ظ zhث ts ع ‘ج j غ ghح h ف fخ kh ق qد d ك kذ dz ل lر r م mز z ن nس s و wش sy ـه hص sh ي y

B. Vokal panjang

اــ = âوــ = ûيــ = î

C. Syaddah ( )

Syaddah dilambangkan dengan konsonan ganda.

D. Kata sandang

Page 11: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

xi

Kata sandang “ـلا ” dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti dengan huruf

syamsiyyah maupun diikuti dengan huruf qamariyyah.

Contoh:

al-mudlâra’ah : ةعراضملا al-durûs : سوردلا

E. Ta' marbûthah

Setiap ta' marbûthah ditulis dengan "h" jika kata tersebut berdiri sendiri,

seperti "al-lughah". Hal yang sama juga berlaku jika ta' marbûthah diikuti

oleh kata sifat, seperti "al-jumlah al-ismiyyah", dan pada ta' marbûthah pada

dua kata yang bacaannya terpisah, seperti kata "al-lughah al-’arabiyyah ".

Page 12: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis-jenis Kesalahan Morfologi hal. 54

Tabel 2 Jenis-jenis Kesalahan Isytiqâq pada Ism hal. 63

Tabel 3 Jenis-jenis Kesalahan Isytiqâq pada fi‘l hal. 70

Tabel 4 Jenis-jenis Kesalahan Sintaksis hal. 110

Tabel 5 Jenis-jenis Kesalahan Ketidaksesuaian dalam Nau‘ hal. 115

Page 13: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

xiii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillâh, berkat rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul : KESALAHAN GRAMATIKA DALAM

BERBAHASA TUTUR (Studi Kasus Mahasiswa Ma’had ‘Alî Hâsyim Asy’arî PP

Tebuireng Jombang). Shalawat dan salam tetap terlimpahkan kepada teladan kita

Muhammad SAW beserta umatnya.

Karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Magister pada Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab Sekolah Pascasarjana (SPs)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa

penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu, dengan penuh

ketulusan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.2. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Direktur SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

beserta para deputi direktur; Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Fuad Jabali, MA, Dr.Ujang Thalib, MA, juga Koordinator program khusus; Dr. Yusuf Rahman, MA.

3. Prof. Dr. Aziz Fachrurozi, MA, pembimbing dan juga penguji tesis yang senantiasamemberikan waktu kepada penulis dengan tulus untuk berkonsultasi, memberikanbimbingan serta arahan hingga penulisan tesis ini selesai.

4. Tim penguji tesis, Prof. Dr. Suwito, MA, Prof. Dr. Moh. Matsna, HS, MA, danDr. Muhbib Abdul Wahab, MA, yang telah memberikan arahan dan koreksi demikesempurnaan tesis ini.

5. Segenap civitas akademika SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, manajemen danstaf tata usaha, beserta unit perpustakaan.

6. Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas Prof. Dr. HD Hidayat, MA, dengan segala keikhlasannya membimbing danmengarahkan selama masa perkuliahan.

Page 14: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

xiv

7. Departemen Agama, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, DirektoratMapenda yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk menyelesaikanprogram magister di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda H. Abdullah (almaghfûr lah) danIbunda Hj. Chusnah yang telah mengorbankan segalanya, mendidik danmendoakan untuk kebaikan hidup penulis, beserta segenap keluarga penulis.

9. Keluarga besar Pondok Pesantren Tebuireng, khususnya pengasuh, KH M. YusufHasyim (almaghfûr lah) beserta KH. Ir. Shalahuddin Wahid. Juga keluarga besarM.A Salafiyyah Syafi’iyyah, Kepala Madrasah beserta teman-teman guru, tempatmenimba pengalaman dan berkhidmat, yang telah memberikan izin dan do’a bagipenulis untuk melanjutkan studi ini.

10. Keluarga besar Civitas akademika Ma’had ’'Alî Hâsyim Asy’arî Pondok PesantrenTebuireng, tempat penulis melakukan penelitian.

11. Manajemen dan pengelola unt-unit perpustakaan di UIN Syarif HidayatullahJakarta, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Malang, yang memberikankeleluasaan dalam mengakses berbagai referensi untuk penulisan tesis ini.

12. Keluarga besar Nawal di Pesantren Tebuireng yang senantiasa menemani penulistempat berbagi segala suka dan duka.

13. Sahabat-sahabat penulis di SPs UIN Jakarta yang tinggal bersama penulis selamadua tahun di Asrama Putra dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungansehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari akan keterbatasan ilmu dan pengalamannya, karenanya kritik

dan saran dari pihak manapun sangat diharapkan.

Akhirnya, dengan senantiasa berharap ridha dan rahmat Allah SWT, penulis

mempersembahkan karya ini kepada mereka pejuang pendidikan di pesantren dan

madrasah. Semoga bermanfaat, dan berbarakah. Amin.

Ciputat, 29 Agustus 2008.

Penulis,

Page 15: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

xv

Ahmad Sholihuddin

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iSURAT PERNYATAAN iiLEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iiiLEMBAR PERSETUJUAN TIM PENGUJI ivABSTRAK vPEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN viiiDAFTAR TABEL ........................................................................................... xKATA PENGANTAR xiDAFTAR ISI xiii

BAB I PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan 10

1. Identifikasi Masalah . 10

2. Pembatasan Masalah .. 11

3. Rumusan Masalah . 11

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan 12

D. Tujuan Penelitian 14

E. Manfaat/ Signifikansi Penelitian 15

BAB II TEORI ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA TUTUR 17

A. Hakikat Kesalahan Berbahasa 18

B. Taksonomi Kesalahan Berbahasa 22

1. Taksonomi Linguistik . 22

2. Taksonomi Siasat Permukaan . 27

3. Taksonomi Komparatif . 32

4. Taksonomi Efek Komunikatif . 34

Page 16: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

xvi

C. Penyebab Kesalahan Berbahasa 36

D. Karakteristik Bahasa Tutur 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 43

A. Jenis dan Pendekatan 43

B. Sumber Data, Populasi, dan Sampel 44

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 48

D. Teknik pengolahan dan analisa data 50

E. Keterbatasan Penelitian 52

BAB IV KESALAHAN MORFOLOGI 53

A. Klasifikasi Kesalahan Morfologi 54

B. Penyebab Kesalahan Morfologi 82

1. Frekuensi Kesalahan . 83

2. Faktor Penyebab Kesalahan . 85

C. Upaya Mengatasi Kesalahan Morfologi 102

1. Strategi Pembetulan Kesalahan 103

2. Latihan Materi Kebahasaan 105

3. Prioritas Materi Pengajaran 106

BAB V KESALAHAN SINTAKSIS 109

A. Klasifikasi Kesalahan Sintaksis 110

B. Penyebab Kesalahan Sintaksis 149

1. Frekuensi Kesalahan . 150

2. Faktor Penyebab Kesalahan . 152

C. Upaya Mengatasi Kesalahan Sintaksis 167

1. Strategi Pembetulan Kesalahan 168

2. Latihan Materi Kebahasaan 170

3. Prioritas Materi Pengajaran 172

Page 17: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

xvii

BAB VI PENUTUP 174

A. Kesimpulan 174

B. Saran 175

DAFTAR PUSTAKA 177

LAMPIRAN :I. Persentase KesalahanII. Pengelompokan KesalahanIII. Sebaran KurikulumIV. Jadwal PerkuliahanV. Data MahasiswaVI. Transkrip KesalahanVII. Surat Penelitian

Page 18: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di antara isu pokok yang berkembang dalam pemerolehan dan pengajaran

bahasa kedua (bahasa asing) adalah, pertama isu tentang peranan pengetahuan

gramatika, yang mempunyai anggapan bahwa pengetahuan gramatika merupakan

faktor utama dalam belajar bahasa kedua. Isu kedua, terkait dengan anggapan bahwa

balikan (feedback hasil koreksi) yang diberikan oleh guru, atau pihak lain yang

berkompeten terhadap kesalahan gramatika yang dilakukan oleh pembelajar akan

sangat membantu mereka menguasai bahasa target (yakni bahasa asing, baik sebagai

bahasa keduanya atau ketiga. Untuk selanjutnya, penulis menggunakan istilah bahasa

kedua, yang dalam hal ini adalah bahasa Arab).

Pandangan pertama berpendapat bahwa dengan menguasai kaidah-kaidah /

gramatika bahasa kedua, pembelajar bahasa akan dengan sendirinya menguasai

kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tersebut. Dengan demikian pemahaman ini

menyiratkan bahwa kemampuan berkomunikasi sebanding dengan perkembangan

penguasaan gramatika bahasa si pembelajar. Penelitian Widiatmoko menyimpulkan

bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara gugus variabel kompetensi gramatika

dan gugus variabel keterampilan berbicara. Sebagai konsekuensi dari pemahaman ini

maka pembelajaran bahasa Arab diarahkan kepada pemahaman terhadap kaidah-kaidah

gramatikal bahasa. Model pembelajaran yang seperti ini dengan mudah kita dapati di

banyak lembaga pendidikan di Indonesia mulai tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.

Survey Universitas al-Azhar Indonesia (2007) menjadi bukti kuat bahwa

gramatika masih menjadi isu utama dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.

Survey tersebut sekaligus membuktikan bahwa gramatika masih menjadi problema

utama dalam pembelajaran bahasa Arab. Tercatat mayoritas siswa MA (57,1%)

mendapatkan skor <5 untuk pemahaman gramatika. Kesimpulan lainnya, bahwa dalam

Page 19: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

19

keterampilan membaca lagi-lagi aspek gramatika menduduki peringkat yang

memprihatinkan, yakni peringkat keempat dengan nilai 5,29 dari lima aspek penilaian

keterampilan membaca (aspek kosa kata, gramatika, fakta/definisi, terjemahan, dan

simpulan). Pentingnya aspek gramatika dalam pengajaran bahasa Arab juga didukung

oleh penelitian tersebut bahwa 67,5 % guru menjadikan kemampuan membaca sebagai

tujuan utama dalam pengajaran bahasa Arab, dan hanya 20 % yang mengajarkan empat

keterampilan sekaligus.

Isu kedua, beranggapan bahwa balikan (koreksi) yang diberikan oleh guru

buku atau pihak lain yang berkompeten terhadap kesalahan gramatika yang dilakukan

oleh pembelajar sangat membantu mereka menguasai bahasa kedua. Pandangan ini

beranggapan bahwa dengan memberikan koreksi pada pembelajar setiap kali mereka

melakukan kesalahan akan membuat mereka segera menguasai bahasa target secara

sempurna. Bahwa kesalahan yang dilakukan pembelajar sebenarnya merupakan hal

yang wajar dan menunjukkan arah dan tingkat perkembangan. Karena itu kesalahan

yang dilakukan sebenarnya dapat dijadikan sebagai refleksi bagi pengajaran bahasa

kedua untuk dilakukan perbaikan-perbaikan dalam pengajaran.

Lado dalam I Nyoman Sudiana menyatakan bahwa perbedaan bahasa

pertama (bahasa pembelajar, baik bahasa ibu maupun bahasa nasionalnya) dan bahasa

kedua merupakan sumber utama kesalahan dan kesulitan di dalam belajar bahasa kedua

tersebut. Sinyalemen Lado ini kemudian menghasilkan hipotesis analisis kontrastif.

Hipotesis analisis kontrastif lebih lanjut menyatakan bahwa seorang pembelajar bahasa

asing seringkali melakukan "transfer" dari bahasa pertama ke bahasa kedua dalam

bentuk penggunaan struktur bahasa untuk mengungkapkan gagasan dalam bahasa

keduanya. Oleh Weinreich, transfer inilah yang disebutnya sebagai hal yang

menyebabkan terjadinya kesalahan dalam berbahasa yang pada akhirnya menjadikan

kesulitan dalam belajar bahasa kedua, inilah yang disebut dengan interferensi,

penggunaan sistem B1 dalam berbahasa kedua sedangkan sistem tersebut tidak sama

Page 20: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

20

dalam kedua bahasa antara B1 dan B2, dan kesalahannya disebut dengan kesalahan

interferensi.

Menurut Weinreich (dalam Aslinda, 2007) penyimpangan berupa interferensi

adalah sebagai akibat adanya kontak bahasa pada diri seorang dwibahasawan. Kontak

bahasa ini pada akhirnya menimbulkan saling pengaruh, yang manifestasinya

–kebanyakan- terwujud didalam penerapan kaidah gramatika B1 di dalam penggunaan

B2. Salah satu akibat negatif dari praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian

seperti ini adalah terjadinya kekacauan pemakaian bahasa, sebagaimana yang disinyalir

oleh Lado dan menjadi penghambat dalam belajar bahasa target. Kekurangsempurnaan

B2 pembelajar mengakibatkan mereka mengambil dan menggunakan sistem B1nya

yang tidak sama pada saat menggunakan B2nya sehingga menyebabkan pembelajar

jatuh dalam kesalahan berbahasa.

Selain kesalahan interferensi atau antarbahasa, Richards (dalam Oller, Jr dan

Richards, 1973) menyebut ada dua jenis kesalahan lain dalam pemerolehan bahasa

kedua, yakni kesalahan intralingual, dan developmental. Kesalahan intralingual dan

developmental mencerminkan kompetensi pembelajaran pada tingkat tertentu dan

menggambarkan ciri umum pemerolehan bahasa. Kesalahan intralingual seperti

generalisasi yang salah, penggunaan aturan yang tidak lengkap, dan kegagalan

mempelajari syarat-syarat penggunaan aturan. Kesalahan developmental merupakan

gambaran usaha pembelajar dalam membangun hipotesa tentang bahasa kedua

berdasarkan pengalamannya yang terbatas.

Munculnya teori kesalahan intralingual tersebut merupakan tindaklanjut dari

teori analisis kontrastif sebelumnya yang mendasarkan upaya mengatasi kesalahan

berbahasa melalui pemerian perbedaan B1 dengan B2 pembelajar. Richards

menawarkan pendekatan analisis non kontrastif bagi upaya penyelesaian terhadap

kesalahan berbahasa. Hasil pemeriannya terhadap kesalahan berbahasa Inggris sebagai

Page 21: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

21

B2 pada suatu pembelajaran bahasa, menyatakan bahwa terdapat kesalahan B2

pembelajar bukan disebabkan oleh B1nya, melainkan oleh kesalahan yang disebutnya

sebagai kesalahan intralingual dan developmental.

Kesalahan intralingual dan developmental berupa kesalahan yang

mencerminkan ciri-ciri umum belajar kaidah, baik kesalahan dalam melakukan

generalisasi yang berlebihan, penerapan kaidah yang tidak sempurna, maupun

kegagalan pembelajar dalam mempelajari kondisi-kondisi menerapkan kaidah tersebut.

Kesalahan ini terjadi karena kaidah-kaidah pada B2 tidak dimiliki oleh B1 sehingga

penerapan kaidah B2 oleh pembelajar, kesalahannya sama dengan kesalahan

pembelajar dalam penerapan kaidah B1nya. Dengan demikian kesalahan yang terjadi

pada jenis ini sama dengan yang dibuat oleh anak-anak yang belajar B1 mereka.

Januar (2006) dalam penelitiannya terhadap kemampuan menulis mahasiswa

semester III dan V (yang kesemua sampelnya adalah lulusan MA) jurusan Pendidikan

Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Sultan Thaha Jambi menyimpulkan, bahwa

terdapat kesalahan morfologi sebesar 28,72 % dan kesalahan sintaksis sebesar 39,60

%. Kesalahan-kesalahan tersebut menurutnya disebabkan oleh faktor interlingual dan

intralingual. Kesalahan interlingual adalah kesalahan akibat interferensi B1, dan

kesalahan intralingual adalah kesalahan karena keterbatasan kompetensi kebahasaan

B2 yang dimiliki pembelajar. Emzir, berdasarkan hasil penelitian kecilnya tentang

kemampuan menulis bahasa Arab pada mahasiswa tahun III Program Studi Bahasa

Arab Universitas Negeri Jakarta, menunjukkan bahwa wujud kesalahan karena

interferensi bahasa Indonesia terhadap penggunaan bahasa Arab dalam keterampilan

menulis memang ada, yang dapat diklasifikasikan menjadi interferensi fonologi dan

sintaksis. Penelitian Tim Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah (2001)

menyimpulkan bahwa dari sejumlah kesalahan insya' mahasiswa semester VI jurusan

PBA dan jurusan terjemah yang ditemukan, sebagian besar terkait dengan gramatika,

Page 22: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

22

yakni morfologi 25,2 % dan sintaksis 54,7 %. Penelitian-penelitian di atas (dan masih

banyak lagi penelitian tentang kesalahan berbahasa) membuktikan bahwa

kesalahan-kesalahan yang terjadi didominasi pada bidang gramatika.

Sebagaimana hasil penelitian UAI tentang kemampuan membaca siswa MA

yang menunjukkan masih lemahnya kemampuan gramatika mereka, juga pesan kuat

standar isi mata pelajaran bahasa Arab untuk penguasaan gramatika, dan fungsi

gramatika sebagai himpunan kaidah-kaidah dan penjelasan dari kompetensi, dimana ia

memberikan gambaran pengetahuan kebahasaan yang analog antara penutur dengan

pendengar, maka penulis berkeyakinan bahwa kesalahan-kesalahan yang timbul dapat

diatasi melalui pemetaan kesalahan-kesalahan untuk kemudian dicarikan

pemecahannya dan pada gilirannya dapat menjadi feedback dalam pembenahan materi

pengajaran bahasa Arab.

Di sisi lain, dewasa ini pengajaran bahasa Arab juga mulai banyak diarahkan

untuk penguasaan keterampilan berbicara. Standar Isi mata pelajaran Bahasa Arab

(2006) dan Model KTSP MA (2007), meskipun mengamanatkan penguatan

keterampilan membaca dalam pengajaran Bahasa Arab, tetapi tidak meninggalkan

untuk penguasaan tiga keterampilan lainnya, terutama berbicara. Trend penguasaan

keterampilan berbicara ini juga dapat dilihat dari kebijakan Departemen Agama pada

saat mendirikan Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) tahun 1987, yang

penyelenggaraannya mensyaratkan adanya boarding school (asrama) bagi para

siswanya untuk mendukung penguasaan keterampilan berbicara bahasa Arab dan

Inggris. Program MAK ini menjadi primadona pada zamannya dengan banyak

berdirinya MAK swasta yang penyelenggaraannya terintegrasi dengan

pesantren-pesantren yang selama ini memang telah eksis dengan pendidikan model

madrasah. Inilah model modernisasi pesantren yang selama ini dicap dengan

pengajaran bahasa Arab tradisionalnya. Berdirinya MAK melengkapi pola pengajaran

bahasa Arab di pesantren yang sebelumnya hanya sebatas untuk eksplorasi kitab

Page 23: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

23

kuning, menjadi lebih modern melalui pengajaran bahasa Arab untuk berbicara /

berkomunikasi aktif. Saat ini MAK telah diakuisisi oleh MA reguler dengan

memasukkannya menjadikannya program keagamaan meski secara substansial

perhatian bahasa asing tetaplah menjadi hal yang utama.

Selain fenomena MAK, belakangan ini muncul pula istilah sekolah/madrasah

bilingual. Dari namanya, sekolah ini jelas juga menggunakan bahasa kedua (asing)

dalam proses belajar-mengajarnya. Demikian juga munculnya madrasah berstandar

internasional, dan yang tak kalah gencarnya adalah pola pembelajaran Bahasa Arab

intensif di kalangan mahasiswa perguruan tinggi Islam (STAIN, IAIN, UIN, STAIS,

IAIS). Kesemuanya menambah deretan lembaga pengajaran bahasa Arab yang telah

menggunakan keterampilan berbicara sebagai salah satu keterampilan bahasa yang

harus dikuasai, seperti di beberapa pesantren modern, maupun pesantren tradisional

yang melakukan inovasi dan modifikasi pembelajaran bahasa Arab.

Berangkat dari kenyataan seperti di atas, penulis berkeyakinan kuat bahwa

penelitian tentang keterampilan berbicara bahasa Arab yang terkait dengan kesalahan

gramatika menjadi sangat diperlukan. Hasil penelitian yang didasarkan pada data

jenis-jenis kesalahan akan menyimpulkan kepada sekumpulan bahan ajar yang terpilih

secara akurat guna mengatasi kesalahan-kesalahan gramatika, sehingga

kesulitan-kesulitan dalam belajar bahasa Arab yang terkait dengan keterampilan

berbicara akan menjadi mudah dan pada akhirnya terselesaikan. Penelitian ini akan

memberikan manfaat secara maksimal bagi kemajuan penguasaan bahasa Arab sebagai

bahasa kedua, baik manfaat bagi pembelajar, guru pengajar, maupun lembaga

penyelenggara pembelajaran bahasa Arab, terutama yang menjadikan keterampilan

berbicara sebagai core dalam pembelajaran bahasa Arab.

Demikian pula halnya yang terjadi pada Ma’had ’Âlî Hâsyim Asy’arî

Tebuireng (MAHAT) Jombang. Sebagai lembaga pendidikan yang menjadikan bahasa

Arab sebagai bahasa pengantar perkuliahan, yang dengan demikian para mahasiswanya

Page 24: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

24

diharuskan menguasai bahasa tersebut secara lisan maupun tulisan, maka penguasaan

bahasa tersebut merupakan suatu keniscayaan. Mahasiswa MAHAT dituntut memiliki

kemampuan berbahasa Arab baik dalam hal lisan maupun tulisan. Dalam hal lisan

karena mereka senantiasa berdiskusi dan berdialog dengan dosen maupun sesama

mahasiswa dengan menggunakan bahasa Arab. Dan dalam hal tulisan karena terkait

dengan pembuatan makalah maupun tugas-tugas perkuliahan yang lainnya.

Perkuliahan dalam bentuk ceramah, dialog, maupun diskusi merupakan

penggunaan ragam bahasa lisan yang tergolong formal. Artinya, bahwa dalam kondisi

seperti ini maka gramatikalisasi bahasa lisan menjadi penting untuk diperhatikan, dan

tidak dapat disamakan dengan bahasa lisan yang cenderung non formal. Gramatika

memiliki peran penting terkait dengan tingkat formalitas berbahasa. Di sisi lain, bahwa

salah satu bidang kompetensi komunikatif adalah kompetensi gramatikal, yang

mencakup pengetahuan mengenai kosa kata, kaidah-kaidah pembentukan kata dan

kalimat, semantik linguistik, ucapan dan ejaan.

Dengan demikian, perkuliahan di MAHAT yang menggunakan bahasa

pengantar bahasa Arab memerlukan keterampilan berbicara dalam ragam formal yang

memenuhi aspek kompetensi komunikatif, yang salah satu unsurnya adalah kompetensi

gramatikal, meliputi aspek nahw dan sharf. Mahasiswa MAHAT dituntut menguasai

kompetensi gramatikal ini dalam keterampilan berbicaranya. Kompetensi gramatikal

yang terbukti memberikan sumbangan tidak kecil pada keterampilan berbicara,

terutama pada bahasa lisan ragam formal, dapat dilihat ketepatan dan kebenaran

penggunaannya. Ketepatan dan kebenaran penggunaannya ini dapat dijadikan sebagai

bahan refleksi penguasaan keterampilan berbicara mereka. Untuk itulah maka penulis

mengambil judul penulisan tesis sebagai berikut :

" Kesalahan Gramatika Bahasa Arab dalam Berbahasa Tutur; Studi Kasus Mahasiswa

Ma’had ’Âlî Hâsyim Asy’arî Pondok Pesantren Tebuireng Jombang"

Page 25: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

25

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Crystal sebagaimana dikutip Ruru dan Ruru (1985) menyatakan bahwa

analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk melakukan serangkaian kegiatan

secara prosedural yang berupa identifikasi, klasifikasi, dan interpretasi secara

sistematis terhadap kesalahan-kesalahan pembelajar dengan menggunakan

teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik. Obyek linguistik yang

berupa bahasa menjadi obyek analisis kesalahan bahasa. Terkait dengan analisis

kesalahan yang penekanannya lebih kepada B2 atau bahasa asing, maka yang

menjadi obyek penelitian adalah B2 pembelajar yang sedang dipelajarinya. Dengan

demikian obyek analisis kesalahan berbahasa terkait dengan fonologi, morfologi,

sintaksis, maupun semantik.

Karena itulah, dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang terkait dengan

judul penelitian sebagaimana berikut :

1. Kesalahan berbahasa tutur dalam aspek fonologi.

2. Kesalahan berbahasa tutur dalam aspek morfologi.

3. Kesalahan berbahasa tutur dalam aspek sintaksis.

4. Kesalahan berbahasa tutur dalam aspek semantik.

5. Kesalahan berbahasa tutur dalam aspek kosa kata.

2. Pembatasan Masalah

Terkait dengan keterbatasan-keterbatasan penulis, maka dalam penelitian ini

perlu adanya pembatasan masalah. Sesuai dengan latar belakang yang telah

diuraikan maka penelitian ini dibatasi pada aspek-aspek gramatika apa saja yang di

dalamnya terjadi kesalahan-kesalahan, yakni pada tataran sintaksis dan morfologi.

Terkait dengan bahasa tutur maka penelitian ini difokuskan pada proses berbicara,

baik berupa proses komunikasi di antara siswa maupun siswa dengan guru.

Page 26: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

26

Termasuk pembatasan di sini adalah mahasiswa sebagai subyek penelitian dan

waktu penelitian. Subyek penelitian adalah mahasiswa pada Ma’had ’Âlî Hâsyim

Asy’arî PP Tebuireng Jombang, yang memiliki lingkungan berbahasa Arab dalam

kesehariannya., sebuah lembaga pendidikan yang telah menerapkan lingkungan

berbahasa bagi siswa-siswanya dalam kegiatan belajar-mengajarnya sehari-hari.

Adapun waktu penelitian direncanakan pada rentang bulan Mei hingga Juni 2008.

3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian

sebagai berikut :

Dalam hal apa saja kesalahan gramatika pada bahasa tutur mahasiswa Ma’had ’Âlî

Hâsyim Asy’arî PP Tebuireng Jombang, dan apa saja yang menjadi penyebab

kesalahan-kesalahan tersebut ?

C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Beberapa karya tulis yang telah ada terkait dengan penelitian ini antara lain :

Interferensi Bahasa Indonesia dalam Bahasa Arab Tulis Mahasiswa, penelitian oleh

Emzir. Penelitian pada tahun 2000 dilakukan terhadap hasil karangan mahasiswa tahun

III Program Studi Bahasa Arab Universitas Negeri Jakarta. Emzir mengambil secara

acak 10 hasil pekerjaan tes mengarang / insyâ' mahasiswa pada saat mengikuti Ujian

Tengah Semester. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa kesalahan interferensi

terjadi pada tataran fonologi dan sintaksis. Pada tataran fonologi interferensi terjadi

pada (1) penghilangan vokal panjang huruf alif dan ya' ; (2) penggantian fonem /

dengan/ح , / ـه / / ص / dengan / س / , dan / ش / dengan / س / . Pada tataran sintaksis,

interferensi meliputi : (1) penggantian kata tugas dengan kata tugas yang lain ; (2)

penghilangan kata tugas; (3) penambahan kata tugas ; (4) tidak terdapat kesesuaian

kata dengan kedudukan kalimatnya ; (5) tidak adanya persesuaian antara kata kerja

dengan subyeknya ; (6) tidak ada persesuaian antara kata sifat dengan yang disifatinya

Page 27: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

27

; (7) penghilangan kata ganti yang mengacu pada kata sebelumnya ; dan (8). urutan

kata dalam kalimat. Hasil penelitian tidak menyebutkan jumlah prosentasi kesalahan

akibat interferensi tersebut, dan penelitian ini memang memfokuskan pada jenis

kesalahan interlingual / interferensi.

Kesalahan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab IAIN Sultan Thaha

Saifuddin Jambi dalam Pembelajaran Insya', Tesis, tahun 2006, ditulis oleh Januar,

mahasiswa PPs UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penelitian dilakukan tanpa melihat

faktor interferensi akan tetapi lebih fokus kepada semua jenis kesalahan mahasiswa

semester III dan V jurusan PBA Fakultas Tarbiyah, berdasarkan tes mengarang bebas /

insyâ' hur yang dibuat oleh peneliti. Penelitiannya menyimpulkan bahwa

(1) kesalahan paling dominan ada pada aspek sintaksis, kemudian morfologi, kosa

kata, dan penulisan kata ; (2) faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan adalah,

pada kategori umum, terjadi kesalahan karena proses interlingual (interferensi), dan

performansi. Sedangkan pada bagian khusus, terjadi kesalahan karena faktor

intrabahasa atau keterbatasan kompetensi kebahasaan yang dimiliki oleh mahasiswa.

Di sini sudah terdapat penggolongan / klasifikasi jenis kesalahan ke arah interlingual

dan intralingual.

Tim Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) meneliti

kesalahan redaksional mahasiswa tingkat V dan VI program persiapan (i'dady) tahun

1984-1985. Penelitian ini menemukan bahwa kesalahan berbahasa Arab pada

umumnya terjadi karena ketidaksesuaian (tathâbuq) dalam mudzakkar-muannats,

i'râb, 'adad-ma'dûd, nakirah-makrifah, mubtada'-khabar, penggunaan fi'il muta'addî

dan lâzim, isytiqâq, dan dzarf zamân. Penelitian ini lebih mendasarkan pada analisis

kontrastif dengan melihat kepada kecenderungan munculnya kesalahan berbahasa Arab

yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut.

Tim Peneliti Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah (2001) meneliti hasil

kerja mahasiswa semester VI jurusan PBA dan jurusan terjemah. Penelitian

Page 28: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

28

menyimpulkan bahwa kesalahan yang ditemukan, meliputi aspek morfologi sebanyak

25,2 %, sintaksis 54,7 %, semantik 9,2 %, dan kesalahan penulisan sebanyak 10,9 %,

dari 349 jumlah total kesalahan. Kesalahan terbanyak pada aspek morfologi terdapat

dalam isytiqâq, pada aspek sintaksis terdapat dalam tarkîb washfî dan idhâfî.

Interferensi (pengaruh bahasa asal) dinyatakan sebagai penyebab yang paling menonjol

terjadinya kesalahan-kesalahan tersebut.

Abdul Muin, meneliti tentang interferensi gramatikal antara bahasa Arab

dengan bahasa Indonesia. Data penelitian berupa tes tertulis terhadap mahasiswa

semester VI Program Pendidikan Bahasa Arab UPI Bandung. Tes yang dilakukan

berupa kemampuan dalam lingkup kalimat (jumlah) dan unsur bawahannya berupa

kata dan frasa sebagai pembentuk kalimat dan pengisi subyek, predikat, dan obyek.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kesalahan mahasiswa sebesar 63,72 % pada

aspek sintaksis, 33,79 % pada aspek morfologi, dan 2,49 % pada aspek penulisan.

Kesalahan pada aspek sintaksis terbanyak pada jenis persesuaian ’adad antara khabar

dan mubtada’, dan pada aspek morfologi kesalahan terbanyak pada jenis ta’yîn.

Dari beberapa hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis di atas, seluruhnya

menggunakan data tertulis sebagai data primer penelitiannya. Hingga sejauh ini penulis

belum menemukan yang secara spesifik mendasarkan data penelitiannya pada bahasa

tutur. Karakteristik bahasa tutur yang memiliki perbedaan dibandingkan bahasa tulis

tetap dapat dijadikan bahan penelitian terkait dengan bidang gramatikanya, pada aspek

morfologi dan sintaksis. Hal ini karena pada penerapannya, bahasa tutur juga memiliki

kesamaan dengan bahasa tulis seperti kesamaan berdasarkan atas sistem bunyi,

gramatika, dan mufradat.

Penulis memiliki dugaan bahwa data penelitian tersebut di atas yang diambil

berdasarkan hasil bahasa tulis tentu akan memiliki implikasi berbeda apabila diterapkan

dalam bahasa tutur. Untuk itulah penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang akan

dilakukan memiliki sisi perbedaan yang signifikan dengan penelitian-penelitian yang

Page 29: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

29

telah ada sebelumnya. Pada akhirnya akan didapatkan peta kesalahan gramatika dalam

bahasa tutur sehingga dapat menghindarkan pembelajar bahasa Arab jatuh pada

kesalahan berbahasa saat bertutur.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini ingin mengungkap kesalahan-kesalahan dalam hal apa saja yang

terkait dengan aspek nahw dan sharf dalam berbahasa tutur. Dengan demikian akan

diketahui juga, bahwa dalam bahasa lisanpun diperlukan penguasaan gramatika bahasa

Arab, karena selama ini kebanyakan penelitian menggunakan data tertulis

(keterampilan menulis) sebagai obyek penelitiannya. Penelitian ini sekaligus juga ingin

membuktikan bahwa kesalahan gramatika sebenarnya dapat diatasi melalui

pembenahan materi ajar yang didesain berdasarkan munculnya frekuensi kesalahan,

khususnya dalam bertutur. Untuk mengarah ke sana maka hal yang dilakukan terlebih

dahulu adalah mengelaborasi kesalahan-kesalahan dalam berbahasa tutur untuk

kemudian membuat peta kesalahan gramatika sebagai pijakan menyimpulkan

sekumpulan materi yang penting untuk diperhatikan pada saat mengajar bahasa Arab.

Hasil ini merupakan umpan balik/feedback dalam pengajaran bahasa Arab khususnya

keterampilan berbicara, yakni menghasilkan sekumpulan materi pengajaran yang

memberikan fokus pada materi gramatika tertentu yang banyak memberikan kontribusi

kesalahan pada saat pembelajar bertutur.

E. Signifikansi Penelitian

Suatu kenyataan bahwa distorsi yang dibuat oleh pembelajar berhubungan erat

dengan perbedaan-perbedaan diantara dua bahasa (B1 dan B2) pada diri pembelajar.

Brown (1980) dalam Pateda, mengemukakan bahwa dalam kaitannya dengan

memperbaharui kesalahan pembelajar bahasa, maka hal ini dapat dilakukan melalui tiga

cara : (1) mengoreksi kesalahan di kelas, (2) menjelaskan bentuk gramatikal yang baik,

Page 30: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

30

dan (3) membuat pola terhadap bahan ajar yang dikaitkan dengan kurikulum. Baradja

menegaskan bahwa dengan pendekatan analisis kesalahan diharapkan kesalahan

pembelajar dalam berB2 dapat diselesaikan, yang kemudian hasilnya dapat dibuat

hierarki kesulitan untuk dapat dipergunakan sebagai salah satu bagian dari bahan ajar.

Uraian di atas meneguhkan akan nilai signifikansi hasil penelitian ini. Para

praktisi bilingualisme yang menjadikan bahasa Arab sebagai B2 pembelajar secara aktif

dalam fungsi komunikasi/berbicara dapat memanfaatkannya sebagai bahan ajar. Upaya

penciptaan lingkungan berbahasa yang saat ini sedang menggejala di berbagai level

pendidikan baik pada tingkat dasar, menengah maupun pendidikan tinggi, akan dapat

terwujud secara benar dalam tataran gramatikal melalui pemanfaatan hasil analisa

kesalahan pembelajar bahasa Arab di Indonesia. Dengan demikian isu kesalahan dan

kesulitan belajar bahasa Arab dalam ujaran untuk aspek gramatika dapat direduksi

bahkan diatasi dengan maksimal.

Sesuai dengan hasil penelitian yang diuraikan di muka, terkait dengan urgensi

gramatika dalam belajar bahasa dan juga sumbangan kompetensi gramatika terhadap

keterampilan berbicara, maka hasil penelitian yang berangkat dari dua aspek gramatika

yakni morfologi dan sintaksis yang berbasiskan data kesalahan pembelajar B2

diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pembelajar akan materi gramatika yang

digunakan dan dipakai dalam konteks senyatanya pada kehidupan keseharian. Dengan

berbasiskan data keterampilan berbicara maka diharapkan menghasilkan gambaran

bentuk-bentuk dan pola ujaran yang biasa dipakai dalam berkomunikasi yang memang

menjadi salah satu tujuan belajar bahasa.

Page 31: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

BAB II

TEORI ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA TUTUR

Kesalahan berbahasa merupakan suatu hal yang wajar terjadi pada seseorang

yang sedang dalam proses belajar bahasa asing, sebagai bahasa kedua atau ketiganya.

Timbulnya kesalahan ini dapat dimengerti berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada

antara bahasa yang telah dimiliki oleh pembelajar dengan bahasa asing yang sedang

dipelajari. Perbedaan-perbedaan ini pada awalnya menimbulkan studi analisis kontrastif

yang mengelaborasi perbedaan dan persamaan bahasa sumber (bahasa yang telah

dikuasai pembelajar) dan bahasa target (bahasa asing yang sedang dipelajari), untuk

menghindarkan dari munculnya kesalahan berbahasa.

Akan tetapi orientasi pembelajaran bahasa target kemudian bergeser ke arah

studi analisis kesalahan berbahasa. Pada akhirnya analisis kesalahan akan

menghasilkan pemerian bahan ajar yang dipilih dan ditata sedemikian rupa sehingga

menghindarkan siswa melakukan kesalahan-kesalahan dalam aktivitas berbahasanya,

baik melalui media tulisan maupun lisan. Analisis kesalahan membantu pengajar guna

memudahkan pembelajar menguasai bahasa asing melalui pemilihan dan penekanan

pada materi-materi ajar tertentu yang dianggap banyak menimbulkan kesulitan

sehingga mengakibatkan kesalahan dalam berbahasa.

A. Hakikat Kesalahan Berbahasa

Dalam studi penguasaan bahasa asing dikenal istilah kompetensi dan

performansi. Demikian juga dalam analisis kesalahan berbahasa dikenal kesalahan

performansi dan kompetensi. Perbedaan keduanya merupakan konsekuensi dari adanya

berbagai macam istilah yang merujuk pada kesalahan yang ditimbulkan oleh pembelajar

bahasa asing. Kesalahan-kesalahan tersebut terjadi pada saat pembelajar sedang dalam

proses penguasaan bahasa target yang sedang dipembelajarinya. Berbagai macam

Page 32: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

48

kesalahan yang dimaksud adalah lapses, error, dan mistake. Ketiga istilah tersebut

diperkenalkan oleh Piet S Corder.

Lapses, merupakan kesalahan akibat salah pengucapan, sehingga disebut juga

dengan slip of tongue. Dalam hal ini pembelajar melakukan pengucapan yang salah

akan tetapi dia sebenarnya telah mengetahui sehingga dapat membetulkannya segera

setelah menyadari kesalahannya tersebut. Dengan demikian lapses merupakan keliru

pengucapan, keliru menerapkan kaidah, salah susun, atau kekurang cermatan

menentukan pilihan kata yang lebih sesuai.

Error, merupakan kesalahan berbahasa yang dilakukan pembelajar terkait

dengan pelanggaran aturan tata bahasa. Kesalahan ini lebih mengarah kepada

kekurangsempurnaan pengetahuan pembelajar tentang aturan tata bahasa. Dalam

kondisi seperti ini, maka pembelajar berusaha untuk membangun pengetahuannya

sebatas apa yang telah diketahuinya. Dari sinilah muncul kemungkinan terjadinya

kesalahan-kesalahan, karena pembelajar berkreasi dalam berbahasa berdasarkan atas

tingkat pengetahuannya. Kreasi ini berupa gramatika yang khas, Corder menyebutnye

idiosinkratik atau kompetensi transisional, atau interlanguage oleh Slinker.

Sedangkan mistake, mengarah kepada kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh

pembelajar bahasa asing karena salah pengungkapan, baik dalam hal aturan tata bahasa

maupun pilihan kata. Namun kesalahan ini dibangun di atas kesempurnaan

pengetahuan bahasa sasaran yang sedang dipembelajari, bukan karena

kekurangsempurnaan pengetahuan bahasa. Kesalahan yang terjadi lebih diakibatkan

oleh faktor luar seperti keterbatasan ingatan, kelelahan, dan yang semacamnya, dan

dapat segera dibetulkan oleh pembelajar, namun ada juga yang tidak dapat segera

dibetulkan. Dalam hal ini sebenarnya lebih tepat diistilahkan dengan lapses,

Batasan pengetahuan yang dimiliki pembelajar inilah yang membedakan

kesalahan kompetensi dan performansi. Kesalahan kompetensi mengarah kepada

kesalahan karena kurangsempurnanya pengetahuan pembelajar, yang pada akhirnya

Page 33: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

49

akan menggunakan bahasa khasnya (bahasantara atau interlanguage). Kesalahan

kompetensi terkait dengan penguasaan B2 yang minim. Kesalahan ini bersifat

sistematik dan merupakan cermin tingkat penguasaan pembelajar terhadap kaidah B2

yang dipembelajarinya. Pembelajar berada pada masa transisional perkembangan

kaidah gramatikal dan dalam usaha penguasaan B2nya secara menyeluruh.

Sedangkan kesalahan performansi terkait dengan penampilan dalam pemakaian

bahasa sehari-hari, dan tidak berhubungan dengan tingkat kemampuan bahasa.

Pembelajar sebenarnya telah memiliki sejumlah kemampuan kaidah-kaidah bahasa yang

mencukupi, akan tetapi dalam penampilan berbahasanya melakukan kesalahan yang

sebenarnya dia mengetahui kesalahan yang dilakukannya. Hal ini berbeda dengan

kesalahan kompetensi. Termasuk dalam kelompok kesalahan performansi ini adalah

lapses dan mistake.

Dalam bahasa Arab dikenal kata "ghalath" dan "khatha'", keduanya merujuk

kepada arti kesalahan, namun memiliki perbedaan. Kata "ghalath" lebih mengarah

kepada suatu kesalahan performansi/"adâ'" , penampilan berbahasa. Sedangkan

"khatha'" lebih mengarah kepada kesalahan kompetensi, keterbatasan kaidah-kaidah

bahasa yang dikuasai oleh pembelajar. Dengan demikian "ghalath" lebih condong ke

mistake, dan "khatha'" mengarah ke error. Pateda, memberikan istilah, mistake dengan

error, dalam bahasa Indonesia dengan term kekeliruan dan kesalahan.

Dalam konteks yang terakhir inilah seharusnya penelitian tentang analisis

kesalahan dilaksanakan, karena akan dapat diketahui seberapa banyak kesalahan terjadi

terkait dengan kompetensi pembelajar B2. Kesalahan yang terkait dengan performansi

sebenarnya juga dapat dihilangkan karena hal itu terkait dengan faktor non linguistik.

Namun demikian, sebagaimana Dulay bahwa meskipun melakukan pembedaan antara

kesalahan kompetensi dan performansi merupakan hal penting, akan tetapi sering kali

terjadi kesukaran untuk menentukan sifat atau substansi suatu kesalahan tanpa

mengadakan analisis secara cermat dan mendalam. Karena itulah maka untuk

Page 34: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

50

memberikan kemudahan acuan pada penyimpangan-penyimpangan yang belum

terklasifikasikan sebagai kesalahan kompetensi atau performansi, maka penelitian ini

tidak membatasi istilah kesalahan dalam batasan kompetensi saja, akan tetapi berlaku

untuk setiap penyimpangan dari norma baku bahasa Arab. Berangkat dari kategori

kesalahan jenis error inilah diharapkan dapat dihasilkan pemerian data kesalahan yang

dikumpulkan dari bahasa tutur. Sebagaimana dimaksudkan dalam pengajaran bahasa

asing, bahwa upaya menghindarkan kesulitan dan kesalahan pembelajar merupakan hal

yang utama. Kajian ini berorientasi dan membahas kesalahan-kesalahan pembelajar,

dan menjadi feedback bagi pengajaran B2 di masa berikutnya, sehingga kesalahan

tidak terulang.

Dengan demikian, analisis kesalahan adalah suatu upaya identifikasi, klasifikasi,

dan interpretasi kesalahan-kesalahan pembelajar B2 dengan menggunakan teori-teori

dan prosedur linguistik. Analisis kesalahan berangkat dari deskripsi

kesalahan-kesalahan pembelajar. Deskripsi tersebut menghasilkan peta kesalahan

berbahasa dalam berbagai kategori. Berdasarkan kategori yang dihasilkan, analisis

kesalahan kemudian membuat kesimpulan yang terkait dengan penyebab kesalahan dan

materi bahan ajar yang perlu pendalaman.

B. Taksonomi Kesalahan Berbahasa

Dalam subbab ini, diuraikan pembagian kesalahan berdasarkan

macam-macam taksonomi yang dibuat oleh Dulay, Burt, dan Krashen. Dulay membagi

taksonomi kesalahan menjadi empat macam, yaitu taksonomi kategori linguistik,

kategori strategi lahir atau siasat permukaan, kategori komparatif, dan kategori efek

komunikasi. Di antara empat kategori tersebut, analisis kesalahan lebih didasarkan

pada taksonomi linguistik, berdasarkan komponen-komponen bahasa, untuk kemudian

dikelompokkan juga berdasarkan taksonomi lainnya.

1. Taksonomi Linguistik

Page 35: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

51

Aspek linguistik merupakan klasifikasi kesalahan-kesalahan berbahasa

berdasarkan komponen linguistik, seperti fonologi, gramatika (sintaksis dan

morfologi), semantik dan leksikal, dan wacana. Komponen-komponen linguistik

tersebut merupakan cakupan elemen-elemen yang mengandung setiap komponen

bahasa. Dengan demikian dalam komponen sintaksis misalnya, kesalahan dapat lebih

ditelusuri lagi apakah pada klausa utama ataukah klausa bawahan. Dari sini dapat

dirinci lagi, konstituen manakah dalam klausa yang dipengaruhi, apakah frasa verba,

nomina, preposisi, adverbia, adjektifa, dan lain sebagainya.

Pengklasifikasian kesalahan berbahasa berdasarkan taksonomi linguistik ini

memberikan manfaat kebutuhan praktis pengajaran bahasa asing, berupa kemudahan

penyusunan kurikulum pengajaran bahasa yang terejawantahkan dalam sekumpulan

materi bahan ajar, buku pembelajaran, maupun buku kerja yang berisi latihan-latihan.

Bahan ajar, buku pembelajaran, maupun latihan-latihan disusun berdasarkan skala

prioritas materi yang harus dipembelajari untuk menghindari terjadinya kesalahan yang

berulang-ulang. Para pengembang kurikulum dapat menjadikan hasil analisis kesalahan

sebagai umpan balik materi pengajaran yang tepat dan cepat untuk penguasaan bahasa

asing secara maksimal dan terhindar dari kesulitan yang bisa saja disebabkan oleh

urutan penyajian materi yang tidak sistematis dan terukur.

Analisis kesalahan berdasarkan aspek linguistik ini juga berguna bagi para

peneliti sebagai sarana laporan yang mengorganisasi kesalahan-kesalahan yang telah

dikumpulkan. Kesalahan-kesalahan yang telah dikelompokkan dapat digunakan

sebagai data awal untuk masuk kepada kajian linguistik lebih lanjut. Juga, akan

menjadi penuntun bagi penelitian lebih lanjut seperti akses masuk kepada unsur-unsur

komponen linguistik yang lebih kecil, dari kalimat, ke frasa, hingga kata.

Bagi guru dan siswa, taksonomi ini sangat membantu mereka dalam

merefleksi diri terhadap capaian aspek-aspek bahasa tertentu dalam kelas mereka.

Mereka dapat dengan segera mengukur kemampuan gramatikanya dengan

Page 36: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

52

menggunakan hasil analisis kesalahan. Kesalahan-kesalahan dalam kategori apa saja di

kelompok fonologi, sintaksis, morfologi, semantik dan leksikon, serta wacana.

Dalam penelitian ini, hanya dua aspek linguistik saja yang menjadi fokus

analisis data, sesuai dengan maksud pembahasan yang merujuk kepada sisi gramatika,

yakni sisi morfologi dan sintaksis. Gramatika dijadikan sebagai fokus utama dan

satu-satunya standar klasifikasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah

diuraikan dalam latar belakang penelitian. Dengan demikian uraian yang terkait dengan

kesalahan-kesalahan dalam bidang morfologi dan sintaksis menjadi pokok bahasan dan

salah satu bagian analisis yang mendalam.

1.1 Kesalahan Morfologis

Secara umum, diketahui bahwa subsistem bahasa meliputi fonetik, fonologi,

morfologi, dan sintaksis. Morfologi, merupakan subsistem bahasa yang

pembahasannya terpusat kepada kata per kata, dan bukan keterkaitan antara kata yang

satu dengan kata yang berikutnya. Kesalahan morfologis mendasarkan analisis

kesalahan berdasarkan kajian morfologi. Dengan demikian obyek kajian kesalahan

morfologis adalah kata itu sendiri yang berdiri sendiri, dan kemudian dianalisis

unsur-unsur pembentukannya. Kata ”muslimûna” merupakan gabungan dari ”muslim”

dan wau-nun. Demikian juga kata ”inkasara” merupakan gabungan ”kasara”dan

alif-nun. Penekanan dalam hal ini adalah morfologi sebagai suatu proses, yaitu cara

pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem

yang lainnya. Untuk melihat kesalahan morfologis suatu kata dapat ditempuh dengan

cara membandingkan berbagai proses morfologis yang ada di suatu kata seperti

afiksasi, reduplikasi, modifikasi intern, komposisi, dan juga klitisasi.

Dalam Bahasa Arab, pembentukan kata ada dua, inflektif dan derivatif. Yang

pertama berupa perubahan bentuk yang tidak merubah makna dasarnya, dengan

menambahkan morfem terikat pada morfem bebas. Morfem terikat ada yang berupa

infleksi dan derivasi. Infleksi ini dapat ditandai dengan hurûf dan dapat ditandai

Page 37: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

53

dengan harakah. Sebagai contoh adalah perubahan “muslim” menjadi “muslimâni”

atau “muslimûna” .Yang kedua, derifatif, berupa tambahan, yakni perubahan yang

seperti yang terdapat pada verba (fi‘l), seperti perubahan “jalasa” menjadi “jâlasa” ;

“qatala” menjadi “taqâtala”, dan lain sebagainya. Atau perubahan kata dengan

berbagai variasinya, seperti “jalasa” menjadi “majlis”, “jâlis”; “kataba” menjadi

“maktûb”, “kâtib”, “maktab”, “kuttâb”, dan lain sebagainya.

1.2 Kesalahan Sintaksis

Sintaksis, dalam banyak pengertian dipahami sebagai kajian hubungan antar

kata dalam suatu konstruksi. Sintaksis adalah tata bahasa yang mengkaji struktur frasa

dan kalimat, karena kata tunggal yang berdiri sendiri tidak dapat dikaji secara sintaksis.

Konstruksi kata-kata yang membentuk frasa, atau kalimat menjadi kajian sintaksis.

Dengan demikian sintaksis merupakan subsistem bahasa/linguistik yang mencermati

hubungan kata dengan kata baik dalam susunan yang luas seperti kalimat, maupun

yang lebih kecil seperti frasa. Susunan ”Abî 'Abdullah yushallî fî al-masjid”, secara

sintaksis dapat dikaji hubungan kata demi katanya, antara kata ”abî dengan

”'abdullah”, kata ”yushallî” dengan sebelumnya, dan demikian juga frasa ”fî

al-masjid”. Terkait dengan sintaksis ini, dalam bahasa Arab dikenal juga susunan

frasa, klausa, dan kalimat. Berdasarkan teori-teori pembahasan frasa, klausa, dan

kalimat, maka dilakukan analasis kesalahan terhadap data-data ketrampilan berbicara.

Kesalahan-kesalahan dalam aspek sintaksis akan dianalisis dengan beberapa

model konstruksi atau susunan dalam bahasa Arab. Berkaitan dengan struktur kalimat

dalam bahasa Arab, dikenal adanya beberapa macam konstruksi yang merupakan

satuan-satuan pengisi struktur kalimat. Ada enam macam susunan (tarkîb), yaitu:

a. Tarkîb isnâdî, yaitu struktur sintaksis yang terdiri dari musnad dan musnad ilaih,

atau disebut juga dengan jumlah yang dalam bahasa Arab dikenal ada 2 macam

yakni fi‘liyyah dan ismiyyah. Jumlah ismiyyah adalah suatu struktur yang

mengandung pola mubtada’ dan khabar atau yang asalnya merupakan mubtada’

Page 38: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

54

dan khabar. Sedangkan yang dimaksud dengan jumlah fi‘liyyah adalah susunan

kalimat yang mengandung pola fi‘l dan fâ ‘il atau fi‘l dengan nâib al-fâ ‘il.

b. Tarkîb idhâfî, yaitu susunan kata yang terdiri dari mudhâf dan mudhâf ilaih.

c. Tarkîb bayânî, yaitu susunan dua kata yang keduanya berperan menjelaskan kata

yang pertama. Susunan ini terbagi atas 3 macam, yaitu :

Tarkîb washfî, yaitu susunan terdiri dari kata sifat dan benda yang disifati.

Tarkîb taukîdî, yaitu susunan yang terdiri dari muakkid dan muakkad.

Tarkîb badalî, yaitu susunan kata yang terdiri dari badal dan mubdal minhu.

d. Tarkîb ‘athfî, yaitu susunan yang terdiri dari ma‘tûf dan ma‘thûf alaih, di antara

kedua kata tersebut terdapat hurûf ‘athaf yang menyambung keduanya.

e. Tarkîb mazjî, yaitu dua kata yang dijadikan satu, membentuk kesatuan kata.

f. Tarkîb ‘adadî, yaitu susunan ‘adad (bilangan) dan ma‘dûd (benda yang dihitung).

2 Taksonomi Siasat Permukaan

Taksonomi jenis ini merupakan sisi pandang analisis kesalahan dari prespektif

perubahan-perubahan yang nampak pada struktur luar bahasa. Perubahan-perubahan

yang dimaksud adalah cara-cara yang terjadi dan digunakan pembelajar. Cara-cara

tersebut dapat berupa penghilangan (omission), penambahan (addition), salah formasi

(misformation), dan salah susun (misordering).

Yang dimaksud dengan penghilangan adalah apabila terdapat ketiadaan suatu

butir yang seharusnya ada dalam sebuah ucapan. Tarigan memberikan contoh, bahwa

dapat dipahami apabila setiap morfem atau kata dalam suatu kalimat memiliki potensi

untuk penghilangan. Akan tetapi, terdapat beberapa morfem yang justeru lebih sering

dihilangkan daripada yang lainnya. Menurutnya beberapa morfem penuh seperti

nomina, ajektifa, dan adverbia merupakan pendukung makna referensial dalam sebuah

kalimat. Dalam praktiknya, seringkali pembelajar menghilangkan unsur morfem

gramatikal, kata tugas, dibandingkan morfem penuh.

Page 39: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

55

Morfem gramatikal yang dimaksud adalah seperti preposisi, konjungsi, dan

artikel. Penghilangan ini menjadi lebih sering terjadi pada bahasa percakapan

dibandingkan dengan bahasa tulis. Sebagaimana telah menjadi ciri bahasa percakapan

atau tutur, bahwa penutur memiliki kencederungan untuk berbicara yang

pendek-pendek, simpel, dan dengan struktur yang tidak kompleks. Maka dalam

keadaan seperti inilah sering kali dijumpai penghilangan butiran yang seharusnya ada

dan disebutkan oleh penutur. Penghilangan morfem gramatikal ini memang sering kali

tidak memberikan pengaruh dalam pemaknaan, namun demikian hal ini akan dapat

mengganggu harmonisasi kalimat apabila dipraktikkan dalam bahasa tulis.

Kesalahan berbahasa yang berwujud penghilangan ini sering kali terjadi pada

masa awal tahap pemerolehan B2. Penghilangan ini umumnya terjadi karena kurangnya

kosa kata, terbatasnya perbendaharaan kata, dan para pembelajar kebanyakan

menyatakan kesadarannya atas unsur-unsur yang hilang tersebut. Dalam keadaan yang

demikian, beberapa pembelajar berinisiatif menggunakan gerak-gerik, isyarat untuk

menjelaskan makna yang diinginkan. Contoh kongkrit penghilangan adalah pada

sejumlah latihan pemahaman bacaan yang menggunakan pertanyaan WH question.

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berupa jawaban yang lengkap dan

panjang dengan pengulangan pertanyaannya. Namun dapat juga jawaban pertanyaan

berupa kalimat yang langsung merujuk pada jawaban yang dimaksudkan oleh

pertanyaan, tanpa mengulangi redaksional kalimat pertanyaan.

Adapun penambahan, hal ini merupakan kebalikan dari penghilangan di atas.

Kesalahan berupa penambahan ini berwujud pada munculnya suatu butir yang

seharusnya tidak ada dalam sebuah ucapan yang semestinya. Kesalahan berupa

penambahan ini dapat dikatakan sebagai akibat dari pemakaian kaidah-kaidah bahasa

yang terlalu teliti, ataupun pemakainya terlalu hati-hati, meski sebenarnya kehati-hatian

itu malah menyebabkan penambahan butiran-butiran yang seharusnya tidak diperlukan

Page 40: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

56

kehadirannya. Kesalahan penambahan ini banyak dilakukan oleh pembelajar B2 yang

telah banyak menerima kaidah-kaidah bahasa.

Dugaan bahwa kesalahan-kesalahan yang ada pada jenis penambahan ini

terjadi pada pembelajar B2 yang telah banyak menerima kaidah bahasa, dapat dilihat

dari tipe-tipe kesalahan yang ada. Tarigan, dengan mengutip pendapat para pakar,

menyatakan bahwa dalam kesalahan penambahan ini terdapat tiga tipe kesalahan pada

ujaran pembelajar, baik B1 maupun B2. Tiga tipe kesalahan penambahan itu adalah

penandagandaan (double markings), regularisasi (regularizations), dan penambahan

sederhana (simple additions).

Penandaan ganda adalah penambahan yang sebenarnya lebih tepat disebut

sebagai kegagalan menghilangkan beberapa unsur, yang dalam sebuah konstruksi

linguistik diperlukan namun tidak perlu dihilangkan pada konstruksi lain, seperti

menambahkan kata penanda jamak pada kata yang sudah menunjukkan jamak.

Beberapa contoh berikut menunjukkan kesalahan penandaan ganda, yakni : beberapa

anak-anak, banyak mobil-mobil, para bapak-bapak, yang semestinya cukup diringkas

menjadi : beberapa anak, banyak mobil, dan para bapak.

Kedua, regularisasi, berupa upaya pembelajar menerapkan aturan-aturan

tertentu yang sebenarnya menjadi sebuah ketentuan umum, akan tetapi pada

kenyataannya tidaklah selalu demikian. Ketika sebuah aturan berlaku untuk hampir

semua konstruksi linguistik, maka hal ini menjadi sebuah gejala regular yang bersifat

umum. Dalam bahasa yang ringkas dapat dikatakan bahwa terdapat pengecualian

untuk aturan-aturan yang sudah baku. Dalam posisi seperti ini, pembelajar terkadang

terjebak untuk mengikuti aturan regular ini sehingga menimbulkan kesalahan. Contoh

dari regularisasi ini seperti pembentukan verba kala lampau menggunakan akhiran "ed"

untuk beberapa kata yang ternyata malah salah kalau dibuat demikian, antara lain

comed, eated, runned, dan lain sebagainya. Dalam bahasa Arab ditemui misalnya

jamak kata "thâlib" bukanlah "thâlibûna", akan tetapi "thullâb".

Page 41: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

57

Ketiga, penambahan sederhana, salah satu sub kategori kesalahan kenis

penambahan. Kelompok ini dapat dikatakan sebagai penampungan terhadap jenis

kesalahan-kesalahan yang tidak dimasukkan dalam kelompok penandaan ganda

maupun regularisasi. Maka dalam hal ini tidaklah dapat dikemukakan ciri-ciri khusus

sebagai penanda kelompok kesalahan ini, selain ciri secara umum yang berupa

penyimpangan atas penggunaan unsur yang tidak terdapat pada ujaran atau ucapan

yang benar. Di antara contoh untuk kelompok kesalahan ini antara lain : Kita-kita ini

bukan orang sembarangan ; Pak Umar tidak masuk karena pergi ke kota ; Berulang

kali saya menasehati tetapi dianya saja yang bandel. Contoh-contoh tersebut

seharusnya disederhanakan menjadi "Kita", "Karena", dan "Dia". Beberapa

penambahan yang seharusnya tidak ada adalah "kita", "di-kan", dan "nya".

Selain penghilangan dan penambahan, termasuk kesalahan dalam taksonomi

siasat permukaan adalah salah formasi, yang dalam hal ini ditandai oleh pemakaian

bentuk morfem atau struktur yang salah. Pembelajar sebenarnya telah menyediakan

dan memberikan sesuatu (jadi bukan penghilangan), namun ternyata hal itu sama sekali

tidak benar. Terdapat tiga tipe salah formasi, yaitu regularisasi, bentuk arki (archi

forms), dan bentuk pengganti (alternating forms).

Tipe pertama, regularisasi, pengertian dasarnya sama dengan yang dimaksud

regularisasi pada jenis kesalahan penambahan. Perbedaannya ada pada kategori

"penambahan" dan "salah formasi" saja. Kategori penambahan menitikberatkan pada

adanya penambahan dalam sebuah konstruksi linguistik, sedangkan salah formasi lebih

mengacu pada kesalahan bentukan, yang tidak selalu melalui penambahan. Sebagai

contoh, kesalahan pada kata "hisself" yang seharusnya "himself".

Tipe kedua, archi forms, yakni suatu bentuk yang oleh pembelajar B2 telah

dipahami sedemikian rupa sehingga menjadi suatu pemahaman melekat, yang

kemudian dipergunakan untuk bentuk lain pada hal yang sama. Archi forms muncul

melalui pemilihan salah satu anggota suatu kelas bentuk untuk mewakili atau

Page 42: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

58

menggambarkan yang lainnya dalam kelas yang sama. Seorang pembelajar

menggunakan "that" untuk yang seharusnya hanya untuk kata tunggal, tetapi

dipergunakannya juga untuk plural, seperti "that books". "Me" yang seharusnya hanya

untuk posisi obyek, tetapi dipergunakannya juga untuk subyek : "Me angry"

Tipe ketiga, bentuk pengganti, terjadi apabila kosa kata dan tata bahasa

pembelajar telah tumbuh dan berkembang, sehingga penggunaan bentuk archi forms

sering kali memberikan peluang kepada pemilihan bebas yang agak jelas terhadap

berbagai anggota kelas dengan yang lainnya. Dalam penggunaan kata ganti penunjuk

misalnya, dapat dicontohkan "those dog" dan "this cats". Dalam pemakaian

pronomina, seperti penggunaan "he" untuk "she" ; "they" untuk "it" ; "her" untuk

"she", dan lain-lain yang semacamnya.

Bagian terakhir dari kesalahan taksonomi siasat permukaan adalah salah

susun. Sebagaimana namanya, salah susun merupakan salah letak, ditandai oleh

penempatan yang tidak benar bagi suatu morfem atau kelompok morfem dalam suatu

ujaran atau ucapan. Dengan demikian salah susun adalah kesalahan letak, atau

penempatan sebuah morfem atau kelompok morfem. Salah letak ini berupa pertukaran

tempat yang semestinya di belakang ternyata diletakkan di depan, dan sebaliknya.

Contoh salah susun seperti "He is all the time present " yang seharusnya frasa all the

time diletakkan di belakang sehingga menjadi "He is present all the time". Demikian

juga "What Daddi is reading?" yang seharusnya "What is Daddy reading?" Kesalahan

"misordering" ini terjadi pada pembelajar B2 dengan secara sistematis dalam

konstruksi-konstruksi yang telah didapatkan, terutama pada pertanyaan-pertanyaan

sederhana yang langsung dan cakupan yang tidak langsung.

3. Taksonomi Komparatif

Nilai komparasi pada taksonomi ini terdapat pada metode yang digunakan

berupa penggolongan kesalahan-kesalahan berdasarkan pada

Page 43: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

59

perbandingan-perbandingan antara struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe

konstruksi tertentu lainnya. Kesalahan-kesalahan yang dibuat pembelajar B2

dibandingkan dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar yang

menjadikan B2 tersebut sebagai B1nya. Kesalahan-kesalahan yang dibuat pembelajar

Bahasa Arab di Indonesia misalnya, dibandingkan dengan kesalahan-kesalahan

pembelajar Bahasa Arab di negaranya (di negara Arab yang B1nya adalah bahasa

Arab).

Dalam taksonomi komparatif ini, kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat

dibedakan atas (1) kesalahan perkembangan, (2) kesalahan antarbahasa, dan (3)

kesalahan lainnya. Kesalahan perkembangan ini berlaku juga bagi pembelajar B1.

Kesalahan berbahasa Arab oleh pembelajar Indonesia memiliki kesamaan dengan

kesalahan berbahasa Arab yang dilakukan oleh pembelajar negara Arab. Demikian juga

dalam hal pembelajaran bahasa Inggris. Pembelajar Indonesia sama dalam membuat

kesalahan seperti penghilangan artikel atau penanda kala lampau, seperti "Cat eat it"

untuk yang seharusnya "The cat ate it". Demikian juga seperti "I like eat it" untuk

yang seharusnya "I like to eat it", "I not talking" untuk "I'm not talking ".

Kesalahan antarbahasa, merupakan kesalahan yang sepenuhnya mengacu

kepada kesalahan-kesalahan B2, tanpa memperhatikan proses-proses internal maupun

kondisi eksternal yang menjadi penyebabnya. Dalam kaitan ini, yang menjadi dasar

adalah bahwa sekecil apapun, diyakini bahasa ibu (B1) secara otomatis ikut campur

tangan dengan B2 pada saat pembelajaran. B1 dengan sendirinya ikut larut dan

berpindah pada sistem B2 pembelajar yang sedang berusaha menguasainya.

Perkembangan system B2 pembelajar secara tidak sengaja dipengaruhi oleh sistem B1yang telah melekat pada pembelajar tersebut. Dengan demikian kesalahan antar bahasa

merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari pada saat pembelajar

berusaha membangun sistem B2nya. Dalam hal ini yang dapat dilakukan adalah

meminimalisasi pengaruh B1 terhadap pembelajaran B2 melalui pemahaman yang

Page 44: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

60

konprehensif dan pembiasaan yang intensif dengan pendalaman dan pembiasaan.

Kesalahan-kesalahan antarbahasa akan lebih tampak jelas melalui proses

penterjemahan bentuk gramatikal kalimat atau frasa pembelajar ke dalam B2nya. Para

pembelajar sering kali menambahkan huruf sin (س) ke verba mudhâri’ untuk

menyatakan kegiatan yang segera dilakukannya kemudian, seperti ����� � �����.

Di luar kelompok kesalahan perkembangan dan antar bahasa, ditemukan

kesalahan lain yang dianggap unik dan tidak dapat dimasukkan ke dalam dua

kelompok tersebut. Dianggap unik dan masuk kategori "lain" karena kesalahan yang

dibuat bukan cerminan perkembangan pembelajar dalam membangun sistem kaidah

B2nya, dan juga bukan pengaruh dari B1. Penggunaan kata دنع yang dipahami sebagai

terjemahan kata "memiliki' untuk menyatakan ������� ��� ������ ��������� �������� dapatdijadikan contoh untuk jenis kesalahan ini. Oleh Dulay dan Burt, kesalahan ini memang

cermin khas dari pembelajar B2 dan merupakan upaya konstruksif yang bersifat kreatif

dari pembelajar.

4. Taksonomi Efek Komunikatif

Dalam taksonomi ini, peninjauan kesalahan didasarkan kepada efek yang

muncul bagi pendengar, penyimak, atau pembaca. Kesalahan berbahasa yang dilakukan

pembelajar tentunya memiliki efek bagi penyimak ataupun pembaca yang mendengar

ataupun yang membacanya. Taksonomi efek komunikatif memandang kesalahan dari

perspektif akibat yang ditimbulkan bagi orang yang terlibat sebagai penyimaknya,

melalui ujaran lisan ataupun tulisan. Analisis kesalahan ini mendasarkan diri pada

pembedaan antara kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan salah paham

komunikasi dan yang tidak demikian. Manakah di antara kesalahan-kesalahan yang

dapat membuat suatu frasa atau kalimat menjadi tidak dapat dipahami oleh penyimak

atau pembaca, sehingga menimbulkan gangguan komunikasi. Berdasarkan taksonomi

efek komunikatif ini, kesalahan dapat dibedakan atas dua macam, yakni kesalahan

global, dan kesalahan lokal.

Page 45: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

61

Apabila kesalahan yang dibuat oleh pembelajar ternyata mempengaruhi

secara signifikan terhadap sebuah struktur kalimat sehingga dapat mengganggu

komunikasi, maka hal ini dikategorikan ke dalam kesalahan global. Dalam bahasa

Indonesia ditemukan hal-hal seperti (1) salah penyusunan dalam unsur pokok,

contohnya : Warung yang murah dan enak banyak orang disenangi, yang seharusnya

adalah : Warung yang murah dan enak disenangi banyak orang; (2) salah penempatan

atau pemakaian kata sambung, contohnya : Kamu akan berhasil sampai kamu

sungguh-sungguh, yang seharusnya adalah : Kamu akan berhasil jika kamu

sungguh-sungguh; dan (3) hilangnya ciri kalimat pasif, contohnya : Proposal penelitian

kelas diperiksa pada pimpinan sekolah, yang seharusnya : Proposal penelitian kelas

diperiksa oleh pimpinan sekolah.

Sedangkan kesalahan lokal, terjadi apabila kesalahan yang dilakukan oleh

pembelajar B2 terjadi pada sebuah unsur dalam struktur sebuah kalimat, akan tetapi

tidak berakibat pada terganggunya proses penyampaian pesan komunikasi. Dalam hal

ini penyimak atau pembaca masih dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh

pengujar. Dengan demikian kesalahan lokal terjadi sebatas pada suatu bagian kalimat

saja, seperti contoh-contoh berikut : Jumlah pasangan cagub dan cawagub berjumlah

lima pasang ; Penyerahan BLT secara simbolis diserahkan oleh bapak gubernur DKI

Jakarta ; Peringatan seabad kebangkitan nasional diperingati secara besar-besaran oleh

pemerintah RI. Contoh-contoh tersebut seharusnya : Pasangan cagub dan cawagub

berjumlah lima pasang ; BLT secara simbolis diserahkan oleh gubernur DKI Jakarta ;

Seabad kebangkitan nasional diperingati secara besar-besaran oleh pemerintah RI.

Pembagian kesalahan ke dalam jenis lokal dan global ini menyiratkan strata

urgensi dan signifikansi penguasaan tata bahasa global dan lokal. Penguasaan tata

bahasa lokal menjadi mutlak dilakukan untuk menuju kepada kesempurnaan

komunikasi seperti pemilik bahasanya. Pembelajar bahasa Arab harus memperhatikan

tata bahasa lokal secara maksimal untuk dapat menyamai orang Arab dalam melakukan

Page 46: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

62

komunikasi. Akan tetapi apabila pembelajar mencukupkan untuk sekedar tercapaianya

fungsi komunikasi minimal, maka penguasaan tata bahasa global sudah dianggap

memadai dan memenuhi kebutuhan. Maka di sini berlaku ukuran urgensi dan

signifikansi komunikasi yang dilakukan oleh pengujar bahasa.

C. Penyebab Kesalahan Berbahasa

Di antara kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar B2, secara

keseluruhan dapat dikelompokkan atas dua macam, yaitu kesalahan antarbahasa dan

kesalahan intrabahasa. Keduanya merefleksikan peristiwa-peristiwa yang mengiringi

proses pembelajaran B2 pada seorang pembelajar. Peristiwa-peristiwa yang dimaksud

adalah, bahwa seorang pembelajar B2 dalam upaya membangun kesempurnaan

aspek-aspek linguistik B2nya tidak dapat melepaskan pengaruh B1 yang telah

dimilikinya, maka terjadilah interferensi dan menimbulkan kesalahan interferensi atau

interlingual. Selain itu, masih dalam upaya menyempurnakan pengetahuan

linguistiknya, seorang pembelajar berupaya membangun kemampuannya dengan

mendasarkan kepada pengetahuan B2 sebatas yang telah dikuasainya, hasil dari

pembelajaran B2 yang sedang berlangsung, maka muncullah kesalahan-kesalahan

intrabahasa.

Kesalahan antarbahasa merupakan kesalahan yang timbul akibat pembelajar B2

yang secara otomatis mengambil dan menggunakan sistem B1 yang telah dimilikinya

pada saat menggunakan B2nya, melalui tulisan ataupun lisan. Transfer B1 merupakan

suatu keniscayaan yang sulit dihindari. Analisis kontrastif telah membuktikan adanya

peristiwa transfer bahasa tersebut. Hipotesis analisis ini menyatakan bahwa adanya

perbedaan-perbedaan yang terdapat pada bahasa sumber (B1) dan bahasa sasaran (B2)

dapat menimbulkan masalah-masalah dan kesulitan dalam performansi. Dengan

Page 47: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

63

demikian maka kesalahan yang dibuat oleh pembelajar merupakan cerminan kesalahan

yang strukturnya adalah sama dengan B1 pembelajar.

Kesalahan intrabahasa berupa kesalahan-kesalahan yang merefleksikan ciri-ciri

umum kaidah B2 yang sedang dipembelajari oleh pembelajar. Dalam hal ini pembelajar

B2 melakukan kesalahan-kesalahan yang bukan merupakan refleksi dari struktur dan

kaidah B1 yang telah dimilikinya. Akan tetapi melakukan kesalahan-kesalahan yang

mencerminkan struktur B2 yang sedang dipembelajarinya. Dari sinilah muncul istilah

intrabahasa, intralingual dan bukan antarbahasa atau interlingual / interferensi. Dalam

kesalahan intrabahasa, Richards (1971) dan Fisiak (1985) menyatakan bahwa

penyebab kesalahan meliputi penyamarataan yang berlebihan (over generalization),

ketidaktahuan pembatasan kaidah (ignorance of rule restrictions), penerapan kaidah

yang tidak sempurna (incomplete application of rules), dan salah menghipotesiskan

konsep (false concepts hypothesized).

Generalisasi yang berlebihan berupa upaya pembelajar menciptakan struktur

yang menyimpang dengan berdasarkan pengalamannya mengenai struktur-struktur lain

dalam B2. Penciptaan inilah yang pada akhirnya memunculkan kesalahan-kesalahan

melalui upaya generalisasi berlebihan berupa penggunaan strategi-strategi atau

siasat-siasat yang telah tersedia sebelumnya di dalam situasi-situasi yang baru.

Pembelajar melalui pengalamannya akan mengambil suatu kesimpulan-kesimpulan

melalui upaya men-generalisasi kaidah-kaidah yang telah diterimanya berdasarkan

fakta-fakta B2 yang dipembelajarinya. Namun pada kesempatan lain, upaya

generalisasinya ini hanya mendasarkan pada kesamaan-kesamaan aspek luar, sehingga

berakibat menyesatkan dan tidak dapat diterapkan, yang pada akhirnya membawanya

kepada berbuat kesalahan-kesalahan berbahasa. Contoh dari generalisasi berlebihan ini

antara lain :

He must comes, yang seharusnya He must come

Page 48: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

64

I comes from, yang seharusnya I come from

Dalam bahasa Arab, ditemukan ungkapan seperti :

Yushallûna al-muslimûna fi al-masjid, yang seharusnya Yushallî al-muslimûna fî

al-masjid

Hal yang tidak berbeda jauh dengan generalisasi berlebihan adalah kegagalan

pembelajar dalam mencermati pembatasan-pembatasan terhadap struktur-struktur yang

ada. Kegagalan yang dimaksud adalah pembelajar B2 menerapkan kaidah-kaidah

terhadap konteks-konteks yang sebenarnya tidak dapat menerima penerapan tersebut.

Beberapa kesalahan yang dapat digolongkan ke dalam kegagalan pembatasan kaidah

ini adalah seperti penambahan dan penghilangan. Hal ini terjadi karena pembelajar

membentuk kalimat atau bentuk bahasa lain hanya berdasarkan analogi terhadap sistem

dan kaidah B2 yang telah mereka ketahui. Dalam hal ini siswa belum mengetahui

bahwa sebenarnya terdapat kaidah lain yang benar dan tepat.

Sedangkan penerapan kaidah yang tidak sempurna berupa

penyimpangan-penyimpangan yang mengindikasikan gambaran taraf perkembangan

kaidah-kaidah yang diperlukan untuk menghasilkan keberterimaan atas suatu susunan

bahasa. Kesalahan-kesalahan dalam kelompok ini seperti penggunaan

pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab. Dalam hal ini pembelajar melakukan proses

transformasi-transformasi berangkai yang mungkin dihilangkan, atau suatu kata tanya

yang dapat ditambahkan begitu saja ke dalam bentuk pernyataan. Pembelajar

mengulang begitu saja kata-kata yang terdapat dalam bentuk pertanyaan. Beberapa

contoh menunjukkan hal tersebut, seperti : Do you eat much, dijawab oleh pembelajar

: Yes I eat much. Pertanyaan : What was she saying ?, dijawab : She saying she would

ask him. Dalam bahasa Arab, ketika diajukan Man hum al-muhâjirûna?, dijawab :

Hum al- muhâjirûna al-rijâlu wa al-nisâk.

Adapun kesalahan akibat kekeliruan dalam menghipotesiskan konsep, terjadi

apabila pembelajar memiliki pemahaman yang salah terhadap pembedaan-pembedaan

Page 49: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

65

di dalam B2 yang dipembelajarinya. Di antara hal yang tergolong seperti ini adalah

terkait dengan gradasi butir-butir pengajaran yang tidak selaras. Dalam bahasa Inggris

dicontohkan tentang pemahaman to be untuk kala lampau dan sekarang was, were dan

is, are, dimana pembelajar membedakannya berdasarkan klasifikasi kala.

Contoh-contoh itu seperti One day it was happened ; He is talks much ; Teachers

were went to the library ; We are play football every Sunday morning.

D. Karakteristik Bahasa Tutur

Bertutur atau berbicara adalah berkomunikasi secara langsung. Untuk dapat

tersampaikannya pesan tutur sebagai tujuan utama berkomunikasi, maka seorang

penutur harus memiliki kemampuan bertutur atau berbicara. Untuk itu dalam

berbahasa tutur terdapat hal-hal yang harus diperhatikan untuk kelancaran proses

kemunikasi antara penutur dengan pendengar. Hal ini terkait dengan perbedaan dan

karakteristik bahasa tutur yang tidak sama dengan bahasa tulis.

Dalam hal ini harus dimiliki keterampilan bertutur yang tidak saja melibatkan

unsur kebahasaan (linguistik) tetapi juga unsur non kebahasaan. Unsur-unsur

kebahasaan yang dimaksud adalah ketepatan ucapan; penempatan tekanan, nada,

sendi, dan durasi yang sesuai; pilihan kata; dan ketepatan sasaran pembicaraan.

Sedangkan unsur-unsur non kebahasaan meliputi suasana sosiolinguistik dan

psikolinguistik yang meliputi peristiwa bertutur tersebut.

Hal yang terkait dengan ketepatan ucapan adalah pengucapan bunyi-bunyi

bahasa dengan artikulasi yang tepat. Meskipun disadari bahwa tidak selalu berhasil

dilakukan pengucapan artikulasi dengan tepat, akan tetapi hendaknya diusahakan

bunyi-bunyi yang keluar tidak melenceng jauh dari ketentuan pengucapannya. Dengan

demikian dalam memproduksi bunyi bahasa harus diperhatikan dengan seksama

bagaimana posisi alat bicara seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit membentuk

bunyi, baik itu bunyi vokal maupun konsonan. Ketepatan memproduksi bunyi bahasa

Page 50: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

66

menjadi salah satu kunci pokok dalam keberhasilan penyampaian pesan komunikasi

untuk sampai dengan tepat kepada sasaran (pendengar/lawan bicara).

Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan juga durasi ikut menjadi faktor penentu

bagi pemahaman suatu pesan bahasa tutur, selain juga dapat menjadi daya tarik

tersendiri dalam bertutur. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sering kali

terjadi kesalahpahaman akibat penentuan tekanan, nada, dan juga durasi bertutur yang

kurang tepat. Kesalahan pengambilan kesimpulan pesan oleh pendengar terhadap

pesan yang disampaikan oleh penutur dapat terjadi akibat kesalahan persepsi yang

dtitimbulkan oleh penempatan tekanan maupun jeda bertutur yang kurang pas.

Pemberian tekanan pada suatu kata atau suku kata merupakan suatu keniscayaan

dalam bertutur. Demikian juga durasi dan jeda bertutur selalu ikut dan melingkupi

peristiwa bertutur seseorang. Oleh karena itu penempatan tekanan berikut besarannya,

pengambilan jeda dan intonasi yang selalu mengiringi penuturan seharusnya dilakukan

secara tepat untuk berlangsungnya proses komunikasi yang efektif.

Demikian juga halnya dengan pemilihan kata saat bertutur. Pilihan kata yang

tepat, jelas, mudah dipahami akan memberikan efek komunikasi yang lebih nyata

dibandingkan dengan yang sebaliknya. Dalam hal ini juga harus diperhatikan persoalan

dengan siapa bertutur dan dalam hal apa topik atau pokok pembicaraan tersebut.

Penutur harus menyesuaikan pilihan kata-katanya berdasarkan faktor siapa yang diajak

berbicara dan dalam hal apa fokus pembicaraanya. Pilihan kata juga menunjukkan

pengungkapan ekspresi pembicara, karena itu harus benar-benar tepat.

Sedangkan ketepatan sasaran pembicaraan terkait dengan pemakaian kalimat.

Penggunaan kalimat efektif akan sangat membantu sasaran pembicara dalam

memahami maksud pembicaraan. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri keutuhan,

perpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan yang dimaksud adalah

dalam hal kelengkapan struktur pembentuk kalimat tersebut. Perpautan berhubungan

dengan keterkaitan antara unsur pembentuk kalimat, seperti antar kata, atau antar

Page 51: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

67

frasa. Pemusatan perhatian dapat dilakukan dengan menempatkan bagian yang

dianggap penting pada awal atau akhir kalimat dengan memberikan tekanan pada saat

berbicara. Sedangkan kehematan terkait dengan pemakaian kata yang tidak berlebihan,

tidak ada pemborosan kata yang tidak memiliki maksud yang jelas.

Dari semua hal di atas, yang tidak dapat dilepaskan dan terkait langsung dalam

kaitannya dengan berbahasa tutur adalah pengucapan. Yang menjadi ciri utama

pengucapan adalah hal-hal yang berkaitan dengan ketepatan bunyi atau makhraj,

durasi pengucapan atau mad, pemenggalan kata-suku kata atau maqtha‘, jeda atau

saktah, tekanan kata atau nabr, dan juga intonasi atau tanghîm. Kesemuanya

merupakan kajian yang terkait dengan bunyi, unsur utama dalam berbahasa tutur.

Page 52: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan pendekatan kontrastif

dan non kontrastif. Deskriptif kualitatif karena menghasilkan data deskriptif yang

kemudian dilakukan analisa dan interpretasi menjadi kesimpulan. Hal ini sesuai dengan

Tarigan bahwa fenomena-fenomena dalam perilaku pembelajaran B2 merupakan

tujuan dari riset kualitatif. Fenomena-fenomena tersebut adalah peristiwa berbicara B2

mahasiswa subyek penelitian. Data penelitian dianalisa secara kualitatif, dengan

mendeskripsikan aspek morfologi dan sintaksis dalam berbicara.

Penelitian ini menggunakan model classroom research, dan merupakan

penelitian kasus, karena mengambil peristiwa berbicara subyek penelitian dalam

kegiatan belajarnya. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa bahasa Arab merupakan

peristiwa alamiah yang sudah menjadi kebiasaan dalam keseharian belajar mereka di

kelas. Penggalian informasi yang menyeluruh membantu mencapai tujuan penelitian.

Dari sisi teknik analisis kesalahan, pendekatan yang digunakan meliputi dua

hal, yakni kontrastif dan non kontrastif. Pendekatan kontrastif dilakukan dalam rangka

mencari unsur interferensi yang menjadi penyebab munculnya kesalahan berbahasa

terkait dengan unsur B1 pembelajar. Kontrastif dilakukan dengan cara mencari

bandingan bentuk dan struktur linguistik B1 pembelajar. Dengan cara ini akan

diketahui persamaan dan perbedaan yang mengakibatkan kesalahan B2. Hal ini sejalan

dengan hipotesis analisis kontrastif versi kuat yang menyatakan bahwa kesalahan B2

adalah akibat interferensi B1 pembelajar.

Sedangkan pendekatan non kontrastif dilakukan untuk melihat kesalahan yang

ternyata tidak disebabkan oleh unsur interferensi B1 pembelajar. Dalam hal ini

dilakukan eksplorasi kesalahan-kesalahan yang ada tanpa melihat bandingannya dalam

Page 53: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

69

B1 pembelajar. Hal ini sejalan dengan temuan Richards dkk yang menyatakan bahwa

terdapat kesalahan-kesalahan B2 yang bukan diakibatkan oleh faktor interferensi B1

pembelajar. Karena itulah, maka dua pendekatan, kontrastif dan non kontrastif

digunakan dalam analisis kesalahan ini.

B. Sumber Data, Populasi dan Sampel Penelitian

1. Sumber Data

a. Data Primer

Dalam studi analisis kesalahan, data yang digunakan dapat berupa ragam

tulisan, dan dapat juga berupa ragam lisan. Ragam tulisan berupa pemanfaatan

media tulis dengan menggunakan tulisan huruf sebagai unsur dasarnya, sedangkan

ragam lisan dicirikan dengan penggunaan alat ucap (organ of speech) dengan

fonem sebagai unsur dasarnya. Kepada dua ragam bahasa ini dapat dilakukan

penelitian analisis kesalahan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh

masing-masing ragam tulisan dan lisan tersebut. Karakteristik akan menentukan

aspek apa saja yang dapat dijadikan sebagai kategorisasi kesalahan.

Data primer penelitian ini adalah kegiatan berbicara mahasiswa semester IV

Ma’had ’Âlî Hâsyim Asy’arî PP Tebuireng Jombang. Kegiatan berbicara tersebut

berupa presentasi dan diskusi matakuliah yang menggunakan bahasa Arab, baik

berupa presentasi subyek penelitian melalui penjelasan, maupun interaksi tanya

jawab/diskusi. Topik pembicaraan adalah sesuai dengan jadwal matakuliah, dan

urutan presentasi subyek penelitian juga sesuai jadwal.

Pemilihan diskusi sebagai data penelitian dengan pertimbangan

keunggulannya terkait dengan penekanan aspek gramatikal dalam analisis

kesalahan ini, dibandingkan dengan keterampilan berbicara lainnya, seperti pidato

maupun percakapan. Aspek gramatikal berupa morfologi dan sintaksis akan

muncul lebih lengkap dalam variasi bentuk dan susunannya melalui diskusi

Page 54: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

70

dibandingkan dengan bentuk lain. Selain itu, diskusi dianggap memiliki tingkat

kewajaran dan naturalitas yang tinggi untuk mendapatkan susunan yang lengkap.

Kegiatan diskusi pada kelas ini dapat dikelompokkan atas tiga bagian,

pertama presentasi mahasiswa (penyaji) terhadap makalah yang ditulisnya, dengan

cara membacanya sebagai pengantar. Kedua, pemberian keterangan oleh penyaji

yang merupakan lanjutan dari pembacaan. Dan ketiga, tanya jawab yang

melibatkan anggota kelas. Penulis hanya mentranskrip kesalahan-kesalahan

berbahasa yang dihasilkan dari bagian ke dua dan ke tiga saja, karena pada bagian

pertama bukanlah menunjukkan kemampuan berbicara yang sesungguhnya.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berupa data penunjang yang terkait

dengan keadaan dan latar belakang subyek penelitian, hal-hal yang terkait dengan

MAHAT seperti kurikulum dan keadaan tenaga pengajar, yang diperoleh melalui

teknik dokumentasi. Data sekunder lain juga berupa buku-buku yang berisi

penjelasan tentang gramatika dan bahasa tutur, baik dalam bahasa Indonesia

maupun bahasa Arab. Data sekunder ini sekaligus dipakai sebagai alat verifikasi

data kesalahan yang telah ditemukan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Mengingat penelitian ini adalah studi kasus dalam bentuk penelitian kelas,

maka populasi adalah sekaligus sampelnya, yang dalam hal ini adalah seluruh

mahasiswa semester IV MAHAT yang berjumlah 25 orang. Dipilihnya mahasiswa

semester IV sebagai subyek penelitian dengan pertimbangan karena pada kelas ini

matakuliah kebahasaan yang terkait dengan gramatikal telah diberikan, yakni sharf

pada semester 2 dan nahw pada semester 4. Demikian juga matakuliah yang

diberikan semuanya menggunakan bahasa Arab, kecuali satu mata kuliah yakni

bahasa Inggris.

Page 55: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

71

Dengan demikian, dari target populasi kegiatan berbicara sebanyak 25

mahasiswa, penulis menjadikan keseluruhannya sebagai sampel juga. Hal ini untuk

mendapatkan data yang dapat menggambarkan subyek penelitian secara utuh dan

sesungguhnya. Sebagaimana disebutkan, bahwa populasi penelitian memiliki

tingkat homoginitas yang relatif tinggi berdasarkan kenyataan bahwa mereka

adalah hasil seleksi ujian masuk yang ketentuan pelulusannya menitikberatkan pada

aspek penguasaan bahasa Arab lisan maupun tulisan. Demikian juga, bahwa

pengajaran yang berlangsung dengan pengantar bahasa Arab telah dilalui selama

hampir empat semester. Dengan demikian sebenarnya pengambilan sampling dapat

dibenarkan meskipun peneliti tidak melakukannya dengan pertimbangan yang telah

disebutkan..

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan metode simak..

Metode simak digunakan untuk mengamati peristiwa berbicara siswa, sebagai data

primer kesalahan bertutur. Teknik simak ini memiliki teknik dasar sadap, dan teknik

lanjutan berupa simak libat cakap, simak bebas libat cakap, catat, dan rekam.. Data

penelitian diambil dengan cara mengikuti alur perkuliahan dengan harapan data yang

terkumpul bersifat natural, alamiah, dan tidak dibuat-buat oleh responden. Data yang

demikian ini akan menunjukkan kepada hal yang lebih mendekati terhadap data yang

sesungguhnya, sesuai dengan sifat penelitian deskriptif..

Instrumen pengumpulan data yang utama adalah peneliti sendiri. Untuk itu

diperlukan alat-alat yang mendukung metode pengumpulan data tersebut. Dalam hal

ini alat rekam baik elektronik (tape recorder, MP3 Recorder) maupun manual seperti

catatan-catatan diharapkan dapat membantu mengumpulkan data yang diharapkan.

Sedangkan untuk data sekunder/penunjang, digunakan teknik dokumentasi.

Dokumentasi digunakan untuk mengumpukan informasi yang terkait dengan keadaan

Page 56: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

72

pengajaran seperti jadwal pelajaran, keadaan siswa, dan kegiatan belajar-mengajar.data

sekunder juga diambil melalui teknik wawancara dengan pengelola MAHAT, yang

dalam hal ini adalah wakil direktur, staf TU dan tenaga pengajar.

D. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Data yang dianalisis pada penelitian ini berupa kalimat-kalimat yang salah

menurut prinsip-prinsip keberterimaan (acceptability). Analisis kesalahan gramatikal

dilaksanakan berdasarkkan pada penggunaan komponen-komponen struktur

gramatikal dalam kalimat. Komponen-komponen tersebut seperti susunan kata (word

order), infleksi, derivasi, dan hubungan antar bentuk atau kesesuaian (corrrelation of

forms, concord, agreement). Selanjutnya, dilanjutkan dengan upaya mencari dan

menata secara sistematis rekaman hasil observasi dalam rangka mencari bukti terhadap

hal-hal yang sedang diteliti. Upaya mencari bukti tersebut dilakukan dengan cara

menindaklanjuti analisa yang telah dilakukan, yakni dengan berupaya mencari

makna/meaning. Namun sebelumnya, dilakukan pengolahan data terlebih dahulu

sebagai langkah awal untuk memudahkan dan mengantarkan pada analisa data.

Secara umum, langkah-langkah analisis kesalahan adalah sebagaimana Tarigan

yakni: mengumpulkan data kesalahan berbahasa, mengidentifikasi dan

mengklasifikasikannya, dengan cara mengenali, memilah dan menggolongkan

berdasarkan kategorisasi kebahasaan. Memperingkat kesalahan, dengan mengurutkan

atau mempersentase frekuensi kesalahan. Menjelaskan kesalahan, melalui deskripsi

kesalahan, penyebabnya, dengan menuliskan pembetulannya.

Maka terkait dengan penelitian ini, langkah-langkah pengolahan data adalah:

1. Pemeriksaan data hasil penelitian, untuk mengecek jumlah data apakah sudah

sesuai dengan jumlah subyek penelitian. Pemeriksaan dilakukan untuk mengecek

apakah data rekaman dapat didengarkan untuk kemudian dilakukan transkrip

secara tulisan. Apabila didapati rekaman yang tidak mungkin untuk dilakukan

transkrip tulisan, maka dicarikan data pengganti melalui rekaman lain yang

Page 57: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

73

tersedia. Dalam hal ini peneliti melakukan langkah antisipasi dengan menyediakan

dua buah alat perekam (MP3 Recorder).

2. Data rekaman ditranskrip melalui tulisan dengan hanya mencatat

kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh subyek penelitian.

3. Pengolahan korpus (data rekaman kesalahan) dilanjutkan dengan menggarisbawahi

bagian-bagian yang salah dalam aspek morfologis dan sintaksis.

Selanjutnya langkah-langkah analisis data, dengan tahapan sebagai berikut :

1. Identifikasi kesalahan bahasa, dari aspek morfologis dan sintaksis, dengan cara

membandingkan tuturan subyek penelitian dengan bahasa yang baku.

2. Mengelompokkan kesalahan-kesalahan tersebut sesuai jenis konstruksinya.

3. Merekonstruksi tuturan yang dimaksud oleh subyek penelitian dengan cara

memberikan bahasa bakunya sesuai dengan maksud tuturan.

4. Membandingkan bahasa tuturan subyek penelitian dengan bahasa Arab bakunya.

5. Menentukan jenis kesalahan bahasa tuturan subyek penelitian.

6. Menentukan frekuensi masing-masing konstruksi kesalahan.

7. Menentukan proporsi kesalahan masing-masing jenis konstruksi dengan cara

memproyeksikan kesalahan terhadap total jumlah kesalahan.

8. Interpretasi data berdasarkan hasil langkah-langkah sebelumnya. Interpretasi yang

dimaksud juga dikaitkan dengan data sosiolinguistik mahasiswa, latarbelakang

pendidikan, dan prestasi bahasa Arab, untuk mengekplorasi penyebab kesalahan.

Semua langkah-langkah di atas, merupakan penjabaran dari inti prosedur studi

analisis kesalahan berbahasa. Bahwa prosedur analisis kesalahan mencakup tiga hal,

identifikasi kesalahan, deskripsi kesalahan, dan (3) interpretasi data-data kesalahan.

E. Keterbatasan Penelitian

Penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menghasilkan penelitian yang

representatif, namun penelitian ini tidak luput dari berbagai keterbatasan, antara lain :

Page 58: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

74

1. Media berbahasa tutur yang menjadi sumber data utama penelitian ini terbatas pada

diskusi, belum mencakup atau dilengkapi dengan semua macam keterampilan

berbicara, seperti percakapan, wawancara terstruktur, berpidato dengan

batasan-batasan tertentu, dan lain sebagainya.

2. Penelitian ini belum menjangkau unsur-unsur yang melekat pada bahasa tutur itu

sendiri seperti nabr, tanghim, saktah, dan lain sebagainya. Hal ini karena penelitian

ini lebih memfokuskan pada aspek gramatikal semata. Kompleksitas bahasa tutur

dibandingkan dengan bahasa tulis, seperti yang terkait dengan unsur-unsur di atas

belum terpenuhi pada penelitian ini.

3. Alat verifikasi data pada penelitian ini terbatas pada data dokumentasi kurikulum

lembaga dan data sosiolinguistik subyek penelitian, belum didukung dengan

wawancara yang mendalam terhadap subyek penelitian.

4. Variabel penelitian ini terbatas pada aspek morfologi dan sintaksis saja, belum

pada aspek-aspek lain seperti kosa kata, semantik, atau penggunaan preposisi, dan

juga terutama yang terkait dengan berbahasa tutur seperti fonologi.

5. Keterbatasan waktu yang tersedia menyebabkan proses observasi dan rekaman

terhadap berbahasa tutur belum dapat dilakukan untuk jangka waktu yang lama

(longitudinal), misalnya selama satu semester.

Page 59: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

111

BAB IV

KESALAHAN MORFOLOGI

Yang dimaksud dengan kesalahan morfologi (sharf) dalam penelitian ini

adalah kesalahan dalam bentuk, kala (tenses), dan derivasi kata dalam kalimat.

Termasuk dalam kategori ini adalah kesalahan penggunaan dhamîr pada fi‘l, maupun

ism, dan kesalahan menggunakan wazn atau shîghah. Hal ini sesuai dengan ruang

lingkup morfologi itu sendiri yakni terpusat kepada kata per kata, dan bukan

keterkaitan antara kata yang satu dengan kata yang berikutnya. Kesalahan morfologis

mendasarkan analisis kesalahan berdasarkan kajian morfologi, di mana obyek kajian

kesalahan morfologis adalah kata itu sendiri yang berdiri sendiri, dan kemudian

dianalisis unsur-unsur pembentukannya. Dalam hal ini, penekanannya adalah morfologi

sebagai suatu proses, yaitu cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan

morfem yang satu dengan morfem yang lainnya. Untuk melihat kesalahan morfologis

suatu kata dapat ditempuh dengan cara membandingkan berbagai proses morfologis

yang ada di suatu kata seperti afiksasi, reduplikasi, modifikasi intern, komposisi, dan

juga klitisasi. Dari total kesalahan gramatika yang ada (441 kesalahan), 29 % nya atau

128 buah adalah kesalahan pada aspek morfologi. Bab ini membahas hal-hal yang

terkait dengan kesalahan morfologi tersebut, yakni klasifikasi kesalahan morfologi,

penyebab dan upaya menanggulangi kesalahan.

A. Klasifikasi Kesalahan Morfologi

Kesalahan pada aspek morfologi ini adalah pada penggunaan bahasa Arab

dalam kegiatan perkuliahan sehari-hari pada mahasiswa Ma’had ‘Âlî Hâsyim Asy’arî

PP Tebuireng Jombang (MAHAT) semester IV tahun pelajaran 2007-2008.

Perkuliahan yang pengantarnya berbahasa Arab mengharuskan para mahasiswa

memiliki keterampilan berbicara dalam situasi formal, seperti ketika mempresentasikan

dan mendiskusikan makalahnya. Salah satu hal yang harus dimiliki oleh mahasiswa

Page 60: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

112

dalam berbahasa tutur ketika diskusi tersebut adalah kompetensi gramatikal pada

aspek morfologi, agar tidak salah dalam melakukan pembentukan kata-kata ketika

berbicara.

Berikut ini adalah kesalahan berbicara dalam aspek morfologi pada diskusi

perkuliahan mahasiswa MAHAT. Kesalahan dapat dikelompokkan menjadi empat jenis

sebagaimana tabel I berikut ini :

Tabel IJenis-jenis Kesalahan Morfologi

No Jenis Kesalahan Jumlah %

%keseluruhan*

1 Menjadikan ma‘rifah di tempat nakirah, atau sebaliknya 11 8,6 2,52 Muta‘addî (verba transitif) dan Lâzim (verba intransitif) 37 28,9 8,43 Isytiqâq (Derivasi) 77 60,2 17,54 Zamân (Kala) 3 2,3 0,7

Jumlah 128 100,0 29,0* keseluruhan kesalahan gramatika (morfologi dan sintaksis)

1. Menjadikan ma‘rifah di tempat nakirah, dan sebaliknya

Dari 128 kesalahan dalam aspek morfologi, 11 diantaranya masuk dalam

kategori kesalahan ini, yaitu menjadikan bentuk ma‘rifah pada ism yang

seharusnya berbentuk nakirah (sebanyak 9 kesalahan), dan menjadikan bentuk

nakirah pada ism yang seharusnya berbentuk ma‘rifah (sebanyak 2 kesalahan). Hal

ini berarti kesalahan dalam kategori ini mencapai 8,6 % dari kesalahan morfologi,

dan 2,5 % dari total kesalahan gramatika yang ada. Kategori kesalahan dalam

kelompok ini dapat dibedakan atas dua macam yaitu :

a. Menggunakan bentuk kata ma‘rifah, padahal yang seharusnya digunakan

adalah kata berbentuk nakirah. Contohnya adalah :

(1) ���� �������������� , ungkapan tersebut seharusnya ���� ����������

Page 61: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

113

(2) ��� ��� ����� ����� �� ��� ���������� ��.., seharusnya ��� ��� ����� ����� �� ���� ��������

Dalam kelompok ini ditemukan sebanyak 9 kesalahan, atau 7,0 % dari

kesalahan morfologi, dan 2,0 % dari total kesalahan gramatika.

b. Menggunakan bentuk kata nakirah, padahal yang seharusnya digunakan adalah

kata berbentuk ma‘rifah. Contohnya adalah :

(3) ��� �� ����������� , yang seharusnya adalah ��� �� ��������������

(4) ����� ���� ���� ���� , yang seharusnya adalah ��� ���� ���� ���� ����

Dalam kelompok ini ditemukan sebanyak 2 kesalahan, atau 1,6 % dari

kesalahan morfologi, dan 0,5 % dari semua kesalahan gramatika.

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam sistem bahasa Arab dikenal bentuk

ma‘rifah dan nakirah. Ma‘rifah adalah ism (nomina) yang menunjukkan kepada

suatu benda tertentu. Kebalikan ma‘rifah adalah nakirah. Diantara penanda

ma‘rifah adalah adanya alif dan lam ( ,”di awal kata, seperti “al-masjid ( لا

“al-kitâb”, dll. Kata yang tidak diawali alif dan lam dikategorikan sebagai

nakirah. Bahasa Arab mensyaratkan penggunaan bentuk ma‘rifah untuk

posisi-posisi tertentu, seperti mubtada’, isim yang menjadi awal permulaan sebuah

kalimat. Bentuk ma‘rifah juga digunakan untuk mengacu kepada sesuatu yang

telah jelas rujukannya. Karena itu dalam bahasa Arab, bilamana menggunakan

sesuatu yang sudah jelas rujukannya, maka harus menggunakan bentuk ma‘rifah.

Demikian juga sebaliknya, apabila mengungkapkan sesuatu yang belum diketahui,

maka digunakan bentuk nakirah.

Karena itulah kesalahan dalam hal ini dapat terjadi seperti pada

contoh-contoh di atas, baik no (1), (2), (3) maupun (4). Untuk contoh no (1) dan

(2) seharusnya digunakan bentuk nakirah, karena pembicara bermaksud untuk

menjelaskan sesuatu yang bersifat umum, belum diketahui lebih spesifik lagi.

Pembicara dapat menggunakannya dalam bentuk ma‘rifah apabila kata tersebut

Page 62: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

114

telah disebutkan dalam ungkapan sebelumnya, sehingga penyebutan ke dua

menjadikannya sebagai sesuatu yang telah jelas. Sedangkan untuk contoh no (3)

dan (4) adalah sebaliknya, seharusnya digunakan bentuk ma‘rifah untuk merujuk

kepada suatu kaidah yang telah dimaksudkan oleh pembicara.

Istilah ma‘rifah dan nakirah tidak dikenal dalam bahasa Indonesia,

sebagaimana yang dikenal dalam sistem bahasa Arab sebagaimana tersebut di atas.

Kata dalam bahasa Indonesia untuk merujuk kepada sesuatu yang jelas maupun

yang belum jelas tidak ada perubahan leksikal sebagaimana dalam bahasa Arab.

Untuk menyatakan sesuatu yang sudah jelas, dalam bahasa Indonesia dilakukan

dengan penambahan leksikal sebagai keterangan bahwa kata yang dimaksud

memang adalah merujuk kepada suatu pemahaman tertentu, seperti, “masjid itu”,

“buku yang saya tulis”, dan seterusnya.

Dalam kaitannya dengan penyebab kesalahan berbahasa asing, maka hal ini

dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) generalisasi yang salah dan (2) tidak

mengetahui kaidah. Dalam hal ini, pembicara membuat generalisasi yang salah

dalam berbahasa sehingga menimbulkan kesalahan dalam membuat ma‘rifah pada

kata yang seharusnya nakirah, sebagaimana yang terlihat pada contoh (1) dan (2).

Yang dimaksud dengan generalisasi yang berlebihan adalah upaya pembelajar

menciptakan struktur yang menyimpang dengan berdasarkan pengalamannya

mengenai struktur-struktur lain dalam B2. Penciptaan inilah yang akhirnya

memunculkan kesalahan-kesalahan melalui upaya penggunaan strategi-strategi atau

siasat-siasat yang telah tersedia sebelumnya untuk diterapkan di dalam

situasi-situasi yang baru. Pembelajar melalui pengalamannya akan mengambil suatu

kesimpulan melalui upaya menyamaratakan kaidah-kaidah yang telah diterimanya

berdasarkan fakta-fakta B2 yang telah dipelajarinya. Namun pada kesempatan lain,

generalisasi ini hanya mendasarkan pada kesamaan aspek luar, sehingga berakibat

Page 63: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

115

menyesatkan dan tidak dapat diterapkan, yang pada akhirnya membawanya kepada

berbuat kesalahan-kesalahan berbahasa.

Sedangkan untuk penyebab kedua, kesalahan pembicara terdapat pada

penggunaan bentuk nakirah untuk kata yang seharusnya ma‘rifah. Dalam hal ini

pembelajar gagal dalam mencermati pembatasan-pembatasan terhadap

struktur-struktur yang ada. Kegagalan yang dimaksud adalah pembelajar B2

menerapkan kaidah-kaidah terhadap konteks-konteks yang sebenarnya tidak dapat

menerima penerapan tersebut. Beberapa kesalahan yang dapat digolongkan ke

dalam kegagalan pembatasan kaidah ini adalah seperti penambahan dan

penghilangan, yang dalam hal ini adalah terkait dengan al (لا) ta‘rîf. Hal ini terjadi

karena pembelajar membentuk kalimat atau bentuk bahasa lain hanya berdasarkan

analogi terhadap sistem dan kaidah B2 yang telah mereka ketahui. Dalam hal ini

siswa belum mengetahui bahwa sebenarnya terdapat kaidah lain yang benar dan

tepat. Perbedaan sistem tanda penjelas untuk kata yang ada antara bahasa

Indonesia dengan bahasa Arab menjadi penyebabnya.

2. Muta‘addî (verba transitif) dan Lâzim (verba intransitif)

Dalam kelompok ini, dari 128 kesalahan dalam aspek morfologi, 37

diantaranya merupakan kesalahan penggunaan muta‘addî dan lâzim, yaitu

membuat muta‘addî pada kata yang seharusnya lâzim (sebanyak 6 kesalahan), dan

membuat lâzim pada kata yang seharusnya muta‘addî (sebanyak 31 kesalahan).

Hal ini berarti kesalahan dalam kategori ini mencapai atau 29,1 % dari kesalahan

morfologi, dan 8,4 % dari total kesalahan gramatika yang ada. Kategori kesalahan

dalam kelompok ini dapat dibedakan atas dua macam yaitu :

a. Membuat muta‘addî untuk kata yang seharusnya lâzim. Contohnya adalah :

(1) �������� �� ���������� ��������� , yang seharusnya �������� �� ���������� �� ���������

Page 64: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

116

(2) �� ��� ��������, yang seharusnya �� ��� ����� ��� ���

Dalam kelompok ini terdapat 6 kesalahan, yang berarti 4,7 % dari kesalahan

morfologi, atau 1,4 % dari total kesalahan gramatika.

b. Membuat lâzim untuk kata yang seharusnya muta‘addî. Contohnya adalah :

(3) ������� ����������� �� ���� ���� , yang seharusnya ������� ����������� ����� �����

(4) ��� ��������� ��� ��� ����� , yang seharusnya ��� ������� ��� ��� �����

Dalam kelompok ini ditemukan sebanyak 31 kesalahan, atau 24,2 % dari

kesalahan morfologi, dan 7 % dari semua kesalahan gramatika.

Dalam bahasa Arab dikenal dua jenis fi‘l (verba) yaitu muta‘addî (transitif)

dan lâzim (intransitif). Hal ini juga ditemukan dalam bahasa Indonesia. Namun

demikian, apabila dikaitkan dengan preposisi sebagai kata tugas dalam muta‘addî

maka hal ini seringkali menimbulkan kesalahan. Terdapat muta‘addî yang tidak

dapat begitu saja disambung dengan ism sebagai maf‘ûl bih (obyeknya), akan

tetapi harus di dahului oleh preposisi. Meskipun terkesan sebagai sesuatu hal yang

kecil akan tetapi preposisi memiliki fungsi yang tidak dapat diabaikan begitu saja,

meskipun seandainya salah dalam pemakaian maka tidak selalu menimbulkan

kesalahan dalam mengambil suatu pemahaman. Sebagai kata tugas, preposisi hanya

memiliki arti gramatikal, tidak memiliki arti leksikal dan tidak mengalami

perubahan bentuk. Artinya, jika preposisi dalam suatu kalimat dihilangkan, maka

kalimat tersebut tidak berterima secara gramatikal. Dengan demikian, preposisi

tidak memiliki makna apapun dalam kesendiriannya. Ia hanya dapat diidentifikasi

maknanya apabila direlasikan dengan kata lain dalam sebuah kalimat.

Dalam penelitian ini, terdapat kesalahan-kesalahan berupa penghilangan

preposisi setelah fi‘l yang memang seharusnya ada. Demikian pula sebaliknya,

terdapat kesalahan berupa penambahan preposisi setelah fi‘l yang sebenarnya hal

itu tidak perlu. Dalam penelitian ini terdapat ungkapan yang seharusnya

Page 65: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

117

menggunakan preposisi akan tetapi pembicara tidak menggunakannya. Ada juga

ungkapan yang seharusnya tidak menggunakan preposisi akan tetapi pembicara

menggunakannya.

Contoh (1) dan (2) masuk dalam gejala penghilangan preposisi.

Penghilangan preposisi pada contoh (1) selain memberikan akibat

ketidakberterimaan gramatikal, juga ketidakberterimaan semantik. Hal ini karena

untuk kata tersebut, ”raghiba” memiliki idiom dengan preposisi-preposisi yang

apabila tidak tepat penggunaannya maka dapat berakibat pada kesalahan makna.

Sedangkan penghilangan pada contoh (2) hanya menimbulkan ketidakberterimaan

gramatikal saja.

Contoh (3) dan (4) masuk dalam gejala penambahan preposisi setelah

verba. Secara gramatikal, penambahan ini tidak dibenarkan, meski tidak selalu

menimbulkan ketidakberterimaan makna (semantis). Hal ini dicontohkan pada no.

(4), di mana penambahan preposisi “‘an” tidak berakibat pada ketidakberterimaan

makna. Akan tetapi pada contoh (3) penambahan preposisi “‘an” setelah fi‘l

“bahatsa” dapat berakibat kesalahan pemaknaan. Dengan demikian, meski

kesalahan dalam penggunaan preposisi setelah fi‘l tidak selalu berakibat kepada

ketidakberterimaan semantis, namun demikian tetap harus diperhatikan

penggunaan-penggunaan preposisi tertentu yang ternyata dapat berakibat

demikian. Berdasarkan taksonomi efek komunikatif, hal yang pertama dikenal

dengan kesalahan lokal, dan hal yang ke dua disebut dengan kesalahan global.

Apabila kesalahan yang dibuat oleh pembelajar ternyata mempengaruhi

secara signifikan terhadap sebuah struktur kalimat sehingga dapat mengganggu

komunikasi, maka hal ini dikategorikan ke dalam kesalahan global. Disebut

"global" karena cakupan kesalahan yang luas sehingga mempengaruhi

susunan/strutur bahasa secara signifikan, yang pada akhirnya menyebabkan

kesalahpahaman pada penyimak/pembacanya. Sedangkan jenis ke dua, kesalahan

Page 66: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

118

lokal, terjadi apabila kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar B2 terjadi pada

sebuah unsur dalam struktur sebuah kalimat, akan tetapi tidak berakibat pada

terganggunya proses penyampaian pesan komunikasi. Dalam hal ini penyimak atau

pembaca masih dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh pengujar. Dengan

demikian kesalahan lokal terjadi sebatas pada suatu bagian kalimat saja.

Dulay, Burt, dan Krashen (1982) dalam Khasairi, menyatakan bahwa

pengurangan dan penambahan termasuk kesalahan dalam kategori strategi

lahiriyah. Dalam hal ini kesalahan didasarkan pada strategi pembelajar dalam

menghasilkan ungkapan dengan menggunakan strategi perubahan sistem pada

ungkapan yang dimaksud. Corder menyebut kesalahan ini masuk dalam tahapan

kebangkitan (stage of emergent), di mana pembelajar sebenarnya telah memiliki

sejumlah pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa asing yang dipelajarinya,

dapat membedakan dan menginternalisasi sejumlah kaidah-kaidah, akan tetapi

dalam waktu tertentu masih juga membuat kesalahan. Tahap kebangkitan ini

merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya, yakni kesalahan acak (stage of

random errors).

Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada penambahan ataupun pengurangan

preposisi setelah fi‘l ini pada dasarnya disebabkan oleh belum sempurnanya

penguasaan pembelajar terhadap uslûb/susunan bahasa Arab. Sehingga dalam

upayanya menghasilkan ujaran bahasa Arab, pembelajar berupaya dengan usahanya

sendiri yang pada akhirnya muncul pengaruh bahasa sumber/bahasa ibu sehingga

muncullah transfer negatif. Untuk contoh (3) dapat diduga bahwa pembelajar

mendapat pengaruh bahasa sumbernya, dan dikelompokkan pada jenis kesalahan

interlingual. Sedangkan untuk contoh (1), (2), dan (4) dapat dikatakan termasuk

kesalahan intralingual, karena pembelajar belum mampu membedakan verba

transitif dan intransitif melalui penggunaan preposisi. Kesalahan intralingual ini

Page 67: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

119

bukti bahwa pembelajar masih dalam tahap membangun kaidah-kaidah menuju

kelengkapan dan kesempurnaan.

3. Isytiqâq (Derivasi)

Kesalahan dalam kategori ini menduduki posisi yang paling tinggi, karena

77 dari 128 kesalahan yang ada pada aspek morfologi adalah pada isytiqâq, atau

60,2 %. Sedangkan secara keseluruhan dalam kesalahan gramatika, menempati

posisi nomor tiga yakni dengan persentase sebesar 17,5 %. Kesalahan isytiqâq

dikelompokkan atas jenis kata yakni isytiqâq pada ism dan fi‘l, yang

masing-masing pengelompokan itu terdiri dari beberapa macam lagi. Proses

morfologis berupa isytiqâq dalam bahasa Arab yang terjadi pada dua kelompok

kata, yakni ism dan fi‘l ini tidak terjadi pada hurûf karena ia sendiri tidak dapat

berdiri sendiri dan tidak memiliki makna kecuali bila digandengkan dengan kata

lain. Karena itu kesalahan isytiqâq hanya pada dua kelompok tersebut, yakni:

a. Kesalahan isytiqâq pada ism , meliputi :

Kesalahan isytiqâq pada ism dapat dibedakan atas beberapa kelompok

lagi, sebagaimana terlihat pada tabel II berikut ini :

Tabel IIJenis-jenis Kesalahan Isytiqâq Ism

No Jenis Kesalahan Jumlah % % se

mua*

1 Pembentukan ‘adad 1 0,8 0,22 Pembentukan jam‘ al-taksîr 4 3,1 0,93 Pembentukan mashdar 17 13,3 3,94 Pembentukan ism mansûb 3 2,3 0,75 Pembentukan ism al- shifât 7 5,5 1,6

Jumlah 32 25,0 7,3* keseluruhan kesalahan gramatika (morfologi dan sintaksis)

Kesalahan pembentukan ‘adad, berjumlah 1 atau 0,8 % dari kesalahan

morfologi, 0,2 % dari seluruh kesalahan gramatika. Contohnya adalah :

Page 68: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

120

��� ��� � ��� ���������, yang seharusnya ���� ����� � ��� ����� �����

Dalam bahasa Arab, dikenal dua pola (wazn) yang dapat digunakan

untuk menyatakan bilangan (‘adad), yaitu bilangan pokok (cardinal

numbers) dan bilangan bertingkat (ordinal numbers), di mana pola pertama

adalah bentuk dasar bilangan seperti wâhid, itsnâni, tsalâtsah, dst.

Sedangkan pola ke dua mengikuti pola fâ‘il seperti tsâni, tsâlits, dst.

Dalam ungkapan di atas seharusnya bentuk yang digunakan adalah bilangan

pokok dan bukan bilangan bertingkat sesuai dengan fungsinya. Hal ini

dapat diketahui dari kata-kata sebelumnya yang merujuk kepada

penjumlahan, dan bukan urutan (tertib), sehingga dalam hal ini bentuk yang

digunakan seharusnya berpola bilangan pokok, padahal kata yang

digunakan oleh penutur yakni tsâni menggunakan pola fâ‘il yang bermakna

urutan, karena itu hal ini menimbulkan kesalahan.

Kesalahan pembentukan jam‘ al- taksîr, berjumlah 4 ungkapan atau 3,1 %

dari kesalahan morfologi dan 0,9 dari seluruh kesalahan gramatika,

contohnya adalah :

(1) ��� ������ ��������� �������, seharusnya ��� ������ ��������� �������

(2) �� ���������� ��������� ������, seharusnya �� ������������ ������

Dalam bahasa Arab, pola pembentukan kata yang menunjukkan

makna jamak (plural, lebih dari dua) dapat melalui tiga pola, yakni jam‘

al-mudzakkar al-sâlim, jam‘ al-muannats al-sâlim, dan jam‘ al-taksîr. Di

antara tiga macam pola tersebut di atas, jam‘ al-taksîr tidak memiliki pola

yang baku. Jam‘ al-taksîr dibentuk melalui perubahan bentuk kata, baik

melalui penambahan, pengurangan huruf-hurufnya, atau melalui perubahan

fonem (harakah). Meski tidak memiliki pola yang baku, akan tetapi para

Page 69: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

121

ahli bahasa Arab membuat pengelompokan yang dapat dijadikan sebagai

acuan dalam membuat bentuk jamak. Pengelompokan itu adalah jam‘

al-qillah dan jam‘ al-katsrah. Pada contoh (1) penutur membuat pola

jamak untuk merujuk kepada jumlah empat, karena itu penutur dapat

merujuk kepada salah satu pola jam‘ al-qillah, dan diantara pola yang

terdapat dalam jam‘ al-qillah tersebut adalah af’ilah, sehingga dalam

contoh (1) untuk menyatakan frasa “empat imam” maka seharusnya kata

“imâm dipolakan menjadi “a’immah”.

Sedangkan kata firqah pada contoh (2) seharusnya dibuat bentuk

plural menjadi firaq. Musthafa al-Ghalayain membuat rincian untuk

bentuk-bentuk plural bahwa terdapat 13 macam pola bentukan jam‘

al-katsrah yang dapat dijadikan pola pembentukan jamak. Salah satunya

menyebutkan bahwa ism yang mengikuti pola fi‘lah maka bentuk pluralnya

mengikuti pola fi‘al. Kata “firqah” sebagaimana dalam contoh (2)

bentuknya mengikuti pola fi‘lah dan juga menunjukkan jumlah yang lebih

dari tiga yang tidak terbatas. Dengan demikian pembentukan jamak kata

“firqah” harus dirubah menjadi “firaq”.

Kesalahan pembentukan mashdar, berjumlah 17 ungkapan, atau 13,3 %

dari kesalahan morfologi dan 3,9 % dari seluruh kesalahan gramatika,

contohnya adalah :

(1) ����� �� ������ ��������� , seharusnya ����� �� ������ ��������

(2) �� �� ������� ������ ����� ������� ��������� �� ������ ��� ��� ����� �������� ,

seharusnya �� �� ������� ������ ����� ������� ��������� �� ������ ��� ��� ����� ������

Mashdar merupakan kata yang merujuk pada makna sebuah

kejadian, namun tidak disertai dengan kala/waktu. Inilah yang membedakan

mashdar dengan fi‘l. Tidak ada pola khusus untuk pembentukan mashdar,

Page 70: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

122

karena kebanyakan bersifat simâ‘î. Kecuali untuk yang berakar kata lebih

dari tiga huruf, maka memiliki pola-pola yang telah ditentukan. Pada

contoh (1) penutur menggunakan bentuk ism al-fâ‘il, yaitu bentuk kata

yang menunjukkan makna pelaku perbuatan (pembentukan ism al-fâ‘il

yang berakar kata tiga huruf mengikuti pola fâ‘il). Padahal yang benar

seharusnya penutur menggunakan bentuk mashdar, karena penutur

bermaksud merujuk kepada makna hasil sebuah perbuatan, dan bukan

pelaku perbuatan. Demikian juga untuk contoh (2) yang seharusnya

penutur menggunakan bentuk mashdar, sebagaimana kata sebelumnya

(tatsniyah) dan bukan bentuk ism al-maf‘ûl, suatu bentuk kata yang

merujuk kepada makna dikenai pekerjaan (seperti obyek). Untuk

pembentukan mashdar yang akar katanya tiga huruf, meskipun kebanyakan

bersifat simâ‘î akan tetapi ada juga pola-pola tertentu yang dapat diikuti.

Dalam kajian ilmu sharf, pembentukan mashdar memiliki pola

isytiqâq yang lebih kaya dan variatif dibandingkan dengan pola isytiqâq

pada jenis kata yang lainnya. Keragaman pola isytiqâq ditambah dengan

tidak adanya pola yang baku untuk yang berakar kata tiga huruf (tsulâtsi),

sebagaimana pada kata yang berakar lebih dari tiga huruf, menjadikan

pembelajar banyak mengalami kesulitan sehingga muncul

kesalahan-kesalahan dalam membuat bentuk mashdar yang dimaksud.

Di sisi lain, makna yang didapat pada bentukan mashdar, sebagai

konsekuensi dari beragamnya pola bentukannya, juga sangatlah beragam.

Bentukan mashdar yang sedemikian beragam ini pada akhirnya dapat

menampung hampir semua ragam makna melalui pembentukan mashdar

dengan berbagai pola bentukannya tersebut. Karena itulah penggunaan

mashdar merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam ujaran

untuk pemunculan makna sebagaimana yang diinginkan.

Page 71: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

123

Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa mashdar dapat

diaplikasikan pada berbagai posisi dan kedudukan dalam struktur kalimat.

Mashdar dapat diposisikan sebagai maf‘ul muthlaq, dengan berbagai

fungsinya seperti taukîd, marrah, dan nau‘. Mashdar juga dapat

diposisikan sebagaimana fâ‘il maupun maf‘ûl bih. Demikian juga mashdar

dapat berfungsi sebagai fi‘l, seperti fi‘l al-amr dan juga fi‘l mudhâri‘ yang

didahului huruf “an”. Dengan keragaman yang demikian ini, baik dari segi

pola, wazn, maupun makna dan juga posisi dalam struktur kalimat,

sehingga menjadikan mashdar sebagai suatu keniscayaan dalam

pemakaiannya, maka menjadi suatu hal yang wajar apabila ternyata sering

kali terjadi kesalahan yang terkait dengan pembentukan mashdar pada diri

seorang pembelajar bahasa Arab sebagai B2nya.

Kesalahan pembentukan mansûb, berjumlah 3 ungkapan, atau 2,3 % dari

kesalahan morfologi dan 0,7 % dari seluruh kesalahan gramatika,

contohnya adalah :

������ ������� ����� ��� ����� , seharusnya ������ ������� ����� ��� �����

Pembentukan ism mansûb dilakukan untuk memberikan bentuk

sifat pada sebuah kata (ism) dengan cara menambahkan “ya’” ber-tasydîd

pada akhir kata tersebut. “Ya’” ber-tasydid tersebut berfungsi untuk

memberikan rujukan kepada makna berupa menghubungkan sesuatu

dengan lainnya berupa keterkaitan dalam hal sifat. Al-adillah al-Syarî‘ah

merupakan frasa ajektifa (tarkîb washfi), karena itu penggunaan kata

al-syarî‘ah tidak memenuhi syarat tarkîb ini. Penutur bermaksud

memberikan bentuk sifat syarî‘ah kepada kata al-adillah, karena itu harus

ditambahkan “ya’” nisbah di akhir kata “al-syarî‘ah” sehingga menjadi

“al-syar‘iyyah”. Meskipun hanya berupa penambahan huruf “ya’”

Page 72: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

124

ber-tasydîd di akhir kata, namun terdapat aturan-aturan tentang tata cara

penambahan huruf “ya’” untuk menjadi bentuk mansûb. Aturan-aturan

tersebut muncul terkait dengan bermacam-macamnya bentuk akhir kata,

seperti kata yang berakhiran “alif” mamdûdah, “alif” maqshûrah, “ta’”

ta’nîts, dan lain sebagainya.

Kesalahan pembentukan al-shifât, berjumlah 7 ungkapan, atau 5,5 % dari

kesalahan morfologi dan 1,6 % dari seluruh kesalahan gramatika,

contohnya adalah

(1) �������������� , seharusnya �������������

(2) ���� ���� ����������� , seharusnya ���� ���� ����������

Yang dimaksud al-shifât dalam hal ini adalah isim-isim yang

memberikan pengertian kepada pemberian sifat kepada sesuatu, seperti ism

al-fâ‘il, ism al-maf‘ûl, al-shifât al-musyabbahah bi ism al-fâ‘il, dan ism

al-tafdhîl . Ism tersebut diberi label sebagai al-shifât karena memberikan

pengertian hubungan sifat/keterangan dengan kata yang menjadi

rangkaiannya. Berbeda dengan bentuk mansûb yang dibuat melalui

imbuhan huruf “ya’” tasydîd di akhir kata sehingga memunculkan makna

ajektifa dihubungkan dengan sesuatu yang lain dalam konstruksi frasa

washfî, isim-isim shifât dibentuk hanya dengan derivasi kata mengikuti

pola-pola yang ada, seperti fâ‘il, maf‘ûl, af’al, dan lain lain.

Pada contoh (1) penutur bermaksud membuat makna

“pengecualian”, namun terjebak dalam bentuk mashdar, padahal yang

dimaksud dengan pengecualian adalah sesuatu / hal-hal yang dikecualikan.

Karena itu seharusnya digunakan bentuk ism al-maf‘ûl, dan bukan

mashdar. Sedangkan pada contoh (2) penutur menggunakan bentuk

Page 73: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

125

mashdar shinâ‘î. Hal ini tidak benar karena semestinya cukup dengan

menggunakan bentuk al-shifât al-musyabbahah bi ism al-fâ‘il, yaitu

“jamîlah”. Penutur tidak perlu menggunakan ism al-mansûb, yakni

“jamâliyah”, karena tanpa memberikan tambahan “ya’” nisbah di akhir

kata, pola yang diikuti “jamîlah” sudah mengandung makna ajektifa.

b. Kesalahan isytiqâq pada fi‘l, berjumlah 52 ungkapan, meliputi :

Kesalahan isytiqâq pada fi‘l juga dapat dibedakan atas beberapa

kelompok lagi. Kelompok-kelompok tersebut sebagaimana terlihat pada tabel

III berikut ini :

Tabel IIIJenis-jenis Kesalahan Isytiqâq pada Fi‘l

No Jenis Kesalahan Jumlah %

%keseluruhan*

1 Pembentukan ‘adad 2 1,6 0,52 Pembentukan fi‘l dengan hurûf al-mudhâra‘ah 7 5,5 1,63 Pembentukan fi‘l mabnî ma‘lûm 8 6,3 1,84 Pembentukan fi‘l mabnî majhûl 13 10,2 2,95 Pembentukan fi‘l mujarrad-mazîd

1511,7 3,4

Jumlah 45 35,2 10,2* keseluruhan kesalahan gramatika (morfologi dan sintaksis)

Pembentukan ‘adad, berjumlah 2 ungkapan, atau 1,6 % dari kesalahan

sintaksis dan 0,5 % dari seluruh kesalahan gramatika, contohnya adalah :

���� ����� ��������, seharusnya ������ ������� ��������

Dalam hal ini penutur menggunakan bentuk perintah/fi‘l al-amr

(imperatif). Pembentukan fi‘l al-amr mengambil bentuk fi‘l mudhâri‘ yang

dibuang hurûf mudhâra‘ah-nya, kemudian dilakukan

Page 74: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

126

penyesuaian-penyesuaian selanjutnya. Penutur sudah tepat dalam

mengambil bentuk seperti itu, akan tetapi karena yang menjadi khithâb

adalah jamak / plural maka seharusnya pembentukan fi‘l al-amr juga

mengikuti pola jamak. Kesimpulan untuk mengambil pola jamak

berdasarkan kata setelahnya yang merujuk kepada bentuk jamak yaitu

adanya pronomina (dhamîr) antum, pada kata “waraqâtikum”.

Sebagaimana pada ism, fi‘l juga selalu terkait dengan bilangan (‘adad), dan

juga jenis (nau‘). Terdapat pola-pola tertentu untuk pembentukan fi‘l

al-amr terkait dengan jumlah. Dan untuk bentuk jamak maka ditambahkan

wau sebagai penanda jamak pada akhir fi‘l al-amr sebagaimana yang ada

dalam pembetulan contoh di atas.

Pembentukan hurûf al-mudhâra‘ah, berjumlah 7 ungkapan, atau 5,5 %

dari kesalahan sintaksis dan 1,6 % dari seluruh kesalahan gramatika,

contohnya adalah :

(1) ��������� ����, seharusnya ��������� ����

(2) ������ �� ���� ��� ��� ������, seharusnya ������ �� ���� ��� ��� ������

Di antara ciri fi‘l mudhâri‘ adalah adanya hurûf al-mudhâra‘ah.

Di setiap fi‘l mudhâri‘ dijumpai huruf-huruf yang sekaligus berfungsi

sebagai penanda pelaku fi‘l tersebut. Huruf-huruf tersebut adalah hamzah,

nun, ya’, dan ta’. Hamzah digunakan untuk merujuk kepada pelaku

mutakallim mufrad (orang pertama tunggal). Nûn digunakan untuk

merujuk kepada pelaku mutakallimin (orang pertama jamak). Ya’

digunakan untuk merujuk kepada pelaku ghâib mudzakkar mufrad (orang

ke tiga tunggal maupun jamak dari jenis laki-laki). Ta’ digunakan untuk

merujuk kepada pelaku mukhâthab (orang ke dua, baik untuk jenis laki-laki

Page 75: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

127

maupun perempuan), dan juga untuk ghâibah (orang ke tiga perempuan

tunggal).

Pembentukan fi‘l mudhâri‘ memiliki kaidah-kaidah tersendiri,

seperti adanya hurûf al-mudhâra‘ah tersebut. Pada contoh (1)

pembentukan mudhâri‘ seharusnya menggunakan huruf nûn karena harus

menyesuaikan dengan pronomina (dhâmir) yang mendahului sebelumnya

yaitu nahnu (kita). Di sini berlaku kaidah persesuaian antara ism dengan

fi‘l dalam tarkîb isnâdî yakni jumlah ismiyah dengan khabar berupa

jumlah fi‘liyah. Dalam hal ini disyaratkan adanya râbith (pengikat) yang

merujuk ke kata sebelumnya (mubtada’).

Sedangkan pada contoh (2) berlaku persesuaian dalam jumlah

fi‘liyah, antara fi‘l (verba/predikat) dengan fâ‘il (pelaku/subyek). Penutur

melakukan kesalahan dalam memahami struktur/susunan yang seharusnya

digunakan. Di sini terlihat pengaruh bahasa ibu/bahasa sumber kepada

bahasa sasaran, atau yang dikenal dengan transfer negatif. Berbeda dengan

kata lain, fi‘l “wajaba – yajibu” memiliki kaidah tersendiri dalam

hubungannya dengan pembentukan fâ‘il (pelaku). Bila kata lain cukup

dengan memasukkan unsur pelaku melalui hurûf al-mudhâra‘ah, maka

untuk fi‘l tersebut harus melalui mediasi hurûf jarr yaitu ‘alâ dan

kemudian disusul dengan fi‘l lain yang dapat ditambahkan dengan hurûf

al-mudhâra‘ah sesuai pelaku.

Pembentukan fi‘l ma‘lûm, berjumlah 8 ungkapan, atau 6,3 % dari

kesalahan sintaksis dan 1,8 % dari seluruh kesalahan gramatika, contohnya

adalah :

(1) ������� ��� ����� ������������ ��������� ��� ������ , seharusnya

������� ��� ����� ���� ����� ������� ��� ������

Page 76: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

128

(2) ������������ ������ �� ��� ���, seharusnya ������������ ������ �� ��� ���

Dalam bahasa Arab dikenal fi‘l (verba) bentuk ma‘lûm (aktif) dan

majhûl (pasif). Ma‘lûm adalah fi‘l yang menyertakan pelakunya

(fâ‘il/subyek) dalam ujaran, atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan

kata kerja aktif. Sedangkan bentuk majhûl tidak menyertakan pelaku.

Sebagai gantinya disertakan obyek (maf‘ûl bih) yang menduduki posisi

pelaku (fâ‘il). Bentuk ini ada pada fi‘l mâdhi dan juga fi‘l mudhâri‘.

Pembentukan fi‘l ma‘lûm digunakan apabila pelaku (fâ‘il) disertakan juga

dalam ujaran. Sedangkan fi‘l majhûl digunakan apabila pelaku tidak

disebutkan dalam ujaran dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.

Pada contoh (1) penutur menggunakan bentuk fi‘l majhûl,

padahal disertakan juga pelakunya, yaitu kata “umm”, karena itu

seharusnya fi‘l menggunakan bentuk ma‘lûm. Sedangkan untuk contoh (2)

penutur menggunakan bentuk mashdar untuk bentuk yang seharusnya fi‘l,

dalam hal ini adalah fi‘l mâdhi. Terdapat perbedaan makna apabila pada

permulaan ungkapan tersebut menggunakan bentuk mashdar dan bila

menggunakan bentuk fi‘l. Bila penutur menggunakan bentuk mashdar

maka dhamîr “hâ” yang bersambung dengan mashdar menunjukkan makna

possesive, kepemilikan, yang dalam hal ini menunjukkan pelaku dari

mashdar (yang juga berfungsi/‘amal seperti fi‘l) tersebut. Dengan

demikian maka tentu kata setelahnya, “‘urwah”, menjadi maf‘ûl bih

(obyek). Kalau memang demikian yang dimaksud maka tidaklah tepat,

karena yang lebih tepat menjadi obyek dari kata “tazawwaja” seharusnya

perempuan, sedangkan pada kata setelahnya adalah berjenis laki-laki.

Sehingga yang lebih tepat adalah kata setelahnya menjadi fâ‘il dari

“tazawwaja”, dan dhamîr “hâ” menjadi maf‘ûl bih dari fi‘l tersebut.

Dengan demikian tarkîb-nya adalah isnâdî dalam bentuk jumlah fi‘liyah.

Page 77: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

129

Pembentukan fi‘l majhûl, berjumlah 13 ungkapan, atau 10,2 % dari

kesalahan sintaksis dan 2,9 % dari seluruh kesalahan gramatika, contohnya

adalah :

(1) ������������ ����� ����� ���, seharusnya ������������ ����� ����� ���

(2) �������� ��� �������, seharusnya ������ ��� �������

Pada contoh (1) kesalahan terjadi pada penggunaan bentuk

ma‘lûm untuk fi‘l yang seharusnya majhûl. Kesalahan tersebut dapat

diidentifikasi dari aspek makna. Apabila penutur menggunakan bentuk

ma‘lûm maka kata setelahnya diposisikan sebagai fâ‘il, yang dalam hal ini

tentu saja tidak tepat secara maknawi, karena tidak mungkin seseorang

yang telah meninggal dapat melakukan suatu pekerjaan. Selain dari aspek

makna, kesalahan penutur juga dapat diidentifikasi dari penggunaan fi‘l

setelahnya yang menggunakan majhûl. Dengan demikian yang lebih tepat

adalah fi‘l pertama seharusnya juga menggunakan bentuk majhûl.

Sedangkan pada contoh (2), penutur telah menggunakan bentuk

majhûl, hal ini terbukti dengan pola bentukan yang digunakannya, yakni

perubahan fonem di huruf awal dan huruf sebelum akhir kata tersebut.

Memang demikianlah pola bentukan untuk kata yang memiliki binâ’

(rancang bangun kata) yang shahîh, yakni salah satu huruf pembentuk kata

tersebut tidak berupa huruf ‘illah (alif, wau, dan ya’). Namun untuk kata

yang termasuk mu‘tall (terdapat huruf ‘illah) maka tentu berlaku

penyesuaian-penyesuaian. Penutur kurang cermat dalam melakukan

penyesuaian sehingga melakukan kesalahan.

Adanya pola majhûl pada fi‘l tentu dilandasi adanya suatu

kebutuhan yang bersifat semantik. Bahasa sebagai ekspresi dan kebutuhan

Page 78: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

130

dalam berkomunikasi tentu diharapkan memiliki berbagai pola dan

konstruksi bentukan yang dapat digunakan sebagai saluran ekspresi

tersebut. Termasuk salah satunya adalah penggunaan pola majhûl. Karena

itulah, dalam hal ini penggunaan bentuk majhûl memiliki beberapa tujuan

sehingga mengharuskan penutur menyatakan dalam bentuk demikian.

Di sisi lain, tidak selamanya fi‘l memiliki binâ’ (rancang bangun

kata) yang shahîh, yang tidak terdapat huruf ‘illah di dalamnya. Pada

kondisi seperti ini tentu dibutuhkan pengetahuan yang lebih karena

pembentukan majhûl tentu harus memenuhi penyesuaian-penyesuaian

sesuai dengan keadaan kata yang tidak shahîh tersebut. Adanya fi‘l yang

huruf pembentuknya berupa huruf ‘illah memang memberikan kesulitan

tersendiri bagi pembelajar B2 yang sedang dalam tahap membangun dan

menyempurnakan kaidah-kaidah dalam B2nya. Maka pembelajar harus

lebih memperhatikan pola pembentukan majhûl pada bentuk-bentuk kata

seperti ini, sehingga terhindar dari kesalahan gramatika.

Pembentukan mujarrad-mazîd, berjumlah 15 ungkapan, atau 11,7 % dari

kesalahan sintaksis dan 3,4 % dari seluruh kesalahan gramatika, contohnya

adalah :

(1) ��� ������� ����� ���, seharusnya ��� ������ ����� ���

(2) ��� ������ ��������� ����� ������, seharusnya ��� ������ ��������� ����� ������

Fi‘l dalam bahasa Arab dapat berbentuk mujarrrad dan dapat

juga dalam bentuk mazîd. Disebut mujarrad apabila akar kata pada fi‘l

mâdhi (verba lampau) tidak terdapat unsur huruf tambahan. Jadi pada fi‘l

mâdhi terdiri dari huruf-huruf asli pembentuknya. Contohnya kata

“hadhara”, “qatala”, dll. Dan disebut mazîd apabila pada bentuk mâdhi

terdapat unsur huruf-huruf tambahan, seperti tambahan huruf hamzah pada

Page 79: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

131

“ahdhara”, tambahan alif pada “qâtala”. Penambahan huruf-huruf

tersebut menimbulkan konsekuensi pemaknaan yang berbeda dari bentuk

mujarradnya. Dengan demikian pola penambahan ini harus dipahami agar

tidak keliru dalam pemaknaan baik dalam memahami maupun ketika

menggunakannya.

Pada contoh (1) penutur membuat bentuk mazîd untuk fi‘l yang

seharusnya tetap mujarrad. Penambahan hamzah pada bentuk mujarrad

salah satu fungsinya adalah menjadikan fi‘l berstatus muta‘addî (transitif).

Sedangkan kata “ghashaba” sebenarnya telah berstatus muta‘addî .

Karena itulah seharusnya penutur tetap menggunakan bentuk mujarradnya.

Dengan penambahan hamzah pada kata tersebut maka penutur telah

membuat suatu tahshîl al-hâshil, yakni membuat suatu hal yang tidak ada

gunanya, karena apa yang diupayakannya sebenarnya sudah didapati pada

keadaan yang sudah ada. Dalam hal ini penutur membuat suatu generalisasi

yang berlebihan (over generalization), berupa penambahan hamzah

tersebut. Upaya pembelajar menciptakan struktur yang menyimpang ini

adalah berdasarkan pengalamannya mengenai struktur-struktur lain dalam

B2. Penciptaan inilah yang pada akhirnya memunculkan

kesalahan-kesalahan melalui upaya generalisasi berlebihan berupa

penggunaan strategi-strategi atau siasat-siasat yang telah tersedia

sebelumnya di dalam situasi-situasi yang baru. Berdasarkan

pengalamannya, pembelajar mengambil suatu kesimpulan-kesimpulan

melalui upaya men-generalisasi kaidah-kaidah yang telah diterimanya

berdasarkan fakta-fakta B2 yang diperoleh sebelumnya. Namun pada

kesempatan lain, upaya generalisasinya ini hanya mendasarkan pada

kesamaan-kesamaan aspek luar, sehingga berakibat menyesatkan dan tidak

Page 80: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

132

dapat diterapkan, yang pada akhirnya membawanya kepada berbuat

kesalahan-kesalahan berbahasa.

Sedangkan pada contoh (2) adalah sebaliknya, penutur yang

seharusnya menggunakan bentuk mazîd ternyata menggunakan mujarrad.

Berbeda dengan mâdhi yang dari aspek penulisannya memang dapat

diidentifikasi dan dibedakan antara mujarrad dengan mazîd (dalam hal ini

adalah pola penambahan hamzah di awal kata), maka pada mudhâri‘ yang

mengikuti pola tersebut, cirinya tidak dapat diidentifikasi berdasarkan

penulisan. Karena baik untuk mujarrad maupun mazîd dengan hamzah di

depan, penulisannya untuk bentuk mudhâri’ tidak ada perbedaan.

Identifikasi yang dapat dilakukan hanyalah melalui aspek semantik

(pemaknaan). Karena itulah penutur melakukan kesalahan dalam pelafalan

yang hal itu berangkat dari pola mazîd bi harf wâhid (penambahan satu

hurf) yakni hamzah di awal kata.

Pada kesalahan kedua, pembelajar membuat suatu bentuk yang

dikenal dengan archi forms. Archi forms merupakan suatu bentuk yang

oleh pembelajar B2 telah dipahami sedemikian rupa sehingga menjadi suatu

pemahaman yang melekat, untuk kemudian dipergunakan dalam bentuk lain

pada hal yang sama. Archi forms muncul melalui pemilihan salah satu

anggota suatu kelas bentuk untuk mewakili atau menggambarkan yang

lainnya dalam kelas yang sama. Dalam hal ini penutur menggunakan bentuk

mudhâri‘ dari fi‘l mujarrad padahal yang seharusnya adalah dari fi‘l mazîd

bi harf wâhid.

Sebagai salah satu karakteristik bahasa Arab, isytiqâq (derivasi)

memberikan kekayaan bahasa yang membantu untuk memenuhi fungsi bahasa

sebagai media pengungkapan ekspresi, ide, perasaan, kehendak yang

Page 81: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

133

kesemuanya itu merupakan kebutuhan pengguna bahasa. Banyaknya ragam

isytiqâq ini digambarkan mencapai hingga 25 turunan kata. Keragaman

isytiqâq dalam bahasa Arab memang membantu dan memberikan kemudahan

bagi ekspresi bahasa yang dapat diungkapkan dengan cukup memberikan

turunan katanya saja, karena dari satu kata tersebut dapat dikembangkan

dengan berbagai pola untuk memberikan pemaknaan baru sesuai yang

diinginkan oleh penutur. Di sinilah letak kemudahannya, dengan cukup

mengetahui satu kata dapat diturunkan menjadi berbagai macam makna.

Namun, di sisi lain, keragaman pola isytiqâq ini juga memberikan

konsekuensi yang tidak ringan bagi kemudahan belajar bahasa Arab sebagai

B2. Konsekuensi yang dimaksud adalah bahwa keragaman isytiqâq tersebut

menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pembelajar Non Arab. Bahwa pada tiap

bahasa dijumpai isytiqâq memanglah demikian adanya, namun tidaklah selalu

sama antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, dalam pola isytiqâq

nya. Imam Hasan mengemukakan macam-macam proses morfologi dalam

bahasa Arab yang meliputi afiksasi, reduplikasi, modifikasi intern, suplisi, dan

modifikasi kosong.

Proses-proses morfologi di atas ada yang memiliki tingkat kesulitan

tersendiri dengan kompleksitas konstruksinya. Kompleksitas konstruksi berupa

adanya lapisan-lapisan konstruksi, adanya konstruksi yang satu sesudah

konstruksi yang lain. Lapisan tersebut tidak dapat dibentuk secara mana suka

yang tidak menentu, melainkan terdapat aturan-aturan yang telah ditentukan

untuk diikuti. Hal yang demikian inilah menjadikan isytiqâq tidak sesederhana

yang ada dalam B1 pembelajar bahasa Arab. Akibatnya adalah pembelajar

banyak melakukan kesalahan dalam pembentukan turunan suatu kata. Dengan

kenyataan di atas, tentu saja hal ini harus diantisipasi oleh pembelajar bahasa

Page 82: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

134

Arab sebagai B2nya, dengan lebih fokus lagi terhadap materi pelajaran yang

terkait dengan isytiqâq ini.

4. Zamân/Kala (Tense)

Kesalahan yang masuk dalam kategori ini sebanyak 3 kesalahan, atau

sebesar 2,3 % dari kesalahan morfologi, dan 0,7 % dari seluruh kesalahan

gramatika. Ada dua macam kesalahan yang termasuk dalam kategori zamân/kala

ini, yaitu kesalahan menggunakan fi‘l mâdhi untuk menunjukkan waktu sekarang,

akan datang, atau kebiasaan (yang seharusnya menggunakan fi‘l mudhâri‘), dan

kesalahan menggunakan fi‘l mudhâri‘ untuk yang seharusnya menggunakan fi‘l

mâdhi. Kesalahan-kesalahan itu adalah :

a. Kesalahan menggunakan fi‘l mâdhi untuk menunjukkan waktu sekarang, akan

datang, atau kebiasaan. Terdapat 1 kesalahan atau 0,8 % kesalahan morfologi

dan 0,2 % kesalahan keseluruhan. Kesalahan tersebut adalah :

������� ��� ��������� �� ��� ����� ����� �������� ������, seharusnya

������� ���� ������ �� ��� ����� ������ �������� ������

b. Kesalahan menggunakan fi‘l mudhâri‘ untuk yang seharusnya menggunakan

fi‘l mâdhi. Terdapat 2 kesalahan atau 1,6 % kesalahan morfologi dan 0,5 %

kesalahan keseluruhan, contohnya :

��� ��������� �� ���� ��� ����, seharusnya ��� �������� �� ���� ��� ����

Fi‘l mâdhi digunakan untuk merujuk kepada terjadinya peristiwa yang

telah lewat (masa lalu), sedangkan fi‘l mudhâri‘ digunakan untuk peristiwa

yang sedang berlangsung atau yang akan datang. Karena itu pada contoh (1)

seharusnya penutur menggunakan bentuk mudhâri‘ karena dia merujuk kepada

peristiwa yang sedang dan masih berlangsung, yaitu kegiatan belajar mereka.

Page 83: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

135

Sedangkan pada contoh (2) yang menuturkan cerita masa lampau maka

seharusnya digunakan bentuk mâdhi.

Pada dasarnya penggunaan fi‘l mâdhi memang untuk merujuk ke arah

masa yang telah lewat, dan mudhâri‘ merujuk ke masa sekarang atau yang

akan datang. Namun demikian bukan berarti tidak ditemukan atau

diperbolehkan penggunaan masing-masing untuk waktu yang bertolak

belakang dengan ketentuan tersebut. Dalam kenyataannya memang ditemui

juga fi‘l mâdhi untuk merujuk pada masa sekarang atau akan datang. Demikian

juga pada mudhâri‘, digunakan untuk merujuk kepada waktu yang telah lewat,

dan bukan merujuk kepada waktu sedang berlangsung atau yang akan datang.

Untuk hal yang demikian ini tentu saja ada ketentuan-ketentuan atau

keadaan tertentu sehingga pemakaian keduanya untuk konteks yang berbeda

dapat dibenarkan. Fi‘l mâdhi dapat digunakan untuk masa sekarang dan juga

akan datang apabila : (1) dipakai pada ungkapan-ungkapan kata mutiara,

hikmah dan yang semacamnya; (2) makna yang terkandung pada ungkapan

menunjukkan untuk sesuatu yang berlaku selamanya; (3) apabila ungkapan

menunjukkan kalam insyâ’ dan bukan kalam khabar, seperti pada pada saat

melakukan akad (transaksi), sumpah, atau do’a; (4) apabila terletak setelah

frasa syartî; (5) apabila diikuti mâ mashdariyyah zamânî; dan (6) apabila

dimaksudkan untuk mempertegas sesuatu yang benar-benar akan terjadi di

masa yang akan datang. Sedangkan pada fi‘l mudhâri‘, untuk penggunaan

masa / waktu yang berkebalikan (masa lampau) dapat dibenarkan apabila : (1)

dalam posisi menjadi hâl atau maf‘ûl bih yang sebelumnya didahului oleh fi‘l

mâdhi ; dan (2) apabila dikehendaki untuk merujuk kepada waktu yang telah

lewat, namun dipandang baik untuk tetap menggunakan bentuk mudhâri‘.

Pada contoh-contoh (1) dan (2) tidak dijumpai kondisi-kondisi

sebagaimana yang diperbolehkan penggunaan fi‘l mâdhi untuk masa yang

Page 84: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

136

sedang berlangsung dan akan datang, atau mudhâri‘ digunakan untuk masa

yang telah lewat. Karena itu penggunaan mâdhi dan mudhâri‘ pada contoh (1)

dan (2) tidak dapat dibenarkan. Sebenarnya penggunaan fi‘l yang

berkesesuaian waktu dengan peristiwa tidaklah sulit, karena tidak memiliki

kaidah yang rumit dalam pembentukannya. Karena itulah kesalahan

penggunaan fi‘l mâdhi dan mudhâri‘ yang terkait dengan masalah waktu

tidaklah banyak. Kesalahan-kesalahan yang ada bisa jadi masuk dalam

kelompok performansi, sehingga lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor di

luar kemapanan pengetahuan (kompetensi).

B. Penyebab Kesalahan Morfologi

Salah satu tahapan yang terpenting dalam prosedur analisis kesalahan adalah

melakukan pemetaan dan pemeringkatan kesalahan, dengan cara mengurutkan atau

membuat persentase berdasarkan frekuensi terjadinya kesalahan-kesalahan. Tahapan

ini penting untuk mengetahui kesalahan pada aspek apa saja yang memiliki frekuensi

paling sering terjadi. Dari sini pula nantinya dapat diidentifikasi penyebab kesalahan

yang terjadi pada aspek sintaksis maupun gramatika. Karena itu pembahasannya

didahului dengan frekuensi kesalahan dan kemudian faktor-faktor yang menjadi

penyebab kesalahan.

1. Frekuensi Kesalahan Morfologi

Data rekaman kegiatan belajar mahasiswa yang berupa diskusi mata kuliah

ilmu-ilmu bahasa Arab dan ilmu agama merupakan jawaban atas masalah-masalah

dalam penelitian ini. Hasilnya berupa kalimat-kalimat yang memberikan gambaran

tentang kesalahan berbicara dan penguasaan bahasa Arab mereka, khususnya

penguasaan pada tata bahasa, yakni morfologi (sharf) dan sintaksis (nahw). Data

lengkap kesalahan baik dalam rangkuman persentase maupun transkrip kalimat

disajikan dalam lampiran.

Page 85: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

137

Berdasarkan lampiran I yang memuat persentase kesalahan gramatika dalam

bahasa tutur mahasiswa, diketahui bahwa dalam bahasa tutur yang berupa kegiatan

diskusi selama berlangsungnya perkuliahan, mahasiswa membuat kesalahan-kesalahan

dalam aspek morfologi sebagai berikut :

Jumlah seluruh kesalahan morfologi adalah sebanyak 128 dari total seluruh

kesalahan yang ada (441), atau sebesar 29 % yang terdiri atas :

(1) Kesalahan ma‘rifah – nakirah : 11 (8,6 % kesalahan morfologi atau 2,5 % seluruh

kesalahan morfologi dan sintaksis)

(2) Kesalahan muta‘addî - lâzim : 37 (28,9 % kesalahan morfologi atau 8,4 % seluruh

kesalahan morfologi dan sintaksis)

(3) Kesalahan isytiqâq : 77 (60,5 % kesalahan morfologi atau 17,5 % seluruh

kesalahan morfologi dan sintaksis)

(4) Kesalahan zamân : 3 (2,3 % kesalahan morfologi atau 0,7 % seluruh kesalahan

morfologi dan sintaksis)

Dari perincian di atas, dapat diketahui bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa

dalam berbicara mahasiswa terbagi atas empat jenis yakni kesalahan dalam ta‘yîn,

muta‘addî-lâzim, isytiqâq, dan zamân. Dari empat jenis tersebut, kesalahan yang

paling banyak terjadi pada aspek morfologi adalah kesalahan dalam isytiqâq yakni

sebanyak 77 kesalahan atau 60,5 % dari seluruh kesalahan morfologi, kemudian

disusul oleh kesalahan pembentukan muta‘addî – lâzim, kemudian kesalahan

pembentukan ma‘rifah dan nakirah, dan terakhir dalam zamân.

Dalam hal jenis kesalahan terbesar pada aspek morfologi ini, yakni isytiqâq,

terdapat beberapa kesalahan terbesar pada jenis ini, yakni kesalahan dalam hal

pembentukan mashdar, yakni 17 kesalahan, atau 13,3 % dari kesalahan morfologi dan

3,9 % dari total kesalahan morfologi dan sintaksis. Kesalahan terbesar ke dua adalah

pada pembentukan fi‘l mujarrad-mazîd, yakni sebanyak 15 kesalahan, atau 11,7 %

dari kesalahan morfologi dan 3,4 % dari total kesalahan, dan kesalahan terbesar ke tiga

Page 86: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

138

adalah pada pembentukan fi‘l majhûl, yakni sebanyak 13 kesalahan, atau 10,2 % dari

kesalahan morfologi dan 2,9 % dari total kesalahan.

Melihat fakta tersebut di atas, hal ini menunjukkan bahwa isytiqâq paling

banyak memunculkan kesalahan. Hal ini juga sekaligus menunjukkan bahwa

penggunaan isytiqâq berada pada frekuensi yang paling banyak dipakai, terutama pada

tiga jenis kesalahan yang paling tinggi, yakni pembentukan mashdar, fi‘l mujarrad –

mazîd, dan fi‘l majhûl. Karena itu pola pembentukan isytiqâq dalam tiga hal tersebut

harus mendapatkan perhatian yang lebih serius dibandingkan dengan pembentukan

isytiqâq pada bentuk yang lain. Artinya, mahasiswa dituntut untuk lebih terampil lagi

dalam pembentukannya, yang hal ini dapat diupayakan antara lain melalui pengajaran

remedial, penambahan jam pelajaran, atau latihan-latihan yang lebih intensif pada

materi-materi tersebut.

2. Faktor Penyebab Kesalahan Morfologi

Dari uraian deskripsi dan frekuensi kesalahan sebelumnya, maka dapat

diketahui faktor-faktor yang menjadi penyebab kesalahan. Di antara

kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar B2, secara keseluruhan penyebabnya

dapat dikelompokkan atas dua macam, yaitu kesalahan antarbahasa (interferensi) dan

kesalahan intrabahasa. Kedua kesalahan tersebut merefleksikan peristiwa-peristiwa

yang mengiringi proses pembelajaran B2 pada seorang pembelajar. Artinya, bahwa hal

itu menunjukkan tingkat perkembangan B2 pembelajar.

Peristiwa-peristiwa yang dimaksud adalah, bahwa seorang pembelajar B2

dalam upaya membangun kesempurnaan aspek-aspek linguistik B2nya tidak dapat

melepaskan pengaruh B1 yang telah dimilikinya, maka terjadilah transfer negatif

(interferensi) dan menimbulkan kesalahan interferensi atau interlingual (antarbahasa).

Page 87: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

139

Selain itu, masih dalam upaya menyempurnakan pengetahuan linguistiknya, pembelajar

berupaya membangun kemampuannya dengan mendasarkan kepada pengetahuan B2

sebatas yang telah dikuasainya, hasil dari pembelajaran B2 sebelumnya dan yang

sedang berlangsung. Maka dari sini muncullah kesalahan-kesalahan intrabahasa.

a. Kesalahan Antarbahasa (Interferensi)

Kesalahan antarbahasa merupakan kesalahan yang timbul akibat pembelajar

B2 yang secara otomatis mengambil dan menggunakan sistem B1 yang telah

dimilikinya pada saat menggunakan B2nya, melalui tulisan ataupun lisan. Transfer

bahasa bagi pembelajar B2 yang telah memiliki B1 merupakan suatu keniscayaan yang

sulit dihindari. Analisis kontrastif telah membuktikan adanya peristiwa transfer bahasa

tersebut. Hipotesis analisis ini menyatakan bahwa adanya perbedaan-perbedaan yang

terdapat pada bahasa sumber (B1) dan bahasa sasaran (B2) dapat menimbulkan

masalah-masalah dan kesulitan dalam performansi. Dengan demikian maka

kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar merupakan cerminan

kesalahan-kesalahan yang strukturnya adalah sama dengan B1 pembelajar. Pada aspek

morfologi, beberapa kesalahan yang dapat dikelompokkan dalam kategori ini adalah

yang terkait dengan kesalahan penggunaan bentuk ta‘yîn, muta‘addî – lâzim, dan

penggunaan zamân untuk fi‘l.

Kesalahan-kesalahan yang terkait dengan penggunaan ta‘yîn (tanda penjelas,

yakni ism ma‘rifah dan nakirah) dapat disebabkan antara lain oleh kenyataan bahwa

B1 pembelajar tidak mengenal ketentuan penggunaan kata yang harus berstatus jelas,

tertentu (ma‘rifah) kecuali untuk kepentingan-kepentingan yang dikehendaki dengan

menambahkan leksikal seperti ”ini”, ”itu”, ”tersebut” dan lain sebagainya. Hal ini

berbeda dengan bahasa Arab yang memiliki ketentuan penggunaan status ma‘rifah

Page 88: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

140

atau nakirah dalam posisi tertentu. Beberapa contoh berikut ini menunjukkan

kesalahan yang terkait dengan status ma‘rifah dan nakirah, misalnya ��� �� ����������� , di

mana kata bergaris bawah seharusnya berstatus ma‘rifah dengan penambahan huruf

”alif” dan ”lam”/”al”. Hal ini karena diyakini bahwa kata tersebut merujuk kepada

suatu hal yang telah jelas. Sedangkan pada contoh yang berikut ini , ����������

������ ����� ������, kata bergaris bawah tidak seharusnya dihadirkan dalam status

ma‘rifah karena pada pola seperti ini memang biasanya yang digunakan adalah bukan

bentuk ma‘rifah, akan tetapi nakirah. Selain itu penggunaan bentuk nakirah

menunjukkan bahwa penutur bermaksud memberitahukan suatu hal yang belum

diketahui, karena baru akan disampaikan pada waktu setelah perkataannya tersebut.

Indikasi kesalahan antarbahasa juga dapat dilihat pada kesalahan yang terkait

dengan pembentukan pola fi‘l muta‘addî - lâzim. Kesalahan-kesalahan yang terdapat

pada pola ini banyak dipengaruhi oleh pola B1 pembelajar, melalui penggunaan hurûf

jarr setelah fi‘l. Banyak didapati penggunaan hurûf jarr yang seharusnya tidak perlu,

atau keliru penggunaan hurûf jarr sehingga mengakibatkan kesalahan pemaknaan. Di

antara kesalahan-kesalahan yang terjadi pada kelompok ini, misalnya :

���� ��� ���������� �� ���� ������ ������� , penutur meletakkan hurûf jarr ”‘an” setelah

fi‘l ”yubayyin” yang seharusnya tidak perlu, karena cukup dengan fi‘l saja dan

langsung menjadikan ism setelahnya sebagai obyek. Nampaknya penutur terpengaruh

dengan pola pada bahasa Indonesia di mana kata dapati frasa ”menjelaskan tentang”

yang kemudian ditransfer ke bahasa Arabnya dengan meletakkan hurûf jarr ”’an”.

Demikian pula pada contoh lain, seperti ���� ��� ������� �� ���� ������� ��� , yang

seharusnya tidak memerlukan hurûf jarr ”lam” setelah fi‘l ”amara”. Ungkapan

tersebut terjemahannya adalah ”Kita mengerjakan perbuatan-perbuatan yang telah

diperintahkan oleh Allah kepada kita”. Nampak bahwa penggunaan hurûf jarr ”lam”

Page 89: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

141

merupakan transfer penggunaan kata ”kepada” setelah kata kerja

”diperintahkan/memerintahkan” dalam B1 pembelajar. Dalam ungkapan bahasa Arab,

sebenarnya tanpa menggunakan ”lam” sudah mengandung makna demikian, karena

”lam” tidak selalu diterjemahkan dan digunakan untuk arti ”kepada”.

Sedangkan yang berkebalikan, yakni yang harus ditambahkan hurûf jarr akan

tetapi ternyata langsung ke ism, contohnya adalah �� ��� �������� . Dalam ungkapan

tersebut terdapat fi‘l ”yahtâj” yang dalam konstruksinya sebenarnya harus ber-idiom

dengan hurûf jarr ”ilâ” . Dalam bahasa Indonesia sebagai B1 pembelajar, memang

kata ”yahtâj” yang diterjemahkan membutuhkan tidak selalu diikuti dengan kata lain

sebelum ke obyeknya. Karena itulah penutur mentransfernya dalam ungkapan bahasa

Arab seperti contoh kesalahan di atas. Demikian pula pada ungkapan ��������

�� ���������� ��������� di mana penutur membuat muta‘addî untuk fi‘l yang lâzim, yang

seharusnya diberikan hurûf jarr ternyata langsung ke obyeknya. Fi‘l ”targhabu” tidak

dapat langsung bersambungan dengan ism sebagai obyek (maf‘ûl bih) nya akan tetapi

harus didahului dengan hurûf jarr, yakni ”fî” atau ”‘an”, tergantung makna yang

diinginkan oleh penutur.

Selain dua hal di atas, penambahan dan penghilangan, ditemukan juga

kesalahan antarbahasa dalam bentuk kesalahan penghadiran hurûf jarr, yakni salah

meletakkan hurûf jarr yang sesuai untuk makna yang diinginkan. Diantara kesalahan

pada jenis ini adalah ������ ������� �� ��� �����, di mana penutur melakukan kesalahan

dalam menghadirkan hurûf jarr berupa “‘an”. Penghadiran ”‘an” setelah fi‘l ”yabhats”

akan memunculkan makna mencari, dan bukan mempelajari, atau membahas,

sebagaimana yang dapat dipahami dari ungkapan penutur. Sebenarnya, tanpa

penghadiran ”‘an” sudah dapat didapatkan makna yang dimaksud, atau seandainya

ditambahkan dengan hurûf jarr maka dapat menggunakan ”fî”.

Page 90: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

142

Kesalahan antarbahasa juga dapat diidentifikasi pada kesalahan penggunaan

zamân (kala) pada fi‘l. Penggunaan fi‘l pada bahasa Arab sekaligus memiliki

konsekuensi waktu pemakaiannya. Ketika mengucapkan fi‘l maka hal itu sekaligus

menunjukkan waktu pemakaiannya. Artinya, bahwa penggunaan fi‘l harus

memperhatikan bentuk/pola karena hal itu memiliki implikasi keterangan waktu. Suatu

hal yang berbeda dengan B1 pembelajar, di mana tidak selalu mengharuskan kehadiran

keterangan waktu pada saat menggunakan kata kerja (fi‘l). Meskipun pada hasil

penelitian ini tidak menunjukkaan frekuensi kesalahan yang signifikan (karena hanya

ditemukan 3 kesalahan saja atau 0,7 % dari seluruh kesalahan), akan tetapi tetap harus

mendapatkan perhatian. Diantara contoh kesalahan dalam penggunaan fi‘l yang terkait

dengan zamân ini adalah ������� ��� ��������� �� ��� ����� ����� �������� ������ . Fi‘l

bergaris bawah menunjukkan masa yang telah lewat (mâdhi), padahal ungkapan

tersebut dimaksudkan untuk konteks yang sedang berjalan (mudhâri‘). Demikian pula

pada contoh berikut, ��� ��������� �� ���� ��� ���� , di mana penutur menggunakan

fi‘l mudhâri‘ yang menunjukkan waktu sekarang atau yang akan datang, padahal

ungkapan itu menjelaskan kejadian yang telah lewat. Penutur pada kedua ungkapan di

atas tidak memperhatikan implikasi penggunaan fi‘l terkait dengan waktu, karena

memang dalam B1 mereka tidak ditemui keharusan menyertakan keterangan waktu

pada fi‘l (kata kerja) kecuali untuk konteks-konteks yang memang mengharuskannya.

b. Kesalahan Intrabahasa

Kelompok kesalahan ini, yakni intrabahasa, berupa kesalahan-kesalahan yang

merefleksikan ciri-ciri umum kaidah B2 yang sedang dipelajari oleh pembelajar. Dalam

hal ini pembelajar B2 melakukan kesalahan-kesalahan yang bukan merupakan refleksi

dari struktur dan kaidah B1 yang telah dimilikinya. Akan tetapi melakukan

Page 91: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

143

kesalahan-kesalahan yang mencerminkan struktur B2 yang sedang dipelajarinya.

Karena itulah dari sini muncul istilah intrabahasa, intralingual dan bukan antarbahasa

atau interlingual/interferensi. Dalam kesalahan intrabahasa, Richards (1971) dan Fisiak

(1985) menyatakan bahwa penyebab kesalahan meliputi penyamarataan yang

berlebihan (over generalization), ketidaktahuan pembatasan kaidah (ignorance of rule

restrictions), penerapan kaidah yang tidak sempurna (incomplete application of rules),

dan salah menghipotesiskan konsep (false concepts hypothesized).

Data yang diperoleh dari kegiatan diskusi mahasiswa memang tidak

seluruhnya menunjukkan adanya kesalahan akibat pengaruh B1 atau interferensi.

Dalam kenyataannya ditemui juga adanya kesalahan yang bukan disebabkan oleh

faktor B1nya akan tetapi karena belum lengkapnya kaidah, atau sudah memiliki kaidah

akan tetapi belum sampai pada tahap stabilisasi sehingga terkadang masih melakukan

kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan merupakan hal yang wajar

dalam proses penguasaan B2 karena hal itu sekaligus menunjukkan perkembangan

penguasaan B2nya. Kesalahan morfologi yang dapat dikelompokkan dalam kategori

ini misalnya yang terkait dengan isytiqâq.

Isytiqâq (derivasi) sebagai salah satu karakteristik bahasa Arab, memberikan

kekayaan bahasa yang membantu untuk memenuhi fungsi bahasa sebagai media

pengungkapan ekspresi, ide, perasaan. Keragaman isytiqâq dalam bahasa Arab

memang membantu dan memberikan kemudahan bagi ekspresi bahasa yang dapat

diungkapkan dengan cukup memberikan turunan katanya saja, karena dari satu kata

tersebut dapat dikembangkan dengan berbagai pola untuk memberikan pemaknaan

baru sesuai yang diinginkan oleh penutur. Di satu sisi, isytiqaq memberikan

kemudahan, karena dengan cukup satu kata dapat diturunkan menjadi berbagai macam

makna. Namun, di sisi lain, keragaman pola isytiqâq ini juga memberikan konsekuensi

Page 92: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

144

yang tidak ringan bagi pembelajar Indonesia yang menjadikan bahasa Arab sebagai

B2nya.

Konsekuensi yang dimaksud adalah bahwa keragaman isytiqâq tersebut

menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pembelajar Non Arab. Bahwa pada tiap bahasa

dijumpai isytiqâq memanglah demikian adanya, namun tidaklah selalu sama antara

bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, dalam pola isytiqâq nya. Proses-proses

morfologi dalam isytiqâq ada yang memiliki tingkat kesulitan tersendiri dengan

kompleksitas konstruksinya. Kompleksitas konstruksi berupa adanya lapisan-lapisan

konstruksi, adanya konstruksi yang satu sesudah konstruksi yang lain. Lapisan tersebut

tidak dapat dibentuk secara mana suka yang tidak menentu, melainkan terdapat

aturan-aturan yang telah ditentukan untuk diikuti. Hal yang demikian inilah menjadikan

isytiqâq tidak sesederhana yang ada dalam B1 pembelajar bahasa Arab. Akibatnya

adalah pembelajar banyak melakukan kesalahan dalam pembentukan turunan suatu

kata.

Beberapa contoh berikut ini menunjukkan kesalahan dalam isytiqâq, seperti :

(1) ��������� ����������������, (2)����� �� ������ ��������� , (3)����� �� �� ����� ������� �������(4)��������

�������������� �� ���� ��� ��� ����, dan (5) ������ �� ��������� ����� ������� �� ��� ����� . Contoh (1),

(2), dan (3) merupakan kesalahan isytiqâq pada ism, dan contoh (4) dan (5) kesalahan

isytiqâq pada fi‘l. Kesalahan-kesalahan tersebut berupa kekeliruan dalam melakukan

proses morfologis karena memang terdapat banyak cara dan pola isytiqâq dalam

bahasa Arab terkait dengan wazn (pola) dan juga shîghah (bentukan) yang

bermacam-macam. Demikian juga terkait dengan jumlah huruf pembentuk kata yang

dapat bertambah, yang pada akhirnya masing-masing memiliki konsekuensi pola

bentukan sendiri-sendiri.

Proses morfologis pada isytiqâq ini berbeda sama sekali antara bahasa

Indonesia dengan bahasa Arab. Bahasa Indonesia termasuk bahasa yang bertipe

Page 93: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

145

aglutinasi, yakni proses pembentukan kata dalam bahasa yang beraglutinasi dilakukan

melalui afiksasi (pengimbuhan), seperti prefik (penambahan awalan), sufik

(penambahan akhiran) dan infik (penyisipan). Dengan demikian pada kata dasar tidak

mengalami perubahan sama sekali, tetapi hanya mendapat penambahan baik awalan,

akhiran, awalan dan akhiran maupun penyisipan. Sedangkan dalam bahasa Arab yang

merupakan bahasa bertipe infleksi, proses pembentukan kata dilakukan melalui

perubahan bentuk dasar menjadi bentuk lainnya. Perubahan bentuk yang dimaksud

bukan hanya dilakukan melalui penambahan awalan, penyisipan, dan penambahan

akhiran saja, tetapi lebih dari itu adalah pembentukan kata yang memiliki makna baru

melalui proses derivasi dan infleksi.

Dengan demikian, kesalahan yang terjadi pada isytiqâq tidak dapat dikatakan

sebagai akibat pengaruh B1 pembelajar atau transfer negatif, karena pembentukan kata

diantara kedua bahasa pembelajar memang berbeda sama sekali. Kesalahan yang

terjadi pada isytiqâq lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan kaidah-kaidah

isytiqâq sehingga terkadang pembelajar membuat upaya-upaya mandiri dengan

mencoba-coba menghadirkan bentuk kata berdasarkan pengalaman atas kaidah B2

yang telah diterimanya. Upayanya mengkaitkan dengan kaidah-kaidah B2 yang telah

diterimanya inilah yang menjadikannya jatuh pada kesalahan. Kesalahan-kesalahan

yang ada pada contoh di atas menunjukkan hal tersebut.

Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa kesalahan gramatika

disebabkan oleh belum mantapnya pemahaman kaidah tata bahasa. Kesalahan ini

terkait dengan karakteristik linguistik pada bahasa Arab yang bisa saja ternyata

berbeda antara bahasa Arab dengan dengan B1 pembelajar, dalam hal ini adalah bahasa

Indonesia. Diantara karakteristik bahasa Arab ada yang memang tidak dimiliki oleh

bahasa Indonesia, namun ada juga yang dimiliki oleh bahasa Indonesia akan tetapi

memiliki perbedaan. Karakteristik inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya

kesalahan berbahasa dalam aspek morfologi.

Page 94: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

146

Hasil verifikasi data kesalahan berbahasa menunjukkan bahwa

kesalahan-kesalahan gramatikal mahasiswa memang terkait dengan karakteristik

bahasa Arab. Karakteristik tersebut ada yang ditemui juga dalam B1 pembelajar, dan

ada juga yang memang tidak dimiliki. Beberapa karakteristik bahasa Arab dalam aspek

morfologis yang menimbulkan kesalahan tersebut adalah :

a. Konsep isytiqâq, di mana bahasa Arab memiliki pola pembentukan yang berbeda

dengan bahasa Indonesia. Bahasa Arab yang merupakan bahasa bertipe infleksi,

memiliki pola perubahan atau pembentukan kata yang berbeda dengan bahasa

Indonesia yang bertipe aglutinasi. Pada bahasa tipe infleksi perubahan atau

pembentukan kata berlangsung melalui perubahan bentuk dasar menjadi bentuk

lainnya. Hal ini berbeda dengan tipe aglutinasi pada bahasa Indonesia yang

pembentukan atau perubahan kata berlangsung melalui pola-pola afiksasi

(pengimbuhan), yang meliputi pengimbuhan di awal kata (prefik), pengimbuhan di

akhir kata (sufik) dan melalui penyisipan (infik). Pada bahasa Arab misalnya

terdapat perubahan dari shîghah (bentuk) mâdhi ke mashdar, atau ke ism fâ‘il, ke

ism maf‘ûl dan seterusnya. Belum lagi perubahan dari fi‘l yang mujarrad (yang

kosong belum ada tambahan) ke mazîd (penambahan) . Perhatikan perubahan kata

berikut ini, misalnya kata “‘alima” dapat berubah ke “‘ilm, ‘âlim, ma‘lûm”, dan

seterusnya. Kata tersebut juga dapat berubah ke bentuk mazîd menjadi “‘allama,

ta’allama, ista’lama”, yang masing-masing juga dapat berubah ke bentuk

mashdar, ism fâ‘il, ism maf‘ûl yang berbeda. Sedangkan dalam bahasa Indonesia

hanya ditemui kata “ajar”, berubah menjadi “belajar, mengajar, pelajaran,

mengajarkan, ajari, diajarkan, diajari”, yang masing-masing hanyalah berupa

penambahan di awal atau di akhir kata ajar. Dengan demikian pada kata dasar

tidak mengalami perubahan sama sekali, tetapi hanya mendapat penambahan baik

awalan, akhiran, awalan dan akhiran maupun penyisipan. Sedangkan dalam bahasa

Arab proses pembentukan kata dilakukan melalui perubahan bentuk dasar menjadi

Page 95: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

147

bentuk lainnya. Perubahan bentuk yang dimaksud bukan hanya dilakukan melalui

penambahan awalan, penyisipan, dan penambahan akhiran saja, tetapi lebih dari itu

adalah pembentukan kata yang memiliki makna baru melalui proses derivasi dan

infleksi. Hal ini menjadikan perubahan kata pada bahasa Arab menjadi lebih rumit

dan kompleks dibandingkan dengan pada bahasa Indonesia. Terbukti dari macam

kesalahan pada isytiqâq ini yang terdiri dari berbagai bentukan, seperti pada

isytiqâq ism, kesalahannya meliputi pembentukan ‘adad, jam‘ taksîr, mashdar,

mansûb, dan shifât. Kesalahan terbanyak ada pada pembentukan mashdar, yakni

17 dari 32 kesalahan pada isytiqâq ism ini. Pada isytiqâq fi‘l kesalahannya meliputi

pembentukan yang terkait dengan ‘adad, hurûf mudhâra‘ah, ma‘lûm, majhûl, dan

mujarrad-mazîd. Kesalahan terbanyak ada pada pembentukan mujarrad-mazîd,

yakni 15 dari 45 kesalahan. Kesalahan yang terjadi dalam isytiqâq ini pun

menunjukkan frekuensi yang tinggi, yakni 60,2 % dari kesalahan morfologi, dan

17,5 % dari seluruh kesalahan. Tingginya kesalahan dalam hal ini menunjukkan

masih kompleksnya materi yang terkait dengan isytiqâq dan kerumitan pola

pembentukannya.

b. Konsep lâzim (intransitif) melalui melalui penambahan hurûf (preposisi), yang hal

ini terkadang merupakan idiom kesatuan dengan fi‘l-nya sehingga kesalahan

pemilihan hurûf yang mengikuti fi‘l tersebut dapat mengakibatkan kesalahan dalam

pemaknaan. Problem besar yang ada pada kesalahan kelompok ini adalah

penambahan hurûf jarr (preposisi) pada fi‘l yang seharusnya tidak perlu. Dalam

bahasa Arab fi‘l yang demikian disebut dengan muta‘addî, yang langsung

berhubungan dengan ism sebagai maf‘ûl bih tanpa melalui perantara hurûf jarr.

Ketika dihadirkan hurûf jarr maka fi‘l tersebut berstatus menjadi lâzim, atau

muta‘addî bi ghairih. Kesalahan inilah yang memiliki frekuensi cukup tinggi, yakni

31 dari 37 kesalahan yang ada pada kelompok muta‘addî – lâzim ini. Yang 6

kesalahan berupa sebaliknya, yakni meniadakan hurûf jarr pada fi‘l lâzim sehingga

Page 96: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

148

berstatus menjadi muta‘addî. Secara keseluruhan pada kelompok ini kesalahannya

mencapai 28,9 % kesalahan morfologi, atau 8,4 % kesalahan secara keseluruhan

morfologi dan sintaksis. Tingginya frekuensi kesalahan mahasiswa dalam jenis ini

menunjukkan kesulitan mereka dalam penggunaannya. Hal ini terbukti dari

tingginya frekuensi kesalahan pada penggunaan hurûf yang sebenarnya tidak perlu

tersebut. Fi‘l yang sudah berstatus muta‘addî, yang dengan demikian harus

langsung diikuti ism sebagai maf‘ûl bih (obyeknya) dan tidak perlu ditambahkan

hurûf, ternyata oleh pembelajar ditambahkan sehingga statusnya menjadi lâzim.

Sebenarnya dalam bahasa Indonesia juga terdapat konsep transitif dan intransitif,

akan tetapi yang berbeda adalah penggunaan hurûf (preposisi) dalam bahasa Arab

yang menyebabkan verba menjadi intransitif. Penggunaan hurûf ini bahkan ada

yang menjadi sebuah idiom sehingga harus benar-benar tepat penerapannya dengan

fi‘l untuk didapatkan makna yang tepat sesuai dengan yang dikehendaki.

c. Konsep nakirah dan ma‘rifah pada ism, yang dalam hal ini terkait dengan

penggunaan ism ma‘rifah melalui penambahan “alif” dan “lam” (al). Nomina

dalam bahasa Arab (ism) selalu terkait dengan konsep nakirah dan ma‘rifah.

Artinya, penyebutan ism selalu dapat diikuti dengan apakah ism tersebut tergolong

ma‘rifah ataukah nakirah. Hal ini penting terkait dengan fungsi ma‘rifah dan

nakirah dalam pembentukan kalimat. Ma‘rifah digunakan untuk merujuk kepada

sesuatu (nomina) yang sudah jelas / tertentu, sedangkan nakirah merujuk kepada

sesuatu yang belum jelas. Masing-masing juga memiliki konsekuensi dalam

penggunaannya. Ma‘rifah tidak bisa digunakan dalam konteks nakirah, dan

demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak mengenal

istilah nakirah dan ma‘rifah. Bahasa Indonesia tidak memiliki konsep seperti ini,

dan dengan sendirinya tidak terdapat kaidah ataupun aturan yang mengharuskan

penggunaan dengan bentuk seperti nakirah ataukah ma‘rifah. Namun demikian

bukan berarti dalam bahasa Indonesia tidak dijumpai sama sekali penggunaan yang

Page 97: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

149

seperti ini, karena ada pengungkapan-pengungkapan yang merujuk ke arah sesuatu

yang jelas melalui penambahan kata penunjuk, seperti “ini”, “itu”, “tersebut”, atau

melalui keterangan dalam bentuk penambahan frasa maupun klausa. Kesalahan

yang dibuat oleh mahasiswa subyek penelitian memang tidak menunjukkan angka

yang tinggi, yakni 11 kesalahan atau 8,6 % kesalahan morfologi dan 2,5 %

kesalahan secara keseluruhan. Namun demikian ada hal yang perlu menjadi

perhatian, yakni kesalahan yang lebih banyak pada kelompok ini adalah membuat

ma‘rifah pada yang seharusnya nakirah, mencapai 9 dari 11 kesalahan.

d. Konsep zamân, atau kala dalam fi‘l (verba). Verba dalam bahasa Arab selalu

terikat dengan waktu, bisa yang telah lalu, sekarang maupun yang akan datang.

Artinya, setiap fi‘l merujuk kepada dua hal, pertama kandungan peristiwa

perbuatan, dan kedua, waktu perbuatan/peristiwa itu terjadi. Keterkaitan dengan

waktu ini kemudian melahirkan pembagian fi‘l berdasarkan waktu kepada tiga

macam, yakni mâdhî, mudhâri‘, dan amr. Masing-masing fi‘l tersebut memiliki

pola-pola bentukan yang tertentu dan sekaligus disesuaikan dengan pelaku (subyek

/ fâ‘il dalam bentuk dhamîr). Sedangkan dalam bahasa Indonesia, pengungkapan

zamân dilakukan melalui penambahan leksikal sebagai keterangan waktunya,

karena pengungkapan fi‘l dalam bahasa Indonesia tidak terkait dengan waktu

tertentu. Pembelajar yang membuat ungkapan dalam bahasa Arab harus

mempertimbangkan bentuk yang pas untuk fi‘l sesuai dengan waktu terkait karena

kesalahan mempergunakan fi‘l yang tidak sesuai dengan waktunya akan

menyebabkan kesalahan pemahaman terhadap waktu kejadian / peristiwa. Data

kesalahan berbahasa yang terjadi pada mahasiswa subyek penelitian ini juga tidak

banyak, yakni hanya terjadi sebanyak tiga kali, atau 2,3 % dari kesalahan

morfologi, dan 0,7 % dari kesalahan keseluruhan. Hal ini dapat dipahami

berdasarkan penalaran, bahwa data diskusi yang berupa penjelasan dan interaksi

kebanyakan memang menggunakan bentuk mudhâri‘. Hal ini terbukti dari lebih

Page 98: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

150

banyaknya kesalahan yang berupa penggunaan mudhâri‘ dibandingkan dengan

sebaliknya, yakni 2 dari 3 tiga kesalahan yang ada. Berbeda dengan bercerita

misalnya, yang sangat mungkin menggunakan variasi waktu lampau dengan sedang

atau yang akan datang.

e. Konsep ‘adad (bilangan), baik ism maupun fi‘l selalu terkait dengan konsep ini,

yang meliputi tunggal (mufrad), dual (mutsannâ), dan plural (jam‘). Artinya,

ketika mengucapkan ism maka hal itu selain merujuk kepada arti benda, juga

menunjukkan jumlah benda. Untuk itu terdapat pola-pola untuk mengungkapan

benda dalam jumlah tertentu, apakah tunggal, dual ataukah plural. Pembelajar B2

tidak bisa melakukan penyebutan benda begitu saja sebagaimana yang pada B1nya

yang untuk penunjuk jumlah harus ditambahkan secara leksikal. Konsep ‘adad ini

juga mengikat pada fi‘l, artinya setiap fi‘l selain mengandung makna

peristiwa/perbuatan, dan waktu terjadinya perbuatan tersebut, juga mengandung

makna jumlah pelaku. Dalam bahasa Indonesia konsep bilangan hanya berlaku

untuk nomina saja, dan itupun tidak bersifat include, atau melekat pada nomina

melainkan diberikan penambahan leksikal yang menunjukkan bilangan, atau melalui

reduplikasi. Konsep bilangan yang melekat pada leksikal baik nomina maupun

verba dalam bahasa Arab ini menyebabkan pembelajar harus melakukan

penyesuaian dalam pemilihan bentuk agar tidak terjatuh kepada melakukan

kesalahan. Kesalahan yang terkait dengan ‘adad ini secara keseluruhan mencapai

20 dari 441 kesalahan atau 4,5 %. Maksud secara keseluruhan adalah kesalahan

baik yang masuk dalam kelompok tawâfuq ‘adad maupun isytiqâq yang terkait

dengan ‘adad.

f. Konsep nau‘ (penanda jender) untuk ism maupun fi‘l. Selain ‘adad (bilangan), hal

lain yang melekat pada ism dan fi‘l adalah sistem nau‘. Setiap ism dan fi‘l tidak

terlepas dari salah satu jenis muannats (feminin) ataukah mudzakkar (maskulin).

Artinya, ketika menyebutkan ism atau fi‘l maka pada keduanya dapat diidentifikasi

Page 99: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

151

apakah ia tergolong untuk mudzakkar ataukah muannats. Penandaan untuk jenis

ini pada ism pun dapat berbeda-beda. Demikian juga pada fi‘l terdapat

kaidah-kaidah melalui penambahan unsur-unsur tertentu pada kata tersebut. Selain

untuk menunjukkan status suatu benda, adanya sistem nau‘ ini juga untuk

menta’ati asas persesuaian yang berlaku pada susunan bahasa Arab, baik dalam

tingkat frasa, klausa, maupun kalimat. Bahasa Indonesia tidak memiliki sistem

seperti ini, dan tidak mengenal adanya jenis baik untuk nomina maupun verba.

Untuk merujuk kepada status jenis suatu benda/sesuatu maka ditambahkan leksikal

“laki-laki” atau “perempuan” setelahnya. Hal yang demikian ini termasuk salah

satu yang menyebabkan kesulitan dalam memahami sistem nau‘ dalam bahasa

Arab. Terbukti dari tingginya kesalahan yang terkait dengan nau‘, yakni terdapat

127 dari 441 kesalahan secara keseluruhan, atau besarannya mencapai 28,8 %.

Dari uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa faktor penyebab

timbulnya kesalahan-kesalahan berbicara dalam bahasa Arab pada aspek morfologi

oleh mahasiswa subyek penelitian dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, terdapat

kecenderungan mahasiswa mengalihkan pola-pola kalimat B1 mereka yakni bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Arab sehingga hasil ketika mereka berbicara dalam konteks

presentasi dan diskusi perkuliahan masih kelihatan adanya pengaruh bahasa Indonesia

terhadap bahasa Arab. Pengaruh-pengaruh ini seperti kesalahan penggunaan bentuk

ta‘yîn, muta‘addî – lâzim, penggunaan zamân untuk fi‘l, dan persoalan pembentukan

’adad, nau‘ maupun ta‘yîn. Kesalahan yang semacam ini disebut dengan kesalahan

interlingual/antarbahasa.

Di samping itu, ada kesalahan yang disebabkan oleh faktor kesulitan dalam

bahasa Arab itu sendiri, misalnya adanya perbedaan pada unsur-unsur bahasa antara

bahasa Indonesia dengan Arab seperti di atas. Kesalahan yang dapat dikelompokkan

dalam kategori ini misalnya yang terkait dengan isytiqâq. Isytiqâq dalam bahasa Arab

Page 100: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

152

dengan berbagai macam bentuk dan pengggunaannya tidak jarang menimbulkan

kesalahan. Hal-hal inilah yang menimbulkan kesalahan dalam keterampilan berbicara

atau berbahasa tutur mahasiswa MAHAT. Kesalahan yang semacam ini disebut dengan

kesalahan intralingual atau intrabahasa.

C. Upaya Mengatasi Kesalahan Morfologi

Kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar bahasa asing merupakan umpan

balik yang baik bagi guru, pembelajar dan juga peneliti. Bagi guru kesalahan yang

muncul akan memberikan petunjuk atas seberapa jauh penguasaan pembelajar atas

materi yang telah diberikan dan juga seberapa jauh kemajuan mereka. Guru juga akan

mengetahui efektifitas teknik dan metode pengajaran yang digunakannya. Selaini itu,

adanya kesalahan tersebut juga merupakan informasi dalam usaha merencanakan

silabus dan program pengulangan pengajaran (remedial). Sedangkan bagi pembelajar,

kesalahan itu sendiri merupakan refleksi atas kemampuan mereka selama ini.

Pembelajar akan tahu bagian-bagian mana saja yang masih menyisakan problem

penguasaan pada B2 mereka. Dan bagi peneliti, kesalahan tersebut merupakan

petunjuk bagaimana bahasa seharusnya dipelajari, strategi dan prosedur apa yang

digunakan dan seharusnya dikembangkan dalam rangaka penguasaan bahasa asing.

Terkait dengan hal di atas maka hal yang penting dilakukan setelah

diketahuinya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar, dan setelah

kesalahan-kesalahan berbahasa dalam berbicara dapat diidentifikasi, diklasifikasikan,

dan dicari faktor-faktor penyebabnya, maka selanjutnya adalah bagaimana membuat

agar kesalahan tidak lagi terjadi melalui upaya-upaya seperti strategi pembetulan

kesalahan, pemberian latihan-latihan, dan penyusunan materi.

1. Strategi Pembetulan Kesalahan

Page 101: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

153

Chaudron sebagaimana dikutip oleh Suwarna menyatakan, bahwa

pembetulan kesalahan akan efektif jika (1) dilakukan pada saat yang tepat (2) aktifitas

merupakan instruksional formal atau bertujuan pembelajaran, dan (3) mendasarkan

pada prinsip pedagogis. Dengan demikian, maka seharusnya upaya pembetulan

kesalahan bersifat selektif dan dilakukan pada saat aktifitas kegiatan pembelajaran

berlangsung. Selain itu pembetulan juga dilakukan apabila pembelajar belum mampu

membetulkan sendiri terhadap kesalahan yang telah dilakukannya.

Di sisi lain, Tarigan menyatakan bahwa pembetulan kesalahan dapat

dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pembetulan secara langsung ini

dengan cara pengajar menunjukkan kesalahan itu dan bagaimana cara

membetulkannya, sedangkan siswa bertugas merekonstruksi pernyataannya yang salah

dengan pernyataan baru yang benar. Sedangkan pembetulan secara tidak langsung

adalah dengan cara yang tidak disadari oleh pembelajar kalau dirinya sedang

dibetulkan oleh pengajarnya. Tentu saja hal ini harus memperhatikan berbagai kondisi

yang sesuai dengan kegiatan belajar-mengajar.

Dengan memperhatikan jenis kesalahan yang terjadi pada data kesalahan

berbahasa mahasiswa MAHAT sebagai subyek penelitian, dan data sosiolinguistik

mereka yang kesemuanya merupakan lulusan pesantren maka teknik yang

dikemukakan oleh Long dan Choudron (dalam Ellis) dapat dijadikan rujukan. Teknik

pembetulan yang dimaksud adalah (1) pengajar mengulang kesalahan yang dibuat oleh

pembelajar dan kemudian memberikan pembetulannya; (2) mengatur perlakuan yang

mengarah kepada pembelajar untuk berusaha melakukan koreksi sendiri; (3) strategi

yang mengarah kepada pemancingan respon yang benar dari pembelajar; (4) dengan

melakukan reaksi apapun yang mengarah kepada upaya pembetulan; (5) penguatan

positif dan negatif yang melibatkan persepsi setuju atau tidak setuju. Persepsi setuju

dan tidak setuju dapat dilakukan melalui upaya kinesik, paralinguistik, ekspresi wajah,

anggota badan, dan lain sebagainya.

Page 102: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

154

Dengan cara pembetulan yang secara tidak langsung maka akan memberikan

kesempatan kepada pembelajar untuk ikut serta berperan aktif dan kreatif karena akan

berusaha membetulkan kesalahannya sendiri. Pembelajar juga merasa dihargai

kemampuannya untuk membetulkan sendiri sehingga tidak terasa menyakitkan

terhadap pembetulan kesalahan yang dilakukannya. Selain itu hal ini juga akan

memberikan efektifitas dan efisiensi dalam pembelajaran karena tidak setiap kesalahan

harus dibetulkan oleh pengajar.

Berdasarkan pengamatan penulis, dan pengecekan data rekaman menunjukkan

bahwa peran pengajar dalam pembetulan kesalahan belum ditemukan. Nampaknya

para pengajar belum merasa perlu untuk melakukan pembetulan-pembetulan di saat

pengajaran mata kuliah mereka. Bisa saja hal ini disebabkan oleh waktu yang tersita

lebih banyak untuk pembahasan materi kuliah yang bersangkutan, sehingga waktu

digunakan habis untuk menerangkan atau mengulang pembahasan yang telah

disampaikan oleh mahasiswa melalui media diskusi kelas. Dengan adanya hasil

penelitian ini tentu saja diharapkan pembetulan kesalahan bukan hanya merupakan

tanggung jawab pengajar materi bahasa Arab, atau hanya terjadi pada saat mata kuliah

yang terkait dengan bahasa Arab saja. Peran pengajar secara keseluruhan, yang selain

kompeten dalam bidang keilmuan masing-masing juga cakap dalam kemampuan

berbahasa Arab aktif, merupakan kebutuhan mutlak dalam rangka ikut membantu

meminimalkan kesalahan mahasiswa dalam berbahasa lisan.

2. Latihan Materi Kebahasaan

Di samping teori yang terkait dengan materi kebahasaan, dalam aspek

morfologi, latihan juga perlu diberikan terutama untuk kesalahan-kesalahan yang

paling banyak dibuat oleh mahasiswa. Latihan-latihan tersebut perlu diintensifkan dan

dikembangkan sehingga kesalahan-kesalahan yang sama diharapkan tidak terulang lagi.

Page 103: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

155

Berdasarkan kesalahan-kesalahan yang terjadi maka yang perlu mendapatkan porsi

latihan adalah sebagai berikut :

a. Latihan tentang isytiqâq.

Kesalahan dalam isytiqâq mencapai 18,4 % atau sebanyak 83 dari 451 seluruh

kesalahan. Hal ini berarti masih menunjukkan sulitnya penguasaan isytiqâq dengan

berbagai macam polanya. Mengingat banyaknya pola yang ada dalam isytiqâq ini,

baik pada ism maupun fi‘l maka latihan-latihan yang dapat dilakukan antara lain

dengan cara membantu pemahaman makna berdasarkan perubahan kata, latihan

membedakan arti untuk bentuk-bentuk yang berbeda.

b. Latihan mengenai penggunaan preposisi (hurûf jarr) dalam kaitannya dengan fi‘l.

Yang dimaksud dengan latihan preposisi adalah terkait dengan idiom, yakni

keterkaitan dengan fi‘l sebelumnya. Persoalan idiom memang menjadi

permasalahan tersendiri mengingat kesalahan yang terjadi pada kelompok ini

tidaklah sedikit, terutama yang terkait dengan kesalahan membuat lâzim pada fi‘l

yang muta‘addî. Hal ini menunjukkan kecenderungan pembelajar memasukkan

hurûf jarr berdasarkan keterkaitan dalam sistem B1nya.

Metode-metode yang digunakan dalam latihan dapat merujuk kepada strategi

pengajaran bahasa Arab. Metode latihan yang dimaksud tentu saja yang sesuai dengan

aspek gramatika, khususnya morfologi (sharf). Metode latihan yang berkembang

belakangan menunjukkan ke arah perlunya penyajian gramatika fungsional (al-nahw

al-wadzîfî). Untuk itu perlu penekanan kepada materi dan latihan yang terkait dengan

gramatika fungsional tersebut. Dalam hal ini terdapat berbagai macam latihan, yakni

latihan mekanis, bermakna, dan komunikatif. Masing-masing latihan ini memiliki

teknik-teknik yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan tingkatan materi yang

diajarkan.

3. Prioritas Materi Pengajaran

Page 104: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

156

Kesalahan berbahasa yang sepintas menunjukkan suatu hal yang menyakitkan

ternyata dapat memberikan manfaat yang besar bagi keberhasilan pengajaran bahasa.

Sebagai suatu keniscayaan maka kesalahan tidak dapat ditolak keberadaanya. Namun

berawal dari munculnya kesalahan inilah pada akhirnya ditemukan manfaat linguistis

maupun pedagogis dalam pengajaran bahasa, khususnya bahasa asing. Dari sinilah

kemudian muncul analisis kontrastif yang kemudian disempurnakan dengan analisis

kesalahan.

Analisis kesalahan akan memberikan umpan balik yang sangat berharga bagi

pengevalusian dan perencanaan pengajaran, terutama terkait dengan penyusunan

materi dan strategi pengajaran, meskipun pada kenyataanya pada hal pertamalah yang

lebih banyak diarahkan, yakni tersusunnya suatu materi pengajaran yang lebih mengena

dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sidhar (dalam Tarigan) menyatakan bahwa

analisis kesalahan ditujukan untuk menentukan urutan penyajian butir-butir pengajaran

di kelas dan buku teks, misalnya dari hal yang mudah ke sukar. Selain itu juga

menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan latihan bahan

pengajaran, serta merencanakan latihan dan pengajaran remedial beserta memilih

butir-butir bagi pengujian kemahiran siswa.

Berdasarkan pemaparan data kesalahan mahasiswa subyek penelitian pada

bagian sebelumnya, maka pengajar dapat menentukan urutan bahan pengajaran

berdasarkan besaran kesalahan yang dibuat oleh pembelajar. Besaran kesalahan yang

dibuat oleh pembelajar selain menunjukkan kemampuan penguasaan bahasa mereka,

juga menunjukkan problematika materi pengajaran, artinya terdapat bahan-bahan ajar

yang memang berpotensi menimbulkan kesalahan karena sulitnya materi tersebut.

Untuk itulah diperlukan prioritas penyajian materi pengajaran yang dianggap

berpeluang menimbulkan kesalahan.

Dalam rangka inilah, maka pemberian materi kuliah bahasa Arab yang terkait

dengan aspek morfologi perlu penekanan baik dalam hal pemberian teori maupun

Page 105: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

157

dalam latihan-latihan, yang terkait dengan bidang kesalahan mahasiswa. Dengan

melihat mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa, sebenarnya penguasaan aspek

gramatika seharusnya telah dapat meminimalkan atau menghilangkan

kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh mereka. Sebagai lembaga pendidikan yang

menggunakan bahasa Arab dalam perkuliahannya, Ma’had ’Âlî dianggap cukup dalam

memberikan porsi bahasa Arab. Namun dengan adanya penemuan kesalahan-kesalahan

berbicara mahasiswanya, hal ini dapat dipakai sebagai refleksi dalam urutan penyajian

bahan perkuliahan bahasa Arab yang terkait dengan gramatika. Urutan penyajian

materi tersebut dapat disusun dengan memperhatikan besaran kesalahan yang dibuat

oleh mahasiswa, yakni mendahulukan hal-hal yang terkait dengan isytiqâq, dan

penggunaan hurûf jarr dengan fi‘l. Urutan penyajian yang dimaksud dapat diberikan

dalam bentuk pengajaran remedial. Sebagaimana fungsi remedial itu sendiri, yakni

memberikan penguatan melalui pengulangan materi yang dianggap memiliki tingkat

kesulitan pemahaman yang tinggi sehingga sering kali menyebabkan timbulnya

kesalahan. Alternatif lain adalah pengajaran tetap berjalan sesuai dengan kurikulum

dan urutan silabi yang telah ada, namun dengan penguatan dan latihan-latihan yang

lebih intensif pada bagian-bagian yang sering menimbulkan kesalahan.

Page 106: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

BAB V

KESALAHAN SINTAKSIS

Yang dimaksud dengan kesalahan sintaksis dalam penelitian ini adalah

kesalahan dalam penggunaan struktur bahasa Arab, yang terkait dengan hubungan

antar kata dalam kalimat. Hal ini sesuai dengan ruang lingkup sintaksis itu sendiri

yakni kajian hubungan antar kata dalam suatu konstruksi, kajian struktur frasa dan

kalimat, karena kata tunggal yang berdiri sendiri tidak dapat dikaji secara sintaksis.

Sintaksis terkait dengan subsistem bahasa/linguistik yang mencermati hubungan kata

dengan kata baik. Terkait dengan pembahasan sintaksis ini, dalam bahasa Arab dikenal

juga susunan frasa, klausa, dan kalimat. Dalam bahasa Arab terdapat beberapa bentuk

susunan (tarkîb), seperti isnâdî, idhâfî, bayânî, washfî, taukîdî, badâlî, ‘athfî, mazjî,

dan ‘adadî. Berdasarkan teori-teori pembahasan frasa, klausa, dan kalimat inilah,

maka nantinya akan dilakukan analasis kesalahan terhadap data-data ketrampilan

berbicara.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada aspek sintaksis ini meliputi : tawâfuq

(persesuaian) dalam hal ‘adad (bilangan) baik untuk ifrâd (tunggal), tatsniyah (dual),

maupun jam‘ (plural); tawâfuq dalam hal nau‘ (jenis) yaitu tadzkîr (laki-laki) dan

ta’nîts (perempuan); dan dalam hal ta‘yîn (tanda penjelas) yaitu ta‘rîf (definitif) dan

tankîr (indefinitif). Kesalahan sintaksis juga terkait dengan masalah i’râb, dan

pembentukan struktur atau tarkîb dengan berbagai variasi dan macamnya. Bab ini

membahas hal-hal yang terkait dengan kesalahan sintaksis, yakni klasifikasi kesalahan

sintaksis, penyebab dan upaya menanggulangi kesalahan tersebut.

c. Klasifikasi Kesalahan Sintaksis

Kesalahan dalam aspek sintaksis lebih besar daripada kesalahan yang terjadi

pada aspek morfologi. Dari total kesalahan gramatika yang berjumlah 441 kesalahan,

Page 107: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

215

313 diantaranya terjadi pada aspek ini atau 71% nya. Kesalahan-kesalahan tersebut

dapat dikelompokkan menjadi empat jenis sebagaimana tabel IV berikut ini :

Tabel IVJenis-jenis Kesalahan Sintaksis

No Jenis Kesalahan F %

%keseluruhan*

1 Persesuaian (agreement / tawâfuq) a. Dalam hal ‘adad (bilangan) 17 5,4 3,8b. Dalam hal nau‘(jenis) 135 42,7 29,9c. Dalam hal ta‘yîn (tanda penjelas) 14 4,4 3,1

2 I‘râb a. Ism 98 31,0 21,6b. Fi‘l 3 0,9 0,7

3 Kaidah khususa. Membuat konstruksi ‘adad 3 0,9 0,7b. Membuat dua fâ‘il atau lebih untuk satu fi‘l 1 0,3 0,2c. Menjadikan mudhâf dalam bentuk ma‘rifah 7 2,2 1,6

4 Struktura. Penambahan kata 16 5,1 3,5b. Penghilangan kata 15 4,7 3,3c. Susunan yang lemah 7 2,2 1,6

Jumlah 316 100,0 70,1* keseluruhan kesalahan gramatika (morfologi dan sintaksis)

1. Persesuaian

a. Persesuaian dalam ‘adad, jumlah kesalahan pada kelompok ini sebanyak 17

ungkapan atau 5,4 % dari kesalahan yang terjadi pada aspek sintaksis dan 3,9 %

dari jumlah keseluruhan kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang terkait dengan

persesuaian dalam hal ‘adad ini terbagi atas dua kelompok, yakni ketidaksesuaian

antara ism dengan fi‘l, dan ketidaksesuaian antara ism dengan dhamîr.

Page 108: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

216

Ketidaksesuaian antara ism dengan fi‘l, terdapat kesalahan sebanyak 12

ungkapan, atau 3,8 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 2,7 %

dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun

morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi ini contohnya adalah:

(1) �� ���� ���������� �������, seharusnya �� ���� ������������ �������

(2) ��� ���� �� ����� ��� ��� ������ �������,seharusnya ��� ���� �� ����� ��� ��� ������

�����

Persesuaian dalam hal ‘adad antara ism dengan fi‘l dapat terjadi pada

berbagai macam tarkîb, seperti isnâdî, bayânî, maupun washfî. Setiap fi‘l yang

didahului oleh ism yang menjadi subyeknya (fâ‘il / pelaku), maka fi‘l tersebut

harus memiliki kesesuaian dengan ism dalam hal ‘adad (jumlah). Apabila ism

mengandung jumlah tunggal maka fi‘l juga dibentuk untuk subyek tunggal,

demikian pula apabila ism menunjukkan jumlah dua ataupun lebih. Pada contoh

(1) kata “kuffâr” menunjukkan jam‘ (plural) maka fi‘l setelahnya juga harus

dibentuk untuk pelaku jam‘ menjadi “yaqbalûna”.

Sedangkan untuk contoh (2) ism menunjukkan jumlah tunggal (anta)

sehingga fi‘l setelahnya yang memiliki subyek ism tersebut harus dibentuk

untuk tunggal pula. Dalam hal ini, pada fi‘l harus terdapat râbith berupa

dhamîr yang sesuai dengan ism sebelumnya. Râbith pada fi‘l yang didahului

oleh isimnya sebagai subyek maka harus memiliki kesesuaian dalam ‘adad. Fi‘l

“tatakabbarû” yang diucapkan oleh penutur mengandung dhamîr jam‘

“antum” yang dilambangkan dengan huruf wau, padahal ism yang

mendahuluinya, yang mengindikasikan sebagai subyek, bukanlah jam‘ akan

tetapi tunggal “anta”. Karena itulah harus disesuaikan dan dirubah

sebagaimana yang ada pada pembetulannya, dengan menghilangkan wau.

Page 109: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

217

Ketidaksesuaian antara ism dengan dhamîr, terdapat kesalahan sebanyak 5

ungkapan, atau 1,6 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 1,1 %

dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun

morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi ini contohnya adalah :

(1) ��� ��������� ���� ��������, seharusnya ��� ��������� ���� ��������

(2) ������� ��� ����� ���� ����������������� ��� ������ , seharusnya ������� ����� ���� ������������ ��� ������

Dalam bahasa Arab dikenal pula klausa, yaitu satuan kelompok kata

yang minimal dibentuk oleh subyek dan predikat dan memiliki potensi untuk

menjadi kalimat. Karena itu klausa masih memungkinkan untuk dibuat menjadi

kalimat. Pada contoh (1) terdapat klausa “huwa waratsah al-anbiyâ’”.

Mengingat sebelumnya telah didahului oleh ism yang kemudian diikuti klausa

menggunakan dhamîr (pronomina / kata ganti) maka dalam hal ini dhamîr

harus mengikuti ism sebelumnya, baik dalam ‘adad (bilangan) maupun nau‘

(jenis). Kata “‘Ulamâ’” berbentuk jam‘ (plural) sehingga ketika pada urutan

berikutnya diberikan kata lain yang terkait dengan kata tersebut, baik berfungsi

sebagai predikatnya, atau sebagai penegas, maka harus sesuai dalam hal ‘adad

maupun nau‘. Karena itulah dhamîr yang tepat untuk digunakan sebagai

pengganti kata “‘ulamâ’” haruslah “hum”.

Sedangkan pada contoh (2) ketidaksesuaian ism dengan dhamîr terjadi

antara kata “walad” dengan “ummuhum”. Konstruksi yang terdapat kesalahan

adalah maushûl dan shilah dalam hal ‘adad. Sebagaimana ketentuan yang

berlaku pada frasa mushûlî, bahwa diantara ism maushûl dengan shilah harus

terdapat kesesuaian, yakni kesesuaian yang meliputi nau‘ dan ‘adad. Kata

“ummuhum” yang didalamnya mengandung dhamîr “hum” yang merujuk

kepada makna jam‘ (plural) tidak sesuai dengan kata “walad” yang merujuk

kepada makna tunggal (ifrâd), padahal dalam konstruksi frasa maushûlî

Page 110: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

218

disyaratkan adanya râbith yang sesuai dengan mashûl dalam ‘adad. Karena

itulah dhamîr “hum” pada kata “ummuhum” seharusnya diganti dengan

dhamîr “hû” sehingga menjadi “ummuhû”.

Dari kenyataan-kenyataan di atas, diketahui bahwa dalam konstruksi

bahasa Arab banyak menyertakan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan

persesuaian, yang salah satunya adalah persesuaian dalam ‘adad (bilangan).

Persesuaian dalam ‘adad adakalanya berupa ism dengan fi‘l, yang dalam hal ini

dapat terjadi pada konstruksi yang menghubungkan ism dengan fi‘l, seperti yang

ada pada tarkib isnâdî, yakni jumlah ismiyyah. Pembentukan jumlah ismiyyah

harus memperhatikan persesuaian ini agar tidak jatuh dalam kesalahan. Kesalahan

yang dilakukan oleh pembelajar bahasa Arab sebagai B2nya, disebabkan belum

matangnya pengetahuan yang dimilikinya. Apalagi hal yang seperti ini, yakni

persesuaian ‘adad dalam konstruksi kalimat seperti jumlah ismiyyah, tidak

ditemukan dalam bahasa Indonesia.

Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh penutur merupakan kesalahan

akibat penerapan kaidah yang tidak sempurna, mengingat adanya unsur yang

dipandang sebagai suatu kerumitan dalam bahasa Arab. Ketentuan berupa

kesesuaian dalam hal ‘adad tidak diaplikasikan secara sempurna oleh pembelajar.

Kerumitan yang dimaksud adalah apabila dibandingkan B1 pembelajar yang

berbeda dengan B2 yang dipelajarinya. B1 yang telah dimiliki pelajar tidak ditemui

adanya ketentuan yang mengatur kesesuaian dalam hal ‘adad sebagaimana pada

B2. Karena itulah pembelajar dituntut untuk memahami secara sempurna terhadap

kaidah B2 yang terkait dengan persesuaian. Pemahaman yang tidak terbatas pada

tataran teori saja, akan tetapi juga pada tataran aplikasinya, baik dalam bahasa lisan

maupun tulisan. Namun demikian, terkait dengan kedudukan bahasa lisan yang

Page 111: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

219

memegang peranan penting pada pembelajar subyek penelitian, maka aplikasi pada

bahasa lisan menjadi penting untuk diperhatikan.

b. Persesuaian dalam nau‘ (jenis), jumlah kesalahan pada kelompok ini sebanyak 127

ungkapan atau 40,6 % dari kesalahan sintaksis dan 28,8 % dari seluruh kesalahan

yang terjadi. Kesalahan yang terkait dengan persesuaian dalam hal nau‘ ini terbagi

atas enam kelompok, yakni ketidaksesuaian antara ism dengan fi‘l, antara ism

dengan dhamîr, antara maushûl dengan ‘âid shilah, antara fi‘l dengan fâ‘il, antara

na‘t dengan man‘ût, dan antara isyârah dengan musyâr ilaih.

Tabel VJenis-jenis Kesalahan Ketidaksesuaian dalam Nau’

No Jenis Kesalahan F %

%keseluruhan*

1 Ketidaksesuaian ism dengan fi‘l 28 8,9 6,32 Ketidaksesuaian ism dengan dhamîr 19 6,1 4,33 Ketidaksesuaian maushûl dengan ‘âid shilah 6 1,9 1,44 Ketidaksesuaian fi‘l dengan fâ‘il 31 9,9 7,05 Ketidaksesuaian na‘t dengan man‘ût 23 7,3 5,26 Ketidaksesuaian isyârah dengan musyâr ilaih 20 6,4 4,5

Jumlah 127 40,6 28,8* keseluruhan kesalahan gramatika (morfologi dan sintaksis)

Ketidaksesuaian antara ism dengan fi‘l , dalam hal ini terdapat kesalahan

sebanyak 28 ungkapan, atau 8,9 % dari kesalahan yang ada pada aspek

sintaksis, dan 6,3 % dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek

sintaksis maupun morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi ini

contohnya adalah :

(1) ��� ����� �������� ��� �������, seharusnya ��� ����� �������� ��� �������

(2) ���� ����� ������ � �����������, seharusnya ���� ����� ������ � �����������

Page 112: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

220

(3) ���� �������������� ������� ��������, seharusnya ���� ���������� ���� ��������

(4) �� ���� ����������� �����, seharusnya �� ���� ������� ����� �����

Kesesuaian antara ism dengan fi‘l dapat terjadi pada berbagai macam tarkîb

(susunan). Hal ini terjadi apabila dhamîr yang tersimpan pada fi‘l memiliki rujukan ke ism

sebelumnya. Untuk keadaan yang demikian ini memang disyaratkan adanya kesesuaian

antara fi‘l dengan ism sebelumnya dalam hal nau‘ (maupun ‘adad). Adanya

bermacam-macam susunan tersebut terkait dengan dimungkinkannya suatu jumlah (baik

ismiyyah maupun fi‘liyyah) menduduki posisi (mahall) i‘râb tertentu dalam sebuah kalimat,

baik rafa‘, nashab, maupun jarr, dan inilah yang disebut dengan al-jumlah lahâ mahall min

al-i‘râb,. Demikian juga sebaliknya, dimungkinkan untuk adanya jumlah lâ mahalla lahâ

min al-i’rab. Maka fi‘l yang memiliki dhamîr berkesesuaian dengan ism sebelumnya dalam

hal nau‘ maupun ‘adad, dapat berposisi sebagai khabar dalam mahall rafa‘, dapat berposisi

sebagai maf‘ul bih dalam mahall nashab, dan dapat pula berposisi sebagai na‘t dalam

mahall jarr. Juga dapat berada di tengah-tengah kalimat meskipun tanpa memiliki posisi

(mahall) i‘râb.

Contoh (1) dan (2) menunjukkan jumlah yang berposisi dalam mahall rafa‘ sebagai

khabar dari ism sebelumnya. Kedua contoh tersebut sama-sama memiliki ketidaksesuaian

dalam nau‘ antara ism dengan fi‘l-nya, namun berbeda dalam kesesuaian tadzkîr-ta’nîts-nya.

Contoh (1) menunjukkan ketidaksesuaian antara ism yang mudzakkar sedangkan fi‘l-nya

muannats. Contoh (2) adalah kebalikannya, ism berjeniskan muannats tetapi fi‘lnya

berjeniskan mudzakkar. Pada contoh (1) Kata “kull” menunjukkan jens mudzakkar, karena

tidak didapati tanda muannats pada fi‘l tersebut. Karena itulah maka fi‘l setelahnya yang

berposisi sebagai khabar dari ism tersebut harus diganti dan disesuaikan dengan fi‘l yang

mengandung dhamîr mudzakkar, menjadi “yarji‘u”, bukan muannats sebagaimana yang

digunakan oleh penutur pada awalnya.

Berkebalikan dengan contoh (1) adalah contoh (2) yang menuntut kesesuaian dalam

jenis muannats antara fi‘l dengan ism sebelumnya. Kata “nafs” dengan “yamût” tidak

berkesesuaian dalam hal nau‘ yakni muannats. “Nafs” merujuk kepada jenis muannats

sedangkan “yamût” merujuk kepada mudzakkar. Penutur menganggap “nafs” sebagai ism

berjeniskan mudzakkar karena secara leksikal (lahiriah/tertulis) tidak didapati tanda

Page 113: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

221

muannats, sehingga fi‘l mudhâri‘ yang digunakannya berjeniskan mudzakkar. Secara

leksikal, kata “nafs” memang tidak menampakkan jenis muannats, akan tetapi kata tersebut

dikategorikan oleh penutur asli bahasa Arab masuk kepada kelompok kata berjeniskan

muannats, sehingga mudhâri‘ yang digunakan setelahnya harus mengandung dhamîr yang

berjeniskan muannats pula , yaitu “tamût”.

Sedangkan pada contoh (3) dan (4), fi‘l yang tidak berkesesuaian dengan ism

sebelumnya bukan dalam hubungan isnâdî (dalam hal ini jumlah ismiyyah), akan tetapi

dalam tarkîb washfî. Pada contoh (3) f’il yang tidak berkesesuaian tersebut berposisi sebagai

na‘t dari kata sebelumnya, sehingga dalam hal ini fi‘l berada pada mahall jarr . Fi‘l

“yusabbibu” yang berjeniskan mudzakkar harus disesuaikan dengan ism sebelumnya,

“a‘mâl”, yang berjeniskan muannats, sehingga harus dirubah menjadi “tusabbibu”. Secara

leksikal, kata “a‘mâl” tidak menunjukkan muannats, sebagaimana tanda muannats yang

nampak pada umumnya, namun demikian ia dikategorikan muannats karena merupakan

jam‘ ghair ‘âqil.

Pada contoh (4) fi‘l tidak memiliki posisi (lâ mahalla lahâ min al-i‘râb). Meskipun

demikian hal ini dapat dibenarkan sebagaimana pada saat fi‘l berstatus kebalikannya (lahâ

mahall min al-i‘râb). Pada status memiliki posisi maupun tidak, fi‘l tetap dipersyaratkan

memiliki kesesuaian dalam hal nau‘ (dan juga ‘adad) apabila memang memiliki keterkaitan,

baik keterkaitan dalam târkîb isnâdî maupun lainnya seperti bayânî pada contoh (4)

tersebut. Fi‘l “tattabi‘” menjadi penjelas bagi susunan sebelumnya, yakni “nukallif

al-syarî‘ah”.

Ketidaksesuaian antara ism dengan dhamîr, terdapat kesalahan sebanyak 19

ungkapan, atau 6,1 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 4,3 %

dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun

morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi pada ketidaksesuaian ini

adalah :

(1) ����� ��� ������ ��������� ��� ��� ����, seharusnya ����� ��� ������ ���������� ��� ����

�����

Page 114: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

222

(2) ����� ����� �� ����� ��������� ���������, seharusnya ����� ����� �� ����� ���������

���������

Persesuaian dalam hal nau‘ juga harus dipenuhi antara ism dengan dhamîr yang

menggantikannya. Dalam hal ini dhamîr dapat berupa munfashil, dan dapat pula berupa

muttashil. Dhamîr berfungsi untuk menggantikan kata (ism dzâhir) yang telah disebutkan di

muka sehingga kata tersebut tidak perlu disebutkan secara berulang karena cukup dengan

menggunakan kata gantinya saja sehingga kalimat menjadi lebih ringkas. Penggunaan

dhamîr ini harus sesuai dengan ism dzâhir yang digantikannya dalam hal nau‘ (jenis) dan

juga ‘adad (jumlah). Ketidaksesuaian dalam keduanya mengakibatkan kesalahan

sebagaimana pada dua contoh di atas.

Contoh (1) menunjukkan ketidaksesuaian nau‘ antara ism dengan dhamîr muttashil.

Ism yang digantikan dengan dhamîr adalah “mar’ah” yang merujuk kepada jenis

perempuan. Karena itu dhamîr yang menggantikannya seharusnya berjenis perempuan juga.

Dhamîr muttashil untuk perempuan tunggal adalah “hâ”, bukan “hû” karena “hû"

digunakan untuk laki-laki tunggal. Pada contoh tersebut dhamîr muttashil bersambungan

dengan hurûf jarr yaitu lam , pada mahall jarr.

Sedangkan pada contoh (2), menunjukkan ketidaksesuaian antara ism dengan

dhamîr munfashil. Kata “tharîqah al-‘aql” menunjukkan kepada jenis perempuan, karena itu

apabila digantikan dengan dhamîr maka yang sesuai dengannya adalah berjenis perempuan

juga. Pada contoh tersebut dhamîr munfashil menduduki posisi rafa‘ sehingga yang tepat

adalah "hiya" untuk menggantikan kata "tharîqah al-‘aql" yang menunjukkan jenis

perempuan tunggal. Sedangkan dhamîr yang dipergunakan oleh penutur pada contoh (2)

tersebut menunjukkan jenis laki-laki tunggal, karena itu “huwa” tidak tepat dan harus

diganti.

Ketidaksesuaian antara ism maushûl dengan ‘âid shilah , dalam hal ini terdapat

kesalahan sebanyak 6 ungkapan, atau 1,9 % dari kesalahan yang ada pada

aspek sintaksis, dan 1,4 % dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek

sintaksis maupun morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi ini

contohnya adalah :

Page 115: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

223

����� ��� ���� ����������� ���� �� ������ �����, seharusnya

����� ��� ���� ����������� ���� �� ������ �����

Bahasa Arab memang kaya dengan ragam konstruksi dan susunan baik dalam

kerangka frasa, klausa, maupun kalimat. Salah satu konstruksi itu adalah ism maushûl

dengan shilah-nya. Adanya susunan ini berfungsi menjadi penjelas bagi kata sebelumnya,

atau bagi ism maushûl itu sendiri yang tidak didahului oleh ism dzâhir sebelumnya. Shilah

yang mengikuti ism maushûl itulah menjadi penjelas bagi ism sebelumnya, karena itu ada

persyaratan yang terkait dengan konstruksi shilah. Persyaratan tersebut adalah keharusan

adanya râbith dalam shilah yang menghubungkan dengan ism maushûl. Karena berfungsi

menghubungkan itulah maka shilah harus memiliki dhamîr yang kembali ke maushûl dan

dhamîr ini dikenal dengan sebutan ‘âid.

Pada contoh di atas, ism maushûl digunakan setelah ism dzâhir sebagai penjelasnya.

Ism dzâhir yang dimaksud adalah kata “al-ma‘âni” yang merupakan jam‘ dari “al-ma‘nâ”.

Karena termasuk jam‘ taksîr maka ism maushûl yang dapat dipakai adalah “al-latî”.

Demikian pula shilah yang digunakan setelah ism maushûl harus memiliki râbith yang

dalam hal ini berupa dhamîr ‘âid. Kata “yakhruju” menyimpan dhamîr “huwa” untuk jenis

laki-laki tunggal yang berarti hal ini tidak sesuai dengan ism maushûl “al-latî”. Karena

itulah maka harus diletakkan shilah yang menyimpan dhamîr “hiya” sesuai dengan ism

maushûl-nya, sehingga diganti menjadi “takhruju”.

Ketidaksesuaian antara fi‘l dengan fâ‘il, dalam hal ini ditemui kesalahan

sebanyak 31 ungkapan, atau 9,9 % dari kesalahan yang ada pada aspek

sintaksis, dan 7,0 % dari seluruh kesalahan aspek sintaksis maupun morfologi.

Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain :

(1) ����� ��� ��� ���� �� ������, seharusnya ����� ��� ��� ���� �� ������

(2) ���� ���� ���� ����� ����� ����� �� ����� ����� �� ��, seharusnya

���� ���� ���� ����� ����� ����� �� ������ ����� �� ��

Page 116: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

224

Berdasarkan jenis kata yang mengawali, sebuah kalimat dapat dibedakan atas dua

macam, yaitu ismiyyah dan fi‘liyyah. Apabila yang mengawali suatu kalimat adalah ism

maka disebut jumlah ismiyyah, dan bila yang mengawalinya adalah fi‘l maka disebut jumlah

fi‘liyyah. Jumlah ismiyyah strukturnya terdiri dari mubtada’ dan khabar, sedangkan

fi‘liyyah terdiri dari fi‘l dan fâ‘il. Kedua struktur tersebut memiliki ketentuan yang sama

dalam hal kesesuaian nau‘, tetapi berbeda dalam kesesuaian ‘adad. Antara fi‘l (predikat)

dan fâ‘il (subyek) hanya dipersyaratkan adanya kesesuaian dalam nau‘ (jenis).

Contoh (1) dan (2) sama-sama tidak memiliki kesesuaian nau‘ antara fi‘l dengan

fâ‘il-nya sebagaimana persyaratan dalam jumlah fi‘liyyah. Pada contoh (1) kata “ahad”

sebagai fâ‘il menunjukkan jenis laki-laki, akan tetapi penutur menggunakan bentuk

muannats untuk fi‘l-nya, “tarâ”. Kata “tarâ” adalah fi‘l mudhâri‘ yang diawali dengan

huruf ta’. Ta’ adalah hurûf al-mudhâra‘ah sebagai penanda mudhâri‘ yang digunakan untuk

pelaku orang ke dua, atau orang ke tiga perempuan tunggal. Sedangkan untuk pelaku orang

ke tiga laki-laki adalah dengan huruf “ya’” sehingga menjadi “yarâ”.

Pada contoh (2) kesesuaian nau‘ tidak terdapat pada susunan “ghâba al-syams”.

Kata “al-syams” termasuk muannats, sehingga fi‘l-nya juga harus muannats. Kata “ghâba”

adalah fi‘l mâdhi yang berjenis laki-laki. Untuk menunjukkan jenis perempuan agar sesuai

dengan fâ‘il-nya maka pada mâdhi harus ditambahkan huruf “ta’” sebagai penanda

muannats pada akhir mâdhi. “Ta’” tersebut adalah “ta’” ta’nîts sâkinah untuk membedakan

dengan huruf “ta’” lain yang juga dapat ditambahkan pada akhir mâdhi, yaitu “ta’” fâ‘il.

Kata “ghâba” pun harus dirubah menjadi “ghâbat”.

Ketidaksesuaian antara na‘t dengan man‘ût : terdapat kesalahan sebanyak 23

ungkapan, atau 7,2 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 5,2 %

dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun

morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi ini contohnya adalah :

(1) ����� ����� �� �������������� , seharusnya ��� �� ����� �� �������������

(2) �� ����� ����� �� ���������������� �� �����, seharusnya �� ����� ����� �� ���������������

Apabila kita ingin memberikan sifat kepada sesuatu maka cukup dengan

menambahkan kata setelahnya. Kata inilah yang disebut dengan shifah atau na‘t, sedangkan

Page 117: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

225

kata yang pertama disebut dengan man‘ût, yang diberi sifat. Diantara keduanya diharuskan

adanya persesuaian dalam beberapa hal, salah satunya adalah nau‘. Apabila kata yang

disifati (kata pertama) berjeniskan mudzakkar maka kata sifat (kata berikutnya/yang ke dua)

juga harus mudzakkar, demikian pula jika kata pertamanya muannats, maka kata ke dua

juga harus muannats.

Pada contoh (1) kesesuaian tidak didapati antara kata “al-usbû‘” dan

“al-mâdhiyah”. Kata “al-usbû‘” menunjukkan jenis mudzakkar, sedangkan “al-mâdhiyah”

menujukkan bentuk muannats, padahal keduanya merupakan susunan na‘t dan man‘ût yang

harus memiliki kesesuaian dalam nau‘. Secara leksikal (lafdziyyah) kata “al-mâdhiyah”

menunjukkan muannats dari ciri adanya penambahan “ta’” marbûthah di akhir kata. Maka

supaya ada kesesuaian diantara keduanya, akhiran “ta’” marbûthah harus dihilangkan

sehingga menjadi “al-mâdhi”. Penutur mungkin mengira bahwa kata “al-usbû‘” adalah jam‘

taksîr, sehingga dihukumkan sama dengan muannats mufrad. Karena secara maknawi

memiliki arti tujuh hari yang berarti menunjukkan jumlah lebih dari tiga. Dari makna inilah

penutur menyamakannya dengan muannats padahal sebenarnya dia adalah mudzakkar

karena secara lafdziyyah bentuknya adalah mufrad mudzakkar dan ia memiliki bentuk jam‘

taksîr.

Kesalahan penutur dalam memastikan jenis suatu kata juga terjadi pada contoh (2).

Frasa “al-wasâikh al-maujûdûn” menunjukkan hubungan na‘t-man‘ût, namun ternyata

keduanya berbeda dalam jenis dan bilangan yang menjadi persyaratan susunan na‘t-man‘ût.

Kata “al-wâsa’ikh” merupakan jam‘ ghair ‘âqil sehingga statusnya sama dengan muannats

mufrad. Karena itu kata setelahnya yang berfungsi sebagai man‘ût seharusnya juga

muannats mufrad. Akan tetapi penutur membuat bentuk yang bukan muannats mufrad,

melainkan jam‘ mudzakkar sâlim, yakni kata “al-maujûdûn”. Tanda jam‘ mudzakkar sâlim

dapat diidentifikasi pada akhirannya yakni adanya tambahan wau dan nûn. Seharusnya

penutur cukup dengan membuatnya dalam bentuk muannats mufrad saja. Karena untuk jam‘

ghair ‘âqil dapat diberikan na‘t dalam bentuk muannats mufrad.

Ketidaksesuaian antara isyârah denggan musyâr ilaih, terdapat kesalahan

sebanyak 20 ungkapan, atau 6,4 % dari kesalahan yang ada pada aspek

sintaksis, dan 4,5 % dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek

Page 118: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

226

sintaksis maupun morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi ini

contohnya adalah :

(1) ��������� ����� �����, seharusnya �������� ����� �����

(2) �� ����� ���� ����� �������, seharusnya �� ����� ���� ����� �������

Konstruksi isyârah dan musyâr ilaih juga mengharuskan adanya persesuaian dalam

nau‘. Konstruksi ini dapat terjadi melalui dua cara, yaitu berdiri sendiri dan bersambungan

dengan kata lain, yang berupa ism ma‘rifah dengan alif lam Pada saat berdiri sendiri .(لا)

maupun bersambungan dengan ism ma‘rifah “alif lam”, isyârah dapat menempati dan

berkedudukan sebagaimana ism lain yang memiliki i‘râb. Ketika pada posisi bersambungan

maka musyâr ilaih berkedudukan sebagai badal. Dua contoh di atas menunjukkan macam

dua penggunaan tersebut. Sesuai dengan adanya persyaratan persesuaian dalam nau‘, maka

ism isyârah dibedakan atas jenis untuk kata-kata yang masuk dalam kelompok mudzakkar

dan untuk muannats.

Contoh (1) kesesuaian terkait dengan konstruksi mubtada’ – khabar, di mana ism

isyârah berdiri sendiri sebagai mubtada’. Ism isyârah yang digunakan oleh penutur

menunjukkan jenis mudzakkar, sedangkan khabar setelahnya menunjukkan muannats.

Dalam hal ini penutur harus jelas dan tepat, apakah ia akan menggunakan isyârah laki-laki

ataukah perempuan untuk mewakili ism dzâhir yang sebelumnya sebagai musyâr ilaih-nya.

Apabila yang dimaksud oleh penutur adalah ism dzâhir berstatus mudzakkar maka penutur

sudah tepat dengan menggunakan “hâdzâ”, dan yang salah adalah khabar-nya. Akan tetapi

apabila penutur bermaksud menggantikan kata berjenis muannats maka yang harus diganti

adalah isyârah-nya, dan khabar-nya sudah tepat.

Pada contoh (2) konstruksi isyârah dengan musyâr ilaih-nya berupa badal dan

mubdal minhu, berbeda dengan contoh (1) sebelumnya yang berupa mubtada’ dan khabar.

Meskipun demikian, diantara keduanya sama-sama harus bersesuaian dalam nau‘. Kata

“al-mas’alah” yang berjenis muannats, oleh penutur diberikan isyârah “hâdzâ” yang

sebenarnya untuk mudzakkar. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian dalam nau‘ diantara

keduanya. Isyârah yang tepat adalah dalam bentuk muannats juga yaitu hâdzihî.

Page 119: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

227

Seluruh ketidaksesuaian susunan-susunan di atas terkait dengan nau‘

(jenis). Nau‘ menjadi permasalah tersendiri dalam belajar bahasa Arab sebagai B2

oleh pembelajar Indonesia. Dalam bahasa Arab, nau‘ dapat diidentifikasi secara

gramatikal, artinya setiap kata dalam bahasa Arab dapat secara langsung

dikategorikan jenisnya, mudzakkar (laki laki) ataukah muannats (perempuan)

berdasarkan tulisan kata tersebut. Hal ini karena nau‘ sudah inklusif dengan kata

tersebut melalui pengungkapan secara gramatikal, sehingga setiap kata, baik ism

(nomina) maupun fi‘l (verba) pasti berjenis atau mengandung salah satu jenis

diantara mudzakkar dan muannats. Hal ini berbeda dengan bahasa Indonesia

sebagai B1 pembelajar Indonesia yang sebaliknya, di mana nau‘ tidak inklusif

dalam kata. Untuk merujuk ke arah nau‘, maka dalam bahasa Indonesia harus

ditambahkan secara leksikal. Masing-masing bahasa memang memiliki

karakteristiknya sendiri, yang berbeda dengan bahasa lainnya. Dan hal ini bisa

menjadi salah satu permasalahan dalam pembelajaran B2 sehingga menyebabkan

jatuhnya pembelajar ke dalam kesalahan.

Belum lagi permasalahan yang terkait dengan dasar penentuan nau‘ untuk

suatu kata, khususnya ism yang kadang tidak beraturan atau tidak konsisten.

Dalam bahasa Arab, secara umum terdapat tanda-tanda gramatikal yang

membedakan antara ism yang berjenis mudzakkar dan yang berjenis muannats,

seperti “ta’” marbûthah. Atau, dengan kata lain bahwa kata yang tidak memiliki

“ta’” marbûthah dikelompokkan ke dalam mudzakkar. Namun demikian, dalam

kenyataannya didapati pula ism yang tidak memiliki tanda ta’ marbuthah tetapi

digolongkan ke dalam kelompok muannats, seperti “syams”, “dâr”, “‘ain”, dan

lain-lain. Hal-hal yang seperti ini juga dapat menimbulkan kesulitan, meski ada

yang disertai dengan kaidah-kaidah tertentu untuk pengelompokannya.

Hal berikutnya yang juga ikut menambah daftar kesulitan terkait dengan

nau‘ ini adalah fungsi dan penggunaannya. Adanya penggolongan kata

Page 120: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

228

berdasarkan nau‘ ini sudah pasti memiliki tujuan penggunaan secara gramatikal,

seperti terkait dengan tujuan untuk menerangkan dua fenomena berbeda, yakni

acuan dhamîr (kata ganti/pronomina) dan persesuaian shifât (ajektifa). Bahkan ada

yang penerapannya tidak terbatas pada antara ism dan shifât, melainkan juga

antara ism dan fi‘l serta beberapa keterangan. Berbagai kesalahan yang ada di atas

menunjukkan beragamnya fungsi dan penggunaan yang timbul sebagai konsekuensi

dari adanya persesuaian nau‘.

Demikianlah, nau‘ dalam bahasa Arab berimplikasi luas kepada

pemakaiannya secara sintaksis maupun morfologis. Adanya ketentuan persesuaian

nau‘ dalam sintaksis mengakibatkan adanya proses morfologis kata untuk

penyesuaian dalam hal nau‘. Adanya persesuaian antara ism dengan fi‘l

mengakibatkan fi‘l berubah secara morfologis menyesuaikan jenisnya dengan ism

sebelumnya. Demikian pula persesuaian antara ism maushûl dengan ‘âid

shilah-nya, antara fi‘l dengan fâ‘il-nya, na‘t dengan man‘ût, dan isyârah dengan

musyâr ilaih. Semua konstruksi di atas mensyaratkan adanya persesuaian dalam

hal nau‘.

Kesemua hal di atas menunjukkan luasnya pengaruh adanya nau‘ dalam

bahasa Arab yang berimplikasi terhadap sistem sintaksis maupun morfologisnya.

Pembelajar Indonesia yang tidak menemukan hal seperti ini dalam B1nya, sedikit

kerepotan untuk secara konsisten menguasainya dalam waktu singkat. Karena itu

diperlukan latihan-latihan dan perhatian yang lebih maksimal agar tidak sering

jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan. Beberapa contoh kesalahan di atas

menunjukkan bahwa memang adanya nau‘ berpotensi menyebabkan kesalahan

karena berbedanya sistem B1 pembelajar dengan B2 yang sedang dipelajari.

Perbedaan ini harus disikapi secara bijaksana melalui upaya-upaya akademik

sehingga ditemukan jalan keluar yang maksimal untuk menghindarkan pembelajar

dari kesalahan-kesalahan seperti tersebut di atas.

Page 121: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

229

Melihat kenyataan di atas, sebenarnya kesalahan yang terjadi banyak

disebabkan oleh kesalahan menghipotesiskan konsep. Bahasa Indonesia yang tidak

memiliki konsep nau‘ sebenarnya ada positifnya, karena pembelajar menjadi tidak

terganggu dengan perbedaan konsep (seandainya ada dan kemudian berbeda) yang

ada diantara kedua bahasa. Akan tetapi mengingat beragam kaidah yang berlaku

dalam beberapa konstruksi yang timbul sebagai akibat adanya konsep nau‘ ini,

menjadikan pembelajar lebih kompleks dalam memahaminya untuk kemudian

menerapkannya secara konsisten. Kesalahan akibat kekeliruan dalam

menghipotesiskan konsep, terjadi apabila pembelajar memiliki pemahaman yang

tidak lengkap terhadap pembedaan-pembedaan di dalam B2 yang dipelajarinya.

Kesalahan menghipotesiskan konsep ini berawal dari banyaknya

batasan-batasan yang dipakai dalam penggolongan kelompok mudzakkar dan

kelompok muannats. Belum lagi berbedanya penanda muannats untuk ism yang

berbeda dengan fi‘l. Bahkan pada ism sendiri terdapat banyak penanda muannats

yang dapat dikenali untuk membedakannya dengan mudzakkar. Demikian juga,

masih banyak ditemukan aturan-aturan terkait dengan tata cara pembentukan

mudzakkar dan muannats sehingga pembelajar harus memaksimalkan memorinya

untuk secara konsisten menguasainya, seperti pembentukannya pada ism shifât.

Adanya pengecualian-pengecualian juga berpotensi dan memberikan

kontribusi kepada munculnya kesalahan-kesalahan dalam menghipotesiskan

konsep. Sebagai contoh adalah penggolongan mudzakar dan muannats

berdasarkan penanda ”ta’” marbûthah. Menurut ketentuan ini, bahwa kata yang

tidak memiliki tanda tersebut digolongkan muannats, akan tetapi dalam

kenyataannya dijumpai hal yang bertolak belakang, di mana kata yang tidak

memiliki ”ta’ marbûthah” ternyata dikelompokkan ke dalam muannats, seperti

”syams”, ”dâr”, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan strategi-strategi yang lebih

tepat dalam pengajaran ataupun mempelajari bahasa Arab agar membantu dan

Page 122: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

230

memudahkan dalam memahami konsep nau‘ sehingga menjadi lebih sederhana dan

mudah diingat namun tetap dapat mencakup semua keberagaman

ketentuan-ketentuan di atas.

c. Persesuaian dalam ta‘yîn (tanda penjelas), jumlah kesalahan pada kelompok ini

sebanyak 13 ungkapan atau 4,2 % dari kesalahan yang terjadi pada aspek sintaksis

dan 2,9 % dari jumlah keseluruhan kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang terkait

dengan persesuaian dalam hal ta‘yîn ini hanya terjadi pada penggunaan bentuk

nakirah pada man‘ût yang na‘t-nya ma‘rifah. Sedangkan untuk yang sebaliknya,

yaitu penggunaan bentuk ma‘rifah pada man‘ût yang na‘t-nya nakirah tidak

ditemukan adanya kesalahan.

Diantara kesalahan penggunaan man‘ût berbentuk nakirah dan na‘t berbentuk

ma‘rifah, contohnya adalah :

��� ����������� ������ , seharusnya ��� ������������� ������

Diantara konstruksi yang paling sering banyak dipakai adalah frasa na‘tî (na‘t dan

man‘ût). Musthafâ al-Ghalayain menamakannya dengan tarkîb washfî dan merupakan bagian

dari tarkîb bayânî. Dalam konstruksi ini disyaratkan adanya kesesuaian dalam beberapa hal,

yaitu nau‘ (mudzakkar-muannats), i‘râb (marfû‘, manshûb, majrûr), ta‘yîn (nakirah-ma‘rifah),

dan ‘adad (mufrad, mutsannâ, jam‘). Terkait dengan persesuaian dalam ta‘yîn, frasa na‘tî dapat

disusun dari dua kata yang sama-sama nakirah atau sama ma‘rifah-nya.

Pada contoh di atas, ketidaksesuaian terjadi antara kata “asmâ” dan “al-husnâ”. Kata

pertama berstatus nakirah, sedangkan kata ke dua ma‘rifah. Pola yang demikian ini biasanya

untuk frasa idhâfî, yang terdiri atas mudhâf dan mudhâf ilaih. Dalam bahasa Arab keduanya

memiliki perbedaan ketentuan dan juga pemaknaan. Susunan dua kata tersebut lebih tepat dibuat

dengan frasa na‘tî dan bukan idhâfî meskipun sama-sama terdiri dari dua kata. Hal ini karena

frasa idhâfî sebenarnya menyimpan hurûf al-jarr sebagai penafsiran susunan dua kata tersebut.

Sedangkan pada frasa na‘tî tidak ada penafsiran menggunakan hurûf al-jarr karena yang

dimaksudkan dengan susunan tersebut adalah hubungan ajektifa (keterangan). Karena itulah

Page 123: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

231

keduanya harus memiliki kesesuaian dalam ta‘yîn dengan merubah kata pertama menjadi

ma‘rifah, “al-asmâ”.

Kesalahan-kesalahan yang muncul dalam susunan na‘t dengan man‘ût semuanya berupa

ketidaksesuaian dalam ta‘rîf, yakni penutur membuat man‘ût (kata pertama/yang diterangkan)

dalam bentuk nakirah sedangkan na‘t (kata kedua/yang menerangkan kata pertama) berbentuk

ma‘rifah, dan tidak ditemukan kesalahan yang bersusunan sebaliknya. Nampaknya hal ini lebih

dipengaruhi oleh susunan yang sama dalam B1 pembelajar, yakni bahasa Indonesia. Tidak

sedikit ungkapan bahasa Arab yang bersusunan frasa na‘tî menjadi milik masyarakat Indonesia,

karena digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari. Namun demikian, ungkapan tersebut sudah

mengalami perubahan karena disesuaikan dengan struktur dan kemudahan pelafalan masyarakat

Indonesia, seperti penghilangan “al” ta‘rîf dalam berbagai ungkapan, contohnya “al-akhlâq

al-karîmah”, “al-asmâ’ al-husnâ”, menjadi akhlakul-karimah, asmaul-husna, dll. Hal yang

demikian ini kemudian memberikan pengaruh kepada pembelajar bahasa Arab yang kemudian

menerapkannya dalam susunan bahasa Arab yang sesungguhnya, sehingga kesalahan yang

muncul adalah penghilangan “al” pada kata pertama.

2. I‘râb, jumlah kesalahan pada kelompok ini sebanyak 101 ungkapan atau 32,3 %

dari kesalahan yang terjadi pada aspek sintaksis dan 22,9 % dari jumlah

keseluruhan kesalahan yang terjadi, yakni baik dalam aspek sintaksis maupun

morfologi. Kesalahan dalam i‘râb ini terbagi atas dua kelompok, yakni i‘râb pada

ism dan i‘râb pada fi‘l.

Kesalahan dalam i‘râb ism , yang dapat dibagi lagi menjadi kesalahan pada

i‘râb rafa‘, nashab, dan jarr. Kesalahan pada i‘râb rafa‘ mencapai 18

ungkapan atau 5,8 % dari kesalahan pada aspek sintaksis dan 4,1 % dari

seluruh kesalahan sintaksis dan morfologi. Kesalahan pada i‘râb nashab

mencapai 56 ungkapan atau 17,9 % dari kesalahan pada aspek sintaksis dan

12,7 % dari seluruh kesalahan sintaksis dan morfologi. Dan kesalahan pada

i‘râb jarr mencapai 24 ungkapan atau 7,7 % dari kesalahan pada aspek

sintaksis dan 5,4 % dari seluruh kesalahan sintaksis dan morfologi.

Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi pada i‘râb ini contohnya adalah :

Page 124: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

232

(1) ����������� �������� �����, seharusnya ����������� ������� � �����

(2) ����������� ����, seharusnya ����������� ����

(3) ��� ����� ��������� �����, seharusnya ��� ����� ��������� �����

(4) ���� ���������� ����, seharusnya ���� ���������� ����

I‘râb yang merupakan salah satu ciri khas pada bahasa Arab berupa perubahan

akhir kata disebabkan oleh adanya ‘âmil (sesuatu yang mempengaruhi struktur kalimat)

yang masuk/mendahului kata tersebut. Perubahan (i‘râb) pada ism ada tiga macam, yaitu

rafa‘ nashab, dan jarr. Contoh (1), (2), dan (3) i‘râb berupa harakat, masing-masing rafa‘

dengan dlammah, nashab dengan fathah, dan jarr dengan kasrah. sedangkan pada contoh

(4) i‘râb rafa‘ berupa huruf, yaitu wau sebagai ganti dlammah.

Pada contoh (1) kata “umm” berkedudukan sebagai fâ‘il (subyek) sehingga harus

dibaca marfû‘ (diberi i‘râb rafa‘) dengan tanda dlammah karena ia termasuk ism mufrad

(berbilangan tunggal). Tetapi penutur memberi tanda kasrah yang sebenarnya tanda tersebut

adalah untuk i‘râb jarr. Karena itulah maka kesalahan ada pemberian tanda i‘râb sehingga

harus diganti dengan dlammah. Pada contoh (2), kata “al-‘afwa” berkedudukan sebagai

maf’ûl bih sehingga harus dibaca manshûb dengan fathah, karena termasuk ism mufrad.

Pada contoh (3), kata “ru’yah” berkedudukan sebagai mudhâf ilaih sehingga harus dibaca

majrûr dengan tanda kasrah karena ia termasuk ism mufrad. Sedangkan pada contoh (4),

pemberian i‘râb tidak menggunakan harakah tetapi hurûf. Kata “akhînâ” yang

berkedudukan sebagai fâ‘il seharusnya diberikan tanda i‘râb huruf wau, karena huruf ya’

adalah tanda i‘râb jarr dan nashab.

Kesalahan dalam i‘râb fi‘l, dalam hal ini terdapat kesalahan sebanyak 3

ungkapan, atau 1 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 0,7 %

dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun

morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi adalah :

(1) ��� ��� �� ���� ����� ��������� ��� �������, seharusnya

��� ��� �� ���� ����� ��������� ��� �������

Page 125: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

233

(2) ��� ���� ������ ��������� , seharusnya ��� ���� ������ ���������

I‘râb yang terdapat pada fi‘l meliputi rafa‘, nashab, dan jazm. Namun, yang

berstatus mu’rab hanyalah fi‘l mudhâri‘. Sedangkan mâdhi dan amr statusnya mabnî. Pada

dasarnya, mudhâri‘ selalu marfû‘, kecuali jika ada ‘âmil yang menyebabkannya menjadi

manshûb, atau majzûm, sebagaimana contoh (1) dan (2). Pada contoh (1) mudhâri‘ menjadi

nashab karena didahului oleh nawâshib (‘âmil / huruf-huruf yang menyebabkan mudhâri‘

menjadi manshûb) yaitu “hattâ”. Karena itulah yang asalnya marfû‘ (dengan tanda

dlammah) berubah menjadi manshûb (ditandai dengan fathah). Sedangkan pada contoh (2)

menjadi majzûm karena didahului oleh jawâzim (‘âmil / huruf-huruf yang menyebabkan

mudhâri‘ menjadi majzûm) yaitu “lam”. Dengan demikian kata “yunkiru” seharusnya

diberikan tanda i‘râb jazm yaitu sukun karena mudhâri‘ tersebut tidak termasuk kelompok

al-af‘âl al-khamsah .

Sistem i‘râb yang menimbulkan kesalahan sebagaimana contoh di atas, berlaku

untuk semua kata-kata dalam bahasa Arab, kecuali yang masuk kepada kelompok mabnî.

Adanya i‘râb berupa pemberian tanda pada akhir kata dengan harakah atau hurûf termasuk

hal yang membuat rumit dalam penguasaan bahasa Arab, mengingat beragamnya tanda dan

‘amil yang menjadi penyebab perubahan i‘râb tersebut. Belum lagi pengetahuan pembelajar

harus terbagi dengan mengingat dan memahami hal-hal yang terkait dengan mabnî agar

tidak salah dalam menerapkan tanda i‘râb dan tidak bercampur dalam penggunaan tanda

tersebut, karena mabnî juga memiliki tanda tersendiri.

Perbedaan sistem B2 dengan B1 pembelajar yang tidak mengenal i‘râb menambah

kesulitan dalam penguasaannya. Perubahan akhir suatu kata akibat perubahan fungsi atau

posisinya dalam kalimat baik melalui perubahan fonem (harakah) kata maupun perubahan

bentuk kata tidak dikenal oleh pembelajar dalam B1nya yakni bahasa Indonesia. Kata dalam

bahasa Indonesia selamanya akan tetap dalam bentuk penulisan dan pengucapannya

dimanapun dia berada. Hal ini berbeda dengan bahasa Arab di mana posisi suatu kata

mempengaruhi keadaan akhir kata tersebut. Karena itulah pada ism didapat tiga macam

keadaan yaitu marfû‘, manshûb, dan majrûr. Demikan pula terdapat posisi-posisi kapan ism

harus dibaca marfû‘, manshûb, dan majrûr sehingga muncul kelompok-kelompok marfû‘ât

al-asmâ’, manshûbât al-asmâ’ dan majrûrât al-asmâ. Belum lagi untuk kelompok fi‘l

Page 126: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

234

sehingga hal ini menambah panjang materi pengajaran yang harus dikuasai oleh pembelajar.

3. Kaidah khusus, yakni kesalahan yang terkait dengan tidak diketahuinya

kaidah-kaidah bahasa yang bersifat langka. Hal ini seperti kaidah dalam

penyusunan ‘adad ma‘dûd (bilangan dan benda terbilang). Jumlah kesalahan pada

kelompok ini sebanyak 11 ungkapan atau 3,5 % dari kesalahan yang terjadi pada

aspek sintaksis dan 2,5 % dari jumlah keseluruhan kesalahan yang terjadi.

Kesalahan yang terkait dengan kaidah khusus ini terbagi atas tiga macam, yaitu

kesalahan dalam konstruksi ‘adad, kesalahan karena membuat dua atau lebih fâ‘il

untuk satu fi‘l, dan kesalahan karena membuat mudhâf dalam bentuk ma‘rifah.

Kesalahan pada konstruksi ‘adad, terdapat kesalahan sebanyak 3 ungkapan,

atau 1 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 0,7 % dari seluruh

kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun morfologi. Diantara

kesalahan-kesalahan yang terjadi pada kelompok ini adalah :

(1) �� ������� �������� ��� ����� , seharusnya �� ������������ ���� �����

(2) ��� �� ���������� ����, seharusnya ��� ���� �������� ����

(3) ����� ������ ��������� ����� ���������������, seharusnya ����� ������ ��������� ����� ��������

������

‘Adad-ma‘dûd (bilangan dan benda yang terbilang) memiliki kaidah sendiri yang

terdiri dari beberapa macam susunan. Mu’minin menyimpulkan ada lima macam pola

susunan, yaitu ‘adad mufrad, ‘adad murakkab, ‘adad ma‘thûf, ‘adad mudhâf, dan ‘adad

‘uqûd. Masing-masing pola penyusunan tersebut memiliki kaidah yang berbeda satu dengan

lainnya berdasarkan konstruksi yang digunakan. Dengan demikian penyusunan

masing-masing konstruksi harus memperhatikan ketentuan yang berlaku.

Kesalahan-kesalahan di atas memiliki konstruksi yang berbeda antara satu dengan

yang lainnya. Pada kesalahan (1) pola susunannya mengikuti ‘adad murakkab yang berlaku

Page 127: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

235

untuk hitungan sebelas hingga sembilan belas. Pada pola ini ma‘dûd harus diposisikan

sebagai tamyîz dalam bentuk mufrad-nya. Namun penutur menggunakan bentuk jam‘ taksîr,

yakni “masâ’il”, yang sebenarnya digunakan untuk ‘adad mufrad, hitungan antara tiga

hingga sembilan, karena itu kata tersebut seharusnya dirubah menjadi mufrad manshûb

dalam posisi tamyîz, yakni “mas’alah”. Kesalahan juga ada pada nau‘ ‘adad yang dipakai,

yakni “itsnâ ‘asyara” yang seharusnya mengikuti nau‘ dari ma‘dûd yang berbentuk

muannats karena masih dalam satuan antara satu hingga dua, sehingga ‘adad tersebut diatas

harus dirubah menjadi “itsnatâ ‘asyarata”.

Kesalahan (2) dan (3) termasuk ke dalam pola ‘adad mufrad yang memiliki

ketentuan berkebalikan dalam hal nau‘ antara ‘adad dengan ma‘dûd. Pada pola ini ma‘dûd

didatangkan dalam bentuk jam‘, sesuai dengan ketentuan bentukannya, jam‘ mudzakkar

sâlim, jam‘ muannats sâlim, atau jam‘ taksîr. Pada ungkapan di atas, penutur sudah tepat

mendatangkan bentuk jam‘, akan tetapi kesalahan ada pada bentukan ‘adad yang harus

berkebalikan dalam nau‘ dengan ma‘dûd. Artinya, bila ma‘dûd berupa mudzakkar maka

‘adad harus muannats, dan sebaliknya. Maka pada no (2) kata “banât” yang muannats

seharusnya diberikan ‘adad dalam bentuk mudzakkar yakni “tsalâts”, bukan “tsalâtsah”.

Pada kesalahan no (3) pola ‘adad ma‘dûd mengikuti susunan na‘t man‘ût, yang

dengan demikian harus mengikuti ketentuan susunan tersebut, yakni kesesuaian dalam nau‘.

Penutur mendatangkan na‘t dalam bentuk mudzakkar, “al-tsalatsah” padahal man‘ût yakni

“al-marâtib” adalah muannats. Sepintas hal ini memang kelihatan tepat, akan tetapi ‘adad

yang mudzakkar berkebalikan dengan ciri muannats sebagaimana biasanya yang berakhiran

“ta’” marbûthah. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa ‘adad yang menunjukkan

bilangan di atas tiga untuk semua satuan tingkatan (belasan maupun puluhan) memiliki ciri

berkebalikan dalam nau‘. Karena itu penutur seharusnya menggunakan kata “al-tsalâts”.

Kesalahan dalam membuat dua fâ‘il atau lebih untuk satu fi‘l, terdapat

kesalahan sebanyak 1 ungkapan, atau 0,3 % dari kesalahan yang ada pada

aspek sintaksis, dan 0,2 % dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek

sintaksis maupun morfologi. Kesalahan tersebut adalah :

������� ����������� �� �����, seharusnya ��������� ������� ������ ���

Page 128: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

236

Konstruksi kalimat (jumlah/kalâm) dalam bahasa Arab ada dua macam, pertama

dimulai dengan ism dan ke dua dimulai dengan fi‘l. Yang pertama disebut dengan jumlah

ismiyyah dan yang ke dua disebut dengan jumlah fi‘liyyah. Ismiyyah berupa susunan yang

berpola mubtada’ – khabar. Khabar dapat berupa ism dan dapat pula berupa fi‘l. Bila berupa

fi‘l maka harus sesuai dengan mubtada’ dalam hal nau‘ (jenis/mudzakkar-muannats) dan

‘adad (jumlah / mufrad, mutsannâ, jam‘). Sedangkan dalam pembentukan jumlah fi‘liyyah

yang diawali dengan fi‘l berlaku ketentuan persesuaian antara fi‘l dengan fâ‘il dalam hal

nau‘ saja, tidak dalam ‘adad.

Penulis memasukkan kesalahan di atas pada kelompok kaidah khusus meskipun

bisa dimasukkan dalam kelompok kesalahan kesesuaian ‘adad, karena penutur

menghadirkan fi‘l (mudhâri‘) mutsannâ untuk fâ‘il mutsannâ. Penulis menduga bahwa

sebenarnya penutur ingin menghadirkan dua subyek (fâ‘il) sehingga dibuatlah fi‘l yang

mutsannâ. Akan tetapi penutur kurang tepat menggunakan konstruksi yang ingin dipakai,

jumlah ismiyyah ataukah fi‘liyyah. Dugaan penulis, penutur ingin menggunakan fi‘liyyah

karena dihadirkan fi‘l mudhâri‘ yang mutsannâ. Karena itu susunan yang digunakan

semestinya fi‘l mufrad dengan perubahan konstruksi sebagaimana tertulis dalam

pembetulan.

Kesalahan dalam bab idhâfah , yakni membuat mudhâf dalam bentuk ma‘rifah

yang seharusnya berbentuk nakirah. Terdapat kesalahan sebanyak 7 ungkapan,

atau 2,2 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 1,6 % dari

seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun morfologi.

Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi ini contohnya adalah :

(1) ������� �� ������ ����� �� ������������ ����� , seharusnya

�� ����� �� ������ ����� �� ����������� �����

(2) ������ ���������� ������, seharusnya ������ ��������� ������

Frasa idhâfî berupa gabungan dua kata ism yang memiliki hubungan atributif, yakni

kata ke dua merupakan atribut kata pertama (sebagai unsur pusat). Dalam bahasa Arab,

frasa terbagi atas beberapa macam fungsi, yakni fungsi atributif, koordinatif, dan apositif.

Page 129: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

237

Frasa idhâfî memiliki ketentuan berupa kata pertama harus nakirah, sedangkan untuk kata

ke dua dapat berupa nakirah dan dapat pula ma‘rifah dengan alif lam . (لا)

Dengan ketentuan tersebut maka contoh (1) pada kata “haqquhû” yang ma‘rifah

harus dirubah menjadi nakirah yakni “haqq”. Kata “haqquhû” sebenarnya merupakan frasa

idhâfi antara ism “haqq” dengan dhamîr muttashil “hû”, sehingga menjadikannya ma‘rifah

dan tidak tepat digunakan untuk mudhâf. Sedangkan pada contoh (2) meskipun sama

kesalahannya dengan contoh (1), yakni mudhâf berupa ma‘rifah, akan tetapi berbeda dalam

pembentukan ma‘rifah-nya. Kata “al-qiyâm” (yang tepat adalah iqâmah, bukan qiyâm, di

sini terdapat kesalahan isytiqâq juga) sebagai mudhâf dibentuk menjadi ma‘rifah dengan

penambahan “alif lam” di awalnya. Karena itu pembetulannya dengan cara menghilangkan

“alif lam” penanda ma‘rifah tersebut menjadi “iqâmah”.

Kesalahan-kesalahan yang terkait dengan kaidah khusus lebih disebabkan oleh

generalisasi yang salah. Dalam hal ini pembelajar berupaya menciptakan kaidah berdasarkan

pengalamannya mengenai struktur-struktur lain dalam B2. Penciptaan inilah yang pada akhirnya

memunculkan penyimpangan-penyimpangan melalui upaya generalisasi berupa penggunaan

strategi-strategi atau siasat-siasat yang telah tersedia sebelumnya di dalam situasi-situasi yang

baru. Melalui pengalamannya, pembelajar mengambil kesimpulan-kesimpulan dengan

melakukan generalisasi kaidah-kaidah yang telah diterimanya berdasarkan fakta-fakta yang telah

dipelajarinya. Namun pada kesempatan lain, upaya generalisasinya yang hanya mendasarkan

pada kesamaan-kesamaan aspek luar, berakibat menyesatkan dan tidak dapat diterapkan,

sehingga membawanya kepada berbuat penyimpangan-penyimpangan dalam berbahasa.

Pada jenis kesalahan pertama, kesalahan konstruksi ‘adad, kesalahan disebabkan oleh

ketidaksesuaian nau‘ antara ‘adad dengan ma‘dûd. Sebagaimana ism lainnya, ‘adad juga ada

yang mudzakkar dan muannats, dari sinilah awal mula munculnya kesalahan. Dalam aturannya,

untuk ma‘dûd mudzakkar digunakan ‘adad mudzakkar yang memiliki tanda muannats yakni

”ta’” marbûthah, dan demikian pula sebaliknya. Hal yang demikian ini terkadang

membingungkan bagi pembelajar yang belum mantap pengetahuannya. Sehingga ketika

dihadapkan pada susunan ‘adad ma‘dûd terkadang tidak selalu dapat menerapkannya dengan

tepat.

Demikian pula pada jenis kesalahan ke dua, membuat dua fâ‘il atau lebih untuk satu

fi‘l. Pembelajar membuat generalisasi yang salah untuk jumlah fi‘liyyah, dengan mengambil

Page 130: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

238

analogi dari jumlah ismiyyah. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam jumlah ismiyyah diharuskan

adanya kesesuaian dalam ‘adad (selain dalam hal nau‘), pembelajar kemudian menganalogikan

hal ini ke dalam jumlah fi‘liyyah yang sebenarnya hanya disyaratkan memiliki kesesuaian dalam

nau‘ saja. Pembelajar melakukan kesalahan dengan membuat fi‘l yang mengandung ‘adad

sejumlah ‘adad yang ada pada fâ‘il.

Pada jenis kesalahan ke tiga, yakni membuat mudhâf dalam bentuk ma‘rifah yang

seharusnya berbentuk nakirah, pembelajar menganalogikan dengan frasa na‘ti, susunan na‘t –

man‘ût yang memang dipersyaratkan adanya kesamaan dalam ta‘yîn, yakni kesesuaian dalam

ma‘rifah atau nakirah. Hal ini tidak berlaku intuk frasa idhâfî, susunan mudhâf-mudhâf ilaih, di

mana kata pertama harus nakirah. Pada kesalahan di atas, pembelajar menerapkan ketentuan

yang berlaku pada frasa na‘tî kepada frasa idhâfî melalui generalisasi dengan menyamaratakan

ketentuan yang ada pada kedua frasa tersebut.

4. Struktur , jumlah kesalahan pada kelompok ini sebanyak 44 ungkapan atau 14,1 %

dari kesalahan yang terjadi pada aspek sintaksis dan 10 % dari jumlah keseluruhan

kesalahan yang terjadi. Kesalahan dalam struktur ini dapat berupa penambahan

kata, penghilangan kata, dan susunan yang lemah.

Menambah kata dalam kalimat, terdapat kesalahan sebanyak 20 ungkapan, atau

6,4 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 4,5 % dari seluruh

kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun morfologi. Diantara

kesalahan-kesalahan yang terjadi ini contohnya adalah :

(1) �� ����� �������� �� ���� �����, seharusnya �� ��������� �� ���� �����

(2) ���� ���������� ���� ������� ��������, seharusnya ���� ���������� ����� ��������

(3) �� ������� ������, seharusnya �� �����������

Pada contoh (1) terjadi penumpukan ism maushûl yaitu al-ladzî dan mâ. Dalam

bahasa Arab terdapat dua macam ism maushûl, yang khâsh (khusus) dan musytarak (umum).

Ism maushûl yang khâsh mengandung konsekuensi penyesuaian dalam nau‘ dan ‘adad

sesuai dengan yang diinginkan penggunanya. Sedangkan ism maushûl yang musytarak

Page 131: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

239

diberlakukan tanpa melihat nau‘ dan ‘adad. Pada contoh di atas, penutur menggunakan dua

macam ism maushûl tersebut secara beriringan sehingga hal ini perlu dibuang salah satunya.

Membandingkan dua macam ism maushûl yang digunakan tersebut, nampaknya yang harus

digunakan adalah ism maushûl yang musytarak yakni “mâ”, karena ia mencakup kepada

semua hal yang terkait dengan pengertian sunnah sebagaimana diinginkan penutur.

Contoh (2) menunjukkan kekurangtepatan penutur dalam menggunakan ism

maushûl yang seharusnya tidak disertakan. Kata “a‘mâl” yang nakirah tidak perlu

menggunakan ism maushûl, dan cukup langsung bersambung dengan jumlah setelahnya,

sebagai na‘t. Karena dengan langsung ke jumlah setelahnya telah menunjukkan hubungan

keterangan, sehingga tidak perlu ditambahkan ism maushûl yang juga menjadi penjelas

(keterangan). Sedangkan pada contoh (3) terdapat penambahan “mâ” maushûl yang diikuti

dengan ism shifah (berupa ism fâ‘il). Seharusnya, penutur tidak perlu menambahkan “mâ”

karena ism shifah setelahnya sudah cukup memenuhi makna yang diinginkan oleh penutur.

Menghilangkan kata dalam kalimat, terdapat kesalahan sebanyak 16 ungkapan,

atau 5,1 % dari kesalahan yang ada pada aspek sintaksis, dan 3,6 % dari

seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek sintaksis maupun morfologi.

Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi ini contohnya adalah :

(1) ��� ���� �� ���������������� ����� ������ �������, seharusnya

��� ���� �� ���������������� ���� ����� ������ �������

(2) ������� ����� ������ ��� ����, seharusnya ��� ������ ����� ������ ��� ����

Contoh (1) penutur menghilangkan ism maushûl yang seharusnya

dihadirkan setelah ism ma‘rifah. Sebagaimana tujuannya, ism maushûl

dihadirkan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap ism yang telah

disebutkan sebelumnya melalui penambahan jumlah yang disebut dengan

shilah al-maushûl. Sedangkan pada contoh (2) terjadi penghilangan huruf

nashab yakni “an” yang berfungsi mejadikan fi‘l setelahnya berfungsi

sebagaimana bentuk mashdar-nya. Pada contoh (2) ini terdapat dzarf

Page 132: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

240

(kata-kata yang digunakan untuk menunjukkan keterangan waktu ataupun

tempat) “ba‘da”. Kata ini selalu dalam pola mudhâf-mudhâf ilaih, sehingga

kata setelahnya jika berupa fi‘l harus di-ta’wîl mashdar. Fi‘l mudhâri‘ “a‘thâ”

dapat di-ta’wil mashdar dengan cara menambahkan huruf “an” mashdariyyah

yang berakibat menjadikan mudhâri‘ tersebut manshûb.

Struktur yang lemah, yakni kelemahan dalam uslûb / rangkaian kata. Yang

dikategorikan dalam kesalahan ini adalah apabila ditemukan lebih dari satu

kesalahan struktur dalam satu kalimat. Dalam hal ini terdapat kesalahan

sebanyak 8 ungkapan, atau 2,6 % dari kesalahan yang ada pada aspek

sintaksis, dan 1,8 % dari seluruh kesalahan yang terjadi baik pada aspek

sintaksis maupun morfologi. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi pada

kelompok ini contohnya adalah :

(1) ������ ����� �� ����� ������ ���� ������������ ������� ���� ��� �����, seharusnya

������ ��� �� ����� ������ ���� ��������� ���� ����� �����

(2) �� ����� ������ � ����� �������� �� ���� ���� �����, seharusnya

�� ����� ������� ����� ���� ������� ���� �� ���� �����

Pada dua contoh di atas, penutur membuat susunan yang tumpang

tindih dan tidak beraturan, karena menerapkan urutan yang ada pada B1nya.

Contoh (1) menujukkan bahwa sebenarnya penutur membuat jumlah ism

maushûl dengan shilah-nya yang menggunakan jumlah ismiyyah. Shilah

dengan jumlah ismiyyah pada no (1) di atas sebenarnya dapat disederhanakan

dengan menggunakan fi‘lnya, sehingga menjadi lebih ringkas dan mudah

dipahami. Demikian juga pada contoh (2), terdapat banyak susunan yang tidak

tertib urutan. Kata “awâmir wa al-nawâhî min Allah” dapat disederhanakan

Page 133: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

241

menjadi “awâmir Allah wa nawâhîhî”. Struktur yang pertama tidak memenuhi

kaidah mudhâf-mudhâf ilaih dan penggunaan dhamîr.

Kesalahan-kesalahan di atas termasuk dalam kategori strategi lahiriah/siasat

permukaan. Kesalahan dalam kelompok ini merupakan sisi pandang analisis

kesalahan dari prespektif perubahan-perubahan yang nampak pada struktur bahasa.

Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah cara-cara yang terjadi dan digunakan

oleh pembelajar dalam berbahasa. Cara-cara yang dimaksud tersebut dapat berupa

penghilangan, penambahan, salah formasi atau salah susun.

Kesalahan jenis pertama, menambah kata dalam kalimat, berupa munculnya

suatu butir yang seharusnya tidak ada dalam sebuah ungkapan. Kesalahan berupa

penambahan ini dapat dikatakan sebagai akibat dari pemakaian kaidah-kaidah

bahasa yang terlalu teliti, terlalu hati-hati, meski sebenarnya hal itu malah

menyebabkan penambahan butiran-butiran yang seharusnya tidak diperlukan

kehadirannya. Dari sini dapat diperkirakan bahwa kesalahan penambahan ini

banyak dilakukan oleh pembelajar B2 yang telah banyak menerima kaidah-kaidah

bahasa. Contoh-contoh kesalahan di atas menunjukkan adanya gejala tersebut, di

mana penutur pada contoh (1) meletakkan dua ism maushûl yakni ”al-ladzi” dan

”mâ” ; (2) menambahkan ism maushûl ; dan (3) menambahkan ”mâ” maushûl.

Contoh-contoh tersebut sekaligus menunjukkan indikasi telah banyaknya kaidah

yang telah dipelajari oleh penutur.

Dugaan bahwa kesalahan-kesalahan yang ada pada jenis penambahan ini

terjadi pada pembelajar B2 yang telah banyak menerima kaidah bahasa, dapat

dilihat dari tipe-tipe kesalahan yang ada. Tarigan menyatakan bahwa dalam

kesalahan penambahan ini terdapat tiga tipe, yakni penandagandaan, regularisasi,

dan penambahan sederhana. Penandaan ganda, yang dimaksud adalah penambahan

yang sebenarnya lebih tepat disebut sebagai kegagalan menghilangkan beberapa

Page 134: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

242

unsur, yang dalam sebuah konstruksi linguistik diperlukan, namun pada konstruksi

lain tidak perlu dihilangkan. Hal ini seperti terlihat pada contoh (1) di atas, di mana

penutur meletakkan “al-ladzî” dan “mâ”, yang keduanya sama-sama ism maushûl.

Kedua, regularisasi, berupa upaya pembelajar menerapkan aturan-aturan

tertentu yang sebenarnya menjadi sebuah ketentuan umum, akan tetapi pada

kenyataannya tidaklah selalu demikian. Ketika sebuah aturan berlaku untuk hampir

semua konstruksi linguistik, maka hal ini menjadi sebuah gejala regular yang

bersifat umum. Artinya, bahwa terdapat hal-hal yang tidak dapat diberlakukan

sebagaimana aturan-aturan yang sudah baku. Dalam posisi seperti ini, pembelajar

terkadang mengikuti begitu saja aturan regular ini sehingga menimbulkan

kesalahan berbahasa. Contoh (2) berupa menambahkan “al-ladzî” setelah ism

nakirah yang sebenarnya hal ini tidak diperlukan karena telah tercukupi oleh fi‘l

setelahnya.

Ketiga, penambahan sederhana, salah satu sub kategori kesalahan jenis

penambahan. Kelompok ini dapat dikatakan sebagai penampungan terhadap jenis

kesalahan-kesalahan yang tidak dimasukkan dalam kelompok penandaan ganda

maupun regularisasi. Maka dalam hal ini tidaklah dapat dikemukakan ciri-ciri

khusus sebagai penanda kelompok kesalahan ini, selain ciri secara umum yang

berupa penyimpangan atas penggunaan unsur yang tidak terdapat pada ujaran atau

ucapan yang benar. Contoh (3) menunjukkan gejala ini, di mana ”mâ” maushûl

yang ditambahkan mengiringi ism shifâh menjadi tidak ada fungsinya.

Kesalahan kelompok kedua, menghilangkan kata dalam kalimat, adalah

apabila terdapat ketiadaan suatu butir yang seharusnya ada dalam sebuah ucapan.

Memang dapat dipahami bahwa setiap kata dalam suatu kalimat memiliki potensi

untuk penghilangan. Akan tetapi terdapat beberapa kata yang justeru lebih sering

dihilangkan daripada yang lainnya. Dalam praktiknya, pembelajar seringkali

Page 135: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

243

menghilangkan unsur morfem gramatikal, kata tugas, dibandingkan morfem penuh.

Dalam bahasa Arab morfem gramatikal yang dimaksud adalah yang masuk

kelompok hurûf, bukan ism maupun fi‘l. Namun demikian terdapat juga ism yang

masuk dalam kelompok yang berpotensi kehilangan ini, seperti ism maushûl pada

contoh (2) di atas. Penghilangan morfem gramatikal seperti hurûf ini memang

sering kali tidak memberikan pengaruh dalam pemaknaan, namun demikian hal ini

akan dapat mengganggu harmonisasi kalimat apabila dipraktikkan dalam bahasa

tulis. Kesalahan berbahasa yang berwujud penghilangan ini sering kali terjadi pada

masa awal tahap pemerolehan B2.

Yang ketiga adalah adalah salah formasi atau salah susun. Sebagaimana

penamaannya, salah susun merupakan salah letak, ditandai oleh penempatan yang

tidak benar bagi suatu kata atau susunan kata (frasa/klausa) dalam suatu kalimat.

Dengan demikian salah susun adalah kesalahan letak, atau penempatan sebuah kata

atau kelompok kata yang tidak tepat. Salah letak ini berupa pertukaran tempat

yang semestinya di belakang ternyata diletakkan di depan, dan sebaliknya. Kedua

contoh di atas, pada kelompok kesalahan struktur yang lemah, memperlihatkan

jenis kesalahan salah susun ini di mana penutur pada contoh (1) membuat frasa

shilah maushûl dalam bentuk jumlah ismiyyah dengan pengulangan kata

sebelumnya yang menjadikannya tidak efisien, sehingga perlu dirubah ke bentuk

jumlah fi‘liyyah. Demikian juga pada contoh (2) pembentukan jârr majrûr yang

dapat disingkat melalui frasa idhâfî. Pembentukan frasa idhâfî dirasakan lebih tepat

dibandingkan dengan pola jârr majrûr.

d. Penyebab Kesalahan Sintaksis

Salah satu tahapan yang terpenting dalam prosedur analisis kesalahan adalah

melakukan pemeringkatan kesalahan, dengan cara mengurutkan atau membuat

prosentase berdasarkan frekuensi terjadinya kesalahan-kesalahan. Tahapan ini penting

Page 136: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

244

untuk mengetahui kesalahan pada aspek apa saja yang memiliki frekuensi paling sering

terjadi. Dari sini pula nantinya dapat diidentifikasi penyebab kesalahan yang terjadi

pada aspek sintaksis. Karena itu pembahasannya meliputi frekuensi kesalahan dan

faktor-faktor yang menjadi penyebab kesalahan.

3. Frekuensi Kesalahan Sintaksis

Data rekaman kegiatan belajar mahasiswa yang berupa diskusi mata kuliah

ilmu-ilmu bahasa Arab dan ilmu agama merupakan jawaban atas masalah-masalah

dalam penelitian ini. Hasilnya berupa kalimat-kalimat yang memberikan gambaran

tentang kesalahan berbicara dan penguasaan bahasa Arab mereka, khususnya

penguasaan sintaksis (nahw). Data lengkap kesalahan baik dalam rangkuman

prosentase maupun transkrip kalimat disajikan dalam lampiran II.

Berdasarkan lampiran I yang memuat prosentase kesalahan gramatika dalam

bahasa tutur mahasiswa, diketahui bahwa dalam berbahasa tutur yang berupa kegiatan

diskusi selama berlangsungnya perkuliahan, mahasiswa membuat kesalahan-kesalahan

dalam aspek sintaksis sebagai berikut :

Jumlah seluruh kesalahan sintaksis adalah sebanyak 313 dari total seluruh

kesalahan yang ada, atau sebesar 71 %, yang terdiri atas :

(1) Kesalahan dalam persesuaian ‘adad : 17 (5,4 % kesalahan sintaksis, atau 3,9 %

total kesalahan)

(2) Kesalahan dalam persesuaian nau‘ : 127 (40,6 % kesalahan sintaksis, atau 29,9 %

total kesalahan)

(3) Kesalahan dalam persesuaian ta‘yîn : 13 (4,2 % kesalahan sintaksis, atau 2,9 %

total kesalahan)

(4) Kesalahan dalam hal i‘râb : 101 (32,3 % kesalahan sintaksis, atau 22,9 % total

kesalahan)

(5) Kesalahan yang terkait dengan kaidah khusus : 11 (3,5 % kesalahan sintaksis, atau

2,5 % total kesalahan)

Page 137: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

245

(6) Kesalahan dalam hal struktur kalimat : 44 (14,1 % kesalahan sintaksis, atau 10 %

total kesalahan)

Dari perincian di atas, dapat diketahui bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa

dalam berbicara mahasiswa pada aspek sintaksis terbagi atas enam jenis yakni

kesalahan persesuaian dalam hal ‘adad, kesalahan persesuaian dalam hal nau‘,

kesalahan persesuaian dalam hal ta‘yîn, kesalahan i‘râb, kesalahan yang terkait dengan

kaidah khusus, dan kesalahan dalam hal struktur kalimat.

Dari enam jenis tersebut, kesalahan yang paling banyak dibuat oleh

mahasiswa pada aspek sintaksis ialah kesalahan dalam tawâfuq nau‘, yakni sebanyak

127 kesalahan atau 40,6 % dari seluruh kesalahan sintaksis. Pada jenis kesalahan ini,

sebenarnya masih terbagi atas beberapa sub jenis kesalahan sebagai wujud adanya

beberapa konstruksi (pola susunan) yang terdapat pada ungkapan bahasa Arab.

Sub-sub tersebut, sebagaimana dapat dilihat pada lampiran, adalah kesalahan dalam

persesuaian antara ism dengan fi‘l, antara ism dengan dhamîr, antara maushûl dengan

’âid shilah, antara fi‘l dengan fâ‘il, antara na‘t dengan man‘ût, dan antara isyârah

dengan musyâr ilaih.

Tawâfuq nau‘ menduduki kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh

mahasiswa dalam berbahasa tuturnya, yakni 135 kesalahan atau 42,7 % kesalahan

morfologi, dan 29,9 % kesalahan keseluruhan, yang hal ini menunjukkan bahwa

pembelajar masih belum memiliki kemantapan kaidah dalam pengungkapan secara lisan

untuk pola-pola susunan yang diharuskan memenuhi persyaratan persesuaian ini.

Melihat banyaknya sub jenis kesalahan yang tidak sedikit (6 sub jenis kesalahan) hal ini

juga menunjukkan dominannya peran sistem nau‘ dalam konstruksi kalimat bahasa

Arab.

4. Faktor Penyebab Kesalahan Sintaksis

Dari uraian deskripsi dan frekuensi kesalahan sebelumnya, maka dapat

diketahui faktor-faktor yang menjadi penyebab kesalahan. Diantara

Page 138: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

246

kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar B2, secara keseluruhan penyebabnya

dapat dikelompokkan atas dua macam, yaitu kesalahan antarbahasa (interferensi) dan

kesalahan intrabahasa. Kedua kesalahan tersebut merefleksikan peristiwa-peristiwa

yang mengiringi proses pembelajaran B2 pada seorang pembelajar. Artinya, bahwa hal

itu menunjukkan tingkat perkembangan B2 pembelajar.

Peristiwa-peristiwa yang dimaksud adalah, bahwa seorang pembelajar B2

dalam upaya membangun kesempurnaan aspek-aspek linguistik B2nya tidak dapat

melepaskan pengaruh B1 yang telah dimilikinya, maka terjadilah transfer negatif

(interferensi) dan menimbulkan kesalahan interferensi atau interlingual (antarbahasa).

Selain itu, masih dalam upaya menyempurnakan pengetahuan linguistiknya, seorang

pembelajar berupaya membangun kemampuannya dengan mendasarkan kepada

pengetahuan B2 sebatas yang telah dikuasainya, hasil dari pembelajaran B2

sebelumnya dan yang sedang berlangsung, maka muncullah kesalahan-kesalahan

intrabahasa.

c. Kesalahan Antarbahasa (Interferensi)

Kesalahan antarbahasa merupakan kesalahan yang timbul akibat pembelajar

B2 yang secara otomatis mengambil dan menggunakan sistem B1 yang telah

dimilikinya pada saat menggunakan B2nya, melalui tulisan ataupun lisan. Transfer

bahasa bagi pembelajar B2 yang telah memiliki B1 merupakan suatu keniscayaan yang

sulit dihindari. Analisis kontrastif telah membuktikan adanya peristiwa transfer bahasa

tersebut. Hipotesis analisis ini menyatakan bahwa adanya perbedaan-perbedaan yang

terdapat pada bahasa sumber (B1) dan bahasa sasaran (B2) dapat menimbulkan

masalah-masalah dan kesulitan dalam performansi. Maka kesalahan-kesalahan yang

dibuat oleh pembelajar merupakan cerminan kesalahan-kesalahan yang strukturnya

Page 139: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

247

adalah sama dengan B1 pembelajar. Beberapa kesalahan yang dapat dikelompokkan

dalam kategori ini adalah yang terkait dengan persoalan tawâfuq, baik dalam ‘adad,

nau‘ maupun ta‘yîn.

Persoalan persesuaian ini tidak dijumpai dalam B1 pembelajar karena itu

kesalahan dalam jenis ini termasuk yang paling banyak dilakukan, yakni masing-masing

‘adad, nau‘ maupun ta‘yîn adalah 3,9 %, 28,8 % dan 2,9 % dari seluruh kesalahan.

Tingginya frekuensi kesalahan pada persesuaian ini karena banyaknya konstruksi yang

mensyaratkan persesuaian-persesuaian, sehingga mengharuskan pembelajar B2

benar-benar memahaminya dengan tuntas agar tidak selalu jatuh pada kesalahan karena

hal ini tidak ditemukan dalam B1 mereka. Akibatnya mereka membawa kaidah B1

yang tidak memiliki persamaan ini ke dalam B2 mereka pada saat membuat ungkapan

bahasa Arab.

Konsep ‘adad terkait dengan ism maupun fi‘l dan melekat pada kedua

macam kata tersebut, artinya setiap kali menyebutkan ism maupun fi‘l maka kata itu

selalu diikuti dengan ‘adad. Berikut ini adalah contoh kesalahan sebagaimana yang

dimaksud, ���� ����� �������� , di mana fi‘l yang diucapkan oleh penutur tidak

menunjukkan bilangan jam‘ padahal dari konteks ungkapan, dapat dipahami bahwa

yang dimaksudkannya adalah untuk bilangan yang lebih dari dua. Maka seharusnya fi‘l

(kata bergaris bawah) seharusnya dibuat dalam bentuk jam‘ (plural), bukan mufrad

(tunggal) sebagaimana contoh di atas. Nampaknya, penutur mentransfer begitu saja

pola yang ada dalam B1nya, yakni bahasa Indonesia yang tidak mengenal konsep

kesesuaian ‘adad.

Demikian juga yang terjadi pada ism, misalnya contoh berikut, ������������ .

Pada ungkapan tersebut seharusnya kata bergaris bawah dihadirkan dalam bentuk jam‘

sesuai dengan persyaratan kesesuaian ‘adad dalam konstruksi jumlah ismiyyah, yakni

Page 140: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

248

antara mubtada’ (subyek) dengan khabar (predikat). Dhamîr ”hum” sebagai subyek

menunjukkan bilangan jam‘ karena itu kata setelahnya sebagai predikat harus sesuai

dengan subyek dalam ‘adad, sehingga harus dibentuk jam‘ pula. Hal ini membuktikan

bahwa nampaknya penutur melakukan transfer pola dalam B1nya yang tidak mengenal

kesesuaian antara subyek dengan predikat dalam hal bilangan, sehingga mengucapkan

predikat apa adanya (bentuk mufrad-nya) tanpa merubah menjadi bentuk jam‘.

Tawâfuq nau‘ juga demikian halnya, dipergunakan dalam banyak konstruksi,

bahkan mungkin lebih banyak lagi konstruksi yang mengharuskan adanya persesuaian

dalam nau‘ dibandingkan dengan ‘adad. Terbukti bahwa tawâfuq nau‘ ini menduduki

kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa dalam bahasa tuturnya, yakni

127 kesalahan atau 40,6 % dalam kesalahan morfologi, dan 28,8 % dalam keseluruhan

kesalahan. Artinya, hal ini menunjukkan bahwa banyak konstruksi dalam bahasa Arab

yang menjadikan persesuaian nau‘ ini sebagai salah satu persyaratan. Hal ini juga dapat

dilihat pada banyaknya sub jenis kesalahan (yakni macam-macam konstruksi) yang

terjadi. Diantara contoh kesalahan-kesalahan dalam tawâfuq nau‘ ini, misalnya (1)

������� ������������ ��� �����, (2) ������������ ���� �������, dan (3) ����� ����� ���������

������� , kesemua konstruksi tersebut sama-sama tidak memiliki persesuaian dalam nau‘

meskipun berbeda dalam konstruksi. Konstruksi pertama dan kedua berupa tarkîb

isnâdî , yang pertama dalam pola jumlah ismiyyah yang terdiri dari mubtada’ dan

khabar, dan yang ke dua dalam pola jumlah ismiyyah yang terdiri dari fi‘l dan fa’il,

sedangkan konstruksi ke tiga berupa tarkîb washfî yang terdiri dari man‘ût dan na‘t.

Adapun tawâfuq ta‘yîn memang tidak dipergunakan pada banyak konstruksi

sebagaimana tawâfuq ‘adad dan nau‘. Hal ini juga terbukti dari frekuensi kesalahan

yang terjadi pada bahasa tutur mahasiswa, yakni sebanyak 13 kesalahan, atau 4,2 %

kesalahan sintaksis dan 2,9 % kesalahan secara keseluruhan. Kesalahan sebanyak 14

kali itu pun hanya pada satu macam saja, yakni man‘ût berbentuk nakirah sedangkan

Page 141: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

249

na‘t berbentuk ma‘rifah. Untuk kesalahan yang berpola sebaliknya, yakni man‘ût

berbentuk ma‘rifah dan na‘t berbentuk nakirah ternyata tidak ada. Diantara

kesalahan-kesalahan sebagaimana yang dimaksud adalah seperti ��� �����������������

dan juga ����������� ����� ���� ����� ��� �� ����� ���� ����. Kedua contoh tersebut berupa

tarkîb washfî yang menuntut kesamaan ta‘yîn antara man‘ût dengan na‘t. Dalam

bahasa Indonesia sebagai B1 pembelajar, untuk konstruksi seperti itu tidak dikenal

adanya aturan kesesuaian, apalagi dalam B1 mereka juga tidak dikenal konsep ta‘yîn

secara khusus, maksudnya bahwa rujukan ta‘yîn dengan menggunakan penambahan

leksikal seperti “ini”, “itu”, “tersebut”, dan lain sebagainya. Karena itulah penutur

mengambil dan mentransfer pola yang ada pada B1nya sehingga menghasilkan

ungkapan yang mengandung kesalahan sebagaimana kedua contoh di atas.

Hal lain yang juga menyebabkan kesalahan karena pengaruh B1 pembelajar

adalah terkait dengan struktur atau pola susunan kalimat. Dalam bahasa Arab banyak

dijumpai susunan baik pada tingkat frasa maupun klausa. Belum lagi pola-pola itu

memiliki perbedaan dengan pola yang ada dalam B1 pembelajar. Diantara pola yang

paling menyolok perbedaannya adalah adanya susunan jumlah fi‘liyyah, di mana pada

pola ini yang menjadi awal kalimat adalah fi‘l (kata kerja/verba/predikat) baru

kemudian fâ‘il (subyek), meskipun tidak ditemukan kesalahan yang banyak untuk pola

ini. Kesalahan pada pola ini seperti ������� ����������� �� �����, di mana penutur membuat

bentuk mutsannâ pada fi‘l, padahal seharusnya cukup dengan bentuk mufrad-nya

meskipun fâ‘il menunjukkan mutsannâ atau jam‘ .

Pola lain yang berbeda adalah seperti ungkapan ��� ����� �����. Dalam bahasa

Arab dikenal pola frasa mashdar muawwal yang terdiri dari “an” dan fi‘l. B1

pembelajar tidak memiliki pola seperti ini sehingga pada susunan di atas penutur

Page 142: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

250

langsung saja menghadirkan fi‘l mudhâri setelah “qabla” yang seharusnya didahului

dengan huruf “an”. Demikian pula halnya yang terjadi pada contoh berikut ini, ����

���������� ���� ������� �������� , di mana terjadi penambahan kata “al-ladzi” yang

sebenarnya tidak perlu. Juga dapat dilihat pada ungkapan yang berikut ini, ������

����� �� ����� ������ ���� ������������ ������� ���� ��� ����� . Shilah pada ungkapan tersebut

dapat lebih disederhanakan dengan menggantinya dalam bentuk jumlah fi‘liyyah

dibandingkan dengan menggunakan jumlah ismiyyah sebagaimana contoh.

Keseluruhan contoh tersebut menunjukkan adanya pengaruh B1 pembelajar dalam

membuat ungkapan-ungkapan dalam B2nya. Kesalahan yang ada terkait dengan salah

susun atau penambahan dan penghilangan ini mencapai 44 kali, atau 10 % dari total

kesalahan keseluruhan.

Itulah antara lain contoh-contoh yang menunjukkan adanya transfer negatif

atau interferensi akibat penggunaan kaidah atau pola B1 pembelajar pada saat

menggunakan B2nya. Kesalahan interferensi atau antarbahasa dalam proses belajar B2

ini menunjukkan belum sempurnanya penguasaan kaidah-kaidah B2 pembelajar

sehingga pada saat tertentu ia masih memanggil dan merujuk kaidah B1nya dan

menggunakannya dalam pengungkapan B2nya. Inilah yang dikenal dengan istilah

dwibahasawan yang tidak seimbang, karena memang masih dalam tahap belajar dan

penyempurnaan kaidah-kaidah B2.

d. Kesalahan Intrabahasa

Kelompok kesalahan ini, yakni intrabahasa, berupa kesalahan-kesalahan yang

merefleksikan ciri-ciri umum kaidah B2 yang sedang dipelajari oleh pembelajar. Dalam

Page 143: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

251

hal ini pembelajar B2 melakukan kesalahan-kesalahan yang bukan merupakan refleksi

dari struktur dan kaidah B1 yang telah dimilikinya. Akan tetapi melakukan

kesalahan-kesalahan yang mencerminkan struktur B2 yang sedang dipelajarinya.

Karena itulah dari sini muncul istilah intrabahasa, intralingual dan bukan antarbahasa

atau interlingual/interferensi. Dalam kesalahan intrabahasa, Richards (1971) dan Fisiak

(1985) menyatakan bahwa penyebab kesalahan meliputi penyamarataan yang

berlebihan (over generalization), ketidaktahuan pembatasan kaidah (ignorance of rule

restrictions), penerapan kaidah yang tidak sempurna (incomplete application of rules),

dan salah menghipotesiskan konsep (false concepts hypothesized).

Data yang diperoleh dari kegiatan diskusi mahasiswa memang tidak

seluruhnya menunjukkan adanya kesalahan akibat pengaruh B1 atau interferensi.

Dalam kenyataannya ditemui juga adanya kesalahan yang bukan disebabkan oleh

faktor B1nya akan tetapi karena belum lengkapnya kaidah, atau sudah memiliki kaidah

akan tetapi belum sampai pada tahap stabilisasi sehingga terkadang masih melakukan

kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan merupakan hal yang wajar

dalam proses penguasaan B2 karena hal itu sekaligus menunjukkan perkembangan

penguasaan B2nya. Beberapa kesalahan yang dapat dikelompokkan dalam kategori ini

misalnya yang terkait dengan i‘râb dan juga pembentukan pola atau susunan tertentu.

Kesalahan pada i‘râb terjadi karena B1 pembelajar sama sekali tidak

mengenal konsep itu. I‘râb bukan sekedar menjadi penanda akhir sebuah kata, akan

tetapi juga menunjukkan posisi dan kedudukan kata tersebut. Dengan tiadanya konsep

i‘râb pada B1 pembelajar, maka tidak dapat dikatakan bahwa kesalahan pada

penandaan i‘râb merupakan pengaruh B1. Pembelajar tidak akan melakukan transfer

negatif kalau pada B1nya tidak dikenal konsep yang sama. Dengan demikian kesalahan

yang terjadi pada masalah ini semata-mata merupakan kesalahan pembelajar dalam

Page 144: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

252

menduga atau menciptakan kreasi berdasarkan pengalaman B2 yang telah dipelajari

sebelumnya, untuk menyesuaikan dengan kaidah yang sebenarnya.

Diantara contoh-contoh kesalahan dalam i‘râb adalah : (1) ����������� ���� (2)

�������� ������ �� ���� ��������� , (3) ��������� �������� �� ���� . Ketiga contoh tersebut

menunjukkan bahwa penutur masih terpengaruh dengan pola jumlah ismiyyah di mana

ism pertamanya dibaca rafa‘. Penutur belum mengetahui (atau mungkin sudah

mengetahui akan tetapi kurang sempurna pemahamannya) adanya kaidah yang

menyebabkan suatu kata dibaca rafa‘, nashab, atau jarr. Akan tetapi, dalam kasus

tersebut dia tidak tepat dalam memberikan i‘râb, sehingga bergaris bawah yang

seharusnya dibaca berbeda (tidak dalam keadaan rafa‘ sebagaimana ism pertama

jumlah ismiyyah) ternyata diberikan penanda i‘râb yang sama, yakni rafa‘ (dengan

harakah dlammah). Nampaknya penutur mengambil kaidah mubtada’, di mana ism

yang ada pada permulaan kata harus dibaca rafa‘.

Demikian juga yang terjadi pada contoh berikut, ��� �� ���� ���������� , di

mana kesalahan yang dibuat oleh penutur merupakan pengaruh dari kaidah B2 yang

telah dipelajarinya, yakni hukum “kâna” wa akhawâtuhâ. Pada pola yang normal ism

“kâna” terletak setelahnya, akan tetapi pada ungkapan di atas terletak setelah khabar

yang mendahuluinya. Karena itulah penutur mentransfer pola normal dengan

melakukan generalisasi sehingga mengakibatkan adanya kesalahan. Hal yang demikian

ini wajar terjadi, yakni pembelajar mentransfer dan menggunakan kaidah B2 yang telah

diperolehnya untuk digunakan pada pola-pola baru yang berbeda.

Kesalahan intrabahasa juga terjadi pada struktur-struktur atau susunan yang

dalam bahasa Arab memang banyak macamnya, salah satunya adalah tarkîb idhâfî.

Pola ini memiliki kemiripan dengan tarkîb washfî, karena itulah kedua pola ini memiliki

problema tersendiri terkait dengan pembentukannya. Berikut ini contoh kesalahan

Page 145: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

253

yang dimaksud, yakni ������ ���������� ������ , dan ��� ��� ��� ��������� ������ . Kesalahan

keduanya sama-sama pada pembentukan mudhâf (kata pertama) berupa ma‘rifah,

padahal seharusnya nakirah. Susunan keduanya (mudhâf dan mudhâf ilaih) yang

sama-sama ma‘rifah (dengan “alf” “lam”/“al”) memiliki kesamaan dengan

pembentukan pada tarkîb washfî yang mensyaratkan sama-sama ma‘rifah atau

sama-sama nakirah. Diduga, bahwa penutur menyamakannya dengan tarkîb washfî

yang secara fisik dan leksikal memang memiliki kesamaan. Kesalahan pada kedua

ungkapan di atas bukan merupakan akibat pengaruh B1 pembelajar, karena seandainya

merupakan transfer B1 maka justru akan mengakibatkan penutur mengungkapkannya

secara benar, karena dia akan memindah kata “qiyâm/iqâmah” atau “ahruf” begitu

saja, tanpa perlu menambahkan awalan “alif” “lam”. Penalaran yang demikian lebih

mendekati kepada penyebab kesalahan yang sebenarnya dibandingkan mengkaitkannya

dengan pengaruh B1 pembelajar.

Contoh kesalahan tarkîb idhâfî berikut ini ikut memperkuat dugaan tersebut,

��� ��������������� ������ ����� . Penutur memberikan awalan “alif” “lam” pada kata yang

sebenarnya telah menunjukkan tarkîb idhâfî. Penambahan ini dipengaruhi oleh

bentukan ism ma‘rifah yang biasanya sering dipakai pada banyak susunan. Karena

itulah penutur ikut menggunakannya pada kata yang seharusnya tidak perlu. Dalam hal

ini penutur melakukan over generalisiasi, dengan menambahkan “alif” “lam” / “al”

pada kata yang seharusnya tidak perlu. Penutur menduga bahwa dengan penambahan

yang dilakukannya akan menjadikan benar akan tetapi malah menjatuhkannya pada

kesalahan.

Struktur lain yang berpeluang membuka terjadinya kesalahan adalah pada pola

‘adad dan ma‘dûd. Bahkan untuk mengungkapkan ‘adad dan ma‘dûd ini saja didapati

lebih dari satu pola. Contoh-contoh berikut ini menunjukkan beragamnya pola yang

Page 146: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

254

harus digunakan untuk menyatakan susunan ‘adad dan ma‘dûd, yaitu ��

������� �������� ��� �����dan ��� �� ���������� ���� . contoh pertama menunjukkan pola

yang harus digunakan untuk merujuk kepada angka 3 hingga 10. sedangkan contoh ke

dua menunjukkan pola yang harus digunakan untuk merujuk kepada angka belasan.

Dan masing-masing pola memiliki aturan tersendiri yang berbeda-beda. B1 pembelajar

tidak mengenal pola susunan yang berbeda dengan aturan-aturan tersendiri sehingga

terkesan rumit. B1 pembelajar tidak memiliki pola ‘adad ma‘dûd yang diatur-atur

sehingga terkesan rumit. Pada contoh di atas, pola yang digunakan tidak ada yang

mirip atau sama dengan pola pada B1 pembelajar. Karena itulah dalam hal ini tidak

ditemukan pemindahan atau transfer negatif B1 pembelajar ke B2nya.

Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa kesalahan gramatika

disebabkan oleh belum mantapnya pemahaman kaidah tata bahasa. Kesalahan ini

terkait dengan karakteristik linguistik pada bahasa Arab yang bisa saja ternyata

berbeda antara bahasa Arab dengan dengan B1 pembelajar, dalam hal ini adalah bahasa

Indonesia. Diantara karakteristik bahasa Arab ada yang memang tidak dimiliki oleh

bahasa Indonesia, namun ada juga yang dimiliki oleh bahasa Indonesia akan tetapi

memiliki perbedaan. Karakteristik inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya

kesalahan berbahasa dalam aspek sintaksis.

Hasil verifikasi data kesalahan berbahasa menunjukkan bahwa

kesalahan-kesalahan gramatikal mahasiswa memang terkait dengan karakteristik

bahasa Arab baik yang berhubungan dengan sintaksis. Karakteristik tersebut ada yang

ditemui juga dalam B1 pembelajar, dan ada juga yang memang tidak dimiliki.

Beberapa karakteristik bahasa Arab dalam aspek sintaksis yang menimbulkan

kesalahan tersebut adalah :

Page 147: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

255

g. Konsep i‘râb , yang berupa perubahan akhir suatu kata dari satu bentuk ke bentuk

yang lain, baik berubah dalam fonem (harakah) maupun penambahan atau

perubahan huruf pada akhir kata. Perubahan tersebut terkait dengan perubahan

fungsi atau posisinya dalam sebuah susunan kalimat. I‘râb dengan segala macam

jenis dan tandanya memberikan implikasi yang tidak sedikit bagi terjadinya

kesalahan pada pembelajar. Data menunjukkan bahwa kesalahan i‘râb pada

mahasiswa subyek penelitian mencapai 101 dari 313 kesalahan sintaksis, atau

mencapai 32,3 %-nya, dan 22,9 % dari seluruh kesalahan morfologi dan sintaksis

yang berjumlah 441. Yang juga menjadi catatan adalah kesalahan terbanyak ada

pada i‘râb ism, mencapai 98 dari 101 kesalahan i‘râb. Hal ini karena pada

umumnya fi‘l bersifat mabni, berbeda dengan ism yang pada umumnya mu’rab.

Hal yang demikian ini berbeda dengan B1 pembelajar yang tidak memiliki konsep

tentang i‘râb ini, sehingga membuat pembelajar harus memahami dengan

sebaik-baiknya agar tidak melakukan kesalahan, terutama yang terkait dengan

i‘râb pada ism.

h. Konsep tawâfuq, hubungan bentuk-bentuk atau persesuaian yang meliputi

persesuaian dalam ‘adad, nau‘ dan ta‘yîn. Persesuaian yang dimaksud adalah

bahwa kalimat yang merupakan susunan yang terdiri dari kata-kata memiliki sistem

yang mengharuskan antara satu dengan kata lain sesuai dalam ‘adad. Susunan

jumlah ismiyyah misalnya, yang terdiri dari mubtada’ dan khabar, maka keduanya

harus sesuai dalam ‘adad, artinya apabila kata pertama, mubtada’ menunjukkan

mufrad maka kata berikutnya yang menjadi khabar harus menunjukkan mufrad

pula. Demikian juga untuk mubtada’ yang menunjukkan mutsannâ dan jam‘.

Persesuaian dalam nau‘ juga diberlakukan dalam susunan bahasa Arab

sebagaimana persesuaian dalam ‘adad. Bilamana mubtada’ menunjukkan

muannats maka khabar juga harus muannats, demikian juga untuk mudzakkar.

Pada susunan jumlah fi‘liyyah juga disyaratkan adanya persesuaian nau‘ ini.

Page 148: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

256

Apabila fâ‘il mudzakkar maka fi’il yang digunakan juga harus mudzakkar, dan

demikian pula untuk muannats. Sedangkan persesuaian dalam ta‘yîn misalnya pada

tarkîb washfî, yakni susunan na‘t man‘ût. Bila kata pertama (man‘ût) berbentuk

ma‘rifah maka na‘t juga harus ma‘rifah, dan demikian pula untuk sebaliknya.

Persesuaian semacam ini tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia sebagai B1

pembelajar, karena konsep ketiganya, yakni ‘adad, nau‘, dan ta‘yîn yang melekat

pada ism ataupun fi‘l tidak ditemukan pada bahasa Indonesia sebagaimana yang

ada pada bahasa Arab. Persesuaian yang melibatkan tiga konsep tersebut

menjadikan problema tersendiri bagi pembelajar bahasa Arab. Terbukti pada data

kesalahan berbahasa yang menunjukkan frekuensi kesalahan tawafuq menduduki

posisi yang paling tinggi. Gabungan kesalahan pada tiga macam tawafuq tersebut

mencapai 157 dari 313 kesalahan sintaksis, atau 50,2 %-nya, dan 35,6 % kesalahan

keseluruhan sintaksis dan morfologi yang berjumlah 441 kesalahan.

i. Beragamnya pola tarkîb (susunan). Susunan dalam bahasa Arab memiliki banyak

ragam pola yang bervariasi. Susunan dalam tingkat frasa, klausa maupun kalimat

dalam bahasa Arab memang menunjukkan keragaman dan kekayaan, namun

demikian hal ini sekaligus menimbulkan kerumitan bagi pembelajar asing, apalagi

yang tidak memiliki kesamaan dalam B1nya. Diantara pola yang biasa digunakan

saja, seperti tarkîb isnâdî, terdapat dua macam pola, yakni pola yang diawali

dengan ism, disebut dengan jumlah ismiyyah, dan pola yang diawali dengan fi‘l,

disebut dengan jumlah fi‘liyyah. Dua jumlah yang masih dalam satu jenis tarkîb ini

dapat menimbulkan kerumitan karena yang dikenal oleh pembelajar dalam sistem

B1nya, hanyalah pada jenis pertama yakni jumlah ismiyyah. Hal ini terbukti masih

adanya kesalahan dalam pembentukan fi’il yang seharusnya mufrad ternyata

dibentuk mutsannâ pada jumlah fi‘liyyah, padahal ketentuan yang berlaku untuk

pola ini adalah berapapun jumlah fâ‘il maka fi’il tetap dalam bentuk mufrad. Ini

yang disebut dengan kesalahan membuat dua atau lebih fâ‘il untuk satu fi’il.

Page 149: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

257

Kesalahan ini memang tidak banyak akan tetapi tetap menunjukkan perbedaan

sistem B1 dengan B2 mengakibatkan adanya kesalahan. Atau sedikitnya kesalahan

pada jenis ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan pembelajar subyek penelitian

yang memang termasuk kategori lanjutan, sesuai dengan karakteristik data yang

telah penulis sebutkan pada bab sebelumnya. Tarkîb lain yang juga rentan

menimbulkan kesalahan adalah idhâfî. Tarkîb ini memiliki kemiripan dengan

washfî. Terbukti kesalahan yang dibuat mahasiswa subyek penelitian pada tarkîb

idhâfî ini kesemuanya adalah membuat ma‘rifah pada mudhâf yang seharusnya

nakirah. Dengan membuat mudhâf dalam bentuk ma‘rifah yang mudhâf ilaihnya

juga ma‘rifah maka hal ini sama dengan ketentuan yang berlaku pada tarkîb washfî

yang mensyaratkan adanya persesuaian dalam ta‘yîn. Kesalahan dalam jenis ini

mencapai 7 kali atau 2,2 % kesalahan sintaksis dan 1,6 % kesalahan keseluruhan

sintaksis dan morfologi. Kesalahan akibat beragamnya tarkîb ini juga didukung

oleh kesalahan yang terjadi pada pola ‘adad dan ma‘dûd. Pola ‘adad – ma‘dûd

yang memiliki banyak macam ini berbeda dengan pola serupa yang ada pada B1

pembelajar. Pada pola ini terjadi kesalahan sebanyak 3 kali, atau 1 % kesalahan

morfologi, dan 0,7 % kesalahan keseluruhan.

Dari uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa faktor penyebab

timbulnya kesalahan-kesalahan berbicara dalam bahasa Arab pada aspek sintaksis oleh

mahasiswa subyek penelitian dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, terdapat

kecenderungan mahasiswa mengalihkan pola-pola kalimat B1 mereka yakni bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Arab sehingga hasil ketika mereka berbicara dalam konteks

presentasi dan diskusi perkuliahan masih kelihatan adanya pengaruh bahasa Indonesia

terhadap bahasa Arab. Pengaruh-pengaruh ini seperti kesalahan yang terkait dengan

persoalan tawâfuq, baik dalam ‘adad, nau‘ maupun ta‘yîn. Kesalahan yang semacam

ini disebut dengan kesalahan interlingual/antarbahasa.

Page 150: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

258

Di samping itu, ada kesalahan yang disebabkan oleh faktor kesulitan dalam

bahasa Arab itu sendiri, misalnya adanya perbedaan pada unsur-unsur bahasa antara

bahasa Indonesia dengan Arab seperti di atas. Beberapa kesalahan yang dapat

dikelompokkan dalam kategori ini misalnya yang terkait dengan i‘râb dan juga

pembentukan pola atau susunan tertentu, seperti tarkîb washfî dan idhafî. Hal-hal

inilah yang menimbulkan kesalahan dalam berbahasa tutur oleh mahassiswa MAHAT

pada saat kegiatan diskusi pelajaran di kelasnya. Kesalahan semacam ini disebut

dengan kesalahan intralingual atau intrabahasa.

e. Upaya Mengatasi Kesalahan

Kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar bahasa asing merupakan umpan

balik yang bagus bagi guru, pembelajar dan juga peneliti. Bagi guru kesalahan yang

muncul akan memberikan petunjuk atas seberapa jauh penguasaan pembelajar atas

materi yang telah diberikan dan juga seberapa jauh kemajuan mereka. Guru juga akan

mengetahui efektivitas teknik dan metode pengajaran yang digunakannya. Selaini itu,

adanya kesalahan tersebut juga merupakan informasi dalam usaha merencanakan

silabus dan program pengulangan pengajaran (remedial). Sedangkan bagi pembelajar,

kesalahan itu sendiri merupakan refleksi atas kemampuan mereka selama ini.

Pembelajar akan tahu bagian-bagian mana saja yang masih menyisakan problem

penguasaan pada B2 mereka. Dan bagi peneliti, kesalahan tersebut merupakan

petunjuk bagaimana bahasa seharusnya dipelajari, strategi dan prosedur apa yang

digunakan dan seharusnya dikembangkan dalam rangaka penguasaan bahasa asing.

Terkait dengan hal di atas maka hal yang penting dilakukan setelah

diketahuinya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar, dan setelah

kesalahan-kesalahan berbahasa dalam berbicara dapat diidentifikasi, diklasifikasikan,

dan dicari faktor-faktor penyebabnya, maka selanjutnya adalah bagaimana membuat

Page 151: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

259

agar kesalahan tidak lagi terjadi melalui upaya-upaya seperti strategi pembetulan

kesalahan, pemberian latihan-latihan, dan penyusunan materi bahan ajar bahasa Arab.

4. Strategi Pembetulan Kesalahan

Tarigan menyatakan bahwa pembetulan kesalahan dapat dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung. Pembetulan secara langsung ini dengan cara

pengajar menunjukkan kesalahan itu dan bagaimana cara membetulkannya, sedangkan

siswa bertugas merekonstruksi pernyataannya yang salah dengan pernyataan baru yang

benar. Sedangkan pembetulan secara tidak langsung adalah dengan cara yang tidak

disadari oleh pembelajar kalau dirinya sedang dibetulkan oleh pengajarnya. Tentu saja

hal ini harus memperhatikan berbagai kondisi yang sesuai dengan kegiatan

belajar-mengajar.

Dinyatakan juga oleh Chaudron sebagaimana dikutip oleh Suwarna, bahwa

pembetulan kesalahan akan efektif jika (1) dilakukan pada saat yang tepat (2) aktifitas

merupakan instruksional formal atau bertujuan pembelajaran, dan (3) mendasarkan

pada prinsip pedagogis. Dengan demikian, maka seharusnya upaya pembetulan

kesalahan bersifat selektif dan dilakukan pada saat aktifitas kegiatan pembelajaran

berlangsung. Selain itu pembetulan juga dilakukan apabila pembelajar belum mampu

membetulkan sendiri terhadap kesalahan yang telah dilakukannya.

Dengan memperhatikan jenis kesalahan yang terjadi pada data kesalahan

berbahasa pembelajar mahasiswa subyek penelitian, dan data sosiolinguistik mahasiswa

yang kesemuanya merupakan lulusan pesantren maka teknik yang dikemukakan oleh

Long dan Choudron (dalam Ellis) dapat dijadikan rujukan. Teknik pembetulan yang

dimaksud adalah (1) pengajar mengulang kesalahan yang dibuat oleh pembelajar dan

kemudian memberikan pembetulannya; (2) mengatur perlakuan yang mengarah kepada

pembelajar untuk berusaha melakukan koreksi sendiri; (3) strategi yang mengarah

kepada pemancingan respon yang benar dari pembelajar; (4) dengan melakukan reaksi

Page 152: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

260

apapun yang mengarah kepada upaya pembetulan; (5) penguatan positif dan negatif

yang melibatkan persepsi setuju atau tidak setuju. Persepsi setuju dan tidak setuju

dapat dilakukan melalui upaya kinesik, paralinguistik, ekspresi wajah, anggota badan,

dan lain sebagainya.

Dengan cara pembetulan yang secara tidak langsung maka akan memberikan

kesempatan kepada pembelajar untuk ikut serta berperan aktif dan kreatif karena akan

berusaha membetulkan kesalahannya sendiri. Pembelajar juga merasa dihargai

kemampuannya untuk membetulkan sendiri sehingga tidak terasa menyakitkan

terhadap pembetulan kesalahan yang dilakukannya. Selain itu hal ini juga akan

memberikan efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran karena tidak setiap kesalahan

harus dibetulkan oleh pengajar.

Berdasarkan pengamatan penulis, dan pengecekan data rekaman menunjukkan

bahwa peran pengajar dalam pembetulan kesalahan belum ditemukan. Nampaknya

para pengajar belum merasa perlu untuk melakukan pembetulan-pembetulan di saat

pengajaran mata kuliah mereka. Bisa saja hal ini disebabkan oleh waktu yang tersita

lebih banyak untuk pembahasan materi kuliah yang bersangkutan, sehingga waktu

digunakan habis untuk menerangkan atau mengulang pembahasan yang telah

disampaikan oleh mahasiswa melalui media diskusi kelas. Dengan adanya hasil

penelitian ini tentu saja diharapkan pembetulan kesalahan bukan hanya merupakan

tanggung jawab pengajar materi bahasa Arab, atau hanya terjadi pada saat mata kuliah

yang terkait dengan bahasa Arab saja. Peran pengajar secara keseluruhan, yang selain

kompeten dalam bidang keilmuan masing-masing juga cakap dalam kemampuan

berbahasa Arab aktif, merupakan kebutuhan mutlak dalam rangka ikut membantu

meminimalkan kesalahan mahasiswa dalam berbahasa lisan.

5. Latihan Materi Kebahasaan

Page 153: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

261

Di samping teori yang terkait dengan materi kebahasaan, dalam aspek

morfologi maupun sintaksis, latihan juga perlu diberikan terutama untuk

kesalahan-kesalahan yang paling banyak dibuat oleh mahasiswa. Latihan-latihan

tersebut perlu diintensifkan dan dikembangkan sehingga kesalahan-kesalahan yang

sama diharapkan tidak terulang lagi. Berdasarkan kesalahan-kesalahan yang terjadi

pada aspek sintaksis, maka yang perlu mendapatkan porsi latihan adalah sebagai

berikut :

c. Latihan mengenai tawâfuq, baik dalam hal nau‘, ‘adad, maupun ta‘yîn.

Kesalahan dalam kelompok ini menempati posisi kesalahan yang paling tinggi

diantara kesalahan lain, terutama tawâfuq yang terkait dengan nau‘, yakni 28,8 %.

Sedangkan dua tawâfuq lainnya masing-masing ‘adad sebesar 3,9 %, dan ta‘yîn

2,9 %. Dalam usaha pemberian latihan ini harus diperhatikan agar materi latihan

benar-benar yang terkait dengan kesalahan yang telah terjadi. Dengan demikian

materi latihan harus benar-benar mencerminkan upaya pelatihan menuju

kesempurnaan penguasaan hal-hal yang terkait dengan tawâfuq.

d. Latihan mengenai i‘râb.

Kesalahan yang dilakukan mahasiswa sebagai subyek penelitian dalam hal i‘râb

mencapai 101 kesalahan, atau 22,9 % dari seluruh kesalahan gramatika. Hal ini

menunjukkan bahwa dalam hal i‘râb masih sering terjadi kesalahan, karena itu

latihan yang terkait dengan i‘râb sudah semestinya menjadi bagian yang

diutamakan. Meskipun dalam keterampilan berbicara terdapat kecenderungan

untuk meniadakan huruf akhir dalam harakah (bunyi), namun kenyataanya data

penelitian menunjukkan masih tingginya kesalahan dalam hal i‘râb ini.

e. Latihan tentang susunan kata, terutama dalam hal tarkîb washfî, idhâfî, dan ‘adad.

Secara khusus memang tidak diketahui berapa prosentase kesalahan pembelajar

dalam macam-macam tarkîb di atas. Akan tetapi, dengan melihat kesalahan yang

terkait tawâfuq dan kaidah khusus, maka dapat diprediksi susunan mana saja yang

Page 154: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

262

harus dilatihkan untuk menghindarkan kesalahan pembelajar. Latihan yang dapat

diberikan dalam jenis ini dapat berupa memberikan kesempatan kepada pembelajar

untuk memperbanyak membaca dan latihan secara intensif. Teks-teks yang

disediakan harus mencakup aspek-aspek yang terkait dengan beragam susunan

dalam bahasa Arab. Dengan demikian pembelajar akan lebih mengenal dan terbiasa

dengan macam-macam pola dan susunan dalam bahasa Arab.

Metode-metode yang digunakan dalam latihan dapat merujuk kepada strategi

pengajaran bahasa Arab. Metode latihan yang dimaksud tentu saja yang sesuai dengan

aspek gramatika, dalam hal ini adalah sintaksis (nahw). Metode latihan yang

berkembang belakangan menunjukkan ke arah perlunya penyajian gramatika fungsional

(al-nahw al-wadzîfî). Dalam hal ini ada berbagai macam latihan yakni latihan mekanis,

bermakna, dan komunikatif. Masing-masing latihan ini memiliki teknik-teknik yang

disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan tingkatan materi yang diajarkan.

6. Prioritas Materi Pengajaran

Kesalahan berbahasa yang sepintas menunjukkan suatu hal yang menyakitkan

ternyata dapat memberikan manfaat yang besar bagi keberhasilan pengajaran bahasa.

Sebagai suatu keniscayaan maka kesalahan tidak dapat ditolak keberadaanya. Namun

berawal dari munculnya kesalahan inilah pada akhirnya ditemukan manfaat linguistis

maupun pedagogis dalam pengajaran bahasa, khususnya bahasa asing. Dari sinilah

kemudian muncul analisis kontrastif yang kemudian disempurnakan dengan analisis

kesalahan.

Analisis kesalahan akan memberikan umpan balik yang sangat berharga bagi

pengevalusian dan perencanaan pengajaran, terutama terkait dengan penyusunan

materi dan strategi pengajaran, meskipun pada kenyataanya pada hal pertamalah yang

lebih banyak diarahkan, yakni tersusunnya suatu materi pengajaran yang lebih mengena

dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sidhar (dalam Tarigan) menyatakan bahwa

Page 155: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

263

analisis kesalahan ditujukan untuk menentukan urutan penyajian butir-butir pengajaran

di kelas dan buku teks, misalnya dari hal yang mudah ke sukar. Selain itu juga

menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan latihan bahan

pengajaran, serta merencanakan latihan dan pengajaran remedial beserta memilih

butir-butir bagi pengujian kemahiran siswa.

Berdasarkan pemaparan data kesalahan mahasiswa subyek penelitian pada

bagian sebelumnya, maka pengajar dapat menentukan urutan bahan pengajaran

berdasarkan besaran kesalahan yang dibuat oleh pembelajar. Besaran kesalahan yang

dibuat oleh pembelajar selain menunjukkan kemampuan penguasaan bahasa mereka,

juga menunjukkan problematika materi pengajaran, artinya terdapat bahan-bahan ajar

yang memang berpotensi menimbulkan kesalahan karena sulitnya materi tersebut.

Untuk itulah diperlukan prioritas penyajian materi pengajaran yang dianggap

berpeluang menimbulkan kesalahan.

Untuk itu, dalam memberikan materi kuliah bahasa Arab, yang terkait dengan

aspek sintaksis, maka perlu penekanan baik dalam hal pemberian teori maupun dalam

latihan-latihan, yang terkait dengan bidang kesalahan mahasiswa. Dengan melihat mata

kuliah yang diberikan kepada mahasiswa, sebenarnya penguasaan aspek sintaksis

seharusnya telah dapat meminimalkan atau menghilangkan kesalahan-kesalahan yang

dilakukan oleh mereka. Sebagai lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa Arab

dalam perkuliahannya, Ma’had ’Âlî dianggap cukup dalam memberikan porsi bahasa

Arab. Namun dengan adanya penemuan kesalahan-kesalahan berbicara mahasiswanya,

hal ini dapat dipakai sebagai refleksi dalam urutan penyajian bahan perkuliahan bahasa

Arab yang terkait dengan aspek sintaksis. Urutan penyajian materi tersebut dapat

disusun dengan memperhatikan besaran kesalahan yang dibuat oleh mahasiswa, yakni

mendahulukan hal-hal yang terkait dengan tawâfuq, kemudian i‘râb, dan hal-hal yang

terkait dengan kaidah khusus. Dalam hal ini penyajian materi dapat disampaikan dalam

bentuk pengajaran remedial, kalau memang dipandang lebih sesuai dengan cara

Page 156: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

264

tersebut. Hal ini berdasarkan pertimbangan silabus materi bahasa Arab yang mungkin

saja telah dibakukan sejak awal. Alternatif lain adalah pengajaran tetap berjalan sesuai

dengan kurikulum dan urutan silabi yang telah ada, namun dengan penguatan dan

latihan-latihan yang lebih intensif pada bagian-bagian yang sering menimbulkan

kesalahan.

Page 157: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap data kesalahan gramatika mahasiswa

Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang (selanjutnya disingkat MAHAT)

dalam bahasa tutur, maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan gramatika yang

dilakukan oleh mahasiswa MAHAT memperlihatkan dua sumber/penyebab kesalahan

berbahasa, yakni kesalahan antarbahasa atau interferensi, dan kesalahan intrabahasa.

Kesalahan antarbahasa bersumber pada pengaruh sistem bahasa ibu pembelajar, dalam

hal ini adalah bahasa Indonesia. Pemelajar (dalam hal ini adalah mahasiswa MAHAT)

membuat peralihan-peralihan sistem B1 ke dalam sistem B2 sehingga terjadilah

kesalahan-kesalahan berbahasa. Pemelajar melakukan transfer bahasa dalam konteks

negatif yang mengakibatkan interfernsi B1 kepada B2, dan menimbulkan kesalahan.

Kesalahan kedua, intrabahasa, berupa kesalahan-kesalahan yang diakibatkan

oleh ketidaktersediaan kaidah B2 pada B1 pembelajar. Kemudian pembelajar

menerapkan B2 yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kesalahan. Kesalahan

intrabahasa merupakan kesalahan yang mencerminkan ciri-ciri umum belajar

gramatika, seperti kesalahan melakukan overgeneralisasi, penerapan kaidah yang tidak

sempurna, kesalahan menghipotesiskan konsep, dan ketidaktahuan akan pembatasan

kaidah. Hal ini kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan bahasa khas

pembelajar, karena merupakan upaya pembelajar dalam membangun kesempurnaan

kaidah B2nya berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diterimanya. Slinker menyebutnya

dengan istilah interlanguage, Namser menamakannya approximative system, dan

Corder mengistilahkannya dengan idiosyncratic dialects. Kesalahan seperti ini

Page 158: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

266

merupakan hal yang wajar karena menunjukkan arah perkembangan pembelajar

menuju tahap stabilisasi.

Temuan lain, terkait dengan aspek gramatika, bahwa persoalan tawâfuq

merupakan kesalahan yang paling banyak dilakukan, terutama pada nau’. Kemudian

berturut-turut persoalan tentang i’râb, isytiqâq, struktur, dan pola muta’addî-lâzim

dengan hurûf jarr. Besaran kesalahan tersebut sekaligus menunjukkan frekuensi

penggunaan pola yang dimaksud, sekaligus problematika kompleksitas sistem B2 yang

tidak sama atau tidak dimiliki pada sistem B1 pembelajar. Pola dan problematika

kompleksitas yang dimaksud adalah terkait dengan konsep isytiqâq, muta’addî-lazîm,

ta’yîn, zamân, ‘adad, nau’, i’râb, tawâfuq, dan tarkîb.

B. Saran

Berdasarkan temuan-temuan pada kesimpulan di atas, penulis memberikan

saran-saran sebagai berikut :

Perlunya dilakukan treatment terkait dengan jenis-jenis kesalahan berbahasa

tutur tersebut. Dalam hal ini dapat diwujudkan melalui strategi pembetulan kesalahan,

dan pemberian latihan-latihan terutama terkait dengan jenis-jenis kesalahan yang dibuat

oleh mahasiswa MAHAT.

Juga, keterlibatan semua tenaga pengajar yang notabene memiliki

keterampilan bahasa yang bagus dapat dimaksimalkan dalam setiap aktivitas

pengajaran. Bahwa kesalahan berbahasa bukanlah tanggungjawab tenaga pengajar

bidang studi bahasa saja, akan tetapi semua pihak yang menjadi bagian dari lembaga

penyelenggara pengajaran di MAHAT.

Selain itu dapat dipertimbangkan juga perlunya restrukturisasi bahan

pengajaran terutama dalam aspek gramatika, nahw dan sharf. Hal ini penting

mengingat gramatika merupakan unsur utama dalam semua aspek keterampilan

Page 159: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

267

berbahasa, tidak terkecuali keterampilan berbicara yang menjadi salah satu core

keterampilan yang harus dikuasai oleh mahasiswa MAHAT.

Terkait dengan kelanjutan penelitian, bahwa penelitian ini baru sebatas

permulaan yang selanjutnya dapat dilakukan dengan lebih intens dan menyeluruh.

Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini menyisakan masalah-masalah yang

dapat ditindaklanjuti penelitiannya. Hal-hal sebagaimana dimaksud adalah seperti

jenis-jenis keterampilan berbahasa tutur lainnya selain diskusi; penelusuran unsur-unsur

yang terkait dengan bahasa tutur seperti nabr, tanghîm, saktah, dan lain sebagainya;

dan juga variabel penelitian selain morfologi dan sintaksis seperti kosa kata,

semantik, atau penggunaan preposisi, dan juga terutama yang terkait dengan berbahasa

tutur seperti fonologi.

Page 160: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Suparman Ibrahim dkk, Ma’had ‘Aly Profil Pendidikan Tinggi PondokPesantren di Indonesia, Yogyakarta: RDI Indonesia, 2001.

Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Abdul Hamied, Fuad, Proses Belajar Mengajar Bahasa, Jakarta: Ditjen Dikti,Depdikbud, 1987.

Abdul Massîh, Mu’jam Qawâ’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, Beirut: Maktabah Lubnân,1987.

Abdul Muin, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia; Telaahterhadap Fonetik dan Morfologi, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2004.

Abdul Muin, Interferensi Gramatika antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab, Tesis,PPs UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2003.

Abdul Wahab, Muhbib, “Ragam Bentuk, Makna, dan Aplikasi Mashdar dalam BahasaArab”. Makalah dalam Jurnal al-Turats, Vo. 13 No. 1 Januari 2007.

Afghani, Said, al-, Fî Ushûl al-Nahwî, Beirut: al-Maktabah al-Islami, 1987.

Ainin, Moh, “Tahapan Perkembangan Bahasantara dan Implikasinya”. Makalah dalamJurnal Bahasa dan Seni, Tahun 22 No. 1 Pebruari 1994, FPBS IKIP, Malang.

________“Menyoal Penyelenggaraan Tes Kemampuan Berbicara, di MA”. Makalahdalam al-Hadlarah, Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab, Tahun I No.I2001, IMLA.

Ali, Muhammad, Penilaian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa,1982.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: RinekaCipta, 1998.

Arsyad, Maidar G, Mukti US, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia,Jakarta: Erlangga, 1988.

’Askarî, Abu Hilal, al-, al-Furûq al-Lughawiyyah, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,tt.

Aslinda, Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, Bandung: Refika Aditama, 2007.

Asrori, Imam, “Generalisasi Konstruksi Maf’ûl Fih” Makalah pada Jurnal Bahasadan Seni, Vol.XXI No.2 1993, FPBS IKIP Malang.

________, Sintaksis Bahasa Arab; Frasa-Klausa-Kalimat, Misykat, Malang, 2004

Aziez, Furqanul, A.Chaedar alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif; Teori danPraktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996.

Page 161: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

337

Baradja, MF, Peranan Analisis Kontrastif, Jakarta: Penlok, Depdikbud, 1981

________, "Peranan Analisis Kontrastif dan Analisis Kesalahan dalam PengajaranBahasa". Makalah dalam Bahasa dan Sastra, Th.VI No.6,1980, PusatPembinaan Pengembangan Bahasa, Jakarta.

________, Kapita Selekta Pengajaran Bahasa, IKIP Malang, 1990.

Basyar, Kamâl, ‘Ilm al-Ashwât, Kairo: Dâr Gharîb, 2000.

Basyîr, Ahmad ‘Abdullâh al-, al-Akhthâ’ al-Tahrîriyyah, Dirâsah fî dhau al-tahlîlal-Taqâbulî, Jakarta: LIPIA, 1985.

Bek, Hifni, dkk, Qawâ‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah, alih bahasa Chatibul Umam dkk,Jakarta: Darul Ulum Press, 2002

Brooks, Nelson, Language and Language Learning: Theori dan Practice, New York:

Harcourt Brace, 1964.

Broto, A.S, Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Ke dua di SDBerdasarkan Pendekatan Linguistik Kontrastif, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.

Brown, Douglas, Principles of Language Learning and Teaching, Longman, SanFrancisco State University, 1987.

Cowan, David, An Introduction to Modern Literacy Arabic, Cambridge UniversityPress, 1958.

Danny D, Introduction to Psycholigusitics, London: Longman, 1993.

Depdikbud, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993.

Dhaif, Syauqî, Tajdîd al-Nahw, Kairo: Dar al-Ma’arif, tt.

Dulay, Heidy, Language Two, New York: Oxford University, 1982

Effendi, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2005.

Ellis, Rod, Second Language Acquisition, Oxford University, 2003

________, The Study of Second Language Acquisition, New York: Oxford UniversityPress, 2002.

Emzir, “Interferensi Bahasa Indonesia dalam Bahasa Arab Tulis Mahasiswa”, dalamal-Hadharah, Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab, Tahun I No. I,Januari 2001, Fak.Sastra UGM Yogyakarta

Fachrurrozi, Aziz, “Pembelajaran Gramatika sebagai Ilmu Bantu Memahami Teks”.Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Model PengembanganPembelajaran Bahasa Arab, UIN Jakarta, 24 Mei 2007.

Page 162: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

338

Farkhan, Muhammad, An Introduction to Linguistics, Jakarta: UIN Press, 2006.

Fauzi, Muslihah, ”Konsep Madrasah Terpadu”. Makalah dalam Conciencia, JurnalPendidikan Islam, No.1 Vol IV Juni 2004, PPS IAIN 'Raden FatahPalembang.

Ghalayain, Musthofa, al-, Jâmi' al-Durûs al-'Arabiyyah, Beirut: Maktabah ‘Ashriyyah,2005.

Hadi, Amirul, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 1998.

Haidar, Farida Abu, A Study of The Spoken Arabic of Baskinta, E.J Brill / Leiden &London, 1979.

Hamied, Fuad Abdul, Proses Belajar Mengajar Bahasa, Jakarta: Ditjen Dikti,Depdikbud, 1987.

Hammâsah, ‘Abdul Latîf, Muh., dkk, al-Nahw al-Asâsî, Madînah Nasr: Dâr al-Fikral-‘Arabi, 1997.

________, Binâ’ al-Jumlah al-‘Arabiyyah, Kairo: Dâr Gharîb, 2003.

Hasan, Imam, “Proses Morfologi dalam Bahasa Arab”. Makalah dalam Jurnal Bahasadan Seni, Tahun 29, No. 2, Agustus 2001, FPBS, UM, Malang.

Hassân, Tammâm, Al Lughâh Al-‘Arabiyyat Ma’nâhâ Wa Mabnâhâ, Kairo: ’Âlamal-kitab, 1998.

________, al-Khulâshah al-Nahwiyyah, Kairo: ‘Âlam al-Kutub, 2000.

________, Manâhij al-Bahts fî al-Lughah, Dâr al-Tsaqâfah, 1979.

Hastuti, Sri, Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia, Yogyakarta: MitraGama, 1989.

Hidayat, H.D, ”al-Lughah al-Manthûqah wa Khalq al-Bî’ah”. Makalah disampaikanpada Seminar Nasional Model Pengembangan Pembelajaran Bahasa Arab,UIN Jakarta, 24 Mei 2007.

________, ”Mencairkan Kebekuan Komunikasi Dalam Bahasa Arab”. Makalah,disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Bahasa Arab III, Jakarta 4-6September 2003.

________, “Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia; Masalah dan Cara Mengatasinya”.Makalah disampaikan pada Seminar LPBA as-Su’ûdî di Jakarta, 1-3September 1986

Hijâz, Mahmûd Fahmî, Madkhal Ilâ ‘Ilm al-Lughah, Kairo: Dâr al-Tsaqâfah, 1978.

Ibnu Mâlik, Nadzm al-Alfiyah fî al-Nahw wa al-Sharf, Bandung: al-Ma‘ârif, tt.

Page 163: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

339

IM, Thoyib,”Pengajaran Bahasa Arab dan Politik Bahasa Nasional”. Makalahdipresentasikan pada PINBA III Jakarta, 4-6 September 2003.

Januar, Kesalahan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab IAIN Sultan ThahaSaifuddin Jambi dalam Pembelajaran Insya', Tesis, PPs UIN SyarifHidayatullah, Jakarta, 2006.

Jawa Pos Senin 23 Juli 2007.

Khasairi, Moh., ”Aspek Gramatikal dalam Bahasa Arab Lisan Pebelajar”. Makalahdalam Jurnal Bahasa dan Seni, Tahun 26, No. 2 Agustus 1998, FPBS IKIPMalang.

_______, “Kesilapan Penggunaan Preposisi dalam Bahasa Arab ”. Makalah dalamJurnal Bahasa dan Seni, Tahun 30 No. 1 Perbuari 2002, FPBS UM Malang.

Kholisin, “Genus dan Peranannya dalam Gramatika”. Makalah dalam Jurnal Bahasadan Seni, Tahun 27 No. 2, Agustus 1999, Fak. Sastra UM, Malang.

Kushartanti dkk, Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Madkûr, ‘Alî Ahmad, Tadrîs Funûn al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: Dâr al-Fikral-‘Arabî, 2000.

Mastna, Moch, HS. Orientasi Pemikiran Semantik al-Zamakhsyary, Jakarta: AngloMedia, 2006.

________, HS. dkk, Interferensi Dalam Kesalahan Berbahasa Mahasiswa ProgramBahasa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laporan Penelitian, Jakarta :Lembaga Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak dipublikasikan,

2001.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, Cet. 15,2001.

MS, Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, Jakarta: Rajagrafindo Persada,2005.

Mu’minin, Iman Saiful, Kamus Ilmu Nahwu dan Sharf, Jakarta: Amzah, 2008

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1989.

Muhammad, Abu Bakar, Metode Praktis Tashrif, Surabaya: Karya Abditama, 2000.

Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir; Kamus Arab – Indonesia, Yogyakarta: PPA-Munawwir, 1984.

Nababan, Sosiolinguistik Suatu Pengantar, Jakarta: Gramedia, 1984.

Page 164: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

340

Ni‘mah, Fuâd, Mulakhash Qawâ‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah, Beirut: Dâral-Tsaqâfah, tt.

Nunan, David, Research Methods in Language Learning, Cambridge UniversityPress, 1992.

Nurhadi - Roekhan, Dimensi-dimensi dalam Belajar Bahasa Ke Dua, Bandung: SinarBaru, 1990.

Parera, Jos Daniel, Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa, Jakarta: Gramedia, 1993.

________, Linguistik Edukasional, Metodologi Pembelajaran Bahasa, AnalisisKontrastif Antar Bahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa, Jakarta: Erlangga,cet. 2,1997.

________, Sintaksis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Edisi Kedua, 1991.

Pateda, Mansoer, Analisis Kesalahan, Flores NTT: Nusa Indah, 1989.

________, Linguistik Terapan, Flores: Nusa Indah, 1991.

Poerwadarminto WJS, Bahasa Indonesia Untuk Karang-Mengarang, Jakarta: UPIndonesia, 1984.

Raharjo, Mudjia, Pengantar Penelitian Bahasa, Malang: Cendekia Paramulya, 2002.

Richards, Jack C, Error Analysis, Perspectives on Second Language Acquisition,London: Longman, 1973.

Rombepajung, JP, Pengajaran dan pembelajaran Bahasa Asing, Jakarta: Depdikbud,1988.

Samsunuwiyati, Psikolinguistik, Suatu Pengantar, Bandung: Refika Aditama, 2005.

Samsuri, Analisis Bahasa;Memahami Bahasa Secara Ilmiah, Jakarta: Erlangga, 1987.

Sevilla, Consuelo G, An Introduction to Research Methods, alih bahasa AlimuddinTuwu, Jakarta: UI Press, 1993.

Shînî, Mahmûd Ismâ‘îl, Al-Amin, M.Ishaq, al-Taqâbul al-Lughawî wa Tahlilal-Akhthâ', Riyâdh: Jâmi‘ah Malik al-Su'ûd, 1982.

Soekemi, Kem, dkk, Metodologi Penelitian Bahasa, Surabaya: Unesa UniversityPress, 2000.

Subyakto Sri Utari, Nababan, Metodologi Pengajaran Bahasa, Jakarta: Gramedia,1993.

Stenberg, D, Psycholinguistics : Language Mind, and World, Longman LinguisticLibrary, 2001.

Page 165: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

341

Stevick, Earl W Teaching and Learning Languages, Cambridge University Press,1982.

Sudja’i, M. dkk, Pemakaian Bahasa Indonesia di Lingkungan Masyarakat TionghoaJawa Timur, Jakarta: Pusat Pengembangan-Pembinaan Bahasa, Depdikbud,1986.

Sugiyono, Pedoman Penelitian Bahasa Lisan: Fonetik, Jakarta: Pusat Bahasa,Depdiknas, 2003.

Sugono, Dendy, Berbahasa Indonesia dengan Benar, Jakarta: Kilat Grafika, 1986.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Rosdakarya,2005.

Suprayogo, Imam, Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung:Rosdakarya, Cet.II, 2003.

Suwarna, “Pembetulan Kesalahan dalam Pengajaran Bahasa Ke Dua”. Makalah padaJurnal Cakrawala Pendidikan, Nomor 2 Tahun XI, Juni 1992, PusatPengabdian pada Masyarakat, IKIP Yogyakarta.

Suwendi, ”Restrukturisasi MAK, Studi Kebijakan Penyelenggaraan Program Tafaqquhfid din Era UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003”. Makalah dalam Edukasi,Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Vol. 4 No. 4 Oktober– Desember 2006, Puslitbang Depag.

Syadzali, Munawir, ”MAPK : Eksperimen itu Ternyata Berhasil”. Makalah dalamMadrasah, Jurnal Komunikasi Dunia Perguruan, Vo. 1 N0. 4 1998, PPIMIAIN Jakarta.

Syâhin, Taufîq M, Tanmiyah al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: Maktabah Wahbah,1980.

Syamsuddin AR, Damaianti, Vismaia, Metodologi Penelitian Pendidikan Bahasa,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.

Tadjudin, M, dkk, Pemerolehan Bahasa Asing, Jakarta: Depdikbud, 1999.

Tarigan, Henry Guntur; Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa,Bandung: Angkasa, 1988.

________, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, 1990.

Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Kompetensi Bahasa, Bandung: Angkasa, 1990.

________, Pengajaran Pemerolehan Bahasa, Bandung: Angkasa, 1988.

________, Pengajaran Remedi Bahasa, Bandung: Angkasa, 1990.

Page 166: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

342

________, Prinsip-prinsip Dasar Metode Riset Pengajaran dan PembelajaranBahasa, Bandung: Angkasa, 1993.

________, Psikolinguistik, Bandung: Angkasa, 1984.

Thu‘aimah, Rusydî Ahmad, Ta‘lîm al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nâthiqîna bihâ;Manâhijuhû wa Asâlîbuhû, Rabath: Isesco, 1989.

Tim, Model KTSP MA, Dit Pend. Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Depag, 2007.

Tim, Standar Isi Bahasa Arab, Standar Isi Madrasah Aliyah, Ditjen Pendidikan IslamDepartemen Agama, 2006.

‘Ubâdah, Muhammad Ibrâhîm, al-Jumlah al-‘Arabiyyah; Mukawwanâtuhâ,Anwâ‘uhâ, Tahlîluhâ, Kairo: Maktabah al-Adab, 2001.

Usthâ, ’Abdullah Muhammad, Al-, Al Ta‘rîf Fi ‘Ilm Al-Tashrîf; Dirâsah SharfiyyahTathbîqiyyah, Troplis: Kulliyyah Al Da’wah Al Islâmiyyah, 1982.

Univ.Al-Azhar Indonesia, ”Hasil Survey Kemampuan Membaca Bahasa Arab SiswaMA di Indonesia”. Kerja sama Puslitbang Pendidikan Agama dan KeagamaanDepag-Fakultas Sastra Univ.Al-Azhar Indonesia, 2007.

Verhar, J.W.M, Pengantar Linguistik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,1992.

Walcott, William H, Knowledge, Competence, and Communication, London: BlackRose Books, 2007.

Widiatmoko, “Sumbangan Kompetensi Gramatikal terhadap Keterampilan Berbicara”.Makalah pada Jurnal Lingua, Vol.3 No.1 Maret 2004, LIA Jakarta.

Zamzami, Kajian Kegramatikalan Kalimat dalam Penerapan EYD dalam TesisBerbahasa Indonesia Mahasiswa IKIP Yogyakarta, 1985, Disertasi, tidakditerbitkan.

Page 167: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

LAMPIRAN

Page 168: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

344

168

Lampiran II : Data Kesalahan Gramatika (Morfologi dan Sintaksis) MahasiswaMa’had ‘Aly Hasyim Asy’ari PP Tebuireng Jombang dalam BerbahasaTutur (Diskusi)

I. Kesalahan dalam Aspek Morfologi (Sharf)

1. Kesalahan Ma‘rifah – NakirahNo.

Resp. Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

6 ���� ���������� �������� ���������� ����������� �������� ����1

6��� ��� �������� ���� ������� ���� �����

� ���� ������ ��� ������

��� ��� ��� ����������� ���� ��� ����

���� ����� � ���� ������ ��� ������2

11 ��� �� �������������� ��� �� �����������3

14 ������� ��� / ��� ���� ���� ��������� �����4

16 ��� ��� ����� ����� �� ���� �������� ��..��� ��� ����� ����� �� ��� ���������� ��..5

19 �� ��� ��������� ���� ������ ���������6

22 ���� �� ������ ��� ������� ���� �� ������ ��� ��������7

23 ��� ��� ������� �������� ��� ���� �� ����������� ��� ������� �������� ��� ���� �� �����������8

24 �������� ������ ������� ���������������� ������ ����� ������9

24 ������� ���� ����� ��������� ���� ������ ����10

25 ���� ���������� ���� ��������������11

11 JUMLAH

Macam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini adalah :a. Membuat ma‘rifah pada kata yang seharusnya nakirah, berjumlah 9 ungkapan, yakni

nomor 1,2,4,5,6,7,8,9,11.b. Membuat nakirah pada kata yang seharusnya ma‘rifah, berjumlah 2 ungkapan, yaitu

nomor 3,dan 10.

2. Kesalahan Muta’addî-Lâzim

No.Resp.

Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

Page 169: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

345

169

1 ���� ����� ������ ����� ���� ������ ����������� ��� ������ ����� �� ���� ������ �������1

1 ����� ������� ����������� ����� ���������� ������� ����������� �� ����� �����2

1 ��� ��������� ���������� ���� �������� �� �������3

1 ������� ����������� ����� ������������ ����������� �� ����� ����4

2 ��������� ������� ��������� ��� �������5

2 �� ���� ������� ������ ������� ���� ����������� ��� �����6

2 ��� ��� ��������� ���������� ��� ��������� ��� �������7

3 ���� ������� ����� ��������� ��������� ����� �����8

3 ��� ������� ��� �� ��������� ����� ����� ��� �� ������ ���9

3��� ��� ������ �������� �������� ����������

��� �� ������ ���������

��� ��� ������� �������� �������� ���������� ��� ��

������ ���������10

5 �������� �� ���������� �� ����������������� �� ���������� ���������11

6 ����� � ������� �� ��� ����� ������ ������� �� ��� �����12

8����� �������� ����� / ����� ��� �������

�����

����� ����� ����� �����13

7 �� ��� �������� ��� �� ��� ��������14

9 ��� �������� ��� ��������� �������� ��� �� ������15

12 ���������� ��� ��� �������� ��������� ��� ��� �����16

12 ����� �� ����� ������� �� ��� ������������� �� �� ����� ������� �� ����� ��������17

12 ���� ����� ����� ���� �� ���� �����18

14 ���� ��� ������� �� ���� ��������� ���� ��� ������� �� ���� ������� ���19

15������� ���������� ��� ����� ��� ������� �� ���

�������� �� �������

������� ������ ���� ����� ����� ��� ������� �� ���

�������� �� �������20

16��� ����� ���� ���� ���� ��� ������� ��� ����� ���

�����

��� ����� ���� ���� ���� ���������� ����� ��� �����21

16 �� �������������� �� ��� ��������� ������������ ��� �������22

18��� ��������� ����� ���� �� ������� ������ ��

���� �������� ��� �����

��� ���������� ����� ���� �� ������� ������ �� ����

�������� ��� �����23

Page 170: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

346

170

18 ��� ���� ���� ������ �� ����� ��� ���������� ���� ����� ���� ������ ��� ����� ��� �������24

18 ���������� ��� ���� ���������� ���� ����25

19 ���� ������� ����� ���� ������� ������26

19 �� �������� ������� �� �������� ��������27

21 ���� ������� ������� �� ������ ���� � �������� ������� ������� ��� ������ ���� � ����28

22 ������ ��� ��� �� ���� ����� ������ �� ��� �����29

22 ������� ������ ������� ������ �� ��30

23 ���� ��� ������������ �� �� ���������� ��� ������������ ��� �� �� ������31

23 �� ����������� ���� �� ��������� ��� ��� ����32

23 ����� �������� ���� ��� ����� �������� ��� ��� ���33

23 ��� ��� ������� �������� ��� ���� ������ ������� ��� ������� �������� ��� ���� ������ �������34

25 ���������� ������ ���������� �� ������35

25 ����� �������� ������� �� ����������� �������� �� ����� �� ������36

25 �� ������������� �� ������ ���������37

37 JUMLAH

Macam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini adalah :a. Membuat muta‘addî pada kata yang seharusnya lâzim, berjumlah 6 ungkapan, yaitu

nomor 11,14,21,22,29,30.b. Membuat lâzim pada kata yang seharusnya muta‘addî, berjumlah 31 ungkapan, yaitu

nomor 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13,15,16,17,18,19,20,23,24,25,26,27,28,31,32,33,34,35,36,dan 37.

3. Kesalahan dalam isytiqâq (derivasi)

No.Resp.

Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

1 ������ ������� ������������ ����� ��������1

2 ��� ���� ����� ������������� ��� ��� ����� �������������2

2 ������ ������� ����� ��� ����������� ������� ����� ��� �����3

2 ������� ������������� �� ������ �������������� ����������� ���� ������4

2 ��������� ����� ��������� ����5

Page 171: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

347

171

3 ��������� ���������6

3 �� �������� ������� ��������� ���� ������� �������� ������� ��������� ��� �����7

4 ����������� ��� ������ �� ���������������� ��� ������ �� �����8

4 ������������ ����� ����� ��������������� ����� ����� ���9

4���� �������: ��������� ������� ������ �� �����

�������

���� �������:��������� ������� ������ �� �����

�������10

5 �������������� �� ���� ��� ��� ������������������ �� ���� ��� ��� ����11

5 ������������ ������ �� ��� ��������������� ������ �� ��� ���12

5 ��������� ����������� ��������� ����������������13

5 ������ ���� ���� ������������ ���� ���� �����14

5 ���������� ������ ����������� ������15

6 ���� ���������� �� ������ ���������� ����������� �������� ����16

6 ������� ����� ����� �� �������� ���� ������������ �������� ����� �� �������� ������ �����17

6 �������� ��� ������� �������� ��� �������18

6 ������� ��� ����� ���������� ������� ��� ������������� ��� ����� ������������ ��������� ��� ������19

7 7 ������ �� ��������� ����� ������� �� ��� ����������� �� ��������� ����� ������� �� ��� �����20

7 ����� �� ������ �������� ����� �� ������ ���������21

8��� ���� ������ ���������� ������ ����� �����

���� ������� ��� ������ ����

��� ��� ������ ����������� ���� ����� �����

���� ������� ���� ���� ������22

8 ������� �� ����� �������� �� �����.....23

8 ��� ��������� ����� ��� ���������� �����24

9 ��������� ����� ���� �������������� ����� ���� ������25

10 ������������� ��������������26

11 �� ���� ���� �� ���� �������� ����������� ���� ���� �� ���� ��������� ���������27

11 ��� ������ ��������� ����� ��������� ������ ��������� ����� ������28

12 ����� �� ����� ������� ����� ��������������� �� ����� ������� ������� ��������29

12 �� ������������ �������� ���������� ��������� ������30

13 ��� ��������� �� ��� ��������� ��������� �� ��� ������31

Page 172: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

348

172

14 ������� ������� ��������������������� ������������� �������32

14 ��� ���� ����� ������� �������� ���� ��� ��� ������� �����33

14 �� �������� ������� �� �� �������� �������34

14 ���� ������ �������� ������������ ������ ���� ����������� ��������35

14 ��� �������� ����� ��� �������� ����36

14 ��� ���������� ���� �������� ������������ ���� �����37

14����� �� ���� ��� �� ���� ������ ���� ��� ������

�� ��� �������

����� �� ���� ��� �� ���� ������ ���� ��� �������

��� �������38

14 ���� ��������� �� �� ������� �� ��������� ��������� �� �� ������� �� �����39

14 ������ �� ���� ��� ��� ������������ �� ���� ��� ��� ������40

15 ������ ���� ����� ������ ������ ���������� ������41

15 ���� ���� ���������� ���� ���� �����������42

15 ��� ����������� ��� ���� ��� ����������� ��� ����43

15 ������ ������ ������ ������������ ������ ������ ����44

15 ��� ���� �������� ��� ���� ���������45

16 �� ���� ����� ������ ��� ����� �� ��� ��������� ���� ����� ������ ��� ����� �� ��� �������46

16 �� ������ �� ��� �������� ��� ����� ������� ������ �� ��� ��������� ��� ����� �����47

16 ������� ����� �� ���������� ����������� ����� �������� �������� ����48

17 �� ���� ���� ����� �������� ����� �������� ���� ���� ����� �������� ������� ������49

17 ��� ��� �� ���� ���������� ��� �������� ��� �� ���� ��������� ��� �����50

17������� �������������� ����� ���� ...

��� ������

����� ����������� ���� ����� ��� �� �����

���� ���� ...51

18��� ������� �� ����� ���� ��������� ������ �� ����

�������� ��� �����

��� ������� ��� ����� ���� ��������� ������ ��

���� �������� ��� �����52

18 ��� ������� ��� ��� ����� ������� ��� �������� �������� ��� ��� ����� ������� ��� �����53

19�� ����� ���� ���� �������� ��� ��������� ��

���� ������ ���� ���� �� �������

�� ����� ���� ���� �������� ��� ��������� ��

���� ������ ���������� �������54

Page 173: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

349

173

19 �� ��������� ���� �� ����� ��������� ���� �� ���55

19,19�� �� ������� ������ ����� ������� ��������� ��

������ ��� ��� ����� ������

�� �� ������� ������ ����� ������� ��������� ��

������ ��� ��� ����� ��������56

19 ��� ������������ ������ ����� ���������� ������������ ������ ����� �������57

21 ����� ���� ���� �� ����������� �������� �� ������58

21 ����������� ��� ���� �� ������ ���� � ��������������� ��� ���� ��� ������ ���� � ����59

22 �������� ����� �������� �����60

22 ���������� �� ����� ������� �� �����61

22 ��� ���������� ��� ���������� �� ��62

22 ��� �� ��� ����������� ��������� �� ��� ����������� ������63

22 ��� ��� �������� ������ �� ����� �� ��������� ��� ��������� ������ �� ����� ������64

22 ����� ��� ����� ����������� ����������� ��� ����� ����������� ������65

22����� ��� ������ ������ ������� �� ����

������ ������ � ��� ������� ������� ������

����� ��� ������ ������ ������� �� ����

������ ������ � ��� ������� ����� ������66

22 ��� ����� ��������� ���������� ������ ��������� �������67

23 ��� ������ ����� ��� ��� ������� ����� ���68

23 �������� ��� � ������� ��� �69

23 ������ �� �������� ������ �� ��������70

24 ��� ������ ��� �� ������� ������������� ������ ��� �� ������� ������������71

24 ���� ��� � ��� ���������� ��� ��� � ��� ���������72

24 ��� �� ��� ������ ��� �� ��� �������73

25 �� ���������� �� ������ �� ���������� ����������� �� ������ �� ��������74

25 ���� ���������� ���� ��������������75

77 JUMLAH

Macam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini dikelompokkan sebagai berikut :a. Kesalahan isytiqâq pada ism berjumlah 32, terdiri dari :

Pembentukan ‘adad, berjumlah 1 ungkapan, yaitu nomor 72.Pembentukan jam‘ taksîr, berjumlah 4 ungkapan, yaitu nomor 6,16,30,dan 67.

Page 174: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

350

174

Pembentukan mashdar, berjumlah 17 ungkapan, yaitu nomor13,17,21,22,23,29,35,37,41,45,48,55,56,59,62,73,dan 75.Pembentukan mansûb, berjumlah 3 ungkapan, yaitu nomor 3,7, dan 32.Pembentukan shifah, berjumlah 7 ungkapan, yaitu nomor 2,24,26,42,61,69, dan 71.

b. Kesalahan isytiqâq pada fi‘il, berjumlah 45 ungkapan, terdiri dari :Pembentukan ‘adad, berjumlah 2 ungkapan, yaitu nomor 1 dan 4.Pembentukan hurûf mudhâra‘ah, berjumlah 7 ungkapan, yaitu nomor5,20,25,31,33,39,dan 40Pembentukan fi‘l ma‘lûm, berjumlah 8 ungkapan, yaitu nomor8,12,14,15,19,51,58,dan 74.Pembentukan fi‘l majhûl, berjumlah 13 ungkapan, yaitu nomor 9,10,11,18,36,43,46,50,52,54,56,66, dan 70.Pembentukan mujarrad-mazîd, berjumlah 15 ungkapan, yaitu nomor20,27,28,34,38,44,47,49,53,57,60,63,64,65,dan 68.

4. Kesalahan dalam Zamân (kala/tense)

No.Resp.

Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

3������� �������� �� ��� ����� ������ ��

������� ������

������� ��� ��������� �� ��� �����

����� �������� ������1

7 ��� �������� �� ���� ��� ������� ��������� �� ���� ��� ����2

14 �������� �� ���� ��� ��� ������������� �� ���� ��� ��� ������3

4 JUMLAH

Macam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini adalah :a. Fi‘l mâdhi digunakan untuk menunjukkan waktu sekarang, akan datang, atau kebiasaan,

hanya ada satu ungkapan kesalahan, yaitu pada nomor 1.b. Fi‘l mudhâri’ digunakan untuk seharusnya menggunakan fi‘l mâdhi, berjumlah 2

ungkapan, yaitu pada No.2 dan 3.

II. Kesalahan dalam Aspek Sintaksis (Nahw)

1. Kesalahan dalam persesuaian (Tawâfuq / Agreement)

a. Persesuaian dalam hal ‘adad (bilangan)

No. Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

Page 175: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

351

175

Resp.

2 ������ ��� ������ ������� ������ ��� ���� �������1

2 �� ���� ������������ ������������� ���������� �������2

3 ����������� ���������3

3��� ��� ���� �� ���� ������ ������� ����

������

��� ��� ���� ��� �� ���� ������ �������

���� �����4

6 ���� ����� ����� �� ���������������� ����� ������ ������������5

6 ������� ����� ���� ������ ������� ��� ������������� ��� ����� ���� ����������������� ��� ������6

7 ��� ��� ����� ������� ������������������� ��� ����� ������� ��������������7

7 ���� ����� ������� ������ ���������� ����� ������� ���� ������8

8 ��� ��� ����� ���������������� ����� �����������9

8 ��� ���� �� ����� ��� ��� ������ �������� ���� �� ����� ��� ��� ������ �������10

10��� ��� ����� �� ��� �� �������� �����

������� �������� � ���������� ���� �� ������

��� ��� ��� ����� �� ��� �� ��������

����� ������� �������� �������� �� ���

������

11

11 ������� ����� ���������� ���������������� ����� ���������� ���������12

12 �������������� ������������13

16 �� �������������� �� ��� ��������� ������������ ��� �������14

17 ���� �������� ��� ����� ������ ���������� ������ ��� ����� ������ ������15

18 ��� �������� ��� ������� ����� ��� ����������� ������� ��� ������� ����� ��� ��������16

25 ��������� ���� ����������� ��������� ���� ��������1717 JUMLAH

Macam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini adalah :a. Tidak adanya kesesuaian antara ism dengan fi‘l, berjumlah 12 ungkapan, yaitu pada

nomor 1,2,3,5,7,8,9,10,11,14,15,dan 16.b. Tidak adanya kesesuaian antara ism dengan dhamîr, berjumlah 5 ungkapan, yaitu pada

nomor 4,6,12,13, dan 17.

b. Persesuaian dalam hal nau’(penanda gender)

Page 176: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

352

176

No.Resp.

Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

1 ������� ������������ ��� ������������ ������������ ��� �����1

1 ����� ������� ����������� ����� ���������� ������� ����������� �� ����� �����2

1 �� �� ����� ����������� ����� ��������� �� ����� ���������� ����� �������3

1 ����� ������ ����� ����� ������� �����4

1 ��� �������� ������� ��� � ���� ���������� ������������� ���� ���� �������5

1 ������ ���������� �� �� ��������� ���������� �� �� ���6

1 ������ ��� ����� �������������� ��� ����� ��������7

1 �� �������������� ���������� �������������� �������8

1 ��� ����� �������� ��� ���������� ����� �������� ��� �������9

1 ������� ����������� ����� ������������ ����������� �� ����� ����10

1 ������� ���� ������� ������ ���� �����...������ ���� ������� ����� ���� �����....11

2 �������� ����� ����� ��������� ����� �����12

2 ����� ��� ��� ���� �� ����������� ��� ��� ���� �� ������13

2 ������ ���������� ����� ������������� ��������������� �������14

2 ������ ������� ��������� �� ����� ������������ ������� ��������� �� ����� ������15

2�� ������� �������� �� ���� ������� �� ���� ���

�������

�� ������� �������� �� ���� ������� �� ���� ���

�������16

2 ��� ������������� ��� ������� �����17

2 ��� ����������� ��� ������������18

2 ����� ����� �� ������������������ ����� �� ��������������19

2 ������������� ������������20

2 ������� ����� ������� ������������ ����� ������� ������21

2 ������ ������ ������ ������������� ������ ���� �������22

2 ����� ����� �� ����� ��������� �������������� ����� �� ����� ��������� ���������23

2 ��������� ��� �� ����� ������������� ��� �� ������ ���24

2 �� ���� ������� ������ ������� ���� ����������� ��� �����25

Page 177: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

353

177

2 ������ ������������ ��� ����������� ������������ ��� �����26

2 ������������ ��� ����������������� ��� �����27

3 ����������� �� ���� ���� ��� �� ���� ���������������� �� ���� ���� ��� �� ���� �����28

3 �� ���������� ��� ��� ������ ���������� ��� ��� ����29

3 ���� ������� ��������� ������� ������30

3����� ������������ ��� ��� ��� ���� �����

�����

����� ������������ ��� ��� ��� ���� ���

����� ����31

3 ���� ������� ��� ���� �������� ������� ��� ���� �����32

3 �� ������ ������������ ����� ������� ������ ������������ ����� �����33

3 ����� ��� ������ ���������� ��� ���� ��������� ��� ������ ��������� ��� ��� ����34

3 �� �� ������ ������� ������������� ������� �� ������ ������� ������������ �����35

3��� ��� ���� �� �������� �������� �������������

�� ������ ���������

��� ��� ���� ��� �������� �������� ����������

��� �� ������ ���������36

3 ����� ��� ���� ����������� ���� �� ������ ���������� ��� ���� ����������� ���� �� ������ �����37

3����������� ������ �� ��� ����� ������ ��������

������

������� ������� ����� �� ��� ����� �����

�������� ������38

3��� ���� �� ������� ������������� ����� ������

�������

��� ���� �� ������� �������������� ������

�������39

6��� ��� ���� ���� ���� ������� ���� ����� �

���� ��������� ������

��� ��� ��� ����� ������ ���� ��� ����

���� ����� � ���� ��������� ������40

6 �� ����� ���� ����� ��������� ����� ���� ����� �������41

6 ���� ��� ������ ���������� �������� �������42

7 ���� ���������� ����� ��� ����� ��������� ���������� ����� ��� ����� �����43

7 ������������ ��� ������� ������������������� ��� ������� �������44

7 ������� ��������������������45

7 ������� ������� ������� �������46

7 ������������ �����������47

8 �� ����� ����� �� ������� �������� �� ������� ����� ����� �� ���������������� �� �����48

Page 178: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

354

178

8������� ������ ������ ���� ������ ����� �����

���� ������� ��� ������ ����

������ ������ ������� ���� ���� ����� �����

���� ������� ���� ���� ������49

8 �� ��������� ������� �� ��������� �������50

8 ������ ������� �� ��������� ������������� ��� ������� �� ��������� �������51

8������ ��� �� ����� ������ ���� ��������� ���� �����

�����

������ ����� �� ����� ������ ���� ��������� ���

������� ���� ��� �����52

8���� ����� �� ����� ������ ���� ��������� ����

������� ������� ....

��� ����� �� ����� ������ ���� ��������� ����

������� ������� ....53

8 �������� ����� ����� ����� ���� ������������ ����� ����� ����� ���� ����54

10 ������������� ���� �� ������ ������������������ ���� �� ������ ������55

10 �� ����� �������� ��� ���������� ����� �������� ��� �������56

10 �� ������ ��������� ���� ...... �� ������ ��������� ���� ......57

11 ���� ���� ������������������� ���� ��������������58

11 ������������ ���������� �� ������������������� ���������� �� �������59

11 ��������� ������ �� ����� ����������������� ������ ����� �������60

11 ��� ������������ ����� ������ ������������ ����� ���61

11 ���� ����� ����� � ����������� ���� ����� ������ � �����������62

11 11 ���� ����������� ������ ���� �������������� ����������� ������ ��� ���������63

11��� ������� �� ���� ������� ������� ��

������...

��� ������� �� ���� ������� ������� ��

������...64

11���� ���� � ������� ���������� �� ���� �� ����������� ���� � ������� ���������� �� ��� ��

�������65

11 ��� ��������� ������� ��� �������� �����66

12 ��� ������� ������ ����� ��� ������� �� ������ �����67

12 �� �� ������ ��������� �� ����������� �� ������ ��������� �� ���������68

12�� ����� "��� ��� ����� ����� ���� �� �������" ��

����� ���������

�� ����� "��� ��� ����� ����� ���� �� �������" ��

����� ���������69

12 ��������� ����� ��������� �����70

Page 179: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

355

179

12 �� ���� �������������� �� ������ ��� ���� ��������������� ��������71

12 ������ ������� ������� ����������� ������� ��� ������ �����72

13 ������������ ��� ����������� ���73

14 �������������� ������� �������������������� ������� �������74

14 ���� ���������� ���� ������������ �������������� ������� ��������75

14 ������� ��� / ��� ���� ���� ��������� �����76

14 ������ ���� �� ������� ����� ������ ���� ������ �����77

15������� �������� ���� ��� ������ �� ��� �����

�������� ��������� �� �������

������� ������� ���� ��� ������ �� ��� �����

�������� �������� �� �������78

15 ������� ������� �� ��� �� ������� ������������ ������� �� ��� �� ������� ������79

15 �� ����� ����������� ������ ����� ������ �� ����� ���������� ������ ����� ������ 80

15 ������� ������� �� ������ ������������� ������� �� ������ �������81

15 ����� ��� .........������� ��������� ��� .........������ ����82

16 ������� �� ������ ��� ����� ������ ������ �������������� �� ������ ��� ����� ������ ������ �������83

16 ����� �� ������� �������������� �� ������������ �� ������� ������������� �� ������84

16����� ����� �� �� ������� ������ ������� ������������ ����� �� �� ������� ������ ������� �������

85

16 ��� ��� ����� ����� ������ ��� ����� �� .....��� ��� ����� ����� ����� ��� ������� �� .....86

16����� ��� �� ����� �������� ��� ��������

����� �����

����� ��� ��� ����� ������� ��� �����������

����� �����87

16 ��� ��������� �� ���� ��� ����� ��� �������� �������� �� ��� ��� ������� ��� �����88

17������ ������� ������� ��� ����� ������ ������ �������������� ������� ������� ��� ��� ����� ������ ���� �����

��������89

17 ������� ����������� ��� ����� ���� ...����� ����������� ���� ����� ��� �� ����� ����

���� ...90

18 ���� ���� ����� ������� ����� 91

18��� ����� ������ �� ������ ������ ��� ������

�����

��� ����� ������ �� ������ ������ ��� ������

�����92

Page 180: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

356

180

18 ��������������������� �� ����� ���������������������� ������ �� ����� ��������93

19 ��� ������ �� ������ ����� ��������� ������ �� ������ ���� ������94

19����� ������� "......." ����� ��� ����� ����

����� �� ���� �� �� �

����� ������� "......." ����� ��� ����� ����

����� �� ���� �� �� �95

19 ������� ���� ������ ������ ���� �����96

19 �������� ���� ���� ��� ���� ���� ����������� ���� ���� ��� ���� ���� ����97

20 ���� ����� ���� ����� ���� ����� ���� �����98

20 ��� ���� ������ ���� ������ ��� ��� ���� ������ ��� ����� ���99

20 ���� ������ ������� ���������� ������ ������� ������100

20 ��� ��� �� ������ ��� ��� ��� �� ����� ���101

21 ������ ��� ������ ������ ������� ������������ ��� ������ ������ �������� ������102

21 ������ ������ ������ ���� ����� ����������� ������ ������ ���� ����� �����103

21 ����������� ��� ���� �� ������ ���� � ��������������� ��� ���� ��� ������ ���� � ����104

21 ��� ������������� �� ��������� ������������ �� ������105

22 �� �� ��� ����� ������������� ��������� �� ��� ����� ������������ �������106

22���� ���� ���� ����� ����� ����� ��������

����� �� ��

���� ���� ���� ����� ����� ����� �� �����

����� �� ��107

22 ���������� ��� ���������������� ��� �����108

22 ��� ��� ��� ��� ������ ����� ��� ��� ����� �����109

22 ������ ����� ���� ������ ����� ����110

22 ��� ���� ��� �� ������������ ������ ������� ��������� ���� ��� �� ������������ ������ ������� ������111

22 ������ ����� ����� �� ����������� ����� ����� �� ������112

23 ����� ������ ���� ����� ������ ����113

23 �� �������� ��� �� ��� ��� ��� �������� ��� �� ��� ��� �114

23 ��� ����������� ��� ����������115

23 �� �� �� ������������ �� �� �� �� �� ����������� �� ��116

24 ���� ��� ���� ���� ����� ���� ��� ���� ���� ����117

24 ��������� ������ ��� ������� ���������������� ������ ��� ������� �������118

Page 181: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

357

181

24 ������ ������� ���� �� ���� ���� ����� �� ���������� ������� ���� �� ���� ���� ����� �� ���119

24 ������ ��� �� ����� ��� ��120

24 24 ��� ������ ������� ���� ������ �� ������� ������ ������� �� ��� ������ �� ���121

24 24 ���� ��� ������� ���������� ��� ������ ��� ������� ��������� ��� ��122

25 �� ��������� �� ��������123

25 ����� ��������� ������ ��� ����������� �������� ������ ��� ������124

127 JUMLAHMacam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini adalah :a. Tidak adanya kesesuaian antara ism dengan fi‘l, berjumlah 28 ungkapan, yaitu pada

nomor 1,2,6, 8,9,10,15,16,25,26,27,33,39,44,59,61,62,69,71,72,75,87,89,90,98,108,121,dan 124.

b. Tidak adanya kesesuaian antara ism dengan dhamîr, berjumlah 19 ungkapan, yaitu padanomor 3,5,23,28,29,31,34,35,45,57,68,77,78,82,99,101,106,114 dan 117.

c. Tidak adanya kesesuaian antara ism maushûl dengan ‘âid shilah, berjumlah 6 ungkapan,yaitu pada nomor 37,38,52,53,65,dan 121.

d. Tidak adanya kesesuaian antara fi‘l dengan fâ’il, berjumlah 31 ungkapan, pada nomor11,13,21,22,30,32,46,49,54,60,66,79,80,81,83,86,91,96,97,100,107,109,110,111,112,113,118,119,120,dan 122(2x).

e. Tidak adanya kesesuaian antara na’t dengan man’ût, berjumlah 23 ??ungkapan, yaitupada nomor 17,18,19,20,24,42,43,47,48,55,56,58,63,73,74,76, 84,88,93,105,115,116,dan 123.

f. Tidak adanya kesesuaian antara isyârah dengan musyâr ilaih, berjumlah 20 ungkapan,yaitu pada nomor 4,7,12,14,36,40,41,50,51,63,64,67,70,85,92,94,95,102,103,dan 104.

c. Persesuaian dalam hal ta’yîn (tanda penjelas)

NoResp. Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

1 ������ ����� � ��� ���� ���� ����� � ��� ����1

1���� ����� ������ ���� ���� ������ �������������� ������ ���� �� ���� ������ �������

2

1 ����� ��� ������� ������ ����� ��� ����� ������3

8 ��� ������������� ��������� ����������� ������4

9 ��� ������������ ����� ������� ������ ��� ���������� ����� ����� ������ 5

10 ������ ���� ������ ������6

Page 182: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

358

182

14 ������ �� ������� �������� ������ ������� ��������7

14 ���� ��� �� �������������� ������ ���� ��� ������������ ������8

17 ������� ������ ����� ��� ����� ���� ...����� ������ ����� ���� ����� ��� �� ����� ���� ����9

18 �� ����� ���� �� ��� ���� ������ ���������� ����� ���� �� ��� �������� ��������10

19 ��� ������ �� ������ ����� ��������� ������ �� ���������� ������11

23 ���� ������� ������� ��������� �������12

24 ���� ���� ������������� ���������� ������ ����������� ������1313 JUMLAH

Semua kesalahan yang ada berupa man’ut dalam bentuk nakirah, na’at berbentuk ma’rifah

2. Kesalahan dalam i’râb dan tandanya

NoResp. Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

1 ����������� ���� ����������� ����1

1 ������ �� �� ����� ���������� ������������� �� �� ����� ���������� �������2

1 �������� ������ �� ���� ����������������� ������ �� ���� ���������3

1 ��� ��� �� ���� ����� ��������� ��� ���������� ��� �� ���� ����� ��������� ��� �������4

1 ������� ������� �� ������ �������������� ������� �� ������ �������5

2 ��� ��� ���������� ����� ��� ��� ���������� �����6

2 ��� ����� ��������� ����� ��� ����� ��������� �����7

2 ���� ��� ���� ��� �� ������� � ��� ���� ��� �� ����8

2��������� �������� �� ���� ������� �� ���� ���

�������

��������� �������� �� ���� ������� �� ���� ���

�������9

2 ��������� ����� ��������� ������10

2 ����� ��������� ����� ��������11

3 ��������� �� �� �������� ��� �� ���� �������������� �� �� �������� ��� �� ���� �����12

3 �� ��� ������������ �� ��� ������������13

3 ���� ������������� ��� �������������14

3 ���� ������� ������� ����� ��� ������� ������� �����15

Page 183: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

359

183

3 �� ������ ������� ���������� ������� ������ ������� ���������� �����16

3 ���� ���������� ���� ���� ���������� ����17

4 ��� ���� ������� ���� ��� ���� ������� ����18

4 ������� ����� �������� �����19

4 ���������� ����� ���� ���������� ����� ����20

4 �� ����� �� �� ��� ��� ��������� ������ ����� �� �� ��� ��� ��������� ����21

4 ����� ����������������������� ������������������22

4 ���� �������� ����� ���� �������� �����23

4 �� ��������� �� ���������24

4 ��� ���� �� ������������������� ���� �� ������������������25

4 ������������� ������ ������������� ������26

5 ����������� �������� ���������������� �������� �����27

5 ��� �� ���� ���������� ��� �� ���� ����������28

5 ��� ���� ������� �� �������������� ������� ���� ������� �� �������������� ����29

5 ����������� ������ ���������������� ������ �����30

5 ������� ���� ������ ������� ���� ������31

5 ����� �������������� ���� ����� ���� �� ������������� �������������� ���� ������ ���� �� ��������32

5 �� ������������ �� ������������33

7 ��������� ������� ����� ������� �������34

7 ���� �� ���� ����������� ���� �� ���� ����������35

7 ����������� ��� ����������� ���36

7 ��� ��� ������ ��� ���������� ��� ....��� ��� ������ ��� ���������� ��� ....37

7 ��� ������� ������ ������ ��� ������� ������� ������38

7 ���� ���� ��� ��������� ������ ������� ���� ��� ��������� ������ ���39

9 ��� ��� �������� ����������� ��� �������� ��������40

10 ����������� � ������� ������ .....����������� � ������� ����� .....41

11 �� ������������� �� �������������42

11 ��� ���������� ��� ����������43

Page 184: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

360

184

12 ������ ������ ����� ������ ������ �����44

12 �� �������� ������� �� �� ����������� �������� ������� �� �� ���������45

12 ������������� ���� ������������� ����46

13 ��� ��������� ��� ����������47

13 ��������� �� ������ ��������� �� ������48

13 �� ��������� �� ���������49

13 �� ��� ������ �� ����� ������ ��� ������ �� ����� ����50

13 �� ���� ������� ������ �� ���� ������� ������51

13��� ���� ��� �� ������� ���� ���������

������

��� ���� ��� �� ������� ���� ���������

������52

14 �� ����� ���� ��� ������ ������� ���� ��� ��������� ����� ���� ��� ������������� ���� ��� �������53

14 ��� ���������� ���� ������ ��������� ���������� ���� ������ ������54

14 ������� ������� ���� �� ���� ��� ���� ������������� ������� ���� �� ���� ��� ���� ������55

15 ����� ���������� � ��� ����� ���� ����������� ���������� � ��� ������ ���� ������56

15 ���� ������� ����� ��������� ��������� ������� ����� ��������� �����57

16 ��� ��� ���������� �� ���� ��� ����� �� .....��� ��� ���������� �� ��� ��� ������� �� .....58

16 �� ��� ������� � ��������� �� ��� ������� � ���������59

16 ���� ���� ���������� ��� ���� ����� ������� ���� ��������� ��� ���� ����� ����60

16 ��� ��� ������� ������� �� ���� ����� ��������� �������� ������� �� ���� ����� ������61

16 ������� �������� ��� �� ���� ������������� �������� ��� �� ���� ������62

17 �� ����� ������ ���� ������������ ����� ������ ���� ���������63

17 ���� �� ������ ��� ����� ���������������� �� ���� ��� ����� ������������64

18�� ��� ������ ��� ������ ��� �� ��� ���

������ �����

�� ��� ������� ��� ������ ��� �� ��� ���

������ �����65

18 ��� ����� ������� �������� ����� ���������� ����� ������� �������� ����� �������66

18���� �� ����� ��� ������ ����� �� ����� ������

�������� ���� ������

���� �� ����� ��� ������ ����� �� ���������

�������� ���� ������67

18 ���� ��� ������ ��� ������ �������� ��� ������� ��� ������ ����68

Page 185: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

361

185

18 ���� ��� ������ ����� ����� ����� ��� ����� ....���� ��� ������� ����� ����� ����� ��� ����� ....69

18 ��� ��� ������ ����� ��� �� ���� ������ ������ ������� ���� ��� �� ��� ������ ���70

18 ������������ ����� ������������ �����71

19�� ����� ���� ���� ��� ����� ��� ��������� ��

���� ������ ������� �������

�� ����� ���� ���� ��� ����� ��� ��������� ��

���� ������ ���� ������ �������72

19 ��� ��� ������� �������� ��� ��� ������� �������73

19 ��������� ���� �� ������� ��������������� ���� �� ������� ������74

19����� ��� ��� ������ ������ ���� �� ������� ������

����������

����� ��� ��� ������ ������ ���� �� ������� ������

����������75

19 ���� ����� ����������� ���� ����� ����������76

19 ���� ������� ������ �� ������������� ������� ������ �� ���������77

19 ��� ���� ����������� ��� ��� ���������78

19 ��� �� ��������� ��� �������� �� ��������� ��� �����79

19 ���� ���� �������� ��� ���� ���� �������� ��� �������� ��� ���� ���� ����80

20 ���� ���������� ��� ���� ���������� ���81

20 �� ��������� ����� ��� ���� ��������� ����� ��� ��82

20 ��� ���� ���������� ������ ������� ���� ��������� ����� ���83

21 ��� ��������� ���� / ���� ����� ������ �������� ���84

21 ������� ���������� ��� �������������� ���������� ��� �������85

21 ��� ���� ����������� ��� ���������� ���� ����������� ��� �������86

21 ��� ��������� ���� ��� �������� ���87

21 ���� ��� ���������� ���� ��� ���������88

22 ���������� ����������89

22������ ����� ��� ������ �� ����� �� ������

������ ����� ���� ������ �� ����� ������90

22 ��� ������� �������� ��� ������� ��������91

22 �� ������ ���� �������� �������� ������ ���� �������� ������92

22 ��� ��� ���������� ����� ��� ��� ���������� �����93

Page 186: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

362

186

23 ������� ������� ��� ����������� ������� ��� ����94

24 ��� ���� ��������� ���� ��� �� ���������� ����95

24 ��� ��� ������� ���� �� ���� ��������� �� ������ ���� ������� ���� �� ���� ��������� �� ���96

24 ��� ����� ������ �� ��� ���������� ����� ������ �� ��� �������97

24 ��� ���� �������� ��� ��� ��������98

25 ����������� ����� ���� ����������� ����� ����99

25 ��� ���� ������ ��������� ��� ���� ������ ���������100

25 ���� ����������� ������ ���� ����������� ������101

101 JUMLAH

Macam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini adalah :a. Kesalahan pada i’râb ism berjumlah 98 ungkapan, terdiri dari :

Kesalahan i’râb rafa’ : 18 ungkapan, yaitu nomor8,17,23,27,28,38,41,47,48,59,74,75,82,89,96,98,99,dan 101.Kesalahan i’râb nashab : 56 ungkapan, yaitu nomor 1,2,5,6,9,10,11,13,14,15,18,19,20,21,22,29,32,34,35,37,42,43,44,45,46,49,53,55,56,57,58,60,61,62,63,65,66,68,69,70,71,73,76,78,80,81,83,84,86,87,88,91,93,94,95, dan 97.Kesalahan i’râb jarr : 24 ungkapan, yaitu nomor3,7,12,16,24,26,30,31,33,36,39,40,50,51,52,54,64,67,72,77,79,85,90,dan 92.

b. Sedangkan kesalahan pada i’râb fi‘l, hanya berjumlah 3 ungkapan, yaitu pada nomor4,25,dan 100.

3. Kesalahan karena tidak mengetahui kaidah khusus

NoResp. Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

1 �� ����������� ���� ������� ������� �������� ��� �����1

1 ����� ������ ��������� ����� ������������������� ������ ��������� ����� ���������������2

2����������� �� ����� ����� / ����� ����

������� ������ ���������� ����������� �� �����3

6 ��� �� ��� ����� �� ����������� ������������ �� ������ ����� �� ������������ �����4

7 ��������� ����� ����������� �����5

11 ��� ������������� ������ �������� ��������������� ������ �����6

13 ��� ������ ������ ��� ��� �������� �������� ������ ��� ��� �����7

Page 187: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

363

187

13 ��� ��� ��� ������� ��������� ��� ��� ��������� ������8

15 ������ ���� ����� ������������ ���������� ������9

22������� ����� ����� �� ������ ������

���� ����� �����

������� ����� ����� �� ������ ������ ����

�� ����� �����10

24 ��� ���� ��������� ���� ��� �� ���������� ����11

11 JUMLAH

Macam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini adalah :a. Kesalahan pada bab ‘adad, terdapat pada 3 ungkapan, yaitu nomor 1,2,dan 11.b. Kesalahan membuat dua fâ’il atau lebih untuk satu fi‘l, yaitu pada nomor 3 saja.c. Kesalahan membuat ma’rifah pada mudhâf, terdapat pada 7 ungkapan, yaitu nomor

4,5,6,7,8,9 dan 10.

4. Kesalahan dalam struktur kalimat

NoResp. Seharusnya Ungkapan Yang Salah No

1 �� ������� ���� ���� �������������� ���� ���� ��� �����1

1 ��� ��������������� ��� � ���� ���������� ������������� ���� ���� �������2

2 �������� ���� ����� ����� �� ����3

2 ������� ������� �������� ������ �������������� ����������� ���� ������4

2 �� ���� ��������� ���� ����� �� ���� ����������� ��� �����5

3 ��� ��� ���� �� ���� ������ ������� ���� ������������ ���� ��� �� ���� ������ ������� ���� �����

6

3 ��� ���� �� ���������������� ���� ����� ������ ���������� ���� �� ���������������� ����� ������ �������7

3 ��� �� ����� ����� ��������� �� ��� ����� ����� ������ ���8

6 ��� ����� ����� ������ ���� ��������� ����� ����� ������ ��� ���� ������9

6 �� ����� ���� ����� ������ �� ����� � ��� ����� �� ����� ����� ���� ���� ����� ���� ������ �� ������ ���

����� �� ���10

6��� ��� �������� ���� ������� ���� ����� � ����

������ ��� ������

��� ��� ��� ����������� ���� ��� ���� ����

����� � ���� ������ ��� ������11

Page 188: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

364

188

7 ����� ���� ����� ������ ��� ����������� ����� ������ ��� ����12

7 ��� ���� ��� ������� ������ ���� ��� �������13

7 ������� ������ ��������� �����14

8 ����� ���� ������ ������� ������15

8������ ��� �� ����� ������ ���� ��������� ���� ����� ����������� ����� �� ����� ������ ���� ������������ �������

���� ��� �����16

8 ��� ��� ����� ���� ������������ ����� �����������17

8 ������ ����� ���� ������ ����� ������ ����18

11 ��� ������ �������� ����� ����������� ������ ����������� �������19

12 �� ������������ ������ �� �������������� ����� ������20

13 ��� ����� �������� �����21

14 ��� ��������� �� ����� �������� ������� ��� �� ����� �����22

14 �� ���� ���� ������� �� ����� ����� �������23

14 ���������� ���� ���� ������������������ ���� ���� ������� ��������24

14 ���� ����� ������ �������� ���������� ��������� ������ ������25

14 ������� ������� �������� ��� �������������� ����� �������� �������� ���� �������26

14 ������� ��� ���� ����� ���� ������� ���� �� ���� ������� ����� ������ � ����� �������� �� ���� ���� �����27

14 ��� ��� �� ��� ����� ������ ��� ��� �����28

14 ������ ������ ������� ����� ���������� ������ �����29

16 ��������� ���� �������� ����� ����30

16 ���� �� ���� ��� ������� ����� ������ ������ ���� �� ���� ��� ������� ����� ����� �����31

16 ����� ����� ����� ��� ����� �����32

17 ��� ������ ����� ���� ����� ��� ��������� ���� �����33

17������ ������� �� �������� ����� ������ ������ �������������� ������� �� �������� ��� ����� ������ ���� �����

��������34

17 �� ��� ����� �������� ������ �� ��� ������� ��� ����� ������������ �� ��� �����35

17������������� ����� ��� ����� ���� ...��� ����������� ����������� ���� ����� ��� �� ����� ���� ����

..36

Page 189: KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26204/1/AHMAD... · Para dosen SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya walikelas

365

189

18 ������� ���� ��� ��� �� ����� ��� �������������� ����� ���� ��� ������ ����� ���

�������37

18 ���� ���� ����� ���� ��� ����� 38

19�� ����� ���� ���� ��� ����� ��� ��������� �� ����

������ ���� ���� �� �������

�� ����� ���� ���� ��� ����� ��� ��������� ��

���� ������ ���������� �������39

19 ���� �� ��� ������� ����� ����� ���������� �� ��� ������� �������� ������ .....40

22 �� ����������� �� ������� ������41

22 ���� �� ��� ������ ��� �� ��� ������42

25 �� ��������� �� ���� ������� ����� �������� �� ���� �����43

25 ������� �� ���� ����������� ������� �� ���� ��������44

44 JUMLAH

Macam dan jumlah kesalahan dalam kategori ini adalah :a. Penambahan kata, terdapat pada 20 ungkapan, yaitu nomor 1,3,6,8,9,10, 11,13, 14, 18,

20,21,24,26, 30,34,37,41,43, dan 44b. Penghilangan kata, terdapat pada 16 ungkapan, yaitu pada nomor 2,4,5,7,

12,15,17,19,23,25,29,32,33,35,40, dan 42.c. Struktur yang lemah, terdapat 8 ungkapan, yaitu pada nomor 16,22,27,28,31,36,38,dan

39.