kedisiplinan siswa sma ditinjau dari religiusitas · 2020. 4. 22. · yang baik sehingga dapat...
TRANSCRIPT
KEDISIPLINAN SISWA SMA DITINJAU DARI RELIGIUSITAS
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program studi Strata 1 pada
Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi
Oleh :
IFFA NABILA FAUZIA
F100142010
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
KEDISIPLINAN SISWA SMA DITINJAU DARI RELIGIUSITAS
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedisiplinan siswa SMA ditinjau
dari religiusitas. Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Populasi penelitian yaitu
siswa SMA kelas XII di MA X tahun ajaran 2018/2019 yang berjumlah 195 siswa
yang terdiri dari 8 kelas, sedangkan sampel penelitian berjumlah 83 siswa yang
diambil dengan teknik cluster random sampling. Metode pengumpulan data
menggunakan Skala Kedisiplinan dan Skala Religiusitas. Data dianalisis dengan
teknik korelasi Product Moment, berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai
koefisien korelasi (rx2y)=0,702 dengan sig (1-tailed)= 0,000 (p<0,01) yang berarti
ada hubungan positif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan kedisiplinan
siswa SMA. Sumbangan efektif antara religiusitas dengan kedisiplinan siswa SMA
sebesar 49,3% sedangkan 50,7% dipengaruhi oleh faktor yang lain. Dari hasil
penelitian ini juga diketahui bahwa kedisiplinan siswa memiliki rerata yang tergolong
tinggi dan religiusitas memiliki rerata yang tergolong sangat tinggi.
Kata Kunci : Kedisiplinan, siswa SMA, Religiusitas
Abstract
The purpose of this research was to know the discipline of senior high school students
in terms of religiosity. The research method that has been used was quantitative. The
submitted hypothesis was, there was a positive relation between thereligiosity with
discipline of senior high school student. The population of the research was students
from 12th grade of senior high school in MA X, 2018-2019, which total 195 students,
consist of 8 classes, meanwhile the sample research of 83 students was used cluster
random sampling method. The data accumulation method used discipline’s scale and
religiosity’s scale. Based on analysis result using correlation technique of Person’s
Product Moment, obtained the value of coefficient of correlation (rxy)=0.702 with sig
(1-tailed)= 0.000 (p<0.01). It showed there was a positive relation which very
significant betweenreligiosity with senior high school student’s discipline, it means
the higher the religiosity level, the higher thestudents’ discipline they have,
otherwise, the lower thereligiositylevel, the lower the students’ discipline they have,
thus the hypothesis in this research was acceptable. Efficiency of contribution of
religiosity with student’s discipline through was about 49.3%, while, 50.7% was
effected by other factors. From the result of this research was known if the subjects’
discipline level on the average was classified as high, and the religiosity was
classified very high.
Keywords: discipline, Senior High School Students, religiosity
2
1. PENDAHULUAN
Menurut teori perkembangan moral Hurlock (1995), masa remaja berada pada fase
kedua yaitu perkembangan konsep moral. Pada fase ini, kode moral anak sudah mulai
terbentuk, namun dapat berubah apabila mereka harus tunduk pada tekanan social
yang kuat, sehingga akan mengakibatkan perubahan yang melibatkan pergeseran
dalam penekanan. Umumnya, pergeseran ini akan mengarah kepada moralitas
kelompok social orang dewasa atau moralitas konvensional. Kode moral yang masih
mengalami perkembangan menuju kedewasaan sehingga belum terbentuk dengan
matang membutuhkan pengarahan nilai moral pada pelaku pelanggaran. Terkadang
remaja melakukan pelanggaran-pelanggaran contohnya dalam hal kedisiplinan.
Ketidak disiplinan telah menjadi budaya di negara seribu pulau ini. Keluarga
yang kurang menerapkan nilai-nilai disiplin akan mencetak kultur tidak disiplin
kepada anak-anaknya. Begitu seterusnya, anak-anak yang tidak disiplin akan
melahirkan generasi-generasi yang tidak disiplin sehingga memperkuat perilaku
masyarakat yang tidak disiplin (Sudewo, 2011).Rusyan (2014)menjelaskan disiplin
merupakan suatu perbuatan yang dilakukan sebagai bentuk upaya meningkatkan
karakter anak bangsa. Melalui sikap disiplin anak bangsa, berbagai kegiatan akan
menjadi lebih tertib serta terarah sehingga dapat mencapai tujuan negara yang
diharapkan.
Lebih lanjut,Hurlock (1995) menyatakan bahwa disiplin terdiri dari empat
unsur, yaitu peraturan, hukuman, penghargaan. Sikap disiplin menurut Tu’u (2004),
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah teladan perbuatan, lingkungan
berdisiplin belajar dan latihan berdisiplin belajar. (Maingi, Mulwa, Maithya dan
Migosi, 2017) menambahkan bahwa fasilitas fisik sekolah juga mempengaruhi sikap
disiplin.
Liputan 6 Pagi SCTV, pada hari Sabtu, 13 Agustus 2016 melansir,siswa
berinisial AN terpaksa dikeluarkan dari sekolahnya karena siswa tersebut selalu
membawa mobil ke sekolah yang bertentangan dengan peraturan Bupati Purwakarta.
Sebelumnya pihak sekolah sudah memberi teguran, namun siswa yang tidak memiliki
3
SIM tersebut masih membawa kendaraannya. Pertimbangan mengeluarkan AN dari
sekolah juga berdasarkan beberapa pelanggaran tata tertib lain yaitu membawa uang
saku 200 ribu per harinya dan pacarnya yang alumnus sering datang ke sekolah untuk
menjemputnya (Liputan6.com, 2016).
Wawancara singkat telah dilakukan peneliti sebagai penelitian awal dengan
salah satu siswi berinisial UA di salah satu pesantren di Sukoharjo. UA mengaku
telah melanggar peraturan lebih dari 3 kali dalam sepekan, yaitu melanggar peraturan
di sekolah seperti terlambat ke sekolah dan tidak memakai seragam sesuai dengan
aturan yang berlaku. UA menjelaskan alasannya yang berawal dari mendesak dan
alasan lainnya yaitu melihat teman dan kakak kelasnya melanggar peraturan.
Wawancara juga dilakukan dengan AF, salah satu siswi di pesantren tersebut. AF
merasa peraturan yang berlaku di pesantren banyak sekali baik dari peraturan sekolah
maupun peraturan di asrama. AF mengaku klasifikasi yang dimilikinya saat ini telah
mencapai B2. AF menjelaskan alasannya yaitu merasa bosan dengan kegiatan serta
banyaknya peraturan yang berlaku di pesantren tersebut.
Berbagai macam pelanggaran yang dilakukan oleh siswa mulai dari
membolos, tawuran, menyontek saat Ujian Nasional dan sebagainya menunjukkan
bahwa belum maksimalnya kinerja dari para lembaga penegak disiplin dan fungsi
peraturan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Apabila fenomena-fenomena diatas
dikaitkan dengan agama, hal ini menunjukkan bahwa agama dengan ajaran-ajaran
normatifnya belum teraktualisasi dengan baik.Rahmah (2014) berpendapat bahwa
individu dengan tingkat religiusitas tinggi berarti memiliki hubungan dengan Tuhan
yang baik sehingga dapat berpengaruh kepada perilakunya dalam kehidupan sehari-
hari. Individu akan selalu merasa diawasi dan memikirkan konsekuensi dari setiap
perilaku yang tidak sesuai norma agama maupun yang berlaku di masyarakat.
Aviyah dan Farid (2014) menjelaskan religiusitas adalahinternalisasi nilai-
nilai agama akan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama dan kemudian
diaktualisasikan dalam perbuatan serta tingkah laku sehari-hari baik di dalam hati
maupun dalam ucapan. Ancok dan Suroso (2005) menyebutkan religiusitas dengan
4
istilah keberagamaan diwujudkan dalam berbagai kehidupan manusia, baik yang
menyangkut perilaku ritual (ibadah) atau aktivitas lain dalam kehidupannya yang
diwarnai dengan nuansa agama, baik yang nampak dan dapat dilihat oleh mata atau
yang tidak nampak (terjadi dalam hati manusia).
Glock dan Stark (dalam Ancok, 2005) membagi dimensi religiusitas menjadi
lima macam, yaitudimensi keyakinan (akidah), dimensi praktik agama (syariah),
dimensi penghayatan (akhlak), dimensi pengetahuan agama dan dimensi pengamalan
atau konsekuensi.Religiusitas menurut Thouless (2000), dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah faktor sosial, intelektual, pengalaman dan faktor yang
timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fajar Kurniawan dan Retno
Dwiyanti pada tahun 2013 mengenai Hubungan Religiusitas dengan Kontrol Diri
pada Anggota Intelkom Polres Cilacap menunjukkan ada hubungan antara religiusitas
dengan kontrol diri pada anggota Intelkom Polres Cilacap dengan r =0,529, dengan
taraf signifikansi 1% (0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa religiusitas seseorang
yang tinggi akan diikuti dengan kontrol diri yang baik. Rasa keagaaman yang dimiliki
tersebut dapat terefleksikan dalam perilakunya sehari-hari sehingga ia memiliki
kontrol diri yang baik.Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nur Lailatul Muniroh
pada tahun 2013 mengenai Hubungan antara Kontrol Diri dan Perilaku Disiplin pada
Santri di Pondok Pesantren dengan hasil rxysebesar 0,789 dan R2 sebesar 0,623
dengan p = 0.000, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kontrol diri
dan perilaku disiplin.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka peniliti menarik pertanyaan penelitian
“Apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kedisiplinan siswa SMA?”
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubunganantara religiusitas
dengan kedisiplinan siswa SMA, tingkat kedisiplian siswa SMA, tingkat religiusitas
siswa SMA dan mengetahui sumbangan efektif kedisiplinan siswa melalui
religiusitas.Hipotesis yang diajukan peneliti adalah ada hubungan positif antara
religiusitas dengan kedisiplinan siswa SMA.
5
2. METODE
Penelitian ini memiliki variabel tergantung Kedisiplinan dan variabel bebas
Religiusitas. Populasi penelitian yaitu siswa SMA kelas XII di MAX tahun ajaran
2018/2019 yang berjumlah 195 siswa yang terdiri dari 8 kelas yaitu kelas A-H.
Peneliti mengambil sampel 4 kelas (83 siswa) dengan menggunakan teknik cluster
randomsampling.
Pengumpulan data menggunakan skala yaitu Skala Kedisiplinan Siswa dalam
penelitian ini merupakan skala yang disusun oleh peneliti. Skala ini disusun
berdasarkan aspek-aspek kedisiplinan siswa yang dikemukakan oleh Hurlock (1995)
yang meliputi peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi. Skala Religiusitas
disusun oleh Palupi (2013) melalui indikator religiusitas yang diungkap oleh Glock
dan Stark (Ancok dan Suroso, 2005) meliputi keyakinan (aqidah), peribadatan atau
praktek beragama (syariah), penghayatan atau pengalaman, pengetahuan agama
(intelektual) dan pengamalan (akhlak).
Validitas dihitung menggunakan bantuan jasa program komputer paket SPSS
seri 16. Hasil perhitungan validitas skala kedisiplinan dari 34 item memiliki koefisien
validitas yang berkisar antara 0,040 sampai 0,762. Sedangkan hasil perhitungan
validitas skala religiusitas dari 35 aitem memiliki koefisien validitas yang berkisar
antara 0,212 sampai 0,605. Reliabilitas skala dihitung dengan teknik Alpha Cronbach
untuk mengetahui koefisien reliabilitas (ɑ). Kedua skala tergolong reliable dengan
nilai ɑkedisiplinan siswa = 0,889 (34 aitem) dan ɑ skala religiusitas = 0,891 (35
aitem)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji normalitas datavariable kedisiplinan memperoleh signifikansi
sebesar (p)=0,200 (p>0,05) dan variable religiusitas memperoleh signifikansi sebesar
(p)=0,200 (p>0,05) maka kedua data tersebut berdistribusi normal. Hasil uji linieritas
menunjukkan nilai p = 0,554 ( p > 0,05), dengan demikian hubungan antara variabel
religiusitas dengan kedisiplinan siswa SMA bersifat linier. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis korelasi Product Moment.
6
Tabel 1. Hasil uji Hipotesis
Variabel r Signifikansi
Religiusitas dengan kedisiplinan siswa 0,702 0,000
Berdasarkan hasil analisis,maka diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar
rxy= 0,702 dengan sig (1-tailed) = 0,000 (p < 0,01) yang menyatakan bahwa
religiusitas dengan kedisiplinan siswa SMA memiliki hubungan positif yang sangat
signifikan. Hipotesis yang diajukan peneliti yang berbunyi terdapat hubungan positif
antara religiusitas dengan kedisiplinan siswa SMA, dengan demikian diterima. Hasil
penelitian ini menunjukkan hubungan antar variable berbanding lurus dan searah.
Semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin tinggi kedisiplinan siswa begitu
pula sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas maka semakin rendah tingkat
kedisiplinan yang dimiliki siswa.
Hurlock (1995) bahwasannya disiplin merupakan sikap perilaku yang
terbentuk dari kebiasaan – kebiasaan seseorang terhadap lingkungan. Disiplin
memenuhi beberapa kebutuhan yaitu rasa percaya diri, motivasi, kebahagiaan dan
pengendalian perilaku. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja
adalah mempelajari apa yang dihadapkan kelompok dari padanya dan kemudian
membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan social tanpa terus dibimbing,
diawasi, didorong dan dihukum seperti yang dialami pada masa kanak-kanak. Remaja
diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus di masa kanak-
kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode
moral yang selanjutkan dijadikan sebagai pedoman bagi perilakunya. Beberapa
remaja bahkan melengkapi kode moral mereka dengan pengetahuan yang diperoleh
dari pelajaran agama.
Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sarwono
(1999) yang mengatakan bahwa factor agama mempengaruhi perilaku seseorang,
termasuk kedisiplinan. Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi akan
berperilaku sesuai dengan pertimbangan nilai-nilai agama yang diyakininya, yang
7
kemudian terwujud dalam perilaku atau sikap disiplin. Drajad (1997) mengatakan
bahwa agama mempunyai peranan penting dalam pembinaan kedisiplinan. Apabila
dihadapkan pada suatu dilemma, seseorang akan menentukkan sikap berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan nilai-nilai moral dan kedisiplinan yang diterapkan dalam
dirinya yang berasal dari agama.
Sebagaimana dimensi religiusitas, dimensi pengalaman menekankan sejauh
mana implikasi ajaran agama mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan
sehari-hari. Rahmah (2014) bahwa individu dengan tingkat religiusitas tinggi berarti
memiliki hubungan dengan Tuhan yang baik dan akan berpengaruh kepada tingkah
lakunya dalam kehidupan sehari-hari karena selalu merasa diawasi dan memikirkan
konsekuensi dari setiap perilaku yang tidak sesuai norma agama maupun yang
berlaku di masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa religiusitas dengan kedisiplinan
siswa SMA memiliki hubungan positif yang sangat signifikan. Hal ini sesuai dengan
hasil temuan Fajar Kurniawan dan Retno Dwiyanti pada tahun 2013 mengenai
Hubungan Religiusitas dengan Kontrol Diri pada Anggota Intelkom Polres Cilacap
menunjukkan ada hubungan antara religiusitas dengan kontrol diri pada anggota
Intelkom Polres Cilacap dengan r = 0,529, dengan taraf signifikansi 1% (0,01). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa religiusitas seseorang yang tinggi akan diikuti dengan
kontrol diri yang baik. Rasa keagaaman yang dimiliki tersebut dapat terefleksikan
dalam perilakunya sehari-hari sehingga ia memiliki kontrol diri yang baik.
Sumbangan efektif variabel religiusitas diberikan pada variabel kedisiplinan
sebesar 49,3% sehingga masih terdapat 50,7% faktor lain yang mempengaruhi tingkat
kedisiplinanyang dimiliki subjek. Faktor-faktor tersebut antara lain teladan perbuatan
yaitu pengaruh perbuatan dan tindakan dari apa yang dilihat dan didengar, lingkungan
berdisiplin belajar yaitu lingkungan sekitar siswa berdisiplin belajar baik, maka siswa
tersebut dapat berdisiplin baik pula dan begitu pun sebaliknya, latihan berdisiplin
belajar yaitu proses latihan dengan cara mengubah kebiasaan dapat mencapai serta
membentuk sikap disiplin dalam diri siswa (Tu’u, 2004) dan fasilitas fisik sebagai
8
salah satu strategi untuk menciptakan iklim sekolah yang sehat (Maingi, Mulwa,
Maithya dan Migosi, 2017).
Hasil analisis menyebutkan bahwa variabel kedisiplinan memiliki rerata
empirik (RE) sebesar 107,90 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 85 yang berarti tingkat
kedisiplinan siswa tergolong tinggi. Hasil perhitungan frekuensi dan prosentase,
diketahui dari 83 subjek terdapat 32,5% (27 orang) memiliki tingkat kedisiplinan
sedang, 54,2% (45 orang) memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi dan 13,3% (11
orang) memiliki tingkat kedisiplinan yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
prosentase terbanyak terdapat pada posisi tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa
tingkat kedisiplinan siswa SMA di MA X termasuk tinggi karena mampu memenuhi
aspek-aspek dari kedisiplinan yang dikemukakan oleh Hurlock (1995) meliputi
peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi. Hasil analisis yang menunjukkan
tingkat kedisiplinan siswa tergolong tinggi tidak sesuai dengan hasil wawancara
peneliti dengan guru dan siswa yang menunjukkan banyak siswa yang melanggar
peraturan meskipun telah diberi sanksi oleh bagian bimbingan dan penyuluhan (BP).
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya subjek penelitian
melakukan Faking Good atau kurang jujur dalam manjawab skala. Azwar (2012)
menyampaikan beberapa kelemahan penggunakan skala psikologi diantaranya yaitu
sedikit banyak dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak relavan seperti suasana
hati subjek, gangguan kondisi dan situasi sekitar. Lebih lanjut, Azwar (2012)
menjelaskan faktor lainnya yaitu pengukuran psikologi terdapat lebih banyak sumber
eror. Saat pengambilan data pada siswa putra diwakilkan oleh salah satu guru
sehingga peneliti tidak dapat memastikan subjek membaca dan memahami setiap
pernyataan dengan teliti dan cermat.
Hasil analisis menyebutkan bahwa variabel religiusitas memiliki rerata
empirik (RE) sebesar 121,57 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 87,5 yang berarti
tingkat religiusitas siswa tergolong sangat tinggi. Hasil perhitungan frekuensi dan
prosentase, diketahui dari 83 subjek terdapat 6,0% (5 orang) memiliki tingkat
religiusitas sedang, 44,6% (37 orang) memiliki tingkat religiusitas yang tinggi dan
9
49,4% (41 orang) memiliki tingkat religiusitas yang sangat tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa prosentase terbanyak terdapat pada posisi sangat tinggi. Hal ini
dapat diartikan bahwa tingkat religiusitas siswa SMA di MA X termasuk tinggi
karena mampu memenuhi aspek-aspek dari religiusitas yang dikemukakan oleh Glock
dan Stark (Ancok dan Suroso (2005) meliputi aspek keyakinan (akidah), aspek
peribadatan atau praktek beragama (syariah), aspek pengetahuan agama (intelektual),
aspek pengamalan (akhlak).
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah penelitian
hanya dilakukan pada satu sekolah di Sukoharjo, peneliti juga kurang tepat dalam
memilih tempat penelitian yang mana penelitian ini dilakukan di pondok pesantren
yang merupakan lembaga pendidikan formal bernuansa religi, yang mana siswa
siswinya diharapkan menerapkan nilai-nilai religi dalam kehidupan sehari-hari agar
memiliki religiusitas yang tinggi dibandingkan dengan siswa siswi di sekolah umum.
Selain itu, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel cluster random
sampling sehingga subjek penelitian yang dipakai hanya terbatas pada sebagian kelas
XII.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Terdapat hubungan yang positif yang sangat signifikan antara religiusitas
dengan kedisiplinan siswa SMA. Hasil tersebut ditunjukkan dengan nilai
r=0,702, (p)=0,000;(p)<0,01 yang menunjukkan semakin tinggi tingkat
religiusitas maka semakin tinggi tingkat kedisiplinan siswa, begitu pula
sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas semakin rendah tingkat
kedisiplinan yang dimiliki siswa.
2. Subjek penelitian memiliki tingkat kedisiplinan yang tergolong tinggi
3. Subjek penelitian memiliki tingkat religiusitas yang tergolong sangat tinggi
4. Sumbangan efektif variable religiusitas terhadap kedisiplinan sebesar 49,3%.
Hal ini berarti ada 50,7% factor lain yang mempengaruhi kedisiplinan siswa
10
yang tidak diteliti oleh peneliti seperti teladan perbuatan, lingkungan
berdisiplin belajar, latihan berdisiplin belajar dan fasilitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Amoah, Samuel Asare, dkk. (2015). Managing school discipline: the students' and
teachers' perception on disciplinary strategies. British Journal of Psychology
Research Vol.3, No.2, pp. 1-11
Ancok, D. S. (2005). Psikologi Islami. Jakarta: Pustaka Belajar.
Aviyah, E. F. (2014). Religiusitas, Kontrol Diri dan Kenakalan Remaja. Persona,
Jurnal Psikologi Indonesia, !26-129.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaplin, J. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Drajad, Z. 1997. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta. Rajawali Pres.
Ehiane, O. Stanley. (2014). Discipline and academic performance (a study of selected
secondary schools in Lagos, Nigeria).International Journal of Academic
Research in Progressive Education and Development January 2014, Vol. 3,
No. 1.
Ferri, R. (2016, Februari 24). 17 Pelajar Tertangkap Membolos di Jam Sekolah.
Dipetik Oktober 11, 2017, dari http://tribunjogja.com.
Fitria, E. (2016). Hubungan konsep diri dan religiusitas dengan disiplin siswa
madrasah aliyah swasta Lab IKIP Al Washiliyah Medan tahun ajaran 2013-
2014. Vol. 2 No. 1.
Hadi, S. (2015). Metodologi Riset . Yogyakarta : Pustaka Pelajar .
Hurlock, E. (2005). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga.
Jalaludin, R. (2002). Psikologi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kambuaya, C. (2013). Pengaruh motivasi, minat, kedisiplinan dan adaptasi diri
terhadap prestasi belajar siswa peserta program afirmasi pendidikan menengah
asal papua dan papua barat di kota bandung. Social Work Jurnal . Volume 5
nomor 2 Halaman 106-208.
11
Kurniawan. (2017). Hari pertama sekolah, ratusan siswa baru smkn 2 dipangkas
rambutnya. Dipetik Juli 18, 2017, dari http//Solopos..com
Kurniawan, F., Dwiyanti, R. (2013). Hubungan religiusitas dengan kontrol diri pada
Anggota Intelkom Polres Cilacap. Jurnal Psycho Idea No.1.
Landmann, Alexandra.(2013).The study of religion – thoughts on approaches.Journal
of Religious Culture No.177.
Liputan6. (2016, Agutus 13). Siswa sma di purwak.arta dikeluarkan karena bawa
mobil\. Dipetik Oktober 11, 2017, dari http://Liputan6.com.
Maingi, Dominic. (2017) Influence of school physical facilities on students' discipline
in public secondary schools in makueni county, kenya. American Journal of
Education and Learning Vol. 2, No.1, 34-42, 2017.
Manz, C. C. (2007). Management Emosi. Yogyakarta: Think Press.
Muniroh, Nur Lailatul. (2013). Hubungan antara kontrol diri dan perilaku disiplin
pada santri di Pondok Pesantren. Skripsi.
Nuandri, V. T. (Agustus 2014). Hubungan antara sikap terhadap religiusitas dengan
sikap terhadap kecenderungan perilaku seks pranikah pada remaja akhir yang
sedang berpacaran di Universitas Airlangga Surabaya. Jurnal Psikologi
Kepribadian dan Sosial, 61 - 67.
Palupi, A.O. (2013). Pengaruh religiusitas terhadap kenakalan remaja pada siswa
kelas VIII SMP Negeri 02 Slawi Kabupaten Tegal. Skripsi.
Prijodarminto, Soegeng. (2004). Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: Pradnya
Paramita
Pujawati, Z. (2016). Hubungan kontrol diri dan dukungan orang tua dan perilaku
disiplin santri pada santri di Pondok Pesantren Darussa'adah Samarinda.
eJournal Psikologi, 228-229.
Rahmah, H. N. (2014). Hubungan religiusitas dengan kepuasan pernikahan. Jurnal
Psikologi Ubhara.
Rakhmat. (2003). Psikologi Agama : Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan.
12
Ridarineni, N. (2017, Juli 07). BNNP : Kasus narkotika pelajar-mahasiswa diy
tertinggi. Dipetik Oktober 11, 2017, dari http://Republika.co.id.
Rustam. (2016). Perilaku pacaran mahasiswa muslim. Jurnal Penelitian: Medan
Agama.
Rusyan, H. T. (2014). Membangun Disiplin Karakter Anak Bangsa. Jakarta: PT.
Pustaka Dinamika.
Santrock, J. W. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta Selatan: Salemba Humanika.
Sari, N. (2016, Juli 18). Hari pertama masuk sekolah, belasan siswa sman 3 datang
terlambat. Dipetik Oktober 11, 2017, dari http://kompas.com.
Sarwono, S.W. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta. Rajawali
Setijaningsih, T. W. (Mei 2015). Gaya berpacaran remaja di sekolah menengah atas
katolik. Jurnal informasi kesehatan indonesia (jiki), volume 1, no. 1, 83 - 88.
Shinta, P. D. (Januari 2015). Perilaku seksual pacaran remaja di wilayah puskesmas.
Jurnal kesehatan masyarakat vol.3 no.1.
Somayeh, Ghorbani. (2013). Investigating the effect of positive discipline on the
learning process and its achieving strategies with focusing on the students'
abilities. International Journal of Academic Research in Business and Social
Sciences May 2013, Vol. 3, No. 5.
Sudewo, E. (2011). Character Building Menuju Indonesia Lebih Baik. Jakarta
Selatan: Republika.
Suharsa, H. (Apr – Jun 2016). Perilaku seksual remaja pada siswa sekolah menengah
atas. Jurnal Lingkar Widyaiswara Edisi 3 No. 2, 32 - 43.
Supriyanto, Sani, A., & Machfudz, M. (2010). Metodologi Riset: Manajemen
Sumberdaya Manusia. Malang: UIN-Maliki Press.
Taufiqqurahman. (2016, April 05). Serikat Guru : Jual beli dan mencontek jawaban
un masih marak. Dipetik Oktober 11, 2017, dari http://detiknews.com.
Temitayo, Oilan., Nayaya, Mohammed A., Lukman, Ajibola A. (2013). Management
of disciplinary problems in secondary schools: jalingo metropolis in focus.
Global Journals Inc. (USA)Volume 13 Issue 14 Version 1.0 Year 2013.
13
Thouless, R. (2000). Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Tu'u, T. (2004). Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: PT.
Grasindo.
Widhiarso, W. (2010). Prosedur Pengujian validitas isi melalui indeks rasio validitas
isi CVR. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Widjaja, N.F. (2013). Uji validitas dan reliabilitas index of teaching stress (ITS).
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2.
Wikanjati, A. &. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
Wisnuwardhani, D. &. (2012). Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika.
Zainal, H. (2015). UN SMP, Siswa menyontek hingga tukar lembar jawaban. Dipetik
Mei 05, 2015, dari https://daerah. sindonews.com.
Zubaedah, S. (2015). Penerapan strategi self management dalam meningkatkan
disiplin anak usia dini. Jurnal Pendidikan Anak, Vol.1 No.2.