kedudukan dewan pengawas komisi pemberantasan …
TRANSCRIPT
KEDUDUKAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI (KPK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM
KETATANEGARAAN INDONESIA
Skripsi
Oleh:
FAKHRI MAULUDI
21601020138
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2020
i
KEDUDUKAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI (KPK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM
KETATANEGARAAN INDONESIA
Skripsi
Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum
Oleh:
FAKHRI MAULUDI
21601020138
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2020
RINGKASAN
KEDUDUKAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI (KPK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM
KETATANEGARAAN INDONESIA
Fakhri MauludiFakultas Hukum Universitas Islam Malang
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan struktur baru dalamkelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam kalangan akademisi, banyaksekali terjadi pro dan kontra tentang hadirnya dewan pengawas KomisiPemberantasan Korupsi. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana kedudukanDewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam undang-Undang Nomor19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? danbagaimana kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dalamperspektif hukum ketatanegaraan? Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatifdengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatankonseptual. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kedudukandewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi lebih tinggi dalam halkewenangan dari pada pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.Peran Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang sangat pentingmembuat semua keputusan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi akanmenjadi dasar akan kesuksesan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kata Kunci: Dewan Pengawas, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
1
SUMMARY
KEDUDUKAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI (KPK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM
KETATANEGARAAN INDONESIA
Fakhri MauludiFaculty of law, Islamic University of Malang
Board of Corruption Eradiction Commission Supervisors is a new structure in thecorruption eradication commission. Institutional in academicians, there a lot ofpros and cons of the presence of the board of overseers corruption eradicationcommission. Hence, it is important to know how a board of trustees thecorruption eradication commission in the law number 19 year 2019 oncommissions corruption eradication? and how a board of trustees the corruptioneradication commission with constitusional law? This research using juridicalnormative research with used the legislation and conceptual approach. Based onthis research, we can conclude that a board of trustees the corruption eradicationcommission is higher in terms of authority from to the chairman of the corruptioneradication commission and employees. The role of the board of overseerscorruption eradication commission is crucial and the all decisions the board ofoverseers corruption eradication commission will be make a basic of the successof performance of corruption eradication commission.
Keyword: The board, Corruption eradication commission.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahPemikiran tentang negara hukum telah muncul jauh sebelum terjadinya
Revolusi 1688 di Inggris dan pernah tidak digunakan namun muncul kembali
pada abad XVII dan mulai populer pada abad XIX.1 Negara Republik Indonesia
merupakan Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Amandemen Ketiga Undang-Undang
Dasar 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.2 Negara
hukum bisa diartikan Negara yang menjalankan semua tindakan berdasarkan
hukum atau aturan yang belaku. Artinya dalam kehidupan bernegara diperlukan
suatu hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan warga negara
itu sendiri dan warga negara dengan negara.Korupsi merupakan salah satu tindakan melanggar hukum yang dilakukan
oleh warga negara kepada negara. Korupsi sendiri sudah diatur dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat (1) UU
Tipikor berbunyi:3 "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perokonomian negara dipidana dengan pidana
penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200
(dua ratus) juta rupiah dan paling banyak 1 (satu) miliyar rupiah."Lebih lanjut, dalam pasal 3 berbunyi:4 "setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
1 Abid Zamzami, (2020), Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara DalamMewujudkan Pemerintah Yang Baik, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, h. 1.2 Bab I pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.4 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
1
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit 50 (lima
puluh) juta rupiah dan maksimal 1 (satu) miliar rupiah."5
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), adalah lembaga Negara Indonesia
yang berperan penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi: "Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi selanjutnya disebut Komisi pemberantasan Korupsi adalah lembaga
negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan
dan pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini."6
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri lahir didasarkan adanya
pemikiran dunia hukum bahwa korupsi merupakan tindak kejahatan luar biasa.
Kerusakan akibat kejahatan korupsi sendiri telah membuat bangsa Indonesia
menjadi salah satu negara sebagai negara yang darurat korupsi. Indonesia pantas
mendapatkan predikat tersebut, karena daya rusak dari praktek korupsi di
Indonesia sudah mecapai level tertinggi. Hal itu berdasarkan indeks yang ada di
Indonesia seperti, rendahnya sumber daya manusia, tingkat kemiskinan yang
timbul dan rendahnya kualitas demokrasi.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam melakukan penyadapan,
penggeledahan dan penyitaan kasus tindak pidana korupsi memiliki kekuasaan
penuh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, akan tetapi
setelah amandemen dalam pasal 12B ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2019
5 Di akses https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5719ec2e3894a/sekali-lagi--pasal-2-dan-pasal-3-uu-tipikor tanggal 6 Maret 2020.
6 Di akses https://www.kpk.go.id/images/pdf/Undang-undang/UU-Nomor-19-Tahun-2019.pdf tanggal 6 Maret 2020.
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK dalam melakukan,
penggeledahan dan penyitaan kasus tindak pidana korupsi harus dengan izin
dewan pengawas KPK.Dewan pengawas komisi pemberantasan korupsi merupakan struktur
kelembagaan baru dalam komisi pemberantasan korupsi. Dalam pasal 37B ayat
(1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, dinyatakan tugas dewan pengawas adalah:7
a. mengawasi pelaksanaan dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;b. memberikan izin atau tidak memberikan izin Penyadapan, penggeledahan,
dan/atau penyitaan;c. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi
Pemberantasar Korupsi;d. menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya
dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KomisiPemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undangini;
e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kodeetik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
f. melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi PemberantasanKorupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam I (satu) tahun.
Agus Suntoro dalam tulisannya yang berjudul "Penyadapan dan
Eksistensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi",
menyatakan penyadapan yang dilakukan KPK sebelum amandemen sangat
membuat kekhawatiran publik dan ahli hukum hak asasi manusia dikarenakan
proses penyadapan dapat mengurangi privacy right.8
Berdasarkan uraian di atas, bisa disimpulkan dengan hadirnya dewan
pengawas KPK di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi membuat banyak
sekali pro dan kontra dalam masyarakat. Hal tersebut membuat penulis ingin
7 Pasal 37B ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Keduaatas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi.8 Agus Suntoro, (2020), Penyadapan dan Eksistensi Dewan Pengawas KomisiPemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Vol. 1.
meneliti tentang adanya dewan pengawas di dalam struktur Komisi
Pemberantasan Korupsi.Dari penjabaran ringkas di atas maka diambil judul penelitian
"Kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dalam Perspektif Hukum Ketatanegaraan Indonesia".
B. Rumusan MasalahMerujuk kepada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
penyusun merumuskan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penelitian
ini yakni sebagai berikut:1. Bagaimana kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?2. Bagaimana kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menurut perspektif hukum ketatanegaraan Indonesia?
C. Tujuan Penelitian1. Menguraikan kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.2. Menguraikan kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menurut perspektif hukum ketatanegaraan Indonesia.
D. Manfaat PenelitianSetiap penelitian diharapkan selalu memberikan manfaat kepada siapapun
yang membaca penelitian. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:1. Manfaat Praktis
Membagi kontribusi pemikiran ilmiah untuk memperkaya ilmu dan
pengetahuan umum serta disiplin ilmu Hukum Tata Negara Indonesia
mengenai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)2. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini bisa menjadi sumber ilmu dan pengetahuan,
rujukan serta acuan dalam pembelajaran ilmu Hukum Tata Negara bagi pihak-
pihak yang ingin terjun mempelajari dan mengetahui bagaimana Dewan
Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perspektif hukum
ketatanegaraan Indonesia.
E. Orisinalitas PenelitianOrisinalitas penelitian memiliki tujuan untuk mempermudah penulis dalam
penelitian serta dijadikan sebagai acuan dalam penelitian sehingga dapat
mengembangkan penelitian terdahulu. Berikut merupakan beberapa hasil
penelitian yang menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian.Berdasarkan persamaan, perbedaan dan kontribusi yang dimiliki
oleh setiap penelitian tersebut, terdapat kebaruan dalam penelitian ini,
yakni:
No. PROFIL JUDUL1. YUGO ASMORO
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ANALISIS STATUS DANKEDUDUKAN KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSIDALAM SISTEM
KETATANEGARAANINDONESIA
ISU HUKUM1. Bagaimana status Komisi Pemberantasan Korupsi dalam suatu sistem
ketatanegaraan Indonesia? 2. Bagaimana kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai
lembaga negara di dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia (RI)?
HASIL PENELITIAN1. Status Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara
yang bersifat independen dan barkaitan dengan kekuasaan kehakiman akan tetapi tidak berada di bawah kekuasaan kehakiman.
2. KPK merupakan Organ lapis kedua yang sumber kewenangannya adalah undang-undang.
PERSAMAAN Menganalisis Komisi Pemberantasan Korupsi dalam suatusistem ketatanegaraan Indonesia
PERBEDAAN Objek kajian hanya berupa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam suatu sistem ketatanegaraan Indonesia
KONTRIBUSISebagai bahan rujukan dan/atau pertimbangan dalam kedudukan KPK
2. CINDY RIZKA TIRZANIKOESOEMO
UNIVERSITAS SAMRATULANGI
EKSISTENSI KOMISIPEMBERANTASAN KORUPSI
(KPK) DALAM PENANGANANPENYIDIKAN DAN
PENUNTUNTUTAN TINDAKPIDANA KORUPSI
ISU HUKUM1. Bagaimana eksistensi komisi pemberantasan korupsi (KPK) dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi?2. Bagaimana proses penyelesaian penyidikan dan penuntutan perkara
tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?HASIL PENELITIAN
1. KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas lembaga anti korupsi sebelumnya untuk melakukan pemberantasan korupsi, akan tetapi sebagai trigger mechanism.
2. Pelaksanaan tindak pidana korupsi termasuk dalam bagian dari pencegahan itu sendiri, hal itu bisa dijadikan asumsi bahwa penindakandapat secara tidak langsung memperbaiki calon koruptor agar tidak melakukan tindakan korupsi.
PERSAMAAN Mengkaji dalam menganalisis KPKPERBEDAAN Membahas pelaksanaan KPKKONTRIBUSI Sebagai bahan pendalaman materi tentang KPK
F. Metode PenelitianAgar dapat mecapai tujuan dari penelitian ini yang sistematis serta akurat,
maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut:1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian yang diangkat, penulis menggunakan penelitian dengan
metode yuridis normatif, merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara
menganalisis. Yang dimaksud menganalisis dalam penelitian ini yaitu
menganalisis masalah kedudukan dewan pengawas dalam prespektif hukum
ketatanegaraan Indonesia.2. Pendekatan Penelitian
Dalam menyusun penelitian ini penulis menggunakan dua macam
pendekatan untuk menjawab permasalahan, yakni:1. Pendekatan Perundang-undangan
Pada penelitian yuridis normatif harus menggunakan pendekatan
undang-undang dikarenakan objek dari penelitian adalah berbagai aturan
hukum yang menjadi fokus dan sekaligus tema sentral dalam penelitian.Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Undang-
Undang tersebut.2. Pendekatan Konseptual
Pendekatan ini merupakan pandangan-pandangan serta doktrin
yang berkembang dalam ilmu hukum. Peneliti akan menemukan ide yang
melahirkan pengertian, konsep dan asas hukum tentang penelitian yang
sedang dihadapi.3. Bahan Hukum
Dalam penelitian yang bersifat normatif memerlukan analis laporan
dan/atau data yang tertulis tentang hukum dari berbagai sumber yang telah
disebarluaskan. Bahan dalam penelitian normatif terdiri dari:1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum premier adalah bahan hukum yang bersifat
mengikat, seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan persoalan yang akan diteliti. Dalam hal ini
undang-undang yang digunakan penulis adalah Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan undang- undang yang berkaitan dengan Komisi Pemberantasan
Korupsi.2. Bahan Hukum Sekunder
Merupakan data yang memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer yang dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer antara lain laporan-laporan, bukubuku yang ditulis para
ahli, literatur hasil kajian dan peraturan yang berkenaan dengan objek
kajian tersebut.3. Bahan Hukum Tersier
Bahan Hukum Tersier yaitu Bahan hukum yang menunjang
penggunaan bahanbahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
antara lain adalah jurnal, media komunikasi, data yang diperoleh melalui
internet dan media cetak.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode
perpustakaan, dengan demikian pencarian data atau riset dalam penelitian
dilakukan dengan cara penelusuran sumber-sumber data yang ditemukan baik
dari buku-buku, majalah, serta sumber bacaan lain yang didapatkan di
perpustakaan.Dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini ada beberapa tahapan,
yakni:1. Mengumpulkan dan kemudian mengkaji bahan data, aspek kelengkapan
dan validitas serta relevansinya dengan objek penelitian.2. Mengklarifikasi, mensistematikan dan menggabungkan atau menyatukan
dengan pokok persoalan yang dibahas dalam penelitian.3. Melakukan kajian tentang data yang sudah disistematiskan dengan
menyesuaikan jenis sumber data.5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Metode analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan dua teknik analisis, pertama teknik analisis deskriptif yaitu dengan
cara menggambarkan struktur putusan, dictum yang terdapat dari putusan
tersebut. Setelah itu penulis akan menjabarkan ratio decindendi dari putusan
tersebut inilah yang dinamakan ilmu hukum sebagai ilmu prespektif dan
penulis juga menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkenaan
dengan isu hukum yang dibahas serta akan menganalisis melalui konsep-
konsep ilmu hukum yang relevan dengan isu hukum yang diangkat dalam
penelitian ini.
G. Sistematika PenulisanDalam hal ini, penulis membuat suatu sistematika penulisan agar mudah
dalam penyelesaian penulisan dan untuk memberikan pengetahuan umum perihal
isi dari penelitian ini. Sistematika penulisan sebagai berikut:BAB IDalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang penulisan ini dibuat, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian yang terbagi menjadi dua, yakni
Manfaat Praktis dan Manfaat Teoritis dan Metode Penelitian yang berisi tentang
bentuk dari penelitian, teknik pengumpulan data dan tektik analisis data serta
Sistematika Penulisan.BAB IIDalam bab ini berisikan mengenai Tinjauan Pustaka yang mengupas tentang teori
dan konsep yang didasari oleh objek penelitian. Isi penelitian merupakan
mengenai tinjauan tentang sejarah terbentuknya KPK, pembahasan mengenai
ketatanegaraan indonesia, dan dewan pengawas dalam arti umum. serta berisi
teori yang mendukung tentang penelitian ini.BAB IIIDalam bab ini membahas mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
penulis serta mengaplikasikan teori-teori yang telah dibahas. BAB IVDalam bab ini berisikan tentang kesimpulan, saran dan penguraian data-data yang
didapat dari penelitian yang telah dilakukan. Berisikan juga tentang saran-saran
yang direkomendasikan penulis untuk penelitian selanjutnya dan diperuntukan
kepada instansi terkait.
BAB IVPENUTUP
A. KesimpulanBerdasarkan penjabaran teori yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:1. Dewan pengawas KPK merupakan struktur bagian dari lembaga Komisi
Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 orang dan dipilih melalui
pemilihan dengan tahapan seleksi dan ditetapkan oleh presiden. Setelah
terpilih, dewan pengawas KPK memiliki peran untuk mengawasi kinerja
KPK dalam ranah internal KPK. Dengan tugas dewan pengawas KPK
berada dalam ranah internal KPK maka pengawasan hanya sebatas internal
KPK, seperti membuat peraturan tentang kode etik insan KPK dan
pemberhentian dewan pengawas KPK juga dilakukan oleh presiden. Sama
dengan hal pencopotan dewan pengawas, juga dilakukan oleh presiden.2. Kedudukan dewan pengawas KPK lebih tinggi dalam hal kewenangan dari
kedudukan pimpinan dan anggota KPK, dikarenakan dalam proses
tindakan yang dilakukan pimpinan dan anggota KPK harus bedasarkan
izin dewan pengawas KPK. Dewan pengawas KPK dalam hubungan
keluar antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan pihak lemabaga
eksekutif, Kepolisian, Kejaksaan atau lembaga lain maupun hubungan
internal antara dewan pengawas dengan pimpinan dan anggota KPK itu
sendiri, dewan pengawas wajib mengetahui hal yang terjadi di antara
hubungan tersebut. Hal tersebut yang menjadikan peran dewan pengawas
sangat penting terhadap kesuksesan kinerja daripada Komisi
Pemberantasan Korupsi.B. Saran
1. Banyaknya pro dan kotra yang terjadi masyarakat akan hadirnya dewan
pengawas di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi, membuat
kegelisahan akan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
menangani kejahatan tindak pidana korupsi. Hal tersebut dapat dicegah
dengan memberi keyakinan dengan bukti bahwa dewan pengawas
sangatlah profesional dalam melaksanakan tugas sebagai dewan pengawas
KPK.2. Kedudukan dewan pengawas KPK yang masih baru, membuat hal tersebut
sangat asing bagi masyarakat yang telah pro dengan kinerja KPK. Oleh
sebab itu penyuluhan akan syarat dan tugas dewan pengawas sangatlah
penting bagi masyarakat awam agar kepercayaan terhadap dewan
pengawas KPK terbangun, bahwa dewan pengawas KPK layak sebagai
salah satu struktur di dalam Komisi Pemberantasan Korupsi
1
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-UndanganPeraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2020
Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 tahun 2013 tentang Nilai
Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Berperilaku Komisi Pemberantasan
Korupsi dan Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi
Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi
Pemberantasan Korupsi.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BukuAdami Chazawi. 2006. Lampiran Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di
Indonesia: untuk Mahasiswa dan praktisi Hukum. Malang: Bayu Media. Ahmad Faizur Rosyad. 2004. Mengenal Alam Suci: menapak Jejeak Al- Ghozali
Tasawuf. Filsafat dan Tradisi. Yogyakarta: Kutub.
1
Denny Indrayana. 2017. Jangan Bunuh KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Malang: Instrans Publishing.H. Zainal Arifin. 2006. Fungsi Komisi Yudisial dalam Reformasi Peradilan
Sesudah dan Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Makalah
Press.I Dewa Gede Palguna. 2004. Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara.Jimly Asshiddiqie. 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia.Jimly Asshiddiqie. 2017. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.Jimly Asshiddiqie. 2009. Komentar atas Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika.Jeremy Pope. 2003. Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas
Nasional. Surabaya:Transparency Internasional dan Yayasan Obor
Indonesia. Mahfud MD. 2007. Perdebatan Hukum Tata Negara. Jakarta: LP3ES (Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial).Miriam Budiarjo. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Indonesia. Muhammad Rusli. 2011. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Yogyakarta: UII
Press.Muhammad Yusni. 2019. Keadilan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Prespektif Kejaksaan. Surabaya: Airlangga Press.Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.
Surabaya: Bina Ilmu. Simorangkir. 2003. Etika : Bisnis, Jabatan, Dan Perbankan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.Titik Triwulan tutik. 2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:
Kencana.
Zainal Arifin Mochtar. 2017. Lembaga Negara Independen Dinamika
Perkembangan dan Urgensi Penataannya Kembali Pasca-Amandemen
Konstitusi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
JurnalAbid Zamzami, (2020), Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam
Mewujudkan Pemerintah Yang Baik, Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Islam Malang.Agus Suntoro. 2020. Penyadapan dan Eksistensi Dewan Pengawas Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Komisi Nasional HakAsasi
Manusia. Vol. 1.Anastasia Sumakul. 2012. Hubungan dan Kewenangan Komisi Pemberantasan
Korupsi dan Kejaksaan dalam Menangani Tindak pidana Korupsi. Lex
Crimen. Vol. 1. No. 4.Bruce Ackerman. 2003. The New Separation of Powers. Harvard Law Review.
Vol. 113.Eddy O.S Hiariej. 2019. United Nations Convention Against Corruption Dalam
Sistem Hukum Indonesia. Mimbar Hukum. Vol. 31.Indra Rahmatullah. 2013. Rejuvinasi Sistem Checks and Balances Dalam Sistem
Ketatanegaraan Di Indonesia. Jurnal Cita Hukum.Muhammad Habibi. 2020. Independensi Kewenangan Komisi Pemberantasan
Korupsi Pasca Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi. Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Vol. 4.Nurfajrina Sastiya. 2018. Efektivitas Operasi Tangkap Tangan Komisi
Pemberantasan Korupsi Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Satrio Ndaru Yokotani. 2020. Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Penghentian Penyidikan dan Penuntutan Perspektif Independensi. Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu. Vol. 5 No. 1.Sufyan Hadi. 2013. Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Pesidensil
(studi Perbandingan Indonesia dan Amerika Serikat). Jurnal Ilmu Hukum
Universitas 17 Agustus Surabaya. Vol. 9.
InternetSumber https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5719ec2e3894a/sekali-lagi--
pasal-2-dan-pasal-3-uu-tipikor.Sumber https://www.kpk.go.id/images/pdf/Undang-undang/UU-Nomor-19-Tahun-
2019.pdf .Sumber https://www.viva.co.id/berita/nasional/632201-konflik-kpk-selalu-datang-
dari-kejagung-dan-kepolisian.Sumber https://tirto.id/en7X tirto.idSumber https://nasional.kompas.com/read/2019/12/19/11443351/bocoran-dewan-
pengawas-kpk-dan-pro-kontranya?page=all.Sumber https://nasional.kompas.com/read/2020/05/28/00273101/dewas-kpk-
tindaklanjuti-183-permintaan-pemberian-izin-terkait-penindakan?
page=all.
Sumber https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200114194456-12-
465350/dewas-kpk-tegaskan-surat-izin-penggeledahan-bersifat-rahasia