kenaikan temperatur larutan fixer … · · 2014-07-12skripsi ini merupakan persyaratan yang...
TRANSCRIPT
1
KENAIKAN TEMPERATUR LARUTAN FIXER MENINGKATKAN
KECEPATAN PROSESING FOTO PERIAPIKAL
KOMANG RUPA WIDHINANJAYA
NPM: 10.8.03.81.41.1.5.071
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2014
2
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
KENAIKANTEMPERATUR LARUTAN FIXERMENINGKATKAN
KECEPATAN PROSESING FOTO PERIAPIKAL
Skripsiinidibuatsebagaisalahsatusyaratuntukmendapatkan
gelarSarjanaKedokteran Gigi padaFakultasKedokteran Gigi
UniversitasMahasaraswati Denpasar
Oleh :
KOMANG RUPA WIDHINANJAYA
NPM: 10.8.03.81.41.1.5.071
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
PembimbingI
Haris Nasutianto.drg.,M.Kes.,Sp.RKG (K)
NPK. 826 696 210
Pembimbing II
D.A Nuraini Sulistiawati.drg.,M.Biomed
NPK. 826 298 162
3
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN
Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara
pembuatan skripsi dengan judul “KENAIKAN TEMPERATUR LARUTAN
FIXER MENINGKATKAN KECEPATAN PROSESING FOTO
PERIAPIKAL” yang telah dipertanggungjawabkan oleh calon sarjana yang
bersangkutan pada Februari 2014.
Atas nama Tim Penguji Skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.
Denpasar, Februari 2014
Tim Penguji Skripsi
FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar
Ketua,
Haris Nasutianto,drg.,M.Kes.,Sp.RKG (K)
NPK. 826 298 162
Anggota : Tanda Tangan
1. I D A Nuraini Sulistiawati,drg.,M.Biomed 1.……………
NPK. 826 696 210
2. Ni Kadek Ari Astuti,drg.,M.DSc 2...................
NPK : 826 495 203
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Putu Ayu Mahendri Kusumawati,drg., M.Kes.,FISID
NPK : 19590512 198903 2 00
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kenaikan
Temperatur Larutan Fixir Meningkatkan Kecepatan Prosesing Foto Periapikal” ini
tepat pada waktunya.
Skripsi ini merupakan persyaratan yang penulis buat untuk memenuhi
satuan kredit semester (SKS) dalam rangka mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Gigi (SKG) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Di
samping itu, skripsi ini juga merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga
bagi penulis untuk dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah yang diharapkan
nantinya dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan khususnya di bidang kedokteran
gigi.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada :
1. Yth. drg. Haris Nasutianto, M.Kes., Sp.RKG (K), M.Biomed selaku dosen
pembimbing I, atas segala upaya dan bantuan beliau dalam mengarahkan,
membimbing, dan memberikan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Yth. drg. D A Nuraini Sulistiawati, M.Biomed selaku dosen pembimbing
II, atas bantuannya dalam membimbing sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan
ii
3. Yth. drg. Ni Kadek Ari Astuti, M.DSc selaku dosen penguji, yang telah
menguji serta memberikan koreksi dan masukan kepada penulis.
4. Yth. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar.
5. Sahabat – sahabat saya tercinta, Ida Bagus Angga Triadi, I Putu Risca
Pramana Yudha, Putu Gede Putra Dananjaya Kawisana, Gede Nanda
Pradana, Anak Agung Ngurah Pramana Surya, Rian Arimbawa, Komang
Yoga Widiantara, Ida Bagus Kresnananda, Krisna Parama Arta, Andy
Kumbara Putra, Putu Sandy Mandita, dan seluruh teman – teman
angkatan 2010 atas bantuan dan motivasinya selama penyusunan skripsi
ini.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada ayahanda I Putu Jembawan, S.Sos., M.M, ibunda tercinta Dra. Ni Nengah
Wardani., M.M, kakak tercinta dr. Putu Gede Wawan Swandayana, Kadek Rupa
Widhiatmika, serta pacar tercinta Putu Karnila Ambarika Dewi yang selalu
memberikan semangat dan doa serta dukungan finansialnya sehingga penyusunan
skripsi ini berjalan lancar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Denpasar, Februari 2014
Penulis
iii
Kenaikan Temperatur Larutan Fixer Meningkatkan Kecepatan Prosesing
Foto Periapikal
Abstrak
Salah satu tahapan prosesing film adalah fixing menggunakan larutan
fixer. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dari fixer salah satunya
yaitu temperatur dari larutan fixer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kenaikan temperatur larutan fixer meningkatkan kecepatan prosesing
foto periapikal. Sampel penelitian ini berjumlah 30 buah film periapikal yang
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu satu kelompok kontrol menggunakan fixer
dengan temperatur 30˚C sebanyak 10 sampel dan dua kelompok eksperimen
dimana masing-masing kelompok eksperimen memiliki 10 sampel dengan
menggunakan fixer dengan temperatur 20˚C dan 40˚C. Film dicuci pada larutan
developer sampai terbentuk bayangan putih anatomi gigi dilihat dibawah
safelight, kemudian dilakukan pencucian pada masing-masing larutan fixer
dengan hasil waktu yang berbeda-beda, setelah itu dilakukan pembilasan dan
pengeringan dan hasilnya dilihat pada viewer. Dalam uji hipotesis yang
menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji ANOVA didapatkan hasil p
0,000 < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa temperatur mempengaruhi kecepatan
prosesing foto periapikal.
Kata kunci : temperatur larutan fixer, kecepatan prosesing foto periapikal.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
D. Hipotesis ................................................................................................. 4
E. Manfaat ................................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
A. Sinar-X ................................................................................................... 5
B. Film Sinar-X ........................................................................................... 6
C. Teknik Radiografi Intraoral .......................................................................... 7
1. Teknik Radiografi Periapikal ........................................................... 7
2. Teknik Radiografi Bite Wing ............................................................ 10
3. Teknik Radiografi Oklusal ............................................................... 11
D. Faktor Yang Berpengaruh Pada Gambaran
Radiografi……........................................................................................12
1. Kualitas Gambar……….....................................................................13
2. Gambar Geometri ............................................................................. .14
3. Karakteristik Sinar-X ....................................................................... .14
4. Ketajaman Gambar Dan Resolusi .................................................... .15
E. Prosesing Film………….......................................................................15
1. Metode Prosesing ............................................................................ .16
2. Larutan ............................................................................................. 1
v
F. Pengaruh Temperatur Fixer Pada Prosesing Foto Periapikal ................ 22
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 24
A. Rancangan Penelitian ........................................................................... 24
B. Identifikasi Variabel ............................................................................. 24
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 24
D. Definisi Operasional ............................................................................ 25
E. Instrumen Penelitian ............................................................................. 26
F.Alur Penelitian ....................................................................................... 28
G.Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 29
H. Analisis Data ........................................................................................ 29
IV. HASIL PENELITIAN ............................................................................... 30
V. PEMBAHASAN ......................................................................................... 36
VI. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 40
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil kecepatan prosesing foto periapikal dengan temperatur larutan
fixer 30°C, 20°C dan 40°C. .................................................................30
Tabel 4.2 Tabel 4.2 Kolmogorov-Smirnov Test ...................................................32
Tabel 4.3 Lavene’s Test........................................................................................33
Tabel 4.4 ANOVA...............................................................................................33
Tabel 4.5 Tabel LSD............................................................................................34
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Teknik Bidang Bagi .......................................................................9
Gambar 2.2. Teknik Kesejajaran .........................................................................10
Gambar 2.3. Teknik Bite Wing ............................................................................11
Gambar 2.4. Teknik Oklusal ...............................................................................12
Gambar 3.1 Dental X-Ray ...................................................................................27
Gambar 3.2 Termometer .....................................................................................27
Gambar 3.3 Viewer..............................................................................................27
Gambar 4.1 Hasil gambaran kecepatan radiografi dengan prosesing temperatur
larutan fixer 20°C. ..........................................................................30
Gambar 4.2 Hasil gambaran kecepatan radiografi dengan prosesing temperatur
larutan fixer 30°C. ..........................................................................31
Gambar 4.3 Hasil gambaran kecepatan radiografi dengan prosesing temperatur
larutan fixer 40°C. ..........................................................................31
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Uji Normalitas………………………………….41
2. Hasil Uji Homogenitas……………………………….41
3. Hasil Uji ANOVA…………………………………...42
4. Hasil Uji LSD………………………………………..42
5. Dokumentasi Hasil…………………………………...43
6. Dokumentasi Alat dan Bahan………………………..44
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum melakukan perawatan dan pengobatan gigi-geligi dan mulut maka
tahap pertama yang perlu dilakukan adalah pembuatan dental radiogram.Dental
radiogram ini memegang peranan yang penting dalam menegakkan diagnosis,
merencanakan perawatan dan mengevaluasi hasil perawatan.Untuk menunjang ini,
diperlukan radiogram yang dibuat dengan teknik yang tepat (Margono, 1998).
Keterampilan serta kecermatan dalam menafsirkan suatu radiogram
diperlukan apabila ingin mendapatkan suatu diagnosis klinis yang benar.Apabila
hal tersebut belum dipenuhi, sedangkan pembuatan radiogram telah dilaksanakam,
maka bisa menjadi tidak tepat diagnosis tersebut (Margono, 1998).
Kadang-kadang dokter gigi kurang pengetahuan apakah radiogram ada
kesalahannya atau tidak, baik pada pengambilan atau pemprosesannya, tetapi tetap
dilakukan intepretasi, sehingga hasil tafsirnya tidak akan betul (Margono, 1998).
Suatu gambaran radiografi yang baik dapat diperoleh jika menggunakan
peralatan yang layak dan ketepatan dalam prosedur prosesing.Radiogram sebagai
pemberi data spesifik harus ditunjang oleh ekspose film dan prosedur yang baik
(Lovestedt, 1975).
Alat foto rontgen atau dental X-ray unit yang mutakhir tidak menjamin
akan menghasilkan suatu radiogram yang baik tanpa disertai dengan penerapan
teknik foto yang memadai (Margono, 1998).
2
Dalam dunia kedokteran gigi teknik radiografi terdiri dari teknik radiografi
intraoral dan ekstraoral. Yang termasuk teknik intraoral ialah teknik bidang bagi,
teknik kesejajaran, teknik bitewing (sayap gigit), teknik oklusal, dan teknik buccal
object rule(Margono, 1998). Teknik foto ekstraoral yang paling umum dan yang
paling sering digunakan adalah panoramik, sedangkan teknik foto ekstraoral
lainnya adalah lateral, antero posterior, postero anterior, chepalometri, proyeksi-
Waters, proyeksi reverse-Towne, proyeksi Submentovertex (Haring dan Jansen,
2000)
Prosesing film merupakan suatu proses untuk menjelaskan tahapan-
tahapan dalam mengkonversi gambar laten yang tidak terlihat menjadi terlihat
(Whaites, 2002). Tahap prosesing film manual dan otomatis pada umumnya
terdiri dari proses developing,rinsing,fixing,washing, dan drying (Margono, 1998).
Pada tahap developing film harus dimasukkan dengan cepat ke dalam
larutan developer dengan temperatur normal sekitar 68-70°F selama kira-kira 5
menit, lalu film hanger digerakan naik turun dengan kuat selama 5 detik untuk
menghilangkan gelembung-gelembung udara residu dan biarkan larutan developer
membasahi kedua permukaan film. Film tidak boleh digerakan selama proses
developing (Langland, 2002).
Fungsi tahap fixing adalah untuk menghilangkan perak kristal halide yang
tidak ter-developer pada emulsi. Temperatur dari larutan developing, fixing, dan
washing harus benar-benar terkontrol (Goaz, 1982).
Untuk mencapai dan mempertahankan kualitas yang baik dari radiograf
diperlukan pemeriksaan rutin dan pemantauan variabel untuk menghindari
terjadinya kesalahan prosesing film. Contoh kesalahan prosesing film yang paling
3
sering dilakukan sehingga menghasilkan film yang tidak bagus adalah kelebihan
dan kekurangan waktu developer, kelebihan dan kekurangan waktu fixer, larutan
yang saling terkontaminasi dan beberapa contoh lainnya. Dokter gigi diharapkan
mampu mengenali penyebab kesalahan berbagai film sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat. Mengulang sebuah radiograf tanpa menetapkan penyebab
kesalahan terlebih dahulu , dapat mengakibatkan kesalahan yang berlanjut.
Dari teori diatas temperature larutan fixer juga merupakan salah satu faktor
yang penting diperhatikan dalam pemrosesan.Pada larutan developer sudah
diketahui pengaruh temperatur larutan developer terhadap kecepatan prosesing
radiografi, namun pada larutan fixer belum diketahui pengaruh temperatur larutan
fixer terhadap kecepatan prosesing radiografi.
Untuk melihat kenaikan dari temperatur larutan fixer meningkatkan
kecepatan prosesing radiografi maka akan dilakukan penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka permasalahan yang muncul
adalah : Apakah temperatur larutan fixer mempengaruhi kecepatan prosesing
foto periapikal pada bagian radiologi kedokteran gigi di Rumah Sakit Gigi
Dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas mahasaraswati Denpasar.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kenaikan temperatur
larutan fixer meningkatkan kecepatan prosesing foto periapikal pada bagian
radiologi kedokteran gigi di Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas mahasaraswati Denpasar.
4
D. Hipotesis
Temperatur larutan fixer berpengaruh terhadap kecepatan prosesing foto
periapikal.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a) Untuk mengetahui pengaruh temperatur larutan fixer terhadap kecepatan
prosesing foto periapikal.
b) Sebagai masukan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa klinik untuk dapat
mengetahui pengaruh temperatur larutan fixer terhadap kecepatan prosesing
foto periapikal.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sinar-X
Sinar-X ditemukan pada 8 November 1895 olehWilhem Conrad Roentgen,
seorang profesor fisika di Universitas Wurzburgdi Jerman. Dia bekerja dengan
tabung vakum yang disebut tabung Hittorf-Crookes, di mana arus listrik dari
baterai mengalir. Rontgen, seperti banyak rekan-rekannya, tertarik pada sinar
katoda dan jenis cahaya yang dihasilkan ditabung vakum ketika sebuah arus listrik
diterapkan. Karena ia khawatir dengan cahaya, ia bekerja di ruang yang gelap
dengan karton hitam menutupi tabung Hittorf-Crookers, dan ada banyak piring
neon di laboratoriumnya (Frommer dan Jeanine, 2005).
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik yang keluar dari anoda
tabung sinar-X setelah penembakan target dengan elektron berkecepatan tinggi.
Proses terjadinya sinar-X yaitu terjadi dari tabung gelas hampa udara, dimana ada
pertemuan elektroda positif/anoda dan elektroda negatif/katoda. Katoda yang
dibalut filament, bila diberi arus beberapa mA bisa menghasilkan atau melepaskan
elektron.Tegangan tinggi antara anoda dan katoda, menyebabkan elektron-
elektron katoda ditarik ke anoda. Pada saat elektron dengan kecepatan tinggi
menumbuk anoda maka terjadilah sinar-X, makin tinggi nomor katoda dan makin
tinggi kecepatan elektron, makin besar energi dan daya tembus sinar-X yang
terjadi (Margono, 1998).
Sinar-X adalah gelombang Elektromagnetik dengan panjang gelombang
antara 0, 5-2, 5A. Sinar-X dihasilkan dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi
6
dengan logam sasaran. Oleh karena itu, suatu tabung sinar-X harus mempunyai
suatu sumber elektron, voltase tinggi, dan logam sasaran. Selanjutnya elektron
elektron yang ditumbukan ini mengalami pengurangan kecepatan dengan cepat
dan energinya diubah menjadi foton (Jamaluddin, 2010).
Pada dasarnya radiograf adalah gambaran dari sebuah objek yang dibuat
dengan menggunakan sinar-X. Gambar rontgen atau bayangan dari objek pada
awalnya tidak terlihat dan setelah film di ekspose melalui sinar-X dan dilakukan
prosesing maka gambar rontgen dari objek tersebut dapat terlihat (Wuehrmann,
1981).
B. Film Sinar-X
Film mempunyai dua komponen utama yaitu emulsi dan base.Emulsi
merupakan komponen yang sensitif terhadap sinar-X dan merupakan bagian yang
mencatat gambar radiografi. Emulsi mengandung perak halida yang sangat
sensitif terhadap radiasi sinar-X, terdapat lapisan gelatin pada bagian luar emulsi
yang berfungsi sebagai pelindung permukaan emulsi dari kerusakan mekanik.
Komponen utama dari perak halida ini adalah kristal perak bromide (Lovestedt,
1975).
Base merupakan komponen dari sinar-X yang dilindungi oleh lapisan
emulsi pada kedua sisinya. Lapisan emulsi pada kedua sisi base ini berfungsi
untuk mencegah film terlipat atau rusak, dan memberikan kontras jika digunakan
dengan intensifying screen. Base yang digunakan dalam film sinar-X memiliki
ketebalan 0,18mm dan terbuat dari polyester polyethylene terepthalate. Base
dengan lapisan biru tipis lebih baik dalam hal penyempurnaan hasil diagnostik
yang lebih rinci (White & Pharoah, 2004).
7
Terdapat dua tipe dasar film sinar-X yaitu film nonscreen dan film screen.
Film intraoral (tipe nonscreen) dipasarkan dalam paket yang mengandung
berbagai ukuran film periapikal, bitewing dan oklusal. Film ekstraoral, baik medis
dan gigi, dipasarkan baik tipe screen maupun nonscreen. Film nonscreen terletak
dalam paket plastik atau kertas dan membutuhkan penyinaran sinar-X langsung
untuk mendapatkan gambar laten. Bila dibandingkan dengan film screen, film
nonscreen menghasilkan skala kontras film yang lebih besar (White dan Goaz,
1982.).
Film periapikal merupakan salah satu jenis dari film intraoral (tipe
nonscreen). Film ini biasanya digunakan untuk merekam gambar mahkota, akar
dan daerah periapikal dari gigi. Film ini terdapat tiga ukuran yaitu ukuran 0 (22 x
35mm) untuk anak kecil, ukuran 1 (24 x 40mm) digunakan untuk bidang yang
relative sempit dan digunakan pada daerah anterior, dan ukuran 2 (32 x 41mm)
merupakan film standar untuk orang dewasa (White & Goaz, 1982).
C. Teknik Intraoral
Menurut Margono (1998), teknik intraoral adalah teknik pengambilan gambar
radiograf dimana film diletakkan di dalam rongga mulut. Terdapat beberapa
teknik pengambilan gambar intraoral, yaitu:
1. Teknik Radiografi Periapikal
Teknik periapikal adalah suatu teknik intraoral yang dirancang untuk
menunjukkan gigi secara individual dan jaringan disekitar apikal gigi. Setiap film
biasanya menunjukkan dua sampai empat gigi dan memberikan informasi secara
detail mengenai gigi dan tulang alveolar di sekelilingnya (Whaites, 2002).
8
Teknik ini diindikasikan untuk mengetahui keadaan morfologi akar gigi
sebelum dilakukan pencabutan, mengetahui keadaan jaringan periodontal,
mengevaluasi kista di apikal dan lesi lain yang melibatkan tulang alveolar, dan
untuk mengetahui letak dari gigi yang belum erupsi (Whaites, 2002). Pada teknik
periapikal terdapat dua teknik, yaitu:
a. Teknik Bidang Bagi (Gambar 2.1)
Pada teknik ini posisi film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi,
jadi posisi film tidak sejajar dengan sumbu panjang bidang film, dan konus
yang dipakai adalah konus pendek (Margono, 1998).
Teori bidang bagi ini merupakan trik geometrik, dasar yang dipakai
adalah teori geometrik. Pada pembuatannya apabila menguasai tekniknya
maka panjang gigi dalam radiogram akan mendekati kebenaran, akan tetapi
bila kurang menguasai tekniknya maka akan menimbulkan banyak problem,
salah satu diantaranya adalah distorsi gambar (Margono, 1998).
Apabila ada suatu sudut, dibuat garis bagi dan pada salah satu kakinya
dibuat satu titik. Dari titik tersebut dibuat garis yang tegak lurus dengan garis
bagi tersebut, sehingga terjadi segitiga sama kaki. Arah konus pada teknik ini
dibagi menjadi dua arah, yaitu arah konus untuk rahang atas dan arah konus
untuk rahang bawah (Margono, 1998).
Arah untuk konus rahang atas:
1) Tegak lurus pada bidang bagi
2) Depan:
a) Insisivus satu, konus di arahkan pada ujung hidung.
b) Insisivus kedua, konus di arahkan pada lubang hidung.
9
c) Kaninus, konus di arahkan pada cuping hidung.
3) Belakang:
Konus diarahkan ke garis yang menghubungkan tragus ke alanasi.
Arah konus untuk rahang bawah:
1) Tegak lurus bidang bagi.
2) Depan:
Konus diarahkan ke protruberentia.
3) Belakang:
Konus diarahkan ke garis yang berada seperampat inci atau 0,60 cm diatas
tepi mandibula dan sejajar dengannya.
Gambar 2.1 Teknik Bidang Bagi (Miles dkk., 2009)
b. Teknik Kesejajaran (Gambar 2.2)
Pada teknik ini posisi film di dalam mulut penderita terhadap sumbu
panjang gigi adalah sejajar dan arah sinar tegak lurus pada bidang film, jadi
tegak lurus juga dengan sumbu panjang gigi (Margono, 1998).
Keuntungan dari teknik ini adalah gambar yang dihasilkan jauh lebih
baik, gambar yang dihasilkan mendekati ukuran sebenarnya dibandingkan
teknik bidang bagi, sedangkan kerugian dari teknik ini adalah susah untuk
10
meletakkan alat yang cukup besar ukurannya terutama pada anak-anak dengan
ukuran mulut yang kecil dan palatum yang dangkal (Margono, 1998).
Gambar 2.2 Teknik Kesejajaran (Miles dkk., 2009)
2. Teknik Radiografi Bitewing (Gambar 2.3)
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Raper (1925). Teknik bite
wing digunakan untuk mendeteksi karies di permukaan proksimal gigi dan
puncak alveolar yang secara klinis tidak dapat di deteksi (Margono, 1998).
Teknik ini digunakan untuk mendeteksi karies gigi, mengevaluasi
perkembangan karies gigi, mengetahui adanya kelebihan tumpatan
(overhanging), dan mengetahui keadaan jaringan periodontal (Whaites, 2002).
Keuntungan teknik bitewing adalah bahwa dengan 1 film dapat dipakai
untuk memeriksa gigi-gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus, sedangkan
kerugiannya adalah tidak dapat melihat keadaan tulang alveolar dan daerah
apikal gigi (Margono, 1998).
Posisi kepala pada pelaksanaan teknik ini ada dua bidang yang perlu
diperhatikan antara lain bidang vertikal (bidang sagital) harus tegak lurus
dengan bidang horizontal dan bidang oklusal harus sejajar dengan bidang
horizontal. Pada teknik bitewing digunakan film berukuran 3,2 x 4,1 cm.
Apabila film yang dipergunakan ukurannya lebih besar maka harus hati-hati
11
memasukkan kedalam mulut penderita supaya penderita tidak merasa sakit
(Margono, 1998).
Film yang sudah diberi tabs atau loops dimasukkan kedalam mulut
penderita. Film dipegang oleh operator dengan jari telunjuk yang diletakkan
pada tab, sehingga tab menyentuh permukaan oklusal dari gigi. Penderita
diminta menutup mulutnya perlahan-lahan, sementara operator melepaskan
jari telunjuknya, dan akhirnya penderita diminta menggigitkan gigi-gigi atas
dan bawah sehingga berkontak (Margono, 1998).
Gambar 2.3 Teknik Bite wing (Miles dkk., 2009)
3. Teknik Radiografi Oklusal (Gambar 2.4)
Teknik oklusal adalah semua teknik yang filmnya diletakkan pada
bidang oklusal. Film yang dipergunakan ukurannya 5,7 x 7,6 cm.
Teknik oklusal dapat digunakan untuk mengetahui benda asing di
dalam tulang rahang dan batu di dalam saluran glandula saliva, melihat batas
tengah, depan dan pinggir dari sinus maksilaris, untuk memeriksa pasien
dengan trismus, menunjukkan letak fraktur pada mandibula dan maksila, juga
untuk memeriksa bagian medial dan lateral bagian yang terkena kista dan
osteomielitis (Margono, 1998).
12
Teknik oklusal dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu true occlusal
dan oblique occlusal. Pada true occlusal atau yang disebut juga cross section
view/right angle view sinarnya tegak lurus pada film baik untuk rahang bawah
maupun rahang atas. Teknik ini untuk menentukan bentuk lengkung rahang.
Dalam pemeriksaan fraktur, true occlusal dapat juga membantu, dan dapat
juga untuk melihat kalkulus di glandula submandibula dan salurannya. True
occlusal lebih sering digunakan untuk rahang bawah dan hampir tidak pernah
digunakan untuk rahang atas.
Pada oblique occlusal atau yang disebut juga topografik oklusal
sinarnya diarahkan tegak lurus pada bidang bagi ke apikal dari gigi (Margono,
1998).
Gambar 2.4 Teknik Oklusal (Miles dkk., 2009)
D. Faktor Yang Berpengaruh Pada Gambaran Radiografi
Beberapa faktor yang berpengaruh pada gambaran radiografi adalah
sebagai berikut (Whaites, 2002) :
13
1. Kualitas Gambar
Kualitas gambar dan jumlah detail yang ditampilkan pada radiograf tergantung
pada beberapa faktor yaitu:
a. Kontras
Kontras radiografi adalah perbedaan visual antara berbagai bayangan
hitam, putih dan abu-abu yang tergantung pada:
1) Subjek kontras
Adalah perbedaan yang disebabkan oleh derajat perbedaan dari
redaman sinar-X yang ditransmisikan melalui berbagai bagian jaringan
pasien. Ini tergantung pada:
a) Perbedaan ketebalan jaringan
b) Perbedaan kepadatan jaringan
c) Perbedaan dalam jumlah atom jaringan
d) Kualitas tegangan (kV) atau daya tembus dari sinar radiasi
2) Film Kontras
Adalah sifat yang melekat pada film itu sendiri. Ini menentukan
bagaimana film akan menanggapi perbedaan paparan yang diterimanya
setelah pancaran sinar-X mengenai pasien. Film kontras tergantung
pada empat faktor, yaitu:
a) Kurva karakteristik dari film
b) Optical density atau tingkat kehitaman film
c) Tipe film – direct atau indirect action
d) Prosesing
14
3) Kabut dan Penyebaran
Radiasi yang menyimpang dapat mencapai film baik sebagai hasil dari
latar belakang yang kabut, atau karena penyebaran yang kurang yang
berasal dari dalam diri pasien, menghasilkan kepadatan film yang tidak
diinginkan (kehitaman), sehingga mengurangi kontras radiografi.
2. Gambar Geometri
Akurasi geometrik dari suatu gambar tergantung pada posisi sinar X, objek
dan film yang memerlukan persyaratan tertentu geometris dasar (Whaites,
2002):
a. Objek dan film harus berkontak atau sedekat mungkin
b. Objek dan film harus sejajar satu sama lain
c. Tubehead sinar-X harus diposisikan sehingga sinar dapat bertemu dengan
objek dan film pada sudut yang tepat.
3. Karakteristik Sinar-X
Sinar-X ideal yang digunakan untuk pencitraan harus sebagai berikut
(Whaites, 2002) :
a. Memiliki penetrasi yang cukup saat mengenai pasien, sampai tingkat
tertentu, dan bereaksi dengan emulsi- film untuk menghasilkan kontras
yang baik antar berbagai variasi bayangan hitam, putih dan abu-abu.
b. Paralel, yaitu non-divergen, untuk mencegah pembesaran gambar.
c. Diproduksi dari titik sumber yang dapat mengurangi kekaburan dari
margin gambar dan efek penumbra.
15
4. Ketajaman Gambar dan Resolusi
Menurut Whaites (2002), ketajaman didefinisikan sebagai kemampuan dari
film sinar-X untuk menentukan tepi. Penyebab utama kehilangan definisi tepi
meliputi:
a. Ketidaktajaman geometris termasuk efek penumbra.
b. Ketidaktajaman gerak, disebabkan oleh bergeraknya pasien selama
eksposur.
c. Ketidaktajaman penyerapan yang disebabkan oleh variasi bentuk objek,
misalnya servikal burn-out di leher gigi.
d. Ketidaktajaman layar, disebabkan oleh difusi dan penyebaran cahaya yang
dipancarkan dari intensifying screen.
e. Resolusi yang kurang. Resolusi, atau resolving power film, adalah ukuran
dari kemampuan film untuk membedakan struktur yang berbeda dan
merekam gambar yang terpisah dari objek kecil yang ditempatkan sangat
dekat bersama-sama, dan ditentukan terutama oleh karakteristik dari film,
yaitu:
1) Tipe direct atau indirect action
2) Kecepatan
3) Ukuran emulsi kristal perak halida.
Resolusi diukur dalam baris yang berpasangan per mm.
E. Prosesing Film
Prosesing film merupakan suatu langkah yang melengkapi prosedur untuk
mendapatkan hasil radiografi. Prosesing menghasilkan gambar tampak yang
16
berasal dari gambar laten hasil foto sinar-X. Ketika sinar-X mengenai perak iodo
bromide (AgBr) pada emulsi film, maka terbentuk gambar laten. Gambar laten
akan menjadi tampak setelah film direndam dalam larutan kimia yang mengubah
perak halide menjadi partikel perak metalik (Langland dkk, 2002).
1. Metode Prosesing.
Dalam prosesing film terdapat dua metode yaitu (Margono, 1998):
a. Manual:
1) Dengan kamar gelap:
a) Metode Visual
Metode Visual yang dipergunakan dalam klinik gigi adalah:
(1) Semua lampu dipadamkan kecuali safelights.
(2) Film yang sudah disinari dibawa ke kamar gelap dan dibuka
dari pembungkusnya. Masukkan film yang sudah dibuka
tersebut ke dalam larutan developer. Film diangkat keluar dari
developer dan diamati dibawah safelights, apakah sudah ada
bayangan putih yang kabur atau belum (proses ini disebut
developing).
(3) Kemudian film tersebut dicuci dibawah air yang mengalir
selama kurang lebih 20 detik (proses ini disebut rinsing).
(4) Selanjutnya film dimasukkan ke dalam larutan fixer sampai
terlihat gambaran gigi dan jaringan sekitarnya (proses ini
disebut fixing).
(5) Film tersebut dicuci dibawah air mengalir sampai bau asam
dari larutan fixer hilang (proses ini disebut washing).
17
(6) Terakhir dilakukan proses pengeringan atau yang disebut
dengan proses drying.
Keuntungan metode visual:
(1) Film lebih dapat berkembangan dalam hal kontras detailnya
pada bagian subyek yang harus terlihat, sehingga gambar pada
film yang seharusnya terang akan terlihat terang dan yang
seharusnya gelap akan terlihat gelap.
(2) Apabila film ini ternyata disinari terlalu berlebihan maka
dengan metode ini akan dimungkinkan mengurangi efek
penyinaran sehingga detail gambar yang didapat lebih bagus.
(3) Apabila film sedikit kurang tersinari maka dengan metode ini
dimungkinkan mempertajam penyinaran sehingga detail
gambar yang didapat lebih bagus.
b) Metode Temperatur – waktu
(1) Semua lampu di padamkan kecuali safelights.
(2) Film yang telah disinari dibawa ke kamar gelap dan dibuka dari
bungkusnya.
(3) Film digantung pada hanger film kemudian dimasukkan ke
dalam larutan developer dengan temperatur tertentu dan
lamanya sesuai dengan temperatur waktu (proses ini disebut
developing).
(4) Kemudian dibilas dengan air (proses ini disebut rinsing).
(5) Lalu film dimasukkan ke dalam larutan fixer sampai terlihat
gambar yang jelas (proses ini disebut proses fixing).
18
(6) Film kembali dicuci dengan air yang mengalir (tahap washing).
(7) Tahap yang terakhir adalah tahap pengeringan (tahap drying).
Keuntungan metode temperatur – waktu:
(1) Dapat dengan tepat mengecek waktu penyinarannya.
(2) Film tidak harus dicek dari waktu ke waktu, interval waktunya
sudah di set, apabila alarmnya berbunyi, maka film dapat
dikeluarkan dari larutan tersebut.
2) Tanpa kamar gelap (self – prosesing)
Metode prosesing film yang juga dipakai dalam klinik gigi
adalah metode self – prosesing. Larutan yang mengandung developer
dan fixer dalam satu larutan disebut monobath, disuntikkan kedalam
pembungkus film yang sudah disinari, lalu dipijat dengan jari selama
15 detik. Kemudian pembungkus film dibuka dan film dimasukkan
kedalam larutan pengeras. Lalu dibilas dengan air yang mengalir dan
kemudian dikeringkan.
b. Prosesing Otomatis:
Proses ini dengan menggunakan alat yang disebut Prosesor
Otomatis.
Caranya: Film yang sudah disinari dimasukkan ke dalam prosesor
otomatis yang sudah berisikan larutan developer dan fixer. Film secara
otomatis melalui kedua larutan tersebut dan keluar dari alat sudah dalam
keadaan kering. Proses ini biasanya digunakan untuk film-film berukuran
besar seperti panoramik, cephalometri.
19
2. Larutan
a. Larutan Fixer
Fungsi larutan fixer adalah untuk melarutkan kristal perak halida
yang tidak larut dalam larutan developer. Jika kristal tersebut tidak larut,
gambar tidak akan terlihat. Fungsi kedua adalah untuk mengeraskan
emulsi.Komposisi dari larutan fixer adalah clearing agent, preservative,
hardener, acidifier (Goaz, 1982).
1) Clearing agent
Pada proses fixer, film akan dibersihkan dengan melarutkan
perak halida yang tidak terekspose. Larutan sodium atau ammonium
thiosulfat yang berguna sebagai pelarut perak halida. Pelarutan itu
terjadi karena larutan mengangkat ion perak sehingga menyebabkan
kristal perak halida yang tidak terekspose pada tahap fixer menjadi
berkurang (Goaz, 1982).
2) Preservative
Sodium sulfat adalah larutan yang berperan mengawetkan pada
larutan fixer seperti pada larutan developer. Hal ini untuk mencegah
oksidasi dari developer yang mungkin dibawa film dari proses
developing ke proses fixing. Selain itu oksidasi dari developer dapat
menyebabkan noda warna dapat dihapus pada larutan fixer (Goaz,
1982).
20
3) Hardener
Aluminium potassium sulfat dan chromium potassium sulfat
merupakan pengeras pada larutan fixer yang berperan untuk mencegah
gangguan dari asam asetat dan mengeraskan gelatin (Goaz, 1982).
4) Acidifier
Pada larutan fixer biasanya terdapat asam, yaitu asam asetat. Asam
berfungsi secara cepat menetralisir semua pengaruh dari alkali. Adanya
alkali mungkin disebabkan karena alkali terbawa dari proses
developing hingga ke tangki fixing hasil dari oksidasi dari over
develop (Goaz, 1982).
b. Larutan developer
Larutan developer memiliki empat komposisi dasar seperti
developing agent, preservative, activator, dan restrainer (Iannucci &
Howerton, 2006).
1) Developing agent
Developing agent (yang dikenal juga sebagai reducing agent)
mengandung dua jenis kimia, yaitu Hydroquinone dan Elon. Tujuan
dari developing agent ini untuk mengurangi perak kristal halida yang
terkena perak hitam metalik.
Hydroquinone menghasilkan kontras pada gambar radiografi.
Hydroquinone tidak aktif pada temperatur dibawah 60° F (15,6° C)
dan akan sangat aktif pada temperatur diatas 80° F (26,7° C). Karena
bahan kimia ini sensitif dengan suhu, makan suhu larutan developer
21
sangat penting. Suhu normal untuk larutan developer adalah 68° F
(20°C).
Elon juga dikenal sebagai metol, bertindak cepat untuk menghasilkan
gambar radiografi yang jelas. Elon menghasilkan banyak bayangan
abu-abu yang terlihat pada radiografi gigi.Bahan kimia ini tidak
sensitif pada suhu. Jika Hydroquinone dan Elon digunakan secara
individu, tidak dalam kombinasi, Elon akan memproduksi sebuah film
yang muncul bayangan abu-abu dengan kontras yang tidak jelas,
sedangkan Hydroquinone akan menghasilkan sebuah film yang
muncul hitam dan putih. Dengan menggunakan kombinasi kedua
bahan kimia ini, akan memproduksi sebuah film dengan hitam, putih,
dan abu-abu (Iannuci & Howerton, 2006).
2) Preservative
Natrium sulfit antioksidan adalah preservative(pengawet)yang
digunakan dalam larutan developer.Tujuan dari preservative
(pengawet) adalah untuk mencegah larutan developer dari adanya
oksidasi di udara.Hydroxyquinone dan Elon tidak stabil dengan adanya
oksigen dan mudah menyerap oksigen dari udara. Jika agen ini
bereaksi dengan oksigen maka kekuatan larutan developerakan
melemah. Preservative (pengawet) membantu mencegah melemahnya
kekuatan larutan developer dan memperpanjang manfaat dari
Hydroquinone dan Elon (Iannucci & Howerton, 2006).
22
3) Activator
Natrium karbonat alkali yang digunakan dalam larutan
developer adalah sebagai activator. Tujuan dari activator (dikenal juga
sebagai akselerator) adalah untuk mengaktifkan agen developer. Agen
developer hanya akan aktif dalam lingkungan alkalin (pH-tinggi).
Misalnya, Hydroquinone dan Elon tidak menghasilkan ketika
digunakan sendiri, maka activator alkali diperlukan. Activator tidak
hanya menyediakan lingkungan basa yang diperlukan untuk agen
developing, tetapi juga melembutkan gelatin dari emulsi film sehingga
agen developing dapat mencapai perak kristal halida yang lebih efektif
(Iannucci & Howerton, 2006).
4) Restrainer
Restrainer yang digunakan dalam larutan developing adalah
kalium bromide. Tujuan restrainer adalah untuk mengontrol developer
dan untuk mencegah developer yang terkena dan tidak terkena kristal.
Hal ini sangat efektif dalam menghentikan developer yang terkena
kristal. Sebagai hasilnya, restrainer mencegah gambar radiografi
terlihat berkabut, film berkabut terlihat abu-abu kusam, kurang
kontras, dan nondiagnostik (Iannucci &Howerton, 2006).
F. Pengaruh Temperatur Fixer Pada Prosesing Foto Periapikal
Temperatur merupakan faktor yang sangat menentukan pada tiap
tahap-tahap prosesing manual. Pada proses developing dan fixing
dianjurkan untuk larutan developer dan fixer bertemperatur 70°F atau
sekitar 20°C (Langland dkk, 2002). Peningkatan temperatur pada larutan
23
developer menyebabkan dark film, dan sedangkan bila larutan developer
terlalu rendah menybabkan light film dan light spot (Pharoah, 2004).
Pada tahap washing, temperatur yang dianjurkan adalah 70°F atau
sekitar 20°C, sisa-sisa bahan kimia dan garam perak harus benar-benar
bersih pada tahap ini, apabila masih terdapat sisa-sisa bahan tersebut
makan film akan menjadi kecoklatan (Langland dkk, 2002).
Pada tahap drying temperatur yang dianjurkan tidak lebih dari
120°F atau sekitar 49°C, karena bila terlalu panas dapat merusak film dan
menyebabkan film terbakar (Iannucci & Howerton, 2006).
Pada tiap tahap-tahap diatas, temperatur sangat berpengaruh
terhadap hasil gambaran radiografi, karena bahan-bahan yang dipakai pada
prosesing adalah bahan-bahan kimia yang sangat dipengaruhi oleh faktor
temperatur (Goaz, 1982).
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah True Eksperimental yaitu
Posttest Only Control dimana terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih
secara acak. Kelompok pertama diberi perlakuan (kelompok ekperimental) dan
kelompok lain tanpa diberi perlakuan (kelompok control).
B. Identifikasi Variabel
Variabel bebas : Temperatur larutan fixer
Variabel terikat : Kecepatan hasil gambaran radiografi
C. Populasi Dan Sampel
Populasi : Film intraoral
Sampel : 30 sampel (Bailey)
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Probability Sampling
yaitu Simple Random Sampling. Teknik Probability Sampling merupakan teknik
yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Anggota populasi dianggap homogen.
25
D. Definisi Operasional
1. Temperatur larutan fixer merupakan intensitas panas atau dingin dari
larutan fixer yang diukur dengan menggunakan alat ukur yaitu thermometer
air. Temperatur penelitian yang digunakan antar lain: 20°C (kelompok
eksperimental), normal 30°C (kelompok kontrol) temperatur ini dipakai
sebagai kontrol berdasarkan rekomendasi dari merk yang dipakai yaitu merk
bahan fixer PROFIX dan 40°C (kelompok eksperimental).
2. Hasil gambaran radiografi adalah hasil obyek yang telah di ekspose dan
diproses. Dari hasil tersebut ada bagian hitam yang dinamakan radiolusen dan
bagian putih yang dinamakan radiopak. Perbedaan antara radiolusen dan
radiopak itulah yang disebut kontras yang dilihat pada viewer.
3. Kecepatan prosesing film foto periapikal adalah hasil obyek yang diukur
dengan cara memasukkan obyek yang telah melalui proses ekspose, proses
developer, dan pembilasan air ke dalam larutan fixir dengan temperatur yang
ditentukan sampai terlihat adanya bayangan hitam (radiolusen) ataupun
bayangan putih (radiopaque). Waktu mulai dihitung pada saat film
dimasukkan ke dalam larutan fixer dengan menggunakan stopwatch. Waktu
yang diperlukan pada saat proses fixer inilah yang menjadi kecepatan pada
hasil gambaran radiografi.
4. Bahan fixer (merk PROFIX) merupakan takaran antara bubuk fixer dan air.
Takaran bubuk yang digunakan adalah 1 bungkus kemasan dilarutkan dalam 1
liter air.
26
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah untuk
menegetahui pengaruh temperature larutan fixer terhadap kecepatan prosesing
foto periapikal.
Alat dan Bahan Penelitian
1. Dental-X Ray
2. Gigi
3. Film Intraoral
4. Larutan developer dengan pH10 dan temperatur 27°C
5. Larutan fixer (Profix) dengan temperatur 20°C, 30°C, 40°C
6. Air
7. Kipas Angin
8. Isolasi
9. Stopwatch
10. Termometer
11. Ph meter Universal
12. Karton manila
13. Gunting
14. Viewer
15. Es Batu
16. Pemanas Air
17. Baskom
18. Gelas Ukur
28
F. Alur Penelitian
Alur penelitian yang dilakukan antara lain:
1. 30 sampel penelitian masing-masing diekspose selama 0,40 detik (standar
waktu ekspose Lab. Radiologi FKG Unmas Denpasar) dengan jarak cone
1,5cm.
2. Selanjutnya dilakukan proses developer pada masing-masing kelompok
pada larutan developer dengan waktu yaitu sekitar 40detik (sampai muncul
bayangan anatomi kabur dari gigi).
3. Langkah selanjutnya dilakukan pembilasan dengan air selama 30 detik.
4. Dilanjutkan proses fixer, pada masing-masing kelompok sampel. Film
dibagi menjadi 3 kelompok.
a. 10 sampel penelitian dimasukkan ke dalam larutan fixer dengan suhu 30°
(kelompok kontrol) dan kemudian menghitung waktu sampai muncul
bayangan anatomi gigi yang jelas.
b. 10 sampel penelitian dimasukkan ke larutan fixer dengan suhu 20°C
(kelompok eksperimen) dan kemudian menghitung waktu sampai muncul
bayangan anatomi gigi yang jelas.
c. 10 sampel penelitian dimasukkan ke dalam larutan fixer dengan suhu 40°C
(kelompok eksperimen) dan kemudian menghitung waktu sampai muncul
bayangan anatomi gigi yang jelas.
Dilakukan pencatatan waktu pada setiap kelompok karena setiap
kelompok sampel akan menghasilkan kecepatan waktu yang berbeda-beda.
29
5. Pembilasan dengan air mengalir.
6. Proses pengeringan.
7. Bandingkan kecepatan hasil prosesing foto dari masing-masing kelompok.
8. Hasil radiografi dapat dilihat dengan viewer.
G. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Radiologi Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
2. Waktu Penelitian
Rabu, 19 Februari 2014. Pkl. 12.00 – selesai
H. Analisis Data
Hasil penelitian ini akan dilakukan analisis data menggunakan uji
normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test), uji homogenitas (Levene’s Test), dan
ANOVA
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
temperatur larutan fixer terhadap kecepatan prosesing foto periapikal, didapatkan
hasil sebagai berikut (Tabel 4.1)
Tabel 4.1 Hasil kecepatan prosesing foto periapikal dengan temperatur larutan
fixer 30°C, 20°C dan 40°C.
Temperatur N Rerata Standar Deviasi
20oC 10 144.0 detik 1.49071
30oC 10 84.0 detik 1.49071
40oC 10 71.40 detik .84327
Gambar 4.1 Hasil gambaran radiografi dengan prosesing temperatur larutan
fixer 20oC.
31
Gambar 4.2 Hasil gambaran radiografi dengan prosesing temperatur larutan
fixer 30oC.
Gambar 4.3 Hasil gambaran radiografi dengan prosesing temperatur larutan
fixer 40oC.
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata (mean)
kecepatan hasil prosesing foto periapikal dengan temperatur larutan fixer 30°C
adalah 84.0 detik dengan nilai minimum 81.0 detik dan nilai maksimum 85.0
detik. Sedangkan pada temperatur 20°C adalah 144.0 detik dengan nilai minimum
141.0 detik dan nilai maksimum 145.0 detik. Dan pada temperatur 40°C adalah
71.40 detik dengan nilai minimum 70.0 detik dan maksimum 72.0 detik.
B. Pengujian Hipotesis
32
Pengujian dilakuan dengan menggunakan Uji Normalitas (Kolmogorov-
Smirnov Test), Uji Homogenitas (Levene’s Test), dan ANOVA.Hasil pengujian
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.2, 4.3 dan 4.4.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel
4.2 berikut:
Tabel 4.2 Kolmogorov-Smirnov Test
30°C 20°C 40°C
N 10 10 10
Normal Parametersa,,b
Mean 84.0000 144.0000 71.4000
Std. Deviation 1.49071 1.49071 .84327
Most Extreme Differences Absolute .349 .349 .362
Positive .251 .251 .238
Negative -.349 -.349 -.362
Kolmogorov-Smirnov Z 1.103 1.103 1.144
Asymp. Sig. (2-tailed) .175 .175 .146
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari hasil uji normalitas yang menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test diatas
menunjukkan nilai Asymp.Sig (2-tailed) > 0,05 artinya bahwa data yang
digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk menguji apakah data penelitian berasal
dari varian yang sama. Uji homogenitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah
Levene’s Test. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:
33
Tabel 4.3 Lavene’s Test
Kecepatan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.670 2 27 .207
Dari hasil uji homogenitas yang menggunakan Lavene’s Test diatas menunjukkan
nilai.Sig > 0,05 artinya bahwa data tersebut berasal dari varian yang sama atau
homogen.
3. Uji ANOVA
Hasil Uji ANOVA dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 ANOVA
Kecepatan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 30098.400 2 15049.200 8757.078 .000
Within Groups 46.400 27 1.719
Total 30144.800 29
Berdasarkan hasil uji ANOVA diatas menunjukkan perbandingan antara
temperatur 20˚C, 30˚C, dan 40˚C terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai
sig 0,000 < 0,05.
Setelah dilakukan uji ANOVA, kemudian dilakukan uji LSD karena dari
hasil uji diatas menunjukan bahwa data tersebut homogeny. Hasil uji LSD dapat
dilihat pada tabel 4.5 berikut.
34
Tabel 4.5 LSD
Kecepatan LSD
Tempera tur
Perbedaan Rerata P
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
20 C
30 C 60.00000* .000 58.7971 61.2029
40 C 72.60000* .000 71.3971 73.8029
30 C 20 C -60.00000* .000 -61.2029 -58.7971
40 C 12.60000* .000 11.3971 13.8029
40 C 30 C -12.60000* .000 -13.8029 -11.3971
20 C -72.60000* .000 -73.8029 -71.3971
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Berdasarkan tabel hasil diatas menunjukkan bahwa dengan menggunakan
temperatur 30˚C dibandingkan dengan temperatur 20˚C menghasilkan rata-rata
perbedaan -60.0 dengan nilai p adalah sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya terdapat
perbedaan yang signifikan. Pada temperatur 30˚C dibandingkan dengan
temperatur 40˚C menghasilkan rata-rata perbedaan 12.6 dengan nilai p adalah
sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna.
Sedangkan pada penggunaan temperatur 20˚C dibandingkan dengan
temperatur 30˚C menghasilkan rata-rata perbedaan 60.0 dengan nilai p adalah
sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan. Pada
temperatur 20˚C dibandingkan dengan temperatur 40˚C menghasilkan rata-rata
perbedaan 72.6 dengan nilai p adalah sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya terdapat
perbedaan yang bermakna.
Dan yang terakhir pada penggunaan temperatur 40˚C dibandingkan
dengan temperatur 30˚C menghasilkan rata-rata perbedaan -12.6 dengan nilai p
adalah sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan. Pada
temperatur 40˚C dibandingkan dengan temperatur 20˚C menghasilkan rata-rata
35
perbedaan -72.6 dengan nilai p adalah sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya terdapat
perbedaan yang bermakna.
Berdasarkan hasil analisa diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
larutan fixer maka waktu prosesing makin singkat, dan semakin rendah suhu
larutan fixer maka waktu prosesing makin lama. Artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara temperatur larutan fixer terhadap kecepatan prosesing foto
periapikal.
36
BAB V
PEMBAHASAN
Prosesing film merupakan suatu proses untuk menjelaskan tahapan-
tahapan dalam mengkoversi gambar laten yang tidak terlihat menjadi terlihat
(Whaites, 2002).
Radiasi yang terjadi akan mengubah fotosensitivitas kristal perak halida
pada film untuk memproduksi gambar laten. Saat kristal perak halida teradiasi,
poton-poton sinar-X mengalami interaksi fotoelektrik dengan ion-ion
bromida.Interaksi ini menghilangkan elektron-elektron ion bromida.Elektron-
elektron bebas tersebut berpindah melalui sisi kristal sampai atom-atom tersebut
mencapai bagian yang sensitif menjadi bermuatan negatif. Ion perak tersebut akan
berubah bentuk menjadi atom netral yang disebut bagian gambar laten (White dan
Pharoah, 2004).
Fungsi larutan fixer adalah untuk menghilangkan perak kristal halida yang
tidak terdevelop pada emulsi. Fungsi kedua adalah untuk mengeraskan
emulsi.Komposisi dari larutan fixer adalah clearing agent, preservative, hardener,
acidifier (Langland, 2002).
Pada proses fixer digolongkan menjadi dua yaitu clearing time dan fixing
time. Clearing time adalah waktu yang diperlukan untuk fixing agent melarutkan
AgBr yang terdapat pada film yang terekspose.Dan fixing time adalah waktu
keseluruhan untuk penetapan secara komplit, waktu yang diperlukan untuk fixing
time yaitu dua kali waktu clearing time (Frommer, 2005).
37
Temperatur larutan fixer akan mempengaruhi clearing time. Apabila
temperatur larutan fixer meningkat maka clearing time akan menurun. Oleh
karena itu temperatur larutan perlu diperhatikan (Frommer, 2005).
Pada penelitian digunakan larutan fixer dengan temperatur 30°C sebagai
kelompok control, 20°C dan 40°C sebagai kelompok eksperimental.Dari hasil
penelitian dapat dilihat bahwa sebanyak 10 film yang diprosesing pada larutan
fixer dengan temperatur 20°C dengan hasil kecepatan prosesing foto periapikal
dari munculnya bayangan anatomi gigi yang kabur (developer) sampai munculnya
bayangan anatomi gigi yang jelas (fixer) membutuhkan waktu rata-rata 141.0
detik – 145.0 detik. Sedangkan sebanyak 10 film yang diprosesing pada larutan
fixer dengan temperatur 30°C dengan hasil kecepatan prosesing foto periapikal
dari munculnya bayangan anatomi gigi yang kabur (developer) sampai munculnya
bayangan anatomi gigi yang jelas membutuhkan waktu rata-rata 81.00 detik –
85.0 detik. Terakhir, sebanyak 10 film yang diprosesing pada larutan fixer dengan
temperatur 40°C dengan hasil kecepatan prosesing foto periapikal dari munculnya
bayangan anatomi gigi yang kabur (developer) sampai munculnya bayangan
anatomi gigi yang jelas (fixer) membutuhkan waktu rata-rata 70.0 detik - 72.0
detik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa
terdapat perbedaan kenaikan antara temperatur larutan fixer meningkatkan
kecepatan prosesing foto periapikal. Berdasarkan hasil analisis uji normalitas, uji
homogenitas, uji ANOVA, dan LSD menunjukkan bahwa nilai Asymp Sig (2-
sided) adalah sebesar 0,000 < 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang bermakna
antara temperatur larutan fixer 20°C, 30°C dan 40°C.
38
Sehingga terdapat perbedaan temperatur larutan fixer terhadap kecepatan
prosesing foto periapikal.
39
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh antara temperatur larutan fixer terhadap kecepatan
prosesing foto periapikal.
2. Semakin tinggi temperatur larutan fixer maka semakin singkat waktu
prosesing film. Namun semakin rendah temperatur larutan fixer maka
prosesing film tersebut akan semakin cepat.
B. Saran
Berdasarkan simpulan penelitian dapat disampaikan beberapa saran
sebagai berikut.
1. Sebaiknya diperhatikan langkah-langkah prosesing yang baik serta
temperatur larutan yang digunakan guna menghindari hasil radiografi yang
kurang optimal.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak dan
alat-alat dan bahan yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
40
DAFTAR PUSTAKA
Barr, J.H. dan Stephens, R.G. 1980, Dental Radiology Pertinent Basic Concepts
Ad Their Applications In Clinical Practice, Ed. Ke-2, W. B Saunders
Company., Philadelphia.
Budiman, E.A. 2013, Pengaruh Temperatur Larutan Fixer Terhadap Hasil
Gambaran Radiografi Dalam Prosesing Foto Periapikal, Skripsi, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati, Denpasar.
Frommer, H. dan Jeanine, J. 2005, Radiology For The Dental Professional, Ed.
Ke-8, Elsevier Mosby, America.
Goaz, P.W. dan White. S.C. 1982, White Oral Radiology Principle And
Intepretation, Ed. Ke-1, Louise Toronto, London.
Haring, J.I. dan Jansen, L. 2000, Dental Radiography, W.B. Saunders Company.,
Philadelphia.
Langland, O.E., Langlais, R.P., dan Preece, J.W. 2002, Principles of Dental
Imaging, Ed, Ke-1, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Lovestedt, S.A. 1975, The Processing of X Ray Films, Dalam Oral
Roentgenographic Diagnosis, Stafne et al (ed), Ed. Ke-4, W.B Saunders
Philadelphia.
Margono, G. 1998, Radiografi Intraoral : Teknik, Prosesing, Interpretasi
Radiogram, Ed. Ke-1, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Miles BA, dkk., 2009, Radiographic Imaging for the Dental Team. Ed. Ke-4.
Saunders Elsevier, Missouri.
Rachman, M. Daini. 2005, Segi-Segi Fisika Radiologi dan Radiografi, Dalam
Radiologi Diagnostik, Ed Ke-2, Gaya Baru, Jakarta.
Suprapta, Y. A. 2013, Pengaruh Jarak Cone Dalam Pengambilan Rontgen Foto
Periapikal, Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasarawati,
Denpasar.
Whaites, E. 2002, Essential of Dental Radiography and Radiology, Ed. Ke-3,
Churchill Livingstone, London.
White, S.C., dan Pharoah, M.J. 2004, Oral Radiology :Principle and
Interpretation, Ed. Ke-5, Mosby Co., Philadelphia.
Paul, W. Goaz dan Stuart, C. 1982, White Oral Radiology Principle And
Interpretation, Ed. Ke-1, Louise Toronto, London
Wuehrmann, A. H. dan Manson-Hing, L. R. 1981, Dental Radiology, Ed. Ke-5,
The C. V. Mosby Company., Missouri.
41
Hasil Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test), Uji Homogenitas (Levene’s
Test), dan ANOVA.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
X Y Z
N 10 10 10
Normal Parametersa,,b
Mean 84.0000 144.0000 71.4000
Std. Deviation 1.49071 1.49071 .84327
Most Extreme Differences Absolute .349 .349 .362
Positive .251 .251 .238
Negative -.349 -.349 -.362
Kolmogorov-Smirnov Z 1.103 1.103 1.144
Asymp. Sig. (2-tailed) .175 .175 .146
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Oneway
Test of Homogeneity of Variances
Kecepatan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.670 2 27 .207
ANOVA
Kecepatan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 30098.400 2 15049.200 8757.078 .000
Within Groups 46.400 27 1.719
Total 30144.800 29
42
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Kecepatan LSD
(I) Suhu (J) Suhu Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
30 C 20 C -60.00000* .58626 .000 -61.2029 -58.7971
40 C 12.60000* .58626 .000 11.3971 13.8029
20 C 30 C 60.00000* .58626 .000 58.7971 61.2029
40 C 72.60000* .58626 .000 71.3971 73.8029
40 C 30 C -12.60000* .58626 .000 -13.8029 -11.3971
20 C -72.60000* .58626 .000 -73.8029 -71.3971
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Multiple Comparisons
Kecepatan
Tamhane
(I) Suhu (J) Suhu
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
30 C 20 C -60.00000* .66667 .000 -61.7541 -58.2459
40 C 12.60000* .54160 .000 11.1358 14.0642
20 C 30 C 60.00000* .66667 .000 58.2459 61.7541
40 C 72.60000* .54160 .000 71.1358 74.0642
40 C 30 C -12.60000* .54160 .000 -14.0642 -11.1358
20 C -72.60000* .54160 .000 -74.0642 -71.1358
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
43
Dokumentasi Hasl
Hasil gambaran radiografi dengan prosesing temperatur larutan fixer 20oC.
Hasil gambaran radiografi dengan prosesing temperatur larutan fixer 30oC.
Hasil gambaran radiografi dengan prosesing temperatur larutan fixer 40oC.