kepemimpinan transformasional1 a. pendahuluan

20
1 KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL 1 A. PENDAHULUAN Kepemimpinan transformasional memiliki kekuatan pada karakteristik pemimpin. Pemimpin transformasional bergaya modern, mampu mempengaruhi hal yang positif kepada rekan kerjanya, visinya jelas, fokus kepada kemampuan pemimpin. Pemimpin transformasional melakukan pengembangan organisasi. Pengembangan organisasi adalah sesuatu yang direncanakan, bersifat luas, dikelola langsung oleh sang pemimpin untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasinya (Warrick, 2011). Pemimpin transformasional terampil menjadi seorang pemimpin yang visioner yang bisa memotivasi dan menginspirasi orang tetapi mungkin gagal untuk mencapai hasil yang diinginkan karena kurangnya pemahaman tentang apa yang terlihat dalam perubahan dan transformasi organisasi. Pemimpin transformasional yang terlibat dalam pengembangan organisasi akan memiliki peluang yang sukses dan dapat mempercepat proses perubahan yang dapat ditingkatkan secara maksimal. Di sisi lain, faktor kepribadian berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan dengan penekanan pada kepemimpinan transformasional. Hal ini akan mengeksplorasi keterampilan politik sebagai variable moderator. Preposisi dan konseptual model berimplikasi pada pandangan baru yang berkaitan dengan kepribadian, keterampilan politik, dan kepemimpinan. Kepribadian dan keterampilan politik berperan mempengaruhi gaya kepemimpinan dan kinerja (kemampuan bekerja), karena gaya kepemimpinan dan kemampuan kerja positif atau negatif dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam pengaturan dan pengembangan organisasi. B. FAKTOR PENGARUH KEBRIBADIAN DAN KETRAMPILAN POLITIK TERHADAP KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Kepribadian individu pemimpin berperan dalam menentukan gaya kepemimpinannya. Kepribadian individu dapat diamati melalui sikap dan perilaku yang mencerminkan kualitas yang dimilikinya. Kepribadian disini bukan hanya untuk membedakan satu individu dari yang lain, tetapi seorang individu dapat mempengaruhi gaya kepemimpinannya dan pengembangan sumber daya manusia. Secara empiris dan teoritis hubungan kepribadian dan kepemimpinan dipengaruhi oleh variabel moderator yaitu keterampilan politik, yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan keduanya. Menurut Tiernan (2006) kepemimpinan mantan Perdana Menteri Australia John Howard merupakan refleksi dari pengalamannya, keterampilan politik, dan kepribadiannya. Kepemimpinan di Amerika Serikat, menurut Pearson (2006) membutuhkan keterampilan politik dan tergantung pada kepribadian, waktu, tempat, dan keadaan. 1. LIMA MODEL FAKTOR KEPRIBADIAN Colquitt, Lepine, & Noe (2000) mendefinisikan kepribadian sebagai kestabilan karakteristik individu (selain kemampuan) yang mempengaruhi kognisi dan perilaku. 1 Seminar Nasional “Ikatan Pemuda Nias Indonesia (IPNI)” Minggu 9 Nopember 2014

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL1

A. PENDAHULUAN

Kepemimpinan transformasional memiliki kekuatan pada karakteristik pemimpin. Pemimpin transformasional bergaya modern, mampu mempengaruhi hal yang positif kepada rekan kerjanya, visinya jelas, fokus kepada kemampuan pemimpin. Pemimpin transformasional melakukan pengembangan organisasi. Pengembangan organisasi adalah sesuatu yang direncanakan, bersifat luas, dikelola langsung oleh sang pemimpin untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasinya (Warrick, 2011).

Pemimpin transformasional terampil menjadi seorang pemimpin yang visioner yang bisa memotivasi dan menginspirasi orang tetapi mungkin gagal untuk mencapai hasil yang diinginkan karena kurangnya pemahaman tentang apa yang terlihat dalam perubahan dan transformasi organisasi. Pemimpin transformasional yang terlibat dalam pengembangan organisasi akan memiliki peluang yang sukses dan dapat mempercepat proses perubahan yang dapat ditingkatkan secara maksimal.

Di sisi lain, faktor kepribadian berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan dengan penekanan pada kepemimpinan transformasional. Hal ini akan mengeksplorasi keterampilan politik sebagai variable moderator. Preposisi dan konseptual model berimplikasi pada pandangan baru yang berkaitan dengan kepribadian, keterampilan politik, dan kepemimpinan. Kepribadian dan keterampilan politik berperan mempengaruhi gaya kepemimpinan dan kinerja (kemampuan bekerja), karena gaya kepemimpinan dan kemampuan kerja positif atau negatif dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam pengaturan dan pengembangan organisasi. B. FAKTOR PENGARUH KEBRIBADIAN DAN KETRAMPILAN POLITIK TERHADAP

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

Kepribadian individu pemimpin berperan dalam menentukan gaya kepemimpinannya. Kepribadian individu dapat diamati melalui sikap dan perilaku yang mencerminkan kualitas yang dimilikinya. Kepribadian disini bukan hanya untuk membedakan satu individu dari yang lain, tetapi seorang individu dapat mempengaruhi gaya kepemimpinannya dan pengembangan sumber daya manusia. Secara empiris dan teoritis hubungan kepribadian dan kepemimpinan dipengaruhi oleh variabel moderator yaitu keterampilan politik, yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan keduanya. Menurut Tiernan (2006) kepemimpinan mantan Perdana Menteri Australia John Howard merupakan refleksi dari pengalamannya, keterampilan politik, dan kepribadiannya. Kepemimpinan di Amerika Serikat, menurut Pearson (2006) membutuhkan keterampilan politik dan tergantung pada kepribadian, waktu, tempat, dan keadaan.

1. LIMA MODEL FAKTOR KEPRIBADIAN

Colquitt, Lepine, & Noe (2000) mendefinisikan kepribadian sebagai kestabilan

karakteristik individu (selain kemampuan) yang mempengaruhi kognisi dan perilaku.

1 Seminar Nasional “Ikatan Pemuda Nias Indonesia (IPNI)” Minggu 9 Nopember 2014

2

Kepribadian seorang individu cenderung untuk berpikir, merasa, dan bertindak dengan cara

tertentu.

Model lima faktor (The Big Five Models) kepribadian digunakan untuk memprediksi

serta memperjelas sejumlah konstruksi dan fenomena. 'kepribadian dan gaya kepemimpinan

termasuk kepuasan, komitmen, dan omset (Smith & Canger, 2004); untuk mengeksplorasi

hubungan antara kepribadian dan prestasi kerja individu (Barrick & Mount, 2005); dan bahkan

untuk menguji hubungan antara ciri-ciri kepribadian dan kesehatan fisik (Smith & Williams,

1992), yang dapat mempengaruhi kinerja. Hubungan antara karakteristik kepribadian dan

kepemimpinan, serta interaksi antara kepribadian dan keterampilan politik mempengaruhi

kepemimpinan transformasional

Sejalan dengan pemikiran tersebut, The Big Five Models terdiri dari lima dimensi yang

mempengaruhi kepemimpinan transformasional dideskripsikan sebagai berikut.

a. Keterbukaan Terhadap Perubahan

Keterbukaan terhadap pengalaman dapat disamakan dengan keterbukaan untuk

berubah. Menurut Bono & Judge (2004), korelasi antara keterbukaan untuk suatu perubahan

dan kepemimpinan transformasional menghasilkan korelasi yang cukup signifikan, karena

pemimpin yang terbuka untuk perubahan harus lebih kreatif dan intensif menjadi pemimpin

yang visioner terhadap perubahan. Pemimpin yang visioner memiliki visi dan mampu

merangsang pengikut untuk mengejar visi tersebut, menerima dan mengambil keuntungan

penuh dari perubahan bagi seorang pemimpin transformasional.

De Hoogh, Den Hartog, & Koopman (2005), tidak menemukan hubungan langsung

antara keterbukaan untuk perubahan dan kepemimpinan transformasional kecuali ketika

mediator yang terlibat. Menurut De Hoogh, Den Hartog, dan Koopman (2005), pengaruh

interpersonal melalui lingkungan kerja yang dinamis dianggap bertindak sebagai variabel

mediasi, karena ada hubungan yang signifikan ketika lingkungan kerja tidak memiliki stabilitas.

Keterampilan politik adalah moderator potensi hubungan Big Five kepribadian - kepemimpinan

transformasional karena kemungkinan interaksi dengan dimensi keterbukaan. Ferris et al.

(2007) menyebutkan dimensi keterampilan politik menentukan kuat-lemahnya hubungan

kepribadian dengan kepemimpinan transformasional. Gaya kepemimpinan mencerminkan

fleksibilitas individu yang terbuka untuk beradaptasi / gaya pribadinya dan perilaku untuk

mencapai tujuan. Pemimpin seperti itu akan lebih cenderung transformasional karena ia akan

lebih cenderung dianggap sebagai panutan dan dengan demikian berpengaruh pada gaya

kepemimpinan orang lain. Oleh karena itu, keterampilan politik sebagai moderator, akan

memperkuat hubungan kepribadian - kepemimpinan transformasional melalui dimensi

pengaruh interpersonal, yang meliputi keterbukaan.

3

b. Kesadaran

Kesadaran adalah ciri kepribadian yang paling diteliti dan paling konsisten dalam

memprediksi konsep-konsep lain seperti kinerja atau perilaku organisasi (Borman, Penner,

Allen, & Motowidlo, 2001). Kesadaran terkait kehandalan, keteguhan, kerajinan, organisasi, dan

orientasi prestasi. Lim & Ployhart (2004) menemukan kesadaran untuk menampilkan hubungan

yang signifikan dengan kepemimpinan transformasional, karena kesadaran dikaitkan dengan

keinginan dan dorongan untuk berprestasi, diharapkan individu akan terbuka dan bersedia

membuat perubahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan sebagai aset bagi seorang

pemimpin transformasional. Dimensi kecerdasan sosial keterampilan politik memungkinkan

pemimpin untuk lebih tanggap, cermat terhadap lingkungan, dapat memonitor dan beradaptasi

untuk memproyeksikan citra sosial yang tepat dan menuai pahala yang diinginkan. Ferris et al.

menjelaskan bahwa individu secara politik terampil menjaga akuntabilitas mereka untuk dirinya

dan orang lain. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ferris et all. (2005) juga menunjukkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara dimensi kecerdasan sosial keterampilan politik

dengan kesadaran. Hal ini merupakan tuntutan para pemimpin, bekerja ekstra untuk jaringan

dan membangun hubungan dengan orang lainnya memenuhi tujuannya. Tindakan ini juga

mencerminkan dimensi keterampilan politik, meningkatkan kemampuan membangun jaringan,

memperkuat hubungan kesadaran-TFL. Proposisi berikut mencerminkan hubungan yang kuat

antara kesadaran, keterampilan politik, dan kepemimpinan transformasional.

c. Extraversion / Introversi

Keterlibatan sangat penting dalam semua komponen dari kepemimpinan

transformasional. Extraversion/Introversion terkait dengan keramahan, sosialisasi, ketegasan,

keceriaan, kegembiraan, energy positif, standard bicara. Ferris et al. (2007) menyatakan bahwa

extraversion mencerminkan affability atau sosialisasi. Salah satu dimensi keterampilan politik

adalah kemampuan membangun jaringan, yang memungkinkan individu untuk membuat

koneksi berharga yang akan membantu dalam mencapai tujuan jaringan. Ferris et al. (2007)

juga menyatakan bahwa individu dengan keterampilan politik mengidentifikasi dan

mengembangkan beragam kontak dan jaringan untuk memastikan keuntungan organisasi. Para

penulis menyatakan bahwa individu secara politik terampil memiliki kemampuan membangun

jaringan sebagai hasil dari bakat mereka agar dengan mudah mengembangkan persahabatan.

Individu extraverted akan lebih berhasil memulai dan mempertahankan hubungan ini dan

dengan demikian akan lebih mungkin untuk mempengaruhi dan memotivasi staf mereka.

d. Keramahan

4

Keramahan adalah sifat kepribadian yang penting ketika mempertimbangkan

kepemimpinan transformasional karena menyinggung karakter pemimpin, untuk menjawab

sensitifitas terhadap kebutuhan mereka. Hetland & Sandal (2003) menegaskan bahwa

keramahan sama dengan kehangatan secara signifikan terkait dengan kepemimpinan

transformasional, yang dapat dimengerti karena kehangatan berdampak pada pertimbangan

individual. Studi Lim dan Ployhart (2004) mengungkapkan hubungan negatif antara keramahan

dan kepemimpinan transformasional. Temuan ini memperkuat pentingnya memperhitungkan

faktor kontekstual dan waspada terhadap generalisasi ketika melakukan penelitian empiris.

Kehangatan dan kasih sayang berhubungan dengan individu menyenangkan juga

termasuk salah satu aset pemimpin dengan keterampilan politik. Menurut Ferris et al. (2007),

tema kebaikan, selain mencerminkan karakteristik disposisional seperti extraversion dan

efektifitas positif, juga mewakili konstruk keramahan. Affability terkait dengan dimensi

keterampilan politik yaitu pengaruh interpersonal, kemampuan membangun jaringan, dan

ketulusan. Oleh karena itu, keterampilan politik sebagai variable moderator berinteraksi

dengan keramahan dan mempengaruhi kepemimpinan transformasional.

e. Neurosis / Emosi Yang Stabil

Bono dan Judge (2004), membangun hipotesis bahwa hubungan antara neurotisme dan

kepemimpinan transformasional karena hubungan neurotisisme dengan harga diri dan

kepercayaan diri. Para peneliti berpikir sifat-sifat ini yang diperlukan bagi seorang individu

untuk memotivasi stafnya mengambil risiko dan mencapai standar yang tinggi. Namun,

penelitian tersebut tidak menemukan neurotisisme untuk menampilkan hubungan yang

signifikan dengan kepemimpinan transformasional. Sebuah meta-analisis berikutnya oleh Bono

dan Judge (2004), bahwa neurotisisme tidak terkait dengan kepemimpinan transformasional

yaitui dimensi karisma (pengaruh ideal) dan motivasi inspirasional. Hasil penyelidikan juga

menetapkan bahwa neurotisisme negatif terkait dengan dimensi kepemimpinan

transformasional yaitu stimulasi intelektual dan pertimbangan individual. Lim dan Ployhart

(2004) juga menemukan neurotisisme secara negatif terkait dengan kepemimpinan

transformasional. Menariknya, telah ditemukan bahwa stabilitas emosional antara karyawan,

mempengaruhi persepsi mereka tentang kualitas transformasional pemimpin mereka.

Pemimpin emosional stabil lebih aman dalam dalam hal percaya diri yang stabil, dapat

meminimalkan perasaan gugup dan mencegah kerentanan untuk membangun dan mengelola

hubungan melalui resolusi komunikasi yang efektif, negosiasi, kompromi, dan konflik, serta

membuat keputusan yang baik dan terkemuka melalui keterlibatan . Seperti disebutkan

sebelumnya, ketrampilan politik juga penting dalam membangun hubungan. Ferris et al. (2007)

menyatakan bahwa individu secara ketrampilan politik dapat menjadi negosiator yang sangat

terampil dan mahir dalam membuat kesepakatan dan manajemen konflik. Para peneliti juga

berpendapat bahwa individu yang tinggi dalam keterampilan politik akan memiliki persepsi

5

yang lebih besar dalam hal kontrol untuk menafsirkan stres di tempat kerja yang berbeda,

sehingga mengurangi ketegangan dan kecemasan. Keterampilan ini akan menjadi aset bagi para

pemimpin karena mereka berusaha untuk memotivasi pengikut mereka dan pada saat berlatih

tentang pengaruh ideal dan pertimbangan individual. Dengan demikian, sebagai moderator,

keterampilan politik akan memperkuat hubungan emosional stabilitas dengan kepemimpinan

transformasional.

2. KETRAMPILAN POLITIK (POLITICAL SKILL)

Individu yang memiliki keterampilan politik memiliki kemampuan untuk membaca orang

lain dan menyesuaikan perilaku mereka dengan situasi untuk mencapai hasil yang

menguntungkan. Keterampilan politik didefinisikan sebagai gaya konstruk interpersonal yang

menggabungkan kecerdasan sosial dengan kemampuan untuk berhubungan baik, menunjukkan

perilaku situasional dengan cara yang menawan dan menarik, menginspirasi kepercayaan diri,

ketulusan, dan keaslian (Ferris et all. 2000). Menurut Ferris et all. 2007 Hal tersebut adalah

kemampuan untuk memahami orang lain di tempat kerja dan menggunakan pengetahuan

tersebut mempengaruhi orang lain untuk bertindak dengan cara meningkatkan tujuan pribadi

dan / atau organisasi seseorang.

Manusia memiliki kualitas intrinsik dan preferensi yang membuat mereka berbeda,

berperilaku dengan cara tertentu, berpengaruh juga pada gaya kepemimpinan dengan cara

tertentu, karena ada faktor lain yang turut berinteraksi dengan kepribadian yaitu ketrampilan

politik sehingga memperkuat atau memperlemah hubungan kepribadian dengan gaya

kepemimpinan transformasional. Oleh karena itu, keterampilan politik merupakan konsep

multi-dimensi yang melibatkan kecerdasan, seni persuasi, bakat membentuk koneksi yang

tepat, dan perwujudan tampak keaslian. Ferris et al. (2007) menjelaskan dimensi ketrampilan

politik sebagai berikut.

1. Kecerdasan Sosial. Kecerdasan sosial adalah kemampuan mengamati orang lain, memahami

interaksi sosial, dan menafsirkan perilaku.

2. Pengaruh interpersonal adalah kemampuan beradaptasi dan menyesuaikan perilaku untuk

mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari orang lain.

3. Kemampuan membangun jaringan adalah kemampuan mengidentifikasi dan

mengembangkan beragam kontak dan jaringan dgn orang lain.

4. Ketulusan adalah kemampuan memotivasi orang lain, memiliki integritas yang tinggi, secara

jujur.

Keterampilan politik memainkan peran penting sebagai variable moderat dalam

memperkuat hubungan Big Five kepribadian dengan kepemimpinan transformasional.

Pemimpin politik terampil akan memiliki kapasitas untuk tekun mengamati orang lain dan tepat

6

berinteraksi dengan mereka untuk mencapai tujuan organisasi dan dengan demikian untuk

benar-benar terlibat dengan staf melalui gaya kepemimpinan transformasional. Ferris et al.

(2007) menyatakan bahwa individu-individu politik terampil selaras dengan lingkungan sosial

yang beragam dan memiliki kemampuan untuk memengaruhi, mengidentifikasi diri dengan

orang lain, dan menjadi peka terhadap kebutuhan mereka.

Keterampilan politik meningkatkan kejujuran, mengembangkan kepercayaan dan

keyakinan diri dan dengan demikian mempromosikan pemimpin sebagai sumber pengaruh.

Menurut Ferris et al. (2007), individu politik terampil tampaknya memiliki integritas yang tinggi

untuk menjadi otentik, dan tulus,. Kualitas ini adalah aset kepada pemimpin transformasional

karena pengaruh ideal dan motivasi inspirasional.

C. INTEGRASI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI

Kepemimpinan transformasional menggambarkan suatu proses dimana pemimpin

membawa perubahan positif yang signifikan pada individu, kelompok, tim, dan organisasi

(Avolia, Waldman, & Yammarino, 1991) dengan menggunakan inspirasi, visi, dan kemampuan

untuk memotivasi staf, melampaui kepentingan diri mereka untuk tujuan kolektif.

Pengembangan organisasi adalah sesuatu yang direncanakan, bersifat luas, dikelola langsung

oleh sang pemimpin untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasinya (Warrick,

2011).

1. VISI ORGANISASI (VISION OF ORGANISATION)

Kepemimpinan transformasional, yang pada awalnya diartikulasikan oleh James

MacGregor Luka bakar (Burns, 1978), sebagai kepemimpinan yang terinspirasi oleh pemimpin

yang mempunyai motivasi dan moralitas yang tinggi untuk tujuan yang sama.

Kepemimpinan transformasional dikembangkan dari empat komponen utama sebagai

visi organisasi, yaitu:

1. Pengaruh Ideal (Idealized Influence). Pengaruh ideal dikaitkan dengan kekaguman, rasa

hormat, etika, kepercayaan, dan berbagai risiko. Pengaruh ideal menjadi panutan yang

sangat dihormati, dihargai, dipercaya, dan layak memimpin. Bass awalnya menyebut

pengaruh ideal sebagai karisma untuk memberikan visi dan misi yang jelas,

menanamkan kebanggaan dalam apa yang perlu dilakukan, dan mendapatkan rasa

hormat serta kepercayaan dengan standar moral dan etika yang tinggi (Bass & Avolio,

2001). Jadi pemimpin yang mempunyai pengaruh ideal adalah pemimpin yang

menggairahkan dan membangkitkan staf, sehingga pengikutnya secara emosional dapat

7

mengidentifikasi visi pemimpinnya, karena pemimpin tersebut dipandang sebagai peran

model.

2. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation). Motivasi Inspirasional berhubungan

dengan gairah, semangat tim, dan visi bersama. Motivasi Inspirasional mendorong

antusiasme pada orang lain melalui tantangan dan menanamkan rasa signifikansi

sementara mempromosikan kohesi, harmoni, dan keyakinan. Menurut Warrick (2011)

motivasi inspirasional menggambarkan tipe pemimpin yang mempunyai intensitas

komunikasi dan harapan yang tinggi, memberikan makna untuk tujuan dan usaha,

menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan upaya, mengekspresikan tujuan

penting dengan cara yang sederhana, melakukan hal-hal untuk membuat orang

termotivasi.

3. Stimulasi intelektual (Intellectual Stimulation). Stimulasi intelektual menggabungkan

orisinalitas dan inovasi. Stimulasi intelektual mengkaitkan kreativitas dan daya cipta

dengan mendorong ide-ide baru, mempertanyakan dan berpikir di luar kontak. Stimulasi

intelektual mendorong cara-cara baru yang lebih baik dalam melakukan sesuatu,

mengembangkan kreativitas, asumsi, mempromosikan kecerdasan, rasionalitas, dan

pemecahan masalah. Stimulasi intelektual adalah tipe pemimpin yang memberikan

tantangan pengikut untuk berpikir kritis dan mencari cara baru untuk mengatasi

masalah, juga belajar tentang figure pemimpin (Bass, Avolio, Jung, & Berson, 2003).

4. Pertimbangan Individual (Individualized Consideration). Pertimbangan Individual

termasuk tanggap terhadap kebutuhan pengikut untuk pertumbuhan dan

perkembangan (Bass & Riggio, 2006c). Pertimbangan Individual memberikan perhatian

khusus pada kebutuhan individu masing-masing pengikut, harapan, dan pengembangan.

Pemimpin transformasional dapat mendorong pengikut mengidentifikasi relasi melalui

perilaku yang menarik, seperti motivasi karismatik dan inspirasional perilaku. Yukl (1998)

mengartikulasikan sebuah isi menarik yang menekankan aspek ideologis pekerjaan, komunikasi

tingkat tinggi, dan ekspektasi kinerja, bahwa bawahan dapat mencapai mereka, dan hal itu

menunjukkan rasa percaya diri, pemodelan perilaku, dan kolektif identitas berhasil. Demikian

pula, inspirasional memotivasi para pemimpin tidak hanya memberikan daya tarik emosional

untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pengikut sesuai yang diinginkan, tetapi

pemimpin inspirasional harus memberikan makna dan tantangan pengikut dalam pencapaian

sasaran dan tujuan yang ingin dicapai (Bass, 1985).

Pemimpin transformasional mengartikulasikan emosional pengikut dalam mengkomunikasikan

kinerja yang tinggi, sehingga pengikut harus didorong, untuk bekerja keras dalam pencapaian

tujuan dan sasaran yang lebih tinggi (Shamir, House, & Arthur, 1993; Shin & Zhou, 2003).

Peningkatan dorongan, semangat, dan energi lebih mungkin untuk memperoleh relasional

pengikut dengan atasan dalam rangka meningkatkan efektivitas fungsi pekerjaan. Selanjutnya,

8

dengan meningkatkan efektivitas pekerjaan pemimpin transformasional mampu

mengembangkan tingkat kepercayaan yang tinggi dan komitmen di antara staf (Walumbwa et

al. 2003). Pemimpin transformasional juga dapat menumbuhkan identifikasi relasional melalui

interpersonal dan interaksional, seperti stimulasi intelektual dan pertimbangan individual.

Pemimpin yang intelektual merangsang dan mendorong staf untuk melepaskan diri dari cara-

cara berpikir lama untuk mengatasi masalah (Bass, 1985).

2. PENGEMBANGAN ORGANISASI (ORGANISATION DEVELOPMENT)

Pengembangan organisasi memiliki akar awal tahun 1940-an melalui karya Kurt Lewin

dan Pusat Penelitian Dinamika Kelompok yang didirikan di Massachusetts Institute of

Technology pada tahun 1945 (Brown, 2011). Definisi awal Richard Beckard tentang

pengembangan organisasi adalah perencanaan jangka panjang untuk perluasan organisasi

dengan pengelolaan terpusat pada pemimpin dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi

dan kesehatan mental, serta perencanaan intervensi terhadap prediksi perilaku organisasi

(Beckhard, 1969). Warrick (2005) menyimpulkan bahwa pengembangan organisasi adalah suatu

proses yang direncanakan dan kolaboratif untuk memahami, mengembangkan, dan mengubah

organisasi, meningkatkan kesehatan, efektivitas, dan kemampuan memperbaharui diri.

Pemimpin transformasional menginspirasi stafnya untuk mencapai lebih banyak dengan

berkonsentrasi pada nilai-nilai staf dan menyelaraskannya dengan nilai-nilai organisasi.

Tujuannya adalah memotivasi staf untuk mencapai lebih dari apa yang staf rencanakan untuk

dicapai (Krishnan, 2005). Burns (1978) mengidentifikasi kepemimpinan transformasional

sebagai hubungan di mana pemimpin dan staf saling memotivasi untuk tingkat yang lebih tinggi

yang mengakibatkan kesesuaian sistem nilai antara pemimpin dan staf.

Bass (1985) mengatakan bahwa pemimpin adalah "orang yang memotivasi orang lain

untuk melakukan lebih dari yang kita harapkan. Motivasi dapat dicapai dengan meningkatkan

tingkat kesadaran tentang pentingnya hasil dan cara untuk menjangkau staf. Bass juga

mengatakan bahwa para pemimpin mendorong stafnya untuk melampaui kepentingan pribadi

demi kebaikan organisasi. Kepemimpinan transformasional berfungsi sebagai sarana

menciptakan dan mempertahankan konteks untuk membangun kapasitas manusia dengan

mengidentifikasi dan mengembangkan nilai-nilai inti dan tujuan pemersatu, membebaskan

potensi manusia dan menghasilkan peningkatan kapasitas, pengembangan kepemimpinan dan

followership yang efektif, memanfaatkan desain organisasi interaksi-terfokus, dan bangunan

keterkaitan "(Hickman, 1997).

Pemimpin transformasional bekerja untuk membawa transformasi manusia dan

organisasi yang menghasilkan visi, misi, tujuan, dan budaya yang memberikan kontribusi

terhadap kemampuan individu, kelompok, dan organisasi untuk "mempraktekkan nilai-nilai

9

demi pencapaian tujuan" (Hickman, 1997). Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang

handal yang menghasilkan komitmen dari staf untuk mencapai tujuan bersama (Waddock &

Post, 1991). Kemampuan pemimpin untuk menginspirasi, memotivasi, dan komitmen untuk

tujuan bersama (Bass, Waldman et al., 1987).

Bass memainkan peran utama dalam meneliti dampak kepemimpinan transformasional

terhadap pengembangan organisasi. Banyak studi empiris telah menunjukkan bahwa

kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan peningkatan kepuasan kerja,

prestasi kerja, komitmen dan kepercayaan (Bass & Avolio, 1990; Bass, 1999) karyawan. Tichy &

Devanna (1986) mendeskripsikan tiga langkah untuk pengembangan organisasi:

a. Revitalisasi

Revitalisasi berarti proses, cara, dan tindakan memberdayakan staf dan karyawan,

meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja, prestasi kerja, komitmen dan kepercayaan serta

mengurangi stres dan burnout staf dan karyawan. Revitalisasi efektif karena potensi

kepemimpinan transformasional terletak pada kemampuan pemimpin dalam meningkatkan

kinerja individu, kelompok, tim, dan organisasi serta meningkatkan inovasi, kreativitas, dan

keterlibatan staf dan karyawan dalam melakukan perbaikan.

Pemimpin transformasional memanfaatkan perilaku yang memberdayakan staf dan

karyawan mengintensifkan motivasi mereka (Masi & Cooke, 2000). Staf diberdayakan tidak

hanya oleh visi yang dibentuk oleh pemimpin transformasional, tetapi juga oleh kapasitas

pemimpin untuk mencapai visi (Eden, 1992). Pemimpin transformasional membangun iklim

partisipatif dan kondisi pemberdayaan yang memungkinkan stafnya untuk merespon dengan

cepat dan dengan fleksibilitas untuk perubahan organisasi dan lingkungan (Lawler, 1994;

Harrison, 1995). Teori kepemimpinan transformasional telah berulang kali menekankan

kemajuan staf ke arah kemandirian dan pemberdayaan atas pemimpin yang pasif (Graham,

1988). Intelektual dianggap sebagai pendekatan kritis-independen untuk menjadi proses

pemberdayaan yang diperlukan antara pengikut pemimpin transformasional. Bass & Avolio

(1990) menyatakan bahwa pemimpin transformasional menambah kapasitas staf untuk berpikir

sendiri, mengembangkan ide-ide segar, dan mempertanyakan aturan operasional yang kuno.

Avolio & Gibbons (1988) menyatakan bahwa tujuan utama dari kepemimpinan

transformasional adalah untuk mengembangkan staf dapat melakukan manajemen dan

pengembangan diri. Shamir (1991) juga menekankan dampak perubahan dari pemimpin

transformasional pada kemandirian staf.

Pandangan bahwa pemberdayaan merupakan hasil dari kepemimpinan

transformasional juga konsisten dengan teori Kelley (1992) dari gaya followership. Menurut

10

Conger & Kanungo (1988), kepemimpinan transformasional juga terhubung ke pemberdayaan

melalui self-efficacy.

b. Menciptakan Visi Baru

Pemimpin transformasional menekankan kemungkinan baru dan mempromosikan

sebuah visi masa depan. Mengembangkan visi transparan dan menginspirasi bawahan untuk

mengejar visi sangat penting bagi para pemimpin transformasional (Lievens, Van Geit, &

Coetsier, 1997). Tujuannya adalah perubahan dalam organisasi untuk kemungkinan-

kemungkinan baru dan menarik, dengan cara organisasi harus menerima energi dan visi baru

dari para pemimpin mereka. Beberapa studi (Davidhizer & Shearer, 1997; Keller, 1995; King,

1994; Mink, 1992; Wofford & Goodwin, 1994; Zaccaro & Banks, 2001) telah dilakukan dan

menunjukkan hubungan positif antara pemimpin transformasional dan visi organisasi.

Tujuannya untuk mengubah struktur organisasi saat ini dan menginspirasi karyawan organisasi

untuk percaya pada visi baru yang memiliki peluang baru bagi individu dan organisasi secara

keseluruhan.

Visi baru menghasilkan visi, misi, tujuan, dan budaya yang memberikan kontribusi

terhadap kemampuan individu, kelompok, dan organisasi untuk "mempraktekkan nilai-nilai

demi pencapaian tujuan" (Hickman, 1997). Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang

handal yang menghasilkan komitmen dari staf untuk mencapai tujuan bersama (Waddock &

Post, 1991). Kemampuan pemimpin untuk menginspirasi, memotivasi, dan komitmen untuk

tujuan bersama (Bass, Waldman et al., 1987). Visi baru dalam kepemimpinan transformasional

adalah seorang pemimpin visioner dengan cara-cara baru berpikir tentang strategi, struktur,

dan orang-orang serta perubahan, inovasi, dan memiliki perspektif kewirausahaan. Mereka juga

percaya bahwa kepemimpinan transformasional adalah proses sistematis yang dapat dipelajari

dan dikelola, serta ide-ide yang sangat konstruktif untuk pemimpin yang bercita-cita menjadi

pemimpin transformasional dan organisasi yang berkomitmen untuk mengembangkan

pemimpin transformasional.

Pemimpin visioner yang paling efektif ketika mereka memiliki gairah untuk apa yang

dapat dicapai dan berkomitmen untuk meningkatkan kinerja individu, kelompok, dan

organisasi, memahami apa yang perlu dilakukan, lebih berkomitmen, terfokus, dan bersatu,

untuk visi jangka panjang dari sebuah organisasi, dalam rangka mengubah cara orang berpikir

dan bertindak. Pemimpin yang terampil memberikan arahan pada visi yang akan dicapai. Visi

didefinisikan sebagai target dan arah menjelaskan apa yang diperlukan untuk pencapaian visi.

Arah biasanya dikomunikasikan dalam hal tujuan (apa yang perlu dilakukan), nilai-nilai

(bagaimana hal-hal yang harus dilakukan), dan prioritas (hal yang paling penting). Peran

pemimpin adalah memastikan arah yang jelas untuk mencapai visi, ada komitmen dan

tanggung jawab untuk memberdayakan staf dan karyawan, menginspirasi mereka untuk unggul

11

dan bertahan menjadi pemimpin inspirasional. Pemimpin inspirasional adalah pemimpin yang

menginspirasi keunggulan dan kerendahan hati, kejujuran dan integritas diri, menciptakan iklim

keterbukaan yang sangat penting untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dan memiliki

informasi yang akurat untuk pengambilan keputusan.

c. Melembagakan Perubahan

Dengan mengintegrasikan konsep-konsep kepemimpinan transformasional ke dalam

pengembangan organisasi yang berdampak pada perubahan dan transformasi organisasi.

Memahami dampak kepemimpinan transformasional pada organisasi, maka pemimpin

transformasional dapat mempengaruhi perilaku karyawan sehingga perilakunya memiliki

dampak positif pada organisasi. Burns (1985) mengartikulasi kepemimpinan transformasional

sebagai sesuatu yang "terjadi ketika satu atau lebih orang terlibat dengan orang lain sedemikian

rupa sehingga pemimpin dan staf saling meningkatkan motivasi dan moralitas. Burns percaya

bahwa kepemimpinan transformasional dapat mensistematika perubahan dengan

meningkatkan staf dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

Transformasi Organisasi (OT) merupakan perluasan terbaru dari pengembangan

organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perubahan besar dalam organisasi menyangkut

struktur, proses, budaya, dan orientasi terhadap lingkungannya. Transformasi organisasi adalah

aplikasi teori ilmu perilaku dan praktek untuk efek skala besar, paradigma-pergeseran

perubahan organisasi. Perubahan organisasi digambarkan sebagai proses yang sedang berjalan

untuk mengetahui realitas organisasi, mengidentifikasi cita-cita masa depan, serta

mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengubah organisasi. Istilah organisasi

dimaksudkan untuk mencakup seluruh organisasi, departemen, tim, dan bentuk-bentuk

organisasi.

Realitas organisasi mengacu pada pemimpin yang sering menyimpang dari aturan

organisasi yang dipimpinnya, sehingga menyebabkan kemunduran organisasi (Warrick, 2002).

Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki kesadaran realitas internal dan eksternal

terhadap organisasi yang dipimpinnya sebelum melakukan perubahan organisasi.

Mengidentifikasi cita-cita masa depan menggambarkan apa cita-cita ideal organisasi. Oleh

karena itu, seorang pemimpin perlu mempelajari tren industri masa depan yang berhubungan

dengan hasil pribadi, kepuasan kerja, komitmen, kepercayaan, keyakinan self-efficacy, dan

motivasi.

1) Hasil Pribadi. Kepemimpinan transformasional secara positif dihubungkan dengan hasil

pribadi (Dumdum, Lowe, & Avolio, 2002; Fuller, Patterson, Hester, & Stringer, 1996).

Hubungan antara kepemimpinan transformasional dan hasil pribadi seperti kepuasan

kerja dan komitmen menyingkapkan bahwa pemimpin transformasional menginspirasi

12

staf mengambil tanggung jawab lebih banyak dalam pekerjaan di luar kepentingan diri

mereka, demi kepentingan organisasi secara keseluruhan. Akibatnya, para pemimpin ini

mampu membawa wawasan yang lebih dalam dan apresiasi masukan yang diterima dari

masing-masing staf. Bass (1985) lebih lanjut mengemukakan bahwa pemimpin

transformasional mendorong stafnya untuk berpikir kritis dan mencari pendekatan baru,

melakukan pekerjaan mereka.Tantangan ini diberikan untuk memotivasi staf menjadi

lebih terlibat dalam tugas-tugas yang mengakibatkan peningkatan tingkat kepuasan

dengan pekerjaan dan komitmen terhadap organisasi.

2) Kepuasan Kerja. Kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai "keadaan emosional yang

menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan seseorang dan

pengalaman kerja" (Locke, 1976, hal. 1.304). Kepuasan kerja berasal dari persepsi staf

bahwa pekerjaan benar-benar memberikan apa yang dia nilai dalam situasi kerja (Nguni,

Sleegers, & Denessen, 2006). Kepuasan kerja bersinergis dengan pekerjaan itu sendiri,

hubungan atasan, keyakinan manajemen, peluang masa depan, lingkungan kerja,

manfaat/imbalan, dan hubungan rekan kerja (Morris, 1995). Kepuasan kerja dalam

konteks kepemimpinan transformasional, secara intrinsik lebih mendorong kemampuan

staf memberikan pengaruh ideal dan stimulasi intelektual. Selain itu, pemimpin

transformasional mendorong staf untuk mengambil lebih banyak tanggung jawab secara

mandiri, memberikan staf peningkatan tingkat keberhasilan dan kepuasan yang

memadai (Emery & Baker, 2007). Studi empiris telah menunjukkan bahwa perilaku

kepemimpinan memiliki pengaruh yang sangat besar dan stabil terhadap kepuasan kerja

staf dan karyawan (Griffin & Bateman, 1986; Steers dan Rhodes, 1978).

3) Komitmen. Mowday, Porter, dan Steers (1982) komitmen didefinisikan menggunakan

tiga komponen: identifikasi dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi, kemauan untuk

mengerahkan usaha atas nama organisasi, dan komitmen untuk tetap dalam organisasi.

Komitmen organisasi didefinisikan sebagai "kekuatan relatif dari identifikasi individu

dengan keterlibatan dalam organisasi tertentu” Yukl (2002) mendefinisikan komitmen

mengacu pada kesepakatan internal dan antusiasme ketika melakukan permintaan atau

tugas. Bass (1998) mendefinisikan komitmen mengacu pada kesetiaan dan keterikatan

pada organisasi. Studi penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengalaman kerja

individu dan faktor organisasi dan pribadi berfungsi sebagai anteseden terhadap

komitmen organisasi (Allen & Meyer, 1990, 1996; Eby, Freeman, Rush, & Lance, 1999;

Meyer & Allen, 1997). Salah satu penentu utama dari komitmen adalah kepemimpinan

(Mowday, Porter, & Steers, 1982). Pemimpin transformasional menimbulkan komitmen

staf untuk organisasi (Barling, Weber, & Kelloway, 1996), tujuan organisasi dan nilai-nilai

(Bass, 1998), dan komitmen tim (Arnold, Barling, & Kelloway, 2001).

4) Kepercayaan. Kepercayaan adalah membangun beberapa komponen dan dimensi yang

bervariasi dalam sifat dan pentingnya menurut konteks, hubungan, tugas, situasi, dan

13

orang-orang yang bersangkutan (Hardy & McGrath, 1989). Meskipun tidak ada definisi

universal kepercayaan, konsep yang sering digunakan menekankan hubungan

interpersonal dan "kesediaan untuk konsekuen dan konsisten antara pemimpin dan

staf" (Mayer, Davis, & Schoorman, 1995) berdasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin

adalah mahir, dan dapat diandalkan. Beberapa penulis berpendapat bahwa kepercayaan

tempat kerja dikembangkan terutama melalui para pemimpin organisasi (Creed & Miles,

1996; Fairholm, 1994; Shaw, 1997). Tentang Sastra kepercayaan dan manajemen

menunjukkan bahwa kepercayaan merupakan elemen penting dalam hubungan bahwa

pemimpin transformasional miliki motivasi dan moralitas terhadap para staf (Butler,

Cantrell, & Flick, 1999). Tingkat kepercayaan yang ada dalam suatu organisasi dapat

menentukan banyak karakter organisasi, pengaruh fungsi struktur organisasi,

mekanisme kontrol, kepuasan kerja, desain kerja, komitmen, komunikasi, dan perilaku

staf dan karyawan dalam organisasi (Zeffane & Connell, 2003).

5) Keyakinan Self-Efficacy. Keyakinan self-efficacy telah menjadi fokus penelitian

organisasi selama hampir tiga dekade (Bandura, 1986, 1997, 2000; Luthans, 2002a,

2002b). Self-efficacy merupakan keyakinan individu dalam kemampuan nya untuk

berhasil menyelesaikan tugas tertentu (Bandura, 1986). Gist dan Mitchell (1992)

mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk

melakukan aktivitas kerja dengan terampil. Self-efficacy juga dapat digambarkan sebagai

kepercayaan yang memiliki staf untuk menjadi sukses dan nilai yang melekat pada hasil

yang mungkin. Keyakinan self-efficacy mempengaruhi pola pikiran, emosi, dan tindakan

staf menghabiskan banyak upaya dalam mengejar tujuan, bertahan dalam menghadapi

kesulitan, dan melaksanakan kontrol peningkatan kinerja (Bandura, 1986, 1993, 1997).

Prestasi individu memerlukan kualifikasi dan keterampilan serta keyakinan pribadi

dalam kemampuan seseorang untuk berhasil melakukan tindakan tertentu (Bandura,

1986). Self-efficacy dapat ditingkatkan melalui kepemimpinan transformasional

(Waldman & Spangler, 1989). Peningkatan keyakinan dan valensi hasil dapat

menghasilkan peningkatan nyata dalam upaya staf 'untuk berhasil, sehingga membuat

kepemimpinan stimulus untuk upaya melampaui harapan (Bass, 1985; Tichy & Devanna,

1986). Pemimpin transformasional mampu meningkatkan self-efficacy pengikut dengan

menunjukkan kepercayaan pengikut dan membantu mereka bekerja melalui masalah

individu dan tantangan pembangunan (Bandura, 1977; Intisari, 1987).

6) Motivasi. Burns (1978) mengusulkan pemimpin transformasional memotivasi

pengikutnya sedemikian rupa agar motif utama para pengikut 'adalah memenuhi

kebutuhan aktualisasi diri daripada kebutuhan yang lebih rendah (Maslow, 1954) perlu

hirarki. Bass (1985, 1998) menyarankan bahwa pemimpin transformasional memperluas

'portofolio kebutuhan' staf dengan meningkatkan mereka atau hierarki Maslow" (Dvir,

Eden, Avolio, & Shamir, 2002, hal. 736). Bass (1985) juga menyatakan bahwa upaya

14

ekstra staf menunjukkan berapa banyak pemimpin memotivasi mereka untuk

melakukan melampaui harapan kontrak. Penekanan ditempatkan pada kebutuhan

aktualisasi diri yang memuaskan, mencerminkan jenis kebutuhan yang mendasari

kinerja staf dan hasil usaha ekstra dengan menghasilkan tingkat kepedulian yang lebih

tinggi kepada pemimpin dan organisasi. Yukl dan Van Fleet (1982) menemukan bahwa

kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan persepsi bawahan

efektivitas pemimpin dan tingkat motivasi yang lebih tinggi. Demikian pula, Hatter dan

Bass (1988) menemukan bahwa pengikut pemimpin transformasional melaporkan

kepuasan dan motivasi yang tinggi.

Mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengubah organisasi, yang terbaik dan

paling populer adalah Model John Kotter yang disajikan dalam buku klasiknya berjudul

Perubahan Memimpin (Kotter, 1996). Modelnya meliputi delapan langkah: (1) membangun rasa

urgensi; (2) menciptakan koalisi pemandu; (3) mengembangkan visi dan strategi; (4)

mengomunikasikan visi perubahan; (5) memberdayakan karyawan untuk berbasis luas

tindakan; (6) menghasilkan kemenangan jangka pendek; (7) mengkonsolidasikan keuntungan

dan memproduksi lebih banyak perubahan; dan (8) penahan pendekatan baru dalam budaya.

Dia memperluas model ini ke dalam sebuah buku kemudian ditulis bersama dengan Dan Cohen

berjudul The Heart of Change (Kotter dan Cohen, 2002). Dalam buku ini penulis menekankan

pentingnya melibatkan hati (perasaan, emosi) dan bukan hanya pikiran dalam melakukan

perubahan. Sedangkan model delapan langkah yang sangat baik untuk mengubah organisasi,

tidak menyebutkan kepemimpinan transformasional atau konsep pengembangan organisasi.

Dalam mencapai perubahan transformasional dalam organisasi, adalah penting untuk

mengembangkan proses transformasi suara, melatih para pemimpin pada proses, menunjuk

tim transformasi untuk membantu memandu proses, dan mencari bimbingan profesional

internal atau eksternal dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi, dan

meningkatkan proses.

Dalam mencapai perubahan transformasional organisasi, adalah penting untuk

mengembangkan proses pemimpin transformasional terampil, melatih para pemimpin pada

proses, menunjuk tim transformasi untuk membantu memandu proses, dan mencari bimbingan

profesional internal atau eksternal dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi, dan

meningkatkan proses. Dalam merancang program-program untuk mengembangkan pemimpin

transformasional yang terampil dan menyadari manfaat potensialnya, maka pedoman

(panduan) pengembangannya disarankan sebagai berikut (Warrick, 2011).

1) Yakinkan dukungan dan keterlibatan tingkat atas. Membangun komitmen tingkat atas

program dan memastikan bahwa para pemimpin tingkat atas berpartisipasi dalam pelatihan.

15

Mereka bisa menjadi yang pertama untuk dilatih atau lebih baik lagi bergabung dengan

tingkatan lain dari pemimpin dalam pelatihan.

2) Menunjuk tim desain untuk merencanakan pelatihan dan mengembangkan model

kepemimpinan transformasional yang akan digunakan dalam pelatihan. Sebuah tim desain yang

terdiri dari setidaknya satu pemimpin tingkat atas dan para pemimpin dihormati dari berbagai

tingkat organisasi harus diatur untuk bekerja dengan profesional internal atau eksternal untuk

membantu merancang program, mengembangkan model kepemimpinan transformasional yang

akan digunakan dalam pelatihan, dan membangun komitmen untuk program ini.

3) Lihat desain program sebagai intervensi dan bukan sebuah acara. Pelatihan kepemimpinan

transformasional harus digunakan sebagai kesempatan untuk mempengaruhi orang, tim,

organisasi dan untuk kemungkinan mengubah organisasi. Para pemimpin tingkat atas dan tim

desain harus mengeksplorasi bagaimana merancang program untuk dampak selama program

dan setelah program.

4) Pastikan program ini dirancang untuk mengubah cara orang berpikir dan memberikan

kesempatan untuk mempraktekkan perilaku baru dan mengembangkan kebiasaan baru: Untuk

benar-benar mengubah perilaku peserta program perlu dirancang untuk mengubah cara orang

berpikir (pelatihan yang menyediakan menarik dan pengetahuan yang berlaku dan pengalaman

belajar), menciptakan kesempatan untuk berlatih keterampilan baik dalam pelatihan dan di luar

pelatihan, dan memungkinkan cukup waktu untuk berlatih untuk menjadi kebiasaan (cara-cara

baru berperilaku).

5) Rencana tindak lanjut untuk menerapkan apa yang telah dipelajari: Peserta harus diberi

tugas untuk menerapkan apa yang mereka pelajari. Hal ini penting untuk menjaga tugas yang

berguna dan dapat dilakukan sehingga mereka tidak membebani peserta. Sebagai contoh,

mungkin akan membantu untuk memiliki setiap peserta berkomitmen untuk satu perubahan

pribadi yang berarti, satu perubahan yang akan memperbaiki atau mengubah kelompok mereka

memimpin, dan satu perubahan pribadi atau dalam kelompok yang akan meningkatkan atau

membantu mengubah organisasi.

6) Memberikan pembinaan dan membantu dalam menerapkan kursus: Probabilitas

menerapkan apa yang sedang dipelajari akan meningkat secara signifikan jika peserta memiliki

pelatihan atau bantuan yang tersedia.

7) Mengevaluasi dan meningkatkan proses dan merencanakan tindakan masa depan: Sangat

penting bagi tim desain untuk mengevaluasi dan meningkatkan proses dan untuk

merencanakan cara-cara untuk mempertahankan perubahan dan momentum yang telah

diperoleh, untuk melanjutkan penekanan pada kepemimpinan transformasional, dan mungkin

16

untuk bekerja dengan para pemimpin dalam mengembangkan rencana untuk mengubah

organisasi.

PENUTUP

Sebuah program kepemimpinan transformasional yang dirancang dengan baik memiliki

potensi besar untuk mengembangkan pemimpin transformasional terampil dan memiliki

dampak yang signifikan terhadap kinerja orang-orang, tim, organisasi dan budaya organisasi.

Secara praktikal signifikan, kepemimpinan transformasional berpengaruh pada perubahan

pribadi dan meningkatkan atau mengubah kelompok yang dipimpin dan memberikan kontribusi

bagi perbaikan atau transformasi organisasi.

Ada kebutuhan bagi para pemimpin transformasional dalam pengembangan organisasi

untuk memiliki rasa urgensi dalam mengembangkan kepemimpinan transformasional,

mengintegrasikan kepemimpinan dan konsep pengembangan organisasi transformasional, dan

mengembangkan definisi operasional kepemimpinan transformasional yang dapat digunakan

untuk melatih para pemimpin transformasional terampil.

DAFTAR PUSTAKA

Avolio, Bruce, Waldman, David, & Yammarino, Francis (1991). Leading in the

1990’s: The Four I’s of Transformational Leadership. Journal of European

Industrial Training, 15, (4), 9-16.

Avolio, B. J., & Gibbons, T. C. (1988). Developing transformational leaders: A life span approach.

In J. A. Conger & R. N. Kanungo (Eds.), Charismatic leadership: The elusive factor in

organizational effectiveness (pp. 276-308). San Francisco: Jossey-Bass.

Barrick, M. R., & Mount, M. K. (2005). Yes, personality matters: Moving on to

more important matters. Human Performance, 18(4), 359-372.

Bass, B. M. (1999). Two decades of research and development in transformational leadership.

European Journal of Work and Organizational Psychology, 8(1), 9-32.

Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. New York:

The Free Press.

Bass, B. M., Avolio, B. J., Jung, D. I., & Berson, Y. (2003). Predicting unit

performance by assessing transformational and transactional leadership.

Journal of Applied Psychology, 88(2), 207-218.

17

Bass, Bernard M. & Avolio, Bruce J. (2001). Developing Transformational

Leadership: 1992 and Beyond. Journal of European Industrial Training, 14,

(5), 21-27.

Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1990). The implications of transactional and

transformational leadership for individual, team, and organizational

development. In R. W. Woodman & W. A. Pasmore (Eds.), Research in

organizational change and development, (4), 231-272. Greenwich, CT: JAI

Press.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006a). Introduction. Transformational leadership (pp.

1-18). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006b). Transformational leadership. (pp. 32-80). New

Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006c). Transformational leadership and performance.

Transformational leadership (pp. 47-56). New Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates, Inc.

Bass, B. M., Waldman, D. A., Avolio, B. J., & Bebb, M. (1987). Transformational

leadership and the falling dominoes effect. Group and Organization Studies,

12, 73-87.

Beckhard, R. (1969). Organization Development: Strategies and Models. Reading,

MA: Addison-Wesley.

Borman, W. C., Penner, L. A., Allen, T. D., & Motowidlo, S. J. (2001). Personality

predictors of citizenship performance. International Journal of Selection

and Assessment, 9(1/2), 52-69.

Brown, Donald R. (2011). An Experiential Approach to Organization Development

(8th ed.). Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.

Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.

Colquitt, J. A., LePine, J. A., & Noe, R. A. (2000). Toward an integrative theory of

training motivation: A meta-analytic path analysis of 20 years of research.

Journal of Applied Psychology, 85(5), 678-707.

Conger, J. A., & Kanungo, R. N. (1988). Behavioral dimensions of charismatic

leadership. In J. A. Conger & R. N. Kanungo (Eds.), Charismatic leadership:

The elusive factor in organizational effectiveness (pp. 78-97). San Francisco:

Jossey-Bass.

Davidhizer, R., & Shearer, R. (1997). Giving encouragement as a transformational leadership

technique. Health Care Supervisor, 15, 16-21.

De Hoogh, A. H. B., Den Hartog, D. N., & Koopman, P. L. (2005). Linking the big

five factors of personality to charismatic and transactional leadership;

perceived dynamic work environment as a moderator. Journal of

18

Organizational Behavior, 26(7), 839-865.

Ferris, G. R., Treadway, D. C., Perrewe, P. L., Brouer, R. L., Douglas, C., & Lux,

S. (2007). Political skill in organizations. Journal of Management, 33(3),

290-320.

Ferris, G. R., Treadway, D. C., Kolodinsky, R. W., Hochwarter, W. A., Kacmar, C.

J., Douglas, C., & Frink, D. D. (2005). Development and validation of the

political skill inventory. Journal of Management, 31(1), 126-152.

Ferris, G. R., Perrewe, P. L., Anthony, W. P., & Gilmore, D. C. (2000). Political

skill at work. Organizational Dynamics, 28(4), 25-37.

Given, Rogers. (2008). Transformational Leadership: The Impact on

Organizational and Personal Outcomes. Emerging Leadership Journeys,

Vol. 1 Iss. 1, 2008, pp. 4-24. School of Global Leadership &

Entrepreneurship, Regent University

Harrison, R. (1995). The collected papers of Roger Harrison. San Francisco: Jossey-Bass.

Hetland, H., & Sandal, G. M. (2003). Transformational leadership in Norway: Outcomes and

personality correlates. European Journal of Work and Organizational Psychology, 12(2),

147-170.

Hickman, G. R. (1997). Transforming organizations to transform society. In Kellogg Leadership

Studies Project. Transformational Leadership Working Papers. The James MacGregor

Burns Academy of Leadership.

Keller, R. (1995). Transformational leaders make a difference. Research-Technology

Management, 38, 41-44.

Kotter, John P. (1996). Leading Change. Boston: Harvard Business School Press.

Krishnan, V. R. (2005). Transformational leadership and outcomes: Role of relationship

duration. Leadership & Organization Journal, 26(5/6), 442-457.

Lawler, E. (1994). Total quality management and employee involvement: Are they compatible?

Academy of Management Executive, 8, 68-76.

Lievens, F., Van Geit, P., & Coetsier, P. (1997). Identification of transformational leadership

qualities: An examination of potential biases. European Journal of Work and

Organizational Psychology, 6(4), 415-430.

Lim, B. C., & Ployhart, R. E. (2004). Transformational leadership: Relations to the five-factor

model and team performance in typical and maximum contexts. Journal of Applied

Psychology, 89(4), 610-621.

Masi, R. J., & Cooke, R.A. (2000). Effects of transformational leadership on subordinate

motivation, empowering norms, and organizational productivity. The International

Journal of Organizational Analysis, 8(1), 16-47.

Mink, O. (1992). Creating new organizational paradigms for change. International Journal of

Quality & Reliability Management, 9, 21-23.

19

Pearson, S. A. (2006). Presidential leadership. Society, 43(3), 56-67. Tiernan, A. (2006). Advising

Howard: Interpreting changes in advisory and support structures for the prime minister

of Australia. Australian Journal of Political Science, 41(3), 309-324.

Shamir, B. 1991. The charismatic relationship: Alternative explanations and

predictions. Leadership Quarterly, 2, 81-104.

Shamir, B., House, R. J., & Arthur, M. B. (1993). The motivational effect of

charismatic leadership: A self-concept based theory. Organization Science,

4, 577–594.

Shin, S. J., & Zhou, J. (2003). Transformational leadership, conservation, and

creativity: Evidence from China. Academy of Management Journal, 46, 703–

714.

Smith, M. A., & Canger, J. M. (2004). Effects of supervisor “big five” personality on subordinate

attitudes. Journal of Business and Psychology, 18(4), 465-481.

Smith, T. W., & Williams, P. G. (1992). Personality and health: Advantages and limitations of the

five-factor model. Journal of Personality, 60(2), 395-423.

Tichy, N. M., & Devanna, M. A. (1986). The transformational leader. New York: Wiley.

Walumbwa, F. O., & Lawler, J. J. (2003). Building effective organizations: transformational

leadership, collectivist orientation, work related attitudes, and withdrawal behaviors in

three emerging economies. International Journal of Human Resource Management, 14,

1083-1101

Warrick. D. (2011). The Urgent Need for Skilled Transformational Leaders:

Integrating Transformational Leadership and Organization Development.

Journal of Leadership, Accountability and Ethics vol. 8(5). University of

Colorado at Colorado Springs.

Warrick, D.D. (2005). Organization Development from the View of the Experts. In

William J. Rothwell, Roland Sullivan, and Gary McLean (Eds). Practicing

Organization Development: A Guide for Consultants. San Francisco: Josey-

Bass/Pfeiffer, pp. 164-187.

Warrick, D.D. (2002). The Illusion of Doing Well While the Organization is

Regressing. Organization Development Journal, 20, (1), 56-60.

Wofford, J. C., & Goodwin, V. L. (1994). A cognitive interpretation of transactional and

transformational leadership theories. Leadership Quarterly, 5, 161-186.

Yukl, G. A. (1998). Leadership in organizations. New York: Prentice-Hall.

Yukl, G. (2002). Leadership in organizations (5 ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Yukl, G., & Van Fleet, D. D. (1982). Cross situational multimethod research on military leader

effectiveness. Organizational Behavior and Human Performance, 30, 87-108.

20

Zaccaro, S. J., & Banks, D. J. (2001). Leadership, vision, and organizational effectiveness. In S. J.

Zaccaro & R. J. Klimoski (Eds.), The nature of organizational leadership (pp. 181-218).

San Francisco: Jossey-Bass.

Riwayat Hidup

Jacob Daan Engel, lahir di Saparua (Maluku Tengah), 25 November 1961. Putra bungsu

pasangan Maoeretz Jeremias Engel (alm.) dan Betje Adriasina Pattiwael (almh.). Menikah

dengan Sri Amiyati, A.MK. di Magelang (Jawa Tengah) 25 Nopember 1988 dan dikaruniai tiga

orang anak: Ventje Jeremias Lewi Engel, M.T., Mychael Maoeretz Engel, dan Venli Eunike

Adriasina Engel.

Karya ilmiah terbaru: (1) Nilai Dasar Logo Konseling. 2014. Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius.

(2) Model Logo Konseling untuk Memperbaiki low Spiritual Self-Esteem. 2014. Yogyakarta:

Penerbit PT. Kanisius. (3) “The Effectiveness of the Logotherapy Counseling Model

Development to Improve Low Self-Esteem of Women Victimsf Human Trafficking”.

International Journal of Education. Vol. 7, No.1, Desember 2013. Bandung: Graduate School

Indonesia University of Education. (4) “Pengembangan Model Logo Konseling untuk

Memperbaiki Karakter Spiritual Low Self-Esteem Perempuan Korban Trafficking”. Seminar

Nasional Refleksi Pembangunan Karakter Bangsa pada tanggal 16 Desember 2013, Program

Studi Pendidkan Umum SPs-UPI Bandung.

Kontak Pribadi: Phone : +6281394067993. Email : [email protected]