kegunaan radioisotop

Upload: dewi-aysiah

Post on 03-Apr-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 kegunaan radioisotop

    1/3

    kegunaan radioisotop

    Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan

    pengetahuan (iptek), termasuk iptek kedokteran dan kesehatan, sehingga memberikan

    sumbangan yang sangat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit.

    Penggunaan isotop radioaktif dalam bidang kedokteran telah dimulai tahun 1901 oleh

    Henri Danlos yang menggunakan Radium untuk pengobatan penyakit Tuberculosis pada

    kulit. Tetapi yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir adalah George C de Havessy.

    Dialah yang meletakkan dasar prinsip perunut dengan menggunakan zat radioaktif. Waktu itu

    yang digunakan adalah radioisotop alam Pb212. Dengan ditemukannya radioisotop buatan,

    maka radioisotop alam tidak lagi digunakan.

    Radioisotop buatan yang banyak dipakai pada masa awal perkembangan kedokteran

    nuklir adalah I131. Pemakaiannya kini telah terdesak oleh Tc99m, selain karena sifatnya

    yang ideal dari segi proteksi radiasi dan pembentukan citra juga dapat diperoleh denganmudah, serta harga relatif murah. Namun demikian, I131 masih sangat diperlukan untuk

    diagnostik dan terapi, khususnya kanker kelenjar tiroid.

    Perkembangan ilmu kedokteran nuklir yang sangat pesat didukung oleh

    perkembangan teknologi instrumentasi untuk pembuatan citra terutama dengan digunakannya

    komputer untuk pengolahan data sehingga sistem intrumentasi yang dahulu hanya

    menggunakan detektor radiasi biasa dengan sistem elektronik sederhana, kini telah

    berkembang menjadi peralatan canggih kamera gamma dan kamera positron yang dapat

    menampilkan citra alat tubuh, baik dua dimensi maupun tiga dimensi, serta statik maupun

    dinamik. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti penyakit dalam, ilmu penyakit syaraf,

    ilmu penyakit jantung, dan sebagainya telah mengambil manfaat dari teknik nuklir ini.

    Kedokteran NuklirMerupakan cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka

    berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi,

    anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan

    penelitian kedokteran.

    Radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien (studi in-vivo) maupun hanya

    direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine, dan

    sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam

    gelas percobaan).

    Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien melalui

    mulut, suntikan, atau dihirup lewat hidung, maka informasi yang dapat diperoleh dari pasiendapat berupa:

    1. Citra atau gambar dari organ/bagian tubuh pasien yang diperoleh dengan bantuanperalatan kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging).

    2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu dan angka-angkayang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu

    disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma ataupun kamera

    positron

    3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis )darah, urine, dll) yangdiambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor

    radiasi (teknik non-imaging).

  • 7/28/2019 kegunaan radioisotop

    2/3

    Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun teknik non-imaging memberikan

    informasi mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan (imaging) pada kedokteran

    nuklir dalam beberapa hal berbeda dengan pencitraan dalam radiologi.

    KEDOKTERAN NUKLIR RADIOLOGI

    Sumber Radiasi Zat radioaktif yang terbuka Pesawat pembangkit radiasi pembentukanCitra Emisi radiasi, perbedaan akumulasi radioisotop dalam berbagai bagian tubuh Transmisi

    radiasi; pembedaan daya tembus radiasi terhadap berbagai bagian tubuh. Informasi yang

    diberikan Terutama fungsional Terutama anatomis-morfologis.

    Pada studi in-vitro. dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologis

    misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian direaksikan dengan suatu

    zat yang telah ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan

    detektor radiasi gamma yang dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini

    biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah

    pasien seperti insulin, tiroksin, dan lain-lain.

    Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis

    berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal,menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang,

    mendeteksi pendarahan pada saluran penceraan makanan dan menentukan lokasinya, serta

    masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir

    yang sangat pesat perkembangannya.

    Disamping membantu penetapan diagnosis, teknologi nukilr juga berperan dalam

    terapi penyakit-penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar

    gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah

    merah, inflamasi (peradangan) sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi

    obat-obatan biasa. Untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat

    kecil, tapi dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dosis yang besar terutama dalam

    pengobatan terhadap janringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang

    menyusun janringan kanker itu.

    Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah

    reaktor atom Indonesia yang pertama di Bandung mulai dioperasikan. Beberapa tenaga ahli

    Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran

    nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan

    cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas

    Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RS Pusat

    Pertamina, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Soetomo). Pada tahun 1980an didirikan

    unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS Sardjito Yogyakarta, RS Karyadi Semarang, RS

    Jantung Harapan Kita Jakarta, dan RS Fatmawati Jakarta. Saat ini di Indonesia terdapat 15rumah sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera

    gamma, disamping masih terdapat 2 rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat

    penatah ginjal yang dikenal dengan nama Renograf.

    Pemanfaatan Teknik Nuklir di Luar Kedokteran Nuklir

    Di luar kedokteran nuklir, teknik nukir masih banyak memberikan sumbangan yang besar

    bagi kedokteran serta kesehatan, yaitu:

    1. Teknik Pengaktifan Neutron

    Teknik ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh terutama untuk

    unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil (Co, Cr, F, Mn, Se,

    Si, V, Zn, dll) sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini

    terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan kepekaan yang sangat tinggi2. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer

  • 7/28/2019 kegunaan radioisotop

    3/3

    Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma

    atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang diserap tulang yang

    diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan

    dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini

    bermanfaat sebagai alat bantu diagnosis kekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering

    menyerang wanita pada usia menupause (mati haid) sehingga menyebabkan tulang mudahpatah.

    3. Three Dimensional Conformal Radiotherapy (3D-CRT)

    Terapi radiasi dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi

    sudah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronika

    maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade, telah membawa perkembangan

    pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat pemercepat partikel

    generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melakukan radioterapi kanker dengan sangat

    presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif

    untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta

    memberikan paparan radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan

    teknologi 3D-CRT ini sejak tahun 1985 telah berkembang metode pembedahan denganradiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Kasus-kasus tumor ganas yang sulit

    dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan teknik ini, bahkan

    tanpa perlu membuka kulit pasien dan tanpa merusak jaringan di luar target.

    Ilmu Kedokteran Nukir Molekuler

    Perkembangan disiplin ilmu baru yaitu ilmu kedokteran molekuler (moleculer medicine).

    Beranjak dari konsep ilmu kedokteran molekuler, maka diagnosis, terapi, dan pemantauan

    penyakit menjadi berdasarkan molekuler. Akan terjadi perobahan cara pandang penyakit dari

    organ (organ oriented) menjadi molekuler (moleculer oriented)

    Dengan keunikannya, ilmu kedokteran nuklir akan banyak bersinggungan dengan ilmu

    kedokteran molekuler. Bidang garapan kedokteran nuklir dimasa akan lebih tertuju pada studi

    in-vivo tentang metabolisme, imunologi, serta reseptor seperti reseptor endokrin, tumor, dan

    neorotransmiter. Radiofarmaka molekuler akan banyak digunakan, yang sebagian berasal dari

    radionuklida waktu paroh pendek produksi siklotron.

    Perkembangan tersebut melahirkan paradigma baru yaitu Kedokteran Nuklir Molekuler yang

    merupakan penegasan dari hakikat ilmu kedokteran dalam perspektif perkembangan ilmu dan

    teknologi kedokteran. Dari sudut pandang kedokteran nuklir molekuler, masalah pasien akan

    dilihat sebagai disfungsi molekuler bukan kelainan struktural.