kebijakan teknis kesehatan lingkungan · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan...

16
22 Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter POKOK BAHASAN PENGELOLAAN FAKTOR RISIKO KESEHATAN SECARA TERPADU A. Faktor Risiko Internal Faktor risiko internal yang perlu diwaspadai dan diamati antara lain: Gangguan kesehatan/penyakit yang ada pada jamaah, seperti hipertensi, penyakit jantung, asma, PPOK, diabetes, stroke, dll. Perilaku yang potensial menimbulkan gangguan kesehatan, seperti kebiasaan merokok, menyimpan jatah makanan untuk dimakan di lain waktu (menunda makan), dll. Faktor risiko internal yang berupa gangguan kesehatan/penyakit dapat diketahui dari hasil pemeriksaan kesehatan 1 dan 2 yang terekam pada Kartu Kesehatan Jemaah Haji ( KKJH). Faktor risiko internal berupa perilaku dapat diketahui dengan pengamatan jamaah haji oleh TKHI kloter. B. Faktor Risiko Eksternal Prosesi haji sarat dengan kegiatan fisik yang harus dilaksanakan secara sempurna dengan waktu yang telah ditentukan di berbagai tempat sekitar kota Mekkah; meliputi : Tawaf (mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali, dengan arah berlawanan jarum jam, dimana ka’bah berada di sisi kiri badan). Sai (berjalan sambil berlari kecil pulang balik sebanyak tujuh kali dari bukit Safa ke Mawa, yang berkisar 500 m sekali jalan).

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

19 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

22

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

POKOK BAHASAN PENGELOLAAN FAKTOR RISIKO KESEHATAN

SECARA TERPADU

A. Faktor Risiko Internal

Faktor risiko internal yang perlu diwaspadai dan diamati

antara lain:

Gangguan kesehatan/penyakit yang ada pada jamaah,

seperti hipertensi, penyakit jantung, asma, PPOK,

diabetes, stroke, dll.

Perilaku yang potensial menimbulkan gangguan

kesehatan, seperti kebiasaan merokok, menyimpan jatah

makanan untuk dimakan di lain waktu (menunda makan),

dll.

Faktor risiko internal yang berupa gangguan kesehatan/penyakit

dapat diketahui dari hasil pemeriksaan kesehatan 1 dan 2 yang

terekam pada Kartu Kesehatan Jemaah Haji ( KKJH). Faktor

risiko internal berupa perilaku dapat diketahui dengan

pengamatan jamaah haji oleh TKHI kloter.

B. Faktor Risiko Eksternal

Prosesi haji sarat dengan kegiatan fisik yang harus dilaksanakan

secara sempurna dengan waktu yang telah ditentukan di

berbagai tempat sekitar kota Mekkah; meliputi :

Tawaf (mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali, dengan

arah berlawanan jarum jam, dimana ka’bah berada di sisi

kiri badan).

Sai (berjalan sambil berlari kecil pulang balik sebanyak

tujuh kali dari bukit Safa ke Mawa, yang berkisar 500 m

sekali jalan).

Page 2: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

23

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

Wukuf di Arafah selama satu hari (berangkat dari Mekkah

sehari sebelum wukuf, dan tidur di bawah tenda pada

malam sebelum wukuf).

Bermalam di Musdalifah di ruang terbuka, beratapkan

langit dan berlantai tanah yang dipenuhi dengan debu dan

manusia yang sangat padat dan diselimuti cuaca dingin.

Lontar Jumroh. Perjalanan dari pemondokan ke Jamarat

berjarak 3-8 km sekali jalan, makan untuk pulang dan

pergi sekitar 6 – 16 km yang dilaksanakan 3 – 4 hari

berturut-turut, jalan yang dilalui sangat padat oleh jamaah

yang lalu lalang, dan berdesakan saat melontar jumroh.

Kegiatan di atas diperkirakan akan dapat menghabiskan 5 liter air

dari tubuh setiap jamaah dan menghabiskan 20 gram garam dari

proses keringat. Khususnya pada lelaki kegiatan di atas

disempurnakan dengan cukur rambut, sementara wanita cukup

dengan memotong beberapa helai rambut. Selama jamaah dalam

pakaian ihram dikenakan beberapa larangan yang disebut dengan

larangan ihram.

Jamaah kemudian akan meneruskan perjalanan dengan

melakukan ziarah ke Madinah dan khususnya jamaah haji dari

Indonesia akan melakukan kegiatan Arbain yaitu sholat berjamaah

empat puluh waktu (delapan hari) di Mesjid Nabawi. Selama

berada di Madinah, para jamaah haji juga melakukan ziarah ke

berbagai mesjid bersejarah.

Perhelatan tahunan yang digelar di Mekkah dan dihadiri oleh

muslimin dan muslimat dari berbagai penjuru dunia, pada waktu

yang sama dan dalam tempat yang terbatas menyebabkan

kepadatan yang sangat dan menimbulkan tantangan bagi

kesehatan masyarakat. Jumlah penduduk kota Mekkah berkisar

antara 200.000 orang yang meningkat secara drastis menjadi lebih

dari 2 juta orang selama musim haji. Hal ini tentunya berpengaruh

terhadap ketersediaan air, makanan, dan fasilitas kesehatan

tempat-tempat umum dan pengelolaan sampah seluruh jemaah

haji dari penjuru dunia.

Page 3: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

24

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

Risiko kesakitan akibat penyakit menular meningkat dengan

berbagai pemaparan secara global. Musim haji tahun 2015 sampai

dengan 2025 ini diperkirakan akan memasuki musim panas dimana

suhu udara diatas rata-rata di Indonesia, bahkan dapat mencapai

suhu diatas 40 oC. Hal ini juga akan menjadi faktor risiko kesakitan

penyakit tidak menular meningkat dan ditambah dengan

peningkatan aktifitas sehari-hari. Karenanya dari beberapa kali

penyelenggaraan ibadah haji panitia penyelenggaraan ibadah haji

tidak bosan untuk selalu mengingatkan jemaah untuk membatasi

kegiatan pada saat siang hari dan untuk jemaah untuk sering minum

dan jangan menunggu haus. Jemaah harus sering semprotkan air

pada bagian kulit yang terbuka seperti muka dan tangan, gunakan

payung dan topi saat di luar gedung. Pada musim haji 2018 jemaah

mendapatkan paket Alat Pelindung Diri yang merupakan bukti

kesungguhan pemerintah untuk melindungi jemaah haji dengan

menyiapkan 204.000 kacamata, 20.400 pasang sandal, 204.000

payung, 20.400 box masker, 204.000 tas dan 20.400 penyemprot air

atau water spray. Hal ini diharapkan mengurangi terjadinya angka

kejadian Heatstroke pada jemaah.

Karenanya TKHI memerlukan cara bagaimana faktor-faktor risiko

tersebut dapat dikelola dengan terpadu, adapun langkah-

langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Kenali Peristiwa

2. Kenali Jemaah

3. Membangun Kepercayaan antar Petugas,Jejaring kloter dan

Jemaah

4. Menyusun Strategi dalam Tim

5. Tindak Lanjut Pelaksanaan Strategi

6. Evaluasi

Masih tingginya angka kematian di hotel/pondokan menjadikan

pengelolaan faktor risiko kesehatan di kloter harus terus ditingkatkan

hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI

dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di

daerahnya masing – masing dapat dijadikan media komunikasi yang

efektif untuk menjalin hubungan dalam rangka peningkatan

Page 4: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

25

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

pengetahuan jemaah terhadap faktor risiko yang ada pada dirinya

sendiri dan bagaimana menyiapkan diri mempertahankan kondisi

kesehatannya. Jemaah juga sudah mulai dikenalkan kondisi Arab

saudi sejak masa pembinaan di daerah.

Tabel Jumlah dan Lokasi Jemaah Wafat

NO TEMPAT JUMLAH %

1. KKHI 4 1.04

2. RSAS 245 63.47

3. Sektor 2 0.52

4. Hotel/Pondokan 112 29.02

5. Masjid 10 2.59

6. Perjalanan 12 3.11

7. Lainnya 1 0.26

TOTAL 386 100

Sumber : Evaluasi Nasional Penyelenggaraan Haji Tahun 2018

Page 5: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

26

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

POKOK BAHASAN

PENGENDALIAN KEJADIAN

PENYAKIT DI KLOTER

A. Penyakit Menular

Penyakit menular menjadi salah satu masalah kesehatan bagi

para calon jamaah haji. Penyakit tersebut terutama yang

berkaitan dengan penularan melalui saluran pernafasan dalam

bentuk droplet antara lain tuberkulosis, meningitis, influenza, flu

burung, flu babi dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang

ditularkan melalui saluran pencernaan antara lain kolera, tifus

abdominalis, disentri, hepatitis dan poliomielitis. Selain itu perlu

diwaspadai penyakit menular dari Afrika yang mungkin terbawa

oleh jamaah Afrika melalui vektor, seperti demam kuning dan

tifus bercak wabah.

Saat ini di dunia mengenal istilah Penyakit Infeksi Emerging,

yaitu penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi

pertama kali atau telah ada sebelumnya muncul kembali,

meningkat secara cepat baik dalam jumlah maupun

penyebarannya di suatu daerah. Penyakit infeksi emerging dapat

dibagi menjadi penyakit infeksi re-emerging dan penyakit infeksi

new emerging. Beberapa penyakit infeksi yang mempunyai

potensi tinggi terinfeksi dan berbahaya selama menunaikan

ibadah haji antara lain adalah :

1) Meningitis Meningokokus

Adanya calon jamaah haji yang berasal dari daerah yang

endemis meningitis meningokokus merupakan sumber rantai

penularan penyakit ini. Kepadatan yang terjadi selama

menunaikan haji merupakan faktor risiko meningkatkan

penularan penyakit meningitis meningokokus. Pemerintah Arab

Saudi sejak tahun 1987 mewajibkan setiap calon jamaah haji

atau yang melakukan umroh harus mendapatkan vaksinasi

Page 6: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

27

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

meningitis meningokokus. Namun pada musim haji 2000 dan

2001 terjadi KLB meningitis meningokokus dengan jumlah

penderita masing-masing 1300 dan 1109 orang. Lebih dari 50%

penderita di atas disebabkan oleh karena N. meningitidis

serogroup W135. Terjadi perubahan pola penyebab penyakit.

Sejak tahun 2001 pemerintah Arab Saudi sudah diperkenalkan

vaksin meningitis kuadrivalen. Namun demikian disadari bahwa

ada kemungkinan munculnya strain liar yang fatal.

2) ISPA dan Influenza

ISPA merupakan proporsi penyakit terbesar (57%) pasien yang

dirawat inap di RS Arab Saudi. Sementara data surveilans

kesehatan haji Indonesia menunjukkan bahwa kasus ISPA

(THT) merupakan yang terbanyak sebagai penyebab kunjungan

ke sarana pelayanan kesehatan. Studi tentang pola penyakit

menunjukkan bahwa H. Influenza, K pneumonia, dan S

pneumosia merupakan penyebab utama kejadia ISPA.

Influensa merupakan penyakit yang sangat menular dan ada di

Arab Saudi. WHO menganjurkan bahwa calon jamaah usia lanjut

atau risiko infeksi influenza tinggi disarankan untuk

mendapatkan vaksinasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa

insidens penyakit ini tinggi selama musim haji. Seiring dengan

meningkatnya kasus flue burung terutama dari beberapa daerah

di Indonesia maka pengamatan dan pengenalan yang ketat

terhadap gejala dan masa inkubasi harus dilakukan dengan baik

terutama di embarkasi.

3) Diare

Penyakit ini kerap menyerang jamaah haji Indonesia. Kloter

embarkasi Solo pernah melaporkan kejadian luar biasa diare

saat mau mendarat di debarkasi Solo. Penyakit ini sangat erat

kaitannya dengan kebersihan dan tingkat pengetahuan.

Kebiasaan makan jajanan yang tidak terkontrol dan menyimpan

makanan terlalu lama merupakan faktor risiko yang

meningkatkan kejadian penyakit di atas.

Page 7: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

28

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

4) Ebola

Virus Ebola menyebabkan akut, penyakit serius yang sering fatal

jika tidak diobati. Penyakit virus Ebola (EVD) pertama kali muncul

pada tahun 1976 dalam 2 wabah simultan, satu di tempat yang

sekarang, Nzara, Sudan Selatan, dan yang lainnya di Yambuku,

Republik Demokratik Kongo. Yang terakhir terjadi di sebuah

desa dekat Sungai Ebola, dari mana penyakit itu mengambil

namanya. Wabah tahun 2014–2016 di Afrika Barat adalah

wabah Ebola terbesar dan paling kompleks sejak virus ini

pertama kali ditemukan pada tahun 1976. Ada lebih banyak

kasus dan kematian dalam wabah ini daripada gabungan

lainnya. Ini juga menyebar antar negara, dimulai di Guinea

kemudian bergerak mEbola kemudian menyebar melalui

transmisi manusia-ke-manusia melalui kontak langsung (melalui

kulit yang rusak atau selaput lendir) dengan darah, sekresi,

organ atau cairan tubuh lainnya dari orang yang terinfeksi, dan

dengan permukaan dan bahan (misalnya tempat tidur, pakaian)

yang terkontaminasi dengan ini. cairan.elintasi perbatasan darat

ke Sierra Leone dan Liberia. Masa inkubasi, yaitu interval waktu

dari infeksi dengan virus hingga timbulnya gejala adalah 2 hingga

21 hari. Manusia tidak menular sampai mereka mengembangkan

gejala. Gejala pertama adalah serangan demam yang tiba-tiba,

nyeri otot, sakit kepala dan sakit tenggorokan. Ini diikuti dengan

muntah, diare, ruam, gejala gangguan fungsi ginjal dan hati, dan

dalam beberapa kasus, baik perdarahan internal dan eksternal

(misalnya keluar dari gusi, darah di tinja).

Kaitannya ebola dengan penyelenggaraan ibadah haji adalah

tidak menutup kemungkinan jemaah haji bertemu dengan

jemaah haji yang berasal dari negara yang pernah dilaporkan

adanya virus ebola. Pencegahannya adalah dengan

menghindari kontak langsung dengan penderita ebola, jauhi

segala barang miliknya seperti handuk, dan petugas kesehatan

harus menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan dan

masker.

Page 8: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

29

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

5) MERS- CoV

adalah singkatan dari Middle East Respiratory Syndrome Corona

Virus. Virus ini pertama kali dilaporkan pada bulan September

2012 di Arab Saudi. MERS-CoV merupakan virus jenis baru dari

kelompok corona virus (novel corona virus), namun berbeda

dengan virus SARS pada tahun 2003. Gejalanya adalah demam,

batuk dan sesak nafas, bersifat akut, biasanya pasien memiliki

penyakit ko-morbid/penyerta. Masa inkubasi penyakit ini adalah

2-14 hari. Virus MERSCoV dapat menular antar manusia secara

terbatas, dan tidak terdapat transmisi penularan antar manusia

di komunitas yang berkelanjutan. Kemungkinan penularannya

dapat secara langsung : melalui percikan dahak (droplet) pada

saat pasien batuk atau bersin, maupun tidak langsung : melalui

kontak dengan benda yang terkontaminasi virus. Pemerintah

terus mensosialisasikan upaya pencegahan penularan,

diantaranya dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

dengan cuci tangan pakai pada para jamaah haji

Inang (virus MERS) pada hewan, khususnya unta, karena itu

menghimbau jemaah tak berfoto dengan unta, jemaah perlu

menghindari kontak langsung dengan unta baik di peternakan

maupun persewaan. Juga tidak mengonsumsi produk berkaitan

dengan unta. Susu dan urine misalnya. Belum ada kasus

penularan virus dari manusia ke manusia. Sejauh ini hanya dari

unta yang terjangkit ke manusia.

5) Infeksi Melalui Cairan Tubuh

Penyakit yang kerap terjadi melalui cairan tubuh adalah penyakit

hepatitis B, C dan HIV. Di Mekkah potensi penularan ini dapat

terjadi karena jamaah haji banyak berasal dari daerah yang

endemis hepatitis. Cara penularan yang mudah dapat terjadi

melalui cukur rambut yang tidak bersih yang dilakukan selama

menunaikan ibadah haji.

Page 9: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

30

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

B. Penyakit degeneratif

Perjalanan jauh dengan kondisi menderita penyakit kronis atau

risiko tinggi harus memperhatikan tidak hanya ketersediaan obat

yang selama ini digunakan, tetapi juga kesanggupan kegiatan

fisik yang dikerjakan.

Data kematian haji tahun 2018 menunjukkan bahwa sebagai

besar kematian terjadi oleh karena penyakit kronis yang

berhubungan dengan peningkatan aktifitas fisik, seperti penyakit

jantung dan obstruksi paru kronis. Namun demikian,

perkembangan penyakit menular yang dapat menimbulkan

kedaruratan kesehatan masyarakat dunia juga harus menjadi

perhatian. 1 orang jamaah pada musim haji tahun 2018

menderita penyakit menular potensial menimbulkan kedaruratan

kesehatan masyarakat dunia dapat dikategorikan sebagai

kejadian luar biasa yang memerlukan penanganan segera.

Dari uraian di atas, mengingat pentingnya pengelolaan faktor

risiko sebagai upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian

jamaah haji, maka semua petugas TKHI kloter harus mempunyai

kemampuan melakukan identifikasi faktor risiko jamaah haji di

kloternya. Hasil identifikasi menjadi dasar tindakan berikutnya

berupa pemetaan faktor risiko jamaah, pemantauan lanjut

(follow-up), pengendalian faktor risiko, termasuk juga kegiatan

pembinaan dan promosi kesehatan.

C. Demensia dan Psikosis

1) Demensia

Adalah sebuah sindrom yang berkaitan dengan penurunan

kemampuan fungsi otak, seperti berkurangnya daya ingat,

menurunnya kemampuan berpikir, memahami sesuatu,

melakukan pertimbangan, dan memahami bahasa, serta

menurunnya kecerdasan mental. Sindrom ini umumnya

menyerang orang-orang lansia di atas 65 tahun. Penderita

demensia umumnya mengalami gejala sesuai dengan

Page 10: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

31

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

penyebabnnya, dengan perubahan kognitif dan psikologis

sebagai gejala yang utama.

Gejala yang umumnya dirasakan dari segi kognitif meliputi:

• Hilang ingatan

• Kesulitan berkomunikasi

• Kesulitan berbahasa dan betutur kata

• Sulit memecahkan masalah atau merencanakan sesuatu

• Konsentrasi menurun

• Sulit menilai situasi dan mengambil keputusan

• Sulit mengkoordinasikan pergerakan tubuh

• Merasa bingung

Sedangkan gejala yang dirasakan dari segi psikologis meliputi:

• Depresi

• Gelisah

• Perubahan perilaku dan emosi

• Merasa ketakutan (paranoid)

• Agitasi

• Halusinasi.

Sampai saat ini angka kesakitan untuk demensia masih belum

valid karena memastikan diagnosa demensia dapat mengarah

kepada gangguan jiwa lainnya, namun gejala yang ditimbulkan

dapat mengakibatkan masalah tersendiri mengganggu proses

ibadah haji jamaah lainnya. Deteksi dini terhadap kondisi yang

mengarah kepada gangguan demensia harus dapat

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan melalui visitasi yang ketat.

Dalam kondisi parah, penderita dapat mengalami gejala lanjutan

seperti kelumpuhan di salah satu sisi tubuh, tidak mampu

menahan kemih, penurunan nafsu makan, hingga kesulitan

menelan. Pada jamaah haji indonesia yang sebagian besar

adalah lanjut usia, banyak sekali kasus demensia ditemukan

dengan gejala terbanyak adalah bingung, hilang ingatan sampai

depresi yang akan mengganggu proses ibadah mereka selama

prosesi haji

Page 11: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

32

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

2) Psikosis

Jamaah yang mengalami gangguan kesehatan jiwa biasanya

karena tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi yang

berubah baik di lingkungan kamar maupun lingkungan yang lebih

luas, Jumlah jamaah yang mengalami gangguan kesehatan jiwa

biasanya akan meningkat saat pelaksanan Wukuf di Arafah

sampai Mabit di Mina yaitu mencapai 40 sampai 50 orang.

Bahkan secara statistik jumlahnya mencapai 2 sampai 3 per mil,

atau bisa 320 sampai 480 jamaah, sampai pelaksanaan haji

selesai. Hidup satu kamar dengan cara hidup yang berbeda

seperti bahasa, kebiasaan senang AC, dan suasana tidur yang

berubah membuat jamaah ada mengalami stres dan depresi,

bagi jamaah yang mudah stres diperlukan kesiapan obat-obatan

sejak di Tanah Air dan perlu bantuan dari sesama jamaah untuk

membuat dirinya merasa nyaman secara teori penyesuaian

seseorang terhadap lingkungan perlu waktu tiga bulan, namun

jamaah dituntut siap menghadapi perubahan itu hanya dalam

beberapa hari.

Penyebab gangguan jiwa ini tidak hanya disebabkan oleh satu

faktor saja tetapi multifaktorial seperti biologis, psikologis, sosial

dan kultural, sehingga penanganan yang dilakukan juga harus

holistik mencakup kesemua faktor diatas. Faktor biologis yang

paling sering terjadi adalah dehidrasi karena kondisi cuaca

panas di Madinah yang cukup ektstrim dengan kelembaban yang

rendah. Hal ini dapat menyebabkan jamaah mengalami masalah

fisik dan psikis seperti gelisah dll. Selain itu masalah sosial dan

kultural dari masing-masing jamaah yang berbeda daerah dan

negara menyebabkan beberapa jamaah mengalami kesulitan

dalam hal penyesuaian dengan lingkungan baru dan dengan

jumlah orang yang sangat ramai sehingga mengalami

kebingungan dan kecemasan. Masalah gangguan jiwa diatas

membutuhkan penanganan yang cukup jeli dari petugas

kesehatan yang ada. Pendekatan yang baik untuk menjalin rasa

percaya dari pasien sangat penting sehingga pasien merasa

diperhatikan oleh petugas. Pemenuhan kebutuhan dasar pasien

Page 12: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

33

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

seperti makan, minum, BAB dan BAK merupakan hal yang

sangat penting karena penyebab gangguan jiwa bisa saja

disebabkan oleh faktor fisik tadi selain penanganan secara

keperawatan maupun secara medik.

Selain itu, dehidrasi bisa menjadi pemicu gangguan jiwa

sehingga disarankan jamaah jangan sampai menjalankan

aktifitas fisik melebihi kemampuannya, kambuhnya sejumlah

penyakit di usia tua bisa disebabkan oleh kelelahan dan

dehidrasi termasuk penyakit pikun, sehingga banyak ditemukan

beberapa jamaah lanjut usia hilang karena lupa jalan pulang ke

tempat tinggalnya.

Gejala yang sering timbul pada jamaah haji yang mengalami

gangguan jiwa di tanah suci adalah berupa emosi yang tak wajar,

kebingungan, depresi dan kadang muncul dorongan bunuh diri,

berbicara tak beraturan, mengalami delusi dan ilusi serta

halusinasi.

Page 13: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

34

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

POKOK BAHASAN

DETEKSI DINI, TINDAKAN SEGERA DAN

LANGKAH-LANGKAH

ANTISIPATIF YANG DIPERLUKAN

A. Deteksi Dini

Kita harus memahami bahwa diperlukan kajian secara terus

menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit

berpotensi Kejadian Luar Biasa [KLB] di kloter. Tujuan kegiatan

deteksi dini terutama untuk mengetahui potensi ancaman KLB.

Sedangkan potensi yang dapat kita gunakan untuk menilai ini,

kita pergunakan data yang bersumber dari surveilans terpadu

penyakit dan jejaring surveilans epidemiologi penyakit

berpotensi KLB. Kemudian berdasarkan kajian epidemiologi

tersebut, kita dapat merumuskan suatu peringatan kewaspadaan

dini KLB di kloter dan pada periode waktu tertentu.

Terdapat beberapa jenis kegiatan dalam usaha deteksi dini KLB

yang dapat dilakukan oleh TKHI yaitu :

1. Deteksi dini KLB;

2. Pelaporan kewaspadaan KLB oleh Jamaah;

3. Kesiapsiagaan menghadapi KLB;

4. Tindakan penanggulangan KLB secara cepat dan tepat;

B. Tindakan Segera

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan KLB Penyakit Menular

dan Keracunan merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan

untuk mencegah terjadinya suatu KLB penyakit menular dan

keracunan, dan apabila terjadi KLB, maka KLB dapat terdeteksi

dini dan diikuti dengan respon penanggulangan KLB sehingga

jumlah penderita dan kematian minimal serta KLB dapat

ditanggulangi.

Contoh Upaya Pencegahan dan Penanggulangan KLB Penyakit

Menular dan Keracunan bagi Jamaah Haji terdiri dari :

1. Sistem Kewaspadaan Dini dan respon KLB.

Page 14: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

35

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

2. Upaya pencegahan risiko KLB dengan melaksanakan

imunisasi dan peningkatan daya tahan jamaah haji,

pengendalian faktor risiko lingkungan dan perilaku

jamaah haji.

3. Penanggulangan KLB.

C. Langkah-langkah Antisipasi

Dalam tugas dan fungsinya sebagai TKHI dalam memberikan

pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kegiatan yang

dianggap paling efektif adalah visitasi. Kegiatan visitasi

dilakukan dengan tujuan :

1. Membangun komunikasi antara jamaah haji dan petugas

2. Membangun kesiapsiapsiagan keadaan yang tidak

diinginkan

3. Membangun komunikasi antar petugas kloter dalam

pelayanan kesehatan haji

4. Mendeteksi jemaah haji sakit secara dini untuk diobati,

dirawat dan dirujuk

5. Mendeteksi keadaan yang bisa memperburuk kesehatan

jemaah haji

6. Meningkatkan upaya promosi kesehatan kepada

masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS), terutama dalam hal penggunaan air bersih; cuci

tangan dengan air bersih dan sabun; penggunaan

jamban sehat, pemberantasan jentik di lingkungan

sekitar; konsumsi buah dan sayur setiap hari;

beraktivitas fisik setiap hari; membuang sampah pada

tempatnya; tidak meludah sembarangan; serta

penggunaan alat pelindung diri (misalnya memakai

masker dan paying bila melakukan kegiatan diluar, dll).

7. Meningkatkan pengawasan faktor risiko Iingkungan

8. Merencanakan logistik dan obat

Langkah – langkah dalam pengendalian adalah sebagai berikut :

1. Universal Precaution

2. Tenang

Page 15: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

36

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

3. Minimal Kontak

4. Cegah Kerumunan

5. Amankan Jamaah yang Sakit dan yang diduga kontak

6. Amankan bukti seperti makanan dan hal lain yang mungkin

menjadi penyebab

7. Satu perintah satu komando

8. Pahami prinsip penanganan penyakit, cara penularan dan

tindakan kegawatdaruratan

EVALUASI PEMBELAJARAN

1. Jelaskan pengertian faktor risiko internal dan faktor

eksternal yang mempengaruhi kesehatan jemaah haji?

2. Jelaskan apa saja yang harus dilakukan TKHI untuk

melakukan pengendalian kejadian penyakit menular dan

degeneratif yang ada pada jemaah haji kloternya?

3. Jelaskan bagaimana TKHI melakukan antisipasi apabila

terjadi Kejadian Luar Liasa (KLB) di dalam kelompok

terbangnya?

Page 16: KEBIJAKAN TEKNIS KESEHATAN LINGKUNGAN · hal ini menjadikannya sebagai indikator keberhasilan seorang TKHI dalam mengelola faktor risiko pada jemaahnya. Masa pembinaan di daerahnya

37

Materi Inti 2 Pengendalian Kejadian Penyakit di Kloter

REFERENSI

Permenkes Nomor 45 Tahun 2014 Tentang

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan

Sjamsuridjal Djauzi,et.al, Pedoman Imunisasi Pada Orang

Dewasa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, Tahun 2012

Dirjen P2PL Kemenkes, Pedoman Surveilans dan reson

kesiapsiagaan menghadapi Mers_CoV, Tahun 2013

Pusat Kesehatan Haji, Petunjuk Teknis Penatalaksanaan

Penyakit Kardiovaskular, Tahun 2017

Pusat Kesehatan Haji, Petunjuk Teknis Penyakit Paru, Tahun

2017