kepadatan tanah akibat penyaradan oleh forwarder dan ... · tinggal dan tumbuhan bawah) dan...
TRANSCRIPT
KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER
DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI
: STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA
SUMATERA SELATAN
Oleh :
EDI WILSON
E02498005
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Edi Wilson, E02498005. Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan Oleh
Forwarder Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai : Studi Kasus
di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Di bawah bimbingan
Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS dan Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F
RINGKASAN
Perkembangan sistem pemanenan hutan seiring dengan kemajuan
teknologi serta konsep pengusahaan hutan modern memacu peningkatan
penggunaan alat-alat berat kehutanan seperti traktor dalam kegiatan pengusahaan
hutan. Terlepas dari beberapa kelebihan yang dimilikinya, penggunaan traktor
dalam pemanenan hutan terutama dalam kegiatan penyaradan juga menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan berupa kerusakan vegetasi hutan (tegakan
tinggal dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah.
Kontak yang terjadi antara permukaan tanah dengan tapak roda traktor akan
mengkibatkan terjadinya pemadatan tanah.
Pemadatan tanah (Soil Compaction) merupakan proses pergerakan
partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih
rapat satu sama lain. Pemadatan tanah terjadi karena adanya gaya tekan terhadap
tanah (ground pressure) dan getaran yang dihasilkan oleh traktor. Semakin besar
ground pressure yang dihasilkan maka semakin intensif proses pemadatan tanah
yang terjadi. Pemadatan tanah merupakan fungsi dari jenis tanah, kadar air dan
jenis lalu lintas yang ada di permukaan tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk ; memetakan pola jalan sarad forwarder
dalam satu setting pemanenan di HTI, mengetahui tingkat kepadatan tanah pada
jalan sarad akibat intensitas penggunaan forwarder dan menghitung persentase
luas areal terpadatkan dalam satu setting pemanenan, mengetahui pengaruh
pemberian serasah di jalur sarad terhadap kepadatan tanah, dan mengetahui respon
pertumbuhan semai tanaman di tanah terpadatkan.
Penelitian dilaksanakan di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Wilayah II
Benakat, Sumatera Selatan (Setting IX Blok Teras Unit VIII Tebing Indah) pada
Bulan Juli – September 2003. Alat yang diamati dalam penelitian ini adalah 6-
Wheel Forwarder Timberjack 1010D yang merupakan alat sarad di HPHTI
tersebut. Contoh tanah diambil dengan menggunakan ring sample, plastik, pisau.
Tinggi dan panjang akar tanaman diukur dengan menggunakan mistar. Contoh
tanah dan contoh tanaman diproses lebih lanjut di Laboratorium R&D PT. MHP
dan Laboratorium Mekanika Tanah Fateta IPB. Sedangkan analisis sifat fisik dan
kimia tanah dilakukan di Laboratorium Jurusan Tanah Faperta IPB. Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ; 1) Tanah Podsolik Merah
Kuning (Ultisol), 2) Serasah, 3) Bibit Acacia mangium, Swietenia macrophylla
dan Gmelina arborea.
Rancangan penelitian yang digunakan untuk mengolah data respon
kepadatan tanah dan pertumbuhan tanaman adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan faktor perlakuan jumlah rit dan tempat tanam tanaman. Untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon kepadatan tanah dan
pertumbuhan tanaman dilakukan analisis ragam dan Uji Beda Nyata Duncan.
ii
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyaradan di HTI dengan
menggunakan forwarder merupakan sistem penyaradan terencana dan terpola,
dimana forwarder dalam menyarad sortimen kayu melewati tumpukan serasah
(jalur sarad) yang telah disiapkan sebelumnya pada saat penebangan. Proses
penyaradan dimulai dari ujung jalur sarad dan sortimen kayu disarad ke TPn yang
berada di sekitar tepi jalan angkutan. Untuk rit selanjutnya, forwarder cenderung
mengikuti jejak tapak roda dari rit penyaradan sebelumnya. Sortimen kayu
disarad per jalur sarad dan baru pindah ke jalur sarad selanjutnya setelah semua
sortimen kayu di jalur tersebut selesai disarad.
Luas setting IX adalah 10,4 ha. Lebar jalur sarad adalah ± 5 meter dan
jarak antar jalur sarad berkisar antara 13,5 meter sampai 15 meter. Jalur sarad
terpanjang adalah ± 290 meter dan diperlukan 8 rit untuk menyarad semua
sortimen kayunya ke TPn. Jumlah rit maksimum yang diterima jalur sarad adalah
28 rit dan areal di sekitar TPn dilewati forwarder lebih dari 30 rit. Hal ini
dikarenakan ada salah satu jalur sarad yang berfungsi sebagai jalur utama/koridor.
Jumlah rit total yang diperlukan untuk menyarad semua sortimen kayu dari setting
IX adalah 108 rit.
Luas areal yang dilewati forwarder (mengalami kenaikan kepadatan tanah)
adalah 16.504,80 m2 yaitu sekitar 16 % (15,87 %) dari luas total setting.
Hasil analisis data kerapatan massa tanah menunjukkan bahwa kepadatan
tanah meningkat seiring dengan kenaikan intensitas penyaradan pada semua
kedalaman baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Hal ini terlihat
dengan naiknya nilai kerapatan massa tanah dan menurunnya nilai porositas tanah.
Nilai kerapatan massa tanah pada tanah kontrol pada lapisan permukaan 0-
5 cm, kedalaman 5-10 cm, dan kedalaman 10-15 cm berturut-turut adalah 1,29
g/cm3, 1,33 g/cm
3 dan 1,34 g/cm
3. Nilai ini meningkat pada rit pertama
penyaradan, berturut-turut adalah 1,40 g/cm3, 1,44 g/cm
3 dan 1,44 g/cm
3 pada
jalur serasah dan 1,44 g/cm3, 1,45 g/cm
3 dan 1,44 g/cm
3 pada jalur tanpa serasah.
Kerapatan massa tanah terus meningkat hingga rit kelima, berturut-turut adalah
1,53 g/cm3, 1,55 g/cm
3 dan 1,55 g/cm
3 pada jalur serasah dan 1,58 g/cm
3, 1,57
g/cm3 dan 1,57 g/cm
3 pada jalur tanpa serasah dan cenderung konstan untuk rit-rit
selanjutnya.
Porositas tanah pada tanah kontrol adalah 51,41 % untuk lapisan
permukaan 0-5 cm, 49,99% untuk kedalaman 5-10 cm dan 49,28% untuk
kedalaman 10-15 cm. Porositas tanah mengalami penurunan pada rit pertama
penyaradan, berturut-turut adalah 48,22%, 46,90% dan 46,98% pada jalur serasah
dan 45,73%, 45,12% dan 45,50% pada jalur tanpa serasah. Nilai porositas terus
menurun hingga rit kelima, berturut-turut adalah 42,35%, 41,70% dan 41,36%
pada jalur serasah dan 40,42%, 40,77% dan 40,91% pada jalur tanpa serasah dan
cenderung konstan untuk rit-rit selanjutnya.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa intensitas penyaradan (rit)
berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99 % terhadap kenaikan kepadatan
tanah dan penurunan porositas tanah baik di jalur serasah maupun jalur tanpa
serasah.
Dari uji beda nyata Duncan terlihat bahwa kepadatan tanah dan porositas
tanah berbeda nyata dengan kontrol pada rit pertama penyaradan baik pada jalur
serasah maupun jalur tanpa serasah. Setelah rit ke-4, nilai kepadatan tanah dan
porositas tanah cenderung konstan (tidak berbeda jauh dengan rit ke-4).
iii
Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan untuk melihat pengaruh
pemberian serasah terhadap kepadatan tanah menunjukkan bahwa pemberian
serasah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepadatan tanah dan
porositas tanah. Hal ini diduga karena kondisi serasah yang sudah mengering
sebelum proses penyaradan, karena penyaradan dilakukan 2 bulan setelah
penebangan dan bertepatan dengan musim kering sehingga serasah langsung
hancur ketika dilewati forwarder pada rit pertama dan kedua. Selain itu serasah
tidak diatur rapi sehingga bergeser ke kiri dan kanan jalur sarad ketika dilewati
forwarder. Kondisi ini menyebabkan fungsi serasah tidak optimal.
Data hasil pengamatan respon pertumbuhan tiga jenis semai tanaman
menunjukkan bahwa respon pertumbuhan semai pada tanah kontrol lebih baik
dibandingkan dengan tanah bekas lintasan forwarder. Pertambahan tinggi Acacia
mangium adalah 2,14 cm (kontrol) dan 1,49 cm (jalur sarad) ; pertambahan
panjang akar adalah 3,45 cm (kontrol) dan 2,84 cm (jalur sarad) ; NPA adalah
2,197 (kontrol) dan 2,343 (jalur sarad). Pertambahan tinggi Swietenia
macrophylla adalah 0,75 cm (kontrol) dan 0,56 cm (jalur sarad) ; pertambahan
panjang akar adalah 1,57 cm (kontrol) dan 1,27 cm (jalur sarad) ; NPA adalah
1,544 (kontrol) dan 1,50 (jalur sarad). Pertambahan tinggi Gmelina arborea
adalah 1,37 cm (kontrol) dan 1,17 cm (jalur sarad) ; pertambahan panjang akar
adalah 2,66 cm (kontrol) dan 1,76 cm (jalur sarad) ; NPA adalah 0,745 (kontrol)
dan 0,86 (jalur sarad).
Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan untuk melihat pengaruh jalan
sarad (tanah terpadatkan) terhadap respon pertumbuhan ketiga jenis semai
tanaman terlihat bahwa tanah bekas jalan sarad forwarder tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap hampir semua respon yang diamati, kecuali pada
respon pertambahan panjang akar Gmelina arborea. Tanah bekas jalur sarad
forwarder (tanah terpadatkan) memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan
panjang akar Gmelina arborea.
iv
KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER
DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI
: STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA
SUMATERA SELATAN
Karya Ilmiah
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh
EDI WILSON
E02498005
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
v
Judul : KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER
DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI
KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA, SUMATERA SELATAN
Nama : EDI WILSON
Nrp : E02498005
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F
Tanggal : Tanggal :
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Tanggal :
Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Laweh, Kec. Lembah Gumanti, Kab. Solok,
Sumatera Barat pada tanggal 01 Januari 1979 sebagai putra pertama dari empat
bersaudara buah kasih dari pasangan Bapak Dahyurial dan Ibu Yurnita
Pendidikan formal penulis diawali dengan bersekolah pada sekolah dasar
SD Inpres 5/81 - 4/82 Padang Laweh pada tahun 1985 dan lulus pada tahun 1992.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMPN 1 Lembah Gumanti dan
menyelesaikan studi pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan ke
pendidikan menengah di SMUN 1 Lembah Gumanti dan lulus pada tahun 1998.
Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan
Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Sebagai bidang minat penulis
memilih Sub Program Studi Pemanenan Hasil Hutan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis menyusun skripsi dengan judul : ”Kepadatan Tanah Akibat
Penyaradan oleh Forwarder dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan
Semai : Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan”,
dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS (ketua komisi
pembimbing) dan Ir. Ujang Suwarna, M.Sc (anggota komisi pembimbing).
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
karya ilmiah dengan judul : “Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan oleh Forwarder
dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai : Studi Kasus di HPHTI PT. Musi
Hutan Persada Sumatera Selatan”.
Meningkatnya penggunaan alat-alat berat kehutanan dalam kegiatan
pengusahaan hutan terutama dalam pemanenan hutan khususnya kegiatan
penyaradan, menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap lingkungan hutan
seperti kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan bawah) dan
kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kondisi ini tidak bisa diabaikan
begitu saja karena akan merugikan dalam kegiatan pengusahaan hutan. Hal inilah
yang mendasari penulis dalam melaksanakan penelitian dalam rangka penyusunan
karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini membahas mengenai pola pergerakan forwarder
Timberjack 1010D dalam menyarad kayu, dampak penggunaan forwarder dalam
kegiatan penyaradan terhadap kepadatan tanah, pengaruh pemberian serasah di
jalur sarad terhadap kepadatan tanah, serta respon pertumbuhan semai Acacia
mangium, Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea di tanah padat.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis dibantu oleh banyak pihak,
mulai dari pelaksanaan penelitian di lapangan hingga rampungnya tulisan ini.
Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ayah, Ibu, Adik-adik (Izal, Iwal, Feny) tercinta serta segenap keluarga atas
doa, dukungan moril dan materil, serta bimbingan dan nasehatnya kepada
penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS (ketua komisi pembimbing) dan
Bapak Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F (anggota komisi pembimbing) atas
bimbingan dan arahannya semenjak penyusunan rencana penelitian hingga
selesainya karya ilmiah ini.
viii
3. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku
dosen penguji.
4. Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc (Sekretaris Departemen Hasil Hutan) atas
semua bantuan dan dukungannya kepada penulis.
5. Seluruh pimpinan dan karyawan PT. Musi Hutan Persada Sumatera
Selatan.
6. Pimpinan dan karyawan PT. HALIDA atas fasilitas dan akomodasi selama
pelaksanaan penelitian.
7. Seluruh pimpinan dan karyawan Departemen Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan IPB.
8. Seluruh pimpinan dan karyawan Yayasan KEKAL Indonesia atas
dukungan dan fasilitasnya selama penyusunan karya ilmiah ini.
9. Keluarga Cinangneng (Mas Gembong, Akuwied, Bayu, Kecuk, Aan,
Finto, Ade, Arie da Vhotqha, Kojek, Yophie) atas dukungan dan
kebersamaannya selama ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan karya
ilmiah ini yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan
mungkin mengandung banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kritik
dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang sangat diharapkan. Terima
kasih.
Bogor, September 2006
Penulis
ix
DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................ i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................... 2
C. Hipotesis ............................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyaradan Dalam Pemanenan Kayu .................................................. 4
1. Pengertian Penyaradan dan Sistem-Sistem Penyaradan Kayu....... 4
2. Penyaradan dengan Menggunakan Traktor..................................... 5
B. Pemadatan Tanah................................................................................. 7
1. Sifat Fisik Tanah ............................................................................. 7
2. Pengertian Pemadatan Tanah .......................................................... 8
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Tanah................... 10
C. Pemadatan Tanah dan Pengaruhnya Terhadap Pemadatan Tanaman . 14
D. Sifat Fisik dan Biologi Tanaman......................................................... 15
1. Gmelina arborea ............................................................................. 15
2. Swietenia macrophylla King........................................................... 17
3. Acacia mangium.............................................................................. 19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 21
x
B. Bahan dan Alat Penelitian.................................................................... 21
1. Bahan .............................................................................................. 21
2. Alat.................................................................................................. 21
C. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 21
1. Memetakan Jalan Sarad Forwarder dalam
Satu Setting Pemanenan ................................................................. 21
2. Perhitungan Jumlah Rit Penyaradan yang Diterima Jalan Sarad ... 23
3. Pengukuran Kepadatan Tanah........................................................ 24
4. Perhitungan Nilai Kepadatan Tanah .............................................. 25
5. Penentuan Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat........... 27
D. Analisis Data ........................................................................................ 29
1. Pengaruh Jumlah Rit Penyaradan Terhadap
Tingkat Kepadatan Tanah .............................................................. 29
2. Pengaruh Kepadatan tanah/Jalan Sarad forwarder
Terhadap Pertumbuhan Tanaman .................................................. 30
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak, Luas dan Keadaan Wilayah....................................................... 32
B. Topografi.............................................................................................. 33
C. Geologi dan Jenis Tanah ...................................................................... 33
D. Hidrologi .............................................................................................. 34
E. Iklim ..................................................................................................... 33
F. Kondisi Vegetasi Hutan ....................................................................... 34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemetaan Pola Jalan Sarad................................................................... 36
B. Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan .................................................. 41
C. Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat................................... 55
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 65
B. Saran .................................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 66
LAMPIRAN.................................................................................................... 70
xi
DAFTAR GAMBAR
Teks Halaman
Gambar 1. Gaya Tekan Pada......................................................................... 13
Gambar 2. Skema Jalan Sarad forwarder .................................................... 22
Gambar 3. Bagan Tahapan Kegiatan Penelitian ........................................... 24
Gambar 4. Titik-titik Pengambilan Sampel Tanah ...................................... 25
Gambar 5. Bagan Alur Langkah Kerja Penelitian ........................................ 31
Gambar 6. Penyaradan Dengan Menggunakan Forwarder 1010D ............... 36
Gambar 7. Pola Jalur Sarad Forwarder ......................................................... 38
Gambar 8. Spesifikasi Forwarder 1010D...................................................... 41
Gambar 9. Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah
Dengan Intensitas Penyaradan Pada Tiga Tingkat Kedalaman.. 45
Gambar 10. Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa
Serasah Dengan Intensitas Penyaradan pada Tiga Tingkat
Kedalaman................................................................................... 45
Gambar 11. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada
Jalur Serasah pada Tiga Kedalaman ........................................... 49
Gambar 12. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada
Jalur Tanpa Serasah pada Tiga Kedalaman ................................ 50
Gambar 13. Respon Pertumbuhan Rata-rata Acacia mangium pada Tanah
Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik............................... 59
Gambar 14. Respon Pertumbuhan Rata-Rata Swietenia macrophylla Pada
Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik.................... 59
Gambar 15. Respon Pertumbuhan Rata-rata Gmelina arborea pada Tanah
Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik............................... 60
Gambar16. Lokasi Penanaman Tanaman Acacia Mangium ........................ 61
Gambar17. Lokasi Penanaman Tanaman Swietenia macrophylla ............... 62
Gambar18. Lokasi Penanaman Tanaman Gmelina arborea ........................ 62
Gambar 19. Respon Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium pada Bekas
Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik
(bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman.............. 63
Gambar 20. Respon Pertumbuhan Tanaman Swietenia macrophylla pada
Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak
Terusik (bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman.. 63
xii
Gambar 21. Respon Pertumbuhan Tanaman Gmelina arborea pada Bekas
Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik
(bulk density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman............... 64
xiii
DAFTAR TABEL
Teks Halaman
Tabel 1 Batas Areal Kerja Tiap Kelompok Hutan ......................................... 32
Tabel 2 Luasan KH Berdasarkan Kelas Kemiringan Lahan .......................... 33
Tabel 3 Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah ............................................... 37
Tabel 4 Perhitungan Luas Areal Terpadatkan Akibat Penyaradan pada
Setiap Intensitas Penyaradan............................................................. 39
Tabel 5 Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada
Berbagai Intensitas Penyaradan di Jalur Serasah ............................. 43
Tabel 6 Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada
Berbagai Intensitas Penyaradan di Jalur Tanpa Serasah .................. 44
Tabel 7 Analisis Ragam Pengaruh Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
terhadap Tingkat Kepadatan Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman. 46
Tabel 8 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur
Serasah. ............................................................................................. 46
Tabel 9 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur
Serasah. ............................................................................................. 47
Tabel 10 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur
Serasah. ............................................................................................. 47
Tabel 11 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur
Tanpa Serasah. .................................................................................. 47
Tabel 12 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur
Tanpa Serasah. .................................................................................. 48
Tabel 13 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur
Tanpa Serasah. .................................................................................. 48
Tabel 14 Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan
Tingkat Kepadatan Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa
Serasah .............................................................................................. 49
Tabel 15 Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan
Porositas Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah .......... 50
xiv
Tabel 16 Analisis Ragam Pengaruh Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
terhadap Porositas Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman................ 51
Tabel 17 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur
Serasah. ............................................................................................. 51
Tabel 18 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur
Serasah. ............................................................................................. 52
Tabel 19 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur
Serasah. ............................................................................................. 52
Tabel 20 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur
Tanpa Serasah. .................................................................................. 52
Tabel 21 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur
Tanpa Serasah. .................................................................................. 53
Tabel 22 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit)
Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur
Tanpa Serasah. .................................................................................. 53
Tabel 23 Analisis Ragam Pengaruh Penggunaan Serasah terhadap Tingkat
Kepadatan dan Porositas Tanah ........................................................ 54
Tabel 11 Rata-rata Respon Pertumbuhan Semai pada Tanah Padat dan
Tanah Kontrol ................................................................................... 56
Tabel 13 Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Tanaman di Tanah
Tak Terusik (Kontrol) dan Jalur Sarad ............................................. 58
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................... 70
Lampiran 2. Data Pengukuran Pola Jalur Sarad Forwarder........................... 71
Lampiran 3. Jumlah Rit Penyaradan Tiap Jalur Sarad................................... 81
Lampiran 4. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Tanah Tidak Terusik
(Kontrol).................................................................................... 82
Lampiran 5. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Berbagai Intensitas
Penyaradan pada Jalur Serasah ................................................. 83
Lampiran 6. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Berbagai Intensitas
Penyaradan pada Jalur Tanpa Serasah ...................................... 94
Lampiran 7. Data Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Tidak Terusik
(Kontrol)..................................................................................... 100
Lampiran 8. Data Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Bekas Jalur
Sarad Forwarder ........................................................................ 101
Lampiran 9. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan
Tingkat Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah............... 102
Lampiran10. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan
Tingkat Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah.... 104
Lampiran11. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan
Porositas Tanah pada Jalur Serasah ......................................... 106
Lampiran12. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan
Porositas Tanah pada Jalur Tanpa Serasah .............................. 108
Lampiran13. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan
Tingkat Kerapatan Massa Tanah............................................... 110
Lampiran14. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan
Porositas Tanah ........................................................................ 115
Lampiran15. Uji lanjut Duncan....................................................................... 120
Lampiran16. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Acacia mangium
pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak
Dilewati Forwarder. .................................................................. 124
Lampiran17. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Swietenia
macrophylla pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah
yang Tidak Dilewati Forwarder. .............................................. 126
Lampiran18. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Gmelina
arborea pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah
yang Tidak Dilewati Forwarder. .............................................. 128
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemanenan hutan merupakan salah satu tahap penting dalam kegiatan
pengelolaan hasil hutan, yang pada dasarnya merupakan proses
pengaktualisasian nilai hutan (nilai kayu). Karena potensi kayu di dalam
hutan belum bernilai ekonomi secara nyata sebelum kayu tersebut dikeluarkan
dari dalam hutan (dipanen) dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan
umat manusia.
Secara umum kegiatan pemanenan hutan terdiri dari tahapan
perencanaan pembukaan wilayah hutan (PWH) seperti perencanaan jalan sarad
dan penentuan lokasi TPn, penebangan, penyaradan, dan pengangkutan.
Perencanaan pemanenan memiliki peranan yang sangat penting dalam
pemilihan sistem pemanenan, alat yang digunakan, jumlah tenaga kerja, biaya,
luas setting pemanenan, minimalisasi dampak sehingga tercapai proses
pemanenan hutan yang optimal.
Perkembangan sistem pemanenan hutan dan kemajuan teknologi serta
konsep pengusahaan hutan modern memacu peningkatan penggunaan alat-alat
berat kehutanan seperti traktor dalam kegiatan pengusahaan hutan. Menurut
Suparto (1979) penggunaan traktor dalam pemanenan hutan memiliki
beberapa keuntungan dibanding cara manual antara lain :
1. Traktor dapat bergerak dengan leluasa di antara pohon inti pada sistem
tebang pilih.
2. Traktor dapat digunakan dengan aman hingga kelerengan 40%.
3. Traktor dapat digunakan untuk jarak sarad yang cukup panjang.
4. Traktor memiliki titik berat yang rendah.
Walaupun memiliki beberapa kelebihan, penggunaan traktor dalam
pemanenan hutan terutama dalam penyaradan juga menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan berupa kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal
dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kontak
yang terjadi antara permukaan tanah dengan tapak traktor akan mengakibatkan
pemadatan tanah.
2
Pemadatan tanah (Soil Compaction) merupakan proses pergerakan
partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang
lebih rapat satu sama lain (Markwick, 1944 dalam Matangaran, 1992).
Kerusakan areal berupa pemadatan tanah ini dapat diakibatkan oleh aktivitas
manusia dan aktivitas alat berat yang digunakan pada saat pemanenan baik
pada tahap penyaradan maupun pengangkutan.
Pemadatan tanah terjadi karena adanya gaya tekan terhadap tanah
(ground pressure) dan getaran yang dihasilkan oleh traktor. Ground pressure
yang dihasilkan oleh alat berat diukur dari berat alat rata-rata dibagi dengan
setiap inchi kuadrat luas tanah yang menopang alat tersebut. Semakin kecil luas
permukaan tanah yang menopang akan menyebabkan semakin besarnya
ground pressure yang dihasilkan dan semakin intensif proses pemadatan tanah
yang terjadi.
Tingkat kepadatan tanah akan berkorelasi negatif dengan pertumbuhan
tanaman. Pemadatan tanah akan mengganggu dan sangat berbahaya bagi
pertumbuhan tanaman. Tanah yang terpadatkan akan mengganggu penetrasi
akar tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan terhambat. Keadaan seperti
ini memerlukan pemecahan yang serius karena sangat merugikan dalam
kegiatan pengusahaan hutan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan alat berat kehutanan terhadap
kerusakan tanah hutan.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memetakan pola jalan sarad forwarder dalam satu setting pemanenan
HTI.
2. Mengetahui tingkat kepadatan tanah pada jalan sarad akibat intensitas
penggunaan forwarder dan persentase luas tanah yang terpadatkan dalam
satu setting pemanenan.
3. Mengetahui pengaruh pemberian serasah terhadap kepadatan tanah.
4. Mengetahui respon pertumbuhan semai jenis cepat tumbuh di tanah padat.
3
C. Hipotesis
1. Penggunaan alat berat penyaradan (forwarder) akan meningkatkan
kepadatan tanah.
2. Pemberian serasah di jalan sarad akan mengurangi tingkat kepadatan
tanah.
3. Pertumbuhan semai jenis cepat tumbuh di tanah padat akan terganggu.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh penggunaan forwarder sebagai alat sarad pada kegiatan pemanenan
hutan di HTI terhadap kerusakan tanah terutama pemadatan tanah dan
pengaruhnya terhadap respon pertumbuhan tanaman sehingga pada akhirnya
dapat dijadikan dasar untuk perencanaan pembuatan setting jalan sarad.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyaradan Dalam Pemanenan Kayu
1. Pengertian Penyaradan dan Sistem-Sistem Penyaradan Kayu
Brown (1958), mendefisinikan penyaradan sebagai suatu kegiatan
pemindahan log dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn)
atau Landing. Juta (1954), mendefinisikan penyaradan sebagai suatu kegiatan
pemindahan kayu dari tempat penebangan atau tunggak ke tempat
pengumpulan kayu (TPn) di tepi jalan, jalan rel atau tepi sungai dan
Wackerman (1949), mendefinisikan penyaradan sebagai kegiatan
memindahkan kayu (log) dari lokasi yang tidak menguntungkan bagi kayu-
kayu tersebut ke satu titik pengumpulan dari suatu sistem pengangkutan
primer.
Penyaradan (minor transportation) dimulai saat kayu diikatkan ke rantai
penyarad di tempat tebangan kemudian disarad ke tempat tujuannya (TPn, tepi
sungai, tepi jalan rel atau tepi jalan mobil, landing) dan berakhir setelah kayu
dilepaskan dari rantai penyarad (Elias, 1980). Secara umum berdasarkan
sortimen kayu yang disarad dikenal tiga sistem penyaradan, yaitu :
1. Short wood system
2. Tree length system
3. Full tree system
Sistem penyaradan kayu ditinjau dari bentuk kayu yang dihasilkan
(Suparto, 1979; Elias, 1980; United Tractor, 1993) dibagi menjadi :
1) Cut to length system (short wood method) adalah sistem penyaradan
dimana kayu hasil tebangan disarad ke TPn dalam bentuk sortimen
tertentu, cabang, ranting dan daun ditinggal di areal tebangan.
2) Tree length system adalah sistem penyaradan dimana kayu-kayu hasil
tebangan cabang, ranting dan daunnya dipangkas di lokasi penebangan,
kemudian disarad ke TPn dalam bentuk sortimen menurut panjang batang.
3) Full tree system adalah sistem penyaradan dimana kayu-kayu hasil
tebangan masih berbentuk pohon utuh, kemudian disarad ke TPn,
5
sedangkan proses pemangkasan cabang dan pembagian batang menjadi
sortimen tertentu dilakukan di TPn.
Juta (1954), mengemukakan bahwa berdasarkan tenaga kerja yang
dipakai pada sistem penyaradan dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1) Penyaradan non mekanis, terdiri dari :
a) Penyaradan dengan tenaga manusia dengan dipikul, ditarik,
digulingkan dan didorong.
b) Penyaradan dengan memakai tenaga hewan, yaitu : kuda, keledai, sapi
dan gajah.
c) Penyaradan dengan menggunakan gaya berat.
2) Penyaradan mekanis, terdiri dari :
a) Penyaradan dengan kabel.
b) Penyaradan dengan traktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penyaradan (Brown,
1958) adalah sebagai berikut :
1) Ukuran kayu dan sifat kayu.
2) Topografi.
3) Pertimbangan silvikultur.
4) Pertimbangan iklim.
5) Jarak ke tempat pengangkutan.
2. Penyaradan Dengan Menggunakan Traktor
Penyaradan kayu dengan traktor adalah proses pemindahan kayu dari
tempat tebangan ke tempat pengumpulan dengan menggunakan alat utama
traktor atau skidder (Wackerman, 1949 ).
Simmons (1951), mengemukakan beberapa faktor ekonomi yang harus
diperhatikan dalam penggunaan traktor sebagai alat sarad, yaitu :
1) Investasi besar.
2) Memerlukan kerja yang kontinyu untuk menghindari biaya penyusutan
yang besar.
3) Untuk mengimbangi biaya traktor, pekerjaan penebangan dan pembagian
batang harus ditingkatkan.
4) Diperlukan tenaga kerja dengan keahlian yang tinggi.
6
5) Biaya per unit tanpak lebih tinggi dibanding dengan sistem lain untuk
kegiatan kayu pendek.
Cara penyaradan yang sering digunakan dalam pemanenan kayu di luar
Jawa adalah dengan menggunakan traktor. Pada penyaradan dengan traktor,
posisi kayu yang disarad sebagian atau seluruhnya bersentuhan dengan tanah.
Traktor yang digunakan adalah traktor berban karet (wheel skidder) atau traktor
berban ulat (crawler) (Suparto, 1979).
Keuntungan penggunaan traktor menurut Suparto (1979) adalah :
1) Dapat bergerak leluasa di antara pohon inti pada sistem tebang pilih.
2) Dapat digunakan dengan aman sampai kelerengan 40%.
3) Dapat digunakan pada jarak sarad yang cukup panjang.
4) Traktor memiliki titik berat yang rendah.
Kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan traktor berupa kerusakan
vegetasi hutan dan kerusakan fisik tanah hutan. Kerusakan fisik tanah hutan
berupa erosi dan run off lebih besar pada jalan sarad yang baru dilakukan
penyaradan dibandingkan dengan jalan sarad yang telah ditinggalkan selama 2
tahun dan 3 tahun (Ruslan, 1979). Kerusakan berupa peningkatan kerapatan
limbak tanah menyebabkan rusaknya habitat binatang tanah (Tinambunan,
1987). Kerapatan limbak tanah pada bekas jalan sarad ke dalaman 0-5 cm
untuk jenis tanah podsolik merah kuning dapat mencapai 1,67 g/cm3.
Menurut Conway (1976) keuntungan dari forwarding adalah :
1) Dapat memuat sendiri, daya angkut besar dan jarak sarad lebih jauh.
2) Kerusakan log yang diangkut lebih rendah.
3) Dapat digunakan dalam kegiatan penjarangan.
4) Dapat mengangkut kayu dengan jalan angkutan yang lebih cepat bila
dibanding dengan cara ground skidding.
5) Produktivitas dan biaya tidak disebabkan ukuran log yang disarad karena
ukuran muatan relatif sama.
6) Alat sarad dapat digunakan sebagai alat transportasi dan muat bongkar.
7
B. Pemadatan Tanah
1. Sifat fisik Tanah
Sifat fisik tanah hutan telah lama diyakini oleh para peneliti sebagai
faktor yang penting dalam proses pertumbuhan tegakan. Tanah merupakan
suatu sistem dinamis yang secara fisik terdiri dari tiga macam bahan yaitu
padatan, cairan dan gas. Komposisi ketiga bahan penyusun tanah tergantung
dari jenis tanah dan kondisi lingkungan, sehingga ketiga bahan penyusun tanah
ini saling tergantung satu dengan yang lainnya. Hubungan ketiga bahan
penyusun tanah tersebut menunjukkan sifat-sifat fisik tanah (Hillel, 1980).
Secara geologis tanah merupakan bahan organik pada suatu permukaan yang
terpengaruh cuaca atau lapisan atas (Top soil) (Smith, 1992).
Hardjowigeno (1992) menyatakan bahwa tekstur tanah menunjukkan
kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir,
debu, dan liat. Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah) tingkat famili, kasar
halusnya tanah ditunjukkan oleh sebaran ukuran butir (particle size
distribution) yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur tanah.
Menurut Soedarmo dan Prayoto (1985) bahwa terdapat hubungan yang erat
antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah lain, seperti kapasitas tukar kation,
porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas.
Struktur tanah menurut Hardjowigeno (1992) adalah gumpalan kecil dari
butir-butir pasir, debu dan liat yang terikat satu sama lainnya oleh suatu perekat
seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan
kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang
berbeda-beda. Tanah yang berstruktur baik (remah atau granuler) mempunyai
tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah.
Struktur tanah yang baik adalah bentuknya membulat sehingga tidak dapat
saling bersinggungan dengan rapat. Di samping itu struktur tanah halus tidak
mudah rusak (mantap), sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup bila terjadi
hujan.
Porositas (porosity) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
atau isi dari butir tanah dengan volume dari tanah seluruhnya (Smith, 1992).
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik (porositas tanah
8
tinggi bila kandungan bahan organik tinggi), struktur tanah dan tekstur tanah.
Tanah-tanah yang memiliki struktur remah (granuler) mempunyai porositas
yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang memiliki struktur pejal (massive)
(Hardjowigeno, 1992).
Kerapatan kering (dry density) merupakan keadaan khusus dari kerapatan
menyeluruh (bulk density) suatu tanah, dengan menganggap air dihilangkan
seluruhnya dari tanah tersebut. Nilai kerapatan kering dihitung dari nilai
kerapatan menyeluruh dan nilai kadar air. Tingkat kepadatan tanah umumnya
diukur dari nilai kerapatan kering (Smith, 1992). Tingkat pemadatan tanah
diukur dari nilai kerapatan kering tanah yang dipadatkan. Nilai kerapatan
kering dari suatu tanah akan naik bila kandungan air dalam tanah tersebut
meningkat (Das, 1993).
2. Pengertian Pemadatan Tanah
Pemadatan tanah biasanya didefenisikan sebagai peningkatan kerapatan
limbak tanah, merapatnya partikel-partikel solid tanah, dan penurunan nilai
porositas tanah (Glinski and Lipiec,1990 dalam Jorge et. al, 1992). Pemadatan
tanah dalam arti sebenarnya yang diinginkan adalah untuk fondasi jalan
angkutan, sedangkan pemadatan tanah hutan atau pertanian akibat pergerakan
kendaraan seperti traktor tidak diinginkan. Dari sudut pandang teknik
(engineering) pemadatan tanah cenderung meningkatkan kekuatan tanah (shear
strength) dan menurunkan kompresibilitas tanah (Craig, 1983 dalam Jorge et.
al, 1992). Dari sudut pandang pertanian (agricultural), kepadatan tanah
cenderung untuk menurunkan kuantitas air dan unsur hara yang dibutuhkan
akar tanaman dalam tanah (Bowen, 1981 dalam Joerge et. al. 1992).
Kepadatan tanah (soil compaction) merupakan proses pergerakan
partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang
lebih rapat satu sama lain. Pemadatan tanah merupakan fungsi dari jenis tanah,
kadar air dan jenis lalu lintas yang ada di permukaan tanah. Pada tiap lintasan
traktor cenderung terjadi pemadatan tanah pada bekas lintasan ban dan akan
semakin menjadi padat pada lintasan berikutnya. Pukulan air hujan dan injakan
kaki hewan pada tanah merupakan gaya yang dapat memadatkan tanah (Miles
dalam Abbas, 1990).
9
Menurut Markwick (1944) dalam Matangaran (1992), pemadatan tanah
itu adalah proses dimana partikel-partikel tanah secara mekanis bergerak ke
posisi yang lebih rapat satu sama lain. Tingkat kepadatan tanah yang yang
dicapai dinyatakan dalam kg/m3. Herujito dalam Abbas (1990) mengistilahkan
pemadatan tanah dengan “kekompakan” yaitu kenaikan kerapatan limbak tanah
sebagai akibat dari beban atau tekanan yang dialami oleh tanah tersebut.
Untuk menduga tingkat pemadatan tanah hutan yang terjadi, dilakukan dengan
pengukuran kerapatan limbak tanahnya (Hamzah, 1983).
Poerwowidodo (1992) mengemukakan kerapatan limbak tanah dapat
digunakan sebagai petunjuk tidak langsung aras kepadatan tanah. Kepadatan
tanah akan langsung mengendalikan kesarangan tanah, kapasitas sekap air, dan
penerobosan perakaran tanaman ke dalam tubuh tanah untuk mengintensifkan
penyerapan udara, air dan hara. Pada aras kepadatan tanah yang tinggi, dapat
mengganggu perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman.
Greacen dan Sans (1986) dalam Sambas (1994) mengatakan bahwa
pemadatan tanah hutan setelah kegiatan pembalakan secara mekanik terjadi
karena adanya gaya tekan dan getaran alat-alat seperti traktor.
Menurut Sowers dan Sowers dalam Gaultney et. al., (1982), perubahan
tingkat kepadatan tanah disebabkan oleh gaya dari luar maupun dari dalam
tanah sendiri. Gaya dari dalam berupa pengeringan, pengembangan maupun
pendinginan tanah, sedangkan gaya dari luar dikenakan pada tanah oleh
kegiatan yang ada pada permukaan tanah. Pemadatan tanah sebagai akibat
bekerjanya suatu alat berat berkaitan erat dengan gaya tekan terhadap tanah
dari alat yang bersangkutan. Gaya tekan terhadap tanah merupakan faktor
kunci proses terjadinya pemadatan tanah. Gaya tekan (ground pressure)
diukur dari berat alat rata-rata dibagi luas permukaan tanah yang menopang
alat tersebut. Semakin kecil luas permukaan tanah yang menopang, akan
semakin besar gaya tekan pada tanah yang dihasilkan. Semakin besar gaya
tekan pada tanah semakin intensif proses pemadatan yang terjadi (Lowman et.
al. dalam Matangaran, 1992).
Kepadatan tanah diketahui dari perhitungan pengaruh jumlah rit terhadap
kerapatan limbak tanah. Hasil perhitungan tersebut dibandingkan dengan
10
kerapatan limbak tanah yang tidak dilalui traktor (tanah tidak terusik) sebagai
gambaran tegakan hutan tumbuh pada kondisi kerapatan limbak tanah di TPn
diukur juga. Kriteria Hovland et. al. (1966) dalam Hamzah (1983), yaitu hasil
dari penyaradan 1-2 rit tergolong kerapatan longgar. Penyaradan 3-32 rit
kerapatan sedang kecuali pada penyaradan 27 rit, dan lebih dari 33 rit termasuk
tanah padat (compact soil).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Tanah
Pergerakan traktor melewati permukaan tanah akan menghasilkan
tekanan ban atau roda traktor yang cenderung memadatkan lapisan atas tanah
(topsoil). Tingkat kepadatan tanah yang disebabkan oleh traktor tergantung
pada rit yang dilewati traktor, berat traktor, tipe ban atau roda, tekanan ban
terhadap tanah, kandungan air tanah, dan kecepatan traktor (Glinski and
Lipiec,1990 dalam Jorge et.al, 1992).
Efek utama yang dihasilkan oleh tekanan ban traktor terhadap tanah
adalah penurunan daya aliran air tanah (hydraulic conductivity), peningkatan
kepadatan tanah (bulk density) dan penurunan porositas tanah (Klute and
Jacob, 1949 dalam Jorge, 1992) dan perubahan dalam status aerasi tanah,
perubahan dalam karakteristik air tanah, dan menghalangi penetrasi akar
(Glinski dan Lipiec, 1990 dalam Jorge et.al, 1992).
Jumikis dalam Abbas (1990), menjelaskan pemadatan tanah tergantung
kadar air, jumlah energi pemadatan dan sifat alami tanah. Menurut Raghavan
et. al; Mekyes dalam Abbas (1990), bahwa di samping jumlah lintasan, besar
tekanan pada tanah setiap lintasannya menentukan besarnya kepadatan tanah
yang terjadi. Gaultney et. al. dalam Solihin H. Z. (1995), menyatakan ada
empat faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya pemadatan tanah yaitu
penggunaan lahan untuk penanaman yang terus menerus, melakukan kegiatan
pada lahan yang terlalu dini sementara kelembaban tanah tinggi, penggunaan
traktor dan peralatannya yang terlalu berat dan kurangnya penggunaan limbah
hewan pada pertanian.
Lenhard (1986) dalam Matangaran (1992), meneliti tingkat kepadatan
tanah akibat intensitas penggunaan alat penyarad traktor beroda karet. Luas
areal percobaan 0,25 ha, contoh tanah diambil dari bekas jejak roda traktor
11
tanpa muatan pada berbagai intensitas penyaradan yaitu 0, 1, 2, 4, 8, 16, dan 32
rit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kerapatan limbak tanah
menunjukkan nilai maksimum pada intensitas 4 rit. Di atas intensitas 4 rit
tersebut ternyata nilai kerapatan limbak tanahnya menjadi konstan.
Markwick dalam Matangaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip
dasar dari pemadatan tanah, yaitu :
1) Kerapatan limbak tanah merupakan ukuran kerapatan partikel tanah.
2) Secara umum pengeluaran air tanah dapat meningkatkan volume bagian
padatnya dan pemadatan merupakan peningkatan kerapatan partikel tanah.
3) Pada kondisi kadar air tanah tertentu, kepadatan tanah akan bertambah jika
daya pemadatan bertambah dan laju pertambahannya akan menurun
sampai udara sisa di dalam tanah kurang dari 3%.
4) Jika tanah diberi pemadatan pada variasi kadar air yang berbeda maka
akan terdapat kerapatan limbak maksimum tanah tersebut pada kadar air
tertentu. Kadar air ini merupakan kadar air optimum.
5) Kerapatan limbak tanah maksimum dan kadar air optimum bervariasi
antara tipe tanah dan besarnya daya pemadatan tanah yang diberikan.
6) Penggilasan tanah bermanfaat bagi tanah yang relatif kering dan digilas
pada kadar air di bawah optimum.
7) Penggilasan terhadap tanah liat yang sangat lunak akan mengaduk tanah
tersebut dan hasilnya akan merusak tanah.
8) Kenaikan kepadatan tanah akan meningkatkan pula kekuatan dan stabilitas
tanah dan mengurangi penurunan tanah. Kemampuan menyerap air
menjadi menurun dengan meningkatnya kepadatan tanah.
9) Umumnya efektivitas peralatan pemadatan tanah menurun dengan
bertambah tebalnya/dalamnya lapisan tanah yang dipadatkan. Itulah
sebabnya diperlukan pemadatan tanah lapis demi lapis dan tiap lapis tidak
terlalu tebal.
10) Jika semua faktor sama, makin berat alat pemadat tanah makin efektif
pemadatan tanah dan makin dalam tanah yang ikut terpadatkan.
Lowman et. al. dalam Matangaran (1992) mengemukakan bahwa tingkat
pemadatan tanah yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu tergantung dari
12
sifat fisik tanah dan daya luar yang bekerja pada tanah tersebut. Sifat-sifat
tanah hutan bervariasi dalam tekstur, struktur, kandungan mineral, kandungan
bahan-bahan organik, dan kadar air. Interaksi dari sifat-sifat tersebut pada
suatu tanah hutan tertentu menentukan perubahan tingkat kepadatan tanah yang
akan terjadi akibat aktivitas pemanenan kayu.
Hamzah (1983) mengemukakan bahwa untuk menduga derajat
pemadatan tanah hutan akibat pembalakan, dapat dilakukan dengan mengukur
kerapatan limbak tanahnya. Kerapatan limbak tanah ada kaitannya dengan
kedudukan alamiah, yaitu berat tanah itu tiap satuan volume (g/cm3) dalam
keadaan belum terganggu. Hovland et. al., (1966) dalam Hamzah (1983)
membedakan kelas pemadatan tanah sebagai berikut :
1) Tanah longgar (loose soil) dengan kerapatan limbak tanah 0,9-1,3 g/cm3
2) Tanah normal (normal soil) dengan kerapatan limbak tanah 1,3-1,5 g/cm3
3) Tanah padat (compact soil) dengan kerapatan limbak tanah 1,5-1,8 g/cm3
Menurut Buckman dan Brady (1964), tingkat kepadatan tanah erat
kaitannya dengan kerapatan massa tanah (bulk density) dan kerapatan butir
tanah (particle density). Semakin tinggi kerapatan massa tanah dan kerapatan
butir tanah maka semakin padat tanah tersebut (Hamzah, 1983).
Gaya tekan pada tanah dari manusia, hewan dan beberapa tipe mesin
penyarad dapat dilihat pada Gambar 1. (Adams dan Froehlich dalam
Matangaran, 1992), tetapi gaya tekan pada tanah tidak merupakan petunjuk
penting tentang kepadatan yang diduga. Getaran, dynamic pressure selama
bermuatan dapat menghasilkan tingkat pemadatan yang relatif tidak
menunjukkan respon yang berbeda antara gaya tekan pada tanah oleh hewan
dan alat mesin. Pemadatan tanah yang terjadi akibat pemanenan kayu ternyata
menyebabkan kerusakan fisik tanah hutan. Bila hal ini terjadi dan diserahkan
pada alam saja akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
memulihkannya.
13
Gaya Tekan Pada Tanah(lb/inc2)
0
5
10
15
20
25
30
Manusia Crawler Kuda Rubber Tire
Skidder
Gambar 1. Gaya Tekan Pada Tanah Manusia, Crawler, Kuda dan Rubber
Tired Skidder (Adams dan Froehlich dalam Matangaran, 1992)
Koshi dan Fryrear (1973) mengadakan penelitian tentang efek dari
lintasan traktor, pemberian serasah (mulch) dan konfigurasi tempat tumbuh
benih pada tanah. Kepadatan tanah dilihat pada tiga ke dalaman yaitu 0-7.5,
7.5-15, dan 22.5-30 cm pada lintasan traktor baik yang diberi serasah maupun
yang tidak diberi serasah. Serasah terdiri dari tiga ukuran yaitu 0.56, 11.2, dan
22.4 ton/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian serasah besar dari
11.2 ton/ha secara signifikan menurunkan kepadatan tanah, meningkatkan
hydraulic conductivity, porositas tanah, kandungan bahan organik tanah pada
lintasan traktor pada ke dalaman 15 cm. Peningkatan kandungan bahan organik
dan porositas, penurunan kepadatan tanah cenderung memperbaiki hubungan
antara tanah-air-tanaman.
Faktor yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada tanah hutan
adalah kegiatan pembalakan secara mekanis yang akan merusak struktur tanah.
Penggunaan input tenaga mekanis dalam waktu tertentu dapat berakibat buruk
terhadap produktivitas tanah dan pertumbuhan tanaman khususnya perakaran
(Lumintang dan Hidayat, 1982).
Pengoperasian alat-alat berat menyebabkan perubahan sifat sifat tanah
yang bervariasi pada berbagai jenis tanah. Perubahan ini akan menyebabkan
pengaruh terhadap produktivitas hutan. Laju pertumbuhan benih dan tegakan
akan berkurang, serta memberi pengaruh yang berjangka panjang terhadap
produktivitas tanah hutan (Matangaran, 1992).
Pengawasan atau pembatasan lalu lintas traktor di atas permukaan tanah
adalah metode manajemen yang penting yang bisa digunakan untuk
14
meminimalisasi pemadatan tanah (Gupta and Larson, 1985 dalam Jorge et. al,
1992).
C. Pemadatan Tanah dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Traktor berban karet yang digunakan untuk pemanenan kayu bisa
menyebabkan kepadatan tanah dan meninggalkan bekas tapak roda traktor
yang mengganggu pertumbuhan pohon (Dickerson, 1976; Froehlich, 1978
dalam Wronski, 1984). Efek ini muncul dari meningkatnya kekuatan tanah
(soil strength) dan menurunnya aerasi tanah, kedua hal ini akan menghalangi
pertumbuhan akar baru (Russel and Goss, 1974; Greacen and Sands, 1980
dalam Wronski, 1984). Selain mengganggu pertumbuhan akar, pemadatan dan
perusakan tanah akan merubah sifat/bentuk fisik tanah (physical properties)
yang mengakibatkan terjadinya run off dan erosi tanah (Wooldridge, 1960
dalam Wronski, 1984).
Penggunaan traktor untuk menyarad kayu akan meningkatkan kepadatan
tanah, dan diduga dengan meningkatnya kepadatan tanah ini menyebabkan
pertumbuhan anakan pohon akan terganggu. Beberapa penelitian tentang hal
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepadatan tanah dan
pertumbuhan akar tanaman. Hill dan Cruse (1985) mengemukakan bahwa
meningkatnya kepadatan tanah menyebabkan pertumbuhan akar tanaman
terganggu, terutama untuk pertumbuhan anakan pohon sampai dengan
kedalaman 5 cm.
Matangaran (1992) menyatakan bahwa nilai kritis kerapatan limbak tanah
terhadap pertumbuhan benih adalah 1,4 g/cm3, sedangkan kerapatan limbak
tanah 1,3 g/cm3 sudah memberikan respon yang jelek terhadap pertumbuhan
benih. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sebaiknya hanya
dilakukan penyaradan 2 rit saja. Jika lebih dari 2 rit pada jalan sarad yang sama
maka benih alami yang jatuh dan berkecambah kemungkinan sangat terganggu
pertumbuhannya dan kemungkinan akan mati.
Dengan adanya tekanan traktor pada tanah, elemen tanah akan tertekan
sampai mencapai keseimbangan baru, sebagai akibatnya tanah menjadi padat
dan kerapatan limbak tanahnya bertambah. Kepadatan adalah penyebab
kerusakan fisik tanah. Pada tanah yang padat ruang pori yang berisi air dan
15
udara kecil, sehingga porositasnya rendah. Air dan udara sukar bergerak
melalui tanah, karena hanya sedikit pori-pori yang berukuran besar.
Penyediaan air dan oksigen untuk pertumbuhan tanaman sangat erat dengan
jumlah dan ukuran pori-pori tanah. Di musim hujan, pada kerapatan limbak
tanah yang tinggi menyebabkan aliran permukaan tinggi, akibatnya air tidak
bisa diserap secara optimal oleh tanah.
Bertambahnya berat isi dan berkurangnya porositas total berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan tanaman (Lutz dan Chandler, 1985;
Matangaran, 1992). Penurunan variabel respon pertumbuhan tanaman terjadi
seiring dengan kepadatan tanah yang semakin tinggi dan porositas tanah yang
semakin randah (Matangaran, 1992) .
Penetrasi akar yang terhambat akan mengakibatkan berat, volume dan
panjang akar tanaman menurun dengan meningkatnya tingkat kepadatan tanah
(Hamzah, 1983). Hill dan Cruise (1985) dalam Matangaran (1992) mengatakan
bahwa ke dalaman penetrasi akar berkorelasi kuat dengan tingkat kepadatan
tanah yaitu semakin tinggi tingkat kepadatan tanah maka penetrasi akar
semakin dangkal. Tanah yang padat mengurangi kapasitas menyekap air,
mengurangi kandungan udara dan memberikan hambatan fisik yang besar pada
penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuannya
memanen air, udara dan hara, seperti: pengecilan matra daun dan batang,
pemendekan ruas batang, pembesaran pangkal batang, pemudaran warna hijau
daun dan pengguguran daun lebih dini sehingga tanaman berpenampilan kerdil
dan memperlihatkan bentuk reset (Hasckaylo, 1960; Kramer dan Kozlowski,
1960; Grable dan Siemer, 1968; Champion dan Barley, 1969 dalam
Poerwowidodo, 1992).
D. Sifat Fisik dan Biologi Tanaman
1. Gmelina arborea
Gmelina arborea merupakan salah satu jenis kayu berdaun lebar dari
famili Verbenaceae (Lamb, 1986). Menurut Al Rasyid (1991), Gmelina
arborea dikenal dengan nama daerah gmelina (Indonesia), gambar (India) dan
gamar (Bangladesh) sedangkan Lamb (1973) dalam Kamudjo (1990)
menyatakan bahwa gmelina sering disebut dengan gumhar, gumari, gumadi,
16
yemane dan gamar tetapi lebih dikenal dengan nama gmelina, melina atau
yemane.
Menurut Lamb (1968), Gmelina arborea tersebar di sepanjang
Pegunungan Himalaya dari arah tenggara ke selatan, meliputi daerah India,
Nepal, Siklim, Assam, Pakistan Timur, Burma, Thailand, Laos, Kamboja dan
Cina bagian Selatan.
Gmelina arborea dapat tumbuh di daerah-daerah iklim basah sampai
kering dengan curah hutan rata-rata tahunan berkisar antara 750-4.800 mm dan
ketinggian tempat tumbuh antara 50-1.000 mdpl. Tanaman ini tumbuh dengan
baik pada tanah aluvial basah serta berkapur dengan lapisan permukaan bersifat
basa dan semakin ke bawah semakin tinggi keasamannya (Soerianegara dan
Indrawan, 1985).
Gmelina arborea mudah ditanam, pertumbuhannya cepat dan dapat
ditanam secara campuran. Pohonnya lurus dengan batang bebas cabang antara
6-9 m. Tinggi pohon dapat mencapai 20-30 m dengan diameter setinggi dada
sampai dengan 60 cm (Lamb, 1968). NAS (1980), Granes (1979), Palmer
(1973) dan Al-Rasyid (1989) dalam Al-Rasyid (1991) mengatakan G. Arborea
memiliki kayu yang ringan dengan berat jenis medium (0.4-0.64). Pada
mulanya gmelina dikenal sebagai pohon penghasil energi, tetapi kemudian
pemanfaatannya semakin berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi kayu
dan kebutuhan kayu penghara industri yang terus meningkat. Dari berbagai
penelitian, kayu gmelina dapat digunakan untuk keperluan pembuatan papan
partikel, core kayu lapis, korek api, peti kemas, bahan kerajinan kayu dan
kertas kraft (Brazil). Riap rata-rata Gmelina arborea sekitar 28 m3/ha/tahun
(Kasmudjo, 1990). Menurut Kasmudjo (1990), kayu Gmelina arborea
berwarna kuning keabu-abuan dan tidak berbau khas. Tekstur kayu sedang
sampai halus, kekerasan sedang, arah serat terpadu. Berat jenis kayu sedang
antara 0.42-0.64 dan kekuatan kayu dikelompokkan ke dalam kelas menengah
(kelas III) sehingga kayu gmelina memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi
ringan dan kayu petukangan (khususnya perabotan). Nilai keteguhan geser
kayu gmelina baik sebagai bahan baku plywood, nilai keteguhan belah dan
17
kekerasannya baik sebagai bahan kerajinan kayu serta kandungan komponen
kimia kayu gmelina sesuai sebagai bahan pulp dan kertas.
Selanjutnya Al-Rasyid (1991) menyatakan ketertarikan para pengusaha
hutan untuk mengembangkan Gmelina arborea disebabkan rentang
pemanfaatan dan tempat tumbuhnya yang cukup luas dan cepat tumbuh.
Namun demikian tingkat pertumbuhan dan produksinya ditentukan oleh faktor
kualitas lahan. Lamb (1968) dalam Al-Rasyid (1991) menyatakan bahwa
unsur-unsur dari sifat tanah yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan
atau produksi tanaman Gmelina arborea adalah kandungan unsur nitrogen
dalam tanah yang tinggi, reaksi tanah lapisan olah sedikit asam sampai netral
(pH 6-7), solum tanah dalam, kelembaban tanah tinggi, kejenuhan basa tinggi
dan drainase tanah baik. Ditambahkan Al-Rasyid (1991) untuk pertumbuhan
Gmelina arborea juga diperlukan unsur fosfor dan kalsium.
2. Swietenia macrophylla King
Marga Swietenia yang termasuk dalam suku Meliaceae, terdiri dari tiga
jenis, yaitu S. macrophylla King, S. humillis Zucc dan S. mahagoni (L) Jack.
Pengenalan taksonomi dapat diamati melalui perbedaan-perbedaan fisik dari
ketiga jenis tersebut. Penjelasan secara biologi sulit dilakukan, karena
terjadinya persilangan bebas antara ketiga jenis tersebut (Mahyew dan Newton,
1998).
Tinggi pohon mencapai 35 meter, tajuk rapat, lebat, hijau tua. Kulit
kelabu gelap, beralur, mengelupas dan cabang coklat kekelabuan, kuncup
besar, tertutup oleh sisik tebal berwarna coklat muda dengan ujung berlipat,
sering kali beresin, daun tua gugur dengan warna guram tidak berbulu
(Samingan, 1982). Selanjutnya Martawijaya (1981) menambahkan, bahwa
tinggi pohon mahoni daun besar sekitar 25 meter dengan diameter 125 cm,
bentuk silindris, tidak berbanir, tajuk membulat. Kulit batang pohon mahoni
daun besar mengandung tanin yang dapat berfungsi sebagai antipyretic, tonic
dan astrigent. Menurut Ardhikusumah dan Dilmy (1956) dalam Kusuma
(1989), dibandingkan dengan mahoni daun kecil, mahoni daun besar lebih
ringan, serat-seratnya kurang halus, lebih tahan terhadap hama penggerek
pucuk, berwarna lebih muda dan serat-serat melintangnya lebih sedikit.
18
Menurut Sutisna, Purnadjaja dan Kalima (1998), tiga jenis Swietenia
tersebut, tersebar di Amerika Tropika, dari Mexico Tengah, Amerika Tengah,
Hindia Barat termasuk Florida bagian selatan, Bolivia, Peru dan Brazil.
Sekarang ini Mahoni datanam di seluruh daerah tropika, termasuk Malaysia,
Indonesia dan Filipina. Heyne (1987) lebih spesifik mengatakan bahwa mahoni
daun besar berasal dari daerah Honduras, sedangkan di Indonesia ditanam di
Jawa dan Aceh. Mahoni daun besar merupakan jenis pohon yang berasal dari
Amerika Tengah (Honduras, Meksiko, Kolombia, Venezuela, West Indies).
Mahoni daun besar pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1872, dan
mulai dikembangkan secara luas di Pulau Jawa pada tahun 1897-1902. Pada
zaman penjajahan di Pulau Jawa, jenis ini ditanam pada lapangan yang telah
menurun kesuburannya yang tidak baik ditanami dengan tanaman jati
(Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, 1980)
S. macrophylla King termasuk ke dalam pohon gugur daun dengan tajuk
berbentuk tajuk menyerupai payung. Jenis ini dapat tumbuh mencapai
ketinggian sampai lebih 30 meter dan diameter setinggi dada lebih dari 1,5
meter. Umur dari jenis ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
pohon yang mampu hidup hingga ratusan tahun (Mahyew dan Newton, 1998).
Di alam, Mahoni tumbuh baik di hutan gugur daun atau hutan yang selalu
hijau, terpencar atau dalam kelompok kecil hingga 4-8 pohon/ha (Sutisna, dkk.,
1998). Menurut Mahyew dan Newton (1998), S. macrophylla dapat tumbuh
pada berbagai kondisi lingkungan. Jenis ini dapat ditemukan pada tipe hutan
tropis kering dan hutan tropis basah, dengan curah hujan tahunan 1.000-2.000
mm. Di Peru dan Bolivia, jenis ini ditemukan sampai di ketinggian lebih dari
1.400 mdpl dan mampu tumbuh pada tanah yang sedikit liat serta kurus.
Tempat tumbuh mahoni daun besar adalah daerah beriklim basah maupun
kering dengan tipe hujan A-D, tanah agak liat dan kurus, dengan ketinggian 0-
800 mdpl (Martawijaya, 1981). Selanjutnya Tampubolon (1985) dalam
Kusuma (1989) menegaskan bahwa mahoni daun besar masih dapat tumbuh
baik pada tanah dengan drainase terganggu. Pohon mahoni tahan terhadap
naungan sehingga mahoni mampu bersaing dengan alang-alang atau belukar
dalam mendapatkan sinar matahari, khususnya bila digunakan pada areal
19
alang-alang rapat. Daunnya sukar terbakar sehingga dapat dipakai sebagai
tanaman sekat bakar bagi jenis tanaman reboisasi yang peka terhadap bahaya
kebakaran (Anonim, 1980 dalam Kusuma, 1989).
Mahoni daun besar merupakan salah satu jenis pohon komersial yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi, kayunya dapat digunakan sebagai bahan
bangunan dan perkakas. Tanaman mahoni daun besar adalah salah satu jenis
tanaman yang digunakan untuk mereboisasi lahan kering yang tidak cocok
untuk tanaman jati (Al-Rasyid dan Mangsud, 1973).
3. Acacia mangium
Acacia mangium ditemukan pertama kali oleh Rumphius pada tahun 1653
dan baru dipublikasikan pada tahun 1753. Nicholson pada tahun 1966 pertama
kali memperkenalkan tanaman ini di Irian Jaya bagian selatan (Fak-fak,
Merauke, Manokwari, Serdai, dan sepanjang Sungai Digul), Kepulauan Aru
(Pulau Pragan, Kepalauan Kaiber), Maluku Selatan, Kepulauan Sula, Taliabu,
Tege, serta Pulau Seram (Kaiaratu dan Waesalan). Untuk di Luar Indonesia
penyebaran alami di Australia, yaitu sepanjang pantai Queensland dan terdapat
mulai dari pantai sampai ketinggian 720 mdpl (Nicholson, 1981).
Pada tahun 1966 tanaman Acacia mangium diperkenalkan di Sabah,
Malaysia, dari habitat alaminya sepanjang hutan tropika basah di Queensland,
Australia. Tanaman ini tumbuh sangat baik sehingga dicoba dilakukan
penanaman. Di sana, mangium tumbuh cepat, atau lebih cepat daripada
Gemelina arborea ataupun Eucalyptus deglupta, keduanya merupakan tanaman
paling cepat tumbuh, dengan diameter batang 40 cm. Tanaman ini tumbuh
sangat cepat dan baik, areal bekas jalur sarad di Sabah dapat tertutup setelah
satu tahun penanaman dengan jarak 3 x 3 meter.
Satu keistimewaan yang perlu diperhatikan adalah kemampuan mangium
untuk tumbuh pada tanah dengan pH rendah 4,2. Hal ini penting karena tanah
asam seperti itu tersebar luas di daerah tropis dan keadaan inilah yang
membedakan mangium dengan beberapa tumbuhan famili Leguminoceae yang
lain seperti Leucena yang membutuhkan pH di atas 5,5.
Pada tempat yang baik tumbuh sangat cepat. Di Sabah beberapa
spesimen mencapai tinggi 23 meter dalam 9 tahun. Pada umumnya rata-rata
20
pertumbuhan diameter adalah 2-3 cm per tahun. Tegakan yang tidak terawat
mampu manghasilkan 415 m3
kayu setelah 9 tahun, memenuhi hasil panen
tahunan sebesar 46 m3 per hektar.
Pada tempat tumbuh yang kurang baik seperti tanah dangkal, rendah
nutrisi, areal terganggu, terpadatkan, atau terendam air secara musiman,
produksi kayunya lebih sedikit. Namun hasil tahunan sering mencapai lebih
dari 20 m3 per hektar. Pada peta percobaan terdahulu, pohon ini mencapai
tinggi rata-rata 25 meter dan diameter rata-rata 27 cm pada umur 13 tahun.
Mangium tumbuh dengan baik pada tanah yang tererosi, bebatuan, tanah
miskin hara mineral dan juga pada cuaca yang tinggi atau tanah aluvial. Di
Queensland tanaman ini secara umum ditemukan pada tanah ultisol masam dan
hanya jarang terdapat pada tanah yang terbentuk dari batuan dasar. Di Pulau
Seram (Indonesia) jenis ini dilaporkan tumbuh pada tanah ultisol (podsolik
merah kuning) (National Research Council, 1983).
21
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Wilayah
II Benakat, Sumatera Selatan pada Bulan Juli sampai September 2003.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1) Tanah jenis Podsolik Merah Kuning (Ultisol).
2) Serasah (daun, ranting, cabang, dan batang dengan diameter kurang dari
8 cm dan panjang kurang dari 0,5 m yang merupakan kayu sisa
pemanenan).
3) Bibit Acacia mangium, Swietenia machrophylla, Gmelina arborea.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 6-Wheel
Forwarder Timberjack 1010D, ring sample, plastik, isolasi, timbangan,
kompas, oven, pisau, golok, mistar, meteran, kamera, kalkulator, komputer,
dan alat-alat tulis.
C. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan dalam satu setting pemanenan
yang sedang dilakukan kegiatan penyaradan. Tahapan penelitian yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memetakan Pola Jalan Sarad Forwarder Dalam Satu Setting
Pemanenan
Pemanenan hutan di HTI menggunakan sistem tebang habis, dimana
proses penebangan dilakukan per jalur dan langsung diproses sebelum
penebangan di jalur selanjutnya. Proses tersebut adalah pembersihan cabang
dan ranting serta pembagian batang dengan menggunakan chain saw.
Selanjutnya sisa batang pohon yang tidak terpakai dengan diameter kurang dari
22
8 cm beserta cabang dan ranting pohon dipotong-potong dengan panjang
kurang dari 0,5 m dan disusun sedemikian rupa di antara tumpukan kayu
sehingga membentuk suatu jalur yang akan dilewati forwarder dalam menyarad
kayu.
a
b
Gambar 2. Skema Jalan Sarad forwarder
Keterangan : a = jalur serasah sebagai jalan sarad forwarder
b = tumpukan kayu/log
Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam memetakan pola jalan sarad
forwarder adalah sebagai berikut :
1) Mengumpulkan data tentang setting pemanenan yang akan dilakukan
penelitian antara lain; luas setting pemanenan, potensi tegakan, umur
tegakan, jarak tanam, lokasi dan luas TPn, arah jalur sarad, lebar jalur
sarad, jarak antara jalur sarad dengan jalur sarad selanjutnya.
2) Mengumpulkan data tentang tipe forwarder dan spesifikasinya, kualifikasi
operator, dan mekanisme penyaradan (SOP penyaradan).
3) Membuat pancang/patok sebagai alat bantu dalam pengambilan data
pergerakan forwarder dan untuk menandai jumlah rit yang dilewati
forwarder.
b
23
4) Memulai pengukuran dengan terlebih dahulu menentukan titik ikat atau
titik awal pengukuran (titik awal pergerakan forwader ketika memasuki
setting pemanenan).
5) Memperhatikan pergerakan forwarder dari titik awal sampai jarak tertentu
hingga forwarder tersebut berbelok dan menandai titik belokan tersebut
dengan pancang.
6) Membidik dengan kompas kemudian mencatat azimut yang tertera pada
kompas dan mengukur jarak dari titik awal ke titik belokan forwarder
dengan menggunakan meteran dan memasukkannya ke tally sheet (tally
sheet terlampir)
7) Melanjutkan pengukuran pergerakan forwarder dari titik belokan ke titik
(belokan) selanjutnya dengan cara yang sama sampai rit tersebut selesai.
8) Melakukan pengukuran untuk rit selanjutnya dengan cara yang sama
sampai penyaradan di jalur sarad tersebut selesai dan pindah ke jalur sarad
selanjutnya.
9) Menandai jalan sarad yang dilewati forwarder dengan pancang yang sudah
disiapkan sebelumnya untuk tiap-tiap rit yang diterima jalan sarad. Hal ini
untuk mempermudah dalam pengambilan contoh tanah tiap rit.
10) Kegiatan di atas dilakukan tiap hari sampai kegiatan penyaradan dalam
setting pemanenan tersebut selesai.
11) Memplotkan data yang diperoleh ke dalam bentuk gambar (kertas
milimeter blok) yang hasilnya adalah peta pola jalan sarad forwarder.
12) Dari peta tersebut dapat dilakukan perhitungan persentase luas areal
terpadatkan (jalan sarad) terhadap luas total setting pemanenan dan
persertase luas areal terpadatkan berdasarkan rit terhadap luas total setting
pemanenan.
2. Perhitungan Jumlah Rit Penyaradan yang Diterima Jalan Sarad
Kegiatan ini dapat dilakukan setelah data pengukuran pemetaan pola
jalan sarad forwarder diplotkan ke dalam bentuk peta. Tahap kegiatannya
adalah sebagai berikut :
24
Gambar 3. Bagan Tahapan Kegiatan Penelitian
3. Pengukuran Kepadatan Tanah
Pengukuran kepadatan tanah dilakukan setelah kegiatan penyaradan
selesai. Kegiatan ini dilakukan di setting pemanenan yang sebelumnya telah
ditandai untuk tiap-tiap rit yang dilalui forwarder pada saat memetakan pola
jalan sarad forwarder. Contoh tanah diambil di jalan sarad yang dilalui
forwarder tepat dibekas tapak roda kanan dan roda kiri forwarder baik untuk
jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Contoh tanah diambil tiap rit dengan
10 ulangan dengan jarak ulangan 10 m dan diambil untuk tiga ke dalaman yaitu
0-5, 5-10, 10-15 cm. Diambil juga contoh tanah ditanah tidak terusik sebagai
kontrol dan contoh tanah di jalan sarad yang akan ditanami tanaman cepat
tumbuh dengan cara yang sama.
Tahap-tahap pengambilan datanya adalah sebagai berikut :
1) Menimbang tabung silinder serta mengukur dimensinya dan menandainya
dengan penomoran.
Menggambarkan data yang diperoleh
ke dalam kertas millimeter blok (peta pola
jalan sarad forwarder).
Menandai dan membagi areal penyaradan
(jalan sarad) berdasarkan jumlah rit yang
diterima oleh jalan sarad tersebut.
Menghitung persentase luas areal
terpadatkan (jalan sarad ) terhadap luas
total setting pemanenan.
Menghitung persentase luas areal
terpadatkan (jalan sarad) berdasarkan
jumlah rit terhadap luas setting
pemanenan.
Pengambilan data pola pergerakan
forwarder dalam menyarad kayu.
25
2) Menandai titik titik pengambilan contoh tanah tiap rit dengan jarak 10 m
sebagai ulangan.
3) Mengambil contoh tanah pada titik yang telah ditentukan, caranya dengan
membersihkan permukaan tanah dari serasah, kemudian tabung silinder
diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah dan ditekan perlahan lahan
sampai seluruh tabung silinder masuk. Bila tanah terlalu keras maka tanah
di sisi luar tabung silinder dilukai sedikit demi sedikit dengan
menggunakan pisau sambil terus menekan tabung silinder.
4) Mengeluarkan tabung silinder dengan cara membersihkan tanah di
sekelilingnya, kemudian bagian atas dan bawah tabung silinder diratakan
dengan pisau dan ditutup agar kadar airnya tidak berubah.
5) Menimbang contoh tanah dengan tabung silinder untuk mengetahui berat
contoh tanah basah.
6) Mengeluarkan contoh tanah dari dalam tabung silinder dan dimasukkan ke
dalam plastik kemudian diikat rapat untuk dihitung berat contoh
keringnya.
7) Meneliti sifat fisik dan kimia contoh tanah untuk mengetahui jenis tanah
(di laboratorium).
8) Mengeringkan dengan oven pada suhu 1050C sampai beratnya konstan.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kerapatan limbak, kadar air, dan
porositas tanah.
Gambar 4. Titik-titik Pengambilan Sampel Tanah
Jalur serasah
Jalur tanpa serasah
Tanah tidak terusik
26
4. Perhitungan Nilai Kepadatan Tanah
Perhitungan nilai kepadatan tanah dilakukan setelah diperoleh berat tanah
basah dan berat tanah kering dari contoh tanah yang diambil. Dari data tersebut
dapat dihitung kerapatan limbak tanah , kadar air tanah, dan porositas tanah
yang menggambarkan tingkat kepadatan tanah.
Kerapatan limbak tanah dihitung berdasarkan rumus (Lambe, 1951 dan
Direktorat Bina Marga, 1973 dalam Matangaran et. al., 1995) sebagai berikut :
1) µs = V
WW 12 −
Keterangan :
µs = kerapatan limbak tanah basah (g/cm3)
W2 = berat tanah dan tabung silinder (g)
W1 = berat tabung silinder (g)
V = Volume contoh tanah basah (cm3)
2) µd = W100
µs100
+
x
Keterangan :
µd = kerapatan limbak tanah (g/cm3)
µs = kerapatan limbak tanah basah (g/cm3)
W = kadar air contoh tanah (%
3) W = 3
3)12(
W
WWW −−
Keterangan :
W = kadar air contoh tanah (%)
W2-W1 = berat contoh basah (g)
W3 = berat contoh kering (g)
Porositas tanah dihitung berdasarkan rumus Hamzah (1983) sebagai
berikut :
4) P = %1002,65
µd65,2x
−
27
Keterangan :
P = porositas tanah (%)
µd = kerapatan limbak tanah (g/cm3)
2,65 = berat jenis tanah umum kecuali pasir
Tingkat kepadatan tanah akibat penyaradan kayu oleh forwarder
dianalisis berdasarkan nilai rata-rata kerapatan limbak tanah dan porositas
tanah tiap rit penyaradan.
5. Penentuan Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat
Untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman di tanah padat maka
dilakukan penanaman tiga jenis cepat tumbuh (fast growing species) di areal
bekas tebangan. Penanaman dilakukan di bekas jalan sarad forwarder yang
telah dihitung tingkat kepadatan tanahnya, serta di tanah tidak terusik sebagai
kontrol. Jenis yang ditanam adalah Acacia mangium, Swietenia macrophylla,
dan Gmelina arborea
Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Penyediaan Bibit
Bibit diperoleh dari lokasi penelitian yaitu dari kebun pembibitan Unit VI
Lubuk Guci Wilayah II Benakat. Kondisi bibit sudah siap tanam dengan umur
yang sama dan dalam kondisi sehat.
2) Penanaman
Penanaman dilakukan di bekas jalan sarad forwarder dan di tanah tidak
terusik dengan masing-masing 10 ulangan. Proses penanaman menggunakan
sistem penugalan, di mana tanah dilubangi dengan ukuran lubang yang hampir
sama ukuran akar tanaman, dan diusahakan tidak mempengaruhi kondisi
kepadatan tanah. Sedangkan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi
sebenarnya di lapangan. Setelah bibit selesai ditanam, dipasangi ajir yang
sudah ditandai dengan penomoran untuk memudahkan dalam pengukuran data.
28
3) Pemeliharaan
Setelah tanaman ditanam dilakukan pengamatan dan pemeliharaan
sampai tanaman mampu beradaptasi dengan lingkungan. Setelah itu tanaman
dibiarkan sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Pemeliharaan yang
dilakukan adalah penyiraman dan pencegahan hama jika diperlukan.
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman dan cuaca (suhu, curah
hujan, angin, kelembaban) dan diusahakan tidak mempengaruhi kepadatan
tanah.
4) Pengambilan Data
Data yang diambil adalah sebagai berikut :
a. Pertambahan Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur setiap minggu dengan menggunakan mistar
sampai tanaman dipanen. Pengukuran awal dilakukan pada saat menanam
yang merupakan tinggi awal tanaman. Tinggi tanaman yang diukur mulai
dari batas antara batang dengan akar sampai dengan pangkal daun terakhir.
Data yang akan dianalisis adalah pertambahan tinggi tanaman yang
merupakan pengurangan dari tinggi pengukuran akhir dengan tinggi
pengukuran awal, kemudian dibandingkan dengan kontrol.
b. Pertambahan Panjang Akar
Pertambahan panjang akar diukur dua kali yaitu sebelum tanaman
ditanam dan setelah tanaman dipanen. Untuk mengukur panjang akar awal
dibutuhkan tanaman pengganti dengan kondisi dan ukuran yang sama
dengan tanaman yang akan diukur. Jadi akan ada tanaman yang
dikorbankan. Pengukuran menggunakan mistar.
c. Perhitungan Berat Kering Total (BKT) Dan Nisbah Pucuk Akar
(NPA)
Setelah kurang lebih dua bulan semenjak tanaman ditanam
kemudian tanaman dipanen. Bagian batang dan akar tanaman dipisahkan
kemudian kedua bagian tanaman dikeringkan dengan menggunakan oven
pada suhu 70oC selama 2 x 24 jam. Setelah itu kedua bagian tanaman
ditimbang dengan timbangan. Selanjutnya dilakukan perhitungan berat
29
kering total dan nisbah pucuk dan akar. Berat kering total adalah
penjumlahan dari berat kering batang dan berat kering akar. Sedangkan
nisbah pucuk akar adalah perbandingan antara berat kering pucuk dan
berat kering akar, kemudian hasil perhitungan dibandingkan dengan
kontrol.
D. Analisis Data
Data dianalisis berdasarkan nilai rata-rata dari data yang diperoleh, yaitu
nilai rata-rata tingkat kepadatan tanah tiap rit penyaradan dan nilai rata-rata
respon pertumbuhan tanaman. Data tersebut dibandingkan dengan data
kontrol.
Analisis data menggunakan persamaan rancangan acak lengkap (RAL).
1. Pengaruh Jumlah Rit Penyaradan Terhadap Tingkat Kepadatan
Tanah
Model umum dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan
adalah :
Y(ij) = U + Pi + Eij
Dimana : Y(ij) = Tingkat kepadatan tanah pada faktor jumlah rit ke-i,
ulangan ke-j
U = Rata-rataan umum dari data yang diperoleh
Pi = Pengaruh jumlah rit ke-i
Eij = Galat dari jumlah rit ke-i, dan ulangan ke-j
Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji F. Hipotesa yang
digunakan adalah sebagai berikut :
H0 = Jumlah rit/pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap tingkat
kepadatan tanah
H1 = Jumlah rit/pemberian serasah berpengaruh terhadap tingkat
kepadatan tanah
Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah :
F hitung ≤ F tabel, maka terima H0
F hitung ≥ F tabel, maka terima H1
30
2. Pengaruh Kepadatan tanah/Jalan Sarad forwarder Terhadap
Pertumbuhan Tanaman
Persamaan umum rancangan acak lengkapnya adalah sebagai berikut :
Y(ij) = U + Pi + Eij
Dimana : Y(ij) = Respon pertumbuhan tanaman pada faktor perlakuan
ke-i, ulangan ke-j
U = Rata-rataan umum dari data yang diperoleh
Pi = Pengaruh perlakuan ke-i
Eij = Galat dari perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji F. Hipotesa yang
digunakan adalah sebagai berikut :
H0 = Perlakuan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap respon
pertumbuhan tanaman.
H1 = Perlakuan yang berbeda berpengaruh terhadap respon
pertumbuhan tanaman.
Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah :
F hitung ≤ F tabel, maka terima H0
F hitung ≥ F tabel, maka terima H1
31
Gambar 5. Bagan Alur Langkah Kerja Penelitian
Pengambilan Data Respon
Pertumbuhan Tanaman
Studi Literatur
Penyusunan Proposal
Pengambilan Data Lapangan
Penentuan Lokasi Penelitian
Pemetaan Pola Jalan Sarad
forwarder
Penentuan Titik-titik Pengambilan
Data Kepadatan Tanah
Pengukuran Kepadatan Tanah Pada Jalur Serasah,
Jalur Tanpa Serasah, Dan Tanah Kontrol
Kerapatan Massa Tanah,
Kadar Air, Porositas dan
Sifat fisik Tanah
Berat Kering Tanaman,
dan NPA
Analisis Laboratorium
Pengolahan dan Analisis
Data Tanah dan Tanaman
Penanaman Acacia mangium,
Swietenia macrophylla, dan
Gmelina arborea
Pengukuran Data Kepadatan Tanah
32
IV. KONDISI UMUM LOKASI
A. Letak, Luas dan Keadaan Wilayah
PT. Musi Hutan Persada (MHP) merupakan hasil kerjasama antara PT.
Enim Musi Lestari dan satu perusahaan BUMN Inhutani V. Secara geografis
PT. Musi Hutan Persada ini terletak pada 03o00’- 04
o20’ LS dan 103
o10’-
104o30’ BT.
Areal konsesi PT. MHP terdiri atas tiga (3) Kelompok Hutan (KH)
masing-masing Subanjeriji, Benakat dan Martapura. Untuk kebutuhan
pengelolaan hutan, areal tersebut dibagi ke dalam wilayah, unit, blok, sub blok
dan petak. Petak adalah unit manajemen terkecil dari HTI PT. MHP.
Tabel 1. Batas Areal Kerja Tiap Kelompok Hutan
Batas KH Benakat KH Subanjeriji KH Martapura
Utara
Selatan
Barat
Timur
HP
HP/HPK
HP
HP
Pemukiman
HPT/HP, S.Enim
Pemukiman, S.Enim
Pemukiman
HP
HPK, S. Komering
HP
HPK, S. Komering
Ket: HP = Hutan Produksi tetap, HPK = Hutan Produksi Konversi, HPT = Hutan Produksi Terbatas
Luas HPHTI PT. MHP berdasarkan SK Departemen Kehutanan No.
626/Kpts-II/1992 dan rekomendasi Gubernur Propinsi Sumatra Selatan No.
522 Tanggal 16 Juni 1995 adalah 407.224 ha, yang terdiri dari 343.190 ha dari
SK Departemen Kehutanan dan 64.034 ha dari rekomendasi Gubernur Propinsi
Sumatra Selatan. Sedangkan luas areal efektif untuk hutan tanaman, sarana
dan prasarana, serta areal koservasi hanya sekitar 300.000 Ha.
Kondisi awal areal HTI PT. MHP adalah padang alang-alang, belukar tua
dan lahan hutan bekas tebangan yang merupakan ciri dari perladangan
berpindah dengan pembakaran berulang dan tanpa pengelolaan tanaman.
Kondisi tersebut menyebabkan erosi yang berkepanjangan dan pengurasan
unsur hara tanah. Hutan alam yang ada ditebang dan yang tinggal hanya
sekelompok hutan saja seperti sepanjang lebung, sungai, dan aliran air yang
masih di bawah tutupan vegetasi alami yang kemudian dijadikan sebagai
kawasan konservasi.
33
B. Topografi
Bentuk lahan di HPHTI Musi Hutan Persada berkisar dari datar hingga
bergelombang dengan kemiringan dari 0-25 %. Setiap kelompok hutan (KH)
mempunyai luasan yang berbeda berdasarkan kemiringannya, hal itu dapat
dilihat pada Tabel 2. Ketinggian berkisar antara 100-400 mdpl.
Tabel 2. Luasan Kelompok Hutan Berdasarkan Kelas Kemiringan Lahan
Kelas kelerengan
(%)
KH Benakat
(Ha)
KH Subanjeriji
(Ha)
KH Martapura
(Ha)
Datar (0-8)
Landai (8-15)
Agak curam(15-25)
6.572
191.343
2.948
22.831
79.667
10.351
6.799
18.636
8.289
C. Geologi dan Jenis Tanah
Jenis tanah pada HPHTI PT. MHP umumnya didominasi oleh tanah
podsolik merah kuning (ultisol). Tanah jenis ini dicirikan dengan pH yang
rendah dan kandungan liat yang tinggi.
Tabel 3. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Nomor Parameter Nilai
1 Tekstur :
- Pasir
- Debu
- Liat
Berliat
13,24 %
32,63 %
54,13 %
2 pH
- H2O
- KCl
4,39
3,44
3 Kandungan Zat Organik :
- C-organik
- N-total
2,06 %
0,25 %
4 Kandungan Mineral:
- Ca
- Mg
- K
- Na
1,29 me/100g
0,73 me/100g
0,21 me/100g
0,29 me/100g
5 Kapasitas Tukar Kation 15,27 me/100g Sumber : Hasil Analisis Tanah di Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis tanah di laboratorium diketahui bahwa jenis tanah di
lokasi penelitian adalah podsolik merah kuning (ultisol).
34
D. Hidrologi
Areal konsesi termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Musi dan
beberapa sungai utama di areal konsesi yaitu Sungai Lengi, Niru, Uwal,
Rambang, Keruh dan Semangus. Untuk daerah KH Benakat termasuk dalam
DAS Musi dengan Sub DAS-nya adalah Sub DAS Sungai Kikim, Keruh,
Semangus, dan Lematang. Untuk KH Subanjeriji termasuk dalam DAS Musi
dan Sub DAS Lematang, Ogan, Komering dan untuk KH Martapura termasuk
dalam DAS Musi dan Sub DAS Ogan dan Komering.
E. Iklim
Curah hujan rata-rata tiap bulan pada wilayah HPHTI MHP adalah 241
mm/bulan. Berdasarkan klasifikasi Schmidt Ferguson, 1952 dalam HPHTI PT.
MHP termasuk tipe iklim A. Pada bulan basah curah hujan >100 mm/bulan,
dan hujan hampir terjadi sepanjang tahun. Rata-rata suhu harian adalah 29-
30oC dan kelembaban rata-rata harian adalah 70 %.
F. Kondisi vegetasi hutan
Kegiatan PT. MHP dimulai sejak awal tahun 1990 dan pada musim
tanam 1996/1997 telah menyelesaikan sekitar 193.500 Ha dan sebagian besar
adalah Acacia mangium. Target PT. MHP adalah menghasilkan kayu sebagai
bahan baku industri pulp/bubur kayu dengan kapasitas olah sebesar 2.1 juta
meter kubik kayu untuk menghasilkan 450.000 ton pulp putih per tahun.
Tanaman ini dipilih sebagai tanaman utama karena jenis ini diangap sebagai
tanaman yang memiliki kemampuan memperbaiki kondisi tanah yang baik,
cepat tumbuh dan rotasi yang pendek, mudah penanganannya baik di
persemaian maupun di lapangan, pembungaan dan produksi benih yang cepat
dan aman terhadap penyakit dan hama yang serius.
Acacia mangium berasal dari benih dan diproduksi di persemaian. Pada
awalnya PT. MHP menggunakan benih sembarang yang ada di sekitar HTI,
tetapi selanjutnya PT. MHP menggunakan benih unggul hasil dari program
pemuliaan pohon. Jarak tanam yang digunakan adalah 3x3 m, 3x2 m, 4x3 m,
dan 4x2 m, dan jarak tanam standar adalah jarak 3x3 m.
35
HTI PT. MHP sangat berdekatan dengan pengguna lahan lainnya.
Terdapat banyak kebun rakyat dan beberapa kebun kelapa sawit yang besar,
perladangan, dan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak serta pertambangan
batu bara. Daerah konsesi PT. MHP sudah terbuka sejak lama.
Selain dari kawasan yang efektif itu, pada kawasan lindung dan kawasan
konservasi dibiarkan tumbuh vegetasi yang tadinya adalah sisa-sisa dari
peladangan berpindah pada masa lalu yang berada pada sempadan sungai yaitu
seluas 4.100 ha pada KH Benakat, 1.325 ha pada KH Subanjeriji, dan 651 ha
pada KH Martapura. Untuk hutan konservasi sebagai pelindung plasma nutfah
dan satwa liar seluas 60.854 ha pada KH Benakat, 5.750 ha pada KH
Subanjeriji dan 13.770 ha pada KH Martapura.
KH Benakat (Wilayah II Benakat) secara geografis terletak pada 103°10’
- 104° BT dan 3°00’ - 3°40’ LS. Untuk kegiatan operasional, KH Benakat
dibagi menjadi 9 unit, 32 blok dan 105 sub blok. KH Benakat termasuk dalam
sub DAS Keruh, Musi/Kikim, Semangus dan Lematang. KH Benakat berada
pada ketinggian 100-400 mdpl. Sebagian besar areal KH Benakat berdasarkan
kelas kelerengannya termasuk dalam kelas kelerengan landai (8-15 %) yaitu
sekitar 191.343 ha. Keadaan tanah di KH Benakat didominasi oleh asosiasi
podsolik merak kekuningan dan coklat serta podsolik kekuningan serta coklat
kekuningan.
36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemetaan Pola Jalan Sarad
Penelitian dilakukan di setting IX Blok Teras yang merupakan areal kerja
dari Unit VIII Tebing Indah Wilayah II Benakat PT. Musi Hutan Persada. Dari
informasi, diketahui bahwa luas setting IX adalah 10,4 hektar. Jenis tanamannya
adalah Acacia mangium. Umur tanaman yang dipanen adalah 8 tahun dengan
jarak tanam 3x3 m. Proses penyaradan dilakukan sekitar 2 bulan setelah
penebangan selesai. Pengamatan dilakukan mulai dari awal penyaradan
(forwarder memasuki setting) sampai proses penyaradan selesai (forwarder keluar
dari setting). Forwarder yang digunakan adalah 6-Wheel Forwarder Timberjack
1010D. Kegiatan penyaradan dilakukan oleh PT. HALIDA selaku kontraktor
penyaradan. Proses penyaradan dengan forwarder dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Penyaradan Dengan Menggunakan Forwarder 1010D
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyaradan dengan
menggunakan forwarder merupakan sistem penyaradan terencana dan terpola,
dimana forwarder dalam menyarad sortimen kayu melewati tumpukan serasah
(jalur sarad) yang telah disiapkan sebelumnya pada saat penebangan. Salah satu
tujuan dari sistem ini adalah untuk meminimalkan dampak negatif dari
penggunaan alat berat penyaradan yaitu berupa pemadatan tanah. Proses
37
penyaradan dimulai dari ujung jalur sarad dan sortimen kayu disarad ke TPn yang
berada di sekitar tepi jalan angkutan. Untuk rit selanjutnya, forwarder cenderung
mengikuti jejak tapak roda dari rit penyaradan sebelumnya. Sortimen kayu
disarad per jalur sarad dan baru pindah ke jalur sarad selanjutnya setelah semua
sortimen kayu di jalur tersebut selesai disarad.
Sistem penyaradan di PT. MHP menggunakan dua unit forwarder yang
bekerja sekaligus dalam satu setting dan setiap unit forwarder dioperasikan oleh
dua orang operator yang bekerja berdasarkan shift (shift 1 jam 07.00 - 15.00 dan
shift 2 jam 16.00 - 23.00). Sedangkan pada setting IX (lokasi penelitian) hanya
menggunakan satu unit forwarder karena faktor keterbatasan jumlah unit
forwarder yang dimiliki oleh kontraktor sarad). Setiap operator dapat menyarad
kayu sekitar 7 rit untuk shift 1 dan 5 rit untuk shift 2. Pemetaan pola jalur sarad
forwarder dilakukan hanya pada siang hari yaitu jam 07.00 - 18.30. Untuk
memetakan proses penyaradan pada malam hari (jam 18.30 – 23.00) dilakukan
berdasarkan informasi yang diperoleh dari operator sarad, berdasarkan
pengamatan jejak tapak roda forwarder dan berdasarkan jarak (membandingkan
dengan jarak tiap rit pada kegiatan penyaradan siang hari).
Lebar jalur sarad adalah ± 5 meter dan jarak antar jalur sarad berkisar
antara 13,5 meter sampai 15 meter. Jalur sarad terpanjang adalah ± 290 meter dan
diperlukan 8 rit (jarak tiap rit adalah ± 36 meter) untuk menyarad semua sortimen
kayunya ke TPn. Jumlah rit rata-rata yang diperlukan untuk menyarad semua
sortimen kayu tiap jalur sarad adalah 7 rit untuk jalur sarad yang tegak lurus
dengan TPn dan 3 rit untuk jalur sarad yang sejajar dengan TPn. Potensi tegakan
diperkirakan 100 m3/ha yang setara dengan 10 rit penyaradan. Setiap 1 rit
penyaradan diasumsikan 10 m3. Untuk setting dengan luas 10,4 hektar
diperkirakan potensi kayunya sekitar 1000 m3. Jumlah rit maksimum yang
diterima jalur sarad adalah 28 rit dan areal di sekitar TPn terlewati forwarder lebih
dari 30 rit. Hal ini dikarenakan ada salah satu jalur sarad yang berfungsi sebagai
jalur utama/koridor. Jumlah rit total yang diperlukan untuk menyarad semua
sortimen kayu dari setting IX adalah 108 rit. Berdasarkan hasil pengukuran data
di lapangan (data terlampir), pola jalur sarad forwarder dapat dilihat seperti pada
Gambar 7.
Skala 1 : 2.000
Informasi setting :
• Tanaman : A. mangium
• Jarak Tanam : 3x3 m
• Potensi : 100 m3/Ha
• Lebar Jalur Sarad : ± 5 m
• Jarak Antar Jalur Sarad :
13,5 -15 m
• Luas Setting : 10,4 Ha
• Luas TPn : 1100 m2
PETA POLA JALUR SARAD
FORWARDER
Gambar 7. Pola Jalur Sarad Forwarder
38
Arah Penyaradan
39
Pada Gambar 7. di atas terlihat ada dua pola jalur sarad, yaitu jalur sarad
yang tegak lurus dengan TPn dan Jalur sarad yang hampir sejajar dengan TPn.
Hal ini karena adanya area pada sisi jalan angkutan yang berupa cekungan dengan
kondisi tanah yang lunak/berair sehingga kurang memungkinkan untuk dijadikan
TPn dan diusahakan tidak terlewati oleh forwarder, walaupun dari kelas
kelerengannya masih dikategorikan datar (kelerengan kurang dari 8 %). Dengan
pola jalur sarad seperti di atas maka akan ada satu jalur yang berfungsi sebagai
koridor utama. Imbasnya jalur tersebut akan terlewati forwarder jauh lebih
banyak bila dibandingkan dengan jalur sarad yang lain. Tentu saja hal ini akan
sangat berpengaruh terhadap nilai kepadatan tanahnya. Karena semakin banyak rit
yang diterima jalur sarad maka akan semakin tinggi nilai kenaikan kepadatan
tanahnya.
Berdasarkan pola jalur sarad yang dilewati forwarder dilapangan maka
dapat dihitung luas dan persentase areal terpadatkan akibat penyaradan terhadap
luas total setting, seperti yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Perhitungan Luas Areal Terpadatkan Akibat Penyaradan pada
Berbagai Intensitas Penyaradan.
Persentase Luas Areal Terpadatkan (%) Jumlah
Rit
Luas Areal
Terpadatkan
(m2)
/rit/Luas Total
Terpadatkan
/rit/Luas Total
Setting 1 3022,86 18,32 2,91
2 2539,20 15,38 2,44
3 2297,37 13,92 2,21
4 1813,71 10,99 1,74
5 1209,14 7,33 1,16
6 967,31 5,86 0,93
7 846,40 5,13 0,81
8 967,31 5,86 0,93
9 483,66 2,93 0,47
10 544,11 3,30 0,52
>10 1813,71 10,99 1,74
Total 16504,80 100 15,87
Catatan : Luas total setting IX adalah 104.000 m2
40
Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa luas areal terpadatkan (areal yang
dilewati forwarder) adalah 16.504,80 m2 yaitu sekitar 16 % (15,87 %) dari luas
total setting. Areal yang dilewati forwarder sebanyak 1 rit, 2 rit dan 3 rit
merupakan area terluas yang terpadatkan yaitu sekitar 48 % dari luas total
terpadatkan, luasnya berturut-turut adalah 3.022,86 m2, 2.539,20 m
2, dan 2.297,37
m2. Sedangkan untuk area yang dilewati forwarder lebih dari 10 rit yaitu seluas
1.813,80 m2 atau sekitar 11 % dari luas total terpadatkan. Nilai ini lebih besar
dari persentase areal terpadatkan pada rit ke-5 sampai dengan rit ke-10 karena
adanya jalur sarad yang berfungsi sebagai koridor utama dan akibat manuver
forwarder di sekitar TPn. Selain itu disebabkan juga karena tingginya intensitas
penyaradan yang dilakukan untuk mengeluarkan kayu dari setting.
Dengan menggunakan 6-wheel Forwarder Timberjack 1010D sebagai alat
sarad, maka untuk menyarad kayu 1000 m3 diperlukan sekitar 100 rit.
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah total rit untuk menyarad semua sortimen
kayu di Setting IX adalah 108 rit.
Persentase areal terpadatkan pada penelitian ini (16 %) lebih kecil dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2003) di PT. Inhutani II
Kalimantan Selatan. Kurniawan melakukan pengamatan pada dua areal yaitu
Areal A dengan luas 2,4 ha dan Areal B dengan luas 2,09 ha. Persentase areal
terpadatkan pada Areal A adalah 20 % dan Areal B adalah 24 % dari luas total
areal.
41
Gambar 8. Spesifikasi Forwarder 1010D
B. Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan
Perkembangan sistem pemanenan hutan dan kemajuan teknologi serta
konsep pengusahaan hutan modern memacu peningkatan penggunaan alat-alat
berat kehutanan seperti traktor dalam kegiatan pengusahaan hutan. Walaupun
memiliki beberapa kelebihan, penggunaan traktor dalam pemanenan hutan
terutama dalam penyaradan juga menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan berupa kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan
bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kontak yang terjadi
antara permukaan tanah dengan tapak traktor akan mengkibatkan pemadatan
tanah. Pemadatan tanah (Soil Compaction) merupakan proses pergerakan
4045H-115SAE gross hp
Sumber : www.timberjack.com/products/forwarder/1010D.htm
42
partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih
rapat satu sama lain (Markwick, 1944 dalam Matangaran, 1992).
Kepadatan tanah akibat penyaradan dengan menggunakan traktor sangat
berhubungan erat dengan ground pressure yang diterima tanah. Semakin besar
ground pressure yang diterima tanah maka akan semakin intensif pemadatan yang
dialami tanah. Ground pressure yang dihasilkan oleh ban 6-wheel Forwarder
Timberjack 1010D adalah sebesar 7,8 psi 54 kPA untuk ban depan dan 4,2 psi 29
kPA untuk ban belakang pada saat tidak bermuatan. Ground pressure pada saat
bermuatan adalah 7,8 psi 54 kPA untuk ban depan dan 11,5 psi 79 kPA untuk ban
belakang. Dimensi ban depan dan belakang forwarder 1010D adalah 600x34 dan
600x26,5 (www.timberjack.com).
Untuk mengetahui intensitas kenaikan kepadatan tanah akibat penyaradan
dengan menggunakan forwarder 1010D maka dilakukan pengukuran nilai
kerapatan limbak tanah pada setiap intensitas penyaradan (rit) pada bekas jalur
sarad forwarder. Contoh tanah diambil pada tiga tingkat kedalaman yaitu lapisan
permukaan 0-5 cm, kedalaman 5-10 cm dan kedalaman 10-15 cm dengan 10 kali
ulangan. Sebagai kontrol, diambil contoh tanah pada tanah yang tidak dilewati
forwarder (tanah tidak terusik). Sedangkan untuk melihat pengaruh pemberian
serasah terhadap kepadatan tanah di jalur sarad, maka diambil juga contoh tanah
pada bekas jalur sarad tanpa serasah. Contoh tanah diambil tepat pada bekas
tapak roda kiri dan tapak roda kanan forwarder.
Pengambilan contoh tanah dilakukan setelah proses penyaradan selesai.
Pada jalur sarad yang menggunakan serasah, contoh tanah diambil tiap rit hingga
rit 10 dan diambil juga contoh tanah untuk intensitas penyaradan lebih dari 10 rit.
Sedangkan pada jalur sarad tanpa serasah, contoh tanah diambil tiap rit hingga
intensitas penyaradan 5 rit. Sedangkan untuk rit 6, 7, 8, 9, 10 dan >10 tidak
dilakukan pengambilan contoh tanah untuk tiap ritnya karena setelah proses
penyaradan selesai hampir tidak ada tanah bekas lintasan forwarder yang terlewati
lebih dari 5 rit pada bekas jalur sarad. Untuk mewakili intensitas penyaradan
lebih dari 5 rit pada jalur tanpa serasah, contoh tanah diambil di sekitar TPn. Hal
ini karena sebagian besar area tanpa serasah yang dilalui forwarder lebih dari 5 rit
berada di sekitar TPn (tidak di jalur sarad).
43
Tabel 5. Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada Berbagai
Intensitas Penyaradan di Jalur Serasah
Intensitas
Penyaradan
(rit)
Kedalaman
Contoh Tanah
(cm)
Kerapatan Massa
Tanah Rata-rata
(g/cm3)
Porositas Tanah
Rata-rata
(%)
Tanah Kontrol
(0 rit)
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,29
1,33
1,34
51,41
49,99
49,28
1
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,40
1,44
1,44
48,22
46,90
46,98
2
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,46
1,48
1,47
44,84
44,13
44,63
3
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,49
1,50
1,49
43,80
43,56
43,91
4
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,52
1,52
1,54
42,80
42,77
41,99
5
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,53
1,55
1,55
42,35
41,70
41,36
6
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,53
1,56
1,55
42,34
41,07
41,54
7
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,55
1,55
1,55
41,69
41,67
41,54
8
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,56
1,55
1,56
41,19
41,60
41,01
9
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,55
1,57
1,56
41,32
40,64
41,30
10
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,57
1,56
1,56
40,87
41,06
41,05
>10
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,61
1,59
1,60
39,20
39,86
39,79
.
44
Tabel 6. Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada Berbagai
Intensitas Penyaradan di Jalur Tanpa Serasah
Intensitas
Penyaradan
(rit)
Kedalaman
Contoh Tanah
(cm)
Kerapatan Massa
Tanah Rata-rata
(g/cm3)
Porositas Tanah
Rata-rata
(%)
Tanah Kontrol
(0 rit)
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,29
1,33
1,34
51,41
49,99
49,28
1
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,44
1,45
1,44
45,73
45,12
45,50
2
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,48
1,48
1,49
44,20
43,97
43,69
3
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,53
1,52
1,54
42,27
42,59
41,99
4
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,57
1,56
1,56
40,92
41,06
41,10
5
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,58
1,57
1,57
40,42
40,77
40,91
>5*
0 – 5
5 – 10
10 – 15
1,58
1,58
1,59
40,52
40,39
40,18 Keterangan : *Untuk rit >5, contoh tanah diambil di sekitar TPn.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepadatan tanah meningkat seiring
dengan kenaikan intensitas penyaradan. Hal ini terlihat dengan naiknya nilai
kerapatan massa tanah untuk setiap rit yang diterima tanah baik pada jalur serasah
maupun jalur tanpa serasah. Terjadi kenaikan kerapatan massa tanah yang
signifikan pada intensitas penyaradan 1 rit. Nilai kerapatan massa tanah pada
tanah kontrol pada lapisan permukaan 0-5 cm, kedalaman 5-10 cm, dan
kedalaman 10-15 cm berturut-turut adalah 1,29 g/cm3, 1,33 g/cm
3 dan 1,34 g/cm
3.
Nilai ini meningkat pada rit pertama penyaradan, berturut-turut adalah 1,40 g/cm3,
1,44 g/cm3 dan 1,44 g/cm
3 pada jalur serasah dan 1,44 g/cm
3, 1,45 g/cm
3 dan
1,44 g/cm3 pada jalur tanpa serasah. Kerapatan massa tanah terus meningkat
hingga rit kelima baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah dan
kenaikannya cenderung konstan untuk rit selanjutnya. Lapisan permukaan 0-5 cm
45
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 >10
Intensitas Penyaradan (rit)
Kera
pata
n M
assa T
an
ah (
g/c
m3)
0-5 cm
5-10 cm
10-15 cm
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
0 1 2 3 4 5 10
Intensitas Penyaradan (rit)
Kera
pata
n M
assa T
an
ah
(g
/cm
3)
0-5 cm
5-10 cm
10-15 cm
mengalami peningkatan kerapatan massa tanah yang lebih besar bila dibandingkan
dengan kedalaman 5-10 cm dan kedalaman 10-15 cm. Hal ini disebabkan karena
lapisan permukaan tanah 0-5 cm adalah lapisan paling pertama dan paling banyak
menerima beban langsung bila dibandingkan dengan lapisan berikutnya sehingga
mengalami proses pemadatan yang lebih intensif.
Distribusi gaya berat dalam tanah yang sebagian menyebar ke arah sisi
menyebabkan tanah pada lapisan yang lebih dalam menerima gaya pemadatan
yang lebih sedikit (Matangaran, 1992). Kenaikan nilai kepadatan tanah, secara
grafis dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 9. Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah
Dengan Intensitas Penyaradan pada Tiga Tingkat Kedalaman
Gambar 10. Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah
Dengan Intensitas Penyaradan pada Tiga Tingkat Kedalaman
46
Tabel 7. Analisis Ragam Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Tingkat
Kepadatan Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman.
Ftabel Sumber Keragaman Fhitung
0,01 0,05
Jumlah rit terhadap kepadatan tanah di
jalur serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
14,767**
9,837**
8,268**
2,47
2,47
2,47
1.91
1.91
1.91
Jumlah rit terhadap kepadatan tanah di
jalur sarad tanpa serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
16,190**
12,889**
11,244**
3,12
3,12
3,12
2,25
2,25
2,25
Jumlah rit terhadap kepadatan tanah di
jalur serasah dan tanpa serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
9,354**
6,953**
8,318**
3,17
3,17
3,17
2,29
2,29
2,29 Keterangan:
**) Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 99 %.
Hasil analisis ragam di atas menunjukkan bahwa pengaruh intensitas
penyaradan (rit) terhadap kenaikan kepadatan tanah baik di jalur serasah maupun
jalur tanpa serasah berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 %.
Peningkatan intensitas penyaradan (rit) berbanding lurus dengan tingkat
kepadatan tanah, dimana semakin banyak jumlah rit yang diterima tanah maka
nilai kepadatan tanah semakin meningkat.
Dari hasil analisis ragam tersebut maka dilakukan uji lanjut untuk
mengetahui sejauh mana perbedaan pengaruh jumlah rit terhadap tingkat
kepadatan tanah, dan uji yang digunakan adalah uji beda nyata Duncan.
Tabel 8. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah
Intensitas
Penyaradan
(rit)
0 1 2 3 4 5 6 7 9 8 10 >10
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
47
Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit), (3 dengan 4, 5, 6 rit), serta (7 dengan 8, 9 rit) tidak
memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1, dengan 2 dan 3
rit), (4 dengan 5, 6, 7, 9 rit) serta 8 dengan 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 9. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Serasah
Intensitas
Penyaradan
(rit)
0 1 2 3 4 5 7 8 10 6 9 >10
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit), (4 dengan 5, 7, 8 rit), serta (10 dengan 6 rit)
tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1, dengan 2,
3 dan 4 rit), serta (5 dengan 6, 7, 8 , 9, 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 10. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Kepadatan Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Serasah
Intensitas
Penyaradan
(rit)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 >10
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit), dan (5 dengan 6, 7, 8, 9, 10 rit) tidak
memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (0, dengan 1 rit), (2
dengan 3 rit) serta (4 dengan 5, 6, 7, 8 , 9, 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 11. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Tanpa Serasah
Intensitas
Penyaradan(rit) 0 1 2 3 4 5 >5
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit) serta (4 dengan 5, >5 rit) tidak memberikan respon
yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1 dengan 2, 3 rit), serta (4 dengan 5,
>5 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
48
Tabel 12. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Tanpa Serasah
Intensitas
Penyaradan (rit) 0 1 2 3 4 5 >5
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit) serta (4 dengan 5, >5 rit) tidak memberikan
respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 13. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Kepadatan Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Tanpa Serasah
Intensitas
Penyaradan (rit) 0 1 2 3 4 5 >5
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit) serta (3 dengan 4, 5 rit) tidak memberikan respon
yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1 dengan 2, 3 rit) serta 4 dengan 5, >5
rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Dari uji beda nyata Duncan di atas terlihat bahwa kepadatan tanah sudah
berbeda nyata dengan kontrol semenjak rit pertama penyaradan baik pada jalur
serasah maupun jalur tanpa serasah. Setelah rit ke-4 dan seterusnya nilai
kepadatan tanah cenderung konstan (tidak berbeda jauh dengan kepadatan tanah
pada rit ke-4).
Kecenderungan ini disebabkan karena kondisi tanah yang telah padat
karena telah dilewati forwarder beberapa kali sehingga pori-pori tanah semakin
mengecil dan semakin berkurangnya kadar air tanah (15 - 16 %). Finney et.al.
(1993) menyatakan bahwa tanah yang kering sulit untuk terpadatkan.
49
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 >10
Intensitas Penyaradan (rit)
Po
rosit
as (
%)
0 - 5 cm
5 - 10 cm
10 - 15 cm
Tabel 14. Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat
Kepadatan Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah
Jalur Sarad Model Regresi R2 (%)
Jalur Serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Y = - 0,0027X2 + 0,0512X + 1,3366
Y = - 0,0027X2 + 0,0472X + 1,3685
Y = - 0,0026X2 + 0,0457X + 1,3743
90,71
90,87
92,60
Jalur Tanpa Serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Y = - 0,0062X2 + 0,0867X + 1,3202
Y = - 0,0049X2 + 0,0172X + 1,3537
Y = - 0,0046X2 + 0,0677X + 1,3644
95,40
95,06
96,74
Keterangan :
Y = Kerapatan Limbak Tanah (g/cm3)
X = Intensitas Penyaradan (rit)
Meningkatnya nilai kepadatan tanah akibat penyaradan akan
menyebabkan berkurangnya porositas tanah. Dengan adanya tekanan traktor pada
tanah, elemen tanah akan tertekan sampai mencapai keseimbangan baru, sebagai
akibatnya tanah menjadi padat dan kerapatan limbak tanahnya bertambah.
Kepadatan adalah penyebab kerusakan fisik tanah. Pada tanah yang padat ruang
pori yang berisi air dan udara kecil, sehingga porositas tanah rendah. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Sedangkan model hubungan antara
intensitas penyaradan dengan porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 15.
Gambar 11. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada
Jalur Serasah pada Tiga Kedalaman
50
30
35
40
45
50
55
0 1 2 3 4 5 10
Intensitas Penyaradan (rit)
Po
rosit
as T
an
ah
(%
)
0-5 cm
5-10 cm
10-15 cm
Gambar 12. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada Jalur
Tanpa Serasah pada Tiga Kedalaman
Tabel 15. Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas
Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah
Jalur Sarad Model Regresi R2 (%)
Jalur Serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Y = 0,1094X2 - 2,0478X + 49,985
Y = 0,1080X2 - 1,8946X + 48,778
Y = 0,1045X2 - 1,8371X + 48,563
91,86
92,58
93,93
Jalur Tanpa Serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Y = 0,2323X2
– 3,2724X + 50,182
Y = 0,1848X2 – 2,6869X + 48,919
Y = 0,1735X2 – 2,5530X + 48,513
95,40
95,06
96,74
Keterangan :
Y = Porositas Tanah (%)
X = Intensitas Penyaradan (rit)
Porositas tanah pada tanah kontrol adalah 51,41 % pada lapisan
permukaan tanah dan 49,99 % pada kedalaman 5-10 cm serta 49,28 % untuk
kedalaman 10-15 cm. Nilai tersebut menurun menjadi 40,87 % pada lapisan
permukaan dan 41,06 % pada kedalaman 5-10 cm serta 41,05 % untuk kedalaman
10-15 cm pada intensitas penyaradan 10 rit pada jalur serasah, dan nilai ini terus
menurun untuk rit penyaradan selanjutnya. Penurunan ini lebih besar lagi pada
jalur sarad tanpa serasah, karena nilai kenaikan kepadatan tanah pada jalur tanpa
serasah juga lebih besar.
51
Tabel 16. Analisis Ragam Pengaruh Pengaruh Intensitas Penyaradan terhadap
Porositas Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman.
Ftabel Sumber Keragaman Fhitung
0,01 0,05
Jumlah rit terhadap porositas tanah di jalur
serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
14,883**
10,435**
8,240**
2,47
2,47
2,47
1.91
1.91
1.91
Jumlah rit terhadap porositas tanah di jalur
sarad tanpa serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
16,261**
13,796**
11,734**
3,12
3,12
3,12
2,25
2,25
2,25
Jumlah rit terhadap porositas tanah di jalur
serasah dan tanpa serasah
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
9,498**
6,803**
8,625**
3,17
3,17
3,17
2,29
2,29
2,29 Keterangan:
**) Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 99 %.
Hasil analisis ragam di atas menunjukkan bahwa pengaruh intensitas
penyaradan terhadap porositas tanah baik di jalur serasah maupun jalur tanpa
serasah berpengaruh sangat nyata pada taraf kepercayaan 99 %. Peningkatan
intensitas penyaradan berbanding terbalik dengan tingkat porositas tanah, dimana
semakin tinggi jumlah rit maka nilai porositas tanah semakin menurun.
Dari hasil analisis ragam tersebut dilakukan uji lanjut Duncan untuk
mengetahui sejauh mana perbedaan pengaruh intensitas penyaradan terhadap
porositas tanah.
Tabel 17. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah
Intensitas
Penyaradan
(rit)
0 1 2 3 4 5 6 7 9 8 10 >10
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit), (3 dengan 4, 5, 6 rit), serta (7 dengan 8, 9 rit) tidak
memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1, dengan 2 dan 3
rit), (4 dengan 5, 6, 7, 9 rit) serta 8 dengan 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
52
Tabel 18. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Serasah
Intensitas
Penyaradan
(rit)
0 1 2 3 4 5 7 8 10 6 9 >10
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit), (4 dengan 5, 7, 8 rit), serta (10 dengan 6 rit)
tidak memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1, dengan 2,
3 dan 4 rit), serta (5 dengan 6, 7, 8 , 9, 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 19. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Serasah
Intensitas
Penyaradan
(rit)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 >10
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit), dan (5 dengan 6, 7, 8, 9, 10 rit) tidak
memberikan respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (0, dengan 1 rit), (2
dengan 3 rit) serta (4 dengan 5, 6, 7, 8 , 9, 10 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 20. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Tanpa Serasah
Intensitas
Penyaradan(rit) 0 1 2 3 4 5 >5
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit) serta (4 dengan 5, >5 rit) tidak memberikan respon
yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1 dengan 2, 3 rit), serta (4 dengan 5,
>5 rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
53
Tabel 21. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Tanpa Serasah
Intensitas
Penyaradan (rit) 0 1 2 3 4 5 >5
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2, 3 rit) serta (4 dengan 5, >5 rit) tidak memberikan
respon yang berbeda pada tingkat kepercayaan 99 %.
Tabel 22. Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap
Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm pada Jalur Tanpa Serasah
Intensitas
Penyaradan (rit) 0 1 2 3 4 5 >5
Rataan
α = 0,05
α = 0,01
Intensitas penyaradan (1 dengan 2 rit) serta (3 dengan 4, 5 rit) tidak memberikan respon
yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95 % dan (1 dengan 2, 3 rit) serta 4 dengan 5, >5
rit) pada tingkat kepercayaan 99 %.
Berdasarkan uji lanjut Duncan di atas terlihat bahwa pada intensitas
penyaradan rit pertama, nilai porositas tanah sudah berbeda nyata dengan kontrol
pada setiap kedalaman baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Nilai
porositas tanah cenderung konstan setelah intensitas penyaradan 4 rit .
Untuk melihat sejauh mana pengaruh pemberian serasah di jalan sarad
terhadap kenaikan nilai kepadatan tanah dan penurunan nilai porositas tanah maka
dilakukan analisis ragam seperti yang tertera pada Tabel 23.
54
Tabel 23. Analisis Ragam Pengaruh Penggunaan Serasah terhadap Tingkat
Kepadatan dan Porositas Tanah.
Sumber Keragaman Fhitung Sumber Keragaman Fhitung
Pengaruh Serasah
terhadap kepadatan tanah
Rit 1
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Rit 2
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Rit 3
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Rit 4
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Rit 5
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
1,326
0,208
0,044
0,241
0,210
0,599
1,142
0,443
1,929
1,210
1,305
0,331
0,000
0,000
0,000
Pengaruh Serasah
Terhadap Porositas tanah
Rit 1
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Rit 2
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Rit 3
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Rit 4
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
Rit 5
- Kedalaman 0-5 cm
- Kedalaman 5-10 cm
- Kedalaman 10-15 cm
1,425
0,191
0,036
0,216
0,003
0,524
1,114
0,456
2,040
1,211
1,383
0,500
0,000
0,000
0,000
Ftabel (0,05 : 1 ; 18 ) = 4,41
(0,01 : 1 ; 18 ) = 8,29
Berdasarkan hasil analisis ragam di atas menunjukkan bahwa tingkat
kepadatan tanah dan porositas tanah pada jalur sarad yang menggunakan serasah
dengan tidak menggunakan serasah tidak berbeda nyata (Fhitung < Ftabel), berarti
pada penelitian ini serasah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kepadatan tanah dan porositas tanah. Kenaikan nilai kerapatan massa tanah pada
jalur serasah dan jalur tanpa serasah pada rit 1 sampai rit kelima pada kedalaman
0-5 cm hanya berbeda 0,03-0,05 g/cm3 dan cenderung konstan untuk rit
selanjutnya. Sedangkan untuk kedalaman 5-10 cm dan 10-15 cm hampir tidak
memperlihatkan perbedaan yang berarti (0,01-0,02 g/cm3), terkecuali pada rit
kelima pada kedalaman 10-15 cm perbedaan kerapatan massa tanah adalah 0,05
g/cm3. Hal ini berhubungan dengan kondisi serasah yang diberikan dijalur sarad.
55
Pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa serasah tidak diatur rapi dan
kondisi serasah sebelum proses penyaradan dilakukan sudah mengering dan pada
saat dilewati forwarder untuk rit pertama dan kedua penyaradan, serasah mulai
hancur karena tidak mampu menahan beban yang ditimbulkan oleh forwarder.
Sebagian dari serasah di jalur sarad bergeser ke kiri dan ke kanan jalur sarad
ketika dilewati forwarder karena ada cabang dan ranting pohon dengan diameter
lebih dari 8 cm yang tidak dipotong-potong. Mengeringnya serasah sebelum
proses penyaradan dikarenakan oleh suhu di lokasi penelitian yang tinggi karena
bertepatan dengan musim kering.
Selain hal di atas, jumlah dan ketebalan serasah merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi kemampuan serasah untuk menahan beban dari forwarder.
Koshi dan Fryrear (1973) mengadakan penelitian tentang efek dari lintasan
traktor, pemberian serasah (mulch) dan konfigurasi tempat tumbuh benih pada
tanah. Serasah terdiri dari tiga ukuran yaitu 0,56; 11,2 dan 22,4 ton/ha. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian serasah besar dari 11,2 ton/ha secara
signifikan menurunkan nilai kepadatan tanah, meningkatkan hydroulic
conductivity, porositas tanah, kandungan bahan organik tanah pada lintasan traktor
pada kedalaman 15 cm.
Pada tanah yang padat ruang pori yang berisi air dan udara kecil, sehingga
porositasnya rendah. Air dan udara sukar bergerak melalui tanah, karena hanya
sedikit pori-pori yang berukuran besar. Penyediaan air dan oksigen untuk
pertumbuhan tanaman sangat erat kaitannya dengan jumlah dan ukuran pori-pori
tanah. Menurunnya porositas tanah akibat pemadatan tanah akan memberikan
pengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman.
C. Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat
Untuk melihat pengaruh pemadatan tanah terhadap respon pertumbuhan
tanaman, maka dilakukan penanaman semai di bekas jalur sarad forwarder yaitu
pada tanah yang terlewati 3 rit penyaradan. Penanaman semai juga dilakukan di
tanah yang tidak dilalui oleh forwarder, yang digunakan sebagai kontrol. Jenis
tanaman yang ditanam adalah jenis cepat tumbuh (fast growing species) sebanyak
56
tiga jenis yaitu Acacia mangium, Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea.
Bibit diperoleh dari persemaian Unit VI Lubuk Guci wilayah II Benakat. Umur
bibit yang di tanam adalah Acacia mangium berumur 10 bulan dan Swietenia
macrophylla serta Gmelina arborea berumur 14 bulan.
Proses penanaman dilakukan dengan sistem tugal, yaitu melubangi tanah
dengan kayu. Lubang tanam dibuat seukuran dengan panjang akar. Respon
pertumbuhan yang diamati meliputi pertambahan tinggi, pertambahan panjang
akar, serta berat kering akar dan pucuk. Pengamatan dilakukan selama dua bulan
semenjak penanaman. Sedangkan perlakuan yang diberikan terhadap tanaman
hanya penyiraman pada satu minggu pertama penanaman dan diusahakan tidak
menggganggu kondisi tanah serta pemeliharaan dari hama jika diperlukan.
Penyiraman terpaksa dilakukan karena kondisi lingkungan sangat kering sebab
waktu penelitian bertepatan dengan musim kering.
Tabel 24. Rata-rata Respon Pertumbuhan Semai pada Tanah Kontrol dan Tanah
Padat
Acacia mangium Swietenia
macrophylla Gmelina arborea Respon
Pertumbuhan
Semai Tanah
Kontrol
Tanah
Padat
Tanah
Kontrol
Tanah
Padat
Tanah
Kontrol
Tanah
Padat
Tinggi (cm) 2,14 1,49 0,75 0,56 1,37 1,17
Akar (cm) 3,45 2,84 1,57 1,27 2,66 1.76
NPA 2,197 2,343 1,544 1,50 0,745 0.86
Keterangan :
Tinggi = Selisih antara tinggi akhir semai dengan tinggi awal semai
Akar = Selisih antara panjang akar akhir dengan panjang akar awal semai
NPA = Nisbak pucuk dan akar
* Tinggi awal semai diukur pada saat penanaman (tepat pada saat semai selesai
ditanam).
* Panjang akar awal semai diukur sebelum proses penanaman dengan cara
membandingkan dengan semai lain yang mempunyai ukuran/dimensi yang sama
dengan semai yang akan ditanam.
* Tinggi akhir dan panjang akar akhir semai diukur setelah tanaman dipanen yaitu
2 bulan setelah penanaman.
* Bulk density untuk tanah kontrol adalah 1,32 g/cm3
* Bulk density untuk tanah padat (rit ke-3) adalah 1,49 g/cm3
57
Berdasarkan pengamatan, terlihat respon tinggi semai terbesar yaitu pada
jenis Acacia mangium, berturut-turut yaitu 2,14 cm pada tanah kontrol dan 1,49
cm di bekas jalan sarad forwarder, sedangkan pertambahan tinggi terkecil yaitu
pada jenis Swietenia macrophylla yaitu 0,75 cm pada tanah kontrol dan 0,56 cm
pada bekas jalur sarad forwarder. Pertambahan panjang akar terbesar juga pada
jenis Acacia mangium yaitu 3,45 cm pada tanah kontrol dan 2,84 cm pada bekas
jalur sarad forwarder, sedang pertambahan panjang akar terkecil terjadi pada jenis
Swietenia macrophylla yaitu 1,57 cm pada tanah kontrol dan 1,27 cm pada bekas
jalur sarad forwarder. Untuk nilai nisbah pucuk dan akar (NPA), nilai terbesar
adalah jenis Acacia mangium sebesar 2,197 pada tanah kontrol dan 2,343 pada
bekas jalur sarad forwarder. NPA terkecil yaitu Gmelina arborea sebesar 0,745
pada tanah kontrol dan 0,86 pada bekas jalur sarad forwarder. Dari pengamatan
terlihat bahwa pertumbuhan tanaman di tanah yang tidak terlewati oleh forwarder
cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan tanah bekas jalur sarad forwarder.
Dari hal diatas terlihat bahwa Acacia mangium dapat tumbuh lebih baik
bila dibandingkan dengan Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea baik di
tanah kontrol maupun di tanah bekas jalur sarad forwarder. Hal ini adalah karena
Acacia mangium adalah salah satu jenis tanaman pionir yang mempunyai tingkat
kemampuan tumbuh yang tinggi.
Acacia mangium tumbuh dengan baik pada tanah yang tererosi, bebatuan,
tanah miskin hara mineral dan juga pada cuaca yang tinggi atau tanah aluvial. Di
Queensland tanaman ini secara umum ditemukan pada tanah ultisol masam dan
hanya jarang terdapat pada tanah yang terbentuk dari batuan dasar. Di Pulau
Seram (Indonesia) jenis ini dilaporkan tumbuh pada tanah ultisol (podsolik merah
kuning) (National Research Council, 1983).
58
Tabel 25. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Tanaman di Tanah Tak
Terusik (Kontrol) dan Jalur Sarad
Ftabel Sumber Keragaman Fhitung
0,01 0,05
Acacia mangium
- Tinggi
- Panjang Akar
- BKb
- BKa
- NPA
1,335
0,744
0,015
2,319
0,146
8,29
8,29
8,29
8,29
8,29
4,41
4,41
4,41
4,41
4,41
Swietenia macrophylla
- Tinggi
- Panjang Akar
- BKb
- BKa
- NPA
0,921
0,517
0,233
0,505
0,019
8,29
8,29
8,29
8,29
8,29
4,41
4,41
4,41
4,41
4,41
Gmelina arborea
- Tinggi
- Panjang Akar
- BKb
- BKa
- NPA
0,490
6,091*
0,037
0,045
0,386
8,29
8,29
8,29
8,29
8,29
4,41
4,41
4,41
4,41
4,41
*) berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
Keterangan :
Tinggi = Selisih antara tinggi akhir semai dengan tinggi awal semai
Panjang Akar = Selisih antara panjang akar akhir dengan panjang akar awal semai
BKb = Berat kering pucuk
BKa = Berat kering akar
NPA = Nisbak pucuk dan akar
Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan untuk melihat pengaruh jalan
sarad (tanah terpadatkan) terhadap respon pertumbuhan ketiga jenis tanaman
terlihat bahwa tanah bekas jalan sarad forwarder tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap hampir semua respon yang diamati, kecuali pada respon
pertambahan panjang akar Gmelina arborea. Tanah bekas jalur sarad forwarder
(tanah terpadatkan) memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang
akar Gmelina arborea pada taraf kepercayaan 95 %. Hal ini lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 13, 14, dan 15.
59
0
1
2
3
4
5
Pert
am
bah
an
tin
gg
i (c
m)
Pert
am
bah
an
pan
jan
g a
kar
(cm
)
Bera
t K
eri
ng
Pu
cuk
(g
)
Bera
t K
eri
ng
Ak
ar
(g)
Nis
bah
Pu
cu
k A
kar
Jalur Sarad
Tanah Kontrol
0
1
2
3
4
5
Pert
amb
ahan
tin
gg
i (c
m)
Pert
amb
ahan
pan
jan
g a
kar
(cm
)
Ber
at K
erin
g
Pu
cuk
(g
)
Ber
at K
erin
g
Ak
ar (
g)
Nis
bah
Pu
cuk
Ak
ar
Jalur Sarad
Tanah Kontrol
Gambar 13. Respon Pertumbuhan Rata-rata Acacia mangium pada Tanah
Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik
Gambar 14. Respon Pertumbuhan Rata-Rata Swietenia macrophylla Pada Tanah
Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik
60
0
1
2
3
4
5
Pert
am
bahan
tinggi (
cm
)
Pert
am
bahan
panja
ng a
kar
(cm
)
Bera
t K
ering
Pucuk (
g)
Bera
t K
ering
Akar
(g)
Nis
bah P
ucuk
Akar
Jalur Sarad
Tanah Kontrol
Gambar 15. Respon Pertumbuhan Rata-rata Gmelina arborea pada Tanah Bekas
Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pertambahan pertumbuhan ketiga
jenis tanaman yang ditanam sangat kecil baik di tanah tidak terusik maupun di
tanah bekas jalur sarad forwarder. Hal ini disebabkan karena kondisi kepadatan
tanah yang cukup tinggi dan porositas tanah yang rendah serta rendahnya
kandungan unsur hara tanah.
Penelitian Matangaran (1992), memperlihatkan bahwa nilai kritis
kerapatan limbak tanah terhadap pertumbuhan benih adalah 1,4 g/cm3, sedangkan
kerapatan limbak tanah 1,3 g/cm3 sudah memberikan respon yang jelek terhadap
pertumbuhan benih. Pada penelitian ini kerapatan limbak tanah untuk tanah
kontrol saja sudah mencapai 1,29 g/cm3 pada kedalaman 0-5 cm, sedangkan untuk
tanah bekas jalur sarad forwarder pada intensitas penyaradan 3 rit sudah mencapai
1,49 g/cm3 untuk kedalaman 0-5 cm. Tentu saja hal ini akan memberikan respon
yang jelek terhadap pertumbuhan. Semakin tinggi tingkat kepadatan tanah maka
porositas tanah akan semakin kecil, sehingga kemampuan tanah untuk
mendistribusikan air serta nutrisi tanaman akan terganggu. Tanah yang padat akan
membatasi penetrasi akar tanaman. Penetrasi akar yang terhambat akan
mengakibatkan berat, volume dan panjang akar tanaman menurun (Hamzah,
1983).
Sementara itu, Hasckaylo (1960), Kramer dan Kozlowski (1960, Grable
dan Siemer (1968), Champion dan Barley (1996) dalam Poerwowidodo (1992),
61
menyatakan tanah yang padat mengurangi kapasitas menyekap air, mengurangi
kandungan udara dan memberikan hambatan fisik yang besar pada penerobosan
akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuannya memanen air, udara dan
hara, seperti pengecilan matra daun dan batang, pemendekan ruas batang,
pembesaran pangkal batang, pemudaran warna hijau daun dan pengguguran daun
lebih dini sehingga tanaman berpenampilan kerdil dan memperlihatkan bentuk
reset. Hal di atas sedikit tergambar dalam penelitian ini.
Gambar 16. Lokasi Penanaman Tanaman Acacia mangium
62
Gambar 17. Lokasi Penanaman Tanaman Swietenia macrophylla
Gambar 18. Lokasi Penanaman Tanaman Gmelina arborea
63
Gambar 19. Respon Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium pada Bekas Jalan
Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk
density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman.
Gambar 20. Respon Pertumbuhan Tanaman Swietenia macrohylla pada Bekas
Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk
density 1,32 g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman
64
Gambar 21. Respon Pertumbuhan Tanaman Gmelina arborea Pada Jalan Sarad
(bulk density 1,49 g/cm3) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32
g/cm3) Setelah 2 Bulan Penanaman.
65
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sistem penyaradan dengan menggunakan forwarder di HTI merupakan
proses penyaradan terpola, dimana kayu disarad per jalur sarad dan forwarder
mengikuti pola jalur sarad yang telah direncanakan. Penyaradan dengan sistem ini
mengakibatkan ± 16 % dari luas total setting pemanenan mengalami peningkatan
kepadatan tanah.
Nilai kepadatan tanah semakin meningkat seiring dengan semakin
bertambahnya intensitas penyaradan. Peningkatan nilai kepadatan tanah akibat
penyaradan berdampak pada penurunan nilai porositas tanah.
Pemberian serasah di jalur sarad tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
kepadatan tanah dan porositas tanah.
Pertumbuhan tanaman di bekas jalur sarad yang dilewati forwarder
cenderung lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman di tanah yang
tidak dilewati forwarder. Analisis sidik ragam yang dilakukan terhadap pengaruh
tanah bekas jalur sarad yang dilewati forwarder hanya memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap respon panjang akar semai Gmelina arborea.
B. Saran
Mengingat adanya jalur sarad yang terlewati lebih dari 10 rit bahkan
mencapai 28 rit, maka disarankan adanya perencanaan pola jalur sarad yang lebih
terpola dan ramah lingkungan dan tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi
dan topografi saja.
66
DAFTAR PUSTAKA
Abbas. 1990. Mempelajari Pemadatan Tanah Karena Operasi Alat dan Mesin
Pertanian pada Budidaya Tebu di PG. Cinta Manis, Sumatera Selatan.
PTP XXI-XXII (Persero). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Bogor. Tidak Diterbitkan.
Al-Rasyid, H dan Mangsud. 1973. Percobaan Permudaan Alam Mahoni
(Swietenia spp.) di Kelompok Hutan Tanaman Ngraho dan Tobo.
Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.
Al-Rasyid, H. 1991. Faktor Kualitas Lahan Pembatas untuk Pertumbuhan
Gmelina arborea Linn. Buletin Penelitan Hutan No. 540: 1-23.
Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1964. The Nature and Properties of Soil. The
Mc Millan Company, New York.
Conway, S. 1976. Logging Practices. Miller Freeman Publication, Inc. New
York
Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah. (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis).
Erlangga. Jakarta.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia.
Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Direktorat Reboisasi dan Rehabililtasi. 1980. Pedoman Pembuatan Tanaman
Kehutanan. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, Direktorat Jenderal
Kehutanan. Jakarta.
Elias. 1980. Pembukaan Wilayah Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Gaultney, Z. ; G. W. Kruiz; G. C. Stenhardt and J. B. Lijedahl. 1982. Effect of
Soil Compaction on Corn Yield Trans, of ASAE 25 (3) : 563.
Greacen, E. L. and R. Sands. 1980. Compaction of Forest Soil Australian
Journal of Soil Research. Volume 18 No 2. P: 163-189.
Hamzah, Z. 1983. Ilmu Tanah Hutan. Proyek Peningkatan Pengembangan
Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Medityatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II (Terjemahan). Yayasan
Sarana Wana Jaya. Jakarta.
67
Hillel, D. 1980. Soil and Water. Physical and Principles and Processes.
Academic, Press. New York.
Jorge, J. A., R. S. Mansell, F. M. Rhoads, S. A. Bloom, and L. C. Hammond.
1992. Compaction of Fallow Sandy Loam Soil by Tractor Tires. Soil.
Sci. Williams and Wilkins. Vol. 1534 : 322-330.
Juta, E. H. P. 1954. Pemungutan Hasil Hutan. N. V. Timun Mas. Jakarta.
Kasmudjo. 1990. Beberapa Sifat Kayu Gmelina dan Kemungkinan
Pengembangannya. Duta Rimba 16 (119-120) : 3-8
Koshi, P. T and D. W. Fryrear. 1973. Effect of Traffic, Surfase Mulch, and
Seedbed Configuratin on Soil Properties. Soil. Sci. Soc. Amer. Proc.
Vol. 37 : 758 - 762.
Kurniawan, A.D. 2003. Pengaruh Penyaradan Kayu Oleh Forwarder Terhadap
Kepadatan Tanah Di PT. Inhutani II Kalimantan Selatan Unit Stagen
Sub Unit HTI Semaras. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan.
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidak Diterbitkan.
Kusuma, I. D. 1989. Uji Cepat Viabilitas Benih Swietenia macrophylla King
dengan Menggunakan Sinar-X. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan.
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidak Diterbitkan.
Lumintang, T. M. dan I. Hidayat. 1982. Pengaruh Pembedaan dan Intensitas
Lalu lintas Traktor Terhadap kepadatan Tanah (Soil Compaction) Serta
Distribusinya Menurut Kedalaman Tanah. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Lamb, A. F. A. 1968. Gmelina arborea, A Fast Growing Timber Tree of The
Lowland Tropics. Department of Forestry Commonwealth Forestry
Institute, Univercity Oxford. Oxford.
Lutz, J. H., and R. F. Chandler. 1946. Forest soil. John Wiley and Sons, New
York.
Mahyew, J. E. dan A. C. Newton. 1998. The Silviculture of Mahogany. Biddles
Ltd. Guildford and King’s Lynn. Great Britanian.
Martawijaya, A. 1981. Atlas Kayu Indonesia, Jilid I, Lembaga Penelitian Hutan,
Bogor.
Matangaran, J.R, 1992. Pengaruh Intensitas Penyaradan Kayu Oleh Traktor
Berban Ulat Terhadap Pemadatan Tanah Dan Pertumbuhan Kecambah
Meranti (Shorea selanica BL) Dan Jeunjing (Paraserianthes falcataria
Nielson). Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tidak Diterbitkan.
68
Matangaran, J.R., R.S. Suprapto, D. Tinambunan dan S. Manan. 1995. Pengaruh
Intensitas Penyaradan Kayu oleh Traktor Berban Ulat Terhadap
Pemadatan tanah dan pertumbuhan kecambah. Jurnal penelitian Hasil
hutan. Vol. VIII No. 1. hal 29 - 34.
National Research Council. 1983. Mangium and Other Fast Growing Acacias
for The Humid Tropics. National Academy Press. Washington, D. C.
Nicholson, D. I. 1981. The Natural Occurrence and Conservation Status of
Acacia mangium Wild In Australia. Technical Note No. 5. Department
of Forestry, Queensland. Australia.
Noltes, A. C. 1926. Swietenia macrophylla Jack dan Swietenia macrophylla
King. Pengumuman No. 15. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.
Poerwowidodo. 1992. Metode Selidik tanah. Usaha Offset Printing. Surabaya.
Ruslan, M. 1979. Pengaruh Jalan Sarad Terhadap Erosi dan Run Off di
Kesatuan Usaha PT. Inhutani II6 Stagen P. Laut Kalimantan selatan.
Skripsi Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tidak Diterbitkan.
Risdanarti, Y. 1999. Pengaruh Kepadatan Tanah, Media Tumbuh dan
Cendawan Ektomikoriza Terhadap Pertumbuhan semai Eucalyptus
urophylla S.T. Blake. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan.
Sambas, S. 1994. Tinjauan Tingkat Perubahan dan Pemulihan Sifat fisik Tanah
Podsolik pada Bekas Jalan Sarad Traktor. Skripsi Jurusan Manajemen
Hutan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.
Samingan, T. 1982. Dendrologi. PT. Gramedia. Jakarta.
Simmons. C. F. 1951. Northeastern Loggers Hand Book. Northeastern Forest
Experiment Station Forest Service. Washington.
Smith, M. J. 1992. Mekanika Tanah (Soil Mechanics). Erlangga. Jakarta.
Soedarmo, D. H. dan D. Prayoto. 1985. Fisika Tanah Dasar. Bagian Konservasi
Tanah dan Air. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soeriaegara, I. dan A. Indrawan. 1985. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Solihin, H. Z. 1995. Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Beban Rantai
Terhadap Pemadatan Tanah Dan Erosi Tanah di Jalan Sarad. Skripsi
Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Tidak Diterbitkan.
69
Suparto, R. S. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Fakutas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sutisna, U., Purnadjaja dan Titi Kalima. 1998. Pedoman Pengelolaan Pohon
Hutan di Indonesia. Yayasan PROSEA. Bogor.
Tinambunan. 1987. Pentingnya Peningkatan Usaha Pengendalian Gangguan
Lingkungan Dalam Pengusahaan Hutan. Duta Rimba XIII (83 - 84) : 11
-15.
Tiryana, T. 1997. Penerapan Metode Plot Tidak Permanen Dengan Teknik
Penarikan Contoh Berulang. Dalam Pendugaan Pertumbuhan Tegakan
Mahoni (S. Macrophylla King) di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Skripsi Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Tidak Diterbitkan.
United Tractors. 1993. Teknologi Baru dalam Pemanenan Kayu. PT. United
Tractor. Jakarta.
Wackerman, A. E. 1949. Harvesting Timber Crops. C. Graw Hill Book
Company. Inc. New YorK.
Wronski, E. B. 1984. Impact of Tractor Thinning Operation on Soil and Tree
Roots in a Karri Forest, Weatern Australia. Aust. For. Res., 14 : 319 –
332.
70
70
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
PETA LOKASI PENELITIAN
PT. MUSI HUTAN
PERSADA
WIL. II BENAKAT
UNIT VIII
TEBING INDAH
BLOK TERAS
U
Skala
1 : 100.000
Lokasi Penelitian
Setting IX
71
Lampiran 2.
Data Pengukuran Pola Jalan Sarad Forwarder
Jalur Azimut Jarak Datar Jalur Azimut Jarak Datar
Sarad Rit
( ° ) (m) Sarad Rit
( ° ) (m)
A 1 Titik Ikat (0°) 7 352 29
243 95 171 29
199 11,5 154 28
160 31 334 28
155 29,5 8 350 29
163 116 170 27,8
150 24 151 6,1
163 42 332 6,5
344 41,2 356 30,5
330 26 B 1 87 9
343 115 157 19
337 28 135 7
2 355 30 180 9
175 31 162 45
154 30 158 157
163 105 334 157,5
153 35 343 44,5
163 17 359 9
342 17,2 315 7
333 36,5 336 20
342 108 280 9,4
338 31 2 102 9,5
3 354 32 157 20
174 32 134 7
155 28 180 9
164 106 163 46
154 34 158 128
342 34 334 128
330 109 342 46
341 25 0 9,2
4 354 31 315 7
173 29 336 20,5
157 29,5 280 8,5
162 82 3 102 9
332 33 157 20
341 31 135 7
5 352 32 180 9
177 32 162 45
158 29,5 158 103
162 53,5 334 103
333 52,5 342 45
341 30 0 9
6 352 29 315 7
169 30 336 20
154 28,5 278 10
162 26,5 4 110 10
333 27 157 20,5
342 28 135 7
72
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
180 9,5 315 7
162 44,5 336 20
158 76 348 12
334 76 9 168 12
342 45 157 21
0 9 337 21
315 7 0 11
336 20 62 6
300 9 C 1 76 8
5 120 10 139 18
157 20 168 22
135 7 348 22
180 8 319 18
162 45 257 9
156 49 2 76 9
336 49 139 18
342 45 168 36
0 8 158 198
315 7 238 198
336 19 348 36
322 12 319 18
6 142 12 256 7
157 19 3 76 7
135 7 138 18
180 8 168 36
162 45 158 164
156 21 238 164
336 21 348 36
342 45 319 18
0 8 255 7
315 7,5 4 76 7
336 19 138 18
334 11 168 36
7 144 11 158 134
157 20 238 134
135 7 348 36
180 8 319 18
162 37 256 9
146 8 5 76 9
326 8 138 18
342 7 168 36
0 8 158 106
315 7 238 106
336 20 348 36
0 11 319 18
8 180 11 255 9
157 20 6 76 9
135 7 138 18
180 8 168 36
162 17 158 73
342 17 238 73
0 8 348 36
73
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
319 18 315 5
256 9 245 20
7 76 9 5 139 17
138 18 168 36
168 36 135 47
158 42 165 26
238 42 152 33
348 36 159 70
319 18 339 70
256 8 332 33
8 76 9 345 26
138 18 315 47
168 36 348 36
158 13 319 16
238 13 6 139 16
348 36 168 36
319 18 135 47
256 7 165 26
D 1 65 26 152 33
135 5 159 36
165 34 339 36
345 34 332 33
315 5 345 26
345 25 315 47
2 65 20 348 36
135 5 319 16
165 50 7 139 16
152 14 168 36
332 14 135 47
345 50 165 26
315 5 152 33
245 20 159 10
3 65 20 339 10
135 5 332 33
165 50 345 26
152 47 315 47
332 47 348 36
345 50 319 16
315 5 8 139 16
245 20 168 36
4 65 25 135 47
135 5 165 26
153 49 152 13
165 73 332 13
152 33 345 26
149 96 315 47
90 8 348 36
270 8 319 16
329 96 E 1 139 16
332 33 168 36
345 73 135 47
333 49 165 26
74
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
152 33 340 23
159 58 296 26
116 26 345 44
160 14 333 50
115 11 315 7
295 11 6 73 19
340 14 160 116
296 26 340 116
339 58 253 17
332 33 7 73 16
345 26 160 86
315 47 340 86
348 36 253 16
319 16 8 73 16
2 139 16 160 53
168 36 340 53
135 47 253 13
165 26 9 73 13
152 33 160 19
159 58 81 9
116 26 314 23
340 118 270 8
296 27 F 1 90 8
345 44 134 39
333 51 160 19
315 5 340 31
245 12 298 28
3 90 13 270 7
153 50 2 90 7
165 44 134 39
116 27 160 217
160 89 90 8
340 89 270 8
296 27 340 217
345 44 314 39
333 50 270 7
315 11 3 90 7
4 90 11 134 39
153 50 160 187
165 44 340 187
116 26 314 39
160 57 270 7
340 57 4 90 7
296 26 134 39
345 44 160 152
333 50 340 152
315 7 314 39
5 135 7 270 7
153 50 5 90 7
165 44 134 39
116 26 160 120
160 23 340 120
75
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
314 39 6 134 82
270 7 160 31
6 90 7 340 31
134 40 314 82
160 88 H 1 134 82
340 88 119 18
314 39 153 43
270 9 121 13
7 90 9 301 13
134 39 333 43
160 58 299 18
340 58 314 82
314 39 2 134 82
270 9 160 67
G 1 90 7 110 25
134 39 160 46
108 24 180 7
160 24 0 7
340 24 340 46
288 24 290 25
314 39 340 66
253 19 314 80
2 73 19 3 134 82
134 39 160 67
108 24 110 25
160 173 160 26
90 15 90 6
270 15 270 6
340 173 340 26
288 24 333 72
314 39 299 18
253 15 314 82
3 73 15 4 134 82
134 39 119 18
108 24 153 73
160 131 101 12,5
340 131 281 12,5
288 24 333 73
314 39 299 18
270 5 314 82
4 60 5 I 1 241 32
134 39 238 53
108 24 171 24
160 122,5 139 12,5
340 31,5 160 183
319 57 340 183
340 50 319 12,5
314 43 351 24
5 134 82 50 16
160 63 2 230 16
340 63 171 24
314 82 139 12,5
76
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
160 152 0 43
340 152 2 180 43
319 12,5 192 29
351 24 162 75
50 16 155 61
3 230 16 335 61
171 24 342 75
139 12,5 12 29
160 123 0 43
340 123 3 180 43
319 12,5 192 29
351 24 162 75
50 16 155 29
4 230 16 335 29
171 24 342 75
139 12,5 12 29
160 91 0 43
340 91 4 180 43
319 12,5 192 29
351 24 162 74
50 16 342 74
5 230 16 12 29
171 24 0 43
139 12,5 5 180 43
160 62,5 192 29
340 62,5 158 45
319 12,5 338 45
351 24 12 29
50 13 0 43
6 230 13 6 180 43
171 24 192 29
139 12,5 158 15
160 29 238 31
340 29 340 38
319 12,5 42 29
351 24 7 222 29
50 13 160 39
7 230 13 340 39
171 24 42 29
139 11 8 222 29
319 11 160 9,5
351 24 230 12
50 13 180 8
J 1 230 13 0 25,5
171 24 49 15
139 12,5 K 1 229 15
160 123 180 33
180 45 160 93
160 18 146 12,5
340 18 180 9
0 45 160 56
340 123 180 6,5
77
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
0 6,5 2 229 29
340 56 180 10
0 9 226 95
326 12,5 46 95
340 93 0 10
0 33 49 29
49 15 3 229 29
2 209 9,5 180 10
160 58 226 63
162 52 46 63
189 25 0 10
180 9 49 29
160 40 9 1 209 23
340 40 180 24
0 9 160 148
9 25 226 28
342 52 180 8
340 58 0 8
29 9 46 28
3 209 9 340 148
160 58 0 24
162 52 29 23
189 25 8 1 209 23
180 9 180 24
160 11,5 160 112,5
340 126 180 18
0 33 226 65
49 15 46 65
4 229 15 0 27,5
180 33 9 31
160 95 340 112
340 95 29 5,5
0 33 2 209 5,5
49 16 160 48
5 229 16 162 53
180 33 189 26
160 64 180 27
340 64 226 34
0 33 46 34
49 17 0 27
6 209 23 9 26
180 17 342 53
160 32 340 48
340 32 29 5
0 17 7 1 209 16
29 24,5 180 28
1 1 229 28 160 93
180 10 180 15
226 30,5 226 99
46 30,5 46 99
0 10 0 15
49 29
78
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
340 93 180 18
0 34 201 6
29 5,5 220 35
2 209 5,5 235 17
180 34 226 8
160 93 46 8
191 19 55 17
226 61 40 35
46 61 21 6
11 19 0 18
340 93 340 92,5
0 34 0 36
29 5 4 180 36
3 209 5 160 92,5
180 34 180 18
160 92,5 201 6
191 28 220 28
226 29 40 28
46 29 21 6
11 28 0 18
340 92,5 340 92,5
0 37 0 25
6 1 180 37 327 9
160 92,5 5 1 209 12
180 18 160 69
201 6 180 22
220 35 201 13
235 17 239 55
226 66 223 79
46 66 43 79
55 17 59 55
40 35 21 13
21 6 0 22
0 18 340 63
340 92,5 29 12
0 37 2 209 12
2 180 37 160 68,5
160 92,5 180 22,5
180 18 202 13
201 6 239 55
220 35 223 48
235 17 43 48
226 36 59 55
46 36 22 13
55 17 0 22,5
40 35 340 68,5
21 6 29 10
0 18 3 209 10
340 92,5 160 69
0 36 180 22
3 180 36 202 13
160 92,5 239 39
79
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
59 39 46 56
22 13 0 17
0 22 340 37
340 69 0 25
29 9 3 1 180 25
4 209 9 170 32
160 70 199 7
180 24,5 226 35
202 5 46 35
226 9,5 19 7
46 9,5 350 32
340 17 0 24
270 3,8 2 180 24
226 15 170 32
46 26 199 7
0 18 226 71
340 55,5 46 71
29 9 19 7
4 1 180 26 350 32
160 34 0 24
180 18 3 180 24
226 87,5 170 32
217 29 199 7
236 33 226 105
56 33 46 105
37 29 19 7
46 87,5 350 32
0 18 0 24
340 34 2 1 180 24
0 25 198 20,5
2 160 11 221 31
180 24 239 22
160 29 219 31
180 17 226 29
266 116,5 180 7
86 116,5 0 7
0 17 46 29
340 29 39 31
0 24 59 22
340 11 41 31
3 180 25 18 20,5
160 37 0 23
180 17 2 180 23
226 87 198 20
46 87 221 31
0 17 239 22
340 37 219 30,5
0 25 226 16
4 180 25 180 27
160 37 0 27
180 17 46 16
226 56 39 30,5
80
Lampiran 2. (Lanjutan)
Jalur Rit Azimut Jarak Datar Jalur Rit Azimut Jarak Datar
Sarad ( ° ) (m) Sarad ( ° ) (m)
59 22
41 31
18 20
0 21
3 180 21
198 20
221 31
239 22
219 28
39 28
0 24,5
46 57
0 15
4 180 32,5
198 13
226 45
46 45
18 13
0 31
5 180 31
198 13
226 14
46 14
18 13
0 30
270 9
Keterangan :
Titik Ikat : Persimpangan Jalan Angkutan (Diasumsikan Azimutnya 0°)
Luas Setting Pemanenan : 10,4 ha
Lebar jalur sarad : 5 m
Jarak Jalur Sarad Dengan Jalur Sarad Selanjutnya :13,5 - 15 m
Jalur sarad terpanjang : 290 m
Kelas Kelerengan :Datar (kurang dari 8 %)
82
Lampiran 4
Hasil Kerapatan Massa tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Tanah Tidak Terusik (kontrol)
Data Kepadatan Tanah pada Tanah Tidak Terusik (Kontrol)
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
Ka1 145,33 99,51 120,08 21,03 1,46 1,21 54,46
Ka2 161,18 99,36 128,56 25,37 1,62 1,29 51,17
Ka3 150,95 99,51 126,47 19,36 1,52 1,27 52,04
Ka4 147,95 99,36 124,50 18,84 1,49 1,25 52,72
Ka5 158,13 99,51 135,90 16,36 1,59 1,37 48,46
Ka6 165,68 99,36 138,85 19,32 1,67 1,40 47,27
Ka7 149,38 99,51 127,54 17,12 1,50 1,28 51,63
Ka8 151,09 99,36 120,26 25,64 1,52 1,21 54,33
Ka9 157,09 99,51 125,63 25,04 1,58 1,26 52,36
0 - 5
Ka10 152,37 99,36 132,52 14,98 1,53 1,33 49,67
Rata - rata 20,30 1,55 1,29 51,41
Kb1 160,94 99,78 136,72 17,72 1,61 1,37 48,29
Kb2 150,54 98,83 125,58 19,87 1,52 1,27 52,05
Kb3 161,67 99,78 141,20 14,49 1,62 1,42 46,60
Kb4 155,30 98,83 131,25 18,33 1,57 1,33 49,89
Kb5 163,34 99,78 136,63 19,55 1,64 1,37 48,33
Kb6 154,51 98,83 126,40 22,24 1,56 1,28 51,74
Kb7 158,18 99,78 127,88 23,69 1,59 1,28 51,64
Kb8 161,96 98,83 131,15 23,50 1,64 1,33 49,92
Kb9 155,00 99,78 132,32 17,14 1,55 1,33 49,96
5 - 10
Kb10 151,10 98,83 127,08 18,90 1,53 1,29 51,48
Rata - rata 19,54 1,58 1,33 49,99
Kc1 167,59 99,34 134,20 24,88 1,69 1,35 49,02
Kc2 158,49 99,69 130,70 21,26 1,59 1,31 50,53
Kc3 172,24 99,34 145,05 18,75 1,73 1,46 44,90
Kc4 149,72 99,69 124,05 20,69 1,50 1,24 53,04
Kc5 174,55 99,38 146,12 19,46 1,76 1,47 44,52
Kc6 165,21 99,69 137,52 20,14 1,66 1,38 47,94
Kc7 153,93 99,34 128,46 19,83 1,55 1,29 51,20
Kc8 167,00 99,69 141,73 17,83 1,68 1,42 46,35
Kc9 151,55 99,34 121,21 25,03 1,53 1,22 53,96
10 -15
Kc10 152,11 99,69 128,54 18,34 1,53 1,29 51,34
Rata - rata 20,62 1,62 1,34 49,28
83
Lampiran 5
Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Jalur Serasah
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 1 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S1a1 168,88 99,51 142,03 18,90 1,70 1,43 46,14
S1a2 149,84 99,36 129,89 15,36 1,51 1,31 50,67
S1a3 166,20 99,51 133,20 24,77 1,67 1,34 49,49
S1a4 159,36 99,36 140,11 13,74 1,60 1,41 46,79
S1a5 164,77 99,51 142,51 15,62 1,66 1,43 45,96
S1a6 159,77 99,36 137,00 16,62 1,61 1,38 47,97
S1a7 169,54 99,51 146,46 15,76 1,70 1,47 44,46
S1a8 164,26 99,36 140,44 16,96 1,65 1,41 46,66
S1a9 154,20 99,51 132,15 16,69 1,55 1,33 49,89
0 - 5
S1a10 170,08 99,36 150,72 12,85 1,71 1,52 42,76
Rata - rata 16,73 1,64 1,40 48,22
S1b1 171,93 99,78 145,14 18,46 1,72 1,45 45,11
S1b2 164,59 98,83 141,87 16,02 1,67 1,44 45,83
S1b3 171,36 99,78 150,06 14,19 1,72 1,50 43,25
S1b4 159,56 98,83 137,57 15,98 1,61 1,39 47,47
S1b5 172,08 99,78 146,66 17,33 1,72 1,47 44,53
S1b6 168,27 98,83 139,97 20,22 1,70 1,42 46,56
S1b7 164,72 99,78 143,46 14,82 1,65 1,44 45,74
S1b8 149,22 98,83 125,34 19,05 1,51 1,27 52,14
S1b9 179,59 99,78 160,95 11,58 1,80 1,61 39,13
5 - 10
S1b10 157,63 98,83 136,56 15,43 1,59 1,38 47,86
Rata - rata 16,31 1,67 1,44 46,9
S1c1 178,09 99,34 158,50 12,36 1,79 1,60 39,79
S1c2 156,54 99,69 127,06 23,20 1,57 1,27 51,90
S1c3 167,79 99,34 148,50 12,99 1,69 1,49 43,59
S1c4 169,65 99,69 147,39 15,11 1,70 1,48 44,21
S1c5 165,56 99,38 142,25 16,38 1,67 1,43 45,99
S1c6 164,25 99,69 136,83 20,04 1,65 1,37 48,21
S1c7 160,36 99,34 136,64 17,36 1,61 1,38 48,10
S1c8 149,25 99,69 127,57 17,00 1,50 1,28 51,71
S1c9 169,00 99,34 149,26 13,22 1,70 1,50 43,30
10 -15
S1c10 180,41 99,69 154,31 16,91 1,81 1,55 41,59
Rata - rata 16,46 1,67 1,44 46,98
84
Lampiran 5 (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 2 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S2a1 173,68 99,51 146,30 18,72 1,75 1,47 44,52
S2a2 176,22 99,36 150,17 17,35 1,77 1,51 42,97
S2a3 166,22 99,51 145,48 14,26 1,67 1,46 44,83
S2a4 161,05 99,36 140,24 14,84 1,62 1,41 46,74
S2a5 167,57 99,51 140,31 19,43 1,68 1,41 46,79
S2a6 180,51 99,36 149,11 21,06 1,82 1,50 43,37
S2a7 170,56 99,51 142,56 19,64 1,71 1,43 45,94
S2a8 181,84 99,36 158,54 14,69 1,83 1,60 39,79
S2a9 177,32 99,51 143,27 23,77 1,78 1,44 45,67
0 - 5
S2a10 161,26 99,36 137,50 17,28 1,62 1,38 47,78
Rata - rata 18,10 1,73 1,46 44,84
S2b1 177,54 99,78 148,40 19,64 1,78 1,49 43,88
S2b2 180,05 98,83 155,56 15,74 1,82 1,57 40,60
S2b3 162,75 99,78 134,52 20,98 1,63 1,35 49,13
S2b4 173,16 98,83 151,50 14,30 1,75 1,53 42,15
S2b5 179,09 99,78 153,04 17,02 1,79 1,53 42,12
S2b6 172,23 98,83 140,77 22,34 1,74 1,42 46,25
S2b7 166,85 99,78 142,94 16,73 1,67 1,43 45,94
S2b8 158,67 98,83 141,65 12,02 1,61 1,43 45,91
S2b9 170,35 99,78 141,47 20,42 1,71 1,42 46,50
5 - 10
S2b10 185,25 98,83 160,28 15,58 1,87 1,62 38,80
Rata - rata 17,48 1,74 1,48 44,13
S2c1 176,22 99,34 151,40 16,39 1,77 1,52 42,49
S2c2 165,65 99,69 139,90 18,41 1,66 1,40 47,04
S2c3 183,59 99,34 154,30 18,98 1,85 1,55 41,39
S2c4 181,68 99,69 158,34 14,74 1,82 1,59 40,06
S2c5 155,21 99,38 130,35 19,07 1,56 1,31 50,50
S2c6 167,55 99,69 141,97 18,02 1,68 1,42 46,26
S2c7 180,55 99,34 145,68 23,94 1,82 1,47 44,66
S2c8 171,55 99,69 149,64 14,64 1,72 1,50 43,36
S2c9 171,51 99,34 147,21 16,51 1,73 1,48 44,08
10 -15
S2c10 166,03 99,69 141,42 17,40 1,67 1,42 46,47
Rata - rata 17,81 1,73 1,47 44,63
85
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 3 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S3a1 175,86 99,51 149,50 17,63 1,77 1,50 43,31
S3a2 157,22 99,36 137,36 14,46 1,58 1,38 47,83
S3a3 175,24 99,51 147,90 18,49 1,76 1,49 43,91
S3a4 162,62 99,36 144,40 12,62 1,64 1,45 45,16
S3a5 170,25 99,51 143,31 18,80 1,71 1,44 45,65
S3a6 181,76 99,36 157,18 15,64 1,83 1,58 40,30
S3a7 171,56 99,51 145,66 17,78 1,72 1,46 44,76
S3a8 177,33 99,36 147,29 20,40 1,78 1,48 44,06
S3a9 179,36 99,51 153,99 16,47 1,80 1,55 41,60
0 - 5
S3a10 181,08 99,36 154,26 17,39 1,82 1,55 41,41
Rata - rata 16,97 1,74 1,49 43,80
S3b1 182,37 99,78 156,45 16,56 1,83 1,57 40,83
S3b2 175,62 98,83 153,10 14,71 1,78 1,55 41,54
S3b3 158,95 99,78 131,60 20,78 1,59 1,32 50,23
S3b4 178,22 98,83 145,90 22,15 1,80 1,48 44,29
S3b5 181,33 99,78 156,32 16,00 1,82 1,57 40,88
S3b6 177,90 98,83 152,28 16,82 1,80 1,54 41,86
S3b7 168,22 99,78 149,37 12,62 1,69 1,50 43,51
S3b8 169,46 98,83 142,15 19,21 1,71 1,44 45,72
S3b9 180,11 99,78 155,71 15,67 1,81 1,56 41,11
5 - 10
S3b10 169,32 98,83 142,37 18,93 1,71 1,44 45,64
Rata - rata 17,35 1,75 1,50 43,56
S3c1 177,10 99,34 146,46 20,92 1,78 1,47 44,36
S3c2 164,31 99,69 145,80 12,69 1,65 1,46 44,81
S3c3 160,47 99,34 133,25 20,42 1,62 1,34 49,38
S3c4 180,71 99,69 156,80 15,25 1,81 1,57 40,65
S3c5 179,06 99,38 152,58 17,35 1,80 1,54 42,06
S3c6 184,77 99,69 162,24 13,89 1,85 1,63 38,59
S3c7 181,19 99,34 153,56 17,99 1,82 1,55 41,67
S3c8 176,55 99,69 143,23 23,26 1,77 1,44 45,78
S3c9 175,44 99,34 149,69 17,20 1,77 1,51 43,14
10 -15
S3c10 160,59 99,69 135,76 18,29 1,61 1,36 48,61
Rata - rata 17,73 1,75 1,49 43,91
86
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 4 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S4a1 174,19 99,51 145,10 20,05 1,75 1,46 44,98
S4a2 158,77 99,36 131,20 21,01 1,60 1,32 50,17
S4a3 181,25 99,51 160,58 12,87 1,82 1,61 39,11
S4a4 188,21 99,36 168,86 11,46 1,89 1,70 35,87
S4a5 166,36 99,51 143,54 15,90 1,67 1,44 45,57
S4a6 173,30 99,36 152,16 13,89 1,74 1,53 42,21
S4a7 177,65 99,51 156,16 13,76 1,79 1,57 40,78
S4a8 170,00 99,36 145,82 16,58 1,71 1,47 44,62
S4a9 170,06 99,51 142,25 19,55 1,71 1,43 46,06
0 - 5
S4a10 182,68 99,36 161,67 13,00 1,84 1,63 38,60
Rata - rata 15,81 1,75 1,52 42,80
S4b1 190,22 99,78 163,31 16,48 1,91 1,64 38,24
S4b2 182,77 98,83 155,70 17,39 1,85 1,58 40,55
S4b3 171,25 99,78 141,89 20,69 1,72 1,42 46,34
S4b4 176,15 98,83 153,50 14,75 1,78 1,55 41,39
S4b5 176,01 99,78 159,51 10,34 1,76 1,60 39,67
S4b6 170,89 98,83 145,26 17,64 1,73 1,47 44,54
S4b7 177,21 99,78 156,81 13,01 1,78 1,57 40,70
S4b8 182,55 98,83 160,17 13,97 1,85 1,62 38,84
S4b9 161,63 99,78 138,46 16,73 1,62 1,39 47,64
5 - 10
S4b10 160,09 98,83 131,55 21,69 1,62 1,33 49,77
Rata - rata 16,27 1,76 1,52 42,77
S4c1 182,57 99,34 153,80 18,71 1,84 1,55 41,58
S4c2 184,33 99,69 163,40 12,81 1,85 1,64 38,15
S4c3 172,87 99,34 157,13 10,02 1,74 1,58 40,31
S4c4 170,35 99,69 144,54 17,86 1,71 1,45 45,29
S4c5 180,85 99,38 155,15 16,57 1,82 1,56 41,09
S4c6 178,01 99,69 150,35 18,40 1,79 1,51 43,09
S4c7 170,68 99,34 147,68 15,57 1,72 1,49 43,90
S4c8 183,30 99,69 156,63 17,03 1,84 1,57 40,71
S4c9 173,01 99,34 146,87 17,80 1,74 1,48 44,21
10 -15
S4c10 179,21 99,69 154,46 16,02 1,80 1,55 41,53
Rata - rata 16,08 1,78 1,54 41,99
87
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 5 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S5a1 173,21 99,51 147,51 17,42 1,74 1,48 44,06
S5a2 165,28 99,36 146,50 12,82 1,66 1,47 44,36
S5a3 182,32 99,51 156,16 16,75 1,83 1,57 40,78
S5a4 172,75 99,36 152,63 13,18 1,74 1,54 42,03
S5a5 170,66 99,51 145,25 17,49 1,71 1,46 44,92
S5a6 174,05 99,36 158,36 9,91 1,75 1,59 39,86
S5a7 176,53 99,51 151,84 16,26 1,77 1,53 42,42
S5a8 180,56 99,36 146,58 23,18 1,82 1,48 44,33
S5a9 183,87 99,51 163,32 12,58 1,85 1,64 38,07
0 - 5
S5a10 173,21 99,36 151,04 14,68 1,74 1,52 42,64
Rata - rata 15,43 1,76 1,53 42,35
S5b1 168,69 99,78 147,60 14,29 1,69 1,48 44,18
S5b2 180,34 98,83 156,21 15,45 1,82 1,58 40,35
S5b3 183,70 99,78 154,23 19,11 1,84 1,55 41,67
S5b4 180,55 98,83 153,86 17,35 1,83 1,56 41,25
S5b5 174,56 99,78 157,52 10,82 1,75 1,58 40,43
S5b6 185,85 98,83 156,53 18,73 1,88 1,58 40,23
S5b7 178,95 99,78 153,44 16,63 1,79 1,54 41,97
S5b8 182,26 98,83 157,32 15,85 1,84 1,59 39,93
S5b9 166,62 99,78 145,64 14,41 1,67 1,46 44,92
5 - 10
S5b10 177,25 98,83 151,83 16,74 1,79 1,54 42,03
Rata - rata 15,94 1,79 1,55 41,70
S5c1 171,59 99,34 151,62 13,17 1,73 1,53 42,40
S5c2 183,60 99,69 164,50 11,61 1,84 1,65 37,73
S5c3 181,99 99,34 161,46 12,71 1,83 1,63 38,67
S5c4 180,58 99,69 151,23 19,41 1,81 1,52 42,75
S5c5 173,09 99,38 150,41 15,08 1,74 1,51 42,89
S5c6 187,58 99,69 153,67 22,07 1,88 1,54 41,83
S5c7 180,98 99,34 155,46 16,41 1,82 1,56 40,95
S5c8 178,51 99,69 156,15 14,32 1,79 1,57 40,89
S5c9 182,42 99,34 158,11 15,38 1,84 1,59 39,94
10 -15
S5c10 167,81 99,69 143,87 16,64 1,68 1,44 45,54
Rata - rata 15,68 1,80 1,55 41,36
88
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 6 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S6a1 167,85 99,51 138,13 21,51 1,69 1,39 47,62
S6a2 171,06 99,36 152,20 12,39 1,72 1,53 42,20
S6a3 178,85 99,51 153,25 16,70 1,80 1,54 41,89
S6a4 180,52 99,36 153,19 17,84 1,82 1,54 41,82
S6a5 176,06 99,51 156,57 12,44 1,77 1,57 40,63
S6a6 170,55 99,36 140,13 21,71 1,72 1,41 46,78
S6a7 177,36 99,51 157,13 12,88 1,78 1,58 40,41
S6a8 177,05 99,36 153,94 15,01 1,78 1,55 41,54
S6a9 181,55 99,51 152,46 19,08 1,82 1,53 42,18
0 - 5
S6a10 182,01 99,36 162,47 12,03 1,83 1,64 38,30
Rata - rata 16,16 1,77 1,53 42,34
S6b1 177,18 99,78 156,20 13,43 1,78 1,57 40,93
S6b2 184,24 98,83 164,50 12,00 1,86 1,66 37,19
S6b3 182,04 99,78 150,25 21,16 1,82 1,51 43,18
S6b4 161,22 98,83 144,53 11,55 1,63 1,46 44,81
S6b5 186,24 99,78 159,64 16,66 1,87 1,60 39,63
S6b6 180,56 98,83 152,75 18,20 1,83 1,55 41,68
S6b7 183,55 99,78 158,43 15,86 1,84 1,59 40,08
S6b8 180,50 98,83 158,85 13,63 1,83 1,61 39,35
S6b9 169,21 99,78 149,35 13,30 1,70 1,50 43,52
5 - 10
S6b10 185,22 98,83 156,29 18,51 1,87 1,58 40,32
Rata - rata 15,43 1,80 1,56 41,07
S6c1 184,30 99,34 165,10 11,63 1,86 1,66 37,28
S6c2 188,74 99,69 169,50 11,35 1,89 1,70 35,84
S6c3 179,66 99,34 153,23 17,25 1,81 1,54 41,79
S6c4 175,96 99,69 151,09 16,46 1,77 1,52 42,81
S6c5 168,34 99,38 142,51 18,12 1,69 1,43 45,89
S6c6 180,15 99,69 154,54 16,57 1,81 1,55 41,50
S6c7 182,88 99,34 156,87 16,58 1,84 1,58 40,41
S6c8 171,21 99,69 148,00 15,68 1,72 1,48 43,98
S6c9 167,50 99,34 141,56 18,32 1,69 1,43 46,23
10 -15
S6c10 177,58 99,69 159,44 11,38 1,78 1,60 39,65
Rata - rata 15,34 1,78 1,55 41,54
89
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 7 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S7a1 188,54 99,51 167,58 12,51 1,89 1,68 36,45
S7a2 189,66 99,36 159,46 18,94 1,91 1,60 39,44
S7a3 177,37 99,51 154,67 14,67 1,78 1,55 41,35
S7a4 166,62 99,36 140,10 18,93 1,68 1,41 46,79
S7a5 179,25 99,51 156,25 14,72 1,80 1,57 40,75
S7a6 169,24 99,36 146,88 15,22 1,70 1,48 44,22
S7a7 177,26 99,51 152,48 16,25 1,78 1,53 42,18
S7a8 170,82 99,36 141,67 20,58 1,72 1,43 46,20
S7a9 172,33 99,51 152,89 12,71 1,73 1,54 42,02
0 - 5
S7a10 187,73 99,36 164,42 14,18 1,89 1,65 37,56
Rata - rata 15,87 1,79 1,55 41,69
S7b1 182,92 99,78 157,43 16,19 1,83 1,58 40,46
S7b2 178,30 98,83 157,31 13,34 1,80 1,59 39,93
S7b3 186,74 99,78 165,00 13,17 1,87 1,65 37,60
S7b4 172,95 98,83 153,20 12,89 1,75 1,55 41,50
S7b5 179,36 99,78 156,86 14,35 1,80 1,57 40,68
S7b6 170,85 98,83 140,47 21,63 1,73 1,42 46,36
S7b7 172,30 99,78 150,43 14,54 1,73 1,51 43,11
S7b8 165,39 98,83 141,25 17,09 1,67 1,43 46,07
S7b9 187,64 99,78 156,64 19,79 1,88 1,57 40,76
5 - 10
S7b10 178,10 98,83 156,53 13,78 1,80 1,58 40,23
Rata - rata 15,68 1,79 1,55 41,67
S7c1 175,41 99,34 154,59 13,47 1,77 1,56 41,28
S7c2 179,65 99,69 151,45 18,62 1,80 1,52 42,67
S7c3 186,31 99,34 161,60 15,29 1,88 1,63 38,61
S7c4 180,32 99,69 151,90 18,71 1,81 1,52 42,50
S7c5 170,36 99,38 141,56 20,35 1,71 1,42 46,25
S7c6 181,24 99,69 162,05 11,84 1,82 1,63 38,66
S7c7 170,23 99,34 146,65 16,08 1,71 1,48 44,29
S7c8 187,03 99,69 164,57 13,65 1,88 1,65 37,70
S7c9 175,22 99,34 154,66 13,30 1,76 1,56 41,25
10 -15
S7c10 181,32 99,69 152,70 18,74 1,82 1,53 42,20
Rata - rata 16,00 1,80 1,55 41,54
90
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 8 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S8a1 184,66 99,51 159,23 15,97 1,86 1,60 39,62
S8a2 180,37 99,36 153,43 17,56 1,82 1,54 41,73
S8a3 169,33 99,51 148,61 13,95 1,70 1,49 43,64
S8a4 182,54 99,36 157,56 15,86 1,84 1,59 40,16
S8a5 170,50 99,51 141,21 20,74 1,71 1,42 46,45
S8a6 186,32 99,36 164,83 13,04 1,88 1,66 37,40
S8a7 174,04 99,51 150,69 15,50 1,75 1,51 42,86
S8a8 190,35 99,36 164,20 15,93 1,92 1,65 37,64
S8a9 182,81 99,51 157,52 16,05 1,84 1,58 40,27
0 - 5
S8a10 175,40 99,36 152,34 15,14 1,77 1,53 42,14
Rata - rata 15,97 1,81 1,56 41,19
S8b1 172,31 99,78 154,21 11,74 1,73 1,55 41,68
S8b2 184,44 98,83 162,26 13,67 1,87 1,64 38,04
S8b3 181,33 99,78 156,53 15,84 1,82 1,57 40,80
S8b4 170,63 98,83 151,98 12,27 1,73 1,54 41,97
S8b5 177,99 99,78 152,54 16,68 1,78 1,53 42,31
S8b6 174,38 98,83 143,01 21,93 1,76 1,45 45,40
S8b7 176,57 99,78 151,87 16,26 1,77 1,52 42,56
S8b8 187,00 98,83 158,83 17,74 1,89 1,61 39,35
S8b9 181,55 99,78 165,52 9,68 1,82 1,66 37,40
5 - 10
S8b10 165,33 98,83 140,19 17,93 1,67 1,42 46,47
Rata - rata 15,37 1,78 1,55 41,60
S8c1 181,30 99,34 157,43 15,16 1,83 1,58 40,20
S8c2 185,74 99,69 162,23 14,49 1,86 1,63 38,59
S8c3 171,59 99,34 150,85 13,75 1,73 1,52 42,70
S8c4 181,65 99,69 159,40 13,96 1,82 1,60 39,66
S8c5 180,22 99,38 161,43 11,64 1,81 1,62 38,70
S8c6 167,06 99,69 141,51 18,06 1,68 1,42 46,43
S8c7 184,66 99,34 157,66 17,13 1,86 1,59 40,11
S8c8 179,91 99,69 155,78 15,49 1,80 1,56 41,03
S8c9 170,87 99,34 152,84 11,80 1,72 1,54 41,94
10 -15
S8c10 178,80 99,69 156,45 14,29 1,79 1,57 40,78
Rata - rata 14,57 1,79 1,56 41,01
91
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 9 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S9a1 171,30 99,51 148,68 15,21 1,72 1,49 43,62
S9a2 170,31 99,36 150,33 13,29 1,71 1,51 42,91
S9a3 167,57 99,51 153,77 8,98 1,68 1,55 41,69
S9a4 181,69 99,36 153,55 18,33 1,83 1,55 41,68
S9a5 177,33 99,51 153,22 15,73 1,78 1,54 41,90
S9a6 185,85 99,36 159,06 16,84 1,87 1,60 39,59
S9a7 174,00 99,51 153,17 13,60 1,75 1,54 41,92
S9a8 178,59 99,36 150,36 18,78 1,80 1,51 42,90
S9a9 184,64 99,51 161,28 14,48 1,86 1,62 38,84
0 - 5
S9a10 179,05 99,36 162,76 10,01 1,80 1,64 38,19
Rata - rata 14,52 1,78 1,55 41,32
S9b1 176,35 99,78 153,54 14,86 1,77 1,54 41,93
S9b2 180,36 98,83 160,22 12,57 1,82 1,62 38,82
S9b3 177,35 99,78 156,58 13,26 1,78 1,57 40,78
S9b4 181,05 98,83 155,35 16,54 1,83 1,57 40,68
S9b5 186,40 99,78 166,16 12,18 1,87 1,67 37,16
S9b6 182,86 98,83 155,61 17,51 1,85 1,57 40,58
S9b7 173,68 99,78 150,25 15,59 1,74 1,51 43,18
S9b8 182,98 98,83 165,11 10,83 1,85 1,67 36,96
S9b9 168,31 99,78 143,58 17,22 1,69 1,44 45,70
5 - 10
S9b10 179,31 98,83 155,64 15,21 1,81 1,57 40,57
Rata - rata 14,58 1,80 1,57 40,64
S9c1 182,51 99,34 161,52 13,00 1,84 1,63 38,64
S9c2 170,50 99,69 146,58 16,32 1,71 1,47 44,51
S9c3 185,36 99,34 167,87 10,42 1,87 1,69 36,23
S9c4 176,85 99,69 148,88 18,78 1,77 1,49 43,64
S9c5 180,17 99,38 157,17 14,63 1,81 1,58 40,32
S9c6 183,28 99,69 164,48 11,43 1,84 1,65 37,74
S9c7 184,04 99,34 159,91 15,09 1,85 1,61 39,26
S9c8 180,58 99,69 158,51 13,92 1,81 1,59 40,00
S9c9 159,43 99,34 137,64 15,83 1,60 1,39 47,72
10 -15
S9c10 166,49 99,69 145,54 14,39 1,67 1,46 44,91
Rata - rata 14,38 1,78 1,56 41,30
92
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 10 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S10a1 185,12 99,51 156,29 18,45 1,86 1,57 40,73
S10a2 181,97 99,36 160,99 13,03 1,83 1,62 38,86
S10a3 175,40 99,51 158,23 10,85 1,76 1,59 40,00
S10a4 182,25 99,36 152,44 19,56 1,83 1,53 42,10
S10a5 171,32 99,51 143,51 19,38 1,72 1,44 45,58
S10a6 183,50 99,36 164,87 11,30 1,85 1,66 37,38
S10a7 178,06 99,51 153,43 16,06 1,79 1,54 41,82
S10a8 179,32 99,36 156,20 14,80 1,80 1,57 40,68
S10a9 163,22 99,51 146,26 11,59 1,64 1,47 44,54
0 - 5
S10a10 188,08 99,36 165,83 13,42 1,89 1,67 37,02
Rata - rata 14,84 1,80 1,57 40,87
S10b1 178,80 99,78 152,60 17,17 1,79 1,53 42,29
S10b2 180,73 98,83 148,14 22,00 1,83 1,50 43,44
S10b3 182,61 99,78 169,20 7,92 1,83 1,70 36,01
S10b4 184,04 98,83 151,56 21,43 1,86 1,53 42,13
S10b5 176,32 99,78 147,77 19,32 1,77 1,48 44,11
S10b6 183,03 98,83 158,24 15,67 1,85 1,60 39,58
S10b7 180,61 99,78 161,16 12,07 1,81 1,62 39,05
S10b8 168,36 98,83 150,32 12,00 1,70 1,52 42,60
S10b9 181,74 99,78 159,59 13,88 1,82 1,60 39,64
5 - 10
S10b10 176,88 98,83 152,55 15,95 1,79 1,54 41,75
Rata - rata 15,74 1,81 1,56 41,06
S10c1 178,33 99,34 153,52 16,16 1,80 1,55 41,68
S10c2 184,65 99,69 162,59 13,56 1,85 1,63 38,45
S10c3 176,21 99,34 156,57 12,54 1,77 1,58 40,52
S10c4 172,08 99,69 152,85 12,58 1,73 1,53 42,14
S10c5 185,33 99,38 158,15 17,19 1,86 1,59 39,95
S10c6 181,14 99,69 160,46 12,89 1,82 1,61 39,26
S10c7 162,69 99,34 139,68 16,47 1,64 1,41 46,94
S10c8 188,01 99,69 156,52 20,12 1,89 1,57 40,75
S10c9 179,64 99,34 154,67 16,14 1,81 1,56 41,25
10 -15
S10c10 182,64 99,69 159,64 14,40 1,83 1,60 39,57
Rata - rata 15,21 1,80 1,56 41,05
93
Lampiran 5. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan >10 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
S+10a1 176,93 99,51 154,16 14,77 1,78 1,55 41,54
S+10a2 184,75 99,36 163,61 12,92 1,86 1,65 37,86
S+10a3 180,25 99,51 160,58 12,25 1,81 1,61 39,11
S+10a4 192,21 99,36 168,24 14,25 1,93 1,69 36,10
S+10a5 181,23 99,51 162,32 11,65 1,82 1,63 38,45
S+10a6 172,86 99,36 152,21 13,57 1,74 1,53 42,19
S+10a7 183,99 99,51 158,62 15,99 1,85 1,59 39,85
S+10a8 185,23 99,36 159,33 16,26 1,86 1,60 39,49
S+10a9 188,91 99,51 162,54 16,22 1,90 1,63 38,36
0 - 5
S+10a10 182,67 99,36 160,52 13,80 1,84 1,62 39,04
Rata - rata 14,17 1,84 1,61 39,20
S+10b1 183,09 99,78 166,32 10,08 1,83 1,67 37,10
S+10b2 181,09 98,83 160,25 13,00 1,83 1,62 38,81
S+10b3 179,36 99,78 156,25 14,79 1,80 1,57 40,91
S+10b4 175,62 98,83 156,54 12,19 1,78 1,58 40,23
S+10b5 184,26 99,78 158,57 16,20 1,85 1,59 40,03
S+10b6 168,59 98,83 147,25 14,49 1,71 1,49 43,78
S+10b7 180,68 99,78 157,46 14,75 1,81 1,58 40,45
S+10b8 182,68 98,83 162,21 12,62 1,85 1,64 38,06
S+10b9 184,43 99,78 158,99 16,00 1,85 1,59 39,87
5 - 10
S+10b10 179,61 98,83 158,75 13,14 1,82 1,61 39,39
Rata - rata 13,73 1,81 1,59 39,86
S+10c1 188,37 99,34 164,07 14,81 1,90 1,65 37,68
S+10c2 186,79 99,69 164,92 13,26 1,87 1,65 37,57
S+10c3 182,73 99,34 162,67 12,33 1,84 1,64 38,21
S+10c4 178,53 99,69 158,77 12,44 1,79 1,59 39,90
S+10c5 184,19 99,38 161,39 14,12 1,85 1,62 38,72
S+10c6 176,37 99,69 153,07 15,22 1,77 1,54 42,06
S+10c7 172,86 99,34 149,88 15,33 1,74 1,51 43,07
S+10c8 179,98 99,69 156,63 14,91 1,81 1,57 40,71
S+10c9 180,35 99,34 155,22 16,19 1,82 1,56 41,04
10 -15
S+10c10 183,61 99,69 161,22 13,89 1,84 1,62 38,97
Rata - rata 14,25 1,82 1,60 39,79
94
Lampiran 6.
Hasil Kerapatan Massa tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Jalur Tanpa Serasah
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 1 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
T1a1 163,41 99,51 132,63 23,21 1,64 1,33 49,70
T1a2 172,66 99,36 144,64 19,37 1,74 1,46 45,07
T1a3 163,28 99,51 142,56 14,53 1,64 1,43 45,94
T1a4 172,54 99,36 146,64 17,66 1,74 1,48 44,31
T1a5 168,58 99,51 144,55 16,63 1,69 1,45 45,19
T1a6 156,98 99,36 138,34 13,47 1,58 1,39 47,46
T1a7 175,65 99,51 156,86 11,98 1,77 1,58 40,52
T1a8 169,04 99,36 143,99 17,40 1,70 1,45 45,31
T1a9 174,45 99,51 145,23 20,12 1,75 1,46 44,93
0 - 5
T1a10 166,52 99,36 134,59 23,73 1,68 1,35 48,88
Rata - rata 17,81 1,69 1,44 45,73
T1b1 156,32 99,78 130,04 20,21 1,57 1,30 50,82
T1b2 184,55 98,83 159,07 16,02 1,87 1,61 39,26
T1b3 177,58 99,78 147,21 20,63 1,78 1,48 44,33
T1b4 171,53 98,83 148,47 15,53 1,74 1,50 43,31
T1b5 178,58 99,78 149,20 19,69 1,79 1,50 43,57
T1b6 160,34 98,83 136,68 17,31 1,62 1,38 47,81
T1b7 175,25 99,78 142,56 22,93 1,76 1,43 46,09
T1b8 168,25 98,83 150,11 12,08 1,70 1,52 42,68
T1b9 161,56 99,78 142,60 13,30 1,62 1,43 46,07
5 - 10
T1b10 167,55 98,83 138,11 21,32 1,70 1,40 47,27
Rata - rata 17,90 1,71 1,45 45,12
T1c1 161,57 99,34 142,13 13,68 1,63 1,43 46,01
T1c2 178,42 99,69 150,23 18,77 1,79 1,51 43,13
T1c3 170,55 99,34 137,20 24,30 1,72 1,38 47,88
T1c4 178,23 99,69 151,13 17,93 1,79 1,52 42,79
T1c5 184,11 99,38 161,56 13,95 1,85 1,63 38,65
T1c6 152,86 99,69 130,46 17,17 1,53 1,31 50,62
T1c7 164,49 99,34 137,38 19,73 1,66 1,38 47,81
T1c8 160,47 99,69 135,54 18,39 1,61 1,36 48,69
T1c9 173,40 99,34 154,65 12,13 1,75 1,56 41,25
10 -15
T1c10 165,64 99,69 136,88 21,01 1,66 1,37 48,19
Rata - rata 17,71 1,70 1,44 45,50
95
Lampiran 6. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 2 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
T2a1 179,75 99,51 151,57 18,59 1,81 1,52 42,52
T2a2 167,68 99,36 138,35 21,20 1,69 1,39 47,46
T2a3 162,27 99,51 133,86 21,22 1,63 1,35 49,24
T2a4 173,50 99,36 153,66 12,91 1,75 1,55 41,64
T2a5 170,46 99,51 150,51 13,25 1,71 1,51 42,92
T2a6 185,35 99,36 150,57 23,10 1,87 1,52 42,82
T2a7 157,99 99,51 131,56 20,09 1,59 1,32 50,11
T2a8 177,47 99,36 152,46 16,40 1,79 1,53 42,10
T2a9 166,52 99,51 146,08 13,99 1,67 1,47 44,60
0 - 5
T2a10 180,05 99,36 161,58 11,43 1,81 1,63 38,63
Rata - rata 17,22 1,73 1,48 44,20
T2b1 182,63 99,78 156,32 16,83 1,83 1,57 40,88
T2b2 181,38 98,83 151,88 19,43 1,84 1,54 42,01
T2b3 173,92 99,78 153,34 13,42 1,74 1,54 42,01
T2b4 160,56 98,83 136,48 17,64 1,62 1,38 47,89
T2b5 163,26 99,78 135,21 20,74 1,64 1,36 48,86
T2b6 178,76 98,83 158,56 12,74 1,81 1,60 39,46
T2b7 175,52 99,78 142,14 23,48 1,76 1,42 46,24
T2b8 159,54 98,83 138,68 15,04 1,61 1,40 47,05
T2b9 169,17 99,78 140,48 20,42 1,70 1,41 46,87
5 - 10
T2b10 185,54 98,83 161,23 15,08 1,88 1,63 38,44
Rata - rata 17,48 1,74 1,48 43,97
T2c1 178,35 99,34 149,54 19,27 1,80 1,51 43,19
T2c2 170,21 99,69 142,55 19,40 1,71 1,43 46,04
T2c3 181,54 99,34 157,54 15,23 1,83 1,59 40,16
T2c4 180,56 99,69 148,26 21,79 1,81 1,49 43,88
T2c5 173,24 99,38 152,38 13,69 1,74 1,53 42,14
T2c6 170,15 99,69 151,09 12,62 1,71 1,52 42,81
T2c7 164,49 99,34 140,31 17,23 1,66 1,41 46,70
T2c8 168,58 99,69 135,85 24,09 1,69 1,36 48,58
T2c9 184,54 99,34 157,59 17,10 1,86 1,59 40,14
10 -15
T2c10 173,57 99,69 149,84 15,84 1,74 1,50 43,28
Rata - rata 17,63 1,75 1,49 43,69
96
Lampiran 6. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 3 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
T3a1 184,25 99,51 164,52 11,99 1,85 1,65 37,61
T3a2 180,55 99,36 156,26 15,54 1,82 1,57 40,65
T3a3 168,45 99,51 139,99 20,33 1,69 1,41 46,91
T3a4 166,24 99,36 146,06 13,82 1,67 1,47 44,53
T3a5 179,53 99,51 155,24 15,65 1,80 1,56 41,13
T3a6 183,48 99,36 152,33 20,45 1,85 1,53 42,15
T3a7 187,14 99,51 161,24 16,06 1,88 1,62 38,86
T3a8 178,54 99,36 161,25 10,72 1,80 1,62 38,76
T3a9 175,33 99,51 154,04 13,82 1,76 1,55 41,59
0 - 5
T3a10 159,48 99,36 130,38 22,32 1,61 1,31 50,48
Rata - rata 16,07 1,77 1,53 42,27
T3b1 161,64 99,78 132,29 22,19 1,62 1,33 49,97
T3b2 178,21 98,83 157,25 13,33 1,80 1,59 39,96
T3b3 184,58 99,78 160,69 14,87 1,85 1,61 39,23
T3b4 179,56 98,83 154,28 16,39 1,82 1,56 41,09
T3b5 169,14 99,78 151,26 11,82 1,70 1,52 42,79
T3b6 181,54 98,83 150,35 20,74 1,84 1,52 42,59
T3b7 164,58 99,78 143,54 14,66 1,65 1,44 45,71
T3b8 172,25 98,83 156,37 10,16 1,74 1,58 40,29
T3b9 165,54 99,78 146,21 13,22 1,66 1,47 44,70
5 - 10
T3b10 182,54 98,83 158,19 15,39 1,85 1,60 39,60
Rata - rata 15,28 1,75 1,52 42,59
T3c1 174,45 99,34 153,50 13,65 1,76 1,55 41,69
T3c2 169,56 99,69 147,03 15,32 1,70 1,47 44,34
T3c3 167,69 99,34 144,23 16,27 1,69 1,45 45,21
T3c4 183,11 99,69 163,40 12,06 1,84 1,64 38,15
T3c5 181,58 99,38 160,67 13,01 1,83 1,62 38,99
T3c6 182,02 99,69 158,96 14,51 1,83 1,59 39,83
T3c7 178,65 99,34 150,34 18,83 1,80 1,51 42,89
T3c8 167,58 99,69 145,24 15,38 1,68 1,46 45,02
T3c9 181,64 99,34 156,15 16,32 1,83 1,57 40,68
10 -15
T3c10 177,24 99,69 150,33 17,90 1,78 1,51 43,10
Rata - rata 15,33 1,77 1,54 41,99
97
Lampiran 6. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 4 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
T4a1 183,47 99,51 163,23 12,40 1,84 1,64 38,10
T4a2 188,25 99,36 165,48 13,76 1,89 1,67 37,15
T4a3 168,23 99,51 136,55 23,20 1,69 1,37 48,22
T4a4 179,74 99,36 157,87 13,85 1,81 1,59 40,04
T4a5 176,54 99,51 149,65 17,97 1,77 1,50 43,25
T4a6 170,24 99,36 148,80 14,41 1,71 1,50 43,49
T4a7 184,68 99,51 162,13 13,91 1,86 1,63 38,52
T4a8 177,70 99,36 159,57 11,36 1,79 1,61 39,40
T4a9 180,78 99,51 156,25 15,70 1,82 1,57 40,75
0 - 5
T4a10 182,47 99,36 157,27 16,02 1,84 1,58 40,27
Rata - rata 15,26 1,80 1,57 40,92
T4b1 179,52 99,78 153,52 16,94 1,80 1,54 41,94
T4b2 178,30 98,83 158,57 12,44 1,80 1,60 39,45
T4b3 185,33 99,78 163,98 13,02 1,86 1,64 37,98
T4b4 175,64 98,83 144,44 21,60 1,78 1,46 44,85
T4b5 171,52 99,78 151,25 13,40 1,72 1,52 42,80
T4b6 177,59 98,83 158,53 12,02 1,80 1,60 39,47
T4b7 178,64 99,78 157,54 13,39 1,79 1,58 40,42
T4b8 169,48 98,83 149,58 13,31 1,71 1,51 42,89
T4b9 183,15 99,78 152,77 19,88 1,84 1,53 42,22
5 - 10
T4b10 180,16 98,83 160,79 12,05 1,82 1,63 38,61
Rata - rata 14,81 1,79 1,56 41,06
T4c1 172,25 99,34 146,59 17,51 1,73 1,48 44,32
T4c2 187,29 99,69 167,58 11,76 1,88 1,68 36,57
T4c3 184,23 99,34 163,21 12,88 1,85 1,64 38,00
T4c4 168,65 99,69 142,92 18,00 1,69 1,43 45,90
T4c5 177,16 99,38 159,12 11,34 1,78 1,60 39,58
T4c6 169,82 99,69 147,64 15,02 1,70 1,48 44,11
T4c7 180,06 99,34 158,66 13,49 1,81 1,60 39,73
T4c8 178,14 99,69 147,99 20,37 1,79 1,48 43,98
T4c9 185,58 99,34 165,63 12,04 1,87 1,67 37,08
10 -15
T4c10 180,53 99,69 154,03 17,21 1,81 1,55 41,69
Rata - rata 14,96 1,79 1,56 41,10
98
Lampiran 6. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan 5 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
T5a1 172,22 99,51 150,65 14,32 1,73 1,51 42,87
T5a2 186,29 99,36 165,56 12,52 1,87 1,67 37,12
T5a3 168,57 99,51 148,22 13,73 1,69 1,49 43,79
T5a4 180,28 99,36 150,57 19,73 1,81 1,52 42,82
T5a5 179,54 99,51 157,76 13,80 1,80 1,59 40,17
T5a6 184,35 99,36 164,52 12,05 1,86 1,66 37,52
T5a7 187,54 99,51 168,57 11,25 1,88 1,69 36,08
T5a8 177,37 99,36 154,25 14,99 1,79 1,55 41,42
T5a9 181,92 99,51 161,17 12,87 1,83 1,62 38,88
0 - 5
T5a10 175,60 99,36 148,63 18,15 1,77 1,50 43,55
Rata - rata 14,34 1,80 1,58 40,42
T5b1 185,30 99,78 159,57 16,12 1,86 1,60 39,65
T5b2 178,86 98,83 157,28 13,72 1,81 1,59 39,95
T5b3 190,85 99,78 160,81 18,68 1,91 1,61 39,18
T5b4 173,21 98,83 155,23 11,58 1,75 1,57 40,73
T5b5 177,22 99,78 157,54 12,49 1,78 1,58 40,42
T5b6 163,48 98,83 141,33 15,67 1,65 1,43 46,04
T5b7 175,54 99,78 154,98 13,27 1,76 1,55 41,39
T5b8 184,03 98,83 161,41 14,01 1,86 1,63 38,37
T5b9 178,31 99,78 151,26 17,88 1,79 1,52 42,79
5 - 10
T5b10 180,39 98,83 159,24 13,28 1,83 1,61 39,20
Rata - rata 14,67 1,80 1,57 40,77
T5c1 166,66 99,34 145,85 14,27 1,68 1,47 44,60
T5c2 179,54 99,69 161,17 11,40 1,80 1,62 38,99
T5c3 176,25 99,34 154,69 13,94 1,77 1,56 41,24
T5c4 185,34 99,69 160,92 15,18 1,86 1,61 39,09
T5c5 180,82 99,38 153,06 18,14 1,82 1,54 41,88
T5c6 171,48 99,69 149,37 14,80 1,72 1,50 43,46
T5c7 181,06 99,34 159,25 13,70 1,82 1,60 39,51
T5c8 186,14 99,69 161,27 15,42 1,87 1,62 38,95
T5c9 181,05 99,34 152,04 19,08 1,82 1,53 42,25
10 -15
T5c10 178,26 99,69 160,68 10,94 1,79 1,61 39,18
Rata - rata 14,69 1,80 1,57 40,91
99
Lampiran 6. (lanjutan)
Data Kepadatan Tanah Pada Intensitas Penyaradan >5 Rit
Kedalaman Ulangan Berat Volume Berat Kadar Kerapatan Massa Kerapatan Porositas
(cm) Contoh Basah Silinder Kering Air Tanah Basah Massa Tanah Tanah
(g) (cm3) (g) (%) (g/cm
3) (g/cm
3) (%)
T10a1 184,38 99,51 164,64 11,99 1,85 1,65 37,57
T10a2 178,21 99,36 155,25 14,79 1,79 1,56 41,04
T10a3 179,08 99,51 152,81 17,19 1,80 1,54 42,05
T10a4 184,56 99,36 164,94 11,90 1,86 1,66 37,36
T10a5 183,06 99,51 160,77 13,86 1,84 1,62 39,03
T10a6 176,68 99,36 158,43 11,52 1,78 1,59 39,83
T10a7 184,66 99,51 162,68 13,51 1,86 1,63 38,31
T10a8 179,58 99,36 156,58 14,69 1,81 1,58 40,53
T10a9 167,14 99,51 143,65 16,35 1,68 1,44 45,53
0 - 5
T10a10 173,21 99,36 147,56 17,38 1,74 1,49 43,96
Rata - rata 14,32 1,80 1,58 40,52
T10b1 185,25 99,78 164,37 12,70 1,86 1,65 37,84
T10b2 187,29 98,83 162,75 15,08 1,90 1,65 37,86
T10b3 184,63 99,78 166,15 11,12 1,85 1,67 37,16
T10b4 180,66 98,83 155,27 16,35 1,83 1,57 40,71
T10b5 176,67 99,78 146,79 20,35 1,77 1,47 44,49
T10b6 171,40 98,83 152,27 12,56 1,73 1,54 41,86
T10b7 168,21 99,78 144,28 16,58 1,69 1,45 45,43
T10b8 177,52 98,83 159,37 11,39 1,80 1,61 39,15
T10b9 178,34 99,78 155,68 14,56 1,79 1,56 41,12
5 - 10
T10b10 182,56 98,83 161,59 12,98 1,85 1,64 38,30
Rata - rata 14,37 1,81 1,58 40,39
T10c1 188,48 99,34 168,28 12,00 1,90 1,69 36,08
T10c2 180,81 99,69 159,89 13,08 1,81 1,60 39,48
T10c3 184,32 99,34 165,17 11,59 1,86 1,66 37,26
T10c4 179,25 99,69 153,88 16,49 1,80 1,54 41,75
T10c5 170,23 99,38 144,28 17,99 1,71 1,45 45,22
T10c6 177,24 99,69 152,64 16,12 1,78 1,53 42,22
T10c7 175,14 99,34 154,37 13,45 1,76 1,55 41,36
T10c8 186,48 99,69 161,17 15,70 1,87 1,62 38,99
T10c9 180,69 99,34 162,53 11,17 1,82 1,64 38,26
10 -15
T10c10 177,56 99,69 155,24 14,38 1,78 1,56 41,24
Rata - rata 14,20 1,81 1,59 40,18
100
Lampiran 7. Data Respon Pertumbuhan Tanaman Di Tanah Tidak Terusik (Kontrol)
Jenis No. T0 T1 Ao A1 ∆T ∆A BKb BKa BKT NPA Tanaman Contoh (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (g) (g) (g)
KA1 43,40 45,50 10,40 14,00 2,10 3,60 4,270 2,470 7,870 1,800
KA2 56,50 58,00 13,00 15,60 1,50 2,60 6,450 3,260 9,050 3,190
KA3 45,60 46,20 8,20 10,30 0,60 2,10 3,440 1,710 5,540 1,730
KA4 64,70 70,50 11,50 18,50 5,80 7,00 4,040 3,640 11,040 0,400
KA5 46,10 47,50 11,00 15,50 1,40 4,50 5,260 3,170 9,760 2,090
KA6 51,60 52,50 9,70 12,70 0,90 3,00 6,160 2,250 9,160 3,910
KA7 38,80 41,40 8,80 10,00 2,60 1,20 3,280 1,080 4,480 2,200
KA8 63,50 67,10 11,00 16,00 3,60 5,00 5,300 3,520 10,300 1,780
KA9 57,40 58,80 12,50 15,30 1,40 2,80 4,180 2,830 6,980 1,350
Acacia mangium
KA10 48,50 50,00 9,50 12,20 1,50 2,70 5,910 2,390 8,610 3,520
Rata - rata 2,14 3,45 4,83 2,632 8,279 2,197
KM1 38,4 38,5 26,4 27,50 0,10 1,10 3,620 3,960 7,580 0,914
KM2 41,3 42,1 21,5 22,50 0,80 1,00 4,470 3,170 7,640 1,410
KM3 40,7 41,3 22 25,10 0,60 3,10 3,120 2,880 6,000 1,083
KM4 37,7 38,5 17,8 20,40 0,80 2,60 5,550 2,490 8,040 2,229
KM5 56,5 57,2 25,7 26,50 0,70 0,80 4,010 4,660 8,670 0,861
KM6 42 42,5 21,4 22,80 0,50 1,40 4,930 3,280 8,210 1,503
KM7 46,8 48 24,9 25,30 1,20 0,40 5,240 2,670 7,910 1,963
KM8 44,2 45 18,4 20,00 0,80 1,60 4,180 1,590 5,770 2,629
KM9 49,6 50,3 21,5 23,40 0,70 1,90 4,370 3,480 7,850 1,256
Swietenia macrophylla
KM10 52,5 53,8 22,8 24,60 1,30 1,80 5,650 3,540 9,190 1,596
Rata - rata 0,75 1,57 4,514 3,172 7,686 1,544
KG1 67,50 68,40 29,40 33,50 0,90 4,10 5,260 6,120 11,380 0,859
KG2 51,20 52,80 16,30 19,20 1,60 2,90 2,470 2,160 4,630 1,144
KG3 57,50 58,50 22,50 24,00 1,00 1,50 2,580 3,580 6,160 0,721
KG4 68,00 69,20 28,90 31,00 1,20 2,10 3,190 6,260 9,450 0,510
KG5 75,20 77,10 34,40 37,20 1,90 2,80 4,460 5,160 9,620 0,864
KG6 56,00 56,70 24,50 26,40 0,70 1,90 1,980 3,140 5,120 0,631
KG7 59,40 61,00 25,00 26,50 1,60 1,50 3,540 2,470 6,010 1,433
KG8 65,50 67,00 35,70 38,00 1,50 2,30 2,440 7,240 9,680 0,337
KG9 47,70 48,50 21,50 25,50 0,80 4,00 1,340 2,580 3,920 0,519
Gmelina arborea
KG10 60,50 63,00 38,50 42,00 2,50 3,50 3,550 8,240 11,790 0,431
Rata - rata 1,37 2,66 3,081 4,695 7,776 0,745
Keterangan : *) T0 : Tinggi Awal Tanaman *) ∆A : A1 - A0 *) T1 : Tinggi Akhir Tanaman *) BKb : Berat Kering Batang *) A0 : Panjang Akar Awal *) BKa : Berat Kering Akar *) A1 : Panjang Akar Akhir *) NPA : Nisbah Pucuk Akar *) ∆T : T1- T0
101
Lampiran 8. Data Respon Pertumbuhan Tanaman Di Tanah Bekas Jalur Sarad Forwarder
Jenis No. T0 T1 Ao A1 ∆T ∆A BKb BKa BKT NPA Tanaman Contoh (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (g) (g) (g)
A1 56,50 57,60 13,00 15,50 1,10 2,50 5,450 2,570 8,020 2,121
A2 51,00 52,30 11,50 12,70 1,30 1,20 5,670 1,950 7,620 2,908
A3 37,50 38,20 9,00 11,40 0,70 2,40 4,130 1,230 5,360 3,358
A4 46,00 48,50 8,50 12,10 2,50 3,60 3,720 2,310 6,030 1,610
A5 56,70 58,50 10,70 14,50 1,80 3,80 5,570 2,150 7,720 2,591
A6 52,60 53,00 11,00 12,30 0,40 1,30 4,610 2,050 6,660 2,249
A7 49,50 50,10 7,60 11,50 0,60 3,90 3,200 1,620 4,820 1,975
A8 39,50 41,00 9,10 10,30 1,50 1,20 4,260 2,070 6,330 2,058
A9 58,30 61,50 9,60 15,50 3,20 5,90 6,770 2,350 9,120 2,881
Acacia mangium
A10 66,20 68,00 13,50 16,10 1,80 2,60 5,510 3,280 8,790 1,680
Rata - rata 1,49 2,84 4,889 2,158 7,047 2,343
Ma1 44,30 44,60 21,50 21,90 0,30 0,40 6,350 3,860 10,210 1,645
Ma2 40,60 41,20 18,00 18,50 0,60 0,50 4,240 2,640 6,880 1,606
Ma3 57,50 57,70 25,20 27,00 0,20 1,80 4,280 5,120 9,400 0,836
Ma4 45,80 46,20 17,50 19,20 0,40 1,70 4,570 2,710 7,280 1,686
Ma5 42,50 42,60 18,80 19,00 0,10 0,20 3,380 1,330 4,710 2,541
Ma6 45,00 46,30 27,30 28,80 1,30 1,50 2,140 3,550 5,690 0,603
Ma7 61,50 63,10 29,50 31,40 1,60 1,90 7,600 3,460 11,060 2,197
Ma8 53,70 54,50 18,10 21,50 0,80 3,40 4,730 1,810 6,540 2,613
Ma9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000 0,000 0,000 0,000
Swietenia macrophylla
Ma10 43,20 43,50 14,80 16,10 0,30 1,30 4,420 3,470 7,890 1,274
Rata - rata 0,56 1,27 4,171 2,795 6,966 1,500
G1 60,20 61,50 33,50 35,50 1,30 2,00 1,350 5,360 6,710 0,252
G2 71,00 71,80 25,50 26,40 0,80 0,90 4,120 3,210 7,330 1,283
G3 59,50 60,50 35,00 37,10 1,00 2,10 2,160 3,630 5,790 0,595
G4 40,40 41,00 23,40 25,30 0,60 1,90 2,150 4,470 6,620 0,481
G5 60,40 63,00 32,10 33,00 2,60 0,90 2,300 6,240 8,540 0,369
G6 60,50 61,40 19,00 21,20 0,90 2,20 3,450 2,330 5,780 1,481
G7 71,50 73,00 36,00 38,00 1,50 2,00 5,120 4,570 9,690 1,120
G8 55,50 57,30 32,50 34,50 1,80 2,00 4,120 7,140 11,260 0,577
G9 66,00 66,00 26,50 27,40 0,00 0,90 2,540 2,440 4,980 1,041
Gmelina arborea
G10 62,00 63,20 18,30 21,00 1,20 2,70 4,550 3,350 7,900 1,358
Rata - rata 1,17 1,76 3,186 4,274 7,460 0,856
Keterangan : *) T0 : Tinggi Awal Tanaman *) ∆A : A1 - A0 *) T1 : Tinggi Akhir Tanaman *) BKb : Berat Kering Batang *) A0 : Panjang Akar Awal *) BKa : Berat Kering Akar *) A1 : Panjang Akar Akhir *) NPA : Nisbah Pucuk Akar
*) ∆T : T1- T0
102
Lampiran 9. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat
Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah
1. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 0-5 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan
kerapatan massa tanah pada kedalaman 0-5 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 11 0,829 7,525E-02 14,767 2,47 1.91
Sisa 108 0,550 5,096E-03
Total 119 1,378
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
2. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 5-10 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan
kerapatan massa tanah pada kedalaman 5-10 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 11 0,564 5,132E-02 9,837 2,47 1,91
Sisa 108 0,563 5,217E-03
Total 119 1,128
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
103
Lampiran 9. (lanjutan)
3. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 10-15 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan
kerapatan massa tanah pada kedalaman 10-15 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 11 0,563 5,114E-02 8,268 2,47 1,91
Sisa 108 0,668 6,186E-03
Total 119 1,231
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
104
Lampiran 10. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat
Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah
1. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 0-5 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan
kerapatan massa tanah pada kedalaman 0-5 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 6 0,667 0,111 16,190 3,12 2,25
Sisa 63 0,433 6,870E-03
Total 69 1,100
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
2. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 5-10 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan
kerapatan massa tanah pada kedalaman 5-10 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 6 0,443 7,389E-02 12,889 3,12 2,25
Sisa 63 0,361 5,732E-03
Total 69 0,804
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 99 %.
105
Lampiran 10. (lanjutan)
3. Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 10-15 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap kenaikan
kerapatan massa tanah pada kedalaman 10-15 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 6 0,437 7,292E-02 11,244 3,12 2,25
Sisa 63 0,409 6,485E-03
Total 69 0,846
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 99 %
106
Lampiran 11. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas
Tanah pada Jalur Serasah
1. Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan
porositas tanah pada kedalaman 0-5 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 11 1183,797 107,618 14,883 2,47 1,91
Sisa 108 780,958 7,231
Total 119 1964,755
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap porositas tanah
pada selang kepercayaan 99 %.
2. Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan
porositas tanah pada kedalaman 5-10 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 11 860,833 78,252 10,435 2,47 1,91
Sisa 108 809,974 7,500
Total 119 1670,807
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap porositas tanah
pada selang kepercayaan 99 %
107
Lampiran 11. (lanjutan)
3. Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan
porositas tanah pada kedalaman 10-15 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 11 792,553 72,050 8,240 2,47 1,91
Sisa 108 944,392 8,744
Total 119 1736,9445
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap pororsitas tanah
pada selang kepercayaan 99 %
108
Lampiran 12. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas
Tanah pada Jalur Tanpa Serasah
1. Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan
porositas tanah pada kedalaman 0-5 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 6 944,515 157,419 16,261 3,12 2,25
Sisa 63 609,906 9,681
Total 69 1554,421
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap porositas tanah
pada selang kepercayaan 99 %.
2. Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan
porositas tanah pada kedalaman 5-10 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 6 682,659 113,777 13,796 3,12 2,25
Sisa 63 519,552 8,247
Total 69 1202,211
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap porositas tanah
pada selang kepercayaan 99 %.
109
Lampiran 12. (lanjutan)
3. Porositas Tanah pada Kedalaman 10-15 cm
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan intensitas penyaradan (rit) tidak berpengaruh terhadap penurunan
porositas tanah pada kedalaman 10-15 cm (respon).
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 6 626,943 104,490 11,734 3,12 2,25
Sisa 63 560,995 8,905
Total 69 1187,938
Karena Fhitung > Ftabel, maka intensitas penyaradan berpengaruh nyata terhadap pororsitas tanah
pada selang kepercayaan 99 %
110
Lampiran 13. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan Tingkat Kerapatan
Massa Tanah
1. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 1 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa
tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 6,125E-03 6,125E-03 1,326 8,29 4,41
Sisa 18 8,317E-02 4,621E-03
Total 19 8,929E-02
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 1,566E-03 1,566E-03 0,208 8,29 4,41
Sisa 18 0,136 7,541E-03
Total 19 0,137
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 5,00E-04 5,00E-04 0,044 8,29 4,41
Sisa 18 0,205 1,141E-02
Total 19 0,206
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
111
Lampiran 13. (lanjutan)
2. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 2 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa
tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 1,620E-03 1,620E-03 0,241 8,29 4,41
Sisa 18 0,121 6,732E-03
Total 19 0,123
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 1,800E-04 1,800E-04 0,210 8,29 4,41
Sisa 18 0,153 8,508E-03
Total 19 0,153
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 3,645E-03 3,645E-03 0,599 8,29 4,41
Sisa 18 0,109 6,081E-03
Total 19 0,113
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
112
Lampiran 13. (lanjutan)
3. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 3 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa
tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 8,405E-03 8,405E-03 1,142 8,29 4,41
Sisa 18 0,132 7,358E-03
Total 19 0,141
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 3,125E-03 3,125E-03 0,443 8,29 4,41
Sisa 18 0,127 7,054E-03
Total 19 0,130
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 1,250E-02 1,250E-02 1,929 8,29 4,41
Sisa 18 0,117 6,479E-03
Total 19 0,129
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
113
Lampiran 13. (lanjutan)
4. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 4 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa
tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 1,250E-02 1,250E-02 1,210 8,29 4,41
Sisa 18 0,186 1,033E-02
Total 19 0,198
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 9,680E-03 9,680E-03 1,305 8,29 4,41
Sisa 18 0,133 7,417E-03
Total 19 0,143
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 1,960E-03 1,960E-03 0,331 8,29 4,41
Sisa 18 0,107 5,920E-03
Total 19 0,109
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan
massa tanah pada selang kepercayaan 95 %.
114
Lampiran 13. (lanjutan)
5. Kerapatan Massa Tanah pada Intensitas Penyaradan 5 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa
tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,000 0,000 0,000 8,29 4,41
Sisa 18 6,192E-02 3,440E-03
Total 19 6,192E-02
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,000 0,000 0,000 8,29 4,41
Sisa 18 3,488E-02 1,938E-03
Total 19 3,488E-02
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,000 0,000 0,000 8,29 4,41
Sisa 18 6,688E-02 3,716E-03
Total 19 6,688E-02
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap kerapatan massa
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
115
Lampiran 14. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan Porositas Tanah
1. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 1 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 9,086 9,086 1,425 8,29 4,41
Sisa 18 114,734 6,374
Total 19 123,820
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 2,054 2,054 0,191 8,29 4,41
Sisa 18 193,664 10,759
Total 19 195,718
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,568 0,568 0,036 8,29 4,41
Sisa 18 283,597 15,755
Total 19 284,164
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
116
Lampiran 14. (lanjutan)
2. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 2 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 2,022 2,022 0,216 8,29 4,41
Sisa 18 168,689 9,372
Total 19 170,711
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 3,784E-02 3,784E-02 0,003 8,29 4,41
Sisa 18 224,546 12,475
Total 19 224,584
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 4,409 4,409 0,524 8,29 4,41
Sisa 18 151,375 8,410
Total 19 155,784
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
117
Lampiran 14. (lanjutan)
3. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 3 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 11,735 11,735 1,114 8,29 4,41
Sisa 18 189,662 10,537
Total 19 201,397
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 4,685 4,685 0,456 8,29 4,41
Sisa 18 185,002 10,278
Total 19 189,687
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 18,336 18,336 2,040 8,29 4,41
Sisa 18 161,814 8,990
Total 19 180,150
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
118
Lampiran 14. (lanjutan)
4. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 4 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 17,559 17,559 1,211 8,29 4,41
Sisa 18 261,004 14,500
Total 19 278,563
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 14,535 14,535 1,383 8,29 4,41
Sisa 18 189,167 10,509
Total 19 203,702
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 3,960 3,960 0,500 8,29 4,41
Sisa 18 142,662 7,926
Total 19 146,622
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh nyata terhadap porositas
tanah pada selang kepercayaan 95 %.
119
Lampiran 14. (lanjutan)
5. Porositas Tanah pada Intensitas Penyaradan 5 Rit
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti perlakuan pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti perlakuan berpengaruh terhadap respon.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Kedalaman 0-5 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,000 0,000 0,000 8,29 4,41
Sisa 18 89,328 4,963
Total 19 89,328
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah
pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 5-10 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,000 0,000 0,000 8,29 4,41
Sisa 18 51,266 2,848
Total 19 51,266
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah
pada selang kepercayaan 95 %.
Kedalaman 10-15 cm
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,000 0,000 0,000 8,29 4,41
Sisa 18 91,734 5,096
Total 19 91,734
Karena Fhitung < Ftabel, maka pemberian serasah tidak berpengaruh terhadap porositas tanah
pada selang kepercayaan 95 %.
120
Lampiran 15. Uji Lanjut Duncan
Kerapatan Massa Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah
Duncana
10 1,2870
10 1,4030
10 1,4610 1,4610
10 1,4880 1,4880
10 1,5160 1,5160 1,5160
10 1,5280 1,5280 1,5280
10 1,5280 1,5280 1,5280
10 1,5440 1,5440 1,5440
10 1,5550 1,5550 1,5550
10 1,5570 1,5570 1,5570
10 1,5660 1,5660
10 1,6100
1,000 ,072 ,063 ,063 ,184 ,067
Intensitas Penyaradan
kontrol
1
2
3
4
5
6
7
9
8
10
11
Sig.
N 1 2 3 4 5 6
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 5-10 cm Pada Jalur Serasah
Duncana
10 1,3370
10 1,4373
10 1,4790 1,4790
10 1,4970 1,4970 1,4970
10 1,5170 1,5170 1,5170
10 1,5450 1,5450 1,5450 1,5450
10 1,5460 1,5460 1,5460 1,5460
10 1,5490 1,5490 1,5490 1,5490
10 1,5620 1,5620 1,5620
10 1,5630 1,5630 1,5630
10 1,5730 1,5730
10 1,5940
1,000 ,083 ,059 ,080 ,140 ,198
Intensitas Penyaradan
kontrol
1
2
3
4
7
5
8
10
6
9
11
Sig.
N 1 2 3 4 5 6
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 10-15cm Pada Jalur Serasah
Duncana
10 1,3430
10 1,4350
10 1,4660 1,4660
10 1,4870 1,4870 1,4870
10 1,5380 1,5380 1,5380
10 1,5490 1,5490
10 1,5500 1,5500
10 1,5540 1,5540
10 1,5560 1,5560
10 1,5630 1,5630
10 1,5630 1,5630
10 1,5950
1,000 ,167 ,055 ,067 ,174
Intensitas Penyaradan
kontrol
1
2
3
4
6
7
5
9
8
10
11
Sig.
N 1 2 3 4 5
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
121
Lampiran 15. (lanjutan)
Porositas Tanah Pada Kedalaman 0-5 cm Pada Jalur Serasah
Duncana
10 39,1990
10 40,8710 40,8710
10 41,1910 41,1910 41,1910
10 41,3250 41,3250 41,3250
10 41,6960 41,6960 41,6960
10 42,3370 42,3370 42,3370
10 42,3470 42,3470 42,3470
10 42,7930 42,7930 42,7930
10 43,7990 43,7990
10 44,8400 44,8400
10 47,0790
10 51,4110
,066 ,175 ,063 ,065 ,065 1,000
Intensitas Penyaradan
11
10
8
9
7
6
5
4
3
2
1
kontrol
Sig.
N 1 2 3 4 5 6
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
Porositas Tanah Pada Kedalaman 5-10cm Pada Jalur Serasah
Duncana
10 39,8630
10 40,6360 40,6360
10 41,0600 41,0600 41,0600
10 41,0690 41,0690 41,0690
10 41,5980 41,5980 41,5980 41,5980
10 41,6700 41,6700 41,6700 41,6700
10 41,6960 41,6960 41,6960 41,6960
10 42,7680 42,7680 42,7680
10 43,5610 43,5610 43,5610
10 44,1280 44,1280
10 45,7620
10 49,9900
,204 ,138 ,080 ,072 ,092 1,000
Intensitas Penyaradan
11
9
10
6
8
7
5
4
3
2
1
kontrol
Sig.
N 1 2 3 4 5 6
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
Porositas Tanah Pada Kedalaman 10-15cm Pada Jalur Serasah
Duncana
10 39,7930
10 41,0140 41,0140
10 41,0510 41,0510
10 41,2970 41,2970
10 41,3589 41,3589
10 41,5380 41,5380
10 41,5410 41,5410
10 41,9860 41,9860 41,9860
10 43,9050 43,9050 43,9050
10 44,6310 44,6310
10 45,8390
10 49,2800
,164 ,064 ,060 ,171 1,000
Intensitas Penyaradan
11
8
10
9
5
6
7
4
3
2
1
kontrol
Sig.
N 1 2 3 4 5
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
122
Lampiran 15. (lanjutan)
Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 0-5 cm Pada Jalur Tanpa Serasah
Duncana
10 1,2870
10 1,4380
10 1,4790 1,4790
10 1,5290 1,5290
10 1,5660
10 1,5760
10 1,5800
1,000 ,273 ,182 ,216
Intensitas Penyaradan
kontrol
1
2
3
4
10
5
Sig.
N 1 2 3 4
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 5-10 cm Pada Jalur Tanpa
Serasah
Duncana
10 1,3370
10 1,4550
10 1,4850
10 1,5220 1,5220
10 1,5610
10 1,5690
10 1,5810
1,000 ,065 ,117
Intensitas Penyaradankontrol
1
2
3
4
5
10
Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
Kerapatan Massa Tanah Pada Kedalaman 10-15 cm Pada Jalur Tanpa Serasah
Duncana
10 1,3430
10 1,4450
10 1,4930 1,4930
10 1,5370 1,5370
10 1,5578 1,5578
10 1,5660 1,5660
10 1,5840
1,000 ,187 ,067 ,241
Intensitas Penyaradan
kontrol
1
2
3
4
5
10
Sig.
N 1 2 3 4
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
123
Lampiran 15. (lanjutan)
Porositas Tanah Pada Kedalaman 0-5 cm Pada Jalur Tanpa Serasah
Duncana
10 40,4220
10 40,5210
10 40,9190
10 42,2670 42,2670
10 44,2040 44,2040
10 45,7310
10 51,4110
,234 ,169 ,277 1,000
Intensitas Penyaradan5
10
4
3
2
1
kontrol
Sig.
N 1 2 3 4
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
Porositas Tanah Pada Kedalaman 5-10 cm Pada Jalur Tanpa Serasah
Duncana
10 40,4920
10 40,7720
10 41,0630
10 42,5930 42,5930
10 44,0410
10 45,1210
10 49,9900
,141 ,066 1,000
Intensitas Penyaradan10
5
4
3
2
1
kontrol
Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
Porositas Tanah Pada Kedalaman 10-15 cm Pada Jalur Tanpa Serasah
Duncana
10 40,1860
10 40,9150 40,9150
10 41,0960 41,0960
10 41,9900 41,9900
10 43,6920 43,6920
10 45,5020
10 49,2800
,225 ,060 ,180 1,000
Intensitas Penyaradan
10
5
4
3
2
1
kontrol
Sig.
N 1 2 3 4
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000.a.
124
Lampiran 16. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Acacia mangium pada Tanah
yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder.
1. Respon Pertambahan Tinggi
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 2,112 2,112 1,335 8,29 4,41
Sisa 18 28,493 1,583
Total 19 30,605
Karena Fhitung < Ftabel, maka respon pertambahan tinggi semai Acacia manium pada tanah yang
dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
2. Respon Pertambahan Panjang Akar
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar semai pada tanah yang dilewati forwarder
dan tidak dilewati forwarder berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 1,861 1,861 0,744 8,29 4,41
Sisa 18 45,029 2,502
Total 19 46,890
Karena Fhitung < Ftabel, maka respon pertambahan panjang akar Acacia mangium pada tanah
yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
125
Lampiran 16. (lanjutan)
3. Respon Nisbah Pucuk dan Akar (NPA)
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder
tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder
berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,106 0,106 0,146 8,29 4,41
Sisa 18 13,130 0,729
Total 19 13,237
Karena Fhitung < Ftabel, maka NPA semai Acacia mangium pada tanah yang dilewati dan tidak
dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
126
Lampiran 17. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Swietenia macrophylla pada
Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder.
1. Respon Pertambahan Tinggi
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,181 0,181 0,921 8,29 4,41
Sisa 18 3,529 0,196
Total 19 3,710
Karena Fhitung < Ftabel, maka respon pertambahan tinggi Swietenia macrophylla pada tanah
yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
2. Respon Pertambahan Panjang Akar
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar semai pada tanah yang dilewati forwarder
dan tidak dilewati forwarder berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,450 0,450 0,517 8,29 4,41
Sisa 18 15,662 0,870
Total 19 16,112
Karena Fhitung < Ftabel, respon pertambahan panjang akar Swietenia macrophylla pada tanah
yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
127
Lampiran 17. (lanjutan)
3. Respon Nisbah Pucuk dan Akar (NPA)
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder
tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder
berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 9,857E-03 9,857E-03 0,019 8,29 4,41
Sisa 18 9,425 0,524
Total 19 9,435
Karena Fhitung < Ftabel, maka NPA Swietenia macrophylla pada tanah yang dilewati dan tidak
dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
128
Lampiran 18. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Gmelina arborea pada Tanah
yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder.
1. Respon Pertambahan Tinggi
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan tinggi semai pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 0,200 0,200 0,490 8,29 4,41
Sisa 18 7,342 0,408
Total 19 7,542
Karena Fhitung < Ftabel, maka respon pertambahan tinggi semai Gmelina arborea pada tanah
yang dilewati dan tidak dilewati forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
2. Respon Pertambahan Panjang Akar
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak
dilewati forwarder tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti respon pertambahan panjang akar semai pada tanah yang dilewati forwarder
dan tidak dilewati forwarder berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 4,050 4,050 6,091 8,29 4,41
Sisa 18 11,968 0,665
Total 19 16,018
Karena Fhitung > Ftabel, maka respon pertambahan panjang akar semai Gmelina arborea pada
tanah yang dilewati dan tidak dilewati forwarder berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.
129
Lampiran 18. (lanjutan)
3. Respon Nisbah Pucuk dan Akar (NPA)
Hipotesis uji :
H0 : µ = 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder
tidak berbeda.
H1 : µ ≠ 0 ; berarti nilai NPA pada tanah yang dilewati forwarder dan tidak dilewati forwarder
berbeda.
Keputusan uji :
Fhitung > Ftabel : Terima H1
Fhitung < Ftabel : Terima H0
Analisis Ragam
Ftabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah Fhitung
0,01 0,05
Perlakuan 1 6,138E-02 6,138E-02 0,386 8,29 4,41
Sisa 18 2,862 0,159
Total 19 2,923
Karena Fhitung < Ftabel, maka NPA Gmelina arborea pada tanah yang dilewati dan tidak dilewati
forwarder tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %.