kebijakan pendistribusian pasukan militer amerika …

131
KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA SERIKAT DARI OKINAWA KE GUAM, HAWAI, DAN DARWIN 2006-2014 Skripsi Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Ardhiana Fitriyanie 1110083000004 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER

AMERIKA SERIKAT DARI OKINAWA KE GUAM, HAWAI,

DAN DARWIN 2006-2014

Skripsi

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Ardhiana Fitriyanie

1110083000004

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …
Page 3: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …
Page 4: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …
Page 5: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

iv

ABSTRAK

Setelah Jepang mengakui kekalahannya pada Perang Dunia II tahun

1945, dan disaat yang bersamaan Jepang dilarang memiliki kekuatan militer

skala besar sehingga, wilayah Jepang dijaga oleh AS dan tentara Sekutu

lainnya selaku pemenang Perang Dunia II. Pada tahun 1960 dengan

menandatangani perjanjian aliansi Treaty of Mutual Cooperation and

Security, AS kemudian secara legal mendirikan pangkalan militernya di

seluruh daratan Jepang sebagai komitmen AS menjaga teritori Jepang dari

ancaman eksternal serta menjaga stabilitas Kawasan Timur Jauh. Tetapi

pembangunan dan penempatan pasukan militer AS di Jepang khususnya di

Okinawa mendapatkan reaksi penolakan dari penduduk lokal Okinawa dan

meminta pemerintah Jepang untuk menutup pangkalan militer AS dari

wilayah mereka.

Selama bertahun-tahun Pemerintah Jepang telah berupaya untuk

membujuk AS mengenai pemindahan pangkalan militernya dari Okinawa

hingga pada tahun 2006, respon AS cukup mengejutkan yaitu mengeluarkan

kebijakan luar negeri berupa pendistribusian pasukan militer sebanyak 9000

personil dan memindahkannya ke tiga lokasi yakni Guam, Hawai, dan

Darwin yang tertuang dalam U.S.-Japan Alliance: Transformation and

Realignment for the Future.

Persetujuan AS untuk memindahkan pasukan militernya dari Okinawa

sebanyak 9000 bukanlah tanpa alasan, dimana dalam penelitian ini

ditemukan bahwa alasan terbesar AS mendistribusikan pasukan milliternya

dari Okinawa adalah karena kekhawatiran AS akan peningkatan kekuatan

militer Cina di Kawasan Asia Pasifik. Penelitian ini juga berhasil melihat

dengan kekhawatiran AS tersebut, akhirnya mengarahkan AS untuk

menggunakan strategi baru yaitu Hedging. Hedging bukan saja balancing

atau engagement melainkan memadukan kedua strategi tersebut secara

bersamaan.

Selain itu penelitian ini juga menemukan alasan AS memilih Guam,

Hawai dan Darwin yaitu AS dapat mendirikan banyak akses “lily pads” di

Kawasan Asia Pasifik untuk memperkuat “Hub and Spoke” dengan negara-

negara aliansi AS maupun non-aliansi. Sehingga hegemoni AS di kawasan

Asia Pasifik tidak tergeser oleh kehadiran Cina. Kepentingan AS di kawasan

merupakan faktor utama AS yang pada akhirnya mau mendistribusikan

pasukan militernya dari Okinawa tahun 2006.

Kata kunci: AS, Jepang, Distribusi Pasukan Militer, Pangkalan Militer

AS, Kebijakan Luar Negeri, Hedge, Lily Pads, Keamanan Nasional, Aliansi.

Page 6: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat-

Nyalah peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan

Pendistribusian Pasukan Militer Amerika Serikat dari Okinawa ke Guam, Hawai,

dan Darwin (2006-2014)”. Peneliti sangat menyadari hanya karena Dialah peneliti

mampu menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Peneliti menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan,

bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Orang tua tercinta Ayahanda Sukardi dan Ibunda Sri Suratmi yang telah

memberikan dukungan baik moral maupun materil kepada peneliti serta

tidak pernah lelah memberikan semangat dan doa agar peneliti mampu

menyelesaikan skripsi ini.

2. Kakak peneliti yaitu Ardhiana Sitarusmi yang selalu ada untuk peneliti

sebagai patner bertukar pikiran dalam semua bidang baik akademik

maupun non akademik.

3. Debby Affianty, M.Si selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional dan

Agus Nilmada Azmi, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Teguh Santosa, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi peneliti yang

tanpa henti memberikan saran, kritikan, arahan, kesabaran serta berbagi

pengalaman baik ilmu maupun kehidupan.

Page 7: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

vi

5. Adian Firnas, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk kepada peneliti selama

menjalankan perkuliahan di FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Para dosen dan staff FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya

jajaran dosen jurusan Hubungan Internasional atas ilmu yang diberikan

selama peneliti menjalankan kegiatan perkuliahan dan bantuan dalam

urusan administrasi selama masa kuliah.

7. Narasumber yang telah menyediakan waktu untuk memberikan

kesempatan peneliti untuk bertanya mengenai berbagai hal terkait isu

yang peneliti ambil dalam materi skripsi yaitu Jonathan Berkshire Miller

dari Pacific Forum Centre for Strategic and International Studies

(CSIS), John Hemmings dari London School of Economics (LSE), Iis

Gindarsah dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS)

Indonesia, David Vine dari American University, dan Terence Roehrig,

PhD dari US Naval War College.

8. Teman-teman terbaik peneliti yaitu Mentari Rika Noviandri, Putu Ayu

Widyantini, Prasetyo Dharma, M.Khusni Mubarak yang telah

memberikan semangat serta dorongan moril agar peneliti dapat

menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman-teman terbaik peneliti di HI A yaitu Ramadhani Eko. P, Nabila

Fatma Giyanti, Nuning Sintya Defa, Meri Puji Astuti, Clara Safitri, Gina

Nurbaiti, Anggi Febrianto, M. Yoga, Syafiq Muhammad, dan Siti

Kholilah. Pengalaman selama empat tahun perkuliahan adalah

pengalaman yang luar biasa.

Page 8: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

vii

10. Teman-teman HI A 2010 yang tidak bisa sebutkan satu persatu.

Terimakasih atas kepercayaan kalian menjadikan peneliti sebagai wakil

ketua kelas abadi bersama Ramadhani Eko. Empat tahun perkuliahan

terasa singkat jika bersama kalian. Terima Kasih telah berjuang bersama

dan menjadi kelas terbaik.

11. Teman-teman International Studies Club (ISC) yang telah banyak

memberikan pengalaman berorganisasi yaitu Ka Andri, Ka Amar, Ka

Adit, Andre, Bayu, Fahmi, Fikri, Desica, Aptiani, Acit, Dzikri, Tara,

Annisa, Mahar, dan anggota ISC lainnya.

12. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih Semuanya.

Jakarta, 9 Desember 2014

Ardhiana Fitriyanie

Page 9: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

viii

DAFTAR SINGKATAN

ANZUZ The Australia, New Zealand, United States Security

Treaty

AUSMIN United States and Australia held Ministerial

Consultations

ARF ASEAN Regional Forum

ASCM Anti-Ship Cruise Missile

ASDF Air Self Defense Force

AS Amerika Serikat

CFAY Commander Fleet Activities Yokosuka

CLCS Commission on the Limits of the Continental Shelf

COMLOG WESTPAC Commander, Logistic Group, Western Pacific

CSD Collective Security Defense

CSL Cooperative Security Location

DOC Declaration on the Conduct of Parties in the South

China Sea

DPJ Democratic Party of Japan

DPRI Defense Policy Review Initiative

GSDF Ground Self Defense Force

ICBM Intercontinental Ballistic Missile

IRBM Intermediate Range Ballistic Missile

JSDF Japan Self Defense Force

MCAS Marine Corps Air Station

Page 10: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

ix

MEU Marine Expeditionary Unit

MRBM Medium Range Ballistic Missile

MSDF Maritime Self Defense Force

NATO North Atlantic Treaty Organization

OTH Over-The-Horizon

PCB Polychlorinated Biphenyl

PLA The People’s Liberation Army

PLAN People’s Liberation Army Navy

PPM Part Per Million

PVA People’s Volunteer Army

RVN Republic of Vietnam Navy

SACO Special Action Committee on Okinawa

SCC Security Consultative Committee

SDP Social Democratic Party

SFPT San Francisco Peace Treaty

SOFA Status of Forces Agreement

SSBN Ballistic Missile Submarines, Nuclear

UNC United Nations Command

UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea

UNTAC United Nations Transitional Authority in Cambodia

USCAR United States Civil Administration in the Ryukyus

USPACOM United States Pacific Command

ZEE Zona Ekslusif Ekonomi

Page 11: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

x

DAFTAR TABEL

Tabel III.C.1 Penempatan Kapal Angkatan Laut PLA Cina………………………… 70

Tabel III.C.2 Penempatan Kapal Angkatan Udara PLA Cina………………………. 71

DAFTAR GRAFIK

Grafik II.C Persentase Lahan Pangkalan Militer AS................................................ 41

Grafik III.A Jumlah Pasukan Militer AS di Kawasan Asia Pasifik Sampai

2012…………………………………………………….……………...

52

Grafik III.C.1

Nilai Gross Domisetic Product Cina (1990-2010)……………...…… 66

Grafik III.C.2

Anggaran Belanja Militer AS (2002-2010)…………………………... 67

Grafik III.C.3

Anggaran Belanja Militer Cina (2002-2010)…………………………. 68

Page 12: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.B Peta Penyebaran Fasilitas Pangkalan Militer AS di Jepang…………... 31

Gambar II.C.1

Peta Penyebaran Fasilitas Pangkalan Militer AS di Prefektur

Okinawa………………………………………………….……………

37

Gambar II.C.2

Peta Lokasi Strategis Okinawa…………………………..…………… 39

Gambar III.A Penempatan Pasukan Militer AS di Asia Pasifik……………………... 51

Gambar III.B.1

Peta Jangkauan Balistik Misil Korea Utara……….……………...…... 58

Gambar III.B.2.1

Peta Laut Cina Selatan........................................................................... 61

Gambar III.B.2.2 Peta Sengketa Laut Cina Timur………………………….…………… 64

Gambar III.C Peta Jangkauan Balistik Misil Cina…………………………………... 72

Page 13: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

xii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………………………………............. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI…………………………………....................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI……………………………………………… iii

ABSTRAK…………………………………………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….. v

DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK……................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………….... xi

DAFTAR ISI……………………………..……………………….………………….............. xii

BAB I PENDAHULUAN………………..…………………………………………............... 1

A. Pernyataan Masalah................................................................…………............... 1

B. Pertanyaan Penelitian……………………………………………………................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……...……………………………………….………. 6

D. Tinjauan Pustaka……………………………………………….……………….......... 7

E. Kerangka Pemikiran……………..………………………………………................... 12

F. Metode Penelitian……………...………………………………………...................... 21

G. Sistematika Penulisan…………..…………………………………………............... 22

BAB II HUBUNGAN ALIANSI AMERIKA SERIKAT-JEPANG ……………………...... 24

A. Sejarah Hubungan Aliansi Militer AS dan Jepang Paska Perang Dunia II 1945... 24

B. Penempatan Pasukan Militer Amerika Serikat di Jepang………………………... 30

C. Kepentingan Penempatan Pasukan Militer Amerika Serikat di Okinawa……….. 35

C.1Fasilitas Pangkalan Militer Amerika Serikat di Okinawa……………………. 41

C.2Kondisi Pangkalan Militer Amerika Serikat di Okinawa.……………………. 44

Page 14: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

xiii

BAB III PERTIMBANGAN KEAMANAN STRATEGIS AMERIKA SERIKAT DI

KAWASAN ASIA PASIFIK……………………..……………...………….......

48

A. Keterlibatan Amerika Serikat di Kawasan Asia Pasifik……………………………... 48

B. Konflik Regional Asia Pasifik…...………………………………………................... 53

B.1 Konflik Semenanjung Korea……………………………………………….......... 53

B.2 Sengketa Maritim………………………………………………………............... 58

B.2.a Laut Cina Selatan………..………………………………………............... 58

B.2.b Laut Cina Timur………………………………………………................... 64

C. Peningkatan Kekuatan Militer Cina………………………………………………..... 66

C.1 Angkatan Laut………………………………………………………………....... 69

C.2 Angkatan Darat…………………..…………………………………………........ 70

C.3 Angkatan Udara………………….……………………………………….…....... 70

C.4 Kemampuan Space, Counterspace, dan Cyberwarfare...……………………… 72

BAB IV ANALISA KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER

AMERIKA SERIKAT DARI OKINAWA (2006-2014)……………..…………

74

A. Faktor Pemicu Pendistribusian Pasukan Militer Amerika Serikat dari Okinawa

tahun 2006………………….…………..……………..…..………………………….

74

B. Relokasi Pasukan Militer Amerika Serikat dari Okinawa ke Guam, Hawai, dan

Darwin…………………...……………………………………………………….......

81

BAB V KESIMPULAN……………………………………………………….…………....... 102

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………... 105

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 15: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini akan membahas mengenai kebijakan pendistribusian pasukan

militer Amerika Serikat dari Okinawa ke beberapa wilayah di Asia Pasifik seperti

Guam, Hawai, dan Darwin dari tahun 2006 sampai 2014.

Pada tahun 2006 Amerika Serikat (AS) dan Jepang melakukan pertemuan

untuk membahas penyusunan kembali (Realignment) aliansi militer terkait

Pangkalan Militer AS yang berada di Okinawa sejak tahun 1952. Hasil dari

Realignment tersebut Pemerintah AS akan menarik pasukan militernya dari

Okinawa sebanyak sekitar 9.000 personil dan memindahkannya ke beberapa

tempat di Kawasan Asia Pasifik seperti Guam, Hawai dan Australia (The Wall

Street Journal 2013).

Jumlah pasukan AS yang didistribusikan dari Okinawa adalah sebanyak

5.000 personil ke Guam, 2.000 personil ke Hawai, dan 2.500 personil ke

Australia. Pemindahan ini membutuhkan waktu sekitar lima atau enam tahun dari

tahun kesepakatan Realignment dan tergantung pada kondisi Pangkalan Militer

AS di Jepang. Selain itu, biaya total keseluruhan relokasi akan ditanggung kedua

negara, dan AS meminta Jepang untuk membiayai relokasi sebesar 6,09 milyar

dolar AS (sekitar 32 trilyun rupiah) dari total biaya relokasi sebesar 10,27 milyar

dolar AS (sekitar 82 trilyun rupiah) (The Wall Street Journal 2013).

Page 16: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

2

Keinginan untuk mendistribusikan Pasukan Militer AS dari Okinawa

merupakan salah satu agenda utama Jepang untuk memenuhi tuntutan rakyat

Okinawa yang menginginkan semua pangkalan militer AS dipindahkan dari

wilayah Prefektur Okinawa sehingga untuk memenuhi tuntutan ini, Jepang

berupaya bernegosiasi dengan AS terkait isu ini diberbagai pertemuan bilateral

kedua negara (Brooks 2010:41).

Salah satu upaya perundingan bilateral yang dilakukan kedua negara sejak

tahun 1997 adalah Security Consultative Committee (SCC) atau yang lebih

dikenal dengan “aliansi 2+2”. SCC adalah sebuah forum bilateral yang membahas

tentang hubungan keamanan bilateral kedua negara, dan pada tahun 2002 di dalam

pertemuan SCC, AS-Jepang membahas mengenai transformasi aliansi kedua

negara untuk menghadapi tantangan keamanan bersama atau yang dikenal dengan

Defense Policy Review Initiative (DPRI) (Brooks 2010:42).

Pembahasan DPRI antara lain yaitu menyangkut ambisi AS untuk melawan

terorisme dan mentransformasi aliansi AS-Jepang dengan pembahasan merujuk

pada kesepakatan AS akan memindahkan pasukan militernya dari Okinawa pada

tahun 2006 dan memindahkannya ke Guam. Selain itu, kedua negara juga

menyetujui untuk melakukan penggabungan dan pengintegrasian Pangkalan

Militer AS di Okinawa dengan Pangkalan Militer AS di daratan Jepang lainnya

serta melakukan renovasi fasilitas Pangkalan Udara Iwakuni di Prefektur

Yamaguchi dan Barak Zama di Prefektur Kanagawa (Brooks 2010:44).

Tindakan Jepang meminta AS untuk memindahkan pasukannya dari

Okinawa disebabkan oleh beberapa faktor domestik seperti penolakan warga

Okinawa atas kehadiran Pangkalan Militer AS yang diawali oleh kasus kriminal

Page 17: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

3

pemerkosaan terhadap gadis berumur 12 tahun pada tahun 1995 oleh personil

militer AS dan tekanan dari partai politik di Pemerintahan Jepang (Japan

Communist Party 2000).

Partai yang ikut serta menolak kehadiran Pangkalan Militer AS di Okinawa

salah satunya adalah Democratic Party of Japan (DPJ) dan Social Democratic

Party (SDP) yang menekan pemerintah Jepang untuk segera memindahkan

pangkalan militer AS dari Okinawa dan merevisi ulang Status of Forces

Agreement (SOFA) mengenai ekstra teritori yang dimiliki oleh pasukan militer

AS (Brooks 2010:12).

Selain itu, keinginan untuk memindahkan pasukan militer AS dari Okinawa

bukan hanya dilihat dari alasan kejahatan saja, melainkan pemerintah Jepang

terlalu banyak menghabiskan dana APBN untuk membiayai operasional militer

AS di Jepang. Pemerintah Jepang harus membayar tagihan listrik dan uang saku

serta uang 100.000 dolar AS (sekitar satu milyar rupiah) bagi setiap personil AS

per tahun sehingga, hampir 65% biaya pangkalan militer AS ditanggung oleh

pemerintah Jepang (Smith 2001:2).

Melihat tekanan yang datang sebenarnya pemerintah Jepang berada pada

posisi dilema di mana disatu sisi pemerintah harus mendengarkan tuntutan rakyat

dan disisi lain perjanjian militer dengan AS juga tidak bisa diubah secara sepihak

mengingat hubungan aliansi AS-Jepang sudah terjalin sejak tahun 1951.

Berdasarkan perjanjian keamanan dengan AS tahun 1960 yaitu Treaty of Mutual

Cooperation and Security, kehadiran militer AS tetap dipertahankan di wilayah

Jepang untuk menjaga dari ancaman eksternal. Komitmen AS dalam menjaga

keamanan wilayah Jepang disebabkan sejak kekalahan Jepang pada Perang Dunia

Page 18: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

4

II tahun 1945, Jepang dilarang untuk memiliki kekuatan skala besar sehingga

pertahanan teritori Jepang bergantung kepada tentara pertahanan Jepang yang

dikenal dengan Japan Security Defense Force (JSDF) dan Pasukan Militer AS di

Jepang (O.Hague 2007:61)

Menghadapi situasi ini upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Jepang

adalah terus bernegosiasi dengan AS terkait pemindahan pasukan militer AS dari

Okinawa dan kemudian upaya ini membuahkan hasil yaitu akhirnya AS merubah

keputusannya dengan menyetujui pemindahan pasukan militernya dari Okinawa

sebanyak 9.000 personil dan merelokasinya ke tiga tempat yaitu Guam, Hawai,

dan Darwin (Vaughn 2007:2).

Alasan lain dari pemindahan pasukan militer AS dari Okinawa selain

sebagai respon pemerintah Jepang, ini juga merupakan bentuk strategi AS dalam

menghadapi tantangan dan ancaman negara lain yang dapat mengancam

kepentingan AS di kawasan Asia-Pasifik seperti konflik Laut Cina Selatan dan

klaim kepemilikan Kepulauan Spratly serta klaim atas kepemilikian Pulau Paracel

oleh Cina dan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Vietnam, Filipina, Brunei

Darussalam dan Malaysia (Vaughn 2007:2).

Selain itu, strategi lain untuk menghadapi ancaman di Kawasan Asia Pasifik

yaitu dengan memperkuat kerjasama militer dengan negara aliansi maupun negara

non-aliansi (Fravel 2012:33). Ancaman di Kawasan Asia Pasifik tidak hanya

berhenti pada isu konflik martim saja melainkan ancaman juga datang dari adanya

potensi konflik di Semananjung Korea terkait masalah pengembangan Program

Nuklir Korea Utara di mana Korea Utara kembali mengancam akan meluncurkan

Page 19: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

5

senjata misil balistik kepada AS dan Korea Selatan di tahun 2006 dan 2009

(Fravel 2012:40).

Fokus Pemerintah AS terhadap penguatan kerjasama lebih ditekankan pada

kerjasama di bidang pertahanan hal ini seperti yang disampaikan oleh Mantan

Ketua The House Subcomittee Asia dan Pasifik, Jim Leach bahwa AS akan

menghadapi tantangan geopolitik terbesarnya di Asia pada tahun-tahun

mendatang (Vaughn 2007:4). Jim Leach juga mengatakan bahwa

mempertahankan kehadiran kekuatan militer AS di luar negeri menjadi elemen

kunci dalam mengeluarkan kebijakan keamanan nasional AS di Asia Pasifik

selain itu, kehadiran militer AS ini akan mempromosikan stabilitas regional

bersama dengan negara aliansi dan mitra lainnya serta menciptakan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi di kawasan Asia Pasifik (Vaughn 2007:5).

Dari beberapa penjelasan ini, peneliti merasa perlu untuk membahas lebih

lanjut tentang pendistribusian pasukan militer AS dari Okinawa di tahun 2006 dan

melihat berapa pentingnya kawasan Asia Pasifik bagi AS sampai tahun 2014.

B. Pertanyaan Penelitian

Penempatan pasukan militer AS di Okinawa terbilang cukup lama yaitu

sejak tahun 1945 sampai 2006, sekitar 50 tahun, dan penempatan pasukan militer

ini menuai banyak kritik. Namun, kritik yang diajukan kepada pemerintah AS

selama 50-tahun terakhir ini tidak membuat pemerintah AS memindahkan

pasukannya dari Okinawa. Setelah melalui proses negosiasi yang panjang,

akhirnya tahun 2006, AS menyatakan persetujuannya untuk memindahkan

pasukan militernya dari Okinawa ke Guam, Hawai, dan Darwin sebanyak 9.000

personil. Selain itu, pemindahan pasukan militer ini juga didasarkan oleh

Page 20: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

6

keinginan AS untuk melindungi kepentingannya di kawasan Asia Pasifik dari

ancaman yang mungkin datang.

Melihat gambaran isu di atas, peneliti merasa tertarik untuk membahas

kebijakan luar negeri AS di bidang militer lebih lanjut, sehingga penulis

mengangkat pertanyaan penelitiannya adalah:

“Mengapa Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan luar negeri

berupa pendistribusian Pasukan Militer AS dari Okinawa tahun 2006?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian berjudul Kebijakan

Pendistribusian Pasukan Militer AS dari Okinawa ke Guam, Hawai, dan Darwin

2006-2014 adalah untuk menjawab pertanyaan yang menjadi permasalahan yang

telah diajukan oleh peneliti. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisa alasan dan faktor yang mempengaruhi Amerika Serikat

mengeluarkan kebijakan luar negeri berupa pendistribusian pasukan

militernya dari Okinawa, Jepang.

2. Memberikan gambaran umum mengenai orientasi dari kebijakan Amerika

Serikat terhadap negara-negara di Asia Pasifik dan hubungannya dengan

penarikan pasukan militer AS dari Okinawa, Jepang.

3. Mengetahui teori dan konsep dalam studi Hubungan Internasional yang

relevan dan dapat digunakan sebagai alat analisa terhadap isu militer ini.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat diantaranya

adalah:

Page 21: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

7

1. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu

hubungan internasional baik di lingkup universitas maupun lingkup nasional

dan internasional.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya

untuk membahas tentang pendistribusian pasukan militer AS tidak hanya di

Okinawa, Jepang namun juga bisa penarikan pasukan militer AS di Irak,

Afghanistan, dan negara lainnya.

3. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi penelitian berikutnya

untuk membahas hubungan aliansi AS-Jepang pasca keputusan penarikan

pasukan militer AS dari Okinawa yang dilakukan oleh Pemerintah AS.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Kebijakan Pendistribusian Pasukan Militer AS dari

Okinawa ke Guam, Hawai dan Darwin tahun 2006-2014 ini bertujuan untuk

memperdalam pengetahuan mengenai alasan AS menarik pasukannya dari

Okinawa. Oleh karena itu, ada baiknya jika menelaah penelitian-penelitian lain

mengenai penarikan pasukan militer AS ataupun yang berkaitan dengan pasukan

militer AS yang telah ada sebelumnya sebagai pembanding dan pelengkap

penelitian. Pada bagian ini peneliti akan meninjau beberapa penelitian yang

berkaitan dengan pasukan militer AS.

Penelitian pertama terkait dengan judul peneliti adalah penelitian yang

dilakukan oleh Syarifuddin dari Universitas Indonesia tahun 1983 yang berjudul

Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap Korea Selatan

Antara Tahun 1976-1979 : Penarikan Pasukan Militer Amerika Serikat Dari

Korea Selatan.

Page 22: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

8

Di dalam penelitiannya, Syarifudin membahas tentang alasan dan faktor

yang mempengaruhi AS memilih menarik pasukan militernya dari Korea Selatan

di tahun 1976-1979. Faktor yang mempengaruhi penarikan ini antara lain yaitu

faktor konflik antara Sino-Uni Soviet, hubungan RRC-AS, dan ketiga peranan

optimal Beijing serta Jepang dalam menangkal perluasan pengaruh AS di Asia.

Berdasarkan ketiga faktor tersebut, Syarifuddin melihat bahwa penarikan pasukan

militer AS dipengaruhi oleh pola hubungan antara negara-negara besar dan juga

negara-negara kecil sehingga, hubungan antar negara tersebut dapat memicu

adanya persaingan yang cukup besar antar negara.

Persaingan antara negara-negara besar seperti Cina-Uni Soviet juga telah

mengurangi kebutuhan AS untuk menempatkan pasukan militernya secara besar-

besaran. Hal ini disebabkan jika AS terlalu agresif justru akan membuat posisi AS

menjadi sulit. Sehingga pada masa Presiden Carter, ia mengeluarkan kebijakan

luar negeri berupa penarikan 33 ribu tentara AS secara bertahap dari Korea

Selatan tahun 1976-1979.

Penelitian yang dilakukan oleh Syarifuddin menggunakan teori pentautan

atau linkage theory dimana teori pentautan memiliki makna bahwa dalam sistem

hubungan antar negara, negara kecil memiliki ikatan dengan negara-negara besar,

sedangkan untuk metode penelitiannya Syarifuddin menggunakan metode

deskriptif dengan sumber data sekunder berupa data perpustakaan, wawancara,

dan sumber lainnya.

Kesamaan penelitian Syarifuddin dengan penelitian penulis adalah dari segi

pemilihan topik yaitu terarah pada Penarikan Pangkalan Militer AS, kemudian

peneliti juga membahas mengenai pola hubungan AS dengan negara-negara di

Page 23: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

9

sekitar Kawasan Asia Pasifik, serta metode penulisan yang digunakan oleh

peneliti juga menggunakan kualitatif yang bersifat deskriptif dengan sumber data

sekunder. Perbedaan penelitian Syarifuddin dengan peneliti adalah objek

penelitian dimana dalam penelitian Syariduddin objek penarikan pasukan miiter

AS adalah Korea Selatan, sedangkan peneliti menggunakan objek Okinawa,

Jepang, selain itu pembahasan peneliti juga mencangkup penjelasan pemilihan

lokasi Guam, Hawai dan Darwin sebagai lokasi pemindahan pasukan militer AS

dari Okinawa.

Penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian peneliti yaitu

Faris Bimantara dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

berjudul Pengaruh Pangkalan Militer AS di Okinawa (Jepang) Terhadap

Kerjasama Bilateral AS-Jepang Dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan

Periode 2001-2006.

Pokok permasalahan dari penelitian Bimantara adalah latar belakang apa

yang mempengaruhi penempatan Pangkalan Militer AS di Okinawa, Jepang dan

bagaimana pengaruh penempatan Pangkalan Militer AS di Okinawa terhadap

kerjasama pertahanan dan keamanan AS-Jepang periode 2001-2006. Di dalam

penelitiannya, Faris Bimantara menjelaskan bahwa alasan AS memilih Okinawa

sebagai pangkalan militernya karena lokasi Okinawa memiliki nilai yang strategis

dari sisi lokasi di mana letak Okinawa dekat dengan negara-negara penting AS di

kawasan Asia Timur.

Selain itu, keberadaan pangkalan militer AS di sana juga membuat

pergerakan militer AS lebih fleksibel dan efisien dalam mengawasi pergerakan

militer negara lain di beberapa negara kawasan tersebut yang dianggap sebagai

Page 24: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

10

ancaman, serta kepentingan AS di kawasan pun menjadi lebih mudah terutama

dalam menghadapi serangan musuh AS memiliki Jepang sebagai aliansi utamanya

di Kawasan Asia Timur.

Berdasarkan isu yang diangkat oleh Faris Bimantara, maka teori yang

digunakan Faris adalah Grand Theory yaitu Neorealisme serta beberapa konsep

pendukung lainnya seperti kepentingan nasional, power, dan konsep aliansi,

sedangkan untuk metode penelitian, ia menggunakan metode kualitatif.

Kesamaan penelitian Faris Bimantara dengan penelitian yang peneliti ambil

adalah dari segi objek penelitian yaitu Amerika Serikat dan Okinawa, Jepang,

kemudian metode yang digunakan juga sama yaitu kualitatif. Namun perbedaan

penelitian Faris dan penelitian peneliti adalah dari segi tahun penelitian, Faris

memfokuskan penelitian tahun 2001-2006, sedangkan peneliti 2006-2014. Selain

itu peneliti lebih berfokus kepada alasan AS mengeluarkan kebijakan

pendistribusian pasukan militer AS dari Okinawa, dan merelokasinya ke Guam,

Hawai, serta Darwin. Perbedaan berikutnya adalah peneliti mencoba

menggunakan konsep baru yaitu hedging dimana dalam konsep ini terdapat dua

bentuk aksi kebijakan yaitu balancing dan engagement sehingga peneliti mencoba

melihat sisi lain dari aksi AS mengeluarkan kebijakan ini.

Penelitian ketiga yang terkait dengan penelitian peneliti adalah artikel jurnal

dari Sudbury Democratic Town Committee, ditulis oleh John Riordan tahun 2009

berjudul The Case for Rapid and Complete withdrawal of U. S. forces from Iraq.

Dalam artikel jurnal internasional ini yang dibahas adalah mengenai alur kejadian

dari penarikan pasukan militer AS dari Irak serta menjelaskan proses perjanjian

penarikan dari masa Presiden AS, George W. Bush hingga Barack Obama.

Page 25: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

11

Penjelasan artikel ini adalah AS telah mengagendakan penarikan pasukan

militer AS dari Irak sejak masa pemerintahan George W. Bush, tetapi hal tersebut

dapat dilakukan jika Irak telah dianggap kuat dalam berdemokrasi dan stabil

dalam pemerintahan serta mampu untuk memberantas terorisme. Namun,

komitmen tersebut tidak pernah diwujudkan oleh Presiden George W. Bush

karena dibalik tertundanya kesepakatan itu AS memliki rencana lain yaitu ingin

menata dunia Islam sesuai dengan kepentingan nasional AS, dan tujuan invasi

Irak adalah menduduki Irak secara permanen dan membangun pangkalan militer

abadi untuk proyeksi kekuatan regional AS.

Meskipun selama masa Presiden George W Bush, komitmen tersebut tidak

pernah terlaksana, tetapi ketika masa Presiden Barack Obama, AS mau menarik

pasukan militernya dari Irak pada tahun 2009, dan direncanakan penarikan

pasukan akan selesai dalam kurun waktu 16 bulan. Kesimpulan dari artikel

tersebut ialah penarikan pasukan yang dilakukan oleh AS akan membawa

keuntungan bagi kedua belah pihak, selain itu menurut John Riordan semakin

cepat AS menarik pasukannya dari Irak akan semakin baik karena Irak akan

semakin mandiri, serta rekonstruksi Irak juga akan mulai kembali pulih.

Kesamaan artikel jurnal internasional yang ditulis oleh John Riordan dan

penelitian peneliti adalah sama-sama membahas mengenai upaya AS untuk

menarik pasukan militernya dari suatu negara. Selain itu, pada masa Presiden

Barack Obama, upaya AS dalam melaksanakan kesepakatan yang telah disetujui

sebelumnya lebih terlihat konkrit daripada masa George W Bush. Sedangkan

perbedaanya adalah objek lokasi John Riordan fokus kepada Irak, sedangkan

peneliti adalah Okinawa, Jepang.

Page 26: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

12

Dapat dilihat dari hasil ketiga tinjauan pustaka diatas, maka penelitian

peneliti yang berjudul Kebijakan Pendistribusian Pasukan Militer Amerika

Serikat dari Okinawa ke Guam, Hawai, dan Darwin 2006-2014 memberikan

gambaran berbeda dari kebijakan luar negeri AS di bidang militer terhadap negara

lain. Selain itu, perbedaan peneliti dengan penelitian-penelitian serupa salah

satunya adalah konsep yang digunakan peneliti sebagai alat analisa topik ini yaitu

menggunakan konsep hedging dimana peneliti melihat bahwa penggunaan konsep

hedging lebih tepat dalam menganalisa alasan AS yang pada akhirnya mau

mendistribusikan pasukan militernya dari Okinawa setelah bertahun-tahun AS

tidak ingin memindahkannya. Hal ini disebabkan bahwa konsep hedging

menggunakan dua pendekatan aksi yakni balancing dan engagement sehingga,

suatu negara ketika berhadapan dengan negara lain yang dianggap sebagai

ancaman akan menggunakan kedua aksi ini untuk tetap mempertahankan

kepentingan nasionalnya.

E. Kerangka Pemikiran

Dalam upaya menganalisa Kebijakan Pendistribusian Pasukan Militer

Amerika Serikat dari Okinawa ke Guam, Hawai, dan Darwin tahun 2006-2014,

maka peneliti akan menggunakan beberapa konsep pendukung penelitian untuk

menjawab pertanyaan penelitian yang telah diajukan sebelumnya yaitu konsep

hedging, konsep kebijakan luar negeri, dan aliansi.

1.1 Konsep Hedging

Paska Perang Dingin, kekuatan dunia bukan lagi bipolar melainkan telah

berubah menjadi unipolar, para scholar studi keamanan mengatakan bahwa

keadaan unipolar tidak akan bertahan lama karena sistem internasional selalu

Page 27: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

13

berubah sehingga suatu hari akan muncul negara-negara raising power sebagai

pengganti sistem yang unipolar (McDougall 1997:6).

Pada studi keamanan, negara merupakan aktor utama dalam sistem

internasional sehingga negara akan bertindak sesuai dengan kepentingan

nasionalnya. Didalam teori hubungan internasional terdapat beberapa konsep

yang dapat menjelaskan cara-cara sebuah negara menghadapi ancaman suatu

negara yaitu: Pertama “balancer”, negara dengan konsep ini percaya bahwa

negara yang memiliki kekuatan besar di dalam sistem internasional tidak akan

selamanya dapat berkuasa karena akan muncul negara penyeimbang yang sama-

sama memiliki kekuatan besar. Sehingga keadaan akan menjadi seimbang selain

itu, menurut Kenneth Waltz balancing memiliki dua bentuk yaitu balancing

internal dan eksternal (Waltz 1979:118).

Balancing internal berarti sebuah negara akan berusaha untuk

meningkatkan kekuatan militer, kemampuan ekonomi, dan meningkatk;an

kecerdasan strategi demi mengurangi kesenjangan kekuatan dengan negara yang

dianggap sebagai ancaman. Sedangkan balancing eksternal adalah suatu negara

akan bergabung atau membangun suatu aliansi tertentu untuk menambah kekuatan

sehingga kekuatan negara lawan dapat di minimalisir (Waltz 1979:118).

Kedua “banwagoners’, negara yang menggunakan konsep ini percaya

bahwa negara-negera kecil yang tahu bahwa kekuatan mereka tidak seimbang

dengan kekuatan negara besar maka mereka akan berusaha mendekati kekuatan

negara besar tersebut untuk berlindung dan melakukan kerjasama sehingga

kepentingan negara mereka akan aman dan negara kekuatan besar tidak

menganggap mereka sebagai ancaman (Walt 1987:173).

Page 28: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

14

Ketiga adalah hedging, hedging merupakan strategi alternatif dari

balancing atau banwagoning yang dapat digunakan oleh suatu negara dalam

menghadapi ancaman dari negara lain. Sebelum konsep hedging diaplikasikan

kedalam ilmu hubungan internasional, konsep ini sudah lebih dulu dikenal dalam

ilmu ekonomi keuangan yaitu hedging berarti menunjukkan posisi sebuah

investasi satu dan lainnya dengan tujuan untuk mengimbangi potensi kerugian

atau keuntungan yang mungkin ditimbulkan oleh investasi dari rekan yang lain

(Sieberg 2011:24).

Menurut kamus ekonomi, “hedge” didefinisikan sebagai “hedge involves

deliberately taking on new risk that offset an existing one” atau dapat dikatakan

hedging digunakan untuk mengurangi resiko dari kemungkinan pergeseran harga

investasi aset yang tidak pasti dengan mengambil keputusan yang lain (Sieberg

2011:25). Hedging pada ilmu ekonomi keuangan dan hubungan internasional

memiliki kesamaan yaitu keduanya sama-sama berada pada situasi yang tidak

pasti sehingga implikasi dari probabilitas adalah keputusan yang diambil harus

diperhitungkan dan dipertimbangkan berapa besar kerugian yang akan didapatkan

jika mengambil keputusan yang lain (Sieberg 2011:26).

Di dalam hubungan internasional, sistem internasional selalu mengalami

perubahan sehingga setiap negara akan khawatir atas perubahan sistem

internasional tersebut. Akibatnya setiap negara akan merasa tidak aman dengan

munculnya negara raising power. Ancaman yang ditimbulkan akibat adanya

perubahan sistem internasional tidaklah pasti, karena negara raising power yang

dianggap sebagai ancaman potensial masih terus berkembang sehingga “ketidak

pastian” ini membuat suatu negara akan memperhitungkan langkah yang tepat

Page 29: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

15

untuk diambil ketika berhubungan dengan negara raising power meskipun

kebijakan tersebut memiliki resiko (Tessman 2012:195).

Menurut John Hemmings, hedging di dalam hubungan internasional

berarti suatu negara akan mengambil resiko dengan menggunakan dua kebijakan

yang saling berlawanan terhadap negara lain yaitu balancing dan engagement

(Hemmings 2013). Sedangkan menurut Tessman, hedging merupakan sebuah

perilaku yang kurang konfrontatif dari balancing, kurang kooperatif daripada

bandwagoning (Tessman 2012:193).

Menurut Tessman dan Wolfe dalam tulisannya yaitu Great Powers and

Strategic Hedging: The Case of Chinese Energy Security Strategy tahun 2011,

ada empat cara sebuah negara melakukan strategi hedging yaitu pertama, perilaku

negara yang meningkatkan kemampuan militernya untuk menghadapi potensial

konflik di masa depan dengan negara yang menjadi potensi ancaman, cara

hedging seperti ini dikenal dengan tipe hedging A, dan/atau meningkatkan strategi

cadangan sumber daya untuk melepaskan bantuan yang diberikan oleh pemimpin

sistem (hedging tipe B).

Strategi kedua, suatu negara akan menghindari provokasi atau konfrontasi

langsung dari negara yang dianggap potensial sebagai ancaman dengan cara

bergabung dengan aliansi militer untuk melawan negara potensial ancaman

tersebut (external balancing) atau meningkatkan kekuatan militernya (internal

balancing).

Strategi ketiga adalah penggunaan strategi hedging harus dikoordinasikan

secara terpusat, artinya masalah yang sedang dihadapi sebuah negara dalam

berhubungan negara raising power harus menjadi perhatian utama kepentingan

Page 30: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

16

negara sehingga pembahasan kebijakan yang tepat dikoordinasikan dengan

seluruh organ pemerintah yang bertanggung jawab. Strategi keempat adalah

negara harus siap menanggung biaya yang dikeluarkan domestik maupun biaya

internasional dalam penggunaan strategi hedging jangka pendek.

Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi hedging membuat suatu negara

menghindari kemungkinan terburuk dalam berhubungan dengan negara raising

power dengan cara menggabungkan strategi balancing dan engagement dalam

satu waktu sehingga konflik secara langsung dapat diminimalisir. Hasil kebijakan

yang dikeluarkan dari perilaku hedging hanya dapat bertahan dalam jangka

pendek sehingga sebuah negara harus terus memperhitungkan pilihan-pilihan lain

dalam membuat sebuah kebijakan lainnya.

1.2 Kebijakan Luar Negeri

Setelah melihat konsep Hedging diatas maka selanjutnya peneliti ingin

menjelaskan mengenai beberapa konsep lain yang mendukung penggunaan

konsep hedging salah satunya adalah kebijakan luar negeri.

Kebijakan Luar Negeri menurut James N. Rosenau memiliki tiga konsep

yang berbeda yaitu sekumpulan orientasi (a cluster of orientations), seperangkat

komitmen dan rencana untuk bertindak (a set of commitments to and plans for

action) dan bentuk perilaku atau aksi (a form of behaviour) (Rosenau 1972:16):

Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi yaitu merupakan

pedoman bagi para pembuat keputusan ketika menghadapi kondisi eksternal,

dimana orientasi tersebut meliputi perilaku, persepsi, dan nilai yang dianut oleh

sebuah negara karena disebabkan oleh pengalaman sejarah dan keadaan strategis

sehingga akhirnya menempatkan negara tersebut di dalam sistem internasional.

Page 31: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

17

Biasanya konsep kebijakan luar negeri berdasarkan sekumpulan orientasi berakar

dari tradisi dan aspirasi lingkungan sosial negara itu sendiri, sehingga negara akan

mengacu pada orientasi dalam negerinya saat membuat suatu kebijakan luar

negeri (Rosenau 1972:16).

Kedua, kebijakan luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana

diartikan sebagai tindakan negara berupa sebuah strategi, kebijakan, atau

keputusan ketika mereka berhubungan dengan lingkungan eksternal dalam sistem

internasional dimana negara diharuskan membuat kebijakan sesuai dengan dasar

orientasi negaranya serta mengacu pada tujuan dan cara mendapatkan kepentingan

tersebut. Negara akan mengeluaran kebijakan berdasarkan konsep komitmen dan

rencana ketika isu yang dihadapi negara lebih nyata dan konkrit dan harus

diputuskan segera seperti kebijakan antar negara, kawasan, atau kebijakan

mengenai suatu isu yang spesifik. Rencana dalam pembuatan kebijakan luar

negeri biasanya dapat dilihat melalui komunikasi diplomatik, penyataan resmi

negara, ataupun konferensi pers (Rosenau 1972:17).

Ketiga, kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau tindakan dilihat

pada tingkatan yang lebih empiris yaitu berupa langkah-langkah nyata yang

diambil oleh para pembuat keputusan ketika negara berhubungan dengan aktor

internasional lainnya dan menimbulkan pola interaksi dalam sistem internasional.

Sehingga negara harus melakukan tindakan nyata seperti mengeluarkan kuputusan

atau kebijakan untuk menghadapi perubahan lingkungan eksternal (Rosenau

1972:17).

Page 32: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

18

Jadi, dari ketiga bentuk kebijakan luar negeri tersebut akan digunakan oleh

negara sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi oleh negara tersebut,

dimana negara dapat menentukan kebijakan luar negerinya dengan melihat

prioritas kepentingan nasionalnya serta para pembuat kebijakan akan dapat

menentukan kebijakan luar negeri berdasarkan konsep sekumpulan orientasi,

komitmen dan rencana, atau tindakan dan bentuk perilaku.

Menurut Charles W.Kegley, Jr dan Eugene R. Wittkopf dalam bukunya

yang berjudul World Politics Trend and Transformation, mengatakan bahwa

beberapa varibel yang dapat mempengaruhi pilihan kebijakan luar negeri suatu

negara diantaranya adalah Geostrategic, kapabiitas militer, kemampuan ekonomi,

dan sistem pemerintahan. Kegley dan Wittkopf juga mengatakan untuk melihat

faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara perlu untuk

memisahkan dua faktor utama yaitu faktor internasional dan faktor domestik

(Wittkopf 1997:40).

Faktor internasional berarti pengaruh yang diberikan kepada suatu negara

yang berasal dari luar batas negara tersebut atau dapat dikatakan pengaruh yang

datang bukan dari dalam tubuh negara tersebut melainkan datang dari struktur

internasional yang mampu mempengaruhi negara dalam sistem internasional,

contohnya adalah hukum internasional, perdagangan internasional, jumlah aliansi

militer dengan negara lain atau perubahan sistem internasional lainnya.

Sedangkan faktor internal atau domestik ialah faktor yang datang dari dalam batas

negara itu sendiri atau dapat dikatakan kebijakan luar negeri yang datang akibat

pemikiran dan pilihan dari negara itu sendiri bukan dari sistem internasional,

Page 33: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

19

contohnya ialah geopolitik, kapabilitas militer, pembangunan ekonomi, dan tipe

pemerintahan (Wittkopf 1997:42).

Melihat pengertian faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri di

atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan luar negeri adalah suatu proses yang

dilakukan oleh negara dimana sebelum menentukan kebijakan yang akan

dikeluarkan, negara harus melihat faktor apa saja yang mempengaruhinya,

seberapa penting kebijakan ini dan bagaimana dampak atau efek yang timbul

setelah kebijakan luar negeri diputuskan.

1.3 Konsep Aliansi

Menurut Alex Mintz dalam bukunya Understanding Foreign Policy

Decision Making, mengatakan aliansi merupakan bentuk umum dalam sebuah

interaksi antar negara terutama dalam hal kapabilitas militer. Negara yang

tergabung dalam aliansi berarti telah menandatangani perjanjian militer dimana

dalam aliansi milliter jika salah satu negara diserang oleh pihak luar maka negara

lain akan membantu menghadapi musuh tersebut (DeRouen 2010:126)

Terbentuknya aliansi juga menjadi salah satu upaya dalam menghadapi

dilema keamanan (security dilemma) yang terjadi pada suatu negara. Dengan

adanya aliansi militer terdapat beberapa keuntungan misalnya adanya stabilitas

keamanan sebuah negara dan kawasan karena ada kekuatan lain yang menopang.

Aliansi juga dianggap sebagai suatu cara untuk mengurangi kesalahpahaman, dan

ketidakpastian yang dapat memicu perang (DeRouen 2010:126).

Namun, Alex Mintz juga menjelaskan kekurangan dalam aliansi militer

adalah ketergantungan yang cukup tinggi bagi negara dengan kapabilitas yang

rendah kepada negara yang kapabilitasnya tinggi. Selain itu, dengan adanya

Page 34: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

20

aliansi militer justru memicu negara lain yang tidak tergabung dalam aliansi

tersebut untuk membuat tandingan aliansi baru dengan kekuatan yang jauh lebih

besar sehingga keadaaan ini dapat menimbulkan peperangan (DeRouen

2010:127).

Masih dalam buku Understanding Foreign Policy Decision Making Bruce

Bueno de Mesquita mengatakan bahwa terdapat tiga jenis aliansi yaitu netralitas

atau pakta non-agresi adalah perjanjian penandatangan dimana masing-masing

negara tidak akan menyerang wilayah lain. Bentuk berikutnya, ententes,

melibatkan lebih dari sebuah komitmen dimana setiap negara yang melakukan

perjanjian antara satu sama lain memiliki komitmen yang harus dipatuhi oleh

semua anggota (DeRouen 2010:127)

Ketiga adalah pakta pertahanan, dimana pakta pertahanan mengandung arti

yaitu menentukan bagaimana masing-masing negara dapat membantu setiap

negara anggota lain saat mereka dalam keadaan diserang oleh musuh.

Pembentukan aliansi merupakan bentuk perpanjangan dari kebijakan luar negeri,

sehingga hal itu mempengaruhi suatu negara dalam mengambil keputusan yang

berkaitan dengan urusan luar negeri. (DeRouen 2010:127)

Melihat beberapa konsep terkait penarikan pasukan militer AS yang

dipaparkan diatas, maka peneliti merasa bahwa konsep hedging, kebijakan luar

negeri, dan aliansi akan relevan dalam menjelaskan alasan pemerintah AS

mendistribusikan pasukan militernya dari Okinawa dan memindahkannya ke

Guam, Hawai, dan Darwin tahun 2006-2014.

Page 35: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

21

F. Metode Penelitian

Penelitian yang berjudul Kebijakan Pendistribusian Pasukan Militer

Amerika Serikat dari Okinawa ke Guam, Hawai, dan Darwin tahun 2006-2014

akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Neuman dalam

melakukan penelitian yang bersifat kualitatif, teknik pengumpulan data didasarkan

kepada analisis, interpretasi, persentasi dari informasi naratif (Neuman 1997:139).

Bentuk jawaban penelitian yang menggunakan metode kualitatif adalah

penjelasan narasi. Teknik data analisis kualitatif adalah analisis data naratif yang

menggunakan cara induktif dan teknik yang berulang termasuk didalamnya ada

strategi kategori dan mengkontekstualisasikan strategi (Neuman 1997:139).

Sehingga dalam menjelakan penelitian ini, peneliti akan mengambil berbagai

sumber data dan mengolahnya menjadi narasi analitis sesuai dengan fakta data

yang didapatkan selama penelitian.

Sehubungan dengan penjelasan diatas maka peneliti akan menggunakan

teknik pengumpulan data dengan metode kualitatif adalah salah satunya dengan

menggunakan data primer, data sekunder dan studi pustaka. Penulis mendapatkan

data primer melalui wawancara melalui surel dengan peneliti dari Centre for

Strategic and International Studies (CSIS) Pacific Forum yaitu Jonathan

Berkshire Miller dan Doktor John Hemmings dari London School of Economics

(LSE), serta wawancara langsung dengan Iis Gindarsah dari CSIS Indonesia.

Sedangkan peneliti mengambil data sekunder melalui studi pustaka seperti

membaca sumber buku-buku dari perpustakaan yang dikunjungi oleh peneliti

misalnya Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Page 36: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

22

Politik UIN Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan CSIS

Indonesia, dan sumber lain seperti jurnal, artikel, website dan lain-lain.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Kelima bab tersebut

akan diuraikan melalui sistematika berikut ini:

BAB I Pendahuluan

Pada bagian ini peneliti menjelaskan pentingnya masalah yang

menjadi tema penelitian. Selain itu, peneliti juga menjelaskan

permasalahan, tujuan dan manfaat, metode, konsep teori yang

digunakan sebagai alat analisa penelitian ini, serta menjabarkan

sejumlah hasil penelitian sejenis yang menjadi rujukan bagi

penelitian ini.

BAB II Hubungan Aliansi Militer Amerika Serikat Dengan Jepang

Pada bagian ini memaparkan penjelasan mengenai awal hubungan

aliansi militer AS dengan Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia

II, kepentingan AS menempatkan pasukan militernya di Jepang,

penempatan pasukan AS di seluruh wilayah Jepang, dan gambaran

umum mengenai fasilitas serta kondisi pangkalan militer AS di

Okinawa, Jepang.

BAB III Pertimbangan Keamanan Strategis Amerika Serikat di

Kawasan Asia Pasifik

Bagian ini memaparkan penjelasan mengenai keterlibatan AS di

Kawasan Asia Pasifik, dan melihat kondisi regional Asia Pasifik.

Kondisi regional Asia dilihat dari beberapa isu penting yang terjadi

Page 37: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

23

di kawasan ini seperti peningkatan kekuatan militer Cina, konflik

Semenanjung Korea, serta konflik sengketa maritim yaitu Laut

Cina Selatan dan Laut Cina Timur.

BAB IV Analisa Kebijakan Pendistribusian Pasukan Militer Amerika

Serikat dari Okinawa tahun 2006-2014

Bab ini akan menganalisa alasan AS mendistribusikan pasukan

militernya dari Okinawa pada tahun 2006 dan melihat

perubahannya hingga tahun 2014. Analisa pertama yaitu dilihat

dari faktor pemicu yang membuat AS mengeluarkan kebijakan

pendistribusian pasukan militernya dari Okinawa, kemudian setelah

kebijakan pendistribusian dikeluarkan bab ini melanjutkan pada

analisa alasan AS memilih Guam, Hawai, dan Darwin sebagai

lokasi pemindahan pasukan militernya dari Okinawa.

BAB V Kesimpulan

Bab ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang

diajukan dalam sub bab permasalahan. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian yang

memiliki objek analisis yang sama.

Page 38: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

24

BAB II

HUBUNGAN ALIANSI MILITER AMERIKA SERIKAT- JEPANG

A. Sejarah Hubungan Aliansi Militer AS dan Jepang Paska Perang Dunia

II 1945

Perang Dunia II berakhir ditandainya dengan Jepang menyerah pada

Sekutu tanggal 15 Agustus 1945 ketika dua kota di Jepang yaitu Kota Hiroshima

dan Nagasaki dibom oleh tentara Sekutu. Pengakuan kekalahan Jepang secara

formal diwakili oleh Mamoru Shigemitsu dan Gen Yoshijiro Umezu yang

dilakukan di atas kapal USS Missouri, Teluk Tokyo pada 2 September 1945

dengan mendatangani Deklarasi Potsdam (Record 2009:12).

Berdasarkan dokumen yang diterbitkan oleh U.S National Archives &

Records Administration melalui website resminya, Deklarasi Potsdam merupakan

bentuk pernyataan kekalahan Jepang tanpa syarat dan mendefinisikan syarat

penyerahan semua angkatan bersenjata Jepang kepada Sekutu. Deklarasi ini

disusun pada tanggal 26 Juli 1945 di Potsdam, Jerman dan ditandatangi oleh tiga

pemimpin dunia yaitu Presiden AS, Harry S. Truman, Perdana Menteri Inggris,

Winston Churchill, dan Kepala Negara Cina, Chiang Kai-shek. Pemimpin Uni

Soviet, Joseph Stalin ikut dalam konfrensi Potsdam namun tidak ikut

menandatangai deklarasi, hal ini disebabkan Uni Soviet tidak terlibat perang

melawan Jepang sampai tanggal 8 Agustus 1945. Setelah Deklarasi Potsdam

disusun, maka pada tanggal 2 September tahun 1945 di atas Kapal USS Missouri,

Teluk Tokyo, Jepang secara legal menandatangani deklarasi tersebut. Berikut

adalah cuplikan isi pernyataan kekalahan Jepang:

Page 39: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

25

“We, acting by command of and in behalf of the Emperor of Japan, the Japanese

Government and the Japanese Imperial General Headquarters, ... We hereby proclaim

the unconditional surrender to the Allied Powers of the Japanese Imperial General

Headquarters and of all Japanese armed forces and all armed forces under Japanese

control wherever situated ...” (U.S National Archives & Records Administration 1995)

(Kami bertindak atas nama dan perintah kekaisaran Jepang, Pemerintah Jepang, dan

Markas Besar Jepang...Kami dengan ini menyatakan menyerah tanpa syarat kepada

kekuatan sekutu dari Markas Besar Jepang dan semua atribut militer di bawah kontrol

Jepang) (Terjemahan penulis)

Dalam dokumen yang diterbitkan oleh U.S National Archives & Records

Administration, juga menyebutkan bahwa Perjanjian Potsdam terdiri dari 13 poin

yang menjadi acuan pernyataan kekalahan Jepang kepada Sekutu. Lima

diantaranya yang menyebutkan kekalahan Jepang adalah poin ke- 7, 8, 9, dan 13

yaitu pertama, sebelum ada tatanan baru dalam pemerintahan Jepang, dan sebelum

adanya bukti bahwa peperangan yang dibuat oleh Jepang sudah dihapuskan, maka

sebagian wilayah Jepang akan ditunjuk oleh Sekutu untuk diamankan dan

diduduki oleh tentara Sekutu.

Kedua, Jepang harus mengikuti persyaratan yang tertera dalam Deklarasi

Kairo1 serta wilayah kedaulatan Jepang akan dibatasi pada pulau-pulau tertentu,

yakni Pulau Honshu, Hokkaido, Kyushu, Shikoku, dan pulau-pulau kecil lainnya

akan ditentukan oleh Sekutu. Ketiga, Pasukan Militer Jepang akan dilucuti serta

mereka diizinkan kembali ke rumah masing-masing untuk memulai kehidupan

1 Deklarasi Kairo merupakan hasil dari Konferensi Kairo yang diadakan pada 27 November

2947 di Kairo, Mesir. Deklarasi Kairo ini di tandatangani oleh tiga pemimpin besar dunia Presiden

AS, Franklin D. Roosevelt, PM Winston Churchill, dan Kepala Negara Cina, Chiang Kai-Shek.

Deklarasi ini diumumkan ke publik pada 1 Desember 1943. Isi dari Deklarsi ini dikembangkan

dari ide Atlantic Charter tahun 1941 yang diterbitkan oleh Sekutu pada Perang Dunia II untuk

menetapkan tujuan yang ingin dicapai setelah Perang selesai. Di dalam isi Deklarasi Kairo

disebutkan bahwa tujuan Sekutu adalah untuk mengalahkan Jepang dan ingin mendapatkan

keuntungan untuk mereka sendiri tanpa adanya pemikiran ekspansi territorial ke wilayah lain.

Sekutu juga menginginkan tentara Jepang dilucuti dari semua pulau-pulau kecil di Pasifik, dan

wilayah Cina yang telah dicuri oleh Jepang yaitu Manchuria, Formosa, dan Pecadores harus

dikembalikan kepada Cina, serta wilayah Korea akan dibebaskan dari perbudakan Jepang.

Deklarasi Kairo ini di tandatangani oleh tiga pemimpin besar dunia Presiden AS, Franklin D.

Roosevelt, PM Winston Churchill, dan Kepala Negara Cina, Chiang Kai-Shek.

Sumber : http://www.ndl.go.jp/constitution/e/shiryo/01/002_46/002_46tx.html diakses pada 16

Agustus 2014

Page 40: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

26

baru sebagai warga sipil. Keempat, Sekutu mengatakan kepada pemerintah Jepang

untuk memberitakan pernyataan kekalahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu ke

seluruh dunia dan Jepang harus menjamin tindakan ini dapat terlaksana dengan

aman, jika Jepang menolak untuk menyerah maka Sekutu akan terus melancarkan

serangan hingga Jepang hancur (The National Archives and Records

Administration 1995).

Perjanjian lain yang ditandatangi oleh Jepang ialah San Francisco Peace

Treaty (SFPT). Perjanjian damai ini ditandatangani Jepang bersama 48 negara

lainnya pada 8 September 1951 di San Francisco, AS untuk membahas mengenai

hubungan antara Jepang dan Sekutu dalam memelihara perdamaian dan keamanan

internasional. Dalam San Francisco Peace Treaty (SFPT) juga membicarakan

bahwa Jepang mengakui kemerdekaan Korea dan melepaskan wilayah jajahannya

yang lain yakni Formosa (Taiwan), Pescadores, Sakhalin, Kuril, dan beberapa

pulau kecil di pasifik seperti Pulau Spratly dan Paracel (The Open University

1998).

Dalam pasal 2 Perjanjian San Francisco, Jepang juga menyetujui untuk

menjalankan sistem hak kewenangan wilayah (Trusteeship System) sesuai dengan

mandate PBB dan AS akan bertindak sebagai satu-satunya administering

authority di Jepang. Beberapa wilayah Jepang yang berada dalam kewenangan

otoritas administrasi AS sesuai dengan sistem Trusteeship adalah Okinawa,

Kepulauan Daio, Kepulauan Bonin, Pulau Rosario, Pulau Volcano, Pulau Parece

Vela, dan Pulau Marcus (The Open University 1998).

Page 41: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

27

Meskipun Jepang telah mendapatkan kemerdekaan pada 8 September 1951

sesuai pasal 1 dalam San Francisco Peace Treaty yang menyatakan bahwa Sekutu

menjamin kedaulatan wilayah Jepang, namun pada poin 9 Deklarasi Potsdam

dinyatakan bahwa angkatan bersenjata Jepang akan dilucuti (dihapuskan), dan

industri militer Jepang dihilangkan, sehingga Jepang menjadi negara demiliterisasi

yang tidak memiliki status kepemilikan militer nasional skala besar (Mueller

2007). Pernyataan yang sama mengenai Jepang tidak memiliki militer skala besar

juga tertera dalam pasal 9 Konstitusi Jepang yang dinyatakan oleh Ministry of

Defense sebagai berikut:

“Aspiring sincerely to an international peace based on justice and order, the Japanese

people forever renounce war as a sovereign right of the nation and the threat or use of

force as means of settling international disputes. In order to accomplish the aim of the

preceding paragraph, land, sea, and air forces, as well as other war potential, will never

maintained. The right of belligerency of the state will not be recognized” (Ministry of

Defense 2004)

(Demi menciptakan sebuah perdamaian internasional berdasarkan asas keadilan dan

ketertiban, sebagai negara yang berdaulat, rakyat Jepang menyatakan akan meninggalkan

cara kekerasan (perang) dalam menghadapi permasalahan internasional. Dalam rangka

mewujudkan pernyataan diatas maka angkatan darat, laut dan udara tidak akan ikut

terlibat dalam potensi perang mendatang. Hak untuk terlibat perang tidak akan diakui)

(Terjemahan penulis)

Berdasarkan Pasal 9 Konstitusi Jepang diatas disebutkan bahwa pasukan

militer Jepang dilarang bersikap agresif dalam menyelesaikan perselisihan

internasional, sebaliknya Jepang harus bersikap netral dan damai ketika menemui

masalah internasional, sehingga kebijakan pertahanan ini dinamakan Kebijakan

Pasif (Cai 2008). Meskipun kebijakan pasif telah digunakan Jepang sebagai

bentuk kebijakan luar negerinya dan Jepang dilarang untuk memiliki angkatan

bersenjata militer, namun berdasarkan perjanjian keamanan dengan AS yaitu

Treaty of Mutual Cooperation and Security, Jepang diperbolehkan memiliki

Page 42: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

28

pertahanan nasional dikenal dengan Japanese Self-Defense Forces (JSDF) yang

dibentuk pada tahun 1954 (O.Hague 2007:61).

Sebelum Treaty of Mutual Cooperation and Security direvisi pada 19

Januari tahun 1960, landasan kerjasama aliansi militer antara Jepang dan AS

adalah San Francisco Treaty yang menandai berakhirnya penempatan tentara

Sekutu di Jepang serta menjadi awal hubungan aliansi militer AS dengan Jepang.

Di dalam Perjanjian San Francisco, AS menyatakan kepentingannya dalam

menjaga perdamaian dan keamanan kawasan Asia Timur, sehingga AS akan

mempertahankan militernya di wilayah Jepang dan AS berperan sebagai

pelindung keamanan Jepang dan juga Timur Jauh. Kegunaan utama dari JSDF

adalah menjaga pertahanan teritori negara dari dalam (The Shield) sedangkan

adanya pasukan militer AS di Jepang adalah sebagai penjaga garis depan wilayah

Jepang (The Spear) (O.Hague 2007:61).

Japan Self Defense Force (JSDF) atau yang sering dikenal dengan Self

Defense Force (SDF) telah resmi bekerja pasca Perang Dunia II dan bertugas

untuk menjaga pulau-pulau Jepang dari ancaman eksternal dan tidak diizinkan

digunakan ke luar negeri serta SDF dilarang memiliki senjata nuklir atau senjata

apapun yang bersifat ofensif (Reed 1983:28). Menurut data yang dikeluarkan oleh

Kementerian Pertahanan Jepang melalui website resminya, mengatakan bahwa

Japan Self Defense Force dibagi menjadi tiga unit yaitu Ground Self Defense

Force (GSDF), Maritime Self Defense Force (MSDF), dan Air Self Defense Force

(ASDF). Jumlah personil SDF sampai pada tahun 2005 adalah sekitar 250.000

tentara serta SDF memiliki 6 % anggaran dana nasional atau sekitar 50 miliar

dolar AS setara dengan 589 trilyun rupiah.

Page 43: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

29

Meskipun Japan Self Defense Force tidak diizinkan digunakan di luar

negeri berdasarkan konstitusi Jepang, namun setelah beberapa tahun Japan Self

Defense Force dibentuk, mereka diizinkan untuk dikirim ke luar negeri dengan

tujuan sebagai pasukan penjaga perdamaian bersama AS dan PBB. Beberapa misi

perdamaian yang pernah dilakukan oleh Self Defense Force adalah SDF pernah

mengirimkan kapal “penyapu” ranjau pada 26 April 1991 ke Teluk Persia,

tujuannya adalah untuk membersihkan ranjau-ranjau yang masih aktif maupun

tidak selama Perang Teluk terjadi (Muneo 2014:2).

Misi kedua SDF adalah ditugaskan sebagai pasukan perdamaian dibawah

United Nations Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) pada 19 Agustus

1992 dan membantu pembangunan jalan, jembatan bagi warga Kamboja. Ketiga,

misi bagi SDF adalah mengirimkan kapal maritim SDF ke Afganistan pada 9

November 2001 bersama dengan militer AS dan NATO, SDF bertugas untuk

menginvasi Afganistan setelah kejadian pengeboman 9 September 2001. Selain

itu, PM Koizumi dan kabinetnya juga mengizinkan SDF mengirimkan kapal

maritimnya ke Samudera Hindia berdasarkan UU Khusus Anti-Terorisme tahun

2001 sebagai bentuk dukungan aliansi Jepang kepada AS dalam melawan

terorisme dunia (Muneo 2014:3).

Setelah melihat peranan SDF di luar negeri cukup penting sebagai pasukan

pendukung AS, maka AS manyatakan bahwa Jepang merupakan mitra aliansi

yang strategis bagi AS. Selain itu, sejalan dengan kepentingan AS untuk menjaga

perdamaian dan keamanan di Timur Jauh, maka AS menempatkan pasukannya di

Jepang, dan penempatan pasukan militer AS di Jepang juga sebagai pelindung

Jepang jika Jepang diserang oleh musuh (O.Hague 2007:63).

Page 44: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

30

Pernyataan bahwa pasukan militer AS adalah sebagai pelindung Jepang

tertera dalam pasal 6 Treaty of Mutual Cooperation and Security sebagai berikut:

“For the purpose of contributing to the security of Japan and the maintenance of

international peace and security in the Far East, the United States of America is granted

the use by its land, air and naval forces of facilities and areas in Japan…” (Institute of

Oriental Culture, University of Tokyo 1960)

(Sebagai tujuan bentuk kontribusi dalam menjaga keamanan Jepang dan pemeliharaan

perdamaian internasional di Timur Jauh, maka AS diizinkan untuk menggunakan fasilitas

angkatan darat, laut dan udaranya di wilayah Jepang) (Terjemahan penulis)

Berdasarkan pernyataan tersebut maka, aliansi kedua negera ini memiliki

mutual interest yaitu dari sisi Jepang, mereka lebih merasa aman karena

pertahanan negera dapat dijaga oleh AS sehingga dapat meminimalkan ancaman

serangan eksternal, serta Jepang tetap dapat mempertahankan isi pasal 9 dalam

UU konstitusinya (O.Hague 2007:63). Sedangkan keuntungan jangka panjang

bagi AS adalah kepentingan AS dalam menghadang perluasan ideologi komunis

dari Uni Soviet dan Cina di kawasan Asia Pasifik pada masa perang dingin dapat

terlaksana karena pusat militer AS di Asia berada di wilayah Jepang, yang

dianggap strategis (McDougall 1997:20).

B. Penempatan Pasukan Militer AS di Jepang

Berdasarkan Treaty of Mutual Cooperation and Security pasal 6 tahun

1960 yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, secara legal AS dapat

menempatkan pangkalan militernya di wilayah Jepang. Pangkalan militer AS ini

kemudian digunakan sebagai garda depan saat Perang Dingin dan Perang Korea

tahun 1950-1953 berlangsung, bahkan Jepang disebut sebagai “rare base” oleh

AS karena dapat mempermudah pergerakan tentara AS di Semenanjung Korea

(McDougall 1997:36).

Page 45: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

31

Pangkalan Militer AS di Jepang memiliki sekitar 135 fasilitas militer yang

tersebar di beberapa prefektur Jepang yaitu Okinawa, Kanagawa, Nagasaki, dan

Tokyo. (Terlihat pada gambar II.B) Jumlah personil militer AS yang ditempatkan

di Jepang adalah sekitar 52.000 personil dengan penempatan 26.000 personil

tersebar di daratan Jepang dan 25.000 personil lainya di tempatkan di Prefektur

Okinawa (Muto 2004).

Gambar II.B Peta Penyebaran Fasilitas Pangkalan Militer AS di Jepang

Sumber: http://www.tokyoprogressive.org/content/us-bases-japanampo diakses pada 2

September 2014

Berikut adalah beberapa pusat pangkalan militer AS di darataan Jepang:

1. Pangkalan Udara Misawa

Pangkalan Udara Misawa terletak di Pulau Honshu, Kota Misawa,

Prefektur Aomori. Wilayah ini berada sekitar 400 km sebelah utara

Tokyo dan hanya berjarak 5 km dari Samudera Pasifik. Jumlah populasi

Page 46: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

32

di Prefektur Aomori adalah sekitar 42.000 jiwa termasuk jumlah

pasukan militer AS sekitar 3.800 personil, 700 pekerja sipil AS, dan

1.100 pasukan angkatan udara Jepang (JASDF). Unit militer AS yang

ada di Pangkalan Udara Misawa adalah 35th

Fighter Wing sebagai

pasukan penerbang yang mengendarai pesawat tempur F-16 dan dibagi

menjadi empat kelompok, 2 skuadron, 27 unit pendukung skuadron

(CNIC, Naval Air Facility Misawa 2008).

Pada saat Perang Dunia II terjadi, Pangkalan Udara Misawa

dijadikan sebagai lokasi latihan tempur bagi angkatan bersenjata Jepang

yang akan dikirim untuk menyerang Pearl Harbour, karena lokasi ini

dikelilingi oleh perairan yang mirip dengan lokasi Pearl Harbour. Saat

pasukan Sekutu menyerang daratan Jepang, Pangkalan Udara Misawa

ikut hancur dengan total kerusakan mencapai 90%, kemudian

pangkalan ini dibangun kembali saat AS menghadapi Perang Korea,

Perang Vietnam, serta menjadi lokasi yang strategis untuk misi

pengintaian Uni Soviet dan Cina pada tahun 1950an. Pasukan Bela Diri

Jepang (JASDF) pertama kali bergabung bersama angkatan udara AS

adalah saat JSDF terbentuk pada tahun 1954 (CNIC, Naval Air Facility

Misawa 2008).

2. Pangkalan Udara Yokota

Pangkalan Udara Yokota terletak di Pulau Honshu, Kota Fussa,

Selatan Tokyo dengan jumlah pasukan militer AS sekitar 14.000

personil, dan menempati lahan seluas sekitar 136.000 m2. Unit pasukan

militer di Pangkalan Udara Yokota adalah 374 Airlift Wing, unit ini

Page 47: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

33

ditugaskan beroperasi di seluruh kawasan Asia Timur dengan dibagi

menjadi empat kelompok yaitu kelompok operasi, kelompok

pendukung pasukan khusus, kelompok pemelihara peralatan, dan

kelompok medis. Misi dari 374 Airlift Wing adalah memberikan

komando supply untuk pelaksanaan pemberian pasokan logistik, kargo,

peralatan militer, dan sebagai pasukan evakuasi. Nama Pangkalan

Udara Yokota sebelumnya adalah Lapangan Udara Tama yang

dibangun oleh Kerajaan Jepang pada 1940 sebagai salah satu kekuatan

utama militer Jepang. Lapangan Udara Tama digunakan sebagai lokasi

pengujian dan pelatihan bagi tentara Jepang saat Perang Dunia II

berlangsung, serta dijadikan sebagai tempat bertemunya Jepang dan

Italia ketika mendiskusikan strategi perang (Patrick M. Cronin 2012).

Ketika Jepang menyerah pada Sekutu tahun 1945, Lapangan Udara

Tama kemudian diduduki oleh tentara kavaleri AS dan diganti dengan

nama Fussa Army Airfield, setelah itu AS kembali memutuskan

mengganti nama Fussa Army Airfiled menjadi Yokota Air Base serta

pada tahun 2005, Pangkalan Udara Yokota dijadikan sebagai markas

besar bagi JASDF (Patrick M. Cronin 2012:10).

3. Pangkalan Udara Angkatan Marinir Iwakuni

Marine Corp Air Station (MCAS) Iwakuni adalah pangkalan udara

bagi angkatan militer marinir AS yang terletak di Pulau Honshu, Kota

Iwakuni di Prefektur Yamaguchi. Lokasi ini berada 300 km sebelah

barat dari Okasa dan 30 km sebalah barat daya dari Kota Hiroshima dan

jumlah personil marinir saat ini sekitar 15.000 personil termasuk

Page 48: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

34

pekerja nasional Jepang. MCAS adalah pangkalan udara pendukung

pesawat marinir yang memiliki 3 unit pelayanan pemeliharaan pesawat,

31 armada pesawat JMSDF, 12 skuadron logistik, dan 171 skuadron

pesawat pendukung selain itu, MCAS juga digunakan sebagai tempat

pelatihan para angkatan marinir (Marine Corps Air Station Iwakuni

2006).

Pada saat Perang Dunia II terjadi, Jepang menggunakan Pangkalan

Udara Iwakuni sebagai tempat pelatihan dan pertahanan tentara Jepang

namun, saat Jepang kalah oleh Sekutu, pangkalan udara Iwakuni

diduduki oleh tentara Inggris, Australia, Selandia Baru, dan AS.

Pangkalan udara ini kemudian rekonstruksi ulang dan dijadikan

pangkalan militer oleh Tentara Kerajaan Australia (Royal Australian

Air Force) tahun 1948, kemudian pada tahun 1950 pangkalan udara

Iwakuni berpindah menjadi pangkalan udara milik AS dan digunakan

sebagai Springboard saat Perang Korea terjadi tahun 1950-1953

(Marine Corps Air Station Iwakuni 2006).

4. Pangkalan Angkatan Laut Yokosuka

Pangkalan Angkatan Laut AS atau yang dikenal dengan

Commander, Fleet Activities Yokosuka (CFAY) terletak di Kota

Yokosuka, Prefektur Kanagawa. Lokasi ini berada di pintu masuk

Teluk Tokyo dengan jarak 65 km dari selatan Tokyo, 30 km dari selatan

Yokohama di Semananjung Miura. Misi dari CFAY yaitu bertanggung

jawab atas pemeliharaan, pengoperasiaan fasilitas angkatan laut

Yokosuka seperti logistik, dan pemberian pelayanan administrasi ke

Page 49: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

35

seluruh unit angkatan laut AS yang ditempatkan di negara aliansi AS,

serta beroperasi di sekitar Pasifik Barat atau yang dikenal dengan

Commander, Logistic Group, Western Pacific (COMLOG WESTPAC)

(Commander U.S 7th Fleet 2010). Pangkalan Laut AS memiliki 60-70

armada kapal laut yang tersebar di negara aliansi AS lainnya, dan

menempatkan 23 kapalnya di Jepang di bawah otoritas CFAY seperti

kapal induk tenaga nuklir, USS George Wahington, USS Ronald

Reagan, Kapal komando USS Blue Ridge, dan kapal perusak USS

Fitzgerald (CNIC Commander Fleet Activities Yokosuka 2009).

Jumlah personil militer AS di CFAY adalah sekitar 3.700 persnil dan

4.300 personil SDF, selain itu CFAY merupakan pangkalan laut

terbesar bagi angkatan laut AS di dunia karena pangkalan laut

Yokosuka memiliki lokasi yang strategis untuk operasional Angkatan

Laut AS di Perairan Pasifik (Muto 2004)

C. Kepentingan Penempatan Pasukan Militer AS di Okinawa

Berdasarkan San Francisco Peace Treaty pada 8 September 1951 dimana

perjanjian ini mulai efektif dilaksanakan pada 28 April 1952, Jepang menyetujui

Trussteeship System yang menempatkan beberapa pulau di Jepang berada di

bawah otoritas AS, hal ini ditunjukkan dalam pasal 3 yang berbunyi:

Japan will concur in any proposal of the United States to United Nations to place under

trusteeship system, with the United States as the sole administering authority, Nansei

Shoto south of 29 degrees north latitude (including the Ryukyu Islands and Daito

Islands), Nampo Shoto south of Sofu Gan (including the Bonin Islands, Rosario Islands

and the Volcano Islands) and Parece Vela and Marcus Island. Pending the making of

such a proposal and affirmative actions thereon, the United States will have the right to

exercise all and any power of administration, legislation, and jurisdiction over the

territory and inhabitants of these islands, including their territorial waters (Watanabe

1970)

Page 50: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

36

(Jepang menyetujui usulan mengenai penempatan wilayah dibawah sistem perwalian

dari PBB yang menjadikan AS sebagai pemegang hak perwalian tersebut dan wilayah

yang menjadi otoritas administrasi AS adalah wilayah yang terletak pada 29 derajat

Lintang utara Nansei Shoto (termasuk Kepulauan Ryukyu dan Kepulauan Daito),

wilayah yang terletak pada Nampo Shoto selatan dari Sofu Gan (termasuk Kepulauan

Bonin, Kepulauan Rosario, dan Kepulauan Volcano) dan Parece Vela, serta Pulau

Marcus. Sambil menunggu pembuatan proposal dan tindakan lebih lanjut, AS memiliki

hak untuk melaksanakan kegiatan adminitrasi, legislasi, dan yuridiksi atas wilayah-

wilayah tersebut termasuk masyarakat, serta wilayah perairan mereka) (Terjemahan

penulis)

Dengan adanya pasal tersebut, maka status Okinawa masih belum

dikembalikan ke wilayah Jepang seutuhnya seperti pulau-pulau lainnya, sehingga

AS memiliki hak untuk menempatkan dan mendirikan pangkalan militer di

Okinawa sampai status Okinawa resmi ditentukan di masa mendatang. AS

memiliki pasukan sekitar 27.000 personil dari 52.000 total keseluruahan pasukan

militer AS di daratan Jepang selain itu terdapat sekitar 37 fasilitas pangkalan

militer AS yang tersebar di seluruh wilayah Okinawa yang terlihat pada Gambar

II.C dibawah ini, hal ini menandakan bahwa AS memiliki 75% pasukan militer

yang berpusat di Okinawa (Pajon 2010:4).

Page 51: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

37

Gambar II.C.1 Peta Penyebaran Fasilitas Militer AS di Prefektur Okinawa

Sumber: http://okinawa-institute.com/en/node/32 diakses pada 19 Juli 2014

Dalam artikel jurnal berjudul Understanding Okinawa’s Role in the U.S.-

Japan Security Agreement yang ditulis Jacques Fuqua dan diterbitkan oleh

National Clearing house for United States-Japan Studies tahun 2001, mengatakan

bahwa Okinawa merupakan wilayah prefektur Jepang yang dihuni oleh sekitar 1,5

juta penduduk dan merupakan wilayah selatan Jepang. Okinawa memiliki luas

wilayah sekitar1.201,03 km2 atau 0,6% dari total daratan Jepang dan sebelum

menjadi prefektur di Jepang, Okinawa merupakan sebuah kerajaan merdeka yang

dikenal dengan nama Kerajaan Ryukyu.

Saat masih menjadi kerajaan, Ryukyu memiliki hubungan perdagangan

yang erat dengan Kerajaan Cina dan Jepang hingga pada abad ke 18, Kerajaan

Ryukyu dimasukkan ke dalam wilayah Jepang secara sepihak dan menghapuskan

status Kerajaan Ryukyu menjadi Prefektur Okinawa oleh Kerajaan Jepang pada

Page 52: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

38

tahun 1879. Meskipun secara status Ryukyu merupakan prefektur di Jepang,

namun sebenarnya pergantian status ini masih menimbulkan kontroversi, terutama

bagi Cina yang merasa Ryukyu adalah bagian dari Kerajaan Cina serta dari pihak

Kerajaan Ryukyu sendiri juga menganggap bahwa mereka bukan bagian dari

Kerajaan Jepang. Akibat dari klaim satu sama lain tersebut, Cina dan Jepang

akhirnya berperang memperebutkan Kerajaan Ryukyu pada tahun 1894-1895,

dan hasil dari peperangan tersebut adalah Cina kalah serta Kerajaan Ryukyu

sepenuhnya kembali menjadi Prefektur Okinawa milik Jepang (Watanabe

1970:58).

Kerajaan Jepang melihat Kerajaan Ryukyu sebagai wilayah strategis untuk

jalur perdagangan selain itu, ketika Ryukyu diambil alih Jepang, Ryukyu

dijadikan sebagai benteng oleh Jepang untuk menghindari serangan bangsa

Spanyol dari arah Filipina dan juga saat Perang Dunia II Ryukyu menjadi benteng

pertahanan darat tentara Jepang dari serangan tentara Sekutu (Fuqua 2001:2) .

Keberhasilan Okinawa sebagai basis pertahanan tentara Jepang dalam

menghalau serangan darat tentara Sekutu, membuat AS melihat Okinawa sebagai

lokasi ideal untuk melakukan serangan balik ke Jepang melalui jalur udara yaitu

dengan target serangan ke Kota Hiroshima dan Nagasaki yang bertujuan untuk

melumpuhkan Jepang. Akibat perang tersebut, tercatat hampir 220,000 warga

Okinawa tewas, dan sekitar 14.000 tentara AS tewas (Bandow 1998:6).

Fungsi strategis wilayah Okinawa juga dibuktikan dari kedekatan jarak

Okinawa dengan beberapa negara di Kawasan Asia Pasifik seperti ke Manila yang

berjarak 900 km, ke Taiwan 390 km, ke Korea 830 km, dan ke Shanghai, Cina

510 km. Sedangkan jarak wilayah Okinawa ke Tokyo adalah 970 km, hal ini

Page 53: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

39

menandakan wilayah Okinawa cenderung lebih dekat dengan negara-negara

tersebut daripada ke wilayah daratan Jepang (Watanabe 1970:5).

Pergerakan militer AS yang lebih mudah ke beberapa negara di kawasan

Asia Pasifik juga dilihat saat terjadi perang Korea tahun 1950 dan Perang Vietnam

tahun 1965. Jika ditinjau dari jalur udara, Okinawa hanya membutuhkan 2 jam

waktu tempuh pesawat menuju Semenanjung Korea dan ke Taiwan. Waktu

tempuh ini lebih singkat jika dibandingkan dengan waktu tempuh 5 jam dari

Guam dan 11 jam dari Hawai’i yang harus militer AS ambil jika melakukan

penerbangan ke Semenanjung Korea dan Taiwan, jarak Okinawa dengan wilayah

sekitarnya dapat dilihat pada Gambar II.C.2 dibawah ini (Watanabe 1970:60).

Gambar II.C.2 Peta Lokasi Strategis Okinawa

Sumber: http://orientalreview.org/2010/10/01/is-guam-ready-to-accept-the-us-military-bases-

from-okinawa/ dikses pada 2 Agustus 2014

Page 54: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

40

Melihat letak Okinawa yang strategis tersebut maka Okinawa dijuluki

sebagai “kunci utama Jalur Pasifik” karena akses yang mudah dijangkau dan dekat

dengan Semenanjung Korea, Taiwan serta wilayah teritori lain yang rawan konflik

di Kawasan Asia Pasifik (Fukumura 2007:7). Selain itu, salah satu media cetak

Jepang yaitu Ryukyu Shimpo mengatakan bahwa bagi AS, Okinawa seperti sebuah

hadiah dari kemenangan Perang Dunia II (Bandow 1998:4).

Posisi Okinawa semakin penting bagi AS pada masa Perang Dingin tahun

1945-1991, hal ini terlihat ketika AS banyak mendirikan fasilitas militer di

Okinawa dengan mengeluarkan biaya pembangunan sekitar 50 juta dolar AS atau

setara dengan 589 milyar rupiah sebagai antisipasi kemenangan partai komunis di

Cina tahun 1950. Selain itu, dengan hak otoritas (U.S Trussteeship) yang dimiliki

AS atas Okinawa, AS mendirikan pemerintahan administrasi yang disebut dengan

United States Civil Administration in the Ryukyus (USCAR) dibawah komando

Jendral Douglas MacArthur tahun 1950 (The National Archives and Records

Administration 1995).

Tujuan dari pembentukan ini adalah memberikan pengawasan terhadap

kegiatan domestik Okinawa, termasuk masalah-masalah domestik Okinawa dan

mendorong rakyat Okinawa ikut berpartisipasi dalam kegiatan publik seperti

kesehatan, pendidikan, dan informasi kerjasama pemerintah AS dengan Jepang.

USCAR juga berkontribusi dalam pendirian bank sentral Okinawa, perusahaan

listrik, dan perusahaan air Okinawa. (Watanabe 1970:22). Namun USCAR

dihentikan pada 15 Mei 1972 setelah perjanjian antara AS dan Jepang terkait

pengembalian Kepulauan Ryukyu, dan Kepulauan Daito ke Pemerintah Jepang

Page 55: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

41

Area Barak

31%

Area Latihan

13%

Pangkalan

Udara

43%

Pusat

pelayanan,

Informasi dan

Penyimpanan

13%

telah ditandatangani pada 17 Juni 1971 di Tokyo, Jepang (The National Archives

and Records Administration 1995).

1. Fasilitas Pangkalan Militer Amerika Serikat di Okinawa

Sejak Okinawa menjadi wilayah otoritas AS (U.S Trusteeship), AS

berhak mendirikan pangkalan militer di Okinawa dan tercatat dari total

wilayah Okinawa yaitu sekitar 1.201,03 km2, lahan yang digunakan

sebagai pangkalan militer adalah seluas sekitar 229, 2 km2

serta total

pangkalan militer AS di seluruh Jepang adalah 310.1 km2 (Shimoji

2011:4). Berdasarkan jumlah luas wilayah tersebut menandakan bahwa

hampir ¾ total wilayah Okinawa digunakan sebagai basis pangkalan

militer AS yang dapat dilihat pada Grafik II.C

Grafik II.C Persentase Lahan Pangkalan Militer AS

Sumber: Yoshio Shimoji, Futenma: Tip of the Iceberg in Okinawa’s Agony, The Asia-

Pacific Journal: Japan Focus, 2011

Keterangan dari gambar grafik diatas adalah bahwa keseluruhan

lahan yang digunakan untuk fasilitas pangkalan militer AS adalah 229, 2-

km2

dengan pembagian sebagai berikut:

Page 56: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

42

a. Pangkalan Udara

Pangkalan udara yang ada di Okinawa adalah Futenma, Kadena dan

Iejima Auxiliary ketiganya memiliki luas lahan 8 km2, 19,9 km

2 dan 4,8

km2, sehingga lahan yang digunakan untuk pangkalan udara adalah seluas

34,6 km2 (Shimoji 2011:1).

Pangkalan Udara Futenma merupakan pusat dari seluruh kegiatan

Angkatan Udara AS dan merupakan salah satu pangkalan udara terbesar di

Jepang yang terletak di pusat Kota Ginowan bersama dengan Pangkalan

Udara Iwakuni yang berada di Prefektur Yamaguchi (Shimoji 2010:5).

Fungsi dari pangkalan udara Futenma adalah sebagai landasan pacu

pesawat sebesar 2.800 m, kemudian sebagai hangar, fasilitas komuniasi,

sebagai pemeliharaan dan perbaikan pesawat tempur, dan sebagai tempat

penyimpanan amunisi. (Yukie Yoshikawa Research 2011).

b. Area Barak

Area barak adalah area terbesar kedua yang digunakan oleh militer

AS sebagai tempat pusat pelatihan tentara militer AS di Okinawa. Fasilitas

barak yang berada di Okinawa diantaranya adalah Barak Schwab dengan

luas lahan 20.6 km2, Barak Hansen seluas 51.2 km

2, Barak Courtney

seluas 1.3 km2 dan Barak Zukeran yang didalamnya termasuk Barak

Butler dan Foster memiliki luas 6.4 km2

sehingga total luas lahan yang

digunakan untuk pembangunan fasilitas barak adalah 80,3 km2.

(Shimoji

2011:5)

Page 57: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

43

Barak Schwab, Hansen dan Zukeran merupakan barak yang paling

luas diantara fasilitas barak lainnya. Barak Schwab merupakan kawasan

pelatihan militer yang berlokasi di Kota Nago, serta ada pula barak yang

terletak di pantai Henoko. (Shimoji 2011:5)

Barak Hansen merupakan tempat latihan tembak dan pengecekan

amunisi terbesar, dan memiliki fasilitas klinik, bank, daerah hiburan dan

rekreasi. Sedangkan Barak Zukeran dan Barak Courtney merupakan basis

komando marinir AS di Okinawa yang memiliki beberapa fasilitas, seperti

perawatan untuk senjata, perumahan personil marinir, dan sekolah. Barak

Zukeran juga merupakan area barak terbesar yang terletak di pusat pulau

Okinawa seperti di Kota Okinawa, Ginowan, Uruma, Chatan dan Desa

Kitanakagusuku. (Yukie Yoshikawa Research 2011)

Barak Zukeran dibagi menjadi empat distrik yaitu: Butler District

sebagai markas komando pangkalan marinir, Buckner District sebagai

markas Batalyon ke-58 marinir, Plaza District sebagai perumahan militer

dan Foster District sebagai tempat pemeliharaan senjata dan penyimpanan

peralatan militer. (Yukie Yoshikawa Research 2011)

c. Area Pelatihan

Area pelatihan terbesar bagi militer AS di Okinawa adalah Northern

Training Area yang memiliki luas 78.2 km2

area ini melewati desa

Kunigami sampai desa Higashi. Kegunaan Northern Training Area adalah

sebagai basis latihan gabungan antara militer AS dan SDF Jepang, serta

menjadi tempat latihan mengendarai helikopter yang berada dibawah

Page 58: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

44

pengelolaan komando marinir, angkatan darat, angakatan laut dan

angkatan udara AS (Shimoji 2011:4).

Daerah sekitar area pelatihan ini merupakan aset penting bagi

pemerintah daerah Okinawa karena daerah sekitar pelatihan berguna

sebagai penyedia sumber air dari hutan yang dilindungi di pulau utama

Okinawa untuk disalurkan ke penduduk Okinawa. (Yukie Yoshikawa

Research 2011)

d. Pusat Pelayanan, Informasi dan Penyimpanan.

Pusat Pelayanan, Informasi dan Penyimpanan yang ada di Okinawa

diantaranya adalah Kadena Ammunition Storage Area seluas 26.6 km2,

kemudian Makiminato Service Area seluas 2.7 km2, dan Army Fuel

Storage Facility seluas 1.6 km2 (Shimoji 2011:3).

Kadena Ammunition Storage Area merupakan area terbesar ketiga

setelah Northern Training Area, area ini berada di dekat Pangkalan Udara

Kadena, fungsinya adalah sebagai pusat pelayanan, penyimpan dan

pemeliharaan amunisi konvensional bagi empat divisi angkatan bersenjata

AS (Marinir, AD, AL, dan AU) (Yukie Yoshikawa Research 2011).

2. Kondisi Pangkalan Militer AS di Okinawa

Saat Perang Dunia II berakhir, penduduk Okinawa terkejut dengan

pembangunan pangkalan militer yang didirikan oleh pasukan militer AS di

Okinawa pada tahun 1950-an. Pembangunan pangkalan militer tersebut

didirikan hampir di seluruh daratan Okinawa dan mendominasi wilayah

darat serta perairan, sehingga para penduduk pribumi Okinawa harus

pindah dan tinggal di pinggiran kota (Gavan McCormack 2012:77)

Page 59: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

45

Berdasarkan laporan yang di rilis oleh pemerintah Prefektur

Okinawa tahun 2011 melalui situs resminya menyatakan bahwa terdapat

20 titik area udara dan 28 area perairan yang mengelilingi Okinawa,

diperuntukkan khusus bagi pelatihan militer AS sehingga kegiatan

memancing, dan penerbangan komersial di area tersebut dilarang

digunakan untuk kepentingan umum.

Aktivitas pangkalan militer yang ada di Okinawa mengakibatkan

timbulnya polusi yang meresahkan rakyat Okinawa. Beberapa kasus polusi

yang terjadi akibat aktivitas pangkalan militer adalah pencemaran yang

terjadi di daerah Iheya, dimana pencemaran ini menyebabkan 8 orang

meninggal akibat keracunan zat arsenic, selain itu pencemaran lain juga

pernah terjadi pada tahun 1972 yaitu ketika terdapat insiden tumpahan

minyak bumi yang menyebabkan kerusakan struktur tanah dan air untuk

lahan Okinawa (Hayashi Kiminori 2009:2).

Pencemaran terjadi kembali pada tahun 1987 dimana 76 liter minyak

bumi tumpah dari transformator listrik yang ada di pusat penyimpanan

Pangkalan Udara Kadena. Setelah kejadian tersebut pihak AS melakukan

tes laboratorium pada bulan maret tahun 1987 dan menyatakan bahwa

minyak tumpah tersebut mengandung Polychlorinated Biphenyl (PCB)

sebanyak 214 parts per million (ppm) sedangkan tanah yang tercemar

telah mengandung 2290 ppm PCB. Tes kedua kembali dilakukan pada

bulan Oktober 1987 dan hasil laboraturium menyatakan tanah yang

terkontaminasi mengalami kenaikan yaitu dari 2290 menjadi 5535 ppm.

(Mitchell 2014:1)

Page 60: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

46

Menurut standar tanah internasional kandungan PCB tidak boleh

melampaui 3 ppm, dan saat itu aturan Jepang lebih ketat dari standar

tersebut yaitu Jepang menargetkan kandungan PCB tanah tidak boleh lebih

dari 0,03 ppm. Tetapi AS justru menargetkan kandungan PCB tidak lebih

dari 25 ppm padahal zat PCB cukup berbahaya karena dapat menyebabkan

kerusakan saraf, kehilangan kekebalan tubuh, kerusakan reproduksi serta

memicu kanker (Mitchell 2014:2).

Pencemaran yang sama terjadi lagi pada tahun 2002 yaitu

ditemukannnya zat tar dalam minyak yang terkubur di lokasi Mihama,

Kota Chatan dan pemerintah Jepang harus melakukan pembuangan zat

tersebut dengan biaya 84 juta yen setara dengan 9,4 milyar rupiah.

Pencemaran lingkungan kembali terjadi akibat tumpahnya zat setara

arsenic, hexavalent, dan PCB yang ditemukan di wilayah Barak Kuwae

pada tahun 2003 serta tahun 2007 terdapat tumpahan bahan bakar jet di

Pangkalan Udara Kadena, Okinawa (Hayashi Kiminori 2009:5).

Selain kondisi lingkungan yang buruk akibat fasilitas pangkalan

militer AS di Okinawa, kondisi sosial di wilayah tersebut juga terganggu

karena pangkalan militer AS berada di pusat kota yang dekat dengan

perumahan penduduk, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya.

Kerusakan yang rawan terjadi adalah kecelakaan militer, contohnya pada

tahun 1999 terdapat helikopeter Futenma yang jatuh di pantai Okinawa,

dimana letak kejatuhan helikopter ini dekat dengan pembangkit tenaga

listrik (Japanese Communist Party 2000).

Page 61: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

47

Selain kecelakaan pesawat, kebisingan juga menjadi faktor

keresahan rakyat Okinawa dengan adanya pangkalan militer AS wilayah

mereka hal ini disebabkan selama bulan juni tahun 1995, terdapat suara

kebisingan dari kegiatan pangkalan militer mencapai 2.244 kali. Biasanya

frekuensi kebisingan terjadi antara jam 07.00 pagi hingga 19.00-malam

yang mencapai 595-kali atau (26%). Selanjutnya tahun 1999 dilakukan

penelitian kembali oleh para ahli medis mengenai dampak kebisingan

suara bagi kesehatan manusia, dan hasilnya riset tersebut menyatakan

bahwa dampak kebisingan suara pesawat dapat mengakibatkan kelainan

pada perilaku bayi, tingkat kelahiran rendah dan gangguan pendengaran

jangka panjang (Okinawa Prefectural Government 2011).

Page 62: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

48

BAB III

PERTIMBANGAN KEAMANAN STRATEGIS AMERIKA SERIKAT DI

KAWASAN ASIA PASIFIK

A. Keterlibatan AS di Kawasan Asia Pasifk

Selama Perang Dingin berlangsung, AS memiliki peranan yang cukup

dominan di kawasan Asia Pasifik terutama ketika AS harus menghadapi

penyebaran pengaruh komunisme dari Uni Soviet dengan mengeluarkan kebijakan

Containment pada masa Presiden Harry S. Truman tahun 1947. Kebijakan

Containment pertama kali diperkenalkan oleh George F Kennan yang menjabat

sebagai Duta Besar AS untuk Rusia sekaligus seorang ahli Rusia. Saat itu, Kennan

melihat kebijakan luar negeri Uni Soviet didasari oleh pemikiran Komunis

Marxis, serta Kennan juga mengatakan tindakan politik Kremlin adalah:

“A fluid stream which moves constantly wherever it is permitted to move, toward a given

goal. Its main concern is to make sure that it has filled every nook and cranny available

to it in the basin of world power. But if it finds unassailable barriers in its path, it accepts

these philosophically and accommodates itself to them” (Shapiro 2007:2).

(Bagaikan sebuah cairan yang bergerak terus menerus tanpa henti dan akan terus bergerak

menuju semua tempat dimana pun berada. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa ia

telah mengisi setiap sudut dan celah yang ada di dunia. Tetapi jika diperjalanan ia

menemukan hambatan yang sulit, ia kan berusaha untuk menghadapinya) (Terjemahan

Penulis)

Kebijakan Containment memiliki dua tujuan yaitu menghapus,

mengurangi dan menciptakan perdamaian dunia dari ancaman pengaruh Uni

Soviet, serta membawa perubahan bagi sebuah negara untuk melaksanakan tujuan

dan prinsip Piagam PBB tanpa adanya paksaan dari Uni Soviet. Sehingga

Kebijakan Containment berarti “menahan” pengaruh ideologi Komunis Uni

Soviet di daerah yang pernah diduduki Uni Soviet ketika terjadi Perang Dunia II

tahun 1942-1945 (Shapiro 2007).

Page 63: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

49

Kebijakan Containment awalnya dijalankan di Eropa khususnya Eropa

Barat dan sekitarnya seperti Yunani, Austria, Irlandia, Perancis, Belanda, dan

Turki dengan memberikan bantuan ekonomi yang dikenal dengan Marshal Plan2

(Wilson 1977:33). Setelah Eropa, kebijakan Containment meluas ke negara-

negara kawasan Asia terutama ketika komunis menguasai daratan Cina pada tahun

1949. Keberhasilan komunis menguasai Cina, membuat AS semakin khawatir

dengan efek domino yang dapat dihasilkan Uni Soviet di Asia. Sehingga untuk

mencegah perluasan ideologi komunis semakin besar, AS kemudian menjadikan

Jepang sebagai mitra strategis dan mendirikan pangkalan militer di Jepang

(McDougall 1997:20).

Penempatkan pasukan militer AS di Jepang khususnya berbasis di

Okinawa, membuat pergerakan AS lebih mudah yaitu dengan mengirimkan

pasukan militer untuk membantu Korea Selatan menghadapi Korea Utara yang

dibantu Cina dan Uni Soviet ketika Perang Korea terjadi tahun 1950. Selain itu,

ketika AS tidak bisa memenangkan Perang Vietnam dimana komunis berhasil

menguasai seluru wilayah Vietnam maka AS semakin khawatir penyebaran

komunis akan semakin meluas ke wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat

(McDougall 1997:22)

2 Marshal Plan adalah bantuan keuangan dan kemanusiaan yang diberikan oleh AS sebagai

usaha merevitalisasi perekonomian Eropa khususnya Eropa Barat yang rusak akibat Perang Dunia

II serta bantuan ini merupakan usaha AS untuk membendung pengaruh Uni Soviet di kawasan

Eropa Barat. Konsep Marshal Plan dibentuk oleh Menteri Luar Negeri George C Marshal dengan

beberapa ahli seperti George Kennan dan William Clayton yang kemudian di publikasikan pada 5

juni tahun 1947di Harvard, di Eropa Marshal Plan dikenal dengan European Recovery Program

(ERP) dan Eropa mendapatkan bantuan sebesar 13 Miliar Dolar namun, bantuan Marshal Plan

berhenti pada tahun 1951. Sumber: Theodore A.Wilson, “The Marshal Plan 1947-1951”, Foreign

Policy Association, Inc 236 (Juni 1977):5.

Page 64: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

50

Sehingga untuk mewujudkan kepentingan AS dalam menghadapi ancaman

regional Asia Pasifik maka AS melakukan strategi keamanan dengan beberapa

negara di Asia Pasifik seperti perjanjian keamanan dengan Jepang tahun 1951,

Australia dan New Zealand (ANZUZ) tahun 1951, Korea Selatan tahun 1954,

Taiwan tahun 1954, Thailand dan Filipina tahun 1954. Salah satu hasil

kesepakatan perjanjian keamanan tersebut ialah AS dapat menempatkan pasukan

militernya di beberapa negara aliansi AS di Asia Pasifik. Selain itu, AS juga

menempatkan pasukan militernya di Guam dan Hawai sehingga memudahkan AS

untuk menghadapi pengaruh ideologi Uni Soviet dan Cina pada masa Perang

Dingin tahun 1945-1991 (McDougall 1997:19).

Setelah Perang Dingin berakhir yang ditandai oleh jatuhnya Uni Soviet

pada tahun 1991, AS tetap mempertahankan pasukan militernya di negera-negara

aliansinya, hal ini disebabkan menurut AS ancaman eksternal lain dapat muncul

kembali meskipun Uni Soviet telah runtuh. Sehingga untuk menjaga keamanan

dan perdamaian di Kawasan Asia Pasifik, kehadiran Pasukan Militer AS masih

tetap dipertahankan (McDougall 1997:20).

Pasukan Militer AS yang ditempatkan di beberapa negara di wilayah Asia

Pasifik berada di bawah U.S Pacific Command (USPACOM) di mana markas

besar USPACOM berada di Hawai. Selain membawahi pangkalan militer di

sekitar Asia Pasifik, USPACOM memiliki misi sebagai garis depan pertempuran

membela AS dan kepentingannya serta menjaga Kawasan Asia Pasifik tetap aman

dan sejahtera. USPACOM juga bertanggung jawab langsung kepada Presiden AS

melalui Menteri Pertahanan, serta USPACOM didukung oleh empat divisi militer

yaitu angkatan darat, laut, marinir, dan armada pendukung (U.S. Pacific Fleet),

Page 65: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

51

beberapa lokasi penempatan pasukan dan jumlah militer AS di Asia Pasifik dapat

dilihat pada Gambar III.A dan Tabel III A dibawah ini (Green 2012:6):

Gambar III.A Penempatan Pasukan Militer AS di Asia Pasifik

Sumber: http://www.chinapost.com.tw/asia/australia/2012/03/29/336088/p2/Australian-

territory.htm diakses pada 1 September 2014

Page 66: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

52

Grafik.III.A Jumlah Pasukan Milliter AS di Kawasan Asia Pasifik Sampai

2012

Sumber: David J. Berteau dan Michael J. Green, U.S Force Strategy in the Asia Pacific

Region: an Independent Assessment (Washington DC: Center for Strategic and International

Studies, 2012), 48.

Keterangan dari grafik diatas adalah pada tahun 1996 jumlah pasukan AS

yang ditempatkan di Hawai adalah sekitar 53.575, Jepang sekitar 44.660, Korea

Selatan sekitar 35.910, dan Guam sekitar 6.700, sedangkan jumlah pasukan

militer pada tahun 2012 mengalami penurunan yaitu sekitar 40.000 di Hawai,

40.000 di Jepang, 28.000 di Korea Selatan, dan sekitar 5.000 di Guam (Green

2012:48).

Meskipun penurunan pasukan AS pada tahun 1996 disebabkan oleh berakhirnya

Perang Dingin tahun 1991, namun AS tidak sepenuhnya menarik pasukan

militernya dari negara aliansinya di Kawasan Pasifik melainkan, AS tetap

mempertahankan pasukannya untuk menghadapi tantangan regional yang harus

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Hawai Jepang Korea Selatan Guam

1996

2012

Page 67: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

53

dihadapi AS dan negara-negara Kawasan Asia Pasifik lainnya di masa mendatang

(Green 2012:49).

B. Konflik Regional Asia Pasifik

Kawasan Asia Pasifik merupakan episentrum dinamika dunia yang

terdapat kekuatan negara-negara besar seperti Cina, Jepang, India, Australia, AS

dan ASEAN, kawasan ini juga memiliki populasi lebih dari sepertiga populasi

dunia. Meskipun wilayah Asia Pasifik adalah episentrum dinamika dunia, dan

menjadi kekuatan pendorong ekonomi global, tantangan keamanan kawasan ini

tetap ada seperti isu keamanan yaitu terorisme, poliferasi nuklir, isu sengketa

perbatasan, isu ekonomi dan isu lingkungan (Swielande 2012:75).

Tantangan keamanan di kawasan Asia Pasifik jika tidak dikelola dengan

baik akan mengakibatkan timbulnya masalah yang lebih rumit seperti munculnya

ancaman keamanan dari negara lain serta timbulnya ketegangan konflik antar

negara diantaranya seperti Korea Selatan-Korea Utara terkait konflik

Semenanjung Korea, Cina-negara Asia Tenggra terkait sengketa Laut Cina

Selatan dan Cina-Jepang terkait isu sengketa Laut Cina Timur (Swielande

2012:75).

1. Konflik Semananjung Korea

Konflik Semenanjung Korea merupakan isu kawasan yang menjadi

perhatian dunia, hal ini disebabkan sejak Perang Korea tahun 1950-1953 terjadi,

kedua Korea sampai hari ini masih tidak dapat berdamai. Berdasarkan artikel yang

dikeluarkan oleh US Department of State Office of the Historian menyebutkan

bahwa Semenanjung Korea memiliki sejarah yang panjang, yaitu setelah dijajah

oleh Jepang tahun 1910, wilayah Semenanjung Korea harus dibagi menjadi dua

Page 68: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

54

wilayah Selatan dan Utara pada tahun 1945 oleh AS dan Uni Soviet berdasarkan

aturan 38th

Paralell.

Menurut ensiklopedia Britannica 38th Parallel adalah nama yang

diberikan untuk menyatakan garis lintang 38° Utara Asia Timur yang memisahkan

Korea menjadi dua bagian, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Militer AS

membuat penetapan garis 38th Parallel berdasarkan Konferensi Potsdam dan

pembagian tersebut mengakibatkan pemisahan banyak desa di sepanjang garis

38th

Parallel.

Kondisi Semenanjung Korea kemudian menjadi kompleks ketika adanya

pembentukan rezim baru di Korea yaitu wilayah selatan mengikuti orientasi

ideologi AS di bawah kepemimpinan Syngman Rhee dan wilayah utara mengikuti

orientasi ideologi komunis di bawah kepemimpinan Kim Il Sung. Akibat

pembentukan kedua pengaruh ideologi tersebut tercetuslah Perang Korea pada 25

Juni 1950 dengan Korea Utara yang melepaskan tembakan pertama kali (Liem

1993).

Meskipun terlihat bahwa Korea Utara yang melepaskan tembakan terlebih

dahulu pada 25 Juni 1950 pukul 4 pagi hari waktu korea, namun sebenarnya

Korea Selatan sebelumnya telah memprovokasi Korea Utara yakni Syngman Rhee

beberapa kali menyatakan akan “kembali” ke Korea dan berusaha mendapatkan

wilayah yang “hilang”. Kedua, Rhee mendapatkan dukungan dari pejabat tinggi

AS, John Foster Dulles, enam hari sebelum Perang Korea terjadi dimana ia

menyatakan:

"You are not alone. You will never be alone so long as you continue to play worthily your

part in the great design of human freedom" (Lee 1998).

Page 69: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

55

(Anda tidak sendirian, anda tidak akan pernah berjuang sendiri selama anda tetap

melanjutkan bagian anda dalam menentukan kebebasan umat manusia) (Terjemahan

Penulis)

Sehingga dari beberapa tindakan provokasi Korea Selatan, akhirnya Korea

Utara menyerang Korea Selatan dan Perang Korea berlangsung selama sekitar 3

tahun. Perang Korea berakhir dengan dilakukannya Perjanjian Gencatan Senjata

yang ditandatangani oleh UNC diwakili oleh Letnan Jendral William Harrison Jr,

Korea Utara diwakili oleh Jendral Nam il, dan Peng Teh Huai dari People's

Volunteer Army (PVA) Cina di Panmunjom, Provinsi Gyeonggi-do Korea Selatan

pada 27 Juli 1953 (Niksch 1995:3). Berdasarkan perjanjian gencatan senjata

tersebut, Korea Selatan mendapatkan kepemilikan atas wilayah pegunungan timur

dari garis 38th Parallel dan Korea Utara mendapatkan kepemilikan atas wilayah

selatan garis 38th Parallel yang meliputi kota Kaesong. (Il 2010:38)

Pasca Perang Korea tahun 1953 Korea Utara menghadapai tantangan baru

yaitu harus mempertahankan ekonominya sekaligus memprioritaskan kekuatan

militernya untuk menghadapi ancaman aliansi AS dan Korea Selatan, hal ini

disebabkan ketika Perang Korea terjadi, Korea Utara merasa kecewa atas tindakan

Uni Soviet yang tidak cukup membantu Korea Utara dalam Perang Korea

(Roehrig 2005:22). Korea Utara juga melihat adanya perubahan pola hubungan

keamanan dengan Cina dan Uni Soviet sehingga Korea Utara merasa khawatir

akan ditinggalkan oleh dua sekutunya tersebut terutama Cina yang terkesan lebih

fokus kepada hubungan ekonomi dengan Korea Selatan dibandingkan dengan

Korea Utara. Sehingga keadaan ini membuat Korea Utara merasa perlu untuk

meningkatkan upaya kemandirian negaranya dengan memiliki teknologi nuklir

dan balistik misil (Baek 2004:201).

Page 70: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

56

Kemandirian untuk memiliki pertahanan nasional sendiri dibuktikan pada

masa Presiden Kim Il Sung, Korea Utara mulai memproduksi tank, kendaraan

lapis baja, kapal perang, dan kapal selam. Korea Utara kemudian memproduksi

duplikat tank Cina dan Soviet dimana produksi tank tersebut mendapatkan

dukungan dari dua negara aliansinya. Pada tahun 1980, Korea Utara mulai

membuat senjata nuklir dan balistik misil dengan mengembangkan Medium-

Range Ballistic Missile (MRBM), Intermediate-Range Ballistic Missile (IRBM),

serta percepatan senjata kimia dan program senjata biologi (Baek 2004:202).

Masih dalam tulisan yang dibuat oleh Seung Joo Baek dalam kompilasi

buku Korea: East Asian Pivot tahun 2004, Seung Joo Baek menyampaikan setelah

Kim Il Sung wafat, rezim Pyeongyang digantikan oleh anaknya yaitu Kim Jong Il.

Pengembangan nukilr dan balistik misil juga dikembangkan saat era Kim Jong Il,

pengembangan ini dibuktikan dalam ranking kekuatan militer dunia, Korea Utara

menempati urutan kelima dengan perkiraan jumlah tentara sekitar 1.106.000

personil. Semua personil tersebut dialokasikan untuk 3.500 tank membutuhkan

950.000 personil, 46.000 personil untuk 313 kapal perang dan 110.000 untuk 504

pesawat tempur.

Kekuatan militer yang dimiliki Korea Utara ini membuat kekhawatiran

bagi Korea Selatan dan AS karena beberapa kali Korea Utara melakukan uji coba

balistik misil di dekat perbatasan Korea Selatan. Selain itu Korea Utara juga

berhasil mengembangkan rudal yang dinamakan Hwasong-5 dan berhasil di uji

coba pada 1984 dengan jarak tembak 320 km (Pinkston 2008:16).

Page 71: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

57

Sukses dengan Hwasong-5, Korea Utara kembali memproduksi Hwasong-

6, Nodong, Paektusan-1 yang biasa dikenal dengan Taepodong-1, Taepodong-2,

dan Musudan, kemudian misil-misil mampu diproduksi oleh Korea Utara hanya

dalam waktu 5 tahun dari tahun 1987-1992 (Pinkston 2008:30).

Dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Daniel A. Pinkston dan diterbitkan

oleh Strategic Studies Institute tahun 2008 dijelaskan bahwa Korea Utara kembali

meluncurkan uji coba 7 rudal berturut-turut pada 5 juli 2006 yaitu tepat satu hari

setelah perayaan Kemerdekaan AS pada 4 Juli. Peluncuran pertama dilakukan

pada jam 3.32 pagi waktu Korea (KST) dengan menggunakan rudal Hwasong-6

yang memiliki jarak tembak 507 km. Kedua, jam 4.10 pagi dengan rudal nodong

yang memiliki jarak tembak 805 km. Ketiga jam 4.59 pagi dengan Paektusan -2

(meledak saat peluncuran). Keempat jam 7.12 pagi dengan Hwasong-6 yang

memiliki jarak tembak 453 km, dan peluncuran pada jam 7.31 pagi yang memiliki

jarak tembak 493 km. Keenam jam 8.17 pagi dengan Nodong yang memiliki jarak

tembak 780 km, dan ketujuh dengan Scud-ER yang memiliki jarak tembak 432

km dapat dilihat pada Gambar III.B.1 dibawah ini:

Page 72: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

58

Gambar III.B.1 Peta Jangkaun Balistik Misil Korea Utara

Sumber: http://fas.org/spp/starwars/docops/fm100-12d/chap2.htm diakses pada 18 September

2014

Kemampuan Korea Utara dalam mengembangkan senjata rudal dan nuklir

dalam skala besar, dapat menimbulkan ketidakstabilan di kawasan Asia Pasifik

sehingga AS membuat upaya pencegahan untuk menghentikan pengembangan

program nuklir Korea Utara, seperti menginisiasi Six Party Talks bersama empat

negara lainnya yaitu Jepang, Korea Selatan, Rusia, dan Cina pada tahun 2003.

(Baek 2004:209).

2. Sengketa Perbatasan Maritim

a. Laut Cina Selatan

Sengketa perbatasan Laut Cina Selatan hingga saat ini masih belum

terselesaikan oleh negara-negara yang terlibat seperti Cina, dan beberapa

Page 73: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

59

negara Asia Tenggara yaitu Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei.

Ketegangan konflik Laut Cina Selatan pernah terjadi antara Cina dan

Vietnam di perairan lepas Laut Cina Selatan saat kapal patrol Vietnam

menangkap serta menabrak kapal nelayan Cina pada tahun 1974. Setelah

insiden tersebut. Kementerian Luar Negeri Cina untuk pertama kalinya

menyatakan kepemilikan atas territorial pulau-pulau lepas pantai Laut Cina

Selatan dan hal tersebut merupakan hak maritim Cina, serta pemerintah Cina

menekankan bahwa hak atas sumber daya di wilayah Laut Cina Selatan

adalah milik Cina (Benson 2012).

Satu bulan setelah pernyataan Cina tersebut, pada Februari 1974 pasukan

Republic of Vietnam Navy (RVN) menembaki dua kapal nelayan Cina yang

memasuki wilayah pantai Laut Cina Selatan yang diklaim oleh Vietnam. Atas

insiden penembakan tersebut, Cina kemudian mengirim enam kapal angkatan

laut ke wilayah Crescent untuk menghadapi empat kapal RVN dan terjadilah

kontak senjata antar kedua pihak yang mengakibatkan 36 orang meninggal,

110 luka-luka dan lebih dari 160 orang hilang baik di pihak Cina maupun

Vietnam (Benson 2012) .

Klaim Cina terhadap kepemilikan Laut Cina Selatan tidak hanya

berhenti pada garis batas saja namun, kepulauan-kepulauan di Laut Cina

Selatan seperti Paracel dan Spratly juga diklaim oleh Cina dengan

berdasarkan pada peta nine-dash line tahun 1947 yang dikeluarkan oleh

Departemen Dalam Negeri Cina. Peta tersebut kemudian dijadikan dasar

Deklarasi Teritorial Laut Cina pada tahun 1958 selain itu, Pemerintah Cina

Page 74: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

60

juga memberikan instruksi kepada People’s Liberation Army Navy (PLAN)

untuk melakukan penelitian pada kedua Kepulauan tersebut. (Benson 2012)

Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Jeff W Benson dan dirilis oleh

USNI News, menyebutkan hasil survei PLAN Cina menunjukan Fiery Cross

Reef akan menjadi lokasi strategis untuk pembangunan stasiun pengamatan

laut permanen. PLAN juga mendesain dua bentuk operasi di Laut Cina

Selatan, yaitu Cina memiliki hak teritorial dan memperluas kekuatan

angkatan laut dari level near-coastal defense menjadi near-seas active

defense. Keseluruhan wilayah Laut Cina Selatan yang diklaim oleh Cina

termasuk Laut Kuning dan Laut Cina Timur yang berada di 12 mil dari

daratan Cina menimbulkan reaksi protes dari negara tetangga seperti

Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, dan Taiwan. Hal ini

disebabkan karena kelima negara ini juga mengklaim atas kepemilikan Laut

Cina Selatan.

Sengketa Laut Cina Selatan sampai saat ini masih belum terselesaikan,

padahal berdasarkan ketetapan pasal 76 United Nations Convention on the

Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1980 mengenai landasan kontingen,

dijelaskan bahwa setiap negara yang memiliki teritorial laut harus didaftarkan

ke Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) untuk

melegalkan Zona Ekslusif Ekonomi (ZEE) setiap negara (Polling 2013:6).

Fungsi CLCS adalah menetapkan batas wilayah terluar yaitu 200 mil dari

garis pantai terluar suatu negara (Coastal States) berdasarkan ketetapan

hukum laut PBB (UNCLOS) tahun 1980 serta CLCS memberikan

rekomendasi kepada Coastal States mengenai pembentukan batas terluar, dan

Page 75: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

61

(Coastal States) tidak boleh mengurangi batas laut negara lain yang

berbatasan langsung dengannya (United Nations 2012).

Namun keenam negara, Cina, Filipina, Taiwan, Brunei Darussalam,

Malaysia, dan Vietnam memiliki versi yang berbeda satu sama lain dalam hal

pengklaiman kepemilikan batas Laut China Selatan, hak teritorial yang

diklaim dapat dilihat pada gambar III.2.1

Gambar III.B.2.1 Peta Laut Cina Selatan

Sumber: http://www.brookings.edu/research/papers/2014/08/south-china-sea-perspective-bader-

lieberthal-mcdevitt Diakses pada 22 Agustus 2014

Page 76: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

62

Berdasarkan peta diatas, berikut pengklaiman kepemilikan Laut Cina

Selatan dari masing-masing negara selain Cina, yaitu (Polling 2013:6):

1. Malaysia mengklaim kepemilikan batas Laut Cina Selatan berdasarkan

batas laut yang disepakati dengan Indonesia tahun 1969 dan Thailand tahun

1979 serta berdasarkan peta Malaysia tahun 1979. Namun, garis pantai yang

diakui Malaysia sebenarnya dianggap tidak sah, hal ini disebabkan peta yang

dikeluarkan Malaysia tahun 1979 tersebut tidak pernah didaftarkan pada

CLCS.

2. Filipina hampir mengklaim keseluruhan dari garis batas Laut Cina

Selatan yang ditetapkan oleh CLCS. Filipina mengkalim batas tersebut

termasuk Kepulauan Spartly/Pulau Kalayan dimana kesepakatan kepemilikan

pulau tersebut berdasarkan hasil dari Treaty of Paris antara Spanyol dan AS

tahun 1898 di Paris, terkait kekalahan dan penyerahan wilayah jajahan

Spanyol ke AS.

3. Vietnam menyatakan garis batas yang dibuat CLCS tidak sah karena

Vietnam tidak pernah menyetujui pembentukan batas laut yang disepakati

oleh komunitas internasional, selain itu Vietnam memiliki peta kepemilikan

Laut Cina Selatan sesuai versinya sendiri yaitu keseluruhan Laut Cina Selatan

termasuk Kepulauan Paracel dan Spartly.

4. Brunei mengklaim garis batas Laut Cina Selatan didasarkan kepada

tiga hal yaitu: perbatasan laut dengan Malaysia berdasarkan Konstitusi

Inggris pada tahun 1958, memperpanjang garis laut terluar dari 200 mil laut

Brunei yang dinyatakan pada tahun 1982 oleh Kerajaan Brunei dan telah

Page 77: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

63

disetujui oleh Malaysia, serta perpanjangan batas laut terluar mencapai 60 mil

sesuai dengan peta Brunei tahun 1988.

Melihat beberapa negara Asia Tenggara dan Cina saling bersikeras

mengklaim kepemilikan Laut Cina Selatan, maka hal tersebut membuat AS

khawatir, hal ini disebabkan karena tensi di wilayah ini semakin tinggi

sedangkan, menurut AS semua negara berhak menikmati laut lepas termasuk

kebebasan berlayar di wilayah laut internasional, baik kapal komersial

maupun kapal militer. Selain itu, kebebasan bernavigasi di zona internasional

juga telah tercantum dalam United Nations on the Law of the Sea (UNCLOS)

pasal 87 (Fravel 2012:300). Isi pasal tersebut yang dicantumkan dalam

website resmi PBB adalah pasal 87ayat 1 berbunyi:

The high seas are open to all States, whether coastal or land-locked. Freedom of the

high seas is exercised under the conditions laid down by this Convention and by other

rules of international law. It comprises, inter alia, both for coastal and land-locked

States:(a) Freedom of navigation; (b) Freedom of overflight; (c) Freedom to lay

submarine cables and pipelines, subject to Part VI; (d) Freedom to construct artificial

islands and other installations permitted under international law, subject to Part VI; (e)

Freedom of fishing, subject to the conditions laid down in section 2; (f) Freedom of

scientific research, subject to Parts VI and XIII (United Nations 2013).

(Laut lepas adalah wilayah yang terbuka bagi semua negara baik pantai maupun

daratannya. Kebebasan beraktivitas di laut lepas diatur oleh konvensi dari aturan yang

dibuat berdasarkan hukum internasional, kebebasan tersebut meliputi: (a) kebebasan

navigasi; (b) kebebasan terbang diatasnya; (c) kebebasan meletakkan kabel dan pipa

bawah laut, yang dijelaskan pada Bagian VI; (d) kebebasan membangun pulau buatan

dan instalasi lainnya yang diatur berdasarkan hukum internasional, dijelaskan di Bagian

VI; (e) kebebasan menangkap ikan, yang ditetapkan pada bagian 2; (f) kebebasan

melakukan riset ilmiah, yang dijelaskan pada Bagian VI dan XIII) (Terjemahan penulis)

Mengacu pada pasal PBB diatas, maka seharusnya tensi di wilayah Laut

Cina Selatan dapat berkurang, dan CLCS juga menyatakan bahwa setiap negara

yang berkonflik di wilayah ini perlu mengacu pada hukum internasional yang

berlaku sehingga konflik di Laut Cina Selatan tidak berlarut (Polling 2013:23).

Page 78: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

64

b. Laut Cina Timur

Selain sengketa perbatasan Laut Cina Selatan, terdapat isu sengketa lain

yang masih belum terselesaikan yaitu klaim atas kepemilikan Pulau

Senkaku/Diaoyu oleh dua negara besar di Asia Timur yaitu Jepang dan Cina.

Sengketa pulau Senkaku/Diaoyu mulai memanas ketika AS mengembalikan

Pulau Ryukyu dan Daito yang berada di bawah U.S Trussteeship ke Jepang

pada tahun 1972, ketika itu Cina menolak jika status pulau Senkaku/Diaoyu

termasuk di dalam pulau-pulau yang telah dikembalikan ke Jepang oleh AS.

Atas penolakan Cina tersebut, maka pulau Senkaku/Diaoyu berada dalam

status quo selama beberapa tahun. Peta pulau Senkaku/Diaoyu yang menjadi

sengketa kedua negara dapat dilihat pada Gambar III.B.2.2 di bawah ini

(Smith 2013):

Gambar III.B.2.2 Peta Sengketa Laut Timur Cina

Sumber: http://www.eia.gov/countries/regions-topics.cfm?fips=ecs diakses pada 22 Juli 2014

Page 79: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

65

Pulau Senkaku/Diaoyu menjadi perhatian Jepang dan Cina ketika pada

tahun 1969 komisi ekonomi PBB yaitu UN Economic Commission for Asia

and the Far East melaporkan adanya temuan potensi sumber daya alam

seperti minyak, gas bumi dan hidrokarbon yang ada di pulau tersebut. Jepang

dan Cina sepakat untuk menghindari topik pembicaraan terkait pulau

Senkaku/Diaoyu selama beberapa tahun seperti pernyataan Presiden Deng

Xiaoping kepada PM Jepang Takeo Fukuda bahwa wajar jika antar negara

memiliki perbedaan pandangan terhadap suatu isu seperti penyebutan nama

pulau Senkaku bagi Jepang, dan Diaoyu bagi Cina maka lebih baik untuk

menghindari pembicaraan terkait pulau tersebut (Kai 2013).

Namun, tensi atas klaim pulau tersebut kembali muncul pada tahun 2010

ketika kapal nelayan Cina menabrak dua kapal Polisi Pantai Jepang di

perairan dekat pulau Senkaku/Diaoyu dan kapten kapal nelayan tersebut

ditahan oleh Jepang, selain itu tahun 2012 Jepang membeli 3 dari 5 pulau di

sekitar pulau Senkaku/Diaoyo yang mengakibatkan kemarahan Cina terhadap

Jepang. Kemungkinan adanya kontak senjata antara Jepang dan Cina cukup

besar mengingat kedua negara memiliki armada laut yang kuat, selain itu

aliansi antara Jepang-AS juga dapat menimbulkan kesalahan persepsi bagi

Cina sehingga kemungkinan Cina memilih mengambil tindakan agresif

sangat besar dimana hal tersebut dapat memicu perang di kawasan Asia

Timur (Smith 2013).

Page 80: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

66

C. Peningkatan Kekuatan Militer Cina

Perkembangan perekonomian Cina mulai kembali maju ketika Cina telah

mengubah bentuk pemerintahannya menjadi republik pada tahun 1949 kemudian

pada tahun 1950, Cina kembali memulai industri dalam negerinya dengan

meningkatkan investasi dalam sektor industri baja, beton dan alat berat serta

pemerintah juga memaksimalkan sumber daya alam yang dimiliki Cina. Hasilnya

pada tahun 1978 pertumbuhan GDP Cina mengalami peningkatan dari 3%

pertahun sebelum tahun 1978 menjadi 8% pertahun setelah tahun 1978. Dalam

satu dekade GDP Cina kembali meningkat pesat yaitu dari 3.0 trilyun dolar tahun

2000 menjadi 10.1 trilyun dolar di tahun 2010 dan gambar GDP Cina dapat dilihat

pada Gambar III.2.3 dibawah ini (Zhu 2012:106)

Grafik III.C.1 Nilai Gross Domestic Product (GDP) Cina tahun 1990-2010

Sumber:

http://www.ccusd93.org/education/components/scrapbook/default.php?sectiondetailid=32938&

diakses pada 16 Agustus 2014

Berdasarkan data yang diliris oleh The Institute for Security and

Development Policy melalui website resminya menyatakan meningkatnya

Page 81: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

67

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Milyar Dollar AS

pertumbuhan perekonomian Cina juga diiringi dengan meningkatnya kekuatan

militer negaranya dimana Cina memfokuskan untuk membangun, melengkapi dan

melatih tentara nasional Cina yang dikenal dengan The People's Liberation Army

(PLA). Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya anggaran dana untuk pembiayaan

belanja militer Cina yaitu dari 27,9 milyar dolar AS di tahun 2000 menjadi 78

milyar dolar AS di tahun 2010. Jika dibandingkan dengan anggaran belanja

militer AS, terlihat jelas bahwa anggaran belanja Cina meningkat pesat,

perbandingan anggaran belanja militer kedua negara dapat dilihat pada Grafik

dibawah ini (Erickson 2013:810) :

Grafik III.C.2 Anggaran Belanja Militer AS (2002-2010)

Sumber: The Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) Military Expenditure

Database http://milexdata.sipri.org/result.php4 diakses pada 1 September 2014

Page 82: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

68

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Milyar Dolar AS

Grafik III.C.3 Anggaran Belanja Militer Cina (2002-2010)

Sumber: Defense expenditure, Ministry of National Defense The People’s Republic of China

http://eng.mod.gov.cn/Database/Expenditure/index.htm# diakses pada 13 Juli 2014.

Berdasarkan kedua grafik di atas menunjukkan bahwa ada peningkatan

anggaran militer Cina yaitu pada tahun 2002 Cina mengeluarkan dana anggaran

pertahanan militer sebesar 27,4 miliyar dolar, tahun 2003 dana anggaran

pertahanan militer Cina mengalami kenaikkan sebesar 3,2 milyar dolar menjadi

30,6 milyar dolar, tahun 2004 anggaran kembali naik sebesar 5 milyar dolar

menjadi 35,4 milyar dolar, tahun 2005 anggaran mengalami kenaikan 4, 4 milyar

dolar menjadi 39,8 milyar dolar, tahun 2006 anggaran menjadi 47, 8 milyar dolar,

tahun 2007 anggaran menjadi 57,2 milyar dolar naik sebesar 10 milyar dolar,

tahun 2008 anggaran militer Cina sebesar 67,2 milyar dolar, tahun 2009 anggaran

pertahanan militer menjadi 79,7 milyar dolar, dan tahun 2010 anggaran

pertahanan militer Cina menjadi 85,9 milyar dolar atau setara dengan 995 trilyun

rupiah (Erickson 2013:811).

Anggaran belanja militer kemudian dialokasikan untuk pemeliharaan

peralatan perang, pembelian senjata, peningkatan kemampuan serta pembiayaan

personil. Berdasarkan Annual Report to Congress berjudul Military and Security

Page 83: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

69

Developments Involving the People’s Republic of China yang dirilis oleh

Kementerian Pertahanan AS tahun 2011 menyatakan bahwa Cina

mengembangkan persenjataannya disetiap divisi PLA yaitu :

a. Angkatan Laut

Peningkatan kekuatan militer Angkatan Laut PLA dapat dilihat dari

persenjataan canggih yang mereka miliki. Saat ini Angkatan Laut PLA

dipersenjatai dengan Anti-Ship Cruise Missile (ASCM) yang memiliki

jarak tembak lebih dari 185 km, selain itu Angkatan Laut PLA memiliki

sekitar 60 kapal selam, 51 kapal amfibi, 86 rudal balistik. Angkatan Laut

PLA Cina telah membangun fasilitas terowongan khusus untuk pangkalan

laut yang berfungsi sebagai anti deteksi radar, menyelesaikan

pembangunan pangakalan angakatan laut di wilayah Yulin, sebelah Pulau

Hainan, dan melakukan pengembangan Over-The-Horizon (OTH)

terhadap kemampuan pengawasan gelombang sky-wave dan surfacewave

yang dapat mengawasi dan memantau wilayah Pasifik Barat.

Tercatat pada tahun 2010 Cina telah menghasilkan kapal selam rudal

balistik bertenaga nuklir (SSBN) yang memiliki jarak jelajah hingga 7,400

km, kapal selam bertenaga nuklir (SSN Type 093) generasi kedua, dan

menghasilkan lima (SSN Type 095) tambahan generasi ketiga. Beberapa

kapal angkatan laut ini pernah dikirim untuk ditempatkan di sekitar Laut

Cina Selatan dan Laut Cina Timur, penempatan kapal dapat dilihat pada

tabel III.C.1

Page 84: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

70

Tabel III.C.1 Penempatan Kapal Angkatan Laut PLA

Jenis Kapal Total (Unit) Penempatan di sekitar

Laut Timur dan Laut

Cina Selatan (Unit)

Kapal Perusak 26 16

Fregat 53 44

Kapal Amfibi/Logistik 28 26

Kapal landasan berukuran medium 23 18

Kapal Selam Diesel 48 30

Kapal Selam Nuklir 5 2

Kapal Patroli Pantai 86 67

Sumber: Department of Defense, Military and Security Developments Involving the

People’s Republic of China (Virginia: Office of the Secretary of Defense, 2012), 28

b. Angkatan Darat

Cina memiliki personil tentara angkatan darat sekitar 1.250.000 dan

sekitar 400.000 personil ditempatkan di tiga wilayah militer yang

bersebrangan dengan Taiwan, Cina juga meningkatkan angkatan daratnya

dengan memodernisasi tank tipe-99 generasi ke tiga sebagai kendaraan

tempur utama, kendaraan generasi baru tipe amfibi, dan beberapa sistem

roket. PLA juga sering melakukan latihan gabungan salah satunya adalah

latihan gabungan Angkatan Darat dari wilayah Beijing, Lanzhou, dan

Chengdu yang disebut Shiming Xingdong dengan pelatihan bermanuver,

koordinasi darat-udara, dan mobilisasi jarak jauh sebagai bagian dari

melatih keterampilan untuk menghadapi konflik perbatasan.

c. Angkatan Udara

Cina memiliki lebih dari 490 pesawat tempur dan dapat beroperasi

dengan jangkauan luas misalnya dapat mencapai wilayah Taiwan tanpa

membutuhkan pengisian bahan bakar, Cina juga telah menguji prototype

pesawat tempur generasi terbaru pada tahun 2011 dengan menggabungkan

Page 85: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

71

komponen pesawat siluman, sistem avionic, serta mesin super-cruise yang

mampu terbang lebih lama daripada pesawat tempur lainnya.

Selama lima tahun terakhir terhitung dari tahun 2006, Cina telah

mengakuisisi beberapa unit PMU-2 jenis SA-20 dengan sistem tercanggih

milik Rusia, yang memiliki sistem tembak rudal hingga berjarak 195 km,

dan mampu melawan rudal balistik jarak jauh. Perusahaan industri

penerbangan Cina saat ini sedang mengambangkan pesawat Airborne

Warning and Control System dengan kerangka pesawat tipe KJ-200 dan

Y-8 yang mampu membuat pesawat mengenali bahaya lebih awal jika

datang sebuah serangan mendadak. Penjelasan total kepemilikan pesawat

PLA Cina dapat dilihat pada Tabel III.C.3.

Tabel III.C.2 Fasilitas Angkatan Udara PLA Cina

Pesawat Udara To

tal (Unit)

Penempatan

di Taiwan

(Unit)

Pesawat Tempur 1,5

70

310

Pesawat Peledak/Perusak 55

0

180

Pesawat Logistik 30

0

40

Sumber: Sumber: Department of Defense, Military and Security Developments Involving

the People’s Republic of China (Virginia: Office of the Secretary of Defense, 2012), 28

Selain itu, Cina juga telah mengembangkan beberapa balitik

misil dan Jarak tempuh balistik misil PLA dapat dilihat dari gambar III.C

dibawah ini:

Page 86: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

72

Gambar III.C Peta Jangkauan Balistik Misil Cina

Sumber: http://www.globalsecurity.org/wmd/world/china/overview.htm diakses pada 18

September 2014

d. Kemampuan Space, Counterspace dan Cyberwarfare

Selain peningkatan kekuatan militer, Cina juga saat ini

megembangkan kemampuan ruang angkasa, tercatat pada tahun 2010 Cina

melakukan peluncuran 15 satelit ke luar angkasa. Hal ini merupakan

sebuah rekor bagi Cina karena mampu meluncurkan roket dalam jumlah

besar dan peluncuran roket luar angkasa ini mampu memperluas kegiatan

intelejen, pengawasan, navigasi, meteorologi, dan komunikasi. Cina juga

sedang mengembangkan kemampuan roket ini untuk mencegah

pemanfaatan aset luar angkasa yang akan dilakukan oleh musuh ketika

terjadi konflik, selain itu pada tahun 2010 Cina berhasil meluncurkan dua

Page 87: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

73

satelit komunikasi yaitu sipil dan militer, dan satelit meteorologi ke luar

angkasa.

Tahun 2010 banyak sistem komputer dunia termasuk Pemerintah AS

menjadi target penyusup untuk mencuri file penting negara, melihat hal

tersebut, Pemerintah Cina khawatir dengan berkembangnya cyberwarfare

sehingga Cina mengembangkan kemampuan cyberwarfare yang dapat

membantu operasi militer.

Cyberwarfare dikembangkan untuk membantu operasi militer di tiga

bidang yaitu pertama memungkinkan pengumpulan data melalui

exfiltration, kemudian cyberwarfare dapat digunakan untuk membatasi

atau memperlambat kinerja “penyusup” ketika mereka ingin masuk

jaringan rahasia negara serta dapat berfungsi sebagai kekuatan tambahan

ketika serangan kinetik terjadi saat terjadi konflik.

Page 88: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

74

BAB IV

ANALISA KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER

AMERIKA SERIKAT DARI OKINAWA (2006-2014)

A. Faktor Pemicu Pendistribusian Pasukan Militer Amerika Serikat dari

Okinawa tahun 2006

Perang Dunia II berakhir tahun 1945, ketika Jepang mengakui kekalahan

tanpa syarat kepada sekutu. Setelah kekalahan Jepang tersebut, kemudian AS dan

Jepang menata kembali hubungan yang sempat memburuk ketika Perang Dunia II

berlangsung dimana kedua negara saling membom wilayah satu sama lain hingga

menewaskan ribuan warga sipil. Penataan hubungan kembali kedua negara

dibuktikan dengan AS dan Jepang menjadi patner aliansi militer yang diawali dari

San Francisco Peace Treaty (SFPT) tahun 1951 dan berlanjut kepada perjanjian

Treaty of Mutual Cooperation and Security tahun 1960.

Berdasarkan perjanjian aliansi tersebut, AS berhak menempatkan pasukan

militer dan mendirikan pangkalan militernya untuk menjaga kedaulatan Jepang

dan kestabilan kawasan. Sehingga AS secara legal dapat menempatkan pasukan

militernya di Jepang, di mana AS menempatkan sekitar 52.000 personil dengan

pembagian penempatan personil yaitu 26.000 personil di daratan Jepang dan

25.000 personil lainnya ditempatkan di Prefektur Okinawa (Muto 2004).

Jika melihat penempatan pasukan tersebut maka dapat terlihat bahwa porsi

personil paling banyak ditempatkan di Prefektur Okinawa. Jika dibandingkan

dengan wilayah lainnya, Okinawa memang tidak diuntungkan karena banyak

pasukan militer dan pangkalan militer AS didirikan disana sehingga, hal ini

menimbulkan konflik berkepanjangan antara warga lokal Okinawa dengan

Page 89: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

75

pemerintah AS. Keberadaan pangkalan dan pasukan militer AS di Okinawa dinilai

mengganggu aktivitas warga lokal karena banyak terjadi kasus kriminal yang

dilakukan oleh para personil militer AS. Selain kasus kriminal, pangkalan militer

AS di Okinawa juga menyebabkan beberapa kerugian yang dialami oleh warga

Okinawa terutama di sektor lingkungan yaitu polusi udara, air, suara, pencemaran

tanah oleh zat beracun, dan kecelakaan pesawat.

Sebenarnya, sejak dulu AS dan Jepang telah berusaha untuk mengatasi

masalah ini, hal ini terbukti AS dan Jepang membentuk sebuah badan khusus

pada tahun 1995 yang dinamakan Special Action Committee on Okinawa (SACO).

Tugas SACO adalah untuk mengkonsolidasikan, mengurangi masalah fasilitas

pangkalan di sekitar Okinawa, dan menyesuaikan prosedur operasiaonal pasukan

militer AS, serta menjaga komitmen dan konsistensi perjanjian Treaty of Mutual

Cooperation and Security (Ministry of Foreign Affairs of Japan 1996).

Tujuan dari dibentuknya SACO adalah untuk mengurangi penderitaan

yang dialami oleh warga Okinawa akibat aktivitas fasilitas pangkalan militer AS

(Nihon 2008). Namun, upaya AS melalui pembentukan SACO masih belum

berhasil meredam kemarahan warga Okinawa, hal ini terlihat dari reaksi warga

Okinawa yang masih terus menuntut pemerintah Jepang menutup pangkalan AS

dari wilayah mereka.

Melihat upaya SACO masih belum dapat membuahkan hasil yang

signifikan untuk meredam penolakan warga Okinawa terhadap fasilitas pangkalan

militer AS, maka Pemerintah Jepang berusaha memenuhi tuntutan rakyat dengan

membawa isu pemindahan pangkalan militer AS di forum bilateral AS-Jepang

Page 90: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

76

seperti “Japan-US Security Consultative Committee (SCC) atau disebut juga

dengan the 2+2 talks.

Forum bilateral SCC berjalan baik ketika membahas isu aliansi keamanan

kedua negara dan pembahasan peran kedua negara di kawasan, namun ketika SCC

membahas perihal pemindahan pangkalan militer AS di Okinawa, AS melihat

bahwa pembahasan untuk memindahkan pangkalan militer AS dari Okinawa

ketempat lain di luar Okinawa tidak mungkin terjadi. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor salah satunya yaitu komitmen AS untuk menjaga stabilitas

regional Asia, seperti tertera dalam perjanjian aliansi militer AS-Jepang tahun

1960 yang menyatakan bahwa AS akan menjadi pelindung Jepang dan menjaga

stabilitas Timur Jauh.

AS mengatakan bahwa Okinawa merupakan wilayah yang strategis untuk

melindungi Jepang dan bagi pergerakan militer AS di kawasan, itulah mengapa

Okinawa disebut sebagai “Kunci Utama Jalur Pasifik” (Fukumura 2007) dan jika

pangkalan militer AS dipindahkan ke luar Okinawa, AS tidak bisa melindungi

Jepang dari ancaman eksternal. Hal ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

bahwa AS dan Jepang telah menandatangani perjanjian Treaty of Mutual

Cooperation and Security, maka secara legal kedua negara menyatakan

menyetujui adanya aliansi militer satu sama lain sebagai bentuk pakta pertahanan.

Menurut Alex Mintz pakta pertahanan adalah sebuah komitmen dari

masing-masing negara yang menyatakan diri akan membantu setiap negara

anggota lain ketika mereka diserang oleh lawan (DeRouen 2010:126). Melihat hal

tersebut, jika Jepang diserang oleh musuh maka AS harus siap membantu Jepang

untuk melindungi teritori Jepang.

Page 91: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

77

Selain itu karena Jepang terikat perjanjian yang menyatakan Jepang tidak

boleh memiliki militer skala besar maka untuk melindungi Jepang dari ancaman

eksternal, Jepang akan bergantung kepada kehadiran militer AS di wilayahnya.

Kebutuhan Jepang terhadap kehadiran pangkalan militer AS juga

disampaikan oleh mantan Perdana Menteri Naoto Kan yang menyatakan:

“Including the Marines in Okinawa, all U.S. troops stationed in Japan play a major role

in contributi ng to our nation’s safety and the region’s stability” (Klingner 2011:5).

(Termasuk pasukan marinir di Okinawa, semua pasukan militer AS yang ditempatkan di

seluruh Jepang memainkan peranan penting untuk keamanan negara kita dan stabilitas

regional) (Terjemahan Penulis)

Meskipun AS dan Jepang sama-sama saling membutuhkan dalam hal

militer, namun AS juga tidak bisa berdiam diri melihat Jepang mendapat tekanan

domestik, selain itu AS menganggap Jepang adalah patner aliansi terpenting di

kawasan Asia Pasifik, tidak hanya segi militer tetapi juga ekonomi. AS tidak ingin

tekanan domestik Jepang mempengaruhi kebijakan Jepang terhadap kerjasama

militer dan ekonomi dengan AS sehingga, sebagai jawaban pengganti atas

tuntutan Jepang, AS lebih memilih untuk memindahkan pasukan militernya

sebanyak 9.000 personil daripada memindahkan pangkalan militernya ke luar

Okinawa yang tertuang dalam Realigment AS-Jepang tahun 2006.

Keputusan AS mendistribusikan pasukan militernya sebanyak 9000

personil mendapatkan respon positif dari Jepang, selain itu keuntungan AS

dengan mengeluarkan keputusan ini adalah pembahasan pemindahan fasilitas

pangkalan militer AS ke luar Okinawa dapat sementara aman. Alasan lain AS

tidak ingin memindahkan pangkalan militernya ke luar Okinawa karena pangkalan

militer AS terutama Marine Corps Air Station memungkinkan pelaksanaan

operasi tempur full-spectrum dimana The Third Marine Expeditionary Force (III

Page 92: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

78

MEF) ketika beroperasi bersifat fleksibel, terukur, mandiri, dan dapat menyebar

secara cepat ke wilayah sekitar Okinawa dalam waktu singkat. Hal ini juga

disampaikan oleh Duta Besar AS untuk Jepang, John Roos bahwa tentara marinir

AS mampu:

“Rapidly move our ground combat and support units on Okinawa across the island chain

that links Northeast and Southeast Asia to wherever they would be required. For heavier

and longer-range operations, the Marines would be supported by our naval fleet in

Sasebo, just a few days sailing time away, which could project both Marine ground and

air power anywhere in the region” (Klingner 2011:8).

(Tentara AS mampu bergerak dengan cepat dari seluruh penjuru Okinawa yang

menghubungkan Asia Timur dan Asia Tenggara ke wilayah yang membutuhkan bantuan

AS. Untuk operasi yang lebih besar, marinir dari Okinawa akan dibantu oleh angkatan

laut yang berada di Sasebo, sehingga tentara marinir hanya membutuhkan waktu berlayar

beberapa hari, dan mereka akan mampu melindungi kawasan baik darat, dan udara)

(Terjemahan Penulis)

Hal serupa juga disampikan oleh mantan komandan U.S. Marine Forces

Pacific, Letnan Jendral Keith Stalder yang menyatakan:

“When the 31st MEU [Marine Expeditionary Unit] is aboard ship in Okinawa, there is a

100 percent chance they are about a day’s transit time to either a U.S. defense treaty ally,

a threat to regional stability, or a perennial disaster relief location” (Klingner 2011:8).

(Ketika Marine Expeditionary Unit (MEU) ke-31 beroperasi maka mereka memiliki

100% peluang bergerak ke seluruh wilayah sekutu AS dengan hanya membutuhkan waktu

transit satu hari untuk menjaga wilayah regional dan memberikan bantuan kemanusian)

(Terjemahan Penulis)

Melihat keuntungan ini, maka AS tidak ingin jika fasilitas pangkalan

militer AS baik udara, darat, laut harus dipindahkan ke luar wilayah Okinawa

karena AS menginginkan kepentingannya tetap terjaga di kawasan khususnya di

Asia Pasifik. Selain sebagai upaya dalam membantu pemerintah Jepang dalam

meredam tekanan domestik, sebenarnya AS bersedia memindahkan pasukan

militernya dari Okinawa ke Guam adalah sebagai strategi AS untuk menghadapi

ancaman eksternal yaitu Cina, Korea Utara maupun ancaman eksternal lainnya

seperti sengketa antar negara. Namun, sebelum AS harus menjaga teritori Jepang

Page 93: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

79

dari ancaman eksternal seperti Cina, AS terlebih dahulu telah memiliki strategi

agar Jepang tidak terlalu bergantung kepada AS yaitu AS mendukung Jepang

untuk menginterpretasi ulang Pasal 9 Konstitusi Jepang tahun 1947 dimana di

dalam pasal 9 tersebut disebutkan bahwa Jepang dilarang menggunakan kekerasan

bahkan perang ketika menghadapi permasalahan internasional. Selain itu kekuatan

militer Jepang tidak boleh dipakai ke luar negeri kecuali diminta oleh PBB dan

AS sebagai pasukan pendukung, sehingga dengan Jepang menghapuskan Pasal 9,

maka Jepang dapat menggunakan militernya ketika terjadi sengketa internasional.

Pada tanggal 1 Juli 2014, reinterpretasi Pasal 9 Konstitusi Jepang

kemudian berhasil dilakukan dan PM Shinzo Abe menyatakan bahwa Jepang

memiliki hak untuk Collective Self Defense (CSD) sebagai langkah Jepang untuk

melindungi teritori Jepang dari ancaman eksternal (ABC News 2014). CSD

merupakan hak sebuah negara untuk melakukan serangan kepada negara lain jika

negara tersebut telah diserang terlebih dahulu oleh lawan, dan jika sebuah negara

diserang oleh lawan maka negara lain boleh (tetapi tidak wajib) membantu negara

tersebut melawan aggressor sebagai bentuk self-defense (Sakoda 2013).

Meskipun secara keseluruhan Jepang masih belum dapat dikatakan

negara”normal” yaitu memiliki kekuatan militer nasional skala besar, namun

perubahan kebijakan Jepang dengan adanya Collective Self Defense ini membuat

AS merasa cukup lega, hal ini disebabkan jika Cina melakukan ancaman yang

serius, Jepang mampu menghadapi Cina dengan melakukan tindakan tegas,

meskipun AS tetap akan membantu Jepang menghadapi Cina. Selain itu

keuntungan lain adalah jika AS merasa terancam oleh Cina atau Korea Utara,

Jepang dapat mengirimkan militernya untuk menyerang Cina dan Korea Utara

Page 94: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

80

karena status militer Jepang bukan lagi sebagai pasukan perdamaian tetapi sebagai

pasukan pendukung militer AS untuk melawan musuh sesuai dengan makna

aliansi pakta pertahanan AS-Jepang.

Setelah melihat faktor pertama pemicu AS memindahkan pasukan

militernya dari Okinawa adalah alasan aliansi Jepang, maka faktor pemicu lainnya

adalah kondisi regional Kawasan Asia Pasifik itu sendiri di mana dalam kawasan

Asia Pasifik terdapat ancaman Cina, dan konflik maritim, dan isu Semanjung

Korea.

Dalam studi hubungan internasional beberapa scholar meyakini bahwa

negara adalah aktor utama dalam sistem internasional dan kepentingan nasional

merupakan prioritas utama sehingga power akan sangat mempengaruhi cara suatu

negara dalam memperoleh kepentingan nasionalnya (Deutsch 1988:21).

Power dalam sistem internasional selalu bersifat relatif dan selalu berubah

sehingga suatu negara akan sangat berhati-hati dalam menggunakan power yang

mereka miliki ketika berhubungan dengan negara lain. Power selalu dikaitkan

dengan kemampuan militer suatu negara sehingga semakin besar power suatu

negara akan semakin besar pula kekuatan militernya. Fungsi militer saat ini tidak

sama dengan fungsi militer ketika terjadi Perang Dunia I, II dan Perang Dingin

yaitu terfokus pada pertahanan kedaulatan negara atau memperluas wilayah

kekuasaan saja, tetapi fungsi militer saat ini bertambah menjadi mempertahankan

kekuasaan dan pengamanan aset negara terutama aset ekonomi (Deutsch

1988:31).

Page 95: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

81

Di dalam hubungan internasional, sistem internasional selalu dapat

berubah, perubahan ini dapat memunculkan masalah yang menjadi kekhawatiran

setiap negara sehingga untuk mengantisipasi ancaman di masa depan, suatu

negara akan meningkatkan kekuatan militernya tidak terkecuali dengan Cina.

Peningkatan kekuatan militer Cina membuat negara-negara lain resah seperti

Korea Selatan, Jepang, Filipina, dan AS, hal ini disebabkan tidak ada yang

mengetahui seberapa besar kekuatan militer yang dimiliki oleh Cina bahkan Cina

sendiri pun tidak tahu seberapa besar kekuatan militernya karena hingga saat ini

Cina terus berkembang dimana setiap tahun budget militernya terus bertambah

sekitar 10% per tahun.

Kekuatan Cina hanya dapat diprediksi dari data yang bersumber dari

laporan pemerintah, buku tahunan, white papers atau laporan resmi lainnya, hal

ini disebabkan karena informasi mengenai kebijakan militer Cina secara

keseluruhan tidak dapat diakses bahkan cenderung tertutup (Anthony H.

Cordesman 2006:2). Keadaan seperti ini membuat AS tidak bisa memprediksi

seberapa jauh Cina akan terus memperkuat militernya, belum lagi keterlibatan

Cina selama dekade terakhir sangat besar di kawasan Asia Pasifik seperti yang

disampaikan oleh Robert D Kaplan dalam artikel tulisannya berjudul How We

Would Fight China tahun 2005 menyatakan bahwa:

“Today the Chinese are investing in both diesel-powered and nuclear-powered

submarines—a clear signal that they intend not only to protect their coastal shelves but

also to expand their sphere of influence far out into the Pacific and beyond” (The

Atlantic News 2005).

(Saat ini Cina sedang mengembangkan kapal selam betenaga diesel dan nuklir-hal ini

jelas menunjukkan niat Cina untuk melindungi wilayah pesisir pantainya dan juga Cina

ingin memperluas pengaruhnya ke wilayah Pasifik dan sekitarnya) (Terjemahan Penulis)

Page 96: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

82

Kekhawatiran AS yang lain atas kekuatan militer Cina adalah

pengembangan balistik misil contohnya berjenis Intercontinental Ballistic Missile

(ICBM) diantaranya yaitu Dong Feng 31A (DF-31A/CSS-10) dan Dong Feng 5A

(DF-5A/CSS-4) yang memiliki jarak tembak lebih dari 13.000 km dan 12.000 km

(Keck 2014). Jika melihat dari estimasi jarak tembak misil tersebut maka

tembakan CSS-10 dapat mencapai Laut Pasifik Utara, dan Samudera Atlantik

bahkan jarak tembak misil jenis CSS mampu mencapai seluruh daratan AS.

Pengembangan militer Cina tidak hanya pada balistik misil saja namun juga

mencangkup alutsista militer lainnya seperti yang dikatakan oleh mantan Menteri

Pertahanan AS, Donald Rumsfeld yaitu:

“China appears to be expanding its missile forces, allowing them to reach targets in

many areas of the world, not just the Pacific region, while also expanding its missile

capabilities within this region. China also is improving its ability to project power, and

developing advanced systems of military technology" (Gates 2005).

(Cina terlihat sedang mengembangkan rudal yang memungkinkan mereka dapat

menjangkau seluruh dunia, tidak hanya Kawasan Pasifik. Cina juga meningkatkan

kekuatan dan mengembangkan sistem yang canggih untuk teknologi militernya.)

(Terjemahan Penulis)

Meskipun Cina mengatakan bahwa pengembangan alutsista militernya

untuk perdamaian namun tidak ada yang dapat menjamin bahwa Cina tidak akan

mengganggu kepentingan AS di masa mendatang. Melihat ketidakpastian ini

mengarahkan AS untuk berhati-hati dalam berhubungan dengan Cina karena jika

ancaman kekuatan Cina ditanggapi secara reaktif, maka Cina juga akan

menanggapi secara reaktif ancaman AS. Sehingga situasi ini akan mengakibatkan

ketidakstabilan di kawasan Asia dan Pasifik yang justru akan lebih merugikan AS

di masa mendatang.

Berdasarkan pemaparan diatas, perhitungan strategi AS dalam menghadapi

raising power Cina adalah dengan hedging dimana hedging menggunakan dua

Page 97: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

83

bentuk strategi secara bersamaan yaitu balancing dan engagement. Penggunaan

hedging oleh AS dalam menghadapi Cina juga disampaikan oleh seorang peneliti

dari Pasific Forum Centre for Strategic and International Studies (CSIS) sekaligus

seorang Doktor dari London School of Economics (LSE), John Hemmings yaitu:

“A country hedges with another country at the behavior and/or at the policy level.

Behavior is always there, but sometimes a state will hedge without having a deliberate

strategy. It's defense department might have one China policy (balancing), while its

treasury department would have another (engagement). Some might argue this is what's

happening in the US because there are not many policy documentation about hedging

itself” (Wawancara melalui surel, 24 September 2014)

(Sebuah negara melakukan hedge pada level kebijakan untuk berhubungan dengan negara

lain. Perilaku hedge pasti dilakukan bahkan terkadang hedge dilakukan tanpa negara

tersebut menyatakan strateginya. Untuk menghadapi Cina, kementerian pertahanan akan

melakukan balancing, sedangkan kementerian keuangan akan melakukan engagement.

Beberapa pendapat mungkin mengatakan hedging memang dilakukan oleh AS dalam

menghadapi Cina, karena tidak ada dokumentasi kebijakan khusus yang menyatakan

mengenai hedging itu sendiri) (Terjemahan Penulis)

Dari penjelasan John Hemmings di atas dapat dilihat bahwa perilaku

hedging tidak akan dinyatakan secara resmi oleh sebuah negara karena hedging

lebih bersifat taktik yang dapat mempengaruhi kebijakan bukan sebuah bentuk

kebijakan terbuka.

Pada dasarnya menurut Kenneth Waltz, balancing berarti upaya sebuah

negara untuk mengimbangi negara lain yang dianggap potensial sebagai ancaman

dan balancing memiliki dua bentuk internal dan eksternal. Balancing internal

berarti suatu negara akan meningkatkan kekuatan militernya dan mengurangi

kesenjangan militer dengan negara yang dianggap sebagai ancaman. Sedangkan

balancing eksternal suatu negara akan membangun atau memperkuat aliansi

militer dengan negara patner untuk meminimalkan kekuatan lawan.

Kedua bentuk balancing ini telah dilakukan oleh AS untuk menghadapi

Raising Power Cina hal ini dapat dilihat dari perilaku AS yang menarik pasukan

militernya dari Okinawa ke beberapa wilayah di Kawasan Asia Pasifik seperti

Page 98: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

84

Guam, Hawai, dan Darwin sesuai dengan perjanjian Realignment AS-Jepang pada

tahun 2006. Selain menarik pasukan militernya sekitar 9000 personil dengan

pembagian 5.000 personil ke Guam, 2.000 personil ke Hawai, dan 2.500 personil

ke Darwin, AS juga membangun kerjasama di bidang militer dengan beberapa

negara patner non-aliansi AS di Kawasan Asia Pasifik diantaranya adalah

Indonesia, India, Malaysia, Vietnam, dan Brunei.

Penarikan pasukan militer AS dari Okinawa dan menempatkannya di

Guam, Hawai dan Darwin adalah salah satu bagian strategi hedging AS terhadap

Cina dari sisi balancing yang disebut dengan strategi “lily pads”. Diartikan dari

namanya lily pads merupakan bunga teratai dan berdaun bundar yang memiliki

kedekatan jarak antara satu daun dengan daun lain sehingga, memudahkan katak

melompat dari satu daun teratai ke daun lainnya. Analogi ini yang digunakan AS-

terutama pada masa pemerintahan George W Bush- untuk mendirikan

“pangkalan” militer sebagai cara mempertahankan hegemoninya di dunia.

Pangkalan militer yang didirikan AS melalui strategi “lily pads” ini,

ukurannya kecil dan fasilitasnya terbatas sehingga hanya dapat menampung

sedikit personil tentara, serta perlengkapan senjata juga yang tidak besar. Negara

yang memiliki akses pangkalan militer AS atau sebagai negara “host” disebut

dengan Cooperative Security Location (CSL) di mana CSL merupakan lokasi

yang digunakan untuk fasilitas militer tetapi bukan sebuah pangakalan yang besar.

Meskipun pangkalan ini kecil, tetapi AS mendirikan banyak “lily pads”

yang tersebar di dunia yaitu terbentang dari Djibouti, yang terletak di Timur Laut

Afrika sampai Honduras, Amerika Tengah, kemudian dari Mauritania, Afrika

Utara sampai Darwin, Australia. Melihat dari penyebaran fasilitas militer AS ini,

Page 99: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

85

maka secara keseluruhan pangkalan militer AS tersebar di sekitar 150 negara

dengan estimasi jumlah pasukan militer sekitar 255.065 personil aktif yang

ditempatkan di seluruh dunia (Global Research 2007).

Setelah masa jabatan Presiden George W Bush selesai tahun 2009, strategi

“lily pads” kemudian dilanjutkan oleh Presiden Barack Obama melalui kebijakan

Asia Pivot yang ia keluarkan tahun 2011 dan memperkuat “lily pads” di

Kawaasan Asia Pasifik diantaranya adalah Thailand, Singapura, Filipina, Guam,

Pulau Tinian dan Darwin. Selain itu, AS juga melakukan kerjasama militer

misalnya berupa latihan bersama dengan beberapa negara non-aliansi seperti

Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Vietnam yang bertujuan untuk bersama-sama

menjaga stabilitas kawasan Asia Pasifik.

Dilihat dari penggunaan strategi “lily pads” ini, tujuan AS adalah

mempermudah pergerakan pasukan militer AS jika terjadi konflik atau bahkan

konfrontasi militer langsung antara AS dan “lawan” serta dengan adanya “lily

pads”, pergerakan Cina yang diprediksi mampu mengancam AS dapat ditekan.

Selain itu, Cina juga akan berpikir ulang jika akan menentang AS secara langsung

di beberapa isu kawasan seperti Laut Cina Selatan, dan Laut Cina Timur

mengingat lokasi “lily pads” di Kawasan Asia Pasifik sangat berdekatan antar satu

sama lain.

Strategi “lily pads” juga digunakan sebagai balancing internal AS adalah

dengan memperkuat kekuatan militernya karena memiliki pangkalan yang kecil,

AS lebih mudah mempertahankan kualitas personil militernya dibandingkan

dengan kuantitas, selain itu AS juga lebih mudah melakukan renovasi atau

perubahan fasilitas lainnya karena lokasi yang kecil dan tidak membutuhkan biaya

Page 100: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

86

besar untuk meronovasi satu “lily pads”. Mantan Wakil Menteri Pertahanan

bidang kebijakan masa Presiden Geroge W Bush, Douglas Feith juga

mengatakan hal serupa yaitu:

"We are not focused on maintaining numbers of troops overseas, instead, we

are focused on increasing the capabilities of our forces and those of our

friend” (Feith 2004).

(Kami tidak berfokus mempertahankan jumlah pasukan militer di luar negeri,

tetapi kami memfokuskan untuk meningkatkan kemampuan militer kami dan

patner kami) (Terjemahan Penulis)

Meskipun strategi “lily pads” di Kawasan Asia Pasifik adalah sebagai

bentuk balancing untuk Cina, namun makna hedging tetap menggabungkan antara

balancing dan engagement. Sehingga cara lain AS dalam menghadapi raising

power Cina adalah dengan engagement salah satunya berupa kerjasama antar

kedua negara. Hal ini terbukti dari pernyataan mantan Menteri Pertahanan AS,

Robert Gates bahwa:

“US did not see China as a “strategic adversary” of the United States, but “a

partner in some respects” and a “competitor in other respects and importance of

engaging the PRC” (Kan 2014:3).

(AS tidak melihat Cina sebagai “musuh strategis”, tetapi AS melihat Cina sebagai

“mitra dalam beberapa hal” dan sebagai “pesaing dalam hal lainnya dan sangat

penting untuk melibatkan Cina”) (Terjemahan Penulis)

Jika dilihat dari pernyataan Gates diatas, AS melihat Cina memang sebagai

kompetitor, tetapi bukan berarti AS harus menghadapi Cina selayaknya musuh

melainkan, AS perlu untuk menjaga hubungan baik dengan Cina hal ini bertujuan

untuk tetap menjaga kepentingan AS tidak terganggu khususnya di Kawasan Asia

Pasifik.

Beberapa bentuk usaha engagement AS kepada Cina adalah pertama AS

berusaha mengajak Cina untuk bergabung dalam Trans-Pacific Partnership (TPP)

mengenai kesepakatan perdagangan bebas bersama 12 negara di Asia dan Pasifik

Page 101: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

87

yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, Mexico,

Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam. Kedua, AS juga membantu Cina

untuk dapat bergabung dengan WTO pada tahun 2001 yang membuat Cina dapat

bersaing di pasar dunia sehingga Cina dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonominya. Masuknya Cina dalam perdagangan dunia, membuat Cina menjadi

salah satu negara mitra ekonomi penting bagi AS, hal ini dilihat dari nilai

perdagangan bilateral AS–Cina pada tahun 2006 dimana AS mengimpor

kebutuhan dalam negeri dari Cina mencapai 287. 774-juta dolar dan di tahun 2013

mengalami peningkatan cukup tinggi yaitu 440. 447-juta dolar AS (US Census

Bureau 2014) .

Ketiga, pada tahun 2012, Menteri Pertahanan AS, Panetta berkunjung

untuk mengundang PLA Cina untuk menghadiri olahraga multirateral militer atau

dikenal dengan Rim of the Pacific (RIMPAC) yang dipimpin AS dan

diselenggarakan di dekat Hawai tahun 2014. Selain itu, Angkatan Laut Cina juga

mau bekerjasama dengan Angkatan Laut AS untuk memerangi pembajakan di

Teluk Aden pada tahun 2008 dan AS juga berhasil mengajak PLA Cina untuk

terlibat dalam kerjasama militer dengan NATO (Kan 2014:4).

Pertemuan engagement lainnya adalah AS mengajak Cina untuk

membahas masalah keamanan di Kawasan Asia Pasifik seperti Laut Cina Selatan

dalam pertemuan tahunan ASEAN Regional Forum (ARF) bersama 10 negara

anggota ASEAN lainnya. Selain itu, AS, Cina dan 28 negara-negara di Asia

Pasifik juga terlibat dalam forum keamanan tahunan, dikenal dengan The Shangri-

La Dialogue (SLD) yang dihadiri oleh menteri pertahanan, kepala biro

kementerian pertahanan dan pemimpin militer di Hotel Shangri-La, Singapura.

Page 102: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

88

Bentuk engagement berikutnya adalah keterlibatan AS dan Cina dalam Six Party

Talks untuk membahas poliferasi nuklir Korea Utara bersama empat negara

lainnya yaitu Korea Selatan, Jepang, Rusia, dan Korea Utara (Kan 2014:6).

Dengan pembentukan Six Party Talks tahun 2003, AS berhadap Cina lebih

aktif membujuk Korea Utara untuk menghentikan poliferasi nuklirnya, namun AS

percaya bahwa Korea Utara tidak akan mudah dibujuk bahkan oleh Cina dan

Rusia (Kan 2013:8). Sehingga isu Semanjung Korea juga merupakan salah satu

faktor AS memindahkan konsentrasinya ke Asia Pasifik karena AS perlu

menstabilkan keamanan di Semanajung Korea.

Dengan meanrik pasukan militernya dari Okinawa dan memindahkan ke

tiga tempat di Asia Pasifik, AS jauh lebih mudah mengontrol pergerakan Korea

Utara dan memastikan Korea Utara tidak bertindak gegabah di kawasan termasuk

pada Korea Selatan karena kekuatan militer AS dan negara aliansinya dapat

dengan mudah bergerak di Semanjung Korea untuk melawan Korea Utara.

Selain itu, tanpa bantuan dari Cina dan Rusia, Korea Utara akan kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan domestiknya karena Korea Utara telah mendapatkan

sanksi internasional berupa embargo ekonomi dan militer sehingga Korea Utara

membutuhkan bantuan dana dari Cina dan Rusia yang merupakan dua negara

aliansi terdekat Korea Utara untuk tetap memenuhi kebutuhan dalam negerinya.

Dengan kehadiran pasukan militer AS di Asia Pasifik maka Cina akan

berusaha untuk memfokuskan diri menyeimbangkan kekuatan dengan AS, karena

Cina juga khawatir kepentingannya di Asia Pasifik dapat terusik oleh AS. Saat ini

Cina masih terkesan tidak akan mengusik kepemimpinan AS di dunia selama AS

juga tidak mengusik ekonomi, politik-sosial, dan pembangunan milik Cina.

Page 103: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

89

Melihat masih dominannya kekuatan AS di kawasan, akan membuat Cina berpikir

ulang untuk banyak membantu Korea Utara dalam pengembangan nuklir dan

balistik misil Korea Utara karena Cina tidak ingin AS ikut campur dalam masalah

domestik Cina dengan menggunakan alasan Cina terlalu banyak membantu Korea

Utara dibeberapa bidang.

Walaupun Cina seakan bersikap tidak mempermasalahkan kepemimpinan

AS di dunia, bukan berarti Cina akan diam bila AS bertindak terlalu jauh ke dalam

isu yang juga menjadi perhatian Cina salah satunya isu Laut Cina Selatan. Sikap

tegas Cina telah ditunjukkan dengan cara mendirikan pos-pos militer di sekitar

Laut Cina Selatan, belum lagi Cina juga telah mengeluarkan peta kepemilikan

Laut Cina Selatan sesuai dengan versi Pemerintah Cina yaitu nine dash line

(Benson 2012). Melihat Sikap Cina yang semakin tegas pada isu Laut Cina

Selatan, maka hal ini membuat AS khawatir terhadap kepentingannya di Laut

Cina Selatan dapat terusik oleh Cina sehingga AS perlu terlibat ke dalam isu

untuk mencari solusi yang menguntungkannya.

Kepentingan terbesar AS terhadap isu Laut Cina Selatan adalah mengenai

freedom of navigation, freedom of overflight dan perdagangan tanpa hambatan,

dengan ketiga indikator tersebut membuat kapal laut, pesawat militer ataupun

komersial dapat melewati wilayah tersebut tanpa harus meminta izin kepada suatu

negara tertentu karena wilayah tersebut adalah zona internasional (Jeffrey A.

Bader 2014:6).

Laut Cina Selatan dapat dikatakan seperti jantung ekonomi Asia yang

terbentang dari Samudera Pasifik Barat sampai India dan jalur perdagangan AS

hampir selalu melewati wilayah ini untuk berhubungan ekonomi dengan negara-

Page 104: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

90

negara Asia Pasifik lainnya bahkan jumlah nilai perdagangan AS melalui jalur

Laut Cina Selatan mencapai 1, 2-trilyun dolar atau sekitar 14.386-trilyun rupiah

pertahunnya (Kaplan 2012:9).

Selain itu, Laut Cina Selatan juga memiliki potensi sumber daya alam

yang besar seperti kandungan minyak dan gas alam dengan potensi yang dimiliki

oleh Laut Cina Selatan tersebut, AS menghadapi dilema disatu sisi AS tidak bisa

berdiam diri melihat isu ini semakin memanas tetapi di sisi lain AS juga tidak mau

bersikap keras terhadap masalah ini terutama jika menentang Cina. Hal ini

disebabkan karena wilayah Laut Cina Selatan jauh dari jangkauan teritori AS dan

AS tidak ingin memihak salah satu negara yang menghadapi konflik teritori

karena hal tersebut bukan wewenangnya dan AS ingin tetap berada pada posisi

netral.

Sehingga agar tensi di kawasan ini tidak meningkat dan berubah menjadi

konflik bersenjata, AS berusaha untuk megajak semua negara yang terlibat konflik

untuk melakuan pembahasan dalam forum internasional seperti ARF, PBB,

kemudian merumuskan negosiasi kode etik yang akhirnya menghasilkan

Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) pada tahun

2002 (Jeffrey A. Bader 2014). Meskipun DOC terbentuk, tetapi AS yakin bahwa

perjanjian DOC tidak akan bertahan lama untuk ditaati oleh negara-negara yang

berkonflik terlebih lagi bagi Cina. Cina tidak akan mengikuti aturan internasional

karena Cina tidak meratifikasi UNCLOS dan Cina tetap bersikeras bahwa Laut

Cina Selatan adalah miliknya sesuai dengan nine dash line yang dibuat Cina.

Melihat sikap Cina yang tidak menyetujui aturan internasional dan Cina

juga telah menempatkan pos-pos militer di sekitar Laut Cina Selatan seakan Cina

Page 105: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

91

sudah siap menghadapi konflik bersenjata dengan Vietnam, Filipina, dan negara

lainnya, maka langkah AS adalah menambahkan lokasi “lily pads” untuk

mengantisipasi kemungkinan terburuk yaitu konflik bersenjata antara Cina dengan

negara aliansi AS lainnya di sekitar Laut Cina Selatan.

Prediksi Pemerintah AS jika mereka memindahkan pasukan militer dari

Okinawa dan menambahkannya di Kawasan Asia Pasifik ke Guam, hal tersebut

dapat mencegah Cina berbuat nekat dengan memulai konflik bersenjata di Laut

Cina Selatan karena pasukan militer AS akan lebih mudah bergerak menuju Laut

Cina Selatan melalui akses Darwin, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hal ini

seperti yang dikatakan oleh Obama ketika berkunjung ke Australia pada tahun

2011 yaitu:

“we will send a clear message to them that we think that they need to be on track

in terms of accepting the rules and responsibilities that come with being a world

power” (washingtonpost 2011).

(Kami akan mengirim pesan yang jelas kepada mereka (Cina) karena kami pikir

mereka harus tetap pada jalur yang benar yaitu mengikuti aturan dan tanggung

jawab sebagai kekuatan dunia) (Terjemahan Penulis)

Sikap AS ini juga ditunjukkan pada isu Laut Cina Timur, karena AS tidak

ingin terlibat langsung dalam urusan sengketa teritori antara Jepang dan Cina

terkait isu Laut Cina Timur maka AS lebih memilih memperkuat aliansi

militernya dengan Jepang dan beberapa negara Asia Pasifik lainnya agar dapat

mencegah Cina melakukan tindakan assertive pada kedua wilayah tersebut.

B. Relokasi Pasukan Militer AS dari Okinawa ke Guam, Hawai, dan

Darwin

Ketika Perang Dingin berakhir ditandai dengan jatuhnya Uni Soviet tahun

1991, posisi AS menjadi seperti “polisi dunia” di mana julukan ini membuat AS

harus tetap menjaga kestabilan dunia tidak terkecuali kawasan Asia dan Pasifik.

Page 106: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

92

Saat ini Kawasan Asia Pasifik memiliki enam dari sepuluh negara dengan

pertumbuhan cepat dunia seperti India, Cina, Jepang, Korea Selatan, Indonesia,

dan Malaysia. Selain itu, 60% barang produksi AS di ekspor ke kawasan ini,

kemudian ada lima dari sepuluh negara memiliki budget militer terbesar yaitu

Cina, Vietnam, Korea Utara, Korea Selatan, dan India, serta yang terpenting

adalah lima dari delapan negara dengan kepemilikan nuklir berada di Asia Pasifik

seperti Cina, India, Korea Utara, dan, Pakistan (Green 2012:13).

Melihat potensi yang dimiliki oleh kawasan tersebut, kawasan Asia Pasifik

menjadi rentan terhadap konflik sehingga meskipun setelah Perang Dingin

berakhir, AS tetap mempertahankan keberadaan militernya di kawasan ini

meskipun jumlahnya dikurangi ketika masa Presiden Richard Nixon. Salah satu

pangkalan militer terpenting AS di Asia Timur adalah di Jepang dengan total

pasukan militer sekitar 40.000 personil dan AS telah mendirikan pangkalan

militer di Jepang sejak 1945.

Namun pangkalan militer AS di Jepang, khususnya yang berada di

Okinawa mendapatkan penolakan dari warga pribumi sehingga baru tahun 2006

berdasarkan hasil Realignment AS-Jepang, AS mengeluarkan kebijakan untuk

memindahkan pasukan militernya dari Okinawa sebanyak sekitar 9.000, dan

merelokasinya ke Guam, Hawai,serta Darwin. Jumlah pasukan AS yang di

relokasi dari Okinawa adalah sebanyak 5.000 personil ke Guam, 2.000 personil ke

Hawai, dan 2.500 personil ke Darwin (The Wall Street Journal 2013).

Suatu negara dalam merumuskan sebuah kebijakan luar negeri harus

memiliki gambaran terhadap isu yang menjadi perhatian negara tersebut, sehingga

negara tersebut dapat memperhitungkan baik buruknya kebijakan yang akan

Page 107: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

93

dikeluarkan. Menurut Rosenau terdapat tiga konsep dalam merumuskan kebijakan

luar negeri yaitu a cluster of orientations, a set of commitments to and plans for

action, dan a form of behaviour dan bentuk ketiga dari konsep ini dapat dilihat

dari perilaku AS dalam menghadapi situasi internasional saat ini. Kebijakan luar

negeri sebagai bentuk perilaku atau tindakan dilihat pada tingkatan yang lebih

empiris yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil oleh para pembuat

keputusan ketika negara berhubungan dengan aktor internasional lainnya dan

menimbulkan pola interaksi dalam sistem internasional. Sehingga negara harus

melakukan tindakan nyata seperti mengeluarkan kuputusan atau kebijakan untuk

menghadapi perubahan lingkungan eksternal (Rosenau 1972:17)

Melihat pernyataan Rosenau diatas, keputusan AS untuk menarik pasukan

militernya dari Okinawa sebanyak 9000 personil adalah sebuah tindakan nyata

yang diambil AS ketika menghadapi situasi internasional yang tidak “pasti” ini,

sehingga dengan keputusan penarikan tersebut, AS dapat lebih siap menghadapi

perubahan internasional serta ancaman yang mungkin dapat muncul di Kawasan

Asia Pasifik.

Selain itu, pemindahan pasukan militer AS dari Okinawa ke tiga lokasi di

atas didasari oleh beberapa perhitungan yaitu kepentingan nasional, geostrategic,

dan kepabilitas militer AS sendiri. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan

sebelumnya bahwa kepentingan AS di Kawasan Asia Pasifik cukup besar

terutama ketika menyangkut isu Laut Cina Selatan dimana AS memiliki

kepentingan pelayaran internasional sehingga jika wilayah ini sampai pada konflik

yang lebih besar maka kepentingan AS akan terganggu belum lagi ancaman yang

harus dihadapi AS adalah Cina di kawasan ini.

Page 108: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

94

Untuk menghadapi ancaman tersebut, AS yang sebelumnya telah memiliki

pangkalan militer di Guam dan Hawai akan menjadikan kedua lokasi ini sebagai

langkah awal untuk mengeksekusi strategi AS yaitu pemindahan pasukan militer

AS dari Okinawa. Dari hasil perundingan Realignment tahun 2006, dikatakan

bahwa pemindahan pasukan militer AS dari Okinawa akan selesai sampai tahun

2014, jika di lihat dari rentang waktu tersebut maka pemindahan pasukan militer

AS memakan waktu 9 tahun. Melihat rentang waktu selama 9 tahun akan sulit

bagi AS jika memindahkan pasukan sebanyak 7.000 personil ke lokasi baru

misalnya Singapura atau Filipina, sehingga AS memilih Guam dan Hawai sebagai

lokasi pertama pemindahan pasukan tersebut.

Meskipun Singapura dan Filipina merupakan Cooperative Security

Location (CSL) AS, maka AS tidak bisa memindahkan pasukan militernya dari

Okinawa ke dua lokasi ini, hal ini disebabkan luas geografi kedua negara tidak

besar dan fasilitas militer mereka tidak mampu menampung jumlah 9.000 pasukan

miiter AS. Hal serupa juga disampaikan oleh peneliti dari CSIS Indonesia, Iis

Gindarsah yang mengatakan:

“Menurut saya redistribusi ini juga mesti dipertimbangkan dari sisi geografi negara

tersebut, memang AS punya akses ke Singapur dan Filipina, tapi kita lihat pemindahan

pasukan AS kan 9000 dari Okinawa dan 2500 nya dipindahkan ke Darwin, coba lihat

singapur, apakah 2500 personil ini mau ditampung oleh pemerintah Singapura? belum

tentu, bagi saya Singapura akan keberatan karena jumlah 2500 orang itu akan sangat

berdampak signifikan bagi Singapura belum lagi kita ihat dari jumlah penduduk

Singapura sendiri yang sudah padat dengan luas negara yang sempit, saya kira

Singapura tidak cocok untuk penempatan pasukan militer AS yang baru”(Wawancara 23

September 2014)

Selain itu, pemindahan pasukan militer AS ke Guam dan Hawai

disebabkan oleh kondisi domestik AS itu sendiri yaitu ketika kebijakan

pemindahan pasukan dikeluarkan tahun 2006, AS sedang dalam krisis finansial di

mana budget militer AS melambung tinggi akibat pendanaan militer AS pada

Page 109: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

95

Perang Iraq dan Afganistan. Total pendanaan perang di Iraq dan Afganistan dari

tahun 2001-2006 adalah sekitar 438, 1 milyar dolar AS. Melihat total anggaran

perang yang sangat besar, maka pemerintah AS “menghemat” anggaran dari 427

milyar dolar AS tahun 2005 menjadi 207 miliyar dolar AS tahun 2010 (Belasco

2011:2).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka pendanaan distribusi pasukan militer

AS dari Okinawa lebih dibebankan kepada Jepang yaitu 6, 09 milyar dolar dari

10, 27 milyar dolar AS, sehingga anggaran dana militer AS dapat dialokasikan

untuk program militer lainnya seperti pembelian alutsista atau pengembangan

program nuklir daripada AS harus membangun pangkalan militer baru seperti di

Singapura atau Filipina.

Penempatan sekitar 2.000 personil pasukan militer AS dari Okinawa ke

Hawai akan lebih mudah karena Hawai adalah markas besar militer AS di Asia

Pasifik (USPACOM) sehingga AS tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk

tambahan infrastruktur militer baru. Sedangkan untuk Guam, sejak tahun 2000 AS

telah membangun forward deployed forces di Guam sebagai bentuk peningkatkan

operasional militer AS, lokasi deterrence dan power projection untuk menanggapi

potensi krisis, bencana, perlawanan teroris, dan ancaman lainnya, serta sebagai

wilayah pendukung untuk Korea Selatan, Jepang, Filipina, Taiwan, atau wilayah

Asia lainnya (Kan 2013:8).

Pertimbangan lain AS memilih Guam sebagai lokasi pemindahan pasukan

militer AS dari Okinawa adalah karena Guam sebagai “rumah” bagi angkatan

laut, dan angkatan udara militer AS, di samping itu AS juga tidak perlu khawatir

mengenai protes atau penolakan dari penduduk pribumi, hal ini disebabkan Guam

Page 110: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

96

merupakan wilayah unincorporated AS sehingga AS dapat dengan leluasa

membangun fasilitasi militer di Guam.

Selain itu yang terpenting adalah wilayah Guam cukup dekat dengan

markas besar militer AS di Honolulu, dan Guam merupakan basis militer AS

terdekat dengan negara-negara aliansi AS di sekitar Asia Timur seperti Jepang,

Korea Selatan, Thailand, Filipina, Singapura, dan Australia sehingga Guam dapat

dikatakan sebagai ujung tombak pangkalan militer AS di Asia Pasifik.

Kedekatan jarak yang dimiliki Guam dengan beberapa negara aliansi AS

tersebut dapat dilihat dari waktu tempuh penerbangan pesawat AS seperti tiga jam

ke Tokyo, Manila, empat jam ke Seoul, Hongkong, Taiwan, lima jam ke Saigon,

Singapura, dan Bali, kemudian enam jam ke Bangkok, Sydney, Auckland, serta

tujuh jam ke Fiji, Honolulu, Samoa, Tahiti (Global Security 2013).

Melihat dekatnya jarak tempuh pesawat AS dari Guam tersebut,

memudahkan militer AS untuk menghadapi ancaman kekuatan militer Cina,

poliferasi nuklir dan balitik misil Korea Utara serta menghadapi konflik Laut Cina

Selatan karena AS ingin memperkuat “hub and spoke” antar negara-negara

aliansinya. “Hub and Spoke” dapat di analogikan sebagai model roda kereta kuda

atau roda sepeda di mana di dalam roda tersebut ada titik-titik penyangga yang

tidak sejajar tapi berhubungan satu sama lain melalui satu titik poros di tengah

roda.

Model ini kemudian diaplikasikan AS dalam bidang militer ketika

berhubungan dengan negara-negara aliansi dan patnernya, hal ini dapat dilihat

bahwa “hub” AS di Asia Pasifik diantaranya adalah Hawai, Guam, dan Okinawa

di mana ketiga lokasi ini menjadi pusat-pusat pangkalan militer AS karena di

Page 111: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

97

lokasi ini operasi militer di mulai dan kemudian akses operasi militer diteruskan

ke “spoke”. Negara yang menjadi “spoke” biasanya tidak memiliki pangkalan

militer AS yang besar atau negara ini disebut sebagai CSL karena hanya berfungsi

sebagai lokasi penyangga atau pendukung dari pusat-pusat pangkalan militer AS.

Beberapa CSL yang dijadikan sebagai “spoke” diantaranya seperti Singapura,

Thailand, Filipina, Pulau Tinian, Pulau Marshal, New Zealand, dan Australia.

Selain Guam dan Hawai, AS kemudian menambahkan Darwin sebagai

lokasi distribusi pasukan militer AS dari Okinawa, seperti yang telah dijelaskan

pada paragraf sebelumnya bahwa Australia merupakan lokasi yang tepat bagi

akses militer AS sebagai “spoke”. Selain itu, Australia juga merupakan negara

aliansi terpenting AS di Asia Pasifik bersama dengan Jepang, dan Korea Selatan,

meskipun AS tidak memiliki pangkalan militer yang besar di Australia seperti

pangkalan militernya di Jepang, dan Korea Selatan, namun Autralia memberikan

sinyal kepada AS bahwa mereka siap membantu AS dalam menghadapi ancaman

di kawasan.

Hal ini terbukti pada tahun 2011 Komandan USPACOM, Laksamana

Williard mengatakan bahwa Personil Angkatan Laut AS akan di rotasi ke wilayah

utara Australia atau wilayah Australia lainnya yang dekat dengan Asia Tenggara.

Selain itu, pada tahun 2011 melalui United States and Australia held Ministerial

Consultations (AUSMIN) kedua belah pihak sepakat untuk memperkuat

pertahanan yaitu dengan menyediakan fasilitas pangkalan, pelabuhan sebagai

tempat berlabuh kapal-kapal militer AS (Kan 2013:10).

Setelah pertemuan AUSMIN tahun 2011, Presiden Obama bersama PM

Julia Gilliard menyatakan AS akan merotasi 250 personil militer AS ke Darwin

Page 112: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

98

pada tahun 2012, dan akan diteruskan sampai pasukan militer AS yang dirotasi

berjumlah 2.500 yang merupakan personil militer AS dari Okinawa (The

Guardian 2011).

Alasan pemilihan Darwin sebagai lokasi pemindahan pasukan militer AS

dari Okinawa adalah karena lokasi Darwin dekat dengan Asia Tenggara sehingga

jika AS ingin melakukan operasi militer ke kawasan tersebut, Darwin akan

menjadi alternatif tercepat, selain itu jika ditinjau dari sisi Australia, alasan

Australia mau menampung pasukan militer AS adalah karena kepentingan

Australia sendiri khususnya di Asia Tenggara. Bagi Australia ancaman bukan

hanya datang dari Cina melainkan datang dari Indonesia yang merupakan negara

besar di kawasan Asia Tenggara, dan Australia juga memiliki kepentingan

terhadap Indonesia yaitu wilayah timur Indonesia seperti Papua, yaitu adanya

Freeport. Letak Darwin dekat dengan wilayah Timur Indonesia, sehingga dengan

penempatan pasukan militer AS di Darwin, maka kepentingan Australia juga

dapat terpenuhi. Australia juga menyatakan akan membantu AS dalam

menghadapi ancaman di kawasan Asia Pasifik. Hal ini seperti yang disampaikan

oleh seorang Peniliti Forum CSIS, Jonathan Berkshire Miller yaitu:

“The decision to deploy troops to Darwin likely has a few drivers. One thing to keep in

mind is that this falls under the US rebalancing policy or "pivot". In light of this, the

location of Darwin - and its relative proximity to SE Asia - also serves as a reassurance

to US allies and partners in SE Asia that the US was committed to staying in the region as

a security player...” (Wawancara melalui surel, 18 September 2014).

(Keputusan untuk menempatkan pasukan militer di Darwin dipicu oleh beberapa hal, tapi

yang perlu diingat adalah bahwa ini bagian dari kebijakan Asia Pivot AS. Dalam hal ini,

Darwin- letaknya dekat dengan Asia Tenggara-dan berfungsi sebagai jaminan sekutu dan

mitra AS di kawasan Asia Tenggara, dan AS berkomitmen untuk berada di kawasan ini

sebagai penjaga keamanan…”) (Terjemahan Penulis)

Page 113: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

99

Berdasarkan letak Darwin yang dekat dengan Asia Tenggara, maka akses

“lily pads” AS di Kawasan Asia Pasifik semakin mudah karena Singapura dan

Filipina juga telah menyetujui untuk memperkuat pertahanan kawasan bersama

AS. Hal ini dibuktikan pada tahun 2012, Filipina mengizinkan AS menggunakan

Teluk Subic dan Pangkalan Clark sebagai fasilitas pendukung marinir dan

angkatan udara AS.

Sebenarnya jika dibandingkan dengan Darwin, Teluk Subic di Filipina

lebih memiliki nilai strategis di mana wilayah ini berdekatan langsung dengan

Laut Cina Selatan dan wilayah Cina. Selain itu, Filipina merupakan negara aliansi

AS dan terlibat dalam isu sengketa Laut Cina Selatan, sehingga dengan

pemindahan 9.000 pasukan dari Okinawa, Filipina akan sangat diuntungkan

karena mendapatkan perlindungan dari AS dan AS juga mendapatkan akses lebih

mudah untuk menghadang Cina. Namun, sampai tahun 2014 pemindahan pasukan

militer AS dari Okinawa ke Filipina masih menjadi wacana besar, karena hingga

tahun 2014, AS belum mengirimkan atau memindahkan pasukan militernya

kesana.

Meskipun belum adanya pernyataan resmi dari pemerintah AS bahwa

mereka akan memindahkan pasukan militernya ke Filipina khususnya ke Teluk

Subic, tetapi seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa Filipina menyetujui untuk

memperkuat aliansi militernya dengan AS. Hal ini dibuktikan dengan sikap

Filipina kembali membuka akses militer dan akan menempatkan kapal perang

serta pesawat jet tempur di Teluk Subic yang memiliki jarak 124 km dari

Scarborough Shoal di mana daerah ini merupakan daerah kontrol Cina di wilayah

Laut Cina Selatan (Reuters 2013).

Page 114: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

100

Selain itu, tahun 2012 Presiden Beniqno Aquino bersama dengan Kongress

menyetujui modernisasi militer Filipina sebesar 1,8 milyar dolar AS dengan

alokasi pembelian kapal perang, pesawat tempur dan perlengkapan radar. Filipina

juga memberikan akses yang luas bagi angkatan laut AS untuk mengunjungi

Teluk Subic, dan tercatat hingga tahun 2013, kapal perang AS telah singgah ke

Teluk Subic sebanyak 72 kali, 88 kali di tahun 2012, 54 di tahun 2011, dan 51di

tahun 2010 (Reuters 2013).

Melihat setiap tahun terjadi peningkatan kunjungan kapal perang AS di

Teluk Subic menunjukkan sikap Filipina sangat positif terhadap kehadiran militer

AS di wilyahnya, bahkan ketua Subic Bay Metropolitan Authority (SBMA),

Roberto Garcia membenarkan rencana Filipina untuk membangun pangkalan baru

dan sejak tahun 2002 hubungan militer AS-Filipina mulai kembali terjalin kuat

(Reuters 2013).

Namun pertimbangan AS tidak langsung memindahkan pasukan

militernya dari Okinawa ke Teluk Subic adalah AS tidak ingin terlihat terlalu

agresif di kawasan Asia Pasifik terutama di wilayah Laut Cina Selatan, jika AS

menempatkan pasukan militernya di Teluk Subic maka AS seperti memberikan

pesan kepada Cina bahwa AS siap membantu Filipina untuk melawan Cina dalam

isu sengketa Laut Cina Selatan. Hal ini yang tidak diinginkan oleh AS, karena jika

pesan tersebut yang tertangkap oleh Cina maka Cina akan menganggap AS secara

terang-terangan akan melawannya dan Cina pasti akan melakukan tindakan

balasan. Sehingga jika hal ini terjadi kepentingan AS akan sangat terganggu

sehingga strategi AS adalah secara perlahan meningkatkan akses militer di Teluk

Page 115: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

101

Subik, namun saat ini pilihan terbaik adalah menempatkan pasukan militernya di

Darwin.

Alasan lain Darwin menjadi lokasi pemindahan pasukan militer AS dari

Okinawa adalah Australia dirasa mampu menampung jumlah pasukan yang

banyak dan fasilitas militer Australia juga memadai, sehingga AS tidak perlu

banyak mengeluarkan tenaga dan biaya untuk distribusi pasukan ini, di sisi lain

Australia juga mendapatkan keuntungan dengan kehadiran militer AS di Darwin

salah satunya adalah jaminan keamanan di Oceania.

Secara keseluruhan, melihat perhatian AS di kawasan Asia Pasifik begitu

besar di bidang militer, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan Obama Asia Pivot

merupakan salah satunya cara AS untuk rebalance Cina bukan kehawatiran AS

terhadap Korea Utara atau bahkan sekedar membantu negara lain ketika mendapat

musibah bencana alam, tetapi lebih menjaga kepentingan nasional AS terutama di

Kawasan Asia Pasifik. Cina selalu dianggap sebagai ancaman terbesar AS di

Kawasan Asia Pasifik, hal ini sebabkan dalam setiap isu yang menjadi perhatian

AS, Cina selalu terlibat di dalam isu tersebut sehingga secara tersirat maupun

tersurat,AS selalu mengindikasikan bahwa Cina merupakan sebuah ancaman

bukan hanya untuk AS tapi semua negara di kawasan ini.

Page 116: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

102

BAB V

KESIMPULAN

Setelah melihat dari keseluruhan penjelasan peneliti, maka kesimpulan yang

dapat ditarik dari penelitian berjudul Kebijakan Pendistribusian Pasukan Militer

Amerika Serikat dari Okinawa ke Guam, Hawai, dan Darwin tahun 2006-2014

adalah alasan AS mendistribusikan pasukannya dari Okinawa dan

memindahkannya ke Guam, Hawai, dan Darwin disebabkan oleh pertama,

hubungan aliansi AS dengan Jepang. Hal ini dapat dilihat bahwa dengan

memperhatikan aliansi dengan Jepang, AS berusaha menjawab tuntutan Jepang

untuk menarik pasukan militer AS dari Okinawa. Selain itu, untuk menghadapi

ancaman di kawasan Asia Pasifik, Presiden Obama melalui kebijakan Pivot to

Asia juga memperkuat hubungan aliansi AS dengan negara-negara aliansi serta

menjalin hubungan baik di bidang militer dengan negara mitra non-aliansi.

Disisi lain dengan konsep aliansi, AS membuka jalan bagi Jepang untuk

dapat menginterpretasi ulang kebijakan pasif Jepang dan menggantinya dengan

melakukan Collective Security Defense (CSD). Dengan adanya reinterpretasi

ulang oleh Jepang mengenai hak melakukan CSD, AS mendapatkan keuntungan

yaitu AS dapat memanfaatkan kekuatan militer Jepang serta alutsista buatan

Jepang untuk menghadapi Cina jika Cina melakukan tindakan nekat di kawasan

terkait isu sengketa maritim.

Kekhawatiran AS terhadap Cina di Kawasan Asia Pasifik disebabkan oleh

peningkatan yang dialami Cina baik peningkatan kekuatan ekonomi maupun

militer, sehingga dengan adanya peningkatan tersebut AS merasa Cina dapat

mengancam kepentingan AS di dunia.

Page 117: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

103

Jika bersinggungan dengan isu ekonomi, dan militer negara yang paling

vokal menyuarakan stabilitas internasional adalah AS, hal ini disebabkan AS

merupakan negara super power dan hampir semua norma internasional diatur oleh

AS yang menganggap dirinya adalah “polisi dunia” sehingga jika ada suatu negara

yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan militernya, secara natural AS

akan merasa terancam.

Kekhawatiran AS terhadap suatu ancaman yang datang tidak bisa ditanggapi

dengan reaktif karena sistem internasional saat ini mengalami perubahan setiap

waktu dan di dalam perubahan tersebut akan muncul negara-negara yang memiliki

kekuatan besar sehingga AS harus memikirkan dampak di masa depan jika AS

bertindak reaktif. Sehingga konsep hedging sangat efektif untuk melihat perilaku

AS dalam menghadapi Cina khususnya di Kawasan Asia Pasifik dengan

menggunakan aksi balancing dan engagement, AS dapat memperlihatkan kepada

Cina bahwa AS masih memiliki pengaruh yang sangat besar di kawasan hal ini

dibuktikan dengan penggunaan strategi lily pads yang AS terapkan di Kawasan

Asia Pasifik. Selain itu AS juga memperlihatkan kepada Cina bahwa untuk

bersikap hati-hati terhadap AS terkait isu sengketa di kawasan ini, meskipun

secara tertulis AS tidak dapat terlibat langsung dalam konflik di Kawasan Asia

Pasifik, namun AS telah mendapatkan “restu” dari beberapa negara di Kawasan

Asia Pasifik untuk melindungi mereka dari ancaman Cina.

Namun di sisi lain, untuk tetap mempertahankan kepentingan ekonominya,

AS perlu menjalin hubungan baik dengan Cina terutama di bidang ekonomi,

sehingga dengan konsep hedging AS seakan “tersenyum di wajah tetapi

mengepalkan tangan di belakang”. Kedua, konsep pembuatan kebijakan luar

Page 118: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

104

negeri juga menjawab perilaku AS dalam menarik pasukan militernya dari

Okinawa, Jepang, dimana dalam konsep kebijakan luar negeri terdapat empat

faktor pembuatan kebijakan luar negeri dan dua di antaranya sangat

mempengaruhi kebijakan AS yaitu keamanan nasional, geostrategic, dan

kepentingan ekonomi.

Faktor keamanan nasional dilihat dari kekhawatiran AS terhadap

pengembangan senjata militer Cina yang dapat menjangkau wilayah teritori AS,

sedangkan kepentingan ekonomi AS dilihat dari perilaku AS mempertahankan

hubungan ekonomi berupa ekspor-impor dengan Cina sehingga, dibandingkan

dengan sikap defensive atau offensive, AS lebih memilih hedging untuk

menghadapi Cina di Kawasan Asia Pasifik. Selain itu, kebijakan luar negeri AS

terkait pendistribusian pasukan militer AS dari Okinawa terbukti efektif dalam

mempertahankan hegemoni AS di kawasan Asia Pasifik. Hal ini terlihat ketika

masa kepemimpinan Presiden Barack Obama, kebijakan Pivot to Asia berhasil

membawa militer AS semakin kuat di kawasan Asia Pasifik dengan

memperbanyak “lily pads” dan memperkuat “hub and spoke” di kawasan ini serta

mempersiapkan peningkatan kekuatan militer AS untuk menghadapi setiap

ancaman yang datang baik dari Cina, Korea Utara, atau negara potensial ancaman

lainnya.

Page 119: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

105

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

DeRouen, Alex M. d. K. 2010. Understanding Foreign Policy Decision Making.

New York: Cambridge University Press.

Deutsch, Karl W. 1988. The Analysis of International Relations. 3rd

ed.

Englewood Cliffs, New Jersey, USA: Prentice-Hall Inc.

Fravel, M T. 2012. “The Unted States in the South China Sea Disputes.”

Princeton University Press 33(3):292-319.

Gavan McCormack, Satoko O. N. 2012. Resistant Islands: Okinawa Confronts

Japan and the United States. 1st ed. Plymouth, England: Rowman &

Littlefield Publishers.

Lovel, John. 1970. Foreign Policy in Perspective : Strategy, Adaptation, Decision

Making. New York: Holt Inc.

McDougall, Derek. 1997. The International Politics of the New Asia Pacific. 1st

ed. Pasir Panjang, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

McIntosh, Malcolm. 1986. Japan Re-Armed. 1st ed. London, Great Britain:

Frances Pinter.

Neuman, W. L. 1997. Social Research Methods : Qualitative and Quantitatitive

Approache. 5th

ed. Boston, Massachusetts, USA: Perason Education Inc.

Reed, Robert F. 1983. The U.S-Japan Alliance : Sharing The Burden of Defense.

National Defense University Press.

Reischaurer, Edwin O. 1970. The United Stated and Japan. New York : The

Harvard University Press.

Page 120: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

106

Rosenau, James N. 1972. The Study of Foreign Policy. New York: Free Press.

Scott Burchill, Andrew L. e. a. 2005. Theories of International third editions.

New York : Palgrave Macmillan.

Smith, John B. a. S. 2001. The Globalization of World Politics. New York:

Oxford University Press.

Walt, Stephen M. 1987. Origins of Alliances. 1st ed. Ithaca, New York: Cornell

University Press.

Waltz, Kenneth N. 1979. Theory of international politics. 1st ed. Boston ,

Massachusetts: Mass Addison-Wesley Pub. Co.

Watanabe, Akio. 1970. The Okinawa Problem : A Chapter in Japan-U.S

relations. 1st ed. Victoria, Australia: Melbourne University Press.

Wittkopf, Charles W. K. J. a. E. R. 1997. World Politics : Trend and

Transformation. 6th

ed. New York, New York: St.Martin's Press.

Jurnal

Anthony H. Cordesman, Martin K. 2006. “Chinese Military Modernization and

Force Development.” Center for Strategic and International Studies

IV(3):1-102.

Baek, Seung J. 2004. Korea : The East Asian Pivot. 3rd

ed. New Port, Rhode

Island: Naval War College Press.

Bandow, Doug. 1998. “Okinawa : Liberating Washington's East Asian Military

Colony.” IV(34):4.

Belasco, Amy. 2011. “The Cost of Iraq, Afghanistan, and Other Global War on

Terror Operations Since 9/11.” Congressional Research Service II(17):1-59.

Page 121: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

107

Brooks, William L. 2010. “The Politics Of The Futenma Base Issue in Okinawa.”

Asia Pasific Policy Papers Series II(9):1-110.

Erickson, Adam P. L. a. A. S. 2013. “Demystifying China’s Defence Spending :

Less Mysterious in the Aggregate.” Cambride Journal 216:805-830.

Fravel, M. T. 2012. “Maritime Security in The South China Sea and The

Competition Over Maritime Rights.” Cooperation From Strength The

United States, China, and the South China Sea 33-50.

Fuqua, Jacques. 2001. “Understanding Okinawa’s Role in the U.S.-Japan Security

Agreement.” National Clearing house for United States-Japan Studies 2.

Green, David J. B. a. M. J. 2012. “U.S. Force Posture Strategy in the Asia Pacific

Region: An Independent Assessment.” Center for Strategic and

International Studies III(17):1-126.

Hayashi Kiminori, Oshima K. a. Y. M. 2009. “Overcoming American Military

Base Pollution in Asia: Japan, Okinawa, Philippines.” The Asia-Pacific

Journal 28(2):2-10. Retrieved April 29, 2014.

Il, Ohn C. 2010. “The Causes of the Korean War, 1950-1953.” International

Journal of Korean Studies XIV(2):20-44.

Kan, Shirley A. 2013. “Guam: U.S. Defense Deployments.” Congressional

Research Service II(11):1-26.

Kan, Shirley A. 2014. “U.S.-China Military Contacts: Issues for Congress.”

Congressional Research Service 1-49.

Kaplan, Patrick M. C. a. R. D. 2012. “Cooperation From Strength : US Strategy

and The South China Sea.” Cooperation From Strength : US Strategy and

The South China Sea III(12):1-109.

Page 122: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

108

Klingner, Bruce. 2011. “Top 10 Reasons Why the U.S. Marines on Okinawa Are

Essential to Peace and Security in the Pacific.” The Heritage Foundation

214(2571):1-12.

Lee, Jeongseok. 2012. “Hedging against Uncertain Future : The Response of East

Asian Secondary Powers to Rising China.” International Political Science

Association XXII(12):1-25.

Medeiros, Evan S. 2005. “Strategic Hedging and the Future of Asia-Pacific

Stability.” The Washington Quarterly I(29):146-167.

Mitchell, Jon. 2014. “Military Contamination on Okinawa: PCBs and Agent

Orange at Kadena Air Base.” The Asia-Pacific Journal XII(12):1-4.

Muneo, Narusawa. 2014. “The Overseas Dispatch of Japan’s Self-Defense Forces

and U.S. War Preparations.” The Asia-Pacific Journal 12(31):1-3.

Niksch, Larry. 1995. “North Korea's Campaign Against the Korean Armistice.”

Congressional Research Service Report for Congress 1-6.

O.Hague, Bruce A. W. a. M. 2007. “The U.S.-Japan Alliance:Sustaining the

Transformation.” Joint Force Quarterly I(44):59-64.

O.Hague, Bruce A. W. a. M. 2007. “The U.S.-Japan Alliance:Sustaining the

Transformation.” Joint Force Quarterly I(44):60-65.

Okinawa Prefectural Government. 2011. “Okinawa Prefectural Government.”

Ginowan.

Pajon, Celine. 2010. “Understanding the Issue of US Military Bases in Okinawa.”

ifri Center for Asian Studies 4.

Patrick M. Cronin, et a. 2012. “Yokota Civil-Military Use of U.S. Bases in

Japan.” Center for New American Security II(13):1-31.

Page 123: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

109

Pinkston, Daniel A. 2008. “The North Korean Ballistic Missile Program.”

Strategic Studies Institute 16.

Polling, Gregory B. 2013. “The South China Sea in Focus : Clarifying the Limits

of Maritime Dispute.” Center for Strategic & International Studies 1-48.

Record, Jeffry. 2009. “Japan's Decision for War in 1941 : Some Enduring

Lessons.” The Strategic Studies Institute I(17):1-60.

Roehrig, Terence. 2005. “Restraining the Hegemon: North Korea, the United

States and Asymmetrical Deterrence.” Pacific Focus XX(2):7-51.

Shimoji, Yoshio. 2010. “The Futenma Base and the U.S.-Japan Controversy: an

Okinawan perspective.” The Asia-Pacific Journal V(18):1-5.

Shimoji, Yoshio. 2011. “Futenma: Tip of the Iceberg in Okinawa’s Agony.” The

Asia-Pacific Journal: Japan Focus IX(43, No 3):4.

Shimoji, Yoshio. 2011. “Futenma: Tip of the Iceberg in Okinawa’s Agony.” The

Asia-Pacific Journal: Japan Focus IX(43, No 3):1-4.

Smethurst, Richard J. 2012. “Japan, the United States, and the Road to World War

II in the Pacific.” The Asia-Pacific Journal 10(37):3.

Smith, SheilaA. 2001. “Japan's Uneasy Citizens and the U.S-Japan Alliances.”

East West Center VIII(54):1-8.

Smith, SheilaA. 2001. “Japan's Uneasy Citizens and the U.S-Japan Alliances.”

East West Center 2.

Smith, Sheila A. 2013. “A Sino-Japanese Clash in the East China Sea.” Council

on Foreign Relations II(12):1-8.

Swielande, Tanguy S. d. 2012. “The Reassertion of the United States in the Asia-

Pacific Region.” Strategic Studies Institute 75-89.

Page 124: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

110

Tessman, Brock F. 2012. “System Structure and State Strategu: Adding Hedging

to the Menu.” Routledge Taylor&Francis Group XI(21):192-231.

Vaughn, Bruce. 2007. “U.S. Strategic and Defense Relationships.” CRS Report

for Congress 1-30.

Wilson, Theodore A. 1977. “The Marshal Plan 1945-1951.” Foreign Policy

Association XI(236):1-67.

Wolfe, Brock T. a. W. 2011. “Great Powers and Strategic Hedging: The Case of

Chinese Energy Security Strategy.” International Studies Association

13(2):214–240.

Yoshida, Kensei. 2010. “Okinawa and Guam: In the Shadow of U.S. and Japanese

“Global Defense Posture”.” The Asia-Pacific Journal.

Zhu, Xiaodong. 2012. “Understanding China’s Growth: Past, Present, and

Future.” Journal of Economic Perspectives 26(4):103-124.

Thesis

Sieberg, Erik T. 2011. “Risk and Hedging: A Forecasting Model Analysis of

Estonian Security Strategy.” PhD Thesis, International Relations, University

of Tampere-School of Management, Finland.

Website

ABC News. 2014. “Home: News: World: apan's cabinet approves changes to its

pacifist constitution allowing for 'collective self-defence'.” ABC News Web

site. Retrieved Oktober 30, 2014 (http://www.abc.net.au/news/2014-07-

01/an-japan-constitution/5564098).

Page 125: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

111

Benson, Jeff W. 2012. “Home: News & Analysis : South China Sea : A History of

Armed Conflict.” USNI News. Retrieved Juli 12, 2014

(http://news.usni.org/2012/06/20/south-china-sea-history-armed-conflict).

Cai, Yuan. 2008. “Volume 2 : The Rise and Decline of Japanese Pacifism.” New

Voices Japan Fondation, Sydney. Retrieved Agustus 29, 2014

(http://newvoices.jpf-sydney.org/2/chapter9.pdf).

CNIC Commander Fleet Activities Yokosuka. 2009. “Home : About Us :

Welcome to Fleet Activities Yokosuka.” CNIC Commander Fleet Activities

Yokosuka. Retrieved Agustus 22, 2014

(http://www.cnic.navy.mil/regions/cnrj/installations/cfa_yokosuka.html).

CNIC, Naval Air Facility Misawa. 2008. “About Us : Operations and

Management.” CNIC Naval Air Facility Miasawa Website. Retrieved

September 9, 2014

(http://www.cnic.navy.mil/regions/cnrj/installations/naf_misawa.html).

Coakley, Robert W. 2001. “Home : General Resources : World War II.” U.S

Army Center of Military History. Retrieved Agustus 30, 2014

(http://www.history.army.mil/books/AMH/AMH-23.htm).

Commander U.S 7th Fleet. 2010. “About 7th Fleet : History.” Commander U.S

7th Fleet Website. Retrieved Agustus 22, 2014

(http://www.c7f.navy.mil/history.htm).

Feith, Douglas J. 2004. “Home:Secretary of Defense:Speeches.” U.S. Department

of Defense. Retrieved Oktober 21, 2014

(http://www.defense.gov/Speeches/Speech.aspx?SpeechID=133).

Page 126: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

112

Fukumura, Yoko. 2007. “Home: Patners: Okinawa : Effects of long-term US

Military presence.” Women for genuine security website. Retrieved Maret

22, 2014 (http://www.genuinesecurity.org/partners/okinawa.html).

Fukumura, Yoko. 2007. “Home: Patners: Okinawa : Effects of long-term US

Military presence.” Women for Genuine Security. Retrieved Agustus 11,

2014 (http://www.genuinesecurity.org/partners/report/Okinawa.pdf).

Gates, Robert M. 2005. “Home: Secretary of Defense:Speeches.” U.S Department

of Defense. Retrieved Oktober 21, 2014

(http://www.defense.gov/Speeches/Speech.aspx?SpeechID=77).

Global Research. 2007. “Home : Region : USA : The Worldwide Network of US

Military Bases.” Global Research Website. Retrieved November 2, 2014

(http://www.globalresearch.ca/the-worldwide-network-of-us-military-

bases/5564).

Global Security. 2013. “Home: Military: Facilities: PACOM.” Global Security

Website. Retrieved Oktober 25, 2014

(http://www.globalsecurity.org/military/facility/guam.htm).

Hemmings, John. 2013. “Home: East Asia.” The Diplomat Web Site. Retrieved

September 17, 2014 (http://thediplomat.com/2013/05/hedging-the-real-u-s-

policy-towards-china/).

Institute of Oriental Culture, University of Tokyo. 1960. “Home : U.S-Japan

Relations : US-Japan Treaties & Agreements.” Embassy of The United State

in Japan Website. Retrieved Agustus 30, 2014 (http://www.ioc.u-

tokyo.ac.jp/~worldjpn/documents/texts/docs/19600119.T1E.html).

Page 127: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

113

James K, Bowen. 2007. “Historical Sources : Pearl Harbour.” The Pasific War.

Retrieved Agustus 26, 2014

(http://www.pacificwar.org.au/pearlharbor/Japattack.html).

Japan Communist Party. 2000. “Home: Japanese:Domestic.” Japan Communist

Party Web site. Retrieved November 12, 2013

(http://www.jcp.or.jp/tokusyu/okinawa/Okinawa.pdf).

Jeffrey A. Bader, Kenneth G. L. a. M. M. 2014. “Home: Research: Policy Brief.”

Brookings Foreign Policy Brief web site. Retrieved Oktober 21, 2014

(http://www.brookings.edu/research/papers/2014/08/south-china-sea-

perspective-bader-lieberthal-mcdevitt).

Kai, Jin. 2013. “Features: Diplomacy: Security: East Asia.” The Diplomat.

Retrieved Juli 22, 2014 (http://thediplomat.com/2013/10/structural-distrust-

undermining-a-senkakudiaoyu-solution/).

Keck, Zachary. 2014. “Home: East Asia:Is China Preparing MIRVed Ballistic

Missiles?” The Diplomat Web site. Retrieved Oktober 19, 2014

(http://thediplomat.com/2014/08/is-china-preparing-mirved-ballistic-

missiles/).

Lee, Oliver. 1998. “The Choson Sinbo Website.” Retrieved November 21, 2014

(http://www1.korea-np.co.jp/pk/054th_issue/koreanwar/98080501.htm).

Liem, Channing. 1993. “The Choson Sinbo website.” Retrieved November 21,

2014 (http://www1.korea-

np.co.jp/pk/054th_issue/koreanwar/98080502.htm).

Page 128: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

114

Marine Corps Air Station Iwakuni. 2006. “Home : History.” Marine Corps Air

Station Iwakuni. Retrieved Agustus 22, 2014

(http://www.mcasiwakuni.marines.mil/History.aspx).

Ministry of Defense. 2004. “Home: Defense Activities: Defense Policy: Ⅰ.

Constitution and the Basis of Defense Policy.” Ministry of Defense official

website. Retrieved Juli 22, 2014

(http://www.mod.go.jp/e/d_act/d_policy/dp01.html).

Ministry of Foreign Affairs of Japan. 1996. “Top: Regional Affairs: North

Amarica: The United States: President Clinton's 1996 State Visit to Japan:

The Japan-U.S. Special Action Committee (SACO) Interim Report.”

Ministry of Foreign Affairs of Japan Web site. Retrieved Oktober 22, 2014

(http://www.mofa.go.jp/region/n-america/us/security/seco.html).

Mueller, Major G. P. J. 2007. “Homepage : News Archives : Article.” The

Official Homepage of U.S Army. Retrieved Agustus 28, 2014

(http://www.army.mil/article/4613/Occupied_Japan____A_Progress_Report

/).

Muto, Ichiyo. 2004. “Overview : People's Plan Study Group : US Military Bases

in Japan.” Japan Computer Access Network. Retrieved September 9, 2014

(http://www.jca.apc.org/wsf_support/2004doc/WSFJapUSBaseRepoFinalAl

l.html).

Nihon. 2008. Retrieved Oktober 10, 2013

(http://nihon.awardspace.com/okinawa_sofa_crime.html).

Reuters. 2013. “Home: World: US: Manila plans air, naval, bases at Subic with

access for U.S Official say.” Reuters News. Retrieved November 4, 2014

Page 129: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

115

(http://www.reuters.com/article/2013/06/26/us-philippines-usa-

idUSBRE95P1EP20130626).

Sakoda, Robin". 2013. “Home: Publications: Japan Chair Platform: Japan and

Collective Self-Defense: An American Perspective.” Center for Strategic

and International Studies. Retrieved Oktober 30, 2014

(http://csis.org/publication/japan-chair-platform-japan-and-collective-self-

defense-american-perspective).

Shapiro, Ian. 2007. “Home: Sample Chapter:Containment: Rebuilding a Strategy

against Global Terror.” Princeton University Press. Retrieved Agustus 28,

2014 (press.princeton.edu/chapters/pons/s2_9143.pdf).

The Atlantic News. 2005. “Home : Archieve: How We Would Fight China.” The

Atlantic News Website. Retrieved Oktober 22, 2014

(http://www.theatlantic.com/magazine/archive/2005/06/how-we-would-

fight-china/303959/).

The Guardian. 2011. “News: US News.” The Guardian website. Retrieved

Oktober 26, 2014 (http://www.theguardian.com/world/2011/nov/16/china-

us-troops-australia).

The National Archives and Records Administration. 1995. “Home : Research Our

Records: Guide to Federal Records: Records of U.S. Occupation

Headquarters, World War II.” National Archives. Retrieved Agustus 22,

2014 (http://www.archives.gov/research/guide-fed-

records/groups/260.html#260.12).

Page 130: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

116

The Open University. 1998. The Asia Pasific Profile. 3rd

ed. Forest Gate, London:

Commercial Colour Press. Retrieved Juni 07, 2014

(http://www.jpri.org/publications/workingpapers/wp78.html).

The Wall Street Journal. 2013. “World News: Plan to Shift U.S. Forces in Pacific

Hits Speed Bumps on Guam.” The Wall Street Journal Website. The Wall

Street Journal. Retrieved Maret 22, 2014

(http://www.wsj.com/articles/SB10001424127887323874204578217490207

346314).

U.S Department of State. 2008. “Milestones : 1937-1945 : Japan, China, the

United States and the Road to Pearl Harbor, 1937–41.” U.S Department of

State Office of the Historian Web site. Retrieved Juni 05, 2014

(http://history.state.gov/milestones/1937-1945/pearl-harbor).

U.S National Archives & Records Administration. 1995. “Home: Japanese

Surrender Document.” U.S National Archives & Records Administration.

Retrieved Juni 12, 2014

(http://www.archives.gov/exhibits/featured_documents/japanese_surrender_

document/).

United Nations. 2012. “Home: Up: Advise&Assistance: Function of the CLCS.”

Ocean and Law of the Sea United Nations Website. Retrieved Juli 12, 2014

(http://www.un.org/depts/los/clcs_new/commission_purpose.htm).

United Nations. 2013. “THE Convention and the Related Agreement: United

Nations Convention on the Law of the Sea.” United Nation Oceans and Law

of the Sea. Retrieved Juli 22, 2014

Page 131: KEBIJAKAN PENDISTRIBUSIAN PASUKAN MILITER AMERIKA …

117

(http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/part7.htm

).

US Census Bureau. 2014. “Census.gov: Business & Industry: Foreign Trade :

U.S. International Trade Data.” US Census Berau Website. Retrieved

Oktober 22, 2014 (https://www.census.gov/foreign-

trade/balance/c5700.html).

washingtonpost. 2011. “News: Post TV: Asia & Pacific.” washingtonpost web

site. Retrieved Pktober 25, 2014

(http://www.washingtonpost.com/world/asia_pacific/us-troops-headed-to-

australia-irking-china/2011/11/16/gIQAiGiuRN_story_1.html).

Yukie Yoshikawa Research. 2011. “U.S. Military Base Map in Okinawa.” Yukie

Yoshikawa Research Website. Retrieved Juni 11, 2014 (http://okinawa-

institute.com/en/node/81).