kemiskinan di indonesia dalam perspektif ekonomi filsafat komunikasi

40
KEMISKINAN DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI : Sebuah Kajian Pemodelan MODEL (KERANGKA) KAJIAN

Upload: hendaykurniawan

Post on 25-Dec-2015

57 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ISB

TRANSCRIPT

Page 1: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

KEMISKINAN DI INDONESIA DALAM

PERSPEKTIF EKONOMI :

Sebuah Kajian Pemodelan

MODEL (KERANGKA) KAJIAN

 

Page 2: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

 

Page 3: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

 

 

PENDAHULUAN

   Negara  Indonesia secara geografis dan klimatalogis

merupakan negara yang mempunyai potensi ekonomi yang

sangat tinggi. Dengan garis pantai yang terluas di dunia, iklim

yang memungkinkan untuk pendaya gunaan lahan sepanjang

tahun, hutan dan  kandungan bumi yang sangat kaya,

merupakan bahan (ingredient) yang utama untuk membuat

negara Indonesia menjadi negara yang kaya. Suatu

perencanaan yang bagus  yang mampu memanfaatkan semua

bahan baku tersebut secara optimal, akan mampu

mengantarkan negara Indonesia menjadi negara yang makmur.

Ini terlihat pada hasil hasil Pelita III s/d Pelita V yang dengan

pertumbuhan ekonomi rata rata 6% - 7% membuat Indonesia 

menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan penduduk yang tertinggi di dunia. Dan Indonesia

menjadi salah satu negara yang mendapat julukan “Macan

Asia”.

   Namun ternyata semua pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan tersebut ternyata tidak memberikan dampak yang

cukup berarti pada usaha pengentasan kemiskinan. Pola

kemiskinan di Indonesia  selama 16 tahun tidak banyak

mengalami penurunan. Kalau Gini Ratio dijadikan sebagai

indikator kemiskinan yang dominan, maka selama 30 tahun Gini

Ratio Indonesia hanya turun 0,07 atau 7%, padahal pada saat

bersamaan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar  rata rata

7%. Kenyataan ini sangat kontras apabila dibandingkan dengan

data data dari beberapa negara yang mempunyai tingkat

pertumbuhan ekonomi yang hampir sama (misal: Malaysia,

Page 4: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

Thailand, Philipina), dimana tingkat Gini ratio menunjukan

tingkat penurunan yang cukup berarti.

    Beberapa study empiris , dengan pendekatan time series

yang bersifat cross-section study memberikan kesimpulan yang

beragam. Deininger dan Squire (1995 , 1996) menyimpulkan

bahwa ada korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi suatu

negara dengan peningkatan angka kemiskinan. Namun studi

yang dilakukan oleh World Bank (1990), Fields dan Jakobson

(1989) dan Ravallion (1995), menunjukan tidak ada korelasi

antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan.

Kajian kajian empiris di atas pada hakekatnya adalah menguji

hipotesis Kuznets  di mana hubungan antara kemiskinan dan

pertumbuhan ekonomi menunjukkan hubungan negatif,

sebaliknya hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat

kesenjangan ekonomi adalah hubungan positif. Hubungan ini

sangat terkenal dengan nama kurva U terbalik dari kuznets.

Maka kedua studi yang mempunyai hasil bertolak belakang

tersebut, justru menguatkan hipotesis dari Kuznets dengan

kurva U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pola hubungan

yang positif kemudian menjadi negatif, menunjukkan terjadi

proses evolusi dari distribusi pendapatan dari masa transisi

suatu ekonomi pedesaan (rural) ke suatu ekonomi perkotaan

(urban) atau ekonomi industri.

 Pertanyaannya adalah; mengapa pertumbuhan ekonomi

dan pendapatan yang tinggi di Indonesia tidak diikuti dengan

penurunan kemiskinan yang signifikan ?

Mengapa di Indonesia terdapat korelasi positif antara laju

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan kesenjangan

pendapatan antara kaya dan miskin yang semakin tinggi ?

Mengapa fenomena tersebut tidak terjadi  di beberapa

negara lainnya ?

Page 5: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

Faktor apa yang mempengaruhi ?

Faktor faktor apa yang membuat pola pemiskinan di

Indonesia mengikuti kurva U terbalik dari Kuznets ?

 

Dapat disimpulkan bahwa, di samping variable

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan, ada variables dominan

lainnya , yang berperann dalam mempengaruhi pola

kemiskinan. 

Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan serta variabel

lainnya sangat mempengaruhi pola kemiskinan di Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan adalah kondisi

yang utama (necessary condition) tetapi perlu variabel-variabel

pendukung lainnya (sufficient conditions) untuk menekan angka

kemiskinan.

   Tujuan penulisan ini adalah melakukan identifikasi

terhadap sufficient conditions  sehingga bisa disusun model

ekonomi yang lebih akurat untuk kasus di Indonesia. Dengan

teridentifikasikannya necessary conditions dan sufficient

conditions pengambil keputusan lebih mudah untuk membuat

kebijakan, membuat  analisa, atau peramalan yang dapat

menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan yang terkait

dengan usaha untuk menekan kemiskinan. 

 

Tinjauan  Filsafat Tinjauan teologi dan etika terhadap kemiskinan Teologi adalah ilmu yang menkaji mengenai zat tertinggi

atau ketuhanan. Kajian kemiskinan dari sudut teology adalah

adanya suatu paham apakah kemiskinan yang menimpa

seseorang merupakan suatu takdir ataukah timbul karena si

manusia itu sendiri tidak berusaha untuk tidak miskin. Kajian

Page 6: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

teologi juga mempertanyakan apakah pengentasan kemiskinan

tersebut menjadi kewajiban negara atau kewajiban masing

masing individu untuk berusaha sendiri. Para penulis

berpendapat bahwa pengentasan kemiskinan menjadi

kewajiban negara, baik dilihat dari sisi moral, maupun amanat

yang sudah tertera dalam Undang Undang Dasar 1945.

 

Tinjauan Ontologi Ontologi merupakan komponen ilmu filsafat yang menkaji

tentang keberadaan suatu obyek. Dalam kaitannya dengan

kemiskinan, ontologi berusaha untuk menkaji definisi dari suatu

obyek yang sedang diteliti, yaitu: kemiskinan.

Kajian definisi dari kemiskinan dapat dilihat dari beberapa

kajian. Menurut Badan Pusat Statistik (2000) kemiskinan

didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras

320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di

daerah perkotaan. Menurut hasil survey Susenas (1999),

kemiskinan disetarakan dengan pengeluaran untuk bahan

makanan dan non makanan sebesar Rp.89.845,-/kapita/bulan

dan Rp.69.420,-/kapita/bulan.

 

Tinjauan Kasualitas Kajian kasualitas adalah kajian mengenai sebab sebab

terjadinya suatu kejadian. Dalam penulisan ini dikaji sebab

sebab terjadinya kemiskinan. Dari data data empiris dapat

diambil kesimpulan bahwa sebab sebab kemiskinan dapat

dibagi menjadi 2 golongan. Yang pertama, kemiskinan yang

ditimbulkan oleh faktor alamiah, yaitu kondisi lingkungan yang

miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya

bencana alam dan lain lain. Yang kedua, kemiskinan yang

Page 7: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

disebabkan karena faktor non alamiah, yaitu adanya kesalahan

kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik yang tidak stabil,

kesalahan pengelolaan sumber daya alam dan lain lain. 

Kausalitas kemiskinan dalam kajian ini adalah,  bahwa

penyebab kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah faktor

non alamiah, terutama karena adanya kesalahan dalam

kebijakan ekonomi.

 

Kajian Aksiologi    Aksiologi adalah cabang ilmu filsafat yang

mempertanyakan nilai suatu obyek yang akan dikaji dan

manfaat dari obyek yang dikaji. Tujuan dari kajian kemiskinan

di Indonesia adalah untuk mengetahui gambaran atau peta

kemiskinan di Indonesia, baik dilihat dari geographis, tingkat

pendidikan dan peubah peubah yang mempengaruhi

kemiskinan. Dengan diketahuinya peta kemiskinan tersebut

maka akan memudahkan bagi pengambil keputusan untuk

membuat kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan.

 

Kajian Epistemologi    Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang

mempelajari asal mula ilmu pengetahuan, metode validitasnya

dan prosedure penelitian. Dalam kajian kemiskinan , penelitian

dilakukan dengan mempelajari data data empiris, baik yang

berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Juga dilakukan

kajian banding dengan negara negara lain, terutama mengenai

kebijakan kebijakan ekonomi pengentasan kemiskinan. Hasil

yang diharapkan berupa model kemiskinan, dengan diketahui

peubah peubah yang mempengaruhi kemiskinan. Akhirnya

Page 8: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

pemerintah dapat mengambil kebijaksanaan untuk menekan

angka kemiskinan.

Page 9: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

  GAMBARAN  KEMISKINAN  di  INDONESIA 

   Salah satu prasyarat keberhasilan program program

pembangunan sangat tergantung pada ketepatan

pengidentifikasian target group dan target area. Dalam

program pengentasan  nasib orang miskin, keberhasilannya

tergantung pada langkah awal  dari formulasi kebijakan, yaitu

mengidentifikasikan siapa sebenarnya “si miskin” tersebut

dan di mana si miskin itu berada. Kedua, pertanyaan tersebut

dapat dijawab dengan melihat profil kemiskinan.  Profil

kemiskinan dapat dilihat dari karakteristik karakteristik

ekonominya seperti sumber pendapatan, pola

konsumsi/pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain lain.

Juga perlu diperhatikan profil kemiskinan dari karakteristik

sosial-budaya dan karakteristik demografinya seperti tingkat

pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah

anggouta keluarga, cara memperoleh air bersih dan 

sebagainya.

   Pertanyaan kedua mengenai penyebaran kemiskinan

dapat dilihat dari karakteristik geografisnya, yaitu dengan

menentukan di mana penduduk miskin terkonsentrasi. Untuk

kasus indonesia, aspek geografis ini bisa terbagi dalam

penyebaran kota dan desa, di Jawa dan di luar Jawa

   Dalam kasus Indonesia, secara umum memakai standar

pengukuran kemiskinan  dari standar Bank Dunia. Namun

beberapa pendekatan atau tepatnya penyesuian dilakukan oleh

Biro Pusat Statistik (BPS) dalam menghitung batas miskin.

Kajian utama didasarkan pada ukuran  pendapatan (ukuran

finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya

rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi

Page 10: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk

kebutuhan makanan digunakan patokan 2100 kalori perhari.

Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan

meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka

barang dan jasa. Pengeluaran bukan makanan ini dibedakan

antara perkotaan dan pedesaan. Pola ini telah dianut secara

konsisten oleh BPS sejak tahun 1976. Sayogyo dan Sam F.Poli

dalam menentukan garis kemiskinan menggunakan ekuivalen

konsumsi beras per kapita. Konsumsi beras untuk perkotaan

dan pedesaan masing masing ditentukan sebesar 360 kg dan

240 kg per kapita per tahun (BPS, 1994). Sebaliknya Bank

Dunia menggunakan standard  mata uang dollar Amerika

Serikat, yaitu untuk dekade 1980, standar pengeluaran untuk

makanan adalah 50 dolar AS untuk pedesaan dan 75 dolar AS

untuk per kapita per tahun (berdasarkan kurs dasar dollar 126

terhadap rupiah pada tahun 1971). BPS dalam  mengadopsi

ukuran dari Bank Dunia melakukan penyesuaian  dengan pola

dasar konsumsi pada tahun 1971, dan kemudian disesuikan

dengan kenaikan harga (inflasi) dari bahan makanan pokok. 

Penyebaran kemiskinan, karakteristik demografis, karakteristik

pekerjaan, sumber penghasilan, dan pola konsumsi penduduk

miskin dan kaya, terlihat dalam data.

    Ukuran kemiskinan yang dianut oleh negara negara dari

standar Bank Dunia, ternyata secara empiris kadang kadang

kurang bisa menjelaskan fenomena kemiskinan. Terutama,

membandingkan kemiskinan dengan kesejahteraan. Tidak

semua kemiskinan identik dengan ketidak sejahteraan,

demikian juga tingkat pendapatan yang tinggi, belum

mencerminkan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Sen poverty

index (SPI) yang merupakan formula yang dipergunakan untuk

mengukur indeks kemiskinan, ternyata tidak mampu mengukur

Page 11: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

tingkat kesejahteraan.  SPI yang lebih mendasarkan pada

poverty head account ratio  dan ini yang diambil dari

penyebaran pendapatan per kapita  (koefisien Gini) ternyata

hanya mengukur kemiskinan dari tingkat pendapatan. Apakah

tingkat pendapatan tersebut mencerminkan kemiskinan ?

Jawaban pertanyaan ini bisa betul dan bisa tidak, tergantung

bagaimana pola konsumsi, pola kehidupan serta faktor jaminan

keamanan akan kehidupan  dari setiap negara kepada

penduduknya. Studi Birdsall (1995) di negara-negara Asia timur

yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi ( >7%), sedang 

(5%-6%) dan rendah (<5%) selama 30 tahun, menunjukkan

bahwa kemiskinan dan  kesejahteraan merupakan dua hal yang

berbeda. Studi Birdsall menunjukkan bahwa Srilangka yang

mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif rendah (<5%)

dan mempunyai indeks SPI yang rendah (yang menunjukkan

tingkat pendapatan per kapita dalam US dollar rendah atau

kurang dari 500 dolar AS per tahun) ternyata mempunyai

tingkat kesejahteraan yang tinggi bila dibandingkan dengan

Indonesia, atau misalkan Brasil (yang mempunyai pendapatan

per kapita diatas 5000 dolar AS pertahun). Anand dan Kanbur

(1993)  mengusulkan pola pengukuran kemiskinan dengan

memasukan variabel variabel non keuangan (non financial

variables), seperti kemudahan mendapatkan pendidikan yang

murah, fasilitas kesehatan yang luas dan murah, kesempatan

kerja yang tinggi, angka kematian balita dan ibu yang

melahirkan, tingkat  kemungkinan hidup, sistem perumahan

dan sarana kesehatan umum, listrik dan lain lain. Dengan

memakai ukuran yang baru Anand dan Kanbur melakukan uji

ulang atas data dari Ahluwalia terhadap 60 negara. Hasilnya

adalah kemiskinan tidak identik dengan kesejahteraan. Malcolm

Gillis dalam bukunya “Economics of Development” (1983)

Page 12: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

mencantumkan faktor tersebut sebagai basic human needs and

Social Indicators dalam penghitungan kemiskinan.

  

MODEL PEMBANGUNAN    Dengan semakin banyaknya negara negara yang baru

merdeka setelah perang dunia ke II, dimana negara negara

tersebut menghadapi masalah masalah mandegnya

pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengangguran yang

diikuti dengan tingkat kemiskinan yang meningkat serta

turunnya indikator makro ekonomi lainnya. Kenyataan ini

mendorong timbulnya mashab baru dalam bidang ekonomi,

yaitu perlunya campur tangan pemerintah dalam upaya

mempercepat pemulihan di bidang ekonomi. Timbullah model

model pembangunan ekonomi, di mana intinya memberikan

peran kepada pemerintah untuk mengarahkan jalannya

pertumbuhan ekonomi. Guidance development atau planned

economy menjadi motor pertumbuhan ekonomi di hampir

semua negara berkembang, termasuk Indonesia.

    Indonesia  menerapkan model guidance development

dalam pengelolaan ekonomi sejak pertengahan tahun 1950,

dengan pola dasar  “Growth with Distribution of Wealth” di

mana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur

pertumbuhan ekonomi (lihat pembangunan semesta berencana

dari kabinet Juanda). Pola dasar ini berakhir dengan terjadinya

spiral inflation  pada akhir tahun 1965. Namun apakah pola ini

tidak cocok dengan kondisi di Indonesia, masih perlu kajian

lebih lanjut. Kemudian sejak awal tahun 1970 Indonesia

menerapkan planned economy dengan pola “Growth First then

Distribution of Wealth”.  Planned economy ini menunjukkan

keberhasilan , terutama dilihat dari indikator makro ekonomi,

Page 13: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pertumbuhan

pendapatan yang tinggi, tingkat inflasi yang rendah, kestabilan

nilai tukar rupiah, rendahnya tingkat pengangguran dan

perbaikan sarana perekonomian. Planned economy ini terbagi

dalam lima Pelita (pembangunan lima tahun) di mana tahap

pertama berakhir pada tahun 1997, yang kemudian diikuti

dengan tahap ke II Pelita, yaitu tahap take off.

Model pembangunan Indonesia mengikuti model

pembangunan Rostow.

Tahapan model pembangunan Rostow jelas terlihat dalam

tahapan tahapan pelita di Indonesia.

Tahap pertama adalah mengubah pola traditional

economy yang berbasis pertanian tradisional (pangan, low

added value crops)  menuju pola indsustrial economy, di mana

kegiatan ekonomi bertumpu pada industri. Ciri utama adalah,

pertama self sustaining dalam bidang pangan. Yang kedua,

sektor industri menjadi sektor utama untuk penyerapan

tambahan tenaga kerja. Ketiga, pertumbuhan ekonomi

bertumpu pada industri.

Tahap kedua adalah precondition untuk take-off,

mempunyai beberapa indikator. Yang pertama, perbaikan

infrastruktur, terutama jalan raya, pelabuhan, rel  kerat api,

lapangan terbang. Pada tahap ini pertumbuhan pendapatan

tinggi dan diikuti  dengan menurunnya tingkat pertumbuhan

penduduk. Pada tahapan ini, tingkat pendapatan dan

pertumbuhan ekonomi meningkat tajam, capital-labor ratio

semakin meningkat, share industri dalam pertumbuhan

ekonomi semakin besar (bahkan mulai menggeser peranan

sektor pertanian).

Tahap ketiga adalah  initiating take-off, di mana dalam

tahap ini peran pemerintah mulai berkurang. Porsi

Page 14: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

pembangunan mulai diserahkan kepada swasta. Pemerintah

lebih bersifat pendorong, melalui peraturan dan kestabilan

politik. Beberapa indikator utama dalam tahap ini adalah yang

pertama,  terjadinya perubahan teknologi dalam pengelolaan

baik sektor industri maupun pertanian. Ratio capital to labor

semakin meningkat. Yang kedua, peran penanaman modal

asing dalam pembangunan ekonomi semakin tinggi, bahkan

jauh lebih tinggi dari peran swasta domestik maupun negara.

Selanjutnya, growth model bertumpu pada akumulasi kapital

melalui pasar modal. Ini berarti peran rakyat dalam

pembangunan mulai diaktifkan, terutama dalam akumulasi

modal melalui transaksi di pasar modal.

Tahap keempat adalah take-off. Pada tahap ini peran

pemerintah pada pembangunan ekonomi hanyalah sebagai

fasilitator, bukan lagi inisiator. Peran swasta sangat tinggi

dalam pembangunan. Market mechanism mulai diperkenalkan.

Local currency memasuki international trading.

Dengan berakhirnya tahapan I pelita (tahun 1997),

Indonesia sudah mulai tahap take-off  atau tahap tinggal

landas. Dan tahap kedua Pelita memang secara implisit

diarahkan untuk memulai tahap take-off.

Growth model dari Rostow menekankan pada penggeseran

aggregate supply, yaitu melalui peningkatan produksi, terutama

produksi per effektip tenaga kerja (y). Dan y tergantung dari

kapital per efektip tenaga kerja. Atau secara matematis ditulis

sebagai berikut:

     y  =  f(k)

sedang   k  sangat tergantung pada tingkat investasi dan

jumlah penduduk.

Jadi masalah pertumbuhan adalah masalah bagaimana

memupuk modal sebanyak mungkin. Inilah yang mendasari

Page 15: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

pemerintah Indonesia berusaha memupuk modal dan menekan

jumlah penduduk. Kunci utama pertumbuhan adalah jumlah

modal per kapita.

 

 

HIPOTESIS KUZNETS    Data data ekonomi periode 1970 – 1980, terutama

mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi  pendapatan

terutama di LDS (Less Developing Countries), terutama di

negara negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi

yang cukup pesat, seperti Indonesia, menunjukan seakan akan

korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat

kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan produk

domestik bruto, atau semakin tinggi tingkat pendapatan per

kapita, maka  semakin besar  perbedaan antara kaum miskin

dan kaum kaya. Bahkan studi yang dilakukan  di negara negara

Eropa Barat, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak

atau justru membuat ketimpangan antara  kaum miskin dan

kaum kaya semakin melebar. Jantti (1997) mengemukakan

bahwa fenomea tersebut timbul karena adanya perubahan

suplly of labor (masuknya buruh murah dari Turki, atau negara

Eropa Timur kedalam pasar buruh di Eropa Barat).  Berdasarkan

fakta tersebut, muncul pertanyaan: mengapa terjadi trade-off

antara pertumbuhan dan kesenjangan ekonomi dan untuk

berapa lama ?  Kerangka pemikiran ini yang melandasi

Hipotesis Kuznets. Yaitu, dalam jangka pendek ada korelasi

positip antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan

kesenjangan pendapatan. Namun dalam jangka panjang

hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatip. Artinya

dalam jangka pendek meningkatnya pendapatan akan diikuti

Page 16: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan, namun dalam

jangka panjang  peningkatan pendapatan  akan diikuti dengan

penurunan kesenjangan pendapatan. Phenomena ini dikenal

dengan nama “Kurva U terbalik dari Hipotesis Kuznets”.

Pertanyaannya adalah  berapa  lama jangka pendek itu? Dan

berapa lama jangka panjang itu? Kapan titik balik dicapai? 

 

                

   Namun,  hipotesis Kuznets ini mulai dipertanyakan.

Beberapa study yang mengambil data time series membuktikan

bahwa dalam beberapa negara yang masih bertumpu pada

sektor pertanian (rural economy) menunjukan hubungan

negatif. Ini berarti bertolak belakang dari hipotesis Kuznets.

Pertanyaannya adalah faktor apa yang membuat hal tersebut

terjadi?. Pemahaman atas variabel variable tersebut akan

membuktikan bahwa negara pertanian tidak identik dengan

Page 17: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

kemiskinan atau mungkin le bih tepatnya adalah kesejahteraan

pun bisa meningkat dinegara negara yang berbasis pertanian.

  

BEBERAPA INDIKATOR PENGUKURAN KEMISKINAN

    Kemiskinan bisanya diukur dari kesenjangan dalam

distribusi pendapatan. Artinya kemiskinan diukur dari tingkat

pendapatan. Biasanya pendepatan yang dipergunakan adalah

pendekatan aksiomatik (axiomatic approach), yaitu dengan

memakai tiga alat ukur:

1.    generalized entropy (GE)

2.   Atkinson measure , dan

3.    Gini ratio  

Dimana hubungan ketiga alat ukur terebut dapat ditulis

secara matematik sbb :

Rumus GE :

 

 

di mana :             n  =  jumlah individu dalam sample

                                      Y = tingkat pendapatan

                                                =  ukuran rata rata pendapatan                                        Nilai GE adalag > 0 dimana, semakin besar nilai GE maka

menunjukkan semakin besar tingkat kesenjangan pendapatan

dalam suatu negara. Parameter  mengukur besarnya

perbedaan perbedaan pendapatan dari masing masing

kelompok masyarakat.

Page 18: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

Ukuran Atkinson  mengukur ketimpangan distribusi

pendapatan , yaitu sbb :

  

Di mana parameter ketimpangan  0 < <   ,berarti semakin

tinggi nilai semakin tidak seimbang pembagian pendapatan

antar golongan.

Gini ratio merupakan alat ukur yang umum dipergunakan

dalam studi empiris, yaitu dengan formula:

 

                    1             n    n

   Gini  =  ----------     yi   -  yj                  2n2 – y       I=1 j=1

 

Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan

tingkat pemerataan yang sempurna , dan semakin besar nilai

Gini maka semakin tidak sempurna tingkat pemerataan

pendapatan.

   Namun dalam studi studi empiris terutama dalam single

country, ternyata kemiskinan tidak identik  dengan

kesejahteraan. Artinya ukuran ukuran diatas belum

mencerminkan tingkat kesejahteraan. Studi yang dilakukan

oleh Ranis (1977) di Republik Cina dan Ravallion dan Datt

(1996) di India, menunjukkan kedua negara tersebut dilihat dari

ti ngkat pendapatan per kapita maupun ukuran Gini (Gini ratio)

menunjukkan tingkat kemikskinan yang cukup parah. Namun

dilihat dari tingkat kesejahteraan, kedua negara tersebut masih

lebih baik dari beberpa negera Amerika Latin yang mempunyai

tingkat Gini ratio rendah dan tingkat pendapatan perkapita

Page 19: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

tinggi. Ranis, Ravallion dan Datt memasukan faktor seperti

tingkat kemudahan mendapatkan pendidikan yang murah,  hak

mendapatkan informasi, layanan kesehatan yang mudah dan

murah, perasaan aman baik dalam mendapatkan pendidikan

dan lapangan kerja, dan lain lain.

   Intinya adalah dalam mengukur kemiskinan, banyak

variabel non keuangan yang harus diperhatikan. Variabel

keuangan (tingkat pendapatan) bukanlah satu satunya variabel

yang harus dipakai dalam menghitung kemiskinan.

Namun kalau pengambil keputusan, lebih menitikberatkan

pada cross variable study dalam mengatasi masalah

kemiskinan, maka berarti kemiskinan akan diatasi dengan cara

meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang luas.

 

PENANGGULANGAN KEMISKIKAN DI INDONESIA    Model pembangunan Indonesia mengikuti pola growth

model dari Rostow. Secara umum pola dari Rostow adalah

memperbesar kue pembangunan baru kemudian dibagi.

Karena intinya Rostow adalah pemupukan modal melalui

kegiatan industri untuk menggantikan  peran pemerintah dalam

pembangunan. Ciri utamanya adalah strategi untuk menarik

investasi dengan upah kerja yang murah, pajak yang rendah,

dan monopoli serta konsentrasi pada beberapa investor dan

jenis industri.

Namun pemerintah Indonesia menggabungkan model

Rostow dengan pendekatan kesejahteraan. Pendekatan ini

langsung dilakukan tanpa melalui Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) tetapi langsung oleh presiden melalui Instruksi Presiden

(inpres).  Ada beberapa inpres yang dilakukan dengan pola

pendekatan kesejahteraan, yaitu :

Page 20: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

1.   Inpres Desa Tertinggal, tujuannya adalah menciptakan

kesetaraan desa dan menciptakan lapangan kerja di

pesedaan

2.    Inpres kesehatan, tujuannya adalah memberikan

layanan kesehatan yang mudah dan murah untuk

penduduk pedesaan.

3.    Inpres pendidikan, tujuannya adalah memberikan

layanan pendidikan yang gratis untuk pendidikan dasar

sampai menengah.

4.    Inpres obat obatan, tujuannya adalah untuk

memberikan obat obatan yang murah kepada

masyarakat miskin

5.   Inpres inpres lainnya, yang prinsipnya adalah

meningkatkan kesejahteraan  penduduk pedesaan.  

Di samping inpres inpres tersebut, pemerintah juga

mengeluarkan kebijakan kebijakan yang tujuannya adalah

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan penduduk

pedesaan, misalkan :  

1.  Ketentuan mengenai Kredit Usaha Tani, untuk

memudahkan petani mendapatkan modal untuk

mengolah tanah

2.  Ketentuan mengenai kredit perbankan (KIK atau kredit

candak kulak) tujuannya adalah memberikan

kemudahan rakyat untuk mendapatkan modal untuk

usaha diluar sektor pertanian.

3.  Pembebasan pajak untuk hasil pertanian.

4.   Subsidi atas pupuk dan obat obatan pertanian

5.  Penetapan harga dasar gabah, untuk menjamin nilai

tukar petani (padi) tidak turun, bahkan meningkat 

terhadap  hasil produk industri lainnya.

Page 21: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

6.  Pola KKPA untuk sistim transmigrasi terpadu, tujuannya

adalah menjamin para transmigran  mendapatkan

penghasilan yang tetap dan alat produksi.

7.    dan lain lain.  

Secara umum pola ini diakui keberhasilannya.

Saran saran untuk kebijaksanaan: 

1.    Meningkatkan  k atau kapital per efektip tenaga

kerja,yaitu :

a.      Meningkatkan S  atau saving, yaitu:

                                                    i.   Meningkatkan domestic saving

                                      ii.   Meningkatkan foreign investment

b.      Meningkatkan  I  atau investment, yaitu:

                                                    i.     Meningkatkan domestic investment

                                                  ii.     Meningkatkan direct foreign investment

                  Upaya di atas dapat dilakukan kalau kondisi

kondusif, yaitu :

                      a.   kondisi keuangan stabil

                      b.   kondisi politik stabil

c.   Strategi keuangan dan industri yang mengarah

pembentukan modal di sektor industri kecil dan

menengah

2.    Strategi penciptaan lapangan kerja melalui :

a.   Penyebaran pusat pusat industri

b.  Penyebaran sektor sektor industri. Industrialisasi

tidaka bertumpu pada satu sektor saja, tetapi

bertumpu pada beragam sektor, misal pertanian,

perikanan, pariwisata, komunikasi dan lain lain.

c.  Kebijakan yang menjamin keamanan dan kepastian

dalam ber-investasi.

Page 22: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

3.    Pengawasan government expense yang lebih

menekankan pada balanced budget.

4.     Menentukan parameter parameter kesejahteraan.

 

PENUTUP    Dengan  mengasumsikan bahwa negara bertanggung

jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya, maka menjadi kewajiban negara untuk menekan angka kemiskinan. Atau lebih tepatnya, negara bertanggung jawab akan kesejahteraan penduduknya. Kesejahteraan haruslah menjadi ukuran yang utama, jauh lebih baik hanya sekedar meningkatkan pendapatan penduduk. Ini berarti negara harus memperhatikan faktor faktor lainnya selain faktor keuangan. Dengan meningkatnya kesejahteraan maka negara akan banyak mendapatkan manfaat yang banyak. Baik dari segi keuangan (pendapatan pajak meningkat) atau faktor non keuangan, misalkan keamanan lebih terjamin, kebanggaan berbangsa meningkat dan lain lain.

 

Page 23: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

Daftar  Pustaka 

1. Mankiw,  N. Gregory, “Macro Economics”, New York: Worth Publishers, fourth edition , 1997

2. Hess, Peter and Ross, Peter, “Development Economics : Theories, evidence, and policies”,  the Dryden Press – Harcourt Brace College Publisher,

3. Branson, H. Williem and Litvack, M. James, “Macro economics”, New York: Harper & Row, Publishers,  second edition, 1981

4. Romer, David, “Advanced Macro Economics”,  The

McGraw-Hill Companies, Inc., 1996.

5. Turnovsky, J. Stephen, “Macroeconomic Analysis and

Stabilization policy”, Cambridge: Cambridge University

Press, 1981

6. Gillis, Malcom, “Economics of Development”, New York:

W.W. Norton Company, Third Edition, 1992

7. Basri, Faisal, “Perekonomian Indonesia Menjelang Abad

21”, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997.

8. Badan Pusat Statistik, “Buletin Ringkas BPS”,  BPS, Maret

1999

9. Tambunan, Tulus, ”Perekonomian  Indonesia, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1999

10. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,”panduan

Program Inpres Desa Tertinggal, Jakarta: Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, 1993

 

TABEL-TABEL

Page 24: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

Tabel 1  : Jumlah Kesempatan Kerja , Angkatan Kerja(juta orang) tahun 1991 - 1997

 

  91 92 93 94 95 96 97 Kesempatan kerja 76,4 78,5 79,2 82,0 83,9 85,7 87,1Angkatan kerja 78,5 80,7 81,5 85,8 87,9 90,1 93,1Angk.Ker. yg tidak tertampung

             

      - % jumlah 2,1 2,2 2,3 3,8 4,0 4,4 4,2      - % 2,68 2,73 2,82 4,43 4,55 4,89 4,60

[Sumber :  diolah dari data BPS (Sakernas) dan ILO, 1999]

 

 

Tabel 2 :  Jumlah Penggangguran dan Inflasi, PDB  

( %)  1991 s/d 1997

 

  Pengangguran Inflasi PDB Kesempatan Krj 91 2,68 9,52 00 00 92 2,73 4,94 7,31 2,75 93 2,82 9,77 7,14 0,89 94 4,43 9,24 7,54 3,54 95 4,55 8,64 8,21 2,32 96 4,89 6,47 7,99 2,14 97 4,60 11,06 4,65 1,63

   

[Sumber : data  BPS dan Tajul Kholiwati, Inflasi dan  Solusinya, hal.75,

   Tambunan, Tulus, Perekonomian Indonesia, hal..91]

   

Tabel  3  :  Perkembangan Gini Ratio dan PDB (rata rata p.t ) 1965-1997 (%)

 

  Growth PDB Gini Ratio

Page 25: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

1965 – 1970 2,7 0,35

1971 – 1980 6,0 0,40

1981 – 1990 5,4 0,30

1991 – 1997 7,4 0,33

[Sumber  :  Tambunan, Tulus, hal 133]

 

Tabel 4 :  Tingkat Pengangguran

  Agustus 1997 Agustus 1998 Perubahan

Penganguran Terbuka      

   -  Jumlah (ribuan org) 4197,3 5062,5 865,2

   -  % (4,68) (5,46) --

Setengah Menganggur      

    -  jumlah (ribuan org) 28365,5 32120,0 3754,5

    -  % (31,66) 34,64) --

Bekerja Penuh      

    - Jumlah (ribu org) 57040,0 55552,4 (1487,6)

    - % (63,66 (59,90)  

[Sumber  : Sakernas]Catatan  :  Berkerja Penuh - 35 jam atau lebih per minggu

 

Page 26: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

Tabel 5 :  Perkiraan Jumlah TK yang terkena PHK per sektor Ekonomi,

 

  T.K

(ribu org)

T.K yg di PHK (%)

PHK (ribu org)

Pengang guran (%)

Pengang guran

(ribu org)

1. Pertanian 4813 0 0 0 0

2. Pertambangan 433 0 0 0 0

3. Manufaktur 6667 20 1333 50 667

4. Pelayanan Umum 207 0 0 0 0

5. Konstruksi 3436 30 1031 50 515

6. Perdagangan, hotel, restaurant

2730 20 546 50 273

7. Transportasi 1616 20 323 50 162

8.  Keuangan/     Perbankan

615 30 184 100 185

9. Jasa Liannya 9971 20 1994 50 997

10. Lain lain 2 20 0 50 0

J u m l a h 30490 18 5411 52 2799

[Sumber: ILO,  1998]

 

   

Tabel 6 : Jumlah penduduk miskin  dan tidak miskin menurut

              Wilayah, tahun 1990  (persen)  

Wilayah Daerah Miskin Tidak miskin

Jumlah

Jawa + Bali Kota 26,82 20,38 21,36   Desa 29,80 42,22 40,32

  Total 56,61 62,60 61,68

Page 27: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

Luar Jawa Kota 10,46 8,65 8,93

Bali Desa 32,93 28,75 29,39

  T o t a l 43,39 37,40 38,32

Indonesia Kota 37,28 29,03 30,29

  desa 62,72 70,97 69,71

  T o t a l 100,00 100,00 100,00

  [Sumber : diolah dari data Susenas, 1990]

 

Tabel  7  : Jumlah Penduduk Miskin setelah Krisis Keuangan

No. Tahun Perkotaan Pedesaan Total

01 1993 8,7 17,2 25,9

02 1997 9,6 24,9 34,5

03 1998 17,6 31,9 49,5

04 Feb.1999 15,7 32.7 48,4

05 Ags.1999 12,4 25,1 37,5

         

[Sumber : diolah dari data Susenas, 1990] 

 

                    Y Shock  Model

Page 28: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

  Y Shock model adalah model yang cukup komprehensip

untuk mengukur faktor faktor yang mempengarahui pergerakan

Y, atau tingkat produksi nasional. Model ini digunakan untuk

mengukur variabel-variabel yang bisa mempengaruhi Y.  

 

 

Sistematika model 

Page 29: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

 

Secara matematis model dapat ditulis sbb:

 

   Yt  =  [ + (1 - a) aLK] Kt  + (1 - a)(1 + aLA) At  +  aLGGt

 

Dimana :

   [a + (1 - a) aLK] Kt  :  Parameter Kapital

Page 30: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

   (1 - a)(1-aLA)At        :  Parameter  Tehnologi

   aLGGt                         :  Parameter  Government (pengeluaran

pemerintah) .

 

 

Model Pemerataan Pendapatan (Gini Ratio). 

Secara matematis model tersebut dapat ditulis sbb:

   

                      1          n    n

   Gini  =  ----------     yi   -  yj                  2n2 – y     I=1 j=1  

 

Model Kesejahteraan Penduduk

 

Page 31: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

 

Model Solusi Masalah

 

Page 32: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi
Page 33: Kemiskinan Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Filsafat Komunikasi

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/kel6_012.htm