kekuasaan keluarga di wajo, sulawesi selatan

27
Kekuasaan Keluarga di Wajo, Sulawesi Selatan Andi Faisal Bakti Pendahuluan Dalam bab ini saya mengamati posisi kaum bangsawan di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, semenjak akhir pemerintahan Orde Baru hingga pemilihan umum tahun 2004. Secara khusus saya ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: (1) Sejauh mana kekuasaan pemerintah menjadi tertanam dalam kekuasaan keluarga bangsawan di zaman Orde Baru yang lalu? Keluarga yang mana saja yang terlibat dan bagaimana mereka menggunakan kekuasaan itu? (2) Apa impak Reformasi dan otonomi daerah di Wajo? Perubahan-perubahan apa saja yang bisa dilihat? (3) Apa pengaruhnya hasil pemilu 2004 pada posisi-posisi para bangsawan? (4) Akhirnya, perubahan seperti apakah yang terjadi dalam struktur kekuasaan daerah di antara periode akhir Orde Baru dan tahun 2004? Christian Pelras (1976:314) menganalisis penguasa tradisional di Wajo pada tahun 1960-an. Dia menyimpulkan bahwa kaum bangsawan akan tetap berkuasa, meskipun dalam bentuk yang berbeda dengan yang ada di masa lampau. Demikian juga Burhan Magenda (1989:891-2) menekankan terutama untuk Sulawesi Selatan, tetap bertahannya kaum bangsawan setempat dalam aparat pemerintahan (pamong praja). Fakta bahwa pamong praja telah menjadi penunjang kaum bangsawan setempat tidak mengherankan mengingat birokrasi daerah tidak lain merupakan perkembangan dari birokrasi turun temurun berbagai teritori yang memerintah sendiri sejak masa kolonial. Reformasi desentralisasiyang terjadi pada tahun 1938 telah mengakibatkan perluasan

Upload: adistiara-herwinanda

Post on 23-Jul-2015

242 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Kekuasaan Keluarga di Wajo, Sulawesi Selatan

Andi Faisal Bakti

Pendahuluan

Dalam bab ini saya mengamati posisi kaum bangsawan di Kabupaten Wajo, Sulawesi

Selatan, semenjak akhir pemerintahan Orde Baru hingga pemilihan umum tahun 2004.

Secara khusus saya ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: (1) Sejauh mana kekuasaan

pemerintah menjadi tertanam dalam kekuasaan keluarga bangsawan di zaman Orde

Baru yang lalu? Keluarga yang mana saja yang terlibat dan bagaimana mereka

menggunakan kekuasaan itu? (2) Apa impak Reformasi dan otonomi daerah di Wajo?

Perubahan-perubahan apa saja yang bisa dilihat? (3) Apa pengaruhnya hasil pemilu

2004 pada posisi-posisi para bangsawan? (4) Akhirnya, perubahan seperti apakah

yang terjadi dalam struktur kekuasaan daerah di antara periode akhir Orde Baru dan

tahun 2004?

Christian Pelras (1976:314) menganalisis penguasa tradisional di Wajo pada tahun

1960-an. Dia menyimpulkan bahwa kaum bangsawan akan tetap berkuasa, meskipun

dalam bentuk yang berbeda dengan yang ada di masa lampau. Demikian juga Burhan

Magenda (1989:891-2) menekankan terutama untuk Sulawesi Selatan, tetap bertahannya

kaum bangsawan setempat dalam aparat pemerintahan (pamong praja). Fakta bahwa

pamong praja telah menjadi penunjang kaum bangsawan setempat tidak

mengherankan mengingat birokrasi daerah tidak lain merupakan perkembangan dari

birokrasi turun temurun berbagai teritori yang memerintah sendiri sejak masa kolonial.

Reformasi desentralisasiyang terjadi pada tahun 1938 telah mengakibatkan perluasan

birokrasi turun-temurun, membuahkan kesempatan mengenyam pendidikan yang

lebih luas dan semakin bertambahnya jumlah kaum bangsawan (Burhan Magenda

1989:896). Mengacu pada apa yang terjadi di Filipina, Ben Anderson (1988) melukiskan

491

Page 2: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Andi Faisal Baku

apa yang dinamakan cacique democracy, di mana sebuah oligarki yang berdiri kokoh

bekerja sama dengan mesin pengatur negara yang sangat sentral. Anderson

menunjukkan bagaimana orang-orang penting Filipina belajar memanipulasi politik

pemilihan selama kepemimpinan Marcos. Dalam halaman-halaman berikut saya akan

menjelaskan bagaimana kaum elit bangsawan di Wajo berusaha bertahan dengan

menerapkan berbagai strategi coerseductive" pada saat sis tern politik yang selama ini

biasa bagi mereka itu mulai berubah.

Peran kaum bangsawan Wajo di zaman Orde Baru lalu

Pada akhir tahun 1980-an seorang anggota kelompok bangsawan melakukan berbagai

penyesuaian untuk mengembalikan dinasti yang solid yang pernah memerintah di

Wajo.2 Tindakan ini adalah inisiatif seorang politisi senior Wajo yang memiliki latar

belakang militer. Saya sebut dia Puang, istilah yang digunakan untuk menyebut orang

Bugis yang masih berdarah bangsawan. Dia dilahirkan di Sengkang pada tahun 1942

dalam sebuah keluarga bangsawan. Pada tahun 1965, setelah lulus SMA, dia masuk

angkatan darat. Saat itulah dia merintis karier pemerintahan di Sulawesi Selatan. Dia

menikah dengan putri seorang bangsawan, tuan tanah sekaligus pemilik peternakan

dari Gilirang dan dikarunia empat orang anak. Pada tahun 1995 dia naik pangkat

menjadi kolonel. Sang Puang memulai karier politiknya pada tahun 1987 dengan

masuk Golkar sebagai anggota Wanhat Golkar (Dewan Penasehat Golkar). Pada

tahun yang sama dia menjadi anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD)

Wajo. Tahun 1993 dia diangkat sebagai pemimpin cabang daerah Golkar dan ketua

DPRD Wajo, jabatan yang diembannya hingga tahun 2004 ketika dia akhirnya diangkat

sebagai kepala daerah.

Meskipun dia memperoleh jabatan itu berkat masuk militer dan melalui Partai

Golkar, dia juga menggunakan serta menggalang jaringan dari para koneksi keluarga.

Dia menunjuk kerabat untuk menduduki jabatan birokratif yang strategis, "basah" dan

menguntungkan. Melalui Jalurjati (jalur, arah atau jalan, yang mengacu ke Jalan

1 Silogisme antara memaksa dan menggoda, sebuah konsep komunikasi yang diperkenalkan oleh ReneJean Ravault (1985, 1986)

2 Pada tahun 2002 Wajo berpenduduk 359.326 orang yang tersebar di 176 desa dan kota-kota kecil (BPSWajo 2002).

492

Page 3: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Kekuasaan Keluarga di Wajo

u^ jalan tempat rumah dinas ketua DPRD itu berada), orang memperoleh jabatan

atau kenaikan pangkat, dan para anggota keluarga muncul sebagai birokrat-birokrat

yangberkuasa.

Puang telah merintis jalan untuk menjadi pemknpin keluarga sejak tahun 1983

ketika dia (hingga tahun 1988) masih bertugas di bagian keamanan di kantor wilayah

Wajo. Dia berhasil menunjuk saudara-saudara laki-laki dan para kerabat lain untuk

menduduki berbagai posisi yang berbeda-beda di kantor wilayah itu. Pada tahun

1989 dia menunjukkan ambisinya menjadi kepala daerah, namun akhirnya dia

memutuskan berkonsentrasi pada karier militer.

Pada tahun 1993 sang Puang menegakkan kembali kekuatannya ketika saudara

laki-lakinya diangkat sebagai Asisten II Kepala Daerah untuk Bagian Ekonomi dan

Pembangunan saat dia bertugas menangani berbagai anggaran proyek pembangunan.

Kedudukan itu dianggap menguntungkan karena penjabatnya bisa menentukan harga

dan anggaran serta menyetujui berbagai alokasi proyek dan mempercayakannya kepada

para kontraktor. Kedua asisten lainnya (asisten satu dan tiga) juga mempunyai hubungan

darah dengan Puang. Meskipun keduanya tidak langsung mengatur keuangan, namun

tanda tangan mereka sangat dibutuhkan untuk menyetujui berbagai proyek. Karena

ketiga asisten itu merupakan kerabat Puang semua, deal selalu bisa dilakukan dengan

mulus.

Pada tahun 1998, saat dia menjadi ketua dewan perwakilan rakyat daerah, dia

mengadu nasib lagi untuk meraih jabatan bupati namun dalam pemilihan dikalahkan

oleh seorang anggota Golkar yang bukan dari golongan bangsawan dan didukung

secara nnansial oleh pemerintah pusaL

Bupati yang baru, bagaimanapun, tidak berperan besar dalam politik di Wajo

karena dia akhirnya berada di bawah bayangan sang Puang. Meskipun kalah dalam

pemilihan, namun pada tahun-tahun antara tahun 1998-2004 dia berusaha

memperkuat posisinya karena birokrat pendukung yang masih kerabat semakin

banyak. Beberapa kepala bagian, camat, dan lurah diangkat melalui Jalur Jati. Posisi

Puang tampak tidak tertandingi lagi, dan karena kekuasaannya semakin besar, banyak

Hal itu juga mencerminkan Jalan Cendana, sebuah jalan di Jakarta di mana Suharto dan keluarganya tinggal, yang juga dinamai scperti nama pohon.

493

Page 4: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Andi Faisal Bakti

pemimpin terkemuka Wajo menyatakan bahwa mereka masih familinya.4 Posisi penting-

dibagi-bagikan kepada para kerabat bangsawannya dan mereka yang dekat dan loyal

padanya. Sementara itu, kaum bangsawan yang tidak bisa menggunakan Jalur ]ati

sangat kecil kemungkinannya untuk dipromosikan. Sebagaimana dikatakan oleh seorang

responden, "Kami tahu bahwa ^Jalur Jati' adakh jalan untuk memperoleh pekerjaan,

namun kami tidak tahu siapa yang mesti dihubungi. Dan, kalau kami keliru dalam

melakukannya, kami tidak bakal dapat pekerjaan dan justru kehilangan uang sogokan

pula. Itu risikonya".

Saudara laki-laki Puang yang lain bertugas sebagai Kepala Bagian Pedengkapan,

sebuah posisi yang juga menguntungkan. Urusannya adalah menentukan belanja

berbagai perlengkapan (pesawat televisi, komputer, overhead projector, radio, mesin

faks, mesin ketik), berbagai peralatan, kendaraan, alat tulis, mebel (meja, kursi,

bangku), pakaian, kado, dan sebagainya. Sebagaimana yang terjadi di kabupaten-

kabupaten lainnya di Indonesia, mark-up atau duplikasi kuitansi pembelian

merupakan praktik yang sudah umum dilakukan, dan ketika pemeriksaan dilakukan,

inspekturnya disogok dengan dibelikan tiket pesawat, diberi voucherhotel, atau uang

yang ditransfer ke rekening salah satu anggota keluarga. Praktik lainnya adalah

menyediakan Surat Perjanjian Dinas atau SPD palsu yang menyatakan bahwa

inspektur pemeriksa telah melakukan pemeriksaan di wilayah tersebut, yang

memungkinkan mereka menuntut bonus perjalanan dari para supervisor tanpa harus

meninggalkan kantor mereka. Kepala Bagian Perlengkapan bekerja sama dengan

kepala Bagian Ekonomi dan Sub-bagian Manajemen Keuangan dan Belanja Daerah

(BPKBD), yang semuanya masih kerabat dekat Puang. Kantor dinas yang dianggap

sehat, misalnya pertanian (paling kaya), pajak (kaya nomor dua), transportasi,

pertanahan, dan informasi/komunikasi, maupun perhutanan dan

Terminologi kekeluargaan Bugis mulai dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung, lalu saudara sepupu pertama, kedua, dan ketiga. Saudara keempat dan kelima dianggap kerabat. Anak-anak saudara sepupu ini disebut keponakan dan cucu-cucu mereka juga disebut cucu, dan seterusnya. Ayah dari para keponakan disebut paman, dan ibu mereka bibi, dan cucu mereka juga disebut cucu. Jadi sis tern ikatan keluarga memungkinkan lingkaran kekerabatan yang sangat luas. Referensi lebih lanjut mengenai keluarga Bugis bisa dilihat dalam buku Miller (1989), Pelras (1976, 1996, 2000), Mattulada (1974), dan Andi Faisal Bakti (2004). Sebagai contoh cara orang Bugis memperluas kekuasaan di Johor-Riau, baca buku L. Andaya (1995).

494

Page 5: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Kekuasaan Keluarga di Wajo

konservasi tanah dipimpin oleh para saudara sepupu Puang.5 Selain itu, 10 dari 14

camat yang ada adalah kaum bangsawan, dan semua menyatakan diri masih ada

hubungan darah dengan Puang. Empat di antaranya bukan bangsawan, namun

memiliki hubungan dekat dengan Puang berkat kerabat mereka.6 Sejak tahun 1988

Puang telah memperoleh dukungan dari para bangsawan dan anggota Golkar

nonbangsawan yang berpendidikan tinggi. Para kerabatnya termasuk wakil ketua,

sekretaris dua, dan bendahara Golkar cabang Wajo. Tiga dari lima kepala bagian pasti

masih kerabatnya sementara itu salah satu saudari iparnya menjabat kepala bagian

Peranan Wanita. Selain para kerabat, kroni yang kaya raya juga dimasukkan sebagai

wakil sekretaris dan bendahara satu dan dua. Bagian-bagian lain dipimpin oleh

teman-teman dekatnya.

Meskipun para bangsawan itu menjadi minoritas dalam Golkar, mereka masih

memegang posisi-posisi strategist Golongan nonbangsawan membentuk mayoritas

dalam dewan perwakilan rakyat daerah Wajo, yang sebagian besar sedang kuliah di

Universitas Hasannudin, Makassar. Sebagai mahasiswa, banyak di antaranya aktif

dalam organisasi seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia), Mahasiswa

Muhammadiyah, atau PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Biasanya,

karena menjadi anggota organisasi, para mahasiswa juga

Dalam lingkungan nondcpartemen, sepupu Puang mcngepalai Pcrusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di mana dana biasanya juga mengucur ke dalam. Anehnya, Depot Logistik (DOLOG yang dulunya bemama BULOG), bagian yang sangat lukratif yang menangani produk-produk pertanian khususnya bcras, dipimpin oleh seseorang yang bukan anggota keluarga Puang. Seorang responden menjclaskan: 'Kepala DOLOG itu orang Jawa dan kemungkinan besar ditempatkan di sana oleh pemerintah pusat\ Dari 176 lurah/ kepala desa, 59 di antaranya adalah bangsawan dan kerabat Puang. Sama-sama memerintah suatu unit desa, lurah mengepalai desa yang lebih maju. Seorang kepala desa dituntut memiliki ijazah SMA, lurah dituntut memiliki gelar akademik, terutama dari akademi milik pemerintah, misalnya, Akademi Pemerintahan Dalam Negeri atau APDN. Salah satu akademi ini dulu tcrdapat di Makassar, sebelum dipindahkan ke Bandung dan diberi status sekolah tinggi, menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Kebanyakan lurah termasuk kaum bangsawan. Kebanyakan birokrat Wajo, terutama yang menjabat di kantor kabupaten, kecamatan, dan para wakilnya, adalah lulusan lembaga pemerintahan ini. Jaringan sekolah milik pemerintah ini di Sulawesi Selatan menjadi semakin crat ketika Ryaas Rasyid, seorang alumnus 1976 APDN menjadi rektor Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) di Jakarta, yang juga mengkader para birokrat. Pada pertengahan tahun 1998, dalam masa jabatan kepresidenan Habibie, dia diangkat sebagai Menteri Otonomi Regional dan merancang kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Jamaluddin Santo adalah sahabat dekat Ryaas Rasyid dan, dari pihak istrinya, merupakan kerabat Puang. Istri Santo juga lulusan APDN dan sekarang bekerja di Bappeda di bawah kepemimpinan Puang.Bacalah tulisan Schulte Nurdholt dalam kumpulan ini untuk membandingkannya dengan semakin merosotnya golongan bangsawan di Bali.

495

Page 6: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Andi Faisal Baku

bergabung dengan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), suatu asosiasi

yang berafiliasi pada Golkar. Hal itu dianggap sebagai jalur tol untuk masuk

keanggotaan Golkar. Organisasi-organisasi tersebut cukup sukses dalam

menyelenggarakan training kepemimpinan, organisasi, manajemen maupun

pemerintahan bagi nonbangsawan di Sulawesi Selatan, seperti halnya di tempat-

tempat lain.8 Beberapa bangsawan bahkan ikut aktif dalam organisasi-organsisi

tersebut, namun tetap saja mereka merupakan kelompok yang marginal.

Puang juga menjabat wakil ketua dewan penasihat ICMI di wilayah itu sebagai

cara untuk memainkan peran sentral.9 Karena Puang termasukyang mengusulkan

nama-nama yang sebaiknya menjadi anggota dewan baru, dia bisa mengendalikan

organisasi itu. Yang menarik, bendahara ICMI ternyata seorang pengusaha yang

juga merupakan bendahara Golkar. Bendahara ICMI Wajo lainya juga mengepalai

BKPBD. Sebagaimana diketahui dari wawancara, karena dalam kepemimpinan

ICMI golongan nonbangsawan lebih banyak dibanding kaum bangsawan, mereka

juga sangat menghormati Puang.

Agar bisa memperoleh kekuatan politik di Sulawesi Selatan, orang perlu mendapatkan akses ke Golkar, baik melalui HMI atau KNPI. Hal ini juga bisa dilihat sebagai cara untuk memperkuat posisi Islam modernis. Beberapa Muslim yang baru saja muncul, misalnya Marwah Daud, akhirnya mendominasi Gokar di Sulawesi Selatan dan mengadakan link langsung dengan ketua partai Akbar Tanjung, yang pada tahun 1970-an menjadi pemimpin HMI dan KNPI. Bagaimanapun, selama masa kepresidenan Habibie, kelompok ini dikecewakan olch Akbar Tanjung yang berkompetisi dengan Habibie untuk merebut kursi kepresidenan dari Golkar. Habibie berasal dari Sulawesi dan oleh orang-orang Sulawesi Selatan lebih dipilih sebagai pemimpin. Setelah Habibie turun, para pemimpin Golkar yang Muslim mendirikan kaukus regional di dalam Golkar yang diberi nama Iramasuka (Irian, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan). Di akhir zaman Orde Baru peran partai (PDI dan PPP) sangat terbatas. Hanya mereka yang sangat percaya pada politik Islam mau mendukung PPP, sedangkan PDI hanya didukung olch minoritas Kristen Toraja di Sengkang, Bottodongga, Siwa, dan Lauwa. Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) didirikan di awal tahun 1990-an dan diprakarsai oleh Habibie yang kemudian menjadi menteri riset dan teknologi, dengan dukungan yang kuat. Biasanya, gubernur dan pemimpin daerah menjadi pemimpin ICMI. ICMI dalam waktu cepat mempunyai cabang-cabang di seluruh dunia, terutama di kota-kota yang ada kedutaan dan konsulat Indonesianya. Berkat kepopuleran ICMI, para duta besar maupun konsul otomatis menjadi anggota ICMI di luar negeri. Di Sulawesi Selatan, gubernur yang sudah tidak menjabat menjadi pimpinan dewan penasihat untuk ICMI cabang provinsi. Banyak rektor dan profesor universitas menjadi wakil atau sekretaris. Selain itu, para pengusaha Muslim termasuk pasangan yang pada tahun 2004-2009 diangkat sebagai wakil presiden, Jusuf Kalla dan rekan-rekannya, merupakan penyandang dana yang penting. Karena ICMI lebih condong ke Muslim modern daripada tradisional, banyak anggota dewan juga anggota Muhammadiyah atau HMI. Seorang profesor IAIN Alauddin yang merupakan lulusan University of Michigan menjadi penasihat ICMI di Wajo dan Sulawesi Selatan. Dia juga pimpinan tertinggi Pesantren As'adiyah di Wajo. Puang secara finansial membantu pesantren ini. Sementara itu, dewan ICMI untuk Sulawesi Selatan juga melibatkan para haji dan kaum nonbangsawanj anggota dewan Wajo kebanyakan haji dan bangsawan yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan Puang.

496

Page 7: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Kekuasaan Keluarga di Wajo

Puang juga menggalang kontak yang dekat dengan para pengusaha. Semua orang

kaya di pusat perdagangan penting di Sengkang, misalnya para pengecer dan pemilik

toko, menjalin hubungan baik dengan Golkar dan memberi donasi reguler. Tampaknya,

Golkar memiliki sistem monitoring yang canggih untuk menjamin bahwa mereka

tetap setia pada partai itu dan untuk mempertimbangkan apakah para pengusaha mesti

dipromosikan di dalam Golkar. Sebenamya, salah satu pengusaha terbesar dijadikan

bendahara Golkar.10 Puang memberikan berbagai kontrak pembangunan kantor dinas

dan terminal angkutan umum di Sengkang kepada para pengusaha kaya, semua

anggota dewan perwakilan rakyat daerah dari Golkar serta semua yang termasuk

penyandang dana Golkar. Jadi, proyek-proyek pemerintah tersebut menguntungkan

Puang beserta para kroninya. Sebagai penyandang dana Golkar, pengusaha kaya Wajo

diberi kontrak yang sangat banyak oleh pemerintah termasuk pembangunan jalan

antara Ana'banua dan Tarungpakkae, sebuah ring road di Sengkang, dan jalan antara

Sidrap dan Siwa.

Rupanya proyek-proyek pemerintah secara rutin disodorkan dulu pada BUMN-

BUMN dan kemudian disub-kontrakkan ke perusahaannya.11

Reformasi dan otonomi daerah (1998-2003)

Setelah reformasi, Puang semakin memperkuat posisinya dan memanfaatkan otonomi

daerah dengan memasukkan para kerabat dan kroni ke dalam pos-pos kunci. Bahkan

penunjukan-penunjukan dalam perusahaan-perusahaan dan LSM-LSM yang tidak

berada di bawah kekuasaan langsungnya akhirnya tetap harus sampai ke mejanya

untuk mendapatkan persetujuan.

Sebagai hasil dari otonomi daerah, bupati kepala daerah tidak lagi diken-dalikan

oleh gubernur provinsi dan pemerintah pusat. Bupati tidak lagi bertanggung jawab

pada gubernur provinsi, melainkan pada DPRD. Karena itulah Puang

Bisnisnya meliputi sepuluh dealer motor, perusahaan konstruksi, produksi tekstil, toko buku , kantor-kantor dan sebagainya. Dia juga mempunyai banyak cabang di Makassar dan Jakarta. Seorang pengusaha keturunan Cina bekerja sama secara erat dengan Puang. la memiliki PT Nei Dua Karya Persada, yang bergerak dalam real estate, konstruksi, persewaan mobil, retail emas dan peralatan elektronik. la sudah menjadi Bendahara II Golkar sejak tahun 1988, ketika Puang merekrut dia. Pengusaha ini mendanai Golkar dan memberikan sumbangan pada kampanye-kampanye pemilu Golkar. Sebagai imbalan ia memperoleh akses ke berbagai proyek pemerintah.

497

Page 8: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Andi Faisal Bakti

berusaha keras untuk memastikan agar anggota-anggotanya - dan tidak hanya orang-

orangnya yang Golkar - setia padanya. Sejak tahun 1999, pertarungan untuk

memperoleh kursi di DPR sangat terbuka dan partai-partai baru bermunculan seperti

jamur. Sekalipun Golkar dan fraksi-fraksi milker tetap mendominasi, pemilu 1999

membuahkan perubahan-perubahan setelah PAN PKB, PPP, PDR, PBB, dan PDI-P

memperoleh masing-masing satu kursi.

Kekuasaan Puang diperkuat melalui anggota kerabat dan kroni dalam

pemerintahan, dari tingkat kabupaten ke tingkat desa, maupun di parlemen, sehingga

mencapai titik hegemoni. Meskipun begitu, kasus Wajo tidak merepresentasikan

Sulawesi Selatan secara keseluruhan, ketika hegemoni aristokratik tidak betul terlihat

karena hanya 12 dari 28 bupati kepala daerah berasal dari kaum bangsawan.

Pada tahun 1999 Puang dipilih oleh DPRD sebagai ketua untuk satu masa

jabatan lagi. Golkar masih mendominasi pemilu 1999 karena memenangkan 26

kursi. Meskipun kaum bangsawan merupakan minoritas di DPRD (dengan hanya 10

dari 36 anggotanya), Puang juga mengendalikan anggota-anggota yang

nonbangsawan. Kekayaan, pendidikan, atau perkawinan dengan kaum bangsawan

memungkinkan para nonbangsawan menjadi anggota-anggota DPRD.12 Mereka

didekati oleh Puang untuk bergabung dengan Golkar, dan mereka bahkan menjadi

mayoritas di Golkar (19 dari 26).

Berlainan dari komposisiDPRD, lapisan atas birokrasi Wajo sangat didominasi

oleh aristokrasi, karena mereka menguasai 90% dari kedudukan-kedudukanyang

lebih tinggi. Mereka semua diyakini telah memasuki elit birokrasi melalui cJalur

Jati\Asisten Tata Praja, yang sekaligus kepala informasi dan komunikasi, dan kepala

dinas pendapatan pajak adalah paman-paman Puang. Sepupu Puang, seorang mantan

camat, sekarang mengepalai Program Perlindungan lingkungan, dengan anggaran

yang lumayan besar untuk ekologi. Sementara saudara ipamya menjadi Kabag Tata

Pemerintahan Umum, sepupunya, anak seorang mantan camat pada tahun 1960-

1970-an, ditunjuk sebagai sekretaris bupati. Dua saudara kandungnya tetap dalam

posisi mereka, yaitu sebagai pembantu bupati urusan ekonomi dan pembangunan,

dan kepala bagian perbekalan. Kepala bagian pendapatan tetap di

12 Tiga belas anggota DPRD adalah haji, yang menunjukkan kekayaan mereka.

498

Page 9: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Kekuasaan Keluarga di Wajo

bawah kepemimpinan keponakannya. Dua saudara dari Gilirang, kota asal Puang,

menjadi kepala informasi dan komunikasi, dan pembantu III (administrasi dan

keuangan). Kepala transportasi adalah kerabat dekat Puang. Dua kerabat Puang juga

tetap di pos mereka sebagai kepala pertanian dan kehutanan, dan konservasi tanah.

Kepala bagian keamanan adalah sepupu Puang. Sepuluh dari empat belas camat

konon dipromosikan melaluijalurjati. CamatTempe (Sengkang) adalah sepupu Puang.

KPU juga dikepalai oleh saudara dekat kepala daerah. Seorang anak'mantan bupati

(pada tahun 1960-an) ditunjuk sebagai kepala bimbingan dan penyuluhan, sementara

sekretaris daerah adalah anak dari mantan bupati lainnya, dan seorang bangsawan.

Puang juga memegang kendali atas komunitas bisnis di Wajo, khususnya

sekelompok kecil wiraswasta keturunan Cina. Otonomi daerah telah mengubah cara

beroperasi para wiraswasta ini. Sebagaimana dijelaskan oleh seorang wiraswasta:

Otonomi daerah memfasilitasi bisnis dan lobi kami. Di masa lampau, birokrasi sangat rumit dan kami harus melobi ke Jakarta. Sekarang segala sesuatu dilakukan di sini. DPRD sekarang juga merdeka, jadi kami bisa dengan mudah melobi masing-masing anggota parlemen. Di bawah bupati yang dulu (1998-2003), pemerintah kabupaten itu kuat. Tetapi bayangkan, sejak otonomi daerah dan kepala daerah yang juga bangsawan (mengacu pada Puang), pemerintah sekarang malah jauh lebih kuat! Selain itu, di bawah otonomi daerah, urusan administrasi lebih kecil dan lobi lebih mudah. Saya satu sekolah dengan sekretaris daerah yang sekarang, yang mempermudah akses ke birokrasi. Saya juga teman dekat kepala fasilitas dan perbekalan, yang juga saudara Puang. Jalur-jalur itu membantu saya bergabung dengan Golkar, dan menjadi pembantu bendahara. Kedudukan ini memberi saya kesempatan untuk mendapatkan akses ke pemimpin-pemimpin Golkar. Saya bahkan pernah diminta untuk menjadi seorang calon legislatif Golkar dalam pemilu terakhir, tapi saya menolak, karena saya lebih suka menjalankan bisnis.

Di Wajo organisasi-organisasi masyarakat sipil tidak mampu membangun

pengimbang yang independen terhadap dominasi Puang. Mereka malah dimasukkan

ke dalam rezimnya. As'adiyah, pondok pesantren tertua di Wajo, berafiliasi dengan

Nahdlatul Ulama, tapi mendukung Golkar. Sebagai imbalan-nya, Puang memberi

pesantren itu berbagai fasilitas, misalnya sebuah sekolah dan

499

Page 10: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Andi Faisal Bakti

asrama, mesjid-mesjid, rumah-rumah untuk guru-guru, dan menyumbangkan Rp 100

juta untuk merenovasi rumah pemimpin pesantren tersebut.

Begitu pula, Muhamadiyah di Wajo juga tidak begitu kritis. Tetapi anggota-

anggota DPRD yang berasal dari PAN, partai politik yang paling dekat dengan

Muhamadiyah, menyuarakan kritik tentang korupsi dan peranan dominan kaum

bangsawan, dan akibatnya mereka akhirnya diasingkan oleh kelompok Puang.

Di antara 400 LSM yang ada di Wajo, hanya empat yang dianggap kritis.

Mereka meliputi AISS (Aku Ingin Sehat Sejahtera) dan Sabri Study Club. Pemimpin

AISS mengeluh bahwa banyak LSM berhenti mengkritik kesalahan-kesalahan

pemerintah setelah mereka diiming-imingi uang atau ditekan oleh Puang. la

mengkritik Puang secara khusus, kerabat-kerabatnya dan para pengikutnya karena

memonopoli posisi-posisi pemimpin di Wajo. la mengerahkan orang-orang di

Sengkang untuk membersihkan makam Muslim, yang sudah lama terbengkalai tetapi

dibiarkan saja oleh pemerintah. Meskipun beberapa birokrat di bawah Puang

menyebutnya gila atau aneh, ia mendapatkan simpatisan yang semakin besar, karena

aksi-aksinya menunjukkan bahwa mengkritik pemerintah tanpa ditahan itu bisa

dilakukan.

Sabrio Study Club bekerja sama dengan AISS, tetapi pemimpinnya terutama

disibukkan dengan bidang pendidikan dan bahasa. Ia mengkhawatirkan nasib bahasa

Bugis, dan keengganan pemerintah untuk mempromosikan budaya lokal dan

pendidikan Islam. Menurut dia, Islam mestinya mengizinkan semua orang, tidak

peduli asal-usulnya, untuk memerintah daerah itu.

Menurut seorang aktivis LSM lain, otonomi daerah rupanya telah mengubah

para birokrat di tingkat kabupaten menjadi para panglima perang:

Sekretaris-sekretaris daerah sangat berkuasa. Selain itu, semua anggota staf harus 'patuh' pada kepala daerah, yang bagi mereka mewakili bangsawan. Mereka dipaksa untuk memilih Golkar. Orang-orang juga dijanjikan bahwa kedudukan mereka tidak akan diusik, atau akan dipromosikan setelah terpilihnya calon yang dijagokan. Biasanya para politikus menjanjikan sebuah desa atau komunitas bahwa mereka akan memperoleh sebuah jalan atau mesjid, jika politikus itu terpilih. Pemerintah juga memberikan uang pada para pembentuk opini. Sebuah sepeda motor dijanjikan akan diberikan pada masing-masing kepala desa, sementara individu-individu ditawari umrah sebagai imbalan atas dukungan mereka.13

13 Rupanya, beberapa anggota dari 'tim sukses' Puang diajak ke Mekah untuk ibadah umrah.

500

Page 11: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Kekuasaan Keluarga di Wajo

Di Sulawesi Selatan beberapa kota memiliki koran sendiri. Kota Makassar mempunyai

Pedoman Rakyat dan Fajar, koran yang paling luas dibaca di Sulawesi Selatan.

Parepare Pos diterbitkan di Parepare, sementara Palopo, sebuah kota di utara,

mempunyai Palopo Pos. Sengkang mempunyai Merdeka Pos, yang ditutup pada bulan

Januari 2004 setelah dua tahun terbit. Banyak orang percaya bahwa koran yang disebut

terakhir ini diciptakan oleh Puang khusus untuk mendukung pemilihannya sebagai

kepala daerah. Setelah Puang terpilih, koran itu sudah tidak berguna lagi dan ditutup.

Beberapa dari koran-koran itu cukup kritis terhadap perilaku jelek pemerintah

Sulawesi Selatan, termasuk pemerintah Wajo. Pedoman Rakyat, Fajar, Parepare Pos

dan Palopo Pos sering menerbitkan artikel-artikel dan surat-surat pembaca mengenai

salah urus oleh para birokrat, pengusaha, dan anggota parlemen Wajo.14 Meskipun

begitu, rupanya para wartawan itu juga sudah didekati dan disogok oleh wakil-wakil

pemerintah agar tidak menerbitkan cerita-cerita itu. Praktik itu tidak bertepuk sebelah

tangan. Menurut seorang pemimpin LSM:

Kadang-kadang kami bertemu dengan wartawan-wartawan tanpa koran, yang memperkenalkan diri dan mewawancarai kami. Karena kami kritis terhadap pemerintahan Puang, mereka meminta kami agar membayar mereka untuk mencetak dan menerbitkan wawancara itu. Tetapi sekalipun kami membayar, kami belum pernah melihat wawancara itu diterbitkan, entah karena koran si wartawan tadi memang tidak pernah ada, atau karena wartawan itu telah disogok agar artikelnya tidak diterbitkan.15

Pemilu 2004: jaringan-jaringan lama dalam konteks baru

Empat bulan sebelum pemilu April 2004, Puang dipilih oleh anggota-anggota

parlemen sebagai kepala daerah, dan secara resmi dilantik pada Februari 2004.

Lawannya, yang hanya memperoleh tiga suara, adalah seorang bangsawan dari

14 Misalnya, keterlibatan yang tidak tepat dari para kroni Puang dalam berbagai proyek telah diekspos.Masalah-masalah lokal cukup sering ditulis, misalnya penyuapan yang terkait dengan dana-danaproyek (sebuah proyek pembangunan pelabuhan senilai Rp 20,3 miliar di Bansale, Wajo Utara, lihatmisalnya Fajar 2-3-2005) dan kontroversi mengenai pembangunan pusat pemrosesan beras di Ana'banua, Wajo.

15 Lihat juga McCarthy dalam kumpulan ini.

501

Page 12: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Peta 15. Kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan

keluarganya sendiri yang pencalonannya harus menunjukkan bahwa demokrasi

berjalan di Wajo. Posisi kepala daerah adalah puncak karier politik yang panjang,

tetapi tak lama kemudian basis kekuatan Puang yang solid di DPRD akan ditantang.

502

Andi Faisal Bakti

Page 13: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Kekuasaan Keluarga di Wajo

Selama pemilu April 2004 untuk perebutan parlemen daerah, Golkar terpaksa

menghadapi kemerosotan serius dalam dukungan populer karena ia kehilangan 9

kursi (dari 26 menjadi 17).16 Akibatnya, Golkar kehilangan mayoritas di DPRD

Wajo. Kemerosotan Golkar pasti lebih dramatis andaikata Puang tidak berusaha

mengkonsolidasikan posisi Golkar. Menurut seorang anggota KPU, sepucuk surat

dari Puang yang diedarkan di antara para anggota KPU dan birokrasi di mana ia

menginstruksikan para pejabat administratif bawahan agar mengamankan

kemenangan Golkar.

Tantangan utama terhadap rezimnya datang dari dua partai Islam modernis,

PAN dan PKS. PAN berhasil meraih lima kursi dan mendasarkan kebangkitannya

pada banyak pengikut dari Muhamadiyah. PKS adalah partai baru yang tidak

memiliki konstituen lokal yang kuat, tetapi toh berhasil meraih empat kursi.

Kebangkitannya terutama berkat fakta bahwa partai itu menggunakan gambar

Habibie dalam leaflet kampanyenya di seluruh Sulawesi Selatan, dan dengan

demikian mengisyaratkan bahwa Habibie adalah kandidat presidennya (sekalipun

pada waktu itu Habibie bahkan tidak berada di Indonesia).

Perubahan-perubahan itu tidak dengan serta merta mengisyaratkan bahwa

Puang telah kehilangan dominasinya di DPRD. Jumlah anggota DPRD yang

mempunyailatar belakang bangsawan meningkat dari 10 menjadi 14, yang sebagian

besar terkait dengan Puang dengan satu atau lain cara.17 Juga dari sudut pandang

kekayaan, wakil-wakil dari kelas menengah atas, yang banyak di antaranya

bersekutu dengan Puang, masih mendominasi DPRD Wajo.18

Kesimpulan

Secara umum, ketegangan-ketegangan antara para bangsawan dan nonbangsawan

rupanya telah muncul ke permukaan, meskipun jarang diakui secara eksplisit. Di

jajaran para bangsawan, persaingan juga meningkat ketika orang-orang bersiap

16 Pada tahun 1999 anggota parlemen berjumlah 36, tetapi setelah kursi milker dicoret sesudah pemilu2004, angka ini turun menjadi 35. Karena Golkar memperoleh 17 dari 35 kursi, pangsanya turunmenjadi kurang dari 50 % - sebuah pukulan hebat bagi popularitas Golkar.

17 Hanya 10% dari populasi adalah keturunan bangsawan, tetapi kelompok ini menguasai 40% kursi diDPRD Wajo.

18 Lima belas anggota DPRD adalah haji, dan sembilan belas mempunyai gelar akademik.

503

Page 14: Kekuasaan Keluarga Di Wajo, Sulawesi Selatan

Andi Faisal Bakti

memperebutkan kekuasaan jika kekuasaan Puang berakhir.19

Impak Puang pada politik Wajo lumayan besar. Meskipun ia dari keturunan

bangsawan, kariernya dalam pemerintahan Orde Baru lah yang membawanya ke

kekuasaan di Wajo. Kebangkitannya di angkatan darat dan kepindahannya ke Golkar

memberinya titik tolak yang sangat kuat, dari mana ia bisa memperluas jaringan

pribadinya, yang intinya terdiri dari anak saudaranya. Sebagaimana pemerintahan

Orde Baru yang kuat dan yang mula-mula memfasilitasi karier politik Puang di Wajo,

kebangkitan Puang ke puncak kekuasaan lokal didasarkan pada artikulasi kekuasaan

institusional dengan jaringan^tf/r0//-f//>;z/yang kuat. Secara bersama-sama hal-hal ini

membentuk kekuasaan patrimonial Puang. Otonomi daerah mempercepat kariernya,

yang akhirnya membuatnya terpilih sebagai kepala daerah pada tahun 2004 dan

memberinya kesempatan untuk membangun sebuah rezim hegemonis di Wajo. Apa

yang ditunjukkan oleh studi kasus ini adalah bahwa desentralisasi dan otonomi daerah

telah memperkuat pemerintahan otokratis, bukannya membangun tata pemerintahan

yang baik {good governance), transparansi, dan demokrasi.

Meskipun begitu, demokrasi elektoral memungkinkan lawan-lawan memperkuat

posisi ketika Golkar kehilangan mayoritasnya. Pemerintahan Puang terutama

didasarkan pada kemampuannya untuk mengendalikan dan mengomando negara

lokal dan DPRD-nya. Tinggal ditunggu sejauh mana demokrasi cacique ini bisa

bertahan hidup di masa mendatang, ketika kepala daerah secara langsung dipilih dleh

rakyat.

***

19 Pada waktu tulisan ini ditulis (pertengahan 2005), saudara Puang, yang sekarang menjabat asisten II, sedang disiapkan untuk menggantikan dia, jika Puang tidak mampu melanjutkan.

504