kemitraan penanam modal dengan umkmk

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, dengan adanya globalisasi ekonomi yang juga didukung oleh adanya perdagangan bebas, mewarnai perekonomian dunia dengan persaingan yang ketat antar bangsa dalam menuju perekonomian global. Namun, bagi negara-negara yang belum siap akan dirugikan, terutama yang teknologi, sumber daya alam, sumber daya manusia dan juga sosial masyarakatnya yang belum mampu menerima perubahan- perubahan tersebut seperti mengubah pola kerja atau produktivitasnya. Hal inilah yang mendorong pemerintah Indonesia mengusahakan terciptanya pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, salah satunya dalam bidang perekonomian. Oleh sebab itu, segala bentuk kegiatan usaha perekonomian yang ada di Indonesia diupayakan dapat bertumbuh dan berkembang menjadi penopang bagi terwujudnya pembangunan perekonomian nasional itu. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh adanya pengalaman pahit ketika terjadi goncangan terhadap perekonomian nasional tahun 1998, di mana pertumbuhan ekonomi merosot yang disebabkan oleh penurunan nilai Rupiah dan kenaikan laju inflasi, serta terus berlanjut hingga tahun 2001.

Upload: usagichan-baka

Post on 27-Jun-2015

429 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Latar belakang dan bentuk kemitraan penanam modal dengan UMKMK

TRANSCRIPT

Page 1: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, dengan adanya globalisasi ekonomi yang juga didukung oleh adanya

perdagangan bebas, mewarnai perekonomian dunia dengan persaingan yang ketat antar

bangsa dalam menuju perekonomian global. Namun, bagi negara-negara yang belum siap

akan dirugikan, terutama yang teknologi, sumber daya alam, sumber daya manusia dan

juga sosial masyarakatnya yang belum mampu menerima perubahan-perubahan tersebut

seperti mengubah pola kerja atau produktivitasnya.

Hal inilah yang mendorong pemerintah Indonesia mengusahakan terciptanya

pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, salah satunya dalam bidang

perekonomian. Oleh sebab itu, segala bentuk kegiatan usaha perekonomian yang ada di

Indonesia diupayakan dapat bertumbuh dan berkembang menjadi penopang bagi

terwujudnya pembangunan perekonomian nasional itu. Di samping itu, juga dipengaruhi

oleh adanya pengalaman pahit ketika terjadi goncangan terhadap perekonomian nasional

tahun 1998, di mana pertumbuhan ekonomi merosot yang disebabkan oleh penurunan

nilai Rupiah dan kenaikan laju inflasi, serta terus berlanjut hingga tahun 2001.

Upaya pemerintah dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-

undangan, sehingga ada instrumen yang menjamin untuk dilaksanakannya

pengembangan kegiatan perekonomian negara yang hendak dicapai. Salah satu upaya

yang digalakkan oleh pemerintah yakni adanya keterbukaan terhadap penanaman modal,

baik di dalam maupun luar negeri melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal (didasari oleh kurang mampunya bangsa Indonesia untuk

mengelola sumber daya yang melimpah, juga kualitas pengetahuan, keterampilan, serta

modal yang masih kurang.).

Dalam rangka pembangunan perekonomian nasional, diisyaratkan juga peran dari

usaha kecil, mikro, menengah dan koperasi (UMKMK) selain adanya peran dari usaha-

usaha berskala besar. Usaha kecil, mikro, menengah dan koperasi mempunyai peranan

Page 2: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

yang penting dalam pembangunan ekonomi nasional dan daerah, baik ditinjau dari segi

jumlah usaha maupun penciptaan lapangan kerja, karena Usaha Kecil, Mikro, Menengah,

dan Koperasi merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki oleh bangsa ini.

Pengembangan kegiatannya relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam

periode krisis, Usaha Kecil, Mikro, Menengah, dan Koperasi tahan banting terutama

yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu

memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada

masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan

masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan

stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah salah satu pilar

utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan,

perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas

kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan

Badan Usaha Milik Negara.

Untuk mencapai tujuan perekonomian nasional seharusnya dimulai dari pemberian

persamaan kesempatan bagi setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil. Artinya

adanya kerjasama yang serasi antara usaha negara, koperasi, dan usaha swasta serta

antara usaha besar, menengah dan kecil perlu dikembangkan berdasarkan semangat

kekeluargaan yang saling mengisi, memerlukan, menunjang dan saling menguntungkan,

Oleh sebab itu, diperlukan adanya iklim yang mendorong kerja sama tersebut, dalam arti

tidak boleh ada pemusatan kekuatan ekonomi. Bagaimanapun, perlu adanya kerja sama

yang baik antara masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan tujuan pembangunan

ekonomi nasional, di mana masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, sedangkan

pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, melindungi serta

menumbuhkan iklim usaha yang kondusif.

Meskipun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah menunjukkan peranannya

dalam perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan

kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, dalam hal produksi dan

pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta

iklim usaha. Sehubungan dengan itu, terdapat kekhawatiran terhadap penanaman modal,

Page 3: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

terutama penanaman modal asing di mana Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi

dapat kalah bersaing, sehingga eksistensinya menjadi hilang. Sebab, diketahui bahwa

pada dasarnya Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi mempunyai produkivitas

yang rendah, karena rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya dalam

manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; lemahnya kompetensi

kewirausahaan; dan terbatasnya kapasitas Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi

untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi

lainnya. Sementara itu, ada masalah eksternal yang harus dihadapi, yakni : besarnya

biaya transaksi akibat kurang mendukungnya iklim usaha; praktik persaingan usaha yang

tidak sehat; dan keterbatasan informasi dan jaringan pendukung usaha.

Pemerintah telah mencangkan berbagai program bagi pembiayaan usaha mikro,

kecil, menengah, dan koperasi dalam upaya pemberdayaannya, seperti: perbankan pernah

diwajibkan untuk mengalokasikan 20 persen kreditnya untuk Usaha Mikro, Kecil,

Menengah, dan Koperasi, ternyata hanya beberapa bank saja, seperti Bank Pembangunan

daerah (BPD) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang mampu mencapainya. Target 20

persen kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi itu tak pernah tercapai.

Ini menunjukan bahwa pembiayaan untuk usaha mikro dan kecil (UMK) tidak bisa

diserahkan sepenuhnya kepada perbankan. Oleh sebab itu, disikapi dengan adanya

Lembaga Keuangan Mikro, namun hal itu tetap belum berhasil sepenuhnya memajukan

usaha skala kecil ini, sebab ternyata lembaga keuangan yang khusus untuk itu masih

mempunyai kelemahan. Bahkan, Tim Kebijakan Perpajakan Departemen Keuangan

pernah mengusahakan tarif khusus bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang akan

disesuaikan dengan omzet usahanya. Hal ini untuk mendorong perkembangan Usaha

Kecil dan Menengah. Jika Usaha Kecil dan Menengah berkembang, maka nantinya bisa

menampung tenaga kerja yang jumlahnya banyak. Ini berarti ekonomi makin baik dan

penerimaan pajak bisa makin bertambah. Pemerintah juga pernah mewajibkan BUMN

untuk menyisihkan 1-5 persen labanya untuk Program Pembinaan Usaha Kecil dan

Koperasi (PUKK). Latar belakang dari diwajibkannya BUMN membina usaha kecil dan

koperasi antara lain untuk meningkatkan gairah perekonomian, memperluas lapangan

kerja, pemerataan pembangunan, serta peningkatan tarap hidup rakyat. Pembinaan itu

bisa berupa pinjaman modal atau pemberian hibah untuk pendidikan, pelatihan,

penelitian, pengkajian, dan pemagangan. Selain itu juga bisa berupa penyertaan, yaitu

khusus untuk modal ventura. Tetapi hal ini juga tidak berjalan dengan baik.

Page 4: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Dari Latar belakang inilah yang menuntut untuk diberdayakannya usaha mikro,

kecil, menengah, dan koperasi dalam bentuk kemitraan/kerja sama dengan para penanam

modal. Di mana, kerja sama/kemitraan dengan penanam modal akan membantu

pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi, serta tidak hanya

sampai di situ saja. Aspek-aspek lain dalam usaha berskala kecil ini juga bisa tercukupi,

seperti keterampilan, teknologi, dan lain sebagainya. Apalagi sesuai dengan amanat

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, bahwa

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi

rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan

struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan.

Sebagaimana pula telah diatur pada pasal 13 Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007 jo.

Nomor 77 Tahun 2007, bahwa Pemerintah diwajibkan mencadangkan bidang-bidang

usaha khusus bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dan yang harus bermitra

dengan usaha berskala kecil ini. Selain itu juga diatur bahwa pemerintah memberikan

fasilitas penanaman modal yang terlebih dahulu harus memenuhi kriteria, salah satunya

yaitu bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi.

1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai bentuk kerja sama antara penanam modal

dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

2. Untuk mengetahui realisasi kerja sama yang terjadi antara penanam modal dengan

usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Page 5: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi dalam perekonomian

nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai

data yang mendukung antara lain: pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat

dalam setiap sektor ekonomi. Kedua, potensi besar dalam penyerapan tenaga kerja. Ketiga,

kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56,72% dari

total PDB.

Di Indonesia, pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi atau yang lebih

dikenal dengan ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam

perekonomian Indonesia. Hal ini terbukti UMKMK ( Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan

Koperasi ) menjadi katup pengaman perekonomian nasional pada masa krisis ekonomi dan

menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Usaha mikro, kecil,

menengah, dan koperasi umumnya memiliki keunggulan antara lain: penyediaan lapangan

pekerjaan bagi tenaga kerja setempat, pemanfaatkan sumber daya alam lokal, dan penciptaan

nilai tambah pembangunan ekonomi daerah. Sehingga usaha mikro, kecil, menengah, dan

koperasi dalam kegiatan penanaman modal sangat dibutuhkan untuk memajukan

pembangunan ekonomi nasional.

Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 menjelaskan bahwa

dalam kegiatan penanaman modal ,harus ada bidang usaha yang dimitrakan bagi usaha mikro,

kecil, menengah, dan koperasi. Keseriusan Pemerintah dalam mengikut sertakan usaha mikro,

kecil, menengah, dan koperasi dalam kegiatan penanaman modal, diwujudkan dengan

dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor No.76 Tahun 2007 Tentang Kriteria Dan

Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka

Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Peraturan presiden ini menjelaskan bahwa

bidang usaha yang terbuka yang dilakukan oleh penanam modal harus memenuhi kriteria

memberikan perlindungan dan pemgembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi

(UMKMK) dan perlindungan serta pengembangan yang dilakukan oleh penanam modal

terhadap usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, disyaratkan dengan mengadakan

Page 6: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

kemitraan kerjasama dalam kegiatan penanaman modal sehingga pemberdayaan usaha mikro,

kecil dan menengah, dan koperasi dapat meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan

perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan

lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Berikut pengertian dari

usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi:

Usaha Mikro

Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara

Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta

rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak

Rp.50.000.000,-. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha, atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta

Usaha ini memiliki ciri – ciri :

- Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu – waktu dapat

berganti.

- Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu – waktu dapat berpindah tempat

- Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak

memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha.

- Sumber daya manusianya(pengusahanya) belum memliki jiwa wirausaha yang

memadai

- Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses

kelembaga keuangan non bank.

- Tingkat pendidikan relatif rendah.

Page 7: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

- Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk

NPWP.

Sebagai contoh untuk usaha mikro:

1. Usaha tani pemilik dan penggarap, peternak, nelayan dan pembudidaya.

2. Industri makanan dan minuman, industri meubelair pengolahan kayu dan rotan,

industri pandai besi pembuat alat - alat.

3. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar.

4. Usaha jasa – jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit. Dilihat

dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah usaha segmen pasar yang cukup

potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasinya karena

usaha mikro mempunyai karateristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh

usaha non mikro.

5. Perputaran usaha cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam

sistuasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang.

Usaha Kecil

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh

orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

cabang perusahaan serta usaha produktif berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan

bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas

Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah).

Usaha kecil ini memiliki ciri – ciri diantaranya, jumlah tenaga kerjanya antara 5

sampai 9 orang, jenis barang / komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap, lokasi

kegiatannya sudah menetap, sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana

serta memiliki sumber daya manusia serta keahlian yang cukup berpengalaman.

Page 8: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Kemitraan dengan usaha kecil menengah dimaksudkan agar pihak PT. penanam

modal asing (PMA) dapat membagi peran dalam kegiatan usahanya dengan pengusaha kecil

dan menengah dan pada saat yang sama pengusaha Usaha kecil menengah memiiki

kesempatan untuk membangun jaringan kemitraan dan belajar menjalankan usaha secara

mandiri dengan pihak asing,sehingga semangat kewirausahaan pengusaha local dapat

dibangun,dan pada saat yang sama PT.penanam modal asing (PMA) dapat melakukan fungsi

outsourcing atau pembagian tugas produksi tertentu dengan pengusaha usaha kecil

menengah.

Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500

juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak

Rp 2,5 miliar.

Usaha kecil sangat berpotensi untuk mengurangi adanya pengangguran.diharapkan

dengan sektor ini 10 juta pengangguran berkurang. Di badan pusat statistik (2003)

menyebutkan bahwa jumlah usaha kecil menengah  tercatat 42,3 juta atau 99,40 % dari total

jumlah unit usaha. Usaha kecil menengah menyerap tenaga kerja sebanyak 79 juta atau

99,40% dari total angkatan. Sebagai contoh dari usaha kecil adalah pedagang dipasar grosir

yaitu agen dan pedagang kumpul lainnya.

Usaha Menengah

Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

atau cabang perusahaan dan memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari

Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar

Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM.

Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

Page 9: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10

miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2, 5 miliar sampai dengan paling

banyak Rp 50 miliar.

Usaha menengah ini memiliki ciri – ciri diantaranya, jumlah tenaga kerjanya antara 20

sampai 100 orang, telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan

lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran

dan bagian produksi dan telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik. Sebagai

contoh dari usaha menengah adalah Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan

jasa transportasi taxi dan bus antar provinsi.

No UsahaKriteria

Asset Omzet

1 Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta

2 Usaha Kecil > 50 Juta – 500 Juta > 300 Juta – 2,5 Miliar

3 Usaha Menengah > 500 Juta – 10 Miliar > 2,5 Miliar – 50 Miliar

Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum

koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai

gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan yang bertujuan untuk

mensejahterakan anggotanya. Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh

anggotanya, setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang

diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau

SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan

melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan

oleh anggota.

Koperasi memiliki ciri – ciri diantaranya, telah memiliki manajemen dan susunan

organisasi yang sangat baik, sistem manajemen pengelolaan yang prosedural dan telah

memiliki sumber daya alam yang memadai serta keahlian dan ketrampilan yang bagus.

Page 10: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Sebagai contoh : KUD ( Koperasi Unit Desa ) yang dalam fungsi sebenarnya haruslah

membantu petani. Selain itu berfungsi untuk melawan tengkulak dan tukang ijon yang dinilai

merugikan petani. Kebanyakan petani justru dirugikan oleh KUD karena adanya kepentingan

lain yang ikut masuk dalam KUD. Contohnya cengkeh yang tadinya diperdagangkan secara

bebas, agar perdagangan cengkeh ini dapat dikendalikan. Tentu saja untuk mengumpulkan

cengkeh dari desa – desa terpencil tidaklah mudah, disini fungsi KUD sudah disalahgunakan

oleh pejabat yang berkolusi dengan pedagang.

2.2 Bentuk – bentuk Kerjasama Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi

Pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang dilakukan dengan

kemitraan kerja sama dalam kegiatan penanaman modal, yang memeliki beberapa bentuk

kerja sama. Dalam undang – undang Nomor 25 Tahun 2007 tidak mengatur serta

menjelaskan tentang bentuk – bentuk kerja sama atau kemitraan antara penanam modal

dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Walaupun undang – undang ini sangat melindungi serta memperdayakan usaha mirko,

kecil, menengah, dan koperasi sehingga mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya

dalam meningkatkan pembangunan ekonomi nasional. Salah satu pemberdayaan yang

dilakukan oleh pemerintah adalah mewujudkan kemitraan antara penanam modal dengan

usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Kemitraan yang dihasilkan merupakan suatu proses yang dibutuhkan bersama oleh pihak

yang bermitra dengan tujuan memperoleh nilai tambah. Hanya dengan kemitraan yang saling

menguntungkan, membutuhkan dan memperkuat, maka dunia usaha baik kecil maupun

menengah akan mampu bersaing.

Kemitraan adalah suatu strategis bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam

jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan

dan daling membesarkan. Karena merupakan strategis bisnis maka keberhasilan kemitraan

ditentukan oleh kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis, dan

kepatuhan tersebut harus di didasarkan pada hukum yang mengatur masalah kemitraan.

Hukum tersebut untuk memberikan rambu – rambu terhadap pelaksanaan kemitraan agar

dapat memberikan dan menjamin keseimbangan kepentingan di dalam pelaksanaan

kemitraan.

Page 11: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Pemerintah membuat suatu produk hukum yang secara yuridis formal mengatur tentang

program kemitraan yaitu Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil Dan Menengah. Undang – undang ini mengharapkan agar usaha mikro, kecil dan

menengah termasuk juga koperasi dapat menjadi kegiatan usaha yang mampu memperluas

lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat,

mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.

Selain itu agar dapat menjadi salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus

memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan serta

pemberdayaan seluas – luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas terhadap kelompok

usaha ekonomi rakyat. Disebutkan dalam Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2008 bahwa kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun

tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan

menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha

Besar.

Selain Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 ada juga Peraturan Pemerintah yang

mengatur tentang program kemitraan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997

Tentang Kemitraan. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang - Undang

Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Salah satu cara atau upaya dalam rangka

pemberdayaan usaha kecil adalah dengan kemitraan. Dalam Ketentuan Umum Peraturan

Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997 terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa : “Kemitraan

adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha

Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar

dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan”.

Sebenarnya pemerintah telah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi kemitraan

antara usaha besar dan kecil telah dimulai Tahun 1984 yaitu dengan Undang-Undang Nomor.

5 tahun 1984 yaitu Undang-Undang Pokok Perindustrian. Namun gerakan kemitraan ini lebih

berdasarkan himbauan dan kesadaran, karena belum ada peraturan pelaksanaan yang

mengatur kewajiban perusahaan secara khusus dan disertai dengan sanksinya.

Kemudian dalam Kepmenkeu RI No. 316/KMK.016/1994 sebagaimana telah dirubah

dengan Kepmenkeu RI No. 60/KMK.016/1996 tentang “Pedoman Pembinaan Usaha Kecil

dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba BUMN”, mewajibkan Badan

Page 12: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan dana pembinaan sebesar 1 % - 3 % dari

keuntungan bersih, sistem keterkaitan Bapak Angkat Mitra Usaha, penjualan saham

perusahaan besar yang sehat kepada koperasi dan lain sebagainya. Berikutnya pada tahun

1996 dicanangkan Gerakan Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN) oleh Bapak Presiden.

Dalam Program Kemitraan Usaha Nasional (KUN)9 yang telah tersusun atas prakarsa Badan

Pengurus Deklarasi Jimbaran-Bali dengan Departemen Koperasi atau Pembinaan Pengusaha

Kecil, Pemerintah menekankan bahwa kemitraan usaha merupakan upaya yang tepat untuk

memadukan kekuatan-kekuatan ekonomi nasional. Oleh karena itu kemitraan merupakan

sarana bagi pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam melakukan

kerja sama dengan penanam modal. Dan kemitraan antara penanam modal dengan usaha

mikro, kecil, menengah, dan koperasi dapat di laksanakan dalam berbagai bentuk kerja sama

sesuai dengan Pasal 26 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu: inti-plasma,

subkontrak, waralaba, perdagangan umum. Distribusi dan keagenan serta bentuk – bentuk

kemitraan lainnya, seperti : bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan ( joint venture )

dan penyemberluaran ( outsourching ).

a. Kemitraan Dalam Bentuk Inti-Plasma

Dalam kemitraan dengan bentuk inti-plasma diartikan mitra dalam hal ini adalah penanam

modal dapat bertindak sebagai Perusahaan inti atau Perusahaan Pembina atau Perusahaan

Pengelola atau Perusahaan Penghela, sedangkan Plasma dalam hal ini adalah usaha

mikro,kecil, menengah, dan koperasi sebagai usaha yang dibina. Pola inti plasma dalam

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, adalah sebagai berikut :

Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah

atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti

dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari

penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 27 serta Peraturan Pemerintah

Nomor 44 Tahun 1997 Pasal 3 menjelaskan bahwa pelaksanaan kemitraan dengan bentuk

init-plasma adalah sebuah hubungan kemitraan antara usaha besar dalam hal ini adalah

penanam modal sebagai inti pembina dan mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah

yang menjadi plasma dalam hal penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian

bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha, perolehan, penguasaan, dan peningkatan

teknologi yang diperlukan, pembiayaan, pemasaran, penjaminan, pemberian informasi dan

Page 13: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan

wawasan luas.

Dalam program inti plasma ini diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik pada pihak

usaha, mikro, kecil, menengah dan koperasi selaku pihak plasma yang mendapat bantuan

dalam upaya mengembangkan usahanya, maupun pada pihak usaha besar yaitu penanam

modal yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha

kecil sebagai mitra usaha untuk jangka panjang. Peran pengusaha besar atau penanam modal

(inti) sebagaimana tersebut di atas tentunya juga harus diimbangi dengan peran usaha mikro,

kecil, menengah dan koperasi (plasma) yaitu dengan meningkatkan kemampuan manajemen

dan kinerja usahanya yang berkelanjutan serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya

berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar.

Sebagai contoh :

1. Kemitraan dalam bentuk inti-plasma yaitu kerja sama antara petani tembakau di Pulau

Lombok dengan industri rokok / pengelola hasil tembakau diantaranya dengan

PT.Djarum dan PT.H.M Sampoerna.

2. Kemitraan dalam bentuk inti – plasma yaitu usaha perkebunan karet (PIR), usaha

perkebunan kelapa sawit, usaha perkebunan tebu. Dalam usaha perkebunan para

petani. Hanya bertugas melaksanakan penanaman dan pemeliharaan, sedangkan

seluruh sarana prasarana dan segala pembiayaan lainnya dijamin oleh perusahaan

menengah atau besar.

b. Kemitraan Dalam Bentuk Subkontrak

Subkontrak adalah suatu sistem yang mengambarkan hubungan antara usaha besar yaitu

penanam modal dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, dimana usaha besar

sebagai perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan

koperasi (selaku subkontraktor) untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan

(komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Pola subkontrak berarti

memperluas jaringan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Alih teknologi dan pengetahuan

juga berjalan secara produktif melalui pola-pola subkontrak. Akan tetapi, pengembangan

jaringan usaha ini mensyaratkan dukungan iklim yang kondusif, antara lain melalui perbaikan

sistem perpajakan dan sistem perizinan.

Page 14: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Pasal 28 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan bahwa kemitraan

subkontrak adalah bahwa usaha besar (penanam modal) untuk memberikan dukungan kepada

usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi selaku subkontraktor dalam memproduksi barang

dan/atau jasa berupa :

a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;

b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan

dengan jumlah dan harga yang wajar;

c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;

d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;

e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu

pihak; dan

f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam kemitraan dengan pola subkontrak, bagi

subkotraktor antara lain adalah dapat menstabilkan dan menambah penjualan, kesempatan

untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen, bimbingan dan kemampuan teknis

produksi atau manajemen, perolehan, pengusaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan.

Sedangkan bagi perusahaan induk adalah dapat memfokuskan perhatian pada bagian lain,

memenuhi kekurangan kapasitas, memperoleh sumber pasokan barang dengan harga yang

lebih murah daripada impor, meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja baik pada

perusahaan kecil maupun perusahaan besar. Sebagai contoh :

1. perusahaan air minum club memilih perusahaan subkontraktor untuk membuat

botol minuman.

2. Perusahaan subkon PT. Pama Persada Nusantara atau PT. Adaro Indonesia.

C. Kemitraan Dalam Bentuk Waralaba.

Menurut Penjelasan Pasal 27 Huruf (d) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola

Waralaba adalah “ hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan

hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada

penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen”. Pasal 29 angkat 2

Page 15: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan bahwa pemberi waralaba dan

penerima waralaba harus mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi

dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau

dijual berdasarkan perjanjian waralaba.

Pasal 27 angka 3 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 juga menjelaskan bahwa

pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan

operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima

waralaba secara berkesinambungan.

Pemberian waralaba dilakukan dengan adanya suatu imbalan berdasarkan persyaratan

dan atau penjualan barang dan atau jasa. Hal ini pada dasarnya lebih menekankan bahwa

pemberian waralaba senantiasa dikaitkan dengan suatu bentuk imbalan tertentu.  Bisnis

waralaba dapat berbentuk franschise.

Melalui format bisnis waralaba, franchisor akan menularkan keberhasilan usahanya –

misalnya restoran siap hidang dengan ciri tersendiri  kepada franchisee. Franchisor

sebelumnya telah melakukan dan membuat satu formulasi standar untuk sukses sesuai dengan

pengalamannya. Proses ini dilakukan melalui riset dan pengembangan konsep, promosi,

aktivitas pemasaran, serta membangun suatu reputasi yang baik dan citra yang dikenal.

Setelah berhasil menguji konsep tersebut bisa berjalan dan bisa direproduksi di lebih satu

lokasi, franchisor kemudian menawarkan waralaba tersebut kepada calon franchisee. Dengan

demikian kemungkinan kegagalan dari pengusaha pemula bisnis waralaba dapat ditekan,

karena format dan pola majaneman sudah teruji dengan baik.

Seorang individu (atau kemitraan atau perusahaan) melihat peluang yang ditawarkan

franchisor di atas dan setelah mengevaluasinya, memutuskan bahwa waralaba ini

menguntungkan. Kemudian membeli waralaba dari perusahaan tersebut dengan membayar

sejumlah biaya yang dikenal sebagai initial fee atau franchise fee. Sebagai imbalannya ia

menerima hak untuk berdagang di bawah nama dan sistem yang sama, pelatihan, serta

berbagai keuntungan lainnya. Sama halnya dengan memulai bisnis secara mandiri, franchisee

bertanggungjawab untuk semua biaya yang muncul guna memulai usahanya ini.

Perbedaannya adalah kemungkinan untuk mengeluarkan uang lebih rendah karena kekuatan

jaringan yang dimiliki oleh franchisor.

Page 16: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Bila franchisee telah membuka suatu usaha secara teratur ia kemudian wajib

membayar royalti, yaitu sejumlah persentase dari penjualannya kepada franchisor sebagai

biaya mingguan, bulanan atau tahunan. Biaya ini adalah untuk layanan penunjang yang terus

diberikan oleh franchisor. Saling kebergantungan antara pendapatan franchisee, layanan

penunjang yang diberikan franchisor kepada franchisee, dan pendapatan franchisor yang

didapat dari royalti merupakan faktor yang menjamin waralaba menjadi suatu sistem yang

efektif — karena setiap pihak ingin pihak lain berhasil.

Format bisnis waralaba sangat menguntungkan bagi kedua pihak. Franchisee berada

di garis depan guna memikirkan cara-cara memaksimalkan penjualan dan keuntungan di

outletnya sendiri, dengan terus menerus memperbaiki pendekatan dan strategi usahanya agar

sesuai dengan kebutuhan pasarnya yang khusus. Sementara itu franchisor berkonsentrasi

menjaga nilai kompetitif produknya, dan mendukung franchisee untuk memusatkan upayanya

secara efektif. Saat ini telah banyak dilakukan pengembangan usaha dengan model waralaba,

dari mulai bisnis makanan, mini market,warung makan, pendidikan, dan bidang lain. Karena

dengan melakukan pengembangan usaha waralaba keuntungan usaha akan meningkat,

disamping itu bisnis waralaba memungkinkan membuka peluang usaha bagi orang lain

dengan cara yang relatif lebih mudah.

Sebagai contoh :

1. Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang makanan dan minuman adalah

perusahaan fast food Mcdonalds melakukan waralaba terhadap merknya, Es Teler 77

dan lain sebagainya.

2. Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang elektronik adalah sebuah perusahaan

elektronik dipercayakan menggunakan merek produknya dengan nama Sony (seperti

VCD dengan merek by Sony, padahal tidak dibuat langsung oleh perusahaan Sony).

Barang-barang yang bermerek perusahaan luar negeri dibuat oleh perusahaan dalam

negeri. Berarti perusahaan dalam negeri mendapat waralaba dari perusahaan luar

negeri tersebut.

3. Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang mini market adalah alfa mart dan lain

sebagainya.

4. Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang pendidikan adalah LP3I, Primagama,

Sanggar Kreativitas Bobo, English First dan lain sebagainya

Page 17: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

5. Kemitraan dalam bentuk waralaba dibidang lainya adalah balon udara, coat coating,

D-Net, Kidy Cuts, Laundrette, Londre, Lutuye dan Malibu Photo Studio.

d. Kemitraan Dalam Bentuk Perdagangan Umum.

Pola perdagangan Umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan

Usaha Menengah atau Usaha Besar, Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil

atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Besar mitranya. Dengan

demikian maka dalam pola perdagangan umum, usaha besar memasarkan produk atau

menerima pasokan dari usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi mitra usahanya untuk

memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha besar mitranya.

Pasal 30 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan bahwa Pelaksanaan

kemitraan dengan pola perdagangan umum dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama

pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka dan pemenuhan kebutuhan

barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan

pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu

barang dan jasa yang diperlukan, serta dalam hal pembayaran maka pengaturan sistem

pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak. Sebagai contoh:

1. Kemitraan dalam bentuk perdagangan umum seperti perusahaan air minum yang

meminta tolong kepada mitra usahanya untuk membuat botol ataupun tempat

minum.

2. Para petani yang menghasilkan buah-buahan dibeli oleh pembeli pengumpul

(misalnya koperasi atau sebuah usaha kecil). Kemudian buah-buahan yang sudah

terkumpul dengan jumlah tertentu dikirim kepada sebuah perusahaan pemasaran

buah-buahan (perusahaan menengah), selanjutnya dijual kepada perusahaan

pengalengan buah, perusahaan makanan (perusahaan besar).

e. Kemitraan dalam bentuk distribusi dan keagenan.

Kemitraan dalam bentuk Distribusi adalah kegiatan penyaluran hasil produksi berupa

barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia. Pihak yang

melakukan kegiatan distribusi disebut sebagai distributor. Sistem distribusi bertujuan agar

Page 18: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

benda-benda hasil produksi sampai kepada konsumen dengan lancar, tetapi harus

memperhatikan kondisi produsen dan sarana yang tersedia dalam masyarakat, dimana sistem

distribusi yang baik akan sangat mendukung kegiatan produksi dan konsumsi.

Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak prinsipal memproduksi

atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang

menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan

pihak ketiga. Seorang agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, sehingga pihak prinsipal

bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan oleh seorang agen terhadap pihak ketiga,

serta mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha.

Sedangkan kegiatan kemitraan dalam bentuk keagenan Berdasarkan penjelasan Pasal

27 huruf (e) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 menjelaskan bahwa keagenan adalah

hubungan kemitraan, yang di dalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan

barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya. Sebagai Contoh : Usaha agen

Koran, majalah dan gula

Selain bentuk – bentuk kemitraan antara penanam modal dengan usaha mikro, kecil,

menengah dan koperasi ada bentuk – bentuk kemitraan yang lain diantarnya

a. Kemitraan dalam bentuk bagi hasil

kemitraan dalam bentuk bagi hasil atau profit sharing ini dapat diartikan sebagai

sebuah bentuk kerjasama antara pihak investor dalam hal ini adalah penanam modal dengan

pihak usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang mana nantinya akan ada pembagian

hasil sesuai dengan persentase jatah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan ke dua belah pihak.

Sebagai contoh:

1. PT QSAR adalah sebuah perusahaan yang menawarkan kesempatan investasi

agrobisnis bagi masyarakat luas, dimana mereka yang berminat bisa ikut menanam

modal pada sebuah lahan. Hasil panenan dari lahan tersebut akan dijual dan hasil

penjualannya itulah yang akan dibagi kepada para investor dalam bentuk bagi hasil.

Jenis bagi hasil:

Bagi hasil ini terdiri dari bagi hasil murni dan bagi hasil yang dijanjikan. Bagi Hasil

Murni adalah pembagian sebesar sekian persen dari keuntungan usaha. Ini berarti, bagi hasil

Page 19: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

hanya diberikan kalau usahanya untung. Kalau usaha tersebut kebetulan merugi, tidak ada

bagi hasil yang didapatkan. Sebagai contoh, suatu usaha mendapatkan untung (pemasukan

dikurangi pengeluaran) sebesar Rp 100 juta pada tahun 2002. Di sini,mungkin mendapatkan

bagi hasil sebesar 5 persen dari keuntungan tersebut, yaitu Rp 5 juta. Tetapi, kalau usaha

tersebut merugi pada tahun 2002 lalu, tidak ada bagi hasil yang diberikan.

Bagi hasil yang dijanjikan adalah berupa pembagian sebesar sekian persen dari uang

yang di masukkan, terlepas apakah usaha tersebut untung atau tidak. Sebagai contoh,

investasikan dana sebesar Rp 20 juta. Dalam kontrak disebutkan bahwa sebulan setelah

melakukan investasi, akan mendapatkan bagi hasil sebesar 2 persen per bulan selama 12

bulan. Ini berarti, setiap bulan akan mendapatkan bagi hasil sebesar Rp 400 ribu selama 12

bulan, terlepas dari apakah usaha tersebut untung atau tidak dari bulan ke bulannya.

b. Kemitraan dalam bentuk kerjasama operasional

Kemitraan dalam bentukkerjasama operasional dapat diartikan sebagai sebuah bentuk

kerjasama atau kegiatan kemitraan dalam hal operasional yaitu dalam proses perencanaan,

pengoraganisasian, kepimpinan, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap

sumber daya kemitraan dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan kemitraan. Joint

Operational merupakan bentuk kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang dilaksanakan

merupakan bidang usaha yang :

- merupakan hak / kewenangan salah satu pihak

- bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasional, dimana pihak

investor memberikan dana untuk melanjutkan / mengembangkan usaha yang

semula merupakan hak / wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha

baru sebagai pelaksana kegiatan usaha.

Sebagai contoh :

1. Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk

pengembangan jaringan pemasangan telepon baru. Untuk pelaksanaannya dibentuk

PT. ABC yang sahamnya dimiliki PT. Telkom dan PT. X.

c. Kemitraan dalam bentuk usaha patungan (joint venture)

Page 20: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

Joint venture atau di Indonesia biasa disebut usaha patungan, adalah entitas yang

dibentuk oleh dua pihak atau lebih untuk menyelenggarakan aktivitas ekonomi bersama.

Pihak-pihak yang terlibat sepakat untuk membentuk entitas baru, masing-masing

menyetorkan modal, berbagi risiko dan keuntungan, serta kendali atas entitas tersebut. Joint

venture bisa dibentuk hanya untuk satu projek tertentu, lalu dibubarkan. Akan tetapi, joint

venture juga bisa saja dibentuk untuk hubungan bisnis yang berkelanjutan. Sebagai

contohnya :

1. Para pihak bersepakat untuk mendirikan pabrik garment. Untuk mendirikan usaha

tersebut masing- masing pihak menyerahkan sejumlah modal yang telah disepakati

bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.

d. Kemitraan dalam bentuk penyembeluaran (outsourcing)

Outsourcing (Penyembeluaran) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian

beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa

tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria

yang telah disepakati oleh para pihak. outsourcing bisa juga diartikan sebagai pemborongan

pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja yang dibuat secara tertulis. Sebagai contoh :

1. Perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa,

dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja

yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A seperti cleaning service yang sama

sekali tidak ada hubunganya dengan pekerjaan dari pengusaha A dengan membayar

sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan kepada perusahaan B.

Dengan adanya kesungguhan Pemerintah dalam melindungi serta memberdayakan

usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui kemitraan dengan dikeluarkannya

Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan

Menengah dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan serta

Undang – undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Maka dengan adanya bentuk –

bentuk kemitraan atau kerjasama maka diharapkan usaha mikro, kecil, menengah, dan

koperasi dapat aktif dalam keikutsertaan untuk membangun ekonomi nasional salah satunya

melalui kemitraan dengan penanam modal dalam kegiatan penanaman modal.

Page 21: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

BAB III

KESIMPULAN

Usaha kecil, mikro, menengah dan koperasi (UMKMK) mempunyai peranan yang

penting dalam pembangunan ekonomi nasional dan daerah, baik ditinjau dari segi jumlah

usaha maupun penciptaan lapangan kerja, karena Usaha Kecil, Mikro, Menengah, dan

Koperasi merupakan kegiatan usaha dominan. Untuk mencapai tujuan perekonomian nasional

dimulai dari pemberian persamaan kesempatan bagi setiap pelaku usaha baik besar maupun

kecil dengan adanya kerjasama yang serasi antara usaha negara, koperasi, dan usaha swasta

serta antara usaha besar, menengah dan kecil perlu dikembangkan berdasarkan semangat

kekeluargaan yang saling mengisi, memerlukan, menunjang dan saling menguntungkan.

Kerjasama ini diwujudkan dalam bentuk kerjasama kemitraan ( ada berbagai macam bentuk

kerjasama kemitraan ) antara usaha kecil, mikro,menengah dan koperasi dengan usaha besar

yang memiliki modal kuat.

Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar

dalam hal ini penanam modal dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling

menguntungkan dengan pengusaha mikro, kecil, menengah dan koperasi atau pelaku

ekonomi lainnya, sehingga pengusaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi akan lebih

berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan. Dalam kerjasama

kemitraan ada pembinaan dari pengusaha besar dalam hal ini penanam modal terhadap

pengusaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara

lain pembinaan didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha,

pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi,

Page 22: kemitraan penanam modal dengan UMKMK

pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan aspek

institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

Prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling memerlukan merupakan

prinsip yang mendasar atas terjadinya suatu hubungan kemitraan. Kemitraan juga

mengandung makna sebagai tanggung jawab moral, hal ini disebabkan karena bagaimana

pengusaha besar dalam hal ini penanam modal mampu untuk membimbing dan membina

pengusaha mikro, kecil, menengah dan koperasi sebagai mitranya agar mampu (berdaya)

mengembangkan usahanya, sehingga menjadi mitra yang handal dan tangguh dalam meraih

keuntungan untuk kesejahteraan bersama. Masing - masing pihak yang bermitra, harus

memahami bahwa mereka memiliki perbedaan, dan keterbatasan masing-masing, baik yang

berkaitan dengan manajemen, penguasaan Ilmu Pengetahuan maupun penguasaan sumber

daya, baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia (SDM), dengan demikian

mereka harus mampu untuk saling isi mengisi serta melengkapi kekurangan - kekurangan

yang ada sehingga tujuan dari kemitraan dapat terwujudkan.