keperawatan sebagai ilmu dan profesi dalam pandangan islam(yudi nitip)

13
Keperawatan Sebagai Ilmu dan Profesi Dalam Pandangan Islam: Konsep dan Hukum Oleh M. Ridwan Lubis Pendahuluan Sejak manusia lahir maka kepada mereka sudah ditakdirkan untuk merawat dirinya sendiri. Keperawatan telah berkembang baik sebagai ilmu maupun profesi sehingga ia telah menjadi bidang studi yang mandiri. Hal ini ditandai dengan adanya dorongan bagi seorang ibu untuk membagi dirinya kepada bayinya melalui proses penyusuan. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pekerjaan keperawatan tidak hanya berkembang sebatas kegiatan alamiah namun tumbuh dalam bentuk penalaran sehingga melahirkan berbagai kegiatan seperti observasi, eksperimen, empiris yang digali akarnya dari pemikiran kefilsafatan maupun budaya. Akan tetapi penggalian pengetahuan tentang keperawatan mendorong untuk terus mencari akar yang lebih dalam lagi yaitu tidak sekedar bersumber dari keberadaan manusia dengan alam semesta akan tetapi dari hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Kajian tentang keperawatan yang berdasar pada aliran pemikiran positivism dan pragmatism disadari semakin menjauhkan manusia dari nilai-nilai etika universal sehingga pekerjaan keperawatan dilihat hanya sebagai pekerjaan yang bertujuan jangka pendek. Akibatnya, tugas keperawatan tidak melahirkan suatu rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesame makhluk Allah karena hanya lahir dari motivasi untuk tujuan- tujuan jangka pendek seperti sekedar melaksanakan kewajiban, motif mencari upah. Atas dasar itu, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang didalamnya terdapat Program Studi Keperawatan, sudah barang tentu memikul tugas kesejarahan yaitu memberi corak baru terhadap studi keperawatan yang didasarkan kepada ilmu dan profesi keperawatan yang berakar dari nilai-nilai filosofi ajaran Islam. Sehingga dengan kajian yang demikian diharapkan bahwa seorang perawat yang berlatar belakang dari filosofi ajaran Islam menjadi sarjana keperawatan yang paripurna (insan al kamil) yang dapat menunjukkan integrasi antara ilmu pengetahuan keperawatan dengan muatan ajaran Islam. Proses Keperawatan

Upload: opank-ucrut-al-cengkir

Post on 07-Aug-2015

145 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

Keperawatan Sebagai Ilmu dan Profesi Dalam Pandangan Islam:

Konsep dan Hukum

Oleh M. Ridwan Lubis

Pendahuluan

            Sejak manusia lahir maka kepada mereka sudah ditakdirkan untuk merawat dirinya sendiri.

Keperawatan telah berkembang baik sebagai ilmu maupun profesi sehingga ia telah menjadi bidang studi

yang mandiri. Hal ini ditandai dengan adanya dorongan bagi seorang ibu untuk membagi dirinya kepada

bayinya melalui proses penyusuan. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

pekerjaan keperawatan tidak hanya berkembang sebatas kegiatan alamiah namun tumbuh dalam bentuk

penalaran sehingga melahirkan berbagai kegiatan seperti observasi, eksperimen, empiris yang digali

akarnya dari pemikiran kefilsafatan maupun budaya. Akan tetapi penggalian pengetahuan tentang

keperawatan mendorong untuk terus mencari akar yang lebih dalam lagi yaitu tidak sekedar bersumber dari

keberadaan manusia dengan alam semesta akan tetapi dari hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk

Allah SWT. Kajian tentang keperawatan yang berdasar pada aliran pemikiran positivism dan pragmatism

disadari semakin menjauhkan manusia dari nilai-nilai etika universal sehingga pekerjaan keperawatan

dilihat hanya sebagai pekerjaan yang bertujuan jangka pendek. Akibatnya, tugas keperawatan tidak

melahirkan suatu rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesame makhluk Allah karena hanya lahir dari

motivasi untuk tujuan-tujuan jangka pendek seperti sekedar melaksanakan kewajiban, motif mencari upah.

Atas dasar itu, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang didalamnya

terdapat Program Studi Keperawatan, sudah barang tentu memikul tugas kesejarahan yaitu memberi corak

baru terhadap studi keperawatan yang didasarkan kepada ilmu dan profesi keperawatan yang berakar dari

nilai-nilai filosofi ajaran Islam. Sehingga dengan kajian yang demikian diharapkan bahwa seorang perawat

yang berlatar belakang dari filosofi ajaran Islam menjadi sarjana keperawatan yang paripurna (insan al

kamil) yang dapat menunjukkan integrasi antara ilmu pengetahuan keperawatan dengan muatan ajaran

Islam.

Proses Keperawatan

            Proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk

memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial,

dan spiritual yang optimal melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan

rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan.

[1]   Selanjutnya fungsi keperawatan adalah membantu perawat dalam melaksanakan pemecahan masalah

keperawatan secara sistimatis; dan, adanya tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap klien sehingga

keperawatan dapat meningkat.[2]  Dengan fungsi keperawatan maka seorang perawat tidak hanya bekerja

menurut instink akan tetapi melalui pemikiran yang sistimatis dilandasi oleh teori keperawatan sehingga

Page 2: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

tindakan keperawatan menjadi bertanggung jawab dan memiliki kesiapan untuk digugat. Perawat yang

telah terlatih adalah merupakan sumber daya manusia yang telah memiliki kemampuan sebagai:

1.      Manajer keperawatan (case manager)

2.      Fisioterafis

3.      Occupational therapist;

4.      Speech therapist;

5.      Care coordinator;

6.      Perawat kesehatan masyarakat;

7.      Perawat panti tresna wreda, sasana tresna wreda;

8.      Perawat di day care center, rumah sakit, dan pengunjung rumah.[3] 

Selanjutnya, sifat dan karakteristik proses keperawatan adalah sebagai berikut:

a)      Dinamis, setiap proses keperawatan selalu dapat diperbarui seiring dengan terjadi berbagai perubahan

dalam masyarakat.

b)      Siklus, proses keperawatan berjalan secara siklus atau berulang sesuai dengan kebutuhan orang yang

dirawat.

c)      Saling interdependen artinya setiap proses keperawatan saling tergantung dengan satu dengan yang lain

misalnya apabila data yang dikumpulkan kurang lengkap maka dapat berakibat diagnosis yang dilakukan

salah demikian pula apabila sudah berkaitan dengan perencanaan dan tindakan keperawatan.

d)      Fleksibel, proses pendekatan dalam keperawatan yang tidak kaku dan dapat berubah ketikaterjadi

perubahan akibat perubahan obyek dan kondisi yang mengitarinya.

e)      Bersifat individual untuk setiap kebutuhan pribadi klien.

f)       Terencana, artinya proses keperawatan tidak melalui faktor kebetulan akan tetapi ada perencanaan

sebelumnya.

g)      Mengarah kepada tujuan.

h)      Memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk menerapkan fleksibilitas dan kreativitas

maksimal dalam merancang cara memecahkan masalah kesehatan.

i)        Menekankan umpan balik yaitu memberi arah kepada pengkajian ulang masalah atau memperbaiki

rencana asuhan. Dengan menekankan umpan balik, maka hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan

tindakan ketika terjadi kasus yang memiliki kesamaan diagnosisnya.

j)        Menekankan validasi yaitu setiap masalah divalidasi dengan data agar membuktikan bahwa tindakan

keperawatan yang dilakukan benar.[4] 

   Sebagai bagian dari operasionalisasi proses keperawatan yang lebih besar maka daftar masalah

klien yang berurutan dan komprehensif  diuji dan dihasilkan. Masalah klien dalam proses keperawatan itu

dikelompokkan dalam empat domain utama yaitu lingkungan, psikososial, fisiologis dan perilaku sehat.

Page 3: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

[5] Sesuai dengan tipologi intervensi keparawatan, maka dalam klasifikasi Freeman’s (1970), naskah

keperawatan kesehatan klasik ditemukan tiga langkah intervensi (1) suplemental, yaitu perawat

menempatkan diri sebagai pemberi pelayanan perawatan langsung dengan melakukan intervensi terhadap

bidang-bidang yang tidak dapat dilakukan keluarga (2) fasilitatif, yaitu perawat menyingkirkan halangan-

halangan terhadap pelayanan yang diperlukan sepertti pelayanan medis, kesejahteraan sosial, tranportasi

dan pelayanan di rumah (3) perkembangan, yaitu tujuan perawatan diarahkan pada perbaikan kapasitas

penerima perawatan agar dapat bertindak atas nama dirinya, lebih dari itu lagi, membantu keluarga

memanfaatkan sumber-sumber kesehatan pribadi seperti sistim dukungan sosial internal dan eksternal.[6] 

 Manfaat bagi pengunaan proses keperawatan dapat dilihat dari dua sisi yaitu manfaat bagi

pelayanan kesehatan dan manfaat bagi pelaksana keperawatan. Untuk yang pertama, maka manfaat bagi

pelayanan kesehatan itu dilihat dari dua sisi yaitu (1) sebagai pedoman yang sistimatis bagi

terselenggaranya pelayanan kesehatan, (2) sebagai alat untuk mengikatkan mutu pelayanan kesehatan,

khsusunya pelayanan keperawatan. Selanjutnya manfaat terhadap pengunaan proses keperawatan terhadap

pelaksana keperawatan adalah (1) menimbulkan kepuasan kerja (2) menimbulkan profesionalisme (3)

tindakan legal terhadap pasien, dan, (4) proses keperawatan mengandung tanggung gugat dan tanggung

jawab perawat untuk mengkaji, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan menilai asuhan klien.

[7]  Keperawatan terbagi ke dalam lima dimensi yaitu hukum, etik, profesi, gugatan dan kebijakan.

Dimensi etik keperawatan dapat ditelusuri pada tiga hal yaitu praktik keperawatan, filsafat keperawatan

dan etika keperawatan. Dalam profesi keperawatan berkaitan dengan filsafat keperawatan yaitu pola

hubungan tenaga professional-klien, sistim bekerja dalam tim bersama kolega dan pertanyaan yang lebih

luas terhadap berbagai kebijakan lembaga baik nasional maupun local.[8]  Secara etik, perawatan

kesehatan memiliki empat prinsip yaitu (1) penghargaan terhadap otonomi perawatan, hal ini bertujuan

untuk menghindarkan terjadinya ketergantungan antara tenaga professional terhadap klien (2) tidak

bertentangan dengan teori perawatan (3) memberikan keuntungan baik kepada klien maupun tenaga

professional, dan (4) keadilan yaitu sesuatu diletakkan seimbang antara hak dan kewajibannya.[9] 

Keperawatan Dalam Islam

 Islam adalah agama yang memiliki akar kata s-l-m yang berarti selamat, damai, penyerahan dan

tangga. Oleh karena itu, seluruh bangunan ajaran Islam adalah membawa ajaran yang menyelamatkan

kehidupan umat manusia di dunia dan di akhirat. Secara terminologi, Islam adalah tunduk dan patuh secara

sempurna terhadap seluruh ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW yang dapat diketahui secara

darurat (al islam: al khudlu’ wa al inqiyad al tamm lima ja-a bihi Nabiyu Muhammadin sallallahu ‘alaihi

wa salam wa ‘ulima bi al dlarurat). Setiap umat Islam dituntut untuk menjadikan seluruh rangkaian

kehidupannya menjadi ibadah (taqarrub) kepada Allah SWT karena hanya dengan cara seperti itulah hidup

menjadi bermakna.[10]  Tugas seorang muslim untuk menyebarkan keselamatan bagi setiap makhluk

termasuk manusia tanpa membeda-bedakan seorang pasien berdasar pada agamanya. Tugas penyebaran

Page 4: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

untuk berbuat baik adalah merupakan inti dari ajaran dakwah yaitu mendorong manusia kepada kebaikan

dan petunjuk, menyuruh perbuatan makruf dan mencegah perbuatan mungkar, agar mereka memperoleh

kehidupan yang beruntung di dunia dan di akhirat.[11] 

 Oleh karena itu, profesi keperawatan dalam pandangan Islam memiliki berbagai aspek. Seorang

perawat juga bisa berfusngsi sebagai muballig, da’i, guru dan sebagainya. Sebagaimana disinggung di

muka bahwa terdapat empat prinsip etika dalam profesi keperawatan, maka akan diberi alas teologis dari

sudut pandangan Islam. Pertama, penghargaan terhadap kemandirian klien menjadi prinsip etik dalam

teori keperawatan. Islam mengajarkan bahwa keberadaan seorang manusia hendaklah memperbanyak

orang yang memberikan pertolongan bukan orang yang mengharap pertolongan sesuai dengan sabda

Rasul yadu al ‘ulya khairun min yadu al sufla, artinya tangan di atas yaitu yang memberikan pertolongan

lebih baik dari tangan yang di bawah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pandangan Islam seseorang

sebaiknya menjadi pribadi yang mandiri yaitu yang dapat menolong orang lain karena perbuatan itu pada

hakikatnya adalah menolong dirinya sendiri. Kedua, tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan

teori keperawatan sekalipun pada akhirnya yang menyembuhkan itu semata-mata Allah SWT. Seluruh

perangkat tenaga medis hanya berfungsi sebagai sebab yang mengantarkan kesembuhan atau sebaliknya

terhadap klien. Ketiga, seorang yang berprofesi sebagai perawat dan memiliki komitmen keislaman yang

kuat adalah selalu mempertimbangkan manfaat dari perbuatannya karena Rasul bersabda yang artinya

sebagian dari tanda keindahan Islam seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak berguna

kepadanya (min husni islam al mar-I tarku ma la ya’nihi). Keempat,  seorang yang berprofesi perawat

adalah mereka yang mampu berlaku adil baik kepada pasien maupun kepada dirinya sendiri sehingga juga

memperhatikan kebutuhan fisik dan psikisnya. Berikut akan diuraikan beberapa prinsip keperawatan dalam

Islam yaitu sebagai berikut.

1.      Aspek Teologis: setiap hamba telah dibekali oleh Allah dua potensi yaitu kehendak (masyiah) dan

kemampuan (istitha’ah). Atas dasar kehendak maka seorang muslim memiliki cita-cita untuk melakukan

berbagai rekayasa dan inovasi dalam kehidupannya yang dibaktikan karena Allah. Dengan adanya

kehendak dan kemampuan maka seorang manusia melakukan upaya yang sungguh-sungguh tanpa

menyisakan kemampuannya dan setelah itu menyerahkan hasilnya menanti ketentuan Allah. Dalam

perspektif yang seperti itulah bertemunya dua hal yang seing dipandang krusial dalampemahaman

akidah yaitu antara usaha manusia dan takdir Allah. Keduanya adalah merupakan perpaduan dalam

perjalanan hidup manusia yang disebut tawakkal. Hal ini tercermin dalam Al Quran sebagian diantaranya

menekankan manusia agar berbuat secara maksimal karena Allah tidak akan merubah nasib seseorang

sehingga merubah sendiri.[12]  Sementara pada ayat yang lain menegaskan seakan manusia tidak berperan

sedikitpun dalam perbuatannya dengan mengatakan Dan Allah yang menciptakan kamu dan apa yang

kamu kerjakan.[13] 

2.      Aspek Fungsi keanusiaan yaitu khilafah dan ibadah. Tugas khilafah adalah mengelola seluruh alam

semesta untuk kepentingan umat manusia. Dan tentunya harus diingat bahwa tugas pengelolaan yang baik

Page 5: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

harus dilakukan oleh hamba-hamba Allah yang memiliki kepatutan untuk itu.[14]  Selanjutnya

pelaksanaan tugas khilafah yang benar pastilah akan menghasilkan ibadah yang benar pula dan demikian

sebaliknya. Atas dasar itu, seorang muslim hendaknya menggali seluruh informasi ilmu pengetahuan

tentang alam semesta termasuk tugas perawatan sekalipun ilmu itu ada pada umat lain yang tidak muslim.

Anjuran tentang hal ini ditegaskan dalam berbagai ayat Al Quran antara lain dengan penyebutan tipologi

orang berilmu itu dengan ulul albab. Allah menegaskan bahwa sesungguhnya dalam penciptaan langit dan

bumi dan pergantian siang dan malam adalah menjadi tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang

berpikir[15]  Selanjutnya dalam ayat berikutnya Allah menjelaskan tanda-tanda orang yang disebut ulul

albab yaitu orang yang selalu mengingat Allah; memikirkan penciptaan langit dan bumi; dan kemudian

yang mampu mengambil keputusan: ya Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan semua ayang ada di alam

semesta ini sia-sia; dan terakhir pernyataan Maha Suci Allah dari sifat kekurangan dan peliharalah kami

dari azab neraka.[16] 

3.      Aspek akhlak yaitu ihsan yang menyatakan bahwa setiap orang yang beriman hendaklah menyadari bahwa

dirinya selalu dalam pengawasan Allah sesuai dengan Hadis Rasul bahwa engkau menyembah Allah

seakan engkau melihatNya dan andaikata engkau tidak mampu melihatNya maka yakinlah Ia

melihatmu (an ta’bud Allah kaannaka tarahu fa in lam takun tarahu fa innahu yaraka). Atas dasar itu,

seorang muslim  dalam segala tindakannya tidak memerlukan kendali eksternal untuk menjadi orang baik

karena di dalam hatinya terdapat potensi fitrah yang selalu menuntunnya untuk menjadi orang yang takut

berbuat maksiat.

Tujuan Penetapan Hukum Syariat

Hukum Islam disebut dengan syariat dengan pengertian dasarnya adalah bermakna jalan yaitu jalan

untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hukum syariat diturunkan Allah adalah semata-mata untuk

kemaslahatan hambaNya oleh karena itu tidak ada dalam ajaran Islam yang dapat membuat hidup manusia

menjadi susah. Justru, syariat bertujuan untuk membuat kehidupan manusia lebih mudah dan tenteram.

Tujuan penetapan hukum syariat (maqashid al syari’at) itu disusun oleh ulama fikh ke dalam lima prinsip

pemeliharaan yaitu:

1.      Hifz Al Din, yaitu syariat bertujuan untuk memelihara agama agar hidup manusia selamat dunia dan

akhirat. Agama (din) adalah yang utama sebagai dasar kehidupan manusia karena tanpa agama maka hidup

manusia tidak memiliki arah dan tujuan.

2.      Hifz Al Nafs, yaitu syariat bertujuan untuk memelihara kelangsungan hidup manusia karena manusia

adalah hamba Allah dalam format tubuh yang sempurna. Oleh karena itu, tidak selayaknya kehidupan

manusia menjadi susah akibat pengamalan ajaran agama.

3.      Hifz Al Nasl, yaitu syariat menegaskan bahwa perlunya kelangsungan keturunan manusia sehingga

semakin banyak orang yang menyembah Allah. Oleh karena itu, tindakan keperawatan yang memutuskan

kelangsungan keturunan tanpa alasan yang sah maka tindakan itu terlarang dalam ajaran Islam.

Page 6: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

4.      Hifz Al ‘aql, yaitu syariat bertujuan untuk menjaga keberadaan akal manusia sehingga akal menjadi salah

satu patokan seseorang dibebani hukum syari’at (taklif).

5.      Hifz Al Mal, yaitu syariat bertujuan untuk memelihara aturan tentang kepemilikan dan penyalurannya

kepada yang berhak.

Dari uraian di atas, maka kedatangan syariat adalah untuk menegaskan keberadaan manusia sebagai

hamba Allah yang berkewajiban beribadah kepadaNya dan melaksanakan tugasnya mengelola segala

sesuatu ciptaan Allah di alam semesta. Tugas-tugas keperawatan hendaklah disusun sejalan dengan tujuan

hukum syariat. Bentuk perumusannya adalah peluang kepada manusia untuk mengerahkan segala

kemampuannya untuk melakukan berbagai eksperimen dan empiris namun harus tetap harus meyakini

bahwa penentu yang terakhir adalah Allah. Peran manusia hanya sebatas usaha (al kasb) dan pilihan (al

ikhtiyar).

Tingkat Kebutuhan Terhadap Keperawatan

Setiap tindakan dalam tugas keperawatan dibagi dalam tiga klasifikasi sesuai dengan tingkat

kepentingannya. Pertama, adalah tingkatan dlaruriyat yaitu suatu kondisi darurat yang sedang dihadapi

oleh orang yang sakit. Apabila derajat kesakitan seorang klien telah mencapai kondisi darurat sesuai

dengan pertimbangan medis, maka dapat dilakukan tindakan darurat yaitu diperkenankan untuk

menyimpang dari hukum konvensional syari’at, dengan ukuran  sekedar mengatasi suasana yang darurat.

Demikian pula, petugas kesehatan dapat menunda untuk sementara waktu kepentingan Allah untuk

menyelamatkan situasi darurat yang sedang dihadapi oleh hambaNya misalnya menunda sementara

melaksanakan solat karena membantu pasien yang sedang kritis. Kedua, adalah tingkatan hajiyat yaitu

kondisi manusia yang sangat membutuhkan untuk menopang terwujudnya hifz al nafs sebagaimana telah

diterangkan di atas. Sebagian ulama mempersamakan antara dlaruriyat dengan hajiyat namun dengan

derajat yang bisa berbeda. Oleh karena itu, apabila dalam dlaruriyat, seorang petugas keperawatan dapat

menunda pelaksanaan ibadah atau melakukan tindakan pemotongan bagian tubuh manusia, maka

dalamhajiyat tidak sampai kepada derajat itu. Ketiga, yaitu tahsiniyat yang bersifat aksesori kehidupan.

Dalam hal ini hukumnya tidak wajib dan tidak haram yaitu berada pada posisi mubah. Bahkan terkadang,

derajat kepentingan tahsiniyat dapat berubah menjadi haram apabila motivasi yang melandasintya justru

bersifat cenderung mubazir atau bertentangan dengan tujuan syariat.

Oleh karena itu, seorang petugas keperawatan dituntut kearifan guna menentukan pilihan di antara

tiga alternatif kondisi yang dihadapi oleh seorang yang sakit. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam

penetapan alternatif justru akan berakibat fatal yaitu pelanggaran terhadap syariat.

Pilihan Hukum Dalam Perawatan

Page 7: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

Berikut ini akan dikemukakan sejumlah prinsip tentang berbagai pegangan penetapan hukum

terhadap setiap yang bersifat medis. Syaikh Ahmad ibn muhammad Al Zarqa’ dalam kitabnya Syarh

Qawa’id Al Fiqhiyyah di samping juga Abd Al Hamid Hakim, Mabadi Awwalyah yang dikutip oleh

Nurcholis Madjid.[17] 

1.      Al Umur bi maqashidiha yaitu segala pekerjaan ditentukan oleh maksudnya. Hal ini dimaksudkan dalam

penetapan perbuatan sebagai ibadah.

2.      Al Yaqin la yuzalu bi al syakk¸sesuatu yang sudah diyakini tidak bisa dibatalkan oleh keraguan. Dengan

demikian seorang perawat yang sudah menetapkan sebuah keputusan berdasar keyakinan maka hal itu

tidak dapat dianulir oleh suatu keraguan. Prinsip keyakinan ini diperlukan sebagai bentuk perwujudan

tanggung jawab dan tanggung gugat.

3.      Al Ashl baraat al dzimmah yaitu prinsipnya manusia bebas dari tanggungan. Seorang perawat hanya

diminta pertanggungjawaban atas tindakan medis yang dilakukannya bukan oleh tindakan orang lain.

4.      Al ijtihad la yunqadl bi al ijtihad yaitu sebuah ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad yang lain. Seorang

perawat yang telah menetapkan sebuah ketetapan medis berdasar pada prinsip teori keilmuan maka

keputusannya tidak bisa dibatalkan oleh pemikiran yang lain.

5.      Al Masyaqqat tajlib al taisir yaitu kesulitan akibat beratnya tanggungan mengundang kemudahan. Seorang

perawat yang mengjhadapi kesulitan, maka pada saat yang sama hukum syariat kembali menjadi mudah.

6.      Idza dlaqa al amr ittasa’a, yaitu apabila situasi sedang sempit maka hukum berubah menjadi luas dan juga

sebaliknya apabila situasi sudah lapang maka hukum kembali menjadi sempit.

7.      La dlarara wa la dlirara, yaitu tidak boleh merugikan atau dirugikan orang lain. Hal ini berpatokan bahwa

setiap orang memiliki hak yang sama. Oleh karena itu, tidak selayaknya seorang tenaga perawat

menciptakan kesusahan bagi orang  yang sakit.

8.      Al Dlarar yuzalu, yaitu bahaya harus selalu diousahakan untuk menghilangkannya. Hal ini didasarkan

bahwa tujuan syariat adalah untuk menghilangkan kesusahan bagi manusia.

9.      Al Dlarurat tubih al mahzurat, yaitu keadaan darurat berakibat memboleh sesuatu yang terlarang

alasannya tentunya adalah untuk sekedar menjaga kelangsungan kehidupan manusia. Maka dalam hal ini,

perawat dapoat mengambil tindakan darurat yanhg semula tidak dibolehkan hukum guna menjaga agasr

seseorang klien tetap hidup. Namun kebolehan terhadap yang terlarang hanya sebatas tidak mengakibatkan

kematian.

10.  Al Dlarurat tuqaddari bi qadariha, yaitu darurat harus ditentukan batasnya dan sebatas itulah dibolehkan

tindakan yang semula terlarang.

11.  Ma jaza li ‘udzrin batlala bi zawalihi, yaitu sesuatu yang dibolehkan karena adanya uzur syar’i maka hal

itu dibatalkan juga karena ketidak adanya uzur syar’i.

12.  Idza zala al mani’ ‘ada al mamnu’ yaitu apabila yang melarang itu telah hilang maka boleh yang terlarang.

Seorang perawat yang yakin bahwa ia telah membersihkan diri dari najis dari klien, maka pada saat itu ia

boleh kembali melaksanakan solat.

Page 8: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

13.  Al dlararu la yuzalu bi mitslih, artinya kemudratan tidak bisa dihilangkan dengan datangnya darurat yang

lain. Setiap keadaan darurat mempunyai ketentuan sendiri.

14.  Yutahammalu al dlarar al khas li daf’i al dlarar al ‘am, yaitu bahaya khusus harus ditanggung untuk

menolak bahaya yang umum. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menghasilkan kemanfataan yang lebih

besar dibanding kepentingan perseorangan.

15.  Al dlarar al asyadd yuzalu bi aldarar al akhhaff, yaitu kemudratan yang lebih keras dihilangkan dengan

menempuh bahaya yang lebih ringan.

16.  Idza ta’aradla mafsadatanio ru’iya a’zamuhuma dlararan [birtikab akhaffihima], yaitu apabila bertemu

dua bahaya maka yang harus dhindarkan yang lebih besar bahaya nya dengan menempuh yang lebih

ringan.

17.  Yukhtaru ahwan al syarrain, yaitu dipilih yang lebih ringan dari dua keburukan.

18.  Mala yudraku kulluh la yutraku kulluh, yaitu sesuatu yang tidak dapat diperoleh semuanya maka tidak

boleh ditinggalkan semuanya.

19.  Dar’u al mafasid aula mion jalab al mashalih, yaitu menghindari bahaya lebih utama daripada meraih

manfaat. Karena menolak kerusakan lebih mendesak untuk memelihara keberadaan manusia.

20.  Al dlarar yudfa’u bi qadar al imkan, yaitu bahaya harus dihindarkan sedapat meungkin.

21.  Al hajat tanzil manzilat al dlarurat, yaitu kebutuhan menempati kedudukan darurat, oleh karena itu sesuatu

kebutuhan maka hukumnya dipersamakan dengan darurat.

22.  Al ‘adat muhakkamah, yaitu adat itu menjadi hukum yang diakui sebagai sumber hukum.

23.  La yunkar taghayyur al ahkam bi taghayyur al azman, yaitu tidak dapat diingkari bahwa perubahan

hukum  akibat karena terjadinya perubahan waktu.

24.  Al baqa’ ashal min al ibtida’, yaitu bertahan lebiuh mudah daripada memulai.

25.  Al tasharruf ‘ala al ra’yat manuthun bi al mashlahah, yaitu aplikasi hukum kepada rakyat terfgantung

kepada maslahat yang akan diperoleh. Oleh karena itu, hukum tidak boleh melahirkan kesulitan bagi

manusia.

26.  Idza ta’azzarat al haqiqah yusharu ila al majaz, artinya apabila kesulitan menerima makna hakikat maka

dibawa ke makna kiasan.

27.  Idza ta’azzara i’mal al kalam yuhmal, yaitu jika pelaksanaan bunyi lafaz mengalami kesulitan maka boleh

diabaikan.

28.  La hujjat ma’a al ihtimal, yaitu tidak bisa dijadikan hujjah berdasarkan hukum kemungkinan. Oleh karena

itu, seorang perawat yang akan menetapkan kondisi sebuah pekerjaan perawatan hendaklah berdasar

kepada keyakinan bukan pradugaan.

29.  La ‘ibrat li al tawahhum, yaitu tidak boleh ada pertimbangan berdasarkan dugaan.

30.  Al ashl fi asyya’ al ibahat, yaitu pada asalnya segala perkara itu adalah dibolehkan kecuali ada petunjuk

yang lain.

Page 9: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

31.  Al hukm yaduru ma’a al ‘illat, yaitu hukum itu berjalan bersama alasannya. Hilangnya illat maka

hukumnya akan berubah.

32.  Ma la yatimm al wajib illa bihi fahua wajib, yaitu sesuatu yang diperlukan untuk sempurnanya hal yang

wajib maka ia juga wajib.

Demikianlah prinsip-prinsip yang menjadi bekal seorang petugas keperawatan atau siapa saja yang

berkeinginan untuk mengimplementasikan nilai syariat terhadap segala perbuatan manusia.

Daftar Riwayat Hidup

Nama Lengkap            : Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis

Tempat, Tanggal Lahir : Tapanuli Selatan, 19 Oktober 1947

Jabatan/Pekerjaan        : Dosen FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pendidikan Terakhir     : Program Dr (S3) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1987)

Alamat Rumah             : Grand Puri Laras H-84 Jl. Legoso Raya, Ciputat 15419

Telp.                             : 021-74717921

HP                                 : 0816104992

E-mail:                          : [email protected]

[1] Lihat S. Suarli dan Yanyan Bahtiar, Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan

Praktis,Penerbit Erlangga, Jakarta, tt., hal. 100.

[2] Ibid., hal. 101

[3] R. Siti Maryam, dkk, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Penerbit Salemba Medika,

Jakarta, 2008, hal. 25.

[4] Ibid., hal. 101.

[5] Marilyn M. Friedman, Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik, Edisi 3, alih bahasa Ina

Debora R.L. & Drs. Yoakim Asy, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998, hal. 62.

[6] Ibid., hal. 67.

[7] S. Suarli dan Yanyan Bahtiar, op. cit., hal. 102.

[8] John Tingle and Alan Cribb, Nursing Law and Ethics, Third Edition, Blackwell Publishing,

Oxford, United Kingdom, 2007, hal. 21. 

[9] Ibid., hal. 26.

[10] Q.S. Al Dzariyat  [51]: 56.

Page 10: Keperawatan Sebagai Ilmu Dan Profesi Dalam Pandangan Islam(Yudi Nitip)

[11] Dakwah menurut Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayat Al Musytarsyidin adalah (hats

al nas ‘ala al khair wa al huda, wa al amr bi al ma’ruf wa al nahyi ‘an al munakr li yafuzu bi sa’adat al

‘ajil wa ajil).

[12]  Lihat Q.S. Al Ra’d  [13]: 11

[13]  Lihat Q.S. Al Shaffat [37]: 96.

[14]  Lihat Q.S. Al Anbiya [21]: 105.

[15]  Lihat Q.S. Ali Imran [3]: 190.

[16]  Lihat Q.S. Ali Imran [3]: 191.

[17]  Nurcholish Madjid, Tradisi Islam, Peran dan Fungsinyadalam Pembangunan di

Indonesia,Dian Rakyat, Jakarta, 2008, hal. 38-40.

Diposkan oleh perawat muslim indonesia on Sabtu, 26 November 2011 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke T