kelaianan tmj

16
Kelaianan TMJ Penyakit ini sering dijumpai pada sebagian besar orang dewasa, sepertiga orang dewasa melaporkan adanya satu atau lebih tanda-tanda dari gangguan pada daerah TMJ yang meliputi rasa sakit pada rahang, leher, sakit kepala dan bunyi kliking pada sendi mandibula. Kelainan TMJ ada beberapa jenis yaitu diantaranya ankilosis, dislokasi mandibula, hiperplasia kondilus, hipoplasia kondilus dan fraktur kondilus. Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan yang mengganggu sendi temporomandibular, otot pengunyah, dan struktur terkait yang mengakibatkan gejala umum berupa nyeri dan keterbatasan membuka mulut. 2 Biasanya pada praktek umum (general practitioner) pasien dengan gangguan ini mengeluhkan gejala yang eprsisten atau nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri pada gangguan temporomandibular disertai suara click pada sendi rahang dan keterbatasan membuka mulut. 2 Sekitar 60-70% populasi umum mempunyai setidaknya satu gejala gangguan temporomadibualr. 2 Tetapi, hanya seperempatnya yang menyadari adanya gangguan tersebut. 2 Lebih jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang dengan satu atau dua gejala gangguan temporomandibular yang pergi ke dokter. 2 Kelainan ini paling banyak dialami perempuan (1:4), dan sering terjadi pada awal masa dewasa. 2 Nyeri yang dirasakan pada persendian ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor seperti, penggunaan yang berlebihan pada

Upload: nia-wahyuni

Post on 19-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Kelaianan TMJ Penyakit ini sering dijumpai pada sebagian besar orang dewasa, sepertiga orang dewasa melaporkan adanya satu atau lebih tanda-tanda dari gangguan pada daerah TMJ yang meliputi rasa sakit pada rahang, leher, sakit kepala dan bunyi kliking pada sendi mandibula. Kelainan TMJ ada beberapa jenis yaitu diantaranya ankilosis, dislokasi mandibula, hiperplasia kondilus, hipoplasia kondilus dan fraktur kondilus. Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan yang mengganggu sendi temporomandibular, otot pengunyah, dan struktur terkait yang mengakibatkan gejala umum berupa nyeri dan keterbatasan membuka mulut.2 Biasanya pada praktek umum (general practitioner) pasien dengan gangguan ini mengeluhkan gejala yang eprsisten atau nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri pada gangguan temporomandibular disertai suara click pada sendi rahang dan keterbatasan membuka mulut.2Sekitar 60-70% populasi umum mempunyai setidaknya satu gejala gangguan temporomadibualr.2 Tetapi, hanya seperempatnya yang menyadari adanya gangguan tersebut.2 Lebih jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang dengan satu atau dua gejala gangguan temporomandibular yang pergi ke dokter.2 Kelainan ini paling banyak dialami perempuan (1:4), dan sering terjadi pada awal masa dewasa.2Nyeri yang dirasakan pada persendian ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor seperti, penggunaan yang berlebihan pada daerah yang bersangkutan, contohnya adalah pada individu yang mempunyai kebiasaan buruk mengerat gigi (bruxism), sering menguap, mengunyah cenderung pada satu sisi. Hal ini menyebabkan pemberian beban yang terus menerus pada daerah persendian. Faktor lain yang terlibat adalah faktor maloklusi gigi terutama pertumbuhan gigi geraham belakang yang tidak normal dapat menyebabkan desakan yang terus menerus serta adanya kelainan anatomi rahang dapat berakibat menimbulkan rasa nyeri pada TMJ. Penggunaan berlebih pada diskus dan ligament-ligamen yang berhubungan dengan TMJ dapat menyebabkan fleksibilitas pada discus dan ligament tersebut menurun, dan bila tidak ditanggulangi dan terus berlanjut akan menyebabkan inflamasi yang berakhir pada rupture discus dan ligament yang akan menimbulkan sensasi nyeri pada individu. Selain terjadinya inflamasi pada discus, dapat pula terjadi inflamasi dari otot akibat hiperfungsi dari system musculoskeletal yang akan menimbulkan nyeri juga. Sensasi nyeri juga dapat timbul oleh karena adanya iskemi lokal yang disebabkan karena hiperfungsi dari kontraksi otot yang mengakibatkan mikrosirkulasi tidak adekuat. Hal ini akan menyebabkan nutrisi pada jaringan akan berkurang sehingga menyebabkan iskemik pada jaringan tersebut yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Persendian pada temperomandibular ini sama seperti persendian di daerah tubuh lainnya, dimana dapat juga terjadi hal-hal seperti osteoarthritis, rheumatoid arthritis dan jenis-jenis inflamasi lainnya didaerah persendian ini yang akan menimbulkan sensasi nyeri juga. Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi yang diakibatkan gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun dengan karakteristik sinovitis erosif simetris sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik hilang timbul dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan persendian dan deformitas sendi progresif yang berakhir pada disabilitas. Faktor Risiko Gangguan Temporomandibular7Kelainan TMJ paling sering pada wanita dengan usia berkisar 30-50 tahun. Faktor resiko lain: Jaw clenching Teeth grinding (bruxism) Rheumatoid arthritis Fibromialgia Trauma wajah dan rahang Kelainan congenital pada tulang wajahJenis dan Gejala Gangguan TemporomandibularAda tiga gangguan tempotomandibular yang tesering, yaitu nyeri miofasial, internal2 dearrangement, dan osteoartrosis. 2 Nyeri miofasial adalah gangguan yang tersering ditemukan.2 Adapun gejala lain yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:5,6 Nyeri pada telinga Kekakuan atau nyeri pada otot rahang Nyeri pada daerah pipi Bunyi pada rahang Keterbatasan pergerakan pada rahang Lock jaw Nyeri kepala yang sering Kekakuan pada otot wajah dan leher, daerah preaurikuler Asimetris dari wajah Maloklusi Kronik postural head tilting

Gambar 2.2: Terdapat kasus dimana pasien ini mengalami kelainan TMJ. Pada titik A dan C pasien mengalami kekakuan otot. Pada point B dan D pasien mengalami kelemahan otot dan stretched out. 7Diagnosis TMJAnamnesis, Meliputi personal data, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat kesehatan dan riwayat kesehatan gigi dan mulutnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa gejala dari kelainan temporomandibular dapat berasal dari gigi dan jaringan periodontal, maka harus dilakukan pemeriksaan secara seksama pada gigi dan jaringan periodontal. Selain itu, perlu ditanyakantentang perawatan gigi yang pernah didapatkan, riwayat penggunaan gigi palsu dan gigi kawat.Keluhan utama pada pasien dengan, diantaranya : Pasien akan merasakan nyeri pada darah TMJ, rahang atau wajah Nyeri dirasakan pada saat membuka mulut Keluhan adanya clicking soundspada saat menggerakan rahang Kesulitan untuk membuka mulut secara sempurna Sakit kepala Nyeri pada daerah leher dan pungggung

Pemeriksaan fisik1. Inspeksi :Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu diperhatikan gigi,sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala dan wajah. Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang bawahnya. Terkadang pasien memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama interview seperti bruxism.2. Palpasi : Masticatory muscle examination:Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri pada dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan daerah kepala.a. Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior, media, dan posterior.b. Zygomatic arch(arkus zigomatikus).c. Masseter muscled. Digastric musclee. Sternocleidomastoid musclef. Cervical spineg. Trapezeus muscle, merupakanMuscular trigger pointserta menjalarkan nyeri ke dasar tengkorang dan bagian temporalh. Lateral pterygoid musclei. Medial pterygoid musclej. Coronoid process Muscular Resistance Testing:Tes ini penting dalam membantu mencari lokasi nyeri dan tes terbagi atas 5, yaitu :a. Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang inferior m.pterigoideus lateral)b. Resistive closing(sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus medial)c. Resistive lateral movement(sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral dan medial yang kontralateral)d. Resistive protrusion(sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral)e. Resistive retrusion(sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior m. temporalis)

Pemeriksaan tulang belakang dan cervical: Dornan dkk memperkirakan bahwa pasien dengan masalah TMJ juga memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan bermotor kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal maupun TMJ.

Evaluasi pada cervikal dilakukan dengan cara :a. Menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian dokter menilai apakah terdapat asimetris kedua bahu atau deviasi leherb. Menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk melihat postur leher yang terlalu ke depanc. Menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi, dimana pasien seharusnya mampu untuk memutar kepala sekitar 80 derajat ke setiap sisi.d. Menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke bawah (fleksi), normalnya pergerakan ini sekitar 60 derajate. Menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan, normalnya pergerakan ini 45 derajat.3. Auskultasi :Joint soundsBunyi sendi TMJ terdiri dariclickingdankrepitus.Clickingadalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut, bahkan keduanya. Krepitus adalah bersifat difus, yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut bahkan keduanya. Krepitus menandakan perubahan dari kontur tulang seperti pada osteoartrosis. Clicking dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyiclickyang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ clickingsulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan stetoskop.4. Range of motion:Pemeriksaan pergerakan Range of Motion dilakukan dengan pembukaan mulut secara maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya lembut tanpa bunyi atau nyeri.Mandibular range of motiondiukur dengan :-Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)-Lateral movement-Protrusio movement

Pemeriksaan penunjang seperti foto roentgen atau MRIMenggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan, yang harus diperhatikan antara lain:- Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan- Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat.- Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.- Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.- Perubahan patologis yang dapat terlihat padacondylediantaranyaflattening, lipping.

Terapi Tatalaksana yang memiliki karakteristik seperti itu antara lain edukasi, self-care, terapi fisik, terapi intraoral, farmakoterapi jangka pendek, terapi perilaku, dan teknik relaksasi.81. Edukasi dan informasiAnsietas pada pasien turut berperan dalam progresifitas penyakit yang akan mengarah kepada nyeri yang hebat dan kehilangan fungsi.1-5 Menjelaskan darimana rasa sakit berasal dan karakteristik dari gejala yang dirasakan pasien akan mengurangi ansietas pada pasien. Edukasi menjadi dasar dari aktivitas perawatan diri yang pasien dapat lakukan untuk mengontrol gejala.5 Edukasi dan informasi ini harus dilakukan secara bertahap dan tidak terburu-buru. Edukasi dan informasi ini juga akan membantu pasien untuk mengetahui penggunaan rahangnya secara tepat dan benar. Pasien harus turut ikut berperan dalam melawan stress dan penyakit yang dideritanya. 2. Self-care dan perubahan kebiasaan pasienPasien harus mulai menghentikan kebiasaan penggunaan rahangnya yang tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari (seperti menggertakkan gigi, posisi rahang, ketegangan otot rahang, berpangku tangan pada rahang, dan lain-lain). Kebiasaan-kebiasaan tersebut akan memberikan beban pada rahang sehingga memperberat penyakit. Perubahan pada kebiasaan tersebut akan mengurangi nyeri yang diderita pasien dan progresifitas penyakit. Pasien disarankan untuk mengalihkan perhatiannya ke kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik (tidak memberi beban pada rahang). Pasien juga dianjurkan untuk mengistirahatkan rahangnya bila sakit, mengompres dingin rahang pasien selama 10 menit setiap 2 jam pada serangan akut.53. FisioterapiBerdasarkan penilitian, fisioterapi terbukti lebih baik daripada placebo walaupun tidak ditemukan perbedaan dari berbagai fisioterapi yang dilakukan.5 Baik terapi pasif maupun aktif umumnya terdapat pada fisioterapi. Terapi postur direkomendasikan untuk menghindari posisi yang dapat mempengaruhi posisi mandibula dan otot mastikasi (seperti kepala maju ke depan).5 Modalitas pasif seperti ultrasound, laser dan transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) biasa digunakan untuk memulai fisioterapi dengan tujuan mengurangi nyeri dan membantu penyembuhan pasien.5 TENS menggunakan tegangan listrik rendah bifasik dalam berbagai frekuensi yang mempunyai efek counterstimulation dari saraf sensorik untuk mengontrol nyeri.5 Terapi ultrasound dapat menghasilkan panas yang ditransmisikan ke dalam jaringan sehingga lebih efektif daripada penghangatan dari luar. Latihan gerak dilakukan adalah latihan gerak peningkatan jangkauan gerak rahang, penarikan pasif untuk meningkatkan gerakan mandibula dan pelatihan isotonik dan isotmetrik. Latihan membuka dan menutup mulut dalam satu garis lurus di depan kaca atau lidah menempel pada palatum merupakan latihan membuka mulut yang umum dilakukan pada fisioterapi. Pilihan dari terapi ini bersifat individual dan ilmu fisioterapi ini masih belum begitu berkembang.54. Penggunaan alat-alat intraoralPenggunaan alat intraoral seperti splints, orthotics, orthopedic appliances, bite guards, nightguards atau bruxing guards biasa digunakan dalam terapi kelainan temporomandibular.5 Alat-alat ini biasa digunakan dokter gigi untuk melakukan terapi pada pasien mereka. Alat-alat ini memiliki banyak desain dan terbuat dari berbagai material, namun yang paling sering digunakan adalah splint yang berbentuk flat-plane yang terbuat dari acrylic keras. Splint ini digunakan untuk meningkatkan stabilitas sendi, melindungi gigi, meratakan tekanan, merelaksasi otot elevator dan mengurangi bruxism.5 Splint ini juga didesain untuk menghindari perubahan posisi rahang. Penggunaan alat-alat medis ini harus dievaluasi seiring dengan kemungkinan terjadinya perubahan postur mandibula. Pada awal terapi, alat ini harus digunakan saat tidur dan saat bekerja, hal ini harus dimonitor untuk menentukan saat-saat paling efektif dari penggunaan alat ini. Untuk menghindari perubahan oklusi, alat ini tidak boleh digunakan terus menerus.5. FarmakoterapiAnalgesik ringan, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), antiansietas, antidepresan trisiklik dan pelemas otot adalah obat-obat yang biasa digunakan untuk mengobati kelainan temporomandibular.3,5 Di dalam penelitian, penggunaan benzodiazepine kerja panjang seperti klonazepam akan mengurangi nyeri pada kelainan temporomandibular.5 Opiod dicadangkan untuk nyeri kronik yang kompleks. Terapi medikasi pada kelainan kelainan temporomandibular mengikuti prinsip umum terapi analgesik untuk nyeri dan diberikan dengan metode fixed-dose.5 AINS (antiinflamasi nonsteroid) lazim digunakan untuk mengendalikan nyeri pada terapi kelainan temporomandibular. Golongan AINS yang dapat digunakan antara lain penghambat enzim siklooksigenase-2 seperti celecoxib dan rofecoxib (efek analgesic sama dengan golongan penghambat COX nonspesifik, tetapi efek samping gastrointestinal berkurang); ibuprofen (400 mg 4 kali sehari); naproxen; diklofenak dan nabumetone. Penghambat COX-2 harus diberikan selama 2 minggu dengan metode fixed-dose untuk menilai efektivitas terapi. Selain itu, dapat juga digunakan secara topical, seperti diklofenak yang telah dikemas dalam bentuk jel atau krim capsaicin (0.025%-0.075%) yang digunakan empat kali sehari. Namun, capsaicin memiliki efek samping rasa terbakar sehingga membatasi kegunaannya. Anti ansietas berguna terutama saat eksaserbasi akut nyeri otot, obat ini digunakan pada malam hari untuk menghindari efek sedasinya dan potensi ketergantungan menghambat penggunaan obat ini dalam jangka panjang.Penggunaan obat pelemas otot seperti carisoprodol, methocarbamol, derivat trisiklik cyclobenzaprine terbukti efektif mengurangi nyeri dengan cara menginhibisi interneuron dan kerja sistem saraf pusat. Karena efek sedasinya, pelemas otot juga digunakan pada malam hari. Antidepresan trisiklik, terutama amitriptilin, telah terbukti efektif dalam mengatasi nyeri orofasial kronik. Pada dosis rendah, amitriptilin memiliki efek analgesik, efek sedasi dan merangsang tidur nyenyak; semua efek ini dapat berguna bagi pasien. Namun, efek antikolinergik yang dimiliki obat ini (mulut kering, peningkatan berat badan, sedasi dan euphoria) menyebabkan obat ini tidak disukai. Dosis dapat dimulai dari 10 mg pada malam hari dan dapat ditingkatkan sampai 75-100 mg, tergantung dari toleransi pasien. 6. Terapi perilaku dan teknik relaksasi5Mengabungkan terapi perilaku dan teknik relaksasi telah terbukti efektif dalam mengatasi nyeri kronik. Teknik-teknik yang telah digunakan pada pasien dengan kelainan temporomandibular antara lain teknik relaksasi, biofeedback, hipnosis dan terapi perilaku-kognitif. Teknik relaksasi secara umum menurunkan aktivitas simpatis dan (mungkin) kesadaran. Metode relaksasi dalam meliputi autogenic training, meditasi dan relaksasi otot progresif. Teknik-teknik ini ditujukan untuk menghasilkan sensasi menyamankan tubuh, menenangkan pikiran dan menurunakan tonus otot. Metode singkat untuk relaksasi menggunakan relaksasi swa-kontrol, teknik pengendalian frekuensi pernafasan (paced breathing), dan pernafasan dalam. Hipnosis menghasilkan keadaan fokus pikiran yang terseleksi atau difus sehingga dapat memicu relaksasi. Hipnosis sangat tergantung dari pasien dan tidak berkaitan dengan peningkatan produksi endorfin, sementara pengaruhnya terhadap produksi katekolamin belum diketahui.Terapi perilaku-kognitif, yang seringkali meliputi teknik relaksasi, mengubah pola pikir yang negatif. Hipnosis dan terapi perilaku-kognitif diperkirakan bekerja dengan menghambat nyeri untuk memasuki alam sadar dengan mengaktifkan sistem atensi limbic frontal yang menghambat transmisi impul listrik dari thalamus ke korteks serebri. Biofeedback adalah metode terapi yang menyediakan umpan balik secara bersinambung, umumnya dengan memantau aktivitas listrik otot dengan elektroda permukaan atau memantau suhu perifer. Alat pemantau ini memberikan informasi fisiologis kepada pasien, sehingga pasien dapat mengubah fungsi fisiologis untuk menghasilkan respons yang serupa dengan terapi relaksasi. Dengan kata lain, pasien melakukan terapi relaksasi yang ditujukan untuk menurunkan aktivitas listrik otot atau meningkatkan suhu perifer.Hambatan yang seringkali ditemui dalam pelaksanaan modalitas ini adalah protokol standar pelayanan medis yang seringkali mengabaikan isu psikososial dan hal-hal yang dialami pasien selama sakit. Selain itu, terapi ini seringkali time-intensive dan tidak dicakup dalam asuransi kesehatan.7. Trigger point therapy5Trigger point therapy menggunakan dua modalitas, yaitu mendinginkan kulit di atas otot yang terlibat dan kemudian merentangkannya; dan suntikan anestesi lokal langsung ke dalam otot.Terapi semprot dan regang (spray and stretch) dilakukan dengan mendinginkan kulit dengan fluoromethane (spray pendingin) dan dengan lembut meregangkan otot yang sakit. Tindakan pendinginan ini dilakukan dengan tujuan memungkinkan peregangan dil;akukan tanpa rasa sakit, yang akan memicu reaksi kontraksi atau strain. Pasien yang merespons modalitas ini dapat menggunakan variasi lain seperti menghangatkan otot tersebut, kemudian dengan cepat medinginkannya dan setelah itu dengan lembut meregangkan otot yang sakit.Injeksi titik picu (trigger point) intramuskular dilakukan dengan menyuntikkan zat anestesi lokal, cairan fisiologis, atau air steril atau dry needling tanpa memasukkan cairan atau obat. Metode yang dianjurkan untuk injeksi titik picu intramuskular adalah prokain yang diencerkan sampai 0.5% dengan cairan fisiologis karena toksisitas terhadap otot rendah. Selain itu, dapat pula digunakan lidokain 2% (tanpa vasokonstriktor). Sampai saat ini belum ada protokol yang mengatur pemberian injeksi titik picu ini, tetapi umumnya suntikan diberikan pada sekelompok otot setiap minggu selama 3-5 minggu. Jika respons terhadap terapi tidak adekuat, terapi ini harus segera dihentikan.