kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tuna … · berlayar di laut dengan nikmat allah, agar...

233
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA LONGLINE BERPERSPEKTIF MITIGASI BENCANA DI PADANG, SUMATERA BARAT TOMI RAMADONA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Upload: tranthien

Post on 22-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI

PERIKANAN TUNA LONGLINE BERPERSPEKTIF MITIGASI

BENCANA DI PADANG, SUMATERA BARAT

TOMI RAMADONA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya bahtera itu

berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya

kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya.

Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda

bagi setiap orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.

Dan apabila mereka dihantam gelombang yang besar sebesar gunung,

mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya

maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan,

lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus.

Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami

hanyalah orang-orang yang tidak setia lagi ingkar

QS.LUKMAN (31-32).

Page 3: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kebijakan

Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline Berperspektif Mitigasi

Bencana di Padang Sumatera Barat adalah benar merupakan hasil karya saya

sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Januari 2013

Tomi Ramadona

NRP. H352100051

Page 4: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

ABSTRACT

TOMI RAMADONA. The Policy Development of Tuna Longline Fishery

Economy Based on Disaster Mitigation Perspective in Padang, West Sumatra.

Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTO and ACHMAD FAHRUDIN.

This research aimed to determine 1) fisheries sector macro economic

conditions, 2) the potential for sustainability and management of fisheries

resources, 3) the potential and priorities for mitigation of disasters, 4) the fisheries

development and the feasibility investment of disaster mitigation perspective, 5)

institutions in fisheries development of disaster mitigation perspective and 6)

formulate policy direction of tuna fisheries economy development based on

disaster mitigation perspective. The analysis methods was conducted by Shift

Share, Location Quotient, Minimum Requirement Approach, Bioeconomic

Model, Exponential Comparison method (MPE), Investment feasibility analysis,

stakeholder analysis, descriptive analysis and AHP techniques. The result showed

that fisheries provide high contribution in macro economic analysis as the leading

sectors of regional economic development. The analysis of bioeconomy,

especially Tuna was bellow the optimal level, with the optimal management based

on MEY management regimes showed that effort can be increase by 133 trip or

equal as 33 tuna longliners and a production of 418.53 tons. The highest potential

disaster on fisheries was earthquakes, tsunamis, strong winds, and waves.

Strategies for mitigation priorities were (1) provision of GPS, APS, disaster

information applications for fisherman, (2) provision of early warning and

integrated information systems, also (3) establishment of building fishing ports

and other infrastructure disaster mitigation perspective. Investment feasibility

analysis showed longliner tuna productivity remains high as well as the addition

of mitigation facilities, so the development of the business was feasible.

Stakeholders involved in this policy were KKP, DKP and local government. This

research concluded that appropriate policy strategies could be implemented in

Padang city was optimization the production of sustainable fisheries resources

through the provision of facilities for fisheries and mitigation perspective, also

increase participation and synergy stakeholder to prosperity.

Keywords : tuna, longliner, policy analysis, fishery resources, bioeconomic,

sustainability, disaster mitigation, Padang City, West Sumatera

Page 5: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

RINGKASAN

TOMI RAMADONA. Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna

Longline Berperspektif Mitigasi Bencana di Padang, Sumatera Barat. Dibimbing

oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan ACHMAD FAHRUDIN

Kota Padang memiliki perairan laut seluas 720 km² dengan panjang pantai

68,126 km. Kontribusi yang dihasilkan subsektor perikanan terhadap

perekonomian daerah sebagian besar berasal dari perikanan tangkap. Perikanan

tangkap menghasilkan nilai sebesar Rp. 218.495.600.000, atau sekitar 83 persen

dari total nilai produksi perikanan Kota Padang secara keseluruhan (DKP Sumbar,

2011). Besarnya nilai produksi perikanan tangkap tidak terlepas dari tingginya

nilai kontribusi yang dihasilkan jenis ikan tuna. Sumberdaya tuna merupakan

komoditi unggulan perikanan Kota Padang. Jenis tuna yang didaratkan di Kota

Padang adalah Tuna Mata Besar/bigeye (Thunus obesus) dan Tuna Sirip

Kuning/yellowfin (Thunus albacares). Spesies yang menjadi sumberdaya ekspor

Kota Padang tujuan Singapura, Jepang dan Amerika ini merupakan komoditi

perikanan tangkap yang memberikan nilai kontribusi terbesar dibandingkan

spesies lain, yakni sebesar Rp. 70.063.200.000 (tahun 2010) atau sekitar 24 persen

dari seluruh nilai produksi perikanan Kota Padang. Melihat kontribusi yang

dihasilkan, maka amatlah wajar pengembangan sumberdaya ini akan memberikan

keuntungan berganda bagi perekonomian daerah secara keseluruhan. Pada sisi

yang lain, Kota Padang termasuk dalam kawasan rawan bencana gempa dan

tsunami, selain gempa dan tsunami masih terdapat potensi bencana pesisir lain di

wilayah ini yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi

pengembangan sumberdaya perikanan. Kota Padang merupakan wilayah dengan

karakteristik perikanan yang kompleks, pada satu sisi mempunyai potensi

perikanan laut yang potensial dan di sisi lain dihadapkan pada kondisi daerah

yang rawan bencana. Karakteristik ini menuntut suatu kebijakan yang diharapkan

mampu menyelesaikan permasalahan dalam hal pengembangan sumberdaya

perikanan baik oleh faktor internal maupun eksternal. Potensi perikanan

mendorong pengembangan ekonomi, sementara potensi bencana menuntut adanya

tindakan mitigasi. Aktifitas pengembangan dan mitigasi ini membutuhkan

investasi, sehingga diperlukan kebijakan yang komprehensif.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi ekonomi makro

sektor perikanan di Kota Padang, menganalisis potensi keberlanjutan dan bentuk

pengelolaan sumberdaya perikanan di Kota Padang ditinjau dari aspek biologi dan

ekonomi, menganalisis potensi bencana serta prioritas bentuk mitigasi dalam

rangka pengembangan sumberdaya perikanan di Kota Padang, menganalisis

pengembangan perikanan dan kelayakan investasi berperspektif mitigasi bencana

di Kota Padang, menganalisis bentuk kelembagaan terkait pengembangan

sumberdaya perikanan berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang serta

merumuskan arahan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tangkap

berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang. Penelitian dilakukan dengan

metode studi kasus dan menggunakan metode pengambilan contoh purposive

sampling. Tahapan analisis data pada penelitian ini yaitu menganalisis kondisi

makro ekonomi dengan analisis Shift Share, Location Quotient dan Minimum

Requirement Approach, menganalisis potensi sumberdaya serta pengelolaan

Page 6: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

perikanan dengan bioekonomi, menganalisis potensi bencana serta prioritas

bentuk mitigasi terkait pengambangan sumberdaya perikanan dengan studi

literatur, analisis deskriptif dan MPE, menganalisis bentuk kelembagaan dengan

analisis stakeholder dan analisis deskriptif serta analisis prioritas, strategi,

rumusan arahan kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan yang

berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana dengan teknik AHP.

Pada tahap analisis makro ekonomi,diperoleh gambaran bahwa perikanan

merupakan sektor basis yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap

perekonomian Kota Padang, sehingga dapat dijadikan sebagai prioritas kebijakan

pembangunan ekonomi daerah. Berdasarkan analisis bioekonomi, pemanfaatan

sumberdaya perikanan di Padang khususnya tuna masih berada di bawah titik

optimalnya, pada penelitian ini juga diperoleh hasil pengelolaan yang optimal

adalah menggunakan rezim pengelolaan MEY atau Sole Owner dengan discount

rate sebesar 16% yaitu dengan meningkatkan effort sebesar 133 trip dan produksi

sebesar 418,53 ton. Analisis ini juga menyimpulkan perlu adanya penambahan

armada penangkapan sebanyak 33 unit.Hasil analisis MPE mengungkapkan

potensi bencana terbesar di Padang yang berdampak kuat terhadap perikanan

adalah gempa bumi, tsunami, angin kencang, gelombang laut dan intrusi air laut.

Arahan prioritas bentuk mitigasi adalah (1) Penyediaan GPS, APS, Aplikasi

informasi bencana untuk nelayan, (2) Penyediaan sistem peringatan dini dan

sistem informasi terpadu, dan (3) Pendirian bangunan pelabuhan dan prasarana

perikanan lainnya yang berperspektif mitigasi bencana. Mitigasi bencana untuk

pengembangan perikanan tangkap berupa penyediaan prasarana mitigasi darat dan

laut yang terdiri atas penyediaan sistem peringatan dini, radar tsunami dan

gelombang, pusat informasi bencana, jalur evakuasi dan assembly point, shelter

pelabuhan dan tambat badai laut serta sarana mitigasi armada penangkapan.

berupa penyediaan GPS, aplikasi BB/android serta radio komunikasi dan navigasi.

Hasil analisis kelayakan investasi pada pengembangan usaha perikanan

berperspektif mitigasi bencana, nilai NPV sebesar Rp 45.530.835.838, nilai B/C

2,40 dan IRR sebesar 54,73%. Hasil kelayakan investasi ini menyimpulkan bahwa

pengembangan usaha perikanan tangkap dengan penambahan prasarana dan

sarana mitigasi layak dan menguntungkan, sehingga program ini memiliki

prospek untuk dikembangkan. Stakeholder yang memberi pengaruh dan terkait

dalam kebijakan ini adalah KKP, DKP dan Pemerintah Daerah Kota Padang.

Analisis AHP menghasilkan kesimpulan bahwa perikanan merupakan sektor

prioritas yang potensial dikembangkan pada bidang kelautan Kota Padang.

Analisis ini juga menguraikan bahwa prioritas kebijakan pengembangan

perikanan di Kota Padang adalah penyediaan prasarana dan sarana perikanan yang

kondusif dan berperspektif mitigasi bencana dengan nilai 0,203. Hasil dari

serangkaian analisis menyimpulkan kebijakan yang tepat untuk diterapkan di Kota

Padang yaitu optimalisasi produksi sumberdaya perikanan dengan memperhatikan

faktor keberlanjutan melalui penyediaan sarana dan fasilitas perikanan yang

kondusif dan berperspektif mitigasi bencana serta meningkatkan partisipasi dan

sinergisitas stakeholder untuk mencapai kesejahteraan.

Kata Kunci : ikan tuna, longline, analisis kebijakan, sumberdaya perikanan,

bioekonomi, keberlanjutan, mitigasi bencana, Kota Padang,

Sumatera Barat

Page 7: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang

wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 8: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI

PERIKANAN TUNA LONGLINE BERPERSPEKTIF MITIGASI

BENCANA DI PADANG, SUMATERA BARAT

TOMI RAMADONA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 9: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Diniah, M.Si

Page 10: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

Judul Tesis : Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline

Berperspektif Mitigasi Bencana Di Padang, Sumatera Barat

Nama : Tomi Ramadona

NRP : H352100051

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS.

Ketua

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr,

Tanggal Ujian : 30 November 2012 Tanggal Lulus :

Page 11: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis aturkan kehadirat Allah SWT atas

segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang

berjudul “Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline

Berperspektif Mitigasi Bencana di Padang, Sumatera Barat”. Sebagian isi dari

karya ilmiah ini sedang menunggu penerbitan di Jurnal Kebijakan dan Sosial

Ekonomi Perikanan dan Kelautan BBPSEKP KKP RI Volume 2 Tahun 2013.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Prof.Dr.

Ir.H.Tridoyo Kusumastanto,MS dan Dr.Ir.Achmad Fahrudin,M.Si yang telah

membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis selama menempuh studi di

institusi ini. Penulis juga menyampaikan apresiasi kepada Prof.Dr.Ir.Ahmad

Fauzi,M.Sc, Prof.Dr.Ir.Marimin,M.Sc, Dr.Ir.Sugeng Budiharsono, Dr.Ir.Luky

Adrianto,M.Sc, Dr.Ir.Aceng Hidayat,MT, Dr.Ir.Luki Abdullah,M.Sc,

Dr.Ir.Diniah,M.Si, Ir.Sobari,M.Si, Yudi Wahyudin,M.Si, Kastana Sapanli,M.Si

serta kepada guru-guru penulis lainnya yang telah memberikan masukan, arahan

dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Terimakasih juga penulis

sampaikan kepada Kepala PPS Bungus beserta staf, LPSDKP, DKP Padang,DKP

Sumbar, BPSPL, Bappeda Padang, BPS Sumbar dan BPS Pusat, BPBD Padang,

segenap tenaga pengajar dan pegawai Program Studi ESK dan Dept. ESL IPB,

Keluarga Besar Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Riau,

Rekan-rekan ESK 2010 dan SPs IPB, UR, UPI, Undip, Unand, dan UBH serta

semua pihak yang telah ikut berkontribusi dalam berbagai hal.

Penulis menyampaikan rasa hormat setinggi-tingginya kepada Ibunda,

Ayahanda, Adinda serta seluruh keluarga besar atas doa, pengorbanan, pengertian

dan dukungan yang tidak ternilai selama ini. Kepada keluarga di Bekasi, Vitcom,

IKMP Palito dan pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis, civitas akademika, peneliti, pemerintah dan semua pihak yang terkait,

sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan serta pengembangan ekonomi

sumberdaya kelautan yang dapat mensejahterakan masyarakat.

Penulis

Page 12: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pulutan, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi

Sumatera Barat pada 11 Mei 1987, sebagai putra pertama dari dua bersaudara dari

pasangan Eldanetri dan Ilham Asmaradan. Tahun 2005 penulis lulus dari

SMAN 1 Harau Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat dan pada tahun yang

sama diterima di Universitas Riau melalui jalur PBUD pada Program Studi Sosial

Ekonomi Perikanan. Penulis memperoleh gelar Sarjana Perikanan melalui institusi

ini pada tahun 2009. Bulan September 2009 sampai Juni 2010 penulis bekerja di

PTC-SIT Fajar Hidayah sebagai tenaga pengajar.

Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana pada tahun 2010 di Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya

Kelautan Tropika. Selama mengikuti perkuliahan, penulis diamanahkan sebagai

koordinator tingkat mahasiswa Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Selama

perkuliahan ini penulis juga beraktifitas sebagai staf pengajar pada lembaga

pelatihan komputer Vitcom Bogor.

Page 13: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................... xxiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xxvii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xxix

I. PENDAHULUAN ................................................................. .............. 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 3

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 4

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6

2.1. Konsep Basis Ekonomi dan Kontribusi Sektor ..................... 6

2.2. Karakteristik Perikanan Laut ................................................ 8

2.3. Sumberdaya Perikanan Tuna ................................................ 9

2.4. Tuna Longline ....................................................................... 13

2.5. Pengembangan Sumberdaya Perikanan ................................ 14

2.6. Potensi Bencana Alam di Wilayah Pesisir dan Laut .............. 15

2.7. Mitigasi Bencana ................................................................... 19

2.8. Kelayakan Investasi .............................................................. 22

2.9. Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat ............................ 23

2.10. Analisis kebijakan ................................................................. 24

2.11. Kebijakan Kelautan dan Perikanan ....................................... 25

2.12. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ................................... 28

2.13. Keterkaitan Pengembangan Sumberdaya Perikanan,

Pembangunan Berkelanjutan dan Mitigasi Bencana ............. 30

2.14. Studi Terdahulu ..................................................................... 30

III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 33

IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 36

4.1. Metode Penelitian .................................................................. 36

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 36

4.3. Jenis dan Sumber Data ........................................................... 36

4.4. Metode Pengumpulan Data ................................................... 39

4.5. Metode Pengambilan Contoh ................................................. 40

4.6. Metode Analisis Data ............................................................ 40

4.6.1. Analisis Shift Share (SS) ........................................... 40

4.6.2. Analisis Location Quotient (LQ) .............................. 41

4.6.3. Analisis Minimum Requirement Approach (MRA) ... 42

4.6.4. Analisis Bioekonomi ................................................. 42

Page 14: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

4.6.5. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) .............. 45

4.6.6. Analisis Kelayakan Investasi .................................... 47

4.6.6.1. Net Present Value (NPV) ............................. 47

4.6.6.2. Benefit Cost (B/C) ....................................... 48

4.6.6.3. Internal Rate of Return (IRR) ..................... 48

4.6.7. Analisis Kelembagaan ............................................... 49

4.6.8. Analisis Deskriptif .................................................... 51

4.6.8. Analisis Proses Berjenjang (AHP) ............................ 52

4.7. Batasan Penelitian .................................................................. 54

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ............................. 57

5.1. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah .......................... 57

5.2. Kondisi Fisik Dasar dan Kebencanaan .................................. 59

5.2.1. Topografi ................................................................... 59

5.2.2. Oseanografi ................................................................ 62

5.2.3. Hidrologi ................................................................... 66

5.2.4. Klimatologi ............................................................... 67

5.2.5. Geologi ..................................................................... 67

5.2.6. Litologi ..................................................................... 68

5.2.7. Geomorfologi ............................................................ 69

5.3. Kondisi Kependudukan ......................................................... 70

5.3.1. Jumlah dan Perkembangan Penduduk ........................ 70

5.3.2. Komposisi Penduduk ................................................ 71

5.3.3. Ketenagakerjaan ........................................................ 72

5.3.4. Tingkat Kesejahteraan Penduduk .............................. 74

5.3.5. Kondisi Sosial Budaya ............................................... 75

5.3.6. Kondisi Perekonomian .............................................. 77

5.4. Potensi Perikanan dan Kelautan ........................................... 80

5.4.1. Potensi dan Karakteristik Subsektor Perikanan ........ 80

5.4.2. Potensi dan Karakteristik Bidang Kelautan .............. 87

5.4.3. Prasarana Pendukung ................................................ 88

VI. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN

TUNA DAN MITIGASI BENCANA .............................................. 92

6.1. Analisis Ekonomi Sub Sektor Perikanan ............................... 92

6.1.1. Analisis Kontribusi ................................................... 92

6.1.2. Analisis Basis Ekonomi ............................................ 94

6.1.3. Analisis Makro Perikanan antar Wilayah ................. 96

6.2 Analisis Bioekonomi Sumberdaya Perikanan ........................ 97

6.2.1. Estimasi Parameter Biologi ....................................... 99

6.2.2. Estimasi Parameter Ekonomi .................................... 102

6.2.3. Estimasi Produksi Lestari .......................................... 104

6.2.4. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan .............. 106

6.2.5. Analisis Optimasi Dinamik ....................................... 109

6.3. Analisis Kebencanaan ............................................................. 113

6.3.1. Analisis Potensi Bencana ........................................... 113

6.3.1.1. Gempa Bumi ............................................... 116

6.3.1.2. Tsunami ...................................................... 119

Page 15: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

6.3.1.3. Angin Kencang/Badai ................................. 122

6.3.1.4. Intrusi Air Laut ........................................... 123

6.3.1.5. Gelombang Laut ......................................... 123

6.3.1.6. Banjir .......................................................... 125

6.3.1.7. Gerakan Tanah ............................................ 127

6.3.2. Analisis Mitigasi Bencana ........................................ 132

6.3.2.1. Mitigasi Bencana ........................................ 132

6.3.2.2. Prioritas Bentuk Mitigasi ............................ 135

6.3.2.3. Mitigasi Bencana untuk Pengembangan

Perikanan Tuna Longline ............................ 138

6.4. Analisis Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna

Longline dan Kelayakan Investasi Berperspektif Mitigasi

Bencana ................................................................................. 140

6.4.1. Perencanaan Pengembangan ..................................... 140

6.4.2. Kelayakan Investasi Pengembangan Tuna Longline

Berperspektif Mitigasi Bencana ................................ 142

6.5. Analisis Kelembagaan .......................................................... 150

6.5.1. Kelembagaan Usaha Perikanan .................................. 150

6.5.2. Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana ..................... 152

6.5.3. Analisis Stakeholder dalam Pengembangan

Perikanan Berperspektif Mitigasi Bencana ................ 153

6.6. Analisis Kebijakan ................................................................ 158

6.6.1. Analisis Kebijakan Pengembangan Sektor Prioritas . 158

6.6.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan .......... 161

6.7. Implikasi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan

Tuna Longline Berperspektif Mitigasi Bencana ................... 163

VII. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 199

7.1. Simpulan ............................................................................... 199

7.2. Saran ...................................................................................... 201

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 16: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 40

2. Parameter Bioekonomi dan Sumber Data .............................................. 41

3. Matrik Metode Perbandingan Eksponensial .......................................... 49

4. Administrasi Wilayah Kota Padang ...................................................... 61

5. Nama Kecamatan dan Kelurahan Pesisir di Kota Padang ..................... 62

6. Klasifikasi Kemiringan Wilayah Kota Padang ...................................... 63

7. Klasifikasi Topografi Kawasan Pesisir Kota Padang ............................ 64

8. Klasifikasi Ketinggian Wilayah Kota Padang ....................................... 65

9. Karakteristik Pulau-Pulau di Wilayah Kota Padang ............................... 66

10. Karakteristik Pantai di Kota Padang ....................................................... 67

11. Jenis Batuan dan Daya Dukungnya ....................................................... 73

12. Sebaran dan Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun

1999 dan Tahun 2009 ............................................................................ 75

13. Persentase Penduduk 5 Tahun Keatas menurut Tingkat Pendidikan di

Kota Padang ........................................................................................... 76

14. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas menurut Jenis

Kegiatan dan Jenis Kelamin .................................................................. 77

15. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja

menurut Lapangan Usaha di Kota Padang ............................................. 77

16. Jumlah Keluarga menurut Tingkat Kesejahteraan di Kota Padang ....... 78

17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang ............................................ 82

18. Perkembangan Laju Inflasi di Kota Padang .......................................... 84

19. Nilai Produksi menurut Jenis Usaha Perikanan di Sumatera Barat ....... 84

20. Potensi Perikanan Tangkap laut ............................................................. 85

21. Potensi Budidaya laut ............................................................................ 86

Page 17: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

22. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir di Kota Padang ...... 86

23. Jumlah Nelayan Laut menurut Kecamatan ............................................. 88

24. Jumlah Perahu dan Kapal menurut Kecamatan ..................................... 89

25. Perhitungan Kontribusi Antar Sektor di Kota Padang Berdasarkan

Indikator PDRB Harga Konstan ............................................................ 97

26. Perhitungan LQ Subsektor Perikanan Kota Padang .............................. 99

27. Share Tenaga Kerja Subsektor Perikanan antar Wilayah di Sumatera

Barat Tahun 2010. ................................................................................. 101

28. Perhitungan MRA Subsektor Perikanan antar Wilayah di Sumatera

Barat Tahun 2010. ................................................................................. 102

29. Perkembangan Produksi dan Effort Tuna Kota Padang ........................ 103

30. Perbandingan Data Aktual, Parameter Biologi, MSY dan Uji

Statistik pada Sumberdaya Ikan Tuna ................................................... 105

31. Keluaran Regresi Model CYP ............................................................... 106

32. Parameter Biologi. ................................................................................. 106

33. Biaya Per-trip dan Harga Rata-rata Ikan Tuna Kota Padang ................. 107

34. Effort, Produksi Aktual dan Produksi Lestari Ikan Tuna Kota Padang .. 109

35. Hasil Estimasi Parameter Biologi dan Ekonomi Sumberdaya Ikan

Tuna ....................................................................................................... 111

36. Hasil Analisis Bioekonomi dalam Berbagai Rezim Pengelolaan

Sumberdaya Ikan Tuna ......................................................................... 112

37. Pengelolaan optimum Sumberdaya Ikan Tuna ...................................... 114

38. Hasil Optimasi Dinamik dengan Model CYP pada Pengelolaan

Sumberdaya Tuna .................................................................................. 115

39. Nilai Total Potensi Bencana Hasil Analisis MPE .................................. 119

40. Kejadian Tsunami di Sumatera Barat .................................................... 124

41. Bahaya Tsunami Kota Padang ............................................................... 125

42. Nilai Total Alternatif Prioritas Mitigasi Analisis MPE ......................... 141

43. Investasi Tuna Longliner ....................................................................... 148

Page 18: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

44. Biaya Operasional Per-trip Tuna Longline. ........................................... 148

45. Biaya Perawatan Tuna Longliner Per-unit ............................................. 149

46. Biaya Investasi Prasarana Mitigasi Darat dan Laut ............................... 150

47. Biaya Investasi Sarana Mitigasi Armada Penangkapan (59 Unit

Longline) ................................................................................................ 150

48. Biaya Operasional Prasarana dan Sarana Mitigasi Per-tahun ................ 151

49. Biaya Perawatan Prasarana Mitigasi Darat dan Laut ............................. 151

50. Biaya Perawatan Sarana Mitigasi Armada Penangkapan ...................... 152

51. Total Biaya/Outflow................................................................................ 152

52. Asumsi Penerimaan Perikanan Tuna Longline ...................................... 153

53. Nilai NPV, B/C dan IRR ........................................................................ 153

54. Analisis Stakeholder Pengembangan Sumberdaya Perikanan yang

Berkelanjutan di Kota Padang ............................................................... 161

55. Rangkuman Hasil Analisis Penelitian Pengembangan Ekonomi

Perikanan Tuna Longline Berperspektif Mitigasi Bencana .................... 179

Page 19: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Wilayah Penyebaran Tuna Mata Besar (Bigeye) ................................... 12

2. Wilayah Penyebaran Tuna Sirip Kuning (Yellowfin) ............................ 12

3. Tuna Sirip Kuning (Yellowfin) .............................................................. 13

4. Tuna Mata Besar (Bigeye) ..................................................................... 13

5. Konstruksi Armada Tuna Longline ....................................................... 14

6. Keterkaitan antar Sistem Perikanan (Charles, 2001) ............................. 15

7. Segitiga Pembangunan Berkelanjutan (Charles, 2001) ......................... 29

8. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................. 36

9. Kerangka Operasional Penelitian .......................................................... 37

10. Sebagian Bentuk Topografi Kota Padang .............................................. 65

11. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang ................................. 82

12. Peta Kecamatan Pesisir Kota Padang .................................................... 87

13. Perkembangan Produksi dan Nilai Perikanan Kota Padang .................. 90

14. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perikanan di Kota Padang

Berdasarkan Indikator PDRB Harga Konstan ........................................ 98

15. Perkembangan Nilai LQ Sub Sektor Perikanan di Kota Padang ........... 100

16. Perkembangan CPUE Sumberdaya Tuna .............................................. 104

17. Perbandingan Produksi Aktual dan Lestari Sumberdaya Tuna ............. 110

18. Kurva Pertumbuhan Logistik Tuna di Padang ....................................... 112

19. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna .......................................... 113

20. Keseimbangan Bioekonomi Model Gordon Schaefer ........................... 114

21. Nilai Rente Pada Berbagai Tingkat Discount Rate ................................ 116

22. Kurva Pengelolaan Optimal (i=16%) .................................................... 117

Page 20: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

23. Potensi Bencana Pesisir ......................................................................... 120

24. Peta Risiko Bencana Gempa Bumi Di Kota Padang ............................. 123

25. Peta Risiko Bahaya Tsunami Kota Padang ........................................... 126

26. Peta Prakiraan Tinggi Gelombang ......................................................... 129

27. Peta Risiko Bencana Banjir Kota Padang .............................................. 131

28. Peta Risiko Bencana Longsor Kota Padang .......................................... 133

29. Peta Risiko Bencana Abrasi Kota Padang ............................................. 136

30. Prioritas Bentuk Mitigasi Bencana ........................................................ 143

31. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam

Pengembangan Perikanan yang Berkelanjutan di Kota Padang ............ 159

32. Diagram Hierarki Prioritas Pengembangan Bidang Kelautan ............... 163

33. Hasil Penilaian AHP Prioritas Kebijakan Pengelolaan Perikanan ........ 164

34. Diagram Hierarki Prioritas Kebijakan Pengembangan Perikanan ......... 166

35. Hasil Penilaian AHP Prioritas Kebijakan Pengelolaan Perikanan ........ 167

36. Diagram Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Perikanan Tuna

Longline Berperspektif Mitigasi Bencana ............................................. 180

37. Kesimpulan Komprehensif Penelitian “Kebijakan Pengembangan

Ekonomi Perikanan Tuna Longline Berperspektif Mitigasi Bencana

di Padang Sumatera Barat” .................................................................... 181

Page 21: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

1

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Daftar Responden Primer ...................................................................... 196

2. Peta Administrasi Kota Padang ............................................................. 197

3. Peta Topografi Kota Padang .................................................................. 198

4. Peta Rencana Pola Ruang Laut Kota Padang ........................................ 199

5. Peta Hidrologi dan Tata Air Kota Padang ............................................. 200

6. Peta Geologi Kota Padang ..................................................................... 201

7. PDRB Kota Padang Atas Dasar Harga Konstan .................................... 202

8. PDRB Provinsi Sumatera Barat atas Dasar Harga Konstan .................. 203

9. Kondisi dan Potensi Pemanfaatan Ruang Pesisir Kota Padang ............. 204

10. Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus ....................... 205

11. Perhitungan LQ Antar Sektor di Kota Padang ...................................... 207

12. Perhitungan Effort dan CPUE Analisis Bioekonomi ............................. 208

13. Hasil Estimasi Harga Sumberdaya Ikan Tuna dengan IHK Tahun

Dasar 2007 .............................................................................................. 209

14. Perhitungan Parameter Biologi Ikan Tuna Hasil Regresi ....................... 210

15. Perhitungan Bioekonomi dengan Aplikasi Maple 13 ........................... 211

16. Cashflow Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline

Berperspektif Mitigasi Bencana ............................................................ 216

17. Prosedur Perhitungan Consistency Ratio (CR) AHP prioritas

Pengembangan Bidang Kelautan Kota Padang ..................................... 217

18. Prosedur perhitungan Consistency Ratio (CR) AHP prioritas

Kebijakan Pengembangan Perikanan Berperspektif Mitigasi

Bencana .................................................................................................. 218

Page 22: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau,

serta garis pantai terpanjang ke-empat di dunia yaitu 95.181 km (World Resources

Institute, 2001). Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982,

Indonesia memiliki wilayah perairan pedalaman dan kepulauan seluas 2,3 juta

km2, laut territorial seluas 0,8 km

2 dan Zona Ekonomi Ekslusif seluas 2,7 juta

km2. Sebagai bagian dari potensi bidang kelautan, sektor perikanan memberikan

kontribusi yang penting bagi perekonomian Indonesia, yaitu penghasil protein,

tenaga kerja dan pendapatan (Kusumastanto and Jolly, 1997).

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia berada pada

pertemuan tiga lempeng utama dunia yakni lempeng Indo-Australia, Eurasia dan

Pasifik. Fakta ini membuat Indonesia sangat berpotensi dilanda gempa bumi dan

tsunami. Kondisi ini juga diperparah dengan posisi Indonesia yang berada di jalur

cincin api pasifik yang terkenal sebagai jalur rangkaian gunung api paling aktif di

dunia. Tidak kurang dari 240 buah gunung berapi berada di Indonesia dimana 70

diantaranya dikategorikan aktif (Budiman, 2010). Wilayah pesisir Sumatera

bagian barat merupakan daerah rawan gempa bumi yang mempunyai titik-titik

gempa berada di dasar laut. Kondisi ini dapat mengakibatkan patahan yang akan

menimbulkan gelombang yang sangat besar. Kota Padang termasuk dalam

kawasan yang rawan dilanda bencana gempa dan tsunami yang pada dasarnya

adalah kawasan pantai. Selain gempa dan tsunami masih terdapat potensi bencana

pesisir lain di wilayah ini, dimana secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi pengembangan sumberdaya perikanan.

Kota Padang terletak di kawasan pesisir pantai barat Sumatera yang

berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia, wilayah ini memiliki perairan

laut seluas 720 km² dengan panjang pantai 68,126 km. Potensi sektor perikanan

tangkap merupakan lapangan usaha yang mempunyai prospek sangat bagus untuk

dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi yang cenderung naik.

Perikanan tangkap pada tahun 2010 menghasilkan nilai sebesar Rp

251.201.500.000, atau sekitar 83 persen dari total nilai produksi perikanan Kota

Page 23: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

2

Padang secara keseluruhan. Besarnya nilai produksi perikanan tangkap tidak

terlepas dari tingginya nilai kontribusi yang dihasilkan jenis ikan tuna.

Sumberdaya tuna merupakan komoditi unggulan perikanan Kota Padang, jenis

tuna yang didaratkan di Kota Padang adalah Tuna Mata Besar/Bigeye (Thunus

obesus) dan Tuna Sirip Kuning/Yellowfin (Thunus albacares). Spesies ini

merupakan produk ekspor Kota Padang tujuan Singapura, Jepang dan Amerika.

Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Padang tahun 2010, tuna

merupakan komoditi perikanan tangkap yang memberikan nilai kontribusi

terbesar dibandingkan spesies lain, yakni sebesar Rp 70.063.200.000 atau sekitar

24 persen dari seluruh nilai produksi perikanan Kota Padang. Melihat kontribusi

yang dihasilkan, maka amatlah wajar pengembangan sumberdaya ini akan

memberikan keuntungan berganda bagi perekonomian daerah secara keseluruhan

sehingga perlu diatur kebijakan yang tepat untuk pengembangan sumberdaya ini.

Dalam rangka meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan pada

pembangunan nasional, maka pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan

Perikanan menggagas suatu visi dan arah kebijakan strategis yang bernama

“Revolusi Biru” yang berbasis pada wilayah dengan konsep minapolitan.

Kawasan minapolitan diartikan sebagai suatu bagian wilayah yang mempunyai

fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran

komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.

Sumatera Barat memiliki empat lokasi kawasan minapolitan yaitu Kota Padang

untuk perikanan tangkap, Pesisir Selatan sebagai basis budidaya laut, Darmasraya

untuk budidaya air tawar dan Maninjau sebagai kawasan minapolitan budidaya

perairan umum. Kota Padang sebagai sentra perikanan tangkap menempatkan PPS

Bungus sebagai kawasan inti minapolitan.

Kerusakan akibat bencana alam telah meningkat pesat selama beberapa

dekade terakhir (Millennium Ecosystem Assessment dalam Costanza dan Farley,

2007), sebagian besar kerusakan ini terkonsentrasi di pantai. Kajian terhadap

berbagai bencana alam di Indonesia telah mengemukakan kesimpulan bahwa

kemerosotan kualitas lingkungan dan ketidaksiapan pemerintah serta masyarakat

mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan menghambat kegiatan ekonomi.

Kondisi Kota Padang dengan potensi sumberdaya perikanan tuna yang besar,

Page 24: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

3

namun dihadapkan pada permasalahan lokasi yang rawan bencana serta kebijakan

pengelolaan perikanan yang diterapkan pemerintah dengan orientasi optimalisasi

produksi, membutuhkan sebuah arahan kebijakan yang efektif guna

mengembangkan sumberdaya perikanan tuna yang berkelanjutan dan

berperspektif mitigasi bencana.

1.2. Perumusan Masalah

Kota Padang merupakan wilayah dengan karakteristik perikanan yang

kompleks, pada satu sisi memiliki potensi perikanan laut yang potensial dan di sisi

lain dihadapkan pada kondisi daerah yang rawan bencana. Kondisi ini menuntut

suatu kebijakan yang diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan dalam hal

pengembangan sumberdaya perikanan khususnya tuna longline, baik oleh faktor

internal maupun eksternal. Potensi perikanan dapat mendorong program

pengelolaan dan pengembangan, sementara potensi bencana menuntut adanya

tindakan mitigasi. Aktivitas pengembangan dan mitigasi ini membutuhkan

investasi, sehingga diperlukan kebijakan yang komprehensif dengan

mempertimbangkan faktor pemerintah dan masyarakat (kelembagaan). Perumusan

masalah dalam kegiatan penelitian ini terkait dengan potensi perikanan, potensi

bencana alam dan upaya mitigasi, kelayakan investasi, kelembagaan serta

kebijakan, yaitu:

1) Bagaimana kondisi ekonomi makro sektor perikanan di Kota Padang?

2) Bagaimana potensi keberlanjutan dan bentuk pengelolaan sumberdaya

perikanan tuna di Kota Padang ditinjau dari aspek biologi dan ekonomi?

3) Potensi bencana apa saja yang terdapat di pesisir serta prioritas bentuk

mitigasi terkait pengembangan sumberdaya perikanan di Kota Padang?

4) Bagaimana pengembangan perikanan tuna dan kelayakan investasi

berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang?

5) Bagaimana bentuk kelembagaan dalam pengembangan perikanan

berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang?

6) Bagaimana rumusan arahan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan

tuna berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang?

Page 25: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

4

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pemaparan perumusan masalah

tersebut, yaitu:

1) Menganalisis kondisi ekonomi makro sektor perikanan di Kota Padang.

2) Menganalisis potensi keberlanjutan dan bentuk pengelolaan sumberdaya

perikanan tuna di Kota Padang ditinjau dari aspek biologi dan ekonomi.

3) Menganalisis potensi bencana serta prioritas bentuk mitigasi terhadap

pengembangan sumberdaya perikanan di Kota Padang.

4) Menganalisis pengembangan perikanan tuna dan kelayakan investasi

berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang.

5) Menganalisis bentuk kelembagaan terkait pengembangan sumberdaya

perikanan berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang.

6) Merumuskan arahan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tuna

berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi

Pemerintah Kota Padang beserta institusi terkait dalam merumuskan kebijakan

pengembangan sumberdaya perikanan di daerah tersebut. Selain itu, penelitian ini

juga diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dalam

pengembangan sumberdaya perikanan dan penanggulangan bencana, sehingga

mampu memperkaya khasanah keilmuan serta pengembangan ekonomi

sumberdaya kelautan yang dapat mensejahterakan masyarakat.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji bentuk pengelolaan dan pengembangan

sumberdaya perikanan tuna yang ditangkap dengan tuna longline dan beroperasi

pada sebagian Perairan Samudera Hindia (WPP 572). Hasil tangkapan ikan tuna

tersebut sebagian besar didaratkan di Padang, Provinsi Sumatera Barat. Objek

yang diteliti adalah perikanan tuna (tuna sirip kuning dan mata besar) dengan alat

tangkap jenis tuna longline. Data yang digunakan merupakan data time series

tahun 2000-2010. Mitigasi bencana pada penelitian ini pada penyediaan prasarana

Page 26: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

5

mitigasi darat dan laut serta sarana mitigasi bagi armada penangkapan. Penelitian

dilakukan dengan metode studi kasus dan menggunakan metode pengambilan

contoh purposive sampling. Beberapa alat analisis yang digunakan yaitu;

menganalisis kondisi ekonomi makro dengan analisis Shift Share, Location

Quotient dan Minimum Requirement Approach, menganalisis potensi sumberdaya

serta pengelolaan perikanan dengan metode analisis bioekonomi, menganalisis

potensi bencana serta prioritas bentuk mitigasi terhadap sumberdaya perikanan

dengan studi literatur, analisis deskriptif dan Metode Perbandingan Eksponensial,

menganalisis pengembangan perikanan dan kelayakan investasi berperspektif

mitigasi bencana dengan analisis NPV, B/C dan IRR, mengidentifikasi bentuk

kelembagaan dengan analisis stakeholder dan deskriptif, serta merumuskan

arahan kebijakaan dengan teknik AHP dan deskriptif.

Page 27: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

6

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Basis Ekonomi dan Kontribusi Sektor

Teori basis ekonomi memiliki pandangan bahwa laju pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah

tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non

basis. Hanya kegiatan basislah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah (Tarigan, 2005). Teori basis ini mempunyai beberapa kelebihan

yaitu sederhana, mudah diterapkan, dapat menjelaskan struktur perekonomian

suatu daerah dan dapat memberikan peramalan jangka pendek pertumbuhan suatu

wilayah (Glasson, 1990).

Sjafrizal (2008) menyatakan bahwa sektor basis merupakan sektor yang

kegiatannya dapat mendatangkan pendapatan dari luar wilayah, sektor yang fungsi

permintaanya bersifat exogenous dan sektor yang dapat meningkatkan

pertumbuhan perekonomian wilayah serta menjadi tulang punggung

perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (competitive

advantage) yang cukup tinggi. Sektor non basis menurut sjafrizal merupakan

sektor-sektor selain sektor basis yang kurang potensial, tetapi sektor ini berfungsi

sebagai penunjang sektor basis atau disebut juga service basis atau service

industries. Sektor non basis kegiatannya hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal

(daerah setempat) serta permintaannya dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat

setempat.

Sektor basic terdiri dari usaha-usaha lokal yang aktivitasnya bergantung

pada faktor-faktor eksternal. Kehidupan usaha sektor ini banyak tergantung dari

usaha-usaha nonlokal. Perikanan misalnya dapat dikategorikan sebagai sektor

basic karena sebagian besar produk ini dikonsumsi di luar misalnya untuk

restoran, pabrik pengalengan dan berbagai industri lainnya yang berada di wilayah

lain. Sektor non basic di sisi lain, terdiri dari usaha-usaha yang secara keseluruhan

tergantung dari kondisi usaha lokal, misalnya usaha warung makan yang menjual

makanannya pada konsumen lokal sehingga produknya sebagian besar

dikonsumsi lokal (Fauzi, 2010).

Page 28: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

7

Analisis shift share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui

pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk

mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan

pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada

tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Menurut Stevens dan Moore

(1980), Keunggulan analisis shift share antara lain; (1). Memberikan gambaran

mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi. (2). Memungkinkan seorang

pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat. (3). Memberikan

gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat.

Location Quotient (LQ) merupakan indeks yang membandingkan

sumbangan dalam persen aktivitas tertentu dengan sumbangannya dalam persen

beberapa agregasi dasar. Pada tahap awal LQ dapat sangat bermanfaat bagi

analisis ekspor dan impor regional. Location Quotient (LQ) dapat digunakan

untuk menentukan apakah suatu sektor ekonomi termasuk dalam sektor basis atau

sektor non basis di suatu daerah dalam periode tertentu. Sektor basis dikatakan

telah mampu berswasembada di wilayahnya dan dapat mengirim atau

menyumbangkan sebagian produksinya ke wilayah lain, sedangkan kebalikannya

termasuk dalam sektor non basis (Tarigan, 2005).

Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi

perikanan adalah melalui pendekatan Minimum Requirement Approach atau

MRA. Meskipun penggunaan MRA biasanya digunakan untuk menggambarkan

ekonomi wilayah secara keseluruhan, pendekatan ini dapat juga digunakan untuk

melihat potret spesifik sektor perikanan relatif terhadap sektor ekonomi lainnya

dalam suatu wilayah. Pendekatan ini pertama kali dikenalkan oleh Ullman dan

Dacey pada tahun 1960 yang kemudian masih banyak digunakan untuk melihat

keragaman ekonomi sektoral di suatu wilayah sampai saat ini. Minimum

Requirement Approach mengasumsikan bahwa suatu wilayah tidak akan

memenuhi permintaan dari luar sampai kebutuhan wilayahnya dipenuhi terlebih

dahulu. Minimum Requirement Approach membutuhkan pendugaan variable yang

dianalisis terlebih dahulu (produksi, tenaga kerja, atau yang lainnya) untuk

kebutuhan lokal (Fauzi, 2010).

Page 29: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

8

2.2. Karakteristik Perikanan Laut

Pada pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya perikanan tangkap,

terdapat hal yang paling kritis karena sumberdaya perikanan adalah barang publik

(public goods), yaitu rezim kepemilikan yang bersifat common property

(kepemilikan bersama) dan rezim akses yang bersifat open access (siapa saja

boleh memanfaatkan sumberdaya tersebut tanpa izin dari siapapun). Setiap orang

tidak dapat dibatasi dalam penggunaan manfaat yang diberikan barang publik dan

tidak ada persaingan dalam mengkonsumsinya, sehingga eksploitasi atau

pemanfaatan terus berjalan tanpa pemeliharaan (Zulbainarni, 2012). Pemanfaatan

sumberdaya ini bila tidak diatur dengan baik, maka akan cenderung ke arah

pemanfaatan yang berlebih dan akan menimbulkan dampak yang dapat

mengancam kelangsung usaha itu sendiri. Oleh sebab itu, perlu adanya

pengelolaan yang seksama agar produksi optimum dapat terjaga.

Perikanan tangkap di Indonesia berdasarkan lokasi pemanfaatannya,

diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu (1) perikanan lepas pantai (offshore

fisheries); (2) perikanan pantai (coastal fisheries) dan (3) perikanan darat (inland

fisheries). Kegiatan perikanan pantai dan perikanan darat sangat erat kaitannya

dengan pengelolaan lingkungan pesisir. Masalah utama yang dihadapi perikanan

tangkap pada umumnya adalah menurunnya hasil tangkap yang disebabkan oleh

eksploitasi berlebihan (overfishing) dan degradasi kualitas fisik, kimia dan biologi

lingkungan perairan (Dahuri et.al., 2001).

Komoditi unggulan perikanan tangkap berasal dari habitat tertentu, bisa

dari wilayah yang luas bisa juga merupakan wilayah yang sempit. Masing-masing

wilayah mempunyai karakteristik sendiri. Jenis ikan karang tentunya hidup di

perairan karang, ikan pelagis di perairan permukaan dan ikan demersal cenderung

hidup di dasar perairan. Beberapa jenis ikan ada yang beruaya sangat jauh,

khususnya ikan oseanis yang hidupnya lebih banyak di perairan samudera

(Diniah, 2008).

Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar

baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Menurut Puslitbang Oseanologi

LIPI (2001) potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah sebesar

6,41 juta ton per tahun yang terdiri dari ikan pelagis 4,77 juta ton, ikan demersal

Page 30: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

9

1.37 juta ton, ikan karang konsumsi 145 ribu ton, udang penaeid 94.80 ribu ton,

lobster 4.80 ribu ton, dan cumi-cumi 28.25 ribu ton. Berdasarkan data dari

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Tahun 2011, produksi perikanan laut

Indonesia tahun 2010 adalah sebesar 5.039.446 ton, bila dibandingkan dengan

potensi lestari yang ada ternyata tingkat pemanfaatannya masih di bawahnya yaitu

sebesar 78.62%. Perairan Laut Sumatera Barat merupakan bagian dari wilayah

Pengelolaan Samudera Hindia dimana potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan

sumberdaya ikan berada di Samudera Hindia. Komoditas perikanan tangkap

unggulan Sumatera Barat adalah tuna.

2.3. Sumberdaya Perikanan Tuna

Sumberdaya tuna merupakan salah satu dari beberapa sumberdaya

potensial yang sudah terbukti besar sumbangannya bagi perekonomian perikanan

nasional. Produksi tuna di perairan Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar

911.065 ton yang terdiri dari Tunas, Skipjack tunas dan Eastern little tunas,

walaupun secara nasional pemanfaatannya tidak merata diseluruh perairan

Indonesia (KKP, 2011). Sumberdaya tuna menyebar di perairan Indonesia dari

barat hingga ke timur dan lebih banyak menyebar diperairan bebas. Oleh karena

itu, tidak banyak nelayan tradisional yang turut memanfaatkan sumberdaya ini.

Pemanfaatan sumberdaya tuna lebih banyak dilakukan oleh perusahaan skala

menengah ke atas, karena memerlukan investasi yang besar.

Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scrombidae, memiliki ciri fisik yaitu;

tubuh seperti cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya

pendek dan terpisah dari sirip belakang, mempunyai jari-jari sirip tambahan

(finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke

atas, sirip perut kecil, sirip ekor berbentuk bulan sabit (Saanin 1984). Tuna

digunakan sebagai nama grup dari beberapa jenis ikan yang terdiri dari, tuna besar

(yellowfin tuna, bigeye, southern bluefin tuna, albacore) dan ikan mirip tuna

(tuna-like species), yaitu marlin, sailfish dan swordfish (KKP, 2005). Morfologi

tuna dapat dilihat pada Gambar 3 (tuna sirip kuning) dan Gambar 4 (tuna mata

besar).

Page 31: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

10

Klasifikasi ikan tuna (Serdy 2004 dan FAO 2012) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Teleostei

Subkelas : Actinopterygi

Ordo : Perciformes

Subordo : Scombridae

Famili : Scombridae

Genus : Thunnus

Spesies : Albacore tuna (Thunnus alalunga)

Bluefin tuna (Thunnus thynnus)

Bigeye tuna (Thunnus obesus)

Skipjack tuna(Katsuwonus pelamis)

Yellowfin tuna (Thunnus albacares)

Blackfin tuna (Thunnus atlanticus)

Little tuna (Euthynnus alletteratus; Euthynnus affinis)

Southern bluefin tuna(Thunnus maccoyii)

Frigate mackerel (Auxis thazard; Auxis rochei)

Tuna merupakan jenis pelagic yang menyebar luas di seluruh perairan

tropis dan sub-tropis. Di Samudera Hindia dan Samudera Atantik, tuna menyebar

diantara 40° LU dan 40° LS (Collete dan Naven 1983 diacu dalam Julianingsih

2004). Tuna merupakan jenis ikan pelagis besar yang memiliki kekhasan sebagai

perenang cepat dan peruaya jauh. Bentuknya menyerupai cerutu dan memanjang.

Ikan tuna tergolong jenis ikan yang aktif dan umumnya menyebar di perairan

oceanik hingga perairan dekat pantai. Pada kawasan perairan Samudera Hindia

bagian barat Sumatera, jenis tuna besar yang ada hanya tiga jenis yaitu;

madidihang (Yellowfin tuna), tuna mata besar (Bigeye tuna) dan albakora

(Albacore), sementara tuna jenis sirip biru selatan, ekor panjang, sirip biru utara

dan sirip hitam tidak dijumpai (Uktolseja et al., 1998). Kota Padang merupakan

penghasil tuna jenis yellowfin (Gambar 3) dan bigeye (Gambar 4). Wilayah

penyebaran tuna ditampilkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Page 32: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

11

Gambar 1. Wilayah Penyebaran Tuna Mata Besar (Bigeye)

Sumber : Barto dalam FAO (2012)

Gambar 2. Wilayah Penyebaran Tuna Sirip Kuning (Yellowfin)

Sumber : Barto dalam FAO (2012)

Migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur

migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan

perairan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Migrasi kelompok tuna

yang melintasi wilayah perairan pantai dan teritorial terjadi karena perairan

tersebut berhubungan langsung dengan perairan kedua samudera. Kelompok tuna

merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara komersial dibagi

menjadi kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri dari tuna mata

Page 33: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

12

besar, madidihang, albakora, tuna sirip biru selatan, dan tuna abu-abu, sedangkan

yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (KKP 2003).

Gambar 3. Tuna Sirip Kuning (Yellowfin)

Sumber : WWF Indonesia, 2011

Gambar 4. Tuna Mata Besar (Bigeye)

Sumber : WWF Indonesia, 2011

Pengembangan perikanan tuna (Thunnus sp) dapat mencakup seleksi

penggunaan teknologi. Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani (1998) dapat

dilakukan melalui pengkajian aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi.

Teknologi yang dikembangkan ditinjau dari segi biologi tidak merusak atau

mengganggu kelestarian sumberdaya dan dapat digunakan secara efektif dari segi

teknis, dapat diterima masyarakat dari segi sosial serta secara ekonomi teknologi

tersebut bersifat menguntungkan.Aspek lain yang tidak dapat diabaikan adalah

kebijakan pemerintah. Pada penelitian ini teknologi pengembangan perikanan

tuna mencakup teknologi prasarana dan sarana perikanan tuna longline

berperspektif mitigasi bencana.

Page 34: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

13

2.4. Tuna Longline

Ikan tuna di PPS Bungus Padang ditangkap menggunakan armada tuna

longline. Novita dalam Kosasih (2007) mengatakan bahwa konstruksi kapal ikan

harus sekuat mungkin, tetapi tubuhnya tidak terlalu berat, karena perlu olah gerak

selincah mungkin serta tahan terhadap gelombang. Seperti halnya setiap kapal

ikan, kapal tuna longline dibangun dengan konstruksi yang disesuaikan dengan

bentuk, cara penggunaan alat tangkap dan daerah penangkapannya. Tuna longline

menggunakan pancing dengan panjang dapat mencapai 15-75 km dan untaian

ribuan mata pancing yang umumnya dikhususkan untuk menangkap jenis bigeye

dan yellowfin.

Armada penangkapan merupakan salah satu faktor yang turut menentukan

jumlah dan hasil tangkapan, juga sebagai sarana untuk menunjang operasional

penangkapan ikan secara efesien dan efektif, yang bertujuan untuk mendapatkan

hasil tangkapan yang maksimal. Ketersediaan armada penangkapan dalam ukuran

tertentu akan sangat menentukan jumlah dan hasil tangkapan. Desain armada

tangkap tuna longline skala 30 GT ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Konstruksi Armada Tuna Longline

Sumber: LP Unpatti, 2012

Armada tangkap tuna longline secara khusus dirancang dan digunakan

untuk mengoperasikan pancing (longline) yang dilengkapi dengan satu atau

beberapa perlengkapan penangkapan ikan. Perlengkapan tuna longline berupa

penarik/penggulung tali (linehauler), pengatur tali, pelempar tali, bangku umpan,

ban berjalan, bak umpan hidup atau mati dan alat penyemprot air kapal. Armada

tangkap tuna longline selain untuk penangkapan juga sekaligus menampung,

menyimpan mendinginkan, dan mengangkutnya. (LP Unpatti, 2012).

Page 35: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

14

2.5. Pengembangan Sumberdaya Perikanan

Tiga komponen sustainable fishery system menurut Charles (2001), yaitu

natural system, management system, dan human system. Natural system terdiri

dari sumberdaya ikan itu sendiri, ekosistem, dan lingkungan biofisik. Human

system adalah aspek yang menyangkut aktivitas manusia yang terdiri atas nelayan,

sektor pasca-panen dan konsumen, rumah tangga dan komunitas nelayan, serta

kondisi sosial ekonomi budaya dan lingkungan di masyarakat pesisir.

Management system merupakan sistem pengelolaan perikanan yang terdiri atas

perencanaan dan kebijakan perikanan, pembangunan dan pengelolaan perikanan

serta penelitian di bidang perikanan. Hubungan antara ketiga komponen dalam

keberlanjutan sistem perikanan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Keterkaitan antar Sistem Perikanan (Charles, 2001)

Page 36: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

15

Natural system merupakan faktor utama keberlanjutan (sustainability).

Sistem alam ini tidak akan terpengaruh tanpa adanya campur tangan manusia.

Oleh karenanya, peran manusia sangat penting dalam keberlanjutan. Interaksi

antara ketiga komponen akan menyebabkan keseimbangan yang baru pada

natural system. Pada daerah tropis, tekanan sumberdaya (natural system) lebih

besar karena jumlah masing-masing spesies yang sedikit.

Dalam rangka mencapai keseimbangan semua sistem, maka diperlukan

pengelolaan yang terpadu oleh segenap stakeholder. Sebagaimana yang

dikemukakan Aldon et al., (2011) bahwa sebuah kemitraan yang kuat dan

terorganisir antara masyarakat, nelayan dan pengambil kebijakan dengan saling

melengkapi satu sama lain akan mendukung faktor lingkungan (sumberdaya).

2.6. Potensi Bencana Alam di Wilayah Pesisir

Kerusakan akibat bencana alam telah meningkat pesat selama beberapa

dekade terakhir (Millennium Ecosystem Assessment dalam Costanza dan Farley.

2007). Sebagian besar kerusakan ini terkonsentrasi di pantai, tsunami di Asia dan

badai katrina hanya dua contoh terakhir. Akibatnya, pertumbuhan penduduk dan

peningkatan jumlah infrastruktur yang dibangun di wilayah pesisir rentan

terhadap kerusakan.

Berdasarkan UU Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil, defenisi wilayah pesisir adalah daerah peralihan

antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di

laut. Sedangkan defenisi perairan pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem

darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut. Perairan

pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 mil

laut diukur dari garis pantai serta yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau,

estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna.

Pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat

dan laut, selain kaya akan sumberdaya alam juga sangat rentan terhadap

perubahan akibat aktivitas manusia dan bencana alam (Dahuri et al. 2001).

Menurut Ruswandi (2009), terdapat enam elemen penyebab bencana alam di

daerah pesisir yaitu; angin kencang/puting-beliung, gempa bumi, tsunami,

Page 37: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

16

gelombang badai pasang, banjir, dan gerakan tanah. Selanjutnya ada empat

elemen sebagai akibat bencana yaitu; abrasi, akresi, erosi dan intrusi air laut.

Elemen potensi bencana alam yang terdapat di wilayah pesisir tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Angin Kencang

Angin kencang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan udara yang

sangat tinggi pada zona tertentu di atmosfer. Perbedaan tersebut menimbulkan

gerakan putaran angin yang kuat, disertai dengan hujan lebat dan menimbulkan

efek destruktif karena membawa energi yang besar. Berbeda dengan badai tropis,

angin kencang berlangsung singkat, dari hitungan detik hingga beberapa menit.

Dampak angin kencang pada wilayah pesisir sulit dikurangi sekalipun dengan

populasi mangrove yang padat,hal ini disebabkan arah datangnya angin tersebut

berasal dari atas (Fritz dan Blount, 2006).

b. Gelombang Laut

Gelombang badai pasang (storm tide) adalah gelombang tinggi yang

ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan

berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan

siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat

terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras (BNPB, 2009).

Berdasarkan gaya pembangkitnya, gelombang laut (ocean wave) secara

garis besar dikelompokkan dalam tiga jenis (Macmillan, 1966; Mihardja dalam

Latief, 2008), yaitu:

Gelombang angin atau ombak (wind wave), gelombang ini dibangkitkan

oleh angin .

Gelombang pasang surut atau gelombang pasang (tidal wave) sering disebut

pasang surut (tide) disingkat pasut yang terlihat secara kasat mata sebagai

pasang naik (flood tide) dan pasang surut (ebb tide). Keadaan pasang surut

ini di laut sangat ditentukan oleh posisi bumi–bulan–matahari. Pada waktu

bulan purnama dimana posisi bumi–bulan–matahari dalam satu garis lurus,

maka muka laut saat pasang sangat tinggi dan sewaktu surut sangat rendah.

Page 38: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

17

Bila posisi bumi–bulan–matahari membentuk sudut 90 derajat, maka muka

laut saat pasang tidak terlalu tinggi dan saat surut tidak terlalu rendah.

Gelombang badai (storm surge), yaitu gelombang yang timbul akibat angin

kuat atau badai (storm) yang menekan air laut ke arah garis pantai dengan

ketinggian kurang lebih empat meter mengakibatkan runtuhnya lereng gisik

(landfall). Badai tersebut terjadi akibat persentuhan uap yang ditimbulkan

oleh kenaikan suhu muka air laut dengan lapisan atmosfer yang dingin dan

basah, sehingga terjadi perpindahan energi dari laut ke atmosfer. Jika

gelombang badai terjadi pada saat pasang, maka kekuatan pasang dan

kekuatan badai menyatu dan menghasilkan gelombang badai yang lebih

dahsyat.

c. Tsunami

Tsunami adalah rangkaian gelombang laut dengan periode panjang yang

ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut (BNPB, 2009). Adapun

pembangkit gelombang panjang tsunami ini diantaranya adalah gempa bumi

dangkal (kedalaman epicentre kurang dari 40 km) yang berpusat di tengah

perairan dengan magnitude yang cukup besar, yaitu lebih dari 6,4 SR. Syarat

lainnya adalah gempa tektonik yang terjadi merupakan gempa vertikal yang

melibatkan pergeseran vertikal lempengan dengan luasan yang cukup besar.

Berdasarkan jarak bangkitnya, tsunami dibedakan atas tiga jenis yaitu tsunami

jarak pusat gempa ke lokasi sejauh 200 km yang terjadi kurang dari 30 menit,

tsunami jarak menengah sejauh 200-1000 km (terjadi 30 menit–2 jam setelah

gempa), dan tsunami jarak jauh lebih dari 1000 km yang terjadi lebih dari 2 jam

setelah gempa (Diposaptono dan Budiman, 2006).

Menurut Sonak, Pangam and Giriyan (2008), tsunami adalah fenomena

yang sangat tak terduga dan negara-negara yang terkena dampak di wilayah ini

sama sekali tidak siap untuk menghadapi peristiwa bencana semacam ini.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami berdampak sangat parah bagi manusia

dan alam. Oleh karena itu, mitigasi bencana menjadi solusi dalam mengurangi

dampak bencana yang terjadi.

Page 39: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

18

d. Abrasi

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan

arus laut yang bersifat merusak. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu

oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi

bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai

penyebab utama abrasi (BNPB, 2009).

e. Erosi

Erosi terdiri atas tiga jenis yaitu; erosi gisik (beach) yang dicirikan oleh

adanya tebing laut (sea cliff) yang terjal dan terdapatnya singkapan endapan

batuan, erosi tebing sungai yang terjadi akibat gerusan arus sungai pada tebing

sungai-sungai besar dan erosi permukaan yang terjadi akibat adanya aliran air

permukaan yang menggerusi material hasil pelapukan (Latief, 2008).

f. Longsor

Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau

bebatuan, ataupun pencampuran keduanya menuruni atau keluar lereng akibat

terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng (BNPB, 2009).

Apabila beban di atas lapisan keras melebihi daya dukung yang diijinkan, maka

kemungkinan besar akan terjadi longsor/keruntuhan (land slide) atau amblesan/

perosokan (settlement/land subsidence).

g. Gempa Bumi

Menurut BNPB (2009), gempa bumi adalah peristiwa pelepasan energi

yang diakibatkan oleh pergeseran/pergerakan pada bagian dalam bumi (kerak

bumi) secara tiba-tiba. Tipe gempa yang umum ada dua, yaitu gempa tektonik dan

gempa vulkanik. Dampak dari gempa bumi pada banyak kasus menimbulkan

kerugian harta benda bahkan korban jiwa.

h. Banjir

Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal,

sehingga melimpas dari palung sungai yang menyebabkan adanya genangan pada

lahan rendah di sisi sungai. Pada umumnya banjir terjadi akibat curah hujan yang

tinggi di atas normal sehingga sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan

Page 40: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

19

anak sungai alamiah serta sistem drainase dangkal penampung banjir buatan yang

ada tidak mampu akumulasi air hujan tersebut sehingga akibatnya meluap (BNPB,

2009).

i. Akresi

Akresi muncul akibat adanya pendangkalan di muara sungai yang

disebabkan oleh tingginya kandungan material tersedimentasi yang berasal dari

hasil erosi akibat aktivitas`manusia di bagian hulu. Oleh karena itu, kecepatan

timbulnya akresi dapat diperlambat dengan aktivitas penghijauan di areal

tangkapan air dan sekitar bendungan (Ruswandi 2009).

j. Intrusi Air Laut

Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan

muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air

tanah secara berlebihan untuk berbagai keperluan pemukiman dan industri.

Pengambilan air tanah yang tidak seimbang dengan pemasukan air dari

permukaan mengakibatkan air laut yang lebih berat masa jenisnya langsung

masuk ke akuifer (tempat penampungan air di dalam tanah) hingga mengendap

(Ruswandi 2009).

2.7. Mitigasi Bencana Alam

Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007, mitigasi adalah serangkaian upaya

untuk mengurangi risiko, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran

atau peningkatan kemampuan menghadapi ancaman. Bencana adalah rangkaian

peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor non alam sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, dan dampak psikologis. Regulasi terkait penanggulangan bencana alam di

Indonesia terdapat pada pasal 1 ayat 5 UU Nomor 24 tahun 2007 tentang

penanggulangan bencana. Undang-undang ini menyatakan bahwa

penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,

kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Mitigasi bencana

Page 41: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

20

sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 47 UU Nomor 24 tahun 2007 dilakukan

untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan

yang rawan bencana.

Forum Mitigasi (2007) membedakan mitigasi bencana atas dua macam

yaitu mitigasi pasif (non struktural) dan mitigasi aktif (struktural), kategori

mitigasi ini antara lain :

Mitigasi Pasif (Non Struktural)

- Penyusunan peraturan perundang-undangan.

- Pembuatan pedoman/standar/prosedur.

- Penyesuaian rencana tata ruang berdasarkan peta risiko bencana serta

pemetaan masalah.

- Pembuatan brosur/poster.

- Pembuatan rencana alternatif tindakan kedaruratan (contigency plan).

- Penelitian/pengkajian karakteristik bencana/analisis risiko bencana

- Internalisasi Penanggulangan Bencana (PB) dalam muatan lokal

pendidikan.

- Pembentukan satuan tugas bencana/perkuatan unit-unit sosial

masyarakat.

- Pengutamaan PB dalam pembangunan dan sosialisasi.

Mitigasi Aktif (Struktural)

- Pembuatan dan penempatan tanda peringatan, bahaya, larangan

memasuki daerah rawan bencana atau tanda peringatannya.

- Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan ke daerah aman.

- Pembangunan penampungan sementara, daerah jalur evakuasi.

- Pembuatan bangunan struktur seperti: pengaman lereng (slope

protection/seawalls), pemecah ombak (breakwater/detached

breakwater), krib tegak lurus penahan gerakan sedimentasi sejajar gisik

(groyne), dan pengaman gisik (beach protective).

Menurut Diposaptono dan Budiman (2006), upaya mitigasi bencana secara

garis besar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu upaya struktur/fisik (hard/soft

solution) yang sering disebut hardware dan upaya non struktur/non fisik yang

disebut juga dengan software.

Page 42: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

21

Upaya mitigasi struktur dilakukan dalam mitigasi bencana melalui dua

metode, yaitu metode perlindungan alami revegetasi/remangrovisasi, sand-

dune, pengisian gisik (beach nourishment) dan lainnya, serta metode

perlindungan buatan seperti peredam abrasi (bank revetment), pemecah

ombak (breakwater), pengaman lereng (slope protection/seawall), dan lain-

lain.

Upaya non struktur yang dapat dilakukan dalam mitigasi bencana seperti

pembuatan peta rawan bencana, pembuatan peraturan perundangan terkait,

norma standar prosedur manual (NSPM) dan sosialisasi yang intensif

kepada masyarakat dan aparat terkait dalam upaya pengurangan risiko

bencana (mitigasi bencana) seperti pelatihan penyelamatan diri.

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana

pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,

sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan

harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (Carter, 1991). Dengan demikian

pengurangan risiko bencana alam adalah suatu upaya untuk menekan kerugian

masyarakat yang diakibatkan oleh peristiwa bencana alam (BNPB, 2009). Jika

upaya ini ditingkatkan menjadi suatu kebijakan maka upaya tersebut ditujukkan

untuk mengamankan seluruh aset pemerintah termasuk seluruh hasil

pembangunan yang selama ini telah dilaksanakan agar tidak rusak, sehingga

hasil pembangunan akan tetap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

Mengurangi jumlah bencana adalah suatu hal yang tidak akan mungkin

terjadi, tetapi mengurangi risiko bencana yang terjadi merupakan suatu keharusan.

Langkah penting yang harus segera diambil adalah melakukan modernisasi

jaringan dan integrasi sistem pengamatan. Lembaga Pengetahuan dan Teknologi

Nasional Amerika Serikat-Bidang Pengurangan Risiko Bencana dalam laporan

bulan Juni 2005, menyebutkan tantangan utama dalam pengurangan risiko

bencana adalah identifikasi tiga tema menuju suatu masyarakat pegas bencana

(three themes in moving towards a disaster resilient society) yaitu:

Menyediakan informasi bahaya/bencana dimana dan kapan hal ini diperlukan.

Memahami proses alamiah gejala/tanda bahaya.

Page 43: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

22

Membangun strategi dan teknologi mitigasi bencana gempa bumi, banjir

pesisir dalam kaitan dengan tsunami, badai hurikane, gunung api, longsor dan

amblesan.

2.8. Kelayakan Investasi

Studi kelayakan investasi menurut Husnan dan Suwarsono (1997) adalah

penelitian tentang dapat tidaknya usaha investasi dapat dilaksanakan dengan

berhasil. Sebuah studi kelayakan dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan

mengenai peluang usaha cukup ekonomis dan menjanjikan keuntungan yang

layak apabila dilaksanakan. Semakin sederhana usaha yang akan dilaksanakan,

maka semakin sederhana pula lingkup penelitian yang akan dilakukan. Pada

tahapan studi kelayakan perlu diperhatikan ruang lingkup kegiatan usaha, cara

kegiatan usaha dilakukan, evaluasi terhadap aspek-aspek yang menentukan

berhasilnya seluruh usaha, sarana yang diperlukan serta hasil kegiatan usaha

tersebut.

Jika dipandang dari sudut perusahaan saja, minimal ada tiga penyebab

mengapa kegiatan studi kelayakan investasi yang dilaksanakan menjadi faktor

pertimbangan yang cukup penting dalam pengambilan keputusan (Anggoro,

2004), yaitu:

Investasi umumnya menyangkut pengeluaran modal yang besar.

Pengeluaran modal mempunyai konsekuensi jangka panjang. Salah satu

contoh yang mudah dilihat adalah apabila sebagian besar modal investasi

didapatkan dari pinjaman bank konvensional, maka pihak pengusaha harus

tetap mengembalikan modal yang dipinjam berikut bunganya baik itu

investasi sukses maupun tidak.

Komitmen pengeluaran modal adalah keputusan yang sulit untuk diubah,

karena jika dipertengahan dirasa usaha tidak akan berjalan lancar maka

modal yang telah ditanamkan sulit ditarik kembali.

Studi kelayakan investasi tujuannya adalah agar modal yang ditanamkan

dapat dimanfaatkan dan menghindari penanaman modal yang terlalu besar untuk

bagian yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan proyek memerlukan

biaya, tetapi biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil apabila dibandingkan

Page 44: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

23

dengan risiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah

yang besar (Anggoro, 2004).

Tahapan dalam melakukan proyek investasi umumnya adalah identifikasi

untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut, perumusan

untuk menerjemahkan kesempatan investasi kedalam suatu rencana proyek yang

konkret, penilaian untuk menganalisis dan menilai aspek pasar, teknik, keuangan

dan perekonomian, pemilihan untuk mengingat segala keterbatasan dan tujuan

yang akan dicapai serta tahap implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut

dengan tetap berpegang pada anggaran. Langkah awal sebelum melakukan studi

kelayakan, terlebih dahulu harus ditentukan aspek -aspek yang akan dipelajari

yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajerial, aspek ekonomi,

sosial, dan lingkungan, serta aspek finansial (Kadariah et al., 1999).

2.9. Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat

Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal atau diikuti secara baik

oleh anggota masyarakat yang memberi naungan (liberty) dan meminimalkan

hambatan (constraints) bagi individu atau anggota masyarakat. Kelembagaan

kadang ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi

kelembagaan juga tidak ditulis secara formal seperti aturan adat dan norma yang

dianut masyarakat. Kelembagaan itu umumnya dapat diprediksi dan cukup stabil

serta dapat diaplikasikan pada situasi berulang (Wiratno dan Tarigan, 2002).

Kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan yang dianut oleh masyarakat

atau organisasi yang dijadikan panutan oleh anggota masyarakat atau anggota

organisasi dalam mengadakan transaksi satu dengan yang lainnya. Hal ini sejalan

dengan Tjondronegoro (1999) yang mengatakan bahwa kelembagaan adalah suatu

tata aturan yang dibentuk oleh masyarakat sehingga memiliki ciri tradisional dan

non formal.

Menurut Jentoft (2004) kelembagaan memiliki peran yang penting bagi

sektor perikanan, baik bagi sumberdaya ikan itu sendiri ataupun untuk

kelangsungan hidup nelayan. Perikanan, seperti praktek sosial-ekonomi, tidak bisa

ada tanpa mereka, pengguna (user) tidak akan tahu bagaimana harus bersikap.

Kelembagaan memungkinkan orang di industri untuk melakukan apapun tugas

Page 45: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

24

mereka, baik itu pengolahan ikan, pemasaran ataupun konsumsi. Kelembagaan

juga sangat diperlukan ketika mengorganisir, mengkomunikasikan, mewakili,

negosiasi, pengelolaan, pengaturan ataupun dalam melakukan suatu penelitian.

Menurut Nikijuluw (2002) ada beberapa hal yang menyebabkan

pentingnya pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan

pengelolaan perikanan tangkap, yaitu: (1) langkah awal mempersiapkan

masyarakat untuk menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat

setempat terhadap program pengelolaan perikanan tangkap yang dilaksanakan, (2)

sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan, kondisi dan sikap

masyarakat setempat, dan (3) masyarakat mempunyai hak urun rembuk dalam

menentukan program pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan di wilayah

mereka.

2.10. Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan adalah setiap jenis analisa yang menghasilkan dan

menyajikan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi para pengambil

kebijakan dalam menguji pendapat mereka. Kata “analisa” digunakan dalam

pengertian yang paling umum yang secara tidak langsung menunjukkan

penggunaan intuisi dan pertimbangan yang mencakup tidak hanya pengujian

kebijakan, tetapi juga merencanakan dan mencari sintesa atas alternatif-alternatif

baru. Aktivitas ini meliputi sejak awal penelitian untuk memberi wawasan

terhadap masalah atau issue yang mendahului atau mengevaluasi program yang

sudah selesai (Quandun dalam Dunn, 2003).

Dunn (2003) mengungkapkan bahwa analisis kebijakan merupakan sebuah

disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan

argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada

hubungannya, sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka

memecahkan permasalahan kebijakan yang ada. Ruang lingkup dan metode-

metode analisis sebagian bersifat deskriptif, dan informasi/fakta mengenai sebab

akibat kebijakan sangat penting untuk memahami masalah-masalah kebijakan.

Menurut Parsons (1994), analisis kebijakan terdiri dari rangkaian aktivitas

pada spektrum ilmu pengetahuan dalam (in) proses kebijakan, pengetahuan untuk

Page 46: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

25

(for) proses kebijakan, dan pengetahuan tentang (about) proses kebijakan. Secara

kontinum, proses pengambilan keputusan dalam sebuah kebijakan terdiri atas tiga

variasi yaitu analisis kebijakan, monitoring dan evaluasi kebijakan, serta analisis

untuk kebijakan. Analisis kebijakan mencakup determinasi kebijakan yaitu

analisis yang berkaitan dengan cara pembuatan kebijakan, mengapa, kapan, dan

untuk siapa kebijakan dibuat dan isi kebijakan yang merupakan deskripsi tentang

kebijakan tertentu dan hubungannya dengan kebijakan sebelumnya. Monitoring

dan evaluasi kebijakan berfokus pada pengkajian kinerja kebijakan dengan

mempertimbangkan tujuan kebijakan dan apa dampak kebijakan terhadap suatu

persoalan tertentu. Analisis untuk kebijakan mencakup informasi untuk kebijakan

dan advokasi terhadap kebijakan.

Setiap model kebijakan yang ada tidak dapat diterapkan untuk semua

perumusan kebijakan, sebab masing-masing model memfokuskan perhatiannya

pada aspek yang berbeda. Menurut Jay Forrester dalam Dunn (2003), bahwa

persoalannya tidak terletak pada menggunakan atau membuang model, akan tetapi

yang menjadi persoalan adalah pada pemilihan diantara berbagai alternatif yang

ada. Oleh karena itu, perlu dikaji terlebih dahulu setiap alternatif yang akan

menjadi prioritas dalam pengembilan kebijakan.

Dalam rangka merumuskan kebijakan pengelolaan dan pengembangan

perikanan di wilayah pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan, maka

diperlukan arahan dan kebijakan secara terpadu. Hal ini disebabkan tingginya

keterkaitan antar sektor yang ada di wilayah pesisir tersebut. Oleh karena itu,

dalam sebuah kebijakan pembangunan kelautan, harus memperhatikan empat

aspek utama yaitu: (1) aspek teknis dan ekologis, (2) aspek sosial ekonomi-

budaya, (3) aspek politis dan (4) aspek hukum dan kelembagaan (Indrawani,

2000).

2.11. Kebijakan Kelautan dan Perikanan

Dalam rangka merumuskan suatu kebijakan sebagai payung bagi

pembangunan kelautan, maka kebijakan tersebut tidak boleh berdiri sendiri

melainkan merupakan paket kebijakan yang komponen-komponennya saling

melengkapi dan menunjang. Todaro (1997) menyatakan bahwa suatu kebijakan

Page 47: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

26

yang sifatnya komplementer, terpadu dan saling mendukung harus mencakup tiga

unsur fundamental, yaitu; Pertama, adanya satu atau serangkaian kebijakan yang

dirancang secara khusus guna mengoreksi berbagai macam distorsi atau gangguan

atas harga-harga relatif dari masing-masing faktor produksi demi lebih

terjaminnya harga-harga pasar. Kedua, adanya satu atau serangkaian kebijakan

yang dirancang secara khusus untuk melaksanakan perubahan struktural terhadap

distribusi pendapatan, distribusi aset, kekuasaan, dan kesempatan memperoleh

pendidikan serta penghasilan (pekerjaan) yang lebih merata. Ketiga, adanya satu

atau serangkaian kebijakan yang dirancang secara khusus untuk memodifikasi

ukuran distribusi pendapatan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi melalui

pajak progresif.

Menurut Kusumastanto (2003), agar bidang kelautan menjadi sektor

unggulan dalam perekonomian nasional, diperlukan kebijakan pembangunan yang

bersifat terintergrasi antar institusi pemerintah dan sektor pembangunan. Dalam

rangka mengarahkan pembangunan tersebut, maka diperlukan sebuah kebijakan

pembangunan kelautan (ocean development policy) sebagai bagian dari ocean

policy yang nantinya menjadi “payung” dalam mengambil sebuah kebijakan yang

bersifat publik. Penciptaan kebijakan ini dibangun oleh sebuah pendekatan

kelembagaan (institutional arrangement) yang lingkupnya mencakup dua

lembaga dalam suatu sistem pemerintahan, yakni eksekutif dan legislatif.

Kebijakan kelautan dan perikanan pada akhirnya menjadi kebijakan ekonomi

politik yang nantinya menjadi tanggung-jawab bersama.

Kebijakan pemerintah membentuk Departemen Kelautan dan Perikanan

(DKP) yang sekarang mengalami perubahan nomenklatur menjadi kementerian

melalui Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, merupakan suatu keputusan

ekonomi politik dari perubahan mendasar di tingkat kebijakan nasional.

Keputusan politik ini diharapkan tidak hanya sampai pada pembentukan

kementerian saja, melainkan harus ada sebuah visi bersama pada semua level

institusi negara dalam menjadikan bidang kelautan sebagai mainstream

pembangunan bangsa (Kusumastanto, 2003).

Otonomi daerah sebagaimana diisyaratkan dalam Undang-Undang Nomor

32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur tentang kewenangan

Page 48: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

27

mengatur daerah dengan batasan pengelolaan wilayah laut provinsi dalam batasan

12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah

perairan kepulauan, pemerintah kabupaten/kota mengelola sepertiganya atau 4 mil

laut. Sementara UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah, pada prinsipnya pembagian alokasi pendapatan

antara pemerintah pusat dan daerah berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam

termasuk sumberdaya laut dan pesisir.

Daerah yang memiliki potensi sumberdaya yang besar terutama pesisir dan

kelautan seharusnya memiliki kesempatan dalam memanfaatkan seoptimal

mungkin potensi tersebut untuk pembangunan. Permasalahan utama yang

dihadapi jika kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan

ekonomi adalah akan berdampak pada timbulnya efek negatif terhadap kondisi

ekologi maupun ekonomi yang berakibat pada gejolak sosial. Kebijakan kelautan

(ocean policy) adalah kebijakan yang dibuat oleh policy makers dalam

mendayagunakan sumberdaya kelautan secara bijaksana untuk kepentingan publik

dalam rangka meningkatkan kesejateraan masyarakat (social welfare)

(Kusumastanto 2003). Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat dalam pemanfaatan

sumberdaya kelautan dan perikanan harus mempertimbangkan berbagai aspek

antara lain aspek ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga dapat bermanfaat secara

optimal. Pemanfaatan sumberdaya yang optimal disatu sisi dapat menyokong

pembangunan ekonomi dan di sisi lain bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan

(sustainaibility) sehingga akan mencapai kesejateraan.

Keterkaitan proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian

sumberdaya pesisir yang mengintegrasikan berbagai kegiatan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, membutuhkan suatu model pengembangan wilayah

pesisir yang sibernitik sebab bertindak berdasarkan analisis tajam untuk mencapai

tujuan, holistik karena konteks ini melibatkan semua pihak yaitu pemerintah,

dunia usaha dan masyarakat serta stakeholder dengan mempertimbangkan potensi

yang dimiliki untuk pengembangan pesisir dan potensi bencana yang dapat terjadi

(Ruswandi, 2009).

Page 49: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

28

Ecological

Sustainability

2.12. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan

gagasan ataupun konsep pembangunan yang sudah sejak lama dicanangkan baik

oleh sekelompok masyarakat tertentu, negara, maupun oleh Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB). Pembangunan berkelanjutan juga didefinisikan sebagai upaya

sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumberdaya ke

dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan

mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (UU Nomor 23, tahun

1997). Melalui definisi tersebut, dapat dipahami bahwa konsep pembangunan

berkelanjutan didirikan atau didukung oleh tiga pilar atau tiga dimensi

keberlanjutan (Triple-P), yaitu keberlanjutan usaha ekonomi (profit),

keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam

(planet). Ketiga pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri,

tetapi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain sehingga ketiganya harus

diperhatikan secara seimbang (Munasinghe, 1993). Segitiga pembangunan

berkelanjutan ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Segitiga Pembangunan Berkelanjutan (Charles, 2001)

Gambar 7 menunjukkan segitiga pembangunan yang membentuk dasar

kerangka kerja untuk evaluasi keberlanjutan berdasarkan pada tiga komponen

penting yaitu ekologi, keberlanjutan sosial ekonomi dan sosial/masyarakat.

Socioeconomic

Sustainability

Community

Sustainability

Institutional

Sustainability

Page 50: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

29

Komponen keempat yaitu keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan dan

mendasari kegiatan dari tiga komponen lainnya (Charles, 2001).

Semakin terkonsentrasinya sebagian besar kegiatan masyarakat di pesisir,

hilangnya hutan mangrove, hancurnya terumbu karang, meningkatnya

penambangan pasir pantai dan semakin banyaknya industri membuang limbahnya

ke wilayah pesisir, maka sudah sewajarnyalah jika pengembangan wilayah pesisir

memperhatikan konsep pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan (Salim, 1980). Konsep ini sebagaimana juga dijelaskan dalam UU

Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.

Pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (PBBL)

adalah konsep untuk mengelola pengembangan wilayah pesisir agar lebih tertata

dan tidak bertambah kacau dan membahayakan generasi mendatang (Sugandhy

dan Hakim, 2007). Konsep ini diperlukan untuk menjaga agar ambang batas tetap

pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada di

dalamnya. Ambang batas ini tidak bersifat mutlak karena tergantung kepada

kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam,

serta kemampuan biosfer untuk menerima dampak kegiatan manusia (Peng et al.

2006). Sementara itu, Pengembangan Wilayah Pesisir (PWP) adalah pendekatan

pengelolaan wilayah dengan ekosistem pesisir yang sangat kompleks, dinamis dan

memiliki kerentanan tinggi, karena memiliki kekayaan sumberdaya alam yang

multiple use dan berpotensi menimbulkan konflik serta masih berlakunya

penguasaan ruang terbuka oleh kelompok tertentu.

Pendekatan Mata Pencaharian Berkelanjutan (PMB) atau the sustainable

livelihood approach (SLA) sebagai suatu integrasi kerangka kerja konseptual

dengan prinsip operasional untuk menyiapkan pedoman formulasi kebijakan dan

praktek pembangunan, sudah banyak diterapkan dalam penelitian pengembangan

wilayah pesisir dan kehidupan nelayan. Program yang sudah dilaksanakan di 25

negara pesisir Benua Afrika bagian barat telah berhasil menyusun kebijakan

inisiatif pengurangan kemiskinan (poverty reduction iniative policy), dan

mengidentifikasi bahwa kemiskinan secara tidak langsung menjadi pemicu

terjadinya eksploitasi sumberdaya ikan yang berlebihan (over-exploited fish

resources).

Page 51: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

30

2.13. Keterkaitan Pengembangan Sumberdaya Perikanan, Pembangunan

Berkelanjutan dan Mitigasi Bencana

Manajemen bencana adalah upaya penanganan bencana sejak dari

kedaruratan, pemulihan, pembangunan, pencegahan, mitigasi dan kesiap-siagaan

(Carter, 1991). Mitigasi bencana dalam pengembangan perikanan adalah upaya

pengurangan risiko bencana yang berpotensi terjadi di wilayah pesisir terhadap

pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perikanan. Pemanfaatan sumberdaya

yang terkendali adalah untuk memastikan bahwa ambang batas tidak terlampaui

sehingga keberlanjutannya terjamin. Oleh karena itu laju pemanfaatannya tidak

lagi hanya mengutamakan kepentingan ekonomi (profit) saja, tetapi juga harus

memperhatikan kepentingan sosial (people) dan ekologi (planet) sehingga terjadi

keseimbangan, karena mata pencaharian berkelanjutan akan mempengaruhi

kualitas lingkungan.

Kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan

berperspektif mitigasi bencana adalah kegiatan penelitian yang sedang dilakukan

dan berpedoman pada ketiga aspek tersebut, yakni pengembangan sumberdaya

perikanan, aspek keberlanjutan dan mitigasi bencana. Kajian ini diharapkan dapat

menemukan arahan kebijakan yang sesuai dengan permasalahan perikanan di

pesisir saat ini, sehingga dapat diterapkan di pesisir Indonesia yang wilayahnya

merupakan rawan bencana. Selain itu dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya perikanan diperlukan pendekatan berbasis ekosistem dimana konsep

ini sangat penting dalam kegiatan eksploitasi spesies dan keberlanjutan jangka

panjang (Haputhantri, Villanueva and Moreau, 2008).

2.14. Studi Terdahulu

Beberapa studi penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini

adalah sebagai berikut: Muzakkir (2008) dalam tulisan ilmiahnya yang berjudul

“Kajian Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Kabupaten

Agam Provinsi Sumatera Barat”, menjelaskan bahwa rekmendasi kebijakan yang

tepat agar tercapainya tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang

optimal dan berkelanjutan serta mampu memberi nilai manfaat terhadap

kesejahteraan nelayan adalah dengan membuat kebijakan tingkat upaya (effort)

Page 52: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

31

penangkapan ikan pada level optimal. Bentuk kebijakan yang dapat diambil

antaranya adalah; (a) menunda penerbitan izin baru penambahan armada tangkap

kecuali payang masih dapat ditambah untuk 2 unit lagi, (b) mendorong investasi

pada industri perikanan tangkap skala menengah ke atas untuk beroperasi di zona

lepas pantai dan ZEEI. Selain itu pemerintah (policy maker) juga membuat

kebijakan pengelolaan perikanan tangkap terutama dalam hal zonasi pemanfaatan

dan alokasi optimum pemanfaatan sumberdaya perikanan bagan, payang dan

tonda di Perairan Tanjung Mutiara.

Luthfi (2005) dalam tulisan ilmiahnya yang berjudul “Strategi

pengembangan perikanan tuna (Thunnus sp) yang berbasis di Kota Padang:

implikasi pembangunan Bandar Udara Internasional Minangkabau” menjelaskan

bahwa PPS Bungus dan Bandar Udara Internasional Minangkabau sudah siap

untuk mendukung pengembangan tuna ekspor yang berbasis di Kota Padang. Hal

ini diindikasikan dengan telah tersedianya fasilitas yang lengkap di PPS Bungus

serta telah tersedianya gedung untuk proses pengolahan dan pengepakan tuna

ekspor. Kesiapan Bandar Udara Internasional Minangkabau dalam mendukung

pengembangan tuna ekspor adalah dapat melayani penerbangan langsung ke

negara tujuan ekspor dengan pesawat terbang berbadan lebar dan pesawat khusus

kargo serta tersedianya fasilitas cold storage di terminal kargo dengan kapasitas

300 ton. Dalam rangka merumuskan strategi pengembangan tuna (Thunnus sp)

ekspor yang berbasis di Kota Padang sebagai aset daerah yang dapat dijadikan

sektor pertumbuhan ekonomi baru dan andalan untuk peningkatan perekonomian

masyarakat di Kota Padang dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT

menghasilkan lima prioritas utama strategi pengembangan perikanan tuna ekspor

yang berbasis di Kota Padang sebagai berikut; 1) peningkatan produksi hasil

tangkapan tuna di kawasan perairan Sumatera Barat; 2) meningkatkan teknologi

penangkapan tuna dengan modernisasi alat tangkap; 3) peningkatan kualitas SDM

nelayan; 4) kebijakan pemerintah dalam bidang perikanan, pengawasan dan

kemudahan pemasaran untuk ekspor; 5) perluasan pangsa pasar ekspor tuna.

Ruswandi (2009) dalam disertasinya yang berjudul „Model Kebijakan

Pengembangan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi

Bencana Alam‟ mengemukakan bahwa kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam

Page 53: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

32

minyak dan gas bumi sebagai national competence dapat meningkatkan kegiatan

perikanan sebagai local competence dengan mengarahkan nelayan kepada akses

pasar dan permodalan, kegiatan pariwisata dapat meningkatkan permintaan

terhadap hasil perikanan (derive demand). Selain itu kebijakan pengembangan

yang akan diterapkan untuk wilayah pesisir Indramayu dan Ciamis, hendaknya

mempertimbangkan laju kemerosotan kualitas lingkungan yang telah terjadi.

Ruswandi juga menyatakan Kebijakan pengembangan wilayah pesisir hendaknya

sudah memperhitungkan anggaran yang proporsional untuk mewujudkan

pembangunan sistem perlindungan pesisir terpadu. Upaya yang dilakukan lebih

bersifat pro-aktif yang menekankan pada upaya pencegahan dan kesiapsiagaan.

Page 54: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

33

II. KERANGKA PEMIKIRAN

Perikanan sebagai sektor yang berbasis sumberdaya, pemanfaatan dan

pengembangannya tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Kota Padang

dengan potensi yang dimiliki khususnya sumberdaya perikanan tuna, serta

ditetapkannya sebagai kawasan inti minapolitan memiliki permasalahan dalam

pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perikanan karena posisinya yang

termasuk daerah rawan bencana. Tahapan awal dalam penelitian ini adalah

melakukan identifikasi potensi dan pengelolaan sumberdaya perikanan di pesisir

Kota Padang. Identifikasi ini dilakukan untuk menggambarkan karakteristik

sumberdaya perikanan. Karakteristik sumberdaya yang digambarkan mencakup

tiga sistem yaitu sistem sumberdaya itu sendiri (natural system), sistem manusia

(human system) dan sistem pengelolaan (management system). Karena menurut

Garcia dan Charles (2008), semua sistem perikanan merupakan bagian dari

tingkatan yang lebih tinggi dari sistem alam dan manusia, dimana semuanya

saling berhubungan melalui sistem air, ekonomi dan sosial/masyarakat tempat

mereka ada.

Dalam rangka menyusun arahan kebijakan pengembangan ekonomi

perikanan tangkap berperspektif mitigasi bencana, diperlukan gambaran kondisi

makro ekonomi Kota Padang khususnya mengenai sektor perikanan. Tahapan

analisis menggunakan teknik Shift Share, Location Quotient dan Minimum

Requirement Approach. Selanjutnya setelah gambaran makro ekonomi diperoleh,

maka dilakukan analisis bioekonomi untuk melihat potensi perikanan dan kondisi

pengelolaan sumberdaya perikanan tuna di Kota Padang. Analisis bioekonomi ini

juga menjadi landasan dalam pembuatan kebijakan terkait kelayakan investasi

pengembangan perikanan tuna longline berperspektif mitigasi bencana. Pada

tahap analisis potensi bencana dan upaya mitigasi digunakan studi literatur,

analisis deskriptif dan MPE. Analisis berikutnya setelah potensi pengembangan

dan mitigasi diketahui adalah analisis kelayakan investasi yang digunakan untuk

menilai pengembangan ekonomi perikanan tuna dan kelayakan investasi

berperspektif mitigasi bencana. Dalam rangka mengkaji karakteristik

kelembagaan yang terdapat pada komunitas nelayan perikanan tangkap dan

Page 55: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

34

mitigasi bencana dilakukan analisis kelembagaan dengan teknik analisis

stakeholder. Selanjutnya, tahapan akhir sebelum merumuskan arahan kebijakan

pengembangan ekonomi perikanan tuna longline berperspektif mitigasi bencana

adalah mengidentifikasi prioritas kebijakan dengan menggunakan AHP dan

analisis deskriptif. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8

dan dijelaskan dalam kerangka operasional penelitian pada Gambar 9.

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Penelitian

Investasi

Potensi

Perikanan Potensi Bencana

Pengembangan

Mitigasi

Pemerintah Masyarakat Kebijakan Kebijakan

Pengembangan perikanan dan mitigasi

bencana

Kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tuna longline

berperspektif mitigasi bencana di Padang Sumatera Barat

Page 56: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

35

Gam

bar

9. K

eran

gk

a O

per

asio

nal

Pen

elit

ian

Page 57: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

36

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case

study). Menurut Maxfield dalam Nazir (2009), penelitian studi kasus adalah

penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase

spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Sementara tujuan dari studi kasus

adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang,

sifat-sifat, serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari

individu yang kemudian dari sifat-sifat tersebut akan dijadikan suatu hal yang

bersifat umum. Pada penelitian ini, satuan studi kasusnya adalah Kota Padang

Provinsi Sumatera Barat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus

Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Pertimbangan dalam pemilihan PPS

Bungus sebagai lokasi penelitian adalah karena PPS Bungus merupakan salah satu

pusat perekonomian penting Kota Padang yang berfungsi sebagai pintu gerbang

kegiatan ekspor perikanan khususnya tuna ke negara lain. PPS Bungus juga

ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

sebagai sentra tuna Indonesia bagian barat. Peranan dan potensi yang dimiliki PPS

Bungus ini juga dihadapkan pada kondisi daerah yang rawan bencana, sehingga

memerlukan arahan kebijakan pengembangan yang komprehensif untuk dapat

mensejahterakan rakyat. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu Bulan

April sampai Mei 2012.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan pada penelitian Kebijakan Pengembangan Ekonomi

Perikanan Tuna Longline Berperspektif Mitigasi Bencana di Padang Sumatera

Barat ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil

wawancara dengan pakar, nelayan/pelaku usaha serta stakeholder lain yang

kemudian diformulasikan kedalam analisis kuntitatif dan kualitatif. Data sekunder

Page 58: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

37

diperoleh dari beberapa instansi terkait. Adapun jenis dan sumber data dalam

penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan Sumber Data

No. Kegiatan Penelitian Jenis

Data Bentuk Data Sumber Data

Pengolahan

Data

1 Identifikasi kondisi

makro subsektor

perikanan

Sekunder Laporan statistik

tahunan daerah BPS Sumbar

BPS Pusat

Analisis

LQ

2 Analisis parameter

biologi dan ekonomi

sumberdaya perikanan

Primer Hasil wawancara

dengan nelayan PPS Bungus

DKP Padang

DKP Sumbar

Analisis

Bioekono

mi Sekunder Laporan statistik

perikanan

3 Identifikasi potensi

bencana terkait

pengelolaan

sumberdaya perikanan

Primer Hasil wawancara

dengan pakar LPSDKP

BPBD

BMKG

BPSPL

Padang

Studi

Literatur

Analisis

Deskriptif

Analisis

AHP

Sekunder Hasil kajian

kebencanaan,

Laporan kronologis

bencana

4 Identifikasi upaya

mitigasi dan prioritas

bentuk mitigasi

terhadap

pengembangan

sumberdaya perikanan

Primer Hasil wawancara

dengan pakar Bappeda

LPSDKP

KKP

BNPB

Studi

Literatur

Analisis

Deskriptif

Analisis

AHP

Sekunder Hasil kajian

kebencanaan,

Laporan kronologis

bencana

5 Analisis kelayakan

investasi

Primer Hasil wawancara

dengan nelayan PPS Bungus

DKP Padang

DKP Sumbar

NPV

B/C

IRR

Sekunder Laporan statistik

perikanan

6 Identifikasi dan

analisis bentuk

kelembagaan

perikanan tangkap

Primer Hasil wawancara

dengan nelayan BBP Sosek

KKP

DKP Padang

DKP Sumbar

Analisis

Kelembag

aan Sekunder Laporan statistik

perikanan

7 Identifikasi kebijakan

pengelolaan

sumberdaya perikanan

Primer Hasil wawancara

dengan pakar Bappeda

Pemda

KKP

DKP Padang

Analisis

Deskriptif

Studi

Literatur

Sekunder Laporan peraturan/

perundangan

8 Penyusunan arahan

kebijakan

Primer Hasil wawancara

dengan pakar Bappeda

DKP Padang

BPBD Padang

KKP

Analisis

deskriptif

Analisis

AHP

Sekunder Laporan kronologis

bencana, Laporan

statistik perikanan

Instansi-instansi dalam penelusuran data sekunder antara lain; Badan Pusat

Statistik Pusat dan Provinsi (BPS), Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus

(PPSB), Loka Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir Bungus (LPSDKP),

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang (BPBD), Balai Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir dan Lautan Padang (BPSPL), Dinas Kelautan dan Perikanan

Page 59: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

38

Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat (DKP), Badan Perencanaan Daerah

Kota Padang (Bappeda), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Maritim

Teluk Bayur (BMKG) dan Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kementerian

Kelautan dan Perikanan RI (BBPSEKP). Informasi yang diperoleh dalam bentuk

peraturan perundangan, data statistik perikanan, data statistik ekonomi regional,

kajian kebencanaan, hasil penelitian dan data perikanan lainnya.

Melalui data yang ada di lapangan, diharapkan memperoleh informasi dan

gambaran rinci terkait pengelolaan sumberdaya perikanan di Kota Padang

Sumatera Barat. Dengan demikian, arahan kebijakan pengembangan ekonomi

perikanan tuna longline berperspektif mitigasi bencana dapat dianalisis melalui

data tersebut. Pada tahapan analisis bioekonomi, parameter dan sumber data

disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Parameter Bioekonomi dan Sumber Data

No. Jenis Data Parameter Satuan Sumber

1 Primer Hasil tangkapan Ton/trip Hasil wawancara dengan

nelayan

Penerimaan (p) Rp/ton

Biaya operasional (c) Rp/trip

Biaya Investasi Rp/tahun

Biaya perawatan Rp/trip

2 Sekunder Produksi (h) ton Pelabuhan Perikanan Samudera

(PPS) Bungus, DKP Kota

Padang, DKP Provinsi Sumatera

Barat

Effort (E) trip

CPUE ton/trip

Laju pertumbuhan (r) ton/th

Koefisien daya tangkap (q) ton/unit

Kapasitas daya dukung (k) ton

Data untuk kebutuhan parameter bioekonomi ini diperoleh pada lokasi

penelitian yang terdiri atas data primer dan sekunder.Data primer diperoleh

melalui wawancara dengan pemilik kapal (armada) dan nelayan tuna longline.

Informasi melalui penelusuran data primer ini juga diperoleh melalui stakeholder

terkait. Data sekunder diambil dari statistik Pelabuhan Perikanan Samudera

Bungus serta data tambahan dari DKP Provinsi Sumbar dan DKP Kota Padang.

Nilai parameter yang diperoleh diharapkan mampu untuk dianalisis lebih lanjut

dalam penyusunan arahan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan.

Page 60: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

39

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan

sekunder. Pengambilan data primer meliputi stuktur biaya dari usaha penangkapan

ikan serta pola usaha perikanan dan wilayah tangkapan yang diperoleh dengan

metode wawancara kepada nelayan untuk kebutuhan analisis bioekonomi. Data

untuk analisis deskriptif mencakup telaah proses kebijakan, program kebijakan

dan manfaatnya bagi nelayan, biaya dan hasil tangkapan sebelum dan sesudah

kebijakan, serta informasi terkait bencana dan mitigasi. Pada tahap analisis AHP,

data primer diperoleh melalui wawancara dengan pakar dipandu kuesioner.

Data sekunder dalam penelitian ini berupa data urut waktu (time series)

yang meliputi data produksi (landing) dan input yang digunakan (effort), harga

per unit yaitu data yang diperoleh dari pengamatan pihak lain, yaitu harga ikan per

kilogram per-tahun dan Indek Harga Konsumen/consumers price index (IHK),

perkembangan jumlah nelayan serta armada dan alat tangkap, biaya dari masing-

masing alat tangkap, serta data pendukung lainnya yang diperoleh dari PPS

Bungus Kota Padang. Data lainnya dalam penelitian ini berupa data kisaran biaya

dan komponen investasi terkait prioritas bentuk mitigasi bencana dan usaha tuna

longline. Tahapan identifikasi kondisi bencana dibutuhkan data peta bencana,

kesesuaian lahan, data mitigasi bencana serta data kebijakan atau Undang-undang

terkait kebencanaan di Kota Padang yang diperoleh dari LPSDKP Bungus, BPBD

Kota Padang, Bappeda Kota Padang, BMKG Maritim Teluk Bayur dan BPSPL

Kota Padang.

Dalam rangka mengetahui kondisi perekonomian terkait kontribusi sektor

perikanan dibutuhkan data sekunder yang meliputi; perkembangan PDRB Kota

Padang, perkembangan PDRB Provinsi Sumatera Barat, perkembangan tenaga

kerja Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat serta data time series dari sektor

perikanan selama 10 tahun terakhir. Data yang yang dikumpulkan untuk

merumuskan kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan yaitu; masterplan

program minapolitan dan program pengembangan perikanan lainnya yang

ditetapkan pemerintah, unsur-unsur dan pihak terkait di dalamnya serta data-data

pendukung yang diperoleh melalui BPS Provinsi Sumatera Barat dan BPS Pusat

Jakarta.

Page 61: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

40

3.5. Metode Pengambilan Contoh

Metoda pengambilan contoh yang digunakan dalam mengumpulkan data

pada penelitian ini adalah purposive sampling. Pada penelitian ini, nelayan yang

menjadi responden adalah kelompok nelayan yang mendaratkan ikan di PPS

Bungus dengan hasil tangkapan ikan dari jenis pelagis besar yaitu tuna. Penentuan

jenis spesies ini karena pertimbangan tuna merupakan komoditas unggulan dan

produk ekspor Kota Padang. Selain itu ikan tuna memberikan sumbangsih

terbesar bagi produksi perikanan tangkap laut Kota Padang, yakni hampir 30

persen dari total jumlah produksi (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang,

2011). Teknik pengambilan contoh pada nelayan tuna (longline) adalah seluruh

nelayan kapal longline yang mendaratkan ikan pada waktu penelitian dijadikan

sampel. Selama periode penelitian tercatat 9 kapal longline mendaratkan ikan di

PPS Bungus. Jumlah responden terhitung sebanyak 9 orang yang merupakan

pimpinan usaha atau kapten kapal. Informasi ditambah dari responden yang

diperoleh berdasarkan data kuesioner KKP Ditjen Perikanan Tangkap PPS

Bungus selama tahun 2011 sebanyak 22 armada longline (22 orang).

Penentuan sampel untuk analisis AHP menggunakan teknik purposive

sampling. Responden diberikan informasi yang rinci oleh peneliti dalam tahap

pengumpulan data. Responden adalah orang yang memiliki kapasitas berdasarkan

kepakaran terkait pengembangan perikanan Kota Padang dan mitigasi bencana di

daerah ini. Metode purposive sampling ini menentukan para pakar yang dijadikan

responden dalam menentukan bobot nilai dari kriteria kebijakan. Pada penelitian

ini jumlah responden pakar adalah sebanyak 9 orang yang terdiri dari kalangan

akademisi, peneliti, birokrat pemerintahan maupun pemangku kepentingan

lainnya (rincian responden dimuat pada Lampiran 1).

3.6. Metode Analisis Data

4.6.1. Analisis Shift Share

Analisis Shift share bertujuan untuk mengetahui kontribusi sektor

perikanan terhadap PDRB dan tenaga kerja (Sawono dan Endang dalam

Ramadona, 2009). Analisis Shift Share menggunakan persentase nilai produksi

suatu sektor terhadap PDRB (persentase antara PDRB sektor perikanan pada

Page 62: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

41

tahun i terhadap total PDRB seluruh sektor pada tahun i di Kota Padang). Model

matematik analisis Shift Share sebagai berikut:

Ki = %100xPi

Vi

Dimana :

Ki : Besarnya kontribusi sektor perikanan dalam tahun i

Vi : PDRB sektor perikanan Kota Padang menurut harga konstan pada tahun i.

Pi : Total PDRB seluruh sektor Kota Padang menurut harga konstan tahun i.

Kriteria Shift share yaitu semakin besar nilai shift share, maka kontribusi

sektor perikanan terhadap PDRB semakin besar.

4.6.2. Analisis LQ (Location Quotient)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat basis sektor perikanan

dalam pembangunan wilayah berdasarkan indikator PDRB. Model matematik LQ

(Tarigan, 2005) :

LQ =

Vtvt

Vivi

/

/

keterangan :

LQ : Location Quotient

Vi : PDRB sektor perikanan Kota Padang menurut harga konstan.

Vi : Total PDRB seluruh sektor Kota Padang menurut harga konstan.

vt : PDRB sektor perikanan Provinsi Sumatera Barat menurut harga konstan.

Vt : Total PDRB seluruh sektor Provinsi Sumatera Barat menurut harga

konstan.

Kriteria penentuan sektor basis yaitu nilai LQ < 1, maka sektor perikanan

merupakan sektor non basis, sedangkan jika LQ > 1, maka sektor perikanan

merupakan sektor basis. Asumsi yang mendasari model di atas adalah bahwa

demand wilayah terhadap barang dan jasa mula-mula dipenuhi oleh produksi

wilayah dan jika jumlah yang diminta melebihi jumlah produksi itu, maka

kekurangannya diimpor dari luar wilayah (Kadariah,1985).

Page 63: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

42

4.6.3. Analisis Minimum Requirement Approach (MRA)

Pendekatan MRA dapat mengukur seberapa besar kekuatan sektor basic

dengan mengukur base multiplier-nya. Teknik MRA mengandalkan wilayah yang

memiliki karakteristik yang sama yang dapat digunakan sebagai acuan atau peer.

Karakteristik ini dapat berupa kesamaan potensi, posisi ataupun kondisi lainnya.

Formula MRA secara matematis ditulis sebagai berikut (Fauzi, 2010):

(

)

Pengukuran MRA dalam penelitian ini menggunakan variable tenaga kerja

(E=employment) sebagai salah satu indikator. Formula di atas menyatakan bahwa

basic employment sektor i (dalam hal ini perikanan) di wilayah a adalah

merupakan perkalian dari total tenaga kerja sektor i di wilayah a dengan selisih

share sektor perikanan dengan share minimum sektor yang terdekat (peer).

Pengukuran MRA dalam penelitian ini menggunakan variabel tenaga kerja

(E=employment) sebagai indikator.

4.6.4. Analisis Bioekonomi

Penilaian sumberdaya perikanan yang perlu diketahui adalah nilai estimasi

tangkapan lestari dari stok ikan. Guna mengetahui nilai estimasi tangkapan lestari

dilakukan estimasi dengan model kuantitatif. Produksi stok ikan dipengaruhi oleh

faktor endogenous seperti faktor biologi, pertumbuhan, kelahiran, rekruitmen,

kematian dan ruaya, serta faktor exogenous seperti iklim, bencana, dan aktivitas

manusia berupa penangkapan, pencemaran yang dapat menyebabkan turunnya

kualitas perairan berdampak rusaknya ekosistem perairan.

Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam pemodelan bioekonomi:

Pertama, menyusun data produksi dan upaya (effort) dalam bentuk urut waktu

(series), pada penelitian ini series data selama 10 tahun. Jika menyangkut

multigear-multispecies, terlebih dahulu harus dipisahkan menurut jenis alat

tangkap dan produksi. Selanjutnya melakukan standarisasi alat tangkap, langkah

ini diperlukan karena ada variasi atau keragaman dari kekuatan alat tangkap.

Page 64: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

43

Aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah singlegear-singlespecies, yaitu

sumberdaya ikan tuna dengan alat tangkap tuna longline.

Estimasi stok ikan digunakan model surplus produksi. Model ini

mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomass dengan persamaan:

........................................................... (4-1)

dimana f(xt) laju pertumbuhan alami, atau laju penambahan asset biomass,

sedangkan ht adalah laju upaya penangkapan.

Penelitian ini menggunakan bentuk model fungsional guna

menggambarkan stock biomass, yaitu bentuk logistik, sebagai berikut:

Bentuk Logistik :

(

)

= (

) ................................. (4-2)

Pada fungsi logistik r adalah laju pertumbuhan intrinsik, K adalah daya

dukung lingkungan. Ketika stok sumberdaya perikanan tuna mulai dieksploitasi

oleh nelayan, maka laju eksploitasi sumberdaya perikanan tuna dalam satuan

waktu tertentu diasumsikan merupakan fungsi dari input (effort) yang digunakan

dalam menangkap ikan dan stok sumberdaya yang tersedia. Bentuk fungsional

hubungan itu dapat dituliskan sebagai berikut :

.............................................................. (4-3)

Selanjutnya diasumsikan bahwa laju penangkapan linear terhadap biomass dan

effort ditulis sebagai berikut :

................................................................... (4-4)

Pada formula di atas q adalah koefisien kemampuan penangkapan

(catchability coefficient) dan Et adalah upaya penangkapan. Jika diasumsikan

pada kondisi keseimbangan (equilibrium) maka kurva tangkapan-upaya lestari

(yield-effort curve) dari fungsi tersebut dituliskan dalam persamaan (4-5).

Logistik : (

) ..................................................... (4-5)

Estimasi parameter r, K, dan q untuk persamaan yield-effort dari kedua

model di atas (Logistik) melibatkan teknik non-linear, dengan menuliskan

Page 65: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

44

Ut=ht/Et. Pada persamaan (4-6) dapat ditransformasikan menjadi persamaan

linear, sehingga metode regresi biasa dapat digunakan untuk mengestimasi

parameter biologi dari fungsi di atas. Teknik untuk mengestimasi parameter

biologi dari model surplus produksi adalah melalui pendugaan koefisien yang

dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto, dan Pooley (1992) yang dikenal dengan

metode CYP.

Persamaan CYP secara matematis ditulis sebagai berikut :

. (4-6)

Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort), yang disimbolkan

dengan U pada periode t+1, dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input

pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r, q, dan K secara terpisah.

Setelah disederhanakan persamaan (4-6) dapat diestimasikan dengan OLS

(Ordinary Least Square) melalui:

......................... (4-7)

sehingga nilai parameter r, q, dan K pada persamaan (4-6) dapat diperoleh melalui

persamaan berikut :

................................................................. (4-8)

Nilai parameter r, q, dan K kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan

(4-5) fungsi logistik, untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu.

Dengan mengetahui koefisien ini, manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya

ikan tuna ditulis pada persamaan (4-9) :

(

) ...................................................... (4-9)

Memaksimalkan persamaan (4-9) terhadap effort (E) akan menghasilkan :

(

) ..................................................................... (4-10)

Dengan tingkat panen optimal sebesar :

(

) (

) .................................................... (4-11)

Page 66: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

45

Substitusi dari perhitungan optimasi (4-10) dan (4-11) ke dalam persamaan (4-9),

akan diperoleh manfaat ekonomi optimal.

Fauzi dan Anna (2005), menyatakan dalam melakukan estimasi parameter

ekonomi berupa harga per kg atau per ton dan biaya memanen per trip atau per

hari melaut sebaliknya diukur dalam ukuran riil (disesuaikan dengan indeks harga

konsumen). Pada penelitian ini, parameter ekonomi yang diperoleh melalui data

lapangan berupa harga per kg dan biaya per trip. Jadi harga nominal pada periode

t (Pnt) misalnya, bisa di konversi dengan harga riil (prt) berdasarkan formula

berikut :

(

)

Biaya riil yang dikeluarkan diperoleh melalui penyesuaian dengan inflasi

berdasarkan formula:

(

)

Langkah terakhir berupa perhitungan nilai optimal berdasarkan formula

yang sudah ditetapkan dilakukan dengan software Excell dan Maple 13 yang

memudahkan repetisi (untuk analisis sensitifitas) maupun untuk keperluan

pembuatan grafik. Melakukan analisis kontras dengan data riil untuk melihat

sejauh mana hasil pemodelan bisa diterima sesuai data riil yang ada.

4.6.5. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) merupakan salah satu metode

untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak atau

disebut juga sebagai model keputusan berbasis indeks kerja. Teknik ini digunakan

sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan

rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses.

Berbeda dengan teknik lainnya, MPE akan menghasilkan nilai alternatif yang

perbedaannya lebih kontras (Marimin, 2010).

Menurut Marimin (2010), ada beberapa tahapan yang harus dilakukan

dalam penggunaan metode perbandingan eksponensial yaitu: menyusun alternatif-

alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan

Page 67: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

46

kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan

darisetiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian

terhadap semua alternatif pada kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap

alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau

nilai total masing-masing alternatif.

Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metode

perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut :

Keterangan :

TNi = total nilai alternatif ke -i

RKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i

TKKj = derajat kepentingan kritera keputusan ke-j; TKKj> 0; bulat

n = jumlah pilihan keputusan

m = jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara penilaian

dari pakar atau berdasarkan hasil perhitungan analisis sebelumnya. Penentuan

skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap

alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif semakin

besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan

akan relatif berbeda ecara nyata karenaadanya fungsi eksponensial. Matrik MPE

dapat dilihat secara jelas pada Tabel 3.

Tabel 3. Matrik Metode Perbandingan Eksponensial

Alternatif

Kriteria Nilai

Alternatif Peringkat

K1 K2 … Km

Alternatif 1 V11 V12 … V1m NK1

Alternatif 2 V21 V22 … V2m NK2

Alternatif 3 V31 V32 … V3m NK3

… … … … … …

Alternatif n Vn1 Vn2 … Vnm NKn

Bobot B1 B2 … Bm

Sumber: Marimin, 2010

Page 68: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

47

Metode perbandingan eksponensial mempunyai keuntungan dalam

mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisa. Nilai skor yang

menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini,

mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Pada penelitian

ini metode perbandingan eksponensial digunakan untuk menjawab tujuan

penelitian yang ketiga yaitu mengidentifikasi potensi bencana pesisir serta

prioritas bentuk mitigasi terkait pengembangan sumberdaya perikanan di Kota

Padang.

4.6.6. Analisis Kelayakan Investasi

Analisis kelayakan investasi diperhitungkan dengan membandingkan

antara besarnya biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diterima dalam

suatu kegiatan investasi untuk jangka waktu tertentu. Pada analisis kelayakan

investasi terdapat beberapa kriteria investasi yang dilakukan yaitu: Net Present

Value (NPV), Benefit Cost (B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Pada

penelitian ini, analisis kelayakan investasi digunakan untuk menilai kelayakan

usaha tuna longline di Kota Padang dan investasi penggunaan sarana mitigasi

terhadap usaha perikanan tangkap tersebut.

4.6.6.1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara

nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional

maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu

(Husnan dan Suwarsono, 2005). Menurut Gray et al.(1993), formula yang

digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Bt : Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t, i : Discount rate (%)

Ct : Biaya (cost) pada tahun ke-t, n : Umur ekonomis usaha (tahun)

t : Periode investasi (t=0,1,2,3,…,n)

Page 69: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

48

Kriteria kelayakan investasi yaitu :

NPV > 0 : maka kegiatan layak dan menguntungkan

NPV = 0 : maka kegiatan impas

NPV < 0 : maka kegiatan tidak layak

4.6.6.2. Benefit-Cost (B/C)

Benefit-Cost merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus manfaat

dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Rumus dari Benefit-Cost (Kadariah dkk,

1999):

Kriteria penilaian B/C :

B/C > 1 : maka kegiatan layak dan menguntungkan

B/C = 1 : maka kegiatan impas

B/C < 1 ; maka kegiatan tidak layak

4.6.6.3. Internal Rate of Return (IRR)

Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV

sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al.,1993). IRR merupakan

tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk

pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama

dengan investasi proyek. Tujuan perhitungan IRR adalah mengetahui persentase

keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al., (1999),

rumus IRR adalah sebagai berikut.

[ ]

Keterangan :

i(+) : Discount rate yang menghasilkan NPV positif

i(-) : Discount rate yang menghasilkan NPV negatif

Net B/C =

(Bt-Ct > 0)

(Bt-Ct < 0)

Page 70: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

49

NPV(+) : NPV yang bernilai positif

NPV(-) : NPV yang bernilai negatif

Kriteria kelayakan :

IRR > i, maka kegiatan layak

IRR = i, maka kegiatan impas

IRR < i, maka kegiatan tidak layak

4.6.7. Analisis Kelembagaan

Analisis kelembagaan ini bertujuan untuk memotret situasi kelembagaan

yang sudah ada. Menurut Ostrom et al. (1994), kelembagaan sebagai alat untuk

mengarahkan, mengharmonisasikan, mensinergikan atau membatasi perilaku

manusia yang cenderung mementingkan diri sendiri, opurtunis dan tidak mau

bekerjasama. Fokus analisis adalah perilaku manusia yang ada dalam suatu arena

aksi (masyarakat nelayan tangkap pesisir Kota Padang). Arena aksi ini meliputi

situasi aksi (aktivitas masyarakat sehari-hari mencakup siapa saja yang

berpartisipasi, posisinya dalam aktivitasnya, aksi/aktivitas yang dilakukannya, apa

saja yang bisa dihasilkannya dari aktivitas tersebut, serta aktor/pelaku aksi

(pemerintah, nelayan dan pengusaha).

Selain proses pengumpulan data, analisis ini juga membahas hal-hal yang

berkaitan dengan dimensi sosial ditinjau dari perspektif keberlanjutannya.

Perspektif keberlanjutan dari dimensi sosial antara lain dengan melakukan analisis

keadaan sosial serta atribut-atribut yang mempengaruhi keberlanjutan perikanan

dan mitigasi bencana dari sisi sosial. Objek yang diteliti khususnya adalah usaha

perikanan tangkap tuna dan upaya mitigasi terkait pengembangan usaha tersebut

di Kota Padang.

Dalam rangka menentukan stakeholder yang benar-benar berkompeten

dalam merumuskan kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan yang

berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana, digunakan stakeholder analysis

yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan merujuk pihak

(seseorang) yang tepat atau berpengaruh pada aktivitas suatu program. Analisis

kualitatif ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) mengidentifikasi individu,

kelompok atau lembaga yang berpengaruh pada suatu kegiatan, (2) mengantisipasi

Page 71: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

50

sejumlah pengaruh positif atau negatif dari inisiatif suatu program dan (3)

membangun suatu strategi untuk mencapai dukungan paling efektif terhadap suatu

ide dan (4) mengurangi sejumlah kendala dalam penerapan suatu program.

Sejumlah stakeholder yang terlibat dalam kegiatan pengembangan

perikanan dan mitigasi bencana, masing-masing dipetakan berdasarkan penilaian

atas tingkat kepentingan (importance) dengan pengambil keputusan dari substansi

kebijakan yang akan diputuskan dan tingkat pengaruhnya (influence) pada proses

penyusunan kebijakan. Penilaian ini dilakukan dengan cara pembobotan

berdasarkan dua kriteria tersebut, yakni kedekatan kepentingan dan kekuatan atau

daya pengaruhnya dalam proses pengambilan keputusan. Tingkat signifikansi

mengindikasikan kedekatan kepentingan (prioritas yang diberikan) oleh

pengambil keputusan. Semakin dekat kebutuhan dan kepentingan stakeholder

bersangkutan dengan prioritas pengambil keputusan maka makin besar

signifikansinya. Sedangkan pengaruh stakeholder dapat dipahami dengan cara

melihat besar kecilnya kemampuan stakeholder tertentu dalam mempersuasi pihak

lain untuk mengikuti kemauannya. Sumber pengaruh dapat berasal dari peraturan,

uang, opini, informasi, massa, kepemimpinan dan lainnya. Adapun langkah-

langkah dalam melakukan analisis stakeholder, adalah:

1) Membuat tabel stakeholder, yang berisi informasi mengenai:

Daftar semua stakeholder yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi

oleh program.

Kepentingan stakeholder (yang tertutup maupun terbuka) dalam

kaitannya dengan program dan tujuannya. Kepentingan mengacu pada

motif dan perhatian mereka pada kebijakan atau program. Setidaknya

terdapat dua kepentingan utama.

Sikap stakeholder terhadap kebijakan atau program. Sikap mengacu

pada reaksi utama dari berbagai stakeholder dalam memutuskan

pandangan terhadap kebijakan.

2) Menilai sikap dari stakeholder terhadap kebijakan sebagai berikut:

Penilaian sikap menggunakan skala likert dari 3 hingga -3. Nilai 3 artinya

sangat mendukung, 2 adalah cukup mendukung, 1 adalah netral, -2 yaitu

cukup menentang dan -3 adalah sangat menentang.

Page 72: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

51

3) Membuat penilaian awal tentang tingkat kekuatan dan pengaruh dari

masing-masing stakeholder. Kekuatan stakeholder mengacu pada

kuantitas sumberdaya yang dimiliki stakeholder yaitu sumberdaya

manusia (SDM), finansial dan politik. Penilaian tingkat kekuatan

menggunakan skala likert 1 sampai lima (5=sangat kuat, 4=kuat, 3=rata-

rata, 2=lemah, dan 1=sangat lemah).

4) Menentukan tingkat pengaruh total yaitu jumlah dari tingkat kekuatan

(SDM, finansial dan politik) dari masing-masing stakeholder.

5) Menentukan nilai total yaitu perkalian antara sikap dengan pengaruh untuk

setiap stakeholder.

6) Memutuskan kebutuhan keterlibatan stakeholder dalam kebijakan atau

program, dimana jika nilai pengaruh kurang dari 10 maka stakeholder

dapat diabaikan dan jika lebih dari 10 maka stakeholder harus dilibatkan.

7) Menentukan tingkat keterlibatan stakeholder dalam pengambilan

keputusan, dimana stakeholder dibagi dalam tiga grup, yaitu:

Grup 1 dengan nilai total 10–20 adalah pihak penerima informasi.

Grup 2 dengan nilai total 21–30 adalah pihak pemberi pertimbangan.

Grup 3 dengan nilai total lebih dari 30 adalah pihak pengambil

kebijakan.

Setelah stakeholder analysis menghasilkan daftar stakeholder yang benar-

benar berkompeten dalam merumuskan strategi pengelolaan dan pengembangan,

maka langkah berikutnya adalah melakukan in depth interview diantara para pakar

yang terpilih untuk merumuskan suatu kebijakan.

4.6.8. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah cara analisis dengan mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Menurut Surakhmad

(2002) analisis deskriptif adalah dengan menuturkan dan menafsirkan data yang

ada, permasalahannya adalah situasi yang dialami, suatu hubungan, suatu kegiatan

dengan kegiatan lain, pandangan, sikap yang nampak, atau tentang suatu proses

yang sedang berlangsung. Analisis deskriptif dalam hal ini akan lebih difokuskan

Page 73: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

52

kepada analisis kebijakan terkait pengembangan perikanan dan mitigasi bencana.

Analisis deskriptif ini bertujuan untuk mengambarkan atau melukiskan (to

describe) secara cermat dan sistematis fakta, gejala, fenomena, opini atau

pendapat dan sikap mengenai implementasi kebijakan. Responden dalam analisis

ini berupa nelayan dan pakar yang terlibat secara langsung mengenai masalah ini.

Desain atau format deskriptif survei dilakukan dengan mengambil sampel dari

populasi sebagai subyek penelitian. Pendapat subyek penelitian inilah yang akan

dideskripsikan tentang variabel yang akan diteliti.

Metode wawancara mendalam merupakan salah satu teknik yang

digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data dan informasi.

Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, Pertama, dengan wawancara,

peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang

diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian.

Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat

lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa

mendatang. Pendekatan yang digunakan dalam menggali informasi yaitu berupa

pendekatan interpretatif.

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menyelesaikan

beberapa tujuan penelitian yaitu; identifikasi potensi bencana serta prioritas

bentuk mitigasi terhadap pengembangan sumberdaya perikanan, analisis

kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan serta penentuan arahan kebijakan

pengembangan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan berperspektif

mitigasi bencana. Melalui analisis ini diharapkan terbangun keselarasan tujuan

dari berbagai tahapan analisis yang dilakukan.

4.6.9. Analisis Proses Berjenjang (AHP)

Proses Hierarki Analitik (Analysis Hierarchy process-AHP) yang

dikembangkan oleh Dr. Thomas L.Saaty pada tahun 1970-an digunakan untuk

mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling

disukai (Saaty, 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan

dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga

Page 74: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

53

memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas

persoalan tersebut.

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang

tidak terstruktur, stratejik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata

dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai

numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif

dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut

kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas

tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Prinsip dasar penyelesaian persoalan dengan metode AHP adalah

decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical

consistency. Pada analisis ini, kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan

berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9

adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Kemudian menurut

Marimin (2004), untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah

dilakukan dengan konsekuen digunakan parameter Consistency Ratio (CR).

Teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan

dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden bisa seorang ahli

atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. Jika

responden merupakan kelompok, maka seluruh anggota diusahakan memberikan

pendapat (Marimin, 2004). Responden dalam penelitian ini adalah pakar dalam

bidang pengembangan perikanan dan kebencanaan sebanyak 9 orang.

Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu

responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian kriteria dan

alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat

beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang

konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik

Marimin (2004). Rumus perhitungan rata-rata geometrik adalah:

_

XG = √

_

XG = rata-rata geometrik

n = jumlah responden

Xi = penilaian oleh responden ke-i

Page 75: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

54

Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan prosedur AHP.

Kemudian untuk penyelesaian analisis ini dilakukan menggunakan aplikasi

Microsoft Excel 2010 dan Criterium Decision Plus (CDP) versi 30. Dalam rangka

memeriksa apakah perbandingan berpasangan (pada metode pairwise

comparisions) telah dilakukan dengan konsisten atau tidak digunakan parameter

Consistency Ratio (CR). Langkah-langkah dalam perhitungan consistency ratio

adalah;

1) Membuat matriks yang berisi kriteria dan alternatif sehingga diperoleh nilai

faktor (nilai eigen) pada tiap kriteria.

2) Menghitung nilai Weighted Sum Vector dengan jalan mengalikan kedua

matriks tersebut.

3) Menghitung Consistency Vector dengan jalan menentukan nilai rata-rata

dari Weighted Sum Vector.

4) Menghitung nilai rata Consistency Vector (P) disebut juga λ maks.

5) Menghitung nilai Consistency Index (CI) dengan menggunakan rumus:

CI=(p-n)/(n-1). n = banyaknya alternatif.

6) Menghitung nilai Consistency Ratio (CR) yaitu dengan rumus:

CR=CI/RI. Nilai RI yaitu indeks random yang didapat dari tabel Oarkidge.

Analysis Hierarchy process (AHP) dalam penelitian ini dilakukan untuk

menentukan prioritas pengembangan sektor prioritas pada bidang kelautan serta

prioritas kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan berperspektif mitigasi

bencana dalam rangka menghasilkan rumusan arahan kebijakan pengembangan

perikanan tangkap di Kota Padang.

3.7. Batasan Penelitian

1) Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan

dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan

cara bertindak (KBBI).

2) Perikanan adalah semua kegiatan yag berhubungan dengan pengelolaan

dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mlai dari

praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang

dilaksanakan dalam suatu sistem perikanan (UU Nomor 31 tahun 2004).

Page 76: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

55

3) Jenis sumberdaya perikanan yang diteliti dalam analisis bioekonomi

adalah Tuna Mata Besar/Bigeye Tuna (Thunnus obesus) dan Tuna Sirip

Kuning/Yellowfin Tuna (Thunnus albacares).

4) Lokasi penelitian dalam analisis bioekonomi yaitu usaha perikanan tuna

yang mendaratkan ikan di PPS Bungus Kota Padang dengan alat tangkap

tuna longline.

5) Daerah penangkapan ikan dalam studi ini meliputi wilayah operasi

penangkapan kegiatan tuna longline yang berbasis operasi di Kota Padang

(Bungus).

6) Stok ikan adalah sediaan (biomass) ikan tuna yang terdapat di WPP 572

pada periode tertentu.

7) Effort adalah upaya untuk menangkap ikan dengan menggunakan

teknologi penangkapan tertentu yang dinyatakan dalam satuan trip atau

hari melaut.

8) Catch per Unit Effort (CPUE) adalah hasil tangkapan per satuan unit

upaya yang dinyatakan dalam satuan ton/trip atau ton/hari.

9) Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah hasil tangkapan maksimum

yang melestarikan sumberdaya.

10) Maximum Economic Yield (MEY) adalah hasil tangkapan maksimum yang

memberikan keuntungan ekonomi yang maksimum.

11) Open Access (OA) adalah kondisi dimana setiap nelayan dapat ikut terlibat

dalam memanfaatan atau melakukan perburuan ikan atau mengeksploitasi

ikan tanpa adanya kontrol atau pembatasan.

12) Jenis alat tangkap yang digunakan sebagai parameter dalam analisis

bioekonomi adalah tuna longline (rawai tuna).

13) Nilai rente adalah selisih total penerimaan dikurangi dengan total biaya

penengkapan sumberdaya ikan.

14) Biaya penangkapan ikan (cost per-unit effort) adalah biaya total yang

dikeluarkan untuk melakukan penengkapan ikan per tahun per-unit effort.

15) Alokasi optimal adalah kondisi dimana sumberdaya perikanan di perairan

dapat dialokasi pada tingkat produksi yang optimal, tingkat upaya optimal,

jumlah alat tangkap optimal dan jumlah nelayan optimal, sehingga pada

Page 77: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

56

gilirannya rente optimal pemanfaatan sumberdaya ikan diperairan dapat

teralokasi secara optimal per nelayan.

16) Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,

hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan

teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang

mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan

mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu

(UU Nomor 24 tahun 2007).

17) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam (BNPB, 2009).

18) Mitigasi bencana adalah Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk

mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun

penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana

(UU Nomor 24 tahun 2007).

19) Potensi bencana di kawasan pesisir terdiri atas angin kencang/puting-

beliung, gempa bumi, tsunami, gelombang badai pasang, banjir, gerakan

tanah, abrasi, akresi, erosi dan intrusi air laut (Ruswandi, 2009).

20) Berperspektif mitigasi bencana adalah serangkaian upaya/kebijakan

pengelolaan dan pengembangan yang berwawasan atau berpandangan

mitigasi bencana.

Page 78: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

57

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

5.1. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Barat yang terletak di

pesisir pantai bagian barat Sumatera. Luas keseluruhan Kota Padang adalah

694,96 km², terletak pada 100º05‟05‟‟BT–100º34‟09‟‟BT dan 00º44‟00‟‟LS-

01º08‟35‟‟LS. Batas-batas administrasi wilayah Kota Padang, adalah :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan.

• Sebelah barat berbatasan dengan Selat Mentawai.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980, luas wilayah

Kota Padang secara administratif adalah 694,96 km². Wilayah Kota Padang yang

sebelumnya terdiri dari 3 kecamatan dengan 15 kelurahan dikembangkan menjadi

11 kecamatan dengan 193 kelurahan, secara rinci diuraikan pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Administrasi Wilayah Kota Padang

No. Kecamatan

Sebelum UU 22/1999 Setelah UU 22/1999

Luas

(Km²)

Jumlah

Kelurahan

Luas

(Km²)

Jumlah

Kelurahan

A Wilayah Darat 694,96

1 Bungus Teluk Kabung 100,78 13 100,78 6

2 Lubuk Kilangan 85,99 7 85,99 7

3 Lubuk Begalung 30,91 21 30,91 15

4 Padang Selatan 10,03 24 10,03 12

5 Padang Timur 8,15 27 8,15 10

6 Padang Barat 7,00 30 7,00 10

7 Padang Utara 8,08 18 8,08 7

8 Nanggalo 8,07 7 8,07 6

9 Kuranji 57,41 9 57,41 9

10 Pauh 146,29 13 146,29 9

11 Koto Tangah 232,25 24 232,25 13

B Wilayah Laut - - 720,00 -

Total 694,96 193 1.414,96 104

Sumber : Bappeda dan BPS Kota Padang, 2009

UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti oleh

Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 2000 menyebabkan terjadi penambahan

Page 79: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

58

luas administrasi Kota Padang menjadi 1.414,96 km² (720,00 km² di antaranya

adalah wilayah laut) dan penggabungan beberapa kelurahan, sehingga menjadi

104 kelurahan (Bappeda Kota Padang, 2010). Total sebelas kecamatan yang ada

di Kota Padang, enam diantaranya merupakan kecamatan yang memiliki wilayah

pesisir dengan total luas wilayahnya mencapai ± 694,96 km2 berdasarkan PP

Nomor 17/1980. Total panjang garis pantai 68,126 km dan tidak termasuk

panjang garis pantai pulau-pulau kecil. Nama kecamatan dan kelurahan pesisir di

Kota Padang ditampilkan pada Tabel 5 (Peta administrasi lihat Lampiran 2).

Tabel 5. Nama Kecamatan dan Kelurahan Pesisir di Kota Padang

No. Kecamatan Kelurahan

1 Koto Tangah Padang Sarai, Pasie Nan Tigo, Parupuk Tabing

2 Padang Utara Air Tawar Barat, Ulak Karang Utara, Ulak Karang Selatan,

Lolong Belanti

3 Padang Barat Rimbo Kaluang, Purus, Olo, Berok Nipah

4 Padang Selatan Batang Harau, Bukit Gado-gado, Air Manis, Teluk Bayur

Selatan

5 Bungus Bungus Barat, Bungus Selatan, Teluk Kabung Utara, Teluk

Kabung Tengah, Teluk Kabung Selatan

6 Lubuk Begalung Gates Nan Duapuluh

Sumber : BPS Kota Padang, 2010

Wilayah pesisir Kota Padang yang sebagian besar memiliki topografi datar

(dijelaskan pada Sub-bab 5.2.1) sangat mendukung perekonomian masyarakat di

sektor perdagangan, perikanan dan pariwisata. Hal ini menyebabkan ketiga sektor

tersebut menjadi sektor yang mendominasi kegiatan perekonomian di wilayah

pesisir. Ketiga sektor tersebut bahkan akan dijadikan sebagai sumber devisa

utama selain dari perpajakan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Barat.

5.2. Kondisi Fisik Dasar dan Kebencanaan

5.2.1. Topografi

Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan

daratan yang landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar

topografi wilayah Kota Padang memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata lebih

dari 40 persen. Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga

Page 80: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

59

bervariasi, mulai 0 meter dpl sampai lebih dari 1.000 meter dpl. Peta topografi

Kota Padang dimuat pada Lampiran 3.

Kondisi topografi Kota Padang yang bervariasi menyebabkan kelerengan

Kota Padang juga bervariasi dari yang datar dengan kemiringan 0 persen sampai

dengan daerah yang mempunyai kemiringan lebih dari 40 persen. Secara garis

besar wilayah Kota Padang dikelompokan dalam empat klasifikasi kemiringan

dan luas masing-masing wilayah yang diuraikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi Kemiringan Wilayah Kota Padang

No. Klasifikasi

Kemiringan Lereng

Luas Wilayah

(Km2)

Persentase

1 0–2% Datar sampai Landai 210,36 30,27%

2 3–15% Landai sampai

Bergelombang 50,98 7,34%

3 16–40% Bergelombang sampal

Berbukit 124,74 17,95%

4 >40 % Berbukit sampai

Bergunung 308,88 44,45%

Total 694,96 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Kawasan dengan kelerengan lahan antara 0–2 persen umumnya terdapat di

Kecamatan Padang Barat, Padang Timur, Padang Utara, Nanggalo, sebagian

Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung dan

Kecamatan Koto Tangah. Kawasan dengan kelerengan lahan antara 2–15 persen

tersebar di Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Pauh dan Kecamatan Lubuk

Kilangan yakni berada pada bagian tengah Kota Padang. Kawasan dengan

kelerengan lahan 15–40 persen tersebar di Kecamatan Lubuk Begalung, Lubuk

Kilangan, Kuranji, Pauh dan Kecamatan Koto Tangah. Sedangkan kawasan

dengan kelerengan lahan lebih dari 40 persen tersebar di bagian Timur Kecamatan

Koto Tangah, Kuranji, Pauh, dan bagian Selatan Kecamatan Lubuk Kilangan dan

Lubuk Begalung serta sebagian besar Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari 40 persen ini merupakan kawasan

yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung (Bappeda Kota Padang,

2010).

Selain dari perbedaan ketinggian bentuk topografi, Kota Padang juga

memiliki bentuk pantai yang bervariasi. Bentuk pantai daerah ini adalah landai

Page 81: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

60

dan curam serta dibeberapa lokasi pantainya memiliki teluk-teluk dan tanjung

yang dikelilingi oleh pulau-pulau kecil. Pantai yang terjal (curam) dan dalam

sebagian besar terdapat di daerah Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Kota Padang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia dan

sebahagian wilayahnya merupakan deretan pegunungan Bukit Barisan yang

memanjang dari barat laut ke tenggara. Hal ini mengakibatkan topografi wilayah

Kota Padang mempunyai kemiringan mulai dari yang landai sampai ketinggian

500 m di atas permukaan laut. Topografi kawasan pesisir Kota Padang dapat

dikelompokkan dalam enam kelompok yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Topografi Kawasan Pesisir Kota Padang

No. Kawasan Pesisir Ketinggian

(m) DPL Keterangan

1 Padang Sarai-Batang Arau 0-10 Pedataran pantai

2 Batang Arau-Labuhan Tarok 0-100 0-10 m dari permukaan laut relatif

kecil

3 Labuhan Tarok-Pasar Laban 0-100 0-10 m dari permukaan laut relatif

besar

4 Pasar Laban-Sungai Pisang 10-100

5 Sungai Pisang sekitarnya 0-100 0-10 m dari permukaan laut relatif

sangat kecil

6 Sungai Pisang-Pesisir Selatan 25-500

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010.

Melalui Tabel 7 dapat dilihat bahwa wilayah Kota Padang secara umum

pada bagian Utara mempunyai topografi yang landai. Pada bagian selatan Kota

Padang sebagian besar mempunyai topografi yang berbukit. Wilayah yang

mempunyai topografi relatif datar adalah Kecamatan Padang Utara, Padang Barat,

Padang Timur, Nanggalo, dan sebagian Kecamatan Kuranji, Pauh, Lubuk

Begalung, Lubuk Kilangan serta sebagian kecil Padang Selatan.

Wilayah perbukitan di Kota Padang terdapat di sebagian besar Kecamatan

Koto Tangah bagian timur, Kecamatan Pauh, Lubuk Kilangan dan Kecamatan

Bungus Teluk Kabung. Secara garis besar klasifikasi ketinggian Kota Padang

dapat dikelompokan atas 5 kelas ketinggian seperti yang disajikan pada Tabel 8.

Melalui data tersebut dapat diketahui persentase terbesar wilayah Kota Padang

berada pada ketinggian 100-500 meter dpl yakni hampir mencapai 30 persen dari

total wilayah.

Page 82: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

61

Tabel 8. Klasifikasi Ketinggian Wilayah Kota Padang

No. Kelas Ketinggian Luas Wilayah (Km2) Persentase

1 0-25 meter dpl 149,50 21,51%

2 25-250 meter dpl 63,69 9,16%

3 100-500 meter dpl 205,30 29,54%

4 500–1000 meter dpl 164,22 23,63%

5 Lebih dari 1000 meter dpl 112,25 16,15%

Total 694,96 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa wilayah Kota Padang yang

berada pada ketinggian 0-250 meter dpl sebesar 30,67 persen dan wilayah dengan

ketinggian di atas 250 meter mencapai 69,33 persen. Topografi wilayah yang

beragam ini secara tidak langsung akan menyebabkan karakteristik SDM,

pengelolaan SDA, penyebaran pemukiman serta berbagai kondisi kependudukan

lainnya berkaitan erat dengan kondisi wilayah tersebut.

Gambar 10. Sebagian Bentuk Topografi Kota Padang

Sumber : DKP Kota Padang, 2010

Gambar 10 menunjukkan sebagian bentuk topografi Kota Padang yang

terdiri atas pebukitan, pesisir pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. Sedangkan

topografi pada pulau-pulau kecil yang terdapat di Kota Padang sebagian besar

berbentuk datar, berpasir dan berkarang. Pulau-pulau yang terdapat di Kota

Padang sebagian besar pantainya agak landai sehingga seperti dataran dan

sebagian kecil saja yang pantainya agak curam atau dalam. Pulau-pulau yang

pantainya agak curam biasanya pantai berbatu seperti Pulau Ular, Pisang Gadang,

Pasumpahan, dan Sironjong.

Page 83: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

62

5.2.2. Oseanografi

Kota Padang mempunyai garis pantai sepanjang ±84 km dan luas

kewenangan pengelolaan perairan ±72.000 ha serta 19 pulau-pulau kecil. Secara

fisik administratif ada 6 kecamatan yang bersentuhan langsung dengan pantai

yaitu: Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Padang

Barat, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan

Bungus Teluk Kabung. Wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil ini mempunyai

potensi sumber daya alam yang dapat pulih (renewable) antara lain perikanan,

hutan bakau, terumbu karang, padang lamun, estuaria, dan pulau-pulau kecil. Peta

Rencana Pola Ruang Laut Kota Padang terdapat pada Lampiran 4.

Pulau-pulau kecil di Kota Padang menyimpan potensi ekonomi yang

tinggi. Hal ini didasari oleh karakteristik pulau yang unik serta pesona bahari yang

tinggi. Kondisi pulau-pulau kecil di Kota Padang umumnya memiliki karakteristik

landai, hanya beberapa pulau yang mempunyai ketinggian sampai 100 m dpl,

yaitu; Pulau Pasumpahan, Pulau Sikuai, Pulau Sironjong. Karakteristik pantai

pulau-pulau kecil secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik Pulau-Pulau di Wilayah Kota Padang

No. Nama Pulau Kecamatan Luas

(ha)

Keliling

(m)

Karakteristik

Pantai Jenis Pantai

1 Bintangur Bungus 56,78 3.396,80 Landai, curam Pasir, batu, cadas

2 Sikuai Bungus 48,12 3.198,11 Landai, curam Pasir, batu, cadas

3 Toran Padang Selatan 33,67 2.277,23 Landai Pasir, batu

4 Bindalang Padang Selatan 27,06 1.996,47 Landai Pasir, batu

5 Pisang Padang Selatan 26,19 2.007,05 Landai, curam Pasir, batu, cadas

6 Pandan Padang Selatan 24,32 1.821,77 Landai Pasir, batu

7 Sirandah Bungus 19,18 1.741,27 Landai Pasir, batu

8 Pasumpahan Bungus 16,90 1.916,02 Landai, curam Pasir, batu, cadas

9 Sibonta Bungus Kabung 13,18 1.423,56 Landai Pasir, batu

10 Sao Koto Tangah 12,46 1.310,79 Landai Pasir, batu

11 Sironjong Bungus 11,04 1.381,15 Curam Cadas, pasir

12 Sinyaru Bungus 7,90 1.139,06 Landai Pasir, batu

13 Setan Bungus 7,81 1.331,92 Landai, curam Batu, cadas

14 Air Koto Tangah 7,09 990,20 Landai Pasir, batu

15 Pasir Gadang Padang Selatan 4,91 891,71 Landai Pasir, batu

16 Setan Kecil Bungus 3,33 692,47 Landai, curam Batu, cadas

17 Pisang Ketek Padang Selatan 3,02 846,43 Landai, curam Batu, cadas

18 Kasik Bungus 1,73 483,82 Landai Pasir, batu

19 Ular Bungus 1,38 594,98 Curam Cadas

Sumber : DKP Kota Padang 2011.

Page 84: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

63

Kota Padang selain memiliki kekhasan bentuk pulau-pulau juga

mempunyai bentuk pantai yang bervariasi dan indah. Pantai-pantai di Kota

Padang memiliki karakteristik landai dan curam. Jenis pantai yang terdapat pada

wilayah ini terdiri atas pantai berpasir, berbatu, cadas dan berlumpur. Kota

Padang memiliki 16 pantai dengan karakteristik yang berbeda. Pengelompokan

pantai menurut karakteristiknya secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Pantai di Kota Padang

No. Pantai Karakteristik Jenis Pantai

1 Padang Sarai – Parupuk Tabing Landai Pasir

2 Parupuk Tabing - Muaro Padang Landai Pasir, batu/krip

3 Batang Arau - Air Manis Curam Cadas

4 Air Manis Landai Pasir, batu

5 Air Manis - Teluk Bayur Curam Batu, cadas

6 Teluk Bayur - Sungai Baremas Landai Pasir, batu

7 Sungai Baremas - Labuhan Tarok Curam Cadas

8 Labuhan Tarok - Teluk Kabung Landai Pasir, batu

9 Teluk Labuhan Cina Landai Lumpur, pasir, batu

10 Labuhan Cina - Teluk Kaluang Landai, dan curam Pasir, batu, cadas

11 Teluk Kaluang Landai Lumpur

12 Teluk Kaluang - Teluk Buo Landai – curam Pasir, batu, cadas

13 Teluk Buo Landai Lumpur, pasir, batu

14 Teluk Buo - Sungai Pisang Landai, curam Pasir, batu, cadas

15 Sungai Pisang Landai Pasir, lumpur

16 Sungai Pisang - Pesisir Selatan Landai, curam, Pasir, batu, cadas

Sumber : DKP Kota Padang, 2001

Kota Padang memiliki dua jenis bentuk pantai yaitu bentuk pantai landai

dan curam/terjal. Bentuk landai tersebar di wilayah pesisir pantai mulai Purus

sampai perbatasan Kabupaten Padang Pariaman (Batang Anai). Sedangkan bentuk

pantai terjal dan perbukitan dicirikan dengan adanya tebing laut dengan dataran

sempit dibawahnya sebagaimana ditemukan pada Batang Arau sampai wilayah

Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Pantai berpasir (Sandy beach) adalah pantai berpasir di Pantai Padang

(terdiri beberapa macam tipe antara lain; pasir coklat keabu-abuan, pasir putih

kecoklatan dan pasir putih.

• Pasir coklat keabu-abuan merupakan materi pantai yang paling umum

ditemukan, tersebar di sekitar Pantai Padang mulai dari Muara Jambak

Page 85: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

64

sampai Pantai Gunung Padang. Pasirnya sebagian besar berbutir kasar dan

terpilah sedang.

• Pasir putih kecoklatan adalah jenis yang tersebar di Pantai Bungus Teluk

Kabung sekitar lokasi wisata Pantai Carlos dan Pantai Carolin. Di Pantai

Carlos, vegetasi umumnya ditumbuhi oleh kelapa dan pohon waru, dengan

kelerengan pantai tinggi. Sedangkan vegetasi Pantai Carolin didominasi oleh

pohon waru dengan sedikit pohon kelapa.

• Pasir putih umumnya terdiri dari materi biogenik atau pecahan cangkang/

kerang yang terpilah sedang, tersebar di sekitar pantai-pantai pulau kecil

yaitu; Pulau Sikuai, Pulau Sironjong (Kelurahan Sungai Pisang), Pulau Sawo,

Pulau Air (bagian barat Muara Jambak).

Pantai berbatu dan bertebing (rocky beach) dapat dibagi menjadi dua

macam tipe yaitu :

• Pantai berbatu terdapat di selatan Kota Padang di Air Manis, Teluk Bayur

(Tanjung Selatan), Selatan Teluk Bungus dan di sekitar Kelurahan Sungai

Pisang.

• Pantai berbatu terjal/tebing bersusunan basal tersebar sekitar Gunung Padang

Barat, Kelurahan Sungai Pisang, Teluk Buo, Ujung Nibung Ujung Sungai

Brameh, Ujung Jungut Batupati (bagian selatan Teluk Bayur).

Secara umum, pembentukan pantai ini berasal dari keadaan struktur

geologi, geomorfologi turf vulkan, batuan andesit/basalt. Jenis batuan tersebut

banyak mengandung deposit mineral, terutama dalam bentuk bahan galian

golongan C seperti pasir, tanah liat, kerikil, koral, batu kali dan bebagai jenis

batuan lainnya.

Kerusakan lingkungan pantai di Kota Padang umumnya diakibatkan oleh

abrasi, sedangkan sedimentasi dalam jumlah kecil terjadi pada muara-muara

sungai di Teluk Bungus dan Perairan Sungai Pisang. Terjadinya abrasi juga

disebabkan oleh arus yang melalui pulau kecil dan saat-saat tertentu terjadi

gelombang besar dari Lautan Hindia serta semakin berkurangnya pohon-pohon

pelindung di pinggir pantai seperti hutan mangrove sehingga hantaman ombak

langsung ke pantai. Daerah-daerah yang sering terkena abrasi pantai adalah Ulak

Karang, Purus, Air Tawar dan Tabing (Bappeda Kota Padang, 2010).

Page 86: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

65

Proses abrasi Pantai Padang dimulai sejak 70an tahun yang lalu, yang

disebabkan oleh terganggunya keseimbangan antara sedimen yang hanyut dan

sedimen yang terendapkan. Pada awalnya sedimen yang terangkut sebagian

berasal dari selatan Pantai Padang, pengangkutan sedimen tersebut sekarang ini

tidak lagi terjadi disebabkan perubahan morfologi pantai bahagian selatan. Proses

abrasi pantai di Kota Padang telah mulai berkurang, karena sepanjang pantai telah

di bangun penahan abrasi berupa krib. Parameter Hidro Oseanografi Kota Padang

(DKP Kota Padang, 2005) yaitu:

a. Arus dan Angin

Perairan Kota Padang dan sekitarnya memiliki pola arus permukaan yang

umumnya sangat dipengaruhi oleh pola angin geostropik atau angin muson.

Berdasarkan karakteristik iklim di belahan bumi selatan (southtern

emisphere), maka kawasan sepanjang Pantai Padang dipengaruhi oleh

angin musim barat yang bertiup Bulan November sampai Maret dan angin

musim timur bertiup dari Bulan Mei sampai September. Angin musim

barat dan timur di perairan Kota Padang berkekuatan rata-rata 9–11 knot

bertiup ke arah tenggara (hampir sejajar dengan garis Pantai Padang) dan

rata-rata 8 knot dengan pola berubah-ubah namun arah dominannya hampir

tegak lurus garis pantai. Lemahnya kecepatan angin musin timur disebabkan

karena arah angin musim timur telah mengalami pembelokan arah akibat

gaya Coriolis pada saat ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone) yang

berada di bagian selatan khatulistiwa. Selain itu di perairan Kota Padang

juga terjadi arus pantai yang diakibatkan oleh gelombang. Arus ini

berpengaruh terhadap abrasi dan sedimentasi pantai, sehingga menjadikan

tinggi gelombang laut yang terjadi berkisar antara 0,5–2,0 meter

b. Pasang Surut (Pasut)

Jenis pasang surut yang terdapat di perairan Kota Padang adalah tipe

campuran condong ke harian ganda (mixed semi diurnal tide) yaitu terjadi

dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Abrasi yang tergolong kuat

dan merusak di perairan dan sekitarnya dipengaruhi arus pasang yang

menimbulkan gelombang pasang dan mempengaruhi pola arus sejajar pantai

Page 87: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

66

5.2.3. Hidrologi

Wilayah Kota Padang dilalui oleh banyak aliran sungai besar dan kecil.

Terdapat tidak kurang dari 23 aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota

Padang dengan total panjang mencapai 155,40 km (10 sungai besar dan 13 sungai

kecil). Umumnya sungai-sungai besar dan kecil yang ada di wilayah Kota Padang

ketinggiannya tidak jauh berbeda dengan tinggi permukaan laut. Kondisi ini

mengakibatkan cukup banyak bagian wilayah Kota Padang yang rawan terhadap

banjir/genangan (Bappeda Kota Padang, 2010).

Wilayah pesisir Kota Padang tercakup dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)

Batang Kandis, Kuranji dan Air Dingin (utara) serta DAS Batang Arau, Lubuk

Paradu dan Timbulun (selatan). Beberapa sungai besar yang mendominasi daerah

aliran sungai di sekitar Kota Padang membentuk pola aliran sungai tertentu

berupa pedial, sub dendritik dan dendritik. Pola aliran sungai itu yaitu (dari utara

ke selatan):

• Batang Anai bermuara di Kelurahan Pasia Nan Tigo.

• Air Dingin bermuara di Kelurahan Pasia Nan Tigo.

• Batang Kuranji bermuara di Kelurahan Ulak Karang Utara.

• Batang Arau termasuk Sungai Banjir Kanal (merupakan sungai yang

dipecah dari Batang Arau) bermuara di Muaro Pantai Padang.

• Air Pinang bermuara di Muaro Bungus Teluk Kabung.

Pola pengaliran yang berkembang di wilayah ini berkisar antara dendritik

hingga sub-dendritik. Pola dendritik banyak berkembang pada bagian timur laut

wilayah Kota Padang yang sekaligus mewakili wilayah dengan ketinggian lebih

besar. Sementara pola sub-dendritik berkembang pada bagian barat daya wilayah

Kota Padang terutama di sekitar wilayah pemukiman.

Muka air tanah di wilayah Kota Padang yang tercermin dari aliran sungai,

sumur gali maupun beberapa data pemboran teknik umumnya dangkal hingga

sangat dangkal, hal ini dipengaruhi oleh faktor litologi yang melandasi paparan

dataran Kota Padang yang berupa endapan aluvial dan dataran pantai Holosen.

Arah aliran air tanah di dalam akifer di daerah ini umumnya terdiri dari material

lapisan pasir halus hingga sangat kasar, lapisan lanau dan yang semipermeable

yaitu lanau-lempung dengan jenis akifer bebas. Endapan sedimen kuarter tersebut

Page 88: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

67

dengan distribusi muka air tanah yang dangkal dapat memungkinkan untuk

terjadinya fenomena likuifaksi di beberapa lokasi tertentu (Bappeda Kota Padang,

2010). Peta Hidrologi dan Tata Air Kota Padang terdapat pada Lampiran 5.

5.2.4. Klimatologi

Kota Padang termasuk daerah yang curah hujannya tinggi dengan rata-rata

3000–4000 mm per tahun. Curah hujan rata-rata tahunan Kota Padang pada tahun

2008 sebesar 4.7619 mm, dengan curah hujan rata-rata 385 mm/bulan. Curah

hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan 776 mm dan

terendah pada Bulan Mei dengan curah hujan 167 mm. Suhu udara rata-rata Kota

Padang sepanjang tahun 2008 berkisar antara 22,0ºC–31,7ºC dan kelembaban

udara rata-rata berkisar antara 70-84 persen (Bappeda Kota Padang, 2010).

5.2.5. Geologi

Secara regional wilayah Kota Padang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Sistem Sesar Besar Sumatera (Sumatera Great Fault System).

Sesar Semangko yang terdapat pada bagian tengah Pulau Sumatera dan palung

laut di barat Pulau Sumatera mengapit wilayah Kota Padang dan sekaligus

merupakan kontrol bagi terjadinya kegiatan tektonik di wilayah ini. Struktur

geologi yang berkembang di Kota Padang umumnya berupa patahan/sesar

mendatar dengan arah barat laut–tenggara dan timur laut–barat daya, beberapa

diantaranya berarah hampir utara–selatan dan barat–timur.

Struktur geologi di wilayah Kota Padang pada umumnya tertutupi oleh

endapan kuarter. Banyaknya kekar-kekar pada litologi yang berumur pra-tersier

menunjukkan terjadinya kegiatan tektonik yang intensif pasca terbentuknya

batuan ini dan mengingat tidak adanya singkapan struktur geologi pada

permukaan endapan kuarter, maka dapat dipastikan bahwa struktur geologi pra-

tersier dan tersier tertutupi oleh endapan kuarter. namun demikian juga dijumpai

adanya struktur geologi yang teramati pada litologi berumur kuarter.

Kota Padang merupakan endapan kuarter berupa dataran pantai yang

berumur holosen yang berhadapan dengan endapan laut terbuka yang dibagian

timur dibatasi berupa patahan-patahan yang berarah hampir barat laut–tenggara,

Page 89: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

68

dicirikan oleh endapan kuarter yang terdiri dari endapan aluvial, rawa, dan

pematang pantai. Dataran tersebut terpisah oleh laut terbuka dan pematang pantai

yang bagian belakangnya terbentuk rawa-rawa pantai sebagai endapan swamp.

Gambaran geologi pesisir ini dicirikan oleh endapan pasir lepas, kerikil dengan

terputusnya lapisan lanau dan lempung. Peta geologi Kota Padang terdapat pada

Lampiran 6.

Indikasi terdapatnya struktur geologi di wilayah Kota Padang

diperkirakaan berupa sesar-sesar yang berarah barat-timur pada skala yang lebih

besar dan sesar-sesar relatif kecil dengan arah relatif utara. Struktur ini didapati

pada satuan litologi tufa Kristal (QTt) yang terdapat pada wilayah timur Kota

Padang. Hubungan antara aktivitas megastruktur geologi (Mandala Tektonik)

dalam hal ini Sistem Sesar Besar Sumatera ataupun Palung Laut di Samudera

Hindia dengan aktivitas unit struktur geologi segmentasi Sesar Sumatera di

wilayah Kota Padang sangat jelas terlihat pada peristiwa-peristiwa gempa yang

pernah terjadi (Bappeda Kota Padang, 2010).

5.2.6. Litologi

Litologi yang menutupi wilayah Kota Padang secara umum didominasi

oleh endapan aluvium kuarter (Qal) terutama pada wilayah radius 5 sampai 10

kilometer dari garis pantai ke arah timur laut. Endapan ini terdiri dari material

berupa lanau, pasir dan kerikil serta terdapat butiran-butiran batu apung. Bagian

selatan Kota Padang sebagian berupa litologi lahar, konglomerat dan endapan-

endapan kolovium lain yang merupakan bagian dari satuan batuan aliran yang tak

teruraikan (Qtau) menurut Peta Geologi lembar Padang. Satuan batuan berupa

Tufa Kristal (QTt) yang keras juga terdapat di bagian selatan Kota Padang.

Satuan batuan lain yang terdapat di wilayah pantai Kota Padang adalah

andesit dan tufa yang terdapat berselingan (QTta). Di beberapa tempat pada

satuan ini juga dijumpai andesit sebagai inklusi di dalam tufa. Satuan batuan kipas

aluvium (Qf) terdapat pada beberapa tempat pada radius kurang lebih 10

kilometer arah timur laut garis pantai. Satuan ini merupakan hasil rombakan

gunung api strato yang permukaannya ditutupi oleh bongkah-bongkah andesit

(Bappeda Kota Padang, 2010).

Page 90: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

69

Wilayah Kota Padang juga terdapat satuan batu gamping hablur (pTls)

yang merupakan litologi berumur pra-tersier dan menempati bagian timur wilayah

Kota Padang. Litologi ini memiliki ciri khas membentuk punggungan-

punggungan tajam. Struktur geologi berupa kekar-kekar berkembang intensif pada

satuan ini. Satuan berumur pra-tersier lain yang terdapat di wilayah timur Kota

Padang adalah satuan batuan yang terdiri dari litologi berupa filit, batu lanau meta

dan batu pasir meta (pTps). Litologi ini biasanya mendasari bukit-bukit atau

punggungan yang relatif landai. Masing-masing satuan batuan yang terdapat di

wilayah Kota Padang memiliki daya dukung yang bervariasi. Daya dukung

masing-masing jenis batuan ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Jenis Batuan dan Daya Dukungnya

No. Simbol Jenis Batuan Daya Dukung

1 Qtau

Aliran yang tak teruraikan ; jenis batuan vulkanik

yang tak dipisah aliran lahar, konglomerat dan

endapan koluvium

rendah

2 Qal Alluvium; terdiri dari lempung, pasir, kerikil, pasir

dan bongkahan

rendah - sedang

3 Q t Kipas alluvium; terdiri rombakan batuan andesit

berupa bongkahan dari gunung api

sedang - tinggi

4 QTt Tufa kristal; jenis batuan tufa basal, tufa abu,

lapili, tufa basal berkaca, dan pecahan lava .

sedang - tinggi

5 Qta dan

QTp

Andesit dan Tufa sedang - tinggi

6 PTls Batu gamping; dari lunak sampai keras sedang - tinggi

7 PTps Fillit, kwarsit, batu lanau meta. Lokasi terlihat

pada singkapan sekitar Koto Lalang jalan ke arah

Solok yang mendasari bukit-bukit dan pegunungan

yang landai

sedang

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

5.2.7. Geomorfologi

Morfologi merupakan aspek yang sangat penting dalam pembahasan

kebencanaan maupun dalam kaitannya dengan penataan ruang. Wilayah Kota

Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang landai dan

perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota

Padang memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata lebih dari 40 persen.

Page 91: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

70

Menurut data Bappeda Kota Padang (2010), sebagian wilayah Kecamatan

Padang Barat merupakan daerah dengan morfologi berupa dataran pantai (M4)

yang tersusun dari litologi dominan pasir dan lempung. Dataran pantai ini juga

terdapat di pantai barat Kecamatan Padang Utara. Wilayah Kecamatan Padang

Utara merupakan morfologi berupa rawa buri (F3) dan pematang pantai (M1).

Sebagian besar wilayah Kecamatan Pauh, Padang Timur dan Kuranji merupakan

morfologi kipas alluvial (F4) yang tersusun atas litologi berupa lanau, pasir,

kerikil dan bongkah. Sebagian besar wilayah Kecamatan Koto Tangah memiliki

morfologi berupa dataran alluvial (F1) yang tersusun dari litologi berupa

lempung, lanau pasir dan kerikil.

Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga bervariasi,

mulai 0 m dpl sampai lebih dari 1.000 m dpl. Kawasan dengan kelerengan lahan

antara 0–2 persen umumnya terdapat di Kecamatan Padang Barat, Padang Timur,

Padang Utara, Nanggalo, sebagian Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang

Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Koto Tangah. Kawasan

dengan kelerengan lahan antara 2–15 persen tersebar di Kecamatan Koto Tangah,

Kecamatan Pauh dan Kecamatan Lubuk Kilangan yakni berada pada bagian

tengah Kota Padang dan kawasan dengan kelerengan lahan 15–40 persen tersebar

di Kecamatan Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Kuranji, Pauh dan Kecamatan

Koto Tangah. Sedangkan kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari 40 persen

tersebar di bagian timur Kecamatan Koto Tangah, Kuranji, Pauh, dan bagian

selatan Kecamatan Lubuk Kilangan dan Lubuk Begalung dan sebagian besar

Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari

40 persen ini merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan

lindung.

5.3. Kondisi Kependudukan

5.3.1. Jumlah dan Perkembangan Penduduk

Penduduk Kota Padang tahun 2009 berjumlah 875.750 jiwa. Selama kurun

waktu 10 tahun (1999–2009), jumlah penduduk Kota Padang bertambah sebanyak

89.706 jiwa atau 11,41 persen, atau rata-rata tumbuh sekitar 1,14 persen per

tahun. Koto Tangah merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak

Page 92: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

71

(18,96 persen) sedangkan Kecamatan Bungus Teluk Kabung merupakan

kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil (2,79 persen). Tiga kecamatan

memiliki pertumbuhan penduduk yang negatif, yakni Kecamatan Padang Barat,

Padang Utara dan Nanggalo.

Tabel 12. Sebaran dan Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun 1999

dan Tahun 2009

No. Kecamatan Luas

(Km²)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan Penduduk

(Jiwa/Km²)

1999 2009 1999 2009

1 Bungus Teluk Kabung 100,78 21.740 24.417 216 242

2 Lubuk Kilangan 85,99 39.962 44.552 465 518

3 Lubuk Begalung 30,91 97.295 109.793 3.148 3.552

4 Padang Selatan 10,03 63.707 64.458 6.352 6.427

5 Padang Timur 8,15 85.812 88.510 10.529 10.860

6 Padang Barat 7,00 72.641 62.010 10.377 8.859

7 Padang Utara 8,08 85.654 77.509 10.601 9.593

8 Nanggalo 8,07 68.355 59.851 8.470 7.416

9 Kuranji 57,41 79.831 123.771 1.391 2.156

10 Pauh 146,29 42.917 54.846 293 375

11 Koto Tangah 232,25 128.130 166.033 552 715

Total 694,96 786.044 875.750 1.131 1.260

Sumber : Bappeda Kota Padang 2010

Perkembangan jumlah penduduk Kota Padang dalam 24 tahun terakhir

menunjukkan kecenderungan pertambahan yang tidak terlalu signifikan. Pada

tahun 1986 penduduk Kota Padang tercatat sebanyak 564.440 jiwa, dan pada

tahun 2009 bertambah menjadi 875.750 jiwa. Jadi dalam kurun waktu 1986-2009,

jumlah penduduk Kota Padang bertambah sebanyak 311.310 jiwa atau 55,15

persen, atau rata-rata tumbuh sekitar 2,30 persen per tahun.

5.3.2. Komposisi Penduduk

Rasio penduduk berdasarkan jenis kelamin, penduduk perempuan

(304.828 jiwa) lebih banyak dari penduduk laki-laki (289.849 jiwa) dengan rasio

(51,26:48,74). Komposisi penduduk Kota Padang menurut kelompok umur

menunjukkan pola piramida yang menggambarkan penduduk berusia muda (<50

tahun) memiliki jumlah terbesar (96%), dan semakin tinggi kelompok umurnya

semakin sedikit jumlahnya. Kelompok penduduk pada kelompok usia produktif

Page 93: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

72

(15-44 tahun) mencapai 578,484 jiwa (282.005 laki-laki dan 296.479 perempuan),

kelompok usia produktif ini mencapai 66,06 persen dari jumlah penduduk Kota

Padang, terdiri dari laki-laki sebesar 32 persen dan perempuan 34 persen.

Gempa yang terjadi di Kota Padang berdampak pula terhadap jumlah

penduduk. Berdasarkan hasil evaluasi korban gempa yang dilakukan Badan

Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang sebanyak 383 jiwa telah

meninggal dunia akibat gempa. Kecamatan Padang Barat merupakan kecamatan

yang mengalami korban meninggal terbanyak yaitu 81 jiwa sedangkan Kecamatan

Lubuk Kilangan adalah yang paling sedikit yaitu sebanyak 5 jiwa meninggal.

Melalui data penduduk Kota Padang yang berumur 5 tahun ke atas,

persentase terbesar adalah tidak bersekolah lagi sebesar 67,99 persen, sedangkan

yang masih bersekolah sebesar 29,31 persen. Penduduk yang masih sekolah,

persentase terbesar adalah kelompok umur 7-12 tahun atau jenjang SD sebesar

11,92 persen, jenjang SLTP 6,24 persen dan jenjang SLTA sebesar 4,01 persen.

Secara rinci presentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Padang

disajikan dalam Tabel 13.

Tabel 13. Persentase Penduduk 5 Tahun ke atas menurut Tingkat Pendidikan di

Kota Padang

No. Kelompok

Umur (tahun)

Jenjang

Sekolah

Tidak/Belum

Pernah

Sekolah (%)

Masih

Sekolah

(%)

Tidak

Bersekolah

Lagi (%)

Total (%)

1 5 - 6 TK 1,88 1,58 0,00 3,46

2 7 - 12 SD 0,06 11,92 0,03 12,01

3 13 - 15 SLTP 0,03 6,24 0,48 6,75

4 16 - 18 SLTA 0,06 4,01 1,24 5,31

5 > 18 PT 0,66 5,56 66,24 72,46

Jumlah

2,69 29,31 67,99 100,00

Sumber : BPS Kota Padang, 2010

5.3.3. Ketenagakerjaan

Melalui data penduduk Kota Padang yang berumur 15 tahun ke atas tahun

2009 (630,919 jiwa), angkatan kerja mencapai 54,75 persen (345,428 jiwa).

Sebesar 45,25 persen (285,491 jiwa) adalah bukan angkatan kerja, termasuk

didalamnya adalah orang yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lain-lain.

Page 94: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

73

Presentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut jenis kegiatan dan

kelamin diuraikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas menurut Jenis

Kegiatan dan Jenis Kelamin

No. Jenis Kegiatan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Angkatan Kerja 69,69% 39,80% 54,75%

a. Bekerja 59,97% 32,11% 46,04%

b. Mencari Pekerjaan 9,72% 7,68% 8,70%

2 Bukan Angkatan Kerja 30,31% 60,20% 45,26%

a. Sekolah 18,89% 21,04% 19,97%

b. Mengurus Rumahtangga 1,31% 35,13% 18,22%

c. Lainnya 10,11% 4,04% 7,08%

Total 100,00% 100,00% 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Persentase angkatan kerja penduduk Kota Padang berumur 10 tahun ke

atas adalah sebanyak 54,75 persen, 46 persen didalamnya adalah dengan status

bekerja. Sedangkan jumlah penduduk yang sedang mencari pekerjaan adalah 8,7

persen. Melalui Tabel 14, diketahui bahwa persentase terbesar penduduk Kota

Padang bekerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 35,40 persen

dan sektor jasa-jasa sebesar 31,16 persen. Hal yang menarik pada dua sektor ini

adalah penyumbang tenaga kerja terbesar berjenis kelamin perempuan. Jumlah

penduduk yang bekerja di bidang perikanan tangkap diuraikan pada Tabel 23.

Tabel 15. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang Bekerja menurut

Lapangan Usaha di Kota Padang

No. Lapangan Usaha Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

1 Pertanian 7,55 % 1,54% 4,55%

2 Pertambangan dan Penggalian 1,48% 0,00% 0,74%

3 Industri 4,49% 4,37% 4,43%

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,22% 0,21% 0,72%

5 Konstruksi 8,54% 0,64% 4,59%

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 24,31% 46,48% 35,40%

7 Komunikasi dan Transportasi 14,83% 1,01% 7,92%

8 Keuangan 3,20% 1,04% 2,12%

9 Jasa-jasa 25,89% 36,43% 31,16%

10 Lainnya 8,50% 8,28% 8,39%

Total 100,00% 100,00% 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Page 95: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

74

5.3.4. Tingkat Kesejahteraan Penduduk

Secara umum, kondisi tingkat kesejahteraan penduduk di Kota Padang

dapat dikatakan sudah cukup baik. Hal ini terindikasi dari data kondisi tingkat

kesejahteraan keluarga pada akhir tahun 2008, dari total 168.808 keluarga,

ternyata sebagai besar yaitu sekitar 92,05 persen (164.049 keluarga) merupakan

kelompok Keluarga Sejahtera (KS) dengan proporsi terbesar pada KS III sekitar

34,76 persen, disusul oleh KS II sekitar 33,46 persen, KS I sekitar 20,11 persen,

dan KS Plus sekitar 8,84 persen, dan selebihnya yaitu sekitar 7,95 persen (4.759

keluarga) merupakan kelompok keluarga Pra Sejahtera.

Tabel 16. Jumlah Keluarga menurut Tingkat Kesejahteraan di Kota Padang

No. Kecamatan Tingkat Kesejahteraan (KK)

Jumlah PS KS I KS II KS III KS Plus

1 Bungus Tl. Kabung 294 1.514 1.641 1.246 412 5.107

2 Lubuk Kilangan 172 1.702 4.284 3.747 762 10.667

3 Luhuk Begalung 917 5.093 6.371 7.256 2.252 21.889

4 Padang Selatan 337 3.018 6.271 2.757 599 12.982

5 Padang Timur 405 2.633 5.007 7.268 1.778 17.091

6 Padang Barat 139 2.027 2.202 5.684 736 10.788

7 Padang Utara 71 1.734 3.614 5.045 1.416 11.880

8 Nanggalo 88 1.879 4.914 4.316 895 12.092

9 Kuranji 694 5.865 7.567 7.005 2.642 23.773

10 Pauh 31 2.675 4.335 3.015 643 10.699

11 Koto Tangah 1.611 5.814 10.282 11.337 2.796 31.840

Jumlah

4.759 33.954 56.488 58.676 14.931 168.808

7,95% 20,11% 33,46% 34,76% 8,84% 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Ekonomi yang tumbuh semakin kuat dan disertai kenaikan PDRB per

kapita, belum diikuti oleh penyebaran kekayaan pada seluruh penduduk sehingga

masih terdapat kesenjangan. Kesenjangan itu tercermin pada angka gini ratio,

dimana semakin besar gini ratio semakin besar kesenjangan yang ada. Meski

ekonomi Kota Padang terus tumbuh, tetapi belum dapat dinikmati secara merata

oleh seluruh penduduk kota. Hal tersebut bisa dilihat dari angka gini ratio Kota

Padang yakni sebesar 0,2637 pada tahun 2008 yang berarti masih terjadi

ketimpangan distribusi pendapatan walaupun nilainya masih moderat.

Kesenjangan pendapatan antara kelompok penduduk, salah-satunya merefleksikan

masih banyaknya penduduk yang hidup dalam kemiskinan.

Page 96: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

75

Dalam rangka pelaksanaan berbagai program pemerintah, khususnya

penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT), maka pendekatan yang digunakan

adalah jumlah rumah tangga miskin dan bukan jumlah penduduk miskin.

Pendataan yang dilakukan oleh BPS Kota Padang tahun 2006, jumlah Rumah

Tangga Miskin (RTM) di Kota Padang berjumlah 38.120 RTM. Tahun 2007

jumlahnya tetap 38.120 RTM, dan pada akhir tahun anggaran 2008 jumlah RTM

telah berkurang menjadi 29.661 RTM atau turun sebesar 22,19 persen. Namun

pada tahun 2009 jumlah rumah tangga miskin kembali meningkat jumlahnya

menjadi 35.148 RTM.

5.3.5. Kondisi Sosial Budaya

Salah satu ciri masyarakat Minangkabau adalah sistem kekerabatannya

yang bersifat matrilineal. Sistem sosial atas kehidupan kekerabatan yang

menganut sistem garis keturunan ibu ini menjadikan garis keturunan dan harga

benda-benda diperhitungkan melalui garis ibu bukan garis bapak, sehingga yang

berkuasa atas seluruh kelompok keluarga adalah saudara laki-laki seorang wanita

dan bukan suaminya. Pada sistem kekerabatan ini terdapat tiga unsur yang paling

dominan, yaitu (a) garis keturunan menurut garis ibu, (b) perkawinan harus

dengan kelompok lain, di luar kelompok sendiri yang saat ini dikenal istilah

eksogami matrilineal, dan (c) ibu memegang peran sentral dalam pendidikan,

pengamanan kekayaan dan kesejahteraan keluarga.

Aspek sosial budaya lainnya yang penting di Minangkabau adalah adanya

kepala-kepala suku yang diangkat menjadi penghulu atau kepala kaum atau kepala

suku. Kepala suku disebut penghulu suku dan berkuasa sepenuhnya secara adat

terhadap kaumnya dan segala urusan sukunya tidak dapat dicampuri oleh orang

atau kaum di luar sukunya. Sebagai masyarakat yang menganut paham

kekeluargaan, orang Minangkabau dilingkupi oleh lembaga-lembaga yang dijiwai

oleh sistem kekeluargaan tersebut dalam mengatur kehidupan sosial, budaya dan

ekonomi masyarakatnya.

Kota Padang jika dilihat dari kultur sejarah Minangkabau, maka termasuk

daerah rantau pesisir, sehingga budaya dan keseniannya juga sangat dipengaruhi

oleh kondisi tersebut. Pengaruh budaya daerah lain yang cukup kuat mewarnai

Page 97: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

76

budaya dan kesenian di Kota Padang adalah budaya dan kesenian daerah Solok,

Padang Pariaman, dan Pesisir Selatan sebagai kawasan yang berbatasan langsung

dengan Kota Padang. Kota Padang sebenarnya masih memiliki budaya dan

kesenian yang khas, namun saat ini gambaran nilai budaya dan kesenian ini hanya

dapat dilihat di daerah pinggiran kota, seperti daerah Teluk Kabung, Kuranji, dan

Koto Tangah.

Minangkabau jika ditinjau dari sektor pendidikan, maka merupakan salah-

satu daerah pertama yang mewadahi gerakan pembaruan pendidikan Islam. Hal ini

dapat dibuktikan pada koreksi beberapa nilai adat yang tidak sesuai dengan nilai-

nilai Islam. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas yang sangat kuat

memegang teguh nilai-nilai adat, namun perlu diingat bahwa nilai-nilai adat

merupakan buatan manusia yang dapat berubah sesuai dengan kondisi, maka perlu

adanya penyesuaian nilai-nilai adat ketika nilai yang lama telah tidak relevan lagi.

Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat tersebut akan menentukan masa depan

suatu masyarakat sehingga pendidikan memegang peran yang sangat penting.

Pendidikan bagi suatu masyarakat berfungsi sebagai penentu masa depan,

menjawab berbagai persoalan dalam masyarakat, sekaligus melestarikan nilai-

nilai dan warisan sosial-kultural tempat pendidikan tersebut dilaksanakan.

Sumatera Barat pada umumnya dan Minangkabau khususnya dikenal

sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan agama, hal ini dapat

dilihat dari falsafah hidup yang telah menjadi cita-cita, dan pedoman dalam

kehidupan masyarakat yaitu nilai falsafah hidup “Adat Basandi Syarak, Syarak

Basandi Kitabullah”.

Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Barat melalui RPJP 2005-

2020 telah menyusun program kegiatan untuk mendukung terwujudnya cita-cita

kembali ke nagari dan kembali ke surau dengan cara :

Mendorong peningkatan peran dan fungsi lembaga Ninik Mamak, Alim

Ulama dan Cadiak Pandai (tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan) dalam

pembinaan anak kemenakan dan anak nagari khususnya, dan masyarakat

dalam arti luas.

Mengembangkan dan memberikan mata pelajaran BAM (Budaya Alam

Minangkabau) sejak dari tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi.

Page 98: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

77

Mendorong aktivitas keagamaan dan perayaan hari besar agama.

Untuk terlaksananya program kegiatan ini harus didukung oleh prasarana

dan sarana yang memadai, baik dari segi kelembagaan maupun mekanisme

pelaksanaan. Nilai positif dari aspek sosial budaya yang merupakan kultur dari

masyarakat Kota Padang yang juga dimiliki oleh masyarakat Minangkabau pada

umumnya adalah nilai kebersamaan, demokratis dan gotong-royong. Barek samo

dipikua, ringan samo dijinjiang, saciok bak ayam, sadantiang bak basi, duduak

samo randah, tagak samo tinggi, duduak surang basampik-sampik, duduak

basamo balapang-lapang.

5.3.6. Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian Kota Padang dijelaskan melalui laju pertumbuhan

ekonomi, struktur perekonomian dan inflasi yang diuraikan dalam sub bab sebagai

berikut:

a. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Selama 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang dapat

dibagi menjadi dua pola kecenderungan, yaitu sebelum tahun 2000 dan

setelah tahun 2000. Sebelum tahun 2000, setelah mengalami pertumbuhan

yang cukup tinggi sampai tahun 1997, laju pertumbuhan ekonomi Kota

Padang mengalami koreksi sangat besar akibat terjadinya krisis ekonomi pada

tahun 1997-1998.

Pada periode 1999 sampai 2009 laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang

menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang cukup stabil pada kisaran

angka 5-6 persen per-tahun. Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan

ekonomi Provinsi Sumatera Barat dan laju pertumbuhan ekonomi nasional,

laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang terlihat masih di bawah rata-rata

provinsi dan nasional.

Sebelum gempa pertumbuhan ekonomi Kota Padang tahun 2008 mencapai

6,21 persen, setelah gempa, tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Kota Padang

turun menjadi 5,08 persen yang merupakan pertumbuhan terendah selama

periode 2002-2009. Pertumbuhan ekonomi Kota Padang ini jika

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat tahun

Page 99: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

78

8,82% 9,05% 9,12%

6,48%

-7,76%

1,49%

4,47% 4,07%

5,30% 5,55% 5,89% 5,29% 5,12%

6,14% 6,21%

5,08%

-10,0%

-8,0%

-6,0%

-4,0%

-2,0%

0,0%

2,0%

4,0%

6,0%

8,0%

10,0%

12,0%

1994199519961997199819992000200120022003200420052006200720082009

laju

pe

rtu

mb

uh

an

(%

)

2009, maka kondisi Kota Padang jauh lebih baik. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa faktor bencana menjadi salah satu parameter penting

dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Perkembangan laju pertumbuhan

ekonomi Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 11.

Tabel 17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang

No. T a h u n Laju Pertumbuhan

Ekonomi Keterangan

1 1994 8,82%

2 1995 9,05%

3 1996 9,12%

4 1997 6,48%

5 1998 -7,76% krisis ekonomi

6 1999 1,49%

7 2000 4,47%

8 2001 4,07%

9 2002 5,30% Mulai digunakan tahun dasar 2000 untuk

menghitung PDRB atas dasar harga konstan 10 2003 5,55%

11 2004 5,89%

12 2005 5,29%

13 2006 5,12%

14 2007 6,14%

15 2008 6,21%

16 2009 5,08%

Sumber : Padang Dalam Angka 1999–2010, Bappeda Kota Padang dan BPS

Kota Padang.

Gambar 11. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang

Sumber : Padang Dalam Angka 1999–2010, Bappeda Kota Padang dan BPS Kota

Padang.

Page 100: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

79

b. Struktur Perekonomian

Struktur perekonomian Kota Padang pada tahun 2009 masih didominasi oleh

sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi sebesar 24,31 persen,

diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan konstribusi

sebesar 20,85 persen. Besaran nilai PDRB Kota Padang berdasarkan harga

berlaku menunjukkan nilai PDRB yang meningkat dari Rp 20,14 triliun tahun

2008 meningkat menjadi Rp 21,84 triliun menjadi 2009, walaupun dengan

kenaikan yang tidak sebesar dari tahun 2007 yang sebesar Rp 17,37 triliun.

Nilai PDRB Kota Padang berdasarkan harga konstan tahun 2000 juga

menunjukkan peningkatan dari Rp 10,80 triliun tahun 2008 meningkat

menjadi Rp 11,35 triliun menjadi 2009, terjadi kenaikan yang cukup besar

jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. (PDRB Kota Padang dan

PDRB Provinsi Sumatera Barat atas harga konstan termuat dalam Lampiran 7

dan Lampiran 8). Struktur ekonomi Kota Padang pasca gempa pada tahun

2009 masih tetap didominasi oleh sektor pengangkutan dan komunikasi

diikuti dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sektor jasa-jasa sebesar

16,99 persen dan sektor industri sebesar 14,97 persen.

c. Inflasi

Pasca gempa bumi 30 September 2009, Kota Padang mengalami deflasi

selama 2 bulan berturut-turut. Satu bulan pasca gempa bumi terjadi, inflasi

Kota Padang merupakan yang tertinggi dibandingkan kota lain di Indonesia

yaitu sebesar 1,78 persen (m-t-m). Pada bulan selanjutnya, Kota Padang

justru mengalami deflasi yang cukup dalam yaitu sebesar -0,53 persen (m-t-

m) di Bulan November dan -0.65 persen (m-t-m) di Bulan Desember.

Banyaknya obat-obatan dan bahan makanan yang masuk ke Kota Padang

selama periode ini lebih bersifat bantuan sehingga dapat dikatakan bahwa

sebenarnya sebagian besar aktivitas ekonomi di Kota Padang masih terhenti.

Selain itu, hancurnya beberapa pusat perdagangan serta terbatasnya kapasitas

konsumsi masyarakat membuat tingkat inflasi juga tidak mengalami lonjakan

seperti yang dikhawatirkan oleh banyak pihak sebelumnya. Perkembangan

laju inflasi Kota Padang dalam beberapa tahun terakhir ditampilkan pada

Tabel 18.

Page 101: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

80

Tabel 18. Perkembangan Laju Inflasi di Kota Padang

Laju Inflasi

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

10,99% 9,86% 10,22% 5,55% 6,98% 19,33% 8,05% 6,73% 13,09% 17,56%

Sumber : BPS Kota Padang (Padang Dalam Angka 2001–2010)

5.4. Potensi Perikanan dan Kelautan

5.4.1. Potensi dan Karakteristik Sub Sektor Perikanan

Kota Padang memiliki potensi perikanan yang besar, baik pada usaha

perikanan laut maupun perairan umum. Potensi ini dinyatakan dalam kontribusi

yang dihasilkan bagi perekonomian daerah. Hal ini ditandai dengan tingginya

produksi dan nilai yang dihasilkan bagi peningkatan ekonomi daerah. Rincian

nilai produksi menurut jenis usaha perikanan di Sumatera Barat ditampilkan pada

Tabel 19 sebagai berikut:

Tabel 19. Nilai Produksi menurut Jenis Usaha Perikanan di Sumatera Barat

No. Kabupaten/Kota Total

Sektor Perikanan

Penangkapan

Laut

Budidaya

Laut

Penangkapan

Perairan

Umum

1 Kab. Kep.Mentawai 238.177.565 238.177.565 748.630 -

2 Kab. Pesisir Selatan 463.938.325 458.980.350 129.320 4.957.975

3 Kab. Padang Pariaman 563.032.548 559.652.548 - 3.380.000

4 Kab. Pasaman Barat 1.233.810.200 1.233.810.200 - -

5 Kota Padang 255.011.970 251.201.500 574.475 3.810.470

6 Kota Pariaman 144.035.880 144.035.880 - -

Sumber: DKP Provinsi Sumatera Barat, 2010

Usaha perikanan tangkap laut di Kota Padang memberikan kontribusi yang

signifikan bagi perekonomian daerah. Kontribusi ini sebagaimana yang

ditampilkan pada Tabel 19 menunjukkan usaha penangkapan di laut memberikan

nilai sebesar Rp 251.201.500.000. Nilai ini setara 86 persen dari total nilai

produksi sektor perikanan di Kota Padang selama tahun 2010 sebesar Rp 293,31

milyar.

Salah satu potensi perairan wilayah Kota Padang yang telah dimanfaatkan

adalah sumberdaya perikanan. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kota

Page 102: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

81

Padang (2010) potensi perikanan daerah ini terdiri dari kelompok sumberdaya

sebagai berikut;

Ikan Pelagis Besar seperti; tuna, albakora, setuhuk, ikan pedang, layaran,

cakalang, tongkol dan tenggiri dengan potensi lestari 159.652 ton.

Ikan Pelagis Kecil meliputi; ikan-ikan yang hidup di daerah permukaan laut

yang berukuran relatif kecil seperti ikan kembung, bentong, layang, selar,

lemuru dan lain sebagainya dengan potensi lestari 288.924 ton. Sumber

daya ikan pelagis ini relatif telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

nelayan dengan alat tangkap yang sederhana.

Ikan Demersal, adalah jemis ikan yang hidup di perairan dalam, meliputi;

ikan kerapu, bambangan, bawal dan lainnya. Potensi lestari jenis ikan

Demersal ini sebesar 1.085 ton.

Ikan Karang yang terdapat di sekitar terumbu karang, dimanfaatkan untuk

dikonsumsi dan sebagai ikan hias.

Udang, dengan daerah penangkapan sekitar perairan pantai Kota Padang

dan perairan Kepulauan Mentawai.

Kota Padang memiliki potensi pengembangan yang besar pada bidang

perikanan, hal ini ditandai dengan adanya faktor penunjang baik perikanan

tangkap laut maupun perikanan budidaya laut. Faktor penunjang tersebut

dijabarkan dalam Tabel 20 dan Tabel 21.

Tabel 20. Potensi Perikanan Tangkap Laut

No. Lokasi Potensi Potensi Sarana Pelabuhan

1 Laut Kota Padang Ikan Pelagis, Demersal, Sarana Pelabuhan Perikanan,

PPI Muaro Anai, TPI Gaung,

TPI Pasie Nan Tigo

2 Pesisir Kota Padang Ikan Karang, Ikan Hias Batang Arau, Purus

3 ZEE Tuna (Bigeye, Yellowfin) PPS Bungus

Sumber: DKP Padang, 2010

Wilayah desa pantai yang terdapat di Kota Padang memiliki keuntungan

alamiah karena terletak pada kawasan geografis yang sangat sesuai dengan

aktivitas perikanan laut. Selain itu, lokasi ini juga didukung oleh faktor kawasan

pusat pengembangan perikanan karena berada di Ibukota Provinsi. Aktivitas

perikanan laut telah turun temurun menjadi bagian yang integral bagi masyarakat

Page 103: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

82

pesisir ini dimana telah menjadi karakteristik utama masyarakatnya. Potensi

budidaya perikanan laut disajikan pada Tabel 21 berikut:

Tabel 21. Potensi Budidaya Laut

No. Lokasi Potensi Pemanfaatan Keuntungan Jenis budidaya

1 Bungus Teluk

Kabung

Budidaya laut Terlindung dari

hempasan gelombang,

Bebas Pencemaran,

Kedalaman air lebih 5

meter pada saat surut,

Terhindar dari pengaruh

air tawar

Marine fin fish,

Echinodermata

(Marine teat

fish)

Rumput laut

(Sea weed),

2 Sungai Pisang Budidaya laut

3 Pulau

Pesumpahan Budidaya laut

4 Teluk Buo Budidaya laut

Sumber: DKP Padang, 2010

Kondisi biofisik lokasi di beberapa kawasan pesisir dan pantai Kota

Padang memperlihatkan adanya peluang yang cukup potensial untuk

pengembangan usaha budidaya perikanan, terutama budidaya kepiting bakau dan

kerapu. Adapun kecamatan yang memenuhi persyaratan lokasi secara umum

untuk budidaya laut adalah Kecamatan Teluk Kabung di daerah Teluk Buo dan

Sungai Pisang.

Karakteristik wilayah Kota Padang dengan sebagian besar kecamatan

berada di pesisir menyebabkan komposisi penduduk menyebar di sepanjang garis

pantai. Total sebelas kecamatan yang ada di Kota Padang, tercatat ada enam

kecamatan yang berada di pesisir pantai dengan komposisi penduduk seperti yang

disajikan pada Tabel 22. Komposisi penduduk ini secara langsung maupun tidak

langsung berpengaruh terhadap pengembangan usaha perikanan.

Tabel 22. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir di Kota Padang

No. Kecamatan Jumlah

Penduduk Luas (km

2)

Kepadatan Penduduk

(jiwa/Km2)

1 Koto Tangah 141.638 232,25 610

2 Padang Barat 56.980 7,00 8140

3 Padang Utara 69.479 8.08 8599

4 Lubuk Begalung 93.203 30,91 3015

5 Padang Selatan 57.342 10,03 5717

6 Bungus T. Kabung 22.640 100,78 220

Jumlah 420.906 382,12 4376,83

Sumber: DKP Padang, 2010

Page 104: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

83

Koto Tangah merupakan kecamatan pesisir dengan jumlah penduduk

terbesar yaitu 141.638 jiwa. Posisi kedua jumlah penduduk terbesar adalah

Kecamatan Lubuk Begalung sebanyak 93.203 jiwa. Bungus Teluk Kabung

dengan luas wilayah kedua terluas setelah Koto Tangah hanya dihuni oleh 22.640

jiwa, hal ini disebabkan oleh topografi wilayahnya berupa pebukitan sehingga

kepadatan penduduk daerah ini kecil. Peta kecamatan pesisir Kota Padang

ditampilkan pada Gambar 12 sebagai berikut:

Gambar 12. Peta Kecamatan Pesisir Kota Padang

Kota Padang memiliki enam kecamatan pesisir yang terbentang dari utara

hingga selatan. Bagian barat kecamatan pesisir ini berhadapan dengan Samudera

Hindia (Lautan Indonesia). Faktor posisi dan kondisi daerah ini menyebabkan

adanya keterkaitan yang kuat dengan kebiasaan dan aktivitas masyarakat

setempat. Keterkaitan ini berupa sistem mata pencaharian, kebudayaan/tradisi

setempat serta berbagai aktivitas sosial lainnya. Aktivitas perikanan sebagian

besar menjadi pola kehidupan masyarakat kecamatan pesisir Kota Padang.

Kecamatan pesisir itu antara lain Kecamatan Koto Tangah, Padang Utara, Padang

Barat, Lubuk Begalung, Padang Selatan dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Page 105: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

84

Nelayan dapat dikelompokan menjadi nelayan penuh dan nelayan

sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan

untuk melaut sehingga status pekerjaannya sebagai nelayan merupakan pekerjaan

pokok. Nelayan sambilan adalah nelayan yang sebagian waktu kerjanya

digunakan untuk melaut sehingga status pekerjaannya sebagai nelayan merupakan

pekerjaan sampingan (DKP Padang, 2010). Kota Padang memiliki jumlah nelayan

yang cukup banyak, baik sebagai nelayan penuh maupun sambilan.

Perkembangan jumlah nelayan di Kota Padang ditampilkan pada Tabel 23 di

bawah ini:

Tabel 23. Jumlah Nelayan Laut Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Penuh Sambilan Jumlah

1 Bungus Teluk Kabung 1.554 138 1.692

2 Lubuk Kilangan - - -

3 Lubuk Begalung 971 104 1.025

4 Padang Selatan 882 89 971

5 Padang Timur - - -

6 Padang Barat 382 29 411

7 Padang Utara 635 47 682

8 Nanggalo 26 7 33

9 Kuranji - - -

10 Pauh - - -

11 Koto Tangah 1.912 122 2.034

Padang 2010 6.362 536 6.898

2009 5.919 518 6.434

2008 4.631 714 5.345

2007 5.544 355 5.899

2006 5.879 351 6.230

2005 5.774 490 6.264

Sumber: DKP Padang, 2010

Melalui data jumlah nelayan laut Kota Padang tahun 2010 terlihat bahwa

jumlah nelayan terbesar di Kota Padang terdapat di daerah Kota Tangah sebanyak

2.034 orang, kemudian posisi kedua Kecamatan Bungus Teluk Kabung 1.692

orang. Sedangkan tiga kecamatan tidak memiliki tenaga kerja nelayan karena

lokasinya yang tidak memiliki perairan pantai yaitu Kecamatan Lubuk Kilangan,

Kecamatan Kuranji dan Kecamatan Pauh.

Page 106: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

85

Teknologi penangkapan ikan di Kota Padang terdiri dari berbagai macam

alat tangkap dan berbagai macam armada tangkap mulai dari yang bersifat

tradisional seperti pancing, colok, sampai yang menggunakan teknologi mesin

bagan ukuran besar dan tonda. Masing-masing alat tangkap memiliki kapasitas

yang berbeda-beda sehigga hasil tangkapannya juga berbeda-beda dan juga

dipengaruhi oleh wilayah operasi penangkapan yang berbeda. Alat tangkap yang

bersifat tradisional umumnya operasi penangkapannya masih dalam skala kecil.

Usaha penangkapan ikan oleh nelayan di Kota Padang sebagian besar

sudah menggunakan sarana atau armada penangkapan menggunakan mesin,

namun di beberapa tempat masih ada yang menggunakan alat tangkap tanpa

motor. Berdasarkan jenis armada yang digunakan, nelayan Kota Padang

dibedakan atas nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor (PTM),

menggunakan motor tempel (MT) dan kelompok nelayan yang menggunakan

kapal motor (KM). Data rinci jumlah armada tangkap yang ada di enam

kecamatan pesisir di Kota Padang dijabarkan pada Tabel 24 sebagai berikut:

Tabel 24. Jumlah Perahu dan Kapal Menurut Kecamatan

No. Kecamatan

Perahu

Tanpa Motor

(PTM)

Motor

Tempel

(MT)

Kapal

Motor

(KM)

Jumlah

Total

1 Bungus TL. Kabung 18 246 53 317

2 Lubuk Kilangan - - - -

3 Lubuk Begalung 26 111 48 185

4 Padang Selatan 5 144 187 336

5 Padang Timur - - - -

6 Padang Barat 15 176 - 191

7 Padang Utara 17 209 - 226

8 Nanggalo - - - -

9 Kuranji - - - -

10 Pauh - - - -

11 Koto Tangah 15 270 77 362

Padang 2010 96 1.156 365 1.617

2009 103 1.095 352 1.550

2008 279 1.124 317 1.720

2007 264 829 448 1.541

2006 154 645 476 1.284

2005 363 532 550 1.445

Sumber: DKP Kota Padang, 2010

Page 107: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

86

Tabel 24 menunjukkan bahwa persentase usaha nelayan dengan

menggunakan perahu tanpa motor tahun 2010 sebanyak 22,57 persen dan motor

tempel 71,49 persen, sementara jumlah nelayan yang menggunakan Kapal Motor

sebesar 5,94 persen. Hal ini memperlihatkan aktivitas kegiatan penangkapan ikan

yang dilakukan oleh nelayan sudah memasuki jalur I, II dan wilayah ZEEI.

Perkembangan armada dari tahun ke tahun terlihat adanya tren kenaikan jumlah

motor tempel, sementara Perahu Tanpa Motor (PTM) dan Kapal Motor (KM)

cenderung mengalami penurunan. Hasil analisis data primer di lapangan

mengungkapkan bahwa usaha penangkapan oleh nelayan yang sudah jauh dari

pantai juga disebabkan karena sumberdaya ikan sejauh 4 mil dari pantai sudah

mengalami degradasi, sehingga produksi penangkapan ikan di kawasan ini sangat

minim. Perkembangan produksi dan nilai perikanan tangkap Kota Padang

ditampilkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Perkembangan Produksi dan Nilai Perikanan Kota Padang

Sumber: DKP Kota Padang, 2011

Perkembangan produksi dan nilai perikanan tangkap Kota Padang

sebagaimana yang ditampilkan pada Gambar 13 menunjukkan tren positif.

Kontribusi terbesar sektor perikanan di Kota Padang adalah berasal dari produksi

jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang dan tongkol. Ketiga spesies pelagis

ini menyumbang 66,33 persen dari total nilai kontribusi seluruh jenis ikan di Kota

Padang tahun 2010. Tuna merupakan penyumbang kontribusi terbesar Kota

Padang yakni mencapai Rp 70.063.200.000,00. Hal ini dikarenakan selain

12.336,30 13.329,50 13.740,76

15.686,09 16.473,18

18.098,10

138.578

115.580

176.961 185.790

207.303

251.202

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

20.000

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Nil

ai

(ju

ta r

up

iah

)

Pro

du

ksi

(T

on

)

Produksi Nilai

Page 108: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

87

produksi yang cukup besar, tuna juga merupakan produk ekspor untuk tujuan

Jepang, Singapura dan Amerika (DKP Kota Padang, 2011).

5.4.2. Potensi dan Karakteristik Bidang Kelautan

Kota Padang memiliki berbagai potensi kelautan yang penting untuk

dikembangkan, baik renewable resource maupun non renewable resource.

Kondisi dan potensi pemanfaatan ruang pesisir Kota Padang dijelaskan dalam

Lampiran 9. Adapun potensi kelautan Kota Padang sebagaimana disajikan dalam

Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Padang (Bappeda Kota Padang, 2010)

antara lain:

a. Hutan Bakau (Mangrove)

Potensi hutan bakau di wilayah Kota Padang relatif sedikit dibanding dengan

kabupaten lainnya di Sumatera Barat yaitu seluas 64,45 ha. Hutan bakau

umumnya terdapat di pulau-pulau kecil Kota Padang. Namun demikian,

potensi ini masih bisa dikembangkan di beberapa pesisir Kota Padang sebagai

sarana mitigasi alam dan juga untuk manfaat ekonomi lainnya.

b. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting

dalam menjaga ekosistem dan merupakan habitat tempat hidup ikan mencari

makan dan tempat pemijahan. Luas terumbu karang yang ada di wilayah Kota

Padang sekitar 400 ha.

c. Padang Lamun dan Rumput Laut

Padang Lamun terdapat di sepanjang pantai yang merupakan habitat, tempat

makanan ikan, tempat pemijahan dan tempat berlindung larva ikan. Rumput

laut merupakan salah-satu sumber daya alam laut yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan makanan. Saat ini pengolahan rumput laut di Kota Padang

masih dalam skala kecil rumah tangga untuk dijadikan bahan agar-agar.

d. Estuaria

Estuaria merupakan kawasan yang fungsinya sebagai salah satu sumber

penyedia dan penyimpan zat hara bagi lautan. Estuaria terdiri dari estuaria

Page 109: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

88

muara sungai, estuaria laguna dan estuaria dataran pasir. Fungsi estuaria di

Kota Padang belum banyak mendukung kesuburan pantai kecuali yang ada di

Kecamatan Bungus Teluk Kabung, hal ini disebabkan kawasan estuaria telah

tercemar oleh limbah permukiman dan industri di sekitarnya. Estuaria di

kawasan Bungus Teluk Kabung perlu diantisipasi pengelolaannya agar tidak

rusak karena berdekatan dengan Pelabuhan Pertamina.

e. Pulau-pulau Kecil

Pulau pulau kecil yang ada di wilayah Kota Padang berjumlah 19 pulau, 13

pulau terletak relatif dekat dengan daratan. Pulau terjauh terletak 13,15 mil

dari daratan, yaitu Pulau Pandan. Pemanfaatan pulau-pulau kecil ini belum

optimal, sebagian telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebun kelapa,

dan beberapa pulau telah dikembangkan untuk kegiatan pariwisata. Kondisi

pulau ini sebagian mengalami abrasi akibat terumbu karang yang

mengelilinginya telah rusak, disebabkan oleh alam dan penangkapan ikan

yang menggunakan bom dan potasium.

5.4.3. Prasarana Pendukung

Prasarana dan sarana pendukung sektor perikanan dan kelautan Kota

Padang adalah:

a. Bandara Internasional Minangkabau (BIM)

Bandar udara ini berjarak lebih kurang 23 Km dari pusat Kota Padang. BIM

menempati lahan seluas ± 427 hektar sebagai pintu gerbang utama Sumatera

Barat. Bandara ini mulai dibangun tahun 2001 menggantikan Bandara Tabing

yang telah beroperasi selama 34 tahun. BIM dapat menampung pesawat udara

berbadan lebar seperti A 330 atau MD 11. Kelengkapan fasilitas yang jauh

berbeda dengan Bandara Tabing dapat lebih menggairahkan aktivitas

penerbangan di bandara ini. Bandara ini dibuka sejak Februari 2005 dan

sudah dapat dimanfaatkan untuk melayani pesawat domestik dan

internasional. Kondisi ini membuka peluang dan tersedianya Space Cargo

ekspor tuna segar dan komoditi perikanan lainya langsung ke mancanegara.

Page 110: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

89

b. Pelabuhan Teluk Bayur

Kegiatan jasa dan perhubungan laut di Sumatera Barat secara umum lebih

banyak dilakukan di Pelabuhan Teluk Bayur. Pelabuhan Teluk Bayur

merupakan salah satu pelabuhan yang ramai dan terbesar yang dikunjungi

kapal samudra dan kapal antar pulau sehingga mempunyai kedudukan yang

strategis untuk Provinsi Sumatera Barat serta merupakan pintu gerbang

perekonomian Sumatera Bagian Barat. Fungsi dari pelabuhan ini adalah:

Fungsi utama sebagai pusat pelayanan transportasi laut skala regional dan

internasional.

Pintu gerbang Pantai Barat Sumatera melalui laut yang dapat melayani

penumpang maupun cargo domestik serta internasional.

c. Pelabuhan Muaro

Pelabuhan Muaro diarahkan untuk pelayanan lingkup lokal dan antar pulau-

pulau (interinsuler). Kapal penumpang, kapal barang dan kapal pesiar (yacht)

dengan kapasitas terbatas menggunakan pelabuhan ini sebagai tempat sandar

dan pemberangkatan kapal. Kawasan sarana pendukung transportasi

(Pelabuhan) Muaro seluas 5 Ha.

d. Pelabuhan Batang Arau

Pelabuhan Batang Arau berfungsi sebagai pelabuhan kapal-kapal mesin dan

perahu motor tempel. Kapal-kapal tonda di Kota Padang sebagian besar

mendarat di pelabuhan ini. Aktivitas perikanan di pelabuhan ini antara lain

bongkar hasil tangkapan, pelelangan dan aktivitas perbaikan kapal. Beberapa

tempat pendaratan dan pangkalan ikan di Kota Padang selain Batang Arau

adalah PPI Muaro Anai, TPI Gaung, TPI Pasie Nan Tigo dan Purus.

e. Pelabuhan Umum Bungus

Pelabuhan Umum Bungus merupakan pelabuhan yang melayani penumpang

umum (Ferri) dari Kepulauan Mentawai, Nias dan pulau-pulau lainnya.

Pelabuhan ini terletak di utara Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus

Kecamatan Teluk Kabung Padang. Pelabuhan ini hanya difungsikan sebagai

sarana transportasi, sedangkan untuk kegiatan perikanan dioperasikan di PPS

Bungus.

Page 111: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

90

f. Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus (PPSB)

Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus terletak di Kecamatan Bungus Teluk

Kabung, 16 km dari pusat Kota Padang dan ± 30 km dari Bandara

Internasional Minangkabau dengan luas lahan 14 Ha. Secara geografis berada

pada posisi koordinat 010-02‟-15” dan 1000-23‟-34” BT. Keadaan cuaca

secara umum sama dengan cuaca di sekeliling equator, angin beraturan,

panas, curah hujan banyak. Kondisi perairan cukup tenang karena terlindung

oleh gugusan pulau-pulau Kepulauan Mentawai. Pelabuhan ini lebih

difokuskan sebagai pelabuhan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dan pelabuhan

untuk kapal-kapal yang membawa hasil pemanfaatan sumberdaya laut

lainnya. Selain itu PPS Bungus juga difungsikan sebagai tempat perbaikan

dan pembuatan kapal-kapal khususnya kapal nelayan dan kapal angkut barang

interinsuler.

PPS Bungus merupakan salah satu pusat perekonomian penting Kota Padang

yang berfungsi sebagai pintu gerbang kegiatan ekspor perikanan khususnya

tuna ke negara lain. Terhitung sejak tanggal 1 Mei 2001 Pelabuhan Perikanan

Nusantara Bungus ditingkatkan statusnya menjadi eselon II/b dengan

klasifikasi Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus (PPSB) berdasarkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.26.1/MEN/2001.

Fasilitas yang tersedia pada pelabuhan PPS Bungus yaitu; kolam pelabuhan,

dermaga, receiving hall, perbengkelan, perbekalan, pabrik es, dan fasilitas

penunjang (Rincian fasilitas PPS Bungus disajikan dalam Lampiran 10). Di

samping itu pada beberapa tempat terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

mini, antara lain di Pasir Jambak, Gaung, dan Batung.

Potensi usaha dan investasi Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus tergolong

masih besar, hal ini dipengaruhi antara lain; dukungan sumberdaya ikan

masih cukup besar, usaha perikanan tuna longline dan purseseine,

pembangunan pabrik es dan Cold Storage, unit pengolahan berupa

pengalengan ikan, pengeringan tepung ikan, dan lain-lain. dock yard (slip

way kapasitas 100 GT), dukungan perbankan, jasa keuangan non bank,

penyaluran logistik (perbekalan melaut), toko alat-alat atau bahan perikanan

serta waserba. PPS Bungus sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Page 112: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

91

Nomor 16 tahun 2006, memiliki potensi dan karakteristik yaitu; melayani

kapal perikanan yang beroperasi di laut teritorial, ZEEI, dan laut lepas.

Kapasitas tambat labuh 60 GT dan menampung 100 kapal perikanan (6.000

GT). Panjang dermaga sekitar 300 m, sarana ekspor ikan serta terdapat

industri perikanan.

Produksi hasil tangkapan tuna yang didaratkan di PPS Bungus dari tahun

2000-2011 sangat berfluktuasi. Fluktuasi hasil tangkapan ini dipengaruhi oleh

berbagai faktor, antara lain perbedaan upaya penangkapan yang dilakukan,

keadaan cuaca yang berbeda setiap bulannya, ketersediaan sumber makanan,

peningkatan/penurunan jumlah armada longline, serta kondisi oseanografi

yang mempengaruhi kehidupan dan keberadaan tuna pada fishing ground.

Page 113: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

92

VI. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN

PERIKANAN TUNA DAN MITIGASI BENCANA

6.1. Analisis Ekonomi Sub Sektor Perikanan

6.1.1. Analisis Kontribusi

Perikanan merupakan merupakan salah satu sub sektor pertanian di Kota

Padang dengan potensi ekonomi yang cukup besar. Hal ini berdasarkan atas hasil

analisis deskriptif dan studi literatur pada bab penelitian ini sebelumnya. Nilai

kontribusi yang dihasilkan bagi perekonomian daerah diperoleh berdasarkan

indikator PDRB melalui analisis Shift Share dengan perbandingan persentase

antara PDRB sub sektor perikanan pada tahun i terhadap total PDRB seluruh

sektor pada tahun i di Kota Padang. Secara rinci hasil analisis Shift Share

disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25. Perhitungan Kontribusi Antar Sektor di Kota Padang Berdasarkan

Indikator PDRB Harga Konstan

No. SEKTOR KONTRIBUSI (%)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 5,25 5,31 5,26 5,22 5,16 5,14 5,16 5,13 5,12 5,14 5,10

Perikanan 2,84 2,89 2,85 2,85 2,83 2,83 2,86 2,86 2,87 2,89 2,89

2 Pertambangan dan

Penggalian 1,68 1,67 1,61 1,55 1,52 1,52 1,53 1,54 1,53 1,53 1,54

3 Industri Pengolahan 18,10 17,98 17,98 17,42 17,05 16,99 16,97 16,77 16,55 16,34 16,12

4 Listrik, Gas dan Air

Bersih 1,50 1,64 1,72 1,75 1,69 1,67 1,67 1,73 1,77 1,79 1,79

5 Bangunan 4,17 4,15 4,11 4,07 4,06 4,12 4,22 4,24 4,25 4,24 4,30

6 Perdagangan, Hotel

dan Restoran 22,37 22,31 22,32 22,06 21,81 21,94 22,30 22,12 21,78 21,44 21,17

7 Pengangkutan dan

Komunikasi 22,45 22,31 22,71 23,84 24,83 24,59 23,63 23,87 24,30 24,73 25,20

8 Keuangan, Persewaan

dan Jasa Perusahaan 7,31 7,37 7,25 7,23 7,39 7,58 7,82 7,93 8,00 8,07 8,13

9 Jasa-jasa 17,17 17,25 17,03 16,85 16,49 16,46 16,69 16,66 16,69 16,72 16,66

Total (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Data kontribusi antar sektor di Kota Padang selama 11 tahun terakhir

menunjukkan terjadinya fluktuasi dan perbedaan kontribusi masing-masing

sektor. Sektor yang secara umum memberikan peningkatan kontribusi antara lain;

pertanian, bangunan, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa.

Peningkatan sektor ini pun tidak setiap tahun meningkat tapi beberapa kali

mengalami fluktuasi. Sementara itu sektor lainnya mengalami penurunan.

Page 114: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

93

Perbedaan kontribusi dan fluktuasi ini tidak lepas dari faktor karakteristik potensi

daerah serta berbagai goncangan yang terjadi akibat krisis nasional maupun

daerah. Secara umum terjadi peningkatan PDRB pada beberapa sektor di Kota

Padang. Menggeliatnya ekonomi dan iklim investasi menjadi pemicu peningkatan

pendapatan daerah ini. Kondisi ini juga berdampak pada sub sektor perikanan

yang turut mengalami peningkatan. Perhitungan kontribusi ini dihitung melalui

analisis Shift Share berdasarkan indikator PDRB harga konstan tahun 2000.

Rekap perkembangan kontribusi ini secara jelas ditampilkan dalam Gambar 14.

Gambar 14. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perikanan di Kota Padang

Berdasarkan Indikator PDRB Harga Konstan

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Perkembangan kontribusi yang dihasilkan sub sektor perikanan seperti

yang ditampilkan dalam Gambar 14, memperlihatkan terjadinya peningkatan

kontribusi selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari peningkatan

nilai tuna sebagai komoditi ekspor dan juga dampak positif dari kebijakan

pemerintah pusat yang menetapkan Kota Padang (PPS Bungus) sebagai sentra

perikanan tuna Indonesia Bagian Barat. Kontribusi utama perikanan di Padang

adalah berasal dari perikanan tangkap, hal ini didukung oleh posisinya sebagai

daerah pesisir yang menghadap ke Samudera Hindia. Trend peningkatan

kontribusi ini perlu disikapi stakeholder terkait melalui kebijakan pengembangan

yang akan berdampak bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

2,84

2,89

2,85 2,85

2,83 2,83

2,86 2,86

2,87

2,89 2,89

y = 0,0034x + 2,8393 R² = 0,2193

2,78

2,80

2,82

2,84

2,86

2,88

2,90

Ko

ntr

ibu

si (

%)

Kontribusi Sektor Perikanan

Page 115: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

94

6.1.2. Analisis Basis Ekonomi

Penilaian basis ekonomi Kota Padang dalam penelitian ini dihitung

menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Analisis basis ekonomi memuat

sembilan sektor perekonomian yang ada di Kota Padang. Secara rinci perhitungan

LQ antar sektor ditampilkan pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil analisis

Location Quotient, beberapa sektor di Kota Padang dapat dikategorikan sektor

basis selama 10 tahun terakhir. Sektor basis tersebut yaitu; Industri Pengolahan;

Listrik, Gas dan Air Bersih; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan

Komunikasi serta Keuangan, Persewaan; Jasa Perusahaan. Sektor-sektor ini

menurut Sjafrizal (2008) merupakan sektor yang kegiatannya dapat mendatangkan

pendapatan dari luar wilayah, sektor yang fungsi permintaanya bersifat exogenous

dan dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah serta menjadi tulang

punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif

(competitive advantage) yang cukup tinggi.

Perkembangan sub sektor perikanan di Kota Padang yang tergolong ke

dalam sektor pertanian mengalami tren peningkatan. Dari tahun 2000 sampai

tahun 2010 perikanan dikategorikan sektor basis karena nilai LQ>1. Kenaikan ini

dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya karena peningkatan produksi

perikanan laut khususnya nilai kontribusi yang dihasilkan tuna. Perhitungan nilai

LQ sub sektor perikanan diuraikan dalam Tabel 26 dan Gambar 15.

Tabel 26. Perhitungan LQ Sub Sektor Perikanan Kota Padang

No. Tahun vi Vi vt Vt

LQ Ket. (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp)

1 2000 200.331,34 7.065.516,84 646.242,48 22.889.614,05 1,004 Basis

2 2001 212.670,09 7.353.091,21 672.803,05 23.727.373,93 1,020 Basis

3 2002 220.719,27 7.742.458,47 673.812,25 24.840.187,76 1,051 Basis

4 2003 232.880,90 8.171.842,43 723.332,45 26.146.781,64 1,030 Basis

5 2004 244.687,98 8.652.900,05 761.891,34 27.578.136,56 1,024 Basis

6 2005 257.950,07 9.110.697,44 789.009,26 29.159.480,53 1,046 Basis

7 2006 273.710,82 9.577.495,51 841.317,65 30.949.945,10 1,051 Basis

8 2007 290.518,81 10.165.760,80 884.919,95 32.912.968,59 1,063 Basis

9 2008 309.983,58 10.797.259,04 946.556,49 35.176.632,42 1,067 Basis

10 2009 328.365,61 11.345.637,08 989.540,40 36.683.238,68 1,073 Basis

11 2010 347.020,00 12.021.600,00 1.013.604,10 38.860.187,68 1,107 Basis

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 116: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

95

Gambar 15. Perkembangan Nilai LQ Sub Sektor Perikanan di Kota Padang

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Hasil analisis yang ditampilkan pada Tabel 26 dan Gambar 15

menunjukkan perikanan merupakan sektor basis di Kota Padang. Adanya tren

kenaikan nilai LQ menjadi landasan dalam merumuskan kebijakan pengembangan

yang akan diambil. Sub sektor perikanan sudah seharusnya ditempatkan menjadi

tulang punggung perekonomian daerah sehingga mendapat proporsi untuk

dikembangkan dan memberikan keuntungan komparatif bagi daerah. Kebijakan

pengembangan sektor basis ini juga akan memberikan dampak berganda bagi

peningkatan kontribusi sektor lain.

Perekonomian suatu daerah terdiri dari beberapa sektor dengan berbagai

potensi ekonomi. Pertumbuhan atau penurunan salah satu sektor mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Analisis pertumbuhan ekonomi dengan

sektor wilayah tertentu membantu pembuat kebijakan (policy maker) dan

stakeholder dalam pengambilan kebijakan yang lebih baik (Herath et al., 2012).

Melalui hasil analisis shift share diperoleh kesimpulan bahwa sub sektor

perikanan memiliki peluang dalam meningkatkan perekonomian daerah. Oleh

karena itu, perlu adanya kebijakan dalam penguatan sektor basis melalui investasi

dan program pengembangan guna mencapai kesejahteraan.

1,00 1,02

1,05

1,03 1,02

1,05 1,05 1,06 1,07 1,07

1,11

y = 0,0079x + 1,0015 R² = 0,8221

0,94

0,96

0,98

1,00

1,02

1,04

1,06

1,08

1,10

1,12

Nil

ai L

Q

Nilai LQ Sektor Perikanan

Page 117: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

96

6.1.3. Analisis Makro Perikanan antar Wilayah

Menurut Fauzi (2010), pendekatan MRA (Minimum Requirement

Approach) dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi makro sub sektor

perikanan. Pendekatan ini dapat mengukur seberapa besar kekuatan sektor basis

dengan mengukur base multiplier-nya. Melalui pendekatan ini diperoleh

gambaran pengaruh sub sektor perikanan terhadap sektor lainnya di Kota Padang

dengan membandingkannya pada daerah yang memiliki karakteristik potensi

perikanan laut di Provinsi Sumatera Barat .

Pengukuran MRA dalam penelitian ini menggunakan variabel tenaga kerja

(E=Employment) sebagai indikator. Pada kasus ini, teknik MRA mengandalkan

wilayah yang memiliki karakteristik yang sama yang digunakan sebagai acuan

atau peer. Daerah lain yang dipilih sebagai pembanding dalam indikator tenaga

kerja adalah daerah pesisir yang menjadikan sub sektor perikanan sebagai salah

satu tulang punggung perekonomian. Daerah tersebut antara lain Kota Pariaman,

Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman

Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Perhitungan nilai share tenaga kerja

antar wilayah dijelaskan dalam Tabel 27 berikut:

Tabel 27. Share Tenaga Kerja Sub Sektor Perikanan antar Wilayah di Sumatera

Barat Tahun 2010

No. Wilayah Total Tenaga

Kerja

Tenaga Kerja

Perikanan

Share Tenaga

Kerja

1 Kota Padang 304790 6898 0,023

2 Kota Pariaman 31932 1177 0,037

3 Kab. Padang Pariaman 159162 4381 0,028

4 Kab. Pesisir Selatan 158806 13998 0,088

5 Kab. Pasaman Barat 158617 2762 0,017

6 Kab. Kepulauan Mentawai 36453 3216 0,088

Sumber. BPS Provinsi Sumbar, 2010 (Data diolah tahun 2012)

Dari data nilai share yang diperoleh terlihat bahwa daerah yang memiliki

nilai share tertinggi untuk perikanan adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai dan

Pesisir Selatan. Nilai ini merupakan perbandingan komposisi tenaga kerja

keseluruhan dengan tenaga kerja yang khusus bekerja sebagai nelayan (perikanan

tangkap). Sedangkan daerah dengan nilai share terendah adalah Kabupaten

Pasaman Barat dengan nilai 0,017. Kota Padang sebagai Ibu Kota Provinsi

memiliki keunggulan komparatif pada sektor jasa, keuangan dan perdagangan,

Page 118: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

97

sehingga jumlah tenaga kerja terbesar bergerak pada sektor-sektor tersebut. Nilai

share Pasaman Barat dijadikan sebagai peer dalam tahap perhitungan selanjutnya

karena merupakan nilai yang paling minimum dari sub sektor perikanan.

Perhitungan MRA dijelaskan dalam Tabel 28 sebagai berikut:

Tabel 28. Perhitungan MRA Sub Sektor Perikanan antar Wilayah di Sumatera

Barat Tahun 2010

No. Wilayah Share

Sektor

Minimum

Shares

Peer

Total

Emp.

Sektor

Total

Emp.

Basic

Emp.

Basic

Multiplier

1 Kota Padang 0,023 0,017 6.898 304.790 1.716,570 177,6

2 Kota Pariaman 0,037 0,017 1.177 31.932 634,156 50,4

3 Kab. Padang Pariaman 0,028 0,017 4.381 159.162 1.675,246 95,0

4 Kab. Pesisir Selatan 0,088 0,017 13.998 158.806 11.298,298 14,1

5 Kab. Kepulauan Mentawai 0,088 0,017 3.216 36.453 2.596,299 14,0

6 Kab. Pasaman Barat 0,017 0,017 2.762 158.617

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Data hasil analis Tabel 28 dapat digunakan untuk menghitung pengganda

basis (base multiplier) sub sektor perikanan. Pengganda basis ini dihitung

berdasarkan rasio antara total tenaga kerja perikanan dibagi dengan basic

employment. Kota Padang dalam analisis ini memiliki nilai basic multiplier

sebesar 177,6 hal ini menunjukkan bahwa setiap 177 tenaga kerja yang diciptakan

oleh sektor basis akan menghasilkan 0,6 tenaga kerja di sektor non basis. Daerah

yang memberikan efek pengganda terbesar adalah Kota Pariaman, dimana dapat

diinterpretasikan bahwa pada daerah ini untuk setiap 50 tenaga kerja di sektor

basis diharapkan akan tercipta 4 tenaga kerja di sektor non basis.

6.2. Analisis Bioekonomi Sumberdaya Perikanan

Analisis bioekonomi sumberdaya perikanan yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah pada jenis ikan tuna. Tuna sebagai objek penelitian dipilih

karena merupakan komoditi utama perikanan tangkap Kota Padang yang

menghasilkan kontribusi terbesar dibandingkan jenis lain. Berdasarkan hal

tersebut, maka analisis bioekonomi dalam penelitian ini menggunakan satu jenis

spesies (single species) yaitu tuna. Ikan tuna yang diteliti adalah jenis Tuna Mata

Besar/bigeye (Thunus obesus) dan Tuna Sirip Kuning/yellowfin (Thunus

albacares).

Page 119: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

98

Data sekunder sebagai rujukan analisis data pada tahap ini diperoleh dari

Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus Kota Padang yang juga merupakan sentra

perikanan tuna Indonesia bagian barat. Jenis armada atau alat tangkap yang

menjadi objek penelitian adalah tuna longline/rawai tuna. Data produksi dan effort

yang diperoleh di lapangan yaitu selama 12 tahun. Data ini selanjutnya dianalisis

melalui analisis bioekonomi dari tahun 2000 sampai tahun 2010. Jumlah produksi

dan effort ikan tuna yang didaratkan di PPS Bungus dengan alat tangkap longline

ditampilkan dalam Tabel 29.

Tabel 29. Perkembangan Produksi dan Effort Tuna Kota Padang

No. Tahun Produksi (ton) Effort (trip) Produksi Total (ton)

1 2000 801,63 181 833,69

2 2001 1.353,22 231 1.407,35

3 2002 1.095,45 177 1.139,27

4 2003 603,79 105 627,94

5 2004 251,87 27 261,94

6 2005 103,89 13 115,31

7 2006 1.277,93 161 1.289,72

8 2007 148,27 19 148,85

9 2008 397,35 59 403,37

10 2009 689,67 80 719,86

11 2010 679,64 83 730,82

12 2011 837,44 107 838,35

Sumber: Statistik Perikanan Tangkap PPS Bungus 2000-2012.

Hasil tangkapan per-upaya penangkapan (CPUE) tuna longline dari waktu

ke waktu yang didaratkan di Kota Padang cenderung meningkat, sebagaimana

disajikan pada Gambar 16. Menurut Sparre dan Venema (1989), CPUE

merupakan indek kelimpahan stok ikan di perairan. Oleh karena itu, melalui nilai

yang dihasilkan pada analisis ini dapat diartikan bahwa masih terdapat peluang

penambahan produksi mengingat tersedianya stok ikan di lokasi penangkapan.

Upaya meningkatkan produksi ini juga harus mempertimbangkan faktor

keberlanjutan sumberdaya. Kebijakan dan regulasi dari pemerintah terkait

pengelolaan khususnya sumberdaya ikan tuna di Perairan Kota Padang dan WPP

572 Kawasan Samudera Hindia menjadi suatu keharusan guna mencapai

optimalisasi dan keberlanjutan. Perkembangan Catch Per Unit Effort (CPUE)

ditampilkan pada Gambar 16.

Page 120: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

99

Gambar 16. Perkembangan CPUE Sumberdaya Tuna

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Gambar 11 menunjukkan CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2004 (9,329

ton/trip) dan terendah terjadi pada tahun 2000 (4,429 ton/trip). CPUE rata-rata

sebesar 7,222 ton/trip atau 7.222 kg/trip. Nilai ini relatif cukup besar

dibandingkan biaya operasional sekali melaut. Rendahnya tingkat effort yang

secara langsung berdampak pada CPUE juga dipengaruhi oleh kondisi pelabuhan.

Melalui data di lapangan, beberapa kendala usaha tuna longline di PPS Bungus

Kota Padang adalah terkait kurangnya pasokan BBM, sumber air bersih dan

keamanan.

6.2.1. Estimasi Parameter Biologi

Estimasi Parameter biologi dilakukan dengan menggunakan beberapa

model estimator yaitu, model estimasi Algoritma Fox, model estimasi Clarke,

Yashimoto dan Pooley (CYP), model estimasi Walter dan Hilborn (W-H) dan

model estimasi Schnute. Adapun parameter yang diestimasi meliputi tingkat

pertumbuhan intrinsik (r), daya dukung lingkungan perairan (K) dan koefisien

daya tangkap (q). Selain itu juga dilakukan uji statistik untuk validitas data serta

membandingkan biomas (x), produksi (h) dan Effort (E) pemanfaatan aktual dan

optimal sumberdaya ikan tuna dari tiap-tiap model.

4,43

5,86 6,19 5,75

9,33

7,99 7,94 7,80

6,73

8,62 8,19 7,83

y = 0,2646x + 5,5019 R² = 0,4495

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

CP

UE

Perkembangan CPUE

CPUE Linear (CPUE)

Page 121: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

100

Penelitian ini menggunakan hasil analisis model estimator Clarke,

Yashimoto dan Pooley (CYP). Penggunaan model ini karena hasil analisis dari

parameter estimasi menghasilkan nilai yang logis secara apriori teori dan

didukung oleh uji statistik. R square dari model estimasi CYP dalam analisis

penelitian ini juga cukup besar. Menurut Pindyck RS and DL Rubinfeld (1998),

nilai determinasi atau R square lazim digunakan untuk mengukur goodnes of fit

dari model regresi dan untuk membandingkan tingkat validitas hasil regresi

terhadap variabel independen dalam model, dimana semakin besar nilai R square

menunjukkan bahwa model tersebut semakin baik.

Estimasi parameter biologi dan teknik pada sumberdaya ikan tuna dapat

dilihat pada Tabel 30. Tingkat pertumbuhan intrinsik (r) dan koefisien daya

tangkap (q) yang paling tinggi dari keempat model estimasi tersebut adalah model

estimasi W-H yaitu sebesar 2,76 ton per tahun dan 0,0066 ton per trip, sedangkan

untuk daya dukung lingkungan perairan (K) yang tertinggi adalah model

Algoritma Fox sebesar 4.119,23 ton per tahun. Berdasarkan uji statistik, model

estimasi yang memiliki signifikansi uji F di bawah 0,05 dan nilai adjusted R2

lebih

tinggi dibandingkan model lain adalah model estimasi Walter-Hilborn.

Tabel 30. Perbandingan Data Aktual, Parameter Biologi, MSY dan Uji Statistik

pada Sumberdaya Ikan Tuna

Pemanfaatan Aktual

Parameter Biologi

MSY

Persentase

Aktual

terhadap

MSY

Uji Statistik

r q K Uji F Sig R

Square

Adjust

ed R2

Algoritma Fox -1,325 0,002 4.119,23 7,437 0,023 0,452 0,392

Biomas (x) (ton) 2.059,62

Produksi (h) (ton) 672,97 (1.363,99) -50,3%

Effort (E) (trip) 103,58 (319,05) -32,5%

CYP 2,642 0,005 1.676,68 3,942 0,071 0,530 0,395

Biomas (x) (ton) 838,34

Produksi (h) (ton) 672,97 1.107,49 62,0%

Effort (E) (trip) 103,58 248,14 41,7%

Walter-Hibron 2,755 0,007 484,39 4,648 0,052 0,570 0,448

Biomas (x) (ton) 242,19

Produksi (h) (ton) 672,97 333,68 201,7%

Effort (E) (trip) 103,27 207,26 49,8%

Schnute 0,364 0,000 -56086,73 0,305 0,747 0,080 -0,183

Biomas (x) (ton) (28.043,36)

Produksi (h) (ton) 672,97 (5.106,58) -13,2%

Effort (E) (trip) 103,27 (1.228,18) -8,4%

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 122: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

101

Berdasarkan perhitungan model CYP yang diuraikan pada Lampiran 12,

Lampiran 13 dan Lampiran 14 diperoleh parameter biologi untuk ikan tuna yang

didaratkan di PPS Bungus seperti yang diuraikan dalam Tabel 31 dan Tabel 32.

Melalui perhitungan tersebut diperoleh hasil bahwa tingkat pertumbuhan

instrinsik ikan tuna (r) adalah 2,64 ton per tahun dan koefisien daya tangkap (q)

sebesar 0,0053 ton per trip serta daya dukung lingkungan perairan (K) adalah

1.676,68 ton per tahun.

Tabel 31. Keluaran Regresi Model CYP

Parameter

Regresi Coefficients Standard Error t Stat F

Multiple

R

β 0 2,491798979 0,675790891 3,687233746

3,94176

0,727792

β 1 -0,138324632 0,303714268 -0,45544331

β 2 -0,001146852 0,000542138 -2,115423638

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 (Rincian dalam Lampiran 14)

Data pada Tabel 31 selanjutnya diolah untuk mengestimasi parameter

biologi dari sumberdaya ikan tuna dengan alat tangkap longline. Tabel 32

menunjukkan hasil estimasi parameter biologi dari sumberdaya ikan tersebut

berdasarkan estimator CYP dan fungsi pertumbuhan logistik. Parameter biologi

yang ditunjukkan adalah laju pertumbuhan (r), koefisien daya tangkap (q),

koefisien daya dukung (K).

Tabel 32. Parameter Biologi

Parameter

r q K 2,64211946530 0,00532382510 1.676,68

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Data pada Tabel 32 menunjukkan parameter biologi dari sumberdaya ikan

tuna hasil estimasi menggunakan metode CYP. Tingkat pertumbuhan alami atau

laju pertumbuhan sumberdaya tuna sebesar 2,64, koefisien daya tangkap sebesar

0,005 sedangkan koefisien daya dukung sebesar 1.676,68. Hasil estimasi dari tiga

parameter tersebut berguna untuk menentukan tingkat produksi lestari, seperti

Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY) dan

kondisi Open Access.

Page 123: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

102

6.2.2. Estimasi Parameter Ekonomi

a. Harga dan Struktur Biaya

Data untuk estimasi parameter ekonomi yang berkaitan dengan struktur

biaya dan harga dalam penelitian ini merupakan data cross section yang diperoleh

melalui data sekunder selama 10 tahun di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera

Barat dan wawancara lapangan pada nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudera

Bungus. Data cross section untuk biaya input diperoleh dari responden yang

menggunakan armada longline yang terkait dengan sumberdaya ikan tuna.

Komponen biaya merupakan faktor penting dalam usaha perikanan tangkap,

karena besarnya biaya akan mempengaruhi efisiensi dari usaha tersebut. Harga

yang digunakan pada ikan tuna adalah harga riil. Harga riil adalah harga yang

diperoleh dilapangan dikalikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Pada

penelitian ini digunakan IHK dengan tahun dasar 2007. Langkah berikutnya

adalah melakukan penyesuaian dengan Indek Harga Konsumen sehingga

diperoleh nilai biaya per-trip tuna longline dan harga per-ton seperti yang

disajikan dalam Tabel 33.

Tabel 33. Biaya Per-trip dan Harga Rata-rata Ikan Tuna Kota Padang

No. Tahun IHK IHK 2007

Biaya Trip

(Rp/trip)

Harga (Juta

Rp/ton)

1 2000 226,59 51,68 167.268.362 32,61

2 2001 254,24 57,98 187.679.936 36,59

3 2002 283,33 64,62 209.152.043 40,78

4 2003 297,58 67,86 219.667.562 42,83

5 2004 111,54 72,07 233.281.217 45,48

6 2005 126,12 81,50 263.791.271 51,43

7 2006 142,20 91,88 297.414.205 57,98

8 2007 154,76 100,00 323.685.445 63,10

9 2008 135,63 87,64 283.679.888 55,31

10 2009 116,64 116,64 377.544.005 73,60

11 2010 122,62 122,62 396.895.000 77,38

Rata-rata 269.096.267 52,46

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Data biaya dalam penelitian ini adalah biaya per-unit effort, oleh karena itu

biaya tersebut dihitung dari data primer yang diperoleh di lapangan. Biaya per-trip

sangat ditentukan oleh lamanya penangkapan di laut. Selain faktor biaya juga

sangat diperlukan faktor harga atau nilai dari sumberdaya yang dimanfaatkan

dalam menganalisis bioekonomi sumberdaya tersebut. Variabel harga

Page 124: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

103

berpengaruh terhadap jumlah penerimaan yang diperoleh dalam usaha

penangkapan ikan. Data harga nominal merupakan nilai rataan dari harga target

spesies dari alat tangkap yaitu tuna. Harga tersebut disajikan dalam bentuk harga

ikan (juta rupiah) per ton yang diperoleh dari data primer.

b. Estimasi Discount Rate

Discount rate merupakan suatu rate untuk mengukur manfaat masa kini

dibandingkan manfaat yang akan datang dari ekploitasi sumberdaya alam. Tingkat

pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya menggambarkan persepsi masyarakat terhadap sumberdaya

alam itu sendiri. Karenanya discount rate seperti ini disebut juga sebagai social

discount rate. Pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, biasanya tingkat

social discount rate tinggi karena menganggap nilai masa depan dari sumberdaya

alam dan lingkungan lebih rendah dari saat ini. World Bank merilis tingkat

discount rate yang dianjurkan bagi negara-negara berkembang adalah 10 persen

sampai dengan 20 persen.

Pengukuran tingkat social discount rate sebenarnya relatif sulit karena

adanya dinamika perkembangan sosial. Dinamika ini mengakibatkan persepsi

masyarakat terhadap sumberdaya alam bisa berbeda dari waktu ke waktu

tergantung dari situasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Namun demikian,

kendala ini dapat di atasi melalui pendekatan tingkat suku bunga perbankan, yaitu

keseimbangan antara suku bunga simpanan dan pinjaman.

Melalui hasil perhitungan real discount rate diperoleh laju pertumbuhan

dari PDRB Kota Padang, yaitu dengan nilai g =0,0061 atau 0,61 persen. Standar

elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya alam ditentukan

berdasarkan pendekatan Brent (1990) diacu dalam Anna (2003) sebesar 1, ρ

diasumsikan sama dengan nilai nominal saat ini (current nominal discount rate)

sebesar 17 persen. Nilai r dihitung menggunakan rumus r=ρ–γ.g, sehingga

melalui perhitungan tersebut diperoleh nilai r yaitu 16,39. Nilai r tersebut

kemudian dijustifikasi untuk menghasilkan real discount rate dalam bentuk

annual continues discount rate melalui δ= ln(1+r), yaitu sebesar 0,16 atau 16

persen. Angka tingkat diskon ini selanjutnya digunakan sebagai discount rate

pada perhitungan optimal dinamik dari sumberdaya ikan tuna. Penggunaan nilai

Page 125: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

104

market discount rate yang berlaku saat ini sebesar 17 persen juga digunakan

sebagai nilai discount rate pembanding dalam analisis sumberdaya ikan tuna.

6.2.3. Estimasi Produksi Lestari

Produksi lestari merupakan hubungan antara hasil tangkapan dengan

upaya penangkapan dalam bentuk kuadratik, dimana tingkat effort maupun hasil

tangkapan yang diperoleh tidak akan mengancam kelestarian sumberdaya

perikanan. Produksi lestari dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu produksi

lestari maksimum (MSY) dan produksi lestari secara ekonomi yang maksimum

(MEY). Pada analisis estimasi MSY, variabel yang digunakan berupa parameter

biologi saja, sedangkan pada analisis MEY, variabel yang digunakan adalah

parameter biologi dan ekonomi. Parameter biologi diantaranya parameter r, q, K,

sedangkan parameter ekonomi seperti c (cost per-unit effort), harga riil (real

price), dan annual continues discount rate ( δ ).

MSY atau maximum sustainable yield merupakan hasil tangkapan terbesar

yang dapat dihasilkan suatu stok sumberdaya perikanan yang berada dalam batas

kelestarian. MSY dalam hal ini dihitung menggunakan fungsi pertumbuhan

logistik. Sebelum mengestimasi MSY, terlebih dahulu dilakukan estimasi

parameter biologi. Selanjutnya hasil estimasi ini digunakan untuk mengestimasi

tingkat upaya (effort) pada kondisi MSY. Nilai effort, produksi aktual dan

produksi lestari Ikan Tuna Kota Padang disajikan pada Tabel 34.

Tabel 34. Effort, Produksi Aktual dan Produksi Lestari Ikan Tuna Kota Padang

No. Tahun Effort Produksi Produksi

(Et) Aktual (ton) Lestari (ton)

1 2000 181 801,63 1.986,59

2 2001 231 1.353,22 2.690,14

3 2002 177 1.095,45 1.933,20

4 2003 105 603,79 1.045,51

5 2004 27 251,87 240,63

6 2005 13 103,89 113,42

7 2006 161 1.277,93 1.723,93

8 2007 19 148,27 167,29

9 2008 59 397,35 551,11

10 2009 80 689,67 769,78

11 2010 83 679,64 801,99

Rata-rata 672,97 1.093,05

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 126: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

105

Melalui Tabel 34 dapat dilihat bahwa terdapat selisih antara pemanfaatan

aktual dan lestari sumberdaya tuna. Rata-rata jumlah produksi aktual ikan tuna

adalah 672,97 ton yang berada di bawah potensi lestarinya yaitu 1093,05 ton.

Sehingga masih terbuka peluang untuk meningkatkan produksi tuna di kawasan

ini. Fungsi produksi lestari (hMSY) dipengaruhi oleh tingkat effort (E) dengan

adanya parameter biologi r, q, dan K secara kuadratik. Dengan memasukan nilai

effort (E) tersebut, maka akan diketahui tingkat produksi lestari dan upaya

pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap longline di Kota Padang. Gambar 17

memperlihatkan perbandingan antara produksi aktual dibandingkan dengan

produksi lestari dari alat tangkap longline pada sumberdaya ikan tuna.

Gambar 17. Perbandingan Produksi Aktual dan Lestari Sumberdaya Tuna

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Gambar 17 menunjukkan bahwa pada tahun 2000 sampai 2010 produksi

lestari cenderung lebih besar dibandingkan produksi aktual. Beberapa tahun

diantaranya memang terjadi penurunan produksi lestari, namun dari hasil analisis

ini dapat disimpulkan bahwa masih terbuka peluang peningkatan produksi tuna,

karena masih tersedianya stok ikan di perairan. Menurunnya produksi ini

dipengaruhi berkurangnya jumlah armada tangkap yang mendaratkan ikan di

Kota Padang yang sekaligus menyebabkan turunnya upaya penangkapan (effort).

Beberapa permasalahan berkurangnya armada tangkap di Pelabuhan Perikanan

Samudera Bungus adalah terkait keamanan, ketersediaan air bersih dan supplay

bahan bakar (solar).

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Pro

du

ksi (

ton

)

P. Aktual P. Lestari

Page 127: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

106

6.2.4. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Analisis bioekonomi dilakukan untuk menentukan tingkat penguasaan

maksimum bagi pelaku pemanfaatan sumberdaya perikanan. Perkembangan usaha

perikanan tidak hanya ditentukan dari kemampuan untuk mengeksploitasi

sumberdaya ikan secara biologis saja, akan tetapi faktor ekonomi juga sangat

berperan penting. Pendekatan analisis secara biologi dan ekonomi merupakan

salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya optimalisasi penguasaan

sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan.

Parameter ekonomi dimasukkan dalam analisis ini agar diketahui tingkat

optimal dari nilai manfaat atau rente pemanfaatan sumberdaya perikanan yang

diterima oleh masyarakat nelayan. Sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan

mampu mencapai tujuan akhirnya yaitu peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat nelayan. Pada Tabel 35 memperlihatkan hasil estimasi

parameter biologi dan ekonomi, sumberdaya ikan tuna.

Tabel 35. Hasil Estimasi Parameter Biologi dan Ekonomi Sumberdaya Ikan Tuna

Parameter

r (ton/trip) q (ton/unit) K (ton) p (price, jt

Rp/ton)

c (cost, jt

Rp/trip)

2,642119465 0,005323825 1.676,68 47,43 38,86

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Berdasarkan data pada Tabel 35, maka estimasi beberapa kondisi

sustainable yield, yaitu MSY, Open Access dan Sole Owner dapat ditentukan.

Hasil estimasi menunjukkan harga ikan yang diperoleh melalui parameter

ekonomi adalah Rp 51,90 juta per ton, dan untuk biaya penangkapan ikan per-trip

adalah sebesar Rp 440,56 juta. Hasil perhitungan dari masing-masing kondisi

tersebut dari berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan tuna secara ringkas

disajikan dalam Tabel 34. Melalui hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi,

diperoleh gambaran fungsi pertumbuhan logistik sumberdaya perikanan tuna

dengan menggunakan aplikasi Maple 13 ditampilkan pada Gambar 18

(Perhitungan lihat Lampiran 15).

Page 128: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

107

Gambar 18. Kurva Pertumbuhan Logistik Tuna di Padang

Keterangan : f(x)=2.642119465x (1-0.000596416728x)

Pada kondisi keseimbangan, laju pertumbuhan sama dengan nol dan

tingkat populasi sama dengan K (carrying capacity). Carrying capacity

dipengaruhi oleh laju pertumbuhan instrinsik (r), semakin tinggi nilai r, semakin

cepat tercapainya carrying capacity. Tingkat maksimum pertumbuhan akan

terjadi pada kondisi setengah dari carrying capacity atau K/2. Tingkat ini disebut

juga sebagai Maximum Sutainable Yield atau MSY. Melalui hasil analisis

diperoleh kurva pertumbuhan logistik seperti terlihat pada Gambar 18 yang

menunjukkan tingkat carrying capacity dan MSY sumberdaya ikan tuna. Hasil

analisis menunjukkan bahwa tingkat MSY saat ini adalah pada tingkat

pertumbuhan (growth) 1.107,49 ton. Hasil analisis bioekonomi dalam berbagai

rezim pengelolaan ditampilkan pada Tabel 36.

Tabel 36. Hasil Analisis Bioekonomi dalam Berbagai Rezim Pengelolaan

Sumberdaya Ikan Tuna

No. Variabel Kendali Sole Owner

/ MEY

Open Access/

OAY MSY Aktual

1 x (ton) 915,28 153,89 838,34 -

2 h (ton) 1.098,17 369,27 1.107,49 686,68

3 E (trip) 225 451 248 104

4 π (juta Rp) 43.332,71 - 42.890,17 31.572,62

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Pada kondisi MEY (Sole Owner), jumlah stok tuna adalah sebanyak

915,28 ton dengan hasil tangkapan sebesar 1.098,17 ton dan jumlah upaya

tangkap sebanyak 225 trip, sehingga nilai rente yang didapatkan adalah sebesar

Page 129: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

108

Rp 43.332,71 juta. Pengelolaan Open Access menghasilkan standing stock

sebanyak 153,89 ton dengan hasil tangkapan sebesar 369,27 ton dan jumlah upaya

tangkap sebanyak 451 trip. Pada kondisi MSY, stok ikan adalah sebanyak 838,34

ton dengan hasil tangkapan sebesar 1.107,49 ton dan jumlah upaya tangkap

sebanyak 248 trip, sehingga memperoleh rente Rp 42.890,17 juta. Hasil analisis

pada beberapa rezim pengelolaan sumberdaya tuna diperoleh kesimpulan bahwa

pengelolaan optimal adalah pada rezim MEY (sole owner). Gambar rezim

pengelolaan sumberdaya tuna di Kota Padang ditampilkan pada Gambar 19.

Gambar 19. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Nilai rente sumberdaya ikan tuna pada kondisi open access adalah nol. Ini

berarti jika sumberdaya ikan tuna di Kota Padang dibiarkan terbuka, maka

persaingan usaha pada kondisi ini menjadi tidak terkendali sehingga

mengakibatkan nilai keuntungannya menjadi nol. Berdasarkan besaran nilai rente

yang diperoleh pada rezim pengelolaan sole owner atau MEY, nilai rente yang

diperoleh adalah nilai yang tertinggi jika dibandingkan dengan kondisi lainnya.

Selain itu, pada MEY jumlah stok ikan diperairan menghasilkan jumlah yang

paling banyak. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya perikanan secara statik

di Kota Padang sebaiknya dikelola dengan rezim pengelolaan MEY atau Sole

Owner. Keseimbangan bioekonomi model Gordon Schaefer ditampilkan pada

Gambar 20.

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

0

200

400

600

800

1000

1200

Aktual MEY OAY MSY

Re

nte

Ek

on

om

i (j

uta

Rp

)

Ca

tch

(to

n),

Eff

ort

(tr

ip)

Rezim Pengelolaan SDI

Produksi (ton) Effort (trip) π (juta Rp)

Page 130: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

109

Gambar 20. Keseimbangan Bioekonomi Model Gordon Schaefer

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

6.2.5. Analisis Optimasi Dinamik

Model estimasi yang sesuai dalam pemanfaatan sumberdaya tuna

berdasarkan analisis statik sebelumnya adalah model CYP. Melalui model ini

diperoleh parameter biologi dan ekonomi pemanfaatan tuna di Kota Padang.

Dalam rangka merumuskan sebuah kebijakan pengembangan sumberdaya

perikanan yang berkelanjutan, maka dalam tahap ini analisis menggunakan

pendekatan optimasi dinamik. Hasil analisis sumberdaya tuna dengan pendekatan

dinamik menggunakan discount rate 16 persen ditampilkan pada Tabel 37.

Tabel 37. Pengelolaan optimum Sumberdaya Ikan Tuna

No. Variabel Kendali Aktual

Optimal

Dinamik

(i=16)

Optimal

Dinamik

(i=17)

1 x (ton) 876,46 874,23 2 h (ton) 686,68 1.105,21 1.105,46 3 E (trip) 104 237 238 4 π (juta Rp) 31.572,62 322.066,45 304.364,86

5 π overtime (juta Rp) - 5.172,22 874,23

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Analisis secara dinamik dengan menggunakan discount rate 16 persen dan

17 persen ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan yang tepat agar

(10.000,00)

-

10.000,00

20.000,00

30.000,00

40.000,00

50.000,00

60.000,00

70.000,00

- 100 200 300 400 500 600

TR

,TC

(ju

ta R

p)

Effort (trip)

MEY MSY

TC OA

π max

Page 131: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

110

sumberdaya ikan tuna dapat dikelola secara berkelanjutan. Besaran jumlah ikan

yang boleh ditangkap dan jumlah effort yang bisa dilakukan akan berguna untuk

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan tuna di Kota Padang secara

optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan secara optimal dengan nilai discount rate

16 persen dan 17 persen menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan

pengelolaan beberapa rezim yang ada. Nilai rente pada discount rate 16 persen

adalah Rp 322.066,45 juta dan rente pada discount rate 17 persen adalah Rp

304.364,86 juta. Hasil analisis juga menujukkan semakin rendah nilai discount

rate, maka jumlah input produksi semakin sedikit sehingga secara alami jumlah

pertumbuhan alami sumberdaya ikan tuna semakin meningkat dan lestari, kondisi

ini juga akan menghasilkan nilai rente yang semakin tinggi. Hasil optimasi

dinamik pengelolaan sumberdaya tuna pada berbagai tingkat discount rate 10-20

persen sebagai pembanding ditampilkan pada Tabel 38.

Tabel 38. Hasil Optimasi Dinamik dengan Model CYP Pada Pengelolaan

Sumberdaya Tuna

No. Variabel

Kendali (i=10) (i=12) (i=14) (i=18) (i=20)

1 x (ton) 890,27 885,57 880,97 872,03 867,69

2 h (ton) 1.103,25 1.103,98 1.104,63 1.105,71 1.106,14

3 E (trip) 232 234 235 238 239

4 π (juta Rp) 502.296,71 422.247,41 365.023,42 288.621,83 261.836,75

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Berdasarkan Tabel 38 menunjukkan bahwa pada tingkat discount rate

10% diperoleh nilai biomas sebanyak 890,27 ton, jumlah biomas tersebut lebih

besar dibandingkan biomas pada tingkat discount rate 20% sebesar 867,69 ton.

Jumlah tangkapan pada discount rate 10% sebanyak 1.103,25 ton, jumlah ini lebih

besar dibandingkan pada discount rate 20% dengan jumlah tangkapan sebesar

1.106,14 ton. Tingkat upaya penangkapan pada discount rate 10% adalah

sebanyak 232 trip sementara tingkat discount rate 20% sebanyak 239 trip.

Keuntungan atau rente ekonomi yang diperoleh pada tingkat 10% sebesar Rp

502.296,71 juta, sedangkan tingkat discount rate 20% lebih kecil nilainya yaitu

Rp 261.836,75 juta/trip. Hubungan tingkat discount rate dan rente ekonomi

optimal dinamik sumberdaya tuna di Kota Padang lebih jelasnya ditampilkan pada

Gambar 21.

Page 132: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

111

Gambar 21. Nilai Rente Pada Berbagai Tingkat Discount Rate

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Pada Gambar 21 dapat dilihat tingkat discount rate yang tinggi akan

mendorong semakin laju tingkat effort dan sebaliknya tingkat discount rate yang

rendah akan memperlambat laju tingkat effort. Secara umum tingkat discount rate

yang lebih rendah dapat menghasilkan optimal yield dan optimal biomass yang

lebih tinggi dan apabila tingkat discount rate turun hingga ke level nol, maka

analisis dinamik pada sumberdaya tuna ini identik dengan analisis statik pada

pengelolaan sole owner atau MEY. Tingkat discount rate yang tinggi akan

memacu eksploitasi sumberdaya ikan tuna yang lebih ekstraktif dan dampaknya

akan mempertinggi tekanan terhadap sumberdaya tuna. Jika tingkat discount rate

semakin tinggi hingga tak hingga, maka analisis dinamik pada sumberdaya tuna

ini akan sama dengan analisis statik pada pengelolaan Open Access (OA),

sehingga kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya degradasi yang menjurus

pada kepunahan dari sumberdaya.

Berdasarkan hasil analisis melalui pendekatan optimasi dinamik, dapat

disimpulkan bahwa pengelolaan yang optimal dan lestari pada sumberdaya ikan

tuna sebaiknya dilakukan sesuai dengan hasil yang telah diperoleh melalui

analisis dengan discount rate 16 persen. Ini berarti pemerintah pusat dan daerah

khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang hendaknya dapat

merumuskan beberapa kebijakan pengelolaan. Kebijakan yang harus dibuat adalah

menetapkan jumlah effort yang diperbolehkan sebesar 237 trip. Jika dibandingkan

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

9 11 13 15 17 19 21

Re

nte

Eko

no

mi (

Rp

Ju

ta)

Tingkat Discount Rate

Page 133: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

112

dengan effort aktualnya maka terdapat selisih, sehingga untuk hasil yang optimal

maka jumlah effort dapat ditingkatkan sebanyak 133 trip atau setara dengan

penambahan 33 unit armada tuna longliner. Pengelolaan optimal berdasarkan

hasil analisis adalah pada tingkat produksi/ yield (h) sebesar 1.105,21 ton dan

effort (E) sebanyak 237 trip. Kurva pengelolaan optimal sumberdaya ikan tuna di

Kota Padang ditampilkan pada Gambar 22.

Gambar 22. Kurva Pengelolaan Optimal (i=16%)

Keterangan : Perhitungan dengan Maple 13 di Lampiran 15

Secara umum tingkat discount rate yang lebih rendah dapat menghasilkan

optimal yield dan optimal biomass yang lebih tinggi. Apabila tingkat discount rate

turun hingga ke level 0, maka analisis dinamik pada sumberdaya tuna ini identik

dengan analisis statik pada pengelolaan sole owner atau Maximum Economic

Yield (MEY). Jika tingkat discount rate semakin tinggi hingga tak terhingga,

maka analisis dinamik pada sumberdaya ikan pelagis besar ini akan sama dengan

analisis statik pada pengelolaan open access (OA). Pengelolaan dengan tingkat

discount rate 16% seperti yang ditampilkan pada Gambar 22 menunjukkan tingkat

optimal pemanfaatan sumberdaya tuna. Pengelolaan pada tingkat ini di satu sisi

tidak memacu eksploitasi sumberdaya secara ekstraktif yang mengakibatkan

terjadinya degradasi yang menjurus pada kepunahan sumberdaya dan di sisi yang

lain memberikan rente ekonomi yang optimal.

Page 134: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

113

6.3. Analisis Kebencanaan

6.3.1. Analisis Potensi Bencana

Identifikasi potensi bencana alam disamping potensi sumberdaya alam

merupakan salah satu aspek penting dalam pertimbangan perumusan kebijakan

pengembangan wilayah. Dengan memahami potensi bencana alam yang mungkin

terjadi maka langkah preventif, proaktif dan kesiap-siagaan sebelum terjadinya

bencana, serta langkah penanggulangan ketika terjadi bencana, dan langkah

pemulihan setelah terjadi bencana alam dapat dimasukkan dalam rumusan

kebijakan pengembangan wilayah. Sejauh ini, identifikasi potensi bencana alam di

kawasan pesisir khususnya terkait pengembangan perikanan dan kelautan belum

dilakukan secara komprehensif. Hal ini terbukti dalam kebijakan pengembangan

wilayah pesisir yang pada umumnya belum berperspektif mitigasi bencana

(Forum Mitigasi Bencana, 2007). Secara khusus pentingnya analisis potensi

bencana dalam penelitian ini terkait pada perumusan kebijakan pengembangan

sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.

Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui jenis bencana alam yang

potensial terjadi di Kota Padang dalam kaitannya dengan pengembangan

perikanan yang berkelanjutan. Model analisis potensi bencana yang digunakan

untuk menentukan potensi bencana yang memiliki pengaruh terbesar terhadap

pengembangan perikanan adalah dengan menggunakan metode perbandingan

eksponensial (MPE), studi literatur dan analisis deskriptif.

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) yang digunakan dalam

penelitian ini (Sub-bab 6.3.1 dan Sub-bab 6.3.2) merupakan salah satu metode

penentuan prioritas keputusan yang dilakukan berdasarkan beberapa analisis dari

tahapan penelitian sebelumnya. Hasil analisis yang dilakukan sebelumnya

dijadikan sebagai komponen dalam pengambilan keputusan untuk

mengidentifikasi potensi bencana yang ada di pesisir Kota Padang terkait

pengembangan sumberdaya perikanan. Metode perbandingan eksponensial terdiri

dari beberapa tahapan yang dilakukan yaitu:

Menyusun alternatif-alternatif potensi bencana

Menentukan kriteria atau perbandingan kriteria potensi bencana

Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria potensi bencana

Page 135: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

114

Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada kriteria

Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif

Menentukan urutan potensi bencana

Pada tahapan MPE, perlu ditentukan dahulu kriteria potensi bencana dan

alternatif bencana. Kriteria pembentuk MPE ini antara lain; kawasan pelabuhan,

TPI dan PPI, kawasan pemukiman nelayan, kawasan pasar perikanan dan kawasan

perairan (laut). Sedangkan alternatif bencana yaitu; gempa bumi, tsunami, banjir,

erosi, akresi, longsor, abrasi, angin kencang, intrusi air laut dan gelombang laut.

Rumusan yang akan ditentukan dalam rangkaian proses MPE diuraikan menjadi

unsur-unsurnya yaitu kriteria dan alternatif.

Tingkat potensi bencana dalam metode ini diperoleh dengan menentukan

besarnya bobot dari masing-masing kriteria yang ada. Penentuan besarnya bobot

ini dilakukan melalui pendapat pakar. Angka pembobotan ditentukan berdasarkan

skala ordinal dengan skala 1 sampai 5. Bobot 1 berarti kriteria tersebut sangat

tidak berpotensi, bobot 2 berarti tidak berpotensi, bobot 3 berarti cukup

berpotensi, bobot 4 berarti berpotensi dan bobot 5 berarti sangat berpotensi. Pada

metode MPE, nilai total setiap alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh

kriteria yang dipangkatkan dengan bobotnya. Berdasarkan perhitungan MPE

diperoleh nilai total potensi bencana yang ditampilkan pada Tabel 39.

Tabel 39. Nilai Total Potensi Bencana Hasil Analisis MPE

No. Alternatif

Kriteria Nilai

Alternat

if

Kawasan

Pelabuhan

, TPI, PPI

Kawasan

Pemukiman

Nelayan

Kawasan

Pasar

Perikanan

Kawasan

Perairan

(Laut)

1 Gempa Bumi 5 5 5 5 2.500

2 Tsunami 5 5 5 5 2.500

3 Banjir 2 2 2 2 64

4 Erosi 2 1 1 1 19

5 Akresi 2 1 3 2 114

6 Longsor 2 2 2 2 64

7 Abrasi 2 4 1 1 274

8 Angin Kencang 4 4 4 4 1.024

9 Intrusi Air Laut 3 3 3 3 324

10 Gelombang Laut 2 4 2 5 913

Bobot 4 4 4 4

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 136: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

115

Langkah terakhir dalam Metode Perbandingan Eksponensial ini adalah

menentukan urutan prioritas keputusan dari seluruh alternatif keputusan yang

tersedia. Pemeringkatan dilakukan dengan mengurutkan alternatif keputusan dari

jumlah nilai yang terbesar ke nilai terkecil. Hasil dari pengurutan akan diperoleh

alternatif keputusan yang paling baik untuk kemudian dipilih menjadi sebuah

kebijakan pengelolaan.

Berdasarkan hasil tabulasi kuesionerdan wawancara dengan pakar melalui

metode ordinal MPE, diketahui bahwa secara spesifik jenis bencana yang

berpotensi terjadi di Kota Padang terkait pengembangan perikanan adalah gempa

bumi, tsunami, angin kencang, gelombang laut dan intrusi air laut, sementara

bencana yang lain pengaruhnya tidak terlalu besar. Hasil MPE ini merupakan

rangkaian proses analisis setelah melalui studi literatur dan kepustakaan. Potensi

bencana pesisir hasil MPE ditampilkan pada Gambar 23.

Gambar 23. Potensi Bencana Pesisir

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Pada Gambar 23 dapat diketahui bahwa potensi bencana yang paling

tinggi terkait pengembangan sumberdaya perikanan adalah gempa bumi. Posisi

kedua adalah tsunami, pada rangking ketiga ditempati angin kencang. Posisi

keempat dan kelima adalah gelombang laut dan intrusi air laut. Penjelasan terkait

potensi bencana pesisir yang berhubungan dengan pengembangan sumberdaya

perikanan diuraikan pada sub bab selanjutnya. Data uraian potensi bencana

tersebut diperoleh dari data lapangan melalui studi literatur dan kepustakaan.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Gempa Bumi Tsunami Angin Kencang Gelombang Laut Intrusi Air Laut

Kawasan Pelabuhan Kawasan Pemukiman Kawasan Pasar Kawasan Perairan

Page 137: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

116

6.3.1.1. Gempa Bumi

Secara regional, daerah Sumatera Barat termasuk daerah rawan gempa

bumi nomor 3 di Indonesia. Berdasarkan asal usul kejadiannya gempa dapat

dibagi menjadi dua bagian yakni gempa bumi yang berasal dari \\jaman lempeng

Samudera Hindia-Australia yang berinteraksi dengan lempeng Benua Asia di

sebelah barat Sumatera dan gempa bumi yang berasal dari aktivitas gerak sesar

aktif mendatar Sumatera. Jejak rekam gempa bumi merusak yang pernah terjadi

akibat interaksi kedua lempeng tersebut diantaranya adalah gempa bumi Sumatera

Barat tahun 1822, Gempa bumi Siri Sori tahun 1904 (tsunami), Gempa bumi

Padang (1835,1981, dan 1991). Gempa bumi sesar aktif Sumatera pernah terjadi

1926, 1943, 1977, 2004 dan 2007. Gempa bumi tunjaman tersebut yang terjadi di

dasar laut Samudera Hindia dengan kekuatan besar dari 6,5 SR dapat memicu

terjadinya gelombang tsunami yang mengancam pantai barat Sumatera (Bappeda

Kota Padang, 2010).

Berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,

Peta Geomorfologi Lembar Padang, Peta Bahaya Goncangan Gempa Bumi

Indonesia, Peta Wilayah Rawan Bencana Gempa Bumi Indonesia. Intensitas

Gempa Bumi (MMI) Kota Padang mempunyai tingkat kegempaan berkisar antara

V hingga VII (skala MMI), yaitu:

Skala V–VI: tersebar dominan ke bagian barat laut–tenggara yang meliputi

daerah bagian tengah hingga timur laut Kota Padang.

Skala VI–VII: tersebar mulai dari bagian barat laut–tenggara, bagian tengah

meliputi daerah Pasir Jambak, Cupak hingga terus ke arah tenggara Kota

Padang.

Dalam rangka mengetahui kerentanan Kota Padang ini terhadap bencana

gempa bumi secara mikro, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral telah melakukan kajian mikrozonasi geoseismik yakni perpaduan kondisi

geologi dengan parameter utama respon dinamika gempa (periode dan

amplifikasi) sehingga dapat dipisahkan antara daerah berkerentan tinggi akan

goncangan gempa bumi dengan daerah lainnya yang kurang kerentanannya akan

goncangan gempa bumi. Secara umum wilayah Kota Padang mempunyai periode

dominan terendah (<0,14 detik) hingga tertinggi (3,8 detik) dan bersifat

Page 138: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

117

menguatkan gelombang gempa bumi (amplifikasi) terendah 4 kali dan amplifikasi

tertinggi lebih dari 12 kali (Bappeda Kota Padang, 2010).

Pusat-pusat gempa di Kota Padang paling banyak berkaitan dengan gempa

tektonik. Pusat-pusat gempa tektonik di Kota Padang terbentuk di sepanjang jalur

gempa mengikuti zona subduksi sepanjang 6.500 km di sebelah barat Pulau

Sumatera. Tumbukan Lempeng Samudra Hindia-Australia yang menyusup di

bawah Lempeng Eurasia membentuk Zona Benioff yang secara terus menerus

aktif bergerak berarah barat timur yang merupakan zona bergempa dengan

seismisitas cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan Kota Padang menjadi daerah

tektonik giat dan merupakan sumber gempa merusak.

Data kegempaan dari BMG dan USGS memperlihatkan lokasi pusat-pusat

gempa di perairan Kota Padang tersebar cukup merata. Pusat gempa terlihat lebih

banyak di perairan antara Pulau Enggano dan Daratan Sumatera. Frekuensi

kejadian gempa dari tahun 1900 hingga 1963 relatif sedikit, sedangkan dari tahun

1963 hingga 1995 terjadi peningkatan. Gempa terjadi 3 sampai 16 kali per tahun

dalam kurun 1963-1975, frekuensi ini menurun hingga 2 kali kejadian dalam

tahun 1984 dan kemudian meningkat lagi dengan 2 kali kejadian pada tahun 1995.

Sumber-sumber gempa tersebut kebanyakan berada pada kedalaman 33 hingga

100 km, dengan magnitude lebih besar dari 5 skala richter. Gempa berkekuatan

lebih besar dari 6,5 skala richter di permukaan, berpeluang besar menyebabkan

deformasi di daratan maupun di dasar laut (BPPT dalam UNP, 2007).

Tingginya tingkat kerawanan bencana gempa di Kota Padang adalah

akibat gempa berskala besar yang merobohkan bangunan dan dapat memakan

korban jiwa yang tidak sedikit. Begitu juga kaitannya dengan pengembangan

perikanan, sebab sentra-sentra usaha potensial perikanan di Kota Padang

khususnya perikanan tangkap berada di lokasi yang rawan bencana. Sentra usaha

itu seperti pelabuhan pendaratan ikan, pasar perikanan, pemukiman nelayan dan

sarana perikanan lainnya. Peta risiko bencana gempa bumi Kota Padang disajikan

pada Gambar 24 yang dirilis oleh BPSPL Kota Padang.

Page 139: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

118

Gam

bar

24

. P

eta

Ris

iko

Ben

cana

Gem

pa

Bum

i K

ota

Pad

ang

Page 140: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

119

6.3.1.2. Tsunami

Posisi Kota Padang yang berada di pantai barat Sumatera dimana

berbatasan langsung dengan laut terbuka (Samudra Hindia) dan zona tumbukan

aktif dua lempeng menjadikan Padang salah satu kota paling rawan bahaya

tsunami. Gempa tektonik sepanjang daerah subduksi dan adanya seismik aktif,

dapat mengakibatkan gelombang yang luar biasa dahsyat. Melalui catatan sejarah

bencana, tsunami pernah melanda Sumatera Barat pada tahun 1797 dan 1833.

Kejadian bencana tsunami yang bersumber dari gempa yang berada di Sumatera

Barat dapat dilihat pada Tabel 40.

Tabel 40. Kejadian Tsunami di Sumatera Barat

Tahun Bulan Hari Lat Lon Ms I N C V TR BR Sumber

1797 2 10 -1 100 4 (Heck, 1947)

1861 9 25 -1.5 100 6.5 1.5 1 T 3 IND SG1 SW.

1922 4 10 -1 100 0 U 1 IND SG1 Padang

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Ket: : Lat (latitude), Lon (longitude), Ms (Magnitude-SR ), I (Inundasi)

Berdasarkan catatan pada Tabel 40 tersebut, dibuat dua skenario terpaan

tsunami. Skenario terburuk dengan terjadinya slip vertikal sepanjang 20 meter di

dasar laut, tsunami akan ditandai dengan terjadinya gempa bumi besar diatas 8

skala richter selama lebih dari 1 menit tanpa terputus. Terpaan pertama akan

datang selang antara 20-40 menit setelah terjadinya gempa. Pada kondisi ini

tsunami akan menerpa Kota Padang dengan ketinggian bervariasi antara 5-16

meter (Bappeda Kota Padang, 2010).

Ketinggian tsunami setinggi 16 meter akan terjadi pada daerah teluk,

seperti daerah Teluk Bayur dan Sungai Pisang. Daerah padat penduduk seperti

Kecamatan Koto Tangah, Padang Utara dan lainnya, gelombang diperkirakan

akan datang dengan ketinggian 5-6 meter. Informasi lebih jelas dapat dilihat pada

Gambar 25 Peta Risiko Bahaya Tsunami Kota Padang yang dirilis oleh Badan

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (BPSPL) Kota Padang, data bahaya

tsunami di uraikan pada Tabel 41.

Page 141: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

120

Tabel 41. Bahaya Tsunami Kota Padang

No. Kecamatan Luas Total

(Ha)

Bahaya

Tsunami

Luas Bahaya

Tsunami (Ha)

Luas Bahaya

Tsunami (%)

1 Koto Tangah 21.594 6-5 m 248 1,14

Koto Tangah 5-4 m 692 3,2

Koto Tangah 4-3 m 342 1,58

Koto Tangah 3-2 m 647 2,99

Koto Tangah 1-0 m 19.665 91,06

2 Pauh 15.953 1-0 m 15.953 100

3 Kuranji 5.795 1-0 m 5.795 100

4 Nanggalo 1.112 5-4 m 19 1,7

Nanggalo 4-3 m 36 3,23

Nanggalo 3-2 m 87 7,82

Nanggalo 1-0 m 970 87,23

5 Padang Utara 617 6-5 m 84 13,61

Padang Utara 5-4 m 328 53,16

Padang Utara 4-3 m 93 15,07

Padang Utara 3-2 m 20 3,24

Padang Utara 1-0 m 92 14,91

6 Lubuk Kilangan 8.362 1-0 m 8.362 100

7 Padang Timur 639 4-3 m 14 2,19

Padang Timur 3-2 m 157 24,56

Padang Timur 1-0 m 468 73,23

8 Padang Barat 508 6-5 m 80 15,74

Padang Barat 5-4 m 283 55,7

Padang Barat 4-3 m 145 28,54

9 Lubuk Begalung 2.711 6-5 m 24 0,88

Lubuk Begalung 1-0 m 2.687 99,11

10 Padang Selatan 1.119 6-5 m 30 2,68

Padang Selatan 5-4 m 20 1,78

Padang Selatan 4-3 m 7 0,62

Padang Selatan 1-0 m 1.060 94,72

11 Bungus Teluk Kabung 9.975 6-5 m 140 1,4

Bungus Teluk Kabung 1-0 m 9.836 98,6

12 Pulau 164 6-5 m 164 100

Sumber : UNP, 2007

Tabel 41 mennjukkan hampir seluruh kecamatan di Kota Padang berada

dalam bahaya tsunami. Kisaran tinggi bahaya tsunami mencapai 1-6 meter.

Bahaya tsunami terlebih dirasakan pada daerah pesisir yang merupakan basis

usaha perikanan tangkap. Dengan demikian, diperlukan rumusan kebijakan

pengembangan perikanan yang tepat di daerah ini.

Page 142: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

121

Gam

bar

25. P

eta

Ris

iko

Bah

aya

Tsu

nam

i K

ota

Pad

ang

Page 143: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

122

6.3.1.3. Angin Kencang/Badai

Angin kencang/badai baik yang terjadi di laut maupun pesisir dapat

merugikan usaha perikanan. Badai yang terjadi di laut akan menimbulkan

gelombang besar sehingga bisa merugikan armada penangkapan bahkan nyawa

nelayan. Sementara itu, badai yang datang di wilayah pesisir akan menyebabkan

kerugian materil dan non materil seperti rusaknya fasilitas perikanan, pemukiman

nelayan dan lain sebagainya.

Kota Padang termasuk wilayah yang rawan bencana angin kencang/badai.

Dari data yang tercatat di BPBD maupun BMKG Maritim Teluk Bayur, daerah-

daerah yang berada di pesisir Kota Padang merupakan wilayah yang sering

dilanda bencana ini. Badai umumnya berpotensi terjadi pada enam kecamatan

pesisir di Kota Padang baik di daratan maupun di tengah laut. Saat badai terjadi,

kecepatan angin bisa melebihi 50 kilometer per jam.

Beberapa faktor penyebab datangnya badai di Kota Padang adalah adanya

transisi matahari dari Selatan menuju khatulistiwa sehingga terjadi pertemuan

angin yang bergerak dari utara menuju Selatan. Selain itu badai juga terjadi akibat

adanya pumpunan angin bergerak menuju daerah yang bertekanan rendah dengan

kecepatan tinggi akibat terjadinya pertemuan angin dari arah utara dan selatan

karena perbedaan pergerakan matahari dan angin. Faktor lainnya adalah adanya

pumpunan angin yang memanjang di sepanjang Pantai Barat Sumatera dan

berbalik karena daerah di Sumatera Barat umumnya dikelilingi Bukit Barisan.

Akibatnya, angin berbalik arah dan bertambah kencang karena bertemu angin

gunung di kawasan perbukitan dan angin darat di daerah sekitar pantai (BMKG

Maritim Teluk Bayur, 2012).

Sejauh ini, informasi dan peringatan terkait bencana badai di Kota Padang

disampaikan melalui BMKG Maritim. Khusus untuk kegiatan perikanan tangkap,

nelayan mendapat informasi sebelum pergi melaut tentang perkiraan cuaca buruk

dan kondisi perairan yang akan dilalui. Peta perkiraan dan peringatan bahaya serta

informasi meteorologi maritim lainnya disampaikan secara online oleh BMKG

Maritim setiap harinya melalui situs http://maritim.bmkg.go.id.

Page 144: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

123

6.3.1.4. Intrusi Air Laut

Faktor penyebab meluasnya intrusi air laut adalah diakibatkan oleh

terjadinya kenaikan muka air laut. Selain itu, intrusi air laut juga dipicu oleh

terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan untuk

berbagai keperluan, seperti air untuk kebutuhan pemukiman dan industri.

Pengambilan air tanah yang tidak seimbang dengan pemasukan air dari

permukaan mengakibatkan air laut yang lebih berat masa jenisnya langsung

masuk ke akuifer (tempat penampungan air di dalam tanah) hingga mengendap.

Sebagai Kota Pesisir, Kota Padang yang juga merupakan Ibukota Provinsi

Sumatera Barat memiliki risiko yang tinggi terhadap ancaman intrusi air laut.

Ancaman ini didasari oleh padatnya pemukiman di sekitar pusat kota serta

berbagai aktivitas perdagangan dan industri yang menambah potensi bencana di

daerah ini. Sejauh ini pemerintah Kota Padang telah berusaha mengantisipasi

bencana intrusi air laut melalui program pembangunan dan pengelolaan hutan

kota yang dikenal dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Usaha mengatasi intrusi

air laut di Kota Padang adalah dengan upaya peningkatan kandungan air tanah

melalui pembangunan hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman

yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah (Samsoedin dan Endro,

2007). Kawasan strategis perikanan yang rawan akan intrusi air laut seperti TPI,

PPI, Pelabuhan dan pemukiman nelayan di sekitar kecamatan pesisir padat

penduduk seperti Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Lubuk Begalung dan

Kecamatan Padang Utara.

6.3.1.5. Gelombang Laut

Pada umumnya kondisi gelombang di suatu perairan diperoleh secara tidak

langsung yaitu melalui data angin yang terdapat di kawasan perairan tersebut. Hal

ini didasari atas kondisi umum yang berlaku di laut yaitu sebagian besar

gelombang yang ditemui dibentuk oleh tiupan angin. Gelombang ini merambat ke

segala arah membawa energi tersebut yang kemudian dilepaskannya ke pantai

dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang dapat menempuh jarak

ribuan kilometer sebelum mencapai pantai. Gelombang yang mendekati pantai

akan mengalami pembiasaan (refraction), jika mendekati semenanjung akan

memusat (convergence) dan menyebar (divergence) jika menemui cekungan.

Page 145: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

124

Keadaan gelombang selain disebabkan oleh hembusan angin juga dipengaruhi

oleh keadaan topografi dasar laut atau sea botton topography (Lutfi, 2005).

Hubungan yang erat antara gelombang, angin dan dasar perairan

menyebabkan perairan di bagian barat Sumatera khususnya Padang tidak pernah

tenang. Hal ini selain disebabkan oleh hembusan angin yang mempunyai gradian

kecuraman yang tinggi, juga disebabkan karena pada musim barat di perairan

Sumataera Barat sering terjadi badai dengan periode yang singkat antara 1-3 jam.

Keadaan ini menyebabkan di daerah perairan pantai sering terjadi gelombang

pecah. Tinggi gelombang yang terjadi di Kota Padang berkisar antara 0,5-2,0

meter (BMKG Maritim Teluk Bayur, 2012).

Gelombang laut atau gelombang samudera yang terjadi di perairan Kota

Padang berasal dari Samudera Hindia sekitar Mentawai dan pesisir barat daratan

Kota Padang. Posisi perairan Kota Padang yang berbatasan dengan Samudera

Hindia menyebabkan kawasan ini sangat rawan dilanda gelombang laut. Selain

itu, awan gelap (Cumulonimbus) di lokasi tersebut dapat menimbulkan angin

kencang dan menambah tinggi gelombang. Gelombang laut berdampak langsung

pada kerugian materi nelayan bahkan tidak jarang adanya korban jiwa. Informasi

berupa prakiraan gelombang dari BMKG ditampilkan pada Gambar 26.

Gambar 26. Peta Prakiraan Tinggi Gelombang

Sumber : BMKG Maritim Teluk Bayur, 2012

Page 146: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

125

6.3.1.6. Banjir

Bencana banjir merupakan kejadian alam yang sulit untuk diprediksi

karena bencana ini datang secara tiba-tiba dengan periodisitas yang tidak

menentu, kecuali untuk daerah-daerah yang sudah menjadi langganan terjadinya

banjir tahunan. Secara umum banjir adalah peristiwa dimana daratan yang

biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini

disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa

dataran rendah hingga cekung.

Beberapa wilayah yang diidentifikasikan rawan bencana banjir di wilayah

Kota Padang menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Padang antara lain adalah Lubuk Minturun, Simpang Kalumpang, Padang Sarai,

Dadok Rawan Panjang sekitarnya, Ikur Koto, Anak Air, Padang Sarai semuanya

berada di Kecamatan Koto Tangah, kemudian, Lapai, Siteba, Maransi, Gunung

Pangilun di wilayah Kecamatan Nanggalo, serta Ampang, Gunung Sarik, Andalas

di wilayah Kecamatan Kuranji. Daerah Simpang Haru yang termasuk wilayah

Kecamatan Padang Timur juga merupakan wilayah rawan banjir, serta dua derah

yang berada di Kecamatan Lubuk Begalung yaitu Parak Laweh dan Arai Pinang.

Banjir memberikan dampak yang sangat serius terhadap ekosistem

perairan pantai. Kerugian yang ditimbulkan banjir bisa berupa material maupun

non material. Baik secara langsung maupun tidak langsung kerugian ini dirasakan

oleh masyarakat,termasuk juga nelayan. Kerugian banjir mungkin akan sulit untuk

ditabulasi secara matematis, namun secara visual sangat nyata telah menimbulkan

berbagai macam kerugian baik fisik maupun non fisik. Selain itu menurut Ilyas

dan Slamet (2007) banjir peran penting dalam pengiriman butiran sedimen, air

tawar yang cukup besar, pengayaan kandungan unsur hara (nutrien) dan

peningkatan polusi ke dalam perairan. Keseluruhan material tersebut lambat laun

akan berdampak terhadap keberadaan ekosistem perairan. Wilayah-wilayah yang

berisiko terkena banjir dapat dilihat pada Gambar 27 Peta Risiko Bencana Banjir

Kota Padang yang dirilis oleh Badan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

(BPSPL) Kota Padang.

Page 147: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

126

Gam

bar

27. P

eta

Ris

iko B

enca

na

Ban

jir

Kota

Pad

ang

Page 148: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

127

6.3.1.7. Gerakan Tanah (Longsor, Abrasi, Akresi dan Erosi)

Gerakan tanah dapat terjadi apabila di bawah lapisan yang keras dijumpai

adanya lapisan dengan kompresibilitas tinggi. Daerah yang berpotensi terjadinya

gerakan tanah yaitu daerah pematang pantai, dimana lapisan keras berada pada

kedalaman 5-10 meter dan dibawahnya terdapat lapisan lempung/lanau lunak

(Puradimaja dalam Ruswandi 2009).

Jenis gerakan tanah yang sering terjadi adalah longsoran dan amblesan.

Longsor terjadi pada batuan/tanah pelapukan yang mempunyai lereng. Melalui

data UNP (2007) tingkat risiko longsor lahan di Kota Padang dapat dibedakan

menjadi tiga bagian yaitu tingkat risiko longsor lahan rendah, sedang, dan tinggi.

Tingkat risiko longsor lahan rendah umumnya tersebar di bagian timur, barat,

utara Kota Padang. Hal ini disebabkan karena sebagian besar bentuk penggunaan

lahan berupa hutan dan kebun campuran, sedangkan pada satuan lahan yang

memiliki kepadatan penduduk yang padat memiliki lereng yang rendah, sehingga

tidak memiliki potensi untuk mengalami longsor lahan.

Tingkat risiko longsor lahan sedang umumnya tersebar pada bagian tengah

Kota Padang. Tingkat risiko longsor lahan sedang ini disebabkan karena bentuk

penggunaan lahannya berupa permukiman yang bersifat menyebar, sehingga

apabila terjadi longsor lahan tidak begitu banyak menimbulkan korban jiwa dan

harta benda. Tingkat risiko longsor lahan tinggi umumnya terdapat pada satuan

bentuk lahan perbukitan yaitu pada daerah Gunung Padang, Pauh, dan Lubuk

Kilangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 28 tentang peta risiko

longsor Kota Padang yang dirilis oleh BPSPL Kota Padang.

Bencana gerakan tanah seperti longsor, abrasi, akresi dan erosi memiliki

dampak terhadap pengembangan perikanan. Dampak bencana ini berupa

kerusakan yang ditimbulkan terhadap sarana perikanan, pemukiman nelayan serta

ekosistem lingkungan perairan yang secara langsung maupun tidak langsung akan

merugikan sub sektor perikanan. Beberapa kawasan strategis perikanan yang

berada di wilayah pesisir Kota Padang rentan terhadap bencana ini, seperti

Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan

Padang Selatan.

Page 149: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

128

Gam

bar

28. P

eta

Ris

iko B

enca

na

Longso

r K

ota

Pad

ang

Page 150: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

129

Wilayah dataran di Kota Padang dapat dikategorikan dalam dua kondisi,

yaitu kondisi stabil dan tidak stabil. Kondisi ini dipengaruhi oleh topografi dan

karakteristik masing-masing wilayah. Adapun uraian kondisi ini dijelaskan

sebagai berikut (Bappeda Kota Padang, 2010) :

Kondisi Stabil (S)

Terdapat pada daerah dataran yang tersusun oleh endapan aluvial, rawa,

kipas aluvial, pematang pantai dan dataran pantai, berupa lempung-pasir,

kerikil-kerakal, lepas agak padat, sudut lereng 0–5 persen berupa dataran

dengan elevasi 0–5 m (dml), tipe erosi limpasan-alur, serta runtuhan tebing

sungai sebagai akibat limpasan aktivitas aliran air sungai, meliputi

sepanjang pesisir pantai bagin barat Kota Padang.

Kondisi Tidak Stabil (TS)

- Tingkat Rendah-Sedang (R–S) : Terdapat pada daerah barat laut hingga

ke arah selatan, yang tersusun oleh endapan dataran aluvial berupa

endapan vulkanik (dominan) berupa lahar, tuf dan koluvium, sifat

endapan padat-sangat padat, padat, sudut lereng 5–30 persen berupa

dataran bergelombang dengan elevasi 5–10 m (dml), tipe erosi alur-

lembah (runtuhan tebing sungai) akibat aktivitas aliran air permukaan

dan sungai. Tingkat ini meliputi bagian timur laut-tenggara, sedikit

berada pada bagian barat Kota Padang.

- Tingkat Sedang-Stabil (S–T): Terdapat pada daerah dataran hingga

perbukitan yang tersusun oleh batuan tua yang terdiri dari malihan/

metamorf, sifat endapan sangat padat, mudah tererosi oleh aliran air

permukaan dan terdapat dinding dengan >30 persen hingga tegak lurus,

dapat runtuh, tipe erosi limpasan-galur-jurang. Adanya goncangan

gempa bumi dapat menimbulkan rekahan-rekahan ke arah lembah yang

dapat menyebabkan terjadinya longsoran ke arah hulu. Tingkat ini

meliputi bagian timur laut hingga tenggara,dan selatan Kota Padang.

Kondisi abrasi atau akresi di wilayah pantai Kota Padang terdapat pada

daerah yang tersusun oleh endapan pematang pantai berupa lanau-pasir, sifat

endapan lepas-lepas dan dapat terjadi abrasi atau akresi sebagai akibat dari

Page 151: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

130

aktivitas air laut. Adapun jenis bencana gerakan tanah di Kota Padang untuk

kawasan pantai dapat berupa :

Abrasi dan Akresi, bencana ini terdapat pada daerah yang tersusun oleh

endapan pematang pantai berupa lanau-pasir, sifat endapan lepas-lepas dan

dapat terjadi Abrasi dan Akresi sebagai akibat dari aktivitas air laut.

Tingkat risiko abrasi pantai yang terjadi di Kota Padang dapat dibedakan

menjadi dua bagian yaitu tingkat risiko abrasi pantai tinggi dan rendah.

Tingkat risiko abrasi pantai tinggi umumnya terdapat pada Kecamatan Koto

Tangah dan Padang Utara. Tingkat risiko abrasi tinggi ini dapat dibuktikan

dengan adanya beberapa bangunan rumah yang telah runtuh akibat abrasi

pantai, sedangkan tingkat abrasi pantai yang rendah ditandai dengan adanya

beberapa pohon kelapa yang telah kelihatan akarnya di pemukaan dan

adanya beberapa pohon kelapa yang telah tumbang akibat abrasi pantai.

Adapun peta risiko bencana abrasi pantai di Kota Padang berdasarkan data

BPSPL dapat dilihat pada Gambar 29.

Erosi, bencana ini tersebar di bagian barat laut–tenggara sepanjang tepi

pantai yang meliputi daerah Padang. Terdapat pada batuan alluvial kuarter

(Qa), biasanya terjadi di sekitar tebing sungai/pantai yang disebabkan oleh

arus/ombak.

Gelinciran batuan/runtuhan batuan merupakan gerakan tanah yang terjadi

karena adanya perlapisan dari batuan dan juga adanya patahan. Sedangkan

longsoran terjadi pada tanah pelapukan.

Beberapa lokasi yang diidentifikasikan rawan gerakan tanah antara lain

daerah Lubuk Paraku, Panorama, Bukit Tantangan Beringin, serta Pauh Batu

Busuk Patamuan di wilayah Kecamatan Lubuk Kilangan; Bukit Air Manis, Bukit

Lantik, Bukit Turki, Bukit Gado-Gado, serta Perbukitan sekitar Teluk Bayur di

Kecamatan Padang Selatan. Daerah-daerah ini sangat berpotensi terjadi gerakan

tanah apabila curah hujan turun cukup tinggi. Selain itu masih terdapat beberapa

lokasi rawan gerakan tanah di wilayah Kecamatan Lubuk Begalung yaitu antara

lain di Bukit Gaung, Bukit Pampangan, Bukit Lampu (Bappeda Kota Padang,

2010).

Page 152: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

131

Gam

bar

29. P

eta

Ris

iko B

enca

na

Ab

rasi

Kota

Pad

ang

Page 153: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

132

6.3.2. Analisis Mitigasi Bencana

6.3.2.1. Mitigasi Bencana

Bencana alam merupakan peristiwa alamiah yang tidak bisa dihilangkan

atau ditunda, namun terdapat upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan

oleh bencana alam. Upaya mitigasi bencana meliputi kegiatan-kegiatan yang

dilakukan untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh bencana alam, baik

kerugian jiwa maupun kerugian materi. Kegiatan yang perlu dilakukan tidak

hanya sebatas membangun infrastruktur ataupun kegiatan fisik lainnya namun

juga menyangkut penetapan kebijakan-kebijakan pengaturan dan pengendalian

dalam rangka mengurangi risiko bencana.

Kondisi kerawanan bencana di wilayah Kota Padang memerlukan upaya

mitigasi bencana sebagai titik tolak dari manajemen bencana. Manajemen ini

diperlukan untuk mengurangi dan meniadakan korban dan kerugian yang timbul.

Berdasarkan jenis-jenis bencana yang mungkin terjadi di wilayah Kota Padang

dan mengacu pada Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Padang, kebijakan-

kebijakan yang perlu diambil pemerintah antara lain:

Menyusun regulasi (Peraturan Daerah) kebencanaan daerah yang mencakup

regulasi mengenai :

- Pengaturan organisasi perangkat daerah yang menangani kebencanaan

- Pengaturan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan

upaya pengurangan risiko bencana

- Pengaturan dan penetapan dasar hukum mengenai aspek teknis upaya

pengurangan risiko bencana, antara lain; standar pendirian bangunan

tahan bencana, jalur evakuasi bencana, standar pengelolaan ekosistem

dan lingkungan, dan lainnya

- Perencanaan pengurangan risiko dan penanganan bencana alam

Membentuk perangkat daerah yang menangani masalah kebencanaan

Pembentukan Kelompok Kerja Kebencanaan yang beranggotakan dinas-

dinas terkait

Memperkuat kerjasama penanganan bencana dengan daerah lain di

sekitarnya

Page 154: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

133

Memperkuat akses komunikasi antara daerah kepulauan, baik melalui radio

atau telepon

Memperkuat akses informasi ke pusat informasi kebencanaan dan lembaga-

lembaga riset terutama di daerah-daerah dan pulau-pulau terpencil

Membangun sistem informasi bencana

Memfasilitasi penelitian-penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset

tentang kebencanaan di wilayah Kota Padang

Memperkuat jaringan pemerintah, masyarakat dan swasta dalam

pengurangan risiko bencana

Memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dengan melakukan sosialisasi dan

pelatihan bencana

Melakukan perencanaan logistik dan penyediaan dana, peralatan, dan

material yang diperlukan untuk tanggap darurat

Merencanakan dan menyiapkan SOP (Standart Operation Procedure) untuk

kegiatan tanggap darurat

Sumberdaya perikanan khususnya perikanan tangkap merupakan sektor

yang memiliki karakteristik yang rawan terhadap bencana, hal ini disebabkan

sebagian besar prasarana dan sarananya berada di kawasan pesisir. Kawasan

pesisir sebagaimana dijabarkan dalam potensi bencana menjadi zona yang patut

diperhitungkan dalam menentukan setiap arahan dan kebijakan yang akan dibuat.

Sehingga kebijakan terkait sumberdaya ini benar-benar diperhitungkan kondisi,

potensi dan karakteristiknya.

Beberapa upaya mitigasi saat ini telah dilaksanakan di Kota Padang, baik

berupa mitigasi aktif maupun mitigasi pasif. Upaya mitigasi ini sebagian besar

ditangani oleh unit khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah yaitu BPBD

(Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Khusus pengembangan perikanan dan

lingkungan pesisir, realisasi program yang telah dilakukan di Kota Padang adalah

sebagai berikut:

a. Early Warning System (EWS)

Alat ini berfungsi pada saat terjadi gempa yang berpotensi tsunami. Cara

kerja alat ini adalah berupa bunyi sirene yang ditempatkan pada lokasi

Page 155: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

134

strategis setelah sebelumnya diberikan sosialisasi prosedur kerja alat kepada

masyarakat setempat. EWS di Kota Padang difungsikan sejak tahun 2007,

awalnya hanya ada 2 unit alat. Pada tahun 2012 ini menurut data di lapangan

sudah terdapat 10 unit, walaupun menurut BPBD kebutuhan Kota Padang

adalah 26 unit pada zona merah. EWS diserahterimakan pada BPBD Kota

Padang untuk pengelolaannya sejak 2009, sebelumnya alat ini ditangani oleh

dinas kebakaran.

b. Rabab

Sarana komunikasi merupakan alat komunikasi Pusdalops berupa radio

penerima. Cara kerjanya apabila ada bencana disampaikan berita bencana

tentang potensi tsunami pada masjid-masjid yang dipasang rabab. Saat ini

jumlah masjid yang dipasangi rabab di Kota Padang berjumlah 26 buah.

Kebutuhan rbab di Kota Padang adalah setiap masjid yang berada dalam

zona merah di Kota Padang dipasangi rabab.

c. Radar Tsunami

Sarana mitigasi berupa radar berfungsi sebagai pemantau gelombang tsunami.

Radar dipasang di Universitas Bung Hatta (UBH) karena posisinya yang

strategis menghadap pantai barat Sumatera. Cara kerja alat ini berupa sistem

wireless yang disampaikan berupa data informasi kepada stasiun penerima

yakni BPBD dan Walikota Padang. Penyediaan radar tsunami ini dibawah

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan NGO

Amerika. Penggunaan alat sejauh ini belum optimal, disebabkan oleh

beberapa faktor non teknis. Berdasarkan data yang dihimpun di lapangan,

orientasi penggunaan alat ini sebenarnya dikhususkan untuk membantu

nelayan dalam mendeteksi datangnya gelombang yang membahayakan.

d. Peta dan Jalur Evakuasi

BPBD selaku otoritas yang diberikan wewenang dalam menangani masalah

kebencanaan di Kota Padang telah membuat beberapa upaya dalam evakuasi

bencana. Pembuatan jalur evakuasi serta sarana evakuasi telah dibangun di

beberapa lokasi yang dinilai strategis dan rawan. Jalur evakuasi ini berupa

papan informasi, jembatan, jalan, titik point dan lain-lain. Sementara untuk

Page 156: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

135

peta evakuasi telah dibuat dan terus diperbaharui oleh BPBD bekerjasama

dengan instansi lain.

e. Kelompok Siaga Bencana

Kelompok Siaga Bencana (KSB) merupakan perpanjangan tangan dari

BPBD. Unit ini berasal dari anggota masyarakat dan relawan yang peduli

terhadap risiko bencana alam. Beberapa kegiatan atau program yang

dilaksanakan KSB antara lain; sosialisasi penanggulangan bencana dan

kebijakan kebencaan kepada masyarakat, latihan evakuasi bencana dan

lainnya.

6.3.2.2. Prioritas Bentuk Mitigasi

Dalam rangka menentukan prioritas bentuk mitigasi bencana yang akan

diambil terkait pengembangan sumberdaya perikanan, maka dalam tahap ini

digunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Teknik analisis MPE

menggunakan informasi dari pakar terkait keputusan yang akan diambil. Kriteria

pembentuk MPE ini adalah; ekologi (dinamika perairan pesisir dan faktor

keberlanjutan sumberdaya perikanan), ekonomi (kesejahteraan masyarakat) dan

sosial (kesesuaian dengan karakteristik masyarakat dan SDM lokal). Alternatif

bentuk mitigasi bencana yaitu:

1) Pembuatan peraturan, UU dan kebijakan lain terkait mitigasi bencana dan

keberlanjutan SD Perikanan

2) Sosialisasi mitigasi bencana, simulasi bencana

3) Sistem penyelamatan dini, jalur evakuasi

4) Pendampingan pendirian bangunan/ fasilitas standar

5) Sistem peringatan dini, sistem informasi terpadu

6) Remangrovisasi, artificial reeft, beach nourishment

7) Pemecah ombak, peredam abrasi, penahan sedimentasi sejajar pantai

8) Pengembangan sistem mitigasi berbasis kearifan local

9) Penyediaan GPS, APS, Aplikasi informasi bencana untuk nelayan

10) Pendirian bangunan pelabuhan dan prasarana perikanan lainnya yang

berperspektif mitigasi bencana

Page 157: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

136

Tingkat kepentingan dalam metode ini diperoleh dengan menentukan

besarnya bobot dari masing-masing kriteria yang ada. Penentuan besarnya bobot

ini dilakukan melalui pendapat pakar. Angka pembobotan ditentukan berdasarkan

skala ordinal dengan skala 1 sampai 5. Bobot 1 berarti kriteria tersebut sangat

tidak penting, bobot 2 berarti tidak penting, bobot 3 berarti cukup penting, bobot 4

berarti penting dan bobot 5 berarti sangat penting. Pada metode MPE, nilai total

setiap alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh kriteria yang

dipangkatkan dengan bobotnya. Berdasarkan perhitungan MPE diperoleh nilai

total masing-masing alternatif seperti yang ditampilkan pada Tabel 42.

Tabel 42. Nilai Total Alternatif Prioritas Mitigasi

No. Alternatif Kriteria Nilai

Alternatif Ekologi Ekonomi Sosial

1

Pembuatan peraturan,UU dan

kebijakan lain terkait mitigasi

bencana dan keberlanjutan Perikanan

5 4 5 1.506

2 Sosialisasi mitigasi bencana, simulasi

bencana 4 4 5 1.137

3 Sistem penyelamatan dini, jalur

evakuasi 4 5 5 1.506

4 Pendampingan pendirian bangunan/

fasilitas standar 4 4 5 1.137

5 Sistem peringatan dini, sistem

informasi terpadu 5 5 5 1.875

6 Remangrovisasi, artificial reeft,

beach nourishment. 5 4 4 1.137

7 Pemecah ombak, peredam abrasi,

penahan sedimentasi sejajar pantai 5 5 3 1.331

8 Pengembangan sistem mitigasi

berbasis kearifan lokal 5 4 5 1.506

9 Penyediaan GPS, APS, Aplikasi

informasi bencana untuk nelayan 5 5 5 1.875

10

Pendirian bangunan pelabuhan dan

prasarana perikanan lainnya yang

berperspektif mitigasi bencana

5 4 5 1.506

Bobot 4 4 4

Sumber: Hasil Analisis Data, 2012

Berdasarkan hasil tabulasi kuesionerdan wawancara dengan pakar melalui

metode ordinal MPE, diperoleh hasil bahwa prioritas bentuk mitigasi yang perlu

Page 158: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

137

0

500

1000

1500

2000

1 2 3 4 5

Ekologi Ekonomi Sosial

dikembangkan di Kota Padang terkait usaha perikanan antara lain; Sistem

peringatan dini dan sistem informasi terpadu, Penyediaan GPS, APS dan Aplikasi

informasi bencana untuk nelayan, Pembuatan peraturan,Undang-undang dan

kebijakan lain terkait mitigasi bencana dan keberlanjutan sumberdaya perikanan,

Sistem penyelamatan dini dan jalur evakuasi, Pengembangan sistem mitigasi

berbasis kearifan lokal serta Pendirian bangunan pelabuhan dan prasarana

perikanan lainnya yang berperspektif mitigasi bencana. Secara rinci prioritas

bentuk mitigasi bencana ini ditampilkan dalam Gambar 30.

Keterangan:

1 = Sistem peringatan dini, sistem informasi terpadu

2 = Penyediaan GPS, APS, Aplikasi informasi bencana untuk nelayan

3 = Sistem penyelamatan dini, jalur evakuasi

4 = Pengembangan sistem mitigasi berbasis kearifan lokal

5 = Pendirian bangunan pelabuhan dan prasarana perikanan

lainnya yang berperspektif mitigasi bencana

Gambar 30. Prioritas Bentuk Mitigasi Bencana

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Berdasarkan perhitungan analisis MPE yang ditampilkan dalam Gambar

30, terlihat prioritas utama bentuk mitigasi adalah sistem informasi terpadu serta

penyediaan GPS dan aplikasi informasi bencana untuk nelayan. Sarana mitigasi

ini selanjutnya akan dianalisis kelayakan investasinya seperti diuraikan pada Bab

6.5.3. Teknik MPE yang digunakan pada pemilihan bentuk mitigasi bencana

dalam kaitannya terhadap pengembangan perikanan ini menggunakan tiga kriteria

yaitu Ekonomi (kesejahteraan masyarakat), Ekologi (dinamika perairan pesisir

dan faktor keberlanjutan Sumberdaya Perikanan) dan Sosial (kesesuaian dengan

karakteristik masyarakat dan SDM lokal).

Page 159: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

138

6.3.2.3. Mitigasi Bencana untuk Pengembangan Perikanan Tuna Longline

United Nation Escap (2004) memaparkan spektrum luas teknologi yang

digunakan dalam kesiap-siagaan bencana. Teknologi ini merupakan sarana yang

direkomendasikan dalam upaya mitigasi dan manajemen bencana yang meliputi:

Penginderaan jauh, Sistem Informasi Geografis (SIG), Global Positioning System

(GPS), sistem navigasi satelit, satelit komunikasi, radio amatir dan komunitas,

televisi dan siaran radio, telepon kabel, fax, telepon selular, internet, e-mail serta

paket perangkat lunak khusus, manajemen data base online dan jaringan

informasi bencana.

Teknologi yang disajikan dalam buku panduan tersebut menjadi sarana

mitigasi penting terhadap keberlanjutan sumberdaya. Hasil analisis MPE

sebelumnya terkait sarana mitigasi yang paling efektif dalam mitigasi bencana

terhadap pengembangan perikanan di Kota Padang adalah; (1) Sistem peringatan

dini dan sistem informasi terpadu, (2) Penyediaan GPS, APS dan aplikasi

informasi bencana untuk nelayan, (3) Sistem penyelamatan dini dan jalur

evakuasi, (4) Pengembangan sistem mitigasi berbasis kearifan lokal serta (5)

Pendirian bangunan pelabuhan dan prasarana perikanan lainnya yang

berperspektif mitigasi bencana. Sarana mitigasi ini merupakan upaya pengurangan

dampak yang ditimbulkan dari bencana potensial terkait pengembangan

sumberdaya perikanan sesuai analisis sebelumnya yakni gempa, tsunami, badai,

gelombang laut dan intrusi air laut.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan serta melalui penelusuran

data primer dan sekunder di lapangan, maka diperoleh bentuk mitigasi bencana

untuk pengembangan perikanan tangkap di Kota Padang. Bentuk mitigasi ini

terdiri dari prasarana mitigasi darat dan laut serta sarana mitigasi armada

penangkapan. Bentuk prasarana dan sarana mitigasi ini nantinya akan dimasukkan

sebagai komponen dalam perhitungan kelayakan investasi pengembangan usaha

perikanan tangkap sebagaimana diuraikan pada Bab 6.4.2. Melalui perhitungan

kelayakan investasi dengan memasukkan komponen mitigasi ini diharapkan dapat

melahirkan rumusan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan tuna longline

berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang.

Page 160: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

139

Bentuk prasarana dan sarana mitigasi bencana untuk pengembangan

perikanan tangkap antara lain:

Prasarana Mitigasi Darat dan Laut

- Sistem Peringatan Dini (EWS)

Early Warning System ini sama halnya dengan sarana mitigasi yang telah

ada di Kota Padang, namun penempatan sistem peringatan selama ini

masih terbatas di lokasi padat penduduk, sedangkan pelabuhan yang

menjadi sentra wilayah perikanan masih belum memadai.

- Radar Tsunami dan Gelombang

Penyediaan radar tsunami dan gelombang sebagai deteksi bencana

belum optimal. Wilayah pelabuhan menjadi bagian vital bagi nelayan

sehingga perlu adanyapenyediaan prasarana ini. Alat ini juga perlu

dilengkapi dengan operator yang akan mengelola dan

mendayagunakannya.

- Pusat Informasi Bencana

Pusat informasi terpadu kebencanaan yang dibangun pada kawasan

sentra perikanan ini memuat prasarana mitigasi, sistem informasi terpadu

dan sarana mitigasi lainnya.

- Jalur Evakuasi dan Assembly Point

Karakteristik Pesisir Kota Padang terutama sentra perikanan yang terdiri

atas pantai dikelilingi pebukitan membutuhkan jalur evakuasi serta titik

berkumpul yang aman dari tsunami dan tanah longsor dari arah bukit.

- Shelter Pelabuhan

Shelter atau bangunan perlindungan warga saat terjadi bencana berada di

areal pelabuhan. Shelter ini merupakan bangunan multifungsi yang juga

dimanfaatkan dalam pengembangan perikanan berupa tempat berkumpul

organisasi nelayan serta aktivitas perikanan lainnya.

- Tambat Badai Laut

Tambat badai laut berfungsi sebagai kawasan evakuasi dan perlindungan

bagi kapal-kapal nelayan yang dihadapkan pada bencana gelombang atau

badai. Dalam pengoperasiannya membutuhkan sarana komunikasi

dengan menara pemantau (pusat informasi bencana).

Page 161: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

140

Sarana Mitigasi Armada Penangkapan

- GPS

Global Positioning System (GPS) merupakan sistem informasi berupa

peta yang mensimulasikan posisi. Fungsi utama dari GPS pada sarana

mitigasi ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai posisi

nelayan/armada yang berada di lautan untuk diarahkan pada posisi yang

aman dari bahaya bencana di lautan.

- Paket aplikasi BB/Android

Fungsi aplikasi BB/android adalah memberikan informasi langsung dari

perangkat tentang lokasi dan letak geografis gempa/badai dengan latitude

mendekati equator. Aplikasi ini menggunakan sumber informasi

langsung dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

- Radio komunikasi dan navigasi

Sarana ini merupakan jembatan penghubung antara nelayan/armada

dengan pusat informasi bencana. Kondisi di tengah lautan membutuhkan

media khusus untuk berkomunikasi sehingga diperlukan sarana yang

efektif dan memadai.

6.4. Analisis Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline dan

Kelayakan Investasi Berperspektif Mitigasi Bencana

6.4.1. Perencanaan Pengembangan

Pengembangan suatu sektor di Kota Padang harus mempertimbangkan

faktor bencana. Sebagaimana dalam pembahasan analisis sebelumnya, Kota

Padang merupakan kawasan rawan bencana yang memerlukan upaya mitigasi

dalam setiap pembangunan dan pengembangannya. Mitigasi bencana menjadi

penting karena sebesar apapun usaha pengembangan yang dilakukan apabila

faktor ini diabaikan maka ketika bencana datang semua akan loss. Oleh sebab itu,

perlu keseimbangan dalam pengembangan suatu usaha dan juga pembangunan

mitigasi di daerah tersebut.

Kota Padang memiliki keunggulan komparatif dalam sub sektor perikanan

tangkap. Keunggulan komparatif ini dijelaskan pada analisis kondisi makro

ekonomi sub sektor perikanan. Pengembangan usaha tuna menjadi sumberdaya

Page 162: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

141

potensial bagi perekonomian daerah Kota padang. Kontribusi yang dihasilkan

sumberdaya ini dapat memberikan keuntungan berganda bagi perekonomian

daerah. Oleh karena itu perlu serangkaian upaya dalam mengoptimalkan potensi

sumberdaya ini.

Analisis bioekonomi telah mengemukakan hasil bahwa dalam rangka

mengoptimalkan produksi perikanan tuna perlu adanya penambahan effort sebesar

133 trip. Hal ini berarti diperlukan tambahan armada penangkapan sebanyak 33

unit dengan asumsi jumlah trip dalam satu tahun sebanyak 4 kali. Penambahan

jumlah armada ini secara matematis akan menambah cost dalam hal investasi dan

juga meningkatkan benefit dari segi penerimaan..

Komponen biaya investasi pengembangan sumberdaya perikanan terdiri

dari penyediaan armada tuna longline, pancing, mesin dan peralatan lain.

Komponen biaya investasi ini belum termasuk biaya perawatan dan biaya

operasional. Jumlah investasi untuk pengembangan usaha tuna longline adalah

sebanyak 33 unit armada. Armada tuna longliner sebelumnya yang ada di PPS

Bungus (26 unit) tidak dilengkapi dengan sarana mitigasi, sehingga membutuhkan

investasi untuk penyediaan sarana mitigasi bencana. Jumlah investasi yang

dibutuhkan untuk penyediaan sarana mitigasi menjadi 59 unit. Melalui

penambahan armada dan sarana mitigasi ini diharapkan akan memperoleh hasil

yang lebih optimal bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Mitigasi bencana dalam upaya pengembangan ekonomi perikanan tangkap

di kawasan ini berupa penyediaan prasarana mitigasi darat dan laut serta sarana

mitigasi armada penangkapan. Investasi pada prasarana mitigasi darat dan laut

berupa penyediaan sistem peringatan dini, radar tsunami dan gelombang, pusat

informasi bencana, jalur evakuasi dan assembly point, shelter pelabuhan dan

tambat badai laut. Investasi sarana mitigasi armada penangkapan terdiri dari

penyediaan GPS, aplikasi BB/android serta radio komunikasi dan navigasi.

Rencana pengembangan ekonomi perikanan dan kelayakan investasi

berperspektif mitigasi bencana yang akan diuraikan dalam sub bab ini mencakup

perencanaan pengembangan usaha perikanan dan pengembangan upaya mitigasi

bencana. Komponen-komponen kelayakan investasi diperoleh berdasarkan

penelusuran data primer dan sekunder serta studi literatur.

Page 163: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

142

6.4.2. Kelayakan Investasi Pengembangan Tuna Longline Berperspektif

Mitigasi Bencana

Ikan Tuna (Thunnus,sp) memiliki karakteristik yang khas yaitu melakukan

migrasi dalam geografis yang luas dan selalu berpindah setiap waktu. Perairan

Laut Indonesia bukanlah satu-satunya tempat permanen dari ikan tuna dunia.

Tempat beruaya yang jauh dan luas ini membutuhkan teknologi dan armada

penangkapan yang mampu menyesuaikan dengan karakteristik spesies tersebut.

Jenis alat penangkap tuna yang biasa digunakan yaitu; Tuna longline,

handline, huhate, pukat cincin, dan jaring insang. Rawai tuna atau tuna longline

adalah alat penangkap tuna yang paling banyak digunakan untuk menangkap

kelompok ikan pelagis besar itu. Longline merupakan rangkaian sejumlah pancing

yang dioperasikan sekaligus. Satu unit tuna longline biasanya mengoperasikan

1.000–2.000 mata pancing dalam sekali setting. Tuna longline umumnya

dioperasikan di laut lepas atau perairan samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif,

menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke

perairan, mesin kapal dimatikan agar kapal dan alat tangkap hanyut terbawa

arus (drifting).

Produktivitas perikanan tangkap adalah produktivitas (kapal/perahu)

perikanan tangkap. Produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat

kemampuan kapal penangkap ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan per-

tahun. Produktivitas kapal penangkap ikan per-tahun, ditetapkan berdasarkan

perhitungan jumlah hasil tangkapan ikan per-kapal dalam satu tahun, dibagi

besarnya jumlah kapal yang bersangkutan. Besar kecilnya produktivitas

penangkapan tersebut akan menentukan tingkat kelayakan usaha. Disamping itu,

kelayakan usaha juga ditentukan oleh biaya produksi. Kapal tuna longline

memiliki biaya produksi yang paling besar pada biaya bahan bakar (solar) yang

mencapai 70 persen dari total biaya operasional. Harga solar yang cenderung

meningkat diduga akan sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha tuna

longline. Pada bagian ini penelitian dimaksudkan untuk mengkaji kelayakan usaha

tuna longline berperspektif mitigasi bencana yang berpangkalan di Pelabuhan

Perikanan Samudra (PPS) Bungus Kota Padang.

Armada tangkap tuna longline di Kota Padang berpangkalan di PPS

Bungus. Lama trip dalam sekali penangkapan adalah 2-6 bulan. Usaha perikanan

Page 164: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

143

tangkap tuna longline membutuhkan investasi untuk pembelian kapal, alat

tangkap, mesin dan peralatan penunjang mencapai Rp 800 juta. Perincian

investasi untuk satu unit kapal dapat dilihat pada Tabel 43. Selain itu juga

dibutuhkan biaya operasional dan perawatan, pengadaan bahan bakar (solar),

nakhoda dan anak buah kapal (ABK), perbekalan, es dan lain-lain.

Tabel 43. Investasi Tuna Longliner

No. Jenis Investasi Nilai Investasi

(Rp)

Umur Ekonomi

(th)

Depresiasi

(Rp/th)

1 Kapal Longline 450.000.000 15 30.000.000

2 Pancing Longline 150.000.000 10 15.000.000

3 Mesin 150.000.000 10 15.000.000

4 Peralatan lain 50.000.000 5 10.000.000

Total Investasi

(1 Unit Tuna Longline) 800.000.000 70.000.000

Total Investasi

(33 Unit Tuna Longline) 26.400.000.000 2.310.000.000

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk menyiapkan armada dan alat

tangkap sebesar Rp 800 juta per unit kapal. Berdasarkan hasil analisis

bioekonomi, diperoleh informasi bahwa jumlah armada yang optimal dalam

pengembangan perikanan di Padang adalah penambahan armada sebanyak 33 unit

dari 26 unit armada longline yang sudah ada di PPS Bungus. Hal ini berarti bahwa

total investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 26,4 miliyar. Biaya ini belum termasuk

biaya operasional penangkapan dan biaya perawatan.

Tabel 44. Biaya Operasional Per-trip Usaha Tuna Longline.

No. Jenis Biaya Kebutuhan Satuan Harga (Rp) Biaya (Rp)

1 BBM (Solar) 40.000 liter 6.300 252.000.000

2 Pelumas 250 liter 13.000 3.250.000

3 Air tawar 50 gallon 22.000 1.100.000

4 Umpan 4 ton 5.000.000 20.000.000

5 Makanan 5 bulan 9.200.000 46.000.000

6 Biaya tambat labuh 1 trip 45.000 45.000

7

Biaya tenaga kerja (ABK dan

Nakhoda) 5 bulan 8.500.000 42.500.000

8 Bagi hasil untuk nakhoda (1%) 1 trip 12.000.000 12.000.000

9 Lainnya 1 20.000.000 20.000.000

Total 396.895.000

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 165: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

144

Data biaya operasional yang diambil dari lapangan adalah dengan asumsi

satu kali trip selama 2 bulan dan jumlah trip satu tahun sebanyak 4 kali. Total

biaya operasional untuk 59 unit kapal sebesar Rp 93.667.220.000 per tahun. Biaya

operasional per-trip terbesar adalah untuk pengadaan BBM (solar), yang mencapai

63 persen dari seluruh biaya operasional. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM

akan menjadi beban berat bagi pengusaha tuna longline dan nelayan. Selain itu,

pemilik kapal juga harus menyediakan biaya perawatan, terutama untuk

perawatan kapal, alat tangkap dan mesin. Perkiraan biaya perawatan yang

diperlukan dalam usaha penangkapan tuna dapat dilihat pada Tabel 45.

Tabel 45. Biaya Perawatan Tuna Longliner Per-unit

No. Jenis Perawatan Biaya Perawatan

(Rp/kali)

Frekuensi

Perawatan

(kali/tahun)

Biaya

(Rp/tahun)

1 Kapal Longline 8.000.000 2 16.000.000

2 Alat Tangkap Longline 3.000.000 2 6.000.000

3 Mesin 7.000.000 2 14.000.000

4 Peralatan lain 2.000.000 2 4.000.000

Total 40.000.000

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Biaya perawatan armada tuna longline sebagaimana yang ditampilkan

pada Tabel 45 adalah sebesar Rp 40 juta. Biaya ini merupakan nilai yang harus

dikeluarkan untuk satu unit kapal dalam satu tahun. Berdasarkan hasil analisis

sebelumnya, dengan penambahan armada sebanyak 33 unit sehingga total armada

menjadi 59 unit, maka diperoleh total biaya perawatan yang harus dikeluarkan

adalah sebesar Rp 2.360.000.000.

Analisis kelayakan investasi pada tahap ini bertujuan untuk

menggambarkan tingkat kelayakan investasi rencana pengembangan ekonomi

perikanan tuna longline berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang. Analisis

ini dibutuhkan dalam menyiapkan rumusan kebijakan pengembangan perikanan di

Kota Padang. Oleh karena itu, pada bagian ini juga akan diuraikan komponen

investasi sarana mitigasi pengembangan usaha perikanan. Komponen biaya

investasi terdiri atas investasi prasarana mitigasi darat dan laut serta investasi

sarana mitigasi armada penangkapan. Besarnya biaya komponen investasi sarana

mitigasi ditampilkan pada Tabel 46 dan Tabel 47.

Page 166: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

145

Tabel 46. Biaya Investasi Prasarana Mitigasi Darat dan Laut

No. Jenis Investasi Nilai Investasi

(Rp)

Umur

Ekonomi

(th)

Depresiasi

(Rp/th)

1 Sistem Peringatan Dini (EWS) 250.000.000 10 25.000.000

2 Radar Tsunami dan Gelombang 1.200.000.000 10 120.000.000

3 Pusat Informasi Bencana 1.500.000.000 10 150.000.000

4 Jalur Evakuasi dan Assembly Point 350.000.000 10 35.000.000

5 Shelter Pelabuhan 450.000.000 10 45.000.000

6 Tambat Badai Laut 1.300.000.000 5 260.000.000

Total Biaya Investasi 5.050.000.000 635.000.000

Sumber : Data Primer, 2012

Biaya investasi prasarana mitigasi darat dan laut yang dimasukkan pada

perhitungan analisis kelayakan investasi tahap ini adalah berdasarkan analisis

mitigasi bencana perikanan tangkap yang diuraikan pada sub bab sebelumnya,

Komponen prasarana investasi ini menjadi bagian penting dalam pengembangan

sumberdaya perikanan tangkap untuk memberikan hasil yang optimal dan

kesejahteraan bagi masyarakat khususnya nelayan.Total biaya investasi yang

dibutuhkan sebesar Rp 5,05 miliyar.

Tabel 47. Biaya Investasi Sarana Mitigasi Armada Penangkapan (59 Unit

Longline)

No. Jenis Investasi Nilai Investasi

(Rp)

Umur

Ekonomi

(th)

Depresiasi

(Rp/th)

1 GPS 413.000.000 10 41.300.000

2 Paket aplikasi BB/Android 236.000.000 5 47.200.000

3 Radio Komunikasi dan navigasi 531.000.000 5 106.200.000

Total Biaya Investasi 1.180.000.000 194.700.000

Sumber : Data Primer, 2012

Investasi sarana mitigasi armada penangkapan membutuhkan biaya

sebesar Rp 1,18 milyar untuk seluruh armada longline di Bungus. Total biaya

investasi yang dibutuhkan untuk menyiapkan prasarana mitigasi darat dan laut

serta sarana mitigasi armada penangkapan untuk 59 unit armada menjadi Rp 6,23

milyar. Komponen mitigasi ini dalam pengoperasiannya di lapangan masih

membutuhkan biaya operasional dan perawatan yaitu dengan rincian pada Tabel

48 dan Tabel 49.

Page 167: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

146

Tabel 48. Biaya Operasional Prasarana dan Sarana Mitigasi Per-tahun

No. Jenis Biaya Operasional Kebutuhan

Biaya

satuan

(Rp)

Biaya

(Rp/tahun)

1 Biaya Operator 2 2.500.000 60.000.000

2 Penyuluhan, Sosialisasi dan Pelatihan 2 3.000.000 6.000.000

3 Prasarana Mitigasi Darat dan Laut 1 12.000.000 12.000.000

4 Sarana Mitigasi Armada Penangkapan 59 6.000.000 354.000.000

5 Biaya Lainnya 1 2.000.000 2.000.000

Total 434.000.000

Sumber : Data Primer, 2012

Perhitungan biaya operasional mencakup biaya prasarana mitigasi darat

dan laut serta sarana mitiasi armada penangkapan. Total biaya operasional yang

dibutuhkan adalah sebesar Rp 434 juta per tahun. Komponen biaya ini sudah

termasuk biayauntuk penyuluhan, sosialisasi dan pelatihan kepada nelayan dan

masyarakat setempat serta biaya untuk operator/teknisi yang bertugas mengelola

prasarana mitigasi bencana.

Tabel 49. Biaya Perawatan Prasarana Mitigasi Darat dan Laut

No. Jenis Perawatan

Biaya

Perawatan

(Rp/kali)

Frekuensi

Perawatan

(kali/ tahun)

Total Biaya

(Rp/tahun)

1 Sistem Peringatan Dini (EWS) 1.000.000 2 2.000.000

2 Radar Tsunami dan Gelombang 1.000.000 2 2.000.000

3 Pusat Informasi Bencana 2.000.000 2 4.000.000

4 Jalur Evakuasi dan Assembly Point 1.000.000 2 2.000.000

5 Shelter Pelabuhan 500.000 2 1.000.000

6 Tambat Badai Laut 3.000.000 2 6.000.000

Total Biaya Perawatan 9.100.000 17.800.000

Sumber : Data Primer, 2012

Prasarana mitigasi darat dan laut merupakan salah satu komponen biaya

investasi terbesar yang harus dikeluarkan. Komponen ini membutuhkan biaya

perawatan dalam pemanfaatannya. Total biaya perawatan yang harus dikeluarkan

sebesar Rp 17,8 juta selama satu tahun. Biaya terbesar adalah pada perawatan

tambat badai laut karena prasarana mitigasi ini terletak di laut yang mudah

mengalami kerusakan.

Page 168: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

147

Tabel 50. Biaya Perawatan Sarana Mitigasi Armada Penangkapan

No. Jenis Perawatan

Biaya

Perawatan

(Rp/kali)

Frekuensi

Perawatan

(kali/ tahun)

Total Biaya

(Rp/tahun)

1 GPS 200.000 2 400.000

2 Paket aplikasi BB/Android 200.000 1 200.000

3 Radio Komunikasi dan navigasi 200.000 1 200.000

Total Biaya Perawatan

(1 Unit Armada Penangkapan) 600.000 800.000

Total Biaya Perawatan

(59 Unit Armada Penangkapan) 35.400.000 47.200.000

Sumber : Data Primer, 2012

Komponen prasarana dan sarana mitigasi dalam pengembangan ekonomi

perikanan tangkap ini membutuhkan biaya perawatan sebesar Rp 64,2 juta

pertahun. Komponen perawatan prasarana mitigasi darat dan laut membutuhkan

biaya perawatan sebesar Rp 17,8 juta, sedangkan biaya perawatan untuk armada

penangkapan sebesar Rp 47,2 juta per tahun. Rincian total biaya (Outflow)

kelayakan investasi pengembangan ekonomi perikanan tuna longline

berperspektif mitigasi bencana diuraikan pada Tabel 51.

Tabel 51. Total Biaya/Outflow

No. Komponen Biaya Biaya (Rp)

1 Biaya Investasi Usaha Tuna Longline (33 unit) 26.400.000.000

2 Biaya Investasi Prasarana dan Sarana Mitigasi (59 unit) 6.230.000.000

3 Biaya Perawatan Tuna Longline (59 unit) 2.360.000.000

4 Biaya Perawatan Prasarana dan Sarana Mitigasi (59 unit) 64.200.000

5 Biaya Operasional Usaha Tuna Longline (59 unit) 93.667.220.000

6 Biaya Operasional Prasarana dan Sarana Mitigasi (59 unit) 434.000.000

Total 129.155.420.000

Sumber : Data Primer, 2012

Melalui Tabel 51 dapat dilihat rincian komponen yang dikeluarkan untuk

masing-masing jenis biaya dalam perhitungan kelayakan investasi. Total biaya

yang dibutuhkan dalam kelayakan investasi pengembangan ekonomi perikanan

tuna berperspektif mitigasi bencana adalah sebesar Rp 129,1 milyar. Diasumsikan

investasi dilakukan pada komponen yang ditambahkan. Biaya investasi dalam

pengembangan usaha ini sebesar Rp 32.630.000.000, biaya perawatan sebesar Rp

2.424.200.000 dan biaya operasional sebesar Rp 94.101.220.000 per tahun.

Page 169: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

148

Berdasarkan data di lapangan, penerimaan pengusaha longline dalam

usaha ini berfluktuasi yang dipengaruhi oleh musim dan harga ikan. Nilai hasil

tangkapan tersebut dikurangi retribusi sebesar 3 persen. Proyeksi penerimaan

yang dijadikan asumsi dalam kajian ini dapat dilihat pada Tabel 52. Berdasarkan

basis data yang ada, selanjutnya disusun proyeksi laba/rugi usaha penangkapan

tuna longline di PPS Bungus. Hasil proyeksi laba/rugi usaha longline dapat dilihat

pada Tabel 53 berikut ini:

Tabel 52. Asumsi Penerimaan Perikanan Tuna Longline

No. Uraian Produksi

(Kg/trip)

Rataan Harga

(n=9) (Rp/Kg)

Rataan Nilai

Produksi

(Rp/trip)

1 Rataan Hasil Tangkapan

a. Tuna Sirip Kuning 2.605 59.250 154.355.139

b. Tuna Mata Besar 5.609 77.351 433.850.155

Retribusi (3%)

(17.646.159)

2 Rataan Penerimaan setelah Retribusi

570.559.135

Rataan Penerimaan (Rp/unit/tahun)

2.282.236.539 (1 tahun = 4 trip)

Penerimaan Total (Rp/tahun) 134.651.955.786

(59 unit)

Sumber: Hasil Analisis Data, 2012

Total nilai penerimaan usaha perikanan longline dalam satu tahun untuk

59 unit armada adalah sebesar Rp 134,6 miliyar. Total nilai ini berdasarkan

analisis data di lapangan dengan jumlah trip per tahun sebanyak 4 kali. Hasil

perhitungan NPV, B/C dan IRR usaha penangkapan menggunakan tuna longline

disajikan pada Tabel 53. Sedangkan proyeksi laba rugi dan cashflow pada

perhitungan ini diuraikan dalam Lampiran 16. Hasil analisis mengungkapkan

bahwa penangkapan ikan menggunakan tuna longline memperoleh keuntungan

dan layak dikembangkan.

Tabel 53. Nilai NPV, B/C dan IRR

Uraian Nilai

Net Present Value (NPV) Rp 45.530.835.838

Benefit Cost (B/C) 2,40

Internal Rate of Return (IRR) 54,73%

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 (Rincian dalam Lampiran 16)

Page 170: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

149

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 53 dapat dilihat nilai NPV Rp

45.530.835.838, artinya nilai saat ini dari keuntungan yang akan diperoleh selama

umur proyek 5 tahun di masa yang akan datang adalah Rp 45.530.835.838. Nilai

B/C 2,40 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan

penerimaan/manfaat sebesar 2,4 kali dari biaya yang dikeluarkan selama umur

usaha 5 tahun dengan suku bunga 17%. IRR 54,73%, artinya usaha tersebut

mampu memberikan tingkat pengembalian atau keuntungan 54,73% pertahun dari

seluruh investasi yang ditanamkan selama umur usaha 5 tahun.

Analisis pada tahap ini menyimpulkan bahwa pengembangan usaha

perikanan berperspektif mitigasi bencana memberikan keuntungan sehingga layak

untuk dikembangkan, analisis ini ditinjau dari indikator NPV, IRR dan B/C. Hal

ini didukung oleh faktor posisi PPS Bungus sebagai kawasan pendaratan ikan tuna

di bagian barat Sumatera memiliki jarak penangkapan yang dekat dengan

Samudera Hindia. Kondisi ini tentu saja akan berdampak positif terhadap

berkurangnya biaya operasional penangkapan. Selain itu, prospek tuna ekspor

menjadi keuntungan tersendiri bagi setiap pengelola perikanan di wilayah ini

termasuk nelayan penangkap ikan, karena memiliki keuntungan dari segi harga

dan jaminan pemasaran. Namun di sisi lain perlu juga dipertimbangkan aspek

keberlanjutan sumberdaya tuna itu sendiri, sehingga optimasi produksi tidak

mengganggu keberlanjutan atau kelestarian sumberdaya.

Investasi prasarana dan sarana mitigasi yang ditujukan bagi

pengembangan perikanan tangkap di PPS Bungus Kota Padang tidak hanya

terfokus pada pengembangan usaha tuna, tetapi juga memberikan manfaat bagi

usaha penangkapan lain di sekitar areal tersebut. Selain itu penyediaan prasarana

dan sarana investasi ini juga bisa menjadi model dan perbandingan dalam

pengembangan usaha perikanan berperspektif mitigasi bencana bagi daerah lain.

Hal ini didasari karena usaha mitigasi yang dibangun, menjadi sarana mengurangi

resiko/dampak bencana bagi aspek yang lain. Melalui hasil analisis ini diharapkan

peran serta policy maker (pemerintah) serta lembaga keuangan (bank dan non

bank) untuk berperan serta dalam mengembangkan usaha perikanan tuna

berperspektif mitigasi bencana di Padang. Peran serta ini mengingat besarnya

biaya investasi yang harus dikeluarkan dan keuntungan yang akan diperoleh.

Page 171: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

150

6.5. Analisis Kelembagaan

6.5.1. Kelembagaan Usaha Perikanan

Kelembagaan atau pranata sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan

dan hubungan yang berpusat pada aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus

dalam kehidupan masyarakat (Sanim, 2002). Komponen kelembagaan dalam

penelitian ini terdiri atas nelayan sebagai anggota masyarakat, teknologi dan

informasi perikanan, pemasaran, kelompok nelayan, permodalan, pemerintah dan

aturan tidak tertulis dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kota Padang.

Nelayan sebagai makhluk sosial memiliki tanggung jawab dalam menjaga

keutuhan sistem interaksi yang harmoni dalam masyarakat dan memberikan

pegangan dalam kontrol sosial. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa baik

nelayan pendatang maupun lokal, mekanisme interaksi sosial berlangsung secara

bersama-sama, dimana selain berupaya meningkatkan kesejahteraan melalui

pengelolaan usaha perikanan, beberapa nelayan juga memiliki peran dalam

masyarakat sebagai pengatur desanya.

Masyarakat di sekitar PPS Bungus atau Kecamatan Bungus Teluk Kabung,

didominasi oleh penduduk lokal dan hanya sebagian pendatang. Jumlah penduduk

laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Penduduk yang

berperan sebagai nelayan adalah penduduk lokal, sedangkan pendatang umumnya

bergerak pada usaha armada perikanan tonase besar. Kapal-kapal tonase besar

seperti longline dan purse seine yang mendarat di PPS Bungus didominasi oleh

pendatang terutama dari Jawa dan Sumatera Utara, begitu juga dengan ABKnya

yang yang sebagian besar adalah pendatang. Faktor yang menyebabkan dominasi

dari pendatang dalam usaha ini adalah karakteristik penduduk lokal yang tidak

terbiasa melaut jauh dan dalam waktu yang lama.

Pemasaran hasil perikanan di PPS Bungus lebih banyak dikuasai oleh

penduduk lokal, kecuali untuk jenis tuna. Pengusaha dalam bidang pengolahan

yang bergerak pada usaha ini berasal dari pendatang. Kondisi tersebut disebabkan

karena jenis ikan yang didaratkan umumnya tuna dan cakalang serta rendahnya

pengetahuan masyarakat tentang penguasaan teknologi pada hasil perikanan jenis

ikan tersebut.

Page 172: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

151

Secara umum pemodalan usaha perikanan di Kota Padang berasal dari

pengusaha lokal dan juga pendatang yang berinvestasi pada usaha tersebut.

Investasi berupa penyediaan armada dan alat tangkap serta biaya operasional

penangkapan. Sistem bagi hasil terkait usaha ini antara nelayan dan pengusaha

bisa berupa rantai penjualan/pemasaran atau bagi hasil secara langsung di

lapangan.

Beberapa perhimpunan atau organisasi kemasyarakatan yang berhubungan

dengan pengembangan sumberdaya perikanan juga terdapat di Kota Padang.

Organisasi tersebut diantaranya HNSI Kota Padang (Himpunan Nelayan Seluruh

Indonesia), PPNSI (Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia) serta

kelompok-kelompok nelayan yang terdapat di beberapa kecamatan di Kota

Padang. Nelayan dan pengusaha yang bergerak pada usaha tuna di daerah ini

sebagian besar juga tergabung ke dalam Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) dan

Asosiasi Tuna Longline Indonesia (Atli) yang merupakan wadah dalam

pengembangan usaha perikanan khususnya tuna.

Aturan lokal dalam mengendalikan penangkapan ikan di laut pada

masyarakat nelayan Kota Padang belum ada, baik yang terkait dengan waktu

penangkapan, jenis, ataupun ukuran ikan yang ditangkap. Di Sumatera Barat

kearifan lokal yang berkembang adalah pengelolaan perikanan di perairan umum

daratan seperti sungai, danau dan genangan. Kearifan lokal yang terkenal adalah

lubuk larangan, terutama untuk spesies ikan yang sudah mulai langka.Perikanan

tuna di Kota Padang sampai saat ini belum memiliki kearifan lokal dalam

pengelolaan dan pemanfaatannya.

Kelembagaan masyarakat nelayan Kota Padang dalam mendukung

program pembangunan perikanan meliputi; kelompok nelayan, kelompok

masyarakat pengawas, kelompok pedagang dan pengolah ikan serta lembaga

ekonomi untuk pemberdayaan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan peran

dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, masyarakat nelayan di kawasan ini

perlu diberikan tambahan pengetahuan tentang kelestarian sumberdaya, jenis alat

tangkap dan ukuran ikan yang layak ditangkap. Pada masyarakat tersebut belum

terdapat bentuk kelembagaan dalam mengantisipasi peningkatan hasil tangkapan,

sehingga selama ini kelebihan produksi tergantung pada mekanisme pasar.

Page 173: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

152

6.5.2. Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana

Kelembagaan masyarakat terkait mitigasi bencana di Kota Padang berupa

kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal terdiri atas lembaga dan

institusi serta peraturan dan kebijakan terkait penanggulangan bencana yang resmi

dibentuk pemerintah Kota Padang. Lembaga ini seperti BPBD (Badan

Penanggulangan Bencana Daerah), serta undang-undang dan kebijakan dalam

menanggulangi setiap potensi bencana baik berupa mitigasi, evakuasi, recovery

ataupun pembangunan paska kejadian bencana. Sementara itu, untuk kelembagaan

informal di Kota Padang berupa kearifan lokal masyrakat setempat.

Upaya meminimalisir dampak bencana, dihadapkan pada kerentanan

kelembagaan formal dalam hal mitigasi bencana di Kota Padang, keterbatasan dan

kelemahan itu antara lain:

Belum optimalnya fungsi dari badan penanggulangan bencana, BPBD yang

diberi tugas dalam menanggulangi bencana di Kota Padang masih

terkendala dengan terbatasnya prasarana dan sarana mitigasi bencana.

Minimnya SDM dan institusi terkait penanggulangan bencana, baik secara

kualitas maupun kuantitas.

Masih sedikitnya lembaga dan peran serta masyarakat sebagai pendukung

kinerja badan penanggulangan bencana dalam pelaksanaan penanggulangan

bencana di Kota Padang

Kelembagaan yang terlahir di tengah masyarakat hasil inisiasi pemerintah

ataupun swasta adalah berupa Kelompok Siaga Bencana (KSB). Di Kota Padang

ada dua model KSB, yaitu KSB yang dibentuk oleh Pemerintah Kota (Pemko)

Padang dan yang dibentuk oleh lembaga non-pemerintah (contohnya KSB yg

dibentuk oleh Komunitas Siaga Tsunami–Kogami, Lembaga Pengkajian dan

Pemberdayaan Masyarakat–LP2M). Kelompok Siaga Bencana (KSB) merupakan

program dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang

untuk menyiapkan masyarakat yang terlatih dan siap dalam menghadapi risiko

bencana di daerah masing-masing di tingkat kelurahan. Beberapa kegiatan yang

dilaksanakan berupa pelatihan, kegiatan penyadaran masyarakat dan simulasi

penanggulangan bencana.

Page 174: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

153

Secara umum kelembagaan mitigasi bencana belum berjalan optimal di

Kota Padang. Berbagai sarana mitigasi aktif banyak yang tidak sesuai SOP di

dalam pelaksanaannya. Mulai dari EWS, sistem peringatan dini hingga berbagai

perlengkapan tanggap darurat. Hal ini terbukti dari hasil data lapangan bahwa

beberapa kejadian bencana terakhir menunjukkan bahwa panduan dan evakuasi

yang dilakukan tidak berjalan dengan efektif.

Masyarakat Minangkabau memiliki kearifan lokal dalam mitigasi bencana.

Kearifan lokal itu antara lain terdapat pada desain membangun rumah dengan

model Rumah Gadang. Rumah panggung ini dibangun nenek moyang

Minangkabau tetap dapat berdiri kokoh meski terjadi gempa, banjir dan bencana

lainnya. Kearifan lokal yang lain adalah berupa prediksi atau perkiraan kejadian

bencana yang akan terjadi dimana berakar dari pengalaman, wawasan ataupun

suatu hal yang sudah menjadi tradisi daerah setempat. Dari data di lapangan

diketahui bahwa masyarakat Minang mengenal petuah “alam takambang jadikan

guru”. Dari falsafah ini masyarakat belajar dari fenomena alam terkait kejadian

alam yang bakalan terjadi sehingga terlebih dahulu mengambil langkah antisipasi.

Pada masyarakat pesisir masih dijumpai masyarakat dan nelayan yang percaya

dengan kearifan lokal ini, seperti adanya tanda-tanda pohon yang bergerak ribut

tanpa adanya angin, kondisi ini dipercaya akan ada bencana sehingga nelayan-pun

tidak jadi melaut dan melakukan evakuasi.

6.5.3. Analisis Stakeholder dalam Pengembangan Perikanan Berperspektif

Mitigasi Bencana

Dalam rangka membuat suatu kebijakan terkait pengembangan

sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di Kota Padang, maka diperlukan suatu

kerjasama dari berbagai pihak untuk merumuskannya. Berbagai stakeholder

dianggap berperan penting dalam merumuskan suatu kebijakan. Adapun

stakeholder tersebut adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi terkait,

masyarakat lokal, pengusaha, nelayan, akademisi serta LSM. Tentunya masing-

masing pihak memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang berbeda dalam

merumuskan suatu kebijakan.

Page 175: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

154

Analisis stakeholder perlu dilakukan untuk menentukan pihak-pihak yang

berkompeten dalam merumuskan kebijakan tersebut. Schmeer (2007) menyatakan

analisis ini merupakan proses sistematis untuk mengumpulkan dan menganalisis

informasi secara kualitatif dalam menentukan kepentingan siapa yang harus

diperhitungkan ketika mengembangkan atau menerapkan suatu kebijakan.

Stakeholder dapat diartikan sebagai individu, kelompok atau lembaga yang

kepentingannya dipengaruhi oleh kebijakan atau pihak yang tindakannya secara

kuat mempengaruhi kebijakan. Setiap stakeholder memiliki pengaruh dan

kepentingan dalam kebijakan pengembangan perikanan yang berkelanjutan.

Stakeholder yang memiliki kepentingan tinggi merupakan stakeholder primer

dimana kepentingannya dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan. Sedangkan

stakeholder sekunder, kepentingannya dipengaruhi secara tidak langsung. Daftar

stakeholder serta pengaruh dan kekuatannya dapat dilihat pada Tabel 54.

Gambar 31. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam

Pengembangan Perikanan yang Berkelanjutan di Kota Padang

Keterangan Stakeholder :

KKP RI (Ditjen Perikanan Tangkap UPT PPSB), DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota

Padang), Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Padang), BPSPL (Balai

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Padang), Pemda (Pemerintah Daerah Kota Padang),

Dinas PU Kota Padang, Dinas Perhubungan Kota Padang, Dinas Perindustrian Perdagangan

Pertambangan dan Energi Kota Padang, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Akademisi,

Pemilik Unit Usaha Lokal, Masyarakat Lokal, Nelayan, Investor/Pengusaha Luar.

Page 176: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

155

Kepentingan stakeholder dalam kebijakan pengembangan sumberdaya

perikanan yang berkelanjutan dipengaruhi oleh faktor ekologi, sosial dan

ekonomi. Pengaruh stakeholder yang berbeda-beda dalam kebijakan ini

disebabkan oleh faktor politik, birokrasi dan struktural. Hasil dari kajian pada

Tabel 54 digunakan sebagai dasar dalam penyusunan matriks kepentingan dan

pengaruh stakeholder dalam kebijakan pengembangan perikanan yang

berkelanjutan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 31.

Stakeholder yang dianalisis dalam penelitian ini adalah segenap pemangku

kepentingan yang berkaitan dengan program-program pengembangan perikanan,

baik berupa minapolitan, industri perikanan ataupun kebijakan lainnya dalam hal

pengembangan perikanan. Hasil analisis stakeholder menetapkan beberapa

stakeholder primer yang akan diikutsertakan dalam merumuskan kebijakan

pengembangan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di Kota Padang.

Stakeholder primer dalam pengembangan perikanan di Kota Padang adalah

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Kelautan dan Perikanan Kota

Padang (DKP) dan Pemerintah Daerah Kota Padang (Pemda). Stakeholder primer

yang diperoleh pada tahapan analisis ini memiliki peran dan tanggung jawab yang

besar dalam rangka menjawab tantangan pengembangan ekonomi perikanan

berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang.

Hasil analisis stakeholder juga digunakan sebagai indikator dalam tahapan

analisis kebijakan pada sub bab selanjutnya. Penyusunan hierarki dalam analisis

kebijakan melalui teknik AHP pada Sub Bab 6.6 yaitu dengan memasukkan

stakeholder primer sebagai aktor yang ditentukan oleh analisis stakeholder.

Rangkaian analisis yang digunakan dalam setiap tahapan pada penelitian ini guna

memperoleh rumusan akhir berupa kebijakan pengembangan ekonomi perikanan

berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang.

Page 177: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

156

Tabel 54. Analisis Stakeholder Pengembangan Sumberdaya Perikanan yang Berkelanjutan di Kota Padang

No. Stakeholder

Kriteria Evaluasi Keputusan

Kepentingan Sikap Kekuatan Pengaru

h

Total

S F P Keterlibatan Tingkat Keterlibatan

1 KKP RI (Ditjen

Perikanan Tangkap

UPT PPSB)

Perencanaan dan Pengembangan

Minapolitan dan Program

Perikanan lainnya 3 3 4 4 11 33 Terlibat Pengambil Kebijakan

2 Dinas Perikanan dan

Kelautan

Membina masyarakat nelayan,

Koordinasi dengan instansi

terkait. 3 3 4 4 11 33 Terlibat Pengambil Kebijakan

3 Badan Perencanaan

dan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA)

Membuat masterplan dan

rencana strategis pengembangan

perikanan, Melakukan

koordinasi dengan instansi lain

dalam mengembangkan

perikanan

3 3 3 3 9 27 Terlibat Pemberi

Pertimbangan

4 Balai Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir

dan Laut (BPSPL)

Melakukan riset dan

perencanaan terkait program

pengelolaan sumberdaya

perikanan

3 3 3 3 9 27 Diabaikan Pemberi

Pertimbangan

5 Pemerintah Daerah Melakukan inisiasi dan

mengkoordinasikan program

minapolitan dengan instansi

terkait

3 3 4 4 11 33 Terlibat Pengambil Kebijakan

6 Dinas Pekerjaan

Umum (PU)

Membangun prasarana dan

sarana terkait pengembangan

perikanan, Meningkatkan

fasilitas perikanan

2 3 4 3 10 20 Terlibat Penerima Informasi

Page 178: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

157

Tabel 54. Lanjutan

7 Dinas Perhubungan Meningkatkan sarana

dermaga/pelabuhan dan jalan

raya di kawasan minapolitan 2 3 3 3 9 18 Diabaikan Penerima Informasi

8 Dinas Perindustrian

Perdagangan

Tambang dan Energi

(Disperindagtamben

)

Meningkatkan sarana industri

perikanan, Meningkatkan sarana

perdagangan domestik dan

internasional, Penyediaan sarana

bahan bakar armada

penangkapan

2 3 3 3 9 18 Terlibat Penerima Informasi

9 LSM Memberikan pengetahuan dan

pendampingan terkait

pengelolaan sumberdaya

perikanan, Melakukan kontak

langsung dengan masyarakat

nelayan

2 3 3 2 8 16 Diabaikan Penerima Informasi

10 Akademisi Meningkatkan dan menguatkan

peranan SDM di bidang

perikanan, Riset dan pengabdian

masyarakat di bidang perikanan

3 3 2 2 7 21 Diabaikan Pemberi

Pertimbangan

11 Pemilik Unit Usaha

Lokal

Meningkatkan kesejahteraan,

Meningkatkan aktivitas ekonomi 3 2 3 2 7 21 Diabaikan Pemberi

Pertimbangan

12 Masyarakat Lokal Memperoleh pekerjaan,

Meningkatkan kesejahteraan 2 2 2 1 5 10 Diabaikan Penerima Informasi

13 Nelayan Meningkatkan kesejahteraan 3 4 1 1 6 18 Diabaikan Penerima Informasi

14 Investor/Pengusaha

Luar

Membuka lapangan pekerjaan,

Meningkatkan keuntungan 2 2 5 2 9 18 Diabaikan Penerima Informasi

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Keterangan: S: Sumberdaya Manusia, F: Finansial, P: Politik

Page 179: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

158

6.6. Analisis Kebijakan

6.6.1. Analisis Kebijakan Pengembangan Sektor Prioritas

Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode

pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thingking dari

serangkaian analisis yang telah dilakukan guna memperoleh kesimpulan

komprehensif sebagaimana yang dijabarkan pada Sub-bab 6.7. Pada tahapan ini

akan dikaji pemilihan sektor prioritas yang potensial dikembangkan pada bidang

kelautan di Kota Padang.

Berdasarkan data kontribusi antar sektor di Kota Padang, menunjukkan

bahwa bidang kelautan yang terdiri atas tujuh sektor (Kusumastanto, 2003)

memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian Kota Padang.

Tujuh sektor itu antara lain; perikanan, pertambangan laut, pariwisata bahari,

industri kelautan, jasa kelautan, tansportasi laut dan bangunan kelautan. Sektor-

sektor dalam bidang kelautan ini perlu dianalisis prioritas pengembangan yang

sesuai dengan karakteristik daerah agar kebijakan yang dihasilkan mampu

memberikan pengaruh nyata terhadap pembangunan dan kemajuan daerah.

Penyusunan hierarki pengambilan keputusan AHP dengan aktor adalah KKP RI,

DKP Kota Padang dan Pemda Kota Padang, sedangkan kriteria yaitu ekonomi,

ekologi, dan sosial. Bentuk hierarki ditampilkan dalam Gambar 32 dan hasil

analisis pada Gambar 33.

Gambar 32. Diagram Hierarki Prioritas Pengembangan Bidang Kelautan

Page 180: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

159

Melalui Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh prioritas

pengembangan sektor di bidang kelautan Kota Padang sebagaimana ditampilkan

pada Gambar 26. Hasil analisis ini berdasarkan data primer melalui wawancara

mendalam dan kuesionerdengan pakar. Pemilihan aktor dalam penyusunan

hierarki analisis kebijakan melalui teknik pengambilan keputusan AHP ini adalah

berdasarkan tahapan analisis stakeholder (lihat Sub-bab 6.5.3). Sedangkan untuk

penentuan kriteria adalah berdasarkan konsep segitiga pembangunan

berkelanjutan (lihat Gambar 2) yang terdiri atas komponen ekologi, ekonomi dan

sosial. Hasil penilaian AHP mengenai prioritas pengembangan bidang kelautan di

Kota Padang ditampilkan pada Gambar 33 sebagai berikut.

Gambar 33. Hasil Penilaian AHP Prioritas Pengembangan Bidang Kelautan

Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 33, sektor prioritas yang perlu

dikembangkan di Kota Padang adalah perikanan dengan skor 0,34 diikuti sektor

industri kelautan 0,32 dan pariwisata bahari 0,149. Hasil judgement pakar ini juga

berlandaskan karena faktor potensi dan karakteristik Kota Padang, dimana

kontribusi terbesar bidang kelautan sejauh ini adalah dari ketiga sektor tersebut.

Selain itu ketiga sektor ini masih berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut

sebagai tulang punggung perekonomian daerah.

Perikanan menjadi alternatif pertimbangan yang paling kuat untuk

dikembangkan di Kota Padang. Sektor ini terpilih karena faktor potensi daerah

Page 181: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

160

yang dimilikinya. Kota Padang dengan segenap potensi perikanan dan titik fokus

sentra program pemerintah pusat, menjadikan sektor ini pilihan paling kuat untuk

meningkatkan perekonomian daerah. Dukungan sumberdaya alam berupa

komoditas perikanan unggulan dan sumberdaya manusia menjadi pertimbangan

penting dalam pengambilan keputusan ini. Nilai Consistency Ratio pada

pemilihan prioritas kebijakan pengembangan bidang kelautan dalam analisis ini

adalah sebesar 0,0201. Sehingga dalam kasus ini penilaian kriteria pada analisis

AHP telah dilakukan dengan konsisten (perhitungan lihat Lampiran 17).

Berdasarkan hasil perangkingan alternatif keputusan melalui teknik AHP,

maka dapat diambil sebuah kebijakan pembangunan bidang kelautan di Kota

Padang. Kebijakan yang paling tepat bagi pembangunan bidang kelautan secara

berkelanjutan di Kota Padang adalah mengutamakan pembangunan di sub sektor

perikanan. Kebijakan ini dianggap paling tepat karena Kota Padang memiliki

potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Hanya saja, demi tercapainya

pembangunan sub sektor perikanan yang optimal, maka pemerintah harus lebih

memperhatikan aspek keberlanjutan dan mitigasi bencana.

Prioritas pengembangan sektor dalam bidang kelautan berikutnya di Kota

Padang adalah Industri Kelautan. Melalui program kemudahan investasi yang

ditawarkan pemerintah serta pembangunan kelautan yang memadai maka sektor

ini layak untuk dikembangkan lebih baik lagi. Output bagi perekonomian daerah

yang dihasilkan sektor industri kelautan selama ini cukup menjadi pertimbangan

untuk pengembangan lebih lanjut agar hasil yang diperoleh lebih optimal bagi

daerah dan kesejahteraan masyarakat khususnya. Sektor dalam bidang kelautan

lainnya yang harus dikembangkan adalah sektor pariwisata bahari. Sebagai daerah

yang terdiri atas pulau-pulau dengan pantai yang indah, maka Kota Padang

berpotensi untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata bahari. Hal ini dikarenakan

bahwa Kota Padang memiliki wisata pantai yang indah dan belum dikembangkan

secara optimal.

Hasil analisis AHP mengenai prioritas pengembangan bidang kelautan ini

juga menguatkan analisis sebelumnya mengenai analisis ekonomi makro Kota

Padang. Analisis ekonomi makro menyimpulkan bahwa perikanan merupakan

sektor basis yang memberikan kontribusi ekonomi bagi daerah. Melalui

Page 182: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

161

serangkaian analisis ini pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap

usaha pengembangan perikanan di Kota Padang. Perikanan perlu dijadikan

sebagai sektor prioritas pembangunan ekonomi daerah.

6.6.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan

Berdasarkan hasil analisis pada Sub Bab 6.6.1, telah diperoleh hasil bahwa

perikanan merupakan sektor prioritas yang paling potensial dikembangkan pada

bidang kelautan Kota Padang. Kebijakan ini dianggap paling tepat karena Kota

Padang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Dalam rangka

tercapainya pembangunan sub sektor perikanan yang optimal, maka pemerintah

juga harus memperhatikan aspek keberlanjutan ekosistem perairan. Hal ini

didasari karena kondisi Samudera Hindia (WPP 572) yang menjadi fishing ground

utama menghadapi tantangan keberlanjutan. Selain itu, untuk hasil yang optimal,

perhatian pemerintah juga harus diarahkan pada aspek mitigasi bencana.

Penyusunan hierarki pengambilan keputusan AHP dengan aktor adalah KKP,

DKP Kota Padang dan Pemda Kota Padang, sedangkan kriteria yaitu ekonomi,

ekologi, dan sosial. Bentuk hierarki ditampilkan dalam Gambar 34 dan hasil

analisis pada Gambar 35.

Gambar 34. Diagram Hierarki Prioritas Kebijakan Pengembangan Perikanan

Page 183: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

162

Melalui Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh prioritas kebijakan

pengembangan perikanan Kota Padang sebagaimana ditampilkan pada Gambar

34. Beberapa alternatif kebijakan disusun dengan mempertimbangkan kondisi

wilayah Kota Padang, yaitu kondisi potensi dan permasalahan perikanan serta

kondisi daerah yang rawan bencana.

Gambar 34. Hasil Penilaian AHP Prioritas Kebijakan Pengembangan Perikanan

Berdasarkan hasil analisis sesuai Gambar 34, prioritas kebijakan

pengembangan perikanan di Kota Padang adalah penyediaan sarana pelabuhan,

TPI, PPI dan fasilitas perikanan lainnya yang kondusif dan berperspektif mitigasi

bencana dengan skor 0,203. Alternatif kebijakan ini dipilih mengingat kondisi

sentra-sentra fasilitas perikanan yang ada di Kota Padang masih rawan mengalami

risiko bencana, selain itu fasilitas perikanan ini juga tergolong masih kurang

kondusif akibat terbatasnya prasarana dan sarana yang ada dalam memenuhi

kebutuhan aktivitas perikanan setempat. Alternatif prioritas kebijakan berikutnya

yaitu pendidikan dan pelatihan bagi nelayan dengan skor 0,163. Masih terbatasnya

pengetahuan dan keterampilan nelayan lokal dalam meningkatkan kualitas hasil

perikanan baik produksi penangkapan maupun nilai tambah yang dihasilkan,

menuntut adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan pendidikan dan

pelatihan bagi nelayan.

Page 184: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

163

Prioritas kebijakan ketiga adalah bantuan modal usaha bagi nelayan serta

masyarakat yang ingin mengembangkan usaha perikanan. Hasil AHP

menunjukkan alternatif kebijakan ini dipilih dengan skor 0,133. Prioritas alternatif

kebijakan selanjutnya adalah subsidi bahan bakar 0,109 dan Pusat informasi cuaca

dan kebencanaan yang mudah diakses dengan skor 0,093. Secara umum, hasil

judgement pakar dalam memberikan penilaian terkait prioritas kebijakan

pengembangan sumberdaya perikanan adalah dengan mempertimbangkan faktor

potensi perikanan dan karakteristik sumberdaya yang ada di Kota Padang. Nilai

Consistency Ratio pada pemilihan prioritas kebijakan pengembangan bidang

kelautan adalah 0,0256, yang artinya dalam kasus ini penilaian kriteria telah

dilakukan dengan konsisten. Tabel pengisian matriks berdasarkan kuesionerdan

penormalan matriks serta penentuan nilai CR terdapat dalam Lampiran 18.

Hasil analisis prioritas kebijakan pengembangan perikanan yang diperoleh

melalui teknik AHP ini dijadikan sebagai pertimbangan dalam menyusun

kebijakan pengembangan perikanan berperspektif mitigasi bencana yang akan

diuraikan pada bab selanjutnya. Pertimbangan pakar dalam analisis ini menjadi

salah satu acuan dalam menyusun arahan kebijakan sebagaimana diuraikan pada

Sub Bab 6.7.

6.7. Implikasi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna

Longine Berperspektif Mitigasi Bencana

Tujuan akhir yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagaimana

disebutkan pada bagian awal adalah memperoleh rumusan kebijakan

pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana. Berdasarkan

hal tersebut serangkaian analisis dengan berbagai metode telah selesai dilakukan.

Tahapan akhir sebelum merumuskan arahan kebijakan adalah menyiapkan

landasan strateginya. Mintzberg (1994) menyebutkan bahwa strategi adalah

sebuah pola dalam sebuah arus keputusan, kebijakan atau tindakan. Dengan

demikian, pembahasan selanjutnya dalam penelitian ini adalah menyusun

landasan strateginya. Secara ringkas hasil analisis dari studi ini disajikan pada

Tabel 55.

Page 185: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

164

Sebagai landasan strategi umum dalam pengembangan sumber daya alam

khususnya perikanan yang dipergunakan adalah meletakkan pengembangan

ekonomi lokal atas dasar prakarsa/inisiatif serta kekhasan daerah yang

bersangkutan (endegenous development), melalui pemanfaatan sumberdaya lokal

yang di perkokoh dengan ikatan modal sosial (Sanim, 2006). Hasil penelitian

mengemukakan bahwa endegenous development Kota Padang adalah sub sektor

perikanan.

Melalui analisis Shift Share, Location Quotient dan MRA diketahui bahwa

sektor perikanan memberikan pengaruh yang berarti bagi perekonomian Kota

Padang. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan kontribusi dari tahun ke tahun

dan tren positif nilai LQ selama sepuluh tahun terakhir, dimana sub sektor

perikanan di Kota Padang tergolong pada sektor basis. Sektor basis menurut

Sjafrizal (2008) adalah sektor yang dapat meningkatkan pertumbuhan

perekonomian wilayah serta sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian

daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang

cukup tinggi. Analisis MRA menguraikan multiplier effect perikanan pada sektor

lain. Fakta ini memberikan peluang terhadap arahan kebijakan pembangunan Kota

Padang untuk mempertimbangkan sektor basis sebagai penyangga perekonomian

daerah. Hal ini didasari karena melalui kajian analisis ini dapat memberikan

gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi pada suatu daerah

(Benjamin dkk, 1980). Kajian ini juga didukung oleh hasil analisis prioritas

pengembangan bidang kelautan melalui teknik AHP, hasil analisis

mengemukakan bahwa perikanan menjadi sektor kelautan yang paling potensial

untuk dikembangkan dengan nilai 0,364 melebihi sektor pertambangan laut

(0,035), transportasi laut (0,068), industri kelautan (0,236), bangunan kelautan

(0,047), jasa kelautan (0,101) ataupun pariwisata bahari (0,149).

Kontribusi yang dihasilkan sub sektor perikanan terhadap perekonomian

daerah sebagian besar berasal dari perikanan tangkap sebagaimana yang

ditampilkan pada Tabel 19. Perikanan tangkap menghasilkan nilai sebesar Rp

218.495.600.000, atau sekitar 83 persen dari total nilai produksi perikanan Kota

Padang secara keseluruhan. Besarnya nilai produksi perikanan tangkap tidak

terlepas dari tingginya nilai kontribusi yang dihasilkan jenis ikan tuna.

Page 186: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

165

Sumberdaya tuna merupakan komoditi unggulan perikanan Kota Padang, jenis

tuna yang didaratkan di Kota Padang adalah Tuna Mata Besar/bigeye (Thunus

obesus) dan Tuna Sirip Kuning/yellowfin (Thunus albacares). Spesies ini

merupakan sumberdaya ekspor Kota Padang tujuan Singapura, Jepang dan

Amerika. Tuna merupakan komoditi perikanan tangkap yang memberikan nilai

kontribusi terbesar dibandingkan spesies lain, yakni sebesar Rp 70.063.200.000

(DKP Kota Padang, 2011) atau sekitar 24 persen dari seluruh nilai produksi

perikanan Kota Padang. Melihat kontribusi yang dihasilkan, maka amatlah wajar

pengembangan sumberdaya ini akan memberikan keuntungan berganda bagi

perekonomian daerah secara keseluruhan.

Melalui analisis bioekonomi diperoleh informasi bahwa produksi tuna

masih berada dibawah titik optimalnya, sehingga kebijakan yang harus dibuat

adalah menetapkan jumlah ikan tuna yang boleh ditangkap per-tahunnya

berjumlah 1.105,21 ton. Sehingga jumlah produksi dapat ditingkatkan sebesar

418,53 ton untuk hasil yang optimal. Kebijakan lainnya adalah dengan

menambah effort sebanyak 133 trip. Penentuan tingkat discount rate menjadi

salah satu pertimbangan yang penting dalam optimasi sumberdaya ini. Nilai

discount rate yang menghasilkan rente optimal dan keberlanjutan adalah pada

tingkat 16 persen.

Hasil analisis bioekonomi ini juga dapat menjadi landasan kebijakan

pemerintah dalam mengalokasikan jumlah tenaga kerja perikanan. Kondisi tuna

yang masih underfishing memberi peluang terhadap penyerapan jumlah tenaga

kerja baru. Penambahan effort sebanyak 133 trip akan membuka setidaknya 1500

tenaga kerja perikanan tangkap. Jumlah ini belum memasukkan jumlah tenaga

kerja yang mampu diserap pada sektor lain, sebagaimana multiplier effect

perikanan yang dijelaskan pada Sub Bab 6.1.3. dalam analisis Minimum

Requirement Approach (MRA). Penambahan effort sebanyak 133 trip berarti

diperlukan tambahan armada penangkapan sebanyak 33 unit dengan asumsi

jumlah trip dalam satu tahun sebanyak 4 kali.

Dalam rangka meningkatkan produksi tuna, serangkaian upaya perlu

dilakukan pengambil kebijakan. Kebijakan yang diambil dapat berupa aturan

pengelolaan, prasarana-sarana maupun terkait sumberdaya manusia. Kebijakan

Page 187: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

166

juga harus mempertimbangkan faktor bencana. Hal ini disebabkan karena lokasi

pendaratan ikan yakni Kota Padang yang juga sebagai sentra perikanan tuna

Indonesia bagian barat adalah daerah rawan bencana. Sehingga upaya mitigasi

menjadi sebuah solusi dalam usaha meningkatkan optimasi yang ingin diperoleh.

Berdasarkan hasil analisis MPE, bencana yang potesial terdapat di Kota Padang

terkait pengembangan perikanan adalah gempa, tsunami dan badai. Mitigasi

bencana dalam upaya pengembangan ekonomi perikanan tangkap di kawasan ini

berupa penyediaan prasarana mitigasi darat dan laut serta sarana mitigasi armada

penangkapan. Investasi pada prasarana mitigasi darat dan laut berupa penyediaan

sistem peringatan dini, radar tsunami dan gelombang, pusat informasi bencana,

jalur evakuasi dan assembly point, shelter pelabuhan dan tambat badai laut.

Investasi sarana mitigasi armada penangkapan terdiri dari penyediaan GPS,

aplikasi BB/android serta radio komunikasi dan navigasi.

Tahapan analisis makro ekonomi, bioekonomi dan kebencanaan

memberikan rekomendasi terhadap pengembangan ekonomi perikanan dan

kelayakan investasi berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang. Hasil analisis

berupa tambahan armada penangkapan sebanyak 33 unit serta prasarana dan

sarana mitigasi pengembangan perikanan menjadi komponen yang digunakan

dalam perhitungan analisis kelayakan investasi. Tahapan analisis ini

menghasilkan kesimpulan bahwa usaha pengembangan perikanan berperspektif

mitigasi bencana menguntungkan dan layak dilakukan ditinjau dari indikator

NPV, B/C dan IRR. Analisis kelayakan invstasi menghasilkan nilai NPV sebesar

Rp 45.530.835.838, B/C sebesar 2,4 dan IRR sebesar 54,73 persen. Penambahan

prasarana dan sarana mitigasi ini merupakan upaya untuk meminimalisir dampak

risiko bencana yang terjadi. Unsur mitigasi bencana yang dimasukkan ke dalam

upaya optimalisasi produksi sumberdaya perikanan yang berkelanjutan bertujuan

untuk memperoleh hasil yang optimal untuk kesejahteraan. Oleh sebab itu, perlu

kebijakan stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi

dalam rangka mengembangkan sumberdaya perikanan di Kota Padang agar

berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana.

Stakeholder primer yang ditemukan dalam analisis stakeholder yakni

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI), Dinas Kelautan dan Perikanan

Page 188: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

167

Kota Padang serta Pemeritah Daerah Kota Padang. Stakeholder ini memiliki

kewajiban dalam menjawab tantangan pengembangan dan pengelolaan perikanan

di Kota Padang, karena memiliki kepentingan dan pengaruh yang paling besar.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka

diperoleh alternatif kebijakan terkait pengembangan ekonomi perikanan

berperspektif mitigasi bencana yaitu:

Optimalisasi produksi sumberdaya perikanan dengan memperhatikan faktor

keberlanjutan dan mitigasi bencana.

Penyediaan sarana dan fasilitas perikanan yang kondusif dan berperspektif

mitigasi bencana dengan mengedepankan karakteristik masyarakat lokal dan

kondisi wilayah.

Meningkatkan partisipasi dan sinergisitas stakeholder dalam pengelolaan

sumberdaya perikanan.

Melalui alternatif kebijakan di atas dapat dirumuskan kebijakan

pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana yaitu

“Optimalisasi produksi sumberdaya perikanan dengan memperhatikan faktor

keberlanjutan melalui penyediaan sarana dan fasilitas perikanan yang kondusif

dan berperspektif mitigasi bencana serta meningkatkan partisipasi dan sinergisitas

stakeholder untuk mencapai kesejahteraan”.

Dalam rangka menyusun rumusan arahan kebijakan pengembangan

ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana, maka karakteristik

sumberdaya yang digambarkan mencakup tiga sistem yaitu sistem sumberdaya itu

sendiri (natural system), sistem manusia (human system) dan sistem pengelolaan

(management system). Pengembangan sub sektor perikanan harus dilakukan

dengan membuat beberapa kebijakan pembangunan yang tepat serta

mempertimbangkan karakteristik wilayah. Kota Padang memiliki kondisi wilayah

yang rawan dilanda bencana, kondisi ini patut dipertimbangkan dalam

merumuskan arahan kebijakan yang dibuat. Hal ini didasari karena pengembangan

perikanan sangat berkaitan dengan sektor lain dan membutuhkan sinergisitas

seluruh stakeholder dalam perencanaan dan pengembangannya. Rumusan

kebijakan yang dibangun harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti

ekologi, ekonomi dan sosial serta berbagai sektor. Rumusan arahan kebijakan

Page 189: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

168

pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang

diuraikan pada point-point berikut ini.

a. Kebijakan Pengaturan Total Allowable Effort

Kebijakan pemerintah dalam mengatur jumlah effort yang diperkenankan

tetap menjadi alternatif yang penting, sebab walaupun kondisi aktual suatu

sumberdaya masih dibawah kondisi lestari, tetap saja akan membahayakan

keberlanjutan apabila dibiarkan terbuka (open access) tanpa adanya regulasi yang

kuat. Pengaturan Total Allowable Effort menjadi solusi dalam rangka mencapai

optimalisasi dan keberlanjutan.

Pengelolaan sumberdaya perikanan tuna Kota Padang sebaiknya

menggunakan rezim pengelolaan MEY atau Sole Owner. Diantara langkah teknis

yang dapat dilakukan pemerintah sesuai dengan hasil analisis bioekonomi adalah

menetapkan kebijakan dengan menambah effort (E) sebanyak 133 trip atau

dengan hasil tangkapan tertinggi 1.105,21 ton pertahun. Kebijakan penambahan

jumlah effort ini dilakukan juga mengingat kebutuhan terhadap tenaga kerja pada

sektor ini tinggi. Penambahan effort ini dimungkinkan karena berdasarkan analisis

bioekonomi masih terdapat potensi penambahan pada kondisi lestari.

b. Kebijakan Pengembangan Teknologi Perikanan

Dalam rangka meningkatkan produksi dan menjaga keberlanjutan, maka

segenap upaya terarah perlu dilakukan. Pengembangan teknologi perikanan

menjadi salah satu solusi untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah perlu

mengembangkan riset dan teknologi pada pengelolaan sumberdaya perikanan

yang mengutamakan keberlanjutan, baik dari segi budidaya maupun penangkapan.

Sebagaimana yang disampaikan Kusumastanto (2003), perikanan sebagai

salah satu sumberdaya pulih yang menjadi faktor kunci sustainability, maka

investasi dalam penyediaan teknologi ramah lingkungan yang mengedepankan

optimasi dan keberlanjutan perlu dilakukan. Perikanan sebagai sektor basis Kota

Padang sudah seharusnya menjadi sektor unggulan daerah yang dapat

memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi setempat.

Page 190: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

169

c. Kebijakan Pengembangan Pasca Panen

Pasca panen merupakan faktor penting dalam pengelolaan usaha

perikanan, sebab sifat dari fisik ikan sendiri yang sangat rentan terhadap kondisi

lingkungan. Hal ini juga karena Kota Padang sebagai daerah tropis dengan suhu

dan musim yang kompleks memiliki potensi sumberdaya ekspor . Oleh karena itu,

kebijakan pemerintah dalam mengelola dan mengembangkan usaha perikanan

perlu memperhatikan faktor pasca panen. Kebijakan pasca panen sumberdaya

perikanan berkaitan erat dengan industrialisasi perikanan. Kebijakan

industrialisasi perikanan tangkap dijabarkan ke dalam 7 strategi industrialisasi

perikanan tangkap yaitu :

Penguatan sistem dan manajemen pengelolaan dan pemulihan sumber daya

ikan.

Penguatan sistem dan manajemen standarisasi dan modernisasi sarana

perikanan tangkap

Penguatan sistem dan manajemen pelabuhan perikanan

Penguatan sistem dan manajemen pendaratan ikan

Penguatan sistem dan manajemen perijinan

Penguatan sistem dan manajemen modal dan investasi

Penguatan sistem dan manajemen usaha nelayan

Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus adalah salah satu dari 5 pelabuhan

yang menjadi Pilot Project pengembangan kawasan industrialisasi di bidang

perikanan tangkap. Konsep industrialisasi di kawasan ini adalah dengan

tersedianya fasilitas pengolahan hasil perikanan. Sejauh ini peran pemerintah

dalam industrialisasi perikanan tercermin melalui kebijakan dan aturan terkait

kemudahan investasi dan sinergisitas antar instansi. Dalam rangka mencapai

optimalisasi hasil perikanan, maka pemerintah perlu meningkatkan kapasitas

kelembagaan terpadu dan pemasaran produk unggulan perikanan.

Fahrudin (2003) menyebutkan dalam rangka meningkatkan kompetensi

pemasaran produk perikanan, maka pemerintah perlu mengembangkan teknologi

eksploitasi dan pasca panen sumberdaya hayati laut yang disesuaikan dengan

standar negara tujuan ekspor. Selain itu pemerintah juga perlu meningkatkan

Page 191: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

170

arus informasi dari negara importir mengenai standar mutu dan arus informasi ke

negara importir mengenai spesifikasi produk perikanan Indonesia.

d. Kebijakan Mitigasi Bencana

Beberapa kebijakan mitigasi bencana yang perlu dilakukan pemerintah

(policy maker) dalam rangka pengembangan usaha perikanan di Kota Padang

yaitu sebagai berikut:

Pembangunan dan penyediaan infrastruktur prasarana mitigasi bencana di

areal pelabuhan (kawasan strategis perikanan) berupa sistem peringatan dini,

radar tsunami dan gelombang, pusat informasi bencana, jalur evakuasi dan

assembly point, shelter pelabuhan dan tambat badai laut.

Penyediaan sarana mitigasi armada penangkapan bagi nelayan seperti

penyediaan GPS, aplikasi BB/android serta radio komunikasi dan navigasi.

Memberdayakan masyarakat pesisir khususnya nelayan dalam bidang

penanggulangan bencana/mitigasi melalui usaha berupa penyuluhan,

sosialisasi dan pendampingan pendirian bangunan/prasarana.

Merevisi RTRW Pesisir dan peraturannya dengan mempertimbangkan aspek

mitigasi bencana alam.

e. Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perikanan

Sumberdaya manusia perikanan merupakan faktor kunci dalam usaha

pengembangan perikanan. Segenap upaya optimalisasi sumberdaya alam dan

peningkatan prasarana perikanan saja tidak cukup tanpa mengembangkan

sumberdaya manusia perikanan di dalamnya. Hasil analisis prioritas

pengembangan perikanan (lihat Sub Bab 6.6.2) mengungkapkan bahwa salah satu

prioritas pengembangan perikanan di Kota Padang adalah pendidikan dan

pelatihan bagi nelayan. Keterbatasan dalam pengetahuan dan keterampilan

nelayan lokal dalam meningkatkan kualitas hasil perikanan baik produksi

penangkapan maupun nilai tambah yang dihasilkan menuntut adanya kebijakan

pemerintah dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagi nelayan. Dalam

rangka mengembangkan sumberdaya manusia perikanan, pemerintah perlu

mempertimbangkan aspek karakteristik masyarakat (kearifan lokal) dan kondisi

Page 192: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

171

wilayah. Pertimbangan ini berkaitan dengan manajemen mitigasi bencana dan

juga pengembangan sumberdaya perikanan di kawasan pesisir.

f. Kebijakan Pengelolaan Secara Terpadu

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan juga

harus mengutamakan aspek keterpaduan. Kebijakan pemerintah dalam rangka

mencapai pengelolaan yang terpadu diuraikan sebagai berikut:

Keterpaduan ekologis

Kota Padang sebagai daerah yang memiliki potensi ekonomi sumberdaya

yang tinggi dihadapkan pada potensi bencana ekologi yang juga tinggi

menuntut adanya kebijakan pemerintah dalam membangun keterpaduan

ekologis. Keterkaitan ekologis yang sangat tinggi di wilayah pesisir dan

lautan menyebabkan perlunya pengelolaan yang terpadu secara ekologis.

Pemerintah daerah harus mampu menciptakan kebijakan pengelolaan yang

selaras antara kegiatan ekonomi di wilayah daratan hingga lautan.

Keterpaduan sektoral

Sub sektor perikanan sebagai bagian dari multisektor bidang kelautan

memiliki hubungan yang erat dengan sektor lainnya. Pengembangan sub

sektor ini harus dilakukan secara terpadu dengan pengembangan sektor lain

seperti pariwisata bahari, perhubungan laut, pertambangan laut, industri

kelautan, bangunan kelautan dan jasa kelautan.

Keterpaduan bidang ilmu

Keterpaduan antara berbagai disiplin ilmu penting dilakukan untuk menjamin

terciptanya sebuah konsep pengelolaan yang komprehensif. Hal ini juga

didasari karena kondisi karakteristik wilayah yang komplek. Beberapa bidang

ilmu yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut adalah

oseanografi, biologi laut, keteknikan, sosiologi, hukum, mitigasi bencana, dan

sebagainya.

Keterpaduan stakeholder

Melalui hasil analisis stakeholder pada tahapan analisis sebelumnya diperoleh

gambaran mengenai stakeholder primer dalam usaha perikanan di Kota

Padang. Keterpaduan antar berbagai stakeholder harus dilakukan oleh

Page 193: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

172

pemerintah, swasta, masyarakat, LSM dan perguruan tinggi. Adanya

hubungan kerjasama antar stakeholder ini dapat menjamin keberlangsungan

sistem pengelolaan yang terpadu guna mencapai kesejahteraan masyarakat.

Keterpaduan geografis

Keterpaduan geografis dalam pengembangan perikanan tuna di Kota Padang

terkait dengan karakteristik sumberdaya tuna itu sendiri. Ikan tuna merupakan

jenis highly migratory species, spesies ini mampu beruaya pada tempat yang

jauh. Pertimbangan karakteristik sumberdaya tuna dalam pengelolaan dan

pengembangan perikanan menjadi hal yang penting dalam membangun

kerjasama dan koordinasi antar kabupaten/kota bahkan antar provinsi.

Prinsip keterpaduan perikanan tercermin melalui program minapolitan.

Minapolitan adalah konsep pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan

berbasis kawasan berdasarkan atas prinsip-prinsip terintegrasi, efesiensi,

berkualitas dan percepatan. Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah

yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang hadir dari sentra produksi,

pengolahan, pemasaran, komoditas perikanan, pelayanan jasa dan atau kegiatan

lainnya. Tujuan program minapolitan adalah:

Meningkatkan produksi dan kualitas produk perikanan.

Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, pengusaha dan

pengolah ikan yang adil dan merata.

Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi

daerah.

PPS Bungus adalah kawasan minapolitan di Kota Padang dan ditetapkan

sebagai zona inti atau pusat pengembangan kawasan minapolitan. Pelabuhan ini

ditetapkan sebagai sentra perikanan tangkap di wilayah Sumatera Barat dengan

komoditas utamanya adalah tuna. Program minapolitan dengan orientasi

optimalisasi produksi ini juga harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan.

Sebagaimana hasil bioekonomi pada analisis sebelumnya, maka diperoleh batasan

maksimal effort dan produksi perikanan di daerah ini guna mencapai

sustainability.

Beberapa arahan kebijakan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini

diharapkan dapat disusun program-program pengelolaan dan mitigasi oleh

Page 194: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

173

pemerintah setempat untuk mendukung penerapan kebijakan pengembangan

sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana.

Pemerintah Kota Padang sesuai dengan UU nomor 32 tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk menentukan program

pembangunan sekaligus dengan anggaran pembangunannya, termasuk bentuk

mitigasi yang efektif dan sesuai untuk diterapkan.

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disusun rangkuman

hasil penelitian kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif

mitigasi bencana (lihat Tabel 55). Selanjutnya pembahasan akan mengemukakan

kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan di Kota Padang (lihat Gambar

36) dan kesimpulan komprehensif pengembangan ekonomi perikanan

berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana di kota padang (lihat Gambar

37).

Page 195: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

174

Tabel 55. Rangkuman Hasil Analisis Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline Berperspektif Mitigasi Bencana

Analisis Makro

Perikanan dan

Kelautan

Analisis Bioekonomi

Sumberdaya

Perikanan

Analisis Kebencanaan

Analisis

Kelayakan

Investasi

Analisis

Kelembagaan

Analisis Kebijakan

Pengembangan

Perikanan

- Melalui

analisis Shift

Share,

Location

Quotient dan

MRA

diketahui

bahwa sub

sektor

perikanan

memberikan

pengaruh yang

berarti dan

merupakan

sektor basis

bagi

perekonomian

Kota Padang

serta

memberikan

dampak

berganda bagi

sektor lainnya.

- Pemanfaatan

sumberdaya

perikanan di Padang

khususnya tuna

masih berada di

bawah titik

optimalnya.

Sehingga masih ada

peluang untuk

meningkatkan

produksi. Pada

penelitian ini juga

diperoleh hasil

pengelolaan yang

optimal adalah

menggunakan rezim

pengelolaan MEY

atau Sole Owner

dengan discount

rate sebesar 16

persen melalui

penambahan effort

sebesar 133 trip atau

setara dengan

penambahan 33 unit

armada dan

produksi sebesar

418,53 ton.

- Potensi bencana terkait

pengelolaan perikanan di Kota

Padang adalah gempa bumi,

tsunami, angin kencang,

gelombang laut dan intrusi air

laut.

- Prioritas mitigasi terkait

pengembangan perikanan adalah

Sistem peringatan dini dan

sistem informasi terpadu,

Penyediaan GPS, APS dan

Aplikasi informasi bencana

untuk nelayan.

- Mitigasi bencana untuk

pengembangan perikanan

tangkap berupa penyediaan

prasarana mitigasi darat dan laut

yang terdiri atas penyediaan

sistem peringatan dini, radar

tsunami dan gelombang, pusat

informasi bencana, jalur

evakuasi dan assembly point,

shelter pelabuhan dan tambat

badai laut serta sarana mitigasi

armada penangkapan. berupa

penyediaan GPS, aplikasi

BB/android serta radio

komunikasi dan navigasi

- Berdasarkan

kriteria

investasi (NPV,

B/C dan IRR)

pengembangan

ekonomi

perikanan

berperspektif

mitigasi di Kota

Padang masih

menguntungkan

dan layak untuk

dikembangkan.

- Riset dan

teknologi ramah

lingkungan

dalam rangka

optimalisasi

pemanfaatan

sumberdaya

perikanan.

- Stakeholder

primer dalam

pengambilan

kebijakan

pengembangan

sumberdaya

perikanan

adalah KKP,

DKP dan

Pemda Kota

Padang.

- Kelembagaan

perikanan

tangkap berupa

regulasi dan

kebijakan dari

institusi formal.

- Kelembagaan

dalam mitigasi

bencana berupa

institusi dan

kebijakan

formal serta

kearifan lokal.

- Hasil analisis juga

menyatakan sektor

dalam bidang kelautan

yang potensial

dikembangkan di Kota

Padang adalah

perikanan.

- Prioritas kebijakan

pengembangan

perikanan di Kota

Padang adalah

Penyediaan sarana

pelabuhan, TPI, PPI

dan fasilitas perikanan

lainnya yang kondusif

dan berperspektif

mitigasi bencana.

Pendidikan dan

pelatihan bagi nelayan.

Bantuan modal usaha

bagi nelayan serta

masyarakat yang ingin

mengembangkan usaha

perikanan. subsidi

bahan bakar dan Pusat

informasi cuaca dan

kebencanaan yang

mudah diakses.

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 196: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

175

Gambar 36. Diagram Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline Berperspektif Mitigasi Bencana

Analisis

Bioekonomi

Analisis

Kebencanaan

Analisis Kelayakan

Investasi

Analisis

Kelembagaan

Analisis Kebijakan

Analisis Makro

Ekonomi

Sumberdaya perikanan Kota

Padang memiliki potensi yang

layak untuk dikembangkan

Potensi bencana adalah gempa

bumi, tsunami, angin kencang,

gelombang laut dan intrusi air

laut.

Usaha perikanan tangkap tuna longline berperspektif mitigasi

bencana di Kota Padang layak

untuk dikembangkan

Stakeholder primer adalah KKP, DKP Kota Padang (DKP),

Pemda Kota Padang

Penyediaan sarana dan fasilitas

perikanan lainnya yang kondusif

dan berperspektif mitigasi bencana

Perikanan memberikan

pengaruh yang cukup berarti

bagi perekonomian Kota Padang

Pengelolaan sumberdaya

perikanan seharusnya

menggunakan rezim pengelolaan MEY

Prioritas mitigasi adalah Sistem peringatan dini dan sistem info.

terpadu, Penyediaan GPS,dan

Aplikasi informasi bencana untuk nelayan,

Adanya stimulus dan kebijakan dari pemerintah dan swasta

untuk membantu

mengembangkan perikanan

Meningkatkan partisipasi stakeholder untuk optimalisasi

pengelolaan dan pengembangan

sumberdaya perikanan

Mengarahkan kebijakan perikanan yang mengedepankan

karakteristik masyarakat lokal

dan kondisi wilayah.

Sektor ini layak untuk

dikembangkan untuk menjadi tulang punggung perekonomian

daerah

Optimalisasi produksi

sumberdaya perikanan

dengan

memperhatikan faktor

keberlanjutan dan

mitigasi bencana.

Penyediaan sarana dan

fasilitas perikanan

yang kondusif dan

berperspektif mitigasi

bencana dengan

mengedepankan

karakteristik

masyarakat lokal dan

kondisi wilayah.

Meningkatkan

partisipasi dan

sinergisitas

stakeholder dalam

pengelolaan

sumberdaya

perikanan.

Optimalisasi produksi

sumberdaya perikanan

dengan memperhatikan

faktor keberlanjutan

melalui penyediaan sarana

dan fasilitas perikanan

yang kondusif dan

berperspektif mitigasi

bencana serta

meningkatkan partisipasi

dan sinergisitas

stakeholder untuk

mencapai kesejahteraan.

180

Page 197: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

176

Gambar 37. Kesimpulan Komprehensif Penelitian “Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline

Berperspektif Mitigasi Bencana di Padang, Sumatera Barat”

Page 198: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

199

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan Melalui serangkaian analisis yang dilakukan untuk merumuskan kebijakan

pengembangan ekonomi perikanan tuna longline berperspektif mitigasi bencana

di Kota Padang, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis makro ekonomi, perikanan merupakan sektor

basis yang memberikan pengaruh besar bagi perekonomian Kota Padang

Hal ini ditunjukkan dengan nilai LQ>1 selama 10 tahun terakhir dan nilai

basic multiplier perikanan Kota Padang sebesar 177,6 sehingga sektor ini

layak untuk dikembangkan menjadi tulang punggung perekonomian daerah.

Hal ini sejalan dengan hasil analisis prioritas pengembangan bidang

kelautan dengan asil analisis perikanan merupakan sektor dalam bidang

kelautan yang paling potensial untuk dikembangkan. Oleh karena itu, perlu

serangkaian kebijakan dalam mengembangkan produk/sektor unggulan di

Kota Padang untuk mencapai kesejahteraan.

2. Sumberdaya tuna merupakan salah satu produk unggulan Kota Padang.

Tingkat produksi optimal pada pemanfaatan sumberdaya tuna di Kota

Padang sebesar 1.105,21 ton per tahun dengan tingkat upaya (effort) sebesar

237 trip per tahun. Rente ekonomi optimal sebesar Rp 322.066,45 juta per

tahun. Demi tercapainya keberlanjutan dan optimasi produksi, pengelolaan

sumberdaya perikanan seharusnya menggunakan rezim MEY atau Sole

Owner dengan discount rate sebesar 16 persen melalui penambahan effort

sebesar 133 trip dan produksi sebesar 418,53 ton. Analisis ini juga

menyimpulkan perlu adanya tambahan armada penangkapan sebanyak 33

unit untuk produksi yang lebih optimal.

3. Potensi bencana terkait pengelolaan perikanan di Kota Padang adalah

gempa bumi, tsunami, angin kencang, gelombang laut dan intrusi air laut.

Prioritas mitigasi terkait pengembangan perikanan yaitu sistem peringatan

dini dan sistem informasi terpadu, penyediaan GPS, APS dan aplikasi

informasi bencana untuk nelayan, pembuatan peraturan,undang-undang dan

kebijakan lain terkait mitigasi bencana dan keberlanjutan sumberdaya

perikanan, sistem penyelamatan dini dan jalur evakuasi, pengembangan

Page 199: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

200

sistem mitigasi berbasis kearifan lokal serta pendirian bangunan pelabuhan

dan prasarana perikanan lainnya yang berperspektif mitigasi bencana.

Mitigasi bencana untuk pengembangan perikanan tangkap berupa

penyediaan prasarana mitigasi darat dan laut yang terdiri atas penyediaan

sistem peringatan dini, radar tsunami dan gelombang, pusat informasi

bencana, jalur evakuasi dan assembly point, shelter pelabuhan dan tambat

badai laut serta sarana mitigasi armada penangkapan. berupa penyediaan

GPS, aplikasi BB/android serta radio komunikasi dan navigasi.

4. Berdasarkan kriteria investasi (NPV, B/C dan IRR), pengembangan

ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana menguntungkan dan

layak untuk dikembangkan. Analisis tahap ini dengan memasukkan

komponen prasaranan dan sarana mitigasi serta penambahan jumlah armada

sebanyak 33 unit berdasarkan hasil analisis sebelumnya. Hasil analisis

kelayakan investasi menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 45.530.835.838,

B/C 2,40 dan IRR sebesar 54,73%.

5. Dalam rangka mengembangkan sumberdaya perikanan sebagai tulang

punggung perekonomian daerah, maka perlu adanya perhatian dan

kebijakan dari stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang

tinggi terhadap sumberdaya ini. Hasil analisis stakeholder menetapkan

beberapa stakeholder primer dalam merumuskan kebijakan pengembangan

sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di Kota Padang. Stakeholder

primer tersebut adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas

Kelautan dan Perikanan Kota Padang (DKP) dan Pemerintah Daerah Kota

Padang (Pemda). Kelembagaan perikanan tangkap yang terdapat di Kota

Padang berupa regulasi dan kebijakan dari institusi formal sedangkan

kelembagaan dalam mitigasi bencana di daerah ini berupa institusi dan

kebijakan formal serta kearifan lokal.

6. Rumusan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif

mitigasi bencana di Kota Padang adalah: Optimalisasi produksi sumberdaya

perikanan dengan memperhatikan faktor keberlanjutan melalui penyediaan

sarana dan fasilitas perikanan yang kondusif dan berperspektif mitigasi

bencana serta meningkatkan partisipasi dan sinergisitas stakeholder untuk

Page 200: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

201

mencapai kesejahteraan. Arahan kebijakan adalah; kebijakan pengaturan

total allowable effort, kebijakan pengembangan teknologi perikanan,

kebijakan pengembangan pasca panen, kebijakan mitigasi bencana,

kebijakan pengembangan sumberdaya manusia perikanan, kebijakan

pengelolaan secara terpadu.

7.2. Saran

Berdasarkan rekomendasi berikut diharapkan dapat dilakukan stakeholder

dalam rangka pengembangan ekonomi perikanan tuna longline berperspektif

mitigasi bencana antara lain:

1. Pemerintah perlu mengatur tingkat upaya penangkapan sumberdaya

perikanan berada pada tingkat eksploitasi optimal sehingga kelestarian

sumberdaya perikanan dapat berkelanjutan dan menghasilkan rente ekonomi

yang maksimal.

2. Stakeholder perikanan (pemerintah, swasta, lembaga keuangan) perlu

berperan serta dalam mengembangkan usaha perikanan tuna melalui

penyediaan investasi untuk prasarana dan sarana perikanan berperspektif

mitigasi bencana demi tercapainya optimalisasi dan kesejahteraan.

3. Pemerintah perlu membuat serangkaian program dalam rangka

menumbuhkan dan mengembangkan kearifan lokal serta partisipasi

masyarakat terhadap pengembangan perikanan dan mitigasi bencana.

4. Perlu keterpaduan stakeholder dalam merumuskan, merencanakan dan

menjalankan setiap program dan kebijakan terkait pengembangan perikanan

dan mitigasi bencana dalam rangka mencapai optimasi produktivitas

sumberdaya dan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Page 201: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

202

DAFTAR PUSTAKA

Aldon MET, AC Fermin, RF Agbayani. 2011. Socio-cultural Context of Fishers‟

Participation in Coastal Resources Management in Anini-y, Antique in

West Central Philippines. J Fisheries Research. Elsevier. 107:112-121.

Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan-

Pencemaran [Disertasi]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian

Bogor. 371 hal.

Anggoro G. 2004. Studi Kelayakan Mesin Untuk Proses Pembuatan Lubang Oval

Pada Frame Truk di PT. GKD. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.

[BAPPEDA Kota Padang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota

Padang. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang 2010-

2030. Padang.

Benjamin H, Stevens, CL Moore. 1980. A Critical Review of The Literature on

Shift-Share as A Forcasting Technique. Journal of Regional Science, Vol.

20, No. 4.

[BNPB] Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. 2009. Data

Bencana Indonesia tahun 2009. Jakarta.

[BNPB] Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. 2007. Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana.

[BPS Kota Padang] Badan Pusat Statistik Kota Padang. 2011. Padang dalam

Angka 2010. Padang.

Budiman C. 2010. Menata Kembali Relasi Ilmu Pengetahuan dan Bencana Alam.

Inovasi Online. PPI Jepang. Vol. 18 | XXII | November 2010.

Carter WN. 1991. Disaster Management-A Disaster Manager’s Handbook.

Manila: Asian Development Bank.

Charles AT. 2001. Sustainable Fisheries Systems. United Kingdom: Blackwell

Science.

Clarke RP, SS Yoshimoto, SG Pooley. 1992. A Bioeconomic Analysis of The

Northwestern Hawaiian Island Lobster Fishery. J Marine Resource

Economics. Marine Resources Foundation. 7: 115-140.

Colgan CS. 2003. Measurement of The Ocean and Coastal Economy: Theory and

Methods. USA: University of Southern Marine.

Page 202: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

203

Costanza R and J Farley. 2007. Ecological Economics of Coastal Disasters:

Introduction to the Special Issue. J Ecological Economics. Elsevier.

63:249-253.

Dahuri R, J Rais, SP Ginting, MJ Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah

Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor: Departemen Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan FPIK IPB.

Diposaptono S dan Budiman. 2006. Tsunami. Bogor: PT Sarana Komunikasi

Utama. Edisi II.

[DKP Kota Padang] Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang. 2011. Database

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang. Padang.

[DKP Kota Padang] Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang. 2005. Database

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang. Padang.

[DKP Provinsi Sumatera Barat] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera

Barat. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Sumatera Barat Tahun

2010. Padang.

Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Samodra Wibawa dkk,

penerjemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Fahrudin A. 2003. Pengembangan Ekspor Produk Kelautan Indonesia Ke Eropa.

Buletin Ekonomi Perikanan 5:1 [terhubung berkala].

http://journal.ipb.ac.id/index.php/bulekokan/article/view/2480

[23November 2012].

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. Biological characteristics of

tuna. Fisheries and Aquaculture Department.

http://www.fao.org/fishery/topic/16082/en#Taxonomy. [25 November

2012].

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. World review of highly

migratory species and straddling stocks. Fisheries and Aquaculture

Department. FAO Corporate Document Repository.

http://www.fao.org/docrep/003/T3740E/T3740E02.htm. [25 November

2012].

Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan dan Pengelolaan. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Fauzi A dan S Anna. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan

untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Forum Mitigasi. 2007. Mitigasi Bencana. Direktorat Pesisir dan Lautan. Ditjen

KP3K, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Page 203: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

204

Fritz HM and C Blount. 2006. The Regional Technical Workshop. Di dalam:

Khao Lak, editor. Protection from Cyclones: Role of Forests and Trees in

Protecting Coastal Areas Againts Cyclones. In Coastal protection in The

Aftermath of The Indian Ocean Tsunami: What rule for Forest and Trees?.

Thailand. 28-31 August 2006. hlm 37-63.

Garcia SM and AT Charles. 2008. Fishery Systems and Linkages: Implications

for Science and Governance. J Ocean and Coastal Management. Elsevier.

51:505-527.

Glasson J. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Paul Sitohang, penerjemah;

Jakarta: LPFEUI. http: //digilib.unnes.ac.id/ gsdl/collect/skripsi/indeks/

assoc/HASH958c.dir/doc.pdf. [26 Mei 2009].

Gray C, LK Sabur, P Simanjuntak, PFL Maspaitella. 1993. Pengentar Evaluasi

Proyek. Jakarta: PT. Gramedia.

Haluan J dan TW Nurani. 1998. Penerapan Metode dalam Pemilihan Teknologi

Penangkapan Ikan yang Sesuai untuk Dikembangkan di Suatu Wilayah

Perairan. Buletin Jurusan PSP Volume II. FPIK IPB. Bogor. Hal 3-16.

Haputhantri SSK, MCS Villanueva, J Moreaux. 2008. Trophic Interactions in The

Coastal Ecosystem of Sri Lanka: An ECOPATH Preliminary Approach. J

Estuarine Coastal and Shelf Science. Elsevier. 76:304-318.

Herath J, TG Gebremedhin, BM Maumbe. 2012. A Dynamic Shift Share Analysis

of Economic Growth in West Virginia. Research Paper 2010-2012.

Morgantown, West Virginia University.

Husnan S dan Suwarsono. 1997. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan

Percetakan. AMP. YKPN. Yogyakarta.

Indrawani SM. 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Terumbu Karang dan

Perspektif Pengembangan Pariwisata di Kecamatan Senayang Kepulauan

Riau. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Jentoft S. 2004. Institutions in Fisheries: What They Are, What They Do, and

How They Change. J Marine Policy. Pergamon. 28:137-149.

Julianingsih S. 2004. Inventarisasi Kebijakan Nasional dan Internasional.

Perikanan Tangkap Untuk Penangkapan Tuna. [Skripsi]. Bogor: Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kadariah. 1985. Ekonomi Perencanaan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia. 79 hal.

Kadariah, Karlina dan Grey. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: FEUI.

[KKP RI] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2011.

Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011. Jakarta.

Page 204: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

205

[KKP RI] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2003.

Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2003. Jakarta.

Kosasih. 2007. Strategi Pengembangan Perikanan Tuna Longline Anggota

Asosiasi Tuna Longline Indonesia (Studi Kasus di Benoa Bali). [Tesis].

Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kusumastanto, T. 2006. Ekonomi Kelautan (Ocean Economics–Oceanomics).

Bogor: PKSPL-IPB.

Kusumastanto T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era

Otonomi Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kusumastanto T. 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi

Indonesia di Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang

Kebijakan Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Kusumastanto T, Jolly CM. 1997. Demand Analysis for Fish in Indonesia. J

Applied Economics. Routledge. 29:95-100.

Latief H. 2008. Pedoman Penanggulangan Dampak Kerusakan Kawasan Pesisir

Akibat Bencana Gelombang Pasang Berbasis Ekosistem. Bandung: Pusat

Kajian Tsunami ITB.

[LP Unpatti] Lembaga Penelitian Universitas Pattimura. 2012. Industri Perikanan

Tangkap (TUNA). Badan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Buru

Selatan Vol.132 http://dc247.4shared.com/doc/XW9DFysb/preview.html.

[25 November 2012].

Luthfi. 2005. Strategi pengembangan perikanan tuna (Thunnus sp) yang berbasis

di Kota Padang: implikasi pembangunan Bandar Udara Internasional

Minangkabau. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Macmillan CDH. 1966. Tide. American Elsivier Publishing. Co. Inc. 240p.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Mintzberg H. 1994. The Rise and Fall of Strategic Planning. New York: The Free

Press.

Munasinghe M. 1993. Enviromental Economics and Sustainable Development.

IBRD Washington USA. World Bank Enviromental Paper Number 3.

Muzakir. 2008. Kajian Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Dikabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. [Tesis]. Bogor: Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 205: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

206

Nazir M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT.

Pustaka Cidesindo.

Ostrom E et al. 1994. Rules, Games and Common-pool Resources. USA: The

University of Michigan Press.

Parsons RJ, D James, Jorgensen, H Santos, Hernandez. 1994. The Integration of

Social Work Practice. California: Brooks/Cole.

Peng BH, Hong, X Xue, J Di. 2006. On the Measurement of Socioeconomic

Benefits of Integrated Coastal Management (ICM): Aplication to Xiament,

China. A Environmental Science Research Centre, Xiament University,

Xiament, Fujian 361005, China. Marine Policy Center, Woods Hole

Oceanographic Institution, Woods Hole, MA 02543, USA. J Ocean and

Coastal Management. Elsevier. 49:93-109.

[Puslitbang Oseanografi LIPI] Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2001. Potensi, Pemanfaatan dan

Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia.

Jakarta.

Ramadona T. 2009. Analisis Ekonomi Basis Sektor Perikanan di Kabupaten

Limapuluh Kota Provinsi Sumatera Barat. [Skripsi]. Pekanbaru: Program

Sarjana, Universitas Riau.

Ruswandi. 2009. Model Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir yang

Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi Bencana Alam di Pesisir

Indramayu dan Ciamis. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Saaty TL. 1983. Decision Making for Leaders : The Analytical Hierarchy Process

for Decision in Complex World. Pittsburgh: RWS Publication.

Salim E. 1980. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.

Sanim B. 2002. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Kumpulan Materi

Kuliah). Tidak dipublikasikan. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian.

Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Schmeer K. 2000. Stakeholder Analysis Guidelines. In: Schribner ES and

Brinherhoff D (editor). Policy Toolkit for Strengthening Health Sektor

Reform 2: 1-43. Bethesda MD. Abt Associates Inc.

Serdy A. 2004. One fin, two fins, red fins, bluefins: some problems of

nomenclature and taxonomy affecting legal instruments governing tuna

and other highly migratory species. J Marine Policy. Pergamon. 28:235-

247.

Page 206: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

207

Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang. 329 hal.

Sonak S, P Pangam, A Giriyan. 2008. Green Reconstruction of The Tsunami-

Affected Areas in India Using the Integrated Coastal Zone Management

Concept. J Enviromental Management. Elsevier. 89:14-23.

Sugandhy A dan R Hakim. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan

Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

Surakhmad W. 1978. Dasar dan Teknik Research: Pengantar Metodologi Ilmiah.

Bandung: Tarsito.

Tarigan R. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Tjondronegoro SM. 1999. Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial Di Pedesaan

Jawa. Dalam Keping-Keping Sosiologi dari Pedesaan. Jakarta: Ditjen

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Todaro MP. 1997. Economic Development (5th ed.). New York, London:

Longman.

Uktolseja, et al. 1998. Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan

Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut LIPI

bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian.

Jakarta. Hal 40-88.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

[UNP] Universitas Negeri Padang. 2010. Laporan Final Penyusunan Mitigasi

Bencana Kota Padang. Padang

World Resources Institute. 2001. Coastline Length. World Vector Shoreline,

United State Defense Mapping Agency.

Page 207: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

208

WWF Indonesia. 2011. Perikanan Tuna, Panduan Penangkapan dan

Penanganannya. Jakarta Selatan.

Zulbainarni N. 2012. Teori dan Praktik Pemodelan Bioekonomi dalam

Pengelolaan Perikanan Tangkap. Bogor: IPB Press.

Page 208: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

209

LAMPIRAN

Page 209: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

210

Lampiran 1. Daftar Responden Primer

A. Responden Pakar

1. Ir. Yempita Efendi, MS

(Dekan FPIK Universitas Bung Hatta Padang)

2. Dr. Semeidi Husrin, MSc

(Kasie TO dan Peneliti LPSDKP/ Loka Penelitian Sumberdaya dan

Kerentanan Pesisir Bungus)

3. Nia Naelul Hasanah R, ST

(Kasie PT dan Peneliti LPSDKP/ Loka Penelitian Sumberdaya dan

Kerentanan Pesisir Bungus)

4. M. Ramdhan, MT

(Fungsional Peneliti LPSDKP/ Loka Penelitian Sumberdaya dan

Kerentanan Pesisir Bungus)

5. Ir. Asifus Zahid

(Kepala PPS Bungus Padang)

6. Rudi Suharman, Amd

(Kepala Pengembangan PPS Bungus Padang)

7. Priyagus, MM

(Kepala Tata Operasional PPS Bungus Padang)

8. Ir. Lazuardi

(Sekdis DKP Kota Padang)

9. Ir. Salman

(Kabid Perikanan Tangkap DKP Kota Padang)

B. Responden Nelayan

1. KM. Iskandar Jaya

2. KM. Sriwijaya

3. KM. Tiar Jaya

4. KM. Sumber Maju A

5. KM. Simampalu

6. KM. Elisabeth

7. KM. Kakap Mina Utama

8. KM. Asia Jaya

9. KM. Wilujeng

Page 210: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

211

Lampiran 2. Peta Administrasi Kota Padang

Page 211: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

212

Lampiran 3. Peta Topografi Kota Padang

Page 212: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

213

Lampiran 4. Peta Rencana Pola Ruang Laut Kota Padang

Page 213: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

214

Lampiran 5. Peta Hidrologi dan Tata Air Kota Padang

Page 214: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

215

Lampiran 6. Peta Geologi Kota Padang

Page 215: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

216

Lampiran 7. PDRB Kota Padang Atas Dasar Harga Konstan

No LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 PERTANIAN 370.872,48 390.178,01 407.403,29 426.292,45 446.450,89 468.549,12 494.412,92 521.837,86 552.956,60 583.179,90 612.530,

e. Perikanan 200.331,34 212.670,09 220.719,27 232.880,90 244.687,98 257.950,07 273.710,82 290.518,81 309.983,58 328.365,61 347.020,

2

PERTAMBANGAN DAN

PENGGALIAN 118.726,28 122.433,24 125.007,62 126.698,39 131.664,79 138.365,88 146.764,69 156.188,15 165.247,06 173.459,84 185.320,

3 INDUSTRI PENGOLAHAN 1.278.969,47 1.322.001,21 1.392.438,10 1.423.308,80 1.475.532,85 1.547.686,41 1.625.745,53 1.705.202,18 1.787.051,88 1.854.245,03 1.938.430,

4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH

106.162,72 120.931,96 132.980,13 143.398,20 145.939,51 152.097,75 160.034,16 176.334,39 191.461,97 203.481,61 214.890,

5 BANGUNAN 294.382,16 305.465,15 318.508,51 332.873,24 351.114,69 375.149,17 404.260,75 430.863,00 458.912,18 481.031,75 517.210,

6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN

1.580.229,95 1.640.839,90 1.727.934,24 1.802.831,96 1.887.278,01 1.998.670,44 2.135.316,57 2.249.145,42 2.351.206,16 2.432.008,19 2.544.650,

7

PENGANGKUTAN DAN

KOMUNIKASI 1.586.317,86 1.640.470,76 1.758.360,23 1.947.897,87 2.148.797,20 2.240.171,36 2.263.328,12 2.426.344,00 2.623.518,04 2.805.272,58 3.029.070,

8 KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN

516.605,20 542.144,62 561.635,95 591.224,49 639.568,98 690.671,46 748.768,12 805.854,60 864.305,07 915.990,91 977.180,

9 JASA-JASA 1.213.250,72 1.268.626,36 1.318.190,41 1.377.317,03 1.426.553,13 1.499.335,85 1.598.864,65 1.693.991,20 1.802.600,08 1.896.967,27 2.002.320,

PDRB / GRDP 7.065.516,84 7.353.091,21 7.742.458,47 8.171.842,43 8.652.900,05 9.110.697,44 9.577.495,51 10.165.760,80 10.797.259,04 11.345.637,08 12.021.600,

Sumber : BPS Kota Padang

Page 216: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

217

Lampiran 8. PDRB Provinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan

No LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 PERTANIAN 5385595,71 5648004,31 6091915,61 6.557.510,72 6.937.172,92 7.293.205,65 7.658.394,83 8.038.919,12 8.478.980,94 8.773.503,32 9.094.245,77

e. Perikanan 646242,48 672803,05 673.812,25 723.332,45 761.891,34 789.009,26 841.317,65 884.919,95 946.556,49 989.540,4 1.013.604,1

2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

873887,57 868572,82 884878,74 894.245,03 923.379,06 951.882,62 980.826,77 1.028.828,26 1.087.108,74 1.137.763,2 1.203.809,02

3 INDUSTRI PENGOLAHAN 3218470,01 3318632,53 3404309,81 3.472.186,00 3.629.455,72 3.808.287,01 3.978.641,07 4.209.069,40 4.509.531,82 4.670.605,07 4.787.847,71

4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH

210962,36 243639,82 271084,9 284.293,97 301.070,70 338.722,91 368.981,69 394.432,98 407.582,49 431.225,75 441.350,12

5 BANGUNAN 1131101,81 1157117,15 1194839,17 1.278.358,43 1.375.769,34 1.440.337,58 1.544.889,64 1.627.195,26 1.751.509,59 1.822.283,08 2.072.420,52

6

PERDAGANGAN, HOTEL &

RESTORAN 4147024,46 4332173,03 4543977,61 4.755.166,34 5.006.640,26 5.305.757,21 5.662.879,36 6.056.682,55 6.464.805,03 6.707.683,59 694.099,93

7

PENGANGKUTAN DAN

KOMUNIKASI 2650332,56 2749038,34 2928943,45 3.165.005,33 3.419.244,73 3.754.819,81 4.140.569,92 4.526.737,30 4.959.077,34 5.256.339,28 5.777.504,58

8

KEUANGAN, PERSEWAAN

& JASA PERUSAHAAN 1164508,32 1204302,67 1230509,41 1.294.725,54 1.376.937,68 1.464.102,75 1.579.347,52 1.692.546,42 1.827.504,98 1.901.983,36 2.011.441,28

9 JASA-JASA 4107731,25 4205893,26 4289729,05 4.445.290,27 4.608.466,14 4.802.364,99 5.035.414,31 5.338.557,30 5.690.531,48 5.981.852,02 6.530.577,74

PDRB / GRDP 22889614,05 23727373,93 24840187,76 26.146.781,64 27.578.136,56 29.159.480,53 30.949.945,10 32.912.968,59 35.176.632,42 36.683.238,68 38.860.187,68

Sumber : BPS Kota Padang

Page 217: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

218

Lampiran 9. Kondisi dan Potensi Pemanfaatan Ruang Pesisir Kota Padang

No Kecamatan Fasilitas Basis Perikanan Perhubungan Wisata Industri Konservasi Pertanian/

Perkebunan

1 Koto Tangah - Pemukiman

- Fasilitas Sosial

- Fasilitas Ekonomi

- Bagan

- Payang

- Pukat Tepi

- Jaring Insang

- Pancing

- Pengolahan/ Perdagangan

- Pangkalan kapal-kapal ikan

- Pangkalan ke pulau-pulau sekitar

- Pantai berpasir

- Estuaria Laguna

- Estuaria Sungai

- Memancing

- RT/pengolahan

ikan (Teri)

- Pembangunan

Kapal/Perahu

- Pembuatan tepung

ikan

- Estuaria

- Pantai/penghijauan

- Kelapa Rakyat

2. Padang Utara - Pemukiman

- Fasilitas Sosial

- Fasilitas Ekonomi

- Payang

- Pukat Tepi

- Jaring Insang

- Pancing

- Perdagangan

- Pangkalan Perahu - Pantai Reklamasi

- Estuaria Sungai

- Memancing

- - Pantai/Reklamasi

- Estuaria

-

3. Padang Barat - Pemukiman

- Fasilitas Sosial

- Fasilitas Ekonomi

- Payang

- Pukat Tepi

- Jaring Insang

- Pancing

- Perdagangan

- Pangkalan perahu - Pantai

- Estuaria Sungai

- Memancing

- Perhotelan

- Pembangunan

Perahu

- Pantai/Reklamasi -

4. Padang Selatan - Pemukiman

- Fasilitas Sosial

- Fasilitas Ekonomi

- Tonda

- Payang

- Jaring Insang

- Pancing

- Perdagangan

- Pelabuhan

- Kapal Dagang

- Kapal Ikan

- Kapal Wisata

- Supervisi

- Pelabuhan Umum

- Batu bara

- CPO

- Pantai berpasir

- Budaya

- Bukit Gado-gado

- Muara

- Memancing

- Snorkling

- Penyulingan CPO

- Pembangunan

Kapal/Perahu

- Bukit Gado-gado

- Teluk Bayur

- Terumbu Karang

- Kelapa Rakyat

5 Lubuk Begalung - Pemukiman

- Fasilitas Sosial

- Fasilitas Ekonomi

- Bagan

- Payang

- Jaring Insang

- Tonda

- Pancing

- Pengolahan/ Perdagangan

- Pangkalan kapal ikan

- Pelabuhan Kapal Wisata

- Pelabuhan Kapal Dagang

- Pantai

- Memancing

- Snorkling

-

- Pengolahan ikan

(Teri)

- Pembangunan

Kapal

- Bukit Lampu

- Mangrove

- Terumbu Karang

- Kelapa Rakyat

- Tanaman

pangan

- Holtikultura

6 Bungus Teluk

Kabung

- Pemukiman

- Fasilitas Sosial

- Fasilitas Ekonomi

- Bagan

- Payang

- Jaring Insang

- Tonda

- Pancing

- Pengolahan/ Perdagangan

- Pangkalan Kapal/ Perahu

- Pelabuhan Navigasi

- Pelabuhan Pel Airud

- Pelabuhan Perikanan Samudera

- Pelabuhan ASDP

- Pelabuhan Pertamina

- Pelabuhan Kapal Wisata

- Pantai

- Memancing

- Snorkling

- Pengolahan ikan

(Teri)

- Pembangunan

Kapal

- Kayu Lapis

- Bukit

- Mangrove

- Terumbu Karang

-

Sumber : DKP Kota Padang

Page 218: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

219

Lampiran 10. Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus

1. Fasilitas Pokok

NO NAMA FASILITAS UKURAN KONDISI

1 Areal Pelabuhan 22 Ha Baik

Tanah Sertifikasi 140,380 M2 Baik

Tanah Reklamasi 61,402 M2 Baik

Tanah DKP Provinsi Sumbar 2 Ha Baik

Lahan Industri 7,5 Ha Baik

Difungsikan pihak ke-3 1,4 Ha Baik

Lahan belum dimanfaatkan 6,1 Ha Baik

2 Kolam Pelabuhan 4 Ha Baik

Alur Pelayaran Baik

3 Dermaga Baik

Dermaga Bongkar (10,50 x 36,20 M) 380,1 M2 Baik

Dermaga Bunker (10,6 x 36,30 M) 384,78 M2 Baik

Dermaga Tambat (4,23 x 182,75 M) 773,03 M2 Baik

Dermaga Jetty (101,70 x 8,40 M) 854,28 M2 Baik

4 Jalan Baik

Jalan Utama 6.220 M2 Baik

Jalan Komplek 464 M2 Baik

Jalan Lingkungan I 621 M2 Baik

Jalan Lingkungan II 254 M2 Baik

5 Drainase di belakang kantor adm 220 M2 Baik

6 Drainase di gedung Dry Ice 200 M2 Baik

7 Gorong-gorong 1 Pkt Baik

2. Fasilitas Fungsional

NO NAMA FASILITAS UKURAN KONDISI

1 Kantor Baik

Kantor Adm 270 M2 Baik

Kantor Bengkel 250 M2 Baik

Kantor KP 30 M2 Baik

Kantor BLPPMHP 250 M2 Baik

Kantor P2SDKP 304 M2 Baik

Kantor LPSDKP 1.274 M2 Baik

2 Receiving Hall 3.342 M2 Baik

3 Gedung Processing Tuna 450 M2 Baik

4 Transit Sheet 212,68 M2 Baik

Page 219: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

220

Lampiran 10. Lanjutan

NO NAMA FASILITAS UKURAN KONDISI

5 Keranjang Ikan kap. 50 kg 200 Unit Baik

6 Fish Box Baik

Kapasitas 2 ton 4 Unit Baik

Kapasitas 1 ton 6 Unit Baik

Kapasitas 250 kg 25 Unit Baik

7 Ice Cruiser 1 Unit Baik

8 Kereta Dorong 2 Unit Baik

9 Mesin Packing Box 1 Unit Baik

10 Galangan Kapal/ hanggar terbuka 2500 M2 Baik

11 Vessel Lift 1 Unit Baik

12 Hanggar Vessel Lift 80 M2 Baik

13 Forklift 1 Unit Baik

14 Net Loft/ Tempat perbaikan jaring 525 M2 Baik

15 Gedung Dry Ice 825 M2 Baik

16 Tadon air metal 100 M2 Baik

17 Tanki air + Instalasi 1.522 M2 Baik

18 Ground Recevoir Air 350 M2 Baik

19 Bak Pengolahan Air 169 M2 Baik

20 Bangunan Intake 10 Ltr/ dtk Baik

21 Sumur Artesis + instalasinya 1 Pkt Baik

22 Pabrik es Danitama 1.522 M2 Baik

23 Genset Baik

Genset 35 KVA 1 Unit Baik

Genset 15 KVA 1 Unit Baik

24 Jaringan Listrik PLN .. KVA Baik

25 Tanki BBM + instalasinya 75 M3 Baik

26 Hidrant 3 Unit Baik

27 Lampu Suar 2 Unit Baik

28 Rambu-rambu Baik

Papan pengumuman 7 Unit Baik

Papan petunjuk 4 Unit Baik

Papan perhatian 3 Unit Baik

Portal 2 Unit Baik

29 CCTV 2 Unit Baik

30 SSB 1 Unit Baik

31 Jaringan LAN 1 Pkt Baik

32 Telepon 3 Unit Baik

Sumber : PPS Bungus, 2010

Page 220: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

221

Lampiran 11. Perhitungan LQ Antar Sektor di Kota Padang

TAHUN

SEKTOR

1 2 3 4 5 6 7 8 9

LQ KET LQ KET LQ KET LQ KET LQ KET LQ KET LQ KET LQ KET LQ KET

2000 0,223 Non Basis 0,440 Non Basis 1,287 Basis 1,630 Basis 0,843 Non Basis 1,234 Basis 1,939 Basis 1,437 Basis 0,957 Non Basis

2001 0,223 Non Basis 0,455 Non Basis 1,285 Basis 1,602 Basis 0,852 Non Basis 1,222 Basis 1,926 Basis 1,453 Basis 0,973 Non Basis

2002 0,215 Non Basis 0,453 Non Basis 1,312 Basis 1,574 Basis 0,855 Non Basis 1,220 Basis 1,926 Basis 1,464 Basis 0,986 Non Basis

2003 0,208 Non Basis 0,453 Non Basis 1,312 Basis 1,614 Basis 0,833 Non Basis 1,213 Basis 1,969 Basis 1,461 Basis 0,991 Non Basis

2004 0,205 Non Basis 0,454 Non Basis 1,296 Basis 1,545 Basis 0,813 Non Basis 1,201 Basis 2,003 Basis 1,480 Basis 0,987 Non Basis

2005 0,206 Non Basis 0,465 Non Basis 1,301 Basis 1,437 Basis 0,834 Non Basis 1,206 Basis 1,910 Basis 1,510 Basis 0,999 Non Basis

2006 0,209 Non Basis 0,484 Non Basis 1,320 Basis 1,402 Basis 0,846 Non Basis 1,219 Basis 1,766 Basis 1,532 Basis 1,026 Basis

2007 0,210 Non Basis 0,492 Non Basis 1,312 Basis 1,447 Basis 0,857 Non Basis 1,202 Basis 1,735 Basis 1,541 Basis 1,027 Basis

2008 0,212 Non Basis 0,495 Non Basis 1,291 Basis 1,530 Basis 0,854 Non Basis 1,185 Basis 1,724 Basis 1,541 Basis 1,032 Basis

2009 0,215 Non Basis 0,493 Non Basis 1,284 Basis 1,526 Basis 0,853 Non Basis 1,172 Basis 1,726 Basis 1,557 Basis 1,025 Basis

2010 0,218 Non Basis 0,498 Non Basis 1,309 Basis 1,574 Basis 0,807 Non Basis 11,851 Basis 1,695 Basis 1,570 Basis 0,991 Non Basis

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Keterangan :

1 : Pertanian 6 : Perdagangan, Hotel dan Restoran

2 : Pertambangan dan Penggalian 7 : Pengangkutan dan Komunikasi

3 : Industri Pengolahan 8 : Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

4 : Listrik, Gas dan Air Bersih 9 : Jasa-jasa

5 : Bangunan

Page 221: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

222

Lampiran 12. Perhitungan Effort dan CPUE Analisis Bioekonomi

Tahun Produksi (ton) Effort SDT CPUE CPUEt+1 ET+1 LnCPUEt+1 LnCPUEt Et+E+1

2000 802 181 4,428867403 5,858108225 231 1,767826723 1,488143886 412

2001 1353 231 5,858108225 6,18900565 177 1,822774436 1,767826723 408

2002 1095 177 6,18900565 5,750419048 105 1,74927273 1,822774436 282

2003 604 105 5,750419048 9,328555556 27 2,233080186 1,74927273 132

2004 252 27 9,328555556 7,991538462 13 2,07838329 2,233080186 40

2005 104 13 7,991538462 7,937453416 161 2,071592495 2,07838329 174

2006 1278 161 7,937453416 7,803421053 19 2,054562234 2,071592495 180

2007 148 19 7,803421053 6,734813559 59 1,907290127 2,054562234 78

2008 397 59 6,734813559 8,6209 80 2,154189488 1,907290127 139

2009 690 80 8,6209 8,188433735 83 2,102722638 2,154189488 163

2010 680 83 8,188433735

Rata-rata 519,052 68,375 7,794441853

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 222: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

223

Lampiran 13. Hasil Estimasi Harga Sumberdaya Ikan Tuna dengan IHK Tahun Dasar 2007

Tahun IHK IHK 2007 Biaya Trip Harga

(Rp/trip) (Juta Rp/ton)

2000 226,59 51,68 167.268.362 32,61

2001 254,24 57,98 187.679.936 36,59

2002 283,33 64,62 209.152.043 40,78

2003 297,58 67,86 219.667.562 42,83

2004 111,54 72,07 233.281.217 45,48

2005 126,12 81,50 263.791.271 51,43

2006 142,20 91,88 297.414.205 57,98

2007 154,76 100,00 323.685.445 63,10

2008 135,63 87,64 283.679.888 55,31

2009 116,64 116,64 377.544.005 73,60

2010 122,62 122,62 396.895.000 77,38

Rataan 269.096.267 52,46 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

209

Page 223: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

224

Lampiran 14. Perhitungan Parameter Biologi Ikan Tuna Hasil Regresi

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0,727791986

R Square 0,529681175

Adjusted R Square 0,395304368

Standard Error 0,132000349

Observations 10

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 2 0,137363191 0,068681596 3,941760381 0,071346598

Residual 7 0,121968644 0,017424092

Total 9 0,259331835

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept 2,491798979 0,675790891 3,687233746 0,007784969 0,893807449 4,089790509 0,893807449 4,089790509

X Variable 1 -0,138324632 0,303714268 -0,45544331 0,662581213 -0,856494756 0,579845493 -0,856494756 0,579845493

X Variable 2 -0,001146852 0,000542138 -2,115423638 0,072207811 -0,002428806 0,000135101 -0,002428806 0,000135101

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 224: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

225

Lampiran 15. Perhitungan Bioekonomi dengan Aplikasi Maple 13

> >

>

>

>

>

Page 225: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

226

Lampiran 15. Lanjutan >

>

>

>

>

>

>

>

>

Page 226: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

227

Lampiran 15. Lanjutan >

>

>

>

>

>

>

>

>

>

>

Page 227: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

228

Lampiran 15. Lanjutan

>

>

>

>

>

>

>

>

>

>

Page 228: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

229

Lampiran 15. Lanjutan

> >

>

>

>

>

>

>

>

>

>

Page 229: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

230

Lampiran 16. Cashflow Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna Longline Berperspektif Mitigasi Bencana

No Uraian Tahun

0 1 2 3 4 5

A Inflow

1. Penerimaan 107.721.564.629 114.454.162.418 121.186.760.207 127.919.357.997 134.651.955.786

2. Nilai Sisa Proyek 13.052.000.000

Total Inflow - 107.721.564.629 114.454.162.418 121.186.760.207 127.919.357.997 147.703.955.786

B Outflow

1. Biaya Investasi 32.630.000.000 - -

2. Biaya Operasional 94.101.220.000 94.101.220.000 94.101.220.000 94.101.220.000 94.101.220.000

3. Biaya Perawatan 2.424.200.000 2.424.200.000 2.424.200.000 2.424.200.000 2.424.200.000

Total Outflow 32.630.000.000 96.525.420.000 96.525.420.000 96.525.420.000 96.525.420.000 96.525.420.000

C Arus Bersih (NCF) (32.630.000.000) 11.196.144.629 17.928.742.418 24.661.340.207 31.393.937.997 51.178.535.786

D CASH FLOW UNTUK IRR (32.630.000.000) 11.196.144.629 17.928.742.418 24.661.340.207 31.393.937.997 51.178.535.786

Discount Factor (17%) 1,0000 0,8547 0,7305 0,6244 0,5337 0,4561

Present Value (32.630.000.000) 9.569.354.383 13.097.189.289 15.397.814.708 16.753.376.526 23.343.100.932

E CUMMULATIVE (32.630.000.000) (23.060.645.617) (9.963.456.327) 5.434.358.380 22.187.734.906 45.530.835.838

F ANALISIS

NPV (17%) Rp 45.530.835.838

IRR 54,73%

Net B/C 2,40

PBP 1,0 tahun

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Page 230: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

231

Lampiran 17. Prosedur Perhitungan Consistency Ratio (CR) AHP Prioritas Pengembangan Bidang Kelautan Kota Padang.

TABEL PENORMALAN MATRIKS

SEKTOR Perikanan

Pertambangan

Laut

Pariwisata

Bahari

Industri

Kelautan

Jasa

Kelautan

Transportasi

Laut

Bangunan

Kelautan BOBOT

Perikanan 0,4105 0,2647 0,4167 0,4624 0,4155 0,3364 0,3137 0,3743

Pertambangan Laut 0,0456 0,0294 0,0231 0,0289 0,0166 0,0187 0,0196 0,0260

Pariwisata Bahari 0,1368 0,1765 0,1389 0,1156 0,1662 0,1682 0,1961 0,1569

Industri Kelautan 0,2052 0,2353 0,2778 0,2312 0,2493 0,2804 0,2353 0,2449

Jasa Kelautan 0,0821 0,1471 0,0694 0,0771 0,0831 0,1121 0,1176 0,0984

Transportasi Laut 0,0684 0,0882 0,0463 0,0462 0,0416 0,0561 0,0784 0,0607

Bangunan Kelautan 0,0513 0,0588 0,0278 0,0385 0,0277 0,0280 0,0392 0,0388

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Λmaks (P) 7,1591

CI 0,0265

CR 0,0201

KEPUTUSAN KONSISTEN

Apabila nilai CR > 0,1, maka pengisian matriks/kuesioner tidak konsisten, harus diulangi lagi

Apabila nilai CR ≤ 0,1, maka pengisian matriks/kuesioner konsisten, nilai bobot dapat digunakan

Page 231: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

232

Lampiran 18. Prosedur Perhitungan Consistency Ratio (CR) AHP Prioritas Kebijakan Pengembangan Perikanan Berperspektif

Mitigasi Bencana

TABEL PENORMALAN MATRIKS

ALTERNATIF

KEBIJAKAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 BOBOT

1 0,0244 0,0145 0,0246 0,0173 0,0364 0,0182 0,0303 0,0152 0,0303 0,0455 0,0228 0,1821 0,0338 0,0130

2 0,0488 0,0290 0,0246 0,0173 0,0364 0,0228 0,0455 0,0182 0,0303 0,0455 0,0303 0,1821 0,0394 0,0168

3 0,1220 0,1449 0,1231 0,1387 0,1273 0,1821 0,2731 0,0455 0,1821 0,2731 0,1821 0,5463 0,1183 0,0736

4 0,0488 0,0580 0,0308 0,0347 0,0545 0,0303 0,0455 0,0182 0,0455 0,0455 0,0303 0,1821 0,0473 0,0234

5 0,0122 0,0145 0,0176 0,0116 0,0182 0,0152 0,0228 0,0130 0,0182 0,0303 0,0182 0,0455 0,0296 0,0091

6 0,1220 0,1159 0,0615 0,1040 0,1091 0,0910 0,1821 0,0455 0,1821 0,2731 0,1821 0,4552 0,0789 0,0525

7 0,0732 0,0580 0,0410 0,0694 0,0727 0,0455 0,0910 0,0303 0,0455 0,1821 0,0455 0,2731 0,0591 0,0322

8 0,1463 0,1449 0,2461 0,1734 0,1273 0,1821 0,2731 0,0910 0,2731 0,3642 0,1821 0,6373 0,1183 0,0876

9 0,0732 0,0870 0,0615 0,0694 0,0909 0,0455 0,1821 0,0303 0,0910 0,1821 0,0455 0,3642 0,0789 0,0389

10 0,0488 0,0580 0,0410 0,0694 0,0545 0,0303 0,0455 0,0228 0,0455 0,0910 0,0455 0,2731 0,0473 0,0269

11 0,0976 0,0870 0,0615 0,1040 0,0909 0,0455 0,1821 0,0455 0,1821 0,1821 0,0910 0,4552 0,0789 0,0435

12 0,0122 0,0145 0,0205 0,0173 0,0364 0,0182 0,0303 0,0130 0,0228 0,0303 0,0182 0,0910 0,0338 0,0118

13 0,1707 0,1739 0,2461 0,1734 0,1455 0,2731 0,3642 0,1821 0,2731 0,4552 0,2731 0,6373 0,2366 0,1092

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

lanjutan....

Page 232: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

233

Lampiran 18. Lanjutan Ket :

1. Pemberian bantuan armada penangkapan.

2. Pemberian bantuan alat tangkap

3. Pemberian bantuan modal usaha

4. Jaringan pemasaran perikanan

5. Sarana koperasi nelayan

6. Subsidi bahan bakar

7. Penegakan aturan/kebijakan penangkapan

8. Pendidikan dan pelatihan bagi nelayan

9. Informasi daerah penangkapan

10. Tersedianya tempat pengawetan ikan, industri pengolahan serta penanganan pasca panen

11. Pusat informasi cuaca dan kebencanaan yang mudah diakses

12. Pemberian bantuan sarana informasi bencana (GPS, APS, aplikasi lainnya)

13. Sarana pelabuhan, TPI, PPI dan fasilitas perikanan lainnya yang kondusif dan berperspektif mitigasi bencana

λmaks (P) 13,4798

CI 0,0400

CR 0,0256

KEPUTUSAN KONSISTEN

Apabila nilai CR > 0,1, maka pengisian matriks/kuesioner tidak konsisten, harus diulangi lagi

Apabila nilai CR ≤ 0,1, maka pengisian matriks/kuesioner konsisten, nilai bobot dapat digunakan

Page 233: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERIKANAN TUNA … · berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. ... Bencana di

195