kekambuhan pada pterigium terkait ukuran dan keterlibatan kornea.docx

14
Kekambuhan pada Pterigium Terkait Ukuran dan Keterlibatan Kornea Pir Salim Mahar dan Nabeel Manzar ABSTRACT Tujuan : Untuk menentukan kegunaan sistem penilaian berdasarkan ukuran dan perluasan dari keterlibatan kornea dalam memprediksi kekambuhan pada p yang mengalami eksisi pterigium primer dengan penggunaan terapi a Mitomicin-C topikal (MMC! Desain penelitian : case series Tempat dan durasi penelitian : "agian o#talmologi$ Universitas %ga &han$ &arachi$ dari ' ) sampai ' *! Metodologi : Seratus dua puluh (*' pasang mata yang mengalami ope pengangkatan pterigium menggunakan metode bare sclera dengan MMC pada konsentrasi $' mg+ml ( $ ', dengan aktu paparan selama . menit! &lasi#i subjek dilakukan berdasarkan derajat pterigium! Pasien diikuti dengan int bulan selama periode minimal * tahun untuk mengetahui adanya kekambuhan! asil : /ingkat kekambuhan pterigium didapatkan sebesar 0$1, selama follow-u * tahun! /idak didapatkan hubungan yang signi#ikan antara kekambuhan pterigium dengan usia lebih muda (p 2 !*3! Pada pterigium den keterlibatan korneayang lebih tinggi terdapat hubungan signi#ikan dengan kekambuhan (p 2 ! *! Kesimpulan : 4asil ini menunjukan bah a pada pasien dengan presentasi pterigium derajat yang lebih tinggi mengakibatkan peningkatan kekambuhan setelah eksisi operati#! &arenanya$ eksisi a al pterigium direkomendasika menurunkan angka kekambuhan! Kata kun!i : Pterigium. Kekambuhan. Sistem penilaian. Ukuran. Keterlib kornea. Pendahuluan Pterigium adalah salah satu kelainan degenerati# konjungtiva yang pal sering ditemukan! Perluasan #ibrovaskular konjungtiva bulbaris mele ati l mengakibatkan iritasi kronis$ gangguan kosmetik$ astigmatisme irreg

Upload: bunga-dewanggi

Post on 01-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Kekambuhan pada Pterigium Terkait Ukuran dan Keterlibatan KorneaPir Salim Mahar dan Nabeel Manzar

ABSTRACTTujuan : Untuk menentukan kegunaan sistem penilaian berdasarkan ukuran dan perluasan dari keterlibatan kornea dalam memprediksi kekambuhan pada pasien yang mengalami eksisi pterigium primer dengan penggunaan terapi adjuvan Mitomicin-C topikal (MMC).Desain penelitian : case seriesTempat dan durasi penelitian : Bagian oftalmologi, Universitas Aga Khan, Karachi, dari 2005 sampai 2010.Metodologi : Seratus dua puluh (120 pasang mata) yang mengalami operasi pengangkatan pterigium menggunakan metode bare sclera dengan MMC pada konsentrasi 0,2 mg/ml (0,02%) dengan waktu paparan selama 3 menit. Klasifikasi subjek dilakukan berdasarkan derajat pterigium. Pasien diikuti dengan interval 3 bulan selama periode minimal 1 tahun untuk mengetahui adanya kekambuhan.Hasil : Tingkat kekambuhan pterigium didapatkan sebesar 6,7% selama follow-up 1 tahun. Tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kekambuhan pterigium dengan usia lebih muda (p = 0.14). Pada pterigium dengan tingkat keterlibatan kornea yang lebih tinggi terdapat hubungan signifikan dengan kekambuhan (p = 0.01).Kesimpulan : Hasil ini menunjukan bahwa pada pasien dengan presentasi pterigium derajat yang lebih tinggi mengakibatkan peningkatan kekambuhan setelah eksisi operatif. Karenanya, eksisi awal pterigium direkomendasikan untuk menurunkan angka kekambuhan.Kata kunci : Pterigium. Kekambuhan. Sistem penilaian. Ukuran. Keterlibatan kornea.

Pendahuluan Pterigium adalah salah satu kelainan degeneratif konjungtiva yang paling sering ditemukan. Perluasan fibrovaskular konjungtiva bulbaris melewati limbus, mengakibatkan iritasi kronis, gangguan kosmetik, astigmatisme irreguler dan penurunan visus sekunder terkait perkembangan blokage sumbu pupil oleh peningkatan pertumbuhan. Teknik operasi yang berbeda telah digunakan dalam manajemen pterigium. Yang paling sering adalah teknik eksisi Ombrians bare sclera. Meskipun begitu, keterbatasan utama pada kesuksesan teknik berhubungan dengan tingkat kekambuhan postoperatif.Sejumlah terapi adjuvan (tambahan) dengan berbagai tingkat dilaporkan berhasil dan telah digunakan bersamaan dengan eksisi bare scleral selama tiga dekade terakhir. Mitomicin-C (MMC) sebagai terapi adjuvan untuk teknik bare scleral pertama kali diperkenalkan oleh Kunitomo dan Mori dari Jepang. Selanjutnya penggunaan MMC di USA dijalankan oleh Singh dan sejawatnya hingga menyebar sampai ke Asia. Metode yang relatif baru telah digunakan pada manajemen pterigium yakni metode autograft konjungtiva. Meskipun begitu, tingkat kekambuhan pterigium pada kedua metode ini dilaporkan sebanding ( 2 39%). Dikarenakan tingkat kekambuhan yang sebanding tersebut, penggunaan terapi adjuvan untuk teknik bare sclera untuk mencegah kekambuhan pterigium secara luas digunakan di Asia.Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pengaruh usia, jenis kelamin, dosis tepat mitomycin-C (MMC) pada terapi pterigium dan mencegah kekambuhannya. Walaupun begitu, relatif sedikit penelitian telah mengevaluasi peran sistem penilaian berdasarkan ukuran dan perluasan pterigium melewati kornea, terutama dalam konteks populasi lokal Asia dimana terdapat prevalensi pterigium yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kegunaan sistem penilaian berdasarkan ukuran dan perluasan keterlibatan kornea dalam memprediksi kekambuhan pada pasien yang mengalami eksisi primer pterigium dengan penggunaan Mitomycin-C (MMC) adjuvan intraoperatif.

MetodelogiPenelitian case series dilakukan di Departemen Oftalmologi, Rumah Sakit Universitas Aga Khan (AKUH), Karachi, Pakistan dari 2005 sampai 2010. Protokal penelitian telah direview dan disetujui oleh komite etik pusat penelitian dan penelitian dilaksanakan sesuai dengan deklarasi Helsinki 1975 dengan revisi 1983. Hasil utama yang diharapkan adalah perbandingan pterigium pada mata yang terkena terhadap semua bentuk kekambuhan pasca eksisi diteruskan dengan dugaan peran penting sistem penilaian berdasarkan ukuran dan perluasan keterlibatan kornea dalam rekurensi pterigium setelah minimal follow-up selama 12 bulan.Hanya pasien yang memenuhi kriteria berikut yang dimasukan kedalam penelitian: persetujuan pasien, pasien laki-laki pada semua umur dengan diagnosis yang telah ditetapkan berupa pterigium primer progresif unilateral derajat berbeda, operasi eksisi dengan teknik bare sclera dan pemberian MMC diikuti periode minimal follow-up selama 12 bulan. Pasien melewatkan folow-up atau mempunyai kecurigaan pertumbuhan selain pterigium atau skar kornea dieksklusikan.Semua pasien mendapatkan data rekam medisnya diambil secara lengkap, dengan pemeriksaan okular lengkap termasuk best visual acuity (BCVA), pemeriksaan biomikroskopik segment anterior dengan Goldman applanation tonometry dan funduskopi dengan lensa 90+DS.Pterigium diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan perluasan kearah kornea oleh kepala investigator (PSM) untuk meminimalkan segala bias terkait variabilitas, dengan hasil sebagai berikut: grade 1 antara limbus dan titik tengah antara limbus dan batas pupil, grade 2 kepala pterigium mencapai batas pupil (batas papilaris nasal pada kasus pterigium nasalis dan batas temporal pada kasus pterigium temporalis) dan grade 3 melewati batas pupil.Eksisi pterigium dilakukan pada pasien rawat jalan oleh dokter bedah yang sama dengan teknik bedah yang sama pula. Setelah eksisi dengan teknik bare sclera dibawah anestesi lokal (Proparacaine Alcon, Belgium), sebuah spons steril ( 5 x 5 mm) direndam dalam 8 10 tetes 0,2 mg/ml MMC (0,02%) (Mitomycin C, Kyowa-Japan) diaplikasikan pada sklera-kornea dan area dari dimana pterigium dieksisi dengan fixed time duration selama 3 menit untuk menghilangkan bias terhadap perbedaan waktu aplikasi MMC. Spons kemudian diangkat dan mata diirigasi dengan 20 ml normal saline 0,9%. Diikuti pemberian Deksametason 0,1% + Tobramicin 0,3% topikal (Tobradex-alcon, Belgium) dan Hidroxipropil Metilselulosa (Tear Naturale II Alcon, Belgium) 4 kali sehari selama 4 minggu. Pasien difollow-up teratur dengan interval 3 bulan setelah prosedur. Semua efek samping atau temuan fisik dicatat pada masing-masing kunjungan selama periode minimal 1 tahun. Kekambuhan pterigium didefinisikan sebagai suatu pelanggaran batas dari jaringan fibrovaskuler melewati limbus kedalam cornea untuk semua jarak pada posisi lesi yang sama selama perode follow-up.Semua data dimasukan kedalam SPSS versi 16. Dasar karakteristik pasien dianalisis menggunakan rerata dan standar deviasi, untuk variabel seterusnya seperti usia selama penilaian, kekambuhan dan lokasi pterigium dianalisis menggunakan frekuensi dan persentase. Test Pearson Chi-square atau Fischer Exact digunakan untuk menentukan kecenderungan kekambuhan antar grup berbeda berdasarkan usia dan derajat pterigium. Nilai p < 0,05 dinyatakan bermakna.

HasilJumlah keseluruhan 120 pasien laki-laki (120 mata) dengan usia antara 16 82 tahun dengan nilai rerata 42,4 1,23 tahun berdasarkan kriteria inklusi dimasukan kedalam penelitian dan diikuti minimal selama 12 bulan. Sementara 32 pasien sebagai tambahan dari ke 120 pasien tersebut melewatkan follow up selama periode penelitian dieksklusikan dari penelitian.Dari 120 mata, 85 mata (70,8%) terkena pterigium grade 1, 20 mata (16,7%) dengan grade 2 dan 15 mata (12.5%) memiliki pterigium grade 3. Pada 109 mata (95,8%) pterigium berlokasi di sisi nasal, 10 mata (3,4%) mendapat pterigium pada sisi temporal, dan 1 mata (0,8%) terkena pada kedua sisi. Dari 120 mata dengan pterigium, 53 diantaranya terkena pada mata kanan dan 67 pada mata kiri. Karakteristik dasar pasien diperlihatkan pada tabel 1.Rekurensi pterigium terlihat pada 8 pasien (6,6%) dengan rerata waktu rekurensi sebesar 7,78 6,32 bulan. Terdapat derajat kekambuhan yang lebih tinggi terlihat pada subjek dengan derajat keterlibatan kornea yang lebih tinggi ( p=0,01). Peranan penilaian ptergium pada rekurensi ditunjukan pada tabel 2.Tabel 1 : Karakteristik PasienKarakteristik pasienJumlah pasien(N = 120)Frekuensi(%)

Mata yang terkenaKananKiri536744,255,8

Lokasi pterigiumNasalTemporalTengah109100190,808,30,83

Derajat pterigiumGrade 1Grade 2Grade 385201570,816,712,5

Kekambuhan YaTidak0811206,793,3

Tabel 2. Hubungan potensial penilaian dan usia pada kekambuhan pterigiumVariableKekambuhanN (%)p-value*

YaTidak

Usia (tahun)Rerata std.deviasi5042,4 1,2307 (9,6)01 (2,2)

66 (90,4)46 (97,8)

0,14

Derajat pterigiumGrade 1Grade 2Grade 301 (1,2)04 (20,2)03 (19,8)84 (98,8)16 (79,8)12 (80,2)

0,01

Opaksitas nebular kornea sering kali ditemukan terlihat pada hampir semua pasien postoperatif dengan 2 pasien mengalami perkembangan kista konjungtival pada lokasi eksisi.

DiskusiKekambuhan pterigium merupakan suatu isu penting pelayanan kesehatan pada pasien mata di seluruh dunia, namun terutama pada negara-negara tropis dan Asia seperti Pakistan disebabkan paparan sinar matahari yang tinggi disertai peningkatan kadar polusi udara dan cuaca berdebu. Penelitian sebelumnya termotivasi oleh tetap tingginya angka kekambuhan pterigium tidak hanya di Pakistan namun juga di seluruh dunia.Angka kekambuhan pterigium pada penelitian sebelumnya adalah 6,7%. Dalam penelitian terdahulu di Pakistan, Rahman et al membuktikan kekambuhan pterigium sebesar 10% dari populasi. Pada penelitian selanjutnya, Cheng et al mendapati kekambuhan 7,9% untuk subjek dengan pterigium primer dan 19,2% pada subjek dengan pterigium berulang. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Narsani et al. 6,97% rekurensi terlihat pada pasien pterigium primer yang mendapatkan autograft konjungtiva dibandingkan 16,13% pasien yang diterapi dengan MMC intraoperatif. Sebaliknya, Joseph et al. Melaporkan angka kekambuhan sebesar 6,6% dengan MMC intraoperatif dibandingkan pada 13,3% pada grup autograft konjungtiva. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh penulis (PSM), 25,9% kekambuhan terlihat pada grup autograft konjungtiva dibandingkan 9,4% kelompok MMC topikal. Oleh karena itu, peneliti memilih terapi dengan MMC untuk pasien dengan berdasarkan pengalamannya sendiri. Meskipun perbandingan pada penelitian kami dan lainnya nampaknya disebabkan bias perbedaan populasi penelitian, setting dan kriteria digunakan untuk menilai pterigium. Kesimpulan serupa telah diambil dari sejumlah penelitian di seluruh dunia. Pada penelitian ini, hanya pasien laki-laki dengan pterigium primer dimasukan ke dalam penelitian dan waktu aplikasi MMC intraoperatif juga telah ditetapkan sebesar 3 menit untuk membatasi keterlibatan faktor yang mencakup kekambuhan pterigium.Banyak sistem penilaian telah digunakan sekarang ini untuk menilai pterigium namun pada penelitian ini kami telah menggunakan sistem grading berdasarkan ukuran dan perluasan keterlibatan kornea oleh jaringan pterigium. Sistem serupa saat ini telah digunakan secara luas di negara-negara Asia dan beberapa negara berkembang. Terdapat kecenderungan kekambuhan yang tinggi terlihat pada partisipan dengan derajat perluasan keterlibatan kornea yang lebih tinggi dengan angka kekambuhan sebesar 1,2% pada kelompok derajat 1 dibandingkan 20,2% pada kelompok derajat 2. Hasil serupa telah diperoleh pada penelitian oleh Tan et al, dimana angka kekambuhan yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan perluasan pterigium, meskipun sistem penilaian pada penelitian ini sedikit berbeda, dengan translusensi dan vaskularisasi digunakan sebagai kriteria penilaian. Meskipun demikian telah diketahui bahwa peningkatan translusensi dan vaskularisasi sejalan dengan peningkatan ukuran dan perluasan keterlibatan kornea pada pterigium. Sebaliknya, pada penelitian yang dilakukan oleh Asian-Canadian menggunakan sistem penilaian yang sama seperti penelitian ini, tidak terdapat perbedaan signifikan kekambuhan antara kelompok dengan derajat yang lebih ringan (grade 1). Serupa seperti Amano et al., menggunakan sistem penilaian dengan sedikit perbedaan, seperti pada penelitian kami, dibuktikan tidak terdapat perbedaan hubungan kekambuhan. Derajat yang lebih tinggi telah disadari sebagai faktor risiko kekambuhan. Meskipun begitu, suatu sistem penilaian yang seragam dengan aceptabilitas global untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil rekurensi pada pasien masih menjadi kelemahan pada saat ini. Meskipun demikian, sistem penilaian yang baru sedang dikembangkan untuk membuktikan dan memperbaiki hasil operasi dan kosmetik setelah pengangkatan pterigium.Sementara penelitian ini memenuhi tujuan yang ditentukan oleh protokol penelitian untuk proyek ini yakni mengetahui kekambuhan pterigium dengan metode penilaian pada pasien yang dibantu MMC topikal intra-operatif yakni sebesar 0,02%, meskipun terdapat keterbatasan pada penelitian ini sehubungan dengan jumlah sampel yang kecil. Meskipun begitu, sebagaimana masing-masing pasien diperlakukan sebagai kontrolnya sendiri, semua bias yang biasanya terjadi dikarenakan variasi pasien atau faktor risiko lain diminimalkan. Penelitian selanjutnya dengan skala lebih besar dengan kekuatan yang memadai direkomendasikan untuk mengevaluasi peranan sistem penilaian berdasarkan ukuran dan perluasan keterlibatan kornea pada kekambuhan pterigium.

KesimpulanPenelitian ini menemukan hubungan bermakna antara kekambuhan dengan derajat keterlibatan kornea yang lebih tinggi pada pterigium. Hal tersebut memiliki implikasi penting dikarenakan umumnya eksisi pterigium tidak dilakukan bahkan pada saat ini hingga pasien datang dengan gejala gangguan penglihatan. Oleh sebab itu, eksisi awal pterigium direkomendasikan untuk menurunkan angka kekambuhan pterigium.

Laporan Jurnal Reading dan Critical AppraisalJudul tulisan : Pterigium Recurrence Related to its Size and Corneal InvolvementPenulis : Pir Salim Mahar dan Nabeel ManzarNama jurnal, volume, nomor dan tahun terbit : Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan. Vol.23, No. 2 2013

Analisis PICO Problem/PatientNy. SH,51 th, terdiagnosis pterigium duplex grade 3-4

Intervention Ekstripasi pada grade tinggi

ComparisonEktripasi pada grade rendah

Outcome Rekurensi/kekambuhan

Critical AppraisalNo.

1Apakah penelitian berdasarkan pada sample random or pseudorandom ?Unclear Pada penelitian ini tidak dijelaskan apakah teknik pengambilan sample dilakukan secara acak atau semiacak atau tidak.

2Apakah pada penelitian ini dijelaskan kriteria inklusi dari sampel penelitian?Yes Diuraikan secara jelas mengenai kriteria inklusi pada bagian metodelogi penelitian, hal.121, paragraf pertama, yakni pada kalimat Only those patients fulfilling the following criteria were enrolled in the study...

3Apakah faktor-faktor yang dapat menjadi bias diidentifikasi serta dilakukan strategi untuk mengatasinya?Yes Hal ini dijelaskan pada bagian metodelogi penelitian, hal.121, paragraf ke-3, yaitu pada kalimat Pterygia were graded depending on the size and extent of corneal involvement by the principal investigator (PSM) to minimize any bias due to inter-rater variability ...

4Apakah outcome dinilai menggunakan kriteria obyektif ?Yes Outcome dari penelitian ini adalah angka kekambuhan pterigium dan hubungannya dengan ukuran dan keterlibatan kornea yang dianalisis menggunakan SPSS. Ini diuraikan pada bagian hasil penelitian, hal.121, paragraf ke-8, yakni pada kalimat The recurrence of pterygium was seen in 8 patients (6.7%) with mean recurrence of time 7.78 + 6.32 months...

5Jika dilakukan perbandingan, apakah pada tiap grup diberikan deskripsi yang mencukupi ?Yes Pada penelitian ini dilakukan perbandingan angka kekambuhan dari ketiga kelompok dengan derajat pterigium yang berbeda. Masing-masing kelompok dideskripsikan dengan jelas berdasarkan ukuran dan keterlibatan kornea pada pterigium. Hal tersebut dijelaskan pada bagian metodelogi penelitian, hal.121, paragraf ke-3, yakni kalimat grade 1 - between limbus and a point midway between limbus and pupillary margin, grade 2 - head of the pterygium reaching the pupillary margin...

6Apakah follow-up dilakukan dalam jangka waktu yang cukup ?Yes Pada penelitian ini, pasien difollow-up secara berkala setiap 3 bulan, selama 1 tahun guna melihat apakah terdapat kekambuhan pterigium pada pasien. Hal ini diuraikan pada bagian metodelogi penelitian, hal.121, paragraf ke-4, yakni kalimat Patients were regularly followed-up at interval of 3 months after the procedure. Any adverse effect or physical findings were noted on each visit for a minimum of one year period..

7Apakah outcome dari pasien yang terlibat dideskripsikan dan dimasukan kedalam analisis ?Yes Semua hasil dari penelitian dideskripsikan dan dimasukan ke dalam analisis seperti yang diuraikan pada bagian diskusi, hal.122, paragraf ke-3, yaitu kalimat In this study, only malepatients with primary pterygium were enrolled for the study...

8Apakah outcome diukur secara reliable ?Yes Outcome dari penelitian ini dinilai melalui seberapa besar angka kekambuhan pada pasien pterigium serta hubungannya dengan ukuran dan keterlibatan kornea yang dianalisis dengan menggunakan program yang reliable yakni SPSS. Hal ini dijelaskan pada bagian metodelogi penelitian, hal.121, paragraf ke-5, yakni pada kalimat All data was entered in Statistical Package for Social Sciences (SPSS) version 16...

9Apakah pada penelitian ini digunakan analisis statistik yang tepat?YesPada penelitian ini digunakan analisis statistik yang tepat untuk menilai hubungan antara faktor risiko dengan outcome yakni menggunakan program SPSS seperti yang disebutkan pada bagian metodelogi penelitian, hal.121, paragraf ke-5, kalimat All data was entered in Statistical Package for Social Sciences (SPSS) version 16. Baseline characteristics of patients were analyzed using means and standard deviations for continuous variables like age while grading, recurrence and site of pterygium were analyzed using frequencies and percentages..

Jurnal Reading & Critical Appraisal

Pterigium Recurrence Related to its Size and Corneal InvolvementJournal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan. Vol.23 No. 2 2013

Oleh:Nama: Bunga DewanggiNIM: 14712100Stase: MataPembimbing : dr. Arifah Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM INDONESIATAHUN 2015