kebijakan subsidi pupuk.docx

15

Click here to load reader

Upload: lutfi-rachmawati-w

Post on 26-Oct-2015

123 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ekonomi pembangunan

TRANSCRIPT

Page 1: kebijakan subsidi pupuk.docx

Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi pertanian. Keberadaan pupuk secara tepat baik jumlah, jenis, mutu, harga, tempat, dan waktu akan menentukan kuantitas dan kualitas produk pertanian yang dihasilkan, tetapi kenyataannya permasalahan yang sering dihadapi petani adalah kelangkaan pasokan pupuk dan harga yang tidak terjangkau di tingkat petani. Kebijakan yang dilakukan pemerintah selama ini berupa memberikan subsidi pupuk kepada petani, merencanakan jumlah alokasi kebutuhan pupuk, dan merencanakan sistem distribusi pupuk. Walaupun kebijakan yang diterapkan selama ini cukup bagus dan komprehensif, kelangkaan dan kenaikan harga pupuk masih tetap terjadi.Sehingga penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kebijakan pemerintah terkait dengan pupuk bersubsidi terhadap tingkat pendapatan panen petani. Penelitian ini menggunakan pendekatan rantai pasok guna mengetahui peran dan keterkaitan antar pelaku dalam sistem. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan pemodelan sistem dinamik, karena obyek dan permasalahan bersifat macro level, less detail dan strategic level. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kebijakan kenaikan harga eceran tertinggi pupuk (HET) dan penurunan anggaran subsidi pupuk berdampak pada penurunan pendapatan petani tiap komoditas. Tetapi pada skenario penggabungan antara kenaikan HET pupuk dan kenaikan harga komoditas pertanian berdampak pada peningkatan pendapatan petani.

MENJELASKAN TENTANG ISU PUPUK

Pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian. Pupuk

menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan produksi pertanian, khususnya

beras antara tahun 1965-1980 dan keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras di

tahun 1984. Pupuk pun berkontribusi 15-30 persen untuk biaya usaha tani padi. Dengan

demikian sangat penting untuk menjamin kestabilan harga dan kelancaran distribusi pupuk.

Ketersediaan pupuk non-organik (umum disebut pupuk pabrik) setiap saat dengan

harga yang memadai merupakan salah satu penentu kelangsungan produksi padi dan

komoditas pangan lainnya di dalam negeri, yang selanjutnya berarti terjaminnya ketahanan

pangan. Karena pentingnya pupuk bagi pertumbuhan pertanian, khususnya pangan seperti

padi, sejak era Orde Baru hingga saat ini, pemerintah memberikan subsidi pupuk. Cara yang

baru ini merupakan upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani

dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah yaitu harga eceran tertinggi (HET). Sesuai

Keputusan Menteri (Kepmen) Pertanian No. 106/Kpts/SR.130/2/2004 tentang kebutuhan

pupuk bersubsidi No.64/Kpts/SR.130/2005 dan HET pupuk bersubsidi, pupuk bersubsidi

adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan HET di tingkat

pengecer resmi.

Tidak semua jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah. Sesuai Kepmen tersebut,

jenis-jenis pupuk yang disubsidi adalah pupuk Urea, SP-36, ZA dan NPK dengan komposisi

Page 2: kebijakan subsidi pupuk.docx

15:15:15 dan diberi label “Pupuk Bersubsidi Pemerintah”. Semua pupuk bersubsidi ini

disediakan untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan (usaha milik sendiri atau bukan,

dengan luas lahan hingga 25 ha, dan tidak membutuhkan izin usaha perkebunan), dan

makanan ternak. HET yang ditetapkan oleh Kepmen tersebut adalah sebagai berikut: Urea Rp

1.050/kg; SP-36 Rp 1.400/kg; ZA Rp 950/kg; dan NPK Rp 1.600/kg.

Pupuk memiliki peran yang penting dalam peningkatan produksi dan produktivitas

petani. Oleh karena itu pemerintah terus mendorong penggunaan pupuk yang efisien melalui

kebijakan melalui aspek teknis, penyediaan dan distribusi maupun harga melalui subsidi.

Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk yang telah diterapkan mulai dari tahap perencanaan

kebutuhan, penetapat Harga Eceran Tertinggi (HET), besaran subsidi hingga sistem distribusi

ke pengguna pupuk sudah cukup komprehensif. Namun demikian, berbagai kebijakan

tersebut belum mampu menjamin ketersediaan pupuk yang memadai dengan HET yang di

tetapkan.

Secara lebih spesifik, masih sering terjadi kasus antara lain : kelangkaan pasokan

pupuk yang menyebabkan harga melebihi HET, marjin pemasaran lebih tinggi dari yang

ditetapkan pemerintah. Selain itu, perencanaan alokasi kebutuhan pupuk yang belum

sepenuhnya tepat, pengawasan yang belum maksimal, yang menyebabkan penyaluran pupuk

bersubsidi belum tepat pada sasaran. Kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi ke luar petani

masih sering ditemukan, sehingga menimbulkan kelangkaan dan harga pupuk yang melebihi

HET.

Kebijakan penyediaan pupuk dengan harga murah melalui pemberian subsidi yang

terus meningkat setiap tahun menyebabkan semakin tidak efisiensinya penggunaan pupuk

oleh petani dan meningkatkan ketidaktepatan sasaran subsidi pupuk yang seharusnya

dinikmati oleh petani kecil tetapi dinikmati oleh petani lain. Langkanya pasokan dan lonjakan

harga serta penyaluran pupuk brsubsidi yang kurang tepat sasaran akan terus terjadi dan

berulang setiap tahun erat kaitannya dengan aspek teknis dan aspek manajemen.

Pada pendistribusian pupuk bersubsidi yang dilaksanakan oleh pemerintah masih

banyak ditemukan masalah-masalah. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :

Sistem penetapan alokasi pupuk dan keakuratan data petani

Implementasi tidak sesuai dengan ketentuan

Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan dosis anjuran

HET yang berlaku kurang realistis

Page 3: kebijakan subsidi pupuk.docx

Keterbatasan anggaran belanja pemerintah

Masih lemahnya pengawasan dilapangan

Page 4: kebijakan subsidi pupuk.docx

PRIORITAS

1. Sistem Penetapan Alokasi Pupuk dan Keakuratan Data Petani

Peraturan sistem distribusi pupuk yang berlaku saat ini mengikuti ketentuan

Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008. Peraturan ini hanya memuat proses

perencanaan alokasi pupuk yang didasarkan atas Rencana Definitif Kebutuhan

Kelompok (RDKK). Hal ini membuka peluang penyimpangan, khususnya terhadap

besarnya penyaluran pupuk. Selain itu Pemda belum memiliki basis data petani yang

akurat terutama soal luas lahan, akibatnya fungsi pengawasan dan pengendalian

kurang berfungsi (Benny Raachman , 2009).

2. Implementasi Tidak Sesuai dengan Ketentuan

Berdasarkan peraturan yang berlaku, produsen bertanggung jawab terhadap

penyaluran pupuk sampai ke pengecer resmi dengan HET yang berlaku. Namun

kenyataannya, produsen pupuk kurang peduli terhadap penyaluran pupuk dan

penunjukkan distributor yang tidak memenuhi persyaratan (Benny Rachman, 2009).

3. Penggunaan Pupuk yang Tidak Sesuai dengan Dosis yang Dianjurkan

Penggunaan pupuk (khusus nya Urea) saat ini oleh petani sudah banyak yang

melewati dosis yang di anjurkan, yaitu berkisar 300-500 kg/ha. Sedangkan dosis yang

dianjurkan hanya 200-300 kg/ha (Rachman et al , 2005 dan Syafaat et al, 2006).

Selain itu kebutuhan pupuk meningkat tajam pada saat musim tanam sedangakan

persediaan pupuk hampir merata di sepanjang tahun. Penggunaan pupuk yang

berlebih menjadi pemicu utama melonjaknya permintaan pupuk diawal musim tanam

yang berdampak pada kelangkaan pupuk.

4. HET yang Berlaku Kurang Realistis

Komponen HET yang dianggap kurang realistis adalah marjin pemasaran yang

terdiri dari fee pelaku distribusi dan biaya pemasaran. Dengan HET yang kurang

realistis, maka pelaku distribusi menaikkan fee diatas ketentuan dan melakukan

penyesuaian biaya pemasaran secara tidak resmi. Tindakan pelaku distribusi ini

mennyebabkan meningkatnya marjin pemasaran diatas ketentuan (Kariyasa et al,

2004; PESKP, 2006 dan Rachman et al, 2008).

5. Keterbatasa Anggran Belanja Pemerintah

Page 5: kebijakan subsidi pupuk.docx

Ketrbatasan anggran belanja pemerintah akan menyebabkan kondisi :

pmberian subsidi pupuk dipriortaskan untuk usahatani tanaman pangan usaha kecil

dan perhitungan total volume pupuk bersubsidi untuk usahatani tanaman pangan

didasarkan atas luas tanam yang kadang kala kurang akurat jika dikalikan dengan

dosis pupuk yang dianjurkan.

6. Masih Lemahnya Pengawasan di Lapangan

Konsep pengawasan pupuk bersubsidi masih bersifat parsial dimana

pengawasan pada tahap perencanaan, pengadaan, dan pendistribusian masih berjalan

sendiri-sendiri. Dalam aspek pengawasan tersebut, Pemda cenderung bersifat pasif

karena menganggap bahwa kebijakan tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah

Pusat.

Page 6: kebijakan subsidi pupuk.docx

A. PROGRAM YANG DILAKUKAN

Berbagai macam alternatif telah dilakukan, baik oleh Pemerintah maupun produsen

pupuk untuk mengatasi masalah kelangkaan pupuk tersebut. Pemerintah telah meminta

kepada produsen pupuk lainnya untuk memasok pupuk di daerah yang membutuhkan.

Langkah ini diharapkan dapat mengatasi kelangkaan serta meredam gejolak kenaikan harga

pupuk di pasar.

Terkait dengan masalah gas, langkah yang diperlukan adalah adanya kebijakan energi

yang berpihak kepada industri dalam negeri, terutama industri pupuk. Penulis setuju dengan

kebijakan pemerintah yang kini melakukan reorientasi penggunaan energi seperti tertuang

dalam Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres itu, Presiden

RI telah memerintahkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menetapkan

Blueprint Pengelolaan Energi Nasional yang harus memuat (a) adanya jaminan keamanan

pasokan energi dalam negeri; (b) kewajiban pelayanan publik (public service obligation); (c)

pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya.

Pola subsidi harga gas perlu dilihat lagi efektivitasnya. Ini mengingat, subsidi harga

gas tidak bisa mencerminkan biaya produksi serta biaya-operasional lainnya. Perlu

dipertimbangkan untuk mengganti pola subsidi harga gas dengan subsidi harga produk.

Dengan pola ini, subsidi memang betul-betul mencerminkan biaya yang dikeluarkan untuk

men-deliver pupuk sampai ke petani. Namun sebelumnya, audit atas struktur biaya produksi

dan operasional produsen pupuk harus dilakukan. Ini mengingat, dalam beberapa kasus dapat

dijumpai adanya biaya-biaya yang tidak relevan dengan operasional produsen pupuk dan

jumlahnya cukup besar, tetapi dimasukkan dalam biaya operasional perusahaan.

Mengenai masalah distribusi hulu ke hilir ini tidak ada yang mengontrol. Pemerintah

Pusat dalam hal ini Menteri Pertanian harus memberi tanggung jawab pupuk ini melalui jalur

birokrasi yaitu kepala daerah. Supaya kepala daerah dapat mendistribusikan pupuk kepada

aparatnya mulai dari kecamatan, lurah dan kepala desa. Bukan hanya mendistribusikan, tapi

juga harus ikut menginventarisasi berdasarkan luas lahan pertaniannya. Dengan demikian ini

akan menjadi basis pangan daerah. Karena tidak mungkin dalam pola sekarang penyaluran

pupuk harus dikontrol dari pusat.

Kepala daerah harus diberi kewenangan sehingga kalau terjadi penyelewengan oleh

aparat kepala daerah dan jajarannya akan lebih gampang memberi sanksi yang keras,

Page 7: kebijakan subsidi pupuk.docx

daripada mengontrol mafia trider (agen-agen). Kepala daerah harus bertanggung jawab

terhadap ketahanan pangan daerah. Dengan otonomi daerah, kebutuhan pangan menjadi

tanggung jawab Pemda dan pemerintah pusat harus memberi sepenuhnya kepercayaan

kepada daerah.

Ada pula yang berpendapat yang seharusnya diambil oleh negara adalah mengatur

distribusi dengan baik dan cepat sehingga tidak menyulitkan para petani untuk mendapatkan

pupuk. Negara harus memberikan harga yang semurah-murahnya kepada para petani, bahkan

harus memberikan pupuk secara gratis bagi petani yang tidak mampu membeli pupuk. Maka

apabila kondisi pupuk dan benih murah serta teknologi pertanian yang modern benar-benar

sudah dinikmati petani, maka produksi pertanian akan terwujud dan kualitas produksi pun

akan tercipta dan membawa akibat negara mampu melakukan swasembada pangan yang

berujung pada terciptanya kesejahteraan rakyat.

B. ALTERNATIF KEBIJAKAN

Aspek Teknis

1. Meningkatkan Ketepatan Penggunaan Pupuk

Tingkat pemupukan bervariasi, sebagian lokasi terdapat kebiasan melakukan

pemupukan melebihi rekomendasi, sebaliknya dilokasi lain petani cenderung

menggunakan pupuk lebih rendah dari rekomendasi. Penggunaan pupuk yang

berlebih atau kurang akan menurunkan efisiensi dan efektifitas penggunaan pupuk.

Empat hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pupuk menurut Benny Rachman :

Tepat jenis, yaitu memilih kombinasi jenis pupuk berdasarkan komposisi

unsure hara utama dan tamabahan berdasarkan sifat kelarutan, sifat sinergis,

dan antagonis antat unsur hara dan sifat tanahnya.

Tepat waktu dan frekuensi yang ditentukan oleh iklim, sifat fisik tanah, dan

logistic pupuk.

Tepat cara, yaitu cara pemberian yang ditentukan berdasarkan jenis pupuk ,

umur tanaman, dan jenis tanah.

Tepat dosis, yaitu dosis yang diperlukan berdasarkan analisa status haratanah

dan kebutuhan tanaman.

Page 8: kebijakan subsidi pupuk.docx

Penerapan empat tepat tersebut dapat tercapai apabila didukung oleh

perencanaan kebutuhan pupuk yang tepat dan rinci dari masing-masing petani atau

kelompok tani. Untuk itu perlu diketahui informasi mengenai sifat-sofat tanah,

rekomendasi pemupukan lokasi yang spesifik, luas lahan dan pemiliknya, lokasi dan

komoditas yang diusahakan. Sebaguan besar data base dn informasi tersebut belum

tersedia secara lengkap baik di pemerintah daaerah maupun pusat.

2. Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk Anorganik melalui Penggunaan Pupuk

Organik.

Kecenderungan untuk menggunakan pupuk kimia (anorganik) yang tinggi

untuk mengejar hasil yang tinggi pada lahan sawah tanpa mampertimbangkan

kbutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah telah menyebabkan kandungan

bahan organic tanah menurun, baik jumlah maupun kualitasnya. Hal tersebut terjadi

karena : penimbunan hara dalam tanah, terkurasnya hara mikro dari tanah yang tidak

pernah diberikan melalui pupuk kimia, terganggunya keseimbangan hara dalam

tanah, tanaman lebih rentan trserang penyakit, dan teganggunya jasad renik yang

menguntungkan tanah. Kondisi demikian berakibat terhadap menurunnya

produktifitas lahan, tidak efisiensinya penggunaan input, serta menurunnya kualitas

lahan (Benny Rachman, 2009).

Peningkatan dan pemeliharaan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan

pemberian bahan organic yang tersedia di lokasi, seperti : pupuk hijau, puuk

kandang, dan jerami padi. Pengembangan pupuk organic ini merupakan langkah

strategis mengingat sebagian besar petani Indonesia adalah petani yang menghadapi

kendala biaya produksi.

Aspek Manajemen

1. Peningkatan Ketepatan dalam Penetapan Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi.

Untuk meningkatkan ketepatan dalam menetapkan alokasi kebutuhan pupuk

bersubsidi diperlukan sinkronisasi antara usulan kebutuhan pupuk dari daerah dan

kemampuan anggaran pemerintah.

2. Peningkatan Pemantauan dan Pengawasan Pelaksanaan

Pembentukan perangkat pengawasan serta mekanisme pemantauan dalam

pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi adalahmengacu pada

Page 9: kebijakan subsidi pupuk.docx

Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008 dan Permentan No.42/Permentan

/OT.140/09/2008. Berdasarkan peraturan tersebut telah dibentuk badan-badan

pengawasan pupuk bersubsidi. Meskipun telah dibentuk badan –badan pengawas

pupuk bersubsidi, penyimpangan masih terjadi (Deptan, 2008).

Pengembangan sistem transaksi dengan kartu kendali (SmartCard) yang telah

di ujicobakan pada tahun 2007 dan 2008 mampu meminimalisir penyimpangan dan

penyaluran pupuk bersubsidi dapat dipantau dengan cepat secara berjenjang sampai

ke tingkat pusat. Namun hal tersebut belum diterapkan secara permanen dan

menyeluruh, instrument tersebut memerlukn kajian yang lebih mendalam tentang

efektifitas sistem tersebut terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi .

Dengan sistem Smartcard petani atau kelompok tani dapat mengetahui jumlah alokasi

pupuk bersubsidi dan transaksinya serta melakukan pemantauan dan pengawasan

(Deptan, 2008).

3. Peningkatan Ketepatan Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Pihak pemerintah daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, sampai

kecamatan dan desa/kelompok tani perlu mempersiapkan kelembagaan dan

infrstruktur distribusi pupuk bersubsidi melalui pemberdayaan BUMD yang mampu

melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi secara langsung kepada kelompok

tani/petani tersebut. Disamping itu, Pemda melalui Dinas Pertanian dapat lebih

berperan aktif dalam pemantauan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di

wilayahnya.

Page 10: kebijakan subsidi pupuk.docx

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian. 2008. Rancangan Model Subsidi Terpadu Sektor Pertanian.

Departemen Pertanian. 2009. Pengkajian Subsidi Pupuk.

Kariyasa, K., M. Maulana dan Sudi Mardianto. 2004. Usulan Tingkat Subsidi dan Harga

Eceran Tertinggi (HET) yang relevan serta Perbaikan Pola Pendistribusian Pupuk di

Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian.

Lilik Agustin. 2011. Analysis of fertilizer subsidy policies for fulfillment of farmers needs:

an approach of dynamic system

Peraturan Menteri Perdagangan No.21/M-DAG/PER/6/2008. Sistem Distribusi Pupuk dari

Lini I sampai Lini IV

Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/09/2008. Sistem Penyaluran Pupuk

dari Lin IV sampai ke Kelompok Tania atau Petani.

PSEKP, 2006. Kebijakan Mengatasi Kelangkaan Pupuk : Perspektif Jangka Pendek. Pusat

Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Rachman, B., A. Agustian dan M.Maulana. 2008. Dampak Penyesuian HET Pupuk Terhadap

Penggunaan Pupuk dan Laba Usahatani Padi, Jagung, dan Kedele. Pusat Analisis

Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Rachman, Benny. 2009. Kebijakan Subsidi Pupuk. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian

Syafaat, N., A. Purwoto, dan C. Muslim. 2006. Analisis besaran Subsidi Pupuk dan Pola

Pendistribusiannya. Pusat Analisis Sosiak Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

www. pse.litbang.deptan.go.id