keberlanjutan peran pemerintah dan kelembagaan dalam pengelolaan terumbu karang di daerah

2
KEBERLANJUTAN PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN LEMBAGA KAMPUNG DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT denny KARWUR Mahasiswa Program Doktor pada Program Study Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB/Bogor / Legal Advisor – PMU Consultan Kabupaten Raja Ampat Email : [email protected] Abstract Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dalam pasal 36 ayat (5) disebutkan bahwa masyarakat diberi peran membantu dalam pengawasan dan pengendalian untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Mengingat pengelolaan terumbu karang di daerah perlindungan laut merupakan bagian dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil yang kebijakannya bersifat lintas sektoral, maka perlu koordinasi oleh lembaga di tingakat kampung dan daerah. Keberlanjutan Kelembagaan yang akan dibentuk di tingkat Daerah maupun Kampung, harus mempunyai komitmen bersama sehingga kegiatan yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan dan tidak mengecewakan masyarakat serta berdampak terhadap keberlanjutan kelestarian terumbu karang akibatnya terbengkalainya Daerah Perlindungan Laut yang telah di pilih dan ditetapkan disahkan dalam Peraturan Kampung. Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam hal Pendanaan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut yang ditetapkan berdasarkan Perda No. 16 Tahun 2006, belum disahkan, hal ini disebabkan karena Peraturan Daerah tersebut belum di implementasikan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat terpadu. Berdasarkan Rancangan Peraturan Kampung yang sudah dibuat bersama antara masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Raja Ampat, antara lain di Distrik Waigeo Selatan (Perkam Saporken, Perkam Friwen, Perkam Saonek, Perkam Yenbeser) dan Distrik Meosmansar (Perkam Kapisawar, Perkam Kurpapa, Perkam Sawandarek, Perkam sawinggrai, Perkam Yenbekwan, Perkam Yenbuba, Perkam Yenwaupnor) dalam substansi Rancangan dicantumkan tentang tugas dan peran kelembagaan, tersirat bahwa tanggung-jawab keberlanjutan kawasan konservasi berada di bawah lembaga kampung yang dibentuk. Sehubungan dengan proses mekanisme penyusunan dan penetapan yang masih dipengaruhi oleh Adat Istiadat masyarakat setempat, yaitu tidak menentang atau melawan yang di tuakan atau dihormati, maka proses penetapan masih mengalami hambatan karena prosesnya dilakukan dengan cara “bottom up”. Walaupun kebijakan yang diambil oleh masyarakat dalam proses penyusunan peraturan kampung adalah bersifat demokrasi, akan tetapi perlu keterlibatan Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan suatu kebijakan yang mendukung proses pengelolaan daerah perlindungan laut, sehingga penetapan Peraturan Kampung. Dengan mengeluarkan suatu Peraturan Bupati sebagai dasar hukum dari Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu Berbasis Masyarakat (Perda No.16

Upload: denny-karwur

Post on 27-Jul-2015

433 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Marine Sanctuary

TRANSCRIPT

Page 1: Keberlanjutan Peran Pemerintah Dan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Terumbu Karang Di Daerah

KEBERLANJUTAN PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN LEMBAGA KAMPUNG DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT

DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT

denny KARWUR

Mahasiswa Program Doktor pada Program Study Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB/Bogor / Legal Advisor – PMU Consultan Kabupaten Raja Ampat

Email : [email protected]

Abstract

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dalam pasal 36 ayat (5) disebutkan bahwa masyarakat diberi peran membantu dalam pengawasan dan pengendalian untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Mengingat pengelolaan terumbu karang di daerah perlindungan laut merupakan bagian dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil yang kebijakannya bersifat lintas sektoral, maka perlu koordinasi oleh lembaga di tingakat kampung dan daerah.

Keberlanjutan Kelembagaan yang akan dibentuk di tingkat Daerah maupun Kampung, harus mempunyai komitmen bersama sehingga kegiatan yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan dan tidak mengecewakan masyarakat serta berdampak terhadap keberlanjutan kelestarian terumbu karang akibatnya terbengkalainya Daerah Perlindungan Laut yang telah di pilih dan ditetapkan disahkan dalam Peraturan Kampung.

Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam hal Pendanaan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut yang ditetapkan berdasarkan Perda No. 16 Tahun 2006, belum disahkan, hal ini disebabkan karena Peraturan Daerah tersebut belum di implementasikan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat terpadu.

Berdasarkan Rancangan Peraturan Kampung yang sudah dibuat bersama antara masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Raja Ampat, antara lain di Distrik Waigeo Selatan (Perkam Saporken, Perkam Friwen, Perkam Saonek, Perkam Yenbeser) dan Distrik Meosmansar (Perkam Kapisawar, Perkam Kurpapa, Perkam Sawandarek, Perkam sawinggrai, Perkam Yenbekwan, Perkam Yenbuba, Perkam Yenwaupnor) dalam substansi Rancangan dicantumkan tentang tugas dan peran kelembagaan, tersirat bahwa tanggung-jawab keberlanjutan kawasan konservasi berada di bawah lembaga kampung yang dibentuk.

Sehubungan dengan proses mekanisme penyusunan dan penetapan yang masih dipengaruhi oleh Adat Istiadat masyarakat setempat, yaitu tidak menentang atau melawan yang di tuakan atau dihormati, maka proses penetapan masih mengalami hambatan karena prosesnya dilakukan dengan cara “bottom up”. Walaupun kebijakan yang diambil oleh masyarakat dalam proses penyusunan peraturan kampung adalah bersifat demokrasi, akan tetapi perlu keterlibatan Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan suatu kebijakan yang mendukung proses pengelolaan daerah perlindungan laut, sehingga penetapan Peraturan Kampung. Dengan mengeluarkan suatu Peraturan Bupati sebagai dasar hukum dari Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu Berbasis Masyarakat (Perda No.16 Tahun 2006), maka proses Penetapan rancangan Peraturan Kampung yang sudah ada akan secepatnya di laksanakan menjadi Peraturan Kampung.

Keberlanjutan peran Pemerintah Daerah dan masyarakat Kabupaten Raja Ampat perlu diwujudkan secara kongkrit dalam program Pengelolaan Terumbu Karang khususnya di Daerah Perlindungan Laut yang sudah dipilih dan akan ditetapkan dalam Peraturan Kampung. Selanjutnya Pemerintah Daerah segera melakukan perubahan/revisi Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu Berbasis Masyarakat, karena penetapan Peraturan Daerah tersebut belum mengacu pada Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pengelolaan Pesisir dan Laut serta Kawasan Konservasi di Kabupaten Raja Ampat telah disahkan dua Peraturan Daerah yaitu Perda No. 16 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat, dan Perda No 27 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Laut dan Pengelolaan Kepariwisataan Daerah. Untuk menghindari konflik kepentingan dan dalam pengelolaan Terumbu Karang, konservasi dan kepariwisataan sehubungan dengan adanya 2 (dua) Peraturan Daerah yang beraviliasi di wilayah pesisir dan laut, maka perlu diwujudkan Program Kemitraan Terpadu antar lembaga dari pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga internasional di wilayah Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat.