kebijakan standardisasi pelayanan instansi pemerintah sebagai bagian dari orientasi administrasi...

22

Click here to load reader

Upload: al-fatah-arafah-rahmat

Post on 29-Jul-2015

263 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

KEBIJAKAN STANDARDISASI PELAYANAN INSTANSI PEMERINTAH SEBAGAI BAGIAN DARI ORIENTASI ADMINISTRASI

NEGARA PASCA DASAWARSA REFORMASI DI INDONESIA

ABSTRAKSI Standardisasi pelayanan instansi pemerintah adalah sebuah kebijakan publik dalam bidang administrasi negara yang mengatur mengenai jenis, bentuk, tatacara, dan mutu pelayanan yang diselenggarakan oleh dan/atau yang menjadi tanggung jawab instansi pemerintah baik yang di pusat maupun di daerah. Sebagai sebuah kebijakan yang menjadi prioritas dalam era reformasi di Indonesia maka standardisasi pelayanan ini seyogyanya didukung oleh perundang-undangan yang memadai. Di sisi lain sebagai sebuah kebijakan yang menjadi prioritas, standardisasi pelayanan instansi pemerintah membutuhkan dukungan sumberdaya yang memadai dari segala lini, mengingat bahwa kebijakan ini melibatkan dan berdampak pada seluruh aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Salah satu manifestasi kebijakan standardisasi pelayanan pada instansi pemerintah adalah standar pelayanan publik (SPP), standard opeating procedures (SOP), standar pelayanan minimal (SPM) dan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) . Keempat kebijakan standardisasi ini diharapkan dapat memperbaiki kinerja instansi pemerintah sekaligus juga meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Kata kunci: standardisasi pelayanan, kebijakan standardisasi pelayanan instansi pemerintah, dan kualitas pelayanan publik. 2

Page 2: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, sudah satu dasawarsa reformasi berjalan di Indonesia, yaitu terhitung sejak berakhirnya Era Orde Baru yang ditandainya dengan krisis ekonomi dan tumbangnya Rezim Suharto pada tahun 1998 serta bermunculanlah rezim-rezim baru yang reformatif yang berupaya mengatasi krisis dan dampaknya dengan memperbaiki fundamental kehidupan bangsa secara bertahap. Sejak itu muncullah nama-nama B.J. Habibie (1998-1999) yang kemudian diganti dengan Abdulrahman Wahid (1999-2002) selanjutnya muncul Megawati Soekarno Putri (2002-2004) dan Susilo Bambang Yudoyono yang memimpin bangsa ini dari 2004 sampai 2009 nanti guna menuju keadaan yang lebih baik. Era inilah yang sekarang disebut sebagai Era Reformasi. Dalam era reformasi ini telah terjadi berbagai perbaikan kehidupan bangsa Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang salah satunya adalah perbaikan dalam bidang administrasi negara. Perbaikan dalam bidang ini mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan dan aspek sumber daya aparatur baik yang ada di lingkungan pemerintah pusat maupun di lingkungan pemerintah daerah. Kondisi ini ditandai dengan munculnya berbagai regulasi yang menyangkut bidang administrasi negara baik yang berupa undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan daerah dan peraturan operasional lainnya. Meskipun sampai saat ini proses masih terus berjalan namun hasil dari perbaikan dalam bidang administrasi negara tersebut dapat dilihat hingga pasca dasawarsa reformasi ini.

Salah satu hasil perbaikan dalam bidang administrasi negara yang dapat dilihat sampai saat ini adalah perbaikan dalam pelayanan publik. Sebelum dilakukan perbaikan, kondisi pelayanan publik seperti yang digambarkan dari rumusan hasil diskusi berbagai stakeholders pelayanan publik dari kalangan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan 3 sebagai berikut: 4 : (1) Instuksi Presiden No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha; (2) Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum; (3) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat; (4) Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dimana pada Pasal 12 menyebutkan bahwa agar diupayakan mewujudkan sistem pelayanan satu atap secara bertahap; (5) Instruksi Mendagri No. 20/1996; (6) Surat Edaran Menkowasbangpan Nomor 56/MK.WASPAN/6/1998, antara lain menyebutkan bahwa langkahlangkah perbaikan mutu pelayanan masyarakat diupayakan dengan menerapkan pola pelayanan terpadu (satu atap dan satu pintu) bagi unitunit kerja kantor pelayanan yang terkait dalam proses atau menghasilkan suatu produk pelayanan; (7) Surat Edaran Mendagri No. 503/125/PUOD/1999dan; (8) Garis – Garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Bab III. 5 ; (9) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/118/M.Pan/8/2004 Tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah; (10) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M.Pan/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; (11) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Kep/26/M.Pan/2/2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi Dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik; (12) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal; (13) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20/MPAN/04/2006 tentang pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik; (14) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Paket Kebijakan

Page 3: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

Perbaikan Iklim Investasi; (15) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; (16) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal; (17) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah.6

Peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan keseriusan pemerintah dalam upaya memperbaiki kualitas pelayanan publik dari berbagai lini dan dari berbagai tingkatan meskipun patut disayangkan sampai tulisan ini dibuat (November 2008) rancangan undang-undang mengenai pelayanan publik belum disahkan. Kemudian apabila dianalisis lebih lanjut antara kondisi pelayanan publik yang ada dengan kebijakan perbaikan kualitas pelayanan publik yang dilakukan pemerintah maka dapat ditarik benang merah bahwa salah satu kelompok kebijakan reformasi administrasi negara yang dilakukan dalam memperbaiki kualitas pelayanan adalah dengan standardisasi pelayanan pada instansi pemerintah (instansi publik). Hal ini dapat dilihat dari empat bentuk standardisasi pelayanan yaitu: Pertama, standardisasi penyelenggaraan pelayanan publik yang dimanifestasikan dalam standar pelayanan publik (SPP); Kedua, standardisasi pelayanan dalam dan antar institusi pemerintah yang dimanifestasikan dalam pedoman penyusunan standard operating procedures (SOP); Ketiga, standardisasi kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat yang dimanifestasikan dengan standar pelayanan minimal (SPM) dan; Keempat adalah standardisasi model penyelenggaraan pelayanan publik yang dimanifestasikan dalam bentuk unit pelayanan terpadu (PTSP). Menyadari arti pentingnya standardisasi pelayanan tersebut dalam mendukung orientasi peran administrasi negara pasca dasawarsa reformasi di Indonesia maka beberapa instansi yang terkait langsung ataupun tidak langsung seperti: Kantor MenPAN, Departemen Dalam Negeri, dan Lembaga Administrasi Negara telah melakukan langkah-langkah strategis dalam mendukung upaya perbaikan kualitas pelayanan dengan mendorong keberhasilan upaya standardisasi kualitas pelayanan dengan menerbitkan berbagai pedoman yang terkait dengan standardisasi pelayanan yang ada di instansi pusat maupun di daerah.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan dalam rangka turut mensukseskan kebijakan standardisasi pelayanan instansi pemerintah penulis memandang perlu menyajikan tulisan singkat ini mengenai Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah sebagai bagian dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi di Indonesia. Tulisan ini dimaksudkan untuk menjembatani perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan yang ada di Pusat dan Daerah serta untuk mensosialisasikan kebijakan standardisasi pelayanan instansi pemerintah secara lebih luas. Adapun bahasan tulisan ini berkenaan dengan konsep standardisasi pelayanan, kebijakan standardisasi pelayanan instansi pemerintah di era reformasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan ini.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada pendahuluan mengenai Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah sebagai bagian dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi di Indonesia maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah:

Bagaimanakah deskripsi mengenai kebijakan standardisasi pelayanan instansi pemerintah yang merupakan bagian dari orientasi administrasi negara pasca dasawarsa reformasi di Indonesia?

Page 4: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

1.2 Hipotesis

Bahwa deskripsi mengenai kebijakan standardisasi pelayanan instansi pemerintah yang berpengaruh terhadap orientasi administrasi negara pasca dasawarsa reformasi di Indonesia

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

A. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan standarisasi pelayanan instansi pemerintah terhadap pasca dasawarsa reformasi di indonesia

B. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Sebagai masukan bagi pemerintah mengnai kebijakan standarisasi pelayanan instansi pemerintah.2. Untuk menambah wawasan Penulis dalam standarisasi pelayanan instansi pemerintah yang berpengaruh terhadap orientasi 3. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang sedang meneliti topik yang berkaitan dengan penelitian ini.

Page 5: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

BAB III

PEMBAHASAN

A. KONSEP STANDARDISASI PELAYANAN PUBLIK

Konsep standardisasi pelayanan instansi pemerintah tidak dapat dilepaskan dengan konsep pelayanan publik karena standardisasi merupakan bagian dari manajemen pelayanan dan instansi pemerintah merupakan salah satu fokus (pokok bahasan) dari pelayanan publik. Pelayanan publik menurut Free Dictionary6 diartikan sebagai suatu bentuk pelayanan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan oleh organisasi non publik. Lebih lanjut dijelaskan juga bahwa 6 Lembaga Administrasi Negara, (2006), Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta: LAN RI, halaman 5. 8 pelayanan publik diartikan sebagai “public service generally means services rendered by the public sector—the state or government”. Dalam pengertian ini Gupta secara tegas menyatakan bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang disediakan oleh sektor publik dalam hal ini adalah negara atau pemerintah. Sedangkan pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelengaraan Pelayanan Publik diartikan sebagai segala kegiatan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengertian ini didasarkan pada kombinasi sudut pandang politik, hukum, ekonomi dan sosial budayayang menyatakan bahwa Pelayanan Publik (Masyarakat) dapat dinyatakan sebagai segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparatur pemerintah dalam bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, dalam pembahasan mengenai ruang lingkup pelayanan publik dinyatakan bahwa secara substantif pelayanan publik memiliki dua unsur besar, yaitu: pelayanan publik yang menyangkut pengadaan kebutuhan publik yang berimplikasi pada kualitas pelayanan dari sisi ekonomi menjadi kesejahteraan publik dan pelayanan publik yang menyangkut menajemen pelayanan publik yang akan berujung pada isu-isu seputar transpransi, keadilan, korupsi, dan lain-lain.9.

Sedangkan Grant (1994)10dalam buku Public Strategies Group mengungkapkan hal yang sama dengan peristilahan yang berbeda. Grant mengidentifikasi misi organisasi publik ke dalam dua hal yaitu: pertama, melayani kepentingan publik secara langsung seperti pembangunan jalan, mengurus sampah, dan lain-lain dan kedua, compliance yakni menjamin terjadinya kesesuaian terhadap hak-hak publik sesuai aturan yang berlaku seperti pengaturan kualitas air, pengeluaran ijin profesi, pengaturan akses informasi, pengalokasian budget, dan lain-lain. Berdasarkan pengertian –pengertian ini maka dengan demikian pelayanan publik memiliki ruang lingkup yang meliputi aspek manajemen pelayanan dan aspek ketersediaan layanan dalam jumlah (kuantitas) maupun dalam mutu (kualitas).

Kedua aspek dalam ruang lingkup pelayanan publik inilah yang akan mewarnai proses standardisasi dalam pelayanan publik. Menurut pengertian umum 11

standardisasi diartikan sebagai penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas, dsb.) dengan pedoman (standar) yang ditetapkan. Dengan demikian maka standardisasi pelayanan publik adalah suatu upaya untuk menjadikan pelayanan publik itu sesuai dengan pedoman yang berlaku yang dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan publik baik dari aspek ketersediaan 10

Page 6: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

kuantitas dan kualitas layanan dan manajemen pelayanan. Atau dengan kata lain bahwa konsep standardisasi pelayanan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang diarahkan untuk menciptakan kesesuaian ketersedian layanan dan manajemen pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di pusat dan di daerah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Analog dengan konsep standardisasi pelayanan publik maka dapatlah dirumuskan konsep standardisasi pelayanan instansi pemerintah12adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang diarahkan untuk menciptakan kesesuaian ketersedian layanan dan manajemen pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah di pusat dan di daerah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan konsep ini maka terdapat dua kelompok pelayanan yaitu pelayanan instansi pemerintah pusat yang ditujukan untuk keperluan internal pemerintah (pelayanan internal) dan pelayanan yang ditujukan untuk keperluan masyarakat (pelayanan masyarakat). Dengan demikian maka terdapat dua standar besar pelayanan instansi pemerintah, yaitu: standar pelayanan internal pemerintah dan standar pelayanan masyarakat.

B. KEBIJAKAN STANDARDISASI PELAYANAN INSTANSI PEMERINTAH

Kebijakan standardisasi pelayanan instansi pemerintah telah dirintis sejak lama oleh pemerintah namun demikian baru pada tahun 1984 mulai digalakkan yaitu melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha. Keputusan ini diterbitkan dengan pertimbangan: Pertama, bahwa adanya tuntutan peningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dengan menggunakan suatu pedoman atau dengan kata lain diperlukannya suatu standardisasi penyelenggaraan pelayanan publik; Kedua, bahwa pedoman penyelenggaraan pelayanan publik yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang ada. Pertimbangan kedua ini pun mengisyaratkan perlunya standardisasi bagi penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat.

Upaya standardisasi pelayanan pada instansi pemerintah terus berlanjut bahkan kemudian disusul dengan berbagai peraturan pendukung yang semakin memperkokoh tekad pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari berbagai lini. Terbukti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/118/M.Pan/8/2004 Tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah yang kemudian secara berturut-turut disusul dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M.Pan/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/26/M.Pan/2/2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor SE/15/M.PAN/9/2005 Tentang Peningkatan Intensitas Pengawasan Dalam Upaya Perbaikan Pelayanan Publik serta Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.

Di sisi lain dalam upaya standardisasi pelayanan instansi pemerintah yang terkait dengan pelayanan dasar masyarakat seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang 13

Page 7: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

Pemerintahan Daerah, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal yang kemudian dioperasionalkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal. Kebijakan ini secara tidak langsung mewajibkan seluruh instansi pemerintah (Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen) yang terkait dengan pelayanan dasar kepada masyarakat untuk menyusun standar pelayanan minimal dan sekaligus menginstruksikan kepada Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/kota untuk menerapkan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah masing-masing. Disamping itu kebijakan ini mengindikasikan pemberian penghargaan kepada pemerintahan daerah yang berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dan sanksi kepada pemerintahan daerah yang tidak berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan.

Selanjutnya, dalam upaya untuk melakukan standardisasi dalam model penyelenggaraan pelayanan publik maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan: Pertama, kebijakan ini ditujukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah melalui penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu sesuai Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi; Kedua, diperlukannya standardisasi penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah membentuk lembaga 14 unit pelayanan perijinan terpadu dan bagi pemerintah daerah yang belum mempunyai lembaga unit pelayanan perijinan terpadu diinstruksikan untuk membentuk perangkat daerah tersebut paling lambat 1 (satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan. Atau dengan lain perkataan pada tahun 2009 seluruh Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia telah memiliki unit pelayanan terpadu.

Berdasarkan uraian mengenai kebijakan standardisasi pelayanan publik instansi pemerintah tersebut di atas maka dapat dirumuskan minimal 4 (empat) standar pelayanan, yaitu:

1. Standar Pelayanan Publik (SPP) adalah acuan penilaian kualitas yang tujukan untuk mengatur penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah16;

2. Standard Operating Procedures adalah acuan bagi instansi pemerintah dalam menyelenggarakan aktivitas-aktivitas kegiatan internal pemerintah17;

3. Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan (acuan bagi masyarakat) mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal18;

4. Model Pelayanan Terpadu adalah acuan bagi perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas dan fungsi mengelola sernua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah19;

Page 8: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

a. Standar Pelayanan Publik Peraturan perundang-undangan yang menjadi kebijakan standar pelayanan

publik adalah: (1) Keputusan MENPAN Nomor: 63/ KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; (2) Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi Dalam Diktum ke 4, dan; (3) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20/MPAN/04/2006 tentang pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik.

Berdasarkan dasar hukum pembentuknya maka kebijakan standar pelayanan publik ini mengatur mengenai acuan penilaian kualitas yang tujukan untuk mengatur penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah. Adapun pengaturan tersebut menyangkut persyaratan yang harus dimiliki oleh instansi pemerintah yang menyenggarakan pelayanan publik yang meliputi: (a) Nama Jenis Pelayanan, (b) Visi dan Misi Pelayanan, (c) Prosedur Pelayanan, (d) Persyaratan Pelayanan, (e) Waktu Pelayanan, (f) Biaya/Tarif Pelayanan, (g) Penyampaian Keluhan Pelayanan.

Pemenuhan persyaratan penyelenggaraan pelayanan publik di instansi pemerintah dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Identifikasi jenis pelayanan

Kegiatan identifikasi pelayanan ini dilakukan dengan mengidentifikasi jenis pelayanan yang diselenggarakan, keterangan penting dari jenis pelayanan dan mengidentifikasi dasar hukum dari pelayanan tersebut.

b. Identifikasi Pelanggan

Identifikasi pelanggan dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Siapa target pelayanan yang langsung merasakan pelayanan? (2) Siapa target pelayanan yang tidak langsung merasakan pelayanan? dan (3) Instansi mana yang menjadi pelanggan (dalam kaitan dengan pelayanan kepada 16

Page 9: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

instansi lain)? c. Identifikasi Harapan Pelanggan

Identifikasi harapan pelanggan dilakukan dengan entry point apa Jenis pelayanan yang akan dibahas kemudian dilakukan penentuan harapan terhadap kualitas, biaya, dan waktu pelayanan melalui survey terhadap pelanggan dan pegawai yang terlibat.

d. Perumusan Visi, Misi dan Tupoksi Pelayanan

Kegiatan perumusan visi dan misi dilakukan dengan melalui proses diskusi yang melibatkan seluruh komponen dalam unit pelayanan sedangakan tahap perumusan tupoksi dilakukan melalui proses diskusi yang melibatkan seluruh komponen dalam unit pelayanan.

e. Identifikasi Proses dan Prosedur, Prasyarat, Waktu dan Biaya Pelayanan, Dasar Hukum Penetapan Biaya/Tarif. (1) Identifikasi Proses dan Prosedur dilakukan dengan mengidentifikasi langkah-

langkah aktivitas dalam memberikan satu jenis pelayanan mulai dari awal sampai dengan selesai dan Jika terdapat lebih dari satu jenis pelayanan, maka dilakukan identifikasi langkah aktivitas untuk setiap jenis pelayanan tersebut;

(2) Identifikasi Persyaratan Pelayanan dilakukan dengan mengidentifikasi persyaratan yang dibutuhkan setiap tahapan aktivitas dalam pemberian pelayanan;

(3) Identifikasi Waktu dan Biaya Pelayanan dilakukan berdasarkan hasil identifikasi proses dan prosedur pelayanan baru kemudian dilakukan Identifikasi waktu dan biaya yang diperlukan.

(4) Identifikasi Dasar Hukum Penetapan Biaya/Tarif dilakukan dengan berpedoman pada dasar hukum penetapan biaya/tarif terhadap suatu pelayanan tertentu;

(5) Identifikasi Mekanisme Pengaduan dilakukan dengan langkah-langkah: (a) mengidentifikasi sarana yang diperlukan untuk menampung keluhan pelanggan; (b) mengidentifikasi prosedur yang harus dilalui bagi pelanggan yang akan menyampaikan keluhannya; (c) mengidentifikasi Waktu yang diperlukan bagi respon terhadap keluhan dan (d) mengidentifikasi aktor yang berwenang mengambil keputusan.

b. Standard Operating Procedures Peraturan perundang-undangan yang menjadi kebijakan standard operating

procedures adalah: Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi Dalam Diktum ke 4 yang menyatakan bahwa “meningkatan kualitas pelayanan kepada publik baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan melalui transparansi dan standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratan-persyaratan, target waktu penyelesaian dan tarif biaya yang harus dibayar oleh masyarakat untuk mendapat pelayanan tersebut sesuai dengan perundang-undangan dan menghapuskan pungutan-pungutan liar”.

SOP atau yang sering disebut sebagai prosedur tetap (protap) adalah penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa dan dibuat untuk menghindari terjadinya variasi dalam proses pelaksanaan kegiatan oleh pegawai yang akan mengganggu kinerja organisasi (instansi pemerintah) secara keseluruhan. SOP memiliki manfaat bagi organisasi antara lain20 : (1) Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan khusus, mengurangi kesalahan dan kelalaian; (2) SOP membantu staf menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada

Page 10: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari; (3) Meningkatkan akuntabilitas dengan mendokumentasi-kan tanggungjawab khusus dalam melaksanakan tugas; (4) Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan membe-rikan pegawai

20 Lembaga Administrasi Negara, (2005), Penyusunan Standard Operating Procedure, Jakarta: LAN RI, halaman 11-13. 18 cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan; (5) Menciptakan bahan-bahan training yang dapat mem-bantu pegawai baru untuk cepat melakukan tugasnya; (6) Menunjukkan kinerja bahwa organisasi efisien dan dikelola dengan baik; (7) Menyediakan pedoman bagi setiap pegawai di unit pelayanan dalam melaksanakan pemberian pelayanan sehari-hari; (8) Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas pemberian pelayanan; (9) Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural dalam memberikan pelayanan; (10) Menjamin proses pelayanan tetap berjalan dalam berbagai situasi. Berdasarkan Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedures (Prosedur Tetap) yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi Negara tahun 2005 dinyatakan bahwa: SOP terdiri dari dua jenis yaitu SOP Teknis dan SOP Administratif. Yang dimaksud dengan SOP Teknis adalah SOP yang banyak digunakan untuk prosedur-prosedur teknis dalam kaitan dengan pengoperasian peralatan, mesin, laboratorium, pesawat terbang, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan Sop Administratif adalah berbagai macam prosedur kegiatan administratif dan mereview dokumen seperti kontrak, proyek perencanaan jaminan kualitas dan perencanaan manajemen kualitas, audit pekerjaan, menentukan kebutuhan pelatihan organisasi, menggambarkan prosedur internal manajemen kantor, dan lain-lain.

Disamping jenis SOP menurut format terdiri dari beberapa format diantaranya adalah: (1) SOP dalam format grafik. SOP ini dibuat: apabila prosedur yang disusun menghendaki kegiatan yang panjang dan spesifik; (a) Proses yang panjang tersebut dijabarkan ke dalam sub-subproses yang lebih pendek yang hanya berisi beberapa langkah dan (b) Format ini juga bisa digunakan jika dalam menggambarkan prosedur diperlukan adanya suatu gambar-gambar tertentu atau diagram; (2) SOP dalam format flowcharts. SOP ini biasa digunakan jika dalam SOP tersebut diperlukan pengambilan keputusan yang banyak (kompleks) dan membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak” yang akan mempengaruhi sub langkah berikutnya. SOP ini menyediakan mekanisme yang mudah untuk diikuti dan dilaksanakan oleh para pegawai melalui serangkaian langkah-langkah sebagai hasil dari keputusan yang telah diambil; (3) SOP dengan format simple steps. SOP ini digunakan jika prosedur yang akan disusun hanya memuat sedikit kegiatan dan memerlukan sedikit keputusan. SOP ini juga dapat digunakan dalam situasi dimana hanya ada beberapa orang yang akan melaksanakan prosedur yang telah disusun dan biasanya merupakan prosedur rutin. SOP model ini biasanya digunakan pada kegiatan yang cenderung sederhana dengan proses yang pendek; (4) SOP dengan format Hierarchical Steps. SOP ini merupakan pengembangan dari simple steps yang biasanya digunakan jika prosedur yang disusun panjang , lebih dari 10 langkah dan membutuhkan informasi lebih detail, akan tetapi hanya memerlukan sedikit pengambilan keputusan. SOP model ini disusun dengan cara mengidentifikasi langkah-langkah yang kemudian dijabarkan kedalam sub-sub langkah secara terperinci.

c. Standar Pelayanan Minimal Sesuai dengan kebijakan yang mengatur tentang Standar Pelayanan Minimal yaitu: (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal; (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal; Maka kebijakan mengenai standar pelayanan minimal (SPM) mengatur pelayanan dari aspek-aspek: (a) jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM; (b) Indikator dan

Page 11: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

nilai SPM; (c) Batas waktu perencanaan SPM, dan (d); Pengorganisasian Penyelenggaraan SPM. Adapun keempat ruang lingkup pengaturan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut pencapaian kinerja, meliputi pelayanan yang diberikan, persepsi, dan perubahan perilaku masyarakat;

d. tingkat kemanfaatan yang dirasakan sebagai nilai tambah, termasuk kualitas hidup, kepuasan konsumen atau masyarakat, dunia usaha, pemerintah dan pemerintahan daerah; dan

e. keterkaitannya dengan keberadaan sistem informasi, pelaporan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjamin pencapaian SPM dapat dipantau dan dievaluasi oleh pemerintah secara berkelanjutan.

Adapun penentuan nilai SPM mengacu pada: a. kualitas berdasarkan standar teknis dari jenis pelayanan dasar yang berpedoman

pada SPM dengan mempertimbangkan standar pelayanan tertinggi yang telah dicapai dalam bidang pelayanan dasar yang bersangkutan di daerah dan pengalaman empiris tentang cara penyediaan pelayanan dasar yang bersangkutan yang telah terbukti dapat menghasilkan mutu pelayanan yang hendak dicapai, serta keterkaitannya dengan SPM dalam suatu bidang pelayanan yang sama dan dengan SPM dalam bidang pelayanan yang lain;

b. cakupan jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM secara nasional dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang pelayanan dasar yang bersangkutan, variasi kondisi daerah, termasuk kondisi geografisnya.

Ketiga, batas waktu pencapaian SPM adalah kurun waktu yang ditentukan untuk mencapai SPM secara nasional. Dalam penentuan batas waktu pencapaian SPM seyogyanya mempertimbangkan:

a. status jenis pelayanan dasar yang bersangkutan pada saat ditetapkan; b. sasaran dan tingkat pelayanan dasar yang hendak dicapai;c. variasi faktor komunikasi, demografi dan geografi daerah; dan d. kemampuan, potensi, serta prioritas nasional dan daerah.

Keempat, pengorganisasian penyelenggaraan SPM mencakup tatacara penyusunan dan penetapan SPM serta pembinaan dan pengawasan penerapannya.

d. Model Pelayanan Terpadu Berdasarkan kebijakan yang mengatur tentang Model Pelayanan Terpadu yaitu: (1) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/Kep/M.Pan/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelengaraan Pelayanan Publik; (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan; (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah; Maka kebijakan mengenai model pelayanan terpadu mengisyaratkan hal-hal sebagai berikut:

a. bahwa pelayanan terpadu merupakan pola penyelenggaraan pelayanan publik baik yang terkait dengan kelompok pelayanan administrasi, pelayanan barang maupun pelayanan jasa, yang dilakukan di satu tempat.

b. Pelayanan terpadi terbagi ke dalam dua pola pelayanan: Terpadu Satu Atap dan Terpadu Satu Pintu. Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan. Pola

Page 12: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu

Sebagai tindak lanjut dari kebijakan pelayanan terpadu dikeluarkanlah kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) yang mengatur pelayanan memiliki prosedur pelayanan sebagai berikut:

a. Pengolahan dokumen persyaratan dilakukan secara terpadu satu pintu; b. Proses penyelenggaraan pelayanan perizinan dilakukan untuk satu jenis perizinan

tertentu atau perizinan paralel; c. Pemeriksaan teknis di lapangan dilakukan oleh Tim Kerja Teknis di bawah

koordinasi Kepala PPTSP; d. Tim kerja teknis beranggotakan masing-masing wakil dari perangkat daerah teknis

terkait dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota; e. Tim kerja teknis memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dalam

memberikan rekomendasi mengenai diterima atau ditolaknya suatu permohonan perizinan.

Keempat, sumber daya manusia yang mengelola PTSP harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Pegawai yang ditugaskan di lingkungan PPTSP diutamakan mempunyai kompetensi di bidangnya;

b. Pegawai PPTSP dapat diberikan tunjangan khusus yang besarannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota sesuai dengan kemampuan keuangan daerah;

c. Pemerintah Daerah berkewajiban untuk melakukan pengembangan sumber daya manusia pengelola pelayanan terpadu sate pintu secara berkesinambungan.

Kelima, setiap penyelenggara PTSP harus memiliki sarana dan prasarana penangan pengaduan dengan menggunakan media yang disesuaikan dengan kondisi daerahnya. Disamping memiliki kemampuan untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat secara tepat, cepat, dan memberikan jawaban serta penyelesaiannya kepada pengadu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja dan secara rutin melakukan penelitian kepuasan rnasyarakat secara berkala sesuai peraturan perundang-undangan. 26

Page 13: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

BAB III PENUTUPStandardisasi pelayanan instansi pemerintah merupakan kebijakan yang menjadi

prioritas pemerintah dalam era reformasi guna memperbaikan kualitas pelayanan publik. Kebijakan ini telah didukung berbagai peraturan perundangan yang memadai meskipun rancangan undang-undang pelayanan publik sampai saat ini belum disahkan. Kedepan, perlu terus diupayakan penyelenggaraaan pelayanan publik yang didukung dengan undang-undang yang bersifat khusus. Mengingat bahwa undang-undang mengenai pelayanan publik mengindikasikan tingkat keseriusan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang berarti pula pemerintah serius untuk meningkatkan kinerja instansi pemerintah dan pada akhirnya berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini mengacu pada asumsi bahwa salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan publik.

Pada saat ini, terdapat empat kelompok standardisasi pelayanan instansi pemerintah, yaitu: Standar Pelayanan Publik (SPP), Standard Operating Procedures (SOP), Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Model Pelayanan Terpadu. Keempat standar pelayanan ini secara simultan telah terbukti meningkatkan kualitas pelayanan publik. Namun perlu disayangkan bahwa keempat standar tersebut belum secara menyeluruh dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat maupun di daerah. Untuk itu maka diperlukan tekad, kesabaran, kejujuran dan kerja keras yang terus menerus serta berkesinambungan dari seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi aparatur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk sama-sama mendukung pelaksanaan standardisasi pelayanan instansi pemerintah.

Akhirnya, marilah kita sama-sama mewujudkan kualitas pelayanan dalam rangka mencapai kesejahteraan bangsa dan negara. Majulah Indonesiaku! 27

Page 14: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Gupta, Sen. (1999), Health, education, & government in Bangladesh, Public Services: New Aproach. Liberal Times: FNS.

Insani, Istyadi, (2007), Kebijakan Standar Pelayanan Minimal di Indonesia, dalam Bunga Rampai Administrasi Publik: Dimensi Pelayanan Publik dan Tantangannya dalam Administrasi Negara (Publik) di Indonesia, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Mohammad, Ismail, (2003), Pelayanan Publik dalam Era Desentralisasi, makalah dalam acara Seminar “Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi” yang diselenggarakan oleh Bappenas, pada tanggal 18 Desember 2003, di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat.

Isnadi, Makhsun, (tt), Sekilas tentang Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen, dalam Reformasi Pemerintah Daerah (Dari Teori Desentralisasi Sampai Praktek Pelayanan dan Partrisipasi Masyarakat), halaman 131-132.

Lawrence Grant, (1994), Public Strategies Group, tp. Lembaga Administrasi Negara, (2003), Penyusunan Standar Pelayanan Publik,

Jakarta: LAN RI. Lembaga Administrasi Negara, (2005), Penyusunan Standard Operating Procedure,

Jakarta: LAN RI. Lembaga Administrasi Negara, (2006), Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan

Publik, Jakarta: LAN RI. Rumusan hasil diskusi berbagai stakeholders pelayanan publik dari kalangan

pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan partnership yang diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 2002 di Gedung Yayasan Harkat Bangsa Jakarta. Diskusi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari Kantor MenPAN, Kantor BPKP, 28

Page 15: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

LIPI, LP-UI, PSPK, Bina Desa, CEDI, CIRUS, CSIS, Derap Warapsari, Earnst & Young, Forum Inovasi-UI, ICW, IPCOS, The Parnership, VSS Network, YLBHI, Yayasan Harkat Bangsa, dan AusAID.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah, Kewenangan Propinsi sebagai Daerah otonom;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembangian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757/OTDA/2002 tertanggal 8 Juli 2002 yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia mengenai Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM);

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan;

Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pasal 1. 29

Page 16: Kebijakan Standardisasi Pelayanan Instansi Pemerintah Sebagai Bagian Dari Orientasi Administrasi Negara Pasca Dasawarsa Reformasi Di Indonesia

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah

Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi --i2--