kepariwisataan” (uu no. 10 tahun 2009 pasal 1 ayat 6). jadi, · 2018. 11. 12. · kajian...
TRANSCRIPT
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 7
A. Pendekatan Studi
1. Konsep Parwisata
Pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain
(Damanik dan Weber, 2006). Dalam Undang-undang Nomor
10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan beberapa istilah yang
berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain :
a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta
bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik
wisata.
b. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
c. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata
serta usaha – usaha yang terkait di bidang tersebut.
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 8
d. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pariwisata.
e. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau
mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana
pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.
f. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang
menjadi sasaran wisata.
2. Konsep Destinasi Pariwisata
Destinasi wisata diidentikkan dengan area atau wilayah
geografis baik yang bersifat negara, kota, pulau ataupun suatu
wilayah tertentu. Dalam konteks Indonesia, destinasi wisata
dapat berupa suatu wilayah yang dibatasi oleh letak geografis
dengan dibatasi oleh wilayah-wilayah lain yang mengatur lokasi
ataupun cakupan wilayah tersebut. Melihat defenisi di atas,
maka negara Indonesia sesungguhnya dapat dikatakan sebagai
destinasi wisata. Demikian halnya dengan provinsi, kabupaten/
kota, kecamatan dan desa bisa disebut destinasi wisata. Pulau-
pulau yang ada di suatu wilayah juga merupakan destinasi
wisata. Defenisi ini sejalan dengan Undang-undang pariwisata
nomor 10 tahun 2009 Republik Indonesia yang menyatakan
bahwa destinasi pariwisata (atau kawasan wisata) adalah
“kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan” (UU No. 10 tahun 2009 pasal 1 ayat 6). Jadi,
setiap wilayah yang dibatasi oleh wilayah administratif dan di
dalamnya terdapat aktifitas kepariwisataan dapat menjadi
sebuah destinasi pariwisata.
Ciri yang menggambarkan sebuah area atau wilayah
untuk menjadi destinasi wisata pelayanan dengan perpaduan
ataupun kombinasi secara menyeluruh kepada pengunjung
ataupun wisatawan (Buhalis, 2000; Hu dan Ritchie, 1993;
Warren, 2009). Jika Cooper, dkk (1993) mengemukakan empat
unsur (attractions, access, amenities, and ancillary services) yang
harus ditawarkan oleh sebuah destinasi, maka Buhalis (2000)
menambahkan dua hal penting (6A) yakni ketersediaan paket
pariwisata (available packages) dan kegiatan (activities).
Ketersediaan unsur-unsur tersebut menjadi prasyarat penting
untuk menjadikan sebuah wilayah sebagai destinasi wisata yang
unggul. Dalam hal ini, kegiatan pariwisata secara umum
bertumpu dan terjadi di destinasi (Pike, 2004). Destinasi
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 9
pariwisata sesungguhnya menjadi pilar adanya kegiatan
kepariwisataan.
3. Konsep Bauran Destinasi
Destinasi merupakan suatu produk wisata yang kompleks,
karena produk destinasi merupakan suatu rangkaian
pengelaman pengunjung, mulai dari dia datang ke destinasi
sampai kembali lagi ke tempat asalnya. Untuk itu Morrison
(2013) mengemukaan bahwa produk destinasi merupakan
suatu bauran yang saling terintegrasi dan yang disebut sebagai
bauran destinasi (destination mix). Bauran destinasi tersebut
terdiri dari produk fisik (physical product), kemasan (packages),
program (programmes), dan orang-orang (people). Keterkaitan
antar bauran destinasi dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 2.1
Bauran Destinasi
Sumber: Morrison (2013)
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 10
• Produk Fisik: merupakan produk nyata yang dapat langsung
di indera oleh pengunjung seperti atraksi atau daya tarik
wisata, fasilitas (hotel, restoran, dll.), transportasi dan
infrastruktur.
• Kemasan: merupakan produk berupa paket wisata yang
dapat dikerjasamakan dengan operator perjalanan wisata,
agen perjalanan atau hotel dan resor.
• Program: merupakan produk yang dapat meningkatkan
pengelaman pengunjung seperti: acara (event), festival, atau
aktivitas individual yang terencana.
• Orang-orang: merupakan semua pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan kepariwisataan atau dengan kata lain,
yaitu orang-orang yang terlibat dalam interaksi guna
melayani pengunjung. Orang-orang tersebut seperti
masyarakat setempat, pekerja di industri, pemerintah dan
pengunjung itu sendiri.
4. Konsep Pola Perjalanan
Pola Perjalanan adalah suatu pola perjalanan yang dirancang,
dibangun dan dikemas menjadi suatu komoditi yang layak untuk
dinikmati.
(https://ahmadrimba.wordpress.com/2015/06/03/efektivitas-
segmentasi-pasar-wisatawan/[1 Juni 2017]).
Dalam penyusunannya, pola perjalanan wisata mencakup
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Informasi umum, seperti geografi, iklim, cuaca, bahasa, dan
budaya lokal;
b. Informasi fasilitas umum, seperti kantor polisi, bank, rumah
sakit, kantor imigrasi, dan pusat perbelanjaan;
c. Identifikasi atraksi wisata alam, seperti keindahan alam, flora
dan fauna;
d. Identifikasi atraksi wisata budaya, seperti budaya eksotik,
tradisi, atraksi sejarah/budaya, tempat/situs bersejarah, dan
event-event;
e. Identifikasi fasilitas akomodasi, seperti klasifikasi hotel,
kapasitas kamar, fasilitas dan pelayanan serta kemudahan
pencapaian lokasi;
f. Identifikasi fasilitas restoran, seperti menu, jam buka, dan
kemudahan pencapaian lokasi; serta
g. Identifikasi prasarana pendukung wisata, seperti moda
transportasi, daya dukung jalan, dan pelabuhan.
Dalam Care Tourism Wordpress (Tersedia:
https://caretourism.wordpress.com/2012/04/24/antara-pola-
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 11
perjalanan-wisata-dan-penerbangan (1 Juni 2017)), secara
umum, Pola Perjalanan Wisata dapat dibagi menjadi beberapa
jenis, antara lain terdiri dari:
a. Cara melakukannya.
• Secara berombongan/grup dalam ikatan dengan paket
wisata tertentu, dikenal sebagai GIT (Grouped Inclusive
Travel), segala sesuatunya (jadual, destinasi, tiket, hotel dll)
diatur sesuai program (itinerary) paket yang dipilihnya;
• Perjalanan perorangan, baik sendiri-sendiri maupun
kelompok kecil mandiri, mengatur sendiri perjalanannya,
baik jadual maupun destinasinya, bebas dari ikatan
dengan paket wisata, dikenal dengan sebutan FIT (Free
Individual Travel). Meskipun demikian, kelompok ini
acapkali menggunakan juga jasa biro perjalanan dalam
hal pemesanan tiket atau kamar hotel;
b. Jarak perjalanannya.
• Jarak dekat (short-haul); pada umumnya jarak perjalanan
dinilai dari lamanya penerbangan yang ditempuh secara
nonstop. Dalam hal jarak dekat tidak lebih dari 3 jam.
Berbeda dengan ketentuan yang berlaku internasional,
short-haul untuk penerbangan domestik pada umumnya
ditetapkan tidak lebih dari 1,5 jam lamanya, yaitu dengan
jarak sekitar 500 mil (atau setara dengan 800 km);
• Jarak menengah (medium-haul), lama perjalanan udara
nonstop antara 3 jam s.d. 6 jam;
• Jarak jauh (long-haul), meliputi perjalanan udara nonstop
lebih dari 6 jam, yang lazimnya menggunakan pesawat
berbadan lebar yang mampu terbang nonstop minimal 6-
7 jam. Dewasa ini, banyak pesawat yang dioperasikan oleh
airlines secara nonstop menjelajahi udara dalam waktu 11
s.d. 13 jam penerbangan.
c. Moda transportasi yang digunakan.
• Transportasi di permukaan bumi (surface transport), baik
di darat maupun di laut dan/atau kombinasi antara laut
(kapal pesiar/ cruise) dan darat;
• Transportasi udara (air transport).
d. Motivasi perjalanan.
• Motivasi bisnis (busness tourism), yang dirinci lebih jauh
atas sub-motive (TICO = trade, idustrial, commercial,
official dan MICE = meeting, incentive, conference/
convention, exhibition);
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 12
• Motivasi pesiar (leisure/ pleasure travel), yang juga dirinci
atas beberapa submotif lebih lanjut (NATURAL =
adventure, agricultural/ agro, marine, special interest,
health, dsb. serta CULTURAL = historical, educational,
family visit, religious, sport, dsb.)
e. Kelompok jenis kelamin (gender).
• Wisata wanita (female tourism);
• Wisata pria (male tourism).
f. Kelompok usia.
• Wisata muda/remaja (youth tourism);
• Wisata dewasa (adult tourism); kelompok ini bisa dipecah
lebih lanjut dengan
• Wisata lansia (senior tourism, elderly tourism).
g. Sifat kegiatan selama perjalanan;
h. Lokasi destinasi
• Wisata domestik (domestic tourism);
• Wisata regional (regional tourism);
• Wisata internasional (international tourism);
• Wisata desa (rural tourism);
• Wisata kota (urban tourism), dsb.
Pedoman Penyusunan Pola Perjalanan (Travel Pattern)
Kementerian Pariwisata 2012 menyatakan bahwa ada beberapa
teknik dalam menulis uraian pola perjalanan destinasi yaitu:
a. Uraian dari destinasi ditulis secara menyeluruh
• Wisata aktif (active tourism);
• Wisata pasif (passive tourism).
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 13
Satu pola perjalanan dari sebuah destinasi, tidak diuraikan atau dikelompokkan dalam subdestinasi.
b. Uraian dari destinasi secara umum dan uraian dari kabupaten/ kota yang ada di destinasi tersebut.
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 14
Deskripsi pola perjalanan destinasi yang bersifat umum dibuat terlebih dahulu, setelah itu dibuat pola-pola perjalanan destinasi di setiap
kabupaten/ kota.
c. Uraian dari destinasi secara umum, lengkap dengan informasi dari kabupaten/ Kota berdasarkan alur perjalanan tanpa memberikan
informasi yang terkotak-kotak dari kabupaten/ kota di destinasi tersebut.
Deskripsi pola perjalanan destinasi yang bersifat umum
dibuat terlebih dahulu, setelah itu dibuat pola-pola perjalanan
yang khusus, misalnya pola jalur utara, pola jalur selatan, dsb.
Selain hal tersebut di atas pola perjalanan dapat juga
disusun secara tematik atau berdasarkan minat wisatawan
dan jenis wisata. Misalnya pola perjalanan wisata adventure,
pola perjalanan wisata budaya, dsb.
Secara umum pola perjalanan agar menarik bagi
wisatawan harus bisa menawarkan Something to see,
something to do dan something to buy yang sesuai dengan
keinginan dan minat wisatawan.
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 15
5. Konsep Keterlibatan Masyarakat
Gambar 2.2
Bentuk Jenis Keterlibatan Masyarakat
Dari konsep oleh Syahyuti, 2006 dan Prety, J., 1995 pada penjelasan
sebelumnya, dari berbagai bentuk dan jenis keterlibatan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan kedalaman dan keluasan keterlibatan masyarakat.
Berdasarkan kriteria tersebut, Mikkelsen (1999: 6) membedakan empat
pendekatan dalam proses pengembangan partisipasi masyarakat, yaitu:
a. Pendekatan Keterlibatan Pasif, yakni melalui pelatihan dan informasi.
Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal yang
lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya.
Melalui pendekatan ini menghasilkan tipe komunikasi satu arah, yakni
topdown atau dari atas ke bawah, yang mencerminkan bahwa hubungan
antara pihak eksternal dan masyarakat lokal bersifat vertikal.
b. Pendekatan Keterlibatan Aktif, komunikasi dua arah mulai terjadi pada jenis
pendekatan ini, namun masih mengacu pada pendekatan pertama bahwa
pihak eksternal lebih tahu dibandingkan masyarakat lokal. Dalam
pendekatan ini, dialog antarmasayarakat lokal dan pihak ekternal mulai
terbuka. Usaha ini diupayakan agar masyarakat lokal dapat
berkesempatan untuk berinteraksi dengan para petugas dari institusi
eksternal. Contoh dari tipe pendekatan ini adalah pelatihan dan
kunjungan.
c. Pendekatan Keterlibatan dengan Keterikatan, tipe pendekatan ini serupa
dengan kontrak sosial antara pihak eksternal dengan masyarakat lokal.
Terjadinya suatu kesepakatan yang telah disepakati tentang apa yang harus
dilakukan masyarakat lokal dan apa yang harus dilakukan dan diberikan
pihak eksternal. Masyarakat setempat diberi suatu tanggung jawab pada
pengelolaan kegiatan yang telah disepakati dan mendapat dukungan dari
pihak eksternal baik finansial maupun teknis. Nilai positif dari tipe
pendekatan ini adalah masyarakat lokal dapat belajar mengenai
pengelolaan pembangunan serta bentuk modifikasi apa yang dapat dibuat
apabila terdapat kesepakatan tujuan yang diinginkan.
Keterlibatan Atas permintaan
setempat
Kontrak Sosial (keterlibatan Keterikatan)
Keterlbatan Aktif
Keterlibatan Pasif
Sumber Data :( Syahyuti, 2006)
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 16
d. Keterlibatan atas Permintaan Setempat, pada tipe pendekatan ini
pembangunan dilaksanakan atas dasar keputusan masayarakat setempat.
Peranan pihak eksternal lebih pada memenuhi apa yang diminta dan
dinyatakan oleh masyarakat, bukan menentukan apa yang harus dipenuhi.
Dalam tipe ini pihak luar lebih berperan sebagai pendamping atau
konsultan bagi masyarakat lokal dan tidak ada komando atau instruksi
sama sekali kepada pihak masyarakat.
Gambar 2.3
Hasil Data Dilapangan
Bentuk Keterlibatan Masyarakat di Gunung Halu
Keterlibatan masyarakat yang dilaksanakan oleh pihak pengelola
kepariwisataan di Gununghalu dilandasi oleh berbagai kebutuhan dan
kepentingan pariwisata, seperti melibatkan masyarakat dalam pengelolaan
pariwisata di Gununghalu termasuk menjalankan kegiatannya usahanya.
Hal ini merupakan bentuk dari corporate social responsibility.
Keterlibatan Atas permintaan
setempat
Kontrak Sosial (keterlibatan Keterikatan)
Keterlbatan Aktif
Keterlibatan Pasif
Posisi Tahap
Keterlibatan
Masyarakat di
Gunung Halu
Sumber :( Syahyuti, 2006)
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 17
Tujuan hal tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang dapat menimbulkan rasa memiliki dalam dirinya
sehingga mereka ikut menjaga keamanan dan kenyamanan di lingkungan
obyek –obyek wisata Gununghalu dan menambah pemasukan
perekonomian masyarakat melalui usaha fasilitas berupa warung-warung,
perarkiran, musola, angkutan wisata, dll. Terkait dengan pengelolaan,
seyogianya masyarakat setempat dibekali pengetahuan dan dilibatkan
dalam kegiatan promosi pelaksanaan usaha pariwisata.
Masyarakat yang terlibat dalam usaha pariwisata di obyek wisata,
di antaranya menurut Mikkelsen (1999,69), yang telah disesuaikan dengan
kondisi di Gununghalu, adalah sebagai berikut.
a. Pendekatan Keterlibatan Pasif, yakni melalui pelatihan dan informasi.
Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal yang
lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya.
Melalui pendekatan ini menghasilkan tipe komunikasi satu arah, yakni
topdown atau dari atas ke bawah dalam hal di antaranya :
1) Jangkauan pada Teknologi dan Pengetahuan
Kualitas teknologi yang digunakan untuk menciptakan paket wisata
atau menarik pengunjung melalui penginformasian produk pada pasar
lebih cepat dan akurat, sehingga pengunjung yang datang bukan dari
Nusantara saja tapi negara –negara lain. Namun demikian, pelayanan
pengunjung kurang maksimal karena apabila terjadi permasalahan
darurat di jalan akses menuju obyek sulit menginformasikannya.
2) Jangkauan pada Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Masyarakat yang terlibat dalam pengembangan usaha pariwisata
adalah sumber daya manusia menjadi fokus kegiatan utama dalam
keterlibatan masyarakat, khususnya dalam pelaksanaan usaha parwisata.
Hubungan keterlibatan masyarakat di kawasan obyek-obyek wisata di
Kecamatan Gununghalu dalam pelaksanaan kegiatan usaha pariwisata
lebih berfokus pada pengembangan sumber daya manusia, baik terhadap
pelaku usaha pariwisata maupun pengunjung yang menjadi peserta
kegiatan usaha pariwisata untuk memperoleh ilmu pengetahuan usaha
pariwisata baik secara teori maupun praktik. Terkait pengelolaan obyek
wisata Gununghalu, masyarakat dapat diperankan sebagai mitra usaha
dalam setiap pelaksanaan usaha pariwisata bagi pengunjung. Hal tersebut
dinilai sebagai bentuk keterlibatan yang baik dan memberi keuntungan
untuk kedua belah pihak dalam bentuk bantuan pelatihan bagi pegawai
atau staf di obyek wisata Gununghalu.
b. Pendekatan Keterlibatan Aktif, komunikasi dua arah mulai terjadi pada jenis
pendekatan ini, namun masih mengacu pada pendekatan pertama bahwa
pihak eksternal lebih tahu dibandingkan masyarakat lokal. Dalam
pendekatan ini, dialog antarmasayarakat lokal dan pihak ekternal mulai
terbuka. Usaha ini diupayakan agar masyarakat lokal dapat
berkesempatan untuk berinteraksi dengan para petugas dari institusi
eksternal.
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 18
Contoh dari tipe pendekatan ini adalah penyuluhan-penyuluhan dan
kunjungan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi sosial sekaligus
memberikan kesadaraan terhadap masyarakat tentang manfaat menjaga
kualitas lingkungan alam. Beberapa program yang harus dilakukan ialah:
1) Penyuluhan mengenai cara berkebun konvensional yang baik.
Harapannya masyarakat dapat mengerti mengenai cara – cara
berkebun tradisional tanpa merugikan lingkungan alam.
2) Penyuluhan mengenai kebersihan. Kegiatan ini diharapkan dapat
menimbulkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan diri
dan menjaga kebersihan lingkungan di obyek wisata yang terdapat di
Gununghalu.
3) Penyuluhan mengenai pengetahuan kegiatan pariwisata setempat.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat menguasai
dasar – dasar dari pariwisata setempat, untuk disampaikan kembali
sebagai pengetahuan baru yang diperlukan kepada para wisatawan.
c. Keterlibatan keterikatan dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta
dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan obyek wisata Gununghalu,
bentuk keterlibatanya adalah berupa usaha- usaha pariwisata yang bisa
menjadikan masyarakat sebagai sumber daya manusia yang bekerja di
sana.
d. Keterlibatan atas permintaan Setempat pembangunan dilaksanakan atas
dasar keputusan masayarakat setempat. Peranan pihak eksternal lebih
pada memenuhi apa yang diminta dan dinyatakan oleh masyarakat, bukan
menentukan apa yang harus dipenuhi. Dalam tipe ini pihak luar lebih
berperan sebagai pendamping atau konsultan bagi masyarakat lokal dan
tidak ada komando atau instruksi sama sekali kepada pihak masyarakat.
Pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan
kemampuan untuk menanggapi kepariwisataan, berdasarkan temuan di
lapangan, bentuk keterlibatannya dalam pengelolaan dilandasi oleh
berbagai kebutuhan dan kepentingan usaha pariwisata. Wujud konkretnya
adalah melalui Balai Ekonomi Desa (Balkondes) sekitar dalam bentuk mitra
usaha.
Hal ini merupakan bentuk dari corporate social responsibility.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekaligus dapat menimbulkan rasa memiliki dalam diri mereka untuk ikut
menjaga keamanan dan kenyamanan di lingkungan wisata Gununghalu.
Tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut bisa tercapai melalui berbagai
upaya ekonomi dalam penyediaan fasilitas berupa: warung-warung,
perparkiran, musola, angkutan wisata, dll. Untuk meningkatkan taraf
kemampuan pengelolaan sebaiknya masyaraka setempat diberi berbagai
program pengembangan SDM pariwisata baik dari sisi pengetahuan,
keterampilan, promosi, maupun sikap profesional.
Berikut adalah beberapa contoh keterlibatan masyarakat dalam
pelaksanaan pengembangan usaha pariwisata di obyek wisata
Gununghalu.
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 19
a) Keterlibatan masyarakat yang menjadi pemandu lokal yang menguasai
lokasi setempat terkait dengan paket wisata yang akan dikembangkan.
b) Keterlibatan masyarakat dalam usaha dan membangun pariwisata
yang terkoordinasi langsung oleh masyarakat (Balkondes).
c) Keterlibatan masyarakat menjadi pengendali transportasi menuju obyek
wisata di Kecamatan Gununghalu.
d) Keterlibatan masyarakat pekerja menjadi penjaga parkir di obyek
wisata di Gununghalu.
e) Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan toilet, mesjid di obyek
wisata di Gununghalu untuk kepentingan wisatawan yang datang.
f) Keterlibatan masyarakat dalam memanfaatkan perkebunan yang
digunakan sebagai usaha perkebunan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat setempat.
g) Keterlibatan masyarakat yang dilaksanakan di destinasi wisata Gununghalu
dalam berbagai kebutuhan dan kepentingan usaha pariwisata, seperti
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan usaha pariwisata melalui
penjalinan kerja sama atas dasar musyawarah mufakat yang dituangkan
dalam perjanjian kerja sama (MOU) antara pihak manajemen pengelola
kawasan destinasi wisata maupun masyarakat sebagai mitra. Hal ini
merupakan bentuk dari corporate social responsibility dalam menunjang
kelancaran pengelolaan destinasi wisata Gununghalu.
6. Konsep Paket Wisata
Paket wisata adalah adalah produk perjalanan yang dijual oleh
suatu perusahaan biro perjalanan atau perusahaan transportasi yang
bekerja sama dengannya dan harga paket wisata tersebut telah
mencakup biaya perjalanan, hotel ataupun fasilitas lainnya
(Suwantoro: 1997). Lebih jauh Nuriata menyatakan bahwa Paket
wisata (package tour) adalah suatu perjalanan wisata dengan satu
atau beberapa tujuan kunjungan yang disusun dari beberapa,
minimal dua fasilitas perjalanan tertentu dalam suatu acara
perjalanan yang tetap serta dijual sebagai harga tunggal yang
menyangkut seluruh komponen dari perjalanan wisata (Nuriata,
2014).
Seperti halnya produk wisata yang lain sebuah perjalanan wisata
juga merupakan gabungan dari beberapa komponen yaitu:
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 20
Gambar 2.4
Komponen Perjalanan Wisata
Sumber: Fay, 1992
Taufik Z. K. menyampaikan bahwa komponen paket wisata
dapat diuraikan sebagai berikut (Tersedia:
https://taufikzk.wordpress.com/2016/02/01/pengertian-dan-
komponen-paket-wisata//[1 Juni 2017]).
a. Sarana transportasi
Sarana transportasi terkait dengan mobilisasi wisatawan,
tetapi transportasi tidak hanya dipakai sebagai sarana untuk
membawa wisatawan dari satu tempat ke tempat lain saja,
namun juga dipakai sebagai atraksi wisata yang menarik.
Perjalanan Wisata
Atraksi
Sightseeing/
Guide service
Makan & Minum
Akomodasi
Transportasi
Shopping
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 21
b. Sarana akomodasi
Sarana akomodasi dibutuhkan apabila wisata
diselenggarakan dalam waktu lebih dari 24 jam dan
direncanakan untuk menggunakan sarana akomodasi
tertentu sebagai tempat menginap.
c. Sarana makanan dan minuman
Dilihat dari lokasi ada restoran yang berada di hotel dan
menjadi bagian atau fasilitas hotel yang bersangkutan, ada
pula restoran yang berdiri sendiri secara independen.
d. Obyek dan atraksi wisata
Objek dan atraksi wisata dapat dibedakan atas dasar asal-
usul yang menjadi karakteristik objek atau atraksi tersebut,
yaitu wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata
ziarah dan wisata hiburan.
e. Sarana hiburan
Hiburan pada hakikatnya adalah salah satu atraksi wisata.
Hiburan bersifat masal, digelar untuk masyarakat umum dan
dan bahkan melibatkan masyarakat secara langsung serta
tidak ada pemungutan biaya yang menikmatinya, dan
hiburan semacam ini disebut amusement.
f. Toko cenderamata
Toko cenderamata erat kaitannya dengan oleh-oleh atau
kenang-kenangan dalam bentuk barang tertentu.
g. Pramuwisata dan pengatur wisata (guide dan tour manager)
Pramuwisata dan pengatur wisata adalah petugas
purnajual yang bertindak sebagai wakil perusahaan yang
mengelola wisata untuk membawa, memimpin, memberi
informasi dan layanan lain kepada wisatawan sesuai dengan
acara yang disepakati.
7. Konsep Peta Wisata
Peta pariwisata adalah peta yang menggambarkan atau
menjelaskan lokasi-lokasi tempat tujuan wisata di dalam suatu
kota atau kabupaten dan lainnya. Di dalamnya akan tersedia
informasi wisata seperti menikmati keindahan alam, sejarah
terbentuknya, juga wisata religius dengan bantuan program
peta digital. Peta wisata digital ini sudah menggabungkan
berbagai informasi pariwisata lainnya yang diharapkan bisa
menjelaskan arah dan tujuan ke tempat wisata tersebut sekaligus
sedikit menolong para turis untuk sampai ke tempat tujuan
wisata tanpa kesulitan sehingga akan mengurangi biaya tinggi
(Sistem Informasi Geografi, 2013: tersedia:
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 22
http://sistiminformasigeografi.blogspot.co.id/2013/01/membu
at-peta-pariwisata-interaktif.html//[1 Juni 2017]).
Unsur-unsur yang harus terdapat dalam peta wisata di
antaranya adalah:
a. Judul yang menunjukkan informasi apa yang terkandung
dalam suatu peta. Judul ini dapat diletakkan di mana saja
di suatu tempat yang kosong agar tidak mengganggu
informasi utama.
b. Orientasi atau penunjuk arah yang divisualisasikan dalam
bentuk mata angin.
c. Skala peta yang merupakan perbandingan jarak pada peta
dengan jarak sebenarnya yang ada di lapangan. Skala ini
berguna jika kita ingin menghitung jarak objek di lapangan
tanpa harus melakukan pengukuran secara langsung di
lapangan.
B. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pedekatan
kualitatif yang bersifat eksporatif dengan studi fenomenologis.
Metode ini diambil karena permasalahan belum seutuhnya
diketahui, data yang digali berasal dari berbagai sumber
(multiunit analisis) dan bentuk unit analisisnya adalah bersifat
infinite sehingga tidak membutuhkan kuantitas unit analisis.
2. Metoda Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang
digunakan peneliti adalah wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
a. Wawancara
Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara
terstruktur, dan pewawancara sebelumnya telah menyiapkan
instrumen penelitian berupa pedoman wawancara. Wawancara
dilakukan secara purposif kepada pihak-pihak yang terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap
penyelenggaraan kepariwisataan di Kecamatan Gununghalu.
b. Observasi
Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi berstruktur,
dan peneliti dalam melaksanakan observasinya menggunakan
daftar periksa dan observasi dilakukan secara purposif dari hasil
pengumpulan data sekunder.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data ini tidak langsung ditujukan kepada
subyek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang
http://sistiminformasigeografi.blogspot.co.id/2013/01/membuat-peta-pariwisata-interaktif.htmlhttp://sistiminformasigeografi.blogspot.co.id/2013/01/membuat-peta-pariwisata-interaktif.html
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNHALU 23
dibutuhkan berupa informasi dari Bappelitbangda Bandung
Barat, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandung Barat,
Kecamatan Gununghalu, serta tulisan-tulisan ilmiah dari
berbagai sumber.
3. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan pendekatan dari Miles dan
Huberman dalam Sugiyono (2012,431) yang mengemukakan
model analisis data secara holistik dengan langkah-langkah
seperti: (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian
data (data display), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi
(conclution). Langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam
gambar berikut:
Gambar 2.5
Kerangka Analisis Data
Sumber: Miles & Huberman dalam Sugiono (2012:431)
4. Partisipan
Partisipan dalam studi ini adalah pihak-pihak yang
dijadikan informan kunci yang ditetapkan secara purposif.
Adapun informan kunci tersebut adalah Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bandung Barat dan Camat
Kecamatan Gununghalu.
5. Validitas dan Kredibilitas
Untuk memvalidasi data digunakan teknik triangulasi yang
merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat
mengonfirmasi data dari berbagai pihak dan sumber. Selain itu
teknik ini dapat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dengan
menggunakan teknik triangulasi maka data yang dikumpulkan
sekaligus diuji kredibilitasnya dengan meninjau berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data tersebut.
-
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN GUNUNGHALU 24
6. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian dalam studi ini dapat diuraikan dalam alur bagan sebagai berikut:
Gambar 2.6
Kerangka Penelitian
Sumber : Hasil Modifikasi Konsep 2017
Masukan Proses Keluaran
• Produk Fisik
• Kemasan
• Program
• Orang-orang
• Keunikan
• Kelemahan
• Pola Perjalanan
• Paket & Peta
Wisata
• Rencana Tindak