keefektifan kelompok psikoedukasi teknik modeling …lib.unnes.ac.id/40607/1/upload aji taufiq...
TRANSCRIPT
KEEFEKTIFAN KELOMPOK PSIKOEDUKASI
TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN
ADAPTABILITAS KARIR MELALUI SELF-EFFICACY
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR SISWA SMP
NEGERI 31 PURWOREJO
TESIS
diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Magister Pendidikan
Oleh
Aji Taufiq Pambudi
0105516026
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Keefektifan Kelompok Psikoedukasi Teknik Modeling Untuk
Meningkatkan Adaptabilitas Karir Melalui Self-Efficacy Pengambilan Keputusan
Karir Siswa SMP 31 Purworejo” karya,
Nama : Aji Taufiq Pambudi
NIM : 0105516026
Progam studi : BIMBINGAN KONSELING
telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian tesis.
Semarang, 27 September 2018
Pembimbing I, Pembimbing II,
Mulawarman, S.Pd., M.Pd., Ph.D. Prof. Dr. Muhammad Japar, M.Si., Kons.
NIP 19771223200501101 NIP 195809121985031006
ii
PENGESAHAN UJIAN TESIS
Tesis dengan judul “Keefektifan Kelompok Psikoedukasi Teknik Modeling Untuk
Meningkatkan Adaptabilitas Karir Melalui Self-Efficacy Pengambilan Keputusan Karir
Siswa SMP 31 Purworejo” karya,
Nama : Aji Taufiq Pambudi
NIM : 0105516026
Program Studi : Bimbingan Konseling
telah dipertahankan dalam sidang panitia ujian tesis Pascasarjana, Universitas Negeri
Semarang pada hari Sabtu, tanggal 27 Oktober 2018
Semarang, 11 November 2018
Panitia Ujian
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya
nama : Aji Taufiq Pambudi
nim : 0105516026
program studi : Bimbingan Konseling
menyatakan bahwa yang tertulis dalam tesis yang berjudul “Keefektifan Kelompok
Psikoedukasi Teknik Modeling Untuk meningkatkan Adaptabilitas Karir Melalui Self-
Efficacy Pengambilan Keputusan Karir Siswa SMP 31 Purworejo” ini benar-benar
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain atau pengutipan dengan cara-
cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Atas pernyataan ini saya secara pribadi
siap menanggung resiko/sanksi hukum yang dijatuhkan apabila ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini.
Semarang, 27 September 2018
Yang membuat pernyataan
Aji Taufiq Pambudi
NIM. 0105516026
ditempeli
meterai
Rp. 6.000
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Percayalah kepada kemampuan diri sendiri yang nantinya akan membentuk
kepribadian yang lebih adaptif sehigga dapat memanfaatkan kesempatan dan peluang
menuju kesuksesan karir.” (Aji Taufiq Pambudi)
Persembahan:
Almamater Progam Studi Bimbingan Konseling
Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang
v
ABSTRAK
Pambudi, Aji Taufiq. 2018. “Keefektifan Kelompok Psikoedukasi Teknik Modeling
Untuk Meningkatkan Adaptabilitas Karir Melalui Self-Efficacy Keputusan
Karir Siswa SMP Negeri 31 Purworejo. Tesis. Program Studi Bimbingan
Konseling1 Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I
Mulawarman, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Pembimbing II Prof. Dr. Muhammad
Japar, M.Si., Kons.
Kata Kunci : Adaptabilitas karir, Self-Efficay Keputusan Karir, Kelompok Psikoedukasi,
Modeling
Masa remaja awal merupakan masa paling menentukan terjadinya
perkembangan karir. Pada masa ini juga mengenali dan mengembangkan seluruh
potensi dalam dirinya sehingga menentukan apakah ia akan memiliki pemahaman
karir yang positif ataukah negatif. Self-efficacy keputusan karir dan adaptabilitas
karir sangat penting, terlebih bagi remaja yang mengalami rendahnya pemahaman
karir (career indifference) merefleksikan perilaku tanpa perencanaan, pesimis, dan
sikap apatis terhadap karier, kegagalan dalam meraih tujuan karir, sikap tidak
realistis (unrealism) terhadap dunia pekerjaan dan memiliki citra diri yang tidak
tepat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dampak kelompok psikoedukasi
teknik modeling untuk meningkatkan adabtabilitas karir melalui self-efficacy
keputusan karir.
Metode penelitian eksperimen, desain quasi experiments, rancangan pretest-
postest control group melibatkan siswa sebanyak n218 orang yang dipilih secara
purposive sampling dari 94 siswa kelas VIII SMP Negeri 31 Purworejo. Instrumen
penelitian diadopsi dari skala (CDSE-SF) dan (CAAS). Analisis data menggunakan
manova, menunjukan teknik modeling efektif meningkatkan self-efficacy keputusan
karir dan adaptabilitas karir (f=311.70; p<0.05), dan hasil dari bias corrected
bootstrapping SPSS 25 dengan resampling (N=5000) estimasi true indirect effect
dengan level 95% confidence interval penggaruh tidak langsung self-efficacy
keputusan karir terhadap adaptabilitas karir menunjukan hasil efek mediasi (7.60;
p<0.05) [CI=95% 1.90-13.86]. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok
psikoedukasi teknik modeling efektif untuk meningkatkan self-efficacy keputusan
karir dan adaptabilitas karir, serta terdapat pengaruh mediasi dari self-efficacy
keputusan karir terhadap adaptabilitas karir.
Implikasi teknik modeling, siswa memperoleh suatu gambaran terhadap
keyakinan arah karir, kemampuan dirinya, memiliki wawasan terhadap potensi diri,
serta dapat merencanakan sekolah lanjutan yang didukung dengan kesiapan belajar
ketika disekolah maupun di rumah. Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai
penelitian mampu menjadi bukti, bahwa dengan memperkuat self-efficaccy
keputusan karir maka akan tubuh rasa keseuaian harapan yang telah dirasakan dan
muali terbentuk kondisi adabtabilitas karir, sehingga pada akhirnya dapat
meyesuaikan dengan tugas perkembanganya ketika di sekolah maupun dirumah.
vi
PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya. Berkah karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis ini yang
berjudul “Keefektifan Kelompok Psikoedukasi Teknik Modeling untuk
meningkatkan Adaptabilitas Karir Melalui self-efficacy keputusan Karir (Studi Pada
Siswa di SMP Negeri 31 Purworejo)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu
persyaratan meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan
Konseling Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Keberhasilan ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi -
tingginya kepada pihak - pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Ucapan
terima kasih peneliti sampaikan pertama kali kepada para pembimbing:
Mulawarman, S.Pd., M.Pd., Ph.D. dan Prof. Dr. Muhammad Japar, M.Si., Kons.
yang telah memberikan masukan yang sangat berharga untuk penelitian. Ucapan
terima kasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang telah membantu
selama proses penyelesaian studi, diantaranya:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan kesempatan dan arahan selama proses pendidikan.
2. Prof. Dr. Achmad Slamet, M.Si, Direktur Pascasarjana Unnes, yang telah
memberikan kesempatan serta arahan selama pendidikan, penelitian dan
penyusunan tesis.
3. Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons, Koordinator Program Studi
Bimbingan dan Konseling S2 dan S3 Pascasarjana Unnes yang telah
memberikan kesempatan dan arahan dalam penulisan tesis.
4. Dr. Awalya, M.Pd., Kons, Sekretaris Program Studi Bimbingan dan Konseling
S2 dan S3 Pascasarjana Unnes yang telah memberikan kesempatan serta arahan
dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dewan Penguji Tesis, yang telah memberikan masukan dan
kelancaran kepada peneliti selama pengujian tesis ini.
vii
6. Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana Unnes, yang telah banyak memberikan
bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan.
7. Orang tuaku tercinta, Bapak Eko Teguh Pambudi dan Ibu Sri Budi Ningsih yang
selalu mendukung baik berupa doa dan dukungan lainnya tanpa kurang
sedikitpun beserta keluarga dari pihak Ibu dan Bapak yang selalu memberikan
dorongan dan motivasi serta doa yang tiada henti.
8. Rekan-rekan sejawat PPs UNNES angkatan 2016 khususnya PPs BK yang sudah
banyak membantu serta pihak-pihak lain yang telah membantu terselesainya
penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti sadar bahwa dalam penulisan tesis ini mungkin masih terdapat
kekurangan, baik isi maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat dan merupakan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Semarang, September 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... i
PENGESAHAN UJIAN TESIS ...................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
PRAKATA ...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 17
1.3 Cakupan Masalah .................................................................................... 18
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................... 19
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................... 20
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................. 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA
BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 22
2.2 Kerangka Teoretis .................................................................................. 30
2.2.1 Kelompok Psikoedukasi Teknik Modeling ............................................. 30
2.2.2 Adaptabilitas Karir ................................................................................. 61
2.2.3 Self-efficacy Keputusan Karir ................................................................. 71
2.3 Kerangka Berpikir .................................................................................. 79
2.4 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 82
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 83
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................................ 85
ix
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................. 88
3.4 Teknik dan Insrumen Pemngumpulan Data ........................................... 91
3.4.1 Prosedur Adaptasi Instrumen ................................................................. 91
3.4.2 Career Decision Self-Efficacy Scale ...................................................... 100
3.4.3 Career Adaptability scale ...................................................................... 102
3.5 Validitas dan Realibilitas Data ............................................................... 105
3.5.1 Uji Validitas Instrumen .......................................................................... 105
3.4.2 Uji Realibilitas Instrumen ...................................................................... 109
3.6 Teknik Analisis Data .............................................................................. 110
3.6.1 Uji Klasik ............................................................................................... 110
2.6.2 Uji Hipotesis .......................................................................................... 111
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................... 115
4.1.1 Deskripsi Data ........................................................................................ 115
4.1.1.1 Kondisi Self-Efficacy Keputusan Karir Dan Adaptabilitas Karir
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Purworejo .................................... 115
4.1.1.2 Data Skor Pre-Test Dan Post-Test Subjek Penelitian ....................... 118
4.1.2 Uji Asumsi ............................................................................................. 124
4.1.3 Uji Hipotesis .......................................................................................... 126
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 132
4.2.1 Kondisi Self-efficay dan adaptabilitas kari ............................................. 132
4.2.2 Keefektifan KP Teknik Modeling Meningkatkan adaptabilitas karir .... 135
4.2.3 Keefektifan KP Teknik Modeling Meningkatkan Self-eficacy karir ...... 138
4.2.4 Hubungan Self-efficay keputusan karir dengan adaptabilitas karir ........ 141
4.2.5 Kefektifan KP Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Adaptabilitas
Karir Melalui Self-Efficay Keputusan Karir .......................................... 142
4.3 Keterbatasan Peneliti .............................................................................. 147
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................................................. 148
5.2 Saran ........................................................................................................ 150
Daftar Pustaka ................................................................................................. 152
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perbedaan kelompok psikoedukasi dan konseling kelompok ............ 31
Tabel 2.2. Perbedaan kelompok. ......................................................................... 32
Tabel 2.3 Dimensi Adaptabilitas Karir .............................................................. 63
Tabel 3.1. Populasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Purworejo ...................... 86
Table 3.2. Kisi-kisi Career Decision Self-Efficacy Scale–Short Form ............... 99
Table 3.3. Kisi-kisi Skala Adaptability career .................................................... 101
Tabel 3.4. Rencana Pemberian Alternatif Jawaban ........................................... 102
Tabel 3.5. Alternatif Jawaban Validitas Instrumen ............................................ 103
Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Self-efficacy ........................................ 104
Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas Instrumen Adaptabilitas ..................................... 105
Tabel 3.8. Alternatif Jawaban Realibilitas Instrumen ........................................ 106
Tabel 3.9. Nilai Alpha ......................................................................................... 106
Tabel 4.1. Hasil Pengisian Skala Self-efficacy ................................................... 113
Tabel 4.2. Hasil Pengisian Sala Adaptabilitas ................................................... 113
Tabel 4.3. Pola Perubahan Peningkatan . ............................................................ 116
Tabel 4.4. Perhitungan Mean, SD, Pretes-Posttes .............................................. 118
Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Data ................................................................. 122
Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas Data ............................................................. 122
Tabel 4.7. Hasil UJi Manova .............................................................................. 123
Tabel 4.8. Hasil Uji Between Subjet Effect ........................................................ 124
Tabel 4.9. Hasil Analisis Jalur Process Hyes SPSS 25 ...................................... 126
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Pola Kerangka berfikir ................................................................... 84
Gambar 3.1. Desain Penelitian Quasi Experimen ............................................... 84
Gambar 3.2. Teknik Analisis Mediasi................................................................. 89
Gambar 3.3. Tahapan Adaptasi Instrumen .......................................................... 94
Gambar 3.4. Teknik Analisis Mediasi Sederhana .............................................. 110
Gambar 4.1. Hasil Analisis Bootstapping .......................................................... 127
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. SK. Pembimbing .................................................................................. 166
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Pasca Sarjana Unnes Progam Study
Bimbingan Konseling .................................................................................. 167
Lampiran 3. Surat Keterangan melakukan izin Pengujian Skala self-efficacy
keputusan karir dan adaptabilitas karir dari SMP Hj. Isriati Semarang ...... 168
Lampiran 4. Surat Keterangan melakukan izin Penelitian di SMP Negeri 31
Purworejo .................................................................................................... 169
Lampiran 5. Hasil Bacak Tranlation Instrumen Penleitian ...................................... 170
Lampiran 6. Surat Keterangan Melakukan Back Translation LP3 UNNES .............. 193
Lampiran 7. Surat Permohonan Validasi Ahli Instrumen Penelitian ........................ 194
Lampiran 8. Tabulasi Validitas dan Realibilitas Instrumen (CDSE-SF) dan
(CAAS) SMP Hj. Isriati Semarang ............................................................. 198
Lampiran 9. Hasil Uji Validitas Skala pada SMP Hj. Isriati Semarang ................... 206
Lampiran 10. Hasil Uji Reallibilita Skala Pada SMP Hj.Isriati Semarang ............... 211
Lampiran 11. Career Decision Self-Efficay Scale Short Form .................................. 236
Lampiran 12. Career Adapt Ability Scale .................................................................. 238
Lampiran 13. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kelompok Psikoedukasi Teknik
Modeling ..................................................................................................... 240
Lampiran 14. RPL Kelompok Psikoedukasi Teknik Modeling ................................. 296
Lampiran 15. Informed Consent Kelompok Psikoedukasi Teknik Modelin ............. 314
Lampiran 16. Pedoman Observasi Anggota Kelompok ............................................. 316
Lampiran 17. Lembar Evaluasi Kegiatan................................................................... 317
Lampiran 18. Tabulasi Hasil Sebaran Skala (CDSE-SF) dan (CAAS) di SMP 31
Purworejo ..................................................................................................... 318
Lampiran 19. Hasil Uji Hipotesis .............................................................................. 335
Lampiran 20. Dokumentasi ........................................................................................ 358
Lampiran 21. Pedoman Wawancara Untuk Study Pendahulu ................................... 360
Lampiran 22. Hasil (DCM) Untuk Study Pendahulu ................................................. 361
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pesatnya dunia pekerjaan pasca modern ditandai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, telah merambah kepada munculnya bidang-
bidang baru. Perubahan politik, sosial, ekonomi, teknologi, dan budaya. Hoyt &
Wickwire (2001) menyebutkan telah terjadi perubahan dalam sistem sosial,
ekonomi, pemerintahan, karir, pendidikan, pekerjaan, dan sistem hidup lainnya,
merupakan cerminan perubahan yang terjadi di era globalisasi informasi
pengetahuan. Revolusi digital abad ke-21 telah membawa perubahan susunan
sosial kerja baru (Savickas, 2012). Karir yang semakin beragam, terfragmentasi,
dan global, menjadi konsep penting yang mengutamakan kemampuan untuk
beradaptasi dan menavigasi perkembangan seseorang dalam konteks pekerjaan
(Zacher, Ambiel, & Noronha, 2015).
Bidang pekerjaan semakin terdiferensiasi atau terspesifikasi sehingga
dirasakan semakin banyak yang mempersyaratkan kemampuan lebih tinggi.
Transisi dari bangku sekolah menuju jenjang kelebih tinggi merupakan salah satu
langkah kritis untuk mewujudkan keberhasilan karir yang akan datang,
keberhasilan dan kegagalan perencanaan karir dapat dipengaruhi oleh keputusan
saat ini (Koen, Klehe, & Vianen, 2012; Savickas, 2013; Nilforooshan & Salimi,
2016) keberhasilan seseorang untuk mencapai kesuksesan karir dibutuhkan suatu
kemampuan adaptabiltas.
2
Fenomena tersebut menandakan bahwa perkembangan karir harus
dipersiapkan sejak mulai remaja awal. Dikalangan remaja awal pengembangan
karir merupakan tugas yang biasanya dimulai pada jenjang sekolah menengah
pertama (Stringer, Kerpelman, & Skorikov, 2012). Jenjang sekolah merupakan
tahapan mempersiapkan untuk masa depan mereka dalam kehidupan kerja,
memperoleh pengetahuan informasi karir, pemilihan karir dan kemampuan
beradaptasi karir (Negru-Subtirica & Pop, 2016). Kematangan karir merupakan
hasil dari dinamika interaksi antara individu dengan lingkungannya (Hartung,
Porfeli, & Vondracek, 2008).
Siswa sekolah menengah pertama (SMP) merupakan masa remaja awal
yang berusia diantara 11-15 tahun. Remaja awal sudah mampu berfikir abstrak
dan hioptesis, dapat memperkirakan apa yang mungkin terjadi, dapat
merencanakan kedepannya (Steinberg, 2014). Perkembangan kematangan karir
siswa SMP meliputi wawasan dan kesiapan karir, dapat mengekspresikan ragam
pekerjaan, pendidikan dan aktivitas dalam kaitan dengan kemampuan diri
(Kemenkedikbud, 2016). Semakin tinggi pemahaman dan kesiapan belajar di
sekolah, maka untuk dapat beradaptablitas karir memiliki peluang yang besar bagi
siswa.
Tahapan yang harus dilalui masa remaja awal dalam tugas
perkembanganya meliputi persiapan secara ekonomi, pemilihan, dan latihan
jabatan (Monks, Knoers, & Haditono, 2006). Menurut Super (1980) kristalisasi
Crystallization merupakan tahapan tugas perkembangan dengan rentang usia 14-
18 tahun, rentang usia tersebut menunjukan periode prose kognitif dalam
3
merumuskan tujuan karir secara umum dengan melihat kemampuan diri,
kontinjensi, minat, nilai, dan perencanaan untuk pekerjaan yang disukainya.
Mempertimbangkan perspektif ini, adaptasi karier berkembang dengan
berbagai tingkat mulai dari masa kanak-kanak dan berlanjut sepanjang rentang
kehidupan (Hartung et al., 2008). Kemampuan beradaptabilitas karir dapat
dikonseptualisasikan sebagai dimensi perkembangan yang digunakan untuk
menggambarkan kematangan karir, yaitu perencanaan, eksplorasi, dan
pengambilan keputusan karirnya (Savickas, 1997). Hasil temuan (Creed, Fallon,
& Hood, 2009) membuktikan bahwa adaptabilitas karir signifikan dengan
pengambilan keputusan karir.
Kemampuan adaptabilitas karir adalah konsep sentral dalam teori
konstruksi karier sebagai pengganti kematangan karir Savickas, (1997); Savickas
et al. (2009); Savickas, Porfeli, Hilton, & Savickas, (2018); Ginevra et al. (2018).
Adaptabilitas karir merupakan kompetensi self-regulation, transaksional, dan
fleksibel untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan, perubahan saat ini dan masa
depan dalam konteks karir, mendorong penyesuaian dan transisi yang sukses
sepanjang masa (Ebenehi, Rashid, & Bakar, 2016; Ginevra et al., 2018).
Aadaptabilitas karir merupakan konsep sentral dari career construction
theory (CCT) Savickas (1997); Savickas, Nota, Rossier, Dauwalder, Duarte, et al.
(2009); Savickas (2011). Menurut Negru-Subtirica & Pop (2016) adaptabilitas
karir merupakan kemampuan serta kesiapan yang dimilki seseorang dalam
menghadapi situasi yang tidak terduga dengan berbagai perubahan lingkungan
yang dapat diperediksi maupun sebaliknya, sehingga memiliki kesiapan terhadap
4
perubahan tugas-tugas yang ada dalam rangka persiapan dan partisipasi dunia
kerja.
Adapun aspek yang terdapat pada adaptabilitas karir Savickas & Porfeli
(2012) menjelaskan aspek tersebut meliputi concern, control, curiosity and
confidence. Perhatian (yaitu, melihat ke depan dan mempersiapkan masa depan),
kontrol (yaitu, memiliki keterampilan pengambilan keputusan), rasa ingin tahu
(yaitu, ingin tahu tentang diri sendiri dan pilihan pekerjaan), dan kepercayaan diri
(yaitu, percaya pada kemampuan seseorang untuk mengatasi permasalahan).
Seseorang yang menunjukkan kemampuan beradaptasi karir yang lebih
besar biasanya tampak lebih mampu mengantisipasi kemungkinan perubahan
situasi baru dan dapat mempersiapkan lebih awal pengaruh berbagai perubahan
dengan memperoleh kemampuan baru dan memperkuat dukungan jaringan,
sehingga akhirnya akan dapat memfasilitasi dirinya serta membuat keputusan
positif terhadap kontrol disetiap kehidupan, serta menunjukan perilaku well-being
dari kualitas hidup yang dirasakan.
Adaptabilitas karir dapat menjadi perihal yang penting pada sejumlah
siswa. Bahwa dalam hal ini perlunya adaptabilitas karir sangat diperlukan pada
kehidupan siswa selama masa sekolah, transisi menuju pendidikan lanjutan serta
pemilihan karir. Hal ini (Savickas, 1997) konsep adaptabilitas karir mengarah
kepada tugas-tugas perkembangan Super life-span, life-space theory.
Pengembangan rentang usia merupakan adaptabilitas karir untuk memenuhi tugas-
tugas perkembangan (Hartung & Cadaret, 2017). Tugas perkembangan karir
adolescence usia 14-25 dengan membrikan kesempatakn waktu yang lebih untuk
5
menyalurkan hobi, memverifikasi pilihan pekerjaan saat ini, belajar terntang
peluang kerja, dan serta dapat mengembangakn konsep diri yang realistik (Super,
1980).
Hasil penelitian membuktikan bahwa pengaruh adaptablitas karir dapat
menentukan keberhasilan karir disetiap tugas perkembanganya. Temuan Duffy
(2010); Zacher (2014) membuktikan bahwa adaptabilitras karir berubah dari
waktu-kewaktu dengan dukungan lingkungan, pengalaman, dan usia. Hasil
korelasi kemampuan beradaptasi karir selama di sekolah merupakan faktor yang
signifikan terhadap keberhasilan pendidikan yang didukung dengan kondisi
emosional yang positf, dukungan sosial, tingkat pendidikan latar belakang
keluarga (Hirschi, 2009).
Didukkung penelitian Barclay & Stoltz (2016) telah membuktikan
keberhasilan dari intervesi untuk meningkatkan pembelajaran jangka pendek dan
keberhasilan karir jangka panjang terhadap siswa yang menghadapi transisi dari
sekolah ke pada pemilihan karirinya. Hasil penelitian Hirschi (2009)
membuktikan faktor yang berpengaruh dalam adaptabilias karir yaitu usia, gender,
pengalaman, keluarga, institusi pendidikan, dan status sosial ekonomi.
Sedangakan Creed et al., (2009) menemukan bahwa sudut pandang perbedaan
individu dapat difokuskan pada kemampuan adaptasi dan gaya seseorang dalam
suatu situasi, membuktikan bahwa terdapat pengaruh perbedaan dari sudut
pandang seseorang tentang karirnya dalam kesiapan mengadapi tugas-tugas
dengan situasi yang berbeda.
6
Dipertegas oleh Konstam, Demirtas, Tomek, & Sweeney (2015)
pengambilan keputusan karir dipengearuhi oleh lima jenis perilaku orientasi,
eksplorasi, pendirian, pengelolaan, dan pencapaian hasil. Serta keterlibatan tugas
akademis, efektif mengelola respons terhadap perubahan, kebaruan, dan terlibat
dengan tuntutan akademis (Burns, Martin, & Collie, 2018). Inti dari kesuksesan
persiapan karir di masa remaja adalah pengembangan kemampuan adaptabilitas
karir (Savickas, 1997).
Kenyataanya masih sering dijumpai permasalahan adaptabiltas karir yang
dialami oleh siswa, tidak semua siswa dapat memiliki adaptabilitas karirya dengan
mudah, seperti rendahnya kesiapan mereka dalam mengikuti pembelajaran,
kurang memahami sekolah lanjutan. Kehawatiran, tekanan, mempengaruhi tingkat
kepercayaan dirinya (Ebenehi et al., 2016). Mengalami kecamasan dan stress
tentang perencanaan kedepannya, transisi ke lingkungan pasca sekolah (Ginevra
et al., 2018). Merasa pesimistis, kematangan karir rendah, memiliki visi masa
depan negatif, dan memiliki nilai harga diri rendah (Janeiro, Mota, & Ribas,
2014). Serta dipengaruhi oleh kesenjangan bahasa, budaya, dan gender dalam
lingkungan sekolah (Fuse, 2018). Hasil penelitian Edwards & Quinter (2011)
mebuktikan bahawa siswa sekolah menengah pertama kurang mengetahui
informasi karir secara akurat yang mengakibatkan rendahnya pengetahuan
peluang karir.
Kekeliruan dan rendahnya adaptabilitas karir siswa SMP, akan
berdampak pada kehidupan selanjutnya, terjadi penurunan prestasi belajar,
frustasi, dan gangguan psikologis, serta ragu menentukan jenis sekolah lanjutan.
7
Hasil penelitian Penelitin Steinberg (2014) menemukan bahwa siswa tidak
memiliki kesesuaian setelah berada disekolah ditahun pertama, dikarenakan tidak
memiliki struktur perencanaan, persiapan yang matang, rendahnya dukungan
lingkungan yang berdampak tidak memiliki tujuan pendidikan lebih tinggi dengan
baik. Permasalahan dan hambatan karir berasal dari internal maupun eksternal
yang berdampak pada pencapaian tugas perkembangan karier siswa
(Urbanaviciute, Pociute, Kairys, & Liniauskaite, 2016).
Hasil studi pendahuluan di SMP Negeri 31 Purworejo dengan
menggunakan instrumen daftar cek masalah (DCM), diperoleh hasil rata-rata pada
aspek penyesuaian diri terhadap sekolah (4.04%) dengan katagori B, penyesuaian
terhadap kurikulum (5.05%) dengan kategori B, Kebiasaan belajar sebesar
(17.27%) kategori C, dan pada aspek masa depan dan cita-cita sebesar (11.52)
kategori C. Ditambah dengan salah satu indikator kehawatiran terhadap
masadepan dan sekolah lanjutan dalam kategori rendah (43.3%), serta indikator
cara belajar baik dengan perolehan C (11.1%). Rata-rata keseluruhan dapat
diartikan rendah. Hal ini membuktikan bahwa terdapat siswa kurang terarah
dalam perencanaan karirnya, terutama kelas VIII di SMP Negeri 31 Purworejo.
Didukung dari hasi wawancara kepada guru BK mendapati rendahnya
keputusan karir siswa dikarenakan faktor intrinstik dan ektrinsik. Faktor intrinsik
meliputi rendahnya minat untuk belajar, kurang pemahaman dunia pekerjaan,
siswa belum berfikir yang realistis untuk memilih sekolah lanjutan, belum
tersalurkan minat dan bakatnya, ragu untuk menentukan jenjang lanjutan
kehidupan selanjutnya setelah lulus, belum memiliki contoh figur untuk acuan
8
perencanaan karinya. Faktor ektrinsik meliputi pergaulan teman ketika berada
diluar sekolah, kondisi latar belakang orang tua, kondisi lingkungan sosial di
dalam sekolah, menghindari tugas-tugas yang diberikan pada proses belajar
seperti; malas mengerjakan PR, membolos pada hari tertentu, ada siswa yang
tidak mengikuti kegiatan ektrakulikuler dengan rutin.
Perlunya adaptabilitas karir siswa SMP dikarenakan masa remaja awal
meupakan masa tubuh kembang, dimana siswa sedang mencari informasi,
pengetahuan, ekplorasi bakat, minat yang berkaitan dengan sekolah lanjutan dan
perencanaan karir. Menurut Creed et al. (2009) hasil penelitianya membuktikan,
siswa dalam proses pembelajaranya memiliki kinerja dengan baik serta
berorentasi tujuan cenderung memiliki kesiapan perencanaan karir. Pengalaman
kesadaran karir memungkinkan siswa untuk mengakomodasi dan mengasimilasi
informasi akurat tentang dirinya dan orang lain ke dalam pemikirannya
(Magnuson & Starr, 2000). Hal ini apabila siswa kurang memilki informasi karir
akan berpengaruh pada proses perencanaan karir. Hasil penelitian Edwards &
Quinter (2011) mebuktikan bahawa siswa sekolah menengah pertama kurang
mengetahui informasi karir secara akurat yang mengakibatkan rendahnya
pengetahuan peluang kerja
Namun berbeda dengan hasil penelitian Kenny, Blustein, Haase, Jackson,
& Perry (2006) meneliti hubungan positif antara rencana karir dan keterlibatan
sekolah pada siswa sekolah menengah akan terapi hasil tersebut menunjukan
keterlibatan sekolah yang lebih tinggi tidak mengarah pada peningkatan
pengembangan karir siswa. Negru-Subtirica & Pop (2016) melakukan penelitian
9
kepada remaja awal yang menghubungkan antara prestasi akademik dengan aspek
adaptabilitas kari (perhatian, kontrol, rasa ingin tahu, dan kepercayaan diri),
diperoleh hubungan tidak signifikan antara prestasi akademik dengan rasa ingin
tahu. Dikarenakan siswa memiliki pengetahuan karir yang tinggi tetapi tidak dapat
memiliki perencanaan karir yang jelas. Dengan adaya kesenjangan yang ada baik
secara empiris maupun dari hasil penelitian peneliti mencoba menggali lebih
lanjut untuk menganalisis lebih dalam dari temuan ini. Sehinga menjadi layak
diteliti kembali kaitanya dengan adaptabilitas karir terlebih pada lingkungan
sekolah.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adaptabilitas karir peserta didik
adalah self-efficay keputusan karir. Teori SCCT Bandura, self-efficacy keputusan
karir merupakan mediator utama sebagai arah perilaku dan arah perubahan
perilaku (Betz & Taylor, 2014). Self-efficacy keputusan karir secara umum
merupakan konstruksi psikologis yang universal memebrikan kontribusi dalam
berbagai varians serta domain fungsi individu termasuk dalam pemilihan karirnya
(Song & Chon, 2012). Lebih jauh lagi, self-efficacy keputusan karir dikaitkan
dengan upaya yang kuat untuk mencapai tujuan, ketekunan dalam menghadapi
kesulitan, dan peningkatan kinerja dari hasil sebelumnya (Bandura & Locke,
2003). Ditegaskan, self-efficacy keputusan karir terkait dengan hasil akhir untuk
remaja, seperti peningkatan prestasi akademik dan mampu menghadapi persoalan
akademik (Carroll et al., 2009).
Sumber dukungan sosial mendorong optimisme karir melalui
peningkatan self-efficacy keputusan karir yang menunjukan keberhasilan pada
10
sesorang untuk melakukan tugas-tugas penting dalam perkembangan yang
diperlukan (Garcia, Restubog, Bordia, Bordia, & Roxas, 2015). Aspek self-
efficacy keputusan karir yaitu (1) self aparsial (penilaian diri), (2) gathering
occupational information (pengumpulan informasi pekerjaan), (3) goal selection
(seleksi tujuan), (4) making plans for the futur (pembuatan perencanaan
kedepan), (5) problem solving (pemecahan masalah) (Taylor & Betz, 1983). Dalm
hal ini B. Y. Choi et al. (2012) mengindikasikan bahwa self-efficacy pengambilan
keputusan karir sebagai inti yang memfasilitasi proses perencanaan karir.
Self-efficacy keputusan karir dalam ranah akademik sebagai penentu
keberhasilan pembelajaran, berdampak pada orintasi karir. Choi & Kim (2013)
menguji 118 siswa amerika dan 234 siswa korea sebanyak membuktikan bahwa
terjadi hubungan signifikan dari nilai budaya, self-efficacy dan perilaku persiapan
karir dalam peran mediasi motivasi belajar dan akademik prestasi. Dalam hal ini
self-efficacy memainkan peran sentral sebagai pembangkit motifasi dan prestasi
akademik yang dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaannya. Didukung oleh Ana,
Wibowo, & Wagimin (2017) sisiwa memiliki self-efficay keputusan karir yang
baik ketika merasa yakin bahwa dirinya percaya, mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan apa yang diinginkan dan diharapkannya.
Keberhasilan self-efficacy keputusan karir remaja adalah terlaksanan dari
setiap tugas perkembangannya, dukungan lingkungan, orang tua, dan orang yang
berpengaruh. Ogutu & Maragia (2017) membuktikan bahwa keberhasilan self-
efficacy keputusan karir dipengaruhi oleh jenis kelamin, dan tipe sekolah,
lingkungan teman sebaya, dukungan orang tua dikalangan peserta didik sekolah
11
menengah pertama. Duffy & Blustein, (2005) membuktikan bahwa individu yang
memiliki hubungan spiritual yang kuat, memiliki motivasi intrinsik cenderung
lebih percaya diri dalam kemampuan mereka untuk membuat self-efficacy
keputusan karir dan terbuka mengeksplorasi berbagai pilihan karir.
Garcia, Restubog, Bordia, Bordia, & Roxas (2015) menguji hubungan
optmis karir dengan dukungan orang tua, dukungan guru singnfikan dengan self-
efficacy yang dimilikinya. Orang tua dan guru dapat memberikan peluang untuk
penguasaan yang aktif (misalnya, Mendukung kegiatan ekstra kurikuler yang
meningkatkan keterampilan terkait pekerjaan) dan pemodelan terkait karir
(misalnya, berbagi strategi dan keterampilan yang terkait dengan karier) serta
memberikan bantuan positif dalam bentuk dorongan verbal yang memungkinkan
remaja untuk mengembangkan keyakinan dalam keputusan karir.
Namun rendahnya self-efficacy keputusan kari akan berdapak pada
menurunya tingkat keperayaan diri, harapan rendah, dan kekegalan melihat
peluang kedepan. Bandura (1997) menyatakan bahwa emosi negatif dapat
menghambat performansi seseorang. Dikarenakan ketika seseorang dengan emosi
negatif, akan dilingkupi perasaan cemas, takut, bimbang, ragu, dan tidak percaya
dengan kemampuan diri. Didukung Taylor (2009) hasil penelitian menyebutkan,
keterbatasan ekonomi orang tua yang berdampak pada penurunan tingkat
kelulusan sekolah menengah, siswa tidak memiliki kesempatan untuk pada
jenjang yang lebih tinggi, dan kesulitan mencapai kesetabilan pekerjaan, dan
berdampak pada kemandirian finansial.
12
Self-efficacy keputusan karir telah menjadi perhatian secara teoritis dan
empiris, serta perannya dalam prediksi perlaku atau arah pilih perilaku seseorang
(Song & Chon, 2012). Peneliti menggunakan self-efficacy keputusan karir sebagai
variabel mediator. Variabel mediator merupakan variabel yang dapat memperkuat
atau memperlemahnya efek dari hasil perlakuan. Jiang et al (2017) membuktikan
hubungan adaptabiltas karir dan kesetabilan karir dengan self-efficacy keputusan
karir, menunjukan pengaruh signifikan adapatabilitas karir dengan self-efficacy
keputusan karir. Utomo (2016), membuktikan bahwa siswa memilki tingkat self-
efficacy yang tinggi, dapat melakukan perencanaan karier yang baik, dimana self-
efficacy siswa dipengaruh oleh kepribadian, potensi intelektual atau kelebihan-
kelebihan lain yang hanya dia miliki. Self efficacy merupakan penilaian seseorang
terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar
kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil
tertentu.
Bertolak dari temuan terdahulu, terdapat penelitian tidak berhasil melihat
efek yang mempengaruhi atau memediasi dari self-efficacy keputusan karir.
Zacher (2014) meneliti efek karakteristik demografi dan tiga variabel perbedaan
individu (keperibadian, evaluas diri dan fokus temporal) pada perubahan dari
waktu ke waktu dalam kemampuan beradaptasi dengan dimensi (perhatian,
kontrol, keingintahuan, dan kepercayaan diri). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa usia dan fokus masa depan yang diprediksi akan berubah dalam hal
adaptasi karier. Akan tetapi pada penelitian ini tidak melihat efek self-efficacy
yang mempengaruhi atau memediasi dari perubahannya.
13
Didukung dari hasil penelitian Amin, Wibowo, & Nusantoro (2014)
mebuktikan bahwa self-efikasi keputusan karir antara kelompok mayoritas Jawa
dengan minoritas Tionghoa. Namun hasil tersebut menunjukan tingginya self-
effficacy keputusan karir kelopok minoritas dari pada kelompok mayoritas, hal ini
membuktikan bahwa oreintasi karir siswa Tionghoa lebih baik dari pada siswa
keturunan Jawa. Membuktikan bahwa telah terhadi kesenjangan, pada umumnya
kelompok mayoritas lebih baik dari pada kelompok minoritas.
Penelitian terbaru Douglass & Duffy (2015) menemukan adaptasi karir
terkait secara positif dengan self-efficacy keputusan karir, sehingga siswa yang
memiliki kemampuan adaptasi lebih tinggi merasa lebih berkuasa dalam
mengambil keputusan karier. Terlepas dari hasil ini, membuktikan bahwa telah
terjadi kesenjangan. Peneliti mencoba menggali lebih lanjut untuk menganalisis
lebih dalam efek mediasi dari self-efficacy keputusan karir terhadap temuan ini.
Mempertimbangkan fenomena tersebut, untuk meningkatkan
kemampuan adaptabilitas karier dan self-efficacy kari digunakan beberapa cara
yang efektif, salah satunya adalah layanan dasar. Layanan dasar sebagai salah satu
komponen dalam program bimbingan, yang sekaligus menjadi salah satu layanan
bimbingan dan konseling (Kemenkedikbud, 2016). Layanan tersebut merupakan
inti pendekatan perkembangan yang diorganisasikan sekitar perencanaan dan
eksplorasi karir, pengetahuan tentang diri dan orang lain, dan perkembangan
belajar (Kemenkedikbud, 2016). Salah satu teknik yang digunakan peneliti untuk
meningkatkan adaptabiltas karir dan efek yang mempengaruhinya self-efficacy
keputusan kari dengan teknik modeling.
14
Teknik modeling merupakan belajar melalui observasi peniruan tingkah
laku dari individu atau kelompok, dengan menambahkan atau mengurangi tingkah
laku yang teramati, sekaligus menggeneralisasi berbagai pengamatan, serta
melibatkan proses kognitif. Pemodelan didefinisikan sebagai pembuatan,
penyempurnaan, dan praktik kognitif yang dilakukan dengan tugas-tugas tertentu
(Lyons, 2008). Pemanfaatan dari teknik modeling sangat bervariasi. Seperti dari
hasil penelitian (Repita, Parmiti, & Tirtayani, 2016) teknik modeling ganda (live
model and symbolic model) berhasil meminimalisasi perilaku bermasalah
oppositional defiant dengan baik, dengan hasil sangat memuaskan karena terjadi
penurunan rerata presentase yang awalnya prasiklus 36.46%, siklus I 30.46%
menjadi 24.46% pada siklus II.
Penelitian tentang teknik modeling telah banyak dilakukan sebagai
perencanaan karir. Seperti hasil penelitian Mensah, Mettle, & Ayimah (2014)
mengatakan bahwa modeling merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses
perencanaan karir. Adiputra (2015) membuktikan dengan teknik modeling, efektif
meningkatkan perencanaan karir siswa. Little (1974) dengan modeling thenique
untuk mengukur minat pada pekerjaan nontradisional. Hasil yang diperoleh ialah
peningkatan minat yang signifikan terhadap pekerjaan nontradisional oleh subjek
yang melihat rangkaian pemodelan dengan penguatan oleh seorang konselor laki-
laki. Yeagley, Subich, & Tokar (2010) membuktikan penggunaan teknik live
modeling dapat meningkatkan self-efficacy keputusan karir. Pemodelan dilakukan
dengan menggunakan wanita yang mempunyai figur kepemimpinan. Hasil yang
diperoleh terjadi peningkatan self-efficacy keeputusan karir sesuai dengan
15
minatnya. Selain itu self-efficacy merupakan rangsangan penguat kesuksesan dari
hasil live modeling.
Bertolak dengan uraian di atas kaitannya dengan pelaksanaan teknik
modeling. Penelitian Morlock et al (2015) tujuan penelitian tersebut untuk
meningkatkan ketrampilan membaca dengan teknik modeling, menunjukan
kuraung efektif penggunaan teknik modeling tersebut pada remaja. Ketidak
efektian dikarenakan ketrbatasan peneliti yang tidak membandingkan video
modeling secara langsung ke model pengajaran lainya. Menyarankan bagi peneliti
lain untuk memastikan apakah video modeling efektif dari pada penerapan metode
pendidikan lainya. Dengan adanya temuan ini peneliti ingin melihat kefektifan
yang dilakukan pada seting kelompok psikoedukasi.
Teknik modeling dapat dilakukan dengan seting kelompok psikoedukasi.
Dikarenakan kelompok psikoedukasi memiliki tiga tujuan utama yaitu; pemberian
informasi, berlatih ketrampilan, dan proses komunikasi, berfokus pada topik-topik
seperti sikap, kepercayaan, kerja sama, komunikasi, dan membangun
keterampilan (Henderson & Thompson, 2016). Salah satu teknik di dalam
kelompok psikoedukasi adalah pemediaan, pemediaan di sini diartikan dengan
penggunaan video, movie, audiotape, computer presentation (Brown, 2004).
Permendikbud (2014) menjelaskan bahwa layanan bimbingan dan konseling
merupakan layanan bantuan khusus yang lebih bersifat psikoedukasi. Selain itu
pelaksanaan layanan dasar dengan cara psikoedukasi dapat diaplikatifkan melalui
format kelompok ataupun disebut juga kelompok psikoedukasi.
16
Tahun 2007, The Association for Specialists in Group Work (ASGW)
menggambarkan tipe pembagian kelompok diantaranya, psychoeducational group
(Berg, Landreth, & Fall, 2018). kelompok psikoedukasi merupakan kelompok
yang bersifat preventive dan untuk meningkatkan ketrampilan dalam setiap
anggota kelompok, anggota kelompok memiliki kesamaan ciri yang dari hasil
identifikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut kelompok psikoedukasi memiliki
bagian penting diantaranya, sebagai proses kegiatan belajar dan penyampaian
informasi baru (Berg et al., 2018).
Kelompok psikoedukasi disebut juga sebagai sebagai kelompok
pendidikan atau bimbingan, menekankan penggunaan metode pendidikan untuk
menyampaikan informasi dan mengembangkan keterampilan (Henderson &
Thompson, 2016). Kelompok psikoedukasi bertujuan untuk mempromosikan
pertumbuhan pribadi sesuai tahapn perkembanhya, pemberian informasi yang
relevant, dan menyelesaikan masalah, atau konflik (Henderson & Thompson,
2016). Kelompok psikoedukasi menjadi bagian integral dari pemberian layanan
dibidang konseling bagi praktisi saat ini kusunya di sekolah, kelompok
psikoedukasi mencakup berbagai fungsi yaitu afektif, eksistensial, behaviral, and
cognitive (Furr, 2000). Dikarenakan kelompok psikoedukasi dapat digunakan
dengan berbagai vasiasi dan dapat diaplikasikan dengan berbagai seting
diantaranya, di sekolah, di rumah sakit, agen kesehatan mental, agen pelayanan
sosial dan di Universitas (Brown, 2004).
Pendekatan kelompok memberikan kesempatan untuk belajar sosial,
pengembangan, belajar observasi peniruan tingkah laku dari individu atau
17
kelompok, menjalin hubungan satu dengan yang lainya, dan penguatan untuk
perubahan positif. Furr (2008) menjelaskan tahapan pelaksanaan kelompok
psikoedukasi yaitu (1) merumuskan tujuan, (2) menetapkan tujuan, (3)
mengidentifikasi tujuan, (4) menentukan konten, (5) memilih latihan atau strategi,
(6) dan melakukan evaluasi. Gadassi & Gati (2013) menyarankan penggunaan
kelompok psikoedukasi, dikarenakan informasi mengenai dimensi adaptabilitas
perencanaan karir dapat dipresentasikan secara langsung serta dapat diasosiasikan
kedalam self-efficay klien dalam proses pengambilan keputusan karir.
Berdasarkan fenomena dan kesenjangan hasil penelitian yang telah
disampaikan, hal ini mendorong peneliti untuk menggali lebih lanjut tentang
adaptbabilitas karir, self efficacy keputusan karir sebagai variabel mediator,
kelompok psikoedukasi dengan teknik modeling, dan mengetahui lebih dalam
efek yang mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung. Peneliti bermaksud
untuk melakukan penelitian dengan judul “keefetifan kelompok psikoedukasi
dengan tekink modeling terhadap adaptabilitas karir melalui self-efficacy keputusan
karir peserta didik sekolah mengah pertama (SMP)”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang diatas, maka permasalahan
yang ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Permasalahan karier yang dialami oleh peserta didik jenjang SMP,
seperti belum mempunyai pemahaman yang mantap tentang pemilihan
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, prestasi belajar yang rendah
menunjukan rendahnya dalam hal adaptabilitas karirnya, keraguan dan
18
kebingungan memilih jenis sekolah lanjutan yang akan ditempuh, belum
memahami jenis pekerjaan yang cocok dengan kemampuan diri
berdasarkan sekolah lanjutan yang akan dipilihnya.
1.2.2 Perbedaan temuan hasil penelitian mengenai hubungan antara jenis
kelamin, lingkungan budaya, dan latar belakang ekonomi keluarga
dengan self-efficacy dan adapatabilitas kari membuat perlu adanya
penelitan lanjutan untuk membuktikan/memastikan secara empiris
hubungan antara keduanya.
1.2.3 Kesenjangan hasil penelitian kaitannya dengan adaptabilitas karir
peserta didik dilihat dari hasil prestasi belajarnya. Dalam hal ini semakin
tinggi prestasi belajar maka akan dapat merencanakan kedepanya dengan
tepat, namun kenyataanya ditemukan bahwa semakin tinggi prestasi
belajar berdampak pada rendahnya aspek adaptabilitas karir peserta
didik.
1.2.4 Hasil penelitian menyarankan Self-efficacy sebagai variabel mediator
yang mempengaruhi adaptabilitas karir. Temuan peneliti tersbut tidak
melihat efek yang mempengaruhi hubungan antara keduanya. Dalam hal
ini peneliti untuk mengetahui lebih dalam variabel yang mempengaruhi
adaptabilitas karir lebih lanjut.
1.3 Cakupan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti melakukan pembahasan dalam
penelitian ini agar tidak meluas dan lebih terfokus. Maka cakupan permasalahan
penelitian ini, hanya terbatas pada keefetifan kelompok psikoedukasi dengan tekink
19
modeling terhadap adaptabilitas karir melalui self-efficacy keputusan karir,
mengetahui dampak dari variabel mediator. Penelitian ini berfokus pada siswa
dengan adaptabilitas karir dan self-efficacy keputusan kari yang rendah, dan
mengetahui perubahan disetiap sub variabel atau aspek dari adaptabilitas karir dan
self-efficacy keputusan kari serta menguji keefektifan kelompok psikoedukasi
dengan teknik modeling.
1.4 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya adaptabilitas karir, dan self
efficacy keputusan karir yang dimiliki oleh peserta didik SMP. Sehingga rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1.4.1 Bagimana gambaran self efficacy keputusan karir dan adaptabilitas karir
siswa SMP ?
1.4.2 Sejauh mana kelompok psikoedukasi dengan teknik modeling efektif untuk
meningkatkan adaptabilitas karir siswa SMP ?
1.4.3 Sejauh mana kelompok psikoedukasi dengan teknik modeling efektif
untuk meningkatkan self efficacy keputusan karir siswa SMP ?
1.4.4 Bagaimana hubungan antara self efficacy keputusan karir dengan
adaptabilitas karir siswa SMP?
1.4.5 Bagaimana dampak tidak langsung dari kelompok psikoedukasi dengan
teknik modeling terhadap adaptabilitas karir siswa melalui self-efficacy
keputusan karir?
20
1.5 Tujuan Penelitain
Tujuan penelitian diharapkan nantinya mampu menjawab dari rumusan
masalah yang telah dipaparkan. Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini untuk:
1.5.1 Menganalisis kondisi self-efficacy keputusan karir dan adaptabilitas karir
perserta didik SMP.
1.5.2 Menganalisis kelompok psikoedukasi dengan teknik modeling efektif
meningkatkan adaptabilitas karir peserta didik SMP.
1.5.3 Menganalisis kelompok psikoedukasi teknik modeling efektif
meningkatkan self-efficacy keputusan peserta didik SMP.
1.5.4 Menganalisis hubungan antara self-efficacy keputusan karir dengan
adaptabilitas karir peserta didik SMP.
1.5.5 Menganalisis dampak tidak langsung dari keefektifan kelompok
psikoedukasi dengan teknik modeling terhadap adaptabilitas karir siswa
melalui self-efficacy keputusan karir.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penggunaan kelompok psikoedukasi dengan teknik
modeling terhadap self-efficacy keputusan karir untuk meningkatkan adaptabilitas
karir peserta didik SMP, maka hasil penelitian dapat memberikan manfaat pada
aspek:
1.6.1 Teoretik
1.6.1.1 Hasil penelitian ini diharpkan dapat menjadikan tesis, mampu
memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan keilmuan
21
bimbingan konseling. Manfaat tersebut khususnya dalam pengembangan
kelompok psikoedukasi teknik modeling untuk menigkatkan adaptabilitas
karir melalui self-efficacy keputusan karir. Dengan harapan hasi
penelitian ini menjadi temuan baru yang dan mengkorelasikan antar
variabel.
1.6.2 Praktis
1.6.2.1 Guru Bimbingan konseling, harapannya dapat menerapkan implikasi
dalam penerapan layanan bimbingan dan konseling karier kepada
siswanya yang didasarkan pada adaptabilitas kari, dengan melihat faktor
yang memepengaruhi. Hal ini sangat penting karena keberhasilan
adapatbilitas karir dipengaruhi oleh self-efficacy keputusan karir.
1.6.2.2 Bagi peneliti selanjutnya, dapat mengambil sumbangan informasi,
pemikiran dari penerapan kelompok psikoedukasi dengan teknik
modeling untuk mengembangkan adaptabilitas karir melalui self-efficay
keputusan karir. Dan hapan bagi peneliti selanutnya adalah
menambahkan faktor yang mendukung keberhaslan adaptabilitas karir,
sepeerti usia, jenis kelamin, lokasi sekolah desa atau perkotaan, orang
tua, dukungan konselor, dukungan orang yang berpengaruh.
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA
BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian terkait digunakan sebagai rujukan dalam melakukan penelitian
mengenai Keefetifan kelompok psikoedukasi dengan tekink modeling terhadap
adaptabilitas karir melalui self-efficacy keputusan karir peserta didik SMP. Koen,
Klehe, & Vianen (2012) menunjukkan bahwa pelatihan adaptabilitas perencanaan
karir memfasilitasi kesuksesan transisi dari bangku sekolah ke dalam dunia kerja.
hasilnya menunjukkan bahwa lulusan dengan sumber daya adaptasi karir dapat
meningkatkan peluang mereka untuk menemukan pekerjaan yang baik secara
kualitatif, faktor utama mempengaruhi kesukesan adaptabilitas karir seperti aktif
dalam perencanaan, ekplorasi kari dan efikasi diri pembuatan keputusan. Dengan
demikian self-efficacy salah satu hal yang mempengaruhi adaptabilitas karir.
Temuan ini memberi pandangan terhadap penulis bahwa tingkat self-efficacy
dapat menentukan kondisi pemilihan karir. Implikasi bagi konselor karir harus
dapat melihat self-efficacy atau kepercayaan diri terhadap keputusan karir yang
diambilnya oleh siswa.
Hasil penelitian Tejedor et al (2016) bertujuan untuk menguji hubungan
adaptabilitas karir dan hubungannya dengan pengaturan diri, konstruksi karir, dan
keterlibatan akademis serta menguji career adapt abilities scale. Hasil dari
23
pelitian yang diperoleh sefl-regulation terhadap career adapt abilities scale
sebesar (.520) signifikan dan mempunyai efek langsung. Hubungan Career
Adapt-Abilities Scale dengan student career construction inventory sebesar (.710)
signifikan dan mempunyai efek langsung. Artinya, adaptabilitas karir dapat
dipengaruhi oleh keterlibatan akademis siswa, siswa aktif dalam kegiatan
akademis akan memiliki regulasi diri yang akan berpengaruh pada effikasi
dirinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Garcia et al (2015) berfokus pada peran
penting orang tua dan guru dalam membentuk optimisme karir remaja. Karena
dimana orang tua dan guru sama-sama membantu dalam memberi kesempatan
untuk mengembangkan optimisme. Salah satu cara dengan meningkatkan
frekuensi komunikasi dan menerapkan strategi komunikasi yang efektif,
memungkinkan orang tua dan guru untuk secara bersama-sama mengidentifikasi
kebutuhan dan kesulitan remaja. Dengan berfokus pada self-efficacy, dapat yakin
bahwa siswa tidak hanya optimis tentang masa depan mereka, mereka juga
memiliki keterampilan yang diperlukan untuk beradaptasi dalam konteks
perberubahan karirnya.
Selain itu Guan et al (2013) menunjukkan bahwa empat dimensi
kemampuan beradaptasi karir berkorelasi positif dengan keberhasilan pencarian
kerja lulusan universitas dan status pekerjaan mereka. Hasil penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa dengan dampak demografi (gender, usia, tingkat pendidikan
dan mayoritas) dan latar belakang keluarga (status ekonomi keluarga dan
pendidikan orang tua) yang dikontrol, ketika menempatkan empat dimensi
24
kemampuan beradaptasi karir bersama, perhatian karir dan kontrol karir dilayani.
sebagai prediktor terkuat untuk self-efficacy pencarian kerja, yang selanjutnya
memediasi efek positif dari dimensi status pekerjaan ini. Dengan demikian sefl-
effikasi dapat terbentuk karena usia, gender, tingkat pendidikan, lingkungan, dan
latar belakang orang tua. Implikasi penelitian ini sebagai acuan bahwa self-
efficacy sebagai landasan sesorang memiliki kepercayaan dirinya yang
memprediksi adaptabilitas karirnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Short et al (2016) menunjukan hasil
bahwa pengalaman pengaruh positif dipromosikan dengan pengaturan diri siklus
perubahan perilaku dan kontrol yang mencakup aspek penguatan diri. Selain itu,
penelitian ini menguji model mediasi antar variabel, menambahkan dukungan
tentang executive function dan self-regulation lebih dekat dengan pengalaman
subjektif tentang well-being yang mengarah pada adaptasi. Model mediator ganda
memeriksa efek tidak langsung dari fungsi eksekutif dan pengaturan diri antara
kesadaran disposisi dan kesejahteraan umum, diuji dengan menggunakan prosedur
multivariat bootstrapped.
Selanjutnya Jiang, Hu, & Wang (2018) menguji hubungan antara Career
adaptability dan kesetabilan karir yang berhubungan dengan effects moderating of
tenure dan job self-efficacy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek ini lebih
kuat di antara karyawan dengan masa kerja yang tinggi dipengaruhi oleh self-
efficacy, serta hasil informasi dikumpulkan dari sampel pekerja lainnya dengan
menggunakan survei lapangan. Interaksi antara masa kerja dan kemampuan
beradaptasi karir dalam memprediksi tingkat pekerjaan ditemukan oleh self-
25
efficacy pekerjaan. Informasi ini memberi kan kontirbusi pada peneliti bahawa
secara tidak langsung self-efficacy mempengaruhi proses pekerjaan seseorang.
Guan et al (2016) menunjukkan bahwa dukungan orang tua secara positif
dapat mempengaruhi keputusan self-efficacy dari waktu kewaktu. Efek tidak
langsung bersyarat dari dukungan orang tua dalam memprediksi kemampuan
beradaptasi karir melalui career decision making self-efficacy dengan self-efficacy
rendah dibandingkan dengan kepercayaan tradisionalitas yang tinggi. Terdapat
implikasi bagi siswa, orang tua, dan pendidik perlu menyadari bahwa kepercayaan
tradisionalitas berpotensi meredam atau melemahkan terhadap peningkatan
pengambilan keputusan karir self-efficacy dan pengembangan kemampuan
beradaptasi karir. Saran dari penelitian ini dharapkan dapat menyoroti peran
variabel budaya dan meminta penelusuran lanjutan mengenai kemampuan
beradaptasi karir ditinjau dari segi budaya.
Kontribusi penelitian terdahulu dari Gushue (2006) faktor sosial kognitif
sangat penting dalam perkembangan identitas vokasional remaja Afrika Amerika,
dengan model SCCT. Temuan ini menunjukkan bahwa konselor karier dan
pendidik harus mengeksplorasi keyakinan siswa tentang kemampuan mereka
untuk terlibat dalam tugas-tugas eksplorasi karier dan pengambilan keputusan
karier sebagai bagian integral dari konseling karier. Implikasi dari temuan ini
dapat diaplikasikan kedalam konseling karir yang merujuk pada teori SCCT serta
akan mengkaji kembali terhadap oleh penulis.
Self-efficacy menjadi variabel penghantar untuk kesuksesan adaptabilitas
perencanaan karir. Mengingat manfaat yang dimiliki oleh individu ketika
26
memiliki self-efficacy berhubungan adaptabilitas perencanaan karir. Beberapa
hasil studi pendahulu yang berkaitan dengan self-efficacy serta pengaruhnya
terhadap adaptabilitas perencanaan karir. Penelitian yang dilakukan oleh Duffy,
Douglass, & Autin (2015) hasil penelitiannya menguji 4 komponen adaptabilitas
karir seperti concern, control, curiosity, convidence berhubungan dengan
kepuasan akademik dan kemampuan berkerja serta self-efficacy sebagi variabel
mediasi. Sampel yang digunakan sebanyak 412 orang. instrumen yang digunakan
adaptabilitas kari sebanyak 24 item dan instrumen career desision making self-
efficacy sebanyak 25 item. Pengukuran efek mediasi ini menggunakan analisis
bootstrap untuk menentukan signifikansi jalur, dengan fokus secara spesifik pada
jalur model. Kriteria untuk mediasi (A berhubungan dengan B dan B terkait
dengan C). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keempat komponen adaptasi
berhubungan dengan kepuasan akademik dan career desision making self-efficacy.
Hasil ini menunjukkan bahwa siswa dengan perhatian, kontrol, dan kepercayaan
yang lebih tinggi dalam karir mereka mungkin lebih terpenuhi dalam ranah
akademis, di samping, meningkatnya kontrol perasaan dan kepercayaan diri dalam
adaptabilitas pengambilan keputusan karir mereka.
Selanjutnya Duffy & Blustein (2005) penelitian ini menguji hubungan
antara spiritualitas, religiusitas, dan kemampuan beradaptasi perencanaan karir.
Menggunakan sampel mahasiswa (N = 144). Bertujuan untuk mengukur tingkat
religiusitas dan spiritualitas. Semakin tinggi tingkat religiusitas dan spiritualitas
akan memprediksi tingkat kemampuan adaptasi karir, dengan mediator keputusan
karir self-efficacy komitmen pilihan karir. Tingkat religiusitas dan spiritualitas
27
sebagai prediktor dari sef-efficacy pemilihan karir. Analisis data menggunakan
format regresi berganda digunakan untuk memeriksa sejauh mana religiusitas dan
spiritualitas yang berfungsi sebagai prediktor terhadap keputusan karir self-
efficacy dan komitmen terhadap pilihan karir.
Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang memiliki hubungan spiritual
dan religius yang kuat karena motivasi intrinsik akan cenderung lebih percaya diri
dalam kemampuannya untuk membuat keputusan karir, dan terbuka untuk
mengeksplorasi berbagai pilihan karir. Hasil penelitian tersebut secara parsial
mengkonfirmasi hipotesis, karena hubungan yang signifikan ditemukan antara
agama, spiritualitas, dan sejumlah indeks adaptasi karir. Kesadaran spiritual dan
religius intrinsik masing-masing berfungsi sebagai prediktor signifikan dari self-
efficacy keputusan karir.
Penelitian yang dilakukan oleh Douglass & Duffy (2015) bertujuan
menguji hubungan dari pekerja dengan adaptabilitas karirnya dengan sampel 330
mahasiswa. Dasar dari penelitian ini dikarenakan ada pekerja tidak bersemangat
dan dihubungkan dengan komponen adaptabilitas karir seperti concern, control,
curiosity, and confidence. Teknik analisis data dengan bootstrapping model
mediasi, multipel mediation untuk menguji efek adaptabilitas karir dimediasikan
terhadap self-efficacy pekerja serta melihat pengaruh hubungannya. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa self-efficacy pekerja dan adaptabilitas karir
signifikan sebagai mediator untuk para pekerja yang diukur dengan SCDE. Selain
itu indikator dari adaptabilitas karir seperti coriosity sangat signifikan sebagai
28
mediator yang mempengaruhi hubungan dari kualitas pekerja yang tinggi sebagai
prediktor kunci keberhasilan hasil ketercapaian pekerjaanya.
Kelompok psikoedukasi dan teknik modeling sebagai salah satu
intervensi yang dilakukan untuk menigkatkan adaptabilitas karir. Dengan adanya
intervensi memungkinkan untuk memberi dampak yang mempengaruhi tingkat
adaptabilitas pemilihan karir serta untuk menguji kembali keefektifan teknik yang
digunakan. Beberapa hasil studi pendahulu yang berkaitan dengan kelompok
psikoedukasi serta teknik modeling diantaranya. Martin & Thomas (2014)
menjelaskan penelitian tersebut menggunakan kelompok psikoedukasi untuk
siswa pemalu. Anggota kelompok terdriri dari 10 anggota kelompok. Pada sesi ke
5 tahapan tersebut mengaplikasikan modeling teachnique berupa video recording,
bertujuan untuk membantu setiap anggota kelompok dalam meningkatkan bahasa
nonverbal attending behaviors, appropriate eye contact, active listening, and
empathic responding. Jenis penelitian experimen dengan desain repeated
measure, melihat hasil pretes yang kedua setelah 6 bulan terdapat kemajuan, dapat
mengeplorasi pengalaman, lebih asertif, dan percaya diri.
Berdasarkan penelitian Verianto, Suranata, & Dharsana (2014) dapat
ditarik kesimpulan bahwa penerapan model perkembangan karir ginzberg dengan
menggunakan teknik modeling dapat meningkatkan kesadaran karir pada siswa
kelas X TKR3 di SMK Negeri 3 Singaraja. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan adalah dengan menggunakan kuisioner, observasi dan wawancara
secara langsung terhadap subjek. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus,
dan setiap siklus terdiri dari identifikasi, diagnosa, prognosa, konseling, evaluasi
29
dan tahap refleksi. Berdasarkan hasil penelitian dari siklus II menunjukkan telah
terjadi peningkatan kesadaran karir siswa yang dibuktikan dari hasil evaluasi
dengan perolehan sekor lebih tinggi dari pada sebelum diberikan perlakuan.
Penggunaan teknik modeling dapat diimplementasikan untuk
meningkatkan solidaritas sosial. Salah satu hasil penelitian Hidayati (2017)
berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan konseling
individu dengan teknik modeling efektif untuk meningkatkan solidaritas sosial
peserta didik. Dan penerapan teknik modeling dikatakan tepat untuk menangani
tiga siswa yang mempunyai solidaritas sosial yang kurang sehingga terisolasi.
Kontribusi dalam penelitian ini adalah bahwa teknik modeling dapat dilakukan
dengan format kelompok atau format individual, serta teknik modeling secara
signifikan mempengaruhi perubahan individu. Maka penggunan teknik modeling
dapat di terapkan oleh penulis.
Koponen, Kokkonen, & Nousiainen (2017) membuktikan bahwa dengan
modeling yang dipadukan dengan kelompok tugas dapat meningkatkan hasil
belajaran intrinsik dimana faktor kognitif dan sosial saling terkait, serta dapat
memperhatikan pentingnya konseptualitas dan menerapkan pembelajaran dari
sudut pandang sosiodinamika yang terpadu. Model yang digunakan menunjukkan
korelasi antara pola interaksi, dinamika kelompok dan hasil pembelajaran.
30
2.2 Kerangka Teoretis
2.2.1 Kelompok Psikoedukasi Dengan Teknik Modeling
2.2.1.1 Pengertian Kelompok Psikoedukasi
The Association for Specialists in Group Work (ASGW), sebuah divisi
dari American Counseling Association, telah mengembangkan ketrampilan dan
pengetahuan yang terpisah sebagai pemimpin kelompok untuk task and work
groups, psychoeducational groups, counseling groups, and psychotherapy groups
(Brown, 2004). Kelompok psikoedukasi, yang juga dikenal sebagai bimbingan
kelompok atau pendidikan kelompok adalah keuatan besar dalam praktikalisasi
kelompok saat ini (Corliss & Corliss, 2009). Jenis kelompok ini disusun oleh tema
sentral, biasanya berdurasi jangka pendek, dan sering kali bersifat preventif dan
intruksional, fokusnya adalah pengajaran dan pembelajaran.
Istilah kelompok psikoedukasi menitik bertakan pengembangan
ketrampilan kogkitif dan perilaku didalam kelompok yang distrukturkan
sedemikian rupa untuk mengajarkan ketrampilan dan pengetahuan serta orentasi
kepada bimbingan bukan pada konseling atau terapi (R. L. Gibson & Mitchell,
2016). Dalam definisi ASGW kelompok psikoedukasi merupakan penggabungan
antara task and work groups karena banyak di antaranya memiliki komponen
pendidikan yang kuat dan signifikan. Sebelum melangkah lebih jauh pengertian
kelompok psikoedukasi dan konseling kelompok, berikut ini merupakan
perbedaan antara kelompok psikoedukasi dan konseling kelompok (Brown, 2004).
31
Tabel 2.1. Perbedaan kelompok psikoedukasi dan konseling kelompok
Kelompok Psikoedukasi Konseling Kelompok
Menekankan pada pendidikan dan intruksi Menekankan pengalaman dan perasaan
Menggunakan kegiatan terencana dan
terstruktur
Sedikit penggunaan kegiatan prencanaan dan
terstruktur
Sasaran yang biasanya didefinisikan oleh
pemimpin
Sasaran yang ditetapkan oleh anggota
kelompok
Pemimpin berperan sebagai fasilitator Pemimpin mengarahkan, ikut campur tangan,
melindungi
Fokus pada fungsi pencegahan, pemahaman,
ketrampilan
Fokus pada self awarenes, remediasi
Tidak ada penyaringan anggota kelompok
Terdapat penyaringan keompok dan orientasi
pada perbandingaan kelompok awal dan
setelah kegiatan
Tidak dapat menetapkan batasan jumlah
dalam kelompok
Dapat menetapkan batasan jumlah dalam
kelompok
Grup bisa sangat besar (mis., 5-50 bisa lebih) Biasanya dibatasi 5 sampai 10 anggota
Pengungkapan diri diterima tapi tidak secara
langsung
Pengungkapan diri yang diharapkan
Privasi dan kerahasiaan bukan fokus
perhatian utama
Privasi dan kerahasiaan penting, sebagai
elemen dasar
Satu sesi mungkin terbatas pada satu materi Biasanya terdiri dari beberapa sesi perlakuan
Fungsi tugas ditekankan Fungsi pemeliharaan ditekankan di atas tugas
Pada tahun 2007 Asosiasi Sepesialisasi Kelompok Kerja (ASGW)
mengambarkan empat hal yang berbeda berdasarkan pada tujuan, karakteristik,
dan peran pemimpin kelompok. keempat tipe kelompok ini adadalah task,
psychoeducational, counseling, and psychotherapeutic (Berg et al., 2018).
32
Tabel 2.2. Perbedaan task, psychoeducational, counseling, and psychotherapeutic
Jenis
kelompok
Tujuan
kelompok
Peran pemimpin
kelompok
Ukuran
kelompok
Contoh
Task group Tujuan spesifik
dan terukur
Meningkatkan
efisiensi dalam
proses yang telah
mapan
Memfasilitasi agenda
dan menetapkan tujuan
Membantu anggota
kelompok kepada
tujuan yang telah di
tentukan
Pemeliharaan anggota
kelompok agar tetap
fokus dengan tujuanya
Memberikan penilaian
kemajuan dan evaluasi
kelompok
12-15
anggota
kelompok
Pertemuan
komite (seperti
rapat fakultas)
Psychoeducati
onal
Group
Remidiasi
ketrampilan
yang dirasa
kurang
Mengidentifikasi
kelemahan dan
ketrampilan serta
menyusun perencanaan
dalam mengatasinya
Memberikan
kertampilan baru dan
anggota kelompok
melakukan proses
integrasi dari
ketrampilan yang di
ajarkan
12-18
anggota
kelompok
(akan tetapi
lebih dari itu
akan sulit
dalam
prosesnya)
Kelompok
pengasuhan
Kelompok
perencanaan
karir
Kelompok
pencegahan
kekerasan
Kelompok
kekuatan
wanita
Counseling
group
Pencegahan,
pertumbuhan
pribadi,
kesadaran antar
dan intrapersonal
Memfasilitasi kondisi
saat ini yang sedang
terjadi agar sesua
dengan kebutuhan dan
hubungan intrapersonal
8-12
anggota
kelompok
Fokus pada
proses untuk
menumbuhkan
pribadi serta
tidak terfokus
pada
ketrampilan
Psychotherape
utic
group
Pemulihan
secara mendalam
gangguan dan
permasalahan
psikologis
Mendalami dan
merekonstuksi pola
kepribadian yang
bermasalah
Berkolaborasi dengan
tim multidisiplin untuk
pengolongan kondisi
kronis
8-10
anggota
kelompok
Sebagian besar
kelompok
berada di
rumahsakit
psikiatri dan
agen rawan
jalan
Difokuskan
pada satujenis
gaguan
kejiwaan
33
Kelompok psikoedukasi disebut juga sebagai sebagai kelompok
pendidikan atau kelompok bimbingan, menekankan penggunaan metode
pendidikan untuk menyampaikan informasi serta mengembangkan keterampilan
(Henderson & Charles L. Thompson, 2016). Kelompok psikoedukasi adalah
metode penyampaian umum dalam program konseling di sekolah yang
komprehensif, dimana yang dimaksudkan untuk memaksimalkan potensi
pengembangan dan kesuksesan siswa yang sehat (Geroski & Kraus, 2002).
Kelompok psikoedukasi berfokus pada penyediaan topik informasi spesifik
kepada peserta didik didalam kelompok kecil, informasi dirancang secara hati-hati
agar dapat langsung diterapkan pada kehidupan siswa sesuai dengan usia dan
perkembangan serta kesuksesan akademis (Perusse, Goodnough, & Lee, 2009).
Kelompok psikoedukasi juga dapat digunakan dalam sesi persiapan pra kelompok
terapi dengan mengutamakan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dimana
anggota kelompok diajarkan bagaimana yang diharapkan sebelum memasuki
kelompok terapi dan bagaimana menjadi anggota kelompok yang efektif (Brown,
2004).
Kelompok psikoedukasi menjadi bagian integral dari pemberian layanan
dibidang konseling, mengembangkan keterampilan untuk merancang pengalaman
konseling yang tepat sangat penting bagi praktisi saat ini hususnya di sekolah
(Furr, 2000). Kelompok psikoedukasi mencakup berbagai topik mencakup topik
afektif, dan eksistensial, serta perilaku kognitif (Furr, 2000). Mengembangkan
keterampilan untuk merancang pengalaman konseling yang tepat sangat penting
bagi praktisi saat ini, bimbingan karir tidak hanya menekankan aspek profesional.
34
Dandara (2014) menyebutkan bahwa pendidikan sebagai fenomena sosial
mengubah desain dan ukurannya, proses yang responsif terhadap perubahan sosio
ekonomi dalam konteks perubahan hubungan masyarakat, pendidikan menjadi
prioritas dari pada dimensi ekonomi, pendidikan karir yang bertujuan mendukung
orang dalam peningkatan perencanaan karir, secara substansial meningkatkan
pendidikan karir sebagai bagian integral dari konten peranan pendidikan.
Kelompok psikoedukasi fokus utamanya adalah mengajarkan materi terkait
kognitif diklasifikasikan sebagai kelompok pendidikan (Brown, 2004). Beberapa
contohnya adalah kelompok diskusi, keterampilan belajar, pendidikan karir,
pendidikan alkohol dan narkoba, dan kelompok pendidikan orang tua.
2.2.1.2 Tujuan Kelompok Psikoedukasi
Kelompok psikoedukasi adalah bentuk intervensi terapeutik yang
menggabungkan psikoterapi dan pendidikan. Ini dapat digunakan pada individu,
kelompok, keluarga, dan serta dapat diimplementasikan sendiri atau menerapkan
teknik intervensi lainnya (Brown, 2004). Tujuan secara khusus, jenis kelompok ini
sangat membantu dalam menyediakan ketrampilan dan bimbingan selama masa
transisi, mengurangi kecemasan, kemarahan, tekanan emosional lainya,
memeperbaiki kemapuan interpersonal seperrti; memperkuat ketrampilan belajar.
Sedangkan tujuan umum secara utamnya adalah untuk meningkatkan kesadaran
diri dari anggota kelompok dan mengajarkan kepada mereka ketrampilan-
ketrampilan sesuai dengan kebutuhanya (Corliss & Corliss, 2009).
Untuk mencapai tujuan tersebut, kelompok psikoedukasi mengandung
dua elemen penting yaitu; menyampaikan informasi dan prosesnya. Karena
35
anggota kelompok menghadiri kelompok untuk belajar sesuatu yang baru, tugas
pemimpin kelompok untuk memberikan informasi baru. Keterampilan baru ini
sering disebarluaskan dengan cara didaktis atau eksperiensial; ceramah mini,
handout, klip video, dan kegiatan pendukunglainya (Berg et al., 2018).
Tujuan kelompok harus sesuai dengan tujuan individu sehingga semua
anggota merasa bahwa mereka memiliki kepentingan bersama dalam membuat
kelompok bekerja atau membuat dinamika kelompok (Brown, 1994). Pada bidang
lain dimana kelompok psikoedukasi berguna untuk ekplorasi informasi klien
dengan mediagnosis, gejala, atau pengalaman yang menyebabkan permasalahan
(Christner, Stewart, & Freeman, 2007).
Kelompok psikoedukasi tujuan utama fokus mengajar materi yang
berhubungan dengan cognitive, afektif, dan psychomotoric yang dapat
diklasifikasikan kedalam kelompok pendidikan (Brown, 2004). Beberapa contoh
yakni diskusi kelompok belajar, pendidikan karir, pendidikan alkohol dan
narkoba, dan kelompok pendidikan orang tua. Keluarga yang mengalami
kekerasan dapat dilakukan dengan kelompok psikoedukasi.
(Bornstein, 2011) meyebutkan bahwa penerapan konseling karir dalam
seting kelompok psikoedukasi menggunakan teknik Career Information
Prosessing (CIP) dan narrative therapy pada populasi kekerasan rumah tangga,
dapat untuk melihat pengaruh kelomopk kelompok psikoedukasi dan
memfasilitasi anggota kelompok yang lebih rendah secara sekor CIP serta mampu
mengungkapkan secara verbal daftar tujuan karirnya.
36
Penggunaan kelompok psikoedukasi dapat untuk meningktkan self-
effikasi keputusan transisi kari yang telah di buktikan oleh Hong & Coffee (2017)
hasil tersebut menunjukkan bahwa menggunakan kelompok psikoedukasi
berkontribusi pada pengembangan dan peningkatan praktisi transisi karir olahraga
dibukikan setelah mereka menyelesaikan keseluruhan kegiatan kelompok
psikoedukasi.
Kegiatan ini berkontribusi untuk mengembangkan dan meningkatkan
empat kompetensi menunjukkan hasil keefektifannya dalam mengembangkan
kompetensi praktisi transisi karir olahraga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
tidak menggeneralisasi temuan namun menyoroti potensi kurikulum kelompok
psikoedukasi untuk meningkatkan kepercayaan praktisi terhadap kompetensi yang
diberikan.
Swan, Sorrell, MacVicar, Durham, & Matthews, (2004) Program
kelompok psikoedukasi bermanfaat dalam penyampaian layanan dengan
prgramnya yang singkat, manual, terstruktur dengan format pendidikan yang
menekankan pada akuisisi dan pengembangan keterampilan mengatasi masalah-
masalah kehidupan sehari-hari, terkait dengan depresi, eksplorasi penyebab
depresi dilakukan selama 12 sesi dengan periode 10 minggu, tindak lanjut pada 26
minggu.
Anggoat kelompok psikoedukasi sangatlah penting dalam mebangun
dinamika, keaktifan, interaksi antar anggota kelompok yang memungkinkan akan
tercapainya tujuan yang diinginkannya (Brown, 2004). Sejauh mana para peserta
bekerja sama, berinteraksi satu sama lain dan dengan pemimpinnya, berkontribusi
37
terhadap kemajuan dan fungsi kelompok tersebut, dan berusaha untuk
memperoleh pengetahuan, pengalaman yang dapat dicirikan sebagai tingkat
partisipasi mereka. Kelompok psikoedukasi dimaksudkan untuk mencegah
berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri serta dapat berupa penyampaian
informasi atau aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan,
pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial.
2.2.1.3 Komponen Kelompok Psikoedukasi
1) Pemimpin Kelompok
Pemimpin kelompok psikoedukasi membutuhkan basis pengetahuan dan
memiliki banyak keterampilan yang sama seperti pemimpin kelompok konseling
dan terapi (Brown, 2004). Pemimpin kelompok psikoedukasi menggunakan
pengetahuan dan keterampilan untuk memahami peserta dan kebutuhan anggota,
sementara pemimpin konseling atau terapi kelompok membangun pemahaman
mereka untuk intervensi, fasilitasi, dan penyelesaian masalah pribadi, masalah,
dan masalah. Selanjutnya, pemimpin kelompok konseling atau terapi memerlukan
persiapan yang lebih luas dari pada pemimpin kelompok psikoedukasi (Brown,
2004).
Karakteristik utama pemimpin kelompok psikoedukasi yang efektif
meliputi: (1) keyakinan dalam proses kelompok, (2) keyakinan pada diri sendiri
dan kemampuan sendiri, (3) berani mengambil risiko, (4) kesediaan untuk
mengakui kesalahan dan ketidak sempurnaan sendiri, (5) kemampuan organisasi
dan perencanaan, (6) fleksibilitas, (7) kemampuan untuk mentolerir ambiguitas,
(8) kesadaran diri, (9) selera humor (Brown, 2004). Karakteristik lain yang sangat
38
membantu sebagi memimpin kelompok konseling atau terapi yaitu caring,
warmth, positive regard, and genuineness (Brown, 2004).
2) Tugas pemimpin kelompok psikoedukasi
Kelompok psikoedukasi memiliki banyak bentuk, namun semuanya
dicirikan dalam dasar knowledge dan dapat pelajari dengan tujuan pembelajaran
yang spesifik, memiliki sesi terstruktur, dan penekanan pada partisipasi dan
keaktifan atau tindakan. Pemimpinan juga memiliki beberapa tugas dan peran
spesifik seperti berikut ini: (1) Memiliki perencanaan yang luas, (2) menyusun
dan mengarahkan seluruh pengalaman anggota, (3) perhatian terhadap perilaku
bermasalah, (4) membantu atau terapeutik, (5) kesadaran terus-menerus akan
masalah etika (Brown, 2004).
3) Anggota kelompok psikoedukasi
Kelompok psikoedukasi menekankan pada homogemitas anggota
kelompok, biasanya memiliki beberapa karakteristik yang sama. (Brown, 2004)
membagi beberapa karateristik kesamaan yang ada pada kelompok psikoedukasi,
(1) kesamaan dari organisasi yang sama; seperti sekolah, komunitas, (2) memiliki
tujuan yang sama; seperti manajemen, pelatihan ketrampilan, (3) kesamaan usia;
kelompok ras atau etnis, atau gender, (4) dan memiliki kesamaan minat (Brown,
2004).
4) Ukuran Anggota Kelompok
Brown (2004) kelompok psikoedukasi berkisar antara 5 sampai 50 atau
bahkan 100 anggota. Beberapa lokakarya dan seminar yang masuk dalam kategori
kelompok psikoedukasional dapat memiliki 50 peserta atau lebih. Kelompok yang
39
lebih besar ini disertakan karena sebagian besar karakteristik kelompok psiko-
diagnosis berlaku (seperti., Sasaran, konten, dan hasil yang diharapkan). Ukuran
ideal kelompok psikoedukasi adalah antara 8 dan 12 anggota keompok. Akan
tetapi tidak dimungkinkan untuk bekerja kurang dari 8 anggota, hal ini dapat
mengurangi kontribusi dan kesempatan untuk terjadi dinamika kelompok (Colom
& Vieta, 2006).
5) Durasi Kegiatan Kelompok Psikoedukasi
Durasi dan durasi kelompok psikoedukasi dapat sangat bervariasi, dari
satu sesi yang berlangsung 1 sampai 2 jam, serta perlakuan jangka panjang dan
berkelanjutan (Brown, 2004). Umumnya kelompok yang berfokus pada
pendidikan, memiliki sesi yang lebih sedikit dari pada pelatihan keterampilan atau
kelompok pemberdayaan. Kelompok psikoedukasi dicirikan dengan sesi yang
singkat, kebanyakan menggunakan sesi yang singkat selama periode waktu yang
singkat. Kelompok-kelompok ini cenderung jangka pendek untuk durasi dan
terfokus ke tujuan spesifik, atensi diarahkan kepada kesituasi saat ini dan interaksi
yang muncul di dalam kelompok berkaitan erat dengan tema yang diberikan pada
kelompok tersebut (R. L. Gibson & Mitchell, 2016).
2.2.1.4 Faktor Pendukung Kelompok Psikoedukasi.
Bieling, Mccabe, & Antony (2006) Menggambarkan sembilan faktor
terapi terapeutik yang ditawarkan kelompok, dan bagaimana masing-masing dapat
dikembangkan ke dalam lingkungan kelompok untuk menghasilkan perubahan.
Faktor-faktor ini adalah: (1) harapan, (2) universalitas, (3) menyampaikan
informasi, (4) altruisme, (5) capaian kolektif kelompok dan pembelajaran
40
interpersonal, (6) pengembangan teknik bersosialisasi, (7) perilaku meniru, (8)
kelompok kohesi, dan (9) katarsis. Masing-masing faktor ini dipandang penting
dengan cara yang unik dan kurang lebih hadir di hampir semua jenis kelompok
terapeutik.
Keefektifan kelompok psikoedukasi tergantung kepada pemimpin
kelompok serta ketrampilan yang dimiliki pemimpin kelompok. Ketrampilan
tersebut akan menentukan keberhasilan dalam treatment kepada anggota
kelompok. Ketrampilan dasar yang dimiliki pemimpin kelompok psikoedukasi
seperti empati, dukungan, dan reponsibility. Menururt Brown (2004) ketrampilan
pemimpin kelompok psikoedukasi adalah attending skills, active listening and
responding, reflection, clarification, summarizing, and support.
1) Attending Skills
Kemampuan utama yang dimiliki oleh pemimpin kelompok, sikap ini
menjadi langkah awal kemampuan mendengarkana dengan baik, merespon, dan
menunjukan minatnya kepada anggota kelompok. Attending merupakan bahasa
non-verbal yang paling utama dalam komunikasi, seperti posisi duduk yang
menujukan respon, kontak mata, bahsa tubuh yang mengorentasikan perhatian,
dan respon dengan bersuara akan membuatnya merasa dihargai serta menunjukan
keminatanya dengan apa yang mereka katakan.
2) Active Listening And Responding
Dalam arti pemimpin kelompok mendengarkan dengan tepat dan
memahami respon langsung, serta dapat berkomunikasi tidak langsung untuk
menyampaikan pemahaman pemimpin kelompok kepada respon anggota
41
kelompok. Hal terpenting listening and responding adalah semua komunikasi
yang bertujuan untuk memahami perasaanya, mendengarkan setiap komunikasi
atau empati, dan memahami bahsa non-verbal. Kesadaran diri merupaka tingkatan
terpenting pemimpin kelompok untuk dapat memahami anggota kelompoknya
dari segi permasalahan dan dapat mengungkapkan pendapatnya dengan kemapuan
listening dan responding skills yang dimiliki pemimpin kelompok.
3) Reflection
Kemapuan ini merupakan kompetensi yang ada dalam psychoeducatioanl
gruop dikarenakan anggota kelompok tidak selalu mengatkan yang apa yang
dimaksudkanya, dan pemimpin kelompok tidak selalu memahami apa yang
mereka artikan. Reflecting merupakan ungkapan balikan tentang apa yang
didengar untuk mengkoreksikan kembali dari ketidaktauan yang mereka
ungkapkan, dan ini dapat menghasilkan elaborasi untuk kedepanya.
4) Clarification
Ini merupakan bagian dari refletion and active listening. Kemampuan ini
merupakan skills memahami apa yang dimaksudkan, memperjelas pemahaman,
mengkoreksi kembali ketikatahuan dan ketidak pahaman.
5) Summarizing
Meringkas merupakan elemen kunci dari sesi, ini merupakan bagian dari
pengalaman dari setiap panggota kepmpok. Pada tahapan ini hendaknya di
lakukan secara obyektif terhadap apa yang telah dilakukan. Summarizing atau
ringkasan mengingatkan bahwa mereka mengulang kembali apa yang telah
dilakukan pada kegiatan kelompok.
42
6) Support
Dukungan dilakukan oleh pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok harus
lebih peduli dan harus dapat memahami anggota kelompok yang membutuhkan
dukungan. Anggota kelompok yang mendapatkan dukungan mereka akan dapat
bekerja sesuai dengan kemampuanya sendiri. Akan menjadi lebih produktif bagi
anggota kelompok pada kebermanfaatan disetiap pengalamnya.
2.2.1.5 Tahapan Kelompok Psikoedukasi
Tahapan kelompok psikoedukasi merupakan tahapan yang harus
dilakukan ketika memulai proses kegiatan kelompok. Tahapan pelaksanaan
kegiatan kelompok pada umumya dimulai dengan adanya pembukaan, kegiatan
dan penutupan. Pelaksanaan kegiatan kelompok psikoedukasi mencakup semua
tahapan pelaksanaan disetiap kegiatannya. Tahapan tersebut memandu jalanja
kelompok psikoedukasi (Brown, 2004). Kelompok psikoedukasi merupakan
penggabungan antara task and work groups (Brown, 2004). Tahapan tersebut
menutu Brown, (2004) terdiri dari 4 tahapan yaitu (1) Begning, (2) conflict and
controversy, (3) working and Cohesion, (4) termination.
1) Begning.
Tahapan ini merupakan tahapa permulaan kegiatan, pada tahapan ini
anggota kelompok ditandai dengan rasa antisipasi, kekembiraan, ketakuutan,
kebingungan serta memungkinkan sulit untuk mengungkapkan diri kedalam
kelompok. Anggota kelompok merasa kurang yakin dengan apa yang mereka
harapkan. Hal terpenting untuk sesei pertama adalah bagaimana memulai
pelaksanaan kegiatan, dikarenakan pemimpin kelopok akan berpengaruh terhadap
43
kenyamanan, tingkat kepercayaan angota kelompok. Pemimpin kelompok harus
memilki kehangatan, kepercayaan, memahami, dan berfikir poditif. Inilah yang
akan membentuk kesan pertama tentang pemimpn kelompok dan mengangapnya
bahwa kelompok tersebur dapat membantu permasalahannya. Langkah
selanjutnya peminimpin kelompok memprekenalkan diri, dan memberi arahan
jalanya kelompok, waktu kegiatan kelompok, dan topik-topik umum yang dibahsa
pada tagapan ini.
2) Conflict and Controversy.
Pada tahap ini biasayan anggota kelompok mulai ragu dengan kegiatan
kelompok, terjadi konflik. Meneurt Corey, Corey, & Corey (2010) merupakan
tahap transisi, dimana anggota kelompok mula merasakan kecemasan,
kegelisahan, diam dan sulit untuk mengungkapkan pendapat dalam kelompok.
Apa bila pemimpin kelompok merasakan ketidak nyamanan anggota kelompok,
perencanaan yang tidak di pahami oleh anggota kelompok jangan untuk
berpeindah ke tahapan selanjutnya. Pada fase ini pemimipin kelompok
membangun tingkat kepercayaan, perhatian yang lebih besar atau dengan ice
breaking atau manajemen konflik.
3) Working and Cohesion.
Tahapan kerja dimulai dengan serangkian kegiatan terhadap pemimpin
kelompok yang telah direncanakan sesuai topik yang akan dibahas. Tahapn ini
dimana anggota sudah saling mengenal atau dimana setiap anggota kelompok
dapat sharing pribadidengan yang lain. Tahapan ini ditandai dengan kerja sama
antar anggota kelompok, mendukung satu sama lain, kohesifiitas kelompok.
44
Tapan ini merupakah tahapan sebuah penugasan sesuai dengan tujuan kelompok.
Topok atau isu-isu yang dibahas pada kegiatan ini seperti karir, perbedaan
pendapat, menjaga hubungan, dan menghndari konflik.
4) Termination.
Pada tahapan ini merupakan sesi pengahiran kegiatan kelompok.
Tahapan ini anggota kelompok sudah dapat menemukan solusi untuk
permasalahan dengan menggunakn kontrol yang sesuai. Menurut Glading (1994)
sesi ini memastikan untuk penggunaan waktu yang cukup, biasanya 10-15 menit
sebelum kegiatan selesai. Pemimpin kelompok menyimpulkan hasil yang telah
dibahas, mengevaluasi kegiatan, memberikan tanggung jawab kepada setiap
anggota kelompok yang menjadi tujuan kegiatan, memberikan suatu motivasi
agara bisa terlaksana, serta menanyakan kembali berkenaan dengan
pemahamannya perasaanya, langkah yang kan dilakukan, dan komitmen apa yang
harus dimiliki setelah peroses kegiatan kelompok berahir.
Kegiatan kelompok psikoedukasi akan berjalan lancar apabila pemimpin
kelompok dapat merencanakan kegiatan sebelum kelompok tersebut laksanakan,
dan sebagian besar keberhasilan kelompok bergantung pada perencanaan serta
perhatian pemimpinnya, berikut ini adalah fase atau tahap dan komponen
perencanaan sebagai berikut (Brown, 2004): (1) Menentukan tujuan kelompok, (2)
Memetukan target anggota kelompok sepeti (anank-anak, remaja, atau dewasa),
(3) Menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan, (4) Review literatur, (5) Faktor
pendukung lingkungan, (6) Durasi kegiatan, (7) Memilih startegi dan bahan matei
atau konten, (8) Evalusai.
45
1) Menentukan Tujuan Kelompok.
Setiap kelompok harus memiliki tujuan atau bisa disebut dengan
memfokuskan pada tema kelompok. Tujuan meupakan seperangkat kerangka
kerja dimana kelompok mulai akan dirincanakan. tujuan kelompok psikoedukasi
teridiri dai tujuan pendidikan, tujuan pelatihan, dan tujuan dukungan. Setiap
tujuan harus jelas agar membantu dalam mengembangkan setiap komponen
lainya.
Penekanan tujuan kelompok psikoedukasi harus jelas agar tidak saling
tumpang tindih dengan tujuan yang lain. seperti kelopok pelatihan ketrampilan
melibatkan kelompok pendidika atau kelompok penndidikan melibatkan
kelompok pendukung. tumpang tndih tujuan ini dapat menyebabkan hilangya
fokus dan arah pencapaian hasil. Mentukan tujuan kelompok psikoedukasi
pertama kalinya dengan meyususn rencana tertulis, komprehensif sesuai dengan
kelompok yang akan diberi perlakuan.
Rencana harus dimulai dengan tujuan yang berbeda-beda seperti
ketrampilan sosial dan lain sebagianya. Dengan demikian tujuan tersebut
diturukan kedalam topik yang akan dibahas dengan sejelas mungkin. Menulis
perencanaan tujuan mengacu kepada pemenuhan harapan dan kebutuhan anggota
kelompok yang nantinya akan ditetapkan menjadi pedoman kegiatan
psychoeducational group.
2) Menetukan Target Anggota Kelompok
Menetapkan calon anggota kelompok sesuai dengan karakteristik seperti
rentang usia, dan tingkat pendidikan. Sebelum menetapkan kareteristik kedalam
46
kelompok, hal yang peting adalah mencari dan mendaptakn informasi,
sertamengumumkan atau mempromosikan bahwa setiap anggota kelompok akan
merasa aman, terpenuhi kebutuhanya dan diterima dengan baik. Mengetahui
rentang usia dan tingat pendidikan akan membantu dalam menetapkan sasaran,
tujuan, dan strategi yang akan digunakan. Serta menentukan kalimat yang
digunakan saat kegiatan, pemilihan konsep, bahan materi kegiatan, atah tujuan,
batasan waktu untuk kelompok tersebut.
3) Menetapkan Tujuan Dan Hasil Yang Diharapkan
Setelah menetukan tujuan kelompok serta target sasaran. Pemimpin
kelompok menetapkan sasaran yang akan diberikan perlakuan, fokus disini adalah
menentukan ketercapaian hasil, pemahaman, aplikasi atau ketrampilan yang akan
dilakukan kepada anggota kelompok. Tujuannya bukan yang anda hadirkan atau
berikan kepada anggota kelompok, akan tetapi apa yang akan di pelajar,
dimengerti, dan dapat diaplikasikan atau di terapkan oleh anggota kelompok
tersebut. Menetapakn tujuan disini sedikit idealis, karena hal tersebut mungkin
tidak sepenuhnya tercapai, namun setidaknya dirancang untuk bagaimana
kelompoktersebut dapat terscapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Hasil yang diharapkan harus dinyatakan sebagai tujuan perilaku, yaitu
apa saja yang pemimpin kelompok harapkan kepada anggota kelompok untuk
dapat mengartikulasikan, menetapkan, mengevaluasi dari hasi kegiatan kelompok.
Harpan hasil harus ditulis sesuai dengan tujuan yang diharapkan dengan
mencakup semua kegiatan berdasarkan poin-poin diantaranya; (1) fokus pada
perilaku tertentu, (2) tujuan harus dapat diamati dan dinilai, (3) terdapat tahapan
47
dan arahhan untuk kegiatan, (4) mengidentifikasi tekink dan strategi yang
digunakan, (5) berkontribusi pasa perencanaan tambahan atau tindak lanjut.
Menetapkan tujuan dan harapan yang terukur serta terarah. Sesuai
dengan Brown (2004) mencontohkan salah satu tujuan kelompok psikoedukasi
dinyatakan untuk pemahaman tentang dunia kerja.
Target sasaran : Siswa 13-15 tahun
Tujuan : Mendapatkan pemahaman tentang dunia kerja dan berbagai jalur
karir
Objectives : Sebagai hasil partisipasi dalam kelompok, kecapaian hasl yang
diperolah anggota kelompok yaitu:
1. Dapat menentukan dan kejelsan pekerjaan.
2. Menuliskan lima kategori yang berbeda.
3. Dapat menjelaskan lebih dari satu atau lebih pekerjaan atau
karir untuk masing-masing kategori.
4. Dapat menjelaskan jenjang pendidikan dan pelatihan karir
untuk setiap kategori.
5. Dapat memahami informasi tentang karir.
6. Dapat menerapakan karakteristik dan minat pribadi untuk
memulai explorasi karir.
Tujuan sepesifik ini dapat terukur, teramati, dan dapat dievaluasi, serta
memberikan panduan untuk menyusun sesi kelompok agar sesuai dengan
kerangka keseluruhan tujuan.
48
4) Review Literatur
Pada langkah ini tidak bisa telalu ditekan, akan tetapai pemimpin
kelompok harus memiliki pengetahuan tentang konten tetnang kelompok
pskoedukasi, pemahaman dan kebutuhan anggota kelompok, dan target
ketercapaian hasil. Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampiln
konselor atau pemimpin kelompok, tinjauan pustaka sangat membantu
peningkatan kecapian serta bertujuan untuk; (1) dapat meyegarkan pengetahuan
dan pemahaman, (2) dapat memperoleh inforamas baru tentang topik dan target
anggota kelompok, (3) memicu ide, strategi, dan teknik baru, (4) dan dapat
meningkatkan keddalaman pengetahuan. Semua kegiatan yang dilakukan harus
mempersiapkan dengan membaca literatur secara kritis terlebih dahulu.
5) Faktor Dukungan Lingkungan
Faktor lingkungan bersifat sepesifik dan membentuk kerangka kerja bagi
kelompok. faktor-faktor ini adalah jumlah sesi, panjang setiap sesi, frekuensi sesi,
ruang yang digunakan, dan permasalahan yang mempengaruhi kelompok, serta
peraturan-peraturan lingkungan sekolah, lingkungan agen dan lainya. Hal yang
terpeting adalah mendefinisikan secara jelas dan disebarluaskan terlebih dahulu
kepada semua pihak yang terlibat, hal ini akan mempengaruhi peraturan-peraturan
lingkungan yang terlibat. seperti pengunaan jam kegiatan yang disesuaikan
dengan peraturan lingkunagannya.
Beberapa hal panduan untuk membuat keputusan berkaitan dengan
dukungan lingkungan adalah (1) jangan berencana mengadakan sesi kelompok
maraton/ terus menerus, (2) perimbangkan keadaan emosional anggota kelompok
49
saat merencanakan sesi panjang, (3) putuskan pencapaian dan tujuan apa untuk
setiap sesi, dan cukup waktu untuk mencapanya, (4) setiap sesi harus tujuan harus
selesai dalam satu sesi, (5) meluwangkan waktu dari anggota kelompok untuk
berpartisipasi dan dukunganya. Kegiatan kelompk sangata berfariasi tergantung
pada topik, tujuan,setting, dan peserta. Pertemuan atau kegiatan kurang efektif apa
bila dilakukan kurang dari satu kali dalam seminggu.
6) Durasi Kegiatan
Pada kegiatan kelompok waktu kegiatan tidak dapat diprediksi dalam
banyak hal, dan bahkan dengan penetahuan, pengalaman yang cukup, pemimpin
kelompok selalu terkejut dengan apa yang muncul dalam kegiatan kelompok.
Ketidak sengajaan dan ketidak pastian berkontribusi pada kesulitan dalam
merencanakan sesi kelompok. Lama durasi kegiatan kelompok psikoedukasi 1
sampai 2 jam. Tahapan kegiatan disetiap sesi harus fleksibel dan memberikan
waktu yang cukup untuk diskusi, explorasi, dan masukan dari anggota lain atau
dinamika kelompok. dengan demikina sangatlah penting memilih topik sesuai
dengan tujuan dalam setiap tahapan, dan dapat membrikan tugas pekerjaan rumah
sebagai strategi pembelajaranya.
7) Memilih startegi dan bahan materi
Karakteristik dan kematangan anggota kelompok sangat penting dalam
mentukan waktu yang digunakan dalam setiap sesi, dengan mempertimbangakn
usia, tingkat pendidikan, tingkat emosional saat menentukan strategi yang
digunakan untuk peserta didik. Faktor utama yang harus dipertimbangkan saat
menentukan strategi, dan pemilihan materi yaitu; (1) Kesiapan anggota untuk
50
belajar, tingkat kematangan, dan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dan
kesesuaian materi, (2) penjadwalan perlakuan secara efektif dengan menggunakan
waktu yang tersedia, (3) peringkasan materi yang di sajikan, (4) jumlah anggota
kelompok. memilih strategi dan materi yang saling berkesinambungan antara sesi
dengan sesi yang lainya, membuat dinamika kelompok, mendorong minat dan
keterlibatan emosional.
Menggunakan ringakasan materi yang akan dipersentasikan, ketika
merasa tidak cukup bahan dapat memungkinkan untuk lebih banyak contoh,
deskripsi, dan pengaplikasinya untuk sejumpah materi yang di bahas. Kelompok
psikoedukasi menggunakan berbagai format membuatnya sangata kesulitan untuk
memberikan nama yang sepsifik untuk teknik karena berlaku keseluruhanya. oleh
karena itu teknik yang biasya digunakan adalah ceramah, diskusi, latihan,
permainan, modeling, simulasi, dan permainan peran.
8) Evalusai.
Evaluasi meruapkan proses yang mengabungkan semua kegiatan
diantaranya: penilaian, pengukuran, evaluasi formatif evaluasi formatif.
Perencanaan evaluasi dimulai ketika sebelum proses kegiatan berlangsung,
mengumpulkan informasi, merncanakan, kegiatan, sampai tahapan pengahiran.
Ada berapa langkah dalam perencanaan evaluasi (1) memulai dengan tujuan dan
sasaran serta bagimana menilainya, (2) identifikasi berbagai strategi atau teknik
yang akan digunakan, (3) mengidentifikasi hasil harapan seperti perubahan
perilaku, dan menentukan penilaina kemajuannya (4) penilain untuk kepuasan
51
peseta atau tungkat keberhasialn kegiatan, (5) memilih atau mengembangkan
instrumen yang dibutuhkan.
2.2.1.6 Pengertian Teknik Modeling
Modeling merupakan proses indivdu belajar dari hasil mengamati orang
lain, merupakan komponen teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert
Bandura dan telah menjadi salah satu intervensi berbasis-psikologi dan
pemanfaatan paling banyak digunakan (Erford, 2016). Pemodelan merupakan
pembelajaran melalu observasi dengan melibatkan proses kognitif dan bukan
hanya melakukan imitasi serta lebih dari sekedar mencocokan perilaku orang lain,
akan tetapi lebih memperesentasikan secara simbolis terhadap informasi untuk
digunakan dimasa depan (Bandura, 1965,1969,1977; Feist, Feist, & Roberts,
2017b). Teknik modeling dipelajari melalui observasi permodelan, dari
mengobservasi lainnya, seseorang membentuk ide dari bagaimana tingkah laku
dibentuk kemudian dijelaskan sebagai panduan untuk tindakan sebab orang dapat
belajar sehingga dapat mengurangi kesalahan (Christner, Stewart, & Freeman,
2007). Perilaku model digunakan untuk membentuk perilaku baru dan
memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan
kepada klien tentang perilaku model (model audio, model fisik, model hidup).
Modeling merupakan belajar melalui observasi dari tingkah laku dari
individu atau kelompok dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang
teramati, menggeneralisasi berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses
kognitif. Model disini berperan sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-
sikap, atau tingkah laku sebagai bagian dari individu yang lain yang
52
mengobservasi model yang ditampilkan (Purnamasari, 2012). Pemodelan dapat
memperkuat atau melemahkan penghambatan perilaku klien sesudah belajar,
disebut efek sebagai inhibitor (ketika diperkuat) atau efek disinhibitory (ketika
memperlemah) dan perilaku model dapat berfungsi sebagai isyarat yang memberi
sinyal bagi klien agar melakukan respon (Loban, Wibowo, & Purwanto, 2017)
Teknik modeling adalah teknik yang bertujuan untuk mempelajari
perilaku baru dengan mengamati model dan mempelajari keterampilannya. Teknik
modeling juga diperuntukkan bagi konseli yang telah memiliki pengetahuan
tentang penampilan perilaku tetapi belum dapat menampilkannya. Proses
terapeutik dalam bentuk modeling akan membantu atau memengaruhi serta
memperkuat perilaku yang lemah atau memperkuat perilaku yang siap dipelajari
dan memperlancar respon. Percobaan yang paling terkenal dalam pemodelan
adalah percobaan boneka bobo oleh Albert Bandura.
2.2.1.7 Tujuan Teknik Modeling
Tujuan teknik Modeling menurut (Bandura, 1989) ada tiga hal antara
lain:
1) Development of new skill.
Untuk mendapatkan respon atau ketrampilan baru dan memperlihatkan
perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatannya dengan
pola perilaku yang baru. Contohnya: anak yang takut berenang menjadi berani
berenang setelah ikut latihan renang dengan ahlinya, anak yang tidak bisa main
sepak bola kemudian ikut club sepak bola menjadi pemain sepak bola yang
53
handal, anak yang kurang percaya diridalam berpidato setelah dilatih terus
menerus menjadi percaya diri.
2) Facilitation of preexisting of behavior.
Untuk menghilangkan respon takut setelah melihat tokoh (sebagai
model) terhadap pengamat. Contoh: mengamati seseorang yang berani memegang
ular atau bermain dengan ular sehingga perasaan takut kita menjadi hilang.
3) Changes in inhibitions about self expression.
Pengambilan sesuatu respons-respons terhadap penokohan yang
memberikan peniruan. Melalui pengamatan terhadap tokoh, seorang untuk
melakukan sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan ternyata
tidak ada hambatan. Contoh: seorang artis yang memamerkan penampilannya
yang memungkinkan di tiru oleh fansnya.
Dengan adanya tujuan menghadirkan model diharapkan agar dapat
memberi bantuakn kepada siswa, meningkatnya motovasi, dan memberikan
masukan yang berguna untuk pengembangan diri dan akan berdampak pada
pengambilan keputusan karir siswa (Korohama, Wibowo, & Tadjri, 2017).
2.2.1.8 Jenis Teknik Modeling
Modeling ada berbagai jenis yang di gunkan sebagai tindakan pelakuan.
Menurut Bandura (1977) terdapat tiga jenis modeling yaitu; (1) live modeling, (2)
verbal instuktional model, (3) symbolic model.
1) Model hidup (live modeling), yang melibatkan individu aktual yang
menunjukkan atau melakukan perilaku. Misalnya konselor ingin
membantu anak agar percaya diri ketika bertemu dengan lawan jenis.
54
Maka tugas terapi mencari model yang akan dijadikan objek pengamatan
bagi klien, kemudian klien mengamati model tersebut secara langsung.
2) Model pembelajaran verbal, (verbal instructional model) yang
melibatkan deskripsi dan penjelasan tentang suatu perilaku.
3) Model simbolis (symbolic model), yang melibatkan karakter nyata atau
fiktif yang menampilkan perilaku dalam buku, film, program televisi,
atau media online. Penokohan menggunakan simbol seperti film, dan
audio visual. Diharapkan dengan melihat film klien dapat menirunya
melalui model tokohnya. Perlu adanya pendampingan dari konselor
dimaksudkan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Akan tetapi ada bebrapa pendapat yang mengatakan teknik modeling
terdapat tiga jenis yaitu live modeling, symbolic modeling, multipel modeling.
Menurut Komalasari, Eka, & Karsih (2011) mengemukakan jenis-jenis modeling
adalah sebagai berikut:
1) Live model Seperti; terapis, guru, anggota keluarga atau tokoh yang
dikagumi dijadikan model oleh konseli.
2) Symbolic model Seperti; tokoh yang dilihat melalui film, video atau
media lain.
3) Multiple model Seperti; terjadi dalam kelompok, seorang anggota
mengubah sikap dan mempelajari sikap baru setelah mengamati anggota
lain bersikap.
Hasi penelitian Khafidhoh, Purwanto, & Awaliya (2015) mebuktikan
bahwa dalam penggunaan teknik live modeling atau menggunakan model secara
55
langsung dapat meningkatkan self-regulated learning. Dengan teknik modeling
dapat mewujudkan suatu interaksi timbal balik antara pemimpin kelompok yaitu
guru bimbingan konseling dan fasilitator; dan anggota kelompok yaitu siswa.
Hasil penelitian Selvia, Yuwono, & Sugiharto, (2017) membuktikan teknik
modeling dapat berhasil membantu siswa menghilangkan pikiran dan perilaku
yang merugikan diri sendiri dan orang lain kemudian menggantinya dengan
perilaku positif. Melalui pemodelan siswa melibatkan proses-proses kognitif,
tidak hanya meniru, lebih dari sekedar menyesuaikan diri dengan tindakan orang
lain karena sudah melibatkan representasi informasi secara simbolis dan
diterapkan dalam kehidupan.
2.2.1.9 Penentuan Karekteristik Model
Keberhasilan teknik modeling tergantung pada model yang akan
dilakukan sebagai model dalam suatu situasi (Feist et al., 2017). Menurut Feist et
al. (2017) ada tiga faktor seseorang dapat dikatakan sebagai model yaitu;
1) Karakteristik Pemodelan. Memilih karateristik untuk dijadikan model
orang yang memiliki setatus yang lebih tinggi dari pada yang memiliki
status yang lebih randah, yang memeiliki kompetensi serta memiliki
kekuatan.
2) Karakteristik Peserta. Orang yang tidak memiliki status yang kuat,
kemampuan, atau kekuatan yang lebih dimungkinkan akan melakukan
pemodelan. Anak-anak, dan oarang amatir lebih bayak melakukan
pemodelan daripada orang dewasa.
56
3) Konsekuensi dari perilaku yang ditiru mempunyai pengaruh terhadap
pihak yang melakukan observasi. Semakin besar nilai yang diberikan
model, maka lebih memungkinkan peserta untuk mengambil perilaku
tersebut.
2.2.1.10 Prosedur Teknik Modeling
Pelaksanaan teknik modeling sebelum dimulai, konselor harus
memberikan alasan kepada klien untuk menggunakan teknik tersebut, klien dan
konselor bersama-sama memilih sebuah perilaku alternatif atau pemodelan yang
akan diajarkan untuk menggantikna perilaku yang tidak diinginkanya (Erford,
2016). Klien diberikan banyak kesempatan untuk mempraktikan perilaku yang
diingnkan setelah selesai teknik modeling, serta konselor dapat memberikan
pekerjaan rumah kepada klien untuk mempraktikannya.
Penerapan jenis modeling yang sering kali digunakan adalah modeling
langsung, modeling simbolis dan perpaduan antara keduanya (Purnamasari, 2012).
Berikut ini akan penerapan teknik modeling dari ke tiga jenis tenik modeling
tersebut menurut (Purnamasari, 2012) yaitu:
1) Modeling langsung (live model)
Modeling langsung merupakan cara atau prosedur dilakukan dengan
menggunakan model langsung, seperti konselor, guru, dan teman sebaya, serta
pihak-pihak yang terkait dengan cara mendemostrasikan preilaku yang dikeendaki
sesuai dengan kebutuhan klien. Hal utama dalam teknik modeling langsung ini
adalah menekankan kepada klien bahwa klien dapat mengadaptasi perilaku yang
ditampilkan oleh model sesuai dengan dirinya sendiri, dan menekankan bagian-
57
bagian penting dari perilaku model yang ditampilkan. Langkah yang dilakukan
dalam pelaksanaan teknik modeling langsung yaitu:
a) Meminta klien untuk mendemonstrasikan tujuan perilaku, sebelum
perilaku tersebut didemonstrasikoan oleh orang lain.
b) Memilih model yang paling relevan untuk mendemostrasikan perilaku
yang dikehendaki klien.
c) Mendemostrasikan perilaku dalam satu urutan skenario
d) Klien menyimpulkan hasil pengamatan terhadap perilaku yang
didemonstrasikan.
e) Klien mendemostrasikan perilaku yang telah klien amati.
f) Konselor memberikan balikan berupa komentar, saran, pujian setelah
perilaku didemonstrasikan.
2) Modeling simbolis (symbolic modeling)
Modeling simbolis merupakan cara atau prosedur yang dilakukan dengan
menggunakan media seperti filem, video, buku pedoman (Purnamasari, 2012).
Prosedur ini mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki atau hendaknya di
miliki oleh klien. Modeling simbolik ini dapat digunakan dengan format
kelompok atau individual. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
prosedur modeling simbilik yaitu:
a) Karakteristik; hal yang paling dasar untuk diperhatikan berhungan
dengan usia, jenis kelamin, budaya, dan latar belakang klien.
Karakteristik model harus disesuaikan dengan karakteristik klien.
58
b) Spesifik; tingkah laku menjadi tujuan atau ketrampilan yang di
peragakan hendaknya spesifik sesuai dengan tujuan. Setelah klien
melihat model tersebut, klien di minta untuk berlatih, setelah itu konselor
memberikan balikan dan melakukan penyimpulan.
c) Kesesuaian; model simbolik yang digunakan dalam perlakuan harus
sesuai dengan kebutuhan klien.
3) Multipel models
Multipel modeling merupakan perpaduan antara live modeling dan
modeling symbolic, jenis model ini sangat relevan digunakan dalam format
kelompok. Klien dapat merubah perilaku melalui pengamatan terhadap beberapa
model. Keuntungan dari model ini adalah terdapat banyak alternatif pembelajaran,
berperilaku dan percontohan model pada klien.
Menurut Komalasari et al. (2011) langkah-langkah yang dilakukan
dalam modeling adalah sebagai berikut:
1) Menentukan jenis pemodelan yang akan digunalan (live model, symbolic
model, multiple model).
2) Jenis model dengan live modeling, pilih model yang bersahabat atau
teman sebaya konseli yang memiliki kesamaan, seperti : usia, status
ekonomi, dan penampilan fisik. Bila mungkin gunakan lebih dari satu
model.
3) Kempleksitas perilaku yang dimodelkan harus sesuai dengan tingkat
perilaku konseli.
59
4) Kombinasikan modeling dengan aturan, interuksi, behavioral rehearsal,
dan penguatan.
5) Pada saat konseli memperhatikan penampilan tokoh berikan penguatan
alamiah.
6) Bila mungkin buat desain pelatihan untuk konseli menirukan model
secara tepat, sehingga akan mengarahkan konseli pada penguatan
alamiah. Bila tidak maka buat perencanaan pemberian penguatan untuk
setiap peniruan tingkah laku yang tepat.
7) Bila perilaku bersifat kompleks, maka episode modeling dilakukan
mulai dari yang paling mudah ke yang lebih sukar.
8) Skenario modeling harus dibuat realistik.
9) Melakukan pemodelan dimana tokoh menunjukkan perilaku yang
menimbulkan rasa takut bagi konseli (dengan sikap manis, perhatian,
bahasa yang lembut dan perilaku yang menyenangkan konseli).
Menurut (Bandura, 1989) konselor harus mengimplementasikan
modeling dengan memikirkan petunjuk-petunjuk sebagai berikut:
1) Beritahu klien tentang apa yang harus diperhatikan sebelum demonstrasi
yang dimodelkan.
2) Memilih sebuah model yang mirip dengan klien dan yang dapat
mendemonstrasikan perilaku sasaran dengan cara coping.
3) Sajikan demonstrasi yang dimodelkan dalam urutan skenario yang
mengurangi pada diri klien.
60
4) Suruh klien meringkaskan atau menijau ulang apa yang dilihatnya setelah
demontrasi.
Hendaknya dalam demonstrasi, klien perlu dilatih secara berulang-ulang.
Apabila klien mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengaplikasikan apa yang
dilihatnya maka model membantu klien sampai perilaku yang dinginkan tercapai.
2.2.1.11 Kelompok Psikoedukasi Dengan Teknik Modeling
Keutamaan dari tugas pemimpin kelompok adalah model dengan
pendekatan behaviors, kelompok psikoedukasi merupakan desain pembelajaran
untuk anggota kelompok serta percaya bahwa peran bantuan harus disertakan
pendidikan dan pengembangan keterampilan (Brown, 2004). Pemodelan adalah
teknik yang ampuh untuk mengajarkan perilaku baru kepada anggota kelompok
yang tidak memiliki petunjuk bagaimana berperilaku, berhubungan, atau
berkomunikasi yang sesuai dan memberitahu anggota kelompok bahwa
perilakunya tidak efektif dan serta memahami perilakunya agar sesuai yang
diharapkanya (Brown, 2004).
Dengan menggunakan format kelompok dan dipadukan dengan teknik
modeling akan dapat lebih efektif mengubah perilaku atau harpan yang akan
diinginkanya. Kelompok psikoedukasi dengan teknik modeling merupakan proses
yang memadukan pada tahapan kegiatan kelompok psikoedukasi dengan teknik
modeling. Tahapan kelompok psikoedukasi dengan teknik modeling merupakan
tahapan yang dimulain dari tahapan awal, tahapan transisi, tahapan kegiatan
(teknik modeling), dan pengahiran, serta evaluasi dan tindak lanjut.
61
2.2.2 Adaptabilitas Karir
2.2.2.1 Pengertian Adaptabilitas Karir
Aadaptabilitas karir merupakan konsep sentral dari career construction
theory (CCT) Savickas (1997); Savickas, Nota, Rossier, Dauwalder, Duarte, et al.
(2009); Savickas (2011). Kemampuan adaptabilitas karir merupakan teori
konstruksi karier sebagai pengganti kematangan karir Savickas, (1997); Savickas
et al. (2009); Savickas, Porfeli, Hilton, & Savickas, (2018); Ginevra et al. (2018).
Kemampuan adaptabilitas karir adalah konstruksi multidimensi memiliki
peran intergal dalam membangun dan mengintegrasikan konsep diri seseorang
(Walsh & Savickas, 2005). Adaptabilitas karir merupakan konstruk psikososial
mencerminkan sumber daya pekerja untuk mengelola pekerjaan saat ini dan akan
datang serta tantangan karir yang dapat mempengaruhi integrasi pekerja dalam
lingkungan sosialnya.
Adaptabilitas karir dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian, kapasitas
regulasi diri yang dapat berubah seiring waktu, dan situasi yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor dalam diri individu, lingkungan dan interaksi antara orang dan
lingkungan (Savickas & Porfeli, 2012). Adaptabilitas karir merupakan sumber
daya individu baik berupa sikap, keyakinan, dan kompetensi yang digunakan
untuk merespon potensi stres yang berhubungan dengan pekerjaan dan tantangan.
Y. Guan et al (2013) juga menjelaskan adaptabilitas karir sebagai cara
individu dalam mempersiapkan prediksi terhadap tugas-tugas dan berpartisipasi
dalam peran kerja serta menyesuaikan diri dalam perubahan yang terjadi dalam
pekerjaan maupun kondisi kerja.
62
Menurut Negru-Subtirica & Pop (2016) adaptabilitas karir merupakan
kemampuan serta kesiapan yang dimilki seseorang dalam menghadapi situasi
yang tidak terduga dengan berbagai perubahan lingkungan yang dapat diperediksi
maupun sebaliknya, sehingga memiliki kesiapan terhadap perubahan tugas-tugas
yang ada dalam rangka persiapan dan partisipasi dunia kerja.
2.2.1.2 Faktor Pembentuk Adaptabilitas Karir
Adaptabilitas karir mengkonseptualisasikan interaksi antara seseorang
dengan lingkunganya dalam proses pengembangan karir (super). Adaptabilitas
karir juga merupakan faktor psikososial dari individu (Savickas, 1997). Faktor
psikososial individu tersebut dapat berupa latar belakang orang tua, kemampuan
mental, pendidikan, keterampilan, kepribadian, kematangan dan kesempatan.
Adaptabilitas karir merupakan kemampuan transaksional dari individu dengan
lingkungannya (Jiang et al., 2017).
Hal ini menjadikan adaptabilitas karir merupakan modal individu yang
berasal dari akumulasi kompetensi dan pengetahuan yang bersumber dari
pendidikan dan pengalaman (Nilforooshan & Salimi, 2016). Adaptabilitas karir
berhubungan kuat dengan peran dan kontekstual dari individu sehingga faktor
kondisi budaya dan konteks tempat individu mempengaruhi adaptasi dari individu
(Savickas & Porfeli, 2012).
2.2.1.3 Aspek-Aspek Adaptabiltas Karir
Savickas (1997) mengatakan career adaptability merupakan
konseptualisasi tertinggi, konstruk hierarki yang terdiri dari beberapa dimensi atau
aspek. Dalam aspek tersebut mencerminkan indikator yang menggabungkan
63
keseluruhan adaptasi karirnya. Aspek yang ada dalam adaptabilitas karir terdiri
dari concern, control, curiosity, dan confidence (4Cs) (Tien, Wang, Chu, &
Huang, 2012).
Merino-Tejedor, Hontangas, & Boada-Grau (2016) aspek pertama,
concern berkaitan dengan penyesuaian untuk mempersiapkan masa depan. Aspek
kedua adalah control, mengasumsikan tanggung jawab seseorang untuk
membangun karir mereka sendiri, bahwa keputusan yang buat sebagai tanggung
jawab yang akan mempengaruhi pilihan profesional mereka di masa depan. Ketiga
adalah, aspek curiosity yang berhubungan dengan eksplorasi diri dan dunia kerja
untuk mencari yang terbaik. Aspek confidence, berhubungan dengan persepsi
kemampuan individu dalam keberhasilan membuat pilihan edukasional dan
kejuruan, maksud dari pengertian ini, melatih untuk pengambilan keputusan yang
efektif dapat menjadi dasar arah karir.
Tabe 2.3 Dimensi Adaptabilitas Karir
Adaptability
Dimension
Attitudes and
Beliefs
Competence Coping
Behaviors
Career Problem
Conceren Planful Planing Aware
Involved
Indifference
Control Decisive Decision Making Assertive
Disciplined
Willful
Indecision
Curiosity Inquistive Exploring Experimenting
Risk taking
Inquiring
Unrealism
Confidence Efficacious Problem solving Persistent
Striving
Industrious
Inhibition
(Savickas, 2013).
64
Keempat dimensi ini membantu individu dalam membentuk strategi yang
digunakan untuk mengarahkan perilaku adaptif mereka serta membentuk perilaku
karir (Savickas, 2013). Keempat dimensi tersebut adalah:
1) Career Concern (Kepedulian Karir)
Dimensi ini mengenai kepedulian individu terhadap masa depannya
dalam melihat dan mempersiapkan apa yang akan terjadi, serta yang akan
dilakukannya di masa depannya terhdapa situsi sekarang. Fungsi mendasar dari
kepedulian karir (career concern) merupakan cerminan dari teori karir oleh
Ginzberg mengasumsikan time prespective, Super planfulness, Tiedeman’s
anticipation, Crites’s orientation, dan Harren’s mengasumsikan awareness
(Savickas, Silling, & Schwartz, 1984).
Menurut Hartung et al., (2008), kepedulian karier berkaitan dengan
orientasi remaja terhadap masa depan dan optimisme yang dimilikinya. Seseorang
yang memiliki kepedulian karir akan memiliki pandangan ke depan dan memiliki
keyakinan akan masa depan yang diwujudkan melalui perencanaan karier yang
dilakukan.
Sikap dan keyakinan yang baik dalam kesinambungan mencerminkan
individu untuk terlibat dalam kegiatan dan pengalaman yang mempromosikan
kompetensi dalam perencanaan, dan persiapan untuk masa depannya. Seseorang
yang tidak memiliki kepedulian karier akan cenderung menghindari tanggung
jawab untuk membuat perencanaan karier, menghindari pengambilan keputusan
karier ataupun keputusan apapun yang berkaitan dengan kariernya. Seseorang
yang memiliki kepedulian karier yang rendah disebut sebagai (career
65
indifference), yang merefleksikan perilaku tanpa perencanaan, pesimis, dan sikap
apatis terhadap karier (Savickas, 2013).
2) Career Control (Pengendalian Karir)
Dimensi ini berisi bagaimana individu dalam mengontrol dirinya dan
membentuk dirinya untuk dapat sesuai dengan lingkungannya. Dengan
pengendalian karir, individu akan menjadi disiplin, berusaha, dan tekunan dalam
hal karirnya. Pengendalian karir melibatkan kedisiplin diri intrapersonal dan
proses menjadi teliti, disengaja, terorganisir, dan menentukan dalam
melaksanakan tugas pengembangan kejuruan dan membuat transisi pekerjaan.
Individu dalam dimensi ini dijelaskan memiliki tanggung jawab dan kepemilikan
dalam karirnya
Pengendalian karier berarti bahwa orang tersebut percaya bahwa mereka
bertanggung jawab untuk membangun karier mereka sendiri. Jika remaja merasa
yakin akan pengendalian karir yang dimilikinya, remaja akan lebih yakin dalam
membuat alternatif pilihan-pilihan karir dan tidak merasa terpuruk saat salah satu
perencanaan yang dilakukannya gagal atau tidak sesuai harapan (Maree &
Hancke, 2011).
Seseorang yang tidak memiliki pengendalian karier yang baik
diistilahkan sebagai seseorang yang memiliki kebingungan karier (career
indecision) yang menampilkan perilaku kebingungan (enacted as confusion),
penundaan (prokrastinasi) dan impulsif (Savickas, 2013).
66
3) Career Curiosity (Keingintahuan Karir)
Dimensi ini mengenai bagaimana individu terdorong untuk berfikir
tentang dirinya di berbagai situasi dan peran yang dimilikinya. Dimensi ini juga
melihat bagaimana individu menjelajahi kemungkinan diri dan peluang karirnya
di dalam pekerjaan. Keingintahuan karir mengacu pada keingintahuan tentang dan
eksplorasi kesesuaian antara diri sendiri dan dunia kerja.
Rasa ingin tahu menghasilkan pengetahuan yang digunakan untuk
membuat pilihan yang sesuai dengan situasi saat mereka belajar tentang
bagaimana dunia bekerja. Fungsi dasar rasa ingin tahu dalam membangun karir
tercermin dari eksplorasi dan perilaku pencarian informasi, serta pengetahuan diri
dan informasi pekerjaan. Sikap keingintauan menentukan individu untuk
memaknai lingkungan untuk mempelajari tentang diri dan situasi
Individu yang telah menjelajahi dunia di luar lingkungan mereka sendiri
memiliki lebih banyak pengetahuan tentang kemampuan, minat, dan nilai mereka,
serta tentang persyaratan, rutinitas, dan penghargaan dari berbagai pekerjaan.
Informasi yang lebih luas ini membawa realisme dan objektivitas pada pilihan-
pilihan berikutnya yang akan memiliki kesesuaian antara diri sendiri dan dunia
kerja.
Namun sebaliknya seseorang yang memiliki keingintahuan yang rendah
cenderung bersikap apatis dan tidak peduli dengan pekerjaan yang menarik
untuknya. Bahkan mungkin tidak memikirkannya sama sekali. Seseorang dengan
keingintahuan karier yang rendah dikatakan memiliki sikap tidak realistis
67
(unrealism) terhadap dunia pekerjaan dan memiliki citra diri yang tidak tepat
(Savickas, 2013).
4) Career Confidence (Rercaya Diri Karir)
Teori konstruksi karier, kepercayaan diri menunjukkan perasaan self-
efficacy mengenai kemampuan seseorang untuk berhasil melaksanakan suatu
tindakan yang diperlukan untuk membuat dan menerapkan pilihan pendidikan dan
kejuruan yang sesuai.
Dimensi mengenai bagaimana individu membangun kepercayaan dirinya
bahwa dirinya dapat mengaktualisasikan pilihannya untuk menentukan hidup
mereka nanti. Kepercayaan diri ini juga dapat dibentuk dari proses eksplorasi dan
mencari informasi yang dilakukan oleh individu. Dimensi ini mengungkap
bagaimana individu mengejar karirnya serta bagaimana individu tersebut
membuat antisipasi dalam menghadapi rintangan yang dihadapinya. (Hartung et
al., 2008) meyakini bahwa keyakinan karier merupakan suatu indikator dari
kemampuan pemecahan masalah karier remaja sekaligus menjadi petunjuk
kemampuan memenuhi kebutuhan diri sendirinya (self-sufficiency)
Individu yang memiliki kepercayaan diri rendah tidak akan tertarik pada
pengalaman tertentu, misalnya kesulitan dalam matematika dan sains, mereka
akan merasa sulit untuk percaya diri dalam mendekati kegiatan tersebut dan
akibatnya akan kurang tertarik pada bidang yang memerlukan keterampilan pada
kegiatan tersebut. Serta keyakinan yang salah tentang gender, ras, dan peran sosial
sering menghasilkan hambatan internal dan eksternal yang menghambat
pengembangan kepercayaan diri. Seseorang yang kurang memiliki keyakinan
68
karier akan menghasilkan hambatan karier (career inhibition) yang akan
menghambat terwujudnya peran seseorang dan menyebabkan kegagalan dalam
meraih tujuan karir (Savickas, 2013).
2.2.2 Peranan Adaptabilitas Karir
Adaptabilitas karir digunakan oleh individu untuk dapat memilih
tindakan yang tepat dalam menghadapi perubahan dalam lingkungan kerja,
transisi kerja maupun trauma terhadap kerja (Savickas, 1997). Kemampuan
individu dalam beradaptasi dapat membantu individu dalam menghadapi tuntutan
baru dalam dunia kerja maupun lingkungan kerja yang beragam. Adaptabilitas
karir juga dapat membantu individu dalam merefleksikan tujuan utamanya dalam
mengorganisasi yang sekarang ditempatinya.
Individu yang tidak dapat melakukan adaptasi terhadap dunia kerja
maupun lingkungan kerja yang baru diketahui, dapat mengalami kesulitan dalam
aspek-aspek individual maupun hubungannya dengan pekerjaan. Akibat sesorang
tidak memilki adaptability karir dapat berakibat negatif pada ketidak puasan
terhadap pekerjaannya, ketidak nyamanya kerja, beban kerja merasa bertambah,
loyalitas kerja yang rendah, serta keinginan untuk keluar dari pekerjaan, dan
memiliki kebosanan terhadap pekerjaan yang ditekuni.
2.2.3 Adaptabilitas Karir Siswa SMP
Melalui paradigma yang dipelopori oleh Super, Savickas (2002)
mengembangkan sebuah teori yang disebut dengan teori konstruksi karier (career
construction). Teori konstruksi karier meyakini bahwa individu mengkonstruksi
representasi dari realitas, namun berbeda dengan konstruksi dalam ontologi yang
69
mengatakan bahwa individu yang mengkonstruksi realitas. Hal yang
dikembangkan oleh Savickas, yang membuat teorinya berbeda dengan Super,
adalah bahwa konsep perkembangan didasarkan pada adaptasi terhadap
lingkungan, bukan kematangan dari individu itu sendiri. (Savickas, 1997)
Menurut teori konstruksi karir Walsh & Savickas (2005) kemampuan
beradaptasi karir mencerminkan beragam sikap, perilaku, dan kompetensi yang
membantu proaktif beradaptasi terhadap perubahan situasi. Adaptivitas
menandakan karakteristik pribadi fleksibilitas atau kemauan untuk memenuhi
tugas-tugas karir, transisi, dengan respons yang sesuai. Dalam hal ini Savickas
(1997) konsep adaptabilitas karir mengarah kepada tugas-tugas perkembangan
Super life-span, life-space theory.
Perkembangan karir dijalankan seseorang selama rentang kehidupanya.
(Super, 1980). Usia sekolah menengah pertam (SMP) berkisar 13-15 tahun.
Dalam hal ini (Savickas, 1997) konsep adaptabilitas karir mengarah kepada tugas-
tugas perkembangan Super life-span, life-space theory. Pengembangan rentang
usia merupakan adaptabilitas karir untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan
(Hartung & Cadaret, 2017). Tugas perkembangan karir adolescence usia 14-25
dengan membrikan kesempatakn waktu yang lebih untuk menyalurkan hobi,
memverifikasi pilihan pekerjaan saat ini, belajar terntang peluang kerja, dan serta
dapat mengembangakn konsep diri yang realistik (Super, 1980).
Tahapan yang harus dilalui masa remaja awal dalam tugas
perkembanganya meliputi persiapan secara ekonomi, pemilihan, dan latihan
jabatan (Monks, Knoers, & Haditono, 2006). Menurut Super (1980) kristalisasi
70
Crystallization merupakan tahapan tugas perkembangan dengan rentang usia 14-
18 tahun, rentang usia tersebut menunjukan periode prose kognitif dalam
merumuskan tujuan karir secara umum dengan melihat kemampuan diri,
kontinjensi, minat, nilai, dan perencanaan untuk pekerjaan yang disukainya.
Super, (1980) mengemukakan bahwa kesuksesan tahapan kehidupan
membutuhakn kematangan karir. Kematangan karir menunjukan kesiapan sikap
dan kognitif untuk membuat pilihan pendidikan dan kejuruan. Kesiapan sikap
berarti aktif terlibat dalam dalam perencanaan dan ekplorasi pekerjaan dimasa
depan. Kesiapan kognitif berarti memiliki pengetahuan tentang pekerjaan dan
bagaimana membuat keputusan karir yang baik. adaptabilitas karir merupakan hal
yang penting bagi remaja awal.
Dalam berbagai hal rendanya perkembangan karir dapat dikarenankan
kurangnya kesiapan (Jung, 2013), kurangnya informasi karir (Gati, Krausz, &
Osipow, 1996), kurangnya kemampuan untuk mencapai keputusan tentang masa
depan seseorang terhadap suatu pekerjaan atau jabatan (Guay, Senécal, Gauthier,
& Fernet, 2003).
Adaptabilitas karir siswa SMP merupakan kesiapan seseorang dalam
menghadapi lingkungan sekolah dengan berbagai kondisi sesuai kemampuan diri
didukung berbagai ragam sikap, perilaku, dan kompetensi yang mencerminkan
perilaku karir dengan mengarahkan berbagai ragam kegiatan sekolah, meyalurkan
hobi, bakat, memahami konsep diri yang realistik, serta perencanaan dan tujuan
karir. Dengan dukungan informasi, dan kesiapan berperan aktif dalam
perencanaan karir yang disukainya.
71
2.2.3 Self-Efficacy Keputusan Karir
2.2.3.1 Pengertian Self-Efficacy Keputusan Karir
Teori efikasi diri merupakan cabang dari Social Cognitive Theory yang
dikemukakan oleh Albert Bandura (Social Learning Theory). Asumsi awal dan
mendasar dari teori kognitif sosial Bandura adalah teori pembelajaran (learning
theory). Dengan perkembangnya (Social Learning Theory) berkembang menjadi
Social Cognitive Career Tehory (SCCT) Bandura, (1997); Lent, Brown, &
Hackett (1994). Teori SCCT seringkali dikaji untuk menjelasksan perkembangan
dan peminatan karier, pilihan studi lanjut dan pekerjaan, serta performa dan
ketekunan ketika belajar dan bekerja.
Taylor & Betz (1983) mendefinisikan sellf-efficacy keputusan karier
sebagai keyakinan seseorang untuk dapat memahami dalam menilai diri dengan
tepat, mencari sumber informasi bidang kerja, menyeleksi tujuan karir, membuat
perencanaan karir serta dapat memecahkan permasalahan berkaitan dengan arah
pilih karirnya. Self-efficay keputusan karir merupakan keyakinan seseorang dalam
kemampuannya untuk melakukan sesuatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian
orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungannya (Feist et al., 2017).
Efikasi diri pengambilan keputusan karier mewakili sebuah penilaian
kognitif atau penilaian kinerja di masa depan yang dianggap sebagai mekanisme
utama dari peraturan diri kognitif sosial. Siswa yang kurang yakin akan
kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karier dan
perilaku-perilaku yang diperlukan untuk pembuatan keputusan yang efektif akan
72
lebih sering ragu sehubungan dengan pilihan karier (Hargrove, Creagh, &
Burgess, 2002).
Self-efficacy keputusan karir bukan merupakan ekpetasi hasil dari
tindakan kita, melainkan merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang
tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku, sementara
ekpetasi hasil merujuk pada prediksi dari kemungkinan mengenai konsekuensi
perilaku tersebut (Bandura, 1965,1969,1989,1997; Feist et al., 2017b).
Bandura (1997) melihat efikasi diri terdiri dari dua jenis yakni efikasi diri
positif dan efikasi diri negatif. Efikasi diri dikatakan positif ketika keyakinan yang
dimiliki seseorang bahwa ia percaya mempunyai kuasa untuk menciptakan apa
yang ia inginkan atau harapkan. Sedangkan, self-efficacy negatif ketika keyakinan
yang dimiliki seseorang membuat dirinya lemah atau melemahkan dirinya sendiri.
Seseorang dengan efikasi diri positif percaya bahwa ia dapat menyelesaikan suatu
tugas tertentu dengan baik, seringkali mengerahkan usaha yang cukup untuk
menyelesaikan tugas yang ia jalani. Sebaliknya, orang yang memiliki efikasi diri
yang negatif seringkali menyerah dalam menghadapi kesulitan (Creagh Kaiser,
2003).
Ekspektasi self-efficacy keputusan karir dan outcome dipandang
membantu untuk memotivasi tujuan dan tindakan pada gilirannya membantu
menentukan hasil keputusan karir (Grether, Sowislo, & Wiese, 2018). Perilaku ini
merupakan fungsi adaptif yang diperlukan untuk orientasi, eksplorasi, pendirian,
manajemen. Self efficacy keputusan karir memainkan suatu peran penting dalam
73
memotivasi pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang menantang dalam
kaitannya dengan pencapaian tujuan tertentu.
Seseorang dapat dikatakan memiliki self-efficay keputusan karir yang
baik ketika merasa yakin bahwa dirinya percaya, mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan apa yang diinginkan dan diharapkannya (Ana et al., 2017).
Seseorang percaya dengan kemampuan yang dimilikinya akan memberikan
dampak terhadap perilaku, motivasi, dan akhirnya akan menentukan keberhasilan
atau kegagalannya. Self efficacy keputusan karir dapat membuat seseorang
menggunakan kemampuan mereka untuk menafsirkan informasi internal dan
eksternal ke dalam tindakan nyata. Informasi karier tidak hanya merupakan objek
faktual, tetapi sebagai kemampuan proses psikologis untuk mentransformasikan
informasi itu yang dikaitkan dengan tujuan dan pilihan hidup dimasa akan datang
(Muttaqin & Tadjri, 2017).
Secara umum self efficacy keputusan karir adalah penilaian seseorang
terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar
kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil
tertentu. Self-efficacy rendah, dapat berdampak pada academic anxiety yang
dialami oleh remaja (Situmorang, Wibowo, & Mulawarma, 2018) Harapan hasil
(outcome expectation) adalah penilaian ataupun belief seseorang pada hasil yang
diharapkannya terhadap behavior tertentu yang dilakukan individu (Ana et al.,
2017). Dalam triadic recprokal casual model menyebutkan bahwa lingkungan
perilaku dan manusia mempunyai pengaruh yang interaktif terhadap satu sama
lain, efikasi diri menrujuk kepada faktor P (manusia) (Feist et al., 2017).
74
Ogutu & Maragia (2017) membuktikan bahwa keberhasilan self-efficacy
keputusan karir dipengaruhi oleh jenis kelamin, dan tipe sekolah, lingkungan
teman sebaya, dukungan orang tua dikalangan peserta didik sekolah menengah
pertama. Duffy & Blustein, (2005) membuktikan bahwa individu yang memiliki
hubungan spiritual yang kuat, memiliki motivasi intrinsik cenderung lebih percaya
diri dalam kemampuan mereka untuk membuat self-efficacy keputusan karir dan
terbuka mengeksplorasi berbagai pilihan karir.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, self efficacy keputusan karir dapat
didefinisikan sebagai keyakinan seorang individu terhadap kemampuan yang
dimilikinya untuk mengatasi hambatan, guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Tinggi atau rendahnya self-efficacy keputusan karir yang dimiliki oleh seorang
individu berbeda-beda dalam setiap bidang tertentu, serta self efficacy keputusan
karir dapat dibentuk melalui pengalaman, belajar, pemahaman, dan optimisme.
Faktor yang mempengaruhi self-efficacy keputusan karir yang memberi dampak
pada expetasi hasil adalah faktor pribadi, usia, jenis kelamin tinggi badan, berat
badan, dan kesehatan fisik.
Dengan memiliki self-efficacy keputusan karier yang tinggi, maka
individu akan mampu mempertahankan pilihan program studinya meskipun
lingkungan kurang mendukung. Bahkan, efikasi diri pengambilan keputusan
karier yang tinggi dapat mendorong individu untuk mencari berbagai solusi saat
menemui hambatan.
75
2.2.3.2 Pembentukan Self-Efficacy Keputusan Karir
SCCT menawarkan tiga model proses pengembangan karir yang
segmental, diantaranya (a) pengembangan minat akademik dan kejuruan, (b)
bagaimana individu membuat pilihan pendidikan dan karir, dan (c) kinerja dan
kemampuan pendidikan dan karier. Tiga model segmental memiliki penekanan
yang berbeda di sekitar tiga variabel inti, yaitu self-efficacy, ekspektasi hasil, dan
tujuan pribadi (Leung, 2008).
Terdapat faktor yang mempengaruhi Self-efficay keputusan karier yaitu
personal (misalnya jenis kelamin, ras/budaya, predisposisi) dan faktor kontekstual
seperti kondisi latar belakang keluarga dan pengalaman belajar seseorang
(Hargrove et al., 2002).
Self-efficacy keputusan karir mempunyai pengaruh kualitas yang sangat
kuat dalam tindakan manusia, namun bukan salah satunya penentu keberhasilan
seseorang (Feist et al., 2017). Faktor yang berpengaruh untuk membentuk,
meningkatkan, atau mengurangi self-efficacy keputusan karir seseorang, dapat
dengan salah satu atau mengabungkan dari empat sumber yaitu: (1) pengalaman
menguasai sesuatu, (2) pemodelan sosial, (3) persuasi sosial, (4) kondisi fisik dan
emosional (Bandura, 1997; Feist et al., 2017b).
1) Pengalaman Mengausai Sesuatu
Sumber utama self-efficacy yang paling berpengaruh adalah pengalaman
menguasai sesuatu tetang kemampuan atau perfoma masa lalu. Secara umum
performa yang berhasil akan meningkatkan ekpetasi mengenai kemampuan dan
pengalaman kegagalan cenderung akan menurunkan hal tersebut.
76
2) Pemodelan Sosial.
Sumber kedua dari pembentukan self-efficacy adalah pemeodelan sosial
yaitu pengalaman yang tidak terduga (vicarious experience). Self-efficacy
mengingkat saat sesorang mengamati paencapaian orang lain yang memepunyai
kompetensi setara, namun akan berkurang ketika melihat orang lain gagal.
3) Persuasi Sosial.
Self-efficacy diri dapat diperoleh dan diperlemahakan melalui persuasi
sosial atau self-efficacy dapat ditingkatkan atau diturunkan melalaui persuasi
sosial. Kata-kata atau kritik dari sumber yang terpercaya mempunyai daya yang
lebih efektif dibandingkan dengan sumber yang tidak percaya. Meningkatkan
self-efficaccy diri melalui persuasi sosial dapat menjadi efektif bila kegiatan
didukung dengan jangkauan perilaku seseorang.
4) Kondisi Fisik Dan Emosional.
Sumber self-efficacy keputusan karir adalah kondisi fisiologis dan
emosional seseorang. Emosi yang yang kuat akan mengurangi performa ketika
seseorang mengalami ketakutan, kecemasan, atau tingkat sters yang tinggiyang
memeungkinkan akan terjadi self-efficay keputusan karir yang rendah.
2.2.3.3 Aspek-Aspek Self Efficacy Keputusan Karir
Menurut Luo, Ng, Lee, & Aye (2016) self efficacy keputusan karir pada
setiap individu akan berbeda satu individu dengan yang lainnya. Pengambilan
keputusan karir self-efficacy keputusan karir berfokus pada aspek "proses" pilihan
karir (yaitu, variabel proses yang terlibat dalam pengambilan keputusan karir)
77
(Oreshnick, 1991). Keyakinan self-efficacy keputusan karir memainkan peran
sentral dalam fungsi manusia (Grether et al., 2018).
Efficacy keputusan karir dapat berfungasi secara determinatif pada
tingakat kolektif maupun tingkat individu (Bandura & Locke, 2003). Terdapat
dimensi self-efficacy keputusan karir pembuatan keputusan karir sebagai perilaku
yang relevan dengan kompetensi pilihan karir yaitu (1) self aparsial (penilaian
diri), (2) gathering occupational information (pengumpulan informasi pekerjaan),
(3) goal selection (seleksi tujuan), (4) making plans for the futur (pembuatan
perencanaan kedepan), (5) problem solving (pemecahan masalah) (Taylor & Betz,
1983).
1) Self Aparsial (penilaian diri)
Merupakan aspek yang menggambarkan tetang self-efficacy keputusan
karir melalui penilaian terhadap dirinya sendiri. Aspek tersebut memiliki arti bawa
sesorang memiliki self-efficacy tinggi atau rendah ditentukan dari penilaian
individu tersebut terhadap dirinya.
2) Gathering Occupational Information (pengumpulan informasi pekerjaan)
Aspek kedua efikasi diri disini menggambarkan tinggi rendahnya self-
efficacy siswa dilihat dari pengumpulan informasi tent ang bidang karier yang
diminati. Diminsi ini melihat seberapa jauh siswa yakin akan kemampuannya
untuk bidang karier tertentu dengan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan.
3) Goal Selection (seleksi tujuan)
Aspek ini menggambarkan self-efficacy keputusan karir siswa dilihat
dari keyakinan terhadap tujuan yang akan dicapai pada bidang karier yang
78
diminati. Dimana siswa yang memiliki self-efficacy keputusan karir yang tinggi
akan merasa percaya bahwa tujuan pada bidang karier tertentu pasti dapat
diwujudkannya.
4) Making Plans For The Futur (pembuatan perencanaan kedepan)
Aspek ini menjelaskan bagaimana siswa memiliki keyakinan terhadap
rencana masa depan yang akan dibuat untuk memilih bidang karier tertentu.
Siswa yang memiliki efkasi diri yang tinggi akan percaya bahawa rencana masa
depan yang dibuat mampu diwujudkan.
5) Problem Solving (pemecahan masalah)
Aspek terkahir menggambarkan keyakinan siswa akan mampu
menyelesaikan masalah dengan baik. Siswa yang memiliki efikasi diri tinggi
merasa mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Sedangkan siswa yang
memiliki efikasi diri rendah merasa tidak mampu memecahkan masalah yang
dihadapi. Bandura (1997); Feist et al., (2017b) tinggi-rendahnya self-efficacy
berkombinasi dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif untuk
menghasilkan empat variabel yang paling bisa diprediksi yaitu sebagai berikut:
1) Bila Self Efficacy tinggi dan lingkungan responsif, hasil yang paling bisa
diperkirakan adalah kesuksesan.
2) Bila Self Efficacy rendah dan lingkungan renponsif, manusia dapat
menjadi depresi saat mereka mengamati orang lain berhasil
menyelesaikan tugas-tugas yang menurut mereka sulit.
79
3) Bila Self Efficacy tinggi bertemu dengan situasi lingkungan yang tidak
responsif, manusia biasanya akan berusaha keras mengubah lingkungan,
misalnya melakukan protes, aktivisme sosial.
4) Self Efficacy rendah berkombinasi dengan lingkungan yang tidak
responsif, manusia akan melakukan apati, mudah menyerah, merasa tidak
berdaya.
2.3 Kerangka Berpikir
Kelompok psikoedukasi teknik modeling baik dengan symbolic modeling
dan live modeling dapat meningkatkan adapatabilitas perencanaan karir. Serta
dengan adanya Kelompok psikoedukasi teknik modeling baik dengan symbolic
modeling dan live modeling juga akan memperkuat kepercayaan diri, self-efficacy
yang akan mempengaruhi kekuatan adaptabilitas perencanaan kariri siswa.
Symbolic modeling pertama memberikan gambaran siwa tentang
informasi karir, ekplorasi karir dan mernagsang untuk memiliki keyakinan diri,
langkah tersebut memberi dampak pada adaptabilitas arah karirnya. Dilakukan
menggunakan media vidoe modeling. Bertujuan agar siswa lebih memahami
informasi karir, persaratan memasuki jenjang karir, dan bagimana langkah awal
siswa untuk merencanakan karirnya dimasa yang akan datang. Langkah
selanjutnya menggunakan live modeling degnan menggunakan percontohan
individu yang berkometensi sebagai model akan memperkuat keyakinan diri
seseorang untuk mencontoh tingkah laku sang model. Perhatian bagi siswa yaitu
suatu model yang akan disediakan oleh konselor dengan tujuan siswa dapat
80
memperoleh pemahaman, pengalaman, dan tingkah laku yang ada di dalam diri
model sebagai acuan proses adaptabilitas perencanaan karir.
Live modeling pertama memperhatikan model memperhatikan yang
sukses, bertujuan agar siswa menyadari kemampuanya, melakukan merencanan,
kemudian terbentuk pola kognitifnya yang akan membentuk perilakunya, serta
berdampak pada adaptasi pemiliahan karir yang akan diambilnya. Siswa bisa saja
sudah dapat menyadari kemampuanya, merencanakan, dan berperilaku yang akan
membentuk sikap adaptabilisas keputusan karirnya, akan tetapi ada kalanya siswa
sudah dipetakan arah tujuan karinya tapi belum bertindak. Bukti dari itu siswa
sudah dapat merencanakan adaptabilitas karirnya.
Dengan adanya kelompok psikoedukasi teknik modeling, dengan melihat
model tersebut akan memperkuat keyakinan akan potensinya. Karena dengan
melihat pemodelan, nantinya akan dapat memperkuat keyakinan dan kemampuan
yang dimilik pada siswa. Pada perihal ini, siswa akan kuat efikasi dirinya atau
akan berkembang efikasi dirinya, dengan kata lain siswa akan memilik keyakinan
diri tinggi terhadap potensinya dan kemampuan dirinya. Dalam hal ini
kemampuan siswa seperti kemampuan menilai kekuatan dan kelemahan diri,
kemampuan perencanaan dan eksplorasi karir, kemampuan dalam perkembangan
belajar dan mampu mengatasi perasalahan yang berhubungan dengan proses
pengambilan keputusan karir akan berkembang.
Kemampuan, keyakinan diri yang meningkat akan berdampak atau
berkontribusi pada adaptabilitas perencanaan karir siswa. Karen adaptabilitas
perencanaan kari memerlukan kemampuan self-efficacy. Adaptabilitas kerir
81
merupakan cerminan dari sikap, perilaku, dan kompetensi seseorng membantu
dalam peyesuaian karinya dimasa depan (Walsh & Savickas, 2005). Dengan
membuat perencanaan awal kari yang susks diperlukan kepercayaan diri yang
kuat, dalam hal ini berarti ketika siswa memiliki self-effikasi yang kuat atau
memiliki trust yang tinggi, siswa akan memiliki modal untuk melakukan
adaptabilitas perencanaan karir. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka fikir
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1. Pola Kerangka berfikir
X: Kelompok Psikoedukasi Teknik Modeling.
M: Self-Efficacy Keputusan karir
Y: Adaptabilitas Karir Siswa.
Kelompok
Psikoedukasi Dengan
Teknik Modeling
Adaptabilitas karir
siswa
Self-Efficacy
keputusan karir
82
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan maslah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan. Berdasarkan pada kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka
dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1) Kelompok psikoedukasi dengan teknik modeling efektif untuk
meningkatkan adaptabilitas karir peserta didik SMP.
2) Kelompok psikoedukasi dengan teknik modeling efektif untuk
meningkatkan self efficacy peserta didik SMP.
3) Terdapat hubungan yang positif antara self efficacy keputusan karir
dengan adaptabilitas karir peserta didik SMP.
4) Terdapat dampak tidak langsung dari kelompok psikoedukasi dengan
teknik modeling terhadap adaptabilitas karir siswa melalui self-efficacy
keputusan karir.
148
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang diperoleh dari
pelaksanaan penelitian pada siswa SMP Negeri 31 Purworejo mulai dari tahap
pendahuluan sampai pelaksanaan kegiatan kelompok psikoedukasi teknik
modeling terhadap self-efficacy keputusan karir untuk meningkatkan adabtabilitas
karir, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Terdapat sebagaian siswa SMP Negeri 31 Purworejo yang memiliki
tingkat self-efficacy keputusan karir dan adabtabilitas kari yang rendah, yang
diketahui dari hasil analisis daftar cek masalah (DCM) dan skala self-efficacy
keputusan kari dan adaptabilitas karir. Hal tersebut menunjukan rendahnya
perkembangan dan kematangan karir siswa terhadap tugas-tugas perkembangan
pada remaja awal.
Melalui kelompok psikoedukasi teknik modeling efektif dalam
meningkatkan adabtabilitas karir siswa, dengan menunjukan kesiapan dengan
tugas-tugas selama disekolah, dapat leluasa dalam mengembangkan potensi bakat
dan miat melalui kegiatan pengembangan exterakulikuler, menjadi lebih paham
tentang jenjang sekolah lanjutan ahirnya dapat membentuk kesiapan janga
panjang terhadap pemilihan seklah lanjutan.
Serta dengan Kelompok psikoedukasi teknik modeling dapat efektif
dalam meningkatkan self-efficacy keputusan karir siswa, yakni siswa merasa
149
yakinan akan kemampuannya untuk menangani masalah dengan menujukan
perilaku siswa dapat membuat atau mengambil keputusan secara tepat dan terbaik
bagi masa depannya terutama berkaitan dengan rencana karir yang akan
ditempuhnya.
Dari hasil peneliti menemukan hubungan yang signifikan anatara self-
effficacy keputusan karir dengan adabtabilitas karir siswa, diakrenakan semakin
tinggi self-efficacy keputusan karir siswa akan memperkuat dukungan dari dalam
diri untuk membentuk perilaku yang adaptif, sehingga perilakau adaptanilitas
karir merupakan dukungan dari effikasi diri terhapa lingkungan dan dukungan
orang lain sebagai penentu keberhasilan tugas-tugas perkembangan karir siswa.
Sehingga Kelompok psikoedukasi teknik modeling efektif dalam
memberikan dampak tidak langsung untuk meningkatkan adabtabilitas karir
melalui self-efficacy keputusan kari siswa SMP Negeri 31 Purworejo, melalui
pemebrian layanan tersebut teknik modeling sangat berpengaruh memberikan
hasil dari kecapaian adaptabilitas karir siswa, dengan memperkuat self-efficacy
keputusan karir. Semakin kuat kepercayaan diri dan memahami potensi dirinya,
maka siswa dalam perencanaan karir akan lebih adaptif dalam melakukan tugas-
tugas akademik dan prestasi akademik, sehingga pada akhirnya siswa dapat
memilih sekolah lanjutan sesuai dengan potensi diri, minat, keyakinan dan
perolehan prestasi akademik, pada ahirya dapat memilih peluang karirnya.
150
5.2 Saran
Saran merupakan upaya tindak lanjut dan masukan yang diberikan
kepada lembaga atau pihak-pihak yang dipandang berkepentingan dengan hasil
penelitian. Adapun saran yang dapat diberikan difokuskan pada substansi
berdasarkan hasil penelitian dan ditujukan pihak-pihak terkait seperti kepala
sekolah, guru bimbingan dan konseling, dan peneliti selanjutnya.
5.2.1 Bagi guru bimbingan dan konseling (konselor)
Bagi konselor sekolah, diharapkan dalam melaksanakan kegiatan layanan
bimbingan dan konseling karir, konselor perlu melihat aspek yang ada di dalam
self-efficacy keputusan kari dan adabtabilitas kari. Dengan melihat aspek-aspek
tersebut konselor dapat mengetahui kebutuhan peserta didik dalam perencanaan
karir secara matang. Untuk melangkah lebih jauh tentang arah karir atau
perencanaan karir, konselor harus mengetahui terlebih dahulu self-efficacy
keputusan karir siswa, dengan begitu konselor dapat memetakan kondisi peserta
didik dalam permasalahan karir, sehingga pada ahirnya siswa dapat
beradaptabilitas dalam karir jangka pendek dan jangka panjangya.
5.2.2 Bagi penelitian selanjutnya.
Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengembangakn model
efek mediasi. Tidak haya mengetahui pengaruh adabtabilitas karir melalui self-
efficacy. Namun untuk memperjelas pengaruh hubungan dari aspek-aspek yang
ada dari variabel tersebut. Bila dimungkinkan untuk menambah variabel yang
dapat menambah kepekaan dalam karir, seperti pengaruh kebudayaan, staus
ekonomi keluarga, pendidikan orang tua dan significant other. Serta dalam
151
penelitian ini lebih menitik beratkan kepada efek tidak lansung atau mediasi dari
self-efficacy keputusan karir, namun tidak melihat efek dari variabel moderasi.
Dengan begitu bagi penelitian selanjutnya dapat melihat variabel mediasi dan
moderasi untuk mengetahui tingakt adabtabilitas karir melalui self-efficacy
keputusan karir, dan untuk penelitian selanjutnya harus diberikan pengukuran
berkala setelah postest, untuk dapat melihat pengaruh perubahan perlakuannya,
Setelah beberapa bulan diberikan tereatment.
152
Daftar Pustaka
Adiputra, S. (2015). Penggunaan Teknik Modeling Terhadap Perencanaan Karir
Siswa. Jurnal Fokus Konseling, 1(1), 45–56.
Ali, M. (2015). Keefektivitas Pelatihan Pengambilan Keputusan Karier Melalui
Kelompok Psikoedukasi Di SMA 1 Madiun. Cendekia Kependidikan Dan
Kemasyarakatan, 13(1), 21–33. https://doi.org/0.1016/j.jvb.2011.05.005
Amin, Z. N., Wibowo, M. E., & Nusantoro, E. (2014). Indonesian Journal of
Guidance and Counseling. Indonesian Journal of Guidance and Counseling :
Theory and Application, 3(4), 39–46.
Ana, A., Wibowo, M. E., & Wagimin. (2017). Bimbingan Kelompok dengan
Teknik Role Playing untuk Meningkatkan Self-Efficacy dan Harapan Hasil
(Outcome Expectations) Karir Siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 6(1), 49–
53. Retrieved from
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk%0ABimbingan
Arumsari, C. (2016). Konseling Individual dengan Teknik Modeling Simbolis
terhadap Peningkatan Kemampuan Kontrol Diri. Jurnal Konseling
Gusjigang, 2(1), 1–11. Retrieved from
https://jurnal.umk.ac.id/index.php/gusjigang/article/view/549/586
Bandura, A. (1965). Vicarious Processes A Case Of No Trial Learning.
Psychology. New York: Academic Press Inc.
Bandura, A. (1969). Social-Learning Theory of Identificatory Processes.
Handbook of Socialization Theory and Research. United States of America:
Stanford University.
https://doi.org/10.1080/19371918.2011.591629
Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. United States of America: Academic
Press Inc.
Bandura, A. (1989). Social Cognitive Theory: An Agentic Perspective. In Annual
Review of Psychology (Vol. 6, pp. 1–60).
https://doi.org/10.1146/annurev.psych.52.1.1
Bandura, A. (1997a). Self-Efficacy: The Exercise of Control. Harvard Mental
Health Letter, 13(9), 4. https://doi.org/10.1007/SpringerReference_223312
Bandura, A. (1997b). Self-efficacy in Changing Societies. (A. Bandura, Ed.).
United States of America: Cambridge University Press. Retrieved from
www.cambridge.org/9780521474672
Bandura, A., & Locke, E. A. (2003). Negative Self-Efficacy and Goal Effects
Revisited. Journal of Applied Psychology, 88(1), 87–99.
https://doi.org/10.1037/0021-9010.88.1.87
Barclay, S. R., & Stoltz, K. B. (2016). The Life-Design Group: A Case Study
Assessment. Career Development Quarterly, 64(1), 83–96.
https://doi.org/10.1002/cdq.12043
Beaten DT, Bombardier, C., Guillemin, F., & MB, F. (2000). Guidelines for the
process of Cross Cultural adaptation of Self Report mesures. Spine, 25(24),
3186–3191. https://doi.org/10.1097/00007632-200012150-00014
Berg, R. C., Landreth, G. L., & Fall, K. A. (2018). Group Counseling Concepts
and Procedures Sixth Edition (Sixth Edit). New York: Routledge.
153
Betz, N. E., Klein, K. L., & Taylor, K. M. (1996). Evaluation Of A Short Form Of
The Career Decision-Making Self-Efficacy Scale. Journal Of Career
Assessment, 4(1), 47–57.
https://doi.org/10.1177/106907279600400103
Betz, N. E., & Taylor, K. M. (2014). Career Decision Self-Efficacy Scale Personal
Report, 1–40. Retrieved from www.mindgarden.com
Bieling, P. J., Mccabe, R. E., & Antony, M. M. (2006). Cognitive-Behavioral
Therapy in Groups. New York, London: A Division of Guilford
Publications. Retrieved from www.guilford.com
Borgers, S. B., & Koenig, R. W. (2008). Uses and Effects of Modeling by the
Therapist In Group Therapy. The Journal for Specialists in Group Work,
8(3), 133–138. https://doi.org/10.1080/01933928308411743
Bornstein, H. A. (2011). Career Intervention for Domestic Violence Survivors in a
Group Setting: A Psychoeducational, Skill-Building Curriculum, 1.
https://www.counseling.org/Resources/Library.
Brown, N. W. (1994). Group Counseling for Elementary and Middle School
Children. London: British Library Cataloguing in Publication.
Brown, N. W. (2004). Psychoeducational Groups Prosess and practice (Second
Edi). New York and Hove: Brunner Routledge. Retrieved from
www.brunner-routledge.com
Burns, E. C., Martin, A. J, & Collie, R. J. (2018). Adaptability, Personal Best
Goals Setting, and Gains in Students’ Academic Outcomes: A Longitudinal
Examination From A Social Cognitive Perspective. Contemporary
Educational Psychology, 53(February), 57–72.
https://doi.org/10.1016/j.cedpsych.2018.02.001
Calder, B. D., & Schulze, S. (2015). A Psycho-Educational Programme Using
Audio-Visual Media To Prevent Adolescent Substance Abuse. Education as
Change, 19(1), 36–53. https://doi.org/10.1080/16823206.2015.1024144
Carroll, A., Houghton, S., Wood, R., Unsworth, K., Hattie, J., Gordon, L., &
Bower, J. (2009). Self-Efficacy and Academic Achievement In Australian
High School Students: The mediating effects of academic aspirations and
delinquency. Journal of Adolescence, 32(4), 797–817.
https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2008.10.009
Choi, B. Y., Park, H., Yang, E., Lee, S. K., Lee, Y., & Lee, S. M. (2012).
Understanding Career Decision Self-Efficacy: A Meta-Analytic Approach.
Journal of Career Development, 39(5), 443–460.
https://doi.org/10.1177/0894845311398042
Choi, K., & Kim, D. Y. (2013). A cross Cultural Study Of Antecedents On Career
Preparation Behavior: Learning Motivation, Academic Achievement, and
Career Decision Self-Efficacy. Journal of Hospitality, Leisure, Sport and
Tourism Education, 13(1), 19–32.
https://doi.org/10.1016/j.jhlste.2013.04.001
Christner, R. W., Stewart, J. L., & Freeman, A. (2007). Handbook of Cognitive-
Behavior Group Therapy with Children and Adolescents. Taylor & Francis
Group, Llc.
Colom, F., & Vieta, E. (2006). Psychoeducation Manual for Bipolar Disorder.
154
New York: Cambridge University Press.
Corey, M. S., Corey, G., & Corey, C. (2010). Group Process and Practice. (S.
Dobrin, A. Bowie, R. McDonald, A. Keay, & T. Whatcott, Eds.) (Eighth
Edi). Canada: Brooks/Cole, Cengage Learning. Retrieved from
www.ichapters.com
Corliss, L. A., & Corliss, R. A. (2009). Group Work: A Practical Guide to
Developing Groups in Agency Settings. Canada.: John Wiley & Sons, Inc.
Creagh Kaiser, M. G. (2003). The Influence of Ethnic Identity, Gender and Trait
Anxiety On Career Decision-Making Self-Efficacy for White and
Racial/Ethnic Minority Students. In Seton Hall University Dissertations and
Theses (ETDs) (p. 1625).
Creed, P. A., Fallon, T., & Hood, M. (2009). The Relationship Between Career
Adaptability, Person and Situation Variables, And Career Concerns In
Young Adults. Journal of Vocational Behavior, 74(2), 219–229.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2008.12.004
Creswell, J. (2015). Riset Pendidikan Perencanaan Pelaksanaan, dan Riset
Kualitatif &Kuantitatif (Perrtama). Pustaka Pelajar.
Dandara, O. (2014). Career Education in the Context of Lifelong Learning.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 142, 306–310.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.07.637
Denis, D. J. (2019). SPSS Data Analysis for Univariate, Bivariate, and
Multivariate Statistics (first publ). United States of America: John Wiley &
Sons, Inc.
Devos, T., & Torres, J. A. C. (2007). Implicit Identification with Academic
Achievement among Latino College Students : The Role of Ethnic Identity
and Significant Others. In Basic and Applied Social Psychology Lawrence
Erlbaum Associates, Inc. (Vol. 29, pp. 293–310).
Douglass, R. P., & Duffy, R. D. (2015). Calling and Career Adaptability Among
Undergraduate Students. Journal of Vocational Behavior, 86, 58–65.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2014.11.003
Drummond, R. J., & Jones, K. D. (2006). Assessment Procedure For Counselor
and Help Professionals (Sixth Edit). New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Duffy, R. D. (2010). Sense of Control and Career Adaptability Among
Undergraduate Students, 420–430.
https://doi.org/10.1177/1069072710374587
Duffy, R. D., & Blustein, D. L. (2005). The Relationship Between Spirituality,
Religiousness, and Career Adaptability. Journal of Vocational Behavior,
67(3), 429–440.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2004.09.003
Duffy, R. D., Douglass, R. P., & Autin, K. L. (2015). Career Adaptability and
Academic Satisfaction: Examining Work Volition and Self Efficacy As
Mediators. Journal of Vocational Behavior, 90, 46–54.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2015.07.007
Ebenehi, A. S., Rashid, A. M., & Bakar, A. R. (2016). Predictors of Career
Adaptability Skill among Higher Education Students in Nigeria.
International Journal for Research in Vocational Education and Training
155
(IJRVET), Vol. 3(Iss. 3), 212–229.
https://doi.org/10.13152/IJRVET.3.3.3
Edwards, K., & Quinter, M. (2011). Factors Influencing Students Career Choices
among Secondary School Students in Kisumu Municipality , Kenya
Corresponding Author : Kochung Edwards. Journal of Emerging Trends in
Educational Research and Policy Studies (JETERAPS), 2(2), 81–87.
Erford, B. T. (2016). 40 Teknik Yang Harus Diketahui Setiap Konselor Edisi
Kedua. Yogyakarta: Pustak Pelajar.
Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T. A. (2017). Teori Kepribadian Theories of
Personality Buku 2. (R. A. H. D. Pertiwi, Ed.) (Edisi ke 8). Jakarta: Salemba
Humanika.
Furr, S. R. (2000). Structuring the Group Experience: A format for designing
psychoeducational groups. Journal for Specialists in Group Work, 25(1), 29–
49. https://doi.org/10.1080/01933920008411450
Furr, S. R. (2008). The Journal for Specialists in Group Work Structuring the
group experience : A format for designing psychoeducational groups
Structuring the Group Experience : A Format for Designing. The Journal for
Specialists in Group Work, (December 2014), 37–41.
https://doi.org/10.1080/01933920008411450
Fuse, A. (2018). Needs of Students Seeking Careers In Communication Sciences
And Disorders and Barriers to Their Success. Journal of Communication
Disorders, 72(February), 40–53.
https://doi.org/10.1016/j.jcomdis.2018.02.003
Gadassi, R., & Gati, I. (2013). The Adaptability of Career Decision-Making
Profiles : Associations With Self-Efficacy, Emotional Difficulties, and
Decision Status, 40(6), 490–507.
https://doi.org/10.1177/0894845312470027
Garcia, P. R. J. M., Restubog, S. L. D., Bordia, P., Bordia, S., & Roxas, R. E. O.
(2015). Career Optimism: The Roles of Contextual Support and Career
Decision-Making Self-Efficacy. Journal of Vocational Behavior, 88, 10–18.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2015.02.004
Gati, I., Krausz, M., & Osipow, S. H. (1996). A Taxamony of Difficulties In
Career Decision Making. Journal of Counseing Psychology, 43(4), 510–526.
Geroski, A. M., & Kraus, K. L. (2002). Process and Content in School
Psychoeducational Groups: Either, both, or none? Journal for Specialists in
Group Work, 27(2), 233–245. https://doi.org/10.1080/742848694
Gibson, D. E. (2004). Role models in career development: New Directions For
Theory and Research. Journal of Vocational Behavior, 65(1), 134–156.
https://doi.org/10.1016/S0001-8791(03)00051-4
Gibson, R. L., & Mitchell, M. H. (2016). Bimingan dan Konseling. (Y. Santoso,
M. Chasan, H. El-Jaid, R. Indriani, & B. B. Tijah, Eds.) (Edisi Ketu).
Indonesia: Pustak Pelajar.
Ginevra, M. C., Magnano, P., Lodi, E., Annovazzi, C., Camussi, E., Patrizi, P., &
Nota, L. (2018). The Role of Career Adaptability and Courage on Life
Satisfaction in Adolescence. Journal of Adolescence, 62(May 2017), 1–8.
https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2017.11.002
156
Glading, S. T. (1994). Effective Group Counseling. Carolina: Eric Clearinghouse
Products.
Grether, T., Sowislo, J. F., & Wiese, B. S. (2018). Prospective Relations Between
General and Domain-Specific Self-Efficacy Beliefs During A Work-Family
Transition. Personality and Individual Differences, 121(May 2017), 131–
139. https://doi.org/10.1016/j.paid.2017.09.021
Guan, M., Capezio, A., Restubog, S. L. D., Read, S., Lajom, J. A. L., & Li, M.
(2016). The Role of Traditionality in the Relationships Among Parental
Support, Career Decision-Making Self-Efficacy and Career Adaptability.
Journal of Vocational Behavior, 94, 114–123.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.02.018
Guan, Y., Deng, H., Sun, J., Wang, Y., Cai, Z., Ye, L., Li, Y. (2013). Career
Adaptability, Job Search Self-Efficacy and Outcomes: A Three-Wave
Investigation Among Chinese University Graduates. Journal of Vocational
Behavior, 83(3), 561–570.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2013.09.003
Guay, F., Senécal, C., Gauthier, L., & Fernet, C. (2003). Predicting Career
Indecision: A Self-Determination Theory Perspective. Journal of Counseling
Psychology, 50(2), 165–177. https://doi.org/10.1037/0022-0167.50.2.165
Gudmundsson, E. (2012). Guidelines for Translating and Adapting Psychological
Instruments. Nordic Psychology, 61(2), 29–45. https://doi.org/10.1027/1901-
2276.61.2.29
Gushue, G. V. (2006). The Relationship of Ethnic Identity, career Decision-
Making Self-Efficacy and Outcome Expectations Among Latino a High
School Students. Journal of Vocational Behavior, 68(1), 85–95.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2005.03.002
Hampton, N. Z. (2005). Testing for the Structure of the Career Decision Self-
Efficacy Scale-Short Form Among Chinese College Students. Journal of
Career Assessment, 13(1), 98–113.
https://doi.org/10.1177/1069072704270298
Hargrove, B. K., Creagh, M. G., & Burgess, B. L. (2002). Family Interaction
Patterns As Predictors of Vocational Identify and Career Decision-Making
Self-Efficacy. Journal of Vocational Behavior, 61(2), 185–201.
https://doi.org/10.1006/jvbe.2001.1848
Hartung, P. J., & Cadaret, M. C. (2017). Career Adaptability: Changing Self and
Situation for Satisfaction and Success. Psychology of Career Adaptability,
Employability and Resilience, 1–453.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-66954-0
Hartung, P. J., Porfeli, E. J., & Vondracek, F. W. (2008). Career Adaptability in
Childhood Child Vocational Development in Context. National Career
Development Association, 57, 63–74.
Hayes, A. F. (2013). Introduction to Mediation, Moderation, and Conditional
Process Analysis A Regression-Based Approach. (T. D. Little, ed.) (Series
Edi). New York: The Guilford Press. Retrieved from
www.guilford.com
Henderson, D. a, & Charles L. Thompson, L. (2016). Counseling Children. (O.-D.
157
Hague, Ed.) (Ninth Edit). United States of America: Cengage Learning.
Retrieved from www.cengage.com/highered to
Hidayati, N. (2017). Konseling Individu Dengan Teknik Modeling Dalam
Meningkatkan Solidaritas Sosial. Journal Of Teacher Trainig and Education,
1–7.
Hirschi, A. (2009). Career Adaptability Development in Adolescence: Multiple
Predictors and Effect on Sense of Power and Life Satisfaction. Journal of
Vocational Behavior, 74(2), 145–155.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2009.01.002
Ho, R. (2014). Multivariate Data Analysis with IBM SPSS (Second Edi). London:
Taylor & Francis Group, LLC.
Hong, H. J., & Coffee, P. (2017). A Psycho-Educational Curriculum for Sport
Career Transition Practitioners: Development and Evaluation. European
Sport Management Quarterly, 0(0), 1–20.
https://doi.org/10.1080/16184742.2017.1387925
Hoyt, K. B., & Wickwire, P. N. (2001). Knowledge Information Service Era
Changes in Work and Education and the Changing Role of the School
Counselor In Career Education. Career Development Quarterly, 49(3), 238–
249. Retrieved from
http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-
0039330857&partnerID=tZOtx3y1
Janeiro, I. N., Mota, L. P., & Ribas, A. M. (2014). Effects of Two Types of career
Interventions on Students With Different Career Coping Styles. Journal of
Vocational Behavior, 85(1), 115–124.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2014.05.006
Jiang, Z., Hu, X., & Wang, Z. (2018). Career Adaptability and Plateaus: The
Moderating Effects of Tenure and Job Self-Efficacy. Journal of Vocational
Behavior, 104, 59–71.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2017.10.006
Jin, L., Ye, S., & Watkins, D. (2012). The Dimensionality of the Career Decision
Self-Efficacy Scale-Short Form Among Chinese Graduate Students. Journal
of Career Assessment, 20(4), 520–529.
https://doi.org/10.1177/1069072712450492
Jung, J. Y. (2013). The Cognitive Processes Associated With Occupational/
Career Indecision: A Model For Gifted Adolescents. Journal for the
Education of the Gifted, 36(4), 433–460.
https://doi.org/10.1177/0162353213506067
Juwita Sari, W., Purwanto, E., & Japar, M. (2017). Konseling Naratif untuk
Meningkatkan Konsep Diri Siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 6(1), 44–48.
Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk%0AKonseling
Katz, I., Cohen, R., Green-Cohen, M., & Morsiano-davidpur, S. (2018). Parental
Support for Adolescents’ Autonomy While Making a First Career Decision.
Learning and Individual Differences, 65(April), 12–19.
https://doi.org/10.1016/j.lindif.2018.05.006
Kavas, A. B. (2013). A Psychometric Evaluation of the Career Decision Self-
Efficacy Scale-Short Form With Turkish University Students. Journal of
158
Career Assessment, 22(2), 386–397.
https://doi.org/10.1177/1069072713484561
Kemenkedikbud. (2016). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling Sekolah Menengah Pertama.
Kenny, M. E., Blustein, D. L., Haase, R. F., Jackson, J., & Perry, J. C. (2006).
Setting the Stage : Career Development and the Student Engagement
Process, 53(2), 272–279. https://doi.org/10.1037/0022-0167.53.2.272
Kettunen, A, & Sampson, J. P. (2013). This is an Electronic Reprint of the
Original Article. This Reprint May Differ from the Original in Pagination
And Typographic Detail . British Journal of Guidance & Counselling, 41(3),
302–317. https://doi.org/10.1080/03069885.2013.781572
Khafidhoh, I, Purwanto, E, & Awaliya. (2015). Pengembangan Model Bimbingan
Kelompok Dengan Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Self-Regulated
Learning Pada Siswa SMP N 13 Semarang. Jurnal Bimbingan Konseling,
3(2), 6. Retrieved from
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk%0A
Koen, J., Klehe, Au.-C., & Vianen, A. E. M. Van. (2012). Training Career
Adaptability to Facilitate a Successful School-To-Work Transition. Journal
of Vocational Behavior, 81(3), 395–408.
https://doi.org/10.1016/J.JVB.2012.10.003
Komalasari, G., Eka, W., & Karsih. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta:
Indeks.
Konstam, V., Demirtas, S. C., Tomek, S., & Sweeney, K. (2015). Career
Adaptability and Subjective Well-Being in Unemployed Emerging Adults: A
Promising and Cautionary Tale. Journal of Career Development, 42(6), 463–
477. https://doi.org/10.1177/0894845315575151
Koponen, I.T, Kokkonen, T, & Nousiainen, M. (2017). Modelling Sociocognitive
Aspects of Students’ Learning. Physica A: Statistical Mechanics and Its
Applications, 470, 68–81.
https://doi.org/10.1016/j.physa.2016.11.139
Korohama, K. E. P., Wibowo, M. E., & Tadjri, I. (2017). Model Bimbingan
Kelompok dengan Teknik Modeling untuk Meningkatkan Kematangan Karir
Siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 6(1), 54–61. Retrieved from
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk%0AModel
Krouse, H. J. (2001). Video Modeling to Educate Patients. Journal of Advanced
Nursing, 33, 748–757.
Lent, R. W., Brown, S. D., & Hackett, G. (1994). Monograph: Toward a Unifying
Social Cognitive Theory of Career and Academic Interest, Choice, and
Performance. Academic Press, Inc.
Leung, S. A. (2008). The Big Five Career Theories. In J.A. Athanasou, R. Van
Esbroeck (eds.) International Handbook of Career Guidance (pp. 115–132).
China: Springer Science. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-6230-8_6
Little, D. M. (1974). Videotape Nontraditional Modeling of Interest in
Occupations for Women, 138, 133–138. Retrieved from sage.com
Loban, M. N., Wibowo, M. E., & Purwanto, E. (2017). Model Bimbingan
Kelompok dengan Teknik Modeling untuk Meningkatkan Kematangan Karir
159
Siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 6(1), 54–61.
Luo, W., Ng, P. T., Lee, K., & Aye, K. M. (2016). Self-efficacy, Value, and
Achievement Emotions as Mediators Between Parenting Practice and
Homework Behavior: A Control-Value Theory Perspective. Learning and
Individual Differences, 50, 275–282.
https://doi.org/10.1016/j.lindif.2016.07.017
Lyons, P. (2008). Case-Based Modeling for Learning Management and
Interpersonal Skills. Journal of Management Education, 32, 420–443.
https://doi.org/10.4324/9780203136003
Macdevitt, J. W. (2008). Conceptualizing Therapeutic Components of Group
Counseling. Journal for Specialists in Group Work, 12(2), 76–84.
https://doi.org/10.1080/01933928708412333
Magnuson, C. S., & Starr, M. F. (2000). The Importance of the Elementary
School years. Journal of Career Development, 27(2), 89–101.
https://doi.org/10.1177/089484530002700203
Maree, J. G., & Hancke, Y. (2011). The Value of Life Design Counselling for An
Adolescent Who Stutters. Journal of Psychology in Africa, 21(3), 479–485.
https://doi.org/10.1080/14330237.2011.10820486
Martin, V., & Thomas, M. C. (2014). A Model Psychoeducation Group for Shy
College Students A Model Psychoeducation Group for Shy College Students.
Journal for Specialists in Group Work, 25(December 2014), 79–88.
https://doi.org/10.1080/01933920008411453
McLennan, B., McIlveen, P., & Perera, H. N. (2017). Pre-Service Teachers’ Self-
Efficacy Mediates The Relationship Between Career Adaptability and Career
Optimism. Teaching and Teacher Education, 63, 176–185.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2016.12.022
Meltzer, R. (2013). School and Agency Cooperation in Using Videotape in Social
Work Education. Journal of Education for Social Work, 13(1), 90–95.
https://doi.org/10.1080/00220612.1977.10671418
Mensah, F. A., Mettle, F. O., & Ayimah, J. K. C. (2014). Modelling The Factors
That Influence Career Choice Of Technical And Vocational Students (A
Case Study Of Takoradi And Ho Polytechnics). International Journal of
Mathematics and Statistics Studies, 2(5), 62–80.
Merino-Tejedor, E., Hontangas, P. M., & Boada-Grau, J. (2016). Career
Adaptability And Its Relation To Self-Regulation, Career Construction, And
Academic Engagement Among Spanish University Students. Journal of
Vocational Behavior, 93, 92–102. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.01.005
Miguel, J. P., Silva, J. T., & Prieto, G. (2013). Career Decision Self-Efficacy
Scale - Short Form: A Rasch analysis of the Portuguese version. Journal of
Vocational Behavior, 82(2), 116–123.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2012.12.001
Monks, F. ., Knoers, A. M. ., & Haditono, S. . (2006). Psikologi Perkembangan:
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Morlock, L., Reynolds, J. L., Fisher, S., & Comer, R. J. (2015). Video Modeling
And Word Identification In Adolescents With Autism Spectrum Disorder,
160
Journal of Vocational Behavior, 31(2014), 101–111.
https://doi.org/10.1177/0265659013517573
Mulawarman, M., & Nurfitri, A. D. (2017). Social Media User Behavior And
Implications Base On Social Applied Psychology Prespective. Advances in
Social Science, Education and Humanities Research, 118, 378–382.
Retrieved from http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/
Muttaqin, R., & Tadjri, I. (2017). Keefektifan Layanan Informasi Karier
Berbantuan Video Interaktif dan Live Modeling untuk Meningkatkan
Pemahaman Karier Siswa SMP Abstrak. Jurnal Bimbingan Konseling, 6(2),
174–179. Retrieved from
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk%0AKeefektifan
Negru-Subtirica, O., & Pop, E. I. (2016). Longitudinal Links Between Career
Adaptability and Academic Achievement In Adolescence. Journal of
Vocational Behavior, 93(37), 163–170.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.02.006
Neureiter, M., & Traut-Mattausch, E. (2017). Two Sides Of The Career Resources
Coin: Career Adaptability Resources And The Impostor Phenomenon.
Journal of Vocational Behavior, 98, 56–69.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.10.002
Nilforooshan, P., & Salimi, S. (2016). Career Adaptability As A Mediator
Between Personality and Career Engagement. Journal of Vocational
Behavior, 94, 1–10.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.02.010
Ogutu, J. P., & Maragia, S. N. (2017). Self-Efficacy as a Predictor of Career
Decision Making Among Secondary School Students in Busia County ,
Kenya. Journal of Education and Practice, 8(11), 20–29.
Oreshnick, C. A. (1991). Enhancing Career Decision-Making Self-Efficacy Via A
University Career Course Intervention. Psychology, 761–4700(313).
Permendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 111 Tahun 2014.
Perusse, R., Goodnough, G. E., & Lee, V. V. (2009). Group counseling in the
schools. Psychology in the Schools, 349(3), 153–178.
https://doi.org/10.1002/pits
Pradana, T. A., Sutoyo, A., & Japar, M. (2018). Jurnal Bimbingan Konseling The
Effectiveness of Career Information Service with Mind Mapping Technique
to Improve Students Occupational Knowledge. Jurnal Bimbingan Konseling,
7(1), 23–27.
https://doi.org/https://doi.org/10.15294 /jubk.v7i1.22124
Preacher, K. J., & Hayes, A. F. (2008). Asymptotic and Resampling Strategies for
Assessing and Comparing Indirect Effects In Multiple Mediator Models.
Behavior Research Methods, 40(3), 879–891.
https://doi.org/10.3758/BRM.40.3.879
Preacher, K. J., Rucker, D. D., & Hayes, A. F. (2007). Addressing Moderated
Mediation Hypotheses: Theory, Methods, and Prescriptions. Multivariate
Behavioral Research, 42(1), 185–227.
https://doi.org/10.1080/00273170701341316
161
Presti, A. Lo, Pace, F., Mondo, M., Nota, L., Casarubia, P., Ferrari, L., & Betz, N.
E. (2013). An Examination of the Structure of the Career Decision Self-
Efficacy Scale (Short Form) Among Italian High School Students. Journal of
Career Assessment, 21(2), 337–347.
https://doi.org/10.1177/1069072712471506
Purnamasari, L. R. (2012). Tenik-Teknik Konseling. Semarang: Bimbingan dan
Konseling Universitas Negeri Semarang.
Purwanto, E. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Semarang: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Repita, L. E., Parmiti, D. P., & Tirtayani, L. A. (2016). Implementasi Teknik
Modeling Untuk Meminimalisasi Perilaku Bermasalah Oppositional Defiant
Pada Anak Kelompok B. E-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas
Pendidikan Ganesha, 4(2).
Saleem, N., Ahmad, M., & Irfan, H. (2014). Career Selection : Role of Parent ’ s
Profession , Mass Media and Personal Choice. Bulletin of Education and
Research, 36(2), 25–37.
Savickas, M. L. (1997). Career Adaptability: An Integrative Construct for Life-
Span, Life-Space Theory. The Career Development Quarterly, 45(3), 247–
259. https://doi.org/10.1002/j.2161-0045.1997.tb00469.x
Savickas, M. L. (2011). Career Counseling. Australian Journal of Guidance and
Counselling, 22(1), 151–153. https://doi.org/10.1017/jgc.2012.12
Savickas, M. L. (2012). Life Design : A Paradigm for Career Intervention in the
21st Century. Journal of Counseling and Developmen, 90(1), 13.
Savickas, M. L. (2013). Career Construction Theory and Practice. In Brown,
Steven D Lent, Robert W CareerDevelopment and Counseling Putting
Theory and Research to Work (Second Edi, pp. 147–180). United States of
America: John Wiley & Sons, Inc.
Savickas, M. L, Nota, L, Rossier. J, Dauwalder. J, Eduarda, M., Guichard, J,
Vianen, A. E. M. Van. (2009). Life designing : A paradigm for career
construction in the 21st century. Journal of Vocational Behavior, 75(3), 239–
250. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2009.04.004
Savickas, M. L., Nota, L., Rossier, J., Dauwalder, J. P., Duarte, M. E., Guichard,
J., Van Vianen, A. E. M. (2009). Life designing: A paradigm for career
construction in the 21st century. Journal of Vocational Behavior, 75(3), 239–
250. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2009.04.004
Savickas, M. L., & Porfeli, E. J. (2012). Career Adapt-Abilities Scale:
Construction, reliability, and measurement equivalence across 13 countries.
Journal of Vocational Behavior, 80(3), 661–673.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2012.01.011
Savickas, M. L., Porfeli, E. J., Hilton, T. L., & Savickas, S. (2018). The Student
Career Construction Inventory. Journal of Vocational Behavior, 106, 138–
152. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2018.01.009
Savickas, M. L., Silling, S. M., & Schwartz, S. (1984). Time Perspective in
Vocational Maturity and Career Decision Making. Journal of Vocational
Behavior, 25(3), 258–269. https://doi.org/10.1016/0001-8791(84)90049-6
Selvia, F., Yuwono, D., & Sugiharto, P. (2017). Jurnal Bimbingan Konseling
162
Teknik Cognitive Restructuring dan Thought Stopping dalam Konseling
Kelompok untuk Mengurangi Perilaku Bullying Siswa Abstrak, 6(1), 20–27.
Shadish, W. R., Cook, T. D., & Campbell, D. T. (2002). Experiments and Quasi-
Experimental Designs For Generalized Causal Inference. Experimental and
Quasi-Experimental Designs for Generalized Causal Inference, 100(470), 1–
81. https://doi.org/10.1198/jasa.2005.s22
Sharma, K. (2015). Influence Of Media Exposure On Vocational Interest among
adolescents. International Journal of Applied Research, 1(1 0), 30–33.
Short, M. M., Mazmanian, D., Oinonen, K., & Mushquash, C. J. (2016).
Executive Function And Self-Regulation Mediate Dispositional Mindfulness
and Well-Being. Personality and Individual Differences, 93, 97–103.
https://doi.org/10.1016/j.paid.2015.08.007
Sidiropoulou-Dimakakou, D., Argyropoulou, K., Drosos, N., Kaliris, A., &
Mikedaki, K. (2015). Exploring Career Management Skills in Higher
Education: Perceived Self-efficacy in Career, Career Adaptability and Career
Resilience in Greek University Students. International Journal of Learning,
Teaching and Educational Research, 14(2), 36–52.
Situmorang, D. D. B., Wibowo, M. E., & Mulawarma. (2018). Konseling
Kelompok Active Music Therapy Berbasis Cognitive Behavior Therapy
(CBT) untuk Meningkatkan Self-Efficacy Mahasiswa Millennials.
Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikolog, 3(1), 17–36.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21580/pjpp.v3i1.2508
Skidmore, S. (2008). Experimental Design and Some Threats to Experimental
Validity: A Primer. Southwest Educational Research Association. New
Orleans, Louisiana: Texas A&M University.
Song, Z., & Chon, K. (2012). General Self-Efficacy’s Effect On Career Choice
Goals Via Vocational Interests and person-Job Fit: A mediation model.
International Journal of Hospitality Management, 31(3), 798–808.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2011.09.016
Steinberg, L. (2014). Adolescence (Tenth Edit). New York: McGraw-Hill.
Retrieved from www.mhhe.com
Storme, M., & Celik, P. (2017). Career Exploration and Career Decision-Making
Difficulties : The Moderating Role of Creative Self-Efficacy. Journal of
Career Assessment, 1–12. https://doi.org/10.1177/1069072717714540
Stringer, K., Kerpelman, J., & Skorikov, V. (2012). A Longitudinal Examination
Of Career Preparation and Adjustment During The Transition From High
School. Developmental Psychology, 48(5), 1343–1354.
https://doi.org/10.1037/a0027296
Super, D. E. (1980). A Life-Span, Life-Space Approach to Career Development.
Journal of Vocational Behavior, 16(3), 282–298.
https://doi.org/10.1016/0001-8791(80)90056-1
Swan, J., Sorrell, E., MacVicar, B., Durham, R., & Matthews, K. (2004). “Coping
With Depression”: An Open Study Of The Efficacy Of A Group
Psychoeducational Intervention In Chronic, Treatment-Refractory
Depression. Journal of Affective Disorders, 82(1), 125–129.
https://doi.org/10.1016/j.jad.2003.09.002
163
Tang, M., Pan, W., & D.Newmeyer, M. (2008). Factors Influencing High School
Students’ Career Aspirations. Professional School Counseling, 11(5), 285–
295. https://doi.org/10.2307/42732837
Taylor, J. L. (2009). Midlife Impacts Of Adolescent Parenthood. Journal of
Family Issues, 30(4), 484–510. https://doi.org/10.1177/0192513X08329601
Taylor, J. M., & Savickas, S. (2016). Narrative career counseling: My career story
and pictorial narratives. Journal of Vocational Behavior, 97, 68–77.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.07.010
Taylor, K. M., & Betz, N. E. (1983). Applications Of Self Efficacy Theory To
The Understanding and Treatment Of Career Indecision. Journal of
Vocational Behavior, 22, 63–81.
https://doi.org/10.1016/0001-8791(83)90006-4
Tejedor, E. M., Hontangas, P. M., & Boada-Grau, J. (2016). Career Adaptability
and Its Relation To Self-Regulation, Career Construction, and Academic
Engagement Among Spanish University Students. Journal of Vocational
Behavior, 93, 92–102. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.01.005
Thomsen, T., Kappes, C., Schwerdt, L., Sander, J., & Poller, C. (2016). Modelling
Goal Adjustment In Social Relationships: Two Experimental Studies With
Children and Adults. British Journal of Developmental Psychology, 35(2),
267–287. https://doi.org/10.1111/bjdp.12162
Tien, H. L. S., Wang, Y. C., Chu, H. C., & Huang, T. L. (2012). Career Adapt-
Abilities Scale-Taiwan Form: Psychometric properties and construct validity.
Journal of Vocational Behavior, 80(3), 744–747.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2012.01.010
Trusty, J., Niles, S., & Carney, J. V. (2005). Education-Career Planning and
Middle School Counselors. Professional School Counseling, 9(2), 136–143.
https://doi.org/10.1177/2156759X0500900203
Urbanaviciute, I., Pociute, B., Kairys, A., & Liniauskaite, A. (2016). Perceived
Career Barriers and Vocational Outcomes Among University
Undergraduates: Exploring Mediation And Moderation Effects. Journal of
Vocational Behavior, 92, 12–21. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2015.11.001
Utomo, T. C. (2016). Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Perencanaan Karier
Siswa Kelas XII SMA 1 Tuntang Tahun Ajaran 2016/2017.
Verianto, A., Suranata, K., & Dharsana, K. (2014). Penerapan Model
Perkembangan Karir Ginzberg Dengan Menggunakan Teknik Modeling
Untuk Meningkatkan Kesadaran Karir Pada Siswa Kelas X Tkr3 Smk Negeri
3 Singaraja. Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling, 2(1). Retrieved
from
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJBK/article/viewFile/3933/3140
Walsh, W. B., & Savickas, M. L. (2005). Handbook of Vocational Handbook of
Vocational Psychology Theory, Research, and Practice. (A. Duffy, Ed.)
(Third Edit). London: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
https://doi.org/10.4324/9780203143209
Widhiarso, W., & Retnowati, S. (2012). Penggunaan Variabel Mediator Dalam
Eksperimen: Contoh Kasus Intervensi Pengatasan Depresi Pada Remaja.
Jurnal Psikologi Undip, 11(2).
164
Yeagley, E. E., Subich, L. M., & Tokar, D. M. (2010). Modeling college women’s
perceptions of elite leadership positions with Social Cognitive Career
Theory. Journal of Vocational Behavior, 77(1), 30–38.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2010.02.003
Zacher, H. (2014). Individual Difference Predictors Of Change In Career
Adaptability Over Time. Journal of Vocational Behavior, 84(2), 188–198.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2014.01.001
Zacher, H., Ambiel, R. A. M., & Noronha, A. P. P. (2015). Career Adaptability
and Career Entrenchment. Journal of Vocational Behavior, 88, 164–173.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2015.03.006
Zamroni, E., Sugiharto, D., & Tadjri, I. (2014). Pengembangan Multimedia
Interaktif Bimbingan Karir Untuk Meningkatkan Keterampilan Membuat
Keputusan Karir Pada Program Peminatan Siswa SMP. Jurnal Bimbingan
Konseling, 3(2), 6. https://doi.org/10.15294/JUBK.V2I1.1230
Zhou, W., Guan, Y., Xin, L., Mak, M. C. K., & Deng, Y. (2016). Career Success
Criteria And Locus Of Control As Indicators Of Adaptive Readiness In The
Career Adaptation Model. Journal of Vocational Behavior, 94, 124–130.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.02.015