kedudukan anak angkat dalam kewarisan islam di...

76
KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA (Analisis Putusan Perkara Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK, Nomor 175 K/Ag/2016) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syari‟ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Disusun oleh ; MUHAMMAD ROMDONI NIM: 11150440000133 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442H/2020M

Upload: others

Post on 11-Dec-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN

ISLAM DI INDONESIA

(Analisis Putusan Perkara Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor

56/Pdt.G/2015/PTA.JK, Nomor 175 K/Ag/2016)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari‟ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Disusun oleh ;

MUHAMMAD ROMDONI

NIM: 11150440000133

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442H/2020M

Page 2: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT
Page 3: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT
Page 4: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT
Page 5: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

v

ABSTRAK

Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA (Studi Putusan

Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA JS Sampai Dengan Putusan Nomor 175 K/AG/2016).

Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah), Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M.

(xv halaman, 96 halaman).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim

dalam hukum waris terhadap anak angkat pada Putusan Nomor

2810/Pdt.G/2013/PA JS, sampai Putusan Nomor 175 K/AG/2016 lalu bagaimana

perbandingan pertimbangan hakim Tingkat Pertama sampai Tingkat Kasasi

dalam hukum waris bagi anak angkat, Jenis Penelitian yang digunakan ialah jenis

penelitian kualitatif yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk menemukan

konsep dan teori, dan kepustakaan (library research) yaitu dengan mempelajari

literatur-literatur, peraturan perundang- undangan, serta tulisan-tulisan para

sarjana yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pada Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA JS dan Putusan Nomor

175/K/AG/2016, lebih mengkedepankan dari apek yuridis berdasarkan KHI Pasal

209 yaitu terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah

sebanyak 1/3 harta waris orang tua angkatnya. Sedangkan putusan Nomor

56/Pdt.G/2015/PTA.JK dengan menetapkan anak angkat tidak mendapatkan

bagian waris dengan alasan anak angkat tidak memiliki legal standing untuk

mengajukan gugatan wasiat wajibah. Pada putusan pertama sampai kasasi

memberikan wasiat wajibah terhadap anak angkat sudah sesuai dengan teori

wasiat wajibah yang diatur di dalam KHI pasal 209, dan sejalan dengan

mashlahah mursalah yang lebih mengkedepakan aspek kemaslahatan agar

terciptanya putusan yang adil dan ihsan.

Kata Kunci : Pengangkatan Anak, Putusan, Hakim.

Pembimbing : Indra Rahmatullah, S.HI., M.H.

Daftar Pustaka : 1958 s.d 2019

Page 6: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

vi

KATA PENGANTAR

الرحيمبسم الله الرحمن

Segala puji serta syukur penulis panjatkan bagi Allah SWT. Yang telah

memberikan taufiq dan hidayah serta ma‟unahnya kepada kita semua, khususnya

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Kewarisan Islam di Indonesia”(Analisis

Putusan Perkara Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK,

Nomor 175 K/Ag/2016)” dapat di selesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini

bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana S1,

Sarjana Hukum pada prodi Hukum Keluarga di Fakultas Syariah Dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses pembuatan skripsi ini terdapat kesulitan dan hambatan yang

di alami penulis. Berkat bantuan dan motivasi berbagai pihak, maka segala

kesulitan dan hambatan ini dapat diatasi tentunya dengan izin Allah SWT oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof.Dr. Amany

Burhanuddin Umar Lubis, M.A.

2. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Mesraini, S.H., M.Ag. selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Bapak

Ahmad Chairul Hadi, M.A., Sekretaris Program Studi.

4. Bapak Prof. Dr. H.A. Salman Manggalantung S.H., M.H. selaku dosen

Penasehat Akademik yang tak kenal lelah membimbing penulis serta

mendampingi penulis dengan penuh keikhlasan dan kesabaran pada sampai

tahap semester akhir di Fakultas Syariah dan Hukum.

5. Bapak Indra Rahmatullah, S.HI.M.H. selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Segenap bapak dan ibu dosen, pada lingkungan program Studi Hukum

Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

Page 7: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

vii

telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan selama duduk di bangku

kuliah.

7. Bapak Jamaluddin dan Ibu Siti Rahyu selaku orang tua yang selalu

memberikan kasih sayang, dukungan moril maupun materi yang tiada henti

tanpa mengenal lelah.

8. Kakak tercinta Dasuki, Ruslan, Julaeha, Hairuddin, Susanti, dan Muhammad

Alfani, Nurjannah selaku kakak dan Muhamad Riski selaku adik yang selalu

menyemangati penulis dan menasehati penulis untuk menjadi pribadi yang

lebih baik kedepannya. Khususnya dukungan dalam pembuatan skripsi ini.

9. Ahmad Zulfi aufar, S.H., Lutfi Zakaria, S.H., Noufal Arif, S.H., Edo Iskandar,

S.H., Bikri Briliansyah, Qotrun Nada, S.H, Akbar,Imam,Lutfi A,Latif,Iqbal,

Enday Hidayat, Said Fandi, Fiqi, Helmi, Robby, Fadil, Zakky Mubarok.

selaku sahabat-sahabat Hukum Keluarga selalu memberikan semangat kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Yang tersayang,Siva Maulia Fauziah A.md Terima Kasih atas perhatian

semangat, dukungan dan kasih sayang yang terus menerus diberikan.

11. Seluruh Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga angkatan 2015 yang

telah berjuang bersama-sama.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis butuhkan

agar membuat skripsi ini lebih baik dari sebelumnya.

Jakarta, 13 Januari 2020

Muhammad Romdoni

Page 8: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan

asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama

bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah

Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara

Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak Dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

h} ha dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet س

S Es س

Sy es dan ye ش

Page 9: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

ix

s} es dengan garis bawah ص

d} de dengan garis bawah ض

t} te dengan garis bawah ط

z} zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik diatas hadap „ ع

kanan

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Qo ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrop „ ء

Y Ya ي

b. Vokal Pendek dan Vokal Panjang

Vokal Pendek Vokal Panjang

_____ ______= a ىا= a>

Page 10: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

x

_____ ______= i ىي= i>

_____ ______= u ىو= u>

c. Diftong dan Kata Sandang

Diftong Kata Sandang

al =)ال( ai =__ أ ي

al-sh =)الش( aw =__ أ و

-wa al =)وال(

d. Tasydid (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: al-Syuf’ah, tidak ditulis asy-

syuf’ah

e. Ta Marbutah

Jika ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1)

atau diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti

dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t”

(te) (lihat contoh 3).

Kata Arab Alih Aksara

syarî „ah شزيعة

al- syarî „ah al-islâmiyyah الشزيعة الإسلا مية

Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذا هة

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut

berasal dari Bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn

al-Rânîrî.

Page 11: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

xi

Istilah keislaman (serapan): istilah keislaman ditulis dengan berpedoman

kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:

No Transliterasi Asal Dalam KBBI

1 Al-Qur‟an Alquran

2 Al-Hadith Hadis

3 Sunnah Sunah

4 Nash Nas

5 Tafsir Tafsir

6 Fiqh Fikih

Dan lain-lain (lihat KBBI)

Page 12: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iv

ABSTRAK .................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah........................................................................... 5

C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 5

D. Perumusan Masalah ........................................................................... 5

E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5

F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6

G. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu .................................................. 6

H. Metode Penelitian .............................................................................. 8

I. Sistematika Penulisan ......................................................................... 9

BAB II PENGANGKATAN ANAK

A. Pengertian Anak ............................................................................. 11

B. Pengertian Pengangkatan Anak ...................................................... 12

C. Tinjauan Pengangkatan dalam Hukum Islam................................. 12

Page 13: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

xiii

D. Tinjauan Pengangkatan Anak dalam Hukum Positif ..................... 18

E. Wasiat Wajibah .............................................................................. 21

F. Mashlahah Mursalah ...................................................................... 26

BAB III STUDI PUTUSAN No.2810/Pdt.G/2013/PA.JS SAMPAI No.

175 K/Ag/2016

A. Pertimbangan Hakim daam Memutus Perkara Nomor

2810/Pdt.G/2013/PA.JS........................................................................ 33

B. Pertimbangan Hakim daam Memutus Perkara Nomor

56/Pdt.G/2015/PTA.JK ........................................................................ 40

C. Pertimbangan Hakim daam Memutus Perkara Nomor 175

K/Ag/2016. ........................................................................................... 43

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP ANAK ANGKAT

A. Analisis Putusan Pengadilan Agama, PTA, MA Tentang Kedudukan

Anak Angkat Dalam Kewarisan Islam di Indonesia ................................. 49

B. Analisis Kedudukan Anak Angkat Dalam Kewarisan Islam di

Indonesia .................................................................................................. 56

1. Analisis Hukum Positif ........................................................................ 56

2. Analisis Hukum Islam Mashlahah Mursalah ....................................... 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 60

B. Saran ................................................................................................ 60

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 61

Page 14: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan salah satu jalan yang telah digariskan oleh

Allah SWT untuk memperoleh anak, memperbanyak dan mempertahnkan

berlangsungnya keturunan, serta melangsungkan kehidupan manusia.1

Dalam Maqosid As-Syariah hal ini di sebut sebagai Hifzu Nasl.

Dalam Hadis dijelaskan salah satu tujuan perkawinan yang telah

diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, yang meganjurkan seorang laki-laki untuk

mengkawinkan perempuan-perempuan yang dicintai dan yang subur karena

perempuan yang subur akan menghasilkan keturunan.2

Anak merupakan amanah dan karunia Allah Swt. Bahkan anak

dianggap sebagai harta yang paling berharga. Oleh sebab itu anak

mempunyai hak-hak diantaranya menyesuaikan hak dan kebebasan anak

yang diakui sebagai hak dasar dan bersifat kodrati, serta yang melekat sejak

lahir sebagai bagian dari hak asasi manusia.3 Dari sisi kehidupan berbangsa

dan bernegara, anak adalah penerus sejarah, sehingga setiap anak berhak

atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berperan aktif serta

berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi hak sipil

dan kebebasan. Anak merupakan buah hati dan belahan jiwa. Banyak rumah

tangga yang kandas karena tidak dikarunia anak.4

Melihat tingginya frekuensi angka perceraian dan pengangkatan

anak yang disebabkan oleh perkawinan yang tidak dikaruniai anak, jadi

seakan-akan apabila suatu perkawinan yang tidak memiliki keturunan, maka

1Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1995) Cet.1,

h.42. 2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antar Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan , (Jakarta: Kencana, 2007) Cet.2, h.44. 3 Jhon Dirk Pasalbessy “Implementasi Hak-Hak Anak di Indonesia (Kajian Terhadap

Usaha Perlindungan Anak Korban Kekerasan Selama Konflik di Maluku)” Jurnal Online

Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Hukum 4.1 (2015):1-10 4 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Minakahat, (Jakarta: Kencana, 2003) Cet.4, h.25.

Page 15: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

2

tidak tercapainya tujuan perkawinan.5 Tujuan pengangkatan anak dikalangan

masyarakat untuk meneruskan keturunan apabila didalam perkawinan tidak

mempunyai anak.6 Proses pengangkatan anak merupakan suatu peristiwa

hukum yang melahirkan suatu hubungan baru yaitu orang tua angkat dan

anak angkat. Mengangkat anak dalam Islam sangat diperbolehkan selama

tidak adanya akibat hukum yaitu hubungan darah, hubungan perwalian dan

hubungan warisan dari orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari

orang tua kandungnnya.7

Wahbah Zuhaili seorang pemikir Islam berpendapat bahwa

pengangkatan anak atau biasa disebut (Tabbani) ialah pengambilan anak

yang dilakukan seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya untuk diberi

nasab kepada dirinya atau diberi status sebagai anak kandung.8 Yusuf Al-

Qardhawi mengemukakan bahwa terdapat pola pengangkatan anak yang

diasumsikan oleh sebagian orang sebagai perbuatan yang dilarang ajaran

Islam, padahal sesungguhnya tidak, yaitu perlakuan sesorang mengambil

anak-anak terlantar dan anak-anak yatim, diperlakukan seperti anaknya

sendiri, dibina, dididik dan dicukupi segala kebutuhannya.9

Selanjutnya dalam Pasal 1 poin 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa “anak angkat adalah

anak yang haknya dialihkan dari lingkungannya kekuasaan keluarga orang

tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,

pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkunagn keluarga

anak angkatnnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan”.10

5 Soerjono Soekanto B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986,

Cet.3, h.275 6 Muhammad Heriawan “Pengangkatan Anak Secara Langsung Dalam Perspektif

Perlindungan Anak” 176 e Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 5, Mei 2017, h.175-179 7 Ria Ramadhani, “Pengaturan Wasiat Wajibah Teradap Anak Angkat Menurut Hukum

Islam”, Lex et Societatis, III, I (Januari-Maret, 2015), h. 55. 8 Wahbah al-Zuhaili , al-Fiqh al-islami wa Adilatuhu, (Beirut:Dar al- fikr al-

Mu‟asir,1997) Cet 4, juz 9, h.271 9 M Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, h. 12.

10 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Page 16: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

3

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengangkatan anak

adalah harus dilakukan dengan proses hukum yang bersumber dari produk

penetapan pengadilan. Agar dikemudian hari anak yang diangkat dan orang

tua angkat memiliki kepastian hukum. Salah satunya dalam hal yang

berkaitan dengan harta kebendaan atau kewarisan. Dalam hukum kewarisan

Islam sudah dijelaskan secara rinci tentang tata cara pembagian dan

peralihan harta warisan kepada ahli waris, harta warisan, serta hal-hal yang

menghalangi ahli waris mendapatkan harta warisan dari si pewaris.

Pembagian dan peralihan harta warisan kepada ahli waris antara lain dengan

cara menyerahkan harta waris tersebut pada ahli waris yang berhak atau dan

dengan wasiat apabila ahli waris seperti saudara atau kerabat yang terhalang

mendapatkan harta warisan.

Wasiat merupakan pemberian seseorang kepada orang lain, baik

berupa benda, piutang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat

sebagai pemberian yang berlaku setelah wafatnya orang yang berwasiat.

Menurut Kompilasi Hukum Islam, wasiat yaitu pemberian suatu benda dari

pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris

meninggal dunia.11

Dasar dari wasiat ini adalah surat Al-Baqarah ayat 180:

ربين ق أ را الأوصية للأوالديأن و الأ ت إنأ ت رك خي أ كتب عليأكمأ إذا حضر أحدكم الأموأ

حقا على الأمتقين بالأمعأروف

Artinya: ”Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,

berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah)

kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.

Dalam konsep hukum Islam kontemporer selain wasiat dikenal juga

istilah wasiat wajibah. Secara teori wasiat wajibah mempunyai arti sebagai

11

Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

2014) cet. Ke-1, hlm. 107

Page 17: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

4

tindakan penguasa atau hakim sebagai aparat Negara untuk memberi

putusan wasiat wajibah. Hal ini diperkuat dengan KHI Pasal 209 ayat (2)

yang berbunyi: terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi

wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua

angkatnya.

Mengenai kasus waris ada permasalahan yang penulis angkat bahwa

terjadi pandangan yang berbeda baik dari hakim dari tingkat pertama sampai

tingkat kasasi dalam hal pemberian harta peninggalan orang yang meninggal

kepada anak angkat. Dalam Pengadilan tingkat pertama mengabulkan

tuntutan penggugat dengan amar putusan menetapkan penggugat sebagai

anak angkat dari Pewaris dan berhak mendapatkan bagian waris melalui

wasiat wajibah, Penggugat tidak merasa puas maka mengajukan upaya

hukum luar biasa (banding), dan pada tingkat ini Hakim membatalkan

putusan tingkat pertama dan pembanding bukan anak angkat dan tidak

berhak mendapatkan wasiat wajibah dari harta pewaris.

Anak angkat yang dikalahkan di dalam persidangan Tingkat Banding

mengajukan upaya hukum selanjutnya ke tingkat Kasasi, lalu perkara

tersebut dikabulkan kembali dan hakim menetapkan penggugat sebagai anak

angkat serta berhak mendapatkan wasiat wajibah. Pada kasus ini terdapat

perbedaan pertimbangan Hakim dalam memberikan kedudukan anak angkat

dalam waris, hal tersebut mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum

terkait penetapan anak angkat dalam pembagian waris. Oleh karena itu

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

kedudukan anak dalam waris menurut hukum Islam dan hukum positif.

Untuk mengetahui apa pertimbangan majelis hakim mengabulkan atau

membatalkan penggugat.

Berdasarkan kasus di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Kedudukan Anak Angkat Dalam Kewarisan Islam

di Indonesia” (Analisis Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor

56/Pdt.G/2015/PTA.JK, Nomor 175 K/Ag/2016)”.

Page 18: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

5

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan mengidentifikasikan

beberapa masalah terkait Pengangkatan Anak, kedudukan anak angkat dalam

kewarisan islam dan mekanisme pemberian harta kepada anak angkat. Adapun

masalah yang terkait sebagai berikut:

1. Kasus Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris.

2. Pertimbangan Hakim pada Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS.

3. Pertimbangan Hakim pada Putusan Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK.

4. Pertimbangan Hakim Pada Putusan Nomor 175 K/Ag/2016.

5. Putusan Hakim Agung dalam Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum

Waris

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan pada skripsi ini tidak terlalu meluas dan tetap

pada alurnya, maka peneliti membatasi penulisan dalam skripsi ini hanya pada

kedudukan anak angkat dalam Hukum Waris dan Amar putusan majelis

Hakim analisis pada putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor

56/Pdt.G/2015/PTA.JK dan Nomor 175 K/Ag/2016.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1. Bagaimana Kedudukan anak angkat dalam hukum kewarisan Islam di

Indonesia?

2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan Nomor

2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK, Nomor 175

K/Ag/2016?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan pada peneliatian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan anak angkat dalam kewarisan Islam serta

menganalisis putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor

Page 19: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

6

56/Pdt.G/2015/PTA.JK, Nomor 175 K/Ag/2016 tentang penetapan anak

angkat.

2. Untuk menganalisis manakah putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS,

Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK, dan Nomor 175 K/Ag/2016 tentang

perkara penetapan anak angkat yang sudah sesuai Komplasi Hukum Islam.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini, adalah:

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya, agar peneliti

selanjutnya lebih memperdalam permasalahan pada tema ini.

b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan

dengan penetapan anak angkat.

2. Manfaat Praktisi

a. Memberikan masukan dan saran kepada Pengadilan Agama Jakarta

Selatan berkaitan dengan penetapan anak angkat.

b. Memberikan informasi kepada Lembaga yang terkait penetapan anak

angkat.

G. Tinjauan (Review) Terdahulu

Penelitian telah dilakukan oleh Harry A Tuhumury dalam jurnal

yang berjudul Tinjauan Yuridis tentang Hak Waris Anak Angkat terhadap

Harta Warisan menurut Kompilasi Hukum Islam.jurnal ini diterbitkan tahun

2013 yang membahas tentang permasalahan pengangkatan anak dan

pembagian hak waris untuk anak angkat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam.

Pengangkatan anak telah dilakukan dengan cara dan motivasi yang berbeda-

beda sejalan dengan sistem hukum yang berkembang di dalam masyarakat.

Pembagian hak waris bagi anak angkat berlandaskan Pasal 209 ayat (2)

Kompilasi Hukum Islam.12

Pada Penelitian Septiawan yang berjudul Pembagian Harta Waris

Anak Bungsu di Desa Upang Marga Kecamatan Airsalek Kabupaten Banyu

12

Hary A Tumuhury, “Tinjauan Tentang Hak Waris Anak Angkat Terhadap Harta

Warisan Menurut Kompilasi Hukum Islam”,Legal Pluralism, 3, 1 (Januari, 2013).

Page 20: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

7

Asin ditinjau dari Fiqh Mawaris Tahun 2016 membahas tentang anak waris

anak bungsu dipengaruhi oleh adat dan tradisi secara turun menurun, akan

tetapi tidak ada perselisihan yang timbul karena sistem yang dipakai di Desa

Upang Marga ini biasanya didahului dengan bermusyawarah bersama para

ahli waris dan pewaris ketika masih hidup.13

Penelitian telah dilakukan oleh Ghumam Khumaini Rohman dalam

skripsinya “Pertimbangna Hakim Dalam Penyelesaian Pembagian Waris”

(Analisis Putusan Nomor. 138/Pdt.G/2014/PN.YYK)”. Tahun 2017. Dalam

skripsinya meneliti apa pertimbangan hakim dalam Pengadilan Negeri

menyelesaikan pembagian waris sesuai dengan KUH Perdata.14

Penelitian telah dilakukan oleh Eko Imam Syuhada Sirait dalam

skripsinya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan

Pembagian Harta Warisan Adat Toba”. Tahun 2018. Dalam skripsinya

meneliti Pembagian Warisan menurut hukum adat batak patrilineal yakni anak

perempuan tidak termasuk ahli waris dalam keluarga sedangkan anak laki-laki

penerus regenerasi atau keturunan marga, dan pembagiannya tidak mengkuti

hukum waris islam.15

Penelitian telah dilakukan oleh Dewi Fatimah Nursulistyani dalam

skripsinya dengan berjudul “Analisis Yuridis Perkara Gugatan Waris Dalam

Putusan Nomor.341/Pdt.G/2016/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama kabupaten

Madiun”. Tahun 2018. Dalam skripsinya meneliti untuk mengetahui perkara

waris akibat gugatan yang tidak dapat diterima (niet onvankelijkeverklaard).16

13

Septiawan “Pembagian Harta Waris Anak Bungsu di Desa Upang Marga Kecamatan

Air Salek Kabupaten Banyuasin Ditinjau Dari Fiqh Mawaris” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan

Hukum 14

Ghumam Khumaini Rohmah “Pertimbangan Hakim Dalam Penyelesaian Pembagian

Waris” (Analisis Putusan Nomor. 138/Pdt.G/2014/PN.YYK)”. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah Dan

Hukum 15

Eko Imam Syuhada Sirait, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembagian

Warisan Adata Batak Toba” (Skripsi S-1 Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta, 2018). 16

Dewi Fatimah Nursulistyani, “Analisis Yuridis Perkara Gugatan Waris Dalam Putusan

Nomor.341/Pdt.G/2016/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama kabupaten Madiun”. (Skripsi S-1

Fakultas Syariah, Institut Agama Negeri Ponogoro,2018).

Page 21: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

8

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Data yang

dikumpulkan lebih menggunakan kata-kata.17

Pengertian Kualitatif adalah

mengerti suatu makna kejadian atau peristiwa dengan mencoba

berinteraksi dengan orang-orang dalam situasi atau fenomena. Dalam

skripsi ini menganalisis putusan dan melihat sejauh mana proses

penyelesaian majelis hakim dalam perkara penetapan anak angkat dalam

pembagian waris.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif, karena

bahan yang digunakan adalah bahan hukum primer yang terdiri dari norma

atau kaidah, ketentuan atau peraturan dasar, serta peraturan perundang-

undangan.18

Yuridis-normatif yaitu pengertian yang difokuskan untuk

mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum

positif.19

3. Sumber Data atau Teknik Pengumpulan Data

a. Sumber Data

Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai segala hal yang

berkaitan dengan tujuan penelitian. Dengan demikian tidak ada segala

informasi atau keterangan merupakan data. Data hanyalah sebagian saja

dari informasi, yaitu yang berkaitan dengan penelitian.20

1) Data Primer

Sumber utama yang disajikan dalam skripi ini adalah analisis

putusan, dan dokumentasi untuk mengetahui permasalahan pada

putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor

17 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analsis data. (Jakarta: Raja Wali Pers, 2011),

h. 3. 18

Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), cet.3,

h.132. 19

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu

Media Publishing, 2006), h. 295. 20

Tatang M Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1995), h. 130.

Page 22: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

9

56/Pdt.G/2015/PTA.JK, Nomor 175 K/Ag/2016 tentang perkara

penetapan anak angkat yang sudah sesuai dengan Kompilasi Hukum

Islam.

2) Data Skunder

Sumber data skunder yaitu melalui sumber-sumber yaitu buku-

buku, jurnal, artikel, pandangan para ahli hukum, hasil

penelitian hukum, kamus hukum dan tulisan lain yang

berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok dalam

bahasan penelitian ini.21

b. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini, yaitu:

1) Metode Analisis

Metode analisis adalah proses menganalisis pertimbangan Hakim

untuk menemukan permasalahan dan jawaban yang diteliti.

2) Perpustakaan

Mengambil bahan pustakan dan dokumen-dokumen yang relevan

terhadap yang diteliti.

I. Sistematika Penelitian

Untuk memahami lebih jelas gambaran materi dalam penelitian ini,

maka peneliti menyusun beberapa sub bab dengan sistematika penyampaian

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN: Berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi

Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu, Metode Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA: Bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan

dengan penetapan anak angkat menurut Hukum Islam, pemberian harta

terhadap anak angkat melalui mekanisme Wasiat wajibah, maslahah mursalah

dan Hukum Positif.

21

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris

( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), Cet.3, h. 43.

Page 23: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

10

BAB III DUDUK PERKARA: Bab ini berisikan tentang ringkasan putusan

Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK, Nomor 175

K/Ag/2016.

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN: Berisikan tentang

putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK,

Nomor 175 K/Ag/2016 tentang pengangkatan anak yang sudah sesuai dengan

Kompilasi Hukum Islam,dan analisis kedudukan anak angkat dalam kewarisan

Islam di Indonesia.

BAB V PENUTUP: Berisikan tentang kesimpulan dan saran yang dapat

diberikan dari hasil peneliti

Page 24: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

11

BAB II

PENGANGKATAN ANAK

A. Pengertian Anak

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian anak secara

etimologis adalah manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum

dewasa.1. Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur

muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk

keadaan sekitarnya”.2

Didalam hukum kita, terdapat pluralism mengenai kriteria anak, itu

sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan mengatur secara

tersendiri kriteria tentang anak, sebagai berikut:

a. Anak menurut hukum Islam merupakan titipan Allah Swt kepada kedua

orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan

dunia sebagai rahmatan lil‟alamin dan sebagai pewaris ajaran Islam

pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus

diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang

diterima oleh orang tua, masyarakat, bangsa dan negara.3

b. Anak menurut UUD Perkawinan tahun 1974 di dalam pasal 99

Anak yang sah adalah anak yang di lahirkan dari perkawinan yang sah.4.

c. Anak menurut KUHP, Pasal 45 KUHP, “mendefiniskann anak yang

belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun”.

d. Anak menurut Hukum Perdata, Pasal 330 KUH Perdata mengatakan

“orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur

genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin”.

e. Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut: "Anak adalah setiap manusia

1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: Amirko,

1984), h.25 2 R.A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung:Sumur,

2005) , h.113 3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antar Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan , (Jakarta: Kencana, 2007) Cet.2, h.44 4 Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 didalam pasal 99

Page 25: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

12

yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,

termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi

kepentingannya".

B. Pengertian Pengangkatan Anak

Secara etimologi, ada beberapa istilah yang dikenal dalam

pengangkatan anak di Indonesia. Pengangkatan anak sering disebut juga

dengan istilah adopsi, yang dalam bahasa inggris disebut adoption.5 dan

dalam bahasa Belanda disebut adoptie yang artinya pengangkatan seorang

anak atau pemungutan seorang anak.6

Dalam Bahasa Arab disebut “tabanni” yang menurut Kamus

Kontemporer Arab Indonesia diartikan “ittikhadzahu ibnan” (اتخاذالإبن), yaitu

menjadikannya sebagai anak.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adopsi adalah pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri.8

Sedangkan dalam hukum adat, berkaitan dengan pengangkatan anak

terdapat bermacam-macam istilah, misalnya mupu anak di Cirebon, Nguku

Anak di Sunda Jawa Barat, Nyentanayang di Bali, Anak Angkat di Batak

Karo, Meki Anak di Minahasa, Ngukup Anak di suku Dayak Manyan,

Mulang Jurai di Rejang, Anak Akon di Lombok Tengah, Napuluku atau

Wengga di Kabupaten Pantai Jayapura, dan Anak Pulung di Singaraja.9

Secara terminologi, pengertian pengangkatan anak dapat ditinjau dari

beberapa tinjauan, yaitu:

C. Tinjauan Pengangkatan Anak dalam hukum Islam

Sebelum Islam datang, pengangkatan anak di kalangan bangsa Arab

telah menjadi tradisi turun temururn yang di kenal dengan istilah tabbany

yang artinya mengambil anak angkat. Nabi Muhammad pernah melakukan

5 John M. Echols, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: Gramedia, 2010), h.13

6 Mahjuddin, Masail Al-Fiqh: Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam, (Jakarta: Kalam

Mulia, 2012), h., 96. Lihat juga Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan

Agama, (Jakarta: Kencana, 2008), h.9 7 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,

(Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999), h.402 8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia,

2008), h.11 9 Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h.9

Page 26: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

13

pengangkatan anak sebelum masa kenabiannya. Anak angkatnya bernama

Zaid bin Haritsah, tetapi kemudian tidak di pangil Zaid berdasar nama

ayahnya (Haritsah) melainkan di ganti dengan panggilan Zaid bin

Muhammad.

Zaid bin Haritsah bin Syarahil bin Ka‟ab bin Abdul Uzza adalah

seorang anak yang berstatus budak berasal dari Syam. Masa kecilnya hidup

dan dibesarkan di Tihamah. Zaid diculik dan dibawa ke Makkah sebagai

budak belian. Hakim bin Khuwailid membeli Zaid untuk bibinya Khadijah

bin Khuwailid, selanjutnya Khadijah menyerahkan kepada Nabi Muhammad

SAW. Umur Zaid pada saat itu sekitar 8 tahun. Setelah Nabi Muhammad

SAW menerima dan memerdekakannya, Zaid dijadikan anak angkatnya.

Suatu saat ketika keluarga Zaid yang selama ini mencari Zaid menegtahui

peristiwa tersebut, lalu ayah dan pamannya Yang bernama Ka‟ab bin

Syarahil datang ke tempat Nabi Muhammad Saw untuk menebusnya, atas

kehadiran keluarga Zaid tersebut, Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa

yang demikian itu terjadi pada masa lalu (sebelum islam).

Kemudian Nabi Muhammad Saw memberikan opsi kepada Zaid

untuk pergi bersama keluarganya tanpa membayar tebusan, atau tetap

tinggal bersama Nabi Muhammad Saw dan menyatakan bahwa meskipun

dia berstatus merdeka pergi bersama keluarganya, tetapi dia (Zaid) memilih

tetap tinggal bersama Nabi Muhammad Saw, karena Nabi sebagai pengganti

ayah dan pamannya yang bersikap baik padanya, setelah Zaid dewasa, Nabi

Muhammad meikahkan Zaid dengan Zainab bin Jahsy.10

10

Muhamad Reza Afwi, Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Positif dan

Implementasiya di Pengadilan Agama, (Jakarta: LP UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 31

Page 27: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

14

Dan adapun pengangkatan anak dalam hukum islam secara tekstual

diatur:

فو ما جعل اللو لرجل منأ ق لأ يأن في جوأ ئي أزأواجكم جعل وما ب هن م تظاىرون الل ن أ

عياءكمأ جعل وما أمهاتكمأ لكمأ أب أناءكمأ أدأ لكمأ ذ واىكمأ ق وأ الأحق ي قول واللو بأف أ

دي وىو بيل ي هأ الس

Artinya : “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah

hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu

zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu

sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah

perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya

dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”. (Q.S. al-Ahzab (33): 4)

Surat al-Ahzab tersebut dalam garis besarnya dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. “Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada manusia”. Pangkal ayat

ini adalah dasar hidup untuk jadi pegangan bagi orang yang

mempunyai aqidah tauhid. Dalam ungkapan secara modern ialah

bahwa orang yang pecah tujuan hidupnya atau pecah kumpulan

cintanya adalah orang yang sebagai menghentakkan kayu yang

berjupang dua ke dalam bumi, niscaya tidak akan mau terbenam.

Maka tidaklah akan beres berfikir seorang yang dalam hatinya

berkumpul menyembah kepada Allah dengan menyembah kepada

benda. Itu namanya musyrik. Kalau sekali hati telah bulat

menyembah kepada Allah, persembahan kepada kafir dan munafik

atau persembahan kepada benda mesti ditinggalkan.11

2. “Anak angkat mu bukan anak kandungmu”. Pada zaman jahiliyah

orang memungut anak orang lain lalu dijadikannya anaknya sendiri.

Anak yang diangkat itu berhak membangsakan diri kepada orang yang

mengangkatnya itu. Bahkan hal ini terjadi pada diri Nabi Muhammad

Saw sendiri. Seorang budak (hamba sahaya) yang dihadiahkan oleh

11 Hamka, Tafsir Al Azhar, (Surabaya: Pustaka Islam, 1983), h. 226.

Page 28: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

15

istrinya Khadijah untuk merawat beliau, bernama Zaid anak Haritsah.

Karena sayangnya kepada anak itu beliau angkat anak dan hal ini

diketahui umum.12

3. “Panggilan anak angkatmu menurut nama bapaknya”. Dahulu Zaid

budak yang dimerdekakan dan diangkat anak di zaman jahiliyah oleh

Nabi itu dipanggilkan Zaid bin Muhammad. Dengan ayat ini

datanglah ketentuan supaya dia dipanggil kembali menurut yang

sewajarnya, yaitu Zaid bin Haritsah. Ada juga kejadian seorang anak

yang kematian ayah sewaktu dia masih amat kecil. lalu ibunya kawin

lagi dan dia diasuh dan dibesarkan oIeh ayah tirinya yang sangat

menyayangi dia. Dengan tidak segan-segan si anak menaruhkan nama

ayah tirinya diujung namanya padahal bukan ayah tirinya itu ayahnya

yang sebenarnya. Itu pun salah karena walaupun betapa tingginya

nilai kasih sayang dan hutang budi, namun kebenaran tidaklah boleh

diubah dengan mulut. Mengganti nama ayah itu pun satu kedustaan.13

Ayat di atas membatalkan adopsi yang dilakukan Oleh Nabi

Muhammad Saw. Kala itu, dan semua adopsi yang dilakukan oleh

masyarakat muslim.dengan diturunkannya ayat di atas Nabi Muhammad

memperingati semua orang agar tidak mengaku memepunyai garis

keturunan dengan satu pihak padahal pada hakikatnya tidak demikian.

Secara tegas Rasulullah melarang umatnya memanggil seseorang yang

bukan bapaknya sebagai bapaknya, dalam sahih Bukhari menyebutkan:

ليأس منأ رجل ادعى لغيأر أبيو وىو ي عألمو إل كفر

12

Hamka, Tafsir Al Azhar), h. 227. 13

Hamka, Tafsir Al Azhar), h. 228.

Page 29: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

16

“Tidaklah seorang laki-laki yang mengklaim orang lain sebagai bapaknya,

padahal ia telah mengetahuinya (bahwa dia bukan bapaknya), maka ia

telah kafir.” (HR. Muslim).14

Ayat dan hadis di atas sudah menegaskan larangan bagi kaum muslimin

apabila mereka mengangkat anak maka janganlah ia menisbatkan kepada

seseorang yang bukan ayah kandungnya.

1) Pengangkatan Anak dalam Hukum Islam

Pada hakikatnya Islam mendukung adanya usaha perlindungan anak

yang salah satu caranya adalah dengan melakukan pengangkatan anak.

Adapun pengangkatan anak yang diperbolehkan dalam Islam tentu saja yang

memiliki arti mengangkat anak semata-mata karena ingin membantu dalam

hal mensejahterakan anak tersebut dan juga memberikan perlindungan tanpa

menjadikannya sebagai anak kandung.

Agama Islam menganjurkan agar umat manusia dapat saling tolong

menolong terhadap sesama manusia. Pengangkatan anak atau disebut juga

adopsi merupakan salah satu cara untuk menolong sesama manusia, karena

adopsi dengan pengertian mengangkat anak orang orang lain untuk

diperlakukan sebagai anak sendiri tanpa mengubah status anak tersebut

menjadi anak kandung adalah adopsi yang diperbolehkan dalam Islam, dan

hal itu merupakan perbuatan yang sangat mulia.

Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam pengangkatan anak

adalah posisi anak angkat dalam keluarga tidak sama dengan anak kandung.

Maka dari itu, tidak ada hubungan khusus antara anak yang diangkat dengan

orang tua angkat mengenai masalah keperdataan seperti perwalian dan

kewarisan. Karena apabila kita menengok kembali kepada tujuan dari

pengangkatan anak tersebut, maka pengangkatan anak dilakukan atas dasar

tolong menolong sesama manusia.

14

Muhammad Nasib ar-Rifa‟I, Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

(Jakarta: Gema Insani,2000), Cet.1, h.829

Page 30: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

17

Sedangkan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam

praktik di Pengadilan Agama, bedasarkan pasal 171 huruf (h) Kompilasi

Hukum Islam yang berlaku di Indonesia Inpres No 1 Tahun 1991,

menetapkan bahwa “anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan

untuk hidupnya sehari-hari, biaya Pendidikan dan sebagainya beralih

tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya

berdasarkan putusan pengadilan.”15

2) Syarat Pengangkatan Anak

Dalam hal pengangkatan anak, kita harus mengetahui apa saja yang

boleh dan tidak boleh dilakukan oleh orang tua angkat. Untuk menghindari

dari hal-hal yang tidak diinginkan, Islam mengatur tentang syarat-syarat

pengangkatan anak tersebut. Adapun syarat-syarat pengangkatan anak yang

sesuai dengan hukum Islam adalah sebagai berikut:16

a. Hubungan keharta bendaan antara anak angkat dengan orang tua.

b. Angkatnya hanya diperbolehkan dalam hubungan wasiat dan hibah.

c. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya

secara langsung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal atau alamat.

d. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan

terhadap anak angkatnya.

e. Antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat seharusnya sama-

sama orang yang beragama islam, agar sianak tetap pada agama yang

dianutnya.

Sedangkan Yusuf Qardawi berpendapat bahwasannya adopsi dapat

dibenarkan apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mempunyai

keluarga, lalu ia bermaksud untuk memelihara anak tersebut dengan

memberikannya perlindungan, pendidikan, kasih sayang, mencukupi

kebutuhan sandang dan pangan layaknya anak kandung sendiri. Adapun

15 Republik Indonesia, Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, Tentang Penyebarluasan

Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171 huruf h. 16 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Tiga Sistem Hukum, h. 54.

Page 31: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

18

dalam hal nasab, anak tersebut nasabnya tetap pada ayah kandungnya karena

antara anak angkat dengan orang tua angkat tidak ada sama sekali hubungan

nasab yang dapat mempunyai hak seperti anak kandung.17

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memungut, mengasuh,

memelihara, dan mendidik anak-anak terlantar demi kepentingan dan

kemaslahatan anak dengan tidak memutuskan nasab orang tua kandungnya

adalah perbuatan yang terpuji dan dianjurkan oleh ajaran agama Islam,

bahkan dalam kondisi tertentu dimana tidak ada orang lain yang

memeliharanya maka bagi mampu yang menemukan anak terlantar tersebut

hukumnya wajib untuk mengambil dan memeliharanya tanpa harus

memutuskan hubungan nasab dengan orang tua kandungnya.18

D. Tinjauan Pengangkatan Anak Dalam Hukum Positif Indonesia

Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan Republik

Indonesia adalah anak angkat yang haknya dialihkan dari lingkungan

kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, Pendidikan, dan membesarkan anak

tersebut ke dalam ligkungan keluarga orang tua angkatnya.19

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Pasal 1 butir 9 memberikan pengertian bahwa anak angkat adalah anak yang

haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang

sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,

dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua

angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.20

17 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, (Surakarta: Era Intermedia, 2005),

h.319.

18 Ahmad Kamil dan Fauzan,Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak Di

Indonesia,(Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 121.

19 Pasal 1 angka 9 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak 20

Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PTIK, 2016), h.237.

Page 32: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

19

Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Th. 2007 Pasal 1 ayat

1 dengan redaksi bahasa yang sama menyebutkan bahwa anak angkat adalah

anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua,

wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,

pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga

orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.21

Di samping itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan redaksi

yang sedikit berbeda mendefinisikan anak angkat adalah anak yang dalam

pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya

beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya

berdasarkan putusan Pengadilan (KHI Pasal 171 huruf h).22

1. Prosedur Pengangkatan Anak dalam Staatsblad 1917 Nomor 129

Pengangkatan anak yang di atur di dalam Staatsblad 1917 Nomor

129 yaitu pengangkatan anak bagi golongan Tionghoa dalam system hukum

di Indonesia. Dari ketentuan dalam stbl. 1917 No. 129 tampak bahwa aturan

ini menghendaki agar setiap pengangkatan anak memenuhi persyaratan

tertentu yang bersifat memakasa (Compulsory), sehingga tidak dipenuhinya

persyaratan dimaksud akan mengakibatkan batalnya pengangkatan itu.

odonansi dalam stbl.1971 No.129 mengatur tentang pengangkatan anak pada

Bab II yang berkepala “Van adoptie”. Bab II ini terdiri dari 11 pasal, yaitu

dari pasal 5 sampai dengan pasal 15 sebagai berikut:

a) Yang dapat mengangkat anak adalah: suami, istri, janda, atau duda

(Pasal 5).

b) Yang dapat diangkat anak, ialah: hanya orang Tionghoa laki-laki yang

tidak beristri dan tidak beranak dan yang belum diadopsi oleh orang lain

(Pasal 6).

21

Suharto, “Hak Waris Anak Angkat Menurut Hukum Islam Di Indonesia”, Isti‟dal:

Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1, No. 02, (Desember, 2014), h.110. 22

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Bandung: Akademika

Pressindo, 2010), h.156.

Page 33: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

20

c) Yang diadopsi harus sekurangkurangnya delapan belas tahun lebih

muda dari suami dan sekurang-kurangnya lima belas tahun lebih muda

dari istri atau janda yang mengadopsinya (Pasal 7 ayat (1)).

d) Adopsi hanya dapat dilakukan dengan Akta Notaris (Pasal 10 ayat (1)).

e) Anak adopsi demi hukum harus memakai nama keluarga orang tua

angkatnya (Pasal 11).

f) Adopsi menyebabkan putusnya hubungan hukum antara orang tua

adopsi dengan orang tua kandungnya (Pasal 14).

g) Adopsi terhadap anak perempuan dan adopsi dengan cara lain selain

daripada Akta Notaris adalah batal demi hukum (Pasal 15 ayat (2)).23

2. Prosedur Pengangkatan Anak dalam Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 6 Tahun 1983 tentang Pengangkatan Anak

Prosedur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan anak dari

pengadilan menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983

tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 1979

yang menegaskan prosedur:

a. Dimulai dengan suatu permohonan kepada ketua pengadilan yang

berwenang dan karena itu termasuk prosedur yang dalam hukum acara

perdata dikenal sebagai yurisdiksi volunteer (jurisdiction voluntaria);

b. Petitum Permohonan harus tunggal, yaitu minta pengesahan

pengangkatan anak, tanpa permohonan lain dalam petitum

permohonan;

c. Atas permohonan pengesahan pengangkatan antar Warga Negara

Indonesia (domestic adoption) pengadilan akan menerbitkan

pengesahan dalam bentuk “Penetapan”, sedangkan atas permohonan

pengesahan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga

Negara Asing atau sebaliknya pengangkatan anak Warga Negara Asing

23

Djaja S. Meliala, Hukum Perdata dalam Perspektif BW, (Nuansa Aulia, Bandung,

2012) h. 79

Page 34: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

21

oleh Warga Negara Indonesia (inter-country adoption) pengadilan akan

menerbitkan “Putusan” Pengesahan Pengangkatan Anak.24

Syarat-syarat bagi perbuatan pengangkatan anak warga negara

Indonesia yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

Syarat-syarat bagi orang tua angkat:

i. Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua

kandung dengan orang tua angkat diperbolehkan.

ii. Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat

dalam perkawinan sah atau belum menikah diperbolehkan.

Syarat-syarat bagi calon anak yang diangkat:

i. Dalam hal calon anak tersebut berada dalam asuhan suatu yayasan

sosial harus dilampirkan. Surat ijin tertulis Menteri Sosial bahwa

yayasan yang bersangkutan telah dijinkan bergerak dibidang kegiatan

pengangkatan anak.

ii. Calon anak angkat yang berada dalam asuhan Yayasan Sosial yang

dimaksud diatas harus pula mempunyai ijin tertulis dari Menteri sosial

atau pejabat yangditunjuk bahwa anak tersebut dizinkan untuk

diserahkan sebagai anak angkat.25

E. Wasiat Wajibah

Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi

hartanya sesuai dengan pesannya itu sepeninggalnya. Jadi, wasiat merupakan

tasaruf terhadap harta peninggalan yang akan dilaksanakan setelah

meninggalnya orang yang berwasiat, dan berlaku setelah perang yang

berwasiat meninggal dunia.26

Adapun wasiat wajibah adalah tindakan yang dilakukan oleh

penguasa atau hakim sebagai apparat negara yang mempunyai tugas untuk

24

Djaja S. Meliala, Hukum Perdata dalam Perspektif BW, (Nuansa Aulia, Bandung,

2012) Hal. 119 25

http://patricia-soehyerim.blogspot.com/2011/05/pengangkatananak-menurut-

berbagai.html,diunduh tanggal 12 September 2012 26

Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris, Cet 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 237.

Page 35: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

22

memaksa atau memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang telah

meninggal, yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu.

Dikatakan wasiat wajibah, disebabkan karena dua hal, yaitu:

1. Hilangnya unsur ikhtiar pemberi wasiat dan munculnya unsur kewajiban

melalui peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan, tanpa

tergantung kepada kerelaan orang yang berwasiat dan persetujuan

penerima wasiat

2. Adanya kemiripan dengan ketentuan pembagian harta warisan dalam hal

penerimaan laki-laki dua kali lipat bagian perempuan.27

Adapun diantara pembagian wasiat wajibah meliputi:

1. Wasiat Wajibah dalam Fiqih

Wasiat wajibah dalam fiqih merupakan fenomena yang masih

menjadi perdebatan. Maksudnya tidak semua fuqaha dalam ilmu fiqih

mengakui adanya wasiat wajibah memang ada dan mempunyai dasar

hukum di dalam islam. Beberapa fuqaha yang mengakuinya adalah

beberapa fuqaha golongan tabi‟in, serta beberapa imam fiqih dan imam

hadist seperti Sa‟id bin Musayyab, Dhahhak, Thaus, Al Hasanul Bisri,

Ahmad bin Hanbal, Daud bin Ali, Ishaq bin Rawa‟ih, Ibnu Jarir, Ibnu

Hazm, serta beberapa fuqaha lainnya. Mereka berpendapat bahwa

memberikan wasiat kepada anggota keluarga/kerabat yang tidak mendapat

harta peninggalan sebenarnya telah disebutkan dalam al Quran, yaitu

dalam surat Al Baqarah ayat 180 yang berbunyi:

وصية ٱل را خي ت رك إن ت مو ٱل أحدكم حضر إذا كم كتب علي

ل لل متقين ٱل على حقا روف مع بٱل ربين أق وٱل ن ديو

Artinya: “Diwajibkan atas kalian, apabila seorang di antara

kalian kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang

banyak, berwasiatlah untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara

27

Asyhari dan Djunaidi Abd. Syakur, Hukum Islam di Indonesia, Cet 2, (Yogyakarta:

Elhamra Press, 2003), h. 207.

Page 36: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

23

makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa” (QS.

Al-Baqarah: 180)

Namun ayat tersebut bagi sebagian ulama lainnya masih merupakan

ayat yang diperdebatkan, karena menurut sebagian ulama ayat tersebut

sebenarnya telah dihapuskan atau Mansukh dengan turunnya ayat mawaris.

Walaupun terdapat pertentangan, sebagian ulama yang yang

mengatakan tentang adanya wasiat wajibah, dalam hal ini Abu Muslim Al-

Ashabani mengatakan bahwa ayat tersebut tidaklah Mansukh dengan ayat

mawaris karena tidak mengandung pertentangan dengan ayat mawaris

sehingga ayat tersebut tetap berlaku sampai sekarang bagi kerabat yang

tidak mendapatkan harta waris karena ada penghalang ataupun karena ada

orang yang lebih utama, sehingga wajiblah dibuat wasiat wajibah dengan

dasar ayat wasiat karena ayat tersebut tetap masih berlaku menurut mereka.

Bahkan menurut Ibnu Hazm apabila orang yang meninggal tersebut

tidak meninggalkan wasiat kepada kerabat-kerabat yang tidak mendapatkan

harta peninggalan, maka hakim wajib untuk berlaku sebagai muwaris untuk

memberikan sebagian harta peninggalan itu kepada kerabat-kerabat yang

terhalang mewarisi sebagai suatu wasiat yang wajib.

Wasiat wajibah ini pada dasarnya dapat diberikan kepada cucu laki-

laki maupun perempuan baik pancar laki-laki yang orang tuanya mati

mendahului atau bersamasama dengan kakek atau nenek.

2. Wasiat Wajibah dalam Perspektif KHI

Buku II KHI Bab I Pasal 171 huruf f disebutkan bahwa wasiat

adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau Lembaga

yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.28 Adapun rukun dan

syarat-syarat wasiat, yaitu diantaranya:

1) Orang yang berwasiat (mushi) dengan syarat:

a) Berakal sehat

28

Pasal 171 (f) Kompilasi Hukum Islam

Page 37: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

24

b) Baligh

c) Atas kehendak sendiri

d) Harta yang sah/miliknya

2) Orang yang menerima wasiat (mushalahu) dengan syarat:

a) Jelas identitasnya

b) Harus ada ketika pembuatan pernyataan wasiat

c) Cakap menjalankan tugas yang diberikan oleh pemberi wasiat.

3) Sesuatu yang diwasiatkan (mushabihi) dengan syarat:

a) Milik pemberi wasiat

b) Sudah berwujud

c) Dapat dimiliki

d) Tidak melebihi 1/3 4) Sighat wasiat dengan syarat: Kalimat yang

dapat memberi pengertian wasiat, dan disaksikan oleh saksi yang

adil atau pejabat (notaris).

4) Sighat wasiat dengan syarat:

Kalimat yang dapat memberi pengertian wasiat, dan disaksikan oleh

saksi yang adil atau pejabat (notaris).

Lebih lanjut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf f

disebutkan bahwa anak angkat dengan orang tua angkat terbina hubungan

saling berwasiat yang tertuang dalam pasal 209, yaitu:29

1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176 sampai

dengan pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua

angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-

banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.

2. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

3. Wasiat Wajibah Pasca Putusan MK Tahun 1995

Sebenarnya wasiat wajibah juga telah diatur di dalam Instruksi

Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

29

Pasal 209 Ayat 1-2, Kompilasi Hukum Islam

Page 38: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

25

sebagaimana yang telah di sebutkan di atas, Namun pengaturan mengenai

wasiat wajibah yang diberlakukan kepada seseorang ahli waris berbeda

agama atau non muslim belum mendapat pengakuan serta tempat tersendiri

dalam sumber- sumber hukum islam serta kompilasi hukum islam.

KHI hanya mengakomodir wasiat wajibah hanya teruntuk orang tua

angkat ialah 1/3 dari harta warisan anak angkat dan anak angkat ialah 1/3

dari harta warisan orang tua angkat. Tidak adanya satupun sumber yang

bermuara untuk memberikan wasiat wajibah bagi seseorang ahli waris yang

berbeda agama atau non muslim sampai pada tahun 1994.

Semua hal tersebut dikarenakan pemberian wasiat wajibah bagi

seseorang ahli waris yang berbeda agama atau non muslim dinilai

bertentangan atau tidak sesuai dengan sumber hukum islam yang ada

dengan dasar ahli waris yang beragama di luar islam tidak masuk dalam

klasifikasi yang dianggap sebagai ahli waris.

Maka dengan hal tersebutlah untuk mengikuti perkembangan zaman

yang terus berkembang secara simultan dan terus menurus, langkah untuk

menciptakan suatu keadilan yang berlandaskan moral dan kemaslahatan

masyarakat yang ada, Hakim selaku pelaku kekuasaan kehakiman telah

menjalankan tugasnya dengan penuh amanah dan tanggung jawab dengan

mengeluarkan putusan yang telah ditetapkan sebagai yurisprudensi yaitu

putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 368/K/Ag/1995

sebagai pintu awal perkembangan pengakuan terhadap ahli waris non

muslim dalam sistem kewarisan Islam untuk mendapatkan pembagian harta

waris melalui wasiat wajibah.

Yurisprudensi itupun diikuti oleh yurisprudensi lainnya yaitu

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 51 K/Ag/1999 yang juga

terkait pemberlakuan wasiat wajibah terhadap ahli waris non muslim. Hal

inipun secara konsisten dipertahankan oleh lembaga peradilan dan juga

hakim-hakim di Indonesia dalam mengali nilai-nilai hukum dan rasa

Page 39: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

26

keadilan yang hidup dalam masyarakat. Penegasan terhadap ahli waris

berbeda agama atau non muslim dalam sistem kewarisan islam ini tertuang

dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 331 K/Ag/2018 yang dijadikan

lendmark decisions Mahkamah Agung di tahun 2018.

Walaupun, titik tolak yang seharusnya menjadi perhatian adalah

perlunya penegasan kembali dan putusan yang konsistan terhadap dari

manakah sumber yang diambil untuk wasiat wajibah bagi ahli waris non

muslim, mengambil dari harta warisan atau harta peninggalan pewaris agar

tidak terjadi kebinggungan dan kejelasan dalam penerapannya serta

menjadikan kesinambungan antaran yurisprudensi yang ada sebelumnya

dengan putusan mahkamah agung yang terbaru yang telah di jadikan

lendmark decisions Mahkamah Agung sebagai sumber-sumber utama bagi

ahli waris berbeda agama atau non muslim untuk menuntut keadlian dalam

suatu sistem kewarisan islam. Dengan adanya pengaturan inilah diharapkan

akan dijadikan salah satu pertimbangan oleh hakim untuk memutus

perkaranya.30

F. Maslahah Mursalah

1. Pengertian Maslahah Mursalah

Maslahah mursalah terdiri dari dua kata yang berhubungan

keduanya dalam bentuk sifat maushuf atau dalam bentuk khusus yang

menunjukkan bahwa ia merupakan bagian dari al-maslahah.31 Menurut

bahasa, kata maslahah berasal dari bahasa Arab dan telah dibakukan ke

dalam bahasa Indonesia menjadi kata maslahat, yang berarti mendatangkan

kebaikan atau membawa kemanfaatan dan menolak kerusakan.32

Menurut

bahasa aslinya kata maslahah berasal dari kata salahu, yasluhu, salahan صلح

30

Jurnal Suara Hukum, Analisis Pemberian Wasiat Wajibah terhadap Ahli Waris Beda

Agama Pasca Putusan Mahkamah Agung, (file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/4865-17021-1-

PB.pdf), diakses pada tanggal 5 Desember 2019. 31

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta: Kencana, 2008), h. 377. 32

Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Quran dan as-Sunnah (Jakarta: Bulan Bintang,

1996), h. 43.

Page 40: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

27

.artinya sesuatu yang baik, patut, dan bermanfaat,يصلح ,صلاحا 33

Sedangkan

kata mursalah adalah isim maf‟ul (objek) dari fi‟il madhi (kata dasar) dalam

bentuk tsulasi (kata dasar yang tiga huruf) yaitu رسلdengan penambahan

huruf “alif” di pangkalnya, sehingga menjadi ارسل. Secara bahasa mursalah

artinya terlepas atau dalam arti مطلقت(bebas). Kata “terlepas” dan “bebas” di

sini bila dihubungkan dengan kata maslahah maksudnya adalah terlepas

atau bebas tidak terikat dengan dalil agama (Alquran dan al-Hadits) yang

membolehkan atau yang melarangnya. Menurut Abdul Wahab Khallaf,

maslahah mursalah di mana syari‟ tidak mensyariatkan hukum untuk

mewujudkan maslahah, juga tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas

pengakuannya atau pembatalannya.34

Pengertian maslahah dalam bahasa Arab berarti “perbuatan-

perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia.” Dalam artinya yang

umum adalah setiap segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik

dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan

atau kesenangan, atau dalam arti menolak atau menghindarkan seperti

menolak kemudaratan atau kerusakan. Dengan begitu maslahah itu

mengandung dua sisi, yaitu menarik atau mendatangkan kemaslahatan dan

menolak atau menghindarkan kemudaratan.35

Sedangkan menurut Muhammad Abu Zahrah, definisi maslahah mursalah

adalah

ا أصل خاص بالإعتبار أو الإلغاء.لهقاصد الشارع الإسلمي وليشهد لملئمة لما لحصالما

Artinya: “segala kemaslahatan yang sejalan dengan tujuan-tujuan

syar„i (dalam mensyariatkan hukum Islam) dan kepadanya tidak ada dalil

khusus yang menunjukkan tentang diakuinya atau tidaknya.”36

33

Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan

Penerjemah dan Penafsir al-Qur‟an, 1973), h. 219. 34

Abdullah Wahab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqh, terj. Noer Iskandar al-Bansany, Kaidah-

kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet-8, 2002), h. 123. 35

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta: Kencana, 2008), h. 368. 36

Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, terj. Saefullah Ma‟shum, et al., Ushul Fiqih

(Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 9, 2005), h. 424.

Page 41: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

28

Berbeda dengan rumusan di atas, Dr. Husain Hamid Hassan mendefinisikan

almashlahah al-mursalah sebagai berikut:

يرملة بغلجا فىه الشارع بر ت جنس اعتتح تىصلحة اللمرسلة ىي المصلحة المإن ا

يندليل مع

Artinya: “Sesungguhnya al-mashlahah al-mursalah ialah maslahat

yang termasuk di dalam jenis yang diungkapkan asySyari' (Pembuat

Syariat) secara global tanpa adanya dalil yang jelas ...”37

Dengan definisi tentang maslahah mursalah di atas, jika dilihat dari segi

redaksinya nampak adanya perbedaan, tetapi dilihat dari segi isi pada

hakikatnya ada satu kesamaan yang mendasar, yaitu menetapkan hukum

dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan dalam Alquran maupun

al-sunnah, dengan pertimbangan untuk kemaslahatan atau kepentingan

hidup manusia yang bersendikan pada asas menarik manfaat dan

menghindari kerusakan.

2. Syarat-Syarat Berhujjah dengan Maslahah Mursalah

Ulama yang berhujjah dengan maslahah mursalah. Mereka bersikap sangat

hati-hati sehingga tidak menimbulkan pembentukan hukum berdasarkan

hawa nafsu dan keinginan tertentu. Oleh karena itu, mereka menyusun tiga

syarat pada maslahah mursalah yang dipakai sebagai dasar pembentukan

hukum, yaitu:

a. Harus merupakan kemaslahatan yang hakiki, bukan yang bersifat dugaan.

Dalam artian, untuk membuktikan bahwa pembentukan hukum pada

suatu kasus dapat mendatangkan kemanfaatan dan penolakan bahaya.

Jika sekedar dugaan bahwa pembentukan hukum dapat menarik manfaat,

37

Noorwahidah, “Esensi Al - Mashlahah Al – Mursalah Dalam Teori Istinbat Hukum

Imam Syafi'i”, Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin, h. 3.

Page 42: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

29

tanpa mempertimbangkannya dengan bahaya yang datang, maka

kemaslahatan ini bersifat dugaan semata (maslahah wahmiyyah).

b. Kemaslahatan itu bersifat umum, bukan pribadi. Maksudnya, untuk

membuktikan bahwa pembentukan hukum pada suatu kasus dapat

mendatangkan manfaat bagi mayoritas umat manusia, atau menolak

bahaya dari mereka, dan bukan untuk kemaslahatan individu atau

beberapa orang. Hukum tidak boleh disyariatkan untuk mewujudkan

kemaslahatan khusus bagi penguasa atau pembesar, dan memalingkan

perhatian dan kemaslahatan mayoritas umat.

c. Pembentukan hukum berdasarkan kemaslahatan, tidak bertentangan

dengan hukum atau prinsip yang berdasarkan nash atau ijma„. Oleh

karena itu, tidak benar mengakui kemaslahatan yang menuntut

persamaan antara anak laki-laki dengan anak perempuan dalam bagian

warisan. Sebab maslahat yang demikian batal karena bertentangan

dengan nash Alquran.38

3. Macam-Macam Maslahah

Kekuatan maslahah dapat dilihat dari segi tujuan syara‟ dalam

menetapkan hukum, yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung

dengan lima prinsip pokok bagi kehidupan manusia, yaitu: agama, jiwa,

akal, keturunan dan harta. Juga dapat dilihat dari segi tingkat kebutuhan dan

tuntutan kehidupan manusia kepada lima hal tersebut.

Dari aspek kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum,

maslahah ada tiga macam, yaitu:

a. Maslahah dharuriyah (المصلحت الضروريت)

Kemaslahatan yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh

kehidupan manusia, yang berhubungan dengan kebutuhan pokok

umat manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan seperti ini ada

lima, yaitu: memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal,

memelihara keturunan, dan memelihara harta.

38

Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Semarang: Dina Utama, 2014), h. 143-144.

Page 43: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

30

b. Maslahah hajiyah (المصلحت الحاجيت)

Kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan

kemaslahatan pokok sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk

mempertahankan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia.39

c. Maslahah tahsiniyah (المصلحت التحسينيت)

Kemaslahatan yang sifatnya pelengkap berupa keleluasaan yang

dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Misalnya, dianjurkan

untuk memakan yang bergizi, berpakaian yang bagus-bagus,

melakukan ibadah-ibadah sunat sebagai amalan tambahan, dan

berbagai jenis cara menghilangkan najis dari badan manusia.40

Jika dilihat dari segi kandungan maslahah, para ulama ushul fiqh

membaginya kepada:41

a. Maslahah al-„Ammah (المصلحت العامت)

Kemaslahatan yang menyangkut kepentingan orang banyak atau

umum. Kemaslahatan umum itu tidak berarti untuk kepentingan

semua orang, tetapi bisa berbentuk kepentingan mayoritas umat.

Misalnya, para ulama membolehkan membunuh penyebar bid‟ah

yang dapat merusak aqidah umat, Karena menyangkut kepentingan

orang banyak.

b. Maslahah al-Khashshah (المصلحت الخاصت)

Kemaslahatan pribadi dan ini sangat jarang sekali, seperti

kemaslahatan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan

perkawinan seseorang yang dinyatakan hilang (mafqud). Pentingnya

pembagian kedua kemaslahatan ini berkaitan dengan prioritas mana

yang harus didahulukan apabila antara kemaslahatan umat

bertentangan dengan kemaslhatan pribadi.

39

Nasroen Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), h. 115-

116. 40

Nasroen Haroen, Ushul Fiqh 1, h. 116. 41

Nasroen Haroen, Ushul Fiqh 1, h. 116.

Page 44: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

31

Jika dilihat dari segi eksistensinya atau wujudnya para ulama ushul,

sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Karim Zaidan, membaginya kepada tiga

macam:42

a. Maslahah Mu‟tabarah (المصلحت المعتبرة)

Kemaslahatan yang terdapat dalam nash yang dijelaskan secara tegas

dan diakui keberadaannya. Dengan kata lain, seperti disebutkan oleh

Muhammad al-Said Ali Abd. Rabuh, kemaslahatan yang diakui oleh

syar‟i dan terdapat dalil yang jelas untuk memelihara dan

melindunginya.

Disebut dengan maslahah mu‟tabarah, jika syar‟i menyebutkan

dalam nash tentang hukum suatu peristiwa dan menyebutkan nilai

maslahat yang dikandungnya. Yang termasuk ke dalam maslahat ini

adalah maslahah daruriyah yaitu semua kemaslahatan yang

dijelaskan dan disebutkan oleh nash, seperti memelihara agama, jiwa,

keturunan, dan harta benda. Seluruh ulama sepakat bahwa semua

maslahat yang dikategorikan kepada maslahah mu‟tabarah wajib

ditegakkan dalam kehidupan, karena dilihat dari segi tingkatan ia

merupakan kepentingan pokok yang wajib ditegakkan.

b. Maslahah Mulgah (المصلحت الملغت)

Maslahah yang berlawanan dengan ketentuan nash. Dengan kata lain,

maslahah yang tertolak karena ada dalil yang menunjukkan bahwa ia

bertentangan dengan ketentuan dalil yang jelas.43

Contoh yang sering ditampilkan oleh ulama ushul adalah

menyamakan pembagian harta warisan antara seorang perempuan

dengan saudara laki-lakinya. Penyamaan antara seseorang

perempuan dengan saudara laki-lakinya dalam hal warisan memang

42

Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh: Metodologi Penetapan Hukum Islam (Jakarta:

Kencana, 2017), h. 195. 43

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, (Ciputat : Logos Publlishing House, 1996), h. 119.

Page 45: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

32

terlihat ada kemaslahatannya, tetapi berlawanan dengan ketentuan

dalil nash yang jelas dan perinci.44

c. Maslahah Mursalah (المصلحت المرسلت)

Maslahah yang secara eksplisit tidak ada satu dalil pun baik yang

mengakuinya maupun yang menolaknya, tetapi keberadaannya

sejalan dengan tujuan syariat. Secara lebih tegas maslahah mursalah

ini termasuk jenis maslahah yang didiamkan oleh nash. Maslahah

mursalah ini sejalan dengan tujuan syara‟ yang dapat dijadikan dasar

pijakan dalam mewujudkan kebaikan yang dihajatkan oleh manusia

serta terhindar dari kemudaratan.45

4. Kehujjahan Maslahah Mursalah

Karena tidak ada nash yang memerintahkan atau melarang

perwujudan kemaslahatan yang terkandung di dalam al-mashlahah al-

mursalah maka para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan

penggunaannya sebagai dalil syara'. Sebagian mereka menerima dan

sebagian lain menolaknya. Jumhur ulama menerimanya sebagai dalil syara'

karena beberapa alasan:

a. Kemaslahatan manusia itu terus berkembang dan bertambah mengikuti

perkembangan kebutuhan manusia. Seandainya kemaslahatan-

kemaslahatan yang sedang berkembang itu tidak diperhatikan, sedang

yang diperhatikan hanyalah kemaslahatan yang ada nasnya saja, niscaya

banyak kemaslahatan manusia yang terdapat di beberapa daerah dan

pada masa yang berbeda akan mengalami kekosongan hukum dan

syari'at sendiri tidak dapat mengikuti perkembangan kemaslahatan

manusia. Padahal tujuan syari'at adalah untuk mewujudkan

kemaslahatan manusia di setiap tempat dan masa.

44

Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh: Metodologi Penetapan Hukum Islam (Jakarta:

Kencana, 2017), h. 196. 45

Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh: Metodologi Penetapan Hukum Islam (Jakarta:

Kencana, 2017), h. 198.

Page 46: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

33

BAB III

STUDI PUTUSAN NOMOR 2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Nomor

56/Pdt.G/2015/PTA.JK, Nomor 175 K/Ag/2016

A. Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS

1. Posisi Kasus

Perkara ini merupakan perkara waris yang diajukan oleh pemohon

yang bernama Dian Puspasari Binti H. Nandang Rusdana umur 44 tahun,

agama Islam, tempat kediaman di jalan Wijaya Kusuma No. 17, RT. 009,

RW. 004, Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan,

dalam hal ini diwakili kuasa hukumnya Drs. Afdal Zikri, S.H., M.H.,

sedangkan yang menjadi Termohon adalah Yulianti Puspita Binti Edyy Djaja

Miharja, aama Islam, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, H, H. Didi

Kusumahardy bin H. M. Dahlan, agama Islam, pekerjan Wiraswasta, H.

Nandang Rusdana bin H. M. Dahlan, agama Islam, pekerj

aan Pensiunan PNS Depkes, Eka Tjahja Pernama bin H. M Dahlan,

agama Islam, pekerjaan Pnsiunan PNS Depkes, H. Tista Hukama Adzan bin

H. M. Dahlan, agama Islam, pekerjaan Wiraswasta, Hj. Titien Ambari binti

H. M Dahlan, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga.46

2. Duduk Perkara

a. Alasan Gugatan

Bahwa perkara waris terkait kewarisan suami istri yang bernama

almarhum R.H. Eddy Djaja Mihardja Bin Sambas (Pewaris I) yang

wafat di Jakarta pada tanggal 21 Mei 2005 dan almarhumah Hj. Inna

Darsinah binti H.M Dahlan (Pewaris II) yang wafat di Jakarta pada

tanggal 21 Maret 2009. Bahwa alm. Eddy Djaja Mihardja bin Sambas

(Pewaris I) semasa hidupnya menikah 2 (dua) kali yaitu pertama

dengan Pursita telah bercerai pada tanggal 1964 dan memiliki

keturunan satu orang anak yang bernama Yuliati Puspita binti R.H

Eddy Djaja Mihardja (Tergugat I). menikah yang kedua kalinya

46

Salinan Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS

33

Page 47: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

34

dengan pewaris II ( Hj. Inna Darsinah Binti H.M. Dahlan) dan tidak

memiliki keturunan dan telah mengangkat anak angkat yang bernama

Dian Puspasari Binti H. Nandang Rusdana sebagai Penggugat.47

Bahwa dengan meninggalnya R.H Eddy Djaja Mihardja bin

sambas maka ahli warisnya adalah

1) Hj. Inna Darsinah binti H.M Dahlan

2) Yuliati Puspita binti R.H Eddy Djaja Mihardja

Bahwa karena Hj. Inna Darsinah binti H.M Dahlan telah

meninggal dunia di jakarta pada tanggal 21 maret 2009 dan tidak

memiliki keturunan maka ahli warisnya adalah saudara-saudara

kandungnya dari almarhumah yaitu:

H. Nandang Rusdana bin H. M. Dahlan

H. Didi Kusumahardy bin H. M. Dahlan

H. Tista Hukama Adzan bin H. M. Dahlan

Eka Tjahja Pernama bin H. M Dahlan

Hj. Titien Ambari binti H. M Dahlan.

Dian Puspasari adalah anak dari saudara Hj. Inna Darsinah yang

bernama H. Nandang Rusdana, Dian telah di di asuh dan di rawat juga di

pelihara serta tinggal bersama dengan para pewaris Eddy Djaja Mihardja

dan Inna Darsinah dimana keberadaan Dian Puspasari sejak berada di

dalam kandungan sudah di kehendaki oleh para pewaris untuk di asuh.

Selain itu para pewaris telah memperlakukan Dian Puspasari sebagai anak

kandung. hal mana ternyata di dalam dokumen-dokumen administrative

kependudukan seperti pada Akta Kelahiran, Ijazah Dian Puspasari dan

Kartu Keluarga dimana di dalamnya Dian Puspasari di sebut sebagai anak

Pewaris Eddy Djaja Mihardja.

Lembaga kewarisan adalah sebagai hubungan pengikat nasabiyah

atau kekerabatannya karenaya meniscayakan adanya rasa saling tanggung

jawab dua arah di antara Pewaris dan Ahli Waris sehingga menimbulkan

47 Salinan Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS

Page 48: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

35

ikatan saling mewarisi tersebut. Dengan kata lain, kewajiban seorang ahli

waris manakala ia memang bernar-benar menjalankan atau melaksanakan

tanggung jawab kekerabatan sebagaimana hubungan orang tua atau anak

atau antara sesama saudara. Atas berlangsungnya timbal balik anak-orang

tua tersebut karena ketika tanggung jawab hubungan keluarga tersebut di

laksanakan oleh dan di antara orang-orang yang tidak memiliki hubungan

darah sekalipun maka keberlangsungannya tetap dilindungi sebagaimana

dikenal dengan Lembaga anak angkat atau orang tua angkat dan karenanya

pula kewarisanpun diakui dengan konteks dan kadar tertentu. Bahwa, hal

ini diatur dan dipertegas dalam Hukum Kewarisan Islam sebagaimana

ketentuan Interuksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam (KHI) Pasal 209 ayat (2) yang berbunyi: Terhadap anak

angkat yang tidak menerima wasiat, diberi wasiat wajibah sebanyak

banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.48

Dari harta peninggalan Eddy dan Inna berupa :

1) Sebidang tanah seluas 1332 M2.

2) Perhiasan sebanyak 200 gram.

3) Mobil merk Xenia warna hitam No. Pol. B 1708 BK.

Pada tanggal 31 oktober 2013 telah melakukan perdamaian sesama

Tergugat saja, berkaitan dengan harta peninggalan para Pewaris dan

dalam perdamaian tersebut memuat tentang siapa Pewarisnya, siapa Ahli

Warisnya dan harta peninggalan dari para Pewaris. Akan tetapi Tergugat

tidak di landaskan I‟tikad baik dengan mengabaikan atau tidak mengakui

keberadaan Peggugat selaku anak angkat yang juga berhak atas bagian

tirkah waris dalam kapasitas sebagai pemegang hak wasiat wajibah.

Lalu Dian (selaku penggugat) di wakili kuasa hukumnya Afdal Zikir,

menggugat Yuliati Puspita dan tergugat lainya mengambil jalur hukum

dengan mengajukan gugatan lainnya mengeni sengketa anak angkat yang

48 Interuksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal

209 ayat (2)

Page 49: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

36

terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dengan

Nomor 949/Pdt.G/XI/2013 tertanggal 19 November 2013.

Setelah Majelis Hakim melakukan sidang setempat atas obyek

sengketa masing-masing, di sidang berikutnya antara Penggugat dan

Tergugat masing-masing mengajukan kesimpulan yang pada pokoknya

bertahan dengan dalil-dalilnya semula.

3. Pertimbangan Hakim

Dalam mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terjadi, sikap

hakim sangat menentukan nilai-nilai keadilan yang ada didalam putusan-

putusannya, karena sikap hakim merupakan cerminan amanat yang

diberikan oleh Undang-Undang.49

Hakim seharusnya dalam memeriksan dan

memutus suatu perkara, bebas dari campur tangan masyarakat (intervensi)

sehingga hakim dapat memutuskan perkara berdasarkan hukum yang

berlaku serta berdasarkan keyakinannya seadil-adilnya.50

Dalam salinan Putusan Pengadilan Agama Nomor

2810/Pdt.G/2013/PA.JS tentang sengketa anak angkat, maka penulis uraikan

pertimbangan Majelis Hakim, di antaranya sebagai berikut:

Sebagai mana yang di maksud pasal pada Pasal 2 ayat (2) dan (4)

PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008, begitu juga yang tertera dalam pasal 130

HIR, Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan Penggugat dan tergugat

namun tidak berhasil.

Dapat kita pahami bahwa penggugat merasa diabaikan dan tidak

diakui sebagai anak angkat dari para Pewaris, jika kita tinjau berdasarkan

ketentuan Pasal 1865 B.W, yaitu: “Barang siapa yang mengajukan

peristiwa-peristiwa atas mana ia mendasarkan suatu hak, di wajibkan

membuktikan peristiwa-peristiwa itu.” Maka antara Penggugat dan Tergugat

wajib membuktikan dalil bukti dan bantahannya.51

49 Jonaedi Effendi, Rekontruksi Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Berbasis Nilai-Nilai

Hukumdan Rasa Keadilan Yang Hidup Dalam Masyarakat, (Depok: Prenadamedia Group, 2018)

h. 261. 50

Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim, (Jakarta: KencanaPrenamedina Group,

2013) h. 98. 51

Pasal 1865 B.W

Page 50: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

37

Demi meyakinkan Majelis Hakim, para pihak saling membantah Namun

selain itu adal dalil Penggugat yang diakui dan tidak bisa dibantah oleh

Tergugat yang berarti berarti mengakui dalil gugatan Penggugat tersebut,

adalah sebagai berikut:

a) Bahwa semasa hidupnya R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas menikah

dua kali yaitu menikah pertama dengan Pursita pada tahun 1964 dari

perkawinan tersebut memiliki seorang anak perempuan bernama Yuliati

Puspita binti R.H. Eddy Djaja Mihardja, menikah kedua dengan Hj. Inna

Darsinah binti H.M Dahlan tidak memiliki keturunan.

b) Bahwa pada saat R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas meninggal

dengan meninggalkan Ahli Waris seorang istri bernama Hj. Inna

Darsinah binti H.M Dahlan dan seorang anak perempuan bernama

Yuliati Puspita binti R.H Eddy Djaja Mihardja.

c) Bahwa Hj. Inna Darsinah meninggal maka meninggalkan Ahli Waris

saudara kandung yaitu: H. Nandang Rusdana bin Dahlan, H. Didi

Kusumahardy, Eka Tjahja Pernama, H. Tista Hukama Adzan, Hj. Titien

Ambari.

d) Bahwa sebidang tanah seluas 1332 M berikut bangunan di atasnya yang

terletak di Jl. Wijaya Kusuma No. 17, Rt.09 Rw.04, Kelurhan Pondok

Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dengan sertifikat Hak Milik

Nomor 886 atas nama R.H Eddy Djaja Mihardja dengan batas-batas :

Utara dengan Jalan Wijaya Kusuma, Timur dengan tanah H. Ayat,

Selatan dengan tanah H. Mur, dan Barat dengan tanah H. Mur.52

Namun ada dalil Penggugat yang di bantah oleh Tergugat sebagai berikut:

a) Bahwa dalil gugatan Penggugat adalah anak angkat dari Pewaris. Dalil

ini di bantah oleh Tergugat bahwa Penggugat secara hukum bukan anak

angkat dan tidak memiliki keabsahan secara hukum sebagai anak angkat,

Penggugat hanyalah anak yang di asuh dan di pelihara oleh para Pewaris

dan tinggal bersama Pewaris.

52 Salinan Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS

Page 51: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

38

Penggugat P.4 sampai dengan P. 10, P.20 dan saksi-saksi. Dari bukti-

bukti tersebut dapat di temukan fakta yang terbukti kebenaranya, sebagai

berikut:

1. Anak angkat tertera di dalam Akta Kelahiran, Kartu Keluarga dan

Ijazah Pendidikan Penggugat.

2. Para saksi menyangka Dian Puspasari sebagai anak kandung dari

Pewaris.

3. Penggugat tinggal bersama Pewaris sejak kecil.

4. Merawat Alm. Eddy (Pewaris I) dan Almh. Inna (Pewaris II) ketika

sakit.

5. Berdasarkan pasal 171 huruf h KHI yang berbunyi “anak angkat

adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehair-hari,

biaya Pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari

orang tua kandung ke orang tua angkatnya berdasarkan putusan

pengadilan. Dalam hal ini Hakim tingkat I menafsirkan pasal ini

bahwa di dalam pengangkatan anak berbeda dengan perceraian yang

sesuai dengan pasal 8 KHI bahwa putusnya perkawinan selain cerai

mati hanya dapat di buktikan dengan surat cerai berupa putusan

pengadilan berbeda dengan anak angkat ketentuan ini tidak di dapati

dalam Kompilasi Hukum Islam, artinya dalam hukum islam,

pengangkatan anak tidak harus dengan putusan pengadilan, yang

penting adalah telah beralih tanggung jawab pengasuhan,

pemeliharaan, dan Pendidikan anak itu dari orang tua kandung

kepada orang tua angat sehingga anak itu telah di perlakukan

layaknya anak kandung oleh orang tua agkatnya, maka telah terjadi

pengangkatan anak.53

4. Amar Putusan

Adapun hasil Putusan Pengadilan Agama Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS

ialah sebagai berikut:

Dalam Provisi

53 Salinan Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS

Page 52: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

39

- Mengabulkan gugatan provisi Penggugat

Dalam Pokok Perkara

Dalam Konvensi

1. Mengabulkan gugatan sebagian Penggugat.

2. Menyatakan Dian puspasari binti H. Nandang Rusdana adalah anak

angkat dari almarhum Eddy Djaja Mihardja dan almarhmah Hj. Inna

Darsinah.

3. Menetapkan penggugat berhak menerima wasiat wajibah sejumlah

18/132 dari harta penginggalan pewaris

4. Menetapkan ahli waris dari R.H Eddy Djaja Mihardja bin Sambas

adalah Hj. Inna Darsinah Binti H.M Dahlan dan Yuliati Puspita Binti

Eddy Djaja MIhardja.

5. Menetapkan ahli waris Hj. Inna darsinah Binti H.M Dahlan adalah

a. H. Nandang Rusdana bin H. M. Dahlan

b. H. Didi Kusumahardy bin H. M. Dahlan

c. H. Tista Hukama Adzan bin H. M. Dahlan

d. Eka Tjahja Pernama bin H. M Dahlan

e. Hj. Titien Ambari binti H. M Dahlan.

6. Menghukum Penggugat dan Para tergugat melakukan pembagian harta

warisan Para Pewaris dengan suka rea apabila tidak dapat di bagi secara

natura maka di jual bila perlu melalui kantor lelang negara.

7. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.

Dalam Rekonvensi:

- Menolak Gugatan Penggugat

Dalam Konvensi dan Rekonvensi

Page 53: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

40

Membebankan Tergugat/ Penggugat Rekonvensi untuk memebayar biaya

perkara hingga kini sejumlah Rp. 4.866.000,00 (empat juta delapan ratus

enam puluh enam ribu rupiah).54

B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Nomor

56/Pdt.G/2015/PTA.JK

1. Duduk Perkara

Pada perkara ini, para pihak terlihat masih belum merasa puas dengan

Putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama, sehingga pihak yang

mengajukan keberatan mengajukan upaya hukum untuk mencari keadilan.

Upaya hukum yang pertama yang dilakukan adalah upaya banding,

yang di maksud dengan upaya hukum banding adalah permintaan atau

permohonan yang di ajukan oleh salah satu pihak yang berperkara, agar

penetapan atau putusan yang dijatuhkan pengadilan Tingkat Pertama bisa

diperiksa kembali secara keseluruhan perkara yang bersangkutan.55

Dian Puspasari, umur 45 tahun semula adalah Penggugat dan sekarang

sebagai Pembanding, dan melawan Yuliati Puspita binti R.H.Eddy Djaja

Muhardja semula sebagai Tergugat I sekarag Tebanding I, H. Nandang

Rusdana bin H. M. Dahlan semula sebagai Tergugat II sekarang menjadi

Terbanding II, H. Didi Kusumahardy bin H. M. Dahlan semula sebagai

Tergugat III sekarang menjadi Terbanding III, H. Tista Hukama Adzan bin

H. M. Dahlan semula sebagai Tergugat IV sekarang menjadi Terbanding

IV,Eka Tjahja Pernama bin H. M Dahlan semula sebagai Tergugat V

sekarang menjadi Terbanding V, Hj. Titien Ambari binti H. M Dahlan

semula sebgai Tergugat VI sekarang menjadi Terbanding VI. Dalam hal

ini sudah mengajukan akta permohonan banding dan telah diberi

kesempatan untuk memeriksa berkas perkara banding (Inzage);56

2. Pertimbangan Hakim

54 Salinan Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS 55

M yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Undang-

Undang No. 7 Tahun 1989, (Jakarta: Sinar Grafika , 2007), Cet. 4, h. 336. 56 Salinan Putusan Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK

Page 54: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

41

Mengenai permohonan banding baik pembanding I dan Pembanding II

telah diajukan dalam tenggang waktu banding dengan cara-cara

sebagaimana yang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan, maka

permohonan banding tersebut dapat di terima oleh Majelis Hakim;

Setelah memperhatikan dan mempelajari putusan nomor

2810/Pdt.G/2013/PA.JS, Adapun Pertimbangan Majelis Hakim Tingkat

Banding sebagai berikut:

1. Bahwa penggugat (Dian Pupasari) sesuai dengan keterangan para saksi

penggugat Hendra bin Mundari, Alex Agustino, Harmono serta

keterangan para tergugat dan di kuatkan dengn keterangan saksi-saksi

(Achmad Ghozali dan Yedi Septiadi) adalah Dian Puspasari adalah anak

kandung dari H. Nandang Rusdana dalam kasus a quo sebagai tergugat

III/terbanding III.

2. Bahwa secara nasab Penggugat dalam pertalian darah dengan H.

Nandang Rusdana dan sebagai ahli waris serta saling mewarisi dari harta

warisan / tirkah jika salah satunya meninggal dunia.

3. Penggugat hanya mengaku sebagai anak angkat dan pengakuannya

dibantah oleh para tergugat dan penggugat tidak dapat memeberikan

bukti secara formal.

4. Bahwa menurut pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam menegaskan

bahwa anak angkat adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya

sehari-hari biaya Pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya

dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan

pengadilan.

5. Bahwa secara legal kedudukan penggugat sebagai anak angkat tidak

dapat di pertanggung jawabkan oleh karenanya tuntutan hak ke

pengadilan tidak mempunyai keterkaitan dan hubungan hukum.

6. Bahwa karena status dan kedudukan penggugat tidak ada kaitannya

dengan harta waris yang di tinggalkan oleh Pewaris maka dengan

Page 55: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

42

sendirinya tidak ada hak untuk mengajukan penetapan ahli waris,

penuntutan harta peninggalan, penuntutan pembagian waris.57

Selanjutnya dengan berkitan dengan Majelis Hakim tingkat Pertama

yang telah memberikan putusan atas perkara a quo yang menyatakan dalam

amarnya bahwa Penggugat adalah anak angkat dari Pewaris dan berhak

mendapatkan wasiat wajibah. Dalam hal ini Majelis Hakim Tingkat Banding

tidak sependapat dengan penetapan tersebut, meski Majelis Hakim tingkat

pertama telah memepertimbangkan dari sudut keadilan, namun dalam kasus

a quo seharusnya bukan dilihat dari segi yuridisnya sesuai dengan bunyi

pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi ”anak angkat

adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya

pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal

kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.”58

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis

Hakim Banding berpendapat bahwa putusan Majelis Hakim tingkat pertama

tidak dapat di pertahankan dan harus di batalkan;59

3. Amar Putuan

Adapun hasil Putusan Tingkat Banding dalam perkara ini ialah

sebagai berikut:

I. Menyatakan permohonan banding untuk periksaan ulang pada

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta dapat di terima.

II. Membatalkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor

2810/Pdt.G/2013/PA JS., tanggal 01 desember 2014 M.

III. Membebankan kepada Penggugat Konvensi / Tergugat Rekonvensi /

Pembandig untk membayar biaya perkara dalam tingkat pertama

sebesar Rp. 150.000, (serratus lima puluh ribu rupiah).60

57

Salinan Putusan Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK 58

Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf (h) 59

Salinan Putusan Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK 60 Salinan Putusan Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK

Page 56: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

43

C. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Nomor 175 K/Ag/2016

1. Duduk Perkara

Pada perkara ini, ternyata para pihak masih belum menemukan titik temu

dan solusi yang memuaskan, sehingga dilanjutkan ke upaya hukum yang kedua

yaitu upaya hukum kasasi. Sebagaimana berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat

10 huruf a UU No. 14 Tahun 1985 bahwa salah satu kewenangan kekuasaan

Mahkamah Agung ialah memeriksa dan memutus permohonan kasasi.61

Dian Puspasari, umur 45 tahun semula adalah Penggugat/ Pembanding,

sekarang sebagai Pemohon Kasasi, dan melawan Yuliati Puspita binti

R.H.Eddy Djaja, Muhardja, H. Nandang Rusdana bin H. M. Dahlan, H. Didi

Kusumahardy bin H. M. Dahlan, H. Tista Hukama Adzan bin H. M. Dahlan,

Eka Tjahja Pernama bin H. M Dahlan, Hj. Titien Ambari binti H. M Dahlan.

Mengenai gugatan Penggugat, Pengadilan Agama Jakarta selatan telah

menjatuhkan Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS yang pada intinya dalam

Konpensi mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dan menyatakan Peggugat

(Dian Puspasari bin H. Nandang Rusdana) sebagai anak angkat dari Para

Pewaris.

Selanjutnya, Majelis Hakim Tingkat Pertama menetapkan Penggugat berhak

atas bagian dari harta Pewaris dengan bagian sebagai Anak Angkat yaitu 1/3

dari harta Para Pewaris; dan menghukum Penggugat dan Para Tergugat untuk

melakukan pembagian harta warisan Para Pewaris dengan suka rela, apabila

tidak dapat dibagi secara natura maka dijual bila perlu melalui kantor lelang

negara.62

Sementara dalam Tingkat Banding, Putusan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan tersebut telah di batalkan oleh Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

dengan Putusan Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK, dengan mengadili sendiri.

Pada intinya terjadi perbedaan pendapat para antara Majelis Hakim Banding

dengan Majelis Hakim tingkat pertama mengenai yang di maksud dengan Anak

Angkat dan pembagian waris bagi anak angkat.

61 UU No. 14 Tahun 1985 Pasal 28 ayat 10 huruf (a) 62 Salinan Putusan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS

Page 57: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

44

Mengenai alasan-alasan kasasi yang di ajukan oleh Pemohon Kasasi pada

pokoknya adalah:

Judex Facti Mengabaikan Norma Hukum Kebiasaan Yang Berlaku Di

Indonesia.

1) Bahwa pertimbangan Judex Facti Tingkat banding yang menyatakan

gugatan Pemohon Kasasi tidak dapat di terima di karenakan Pemohon

Kasasi tidak memiliki legal standing berupa putusan pengdailan sebagai

mana yang pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi

yag di maksud anak angkat adalah anak yang alam pemeliharaan untuk

hidupnya sehari-hari, biaya Pendidikan dan sebagainya beralih tanggung

jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya bedasarkan

putusan pengadilan adalah pertimbangan yang keliru, dan tidak sesuai

dengan hukum.

2) Bahwa pertimbangan yang demikian adalah keliru di karenakan dasar

hukum yang di gunakan Majelis Hakim Judex Facti Tingkat banding

hanya setingkat Intruksi Presiden, bukan Undang-Undang. Bahwa

ketentuan pasal dalam Intruksi Presiden perihal dasar sebagai anak

angkat berupa putusan pengadilan tentunya tidak dapat di phami secara

literal. Hal ini d karenakan:

2.1.Maksud di persyaratkannya putusan pengadilan tersebut adalah

sekedar contoh dasar yang paling mudah untuk digunanakan dalam

rangka membuktikan adanya anak angkat. Ini artinya dokumen

apapun dapat di pergunakan untuk membuktikan adanya atau

terjadinya peristiwa pengangkatan anak seperti yang unsur-unsurnya

telah di gambarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf (h)

yaitu anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari,

biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari

orang tua asal kepada orang tua angkatnya;63

2.2.Bahwa legalitas seseorang sebagai anak angkat tentunya tidak

melulu harus putusan pengadilan sebagaimana ketentuan Intruksi

63 Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf (h)

Page 58: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

45

Presiden tersebut, melainkan juga bias di dasarkan atas praktek

hukum adat atau praktek yang selama ini hidup, di akui berlaku di

masyarakat. Bahwa pengangkatan anak berdasarkan adat senyatanya

juga sudah sesuai hukum bahkan telah di akui keabsahannya menurut

hukum sebagaimana di tegaskan melalui yurisprudensi in casu

Mahkamah Agung Nomor 1074 K/Pdt/1995 tanggal 18 Maret 1996

di mana dalam putusan tersebut Mahkamah Agung menyatakan

menurut hukum adat Jawa Barat, seseorang di anggap sebagai anak

angkat bila tela diurus, dikhitan, disekolahkan, dan di kawinkan oleh

orang tua angkatnya.64

2.3.Bahwa selain hal di atas, pertimbangan Judex facti tingkat banding

yang menentukan legalitas status hukum anak angkat harus dengan

putusan pengadilan dengan merujuk ketentuan Pasal 171 huruf (h)

Kompilasi Hukum Islam adalah pertimbangan yang berlebihan. Hal

ini dikarenakan materi perkara anak agkat di pengadilan tidak selalu

bahkan bersifat kontentius yang mana harus di ajukan dalam bentuk

gugatan sehinga produk putusannya berupa putusan. Perkara

mengenai anak angkat di pengadilan pada umumnya atau lazimnnya

justru berupa perkara voluntir yang diajukan cukup dengan

permohonan sehingga produk pengadilanya pun bukan putusan

melainkan penetapan. Dengan kalimat lain sejak kapan seseorang

baru di anggap sah sebagai anak angkat jika di buktikan dengan

putusan pengadilan?

2.4.Bahwa nomenklatur “Putusan Pengadilan” dalam pasal 171 huruf (h)

Kompilasi Hukum Islam sebagai dasar status anak angkat tidak harus

di terapkan secara harfiah melainkan dapat di pahami dalam bentuk

dokumen formil atau dokumen otentik lainnya yang menunjukan

maksud yang sama, in casu yaitu adanya pengakuan orang tua angkat

terhadap seorang anak seolah-olah anak kandungnya yang biasanya

64

Yurisprudensi in casu Mahkamah Agung Nomor 1074 K/Pdt/1995

Page 59: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

46

tercermin dalam akta kelahiran, buku rapor sekolah dan lain

sebagainya.

2.5.Bahwa Para Pewaris in casu telah memperlakukan Pemohon Kasasi/

Penggugat layaknya anak kandungnya sebagaimana di maksud

Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 (h) dan yurisprudensi Mahkamah

Agung Nomor 1074 K/Pdt/1995 tanggal 18 Maret 1996, bahkan

sejak Pemohon Kasasi masih di dalam kandungan. Demikian

sebaliknya, Pemohonn Kasasi/ Penggugat selaku anak angkat juga

telah menjalankan apa yang menjadi kewajibannya selaku anak

terhadap orang tuanya hingga wafatnya Para Pewaris.

Dalam hukum adat, Mahkamah Agung Nomor 1074 K/Pdt/1995

tanggal 18 Maret 1996 di mana dalam putusan tersebut Mahkamah

Agung menyatakan menurut hukum adat Jawa Barat, seseorang di

anggap sebagai anak angkat bila tela diurus, dikhitan, disekolahkan,

dan di kawinkan oleh orang tua angkatnya.65

2. Pertimbangan Hakim

Berdasarkan alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

Mempertimbangkan sebagai berikut:

Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, karena terdapat

kekeliruan dan kehilafan yang nyata dalam putusan Pengadilan Tinggi

Agama Jakarta Nomor 56/Pdt.G/2015/PTA.JK. harus dibatalkan, maka

Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan

pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa menurut keterangan para saksi di persidangan, penggugat telah di

asuh dan di pelihara sejak bayi hingga desawa oleh Para Pewaris, dengan

demikian meskipun tidak ada putusan pegadilan tentang pengangkatan

anak, maka secara de facto Penggugat memiliki legal standing dalam

perkara a quo;

65 Salinan Putusan Nomor 175 K/Ag/2016

Page 60: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

47

2. Bahwa karena Penggugat mempunyai legal standing dalam perkara a

quo, maka dengan sendirinya Penggugat memiliki kapasitas sebagai

Penggugat dalam perkara ini.

3. Bahwa orang tua angkat atau Para Pewaris telah memberikan wasiat agar

hartanya warisan tersebut di berikan kepada Penggugat.

4. Bahwa karena Penggugat telah di berikan wasiat dari harta peninggalan

orang tua angkatnya, maka dengan sendirinya Penggugat tidak berhak

memperoleh wasiat wajibah atas harta warisan orang tua angkatnya yang

lain.

5. Bahwa demi kepastian hukum harus di tetapkan harta berupa perhiasan

emas 200 gram, satu unit mobil merk Xenia Nopol B 1708 BK, tanah

dan bangunan rumah seluas 390 m, merupakan hak penggugat yang di

peroleh berdasarkan wasiat dari orang tua angkatnya (almarhum R.H.

Eddy Djaja Mihardja bin Sambas).

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka

permohonan kasasi yang di ajukan oleh Pemohon kasasi tersebut di

kabulkan, dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini yang

amarnya:

Menimbang, bahwa meskipun permohonan kasas dari Pemohon di

kabulkan, akan tetapi dalam prkara a quo Penggugat berada dipihak yag

kalah, maka penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara dalam

semua tingkat peradilan.66

Dapat penulis simpulkan bahwa Majelis Hakim pada Tingkat Kasasi

dalam perkara ini memandang bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding keliru

dalam mengambil keputusan dengan membatalkan PutusanTingkat Pertama

dalam hak anak angkt dalam waris, dan Hakim Tingkat Kasasi sependapat

dengan Hakim Tingkat Pertama bahwa anak angkat berhak mendapatkan

bagian waris melalui jalan wasiat wajibah.

66

Salinan Putusan Nomor 175 K/Ag/2016

Page 61: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

48

3. Amar Putusan

Adapun hasil Putusan Nomor 175 K/Ag/2016 pada Tingkat Kasasi pada

perkara ini ialah sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemoohon Kasasi Dian Puspasari

binti H. Nandang Rusdana tersebut.

2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor

56/Pdt.G/2013/PA.JS. yang membatalkan Putusan Pengadilan Agama

Jakarta Selatan Nomor 2810/Pdt.G/2013/PA.JS. tersebut.

Mengadili Sendiri

Dalam Provisi:

3. Menolak gugatan provisi Penggugat.

Dalam Konvensi:

4. Menolak gugatan Penggugat Konvensi seluruhnya.

Dalam Rekonvensi:

- Mengabulkan gugatan Para Penggugat Rekonvensi sebagian.

- Menetapkan harta berupa perhiasan emas 200 gram, satu unit mobil

merk Xenia Nopol B 1708 BK, tanah dan bangunan rumah seluas

390 m, merupakan hak penggugat yang di peroleh berdasarkan

wasiat dari orang tua angkatnya (almarhum R.H. Eddy Djaja

Mihardja bin Sambas).

- Menolak gugatan Para Penggugat Rekonvensi untuk selain dan

selebihnya:

Menghukum Pemohon/Penggugat untuk membayar biaya perkara

dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini

sejumlah Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).67

67 Salinan Putusan Nomor 175 K/Ag/2016

Page 62: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

49

BAB IV

PENETAPAN ANAK ANGKAT SEBAGAI PENERIMA WASIAT

WAJIBAH

A. Analisis Putusan Pengadilan Agama, PTA, MA Tentang Kedudukan

Anak Angkat Dalam Kewarisan Islam di Indonesia

Mahkamah Agung RI sebagai badan tertinggi pelaksana kekuasaan

kehakiman yang membawahi empat badan peradilan dibawahnya telah

menentukan bahwa putusan hakim harus mempertimbangkan segala aspek

yang bersifat yuridis, filosofis, dan sosiologis.1

Aspek yuridis merupakan aspek pertama dan utama dengan

berpatokan pada undang-undang yang berlaku. Hakim sebagai aplikator

undang-undang harus memahami undang-undang dengan mencari undang-

undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi. Hakim haris

menilai apakah undang-undang itu adil, ada kemanfaatannya atau

memberikan kepastian hukum jika ditegakkan, sebab salah satu tujuan

hukum itu unsurnya adalah menciptakan keadilan.

Aspek filosofis merupakan aspek yang berintikan pada kebenaran

dan keadilan, sedangkan aspek sosiologis penerapannya sangat memerlukan

pengalaman dan pengetahuan yang luas serta kebijaksanaan yang mampu

mengikuti nilai-nilai hukum dalam masyarakat yang terabaikan. Jelas

penerapannya sangat sulit karena tidak mengikuti asas legalitas dan tidak

terikat pada sistem. Pencantuman ketiga unsur tersebut tidak lain agar

putusan dianggap adil dan diterima masyarakat.2

Keadilan hukum adalah keadilan berdasarkan hukum positif dan

peraturan perundang-undangan. Dalam arti hakim hanya memutus perkara

hanya berdasarkan hukum positif dan peraturan perundang-undangan.

Dalam menegakkan keadilan ini hakim hanya sebagai pelaksana undang-

1 Mahkamah Agung RI, Pedoman Perilaku Hakim (Code Of Conduct), Kode Etik Hakim

dan Makalah berkaitan, Pusdiklat MA RI, Jakarta,2006, h.2.

2 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: Rineka Cipta, 1986) hlm.5

Page 63: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

50

undang saja, hakim tidak perlu mencari sumber-sumber hukum diluar

hukum tertulis dan hakim hanya dipandang menerapkan undang-undang

pada perkara-perkara konkret rasional belaka.

Dengan kata lain hakim harus merujuk pada undang-undang yang

berlaku. hakim harus juga bisa disebut sebagai corong atau mulut undang-

undang. Tetapi dalam hal tuntutan keadilan, hakim bukanlah corong pada

undang-undang, melainkan hakim wajib menafsirkan dan menemukan

hukum demi memutuskan suatu perkara dengan adil.3 Penting diingat bahwa

undang-undang bukanlah satu-satunya sumber hukum. Tetapi kebiasaan

dalam masyarakat juga termasuk sumber hukum. Maka dari itu, hakim bisa

menggunakan kebiasaan masyarakat sebagai rujukan dalam pertimbangan

hukum.4

Setelah mengetahui jalan pekara kasus dalam putusan Nomor

2810/Pdt.G/2013/PA.JS dan 56/Pdt.G/2015/PTA.JK dan juga Nomor 175

K/Ag/2016 dapat di pahami masalah yang di angkat dalam perkara ini

adalah perkara tentang kedudukan anak angkat dalam pembagian waris. Hal

yang menarik untuk disoroti dalam putusan tersebut ialah penetapan anak

angkat yang telah diangkat oleh Para Pewaris.

Berdasarkan pertimbangan hakim dari tingkat pertama yang

mengabulkan gugatan anak angkat dan berhak mendapatkan bagian waris

dari harta para pewaris. dengan pertimbangan bahwa hakim menafsirkan

KHI Pasal 171 huruf (h) bahwa pengangkatan anak angkat tidak harus

dengan putusan pengadilan, yang penting adalah telah beralih tanggug

jawab pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak itu dari orang tua

kandung ke orang tua angkat sehingga anak itu telah diperlakukan layaknya

anak kandung oleh orang tua angkatnya, maka telah terjadi pengangkatan

anak.

3 Jonaedi Effendi, Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Berbasis Nilai- Nilai

Hukum dan Rasa Keadilan Yang Hidup Dalam Masyarakat, (Depok: Prenadamedia Group, 2018),

Cet. 1, h. 233. 4Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, (Jakarta: Kencana, 2017), Cet. 2, h. 174

Page 64: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

51

Hakim pada tingkat ini juga mempertimbangakan bahwa anak

angkatlah yang dari kecil tinggal bersama para pewaris, yang dirawat,

diasuh, dibiayai pendidikannya hingga besar, dan anak angkatlah yang

menjaga serta merawat para pewaris dari sakit hingga wafatnya.maka

terlihat bahwa anak angkat yang lebih banyak berkontribusi kepada para

pewaris, sebagaimana hal nya seperti anak kandungnya sendiri.

Selain itu terkait masalah harta benda peninggalan para pewaris yang

berupa:

a. Perhiasan sebanyak 200 gram, awalnya adalah perhiasan pemberian

pewaris sebagai perhiasan penggugat, kemudian secara bertahap

penggugat mencicil kepada pewaris hingga sebanyak 200 gram.

b. Mobil merk Xenia, warna hitam No.Pol B 1708 BK, awalnya adalah

mobil Xenia tahun 2004, kemudian dijual Hj. Inna Darsinah dan hasil

penjualan tersebut di jadikan uang muka mobil Xenia, warna hitam,

No.Pol B 1708 BK yaitu sejumlah 30% dari harga mobil tersebut dan

cicilanya Penggugat yang bayar.

c. Tanah dan bangunan di beli Penggugat seharga Rp.10.000.000,00

dengan cara angsuran, pertama Rp.7.000.000,00 dan kedua

Rp.3.000.000,00 uang tersebut Penggugat serahkan melalui pewaris.

Ketika membeli tanah tersebut, penggugat bekerja dengan penghasilan

Rp.5.000.000,00 perbulan.

Dalam hal ini hakim menginterpretasikan bahwa anak angkat juga

berhk mendapatkan bagian dari harta para pewaris, karena didasarkan bahwa

anak angkat tersebut yang berkontribusi lebih besar dari pada anak

biologisnya.

Dalam pandangan filsafat hukum terdapat teori sociological

jurisprudence yang dipelopori oleh Roscoe Pound berpendapat bahwa

”hukum harus berjalan seiring dengan perubahan masyarakat”.5 Dalam hal

ini juga terdapat teori Realism hukum, ada banyak para ahli filsafat yang

memberi pengertian tersebut diantaranya Llwellyn yang berpendapat bahwa

5 Cahyadi, Fernando, Pengantar ke Filsafat Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 121

Page 65: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

52

”hukum harus diterima sebagai sesuatu yang terus-menerus berubah, hukum

bukan sesuatu yang statis. Tujuan hukum harus senantiasa dikaitkan dengan

tujuan masyarakat di mana hukum itu berada. Masyarakat merupakan proses

yang terus-menerus berubah secara berkesinambungan, oleh karena itu

perubahan hukum pun merupakan suatu yang esensial. Demikian pula

ternyata bahwa dibutuhkan penekanan pada evaluasi hukum terhadap

dampak dan efek pada masyarakat”.

Sedangkan hal ini berbanding terbalik dengan pertimbangan putusan

tingkat banding yang menyatakan bahwa penggugat bukanlah anak angkat

dari para pewaris dan tidak berhak medapatkan bagian waris dengan alasan

tidak mempunyai hubungan dengan pewaris, sebagai penyebab untuk

mewarisi, baik hubungan darah ataupun hubungan perkawinan, oleh

karenanya penggugat tidak berhak mendapatkan bagian harta dari warisan.

Dan alasan hakim juga mengacu pada pembuktian dengan tidak adanya

putusan pengadilan yang menetapkan penggugat sebagai anak angkat.

Pertimbangan dalam tingkat ini hakim lebih menekankan pada

faktor yuridis, jikalau ada yang mengangkat anak harus adanya penetapan

dari pengadilan. Sebagaimana Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan

redaksi yang sedikit berbeda mendefinisikan anak angkat adalah anak yang

dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan

sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua

angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan (KHI Pasal 171 huruf h).6

Menurut penulis hakim pada tingkat banding ini lebih

mengkedepankan kepada aspek yuridis yang mengharuskan adanya putusan

pengadilan, sehingga berbeda dengan hakim tingkat pertama dalam perkara

ini, dan memutuskan bahwa anak angkat tidak berhak mendapatkan bagian

waris dari pada harta para pewaris.

Dalam putusan tingkat kasasi justru menguatkan tingkat pertama

yang menetapkan penggugat sebagai anak angkat dari para pewaris dan

6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Bandung: Akademika Pressindo,

2010), h., 156.

Page 66: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

53

berhak mendapat bagian dari harta pewaris, hakim pada tingkat ini

menganalogikan dan mengkaitkan dengan hukum adat Jawa Barat. yang

berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1074 K/Pdt/1995 tanggal

18 Maret 1996 dimana dalam putusan tersebut Mahkamah Agung

menyatakan menurut hukum adat Jawa Barat, “seorang dianggap sebagai

anak angkat bila telah diurus, dikhitan, disekolahkan, dan dikawinkan

oleh orang tua angkatnya”.

Menurut pendapat Von Savigny, seorang filsafat yang

mengatakan bahwa “tidak ada hukum yang berlaku universal dan

abadi”.7 Dari pernyataan tersebut, menjelaskan bahwa hakim seharusnya

tidak menyamaratakan hukum adat yang berlaku Jawa Barat dengan

hukum adat di daerah lain seharusnya hakim.

Dalam hal mengadili, sekiranya hakim harus memperhatikan tiga

tujuan hukum yang integrative dalam pertimbangannya, yaitu kepastian

hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum. Menurut Jeremi Batham,

pasti akan ada suatu keadaan dimana tujuan-tujuan hukum itu saling

kontradiksi dan memiliki potensi untuk saling bertentangan, justru

memutuskan suatu kasus, harus dipilih mana tujuan yang diutamakan.8 Dari

pertimbangan hakim tingkat pertama dan kasasi jelas bahwa penetapan

penggugat berhak mendapatkan wasiat wajibah sudah tepat dan memenuhi

konsep keadilan.

Untuk penegakan prinsip kepastian hukum, hukum positif dalam

bentuk undang-undang dianggap sebagai sumber formal hukum utama,

berdasarkan asumsi pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dikatakan bahwa undang-

undang dianggap sudah baik dan tidak mempunyai kekurangan, yaitu yang

mampu mengakomodasikan kepentingan dan bisa menampung rasa keadilan

7 Urip Sucipto, Filsafat Hukum, (Indramayu : Deepublish, 2014) h.52

8 Syarif Mappiasse, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2015) Cet. 1, h.3

Page 67: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

54

karena telah dibuat berdasarkan syarat dan tujuan asas pembentukan

peraturan perundang-undangan.9

Akan tetapi dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang tentang

Kekuasaan Kehakiman, hakim diberikan ruang kebebasan dalam

menerapakankan rasa keadilan bagi masyarakat, sebagaimana dalam

bunyinya: “Kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.

Ruang kebebasan hakim meliputi kebebasan dalam mengadili,

berekspresi, kebebasan dari campur tangan atau intervensi dari pihak

manapun, menggali nilai- nilai hukum, termasuk kebebasan menyimpangi

ketentuan hukum tertulis jika dinilai tidak sesuai dengan rasa keadilan

masyarakat.10 Hal ini bertujuan agar putusan hakim mencapai suatu keadilan

yang memberikan jalan keluar, efiesien, stabilitas dan fairness.11

Jika terjadi kesenjangan antara undang-undang dengan hukum yang

hidup di masyarakat, maka solusi untuk mengatasi hal itu ialah membuat

hukum baru yang diciptakan oleh pembuat undang-undang yang berwenang.

Akan tetapi, jika terjadi kasus yang dibutuhkan saat itu dalam putusan

pengadilan, padahal undang-undang baru belum dibuat, maka saat itulah

hakim harus melakukan penemuan hukum.

Karena harus diketahui, bahwa di luar undang-undang terdapat

hukum yang hidup di masyarakat sesuai perkembangan dinamika sosial yang

patut kita hormati. Hakim seharusnya bisa mensingkronisasi antara kaidah

hukum tertulis dengan perubahan sosial masyarakat agar kaidah hukum tetap

progresif dan aktual dalam memenuhi keadilan dan kebutuhan masyarakat.12

9 Syarif Mappiasse, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim., h. 6

10 Syarif Mappiasse, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, h. 3

11 Firman Floranta Adonara, Prinsip Kebebasan Hakim dalam Memutus Perkara Sebagai

Amanat Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Vol. 12, Nomor 2, Juni 2015, h. 231. 12

Idris, Rachminawati, dan Imam Mulyana, Penemuan Hukum Nasional dan

Internasional, (Bandung: PT. Fikahati Aneska, 2012), h. 78

Page 68: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

55

Sama halnya dengan perkara ini, hakim memiliki pandangan yang

berbeda baik dari tingkat pertama sampai kasasi terhadap pengangkatan anak.

Pada Putusan Tingkat Pertama Nomor 2810/Pdt.G/2015/PA.JS, terlihat jelas

bahwa Majelis Hakim Tingkat ini berusaha mewujudkan keadilan bagi para

pihak yang berperkara dengan mengesampingkan suatu ketentuan yang

berlaku berdasarkan penafsiran dan fakta-fakta hukum yang terjadi. Majelis

Hakim Tingkat Pertama melihat kasus ini baru adil apabila dilihat dari segi

sosiologis.

Sementara Majelis Hakim Tingkat Banding menganggap Bahwa

kedudukan anak angkat dalam hukum waris harus dilihat dari segi yuridis

sesuai dengan ketentuan undang-undang maupun Kompilasi Hukum Islam

dan juga fakta-fakta hukum dan keterangan para saksi. Majelis Hakim

Tingkat Kasasi sejalan dengan Tingkat Pertama menganggap bahwa anak

angkat berhak mendapatkna bagian waris karena dari aspek sosiologi anak

angkat yang lebih banyak berkontribusi untuk para pewaris di masa hidupnya.

Persfektif dan konsepsi keadilan tiap orang berbeda-beda, seperti

halnya perbedaan antara keadilan persfektif penguasa dengan keadilan

persfektif rakyat, keadilan itu dihasilkan oleh penguasa cenderungnya

lebih mengutamakan keadilan formal (formal justice), sedangkan keadilan

yang diinginkan oleh rakyat cenderung kepada keadilan yang bersifat

masif (sosial masif).13 Maka menurut penulis sangat wajar apabila terjadi

perbedaan pendapat tentang penetapan hakim dalam mewujudkan prinsip

keadilan terhadap perkara pengangkatan anak.

Sehingga menurut peneliti, pertimbangan hakim di tingkat

Pertama dan Kasasi lebih bisa menjamin kepastian hukum dan keadilan

bagi para pihak sesuai dengan ketentuan hukum Positif dan fakta-fakta

hukum dalam persidangan.

13

Jonaedi Effendi, Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Berbasis Nilai-Nilai

Hukum dan Rasa Keadialan Yang Hidup Dalam Masyarakat, (Depok: Prenadamedia Group,

2018) Cet. 1, h. 13

Page 69: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

56

B. Analisis Kedudukan Anak Angkat dalam Kewarisan Islam di Indonesia

1. Analisis Hukum Positif

Berdasarkan pertimbangan hakim dari tingkat pertama yang

mengabulkan gugatan anak angkat dan berhak mendapatkan bagian waris

dari harta para pewaris. dengan pertimbangan bahwa hakim menafsirkan

KHI Pasal 171 huruf (h) bahwa pengangkatan anak angkat tidak harus

dengan putusan pengadilan, yang penting adalah telah beralih tanggug

jawab pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak itu dari orang tua

kandung ke orang tua angkat sehingga anak iyu telah dierlakukan layaknya

anak kandung oleh orang tua angkatnya, maka telah terjadi pengangkatan

anak.

Hakim pada tingkat ini juga mempertimbangakan bahwa anak

angkatlah yang dari kecil tinggal bersama para pewaris, yang dirawat,

diasuh, dibiayai pendidikannya hingga besar, dan anak angkatlah yang

menjaga serta merawat para pewaris dari sakit hingga wafatnya.maka

terlihat bahwa anak angkat yang lebih banyak berkontribusi kepada para

pewaris, sebagaimana hal nya seperti anak kandungnya sendiri.

Oleh sebab itu majelis hakim tingkat pertama lebih mengkedepankan

aspek sosiologis. Dan ini sejalan dengan KHI Pasal 209 ayat 2 yang

menjelaskan bahwa “terhadap anak angkat ang tidak menerima wasiat diberi

wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua

angkatnya”.

Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi

hartanya sesuai dengan pesannya itu sepeninggalnya. Jadi, wasiat

merupakan tasaruf terhadap harta peninggalan yang akan dilaksanakan

setelah meninggalnya orang yang berwasiat, dan berlaku setelah perang

yang berwasiat meninggal dunia.14

Adapun wasiat wajibah adalah tindakan yang dilakukan oleh

penguasa atau hakim sebagai aparat negara yang mempunyai tugas untuk

memaksa atau memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang telah

14

Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris, Cet 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 237.

Page 70: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

57

meninggal, yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu.

Dikatakan wasiat wajibah, disebabkan karena dua hal, yaitu:

a. Hilangnya unsur ikhtiar pemberi wasiat dan munculnya unsur kewajiban

melalui peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan, tanpa

tergantung kepada kerelaan orang yang berwasiat dan persetujuan

penerima wasiat.

b. Adanya kemiripan dengan ketentuan pembagian harta warisan dalam hal

penerimaan laki-laki dua kali lipat bagian perempuan.15

Dalam hal ini hakim pada tingkat pertama sejalan dengan KHI,

walaupun anak angkat tidak masuk dalam status ahli waris dari orang tua

angkatnya, akan teteapi anak angkat yang ingin mendapatkan bagian harta

dari pewari bisa melalui jalur wasiat wajibah, dimana anak angkat yang

tidak diberi wasiat maka mendapatkan wasiat wajibah sebanyak-banyaknya

1/3 dari harta pewaris.

Penulis dapat meyimpulkan bahwa putusan tingkat pertama ini

sejalan dengan Undang-Undang dan juga sesuai dari aspek sosiologis.

Meskipun hakim pada tingkat pertama mengabulkan dengan dengan

pertimbangan hukumnya, sedangkan majelis hakim tingkat banding

membatalkan putusan hakim tingkat pertama dengan alasan, bahwa anak

angkat sebagai penggugat tidak memiliki legal standing, lantaran tidak ada

hubungan darah atau hubungan kewarisan dengan para pewaris , adapun

pertimbangan hukum hakim pada tingkat ini berdasarkan KHI pasal 171

huruf h yang berbunyi bahwa “anak angkat adalah anak yang dalam

pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya

beralih tanggung jawabnya dari orangtua angkatnya berdasarkan putusan

pengadilan” dengan landasan tersebut anak angkat tidak memiliki legal

standing karena tidak memiliki bukti berupa putusan pengadilan, dan anak

angkat tidak berhak mendapatkan bagian waris dari harta peninggalan para

pewaris.

15

Asyhari dan Djunaidi Abd. Syakur, Hukum Islam di Indonesia, Cet 2, (Yogyakarta:

Elhamra Press, 2003), h. 207.

Page 71: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

58

Dalam hal ini hakim di tingkat banding lebih mengkedepankan aspek

yuridis dan tidak melihat dari aspek sosiologis serta tidak berani

menafsirkan Undang-Undang dalam hal ini KHI Pasal 171 huruf (h) terkait

legalitas anak angkat dalam pengajuan hak waris.

Adapun putusan tingkat kasasi sejalan dengan putusan hakim tingkat

pertama yang mengakui anak angkat dan berhak mendapatkan bagian waris

dari harta pewaris dan dikuatkan dengan KHI Pasal 209 ayat (2) yang

berbunyi “terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

Oleh karena itu putusan tingkat pertama dan kasasi lebih sejalan dengan

konsep wasiat wajibah, dimana walau anak angkat tidak termasuk dalam

bagian ahli waris, akan tetapi anak angkat bisa menempuh jalur wasiat

wajibah.

2. Analisis Hukum Islam Melalui Mashlahah Mursalah

Muhammad Abu Zahrah, definisi maslahah mursalah adalah

بالإعتبار أو الإلغاء.ا أصل خاص لهقاصد الشارع الإسلمي وليشهد لملئمة لما لحصالما

Artinya: “segala kemaslahatan yang sejalan dengan tujuan-tujuan

syar„i (dalam mensyariatkan hukum Islam) dan kepadanya tidak ada dalil

khusus yang menunjukkan tentang diakuinya atau tidaknya.”16

Berbeda dengan rumusan di atas, Dr. Husain Hamid Hassan mendefinisikan

almashlahah al-mursalah sebagai berikut:

يندليل مع يرملة بغلجا فىه الشارع بر ت جنس اعتتح تىصلحة اللمرسلة ىي المصلحة المإن ا

Artinya: “Sesungguhnya al-mashlahah al-mursalah ialah maslahat

yang termasuk di dalam jenis yang diungkapkan asySyari' (Pembuat

Syariat) secara global tanpa adanya dalil yang jelas ...”17

16

Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, terj. Saefullah Ma‟shum, et al., Ushul Fiqih

(Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 9, 2005), h. 424. 17

Noorwahidah, “Esensi Al - Mashlahah Al – Mursalah Dalam Teori Istinbat Hukum

Imam Syafi'i”, Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin, h. 3.

Page 72: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

59

Dengan definisi tentang maslahah mursalah di atas, jika dilihat dari

segi redaksinya nampak adanya perbedaan, tetapi dilihat dari segi isi pada

hakikatnya ada satu kesamaan yang mendasar, yaitu menetapkan hukum

dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan dalam Alquran maupun al-

sunnah, dengan pertimbangan untuk kemaslahatan atau kepentingan hidup

manusia yang bersendikan pada asas menarik manfaat dan menghindari

kerusakan.

Dari pendapat ulama yang berkaitan tentang mashlahah mursalah,

jika penulis kaitkan dengan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatandan

di tangkat kasasi, penulis cermati bahwa dasar dari penetapannya sudah

tepat dalam mengambil kesimpulan hukum, dan sudah sesuai dengan kaidah

mashlahah mursalah. Karena anak angkatlah yang tinggal bersama pewaris,

dan merawat orang tua angkatnya dikala sakit hingga wafatnya,dan anak

angkat lebih banyak kontribusinya di dalam kehidupan para pewaris.

Dalam pandangan lain putusan pada tingkat banding dengan

membatalkan putusan tingkat pertama dan anak angkat tidak ada hak untuk

mendapatkan bagian dari harta peninggalan para pewaris,menurut penulis

hakim pada tingkat ini keliru dalam mengambil keputusanya tanpa melihat

dari aspek sosial dan keadilan serta putusan ini tidak sejalan dengan

mashlahah mursalah. Sehingga tidak memeberikan kemashlahatan bagi anak

angkat.

Page 73: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kedudukan anak angkat dalam hukum waris, secara hukum waris anak

angkat memang tidak termasuk sebagai ahli waris dari orang yang meninggal,

akan tetapi anak angkat yang ingin mendapatkan bagian waris dari harta

peninggalan pewaris tidak bisa ditempuh dengan mekanisme hukum waris

melainkan bisa ditempuh melalui wasiat wajibah yang terdapat di dalam KHI

Pasal 209 ayat (2) bahwa “terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat

diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua

angkatnya.

2. Penenetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Nomor:

2810/Pdt.G/2013/PA.JS dan Mahkamah Agung Nomor: 175 K/Ag/2016 sudah

mencerminkan keadilan bagi anak angkat dengan menetapkan anak angkat

berhak mendapatkan wasiat wajibah, hal ini berkesuaian dengan teori wasiat

wajibah dan terdapat banyak kemashlahatan bagi penggugat dan para ahli

waris lainnya,

B. Saran-Saran

Hendaknya kepada para hakim Pengadilan Agama dan Pengadilan

Tinggi Agama maupun Mahkamah Agug lebih teliti dan berhati-hati dalam

menentukan anak angkat, para hakim harus bersifat realistis dan berlogika

tinggi dalam memahami sebuah kasus.Para hakim dalam memutuskan putusan

perlu memperhatikan faktor yang seharusnya diterapkan yaitu: keadilan,

kepastian hukumnya dan kemanfaatannya.

Page 74: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

61

DARFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Bandung: Akademika

Pressindo, 2010

Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: PTIK, 2016

Achmad, M. F, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2015

Afwi, M. R., Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Positif dan

implementasiya Di Pengadilan Agama. 31, 2011

Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak Di

Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, 2010

al-Zuhaili, W, Al-fiqh al-islami wa adilatuhu. Beirut: Dar al- fikr al-Mu‟asir, 1997

Amirin, T. M., Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1995

ar-Rifa‟I, M. N., Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta:

Gema Insani, 2000

Djaelani, A. Q., Keluarga Sakinah. Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1995

Echols, J. M., An English-Indonesian Dictionary. 13, 2010

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Wali, 2010

Fauzan, A. K., Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia (p.

12). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008

Ghozali, A. R., Fiqh Minakahat. Jakarta: Kencana, 2003

Hamka, Tafsir Al Azhar. Surabaya: Pustaka Islam, 1983

Heriawan, M, Pengangkatan Anak Secara Langsung Dalam Perspektif

Perlindungan Anak. Jurnal Katalogis, 2017

Page 75: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

62

Ibrahim, J., Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayu

Media Publishing, 2006

Koesnan, R., Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia. Bandung: Sumur,

2005

Kuswanto, Implementasi Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat Perspektif Teori

Keadilan John Rawis. 1, 2005

Mahjuddin, Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam. In Masail Al-Fiqh (p. 96).

Jakarta: Kalam Mulia, 2012

Mahjuddin, M. A.-F.-k, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama.

Jakarta: Kencana, 2008

Muhdlor, A. A., Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya

Grafika, 1999

Nasional, D. P., Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2008

Nursulistyani, D. F., Analisis Yuridis Perkara Gugatan Waris Dalam Putusan

Nomor. 341?Pdt.G/2016/PA.Kab.Mn di Pengadilan Agama kabupaten

Madiun, 2018

Pasalbessy, J. D., Implementasi Hak-Hak Anak di Indonesia (Kajian Terhadap

Usaha Perlindungan Anak Korban Kekerasan Selama Konflik di Maluku).

Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Hukum 4.1, 2015

Poerdawarminta., Kamus Hukum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

psikologis., H. a. (n.d.), 1976

Qardhawi, Y, Halal dan Haram Dalam Islam. Surakarta: Era Intermedia, 2005

Ramadhani, R, Pengaturan Wasiat Wajibah Teradap Anak Angkat Menurut

Hukum Islam. Lex et Societatis, 55, 2015

Rohmah, G. K. (n.d.). Pertimbangan Hakim Dalam Penyelesaian Pembagian

Waris.

Page 76: KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM KEWARISAN ISLAM DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52157/1/MUHA… · Muhammad Romdoni. Nim 11150440000133. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

63

Septiawan. (n.d.). Pembagian Harta Waris Anak Bungsu di Desa Upang Marga

Kecamatan Air Salek Kabupaten Banyuasin Ditinjau Dari Fiqh Mawaris.

Sirait, E. I, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembagian Warisan

Adata Batak Toba, 2018

Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986

Suharto, Hak Waris Anak Angkat Menurut Hukum Islam Di Indonesia. Isti‟dal:

Jurnal Studi Hukum Islam, 110, 2014

Sy, M. (n.d.). Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama.

Syaltut, M, Al- Fatawa. Mesir: Dar al Syuruk, 1991

Syarifuddin, A, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antar Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan . Jakarta: Kencana, 2007

Taneko, S. S, Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali, 1986

Tumuhury, H. A, Tinjauan Tentang Hak Waris Anak Angkat Terhadap Harta

Warisan Menurut Kompilasi Hukum Islam. Legal Pluralism, 2013

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, 1984

Yanggo, H. T, Pengangkatan Anak Dalam Hukum Islam. Jakarta: Suara Uidilag,

2007

Zaini, M, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. Jakarta: Sinar Grafika,

2002