kebijakan privatisasi bumn
DESCRIPTION
kebijakan privatisasi bumnTRANSCRIPT
KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN
Berita 1
Senin, 08 September 2014 | 20:00 WIB
Dahlan Dukung Buyback Saham Indosat
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan menyambut baik
wacana soal rencana pembelian kembali (buyback) saham PT Indosat Tbk yang tahun depan
akan berganti merek menjadi Indosat-Ooredoo. Menurut dia, rencana tersebut perlu dilakukan
untuk mengembalikan ketahanan nasional, khususnya di bidang telekomunikasi. "Siapa yang
punya ide? Itu baik," ujarnya saat menyambangi Kementerian Koordinator Perekonomian
sebelum rapat koordinator tentang elpiji, Senin, 8 September 2014. (Baca juga: Indosat :
Trafik Data Lebaran Naik 49 Persen)
Namun, ujar Dahlan, yang perlu dipertimbangkan adalah harga yang ditawarkan harus sesuai
dengan nilai keekonomiaan saat ini. Artinya, jika saat ini pemerintah Indonesia ingin kembali
memiliki Indosat, harga pembeliannya harus sesuai dengan harga saham Indosat saat ini.
"Kalau harganya mahal sekali, apa perlu buyback?" tanya pemilik Jawa Pos Grup ini.
Dahlan mengakui bahwa hingga kini belum mengetahui secara detail rencana aksi korporasi
perusahaan tersebut. "Itu bukan urusan kita, tapi pemegang saham mereka," tuturnya. (Lihat
juga: Penjualan Indosat , Fuad Bawazier: Megawati Keliru)
Wacana membeli kembali saham Indosat yang 67 persennya dikuasai Qatar Telecom ini
mengemuka dalam debat calon presiden beberapa waktu lalu. Upaya pembelian kembali ini
perlu dilakukan untuk menjaga keamanan negara dan rakyat Indonesia. Namun, hingga kini,
belum ada negosiasi terkait dengan rencana itu.
JAYADI SUPRIADIN
Berita 2
Jum'at, 22 Agustus 2014 | 17:39 WIB
Konsep Holding BUMN Dinilai Belum Tepat
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Said Didu, mengatakan konsep holding BUMN yang saat ini dijalankan tidak tepat.
Seharusnya holding atau induk perusahaan merupakan perusahaan baru, bukan perusahaan
lama.
Penunjukan suatu perusahaan menjadi induk, menurut dia, akan membuat kinerja perusahaan
tersebut rangkap dan tak efisien. “Tapi saya kira holding yang dimaksud Pak Dahlan adalah
pembentukan perusahaan baru. Kalau yang saat ini konsepnya Kementerian Keuangan,” kata
Said saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Jumat, 22 Agustus 2014.
Menteri Negera Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan memastikan
pembentukan perusahaan holding perkebunan dan kehutanan telah disetujui pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang holding tersebut diperkirakan akan terbit pada akhir September
2014. Di sektor perkebunan, PT Perkebunan Nusantara III Medan ditunjuk sebagai induk.
Adapun di sektor kehutanan pemerintah menunjuk Perum Perhutani. Sebelumnya sudah
terbentuk holding BUMN perusahaan semen dan pupuk.
Selain itu, menurut Said, konsep seperti ini dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakadilan.
Direktur utama perusahaan yang ditunjuk menjadi induk, misalnya, tidak mendapat
penyesuaian gaji. Padahal mereka bertanggung jawab terhadap banyak perusahaan. Secara
psikologis juga dikhawatirkan akan terjadi kecemburuan sosial. Dia mencontohkan kasus
pada holding BUMN semen. "PT Semen Gresik ditunjuk menjadi holding, padahal
perusahaan lain lebih dahulu berdiri."
Contoh lain terdapat pada holding perkebunan. Penunjukan PTPN III Medan sebagai holding
juga dikhawatirkan akan menimbulkan efek psikologis. “Kalau mau rapat, misalnya, orang
Jawa yang harus rapat ke Medan,” katanya. Padahal selama ini Pulau Jawa dianggap sebagai
pusat pemerintahan. Selain itu, sebagian besar PTPN juga berlokasi di pulau ini.
FAIZ NASHRILLAH
Berita 3
Ekonomi Pancasila Kontra Privatisasi
Oleh : Supadiyanto S.sos.i. M.i.kom.
16-Apr-2007, 02:57:14 WIB - [www.kabarindonesia.com]
KabarIndonesia - Mampukah ekonomi Pancasila memiliki daya resistensi terhadap
serangan industri kapitalisme yang kian mengglobal itu?
Pertanyaan maha penting ini muncul sebagai bentuk antitesa terhadap realitas sosial
yang menunjukkan bahwa kesaktian dan kefleksibilitasan ekonomi Pancasila mulai
ditinggalkan oleh para pelaku ekonomi di negeri ini.
Kenyataan lain menunjukkan, rencana pemrivatisasian sejumlah BUMN-yang
jumlahnya ratusan buah itu, terang benar telah menimpang dari logika pemikiran
ekonomi Pancasila. Naas, tak banyak pihak menyadari policy naif itu bakal menjadi
penelikung eksistensi pemerintahan yang sedang berkuasa-saat ini. Maka, pembenahan
kembali fungsi sentral BUMN sebagai penyangga perekonomian nasional, wajib
ditempuh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK) guna
memperbaiki nasib masa depan negeri ini. Bila tidak, negeri berpenghuni 210 juta jiwa
ini bakal memiliki utang luar negeri yang kian menggunung. Sebab, penjualan aset
negara sekelas BUMN, berimplikasi negatif pada denyut nadi perekonomian nasional.
Segaris dengan itu, langkah privatisasi BUMN-yang merupakan antitesa dari bentuk
kebijakan ekonomi Pancasila itu-tak serta merta membawa perbaikan kualitas kerja para
pejabat lembaga itu. Kurang tepat pula bila terminologi privatisasi BUMN
diklamufasekan dengan pemaknaan revolusioner. Yakni upaya menyelamatkan aset
negara dengan jalan menjualgadaikan BUMN pada pihak asing. Pun tak boleh lagi
berkutat pada kegiatan penjualan aset negara pada investor asing. Karena, orang awam
pun bisa menjual BUMN pada banyak pihak yang dikehendaki. Kalau pemerintah hanya
lihai dalam menawarkan BUMN untuk dijualgadaikan ke pihak lain, bukankah itu
merupakan kesalahan yang paling fatal? Prinsip ekonomi Pancasila taklah sekolot dan
sedekil ekonomi kapitalis-yang riskan menjadi predator antar negara. Sungguh tepat apa
yang pernah dirisaukan oleh pengamat ekonomi dari Tim Ekonomi Indonesia Bangkit-
Fadli Hasan-belum lama ini. Dirinya mengkhawatirkan privatisasi BUMN telah
melenceng jauh dari arah tujuan semula.
Kini pemerintah perlu merevolusionerkan paradigma privatisasi BUMN agar sesuai
dengan cita-cita luhur pendiri negeri ini. Relevan dengan ideologi budaya bangsa ini
yang berpihak pada nilai-nilai ekonomi kerakyatan, ekonomi Pancasila. Asa kita,
idealisme yang terkandung dalam ekonomi Pancasila ini tak saja menjadi parameter bagi
keberhasilan program pemerintah untuk segera bangun dari kemelut hutang luar negeri
yang tak berkesudahan. Karena ekonomi Pancasila mengajarkan pada semua pihak
untuk selalu memikirkan kepentingan banyak pihak. Tak melulu selalu mementingkan
pada keuntungan segelintir pihak. Sealur dengan itu, keburukan kinerja BUMN selama
ini adalah banyaknya para koruptor yang bersarang pada lembaga tersebut. Mustahil,
tanpa menempuh langkah pemberangusan terhadap para koruptor itu, tak mungkin pula
mengubah paradigma BUMN menuju pakem lembaga profesionalitas. Di sinilah
perlunya keprogresivitasan dan keberanian duet kepemimpinan SBY-JK dalam
mendesain "hitam-putihnya" BUMN ke depan. Menanamkan kembali pemahaman nilai-
nilai luhur dalam Pancasila pada seluruh rakyat negeri ini. Fungsi utama BUMN
sejatinya sebagai pem-back up dan penopang utama bagi pendongkrakan angka
pendapatan negara. Jelas, secara konkrit BUMN memiliki peran vital dalam
memantapkan arah kebijakan (policy) perekonomian nasional ini.
Naas juga, selama ini fungsi BUMN telah diselewengkan dengan berdalih langkah
privatisasi. Bahkan lebih buruk lagi, sejumlah BUMN telah dilelangjualkan kepada
pihak investor asing. Penjualan aset negara melalui pelelangan BUMN itu sendiri,
nyatanya berdampak negatif bagi pelaksanaan privatisasi BUMN tersebut. Artinya, elan
vital yang terkandung dalam BUMN, secara nyata dan pasti terdegradasi menjadi alat
penelikung eksistensi negeri ini sendiri. Sebab bila langkah privatisasi BUMN diartikan
sejalan dengan logika penjualan aset BUMN pada pihak asing, dan persepsi ini berjalan
terus menerus, dapat dipastikan stabilitas pemerintahan bakal kolaps. Aset penting
sekelas BUMN, apabila dijual ke pihak asing; pastilah rakyat kecil bakal kelimpungan.
Memang efek negatifnya tak langsung mengena pada kekuatan ekonomi rakyat kecil.
Realitas sosial lain masih menunjuki jumlah penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan masih sangat tinggi. Sejalan dengan itu, angka pengangguran juga berjubel.
Apalagi dengan jumlah hutang luar negeri kita masih terbilang sangat besar. Maksud
pemerintah mencicil (mengurangi) jumlah utang luar negeri dengan menjual aset negara
berupa BUMN itu, jelas salah kaprah. Ingin menutup hutang, tapi sekaligus menggali
"liang kubur" sendiri bagi perekonomian nasional.
*) Supadiyanto, Peneliti muda pada ICRC, Pembelajar pada Fakultas Dakwah UIN
Suka Yogyakarta danFMIPA UNY
ANALISIS KEBIJAKAN:
Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang
bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi,
BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai
pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33
UUD 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat
terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar
lokasi BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui
penciptaan lapangan kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan
lapangan kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk
membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan mengikut-sertakan
masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini
sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan
koperasi yang berada di sekitar lokasi BUMN.
Namun dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN secara
umum belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Perolehan laba yang dihasilkan
masih sangat rendah. Sementara itu, saat ini Pemerintah Indonesia masih harus berjuang
untuk melunasi pinjaman luar negeri yang disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu.
Dan salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya
adalah dengan melakukan privatisasi BUMN.
Kebijakan privatisasi BUMN yang ditetapkan pada mula 2001 tersebut tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang terkandung pada tujuan bangsa yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945, sila dalam Pancasila serta Pasal dalam UUD 1945. Kebijakan privatisasi ini mematikan
sistem ekonomi indonesia yang harus berpedoman pada Pancasila yang pro kerakyatan dan
berasakan pada kekeluargaan yang sesuai dengan Pasal 33 ayat 1. Sedangkan dalam
privatisasi sendiri lebih menjunjung pada keuntungan pihak tertentu yang menyebabkan
terjadi ketidakadilan karena mereka dieksploitasi oleh pihak yang berkepentingan serta
kepemilikian pribadi yang tidak sesuai dengan Pasal 33 ayat ayat 2 yang dimana segala
cabang produksi garuslah dikelola oleh negara. Selain itu segala yang terkandung didalamnya
dikelola demi kemakmuran rakyatnya bukan kepentingan pihak tertentu.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN:
Kebijakan yang dibuat pemerintah tentang privatisasi BUMN ini bertujuan untuk
peningkatan sektor BUMN menjadi lebih efisien dan efektif, namun seperti yang dinyatakan
di atas bahwa kebijakan privatisasi tersebut tidak sesuai dengan UUD RI pasal 33 ayat 3
dimana semua Sumber Daya Alam yang terkandung haruslah dikuasai dan dikelola secara
efisien dan efektif oleh negara demi kemakmuran bersama. Seharusnya pengelolaan secara
nasional akan lebih efektif dan efisien jika kita melihat dari keuntungan secara materi dan
sosialnya. Indonesia membuka secara bebas dan lebar atas partisipasi masyarakat dan
kepemilikan pribadi, dan kita berhak mengevaluasi mengkoreksi dan mengembalikan kepada
nilai-nilai Pancasila yang yang menjadikan sebagai pondasi bangsa dan sumber dari segala
sumber hukum atas cita-cita pendirinya. Indonesia sangat terbawa arus jaman saat ini.
Pemerintah telah melakukan pelanggaran dan penodaan pada nilai-nilai luhur yang
terkandung pada Pancasila. Indonesia terlena dengan godaan arus jaman yang semakin
mengglobal padahal tuntutan jaman tersebut telah tidak sesuai dengan salah satu isi pada
konsensus bangsa yakni Pancasila dan UUD 1945.
SOLUSI:
Privatisasi BUMN bukan merupakan solusi yang baik dalam memeperbaiki
perekonomian di Indonesia. Privatisasi BUMN juga tidak sesuai dengan tujuan bangsa pada
pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”, privatisasi BUMN juga tidak sesuai dengan pancasila
sila ke 2, dan Undang Undang Dasar pasal 33 ayat 3 bahwa Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dengan adanya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
melimpah, bangsa Indonesia bisa mengembangkan sendiri BUMN tanpa bantuan dari negara
luar.
Solusi dalam membenahi privatisasi BUMN adalah dengan meningkatkan pendidikan
bagi SDM nya. Peningkatan pendidikan di Indonesia juga harus di sertai dengan pendidikan
pancasila. Karena dengan hanya peningkatan pendidikan umum tanpa adanya penerapan
pendidikan pancasila, masyarakat Indonesia tidak akan bisa memahami Ideologi Negara
Indonesia sendiri.