keratitis hsv

20
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari media refraksi, kornea juga berfungsi sebagai superfic pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas 5 lapis yaitu epitel, superfic bowman, stroma, superfic descemet, dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema super sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya. Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan pada kornea yang terkena, keratitis 1uperficial dan keratitis profunda, atau berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena 1

Upload: lebay

Post on 24-Jun-2015

1.462 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: KERATITIS HSV

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari

media refraksi, kornea juga berfungsi sebagai superfic pelindung dan jendela yang

dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas 5 lapis yaitu epitel,

superfic bowman, stroma, superfic descemet, dan endotel. Endotel lebih penting

daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada

endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel

menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera

pada epitel hanya menyebabkan edema super sesaat pada stroma kornea yang

akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi.

Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri,

virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang

terkena seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya.

Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan pada kornea yang  terkena, keratitis

1uperficial dan keratitis profunda,  atau berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis

karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis

reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis menahun.

Pada keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea

bergesekan dengan palpebra, karena kornea berfungsi sebagai media untuk

refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang yang masuk

ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama

apabila lesi terletak sentral dari kornea. Fotofobia terutama disebabkan oleh iris

yang meradang  keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau dan

merasa ada yang mengganjal atau kelilipan.

1

Page 2: KERATITIS HSV

Tujuan Penulisan

1. mengetahui secara umum mengenai anatomi kornea

2. mengetahui defenisi dan klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea

yang terkena

3. mengetahui definisi, gambaran klinis, diagnosis dan pengobatan keratitis

herpes simplek (keratitis dendritika)

4. Memenuhi tugas Referat Kepaniteraan Klinik junior Ilmu penyakit Mata di

RSU Raden Mattaher

2

Page 3: KERATITIS HSV

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI KORNEA

A. STRUKTUR KORNEA

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran

11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.

Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari

total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber

astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi

glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.

Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea

adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak

dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.

Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan

selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan

lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas :

1. Epitel

Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel

tidak bertanduk yang  saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal

lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan

film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel

basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis

sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat

dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di sampingnya melalui

desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit

dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang  melekat

erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya

regenerasi

3

Page 4: KERATITIS HSV

2. Membran bowman

Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari

epitel. Merupakan lapisan kolagen yang  tersusun tidak teratur seperti stroma dan

berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya

generasi.

3. Stroma

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan

tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar

sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter

kornea, pada permukaan terlihat anyaman yang  teratur sedang di bagian perifer

serta kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu

lama, dan kadang sampai 15 bulan.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

yang  dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak

amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus

seumur hidup dan mempunyai tebal + 40 mm.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal

antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari

kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan

epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel

mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel

dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat

menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel,

stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya

transparansi (kekeruhan) akan terjadi.  Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh

epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini

4

Page 5: KERATITIS HSV

mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan

ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang  berjalan suprakoroid,

masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung

Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan.

Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus

 B. FISIOLOGI KORNEA

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya

yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi

relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel

dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel

jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel

berdampak jauh lebih parah  daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel

endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,

kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang

akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan

air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut,

yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea

superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak

dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh.

Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air

sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme

kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan

membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti

bakteri, virus, amuba, dan jamur

5

Page 6: KERATITIS HSV

C. DEFENISI DAN KLASIFIKASI KERATITIS

Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri,

virus, dan jamur. Biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang

terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman

dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma.

Klasifikasi keratitis berdasarkan lokasi yang  terkena dari lapisan kornea :

1. Keratitis superfisialis

a. Keratitis epitelial

1)    Keratitis pungtata superfisialis

2)    Herpes simplek

3)    Herpes zoster

b. Keratitis subepitelial

1)    Keratitis didiformis dari Westhoff 

2)    Keratitis numularis dari Dimmer

c. Keratitis stromal

1) Keratitis neuroparalitik

2. Keratitis profunda

a.     Keratitis sklerotikan

b.     Keratitis intersisial

c.     Keratitis disiformis

Dalam referat ini akan dibahas mengenai keratitis herpes simplek

KERATTITIS HERPES SIMPLEK

Virus herpes simplek menempati manusia sebagai host, merupakan parasit

intraseluler obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,

vagina dan mata. Pada mata virus herpes simplek dapat diisolasi dari kerokan

epitel kornea penderita keratitis herpes simpleks. Penularan dapat terjadi melalui

kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang

mengandung virus. Keratitis herpes simplek dapat terjadi sepanjang tahun, kasus

pada laki – laki kurang lebih dua kali perempuan, masa inkubasi 2 hari hingga 2

minggu.

6

Page 7: KERATITIS HSV

A. Bentuk Infeksi

Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal

kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan

sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi

reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen

antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan

bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma

disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang

epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk

menyerang virus dan reaksi radangnya.

B. Temuan klinis

Herpes simplek primer pada mata jarang ditemukan, dan bermanifestasi

sebagai blefarokonjugtivitis vesikuler, kadang – kadang mengenai kornea, dan

umumnya terdapat pada anak – anka muda. Bentuk ini umumnya dapat sembuh

sendiri, tanpa menimbulkan kerusakan pada mata yang berarti. Terapi antivirus

topikal dapat dipakai unutk profilaksis agar kornea tidak terkena dan sebagai

terapi untuk penyakit kornea.

Serangan keratitis herpes jenis rekurens umum dipicu oleh demam, pajanan

berlebihan terhadap cahaya UV, trauma, stress psikis, awal menstruasi, atau

sumber imunosupresi lokal atau sistemik lainnya. Umunya unilateral, namun lesi

bilateral dapat terjadi pada 4 – 6% kasus dan paling sering pada pasien atopik.

1. Gejala.

Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea bagian

pusat yang terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan.karena anestesi kornea

umumnya timbuil pada awal infeksi, gejala mungkin minimal dan pasien mungkin

tidak datang berobat. Sering ada riwayat lepuh – lepuh demam atau infeksi herpes

lain, namun ulserasi kornea kadang – kadang merupakan satu – satunya gejala

infeksi herpes rekurens.

2. Lesi

Gambaran yang khas pada kornea adalah adanya lesi bentuk dendritik,

bentuk ini terjadi pada epitel kornea, memiliki percabangan linear khas dengan

tepian kabur, memiliki bulbus terminalis pada ujungnya. Pemulasan fluoresein

7

Page 8: KERATITIS HSV

memudahkan melihat dendrit, namun sayangnya keratitis herpes dapat juga

menyerupai banyak infeksi kornea yang lain dan harus dimasukkan dalam

diagnosis diferensial.

Gambar. Keratitis dendritika

Akan tetapi ada juga bentuk lain yaitu bentuk ulserasi geografik yaitu

sebentuk penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih

lebar. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea, seperti halnya penyakit dendritik,

menurun. Lesi epitel kornea lain yang dapat ditimbulkan HSV adalah keratitis

epitelial ”blotchy”, keratitis epitelial stelata, dan keratitis filamentosa. Namun

semua ini umumnya bersifat sementara dan sering menjadi dendritik khas dalam

satu dua hari.

Kekeruhan subepitelial dapat disebabkan infeksi HSV. Bayangan mirip

hantu, yang bentuknya sesuai dengan defek epitelial asli namun sedikit lebih

besar, terlihat di daerah tepat dibawah lesi epitel. ”hantu” itu tetap superfisial

namun sering bertambah nyata karena pemakaian obat antivirus, khususnya

idoxuridine. Biasanya lesi subepitelial ini tidak menetap lebih dari satu tahun.

Keratitis diskiformis adalah bentuk penyakit stroma paling umum pada

infeksi HSV. Stroma didaerah pusat yang edema berbentuk cakram, tanpa

infiltrasi berarti, dan umumnya tanpa vaskularisasi. Edemanya mungkin cukup

berat untuk membentuk lipatan-lipatan dimembran descement. Mungkin terdapat

endapan keratik tepat dibawah lesi diskiformis itu, namun dapat pula diseluruh

endotel karena sering bersamaan dengan uveitis anterior. Patogenesis pada

keratitis disciformis umumnya dipandang sebagai sebuah reaksi imunologik

terhadap antigen virus dalam stroma atau endotel, namun penyakit virus aktif

tidak dapat dikesampingkan. Seperti kebanyakan lesi herpes pada orang

imunokompeten, keratitis disciformis normalnya sembuh sendiri, setelah

berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Edema adalah tanda terpenting, dan

8

Page 9: KERATITIS HSV

penyembuhan dapat terjadi dengan parut dan vaskularisasi minimal. Gambaran

klinik terlihat serupa pada keratitis endotelial primer (endotelitis),

Yang dapat disertai uveitis anterior dengan tekanan intraokuler yang meninggi dan

peradangan fokal pada iris. Ini dianggap akibat reflikasi virus didalam berbagai di

kamera anterior.

Keratitis HSV stroma dalam bentuk infiltrasi dan edema fokal yang sering

disertai vaskularisasi, agaknya terutama disebabkan replikasi virus. Penipisan dan

perforasi kornea dapat terjadi dengan cepat, apalagi jika dipakai kortikosteroid

topikal. Jika terdapat penyakit stroma dengan ulkus epitel, akan sulit dibedakan

superinfeksi bakteri atau fungi pada penyakit herpes. Pada penyakit epitelial harus

diteliti benar adanya tanda – tanda khas herpes, namun unsur bakteri atau fungi

dapat saja ada dan dapt pula disebabkan oleh reaksi imun akut, yang sekali lagi

harus mempertimbangkan adanya penyakit virus aktif. Mungkin terlihat hipopion

dengan nekrosis, selain infeksi bakteri atau fung sekunder.

Lesi perifer kornea dapat pula ditimbulkan oleh HSV. Lesi – lesi ini

umumnya linear dan menunjukan kehilangan epitel sebelum stroma kornea

dibawahnya mengalami infiltrasi. Uji sensasi kornea tidak dapat diandalkan pada

penyakit herpes perifer. Pasien cenderung jauh kurang fotofobik dari pada pasien

infiltrat kornea non herpetik. Ulserasi umumnya jarang terjadi.

C. Diagnosis

Gambaran spesifik dendrit tidak memerlukan konfirmasi pemeriksaan yang

lain. Apabila gambaran lesi tidak spesifik maka diagnosis ditegakan berdasarkan

gambaran klinis infeksi kornea yang relatif sedang, dengan tanda – tanda

peradangan yang tidak berat serta riwayat penggunaan obat – obatan yang

menurunkan resistensi kornea seperti : anestesi lokal, kortikosteroid dan obat –

obatan imunosupresif. Apabila fasilitas memungkinkan dilakukan kultur virus dan

jaringan epitel dan lesi stroma.

D. Diagnosis banding

- Keratitis zooster

- Vaksinia

- Keratitis stafilococcus

9

Page 10: KERATITIS HSV

E. Prognosis

Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada

kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan

meninggalkan gejala sisa.

F. Terapi

Bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea, sambil memperkecil

replikasi efek merusak akibat respon radang.

1. Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial, karena

virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik

virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, namun epitel

terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung

kapas khusus. Yodium atau eter topikal tidak banyak manfaat dan dapat

menimbulkan keratitis kimiawi. Obat siklopegik seperti atropi 1 % atau

homatropin5% diteteskan kedalam sakus konjugtiva, dan ditutup dengan sedikit

tekanan. Pasien hars diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek

korneanya sembuh umumnyadala 72 jam. Pengobatan tabahan dengan anti virus

tpikal mempercepat pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel

pada keratitis epitel memberi keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun ada

kemungkinan pasien menghadapi berbagai keracunan obat.

2. Terapi obat

Agen anti virus topikal yang di pakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine,

trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Trfluridine dan acyclovirjauh lebih efektif

untuk penyakit stroma dari pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali

menimbulkan reaksi toxik. Acyclovir oral ada mamfaatnya untuk pengobatan

penyakit herpes mata berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap

penyakit herpes mata dan kulit agresif (eczema herpeticum). Study multicenter

trhadap efektivitas acyclovir untuk pengobatan kerato uveitis herpes simpleks dan

pencegahan penyakit rekurens kini sedang dilaksanakan ( herpes eye disease

study).

Reflikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada

epitel kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam

10

Page 11: KERATITIS HSV

hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu, bahkan berpotensi sangat

merusak. Kortikosteroid topikal dapat juga mempermudah perlunakan kornea,

yang meningkatkan risiko perporasi kornea. Jika memang perlu memakai

kortikosteroid topikal karena hebatnya respon peradangan, penting sekali

ditambahkan obat anti virus secuukupnya untuk mengendalikan replikasi virus.

3. Bedah

Keratolasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi

penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya

dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah, infeksi

herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang

diperlukanuntuk mencegah penolakantransplantasi kornea. Juga sulit dibedakan

penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens.

Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri

atau fungi mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan

sianokrilat dapat dipakai secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft

“petak” lamelar berhasil baik pada kasus tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki

keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena lebih kecil

kemungkinanterjadi penilakan transparant. Lensa kontak lunak untuk terapi atau

tarsorafimungkin diperlukan untuk pemulihandefek epitel yang terdapat

padakeratitis herpes simplek.

4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV

Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira – kira sepertiga

kasus dalam 2 tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme

pemicunya. Setelah denga teliti mewawancarai pasien. Begitu ditemukan, pemicu

itu dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah demam, pajanan

berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat dihindari. Keadaan –

keadaan yang dapat menimbulkan strea psikis dapat dikurangi. Dan aspirin dapat

diminum sebelum menstruasi.

11

Page 12: KERATITIS HSV

BAB III

PENUTUP

Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri,

virus, dan jamur. Biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang

terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman

dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma. 

Keratitis herpes simplek merupakan keratitis superfisial yang membentuk

garis infiltrat pada permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang.

Disebabkan oleh virus herpes simpleks, yang bisanya bermanifestasi dalam bentuk

keratitis dengan gejala ringan seperti fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan

menurun, konjungtiva hiperemia disertai dengan sensibilitas kornea yang

hipestesia.

Bentuk dendrit ini terjadi akibat pengrusakan aktif sel epitel kornea oleh

virus herpes simpleks disertai dengan terlepasnya sel di atas kelainan. Bentuk

dendrit ini dapat berlanjut menjadi bentuk geografik, yang biasanya tidak

mengenai jaringan stroma kornea.

Pengobatan kadang – kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh

spontan dengan melakukan debridement. Dapat juga dengan memberikan antivitus

dan sikopegik, antibiotika dengan bebat tekan. Antivirus seperti IDU 0,1%

diberikan setiap 1 jam atau asiklovir. Keratitis dendritik dapat menjadi indolen

sehingga terjadi tukak kornea

12

Page 13: KERATITIS HSV

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San

Fransisco 2006-2007 : 8-12, 157-60.

2. Vaugan Daniel G, Asbury Taylor, Riordan Paul-Eva. Oftalmologi umum edisi

14 : Kornea. Widya Medika Jakarta 1995 : 136-38

3. Ilyas, Sidarta. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2000 :52.

4. Ilyas, Sidarta . Ilmu penyakit mata PERDAMI. Edisi kedua. CV sagung seto

jakarta, 2002 114 -5,120 -31

5. Ilyas, Sidarta Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta,

2005 : 147-58

6. http://en.wikipedia.org/wiki/Cornea#Structure

7. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI. Hal: 56

8. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis ". Journal of the

American Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye.

ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm

9. Ilyas, Sidarta. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Penyakit Mata. Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 2003.

10. www.medscape.com/ Keratitis article

13