keperawatan medikal bedah 3

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummer’s disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hipertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease. Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah 1 | SNT(KMB III)

Upload: anis-kurli-noor

Post on 03-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SNT

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangStruma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hipertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease.Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD I). Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).

1.2 Tujuan Penulisan1) Untuk mengetahui anatomi kelenjar tiroid.2) Untuk mengetahui fisiologi hormon tiroid.3) Untuk mengetahui metabolisme T3 dan T4.4) Untuk mengetahui pengertian dari struma nodular toksik.5) Untuk mengetahui etiologi dari struma nodular toksik.6) Untuk mengetahui patofisiologi dari struma nodular toksik.7) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari struma nodular toksik.8) Untuk mengetahui komplikasi dari struma nodular toksik.9) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari struma nodular toksik.10) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari struma nodular toksik.

1.3 Rumusan MasalahMakalah ini membahas tentang :1) Apa saja anatomi dari kelenjar tiroid?2) Apa saja fisiologi hormon tiroid?3) Bagaimana metabolisme T3 dan T4?4) Apakah pengertian dari struma nodular toksik?5) Apakah etiologi dari struma nodular toksik?6) Bagaimana patofisiologi dari struma nodular toksik?7) Bagaimana manifestasi klinis dari struma nodular toksik?8) Apakah komplikasi bila terkena struma nodular toksik?9) Sebutkan dan jelaskan pemeriksaan penunjang dari struma nodular toksik?10) Bagaimana penatalaksanaan struma nodular toksik?

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 AnatomiKelenjar tyroid terletak di bagian bawah leher. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri Tiroidea Superior (cabang dari Arteri Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang Arteri Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto, 2001).Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).

2.2 Fisiologi Hormon TyroidKelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyroksin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).

2.3 Metabolisme T3 dan T4Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3',5' triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).Pengaturan faal tiroid :Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi.

2. TSH (thyroid stimulating hormone)Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat.

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback)Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiriProduksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid.

2.4 Pengertian dari Struma Nodusa ToksikStruma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hipertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease.

2.5 Etiologi dari Struma Nodusa Toksik1) Keadaan yang menjurus pada struma nodular toksika. Defisiensi iodium berdampak pada penurunan kadar T4, yang mencetus hyperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi kadar T4 yang rendahb. Peningkatan replikasi sel tiroid merupakan factor predisposisi sel tunggal untuk mengalami mutasi somatic dari reseptor TSH. Aktifasi konstitutif dari reseptor TSH bisa membuat factor autokrin yang mempromosikan pertumbuhan yang menghasilkan proliferasi klonal. Sel klon memproduksi nodul yang multiplec. Mutasi Somatik dari reseptor TSH dan G protein merubah aktifasi konstitutif menjadi kaskade cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dari jalur inostol phosphated. Laporan frekuensi mutasi ini bervariasi, sekitar 10 80 %. Insidensi tertinggi dilaporkan pada pasien dengan defisiensiiodium

2) Mediator pertumbuhan yang terlibat diantaranya:a. Produksi Endhotelin 1 (ET 1) meningkat pada kelenjar tiroid yang mengalami hyperplasia, ini menunjukkan bahwa produksi ET-1 melihatkan pertumbuhan kelenjar tiroid dan vaskularisasinya. Kontras antara sel tiroid yang normal dengan kanker papilari tiroid, jaringan tiroid pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan pewarnaan positif dari struma akan tetapi negative pada sel folikular. Signifikansi dari temuan ini belum jelas, tetapi ET-1 merupakan suatu vasokonstriktor, mitogen dari vascular endothelium, sel otot polos dan sel folkular tiroid.b. Pada sistem invitro menunjukkan stimulasi dari proliferasi sel folikular tiroid denganinsulin-like growth factor,epidermal growth factordanfibroblast growth factor.

2.6 Patofisiologi dari Struma Nodusa ToksikStruma nodular toksik menampilkan spectrum penyakit mulai dari nodul hiperfungsi tunggal (toxic adenoma) sampai ke nodul hiperfungsi multipel (multinodular thyroid). Riwayat darimultinodular strumamelibatkan suatu variasi pertumbuhan nodul dimana menuju ke perdarahan dan degenerasi, yang diikuti oleh proses penyembuhan dan fibrosis. Proses klasifikasi juga bisa terjadi di area yang sebelumnya terjadi perdarahan. Beberapa nodul bisa berkembang menjadi fungsi yang otonomik. Hiperaktifitas otonomik terjadi oleh karena adanyamutasi somatik dari reseptor thyrotropin atau hormon TSHpada 20 80 % adenoma toksik dan beberapa nodul darimultinodular struma. Fungsi otonomik bisa menjadi toksik pada 10 % pasien. Hipertiroidism terjadi ketika nodul tunggal sebesar 2,5 cm atau lebih. Tanda dan symptom dari struma nodular toksik sama dengan tipe hipertiroid lainnya.

2.7 Manifestasi Klinis dari Struma Nodusa Toksik1. WilayahPada area endemik kekurangan iodium, struma nodular toksik terjadi sekitar 58 % dari kasus hipertiroidism, 10 % berbentuk nodul toksik yang solid. Grave disease terjadi sekitar 40 % dari kasus hipertiroidism.

2. Morbiditas dan mortalitasKompresi local yang terjadi yang berhubungan dengan perkembangan nodul dan kelenjar mengakibatkan terjadinya dyspnea, serak, dan dysphagia.

3. Jenis KelaminStruma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada wanita dan pria berusia diatas 40 tahun, rata rata prevalensi nodul yang bisa teraba adalah 5 7 % dan 1 2 %.

4. UmurKebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun. Thyrotoksikosis sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang berkepanjangan. Toksisitas terjadi pada pasien dengan perkembangan fungsi yang otonomik. Toksisitas meningkat pada dekade 6 dan 7 dari kehidupan khususnya orang dengan riwayat keluarga mengalami struma nodular toksik.

2.8 Komplikasi dari Struma Nodusa Toksik1. Gangguan menelan atau bernafas.2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga penyakit jantung kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.

2.9 Pemeriksaan Penunjang dari Struma Nodusa Toksik1. Tes Fungsi tiroidTSH assay generasi ketiga adalah penilaian awal terbaik dari uji tapis untuk hipertiroid. Pasien dengan struma nodular toksik mengalami peningkatan kadar TSH. Kadar T4 bebas akan meningkat ataupun dalam batas referensi. Peningkatan T4 yang terisolasi diobservasi padaiodine-induced hyperthyroidismatau adanya agen untuk menghambat perubahan T4 menjadi T3 seperti propanolol, kortikosteroid, agen radiokontras, amiodarone. Beberapa pasien mungkin memiliki kadar T4 bebas yang normal dengan T3 yang meningkat (toksikosis), Ini bisa terjadi pada 5 46 % pasien dengan nodul toksik.

2. Hipertiroid subklinisBeberapa pasien memiliki penekanan kadar TSH dengan nilai T4dan T3 yang normal.

3. UltrasonografiUSG adalah prosedur yang sensitif pada nodul yang tidak teraba pada saat pemeriksaan. USG sangat membantu ketika dikorelasikan dengan pemindaian nuclear untuk mendeterminasikan dengan fungsi nodul. Dominasi nodul dingin bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan BAJAH (Biopsi Aspirasi Jarum Halus) untuk penatalaksanaan definitive dari struma nodular toksik. Teknik ini bisa digunakan untuk mengetahui ukuran dari tiroid nodul.

4. CT ScanCT Scan pada leher bisa membantu menentukan apakah ada kelainan pada trakea jika terjadi suatu deviasi yang terjadi akibat suatu struma. Struma multinodular khususnya dengan komponen substernal biasanya merupakan temuan yang tidak sengaja pada radiografi thorax, CT scan atau MRI. Ct-scan dengan menggunakan iodine kontras bisa memicu terjadinya tirotoksikosis pada orang dengan nontoksik yang tersembunyi (Jod-Basedow effect).

2.10 Penatalaksanaan dari Struma Nodusa Toksik1. Terapi MedisTerapi optimal pada penatalaksanaan struma nodular toksik masih merupakan suatu controversial. Pasien dengan nodul dengan fungsional otonomik ditatalaksana dengan radioaktif iodine ataupun pembedahan. Pasien dengan hipertiroidsm subklinis harus dimonitor dengan ketat.

2. FarmakoterapiObat antitiroid dan beta bloker digunakan untuk pengobatan jangka pendek struma nodular toksik. Hal ini sangat penting pada untuk persiapan melakukan radioiodine dan pembedahan. Pasien dengan penyakit subklinis dengan risiko komplikasi yang tinggi diberikan methimazole dosis rendah (5 15 mg / hari) atau beta bloker dan dimonitor perubahan symptom atau progrefisitas penyakit yang diperlukan untuk terapi definitif.

3. PembedahanTerapi pembedahan dilakukan pada individu muda, dan pasien dengan 1 nodul besar atau lebih dengan symptom obstruktif, pasien dengan dominan nonfungsi, pasien dengan kehamilan, pasien dengan kegagalan terapi radioiodine. Subtotal thyroidectomi mandapatkan kesembuhan hipotiroid yang cepat pada 90 % pasien dan dengan cepat menghilangkan symptom kompresi. Komplikasi pembedahan yang timbul diantaranya terjadinya hipotiroidsm (15 25 %), permanen vocal cord paralysis (2,3%), permanen hypoparatiroidsm (0,5 %), temporary hypoparatiroidsm (2,5 %) dan perdarahan pascaoperasi yang signifikan (1,4 %). Komplikasi lainya seperti tracheostomy, infeksi luka, myocard infark, atrial fibrillation, dan stroke.

BAB IIITINJAUAN KASUSASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : SNT

A. PENGKAJIAN1) Pengumpulan Dataa. Identifikasi klien

b. Keluhan utama klien.Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan menelan dan bernapas.

c. Riwayat penyakit sekarangBiasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.

d. Riwayat penyakit dahuluPerlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.

e. Riwayat kesehatan keluargaAda anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

f. Riwayat psikososial

2) Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.

b. Kepala dan leherPada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid.

c. Sistem pernafasanBiasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.

d. Sistem NeurologiPada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.

e. Sistim gastrointestinalKomplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.

f. Aktivitas/istirahat Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.

g. Eliminasi Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

h. Integritas ego Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.

i. Makanan/cairan Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.

j. Rasa nyeri/kenyamananNyeri orbital, fotofobia.

k. Keamanan Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.

l. Seksualitas Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1) Nyeri akut berhubungan dengan hyperflasia kelenjar tiroid.2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan menelan.3) Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tiroid.

C. Rencana KeperawatanDiagnosa Keperawatan I:Nyeri akut berhubungan dengan hyperflasia kelenjar tiroid.Tujuan: Mengatasi nyeri yang dirasakan klien.IntervensiRasional

1. Kaji tingkat nyeri klien.

2. Anjurkan klien untuk makanan lunak.

3. Menganjurkan klien untuk makan sedikit-dikit, tapi sering.

4. KolaborasiPemberian analgetik.1. Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan sebagai dasar untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya.

2. Mengurangi resiko nyeri berulang saat menelan.

3. Dengan makan sedikit-dikit tidak akan memperberat rasa sakit saat menelan.4. Pemberian analgetik dapat menekan pusat nyeri sehingga impuls nyeri tida diteruskan ke otak.

Diagnosa Keperawatan II:Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan menelan.Tujuan: Pasien mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi. IntervensiRasional

1. Monitor intake tiap hari.

2. Anjurkan klien untuk makan makanan yang tinggi kalori dan kaya akan zat gizi.

3. Kontrol faktor lingkungan, seperti bau yang tidak sedap dan hindari makanan yang pedas dan berminyak.1. Nutrisi merupakan kebutuhan yang harus tetap terpenuhi setiap hari untuk mencegah terjadinya malnutrisi.

2. Suplemen makanan tersebut akan mempertahankan jumlah kalori dan protein dalam tubuh tetap dalam keadaan stabil.

3. Lingkungan yang buruk akan memperburuk keadaan, dapat menyebabkan mual dan muntah, efektifitas diet juga merupakan hal yang individual untuk mengatasi adanya mual.

Diagnosa Keperawatan III:Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tiroid.Tujuan:Klien mengerti tentang adanya perubahan bentuk tubuh dan mau menerima keadaannya, serta mengembangkan mekanisme pemecahan masalah dan beradaptasi dengan baik.IntervensiRasional

1. Diskusikan dengan klien bagaimana proses penyakit pengaruhnya.

2. Kaji kesulitan yang dialami klien.

3. Berikan support dan pengertian pada klien dalam melakukan pengobatan.1. Sebagai informasi tambahan untuk memulai proses metode pemecahan masalah.

2. Perasaan klien terhadap kondisi fisiknya merupakan hal yang nyata, dimana perawat harus bisa meyakinkan klien bahwa dengan kemajuan teknologi, masalah klien bisa diatasi.

3. Klien tidak menganggap perubahan yang dialaminya sebagai suatu masalah yang cukup berat.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATANSesuai dengan rencana tindakan yang diterapkan dan dilakukan.

E. EVALUASISesuai dengan tujuan dan kriteria hasil.

BAB IVKESIMPULAN

4.1 KesimpulanStruma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Struma diklasifikasikan menjadi Struma Nodula Toksin (SNT) dan Struma Nodula Non-Toksin (SNNT). Proses asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan tersebut meliputi, pengkajian, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi.

4.2 SaranStruma merupakan salah satu penyakit yang memerlukan asuhan keperawatan. Oleh karena itu, terutama kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien yang menderita struma dengan baik dan sesuai dengan prosedur.

DAFTAR ISI

1. Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keparawatan. EGC : Jakarta.

2. Harnawaty, dalam http://nersgeng.blogspot.com/ 2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-struma.html Senin, 08 November 2010.

3. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius : Jakarta.

4. Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, edisi 3. EGC : Jakarta.

5. Marilynn E. DOENGES. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta : EGC

6. Zlizanne dan Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, edisi 8. Jakarta ; EGC.

4 | SNT(KMB III)