kegunaan radioisotop
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 kegunaan radioisotop
1/3
kegunaan radioisotop
Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan
pengetahuan (iptek), termasuk iptek kedokteran dan kesehatan, sehingga memberikan
sumbangan yang sangat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit.
Penggunaan isotop radioaktif dalam bidang kedokteran telah dimulai tahun 1901 oleh
Henri Danlos yang menggunakan Radium untuk pengobatan penyakit Tuberculosis pada
kulit. Tetapi yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir adalah George C de Havessy.
Dialah yang meletakkan dasar prinsip perunut dengan menggunakan zat radioaktif. Waktu itu
yang digunakan adalah radioisotop alam Pb212. Dengan ditemukannya radioisotop buatan,
maka radioisotop alam tidak lagi digunakan.
Radioisotop buatan yang banyak dipakai pada masa awal perkembangan kedokteran
nuklir adalah I131. Pemakaiannya kini telah terdesak oleh Tc99m, selain karena sifatnya
yang ideal dari segi proteksi radiasi dan pembentukan citra juga dapat diperoleh denganmudah, serta harga relatif murah. Namun demikian, I131 masih sangat diperlukan untuk
diagnostik dan terapi, khususnya kanker kelenjar tiroid.
Perkembangan ilmu kedokteran nuklir yang sangat pesat didukung oleh
perkembangan teknologi instrumentasi untuk pembuatan citra terutama dengan digunakannya
komputer untuk pengolahan data sehingga sistem intrumentasi yang dahulu hanya
menggunakan detektor radiasi biasa dengan sistem elektronik sederhana, kini telah
berkembang menjadi peralatan canggih kamera gamma dan kamera positron yang dapat
menampilkan citra alat tubuh, baik dua dimensi maupun tiga dimensi, serta statik maupun
dinamik. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti penyakit dalam, ilmu penyakit syaraf,
ilmu penyakit jantung, dan sebagainya telah mengambil manfaat dari teknik nuklir ini.
Kedokteran NuklirMerupakan cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka
berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi,
anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan
penelitian kedokteran.
Radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien (studi in-vivo) maupun hanya
direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine, dan
sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam
gelas percobaan).
Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien melalui
mulut, suntikan, atau dihirup lewat hidung, maka informasi yang dapat diperoleh dari pasiendapat berupa:
1. Citra atau gambar dari organ/bagian tubuh pasien yang diperoleh dengan bantuanperalatan kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging).
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu dan angka-angkayang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu
disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma ataupun kamera
positron
3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis )darah, urine, dll) yangdiambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor
radiasi (teknik non-imaging).
-
7/28/2019 kegunaan radioisotop
2/3
Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun teknik non-imaging memberikan
informasi mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan (imaging) pada kedokteran
nuklir dalam beberapa hal berbeda dengan pencitraan dalam radiologi.
KEDOKTERAN NUKLIR RADIOLOGI
Sumber Radiasi Zat radioaktif yang terbuka Pesawat pembangkit radiasi pembentukanCitra Emisi radiasi, perbedaan akumulasi radioisotop dalam berbagai bagian tubuh Transmisi
radiasi; pembedaan daya tembus radiasi terhadap berbagai bagian tubuh. Informasi yang
diberikan Terutama fungsional Terutama anatomis-morfologis.
Pada studi in-vitro. dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologis
misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian direaksikan dengan suatu
zat yang telah ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan
detektor radiasi gamma yang dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini
biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah
pasien seperti insulin, tiroksin, dan lain-lain.
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis
berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal,menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang,
mendeteksi pendarahan pada saluran penceraan makanan dan menentukan lokasinya, serta
masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir
yang sangat pesat perkembangannya.
Disamping membantu penetapan diagnosis, teknologi nukilr juga berperan dalam
terapi penyakit-penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar
gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah
merah, inflamasi (peradangan) sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi
obat-obatan biasa. Untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat
kecil, tapi dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dosis yang besar terutama dalam
pengobatan terhadap janringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang
menyusun janringan kanker itu.
Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah
reaktor atom Indonesia yang pertama di Bandung mulai dioperasikan. Beberapa tenaga ahli
Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran
nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan
cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RS Pusat
Pertamina, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Soetomo). Pada tahun 1980an didirikan
unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS Sardjito Yogyakarta, RS Karyadi Semarang, RS
Jantung Harapan Kita Jakarta, dan RS Fatmawati Jakarta. Saat ini di Indonesia terdapat 15rumah sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera
gamma, disamping masih terdapat 2 rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat
penatah ginjal yang dikenal dengan nama Renograf.
Pemanfaatan Teknik Nuklir di Luar Kedokteran Nuklir
Di luar kedokteran nuklir, teknik nukir masih banyak memberikan sumbangan yang besar
bagi kedokteran serta kesehatan, yaitu:
1. Teknik Pengaktifan Neutron
Teknik ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh terutama untuk
unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil (Co, Cr, F, Mn, Se,
Si, V, Zn, dll) sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini
terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan kepekaan yang sangat tinggi2. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
-
7/28/2019 kegunaan radioisotop
3/3
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma
atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang diserap tulang yang
diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan
dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini
bermanfaat sebagai alat bantu diagnosis kekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering
menyerang wanita pada usia menupause (mati haid) sehingga menyebabkan tulang mudahpatah.
3. Three Dimensional Conformal Radiotherapy (3D-CRT)
Terapi radiasi dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi
sudah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronika
maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade, telah membawa perkembangan
pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat pemercepat partikel
generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melakukan radioterapi kanker dengan sangat
presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif
untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta
memberikan paparan radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan
teknologi 3D-CRT ini sejak tahun 1985 telah berkembang metode pembedahan denganradiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Kasus-kasus tumor ganas yang sulit
dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan teknik ini, bahkan
tanpa perlu membuka kulit pasien dan tanpa merusak jaringan di luar target.
Ilmu Kedokteran Nukir Molekuler
Perkembangan disiplin ilmu baru yaitu ilmu kedokteran molekuler (moleculer medicine).
Beranjak dari konsep ilmu kedokteran molekuler, maka diagnosis, terapi, dan pemantauan
penyakit menjadi berdasarkan molekuler. Akan terjadi perobahan cara pandang penyakit dari
organ (organ oriented) menjadi molekuler (moleculer oriented)
Dengan keunikannya, ilmu kedokteran nuklir akan banyak bersinggungan dengan ilmu
kedokteran molekuler. Bidang garapan kedokteran nuklir dimasa akan lebih tertuju pada studi
in-vivo tentang metabolisme, imunologi, serta reseptor seperti reseptor endokrin, tumor, dan
neorotransmiter. Radiofarmaka molekuler akan banyak digunakan, yang sebagian berasal dari
radionuklida waktu paroh pendek produksi siklotron.
Perkembangan tersebut melahirkan paradigma baru yaitu Kedokteran Nuklir Molekuler yang
merupakan penegasan dari hakikat ilmu kedokteran dalam perspektif perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran. Dari sudut pandang kedokteran nuklir molekuler, masalah pasien akan
dilihat sebagai disfungsi molekuler bukan kelainan struktural.