kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011

80
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011 i KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, anugerah, dan kesempatan yang diberikan sehingga penyusunan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok‐ pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun Anggaran 2011 dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penyampaian KEM dan PPKF merupakan amanat konstitusi yang tertuang di dalam Undang‐ Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 157. Ketentuan dalam pasal tersebut mewajibkan pemerintah untuk menyampaikan KEM dan PPKF sebagai bahan pembahasan untuk penyusunan Rancangan APBN kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 20 Mei tahun sebelumnya. Mengacu hal tersebut, pemerintah telah selesai menyusun dan menyampaikan KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 kepada DPR RI, untuk selanjutnya dibahas bersama dengan dewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam penyusunan dokumen KEM dan PPKF kali ini, terdapat nuansa yang agak berbeda dibandingkan tahun‐tahun sebelumnya. Isi dalam dokumen ini menggambarkan desain lanjutan dari arah kebijakan dan pembangunan ekonomi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010 – 2014. Hal tersebut karena merupakan periode kedua pelaksanaan pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Oleh karenanya, sangat disadari bahwa tuntutan dan harapan atas keberhasilan pembangunan yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat juga menjadi semakin besar. Selain itu, penyampaian KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 di dalam Rapat Paripurna DPR RI merupakan peristiwa pertama kali yang dilaksanakan. Secara garis besar, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok‐Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011 ini berisikan mengenai tiga hal, yaitu: (i) Kinerja perekonomian tahun 2009 dan prognosa tahun 2010; (ii) Tantangan dan sasaran pembangunan tahun 2011; dan (iii) Pokok‐pokok kebijakan fiskal tahun 2010 dan tahun 2011. Penyusunan KEM dan PPKF tahun 2011 dilakukan dalam situasi ekonomi global yang memasuki masa pemulihan pasca krisis tahun 2008 dan 2009 yang berpengaruh positif pada kinerja perekonomian domestik. Perkembangan positif kinerja ekonomi global maupun domestik tersebut, harus kita jadikan momentum untuk melangkah lebih optimis lagi. Pertumbuhan ekonomi harus mampu berakselerasi pada titik yang lebih tinggi dari pencapaian selama ini. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga harus lebih berkualitas dalam artian harus bisa memenuhi tiga syarat, yaitu: (i) mampu membuka lapangan kerja serta bisa menurunkan angka pengangguran dan

Upload: fathi-dayat

Post on 27-Jun-2015

5.897 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

 

KATA PENGANTAR 

 

Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala  rahmat, anugerah, dan 

kesempatan yang diberikan sehingga penyusunan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok‐

pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun Anggaran 2011 dapat diselesaikan tepat pada waktunya.  

Penyampaian  KEM  dan  PPKF merupakan  amanat  konstitusi  yang  tertuang  di  dalam Undang‐

Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 157. Ketentuan dalam 

pasal  tersebut  mewajibkan  pemerintah  untuk  menyampaikan  KEM  dan  PPKF  sebagai  bahan 

pembahasan  untuk  penyusunan  Rancangan  APBN  kepada  Dewan  Perwakilan  Rakyat  pada 

tanggal  20 Mei  tahun  sebelumnya. Mengacu  hal  tersebut,  pemerintah  telah  selesai menyusun 

dan menyampaikan KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011  kepada DPR RI,  untuk  selanjutnya 

dibahas bersama dengan dewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Dalam  penyusunan  dokumen  KEM  dan  PPKF  kali  ini,  terdapat  nuansa  yang  agak  berbeda 

dibandingkan tahun‐tahun sebelumnya. Isi dalam dokumen ini menggambarkan desain lanjutan 

dari arah kebijakan dan pembangunan ekonomi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 

Nasional  (RPJMN)  periode  2010  –  2014.  Hal  tersebut  karena  merupakan  periode  kedua 

pelaksanaan pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Oleh karenanya, sangat disadari 

bahwa  tuntutan  dan  harapan  atas  keberhasilan  pembangunan  yang  dapat  dirasakan  dan 

dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat juga menjadi semakin besar. Selain itu, penyampaian 

KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 di dalam Rapat Paripurna DPR RI merupakan peristiwa 

pertama kali yang dilaksanakan. 

Secara garis besar, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok‐Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011 ini 

berisikan mengenai  tiga hal,  yaitu:  (i) Kinerja perekonomian  tahun 2009 dan prognosa  tahun 

2010;  (ii) Tantangan dan sasaran pembangunan  tahun 2011; dan  (iii) Pokok‐pokok kebijakan 

fiskal  tahun 2010 dan  tahun 2011.    Penyusunan KEM dan PPKF  tahun 2011 dilakukan dalam 

situasi ekonomi global yang memasuki masa pemulihan pasca krisis tahun 2008 dan 2009 yang 

berpengaruh positif pada kinerja perekonomian domestik.  

Perkembangan  positif  kinerja  ekonomi  global maupun    domestik  tersebut,  harus  kita  jadikan 

momentum  untuk  melangkah  lebih  optimis  lagi.  Pertumbuhan  ekonomi  harus  mampu 

berakselerasi pada  titik yang  lebih  tinggi dari pencapaian  selama  ini.  Selain  itu, pertumbuhan 

ekonomi  juga  harus  lebih  berkualitas  dalam  artian  harus  bisa  memenuhi  tiga  syarat,  yaitu:  

(i)  mampu  membuka  lapangan  kerja  serta  bisa  menurunkan  angka  pengangguran  dan 

Page 2: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

ii 

kemiskinan,  (ii)  bersifat  inklusif  dan  berdimensi  pemerataan;  serta  (iii)  strukturnya  harus 

ditopang  secara  proporsional  oleh  berbagai  sektor  pendukungnya  baik  dari  pendekatan 

permintaan agregat maupun penawaran agregat.   

Dalam rangka mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas 

tersebut,  APBN  sebagai  instrumen  utama  kebijakan  fiskal  harus  didesain  sesuai  dengan 

fungsinya  baik  sebagai  alat  stabilisasi  ekonomi,  alat  memobilisasi  dana  masyarakat,  maupun 

alat distribusi pendapatan. Selain itu, kebijakan alokasi anggaran dalam APBN akan diarahkan 

kepada upaya mendukung kegiatan  ekonomi nasional  dalam memacu pertumbuhan  ekonomi,  

memantapkan  pengelolaan  keuangan  negara,  serta  mendukung  pelaksanaan  otonomi  daerah 

dan  desentralisasi  fiskal.  Kebijakan  tersebut  sesuai  dengan  tema  Rencana  Kerja  Pemerintah 

(RKP) Tahun 2011 yaitu ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh 

Pemantapan Tatakelola dan Sinergi Pusat Daerah”.  

Dalam  rangka  mendukung  pencapaian  berbagai  sasaran  pembangunan  2011,  postur  APBN 

Tahun  2011  disusun  dengan  prinsip  dasar  optimalisasi  sumber‐sumber  penerimaan  negara 

serta  pelaksanaan  efisiensi  dan  efektivitas  di  bidang  belanja  negara.  Selain  itu,  penetapan 

besaran  defisit  didasarkan  pada  tetap  terjaganya  konsolidasi  dan  kesinambungan  fiskal  serta 

memperhatikan  kemampuan  keuangan  negara  untuk  bisa  menutup  defisit  tersebut  dari 

sumber‐sumber pembiayaan yang tidak memberatkan di masa kini dan mendatang. 

Sebelum menutup  kata  pengantar  ini,    kami  ucapkan  terima  kasih  kepada  pihak‐pihak  yang 

telah  membantu  dan  berupaya  untuk  menyelesaikan  Kerangka  Ekonomi  Makro  dan  Pokok‐

Pokok  Kebijakan  Fiskal  Tahun  Anggaran  2011,  sesuai  dengan  batas  waktu  yang  telah 

ditentukan. Berbagai kekurangan atau keterbatasan atas isi dari dokumen tersebut, kami akan 

perbaiki  seiring  dengan  bertambahnya  informasi  dan  adanya  berbagai  masukan  atau 

pandangan yang berharga. Dokumen KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 ini untuk kemudian 

akan  menjadi  dasar  dalam  pembahasan  Pemerintah  bersama‐sama  dengan  DPR  RI  sebelum 

dituangkan dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2011. 

Jakarta,     Mei 2010 

 

 

Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan RI     

Page 3: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

iii 

 DAFTAR ISI 

 

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................................  i 

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................................  iii 

DAFTAR GRAFIK .........................................................................................................................................................  v 

DAFTAR TABEL .........................................................................................................................................................  vii 

BAB  I PENDAHULUAN............................................................................................................................................. 1 

BAB II KINERJA PEREKONOMIAN 2009 DAN PROYEKSI 2010 ............................................... 4 

A.  Perkembangan Perekonomian Global ..................................................................................................... 4 1.  Pertumbuhan Ekonomi Dunia ........................................................................................................................................... 4 2.  Volume Perdagangan Dunia ............................................................................................................................................... 8 

B.  Perekonomian Domestik ................................................................................................................................. 9 1.  Pertumbuhan Ekonomi ........................................................................................................................................................ 9 2.  Nilai Tukar ............................................................................................................................................................................... 14 3.  Inflasi ......................................................................................................................................................................................... 16 4.  Suku Bunga SBI 3 bulan .................................................................................................................................................... 17 5.  Harga dan Lifting Minyak Indonesia ............................................................................................................................ 18 6.  Neraca Pembayaran ............................................................................................................................................................ 22 7.  Ketenagakerjaan dan Kemiskinan ................................................................................................................................ 25 

BAB III TANTANGAN PEREKONOMIAN DAN SASARAN EKONOMI MAKRO 2011 ....... 28 

A.  Tantangan ................................................................................................................................................................................. 28 1.  Tantangan Perekonomian Global 2011 ...................................................................................................................... 28 2.  Tantangan Perekonomian Domestik ........................................................................................................................... 30 

B.  Sasaran ..................................................................................................................................................................... 31 1.  Pertumbuhan Ekonomi ..................................................................................................................................................... 31 2.  Nilai Tukar ............................................................................................................................................................................... 35 3.  Inflasi ......................................................................................................................................................................................... 36 4.  Suku Bunga SBI 3 bulan .................................................................................................................................................... 37 5.  Harga dan Lifting Minyak ................................................................................................................................................. 37 6.  Ketenagakerjaan dan Kemiskinan ................................................................................................................................ 38 

Page 4: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

iv 

BAB   IV POKOK­POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN 2011 ................................................... 40 

A.  Pelaksanaan Kebijakan Fiskal 2009 dan Proyeksi 2010 .................................................................... 40 1.  Pendapatan Negara dan Hibah ....................................................................................................................................... 42 2.  Belanja Negara ...................................................................................................................................................................... 46 3.  Pembiayaan Anggaran ....................................................................................................................................................... 49 

B.  ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2011 ............................................................................................... 51 

C.  SASARAN DAN KEBIJAKAN FISKAL 2011 ............................................................................................... 51 1.  Kebijakan Pendapatan Negara ....................................................................................................................................... 54 2.  Kebijakan Belanja Negara ................................................................................................................................................ 57 3.  Kebijakan Pembiayaan Anggaran ................................................................................................................................. 63 4.  Risiko Fiskal............................................................................................................................................................................ 65 

Page 5: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

 DAFTAR GRAFIK 

 

GRAFIK II.1 PERTUMBUHAN EKONOMI AS DAN  NEGARA MAJU ASIA .................................................... 5 

GRAFIK II.2 PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA MAJU EROPA ................................................................. 5 

GRAFIK II.3 PERTUMBUHAN EKONOMI  AS DAN  NEGARA MAJU DI ASIA ............................................. 6 

GRAFIK II.4 PERTUMBUHAN EKONOMI  NEGARA MAJU EROPA ................................................................ 6 

GRAFIK II.5 PERTUMBUHAN EKONOMI CHINA DAN ASEAN‐5 .................................................................... 6 

GRAFIK II.6 PERTUMBUHAN DI KAWASAN ASIA ............................................................................................... 7 

GRAFIK II.7 PERTUMBUHAN EKONOMI ASEAN‐5 ............................................................................................. 7 

GRAFIK II.8 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA .................................................................................................. 8 

GRAFIK II.9 PERTUMBUHAN VOLUME PERDAGANGAN DUNIA .................................................................. 8 

GRAFIK II.10 SUMBER PENGELUARAN PDB ........................................................................................................ 9 

GRAFIK II.11  PERTUMBUHAN PDB TAHUNAN  2007 ‐ 2010 .................................................................... 12 

GRAFIK II.12  PERTUMBUHAN PDB TRIWULANAN (YOY) ......................................................................... 12 

GRAFIK II.13 SUMBER PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN .................................................................. 12 

GRAFIK II.14 NILAI TUKAR RUPIAH ..................................................................................................................... 15 

GRAFIK II.15 NILAI TUKAR RUPIAH DAN CADANGAN DEVISA ................................................................ 15 

GRAFIK II.16  INFLASI IHK JAN 2008 ‐ APR 2010 ........................................................................................... 16 

GRAFIK II.17 INFLASI MENURUT KELOMPOK PENGELUARAN (%, YOY) ............................................. 17 

GRAFIK II.18 INFLASI MENURUT KOMPONEN (%,YOY) .............................................................................. 17 

GRAFIK II.19 SUKU BUNGA BI RATE DAN SBI 3 BULAN, 2007‐2010 ...................................................... 17 

GRAFIK II.20 PRODUKSI DAN KONSUMSI MINYAK DUNIA ......................................................................... 19 

GRAFIK II.21 HARGA MINYAK WTI DAN ICP ..................................................................................................... 20 

GRAFIK II.22 PROYEKSI ICP 2010 .......................................................................................................................... 20 

GRAFIK II.23 LIFTING MINYAK ................................................................................................................................ 22 

GRAFIK II.24 ANGKATAN KERJA DAN TINGKAT PENGANGGURAN 2004 ‐ 2010 .............................. 25 

GRAFIK II.25 KOMPOSISI LAPANGAN  KERJA  TAHUN 2008 (PERSEN) ................................................ 25 

GRAFIK II.26  KOMPOSISI LAPANGAN  KERJA  TAHUN 2009 (PERSEN) ............................................... 25 

GRAFIK II.27 JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN TINGKAT KEMISKINAN 2004 ‐ 2009 ................. 26 

 

Page 6: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

vi 

 

GRAFIK III.1  SUMBER‐SUMBER INVESTASI TAHUN 2011 (PERSEN) ................................................... 33 

GRAFIK III.2  PERKEMBANGAN INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) ......................... 33 

GRAFIK III.3 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI NILAI TUKAR 2006 – 2011 ...................................... 36 

GRAFIK III.4 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI INFLASI  2010 – 2011 ................................................ 36 

GRAFIK III.5  SUKU BUNGA SBI DAN PROYEKSI 2010 – 2011 ................................................................... 37 

GRAFIK IV.1  PENERIMAAN PERPAJAKAN, 2005‐2010 ................................................................................ 43 

GRAFIK IV.2  PERKEMBANGAN PNBP, 2005 – 2010 ...................................................................................... 45 

GRAFIK IV.3  BELANJA NEGARA, 2005‐2010 .................................................................................................... 46 

GRAFIK IV.4  BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2005‐2010 .......................................................................... 47 

GRAFIK IV.5 TRANSFER KE DAERAH, 2005‐2010 .......................................................................................... 48 

GRAFIK IV.6  SUMBER PEMBIAYAAN APBN, 2005‐2010 ............................................................................. 50 

GRAFIK IV.7 POSISI UTANG PEMERINTAH, 2005‐2010 ............................................................................... 50 

GRAFIK IV.8 REALISASI DAN ARAH DEFISIT APBN, 2005 – 2011 ........................................................... 53 

GRAFIK IV.9 RISIKO PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA ................................................................... 66 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

vii 

 

DAFTAR TABEL  

 TABEL II.1  LAJU PERTUMBUHAN PDB SEKTORAL 2007‐2009 (Persen, Tahunan, yoy) ............... 11 

TABEL II.2 PERKIRAAN PERTUMBUHAN DAN  PROPORSI PDB 2010  (Persen, YoY) ..................... 13 

TABEL II.3 LAJU PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR PDB SEKTORAL 2010 (Persen, YOY) ............. 14 

TABEL II.4 LIFTING MINYAK PER KKKS (ribu barel per hari) ................................................................... 21 

TABEL II.5 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA, 2007 – 2010 (Juta USD) ........................................... 24 

TABEL III.1 INDIKATOR EKONOMI DUNIA (Persen) ..................................................................................... 28 

TABEL III.2 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI 2011 ........................................................................ 31 

TABEL III.3 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL 2011 (Persen, yoy) .................... 35 

TABEL IV.1  RINGKASAN APBN TAHUN 2008 ‐ 2010 (Triliun Rupiah) ................................................. 42 

TABEL IV.2  ASUMSI EKONOMI MAKRO 2010‐2011 ...................................................................................... 51 

TABEL IV.3  RINGKASAN APBN TAHUN 2010 – 2011  (Triliun Rupiah) ............................................... 65 

Page 8: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

 

BAB  I 

PENDAHULUAN 

Sejak pertengahan tahun 2009, kinerja perekonomian global terus menunjukkan perbaikan dan 

pemulihan  dari  krisis.  Performa  berbagai  negara  pilar  perekonomian  dunia  seperti  Amerika 

Serikat (AS),  Jepang, Cina, dan India terus menunjukkan kinerja yang semakin baik. Perbaikan 

ekonomi AS antara lain ditandai dari meningkatnya kapasitas produksi, menguatnya konsumsi 

dan  daya  beli  rumah  tangga,  meningkatnya  penyerapan  tenaga  kerja,  dan  meredanya  laju 

rasionalisasi  pegawai  (PHK).  Hal  senada  juga  terjadi  di  Jepang  dan  India  dimana  aktivitas 

produksi  dan  konsumsi  masyarakat  cenderung  terus  mengalami  penguatan.  Untuk  Cina, 

perbaikan  ekonomi bisa  terlihat  dari  pertumbuhan ekonomi  triwulan  I  tahun 2010 mencapai 

11,3  persen  dan  merupakan  pertumbuhan  tertinggi  dalam  tiga  tahun  terakhir.  Dengan 

memperhatikan  berbagai  kondisi  tersebut,  World  Economic  Outlook  (WEO)  April  2010 

memproyeksikan  pertumbuhan  ekonomi  global  tahun  2010  mencapai  4,2  persen  (yoy)  atau 

lebih  tinggi dibandingkan proyeksi  sebelumnya dalam WEO  Januari 2010 yang hanya sebesar 

3,9 persen (yoy).  

Meskipun demikian, kinerja ekonomi global masih dihadapkan pada risiko potensi krisis Eropa 

berupa tingginya beban utang dan lonjakan defisit fiskal yang terjadi di beberapa negara seperti 

Portugal,  Italia,  Spanyol,  Irlandia,  dan Yunani. Data menunjukkan bahwa utang pemerintah di 

negara‐negara  tersebut  telah  jauh  melampaui  standar  aman  untuk  berutang  (Maastricht 

Benchmark)  yaitu  rasio  utang  per  PDB  sebesar  60  persen  dan  defisit  anggaran  tidak  boleh 

melampaui  dari  3  persen  PDB.  Tercatat  rasio  utang  berbanding  PDB  negara‐negara  tersebut 

adalah Yunani (115 persen), Irlandia (64 persen), Portugal (77 persen), dan Italia (116 persen). 

Ancaman  krisis  Eropa  tersebut  terindikasi  dari  jatuhnya  bursa  saham  dan  pelarian  modal 

secara  masif  dari  pasar  finansial  Eropa.  Investor  melakukan  pelepasan  aset‐aset  di  berbagai 

negara Eropa yang dinilai berisiko dan mengalihkannya ke negara yang dinilai lebih aman (safe 

haven)  seperti  AS.  Hal  ini  pada  gilirannya  telah  memicu  apresiasi  dolar  AS  secara  tajam 

beberapa waktu lalu.  

Seiring  upaya  pemulihan  melalui  peningkatan  disiplin  fiskal  dan  pemberian  dana  talangan, 

kinerja ekonomi kawasan Eropa berangsur‐angsur membaik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa 

indikator  seperti  menguatnya  konsumsi  rumah  tangga,  membaiknya  indeks  penjualan  retail, 

dan survei keyakinan konsumen yang mencerminkan optimisme akan terjadinya pemulihan di 

kawasan  tersebut.  Dari  sisi  industri,  perbaikan  kinerja  ekonomi  Eropa  tercermin  dari 

Page 9: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

Purchasing Manager Index (PMI) baik sektor manufaktur maupun jasa yang sudah berada pada 

fase ekspansi sejalan dengan kinerja ekspor yang telah memasuki pertumbuhan positif. 

Perkembangan  ekonomi  global  yang  cenderung  membaik  telah  berpengaruh  positif  pada 

kinerja  perekonomian  domestik.  Dalam  empat  triwulan  terakhir,  stabiltas  ekonomi  makro 

relatif terjaga dengan kecenderungan yang terus membaik. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS 

mengalami  penguatan  sebesar  15  persen  sepanjang  2009,  dan  penguatan  ini  terus  berlanjut 

hingga  akhir April  2010. Penguatan nilai  tukar  rupiah memberikan  sentimen positif  terhadap 

laju inflasi dimana inflasi kumulatif dan tahunan dalam empat bulan pertama tahun 2010 yang 

relatif rendah masing‐masing sebesar 1,15 persen (ytd) dan 3,91 persen (yoy). Sejalan dengan 

itu, suku bunga SBI 3 bulan mengalami penurunan dimana pada Januari 2009 berada pada level 

10,39 persen dan terus menurun hingga level 6,58 persen pada Desember 2009. Tingkat SBI 3 

bulan tersebut terus dipertahankan hingga akhir triwulan I tahun 2010.   

Selain  itu,  kinerja  ekspor  dan  impor  dalam  tiga  bulan  pertama  2010  juga  mengalami 

peningkatan  cukup  signifikan  masing‐masing  sebesar  53,7  persen  dan  57,3  persen.  Sejalan 

dengan  peningkatan  kinerja  ekspor  impor  tersebut,  cadangan  devisa  juga  terus  mengalami 

penguatan  dan  pada  akhir  April  2010  mencapai  78,58  miliar  dolar  AS.  Laju  pertumbuhan 

ekonomi  triwulan  I  tahun  2010  juga  meningkat  menjadi  5,7  persen  (yoy)  atau  lebih  tinggi 

dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,5 persen (yoy). 

Perkembangan positif  kinerja  ekonomi  global  dan domestik  di  atas  akan menjadi momentum 

sekaligus  titik awal bagi Bangsa  Indonesia untuk melangkah  lebih optimis  lagi di  tahun 2011. 

Pertumbuhan  ekonomi  tahun  2011  diperkirakan  akan  bisa  berakselerasi  pada  level  tinggi 

sebagaimana  sebelum  krisis.  Selain  itu,  pertumbuhan  ekonomi  tahun  2011  diupayakan  agar 

lebih berkualitas dengan menitikberatkan pada sisi inklusif dan berdimensi pemerataan.   

Dalam rangka mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas 

tersebut,  APBN  sebagai  instrumen  utama  kebijakan  fiskal  akan  didesain  sesuai  dengan 

fungsinya  sebagai  alat  stabilisasi  ekonomi,  alat  memobilisasi  dana  masyarakat,  dan  alat 

distribusi  pendapatan.  Selain  itu,  kebijakan  alokasi  anggaran  dalam  APBN  akan  diarahkan 

kepada upaya mendukung kegiatan  ekonomi nasional  dalam memacu pertumbuhan  ekonomi,  

memantapkan  pengelolaan  keuangan  negara,  serta  mendukung  pelaksanaan  otonomi  daerah 

dan  desentralisasi  fiskal  sesuai  dengan  tema  Rencana  Kerja  Pemerintah  (RKP)  Tahun  2011 

yaitu  ”Percepatan  Pertumbuhan  Ekonomi  yang  Berkeadilan  Didukung  oleh  Pemantapan 

Tatakelola dan Sinergi Pusat Daerah”.  

Page 10: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

Sejalan  dengan  tema  RKP  2011,  dan  potensi  tantangan  yang  dihadapi  ke  depan,  Pemerintah 

telah  menetapkan  tiga  sasaran  pembangunan  dalam  tahun  2011  yaitu:  (1)  Sasaran 

pembangunan kesejahteraan, (2) Sasaran pembangunan demokrasi, dan (3) Sasaran penegakan 

hukum. Untuk sasaran pembangunan kesejahteraan diantaranya ditujukan untuk menurunkan 

tingkat pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan  angka partisipasi  sekolah mulai  tingkat 

SD  sampai  perguruan  tinggi,  meningkatkan  produksi  pangan,  meningkatkan  produksi  energi 

dan listrik, serta meningkatkan pembangunan infrastruktur jalan serta jaringan prasarana dan 

penyediaan  sarana  transportasi.  Sedangkan,  sasaran  pembangunan  demokrasi,  diantaranya 

ditujukan untuk terciptanya peningkatan kualitas demokrasi Indonesia dan sasaran penegakan 

hukum  dimaksudkan  untuk  tercapainya  kepastian  keadilan  melalui  penegakan  hukum  dan 

terjaganya ketertiban umum.  

Dalam  rangka mendukung  pencapaian  berbagai  sasaran  pembangunan  2011  tersebut,  postur 

APBN  Tahun  2011  disusun  dengan  prinsip  dasar  optimalisasi  sumber‐sumber  penerimaan 

negara  serta  pelaksanaan  efisiensi  dan  efektivitas  di  bidang  belanja  negara.  Selain  itu, 

penetapan  besaran  defisit  didasarkan  pada  tetap  terjaganya  konsolidasi  dan  kesinambungan 

fiskal serta memperhatikan kemampuan keuangan negara untuk bisa menutup defisit tersebut 

dari sumber‐sumber pembiayaan yang tidak memberatkan di masa kini dan mendatang. 

Pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp1.086,7 triliun, yang berarti mengalami kenaikan 9,5 

persen dari perkiraan pendapatan negara di tahun 2010. Sedangkan,  belanja negara ditetapkan 

menjadi  Rp1.204,9  triliun,  yang  akan  dialokasikan melalui  belanja  pemerintah  pusat  sebesar 

Rp840,9  triliun  (69,8  persen)  dan  anggaran  transfer  ke  daerah  sebesar Rp364,1  triliun  (30,2 

persen).   

Dengan  konfigurasi  kebijakan  fiskal  seperti  di  atas,  defisit  anggaran  pada  tahun  2011 

direncanakan sebesar Rp118,3 triliun atau mencapai 1,7 persen terhadap PDB. Untuk menutup 

defisit  tersebut,  Pemerintah  akan  mengupayakan melalui  pengadaan  utang  domestik  dengan 

menerbitkan  surat  berharga  negara  (SBN)  sebagai  sumber  pembiayaan  terbesar  melalui 

beberapa  strategi,  seperti:  penerapan  kebijakan  yang  sesuai  dengan dinamika pasar  SBN dan 

ekonomi makro;  penerbitan  SBN  secara  reguler  dengan meminimalkan  risiko  keuangan  yang 

berasal dari nilai tukar dan suku bunga; dan diversifikasi instrumen SBN. 

Page 11: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

 

BAB II 

KINERJA PEREKONOMIAN 2009 DAN PROYEKSI 2010 

A. Perkembangan Perekonomian Global 

1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia 

Pada  tahun  2009,  perekonomian  global  menghadapi  tekanan  yang  cukup  berat  sebagai 

kelanjutan  krisis  keuangan  global  yang  terjadi  di  tahun  tahun  sebelumnya.  Krisis  subprime 

mortgage  yang  terjadi  di  US  pada  pertengahan  tahun  2007  telah menimbulkan  gejolak  pasar 

finansial di berbagai belahan dunia. Pada tahun‐tahun selanjutnya gejolak pasar finansial yang 

terjadi  telah meluas  ke  berbagai  sektor  ekonomi  lainnya dan  kondisi  tersebut   menyebabkan 

terjadinya perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2008. Di tahun 2008 terlihat 

bahwa  tekanan  krisis  finansial  telah  menyebabkan  jatuhnya  berbagai  perusahaan  serta 

peningkatan  angka  pengangguran  khususnya  di  negara  negara  maju.  Peningkatan 

pengangguran  dan  kebangkrutan  berbagai  perusahaan  telah  mendorong  penurunan  tingkat 

permintaan dan pada akhirnya  turut menyebabkan penurunan output sektor riil  serta  tingkat 

pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, khususnya di negara maju.   Pertumbuhan ekonomi 

dunia tahun 2007 yang mencapai 5,2 persen melambat di tahun 2008 menjadi 3,0 persen. 

Krisis  global  tahun 2008,  terus berlanjut  hingga  tahun 2009. Krisis  yang  terjadi  bahkan  telah 

menyebabkan  terjadinya  kontraksi  ekonomi  pada  laju  pertumbuhan  ekonomi  dunia.  Laju 

pertumbuhan ekonomi global menurun dari sebesar 3,0 persen di  tahun 2008 menjadi minus 

0,6 persen di tahun 2009. Penurunan tersebut terutama bersumber pada resesi yang terjadi di 

berbagai negara maju. Di tahun 2009, pertumbuhan ekonomi negara‐negara maju menurun 3,2 

persen. Sebagian besar negara maju mengalami pertumbuhan tahunan terendah pada semester 

pertama tahun 2009. Memasuki semester kedua, mulai terlihat pembalikan laju pertumbuhan, 

namun sebagian besar negara‐negara tersebut masih menghadapi laju pertumbuhan negatif. 

Amerika dan Jepang, yang merupakan negara maju mitra dagang utama Indonesia, mengalami 

laju pertumbuhan negatif selama tiga triwulan pertama tahun 2009. Laju pertumbuhan tersebut 

mengalami  kecenderungan  membaik  di  triwulan  keempat,  walau  Jepang  masih  mengalami 

pertumbuhan negatif. Di sisi lain, Amerika Serikat mulai menunjukkan laju pertumbuhan positif 

di triwulan terakhir 2009. Sedikit berbeda dengan yang dialami kedua negara tersebut, setelah 

Page 12: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

mengalami  pertumbuhan  negatif  di  triwulan  pertama  dan  kedua,  Korea  Selatan  berhasil 

mencapai laju pertumbuhan positif di triwulan ketiga dan keempat tahun 2009 (grafik II.1). 

Dalam  hal  kinerja  ekonomi  selama  tahun  2009,  terlihat  bahwa  seluruh  negara  maju,  kecuali 

Korea  Selatan, mengalami  kontraksi  ekonomi. Di  kawasan Asia  Pasifik,  negara‐negara  seperti 

Amerika  Serikat  dan  Jepang  masing‐masing  mengalami  kontraksi  ekonomi  dengan 

pertumbuhan  sebesar  ‐2,4  persen  dan  ‐5,2  persen,  sedangkan  Korea  Selatan  mencatat 

pertumbuhan sebesar 0,2 persen.  

Perkembangan  serupa  juga  ditunjukkan  oleh  beberapa  negara maju  di  kawasan  Eropa,  yaitu 

Inggris,  Perancis,  dan  Jerman.  Pertumbuhan    ekonomi  di  negara‐negara  tersebut  mengalami 

kejatuhan  di  triwulan  pertama  tahun  2009  dan mulai menunjukkan  perbaikan  pertumbuhan 

ekonomi  di  triwulan‐triwulan  selanjutnya.  Namun  demikian,  hingga  akhir  tahun  2009, 

perekonomian  ketiga  negara  tersebut masih mengalami  pertumbuhan negatif, masing‐masing 

Inggris  sebesar  ‐4,9  persen,  Perancis  sebesar  ‐2,2  persen,  dan  Jerman  sebesar  ‐5,0  persen 

(grafik II.2). Secara keseluruhan kawasan Eropa mengalami kontraksi dengan pertumbuhan ‐4,1 

persen.  

GRAFIK II.1 PERTUMBUHAN EKONOMI AS DAN  

NEGARA MAJU ASIA 

‐10,0%

‐5,0%

0,0%

5,0%

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2007 2008 2009

Amerika Serikat Jepang Korea Selatan

Sumber: CEIC, Maret 2010

GRAFIK II.2 PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA MAJU EROPA 

 

‐8,0%

‐3,0%

2,0%

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2007 2008 2009

Inggris Perancis Jerman

Page 13: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

GRAFIK II.5 PERTUMBUHAN EKONOMI CHINA DAN ASEAN­5 

‐10%

‐5%

0%

5%

10%

15%

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2007 2008 2009

China Malaysia SingapuraPhillipina Thailand Indonesia

Sumber: CEIC, 2010 

Untuk  negara‐negara  berkembang,  walau  melambat  secara  signifikan,  laju  pertumbuhannya 

pada tahun 2009 masih positif sebesar 2,4 persen. Perekonomian negara‐negara berkembang di 

kawasan Asia Timur dan Tenggara, secara relatif menunjukkan perkembangan yang lebih baik, 

dengan  kecenderungan  yang  sama 

dengan  negara‐negara  maju.  Pada 

umumnya negara‐negara di kawasan 

ini  mengalami  perlambatan  laju 

pertumbuhan  ekonomi  pada 

triwulan  pertama  2009  dan  mulai 

membaik  di  triwulan  selanjutnya. 

Cina  sebagai  salah  satu  sumber 

kekuatan  ekonomi  berkembang, 

tetap  menunjukkan  laju 

pertumbuhan  positif  di  seluruh 

triwulan tahun 2009.  

Untuk  kawasan  ASEAN,  Indonesia  dan  Filipina  merupakan  dua  negara  ASEAN‐5  yang  terus 

mencatat pertumbuhan positif di setiap triwulan tahun 2009. Singapura mengalami kontraksi di 

triwulan pertama dan kedua, sementara Malaysia dan Thailand baru mengalami pertumbuhan 

positif  di  triwulan  terakhir  tahun  2009.  Secara  keseluruhan  di  tahun  2009  negara‐negara 

anggota  ASEAN‐5  tumbuh  positif  sebesar  1,7  persen.  Indonesia  dan  Filipina  mencapai 

pertumbuhan positif masing‐masing sebesar  4,5 persen dan 0,9 persen. Pertumbuhan ekonomi 

tiga  negara  anggota  lainnya,  yaitu  Malaysia,  Singapura,  dan  Thailand  mengalami  kontraksi 

masing‐masing  sebesar  1,7  persen,  2,0  persen,  dan  2,3  persen.  Disini  terlihat  bahwa 

GRAFIK II.3 PERTUMBUHAN EKONOMI  AS DAN  

NEGARA MAJU DI ASIA 

‐6,0%

‐4,0%

‐2,0%

0,0%

2,0%

4,0%

6,0%

Amerika Serikat

Jepang Korea Selatan

2007 2008 2009 2010 Sumber: World Economic Outlook (WEO), April 2010

GRAFIK II.4 PERTUMBUHAN EKONOMI  NEGARA MAJU EROPA 

‐6,0%

‐4,0%

‐2,0%

0,0%

2,0%

4,0%

Eropa Inggris Jerman Perancis

2007 2008 2009 2010 

Page 14: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

perekonomian  Indonesia memiliki daya  tahan yang  relatif  paling  baik diantara negara‐negara 

utama ASEAN (ASEAN‐5) dalam menghadapi krisis global 2008/2009. 

Untuk  kawasan  Asia,  kinerja  ekonomi  pada  tahun  2009  relatif  jauh  lebih  baik  dibanding 

kawasan  lainnya.  Cina  dan  India merupakan  dua  ekonomi  penting  yang menjadi  determinan 

dalam mengurangi dampak krisis global ke kawasan Asia. Kedua negara tersebut dan beberapa 

negara  lain  seperti  Indonesia  dan  Filipina  merupakan  negara‐negara  yang  masih  mampu 

mencapai  pertumbuhan  positif  di  tahun  2009.  Pada  tahun  tersebut,  Cina  dan  India  masing 

masing tumbuh sebesar 8,7 persen dan 5,7 persen.  

Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, pada tahun 2010 diperkirakan negara‐negara 

maju  akan  kembali  tumbuh  positif.  Amerika  Serikat,  Jepang,  dan  Korea  Selatan  tumbuh  3,1 

persen,  1,9  persen,  dan  4,5  persen,    Sedangkan  di  Eropa,  Inggris  akan  tumbuh  sebesar  1,0 

persen, Jerman sebesar 1,2 persen, dan Perancis sebesar 1,5 persen. Mengingat besarnya peran 

perekonomian  negara‐negara  maju,  membaiknya  pertumbuhan  ekonomi  negara  tersebut 

tentunya  akan  memberikan  dorongan  positif  bagi  pertumbuhan  ekonomi  global.  Namun 

demikian,  kondisi  tersebut masih  dibayangi  oleh  risiko  gejolak  ekonomi  dan  tingginya  beban 

utang yang terjadi di beberapa negara Eropa. 

Pada  tahun  2010  Asia  akan  menjadi  kawasan  dengan  pertumbuhan  ekonomi  tertinggi 

dibanding  kawasan  lain  di  dunia.  Cina  dan  India  akan  kembali  menjadi  motor  penggerak 

ekonomi  Asia,  dengan  perkiraan  laju  pertumbuhan  ekonomi  masing‐masing  mencapai  10,0 

persen dan 8,8 persen. Sementara negara‐negara ASEAN‐5 secara agregat akan tumbuh sebesar 

5,4 persen.  

GRAFIK II.6 PERTUMBUHAN DI KAWASAN ASIA

0

2

4

6

8

10

12

14

China India ASEAN‐5

2007 2008 2009 2010

Sumber: WEO April 2010 

GRAFIK II.7 PERTUMBUHAN EKONOMI ASEAN­5 

‐4

‐2

0

2

4

6

8

10

Malaysia

Thailand

Singapura

Filipina

Indo

nesia

2007 2008 2009 2010

Page 15: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

GRAFIK II.8 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA 

5,2%

3,0%

‐0,6%

4,2%

2,7%0,5%

‐3,2%

2,3%

8,3%

6,1%

2,4%

6,3%

‐4,0%

‐2,0%

0,0%

2,0%

4,0%

6,0%

8,0%

10,0%

2007 2008 2009 2010

Dunia Negara Maju Negara Berkembang 

Sumber: WEO April 2010 

GRAFIK II.9 PERTUMBUHAN VOLUME PERDAGANGAN DUNIA 

7,3%

2,8%

‐10,7%

7,0%

‐15%

‐10%

‐5%

0%

5%

10%

2007 2008 2009 2010

Sumber: WEO April 2010 

Tren  pemulihan  yang  mulai  terlihat  di 

berbagai negara di akhir 2009 dan awal 

2010 mengisyaratkan adanya perbaikan 

laju  pertumbuhan  ekonomi  global  di 

tahun 2010. Laju pertumbuhan ekonomi 

global di akhir tahun 2010 diperkirakan 

mencapai 4,2 persen. Perkiraan tersebut 

lebih  tinggi  dibanding  perkiraan 

sebelumnya  yang  hanya  mencapai  3,9 

persen.  Revisi  perkiraan  tersebut  juga 

dapat  diartikan  bahwa  proses 

pemulihan  ekonomi  global  lebih  cepat 

dari yang diperkirakan sebelumnya.  

2. Volume Perdagangan Dunia 

Salah  satu  faktor  penting  meluasnya  dampak  krisis  ke  berbagai  negara  adalah  dampak  dari 

kecenderungan  globalisasi  dan  perdagangan  antar  negara.  Hubungan  perdagangan 

internasional  diyakini membawa dampak  positif, mengingat  perannya  dalam perluasan  akses 

pasar  dan  kapasitas  produksi  hingga  mampu  memberi  peluang  peningkatan  pertumbuhan 

ekonomi.  Namun  demikian,  fenomena  globalisasi  dan  hubungan  perdagangan  tersebut  juga 

telah meningkatkan  risiko bagi  stabilitas  ekonomi di masing‐masing negara.  Semakin  eratnya 

keterikatan  dan  ketergantungan  di  berbagai  negara  menyebabkan  lebih  mudahnya  proses 

penularan gejolak ekonomi dari satu negara ke negara lain.  

Dalam  kaitan  dengan  krisis  ekonomi 

global  tahun  2008/2009,  gejolak 

ekonomi dan penurunan sisi permintaan 

(demand)  di  kelompok  negara  maju, 

telah  menyebabkan  penurunan  kinerja 

ekspor di kelompok negara berkembang. 

Dampak  tersebut  semakin  terasa  di 

negara  yang  memiliki  peran  kegiatan 

ekspor  impor  yang  cukup  besar  dalam 

struktur perekonomiannya. 

Page 16: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

GRAFIK II.10 SUMBER PENGELUARAN PDB 

4,9%

15,7%

3,3%

‐9,7%

‐15,0%‐20%

‐15%

‐10%

‐5%

0%

5%

10%

15%

20%

2007 2008 2009

Konsumsi RTKonsumsi PemerintahPMTBEksporImpor

 

Sumber: Badan Pusat Statistik 

Perlambatan  kegiatan  ekspor  impor  telah  terlihat  sejak  tahun  2008.  Pertumbuhan  volume 

perdagangan dunia pada tahun 2007 yang mencapai 7,3 persen melambat secara signifikan di 

tahun 2008 menjadi 2,8 persen. Bahkan kegiatan ekspor dan impor global kembali mengalami 

penurunan  tajam  di  tahun  2009  hingga  volume  perdagangan  dunia  mencatat  pertumbuhan 

negatif  sebesar  ‐10,7  persen.  Pertumbuhan  volume  perdagangan  global  di  tahun  2010 

diperkirakan  kembali  pulih  sejalan  dengan  indikasi  membaiknya  pertumbuhan  ekonomi  di 

tahun tersebut. Dalam WEO April 2010, pertumbuhan volume perdagangan dunia diperkirakan 

mencapai  7,0  persen.  Peningkatan  laju  pertumbuhan  tersebut  akan  berdampak  positif  bagi 

kinerja ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

B. Perekonomian Domestik 

1. Pertumbuhan Ekonomi 

Pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  tahun  2009  tumbuh  sebesar  4,5  persen  (yoy)  menurun 

dibandingkan  dua  tahun  sebelumnya  yang  sebesar  6,3  persen  (yoy)  dan  6,0  persen  (yoy)  di 

tahun  2007  dan  2008.  Penurunan  ini  ditandai  dengan  anjloknya  kinerja  investasi  dan  sektor 

eksternal  sebagai  dampak  dari  menurunnya  permintaan  global  yang  mulai  terjadi  sejak 

pertengahan tahun 2008. Sebelum krisis tahun 2008, kinerja investasi pada tahun 2007 mampu 

tumbuh  sebesar  9,3  persen  (yoy)  dan  kemudian mengalami  penurunan  sehingga  pada  tahun 

2009 menjadi  sebesar  3,3  persen.  Sementara  itu,  sektor  eksternal  dalam  dua  tahun  terakhir 

mengalami  kontraksi,  yaitu  ekspor  yang  tumbuh  dari  8,5  persen  (yoy)  tahun  2007  menjadi 

minus 9,7 persen tahun 2009 dan impor dari 9,1 persen (yoy) tahun 2007 menjadi minus 15,0 

persen (yoy) tahun 2009.  

Pertumbuhan  ekonomi  tahun  2009 

didukung  oleh  masih  kuatnya  konsumsi 

masyarakat yang mencapai 4,9 persen dan 

tingginya  pertumbuhan  konsumsi 

pemerintah  sebesar  15,7  persen  terkait 

dengan  program  stimulus  fiskal.  Dalam 

tahun  tersebut    investasi  tumbuh sebesar 

3,3  persen,  sedangkan  ekspor  dan  impor 

mengalami  kontraksi  masing‐masing 

sebesar 9,7 persen dan 15,0 persen.    

Page 17: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

10 

Walaupun tumbuh cukup tinggi (4,9%), konsumsi rumah tangga tahun 2009 masih lebih rendah 

jika dibandingkan dengan tahun 2008 karena melemahnya daya beli masyarakat sebagai akibat 

terjadinya  krisis  global.  Terdapat  beberapa  faktor  yang  mampu  menahan  laju  penurunan 

konsumsi masyarakat tersebut, antara lain pengeluaran untuk Pemilu, program stimulus fiskal 

yang  berupa  insentif  pajak,  kenaikan  gaji  dan  pemberian  gaji  ke‐13  bagi  PNS/TNI/Polri, 

penyaluran  bantuan  langsung  tunai  (BLT),  program  beras miskin  (raskin),  program  keluarga 

harapan  (PKH),  program  peningkatan  infrastruktur  pedesaan  (PPIP),  jaminan  kesehatan 

masyarakat  (Jamkesmas),  bantuan  operasional  sekolah  (BOS),  dan  program  nasional 

pemberdayaan masyarakat (PNPM).  

Konsumsi  pemerintah  tumbuh  sebesar  15,7  persen  (yoy),  lebih  tinggi  dibandingkan  periode 

yang sama tahun sebelumnya yang  sebesar 10,4 persen, karena pelaksanaan Pemilu Legislatif 

dan Pemilu Presiden serta kenaikan gaji dan pemberian gaji ke‐13 bagi PNS/TNI/Polri.  

Investasi  melambat  dari  11,9  persen  menjadi  3,3  persen  (yoy)  akibat  menurunnya  kegiatan 

produksi  terkait  dengan melemahnya  aktivitas  global  dan menurunnya permintaan domestik. 

Melambatnya  pertumbuhan  investasi  tercermin  dari  berkurangnya  impor  barang  modal, 

penjualan semen, dan PMA‐PMDN.  

Dari sisi perdagangan internasional, kegiatan ekspor dan  impor  tahun 2009 masih mengalami 

kontraksi yang cukup dalam, karena masih lemahnya permintaan global dan menurunnya harga 

minyak serta beberapa komoditas dunia. Ekspor dan  impor masing‐masing tumbuh minus 9,7 

persen  dan  minus  15,0  persen  lebih  rendah  dibandingkan  tahun  sebelumnya  yang  tumbuh 

sebesar 9,5 persen dan 10,0 persen. Kontraksi tersebut diakibatkan terjadinya penurunan nilai 

ekspor dan impor, baik migas maupun non migas.   

Dari  sisi  penawaran,  kinerja  pertumbuhan  ekonomi  sepanjang  tahun  2009  ditandai  dengan 

melambatnya hampir seluruh sektor ekonomi sebagai imbas melemahnya perekonomian global 

(Tabel II.1). Dari sembilan sektor yang ada, tercatat tiga sektor yang mengalami pertumbuhan 

lebih  tinggi  bila  dibandingkan  dengan  pertumbuhan  tahun  sebelumnya,  yakni  Sektor 

Pertambangan dan Penggalian, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, dan Sektor Jasa‐jasa. 

Sektor  yang  masih  mencatat  pertumbuhan  tertinggi  pada  tahun  2009  adalah  Sektor 

Pengangkutan  dan  Komunikasi  yang  tumbuh  sebesar  15,5  persen  (yoy).  Pertumbuhannya 

terutama berasal  dari  Subsektor Komunikasi  yang  tumbuh 23,8  persen  karena meningkatnya 

penggunaan telepon seluler dan internet.  

 

Page 18: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

11 

TABEL II.1  LAJU PERTUMBUHAN PDB SEKTORAL 2007­2009 

(PERSEN, TAHUNAN, yoy)  

2007 2008 2009

1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 3,5 4,8 4,12. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1,9 0,7 4,43. INDUSTRI PENGOLAHAN 4,7 3,7 2,14. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 10,3 10,9 13,85. KONSTRUKSI 8,5 7,5 7,16. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 8,9 6,9 1,17. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 14,0 16,6 15,58. KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 8,0 8,2 5,09. JASA ‐ JASA 6,4 6,2 6,4PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,3 6,0 4,5

Sumber: Badan Pusat Statistik  

Selama tahun 2009 Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan tumbuh 4,1 persen 

(yoy)  lebih  rendah  bila  dibandingkan  dengan  pertumbuhan  periode  yang  sama  tahun 

sebelumnya  sebesar  4,8  persen.  Pertumbuhan  tertinggi  terjadi  pada  Subsektor  Perikanan 

sebesar  5,2  persen.  Sedangkan  kontributor  pertumbuhan  terbesar  berasal  dari  Subsektor 

Tanaman Bahan Makanan yang tumbuh sebesar 4,7 persen.  

Sektor  Industri  Pengolahan  sepanjang  tahun  2009  hanya  tumbuh  2,1  persen  (yoy) melambat 

bila  dibanding  pertumbuhannya  di  tahun  2007  dan  2008  yang mencapai  4,7  dan  3,7  persen. 

Subsektor  Industri  Migas  mengalami  kontraksi  sebesar  2,2  persen.  Sementara  Subsektor 

Industri  Bukan  Migas  tumbuh  2,5  persen  yang  terutama  ditopang  oleh  industri  makanan, 

minuman dan tembakau, serta industri kertas dan barang cetakan yang tumbuh masing‐masing 

sebesar 11,3 persen dan 6,3 persen. 

Sektor  Perdagangan,  Hotel  dan  Restoran  mencatat  pertumbuhan  positif  sebesar  1,1  persen 

(yoy)  sepanjang 2009,  jauh melambat dibandingkan  tahun 2007 dan 2008 yang mencapai 8,9 

dan  6,9  persen. Hal  ini  terkait  dengan  kinerja  impor  yang mengalami  kontraksi  cukup  dalam 

sejak triwulan IV tahun 2008. Perlambatan pertumbuhan sektor tersebut mampu dikompensasi 

oleh kinerja subsektor restoran yang tumbuh sebesar 7,5 persen. 

Memasuki  tahun  2010,  pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  mulai  menunjukkan  pemulihan 

setelah melewati fase terendah pada pertengahan tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi tersebut 

didorong oleh perbaikan kinerja ekspor,  investasi, dan relatif  stabilnya konsumsi masyarakat. 

Akselerasi pemulihan pertumbuhan global dan volume perdagangan dunia  telah menciptakan 

ruang bagi tumbuhnya kinerja ekspor Indonesia.  

Page 19: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

12 

GRAFIK II.11  PERTUMBUHAN PDB TAHUNAN  

2007 ­ 2010 

5,8%6,3%

6,0%

4,5% 5,5%

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

2007 2008 2009 2010

Sumber: BPS dan Kementerian Keuangan 

GRAFIK II.13 SUMBER PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN 

3,9%

‐8,8%

7,9%19,6%

22,6%

‐40%

‐20%

0%

20%

40%

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2009 2010

Kons. RT Kons. Pem. PMTBEkspor Impor

Sumber: BPS  

Sementara  itu,  meningkatnya 

pendapatan masyarakat yang antara lain 

karena  adanya  perbaikan  ekspor, 

terkendalinya laju inflasi, dan terjaganya 

tingkat  keyakinan  konsumen  terhadap 

kinerja  perekonomian  domestik  akan 

mendorong  peningkatan  konsumsi 

masyarakat. Pada akhirnya, hal  ini akan 

meningkatkan  kapasitas  produksi  dan 

tumbuhnya  investasi.  Oleh  karena  itu, 

Pemerintah  bersama‐sama  dengan  DPR 

bersepakat  untuk  mengubah  asumsi 

pertumbuhan ekonomi  tahun 2010 dari 

5,5  persen  dalam  APBN  2010  menjadi 

5,8 persen pada APBN‐P 2010. 

Pertumbuhan  ekonomi  pada  triwulan  I‐

2010  tumbuh  5,7  persen  (yoy),  lebih 

tinggi  dibandingkan  periode  yang  sama 

tahun  sebelumnya  yang  tumbuh  4,5 

persen  (yoy).  Hal  ini  menunjukkan 

kuatnya  perekonomian  domestik  dan 

semakin  pulihnya  perekonomian  global 

(Grafik II.12).  

Sumber‐sumber  pertumbuhan 

PDB  triwulan  I  2010  berasal 

dari  konsumsi  masyarakat 

sebesar  3,9  persen,  konsumsi 

pemerintah  sebesar  ‐8,8 

persen,  investasi  7,9  persen, 

serta  ekspor‐impor  masing‐

masing sebesar 19,6 persen dan 

22,6 persen (Grafik II.13).

GRAFIK II.12  PERTUMBUHAN PDB TRIWULANAN (YOY) 

4,5%4,1% 4,2%

5,4%5,7%

3%

4%

5%

6%

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2009 2010 

Sumber: BPS 

Page 20: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

13 

TABEL II.2 PERKIRAAN PERTUMBUHAN DAN  

PROPORSI PDB 2010  (PERSEN, YoY) 

 

PertumbuhanProporsi 

terhadap PDB

Konsumsi 5,7 68,3Konsumsi Masyarakat 5,2 58,7Konsumsi Pemerintah 8,8 9,6

PMTB 8,7 32,0Ekspor 14,2 25,2Impor 17,2 22,8

5,8

Pengeluaran

PDB  Sumber: Kementerian Keuangan 

Membaiknya  pertumbuhan  triwulan  I  2010  diperkirakan  terus  berlanjut  hingga  akhir  tahun. 

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, laju pertumbuhan PDB tahun 2010 diperkirakan 

sebesar  5,8  persen  yang 

didukung  oleh  sumber‐sumber 

yang  lebih  realistis.  Konsumsi 

masyarakat diperkirakan tumbuh 

5,2 persen, konsumsi pemerintah 

tumbuh  8,8  persen,  PMTB 

tumbuh  8,7  persen,  serta  ekspor 

dan  impor  masing‐masing 

tumbuh  14,2  persen  dan  17,2 

persen (Tabel II.2). 

Dari sisi sektoral, semua sektor mengalami pertumbuhan dalam triwulan I  tahun 2010 (Tabel 

II.3).  Pertumbuhan  terbesar  terjadi  pada  Sektor  Pengangkutan  dan  Komunikasi  serta  Sektor 

Perdagangan, Hotel dan Restoran masing masing tumbuh sebesar 11,9 persen dan 9,3 persen. 

Sedangkan  Sektor Konstruksi  dan  Sektor  Listrik,  Air  dan Gas masing‐masing  tumbuh  sebesar 

7,3 persen dan 7,2 persen. Sektor Industri Pengolahan tumbuh 3,6 persen (yoy), lebih tinggi dari 

pertumbuhannya  pada  periode  yang  sama  tahun  lalu  sebesar  1,5  persen.  Sedangkan  sektor 

Pertanian  tumbuh  sedikit  melambat  menjadi  2,9  persen  sebagai  dampak  melambatnya 

pertumbuhan  Subsektor  tanaman  Perkebunan,  Subsektor  Kehutanan,  Subsektor  Peternakan, 

dan Subsektor Perikanan, meskipun pada periode tersebut Subsektor Tanaman Bahan Makanan 

tumbuh tinggi terkait dengan mulainya panen padi.  

Dalam  tahun  2010,  sektor  yang  diperkirakan  menjadi  penopang  utama  perekonomian 

Indonesia adalah Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertanian, serta Sektor Perdagangan, Hotel 

dan  Restoran  (Tabel  II.3).  Hal  ini  berhubungan  dengan  pulihnya  perekonomian  dunia  yang 

menyebabkan  naiknya  permintaan  akan  produk  Indonesia.  Sektor  Industri  Pengolahan 

diharapkan  kembali  melaju  seperti  sebelum  masa  krisis  dengan  tumbuh  4,0  persen.  Sektor 

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan tumbuh 4,0 persen dalam tahun 

2010.  Sementara  itu,  Sektor  Perdagangan,  Hotel  dan  Restoran  yang  berkaitan  erat  dengan 

kegiatan konsumsi dan impor akan tumbuh sebesar 7,5 persen. 

 

 

Page 21: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

14 

TABEL II.3 LAJU PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR PDB SEKTORAL 2010 

(PERSEN, YOY)  

Proporsi terhadap PDB

Q1 2010 2010 20101. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 2,9 4,0 15,42. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3,5 3,1 10,43. INDUSTRI PENGOLAHAN 3,6 4,0 26,54. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 7,2 8,9 0,85. KONSTRUKSI 7,3 7,3 9,96. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 9,3 7,5 13,57. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 11,9 11,9 6,38. KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERSH. 5,5 5,2 7,39. JASA ‐ JASA 4,6 6,5 10,2PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,7 5,8 100,0Sumber: BPS dan Kementerian Keuangan

SEKTORPertumbuhan

 

 Sementara  itu,  Sektor  Pengangkutan  dan  Komunikasi  diperkirakan  akan  tetap  tumbuh  tinggi 

hingga  mencapai  11,9  persen.  Sedangkan  sektor  Listrik,  Gas  dan  Air  Bersih  diperkirakan 

tumbuh sebesar 8,9 persen, sejalan dengan mulai beroperasinya pembangkit‐pembangkit listrik 

baru dan penyelesaian proyek air bersih di beberapa daerah.     

2. Nilai Tukar 

Melemahnya nilai tukar rupiah pada akhir 2008 terus berlanjut hingga awal tahun 2009. Pada 

tiga bulan pertama 2009 rupiah melemah menjadi sebesar Rp11.623 per  dolar AS yang antara 

lain dipengaruhi oleh semakin parahnya krisis global yang terjadi pada triwulan terakhir tahun 

2008.  Namun,  sejak  bulan  April  2009  Rupiah  kembali  menguat  hingga  mencapai  rata‐rata 

Rp9.458 per dolar AS pada akhir tahun 2009. Penguatan ini didukung oleh meningkatnya arus 

modal masuk yang terjadi baik di pasar modal maupun pasar obligasi. Selain itu meningkatnya 

ekspor  dan  foreign  direct  investment  (FDI)  sejalan  dengan  pulihnya  ekonomi  global  juga 

mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Lancar dan amannya pelaksanaan Pemilu 2009 turut 

memberikan sentimen positif terhadap penguatan rupiah.  

Dengan  perkembangan  tersebut,  rata‐rata  nilai  tukar  rupiah  tahun  2009  tercatat  sebesar 

Rp10.408 per dolar AS, melemah 12,2 persen dibandingkan dengan rata‐rata tahun sebelumnya 

sebesar Rp9.692 per dolar AS.  

 

 

Page 22: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

15 

Memasuki tahun 2010, penguatan rupiah terus berlanjut hingga mencapai Rp9.027 per dolar AS 

pada akhir April 2010 atau menguat 4,6 persen dibandingkan dengan rata‐rata pada Desember 

2009 sebesar Rp9.458 per dolar AS. Penguatan nilai tukar rupiah ini didukung oleh terjaganya 

fundamental  ekonomi  yang  tercermin  dari meningkatnya  pertumbuhan  ekspor  dan  investasi. 

Selain itu, terdapatnya perbedaan suku bunga dalam negeri dan luar negeri yang masih relatif 

tinggi  dan  naiknya  peringkat  utang  Pemerintah  (sovereign  credit  rating)  Indonesia  telah 

mendorong  masuknya  arus  modal  yang  pada  gilirannya  mendorong  penguatan  nilai  tukar 

rupiah.  

Meskipun  rupiah  terus menguat,  namun meningkatnya  suku  bunga  di  beberapa  negara  perlu 

terus  diwaspadai  dan  diantisipasi.  Untuk  itu,  kebijakan  moneter  yang  hati‐hati,  penguatan 

sinergi  kebijakan  moneter  dan  fiskal,  serta  pengawasan  lalu  lintas  devisa  perlu  terus 

dilanjutkan.  Melalui  kebijakan‐kebijakan  tersebut,  diharapkan  kestabilan  nilai  tukar  rupiah 

tetap terjaga.   

Dengan  memperhatikan  realisasi  rata‐rata  nilai  tukar  rupiah  sampai  April  2010,  semakin 

membaiknya  perekonomian  domestik,  perkiraan meningkatnya  suku  bunga  beberapa  negara, 

serta  kebijakan  yang  ditempuh  Pemerintah  dan  Bank  Indonesia,  maka  rata‐rata  nilai  tukar 

rupiah tahun 2010 diperkirakan sebesar Rp9.200 per dolar AS. 

 

 

 

GRAFIK II.14 NILAI TUKAR RUPIAH 

 

9,692 

10,408 

9,206 

0

100

200

300

400

500

600

700

8,000 

8,500 

9,000 

9,500 

10,000 

10,500 

11,000 

11,500 

12,000 

12,500 

13,000 Apr‐08

Jun‐08

Aug

‐08

Oct‐08

Dec

‐08

Feb‐09

Apr‐09

Jun‐09

Aug

‐09

Oct‐09

Dec

‐09

Feb‐10

Apr‐10

St Deviasi

Kurs Tengah BI

Rata‐rata  Bulanan

Rata‐rata Tahunan

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK II.15 NILAI TUKAR RUPIAH DAN CADANGAN DEVISA 

8.000

8.800

9.600

10.400

11.200

12.000

30

40

50

60

70

80

Juli‐08 S N

2009‐J M M J S N

2010‐J M

Cadangan Devisa (Miliar US$)

Nilai Tukar Rp/US$  ‐( aksis kanan)

Page 23: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

16 

GRAFIK II.16  INFLASI IHK JAN 2008 ­ APR 2010 

 

‐0.5%

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

Jan

Feb

Mar

Apr

May Jun Jul

Aug Sep

Oct

Nov Dec Jan

Feb

Mar

Apr

May Jun Jul

Aug Sep

Oct

Nov Dec Jan

Feb

Mar

Apr

2008 2009 2010

Inflasi yoy (aksis kiri)

Inflasi bulanan (aksis kanan)

Sumber: Badan Pusat Statistik 

3. Inflasi 

Laju inflasi pada tahun 2009 mengalami penurunan cukup tajam hingga mencapai 2,78 persen, 

lebih  rendah  bila  dibandingkan  dengan  inflasi  pada  tahun  2007  dan  2008  masing‐masing 

sebesar 6,59 persen dan 11,06 persen, bahkan tercatat sebagai inflasi terendah dalam 10 tahun 

terakhir.  Rendahnya  laju  inflasi  pada  tahun  2009  tersebut  disebabkan  antara  lain  oleh 

penurunan  harga  BBM  dalam 

negeri pada awal tahun serta relatif 

stabilnya  harga‐harga  kebutuhan 

pokok  masyarakat,  terkait  dengan 

tercukupinya  pasokan  dan 

lancarnya  arus  distribusi.  Selama 

tahun  2009  terjadi  deflasi  pada 

bulan Januari, April, dan November 

2009  masing‐masing  sebesar  0,07 

persen,  0,31  persen,  dan  0,03 

persen  (Grafik  II.16).  Sementara 

itu,  sembilan  bulan  lainnya  terjadi 

inflasi  yang  relatif  rendah  yaitu 

pada  kisaran  0,04  persen  –  1,05 

persen.  

Penurunan  laju  terus  berlanjut  hingga  awal  tahun  2010.  Sampai April  2010,  inflasi  kumulatif 

dan tahunan masing‐masing sebesar 1,15 persen (ytd) dan 3,91 persen (yoy). Rendahnya inflasi 

tersebut  dipengaruhi  oleh  deflasi  yang  terjadi  pada  Maret  2010  sebesar  0,14  persen  (mtm) 

(Grafik  II.16),  seiring  dengan musim  panen  di  beberapa  daerah.  Sementara  itu,  faktor‐faktor 

yang mempengaruhi  inflasi selama empat bulan pertama tahun 2010 antar  lain meningkatnya 

harga‐harga beberapa komoditas kelompok bahan makanan dan makanan jadi, terutama harga 

bumbu‐bumbuan dan sayuran, serta harga rokok dan tembakau. 

Potensi kenaikan laju inflasi tahun 2010 diperkirakan akan terjadi pada awal semester II yang 

dipengaruhi oleh rencana kenaikkan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 10 persen pada Juli 2010. 

Namun,  kenaikan  ini  diharapkan  tidak  terlalu  besar  mengingat  bobot  tarif  listrik  terhadap 

inflasi nasional relatif kecil. Dengan memperhatikan realisasi  inflasi sampai dengan April 2010 

dan  faktor‐faktor  yang  mempengaruhinya,  serta  semakin  terkoordinasinya  kebijakan  fiskal, 

moneter dan sektor riil maka laju inflasi tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,3 persen. 

Page 24: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

17 

GRAFIK II. 19 SUKU BUNGA BI RATE DAN SBI 3 BULAN, 2007­2010 

 

Sumber: Bank Indonesia 

4. Suku Bunga SBI 3 bulan 

Dalam  tahun  2009  suku  bunga  SBI  3  bulan  mengalami  penurunan  cukup  tajam.  Pada  bulan 

Januari suku bunga SBI 3 bulan tercatat sebesar 10,39 persen, terus menurun hingga mencapai 

6,58  persen  pada  Desember  2009. 

Rata‐rata  suku  bunga  SBI  3  bulan 

tahun  2009  adalah  sebesar  7,59 

persen,  lebih  rendah  dibandingkan 

tahun  2007  dan  2008  masing‐masing 

sebesar   8,04 persen dan 9,39 persen. 

Penurunan SBI 3 bulan tersebut antara 

lain  dipengaruhi  oleh  rendahnya  laju 

inflasi  yang  terjadi  sepanjang  tahun 

2009 yang disertai dengan  penurunan 

suku bunga Bank Indonesia (BI rate).  

Memasuki tahun 2010, penurunan  suku bunga SBI 3 bulan masih terus berlanjut. Sampai April 

2010,  rata‐rata  suku  bunga  SBI  3  bulan  sebesar  6,53  persen,  turun  sebesar  5  bps  dari  bulan 

Desember 2009. Rata‐rata suku bunga SBI 3 bulan selama empat bulan pertama 2010 sebesar 

6,57, jauh lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,16 persen. 

GRAFIK II.17 INFLASI MENURUT KELOMPOK PENGELUARAN 

(%, YOY) 

‐4

‐2

0

2

4

6

8

10

12

Des‐09 Q1 10 Apr‐10

Bahan Makanan  Makanan JadiPerumahan Sandang Kesehatan  Pendidikan

Sumber: Badan Pusat Statistik 

GRAFIK II.18 INFLASI MENURUT KOMPONEN (%,YOY) 

 

‐10

‐5

0

5

10

15

20

25

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Apr‐10

2008 2009 2010

Core Administered Volatile

 

Page 25: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

18 

Pergerakan suku bunga SBI 3 bulan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan suku bunga acuan 

Bank  Indonesia  (BI  rate).  Pada  awal  tahun  2009,  BI  rate  tercatat  sebesar  8,75  persen,  terus 

menurun hingga menjadi 6,50 persen pada Agustus 2009 dan tetap dipertahankan  sampai Mei 

2010. Kebijakan ini ditempuh sejalan dengan perkembangan laju inflasi yang relatif rendah dan 

kondisi makro ekonomi lainnya yang semakin membaik. 

Selain BI rate dan laju inflasi, faktor eksternal yang turut mempengaruhi suku bunga SBI 3 bulan 

adalah the Fed Fund Rate. Sejak akhir tahun 2008 setelah didera krisis keuangan global, the Fed 

memberlakukan kebijakan baru dengan menurunkan suku bunga acuannya sehingga mencapai 

0,25 persen. Tingkat suku bunga ini masih belum berubah hingga pertengahan Mei 2010. 

Dalam  rangka  penyempurnaan  operasi  moneter,  mulai  10  Maret  2010  Bank  Indonesia  telah 

mengubah  pelaksanaan  lelang  SBI  dari  satu  mingguan  menjadi  dua  mingguan.  Periode 

perubahan ini merupakan masa transisi menuju pelaksanaan lelang SBI satu bulan sekali yang 

akan  diterapkan  pada  Juni  2010.  Dengan  perubahan  lelang  tersebut  diharapkan  kalangan 

perbankan terdorong untuk mengelola likuiditasnya dalam jangka waktu yang lebih panjang. Di 

samping itu, terkait dengan profil jatuh tempo, Bank Indonesia secara bertahap juga akan mulai 

mengurangi  lelang  SBI  bertenor  satu  bulan.  Penyerapan  likuiditas  rupiah  akan  dilakukan 

dengan lebih mengutamakan SBI bertenor tiga bulan dan enam bulan. Perpanjangan profil jatuh 

tempo  ini  diharapkan  akan meningkatkan  pendalaman  pasar  keuangan  (financial  deepening) 

dan efektivitas operasi moneter. 

Dengan  memperhatikan  realisasi  rata‐rata  SBI  3  bulan  sampai  April  2010,  dan  faktor‐faktor 

yang  mempengaruhinya  baik  yang  berasal  dari  dalam  negeri  maupun  luar  negeri  serta 

kebijakan  yang ditempuh oleh Bank  Indonesia,  rata‐rata  suku bunga  SBI  3  bulan  tahun  2010 

diperkirakan sebesar 6,5 persen.  

5. Harga dan Lifting Minyak Indonesia 

Sepanjang  tahun  2009,  konsumsi  minyak  dunia  mengalami  penurunan  2,0  persen  yaitu  dari 

rata‐rata 85,8 juta barel per hari pada tahun 2008 menjadi 84,1 juta barel per hari. Penurunan 

konsumsi tersebut terutama terjadi di negara‐negara OECD yang diperkirakan sebesar 45,4 juta 

barel per hari atau mengalami penurunan 4,5 persen. Amerika Serikat sebagai negara anggota 

OECD  dan  sekaligus  konsumen  minyak  terbesar  di  dunia  mengurangi  tingkat  konsumsinya 

hingga  mencapai  4,2  persen.  Sedangkan  konsumsi  minyak  Cina  dan  India  tetap  mengalami 

pertumbuhan positif sejalan dengan masih kuatnya aktivitas perekonomiannya. 

Page 26: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

19 

GRAFIK II.20 PRODUKSI DAN KONSUMSI MINYAK DUNIA 

‐7.0‐6.0‐5.0‐4.0‐3.0‐2.0‐1.00.01.02.03.0

80

81

82

83

84

85

86

87

Jan

Feb

Mar

Apr

May Jun Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

Jan

Feb

Mar

Apr

May Jun Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

2009 2010

%, m

‐o‐m

Juta barel per hari

Konsumsi ProduksiPert, Konsumsi  (axis kanan) Pert, Produksi (axis kanan)  

Sumber: Bloomberg dan EIA 

Seiring  dengan  melemahnya  konsumsi  global  tahun  2009,  pasokan  minyak  dunia  juga 

mengalami penurunan. Sebagai gambaran, sampai dengan paruh pertama tahun 2009 produksi 

minyak  dunia  mencapai  rata‐rata  83,5  juta  barel  per  hari,  sedangkan  pada  paruh  kedua 

produksi  minyak  meningkat  menjadi  rata‐rata  84,7  juta  barel  per  hari.  Secara  keseluruhan, 

dalam  tahun  2009  rata‐rata  produksi  minyak  dunia  mencapai  84,1  juta  barel  per  hari  lebih 

rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 85,4 juta barel per hari  . Hal tersebut 

terutama  bersumber  dari 

menurunnya  produksi  minyak 

OPEC sebesar 5,1 persen menjadi 

33,9  juta  barel  per  hari, 

sementara  produksi  non‐OPEC 

masih  meningkat  sebesar  1,1 

persen  menjadi  50,2  juta  barel 

per  hari.  Menurunnya  pasokan 

tersebut  untuk  mengantisipasi 

semakin  melemahnya  harga 

minyak  dunia  di  tengah‐tengah 

permintaan  dunia  yang 

melambat. 

Penurunan  harga  minyak  dunia  pada  tahun  2009  terus  berlanjut  hingga  menyentuh  titik 

terendahnya  US$39,2  pada  bulan  Februari  tahun  2009.  Harga  rata‐rata  ICP  juga  mengalami 

penurunan hingga mencapai level US$41,9 per barel pada Januari tahun 2009. Pada bulan‐bulan 

berikutnya  harga  minyak  tersebut  secara  berangsur‐angsur  mengalami  kenaikan  hingga 

mencapai US$77,1 per barel pada bulan November 2009,  sehingga  selama  tahun 2009 secara 

rata‐rata mencapai US$61,6 per barel  atau lebih rendah 36,5 persen dibandingkan dengan rata‐

rata tahun sebelumnya sebesar US$97,0 per barel. 

Di  awal  tahun  2010,  baik  konsumsi maupun produksi minyak dunia mengalami  peningkatan. 

Peningkatan konsumsi di awal tahun ini lebih dikarenakan oleh faktor cuaca dingin yang masih 

melanda  Eropa,  Cina,  dan  Amerika  Serikat.  Sementara  peningkatan  produksi,  dikarenakan 

menurunnya  tingkat  kepatuhan  anggota  OPEC  yang menaikkan  produksi minyak  sebesar  1,8 

juta barel per hari.  

Di  tahun  2010,  Badan  Energi  Amerika  Serikat  (U.S.  Energy  Information  Administration/EIA) 

memperkirakan akan terjadi peningkatan produksi dan konsumsi minyak dunia yang didorong 

Page 27: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

20 

GRAFIK II.21 HARGA MINYAK WTI DAN ICP 

30

40

50

60

70

80

90

Jan-

09

Feb-

09M

ar-0

9

Apr

-09

May

-09

Jun-

09

Jul-0

9

Aug

-09

Sep

-09

Oct

-09

Nov

-09

Dec

-09

Jan-

10

Feb-

10M

ar-1

0

Apr

-10

WTI ICP

Sumber: Bloomberg 

GRAFIK II.22 PROYEKSI ICP 2010 

 Sumber: Bloomberg, Kementerian ESDM dan Kemenkeu 

oleh  proses  pemulihan  ekonomi  dunia,  terutama  peningkatan  impor  minyak  oleh  Cina  dan 

India.     

Selanjutnya memasuki  tahun 2010,  harga 

WTI  mengalami  kenaikan  seiring  dengan 

mulai  pulihnya  perekonomian  di  negara‐

negara  Non  OECD  terutama  Cina  dan 

India.  Hal  ini  mendorong  meningkatnya 

konsumsi  minyak  mentah.  Selain  itu 

kenaikan  harga  minyak  juga  dipicu  oleh 

terjadinya  penurunan  stok  minyak 

mentah  Amerika  Serikat.  Harga  WTI 

sampai  dengan  April  2010  sempat 

menyentuh  US$86,8  per  barel,  level 

tertinggi  sejak Oktober  2008. Harga  rata‐

rata WTI  sampai  dengan April mencapai  US$80,1  per  barel,  atau  naik  79,4  persen  dibanding 

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$44,7 per barel. Pada bulan‐bulan mendatang 

harga minyak diperkirakan masih tetap tinggi. EIA memperkirakan pada tahun 2010 rata‐rata 

harga minyak mentah WTI sebesar US$80,1 per barel (Grafik II.21). 

Sejalan  dengan  meningkatnya  harga 

minyak  dunia,  rata‐rata  harga  ICP  pada 

periode  yang  sama  juga  meningkat 

menjadi US$78,9 per barel atau naik 74,4 

persen  dibanding  rata‐rata  harga  ICP  di 

periode  yang  sama  pada  tahun 

sebelumnya  (Grafik  II.22).  Dengan 

mempertimbangkan faktor‐faktor di atas, 

rata‐rata  harga  ICP  pada  tahun  2010 

diperkirakan  akan  sesuai  dengan  target 

APBN‐P yang sebesar US$80,0 per barel.  

Sementara  itu,  realisasi  lifting minyak pada  tahun 2009 sebesar 952 ribu barel per hari,  lebih 

rendah dari  target APBN‐P 2009 yang sebesar 960 ribu barel per hari. Namun pencapaian  ini 

masih  lebih  tinggi  dari  realisasi  tahun  sebelumnya  sebesar 936  ribu barel  per hari.  Beberapa 

tantangan  yang  dihadapi  untuk  meningkatkan  produksi  minyak  diantaranya  adalah  faktor 

penurunan  produksi  alamiah,  tertundanya  pembangunan  fasilitas  produksi,  dan  pengadaan 

Page 28: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

21 

fasilitas  produksi  apung.  Pemerintah  mendorong  Kontraktor  Kontrak  Kerja  Sama  (KKKS) 

terutama empat KKKS yang memiliki produksi besar yaitu PT Pertamina, Exxon Mobil di Blok 

Cepu,  Chevron  Pacific  Indonesia  (CPI)  dan  Total  Indonesie  untuk  mengoptimalkan  produksi 

yang sudah ada serta melakukan eksplorasi baru, baik di  ladang minyak baru maupun  ladang 

minyak marjinal (sudah mendekati umur ekonomisnya). Tahun 2009, lifting CPI yang mencapai 

384  ribu  barel  per  hari merupakan  yang  terbesar  di  antara  KKKS  lainnya,  disusul  Pertamina 

dengan lifting 126 ribu barel per hari, dan Total Indonesie dengan lifting 93 ribu barel per hari 

(Tabel II.4).  

Tahun 2010, beberapa KKKS lainnya diperkirakan mampu meningkatkan  lifting minyak, yakni 

Pertamina,  Conoco  Philips,  BP  Indonesia,  dan  CICO  +  Chevron  Makasar.  Lifting  minyak 

Pertamina  pada  2010  mencapai  128  ribu  barel  per  hari,  Conoco  Philips  (Corridor  Block) 

mencapai  13  ribu  barel  per  hari,  BP  Indonesia mencapai  27  ribu  barel  per  hari,  dan  CICO  + 

Chevron Makasar mencapai 29 ribu barel per hari (Tabel II.4).  

TABEL II. 4 LIFTING MINYAK PER KKKS 

(ribu barel per hari)  

No KKKS 2007 2008 2009Estimasi 2010

1 PT Chevron Pacific Indonesia 369,2 358,4 384,2 370,02 PT Pertamina EP 124,2 128,4 125,5 128,03 Total Indonesie E&P 45,2 48,6 93,3 93,04 CNOOC 51,1 47,7 44,0 42,05 Conoco Phillips Blok B (Natuna) 39,5 75,2 50,0 54,06 Medco Sumatra 36,6 32,1 29,9 26,47 BP Indonesia (ONJW) 23,2 23,1 24,5 26,88 BOB‐ Pertamina‐ Bumi Siap Pusako 23,4 21,6 23,3 22,19 Exxon Mobil (Cepu) ‐ ‐ 4,5 20,010 Petrochina Jabung (Jambi) 18,9 19,6 19,0 19,411 CICO + Chevron Makasar 34,0 31,3 27,2 28,712 Vico 16,6 16,4 15,9 12,813 Conoco Phillips (Corridor Block) 9,5 11,1 12,6 13,214 Kondur Petrolium  8,9 9,1 9,7 9,315 Hess (Ujung Pangkah) ‐ 2,6 9,5 7,016 Lain‐lain 97,7 105,9 87,1 92,5

898 931 960 965Total Lifting/Produksi Indonesia  

Sumber: Kementerian ESDM dan Kemenkeu 

Page 29: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

22 

Namun demikian, terdapat beberapa 

faktor  yang  dapat  menghambat 

pencapaian  target  lifting  tersebut, 

yaitu  faktor  penurunan  produksi 

alamiah  sebesar  +  12  persen  per 

tahun,  dampak  diberlakukannya  UU 

No.  32/2009  tentang  Perlindungan 

dan  Pengelolaan  Lingkungan  Hidup, 

masalah  tata  ruang  dan  tumpang 

tindih  lahan  kawasan  hutan,  dan 

masalah perpanjangan kontrak KKKS 

dengan  Pemerintah  Indonesia  yang 

akan berakhir dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan. 

Adapun  langkah‐langkah  untuk  mencapai  target  lifting  adalah  dengan  mengoptimalkan 

perolehan  minyak  dari  remaining  reserves  pada  lapangan‐lapangan  eksisting,  percepatan 

produksi  di  lapangan‐lapangan  penemuan  baru  (wilayah  kerja  (WK)  produksi)  dan  WK 

eksplorasi, meningkatkan reliability  fasilitas produksi untuk menurunkan  frekuensi unplanned 

shutdown  melalui  peningkatan  program  maintenance,  mengoptimalisasikan  dan  sinkronisasi 

jadwal planned  shutdown,  serta memfasilitasi  percepatan poses pembebasan  lahan  yang  akan 

digunakan  untuk  kegiatan  operasi  dengan  membentuk  tim  bersama  KKKS  terkait  dan 

berkoordinasi  dengan  Pemda  dan  Kanwil  Pertanahan  setempat.  Berdasarkan  perkembangan 

tersebut  di  atas,  lifting  minyak  pada  tahun  2010  diperkirakan  akan  mencapai  target  asumsi 

APBN‐P sebesar 965 ribu barel per hari.   

6. Neraca Pembayaran 

Seiring dengan membaiknya prospek ekonomi global dan domestik, kinerja neraca pembayaran 

tahun 2009, baik dari sisi transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial mengalami 

perbaikan  dibanding  tahun  sebelumnya.  Membaiknya  kinerja  neraca  pembayaran  tersebut 

antara lain disebabkan oleh mulai meningkatnya permintaan ekspor dan masuknya arus modal 

baik berupa investasi langsung maupun portofolio. 

Neraca  transaksi  berjalan  pada  tahun  2009 mencatat  surplus  US$10,7  miliar,  yang  didorong 

oleh  kenaikan  surplus  pada  neraca  perdagangan.  Neraca  perdagangan  dalam  tahun  2009 

mengalami surplus US$35,1 miliar  lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada tahun 2008 

sebesar US$22,9 miliar maupun tahun 2007 yang sebesar US$32,7 miliar. Sementara itu, defisit 

GRAFIK II.23 LIFTING MINYAK 

0.900

0.910

0.920

0.930

0.940

0.950

0.960

0.970

2008 2009 2010*

0.927

0.960

0.965

0.936

0.952 0.965

Juta bairel/har

Asumsi Realisasi

 

Sumber: Kementerian ESDM dan Kemenkeu 

Page 30: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

23 

neraca  jasa  sebesar  US$14,1  miliar,  defisit    neraca  pendapatan  sebesar  US$15,1  miliar  dan 

transfer surplus sebesar US$4,9 miliar. 

Neraca transaksi modal dan finansial pada tahun 2009 mencatat surplus sebesar US$3,5 miliar 

yang lebih tinggi dari surplus 2007 sebesar US$3,6 miliar. Surplus tersebut terutama bersumber 

dari  tingginya  surplus  pada  investasi  langsung  dan  investasi  portofolio,  sejalan  dengan 

meningkatnya  investasi  langsung  di  sektor  industri  pengolahan  dan  perdagangan  serta 

membaiknya  persepsi  risiko  terhadap  pasar  domestik.  Surplus  pada  investasi  portofolio 

ditopang  oleh  adanya  penerbitan  obligasi  global,  sukuk  valas,  dan  obligasi  shibosai  oleh 

Pemerintah.  Kinerja  investasi  lainnya  terbantu  oleh  adanya  tambahan  alokasi  Hak  Penarikan 

Khusus  atau  Special  Drawing  Rights  (SDR)  sebesar  US$2,7  miliar.  Tambahan  alokasi  SDR 

tersebut ditujukan untuk memperkuat cadangan devisa Indonesia. 

Berdasarkan perkembangan besaran‐besaran neraca pembayaran  tersebut, dalam tahun 2009 

keseimbangan  umum mengalami  surplus  US$12,5 miliar  sehingga  cadangan  devisa mencapai 

US$66,1  miliar  atau  setara  dengan  kebutuhan  impor  dan  pembayaran  utang  luar  negeri 

pemerintah selama 6,5 bulan. Ringkasan neraca pembayaran Indonesia tahun 2007–2009 dapat 

dicermati  pada Tabel II.5. 

Kinerja  neraca pembayaran dalam  tahun 2010  diperkirakan masih  cukup baik  yang  ditopang 

oleh perbaikan kinerja ekspor dan aliran modal masuk, walaupun pada saat yang sama impor 

juga diperkirakan meningkat. Perbaikan kinerja ekspor terkait dengan kembalinya ekonomi dan 

volume  perdagangan  dunia  ke  jalur  pertumbuhan  positif.  Sejalan  dengan  itu,  ekspor 

diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 17,1 persen menjadi US$140,0 miliar. Di sisi lain, 

meningkatnya kegiatan ekonomi dan investasi yang cukup tinggi akan mendorong peningkatan 

impor bahan baku dan barang modal. Dalam tahun 2010 impor diperkirakan meningkat cukup 

signifikan  sebesar  26,3  persen  menjadi  US$106,6  miliar.  Dengan  kondisi  tersebut  neraca 

perdagangan  mengalami  surplus  US$33,4  miliar.  Sementara  itu,  defisit  neraca  jasa‐jasa 

diperkirakan  mencapai  US$16,1  miliar,  lebih  tinggi  sekitar  14,3  persen  dibandingkan  tahun 

2009,  terutama  akibat  meningkatnya  angkutan  impor  (freight)  dan  pengeluaran  jasa‐jasa 

lainnya.  Defisit  neraca  pendapatan  diperkirakan  mencapai  US$17,2  miliar,  lebih  tinggi  13,8 

persen  dibandingkan  tahun  2009.  Sedangkan  neraca  transfer  diperkirakan  surplus  US$5,0 

miliar  atau  naik  3,3  persen  dibandingkan  tahun  sebelumnya.  Peningkatan  ini  terutama 

disebabkan meningkatnya transfer dari tenaga kerja Indonesia (TKI). Dengan kondisi tersebut, 

transaksi berjalan pada tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus US$5,1 miliar. 

 

Page 31: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

24 

TABEL II.5 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA, 2007 – 2010 

(JUTA USD)  

2007 2008 2009 2010**

A. TRANSAKSI BERJALAN 10.493 126 10.746 5.0911. Neraca Perdagangan 32.754 22.916 35.133 33.432a. Ekspor, fob 118.014 139.606 119.480 139.995b. Impor, fob -85.260 -116.690 -84.347 -106.5632. Jasa-jasa -11.841 -12.998 -14.108 -16.1283. Pendapatan -15.525 -15.155 -15.140 -17.2344. Transfer 5.104 5.364 4.861 5.021

B. NERACA MODAL DAN FINANSIAL 3.591 -1.876 3.548 8.0861. Sektor Publik 2.988 1.903 11.113 9.583- Neraca modal 81 21 11 72- Neraca finansial: 2.907 1.882 11.103 9.5112. Sektor Swasta 603 -3.778 -7.565 -1.496- Neraca modal 465 273 85 89- Neraca finansial: 138 -4.052 -7.650 -1.585

C. TOTAL (A + B) 14.083 -1.750 14.294 13.177D. SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN -1.369 -195 -1.788 469E. KESEIMBANGAN UMUM (C + D) 12.715 -1.945 12.506 13.646

Cadangan devisa 56.920 51.639 66.105 80.502Transaksi berjalan/PDB (%) 2,39 0,02 1,97 0,76

**/ Proyeksi

Sumber: Bank Indonesia

ITEM

 

 

Neraca modal dan finansial tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus sebesar US$8,1 miliar, 

lebih tinggi dibandingkan dengan surplus tahun 2009 sebesar US$3,5 miliar. Kenaikan surplus 

neraca  modal  dan  finansial  ini  ditopang  oleh  masih  surplusnya  neraca  sektor  publik  dan 

penurunan defisit pada  sektor  swasta. Berkurangnya penarikan utang dalam bentuk  investasi 

portofolio  mengakibatkan  neraca  sektor  publik  turun  13,8  persen  dibandingkan  2009.  Iklim 

investasi  yang  semakin  baik  dan  pulihnya  likuiditas  di  pasar  keuangan  global  diperkirakan 

mendorong  masuknya  penanaman  modal  asing  sehingga  defisit  neraca  sektor  swasta 

mengalami penurunan dari US$7,6 miliar pada  tahun 2009 menjadi  US$1,5 miliar pada 2010. 

Adapun  kinerja  investasi  portofolio  diperkirakan  sedikit  lebih  rendah  dibandingkan  tahun 

2009,  seiring  dengan  perkiraan  menurunnya  spread  suku  bunga  dibandingkan  tahun 

sebelumnya.  

Membaiknya  kondisi  neraca  pembayaran  yang  tercermin  pada  peningkatan  cadangan  devisa 

diharapkan  mampu  mendukung  stabilitas  dan  pertumbuhan  ekonomi  domestik.  Cadangan 

devisa dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai US$80,5 miliar yang setara dengan kebutuhan 

impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 6,5 bulan. Peningkatan cadangan 

devisa sebesar US$14,4 miliar dibandingkan posisi pada tahun sebelumnya ini bersumber dari 

Page 32: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

25 

surplus  transaksi  berjalan  serta  neraca  modal  dan  finansial.  Perkiraan  neraca  pembayaran 

tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel II.5. 

7. Ketenagakerjaan dan Kemiskinan 

Tahun 2009 merupakan tahun terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 

(RPJMN  2004  –  2009)  Kabinet  Indonesia  Bersatu  I.  Selama  periode  tersebut,  meskipun 

menghadapi  hambatan  yang  cukup  besar  seperti  bencana  alam  di  beberapa  wilayah  di 

Indonesia,  krisis  energi  dan  pangan, 

serta  krisis  ekonomi  global, 

pemerintah  masih  mampu 

menciptakan lapangan kerja baru dan 

menurunkan  angka  pengangguran 

secara  signifikan.  Tingginya 

kesempatan  kerja  yang  tercipta 

dibandingkan  dengan  penambahan 

angkatan  kerja  menjadikan  jumlah 

penganggur  pada  tahun  2009 

menjadi 8,96 juta orang (7,87 persen) 

atau  menurun  dibandingkan  tahun 

2008  sebesar  9,39  juta  orang  (8,39 

persen) dan tahun 2007 sebesar 10,0 

juta orang (9,1 persen) (Grafik II.24) 

GRAFIK II.25 KOMPOSISI LAPANGAN  KERJA  

TAHUN 2008 (PERSEN) 

40,3

12,2

5,3

20,7

6,0

1,4 12,8 1,2Pertanian

Industri

Konstruksi

Perdagangan

Trans. Kom.

Keuangan

Jasa

Lainnya*

Sumber: Badan Pusat Statistik 

GRAFIK II.26  KOMPOSISI LAPANGAN  KERJA  

TAHUN 2009 (PERSEN) 

39,7

12,25,2

20,9

5,81,4

13,3 1,3 Pertanian

Industri

Konstruksi

Perdagangan

Trans. Kom.

Keuangan

Jasa

Lainnya* 

GRAFIK II.24 ANGKATAN KERJA DAN TINGKAT PENGANGGURAN 

2004 ­ 2010  

104

116

9,86 

11,2 

7,41

6

7

8

9

10

11

12

95

100

105

110

115

120

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Angkt. Kerja Tingkat Pengangguran   (RHS) 

Juta orang %

Sumber: Badan Pusat Statistik 

Page 33: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

26 

Dilihat dari komposisi pekerja menurut lapangan kerja utama, jumlah pekerja di sektor‐sektor 

formal  mengalami  kenaikan  sedangkan  sektor  informal  mengalami  penurunan.  Sektor 

pertanian yang sebagian besar adalah sektor  informal mengalami penurunan dari 40,3 persen 

pada  tahun  2008 menjadi  39,7  persen  pada  tahun  2009,  sementara  jumlah  pekerja  di  sektor 

formal seperti  sektor  jasa mengalami peningkatan dari 12,8 persen pada  tahun 2008 menjadi 

13,3 persen pada 2009. Perubahan komposisi ini menunjukkan adanya perpindahan dari sektor 

informal ke sektor formal yang lebih produktif dan memberikan upah yang lebih tinggi. Hal ini 

tidak  terlepas  dari  berbagai  kebijakan  yang  telah  dikeluarkan  oleh  pemerintah  termasuk 

kebijakan  stimulus  fiskal  yang  ditujukan  untuk mencegah  timbulnya  PHK  secara meluas  dan 

meningkatkan daya tahan usaha dalam menghadapi krisis.  

Sejalan  dengan  meningkatnya  pertumbuhan  ekonomi,  pembangunan  infrastruktur,  serta 

revitalisasi  pertanian  dan  industri  maka  lapangan  kerja  yang  tercipta  diharapkan  akan 

meningkat melebihi jumlah angkatan kerja. Kebijakan pemerintah untuk terus mendorong dan 

menggerakkan sektor riil  telah mampu menekan  tingkat pengangguran mencapai 7,41 persen 

pada  Februari  2010 menurun  dibandingkan  tingkat  pengangguran  2009  sebesar  7,87  persen 

(Grafik II.24). 

Dari  sisi  kemiskinan,  strategi  pembangunan  pro  poor  telah  memberikan  hasil  yang  cukup 

memuaskan, sehingga mampu menurunkan tingkat kemiskinan. Berdasarkan garis kemiskinan, 

tingkat  kemiskinan  pada Maret  2009  adalah  14,1  persen  (atau  32,5  juta  orang)  lebih  rendah 

dibandingkan  dengan Maret  2008  yakni  sebesar  15,4  persen  (34,9  juta  orang)  (Grafik  II.27). 

Laju  pertumbuhan  ekonomi  juga  memberikan  kontribusi  pada  peningkatan  pendapatan  per 

kapita masyarakat  Indonesia.  Pada  akhir  2009,  pendapatan  per  kapita masyarakat  Indonesia 

telah mencapai US$2.339 atau meningkat 4,3 persen dibandingkan  tahun sebelumnya. Dengan 

kenaikan  ini,  Indonesia  telah  masuk  ke  dalam  kelompok  negara  berpendapatan  menengah 

bawah (lower middle income countries).  

Keberhasilan  penanggulangan  kemiskinan,  selain  merupakan  hasil  dari  tercapainya  laju 

pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi juga didukung oleh berbagai program pemberdayaan 

masyarakat yang merupakan bagian dari pemenuhan hak dasar rakyat. Program tersebut terus 

dilakukan  untuk  memberikan  akses  yang  lebih  luas  kepada  kelompok  masyarakat  yang 

berpenghasilan  rendah  agar  dapat  menikmati  lajunya  percepatan  pertumbuhan  ekonomi. 

Langkah  ini  ditempuh  antara  lain melalui  pemberian  subsidi,  bantuan  sosial  dan  PKH,  PNPM 

Mandiri, dan dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) 

dan  koperasi  melalui  Program  Kredit  Usaha  Rakyat  (KUR).  Program  ini  dilaksanakan  untuk 

membantu  pemenuhan  kebutuhan  dasar  yang  tidak  atau  belum  mampu  dipenuhi  oleh 

Page 34: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

27 

kemampuan  sendiri.  Berbagai  program  dan  upaya  yang  telah  dilaksanakan  oleh  pemerintah 

tersebut  diharapkan  akan menurunkan  tingkat  kemiskinan  di  tahun  2010  pada  kisaran  12,0 

persen – 13,5 persen. 

Page 35: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

28 

BAB III 

TANTANGAN PEREKONOMIAN DAN SASARAN EKONOMI MAKRO 2011  

 

A. Tantangan 

1. Tantangan Perekonomian Global 2011 

Pemulihan ekonomi global di tahun 2010 merupakan landasan penting bagi perbaikan kinerja 

ekonomi  global  di  tahun‐tahun  selanjutnya.  Perekonomian  global  tahun  2011  diperkirakan 

tumbuh  sebesar  4,3  persen,  lebih  tinggi  dibanding  perkiraan  pertumbuhan  ekonomi  global 

tahun 2010  sebesar 4,2  persen.  Pertumbuhan  tersebut ditopang  oleh pertumbuhan di  negara 

maju sebesar 2,4 persen dan negara berkembang sebesar 6,5 persen (Tabel III.1).  

TABEL III. 1 INDIKATOR EKONOMI DUNIA (PERSEN) 

2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011

DUNIA 4,2 4,3       7,0  6,1

Negara Maju 2,3 2,4 1,5 1,4 ‐ ‐ 5,4 4,6 6,6 5,0

Negara Berkembang 6,3 6,5 6,2 4,7 ‐ ‐ 9,7 8,2 8,3 8,4

Sumber: WEO IMF April 2010

EksporPertumbuhan 

EkonomiInflasi (IHK)

Volume Perdagangan

Impor

Pertumbuhan  volume  perdagangan  2011  diperkirakan  mencapai  6,1  persen  lebih  rendah 

dibandingkan  perkiraan  tahun  sebelumnya  sebesar  7,0  persen.  Tingginya  perkiraan 

pertumbuhan volume perdagangan dunia 2010 tersebut disebabkan oleh pulihnya perdagangan 

setelah  mengalami  keterpurukan  pada  tahun  2009.  Meskipun  pertumbuhan  volume 

perdagangan  sedikit melambat,  namun  pertumbuhan  ekspor  negara  berkembang  pada  tahun 

2011 diperkirakan tetap meningkat dari 8,3 persen menjadi 8,4 persen.  

Walaupun  pertumbuhan  ekonomi  global  tahun  2010  cenderung  membaik,  namun  masih 

terdapat  beberapa  tantangan  dalam  mempertahankan  stabilitas  ekonomi  global.  Tantangan‐

tantangan tersebut antara  lain bersumber dari gejolak sektor keuangan yang mulai muncul di 

beberapa negara Eropa dan tingginya harga komoditas utama internasional.  

Page 36: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

29 

Gejolak  dan  tekanan  sektor  keuangan  pada  Februari  2010 muncul  di  beberapa  negara  Eropa 

seperti Yunani, Turki, Portugal, dan Spanyol. Selain itu, tingginya defisit anggaran dan besarnya 

beban utang di beberapa negara Eropa lainnya dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas dan 

pemulihan  ekonomi  di  masing‐masing  negara  tersebut.  Walaupun  negara‐negara  tersebut 

bukan negara utama di kawasan Eropa, namun dampak gejolak ekonomi tersebut dapat meluas 

ke berbagai negara di kawasan Eropa dan juga ekonomi global. Hingga saat ini upaya bersama 

telah dilakukan negara‐negara Eropa serta lembaga keuangan internasional untuk merumuskan 

strategi  yang  tepat  dalam menangani  isu  dimaksud.  Kebijakan  restrukturisasi  utang,  bantuan 

pinjaman  baru,  restrukturisasi  anggaran  pemerintah  dan  beberapa  kebijakan  lainnya  telah 

diupayakan untuk mengantisipasi tekanan‐tekanan yang mungkin terjadi.  

Guna  mencegah  krisis  utang  yang  melanda  Yunani  meluas  ke  negara‐negara  Eropa  lainnya, 

European Central Bank (ECB) dan IMF sepakat untuk memberikan paket penyelamatan ekonomi 

kepada  Yunani  senilai  €110 miliar  (US$146 miliar)  selama  3  tahun,  serta  paket  pencegahan 

krisis senilai krisis €750 miliar (US$1 triliun). Selain ECB dan IMF, Bank of Japan (BOJ) dan G‐20 

juga  menyepakati  untuk  memberikan  bantuan  masing‐masing  sebesar  ¥2  triliun  (US$21,8 

miliar)  dan  €60  miliar  guna  menenangkan  pasar  dan  mencegah  penyebaran  dampak  krisis 

utang tersebut. Krisis utang yang melanda Yunani dan beberapa negara Eropa  lainnya kurang 

berdampak  secara  signifikan  terhadap  perekonomian  negara‐negara  berkembang    termasuk 

Indonesia yang tercermin pada masih tingginya arus modal masuk di negara‐negara tersebut.  

Tantangan  lain  yang  juga  muncul  adalah  belum  pulihnya  arus  kredit  perbankan.  Walaupun 

kondisi  perbankan  global  sudah  lebih  baik,  namun  langkah‐langkah  rekapitalisasi  dan 

restrukturisasi menyebabkan perbankan  global mengurangi  ekspansi  kreditnya  ke  sektor  riil. 

Hal tersebut tentu akan menghambat proses akselerasi sektor riil dalam perekonomian. 

Di  sisi  lain,  pemulihan  ekonomi  global memperbaiki  sisi  permintaan  dunia,  yang  ditunjukkan 

oleh  meningkatnya  permintaan  atas  berbagai  komoditas  dan  juga  sumber  energi.  Kondisi 

tersebut pada gilirannya akan mendorong peningkatan harga‐harga dan inflasi global. Bila tidak 

diantisipasi  dan  dikendalikan  dengan  baik,  maka  lonjakan  inflasi  akan  mengganggu  proses 

pemulihan ekonomi yang sedang berjalan. 

 

 

 

 

Page 37: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

30 

2. Tantangan Perekonomian Domestik 

a. Sektor Riil 

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 dan 2011 diperkirakan akan semakin membaik seiring 

dengan  semakin  meningkatnya  aktifitas  perekonomian  global.  Terkendalinya  laju  inflasi, 

meningkatnya kepercayaan  investor,  relatif  stabilnya nilai  tukar  rupiah, dan  jumlah  cadangan 

devisa  yang  memadai,  akan  menjadi    faktor‐faktor  positif  dalam  mendukung  pertumbuhan 

tersebut. Membaiknya indikator ekonomi makro perlu disertai dengan pertumbuhan di sektor 

riil dan dunia usaha pada kenyataannya. Peran konsumsi dalam negeri masih cukup dominan 

dalam  pembentukan  produk  domestik  bruto  dibandingkan  industri  pengolahan,  ekspor, 

perdagangan  atau  investasi. Oleh  karena  itu  peran  investasi  serta  kegiatan  ekspor  dan  impor 

yang  menciptakan  banyak  lapangan  kerja  perlu  lebih  ditingkatkan  untuk  menciptakan 

pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang (sustainable growth).   

Dalam upaya menggerakkan  sektor  riil  diperlukan penyediaan modal,  peningkatan pelayanan 

perijinan,  serta  dukungan  infrastruktur.  Terkait  dengan  upaya  tersebut,  Pemerintah  telah 

memperluas  akses  penyediaan  dana,  termasuk  menjaga  iklim  investasi  yang  kondusif  untuk 

menarik minat investor asing. Selain itu, dalam rangka mendorong sektor riil, pemerintah akan 

memberikan  dukungan,  antara  lain  melalui  subsidi  bunga  dan  akses  pembiayaan  (KUR), 

penyediaan infrastruktur fisik dan non fisik (perdagangan, industri, dan fiskal), dana revitalisasi 

perkebunan  dan  industri  gula,  serta  dukungan  infrastruktur,  pembiayaan  dan  kebijakan 

persaingan usaha. 

Keberhasilan  dalam  mengatasi  tantangan‐tantangan  tersebut  diharapkan  dapat  memacu 

pertumbuhan  ekonomi  dan menciptakan  industri  dalam  negeri    yang  lebih  kompetitif  dalam 

bersaing  dengan  industri  negara‐negara  lain.  Di  samping  itu,  kebijakan  yang  mendorong 

pemberdayaan  usaha  mikro,  kecil  dan  menengah  akan  terus  diupayakan,  terutama  melalui 

pemberian  fasilitas  pendanaan  yang  melibatkan  bank,  lembaga  keuangan,  dan  lembaga 

penjaminan. 

b. Infrastruktur 

Untuk  meningkatkan  daya  saing  ekonomi,  Pemerintah  telah  mempercepat  pembangunan 

infrastruktur seperti jalan, jembatan, bandara dan pelabuhan terutama untuk menghubungkan 

pulau‐pulau  besar  seperti  Jawa,  Sumatera,  Kalimantan,  Sulawesi  dan  Papua.  Selain  itu, 

Page 38: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

31 

TABEL III.2 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI 2011 

 

Pengeluaran 2011

Konsumsi Masyarakat 5,3 ‐ 5,5

Konsumsi Pemerintah 6,3 ‐ 6,5

PMTB 11,0 ‐ 11,2

Ekspor 11,3 ‐ 11,5

Impor 12,5 ‐ 12,7

PDB 6,2 ‐ 6,4

Sumber: Kementerian Keuangan 

pembangunan  infrastruktur  di  bidang  telekomunikasi  dan  sumber  energi  juga  harus 

diprioritaskan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.  

Pembangunan  infrastruktur dasar  seperti  irigasi, bendungan dan perumahan dapat menjamin 

pemenuhan  kebutuhan  dasar  masyarakat,  mendukung  swasembada  pangan,  menjamin 

ketersediaan  air  baku, mengendalikan  banjir,  serta memenuhi  kebutuhan  perumahan.  Di  sisi 

lain, pembangunan  infrastruktur  juga dapat mendorong  terciptanya  lapangan kerja baru yang 

berguna untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan wilayah, serta meningkatkan kapasitas 

kelembagaan pemerintah daerah. 

Kerja  sama  antara  pemerintah  dan  swasta  dalam  pembangunan  infrastruktur  terus 

ditingkatkan  melalui  alokasi  anggaran  infrastruktur  dalam  APBN  dan  APBD,  kebijakan 

pertanahan,  tata ruang,  tarif, dana Badan Layanan Umum (BLU) tanah dan pembebasan tanah 

(landcapping),  operasionalisasi  pendanaan  dan  risiko  penjaminan  infrastruktur,  penjaminan 

PDAM  dan  subsidi  air  bersih,  pembiayaan  perumahan  rakyat,  serta  peningkatan  pendanaan 

perbankan yang memadai.  

 

B. Sasaran  

1. Pertumbuhan Ekonomi  

Pertumbuhan  ekonomi  dalam  tahun  2011  diperkirakan  akan  kembali  pulih  dan  diharapkan 

mampu  menyamai  rata‐rata  beberapa  tahun  sebelumnya  yang  mencapai  sekitar  6,0  persen. 

Dengan  mempertimbangkan  kondisi 

perekonomian global yang pulih relatif 

lebih  cepat  yang  ditandai  oleh 

meningkatnya  volume  perdagangan 

dunia,  pertumbuhan  ekonomi 

Indonesia  pada  tahun  2011 

diperkirakan  berkisar  antara  6,2 

persen  hingga  6,4  persen.  Dari  sisi 

permintaan agregat, laju pertumbuhan 

tersebut  akan  didukung  oleh  mulai 

pulihnya  kinerja  investasi  dan 

perdagangan  internasional,  serta 

stabilnya konsumsi masyarakat. 

Page 39: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

32 

Di  tahun  2011,  konsumsi masyarakat  diperkirakan  akan  tumbuh pada  kisaran  5,3  hingga  5,5 

persen,  dan  konsumsi  pemerintah  pada  kisaran  6,3  hingga  6,5  persen.  Laju  pertumbuhan 

investasi  akan  menembus  level  2  digit  yang  diperkirakan  berkisar  pada  angka  11,0  sampai 

dengan 11,2 persen, sedangkan ekspor dan impor masing‐masing tumbuh pada kisaran 11,3 – 

11,5 persen dan 12,5 – 12,7 persen (Tabel III.2). 

Peningkatan pertumbuhan konsumsi masyarakat pada tahun 2011 dipengaruhi oleh beberapa 

faktor global dan domestik. Perbaikan kondisi ekonomi global secara umum juga akan berimbas 

pada  aktivitas  dunia  usaha  dan  pada  gilirannya  akan  meningkatkan  konsumsi  masyarakat. 

Terjaganya laju inflasi turut berpengaruh pada peningkatan daya beli riil masyarakat sehingga 

mampu  mendorong  laju  konsumsi  yang  merupakan  porsi  terbesar  dalam  struktur  Produk 

Domestik  Bruto  Indonesia.  Berbagai  program  pemberdayaan masyarakat  dan  bantuan  sosial 

masih terus diluncurkan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat miskin.  

Pada  tahun  2011,  laju  investasi  diperkirakan  akan  tumbuh  lebih  baik  dibanding  tahun  2010. 

Membaiknya  likuiditas  keuangan  global  mendorong  masuknya  aliran  modal  dari  luar  negeri 

sehingga  menggerakkan  kinerja  investasi  domestik  dan  daya  saing  perekonomian  nasional. 

Pemerintah  telah memperbaiki beberapa kendala yang mengganggu  iklim  investasi  selama  ini 

seperti Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dalam RPJMN 2010–2014, strategi pembangunan 

investasi  dalam  lima  tahun  ke  depan  adalah  (1)  mendorong  berkembangnya  investasi  di 

berbagai  sektor  terutama  pangan,  energi,  dan  infrastruktur  dalam  rangka  meningkatkan 

penyebaran  investasi,  (2)  mendorong  berkembangnya  investasi  berbasis  keunggulan  daerah, 

(3)  meningkatkan  efektivitas  pelaksanaan  kebijakan  investasi  melalui  harmonisasi  dan 

simplifikasi  berbagai  perangkat  peraturan,  baik  di  pusat  maupun  di  daerah,  (4)  mendorong 

percepatan  ketersediaan  infrastruktur  dalam  arti  luas  melalui  peningkatan  efektivitas 

pelaksanaan  kemitraan  pemerintah  dan  dunia  usaha  dalam  rangka meningkatkan  daya  tarik 

investasi,  dan  (5)  mendorong  pengembangan  kawasan  ekonomi  khusus  untuk  produk  yang 

bernilai  tambah.  Sementara  itu  fokus  prioritas  investasi  adalah  peningkatan  harmonisasi 

kebijakan dan penyederhanaan perijinan investasi, dan peningkatan fasilitasi investasi. 

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 – 6,4 persen dibutuhkan investasi nominal 

sebesar Rp2.243,8  triliun. Kebutuhan  investasi  tersebut akan bersumber dari PMA dan PMDN 

sebesar 26,8 persen, kredit perbankan sebesar 17,4 persen, pasar modal 16,7 persen, belanja 

modal pemerintah 12,4 persen dan sumber‐sumber investasi lainnya (lihat Grafik III.1). 

Page 40: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

33 

GRAFIK III.1  SUMBER­SUMBER INVESTASI TAHUN 2011 (PERSEN) 

 

26,8

9,812,4

17,4

8,8

16,7

8,2

0

5

10

15

20

25

30

PMA/PMDN Capex BUMN

Belanja Modal

Pemerintah

Kredit Perbankan

Laba Ditahan

Pasar Modal Lainnya

Kebutuhan Investasi  Rp2.243,8 T

 

Sumber: Kementerian Keuangan 

 

Investasi  yang  cukup  besar 

tersebut  dibutuhkan  untuk 

meningkatkan  output  nasional 

dengan  cara  yang  lebih  efisien. 

Incremental capital output ratio 

(ICOR)  merupakan  ukuran 

yang  digunakan  dalam 

menentukan  tingkat  efisiensi 

produksi  suatu  negara.  Nilai 

ICOR yang rendah menunjukkan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan output 

menjadi semakin efisien. Dalam tahun 2010 dan 2011 nilai ICOR diperkirakan sebesar 4,39 dan 

4,25 yang berarti lebih efisien dibandingkan nilai ICOR tahun 2009 sebesar 5,39 (Grafik III.2). 

Di  bidang  perdagangan  internasional,  peningkatan  pendapatan  dan  permintaan  pasar  global 

memberikan peluang bagi kinerja ekspor Indonesia. Impor juga akan meningkat seiring dengan 

meningkatnya  kebutuhan  industri  domestik  dalam memenuhi  kegiatan  ekspor  dan  konsumsi 

dalam negeri. Upaya untuk meningkatkan ekspor ditempuh melalui kebijakan perdagangan luar 

negeri yang diarahkan pada peningkatan daya saing produk ekspor nonmigas dan diversifikasi 

pasar. Strategi yang dilakukan antara  lain:  (1) meningkatkan ekspor nonmigas untuk produk‐

produk yang bernilai  tambah  lebih besar,  berbasis pada  sumber daya  alam,  serta permintaan 

pasarnya yang besar, (2) mendorong ekspor produk kreatif dan jasa terutama yang dihasilkan 

GRAFIK III.2  PERKEMBANGAN INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT 

RATIO (ICOR) 

3,814,14

5,39

4,39 4,25

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

2007 2008 2009 2010* 2011*

Sumber: BPS dan Kementerian Keuangan 

Page 41: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

34 

oleh UKM, (3) mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor, (4) menitikberatkan upaya 

perluasan akses pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor nonmigas di kawasan Afrika dan Asia, dan 

(5)  mendorong  pemanfaatan  berbagai  skema  perdagangan  dan  kerjasama  perdagangan 

internasional yang lebih menguntungkan kepentingan nasional.  

Dari  sisi  produksi,  sektor  yang  diharapkan  menjadi  pendorong  utama  peningkatan 

pertumbuhan ekonomi adalah sektor  industri manufaktur. Hal  ini dikarenakan sektor  industri 

manufaktur  dapat  memberikan  nilai  tambah  yang  besar.  Di  luar  sektor  industri  manufaktur, 

sektor  pertanian,  perkebunan,  peternakan,  kehutanan,  dan  perikanan masih menjadi  andalan 

dalam  mendorong  peningkatan  pertumbuhan  ekonomi.  Selain  itu,  sektor‐sektor  lain  juga 

diharapkan  dapat mendukung  peningkatan  produksi  dalam  rangka mendorong  pertumbuhan 

ekonomi.  

Melalui  Peraturan  Presiden  nomor  28  Tahun  2008  tentang  Kebijakan  Industri  Nasional, 

Pemerintah  telah  menetapkan  Kebijakan  Industri  Nasional  dengan  pengelompokan/klaster 

industri  prioritas  yang  meliputi:  (i)  Industri  Agro;  (ii)  Industri  Alat  Angkut,  (iii)  Industri 

Elektronika dan Telematik,  (iv)  Industri Berbasis Manufaktur,  (v)  Industri Penunjang  Industri 

Kreatif dan Kreatif Tertentu, dan (vi) Industri Kecil dan Menengah Tertentu. 

Strategi  pembangunan  sektor  industri  manufaktur  diupayakan  melalui  langkah‐langkah 

peningkatan  daya  saing  dan  kebijakan  peningkatan  iklim  usaha,  restrukturisasi  permesinan, 

pengembangan  kawasan  industri  khusus,  penggunaan  produk  dalam  negeri,  pengembangan 

industri  bahan  bakar  nabati,  dan  pengembangan  standardisasi  industri.  Dengan  strategi  dan 

kebijakan  tersebut,  laju  pertumbuhan  sektor  industri  manufaktur  (pengolahan)  tahun  2011 

diharapkan akan meningkat dan diperkirakan mencapai 4,4 – 4,6  persen (Tabel III.3). 

Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia. 

Pada  tahun  2011,  pembangunan  sektor  tersebut  juga  menjadi  bagian  dari  strategi  penting 

pembangunan ekonomi. Dengan kondisi iklim dan musim tanam yang baik serta didukung oleh 

program peningkatan  produksi  pangan,  produktivitas  dan  diversifikasi  pertanian  secara  luas, 

sektor pertanian (termasuk peternakan, perikanan, kehutanan) diproyeksikan mampu tumbuh 

sebesar 4,4 – 4,6 persen.   

 

Page 42: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

35 

TABEL III.3 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL 2011 (PERSEN, yoy) 

 

1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 4,4 ‐ 4,6 15,22. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3,5 ‐ 3,7 10,33. INDUSTRI PENGOLAHAN 4,4 ‐ 4,6 26,64. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 9,3 ‐ 9,5 0,85. KONSTRUKSI 8,6 ‐ 8,8 10,06. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7,4 ‐ 7,6 13,47. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 12,2 ‐ 12,4 6,38. KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 5,5 ‐ 5,7 7,39. JASA ‐ JASA 6,7 ‐ 6,9 10,2PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,2 ‐ 6,4 100,0Sumber: Kementerian Keuangan (prognosa)

SEKTOR PERTUMBUHANStruktur PDB Nominal

Strategi pembangunan sektor pertanian juga diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan 

nasional  melalui  peningkatan  produktivitas  dan  kualitas  lahan  pertanian,  bantuan/subsidi 

bibit/benih  dan  pupuk,  penanganan  pasca  panen,  pendanaan  bagi  pertanian,  pengembangan 

desa  mandiri  pangan  dan  penanganan  rawan  pangan,  serta  pembangunan  irigasi.  Strategi 

peningkatan  produksi  pangan  tersebut  didukung  dengan  penyempurnaan  langkah‐langkah 

koordinasi, monitoring, dan evaluasi cadangan pangan dan penanganan pangan strategis. Selain 

itu,  peningkatan  pertumbuhan  subsektor  perkebunan,  perikanan,  dan  kehutanan  dilakukan 

melalui  peremajaan  dan  pengembangan  perkebunan  rakyat  (termasuk  sumber  bahan  baku 

energi  alternatif),  perikanan,  kehutanan;  pengembangan  hutan  tanaman  dan Hutan  Tanaman 

Rakyat; serta pengembangan SDM. 

Sektor lain yang menjadi prioritas pengembangan adalah sektor pengangkutan dan komunikasi 

yang diperkirakan tumbuh sebesar 12,2 – 12,4 persen pada tahun 2011. Pertumbuhan sektor ini 

terutama  didukung  oleh  pengembangan  industri  otomotif,  perkapalan,  kedirgantaraan,  dan 

perkeretaapian serta berbagai prasarana terkait.  

2. Nilai Tukar   

Nilai  tukar  rupiah  tahun 2011 dipengaruhi  beberapa  faktor  yang  berasal dari  luar dan dalam 

negeri. Faktor yang mempengaruhi rupiah dari luar negeri antara lain berupa peningkatan arus 

modal masuk ke pasar domestik yang semakin membaik sebagai dampak dari semakin pulihnya 

perekonomian  global.  Meningkatnya  pertumbuhan  ekonomi  dunia  akan  mendorong 

peningkatan  ekspor  dan  investasi  Indonesia  yang  pada  akhirnya  akan  menambah  cadangan 

devisa. Kondisi  ini akan didukung dengan semakin meningkatnya peringkat utang pemerintah 

Page 43: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

36 

dan investasi Indonesia. Namun, upaya menarik arus modal masuk diperkirakan akan semakin 

berat  di  tengah  situasi  meningkatnya  suku  bunga  internasional.  Penguatan  dolar  AS 

diperkirakan juga memicu pelemahan rupiah.  

Faktor dalam negeri yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 

tahun 2011 antara lain berasal dari membaiknya kondisi fundamental ekonomi. Sejalan dengan 

meningkatnya  perekonomian 

domestik  dan  ekspor,  kebutuhan 

akan  impor  khususnya  impor 

bahan  baku  dan  barang  modal 

diperkirakan  akan  meningkat 

sehingga  mendorong  depresiasi 

rupiah.  Berdasarkan 

perkembangan dari  dalam negeri 

dan  luar  negeri  tersebut, 

pergerakan  rata‐rata  nilai  tukar 

rupiah  terhadap  dolar  AS  tahun 

2011  diperkirakan  pada  kisaran 

Rp9.100 – Rp9.400 per dolar AS.  

3. Inflasi  

Tekanan inflasi pada tahun 2011 diperkirakan menuju ke pola normal dengan kecenderungan 

menurunnya  sumber  tekanan  inflasi,  baik  dari  sisi  eksternal  maupun  internal.  Dari  sisi 

eksternal,  inflasi  negara  mitra 

dagang utama Indonesia cenderung 

menurun dan perekonomian global 

terfokus  pada  upaya  pemulihan 

ekonomi  pasca  krisis  di  Uni  Eropa. 

Menguatnya  arus  modal  masuk 

(capital inflow) ke emerging market 

seperti  Indonesia  mendorong 

apresiasi  nilai  tukar  rupiah. 

Sementara  itu,  dari  sisi  internal, 

tekanan  inflasi  tahun  2011 

cenderung  menurun  seiring 

GRAFIK III.3 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI NILAI TUKAR 2006 – 2011 

9.200 9.100 

9.164 9.139 

9.692 

10.408 

9.400 

8.800

9.100

9.400

9.700

10.000

10.300

10.600

2006 2007 2008 2009 2010 2011

 

Sumber: Bank Indonesia dan Kemenkeu 

GRAFIK III.4 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI INFLASI  

2010 – 2011 (Persen) 

6,60 6,59

11,06

2,78

5,30

5,30 4,90

2

4

6

8

10

12

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: BPS dan Kemenkeu 

Page 44: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

37 

semakin  membaiknya  pasokan  dan  distribusi  bahan  pangan  diharapkan  dapat  meredam 

kenaikan inflasi dari sisi volatile foods. Disamping itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan 

sektor riil yang semakin baik yang didukung oleh semakin meningkatnya kesadaran pemerintah 

daerah  dalam  upaya  pengendalian  inflasi  diharapkan  dapat  menciptakan  kestabilan  harga  di 

dalam negeri. 

Dengan memperhatikan faktor‐faktor yang mempengaruhi inflasi tersebut dan kebijakan fiskal, 

sektor riil dan moneter dalam pengendalian inflasi, maka tahun 2011 inflasi diperkirakan akan 

berkisar 4,9 – 5,3 persen (Grafik III.4). 

4. Suku Bunga SBI 3 bulan  

Semakin  membaiknya  perekonomian 

global  tahun  2011  akan  memberikan 

dampak  yang  positif  bagi 

perkembangan pasar keuangan global.  

Kondisi  tersebut    memungkinkan 

sejumlah  negara  maju  untuk 

mempertahankan  kebijakan  moneter 

yang  akomodatif  sebagai  upaya  untuk 

mempercepat  proses  pemulihan 

ekonomi.  Dari  dalam  negeri  proses 

pemulihan  ekonomi  yang  sedang 

berlangsung diperkirakan memberikan sedikit dorongan pada inflasi tahun 2011 sehingga akan 

memberikan  tekanan pada  suku bunga  acuan  (BI  rate) dan    suku bunga SBI 3 bulan. Namun, 

koordinasi  kebijakan  fiskal  dan  moneter  yang  dilakukan  Pemerintah  dan  Bank  Indonesia 

diharapkan  dapat  menjaga  real  interest  rate  Indonesia  tetap  menarik.  Dengan 

mempertimbangkan faktor‐faktor tersebut, rata‐rata suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2011 

diproyeksikan berkisar antara 6,3 – 6,7 persen. 

5. Harga dan Lifting Minyak  

Semakin pulihnya perekonomian global tahun 2011 akan memicu tingginya permintaan minyak 

dunia. Di sisi  lain persediaan dan distribusi minyak dunia diperkirakan akan cenderung stabil. 

Namun,  permasalahan  geopolitik  di  kawasan  Timur  Tengah,  Nigeria,  dan  Amerika  Latin 

diperkirakan  dapat mempengaruhi  produksi  dan  harga minyak  dunia. Menurut  Badan Energi 

Amerika (Energy Information Administration/EIA) rata‐rata harga minyak WTI pada tahun 2011 

GRAFIK III.5  SUKU BUNGA SBI DAN PROYEKSI 2010 – 2011 (Persen) 

11,75

8,00

9,30

7,50

6,50 6,70

6,50 6,30

2

4

6

8

10

12

2006 2007 2008 2009 2010 2011

 Sumber: Bank Indonesia dan Kemenkeu 

Page 45: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

38 

diperkirakan sekitar US$83,5 per barel, sedikit  lebih tinggi dari perkiraan tahun 2010 sebesar 

US$80 per barel. Berdasarkan  faktor‐faktor  tersebut, maka perkiraan harga minyak Indonesia 

(ICP) tahun 2011 sekitar US$80 – 85 per barel. 

Sementara  itu,  pada  tahun  2011  Pemerintah  optimis  adanya  peningkatan  pencapaian  lifting 

minyak  sebagai  hasil  meningkatnya  investasi  di  sektor  pertambangan  minyak.  Dengan  hasil 

investasi baru  tersebut dan optimalisasi  terhadap sumber minyak yang  telah ada maka  lifting 

minyak tahun 2011 diperkirakan akan mencapai kisaran 0,960 – 0,980 juta barel per hari. 

6. Ketenagakerjaan dan Kemiskinan 

Pengangguran dan  kemiskinan merupakan permasalahan penting  yang dihadapi  oleh negara‐

negara  berkembang,  termasuk  Indonesia.  Setiap  tahun,  Pemerintah  selalu  memfokuskan 

program  pembangunannya  pada  penanganan  kedua  masalah  tersebut.  Indikator‐indikator 

sosial yang ada telah mencerminkan perbaikan dalam pengurangan tingkat pengangguran dan 

kemiskinan. 

Kondisi  perekonomian  dunia  yang  terus  membaik  diharapkan  akan  berimbas  pada  semakin 

membaiknya  kinerja  perekonomian  domestik  sehingga  laju  pertumbuhan  ekonomi  terus 

meningkat.  Tingginya  laju  pertumbuhan  ekonomi  yang  didukung  oleh  kebijakan  pemerintah 

yang  ekspansif  akan mampu memperluas  terciptanya  lapangan  kerja  baru.  Sejak  tahun 2006, 

secara rata‐rata setiap satu persen pertumbuhan ekonomi, dapat menyerap tenaga kerja baru 

sekitar  400.000  orang.  Penyerapan  tenaga  kerja  ini  diperkirakan  akan  semakin  meningkat 

sejalan  dengan  program  dan  kebijakan  Pemerintah  dalam  meningkatkan  investasi  melalui 

perbaikan  infrastruktur  dan  kebijakan  lainnya.  Dengan  target  pertumbuhan  ekonomi  yang 

cukup  tinggi  pada  tahun  2010  dan  2011,  pertumbuhan  lapangan  kerja  baru  diperkirakan 

mencapai  lebih  dari  2  persen  setiap  tahunnya.  Sementara  itu,  jumlah  penduduk  yang masuk 

angkatan  kerja  setiap  tahun  diperkirakan  meningkat  rata‐rata  sebesar  1,76  persen.  Laju 

pertumbuhan lapangan kerja baru yang  lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan angkatan 

kerja  akan  berdampak  pada  semakin  menurunnya  tingkat  pengangguran.  Penurunan  tingkat 

pengangguran ini juga ditopang oleh semakin tingginya angkatan kerja Indonesia yang bekerja 

di  luar  negeri  sebagai  Tenaga Kerja  Indonesia  (TKI),  sehingga pada  akhir  tahun 2011  tingkat 

pengangguran terbuka diperkirakan berada pada kisaran 7,0 persen.  

Seperti  halnya  pengangguran,  jumlah  penduduk  miskin  dan  tingkat  kemiskinan  juga 

menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Imbas dari krisis global memang menjadi 

hambatan  bagi  efektivitas  implementasi  kebijakan  dalam menanggulangi  kemiskinan,  namun 

pada  tahun  2011  Pemerintah  terus  menyempurnakan  strategi  untuk  mengatasi  masalah 

Page 46: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

39 

kemiskinan  dengan mencanangkan program untuk membantu masyarakat miskin  baik  dalam 

jangka  pendek  maupun  jangka  panjang  melalui  program  pemberdayaan  masyarakat.  Sejalan 

dengan  semakin  luasnya  lapangan  pekerjaan,  pendapatan  masyarakat  diharapkan  juga  akan 

semakin  meningkat  dan  jumlah  penduduk  miskin  akan  semakin  menurun.  Dengan  berbagai 

program  dan  kebijakan  tersebut,  tingkat  kemiskinan  tahun  2011  diperkirakan  mencapai 

kisaran 11,5 – 12,5 persen. 

Page 47: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

40 

 

BAB   IV 

POKOK­POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN 2011 

 

Rancangan  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Negara  (RAPBN)  disusun  untuk  memenuhi 

amanat pasal 23 Undang‐undang Dasar 1945 sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara 

yang  ditetapkan  setiap  tahun  dengan  undang‐undang  yang  dilaksanakan  secara  terbuka  dan 

bertanggung  jawab  untuk  sebesar‐besarnya  kemakmuran  rakyat.  Dalam  rangka  pengajuan 

RAPBN  kepada DPR‐RI,  Pemerintah menyusun  Pokok‐pokok Kebijakan  Fiskal  (PPKF)  sebagai 

penjabaran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) di bidang keuangan negara. PPKF disusun setiap 

tahun  berdasarkan  skala  prioritas  pembangunan,  baik  prioritas  program 

Kementerian/Lembaga,  lintas  Kementerian/Lembaga,  maupun  kewilayahan.  PPKF  disusun 

dalam  bentuk  kerangka  regulasi  dan  kerangka  pendanaan  yang  bersifat  indikatif  sesuai 

rancangan  kerangka  ekonomi  makro  yang  mencakup  gambaran  perekonomian  secara 

menyeluruh.  Selain  itu, PPKF  juga merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan  Jangka 

Menengah (RPJM) Nasional tahun 2010‐2014 yang terintegrasi dengan Rencana Pembangunan 

Jangka  Panjang  (RPJP)  tahun  2005‐2025,  guna  mewujudkan  Indonesia  yang  sejahtera, 

demokratis,  dan  berkeadilan  dalam  kehidupan  berbangsa  dan  bernegara  sebagaimana 

diamanatkan dalam UUD tahun 1945.  

Secara garis besar, penyampaian pokok‐pokok kebijakan fiskal tahun 2011 dibagi menjadi tiga 

bagian,  yaitu  pelaksanaan  kebijakan  fiskal  2009  dan  proyeksi  2010,  perkiraan  asumsi makro 

ekonomi tahun 2011, serta pokok‐pokok kebijakan fiskal 2011.  

A. Pelaksanaan Kebijakan Fiskal 2009 dan Proyeksi 2010 

Sebagai salah satu  instrumen ekonomi, kebijakan  fiskal melalui APBN mempunyai peran yang 

penting dalam mendukung pelaksanaaan program‐program pembangunan yang tertuang dalam 

Rencana Kerja Pemerintah setiap tahun. 

Dalam  keadaan  dimana  pendapatan  negara  tidak  mencukupi  untuk  menutupi  kebutuhan 

belanja,  maka  dilakukanlah  kebijakan  defisit  anggaran  negara.  Dalam  tahun  2009,  realisasi 

defisit  APBN  mencapai  1,6  persen  PDB,  yang  berarti  jauh  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan 

realisasi defisit APBN 2008 yang hanya mencapai 0,1 persen PDB. Peningkatan realisasi defisit 

APBN tahun 2009 tersebut disebabkan oleh kebijakan ekspansi fiskal melalui program stimulus 

fiskal, guna meredam dampak negatif krisis keuangan global terhadap perekonomian nasional. 

Kebijakan fiskal tersebut dinilai cukup efektif, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi 

Page 48: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

41 

Indonesia  tetap  positif  pada  tingkat  4,5  persen  dalam  tahun  2009. Dalam  tahun  2010,  defisit 

APBN diperkirakan kembali meningkat, yaitu dari 1,6 persen PDB dalam APBN 2010 menjadi 

sebesar  2,1  persen  PDB  dalam  APBN‐P  2010.  Kenaikan  defisit  APBN  dalam  tahun  2010 

disebabkan antara lain oleh: (1) penyesuaian asumsi ekonomi makro, (2) pelaksanaan program 

stabilisasi  harga  melalui  pengendalian  subsidi,  dan  (3)  percepatan  pelaksanaan  program‐

program prioritas pembangunan. 

Perkembangan  defisit  APBN  tersebut  sangat  ditentukan  oleh  realisasi/rencana  pendapatan 

negara  dan  belanja  negara  setiap  tahun.  Dalam  tahun  2009,  realisasi  pendapatan  negara  dan 

hibah  mencapai  Rp869,6  triliun,  yang  berarti  mengalami  penurunan  11,5  persen  dari 

realisasinya  dalam  tahun  2008.  Penurunan  realisasi  pendapatan  negara  dalam  tahun  2009 

tersebut  berasal,  baik  dari  penerimaan  perpajakan  maupun  dari  penerimaan  negara  bukan 

pajak  (PNBP).  Penurunan  penerimaan  perpajakan  utamanya  dari  pajak  penghasilan  migas 

terkait dengan lebih rendahnya realisasi harga minyak di tahun 2009 dibandingkan realisasinya 

di  tahun 2008. Selain  itu, penurunan penerimaan perpajakan di  tahun 2009  juga dipengaruhi 

oleh  lebih  rendahnya  kenaikan  penerimaan  perpajakan  non‐migas  sebagai  dampak 

perlambatan  pertumbuhan  ekonomi  di  tahun  2009  yang  hanya  sebesar  4,5  persen 

dibandingkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2008 yang mencapai 6,0 persen.  

Dalam  tahun  2010,  diperkirakan  pendapatan  negara  dan  hibah  akan  kembali  mengalami 

peningkatan menjadi  Rp992,4  triliun,  atau meningkat  14,1  persen  dari  realisasinya  di  tahun 

2009.  Proyeksi  kenaikan  pendapatan  negara  dan  hibah  dalam  tahun  2010  tersebut, 

direncanakan berasal dari kenaikan penerimaan perpajakan sebesar 15,9 persen dan kenaikan 

PNBP sebesar 8,8 persen. 

Di  sisi  belanja  negara,  realisasinya  dalam  tahun  2009  sebesar  Rp957,5  triliun,  yang  berarti 

mengalami penurunan 2,9 persen dari  realisasi belanja negara dalam  tahun 2008. Penurunan 

realisasi  belanja  negara  dalam  tahun  2009,  lebih  disebabkan  oleh  penurunan  subsidi  energi 

akibat  harga  minyak  mentah  yang  lebih  rendah  di  tahun  2009.  Di  sisi  lain,  belanja 

Kementerian/Lembaga  dan  transfer  ke  daerah  dalam  tahun  2009  masih  tetap  menunjukkan 

peningkatan dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2008. Hal ini memperlihatkan ekspansi 

fiskal dalam pembangunan di tahun 2009 tetap mengalami peningkatan, yang terutama terlihat 

dari pelaksanaan kebijakan program stimulus fiskal. 

Untuk  pembiayaan  anggaran,  realisasinya  sangat  ditentukan  oleh  perencanaan  yang  telah 

ditetapkan  guna  membiayai  sasaran  defisit  anggaran  dalam  APBN‐P.  Dalam  tahun  2009, 

realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp111,3 triliun, yang menunjukkan peningkatan dari 

realisasinya  di  tahun  2008  sebesar  Rp84,1  triliun.  Realisasi  pembiayaan  anggaran  dalam dua 

Page 49: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

42 

tahun terakhir tersebut ternyata masih lebih besar dari realisasi defisit anggaran dalam masing‐

masing tahun yang sama, sehingga di akhir tahun anggaran 2008 dan 2009 terdapat sisa lebih 

pembiayaan  anggaran  (SILPA)  sekitar  Rp80,0  triliun  dan  Rp23,5  triliun.  Dalam  tahun  2010, 

sejalan dengan kebijakan memperlebar defisit dalam APBN‐P 2010 menjadi Rp133,7 triliun (2,1 

persen PDB), maka pembiayaan anggaran juga mengalami peningkatan menjadi Rp133,7 triliun. 

Kenaikan  pembiayaan  anggaran  dalam  APBN‐P  2010  tersebut  dari  yang  direncanakan 

sebelumnya sebesar Rp98,0 triliun dalam APBN 2010, utamanya berasal dari penggunaan dana 

sisa anggaran lebih (SAL) tahun‐tahun sebelumnya. Selanjutnya, dalam Tabel IV.1 dapat dilihat 

perkembangan APBN dalam beberapa tahun terakhir. 

TABEL IV.1  RINGKASAN APBN TAHUN 2008 ­ 2010 (TRILIUN RUPIAH) 

APBN APBN‐P b)

A Pendapatan Negara dan Hibah 981,6 869,6 949,7 992,4I Penerimaan Dalam Negeri 979,3 868,5 948,1 990,5

1. Penerimaan Perpajakan 658,7 641,4 742,7 743,32. Penerimaan Negara Bukan Pajak 320,6 227,1 205,4 247,2

II. Hibah 2,3 1,1 1,5 1,9

B. Belanja Negara 985,8 957,5 1.047,7       1.126,1          I. Belanja Pemerintah Pusat 693,4 648,9 725,2 781,5II. Transfer ke Daerah 292,4 308,6 322,4 344,6

C. Surplus/defisit Anggaran (4,1) (87,8) (98,0) (133,7)% terhadap PDB (0,1) (1,6) (1,6) (2,1)

D. Pembiayaan 84,1 111,3 98,0 133,7I. Dalam Negeri 102,5 128,1 107,9 133,9

II. Luar Negeri (18,4) (16,8) (9,9) (0,2)

Sumber: Kementerian Keuangan

Catatan: a) Unaudited

b) Persetujuan DPR pada sidang paripurna DPR tanggal 3 Mei 2010

Keterangan2010

2008 2009a)

1. Pendapatan Negara dan Hibah 

Pendapatan negara mempunyai peran yang sangat penting sebagai sumber pendanaan belanja 

negara untuk pembangunan nasional. Realisasi pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2009 

mencapai Rp869,6  triliun. Dari  pencapaian  tersebut,  73,8 persen diantaranya bersumber dari 

penerimaan perpajakan. Kontribusi tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan perannya 

di  tahun 2008 sebesar 67,1 persen. Namun demikian,  secara nominal penerimaan perpajakan 

tahun  2009  mengalami  penurunan  sebesar  2,6  persen  dibandingkan  dengan  realisasi  tahun 

2008.  Penurunan  penerimaan  perpajakan  tersebut  terutama  disebabkan  oleh  terjadinya 

pelambatan kegiatan perekonomian sebagai dampak dari krisis ekonomi dunia.  

Page 50: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

43 

Penurunan  penerimaan  perpajakan  dalam  tahun  2009  terutama  berasal  dari  penurunan 

penerimaan  pajak  perdagangan  internasional  sebesar  48,6  persen.  Hal  ini  disebabkan  oleh 

terjadinya penurunan kegiatan ekspor dan impor sebesar 9,7 persen dan 15 persen akibat krisis 

keuangan global. Di samping  itu, krisis keuangan global  juga sejalan dengan penurunan harga 

minyak di pasar internasional, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan penerimaan PPh 

migas  sebesar  35,0  persen.  Sebaliknya,  penerimaan  perpajakan  non‐migas  tahun  2009 

mengalami  kenaikan  sebesar  4,4  persen.  Peningkatan  tersebut  didukung  oleh  kebijakan 

reformasi administrasi perpajakan, langkah‐langkah intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan 

yang  berkelanjutan.  Perkembangan  penerimaan  perpajakan  2005‐2010  dapat  dilihat  dalam 

Grafik IV.1. 

347,0 409,2 491,0 658,7 641,4743,0

13,0%

12,0%12,0%

13,0%

11,4%11,9%

10%

11%

12%

13%

14%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

2005 2006 2007 2008 2009 a) APBN‐P2010 b)

(triliun rupiah)

Penerimaan Perpajakan Tax ratioKeterangan:a) Unauditedb) Ketetapan  DPR pada  3 Mei 2010

 Sumber: Kementerian Keuangan 

Sejalan dengan perkiraan mulai meningkatnya aktivitas perdagangan dunia di  tahun 2010  ini, 

Pemerintah  memutuskan  untuk  terus  melanjutkan  kebijakan  pemberian  insentif  perpajakan 

bagi industri di dalam negeri. Insentif perpajakan tersebut diberikan dalam bentuk penurunan 

tarif  PPh  Badan  dari  28  persen menjadi  25  persen;  pemberian  fasilitas  penurunan  tarif  PPh 

Badan  sebesar  5  persen  dari  tarif  normal  untuk  perusahaan  masuk  bursa  yang  minimal  40 

persen sahamnya dimiliki oleh publik; pemberian pajak ditanggung pemerintah dalam bentuk 

subsidi  pajak  PPN  dan  bea  masuk  sektor  tertentu;  serta  terus  melanjutkan  reformasi 

administrasi  perpajakan.  Sedangkan  insentif  di  bidang  kepabeanan  diberikan  dalam  bentuk 

perbaikan  fasilitas  kepabeanan,  insentif  untuk  perdagangan  dan  industri,  serta  fasilitas 

keringanan  bea  masuk.  Selain  itu  juga  dilakukan  kebijakan  kenaikan  tarif  cukai  yang  dikuti 

penyederhanaan tarif cukai, serta peningkatan pengawasan peredaran barang kena cukai. 

GRAFIK IV.1  PENERIMAAN PERPAJAKAN, 2005­2010 

Page 51: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

44 

Dengan berbagai kebijakan tersebut di atas, Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan 

dalam APBN‐P  tahun 2010 menjadi  sebesar Rp743,3  triliun,  atau mengalami peningkatan 0,1 

persen dari rencananya dalam APBN 2010 sebesar Rp742,7 triliun. Sumber utama peningkatan 

penerimaan tersebut diharapkan dari pajak penghasilan (PPh) dan cukai, yaitu masing‐masing 

sebesar 3,2 persen dan 3,4 persen. Sejalan dengan kenaikan penerimaan perpajakan  tersebut, 

tax  ratio  dalam  tahun  2010  diperkirakan  menjadi  11,9  persen,  yang  berarti  mengalami 

peningkatan dari realisasinya dalam tahun 2009 sebesar 11,4 persen.  

Sampai dengan 30 April 2010, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp224,1 triliun atau 

30,1  persen  dari  targetnya  dalam  APBN‐P  2010.  Realisasi  tersebut  terutama  didukung  dari 

pajak  penghasilan,  khususnya  migas  yang  telah  mencapai  33,1  persen,  cukai  sebesar  35,8 

persen, dan bea masuk sebesar 36,1 persen. Penerimaan Perpajakan dalam tahun 2010 tersebut 

sedikit  lebih  rendah  dibandingkan  dengan  penerimaan  perpajakan  dalam  periode  yang  sama 

tahun sebelumnya yang mencapai 30,3 persen. 

Sebagai  salah  satu  sumber  pendapatan  negara,  realisasi  PNBP  dalam  tahun  2009  sebesar 

Rp227,1 triliun menunjukkan penurunan 29,2 persen dibandingkan dengan realisasinya dalam 

tahun  2008.  Penurunan  penerimaan  tersebut  lebih  disebabkan  oleh  lebih  rendahnya 

penerimaan  SDA  minyak  bumi  sebesar  46,7  persen,  sebagai  dampak  dari  turunnya  harga 

minyak mentah Indonesia (ICP) di tahun 2009, meskipun dari sisi lifting minyak mentah terjadi 

peningkatan.  Dalam  tahun  2008,  rata‐rata  harga  ICP  (Desember  2007  –  November  2008) 

mencapai  US$101,4  per  barel,  sedangkan  dalam  tahun  2009  rata‐rata  harga  ICP  hanya 

mencapai US$58,5 per barel.  

Komponen terbesar PNBP berasal dari penerimaan sumber daya alam, yang terdiri dari minyak 

bumi,  gas alam, pertambangan umum, panas bumi, kehutanan, perikanan dan  lainnya.  Seiring 

dinamika permintaan dan penawaran komoditas hasil sumber daya alam di pasar dunia, maka 

penerimaan  SDA,  terutama  minyak  bumi  dan  gas  alam  mengalami  perubahan  akibat 

perkembangan  harga  pasar.  Pada  tahun  2009,  realisasi  PNBP  SDA mencapai  Rp138,4  triliun 

atau  turun  38,3  persen  dari  realisasi  tahun  2008.  Pengaruh  krisis  keuangan  global  2008 

terhadap  permintaan  komoditas  SDA  dunia  masih  dirasakan  oleh  sektor  pertambangan, 

terutama minyak bumi, akibat koreksi  terhadap kecendrungan peningkatan alami harga pasar 

yang  kini  masih  berada  pada  kisaran  US$75‐US$80  per  barel,  jauh  di  bawah  harga  sebelum 

krisis  yang  sempat mencapai US$130 per barel. Hal  ini menyebabkan perubahan penerimaan 

minyak bumi dan gas bumi tahun 2009 menjadi Rp125,7 triliun atau lebih rendah 40,6 persen 

dibandingkan realisasi penerimaan tahun sebelumnya. 

Page 52: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

45 

Penerimaan dari  laba BUMN dalam  tahun 2009  sebesar Rp26,0  triliun mengalami penurunan 

sebesar  10,4  persen  dibandingkan  realisasinya  dalam  tahun  2008.  Realisasi  penerimaan  laba 

BUMN  ini  sebagian  besar  masih  terkait  dengan  fluktuasi  harga  minyak  internasional  yang 

berpengaruh  pada  penurunan  laba  PT  Pertamina.  PT  Pertamina  merupakan  penyumbang 

deviden  BUMN  terbesar  dalam  bagian  pemerintah  atas  laba  BUMN.  Di  samping  itu,  krisis 

keuangan global  juga turut mempengaruhi kinerja keuangan BUMN, khususnya yang bergerak 

pada sektor perbankan dan jasa keuangan.  

Dalam  APBN‐P  2010,  PNBP  ditargetkan  mencapai  Rp247,2  triliun,  atau  naik  20,3  persen 

dibandingkan  dengan  rencananya  dalam  APBN  2010.  Peningkatan  penerimaan  tersebut 

diharapkan berasal dari kenaikan penerimaan SDA minyak dan gas bumi sebesar 25,9 persen, 

yaitu dari Rp120,5 triliun menjadi Rp151,7 triliun sebagai akibat kenaikan asumsi harga minyak 

ICP  dari  US$65 menjadi  US$80  per  barel.  Sementara  itu,  penerimaan  laba  BUMN ditargetkan 

menjadi  Rp29,5  triliun,  atau meningkat  22,9  persen  dibandingkan  dengan  rencananya  dalam 

APBN 2010. Adapun PNBP Lainnya direncanakan menjadi Rp43,5 triliun, atau naik 8,9 persen 

dari rencananya dalam APBN 2010. 

Sampai dengan tanggal 30 April 2010, realisasi PNBP dalam tahun 2010 telah mencapai Rp52,2 

triliun,  atau  21,1  persen  dari  rencananya  dalam  APBN‐P  2010.  Realisasi  tersebut  terutama 

bersumber dari penerimaan SDA migas dan non‐migas sebesar 18,3 persen, dan PNBP lainnya 

sebesar  43,8  persen.  Pencapaian  realisasi  PNBP  tahun  2010  tersebut  lebih  tinggi  apabila 

dibandingkan dengan realisasi PNBP dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang  masih 

sebesar  17,1  persen.  Dalam  Grafik  IV.2,  dapat  dilihat  perkembangan  PNBP  dalam  beberapa 

tahun terakhir. 

146,9

227,0 215,1

320,6

227,1247,2

0

50

100

150

200

250

300

350

2005 2006 2007 2008 2009 a) 2010          APBN‐P b)

(triliu

n ru

piah

)

BLULainnyaBUMNSDA

Keterangan:a) Unauditedb) Ketetapan DPR tanggal 3 Mei 2010

      Sumber: Kementerian Keuangan 

 

GRAFIK IV.2  PERKEMBANGAN PNBP, 2005 – 2010 

Page 53: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

46 

2. Belanja Negara 

Kebijakan  belanja  negara  berlandaskan  pada  penganggaran  berbasis  kinerja  (PBK)  dan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) merupakan perubahan mendasar dalam sistem penganggaran.  Kebijakan  belanja  negara  menekankan  pada  outcome  basis  untuk  kemudian diturunkan ke dalam output,  program, dan alokasi  anggaran, baik di pusat maupun di daerah untuk melaksanakan  program‐program  pembangunan  nasional.    Dalam  tahun  2009,  realisasi belanja  negara mencapai  Rp957,5  triliun  atau  turun  2,9  persen  dari  realisasinya  pada  tahun 2008. Dari jumlah tersebut, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp648,9 triliun, yang berarti  lebih  rendah  6,4  persen  dari  realisasinya  pada  tahun  2008.  Penurunan  belanja pemerintah pusat tersebut bersumber dari penurunan subsidi energi. Sedangkan untuk belanja K/L, realisasinya mengalami peningkatan hingga sebesar 18,1 persen pada periode yang sama tahun  2008.  Dalam  tahun  2010  alokasi  belanja  negara  meningkat  menjadi  Rp1.126,1  triliun dalam APBN‐P 2010, atau bertambah sebesar Rp78,5  triliun dari yang telah ditetapkan dalam APBN  2010.  Penambahan  belanja  negara  yang  sangat  signifikan  tersebut  terutama  ditujukan untuk  menjaga  stabilitas  harga  barang  dan  jasa,  serta  mempercepat  pelaksanaan  program prioritas pembangunan nasional. Kebijakan tersebut merupakan bentuk komitmen Pemerintah untuk  memperbaiki  kesejahteraan  rakyat,  mengurangi  pengangguran,  serta  menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional yang lebih baik.   Perkembangan belanja negara sejak tahun 2005 dapat dilihat pada Grafik IV.3. 

Pada tahun 2009, realisasi belanja pemerintah pusat mengalami penurunan hingga 6,4 persen dari  realisasinya  dalam  tahun  sebelumnya.  Namun  penurunan  belanja  tersebut  lebih disebabkan  oleh  penurunan  subsidi  energi  (BBM  dan  listrik)  yang  sangat  dipengaruhi  oleh fluktuasi  harga  minyak.  Adapun  belanja  Kementerian/Lembaga  tetap  menunjukkan peningkatan untuk mendukung pelaksanaan program‐program pembangunan yang bersifat pro rakyat, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan anggaran pendidikan.

359,2 440,9 504,4693,3 648,9

781,5150,5226,2

253,3

292,4 308,6

344,6

509,7

667,1757,7

985,7 957,5 

1126,1

0

200

400

600

800

1000

1200

2005 2006 2007 2008 2009a) APBN‐P2010b)

(triliun

 rupiah)

Belanja Daerah

Belanja Pusat

Keterangan:a) Unauditedb) Sesuai kesepakatan dengan DPR RI 3 Mei 2010

 

Sumber: Kementerian Keuangan 

GRAFIK IV.3  BELANJA NEGARA, 2005­2010 

Page 54: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

47 

Di  tahun  2010,  sejalan  dengan  dilakukannya  percepatan  perubahan  APBN  2010,  terjadi 

tambahan belanja pemerintah pusat yang cukup besar, yakni dari Rp725,2 triliun dalam APBN 

2010  menjadi  Rp781,5  triliun  dalam  APBN‐P  2010.  Kenaikan  anggaran  belanja  pemerintah 

pusat  sebesar  Rp56,3  triliun  tersebut  disebabkan  oleh  beberapa  faktor.  Pertama,  perubahan 

asumsi  ekonomi makro,  khususnya  proyeksi  harga minyak  yang  lebih  tinggi  ke  US$80/barel 

mengakibatkan  bertambahnya  anggaran  subsidi  energi.  Kedua,  kebijakan  pemerintah  untuk 

menjaga stabilitas harga barang dan jasa, yaitu dengan mempertahankan harga BBM agar tidak 

mengalami perubahan, penyesuaian yang lebih rendah terhadap rencana kenaikan HET pupuk 

dan  tarif  daya  listrik,  mengakibatkan  kenaikan  beban  subsidi  energi  dan  pupuk.  Ketiga, 

kenaikan subsidi harga beras akibat penyesuaian HPP beras serta penambahan volume alokasi 

beras  bersubsidi  kepada  rumah  tangga  sasaran.  Keempat,  menampung  tambahan  anggaran 

belanja  untuk  program‐program  prioritas  dan  mendesak.  Kelima,  penambahan  anggaran 

pendidikan  sejalan  dengan  rencana  kenaikan  belanja  negara,  guna  menjaga  rasio  anggaran 

pendidikan  tetap  20  persen.  Keenam,  dampak  dari  proyeksi  nilai  tukar  rupiah  yang  lebih 

menguat dalam tahun 2010 diperoleh penghematan pembayaran bunga utang luar negeri. 

238,4 251,5 279,6

433,6342,2

415,3

120,8189,4

225,0

259,7306,7

366,2

359,2440,9

504,6

693,3648,9 

781,5

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2005 2006 2007 2008 2009 a) APBN‐P2010 b)

(triliun

 rupiaj)

K/L

Non K/L

Keterangan:a) Unauditedb) sesuai kesepakatan dengan DPR RI 3 Mei 2010  

Sumber: Kementerian Keuangan 

 

Dalam  perkembangannya,  hingga  tanggal  30  April  2010,  realisasi  belanja  pusat  mencapai 

Rp130,1  triliun,  atau  16,7  persen  dari  rencananya  dalam  APBN‐P  2010.  Realisasi  tersebut 

terutama  ditunjang  dari  realisasi  belanja  pegawai  sebesar  Rp44,6  triliun  (34,3  persen)  dan 

pembayaran bunga utang sebesar Rp29,1 triliun (22,4 persen). 

GRAFIK IV.4  BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2005­2010 

Page 55: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

48 

Berbeda halnya dengan perkembangan transfer ke daerah, hingga tahun 2009 realisasinya terus 

meningkat  hingga  menjadi  Rp308,6  triliun,  atau  naik  sebesar  5,5  persen  dari  realisasinya  di 

tahun 2008. Tingginya realisasi transfer ke daerah didukung oleh perbaikan sistem penyaluran 

dan tingginya realisasi pelaksanaan proyek yang didanai dana alokasi khusus (DAK). Kenaikan 

tertinggi  dicapai  oleh  dana  otonomi  khusus  dan  penyesuaian,  yang  meningkat  55,5  persen. 

Kenaikan  tertinggi  kedua  dicapai  oleh  dana  alokasi  khusus,  yang  meningkat  18,9  persen. 

Sedangkan  dana  bagi  hasil  mengalami  penurunan  sebesar  2,9  persen  akibat  realisasi 

penerimaan migas yang lebih rendah. 

Dalam tahun 2010, anggaran transfer ke daerah bertambah Rp22,2  triliun, yaitu dari Rp322,4 

triliun dalam APBN 2010 menjadi Rp344,6 triliun dalam APBN‐P 2010. Peningkatan anggaran 

tersebut  dialokasikan  untuk  menambah  dana  penyesuaian  ke  daerah,  dalam  bentuk  dana 

penguatan  desentralisasi  fiskal  dan  percepatan  pembangunan  daerah,  dana  penguatan 

infrastruktur  dan  prasarana  daerah,  serta  dana  percepatan  pembangunan  infrastruktur 

pendidikan.  Langkah  strategis  tersebut  ditempuh  guna  mendukung  percepatan  pemerataan 

pembangunan dan perluasan kesempatan kerja di daerah,  serta mengoptimalkan pelaksanaan 

kebijakan desentralisasi fiskal. 

Sampai  dengan  tanggal  30  April  2010,  realisasi  transfer  ke  daerah  telah  mencapai  Rp100,4 

triliun,  atau  29,1  persen  dari  rencananya  dalam  APBN‐P  2010.  Realisasi  ini  terdiri  dari  DBH 

sebesar Rp14,0  triliun  (15,6  persen),  DAU  sebesar Rp79,0  triliun  (38,8  persen),  DAK  sebesar 

Rp5,2  triliun (24,5 persen), dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian sebesar Rp2,2  triliun 

(7,2 persen). 

150,5

226,2253,3

292,4308,6

344,6

,0

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

350,0

400,0

2005 2006 2007 2008 2009a) APBN‐P 2010b)

(triliun

 rupiah)

OtsusPenyesuaianDAKDAUDBH

Keterangan:a) Unauditedb) Sesuai kesepakatan dengan DPR RI 3 Mei 2010  

  Sumber: Kementerian Keuangan 

GRAFIK IV.5 TRANSFER KE DAERAH, 2005­2010 

Page 56: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

49 

3. Pembiayaan Anggaran 

Hingga  tahun  2009,  realisasi  defisit  APBN  terus mengalami  fluktuasi.  Bila  dalam  tahun  2008 

realisasinya hanya sebesar Rp4,1 triliun (0,1 persen PDB), maka dalam tahun 2009 mengalami 

peningkatan  menjadi  Rp87,8  triliun  (1,6  persen  PDB).  Rendahnya  defisit  dalam  tahun  2008 

terutama  disebabkan  lebih  tingginya  realisasi  pendapatan  negara  dari  yang  direncanakan, 

sedangkan  realisasi  belanja negara hampir  tidak  jauh dari  yang  direncanakan. Di  tahun 2009 

sejalan  dengan  peningkatan  ekspansi  fiskal  melalui  program  stimulus  fiskal  untuk 

mengantisipasi  dampak  krisis  global  menimbulkan  konsekuensi  lebih  tingginya  defisit  APBN 

pada  tahun  tersebut.  Di  tahun  2010,  Pemerintah  melakukan  perubahan  APBN  2010  yang 

mengakibatkan  melebarnya  sasaran  defisit  anggaran  hingga  menjadi  2,1  persen  PDB  dalam 

APBN‐P 2010, dibandingkan rencana semula sebesar 1,6 persen PDB di APBN 2010. 

Guna menutup defisit APBN setiap  tahun, Pemerintah mengupayakan dari pembiayaan dalam 

negeri dan pembiayaan luar negeri. Pada tahun 2009, realisasi pembiayaan mencapai Rp111,3 

triliun, dalam bentuk pembiayaan dalam negeri  sebesar Rp128,1  triliun dan pembiayaan  luar 

negeri neto sebesar minus Rp16,8 triliun. Realisasi pembiayaan anggaran tahun 2009 tersebut 

jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2008, yaitu sebesar Rp84,1 

triliun. Namun, karena realisasi defisit APBN di tahun 2008 jauh lebih rendah dibandingkan di 

tahun 2009, maka jumlah SILPA di tahun 2008 sebesar Rp80 triliun masih jauh lebih besar dari 

SILPA di tahun 2009 sebesar Rp23,5 triliun. 

Sementara  itu, di  tahun 2010,  seiring dengan kenaikan defisit APBN‐P 2010 menjadi Rp133,7 

triliun (lihat grafik IV.6), maka sepenuhnya akan dibiayai dari sumber pembiayaan dalam negeri 

sebesar Rp133,9  triliun,  sedangkan pembiayaan  luar negeri neto  tercatat minus Rp0,2  triliun. 

Walaupun  dalam  tahun  2010  terjadi  kenaikan  defisit  anggaran  yang  cukup  besar,  namun 

Pemerintah  berkomitmen  untuk  lebih mengupayakan  sumber  pembiayaan  dari  dalam  negeri 

dengan  memanfaatkan  dana  SAL  sebesar  Rp39,3  triliun.  Melalui  semangat  kemandirian 

pembiayaan  defisit  yang  terus  dipertahankan  setiap  tahun,  diharapkan  pembiayaan  melalui 

utang  dapat  ditekan  serendah  mungkin  apabila  sumber  pembiayaan  non‐utang  tidak 

mencukupi, dan penggunaannya diupayakan untuk membiayai kegiatan yang dapat mendorong 

pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, maka diharapkan  rasio utang pemerintah  terhadap 

PDB dapat terus diupayakan menurun hingga menjadi sekitar 27,8 persen di akhir tahun 2010. 

 

 

Page 57: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

50 

-14,4-29,1 -49,8 -4,1 -87,4 -133,7

22,636,0

57,2

85,999,4 107,5

-10,3 -26,6 -23,9

-18,4 -16,8

0,8

-1,2

20,09,1 16,6

43,225,4

-0,5-0,9

-1,3

-0,1

-1,6

-2,1

(3)

(2)

(1)

-

1

2

3

(140)(120)(100)

(80)(60)(40)(20)

-20 40 60 80

100 120 140

2005 2006 2007 2008 2009 a) 2010 b)

[ % thd. PDB ][ Triliun Rupiah ]

Defisit (Surplus) APBN SBN - netoPinjaman DN & LN - neto Non-Utang - netoDefisit APBN, % thd. PDB (RHS)

Keterangan :a)  Unauditedb)  Ketetapan DPR pada 3 mei 2010

 

Sumber: Kementerian Keuangan 

Berdasarkan  realisasi  APBN  sampai  dengan  30  April  2010,  pembiayaan  anggaran  telah 

mencapai  Rp37,1  triliun,  atau  27,7  persen  dari  rencananya  dalam  APBN‐P  2010.  Realisasi 

tersebut terutama didominasi oleh realisasi pembiayaan utang yang mencapai sebesar Rp36,7 

triliun  melalui  penerbitan  Surat  Berharga  Negara  neto  sebesar  Rp42,6  triliun,  sementara 

pembiayaan dari penarikan pinjaman luar negeri neto sebesar minus Rp5,9 triliun. Penerbitan 

SBN neto berasal dari penerbitan SBN domestik  sebesar Rp65,3  triliun, penerbitan SBN valas 

sebesar Rp18,6  triliun dan pembayaran pokok  jatuh  tempo  sebesar Rp41,2  triliun.  Penarikan 

pinjaman  luar  negeri  neto  berasal  dari  penarikan  pinjaman  proyek  sebesar  Rp2,0  triliun, 

penarikan  pinjaman  program  sebesar  Rp5,4  triliun  (US$600  juta)  dari  JICA  dan  ADB,  dan 

pelunasan  cicilan  pokok  pinjaman  luar  negeri  sebesar  Rp13,3  triliun.  Sedangkan  realisasi 

pembiayaan  non‐utang  sampai  dengan  30  April  2010  berasal  dari  hasil  pengelolaan  aset 

sebesar Rp300 miliar. 

GRAFIK IV.7 POSISI UTANG PEMERINTAH, 2005­2010 

1.313,3 1.302,2

1.389,4

1.636,7 1.590,7 1.735,7

47,3%

39,0%

35,2%

33,0%28,3% 27,8%

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

25%

30%

35%

40%

45%

50%

2005 2006 2007 2008 2009a) 2010b)

(triliu

n rup

iah)

(% thd P

DB)

Outstanding UtangDebt to GDP Ratio

Keterangan:a) Unauditedb) Angka sangat sementara (s.d. Mar 2010 mencapai Rp1.594,2 triliun)  

Sumber: Kementerian Keuangan  

GRAFIK IV.6  SUMBER PEMBIAYAAN APBN, 2005­2010 

Page 58: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

51 

B. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2011 

Proyeksi  perekonomian  nasional  pada  tahun  2011  akan  sangat  dipengaruhi  oleh  perbaikan 

ekonomi  global.  Indikator  perekonomian  Indonesia  dalam  tahun  2011  diperkirakan  sebagai 

berikut : (i) pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat diatas 6 persen; (ii) tingkat inflasi 

dapat dikendalikan pada tingkat yang cukup rendah berkisar 4,9 hingga 5,3 persen; (iii) tingkat 

suku bunga SBI 3 bulan stabil pada kisaran 6,3 hingga 6,7 persen; (iv) nilai tukar rupiah sedikit 

mengalami  fluktuasi  pada  kisaran  Rp9.100    hingga  Rp9.400  per  dolar  AS;  (v)  harga  minyak 

dunia  diperkirakan  sedikit meningkat  pada  kisaran US$80  hingga  US$85 per  barel;  serta  (vi) 

lifting minyak mentah  Indonesia naik menjadi 0,960 hingga 0,980  juta barel per hari. Rincian 

asumsi ekonomi makro tahun 2011 sebagai dasar penyusunan pagu indikatif dapat dilihat pada 

Tabel IV.2.  

TABEL IV.2  ASUMSI EKONOMI MAKRO 2010­2011 

 2011

APBN APBN-P Pagu Indikatif

1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,5 5,8 6,2 - 6,4

2. Inflasi (%) 5,0 5,3 4,9 - 5,3

3. Nilai Tukar (Rp/US$) 10.000 9.200 9.100 - 9.400

4. Suku bunga SBI 3 bulan (%) 6,5 6,5 6,3 - 6,7

5. Harga Minyak ICP (US$/barel) 65 80 80 - 85

6. Lifting Minyak (juta barel/hari) 0,965 0,965 0,960 - 0,980

Sumber: Kementerian Keuangan

2010Indikator Ekonomi

 

C. SASARAN DAN KEBIJAKAN FISKAL 2011 

Sesuai dengan amanat perundang‐undangan, penyusunan kebijakan fiskal (APBN) dalam tahun 

2011  mengacu  kepada  Rencana  Kerja  Pemerintah  (RKP)  tahun  2011  yang  membawa  tema 

“Percepatan  Pertumbuhan  Ekonomi  yang  Berkeadilan  Didukung  oleh  Pemantapan  Tatakelola 

dan  Sinergi  Pusat  Daerah”.  Penyusunan  RKP  tahun  2011  tersebut  selayaknya  sejalan  dengan 

rencana  pembangunan  jangka  menengah  nasional  (RPJMN)  2010‐2014  yang  telah 

menggariskan  bahwa  visi  pembangunan  2010‐2014  adalah  terwujudnya  Indonesia  yang 

sejahtera,  demokratis,  dan  berkeadilan.  Untuk  mewujudkan  visi  tersebut  telah  ditetapkan  3  

misi  yang  akan  dilakukan,  yakni:  (i)  melanjutkan  pembangunan  menuju  Indonesia  yang 

sejahtera,  (ii)  memperkuat  pilar‐pilar  demokrasi,  dan  (iii)  memperkuat  dimensi  keadilan  di 

semua bidang. 

Page 59: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

52 

Hingga saat ini dan dalam waktu ke depan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi bangsa 

Indonesia  guna mewujudkan  Indonesia  yang  sejahtera,  demokratis,  dan berkeadilan  hingga 5 

tahun ke depan. Pada saat ini, tantangan pokok pembangunan tahun 2011 adalah menciptakan 

pertumbuhan  ekonomi  yang  berkualitas,  mampu  menciptakan  lapangan  pekerjaan  dan 

mengurangi  kemiskinan  secara  optimal.  Tantangan  lainnya  yang  juga  dinilai  pokok  adalah 

membangun  tatakelola  yang  baik  untuk  dapat  meningkatkan  efektivitas  dan  efisiensi 

pengelolaan keuangan negara. Selain itu, untuk menjaga konsistensi kebijakan otonomi daerah 

dan  desentralisasi  fiskal,  tantangan  yang  dihadapi  adalah meningkatkan  sinergi  antara  pusat 

dan  daerah.  Hal  ini  sangat  penting,  dalam  rangka  mengelola  pembangunan  daerah  dan 

menyediakan pelayanan umum yang terbaik bagi masyarakat di daerah. 

Sejalan  dengan  RPJMN  2010‐2014  serta  tantangan  yang  harus  dihadapi,  maka  sasaran 

pembangunan  tahun  2011  dibagi  ke  dalam  tiga  kelompok,  yakni:  (1)  sasaran  pembangunan 

kesejahteraan,  (2)  sasaran  perkuatan  pembangunan  demokrasi,  dan  (3)  sasaran    penegakan 

hukum. 

Pada  sasaran pertama dalam pembangunan kesejahteraan, di bidang ekonomi akan ditujukan 

untuk  mencapai  tingkat  pertumbuhan  di  atas  6  persen,  pengendalian  tingkat  inflasi,  serta 

penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Di bidang pendidikan akan ditujukan untuk 

menurunkan  angka  buta  aksara,  meningkatkan  angka  partisipasi  sekolah  mulai  tingkat  SD 

sampai  perguruan  tinggi,  serta  mengurangi  disparitas  partisipasi  dan  kualitas  pelayanan 

pendidikan.  Di  bidang  lainnya  akan  ditujukan  untuk  meningkatkan  produksi  pangan, 

meningkatkan produksi energi dan listrik, serta pembangunan infrastruktur jalan serta jaringan 

prasarana dan penyediaan  sarana  transportasi.  Sedangkan untuk  sasaran pembangunan  yang 

kedua,  penguatan  pembangunan  demokrasi,  akan  ditujukan  pada  peningkatan  kualitas 

demokrasi  Indonesia.  Untuk  sasaran  ketiga,  penegakan  hukum,  ditujukan  pada  tercapainya 

suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum  dan terjaganya ketertiban umum. 

Untuk mencapai  sasaran  pembangunan  dalam  tahun  2011  tersebut,  peranan  kebijakan  fiskal 

sangat dibutuhkan dengan memanfaatkan secara optimal  sumber‐sumber pendapatan negara, 

pengalokasian belanja  negara  yang  efisien dan  efektif  untuk melaksanakan program‐program 

pembangunan,  serta  memanfaatkan  sumber‐sumber  pembiayaan  yang  layak  dan  berisiko 

rendah. Peranan fiskal tersebut diwujudkan dengan menetapkan sementara arah defisit tahun 

2011 pada tingkat 1,7 persen PDB. 

 

Page 60: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

53 

‐14,4 ‐29,1‐49,8 ‐4,1

‐87,8

‐133,7 ‐119,6‐0,5

‐0,9‐1,3

‐0,1

‐1,6

‐2,1‐1,7

‐2,5

‐2,0

‐1,5

‐1,0

‐0,5

0,0

‐160,0‐140,0‐120,0‐100,0‐80,0‐60,0‐40,0‐20,00,0

2005 2006 2007 2008 2009 a)APBN‐P2010 b) 2011 c)

(% th

d PD

B)

(trili

un ru

piah

)

Nominal% thd PDB

Keterangan:a)Unauditedb) Penetapan DPR pada 3 Mei 2010c) Pagu Indikatif

 

 Sumber: Kementerian Keuangan 

Penetapan pagu  indikatif  tahun 2011  tersebut didasarkan pada  langkah optimalisasi  sumber‐

sumber  pendapatan  negara,  antara  lain  melalui  ekstensifikasi  dan  intensifikasi  penerimaan 

perpajakan  dengan  tetap mempertimbangkan  pemberian  insentif  pada  kegiatan  dunia  usaha, 

serta ditopang dengan langkah‐langkah reformasi birokrasi perpajakan, kepabeanan dan cukai. 

Selain  itu  juga  dilakukan  langkah‐langkah  untuk  terus  meningkakan  produksi  sumber  daya 

alam,  baik migas maupun non migas  guna meningkatkan penerimaan  negara  bukan  pajak. Di 

sisi belanja negara, kebijakan alokasi anggaran akan diarahkan untuk melaksanakan program‐

program pembangunan, guna mencapai  sasaran yang  telah ditetapkan dalam RKP 2011, yaitu 

pembangunan  kesejahteraan,  perkuatan  pembangunan  demokrasi,  dan  penegakan  hukum. 

Untuk menutup sasaran defisit dalam tahun 2011, maka akan diupayakan sumber pembiayaan 

dari  dalam  negeri  yang  didukung  sumber  pembiayaan  luar  negeri  dengan  tetap 

mempertahankan  penurunan  rasio  utang  terhadap  PDB  secara  berkesinambungan  (debt 

sustainability).                     

Kebijakan  Fiskal  Pemerintah  dalam  mendukung  pembangunan  pada  tahun  2011  akan 

berorientasi  pada peningkatan kesejahteraan  rakyat melalui  tiga  sasaran utama  (Triple Track 

Strategy),  antara  lain  dengan  (1)  meningkatkan  laju  pertumbuhan  ekonomi  (Pro­Growth);  

(2)  menciptakan  dan  memperluas  lapangan  kerja  (Pro­Job),  diantaranya  melalui  pemberian 

insentif pajak guna meningkatkan investasi dan ekspor, serta peningkatan belanja modal untuk 

pembangunan Infrastruktur; (3) memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui program‐program 

jaring  pengaman  sosial  yang  berpihak  pada  rakyat  miskin  (Pro­poor)  dengan  menjaga 

kesinambungan  program  kesejahteraan  rakyat  serta  pemberian  subsidi  yang  lebih  tepat 

sasaran. 

GRAFIK IV.8 REALISASI DAN DEFISIT APBN, 2005 – 2011 

 

Page 61: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

54 

1. Kebijakan Pendapatan Negara 

Prospek  kembali  pulihnya  perekonomian  dunia  dan  semakin  meningkatnya  perekonomian nasional  di  tahun  2011 merupakan  suatu modal  dasar  untuk  terus mengoptimalkan  sumber‐sumber  pendapatan  negara,  khususnya  dari  perpajakan  yang  semakin  dominan  menopang pendapatan  negara.  Berdasarkan  asumsi  ekonomi  makro  seperti  yang  disampaikan sebelumnya,  dalam  tahun  2011  diperkirakan  pendapatan  negara  dan  hibah  akan  mencapai Rp1.086,7  triliun,  yang  berarti  mengalami  kenaikan  9,5  persen  dari  perkiraan  pendapatan negara  di  tahun  2010.  Dari  perkiraan  pendapatan  negara  dalam  tahun  2011  tersebut, diharapkan  sekitar  77,3  persen  akan  disumbang  dari  penerimaan  perpajakan,  dan  sebagian besar lainnya (22,4 persen) berasal dari PNBP. 

Penerimaan  perpajakan  tahun  2011  diharapkan  akan mencapai  Rp839,9  triliun,  yang  berarti meningkat  13,0  persen  dari  perkiraannya  di  tahun  2010.  Proyeksi  penerimaan  perpajakan sebesar Rp839,9 trilun tersebut dihitung dengan menggunakan basis perkiraan realisasi tahun 2010,  faktor  pengganda  dari  asumsi  ekonomi  makro  tahun  2011,  dan  langkah‐langkah tambahan  (extra  effort)  untuk  mengoptimalkan  pemungutan  sumber‐sumber  penerimaan perpajakan.  Langkah‐langkah  tambahan  tersebut  antara  lain  dalam  bentuk  perbaikan administrasi perpajakan, penggalian potensi perpajakan, peningkatan pemeriksaan pajak, serta perbaikan mekanisme keberatan dan banding. 

Langkah  perbaikan  administrasi  perpajakan  dilakukan  antara  lain  dalam  bentuk  pengalihan BPHTB  serta  PBB  sektor  perdesaan  dan  perkotaan  yang  semula  merupakan  pajak  pusat dialihkan  menjadi  pajak  daerah  berdasarkan  ketentuan  Undang‐undang  No.  28  Tahun  2009 tentang  Pajak  Daerah  dan  Retribusi  Daerah  (PDRD).  Perbaikan  administrasi  perpajakan  juga akan dilakukan dengan melanjutkan penghapusan fiskal luar negeri bagi WP orang pribadi yang mempunyai NPWP. Langkah penggalian potensi perpajakan dalam tahun 2011 dilakukan dalam bentuk  pelaksanaan  program  ekstensifikasi  terhadap  WP  baru  dan  program  intensifikasi penggalian  potensi  perpajakan  berbasis  profile  WP  dan  penggalian  sektor  tertentu,  serta aplikasi  optimalisasi  pemanfaatan  data  perpajakan  (OPDP).  Selanjutnya,  penggalian  potensi juga  dilakukan  melalui  pemberian  pendidikan  perpajakan  (tax  education)  dalam  rangka meningkatkan  kepatuhan  WP  (tax  payer  compliance).  Kemudian  Pemerintah  juga  akan melanjutkan program reformasi perpajakan, antara  lain melalui program Project  for  Indonesia Tax  Administration  Reform  (PINTAR),  yang  penyelesaiannya  membutuh  waktu  cukup  lama (2009 – 2013) 

Optimalisasi  penerimaan  perpajakan  tahun  2011  juga  didukung  dengan  upaya  peningkatan 

kualitas  pemeriksaan  pajak.  Beberapa  kebijakan  yang  diambil  Pemerintah  untuk 

mengoptimalkan  pemeriksaan  pajak  diantaranya  dengan  (1)  membuat  kebijakan  teknis 

pemeriksaan atas hasil pemeriksaan WP yang tergabung dalam satu grup, (2) melakukan kajian 

atas perlakuan PPN untuk barang hasil tambang, (3) meningkatkan koordinasi dengan berbagai 

Page 62: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

55 

instansi  terkait  sehubungan  dengan  pencairan  piutang  pajak  dan  prioritas  pencairan  kepada 

penunggak pajak  terbesar, dan (4) harmonisasi undang‐undang Ketentuan Umum Perpajakan, 

undang‐undang Kepailitan, serta undang‐undang terkait tentang hak mendahulukan negara atas 

piutang pajak terhadap WP yang dinyatakan pailit. 

Dalam rangka mendukung optimalisasi penerimaan pajak, Pemerintah akan menyempurnakan 

mekanisme atas keberatan dan banding, antara lain melalui kegiatan optimalisasi pemanfaatan 

informasi dari putusan pengadilan pajak serta keputusan keberatan dan non keberatan sebagai 

bahan  untuk  penggalian  potensi  perpajakan.  Selain  itu,  Pemerintah  akan  menyusun  kembali 

grand  strategy  untuk  meningkatkan  pengawasan,  guna  menghindari  dan  mengurangi 

penyalahgunaan  wewenang,  serta  meningkatkan  fungsi  ligitasi  agar  Pemerintah  dapat 

memenangkan sengketa dalam sidang banding dan gugatan di Pengadilan Pajak. 

Di  bidang  kepabeanan,  optimalisasi  penerimaan  dalam  tahun  2011  dilakukan  antara  lain 

melalui peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor, peningkatan 

efektivitas pemeriksaan fisik barang, peningkatan kolektibilitas piutang kepabeanan dan cukai, 

dan peningkatan pengawasan di daerah perbatasan, terutama jalur rawan penyelundupan, serta 

optimalisasi fungsi unit pengawasan melalui peningkatan patroli darat dan laut. 

Sejalan  dengan  langkah  optimalisasi  di  bidang  kepabeanan,  juga  akan  dilakukan  peningkatan 

pelayanan,  antara  lain  dengan  (1)  melanjutkan  reformasi  birokrasi,  melalui  pembentukan 

Kantor  Pengawasan  dan  Pelayanan  Bea  dan  Cukai  madya  dan  penyempurnaan  birokrasi  di 

lingkungan  internal,  (2)  penyempurnaan  implementasi  INSW  di  5  kantor  pabean  (Tanjung 

Priok,  Tanjung  Perak,  Tanjung Emas,  Bandara  Soekarno Hatta,  dan Belawan),  (3)  otomatisasi 

pelayanan, (4) implemetasi kawasan pelayanan pabean terpadu, serta (5) konsistensi pelayanan 

kepabeanan  24  jam  sehari  dan  7  hari  seminggu  di  empat  pelabuhan  utama  (Tanjung  Priok, 

Tanjung Perak, Makasar dan Belawan). 

Terkait  dengan  upaya  peningkatan  pengawasan  di  bidang  kepabeanan,  beberapa  kebijakan 

yang  diambil  adalah  dengan  melakukan  penataan  hubungan  kerja  antar  unit  pengawasan, 

penerapan  pola  profiling  secara  sistematis  dalam  rangka  risk  management,  melakukan 

pendeteksian  dini  terhadap  pelanggaran,  otomatisasi  proses  pengawasan  secara  vertikal  dan 

horisontal, serta perbaikan bisnis proses audit dan revitalisasi fungsi audit. 

Di bidang cukai, kebijakan pada tahun 2011 tetap diarahkan pada konsistensi pelaksanaan road 

map  cukai  hasil  tembakau.  Selain  itu,  optimalisasi  penerimaan  cukai  juga  dilakukan  melalui 

ekstensifikasi barang kena cukai, pelekatan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya untuk 

minuman mengandung  etil  alkohol  (MMEA)  golongan  A,  pemanfaatan  informasi  teknologi  di 

Page 63: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

56 

bidang  pelayanan  cukai  dan  peningkatan  pengawasan  di  bidang  cukai,  serta  optimalisasi 

sosialisasi di bidang cukai. 

Sementara  itu,  dalam  rangka mendukung  sasaran  pertumbuhan  investasi  sesuai  dengan  RKP 

2011,  di  sisi  kebijakan  kepabeanan  dan  cukai,  akan  terus  diupayakan  perbaikan  sistem 

informasi.  Upaya  tersebut  dilaksanakan  melalui  (1)  pengoperasian  secara  penuh  Indonesia 

National Single Window (INSW) untuk impor (sebelum 2010) dan untuk ekspor, (2) percepatan 

realisasi proses penyelesaian bea cukai di luar pelabuhan dengan implementasi tahap pertama 

Custom Advance Trade  System  (CATS)  di  dry  port  Cikarang,  dan  (3)  pengembangan  Kawasan 

Ekonomi Khusus (KEK) dilakukan melalui pengembangan KEK di 5 lokasi melalui skema Public­

Private Partnership sebelum 2014. 

Menimbang bahwa penurunan harga komoditas sumber daya alam membuka peluang investasi 

pada  tingkat  imbal  hasil  yang  lebih  efisien  sehubungan  dengan  korelasi  penurunan  harga 

minyak bumi  terhadap  turunnya harga  faktor dan peralatan pertambangan, maka Pemerintah 

melakukan standarisasi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas alam melalui 

penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Cost Recovery Migas di tahun 2010 

guna mendorong peningkatan kapasitas  lifting sumur‐sumur yang ada, di samping mendorong 

investasi sumur‐sumur baru di tahun 2011.  

Di sisi PNBP, kebijakan tahun 2011 akan terus diupayakan untuk mengoptimalkan penerimaan 

dari  sumber  PNBP,  terutama  dari  penerimaan  SDA  dan  Bagian  Pemerintah  atas  Laba  BUMN. 

Dari  sumber  penerimaan  SDA,  pemerintah  akan  mengoptimalkan  penerimaan  terutama  dari 

penerimaan  SDA  Migas  antara  lain  melalui  upaya  (i)  peningkatan  produksi  minyak  mentah 

dengan didukung insentif fiskal, (ii) efisiensi Cost Recovery dengan berpedoman pada peraturan 

pemerintah  yang  ada,  dan  (iii)  melakukan  secara  insentif  penagihan  penjualan  hasil  migas 

bagian negara.  

Adapun  penerimaan  dari  bagian  pemerintah  atas  laba  BUMN  akan  dipengaruhi  dinamika 

sektoral yang lebih heterogen dengan siklus bisnis yang lebih beragam. Menimbang arti penting 

pengembangan  BUMN,  khususnya  sektor  perbankan  dan  keuangan,  maka  dalam  tahun  2011 

kebijakan penerimaan dari laba BUMN mengutamakan strategi realokasi kegunaan dana terbaik 

antara  penarikan  deviden  untuk  APBN  dibandingkan  dengan  laba  ditahan  untuk  investasi 

perseroan yang didasarkan pada:  (1)  tingkat dividen 20‐55 persen, kecuali perseroan dengan 

akumulasi  rugi  dan/atau  perseroan  jasa  asuransi,  (2)  penyehatan  BUMN  krisis  melalui 

penyertaan modal negara (PMN) atau restrukturisasi neraca, (3) penetapan margin atas BUMN 

yang  melakukan  public  service  obligation  (PSO)  dan/atau  domestic market  obligation  (DMO),  

(4)  konsolidasi  dan  ekspansi  BUMN  dengan  prospek  pertumbuhan,  (5)  peningkatan 

Page 64: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

57 

pengendalian  internal  dan  mutu  penyajian  laporan  keuangan  melalui  adaptasi  international 

financial reporting standards (IFRS) di tahun 2012. 

Untuk PNBP lainnya dan pendapatan BLU, optimalisasi penerimaannya diupayakan antara lain 

melalui:  (i)  peningkatan  pelayanan  dan  perbaikan  administrsai  PNBP  kementerian/lembaga; 

(ii)  melakukan  penyempurnaan  beberapa  peraturan  terkait  dengan  jenis  dan  tarif  PNBP 

kementerian/lembaga;  dan  (iii)  melakukan  monitoring,  evaluasi  dan  koordinasi  pelaksanaan 

pengelolaan PNBP kementerian/lembaga. 

2. Kebijakan Belanja Negara 

Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2011, sasaran pembangunan yang hendak 

dicapai  dalam  tahun  2011  adalah  pembangunan  kesejahteraan,  perkuatan  pembangunan 

demokrasi,  dan  penegakan  hukum.  Dalam  pembangunan  kesejahteraan  tahun  2011,  sasaran 

utama yang hendak dicapai di bidang ekonomi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 6,2 

–  6,4  persen,  pengendalian  laju  inflasi,  penurunan  tingkat  pengangguran  (terbuka)  ke  7,0 

persen, dan pengurangan tingkat kemiskinan ke 11,5 – 12,5 persen. 

Pembangunan  kesejahteraan  di  bidang  pendidikan  akan  ditujukan  untuk meningkatkan  rata‐

rata lama sekolah, menurunkan angka buta aksara, meningkatnya angka partisipasi minimum di 

tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, meningkatnya angka partisipasi kasar di 

tingkat sekolah menengah atas dan perguruan  tinggi,  serta menurunkan disparitas partisipasi 

dan kualitas pelayanan pendidikan. Di  bidang pangan,  pembangunan kesejahteraan ditujukan 

untuk meningkatkan produksi komoditi pangan (padi,  jagung, kedelai), serta gula, daging sapi, 

dan ikan. 

Untuk  bidang  energi,  pembangunan  kesejahteraan  diarahkan  pada  peningkatan  kapasitas 

pembangkit  listrik,  peningkatan  rasio  elektrifikasi,  peningkatan  produksi minyak  bumi,  serta 

peningkatan pemanfaatan energi panas bumi. Selanjutnya, sasaran pembangunan kesejahteraan 

di  bidang  infrastruktur  diarahkan  utamanya  untuk  :  (i)  pembangunan  jalan  lintas  Sumatera, 

Jawa,  Kalimantan,  Sulawesi,  Nusa  Tenggara  Barat,  Nusa  Tenggara  Timur,  dan  Papua,  

(ii)  pembangunan  jaringan  prasarana  dan  penyediaan  sarana  transportasi  antar‐moda  dan 

antar‐pulau  yang  terintegrasi  sesuai  dengan  sistem  transportasi  nasional  dan  cetak  biru 

transportasi multimoda, dan (iii) perbaikan sistem dan jaringan transportasi di beberapa kota 

besar di Indonesia. 

Selain  itu,  sasaran  pembangunan  dalam  perkuatan  pembangunan  demokrasi  ditujukan  untuk 

meningkatkan  kualitas  demokrasi  Indonesia.  Demikian  pula  untuk  sasaran  pembangunan 

Page 65: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

58 

penegakan  hukum  akan  ditujukan  pada  tercapainya  suasana  dan  kepastian  keadilan  melalui 

penegakan hukum (rule of law), serta terjaganya ketertiban umum. 

Guna mencapai sasaran utama pembangunan dalam tahun 2011 tersebut di atas, dari sisi fiskal 

direncanakan akan didukung dengan alokasi anggaran belanja negara sebesar Rp1.204,9 triliun, 

yang akan dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp840,9 triliun (69,8 persen) 

dan  anggaran  transfer  ke  daerah  sebesar  Rp364,1  triliun  (30,2  persen).  Dengan  perkiraan 

alokasi  anggaran  belanja  negara  dalam  tahun  2011  tersebut,  maka  berarti  menunjukkan  

kenaikan 7,0 persen dari anggaran belanja negara pada tahun 2010. 

Dengan  anggaran  belanja  pemerintah  pusat  dalam  tahun  2011  yang  direncanakan  akan 

mencapai Rp840,9  triliun, menunjukkan kenaikan  sekitar  7,6 persen dari  anggarannya dalam 

tahun 2010. Anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2011 tersebut akan dimanfaatkan 

untuk mendukung  11  prioritas  pembangunan,  yaitu  :  (i)  reformasi  birokrasi  dan  tata  kelola,  

(ii)  pendidikan,  (iii)  kesehatan,  (iv)  penanggulangan  kemiskinan,  (v)  ketahanan  pangan,  

(vi)  infrastuktur,  (vii)  iklim  investasi dan  iklim usaha,  (viii)  energi,  (ix)  lingkungan hidup dan 

pengelolaan  bencana,  (x)  daerah  tertinggal,  terdepan,  terluar,  dan  pasca  konflik,  serta  

(xi) kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi. 

Prioritas  pembangunan  yang pertama,  reformasi  birokrasi  dan  tata  kelola,  arah  kebijakannya 

akan ditujukan sebagai berikut. Pertama, penataan kelembagaan pemerintahan melalui proses 

konsolidasi  struktural  dan  peningkatan  kapasitas  kementerian/lembaga  yang  menangani 

aparatur  negara,  serta  restrukturisasi  lembaga  pemerintah.  Kedua,  pemantapan  pelaksanaan 

desentralisasi dalam rangka memantapkan pembagian urusan pemerintahan serta peningkatan 

kapasitas  kelembagaan,  keuangan  dan  aparatur  pemerintah  daerah.  Ketiga,  penyempurnaan 

manajemen  kepegawaian  berbasis  sistem  merit  dalam  rangka  peningkatan  kinerja  dan 

profesionalisme pegawai. Keempat, pembenahan peraturan perundang‐undangan nasional, baik 

di tingkat pusat maupun daerah melalui upaya harmonisasi dan sinkronisasi. Kelima, penetapan 

dan  penerapan  sistem  indikator  kinerja  utama  pelayanan  publik  yang  selaras  antara 

pemerintah  pusat  dan  pemerintah  daerah,  sehingga  terwujud  pelayanan  publik  yang 

berkualitas. Keenam, peningkatan  integrasi  serta  integritas penerapan dan penegakan hukum. 

Ketujuh,  penyempurnaan  kualitas  data  dan  informasi  kependudukan  sebagai  dasar  dalam 

menerbitkan dokumen kependudukan. 

Prioritas  pembangunan  yang  kedua,  pendidikan,  akan  diarahkan  kebijakannya  pada:  

(a)  peningkatan  kualitas  wajib  belajar  pendidikan  dasar  sembilan  tahun  yang  merata,  

(b) peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah, (c) peningkatan kualitas, 

relevansi, dan daya saing pendidikan  tinggi,  (d) peningkatan profesionalisme dan pemerataan 

Page 66: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

59 

distribusi  guru  dan  tenaga  kependidikan,  (e)  peningkatan  kualitas  dan  relevansi  pendidikan 

non‐formal,  (f)  peningkatan  akses  dan  kualitas  pendidikan  anak  usia  dini,  (g)  pemantapan 

pelaksanaan  sistem  pendidikan  nasional,  (h)  peningkatan  kualitas  pendidikan  agama  dan 

keagamaan, serta (i) peningkatan efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan pendidikan. 

Prioritas  pembangunan  yang  ketiga,  kesehatan,  diarahkan  kebijakannya  sebagai  berikut. 

Pertama, pelaksanaan program kesehatan preventif terpadu yang meliputi pemberian imunisasi 

dasar,  penyediaan  akses  sumber  air  bersih  dan  akses  terhadap  sanitasi  dasar  berkualitas, 

penurunan  tingkat  kematian  ibu,  serta  tingkat  kematian  bayi. Kedua,  revitalisasi  program KB 

melalui peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB. Ketiga, peningkatan sarana kesehatan 

melalui penyediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional. 

Keempat, peningkatan ketersediaan, dan keterjangkauan obat,  terutama obat esensial generik. 

Kelima, penerapan asuransi kesehatan nasional untuk masyarakat miskin dan diperluas secara 

bertahap untuk seluruh penduduk (universal coverage). 

Prioritas  pembangunan  yang  keempat,  penanggulangan  kemiskinan,  lebih  diarahkan 

kebijakannya  pada:  (i)  mendorong  pertumbuhan  yang  pro‐rakyat  miskin  dengan  memberi 

perhatian  khusus  pada  usaha‐usaha  yang  melibatkan  orang‐orang  miskin  dan  orang‐orang 

dengan  kondisi  khusus,  (ii)  meningkatkan  kualitas  kebijakan  dan  program  penanggulangan 

kemiskinan  melalui  kebijakan  afirmatif/keberpihakan,  dan  (iii)  meningkatkan  efektivitas 

pelaksanaan penurunan kemiskinan di daerah. 

Prioritas  pembangunan  yang  kelima,  ketahanan  pangan,  diarahkan  kebijakannya  sebagai 

berikut. Pertama, pelaksanaan perluasan lahan pertanian dan perikanan sesuai dengan kaidah 

pembangunan berkelanjutan dan tata ruang. Kedua, perbaikan dan pembangunan infrastruktur 

pertanian  dan  perikanan,  khususnya  jaringan  irigasi,  serta  jalan  usaha  tani  dan  produksi  di 

daerah  sentra  produksi.  Ketiga,  penyediaan  benih/bibit  unggul  dan  dukungan  terhadap 

pengembangan  industri  hilir  pertanian  dan  perikanan  hasil  inovasi  penelitian  dan 

pengembangan  dalam  rangka  meningkatkan  kualitas  dan  produktivitas  hasil  pertanian. 

Keempat,  pemantapan  cadangan  pangan  pemerintah  dan  percepatan  penganekaragaman 

konsumsi  pangan masyarakat. Kelima,  stabilisasi  harga  bahan  pangan  dalam  negeri. Keenam, 

jaminan ketersediaan pupuk dan pengembangan pupuk organik melalui perbaikan mekanisme 

subsidi pupuk. 

Prioritas pembangunan yang keenam, infrastuktur, akan diarahkan kebijakannya dalam bentuk 

berikut. Pertama,  meningkatkan  keselamatan,  keamanan  dan  kualitas  pelayanan  transportasi 

yang memadai dan merata, guna mewujudkan sistem logistik nasional yang menjamin distribusi 

bahan  pokok,  bahan  strategis  dan  non‐strategis  untuk  seluruh  masyarakat.  Kedua, 

Page 67: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

60 

pembangunan  infrastruktur  transportasi  yang  mampu  menciptakan  keterhubungan 

antarwilayah  (domestic  connectivity)  dan  menjamin  kelancaran  distribusi  barang  di  seluruh 

wilayah  Indonesia.  Ketiga,  meningkatkan  pelayanan  sarana  dan  prasarana  sesuai  dengan 

standar pelayanan minimal  (SPM) melalui penyediaan rumah susun  sederhana sewa,  fasilitasi 

pembangunan prasarana,  sarana,  dan utilitas  kawasan perumahan dan permukiman,  fasilitasi 

dan  stimulasi  pembangunan  baru  perumahan  swadaya,  serta  fasilitasi  dan  stimulasi 

peningkatan  kualitas  perumahan  swadaya.  Keempat,  percepatan  penyelesaian  pembangunan 

sarana  dan  prasarana  pengendali  banjir,  terutama  pada  daerah  perkotaan  dan  pusat‐pusat 

perekonomian.  Kelima,  terkait  dengan  komunikasi  dan  informatika  yaitu  melanjutkan  upaya 

pengurangan blank spot, memfasilitasi pembangunan infrastruktur komunikasi dan informatika 

yang modern, meningkatkan kualitas penyediaan dan pemanfaatan informasi, serta penggunaan 

teknologi informasi dan komunikasi (TIK ) secara efektif.  

Prioritas pembangunan yang ketujuh, iklim investasi dan iklim usaha, arah kebijakannya adalah sebagai  berikut.  Untuk  ketenagakerjaan  diarahkan  kebijakannya  melalui:  (1)  sosialisasi rancangan  amandemen  Undang‐undang  No.  13  Tahun  2003  kepada  serikat  pekerja,  asosiasi pengusaha,  perusahaan,  lembaga  legislatif  tingkat  propinsi,  dan  kabupaten/kota,  (2) peningkatan kualitas hubungan  industrial antara pekerja dan pemberi kerja dalam rangka mendorong  pencapaian  proses  negosiasi  bipartite,  dengan  meningkatkan  teknik‐teknik bernegosiasi,  (3) perkuatan kapasitas organisasi serikat pekerja dan asosiasi pengusaha, serta (4)  pemberian  pemahaman  dan  menyamakan  persepsi  tentang  peraturan/kebijakan ketenagakerjaan.  Di  samping  itu,  dukungan  pertanahan  untuk  membangun  iklim  investasi  diarahkan  kebijakannya  pada  penataan  dan  penegakan  hukum  pertanahan,  sehingga  dapat mengurangi  potensi  sengketa,  meningkatkan  penerapan  sistem  informasi  dan  manajemen pertanahan,  serta  peningkatan  akses  layanan  pertanahan  melalui  Layanan  Rakyat  untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) di kabupaten/kota. 

Prioritas  pembangunan  yang  kedelapan,  energi,  arah  kebijakannya  diutamakan  untuk infrastruktur  energi  dan  ketenagalistrikan  serta  ketahanan  dan  kemandirian  energi  adalah sebagai berikut. Pertama, diversifikasi energi serta peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang  diarahkan  guna  penganekaragaman  pemanfaatan  energi,  baik  yang  terbarukan maupun yang  tidak  terbarukan.  Kedua,  kebijakan  harga  energi  yang  menitikberatkan  pada  nilai keekonomian agar tercipta efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh  masyarakat.  Ketiga,  peningkatan  kapasitas  sarana  dan  prasarana  energi  dan ketenagalistrikan, serta prioritasi pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan terutama untuk  kelistrikan  desa,  termasuk  daerah  terpencil  dan  pengembangan  jaringan  gas  kota. Keempat,  pengembangan  dan  peningkatan  kerjasama  pemerintah  dan  swasta  dalam pembangunan  dan  pemanfaatan  sarana  dan  prasarana  energi  dan  ketenagalistrikan  guna mendorong peran serta pemerintah daerah, swasta, koperasi dan badan usaha lainnya. Kelima, restrukturisasi  kelembagaan,  termasuk  penyempurnaan  regulasi  untuk  mengakomodasikan perkembangan  sektor  energi  dan  ketenagalistrikan.  Keenam,  peningkatan  keselamatan  dan 

Page 68: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

61 

lindungan  lingkungan  dalam  pembangunan  energi  dan  ketenagalistrikan  nasional.  Ketujuh, menjamin  keamanan  pasokan  energi  dengan  meningkatkan  eksplorasi  dan  optimalisasi produksi  minyak  dan  gas  bumi.  Kedelapan,  mengurangi  ketergantungan  yang  berlebihan terhadap minyak  bumi melalui  penganekaragaman  energi  primer.  Kesembilan, meningkatkan produktivitas pemanfaatan energi melalui gerakan efisiensi dan konservasi.  

Prioritas  pembangunan  yang  kesembilan,  lingkungan  hidup  dan  pengelolaan  bencana,  adalah sebagai  berikut.  Dalam  penanggulangan  perubahan  iklim  antara  lain  diarahkan  dengan mengurangi  lahan  kritis  melalui  rehabilitasi  dan  reklamasi  hutan,  peningkatan  pengelolaan kualitas ekosistem lahan gambut, peningkatan kualitas kebijakan konservasi dan pengendalian kerusakan  hutan  dan  lahan  yang  terpadu,  evaluasi  pemanfaatan  ruang  berdasarkan  daya dukung  dan  daya  tampung  lingkungan  yang  bersifat  lintas  kementerian/lembaga,  serta dukungan  terhadap  penelitian  dan  pengembangan  untuk  penurunan  gas  rumah  kaca  dan adaptasi  perubahan  iklim.  Dalam  pengendalian  kerusakan  lingkungan,  arah  kebijakannya adalah  penguatan  kelembagaan  dan  peningkatan  kesadaran  masyarakat.  Untuk  sistem peringatan  dini,  arah  kebijakannya  antara  lain  adalah  peningkatan  kapasitas  sumber  daya manusia  dan  penguatan  kelembagaan,  peningkatan  akurasi  jangkauan  dan  kecepatan penyampaian  informasi,  dan  pendirian  Pusat  Basis  Data  dan  Informasi  yang  terintegrasi. Adapun  arah  kebijakan  untuk  penanggulangan  bencana  adalah  terlaksananya  penyelamatan dan  evakuasi  korban  bencana  yang  cepat,  efektif  dan  terpadu,  terlaksananya  peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat dalam usaha pengurangan risiko, mitigasi dan penanganan  bencana,  serta  bahaya  kebakaran  hutan,  penyusunan  dan  sosialisasi  panduan kesiapsiagaan  masyarakat  pendayagunaan  teknologi  mitigasi  bencana,  dan  tersedianya  peta rawan bencana. 

Prioritas pembangunan yang kesepuluh, daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik, diarahkan kebijakannya pada: (1) penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah negara, (2)  peningkatan  upaya    pertahanan,  keamanan,  serta  penegakan  hukum,  (3)  peningkatan pertumbuhan  ekonomi  kawasan  perbatasan,  (4)  peningkatan  pelayanan  sosial  dasar,  dan  (5)  penguatan  kapasitas  kelembagaan  dalam  pengembangan  kawasan  perbatasan  secara terintegrasi. 

Prioritas  pembangunan  yang  kesebelas,  kebudayaan,  kreativitas,  dan  inovasi  teknologi,  arah kebijakannya adalah pertama, meningkatkan upaya pengembangan dan perlindungan warisan budaya  dan  karya  seni,  serta  mendorong  berkembangnya  apresiasi  masyarakat  terhadap kemajemukan  budaya  untuk  memperkaya  khazanah  artistik  dan  intelektual  bagi  tumbuh‐mapannya  jati  diri  bangsa.  Kedua,  penguatan  sistem  inovasi  nasional  melalui  penguatan kelembagaan,  sumberdaya,  dan  jaringan  iptek  nasional  serta  upaya  inovasi  di  bidang‐bidang teknologi yang strategis. 

Selanjutnya, sejalan dengan semakin bertambahnya volume belanja negara dalam tahun 2011, anggaran  transfer  ke  daerah  yang  direncanakan  sebesar  Rp364,1  triliun  telah  menunjukkan kenaikan  sekitar  5,6  persen  dari  anggarannya  di  tahun  2010.  Kenaikan  anggaran  transfer  ke daerah tersebut, selain untuk meningkatkan kemampuan fiskal daerah, juga untuk mendukung pembangunan di daerah sejalan dengan prioritas pembangunan nasional. 

Page 69: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

62 

Kebijakan desentralisasi pada dasarnya ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar‐daerah  guna  memperbaiki  kualitas  pelayanan  publik  di  daerah.  Untuk  itu,  kebijakan desentralisasi  fiskal  tahun  2011  diarahkan  pada  upaya  penyempurnaan  dan  reformulasi transfer ke daerah, penguatan taxing power daerah, dan sinkronisasi dana desentralisasi dengan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan.  

Dalam  rangka  melaksanakan  kebijakan  desentralisasi  fiskal  tersebut,  maka  pemerintah mengalokasikan dana transfer ke daerah yang berfungsi sebagai instrumen fiskal dalam rangka membantu  pendanaan  pembangunan  di  daerah.  Pada  tahun  2011,  alokasi  transfer  ke  daerah ditujukan untuk: (i) melaksanakan desentralisasi fiskal guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah  secara  konsisten,  (ii) mengurangi  kesenjangan  fiskal  antara  pusat  dengan  daerah  dan antar‐daerah, (iii) mengurangi kesenjangan dan memperbaiki kualitas pelayanan publik. 

Pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah didasarkan pada Undang‐undang No. 33 Tahun 2004 tentang  Perimbangan  Keuangan  Antara  Pemerintah  Pusat  dan  Pemerintahan  Daerah.  Alokasi dana bagi hasil (DBH) didasarkan pada proporsi tertentu untuk masing‐masing jenis DBH, baik DBH pajak maupun DBH SDA. Untuk membantu pendanaan  pelaksanaan  pendidikan dasar  di daerah maka dialokasikan  tambahan dana 0,5 persen dari DBH SDA migas. Tambahan alokasi DBH  SDA  migas  ini  dialokasikan  kepada  seluruh  daerah,  kecuali  daerah  yang  sudah mendapatkan  dana  otonomi  khusus.  Selain  itu  untuk memperkuat  kapasitas  fiskal  di  daerah, Pemerintah Pusat juga akan mengalihkan salah satu sumber penerimaan pajaknya berupa Bea Perolehan  Hak  atas  Tanah  dan  Bangunan  (BPHTB) menjadi  pajak  daerah mulai  tahun  2011. Pelaksanaan  kebijakan  alokasi  DBH  dilakukan  dengan:  (1)  meningkatkan  koordinasi  untuk mendapatkan  data  yang  lebih  berkualitas  untuk  perencanaan  alokasi  dan  perhitungan penyaluran,  (2)  melaksanakan  rekonsiliasi  PNBP/DBH  secara  transparan  dan  akuntabel,  (3) menyalurkan DBH dengan tepat jumlah dan waktu, dan (4) penyelesaian kurang bayar DBH SDA dan DBH Pajak. 

Pada tahun 2011 DAU dialokasikan sebesar 26  persen dari penerimaan dalam negeri neto. DAU dialokasikan berdasarkan formula sesuai dengan UU No.33  Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan  Antara  Pemerintah  Pusat  dan  Pemerintahan  Daerah.  Alokasi  DAU  juga memperhitungkan daerah‐daerah pemekaran yang baru sebagai penerima DAU secara mandiri. Untuk  menyempurnakan  kebijakan  alokasi  DAU  beberapa  hal  yang  dilakukan:  (1) mengupayakan tingkat pemerataan kapasitas fiskal antar daerah yang lebih baik dari tahun ke tahun; dan (2) meningkatkan koordinasi dengan institusi penyedia data. 

Adapun alokasi DAK tahun 2011 akan dilaksanakan sesuai dengan program‐program prioritas yang  tertuang  dalam  Rencana  Kerja  Pemerintah  (RKP)  pada  tahun  yang  sama  dengan mempertimbangkan  kemampuan  APBN.  Bidang‐bidang  yang  akan  dibiayai  dengan  DAK  akan disesuaikan  besaran  alokasinya  sesuai  dengan  urutan  prioritas  nasional,  serta  jumlah kebutuhan  dana  yang  telah  diusulkan  oleh  kementerian/lembaga  terkait.  Alokasi  DAK  akan diproritaskan  untuk  membantu  daerah‐daerah  yang  mempunyai  kemampuan  keuangan  yag relatif  rendah.  Alokasi  DAK  tahun  2011  ditujukan  untuk:  (1)  mendanai  kegiatan  penyediaan 

Page 70: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

63 

sarana  dan  prasarana  fisik  pelayanan  dasar  yang  sudah  merupakan  urusan  daerah,  (2)  menunjang  percepatan  pembangunan  sarana  dan  prasarana  di  daerah  tertentu,  (3) mendorong peningkatan produktivitas, perluasan lapangan kerja, dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, (4) meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana  dasar,  (5)  menjaga  dan  meningkatkan  kualitas  lingkungan  hidup  serta  mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana, dan (6) mendukung penyediaan prasarana pemerintahan di daerah yang terkena dampak pemekaran daerah. 

Dana  Penyesuaian  tahun  2011  akan  ditujukan  untuk    membiayai  tambahan  DAU  untuk tunjangan  guru  PNS  daerah  serta  dana  insentif  kepada  daerah.  Dana  insentif  tersebut  antara lain  diberikan  kepada  daerah  yang  mendapatkan  opini  laporan  keuangan  Wajar  Tanpa Pengecualian, sehingga dapat memacu perbaikan kualitas pengelolaan keuangan daerah.  

Implementasi  kebijakan  transfer  ke  daerah  tahun  2011  akan  dilakukan  antara  lain  melalui  penyempurnaan  pola  pembagian  DBH  yang  lebih  transparan  dan  akuntabel,  penyempurnaan formulasi  DAU  yang  dilakukan  secara  konsisten  dan  mengarah  kepada  fungsi  pemerataan kemampuan  keuangan  daerah,  serta  penyempurnaan  terhadap  penerapan  kriteria  penentuan DAK.  Dengan  demikian,  diharapkan  keseluruhan  siklus  pengelolaan  anggaran  transfer  ke daerah,  mulai  dari  perencanaan,  penganggaran,  pelaksanaan,  penatausahaan,  akuntansi  dan pelaporan keuangan transfer ke daerah berjalan dengan lebih baik. 

Dukungan  pendanaan  di  daerah  juga  akan  dilakukan  oleh  Pemerintah  melalui  kebijakan pengalihan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ke DAK. Selain itu untuk meningkatkan  kapasitas  daerah  dalam  menggali  potensi  ekonomi  daerah,  khususnya  untuk meningkatkan  PAD,  telah  ditetapkan  Undang‐Undang  Nomor  28  Tahun  2009  tentang  Pajak Daerah  dan  Retribusi  Daerah.  Undang‐Undang  tersebut  bertujuan  memberikan  fleksibilitas kepada daerah dalam menentukan kebijakan perpajakannya untuk meningkatkan penerimaan daerah dengan  tetap mempertahankan  iklim usaha yang kondusif bagi perekonomian daerah. Terkait dengan pandangan anggota Dewan untuk memperhatikan kepentingan daerah pemilih, maka  Pemerintah  mengajak  seluruh  komponen  bangsa  untuk  menyikapinya  dengan  tetap memperhatikan  prinsip  equality,  dan  mempertimbangkan  pembangunan  kewilayahan antardaerah dalam kerangka NKRI, serta kepentingan nasional. 

3. Kebijakan Pembiayaan Anggaran 

Dengan  arah  kebijakan  defisit  anggaran  pada  tahun  2011  sekitar  1,7  persen  PDB,  yang  lebih 

rendah  dari  rencana  defisit  anggaran  di  tahun  2010  sebesar  2,1  persen  PDB,  maka  beban 

pembiayaan anggaran di  tahun 2011 berkurang   dari Rp133,7 triliun menjadi Rp118,3 triliun. 

Kebijakan pengendalian defisit anggaran tersebut sangat penting guna menjaga kesinambungan 

fiskal  dalam  jangka  menengah,  serta  sejalan  dengan  kerangka  fiskal  periode  2010  –  2014. 

Page 71: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

64 

Seiring dengan semakin terbatasnya sumber pembiayaan dari non‐utang, maka dalam waktu ke 

depan,  sumber  pembiayaan  dari  utang  menjadi  andalan.  Untuk  itu  kebijakan  pengurangan 

defisit  anggaran  dalam  jangka menengah,  secara  bertahap  akan  diikuti  dengan  pengendalian 

kenaikan pembiayaan utang.  Sasaran yang diharapkan adalah penurunan rasio utang terhadap 

PDB  secara  konsisten,  walaupun  nominal  stok  utang  tetap  meningkat  sebagai  konsekuensi 

kebijakan defisit. 

Sebagai sumber utama pembiayan defisit anggaran, pembiayaan melalui utang harus dilakukan 

secara prudent,  transparan, dan akuntabel. Kebijakan yang akan ditempuh dalam pengelolaan 

utang  di  tahun  2011,  secara  garis  besar  merupakan  kelanjutan  dari  kebijakan  tahun  2010 

diantaranya  adalah  (i)  mengutamakan  penerbitan  SBN  rupiah  di  pasar  dalam  negeri  guna 

mendukung pengembangan pasar uang dan pasar modal domestik dalam memperkuat  sistem 

keuangan,  mendorong  terciptanya  investment  oriented  society,  serta  mendukung  pengelolaan 

moneter  yang  efisien,  (ii)  mengurangi  stok  penjaman  luar  negeri  secara  konsisten  dengan  

mempertahankan  tambahan  pinjaman  luar  negeri  neto  tetap  negatif,  mengarahkan  pinjaman 

program untuk mendukung kebijakan pencapaian MDGs, climate change, dan infrastruktur, dan 

menggunakan  pinjaman  proyek  untuk  membiayai  kegiatan  prioritas  kementerian/lembaga, 

atau penerusan pinjaman, (iii) penerbitan SBN valas (global bond, global sukuk, samurai bond) 

bersifat  sebagai  komplementer  terhadap  penerbitan  SBN  di  pasar  domestik,    diversifikasi 

instrumen  pembiayaan  guna  memperluas  pasar  surat  berharga,  benchmarking  bagi  obligasi 

global swasta di pasar  internasional, menambah cadangan devisa, dan   menghindari crowding 

out  di  pasar  obligasi  domestik,  serta  (iv)  penarikan  pinjaman  luar  negeri  diupayakan  berasal 

dari  kreditor  multilateral  dan  bilateral  yang  tidak  mempunyai  keterikatan  politik  dan 

menawarkan term & conditions yang mempunyai jangka pengembalian panjang dan biaya relatif 

murah (favourable).

Sedangkan, strategi pengelolaan utang dalam tahun 2011 akan diarahkan melalui (i) penerapan 

strategi kebijakan utang  secara  terukur dalam penerbitan surat berharga negara  (SBN) untuk 

memanfaatkan momentum pasar di awal  tahun, dengan memperhatikan kondisi dan proyeksi 

kas  pemerintah,  (ii)  penerbitan  SBN  secara  reguler  untuk  meningkatkan  likuiditas  pasar 

sekunder,  memberikan  certainty  dan  predictibility  di  pasar  keuangan,  serta  pengembangan 

pasar,  (iii)  diversifikasi  instrumen  SBN  untuk  meningkatkan  basis  investor  dan  daya  serap 

pasar,  (iv)  penerapan  manajemen  yang  tepat  dalam  rangka  menjaga  stabilitas  pasar  surat 

berharga,  serta  (v)  pengelolaan  risiko  fiskal  utang  untuk  menurunkan  tekanan  (exposure) 

terhadap risiko suku bunga, nilai tukar, dan risiko pembiayaan kembali. 

Page 72: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

65 

Walaupun nilai sumber pembiayaan dari dalam negeri semakin terbatas, namun pemenuhannya 

akan  tetap  diupayakan,  terutama  dari  rekening  dana  investasi  (RDI),  serta  hasil  pengelolaan 

aset. Di sisi  lain, Pemerintah juga dalam tahun 2011 akan terus melakukan pembiayaan untuk 

infrastruktur,  dalam  bentuk  investasi  pemerintah  dan  fasilitas  likuiditas  perumahan,  serta 

penjaminan  infrastruktur.  Kemudian  juga  akan  dilanjutkan  pembiayaan  untuk  revitalisasi 

program  kredit  usaha  rakyat  (KUR)  guna  meningkatkan  kapasitas  penjaminan.  Selanjutnya 

dapat  dilihat  dalam  Tabel  IV.2,  proyeksi  APBN  tahun  2010  yang  menjadi  dasar  penyusunan 

pokok‐pokok kebijakan fiskal tahun 2011. 

TABEL IV.3  RINGKASAN APBN TAHUN 2010 – 2011  

(Triliun Rupiah) 

2011

APBN APBN-P Proyeksi

PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 949,7 992,4 1.086,7a. PENERIMAAAN PERPAJAKAN 742,7 743,3 839,9

b. PENERIMAN NEGARA BUKAN PAJAK 205,4 247,2 243,5

c. HIBAH 1,5 1,9 3,2

BELANJA NEGARA 1.047,7 1.126,1 1.204,9a. BELANJA PEMERINTAH PUSAT (K/L & NON K/L) 725,2 781,5 840,9

b. TRANSFER KE DAERAH 322,4 344,6 364,1

SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN (98,0) (133,7) (118,3)% defisit thd PDB (1,6) (2,1) (1,7)

PEMBIAYAAN 98,0 133,7 118,3

Uraian2010

Sumber: Kementerian Keuangan 

 

4. Risiko Fiskal  

Dalam  rangka mendukung  kesinambungan  fiskal   dan meningkatkan  asas  keterbukaan  dalam 

pengelolaan  keuangan  negara,  maka  sejak  tahun  2008  dalam  dokumen  Nota  Keuangan  dan 

RAPBN  disampaikan  analisis  mengenai  risiko  fiskal.    Pengungkapan  risiko  fiskal  diperlukan 

terutama  dalam  rangka  keterbukaan  (transparency)  dan  kesinambungan  fiskal  (fiscal 

sustainability),  dalam  rangka menciptakan  keterbukaan  tentang  posisi  fiskal  Pemerintah  dan 

untuk  lebih  menjamin  terjaganya  kesinambungan  pendapatan  negara,  belanja  negara,  dan 

pembiayaan anggaran. 

Page 73: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

66 

Risiko  fiskal  tahun 2011 dikelompokan pada empat  jenis risiko,  yaitu risiko yang berasal dari 

dinamika  ekonomi  makro,  baik  global  maupun  domestik;  kewajiban  kontinjensi  pemerintah 

pusat; risiko utang pemerintah pusat; dan risiko yang berasal dari desentralisasi fiskal.   

Dinamika Ekonomi Makro.  Risiko  yang  bersumber  dari  dinamika  ekonomi makro  terutama 

berasal dari pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, dan harga minyak. 

Pertumbuhan Ekonomi. Sebagaimana ditunjukan pada grafik di atas, tingginya ketidakpastian 

pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  di  tahun  2011  dapat  dilihat  dari  besarnya  standar  deviasi 

angka  estimasi  pertumbuhan  ekonomi  berdasarkan  market  consensus.  Pada  tahun  2007 

(dimana  perekonomian  relatif  stabil) 

angka  standar  deviasi  dari  market 

consensus  hanya  sebesar  0,2  persen, 

sementara  di  tahun  2011  angka 

tersebut  membesar  menjadi  0,35 

persen,  dimana  angka  estimasi 

pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  di 

2011  tertinggi  adalah  6,6  persen  dan 

terendah  5,5  persen  dengan  nilai 

tengah sebesar 6,1 persen. Sementara 

itu,  Pemerintah  menargetkan 

pertumbuhan  ekonomi  tahun  2011 

adalah sebesar 6,2 – 6,4 persen. 

Nilai  Tukar.  Prospek  perekonomian  domestik  yang  cukup  solid  serta  spread  imbal  hasil 

investasi rupiah yang masih tinggi di antara negara kawasan Asia mampu menopang stabilitas 

pergerakan rupiah. Relatif tingginya spread imbal hasil investasi rupiah ini disebabkan terutama 

oleh  kondisi  ekses  likuiditas  dan  kebijakan  the  Fed  serta  bank  sentral  utama  lainnya  untuk 

menjaga suku bunga di tingkat rendah telah   mendorong arus masuk aliran dana termasuk ke 

negara  emerging  markets  termasuk  Indonesia  sehingga  terjadi  trend  penguatan  nilai  tukar 

rupiah terhadap dolar. Namun demikian, terdapat faktor risiko yang dapat  membalikkan trend 

penguatan ini, yaitu dengan mulai munculnya  sinyal pengetatan kebijakan moneter di beberapa 

negara.  Dengan  semakin  pesatnya  pemulihan  ekonomi  dan  meningkatnya  tekanan  inflasi  di 

negara  Asia  memicu  respon  beberapa  bank  sentral  di  Asia  untuk  menahan  penurunan  suku 

bunga lebih lanjut. Bahkan di beberapa negara, seperti Cina dan India, sinyal pengetatan sudah 

terlihat  dengan  adanya  kebijakan  untuk menaikkan  reserves  ratio  masing‐masing  sebesar  50 

bps dan 75 bps. Sinyal pengetatan kebijakan moneter ini juga diperlihatkan oleh beberapa bank 

GRAFIK IV.9 RISIKO PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 

 

6,0 6,2

3,4

5,7 6,1

0,2 0,30,9

0,3 0,35-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

2007 2008 2009 2010 2011

%

Market Consensus (mean) Max Min Std. Deviasi (Risiko)

Sumber: Asia Pacific Consensus Forecast per Maret 2010

Page 74: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

67 

sentral utama seperti AS dan Inggris. Hal ini terlihat dari  semakin berkurangnya intensitas dan 

skala injeksi likuiditas dan pembelian aset‐aset bermasalah (toxic assets).  

Risiko  fiskal  yang  berasal  dari  potensi  pelemahan  nilai  tukar  ini  ditransmisikan  melalui  sisi 

penerimaan, pengeluaran dan sisi pembiayaan pada APBN. Pelemahan nilai tukar rupiah dapat 

meningkatkan penerimaan negara  yang diterima dalam bentuk valuta asing,  baik penerimaan 

perpajakan  maupun  penerimaan  bukan  pajak.  Dari  sisi  pengeluaran,  pelemahan  nilai  tukar 

rupiah  di  antaranya  dapat  meningkatkan  pembayaran  bunga  utang  luar  negeri  serta 

peningkatan  subsidi  energi.  Sementara  itu,  dari  sisi  pembiayaan  pelemahan  nilai  tukar  akan 

meningkatkan beban pembayaran pokok utang luar negeri.  

Harga Minyak Mentah.  Perekonomian  global  masih  berkembang  dalam  trend  yang  positif 

ditopang  oleh  kokohnya  pertumbuhan  negara  berkembang,  khususnya  di  kawasan  Asia.  

Sementara  itu,  proses  pemulihan  ekonomi  negara maju  terus  berlangsung meski  dengan  laju 

yang lebih moderat. Tertahannya pemulihan di negara maju ditengarai akibat masih tingginya 

angka pengangguran dan tersendatnya penyaluran kredit perbankan. Meskipun demikian, paket 

stimulus fiskal di AS dan Jepang telah mampu mendorong penguatan permintaan domestik yang 

tercermin dari meningkatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga. Trend positif perekonomian 

dunia  ini  tercermin  dari  angka World Economic Outlook  yang  dikeluarkan  oleh  IMF per April 

2010,  dimana  pertumbuhan  ekonomi  dunia  di  tahun  2011  diproyeksikan  sebesar  4,3  persen, 

sementara di tahun 2010 diprediksi mencapai 4,2 persen (lebih tinggi 0,3 persen dibandingkan 

proyeksi bulan  Januari 2010). Perkembangan  ini di  satu sisi memberikan dampak positif bagi 

pertumbuhan  ekonomi  domestik melalui  peningkatan  kinerja  ekspor,  namun  di  sisi  lain  juga 

memberikan  tambahan  risiko,  berupa  potensi  peningkatan  harga  komoditi  utama  terutama 

minyak.  Di  dalam  short­term  energy  outlook  yang  di  rilis  awal Mei  2010,  Departemen  Energi 

Amerika Serikat memprediksi harga minyak dunia  (WTI/West Texas  Intermediate) pada akhir 

tahun 2011   diperkirakan mencapai US$87 per barel dibandingkan prediksi akhir  tahun 2010 

yang hanya mencapai US$84 per barel. Lebih lanjut dikatakan peningkatan harga ini disebabkan 

terutama  oleh  potensi  kenaikan  permintaan  minyak  dunia  karena  peningkatan 

pertumbuhan/aktifitas perekonomian dunia,  terutama yang berasal dari kawasan Asia‐Pacifik 

dan  Timur  Tengah.  Di  samping  faktor  permintaan,  kenaikan  harga  minyak  juga  berpotensi 

terjadi  karena penurunan produksi  alamiah yang  terjadi  di  beberapa negara  seperti Meksiko, 

Inggris,  dan  Norwegia,  serta  menurunnya  surplus  kapasitas  produksi  minyak  mentah  dari 

negara‐negara OPEC. Risiko fiskal yang berasal dari kenaikan harga minyak ini ditransmisikan 

secara langsung melalui dua sisi pada APBN. Sisi penerimaan melalui kenaikan penerimaan PPh 

Migas, PNBP migas maupun penerimaan yang berasal dari Domestic Market Obligation (DMO) 

minyak,  serta  sisi  pengeluaran melalui  peningkatan  subsidi BBM,  Subsidi  Listrik  dan  transfer 

Page 75: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

68 

Dana Bagi Hasil  ke daerah. Secara tidak langsung, risiko fiskal yang berasal dari kenaikan harga 

minyak  ditransmisikan  melalui  potensi  kenaikan  ekspektasi  inflasi  yang  menahan  upaya 

penurunan  suku  bunga,  sehingga  dapat  mengganggu  momentum  pertumbuhan  ekonomi 

domestik. 

Sensitivitas  Variabel  Ekonomi Makro  terhadap  Risiko  Fiskal  BUMN.  Di  samping  secara 

langsung memengaruhi APBN, pergerakan variabel makro seperti pertumbuhan ekonomi, nilai 

tukar,  dan  harga  minyak  juga  mempengaruhi  risiko  fiskal  melalui  BUMN.  Pergerakan 

pertumbuhan ekonomi, harga minyak dan  nilai tukar akan menimbulkan dampak pada kinerja 

keuangan BUMN yang pada  akhirnya dapat mempengaruhi  kontribusi  BUMN  terhadap APBN. 

Penurunan  kontribusi  ini  merupakan  bagian  dari  risiko  fiskal  yang  bersumber  dari  BUMN. 

Untuk  mengetahui  sampai  seberapa  jauh  perubahan  tersebut  Pemerintah  telah  melakukan 

pengujian  sensitivitas  atau macro  stress  test  dengan menggunakan  beberapa  indikator  risiko 

fiskal yang meliputi:  (i) kontribusi bersih BUMN terhadap APBN; (ii) utang bersih BUMN; dan 

(iii)  kebutuhan  pembiayaan  bruto  BUMN.  Simulasi  ini  dilakukan  sebagai  upaya  untuk  dapat 

mengidentifikasikan  secara  dini  risiko  fiskal  yang  bersumber  dari  BUMN,  sehingga 

kesinambungan APBN dapat lebih terjaga. Sejak tahun 2010 simulasi macro stress test dilakukan 

dengan  menggunakan  sampel  22  BUMN  dari  berbagai  sektor.  Dengan  demikian  hasilnya 

diharapkan dapat lebih mewakili exposure risiko fiskal yang berasal dari BUMN. 

Risiko  Utang  Pemerintah  Pusat.  Sebagai  salah  satu  sumber  risiko  fiskal  yang  memiliki 

pengaruh cukup signifikan, pengelolaan risiko utang harus dilakukan dengan baik dan terukur. 

Pengelolaan  risiko  utang  diperlukan  agar  target  pembiayaan  utang  dapat  diperoleh  dengan 

biaya yang wajar dan tidak menimbulkan penumpukan beban utang yang tidak terkendali pada 

masa mendatang.  Risiko  yang  dihadapi  dalam  pengelolaan  utang  bersumber  dari  lingkungan 

eksternal dan internal organisasi pengelola utang.  

 

Secara garis besar, risiko utama yang dihadapi dalam pengelolaan utang antara lain adalah: 

a. Risiko keuangan berupa risiko pasar dan risiko pembiayaan kembali (refinancing risk).  

- Risiko pasar terdiri dari risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga dan risiko likuiditas 

yang  timbul  sebagai  akibat  dari  ketidakpastian  kondisi  pasar  Keuangan  yang 

dinamis.  Risiko  pasar  akibat  perubahan  nilai  tukar  dan  tingkat  bunga  berpotensi 

menambah  beban  pembayaran  kewajiban  utang,  baik  pada  saat  ini  maupun  pada 

masa mendatang.  Risiko  nilai  tukar  terutama berasal  dari  utang melalui  pinjaman 

luar negeri, sedangkan risiko tingkat bunga terutama bersumber dari pinjaman luar 

Page 76: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

69 

negeri berbasis LIBOR dan SBN berbasis SBI 3 bulan. Risiko nilai tukar dan tingkat 

bunga  dapat  diminimalkan  antara  lain melalui  transaksi  lindung  nilai  dan melalui 

pengadaan utang baru yang mengutamakan mata uang rupiah atau mata uang yang 

kurang  volatile  dan  tingkat  bunga  tetap.  Risiko  pasar  akibat  likuiditas  berpotensi 

mengurangi  daya  serap  pasar  SBN  yang  dapat  menyebabkan  peningkatan  biaya 

penerbitan  SBN  baru.  Risiko  likuiditas  dapat  diminimalkan  dengan meningkatkan 

daya serap pasar SBN melalui pengembangan pasar, pengembangan instrumen dan 

perluasan basis investor SBN.  

- Risiko pembiayaan kembali disebabkan oleh besarnya pembayaran kewajiban utang 

pada  tahun/periode  tertentu. Mitigasi  risiko  ini  antara  lain melalui  restrukturisasi 

pinjaman luar negeri dan debt switch/buyback SBN sehingga beban kewajiban utang 

pada tahun/periode tertentu dapat diturunkan dan struktur pembayaran kewajiban 

utang tidak terkonsentrasi pada tahun/periode tertentu.  

Sampai  saat  ini,  upaya‐upaya  mitigasi  risiko  keuangan  tersebut  telah  dilakukan  oleh 

Pemerintah  kecuali  mitigasi  risiko  melalui  transaksi  lindung  nilai  karena  belum 

tersedianya aturan hukum dan aturan pelaksanaannya. 

b. Risiko operasional merupakan risiko yang antara  lain disebabkan oleh kegagalan pada 

orang, proses bisnis dan sistem di unit terkait serta risiko yang ditimbulkan oleh aspek 

legal.  Risiko  ini  antara  lain  dapat  berupa  gagal  bayar  akibat  kelalaian  manusia  atau 

kegagalan  sistem  yang  berdampak  pada  penurunan  sovereign  credit  rating.  Selain  itu, 

risiko  ini  juga  dapat  berupa  ketidakmampuan  sumber  daya    sehingga  menyebabkan 

kualitas  pengelolaan  utang  menjadi  rendah.  Mitigasi  risiko  operasional  antara  lain 

dilakukan  melalui  peningkatan  kapasitas  sumber  daya  manusia  serta  pembenahan 

proses bisnis dan sistem yang diperlukan. 

c. Risiko  reputasi  kebijakan merupakan  risiko penurunan kredibilitas pengelolaan utang 

dari  sudut  pandang  investor  dan  lender  yang  disebabkan  oleh  rendahnya  tingkat 

kepastian  dan  konsistensi  penerapan  strategi  pengelolaan  utang.  Penerapan  strategi 

pengelolaan  utang  yang  tidak  konsisten  tersebut  terutama  sebagai  konsekuensi 

perubahan  kebijakan  yang  lebih  besar.  Risiko  reputasi  dapat  diminimalkan  melalui 

peningkatan  komunikasi  dengan  investor,  lender,  dan  unit  terkait  serta  melalui 

penetapan kebijakan yang telah mempertimbangkan kemampuan berutang yang wajar. 

Kewajiban Kontinjensi. Sumber risiko fiskal pada tahun 2011 juga dipengaruhi oleh beberapa 

kewajiban  kontinjensi  diantaranya,  yaitu:  dukungan  pemerintah  pada  proyek  pembangunan 

Page 77: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

70 

infrastruktur; sektor keuangan, yang terdiri atas Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, 

dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; Program Pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) 

Pegawai Negeri Sipil (PNS); tuntutan hukum kepada Pemerintah, keanggotaan pada organisasi 

dan lembaga keuangan internasional; serta bencana alam. 

a. Risiko fiskal yang terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur berasal dari dukungan 

atau  jaminan  yang  diberikan  oleh  Pemerintah  terhadap  beberapa  proyek,  yaitu  proyek 

percepatan  pembangunan  pembangkit  tenaga  listrik  10.000  MW,  proyek  pembangunan 

jalan  tol  Trans  Jawa,  proyek  pembangunan  jalan  tol  Jakarta Outer Ring Road  II  (JORR  II), 

percepatan  penyediaan  air  minum,  dan  pendirian  guarantee  fund  untuk  infrastruktur. 

Kewajiban  kontinjensi  Pemerintah  terkait  dengan  pemberian  dukungan  pada  proyek 

pembangunan monorail  Jakarta diperkirakan sudah tidak ada pada tahun 2011 mengingat 

proyek  monorail  belum  beroperasi  hingga  Peraturan  Menteri  Keuangan  (PMK)  Nomor 

30/PMK.02/2007 habis masa berlakunya pada tanggal 15 Maret 2010, sehingga pemberian 

dukungan pemerintah batal dan tidak berlaku. 

b. Sektor Keuangan 

Kewajiban kontinjensi Pemerintah pada sektor keuangan terutama berasal dari kewajiban 

Pemerintah  untuk  menambah  modal  lembaga  keuangan  (Bank  Indonesia,  Lembaga 

Penjamin  Simpanan,  dan  Lembaga  Pembiayaan  Ekspor  Indonesia)  jika  modal  lembaga 

keuangan  tersebut  di  bawah  modal  sebagaimana  diatur  dalam  peraturan  perundang‐

undangan. 

1) Bank Indonesia  

Sebagaimana  diatur  dalam  pasal  6  ayat  (1)  Undang‐undang  tentang  BI,  untuk 

melaksanakan  tugas  tersebut  modal  Bank  Indonesia  ditetapkan  berjumlah  sekurang‐

kurangnya Rp2  triliun. Dalam hal  terjadi  risiko atas pelaksanaan  tugas dan wewenang 

Bank  Indonesia  yang mengakibatkan modal  tersebut menjadi  kurang  dari  Rp2  triliun 

(pasal 62), maka Pemerintah wajib menutup kekurangan dimaksud yang dilaksanakan 

setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.  

Selain  dari  ketentuan  perundang‐undangan  di  atas,  mengenai  permodalan  Bank 

Indonesia  juga  diatur  dalam  pasal  3  ayat  2  butir  (f)  kesepakatan  bersama  antara 

Pemerintah  dan  Bank  Indonesia  mengenai  penyelesaian  bantuan  likuiditas  Bank 

Indonesia  (BLBI)  serta  hubungan  keuangan  Pemerintah  dan  Bank  Indonesia  yang 

ditandatangani pada tanggal 1 Agustus 2003, menyatakan bahwa dalam hal rasio modal 

terhadap  kewajiban moneter  Bank  Indonesia  kurang  dari  3  persen,  disepakati  bahwa 

Page 78: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

71 

Pemerintah  membayar  charge  kepada  Bank  Indonesia  sebesar  kekurangan  yang 

diperlukan. Namun sebaliknya, apabila rasio modal  terhadap kewajiban moneter Bank 

Indonesia mencapai di atas 10 persen, maka Bank Indonesia akan memberikan bagian 

kepada pemerintah atas surplus BI sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan 

tentang BI. 

2) Lembaga Penjamin Simpanan 

Berdasarkan Undang‐Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 

(LPS), sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 7 Tahun 2009,  fungsi 

LPS adalah menjamin simpanan nasabah di bank dan  turut aktif memelihara stabilitas 

sistem perbankan sesuai kewenangannya.  

Jumlah  nilai  simpanan  yang  dijamin  oleh  LPS  sejak  tanggal  13  Oktober  2008  paling 

banyak  Rp2  miliar  per  nasabah  per  bank  (sebelumnya  Rp100  juta),  sedangkan  bank 

yang berada dalam penyehatan oleh LPS sejak tanggal 24 November 2008 adalah Bank 

Mutiara (sebelumnya Bank Century). 

Untuk  menjalankan  fungsinya,  LPS  pada  awal  berdirinya  tahun  2005  telah  diberikan 

modal  awal  oleh  Pemerintah    sebesar  modal  minimal  LPS  yaitu  Rp4  triliun.  Sampai 

dengan  akhir  tahun  2009,  modal  (ekuitas)  LPS  telah  berkembang  menjadi  sebesar 

Rp10,54 triliun.  

Dalam Undang‐Undang No. 24 Tahun 2004 tentang LPS diatur bahwa dalam hal modal 

LPS  menjadi  kurang  dari  modal  awal,  Pemerintah  dengan  persetujuan  DPR menutup 

kekurangan tersebut. Demikian pula dalam hal LPS mengalami kesulitan likuiditas, LPS 

dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah.  

3) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia 

Sesuai dengan Undang‐undang No. 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor 

Indonesia, modal awal LPEI ditetapkan paling sedikit Rp4 triliun. Dalam hal modal LPEI 

menjadi  berkurang  dari  Rp4  triliun,  Pemerintah  menutup  kekurangan  tersebut  dari 

dana APBN berdasarkan mekanisme yang berlaku. Pada tahun 2011 jumlah modal LPEI 

diperkirakan mencapai Rp6,9 triliun. 

c. Program Pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) Pegawai Negeri Sipil (PNS)  

Risiko  fiskal  yang  berasal  dari  program  pensiun  PNS  terutama  berasal  dari  peningkatan 

jumlah  pembayaran  manfaat  pensiun  dari  tahun  ke  tahun,  karena  sejak  tahun  anggaran 

Page 79: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

72 

2009  pendanaan  pensiun  PNS  seluruhnya  (100  persen)  menjadi  beban  APBN.  Beberapa 

faktor  yang  mempengaruhi  besaran  kenaikan  pembayaran  manfaat  pensiun  diantaranya: 

jumlah PNS yang mencapai batas usia pensiun, meningkatnya gaji pokok PNS, meningkatnya 

pensiun pokok PNS, serta adanya pembayaran Dana Kehormatan sesuai dengan PP No. 24 

Tahun 2008. Berdasarkan  asumsi  kenaikan pensiun pokok  sebesar  5  persen  setiap  tahun, 

jumlah  dana APBN  yang  diperlukan  untuk membayar manfaat  pensiun  diperkirakan  akan 

terus mengalami peningkatan yakni sebesar Rp44,6 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp48,5 

triliun pada  tahun 2011. Sementara risiko  fiskal yang berasal dari progam Tunjangan Hari 

Tua PNS  terutama berasal  dari   unfunded  liability.  PT Taspen mencatat  adanya  akumulasi 

unfunded liability yang timbul akibat kebijakan  Pemerintah menaikkan gaji pokok PNS sejak 

tahun 2007 sampai dengan 2009. 

d. Tuntutan Hukum kepada Pemerintah 

Pemerintah  seringkali  mendapatkan  tuntutan  hukum  dari  pihak  ketiga.  Tuntutan  hukum 

tersebut  dapat  berpotensi  menimbulkan  pengeluaran  negara  yaitu,  dimana  Pemerintah 

kalah dalam suatu perkara. Berdasarkan data yang diperoleh dari 20  institusi pemerintah, 

potensi pengeluaran negara yang ditimbulkan akibat  tuntutan hukum kepada Pemerintah, 

baik  yang  masih  dalam  proses  hukum  (banding  hingga  kasasi)  maupun  yang  sudah 

mempunyai kekuatan hukum tetap, mencapai  sekitar Rp11,7  triliun dan US$2,3  juta, yang 

berupa  tuntutan  ganti  rugi  materiil,  serta  sekitar  Rp5,3  triliun  tuntutan  ganti  rugi 

immateriil.  Jumlah  tersebut  belum  tentu  menjadi  pengeluaran  Pemerintah  mengingat 

sebagian  perkara masih  dalam  proses  hukum  dan  Pemerintah  berpeluang  untuk menang 

dalam perkara gugatan sehingga tebebas dari tuntutan. 

e. Keanggotaan pada Organisasi dan Lembaga Keuangan Internasional 

Keanggotaan  Indonesia  pada  organisasi  dan  lembaga  keuangan  internasional  dapat 

menimbulkan risiko fiskal terkait dengan adanya komitmen pemerintah untuk memberikan 

kontribusi  dan  penyertaan  modal  kepada  organisasi‐organisasi  atau  lembaga  keuangan 

internasional  tersebut.  Jumlah  penyertaan  modal  dan  trust  fund  pada  organisasi  dan 

lembaga  keuangan  internasional  pada  tahun  2011  diperkirakan  sebesar  Rp1.036,8 miliar 

dengan perincian Rp300 miliar disalurkan melalui Kementerian Luar Negeri  dan Rp736,8 

miliar dibayar melalui Kementerian Keuangan. 

f. Bencana Alam 

Indonesia  terletak pada  salah satu  titik  rawan bencana paling aktif di muka bumi, dengan 

sering  terjadinya  gempa  bumi,  tsunami,  letusan  gunung  berapi,  banjir,  tanah  longsor, 

Page 80: Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fiskal 2011 

73 

kekeringan,  dan  kebakaran  hutan.  Data  bencana  Indonesia  yang  ada  di  Badan  Nasional 

Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa antara tahun 2001 dan 2007 terjadi 

lebih dari 4.000 bencana alam di Indonesia, antara lain banjir  (37 persen), kekeringan (24 

persen), tanah longsor (11 persen), dan badai (9 persen). Biaya rehabilitasi atau pemulihan 

infrastruktur  publik  dan  rumah  tangga,  yang  sebagian  besar  tidak memiliki  perlindungan 

keuangan,  memberikan  beban  besar  pada  pengeluaran  publik.  Sebagai  contoh,  bencana 

tsunami  Aceh/Nias  tahun  2004  menimbulkan  kerusakan  dan  kerugian  lebih  dari  Rp40 

triliun,  sedangkan  kerugian  untuk  gempa  bumi  Yogyakarta  tahun  2006  lebih  dari  Rp29 

triliun.  Pemerintah  menghabiskan  anggaran  rekonstruksi  senilai  lebih  dari  Rp37  triliun 

untuk Aceh dan Nias serta sekitar Rp1,6 triliun untuk Yogyakarta.  

Risiko  Fiskal  yang  berasal  dari  Desentralisasi  Fiskal.  Sementara  itu,  risiko  fiskal  yang 

berasal dari desentralisasi fiskal terutama berasal dari kebijakan pemekaran daerah. Dari sudut 

pandang  fiskal,  penambahan daerah  otonom baru memiliki  dampak  terhadap APBN  (maupun 

APBD)  yaitu  pada  (1)  Dana  Alokasi  Umum  (DAU),  (2)  Dana  Alokasi  Khusus  (DAK),  dan  

(3) kebutuhan pada instansi vertikal.