keluarga & penderita kusta

144
KELUARGA & PENDERITA KUSTA Oleh: Safri Sholehuddin Soni A. Nulhaqim Santoso T. Raharjo

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

KELUARGA &

PENDERITA KUSTA

Oleh:

Safri Sholehuddin Soni A. Nulhaqim

Santoso T. Raharjo

Page 2: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

KELUARGA &

PENDERITA KUSTA

Oleh:

Safri Sholehuddin Soni A. Nulhaqim

Santoso T. Raharjo

Page 3: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

Hak cipta © pada penulis dan dilindungi Undang-undang

Hak penerbitan pada ITB Press

Dilarang mengutip sebagian ataupun seluruh buku ini dalam bentuk

apa pun tanpa izin dari penulis dan penerbit.

Keluarga & Penderita Kusta

Penulis : Safri Sholehuddin

Soni A. Nulhaqim

Santoso T. Raharjo

Editor : Nurliana Cipta Apsari

Editor Bahasa : Feri Anugrah

Desainer Isi : Yuda A. Setiadi

Desainer Sampul : Yuda A. Setiadi

Cetakan I : 2020

ISBN : 978-623-297-002-1

Diterbitkan atas dukungan dari:

Pusat Studi CSR, Kewirausahaan Sosial, & Pemberdayaan Masyarakat, FISIP UNPAD

9 7 8 - 6 2 3 - 2 9 7 0

978-623-297-002-1

Page 4: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

PENGANTAR

Penyakit kusta merupakan penyakit yang memiliki

dampak pada penderitanya. Baik dampak fisi, psikologis

maupun sosial. Seperti halnya kasus penderita kusta di

Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota

Cirebon seringkali mendapatkan stigma negatif dari

masyarakat yang ada di sekitarnya. Dukungan dari

lingkungan sosial terdekat amat penting bagi penderita

kusta. Pada umumnya keluarga terdapat ayah, ibu dan

anak, namun dukungan dari kepala keluarga terhadap

penderita kusta amatlah penting dan menentukan

keseimbangan hidup penderita kusta. Kajian ini

menggunakan teori yang dijelaskan oleh Bart Smet, mulai

dari dukungan emosional yang berupa pemberian rasa

nyaman, pemberian perasaan dicintai dan pemberian

perasaan dipedulikan. Dukungan penghargaan yang

berupa pemberian motivasi, pemberian penghargaan

positif berupa “reward” dan perbandingan positif dengan

individu lain. Dukungan instrumental berupa pemberian

uang, pemberian barang, pemberian makan dan

pemberian pelayanan. Dukungan informatif berupa

pemberian informasi bantuan medis dan pemberian saran

yang diberikan oleh kepala keluarga kepada penderita

kusta.

Buku ini merupakan hasil riset mengenai dukungan

keluarga terhadap penderita kusta di Kelurahan

Page 5: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Dengan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian

deskriptif dengan teknik indepth interview, pengamatan

observasi non partisipatif dan studi dokumentasi.

Terdapat 6 yang terlibat dalam penelitian ini. Pemberian

dukungan keluarga bagi penderita kusta masih terdapat

kendala.

Penulisan buku hasil kajian-kajian lapangan sungguh

amat penting dalam konteks menyebarluarkan hasil riset

untuk menjadi publik, baik untuk kepeentingan akademik

atau pun bacaan untuk menambah wawasan dan

membuka perspektif. Peningkatan pemahaman

masyarakat, serta pihak-pihak pemangku kepentingan

diperlukan agar upaya-upaya pencegahan dan

penanggulangan penderita kusta dan keluarga dapat

dilakukan secara tepat dan bermanfaat. Semoga

penerbitan buku ini dapat memberi manfaat… in Syaa

…Aamiin…!

Jatinangor, Juli 2020

Kepala Pusat Studi CSR, Kewirausahaan Sosial

& Pemberdayaan Masyarakat, FISIP – UNPAD

Page 6: KELUARGA & PENDERITA KUSTA
Page 7: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

DAFTAR ISI

PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x

PENDAHULUAN .............................................................................. 1

DUKUNGAN SOSIAL .................................................................... 11

Batasan ........................................................................................ 11

Dimensi Dukungan Sosial ........................................................ 13

Faktor-Faktor Dukungan Sosial............................................... 15

Sumber-Sumber Dukungan Sosial .......................................... 18

Manfaat Dukungan Sosial ........................................................ 20

KELUARGA & pENDERITA KUSTA ........................................... 24

Batasan Keluarga ....................................................................... 24

Fungsi Keluarga ......................................................................... 25

Usia Produktif: Masa Dewasa Muda ...................................... 29

1) Definisi ............................................................................ 29

2) Tugas Pada Perkembangan Dewasa Muda ............... 30

Penyakit Kusta ........................................................................... 31

1) Definisi Kusta ..................................................................... 31

2) Penyebab Penyakit Kusta ................................................. 33

3) Dampak Penyakit Kusta .................................................. 34

Page 8: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

Pekerjaan Sosial dengan Keluarga .......................................... 36

METODE KAJIAN .......................................................................... 47

Pendekatan dan Teknik ............................................................ 47

Sumber Data ............................................................................... 48

Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 48

Instrumen Pengumpulan Data ................................................ 49

Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 49

Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 51

KEHIDUPAN PENDERITA KUSTA: Kasus Keluarga di Kota

Cirebon ............................................................................................. 52

Gambaran Lokasi ....................................................................... 52

Profil Penderita Kusta ............................................................... 59

Dukungan Keluarga terhadap Penderita Kusta .................... 60

a. Dukungan Emosional ....................................................... 60

b. Dukungan Penghargaan ................................................... 72

c. Dukungan Instrumental ................................................... 79

d. Dukungan Informasional ................................................. 90

PENUTUP ........................................................................................ 99

Kesimpulan ................................................................................. 99

Rekomendasi ............................................................................ 106

Alternatif Rencana Kegiatan bagi Keluarga Penderita

Kusta .......................................................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 114

Page 9: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Jumlah Penderita Kusta Baru dan Penderita Kusta Sembuh di Kota Cirebon .................................................. 53

Tabel Jumlah Penderita Kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon 54

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Emosional 77

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Penghargaan 87

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Instrumental 96

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Informatif 105

Page 10: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Penyakit Kusta Pada Bagian Tangan 3

Gambar 1.2 Penyakit Kusta Pada Bagian Kaki 3

Page 11: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

1

PENDAHULUAN

Manusia sangat ingin memiliki tubuh yang sempurna

namun adapula manusia yang memiliki tubuh kurang

sempurna dari sejak lahir. Akan tetapi walaupun memiliki

kekurangan fisik dari lahir tidak mengurangi

semangatnya dalam menjalankan kehidupannya. Namun

ada pula individu yang memiliki fisik yang sempurna

sejak lahir akan tetapi pada saat dewasa mengalami

kecacatan fisik, contohnya bagi penderita penyakit kusta.

Penyakit kusta merupakan penyakit kulit yang membawa

dampak buruk bagi penderitanya.

Dampak buruk yang diakibatkan oleh penyakit kusta

adalah perubahan yang terjadi pada bentuk tubuh,

dimana para penderita kusta akan mengalami kecacatan

fisik yang dapat membuat para penderitanya merasa

malu, dan akan merasakan tekanan batin, menurut

Rahariyani 2007 (dalam Lestari, 2012). Tidak hanya

memiliki dampak buruk pada kecacatan fisik saja,

penyakit kusta memiliki dampak sosial yang cukup besar

tidak hanya pada penderitanya saja akan tetapi keluarga

penderita kusta juga terkena dampaknya. Dalam hal ini

maka akan mempengaruhi penerimaan penderita kusta

pada lingkungannya, sehingga masih banyak penderita

Page 12: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

2

kusta yang putus asa karena beranggapan bahwa saat

terkena penyakit kusta segalanya sudah berakhir (Zulkifli,

2003).

Menurut Sari (2013) penyakit kusta merupakan

penyakit kronis yang menyerang saraf tepi, kulit dan

jaringan tubuh lainnya. Tanda-tanda utamapada penyakit

kusta yaitu terdapat penebalan saraf tepi yang disertai

dengan gangguan fungsi saraf serta ditemukannya

Bakteri Tahan Asam (BTA). Penyakit kusta terbagi dalam

dua tipe yaitu: Pausy Bacillary (PB), Kusta PB sering

disebut sebagai kusta kering, kusta PB tidak begitu parah

dan memiliki ciri yaitu bercak keputihan seperti panu dan

mati rasa, bercak tersebut kurang dari 5 tempat pada

tubuh. Tipe kusta lainnya yaitu Multi Bacillary (MB)

dimana kusta MB disebut sebagai kusta basah, kusta tipe

MB termasuk yang sangat parah, memiliki ciri ciri bercak

putih kemerahan, pembengkakan pada bercak, mati rasa

dan lebih dari 5 tempat pada tubuh. Penyakit kusta

merupakan penyakit menular yang menyebabkan

permasalahan yang kompleks, masalah yang akan

ditimbulkan dari penyakit kusta tidak hanya pada fisik

dimana terjadi perubahan terhadap kondisi fisik pada

penderita kusta tersebut dan juga menimbulkan

permasalahan psikis dimana adanya rasa malu, kecewa

dan tidak percaya diri karena walaupun sudah dapat

dikatakan sembuh dalam masa pengobatannya akan

tetapi penderita kusta tetap mendapatkan status sebagai

penderita kusta oleh masyarakat. Kondisi fisik yang akan

Page 13: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

3

dialami oleh penderita kusta seperti contoh pada gambar

berikut ini:

Gambar 1.1 Penyakit Kusta Pada Bagian Tangan

Sumber: Google Image Penderita Kusta, 2019

Page 14: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

4

Gambar 1.2 Penyakit Kusta Pada Bagian Kaki

Sumber: Google Image Penderita Kusta, 2019

Di Indonesia masih banyak orang yang beranggapan

bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukan

secara turun-temurun, akan tetapi anggapan tersebut

tidaklah benar. Penyakit kusta pertama kali ditemukan

pada tahun 1873, selama beberapa tahun jumlah penderita

penyakit kusta semakin bertambah, pada tahun 2010 hasil

riset WHO Indonesia menduduki peringkat ketiga

pendertita kusta terbanyak dengan angka 21.026 kasus.

Jumlah penderita kusta saat ini terus menurun. Pada

tahun 2015 di Indonesia terdapat 17.202 kasus, sehingga

sampai saat ini jumlah penderita kusta terus menurun,

namun walaupun adanya penurunan jumlah penderita

kusta dari setiap tahunnya, akan tetapi stigma negatif

pada penderita kusta masih tetap ada sampai saat ini.

Dengan adanya stigma tersebut membuat masyarakat

enggan untuk berdekatan dengan penderita kusta, seperti

yang dikemukakan oleh Kaur & Van Brakel 2007 (dalam

Rahyu, 2011) yang menjelaskan bahwa stigma yang

berkembang di masyarakat terkait penyakit kusta

menimbulkan beberapa masalah bagi penderita kusta itu

sendiri, seperti dikucilkan oleh masyarakat, diabaikan

dan kesulitan dalam memperoleh lapangan pekerjaan.

Stigma tersebut juga akan berdampak bagi keluarga

penderita kusta karena akan mengakibatkan diskriminasi

atau dikucilkannya keluarga penderita kusta oleh

masyarakat.

Page 15: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

5

Dengan banyaknya kasus diskriminasi bagi penderita

kusta pada akhirnya Dewan Hak Asasi Manusia (Dewan

HAM) dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa telah membuat

prinsip dan pedoman tentang penghapusan diskriminasi

terhadap orang-orang yang terkena kusta dan anggota

keluarga mereka sejak tahun 2010. Federasi Internasional

Asosiasi Anti Kusta (The International Federations of Anti

Leprosy Associations/ILEP) pada tahun 2010 telah

memerintahkan negara-negara di dunia untuk

menghormati hak-hak penyandang kusta serta

mendorong pemerintah untuk menghapus diskriminasi

terhadap penderita kusta dan keluarganya. Dengan

adanya hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

masih banyak diskriminasi yang dilakukan oleh

masyarakat, tidak hanya di Indonesia bahkan dinegara

lainpun masih terdapat diskriminasi pada penderita

kusta. Oleh karena itu keluarga sebagai tempat utama

bagi penderita kusta dan keluarga menjadi tempat yang

aman bagi penderita kusta yang seringkali terasingkan

oleh masyarakat, dikarenakan adanya perubahan fisik

yang terjadi sehingga menimbulkan stigma negatif dari

masyarakat. Bahkan dengan adanya perubahan fisik yang

terjadi pada penderita kusta dapat membuat keluarganya

sendiri memperlakukan penderita kusta sebagai orang

asing atau dalam kata lain seperti tidak di akui dalam

keluarganya sendiri karena keluarga penderita kusta

merasa malu jika ada salah satu anggota keluarga yang

menderita penyakit kusta.

Page 16: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

6

Keluarga memiliki peran yang sangat penting bagi

penderita kusta karena keluarga merupakan lingkungan

pertama yang dapat memberikan pengaruh besar bagi

penderita kusta. Penderita kusta dalam masa dewasa

muda seharusnya dapat hidup dengan mandiri, namun

karena terkena penyakit kusta, maka sangat

membutuhkan adanya dukungan sosial keluarga

terutama yang diberikan melalui kepala keluarga.

Dukungan sosial yang diberikan keluarga akan memiliki

dampak yang besar bagi penderita kusta untuk lebih

semangat dan percaya diri dalam menjalankan

kehidupannya. Seperti yang dijelaskan oleh House &

Khan (dalam Iradati, 2018) bahwa dukungan sosial

merupakan tindakan yang bersifat membantu yang

melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan

instrumen dan penilaian positif pada individu dalam

menghadapi permasalahannya. Oleh karena itu dengan

adanya dukungan sosial oleh keluarga dapat sangat

membantu para penderita kusta untuk lebih bersemangat

dalam menjalankan kehidupannya walaupun dengan

adanya keterbatasan fisik dan adanya stigma negatif dari

masyarakat yang disebabkan oleh penyakit tersebut.

Penelitian mengenai dukungan keluarga terhadap

orang dengan penyakit tertentu dan disabilitas memang

sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian

yang dilakukan oleh Iradati (2018) dengan judul

penelitian “Dukungan keluarga Terhadap Anak Dengan

Dyslexia” dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui

Page 17: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

7

bahwa dukungan sosial emosional yang diberikan oleh

orang tua khususnya ibu pada anak penderita dyslexia

sudah efektif. Dukungan sosial penghargaan dari orang

tua sudah sangat memaksimalkan pemberian motivasi

untuk memperoleh kekuatan yang optimal. Dukungan

sosial instrumental didapat bahwa orang tua sudah

mengikuti komunitas bersama dengan orangtua yang

anaknya terkena dyslexia, tujuannya untuk membantu

anak dyslexia bersosialisasi dengan anak dyslexia lainnya.

Dukungan informasional dalam penelitian ini didapat

bahwa media sosial sangat mendukung mereka dalam

bertukar informasi, sehingga para orang tua mudah

menerima bahwa kondisi anaknya perlu dibantu. Silalahi

(2018) dengan judul penelitian “Dukungan Keluarga

Terhadap Resiliensi Individu Penyandang Tuna Daksa”

dari hasil penelitian ini dukungan emosional yang

diberikan adalah perasaan nyaman dan rasa dicintai oleh

keluarga. Dukungan penghargaan tidak terdapat sebuah

permasalahan terkait dengan pemberian dukungan

penghargaan pada anak tunadaksa. Dukungan

instrumental masih belum memiliki masalah apapun.

Dari dukungan informasional yaitu memberikan sebuah

alternatif penyelesaian masalah serta memberikan

wawasan dan keterampilan bagi anak tuna daksa. Sulastri

(2017) dengan judul penelitian “Dukungan keluarga

Terhadap Penderita Stroke di Dusun Nanggeleng Desa

Payungagung Kecamatan Panumbangan Kabupaten

Ciamis”. Dari hasil penelitian ini dukungan sosial

instrumental sudah dilakukan melalui pembelian kursi

Page 18: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

8

roda, tongkat, dan pemenuhan kebutuhan dasar.

Dukungan informasional, keluarga hanya memberikan

informasi yang standar kepada penderita stroke.

Dukungan emosional, keluarga memberikan dukungan

emosional melalui pembuatan tempat tidur yang pendek

sehingga penderita stroke tidak mengalami kesulitan

untuk bangun. Dukungan penghargaan, keluarga

memberikan semangat kepada penderita stroke agar tidak

menyerah dengan keadaannya saat ini.

Fadilah (2013) dengan judul penelitian “Hubungan

Dukungan Keluarga Dengan Depresi Penderita Kusta di

Dua Wilayah Tertinggi Kusta di Kabupaten Jember”. Dari

penelitian ini tidak dijelaskan mengenai dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan

instrumental namun yang dijelaskan dari penelitian ini

adalah dukungan Informatif yang diberikan oleh

keluarga, dimana keluarga memberikan informasi

mengenai jadwal berobat atau mengantar penderita kusta

ke pelayanan kesehatan.

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis berbeda

dengan penelitian-penelitian tersebut, dimana dalam

penelitian ini akan melihat bagaimana dukungan sosial

yang diberikan oleh kepala keluarga kepada penderita

kusta yang erat kaitannya dengan stigma negatif bagi para

penderita kusta. Melihat pentingnya dukungan keluarga

bagi keberfungsian sosial penderita kusta yang masih

sering disudutkan oleh masyarakat, akhirnya penulis

tertarik untuk mengetahui bagaimana keluarga

Page 19: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

9

memberikan dukungan sosial kepada anggota keluarga

yang menderita penyakit kusta di Kecamatan Harjamukti,

Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon yang sudah

menjalani masa pengobatan dan dikatakan sembuh.

Penulis memilih lokasi tersebut dikarenakan masih

banyak keluarga yang belum memahami mengenai

penyakit kusta dan masih belum memahami mengenai

cara pemberian dukungan sosial keluarga kepada

penderita kusta khususnya yang masuk dalam masa

dewasa muda, ditambah pada lokasi tersebut masih

banyaknya stigma negatif dari masyarakat terhadap

penderita kusta.

Kajian dalam buku ini akan fokus pada bagaimana

kehidupan penderita kusta, khususnya dukungan

keluarga terhadap anggota keluarganya yang penderita

kusta. Secara khusus dukungan keluarga tersebut terbagi

pada dukungan emosional, penghargaan, instrumental,

serta dukungan informatif dari keluarga kepada penderita

kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti,

Kota Cirebon?

Semoga kajian dalam buku ini dapat memberi

manfaat secara teoritis, khususnya pengembangan ilmu

kesejahteraan sosial yang fokus pada family based service

atau pelayanan sosial berbasis keluarga bagi penderita

kusta dalam upaya mengembalikan keberfungsian sosial

penderita kusta tersebut. Kehadiran dukungan keluarga

sebagai lingkungan terdekat dari penderita kusta sangat

Page 20: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

10

penting dalam meningkat kepecayaan diri, sebagai bagian

dari keberfungsian penderita kusta.

Secara praktis, kajian ini dapat meningkatkan

wawasan dan perspektif dalam memahami dan berempati

pada penderita kusta. Sehingga peningkatan dan

perbaikan keberfungsian keluarga juga akan mendukung

anggota keluarga yang menderita kusta. Keluarga

merupakan target system dalam layanan sosial penderita

kusta.

Lembaga dan organisasi terkait baik swasta maupun

pemerintah diharapkan dapat memahami situasi

sesugguhnya, sehinga diharapkan dapat mengambil

peran penting dalam upaya pencegahan, dan pelayanan

dukungan bagi keluarga dan penderita kusta. Bagi

masyarakat luas diharapkan muncul kesadaran bahawa

kelompok disabilitas ini tidak dapat hidup berjuang

sendiri. Mereka memerlukan dukungan konstruktif yang

memandirikan. Hal tersebut dapat dimulai dengan tidak

mengucilkan mereka, tidak memandang sebelah mata

mereka, dan mulai bersikap inclusive dengan mengajak

dan menerima mereka sebagaimana layaknya manusia.

Page 21: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

11

DUKUNGAN SOSIAL

Batasan

Pada hakekatnya sebagai makhluk sosial manusia

pasti memerlukan bantuan serta dukungan dari manusia

lain terutama pada lingkungan terdekatnya saat

menghadapi berbagai macam masalah. Sehingga akan

timbul perasaan saling membutuhkan satu sama lain dan

tetntunya termasuk dalam kebutuhan akan adanya

dukungan sosial bagi setiap orang.

Dukungan sosial menurut Indriani (2016) bahwa

dukungan sosial adalah suatu tanggapan atau informasi

dari pihak lainnya yang dicintai, dihormati, disayangi dan

saling menghargai serta adanya hubungan yang saling

bergantung satu sama lain. Dengan melihat definisi ini

dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial yang

diberikan oleh keluarga merupakan sebuah dukungan

yang diperlukan bagi setiap orang agar merasa nyaman,

aman dan diberikannya rasa kasih sayang dan di cintai.

Oleh karena itu setiap keluarga perlu memberikan

dukungan sosial kepada anggota keluarganya.

Menurut R. A. Baron & Byrne 2005 (dalam Indriani,

2016) Dukungan sosial didefinisikan sebagai suatu bentuk

kenyamanan baik fisik maupun psikologis yang diberikan

anggota keluarga ataupun sahabat dekat.

Page 22: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

12

Sedangkan menurut Sarafino (2006) bahwa dukungan

sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada

orang lain, merawatnya atau menghargainya. Definisi

tersebut memiliki kesamaan dengan definisi dukungan

sosial yang dikemukakan oleh Smet (1994) yang

mendefinisikan dukungan sosial adalah adanya

hubungan timbal-balik interpersonal yang ditunjukkan

dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana

bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti

bagi individu yang bersangkutan.

Dengan melihat definisi-definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan

dukungan yang diberikan dari orang-orang terdekat yaitu

diberikan oleh keluarga yang memberikan rasa perhatian,

empati, penilaian postif, pemberian bantuan materi dan

pemberian informasi sehingga seseorang yang mendapat

bantuan akan merasa disayangi, dicintai dan dihargai

yang pada akhirnya dapat menambah rasa percaya diri

kepada orang tersebut.

Jika dikaitkan dengan penderita kusta maka dapat

dikatakan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh

yang sangat besar bagi kehidupan penderita kusta karena

hal tersebut berkaitan berkurangnya rasa percaya diri

penderita kusta untuk bersosialisasi dengan

lingkungnannya. Sehingga dapat meningkatkan

kepercayaan diri bagi penderita kusta.

Page 23: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

13

Dimensi Dukungan Sosial

Selanjutnya pada bagian berikut akan dijelaskan

mengenai dimensi dukungan sosial. Smet (1994)

menjelaskan bahwa ada empat jenis dukungan sosial

yaitu:

a. Dukungan Emosional (Emotional Support), dalam hal

ini mencakup ungkapan empati, perhatian pada

individu. Meliputi pemberian rasa nyaman,

pemberian rasa dicintai dan pemberian rasa

dipedulikan. Dukungan emosional dapat dikatakan

sebagai bentuk dukungan yang membuat individu

agar lebih menerima kondisi dan dapat mengontrol

emosi diri. Dukungan emosional dari kepala

keluarga bagi penderita kusta sangat dibutuhkan

karena dengan adanya dukungan emosional dari

kepala keluarga contohnya pemberian perhatian dan

dicintai akan dapat membuat penderita kusta lebih

bersemangat dalam menjalani hidup dan tentunya

penderita kusta akan dapat mengontrol emosi diri,

sehingga penderita kusta dapat lebih menerima

kondisi fisiknya saat ini.

b. Dukungan Penghargaan (Exteem Support), dalam hal

ini individu akan mendapatkan penghargaan

maupun penilaian positif yang terjadi lewat

ungkapan hormat (penghargaan). Dukungan

penghargaan berbentuk pemberian motivasi,

pemberian penghargaan positif berupa “Reward”

Page 24: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

14

dan perbandingan positif dengan individu lain.

Dalam hal dukungan penghargaan pada penderita

kusta, kepala keluarga dapat memberikan motivasi

serta penghargaan kepada penderita kusta. Dengan

kata lain dukungan penghargaan merupakan

dukungan yang sangat diperlukan oleh setiap orang

karena hal tersebut dapat membantu memberikan

dorongan pada perasaan seseorang. Bagi penderita

kusta dukungan penghargaan juga sangat

dibutuhkan, dimana nantinya para penderita kusta

akan menjadikan motivasi untuk membangun

kembali kepercayaan diri dan tentunya penderita

kusta akan merasa lebih dihargai.

c. Dukungan Instrumental (Instrumental Support),

mencakup bantuan langsung dan nyata yang berupa

materi atau jasa contohnya memberikan pinjaman

uang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari atau menolong dengan pekerjaan pada

waktu mengalami stress. Dalam dukungan

instrumental yaitu mencakup pemberian uang,

pemberian barang, pemberian makan, dan

pemberian pelayanan. Dengan kata lain dukungan

instrumental merupakan dukungan langsung yang

dapat diberikan oleh keluarga, pada kasus penderita

kusta dukungan instrumental yang dapat diberikan

oleh kepala keluarga contohnya pemberian

pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti tempat

tinggal, pemberian makan dan pemberian pelayanan

Page 25: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

15

yang dapat dipenuhi oleh kepala keluarga untuk

penderita kusta.

d. Dukungan Informatif (Informational Support), yaitu

mencakup pemberian informasi (bantuan medis)

dan pemberian saran mengenai kondisi individu

serta apa yang dapat dilakukannya. Dapat dikatakan

bahwa dukungan ini memberikan informasi yang

dibutuhkan pada individu tersebut, seperti misalnya

informasi dalam bantuan medis yang dapat

membantu penderita kusta dalam penyembuhan

penyakitnya. Dengan kata lain dukungan informatif

merupakan dukungan yang berbentuk informasi,

jika dalam kasus penderita kusta dukungan

informatif dapat dilakukan oleh keluarga yang

memiliki tugas untuk memberikan solusi pada

penderita kusta mengenai pengobatannya serta

mendapatkan saran yang terbaik dari keluarganya.

Faktor-Faktor Dukungan Sosial

Menurut Cohen & Syme 1985 (dalam Iradati, 2018)

menjelaskan bahwa dukungan sosial yang diterima oleh

seseorang dapat berbeda-beda, yang dapat dibedakan

berdasarkan kuantitas dan kualitas dukungan, sumber

dukungan serta jenis dukungan. Dan beberapa faktor

yang mempengaruhi dukungan sosial antara lain:

a. Pemberi dukungan sosial

Page 26: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

16

Dukungan yang diberikan oleh orang-orang

terdekat yang memahami permasalahan individu

tersebut akan lebih efektif dibandingkan dukungan

yang diberikan oleh orang asing.

b. Jenis dukungan sosial

Dukungan sosial akan bermanfaat apabila sesuai

dengan situasi yang terjadi dan yang sedang

dibutuhkan oleh individu.

c. Penerima dukungan sosial

Karakteristik penerima dukungan sosial yang

berkaitan dengan kepribadian, budaya dan peran

sosial akan menentukan kefektifan dari dukungan

sosial yang diberikan.

d. Permasalahan yang dihadapi

Pemberian dukungan sosial harus sesuai dengan

permasalahan yang sedang dihadapi oleh individu.

e. Waktu pemberian dukungan sosial

Waktu pemberian dukungan sosial akan

berpengaruh pada keberhasilan pemberian

dukungan sosial tersebut, sehingga pemberian

dukungan sosial yang paling tepat adalah saat

individu membutuhkan dukungan sosial tersebut.

Sedangkan menurut Sarafino (2006) ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi dukungan sosial, yaitu

sebagai berikut:

Page 27: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

17

1. Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik memiliki pengaruh terhadap

dukungan sosial, kebutuhan fisik yang dimaksud

antara lain sandang, pangan, dan papan. Jika

seseorang tidak terpenuhi kebutuhan fisiknya

maka orang tersebut dapat dikatakan kurang

mendapat dukungan sosial.

2. Kebutuhan sosial

Dalam hal ini memiliki keterkaitan dengan

interaksi antara individu dengan individu lainnya,

seseorang akan lebih dikenal oleh masyarakat jika

orang tersebut melakukan sosialisasi, dengan

adanya hal tersebut maka seseorang akan

mendapatkan pengakuan didalam kehidupan

masyarakat.

3. Kebutuhan psikis

Dalam kebutuhan psikis memiliki keterkaitan

dengan adanya rasa ingin tahu, dan rasa aman

yang akan terpenuhi jika dibantu dengan

dukungan dari orang lain. Pada saat seseorang

menghadapi masalah maka orang tersebut sedang

membutuhkan adanya dukungan sosial dari orang-

orang yang ada disekitarnya agar merasa

diperhatikan, sekaligus dicintai.

Dari faktor dukungan sosial memiliki perbedaan

antara Cohen & Syme 1985 (dalam Iradati, 2018) dan

Page 28: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

18

Sarafino (2006). Dimana menurut Cohen & Syme 1985

(dalam Iradati, 2018) faktor yang mempengaruhi

pemberian dukungan sosial tersebut lebih dijelaskan

secara lebih rinci dimana terbagi dalam lima bagian, mulai

dari pemberi dukungan sosial, jenis dukungan sosial,

penerima dukungan sosial, permasalahan yang dihadapi

oleh individu tersebut dan waktu pemberian dukungan

sosial. Berbeda dengan Sarafino (2006) yang hanya

menjelaskan faktor yang dapat mempengaruhi dukungan

sosial, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan sosial dan

kebutuhan psikis. Dari dua faktor dukungan sosial

tersebut pendapat dari Sarafino lebih dijelaskan

berdasarkan kebutuhan individu, sedangkan menurut

Cohen & Syme 1985 (dalam Iradati, 2018) dijelaskan

dalam lima bagian.

Sumber-Sumber Dukungan Sosial

Goetlib 1983 (dalam Sari, 2014) menyatakan bahwa

terdapat dua macam hubungan dukungan sosial, yaitu

pertama hubungan profesional yang bersumber dari

orang-orang yang ahli dibidangnya seperti konselor,

psikiater, psikolog dan dokter. Kedua, hubungan non

profesional yang bersumber dari orang-orang terdekat

seperti keluarga, dan teman.

Melihat definisi tersebut sumber dukungan yang

diberikan pada penderita kusta, bersumber pada

hubungan non profesional, dimana keluarga merupakan

Page 29: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

19

sumber utama dalam pemberian dukungan karena

terdapat faktor dukungan sosial yaitu faktor pemberi

dukungan sosial, dimana dalam faktor tersebut dukungan

sosial yang diberikan oleh orang terdekat contohnya

keluarga yang memahami permasalahan individu

tersebut akan lebih efektif dibandingkan dukungan yang

diberikan oleh orang asing. Namun dalam kasus

penderita kusta hubungan profesional juga didapatkan

contohnya dari dokter, petugas Puskesmas dan juga Dinas

Kesehatan terkait.

Menurut Wentzel (dalam Apollo & Cahyadi, 2012)

menyatakan bahwa sumber-sumber dukungan sosial

adalah orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti

bagi individu, seperti keluarga, saudara, teman dekat,

rekan kerja, pasangan hidup dan tetangga.

Dengan melihat penjelasan tersebut maka dukungan

sosial tidak hanya sebatas pemberian bantuan kepada

penerima, akan tetapi yang paling penting adalah

bagaimana persepsi penerima dalam makna dari

pemberian bantuan tersebut. Hal ini memiliki hubungan

pada ketepatan pemberian dukungan sosial, dengan kata

lain penerima sangat merasakan bantuan yang telah

diberikan pada dirinya. Oleh karena itu dukungan sosial

dapat sangat efektif dalam mengatasi tekanan psikologis

dimana seseorang sangat membutuhkannya terutama

dalam masa-masa sulit.

Page 30: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

20

Manfaat Dukungan Sosial

Apollo & Cahyadi (2012) menyatakan bahwa

dukungan sosial dapat meengurangi kecemasan, depresi,

dan gangguan tubuh bagi orang-orang yang mengalami

stress.

Menurut Iradati (2018) dukungan sosial memiki peran

dalam memberikan kenyamanan fisik maupun psikologis

kepada individu, yang dilihat dari bagaimana dukungan

sosial mempengaruhi kejadian dan efek dari stress.

Sedangkan menurut Johnson dan Johnson, 1991

(dalam Sari, 2014) mengungkapkan bahwa manfaat

dukungan sosial dapat meningkatkan:

1. Produktivitas melalui peningkatan motivasi,

kualitas penalaran, kepuasan kerja, prestasi dan

mengurangi dampak stress kerja.

2. Kesejahteraan psikologi (Psychological Well-Being)

dan kemampuan penyesuaian diri melalui perasaan

memiliki, kejelasana identitas diri peningkatan

harga diri; pencegahan neurotisme dan

psikopatologi; pengurangan distress dan

penyediaan sumber yang dibutuhkan.

3. Kesehatan fisik, individu yang mempunyai

hubungan dekat dengan orang lain jarang terkena

penyakit dibandingkan individu yang terisolasi.

Page 31: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

21

4. Managemen stress yang produktif melalui

perhatian, informasi dan umpan balik yang

diperlukan.

Dengan diberikannya dukungan sosial dari keluarga

maka penerima dukungan sosial tersebut akan

mendapatkan manfaat-manfaat yang dapat membuat

dirinya lebih percaya diri dan akan merasa lebih nyaman

berada dalam lingkungan keluarganya. Dalam penelitian

ini manfaat dari dukungan sosial keluarga dapat

mengembalikan keberfungsian sosial penderita kusta.

Dengan adanya manfaat dukungan sosial maka akan

berkaitan pada keberfungsian sosial seseorang yang akan

meningkatkan rasa percaya diri untuk kembali

berinteraksi dalam lingkungan sekitarnya sehingga dapat

mengembalikan keberfungsian sosial penderita kusta.

Keberfungsian sosial merupakan suatu konsep kunci

untuk memahami kesejahteraan sosial, dan merupakan

konsep penting dalam pekerjaan sosial menurut

(Fahrudin A. , 2012).

Menurut Siporin, 1979 (dalam Fahrudin A. , 2012)

mengemukakan bahwa keberfungsian sosial menunjuk

pada cara-cara individu-individu maupun kolektivitas

dalam rangka melaksanakan tugas-tugas kehidupannya

dan memenuhi kebutuhannya.

Menurut Achilis (dalam Widiasih, 2015)

keberfungsian sosial seseorang dapat dilihat dari

indikator-indikator berikut ini:

Page 32: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

22

1. Keberfungsian sosial dipandang sebagai

kemampuan dalam melaksanakan peranan sosial.

a. Individu mampu melaksanakan tugas, peran

dan fungsinya.

b. Individu dapat bertanggung jawab terhadap

tugas dan kewajiban.

2. Keberfungsian sosial dipandang sebagai

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan.

a. Individu menyayangi diri sendiri, orang lain

dan lingkungan.

b. Individu dapat menekuni hobi serta minatnya.

c. Individu mempunyai daya kasih sayang yang

besar.

d. Individu menghargai dan menjaga

persahabatan.

3. Keberfungsian sosial dipandang sebagai

kemampuan dalam memecahkan permasalahan

sosial yang dihadapi.

a. Individu memperjuangkan tujuan, harapan,

dan cita-cita dihidupnya.

Menurut Karls & Wandrei, 1998 (dalam Norhalim,

2019) Keberfungsian sosial adalah kemampuan orang

untuk menangani tugas-tugas dan aktivitasnya yang

penting dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan

melaksanakan peranan sosial utamanya sebagaimana

Page 33: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

23

yang diharapkan dari suatu komunitas. Peranan sosial

yang utama yaitu menjadi anggota keluarga.

Dari pendapat tersebut jika dikaitkan dengan

penderita kusta maka penderita kusta akan dapat

mengembalikan keberfungsian sosialnya jika penderita

kusta sudah dapat menangani tugas-tugas dan

aktivitasnya sendiri. Penderita kusta pada awal terkena

penyakit kusta biasanya sulit untuk melakukan

aktivitasnya sehingga membutuhkan pertolongan dari

keluarganya, namun seiring berjalannya waktu dan juga

pengobatan maka penderita kusta mampu menjalankan

aktivitasnya sehingga penderita kusta dapat

mengembalikan keberfungsian sosialnya dan dapat

menjalankan peranan sosialnya baik itu sebagai ayah yang

menjadi kepala keluarga maupun menjadi anak sebagai

anggota keluarga.

Page 34: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

24

KELUARGA &

PENDERITA KUSTA

Batasan Keluarga

Menurut Ahmadi 2004 (dalam Yunita, 2016) keluarga

merupakan wadah yang sangat penting diantara individu

dan group. Keluarga termasuk dalam kelompok sosial

yang paling utama dimana anak-anak menjadi anggota

keluarga dan keluarga adalah tempat dimana orang tua

memberi pengetahuan mengenai sosialisasi kepada anak-

anaknya sehingga anak-anaknya dapat mengetahui

bagaimana hidup dengan orang lain.

Sugeng, 2010 (dalam Nugraha, 2016) menjelaskan

bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat

yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul dalam suatu tempat dibawah satu atap

dengan keadaan saling ketergantungan dan dalam ikatan

yang sah. Kepala keluarga memiliki pengertian sebagai

seseorang pemimpin baik itu ayah ataupun ibu yang

suaminya sudah meninggal dan memiliki tanggung jawab

atas kebutuhan sehari-hari untuk anggota keluarganya

(Kurniawati, 2015).

Melihat definisi-definisi mengenai keluarga tersebut

maka dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan

Page 35: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

25

tempat yang sangat penting bagi setiap individu karena

dengan adanya keluarga dapat memberikan gambaran

dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Praktikno, 2015 (dalam Nugraha, 2016)

menjelaskan bahwa ada beberapa jenis keluarga, yaitu:

kepala keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak.

Keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu

dan ayah) dan anak-anak mereka dan terdapat interaksi

dengan kerabat dari salah satu maupun dua pihak

orangtua. Dan yang terakhir adalah keluarga luas yang

ditarik dari dasar garis keturunan diatas keluarga aslinya,

contohnya adalah hubungan antara paman, bibi, keluarga

kakek, dan keluarga nenek.

Dengan adanya definisi-definisi tersebut maka dapat

kita ketahui bagaimana pentingnya keluarga dalam

kehidupan seseorang, yang dapat menjadi wadah dan

juga pembelajaran untuk anak-anak agar dapat

bersosialisasi kepada masyarakat luas dengan belajar

berkomunikasi dan berinteraksi melalui anggota keluarga

terlebih dahulu sebelum berinteraksi dengan orang lain

diluar keluarganya.

Fungsi Keluarga

Nugraha (2016) menjelaskan bahwa keluarga tidak

hanya memiliki tugas-tugas utama dalam menjalankan

sebuah rumah tangga, namun keluarga juga memiliki

Page 36: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

26

fungsi agar dapat mempertahankan dan menciptakan

keluarga yang baik. Fungsi-fungsi keluarga antara lain:

1. Fungsi Pendidikan. Tugas keluarga dalam fungsi

pendidikan adalah memberikan pendidikan serta

menyekolahkan anak untuk masa depannya.

2. Fungsi Sosialisasi Anak. Dalam hal ini keluarga

memiliki tugas untuk mempersiapkan anak agar

dapat menjadi anggota masyarakat yang baik.

3. Fungsi Perlindungan. Dalam hal ini tugas keluarga

adalah melindungi anak dari tindakan yang tidak

baik sehingga anggota keluarga akan merasa aman

dan terlindungi.

4. Fungsi Perasaan. Dalam hal ini tugas keluarga

adalah saling berkomunikasi dan saling menjaga

perasaan sesama anggota keluarga sehingga dapat

menimbulkan keharmonisan.

5. Fungsi Religius. Dalam hal ini tugas keluarga adalah

mengenalkan kepada anak mengenai kehidupan

beragama dan memberikan pengetahuan mengenai

keyakinan serta memberi pemahaman bahwa akan

ada kehidupan lain setelah kehidupan di dunia.

6. Fungsi Ekonomis. Dalam hal ini tugas kepala

keluarga adalah mencari penghasilan sehingga

dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

7. Fungsi Rekreatif. Dalam hal ini keluarga tidak hanya

dapat berkunjung ke tempat-tempat rekreasi,

Page 37: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

27

melainkan keluarga harus menciptakan suasana-

suasana yang dapat menyenangkan, contohnya

saling menceritakan pengalaman masing-masing.

8. Fungsi Biologis. Tugas yang paling utama dalam

keluarga adalah meneruskan keturunan sebagai

generasi penerus.

9. Memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman dan

membentuk pendewasaan serta kepribadian

anggota keluarga.

BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional) memberikan pengertian mengenai fungsi

keluarga, yaitu:

1. Fungsi sosial budaya, dalam fungsi sosial budaya

keluarga memiliki fungsi untuk membentuk norma-

norma tingkah laku, memberikan pembinaan pada

anak serta meneruskan nilai-nilai budaya yang ada

pada keluarga

2. Fungsi cinta kasih, dalam hal ini keluarga

diharuskan untuk memberikan kasih sayang, rasa

aman dan memberikan perhatian kepada setiap

anggota keluarga.

3. Fungsi melindungi, yaitu keluarga diharuskan

untuk melindungi anak dari tindakan-tindakan yang

tidak baik, sehingga anggota keluarga dapat merasa

aman dan terlindungi.

Page 38: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

28

4. Fungsi reproduksi, yaitu meneruskan keturunan,

memelihara, merawat serta membesarkan anak dan

anggota keluarga.

5. Fungsi sosialisasi dan pendidikan, yaitu mendidik

anak sesuai dengan tinggkat perkembangannya

serta menyekolahkannya.

6. Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

dan pengaturan penggunaan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan dimasa yang akan datang.

7. Fungsi keagamaan, yaitu keluarga memiliki fungsi

untuk mengenalkan anaknya dalam kehidupan

beragama.

8. Fungsi pembinaan lingkungan, yaitu menciptakan

kehidupan yang harmonis dengan masyarakat

sekitar

Keluarga memiliki fungsi yang dapat berpengaruh

kepada anggota keluarga terutama anak-anaknya. Setiap

keluarga seharusnya dapat menjalankan fungsi-fungsi

keluarganya, sehingga dengan berjalannya fungsi-fungsi

keluarga maka akan dapat mempertahankan serta tercipta

keluarga yang baik.

Page 39: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

29

Usia Produktif: Masa Dewasa Muda

1) Definisi

Penderita kusta dalam kajian ini masuk kelompok

usia produktif. Dalam masa perkembangan, mereka

berada masa dewasa muda yang dimulai dari usia 18

sampai 22 tahun dan berakhir pada usia 35 sampai 40

tahun. Lemme, 1995 (dalam Andranita, 2008) menjelaskan

bahwa masa dewasa adalah masa yang ditandai dengan

ketidak ketergantungan pada orangtua serta terdapat rasa

tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.

Seseorang yang sudah dalam masa dewasa berarti telah

menyelesaikan pertumbuhannya dan siap untuk

menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang-

orang dewasa lainnya.

Listyandini (2016) menjelaskan bahwa masa dewasa

merupakaan masa dimana seorang individu sudah

dianggap mampu untuk mendapatkan tanggung jawab

sepenuhnya sebagai orang dewasa dan tidak dapat lagi

diperlakukan layaknya anak-anak dan diharuskan untuk

berperilaku seperti orang dewasa pada umumnya.

Menurut Mappiare, 1983 (dalam Listyandini, 2016)

menjelaskan bahwa seseorang yang memasuki usia

dewasa, maka orang tersebut diharuskan untuk

mengikuti tatanan sosial yang ada pada lingkungan

masyarakat, sebagai contohnya seseorang dituntut untuk

bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan

Page 40: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

30

mengurus dirinya secara mandiri sekaligus membentuk

keluarga (berumah tangga).

Papalia (2008) mengelompokkan periode

perkembangan dewasa yang terbagi dalam tiga tahapan,

yang pertama masa dewasa muda (dari usia 20 tahun

hingga 40 tahun), kedua masa dewasa madya (dari usia 40

tahun hingga 60 tahun), dan masa dewasa lanjut (dimulai

dari usia 60 tahun hingga akhir hayat). Dari ketiga

tahapan tersebut, masa dewasa muda adalah periode

perkembangan yang dianggap kritis, karena dalam waktu

tersebut individu mengalami transisi dari masa remaja

menuju kehidupan dewasa sesungguhnya.

2) Tugas Pada Perkembangan Dewasa Muda

Lemme, 1995 (dalam Andranita, 2008) menyebutkan

tugas-tugas bagi individu yang sudah masuk dalam masa

dewasa muda, yaitu:

1. Menentukan pasangan hidup

2. Belajar untuk menyesuaikan diri dan hidup

bersama pasangan

3. Membentuk keluarga

4. Belajar mangasuh anak

5. Mengelola rumah tangga

6. Meniti karir atau melanjutkan pendidikan

Page 41: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

31

7. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara

secara baik

8. Memperoleh kelompok sosial yang sejalan dengan

nilai yang dianutnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa masa dewasa

muda merupakan masa transisi, dan individu sudah

dianggap mandiri serta memiliki pekerjaan yang dapat

memenuhi kehidupannya sendiri, namun dalam kasus

penderita kusta yang masuk dalam masa dewasa muda

masih membutuhkan bantuan dari kepala keluarga.

Dukungan keluarga terutama dari kepala keluarga sangat

dibutuhkan oleh para penderita kusta yang masuk dalam

periode masa dewasa muda, dimana mereka seharusnya

dapat hidup mandiri dan mulai berkeluarga namun

karena terkena penyakit kusta akhirnya mereka sulit

untuk melakukan aktivitasnya sendiri dan membutuhkan

bantuan dari orangtuanya.

Penyakit Kusta

1) Definisi Kusta

Kusta merupakan penyakit menular dan menahun

yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae yang

menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh yang dapat

menyebabkan kecacatan yang menetap apabila tidak

ditangani (dalam Siregar, 2005).

Page 42: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

32

Penyakit kusta adalah perubahan yang terjadi pada

bentuk tubuh, dimana para penderita kusta akan

mengalami kecacatan fisik yang dapat membuat para

penderitanya merasa malu, dan akan merasakan tekanan

batin, menurut Rahariyani 2007 (dalam Lestari, 2012).

Penyakit kusta pertama kali ditemukan pada tahun

1873, istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni

kustha yang memiliki arti kumpulan gejala-gejala kulit

secara umum. Sebutan lain dari penyakit kusta adalah

Morbus Hansen, yang diambil dari nama penemu kuman

tersebut. Bila penyakit kusta tidak ditangani maka kusta

dapat berkembang secara cepat dan dapat menyebabkan

kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak bahkan

dapat menyebabkan pada kerusakan indera penglihatan.

Pada tahun 2000 penyakit kusta di Indonesia mulai

banyak ditemukan. Pada tahun 2010 berdasarkan riset

yang telah dilakukan oleh WHO, Indonesia menduduki

peringkat ketiga penderita kusta terbanyak dengan angka

sebesar 21.026 kasus yang telah terdaftar. Pada tahun 2017

Jawa Timur menduduki peringkat pertama nasional

jumlah penderita kusta terbanyak dan Sulawesi Selatam

menjadi peringkat kedua nasional jumlah penderita kusta

terbanyak.

Dengan adanya pemaparan tersebut dapat

disimpulkan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit

yang sudah cukup lama di Indonesia namun masih

banyak masyarakat yang belum mengetahui mengenai

Page 43: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

33

penyakit kusta sehingga saat bertemu dengan penderita

kusta masyarakat yang masih belum memahami akan

memiliki persepsi atau stigma negatif kepada penderita

kusta.

2) Penyebab Penyakit Kusta

Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri yang bernama

Mycrobacterium leprae. Kuman ini menular kepada

manusia melalui kontak langsung dengan penderita

(yaitu dengan adanya kontak yang lama dan berulang-

ulang) dan melalui pernapasan, bakteri kusta ini dapat

berkembang yaitu dalam waktu 2-3 minggu, bakteri

tersebut dapat bertahan selama 9 hari dalam tubuh

manusia, pada saat diluar tubuh kuman tersebut akan

membelah dalam jangka waktu 14-21 hari dengan masa

inkubasi rata-rata dua sampai lima tahun bahkan dapat

lebih dari lima tahun, walaupun begitu keluarga

penderita kusta yang sering melakukan kontak dapat

mencegah penularan penyakit kusta yaitu dengan cara

perilaku hidup bersih dan sehat, saat terdapat penderita

kusta baru maka satu keluarga akan diperiksa oleh

petugas dari Puskesmas jika anggota keluarganya ada

yang dicurigai tertular penyakit kusta maka akan

dipantau selama 2 bulan dan langsung diberikan obat oleh

petugas Puskesmas untuk mencegah penularan yang

semakin memburuk. Setelah itu akan muncul tanda-tanda

seseorang akan terkena penyakit kusta antara lain, kulit

Page 44: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

34

mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian

anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagai mana

mestinya. Pelaksanaan kasus kusta yang buruk dapat

menyebabkan kusta menjadi berkembang secara cepat

dan akan menyebabkan kerusakan permanen pada kulit

penderitanya.

3) Dampak Penyakit Kusta

Penyakit kusta akan memiliki dampak yang

berpengaruh pada penderitanya antara lain:

1. Dampak Fisik

Penyakit kusta merupakan penyakit yang

menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf,

anggota gerak bahkan dapat menyebabkan pada

kerusakan indera penglihatan.

2. Dampak Psikis

(Kemenkes RI, 2015) Menjelaskan bahwa dampak

psikis yang dialami penderita kusta yang telah

menyelesaikan masa pengobatannya dan

dinyatakan sembuh tidak menular akan tetap

mendapatkan status predikat penyandang kusta

yang melekat pada dirinya seumur hidup, dengan

adanya hal itu seringkali menjadi dasar

permasalahan psikologis para penderita kusta, rasa

kecewa, malu, tidak percaya diri dan merasa tidak

berguna akan melekat pada diri penderita kusta.

Page 45: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

35

3. Dampak Sosial

Kusta tidak hanya berdampak pada fisik dan psikis

penderitanya namun berdampak pula pada

kehidupan sosial penderita kusta. Menurut

(Kemenkes RI, 2015) dampak sosial yang dialami

oleh penderita kusta dan seringkali menjadi sumber

permasalahan dalam kehidupan penderitanya yaitu

kecacatan pada tubuh yang diakibatkan oleh

penyakit kusta, pada akhirnya banyak masyarakat

yang merasa jijik dan banyak masyarakat yang

menjauhi, serta mengucilkan penderita kusta dari

lingkungannya dan dengan adanya hal tersebut

penderita kusta memiliki masalah lain yaitu sulitnya

mendapatkan pekerjaan. Stigma mengenai penyakit

kusta masih menjadi salah satu faktor penghambat

bagi penderita kusta untuk kembali diterima oleh

masyarakat, mendapatkan pekerjaan bahkan

diterima oleh keluarganya sendriri. Seringkali

penderita kusta menjadi terasing, tidak

mendapatkan keberfungsian sosialnya, bahkan

karena menyebabkan kecacatan fisik, akhirnya

penderita kusta dijadikan orang terbuang. Dengan

adanya dampak sosial tersebut berpengaruh pada

keberfungsian sosial penderita kusta, karena

banyaknya stigma negatif mengenai penyakit kusta

menyebabkan penderita kusta tidak dapat

menjalankan tugas, peran dan fungsinya dalam

kehidupan di masyarakat.

Page 46: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

36

Pekerjaan Sosial dengan Keluarga

Pekerja sosial tidak hanya melakukan intervensi

kepada individu, pekerja sosial juga melakukan intervensi

pada level keluarga. Menurut Zastrow (2004: 79) dalam

Adi (2013) menjelaskan bahwa intervensi pada level

keluarga dilakukan dengan melihat keluarga sebagai

suatu sistem yang anggotanya saling berinteraksi dan

saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Karena

itu masalah yang ada pada individu biasanya dipengaruhi

oleh dinamika keluarga dan perubahan pada satu anggota

keluarga akan mempengaruhi anggota keluarga yang

lain.

Dalam intervensi keluarga terdapat salah satu metode

yaitu family based service atau layanan berbasis keluarga.

Dalam Nelson (1990) menjelaskan bahwa pendekatan

berbasis keluarga menganggap bahwa keluarga

merupakan sistem sosial dimana tindakan dan interaksi

anggota keluarga tidak terpisah satu dengan yang lain.

Menurut Hartman (1983) menjelaskan bahwa layanan

berbasis keluarga melihat keterkaitan antar anggota

keluarga dan juga melihat lingkungan sosial tempat

keluarga tersebut, karena lingkungan sosial memliki

pengaruh pada layanan berbasis keluarga.

Menurut Pecora (1996) menjelaskan bahwa layanan

berbasis keluarga memiliki komponen penting yaitu:

Page 47: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

37

1. Unit keluarga menjadi fokus perhatian. Dalam

melakukan pelayanan berbasis keluarga, maka

keluarga menjadi fokus perhatian sehingga

nantinya berpengaruh pada kesejahteraan anggota

keluarga.

2. Memperkuat kapasitas keluarga agar berfungsi

secara efektif. Tujuan utama dari layanan berbasis

keluarga adalah memperkuat potensi dan

melaksanakan tanggung jawab dalam keluarga.

3. Keluarga memiliki keterlibatan dalam merancang

dan mengambil sebuah keputusan. Pekerja sosial

yang berbasis pada keluarga dapat menggunakan

pengetahuan mereka dalam membantu keluarga

untuk mengambil sebuah keputusan.

4. Keluarga terhubung dengan lebih banyak jaringan

dukungan dan komunitas yang beragam.

Intervensi yang berpusat pada keluarga

membantu untuk memaksimalkan komunikasi,

perencanaan bersama dan keterlibatan keluarga

dengan lingkungan sekitarnya.

Penderita kusta sangat membutuhkan adanya

dukungan dari keluarga agar dapat memberikan

semangat dan membuat penderita merasa nyaman serta

terlindungi dari orang-orang yang selalu memberikan

stigma negatif terhadap penderita kusta. Pekerja sosial

dapat menjalankan peran-perannya dalam layanan

berbasis keluarga, yaitu:

Page 48: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

38

1. Motivator

Dalam hal ini pekerja sosial memiliki peran untuk

memberikan motivasi kepada keluarga agar dapat

menerima kondisi anggota keluarga yang terkena

penyakit kusta agar tetap semangat dalam

menjalankan kehidupannya.

2. Konselor

Dalam hal ini pekerja sosial berperan untuk

memberikan nasihat dan saran kepada keluarga

mengenai cara pemberian pelayanan keluarga

sebagai wujud penerimaan terhadap anggota

keluarga penderita kusta.

3. Advokator

Pekerja sosial dalam hal ini akan bertugas untuk

memberikan perlindungan dan pembelaan,

terutama terhadap keluarga dan hak-hak penderita

kusta yang tidak didapatkan sehingga mereka

berada pada posisi yang dirugikan

4. Broker

Dalam hal ini pekerja sosial bertugas sebagai

penghubung dengan memberikan informasi-

informasi yang diperlukan oleh kepala keluarga,

agar dapat menghubungkan kepala keluarga

dengan sistem sumber yang diperlukan.

Page 49: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

39

5. Pendampingan (Fasilitator)

Dalam hal ini pekerja sosial bertugas untuk

memberikan pendampingan kepada keluarga agar

penderita kusta dapat menjalankan peran sosial

serta memberikan kesempatan untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Dengan melihat pemaparan tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa pekerja sosial merupakan praktisi

yang dapat meningkatkan keberfungsian sosial

khususnya bagi penderita kusta.

Penyakit kusta merupakan penyakit yang

menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota

gerak bahkan dapat menyebabkan pada kerusakan indera

penglihatan. Orang-orang yang terkena penyakit kusta

sebagian besar akan mengalami kecacatan fisik, dimana

paling banyak penderita kusta adalah berubahnya kondisi

fisik terutama pada tangan maupun kaki yang pada

akhirnya menjadi cacat. Penyakit kusta memiliki dampak

yang buruk bagi penderitanya mulai dari dampak pada

fisik, dampak psikis yang membuat penderita kusta tidak

percaya diri dan dampak sosial yang menyebabkan

penderita kusta selalu mendapat stigma negaif. Masih

banyak masyarakat yang memberikan stigma negatif

kepada para penderita kusta, karena adanya perubahan

fisik pada penderitanya yang membuat masyarakat

merasa takut untuk berdekatan dengan penderita kusta.

Page 50: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

40

Seoseorang yang masuk dalam masa dewasa muda

seharusnya dapat hidup mandiri dan sudah mulai

memiliki pasangan hidup, namun dalam hal ini penderita

kusta yang masuk dalam masa dewasa muda masih

belum memiliki pasangan hidup dan mendapatkan

pekerjaan sehingga para penderita kusta masih tinggal

bersama keluarga dan masih harus dibantu oleh kepala

keluarga dalam melakukan aktivitas. Keluarga

merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki

tanggung jawab menjalankan fungsi-fungsinya, keluarga

diharapkan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi

penderita kusta dan dapat memberikan rasa semangat

dalam menjalani kehidupan, dengan adanya kasus ini

penulis ingin mengetahui bagaimana dukungan keluarga

terhadap anggota keluarga yang menderita kusta, karena

bagaimanapun seseorang akan membutuhkan orang lain

dalam menjalankan kehidupannya.

Dukungan sosial yang diberikan oleh kepala keluarga

bagi penderita kusta sangat dibutuhkan terutama untuk

menumbuhkan rasa percaya diri serta mengembalikan

rasa semangat dalam menjalani kehidupannya.

Dukungan sosial dibagi menjadi empat dimensi yaitu:

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional meliputi pemberian rasa

nyaman, pemberian rasa dicintai dan pemberian

rasa dipedulikan. Dukungan emosional dapat

dikatakan sebagai bentuk dukungan yang membuat

Page 51: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

41

individu agar lebih menerima kondisi dan dapat

mengontrol emosi diri. Faktor yang melatar

belakangi keluarga dalam memberikan dukungan

emosional yaitu karena adanya faktor kebutuhan

sosial yang dibutuhkan oleh penderita kusta.

Dengan diberikannya dukungan emosional maka

akan bermanfaat pada managemen stress penderita

kusta dan merasa nyaman serta dicintai. Dengan

kata lain dukungan emosional merupakan salah satu

dukungan untuk membantu individu agar dapat

menerima sekaligus mengontrol emosi diri individu

tersebut.

2. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan yang diberikan oleh

keluarga yaitu penilaian positif yang terjadi lewat

ungkapan hormat (penghargaan). Dukungan

penghargaan berbentuk pemberian motivasi,

pemberian penghargaan positif berupa “Reward”

dan perbandingan positif dengan individu lain.

Faktor yang melatar belakangi keluarga dalam

memberikan dukungan penghargaan yaitu karena

adanya faktor kebutuhan sosial yang dibutuhkan

oleh penderita kusta. Dukungan penghargaan

membuat penderita kusta merasa lebih dihargai.

3. Dukungan Instrumental

Bentuk dukungan ini mencakup bantuan langsung

dan nyata yang berupa materi atau jasa contohnya

Page 52: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

42

memberikan pinjaman uang kepada orang lain

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau

menolong seseorang saat mengalami stress. Dalam

dukungan instrumental yaitu mencakup bantuan

materi yaitu pemberian uang, pemberian barang,

pemberian makan, dan pemberian pelayanan. Faktor

yang melatar belakangi keluarga memberikan

dukungan yaitu faktor kebutuhan fisik yang

dibutuhkan oleh penderita kusta. Dukungan

instrumental akan bermanfaat pada kesehatan fisik

penderita kusta.

4. Dukungan Informatif

Bentuk dukungan ini yaitu mencakup pemberian

informasi (bantuan medis) dan pemberian saran

mengenai kondisi individu serta apa yang dapat

dilakukannya. Faktor yang melatar belakangi

keluarga memberikan dukungan informatif pada

penderita kusta agar penderita kusta mendapatkan

solusi mengenai pengobatannya serta mendapatkan

saran yang terbaik dari keluarganya.

Dalam pemberian dukungan sosial yang diberikan

oleh kepala keluarga terhadap penderita kusta, dimana

pengobatan penderita kusta membutuhkan waktu kurang

lebih satu sampai dua tahun, maka kepala keluarga harus

dapat memahami mengenai penyakit kusta dan

memahami kondisi anggota keluarga yang menderita

penyakit kusta, mulai dari cara pengobatan, kondisi psikis

Page 53: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

43

maupun kondisi sosialnya, hal itu akan berpengaruh pada

cara kepala keluarga memberikan dukungan sosial

kepada penderita kusta. Para penderita kusta memiliki

berbagai macam dampak, mulai dari dampak fisik,

dampak psikis, dan dampak sosial. Sehingga peran dari

kepala keluarga dalam memberikan dukungan sosial

sangat dibutuhkan agar penderita kusta mampu

mengembalikan keberfungsian sosialnya.

Kegiatan pekerjaan sosial layaknya profesional lain,

dimana pekerjaan sosial merupakan kegiatan pertolongan

(helping action). Namun konsep dari pekerjaan sosial

sendiri berbeda dengan profesi-profesi lain, konsep

pertolongan pekerjaan sosial yaitu menolong orang agar

orang tersebut mampu menolong dirinya sendiri (help

people to help themselves). Pekerjaan sosial membantu

seseorang maupun kelompok untuk memahami kondisi

yang dihadapi dengan cara meningkatkan

kemampuannya dan mengaitkan pada sistem sumber

yang ada, sehingga pekerjaan sosial tidak hanya

menangani seseorang akan tetapi yang berkaitan dengan

sistem sumber yang ada.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu

konsep dalam pekerjaan sosial yaitu family based service

atau pelayanan sosial berbasis keluarga, dimana dalam

pelayanan ini keluarga dijadikan sebagai sasaran atau

media utama pelayanan. Melalui kerangka pemikiran

atau alur pemikiran ini, dapat ditarik sebuah proposisi

bahwa penelitian ini akan menggambarkan bagaimana

Page 54: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

44

keluarga memberikan dukungan sosial bagi penderita

kusta. Dukungan sosial yang dimaksud dalam penelitian

ini yaitu bagaimana keluarga memberikan dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan

instrumental dan dukungan informatif bagi penderita

kusta agar dapat membantu penderita kusta dalam

menghadapi permasalahannya sehingga keberfungsian

sosial penderita kusta akan berjalan kembali. Untuk dapat

dirinci lebih jelas, berikut penulis gambarkan dalam

sebuah diagram:

Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran

Permasalahan bagi

penderita Kusta:

1. Fisik

2. Psikis

3. Sosial

Dukungan keluarga bagi

penderita kusta

a. Dukungan Emosional

b. Dukungan Penghargaan c. Dukungan Instrumental

d. Dukungan Informatif

Meningkatkan Keberfungsian

Sosial Penderita Kusta

Page 55: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

45

Kajian dalam buku ini dilaksanakan dengan bersandar

pada batasa berikut, bahwa:

1. Penderita kusta yang dimaksud dalam kajian ini

adalah mereka yang tinggal di Kelurahan

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Mereka adalah yang terkena penyakit kusta telah

memiliki dampak yang buruk bagi penderitanya

mulai dari dampak pada fisik, dampak psikis yang

membuat penderita kusta tidak percaya diri dan

dampak sosial yang menyebabkan penderita kusta

selalu mendapat stigma negatif dari masyarakat.

2. Keluarga penderita kusta merupakan suatu keluarga

dimana salah satu anggota keluarga didalamnya

menderita penyakit kusta dan membutuhkan

dukungan dari kepala keluarga dalam menjalankan

kehidupan sehari-hari di Kelurahan Argasunya,

Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Dukungan

keluarga adalah dukungan yang diberikan meliputi:

dukungan emosional, dukungan penghargaan,

dukungan instrumental dan dukungan informatif

yang diberikan pada penderita kusta.

Selanjutnya fokus kajian lebih diarahkan pada

dukungan keluarga yaitu ukungan emosional, dukungan

penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan

informatif dengan rincian pada aspek berikut:

Page 56: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

46

Dimensi

Dukungan

Sosial

Aspek

1. Dukungan

Emosional

a. Pemberian rasa nyaman

b. Pemberian perasaan dicintai

c. Pemberian perasaan dipedulikan

2. Dukungan

Penghargaan

a. Pemberian motivasi

b. Pemberian penghargaan positif

berupa “Reward”

c. perbandingan positif dengan

individu lain

3. Dukungan

Instrumental

a. Pemberian uang

b. Pemberian barang

c. Pemberian makan

d. pemberian pelayanan

4. Dukungan

Informatif

a. Pemberian informasi mengenai

bantuan medis

b. Pemberian saran

Page 57: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

47

METODE KAJIAN

Pendekatan dan Teknik

Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan

Dukungan keluarga bagi penderita kusta. Dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif dipilih karena pendekatan ini dapat

menggambarkan dan menjelaskan secara detail mengenai

dukungan keluarga bagi penderita kusta. Dengan

menggunakan pendekatan kualitatif maka peneliti dapat

berkomunikasi secara langsung dengan sehingga dapat

mengetahui lebih mendalam bagaimana Dukungan

keluarga seperti dukungan emosional, dukungan

penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan

informatif. Menurut Patilima, 2005 (dalam Rustanto, 2015)

metode kualitatif merupakan proses investigasi, secara

bertahap peneliti berusaha memahami fenomena sosial

dengan membedakan, membandingkan, meniru,

mengatalogkan, dan mengelompokkan objek studi.

Peneliti dunia infoeman dan melakukan interaksi terus-

menerus dan mencari sudut pandang. Teknik studi kasus,

merupakan teknik yang digunakan dalam penelitian agar

memperoleh gambaran utuh penderita kusta dan

keluarga penderita kusta itu sendiri.

Page 58: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

48

Sumber Data

Keluarga penderita kusta untuk dan pada penelitian ini

yang dipilih adalah keluarga, dan keluarga merupakan

sumber utama bagi penderita kusta untuk mendapatkan

dukungan sosial. Selain itu juga tetangga lingkungan

terdekat menjadi sumber data. Selanjutnya adalah pihak

Puskesmas yang menangani penyakit kusta sebagai,

karena lebih mengetahui mengenai penyakit kusta dan

pasien-pasien kusta yang ada di Kelurahan Argasunya,

Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk data primer, teknik pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara dan observasi kepada

sumber informasi. Sedangkan untuk data sekunder,

dengan studi dokumentasi dan pustaka yang relevan

dengan kajian ini. Studi kepustakaan yakni berkaitan

dengan pencarian data melalui artikel, jurnal, buku, yang

berkaitan dengan Dukungan keluarga bagi penderita

kusta. Studi dokumentasi dapat berguna sebagai

pelengkap informasi yang didapat dari hasil wawancara

dan pada observasi di lapangan dan sturdi dokumentasi

dapat dilakukan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa

maupun kegiatan yang telah terjadi terkait dukungan

sosial bagi penderita kusta baik berupa foto, laporan

maupun catatan yang dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya.

Page 59: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

49

Instrumen Pengumpulan Data

Adapun instrumen pengumpulan data yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman

wawancara, dan pedoman observasi. Kemudian alat

bantu dipakai juga dimanfaatkan untuk mendukung riset

ini. Pedoman wawancara digunakan untuk membantu

peneliti dalam memperoleh data yang sistematis dan

terstruktur dalam proses penggalian informasi terkait

Dukungan keluarga bagi penderita kusta di Kelurahan

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Sedangkan pedoman observasi digunakan dengan tujuan

agar dapat menghasilkan sebuah catatan lapangan yang

tepat mengenai kejadian dan situasi lapangan terkait

dukungan keluarga.

Alat bantu. Alat bantu yang digunakan dalam proses

penelitian ini yakni berupa perekam suara dan kamera

untuk mendokumentasikan hal yang dianggap penting

dan dibutuhkan untuk menunjang data riset. Selain itu,

alat bantu perekam suara digunakan sebagai alat bantu

pengingat bagi peneliti dalam proses penggalian

informasi melalui wawancara.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data dan

penyajian data dengan mengelompokkannya dalam

bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan, oleh

Miles dan Huberman (1992). Sebelum melakukan analisis

Page 60: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

50

data ini diperlukan teknik pengolahan data. Pengolahan

data akan menentukan bagaimana hasil analisis dari data

yang bersangkutan. Dalam pengolahan dan analisis data

ini menurut Moleong (2007) terdapat tiga langkah

pengolahan data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian

data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Ketiga

langkah tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Reduksi data

Dalam proses pengumpulan data, reduksi data dalam

hal ini digunakan dengan membuat catatan

penelitian, ringkasan data, hingga kategorisasi data

yang dianggap sesuai dengan data yang dibutuhkan

terkait dengan Dukungan keluarga bagi penderita

kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan

Harjamukti, Kota Cirebon.

2. Penyajian data, mengorganisisasi dan menyusun

informasi

Setelah melakukan proses pereduksian data,

selanjutnya disajikan data yang komprehensif terkait

Dukungan keluarga bagi penderita kusta di

Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota

Cirebon.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Dalam proses ini peneliti melakukan pembandingan,

pencatatan, serta pengelompokan data sesuai dengan

pola dan tema yang telah ditentukan untuk menarik

Page 61: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

51

kesimpulan terkait Dukungan keluarga bagi

penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan

Harjamukti, Kota Cirebon.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Argasunya,

Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon karena masih

banyak masyarakat yang tidak mengetahui betul

menganai penyakit kusta dan mantan penderita kusta

masih sering mendapatkan diskriminasi dari masyarakat.

Waktu penelitian dilakukan selama enam bulan, dari awal

September 2019 – hingga Februari 2020.

Page 62: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

52

KEHIDUPAN

PENDERITA KUSTA: KASUS KELUARGA DI KOTA CIREBON

Gambaran Lokasi

Dalam bagian ini akan digambarkan bagaimana

kehidupan penderita kusta dalam kesehariannya.

Termasuk juga bagaimana dukungan yang diberikan oleh

keluarga bagi penderita kusta, dengan lokasi di Kelurahan

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan

Harjamukti, Kota Cirebon memiliki mata pencaharian

yang bekerja sebagai buruh bangunan, dan ada yang

masih belum bekerja. Kelurahan Argasunya menjadi salah

satu tempat yang dijadikan sebagai tambang pasir dan

batu yang digunakan untuk bangunan, terkadang

penderita kusta yang menjadi buruh bangunan ikut

menjadi penambang pasir dan batu untuk menambah

pemasukan ekonomi keluarganya. Keadaan lokasi di

sekitar rumah penderita kusta layaknya berada di

perdesaan, padahal secara administratif Kelurahan

Argasunya sendiri masuk dalam wilayah pemerintahan

Kota Cirebon.

Page 63: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

53

Tabel Jumlah Penderita Kusta Baru dan Penderita

Kusta Sembuh di Kota Cirebon

Tahun Jumlah Kusta

Penderita Baru

Jumlah Dinyatak

an

Penderita Sembuh

Keterangan

MB PB MB PB MB PB

2013 10 4 9 4 Sembuh pada tahun 2015.

1 orang tidak

melanjutkan pengobatan

Sembuh pada

tahun 2014

2014 8 - 6 Sembuh pada tahun 2016.

1 orang pindah.

1 orang tidak

melanjutakan

pengobatan

-

2015 14 3 11 1 Sembuh pada tahun 2017.

2 orang meninggal. 1

orang tidak melanjutkan

pengobatan

Sembuh pada

tahun 2016. 1 orang

meninggal. 1 orang

tidak melanjutkan

pengobatan

2016 18 1 17 1 Sembuh pada tahun 2018.

1 orang tidak

melanjutkan pengobatan

Sembuh pada

tahun 2017

2017 16 1 14 1 Sembuh pada tahun 2019.

1 orang meninggal. 1

orang tidak melanjutkan

pengobatan

Sembuh pada

tahun 2018

2018 14 1 14 1 Sembuh pada tahun 2019 Sembuh pada

tahun 2019

2019 11 1 - - Masih dalam proses

pengobatan

Masih dalam

proses pengobatan

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Cirebon, 2019

Di Kota Cirebon dan di Kelurahan Argasunya jumlah

penderita kusta setiap tahunnya mengalami fluktuatif,

Page 64: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

54

jumlah tersebut dapat dilihat dari tabel yang berisi jumlah

penderita di Kota Cirebon dari tahun ke tahun, yaitu

sebagai berikut:

Tabel Jumlah Penderita Kusta Di Kelurahan Argasunya,

Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon

Tahun Jumlah Penderita

Kusta

Usia

2015 1 orang 44 tahun

2016 1 orang 51 tahun

2017 2 orang 47 dan 60 tahun

2018 5 orang 52, 46, 20, 30,dan 21

tahun

2019 1 orang 60 tahun

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Cirebon, 2019

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi

fluktuatif pada jumlah penderita kusta di Kota Cirebon

dan di Kelurahan Argasunya. Pada tahun 2018

pengobatan bagi penderita kusta MB menjadi satu tahun.

Hal ini sesuai dengan peraturan yang telah di tetapkan

oleh WHO. Walaupun mengalami fluktuatif dan sudah

dikatakan sembuh dalam masa pengobatan tetap saja

penderita kusta memiliki cukup banyak masalah yang

harus dihadapi, seperti masalah fisik, masalah psikis dan

masalah sosial yang sulit dihilangkan dari masayarakat

yaitu adanya stigma negatif mengenai penderita kusta,

Page 65: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

55

dikucilkannya penderita kusta oleh masyarakat sekitar,

dan sulitnya penderita kusta untuk mendapatkan

lapangan pekerjaan, bahkan adapula penderita kusta

yang dikucilkan oleh keluarganya sendiri karena anggota

keluarga merasa takut adanya penularan penyakit kusta

kepada anggota keluarga lainnya sehingga penderita

kusta harus merawat dirinya sendiri, dengan adanya

permasalahan tersebut maka banyak penderita kusta yang

pada akhirnya muncul keputusasaan untuk melanjutkan

hidupnya. Dalam penelitian Soenoe (2017) terdapat

beberapa kasus diskriminasi atau adanya pemberian

kesempatan yang berbeda dengan masyarakat pada

umumnya pada penderita kusta, contohnya saat menjalin

hubungan dengan masyarakat, sempat merasakan takut

dan sedih karena sikap masyarakat yang menjauhinya.

Namun dengan adanya hal itu penderita kusta menjalani

penyesuaian diri dengan mengubah lingkungan sesuai

dengan keadaan individu yaitu dengan mengubah diri

dengan keadaan lingkungannya. Pada kasus yang kedua

masyarakat yang ada disekitarnya memberikan stigma

dan diskriminasi terhadap penderita kusta yang pada

akhirnya penderita kusta tersebut tidak percaya lagi

dengan masyarakat yang ingin membantunya karena

penderita kusta tersebut beranggapan bahwa masyarakat

yang ingin membantunya tidak ikhlas, dengan adanya

penolakan dari masyarakat menjadi hambatan tersendiri

bagi penderita kusta tersebut dan juga keluarganya dalam

proses penyesuaian. Jika melihat contoh kasus tersebut

maka dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam

Page 66: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

56

menjalani kehidupan bagi penderita kusta, dimana

keluarga akan memberikan rasa aman dan juga

memberikan motivasi untuk kehidupan penderita kusta.

Penyakit kusta disebabkan karena adanya

mycrobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf tepi dan

jaringan tubuh. Bakteri tersebut dapat muncul karena

kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Setiap

rumah penderita kusta terdapat kandang pembesaran

hewan yang jaraknya sangat dekat, kandang pembesaran

tersebut biasanya yaitu kandang kambing dan sapi.

Dengan adanya kandang pembesaran hewan yang sangat

dekat dengan rumah penderita kusta dapat

mempengaruhi pola hidup bersih dan sehat, karena

kotoran yang dihasilkan oleh hewan tersebut dapat

menjadi tempat tinggal bagi bakteri yang dapat

berpengaruh pada kesehatan manusia.

Kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

lainnya yaitu banyaknya masyarakat yang membuang

sampah sembarangan, saat mereka malas untuk

membuang sampah ke tempat pembuangan sampah yang

letaknya tidak jauh dari rumah-rumah warga mereka

akan membuang sampah disungai. Masyarakat di

Kelurahan Argasunya lebih mengandalkan air sumur

untuk dijadikan kebutuhan sehari-hari seperti mandi,

mencuci maupun menjadi air minum, hal itu dikarenakan

sulitnya masyarakat Argasunya untuk mendapat air dari

PDAM. Masyarakat Kelurahan Argasunya termasuk

penderita kusta setiap harinya minum dari air sumur, air

Page 67: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

57

sumur tersebut hampir sebagian besar mengambil dari air

sungai yang sudah tercemar oleh sampah, sehingga

perilaku hidup sehat dan bersih di Kelurahan Argasunya

sangat kurang baik. Adanya perilaku hidup yang tidak

sehat maka menjadi sumber segala penyakit yang

didalamnya adalah penyakit kusta.

Penderita kusta pada awalnya hidup seperti orang

pada umumnya mereka tidak merasakan perubahan-

perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Pada awalnya

para penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan

Harjamukti, Kota Cirebon masih menjalankan aktivitas

seperti biasa, mereka saling berinteraksi dengan keluarga,

teman, tetangga dan saudara-saudaranya.

Saat gejala penyakit kusta mulai muncul pada

tubuhnya mereka hanya menganggap penyakit tersebut

tidak begitu parah. Gejala yang timbul sangat mirip

seperti penyakit kulit lain yaitu panu. Timbulnya pola

berwarna putih pada bagian punggung dan wajah tidak

membuat mereka waspada akan penyakit yang

dideritanya. Mereka hanya menggunakan obat-obatan

untuk penyakit gatal biasa. Semakin lama penyakit

tersebut semakin parah, sehingga membuat para

penderita mulai merasa cemas dengan penyakitnya.

Mereka berobat ke berbagai macam pengobatan mulai

dari terapi, sampai menggunakan obat herbal, namun

tidak semakin membaik penyakitnya akan tetapi semakin

bertambah parah. Pada akhirnya mereka berobat ke

Puskesmas dan dinyatakan terkena penyakit kusta.

Page 68: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

58

Untuk saat ini para penderita kusta sudah selesai

dalam proses pengobatan, namun masih terdapat

perubahan pada kulit dan bagian tubuh lainnya. Para

penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan

Harjamukti, Kota Cirebon dapat beraktivitas seperti biasa,

namun mereka harus mencari mata pencaharian baru,

karena saat mereka terkena penyakit kusta dan

menjalankan proses pengobatan berakibat pada mata

pencaharian mereka. Mereka tidak dapat melanjutkan

mata pencaharian mereka saat belum terkena penyakit

kusta.

Para penderita kusta di Kelurahan Argasunya,

Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon masih mengalami

stigma negatif dari masyarakat, mulai dari orang-orang

yang tidak mau untuk berjabat tangan sampai kehilangan

teman-temannya. Walaupun mereka mendapatkan

stigma negatif dari masyarakat, tetapi keluarga mereka

masih menerima mereka dengan baik dan memberikan

kasih sayang. Penderita kusta memiliki perubahan fisik

yang diakibatkan oleh penyakit kusta itu sendiri, sehingga

mereka yang menderita kusta masih sering dipandang

sebelah mata oleh orang lain, dan sulit untuk

mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak bagi

dirinya. Pekerja sosial dengan “strengths perspective”-nya

semestinya mampu lebih memfokuskan diri pada sisi

kekuatan dari penyandang masalah ini. Masih banyak

orang yang beranggapan bahwa penderita kusta tidak

dapat berbuat apa-apa dan memiliki keterbatasan fisik,

Page 69: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

59

namun dengan strengths perspective maka penderita kusta

adalah orang yang memiliki semangat dalam

menjalankan kehidupannya walaupun pada awalnya

mereka merasa tidak percaya diri atas apa yang telah

terjadi pada kondisi fisiknya, mereka mau bekerja apa saja

yang dapat membantu ekonomi keluarganya, sehingga

walaupun penderita kusta memiliki kekurangan fisik

yang dapat membatasinya akan tetapi mereka mampu

untuk melakukan aktivitas, dan penderita kusta juga

sangat menerima jika ada orang yang membantunya

untuk mencari lapangan pekerjaan yang layak bagi

dirinya. Oleh karena itu stigma negatif mengenai

penderita kusta seharusnya sudah dihilangkan karena jika

dilihat dari perspektif kekuatan, penderita kusta adalah

orang yang mampu beraktivitas dan bekerja layaknya

orang-orang yang tidak memiliki keterbatasan.

Profil Penderita Kusta

Penderita kusta kusta yang dijakikan pertama

berinisial MK yang masih berumur 21 tahun dan masih

belum bekerja. MK memiliki ibu yang dijadikan bersedia

memberikan informasi mengensi MK yaitu SH yang

berumur 45 tahun. SH (ibu MK) tidak bekerja, setiap

harinya menjadi ibu rumah tangga. MK terkena penyakit

kusta pada tahun 2018 dan dinyatakan sembuh karena

telah menjalani pengobatan pada tahun 2019.

Page 70: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

60

Penderita kusta kedua yaitu SN yang berusia 30

tahun. SN bekerja sebagai buruh bangunan, dan SN

terkena penyakit kusta pada tahun 2016. Setelah menjalani

pengobatan akhirnya SN dinyatakan sembuh pada tahun

2018. SN tinggal bersama ibunya yaitu AA. AA berusia 52

tahun dan memiliki pekerjaan sebagai buruh tani.

Seluruh penderita kusta yang dijadikan adalah

penderita kusta yang masuk dalam masa dewasa muda,

berada dalam usia produktif, dimana seharusnya sudah

hidup mandiri dan sudah berkeluarga namun karena

terkena penyakit kusta akhirnya mereka masih tinggal

bersama keluarganya dan sangat memerlukan adanya

dukungan keluarga dalam melakukan aktivitasnya.

Dukungan Keluarga terhadap Penderita Kusta

Dalam menjalani kehidupannya, para penderita

memperoleh dukungan dari lingkungan terdekatnya

yaitu keluarga, khususnya ibu mereka. Dukungan

tersebut berupa dukungan emosional, penghargaan,

instrumental, dan dukungan yang bersifat informatif.

a. Dukungan Emosional

Pemberian dukungan emosional selalu diberikan oleh

kepala keluarga kepada penderita kusta. Dukungan

emosional meliputi pemberian rasa nyaman, pemberian

Page 71: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

61

rasa dicintai dan pemberian dipedulikan. Dukungan

emosional yang diberikan oleh kepala keluarga kepada

penderita kusta memiliki manfaat agar penderita kusta

dapat menerima kondisi sekaligus mengontrol emosi diri.

Penderita kusta mendapatkan dukungan emosional tidak

hanya dari kepala keluarga akan tetapi ada tetangga dan

saudara yang memberikan dukungan emosional kepada

penderita kusta. Pemberian dukungan emosional tersebut

akan dijabarkan sebagai berikut:

1) Pemberian Rasa Nyaman

MK merasa nyaman untuk tinggal dirumahnya. Pada

sekitar rumah MK terdapat beberapa tetangga yang dapat

dikatakan menjaga jarak antara mereka dengan MK

karena adanya rasa takut akan tertular penyakit kusta.

Namun walaupun tetangga merasa takut untuk tertular

penyakit yang diderita oleh MK akan tetapi kepala

keluarga MK saling menguatkan anggota keluarganya

dan saling mempererat hubungan keluarganya sehingga

MK merasa nyaman berada dirumahnya. SH juga

memperbolehkan siapa saja baik itu tetangga maupun

orang lain untuk menjenguk MK, para tetangga terkadang

menanyakan kondisi MK serta memberikan semangat

kepada MK. Sehingga MK tetap merasa nyaman berada

dilingkungannya. Walaupun hidup dengan

kesederhanaan MK tetap merasa nyaman tinggal

dirumahnya karena suasana dirumahnya yang begitu

tenang dan sejuk karena masih dikelilingi pepohonan. MK

merasa tidak nyaman ketika mengambil obat di

Page 72: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

62

Puskesmas, karena banyak orang yang melihat ke dirinya

dan seperti memandang negatif mengenai kondisi fisik

dari MK, sehingga MK seringkali merasa emosi dan sedih

karena merasa jadi tontonan semua orang dan orang-

orang tersebut seperti merendahkan MK.

AA selalu berusaha untuk memberikan kenyamanan

kepada SN. Saat awal terkena penyakit kusta, SN merasa

tidak nyaman untuk tinggal dilingkungannya, karena

teman-teman SN yang seringkali berkumpul bersema

dengan SN dirumahnya jarang berkumpul kembali. SN

merasa tidak nyaman karena merasa dijauhi oleh orang-

orang yang ada disekelilingnya. Namun walaupun begitu,

AA tetap berusaha agar SN merasa nyaman, yaitu dengan

cara mengajak teman-teman SN untuk mampir ke

rumahnya untuk menjenguk SN, walaupun teman-teman

SN menjauh karena merasa takut untuk tertular oleh

penyakit kusta namun kepala keluarga SN lebih erat

hubungannya, karena merasa kasihan dengan SN yang

dijauhi oleh teman-temannya, sehingga perlakuan

tersebut membuat SN merasa nyaman untuk tinggal

bersama keluarganya. Namun setelah mengetahui bahwa

SN sudah dinyatakan sembuh dari penyakit kusta, teman-

teman dari SN sering berkumpul kembali dirumah SN.

Walaupun hidup dengan kesederhanaan, infroman SN

tetap merasa nyaman untuk tinggal dirumahnya karena

suasana rumahnya yang tenang dan masih asri karena

dekat dengan persawahan ditambah dengan kembalinya

teman-teman SN yang sering berkumpul dirumahnya. SN

Page 73: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

63

merasa tidak nyaman jika ada orang yang melihat dirinya

terlalu lama, karena SN beranggapan orang tersebut pasti

memiliki pemikiran negatif dan seperti merendahkan

kondisi fisik SN.

2) Pemberian Perasaan Dicintai

SH selalu memberikan perasaan dicintai dengan cara

memberikan perhatian dan menerima MK apa adanya.

SH memberikan kasih sayang yang tulus kepada MK,

pada saat awal MK terkena penyakit kusta dan mulai

meminum obat maka timbul reaksi pada tubuh MK yaitu

bengkak-bengkak sehingga MK sulit untuk mandi, dan

SH lah yang membantu MK untuk mandi. SH juga

membantu MK dalam mengenakan pakaian, selama

kurang lebih satu bulan SH selalu membantu MK saat

mandi, mengenakan pakaian dan menyuapi MK saat

makan. Untuk saat ini MK sudah selesai masa pengobatan

dan MK sudah dapat mandi sendiri, menggunakan

pakaian sendiri dan makan sendiri. MK sangat

berterimakasih kepada SH yang sudah memberikan

perhatian dan mencintai MK sehingga dapat pulih

kembali. SH selalu memberikan perhatian dan

mengingatkan MK untuk terus bersabar untuk

menghadapi penyakit dan orang-orang yang memberikan

stigma negatif kepada dirinya. SH selalu mengatakan

kepada MK bahwa semua penyakit selalu ada obatnya

dan akan sembuh, sehingga dapat kembali melakukan

aktifitasnya.

Page 74: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

64

AA selalu memberikan perasaan dicintai dengan cara

memberikan perhatian dan selalu menyayangi SN. AA

memberikan kasih sayang yang tulus kepada anaknya,

pada saat awal terkena penyakit kusta AA selalu

membantu menyuapi SN untuk makan, hal tersebut

dilakukan oleh AA karena merasa kasihan kepada SN

yang tidak dapat makan sendiri. Selama satu bulan SN

tidak dapat makan sendiri sehingga AA harus membantu

menyuapi SN, walaupun SN terkena penyakit kusta dan

menyebabkan perubahan fisik pada tubuh SN, namun

AA tetap menerima SN apa adanya dan selalu

menyayangi SN. SN saat siang hari lebih banyak

menghabiskan waktu sendiri dirumahnya. Karena kakak

dan ibunya yaitu AA dari pagi sampai sore terkadang

masih berada disawah dan kakaknya bekerja. Saat awal

masa pengobatan AA tidak mengizinkan SN untuk

berpergian jauh dari rumah, karena AA merasa tidak

tenang jika SN berpergian jauh. Setelah kondisinya

membaik SN diperbolehkan untuk berpergian keluar

rumah untuk mengambil obat di Puskesmas

menggunakan motornya sendiri. SN merasa sangat

dicintai dan sangat berterimakasih kepada keluarganya

yang masih menerima SN walaupun dalam kondisi sakit,

terutama pada ibunya yaitu AA yang telah membantunya

saat pertama kali sakit hingga selesai masa pengobatan

hingga akhirnya dapat sembuh kembali walaupun

terdapat perubahan pada fisik SN.

Page 75: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

65

3) Penyapaian Rasa Perduli

MK mendapatkan rasa dipedulikan oleh SH dan

keluarganya dengan selalu mengajak untuk makan

bersama-sama setiap makan malam. Pada saat siang hari

keluarga dari MK tidak makan bersama-sama karena

memiliki kesibukan masing-masing. Pada siang hari SH

hanya menyuruh MK untuk makan saja, berbeda saat

malam hari ketika semua anggota keluarga berada

dirumah maka SH akan mengajak MK dan adiknya untuk

makan bersama. Makan bersama biasanya pada pukul

18.30 atau setelah sholat maghrib. SH dan anggota

keluarga lainnya lebih sering sholat maghrib dirumah

secara berjamaah. Setelah melakukan sholat maghrib dan

makan malam, biasanya SH mengajak anggota keluarga

untuk menonton tv bersama, serta saling bertukar cerita

dan memberikan nasehat. Kebutuhan MK menjadi

prioritas utama dalam keluarganya. SH sering

menanyakan kondisi yang dirasakan oleh MK. Namun

MK seringkali tidak terbuka mengenai apa yang sedang

dirasakannya, seperti sedang merasa sakit atau sedih.

Sehingga SH harus bisa membaca perilaku dari MK. SH

menanyakan kondisi yang dirasakan oleh MK saat ia

berada di dalam kamarnya. SH lebih sering memberikan

dukungan emosional dibandingkan ayah dari MK, karena

ayah dari MK selalu sibuk untuk mencari nafkah.

SN merasa dipedulikan oleh AA karena AA selalu

menanyakan kondisi mengenai penyakitnya. AA selalu

menanyakan kepada SN apakah obat sudah diminum

Page 76: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

66

atau belum. Setiap pagi AA pergi ke sawah, dan kakak

dari SN pun bekerja, ayah dari SN sudah meninggal

dunia. Sehingga SN lebih banyak sendiri dirumahnya.

Setiap malam AA mengajak anak-anaknya untuk makan

bersama-sama. AA selalu memprioritaskan kebutuhan

SN. AA selalu berusaha untuk membuat anak-anaknya

bahagia, saat menonton tv seringkali AA memberikan

candaan yang dapat menghibur SN. Walaupun SN lebih

sering sendiri dirumah, namun SN lebih terbuka kepada

AA mengenai apa yang sedang dirasakannya. Seperti saat

SN merasa sedih karena teman-temannya menjauh karena

takut tertular penyakit kusta, AA selalu mendengarkan

apa yang sedang diceritakan oleh SN, dan setelah SN

selesai bercerita maka AA akan memberikan saran dan

nasehat kepada SN. Dengan selalu ditanya dan mengajak

ngobrol antara AA dengan SN, membuat SN sangat

dipedulikan oleh keluarganya terutama oleh AA.

Dukungan emosional yang diberikan oleh kepala

keluarga terutama orang tua kepada para penderita kusta

akan membuat para penderita kusta merasa nyaman,

dicintai dan merasa dipedulikan. Penderita kusta yang

masuk dalam masa dewasa muda masih membutuhkan

adanya pemberian dukungan emosional dari kepala

keluarga. Penderita kusta membutuhkan adanya

dukungan emosional karena penderita kusta merupakan

orang yang rentan sehingga sangat membutuhkan adanya

rasa dicintai dan dipedulikan oleh orang-orang

terdekatnya yaitu kepala keluarga, karena penderita yang

Page 77: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

67

masuk dalam masa deasa muda masih belum memiliki

pasangan hidup sehingga penderita kusta mendapatkan

perasaan dicintai dari orangtuanya, sehingga dengan

diberikannya dukungan emosional kepada penderita

kusta maka penderita kusta akan merasa dipedulikan

serta dapat mengontrol emosi pada dirinya. Smet (1994)

menjelaskan bahwa dukungan emosional merupakan

salah satu bentuk dukungan untuk membantu individu

agar dapat menerima kondisinya dan mengontrol emosi

dari individu tersebut. Setiap kepala keluarga yang

memberikan dukungan emosional kepada penderita

kusta memiliki perbedaan satu sama lain. Penjelasan

tersebut memiliki kesamaan dengan penjelasan Cohen &

Syme 1985 (dalam Iradati, 2018) yang menjelaskan bahwa

dukungan sosial yang diterima oleh seseorang memiliki

perbedaan, yang dapat dibedakan berdasarkan kuantitas

dan kualitas dukungan, sumber dukungan serta jenis

dukungan. Berikut penulis paparkan tabel pemberian

dukungan emosional bagi penderita kusta di Kelurahan

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Tabel 4.4.1

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Emosional

Dukungan

Emosional MK SN

Pemberian

Rasa

Nyaman

Suasana rumah yang

tenang sehingga

membuat nyaman

Banyak orang yang

menjauh dari penderita

Suasana rumah yang tenang

sehingga membuat nyaman

Banyak orang yang menjauh

dari penderita kusta namun

kepala keluarga semakin erat

Page 78: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

68

kusta namun kepala

keluarga semakin erat

hubungannya dengan

penderita kusta

hubungannya dengan

penderita kusta

Perasaan

Dicintai

Kepala keluarga selalu

memberikan perhatian

Kepala keluarga

menerima penderita

kusta apa adanya

Kepala keluarga

membantu

memandikan, meyuapi

dan mengenakan

pakaian pada penderita

kusta saat terjadi reaksi

karena meminum obat

Kepala keluarga selalu

memberikan perhatian

Kepala keluarga menerima

penderita kusta apa adanya

Kepala keluarga membantu

meyuapi penderita kusta saat

terjadi reaksi karena

meminum obat

Perasaan

Dipedulikan

Kepala keluarga

mengajak penderita

kusta untuk sholat

berjamaah dirumah

Kepala keluarga

mengajak penderita

kusta untuk makan

bersama-sama dengan

keluarga

Kepala keluarga

mengajak penderita

kusta untuk menonton

tv bersama keluarga

Kepala keluarga selalu

menanyakan pada

penderita kusta

mengenai apa yang

dirasakannya

Kebutuhan penderita

kusta menjadi prioritas

utama dalam keluarga

Kepala keluarga mengajak

penderita kusta untuk makan

bersama-sama dengan

keluarga

Kepala keluarga mengajak

penderita kusta untuk

menonton tv bersama

keluarga

Kepala keluarga selalu

menanyakan pada penderita

kusta mengenai apa yang

dirasakannya

Kebutuhan penderita kusta

menjadi prioritas utama

dalam keluarga

Page 79: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

69

Menurut Mappiare, 1983 (dalam Listyandini, 2016)

menjelaskan bahwa seseorang yang memasuki usia

dewasa, maka orang tersebut diharuskan untuk

mengikuti tatanan sosial yang ada pada lingkungan

masyarakat, sebagai contohnya seseorang dituntut untuk

bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan

mengurus dirinya secara mandiri sekaligus membentuk

keluarga (berumah tangga). Namun penderita kusta

dalam penelitian ini masih belum memiliki pekerjaan dan

belum memiliki pasangan hidup, sehingga penderita

kusta selalu dibantu oleh kepala keluarga yang selalu

memberikan dukungan emosional kepada penderita

kusta dan membantu dalam memandikan, menyiapkan

pakaian hingga membantu menyuapi penderita kusta.

Kepala keluarga selalu mengajak penderita kusta untuk

ikut berkumpul bersama keluarga, seperti makan

bersama, sholat bersama dan menonton tv bersama,

sehingga penderita kusta merasa sangat dipedulikan oleh

keluarganya. Kepala keluarga selalu melindungi anggota

keluarganya yang terkena penyakit kusta dari orang-

orang yang selalu memberikan pandangan yang negatif

mengenai penyakitnya. Pemberian perhatian kepada

penderita kusta dari kepala keluarga membuat para

penderita kusta merasa nyaman serta merasa dicintai oleh

keluarganya. Kepala keluarga memberikan rasa kasih

sayang yang tulus bagi penderita kusta dengan selalu

membantu para penderita kusta saat mengalami

kesulitan. Dengan adanya kasih sayang yang diberikan

oleh kepala keluarga maka akan membuat para penderita

Page 80: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

70

kusta untuk lebih percaya diri dan meningkatkan

semangat hidupnya.

Pemberian dukungan emosional kepada penderita

kusta bersumber dari kepala keluarga, namun temuan

dilapangan menujukkan petugas Puskesmas setiap satu

bulan sekali selalu memberikan perhatian, sehingga

dampaknya sangat besar bagi meningkatkan kepercayaan

diri penderita kusta. Hal itu sependapat dengan Goetlib

1983 (dalam Sari, 2014) yang menyatakan bahwa terdapat

dua macam hubungan dukungan sosial, yaitu pertama

hubungan profesional yang bersumber dari orang-orang

ahli dibidangnya seperti konselor, psikolog dan dokter.

Kedua hubungan non profesional yang bersumber dari

orang-orang terdekat seperti keluarga, dan teman.

Kebutuhan penderita kusta selalu dipenuhi oleh

keluarganya, menururt Sarafino (2006) menjelaskan

bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

dukungan sosial, yaitu: Kebutuhan fisik, kebutuhan sosial

dan kebutuhan psikis. Dalam dukungan emosional

berkaitan dengan kebutuhan psikis. Kebutuhan psikis

berpengaruh kepada pemberian dukungan sosial oleh

kepala keluarga kepada penderita kusta, seorang

penderita kusta memiliki berbagai macam masalah,

sehingga penderita kusta memerlukan dukungan sosial

dari keluarganya agar penderita kusta merasa

diperhatikan dan dicintai oleh keluarganya.

Penderita kusta memiliki tingkat emosi yang tidak

stabil karena penyakitnya. Mereka terkadang masih

Page 81: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

71

memikirkan kembali kenapa penyakit kusta terjadi pada

dirinya. Adanya perubahan fisik yang terjadi pada

penderita kusta membuat mereka sangat sedih dan tidak

percaya diri, ditambah dengan lingkungan yang

terkadang memberikan pandangan negatif pada dirinya

yang menambah tekanan psikologis bagi penderita kusta.

Ditambah lagi penderita kusta masuk dalam periode

dewasa muda dimana menurut Papalia (2008) masa

dewasa muda adalah periode perkembangan yang

dianggap kritis, karena dalam waktu tersebut individu

mengalami transisi dari masa remaja menuju kehidupan

dewasa sesungguhnya. Sehingga penderita kusta yang

berada dalam masa dewasa muda sangat membutuhkan

adanya dukungan sosial dari kepala keluarga. Apollo &

Cahyadi (2012) menjelaskan bahwa dukungan sosial

dapat mengurangi kecemasan dan depresi bagi orang-

orang yang mengalami stress. Oleh karena itu pemberian

dukungan emosional dari kepala keluarga sangatlah

penting bagi penderita kusta, sehingga penderita kusta

akan merasa nyaman, dicintai dan dipedulikan oleh

keluarganya, serta dapat menambah kepercayaan diri

bagi penderita kusta itu sendiri. Setiap individu yang

sedang rentan akan menganggap bahwa perhatian sekecil

apapun yang diberikan oleh seseorang dianggap suatu hal

yang sangat luar biasa. Sehingga sekecil apapun perhatian

yang diberikan oleh kepala keluarga akan sangat besar

manfaatnya bagi penderita kusta dibandingkan saat

mereka sedang ada dalam kondisi sehat. Meskipun

temuan dilapangan menujukkan bahwa kepala keluarga

Page 82: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

72

yang memberikan dukungan emosional kepada para

penderita kusta, karena sering melakukan interaksi tetapi

sesekali orang yang ada disekitar rumah yaitu tetangga

maupun petugas Puskesmas setiap satu bulan sekali

selalu memberikan perhatian, sehingga dampaknya

sangat besar bagi meningkatkan kepercayaan diri

penderita kusta.

b. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan selalu diberikan oleh

keluarga inti kepada anggota keluarga yang menderita

kusta. Dukungan penghargaan yang diberikan oleh

keluarga yaitu penilaian positif yang terjadi lewat

ungkapan hormat (penghargaan). Dukungan

penghargaan berbentuk pemberian motivasi, pemberian

penghargaan positif berupa “Reward” dan perbandingan

positif dengan individu lain. Pemberian dukungan

penghargaan dari kepala keluarga kepada penderita kusta

akan membuat penderita kusta lebih dihargai dan

termotivasi untuk semangat dalam menjalani

kehidupannya.

1) Pemberian Motivasi

SH selalu memberikan motivasi agar MK terus

semangat dalam menjalani pengobatan dan semangat

untuk menjalankan kehidupannya, karena pada awal

pertama didiagnosis terkena penyakit kusta MK selalu

Page 83: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

73

mengurung diri dikamarnya. MK merasa malu dengan

kondisi fisik yang dideritanya. MK sangat tidak percaya

diri terhadap kondisinya karena takut akan mendapatkan

ejekan dari orang-orang disekitarnya. SH selalu

memberikan motivasi kepada MK dengan cara

menjelaskan bahwa semua penyakit tetap akan ada

obatnya dan dapat disembuhkan. SH memiliki hambatan

untuk memberikan motivasi kepada MK, karena kerap

kali MK lebih banyak menyendiri. Namun pada akhirnya

rasa percaya diri MK dapat kembali. SH dan keluarga

memberikan motivasi kepada MK saat sedang kumpul

keluarga maupun saat MK sedang sendiri dikamar.

Keluarga dari MK tidak pernah merasa malu dengan

kondisi salah satu anggota keluarganya yaitu MK yang

terkena penyakit kusta. Namun tetap saja ada

tetangganya masih ada yang beranggapan negatif

mengenai kondisi MK walaupun sudah dikatakan

sembuh dalam menjalani pengobatan.

AA selalu memberikan motivasi kepada SN untuk

tetap semangat dalam menjalani kehidupan. SN merasa

kurang percaya diri pada awal gejala terkena penyakit

kusta, karena terjadi perubahan fisik seperti bagian-

bagian tubuh yang memerah, akhirnya SN ikut terapi

untuk penderita kusta. Namun tidak ada hasil yang baik,

melainkan terjadi perubahan yang semakin parah pada

bagian tubuh SN. AA selalu memotivasi SN dengan terus

berusaha untuk meningkatkan rasa percaya diri SN dan

menjelaskan bahwa inilah yang namanya kehidupan,

Page 84: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

74

mungkin ini memang takdirnya yang diberikan oleh

ALLAH SWT. SN selalu diberikan motivasi oleh AA dan

juga Kakaknya. AA memberikan motivasi pada SN pada

saat sedang berdua. Motivasi yang diberikan oleh AA

pada SN yaitu untuk memacu semangat dan

meningkatkan percaya diri, walaupun sudah terkena

penyakit kusta nantinya SN akan tetap dapat bekerja

kembali dan dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.

2) Pemberian penghargaan positif berupa “Reward”

SH selalu memberikan penghargaan positif melalui

ucapan terimakasih kepada MK. Pemberian ucapan

terimakasih tersebut diberikan oleh SH karena MK sudah

dapat membantu keluarganya dalam hal-hal kecil, seperti

mencuci piring sendiri saat sudah selesai makan, maupun

membersihkan seta merapikan kamarnya sendiri. MK

terkadang diberikan makanan ringan atau minuman

setelah MK membantu SH dalam membersihkan rumah,

seperti menyapu dan membantu untuk melipat pakaian

yang telah dijemur. Pemberian penghargaan tersebut

membuat MK selalu ingin membantu SH. MK

mengatakan bahwa ia membantu SH karena sebagai balas

budi MK kepada SH yang telah membantunya untuk

melakukan apapun saat MK tidak dapat melakukan apa-

apa karena penyakit yang dideritanya.

AA memberikan penghargaan positif kepada SN yang

telah membantunya. Pemberian penghargaan positif

Page 85: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

75

tersebut berupa uang maupun ucapan. Saat AA ingin

pergi ke pasar maka AA meminta bantuan kepada SN

untuk mengantarnya menggunakan motor. AA

memperbolehkan SN untuk mengambil obat sendiri

tanpa ditemani oleh AA, dan ketika sudah mengambil

obat sendiri AA akan memberikan uang kepada SN, uang

tersebut diberikan ketika SN sudah mengantarkan AA,

maupun setelah mengambil obat sendri ke Puskesmas,

uang yang diberikan kepada SN sebesar Rp.15.000 yang

dapat digunakan untuk mengisi bensin ataupun untuk

membeli rokok. Saat siang hari, SN lebih sering dirumah

sendirian karena AA sibuk ke sawah, pada saat itu juga

SN berinisiatif untuk membersihkan rumah seperti

menyapu dan mencuci piring. Saat AA datang, rumah

dalam kondisi bersih dan AA akan memberikan ucapan

terimakasih kepada SN atas apa yang telah diperbuatnya.

AA terkadang membuatkan kopi untuk SN sebagai

penghargaan karena telah membantu membersihkan

rumah, sehingga AA tidak perlu membersihkannya

kembali.

3) Perbandingan Positif Dengan Individu Lain

SH selalu menganggap MK sebagai orang yang sakit.

SH tidak memperbolehkan MK untuk pergi keluar rumah

pada saat masih dalam masa pengobatan, saat MK sudah

menyelesaikan masa pengobatan, SH memperbolehkan

MK untuk keluar rumah namun tidak diperbolehkan

Page 86: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

76

untuk pergi jauh, hanya sebatas masih disekitar rumah

saja. SH tidak mengizinkan MK untuk berpergian jauh

karena SH masih merasa takut terjadi sesuatu kepada MK.

Jika memang ingin berpergian jauh maka MK akan

ditemani oleh SH.

AA memandang SN sebagai orang yang sehat. Hal ini

dapat dilihat dari seringnya SN untuk berada dirumah

dan tidak ada yang menemaninya. AA tidak menemani

SN karena pergi kesawah sedangkan kakak SN sibuk

bekerja, sehingga SN hanya sendiri dirumah pada siang

hari. AA hanya menyiapkan makanan dan obat yang

diperlukan oleh SN, sehingga AA tidak khawatir untuk

meninggalkan SN sendiri dirumahnya. AA memberikan

kepercayaan kepada SN untuk menjaga rumah. Sehingga

SN berinisiatif untuk membantu keluarganya dalam

membersihkan rumah, sehingga saat keluarga datang

dirumah, rumah sudah dalam kondisi bersih.

Dukungan penghargaan yang diberikan oleh kepala

keluarga kepada para penderita kusta yaitu dalam bentuk

pemberian motivasi, pemberian penghargaan positif

berupa “Reward” dan perbandingan positif dengan

individu lain. Penderita kusta membutuhkan adanya

dukungan penghargaan dari kepala keluarga terutama

orangtua karena penderita kusta memiliki kepercayaan

diri yang rendah, mereka merasa malu atas penyakit yang

dideritanya, ditambah adanya perubahan fisik yang

terjadi sehingga penderita kusta tidak percaya diri untuk

keluar rumah. Sehingga bagi penderita kusta dukungan

Page 87: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

77

penghargaan sangat dibutuhkan untuk mengembalikan

rasa percaya dirinya. Smet (1994) menjelaskan bahwa

dukungan penghargaan dapat membantu dalam

memberikan dorongan pada perasaan seseorang. Berikut

penulis paparkan tabel pemberian dukungan

penghargaan bagi penderita kusta di Kelurahan

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Penghargaan

Dukungan

Penghargaan MK SN

Pemberian

Motivasi

Kepala keluarga

memberikan semangat

untuk menjalani hidup

kepada penderita kusta

Kepala keluarga

mengingatkan untuk

lebih bersabar dalam

menghadapi ujian

Kepala keluarga

memberikan semangat

untuk menjalani hidup

kepada penderita kusta

Kepala keluarga

mengingatkan untuk lebih

bersabar dalam

menghadapi ujian

Pemberian

penghargaan

positif

berupa

“Reward”

Kepala keluarga

memberikan makanan

ringan kepada penderita

kusta yang telah

membantu pekerjaan

rumah

Kepala keluarga

memberikan ucapan

terimakasih kepada

penderita kusta yang

telah membantu

keluarga

Kepala keluarga

memberikan uang kepada

penderita kusta yang telah

membantu

Diberikan rokok sebagai

tanda terimakasih dari

kepala keluarga untuk

penderita kusta

Kepala keluarga

memberikan ucapan

terimakasih kepada

penderita kusta yang telah

membantu keluarga

Page 88: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

78

Perbandingan

positif

dengan

individu lain

Penderita kusta

dianggap orang yang

sakit walaupun sudah

selesai pengobatan

Penderita kusta dianggap

orang yang sehat oleh

keluarganya

Setiap keluarga selalu menyemangati bahwa setiap

penyakit yang diderita oleh seseorang pasti ada obatnya

dan akan sembuh kembali. Pemberian motivasi oleh

kepala keluarga pada penderita kusta seringkali saat

sedang kumpul keluarga, sehingga anggota keluarga lain

dapat memberikan semangat kepada penderita kusta

untuk menjalani kehidupannya. Kepala keluarga tidak

hanya memberikan motivasi untuk menjalankan

kehidupan bagi penderita kusta, kepala keluarga juga

seringkali memberikan penghargaan bagi penderita kusta

baik itu melalui ucapan ataupun materi. Penghargaan ini

diberikan sebagai salah satu bentuk motivasi bagi

penderita kusta yang dapat membantu keluarga ataupun

menjalankan tugas bagi dirinya sendiri, seperti mencuci

piring sendiri atau mengambil obat sendiri ke Puskesmas.

Penderita kusta mendapatkan dukungan

penghargaan yang bersumber dari kepala keluarga

terutama orang tuanya. Seperti yang dijelaskan oleh

Wentzel (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) yang

menjelaskan bahwa sumber-sumber dukungan sosial

adalah orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti

bagi individu, seperti keluarga, saudara, teman dekat

maupun pasangan hidup. Manfaat diberikannya

Page 89: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

79

dukungan penghargaan bagi penderita kusta yaitu dapat

mengembalikan keberfungsian sosialnya. Menurut

Achilis (dalam Widiasih, 2015) menjelaskan bahwa

keberfungsian sosial seseorang dapat dilihat dari

beberapa indikator diantaranya yaitu: keberfungsian

sosial yang dipandang sebagai kemampuan dalam

melaksanakan peranan sosial: individu mampu

melaksanakan tugas, peran dan fungsinya, individu dapat

bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban.

Penderita kusta mendapatkan penghargaan positif berupa

“reward” setelah penderita kusta mampu melaksanakan

tugas dan perannya, seperti salah satu yaitu MK yang

mampu membantu orangtuanya dalam membersihkan

rumah, hal itu berkaitan dengan teori tersebut dimana

penderita kusta dapat melaksanakan tugas dan perannya

karena adanya penghargaan positif dari kepala keluarga

sehingga penderita kusta akan mampu melaksanakan

tugas dan perannya.

c. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental diberikan oleh kepala

keluarga kepada penderita kusta. Bentuk dukungan ini

mencakup bantuan langsung dan nyata yang berupa

materi yaitu pemberian uang, pemberian barang,

pemberian makan, dan pemberian pelayanan. Faktor

yang melatar belakangi keluarga memberikan dukungan

Page 90: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

80

yaitu faktor kebutuhan fisik yang dibutuhkan oleh

penderita kusta.

1) Pemberian Uang

SH memenuhi kebutuhan keuangan anaknya yaitu

MK, pemenuhan keuangan akan diberikan sesuai dengan

kebutuhan MK seperti paket internet dan makanan ringan

atau jajanan yang keliling dirumahnya. Pemberian

bantuan keuangan seringkali digunakan untuk berobat ke

Puskesmas saat MK belum memiliki BPJS Kesehatan,

namun untuk saat ini MK sudah memiliki BPJS Kesehatan

yang dapat digunakan saat berobat. Terkadang MK

mendapatkan bantuan keuangan dari saudara-

saudaranya yang menjenguknya. Walaupun pemberian

bantuan keuangan tidak menentu, akan tetapi MK selalu

menyisihkan uangnya untuk ditabung, sehingga jika MK

menginginkan sesuatu, MK tidak perlu meminta uang

kepada SH dan ayahnya karena MK sudah memiliki

tabungan sendiri.

AA memberikan bantuan keuangan kepada SN jika

SN membutuhkan keuangan. Saat ingin membeli sesuatu

seperti paket internet ataupun rokok maka SN akan

meminta kepada AA. Namun seringkali SN mendapatkan

keuangan dari kakaknya. Bantuan keuangan yang

diberikan oleh kakak SN yaitu Rp.100.000 per bulan. Saat

berobat ke Puskesmas SN menggunakan BPJS Kesehatan

sehingga SN tidak perlu membayar, namun pada awal

terkena penyakit kusta SN berobat ke tempat terapi

Page 91: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

81

dimana tempat terapi tersebut tidak dapat menggunakan

BPJS Kesehatan, sehingga AA yang membantu untuk

membayar terapi tersebut. AA terkadang memberikan

bantuan keuangan kepada SN sebagai tanda terimakasih

jika SN sudah mengantarkan AA pergi ke pasar,

pemberian uang tersebut seringkali digunakan untuk

membeli bensin, uang yang diberikan oleh AA sebesar Rp.

15.000. Pemberian uang dari kakaknya selalu disisihkan

oleh SN untuk ditabung, jika memang SN ingi membeli

rokok maka SN akan menggunakan uang tersebut.

2) Pemberian Barang

SH memberikan barang berupa kasur kepada MK,

pemberian kasur tersebut karena MK memintanya kepada

SH, karena sebelum MK menderita kusta, MK selalu tidur

bersama adik-adiknya. Namun ketika MK menderita

kusta maka SH memberikan kasur dan memberikan

kamar yang pada awalnya kamar tersebut adalah kamar

SH dan suaminya. SH juga memberikan barang yaitu satu

buah smartphone kepada MK. SH merasa kasihan jika

melihat MK hanya menonton tv saja, sehingga MK

memberikan smartphone yang sangat berguna bagi MK

agar MK tidak terlalu jenuh berada dirumah. Pemberian

barang lainnya yaitu SH memberikan sandal kepada MK

yang digunakan saat didalam rumah, pemberian sandal

tersebut karena SH merasa kasihan jika MK berjalan di

dalam rumah, walaupun permukaannya datar tetap saja

MK merasa sakit pada telapak kakinya saat berjalan,

sehingga MK harus menggunakan alas kaki, dan SH

Page 92: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

82

akhirnya membelikan sandal untuk digunakan oleh MK

didalam rumah.

AA memberikan barang berupa kasur kepada SN,

sebelumnya SN tidur hanya menggunakan kasur

palembang, namun saat kasur palembang tersebut sudah

tidak layak, dan kondisi SN baru saja terkena penyakit

kusta akhirnya AA berinisiatif untuk membelikan kasur

baru untuk SN, sehingga SN merasa nyaman saat

beristirahat. AA memberikan barang berupa motor dari

sepeninggalan almarhum suaminya yang diberikan

kepada SN, motor tersebut digunakan saat AA ingin

pergi ke pasar, sehingga meminta bantuan kepada SN

untuk mengantarkannya. SN baru diizinkan kembali

menggunkanan motor setelah menjalani pengobatan

selama kurang lebih enam bulan, karena AA merasa

tidak tenang jika SN pergi menggunakan motornya pada

awal menderita kusta. AA juga memberikan rokok

kepada SN, terkadang SN dapat membelinya sendiri

menggunakan uang tabungannya, namun seringkali saat

AA pergi kepasar, AA akan menanyakan terlebih dahulu

apakah SN ingin dibelikan rokok atau tidak, ketika

memang rokok tersebut masih ada maka AA tidak akan

membelikannya. AA juga memberikan barang yaitu

sepasang sandal yang dapat digunakan oleh SN didalam

rumahnya, karena jika SN berjalan maka telapak kakinya

merasa sakit dan nyeri sehingga harus menggunakan

sandal saat didalam rumah.

3) Pemberian Makan

Page 93: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

83

SH selalu menyiapkan makan untuk MK dengan

cara ditaruh dimeja makan, sehingga nantinya MK akan

mengambil makannya sendiri. SH selama satu bulan

menyuapi MK dikarenakan MK tidak dapat makan

sendiri karena hampir seluruh tubuhnya bengkak dan

merasa nyeri pada tangannya sehingga untuk memegang

sendok saja MK tidak bisa dan harus disuapi oleh SH. SH

selalu memberikan makan sebanyak tiga kali dalam

sehari, dan terdapat buah serta sayur didalamnya. SH

selalu menanyakan kepada MK sedang ingin masakan

apa, agar nantinya SH dapat memasaknya. MK sering

meminta adanya tempe goreng dan telur dadar, namun

untuk sayuran MK tidak meminta sayur apa yang

diinginkannya. SH selalu memenuhi kebutuhan dari MK

seperti membelikan paket internet selama satu bulan

sekali. MK merasa tercukupi untuk pemenuhan

kebutuhan dirinya.

AA setiap hari menyiapkan makanan untuk SN. SN

dapat makan sendiri tidak perlu dibantu oleh AA. AA

memberikan makan sebanyak dua sampai tiga kali sehari,

terkadang dipagi hari tidak disiapkan makanan untuk SN.

AA akan menaruh makanan untuk SN di meja makan

ataupun didapur. Setiap memasak, AA selalu terdapat

sayur, dimana sayur sop adalah salah satu yang sering

dimasak oleh AA dan buah-buahan yaitu pisang ataupun

pepaya, agar kondisi fisik SN selalu sehat. AA selalu

menanyakan kepada SN untuk dimasakkan apa, sehingga

AA berharap ketika makanan yang dinginkan oleh SN

Page 94: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

84

terpenuhi maka SN akan lahap makan, namun SN tidak

menginginkan suatu masakan, sehingga apa yang

dimasak oleh AA maka tetap saja akan dimakannya. SN

juga tidak banyak meminta untuk dimasakkan sesuatu.

4) Pemberian Pelayanan

SH selalu memberikan pelayanan kepada anaknya

yaitu MK. Tidak hanya SH yang memberikan pelayanan

kepada MK, seluruh anggota keluarga yaitu ayah, kakak

dan adik MK juga memberikan pelayanan kepada MK. SH

selalu menemani MK, saat MK ingin berpergian keluar

rumah, hal itu dilakukan oleh SH agar MK tetap merasa

aman. Saat SH ingin membeli kebutuhan bahan masakan

di pasar, ayah dari MK yang menjaga MK dirumah, dapat

dikatakan MK selalu tidak ditinggal sendiri dirumahnya,

jika memang SH dan suaminya ingin pergi maka ada

saudaranya yang akan menemani MK di rumahnya. SH

selalu membantu MK dalam mencuci pakaian dan

merapikan pakaian, sampai saat ini walaupun MK sudah

selesai masa pengobatan dan dapat dikatakan sembuh

namun SH tetap membantu MK untuk mencuci

pakaiannya.

AA selalu memberikan pelayanan kepada anaknya

yaitu SN. Pada awal terkena penyakit kusta AA selalu

menemani SN baik itu saat dirumah maupun saat ingin

berpergian keluar rumah seperti contohnya untuk datang

ke Puskesmas untuk mengambil obat, hal itu dilakukan

karena AA merasa takut akan adanya omongan negatif

Page 95: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

85

kepada SN mengenai kondisi fisiknya sehingga AA selalu

ingin menemani SN untuk berpergian agar SN tetap

terlindungi, namun seiring berjalannya waktu SN

meminta agar AA tidak lagi menemani SN jika SN ingin

mengambil obat ke Puskesmas maupun saat berpergian

keluar rumah. Karena memang itu yang diminta oleh SN,

akhirnya AA mengikuti kemauannya dan sampai saat ini

jika memang AA ingin berkebun maka SN tidak ada yang

menemani dirumahnya dan saat SN ingin keluar rumah,

SN akan pergi sendiri tidak ditemani oleh AA. AA selalu

membantu SN untuk mencuci pakaiannya, namun

informa AA hanya membantu dalam mencucinya saja

sehingga yang akan menjemur pakaian-pakaian tersebut

adalah SN.

Dukungan instrumental yang diberikan oleh kepala

keluarga kepada para penderita kusta berupa pemenuhan

kebutuhan sehari-hari yaitu pemberian uang, pemberian

barang, pemberian makan, dan pemberian pelayanan.

Para penderita kusta sangat membutuhkan adanya

dukungan instrumental dari kepala keluarga terutama

orangtua, karena penderita kusta yang masuk dalam masa

dewasa muda harus kehilangan pekerjaannya karena

penyakit kusta, sehingga penderita kusta tidak memiliki

pengahsilan yang dapat digunakan bagi dirinya sehigga

memerlukan adanya dukungan instrumental yang

diberikan oleh kepala keluarga untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sehari-hari. Smet (1994) menjelaskan

Page 96: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

86

bahwa dukungan instrumental mencakup bantuan materi

untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Berikut penulis

paparkan tabel pemberian dukungan instrumental bagi

penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan

Harjamukti, Kota Cirebon.

Tabel 4.4.3

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Instrumental

Dukungan

Instrumental MK SN

Pemberian

Uang

Diberikan dari orang

tua

Diberikan dari

saudaranya

Diberikan dari orang tua

Diberikan dari saudaranya

Pemberian

Barang

Kasur

Sandal

Smartphone

Rokok

Kasur

Sandal

Smartphone

Motor

Pemberian

Makan

3 kali sehari

Kepala keluarga

memberikan makanan

yang diminta oleh

penderita kusta (tempe,

telur dadar, ayam

goreng dan sayuran)

2 kali sehari

Kepala keluarga

memberikan makanan

yang diminta oleh

penderita kusta (tempe,

telur dadar, ayam goreng

dan sayuran)

Page 97: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

87

Pemberian

Pelayanan

Kepala keluarga selalu

menemani penderita

kusta saat dirumah

maupun saat keluar

rumah

Kepala keluarga selalu

menemani penderita

kusta dalam menjalani

pengobatan

Kepala keluarga selalu

menemani penderita kusta

dalam menjalani

pengobatan

Kepala keluarga memiliki peran utama dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi penderita kusta.

Kebutuhan dalam bentuk uang, pemberian barang,

pemberian makan, dan pemberian pelayanan menjadi

kebutuhan primer bagi setiap orang tidak terkecuali para

penderita kusta. Para penderita kusta yang dapat

dikatakan sebagai orang yang rentan sangat memerlukan

kebutuhan primer untuk melanjutkan kehidupannya.

Menurut Friedman 1998 (dalam Sulastri, 2017)

menjelaskan bahwa dukungan sosial keluarga dapat

dipengaruhi oleh adanya kelas sosial ekonomi keluarga.

Kelas sosial dalam hal ini meliputi tingkat pendapatan,

pekerjaan dan pendidikan. Penjelasan tersebut penulis

jumpai saat berada di lapangan. Keluarga yang status

ekonominya rendah terkadang tidak memenuhi

kebutuhan yang diperlukan oleh penderita kusta,

berbeda dengan keluarga yang status ekonomi menengah,

mereka selalu memenuhi kebutuhan penderita kusta.

Pemenuhan kebutuhan penderita kusta berupa

pemberian uang, pemberian barang, pemberian makan,

Page 98: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

88

dan pemberian pelayanan selalu dipenuhi oleh kepala

keluarga. Hasil temuan dilapangan tersebut sesuai

dengan penjelasan menurut Sarafino (2006) yang

menjelaskan bahwa, kebutuhan fisik memiliki pengaruh

terhadap dukungan sosial, kebutuhan yang dimaksud

antara lain pemberian uang, pemberian barang,

pemberian makan, dan pemberian pelayanan. Jika

seseorang terpenuhi kebutuhan fisiknya maka orang

tersebut dapat dikatakan mendapatkan dukungan sosial.

Pemberian uang dari kepala keluarga kepada penderita

kusta pada saat penderita kusta membutuhkannya, tidak

setiap hari diberikan uang oleh kepala keluarga, dan

penderita kusta juga selalu menabung sendiri uang-uang

yang diberikan dari saudaranya, sehingga jika

menginginkan sesuatu penderita kusta tidak perlu

meminta banyak uang dari kepala keluarga terutama

orangtuanya. Namun dalam pemberian makan terdapat

keluarga yang hanya memberikan kebutuhan makan

yaitu dua kali dalam sehari. Kepala keluarga tidak

menyiapkan sarapan bagi penderita kusta. Penderita

kusta merasa tercukupi dalam pemenuhan kebutuhan

materi yang diberikan oleh kepala keluarga. Kepala

keluarga selalu menyiapkan buah dan sayur dalam

pemenuhan kebutuhan makan bagi penderita kusta.

Kepala keluarga selalu menanyakan terlebih dahulu

kepada penderita kusta ingin dimasakkan makanan apa.

Namun ada pula kepala keluarga yang tidak menanyakan

kepada penderita kusta ingin dimasakkan makanan apa,

Page 99: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

89

sehingga penderita kusta makan makanan yang sudah

disajikan oleh kepala keluarga. Dalam pemberian uang,

kepala keluarga memberikan uang kepada penderita

kusta ketika penderita kusta sedang membutuhkan uang

seperti untuk membeli paket internet maupun rokok

dengan kata lain pemberian uang dari kepala keluarga

kepada penderita kusta adalah sesuai kebutuhan

penderita kusta. Pemberian uang kebanyakan dari

orangtuanya namun ada pula penderita kusta yang

diberikan uang dari saudara maupun anak-anaknya.

Pemberian barang kepada penderita kusta dari kepala

keluarga yaitu rokok, motor, sandal, kasur, smartphone,

pemberian barang kepada penderita kusta dari kepala

keluarga dimaksudkan agar penderita kusta tidak merasa

jenuh jika terus menerus berada dirumahnya. Pemberian

dukungan instrumental kepada penderita kusta tidak

hanya dari orang tua saja melainkan ada juga dari

saudaranya, hal ini berkaitan dengan teori menurut

Wentzel (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) yang

menjelaskan bahwa sumber-sumber dukungan sosial

adalah orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti

bagi individu, seperti keluarga, saudara, teman maupun

pasangan hidup. Dalam pemberian dukungan

instrumental berupa uang, penderita kusta mendapatkan

bantuan keuangan dari keluarga dan saudaranya.

Page 100: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

90

d. Dukungan Informasional

Bentuk dukungan ini yaitu mencakup pemberian

informasi (bantuan medis) dan pemberian saran

mengenai kondisi individu serta apa yang dapat

dilakukannya. Kepala keluarga memberikan dukungan

informatif kepada penderita kusta agar penderita kusta

dapat disembuhkan dan diberikan solusi mengenai

pengobatannya serta mendapatkan saran yang terbaik

dari keluarganya.

1) Pemberian Informasi Bantuan Medis

Pada awal gejala penyakit kusta MK hanya bersikap

biasa saja. MK hanya menanyakan kepada SH mengenai

penyakitnya. Pada awal gejala yaitu adanya perubahan

kulit seperti timbulnya panu akan tetapi saat diraba oleh

SH ternyata mati rasa, tidak merasakan sentuhan. SH

menanyakan kondisi MK kepada tetangganya.

Tetangganya menyuruh MK untuk berobat ke Puskesmas

agar dapat mengetahui penyakit apa yang diderita oleh

MK. SH akhirnya membawa MK untuk berobat ke

Puskesmas, setelah dilakukan pengecekan dan uji

laboratorium ternyata MK terkena penyakit kusta. Pihak

Puskesmas memberikan obat dan informasi mengenai

penyakit kusta. Obat yang harus diminum yaitu selama

satu tahun. Pada awal meminum obat terjadi reaksi

dimana tubuh dari MK membengkak. MK didiagnosis

terkena penyakit kusta pada tahun 2018. Walaupun sudah

mendapatkan informasi dari pihak Puskesmas mengenai

Page 101: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

91

penyakit kusta, akan tetapi SH masih ingin mencari

informasi lebih mendalam mengenai penyakit yang

diderita oleh MK. SH mencari informasi mengenai

penyakit kusta dari internet. MK dan SH masih sulit

mendapatkan informasi mengenai penyakit kusta karena

masih banyak orang yang belum paham mengenai

penyakit kusta, dan jarak dari rumah MK ke Puskesmas

yang jaraknya cukup jauh. Namun setiap melakukan

Posyandu, dari pihak Puskesmas juga selalu mampir

untuk melihat perkembangan pengobatan MK. MK selalu

diantarkan oleh SH untuk berobat ke Puskesmas. SH

selalu mengingatkan kepada MK untuk terus minum obat

agar MK cepat sehat kembali. Terkadang SH mengambil

obat untuk MK sendirian ke Puskesmas. MK dan SH

merasa sangat terbantu oleh pihak Puskesmas yang sudah

memberikan pengobatan kepada MK sehingga untuk saat

ini MK sudah selesai dalam proses pengobatan dan sudah

dinyatakan sehat.

SN pada gejala awal terkena penyakit kusta yaitu

timbulnya pola-pola seperti panu namun tidak merasakan

gatal, sehingga SN belum memberi tahu kepada AA

mengenai penyakit yang dideritanya. SN terkena gejala

awal penyakit kusta pada tahun 2016. SN hanya membeli

obat panu yang dijual di apotek. Setelah hampir dua

minggu setelah menggunakan obat tersebut ternyata pola-

pola yang seperti panu tidak hilang, akan tetapi

bertambah lebar dan muncul pola-pola baru dibagian

tubuh lainnya. Setelah muncul pola baru pada bagian

Page 102: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

92

tubuh lainnya, SN merasakan mati rasa dan kaku pada

bagian tubuh tertentu. SN akhirnya memberitahu

mengenai penyakit yang dirasakannya kepada AA. AA

hanya menanyakan kepada tetangganya untuk

mendapatkan informasi dan meminta saran untuk

penyembuhan SN. SN juga menanyakan keluhan yang

dirasakannya kepada teman-temannya. Namun teman-

teman dari SN hanya menyuruhnya berobat ke

Puskesmas. AA mendapatkan saran dari tetangganya

untuk membawa SN ke salah satu tempat terapi. SN

kurang lebih menjalankan terapi selama empat bulan,

yang dilakukan sebanyak satu minggu sekali. SN

diberikan ramuan dari tempat terapi tersebut yang harus

diminum setiap hari. SN tidak melanjutkan terapi tersebut

karena keterbatasan biaya. Selama menjalani terapi tidak

membawa hasil yang baik bagi kesembuhannya. SN

akhirnya berobat ke dokter kulit dan dokter kulit sudah

mendiagnosis bahwa SN terkena penyakit kusta dan

obatnya dapat diambil di Puskesmas yang dekat dengan

rumahnya. Namun SN masih belum puas atas diagnosisa

yang diberikan oleh dokter, akhirnya SN memutuskan

untuk datang ke Puskesmas ditemani oleh AA. Setelah

menanyakan mengenai kondisi fisiknya SN didiagnosis

terkena penyakit kusta oleh pihak Puskesmas dan harus

menjalani pengobatan yaitu minum obat selama dua

tahun. AA selalu mendampingi SN untuk mengambil

obat di Puskesmas, akan tetapi jika AA tidak bisa

mengambil obat maka SN sendiri yang mengambil obat di

Puskesmas menggunakan motor. AA selalu

Page 103: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

93

mengingatkan SN untuk minum obat agar SN lekas pulih

dari penyakitnya. AA dan SN merasa sangat terbantu oleh

pihak Puskesmas yang sudah memberi pelayanan

pengobatan kepada SN. Sehingga untuk saat ini SN

sudah selesai dalam proses pengobatan dan sudah

dinyatakan sembuh. Namun terdapat perubahan pada

bagian hidung yang disebabkan karena kurang cepatnya

penanganan SN saat merasakan gejala awal, sehingga

pada akhirnya terjadi perubahan pada hidung SN yang

tidak bisa disembuhkan.

2) Pemberian Saran

SH selalu memberikan saran kepada MK jika MK

sedang kebingungan dalam melakukan atau memilih

sesuatu. Akan tetapi MK terkadang tidak meminta saran

kepada SH. MK tidak mau terbuka untuk menceritakan

apa yang MK rasakan sehingga SH tidak dapat

memberikan saran. SH selalu mengajak MK untuk

berbincang berdua agar SH dapat mengetahui apa yang

sedang MK rasakan, sehingga SH dapat memberikan

saran kepada MK. MK merasa sangat senang dan juga ada

perasaan terharu jika SH memberikan saran ataupun

arahan untuk kelanjutan hidup MK. SH memberikan

arahan kepada MK untuk tetap dirumah dahulu, tidak

berpergian jauh. Saat MK sudah pulih dan sudah sembuh

dari masa pengobatan SH memperbolehkan MK untuk

kemana pergi kemana saja.

Page 104: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

94

SN mendapatkan saran dari AA dalam segala hal,

seperti saat menjalani pengobatan maupun memberikan

saran untuk berhenti bekerja dahulu. AA menyarankan

untuk menjalani pengobatan di dokter kulit, dan di

Puskesmas. SN jika sedang meminta saran hanya

meminta kepada AA yaitu ibunya, SN jarang sekali

meminta saran kepada kakaknya. SN sangat senang jika

AA memberikan saran atau arahan kepada SN. SN merasa

sangat senang jika mendapatkan saran dari AA karena

saran tersebut sangat berguna demi kesembuhan SN.

Sehingga tidak patah semangat dalam melanjutkan

hidupnya.

Bentuk dukungan informatif yaitu berupa informasi

bantuan medis dan pemberian saran. Penderita kusta

membutuhkan adanya dukungan informatif dari kepala

keluarga karena penderita kusta sangat memerlukan

informasi mengenai bantuan medis mengenai penyakit

yang dideritanya, dan penderita kusta sangat

membutuhkan dukungan informatif dari kepala keluarga

terutama orangtua dalam pemberian saran kepada

penderita kusta, terutama pemberian saran untuk

pengobatan, agar penderita kusta lekas sembuh dan

pemberian saran bagi penderita kusta untuk mencari

pekerjaan baru, karena penderita kusta tidak melanjutkan

pekerjaannya pada saat didiagnosis terkena penyakit

kusta sekaligus terjadi perubahan pada kondisi fisiknya.

Smet (1994) menjelaskan bahwa dukungan informatif

yaitu mencakup pemberian informasi dan pemberian

Page 105: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

95

saran yang dibutuhkan oleh individu tersebut. Berikut

penulis paparkan tabel pemberian dukungan informatif

bagi penderita kusta di Kelurahan Argasunya, Kecamatan

Harjamukti, Kota Cirebon.

Tabel Kategorisasi Respon Dukungan Informatif

Dukungan

Informatif MK SN

Pemberian

Informasi

Bantuan

Medis

Keluarga masih belum

memahami mengenai

penyakit kusta

Membawa penderita kusta

untuk berobat ke

Puskesmas

Keluarga masih belum

memahami mengenai

penyakit kusta

Membawa penderita kusta

ke terapi

Membawa penderita kusta

untuk berobat ke Puskesmas

Pemberian

saran

Memberikan saran

untuk pengobatan

penderita kusta

Memberikan saran untuk

pengobatan penderita kusta

Memberikan saran agar

mencari pekerjaan baru

Di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti,

Kota Cirebon masih banyak yang belum mengetahui

bagaimana gejala awal penyakit kusta. Gejala awal seperti

timbulnya pola seperti panu pada tubuh penderita kusta

dianggap hanya gatal-gatal biasa, sehingga mereka hanya

menyarankan untuk diobati menggunakan salep untuk

gatal-gatal biasa. Dengan menggunakan salep, para

Page 106: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

96

pendertita kusta dan kepala keluarga beranggapan

nantinya akan sembuh, namun hal itu akan bertambah

parah ketika penderita kusta tidak ditangani oleh tim

medis dari Puskesmas, sehingga makin lama tidak diobati

ke Puskesmas akan berdampak pada perubahan fisik

penderita kusta tersebut. Kasus tersebut ditemui oleh

penulis dilapangan, dimana terdapat yang tidak

langsung berobat ke Puskesmas untuk menanyakan

penyakitnya, tersebut akhirnya datang ketempat terapi

namun tidak ada perubahan positif pada fisiknya. Para

penderita kusta dan kepala keluarga ketika sudah tidak

sanggup untuk menjalani pengobatan tradisional, terapi

atau meminum obat herbal baru akan ke Puskesmas.

Sehingga saat ke Puskesmas akhirnya sudah terjadi

perubahan-perubahan pada fisik yang mengalami

kecacatan. Goetlib 1983 (dalam Sari, 2014) menyatakan

bahwa terdapat dua macam dukungan sosial, yaitu

pertama hubungan profesional yang bersumber dari

orang-orang yang ahli pada bidangnya seperti konselor,

psikiater, psikolog dan dokter. Kedua hubungan non

profesional yag bersumber dari orang-orang terdekat

seperti keluarga dan teman. Keluarga menjadi sumber

utama dalam pemberian dukungan sosial, namun dalam

kasus penderita kusta hubungan profesional juga sangat

diperlukan seperti berobat ke dokter atau ke petugas

Puskesmas yang menangani penyakit kusta. Oleh karena

itu saat terjadi gejala awal, keluarga dapat membantu

penderita kusta untuk berobat ke Puskesmas agar tidak

terjadi kecacatan pada fisik penderita kusta, karena

Page 107: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

97

semakin lama pengobatan maka akan semakin parah

penyakit kusta tersebut pada tubuh penderita.

Kepala keluarga selalu memberikan saran untuk

penderita kusta ketika sedang merasa kebingunan dalam

menentukan pilihan. Pemberian saran tersebut sering

diberikan dalam proses pengobatan penderita kusta.

Berobat ke Puskesmas merupakan saran yang diberikan

dari kepala keluarga kepada penderita kusta. Kepala

keluarga juga memberikan saran kepada penderita kusta

mengenai apa yang dapat dilakukan untuk melanjutkan

hidupnya, baik itu dalam mencari mata pencaharian baru,

maupun menyarankan untuk tidak berpergian jauh ketika

dalam proses pengobatan. Menurut Mappiare, 1983

(dalam Listyandini, 2016) menjelaskan bahwa seseorang

yang memasuki usia dewasa, maka orang tersebut

diharuskan untuk mengikuti tatanan sosial yang ada pada

lingkungan masyarakat, sebagai contohnya seseorang

dituntut untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan

hidup dan mengurus dirinya secara mandiri sekaligus

membentuk keluarga (berumah tangga). Hasil temuan

dilapangan sejalan dengan pendapat tersebut, dimana

penderita kusta diberikan saran oleh keluarganya

terutama orangtua untuk mencari pekerjaan baru agar

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan membantu

ekonomi keluarganya.

Dengan diberikannya dukungan informatif dari

keluarga maupun dari petugas Puskesmas kepada

penderita kusta akan memiliki manfaat yaitu dapat

Page 108: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

98

menyembuhkan penyakit kusta karena sudah ditangani

oleh petugas Puskesmas dan manfaat lainnya yaitu

penderita kusta yang sudah sembuh akan dapat

melaksanakan tugas, peran dan fungsinya seperti yang

dijelaskan oleh Achilis (dalam Widiasih, 2015) yang

menjelaskan bahwa kebersungsian sosial dipandang

sebagai kemampuan dalam melaksanakan peranan sosial.

Berkaitan dengan itu maka penderita kusta yang sudah

mendapatkan bantuan medis dan sudah dinyatakan

sembuh maka dapat melaksanakan tugas, peran dan

fungsinya sehingga penderita kusta tersebut dapat

mengembalikan keberfungsian sosialnya

Page 109: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

99

PENUTUP

Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan gambaran mengenai pemberian dukungan

sosial keluarga yang diberikan dari kepala keluarga

terutama orang tua kepada para penderita kusta yang

masuk dalam usia dewasa muda di Kelurahan

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Dari

hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dijelaskan

pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan mengenai

pemberian dukungan sosial keluarga kepadapara

penderita kusta adalah sebagai berikut:

Dukungan Emosional

Dalam pemberian dukungan emosional kepala

keluarga terutama orangtua selalu memberikan

dukungan emosional kepada anaknya yang menderita

kusta, karena penderita kusta merupakan orang yang

rentan sehingga sangat membutuhkan adanya rasa

nyaman, rasa dicintai dan rasa dipedulikan oleh orang-

orang terdekatnya yaitu kepala keluarga terutama

orangtuanya, hal ini dikarenakan penderita yang masuk

dalam masa dewasa muda masih belum memiliki

pasangan hidup sehingga penderita kusta mendapatkan

Page 110: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

100

perasaan dicintai dari orangtuanya, sehingga dengan

diberikannya dukungan emosional kepada penderita

kusta maka penderita kusta akan merasa dipedulikan

serta dapat mengontrol emosi pada dirinya. Penderita

kusta merasa nyaman berada dirumahnya karena saat

orang lain menjauh dari penderita kusta namun keluarga

penderita kusta semakin dekat ditambah suasana rumah

yang tenang sehingga penderita kusta merasa nyaman

saat dirumahnya.

Terdapat hambatan saat kepala keluarga memberikan

dukungan emosional kepada penderita kusta. Hambatan

yang terjadi yaitu emosi penderita kusta yang tidak stabil,

hal ini dikarenakan adanya perubahan fisik pada

penderita kusta yang tidak dapat disembuhkan serta

adanya stigma negatif dari masyarakat yang membuat

emosi penderita kusta tidak stabil. Hambatan lain yaitu

penderita kusta yang tidak terbuka kepada keluarga saat

terdapat suatu masalah, sehingga keluarga harus

memahami betul bagaimana kondisi penderita kusta itu

sendiri.

Dukungan Penghargaan

Dalam proses pemberian dukungan penghargaan dari

kepala keluarga pada penderita kusta dalam bentuk

pemberian motivasi, pemberian penghargaan positif

berupa “Reward” dan perbandingan positif dengan

individu lain. Penderita kusta membutuhkan adanya

dukungan penghargaan dari kepala keluarga karena

Page 111: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

101

penderita kusta memiliki kepercayaan diri yang rendah,

mereka merasa malu atas penyakit yang dideritanya,

ditambah adanya perubahan fisik yang terjadi sehingga

penderita kusta tidak percaya diri untuk keluar rumah.

Sehingga bagi penderita kusta dukungan penghargaan

sangat dibutuhkan untuk mengembalikan rasa percaya

dirinya. Penderita kusta memiliki tingkat kepercayaan

diri yang rendah sehingga mereka sangat membutuhkan

adanya motivasi dan semangat dari kepala keluarga agar

rasa kepercayaan diri penderita kusta dapat kembali.

Pemberian motivasi biasanya diberikan oleh kepala

keluarga pada penderita kusta biasanya saat kumpul

bersama keluarga, keluarga memberikan semangat

kepada penderita kusta dalam menjalani kehidupannya.

Kepala keluarga memberikan penghargaan positif berupa

“Reward” dengan memberikan makanan ringan, rokok,

maupun uang saat penderita kusta dapat membantu

keluarganya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah

seperti menyapu, mencuci piring maupun mengantarkan

ibunya ke pasar.

Dalam hal ini terdapat hambatan dimana masih ada

keluarga yang menganggap penderita kusta merupakan

orang yang masih sakit walaupun penderita kusta itu

sendiri sudah dinyatakan sembuh dan selesai dalam masa

pengobatan, hal ini menjadi salah satu hambatan karena

pada akhirnya keluarga selalu membatasi aktivitas

penderita kusta.

Page 112: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

102

Dukungan Instrumental

Dalam proses pemberian dukungan instrumental,

kepala keluarga selalu memenuhi kebutuhan sehari-hari

penderita kusta. Pemenuhan kebutuhan tersebut berupa

pemberian uang, pemberian barang, pemberian makan,

dan pemberian pelayanan. Penderita kusta sangat

membutuhkan adanya dukungan instrumental dari

kepala keluarga, karena penderita kusta yang masuk

dalam masa dewasa muda harus kehilangan

pekerjaannya karena penyakit kusta, sehingga penderita

kusta tidak memiliki pengahsilan yang dapat digunakan

bagi dirinya sehigga memerlukan adanya dukungan

instrumental yang diberikan oleh kepala keluarga untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Penderita

kusta mendapatkan bantuan keuangan dari orang tua dan

saudaranya, kepala keluarga akan memberikan bantuan

keuangan ketika penderita kusta ingin membeli sesuatu.

Pemberian barang kepada penderita kusta dari kepala

keluarga berupa rokok, kasur, smartphone, motor, dan

lain sebagainya, pemberian barang tersebut agar

penderita kusta merasa tidak jenuh saat berada dirumah.

Pemberian makan kepada penderita kusta dari kepala

keluarga yaitu diberikan makan sebanyak dua sampai tiga

kali dalam sehari. Kepala keluarga selalu menanyakan

terlebih dahulu kepada penderita kusta ingin dimasakkan

makanan apa, sehingga kepala keluarga mengharapkan

agar penderita kusta akan lahap pada saat makan.

Page 113: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

103

Pemberian pelayanan kepada penderita kusta dari

kepala keluarga yaitu kepala keluarga selalu menemani

penderita kusta saat keluar rumah, walaupun orangtua

memiliki maksud yang baik untuk terus menemani saat

penderita kusta pergi keluar rumah, namun

bagaimanapun penderita kusta sudah masuk dalam masa

dewasa muda yang seharusnya hidup mandiri, sehingga

orangtua tidak perlu menemani secara terus menerus saat

penderita kusta pergi, hal ini menjadi salah satu hambatan

yang terdapat pada pemberian dukungan instrumental.

Dukungan informatif

Dalam proses pemberian dukungan informatif dari

kepala keluarga pada penderita kusta yaitu kepala

keluarga memberikan informasi mengenai bantuan medis

dan memberikan saran. Penderita kusta membutuhkan

adanya dukungan informatif dari kepala keluarga karena

penderita kusta sangat memerlukan informasi mengenai

bantuan medis mengenai penyakit yang dideritanya, dan

penderita kusta sangat membutuhkan dukungan

informatif dari kepala keluarga dalam pemberian saran

kepada penderita kusta, yaitu pemberian saran untuk

pengobatan, agar penderita kusta lekas sembuh dan

pemberian saran bagi penderita kusta untuk mencari

pekerjaan baru, karena penderita kusta tidak melanjutkan

pekerjaannya pada saat didiagnosis terkena penyakit

kusta sekaligus terjadi perubahan pada kondisi fisiknya.

Page 114: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

104

Kepala keluarga selalu membantu penderita kusta dalam

mencari informasi mengenai bantuan medis demi

penyembuhan penyakitnya. Minimnya pengetahuan

mengenai penyakit kusta membuat keluarga menjadi

kebingungan dalam mengobati penderita kusta. Keluarga

tidak langsung membawa penderita kusta untuk berobat

ke Puskesmas, melainkan membawa penderita kusta

untuk melakukan terapi. Saat keluarga sudah merasa

lelah dan kehabisan biaya untuk mengobati penderita

kusta yang tak kunjung sembuh akhirnya kepala keluarga

membawa penderita kusta untuk berobat ke Puskesmas.

Sehingga saat datang ke Puskesmas sudah terjadi

perubahan fisik akibat penyakit kusta yang

penanganannya tidak langsung dibawa oleh kepala

keluarga ke Puskesmas. Kepala keluarga selalu

memberikan saran kepada penderita kusta kepada

penderita kusta agar penderita kusta dapat mencari

pekerjaan baru.

Hambatan yang terdapat pada pemberian dukungan

informatif yaitu masih minimnya pengetahuan mengenai

penyakit kusta sehingga penderita kusta tidak langsung

dibawa ke Puskesmas melainkan dibawa ke tempat terapi.

Hambatan lain dari pemberian dukungan informatif yaitu

penderita kusta yang seringkali menolak untuk berobat ke

Puskesmas, hal ini dikarenakan penderita kusta yang

beranggapan bahwa saat gejala awal penyakit kusta

terjadi, gejala awal tersebut adalah penyakit yang biasa-

biasa saja tidak perlu berobat ke Puskesmas.

Page 115: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

105

Temuan lain dilapangan yaitu tidak hanya kepala

keluarga yang memberikan dukungan sosial kepada

penderita kusta akan tetapi penderita kusta juga

mendapatkan dukungan sosial dari pihak Puskesmas

yang berperan penting terhadap kesembuhan para

penderita kusta. Pihak Puskesmas memberikan motivasi

dan semangat pada penderita kusta yang sedang dalam

masa pengobatan, pihak Puskesmas selama satu bulan

sekali akan memantau setiap penderita kusta yang ada,

hal ini bertujuan agar pihak Puskesmas dapat mengetahui

sejauh mana kesembuhan penderita kusta. Temuan lain

dilapangan yaitu tidak adanya komunitas khusus bagi

penderita kusta sehingga belum adanya wadah bagi

penderita kusta untuk saling berkumpul dan berinteraksi

dengan penderita kusta lain yang dapat bertukar

informasi satu sama lain. Di Kota Cirebon sendiri hanya

terdapat kelompok bagi penderita ODHA saja, sehingga

untuk kelompok penderita kusta masih belum ada dan

penderita kusta tidak memiliki wadah untuk berkumpul

dengan penderita kusta lainnya.

Hal-hal yang dapat ditidaklanjuti, sehubungan

dengan keterbatasan dan kelemahan selamat

pengumpulan data dan informasi berkenaan dengan

penulisan buku ini:

Kajian ini lebih banyak membahas mengenai

dukungan keluarga yang diberikan oleh kepala

keluarga. Akan lebih baik lagi jika ditindaklanjuti

dengan informasi dengan anggota lain seutuhnya.

Page 116: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

106

Sehingga akan diperoleh gambaran komprehensif

mengenai dukungan keluarga.

Kajian mengenai penderita kusta ini hanya

menggambarkan salah satu kelompok dewasa

muda. Sehingga di masa mendatang dapat

diperluas pada penderita kusta kelompok usai

lainnya.

Selain itu perlu pula diketahui bagaimana

sebenarnya standar minimal pelayanan yang

seharusnya diperoleh oleh pemerlu pelayanan

kesejahteran sosial dalam hal ini penderita kusta.

Rekomendasi

1. Saran pada kepala keluarga yang anaknya terkena

penyakit kusta:

Kepala keluarga tidak perlu memberikan

dukungan keluarga secara berlebihan kepada

penderita kusta, seperti selalu menemani penderita

saat keluar rumah, karena penderita kusta sudah

menjalani masa pengobatan dan sudah dinyatakan

sembuh, disisilain penderita kusta sudah masuk

dalam masa dewasa muda yang seharusnya dapat

hidup mandiri.

Kepala keluarga dapat membawa penderita kusta

langsung berobat ke Puskesmas, karena obat untuk

penderita kusta sudah disediakan oleh pihak

Page 117: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

107

Puskesmas sehingga tidak perlu berobat ke terapi

yang tidak membuat penderita kusta semakin

membaik akan tetapi semakin parah sehingga

terdapat perubahan fisik.

Kepala keluarga seharusnya menganggap

penderita kusta adalah orang yang sehat, karena

penderita kusta yang sudah selesai menjalani

pengobatan sudah dapat dikatakan sehat kembali,

sehingga orangtua tidak perlu menganggap bahwa

penderita kusta adalah orang yang masih sakit,

karena pada akhirnya penderita kusta akan

mengaggap dirinya adalah orang yang masih sakit

dan masih sangat memerlukan bantuan dari

orangtua dalam melakukan aktivitasnya.

2. Saran pada penderita kusta yang masuk dalam masa

dewasa muda:

Bagi penderita kusta dapat lebih mempercayai

bantuan medis dari pihak Puskesmas, karena

penyakit kusta akan sembuh jika berobat ke

Puskesmas dan meminum obat yang sudah

disiapkan karena obat tersebut sesuai dengan

anjuran WHO, karena pada saat datang ke tempat

terapi, penyakit kusta tidak akan sembuh akan

tetapi semakin parah sehingga membuat

perubahan fisik pada penderitanya.

Page 118: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

108

Penderita kusta dapat memandang dirinya adalah

orang yang sehat, yang sudah dapat kembali

melakukan aktivitasnya, karena saat penderita

kusta memandang dirinya sakit maka penderita

kusta akan terus membutuhkan bantuan dari

kepala keluarga dalam melakukan aktivitasnya.

3. Saran kepada masyarakat:

Tokoh masyarakat dapat terlibat dalam

mengurangi maupun menghapus stigma negatif

kepada penderita kusta dengan cara memberikan

edukasi kepada masyarakat lain mengenai

penyakit kusta agar tidak memberikan stigama

negatif kepada penderita kusta saat berada

ditempat umum contohnya di Puskesmas, karena

hal tersebut membuat penderita kusta merasa tidak

nyaman sehingga memunculkan emosi kepada

penderita kusta, dan dapat membuat penderita

kusta tidak percaya diri

Alternatif Rencana Kegiatan bagi Keluarga

Penderita Kusta

Rancangan kegiatan merupakan alternatif yang

diharapkan dapat dijadikan bahan pemikiran dalam

upaya meningkatkan keberfungsian sosial penderita

kusta. Plan of Treatment yang dibuat dalam sebuah

rencana kegiatan, yang berjudul Program Penguatan

Page 119: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

109

Kapasitas Keluarga Terhadap Anggota Keluarga yang

Menderita Kusta.

A. Nama Kegiatan

“Penguatan Kapasitas Keluarga Terhadap

Anggota Keluarga yang Menderita Kusta”

B. Latar Belakang

Kepala keluarga yang anaknya menderita penyakit

kusta seharusnya memiliki informasi yang mendalam

mengenai penyakit kusta , namun keadaan dilapangan

masih banyak kepala keluarga yang belum mengetahui

apa penyebab dan cara penanganan penyakit kusta

sehingga pada akhirnya hanya dibawa ketempat terapi

sehingga penyakit tersebut semakin parah. Hasil temuan

dilapangan memperlihatkan bagaimana kepala keluarga

memberikan dukungan keluarga kepada anaknya yang

menderita kusta, namun dalam memberikan dukungan

keluarga masih terdapat kepala keluarga yang dapat

dikatakan berlebihan dalam memberikan dukungan

keluarga sehingga berpengaruh pada kemandirian

penderita kusta, dimana penderita kusta yang sudah

sembuh seharusnya dapat mandiri dalam menjalankan

aktivitasnya, namun terdapat keluarga yang memberikan

dukungan keluarga secara berlebihan sehingga membuat

penderita kusta dimanjakan. Dengan menggunakan

pendekatan family based service atau layanan berbasis

keluarga yang menjelaskan bahwa pendekatan berbasis

Page 120: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

110

keluarga menganggap bahwa keluarga merupakan sistem

sosial dimana tindakan dan interaksi anggota keluarga

tidak terpisah satu dengan yang lain, maka keluarga harus

memiliki kepasitas dalam menangani anggota keluarga

yang menderita kusta sehingga dapat memberikan

dukungan keluarga sesuai dengan apa yang dibutuhkan

oleh penderita kusta. Dengan adanya penguatan

kapasitas keluarga ini diharapkan kepala keluarga dapat

lebih memahami bagaimana pemberian dukungan

keluarga yang baik kepada penderita kusta yang sudah

masuk dalam masa dewasa muda dan kepala keluarga

diharapkan mendapatkan informasi mengenai penyakit

kusta seperti penyebab, cara penularan dan cara

pengobatan penyakit kusta.

C. Tujuan Kegiatan

1. Memberikan informasi kepada kepala keluarga

terutama orangtua mengenai gejala awal penyakit

kusta, penyebab penyakit kusta, penularan

penyakit kusta dan proses pengobatan penyakit

kusta.

2. Meningkatkan pemahaman dalam memberikan

dukungan keluarga bagi penderita kusta yang

sudah masuk dalam masa dewasa muda sehingga

tidak memberikan dukungan keluarga secara

berlebihan agar penderita kusta lebih mandiri.

Page 121: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

111

3. Meningkatkan kesadaran untuk menjalankan

PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) disekitar

rumah, sehingga terhindar dari penyakit.

D. Sasaran Kegiatan

Sasaran dari kegiatan ini adalah keluarga yang

terdapat anggota keluarganya menderita kusta di

Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota

Cirebon.

E. Bentuk dan Materi Kegiatan

Bentuk kegiatan yang dirancang dalam kegiatan ini

adalah sebagai berikut:

1. Pada tahap pertama yaitu penyampaian materi

mengenai penyakit kusta, seperti gejala awal

penyakit kusta, penyebab penyakit kusta,

penularan penyakit kusta dan proses pengobatan

penyakit kusta, sehingga keluarga dapat

memahami penyakit kusta itu sendiri.

2. Pada tahap kedua yaitu memberikan informasi

mengenai pentingnya pemberian dukungan

keluarga mulai dari pemberian dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan

intrumental dan dukungan informatif, serta

menjelaskan bagaimana cara pemberian dukungan

keluarga agar tidak berlebihan kepada penderita

Page 122: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

112

kusta yang sudah masuk dalam masa dewasa

muda sehingga penderita kusta dapat lebih

mandiri. Materi tentang hubungan dukungan

keluarga terhadap penyembuhan penderita kusta.

3. Materi mengenai cara pandang masyarakat

terhadap penderita kusta sehingga tidak

memberikan stigma negatif pada penderita kusta.

F. Pelaksana Kegiatan

Adapun pihak-pihak yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan kegiatan adalah:

1. Sistem Klien : Keluarga yang memiliki anak

penderita kusta

2. Sistem Sasaran : Penderita kusta

3. Sistem Kegiatan : Tokoh masyarakat

4. Sistem Pelaksana Perubahan : Pekerja Sosial

dan tenaga medis dari pihak Puskesmas

G. Model Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan cara

memberikan pertanyaan kepada keluarga yang

terdapat anggota keluarganya menderita kusta,

sehingga dapat dilihat sejauh mana keluarga tersebut

sudah memahami mengenai penyakit kusta seperti

penyebab penyakit kusta dan cara pengobatan

Page 123: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

113

penyakit kusta, serta melihat sejauh mana

pemahaman keluarga mengenai pemberian

dukungan keluarga kepada penderita kusta mulai

dari pemberian dukungan emosional, pemberian

dukungan penghargaan, pemberian dukungan

instrumental dan pemberian dukungan informatif,

hal itu dimaksud agar pemberian dukungan keluarga

yang diberikan oleh kepala keluarga terutama

orangtua tidak berlebihan sehingga membuat

penderita kusta menjadi mandiri.

H. Hasil yang Diharapkan (Output)

1. Kepala keluarga terutama orang tua dapat

memahami secara luas mengenai penyakit kusta.

2. Kepala keluarga dapat memahami bagaimana cara

pemberian dukungan keluarga bagi penderita

kusta yang baik dan tidak berlebihan.

3. Keluarga dapat lebih sadar mengenai pentingnya

pola hidup sehat sehingga dapat terhindar dari

penyakit.

Page 124: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

114

DAFTAR PUSTAKA

Adi, I. R. (2013). Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial,

Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembangunan).

Jakarta: Rajawali Pers.

Agus Yunita, S. U. (2016). PERAN KELUARGA DALAM

PEMBINAAN BUDI PEKERTI ANAK USIA

SEKOLAH DASAR. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Pendidikan Kewarganegaraan , 1-12.

Agusti Nala Sari, R. G. (2013). Hubungan Pengetahuan

dan Sikap Keluarga dengan Tingkat Kecacatan

pada Penderita Kusta di Kabupaten Padang

Pariaman. Jurnal FK, 1-8.

Andranita, M. (2008). PERBEDAAN FOKUS KARIR

ANTARA PEKERJA DEWASA MUDA YANG

PINDAH KERJA DAN TIDAK PINDAH KERJA

DI JAKARTA.

Apollo, A. C. (2012). Konflik Peran Ganda Perempuan

Menikah yang Bekerja Ditinjau dari Dukungan

keluarga. Widya Warta.

ARIYANTA, F. (2013). HUBUNGAN ANTARA

DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KONSEP

DIRI PENDERITA KUSTA DI DESA BANGKLEAN

KABUPATEN DIRI PENDERITA KUSTA DI DESA

BANGKLEAN KABUPATEN. Surakarta:

Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Page 125: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

115

Defi Indriani, I. S. (2016). DUKUNGAN SOSIAL DAN

KONFLIK PERAN GANDA TERHADAP

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS KARYAWATI.

Jurnal Psikologis, 1-9.

Defi Indriani, I. S. (2016). DUKUNGAN SOSIAL DAN

KONFLIK PERAN GANDA TERHADAP

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS KARYAWATI

PT. SC ENTERPRISES SEMARANG. 1-9.

Fadilah, S. Z. (2013). HUBUNGAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN DEPRESI PENDERITA

KUSTA DI DUA WILAYAH TERTINGGI KUSTA

DI KABUPATEN JEMBER. Jember: Universitas

Jember.

Fahrudin, A. (2012). PENGANTAR KESEJAHTERAAN

SOSIAL. Bandung: refika ADITAMA.

Fahrudin, A. (2014). REALITAS KEHIDUPAN SEHARI-

HARI PENDERITA KUSTA. Jurnal Kesehatan, 1-15.

Ganesha Efka Putri Wibriani Soenoe, I. F. ( 2017). BERI

AKU KESEMPATAN Studi Fenomenologis

Pengalaman Penyesuaian Diri pada Penderita

Kusta setelah Kembali ke Lingkungan

Masyarakat. Jurnal Empati,, 1-5.

Hendra Nugraha, S. T. (2016). HAK ANAK PADA

KELUARGA TENAGA KERJA WANITA (TKW).

Jatinangor: UNPAD Press.

Page 126: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

116

Ignatia Widyanita Vania, K. S. (t.thn.). HUBUNGAN

ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING CAREGIVER

PENDERITA GANGGUAN SKIZOFRENIA. Jurnal

Psikologi, 1-13.

INFODATIN. (2018). Hapuskan Stigma dan Diskriminasi

Penyakit Kusta.

Iradati, A. A. (2018). DUKUNGAN KELUARGA

TERHADAP ANAK DENGAN DYSLEXIA .

Jatinangor: UNPAD.

J.Pecora, P. (1996). Evaluating Family - Based Service.

ResearchGate, 1-57.

Kristianto, K. D. (2014). REPRESENTASI FUNGSI

KELUARGA. Jurnal E-Komunikasi, 1-5.

KURNIAWATI, L. D. (2015). FAKTOR - FAKTOR YANG

BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU

KEPALA KELUARGA DALAM

PEMANFAATAN JAMBAN DI PEMUKIMAN

KAMPUNG NELAYAN TAMBAK LOROK

SEMARANG.

Listyandini, R. A. (2016). Gambaran Tingkat

Kesejahteraan Psikologis Penyandang Tunanetra

Dewasa Muda. Jurnal Mediapsi, 1 -10.

MAHARANI, P. J. (2010). KONSEP DIRI MANTAN

PENDERITA KUSTA DI WISMA REHABILITASI

SOSIAL KATOLIK (WIRESKAT) BLORA.

Page 127: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

117

Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata

Semarang.

Muta’afi, F. (2013). KONSTRUKSI SOSIAL

MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA

KUSTA. 1-7.

Nelson, K. E. (1990). Family-Based Services for Juvenile

Offenders. Children and Youth Services Riview, 1-20.

Norhalim, M. (2019). KEBERFUNGSIAN SOSIAL

PENYANDANG DISABILITAS TUNADAKSA

PASCA PEMANFAATAN MODIFIKASI MOTOR

RODA TIGA DI KOMUNITAS DIFABEL MOTOR

COMMUNITY CIPUTAT TIMUR. Jakarta:

SKRIPSI.

Raharjo, I. d. (2016). Perspektif Kekuatan dalam

Pekerjaan Sosial. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 1-

10.

Rahayu, D. A. (2011). DUKUNGAN PSIKOSOSIAL

KELUARGA PENDERITA KUSTA DI

KABUPATEN PEKALONGAN. 1-9.

Risdayani, H. B. (2016). ANALISIS KUALITATIF PERAN

KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA

KELUARGA YANG MENDERITA PENYAKIT

TUBERKULOSIS. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Kesehatan Masyarakat, 1-16.

Page 128: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

118

Rustanto, B. (2015). PENELITIAN KUALITATIF

PEKERJAAN SOSIAL. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Sari, S. Z. (2014). HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL

ORANGTUA, TEMAN DAN DOSEN

PEMBIMBING SKRIPSI DENGAN

PROKRASTINASI AKADEMIK DALAM

MENGERJAKAN SKRIPSI PADA MAHASISWA.

Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim Malang.

Sarafino. (1994). Health Psychology. USA: John

Wiley&Sons.

Sartika Dewi Lestari, A. ,. (2012). Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Harga Diri Penderita Kusta

Rawat Jalan di Rumah Sakit Rehatta Donorojo

Jepara. 1-7.

Silalahi, R. A. (2018). DUKUNGAN KELUARGA

TERHADAP RESILIENSI INDIVIDU

PENYANDANG TUNA DAKSA. Jatinangor:

UNPAD.

Siregar, R. (2005). Atlat Berwarna Saripati Penyakit Kulit.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Gramedia

Widiasarana.

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Page 129: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

119

Sulastri, A. (2017). Dukungan keluarga Terhadap Penderita

Stroke. Jatinangor: UNPAD.

Sulastri, A. (2017). DUKUNGAN KELUARGA

TERHADAP PENDERITA STROKE . Jatinangor:

UNPAD.

Widiasih, R. (2016). KEBERFUNGSIAN SOSIAL ALUMNI

BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI

SOSIAL WANITA YOGYAKARTA (BPRSW)

PENERIMA PROGRAM SERTIFIKAT TAHUN

2013-2015. Yogyakarta: UIN Yogyakarta.

Widyastuti, R. J. (2015). PENGARUH SELF EFFICACY

DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP

KEMANTAPAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KARIR SISWA. 1-8.

Yadi Putra, M. T. (2017). Pengalaman Keluarga Dalam

Memberikan Dukungan Keluarga Pada Penderita

Kusta. Jurnal Ilmu Keperawatan, 1-14.

Zulkifli. (2003). Penyakit Kusta dan Masalah yang

Ditimbulkannya. Jurnal Kesehatan, 1-8.

Page 130: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

120

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Page 131: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

121

Page 132: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

122

Perubahan fisik yang terjadi pada penderita kusta di

Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota

Cirebon pada bagian kaki dan tangan

Page 133: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

123

Terdapat bercak merah pada bagian wajah penderita

kusta

Page 134: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

124

Page 135: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

125

Page 136: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

126

Page 137: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

127

Tempat tinggal keluarga penderita kusta di Kelurahan

Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon

Page 138: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

128

Page 139: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

129

Puskesmas Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota

Cirebon

Page 140: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

130

BIODATA PENULIS

Safri Sholehuddin, S.Kesos lahir di Kota Cirebon, Jawa Barat

pada 28 Mei 1998. Penulis lahir dari orang tua Hery Fajari dan Siti Rukayah sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis

menempuh pendidikan dimulai dari TK Pertiwi 2 (lulus tahun 2004). Melanjutkan pendidikan di SDN Pangrango (lulus tahun 2010). Melanjutkan pendidikan di SMPN 4 Kota Cirebon (lulus tahun 2013), dan SMAN 1 Kota Cirebon (lulus tahun 2016). Tahun

2016 diterima di Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Padjadjaran. Penulis

juga aktif di dunia organisasi, penulis terlibat secara aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial dan kepanitiaan yang ada di Fakultas. Dengan ketekunan,

motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha, penulis telah berhasil menyelesaikan

studi di Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial dalam waktu 3,5 tahun,

Soni A. Nulhaqim, adalah Dosen Departemen Kesejahteraan

Sosial FISIP Unpad. Beliau Lahir di Garut, 04 Februari 1968, Agama : Islam, Pekerjaan : Dosen Jurusan Kesejahteraan Sosial

FISIP Unpad. Alamat Kantor : FISIP Unpad, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Tlp. (022) 7796416 / Fax. (022)

7796974. Alamat Rumah : Komplek Borromeus - ST Yusup Blok C No 40 Cinunuk Bandung 30373, (022) 7830162 / HP.

O81322312268 Email: [email protected] dan [email protected]. Pendidikan SD, SMP, SLTA diselesaikan

di Bandung. Pendidikan Sarjana (S-1) Kesejahteraan Sosial Fisip Unpad, Lulus tahun 1993; Magister Sosiologi Kekhususan Kesejahteraan Sosial Pascasarjana

Universitas Indonesia, lulus tahun 2000; Doktor dalam Program Studi Ilmu Sosial Bidang

Kajian Utama Sosiologi-Antropologi Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Lulus tahun 2007, dengan judul Disertasi tentang Manajeman kolaborasi Konflik. Kepakaran beliau :

Kesejahteraan sosial/Pekerjaan Sosial dengan kajian Resolusi Konflik; Lanjut Usia serta Pemberdayaan Masyarakat, & Manajemen Pelayanan Manusia. Pengalaman pekerjaan

organisasi beliau sangat banyak, diantaranya Dosen Non Organik SESKOAD, tahun 2001 –

Page 141: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

131

2006; Dosen pascasarjana Universitas Padjadjaran tahun 2007 – sekarang; Dosen Luar

Biasa Program Pascasarjana Untag, tahun 2003 – sekarang; Pembantu Dekan III Fisip Unpad sejak tanggal 12 Januari 2006 sampai dengan 17 maret 2010; Staf Peneliti bidang

keahlian community development pada Pusat Penelitian Perencanaan Wilayah Kota ITB, tahun 1993 – 1995; Ketua II Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI) sejak 15

Desember 2016 sd saat ini; Pengarah Asosiasi Program Studi Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial di Indonesia,tahun 2016 s.d sekarang.

Pembantu Dekan I Fisip Unpad sejak tanggal 17 Maret 2010- 2015. Beliau pernah menjabat

sebagai Ketua Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia (IPPSI, melalui kongres VI di UIN Sunan Kalijaga, 11 april 2012) periode 2012 sd 2014; Wakil Ketua Ikatan Pendidikan

Pekerjaan Sosial Indonesia (IPPSI) Januari 2010–2012; Anggota Internasional Association of School Social Work (IASSW); Anggota Asia Pacific of Social Work Education (APASWE)

sejak tahun 2010 – sekarang; Ketua Tim Perumus AD/ART Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia pada Tanggal 16 -17 Maret 2011 di Universitas Airlangga Surabaya

Jatim; Ketua Tim Penyusun GBPP Mata kuliah Manajemen Organisasi Pelayanan Sosial untuk pendidikan Kesejahteraan Sosial di Indonesia 2011; Tim Perumus Mata Kuliah Inti

Pendidikan Kesejahteraan Sosial pada tahun 2010. Penelitian beliau Ketua Peneliti Penelitian Lanjutan tentang Model Resolusi Konflik Agraria Berbasis Komunitas Pada

Masyarakat Petani Tahun 2019. Hibah Simlitabmas. Kajian Efektivitas Anggaran Bantuan Sosial di dinas Sosial Kabupaten Bandung tahun 2019. Ketua Peneliti Model Resolusi Konflik

Agraria Berbasis Komunitas Pada Masyarakat Petani Tahun 2019. Ketua Peneliti

Monitoring dan Evaluasi Penerima Manfaat Bantuan Sosial di Dinas Sosial Kabupaten Bandung tahun 2019. Beberapa karya beliau Penulis pertama artikel tentang

Contemporary Social Problem: Agrarian Conflict pada jurnal Humanities & Social Sciences Reviews, tahun 2020 dengan penulis : Soni Akhmad Nulhaqim, Muhammad

Fedryansyah, Eva Nuriyah Hidayat, Dwi Astuti Wahyu Nurhayati. Scopus, Q1. Penulis Keempat artikel tentang Social Conflict in the Revitalisation Agenda for the Citarum Flood

Area, Tarumajaya Village, Kertasari SubDistrict, Bandung Regency di jurnal International Journal of Innovation, Creativity and Change, tahun 2020 dengan penulis : Neneng Widya

Amellia, Arry Bainus, Wawan Budi Darmawan, Soni A. Nulhaqim. Scopus Q1. Penulis kedua artikel tentang Indigenous Peoples, Empowerment and Self-Determination in Planning: A

Case Suku Anak Dalam in Indonesia, pada jurnal International Journal of Advanced Science

and Technology tahun 2020, dengan penulis : Suradi, Soni Akhmad Nulhaqim, Nandang Mulyana and Edi Suharto.Scopus Q3. Penulis kedua yang mewakili Indonesia dalam

Publikasi dalam bentuk buku yang ditulis oleh penulis dari 18 negara, dengan judul "SOCIAL WORK IN XXI CENTURY ST. Challenges for academic and professional training" yang

Page 142: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

132

diterbitkan oleh Dykinson e-Book, Madrid, Spanyol Tahun 2018 dengan penulis Fentiny

Nugroho, Soni Akhmad Nulhaqim, Fitriyah. Penulis pertama dalam Prosiding International Seminar on Research for Social Justice (Challange and Possibilities) Tahun 2018 dengan

judul artikel "Social Interaction In Housing For The Community With Low-Income (Comparative Study On Residents of Residence of Rancaekek Kencana, Residence of Santo

Borromeus and Residence of Permata Hijau of Bandung Regency)" dengan penulis Soni Akhmad Nulhaqim, Maulana Irfan, Muhammad Fedryansyah, Wandi Adiansah.

SANTOSO TRI RAHARJO, lahir di Bandung Jumat 5 Februari 1971. Penulis beralamat di Puri Cipageran Indah I Blok A-277,

RT.01/RW.26 Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. Alamat email: [email protected],

[email protected]. Riwayat pendidikan penulis

dimulai dari SDN Angkasa V Lanud Sulaiman Bandung lulus tahun 1984, SMPN 8 (SMPN 1) Margahayu Bandung lulus tahun tahun 1987,

SMAN 4 Bandung lulus tahun 1990. Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan S-1 Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-Univeristas Padjadjaran, kemudian

melanjutkan studi S-2 Sosiologi Kekhususan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia lulus tahun 2003, dan pada tahun 2013 menyelesaikan studi S-3 Sosiologi

Universitas Padjadjaran. Riwayat pekerjaan penulis dimulai sejak tahun 1998 diterima menjadi staf pengajar Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Tahun 2007-2011 pernah

menjabat Kepala Laboratorium Kesejahteraan Sosial, dan sejak tahun 2011-2014 dipercaya sebagai sekretaris Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-UNPAD. Kemudian di tahun

2014-2015 mengembah amanah menjadi Koordinator Program Studi Sarjana Kesejahteraan Sosial FISIP-UNPAD. Tahun 2016-2017 menjabat Wakil Dekan I Bidang

Akademik Kemahasiswaan Kerjasama dan Inovasi. Selain itu penulis juga aktif sebagai

anggota Dewan Pembina di LSM Bahana Karya Insani. Saat ini Penulis menjabat Kepala Pusat Studi (Pusdi) CSR, Kewirausahaan Sosial & Pengembangan Masyarakat FISIP Unpad.

Pernah memperoleh penghargaan ‘Satyalencana Kesetiaan 10 tahun’ dari Presiden RI tahun 2012. Beberapa karya penulis lainnya antara lain ‘No Nganggur No Cry’, tahun 2009

(menulis bersama), Penerbit Oase Bandung; ‘Dasar-dasar Pekerjaan Sosial’, tahun 2010 (menulis bersama), Penerbit: Mitra Padjadjaran Bandung; ‘Social Enterprise, Social Entrepreneurship, and Corporate Social Responsibility’, tahun 2011 (menulis bersama), Penerbit Mitra Padjadjaran; ‘Relasi Dinamis Antara Perusahaan dengan Masyarakat Lokal’,

tahun 2013 Penerbit Unpad Press; ‘Pengantar Pekerjaan Sosial’(menulis bersama), tahun

Page 143: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

133

2015, Unpad Press. ‘Dasar Pengetahuan Pekerjaan Sosial”, tahun 2015 Penerbit Unpad

Press. “Pekerjaan Sosial Generalis, Suatu Pengantar Bekerja Bersama Organisasi dan Komunitas”, tahun 2015 Penerbit Unpad Press. ‘Self Driving Learning System’: Model

Pembelajaran Terpadu, Mandiri dan Memandirikan, 2015 Penerbit Unpad Press

---------------------

Page 144: KELUARGA & PENDERITA KUSTA

9 7 8 - 6 2 3 - 2 9 7 0

978-623-297-002-1