kepariwisataan” (uu no. 10 tahun 2009 pasal 1 ayat 6). jadi, · 2018. 11. 12. · kajian...

18
BAPPELITBANGDA Kabupaten Bandung Barat KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 7 A. Pendekatan Studi 1. Konsep Parwisata Pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain (Damanik dan Weber, 2006). Dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain : a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. b. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. c. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha – usaha yang terkait di bidang tersebut.

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 7

    A. Pendekatan Studi

    1. Konsep Parwisata

    Pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

    melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain

    (Damanik dan Weber, 2006). Dalam Undang-undang Nomor

    10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan beberapa istilah yang

    berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain :

    a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari

    kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta

    bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik

    wisata.

    b. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

    c. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

    wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata

    serta usaha – usaha yang terkait di bidang tersebut.

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 8

    d. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan

    dengan penyelenggaraan pariwisata.

    e. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan

    menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau

    mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana

    pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.

    f. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang

    menjadi sasaran wisata.

    2. Konsep Destinasi Pariwisata

    Destinasi wisata diidentikkan dengan area atau wilayah

    geografis baik yang bersifat negara, kota, pulau ataupun suatu

    wilayah tertentu. Dalam konteks Indonesia, destinasi wisata

    dapat berupa suatu wilayah yang dibatasi oleh letak geografis

    dengan dibatasi oleh wilayah-wilayah lain yang mengatur lokasi

    ataupun cakupan wilayah tersebut. Melihat defenisi di atas,

    maka negara Indonesia sesungguhnya dapat dikatakan sebagai

    destinasi wisata. Demikian halnya dengan provinsi, kabupaten/

    kota, kecamatan dan desa bisa disebut destinasi wisata. Pulau-

    pulau yang ada di suatu wilayah juga merupakan destinasi

    wisata. Defenisi ini sejalan dengan Undang-undang pariwisata

    nomor 10 tahun 2009 Republik Indonesia yang menyatakan

    bahwa destinasi pariwisata (atau kawasan wisata) adalah

    “kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah

    administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,

    fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta

    masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya

    kepariwisataan” (UU No. 10 tahun 2009 pasal 1 ayat 6). Jadi,

    setiap wilayah yang dibatasi oleh wilayah administratif dan di

    dalamnya terdapat aktifitas kepariwisataan dapat menjadi

    sebuah destinasi pariwisata.

    Ciri yang menggambarkan sebuah area atau wilayah

    untuk menjadi destinasi wisata pelayanan dengan perpaduan

    ataupun kombinasi secara menyeluruh kepada pengunjung

    ataupun wisatawan (Buhalis, 2000; Hu dan Ritchie, 1993;

    Warren, 2009). Jika Cooper, dkk (1993) mengemukakan empat

    unsur (attractions, access, amenities, and ancillary services) yang

    harus ditawarkan oleh sebuah destinasi, maka Buhalis (2000)

    menambahkan dua hal penting (6A) yakni ketersediaan paket

    pariwisata (available packages) dan kegiatan (activities).

    Ketersediaan unsur-unsur tersebut menjadi prasyarat penting

    untuk menjadikan sebuah wilayah sebagai destinasi wisata yang

    unggul. Dalam hal ini, kegiatan pariwisata secara umum

    bertumpu dan terjadi di destinasi (Pike, 2004). Destinasi

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 9

    pariwisata sesungguhnya menjadi pilar adanya kegiatan

    kepariwisataan.

    3. Konsep Bauran Destinasi

    Destinasi merupakan suatu produk wisata yang kompleks,

    karena produk destinasi merupakan suatu rangkaian

    pengelaman pengunjung, mulai dari dia datang ke destinasi

    sampai kembali lagi ke tempat asalnya. Untuk itu Morrison

    (2013) mengemukaan bahwa produk destinasi merupakan

    suatu bauran yang saling terintegrasi dan yang disebut sebagai

    bauran destinasi (destination mix). Bauran destinasi tersebut

    terdiri dari produk fisik (physical product), kemasan (packages),

    program (programmes), dan orang-orang (people). Keterkaitan

    antar bauran destinasi dapat dilihat dalam gambar berikut:

    Gambar 2.1

    Bauran Destinasi

    Sumber: Morrison (2013)

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 10

    • Produk Fisik: merupakan produk nyata yang dapat langsung

    di indera oleh pengunjung seperti atraksi atau daya tarik

    wisata, fasilitas (hotel, restoran, dll.), transportasi dan

    infrastruktur.

    • Kemasan: merupakan produk berupa paket wisata yang

    dapat dikerjasamakan dengan operator perjalanan wisata,

    agen perjalanan atau hotel dan resor.

    • Program: merupakan produk yang dapat meningkatkan

    pengelaman pengunjung seperti: acara (event), festival, atau

    aktivitas individual yang terencana.

    • Orang-orang: merupakan semua pihak yang terlibat dalam

    penyelenggaraan kepariwisataan atau dengan kata lain,

    yaitu orang-orang yang terlibat dalam interaksi guna

    melayani pengunjung. Orang-orang tersebut seperti

    masyarakat setempat, pekerja di industri, pemerintah dan

    pengunjung itu sendiri.

    4. Konsep Pola Perjalanan

    Pola Perjalanan adalah suatu pola perjalanan yang dirancang,

    dibangun dan dikemas menjadi suatu komoditi yang layak untuk

    dinikmati.

    (https://ahmadrimba.wordpress.com/2015/06/03/efektivitas-

    segmentasi-pasar-wisatawan/[1 Juni 2017]).

    Dalam penyusunannya, pola perjalanan wisata mencakup

    unsur-unsur sebagai berikut:

    a. Informasi umum, seperti geografi, iklim, cuaca, bahasa, dan

    budaya lokal;

    b. Informasi fasilitas umum, seperti kantor polisi, bank, rumah

    sakit, kantor imigrasi, dan pusat perbelanjaan;

    c. Identifikasi atraksi wisata alam, seperti keindahan alam, flora

    dan fauna;

    d. Identifikasi atraksi wisata budaya, seperti budaya eksotik,

    tradisi, atraksi sejarah/budaya, tempat/situs bersejarah, dan

    event-event;

    e. Identifikasi fasilitas akomodasi, seperti klasifikasi hotel,

    kapasitas kamar, fasilitas dan pelayanan serta kemudahan

    pencapaian lokasi;

    f. Identifikasi fasilitas restoran, seperti menu, jam buka, dan

    kemudahan pencapaian lokasi; serta

    g. Identifikasi prasarana pendukung wisata, seperti moda

    transportasi, daya dukung jalan, dan pelabuhan.

    Dalam Care Tourism Wordpress (Tersedia:

    https://caretourism.wordpress.com/2012/04/24/antara-pola-

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 11

    perjalanan-wisata-dan-penerbangan (1 Juni 2017)), secara

    umum, Pola Perjalanan Wisata dapat dibagi menjadi beberapa

    jenis, antara lain terdiri dari:

    a. Cara melakukannya.

    • Secara berombongan/grup dalam ikatan dengan paket

    wisata tertentu, dikenal sebagai GIT (Grouped Inclusive

    Travel), segala sesuatunya (jadual, destinasi, tiket, hotel dll)

    diatur sesuai program (itinerary) paket yang dipilihnya;

    • Perjalanan perorangan, baik sendiri-sendiri maupun

    kelompok kecil mandiri, mengatur sendiri perjalanannya,

    baik jadual maupun destinasinya, bebas dari ikatan

    dengan paket wisata, dikenal dengan sebutan FIT (Free

    Individual Travel). Meskipun demikian, kelompok ini

    acapkali menggunakan juga jasa biro perjalanan dalam

    hal pemesanan tiket atau kamar hotel;

    b. Jarak perjalanannya.

    • Jarak dekat (short-haul); pada umumnya jarak perjalanan

    dinilai dari lamanya penerbangan yang ditempuh secara

    nonstop. Dalam hal jarak dekat tidak lebih dari 3 jam.

    Berbeda dengan ketentuan yang berlaku internasional,

    short-haul untuk penerbangan domestik pada umumnya

    ditetapkan tidak lebih dari 1,5 jam lamanya, yaitu dengan

    jarak sekitar 500 mil (atau setara dengan 800 km);

    • Jarak menengah (medium-haul), lama perjalanan udara

    nonstop antara 3 jam s.d. 6 jam;

    • Jarak jauh (long-haul), meliputi perjalanan udara nonstop

    lebih dari 6 jam, yang lazimnya menggunakan pesawat

    berbadan lebar yang mampu terbang nonstop minimal 6-

    7 jam. Dewasa ini, banyak pesawat yang dioperasikan oleh

    airlines secara nonstop menjelajahi udara dalam waktu 11

    s.d. 13 jam penerbangan.

    c. Moda transportasi yang digunakan.

    • Transportasi di permukaan bumi (surface transport), baik

    di darat maupun di laut dan/atau kombinasi antara laut

    (kapal pesiar/ cruise) dan darat;

    • Transportasi udara (air transport).

    d. Motivasi perjalanan.

    • Motivasi bisnis (busness tourism), yang dirinci lebih jauh

    atas sub-motive (TICO = trade, idustrial, commercial,

    official dan MICE = meeting, incentive, conference/

    convention, exhibition);

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 12

    • Motivasi pesiar (leisure/ pleasure travel), yang juga dirinci

    atas beberapa submotif lebih lanjut (NATURAL =

    adventure, agricultural/ agro, marine, special interest,

    health, dsb. serta CULTURAL = historical, educational,

    family visit, religious, sport, dsb.)

    e. Kelompok jenis kelamin (gender).

    • Wisata wanita (female tourism);

    • Wisata pria (male tourism).

    f. Kelompok usia.

    • Wisata muda/remaja (youth tourism);

    • Wisata dewasa (adult tourism); kelompok ini bisa dipecah

    lebih lanjut dengan

    • Wisata lansia (senior tourism, elderly tourism).

    g. Sifat kegiatan selama perjalanan;

    h. Lokasi destinasi

    • Wisata domestik (domestic tourism);

    • Wisata regional (regional tourism);

    • Wisata internasional (international tourism);

    • Wisata desa (rural tourism);

    • Wisata kota (urban tourism), dsb.

    Pedoman Penyusunan Pola Perjalanan (Travel Pattern)

    Kementerian Pariwisata 2012 menyatakan bahwa ada beberapa

    teknik dalam menulis uraian pola perjalanan destinasi yaitu:

    a. Uraian dari destinasi ditulis secara menyeluruh

    • Wisata aktif (active tourism);

    • Wisata pasif (passive tourism).

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 13

    Satu pola perjalanan dari sebuah destinasi, tidak diuraikan atau dikelompokkan dalam subdestinasi.

    b. Uraian dari destinasi secara umum dan uraian dari kabupaten/ kota yang ada di destinasi tersebut.

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 14

    Deskripsi pola perjalanan destinasi yang bersifat umum dibuat terlebih dahulu, setelah itu dibuat pola-pola perjalanan destinasi di setiap

    kabupaten/ kota.

    c. Uraian dari destinasi secara umum, lengkap dengan informasi dari kabupaten/ Kota berdasarkan alur perjalanan tanpa memberikan

    informasi yang terkotak-kotak dari kabupaten/ kota di destinasi tersebut.

    Deskripsi pola perjalanan destinasi yang bersifat umum

    dibuat terlebih dahulu, setelah itu dibuat pola-pola perjalanan

    yang khusus, misalnya pola jalur utara, pola jalur selatan, dsb.

    Selain hal tersebut di atas pola perjalanan dapat juga

    disusun secara tematik atau berdasarkan minat wisatawan

    dan jenis wisata. Misalnya pola perjalanan wisata adventure,

    pola perjalanan wisata budaya, dsb.

    Secara umum pola perjalanan agar menarik bagi

    wisatawan harus bisa menawarkan Something to see,

    something to do dan something to buy yang sesuai dengan

    keinginan dan minat wisatawan.

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 15

    5. Konsep Keterlibatan Masyarakat

    Gambar 2.2

    Bentuk Jenis Keterlibatan Masyarakat

    Dari konsep oleh Syahyuti, 2006 dan Prety, J., 1995 pada penjelasan

    sebelumnya, dari berbagai bentuk dan jenis keterlibatan tersebut dapat

    dibedakan berdasarkan kedalaman dan keluasan keterlibatan masyarakat.

    Berdasarkan kriteria tersebut, Mikkelsen (1999: 6) membedakan empat

    pendekatan dalam proses pengembangan partisipasi masyarakat, yaitu:

    a. Pendekatan Keterlibatan Pasif, yakni melalui pelatihan dan informasi.

    Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal yang

    lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya.

    Melalui pendekatan ini menghasilkan tipe komunikasi satu arah, yakni

    topdown atau dari atas ke bawah, yang mencerminkan bahwa hubungan

    antara pihak eksternal dan masyarakat lokal bersifat vertikal.

    b. Pendekatan Keterlibatan Aktif, komunikasi dua arah mulai terjadi pada jenis

    pendekatan ini, namun masih mengacu pada pendekatan pertama bahwa

    pihak eksternal lebih tahu dibandingkan masyarakat lokal. Dalam

    pendekatan ini, dialog antarmasayarakat lokal dan pihak ekternal mulai

    terbuka. Usaha ini diupayakan agar masyarakat lokal dapat

    berkesempatan untuk berinteraksi dengan para petugas dari institusi

    eksternal. Contoh dari tipe pendekatan ini adalah pelatihan dan

    kunjungan.

    c. Pendekatan Keterlibatan dengan Keterikatan, tipe pendekatan ini serupa

    dengan kontrak sosial antara pihak eksternal dengan masyarakat lokal.

    Terjadinya suatu kesepakatan yang telah disepakati tentang apa yang harus

    dilakukan masyarakat lokal dan apa yang harus dilakukan dan diberikan

    pihak eksternal. Masyarakat setempat diberi suatu tanggung jawab pada

    pengelolaan kegiatan yang telah disepakati dan mendapat dukungan dari

    pihak eksternal baik finansial maupun teknis. Nilai positif dari tipe

    pendekatan ini adalah masyarakat lokal dapat belajar mengenai

    pengelolaan pembangunan serta bentuk modifikasi apa yang dapat dibuat

    apabila terdapat kesepakatan tujuan yang diinginkan.

    Keterlibatan Atas permintaan

    setempat

    Kontrak Sosial (keterlibatan Keterikatan)

    Keterlbatan Aktif

    Keterlibatan Pasif

    Sumber Data :( Syahyuti, 2006)

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 16

    d. Keterlibatan atas Permintaan Setempat, pada tipe pendekatan ini

    pembangunan dilaksanakan atas dasar keputusan masayarakat setempat.

    Peranan pihak eksternal lebih pada memenuhi apa yang diminta dan

    dinyatakan oleh masyarakat, bukan menentukan apa yang harus dipenuhi.

    Dalam tipe ini pihak luar lebih berperan sebagai pendamping atau

    konsultan bagi masyarakat lokal dan tidak ada komando atau instruksi

    sama sekali kepada pihak masyarakat.

    Gambar 2.3

    Hasil Data Dilapangan

    Bentuk Keterlibatan Masyarakat di Gunung Halu

    Keterlibatan masyarakat yang dilaksanakan oleh pihak pengelola

    kepariwisataan di Gununghalu dilandasi oleh berbagai kebutuhan dan

    kepentingan pariwisata, seperti melibatkan masyarakat dalam pengelolaan

    pariwisata di Gununghalu termasuk menjalankan kegiatannya usahanya.

    Hal ini merupakan bentuk dari corporate social responsibility.

    Keterlibatan Atas permintaan

    setempat

    Kontrak Sosial (keterlibatan Keterikatan)

    Keterlbatan Aktif

    Keterlibatan Pasif

    Posisi Tahap

    Keterlibatan

    Masyarakat di

    Gunung Halu

    Sumber :( Syahyuti, 2006)

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 17

    Tujuan hal tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat yang dapat menimbulkan rasa memiliki dalam dirinya

    sehingga mereka ikut menjaga keamanan dan kenyamanan di lingkungan

    obyek –obyek wisata Gununghalu dan menambah pemasukan

    perekonomian masyarakat melalui usaha fasilitas berupa warung-warung,

    perarkiran, musola, angkutan wisata, dll. Terkait dengan pengelolaan,

    seyogianya masyarakat setempat dibekali pengetahuan dan dilibatkan

    dalam kegiatan promosi pelaksanaan usaha pariwisata.

    Masyarakat yang terlibat dalam usaha pariwisata di obyek wisata,

    di antaranya menurut Mikkelsen (1999,69), yang telah disesuaikan dengan

    kondisi di Gununghalu, adalah sebagai berikut.

    a. Pendekatan Keterlibatan Pasif, yakni melalui pelatihan dan informasi.

    Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal yang

    lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya.

    Melalui pendekatan ini menghasilkan tipe komunikasi satu arah, yakni

    topdown atau dari atas ke bawah dalam hal di antaranya :

    1) Jangkauan pada Teknologi dan Pengetahuan

    Kualitas teknologi yang digunakan untuk menciptakan paket wisata

    atau menarik pengunjung melalui penginformasian produk pada pasar

    lebih cepat dan akurat, sehingga pengunjung yang datang bukan dari

    Nusantara saja tapi negara –negara lain. Namun demikian, pelayanan

    pengunjung kurang maksimal karena apabila terjadi permasalahan

    darurat di jalan akses menuju obyek sulit menginformasikannya.

    2) Jangkauan pada Ketersediaan Sumber Daya Manusia

    Masyarakat yang terlibat dalam pengembangan usaha pariwisata

    adalah sumber daya manusia menjadi fokus kegiatan utama dalam

    keterlibatan masyarakat, khususnya dalam pelaksanaan usaha parwisata.

    Hubungan keterlibatan masyarakat di kawasan obyek-obyek wisata di

    Kecamatan Gununghalu dalam pelaksanaan kegiatan usaha pariwisata

    lebih berfokus pada pengembangan sumber daya manusia, baik terhadap

    pelaku usaha pariwisata maupun pengunjung yang menjadi peserta

    kegiatan usaha pariwisata untuk memperoleh ilmu pengetahuan usaha

    pariwisata baik secara teori maupun praktik. Terkait pengelolaan obyek

    wisata Gununghalu, masyarakat dapat diperankan sebagai mitra usaha

    dalam setiap pelaksanaan usaha pariwisata bagi pengunjung. Hal tersebut

    dinilai sebagai bentuk keterlibatan yang baik dan memberi keuntungan

    untuk kedua belah pihak dalam bentuk bantuan pelatihan bagi pegawai

    atau staf di obyek wisata Gununghalu.

    b. Pendekatan Keterlibatan Aktif, komunikasi dua arah mulai terjadi pada jenis

    pendekatan ini, namun masih mengacu pada pendekatan pertama bahwa

    pihak eksternal lebih tahu dibandingkan masyarakat lokal. Dalam

    pendekatan ini, dialog antarmasayarakat lokal dan pihak ekternal mulai

    terbuka. Usaha ini diupayakan agar masyarakat lokal dapat

    berkesempatan untuk berinteraksi dengan para petugas dari institusi

    eksternal.

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 18

    Contoh dari tipe pendekatan ini adalah penyuluhan-penyuluhan dan

    kunjungan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi sosial sekaligus

    memberikan kesadaraan terhadap masyarakat tentang manfaat menjaga

    kualitas lingkungan alam. Beberapa program yang harus dilakukan ialah:

    1) Penyuluhan mengenai cara berkebun konvensional yang baik.

    Harapannya masyarakat dapat mengerti mengenai cara – cara

    berkebun tradisional tanpa merugikan lingkungan alam.

    2) Penyuluhan mengenai kebersihan. Kegiatan ini diharapkan dapat

    menimbulkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan diri

    dan menjaga kebersihan lingkungan di obyek wisata yang terdapat di

    Gununghalu.

    3) Penyuluhan mengenai pengetahuan kegiatan pariwisata setempat.

    Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat menguasai

    dasar – dasar dari pariwisata setempat, untuk disampaikan kembali

    sebagai pengetahuan baru yang diperlukan kepada para wisatawan.

    c. Keterlibatan keterikatan dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta

    dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan obyek wisata Gununghalu,

    bentuk keterlibatanya adalah berupa usaha- usaha pariwisata yang bisa

    menjadikan masyarakat sebagai sumber daya manusia yang bekerja di

    sana.

    d. Keterlibatan atas permintaan Setempat pembangunan dilaksanakan atas

    dasar keputusan masayarakat setempat. Peranan pihak eksternal lebih

    pada memenuhi apa yang diminta dan dinyatakan oleh masyarakat, bukan

    menentukan apa yang harus dipenuhi. Dalam tipe ini pihak luar lebih

    berperan sebagai pendamping atau konsultan bagi masyarakat lokal dan

    tidak ada komando atau instruksi sama sekali kepada pihak masyarakat.

    Pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan

    kemampuan untuk menanggapi kepariwisataan, berdasarkan temuan di

    lapangan, bentuk keterlibatannya dalam pengelolaan dilandasi oleh

    berbagai kebutuhan dan kepentingan usaha pariwisata. Wujud konkretnya

    adalah melalui Balai Ekonomi Desa (Balkondes) sekitar dalam bentuk mitra

    usaha.

    Hal ini merupakan bentuk dari corporate social responsibility.

    Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

    sekaligus dapat menimbulkan rasa memiliki dalam diri mereka untuk ikut

    menjaga keamanan dan kenyamanan di lingkungan wisata Gununghalu.

    Tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut bisa tercapai melalui berbagai

    upaya ekonomi dalam penyediaan fasilitas berupa: warung-warung,

    perparkiran, musola, angkutan wisata, dll. Untuk meningkatkan taraf

    kemampuan pengelolaan sebaiknya masyaraka setempat diberi berbagai

    program pengembangan SDM pariwisata baik dari sisi pengetahuan,

    keterampilan, promosi, maupun sikap profesional.

    Berikut adalah beberapa contoh keterlibatan masyarakat dalam

    pelaksanaan pengembangan usaha pariwisata di obyek wisata

    Gununghalu.

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 19

    a) Keterlibatan masyarakat yang menjadi pemandu lokal yang menguasai

    lokasi setempat terkait dengan paket wisata yang akan dikembangkan.

    b) Keterlibatan masyarakat dalam usaha dan membangun pariwisata

    yang terkoordinasi langsung oleh masyarakat (Balkondes).

    c) Keterlibatan masyarakat menjadi pengendali transportasi menuju obyek

    wisata di Kecamatan Gununghalu.

    d) Keterlibatan masyarakat pekerja menjadi penjaga parkir di obyek

    wisata di Gununghalu.

    e) Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan toilet, mesjid di obyek

    wisata di Gununghalu untuk kepentingan wisatawan yang datang.

    f) Keterlibatan masyarakat dalam memanfaatkan perkebunan yang

    digunakan sebagai usaha perkebunan untuk meningkatkan

    pendapatan masyarakat setempat.

    g) Keterlibatan masyarakat yang dilaksanakan di destinasi wisata Gununghalu

    dalam berbagai kebutuhan dan kepentingan usaha pariwisata, seperti

    keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan usaha pariwisata melalui

    penjalinan kerja sama atas dasar musyawarah mufakat yang dituangkan

    dalam perjanjian kerja sama (MOU) antara pihak manajemen pengelola

    kawasan destinasi wisata maupun masyarakat sebagai mitra. Hal ini

    merupakan bentuk dari corporate social responsibility dalam menunjang

    kelancaran pengelolaan destinasi wisata Gununghalu.

    6. Konsep Paket Wisata

    Paket wisata adalah adalah produk perjalanan yang dijual oleh

    suatu perusahaan biro perjalanan atau perusahaan transportasi yang

    bekerja sama dengannya dan harga paket wisata tersebut telah

    mencakup biaya perjalanan, hotel ataupun fasilitas lainnya

    (Suwantoro: 1997). Lebih jauh Nuriata menyatakan bahwa Paket

    wisata (package tour) adalah suatu perjalanan wisata dengan satu

    atau beberapa tujuan kunjungan yang disusun dari beberapa,

    minimal dua fasilitas perjalanan tertentu dalam suatu acara

    perjalanan yang tetap serta dijual sebagai harga tunggal yang

    menyangkut seluruh komponen dari perjalanan wisata (Nuriata,

    2014).

    Seperti halnya produk wisata yang lain sebuah perjalanan wisata

    juga merupakan gabungan dari beberapa komponen yaitu:

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 20

    Gambar 2.4

    Komponen Perjalanan Wisata

    Sumber: Fay, 1992

    Taufik Z. K. menyampaikan bahwa komponen paket wisata

    dapat diuraikan sebagai berikut (Tersedia:

    https://taufikzk.wordpress.com/2016/02/01/pengertian-dan-

    komponen-paket-wisata//[1 Juni 2017]).

    a. Sarana transportasi

    Sarana transportasi terkait dengan mobilisasi wisatawan,

    tetapi transportasi tidak hanya dipakai sebagai sarana untuk

    membawa wisatawan dari satu tempat ke tempat lain saja,

    namun juga dipakai sebagai atraksi wisata yang menarik.

    Perjalanan Wisata

    Atraksi

    Sightseeing/

    Guide service

    Makan & Minum

    Akomodasi

    Transportasi

    Shopping

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 21

    b. Sarana akomodasi

    Sarana akomodasi dibutuhkan apabila wisata

    diselenggarakan dalam waktu lebih dari 24 jam dan

    direncanakan untuk menggunakan sarana akomodasi

    tertentu sebagai tempat menginap.

    c. Sarana makanan dan minuman

    Dilihat dari lokasi ada restoran yang berada di hotel dan

    menjadi bagian atau fasilitas hotel yang bersangkutan, ada

    pula restoran yang berdiri sendiri secara independen.

    d. Obyek dan atraksi wisata

    Objek dan atraksi wisata dapat dibedakan atas dasar asal-

    usul yang menjadi karakteristik objek atau atraksi tersebut,

    yaitu wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata

    ziarah dan wisata hiburan.

    e. Sarana hiburan

    Hiburan pada hakikatnya adalah salah satu atraksi wisata.

    Hiburan bersifat masal, digelar untuk masyarakat umum dan

    dan bahkan melibatkan masyarakat secara langsung serta

    tidak ada pemungutan biaya yang menikmatinya, dan

    hiburan semacam ini disebut amusement.

    f. Toko cenderamata

    Toko cenderamata erat kaitannya dengan oleh-oleh atau

    kenang-kenangan dalam bentuk barang tertentu.

    g. Pramuwisata dan pengatur wisata (guide dan tour manager)

    Pramuwisata dan pengatur wisata adalah petugas

    purnajual yang bertindak sebagai wakil perusahaan yang

    mengelola wisata untuk membawa, memimpin, memberi

    informasi dan layanan lain kepada wisatawan sesuai dengan

    acara yang disepakati.

    7. Konsep Peta Wisata

    Peta pariwisata adalah peta yang menggambarkan atau

    menjelaskan lokasi-lokasi tempat tujuan wisata di dalam suatu

    kota atau kabupaten dan lainnya. Di dalamnya akan tersedia

    informasi wisata seperti menikmati keindahan alam, sejarah

    terbentuknya, juga wisata religius dengan bantuan program

    peta digital. Peta wisata digital ini sudah menggabungkan

    berbagai informasi pariwisata lainnya yang diharapkan bisa

    menjelaskan arah dan tujuan ke tempat wisata tersebut sekaligus

    sedikit menolong para turis untuk sampai ke tempat tujuan

    wisata tanpa kesulitan sehingga akan mengurangi biaya tinggi

    (Sistem Informasi Geografi, 2013: tersedia:

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 22

    http://sistiminformasigeografi.blogspot.co.id/2013/01/membu

    at-peta-pariwisata-interaktif.html//[1 Juni 2017]).

    Unsur-unsur yang harus terdapat dalam peta wisata di

    antaranya adalah:

    a. Judul yang menunjukkan informasi apa yang terkandung

    dalam suatu peta. Judul ini dapat diletakkan di mana saja

    di suatu tempat yang kosong agar tidak mengganggu

    informasi utama.

    b. Orientasi atau penunjuk arah yang divisualisasikan dalam

    bentuk mata angin.

    c. Skala peta yang merupakan perbandingan jarak pada peta

    dengan jarak sebenarnya yang ada di lapangan. Skala ini

    berguna jika kita ingin menghitung jarak objek di lapangan

    tanpa harus melakukan pengukuran secara langsung di

    lapangan.

    B. Metode Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pedekatan

    kualitatif yang bersifat eksporatif dengan studi fenomenologis.

    Metode ini diambil karena permasalahan belum seutuhnya

    diketahui, data yang digali berasal dari berbagai sumber

    (multiunit analisis) dan bentuk unit analisisnya adalah bersifat

    infinite sehingga tidak membutuhkan kuantitas unit analisis.

    2. Metoda Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang

    digunakan peneliti adalah wawancara, observasi, dan

    dokumentasi.

    a. Wawancara

    Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara

    terstruktur, dan pewawancara sebelumnya telah menyiapkan

    instrumen penelitian berupa pedoman wawancara. Wawancara

    dilakukan secara purposif kepada pihak-pihak yang terlibat baik

    secara langsung maupun tidak langsung terhadap

    penyelenggaraan kepariwisataan di Kecamatan Gununghalu.

    b. Observasi

    Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi berstruktur,

    dan peneliti dalam melaksanakan observasinya menggunakan

    daftar periksa dan observasi dilakukan secara purposif dari hasil

    pengumpulan data sekunder.

    c. Dokumentasi

    Teknik pengumpulan data ini tidak langsung ditujukan kepada

    subyek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang

    http://sistiminformasigeografi.blogspot.co.id/2013/01/membuat-peta-pariwisata-interaktif.htmlhttp://sistiminformasigeografi.blogspot.co.id/2013/01/membuat-peta-pariwisata-interaktif.html

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 23

    dibutuhkan berupa informasi dari Bappelitbangda Bandung

    Barat, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandung Barat,

    Kecamatan Gununghalu, serta tulisan-tulisan ilmiah dari

    berbagai sumber.

    3. Teknik Analisis Data

    Analisis data menggunakan pendekatan dari Miles dan

    Huberman dalam Sugiyono (2012,431) yang mengemukakan

    model analisis data secara holistik dengan langkah-langkah

    seperti: (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian

    data (data display), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

    (conclution). Langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam

    gambar berikut:

    Gambar 2.5

    Kerangka Analisis Data

    Sumber: Miles & Huberman dalam Sugiono (2012:431)

    4. Partisipan

    Partisipan dalam studi ini adalah pihak-pihak yang

    dijadikan informan kunci yang ditetapkan secara purposif.

    Adapun informan kunci tersebut adalah Kepala Dinas

    Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bandung Barat dan Camat

    Kecamatan Gununghalu.

    5. Validitas dan Kredibilitas

    Untuk memvalidasi data digunakan teknik triangulasi yang

    merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat

    mengonfirmasi data dari berbagai pihak dan sumber. Selain itu

    teknik ini dapat menggabungkan dari berbagai teknik

    pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dengan

    menggunakan teknik triangulasi maka data yang dikumpulkan

    sekaligus diuji kredibilitasnya dengan meninjau berbagai teknik

    pengumpulan data dan sumber data tersebut.

  • BAPPELITBANGDA

    Kabupaten Bandung Barat

    KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 24

    6. Kerangka Penelitian

    Kerangka penelitian dalam studi ini dapat diuraikan dalam alur bagan sebagai berikut:

    Gambar 2.6

    Kerangka Penelitian

    Sumber : Hasil Modifikasi Konsep 2017

    Masukan Proses Keluaran

    • Produk Fisik

    • Kemasan

    • Program

    • Orang-orang

    • Keunikan

    • Kelemahan

    • Pola Perjalanan

    • Paket & Peta

    Wisata

    • Rencana Tindak