kecerdasan spiritual dalam perspektif al...
TRANSCRIPT
i
KECERDASAN SPIRITUAL DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN SURAT AN-NAHL AYAT 78
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S. Pd.)
Oleh:
Annisa Destyaningrum
23010-15-0108
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2019
ii
iii
KECERDASAN SPIRITUAL DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN SURAT AN-NAHL AYAT 78
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S. Pd.)
Oleh:
Annisa Destyaningrum
23010-15-0108
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2019
iv
v
vi
vii
MOTTO
“Dari Syaddad Ibn Aus, dari Rasulullah saw.
Bersabda: orang cerdas adalah orang yang
merendahkan dirinya dan beramal untuk persiapan
sesudah mati”
(H.R. At-Tirmidzi)
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Proses penyelesaian skripsi ini tidak
hanya kerja keras dan usaha penulis, namun kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Muhamad Mustafid dan Ibunda Sri
Hariyanti. Yang telah merawat dengan kasih sayang, mendidik putrinya dengan
tulus dan ikhlas, memotivasi saya ketika saya sedang ngedown, memberikan
nasehat dan dukungan di setiap langkahku, serta selalu mendo’akan penulis
dalam setiap sujud dan doanya.
2. Kedua adikku yang selalu memberikan canda dan tawa kebahagiaan dalam setiap
lelahku, serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan
sehingga saya dapat sampai pada titik ini.
3. Kepada Abah Kyai Muhsoni dan Ibu Nyai Mir’atul serta para guru di pondok
Bina Insani yang tak kenal lelah untuk memberi motivasi kepada penulis sebelum
duduk di bangku kuliah.
4. Kepada Bapak Muh. Hafidz, M. Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama bimbingan, meluangkan
waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan memotivasi penulis dengan
sabar dan ikhlas hingga sampai terselesainya skripsi ini.
ix
5. Sahabatku alumni Pondok Pesantren Bina Insani yang selalu memberikan
motivasi kepadaku, dan selalu memberikan semangat dalam setiap langkah ku.
6. Sahabat seperjuangan khususnya Jurusan PAI angkatan 2015, terima kasih untuk
memori yang kita rajut setiap harinya, atas tawa yang setiap hari kita miliki, dan
atas solidaritas yang luar biasa. Sehingga masa kuliah selama 4 tahun ini menjadi
lebih berarti.
7. Sahabatku Lina Khunnatun Nuroniyah yang selalu penulis repotkan dalam
menyelesaikan skripsi ini dan selalu memotivasi saya ketika merasa lelah, Siti
Aprilyanti sahabat penulis dari awal masuk di bangku perkuliahan sampai
sekarang ini yang telah sabar mendampingi penulis, serta Laelah Nur Hidayah,
Utami Dwi Ningrum, Risalatul Mu’arifah, Indah Suyaningsih dan sahabat-
sahabat lainnya yang tidak dapat saya tulis satu-persatu.
8. Teman-teman PPL SMK NEGERI 2 SALATIGA khususnya kelas PAI (Fadhil,
Arini, Liana, Evi, Ida, Maya, Aisyah, Danang, A’am, Efendi, Dan Wifaq) yang
mendampingi penulis dalam pengalaman mengajar, dan kelompok KKN posko
94 (Utami, Azizah, Eni, Umi, Ir’addin, dan Edi) yang telah memberikan
pengalaman baru selama mengabdi di masyarakat yang luar biasa.
9. Dan Almamaterku tercinta IAIN Salatiga.
x
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرمحن الرحيم
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur alhamdulillahi rabbil’alamin, penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang selalu memberikan nikmat, karunia, taufik, serta hidayah-Nya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Aspek
Kecerdasan Spiritual Dalam Perspektif Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 78.
Tidak lupa Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Agung Muhammad SAW. Sebagai suri tauladan terbaik beserta para Sahabat-Nya
dan semua penganut-Nya hingga akhir nyaman.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Mansur., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, mencurahkan pikiran dan berbagi
ilmu bahkan meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini
terselesaikan.
xi
5. Bapak Drs. Bahroni, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang dengan
sabar membimbing dan mengarahkan untuk selalu meningkatkan hasil belajar
dari semester satu sampai ke titik ini.
6. Bapak dan ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan serta
karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah sehingga
penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan S1.
7. Bapak, ibu, keluarga dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberi
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya para pembaca pada
umumnya. Aamiin.
Salatiga, 10 Mei 2019
Penulis
Annisa Destyaningrum
NIM. 23010-15-0108
xii
ABSTRAK
Destyaningrum, Annisa. 2019. Aspek Kecerdasan Spiritual Dalam Perspektif
Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 78 Tahun 2019. Skripsi, Salatiga: Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M. Ag.
Kata Kunci : Kecerdasan, Spiritual
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
penafsiran tentang kecerdasan spiritual yang terkandung dalam surat an-Nahl ayat 78
menurut beberapa ahli tafsir serta untuk mengetahui apa saja aspek kecerdasan
spiritual yang terkandung dalam surat an-Nahl ayat 78.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Analisis data menggunakan metode Tahlili. Sumber data dalam penelitian
ini berupa data yang diperoleh dari sumber-sumber literatur. Dan data tersebut dibagi
menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber yang diambil
dari al-Qur’an dan as-Sunnah, kitab-kitab Tafsir utamanya kitab tafsir surat an-Nahl,
sedangkan data sekunder adalah sumber data yang diambil dari buku-buku, jurnal,
dan tulisan lainnya berkaitan dengan tema yang dapat dijadikan referensi. Teknik
pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah berupa teknik
dokumentasi, mencari dan mengumpulkan data-data dari sumber primer maupun
sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) penafsiran tentang kecerdasan
spiritual yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 78 menurut beberapa ahli tafsir yaitu
salah satunya menurut tafsir Ibnu Katsir. Dalam tafsir ini dijelaskan bahwa Allah
SWT, menyebutkan karunia-Nya bahwa dengan penganugerahan tiga potensi seperti;
pendengaran, penglihatan dan hati manusia mampu melaksanakan penyembahan
kepada Tuhannya. Dengan akal itu manusia dapat membedakan di antara segala
sesuatu, mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya, dan dapat mendekatkan
diri melalui beribadah kepada Rabb nya tentang Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibu mu dengan tidak mengetahui sesuatu apapun, kemudian Allah memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur. (2) Aspek yang terkandung
dalam surat an-Nahl ayat 78 adalah (a). Aspek ruh; di dalam surat an-Nahl ayat 78
yang berbunyi ( لعلكم تشكرون)/ agar kamu bersyukur ini adalah perintah bersyukur
ada kaitannya dengan kecerdasan spiritual dalam aspek ruhani seseorang (b). Aspek
biologis; menjelaskan bahwa Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu mu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun (c). Aspek sosial; dalam perintah untuk
bersyukur dalam surat an-Nahl ini terdapat dalam aspek sosial.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN BERLOGO ii
HALAMAN LEMBAR LOGO iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESAHAN v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN vi
MOTTO vii
PERSEMBAHAN viii
KATA PENGANTAR x
ABSTRAK xii
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Kegunaan Penelitian 7
E. Metode Penelitian 7
F. Kajian Pustaka 9
G. Sistematika Penulisan 13
BAB II DESKRIPSI AYAT 15
A. Redaksi dan terjemah surat an-Nahl ayat 78 15
B. Gambaran umum surat an-Nahl ayat 78 14
C. Kosa-kata (mufrodat) 17
D. Isi kandungan surat an-Nahl ayat 78 21
1. Fitrah manusia 21
xiv
2. Potensi manusia 23
3. Konsekuensi bersyukur 24
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH 29
A. Asbabun Nuzul surat an-Nahl 29
B. Tema dan tujuan utama surat an-Nahl 32
C. Munasabah 34
1. Munasabah surat dengan surat 36
a. Hubungan surat an-Nahl dengan surat al-Hijr 36
b. Hubungan surat an-Nahl dengan surat al-Isra’ 38
2. Munasabah ayat dengan ayat 39
BAB IV Aspek kecerdasan Spiritual dalam perspektif al-Qur’an surat an-Nahl ayat
78 42
A. Aspek Kecerdasan Spiritual 42
B. Penafsiran tentang kecerdasan spiritual yang terdapat dalam surat an-
Nahl ayat 78 menurut beberapa ahli tafsir 44
C. Aspek kecerdasan yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 78 64
BAB V PENUTUP 71
A. KESIMPULAN 71
B. SARAN 74
DAFTAR PUSTAKA 76
RIWAYAT HIDUP PENULIS
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan
yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara
utuh. Banyak sekali di antara kita yang saat ini menjalani hidup yang penuh
luka dan berantakan (Marshall, 2001:8).
Gambaran utuh kecerdasan manusia dapat dilengkapi dengan
perbincangan mengenai kecerdasan spiritual disingkat SQ. SQ yang saya
maksudkan adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lain. Bahkan, SQ adalah kecerdasan tertinggi kita yang berada di bagian
dalam diri kita, berhubungan dengan kearifan diluar ego atau pikiran sadar.
SQ adalah kesadaran yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai
yang ada, tetapi kita juga secara kreatif menemukan nilai-nilai yang baru
(Marshall, 2001: 3).
Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah “kecerdasan jiwa”. SQ adalah
kecerdasan yang membuat kita menjadi utuh, yang membuat kita bisa
mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktifitas, dan keberadaan kita.
2
SQ memungkinkan kita untuk mengetahui apa sesungguhnya diri kita dan
organisasi kita (Marshall, 2004: 180).
Secara etimologis, kecerdasan spiritual terdiri atas dua kata yaitu
kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan dalam bahasa inggris disebut sebagai
intelligensi dan dalam bahasa arab adalah az-Zaka artinya pemahaman,
kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu (Mudzakir, 2002: 318). Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, kecerdasan berasal dari kata cerdas yang artinya
sempurnanya perkembangan akal dan budi untuk berfikir, mengerti atau tajam
pikiran. Kecerdasan sendiri diartikan sebagai perihal cerdas yakni
kesempurnaan perkembangan akal budi seperti kepandaian dan ketajaman
pikiran (Pengembangan Bahasa, 1995: 164).
Kecerdasan Spiritual itu merupakan sesuatu yang sangat berhubungan
dengan kesucian hati, dan perilaku hati, yang kemudian muncul dalam sikap
yang menjadikan pribadi menjadi lebih mudah mengambil hikmah dan
pelajaran dari setiap kejadian yang menjadikan diri menjadi lebih ikhlas dan
bijaksana dalam bersikap sehingga menjadi pribadi yang lebih bahagia.
Kecerdasan Spiritual itu menyangkut kemampuan seseorang dalam
memberikan makna terhadap hal-hal yang terjadi pada kehidupannya,
termasuk kemampuan seseorang untuk merasakan kebahagiaan dalam situasi
apapun. Ia dapat mengambil hikmah dari segala yang menimpanya yang dapat
digambarkan, mengetahui dengan jelas apa pengaruh tindakan dirinya
terhadap orang lain (Tasmara, 2001: 82).
3
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa suara hati bersumber dari
perasaan terdalam manusia dan pusat manusia berada. Suara hati bersumber
dari kekuatan yang paling kuat dari diri manusia, yaitu hati. Hati menjadi
elemen penting dalam kecerdasan spiritual, bahkan pekik kecerdasan spiritual
justru terletak pada suara hati nurani. Kebenaran sejati, sebenarnya lebih
terletak pada suara hati nurani yang menjadi pekik sejati SQ, karenanya SQ
menyingkap kebenaran sejati yang lebih seiring tersembunyi di tengah hidup
yang serba palsu. Kecerdasan spiritual mengajak dan bahkan membimbing
seseorang menjadi diri yang genuine, yang asli dan autentik yang karenanya
selalu mengalami harmoni illahi kehadirat Rabbi. Pengalaman harmoni
spiritual kehadirat Tuhan dicapai dan sekaligus dirasakan dengan
menggunakan apa yang dalam mistik spiritual disebut sebagai mata hati. SQ
menyelami semua itu sebagai mata hati, karena mata hati dapat menyingkap
kebenaran hakiki yang tak tampak oleh mata (Sukidi, 2002: 26).
Hal ini sejalan dengan penjelasan M. Quraish Shihab, bahwa
“kecerdasan spiritual melahirkan kemampuan untuk menemukan makna
hidup, serta memperhalus budi pekerti” (Shihab, 2005: 136).
Ary Ginanjar Agustian, menyebutkan bahwa kecerdasan spiritual
adalah kemampuan untuk member makna ibadah terhadap setiap perilaku dan
kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju
manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik)
serta berprinsip hanya karena Allah (Agustian, 2001: 57).
4
Kecerdasan ini dilandasi oleh ketulusan, keikhlasan dan kebenaran
tanpa pamrih, yang sumber inspirasinya berasal dari Allah SWT. Dalam
psikologi ketuhanan, SQ kurang lebih nafsu al-Muthmainnah. Jiwa yang
damai dan tenang, yang bisa menjalin kontak spiritual dengan Ilahi Rabbi
(Sukidi, 2001: 139).
Seseorang dapat memberikan makna hidupnya dalam kapasitas apapun
yang dimilikinya. Seseorang tak perlu menunggu untuk mencapai kedudukan
atau pendidikan yang tinggi baru memberi makna kehidupannya, dengan kata
lain setiap orang berpeluang yang sama untuk memberi makna dalam
hidupnya apapun kapasitasnya. Seperti dikemukakan oleh Ary Ginanjar
Agustian, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan serta mampu
menyenergikan IQ, EQ, SQ secara komprehensif (Agustian, 2006: 47).
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat As-Sajdah ayat : 9
قليل ف ئدة والبصاروال السمع لكم وجعل صلروحه من فيه ن فخ و ىه سو ث
ماتشكرون
Artinya :”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam
(tubuh) nya ruh (ciptaan)-Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan, dan perasaan; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (As-
Sajdah: 9). (DepagRI, Al-Qur’an dan terjemahnya: 661).
Ayat di atas menunjukkan bahwa pada hakikatnya manusia sudah
dibekali ruh ketuhanan, ditiupkan ruh ketika masih dalam kandungan.
5
Kemudian ruh itu mengakui adanya Allah dan berjanji akan mengabdi
kepada-Nya. Selanjutnya disempurnakan bentuk tubuhnya, diberikan
pendengaran, penglihatan dan hati (perasaan).
Peniupan roh merupakan pertanda penting akan sisi spiritualitas
manusia, dan salah satu potensi penting dari bentuk spiritualitas itu adalah
kecerdasan (‘aql), yaitu kemampuan berfikir dan memahami yang dapat
menuntun manusia ke arah kehidupan yang lebih baik dalam koridor Tuhan
dan bersama dengan Tuhan (live in God and with God) (Iskandar, 2012: 38).
Islam mengajarkan, orang cerdas merupakan mereka yang mampu
mengapresiasi kehidupan itu sendiri, serta mencari tahu dan jawaban atas
berbagai persoalan kehidupan. Mereka itulah orang-orang yang berhasil
mengaktualkan kecerdasan spiritualnya secara optimal. Sehingga kecerdasan
yang dimilikinya membawa manfaat dalam kehidupan, dan itu sesuai dengan
konsep islam datang dibawa Rasulullah SAW. Sebagai rahmat seluruh alam
(Nataatmaja, 2002: 138).
Inti dari kecerdasan spiritual adalah pemahaman tentang kehadiran
manusia itu sendiri yang muaranya menjadi ma’rifat kepada Allah SWT.
Sementara dalam perspektif Islam, ma’rifat kepada Allah dinyatakan sebagai
puncaknya pengetahuan. Melalui ma’rifat manusia akan mengenal dirinya dan
dengan mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya (Mufron, 2013: 78).
Berbicara mengenai kecerdasan spiritual, yang mana kecerdasan
spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap
6
perilaku dan kegiatan yang berprinsip hanya karena Allah. Tentu banyak
sekali kandungan al-Qur’an mengenai aspek kecerdasan spiritual. Oleh karena
itu untuk mengetahui betapa pentingnya pendidikan dalam aspek kecerdasan
yang dimiliki seseorang, dengan itu penulis memfokuskan pada aspek
kecerdasan spiritual dalam surat An-Nahl dan penafsiran surat menurut
beberapa ahli tafsir tertentu. Dari situlah penulis tertarik untuk mengkajinya
dalam judul “KECERDASAN SPIRITUAL DALAM PERSPEKTIF AL-
QUR’AN SURAT AN-NAHL AYAT 78.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis
membatasi penelitian ini dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran kecerdasan spiritual yang terdapat dalam al-Qur’an
surat An-Nahl ayat 78 menurut beberapa ahli tafsir?
2. Apa saja aspek kecerdasan spiritual dalam perspektif al-Qur’an yang
terdapat dalam surat An-Nahl ayat 78.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran ahli tafsir terhadap kecerdasan
spiritual yang terkandung dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78.
2. Untuk mengetahui apa saja aspek kecerdasan spriritual yang terkandung
dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78.
7
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah
1. Dalam penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan
dalam studi tafsir.
2. Penelitian ini dapat dipergunakan oleh orang tua dalam mendidik anaknya
melalui berbagai cara dan metode yang sesuai dengan ajaran islam melalui
al-Qur’an.
3. Menambah wawasan terhadap aspek kecerdasan spiritual yang terkandung
dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78
E. Metode Penelitian
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa penelitian ini mengkaji tentang
penafsiran aspek kecerdasan spiritual dalam al-Qur’an surat an-Nahl. Jenis
penelitian yang dilakukan penulis adalah library research (kepustakaan) yaitu
kajiannya dilakukan dengan menelaah literatur atau penelitian yang
difokuskan pada bahan-bahan pustaka, berupa buku dan data-data tertulis
mengenai pembahasan yang berkaitan.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research), maka dari itu penulis perlu melakukan inventaris data baik
primer maupun sekunder, yang ada keterkaitannya dengan penelitian ini.
Data dalam penelitian ini berupa karya-karya tafsir, buku, artikel, jurnal
yang penulis jadikan referensi utama.
8
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh dari
sumber-sumber literatur. Dan sumber data tersebut dibagi menjadi dua,
yaitu primer dan sekunder. Sumber primer yang dimaksud adalah sumber
yang diambil dari al-Qur’an dan as-Sunnah, Kitab-Kitab Tafsir, utamanya
kitab tafsir surat an-Nahl.
Sedangkan sumber data sekunder yang dimaksud adalah sumber data
yang berupa buku-buku, jurnal dan tulisan lainnya yang berkaitan dengan
tema tersebut yang dapat dijadikan referensi. Seperti: Buku yang berjudul
SQ: Memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam berfikir integralistik dan
holistik untuk memaknai kehidupan, karya Danah Zohar dan Ian Marshall;
Buku yang berjudul Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan
Spiritual : Esq Berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam, karya Ary
Ginanjar Agustian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah berupa teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi maksudnya
adalah mencari dan mengumpulkan data-data dari sumber primer maupun
sumber sekunder yang kemudian dipilah-pilah dan dianalisis sesuai
penelitian. Untuk data primer menggunakan kitab atau buku Tafsir surat
an-Nahl ayat 78 seperti Kitab Tafsir Al-Maraghi, kitab Tafsir Al-Misbah
karya M. Quraish Shihab serta mengumpulkan data sekunder yang
9
berkaitan dengan permasalahan. Setelah data semuanya terkumpul
selanjutkan dilakukan penelaahan dan penafsiran yang sesuai dari ayat
yang dijadikan objek penelitian. Sehingga dapat diperoleh bahan-bahan
dan sumber data yang diperlukan.
4. Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan menggunakan
metode Tafsir Tahlili, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan menguraikan
secara detail kata demi kata, ayat demi ayat, dan surat demi surat dari awal
sampai akhir. yang telah diperoleh setelah dilakukannya pengumpulan
data dan penafsiran, sehingga diperoleh beberapa item terkait dengan hasil
penelitian, khususnya dalam pembahasan tentang aspek kecerdasan
spiritual yang terkandung dalam al-Qur’an surat an-Nahl.
Metode ini sangat penting perannya untuk membimbing umat ke jalan
yang benar sesuai dengan al-Qur’an. Hal itu karena metode ini membahas
ayat secara utuh dan mendalam berdasarkan suatu tema tertentu.
Disamping itu, metode ini sangat berperan dalam membentuk pemahaman
yang utuh terhadap ayat-ayat al-Qur’an serta menanggulangi
penyimpangan (Samsurrohman, 2014: 138).
F. Kajian Pustaka
Karya-karya mengenai kecerdasan spiritual telah banyak ditulis
dimulai dari tulisan buku-buku, jurnal, majalah, E-book, penelitian dan lain-
lain. Beberapa karya tersebut misalnya sebagai berikut:
10
Skripsi yang berjudul Peran Keluarga Dalam Membentuk Karakter
Anak (Telaah Surat an-Nahl Ayat 78). Karya Muhammad Khoirul Anwar
Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga jurusan Pendidikan Agama Islam. Dalam
penelitian ini menjelaskan bahwa peran keluarga yang terkandung dalam surat
an-Nahl ayat 78 memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak,
dengan mengoptimalkan potensi pada anak yakni pendengaran, penglihatan,
dan hati.
Buku karya Danah Zohar dan Ian Marshall yang berjudul SQ:
Memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam berfikir integralistik dan holistik
untuk memaknai kehidupan dalam karya ini dipaparkan bahwa kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu
kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara utuh. Kemudian melalui
penggunaan kecerdasan spiritual kita secara lebih terlatih dan melalui
kejujuran serta keberanian diri yang dibutuhkan bagi pelatihannsemacam itu,
kita dapat berhubungan kembali dengan sumber dan makna terdalam didalam
diri kita (Marshall, 2001: 15).
Buku karya Sukidi yang berjudul rahasia sukses hidup bahagia,
kecerdasan spiritual, mengapa SQ lebih penting daripada IQ & SQ. Dalam
bukunya dijelaskan bahwa hidup bahagia menjadi tujuan hidup kita semua,
hamper tanpa kecuali. Bahwa kecerdasan spiritual membimbing kita untuk
meraih kebahagian hidup hakiki (sukidi, 2002: 103).
11
Buku karya Ary Ginanjar Agustian dengan judulnya Rahasia sukses
membangun kecerdasan emosi dan spiritual : ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman
dan 5 Rukun Islam. Dalam karya ini konsep spiritualnya dihubungkan erat
dengan agama, khususnya iman. Disebutkan juga bahwa Tuhan menciptakan
roh dan sifat-sifatnya kedalam hati manusia. Atau dapat dikatakan bahwa
pengertian kecerdasan merupakan pola piker secara tauhidi, integralistik, serta
berprinsip hanya karena Allah (Agustian, 2001: 57).
Skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Telaah Al-
Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 13, Karya Yuliratini mahasiswa Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. Dalam penelitian ini,
menjelaskan mengenai hakikat manusia diciptakan laki-laki dan perempuan,
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku tidak lain agar mereka saling mengenal
dan saling menghargai antara manusia, islam adalah agama yang mengajarkan
nilai-nilai yang universal dengan tujuan untuk memberikan rahmat bagi alam
semesta, (rahmatan lil’alamin) sehingga terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang
mengajarkan tentang perdamaian, kasih saying, menghormati perbedaan, dan
lain sebagainya.
Skripsi yang berjudul Aspek Kecerdasan Spiritual (Telaah Surat
Luqman Ayat 12-19). Dalam penelitian ini, menjelaskan tentang aspek
kecerdasan spiritual yang terkandung dalam surat Luqman. Dan penafsiran
dalam surat Luqman melalui berbagai penafsiran ahli Tafsir yang menjelaskan
tentang aspek kecerdasan spiritual.
12
Skripsi yang berjudul Kewajiban Bersyukur Terhadap Karunia Allah
Dalam Surat An-Nahl Ayat 78, karya Uswatun Khasanah mahasiswa Fakultas
Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis. Dalam penelitian ini, menjelaskan tentang
signifikasi karunia Allah yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 78 dan
menjelaskan bagaimana manusia mensyukuri karunia atas nikmat yang telah
Allah berikan kepada nya. Dan dalam penulisan ini lebih memfokuskan
kepada bagaimana cara mensyukuri karunia yang telah dianugerahkan Allah
terhadap manusia.
Adapun skripsi ini, adalah membahas tentang aspek kecerdasan
spiritual yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 78. Penelitian ini lebih
diarahkan kepada pembahasan mengenai kecerdasan spiritual yang ada pada
surat tersebut, dan dikuatkan dengan beberapa penafsiran ahli tafsir. Dengan
itu penafsiran tentang aspek kecerdasan spiritual menurut beberapa ahli tafsir
dalam penelitian ini hanya sebagian dari penafsiran para ahli tafsir terhadap
ayat-ayat tentang kecerdasan spiritual yang menjadi pembahasan dalam
skripsi ini.
Dari penelusuran pustaka berupa karya-karya penulis dan landasan
diatas bahwa judul dengan tema aspek kecerdasan spiritual ini layak untuk
diteliti dan bersifat untuk memperluas wawasan dalam penafsiran surat An-
Nahl tentang aspek kecerdasan spiritual dan sebagai kajian lebih lanjut dari
penelitian sebelumnya.
13
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan
mengolah hasil penelitian dan data serta bahan-bahan yang disusun menurut
susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan
mudah dipahami, sistematikanya disusun sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan pada bab ini berisikan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, kajian
pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Kompilasi Surat An-Nahl ayat 78 Pada bab ini berisikan
tentang redaksi dan terjemah surat, gambaran umum surat an-Nahl, Kosa-kata
surat an-Nahl ayat 78, isi kandungan yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat
78.
BAB III Asbab an-Nuzul dan Munasabah surat an-Nahl ayat 78 pada
bab ini berisikan tentang sebab-sebab turunnya surat an-Nahl ayat 78 dan
hubungan antara surat an-Nahl dengan surat sebelum dan sesudahnya, dan
hubungan ayat sebelum dan sesudahnya ayat 78.
BAB IV Pembahasan pada bab ini membahas tentang penafsiran
kecerdasan spiritual yang terkandung dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78
menurut beberapa ahli tafsir, dan membahas tentang aspek-aspek kecerdasan
spriritual dalam perspektif al-Qur’an yang terkandung dalam surat An-Nahl
ayat 78.
14
BAB V Penutup Pada bab terakhir yaitu memaparkan tentang
kesimpulan dan saran atas pembahasan yang telah diuraikan dalam penelitian,
dan diteruskan dengan penutup serta daftar pustaka.
15
BAB II
DESKRIPSI AYAT
A. Redaksi dan Terjemah Surat an-Nahl ayat 78
Adapun dalam sub bab ini berisikan tentang redaksi surat dan
terjemahan surat an-Nahl ayat 78:
اخرجكم من تكم لت علمون شي ئا بطون موالل وجعل ل كم السمع لامه روالفئدة تشكرون لعلكم لوالبص
Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan,
dan hati agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl: 78). (DepagRI, Al-Qur’an dan
terjemahnya: 413)
B. Gambaran Umum Surat an-Nahl ayat 78
Surah an-Nahl terdiri dari 128 ayat. Mayoritas ulama menilainya
Makkiyyah, yakni turun sebelum Nabi Muhammad saw berhijrah ke Madinah.
Ada juga yang mengecualikan beberapa ayat. Misalnya, ayat 126 dan dua ayat
berikutnya yang memerintahkan Nabi agar jangan membalas kejahatan
kecuali setimpal dengannya. Mereka menilai ayat-ayat ini turun setelah Nabi
saw berhijrah, tepatnya setelah terbunuhnya paman beliau, Hamzah ra.,
dengan sangat kejam dan memilukan pada tahun III Hijrah. Ketika itu, Nabi
saw bermaksud membalasnya dengan menewaskan 70 orang musyrik. Maka,
beliau ditegur. Ada lagi yang berpendapat, hanya awal ayat-ayat surah ini
16
sampai ayat 41 yang Makkiyah, selebihnya sampai akhir surah adalah
Madaniyyah (Shihab, 2002: 517).
Surah ini dinamakan an-Nahl yang berarti lebah karena didalamnya
terdapat firman Allah SWT ayat 68 yang artinya, “Dan Tuhanmu
mewahyukan manfaat dan kenikmatan kepada lebah.” Lebah adalah makhluk
Allah yang banyak memberikan manfaat dan kenikmatan kepada manusia.
Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi
bermacam-macam penyakit manusia (Abdussabur, tt: 16).
Nama an-Nahl terambil dari kata nahl/ lebah yang disebut pada ayat 68
surah ini. Kata tersebut hanya ditemukan sekali dalam al-Qur’an, yakni pada
ayat tersebut. Ada juga ulama yang menamainya surah an-Ni’am karena
sekian banyak nikmat-nikmat Allah SWT, yang diuraikan disini, seperti
hujan, matahari, aneka buah dan tumbuhan, dan sekian banyak kenikmatan
lainnya (Shihab, 2012: 143).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah lah yang berbuat dan berkuasa
penuh. Diantara dalil-dalil itu disebutkan penciptaan manusia dalam berbagai
perkembangannya (al-Maraghi, 1992: 209).
Allah menjadikan kalian mengetahui apa-apa yang tidak kalian
ketahui, setelah Dia mengeluarkan kalian dari dalam perut ibu. Kemudian
memberi kalian akal yang dengan itu kalian dapat memahami dan
membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara petunjuk dengan
kesesatan, dan antara yang salah dengan yang benar, menjadikan pendengaran
17
bagi kalian yang dengan itu kalian dapat mendengar suara-suara, sehingga
sebagian kalian dapat memahami dari sebagian yang lain apa yang saling
kalian perbincang-kan, menjadikan penglihatan, yang dengan itu kalian dapat
melihat orang-orang, sehingga kalian dapat saling mengenal dan membedakan
antara sebagian dengan sebagian yang lain, dan menjadikan perkara-perkara
yang kalian butuhkan di dalam hidup, sehingga kalian dapat mengetahui jalan,
lalu kalian menempuhnya untuk berusaha mencari rezeki dan barang-barang,
agar kalian dapat memilih yang baik dan meninggalkannya yang buruk.
Demikian halnya dengan seluruh perlengkapan dan aspek kehidupan (al-
Maraghi, 1992: 211).
Dengan harapan kalian dapat bersyukur kepada-Nya dengan
menggunakan nikmat-nikmat-Nya dalam tujuannya yang untuk itu ia
diciptakan, dapat beribadah kepada-Nya, dan agar dengan setiap anggota
tubuh kalian melaksanakan ketaatan kepada-Nya (al-Maraghi, 1992: 211).
Firman-Nya di atas menunjuk kepada alat-alat pokok yang digunakan
guna meraih pengetahuan. Yang alat pokok pada objek yang bersifat material
adalah mata dan telinga, sedang pada objek yang bersifat immaterial adalah
akal dan hati. Dalam pandangan al-Qur’an ada wujud yang tidak tampak
betapapun tajamnya mata kepala atau pikiran. Banyak hal yang tidak dapat
terjangkau oleh indra bahkan oleh akal manusia. Yang dapat menangkapnya
hanyalah hati, melalui wahyu, ilham atau intuisi. Dari sini pula sehingga al-
Qur’an di samping menuntun dan mengarahkan pendengaran atau
18
penglihatan, juga memerintahkan agar mengasah akal yakni daya pikir dan
mengasuh pula daya kalbu (Shihab, 2002: 304).
C. Kosa-kata (Mufrodat)
Untuk mempermudah pembaca memahami arti dari surat an-Nahl ayat
78, penulis memberikan kosa-kata (mufrodat) yang dengan ini dapat
mempermudah pembaca memahami arti perkata dalam ayat tersebut. Adapun
kosa-kata sebagai berikut:
Kata Akhraja ( اخرج) berasal dari kata kharaja ( خرج) yang artinya
“keluar” (ar-Raghib, 2017: 629). Sedangkan arti dari Akhraja sendiri adalah
mengeluarkan, sedangkan Kum ( كم) berkedudukan sebagai objek dari kata
Akhraja ( اخرج) dari dhamir Kum ( كم) bersifat umum (Zuhaili, tt: 509).
Kata ( بطون) adalah bentuk jamak nya dari kata yang asal بطن
maknanya adalah perut (ar-Raghib, 2017: 205).
Kemudian kata ummahaa tikum ( تكم ام berasal dari kata ,(امه
jama’nya امهات yang artinya ibu (Zaid, 1982: 65). Kemudian ketambahan
dhamir Kum ( كم) Menggunakan bentuk jama’ yang menunjukkan manusia
terlahir dari berbagai macam rahim, selain itu rangkaian kata ini juga
menunjukkan pada hakekatnya bahwa Allah-lah yang sebenarnya
19
mengeluarkan manusia dari rahim ibunya, meskipun manusia tetap
mempunyai peran tetapi sebab awal adalah Allah (Zuhaili, tt: 509).
Kata laa ta’lamuuna syai’an (لت علمون شي ئا), kata ( ت علمون) dari kata
(ت علمون ) yang artinya mengetahui (Zaid, 1982: 359). Ta’lamuuna (علم )
memiliki arti mengetahui, susunan kata ini menjadi haal (kalimat perjelas)
dari akhrajakum, ini menunjukkan bahwa manusia ketika dilahirkan tidak
mengetahui sesuatu apapun, hal ini karena dalam redaksi terdapat La nafy
(Zuhaili, t.t: 509).
Kata syaian dibaca nasab karena menjadi maf’ul bih (objek).
mempunyai arti tidak mengetahui suatu apapun dijadikan oleh para pakar
sebagai bukti bahwa manusia lahir tanpa sedikit pengetahuan pun. Manusia,
kata mereka bagaikan kertas putih yang belum dibubuhi satu huruf pun
(Shihab, 2002: 305).
Kata ( جعل) merupakan kata yang berlaku umum pada seluruh fi’il
(kata kerja). Dalam surat an-Nahl ayat 78, kata ( جعل) diberlakukan seperti
kata اوجد (menciptakan), sehingga ia muta’addi (membutuhkan objek) pada
satu maf’ul (objek) (ar-Raghib, 2017: 398).
20
Kata ( السمع) as-sam’/pendengaran bentuk jama’ dari kata ( سع) yang
artinya mendengar (Munawwir, 1984: 660). Dengan bentuk tunggal dan
menempatkannya sebelum kata ( ر al-abshar/penglihatan-penglihatan (البص
yang berbentuk jamak serta ( لفئدة ا ) al-af’idah/aneka hati yang juga
berbentuk jamak (Shihab, 2002: 303).
Menurut al-Fairuz Abadiy, istilah ( السمع) as-sama’ (pendengaran)
merujuk pada suatu potensi dan fungsi yang berhubungan dengan sarana fisik
telinga sebagai penangkap suara atau perkataan, sebagaimana didukung oleh
setidaknya enam ayat dalam lima surah al-Qur’an yang menggunakan kata
dihubungkan dengan kata uzun (telinga). Namun dalam al-Qur’an (السمع )
juga diindikasikan, bahwa pendengaran tidaklah semata dipahami sebagai
fungsi fisik telinga (al-Uzun), tetapi juga dipandang sebagai fungsi hati (qalb)
(Iskandar, 2012: 41).
Berdasarkan ayat dan tafsiran ini, maka istilah ( السمع) sebenarnya
mengandung arti yang lebih serius lagi, yaitu “memahami” (At-Tabariy, 1405.
152). Hal ini dikarenakan, bahwa pendengaran telinga saja tidak membawa
dampak dan implikasi apapun jika tidak ada unsure pemahaman dibalik
sesuatu yang telah di dengar (Iskandar, 2012: 41).
21
Kata ( ر (بصر ) yang artinya “penglihatan” bentuk jama’ dari kata (البص
yang artinya “melihat” (Munawwir, 1984: 87). Pada ayat tersebut banyak
diartikan oleh umat muslim dengan penglihatan mata, namun sesungguhnya
itu merupakan isyarat akan penglihatan mata hati, pemahaman dan anggapan
(Shihab, 2002: 303).
Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat tiga ayat dalam dua surah yang
menggunakan istilah ( ر yang secara langsung berhubungan dengan (البص
istilah ‘ain (mata). Namun dalam Al-Qur’an juga menyatakan bahwa manusia
dan jin yang digambarkan sebagai makhluk yang memiliki “mata” kepala
(lahum a’yun) dalam pengertian fisik. Ini berarti bahwa keberadaan mata yang
terpenting terletak pada fungsinya untuk melihat, yaitu memahami dan
mengerti sesuatu (Iskandar, 2012: 42).
Kata ( لفئدة ا ) al-af’idah bentuk jamak dari ( ف ؤاد) fuad, yaitu hati
yang disediakan Allah untuk pemahaman dan perbaikan badan (al-Maraghi,
1992: 209).
Kata ( لفئدة ا ) al-af’idah bentuk jamak dari kata ( ف ؤاد) fuad, yang
penulis terjemahkan dengan aneka hati guna menunjuk makna jamak itu. Kata
ini dipahami oleh banyak ulama dalam arti akal. Makna ini dapat diterima jika
22
yang dimaksud dengannya adalah gabungan daya pikir dan daya kalbu, yang
menjadikan seseorang terikat sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan dan
kedurhakaan. Dengan demikian tercakup dalam pengertiannya potensi meraih
ilham dan percikan cahaya ilahi (Shihab, 2002: 303).
Kata La’allakum Tasykuruun ( لعلكم تشكرون). Kata عل itu sendiri ل
artinya adalah keinginan yang besar dan berbelas kasihan. Sebagian ahli tafsir
menyebutkan bahwa kata tersebut berasal dari Allah ia bermakna keharusan
(ar-Raghib, 2017: 418).
Kata ( تشكرون) berasal dari kata ( شكر) yang artinya berterima kasih
(Munawwir, 1984: 734). Maka maksudnya adalah dengan harapan kalian
dapat bersyukur kepada-Nya dengan menggunakan nikmat-nikmat-Nya dalam
tujuannya yang untuk itu ia diciptakan, dapat beribadah kepada-Nya, dan agar
dengan setiap anggota tubuh kalian melaksanakan ketaatan kepada-Nya (al-
Maraghi, 1992: 211).
D. Isi kandungan surat an-Nahl ayat 78
Di dalam al-Qur’an, khususnya pada surat An-Nahl ayat 78 disebutkan
tentang kondisi awal manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berpengetahuan.
Namun Allah SWT telah melengkapi manusia dengan tiga perangkat penting
dalam mengakses pengetahuan, yaitu; pendengaran, penglihatan dan hati.
Karena ketiga perangkat tersebut dioptimal fungsinya untuk belajar, niscaya
23
hasil pendidikan dapat lebih maksimal dalam durasi waktu yang tidak terlalu
panjang. Dengan demikian diharapkan akan muncul manusia-manusia yang
untuk siap menjalankan berbagai macam kewajiban yang telah dibebankan
kepada mereka di kehidupan dunia. Namun sebaliknya jika ketiga perangkat
tersebut digunakan untuk mengakses keburukan, maka dalam waktu yang
tidak lama pula akan muncul manusia yang rusak pikiran dan jiwanya dan ia
akan menyebarkan kerusakan pada lingkungan (Irfan, 2017: 62).
Adapun beberapa isi kandungan yang terdapat dalam surat An-Nahl
ayat 78 adalah sebagai berikut:
1. Fitrah Manusia
Dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar al-fathr yang berarti
belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain antara lain
“penciptaan atau kejadian”. Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak
semula atau bawaan sejak lahirnya (Shihab, 1996: 374).
Fitrah dapat di artikan bahwa manusia sejak asal kejadiannya
membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama
sebagai tauhid. Selanjutnya dipahami juga bahwa fitrah adalah bagian dari
khalq (penciptaan) Allah (Shihab, 1996: 375).
Manusia pada dasarnya diciptakan oleh Allah tanpa membawa
ilmu apapun melainkan dalam keadaan fitrah. Pernyataan tersebut
memiliki pengertian bahwa manusia dalam awal penciptaannya tidak
memiliki sedikitpun tentang pengetahuan, artinya pengetahuan yang
24
didapatkan dari usaha manusiawinya. Hal ini ditunjukkan dalam surat an-
Nahl ayat 78 pada pembuka ayat yang berbunyi:
اخرجكم من تكم لت علمون شي ئا بطون موالل امه
Bahwa Allah mengeluarkan manusia dari perut ibu mereka dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun. Dan untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan manusia perlu mengoptimalkan secara maksimal potensi-
potensi yang telah dibekalkan oleh Allah kepada mereka.
Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa, firman Allah yang
berbunyi ( علمون شي ئالت ) / tidak mengetahui sesuatu apapun, dijadikan
oleh pakar sebagai bukti bahwa manusia lahir tanpa sedikit pengetahuan
pun. Manusia bagaikan kertas putih yang belum dibubuhi satu huruf pun.
Pendapat ini benar jika yang dimaksud dengan pengetahuan adalah
pengetahuan kasbiy, yakni pengetahuan yang diperoleh manusia melalui
upaya manusiawi. Tetapi akan meleset, jika menafikan segala macam
pengetahuan, karena manusia lahir membawa bekal fitrah kesucian yang
melekat pada diri sejak lahir, yakni fitrah yang menjadikannya
“mengetahui” bahwa Allah Maha Esa (Shihab, 2002: 305).
Peryataan manusia terlahir dalam keadaan fitrah, mengetahui
bahwa Allah itu Esa, mengaku Islam itu agama Allah, selaras dengan
firman Allah dalam surat az-Zariyat ayat 56. Di situ disebutkan bahwa
25
agama Islam diciptakan oleh Allah sejajar dan sesuai proses fitah
penciptaan manusia dan tujuan tujuan hidup manusia di muka bumi.
Dalam firman-Nya yang berbunyi:
نس إل لي عبدون وماخلقت الن ول
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah kepada-Ku”. (Az-Zariyat: 56). (DepagRI,
Al-Qur’an dan terjemahnya: 862).
2. Potensi Manusia
Indera merupakan instrumen utama bagi manusia dalam
berprestasi, berperan yang begitu dalam untuk dapat memperoleh
pengetahuan yang sangat diperlukan. Dari indera-indera yang dimiliki
manusia mampu menemukan pengetahuan. Pada lanjutan ayat sebelumnya
yang berbunyi ( روالفئدة و جعل ل كم السمع والبص ), yang menjelaskan
bahwa setelah Allah SWT mengeluarkan manusia dari perut ibu mereka,
kemudian Allah menjadikan bagi mereka pendengaran, penglihatan-
penglihatan dan aneka hati, guna memperoleh ilmu pengetahuan
(Abdullah, 2007: 103).
Dalam tafsir milik M. Quraish Shihab yang berjudul Tafsir al-
Misbah menjelaskan bahwa mengenai penyebutan kata “pendengaran”
didahulukan dari pada “penglihatan”, dikarenakan memang ilmu
26
kedokteran modern membuktikan bahwa indera pendengaran berfungsi
mendahului indera penglihatan (Shihab, 2002: 304).
3. Konsekuensi Syukur
Dalam kamus ilmu tasawuf, kata syukur diartikan dengan
membuka atau menyatakan. Artinya, membuka kenikmatan atau
menyatakan kenikmatan kepada orang lain dan menyebut kenikmatan
dengan lisan. Dan hakikat syukur adalah menggunakan nikmat Allah
untuk taat kepada-Nya dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat
kepada Allah (Totok, 2005: 223).
Bersyukur lebih diwujudkan dalam bentuk perbuatan, sementara
pujian lebih diwujudkan oleh ucapan. Faktor memuji lebih umum dari
pada faktor bersyukur, tetapi bersyukur dan orangnya lebih umum dari
pada orang yang memuji. Maka apa yang dipujikan kepada Allah adalah
lebih umum dari pada apa yang disyukurkan kepada Allah (al-Qayyim,
2010: 255).
Terkait dengan surat an-Nahl ayat 78 pada bagian akhir surat yang
berbunyi ( لعلكم تشكرون), yang memiliki arti agar kalian semua
bersyuku, bahwa manusia setelah diberikan segala potensi yang
dibekalkan oleh Allah kepada mereka, diharapkan agar mereka mampu
bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya
berupa nikmat dikeluarkannya manusia dari perut ibu mereka dan telah
27
diberikannya pendengaran, penglihatan, dan juga akal/ hati. Dan agar
mereka mampu bersyukur dengan menggunakan alat-alat tersebut sesuai
dengan tujuan Allah menganugerahkan kepada mereka (Shihab, 2002:
302).
Pelajaran ini terus berlanjut dalam memaparkan bukti-bukti ke-
Esaan Tuhan yang menjadi basis pembicaraan pada surah ini. Yakni,
keagungan dalam penciptaan, derasnya curahan nikmat dan kekuasaan
ilmu Allah yang meliputi segala. Tema-tema yang dibicarakan dalam
pelajaran ini meliputi berbagai macam rahasia gaib Allah yang ada di
langit dan di bumi, serta pada diri manusia dan alam semesta (Quthb,
2003: 199).
Gaibnya alam rahim. Allah jualah yang mengeluarkan janin dari
gaibnya rahim ini, dalam kondisi ia tidak mengetahui apa-apa. Kemudian
Allah memberi kenikmatan kepada manusia berupa pendengaran,
penglihatan, dan hati agar mereka mau mensyukuri nikmat-Nya (Quthb,
2003: 199).
Adapun isi kandungan sebagai berikut:
1. Manusia dilahirkan tanpa pengetahuan sedikitpun, meskipun demikian
manusia tetap membawa fitrah kesucian yang melekat sejak lahir.
Yaitu, fitrah yang menjadikannya mengetahui bahwa Allah Maha Ea.
2. Allah SWT dengan kekuasaan-Nya mengeluarkan bayi manusia
melalui proses kelahiran oleh ibu yang telah mengandungnya.
28
3. Kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah diberi
pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.
4. Dengan kesempurnaan organ tubuh yang Allah berikan, kita dapat
gunakan untuk menyembah dan mengabdi kepada Allah SWT.
29
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH
A. Asbabun Nuzul Surat An-Nahl
Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia kea
rah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas
kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya.
Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang
serta berita-berita yang akan datang. Sebagian besar al-Qur’an pada mulanya
diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama
Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi
di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah
atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah
untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’an turun untuk
peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti
itulah yang dinamakan asbab an-nuzul (al-Qattan, 2007: 106).
Asbab an-Nuzul secara etimologi terdiri dari kata asbab dan an-nuzul.
Asbab dapat berarti يتوصل الى غيره sesuatu yang menyampaikan) كل شيئ
kepada sesuatu yang lain), حبلال (tali, tambang) (Ibnu, t.t: 100-101), sedang an-
nuzul artiya (menempati tempat mereka) (Ibnu, t.t: 237).
Secara terminologi menurut Az-Zarqani dalam bukunya Manaahil al-
‘Urfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an, pengertian asbab an-nuzul adalah sesuatu yang
30
menyebabkan satu ayat atau beberapa ayat diturunkan untuk membicarakan
sebab atau menjelaskan hukum sebab tersebut pada masa terjadinya sebab itu
(Az-Zarqani, 2001: 95).
Asbabun al-nuzul secara bahasa terdiri dari dua kata asbab dan nuzul,
asbab bentuk jama’ dari sabab yang berarti sebab, sedangkan kata nuzul
berasal dari akar kata nazala-yanzilu-nuzulan yang artinya turun, menurunkan
sesuatu (Budiharjo, 2012: 21). Kata asbab merupakan jamak taksir dari sabab
yang artinya “sebab”, menurut istilah lisan dapat diartikan saluran, yaitu
segala sesuatu yang menghubungkan satu benda ke benda lainnya (effendi,
2014: 77).
Menurut Az-Zarqani tidak semua ayat atau beberapa ayat mempunyai
asbab an-nuzul, diantaranya ayat yang berbicara mengenai kejadian atau
keadaan yang telah lampau dan akan datang, semisal kisah nabi-nabi dan umat
terdahulu dan juga kejadian tentang as-saa’ah (kiamat) dan yang berhubungan
dengannya. Ayat-ayat seperti ini banyak terdapat dalam al-Qur’an al-Karim
(Az-Zarqani, 2001: 97).
Seperti halnya dalam surat an-Nahl sendiri yang penulis teliti, penulis
tidak dapat menemukan asbabun nuzul mengenai ayat 78, tetapi penulis
menemukan asbabun nuzul ayat 75.
Sebab turunnya ayat 75, Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas
mengenai firman-Nya, “Allah member perumpamaan seorang hamba sahaya
di bawah kekuasaan orang lain,” ia berkata, “ayat tersebut turun mengenai
31
seorang lelaki Quraisy dan budak sahayanya, dan mengenai firman-Nya, “dua
orang laki-laki, yang seorang bisa,” (Surat an-Nahl: 76) (Imam, 2017: 255).
”ayat ini turun tentang Utsman bin Affan dengan seorang bekas budaknya
yang membenci Islam serta melarangnya bersedekah dan berbuat kebajikan.
Maka, turunlah ayat ini tentang keduanya (As-Suyuthi, 2008: 331).
Ayat ke-75 diturunkan sebagai perumpamaan perbedaan nyata antara
kaum Quraisy yang bebas berbuat sekehendak hatinya dengan hamba sahaya
yang dimilikinya, yang serba terikat. Ayat ini diturunkan sebagai bantahan
terhadap anggapan orang-orang kafir yang nyamakan Allah dengan berhala
yang mereka sembah. Sedang ayat ke-76 diturunkan sebagai perumpamaan
antara Utsman bin Affan dengan budaknya. Yakni budak yang enggan masuk
Islam. Malah ia membenci Islam dan menghalangi Utsman bersedekah serta
melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar. Ayat ini menegaskan, bahwa antara
dua orang tersebut sangat jauh sekali perbedaannya (Mujab, 1989: 255).
Surat an-Nahl terdiri dari 128 ayat. Banyak ulama menilainya
Makiyyah, yakni turun sebelum Nabi Muhammad SAW, berhijrah ke
Madinah. Ada juga yang mengecualikan beberapa ayat, misalnya ayat-ayat
yang berbicara tentang hijrah dan ayat 126 beserta dua ayat berikutnya yang
memerintahkan, Nabi SAW, agar jangan membalas kejahatan kecuali setimpal
dengannya. Mereka menilai ayat-ayat itu turun setelah Nabi SAW, berhijrah
tepatnya setelah terbunuhnya paman beliau, Hamzah ra., dengan syarat kejam
dan memilukan yang terjadi pada tahun ketiga Hijrah (Shihab, 2010: 16).
32
Ketika itu Nabi SAW, bermaksud membalasnya dengan menewaskan
70 orang musyrik. Maka beliau ditegur. Ada lagi yang berpendapat, hanya
awal ayat-ayat surah ini sampai ayat 41 Makiyyah, selebihnya sampai akhir
surah adalah Madaniyyah (Shihab, 2002: 517).
Nama an-Nahl terambil dari kata Nahl/ lebah yang disebut pada ayat
68 surah ini. Kata tersebut hanya ditemukan sekali dalam al-Qur’an, yakni
pada ayat tersebut. Ada juga ulama yang menamainya surah an-Ni’am karena
sekian banyak nikmat-nikmat Allah yang diuraikan di sini, seperti hujan,
matahari, aneka buah dan tumbuhan, dan sekian banyak kenikmatan lainnya
(Shihab, 2010: 16).
Surat an-Nahl mengandung keterangan tentang sifat-sifat orang
musyrikin, dan tingkah laku mereka, serta tantangan mereka terhadap
kebenaran hari kiamat dan kerasulan Muhammad SAW, kemudian Allah
SWT menyebutnya peringatan-peringatan-Nya kepada mereka dan azab yang
mereka alami sebagai akibat dari sifat dan perbuatan mereka itu. Dalam surat
ini, Allah menunjukkan bukti-bukti ke-Esaan Allah seraya memaparkan
nikmat yang diberikan-Nya kepada hamba-Nya. Dan surat ini memuat juga
hukum-hukum dan ajaran-ajaran tentang akhlak (Depag RI, 1967: 422).
B. Tema dan Tujuan Utama Surah an-Nahl
Kandungan surah ini sangat padat. Temanya bermacam-macam,
namun tidak keluar dari tema surah-surah yang turun sebelum hijrah Nabi
SAW., yakni tentang ketuhanan, wahyu, dan kebangkitan, disertai dengan
33
beberapa persoalan yang berkaitan dengan tema-tema pokok itu, seperti uraian
tentang:
1. Ke-Esaan Allah yang menghubungkan antara agama Nabi Ibrahim as, dan
agama Nabi Muhammad SAW.
2. Kehendak Allah dan kehendak manusia dalam konteks iman dan kufur,
hidayah dan kesesatan.
3. Fungsi Rasul dan Sunatullah dalam menghendaki para pembakang.
4. Soal penghalang dan pengharam.
5. Soal hijrah dan ujian yang dihadapi kaum Muslim.
6. Soal interaksi sosial, seperti keadilan, ihsan, infak, menepati janji, dan
lain-lain. Persoalan-persoalan itu dipaparkan sambil mengaitkannya
dengan alam raya serta fenomenanya yang bermacam-macam (Shihab,
2010: 16).
Dapat disimpulkan dalam surah ini bertujuan membuktikan
kesempurnaan kuasa Allah dan leluasa ilmu-Nya. Bahwa yang berwewenang
penuh menetapkan agama adalah Allah semata. Dia bebas bertindak sesuai
kehendak-Nya lagi tidak disentuh oleh sedikit kekurangan pun. Dengan
demikian, manusia seharusnya menerima tuntunan-Nya dan menyadari bahwa
itulah kebahagiaan yang harus di tempuhnya (Shihab, 2010: 16).
Thabathaba’i menyimpulkan tujuan utama surah ini adalah
penyampaian tentang dekatnya ketetapan Allah yaitu kemenangan agama
yang haq. Ini menurutnya dijelaskan dengan menguraikan bahwa Allah SWT,
34
adalah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib disembah karena Dia yang
mengatur alam raya. Penciptaan adalah hasil perbuatan-Nya dan semua
nikmat bersumber dari-Nya, tidak satu pu dari hal-hal tersebut yang
bersumber dari selain-Nya. Karena itu, hanya Allah yang wajib disembah
tidak satu pun selain-Nya. Di samping itu, surah ini juga menjelaskan bahwa
menetapkan agama adalah wewenang Allah SWT, dan dengan demikian,
agama harus bersumber dari-Nya tidak dari selain-Nya (Shihab, 2002: 518).
Al-Biqa’i sebagaimana kebiasaannya menjadikan nama surah sebagai
petunjuk tentang tema utamanya. Dari sini, ulama abad VIII H itu berpendapat
bahwa tujuan pokok dan tema utama surah an-Nahl adalah membuktikan
kesempurnaan kuasa Allah dan kekuasaan ilmu-Nya, dan bahwa Dia bebas
bertindak sesuai kehendak-Nya lagi tidak disentuh oleh sedikit kekurangan
pun. Yang paling menunjukkan makna ini adalah sifat dan keadaan an-Nahl
yakni, “lebah” yang sungguh menunjukkan pemahaman yang dalam serta
keserasian yang mengagumkan antara lain dalam membuat sarangnya.
Demikian juga dengan pemeliharaannya dan banyak lagi yang lain seperti
keanekaragaman warna madu yang dihasilkannya serta khasiat madu itu
sebagai obat padahal sumber makanan lebah adalah kembang dan buah-
buahan yang bermanfaat dan juga yang berbahaya (Shihab, 2002: 518).
C. Munasabah
Al-Qur’an memiliki kemukjizatan berupa hubungan antara bagian-
bagiannya. Setiap surah memiliki hubungan dengan surah sebelumnya atau
35
sesudahnya, demikian pula setiap ayat berkaitan dengan ayat sebelumnya dan
setelahnya. Keterkaitan, hubungan, dan kesatuan ini terdapat dalam makna
dan tema, sehingga terjadi penyempurnaan antara satu tema dengan tema
lainnya. Rif’an Fauzi menegaskan, semua itu terjadi lebih dari satu tema
dalam satu ayat atau surat (Fauzi, 1986: 5-6).
Kata Munasabah berasal dari kata ( مناسبة - يناسب (ناسب -
merupakan bentuk tsulasi mujaradnya ناسب yang berarti hubungan sesuatu
dengan sesuatu yang lain, munasabah berarti muqorobah atau kedekatan dan
kemiripan. Dengan demikian munasabah menurut istilah ialah adanya
kecocokan, kepantasan dan keserasian antara ayat dengan ayat, antara surat
dengan surat (Budiharjo, 2012: 39).
Pemahaman mengenai munasabah sangat penting dalam menafsirkan
al-Qur’an. Manna al-Qaththan menyebutkan munasabah memiliki fungsi
untuk menguak kekuasaan makna dan kemu’jizatan al-Qur’an dalam segi
balaghah. Ilmu Munasabah adalah menerangkan korelasi atau hubungan
antara suatu ayat dengan ayat yang lain, surat sebelum dan surat sesudahnya,
baik yang di belakangnya maupun yang ada di mukanya (al-Qaththan, 1997:
76).
Adapun munasabah yang akan penulis jelaskan adalah hubungan
antara surat (النحل) dengan surat sebelumnya (الحجر), dan hubungan antara
36
surat (النحل) dengan surat sesudahnya (االسراء). Serta hubungan antara surat
an-Nahl ayat 77-78.
1. Munasabah surat dengan surat
Rosihon Anwar merujuk pada beberapa pendapat ulama’
menyebutkan bentuk-bentuk munasabah al-Qur’an. Seperti; munasabah
antar surat dengan surat sebelumnya, berfungsi untuk menerangkan dan
menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya (Anwar, 2001: 136).
Berikut penjelasannya:
a. Hubungan Surat an-Nahl dengan Surat al-Hijr
Hubungan surat an-Nahl dengan surat al-Hijr sebagaimana
umumnya surat-surat yang turun di Mekah sebelum hijrah berisi soal-
soal ketauhidan, kerasulan dan hari kiamat, begitu pula lah kedua surat
ini (Depag RI, 1967: 400).
Dalam ayat terdahulu Allah berfirman:
ف وربك لنسئ لن هم اجعي
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka
semua.” (al-Hijr, 15: 92).
Firman ini menunjukkan kepada pengumpulan mereka pada
hari kiamat dan penanyaan mereka tentang apa yang telah mereka
37
perbuat di dunia (al-Maraghi, 1987: 87). Kemudian di dalam surat an-
Nahl, Allah berfirman:
هللا اتى امر
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah.” (an-Nahl, 16: 1).
Selain itu, Allah berfirman di dalam akhir surat al-Hijr:
بك حت يتيك اليقي ر واعبد
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang
diyakini (ajal).” (al-Hijr, 15: 99).
Firman ini sangat sesuai dengan firman-Nya pada ayat pertama
surat an-Nahl:
هللا اتى امر
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah.” (an-Nahl, 16: 1).
Pada bagian akhir surat al-Hijr (ayat 92, 93), Allah telah
menyatakan bahwa manusia akan dimintai pertanggung jawabannya
pada hari kiamat terhadap apa yang telah dikerjakannya di dunia ini,
maka pada awal surat an-Nahl, Allah menegaskan kepastian datangnya
hari kiamat itu, dan pada ayat 93 surat an-Nahl ditegaskan lagi
pertanggung jawab manusia itu (Depag RI, 1967: 400).
38
Pada bagian pertama surat al-Hijr, Allah menerangkan tentang
kebenaran al-Qur’an serta jaminan-Nya untuk memeliharanya, sedang
dalam surat an-Nahl terdapat ancaman-ancaman terhadap mereka yang
mendustakan al-Qur’an itu (Depag RI, 1967: 400).
b. Hubungan Surat an-Nahl dengan Surat al-Isra
Menurut pendapat as-Suyuthi yang menyatakan bahwa “Surah
yang terdahulu merupakan pengantar bagi surah sesudahnya”, berarti
surah an-Nahl ini adalah pengantar bagi surah al-Isra’. Lebih dipilih
Allah untuk melukiskan keajaiban ciptaan-Nya agar menjadi pengantar
keajaiban perbuatan-Nya dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad SAW, yang dijelaskan oleh surah berikutnya. Nabi
Muhammad adalah manusia seutuhnya. Lebih dipilih untuk menjadi
pengantar uraian yang berkaitan dengan manusia seutuhnya karena
seorang mukmin, atau katakanlah manusia yang utuh diibaratkan oleh
Rasul SAW, bagaikan “lebah”: tidak makan kecuali yang baik dan
indah seperti kembang-kembang tidak menghasilkan kecuali yang baik
dan bermanfaat seperti madu yang merupakan minuman dan obat bagi
aneka penyakit, tidak hinggap di tempat yag kotor, tidak mengganggu
kecuali yang mengganggunya dan jika menyengat sengatannya pun
menjadi obat (Shihab, 2002: 519).
Dalam surat an-Nahl ini, Allah menjelaskan perselisihan
orang-orang Yahudi tentang hari Sabtu, kemudian di surat al-Isra’
39
dijelaskan syariat orang Yahudi yang ditetapkan bagi mereka didalam
Taurat. Sesudah Allah SWT menganjurkan kepada Nabi Muhammad
SAW dalam surat an-Nahl agar bersabar dan melarang beliau agar
jangan berduka cita atau berkecil hati disebabkan tipu daya orang-
orang musyrikin, maka di surat al-Isra’ Allah menerangkan kemuliaan
Nabi Muhammad SAW serta martabatnya yang tinggi dihadapan Allah
SWT (Depag RI, 1967: 422).
Dalam surat an-Nahl ini Allah menerangkan bermacam-macam
nikmat-Nya, disamping itu Allah menerangkan bahwa kebanyakan
manusia tidak mensyukuri nikmat itu, kemudian dalam surat al-Isra’
disebut lagi nikmat-nikmat yang lebih besar yang diberikan kepada
Bani Israil yang mereka tidak mensyukurinya, malah mereka berbuat
kerusakan dimuka bumi (Depag RI, 1967: 422).
Dalam surat an-Nahl Allah mengatakan, bahwa air madu yang
keluar dari lebah merupakan minuman yang mengandung obat bagi
manusia, maka dalam surat al-Isra’ diterangkan bahwa al-Qur’an pun
mengandung juga obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
(Depag RI, 1967: 422).
2. Munasabah ayat dengan ayat
Dalam ayat-ayat yang lalu, Allah mengumpamakan diri-Nya
dengan orang yang menyuruh melakukan keadilan dan dia sendiri berada
di atas jalan yang lurus. Tidak mungkin orang itu dapat melakukan hal
40
tersebut, kecuali jika dia seorang yang sempurna ilmu dan kekuasaannya
(al-Maraghi, 1987: 209).
Sedangkan dalam surat an-Nahl ayat 78 ini menjelaskan contoh
sederhana dalam kehidupan manusia yang tidak dapat terjangkau oleh akal
pikiran manusia, yakni kelahiran manusia. Persoalan ini adalah ghoib
yang dekat, tetapi sangat jauh dan sulit untuk menjangkaunya. Memang
boleh jadi manusia dapat melihat tahap-tahap pertumbuhan janin, tetapi
manusia tidak dapat mengetahui bagaimana hal tersebut terjadi, karena
rahasianya merupakan rahasia kehidupan (Quthb, 1992: 200).
Di sisi lain, ayat ini sangat erat keterkaitannya dengan ayat
sebelumnya yang menjelaskan tentang kepemilikan Allah terhadap hal
ghaib dan tentang kegaiban hari kiamat. Ayat ini dapat juga dihubungkan
dengan ayat lalu dengan menyatakan bahwa uraiannya merupakan salah
satu bukti kekuasaan Allah yang mampu menghidupkan kembali siapa
yang meninggal dunia serta kebangkitan manusia pada hari kiamat
(Shihab, 2002: 303).
ت غيب ولل و رب هو او البصر كلمح ال الساعة ماامر و قلوالرض السم قلاق
قدي ر شيء كل عل ى الل ان Artinya:“Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di
langit dan di bumi, tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan
41
seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Q.S An-Nahl: 77).
Setelah Allah menyebutkan tentang ilmu dan limpahan anugerah-
Nya kepada manusia, kemudian pada ayat selanjutnya Allah menjelaskan
bukti tanda-tanda kekuasaan Allah. Penekanan ayat ini bukan pada
anugerah-Nya tetapi pada pembuktian jika kekuasaan hanya dalam
genggaman tangan Allah semata. Kalau pada surat an-Nahl ayat 78
bertujuan mengingatkan manusia dengan limpahan anugerah-Nya, dan
bukan kepada selain Dia manusia bersyukur. Maka pada ayat selanjutnya
merupakan teguran keras bagi orang-orang musyrik untuk berfikir tentang
bukti tanda-tanda kekuasaan Allah (Shihab, 2002: 305).
Uraian ayat ini merupakan salah satu bukti kuasa Allah SWT,
setelah ayat yang lalu menyinggung tentang ilmu dan anugerah-Nya, yaitu
alat-alat untuk memperoleh pengetahuan. Karena itu, agaknya sehingga
ayat ini tidak dimulai dengan kata dan karena ayat yang lalu berbicara
tentang limpahan anugerah Ilahi kepada manusia, sedang penekanan ayat
ini bukan anugerah-Nya tetapi pada pembuktian betapa kekuasaan hanya
dalam genggaman tangan Allah semata (Shihab, 2002: 306).
42
BAB IV
ANALISIS KECERDASAN SPIRITUAL DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN SURAT AN-NAHL AYAT 78
A. Aspek Kecerdasan Spiritual
Islam mengajarkan, orang cerdas merupakan mereka yang mampu
mengapresiasikan kehidupan itu sendiri, serta mencari tahu dan jawaban atas
berbagai persoalan kehidupan. Mereka itulah orang-orang yang berhasil
mengaktualkan kecerdasan spiritualnya secara optimal. Sehingga kecerdasan
yang dimilikinya membawa manfaat dalam kehidupan, dan itu sesuai dengan
konsep Islam datang dibawa Rasulullah SAW (Suharsono, 2004: 137-138).
Kecerdasan ini dilandasi oleh ketulusan, keikhlasan dan kebenaran
tanpa pamrih, yang sumber inspirasinya berasal dari Allah SWT. Dalam
psikologi ketuhanan, SQ kurang lebih nafsu al-muthmainnah, jiwa yang
damai dan tenang, yang bisa menjalin kontak spiritual dengan Ilahi Rabbi
(Sukidi, 2001: 139).
Pikiran adalah tindakan mental. Sehat fikiran berarti sehat pula mental
seseorang. Belakangan sejumlah psikologi mulai menyadari pentingnya
memasukkan aspek agama dalam kecerdasan spiritual. Mereka juga
mengisyaratkan peranan penting yang dilakukan iman dalam memberikan
kedamaian dan ketenangan dalam jiwa. Ada beberapa indikator tentang
kesehatan jiwa sebagai berikut:
43
1. Aspek ruh
Aspek ruhani merupakan aspek yang berkaitan dengan jiwa
seseorang ataupun hati nurani. Mengaplikasikan rukun Iman, selalu
merasakan kedekatan dengan Allah, memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dengan sesuatu yang halal, selalu berdzikir kepada Allah seperti
melaksanakan perintah Allah dengan ibadah. Beribadah dapat menghapus
dosa dan membangkitkan harapan dan ampunan Allah dalam diri manusia.
Selain itu, beribadah juga menguatkan harapan masuk surga serta
menimbulkan kedamaian dan ketenangan (Najati, 2006: 4).
2. Aspek biologis
Aspek biologis berkaitan dengan kesehatan seseorang. Terbebas
dari penyakit, tidak cacat, membentuk konsep positif terhadap fisik,
menjaga kesehatan, tidak membebani fisik kecuali batas kemampuannya
(Najati, 2006: 5).
3. Aspek sosial
Manusia adalah makhluk sosial, ia hidup dalam masyarakat yang
individu-individunya diikat oleh hubungan yang beragam: hati. Sosial
ekonomi, dan lain-lain. Sejak lahir, seorang anak hidup dalam lingkungan
keluarga yang diikat oleh perasaan cinta, kasih sayang, jujur, ikhlas dan
dia merasakan kebahagiaan di antara mereka (Najati, 2006: 5).
Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap manusia
memiliki kecerdasan. Seberapa besar kita mengasah kecerdasan yang kita
44
miliki, maka kecerdasan itu akan terus bertambah. Kecerdasan spiritual itu
menyangkut kemampuan seseorang dalam memberikan makna terhadap hal-
hal yang terjadi pada kehidupannya. Kecerdasan spiritual ini bersumber dari
hati, perasaan terdalam yang di miliki manusia. Bahkan, kecerdasan spiritual
ini mengajak dan membimbing untuk selalu mendekat kepada Rabb nya.
B. Penafsiran Tentang Kecerdasan Spiritual Yang Terkandung Dalam
Surat An-Nahl Ayat 78 Menurut Beberapa Ahli Tafsir
Untuk memenuhi tujuan dari penelitian, maka pada sub Bab ini akan
dijelaskan mengenai penafsiran tentang kecerdasan spiritual dalam surat an-
Nahl ayat 78 menurut beberapa tafsir adalah sebagai berikut:
1. Tafsir Al-Misbah
اخرجكم تكم لت علمون شي ئا بطون ممنوالل وجعل ل كم السمع لامه روالفئدة تشكرون لعلكم لوالبص
Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan,
dan hati agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl: 78). (DepagRI, Al-Qur’an dan
terjemahnya: 413)
Ayat ini menyatakan, dan sebagaimana Allah mengeluarkan kamu
berdasar kuasa dan ilmu-Nya dari perut ibu-ibu kamu sedang tadinya kamu
tidak wujud, demikian juga dia dapat mengeluarkan kamu kembali. Ketika dia
mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibu kamu, kamu semua dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun yang ada di sekeliling kamu dan Dia menjadikan
kamu pendengaran, penglihatan-penglihatan, dan aneka hati sebagai bekal dan
45
alat-alat untuk meraih pengetahuan agar kamu bersyukur dengan
menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah menganugerahkan
kepada kamu (Al-Ta’dib, 2017: 181).
Ayat di atas menggunakan kata ( السمع) as-sam’/ pendengaran dengan
bentuk tunggal dan menempatkannya sebelum kata ( ر /al-abshar (البص
penglihatan-penglihatan yang berbentuk jama’ serta ( الفئدة) al-af’idah/
aneka hati yang juga berbentuk jama’ (Shihab, 2002: 303).
Kata al-af’idah adalah bentuk jama’ dari kata ( ؤاد ف ) fu’ad yang
diartikan sebagai aneka hati guna merujuk makna jama’ itu. Kata ini banyak
dipahami banyak ulama dalam arti akal. Makna dapat diterima jika yang
dimaksud dengannya adalah hubungan daya pikir dan daya kalbu, yang
menjadikan seseorang terikat sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan dan
kedurhakaan. Dengan kata lain, tercakup dalam pengertiannya potensi meraih
ilham dan percikan cahaya illahi (Shihab, 2002: 303).
Menurut Shihab, dalam surat an-Nahl ayat 78 yang menjelaskan
tentang alat-alat pokok atau potensi diri manusia yang menggunakan guna
meraih pengetahuan. Alat pokok pada objek yang bersifat material adalah
mata dan telinga, sedangkan pada objek yang bersifat immaterial adalah akal
dan hati (Shihab, 2012: 673).
46
a. Pendengaran
Di dalam surat an-Nahl ayat 78, kata ( مع ,didahulukan (الس
kemudian kata pendengaran dan penglihatan merupakan peruntukan yang
sungguh tepat karena memang ilmu kedokteran modern membuktikan
bahwa indra pendengaran berfungsi mendahului indra penglihatan. Ia
mulai tumbuh dari pada diri seorang bayi pada pekan-pekan pertama.
Sedangkan, indra penglihatan baru bermula pada bulan ketiga dan menjadi
sempurna pada bulan keenam (Shihab, 2002: 304).
b. Penglihatan
Selanjutnya dipilih bentuk jamak untuk penglihatan dan hati
karena yang didengar selalu saja sama, baik oleh seorang maupun banyak
orang dan arah manapun datangnya suara. Ini berbeda apa yang dilihat.
Posisi tempat berpijak dan arah pandang melahirkan perbedaan. Demikian
juga hasil kerja akal dan hati. Hati manusia sekali senang sekali susah,
sekali benci dan sekali rindu, tingkat-tingkatnya berbeda-beda walau objek
yang dibenci dan dirindu sama (Shihab, 2002: 304).
Firman-Nya diatas menunjukkan kepada alat-alat pokok yang
digunakan guna meraih pengetahuan. Yang alat pokok pada objek yang
bersifat material adalah mata dan telinga, sedangkan pada objek
immaterial adalah akal dan hati (Shihab, 2002: 178).
47
c. Akal
Dalam pandangan al-Qur’an ada wujud yang tidak tampak
betapapun tajamnya mata kepala atau fikiran. Banyak hal yang tidak dapat
terjangkau oleh indra bahkan oleh akal manusia. Yang dapat
menangkapnya hanyalah hati, melalui wahyu, ilham atau intuisi. Dari sini
pula sehingga al-Qur’an, disamping menuntun dan mengarahkan
pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar mengasah akal
yakni daya pikir dan mengasuh pula daya kalbu (Shihab, 2002: 304).
Akal dalam arti daya pikir hanya mampu berfungsi dalam batas-
batas tertentu. Ia tidak mampu menuntun manusia keluar jangkauan alam
fisika ini. Adapun kemampuan akal dan mata hati yang berfungsi
membedakan yang baik dan yang buruk, ini berfugsi jauh sesudah kedua
indra tersebut diatas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perurutan
penyebutan indra-indra pada ayat diatas mencerminkan tahap
perkembangan fungsi indra-indra tersebut (Shihab, 2002: 304).
Surat an-Nahl ayat 78 ini merupakan salah satu bukti kuasa Allah
menghidupkan kembali siapa yang meninggal dunia. Ayat ini
menyatakan: sebagaimana Allah mengeluarkan kamu berdasar kuasa dan
ilmu-Nya dari perut ibu-ibu kamu, sedang tadinya kamu tidak wujud,
maka demikian juga Dia dapat mengeluarkan kamu dari perut bumi dan
menghidupkan kamu kembli. Ketika Dia mengeluarkan kamu dari ibu-ibu
kamu, kamu semua dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun yang ada
48
di sekeliling kamu dan Dia menjadikan buat kamu pendengaran,
penglihatan, dan aneka hati sebagai bekal dan alat-alat untuk meraih
pengetahuan agar kamu bersyukur dengan menggunakan alat-alat tersebut
sesuai dengan tujuan Allah menganugerahkannya kepada kamu (Shihab,
2012: 180).
Dapat penulis simpulkan dari penafsiran surat an-Nahl ayat 78
menurut tafsir al-Misbah bahwasannya Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan kemudian
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.
Dalam penafsiran tersebut diawali dengan proses penciptaan manusia, dan
menggunakan alat-alat indra dengan sebenar-benarnya. Dijelaskan juga
agar kita mempergunakan nya untuk melakukan hal yang baik dan
bermanfaat, seperti kita mempunyai kecerdasan untuk belajar dan
menuntut ilmu. Dan juga menekankan untuk mengasah akal yakni daya
pikir dan mengasah pula daya kalbu untuk selalu mendekatkan diri kepada
Allah. Mengajarkan kita untuk bersyukur atas apa-apa yang diberikan oleh
Allah kepada manusia.
2. Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah lah yang berbuat dan berkuasa
penuh. Diantara dalil-dalil itu disebutkan penciptaan manusia dalam berbagai
perkembangannya (al-Maraghi, 1992: 209).
49
Allah menjadikan kalian mengetahui apa yang tidak kalian ketahui,
setelah Dia mengeluarkan kalian dari dalam perut ibu. Kemudian member
kalian akal yang dengan itu kalian dapat memahami dan membedakan antara
yang baik dengan yang buruk, antara petunjuk dengan kesesatan, dan antara
yang salah dengan yang benar, menjadikan pendengaran bagi kalian yang
dengan itu kalian dapat mendengar suara-suara, sehingga sebagian kalian
dapat memahami dari sebagian yang lain apa yang saling kalian perbincang-
kan, menjadikan penglihatan, yang dengan itu kalian dapat melihat orang-
orang, sehingga kalian dapat saling mengenal dan membedakan antara
sebagian dengan sebagian yang lain, dan menjadikan perkara-perkara yang
kalian butuhkan di dalam hidup, sehingga kalian dapat mengetahui jalan, lalu
kalian menempuhnya untuk berusaha mencari rezeki dan barang-barang, agar
kalian dapat memilih yang baik dan meninggalkannya yang buruk. Demikian
halnya dengan seluruh perlengkapan dan aspek kehidupan (al-Maraghi, 1992:
211).
Dengan harapan kalian dapat bersyukur kepada-Nya dengan
menggunakan nikmat-nikmat-Nya dalam tujuannya yang untuk itu ia
diciptakan, dapat beribadah kepada-Nya, dan agar dengan setiap anggota
tubuh kalian melaksanakan ketaatan kepada-Nya (al-Maraghi, 1992: 211).
Allah menjadikan kalian mengetahui apa yang tidak kalian ketahui,
setelah ia mengeluarkan kalian dari dalam perut ibu. Kemudian memberi
50
kalian akal dengan itu kalian dapat memahami dan membedakan diantara
yang baik dan yang buruk (Al-Ta’dib, 2017: 184).
Ayat ini menurut Tafsir Al-Maraghi mengandung bahwa setelah Allah
melahirkan kamu dari perut kamu, maka Dia menjadikan kamu dapat
mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak kamu ketahui. Dia telah
memberikan kepadamu beberapa macam anugrah berikut ini:
a. Akal
Sebagai alat untuk memahami sesuatu, terutama dengan akal itu
kamu dapat membedakan antara yang baik dan yang jelek, antar yang
lurus dan yang sehat, antara yang benar dan yang salah (Tafsir al-Maraghi,
1992: 211).
Sebagaimana yang kita ketahui lafadz ‘aql adalah masdar (kata
asal) yang digunakan dalam al-Qur’an tidak mutlak. Seluruh bentuk
verbalnya walaupun beragam pengambilannya kata ‘aql dalam Al-Qur’an
menunjukkan makna aktifitas berfikir dalam diri manusia. Diantaranya
adalah:
Surat al-Baqarah ayat 75
هم ن يسمعون كلم اف تطمعون ان ي ؤمن وا لكم وقد كان فريق م هللا ث يرف ونه من ب عدماعقلوه وهم ي علمون
51
Artinya :
Maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka
akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka
mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah
memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?
b. Pendengaran
Sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama dengan
pendengaran itu kamu dapat memahami percakapan diantara kamu
(Tafsir al-Maraghi, 1992: 211).
Mendengar adalah menangkap bunyi-bunyi (suara) dengan
indra pendengaran. Pendengaran dan suara itu memelihara komunikasi
vokal antara makhluk yang satu dengan yang lainnya. Bunyi binatang
dan manusia sebenarnya adalah pernyataan, dia dimengerti oleh
binatang dan manusia lain dalam suatu arti tertentu. Karena hal yang
demikian itu, bunyi dapat berfungsi dua macam, yaitu sebagai tanda
(signal), dan lambang. Pada hal pertama kita menghadapi ekspresi
(misalnya teriakan-teriakan karena ketakutan, terkejut, kagum dan
sebagainya) sedangkan pada hal yang kedua kita mneghadapi bahasa
(Al-Ta’dib, 2017: 192).
Dalam kehidupan sehari-hari bunyi berfungsi sebagai
pendukung arti; karena itulah maka sebenarnya yang ditangkap atau
didengar adalah artinya, bukan bunyi atau suaranya. Kalau
didengarkan misalnya yang menarik perhatian dan yang didengar
52
adalah arti yang dibawakan atau “dikatakan” oleh musik itu,
sedangkan nada-nada yang dibentuk musik itu seakan-akan hanyalah
melatar belakangi arti (Al-Ta’dib, 2017: 192).
c. Penglihatan
Sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama dengan
penglihatan itu kamu dapat saling mengenal diantara kamu.
Telah disebutkan bahwa modalitas pengamatan itu dibedakan
menurut panca indra yang digunakan untuk mengamati, yaitu
penglihatan, pendengaran, rabaan, pembauan atau penciuman,
pencecapan. Dari modalitas pengamatan yang telah mendapatkan
penelitian psikologi secara meluas dan mendalam adalah penglihatan
(Al-Ta’dib, 2017: 192).
Maka dilahirkan ke dunia, lalu diberikan pendengaran,
sehingga tidak tuli, dan diberi alat penglihatan sehingga tidak buta,
diberi pula hati buat mempertimbangkan apa yang didengar dan apa
yang dilihat, adalah nikmat yang paling besar yang di anugrahkan
Allah dalam hidup ini. Sebab manusia itu adalah pemikul beban berat,
yaitu menjadi khalifatullah di bumi (Al-Ta’dib, 2017: 192).
Bersyukur itu adalah dengan mempergunakan nikmat-nikmat
Allah itu di dunia dengan sebaik-baiknya, sehingga kita menjadi
manusia yang berarti. Bersyukur artinya ialah berterima kasih dan
53
lawan dari syukur ialah kufur, tidak mengenal budi (Hamka, 1983:
274-275).
3. Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT menyebutkan tentang pengetahuan dan kekuasan-Nya
Yang Maha Sempurna atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang gaib
yang ada di langit dan di bumi, dan hanya Allah-lah yang mempunyai
pengetahuan tentang perkara gaib ini kecuali bila Allah menghendakinya
untuk memperlihatkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Kekuasaan
Allah Maha Sempurna, tiada dapat ditentang dan tiada dapat dicegah. Dan
bahwa Allah itu apabila menghendaki sesuatu, Dia hanya berfirman
kepadanya, “Jadilah kamu!” maka jadilah ia. Seperti yang di sebutkan oleh
firman-Nya: (ar-Rifa’I, 1999: 1050).
ال بلبصر م كلمح واحدة وماامرن
“Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.”
(al-Qamar: 50).
Kemudian Allah menerangkan berbagai karunia yang dianugerahkan
kepada hamba-hamba-Nya tatkala mereka dikeluarkan dari perut ibunya,
yaitu:
a. Pendengaran
Bentuk karunia-Nya yang telah Dia limpahkan kepada hamba-
hamba-Nya, yaitu Dia mengeluarkan mereka dari perut ibu mereka
54
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Sesudah itu Allah
memberinya pendengaran hingga ia dapat mendengar suara,
penglihatan hingga ia bisa melihat (Abdullah, 2003: 216).
b. Penglihatan
Dia memberikan pendengaran yang dengannya mereka
mengetahui suara, penglihatan yang dengannya mereka dapat melihat
berbagai hal.
c. Akal
(yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya berada
di hati). Menurut pendapat yang lain adalah otak. Dengan akal itu
manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu, mana yang
bermanfaat dan mana yang berbahaya (Abdullah, 2003: 216).
Kemampuan dan indera ini diperoleh oleh seseorang secara
bertahap, yakni sedikit demi sedikit. Semakin besar seseorang, maka
bertambah pula kemampuan pendengaran, penglihatan, dan akalnya
hingga sampailah ia pada usia matang dan dewasanya (Abdullah,
2003: 216).
Sesungguhnya Allah menjadikan kesemuannya dalam diri
manusia agar manusia mampu melaksanakan penyembahan kepada
Tuhannya. Maka dengan bantuan semua anggota tubuhnya dan
kekuatan yang ada padanya ia dapat menjalankan amal ketaatan
kepada Tuhannya, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih
55
Bukhari melalui sebuah hadis dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw,
yang telah bersabda: (Abdullah, 2003: 216).
Allah SWT, berfirman: “barang siapa yang memusuhi kekasih-
Ku, berarti dia menantang peran dengan-Ku. Dan tiadalah
hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu
yang lebih Aku sukai selain dari mengerjakan apa yang telah
Aku fardhukan (wajibkan) baginya. Hamba-Ku terus-menerus
mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan mengerjakan amalan-
amalan sunat hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah
mencintainya, maka Aku selalu bersama pendengaran yang
dipakainya untuk mendengar, selalu bersama penglihatan
yang dipakainya untuk melihat, selalu bersama tangan yang
dipakainya untuk berbuat, dan selalu bersama kaki yang
dipakainya untuk melangkah. Dan sesungguhnya jika dia
meminta kepada-Ku, Aku benar-benar akan memberinya. Dan
sesungguhnya jika dia berdoa kepada-Ku, aku benar-benar
akan melindungi-Nya. Dan tidaklah Aku ragu-ragu terhadap
sesuatu yang akan Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku
dalam mencabut nyawa hamba-Ku yang mukmin. Dia tidak
suka mati dan Aku tidak suka menyakitinya, tetapi maut
merupakan suatu keharusan baginya.”
56
Makna hadis di atas menunjukkan bahwa seorang hamba
apabila ikhlas dalam ketaatannya terhadap Allah, maka semua
perbuatannya hanyalah karena Allah SWT. Untuk itu tiadalah dia
mendengar kecuali karena Allah, tiadalah dia melihat kecuali karena
Allah, yakni apa yang diperintahkan oleh Allah untuknya. Dan
tiadalah dia berbuat dan tiadalah dia melangkah melainkan dalam
ketaatan kepada Allah SWT. Seraya meminta pertolongan kepada
Allah dalam mengerjakan kesemuannya itu (Abdullah, 2003: 218).
Dalam riwayat lain yang berada di dalam kitab selain kitab
sahih sesudah kalimat “dan selalu bersama kaki yang dipakainya untuk
melangkah” disebutkan hal berikut:
فب يسمع ، وب ي بصر ، وب ي بطش ، وب يشي
“maka beserta Akulah dia mendengar, beserta Akulah dia
melihat, dan beserta Akulah dia melangkah (berjalan)” (Abdullah,
2003: 218).
Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan berbagai anugerah yang Dia
limpahkan kepada hamba-hamba-Nya ketika mereka dikeluarkan dari
perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa pun. Setelah itu Dia
memberikan pendengaran yang dengannya mereka mengetahui suara,
penglihatan yang dengannya mereka dapat melihat berbagai hal, dan hati
yaitu akal yang pusatnya adalah hati, demikian menurut pendapat yang
57
shahih. Ada juga yang mengatakan, otak dan akal. Allah juga memberinya
akal yang dengannya dia dapat membedakan berbagai hal, yang membawa
mudharat dan yang membawa manfaat. Semua kekuatan dan indera
tersebut diperoleh manusia secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
Setiap kali tumbuh, bertambahlah daya pendengaran, penglihatan, dan
akalnya hingga dewasa. Penganugerahan daya tersebut kepada manusia
dimaksudkan agar mereka dapat beribadah kepada Rabb nya yang
Mahatinggi (Abdullah, 2003: 88).
4. Tafsir Quthb
Sebuah peristiwa gaib yang dekat, tetapi ia cukup jauh mendalam.
Proses kejadian janin bisa jadi terdeteksi oleh manusia. Akan tetapi, mereka
tak tau bagaimana proses itu bisa terjadi, sebab ia merupakan rahasia
kehidupan yang tersembunyi. Ilmu yang selama ini diakui manusia dan ia
merasa tinggi dengannya sehingga ia ingin menguji kebenaran peristiwa hari
kiamat dan alam gaib lainnya, adalah ilmu yang dangkal yang baru saja ia
peroleh, sebab “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu apapun...” (Quthb, 1992: 200).
Tuhan yang melahirkan para pakar dan para peneliti dan
mengeluarkannya dari perut ibunya dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa,
adalah Maha dekat sekali! Setiap ilmu yang ia dapatkan sesudah itu,
semuanya adalah anugerah dari Allah sesuai ukuran yang dikehendaki-Nya
untuk kepentingan manusia dan untuk mencukupi keperluan manusia untuk
58
hidup di muka bumi ini, “Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati.” (Quthb, 1992: 200).
Dalam ayat ini menjelaskan contoh sederhana dalam kehidupan
manusia yang tidak dapat terjangkau oleh akal pikiran manusia, yakni
kelahiran manusia. Persoalan ini adalah ghoib yang dekat, tetapi sangat jauh
dan sulit untuk menjangkaunya. Memang boleh jadi manusia dapat melihat
tahap-tahap pertumbuhan janin, tetapi manusia tidak dapat mengetahui
bagaimana hal tersebut terjadi, karena rahasianya merupakan rahasia
kehidupan (Quthb, 1992: 200).
Dalam bahasa al-Qur’an, hati terkadang di ungkapkan dengan kata
qalbu atau dengan kata fu’aad, untuk menjelaskan setiap alat (organ)
pemahaman pada diri manusia. Hal ini meliputi apa yang diistilahkan dengan
akal, juga potensi inspiratif (ilham) pada diri manusia yang tersembunyi dan
tak diketahui hakikatnya serta cara kerjanya. Allah memberimu pendengaran,
penglihatan, dan hati itu dalam rangka, “agar kamu bersyukur.” (Quthb, 1992:
200).
Ayat ini sebagai bukti bahwa manusia lahir tanpa pengetahuan yang
bersifat kasby (yakni yang diperoleh melalui upaya manusiawi). Manusia
bagaikan kertas putih yang suci dari tinta. Di sisi lain manusia mempunyai
fitrah kesucian yang melekat pada dirinya sejak lahir, yakni fitrah yang
menjadikan manusia mengetahui bahwa Allah Maha Esa. Di samping itu
59
manusia juga mengetahui walau sedikit tentang wujud dirinya dan apa yang
sedang dialaminya (Quthb, 1992: 200).
Jadi, agar kamu bersyukur apabila kamu memahami betul nilai yang
terkandung pada nikmat-nikmat tersebut dan nikmat-nikmat Allah lainnya
yang diberikan kepadamu. Ekspresi syukur yang pertama adalah dalam bentuk
beriman kepada Allah sebagai Sesembahan Yang Maha Esa (Quthb, 1992:
201).
Pada pembahasan dalam bab ini, penulis akan memaparkan analisis
kecerdasan spiritual dalam perspektif Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78. Ayat
ini menggambarkan tentang bentuk karunia yang Allah berikan kepada
Manusia yaitu tentang bagaimana penciptaan dan memberikan pendengaran,
penglihatan, dan hati agar kalian bersyukur. Dan dengan potensi-potensi
tersebut mereka dapat memanfaatkan dengan baik sesuai dengan tujuannya.
Dalam hal ini juga di dasari dengan penafsiran oleh beberapa ahli tafsir di atas
adalah:
a. Tafsir Al-Misbah
Quraish Shihab menjelaskan tentang alat-alat pokok atau
potensi diri manusia yang menggunakan guna meraih pengetahuan.
Alat pokok pada objek yang bersifat material adalah mata dan
telinga, sedangkan pada objek yang bersifat immaterial adalah akal
dan hati, yaitu:
60
1) Pendengaran; didahulukan kata pendengaran karena memang
ilmu kedokteran membuktikan bahwa indra pendengaran
berfungsi mendahului indra penglihatan.
2) Penglihatan; dipilihnya dalam bentuk jamak untuk kata
penglihatan karena yang didengar selalu saja sama, baik oleh
seorang maupun banyak orang dan arah mana pun datangnya
suara.
3) Akal; adapun kemampuan akal dan mata hati yang berfungsi
membedakan yang baik dan yang buruk. Hasil kerja akal dan hati
itu tingkatnya berbeda-beda walau objek yang dibenci dan rindu
sama.
Maka dari itu, dalam al-Qur’an dijelaskan untuk menuntun dan
mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar
mengasah akal, yakni daya pikir dan mengasah pula daya kalbu.
b. Tafsir Al-Maraghi
Allah menjadikan kalian mengetahui apa yang tidak kalian
ketahui, setelah Dia mengeluarkan kalian dari perut ibu. Kemudian
memberikan kalian akal yang dengan itu kalian dapat memahami dan
membedakan antara yang baik dengan yang buruk. Didalam tafsir al-
Maraghi lebih cenderung menjelaskan manfaat alat-alat indra tersebut,
seperti; (Al-Maraghi, 1992: 209).
61
1) Pendengaran; menjadikan pendengaran bagi kalian, yang dengan
itu kalian dapat mendengar suara-suara, sehingga sebagian kalian
dapat memahami dari sebagian yang lain apa yang saling kalian
perbincangkan.
2) Penglihatan; menjadikan penglihatan yang dengan itu kalian dapat
saling melihat orang-orang, sehingga kalian dapat saling
mengenal.
3) Akal; dalam tafsir al-Maraghi menjelaskan akal secara global,
yang dapat membedakan mana yang baik dan buruk, antara
petunjuk dan kesesatan, antara yang salah dan yang benar.
Dari semua aspek potensi dalam ayat tersebut, sesungguhnya
Allah hanya memberikan semua potensi indera itu agar manusia
berubah dari kebodohan menuju pada sebuah ilmu pengetahuan, dan
Allah menjadikan pada diri manusia pendengaran agar mereka mampu
mendengar apapun ketika memperoleh petunjuk terhadap apa yang
diperoleh terkait masalah agama dan pengetahuan lainnya. Allah
menjadikan penglihatan-penglihatan agar mereka mampu melihat apa
saja yang telah Allah nikmatkan kepada mereka. Dan hati sebagai
penentu baik dan buruknya suatu perkara dalam membentuk pribadi
manusia itu sendiri.
62
c. Tafsir Ibnu Katsir
Menurut Tafsir Ibnu Katsir dalam penafsiran nya bahwa Allah
Ta’ala menyebutkan berbagai anugerah yang Dia limpahkan kepada
hamba-hamba-Nya ketika mereka dikeluarkan dari perut ibunya
dalam keadaan tidak mengetahui apa pun. Sesungguhnya Allah
menjadikan kesemuannya dalam diri manusia agar manusia mampu
melaksanakan penyembahan kepada Tuhannya. Maka dengan
bantuan semua anggota tubuhnya dan kekuatan yang ada padanya ia
dapat menjalankan amal ketaatan kepada Tuhannya (Abdullah, 2003:
216).
1) Pendengaran; Dia memberikan pendengaran yang dengannya
mereka mengetahui suara. Karena apa yang didengar oleh manusia
itu selalu saja sama, baik seorang maupun banyak orang dan dari
arah mana pun datangnya suara.
2) Penglihatan; Penglihatan yang dengannya mereka dapat melihat
berbagai hal. Tetapi penglihatan oleh orang yang satu dengan yang
lainnya berbeda, karena dari posisi tempat berpijak seseorang dan
arah pandang akan melahirkan perbedaan dalam hasinya yang
dilihat. Maka dalam ayat ini kata penglihatan berbentuk dari kata
jama’.
3) Akal; hati (yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya
berada di hati). Menurut pendapat yang lain adalah otak. Dengan
63
akal itu manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu,
mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya.
Dari ketiga indera-indera tersebut, penulis dapat menganalis
bahwasanya semua potensi indera memiliki hubungan yang erat dan
selaras, yang satu dengan yang lainnya dapat saling melengkapi.
Pendengaran, penglihatan, maupun hati itu semakin kita tumbuh
dewasa, semakin bertambah pula kemampuan indera-indera yang kita
miliki.
d. Tafsir Quthb
Menurut penafsiran Sayyid Quthb, tuhan melahirkan para
pakar dan para peneliti, dan mengeluarkannya dari perut ibunya
dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa, adalah Maha dekat sekali!
Setiap ilmu yang ia dapatkan setelah itu, semuanya adalah anugerah
dari Allah SWT, sesuai ukuran yang dikehendakinya untuk
kepentingan manusia dan untuk mencukupi keperluan manusia untuk
hidup di muka bumi ini (Quthb, 1992: 200).
Dalam bahasa al-Qur’an, hati terkadang di ungkapkan dengan
kata qalbu atau dengan kata fu’aad, untuk menjelaskan setiap alat
(organ) pemahaman pada diri manusia. Hal ini meliputi apa yang
diistilahkan dengan akal, juga potensi inspiratif (ilham) pada diri
manusia yang tersembunyi dan tak diketahui hakikatnya serta cara
64
kerjanya. Allah memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati itu
dalam rangka, “agar kamu bersyukur.
Dengan memfungsikan secara optimal tiga sarana kecerdasan
yang diberikan Allah kepada manusia tersebut, manusia akan
menjadi makhluk yang sempurna karena ia dapat memanfaatkan
dengan baik, sesuai dengan kegunaannya. Seperti yang telah
dijelaskan di atas, telinga sebagai alat pendengaran adalah fungsi
pertama yang digunakan manusia untuk menangkap pesan-pesan atau
materi-materi yang ada di sekitarnya. Telinga merupakan alat sebagai
penghubung manusia dengan dunia luar.
Selanjutnya manusia dianugerahi dua bola mata sejak usia dini
menjadi modal berharga untuk menggapai prestasi dan
mengembangkan kecerdasan yang mereka miliki. Dengan mata ini
pula manusia bisa belajar dan menulis serta melakukan pekerjaan
sehari-hari dengan sempurna.
Selanjutnya manusia dianugerahi hati yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Daya akal pikiran manusia dapat
membedakan antara perbuatan baik dan buruk, antara halal dan
haram. Dengan akal pikiran manusia sadar sebagai hamba Allah
SWT yang harus melaksanakan kewajiban untuk selalu menyembah
dan mendekatkan diri kepada Allah.
65
C. Aspek Kecerdasan Yang Terdapat Dalam Surat An-Nahl Ayat 78
Sebagaimana yang telah tertera dalam Bab I bahwa tujuan penelitian
ini untuk mengetahui isi kandungan al-Qur’an surat an-Nahl ayat 78 kaitannya
dengan aspek kecerdasan spiritual. Untuk itu dalam Sub Bab ini penulis
menganalisis al-Qur’an surat an-Nahl ayat 78 kaitannya dengan aspek
kecerdasan spiritual tersebut sesuai dengan metode yang digunakan yaitu
metode analisis data dengan metode Tahlili.
Dalam hal ini, peneliti menganalisi tiga aspek yang berkaitan dengan
kecerdasan spiritual. Ke-tiga aspek tersebut meliputi, aspek ruh, aspek
biologis dan aspek sosial. Dalam al-Qur’an telah banyak dijelaskan mengenai
aspek kecerdasan spiritual, surat yang penulis teliti yang berkaitan dengan
kecerdasan spiritual adalah al-Qur’an surat an-Nahl ayat 78 yang berbunyi:
اخرجكم من تكم لت علمون شي ئا بطون موالل وجعل ل كم السمع لامه روالفئدة تشكرون لعلكم لوالبص
Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan,
dan hati agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl: 78). (DepagRI, Al-Qur’an dan
terjemahnya: 413).
Secara epistemologis, berdasarkan Q.S. an-Nahl/ 16:78 “Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mnegetahui
sesuatu pun, dan Dia member kamu pendengaran (as-sama’), penglihatan
(al-abshar) dan hati (al-af’idah), agar kamu bersyukur”, maka kecerdasan
66
manusia bertumpu pada tiga ranah vital, yaitu pendengaran, penglihatan, dan
hati (Iskandar, 2012: 40).
Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa aspek kecerdasan spiritual
yang terkandung pada surat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aspek Ruh
Dalam Islam ruh adalah jauhar ruhani yang berbeda secara esensial
dengan jasad. Disini pendapat al-Farabi agak berbeda dengan filosof Islam
lainnya tentang kekekalan ruh. Menurutnya kekekalan ruh itu bukan ruh
perorangan tetapi ruh kolektif, yang di akhirat nanti ruh-ruh masuk
kedalam jasad kembali bergabung dengan jiwa yang kekal (Azra, 2001:
76).
Utsman Najati mengatakan bahwa di dalam surat an-Nahl ayat 78
yang berbunyi ( لعلكم تشكرون)/ agar kamu bersyukur ini adalah perintah
bersyukur ada kaitannya dengan kecerdasan spiritual dalam aspek ruhani
seseorang, karena seseorang yang selalu bersyukur kepada Allah atas
segala nikmat yang diberikan kepadanya maka mereka mampu hidup
dengan damai (Najati, 2006: 4).
Dalam Tafsir Jalalain di katakan: Dan kami katakan kepadanya,
hendaklah kamu bersyukur kepada Allah atas hikmah yang
dilimpahkan kepadamu. Dan barang siapa bersyukur kepada
Allah, maka ia bersyukur atas dirinya sendiri karena pahala
67
bersyukurnya itu akan kembali kepada dirinya sendiri (Jalalain,
1745).
Dan karena sesungguhnya dengan bersyukur kepada Allah akan
melimpahkan pahala yang berlimpah sebagai balasan dari-Nya, atas rasa
syukurnya dan dia kelak akan menyelamatkannya dari adzab Allah.
Syukur meski bukan kepentingan Allah tapi syukur harus dipersembahkan
kepada Allah dan orang-orang yang membantu kita, seperti kedua orang
tua, atau dalam bahasa keseharian terima kaish itu hanya ditujukan kepada
Allah dan orang-orang yang menjadikan kehadiran nikmat Allah
(Waryono, 2005: 48).
Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari lubuk
hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerahnya, disertai
dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta
kepadanya. Syukur di definisikan dengan memfungsikan anugerah yang
diterima, ia adalah menggunakan nikmat sebagaimana yang dikehendaki
oleh penganugerahannya yaitu Allah, hanya dengan demikian anugerah
dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Shihab, 2003: 122).
Karena sudah di jelaskan pada sub Bab di atas bahwa Aspek
ruhani merupakan aspek yang berkaitan dengan jiwa seseorang ataupun
hati nurani yang mengaplikasikan rukun Iman, selalu merasakan
kedekatan dengan Allah, memenuhi kebutuhan-kebutuhan dengan sesuatu
yang halal, selalu berdzikir kepada Allah seperti melaksanakan perintah
68
Allah dengan ibadah. Jadi sudah jelas bahwa aspek kecerdasan berupa
aspek ruh yang terkandung dalam surat an-Nahl ayat 78 ini adalah
perintah untuk bersyukur kepada Allah.
2. Aspek Biologis
Aspek kecerdasan spiritual menyangkut aspek biologis dapat
ditemukan dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 78 yang berbunyi:
اخرجكم من تكم لت علمون شي ئا بطون م والل امه
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibu mu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Sayyid Quthub
menjadikan ayat ini sebagai pemaparan contoh sederhana dalam
kehidupan manusia yang tidak dapat terjangkau olehnya, yakni kelahiran.
Padahal hal itu terjadi setiap saat siang dan malam. Persoalan ini adalah
gaib yang dekat, tetapi sangat jauh dan dalam untuk menjangkaunya.
Memang boleh jadi manusia dapat melihat tahap-tahap pertumbuhan
janin, tetapi dia tidak mengetahui bagaimana hal tersebut terjadi, karena
rahasianya merupakan rahasia kehidupan (Shihab, 2002: 303).
Al-Qur’an menguraikan produksi manusia dan reproduksi
manusia. Berbicara tentang penciptaan manusia pertama menunjuk kepada
sang pencipta dengan menggunakan pengganti nama bentuk tunggal.
69
Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang
Maha Pencipta menunjuk dengan menggunakan bentuk jamak.
Hal ini untuk menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia
secara umum dan proses kejadian Adam a.s. penciptaan manusia secara
umum, melalui proses keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya, yaitu bapak
dan ibu. Keterlibatan bapak dan ibu mempunyai pengaruh menyangkut
bentuk fisik dan psikis anak, sedang dalam penciptaan Adam tidak
terdapat keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak (Shihab, 2002:
276).
Maksud dari ayat ini yang berkaitan dengan aspek Biologis adalah
tentang penciptaan manusia, yang berupa tiga ranah kecerdasan yaitu
pendengaran, penglihatan dan hati. Seperti yang sudah dijelaskan di atas
bahwa mereka saling berkaitan karena dengan tiga ranah tersebut manusia
dapat menjaga apa yang telah Allah berikan kepada nya. Dan semua hal
itu berfungsi sesuai dengan batas kemampuan setiap seseorang untuk
melakukan apa yang di perintahkan oleh Allah dan menjauhi larangan
Allah.
3. Aspek Sosial
Salah satu aspek kecerdasan spiritual adalah aspek sosial. Indikator
dari aspek sosial meliputi: mencintai kedua orang tua, mencintai
pendamping hidup, mencintai anak, membantu orang yang membutuhkan,
70
amanah, berani mengungkapkan kebenaran, jujur, serta menjauhi hal yang
dapat menjauhi orang lain (Najati, 2003: 90-91).
Dalam perintah bersyukur dalam surat an-Nahl ayat 78 yang
berbunyi ( لعلكم تشكرون)/ agar kamu bersyukur, ini juga terkandung
dalam aspek sosial, karena dengan menggunakan tiga potensi manusia
yang dijelaskan dalam surat tersebut kita dapat bersyukur kepada Allah.
Pertama, yaitu syukur dengan hati dengan cara mengingat nikmat yang
telah diterima; kedua, syukur dengan lisan yaitu dengan cara memuji
orang yang telah memberi nikmat tersebut; ketiga, syukur dengan anggota
tubuh yaitu dengan cara membalas nikmat tersebut sesuai dengan kadar
yang pantas (ar-Raghib, 2017: 397).
Jadi, dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa dalam surat
an-Nahl ayat 78 terdapat tiga aspek kecerdasan spiritual, yaitu; aspek ruh,
aspek biologis, dan aspek sosial. Karena di dalam ayat tersebut
menjelaskan tentang kekuasaan Allah dengan penciptaan manusia, dan
diberikannya manusia potensi berupa pendengaran, penglihatan, dan hati
agar mereka bersyukur kepada Allah. Dengan adanya potensi-potensi
tersebut, manusia dapat lebih mendekat kepada Allah dan mengasah
kecerdasan masing-masing.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan dari pembahasan dan
analisis hasil dari penelitian tentang kecerdasan spiritual yang terdapat pada
surat an-Nahl ayat 78 sesuai rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Penafsiran Kecerdasan Spiritual Yang Terdapat Dalam Al-Qur’an Surat
An-Nahl Ayat 78 Menurut Beberapa Ahli Tafsir
a. Tafsir Al-Misbah
Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa Surat an-Nahl ayat 78,
Ayat ini menyatakan: sebagaimana Allah mengeluarkan kamu
berdasar kuasa dan ilmu-Nya dari perut ibu-ibu kamu. Ketika Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibu kamu dalam keadaan tidak
mengetahui apapun, kemudian diberi pendengaran, penglihatan dan
hati agar kamu bersyukur dan mampu memanfaatkan dengan tujuan
yang baik.
b. Tafsir Al-Maraghi
Al-Maraghi dalam tafsirnya tentang surat an-Nahl ayat 78
dijelaskan bahwa Allah menjadikan kalian mengetahui apa yang tidak
kalian ketahui, setelah ia mengeluarkan kalian dari dalam perut ibu.
Kemudian memberi kalian akal dengan itu kalian dapat memahami
72
dan membedakan diantara yang baik dan yang buruk. Dengan diberi
tiga potensi yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu
bersyukur.
c. Tafsir Ibnu Katsir
Dalam tafsir ini dijelaskan bahwa Allah SWT, menyebutkan
karunia-Nya bahwa dengan penganugerahan tiga potensi seperti;
pendengaran, penglihatan dan hati manusia mampu melaksanakan
penyembahan kepada Tuhannya. Dengan akal itu manusia dapat
membedakan di antara segala sesuatu, mana yang bermanfaat dan
mana yang berbahaya, dan dapat mendekatkan diri melalui beribadah
kepada Rabb nya.
d. Tafsir Qutbh
Dalam Tafsir Qutbh dijelaskan bahwa Ayat ini sebagai bukti
bahwa manusia lahir tanpa pengetahuan yang diperoleh melalui upaya
manusiawi. Manusia bagaikan kertas putih yang suci dari tinta. Di sisi
lain manusia mempunyai fitrah kesucian yang melekat pada dirinya
sejak lahir, yaitu fitrah yang menjadikan manusia mengetahui bahwa
Allah Maha Esa.
2. Aspek Kecerdasan Spiritual Yang Terkandung Dalam Al-Qur’an Surat
An-Nahl Ayat 78
Ada tiga aspek kecerdasan spiritual yang terkandung dalam surat an-
Nahl ayat 78, adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut:
73
a. Aspek Ruh
Aspek Ruhani merupakan aspek yang berkaitan dengan jiwa
seseorang ataupun hati nurani. Mendekatkan diri kepada Allah dengan
cara beribadah, berdzikir maka Allah akan memudahkan segala urusan
kita di dunia maupun akhirat.
Aspek Ruhani yang terkandung dalam surat an-Nahl ayat 78
adalah perintah untuk bersyukur, karena seseorang yang selalu
bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan kepadanya
maka mereka mampu hidup dengan damai. Bersyukur itu terkadang
ada orang yang selalu melakukannya, dan ada orang yang enggan
bahkan tidak pernah bersyukur atas nikmat Allah tersebut. Padahal
Allah sudah menjanjikan bahwa seseorang yang bersyukur atas
nikmat-Nya maka akan ditambah segala kenikmatan yang lain, semua
itu hanya atas izin Allah SWT.
b. Aspek Biologis
Aspek biologis berkaitan dengan kesehatan seseorang. Terbebas
dari penyakit, tidak cacat, membentuk konsep positif terhadap fisik,
menjaga kesehatan, tidak membebani fisik kecuali batas
kemampuannya. Adapun aspek biologis dalam surat an-Nahl ayat 78
adalah tentang penciptaan manusia yang tidak dapat terjangkau oleh
manusia. Persoalan ini adalah gaib yang dekat, tetapi sangat jauh dan
dalam untuk menjangkaunya.
74
c. Aspek Sosial
Aspek sosial berkaitan dengan hidup dalam bermasyarakat, yang
diikat dan dihubungkan dengan hati. Adapun aspek sosial yang ada
pada surat ini adalah kemampuannya dalam bersyukur. Karena dalam
surat ini dijelaskan bahwa Allah memberikan segala potensi-potensi
yang dapat digunakan untuk hidup bersosial.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelititan dan kesimpulan yang didapatkan oleh
penulis pada penelitian ini, maka penulis mengemukakan beberapa saran.
Diantaranya sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian ini, maka seorang pendidik seharusnya mengetahui
bahwa dalam setiap seseorang mempunyai kecerdasan masing-masing
yang dapat mereka kembangkan.
2. Sebagai umat Islam, pasti mengetahui bahwa apa yang kita miliki itu
adalah pemberian dari Allah SWT. Maka sebagai orang Muslim sudah
seharusnya manusia mensyukuri semua karunia yang diberikan Allah. Dan
meningkatkan rasa syukur dengan cara beribdah kepada-Nya. Untuk tanda
terima kasihnya kepada Allah. Salah satunya seperti yang terdapat dalam
surah an-Nahl ayat 78 bahwa dijelaskan perintah untuk bersyukur kepada
Allah SWT.
3. Dari hasil akhir penelitian ini belum sepenuhnya sempurna, mungkin
masih banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis mengharapkan
75
penelitian ini dapat di lanjut dan dikaji ulang yang tentunya lebih teliti,
dan juga lebih mendetail guna menambah wawasan dan pengetahuan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abadiy, al-Fairuz. 1416 H/1986 M. Basa’ir Zawi at-Tamyiz fi Lata’if al-Kitab al-
‘Azizi. Mesir: Lajnat Ihya’ at-Turas al-Islamiy.
‘Abd al-Baqi, Muhammad Fu’ad. Al-Mu’jam al-Mufahrasy.
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2005. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-
Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta.
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan
Spiritual : Esq Berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga
Wijaya Persada.
_______. 2006. ESQ Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Arga.
Al-Ashfahani, Ar-Raghib. 2017. Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an. Terjemahan oleh.
Ahmad Zaini Dahlan. Depok: Pustaka Khasanah Fawa’id.
Al-Hamid, Zaid Husein. 1982. Kamus Al-Muyassar. Pasuruan: Raja Murah
Pekalongan.
Al-Jauziyah, Ibnu al-Qayyim. 2010. Sabar dan Syukur (Mengungkap Rahasia di
Balik Keutamaan Sabar dan Syukur). Semarang: Pustaka Nuun.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV.
Toha Putra Semarang.
Al-Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. 2003. Lubaabut
Tafsiir Min Ibni Katsiir. Terj. M. Abdul Ghoffar. Abdurarahim Mu’thi.
Jakarta: Pustaka Imam Syafii.
Al-Qaththan, Manna. 1997. Mabbahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr.
________________. 2007. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir. Bogor: Litera
Antar Nusa.
Anwar, Rosihon. 2001. Samudera al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. 1999. Tafsiru Al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu
Katsir, Jilid 2. Terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press.
As-Suyuthi, Jalaluddin. 2008. Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul. Terjemahan
oleh. Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani.
At-Tabariy, Muhammad bin Jarir. 1405 H. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an.
Beirut: Dar al-Fikr.
Azka, Azyumardi. 2001. Isiklopedi Islam 3. Jakarta: Ikrar Mandiri.
Az-Zarqani. 2001. Manaahil al-‘Urfan fi ‘Ulum Al-Qur’an. Al-Qahirah: Dar al-
Hadis.
Budiharjo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Yogyakarta: Lokus Tiara
Wacana Group.
Dadang, Asep. 2007. Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, SQ. Jakarta: Globalindo.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1967, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Jakarta: JAMUNU.
Effendi & Fatchurrohman. 2014. Studi Al-Qur’an Memahami Wahyu Allah Secara
Lebih Integral dan Komprehensif. Yogyakarta: Teras.
Fauzi, Rif’an. 1986. Al Wihdah al-Maudhu’iyyah li Surah al-Qur’an. Beirut: Dar al-
Salam.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Iskandar. 2012. Lokus kecerdasan spiritual dalam perspektif Al-Qur’an. Suhuf, vol 5
(1) : 38.
Jalalain, Imam. Tafsir Qur’an Adzim lil Imam Jalalain. Surabaya: Nurul Huda.
Jumantoro, Totok & Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf. Indonesia:
Amzah.
Mahali, A. Mujab. 1989. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an. Jakarta:
Rajawali.
Manzur, Ibnu. Lisan al-‘Arab jilid 7, t.t. Beirut: Dar Sadir.
Mufron, Ali. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Aura Pustaka.
Mujib, Abdul Dan Yusuf Mudzakir. 2002. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab
Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif.
Najati, M. Utsman. 2006. Belajar EQ dan SQ Dari Sunah Nabi. Bandung: Hikmah.
Nataatmaja, Hidayat. 2002. Intelegensi Spiritual; Intelegensi Manusia-Manusia
Kreatif, Kaum Sufi dan Para Nabi. Jakarta: ttt.
Pusat Pembinaan, Tim Penyusunan Kamus Dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan, Tim Penyusunan Kamus Dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Quthb, Sayyid. 1992. Tafsir fi Zhilail Qur’an. Beirut: Darusy-Syuruq.
___________. 2003. Tafsir fi zhilalil-Qur’an di bawah naungan al-Qur’an jilid 7.
Jakarta: Gema Insani Press.
Said, Ali. Budi Fadli. Konsep Pembelajaran Yang Terkandung Dalam Al-Qur’an
Surat An-Nahl Ayat 78(Studi Komparasi Tafsir Al-Misbah Dan Tafsir Al-
Maraghi), Jurnal Al-Ta’dib, No. 2, 2017
Samsurrohman. 2014. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: AMZAH
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
________________. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
_________________. 2003. Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2005. Dia Dimana-Mana: “Tangan” Tuhan Di Balik Setiap
Fenomena. Jakarta: Lentera Hati.
________________. 2010. Al-Qur’an dan Maknanya. Jakarta: Lentera Hati.
_________________. 2012. Al-Lubab: Makna, Tujuan Dan Pelajaran Dari Surah-
Surah Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Suharsono. 2004. Akselerasi Intelegensi. Jakarta: Inisiasi Press.
_______. 2004. Mencerdaskan Anak. Jakarta: Inisiasi Press.
Sukidi. 2002. Rahasia Sukses Hidup Bahagia, Kecerdasan Spiritual, Mengapa SQ
Lebih Penting Daripada IQ& SQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
_______. 2001. New Age Wisata Spiritual Lintas Agama. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Suyuti, Imam. 2017. Asbabun Nuzul: sebab-sebab turunnya Ayat Al-Qur’an. Jakarta:
Qisthi Press.
Tasmara, Toto. 2001. Kecerdasan Ruhaniah (Transendental Intelligence). Jakarta:
Gema Insani.
Yuhadi, irfan. 2017. Al-Majaalis. Jurnal Dirasat Islamiyah, volume 5., no., 1.
Zohar, Danah Dan Ian Marshall. 2000. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
Dalam Berfikir Integralistik Dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan.
Bandung: Mizan Media Utama.
_______. 2014. SPIRITUAL CAPITAL : Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Zuhaili, Wahbah. Tafsir Munir juz 14. Beirut: Dar al-Fikr, t. th.
SATUAN KREDIT KEGIATAN
Nama : Annisa Destyaningrum Jurusan : S1- Pendidikan Agama Islam
Nim : 23010-15-0108 Dosen PA : Drs. Bahroni, M.Pd.
No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Sebagai Nilai
1 SEMINAR INTERNASIONAL Dengan
Tema “Menjadi Mobilepreuner dalam Era E-
commerce”
25 April 2017 Peserta 10
2. PENGHARGAAN SEMINAR INTER-
NASIONAL Dengan Tema “Menjadi
Mobilepreuner dalam Era E-commerce”
25 April 2017 Peserta 8
3. SEMINAR INTERNASIONAL Dengan
Tema “Petani Untuk Negeri”
24 September 2016 Peserta 8
4. CERTIFICATE as Paticipant In Art and
Language Exhibition 2017 “Organized by
International Class Program of State Institute
for Islamic Studies Salatiga”
26 April 2017 Peserta 8
5. SEMINAR NASIONAL LITERASI Dengan
Tema “Menggiatkan Budaya Literasi Untuk
Meningkatkan Prestasi Akademisi”
30 Oktober 2018 Peserta 8
6. SEMINAR NASIONAL ITTAQO
“Metodologi pembelajaran Bahasa Arab
integrative untuk membangun peradapan
islam di indonesia”
23 Mei 2017 Peserta 8
7. SEMINAR NASIONAL Dengan Tema
“Perempuan Indonesia Di Mata Hukum Dan
Ham”
21 Desember 2016 Peserta 8
8. SEMINAR NASIONAL Meretas Bullying
Dengan Tema “Mengembangkan Layanan
Kemanusiaan Berbasis Kearifan Lokal
Komunitas”
17 Desember 2016 Peserta 8
9 SEMINAR NASIONAL Dengan Tema
“Meningkatkan Skill dan Jiwa
Entrepreneurship dalam Menghadapi
Ekonomi Global”
05 Mei 2018 Peserta 8
10 SEMINAR NASIONAL Dengan Tema
“Mahasiswa Zaman Now” Oleh Karima
Institute
02 Januari 2018 Peserta 8
11 SEMINAR NASIONAL “Arah dan nilai
independen HMI dalam demokrasi indonesia”
02 April 2019 Peserta 8
12 SEMINAR NASIONAL “Konsumsi makanan
halal, jaminan hidup sehat” oleh Forum Studi
Halal Thoyyib (FUSILAT)
31 Maret 2019 Peserta 8
13 SEMINAR NASIONAL Dengan Tema
“Wonderful Ramadhan dan Launching
Komunitas Muslim Cendikia (KOMIKA)”
16 Mei 2018 Peserta 8
14 National Achievement Motivation Training
“solusi cerdas, sukses akademis dan
organisasi”
01 Oktober 2016 Peserta 8
15 National Achievement Motivation Training
“cerdas akademik Militan dalam organisasi”
30 September 2017 Peserta 8
16 SEMINAR NASIONAL memperingati hari
Hutan sedunia “hutan kritis, krisis kehidupan”
30 Maret 2019 Peserta 8
17 Studi Internatif Bahasa Arab (SIBA) oleh
UPTB IAIN SALATIGA
22 Februari-10 Juni
2016
Peserta 6
18 Studi Internatif Bahasa Inggris (SIBI) oleh
UPTB IAIN SALATIGA
22 Februari-10 Juni
2016
peserta 6
19 Pelatihan Kepramukaan oleh Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
SALATIGA
19-21 Juli 2018 Peserta 4
20 OPAK IAIN Salatiga 2015 Dengan Tema
“Penguatan Nilai-Nilai Islam Indonesia
Menuju Negara Yang Aman Dan Damai”
14 Agustus 2015 Peserta 3
21 OPAK JURUSAN TARBIYAH IAIN
SALATIGA 2015 Dengan Tema “Integrasi
Pendidikan Karakter Mahasiswa Melalui
Kampus Edukatif Humanis Dan Religius”
13 Agustus 2015 Peserta 3
22 Penerimaan Anggota Baru Gerakan Jum’at
Berbagi IAIN SALATIGA “Generasi Muda
Pembangun Semangat Bersedekah”
23-24 Desember
2017
Peserta 3
23 Great English Course Certificate Longman
TOEFL Prediction Test
31 Mei 2016 Peserta 3
24 SEMINAR Sehari dalam rangka kunjungan
studi “peran masyarakat dalam mewujudkan
pendidikan islam yang Rahmatallil ‘Alamin”
17 Desember 2017 Peserta 3
25 SEMINAR FESTIVAL RAMADHAN
“Peran spiritual keagamaan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan dan
kebangsaan”
25 Mei 2018 Peserta 3
26 Seminar dalam rangka acara ramadhan in
campus “semangat ramadhan dalam
mengawal umat untuk menjadi bangsa yang
agamis dan nasionalis”
14 Juni 2017 Peserta 3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Annisa Destyaningrum
Tempat, Tanggal Lahir : KAB. Semarang, 14 Desember 1996
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Nama Ayah : Muhamad Mustafid
Nama Ibu : Sri Hariyanti
Alamat : Klopo, RT 04 RW 03, Kelurahan Bringin,
Kecamatan Bringin, KAB. SEMARANG
E-mail : [email protected]
No Hp : 085
Menerangkan dengan sesungguhnya :
RIWAYAT PENDIDIKAN
SDN Bringin 01 2003-2009
SMP BINA INSANI SUSUKAN 2009-2012
SMA BINA INSANI SUSUKAN 2012-2015
S1 IAIN SALATIGA 2015-2019
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 10 Mei 2019
Penulis
Annisa Destyaningrum
NIM. 23010-15-0108