kepastian hukum baitul mal wat tamwil tinjauan...

214
KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN UNDANG-UNDANG PERKOPERASIAN DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.) Oleh: Handieni Fajrianty 21150433100013 Dosen Pembimbing Akademik : Dr. Nurhasanah, MA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH F A K U L T A S S Y A R I A H D A N H U K U M U N I V E R S I T A S I S L A M N E G E R I S Y A R I F H I D A Y A T U L L A H J A K A R T A 1440 H / 2019

Upload: vuhanh

Post on 12-Aug-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL

TINJAUAN UNDANG-UNDANG PERKOPERASIAN

DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.)

Oleh:

Handieni Fajrianty

21150433100013

Dosen Pembimbing Akademik :

Dr. Nurhasanah, MA

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH

F A K U L T A S S Y A R I A H D A N H U K U M

U N I V E R S I T A S I S L A M N E G E R I

S Y A R I F H I D A Y A T U L L A H

J A K A R T A

1440 H / 2019

Page 2: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 3: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 4: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 5: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 6: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang digunakan pada penelitian ini

merujuk kepada hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor:

0543b/U/1987. Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin

dapat dilihat pada halaman berikut

Page 7: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

vi

Page 8: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

vii

KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN

UNDANG-UNDANG PERKOPERASIAN DAN LEMBAGA KEUANGAN

MIKRO

Handieni Fajrianty

Mahasiswa Magister Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui dasar hukum operasional BMT, akibat hukum berlakunya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro dan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian terhadap BMT, dan kepastian hukum

BMT terkait regulasi yang menaunginya. Fokus wilayah objek penelitian pada 3 BMT yang

berdomisili di Tangerang Selatan, yaitu BMT al-Jibaal, BMT UMJ, dan BMT Syahida UIN.

Lingkup penelitian dibatasi pada kepastian hukum regulasi yang menaungi BMT. Penelitian

ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif analitis

dan analisis konten undang-undang yang dilengkapi dengan pedoman wawancara terstruktur.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa KSU BMT UMJ sejak Berdiri dari tahun 2008

hanya memiliki 114 anggota tetapi melayani kurang lebih 1800 calon anggota/nasabah.

Kemudian belum memiliki izin usaha simpan pinjam, tetapi oleh Dinas Koperasi dan UKM

Kota Tangerang Selatan tidak diberikan sanksi. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum

bagi masyarakat yang diakibatkan oleh buruknya implementasi regulasi oleh BMT dan

ambiguitas regulasi yang ada. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dua regulasi yang saling

mengatur BMT tidak memberikan kepastian hukum bagi BMT, oleh karena itu tidak dapat

dipaksakan untuk diterapkan oleh BMT dikarenakan karakteristiknya yang khusus.

Kontribusi dari penelitian ini bagi akademisi dan masyarakat agar memiliki pemahaman

bahwa anggota BMT memiliki hak dan kewajiban dalam melakukan transaksi keuangan

dengan BMT. Bagi praktisi, untuk mengimplementasikan aturan yang ada dengan baik

sekaligus mendorong regulator untuk menerbitkan peraturan khusus BMT.

Kata Kunci : Kepastian Hukum, BMT, Koperasi, dan LKM

Page 9: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

viii

LEGAL CERTAINTY OF BAITUL MAL WAT TAMWIL REVIEW OF

COOPERATIVE AND MICRO FINANCIAL INSTITUTIONS LAW

Handieni Fajrianty

Mahasiswa Magister Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta

[email protected]

ABSTRACT

The aim of this research are to find out the legal basis of BMT operations, legal

consequences of the enactment of Law Number 1 of 2013 concerning Microfinance

Institutions and Law Number 25 of 1992 concerning Cooperatives for BMTs, and BMT legal

certainty regarding regulations that underlying it. The research area focused on three BMTs

domiciled in South Tangerang, namely BMT al-Jibaal, BMT UMJ, and BMT Syahida UIN,

the scope of the research are limited to regulatory legal certainty that overshadow BMT. This

research is a qualitative research, uses descriptive analytical research methods and content

analysis of laws equipped by structured interview guidelines. In this research, it was known

that KSU BMT UMJ since its establishment in 2008 only had 114 members but served

approximately 1800 customers. KSU BMT UMJ does not have a savings and financing

business license, but not sanctioned. This bring up legal uncertainty for the community due to

the lack of implementation of regulations by BMT and the ambiguity of existing regulations.

The research conclusions are the two regulations that govern BMT have not provided legal

certainty for BMT, therefore they cannot be forced to be implemented by BMT due to their

specific characteristics. The research contributions are: for academics and the public to have

an understanding that BMT members have rights and obligations in conducting financial

transactions with BMT. Then, for practitioners, to implement the existing rules as well and at

once encourage regulators to issue specific regulations on BMT.

Keywords: Legal Certainty, BMT, Cooperatives, and MFIs

Page 10: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

ix

KATA PENGANTAR

Bismilllahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji beserta syurkur atas ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang

telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya. Tiada daya dan upaya melainkan atas

kehendak-Nya. Kemudahan dan pertolongan Allah SWT senantiasa penulis rasakan

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kepastian Hukum

Baitul Mal Wat Tamwil Tinjauan Undang-Undang Perkoperasian Dan

Lembaga Keuangan Mikro”.

Penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat kelulusan Magister Hukum

Program Study Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurah limpahkan kepada jungjungan alam Nabi Muhammad SAW, beserta

keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Perasaan bahagia bercampur haru menyatu ketika tesis ini bisa diselesaikan.

Penulis menyadari, terselasaikannya tesis ini tidak luput dari bimbingan, motivasi dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankan penulis mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi andil dalam penulisan tesis ini

aik secara moril maupun materil.

Terima kasih kepada yang terhormat dan tercinta Ayahanda bapak Usup

Sudiawan dan mama Nurlaela yang selalu sabar membimbing, mendukung dan selalu

mencurahkan kasih sayang yang tak terhingga. Semoga selalu dalam lindungan Allah

SWT.

Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ;

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum , bapak Dr. Phil. Asep Saefudin Jahar, M.A

2. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Ag selaku ketua Program Studi Magister Hukum Ekonomi

Syariah yang juga menjadi dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing

serta mentransfer ilmu di sela-sela kesibukkanya sehingga tesis ini bisa

diselesaikan dengan baik.

Page 11: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

x

3. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Bapak Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H, M.H

sebagai penguji tesis sekaligus memberikan arahan work in progress pasca Ujian

Tertutup.

4. Bapak Untung Tri Basuki, SH, SPN Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi

dan UKM RI yang telah bersedia melakukan wawancara bersama penulis.

5. Pengurus, Karyawan serta Nasabah BMT UMJ, BMT al-Jibal, dan BMT Syahida

yang telah bersedia melakukan wawancara bersama penulis.

6. Sahabat seperjuangan Shofa Fathiyah dan Angga Bhakti Kusuma Ketua Bidang

SDM Koperasi Pemuda Indonesia yang telah memfasilitasi dan menjadi

penghubung dengan Kementerian Koperasi dan UKM RI

7. Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya

namun turut memotivasi, membantu, dan mendoakan penulis dalam penyusunan

tesis ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih

semoga Allah SWT memberi balasan yang terbaik.

Pada akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya serta pembaca pada umumnya. Semoga seluruh bantuan, bimbingan dan

motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala terbaik dari Allah

SWT. Amin Ya Rabbal’alamin

Jakarta, 25 Januari 2019

Handieni Fajrianty

Page 12: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

xi

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................................................................ i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN TESIS ............................................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................................................ iii

PERNYATAAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................. iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................................ xiii

DAFTAR BAGAN .............................................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

B. Permasalahan .......................................................................................................................... 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian .............................................................................................. 7

D. Literature Review .................................................................................................................... 8

E. Metodologi Penelitian ........................................................................................................... 13

F. Sistimatika Penulisan ............................................................................................................ 20

BAB II TEORI TUJUAN HUKUM, KEPASTIAN HUKUM DAN BADAN HUKUM .................. 23

A. Teori Tujuan Cita Hukum ..................................................................................................... 23

B. Tujuan Cita Hukum Perspektif Islam .................................................................................... 37

C. Kepatuhan Hukum ............................................................................................................... 46

D. Badan Hukum ....................................................................................................................... 51

BAB III KOPERASI DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO........................................................ 59

A. Koperasi ................................................................................................................................ 59

B. Koperasi Syariah ................................................................................................................... 73

C. Lembaga Keuangan Mikro.................................................................................................... 79

D. Lembaga Keuangan Mikro Syariah ...................................................................................... 88

E. Baitul Mal wat Tamwil ......................................................................................................... 91

Page 13: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

xii

BAB IV KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TERHADAP REGULASI .......... 98

A. Implementasi Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Dan

Peraturan Menteri No 11 Tahun 2017 ........................................................................................... 99

B. Akibat Hukum Dari Terbitnya Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro Terhadap

BMT ............................................................................................................................................ 129

C. Kepastian Hukum BMT Terkait Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992

Perkoperasian Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

Mikro .......................................................................................................................................... 138

BAB V PENUTUP ............................................................................................................................. 147

A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 147

B. Saran ................................................................................................................................... 149

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 150

Page 14: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan Pengaturan BMT dalam Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

Tabel 2 Lembaga Keuangan dan Sasaran Masyarakat Usaha

Tabel 3 Implementasi Regulasi oleh BMT UMJ, al- Jibal, dan Syahida

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian

Lampiran 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang

Lembaga Keuangan Mikro

Lampiran 3 Laporan Tahunan KSU BMT UMJ Tahun Buku 2017

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian

Bagan 2 Kerangka Teknik Analisis

Page 15: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Baitul Mal wat Tamwil selanjutnya disebut dengan BMT memiliki peran

yang penting dalam kegiatan perekonomian masyarakat. Sebagaimana LKM

lainnya tujuan utama BMT adalah menyediakan permodalan bagi masyarakat

pelaku UKM. BMT mampu dan bersedia membiayai sektor usaha yang sangat

kecil juga mendanai kebutuhan hidup dalam nominal yang tak terlampau besar

namun bersifat vital dan mendesak bagi anggota, seperti kebutuhan ketika sakit

atau untuk pendidikan anak.

Pertumbuhan BMT pun cukup signifikan, terdapat 4.500 BMT pada tahun

2015 yang melayani 3,7 juta orang dengan aset sekitar Rp16 triliun yang dikelola

sekitar 20 ribu orang. Data di Kemenkop dan UKM menunjukkan jumlah unit

usaha koperasi di Indonesia mencapai 150.223 unit usaha, dimana terdapat 1,5

persen koperasi yang berbadan hukum KSPPS.1 Sedangkan BMT berbadan hukum

Koperasi yang telah meregistrasi ulang ijinnya tercatat sejumlah 2270 unit usaha

per Tahun 2017 ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat status hukum BMT

yang tercatat berupa koperasi dan PT. Dari data Otoritas Jasa Keuangan per

oktober 2017 terdapat 175 LKM yang sudah diberikan izin OJK dengan rincian

1 Kementerian Koperasi dan UKM RI, “Rekapitulasi data keragaan Koperasi per Desember

2017”. Data diakses pada 20 Agustus 2018 dari http://www.depkop.go.id.

Page 16: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

2

18 berbadan Hukum PT dan 157 berbadan Hukum Koperasi.2 Dari data tersebut

dapat terlihat bahwa mayoritas BMT adalah berbadan hukum koperasi dengan

skala usaha kecil menengah dan cakupan luas usaha meliputi beberapa

kota/kabupaten, bahkan lintas provinsi. 3

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) merupakan alternatif kelembagaan keuangan

syariah yang memiliki dimensi sosial dan produktif dalam skala nasional bahkan

global, di mana perekonomian umat terpusat pada fungsi kelembagaan ini yang

mengarah pada hidupnya fungsi-fungsi kelembagaan ekonomi lainnya. Dalam

Operasionalnya Baitul Mal wat Tamwil (BMT) melakukan penghimpunan dana

dari masyarakat (anggota) dan menyalurkan kembali kepada pelaku Usaha Mikro

dan Kecil (UMK).4Hal tersebut menunjukkan bahwa BMT memiliki karakteristik

yang khas dibandingkan dengan institusi ekonomi lainnya yang saat ini telah ada.

Sebagai bentuk Lembaga Keuangan Syariah Non-Bank, BMT mempunyai

ciri-ciri utama yang membedakannya dengan lembaga Keuangan bank, yaitu5:

1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan

ekonomi, terutama untuk anggota, dan lingkungannya.

2. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengaktifkan

penggunaan dana-dana sosial untuk kesejahteraan orang banyak serta dapat

2 Otoritas Jasa Keuangan, “Direktori LKM per Oktober 2018”, diakses pada 20 agustus 2018

dari http://www.ojk.go.id. 3 Novita Dewi Masyithoh, “Analisis Normatif Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang

Lembaga Keuagan Syariah dan Pengawasan Baitul Mal wat Tamwil (BMT)”, Jurnal Economica, Vol.

V. Edisi 2. Oktober 2014. 4 Euis Amalia, Keuangan Mikro Syariah, Jakarta: Gramata Publishing, 2016, h. 24

5 Sri Dewi Yusuf, “Peran Strategis BMT dalam Peningkatan Ekonomi Rakyat”, Jurnal al-

Mizan, Volume 10 No.1 Edisi Juni 2014, h. 74.

Page 17: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

3

menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk memberdayakan anggotanya

dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi.

3. Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat sekitarnya.

4. Milik bersama masyarakat kecil, bawah dan menengah, yang berada

dilingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang seorang atau orang lain dari

luar masyarakat itu.

Karakteristik dari BMT yang khusus ini menimbulkan masalah tersendiri

karena belum ada peraturan khusus yang mengatur sehingga banyak peraturan

umum yang harus dipatuhi BMT tergantung pada bentuk badan hukum yang

dipilih. Berdasarkan Undang-undang yang ada, BMT bisa dikembangkan dalam

bentuk badan hukum koperasi atau perseroan terbatas (PT). Apabila BMT

berbadan hukum Koperasi, maka harus taat pada Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. BMT yang berbadan Hukum PT maka harus

tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

Mikro.

Setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

diharapkan menjadi sebuah langkah kemajuan bagi keberadaan Lembaga

Keuangan Mikro, dapat mengatasi masalah ketidakpastian hukum LKM dan dapat

memberikan legalitas kegiatan penghimpunan dana simpanan dari masyarakat.

Namun, ternyata lahirnya Undang-Undang ini telah berimplikasi pada terjadinya

ambiguitas pengaturan bagi BMT berbadan hukum Koperasi. Sebab hal demikian

Page 18: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

4

membuat BMT berbadan hukum Koperasi menjadi berada di bawah pengaturan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang

Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro sekaligus.

Banyaknya peraturan perundangan yang mengatur BMT berbadan hukum

Koperasi berpotensi menimbulkan inkonsistensi peraturan seperti tumpang

tindihnya peraturan tentang pengawasan, wilayah bisnis, dan tata kelola; juga

berpotensi menimbulkan kesulitan dalam pemahaman dan kepastian terhadap

peraturan oleh para pelaku bisnis BMT. Beberapa pasal yang terjadi ambiguitas di

antaranya sebagai berikut:

Tabel 1

Perbandingan Pengaturan BMT dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1992 Tentang Perkoperasian

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013

Tentang Lembaga Keuangan Mikro

Pasal Substansi Pasal Substansi

Pasal 56,

60, dan 61

Kementerian Koperasi

Membina, memberi

perlindungan, dan

membubarkan Koperasi.

Pasal 28

Ayat (1)

Pembinaan, pengaturan,

dan pengawasan LKM

dilakukan oleh Otoritas Jasa

Keuangan.

Pasal 7

Ayat (2)

Koperasi mempunyai

tempat kedudukan dalam

wilayah negara Republik

Indonesia.

Pasal 16 Cakupan wilayah usaha

suatu LKM berada dalam

satu wilayah desa/

kelurahan, kecamatan, atau

kabupaten/ kota.

Pasal 44

Ayat (2)

Kegiatan usaha simpan

pinjam dapat dilaksanakan

sebagai salah satu atau satu-

satunya kegiatan usaha

Koperasi (dimungkinkan lebih

dari 1 kegiatan usaha).

Pasal 11

Ayat (1)

Kegiatan simpan pinjam

hanya menjadi satu-satunya

kegiatan usaha LKM

Page 19: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

5

Keragaman status hukum BMT yang demikian menunjukkan adanya

ketidakpastian dalam regulasi yang mengatur persoalan BMT selama ini. Padahal

menurut Gustav Radbruch6 (1878-1949), seorang ahli hukum dan filsuf hukum

Jerman yang berpengaruh pada abad ke dua puluh, dalam sebuah kebijakan

hukum, kepastian hukum adalah salah satu dari tiga terminologi yang memiliki

nilai aksiologis di dalam hukum demi tegaknya the rule of law.7

Dari permasalahan tersebut, penulis melihat indikasi ketidakpastian hukum

yang berujung kepada masalah penelitan. Maka penulis mengajukan Penelitian

dengan judul KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL

TINJAUAN UNDANG-UNDANG PERKOPERASIAN DAN LEMBAGA

KEUANGAN MIKRO.

6 Gustav Radbruch, Rechtphilosophie, Editor: Ralf Dreier, Heidelberg: C. F. Muller GmbH,

2003, h.vii. 7 Sidharta, Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab Negara, Bunga Rampai Komisi Yudisial,

Putusan Hakim: Antara Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan, Jakarta: Komisi Yudisial

Republik Indonesia, 2010, h. 3.

Page 20: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

6

B. Permasalahan

1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dalam penelitian ini penulis

membatasi permasalahan dengan memfokuskan wilayah objek penelitian pada

3 BMT yang berdomisili di Tangerang Selatan, yaitu BMT al-Jibaal, BMT

UMJ, dan BMT Syahida UIN. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada

bagaimana kepastian hukum regulasi yang menaungi BMT.

2. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah tersebut di atas, yang

menjadi pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana implementasi Undang-Undang Perkoperasian dan Peraturan

Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia

Nomor: 11/PER/M.KUKM/XII/2017?

b. Bagaimana akibat hukum dari terbitnya Undang-Undang Lembaga

Keuangan Mikro terhadap BMT?

c. Bagaimana Kepastian Hukum BMT Terkait Undang-Undang Perkoperasian

dan Lembaga Keuangan Mikro?

Page 21: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

a. Mengetahui Implementasi Undang-Undang Perkoperasian dan Peraturan

Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia

Nomor: 11/PER/M.KUKM/XII/2017 oleh BMT

b. Mengetahui akibat hukum dari terbitnya Undang-Undang Lembaga

Keuangan Mikro terhadap BMT

c. Mengetahui Kepastian Hukum BMT Terkait Undang-Undang Perkoperasian

dan Lembaga Keuangan Mikro.

2. Manfaat

a. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pemikiran

ilmiah terhadap perkembangan hukum ekonomi syariah khususnya kajian

hukum terhadap Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia dan dapat

digunakan sebagai bahan kajian civitas akademika Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bentuk kontribusi untuk

pengembangan Baitul Mal wat Tamwil di Indonesia agar Baitul Mal wat

Tamwil dapat mengkaji kembali apakah kegiatan operasional dan bisnisnya

benar-benar memberi manfaat besar bagi masyarakat, sebagaimana nilai-

nilai yang dikemukakan di awal pendirian dan pengembangan Baitul Mal

Page 22: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

8

wat Tamwil serta tetap tunduk dan patuh pada peraturan yang ada.

Kemudian menjadi salah satu upaya literasi pemahaman yang aplikatif dan

komprehensif bagi masyarakat agar mengatahui hak dan kewajibannya

apabila bergabung dan bertransaksi melalui BMT..

Hasil penelitian ini pun diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan

bagi kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia untuk meninjau

kembali payung hukum atau peraturan yang menaungi Baitul Mal wat

Tamwil. Dengan demikian dapat memastikan peraturan yang dibuat mampu

mengakomodasi kebutuhan masyarakat.

D. Literature Review

1. Tesis Golom Silitonga8 “Tinjauan Yuridis Tentang Bentuk Badan Hukum

Koperasi Di dalam Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) (Studi Kasus: BMT Arta

Amanah Sanden Kabupaten Bantul)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk badan

hukum koperasi dalam suatu Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) sesuai dengan

Undang- Undang Nomor: 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagaimana

telah diganti dengan Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2012 tentang

Perkoperasian, dihubungkan dengan Koperasi Syariah sebagaimana dalam

Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor:

91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha

8 Golom Silitonga, “Tinjauan Yuridis Tentang Bentuk Badan Hukum Koperasi Di dalam Baitul

Mal Wat Tamwil (BMT) (Studi Kasus: BMT Arta Amanah Sanden Kabupaten Bantul)”, Tesis,

Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2013.

Page 23: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

9

Koperasi Jasa Keuangan Syariah, untuk mengetahui petanggungjawaban dan

konsekuensi hukum bagi Pengurus BMT serta untuk mengetahui yang

bertanggungjawab atas akibat yang timbul dari kegiatan BMT. Penelitian ini

meskipun membahas mengenai badan hukum BMT namun sangat spesifik

hanya membahas badan hukum pada BMT Arta Amanah Sanden Kabupaten

Bantul saja. Hasil penelitian menunjukkan BMT Artha Amanah Sanden

Kabupaten Bantul adalah BMT yang berbadan hukum koperasi berdasarkan

Undang-Undang Nomor: 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. BMT dengan

bagi hasil syariah dalam kegiatan usahanya berpedoman kepada Keputusan

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor:

91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Koperasi Jasa Keuangan Syariah, sehingga dalam BMT Artha Amanah, ada

Dewan Pengawas Syari’ah. Tentang Dewan Pengawas Syari’ah tidak dalam

Pengawasan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bantul,

akan tetapi berada dalam pengawasan Ulama dalam hal ini Majelis Ulama

Indonesia melalui organnya Dewan Syari’ah. Sehingga ada dualisme

pengawasan oleh badan yang berbeda terhadap BMT Artha Amanah Sanden

Kabupaten Bantul dalam menjalankan kegiatannya sebagai Koperasi Syariah.

Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan apa yang akan penulis kaji.

Page 24: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

10

2. Tesis Fadillah Mursid9, Kebijakan Regulasi Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di

Indonesia, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017.

Dalam penelitian ini dipaparkan tentang regulasi yang terkait dengan

BMT di Indonesia, sampai dengan ke peraturan pendukungnya. Penelitian ini

sebenarnya hampir mendekati dengan apa yang penulis kaji. Namun penelitian

ini membandingkan antara Undang-Undang Tentang Perkoperasian dengan

Undang-Undang Tentang Yayasan. Karena menurut Fadillah Mursid, selain

berbadan hukum koperasi, BMT dapat Berbadan Hukum yayasan. Hal ini

berbeda dengan sudut pandang penulis dalam penelitian yang akan diajukan,

karena penulis jelas membatasi hanya meneliti BMT berbadan hukum koperasi

dan Undang-Undang yang akan dikaji adalah Undang-Undang Tentang

Perkoperasian dan Undang-Undang Tentang Lembaga Keuangan Mikro.

3. Novita Dewi Masyithoh10

, “Analisis Normatif Undang-Undang No.1 Tahun

2013 Tentang Lembaga Keuagan Syariah dan Pengawasan Baitul Mal wat

Tamwil (BMT)”, dalam Jurnal Economica Vol. V. Edisi 2. Oktober 2014.

Tulisan ini mengkaji mengenai permasalahan tentang bagaimana status

badan hukum dan pengawasan BMT sebelum dan sesudah adanya Undang-

Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Penelitian ini

sebenarnya hampir mendekati dengan apa yang penulis kaji. di mana penelitian

ini mencoba membahas mengenai status badan hukum dan pengawasan BMT

9 Fadillah Mursid, “Kebijakan Regulasi Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di Indonesia”, Tesis,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017. 10

Novita Dewi Masyithoh, “Analisis Normatif Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang

Lembaga Keuangan Syariah dan Pengawasan Baitul Mal wat Tamwil (BMT)”, Jurnal Economica,

Vol. V. Edisi 2. Oktober 2014.

Page 25: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

11

secara normatif pada Undang-undang No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga

Keuangan Mikro. Namun demikian, apa yang dibahas dalam penelitian ini

tidaklah sama dengan yang penulis lakukan karena dalam kajian ini tidak

membahas secara keseluruhan mengenai regulasi terkait badan hukum BMT,

hanya terfokus kepada Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga

Keuangan Mikro.

4. Euis Amalia dan Mahmudah Atiqah11

. “Evaluating The Models of Sharia

Microfinance in Indonesia: an Analytical Network Process (ANP) Approach”

dalam Jurnal al-Iqtishad, Vol. VII, No.1, Tahun 2015.

Fokus kajian dari tulisan dalam jurnal ini ialah mengevaluasi atas tiga

model keuangan mikro syariah, yaitu model koperasi yang direpresentasikan

oleh salah satu BMT di Indonesia, Model Grameen yang direpresentasikan oleh

MBK Ltd., dan model campuran yang direpresentasikan oleh Baytul Amanah

Ikhtiar. Penelitian ini menggunakan pendekatan ANP untuk mengevaluasi atas

kinerja model-model microfinance tersebut. Pada tulisan ini menempatkan

BMT sudah pada posisi sebagai koperasi, dengan kata lain BMT harus tunduk

kepada aturan-aturan badan hukum koperasi. Berbeda dengan usulan penelitan

dari penulis, pada penelitian yang akan diajukan, penulis berada pada sudut

pandang mengenai aturan hukum Baitul Mal wat Tamwil. Microfinance atau

LKM yang menjadi fokus kajian, hanya BMT, sedangkan pada Jurnal di atas,

membandingkan tiga jenis microfinance.

11

Euis Amalia dan Mahmudah Atiqah, “Evaluating The Models of Sharia Microfinance in

Indonesia: an Analytical Network Process (ANP) Approach”, Jurnal al-Iqtishad, Vol. VII, No.1,

Tahun 2015.

Page 26: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

12

5. Salina Kassim, Rusni Hassan, Siti Nadhirah Kassim12

, “Good Governance and

Sustainability in Islamic Microfinance Institutions”, Journal of Islamic

Microfinance, Vol. 7, No. 2, IIUM Institute of Islamic Banking and Finance,

Malaysia, 2018.

Jurnal ini meneliti tentang penerapan Good Corporate Governance pada

lembaga keuangan mikro syariah. Permasalahan manajerial dalam lembaga

keuangan syariah menempati ranking kedua teratas dalam hal risk management,

oleh karena itu penelitian yang dilakukan Salina Kassim, dkk fokus pada Good

Corporate Governance dan keberlanjutan Lembaga Keuangan Mikro Syariah.

Pada paper tersebut diuraikan enam indikator untuk mencapai Good Corporate

Governance, yaitu struktur kepemilikan, peran dan komposisi para dewan, audit

dan kontrol internal, regulasi, sistem pemeringkatan, dan manajerial syariah.

Konklusi dalam paper ini adalah terdapat dua hal yang harus diberi perhatian

khusus, yaitu kurangnya mobilisasi pendanaan dan tingginya biaya administrasi

yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan kontribusi sukarela saja. Dua hal

tersebut menjadi hambatan sekaligus tantangan untuk penerapan GCG serta

keberlangsungan lembaga keuangan syariah. Fokus kajian ini berbeda dnegan

penulis karena, yang penulis teliti adalah bagaimana implementasi, akibat

hukum, dan kepastian hukum BMT atas regulasi yang ada. Penelitian Salina

Kassim, dkk hanya pada poin GCG, sedangkan penulis variabel lebih banyak

dan cakupan lebih luas.

12

Salina Kassim, Rusni Hassan, Siti Nadhirah Kassim, “Good Governance and Sustainability in

Islamic Microfinance Institutions”, Journal of Islamic Microfinance, Vol. 7, No. 2, IIUM Institute of

Islamic Banking and Finance, Malaysia, 2018, h. 21-28.

Page 27: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

13

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode content

analysis, metode deskriptif dan metode komparatif. Metode deskriptif analitis

yang dilengkapi dengan wawancara menggunakan pedoman wawancara

terstruktur. Menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu metode yang

menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum

dan praktik pelaksanaan hukum positif mengenai permasalahan yang dibahas13.

Content analysis adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat

prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah regulasi.14 Sedangkan

metode komparatif adalah membandingkan satu hal dengan hal yang lain yang

memiliki kesamaan dan perbedaan.15

Metode ini bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap legalitas formal

dan aspek hukum Baitul Mal wat Tamwil (BMT) kemudian dianalisis secara

yuridis berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro. Dalam pengumpulan data dan analisisnya, dilengkapi dengan

data dari Kementerian Koperasi dan UKM RI dan Otoritas Jasa Keuangan RI.

13

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat,

Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2007, h. 1 14

Soejono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, Jakarta: Rineka Cipta, 1999 ,

hlm. 13. 15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2006, h. 30

Page 28: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

14

1. Kerangka Pemikirian

Bagan 1

Kerangka Pemikiran

BMT berkembang baik dan banyak diakses oleh masyarakat yang tidak

feasible oleh perbankan. Perkembangan BMT yang pesat ini belum dinaungi

oleh regulasi yang komprehensif. Oleh karena itu saat ini BMT harus tunduk

pada regulasi yang sesuai dengan bentuk badan hukumnya, yaitu Undang-

Undang Perkoperasian dan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro.

Berdasarkan implementasi regulasi oleh para pelaku BMT dan akibat hukum

yang terjadi, maka terlihat bagaimana kepastian hukum BMT.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian hukum normatif empiris

yang merupakan suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat

hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di

masyarakat. Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan

sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundangan (Law in Books) atau

hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

BMT

Implementasi

Kepastian Hukum BMT

Akibat Hukum

Regulasi:

UU Perkoperasian

UU LKM

Page 29: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

15

berperiaku manusia yang dianggap pantas.16

Objek penelitian ini adalah

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro Syariah

yang merupakan payung hukum Baitul Mal wat Tamwil.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan Hukum yang mempunyai otoritas

paling utama.17

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangan-

undangan dan catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-undang.

Terdiri atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro,

serta Peraturan turunannya yang mendukung untuk penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang melengkapi bahan

hukum primer seperti buku teks, jurnal, tesis, hasil penelitian terdahulu, Data

Statistik Kementrian Koperasi dan UKM, dan Data tahunan Otoritas Jasa

Keuangan.

16

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia

Publishing, 2013, h. 118 17

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016, h. 181.

Page 30: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

16

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan informasi hukum yang baik yang terdokumentasi maupun

tersaji di media seperti bibliografi, kamus, dan lainnya.

d. Bahan Nonhukum

Selain sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum, akan

digunakan pula beberapa bahan nonhukum yang relevan dengan topik

penelitian18

, misalnya jurnal-jurnal nonhukum, hasil seminar, atau hasil

wawancara dengan Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM

Republik Indonesia.

4. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian yang akan diajukan ini, penulis akan menggunakan

pendekatan undang-undang (statute approach), yaitu pendekatan dengan

menggunakan legislasi dan regulasi.19

Selain itu juga dilakukan pendekatan

konsep (Conceptual Approach)20

. Pendekatan undang-undang dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang menjadi fokus penelitian. Pendekatan undang-undang

ini akan membuka kesempatan penulis untuk mempelajari adakah konsistensi

dan kesesuaian antara suau undang-undang dengan undang-undang lainnya.

18

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016, h. 206. 19

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016, h. 137 20

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

2004, h.113.

Page 31: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

17

Dalam pendekatan undang-undang, penulis harus memahami hierarki

perundang-undangan Republik Indonesia dan asas-asas dalam peraturan

perundang-undangan. Asas yang digunakan dalam penelitian ini adalah asas lex

specialis derogat legi generali21

, yaitu asas yang merujuk kepada dua peraturan

perundang-undangan yang secara hierarkis mempunyai kedudukan yang sama

akan tetapi ruang lingkup materi muatan kedua peraturan perundangan tidak

sama.

5. Teknik Analisis

Teknik analisis dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Studi Pustaka

Metode ini dilakukan dengan cara melakukan serangkaian kegiatan seperti

membaca, menelaah, mencatat, dan membuat ulasan bahan-bahan pustaka

yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti. Studi

kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat sekunder ini

dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, antara lain :22

a. Bahan hukum primer, meliputi peraturan perundang-undangan baik pada

tingkat pusat maupun daerah;

21

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016, h. 139. 22

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 51.

Page 32: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

18

b. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari buku-buku dan artikel-artikel

yang berhubungan dengan penelitian (baik dalam bentuk surat kabar,

majalah, jurnal, maupun tulisan-tulisan lainnya);

c. Bahan hukum tersier yang memberikan informasi mengenai kedua bahan

hukum diatas berupa kamus, ensiklopedia, bibliografi, dan sebagainya.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan

menggunakan teknik wawancara langsung dengan informan yaitu pak yogi,

janta, sinegar yang semuanya adalah hakim ad hoc pada pengadilan

hubungan Industrial Tanjung Karang. Wawancara dilaksanakan secara

langsung dan terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan

keterangan atau jawaban yang bebas sehingga data yang diperoleh sesuai

dengan yang diharapkan.23

c. Pengolahan Data

Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengolahan dan

pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses :

a. Seleksi data dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan penelitian

kembali terhadap data-data yang diperoleh mengenai kelengkapan,

kejelasan, dan hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas

23

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 52.

Page 33: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

19

b. Editing, yaitu memeriksa data yang didapatkan untuk mengetahui apakah

data yang didapat itu relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat

data yang salah maka akan dilakukan perbaikan.

c. Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi kemudian

diklasifikasi sesuai dengan jenisnya dan berhubungan dengan masalah

penelitian.

d. Sistemasi data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang

pembahasan yang dilakukan secara sistematis.

d. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis

kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan

fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu

interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan umum. Data kemudian dianalisis

dengan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada

fakta-fakta yang bersifat umum dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan

yang bersifat khusus untuk mengajukan saran-saran, serta data yang telah

diolah tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan cara

menginterpretasikan data dan memaparkannya dalam bentuk kalimat untuk

menjawab permasalahan pada bab-bab selanjutnya

Page 34: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

20

Bagan 2

Kerangka Teknik Analisis

F. Sistimatika Penulisan

Secara garis besar, sistematika pada penulisan ini terbagi dalam 5 (Lima)

Bab dan di dalam setiap bab nya terdapat sub-sub bab. Agar pembahasan dalam

penelitian ini sistematis sehingga mudah untuk dipahami, maka penulis

menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Dalam Bab I yang merupakan pendahuluan, seperti pada umumnya

penulisan karya ilmiah, penulis perlu menjelaskan latar belakang persoalan dan

kemudian menegaskan permasalahan dimaksud yang jawabannya akan dicari

lewat penelitian ini. Persoalannya adalah tentang beberapa fenomena hukum yang

Studi Pustaka

- Bahan Hukum Primer

- Bahan Hukum Sekunder

- Bahan Hukum Tersier

Mendefinisik

an dan

Rumusan

Masalah

Kajian Teori

dan Penelitian Terdahulu

Menyusun

Konsep dan

Definisi

Menyusun

Kerangka Model Penelitian

Menentukan

Sampel

Kajian Penerapan Hukum

Normatif Pada Peristiwa in

Concerto

(Studi Lapangan)

Pembahasan Dan

Kesimpulan

Pengolahan Data

Page 35: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

21

terjadi terkait Baitul Mal wat Tamwil. Bahasan selanjutnya adalah tentang tujuan

penelitian, kontribusi, dan selanjutnya metode penelitian yang dipakai dan

sistematika penulisan.

Pada bab II dijelaskan Teori tentang teori Kepastian Hukum dan Tujuan

Hukum yang berisi tentang: kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang

keduanya akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian hukum ini.

Pada Bab III, untuk mendapatkan pemahaman yang benar dan tepat tentang

Baitul Mal wat Tamwil, penulis perlu memberikan tinjauan teoritis tentang

Deskripsi Umum mengenai Koperasi, BMT, dan Undang-undang yang

menaunginya, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro.

Bab IV merupakan penuangan hasil penelitian dan analisisnya tentang

penerapan regulasi Baitul Mal wat Tamwil bila dilihat dari Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Pada bab ini juga dipaparkan

analisis hasil wawancara dengan Lembaga terkait seperti Kementerian Koperasi

Republik Indonesia, dan beberapa Baitul Mal wat Tamwil. Kemudian akan

dipaparkan bagaimana konsekuensi dan kedudukan BMT untuk menganalisis

kepastian hukumnya. Bab ini disusun untuk menjawab perumusan masalah dengan

menganalisisnya menggunakan teori dan konsep yang dijelaskan pada Bab II.

Page 36: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

22

Pada Bab V atau penutup penulis akan kemukakan kesimpulan dari bahasan

hasil penelitian dan kemudian diikuti oleh penyampaian rekomendasi atau saran

pada berbagai pihak terkait dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.

Page 37: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

23

BAB II

TEORI TUJUAN HUKUM, KEPASTIAN HUKUM DAN BADAN

HUKUM

A. Teori Tujuan Cita Hukum

1. Tujuan Hukum

Lukman Santoso dan Yahyanto24

menyebutkan bahwa tujuan pokok

hukum adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan

ketertiban dan keseimbangan. Dengan kata lain, tercapainya ketertiban di dalam

masyarakat diharapkan dapat melindungi kepentingan manusia secara umum.

Tujuan hukum secara umum adalah untuk menegakkan moral (the goal of

promoting morality), merefleksikan kebiasaan (the goal of reflecting custom),

kesejahteraan masyarakat (the goal of social welfare), dan untuk melayani

kekuasaan (the goal of serving power).25

Beberapa pakar hukum memberikan definisi tujuan hukum yang berbeda-beda,

antara lain adalah :26

a. L.J Van Apeldoorn27

, dalam bukunya yang berjudul “inleiding tot de studie van het

nederlandse recht” mengatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan

hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.

24 Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press,2016, h.76 25 Collins, John. W et all, Bussiners Law : Text and Cases, h. 9, dalam Ade Maman Suherman, Pengantar

Perbandingan Sistem Hukum , Jakarta: Rajawali Press, 2008, h. 7 26 Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press, 2016, h. 76 27 L. J. van Apledoorn, Inleiding Tot De Studie van Het Nederlandse Recht, W. E. J. Tjeenk Willink, 1972,

h.411.

Page 38: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

24

b. Geny28

, dalam “Science et Technique en Droit Prive Positif”, mengajarkan bahwa

hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan disebutkannya

“kepentingan daya guna dalam kemanfaatan”.

Selanjutnya, untuk mempertegas definisi ini, Achmad Ali mengemukakan bahwa

persoalan tujuan hukum dapat dikaji melalui tiga sudut pandang, yaitu :29

a. Dari sudut pandang ilmu hukum positif-normatif atau yuridis dogmatif, di mana tujuan

hukum dititikberatkan pada segi kepastian hukumnya.

b. Dari sudut pandang filsafat hukum, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada segi

keadilan.

c. Dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum dititikberatkan pada segi

kemanfaatannya

Tujuan hukum barat, menurut Achmad Ali, dapat di klasifikasikan ke dalam

dua kelompok ajaran, yaitu ajaran konvensional (klasik) dan Ajaran modern. 30

a. Ajaran Konvensional

Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum, dikenal tiga jenis aliran

konvensional tentang tujuan hukum, yaitu sebagai berikut ;

Pertama, aliran etis yang menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum

adalah semata-mata untuk mencapai keadilan. Aristoteles membagi keadilan ke

dalam dua jenis yaitu ;

28

Francois Geny, Science et Technique en Droit Prive Positif, Paris: Recueil Sirey, 1914, h.

422 dalam Albert Kocourek, “Book Review”, The American Journal of International Law, Vol. 10,

No. 2, 1916, h. 446-451. 29

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press,2016, h. 77 30

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press,2016, h. 77

Page 39: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

25

1) Keadilan distributif, yakni keadilan yang memberikan kepada setiap orang

bagian menurut jasanya.

2) Keadilan komulatif, yakni keadilan yang memberikan kepada setiap orang

sama banyaknya, tanpa mengingat jasa-jasa perseorangan.

Kedua, aliran utilitas yang megajarkan bahwa hukum bertujuan memberikan

manfaat kepada masyarakat. Ketiga aliran normatif-dogmatif menganggap bahwa

asasnya hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.

b. Ajaran Modern

Berbeda dengan ajaran konvensional yang menganggap tujuan hukum hanya

salah satu diantara keadilan, kemanfaatan, dan kepastian, ajaran modern lebih

moderat dengan menerima ketiga-tiganya menjadi tujuan hukum dengan prioritas

tertentu.31

Prioritas inilah yang membedakan antara ajaran prioritas baku dan

ajaran prioritas kasuistis.

1) Ajaran Prioritas Baku

Gustav Radbruch32

seorang filosof hukum Jerman mengajarkan dalam

menggunakan asas prioritas, dimana prioritas pertama adalah keadilan, barulah

kemanfaatan dan terakhir kepastian. Inilah yang disebut asas prioritas baku.

2) Ajaran Prioritas Kasuistik

Semakin kompleksnya kehidupan manusia di era modern, pilihan prioritas yang

sudah dibakukan seperti ajaran Radbruch terkadang bertentangan dengan

31

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press, 2016, h. 79 32

Gustav Radbruch, Rechtphilosophie, Editor: Ralf Dreier, Heidelberg: C. F. Muller GmbH,

2003, h.vii

Page 40: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

26

kebutuhan hukum dalam kasus-kasus tertentu. Sehingga muncullah ajaran yang

dinamakan dengan Prioritas yang kasuistik. 33

Tiga tujuan cita hukum (Idee Des

Recht) yaitu: Keadilan (gerechtigkeit), Kemanfaatan (zweckmasigkeit), dan

Kepastian Hukum (rechtssicherkeit) menurut teori ini digunakan sesuai dengan

prioritas.

a. Keadilan (Gerechtigkeit)

Gustav Radbruch mematrikan keadilan sebagai mahkota sari setiap tata

hukum. Hukum sebagai pengembang nilai keadilan, menurut Radbruch,

menjadi ukuran bagi adil atau tidaknya tata hukum. Bukan hanya itu, nilai

keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum.34

Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa konsep keadilan menurut Gustav Radbruch adalah

bertingkat, diprioritaskan dari keadilan.

Menurut Radbruch, gagasan hukum sebagai gagasan kultural, tidak bisa

formal. Sebaliknya, ia terarah pada keadilan.35

Keadilan sebagai suatu cita,

seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles, tidak dapat mengemukakan hal lain

kecuali: ‘yang sama diperlakukan sama, dan yang tidak sama diperlakukan

tidak sama’. Untuk mengisi cita keadilan ini, harus diisi dengan isi yang

konkret, yaitu kemanfaatan. Dan untuk melengkapi keadilan dan kemanfaatan

tersebut, dibutuhkan kepastian hukum.

33

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press,2016, h. 80 34

Bernard. L, Tanya, dkk, Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, h. 116. 35

Bernard. L, Tanya, dkk, Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, h. 117.

Page 41: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

27

Indonesia merupakan negara hukum (Rechtstaat) yang berarti Indonesia

menjunjung tinggi hukum dan kedaulatan hukum. Hal ini sebagai konsekuensi

dari ajaran kedaulatan hukum bahwa kekuasaan tertinggi tidak terletak pada

kehendak pribadi penguasa (penyelenggara negara atau pemerintahan),

melainkan pada hukum. Jadi kekuasaan hukum terletak di atas segala

kekuasaan yang ada dalam negara dan kekuasaan itu harus tunduk pada hukum

yang berlaku. Dengan demikian kekuasaan yang diperoleh tidak berdasarkan

hukum termasuk yang bersumber dari kehendak rakyat yang tidak ditetapkan

dalam hukum tertulis (undang-undang) dengan sendirinya tidak sah. Indonesia

sebagai negara hukum, bercirikan negara kesejahteraan (Welfare State) yang

berkehendak untuk mewujudkan keadilan bagi segenap rakyat Indonesia.

Konsepsi keadilan tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh

John Rawls yang memperlihatkan dukungan dan pengakuan yang kuat akan hak

dan kewajiban manusia, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang

ekonomi. Secara khusus, konsepsi keadilan tersebut menuntut hak partisipasi

yang sama bagi semua warga masyarakat dalam setiap proses pengambilan

keputusan politik dan ekonomi. Dengan demikian, diharapkan bahwa seluruh

struktur sosial dasar sungguh-sungguh mampu menjamin kepentingan semua

pihak.

Page 42: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

28

b. Kemanfaatan (Zweckmasigkeit)

Tuntutan akan keadilan dan kepastian, menurut Radbruch, merupakan

bagian-bagian yang tetap dari hukum. Sedangkan kemanfaatan mengandung

unsur relativitas karena tujuan keadilan (sebagai isi hukum) untuk

menumbuhkan nilai kebaikan bagi manusia, lebih sebagai suatu nilai etis dalam

hukum.36

Nilai kebaikan bagi manusia yang dimaksud, dapat dihubungkan

dengan tiga subjek (yang ingin dimajukan kebaikannya), yakni individu,

kolektivitas, dan kebudayaan.

Sistem individualistis mangandalkan konsepsi hukum mengenai kontrak,

sistem kolektif mengandalkan gagasan tentang negara organis dan kepribadian

badan hukum. Sedangkan sistem transpersonal mengandalkan gagasan tentang

sindikalis dan hubungan-hubungan internasional.37

Radbruch menyadari, akan

selalu ada potensi pertentangan antara kemanfaatan dengan aspek lainnya

dalam pelaksanaannya di setiap sistem hukum.38

Pada negara dengan sistem

hukum kolektif (yang indikator kemanfaatannya adalah perkembangan

masyarakat), kemungkinan pertentangannya terjadi pada unsur keadilan dan

kemanfaatan. Sedangan pada negara dengan sistem individual, yang indikator

kemanfaatannya adalah individu), kemungkinan pertentangannya terdapat pada

unsur kemanfaatan dan legalitasnya. Jika terdapat undang-undang yang karena

36

Bernard. L, Tanya, dkk, Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, h. 118. 37

Wolfgang Friedmann, Legal Theory, London: Steven and Son limited, 1953, h. 54 38

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Kanisius,

1984, h. 18.

Page 43: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

29

alasan tertentu tidak cocok dengan perkembangan individu manusia, menurut

legalitas, itu tetap berlaku demi terwujudnya kepastian hukum, sedangkan

kemanfaatan menentang keberlakuan itu.

c. Kepastian Hukum

Asas ini mendeklarasikan bahwa hukum itu identik dengan kepastian. Hal

ini berasal dari pemikiran legal positivism di dunia hukum, yang melihat hukum

dalam wujudnya sebagai sebuah ‘kepastian Undang-Undang’ karena hukum

adalah kumpulan dari aturan-aturan hukum (legal rules), norma-norma hukum

(legal norms), dan asas-asas hukum (legal principles).39

Janji hukum yang

tertuang dalam rumusan aturan tadi merupakan ‘kepastian’ yang harus

diwujudkan.

Menurut Sudikno Mertokusumo40

, kepastian hukum merupakan sebuah

jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan baik. Kepastian hukum

menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan

yang dibuat oleh pihak yang berwenang, sehingga aturan tersebut memiliki

aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungi

sebagai sebuah peraturan yang harus ditaati.

39

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence), (Jakarta: Prenamedia Group), 2015, h. 284 40

Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2011, h. 16.

Page 44: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

30

Lon Fuller41

dalam Bukunya The Morality of Law, mengajukan delapan

asas yang harus dipenuhi hukum yang apabila tidak dipenuhi, maka hukum

akan gagal untuk disebut sebagai hukum. Atau dengan kata lain harus ada

kepastian hukum42

. Delapan asas tersebut adalah:

1) Tidak berdasarkan putusan sesat untuk hal hal tertentu

2) Diumumkan kepada publik

3) Tidak berlaku surut

4) Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum

5) Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan

6) Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan

7) Tidak boleh sering diubah-ubah

8) Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari

2. Fungsi Hukum Perspektif Barat

Masyarakat selalu menganggap bahwa keberadaan hukum hanya

berfungsi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dan menganggap bahwa

hukum baru berfungsi ketika konflik terjadi. Fungsi hukum selalu berkaitan

dengan tujuan, baik tujuan yang umum maupun yang diprioritaskan. Theo

Huijibers43

menyatakan pendapatnya tentang fungsi hukum adalah untuk

memelihara kepentingan umum dalam masyarakat serta menjaga akan hak-

41

Lon. L Fuller, Morality of Law, New Haven, conn: Yale University Press, 1971, h.265. 42

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence), (Jakarta: Prenamedia Group), 2015, h. 294 43

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Kanisius,

1984, h. 18

Page 45: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

31

haknya, sehingga menimbulkan keadilan dalam hidup bersama. 44

Menurut

Peters, fungsi hukum dapat ditinjau dari tiga perpektif.45

a. Perspektif kontrol sosial daripada hukum. Tinjauan ini disebut dari sudut

pandang polisi terhadap hukum (the policement view of the law).

b. Perspektif social engineering, merupakan tinjauan dari sudut pandang para

penguasa (the official perspective of the law), karena segala tindakan

penguasa dan hukum akan menjadi pusat perhatian.

c. Perspektif emansipasi masyarakat dengan hukum. Perspektif ini merupakan

tinjauan dari sudut pandang masyarakat bawah terhadap hukum (the

bottom’s up view of the law). Hukum ini juga bisa disebut perspektif

konsumen.

Hukum memiliki fungsi hukum dan fungsi sosial yang dibedakan dalam

dua bentuk. 46

Pertama fungsi langsung yang bersifat premier dan mencakup :

a. Pencegahan perbuatan tertentu dan mendorong dilakukannya perbuatan

tertentu.

b. Penyediaan fasilitas bagi rencana-rencana privat

c. Penyediaan servis dan pembagian kembali barang-barang

d. Penyelesaian perselisihan di luar jalur reguler.

44

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press,2016, h. 85 45

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press,2016, h. 85 46

Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory)dan Teori Peradilan (Judicial Prudence)

Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta: Kencana, 2012, h. 86

Page 46: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

32

Kedua fungsi tidak langsung yang bertujuan untuk memperkuat dan

memperlemah kecenderungan untuk menghargai nilai-nilai moral tertentu,

sebagai contoh:

a. Kesucian hidup

b. Memperkuat atau memperlemah penghargaan terhadap otoritas umum

c. Mempengaruhi perasaan kesatuan nasional

Menurut Lawrence M. Friedman47

sebagaimana dikutip oleh Lukman

Santoso, menyatakan bahwa fungsi hukum adalah; 48

a. Pengawasan/pengendalian sosial (social control), fungsi ini dilaksanakan

secara pasif hanya untuk menjaga status quo

b. Rekayasa sosial (social engineering), fungsi yang aktif merombak tatanan

yang telah ada menuju suatu keadaan yang dicita-citakan.

c. Penyelesaian sengketa (dispute settlement)

Konsep-konsep tersebut di atas dijelaskan lagi secara lebih rinci oleh

Lukman Santoso ke dalam tujuh fungsi hukum, yaitu :

a. Fungsi hukum sebagai sarana sosial kontrol (social control)

b. Fungsi hukum sebagai a tool of social engineering

c. Fungsi hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa

d. Fungsi hukum sebagai simbol

47

Lawrence M. Friedman, “The Legal System.” Legal System, The: A Social Science

Perspective, Russell Sage Foundation, 1975, h. 1–24, diakses melalui JSTOR, www.jstor.org, 24 Okt

2018. 48

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press, 2016, h. 84

Page 47: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

33

e. Fungsi hukum sebagai sarana mekanisme pengintegrasi sosial

f. Fungsi hukum sebagai sarana pengendalian sosial

g. Fungsi hukum sebagai alat politik

Pertama, fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat

diterangkan bahwa fungsi hukum bertujuan untuk menetapkan suatu batasan

tingkah laku masyarakat yang menyimpang terhadap aturan hukum dan

menetapkan sanksi atas penyimpangan tersebut. Kedua fungsi hukum sebagai

“a tool of social engineering” dicetuskan oleh Roscoe Pound49

pada tahun 1912

sebagai suatu konsep yang netral.50

Fungsi hukum sebagai sarana rekayasa

sosial adalah untuk menciptakan perubahan-perubahan dalam masyarakat

menuju kepada kemajuan yang terencana. Kebutuhan masyarakat menuntut

fungsi lebih dari hukum, yang semula hanya untuk mengontrol tingkah laku

menyimpang dan sebagai sarana penyelesaian konflik, dituntut memiliki

“fungsi yang aktif”, yakni menata kembali kehidupan masyarakat secara

terencana sesuai tujuan pembangunan bangsa.

Roscoe Pound menjelaskan secara lebih luas tentang apa yang sebenarnya

diinginkan dan apa yang tidak diinginkan oleh penggunaan hukum sebagai “alat

rekayasa sosial” sebagai berikut:

49

Roscoe Pound, Introduction to the Study of Law, Michigan: American School of

Correspondence, 1912, dalam James. A. Gardner, “The Sociological Jurisprudence of Roscoe Pound”,

Villanova Law Review, Vol. 7, No. 1, h. 3. 50

Marwan mas, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014, h. 82

Page 48: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

34

a. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-

ajaran hukum

b. Melakukan studi sosiologi dalam rangka mempersiapkan perundang-

undangan, dengan cara mempelajari bagaimana ia beroperasi di masyarakat

serta efek yang ditimbulkannya (apabila ada), untuk kemudian dijalankan,

c. Melakukan studi tentang bagaimana peraturan-peraturan hukum menjadi

lebih efektif

d. Memperlihatkan sejarah hukum

Keefektifan fungsi hukum sebagai sarana rekayasa sosial menurut Adam

Podgorecki perlu memperhatikan pengembangan empat aspek pokok, yaitu:51

a. Suatu gambaran jelas tentang situasi yang dihadapi

b. Menciptakan suatu analisis tentang penilaian-penilaian yang ada dan

menempatkan dalam suatu urusan yang hierarki

c. Melakukan verifikasi hipotesis-hipotesis

d. Pengukuran terhadap efek aturan-aturan yang telah ada.

Gunnar Myrdal52

juga mengungkapkan pendapatnya tentang cara

mengefektifkan fungsi hukum sebagai sarana rekayasa sosial, agar para

legislator tidak membuat produk hukum yang sweeping legislations atau

51

C.J.M Schyut, Rechtssosiologeeen Terreinverkenning, Roterdam: Universitaire press, 1971,

h. 54 52

Gunnar Myrdal, The Challenge Of World Poverty : A World Anti-Poverty Program In

Outline, New York : Pantheon Books, 1970

Page 49: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

35

peraturan hukum yang dibuat secara tergesa-gesa, tanpa memperlihatkan

kondisi sosial dan nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Ketiga, fungsi hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa.53

Hukum

bertujuan untuk menyelesaikan setiap konflik atau sengketa yang terjadi dalam

masyarakat, sehingga tercipta keteraturan dan ketentraman hidup masyarakat

secara luas. Keempat, fungsi hukum sebagai “simbol”.54

Fungsi ini

dimaksudkan menyederhanakan rangkaian tindakan atau proses tertentu,

mencakup proses-proses di mana seseorang menerjemahkan, menggambarkan

ataupun mengartikan suatu istilah sederhana tentang hubungan sosial serta

fenomena-fenomena lain yang timbul dari interaksi sosial tersebut. Kelima,

fungsi hukum sebagai sarana mekanisme pengintegrasian sosial. Dalam hal ini,

hukum menjadi sarana menciptakan keserasian berbagai kepentingan

masyarakat, sehingga kehidupan sosial dapat berlangsung secara tertib dan

lancar. Hukum bukan hanya berfungsi ketika terjadi suatu konflik, akan tetapi

hukum juga berfungsi sebelum dan setelah konflik.55 Keenam, fungsi hukum

sebagai sarana pengendalian sosial. Dalam hal ini, hukum dimaksudkan untuk

mengendalikan masyarakat secara terencana.

53

Marwan mas, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014, h. 87 54

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press, 2016, h. 89 55

Lukman Santoso dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press, 2016, h. 89-

90

Page 50: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

36

Sifat dan fungsi hukum sebagai sarana pengendalian sosial dapat

dilakukan tiga cara, yaitu :56

a. Bersifat preventif, bertujuan untuk mencegah terjadinya gangguan stabilitas

di dalam kehidupan masyarakat.

b. Bersifat represif, bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan yang telah

mengalami gangguan di dalam kehidupan masyarakat.

c. Bersifat preventif represif, bertujuan untu mencegah gangguan sekaligus

mengembalikan keseimbangan antara stabilitas dan fleksibilitas dalam

kehidupan masyarakat.

Ketujuh, fungsi hukum sebagai alat politik. Dalam hal ini, fungsi hukum

sebagai sarana politik adalah untuk memperkokoh kekuasaan negara.

Keberadaan hukum dan politik dalam kenyataannya tidak mungkin dapat

dipisahkan, karena keberadaan hukum (tertulis) merupakan pesan-pesan politik,

tetapi setelah diterapkan, pemberlakuannya tidak boleh ditafsirkan sebagai

“kepentingan” politik. Mac Iver57

menjelaskan ada dua jenis hukum dalam

kekuasaan politik yaitu sebagai berikut:

a. Hukum konstitusi (undang-undang dasar) yaitu hukum yang mengendalikan

negara. Jenis hukum ini dibedakan dengan undang-undang dan peraturan-

peraturan di bawahnya, setra kekuasaan badan legislatif.

56

Marwan mas, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014, h. 87 57

R.M Mac Iver, The Modern State, Oxford: University Press, 1960, h. 250

Page 51: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

37

b. Hukum biasa (undang-undang), yaitu hukum yang digunakan sebagai alat

untuk memerintah. Jenis hukum ini dapat digunakan sebagai alat politik,

akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan hukum konstitusi yang

mengemudikan negara.

B. Tujuan Cita Hukum Perspektif Islam

1. Tujuan Hukum Islam

Tujuan hukum Islam pada prinsipnya bagaimana mewujudkan

‘kemanfaatan’ kepada seluruh umat manusia yang mencakupi kemanfaatan

dalam kehidupan dunia maupun akhirat.58

Tujuan penetapan hukum atau yang

sering dikenal dengan istilah Maqashid al-syari'ah merupakan salah satu

konsep penting dalam kajian hukum Islam. Karena begitu pentingnya maqashid

al-syari'ah tersebut, para ahli teori hukum menjadikan maqashid al-syari'ah

sebagai sesuatu yang harus dipahami oleh mujtahid yang melakukan ijtihad.

Adapun inti dari teori maqashid al-syari'ah adalah untuk mewujudkan kebaikan

sekaligus menghindarkan keburukan, atau menarik manfaat dan menolak

madharat. Istilah yang sepadan dengan inti dari maqashid al-syari'ah tersebut

adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus bermuara kepada

maslahat.

58

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory)dan Teori Peradilan (Judicial Prudence)

Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta: Prenamedia Grup, 2013, h. 216.

Page 52: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

38

Maqashid al-syari'ah terdiri dari dua kata, maqashid dan syari'ah. Kata

maqashid merupakan bentuk jama' dari maqshad yang berarti maksud dan

tujuan, sedangkan syari'ah mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang

ditetapkan untuk manusia agar dipedomani untuk mencapai kebahagiaan hidup

di dunia maupun di akhirat.59

Maka dengan demikian, maqashid al-syari'ah

berarti kandungan nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum. Maka dengan

demikian, maqashid al-syari'ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari

suatu penetapan hukum.

Perlu diketahui bahwa Allah SWT sebagai syari' (yang menetapkan

syari'at) tidak menciptakan hukum dan aturan begitu saja. Akan tetapi hukum

dan aturan itu diciptakan dengan tujuan dan maksud tertentu. Ibnu Qayyim al-

Jauziyah menyatakan bahwa tujuan syari'at adalah kemaslahatan hamba di

dunia dan di akhirat.60

Syari'at semuanya adil, semuanya berisi rahmat, dan

semuanya mengandung hikmah. Setiap masalah yang menyimpang dari

keadilan, rahmat, maslahat, dan hikmah pasti bukan ketentuan syari'at.

Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa yang menjadi bahasan

utama dalam maqashid al-syari'ah adalah hikmah dan illat ditetapkan suatu

hukum. Dalam kajian ushul fiqh, hikmah berbeda dengan illat. Illat adalah sifat

tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara objektif (zahir), dan ada tolak

ukurnya (mundhabit), dan sesuai dengan ketentuan hukum (munasib) yang

59

Asafri Jaya, Konsep Maqashid al-Syari'ah Menurut al-Syathibi, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1996, h. 5 60

Khairul Umam, Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2001, h. 125.

Page 53: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

39

keberadaannya merupakan penentu adanya hukum. Sedangkan hikmah adalah

sesuatu yang menjadi tujuan atau maksud disyariatkannya hukum dalam wujud

kemaslahatan bagi manusia. Maslahat secara umum dapat dicapai melalui dua

cara :

a. Mewujudkan manfaat, kebaikan dan kesenangan untuk manusia yang disebut

dengan istilah jalb al-manafi'. Manfaat ini bisa dirasakan secara langsung

saat itu juga atau tidak langsung pada waktu yang akan datang.

b. Menghindari atau mencegah kerusakan dan keburukan yang sering

diistilahkan dengan dar' al-mafasid.

Adapun yang dijadikan tolak ukur untuk menentukan baik buruknya

(manfaat dan mafsadahnya) sesuatu yang dilakukan adalah apa yang menjadi

kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Tuntutan kebutuhan bagi kehidupan

manusia itu bertingkat-tingkat, yakni kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.

Terdapat tiga sasaran utama dari tujuan penetapan hukum Islam menurut

Abu Zahrah61

, yaitu penyucian jiwa, penegakan keadilan, dan perwujudan

kemaslahatan. Penyucian jiwa yang dimaksud adalah agar setiap muslim dalam

setiap aktivitasnya dapat menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat di

lingkungannya. Penegakan Keadilan diharapkan dapat terwujud dalam tata

kehidupan Masyarakat muslim, yakni keadilan yang bertalian dengan sesama

umat Islam maupun berhubungan dengan umat yang berbeda keimanan.

61

Muhammad Abû Zahrah, Târîkh al-Mażâhib al Islâmiyah, jilid 2, Mesir: Dâr al-Fikr al-

‘Arabî, h. 23.

Page 54: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

40

Perwujudan kemaslahatan adalah kemaslahatan hakiki yang bertalian dengan

kepentingan umum, bukan kemaslahatan yang dipengaruhi oleh kepentingan

pribadi atau golongan apalgi dipengaruhi oleh hawa nafsu.

Hukum Islam yang bertujuan untuk mewujudkan kepentingan dan

kebaikan hidup manusia yang hakiki harus menjadi perhatian Utama.62

Pemikiran para cendikiawan Islam juga mengemukakan kepentingan

primer/pokok (adh-dharuriyat), kepentingan sekunder (al-hajiyat) dan

kepentingan tersier/ pelengkap (at-tahsiniyat). Asy-Syatibi63

berpendapat

bahwa tujuan utama Allah SWT menetapkan hukum-hukum-Nya adalah untuk

mewujudkan kemaslahatan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat. 64

Prinsip dasar dari tujuan hukum Islam, yakni terwujudnya kemaslahatan yang

berpangkal pada terpeliharanya lima aspek pokok dalam konsep al-maqashid

as-syariah, yaitu : (1) Kepentingan sekunder (al-hajiyat) adalah kepentingan

yang diperlukan dalam kehidupan manusia agar tidak mengalami kesulitan. (2)

Kepentingan Tersier/pelengkap (at-tahsiniyat) adalah kepentingan yang apabila

tidak terpenuhi juga tidak akan mengakibatkan kesulitan dalam hidup apalagi

merusak tata kehidupan manusia. Dalam konsep falsafah hukum Islam, ketika

62

Zainuddin Ali, Hukum Islam: Pengantar Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika,

2006, h. 12 63

Imam Syathibi, al-Muwafaqât fī Ushûl al-Sharī’ah, Juz I, Beirut: Dâr al-Kutûb al-Ilmiyyah,

h. 201. 64

Asafri Jaya, Konsep Maqashid al-Syari'ah Menurut al-Syathibi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1996, h. 5

Page 55: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

41

manusia sanggup memenuhi kepentingan tersebut, maka kehidupan manusia

tidak akan mengalami kebinasaan, kehancuran, dan kepunahan.

Secara terminologi, maqâshid al-syarî’ah dapat diartikan sebagai nilai

dan makna yang dijadikan tujuan dan hendak direalisasikan oleh pembuat

Syariah (Allah swt) dibalik pembuatan Syariat dan hukum, yang diteliti oleh

para ulama mujtahid dari teks-teks Syariah.65

Al-Shathibi membagi maqâshid

menjadi dua: tujuan Allah (qashdu al-Syâri’) dan tujuan mukallaf (qashdu

almukallaf).66

Tujuan Allah (qashdu al- Syâri’) terbagi menjadi empat bagian:

Pertama; qashdu al- Syâr‟i fi wadl‟i al-syarî‟ah (tujuan Allah dalam

menetapkan hukum). Kedua; qashdu al- Syâr‟i fi wadl‟i al- syarî‟ah li al-

ifhâm (tujuan Allah dalam menetapkan hukum adalah untuk difahami). Ketiga;

qashdu al- Syâr‟i fi wadl‟i alsyarî‟ah li al-taklîf bi muqtadlâha (tujuan Allah

dalam menetapkan hukum adalah untuk ditanggung dengan segala

konsekwensinya). Keempat; qashdu al-Syâr‟i fi dukhûli almukallaf tahta

ahkâmi al-syarî‟ah (tujuan Allah ketika memasukkan mukallaf pada hukum

syarî‟ah).

Tujuan Allah dalam menetapkan hukum adalah untuk kemashlahâtan

hamba di dunia dan akhirat. Syathibi menjelaskan lebih lanjut bahwa beban-

beban hukum sesungguhnya untuk menjaga maqâshid (tujuan) hukum dalam

65

Jasser Auda, Fiqh al- Maqā ṣ id Inā ṭ at al-Ahkām bi Maqā ṣ idihā, Herndon: IIIT, 2007, h.

15. 66

Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqā ṣ id al-Syarī‟ah Menurut al-Shatibi, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1996, h. 61.

Page 56: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

42

diri makhluk. Maqâshid ini hanya ada tiga yaitu dharûriyât, hâjiyat, dan

tahsîniyât.67

Darûriyât harus ada untuk menjaga kemashlahâtan dunia dan

akhirat. Jika hal ini tidak ada maka akan terjadi kerusakan di dunia dan akhirat.

Kadar kerusakan yang ditimbulkan adalah sejauh mana dlarûriyât tersebut

hilang. Maqâshid al- dlarûriyât ini ada lima yaitu: menjaga Agama, menjaga

jiwa, menjaga keturunan, menjaga harta, menjaga akal. Maqâshid al- hâjiyat

adalah untuk menghilangkan kesusahan dari kehidupan mukallaf. Sedangkan

Maqâshid tahsîniyât adalah untuk menyempurnakan kedua Maqâshid

sebelumnya, yang meliputi kesempurnaan adat kebiasaan, dan akhlak yang

mulia.

Maqasid syariah adalah kelanjutan dan perkembangan dari konsep

maslahah sebagaimana telah dicanangkan sebelum masa as-Syatibi. Tujuan dan

orientasi hukum utama ini menunjukkan asal mula ditetapkannya hukum yang

bila diperhatikan akan menggambarkan kesatuan hukum Islam. Pada

hakikatnya, tujuan hukum hanyalah satu, yaitu kebaikan dan kesejahteraan

umat manusia.68

Izzudin bin Abdul Salam69

melalui karyanya, Qowaid al-

Ahkam fi Maslahih al-Anam yang mengelaborasi hakikat maslahat dalam

sebuah konsep dar-u al-mafasid wa lalb al-maslahih (mengindari kerusakan

dan menarik manfaat).

67

Ahmad Al-Raisuni, Nadariyât al-Maqâshid Inda al-Imâm al-Shâthibi, Beirut: Muassasah al-

Jami’ah, 1992, h. 117. 68

Nasution, dkk. Pengenalan ekslusif ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

2007, h. 126 69

Izzudin bin Abdul Salam, Qawaid al Ahkam fi Mashalih al Anam, Beirut: Muassasah al

Rayyan, 1990, h. 231.

Page 57: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

43

Paparan ini jelas menjadi bukti bahwa para ulama klasik berbicara dalil

teks maupun rasio sesuai validitas dan keotoritatifan maqashid. Ada lima unsur

pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan dalam rangka mewujudkan

kemaslahatan di dunia dan akhirat, yaitu agama (hifz ad-din), Jiwa (hifz an-

nafs), akal (hifz al-aql), keturunan (hifz an-nasl), dan harta (hifz al-mal). Jasser

Auda menawarkan reformasi maqoshid syariah tidak hanya pada tataran

pencegahan (hifzun), akan tetapi pada tataran pengembangan dan menjungjung

tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.

Jasser Auda70

berpendapat bahwa hukum Islam harus mampu

memberikan jawaban atas problem kontemporer, bukan justru bersebrangan. Ia

juga menyatakan bahwa wajah Islam belakangan ini ditampilkan dengan

radikalisme, terorisme, dan kualitas hidup umat Islam dengan tingkat capaian

yang rendah. Tiga kelompok Islam, yaitu tradisionalis, modernis, dan post-

modernis dianggap belum menjawab persoalan kontemporer dengan tepat,

sehingga hukum Islam masih bersifat serpihan, tertutup, apologetis, dan terpaku

pada dalil verbal. Auda meletakkan maqoshid as-syariah sebagai prinsip

mendasar dan metodologi fundamental dalam reformasi hukum Islam

kontemporer.

70

Jasser Auda. Penerjemah Rosidin & Ali Abd. El-mun’em. Membumikan Hukum Islam

Melalui Maqoshid Al-Syariah, Cet.I, Bandung: Mizan Pustaka, 2015, h. 11-12

Page 58: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

44

2. Fungsi Hukum dalam Perspektif Islam

Dalam kapsitasnya sebagai divine law system, hukum Islam mempunyai

fungsi sebagai petunjuk bagi manusia. Sebab, bila kita melihat fitrah dasar

manusia dengan nafsu lawwamahnya, manusia adalah mahluk yang mempunyai

daya destruktif yang tinggi. Tesis Hobbes71

, homo homini lupus adalah sebuah

kenyataan yang tidak bisa dielakkan. Bahkan, kehidupan masyarakat jahiliyyah

merupakan salah satu episode dari kerusakan moral manusia dari episode-

episode kerusakan manusia sebelumnya. Jadi, eksistensi hukum Islam dalam

fungsi hudal linnasnya sangat berpengaruh dalam sejarah kehidupan umat

manusia dalam membangun sebuah peradaban.

Menurut Imam Syaukani, hukum Islam sebagai pranata sosial memiliki

dua fungsi , yaitu sebagai kontrol sosial (social control) dan sebagai nilai baru

dan proses perubahan sosial (social change).72

Oleh karena itu, dalam konteks

ini, hukum Islam dituntut akomodatif terhadap persoalan umat tanpa kehilangan

prinsip-prinsip dasarnya. Sebab kalau tidak, besar kemungkinan hukum Islam

akan mengalami kemandulan fungsi, atau fosilisasi seperti yang diistilahkan

oleh Abdurrahman Wahid, bagi kepentingan Umat. Maka pesan Al-Qur’an

diterapkan secara fungsional menjadi norma akidah, norma hukum, dan norma

ahlak untuk mengontrol keyakinan, amal perbuatan, dan moral masyarakat agar

71

Thomas Hobbes, On the Citizen, edited by Richard Tuck and Michael Silverthorne

Cambridge: Cambridge University Press, 1998, h. 3. 72

Imam Syaukani, Rekontruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2006, h. 34-35.

Page 59: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

45

mengikuti dan cetak biru Tuhan untuk merekayasa masyarakat agar mengikuti

dan mematuhi ajaran-ajarannya, jika mereka ingin selamat hidupnya, guna

mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. 73

kaidah al adah al

muhakamah yang nyaris diterima secara konsensus oleh semuah mahzab

hukum adalah suatu kaidah yang digunakan untuk menjustifikasi praktik hukum

yang dianggap positif di dalam masyarakat. Pendekatan terakhir ini, menurut

Husein Hasan dalam Nazariah al Maslah fi al fiqh al Islami, dikenal dengan

metode Induksi (istiqra’iy). 74

hasilnya, hukum Islam dalam batas tertentu

dapat menampung dan menerima praktik yang berulang-ulang dan dianggap

baik dalam masyarakat sebagai norma hukum. Inilah yang dimaksud bahwa

hukum Islam merupakan hasil dari sebuah proses perubahan sosial.

73

Jalal-Din-Abd al Rahman al Suyuty, al Jami’ al Sagir, juz I, Bandung: al Ma’arif, tt, h. 130. 74

Husein Hamid Hasan, Nazariah al Maslahah fi al Fiqh al Islami, Kairo: Dar al Nahdah al

Arabia, 1971, h. 52

Page 60: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

46

C. Kepatuhan Hukum

1. Pengertian Kepatuhan Hukum

Menurut M. Sofyan Lubis75

bahwa kepatuhan hukum pada hakekatnya

adalah kesetiaan seseorang atau subjek hukum terhadap hukum itu yang

diwujudkan dalam bentuk perilaku yang nyata. Kemudian Suwondo76

menyatakan bahwa: Kepatuhan hukum adalah ketaatan pada hukum, dalam hal

ini hukum yang tertulis, kepastian atau ketaatan ini didasarkan pada kesadaran.

Kepatuhan merupakan sikap yang aktif yang didasarkan atas motivasi setelah ia

memperoleh pengetahuan, dari mengetahui sesuatu, manusia sadar, setelah

menyadari ia akan tergerak untuk menentukan sikap atau bertindak, oleh karena

itu dasar kepastian itu adalah pendidikan, kebiasaan, kemanfaatan dan

identifikasi kelompok. Pendapat di atas menyatakan bahwa orang akan patuh

pada hukum apabila ia sadar bahwa hukum itu berfungsi untuk melindungi

kepentingan manusia baik perorangan maupun kelompok. Jadi intinya adalah

kepatuhan itu bermula dari kesadaran seseorang akan pentingnya hukum

sebagai alat untuk menciptakan keteraturan dalam kehidupan masyarakat.

Sedangkan Satjipto Rahardjo77

menyatakan bahwa: Kepatuhan hukum

apabila masalahnya diselidiki secara filosofis dan yuridis, maka ia lebih

didasarkan pada rasa perasaan saja, seperti kesadaran hukum rakyat, perasaan

75

M. Sofyan Lubis, “Kesadaran Hukum vs Kepatuhan Hukum”, Artikel,

http://www.kantorhukum-lhs.com, diakses 24 September 2018. 76

Suwondo, “Menanamkan Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum”, Artikel,

http://jdih.jatimprov.go.id, diakses 24 September 2018. 77

Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing. 2010, h. 203.

Page 61: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

47

keadilan masyarakat, dan sebagainya. Pikiran yuridis tradisional menerima

bahwa perilaku orang itu dibentuk oleh peraturan hukum, pikiran tersebut

menerima begitu saja bahwa hukum itu akan dipatuhi oleh masyarakat, jadi

antara peraturan hukum dan kepatuhan hukum terdapat hubungan linier yang

mutlak.

Berdasarkan pendapat di atas, maka kepatuhan hukum dapat diartikan

sebagai suatu sikap dan reaksi yang diawali dengan kesadaran yang

diaplikasikan sebagai kesetiaan atau ketaatan seseorang terhadap segala aturan

hukum yang dapat dilihat dan dibuktikan melalui tindakan nyata.

2. Jenis Kepatuhan Hukum

Menurut HC Kelman78

kepatuhan terhadap hukum dapat dikembalikan

pada beberapa tolak ukur sebagai berikut:

a. Kesesuaian (Compliance), yaitu jika seseorang atau lembaga mematuhi suatu

aturan, hanya karena ia takut akan sanksi yang ada. Kelemahan kepastian

jenis ini, karena ia membutuhkan pengawasan yang terus menerus.

b. Identifikasi (Identification), yaitu jika seseorang mematuhi suatu aturan,

hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak.

Sumber kekuatannya adalah daya tarik dari hubungan yang dinikmati orang-

orang atau tokoh-tokoh dari kelompok itu, sedangkan persesuaian dengan

peraturan akan tergantung pada menonjolnya hubungan-hubungan ini.

78

Herbert C. Kelman, “Compliance, Identification, and Internalization: Three Processes of

Attitude Change”, Journal of Conflict Resolution. Volume II, No.1, 1958, h. 52.

Page 62: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

48

c. Internalisasi (Internalization), yaitu penerimaan seseorang mengenai suatu

peraturan benar-benar karena ia merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-

nilai intrinsik yang dianutnya.

Menurut Leopold Pospisil79

dalam buku “Anthropology of Law: a

Comparative Theory” menjelaskan lebih lanjut tentang kepatuhan yang bersifat

internalization:

“Internalization of a rule of behaviour does not necessarily mean that

such a rule is always maintaned in actual behaviour. There are situations

in which the individual either breaks the rule in the spur of the moment,

without much thinking, or he consciously compromises a moral

conviction for an immediate, and strong enough reward.”80

Oleh karena itu, dengan mengetahui adanya tiga jenis kepatuhan tersebut,

maka tidak dapat sekedar menggunakan ukuran dipatuhinya suatu aturan

hukum atau perundang-undangan sebagai bukti efektifnya aturan tersebut,

tetapi paling tidak juga harus ada perbedaan kualitas efektifitasnya. Semakin

banyak warga masyarakat yang mematuhi suatu aturan hukum atau perundang-

undangan hanya dengan kepastian yang bersifat ‘compliance’ atau

‘identification’ saja, berarti kualitas efektifitasnya masih rendah , sebaliknya

semakin banyak yang kepastiannya ‘internalization’ , maka semakin tinggi

kualitas efektifitas aturan hukum atau perundang-undangan itu.

79

Leopold Pospisil, Anthropology Of Law: A Comparative Theory, New York: Harper & Row,

1971. 80

Leopold Pospisil, Anthropology Of Law: A Comparative Theory, New York, Harper & Row,

1971, h. 340.

Page 63: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

49

3. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Hukum Masyarkat

Menurut Utrecht81

, bahwa orang mematuhi hukum karena bermacam-

macam sebab antara lain82

:

a. Karena adanya pengetahuan dan pemahaman akan hakikat dan tujuan

hukum.

b. Karena orang merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai

hukum. Mereka benar-benar berkepentingan akan berlakunya peraturan

tersebut.

c. Karena ia harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Ia menganggap

peraturan sebagai peraturan hukum secara rasional. Penerimaan rasional ini

sebagai akibat adanya sanksi hukum. Agar tidak mendapatkan kesukaran-

kesukaran orang memilih untuk taat saja pada peraturan hukum, karena

melanggar hukum mendapat sanksi hukum.

d. Karena masyarakat menghendakinya. Dalam kenyataan banyak orang yang

tidak menanyakan apakah sesuatu menjadi hukum atau bukan. Mereka tidak

menghiraukan dan baru dirasakan dan dipikirkan apabila mereka telah

melanggar dan dirasakan akibat pelanggaran tersebut. mereka juga baru

merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya dibatasi oleh

peraturan hukum yang ada.

81

Ernst Utrecht, Regulation of Transnational Corporations in Indian Economy, University of

Sydney: Sydney, 1987, h. 49. 82

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika: Jakarta, 2009, h. 65.

Page 64: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

50

e. Karena adanya paksaan (sanksi) sosial. Orang merasa malu atau khawatir

dituduh sebagai orang yang asosial apabila orang melanggar sesuatu kaidah

sosial/hukum.

4. Kepatuhan Hukum Karena Kepentingan

Jenis kepatuhan yang paling mendasar sehingga seseorang mematuhi atau

tidak mematuhi hukum adalah karena adanya kepentingan. Menurut Achmad

Ali83

, yang diistilahkan sebagai jenis-jenis kepastian hukum menurut H. C.

Kelman dan Leopold Pospisil sebelumnya, lebih tepat jika dinamakan jenis-

jenis kepentingan. Jika seseorang dihadapkan dengan keharusan untuk memilih,

menurut Achmad Ali seseorang akan mematuhi aturan hukum dan perundang-

undangan apabila dalam sudut pandangnya keuntungan atau benefit dari

kepastian ternyata melebihi dari biaya-biayanya (pengorbanan yang harus

dikorbankan).

Pandangan tersebut dipengaruhi oleh pandangan mahzab hukum

ekonomi, yang memandang berbagai faktor ekonomi sangat mempengaruhi

kepastian seseorang, termasuk di dalamnya keputusan seseorang yang

berhubungan dengan faktor biaya atau pengorbanan,serta keuntungan jika ia

mematuhi hukum. Faktor yang juga turut menentukan patuh atau tidaknya

seseorang terhadap hukum antara lain ditentukan oleh asumsi, persepsi, dan

faktor subjektif lainnya.

83

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence)

Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Jakarta: Prenamedia Group, 2015. H. 349

Page 65: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

51

Harus disadari bahwa persepsi warga masyarakat yang menjadi sasaran

diberlakukannya suatu perundang-undangan, tidak selalu sama dengan persepsi

pembuat undang-undang. Untuk itulah pembuat undang-undang sedapat

mungkin memperhatikan nilai-nilai yang hidup serta kepentingan warga

masyarakat ketika merumuskan perundang-undangannya. Dan setelah itu

dibutuhkan sosialisasi hukum kepada masyarakat.

D. Badan Hukum

1. Definisi Badan Hukum

Istilah Badan Hukum diadopsi dari istilah Belanda (Rechtpersoon), atau

istilah Inggris (legal Persons), dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah

persona moralis. Badan hukum merupakan subjek hukum sama halnya seperti

manusia pribadi. Badan hukum itu merupakan suatu realitas, konkret, riil. R.

Rohmat Soemitro84

yang mengatakan bahwa badan hukum (Rechtpersoon)

merupakan suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban

seperti orang pribadi. Sri Soedewi Machsun Sofwan85

menjelaskan bahwa

badan hukum merupakan kumpulan dari orang-orang yang secara bersama-

sama mendirikan suatu badan (baik perhimpunan maupun perkumpulan harta

kekayaan), yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu seperti yayasan.

84

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung : Alumni, 2014), H. 19. 85

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung : Alumni, 2014), H. 20

Page 66: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

52

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan secara garis

besar pengertian badan hukum sebagai subjek hukum, yang mencakup unsur-

unsur atau kriteria (materiil) sebagai berikut:

a. Perkumpulan orang/perkumpulan modal (organisasi)

b. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-

hubungan hukum (rechtsbetrekking)

c. Mempunyai harta kekayaan sendiri

d. Mempunyai pengurus

e. Mempunyai hak dan kewajiban

f. Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.

Di samping unsur-unsur di atas terdapat pendapat lain yang menyebutkan

bahwa sesuatu dapat dikatakan sebagai badan hukum apabila dipenuhi unsur-

unsur atau kriteria (formal) sebagai berikut :86

a. Dinyatakan secara tegas dalam peraturan atau undang-undang yang

mengaturnya.

b. Dinyatakan dengan tegas di dalam akta pendiriannya.

c. Dalam prosedur pendiriannya diperlukan campur tangan pemerintah seperti

kewajiban adanya pengesahan menteri Hukum dan HAM.

d. Di dalam praktik kebiasaan diakui sebagai badan hukum ; dan

e. Ditegaskan dalam yurisprudensi

Berdasarkan materinya badan hukum dibagi atas :

86

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung : Alumni, 2014), h. 21

Page 67: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

53

a. Badan hukum Publik (Publiekrecht) yaitu badan hukum yang mengatur

hubungan antar negara dan/atau aparatnya dengan warga negara yang

menyangkut kepentingan umum/publik, seperti hukum pidana, hukum tata

negara, hukum tata usaha negara, hukum internasional, dan lain sebagainya.

Contoh : Negara, Pemerintah Daerah, lembaga-lembaga negara seperti Bank

Indonesia.

b. Badan hukum privat (Privaatrecht) yaitu perkumpulan orang yang

mengadakan kerjasama dan merupakan satu kesatuan yang memenuhi

syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Badan hukum privat selalu

bertujuan mencai keuntungan (profit oriented), seperti perseroan terbatas.

Namun demikian ada juga yang tidak sepenuhnya berorieantasi

keuntungan/materiil, seperti yayasan.

Manusia (persoon) sebagai subjek hukum, memiliki sifat-sifat tertentu

yang tidak dimiliki oleh badan hukum (rechtspersoon)87

:

a. Manusia sebagai persoon dapat hadir atau tidak pada suatu tempat dan waktu

tertentu

b. Manusia sebagai persoon mempunyai tempat tinggal (domicilie)

c. Manusia dilahirkan dari manusia yang lain, kelahiran itu menunjukkan

kebangsaannya (nationaliteit-nya)

87

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1986), h. 25-26

Page 68: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

54

d. Manusia itu mempunyai sifat kerohanian (geestelijk vermogen), bisa

mempengaruhi dalam soal-soal perikatan

e. Dalam sifat manusia ada juga kepentingan yang dirasakan untuk kepentingan

umum dan kepentingan pribadi.

2. Teori – teori Badan Hukum

a. Teori Fiksi

Teori ini dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny88

(1779-1861),

sarjana jerman sekaligus tokoh mahzab sejarah pada permulaan abad ke 19.

Menurut Savigny, hanya manusia saja yang mempunyai kehendak. Sedangkan

badan hukum adalah suatu abstarksi, bukan merupakan suatu hal yang

konkret. Jadi karena hanya suatu abstraksi, maka tidak mungkin menjadi suatu

subjek dari hubungan hukum, sebab hukum memberi hak-hak kepada yang

bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa.

Badan hukum semata-mata hanyalah buatan pemerintah/negara.

Terkecuali negara, badan hukum itu suatu fiksi, yakni sesuatu yang

sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam banyangannya

untuk menerangkan sesuatu hal.

88

Friedrich Carl Von Savigny, System des Hentigen Romischen Recht, 1866 dalam C.S.T.

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, h. 32

Page 69: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

55

b. Teori Orgaan

Sebagai reaksi terhadap teori fiksi timbullah teori orgaan. Teori ini

dikemukakan oleh sarjana Jerman Otto Von Gierke89

(1841-1921), pengikut

aliran sejarah di negeri Belanda dianut oleh L.G Polano. Ajarannya disebut

leer der volledige raliteit atau ajaran realitas sempurna.90

Menurut Von Gierke, badan hukum itu seperti manusia menjadi

penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum yaitu ‘eine

leiblichgeistige lebensein heit’ badan hukum itu menjadi suatu

‘verbandpersoblich keit’, yaitu suatu badan hukum yang membentuk

kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut91

misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang

mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan mulutnya atau dengan

perantaraan tangannya jika kehendak itu ditulis di atas kertas. Apa yang

mereka (organen) putuskan adalah kehendak dari badan hukum.

Menurut teori organ, badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak,

tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukan lagi suatu kekayaan (hak) yang

tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang riil, yang

hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Jadi, badan hukum tidak berbeda

89

Otto Von Gierke, Das deutsche Genossenschaftsrecht: Rechtsgeschichte der deutschen

Genossenschaft, ditranslate oleh John D Lewis, The Genossenschaft - Theory of Otto von Gierke; A

Study in Political Thought , 1936 dan ditranslate sebagian oleh Mary Fischer dan Anthony Black

sebagai “Community in Historical Perspective”, 1990. 90

Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 2014, h. 32 91

Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 2014, h. 33

Page 70: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

56

dengan manusia. Karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan

orang adakag badan hukum.

c. Teori Kekayaan Bersama

Teori ini dikemukakan oleh Rudolf Von Jhering92

(1818-1892) sarjana

Jerman pengikut aliran/mazab sejarah tetapi kemudian keluar. Teori

kekayaan bersama itu menganggap badan hukum sebagai kumpulan

manusia. Kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh

anggotanya.93

Menurut teori ini badan hukum bukan abstraksi dan bukan

organisme. Pada hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum tanggung

jawab bersama-sama. Mereka bertanggung jawab bersama-sama. Harta

kekayaan badan itu adalah milik (Eigendom) bersama seluruh anggota. Para

anggota yang berhimpun adalah suatu kesatuan dan membentuk suatu

pribadi yang disebut badan hukum. Karena itu badan hukum hanyalah suatu

konstruksi yuridis belaka. Pada hakikatnya badan hukum itu sesuatu yang

abstrak.

d. Teori Kekayaan Bertujuan

Teori ini timbul dari collectivities theorie. Teori kekayaan bertujuan

dikemukakan oleh sarjana Jerman A. Brinz dan dibela oleh Van der

Heijden94

. Menurut Brinz hanya manusia dapat menjadi subjek hukum.

92

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius, 1982, h. 130. 93

Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 2014, h. 34 94

Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 2014, h. 35

Page 71: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

57

Karena itu, badan hukum bukan subjek hukum dan hak-hak yang diberi

kepada badan hukum pada hakikatnya hak-hak dengan tiada subjek hukum.

Teori ini mengemukakan bahwa kekayaan badan hukum itu tidak

terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya (ada yang menjadi pendukung

hak-hak tersebut, manusia). Kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari

yang memegangnya (opensoonlijk/subjectools). Di sini yang penting bukan

siapakah badan hukum itu, tetapi kekayaan tersebut diurus dengan tujuan

tertentu. Karena itu, menurut teori ini tidak peduli manusia atau bukan, tidak

peduli kekayaan itu merupakan hak-hak yang normal atau bukan, pokoknya

adalah tujuan dari kekayaan tersebut. Singkatnya, apa yang disebut hak-hak

badan hukum, sebenarnya hak-hak tanpa subjek hukum, karena itu sebagai

penggantinya adalah kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.

e. Teori Kenyataan Yuridis

Teori Kenyataan Yuridis (Juridissche Realiteitsleer) merupakan

penghalusan (verfijning) dari Teori Orgaan. Teori ini dikemukakan oleh

Sarjana Belanda E.M Meijers dan dianut oleh Paul Scholten.95

Menurut Meijers badan hukum itu merupakan suatu realitas, konkrit,

riil walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal tetapi suatu kenyataan

yuridis. Meijers menyebut teori tersebut, teori kenyataan yang sederhana

(eencoudige realiteit), sederhana karena menekankan bahwa hendaknya

95

Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 2014, h. 36

Page 72: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

58

dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai

pada bidang hukum saja.

Teori yang dianut Scholten ini berasal dari teori orgaan yang sudah

diperhalus, artinya tidak begitu mutlak lagi (teori orgaan sifatnya mutlak)

dan tidak mutlak artinya sekedar diperlukan untuk hukum, sehingga tidak

perlu lagi dinyatakan mana tangannya, mana otaknya dan sebagainya. Teori

kenyataan yang sederhana sebenarnya juga sukar memaknai misalnya yang

terlihat pada jual-beli tidak kelihatan selain gerakan-gerakan tangan dan

mulut (percakapan). Sama saja dengan badan hukum itu.

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas dapat dihimpun

dalam dua golongan yaitu :

1. Teori yang berusaha kearah peniadaan persoalan badan hukum antara lain

dengan jalan mengembalikan persoalan tersebut kepada orang-orangnya,

yang merupakan orang-orang yang sebenarnya berhak. Termasuk golongan

ini ialah teori organ, teori kekayaan bersama.

2. Teori lainnya yang hendak mempertahankan persoalan badan hukum ialah

teori fiksi, teori kekayaan yang bertujuan, teori kekayaan yuridis.

Page 73: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

59

BAB III

KOPERASI DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

A. Koperasi

1. Definisi

Koperasi, diterjemahkan dari cooperative, berasal dari kata co-operation

yang berarti bekerja sama di antara dua pihak atau lebih. Kerja sama di dalam

bentuk Koperasi secara universal di asosiasikan sebagai kerja sama di dalam

kegiatan ekonomi. Tetapi tidak setiap bentuk organisasi kerja sama ekonomi

dapat di sebut koperasi. Hanel96

(1992) menyatakan bahwa apabila orang-orang

berusaha mendefinisikan tentang apa yang disebut sebagai koperasi atau

berusaha menjelaskan tentang karakteristik koperasi, mungkin penjelasannya

menjadi berbeda-beda dan biasanya memancing perdebatan yang panjang,

terutama karena dipengaruhi oleh pandangan-pandangan ideologi, budaya,

politik, dan kondisi sosial ekonomi masing-masing masyarakatnya. Dari

rumusan tersebut tercatat ada tiga pendekatan yang biasanya digunakan untuk

menjelaskan tentang arti koperasi, yaitu :

a. Pendekatan legal atau yuridis, yang mendefinisikan tentang pengertian

koperasi berdasarkan kepada peraturan atau undang-undang yang berlaku.

Di Indonesia berlaku undang-undang koperasi yaitu Undang-undang

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berikut adalah Pengertian

96

Alfred Hanel, Pokok-pokok Pikiran Organisasi Koperasi dan Kebijakan Pengembangan di

Negara-negara Berkembang, Bandung: Unpad, 1985, h. 17.

Page 74: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

60

Koperasi menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang

Perkoperasian:

“Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang-seorang atau

badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip

koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas

kekeluargaan”.97

Sedangkan pengertian Koperasi menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun

2012 tentang Perkoperasian (sebelum dilakukan Judicial Review dan kembali

kepada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian):

“Koperasi adalah Badan Hukum yang didirikan oleh orang perseorangan

atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya

sebagai modal untuk menjalakan usaha, yang memenuhi aspirasi dan

kebutuan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nlai

dan prinsip koperasi”.98

b. Pendekatan esensial, yang menjelaskan tentang koperasi menurut esensinya

sebagai bentuk kerja sama antar individu.

Pendekatan esensial menekankan pada penjelasan tentang koperasi di dalam

Batasan-batasan berdasarkan esensinya sebagai bentuk kerja sama antar

individu. Batasan yang dirumuskan kadang-kadang menjadi sulit dicernakan ke

dalam kaidah-kaidah operasional karena lebih sering bernuansa abstrak dan

ideologis. Sebagai contoh, definisi yang diungkapkan oleh Hanel yaitu suatu

97

Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi, Rineka Cipta : Jakarta, 2007, h.

252. 98

Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

Page 75: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

61

sistem sosial ekonomi atau sosial teknik yang terbuka dan berorientasi pada

tujuan.99

c. Pendekatan nominal, yang menjelaskan tentang karakteristik koperasi secara

variabelistik dan ciri-ciri perilakunya, sebagai suatu system sosio-ekonomi yang

dapat dibedakan dengan bentuk-bentuk organisasi ekonomi lainnya.

Menurut pendekatan nominalis, suatu organisasi ekonomi dapat disebut sebagai

koperasi apabila memenuhi empat kriteria pokok, yaitu:

1) Didirikan oleh sekelompok individu, karena paling sedikit memiliki satu

kepentingan atau tujuan ekonomi yang sama (disebut : Kelompok Koperasi);

2) Menyelenggarakan usaha Bersama untuk mencapai tujuan Bersama melalui

swadaya kelompok (disebut: Selfhelp, Swadaya);

3) Sebagai alat untuk mencapai tujuan Bersama secara berswadaya tersebut

dibentuklah perusahaan yang dimiliki dan dibina Bersama

(disebut:perusahaan Koperasi);

4) Tugas pokok perusahaan koperasi adalah menyelenggarakan pelayanan-

pelayanan barang/jasa menunjang peningkatan kondsi ekonomi rumah

tangga anggota (disebut: tugas mempromosikan ekonomi anggota).100

99

Alfred Hanel, Pokok-pokok Pikiran Organisasi Koperasi dan Kebijakan Pengembangan di

Negara-negara Berkembang, Bandung: Unpad, 1985, h. 17. 100

Ramudi Ariffin, Koperasi Sebagai Perusahaan,Bandung: IKOPIN PRESS, 2013, h. 25.

Page 76: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

62

2. Landasan Koperasi

Untuk mendirikan koperasi yang kokoh perlu adanya landasan tertentu.

Landasan ini merupakan suatu dasar tempat berpijak yang memungkinkan

koperasi untuk tumbuh dan berdiri kokoh serta berkembang dalam pelaksanaan

usaha-usahanya untuk mencapai tujuan dan cita-citanya. Landasan-landasan

Koperasi terbagi atas : landasan idiil, landasan strukturil dan gerak serta

landasan mental.

a. Landasan Idiil Koperasi Indonesia

Maksud dari landasan idiil koperasi adalah landasan yang digunakan

untuk mencapai cita-cita koperasi. Gerakan koperasi sebagai organisasi

ekonomi rakyat yang hidupnya dijamin UUD 1945 akan bertujuan untuk

mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Maka, tujuannya sama dengan

apa yang dicita-citakan oleh seluruh Bangsa Indonesia, karena itu landasan

Idiil Koperasi Indonesia sama dengan landasan idiil NKRI yaitu Pancasila.

b. Landasan Struktural dan Gerak Koperasi Indonesia

Landasan struktural koperasi adalah tempat berpijak koperasi dalam

susunan hidup bermasyarakat. Yang menjadi Landasan struktural Koperasi

Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945, sedangkan landasan gerak

koperasi Indonesia adalah Pasal 33 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945

artinya ketentuan-ketentuan yang terperinci tentang koperasi Indonesia harus

berlandasan dan bertitik tolak dari Jiwa pasal 33 ayat 1 Undang-undang

Dasar 1945.

Page 77: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

63

c. Landasan Mental Koperasi Indonesia

Landasan Mental Koperasi Indonesia adalah setia kawan dan

kesadaran pribadi. Rasa setiakawan telah ada dalam masyarakat

Indonesiasejak dulu dan merupakan sifat asli masyarakat Indonesia. 101

3. Nilai dan Prinsip Koperasi

Nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang ditetapkan oleh berbagai koperasi

dunia telah diharmonisasikan melalui deklarasi International Cooperative

Alliance (ICA) yang merupakan wadah pemersatu gerakan koperasi dunia.

Mengacu pada prinsip International Cooperative Alliance (ICA), koperasi

dibentuk dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai menolong diri sendiri,

tanggungjawab sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan dan kesetiakawanan.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merumuskan nilai-nilai dasar koperasi yaitu

“self-help, self-responsibility, democracy, equality, equity, and solidarity”.

Dengan demikian, koperasi bukan hanya sebuah Lembaga ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi, tetapi koperasi juga berdimensi

filosofis, sosial, budaya. Seperti diakui oleh PBB, kekuatan utama koperasi

ialah bahwa koperasi merupakan Lembaga sosial ekonomi yang sarat nilai.

Dalam koperasi terdapat nilai-nilai intrinsik yang menjadi identitas koperasi

seperti tergambar dalam prinsip-prinsip, asas, fungsi, dan peran serta definisi

koperasi.

101

Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi, Rineka Cipta: Jakarta, 2007, H.

8-9

Page 78: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

64

a. Nilai-nilai Koperasi

Mengacu pada prinsip International Cooperative Alliance (ICA),

koperasi dibentuk dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai menolong diri

sendiri, tanggungjawab sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan,

kesetiakawanan, dan kesejahteraan Bersama. Mengikuti tradisi dari para

pendirinya, anggota-anggota koperasi percaya pada nilai-nilai etis dari

kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab sosial serta kepedulian terhadap

orang lain.102

b. Prinsip-prinsip Koperasi

Untuk melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktik, ditetapkan 7

prinsip-prinsip koperasi yang digunakan oleh koperasi. Berikut Ini adalah 7

prinsip Koperasi menurut ICA :

1) Keanggotaan Sukarela dan Terbuka

2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis

3) Partisipasi Ekonomi Anggota

4) Otonomi dan kebebasan

5) Pendidikan, pelatihan dan informasi

6) Kerjasama diantara koperasi

7) Kepedulian terhadap Komunitas

102

DEKOPIN, Konsep Dasar Visi 2045, (Dekopin: Jakarta, 2015), H. 8-9

Page 79: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

65

Sedangkan menurut Undang-undang koperasi Nomor 25 Tahun 1992

tentang Perkoperasian, 7 prinsip koperasi Indonesia adalah sebagai berikut :

1) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka

2) Pengelolaan secara demokratis

3) Pembagian SHU sesuai dengan Besarnya jasa usaha setiap anggota

4) Pemberian balas jasa terbatas Modal

5) Kemandirian

6) Pendidikan anggota

7) Kerjasama antar koperasi

ICA menggambarkan prinsip-prinsip koperasi sebagai identitas koperasi

yang tak dimiliki oleh perusahaan lain, bahwa dalam perusahaan koperasi:

1) Orang-orang dapat bergabung dan keluar

2) Suara anggota akan didengar

3) Anggota mengontrol modal

4) Kebersamaan yang otonom

5) Anggota dapat mengembangkan diri

6) Anggota bisa menjadi lebih sukses karena bekerjasama dengan orang lain

yang tahu bagaimana bekerjasama

7) Anggota tetap dapat melakukan sesuatu untuk komunitas masing-

masing.103

103

DEKOPIN, Konsep Dasar Visi 2045, (Dekopin: Jakarta, 2015), H.10-11

Page 80: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

66

4. Bentuk dan Jenis Koperasi

a. Bentuk Koperasi

Ada bermacam-macam bentuk atau jenis koperasi menurut Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, ada dua bentuk

koperasi yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder.

1) Koperasi Primer

Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan

orang-seorang. Koperasi primer sekurang-kurangnya dibentuk oleh 20

orang persyaratan ini dimaksud untuk menjaga kelayakan usaha dan

kehidupan koperasi.

2) Koperasi Sekunder

Koperasi Sekunder yang beranggotakan koperasi primer disebut pusat

koperasi. Koperasi sekunder yang beranggotakan pusat-pusat koperasi

disebut induk koperasi sedangkan koperasi sekunder yang beranggotakan

induk-induk koperasi disebut gabungan koperasi. Koperasi sekunder

dibentuk sekurang-kurangnya oleh 3 koperasi Primer/pusat/induk.104

b. Jenis Koperasi

Koperasi juga dapat dibedakan menjadi beberapa jenis koperasi

berdasarkan kepentingan anggotanya. Menurut Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 Tentang Perkoperasian berikut ini adalah jenis-jenis Koperasi di

Indonesia:

104

Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, (Pustaka Margaretha: Jakarta, 2012), H. 74

Page 81: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

67

1) Koperasi Konsumsi/konsumen

2) Koperasi produksi/produsen

3) Koperasi Jasa

4) Koperasi Simpan Pinjam

5) Koperasi Pemasaran

5. Perangkat Organisasi Koperasi

Koperasi sebagai suatu organisasi juga memiliki struktur hirarkis dan

garis komando. Namun organisasi koperasi bersifat unik sehingga tampak

berbeda dengan organisasi pada umumnya. Organisasi Koperasi merupakan

suatu system sosial ekonomi yang terbuka dan berorientasi pada tujuan.

Berdasarkan Undang-undang nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian

perangkat organisasi Koperasi Indonesia terdiri dari sebagai berikut : 105

a. Rapat Anggota

Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi yang

harus dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Rapat anggota terdapat

3 jenis yaitu rapat anggota khusus , rapat anggota luar biasa dan rapat

anggota tahunan.

b. Pengurus

Pengurus adalah pemegang kuasa rapat anggota , pengurus dipilih dari,

oleh anggta koperasi dalam rapat anggota. Pengurus mengemban tugas

diantaranya.

105

Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, (Pustaka Margaretha: Jakarta, 2012), H. 82

Page 82: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

68

1) Mengelola koperasi dan usahanya

2) Mengajukan rencana kerja dan rencana anggaran dan belanja koperasi

3) Menyelenggarakan rapat anggota

4) Menyelenggarakan pembukuan

5) Membuat dan mengajukan laporan keuangan atau

pertanggungjawaban

c. Pengawas

Pengawas adalah perangkat organisasi koperasi yang dipilih dari dan

oleh anggota dan diberi mandate oleh rapat anggota untuk melakukan

pengawasan terhadap jalannya organisasi dan usaha koperasi.

d. Pengelola

Pengelola koperasi adalah orang-orang yang diangkat dan

diberhentikan oleh pengurus untuk mengembangkan usaha koperasi secara

professional dan efisien.

e. Anggota

Anggota merupakan unsur utama dalam koperasi yang memiliki dua

identitas yaitu sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa dalam koperasi. 106

106

Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, (Pustaka Margaretha: Jakarta,2012), H. 83

Page 83: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

69

6. Keanggotaan dalam Koperasi

Dalam koperasi, anggota menjadi unsur utama dimana anggota

merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa dalam koperasi atau yang lebih

kita kenal dengan istilah dua identitas anggota koperasi. Hal ini yang menjadi

salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya, karena salah satu

indicator keberhasilan dalam koperasi adalah partisipasi anggota baik sebagai

pemilik ataupun sebagai pengguna jasa. Partisipasi anggota dalam hal ini adalah

pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai anggota.

Berikut ini adalah bentuk partisipasi anggota berdasarkan dua identitas

yang dimilikinya :

a. Sebagai pemilik anggota memiliki kewajiban untuk menyetor simpanan

untuk modal koperasi

b. Sebagai pemilik anggota wajib untuk turut aktif dalam pengambilan

keputusan , evaluasi dan pengawasan

c. Sebagai pemilik anggota harus turut serta menanggung resiko saat koperai

mengalami kerugian

d. Sebagai pemilik anggota berhak untuk dipilih atau memilik sebagai pengurus

atau pengawas koperasi

e. Sebagai pelanggan atau pengguna jasa anggota berhak dan sekaligus

berkewajiban memanfaatkan pelayanan barang atau jasa dari koperasinya. 107

107

Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, (Pustaka Margaretha: Jakarta,2012), H. 100

Page 84: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

70

7. Modal Koperasi

Sebagai sebuah badan usaha yang menjalankan bisnis, koperasi

membutuhkan modal. Modal dibutuhkan untuk membiayai kegiatan organisasi

maupun bisnis koperasinya. Menurut pasal 41 UU nomor 25 Tahun 1992,

modal badan usaha koperasi terdiri dari modal sendiri, modal pinjaman, dan

modal penyertaan. 108

a. Modal Sendiri

Berasal dari empat sumber yaitu simpanan pokok, simpanan wajib,

dana cadangan, donasi atau hibah.

1) Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib

dibayarkan oleh angora kepada koperasi pada saat masuk menjadi

anggota koperasi.

2) Simpanan wajib adalah sejumlah uang tertentu yang tidak harus sama

yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan

kesempatan tertentu. Simpanan pokok dan wajib akan dikembalikan

secara utuh ketika keluar dari keanggotaan koperasi.

3) Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa

hasil usaha yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk

menutup kerugian koperasi bila diperlukan.

108

Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, (Pustaka Margaretha: Jakarta,2012), H. 91

Page 85: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

71

4) Donasi atau hibah adalah sejumlah uang atau barang dengan nilai tertentu

yang disumbangkan oleh pihak ketiga, tanpa adanya suatu ikatan atau

kewajiban untuk menggembalikannya.

b. Modal Pinjaman

Koperasi juga bisa memperbesar modalnya dengan meminjam uang

dari luar koperasi dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan

usahanya. Modal dari luar atau pinjaman bersumber dari :

1) Pinjaman anggota yaitu pinjaman dari anggota atau calon anggota

koperasi yang memenuhi syarat

2) Pinjaman dari koperasi lainnya atau anggotanya yaitu pinjaman yang

didasari penjanjian kerjasama antar koperasi

3) Bank dan Lembaga keuangan lainnya

4) Penerbitan Obligasi dan surat Hutang Lainnya

5) Sumber lainnya yang sah

c. Modal Penyertaan

Pemupukan modal dari modal penyertaan, baik yang bersumber dari

pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka

memperkuat kegiatan bisnis koperasi terutama bentuknya investasi. Modal

Penyertaan ikut menanggung resiko, pemilik modal penyertaan tidak

memiliki hak suara dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijakan

koperasi secara keseluruhan. Namun pemilik modal penyertaan dapat

Page 86: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

72

diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang

didukung oleh modal penyertaannya sesuai perjanjian yang disepakati. 109

8. Filosofi Koperasi

Sebagai badan hukum, koperasi senantiasa memposisikan semua pihak,

yaitu pengurus, pengawas, dan anggota dalam posisi yang setara. Dengan asas

kekeluargaan semua pihak mempunyai rasa memiliki yang besar terhadap

lembaga koperasi. Pada dasarnya, asas kekeluargaan ini bertujuan untuk

meminimalisasi kekuasaan satu pihak yang dominan dan cenderung

mengeksploitasi pihak lain. Di koperasi, semua pihak diuntungkan karena

mendapat manfaat sesui kontribusi dan partisipasinya.

Koperasi menjadi bagian integral tata perekonomian nasional yang

mampu meminimalisasi kasus yang kerap terjadi di lembaga komersial non-

Koperasi. Gerakan koperasi menjadi dasar pembangunan ekonomi dalam

mencapai kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang

Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 1 yang berbunyi ‘Perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan’. Bung Hatta mengatakan,

perekonomian Indonesia hndaknya disusun sebagai gerakan bersama

berdasarkan asas kekeluargaan yaitu melalui koperasi. Koperasi harus dijadikan

sebagai soko guru perekonomian Indonesia.

Ada empat alasan mengapa koperasi harus dijadikan soko guru

perekonomian nasional. Pertama, koperasi mendidik masyarakat menjadi

109

Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, Pustaka Margaretha: Jakarta, 2012, h. 90-94

Page 87: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

73

mandiri. Kedua, koperasi memiliki sifat kemasyarakatan sehingga kepentingan

umum lebih didahulukan dibandingkan kepentingan golongan. Ketiga, koperasi

berkembang dari budaya asli Indonesia. Keempat, koperasi menentang segala

paham yang berbau individualisme dan kapitalisme.

Dalam menjalankan sistem perekonomian nasional, koperasi tidak saja

mempertahankan melainkan juga menguatkan identitas budaya Indonesia.

Kepribadian bangsa dalam bergotong royong pun akan tumbuh subur. Dengan

demikian, koperasi mampu memupuk kekuatan ekonomi lemah untuk

menghadapi tantangan globalisasi.

B. Koperasi Syariah

1. Definisi

Koperasi syariah berasal dari dua kata, yaitu koperasi dan syariah.

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan

hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi

sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas

kekeluargaan. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan

usaha Koperasi berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia.110

Dengan demikian, koperasi syariah adalah

koperasi yang menerapkan prinsip hukum Islam dalam kegiatan usaha Koperasi

110

Pasal 1 Ayat 9 Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 Tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.

Page 88: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

74

berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia.

Koperasi syariah yang berlandaskan pada pijakan Alquran surat al-

Maidah Ayat (2), yang menganjurkan untuk saling menolong dalam kebaikan

dan melarang sebaliknya, mengandung dua unsur didalamnya, yakni ta’awun

(tolong-menolong) dan syirkah (kerja sama). Kesesuaian dua unsur tersebut

senada dengan prinsip koperasi (konvensional), sehingga koperasi syariah

mudah diterima oleh masyarakat dan menjadi pilihan dalam menunjang

kegiatan ekonomi.

Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya

disingkat KSPPS adalah Koperasi yang kegiatan usaha simpan, pinjam dan

pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infak, sedekah,

dan wakaf.111

Pendirian KSPPS dimaksudkan sebagai antitesis dari lembaga

koperasi konvensional. Berbasis sistem bagi hasil yang digadang-gadang lebih

mengakomodasi prinsip keadilan, koperasi syariah telah menjadi sumber

pembiayaan alternatif.

Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 belum terdapat pengaturan

secara khusus tentang koperasi syariah. Hal ini dikarenakan geliat gerakan

ekonomi Islam yang sebenarnya telah ada sejak tahun 1905 dengan berdirinya

Syarikat Dagang Islam. Karena pengaruh beberapa faktor, gerakan ini tidak

111

Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 Tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.

Page 89: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

75

dapat diwariskan sehingga terjadi kevakuman ekonomi Islam yang cukup lama

di Indonesia. Gerakan ini kemudian muncul kembali pada tahun 1980-an,

ditandai dengan berdirinya Baitutamwil Teknosa di Bandung, kemudian disusul

dengan berdirinya Baituttamwil Ridho Gusti di Jakarta. Namun, seperti para

pendahulunya, gerakan ini tidak dapat bertahan lama kemudian tidak terdengar

gaungnya kembali.

Pada tahun 1992, dengan kemunculan BMT (Baitul Maal Tamwil) Bina

Insan Kamil di Jakarta, perbincangan mengenai koperasi syariah mulai marak.

Hal ini dikarenakan suksesnya BMT Bina Insan Kamil memberikan warna baru

bagi perekonomian, utamanya bagi para pengusaha mikro. Sejak saat itu,

wacana mengenai koperasi syariah mulai mendapatkan perhatian yang cukup

besar di dalam masyarakat.112

Perbedaan-perbedaan koperasi syariah dengan koperasi konvensiaonal

dapat terlihat pada aspek, diantaranya sebagai berikut :

a. Pembiayaan

Koperasi konvensional memberikan bunga pada setiap naabah sebagai

keuntungan koperasi. Sedangkan pada koperasi syariah, bagi hasil adalah

cara yang diambil untuk melayani para nasabahnya.

112

Izzary, https://ikosindo.or.id/sejarah-koperasi-syariah-di-indonesia/diakses 21 Oktober 2018

Page 90: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

76

b. Aspek pengawasan

Aspek pengawasan yang diterapkan pada koperasi konvensional

adalah pengawasan kinerja, ini berarti koperasi hanya diawasi kinerja para

pengurus dalam mengelola koperasi.

Berbeda dengan koperasi syariah, selain diawasi pada pengawasan

kinerjanya, tetapi juga pengawasan syariah. Prinsip-prinsip syariah sangat

dijunjung tinggi, maka dari itu kejujuran para intern koperasi sangat

diperhatikan pada pengawasan ini, bukan hanya pengurus, tetapi aliran dana

serta pembagian hasil tidak luput dari pengawasan.

c. Fungsi sebagai lembaga zakat

Koperasi konvesional tidak menjadikan usahanya sebagai penerima

dan penyalur zakat, sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para

nasabahnya, karena kopersai ini juga berfungsi sebagai institusi Ziswaf .

2. Tujuan Koperasi Syariah

Tujuan Koperasi Syariah sama seperti koperasi pada umumnya adalah,

meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan

sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Berdasarkan tujuan tersebut, maka

Koperasi Syariah mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut:

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada

khususnya, dan masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan

kesejahteraan sosial ekonominya.

Page 91: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

77

b. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih

amanah, professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di

dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah

islam.

c. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional

yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan

demokrasi ekonomi.

d. Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana,

sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta.

e. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama

melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif.

f. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja dan; ketujuh,

menumbuhkankembangkan usaha-usaha produktif anggota.

Tujuan Koperasi Syariah tersebut di atas, sesuai norma dan moral Islam,

sebagaimana yang terdapat dalam Alquran :

ها يأ ا ف نلاس ٱ ي مم رض ٱك وا

ت لأ و ط وا خ يأطن ٱحللا طي باا ول تتبع مأ ۥإنه لش لك بني م و ١٦٨عد

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat

dibumi, dan jangalah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, karena

sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu”. (Q.S Al Baqarah : 168)

ها يأ ين ٱ ي حل ل

طي بت ما أ وا م ر إن لل ٱءامن وا ل ت وا تد مأ ول تعأ ٱلك ب لل ل ي

تدين ٱ عأ أم ٨٧ ل م وك وا ا رزقك و لل ٱمم ا ٱحللا طي با وا ق ٱ ت ي ٱ لل نت م به لمن ون ۦأ ؤأ ٨٨م

Page 92: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

78

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang

baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui

batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah

rezkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman

kepada-Nya”.

(Q.S AL Maidah : 87-88)”.

ة ٱق ضيت فإذا لو ٱف لص وا رض ٱف نتش ٱو لأ وا تغ ل بأ ٱمن فضأ ٱو لل وا ر ٱ ذأك ا لل كثريا

ون لح مأ ت فأ ١٠لعلك “Apa bila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah dimuka bumi; dan

carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung.”

(Q.S Al Jumu’ah : 10)”

Islam menganjurkan untuk melakukan pendistribusian pendapatan dan

kekayaan yang merata sesama anggota berdasarkan kontribusinya. Agama

Islam mentolerir kesenjangan kekayaan dan penghasilan karena manusia tidak

sama dalam hal karakter, kemampuan, kesungguhan dan bakat. Perbedaan

diatas tersebut merupakan penyebab perbedaan dalam pendapatan dan

kekayaan. Anjuran di atas sebenarnya sudah tertuang dalam pasal 5 ayat 1

tentang prinsip koperasi , yaitu prinsip koperasi ke 3 yang berbunyi

“Pembagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa

usaha masing-masing anggota”.

Page 93: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

79

C. Lembaga Keuangan Mikro

1. Definisi dan Urgensi Lembaga Keuangan Mikro

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM

adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa

pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman

atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,

pengelolaan simpanan, maupun memberikan jasa konsultasi pengembangan

usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.113

Lembaga Keuangan

Mikro dapat didefinisikan juga sebagai penyedia produk dan/atau jasa seperti

kredit mikro, mikro tabungan, mikro ekuitas, mikro transfer, dan asuransi mikro

secara berkelanjutan untuk orang miskin, marginal, berpenghasilan rendah

dan/atau dikecualikan dari system keuangan formal.

2. Kegiatan Usaha LKM

a. Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan

masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala

mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun

pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

b. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan

Prinsip Syariah.

113

Pasal 1 (Ayat 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

Page 94: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

80

c. LKM dapat melakukan kegiatan berbasis fee sepanjang tidak bertentangan

dengan ketentuan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

3. Tujuan LKM:

a. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;

b. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas

masyarakat; dan

c. Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama

masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah

4. Kewajiban Memperoleh Izin Usaha LKM

a. Lembaga yang akan menjalankan usaha LKM setelah berlakunya Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, wajib

memperoleh izin usaha LKM.

b. Permohonan izin usaha sebagai LKM disampaikan kepada Kantor

Regional/Kantor OJK/Direktorat LKM sesuai tempat kedudukan LKM.

5. Bentuk Badan Hukum LKM

a. Koperasi; atau

b. Perseroan Terbatas (sahamnya paling sedikit 60 persen dimiliki oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota atau badan usaha milik desa/kelurahan,

sisa kepemilikan saham PT dapat dimiliki oleh WNI atau koperasi dengan

kepemilikan WNI paling banyak sebesar 20 persen).

Page 95: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

81

6. Kepemilikan LKM

LKM hanya dapat dimiliki oleh:

a. Warga Negara Indonesia;

b. Badan usaha milik desa/kelurahan;

c. Pemerintah daerah kabupaten/kota; atau

d. Koperasi.

LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh

warga negara asing atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki

oleh warga negara asing atau badan usaha asing.

7. Luas Cakupan Wilayah Usaha dan Permodalan LKM

a. Luas Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu wilayah

desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan skala usaha

masing-masing LKM.

b. Skala usaha LKM yang dimaksud ditetapkan berdasarkan distribusi nasabah

peminjam atau Pembiayaan sebagai berikut:

1) LKM memiliki skala usaha desa/kelurahan apabila memberikan Pinjaman

atau Pembiayaan kepada penduduk di 1 (satu) desa/kelurahan;

2) LKM memiliki skala usaha kecamatan apabila memberikan Pinjaman

atau Pembiayaan kepada penduduk di 2 (dua) desa/kelurahan atau lebih

dalam 1 (satu) wilayah kecamatan yang sama;

Page 96: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

82

3) LKM memiliki skala usaha kabupaten/kota apabila memberikan Pinjaman

atau Pembiayaan kepada penduduk di 2 (dua) kecamatan atau lebih dalam

1 (satu) wilayah kabupaten/kota yang sama.

c. Modal LKM terdiri dari modal disetor untuk LKM yang berbadan hukum PT

atau simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah untuk LKM yang berbadan

hukum Koperasi dengan besaran:

1) Wilayah usaha desa/kelurahan : Rp 50.000.000

2) Wilayah usaha kecamatan : Rp 100.000.000

3) Wilayah usaha kabupaten/kota : Rp 500.000.000

8. Transformasi LKM

LKM wajib bertransformasi menjadi bank perkreditan rakyat atau bank

pembiayaan rakyat syariah jika:

a. Melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota tempat

kedudukan LKM; atau

b. LKM telah memiliki:

1) Ekuitas paling kurang 5 (lima) kali dari persyaratan modal disetor

minimum bank perkreditan rakyat atau bank pembiayaan rakyat syariah

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

2) Jumlah dana pihak ketiga dalam bentuk simpanan yang dihimpun dalam 1

(satu) tahun terakhir paling kurang 25 (dua puluh lima) kali dari

persyaratan modal disetor minimum bank perkreditan rakyat atau bank

Page 97: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

83

pembiayaan rakyat syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

9. Laporan Keuangan LKM

a. LKM wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala setiap 4

(empat) bulan untuk periode yang berakhir pada 30 April, 31 Agustus, dan

31 Desember kepada OJK.

b. Penyampaian laporan keuangan dilakukan paling lambat pada akhir bulan

berikutnya.

c. Ketentuan mengenai laporan keuangan LKM diatur dalam surat edaran

OJK.

10. Larangan Bagi LKM

Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang:

a. Menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas

pembayaran;

b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;

c. Melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung;

d. Bertindak sebagai penjamin;

e. Memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam

rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah

kabupaten/kota yang sama;

f. Melakukan penyaluran pinjaman atau pembiayaan di luar cakupan wilayah

usaha; atau

Page 98: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

84

g. Melakukan usaha di luar kegiatan usaha seperti yang dimaksud dalam Pasal

2 Peraturan OJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha

Lembaga Keuangan Mikro.

11. Pembinaan, Pengaturan, dan Pengawasan LKM

a. Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh OJK.

b. Dalam melakukan pembinaan LKM, OJK berkoordinasi dengan

kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian

Dalam Negeri.

c. Pembinaan dan pengawasan LKM didelegasikan kepada pemerintah daerah

kabupaten/kota atau pihak lain yang ditunjuk.

Secara teoritis, perbedaan utama keuangan mikro terhadap keuangan

formal ada pada pendekatan alternatif untuk agunan yang berasal dari

konsep tanggung jawab bersama. Ini terjadi karena orang miskin tidak

memiliki aset untuk jaminan. Produk dan jasa keuangan mikro biasanya

disediakan oleh LKM (Lembaga Keuangan Mikro). Lembaga ini dapat

beroperasi dalam bentuk bank komersial BPR (Bank Perkreditan Rakyat),

Sertifikat Kredit (Credit Union), koperasi, Lembaga Keuangan Nonbank

Lainnya (LKNB) atau Organisasi Non Pemerintah (NGO). LKM setidaknya

harus memiliki tiga hal, yaitu114

:

a) Jasa yang ditawarkan harus relevan dengan kelompok yang menjadi target.

114

J. Morduch, Does Microfinance Really Help The Poor? New Evidence from Flagship

Programs in Bangladeh. New York University: Diakses dari http:/www.nyu.edu/projects/morduch/

documents/1998-Does-MF-really-help-the-poor.pdf., diakses 01 September 2018.

Page 99: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

85

b) Kegiatan dan jasa tersebut harus memiliki pegaruh positif terhadap

kehidupan nasabah.

c) LKM harus kuat dan stabil secara keuangan.

Menurut Morduch (1999), LKM setidaknya harus memiliki 3 (tiga) hal.

Pertama, jasa yang ditawarkan harus relevan dengan kelompok yang menjadi

target. Kedua, kegiatan dan jasa tersebut harus memiliki pengaruh positif

terhadap kehidupan nasabah. Dan ketiga, LKM harus kuat dan stabil secara

keuangan. Sementara Fruman dan Isern (1996) dalam studinya merumuskan

bahwa LKM memiliki 7 (tujuh) karakteristik, yaitu vision, financial services

and delivery methods, organizational structure and human resource,

administration and finance management information system, institutional

viability, serta outreach and financial sustainability.

Menurut survey rumah tangga nasional yang digalakkan Bank Dunia

(2010) tentang akses jasa keuangan dunia, hanya ada 60% penduduk Indonesia

yang telah melakkan aktifitas kredit/pinjaman. Dari jumlah tersebut, 17% di

antaranya menggunakan jasa kredit bank, 10% melalui LKM, dan 33% sisanya

mendapatkan pinjaman dari sumber informal seperti teman, keluarga, tetangga,

dan rentenir. Dengan demikian sebanyak 40% warga Indonesia tidak memiliki

akses pinjaman.

Hingga kini jumlah pelaku UMK (Usaha Mikro dan Kecil) telah

mencapai 53,7 juta unit. Artinya market share industri mencapai 99,91% dari

jumlah pelaku usaha di Indonesia. Inilah yang secara signifkan yang

Page 100: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

86

mendorong berkembangnya industri keuangan mikro nasional termasuk

keuangan mikro syariah. Dalam hal ini, Baitul Mal wat Tamwil (BMT) bersama

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) manjadi lembaga paling dominan.

Selain menjadi alat pengentas kemiskinan, LKM juga berperan besar

dalam pembangunan sosial ekonomi. Contohnya, ada pada BPR dan LKM

Lainnya yang kini telah melayani pinjaman (kredit/pembiayaan) untuk petani

skala kecil dan pengusaha pedesaan. Mereka dibentuk untuk beroperasi

menggunakan komitmen dan inisiatif mengatur sumber daya lokal melalui

prosedur dan kriteria kelayakan yang disederhanakan.

Membuka akses pembiayaan melalui LKM beberapa waktu terakhir

menjadi perhatian dan strategi yang dipilih, khususnya oleh Negara-negara

berkembang dalam program pengentasan kemiskinan. Artinya LKM dipandang

sebagai instrumen penting dari program keuangan inklusif yang bertujuan

membuka akses keuangan bagi masyarakat miskin dan UMK. LKM dihadapkan

pada berbagai tantangan dan hambatan seperti infrastruktur yang tidak lengkap,

pengaturan dan pengawasan yang belum mapan, kompetensi sumberdaya yang

rendah, dan kapasitas industry yang terbatas (Sarap, 2014).

Menyadari peranan penting LKM non-Bank dan non-Koperasi,

pemerintah membuat kebijakan untuk mendorong legalitas badan hukum LKM

tersebut melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) : Menteri Keuangan, Menteri

Koperasi dan UKM, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Bank Indonesia pada

tahun 2009. LKM yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga

Page 101: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

87

Menteri dan Gubernur Bank Indonesia tentang Strategi Pengembangan

Lembaga Keuangan Mikro ini di antaranya Lembaga Keuangan Mikro yang

belum berbadan hukum, dibentuk atas inisiatif pemerintah, pemerintah daerah,

dan/atau masayarakat seperti Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP),

Badan Kredit Desa (BKD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Lumbung

Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit

Kecamatan (BKK), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Kelompok Program

Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Badan Keswadayaan

Masyarakat (BKM), PNPM Mandiri Perkotaan, Kelompok Pengembangan

Ekonomi Masyarakat Pesisisr (PEMP), Unit Pengelola Kegiatan (UPK), PNPM

Mandiri Pedesaan, Kelompok Unit Program Pelayanan Keluarga Sejahtera

(UPPKS), Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD), Kelompok Tani

Pemberdayaan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Simpan Pinjam

Berbasis Masyarakat (LSPBM), Baitul Mal wat Tamwil (BMT), dan/atau

lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu.115

Dalam SKB diamanatkan bahwa LKM yang belum berbadan hukum agar

bertransformasi menjadi badan hukum koperasi atau menjadi bank dengan

badan hukum Perseroan Terbatas, atau menjadi BUMD (Badan Usaha Milik

Desa), Lembaga Modal Ventura, atau lembaga keuangan lainnya sesuai dengan

Undang-Undang yang berlaku.

115

Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri dan Gubernur Bank Indonesia Nomor

351.1/KMK.010/2009, 900-639A Tahun 2009, 01/SKB/M.KUKM/IX/2009, 11/43A/KEP.GBI/2009

Tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro, h.4

Page 102: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

88

D. Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Definisi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sesuai dengan Undang-Undang

No. 1 tahun 2013 adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk

memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik

melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan

masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi

pengembangan usaha yang tidak sematamata mencari keuntungan.

Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah tidak memiliki banyak

perbedaan dengan Lembaga Keuangan Mikro Konvensional, hanya saja dalam

Lembaga Keuangan Mikro Syariah memiliki prinsip yang tidak sama dengan

Lembaga Keuangan Mikro Konvensional yaitu prinsip hukum Islam dalam

kegiatan usahanya berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang

memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.116

Menurut Aslichan (2009), terdapat perbedaan mendasar antara LKM

Konvensional dengan LKM Syariah yaitu

a. LKM Syariah menerapkan sistem bagi hasil dengan nasabahnya dan tidak

menerapkan segala bentuk transaksi pinjam meminjam uang yang dikenakan

bunga.

116

Triana Sofiani, Konstruksi Norma Hukum Koperasi Syariah Dalam Kerangka Sistem

Hukum Koperasi Nasional

Page 103: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

89

b. Hubungan partisipasi dalam menanggung risiko dan menerima hasil dari suatu

perjanjian bisnis merupakan hubungan antara LKM Syariah dengan nasabahnya

tidak berdasarkan hubungan debitur-kreditur.

c. LKM Syariah memisahkan kedua jenis pendanaan supaya dapat dibedakan

antara hasil yang diperoleh dari dana sendiri dengan hasil yang diperoleh dari

dana simpanan yang diterimanya atas dasar prinsip bagi hasil.

d. LKM Syariah memberikan layanan atas dasar kemitraan seperti mudharabah

dan musyarakah, atas dasar jual beli (murabahah) atau atas dasar sewa (ijarah)

dan tidak memberikan layanan pinjaman dengan bunga dalam bentuk uang

tunai

e. LKM Syariah merupakan lembaga keuangan multiguna karena berperan

sebagai LKM komersial, LKM investasi dan pembagunan

f. LKM Syariah bekerja di bawah pengawasan Pengawas Syariah.

Pada praktiknya, lembaga keuangan mikro syariah tidak hanya fokus pada

kaidah Hukum Islam (syariah) dalam aktivitas ekonomi, tetapi juga harus

mengakomodasi nilai-nilai moral Islam yang melekat pada aktivitas ekonomi.

Beberapa nilai (values) Islami adalah sikap kepedulian, kepekaan terhadap kondisi

kemiskinan yang disertai dengan kemauan untuk berbagi serta mencari ideide

kreatif di dalam mencari solusi terhadap masalah kemiskinan tersebut. Nilai-nilai

Page 104: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

90

tersebut sangat selaras dengan semangat yang mendasari lahirnya Lembaga

Keuangan Mikro yang berbasis syariah (LKMS). 117

Beberapa faktor yang menentukan warna dan posisi lembaga keuangan

mikro syariah, yaitu:

a. Prinsip syariah yang teraplikasi pada produk dan akad syariah seperti bentuk

syirkah, prinsip saling membantu (ta’awun) dan akad bagi hasil, sangat

sesuai dengan kondisi masyarakat miskin dan usaha mikro-kecil.

b. Praktik keuangan syariah memiliki kelebihan pada nilai-nilai moral Islam

yang menuntut untuk mengutamakan masyarakat duafa atau masyarakat

kecil yang tidak beruntung secara ekonomi

c. Praktik keuangan mikro syariah melengkapi keberadaan lembaga keuangan

syariah dalam melayani kebutuhan jasa keuangan, dari kelompok masyarakat

miskin sampai dengan kelompok usaha besar.

d. Keberadaan praktik keuangan mikro syariah sesuai dengan struktur usaha

dalam perekonomian negara-negara muslim yang mayoritas berstatus

sebagai negara berkembang, dimana kelompok usaha mikro-kecil cukup

dominan dan kemiskinan masih menjadi masalah utama perekonomian.

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Koperasi Simpan Pinjam

Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau Baitul Maal wa Tamwil (BMT), sering pula

disebut Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang

117

Darsono, dkk, Memberdayakan Keuangan Mikro Syariah Indonesia, Jakarta: Tazkia

Publisihing-Bank Indonesia, 2017, h. 98

Page 105: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

91

dioperasikan berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana LKM lainnya, tujuan

utama lembaga ini adalah menyediakan permodalan bagi masyarakat yang

melakukan usaha mikro dan kecil yang jumlahnya sangat banyak tetapi kesulitan

mendapatkan akses permodalan dari lembaga keuangan formal seperti bank.

Aturan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) sama seperti Lembaga

Keuangan Mikro Biasa yang diatur dalam Undang-undang no 1 tahun 2013

tentang lembaga keuangan mikro. Menuru undang-undang tersebut LKM atau

LKMS harus memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum

menjalankan kegiatan Usahanya.

E. Baitul Mal wat Tamwil

Istilah Baitul Mal wat Tamwil (BMT) berasal dari dua kata, yaitu Baitul Mal

dan Baitut Tamwil. Istilah baitul mal berasal dari kata bait dan al maal. Bait

artinya bangunan atau rumah, sedangkan al mal adalah harta benda atau kekayaan.

Baitul Mal adalah lembaga keuangan yang berorientasi sosial keagamaan yang

kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa zakat,

infaq dan shadaqah (ZIS), sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Al

Quran dan Hadits.118

Oleh karena berorientasi sosial keagamaan maka lembaga

tersebut tidak dapat untuk kepentingan bisnis (profit oriented).

Sedangkan Baitut Tamwil, secara harfiah Bait adalah rumah dan At-Tamwil

adalah pengembangan harta. Jadi, Baitul Tamwil adalah suatu lembaga yang

118

Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII Press,

Yogyakarta,

2002, h. 54

Page 106: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

92

melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam

meningkatkan kesejahteraan pengusaha mikro melalui kegiatan pembiayaan dan

menabung (berinvestasi).119

Dengan demikian BMT merupakan lembaga keuangan yang menghimpun

dan menyalurkan dana dari dan kepada anggota yang berorientasi sosial dan

pemberdayaan sekaligus keuntungan sesuai dengan prinsip syariah.

Secara praktis, BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang

operasionalisasinya berbasis syariah, khususnya yang menyangkut bidang akad

transaksinya berbasis syariah sebagai lembaga keuangan mikro syariah (LKMS).

Untuk itu, BMT juga termasuk pada LKMS.120

Secara faktual, BMT kemudian berkembang sebagai salah satu lembaga

keuangan mikro (LKM) yang penting di Indonesia, baik dilihat dari kinerja

keuangan maupun jumlah masyarakat yang bisa dilayaninya. Segala kelebihan

yang biasa dimiliki oleh LKM pun menjadi karakter BMT. Salah satunya,

sebagaimana banyak diketahui, LKM lebih tahan terhadap goncangan

perekonomian akibat faktor eksternal Indonesia. Sementara itu, pengalaman krisis

1998 menunjukkan bahwa perbankan syariah memiliki daya tahan terhadap krisis

dibanding yang konvensional, karena beroperasi atas dasar prinsip syariah.

119

Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII Press,

Yogyakarta, 2002, h. 55 120

Euis Amalia, Keuangan Mikro Syariah, Jakarta: Gramata Publishing, 2016, h. 21

Page 107: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

93

Sedangkan BMT sendiri beroperasi sangat mirip dengan perbankan syariah,

kecuali dalam soal teknis terkait yang dilayani adalah nasabah mikro dan kecil.121

Menurut Affendi Anwar122

- Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan

Pedesaan PPs IPB, dalam makalah seminarnya, bahwa apabila kegiatan

operasional BMT dipandang sebagai suatu bentuk perantara keuangan dan

memberikan jasa-jasa keuangan, maka hal ini berarti BMT telah menjalankan

kegiatan usahanya sebagai suatu sistem/organisasi keuangan. Oleh karena itu BMT

juga harus tunduk pada kaidah-kaidah sistem “pasar keuangan” secara umum

dengan sifat-sifatnya yang bergantung kepada keadaan kontekstual persoalan

daerah operasionalnya, yaitu di kawasan kota kecamatan atau wilayah pedesaan.

Sebagian besar BMT memiliki dua latar belakang pendirian dan kegiatan

yang hampir sama kuat, yakni sebagai lembaga keuangan mikro dan sebagai

lembaga keuangan syariah. Identifikasi tentang ikhwal demikian sudah bisa

dilakukan atas BMT-BMT perintis, yang beroperasi pada tahun 1980-an dan awal

tahun 1990-an. Eksistensinya memang belum cukup diketahui secara luas oleh

masyarakat, karena masih melayani kelompok masyarakat yang relatif homogen.

Selain cakupan geografis yang amat terbatas, dampak ekonomis dari kegiatannya

pun terbilang masih amat minimal. Bagaimanapun, ciri dan latar belakang

dimaksud sudah tercermin secara cukup jelas. Fenomena kehadirannya secara

bersama-sama telah mulai dikenal sebagai gerakan BMT.

121

Perhimpunan BMT Indonesia, Haluan BMT 2020, Jakarta, 2010, h. 4. 122

Affendi Anwar, Program Kredit Mikro dengan Pola Grameen Bank dan Baitul Mal Wat

Tamwil, Makalah Seminar, Jakarta, 2017

Page 108: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

94

Perkembangan pesat dimulai sejak tahun 1995, dan memperoleh

“momentum” tambahan akibat krisis ekonomi 1997/1998. Sekarang bisa dikatakan

bahwa masyarakat luas telah cukup mengetahui tentang keberadaan BMT. Ada

sekitar 3.900 BMT yang beroperasi di Indonesia pada akhir tahun 2010 dan saat

ini jumlah BMT sudah lebih dari 5.500.123

Beberapa diantaranya memiliki kantor

pelayanan lebih dari satu. Jika ditambah dengan perhitungan faktor mobilitas yang

tinggi dari para pengelola untuk mendatangi lokasi usaha para anggota,

memberikan layanan di luar kantor, maka sosialisasi keberadaannya telah bersifat

masif. Wilayah operasional pun kini sudah mencakup daerah perdesaan dan daerah

perkotaan, di pulau Jawa dan luar Jawa.

BMT memang dirancang sebagai lembaga ekonomi sejak awal pendiriannya.

Secara lebih khusus adalah sebagai lembaga ekonomi rakyat, yang secara konsepsi

dan secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah, yang miskin dan

nyaris miskin (poor and near poor). Bantuan direncanakan akan diprioritaskan

pada upaya pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama melalui

kerjasama permodalan. Untuk melancarkan usaha tersebut, yang biasa dikenal

dengan istilah pembiayaan (financiing) dalam khasanah keuangan modern, maka

ada pula upaya menghimpun dana, yang terutama sekali berasal dari masyarakat

lokal di sekitarnya. Dengan kata lain, BMT pada prinsipnya berupaya

mengorganisasi usaha saling tolong menolong antar warga masyarakat suatu

123

Nourma Dewi, Regulasi Keberadaan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dalam Sistem

Prekeonomian Indonesia, Jurnal Serambi Hukum Vol. 11 No. 01 Februari - Juli 2017, h. 98.

Page 109: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

95

wilayah (komunitas) dalam masalah ekonomi. Sejak awal, hampir seluruh BMT

memiliki bentuk koperasi sebagai organisasi dan kemudian badan hukumnya. Hal

itu dikarenakan konsep koperasi sudah dikenal luas oleh masyarakat dan bisa

memberi status legal formal yang dibutuhkan. Ada pula BMT yang semula hanya

bersifat organisasi kemasyarakatan informal, atau semacam paguyuban dari

komunitas lokal.

1. Fungsi Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Secara konseptual, fungsi BMT ada dua, yaitu :

(1) Baitul Maal (Bait = rumah, Maal = Harta)- yaitu menerima titipan dana

zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan

pengelolaan berdasarkan prinsip syariah.

(2) Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pembiayaan) – yaitu melakukan

kegiatan pembiayaan untuk pengembangan usaha produktif dan investasi

untuk meningkatkan kualitas ekonomi pelaku UKM, terutama dengan

mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan

ekonominya.

Seiring perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul maal pun

berubah tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta melainkan juga

mengelolanya agar lebih produktif. Penerimaannya pun tidak terbatas pada

zakat, infak, dan sedekah, tetapi juga pembangunan fasilitas umum dan

kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Oleh sebab itu, BMT dapat dikatakan sebagai

salah satu lembaga keuangan di Indonesia. Dengan adanya BMT, maka

Page 110: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

96

Indonesia memiliki lembaga keuangan yang cukup variatif dan mampu

menyasar semua segmen masyarakat berdasarkan tingkat kemampuan

ekonominya. Lembaga keuangan nasional yang ada, mampu melayani mulai

dari kelompok masyarakat poorest of the poor, kelompok masyarakat UMK,

sampai kelompok masyarakat usaha besar.

Tabel 2

Lembaga Keuangan dan Sasaran Masyarakat Usaha

Market Segments Fund Suppliers

Big +- 4,370 (0,01%) -Capital Market - Banking :Commercial Bank -Other Sources

Medium +- 39,660

(0,08%)

-Banking Commercial Bank & IRBs (Med 30,91%, Sm 32,34%,

Mi 36,75%)

Small +- 520,220 (1,01%) -Banking :IRBs -Financial Institutions : BMTs, Pawnshop

Miskin

-Social Institutions : Zakat Fund Institutions Fakir Miskin

BMT cenderung menyasar masyarakat yang feasible secara ekonomi.

Namun dalam menjalankan fungsinya, lembaga keuangan seperti BMT, BPRS

dan Bank syariah akan saling kerjasama. Hal ini terlihat dalam hubungan

kerjasama (Linkage), baik pada aspek pembiayaan maupun pendanaan. 124

124

Obaidullah, Mohammed, Role of Microfinance in Poverty Alleviation : lessons from

experiences in selected IDB member countries, Islamic research & Training Institute (IRTI) – IDB,

2008, h. 54-55.

Page 111: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

97

Permodalan BMT berasal dari masyarakat umum, sedangkan modal

BPRS berasal dari pemegang saham tertentu (tokoh masyarakat atau komisaris

BMT itu sendiri). Modal BMT rata-rata di bawah Rp. 100 Juta,125

sedangkan

modal BPRS Rp2 miliar. Pendekatan BMT kepada nasabah lebih kekeluargaan

karena lebih kepada pola pembinaan dan keterbukaan sedangkan BPRS lebih

bersifat prosedural. Karena pola prosedur BMT belum mengikat dalam aturan

dan ketetapan, maka ruang gerak pemberdayaan UMK semakin kecil. Oleh

sebab itu, untuk mengembangkan modal usaha pembiayaan, BMT dapat bekerja

sama dengan BPRS dengan pertimbangan bahwa : (1) Market share usaha

BRPS sama dengan BMT, (2) proses linkage program BPRS lebih mudah dan

tidak begitu Bankable, seperti tidak perlu agunan (jaminan) dan prosesnya lebih

cepat meskipun share nisbahnya masih cukup besar dibandingkan bank syariah

akibat transaction cost.

125

Ketetapan Menkop Rp. 15-20 juta untuk tingkat DKI Jakarta (provinsi), dan Rp. 50-100 Juta

untuk tingkat nasional. (sebelum peraturan Menkop dan UKM RI no. 16/per/M.KUKM/IX 2015 modal

BMT menjadi : cakupan kabupaten, Rp. 15.000.000,cakupan provinsi Rp. 75.000.000, dan cakupan

nasional Rp. 375.000.000

Page 112: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

98

BAB IV

KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL

TERHADAP REGULASI

Upaya pemberdayaan ekonomi atau peningkatan akses keuangan bagi Usaha

Menengah dan Kecil (UMK) melalui Lembaga Keuangan Mikro termasuk BMT,

mulai mendapat perhatian pemerintah. Perhatian itu antaralain dengan penyediaan

landasan hukum bagi beroperasinya lembaga – lembaga tersebut. BMT saat ini dapat

dikatakan highly regulated sehingga berpotensi terjadi dispute mengingat terdapat

beberapa landasan hukum yang harus dirujuk.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, undang-undang yang terkait keberadaan

BMT di antaranya ialah Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro (LKM). Selain berhubungan dengan kedua Undang-undang

tersebut, maka Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) juga perlu diperhatikan BMT, mengingat dalam Undang-undang

LKM mengaitkan LKM termasuk BMT dengan OJK. Perlu diperhatikan bahwa

Undang-undang Perkoperasian mengatur tentang Badan Hukum, sedangkan Undang-

Page 113: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

99

undang LKM mengatur tentang kegiatan Usaha. Jadi, jika BMT berbadan hukum

koperasi melakukan kegiatan usaha LKM, maka harus patuh pada keduanya.126

A. Implementasi Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian

Dan Peraturan Menteri No 11 Tahun 2017

Seiring dengan perkembangannya dimana jangkauan operasi BMT semakin

luas dan dana yang dikelola semakin besar serta pelayanannya tidak lagi terbatas

pada komunitas tertentu, maka BMT yang awalnya dikelola sebagai kelompok

swadaya masyarakat (KSM) ini akhirnya dituntut berbadan hukum. Dengan

mempertimbangkan berbagai hsal yang berkembang, badan hukum yang relevan

dari sisi model bisnis maupun budaya local Indonesia adalah Koperasi. 127

Kegiatan

usaha BMT mulai diakomodasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM RI melalui

Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 Tentang

Pelaksanaan Usaha Kegiatan Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh

Koperasi. Hal tersebut dapat dilihat pada Bab VII Pelaksanaan Kegiatan Koperasi

Bagian Kesatu Tentang Kegiatan Usaha Koperasi Pasal 19 Ayat (4) yang berbunyi:

“Koperasi yang melaksanakan kegiaan usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan

Syariah wajib memiliki unit kegiatan sosial (Maal) dan unit kegiatan usaha

bisnis (Tamwil).”

Dengan berbadan hukum koperasi ini BMT harus menyesuaikan dengan

berbagai regulasi perkoperasian. Secara operasional bersandar pada Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Dalam hal ini regulator dan

126

Hasil wawancara dengan Bpk. Untung Tribasuki, Deputi Kelembagaan Kementerian

Koperasi dan UKM, 4 Oktober 2018. 127

Aziz, Noor, Koperasi Syariah akan diatur UU Koperasi (Dalam Replubika, 28 Febuari

2008).

Page 114: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

100

pengawasannya dilakukan oleh Kementerian Koperasi. Beberapa masalah mulai

muncul ketika secara factual operasional BMT tidak sepenuhnya dan serta merta

dapat mengikuti regulasi perkoperasian. Hal ini bukan dikarenakan BMT tidak

dapat diupgrade menjadi bentuk koperasi, namun disebabkan oleh : karakter BMT

sebagai lembaga keuangan mikro syariah dengan produk-produk yang khas, dan

pola hubungan yang telah dikembangan antara BMT dengan masyarakat.

Penulis membagi menjadi 7 point yang diteliti dari implementasi Undang-

undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan Peraturan Menteri

Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Usaha Kegiatan Simpan

Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi Yaitu Aspek Legalitas,Posisi

Keanggotaan BMT, Posisi Modal Penyertaan, Simpanan Pokok, Simpanan

Sukarela dan SHU, Peran dan Fungsi DPS, Kesehatan Koperasi dan Audit laporan.

Untuk menggali 7 hal tersebut, penulis melakukan wawancara dengan 3 Baitul

Maal Wat Tamwil di Kota Tangerang Selatan yaitu BMT UMJ, BMT Al Jibal dan

BMT Syahida Uin SYarif Hidayatullah. Kepada ketiga BMT tersebut Penulis

menanyakan bagaimana implementasi Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian dan Peraturan Menteri Koperasi No 11 Tahun 2017 khususnya

mengenai 7 point di atas kepada ketiga BMT tersebut. Berikut adalah hasil dari

Wawancara dan telaah laporan tahunan 3 BMT di atas:

Page 115: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

101

1. Aspek Legalitas

Aspek legalitas disini adalah tentang perizinan yang harus dipenuhi oleh

BMT untuk menunjang kegiatan usahanya. Legalitas utama bagi Baitul Maal

Wat Tamwil adalah Badan Hukum. Menurut pasal 9 Undang-undang Nomor 25

Tahun 1992 Tentang Perkoperasian yang berisi sebagai berikut :

“Koperasi memperoleh status badan hokum setelah akta pendiriannya

disahkan oleh pemerintah”

Pada Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan

Pinjam Koperasi pasal 3 ayat 1 yaitu :

“(1) Bentuk perizinan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:

a. Izin Usaha;

b. Izin Operasional”

Izin Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk

dan atas nama menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah koperasi

mendapatkan Izin Usaha dan untuk melakukan kegiatan operasional dengan

memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen. Sedangkan izin usaha adalah izin

yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, gubernur,

atau bupati/wali kota setelah koperasi melakukan pendaftaran dan untuk

memulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan operasional

Page 116: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

102

dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen. Penerbitan ijin usaha

ditetapkan sebagai berikut128

:

a. Bupati/Walikota menerbitkan ijin usaha KSPPS/USPPS Koperasi yang

wilayah keanggotaannya dalam 1 (satu) daerah Kabupaten/Kota;

b. Gubernur menerbitkan ijin usaha KSPPS/USPPS Koperasi yang wilayah

keanggotaannya lintas daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah

Provinsi;

c. Menteri menerbitkan ijin usaha KSPPS/USPPS Koperasi yang wilayah

keanggotaannya lintas daerah Provinsi.

Berikut adalah hasil dari wawancara dan telaah penulis dengan 3 BMT

yang menjadi objek penelitian penulis:

a. KSU BMT UMJ

KSU BMT UMJ memperoleh status badan hukum sebagai Koperasi

serba usaha dengan nomor akta badan hukum

No.770/BH/MENEG/.I/VI/2008 yang diterbitkan pada hari jumat 6 Juni

2007 oleh Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM RI.

Namun berdasarkan laporan kepengawasan TB 2017 KSU BMT UMJ belum

memiliki ijin operasional dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang

Selatan. Seharusnya jika mengacu pada Peraturan Menteri Koperasi Dan

128

Pasal 6 (Ayat) 4 Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor

11/PER/M.UKUKM/XII/2017 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan

oleh Koperasi.

Page 117: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

103

Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2018

Tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi pasal 3 ayat 1 yaitu :

“(1) Bentuk perizinan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:

a. Izin Usaha;

b. Izin Operasional”

Dalam hal ini KSU BMT UMJ belum memiliki izin operasional yang

dikeluarkan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan.

Padahal KSU BMT UMJ sudah berdiri dan berbadan hukum sejak tahun

2008. Dalam laporan kepengawasan TB 2017 KSU BMT UMJ pengawas

juga mengatakan bahwa KSU BMT UMJ belum memiliki ijin simpan

pinjam padahal menurut Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 tahun 2017

tentang penyelenggaraan kegiatan usaha Simpan Pinjam Syariah bahwa

KSPPS atau USPPS pasal 6 berbunyi bahwa :

“KSPPS atau USPPS Koperasi wajib memiliki izin usaha simpan pinjam

dan pembiayaan syariah”

KSU BMT UMJ sejak berdirinya melakukan kegiatan Simpan Pinjam,

namun sampai sekarang belum memiliki ijin simpan pinjam dari dinas

terkait. Hal ini berisiko karena dapat dikatakan KSU BMT UMJ melakukan

kegiatan Simpan pinjam dan pembiayaan syariah secara illegal.

Page 118: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

104

b. KSU BMT AL JIBAAL

KSU BMT Al Jibaal memperoleh status badan hukum sebagai

Koperasi serba usaha dengan nomor akta badan hukum

No.243/BH/KDK.10.4/XII/1998 pada tanggal 9 Desember 1998 disahkan

dan terdaftar di Dinas Koperasi Kabupaten Tangerang.

c. KSPPS BMT SYAHIDA IKAL UIN

KSPPS BMT Syahida telah memiliki seluruh legalitas yang harus

dipenuhi menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian dan Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun 2017

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Oleh

Koperasi pasal 3 ayat 1 yaitu :

“(1) Bentuk perizinan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:

a. Izin Usaha;

b. Izin Operasional”

BMT Syahida memiliki Izin operasional dari Dinas Koperasi dan UKM

Kota Tangerang Selatan dan Izin Simpan pinjam namun masih yang berstatus

KJKS untuk izin KSPPS masih dalam proses pengurusan. Aspek legalitas

menjadi sangat penting karena menjadi jaminan keamanan bagi anggota untuk

memanfaatkan produk pembiayaan dari BMT Syahida.

2. Posisi Keanggotaan BMT

Menurut Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM RI, Bapak

Untung Tribasuki, bagi lembaga keuangan berbadan hukum koperasi, member

based adalah harga mati karena hal tersebut yang menjadi pembeda antara badan

Page 119: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

105

hukum koperasi dengan badan hukum lainya. Namun BMT sepertinya memiliki

kebijakan sendiri mengenai keanggotaan sejak pertama BMT Berdiri. Dalam

BMT dikenal istilah anggota pendiri yang merupakan anggota inti yang akan

sangat bertanggung jawab pada maju mundurnya BMT karena memiliki andil

dalam membentuk BMT dan rasa memilikinya yang tinggi.129

Ini yang menjadi

titik beda dengan koperasi lainnya dimana keanggotaan koperasi menurut

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 17 ayat 1

yang berbunyi :

“Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi.”

Dan pasal 19 ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut :

“Setiap Anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi

sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar .”

Jadi menurut Undang-undang di atas istilah anggota pendiri yang

memiliki hak dan kewajiban lebih dari anggota lain tidak ada dalam koperasi.

Karena dalam koperasi baik anggota yang mendirikan koperasi atau yang baru

daftar memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam koperasi yaitu sebagai

pemilik dan pengguna jasa dalam koperasi tersebut.

Berikut adalah hasil dari wawancara dan telaah penulis dengan 3 BMT

yang menjadi objek penelitian penulis:

129

Baihaqi Abdul madjid, Pedoman, Pendirian, Pembinaan dan Pengawasan LKM BMT,

Jakarta: LAZNAS BMT. 2007, h. 18.

Page 120: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

106

a. KSU BMT UMJ

KSU BMT UMJ berdasarkan laporan tahunan TB 2017 memiliki 141

anggota, dengan melayani lebih dari 1800 orang yang belum menjadi

anggota atau calon anggota .Kesulitan melakukan upaya merekrut calon

anggota menjadi anggota. Anggota KSU BMT UMJ terdiri dari dosen,

Karyawan, Mahasiswa UMJ dan Masyarakat Umum. Di KSU BMT UMJ

dikenal dua istilah yaitu anggota dan mitra funding KSU BMT UMJ dimana

jumlah mitra funding (calon anggota/nasabah) berjumlah 1842 orang.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Direktur KSU BMT

UMJ bapak Muktiar mengatakan sampai hari ini kendala yang dihadapi oleh

KSU BMT UMJ dalam mengimplementasikan Undang-undang Nomor 25

Tahun 1992 dan Peraturan Menter Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 Tentang

Tata Kelola Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yaitu masalah

keanggotaan. Dimana menurut Pasal 44 Ayat 1 Point 1 Undang-undang

Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian

“Pasal 44 (1) Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkan melalui

kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk;

a. anggota Koperasi yang bersngkutan;

b. Koperasi lain dan/atau anggotanya.”

Menurut pasal di atas Koperasi Hanya dapat menghimpun dana dan

menyalurkan melalui kegiatan usha simpan pinjam dari dan untuk anggota

koperasi, koperasi lain dana tau anggotanya, jadi koperasi yang bergerak di

simpan pinjam tidak boleh melakukan penghimpunan dan penyaluran dana

Page 121: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

107

kepada non anggota koperasi. Hal ini diperkuat oleh Peraturan Menteri

Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor

:11/Per/M.KUKM/XII/2017 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan

Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi Pasal 19 Ayat 5 Ruang

lingkup kegiatan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi meliputi:

a. Menyelenggarakan kegiatan maal untuk pemberdayaan Anggota dan

masyarakat di bidang sosial dan ekonomi;

b. Menghimpun simpanan berjangka dan tabungan Koperasi dari Anggota,

Calon Anggota, Koperasi lain dan/atau Anggotanya berdasarkan akad

Wadiah atau Mudharabah;

c. Menyalurkan pinjaman kepada Anggota, Calon Anggota, Koperasi lain

dan/atau Anggotanya berdasarkan akad Qardh;

d. Menyalurkan pembiayaan Anggota, Calon Anggota, Koperasi lain

dan/atau Anggotanya berdasarkan akad Murabahah, Salam, Istishna,

Musyarakah, Mudharabah, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Ijarah

Maushufah Fi Zimmah, Musyarokah Mutanaqishoh, Ju’alah, Wakalah,

Kafalah, Hawalah dan Rahn, atau Akad lain yang tidak bertentangan

dengan syariah;

Dan ayat 7 yang berbunyi sebagai berikut :

“Calon Anggota Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dalam

waktu paling lambat 3 (tiga) bulan wajib menjadi Anggota Koperasi.”

Jadi berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun 2017

Koperasi yang kegiatan usahanya simpan pinjam hanya boleh melayani

calon anggota maksimal selama 3 bulan , setelah itu Koperasi tersebut harus

melakukan upaya untuk menjadikan calon anggota tersebut untuk menjadi

anggota Koperasi. Hal ini yang menurut bapak Muktiar menjadi kendala

besar yang dihadapi oleh KSU BMT UMJ dimana ada kurang lebih 1800

calon anggota yang dilayani dan menikmati fasilitas KSU BMT UMJ namun

Page 122: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

108

hanya kurang lebih 150 orang yang menjadi anggota Koperasi. Yang

menjadi kendalanya adalah keengganan calon anggota untuk menjadi

anggota salah satunya dalam pembayaran simpanan pokok dan simpanan

wajib. Oleh sebab itu KSU BMT UMJ melalukan pemotongan langsung dari

Tabungan calon anggota yang berminat menjadi anggota untuk pembayaran

simpanan pokok dan wajibnya. Permasalahan literasi koperasi menjadi salah

satu penyebab sulitnya mengajak calon anggota untuk menjadi anggota

koperasi.

b. KSU BMT AL JIBAAL

KSU BMT AL Jibaal Sudah berdiri sejak tahun 1998 dimana di

inisiasi melalui program pendampingan dari PINBUK. Menurut Manager

Umum KSU BMT AL Jibaal Bapak Abdul Biya mengatakan bahwa dalam

BMT masih dikenal istilah anggota pendiri, dimana anggota pendiri adalah

anggota pendiri yang memiliki hak dan kewajiban lebih dari anggota lain

sehingga KSU BMT Al Jibaal membagi menjadi dua anggota yaitu anggota

pendiri dengan anggota yang dilayani.

Menurutnya, ada kekhawatiran ketika keanggotaan dibuka secara

terbuka manajemen BMT bisa terpengaruh karena dengan kedudukan yang

sama antar anggota dalam koperasi baik anggota yang mendirikan maupun

anggota baru berhak untuk terlibat menjadi manajemen sehingga ditakutkan

anggota baru yang belum memiliki pengetahuan perkoperasian, dan

pengalaman manajerial bisa mempengaruhi performa BMT tersebut. Sejak

Page 123: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

109

tahun 2012 KSU BMT Al Jibaal sudah merubah pola keanggotaan dari

tertutup dimana hanya anggota pendiri yang memiliki kehendak untuk

mengambil keputusan menjadi terbuka bagi seluruh anggota baik yang

pendiri maupun anggota lama mempunya kehendak dan hak yang sama

dalam turut serta mengambil keputusan dalam BMT. Sampai saat ini jumlah

anggota KSU BMT Al Jibaal pertahun buku 2017 kurang lebih 400 orang

yang terdiri dari masyarakat umum yang tinggal di daerah Cireundeu,

Ciputat Kota Tangerang Selatan.

c. KSPPS BMT SYAHIDA

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Manajer KSPPS BMT

Syahida bapak Boni Faisal mengatakan sampai hari ini kendala yang

dihadapi oleh KSPPS BMT SYahida dalam mengimplementasikan Undang-

undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Peraturan Menter Koperasi Nomor 11

Tahun 2017 Tentang Tata Kelola Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan

Syariah yaitu masalah keanggotaan. Menurut Bapak Boni istilah dari, oleh

dan untuk anggota menjadi salah satu hal yang menyulitkan BMT dalam

mengembangkan usahanya. Karena dalam koperasi setiap anggota memiliki

hak dan kewajiban yang sama yaitu sebagai pemilik dan pengguna jasa.

Sebagaimana isi dari Pasal 17 ayat satu dan pasal 19 ayat 4 Undang-undang

Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.

Page 124: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

110

Pasal 17 Ayat (1) :

Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi.

Pasal 19 Ayat (4) :

Setiap Anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap

Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.

Menurut Bapak Boni Faisal, konsep one man one vote dalam koperasi

menyulitkan BMT karena BMT harus menghadirkan seluruh Anggotanya

dalam Rapat Anggota Tahunan, dan anggota berhak memiliki satu suara

untuk turut serta Dalam mengambil keputusan di rapat anggota. Dalam BMT

dikenal istilah Anggota Pendiri yaitu anggota utama yang menginisiasi

berdirinya BMT dan yang memiliki wewenang penuh atas segala keputusan

untuk kemajuan BMT. Dalam koperasi tidak perbedaan perilaku antara

anggota yang mendirikan dengan anggota yang baru masuk. Seharusnya

menurut bapak Boni Faisal anggota pendiri itu seperti pemegang saham di

Perseroan Terbatas dan anggota baru itu seperti nasabah di bank yang tidak

memiliki hak suara. Permasalahan anggota ini yang membuat BMT seakan

memberikan keanggotaan semu bagi masyarakat yang ingin menikmati

fasilitas atau produk dari BMT Syahida dengan cara memotong langsung

dari tabungan anggota untuk simpanan pokok dan simpanan wajib anggota

dengan orang tersebut tanpa sadar bahwa telah menjadi anggota di KSPPS

BMT Syahida. Sebenarnya KSPPS BMT Syahida tidak ingin melakukan hal

tersebut namun demi melaksanakan isi dari Undang-undang Nomor 25

Tahun 1992 tentang Perkoperasian maka hal ini terpaksa dilakukan.

Page 125: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

111

Di KSPPS BMT Syahida keanggotaan di bagi menjadi dua yaitu

anggota Pendiri yang merupakan Anggota Ikatan Alumni Uin Syarief

Hidayatullah Jakarta dan anggota yang dilayani yaitu masyarakat umum

yang memanfaatkan fasilitas dan produk dari KSPPS BMT Syahida. Dalam

Wawancara dengan Bapak Boni Faisal, beliau tidak menyebutkan secara

terperinci jumlah dari anggota KSPPS BMT Syahida. Namun Penulis

menemukan hal menarik yang menjadi nilai lebih dari KSPPS BMT Syahida

yaitu Pola menangani Resiko anggota yang memanfaat Produk Pembiayaan

dari KSPPS BMT Syahida dimana focus pada keberhasilan dari pembiayaan

yang diambil oleh anggotanya. Sehingga pengelola KSPPS BMT Syahida

dibekali ilmu Akuntasi, Marketing, Analisis Bisnis, sehingga anggota yang

melakukan pembiayaan akan diberikan pelatihan dan pendampingan

sehingga modal pinjaman dari KSPPS BMT Syahida bisa mengembangkan

usaha anggota sampai berhasil. Hal ini sejalan dengan Pasal 5 ayat 2

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 yaitu ;

“Dalam mengembangkan Koperasi ,maka Koperasi melaksanakan pula

prinsip Koperasi sebagai berikut: a. pendidikan perkoperasian “

3. Simpanan Pokok, Wajib, Sukarela dan SHU

Modal Koperasi terdiri dari 2 yaitu modal sendiri dan modal pinjaman

seperti yang tercantum dalam pasal 41 ayat 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun

1992 Tentang Perkoperasian yang berbunyi sebagai berikut:

Page 126: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

112

“Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. (2) Modal

sendri dapat berasal dari:

a. Simpanan Pokok;

b. Simpanan Wajib ;

c. Dana Cadangan ;

d. Hibah.”

Simpanan Pokok merupakan simpanan yang dibayarkan sekali selama

menjadi anggota ketika pertama kali mendaftar menjadi anggota dan simpanan

pokok akan dikembalikan lagi ketika anggota keluar dari keanggotaannya.

Sedangkan simpanan Wajib adalah simpanan yang dibayarkan secara rutin

setiap bulan oleh anggota koperasi selama menjadi anggota. Simpanan wajib

akan dikembalikan seluruhnya saat anggota keluar dari keanggotaannya.

Simpanan sukarela merupakan simpanan yang dibayar anggota sewaktu-waktu

dan dapat diambil kapan saja sesuai keinginan anggota. Simpanan pokok dan

simpanan wajib merupakan modal utama koperasi dalam menjalankan

usahanya, sedangkan simpanan sukarela tidak bisa dijadikan modal usaha

karena sifatnya yang bisa diambil sewaktu-waktu.

Selain simpanan di koperasi juga dikenal dengan istilah Sisa Hasil Usaha

(SHU) yang merupakan pendapatan koperasi. Menurut Pasal 45 Ayat (1) dan

(2) Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian, Sisa hasil usaha adalah :

(1) Sisa hasil usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang

diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan

,dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang

bersangkutan.

Page 127: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

113

(2) Sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan ,dibagikan

kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh

masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk

pendidikan Perkoperesian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai

dengan keputusan Rapat Anggota.

Sisa hasil usaha dibagikan di akhir tahun ketika koperasi sudah tutup

buku, ketentuan pembagian Sisa hasil usaha diatur oleh rapat anggota

dituangkan dalam anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga

koperasinya. Jumlah pembagian per anggota bergantung pada jumlah simpanan

yang disimpan anggota dan jumlah transaksi anggota di bisnis koperasinya

sebagaimana prinsip koperasi nomor 3 yang berbunyi sebagai berikut:

“Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan

besarnya jasa usaha masing-masing anggota”

Posisi simpanan pokok , wajib dan sukarela serta sisa hasil usaha di KSU

BMT UMJ, KSU BMT AL JIbaal dan KSPPS Syahida adalah sebagai berikut:

a. KSU BMT UMJ

Simpanan pokok yang tercatat pada laporan tahunan KSU BMT UMJ

TB 2017 berjumlah Rp. 66.320.000 dari 141 anggota. Simpanan Pokok

disini mengalami kenaikan jumlah anggota sebanya 55 orang. Yang menarik

simpanan pokok di BMT UMJ merupakan simpanan pokok anggota pendiri

yang jumlahnya 10 orang saja.

Simpanan Wajib yang tercatat pada laporan Tahunan KSU BMT UMJ

TB 2017 berjumlah Rp. 127.310.000 dari 141 anggota. Simpanan wajib

disini mengalami kenaikan 9, 7% dari tahun 2016.

Page 128: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

114

Simpanan sukarela tidak tercatat dalam laporan Tahunan KSU BMT

UMJ TB 2017. Sedangkan sisa hasil usaha (SHU) di KSU BMT UMJ pada

tahun buku 2017 sebesar Rp. 163.741.443 mengalami kenaikan 152%

dibandingkan tahun buku 2016 sebesar 65.041.934. Di KSU BMT UMJ sisa

hasil usaha (SHU) dibagi menjadi dua yaitu SHU operasional dan SHU Non

Operasional.. SHU operasional merupakan SHU yang diperoleh dari

pendapatan operasional yaitu ; hasi usaha dari kegiatan atau transaksi yang

diselenggarakan untuk dan dengan anggota. Sedangkan SHU non

operasional merupakan SHU yang diperoleh dari pendapatan non

operasional yaitu ; hasi usaha dari kegiatan atau transaksi yang

diselenggarakan dengan non anggota dan aktivitas lainnya. Jumlah SHU

operasional KSU BMT UMJ TB 2017 sebesar Rp. 62.440.274 dan SHU non

Operasional KSU BMT UMJ TB 2017 sebesar Rp. 101.301.169, ini

menunjukkan bahwa aktivitas bisnis simpan pinjam KSU BMT UMJ lebih

besar dengan non anggota dibandingkan dengan anggota.

Hal ini tentunya bertentangan dengan pasal 44 ayat 1 Undang-undang

No 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang mengatakan bahwa :

Pasal 44 (1) Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkan melalui

kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk; a. anggota Koperasi yang

bersngkutan; b. Koperasi lain dan/atau anggotanya

Jadi berdasarkan Undang-undang di atas bahwa koperasi hanya

diperbolehkan mengimpun dan menyalurkan dana melalui kegiatan simpan

pinjam dari dan untuk anggota koperai bersangkutan , koperasi lain dan

Page 129: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

115

anggota koperasi lain. Jadi dalam hal ini menarik simpanan dan

memberikan pembiayaan pada non anggota sebenarnya hanya diperbolehkan

maksimal selama 3 bulan itupun kepada calon anggota sebagaimana

disebutkan dalam peraturan menteri koperasi nomor 11 tahun 2017

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Oleh

Koperasi pasal 19 ayat 7.

Calon Anggota Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dalam waktu

paling lambat 3 (tiga) bulan wajib menjadi Anggota Koperasi.

Apabila terdapat koperasi atau BMT yang melayani non-Anggota,

maka harus mendaftarkan ijin usahanya dan diawasi oleh Otoritas Jasa

Keuangan.130

b. KSU BMT AL JIBAAL

Sebelum 2012 di KSU BMT AL JIBAAL menurut manager umum nya

bapak Abdul Biya yang penulis wawancara mengatakan bahwa saat itu

masih berlaku istilah anggota pendiri sebagai anggota yang memiliki

kewenangan penuh terhadap KSU BMT AL JIBAAL. Sehingga di 2012

dengan manajemen yang baru memberikan seluruh simpanan pokok dan

wajib semua anggota pendiri, dan mempersilahkan secara terbuka apabila

anggota pendiri ingin bergabung kembali di KSU BMT AL JIBAAL dengan

simpanan pokok dan wajib yang sama dengan yang lain. Hal ini juga secara

langsung membuat semua anggota baik yang mendirikan atau yang baru

130

Hasil wawancara dengan Bpk. Untung Tribasuki, Deputi Kelembagaan Kementerian

Koperasi dan UKM, 4 Oktober 2018.

Page 130: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

116

bergabung statusnya sama. Di KSU BMT AL JIBAAL simpanan pokok

besarannya Rp. 50.000/anggota sedangkan simpanan wajibnya Rp.

15.000/anggota/bulan.

Dari segi SHU penulis tidak mendapatkan informasi dari manajer

umumnya sehingga penulis tidak bisa memberikan hasil analisis apalagi

ketika penulis meminta laporan tahunan KSU AL JIBAAL, manajernya

tidak memberikan itu.

c. KSPPS BMT SYAHIDA

Penulis tidak mendapatkan Laporan Tahunan KSPPS BMT Syahida

sehingga data yang di dapat sangat terbatas hanya dari wawancara dan

brosur produk dan profil BMT. Modal sendiri yang terdiri Simpanan Pokok,

Simpanan Wajib dan Dana Cadangan dengan jumlah total 171.000.000.

Dari segi Sisa hasil usaha penulis tidak mendapatkan detail informasinya.

Namun bapak Boni Faisal mengatakan SHU di KSPPS BMT SYahida

dibagikan ke anggota namun lebih besar bagi anggota pendiri.

2. Posisi Modal Penyertaan

Berdasarkan pasal 42 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 25 Tahun

1992 Tentang Perkoperasian yang menyatakan bahwa:

(1) Selain modal sebagai dimaksud dalam pasal 41,Koperasi dapat pula

melakukan pemupukan Modal yang juga berasal dari Modal penyertaan.

(2) Ketentuan mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal

penyertaan diatur Lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Page 131: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

117

Jadi berdasarkan hal di atas koperasi diperbolehkan untuk melakukan

pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan yang ketentuannya di

atur dalam peraturan pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Nomor 11 tahun

2017 Tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh

Koperasi menyatakan bahwa Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau

barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal,

untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan Koperasi dalam

meningkatkan kegiatan usaha Koperasi.

Berikut adalah hasil penelitian penulis di ketiga BMT yaitu sebagai

berikut:

d. KSU BMT UMJ

Modal penyertaan di KSU BMT UMJ menurut Laporan Tahunan KSU

BMT TB 2017 berjumlah Rp. 129.204.900 dari anggota pendiri tidak

mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Yang menarik disini modal

penyertaan hanya bisa dilakukan oleh anggota pendiri.

e. KSU BMT AL JIBAAL

Modal penyertaan di KSU AL JIBAL lebih dari anggota pendirinya

saat dijelaskan oleh bapak Abdul Biya. Untuk berapa jumlah dan

penggunaannya penulis tidak mendapatkan penjelasan lebih lanjut dari

manajer umum KSU BMT AL JIBAAL.

Page 132: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

118

f. KSPPS BMT SYAHIDA

Modal penyertaan di KSPPS BMT SYAHIDA menurut manajer

KSPPS BMT SYAHIDA terdiri dari penyertaan BRP dan Financial

Technologi syariah (Fintech) Amanah. Modal penyertaan digunakan untuk

pengembangan usaha anggota BMT Syahida dengan konsep pendampingan

agar usaha nya berhasil.Namun besaranya penulis tidak mendapatkan

keterang lebih lanjut dari objek yang penulis teliti.

3. Tugas Peran dan Fungsi DPS dalam Pengawasan

Ketentuan tentang Dewan Pengawas Syariah memang tidak diatur di

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Namun

dituangkan dalam Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 Bagian

Ketiga Tentang Dewan Pengawas Syariah pasal 15 ayat 1-10.

(1) Dewan Pengawas Syariah ditetapkan oleh rapat anggota.

(2) Dewan Pengawas Syariah paling sedikit 2 (dua) orang dan minimal 1

(satu) orang wajib memiliki sertifikat pendidikan dan pelatihan Dewan

Pengawas Syariah dari DSN-MUI dan/atau sertifikat standar kompetensi

yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah memperoleh

lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.

(3) Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Dewan Pengawas Syariah

meliputi:

a. berasal dari anggota atau dari luar Anggota Koperasi;

b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang

merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan

dengan sektor keuangan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum

pengangkatan;

c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai

derajat kesatu dengan Pengurus;

d. Dewan Pengawas Syariah Koperasi sekunder dapat berasal dari

Anggota Koperasi primer atau dari luar Anggota Koperasi; dan

e. persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi Dewan Pengawas Syariah

diatur dalam anggaran dasar.

Page 133: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

119

(4) Dewan Pengawas Syariah yang diangkat dari luar Anggota ditetapkan

untuk masa jabatan 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan

keputusan rapat anggota.

(5) Dewan Pengawas Syariah bertanggungjawab kepada rapat anggota.

(6) Dewan Pengawas Syariah diberhentikan oleh Anggota dalam rapat

anggota.

(7) Dewan Pengawas Syariah memiliki tugas sebagai berikut:

a) memberikan nasehat dan saran kepada Pengurus dan Pengawas serta

mengawasi kegiatan Koperasi agar sesuai dengan Prinsip Syariah;

b) menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman

operasional dan produk yang dikeluarkan oleh Koperasi;

c) mengawasi pengembangan produk baru;

d) meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang belum ada

fatwanya; dan

e) melakukan evaluasi secara berkala terhadap produk simpanan dan

pembiayaan syariah.

(8) Dewan Pengawas Syariah melaporkan pelaksanaan tugas sebagaimana

dimaksud pada ayat (7) huruf b dan huruf e kepada DSN-MUI paling

sedikit 1 (satu) tahun sekali.

(9) Dewan Pengawas Syariah dapat merangkap jabatan pada KSPPS/USPPS

Koperasi lain.

Berdasarkan pasal 2 ayat 3 Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun

2017 Tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh

Koperasi yang menyatakan bahwa:

Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan

syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah.

Oleh karena itu, koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan

pinjam dan pembiayaan syariah wajib memiliki Dewan Pengawas SyariaH

(DPS). Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib memiliki rekomendasi Majelis

Ulama Indonesia (MUI) setempat atau Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) atau sertifikat pendidikan dan pelatihan Dewan

Pengawas Syariah dari DSN-MUI. Berikut penulis sajikan hasil penelitian

penulis di Tiga BMT terkait Dewan Pengawas Syariah :

Page 134: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

120

a. KSU BMT UMJ

Dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah (DPS) KSU BMT UMJ

memberikan hasil kepengawasannya dalam bentuk Opini Dewan Pengawas

Syariah yang tercantum dalam bagian Laporan Tahunan KSU BMT UMJ TB

2017. Dimana Dewan Pengawas Syariah memberikan beberapa catatan

mengenai proses penghimpunan dana dari masyarakat yang produknya

sudah sesuai dengan ketentuan syariah. Yang kedua DPS dalam opini nya

mengatakan ada beberapa hal yang harus dijelaskan dan dibahas lebih lanjut

terkait akad yaitu

1) adanya dana tabarru yang dipersyaratkan

2) adanya iuran pejaminan dan infaq yang dipersyaratkan

3) masalah pembayaran sewa disebutkan sebagai pembayaran angsuran , hal

ini perlu dikoreksi

4) adanya denda akibat tidak memenuhi kewajiban yang dihitung

berdasarkan persentase dari saldo pembiayaan

5) Dalam akad mudhorabah, masalah pembayaran bagi hasil tidak dijelaskan

namun disebutkan adanya angsuran tanpa penjelasan yang memadai , hal

ini berpotensi melanggar prinsip syariah

6) Dalam akad ijarah multijasa , masalah pembayaran sewa disebutkan

sebagai angsuran hal ini perlu dikoreksi.

Page 135: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

121

Bila dilihat dari opini nya DPS KSU BMT UMJ sudah melaksanakan

tugasnya sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 15 ayat 7 Peraturan

Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi

Dewan Pengawas Syariah memiliki tugas sebagai berikut:

1) memberikan nasehat dan saran kepada Pengurus dan Pengawas serta

mengawasi kegiatan Koperasi agar sesuai dengan Prinsip Syariah;

2) menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman

operasional dan produk yang dikeluarkan oleh Koperasi;

3) mengawasi pengembangan produk baru;

4) meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang belum ada

fatwanya; dan

5) melakukan evaluasi secara berkala terhadap produk simpanan dan

pembiayaan syariah

b. KSU BMT AL JIBAAL

Dewan Pengawas Syariah di KSU BMT AL JIBAAL tugasnya sama

dengan Dewan Pengawas Syariah di BMT lainnya. Sebagaimana yang di

sebutkan di Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi Dewan Pengawas

Syariah memiliki tugas sebagai berikut:

Page 136: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

122

1) memberikan nasehat dan saran kepada Pengurus dan Pengawas serta

mengawasi kegiatan Koperasi agar sesuai dengan Prinsip Syariah;

2) menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman

operasional dan produk yang dikeluarkan oleh Koperasi;

3) mengawasi pengembangan produk baru;

4) meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang belum ada

fatwanya; dan

5) melakukan evaluasi secara berkala terhadap produk simpanan dan

pembiayaan syariah.

c. KSPPS BMT Syahida

Dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah (DPS) KSPPS BMT Syahida

memberikan hasil kepengawasannya dalam bentuk Opini Dewan Pengawas

Syariah yang tercantum dalam bagian Laporan Tahunan KSPPS BMT

Syahida. Namun karena penulis tidak mendapatkan laporan Tahunan

sehingga penulis tidak bisa melihat isi opini DPS BMT Syahida. Jadi

berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Boni Faisal bahwa Dewan

Pengawas Syariah memberikan opini secara global saja. Ada perbedaan

penentuan dasar dalam peluncuran produk BMT , jika dahulu berdasarkan

akadnya sekarang berdasarkan kebutuhan dari anggota baru meminta Dewan

Pengawas Syariah untuk memberikan masukan bahwa akad yang sesuai

Page 137: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

123

dengan kebutuhan anggota tersebut dan terdapat pada fatwa Dewan Syariah

Nasional (DSN).

4. Tingkat Kesehatan

Pada Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 BAB IX Pasal

33 tentang Penilaian Kesehatan Koperasi menyatakan bahwa:

(1) Penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi merupakan penilaian

kinerja yang dilakukan pemerintah dan pemerintah daerah untuk

mengukur tingkat kesehatan Koperasi dalam kegiatan usaha simpan

pinjam dan pembiayaan syariah.

(2) Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan sebagai

berikut:

a) KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder dengan wilayah

keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota dilakukan oleh

bupati/walikota;

b) KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah

keanggotaan lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi

dilakukan oleh gubernur; dan

c) KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah

keanggotaan lintas daerah provinsi dilakukan oleh Menteri.

(3) Menteri mendelegasikan penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c kepada Deputi Bidang

Pengawasan.

(4) KSPPS dan USPPS Koperasi yang mempunyai total Aset paling sedikit

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun buku wajib

diaudit oleh akuntan publik dan melaporkan hasilnya kepada rapat anggota.

(5) Penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan setiap tahun,

setelah diperoleh hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan setelah

dilaksanakan rapat anggota tahunan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelaksanaan Penilaian Kesehatan KSPPS

dan USPPS Koperasi diatur dengan Peraturan Menteri.

Menurut regulasi di atas penilaian kesehatan koperasi dilakukan oleh

pemerinta baik oleh Kementerian Koperasi dan UKM RI untuk tingkat

Nasional, ataupun oleh Dinas Koperasi Provinsi atau kabupaten/kota. Ketiga

Koperasi yang penulis teliti merupakan koperasi-koperasi berprestasi tingkat

Kota Tangerang Selatan. Dimana salah satunya pada hari Koperasi Daerah ke

Page 138: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

124

71 KSPPS BMT SYAHIDA mendapatkan penghargaan Koperasi syariah

berprestasi ke dua. Ini menjadi bukti bahwa KSPPS BMT SYAHIDA

mendapatkan nilai kesehatan yang baik koperasinya.

Salah satu kritik penulis terhadap Kementerian Koperasi dan UKM RI

adalah belum adanya penilaian berupa implementasi Undang-undang atau

regulasi. Penilaian kesehatan Koperasi harus ditambahkan menjadi penilaian

awal yang menjadi titik penentu sebelum menilai sisi lain dari Koperasi. Ada

kemungkinan salah satu penyebab dari banyaknya Koperasi yang tidak

mengimplentasikan Undang-undang karena tidak ketatnya pengawasan dari

kementerian koperasi. Salah satu cara meningkatkan kesadaran penerapan

undang-undag, adalah melalui penilaian kesehatan koperasi ini.

5. Audit Pelaporan

Pasal 40 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

pasal 40 menyatakan bahwa :

Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik

Jadi koperasi dapat meminta jasa audir kepada akuntan public untuk

mengaudit laporan keuangan koperasi untuk memberikan kepercayaan kepada

anggota sekaligus masyarakat dan investor. Hal ii dipertegas di Peraturan

Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi Pasal 33 Ayat 4

menyatakan sebagai berikut ;

Page 139: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

125

“KSPPS dan USPPS Koperasi yang mempunyai total Aset paling sedikit

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun buku wajib

diaudit oleh akuntan publik dan melaporkan hasilnya kepada rapat anggota. “

e. KSU BMT UMJ

KSU BMT UMJ sudah melakukan Audit Eksternal yang dilakukan

oleh Auditor Independen dari Kantor Akuntan Publik Drs. Nunuk Saryadi

dan dengan mendapat hasil Wajar.

f. KSU BMT AL JIBAAL

KSU BMT AL JIBAAL sudah melakukan Audit Eksternal yang

dilakukan oleh Auditor Independen dan dengan mendapat hasil Wajar.

g. KSPPS BMT SYAHIDA

KSPPS BMT SYAHIDA sudah melakukan Audit Eksternal yang

dilakukan oleh Auditor Independen dan dengan mendapat hasil Wajar.

Permasalahan dari rendahnya implementasi Undang-undang Nomor 25 Tahun

1992 Tentang Perkoperasian dan Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun

2017 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha SImpan Pinjam dan Pembiayaan

Syariah Oleh Koperasi ini terjadi diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya :

1) Kurangnya pengawasan dari Kementerian Koperasi dan UKM RI atau

dinas Koperasi.

Pejabat kementerian atau dinas koperasi menurut pasal 47 ayat

(1) huruf a undang-undang no 25 tahun 1992 tentang perkoperasian

yang berbunyi sebagai berikut:

“Keputusan pembubaran koperasi oleh pemerintah sebagaimana dimaksud

dalam pasal 46 b dilakukan apabila :

a. terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi

ketentuan Undangundang ini;

b. kegiatan bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;

Page 140: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

126

c. kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.

Selama ini pejabat kementerian atau dinas koperasi sibuk dengan

mengurusi koperasi-koperasi yang tidak sehat secara modal dan

keuangan. Belum menyentuh koperasi yang tidak sehat secara

kepastian hukum (regulasi).

2) Ketidaktahuan masyarakat yang menjadi anggota BMT akan regulasi

yang mengatur BMT.

Masyarakat umumnya menjadi anggota BMT karena kemudahan

dalam memperoleh pembiayaan dari BMT lebih cepat dan mudah

dibandingkan bank. Masyarakat baru mencari tahu tentang regulasi

BMT biasanya ketika terjadi permasalahan dalam pengelolaannya

sehingga kesadaran masyarakat yang menjadi anggota BMT untuk

mengawasi kinerja BMT sangat kurang akibat ketidaktahuan regulasi

ini.

3) Kurangnya pemahaman pengurus,pengawas dan pengelola BMT

terhadap regulasi

Pengurus, pengawas dan pengelola BMT biasa lebih fokus pada

aspek bisnis dari BMT itu sendiri, mereka mengesampingkan aspek

regulasi sehingga mereka merasa sudah taat terhadap regulasi padahal

banyak regulasi yang belum ditaati oleh BMT yang diakibatkan oleh

kurangnya pemahaman regulasi oleh pengurus, pengawas dan

pengelola BMT.

Page 141: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

127

Secara singkat diuraikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3 Implementasi Regulasi oleh BMT UMJ, al- Jibal, dan Syahida

7 Aspek UU

Perkoperasian

KSU

BMT UMJ

KSU BMT Al

Jibaal

KSPPS BMT

Syahida

Undang-

Undang &

Permenekop

11/2017

1. Aspek

Legalitas

Belum

memiliki izin

operasional

dan usaha

simpan pinjam

Status badan

hukum sebagai

KSU

Sudah ada izin

operasional

dan izin usaha,

namun masih

dalam bentuk

KJKS. Izin

KSPPS dalam

proses

Pasal 9

Undang-

undang Nomor

25 Tahun

1992. Koperasi

pasal 3 ayat 1

Permenekop

1/2017

2. Posisi

keanggotaan

BMT

Memiliki 141

anggota namun

melayani 1800

orang non

anggota

Membagi

kategori

menjadi

anggota

pendiri dan

anggota yang

dilayani

Dari oleh dan

untuk anggota.

Namun

manajer

menginginkan

ada pemisahan

jenis anggota

Pasal 17 ayat 1

dan Pasal 19

ayat 4 Undang-

undang Nomor

25 Tahun

1992.

3. Simpanan

Pokok,

Wajib,

Sukarela

dan SHU

Simpanan

pokok dan

wajib berasal

dari 141

anggota. SHU

dibagi menjadi

2, SHU

operasional

dan non

operasional.

Pada 2012

seluruh

simpanan

wajib, pokok,

sukarela

diberikan

kembali

kepada

anggota

pendiri.

Selanjutkan

dimulai kebali

dengan

disamaratakan

dengan

anggota

lainnya

Simpanan

pokok, wajib,

dan sukarela

dilakukan

sesuai aturan

Pasal 41 ayat 1

dan Pasal 45

Ayat 1 dan 2

Undang-

undang Nomor

25 Tahun 1992

Page 142: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

128

4. Posisi Modal

Penyertaan

Pada KSU

BMT UMJ,

modal

penyertaan

hanya bisa

dilakukan oleh

anggota

pendiri

Modal

penyertaan

berasal dari

anggota

pendiri dan

pihak ketiga.

Berasal dari

BRP dan

Financial

Technologi

syariah

(Fintech)

Amanah.

Pasal 42 ayat 1

dan 2 Undang-

undang Nomor

25 Tahun 1992

5. Peran dan

Fungsi DPS

DPS

memberikan

catatan dalam

bentuk Opini

DPS pada

laporan

Tahunan

mengenai

proses

penghimpunan

dana dari

masyarakat

yang

produknya

sudah sesuai

dengan

ketentuan

syariah

Sesuai

Peraturan

Menteri

Nomor 11

Tahun 2017

DPS

memberikan

opini secara

global. Saat

meluncurkan

produk BMT,

berdasarkan

kebutuhan

anggota,

didiskusikan

dengan DPS

dan dicarikan

akad yang

sesuai dengan

kebutuhan

tersebut.

Pasal 2 ayat 3

Peraturan

Menteri

Koperasi

Nomor 11

Tahun 2017

6. Kesehatan

Koperasi

Penilaian

kesehatan

dilakukan oleh

Dinas

Koperasi

Tangerang

Selatan

Penilaian

kesehatan

dilakukan oleh

Dinas

Koperasi

Tangerang

Selatan

Penilaian

kesehatan

dilakukan oleh

Dinas

Koperasi

Tangerang

Selatan

Permenekop

11 Tahun 2017

BAB IX Pasal

33 ayat 1

7. Audit

Laporan

Audit

Eksternal oleh

Jasa Akuntan

Publik

Audit

Eksternal oleh

Jasa Akuntan

Publik

Audit

Eksternal oleh

Jasa Akuntan

Publik

Pasal 40

Undang-

undang Nomor

25 Tahun 1992

Page 143: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

129

B. Akibat Hukum Dari Terbitnya Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro

Terhadap BMT

Secara praktis, BMT adalah lembaga keuangan mikro yang

operasionalisasinya berbasis syariah, khususnya yang menyangkut bidang akad

transaksinya berpola syariah, untuk itu BMT juga termasuk LKMS.131

BMT

adalah lembaga keuangan mikro yang melakukan dua aktivitas secara sinergis

dalam satu kesatuan gerak kelembagaan, dimana yang satu saling melengkapi dan

menguatkan bagi yang lainnya yaitu aspek social dan aspek bisnis. Secara garis

besar BMT memiliki dua fungsi utama yaitu bait al maal dan bait at Tamwil.

Pada tahun 2013 terbit sebuah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013

Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Tentunya terbitnya undang-undang ini

membuat BMT yang sudah memilih Koperasi sebagai badan hukumnya, namun

muncul nya undang –undang LKM ini membuat BMT juga masuk dalam salah

satu lembaga yang diatur oleh undang-undang LKM ini sebagaimana tertuang

dalam pasal mengenai ketentuan peralihan.

Upaya pemberdayaan ekonomi atau peningkatan akses keuangan bagi UKM

melalui Lembaga Mikro Syariah termasuk BMT mulai mendapat perhatian

pemerintah. Perhatian tersebut misalnya penyediaan landasan hukum bagi

beroperasinya lembaga keuangan tersebut. Landasan hukum tersebut diharapkan

dapat melindungi dan mendukung keberadaan Lembaga Keuangan Mikro.

Sebelum adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

131

Euis Amalia,Keuangan Mikro Syariah, Bekasi : Gramata Publishing, 2016, h. 21

Page 144: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

130

Keuangan Mikro, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak memiliki tugas pengawasan

pada lembaga keuangan berbadan hukum koperasi, lembaga keuangan mikro dan

Baitul Mal Wat Tamwil (Lembaga Keuangan Mikro berbasis syariah). Otoritas

Jasa Keuangan (OJK) hanya berhak mengawasi bank, bank perkreditan rakyat, dan

lembaga keuangan bukan Bank.

BMT menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, disebutkan secara eksplisit sebagai Lembaga Keuangan Mikro

yang akan diatur dan diawasi oleh OJK.132

Dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, LKM yang belum berbadan

hukum agar bertransformasi menjadi badan hukum koperasi atau badan hukum

Perseroan Terbatas (PT). Secara eksplisit, BMT disebutkan sebagai Lembaga

Keuangan Mikro yang akan diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Merupakan konsekuensi dari berlakunya Undang-Undang Lembaga Keuangan

Mikro yang tertuang dalam 39 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Dalam Pasal tersebut dikatakan bahawa

BMT merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro yang wajib menaati isi dari

Undang-Undang LKM.

BMT berbadan hukum koperasi yang melakukan kegiatan usaha LKM, maka

bagi mereka terdapat aturan hukum tambahan yang harus dipatuhi selain Undang-

undang Perkoperasian dan peraturan turunannya, yaitu Undang-undang Lembaga

132

Bab XIII Tentang Ketentuan Peralihan, Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Page 145: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

131

Keuangan Mikro. Berikut penjelasan Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian

Koperasi dan UKM RI, Untung Tribasuki:

“Koperasi itu badan hukumnya, LKM itu kegiatan Usahanya. Jika BMT

berbadan hukum koperasi melakukan kegiatan LKM (melayani non-Anggota),

maka harus juga mengikuti Undang-undang Lembaga Keuangan Mikro, seperti

cakupan wilayah usaha dan harus mau mendaftarkan diri serta diawasi OJK.

Jangan mau enaknya saja, dan jadi tempat bersembunyi oknum-oknum tidak

bertanggung jawab”.133

BMT yang beroperasi di wilayah yang merupakan irisan antara wewenang

pemerintah (Kementerian Koperasi) dan Otoritas Jasa Keuangan, maka persoalan

beda tafsir regulasi di lapangan kadang terjadi. Kompleksitas regulasi ini menjadi

salah satu penyebab penafsiran regulasi yang beragam oleh berbagai pihak. Hal

tersebut menjadi kendala lembaga keuangan mikro khususnya BMT untuk

mematuhi regulasi yang ada. BMT yang telah berbadan hukum koperasi menurut

Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro dapat memiliki legalitas usahanya

sebagai LKM.

BMT berbadan hukum koperasi memperoleh izin usaha dan diawasi oleh

Otoritas Jasa Keuangan, dengan daerah kerja terbatas pada wilayah

Kabupaten/Kota serta diperbolehkan menghimpun dan menyalurkan dana kepada

masyarakat selain anggota.

Pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, LKM wajib bertransformasi menjadi bank jika:

133

Hasil wawancara dengan Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM RI,

Bapak Untung Tribasuki, 4 Oktober 2018.

Page 146: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

132

a. LKM melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota

tempat kedudukan LKM; atau

b. LKM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan.

Dalam hal ini penulis dalam penelitiannya ke 3 BMT di Kota Tangerang

Selatan yaitu KSU BMT UMJ, KSU BMT AL JIBAAL dan KSPPS BMT

SYAHIDA menanyakan tentang keberadaan Undang-undang Nomor 1 Tahun

2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Dimana BMT juga masuk dalam salah

satu lembaga yang diatur oleh Undang-undang ini. Berikut adalah hasil dari

wawancara penulis dengan 3 BMT tersebut :

a. KSU BMT UMJ

Secara Konteks menurut Direktur KSU BMT UMJ Bapak Muktiar

mengatakan koperasi belum siap untuk menghadapi kepengawasan yang

ketat. Sedangkan secara operasional sama saja , dari BMT menurut bapak

Muktiar se-Indonesia hanya 5 BMT yang mendaftarkan izinnya ke Otoritas

Jasa Keuangan (OJK) sebagai LKM karena mereka basisnya pemupukan

modal. Yang menjadi di lema BMT yang telah lama menjadi Koperasi dimana

basisnya masih Nasabah, hal ini yang dirasakan oleh KSU BMT UMJ untuk

menggaet masyarakat menjadi anggota itu sangat susah dikarenakan mindset

masyarakat yang enggan untuk mengeluarkan uang terlebih dahulu untuk

membayar simpanan pokok dan simpanan wajib. Sehingga KSU BMT UMJ

ini menggunakan system pemotongan pada setoran nabasabah untuk

Page 147: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

133

penarikan simpanan pokok dan wajib. Dimana Ada 1800an Non anggota yang

dilayani oleh KSU BMT UMJ , jika mengacu pada penjelasan Deputi Bidang

Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM RI, Untung Tribasuki:

“Koperasi itu badan hukumnya, LKM itu kegiatan Usahanya. Jika BMT berbadan hukum

koperasi melakukan kegiatan LKM (melayani non-Anggota), maka harus juga mengikuti

Undang-undang Lembaga Keuangan Mikro, seperti cakupan wilayah usaha dan harus

mau mendaftarkan diri serta diawasi OJK. Jangan mau enaknya saja, dan jadi tempat

bersembunyi oknum-oknum tidak bertanggung jawab”.134

Namun pada kenyataannya KSU BMT UMJ tidak mendaftarkan izin

LKM kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan sebuah akibat

hukum yang timbul karena KSU BMT UMJ melayani non anggota dalam

kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariahnya.

b. KSU BMT AL JIBAAL

Menurut Manajer Umum KSU BMT AL JIBAAL bahwa munculnya

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 menjadikan regulasi yang mengatur

BMT menjadi rancu dan memicu saling betabrakan regulasi bagi BMT.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

membuat ruang gerak BMT menjadi tidak Fleksibel. Karena ada beberapa hal

dalam BMT yang diatur di Undang-undang tersebut yang memberikan ruang

gerak BMT menjadi sangat begitu terbatas seperti pada Bagian Dua Tentang

Cakupan Wilayah Pasal 16 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013

Tentang Lembaga Keuangan Mikro menyatakan sebagai berikut :

134

Hasil wawancara dengan Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM RI,

Bapak Untung Tribasuki, 4 Oktober 2018.

Page 148: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

134

“Pasal 16 (1) Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu wilayah

desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota. (2) Luas cakupan wilayah

usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan skala usaha

LKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. “

Jadi Bila BMT mengikuti Undang-undang di atas harus menerima akibat

hukum dari Undang-undang tersebut dengan hanya dapat melakukan kegiatan

usahanya sebatas di dalam satu kabupaten/kota saja, BMT tidak dapat

melebarkan sayap atau membuka cabang di kabupaten/kota lainnya. Selain itu

juga hal yang menyebabkan BMT enggan mengikuti Undang-undang Nomor 1

Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro karena BMT merupakan

Koperasi yang sudah diatur oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992

Tentang Perkoperasian dimana BMT tidak perlu diawasi oleh Otoritas Jasa

Keuangan seperti halnya Lembaga Keuangan Mikro lainnya. Karena semua

yang diatur di Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 ini semuanya atas izin

dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedangkan Koperasi menurut

bapak Abdul Biya sudah diatur dan diawasi oleh Kementerian Koperasi dan

UKM RI , menurut bapak Biya Koperasi yang melayani non anggota lah yang

harus memiliki izin Lembaga keuangan Mikro dan diawasi oleh Otoritas Jasa

Keuangan (OJK).

c. KSPPS BMT SYAHIDA

Menurut Bapak Bonis Faisal BMT tidak perlu di awasi Otoritas Jasa

Keuangan (OJK), menurutnya BMT seperti mencari penyakit jika ingin diawasi

oleh Otoritas Jasa Keuangan. Padahal menurutnya dalam pengelolaanya KSPPS

Page 149: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

135

BMT SYAHIDA sudah mendekati perbankan, dan beliau menganggap koperasi

juga sebagai lembaga intermediary. Dimana seharusnya menurut Bapak Boni

Faisal anggota di BMT itu cukup 20 orang sebagai anggota yang mendirikan

awal yang fungsinya seperti pemegang saham di Perseroan Terbatas, anggota

lainnya hanya sebatas nasabah saja karena mereka hanya menikmati fasilitas

pembiayaan dan tabungan saja. Jika memang KSPPS BMT SYAHIDA

memberlakukan system seperti itu sudah seharusnya KSPPS BMT SYAHIDA

harus siap menerima akibat hukum yang timbul dari system mereka yang

melayani non anggota sehingga mau tidak mau mereka harus memiliki izin

Lembaga Keuangan Mikro yang dikeluarkan oleh Otororitas Jasa Keuangan

(OJK). Namun, untuk menghindari itu KSPPS BMT SYAHIDA melakukan

system pemotongan langsung pada nasabah untuk simpanan pokok dan wajib

untuk menjadi anggota.

Apabila dikaitkan dengan Teori kepatuhan hukum, terdapat tiga jenis

kepatuhan hukum:

a. Kesesuaian (Compliance), yaitu jika seseorang atau lembaga mematuhi suatu

aturan, hanya karena ia takut akan sanksi yang ada. Kelemahan kepastian

jenis ini, karena ia membutuhkan pengawasan yang terus menerus.

b. Identifikasi (Identification), yaitu jika seseorang mematuhi suatu aturan,

hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak.

Sumber kekuatannya adalah daya tarik dari hubungan yang dinikmati orang-

Page 150: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

136

orang atau tokoh-tokoh dari kelompok itu, sedangkan persesuaian dengan

peraturan akan tergantung pada menonjolnya hubungan-hubungan ini.

c. Internalisasi (Internalization), yaitu penerimaan seseorang mengenai suatu

peraturan benar-benar karena ia merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-

nilai intrinsik yang dianutnya.

Dalam penelitian ini, secara compliance pun belum terpenuhi kepatuhan

hukum dari BMT yang diteliti penulis terhadap regulasi yang ada. Sebagaimana

yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa terlihat BMT tidak mematuhi poin

poin krusial pada regulasi. Masih banyak BMT yang melayani non-Anggota

dan/atau melakukan kegiatan usaha sabagimana LKMS, namun tidak mematuhi

Undang-undang LKM. Akibat hukum yang harus diterima oleh BMT yang

melayani anggota maka mereka harus mematihi isi dari Undang-ndang Nomor

1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro seperti Izin Usaha lembaga

keuangan Mikro, cakupan wilayah usaha, dan pengawasan oleh Otoritas Jasa

Keuangan (OJK). Jika tahap Compliance saja sudah tidak dipatuhi, bagaimana

kepastian hukum akan terpenuhi dan tujuan hukum akan tercapai.

Ketidakpatuhan terhadap regulasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

di antaranya:

a. Karena adanya pengetahuan dan pemahaman akan hakekat dan tujuan

hukum.

Page 151: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

137

b. Karena orang merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai

hukum. Mereka benar-benar berkepentingan akan berlakunya peraturan

tersebut.

c. Karena ia harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Ia menganggap

peraturan sebagai peraturan hukum secara rasional.

d. Karena masyarakat menghendakinya.

e. Karena adanya paksaan (sanksi) sosial.

Dengan demikian, literasi terhadap aturan hukum terkait Baitul Mal wat

Tamwil harus dibumikan oleh regulator kepada pelaku BMT, anggota, dan

masyarakat. Agar seluruh elemen menyadari akan hak dan tanggungjawabnya.

Adanya dua regulasi yang menaungi mengakibatkan ketidakjelasan

apabila terjadi penyalahgunaan atau wanprestasi dalam penyaluran dana

anggota. Terjadi ambiguitas lembaga yang berhak menindak, Koperasi (sebagai

implementasi dari Undang-Undang Perkoperasian) ataukah OJK (sebagai

implementasi dari undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro.

Page 152: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

138

C. Kepastian Hukum BMT Terkait Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992

Perkoperasian Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang

Lembaga Keuangan Mikro

Secara praktis BMT adalah lembaga keuangan mikro yang

operasionalisasinya berbasis syariah, khususnya yang menyangkut bidang

akad transaksinya berpola syariah untuk itu BMT termasuk sebagai

LKMS.135

Secara umum BMT melakukan kegiatan penghimpunan dana dari

masyarakat/anggota dan penyaluran dana kepada pelaku UKM. Dalam

perkembanganya BMT memilih Koperasi sebagai badan hukumnya karena

dianggap relevan dari sisi model bisnis dan budaya lokal Indonesia. Dengan

Berbadan hukum Koperasi, BMT harus menyesuaikan diri dengan regulasi

terkait perkoperasian dalam hal ini Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992

Tentang perkoperasian dan Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 Tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha SImpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh

Koperasi. Jadi seluruh operasional BMT harus mengikuti dan tunduk pada

seluruh isi Undang-undang dan peraturan menteri tersebut di atas.

Permasalahan baru timbul pada 2013 dimana terbitnya Undang-undang

Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro dimana BMT

disebutkan secara eksplisit dalam BAB XIII Tentang Ketentuan Peralihan

Pasal 1 dan 2 yang menyakatan bahwa :

135

Euis Amalia,Keuangan Mikro Syariah, Bekasi : Gramata Publishing, 2016, h. 21

Page 153: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

139

(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa, Lumbung

Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit

Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan

Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit

Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil

Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan

dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak

Undang-Undang ini berlaku.

(2) Lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun

terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku

Adanya dua regulasi yang saling mengatur BMT ini mempengaruhi

kepastian hukum bagi BMT itu sendiri. Walaupun tiga BMT yang penulis

teliti seluruhnya menyatakan bahwa BMT tidak perlu mengikuti isi dari

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro,

namun Undang-undang tersebut tetap memiliki pengaruh terhadap BMT.

Hal itu dikarenakan dalam Undang-Undang tersebut BMT disebut secara

Eksplisit sebagai salah satu lembaga yang diatur oleh Undang-undang

Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Ketidakjelasan regulasi yang mengatur BMT berpotensi menimbulkan

ketidakpastian Hukum pada BMT, di antaranya sebagai berikut :

1. Ketidakjelasan jenis lembaga BMT mempengaruhi ketidakjelasan

lembaga yang berhak menjadi regulator atau pengawas BMT.

2. Badan hukum koperasi namun dengan izin usaha berbeda (badan hukum

koperasi dengan izin usaha LKM) akan menimbulkan kebingungan pada

BMT karena koperasi harus mencantumkan jenis koperasi pada anggaran

dasar, membuat koperasi tidak mungkin memilih bentuk LKM.

Page 154: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

140

3. Jika tidak ada kejelasan pada istilah KSPPS dan BMT maka berpotensi

muncul regulasi turunan yang berbeda dalam mengatur BMT, seperti

halnya kedua Undang-Undang tersebut di atas.

4. Perbedaan wilayah operasi akan menimbulkan risiko arbitrase, di mana

BMT akan memilih sektor yang memberikan ruang operasi yang lebih

luas.

5. Penjaminan simpanan oleh pemerintah masih bersifat diskresi/kebijakan,

belum bersifat wajib, hal ini tentu belum memecahkan masalah keamanan

dan kenyamanan menyimpan dana di Lembaga Keuangan di BMT untuk

Usaha Mikro dan Kecil (UMK).

6. Perbedaan bentuk layanan yang diizinkan oleh kedua undang-undang akan

berpotensi menimbulkan risiko arbitrase sebagaimana perbedaan

ketentuan wilayah operasi.

7. Dalam Undang-undang LKM, terkesan suku bunga/nisbah akan diatur

oleh pemerintah. Sedangkan pada Undang-Undang Perkoperasian diatur

oleh rapat anggota. Hal ini akan menimbulkan kebingungan masyarakat

karen apemerintah hanya melakukan kontrol suku bunga/nisbah pada

LKM tetapi tidak pada Koperasi Simpan Pinjam.

8. Perbedaan masyarakat yang dilayani akan menimbulkan risiko arbitrasi

sebagaimana perbedaan ketentuan wilayah operasi.

Dari penjelasan di atas masyarakat yang menjadi korban dari tidak adanya

kepastian hukum yang disebabkan oleh rancunya regulasi yang mengatur BMT.

Page 155: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

141

Karena selama ini masyarakatlah yang menjadi target dari BMT untuk menjadi

konsumen dari produk dan jasanya. Tidak adanya kepastian hukum disini

disebabkan oleh rendahnya kepengawasan baik oleh Kementerian Koperasi dan

UKM RI ataupun dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Contohnya KSU BMT UMJ

sejak Berdiri dari tahun 2008 belum memiliki izin usaha simpan pinjam yang

menurut Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan

kegiatan usaha Simpan Pinjam Syariah bahwa KSPPS atau USPPS pasal 6

berbunyi bahwa :

“KSPPS atau USPPS Koperasi wajib memiliki izin usaha simpan pinjam dan

pembiayaan syariah”

Namun Kementerian Koperasi dan UKM RI yang dalam hal ini

wewenangnya diwakili oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan

tidak memberikan sanksi kepada KSU BMT UMJ yang seharusnya Dinas

Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan memberikan surat teguran agar KSU

BMT UMJ segera mengurus Izinnya dan menutup sementara kegiatan usahanya

sampai izin usahanya keluar. Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan

tidak memberikan sanksi tegas sehingga KSU BMT UMJ merasa tidak melanggar

regulasi dan masyarakat juga merasa benar dan sah bertransaksi di KSU BMT

UMJ walaupun tidak memiliki izin simpan pinjam. Bentuk lain dari kelemahan

pengawasan Dinas Koperasi Dan UKM Kota Tangerang Selatan adalah pembiaran

kepada KSU BMT UMJ yang hanya memiliki 141 anggota namun melayani 1800

nasabah. Hal ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992

Page 156: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

142

tentang Pekoperasian seharusnya KSU BMT UMJ jika melayani non anggota

mendaftarkan izin usaha lembaga keuangan mikro ke Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) sebagaimana yang disebutkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013

tentang Lembaga Keuangan Mikro. KSU BMT UMJ juga tidak mendaftarkan izin

Lembaga Keuangan Mikro dan tidak menjadikan seluruh calon anggotanya

setelah 3 bulan menjadi anggota. Hal ini menjadi bukti lemahnya pengawasan

terhadap koperasi sehingga hal ini menjadi salah satu contoh yang dipraktekan

beberapa koperasi simpan pinjam di Indonesia. Dinas Koperasi dan UKM Kota

Tangerang Selatan seharusnya bisa bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) untuk mengawasi bersama perilaku Koperasi yang melayani non anggota.

Lon Fuller dalam Bukunya The Morality of Law136

, mengajukan delapan

asas yang harus dipenuhi hukum yang apabila tidak dipenuhi, maka hukum akan

gagal untuk disebut sebagai hukum. Atau dengan kata lain harus ada kepastian

hukum137

. Delapan asas tersebut adalah:

1. Tidak berdasarkan putusan sesat untuk hal hal tertentu

2. Diumumkan kepada publik

3. Tidak berlaku surut

4. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum

5. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan

6. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan

136

Lon. L Fuller, Morality of Law, New Haven, conn: Yale University Press, 1971, h. 265. 137

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence), (Jakarta: Prenamedia Group), 2015, h. 294

Page 157: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

143

7. Tidak boleh sering diubah-ubah

8. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari

Begitupun dengan regulasi yang mengatur BMT ini harus memenuhi 8 asas

hukum di atas apabila ingin disebut sebagai hukum yang memberikan kepastian.

Dilihat dari 8 asas hukum di atas ada 3 asas yang belum dipenuhi oleh regulasi

yang mengatur BMT dalam hal ini Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 dan

Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan

Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan oleh Koperasi serta Undang-undang

Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro yaitu asas tidak boleh

ada peraturan yang bertentangan, asas tidak boleh sering diubah-ubah, dan asas

harus ada kesesuaian dengan pelaksanaan sehari-hari. Pertama Undang-undang

Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dengan Undang-undang Nomor 1

Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro bertentangan dalam pengaturan

BMT satu dengan lainnya. Kedua dalam peraturan Menteri yang mengatur

Penyelenggaraan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang dilakukan

oleh Koperasi sering diubah-ubah oleh Deputi Kelembagaan Kementerian

Koperasi dan UKM RI. Contohnya, Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil

Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16 /Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Oleh

Koperasi dalam waktu 2 tahun sudah diganti menjadi Peraturan Menteri Koperasi

Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor

Page 158: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

144

11/PER/M.KUKM/XII/2017 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam

Dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi. Ketiga belum ada kesesuaian

pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dalam

pelaksanaan sehari-hari oleh BMT dan hal ini lah yang menyebabkan tidak adanya

kepastian hukum di BMT.

Secara terminologi, maqâshid al-syarî’ah dapat diartikan sebagai nilai dan

makna yang dijadikan tujuan dan hendak direalisasikan oleh pembuat Syariah

(Allah swt) dibalik pembuatan Syariat dan hukum, yang diteliti oleh para ulama

mujtahid dari teks-teks Syariah.138

Al-Shathibi menyatakan bahwa ada beberapa

tujuan Allah dalam menetapkan hukum diantaranya qashdu al- Syâr‟i fi wadl‟i

al- syarî‟ah li al-ifhâm (tujuan Allah dalam menetapkan hukum adalah untuk

difahami). Dan qashdu al- Syâr‟i fi wadl‟i alsyarî‟ah li al-taklîf bi muqtadlâha

(tujuan Allah dalam menetapkan hukum adalah untuk ditanggung dengan segala

konsekwensinya).

Tujuan Allah dalam menetapkan hukum adalah untuk kemashlahâtan hamba

di dunia dan akhirat. Syathibi menjelaskan lebih lanjut bahwa beban-beban hukum

sesungguhnya untuk menjaga maqâshid (tujuan) hukum dalam diri makhluk.

Maqâshid ini hanya ada tiga yaitu dharûriyât, hâjiyat, dan tahsîniyât. Darûriyât

harus ada untuk menjaga kemashlahâtan dunia dan akhirat. Jika hal ini tidak ada

maka akan terjadi kerusakan di dunia dan akhirat. Kadar kerusakan yang

138

Jasser Auda, Fiqh al- Maqā ṣ id Inā ṭ at al-Ahkām bi Maqā ṣ idihā, (Herndon: IIIT, 2007), h.

15.

Page 159: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

145

ditimbulkan adalah sejauh mana dlarûriyât tersebut hilang. Maqâshid al-

dlarûriyât ini ada lima yaitu: menjaga Agama, menjaga jiwa, menjaga keturunan,

menjaga harta, menjaga akal. Maqâshid al- hâjiyat adalah untuk menghilangkan

kesusahan dari kehidupan mukallaf. Sedangkan Maqâshid tahsîniyât adalah untuk

menyempurnakan kedua Maqâshid sebelumnya, yang meliputi kesempurnaan adat

kebiasaan, dan akhlak yang mulia.139

Maqasid syariah adalah kelanjutan dan perkembangan dari konsep maslahah

sebagaimana telah dicanangkan sebelum masa as-Syatibi. Tujuan dan orientasi

hukum utama ini menunjukkan asal mula ditetapkannya hukum yang bila

diperhatikan akan menggambarkan kesatuan hukum Islam. Pada hakikatnya,

tujuan hukum hanyalah satu, yaitu kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.140

Berdasarkan hal di atas BMT seharusnya bisa memahami dua tujuan

diciptakannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 yaitu untuk di fahami dan untuk

ditanggung dengan segala konsekuensinya. Walaupun kedua Undang-undang

tersebut memiliki kekurangan, tapi tetap kedua Undang-undang tersebut adalah

sebuah produk hukum yang memiliki tujuan untuk menghadirkan sebuah kepastian

hukum kepada masyarakat. Tujuan Allah dalam menetapkan hukum adalah untuk

kemashlahâtan hamba di dunia dan akhirat. Jadi bila ada BMT yang tidak

memiliki izin sesuai dengan yang diamanahkan oleh Undang-undang tersebut ,

139

Ahmad al-Raisuni, Nadariyât al- Maqā ṣ id… h. 117. 140

Nasution, dkk. Pengenalan ekslusif ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

2007 h. 126

Page 160: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

146

BMT harusnya memperhatikan sisi kemaslahatan bagi masyarakat yang

bertransaksi di BMT tersebut. Salah satu Maqâshid al- dlarûriyât yang dijaga oleh

Kedua Undang-undang di atas adalah menjaga harta, dimana kedua Undang-

undang tersebut mengharapkan mampu untuk menjaga harta masyarakat yang

disimpan di BMT dengan bentuk menghadirkan kepastian hukum yang tertuang

dalam implementasi Undang-undang tersebut dalam kehidupan sehari-hari BMT.

Page 161: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

147

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. BMT yang menjadi Objek Penelitian belum sepenuhnya mampu

mengimplementasikan Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian dan Peraturan Menteri No 11 Tahun 2017 dengan baik.

Implementasi tentang keanggotaan menjadi permasalahan semua BMT yang

diteliti, KSU BMT UMJ yang hanya memiliki 114 anggota tetapi melayani

kurang lebih 1800 calon anggota/nasabah, KSU BMT AL JIBAAL masih

dikenal istilah anggota pendiri yang posisinya sama dengan pemegang saham

dalam Perseroan terbatas dan KSPPS BMT SYAHIDA mengalami kesulitan

untuk mengimplentasikan pola keanggotaan koperasi dikarenakan keinginan

untuk membedakan hak dan kewajiban antara anggota yang mendirikan dan

anggota baru. KSU BMT UMJ belum memiliki Izin operasional dari Dinas

Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan dan belum memiliki Izin Simpan

Pinjam.

2. Terbitnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

Mikro berpengaruh bagi BMT karena BMT merupakah salah satu lembaga

yang tercantum dan di atur dalam Undang-undang tersebut sebagai lembaga

Page 162: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

148

keuangan mikro. Hadirnya undang-undang ini menimbulkan dampak

ambiguitas dalam penerapannya. Apabila terjadi penyalahgunaan dana anggota

oleh pengurus BMT atau terjadi wanprestasi dalam penyaluran dana anggota,

tidak jelas kepada lembaga mana harus diadukan, antara kementerian koperasi

berdasarkan Undang-Undang Perkoperasian atau OJK berdasarkan Undang-

Undang Lembaga Keuangan Mikro.

3. Dua regulasi yang saling mengatur BMT tidak memberikan kepastian hukum

bagi BMT. Kedua regulasi tersebut tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan

oleh Baitul Mal wat Tamwil dikarenakan karakteristiknya yang khusus. Oleh

karena itu, BMT harus memiliki aturan khusus sesuai dengan karakteristiknya.

Akibat dari ketidakpastian hukum tersebut, jika terjadi penyalahgunaan atau

pelanggaran hukum oleh BMT yang dirugikan adalah masyarakat. Misalkan

terjadi penyalahgunaan simpanan anggota oleh pengurus BMT, maka

masyarakat tidak memiliki landasan hukum yang pasti untuk melaporkan

tindakan tersebut karena adanya ambiguitas regulasi.

Page 163: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

149

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, penulis memberikan beberapa

rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi Praktisi

BMT harus melakukan edukasi regulasi terkait BMT kepada seluruh

elemen agar tidak ada perbedaan implementasi antara pengurus dengan

pengelola BMT agar regulasi yang ada dapat diimplementasikan dengan baik.

Para pelaku BMT harus mematuhi peraturan yang ada terutama perizinan dan

asas keanggotaan. Pemerintah sebagai regulator harus meningkatkan

pengawasan terhadap BMT, melakukan sosialisasi intensif mengenai regulasi

perkoperasian yang mengatur BMT kepada Dinas Koperasi, pelaku, anggota,

dan masyarakat, serta perlu adanya sanksi tegas kepada BMT yang melanggar

regulasi. Pemerintah diharapkan segera menyempurnakan regulasi yang ada

serta menyusun Undang-undang atau peraturan yang khusus mengenai BMT

dengan melibatkan pelaku BMT dan masyarakat dalam penyusunan regulasi

BMT agar tepat guna dan terasa manfaatnya.

2. Bagi Akademisi dan Masyarakat

Bagi Akademisi dan Masyarakat untuk mengetahui dan memiliki pemahaman

bahwa anggota BMT memiliki hak dan kewajiban dalam melakukan transaksi

keuangan dengan BMT. Memahami bahwa BMT berbadan hukum koperasi harus taat

kepada Undang-Undang Perkoperasian dan peraturan turunannya. Hendaknya para

akademisi turut mendorong pemerintah menerbitkan Undang-undang khusus BMT.

Page 164: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

150

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abû Zahrah, Muhammad. Târîkh al-Mażâhib al Islâmiyah. jilid 2. Mesir: Dâr al-Fikr

al-‘Arabî.

Affendi Anwar, Program Kredit Mikro dengan Pola Grameen Bank dan Baitul Mal

Wat Tamwil, Makalah Seminar, Jakarta, 2017.

Al Suyuty, Jalal ad-Din-Abd al-Rahman. Terjemah. al Jami’ al Sagir, juz I, Bandung:

al Ma’arif.

Al Raisuni, Ahmad. Nadariyât al-Maqâshid Inda al-Imâm al-Shâthibi, Beirut:

Muassasah al-Jami’ah, 1992.

Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan : Termasuk Interpretasi

Undang-Undang. Jakarta: Prenadamedia Grup, 2015.

Ali, Chidir. Badan Hukum. Bandung: Alumni, 2014.

Ali, Zainuddin. Hukum Islam: Pengantar Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar

Grafika, 2006.

Amalia, Euis. Keuangan Mikro Syariah. Jakarta: Gramata Publishing, 2016.

Amalia Euis, dan Mahmudah Atiqah, “Evaluating The Models of Sharia

Microfinance in Indonesia: an Analytical Network Process (ANP) Approach”,

Jurnal al-Iqtishad, Vol. VII, No.1, Tahun 2015.

Amirudin, dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali

Pers, 2016.

Page 165: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

151

Andreae, Sybrandus Johannes Fockema, dkk. Kamus Istilah Hukum. Terjemah

Terjemahan Saleh Adiwinata. Bandung: Bina Cipta, 1983.

Anoraga, Pandji dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi, Rineka Cipta : Jakarta,

2007

Anwar, Affendi. “Program Kredit Mikro dengan Pola Grameen Bank dan Baitul Mal

Wat Tamwil”. Makalah Seminar. Jakarta, 2017.s

Apledoorn, L.J. Van. Pengantar Ilmu Hukum. Terjemahan Oetarid Sadino, Jakarta:

Prednya Paramita, 1981.

Ariffin, Ramudi. Koperasi Sebagai Perusahaan, Bandung: Ikopin Press. 2013.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2006.

Atmasasmita, Romli. Realitas Hukum, Harian Seputar Indonesia, Selasa 23 Juni

2009.

Auda, Jasser. Fiqh al- Maqā ṣ id Inā ṭ at al-Ahkām bi Maqāṣidihā, Herndon: IIIT,

2007.

Auda, Jasser. Penerjemah Rosidin & Ali Abd. El-mun’em. Membumikan Hukum

Islam Melalui Maqoshid Al-Syariah. Cet.I, Bandung: Mizan Pustaka, 2015.

Aziz, Noor, Koperasi Syariah akan diatur UU Koperasi (Dalam Replubika, 28

Febuari, 2008.

Baihaqi Abdul madjid, Pedoman, Pendirian, Pembinaan dan Pengawasan LKM

BMT, Jakarta: LAZNAS BMT. 2007, h. 18.

Bakri, Asafri Jaya. Konsep Maqāṣid al-Syarī‟ah Menurut al-Shatibi. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1996.

Page 166: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

152

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung : Alumni, 2014), H. 19.

Collins, John. W et all, Bussiners Law : Text and Cases, h. 9, dalam Ade Maman

Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum , Jakarta: Rajawali Press,

2008.

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1986), h. 25-26

Darsono, dkk. Memberdayakan Keuangan Mikro Syariah Indonesia. Jakarta: Tazkia

Publisihing-Bank Indonesia, 2017.

DEKOPIN, Konsep Dasar Visi 2045, (Dekopin: Jakarta, 2015)

Dewi, Nourma. Regulasi Keberadaan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dalam Sistem

Prekeonomian Indonesia. Jurnal Serambi Hukum Vol. 11 No. 01 Februari - Juli

2017.

Djamil, Fathurrahman. Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori, dan Konsep. Jakarta:

Sinar Grafika, 2015.

Ernst Utrecht, Regulation of Transnational Corporations in Indian Economy,

University of Sydney: Sydney, 1987, h. 49.

Friedmann, Wolfgang. Legal Theory. London: Steven and Son limited. 1953.

__________________. Teori dan Filsafat Hukum: Telaah Kritis Atas Teori-Teori

Hukum.(Terj.). Jakarta: PT Tata Nusa, 2001.

Fuller, Lon. L. Morality of Law, New Haven. conn: Yale University Press, Menski,

Werner. 2006.

_____________. Comparative Law in a Global Context, The Legal Systems of Asia

and Africa, second edition, Cambridge University Press: UK, 1971.

Page 167: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

153

Gandhi, L.M. “Harmonisasi Hukum Menuju Hukum Responsif”, Pidato Pengukuhan

Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta:

1995.

Geny, Francois. Science et Technique en Droit Prive Positif. Paris: Recueil Sirey,

1914.

Gierke, Otto Von. Das deutsche Genossenschaftsrecht: Rechtsgeschichte der

deutschen Genossenschaft, ditranslate oleh John D Lewis, The Genossenschaft -

Theory of Otto von Gierke; A Study in Political Thought , 1936 dan ditranslate

sebagian oleh Mary Fischer dan Anthony Black sebagai “Community in

Historical Perspective”, 1990.

Hanel, Alfred. Pokok-pokok Pikiran Organisasi Koperasi dan Kebijakan

Pengembangan di Negara-negara Berkembang. Bandung: Unpad, 1985.

Hasan, Husein Hamid. Nazariah al Maslahah fi al Fiqh al Islami, Kairo: Dar al

Nahdah al Arabia, 1971.

Hobbes, Thomas. On the Citizen. Edited by Richard Tuck and Michael Silverthorne

Cambridge: Cambridge University Press, 1998.

Huijbers, Theo. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Yayasan

Kanisius, 1984.

Husein Hamid Hasan, Nazariah al Maslahah fi al Fiqh al Islami, Kairo: Dar al

Nahdah al Arabia, 1971.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia Publishing, 2013.

Page 168: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

154

Ilmi, Makhalul. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII Press,

Yogyakarta.

Imaniyati, Neni Sri. Aspek-Aspek Hukum BMT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2010.

Ishaq. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

Iver, R.M Mac. The Modern State, Oxford: University Press, 1960.

Izzudin bin Abdul Salam. Qawaid al Ahkam fi Mashalih al Anam. Beirut: Muassasah

al Rayyan, 1990.

Jaya, Asafri. Konsep Maqashid al-Syari'ah Menurut al-Syathibi. Jakarta: Raja

Grafindo Persada. 1996.

Kamil, Sukron. 2016. Ekonomi Islam, Kelembagaan, dan Konteks Keindonesiaan:

Dari Politik Makro Hingga Realisasi mikro. Jakarta: Rajawali Press.

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka, 1986.

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Cet. 6. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2002.

Kelman, Herbert C. “Compliance, Identification, and Internalization: Three

Processes of Attitude Change”. Journal of Conflict Resolution. Volume II,

No.1. 1958.

Kocourek, Albert. “Book Review”, The American Journal of International Law, Vol.

10, No. 2, 1916.

Page 169: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

155

Lawrence M. Friedman, “The Legal System.” Legal System, The: A Social Science

Perspective, Russell Sage Foundation, 1975. Diakses melalui JSTOR,

www.jstor.org, 24 Okt 2018.

Limbong, Bernhard. Pengusaha Koperasi. Pustaka Margaretha: Jakarta, 2012.

Lubis, M. Sofyan. “Kesadaran Hukum vs Kepatuhan Hukum”, Artikel,

http://www.kantorhukum-lhs.com, diakses 24 September 2018.

Mac Iver, R.M. The Modern State. Oxford: University Press, 1960.

Madjid, Baihaqi Abdul. Pedoman, Pendirian, Pembinaan dan Pengawasan LKM

BMT. Jakarta: LAZNAS BMT. 2007.

Mardani. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Jakarta:

Prenadamedia Grup, 2015.

Mas, Marwan. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014.

Martowijoyo, Sumantoro. Dampak Pemberlakuan Sistem Bank Perkreditan Rakyat

Terhadap Kinerja, Jakarta: Granada, 2001.

Marzuki, Peter Mahmud,.Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016.

Masyithoh, Novita Dewi. Analisis Normatif Undang-Undang No.1 Tahun 2013

Tentang Lembaga Keuagan Syariah dan Pengawasan Baitul Mal wat Tamwil

(BMT), Jurnal Economica, Vol. V. Edisi 2. Oktober 2014.

Meagher, Patrick. Microfinance Regulation in Developing Countries: A Comparative

Review of Current Practice. IRIS center: University of Maryland. 2002.

Mertokusumo, Sudikno. Teori Hukum. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2011.

Page 170: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

156

Mohammed, Obaidullah. Role of Microfinance in Poverty Alleviation : lessons from

experiences in selected IDB member countries. Islamic research & Training

Institute (IRTI) – IDB, 2008

Morduch, Jonathan. Does Microfinance Really Help The Poor? New Evidence from

Flagship Programs in Bangladesh. New York University: Diakses dari

http:/www.nyu.edu/projects.

______________. “Poverty, Economic Growth, and Average Exit Time”. Economics

Letters 59: 1998.

Muchtar, Irsyad. 100 Besar Koperasi Besar Indonesia. Jakarta: PT Berkah Dua Visi.

2018.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 2004.

Mulhadi. Hukum Perusahaan: Bentuk Badan Usaha di Indonesia. Jakarta: Rajawali

Pers, 2017.

Mursid, Fadillah. “Kebijakan Regulasi Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di

Indonesia”. Tesis. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017.

Myrdal, Gunnar. The Challenge Of World Poverty : A World Anti-Poverty Program

In Outline, New York : Pantheon Books, 1970.

Nasution, M. E., Setyanto, B., Huda, N., Mufraini, M. A., & Utama, B. S.

Pengenalan ekslusif ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

2007.

Page 171: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

157

Nourma Dewi, Regulasi Keberadaan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dalam Sistem

Prekeonomian Indonesia, Jurnal Serambi Hukum Vol. 11 No. 01 Februari - Juli

2017.

Obaidullah, Mohammed, Role of Microfinance in Poverty Alleviation : lessons from

experiences in selected IDB member countries, Islamic research & Training

Institute (IRTI) – IDB, 2008.

Pandji Anoraga, dan Ninik Widiyanti. Dinamika Koperasi. Rineka Cipta : Jakarta,

2007.

Perhimpunan BMT Indonesia. Haluan BMT 2020. Jakarta, 2010.

Pospisil, Leopold. Anthropology Of Law: A Comparative Theory. New York: Harper

& Row, 1971.

Pound, Roscoe. Introduction to the Study of Law, Michigan: American School of

Correspondence, 1912, dalam James. A. Gardner, “The Sociological

Jurisprudence of Roscoe Pound”, Villanova Law Review, Vol. 7, No. 1.

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika: Jakarta, 2009.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti: Bandung, 2014.

_______________. Biarkan Hukum Mengalir: Catatan Kritis Tentang Pergulatan

Manusia dan Hukum. Jakarta: Kompas, 2007.

_______________. Hukum Dalam Jagat Ketertiban. Jakarta: UKI Press, 2006.

Radbruch, Gustav. Rechtphilosophie. Editor: Ralf Dreier. Heidelberg: C. F. Muller

GmbH, 2003.

Ramudi Ariffin, Koperasi Sebagai Perusahaan,Bandung: IKOPIN PRESS, 2013, h.

Rahardjo, Satjipto Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing. 2010.

Page 172: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

158

Rawls, John. A Theory of Justice. Cambridge, Massachussets: Harvard University

Press, 1995.

S, Kusni Goesniadhie. Harmonisasi Sistem Hukum, Mewujudkan Tata Pemerintahan

yang Baik. Malang: A3 Nasa Media, 2010.

Sadzilly, Hasan dkk. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ihtiar Baru. 1995.

Santoso, Lukman dan Yahyanto. Pengantar Ilmu Hukum. Malang: Setara Press,

2016.

Savigny, Friedrich Carl Von. System des Hentigen Romischen Recht, 1866 dalam

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 1986.

Schyut, C.J.M. Rechtssosiologeeen Terreinverkenning. Roterdam: Universitaire

press, 1971.

Sidharta, Narasi Inisiatif Harmonisasi Sistem Hukum Pengelolaan Wilayah Pesisir

Indonesia, Menuju Harmonisasi Sistem Hukum Sebagai Pilar Pengelolaan

Wilayah Pesisir Indonesia, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional

dan Coastal Resources Management Project II.

Silitonga, Golom. “Tinjauan Yuridis Tentang Bentuk Badan Hukum Koperasi Di

dalam Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) (Studi Kasus: BMT Arta Amanah

Sanden Kabupaten Bantul)”. Tesis. Fakultas Hukum. Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta. 2013.

Soejono. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: Rineka Cipta,

1999.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, UI-Pres: Jakarta, 1986.

Page 173: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

159

________________, dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan

Singkat. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2007.

Sri Dewi Yusuf, “Peran Strategis BMT dalam Peningkatan Ekonomi Rakyat”, Jurnal

al-Mizan, Volume 10 No.1 Edisi Juni 2014.

Sofiani, Triana. Konstruksi Norma Hukum Koperasi Syariah Dalam Kerangka

Sistem Hukum Koperasi Nasional. Jurnal Hukum Islam (JHI), Volume 12,

Edisi Desember, 2014.

Suhardi, dkk. Hukum Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia.

Jakarta: PT Akademia, 2012.

Suwondo, “Menanamkan Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum”, Artikel,

http://jdih.jatimprov.go.id, diakses 24 September 2018.

Syathibi. al-Muwafaqât fī Ushûl al-Sharī’ah. Juz I. Beirut: Dâr al-Kutûb al-Ilmiyyah.

Syaukani, Imam. Rekontruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia. Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2006.

Tanya, Bernard. L, dkk. Teori Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.

Umam, Khairul. Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Yusuf, Sri Dewi. “Peran Strategis BMT dalam Peningkatan Ekonomi Rakyat”, Jurnal al-

Mizan, Volume 10 No.1 Edisi Juni 2014.

Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum dalam Masyarakat Perkembangan dan Masalah,

cet ke-2, Bayu Media Publishing: Malang, 2008.

Page 174: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

160

Undang-Undang dan Peraturan Lainnya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri dan Gubernur Bank Indonesia Nomor

351.1/KMK.010/2009, 900-639A Tahun 2009, 01/SKB/M.KUKM/IX/2009,

11/43A/KEP.GBI/2009 Tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan

Mikro.

Peraturan Menteri Koperasi Nomor 10/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Kelembagaan

Koperasi

Peraturan Menteri Koperasi Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan oleh Koperasi

Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor 11/PER/M.UKUKM/XII/2017

Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan oleh

Koperasi

Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan

Usaha Simpan Pinjam Koperasi

Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor 09 Tahun 2018 Tentang

Penyelenggaraan Dan Pembinaan Perkoperasian

Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Kualifikasi

Nasional Indonesia Bidang Pengelola Koperasi Simpan Pinjam Dan

Pembiayaan Syariah/Unit Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Koperasi

Page 175: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

161

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 62 /POJK.05/2015 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.05/2014 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 61 /POJK.05/2015 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.05/2014 Tentang

Perizinan Usaha Dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro

Website

www.depkop.go.id

www.ojk.go.id

https://scholar.harvard.edu/files/hckelman

https://wagner.nyu.edu/files/faculty/publications/

https://18798-presscdn-pagely.netdna-ssl.com/jmorduch/wp-content

https://wp.nyu.edu/jmorduch/miscellaneous/

https://www.bmtugtsidogiri.co.id

http://www.cupk.org

http://www.culantangtipo.com

http://bmtberingharjo.com

https://www.tamzis.id

https://www.bmtugtsidogiri.co.id

Page 176: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

LAMPIRAN

Page 177: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 178: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 179: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 180: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 181: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 182: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 183: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 184: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 185: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 186: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 187: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 188: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 189: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 190: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 191: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 192: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 193: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 194: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 195: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 196: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 197: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 198: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 199: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 200: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 201: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Page 202: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992

TENTANG

PERKOPERASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa Koperasi ,baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju,adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;

b. bahwa koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;

c. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat;

d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERSIAN.

Page 203: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang -undang ini yang dimaksud dengan: 1. Koperasi adalah badan usahayang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum

Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi. 3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang. 4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi. 5. Gerakan koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian

yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.

BAB II LANDASAN , ASAS ,DAN TUJUAN

Bagian Pertama

Landasan dan Asas

Pasal 2 Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan

Bagian Kedua

Tujuan

Pasal 3 Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju ,adil ,dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 .

BAB III

FUNGSI , PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI

Bagian Pertama Fungsi dan Peran

Pasal 4

Fungsi dan peran Koperasi adalah: a. membangun dan mengembangkan potesi dan kemampuan ekonomi anggota pada

khususnya dan pada masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;

b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat ;

c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perkonomian nsional dengan koperasi sebagai sokogurunya ;

Page 204: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perkonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Bagian Kedua

Prinsip Koperasi

Pasal 5 (1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut;

a. keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka; b. pengelolaan dilaksanakan secara demokratis; c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa

usaha masing-masing anggota; d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; e. kemandirian.

(2) Dalam mengembangkan Koperasi ,maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut: a. pendidikan perkoperasian; b. kerja sama antar Koperasi.

BAB IV

PEMBENTUKAN

Bagian pertama Syarat dan Pembentukan

Pasal 6

(1) Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang. (2) Koperasi Skunder dibentuk sekurang -kurangnya 3 (tiga) Koperasi.

Pasal 7

(1) Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dilakukan dengan kata pendirian yang memuat Anggaran Dasar.

(2) Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 8 Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) memuat Sekurang-kurangnya a. daftar nama pendiri; b. nama dan tempat kedudukan ; c. maksud dan tujuan serta bidang usaha; d. ketentuan mengenai keanggotaan ; e. ketentuan mengenai Rapat Anggota ; f. ketentuan mengenai pengelolaan ; g. ketentuan mengenai permodalan ; h. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya ; i. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha ; j. ketentuan mengenai sanksi.

Bagian Kedua

Status Badan Hukum

Page 205: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

Pasal 9

Koperasi memperoleh status badan hokum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah .

Pasal 10 (1) Untuk mendapatkan pengesahan aebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9, para pendiri

mengajukan permintaan secara tertulis disertai akta pendirian Koperasi. (2) Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan

setelah diterimanya permintaan pengesahan. (3) Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 11

(1) Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak ,alasan penolakan diberitahukan kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.

(2) Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu palng lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.

(3) Kuputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1(satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang .

Pasal 12

(1) Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Rapat Anggota . (2) Terhadap Perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian,dan

perubahan bidang usaha Koperasi dimintakan pengesahan kepada pemerintah.

Pasal 13 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan pengesahan akta pendirian ,dan perubahan Anggaran Dasar Sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal 10, pasal 11, dan pasal 12 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 14

(1) Untuk keperluan pengembangan dan//atau efisiensi usaha ,satu Koperasi atau lebih dapat: a. menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain ,atau b. bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru .

(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuanRapat Anggota masing-masing Koperasi.

Bagian Ketiga

Bentuk dan Jenis

Pasal 15 Koperasi dapat berbentuk koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Pasal 16

Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.

BAB V KEANGGOTAAN

Pasal 17

(1) Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi.

Page 206: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

(2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota .

Pasal 18 (1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu

melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

(2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan ,hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 19

(1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.

(2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.

(3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindah tangankan. (4) Setiap Anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi

sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar .

Pasal 20 (1) Setiap Anggota mempunyai kewajiban:

a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;

b. berpartisipasi dalam kegiatan usahs yang diselenggarakan oleh Koperasi; c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Setiap Anggota mempunyai hak: a. menghadiri ,menyatakan pendapat ,dan memberikan suara dalam Rapat Anggota; b. memilihdan/atau dipilih menjadi aggota Pengurus atau Pengawas; c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar; d. mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus diluar Rapat Anggota baik

diminta maupun tidak diminta. e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang antara sesama aggota; f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam

Anggaran Dasar.

BAB VI PERANGKAT ORGANISASI

Bagian Pertama

Umum

Pasal 21 Perangkat organisasi Koperasi terdiri dari : a. Rapat Aggota; b. Pengurus; c. Pengawas.

Bagian Kedua Rapat Anggota

Pasal 22

Page 207: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

(1) Rapat Anggota merupakan Pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. (2) Rapat Anggota dihadiri oleh aggota yang pelaksanaanya diatur dalam

Anggaran Dasar.

Pasal 23 Rapat Anggota menetapkan : a. Anggaran Dasar ; b. Kebijakan umum dibidang organisasi ,manajemen ,dan usaha Koperasi; c. pemilihan ,pengangkatan ,pemberhentian pengurus dan pengawas ; d. rencana kerja ,rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi ,serta pengesahan

laporan keuangan ; e. pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya ; f. pembagian sisa hasil usaha ; g. penggabungan ,peleburan ,pembagian ,dan pembubaran Koperasi .

Pasal 24 (1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufa Kat. (2) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah ,maka pengambilan

keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak . (3) Dalam dilakukan pemungutan suara ,setip anggota mempunyai hak satu suara . (4) Hak suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan

mempertimbagkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi anggota secara berimbang.

Pasal 25 Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi.

Pasal 26

(1) Rapat anggota dilakukan paling sedikit dalam 12 (satu) tahun. (2) Rapat anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling

lambat 6(enam) bulan setelah tahun buku lampau.

Pasal 27 (1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, Koperasi dapat melakukan

Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat Anggota.

(2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi atau atas keputusan Pengurus yang pelaksanaanya ditur dalam Anggaran Dasar.

(3) Rapat Anggota Luar Biasa Mempunyai wewenang yang dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23.

Pasal 28

Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.

Bagian Ketiga Pengurus

Pasal 29

(1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. (2) Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.

Page 208: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

(3) Untuk pertama kali,susunan dan nama anggota pengurus dicantumkan dalam akta pendirian.

(4) Masa jabatan Pengurus paling lama 5 (lima) tahun. (5) Persyaratan untuk dapat dipilh dan diangkat menjadi Anggota.

Pasal 30 (1) Pengurus bertugas:

a. mengelola Koperasi dan usahanya; b. mengajukan rancangan rencana kerjaserta rancangan rencanaanggaran pendapatan

dan belanja Koperasi ; c. menyelenggarakan Rapat Anggota; d. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas; e. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib; f. memelihara daftar buku anggota dan pengurus.

(2) Pengurus berwenang; a. mewakili Koperasi di dalam dan diluar pengadilan; b. memutuskan penerimaan dan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian

anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar; c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai

dengan tanggunajawabnya dan keputusan Rappat Anggota.

Pasal 31 Pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.

Pasal 32 (1) Pengurus Koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk

mengelola usaha. (2) Dalam Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat pengelola,maka rencana

pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan. (3) Pengelola bertanggungjawab kepada Pengurus. (4) Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab pengurus

sebagaimana dmaksud dalam pasal 31.

Pasal 33 Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dengan Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan.

Pasal 34 (1) Pengurus,baik bersama-sama,maupun sendiri-sendiri,menanggung kerugian yang di derita

Koperasi ,karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. (2) Di samping penggantian kerugian tersebut,apabila tindakan itu dilakukan dengan

kesengajaan ,tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan.

Pasal 35

Setelah tahun buku Koperasi di tutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum diselenggarakan rapat anggota tahunan ,Pengurus menyusun laporan tahunan yang memuat sekurang-kurangnya:

Page 209: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

a. pernitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;

b. keadaan dan Koperasim serta hasil usaha yang dapat dicapai.

Pasal 36 (1) Laporan tahunan sebagaimana yang dimaksud pasal 35 ditandatangani oleh semua Rapat

Pengurus. (2) Apabila salah seorang Anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut ,

anggota yang bersangkutan menjelaskan alasannya secara tertulis.

Pasal 37 Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan, merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.

Bagian Keempat Pengawas

Pasal 38

(1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dan Rapat Anggota. (2) Pengawas bertanggungjawab kepada Rapat Anggota. (3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai Anggota Pengawas ditetapkan dalam

Anggaran Dasar.

Pasal 39 (1) Pengawas bertugas:

a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelola Koperasi; b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya;

(2) Pengawas berwenang : a. meneliti catatan yang ada pada Koperasi ; b. mendapatkan segala keterangan yang diperlukan;

(3) Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.

Pasal 40 Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan public.

BAB VII MODAL

Pasal 41

(1) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. (2) Modal sendri dapat berasal dari:

a. Simpanan Pokok; b. Simpanan Wajib ; c. Dana Cadangan ; d. Hibah.

(3) Modal Pinjaman dapat berasal dari : a. Anggota; b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya; c. Bank dan lembaga keuangan lainnya ; d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;

Page 210: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

e. Sumber lain yang sah.

Pasal 42 (1) Selain modal sebagai dimaksud dalam pasal 41,Koperasi dapat pula melakukan

pemupukan Modal yang juga berasal dari Modal penyertaan. (2) Ketentuan mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan diatur Lebih

lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VIII LAPANGAN USAHA

Pasal 43

(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota;

(2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi.

(3) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.

Pasal 44

(1) Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkan melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk; a. anggota Koperasi yang bersngkutan; b. Koperasi lain dan/atau anggotanya.

(2) Kegitan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.

(3) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB IX

SISA HASIL USAHA

Pasal 45 (1) Sisa hasil usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu

tahun buku dikurangi dengan biaya,penyusutan ,dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

(2) Sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan ,dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk pendidikan Perkoperesian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.

(3) Besarnya Pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota,

BAB X PEMBUBARAN KOPERASI

Bagian Pertama

Cara Pembubaran Koperasi

Pasal 46 Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan: a. Keputusan Rapat Anggota,atau

Page 211: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

b. Keputusan Pemerintah.

Pasal 47 (1) Keputusan pembubaran oleh pemeritah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b

dilakukan apabila: a. terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-

undang ini; b. kegiatan bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; c. kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.

(2) Keputusan pembubaran Koperasi oleh pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh Koperasi yang bersangkutan.

(3) Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.

(4) Keputusan Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut.

Pasal 48

Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh pemerintah dan tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49 (1) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh

Kuasa Rapat Anggota kepada: a. semua kreditor; b. pemeritah.

(2) Pemberitahuan kepada semua Kreditor dilakukan oleh pemerintah dalam hal pembubaran tersebut.

(3) Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi belum diterima oleh kreditor maka pembubaran Koperasi belum berlaku baginya.

Pasal 50

Dalam pemberitahuan sebagamana dimaksud dalam pasal 49 disebutkan: a. nama dan alamat penyelesaian, dan b. ketentuan bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu 3(tiga)

bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.

Bagian Kedua Penyelesaian

Pasal 51

Untuk kepentingan kredtor dan para anggota Koperasi terhadap pembubaran Koperasi dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut penyelesaian.

Pasal 52 (1) Penyelesaian dilakukan oleh penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut

Penyelesai. (2) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Rapat Anggota, penyelesai ditunjuk oleh

Rapat Anggota.

Page 212: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

(3) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan pemerintah , penyelesai dtunjuk oleh Pemerintah.

(4) Selama dalam proses penyelesaian,Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan "Koperasi dalam penyelesaian".

Pasal 53

(1) Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi. (2) Penyelesai bertanggungjawab kepada kuasa Rapat Anggota dalam hal penyelesaiditunjuk

oleh Rapat Anggota dan kepada pemerintah dalam hal penyelesai ditunjuk oleh pemerintah.

Pasal 54

Penyelesai mempunyai hak,wewenang, dan kewajiban sebagai berikut: a. melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama "Koperasi dalam penyelesaian ". b. mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan ; c. memangil pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan,baik sendiri-

sendiri maupun bersama-sama; d. memperoleh ,memeriksa ,dan mengunakan segala catatan yang dan arsip Koperasi; e. menetapkan dan melaksanakan segal kewajiban pembayaran yang didahulukan dari

pembayaran hutang lainnya; f. menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi; g. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota ; h. membuat berita acara penyelesaian.

Pasal 55 Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi ,anggota hanya menanggung kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dam modal penyertaan yang dimilikinya.

Bagian Ketiga Hapusnya Status Badan Hukum

Pasal 56

(1) Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam berita Negara Republik Indonesia.

(2) Status Badan Hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam berita Negara Republik Indonesia.

BAB XI

LEMBAGA GERAKAN KOPERASI

Pasal 57 (1) Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal yang berfungsi sebagai

wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi.

(2) Organisasi ini berazaskan Pancasila. (3) Nama,tujuan,susunan, dan tata kerja organisasi diatur dalam Anggaran Dasar organisasi

yang bersangkutan.

Pasal 58 (1) Organisasi tersebut melakukan kegiatan:

a. memeperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;

Page 213: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

b. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat. c. melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat; d. mengembangkan kerja sama antar Koperasi dan anggota Koperasi dengan Badan

usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional. (2) Untuk melaksanakan kegiatan tersebut,Koperasi secara bersama-sama menghimpun dan

Koperasi.

Pasal 59 Organisasi yang dibentuk sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) disahkan oleh pemerintah.

BAB XII PEMBINAAN

Pasal 60

(1) Pemerintah menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan serta pemasyarakatan Koperasi.

(2) Pemerintah memberikan bimbingan,kemudahan dan perlindungan kepada Koperasi.

Pasal 61 Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim yang kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi,pemerintah; a. memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi; b. meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang

sehat,tangguh,dan mandiri; c. mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan

Badan usaha lainnya; d. membudayakan Koperasi dalam masyarakat.

Pasal 62 Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi ,pemerintah: a. membimbing usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya; b. mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan,

penyuluhan, dan penelitian perkoperasian; c. memberikan kemudahan untuk memperkokoh pemodalan Koperasi serta mengembangkan

lembaga keuangan Koperasi; d. membantu pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling

menguntungkan antar Koperasi; e. memberikan bantuan konsultasi guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh

Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi.

Pasal 63 (1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi,pemerintah dapat:

a. menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi; b. menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan

oleh Koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya. (2) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 64

Page 214: KEPASTIAN HUKUM BAITUL MAL WAT TAMWIL TINJAUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44215/1/HANDIENI... · Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63 dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional,serta pemerataan kesepakatan berusaha dan kesempatan kerja.

BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 65

Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-undang ini berlaku,dinyatakan telah diperoleh status badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini,maka Undang-undang Nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian (lembaran Negara tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832) dinyatakan tidak berlaku lagi;

(2) Peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang pokok- pokok perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23,Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832 ) dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 67

Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta Pada tanggal 21 Oktober 1992 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 21 Oktober 1992 MENTRI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 116