keberagamaan muslim syi'ah studi kasus ritual doa kumail...

Download KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH STUDI KASUS RITUAL DOA KUMAIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8633/1/LAILA... · pengesahan panitia ujian skripsi berjudul keberagamaan

If you can't read please download the document

Upload: phamnhi

Post on 06-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH

    Studi Kasus Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC),

    Buncit, Jakarta Selatan

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Sebagai Persyaratan Untuk Mencapai

    Gelar Sarjana Sosial (S.sos)

    Oleh:

    LAILA MASYITOH

    NIM: 101032221700

    JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

    FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1429 H./2008M.

  • KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH

    Studi Kasus Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC),

    Buncit, Jakarta Selatan

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Sosial (S.sos)

    Oleh:

    LAILA MASYITOH

    NIM:101032221700

    Di bawah Bimbingan

    Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, M.A.

    NIP: 150 228 884

    JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

    FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1429 H./2008 M.

  • PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH: STUDI

    KASUS RITUAL DOA KUMAIL DI ISLAMIC CULTURAL CENTER

    (ICC), BUNCIT, JAKARTA SELATAN telah diujikan dalam sidang

    munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    pada tanggal 16 Oktober 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

    memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) pada jurusan Sosiologi Agama.

    Jakarta, 20 Oktober 2008

    Sidang Munaqasyah

    Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap

    Anggota

    Dra. Ida Rosyidah, M.A. Dra. Joharatul Jamilah,

    M.si.

    NIP: 150 242 267 NIP: 150 282 401

    Anggota

    Penguji I Penguji II

    Dr. Faris Fari, M.Fils. Dra. Ida Rosyidah, MA.

    NIP: 150 254 627 NIP: 150 242 267

    Pembimbing

    Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, MA.

    NIP: 150 228 884

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan

    rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skipsi ini. Shalawat

    dan salam semoga selalu dilimpahkan pada nabi Muhammad SAW yang menjadi

    rahmat bagi seluruh alam, yang menjadi petunjuk bagi manusia, beserta keluarga

    dan sahabatnya.

    Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

    penulis hadapi, namun banyak pula pelajaran yang didapat. Berkat motivasi dan

    bantuan dari semua pihak akhirnya penulis dapat mengambil hikmah dari

    kesulitan yang dihadapi. Merupakan sebuah penantian yang cukup lama bagi

    penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi untuk mencapai gelar kesarjanaan

    Strata 1 (S1) pada jurusan Sosiologi Agama ini. Pada kesempatan ini penulis ingin

    menghaturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang

    telah membimbing dan membantu penulis dalam suka maupun duka untuk segera

    menyelesaikan skripsi ini. Adapun ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan

    kepada:

    1. Prof. Dr. M. Amin Nurdin, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

    Filsafat beserta seluruh civitas Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah

    mengarahkan, membimbing dan melayani seluruh kebutuhan administratif dan

    akademik kepada penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

  • 2. Dra. Ida Rosyidah, MA., selaku ketua jurusan Sosiologi Agama, Dra.

    Jauharotul Jamilah, M.si, selaku sekretaris jurusan Sosiologi Agama dan Drs.

    Ramlan A. Gani, MA., selaku pembimbing akademik yang senantiasa

    membimbing penulis selama perkuliahan.

    3. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, MA., selaku pembimbing yang telah bersedia

    meluangkan waktunya dengan kesabaran dalam membimbing dan memberi

    saran-saran kepada penulis.

    4. Kepala Perpustakaan Utama dan Kepala Perpustakaan Fakultas Ushuluddin

    dan filsafat beserta seluruh stafnya yang telah memberikan pelayanan dengan

    baik.

    5. Ust. Ali Husain Alatas selaku sekretaris di ICC dan Ust. Abdullah Beik selaku

    selaku manager divisi pendidikan dan dakwah beserta seluruh jajaran di ICC

    yang bersedia meluangkan waktunya untuk penulis. Ustad Fahmi al-Jufri di

    yayasan Ahlul Bait yang telah memberikan informasi dan buku-buku yang

    berkaitan dengan pembahasan penulis. Seluruh informan (Ali Reza, Wahyu

    Hidayat, Sarah al-Haddar, Hasan Shahab, Salman Nasution, Arifah Halim,

    Etty Sukesti, Arif Mulyadi, Arifin, Ahmad Hazami, Syarah Asshofie, Siti

    Saihatun dan Salman) yang telah bersedia memberikan informasi tentang doa

    Kumail pada penulis. Semoga Allah membalas amal baik kalian semua.

    6. Kedua orang tua penulis, Bapak Muhammad Salbani dan Ibu Sopiyah yang

    senantiasa menyemangati penulis untuk giat menyelesaikan skripsi ini dan tak

    pernah lelah mendoakan untuk keberhasilan anak-anaknya. Terima kasih juga

    untuk adik-adikku Ahmad Zakaria dan Hayati Hidayah yang senantiasa

  • mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kritikan kalian

    walau kadang menyakitkan tapi ada benarnya. Terima kasih juga untuk Lek

    Sam dan Tante Risma yang selalu mendoakan untuk kesuksesan penulis.

    7. Terima kasih untuk sahabatku Nia imoet Novitasari yang tidak pernah

    bosan menjadi tempat penulis untuk berkonsultasi. Terima kasih buat Tarobin

    yang sudah memberikan ide dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk

    Eltri yang tak pernah bosan memberikan semangat bagi penulis. Terima kasih

    juga untuk Sari yang sudah banyak membantu penulis selama proses

    penelitian. Untuk sahabat-sahabatku Ipeh, Kokom, Dila, Nourma, Supri,

    Samsul, Amin, Alvi, Tati, Seha, Ika, Imas, Yati, Tita, Annie.semoga

    persahabatan kita selalu abadi selamanya. Juga semua pihak yang telah

    banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Hanya Allah SWT yang dapat membalas jasa-jasa mereka yang telah

    memberikan perhatiannya pada penulis. Teriring doanya semoga penulis dapat

    membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

    Berbagai macam kekurangan pasti terdapat dalam penulisan tugas akhir

    ini, untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap

    agar karya ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

    Ciputat, 26 September 2008

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR.............................................................................. i

    DAFTAR ISI............................................................................................ iv

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah...................................................... 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 6

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................ 7

    D. Metodologi Penelitian......................................................... 7

    E. Sistematika Penulisan ......................................................... 13

    BAB II. KAJIAN TEORI

    A. Agama dan Keberagamaan

    1. Pengertian Agama......................................................... 15

    2. Fungsi Agama............................................................... 18

    3. Ruang Lingkup Agama ................................................. 21

    4. Pengertian Keberagamaan............................................. 23

    5. Dimensi-dimensi Keberagamaan................................... 25

    B. Ritual dan Doa

    1. Pengertian Ritual........................................................... 28

    2. Pengertian Doa.............................................................. 30

    3. Faktor-faktor Penunjang Doa ........................................ 34

  • 4. Syarat-syarat Doa.......................................................... 35

    5. Waktu dan Tempat yang Baik Untuk Berdoa................. 36

    6. Manfaat Doa ................................................................. 38

    C. Seputar Syi'ah

    1. Pengertian Tentang Syi'ah ............................................. 41

    2. Latar Belakang Munculnya Syi'ah................................. 42

    3. Prinsip-prinsip Ajaran Syi'ah ....................................... 44

    4. Doa dalam Ajaran dan Tradisi Syi'ah ............................ 47

    BAB III. GAMBARAN UMUM ISLAMIC CULTURAL CENTER (ICC)

    A. Sejarah Berdirinya Islamic Cultural Center (ICC) ............... 51

    B. Visi, Misi, Tujuan dan Strategi Didirikannya Islamic Cultural

    Center (ICC) ....................................................................... 53

    C. Sarana dan Prasarana di Islamic Cultural Center (ICC) ....... 58

    D. Kegiatan-kegiatan di Islamic Cultural Center (ICC) ........... 59

    BAB IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

    A. Sejarah Doa Kumail

    1. Profil Kumail bin Ziyad an-Nakha'i................................ 62

    2. Riwayat Doa Kumail...................................................... 63

    3. Isi dan Tujuan Doa Kumail............................................. 65

    B. Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)

    1. Pemahaman Muslim Syi'ah di Islamic Cultural Center (ICC)

    Tentang Ritual Doa Kumail............................................ 67

    2. Prosesi Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center

  • (ICC)................................................................................. 71

    3. Intensitas Jama'ah dalam Melaksanakan Ritual Doa Kumail

    di Islamic Cultural Center (ICC)......................................... 76

    4. Fungsi Sosiologis Doa Kumail........................................ 78

    C. Interaksi Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)

    dengan Masyarakat

    1. Interaksi dengan Sesama Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural

    Center (ICC).......................................................................... 82

    2. Interaksi Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)

    dengan Masyarakat Sekitar .................................................. 83

    BAB V. PENUTUP

    A. Kesimpulan .......................................................................... 86

    B. Saran-saran........................................................................... 88

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 89

    LAMPIRAN-LAMPIRAN...................................................................... 93

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju demikian pesatnya,

    membantu manusia untuk mendapatkan dan memenuhi keperluan hidupnya,

    terutama keperluan yang bersifat material. Dalam hal moril, ilmu pengetahuan dan

    teknologi belum atau dapat dikatakan tidak mampu membantu manusia, karena

    hal-hal yang bersifat moril dan batiniah berada di luar jangkauan ilmu

    pengetahuan dan teknologi. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang terlepas

    dari harapan dan keinginan untuk mendapatkan bantuan dari orang lain atau dari

    Yang Maha Kuasa.1

    Dalam kehidupan yang hingar-bingar ini, selalu saja ada momen ketika

    seorang manusia merasa tidak tahu dan tidak mampu lagi mengatasi masalah yang

    membelenggu dirinya. Bahkan, seorang yang sangat rasional sekalipun, yang

    seakan-akan tidak memberikan ruang pada kekuatan adi kodrati dan supernatural,

    suatu saat juga akan mengalami kondisi saat dirinya merasa tidak mampu lagi

    mengatasi segala himpitan kehidupan yang menderanya. Saat kondisi tersebut

    tiba, maka manusia membutuhkan kekuatan yang bisa disebut sebagai Tuhan,

    Sang hidup atau apa pun. Salah satu ekspresinya, seseorang membutuhkan doa

    sebagai sarana untuk memecahkan masalah yang sangat berat dan telah

    mengalami jalan buntu.

    1 Zakiah Darajat, Doa Menunjang Semangat Hidup (Jakarta: CV. Ruhama, 1996), Cet. 6,

    h. 15.

  • Doa merupakan sarana penting bagi manusia sebagai makhluk yang

    bernalurikan (fitrah) selalu butuh akan kekuatan Yang Maha Tinggi dan Maha

    Kuat. Doa juga merupakan pengakuan akan kelemahan manusia sebagai makhluk

    dihadapan khaliknya. Dengan doa segalanya menjadi tercurahkan sehingga

    terjalinlah hubungan langsung antara Allah dengan makhluknya.2 Doa adalah

    seruan dari bawah ke atas dan tidak dihadapkan kecuali kepada zat yang

    kekuasaannya melebihi kekuasaan yang berdoa. Doa mempunyai kedudukan yang

    sangat penting dalam kehidupan, namun sayangnya tidak sedikit kaum muslimin

    yang enggan menggunakannya padahal doa merupakan anugerah Allah yang

    sangat besar bagi manusia, bahkan merupakan senjata bagi insan yang beriman.3

    Doa merupakan kebutuhan alamiah mendasar seorang muslim.

    Kebutuhannya terhadap doa sama persis dengan kebutuhannya terhadap makanan

    dan minuman. Doa memuaskan rasa lapar dan dahaga manusia atas kasih sayang

    dan keselamatan yang akan menghidupkan hati dan menyinari ruhnya.4 Terdapat

    sejumlah keadaan yang dialami manusia saat berhadapan dengan kerasnya

    kehidupan, tekanan berbagai masalah serta onggokan krisis internal dan eksternal.

    Itulah bentuk kelemahan hamba dihadapan penciptanya. Ia merasa lemah ketika

    berhubungan dengan kekuatan Allah SWT, sekaligus merasa mulia dengannya

    tatkala menjalin hubungan dengan zat yang Maha Kuat. Begitulah doa yang

    2 Jejen Musyfah dan Anis Masykur, Doa Ajaran Ilahi: Kumpulan Doa dalam aL-Quran

    Beserta Tafsirnya (Bandung: Hikmah, 2001), Cet. 1, h. ix. 3 Mutawalli Syarawi, Doa Yang Dikabulkan (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1994), Cet. 1,

    h. 9. 4 Husain Fadhlullah, Persembahan Untuk Tuhan: Etika dalam Berpuasa (Bogor: Cahaya,

    2003), Cet. 1, h. 153-154.

  • menjadi faktor pembaharu kekuatan hidup manusia, yang membebaskannya dari

    himpitan masalah dan tekanan keangkuhan dirinya.

    Pada dasarnya kehidupan beragama umat islam tidak hanya ditandai

    dengan pelaksanaan ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi juga

    ibadah sunnah seperti zikir dan doa. Sebagaimana halnya ibadah wajib, doa

    mengandung dua aspek, yaitu vertikal dan horizontal. Sebagai hubungan vertikal,

    doa merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap

    keselamatan di akhirat kelak yaitu masuk surga dan terhindar dari api neraka.

    Kemudian sebagai hubungan horizontal, doa bermanfaat untuk memperkuat jiwa

    dan pikiran manusia agar dapat menjalankan tugas duniawinya dengan baik.5

    Menurut Alexis Carel6, doa bukan hanya menyembah dan ibadah, ia juga

    pancaran tidak kasat mata ruh pengabdian manusia yakni sebentuk energi terkuat

    yang dapat dibangkitkan manusia. Pengaruh doa atas tubuh dan jiwa manusia

    dapat ditunjukkan sebagaimana halnya pengaruh kelenjar sekresi. Hasilnya dapat

    diukur dalam batas-batas daya layang fisik yang meningkat, kekuatan intelektual

    yang besar, stamina moral dan pemahaman mendalam tentang realitas yang

    mendasari hubungan kemanusiaan.7

    Dalam perspektif sosiologi agama, doa merupakan bagian dari ritus

    (ibadah), dimana ritus ini adalah salah satu aspek keberagamaan manusia. Ritus

    (ibadah) adalah bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan dapat

    5 Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan

    Akhirat (Ciputat: Kalam Pustaka, 2004), Cet. 1, h. 1. 6 Seorang tokoh filsuf dan ilmuan Prancis (1873-1944 M)

    7 M. Arief Hakim, Doa-Doa Terpilih: Munajat Hamba Allah dalam Suka dan Duka

    (Bandung: Marja, 2004), Cet. 2, h. 15.

  • diamati.8 Ritus ini tentu saja mencakup semua jenis tingkah laku seperti memakai

    pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan harta, mengucapkan ucapan-ucapan

    formal tertentu, bersemedi (mengheningkan cipta), menyanyi, menyanyikan lagu

    gereja, berdoa (sembahyang), memuja, mengadakan pesta, berpuasa, menari,

    berteriak, mencuci dan membaca. Hal ini sejalan dengan pendapat Hendropuspito

    mengenai agama. Agama (religi) lebih dipandang sebagai wadah lahiriah atau

    sebagai instansi yang mengatur pernyataan itu di forum terbuka (masyarakat) dan

    yang manifestasinya dapat dilihat (disaksikan) dalam bentuk kaidah-kaidah, ritus

    dan kultus, doa dan lain sebagainya.9

    Untuk mengimani Allah sebagai pencipta Yang Maha Pemurah, Maha

    Pengampun, Maha Pencipta dan Maha Pemelihara, seorang muslim sekaligus

    dituntut untuk mengungkapkan kepercayaan ini dengan menjadikan Allah SWT

    sebagai satu-satunya objek pemujaan. Pemujaan ini dalam dimensi lahirnya

    mewujudkan dirinya dalam bentuk shalat wajib, puasa dan lain sebagainya, tetapi

    dalam dimensi batinnya ia menemukan perwujudannya dalam doa-doa yang

    menyentuh kalbu dan munajat-munajat yang mengharu-biru.10 Permohonan-

    permohonan dan doa-doa merupakan bentuk paling mendalam dari pengakuan

    seorang muslim akan penyerahan dirinya pada kehendak Yang Maha Kuasa.

    Untuk memahami doa di kalangan muslim Syiah, kita dapat menelaah

    doa-doa yang termaktub dalam riwayat para imam ahlul bait. Dalam tradisi

    Syiah, doa bukan hanya pengganti bagi kelemahan manusia, melainkan

    8 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama

    (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. 7, h. 15. 9 Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: PT. Kanisius, 1983), Cet. 22, h. 36.

    10Sayyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam (Bandung: Mizan, 2002),

    Cet. 1, h. 236.

  • penyokong kekuatan manusia dan penopang usaha-usaha positif dan konstruktif

    individu untuk membentuk kehidupan pribadi dan sosialnya. Artinya, doa

    bukanlah pengganti kerja atau sama dengan tanggung jawab, melainkan berjalan

    selaras dengan kerja keras, ikhtiar, perjuangan dan ketekunan.11

    Beberapa doa yang disusun oleh Ali bin Abi Thalib bukan hanya

    merupakan maha karya dari khazanah literatur doa, melainkan juga mata air dari

    konsep-konsep filsafat, mistik, metafisik, etika dan teologi islam. Dari beberapa

    doa yang ditulis oleh beliau, ada yang diberikan kepada muridnya Kumail bin

    Ziyad an-Nakhai. Kumail adalah murid sekaligus sahabat pilihan dari imam Ali

    as. Beliau merupakan pengikut setia dan salah seorang kepercayaan imam Ali.

    Mengenai kepribadiannya cukuplah bila diingat bahwa salah satu hadist Ali as

    yang terkenal dalam Nahjul Balaghah, diajarkan Imam Ali khusus kepada Kumail.

    Semua wasiat-wasiat imam Ali yang disampaikan kepada Kumail terkumpul

    dalam buku Wasiat Imam Kepada Kumail atau sekarang lebih dikenal dengan

    nama Doa Kumail".12

    Doa ini penuh dengan nilai yang tak terkira, dan mengandung makrifat

    yang menakjubkan, Kumail diajari supaya membaca doa ini setiap malam Jumat

    dan malam nisfu Syaban dan dengan membaca doa ini api cintanya kepada Allah

    Yang Maha Kuasa pun berkobar.

    Adapun pelaksanaan doa Kumail di Jakarta salah satunya dilakukan di

    ICC (Islamic Cultural Center) yang ada di wilayah Buncit, Jakarta Selatan. Doa

    ini dibaca setiap malam Jumat setelah shalat Isya. Doa Kumail yang dilakukan di

    11

    M.S. Nasrullah, Falsafah Doa, Afif Muhammad, ed. Islam Mazhab Pemikiran dan

    Aksi (Bandung: Mizan, 1995), Cet. 2, h. 103. 12 Doa Kumail (Referensi kurang jelas)

  • ICC diikuti oleh banyak peserta dari wilayah Jabodetabek. Doa ini dilakukan

    dengan penuh kekhidmatan, sehingga orang-orang yang ada di dalamnya

    tenggelam dalam kekhusyuan lantunan doa Kumail.

    Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas tentang doa

    Kumail di ICC, dan menuangkannya dalam sebuah skripsi dengan judul

    Keberagamaan Muslim Syi'ah: Studi kasus Ritual Doa Kumail di Islamic

    Cultural Center (ICC), Buncit, Jakarta Selatan"

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Untuk memperjelas permasalahan dalam memahami judul skripsi ini,

    maka pembatasan masalah hanya menitikberatkan pada keberagamaan muslim

    Syiah yakni pada pelaksanaan ritual doa Kumail, yang meliputi pemahaman

    tentang ritual doa Kumail, Prosesi ritual doa Kumail, intensitas dalam

    melaksanakan ritual doa Kumail dan fungsi sosiologis doa Kumail dalam

    kehidupan sehari-hari.

    Berdasarkan pembatasan tersebut, maka penulis dapat merumuskan

    permasalahan sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah pemahaman jama'ah doa Kumail di Islamic Cultural Center

    (ICC) tentang ritual doa Kumail?

    2. Bagaimanakah prosesi ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)?

    3. Bagaimanakah intensitas jama'ah dalam melaksanakan ritual doa Kumail?

    4. Bagaimanakah fungsi sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari?

  • C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk

    mendeskripsikan ritual doa Kumail dan keberagamaan muslim Syiah di Islamic

    Cultural Center (ICC), Buncit, Jakarta Selatan.

    Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain:

    1. Untuk mengetahui pemahaman jama'ah tentang ritual doa Kumail di Islamic

    Cultural Center (ICC)

    2. Untuk mengetahui prosesi ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)

    3. Untuk mengetahui intesitas jama'ah dalam melaksanakan ritual doa Kumail

    4. Untuk mengetahui fungsi sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari

    5. Untuk menambah wawasan penulis dalam hal penulisan karya ilmiah

    6. Untuk memenuhi tugas akademik kampus, yaitu untuk penulisan skripsi

    7. Sebagai input untuk melengkapi informasi dibidang sosial keagamaan

    D. Metodologi Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

    mendapatkan data dengan tujuan tertentu.13

    Pendekatan yang dipakai dalam

    penelitian ini adalah kualitatif dan jenis penelitiannya adalah "studi kasus".

    Menurut Bogdan dan Taylor, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian

    yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

    orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Jarome Kirk dan Marc L. Miller,

    13 Sugiono, Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2002), h.1.

  • metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

    secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam

    kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam

    bahasanya dan dalam peristilahannya.14

    Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan bentuk studi

    kasus, yaitu penelitian dimana berbagai jenis segi kehidupan suatu kelompok

    sosial diteliti secara menyeluruh.15

    Studi kasus merupakan bentuk penelitian yang

    mendalam tentang aspek-aspek lingkungan sosial, lingkungan pendidikan,

    keagamaan termasuk manusia di dalamnya. Bentuk studi kasus dapat diperoleh

    dari laporan hasil pengamatan, catatan pribadi, biografi orang yang diteliti dan

    keterangan dari orang yang mengetahui tentang hal itu. Dalam skripsi ini, penulis

    memilih studi kasus terhadap jama'ah doa Kumail di ICC.

    2. Subjek Penelitian

    Pada penelitian studi kasus, peneliti tidak melakukan populasi sampel

    sebagaimana survei dan eksperimen, melainkan subjek penelitian. Istilah subjek

    penelitian menunjuk kepada orang atau individu ataupun kelompok yang

    dijadikan unit (satuan) kasus yang diteliti.16

    Subjek penelitian dalam skripsi ini adalah jama'ah doa Kumail dan

    Pengurus-pengurus di ICC. Mengenai jumlah subjek yang akan diteliti, penulis

    menetapkan 15 orang informan, yakni 10 orang informan laki-laki dan 5 orang

    informan perempuan, yang terdiri dari para jama'ah doa Kumail dan pengurus di

    14

    Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

    2005), Cet. 21, h.4. 15

    Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: LPFE UI, 2000), h. 251. 16

    Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Press, 2003), h.

    109.

  • ICC. Informan yang berasal dari pengurus ICC berjumlah 6 orang dan dari

    jama'ah doa Kumail berjumlah 9 orang yang masing-masing mempunyai profesi

    yang berbeda-beda seperti karyawan, mahasiswa, wartawan dan lain-lain.

    Menurut Strauss, tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah minimal

    subjek yang harus dipenuhi dalam suatu penelitian kualitatif, apabila data yang

    diperoleh sudah cukup memadai, maka dapat diambil subjek dalam jumlah kecil.

    Dalam penelitian ini penulis memilih lebih banyak informan laki-laki dari pada

    informan perempuan karena pada umumnya mereka lebih bisa meluangkan waktu

    untuk diwawancarai, selain itu informan laki-laki lebih terbuka dan objektif dalam

    memberikan informasi yang berkaitan dengan Syi'ah dan doa Kumail. Selain itu

    juga penulis memilih informan dari para jama'ah doa Kumail dan pengurus di

    ICC, karena mereka mengetahui dan mendalami tentang ritual doa Kumail

    sehingga memudahkan penulis untuk mengali lebih banyak informasi yang

    berkaitan dengan hal yang penulis teliti.

    Ada perbedaan variasi antara jama'ah laki-laki dan jama'ah perempuan

    dalam mengekpresikan apa yang mereka rasakan ketika melaksanakan ritual doa

    Kumail. Pada umumnya jama'ah laki-laki lebih dominan dalam mengeluarkan

    ekspresinya, yakni pada saat berdoa ketika menangis mereka sangat lepas

    dibandingkan jama'ah perempuan. Walaupun sama-sama menangis, suara jama'ah

    laki-laki lebih terdengar jelas dari pada jama'ah perempuan. Akan tetapi

    perbedaan variasi yang ada tidak mengurangi kekhusyu'an mereka dalam

    menjalankan ritual doa Kumail.

  • 3. Teknik Pengumpulan Data

    Adapun teknik pengumpulan data dalam skripsi ini yaitu:

    a. Pengamatan (Observasi)

    Observasi merupakan sebuah metode untuk melakukan pengamatan

    terhadap objek penelitian yang dilakukan pada saat penelitian lapangan

    berlangsung.17 Teknik ini dipandang sangat berguna untuk memperoleh data-data

    yang dimungkinkan dapat membantu kelengkapan hasil penelitian. Pada

    penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk Participant observation (observasi

    partisipasi), yaitu melakukan pengamatan dengan cara ikut serta pada kegiatan

    doa Kumail di ICC. Penulis melakukan observasi selama 5 bulan, terhitung dari

    bulan September 2007 sampai dengan bulan Februari 2008. Dalam penelitian ini

    penulis ikut serta kurang lebih sebanyak 14 kali dalam pelaksanaan doa Kumail di

    ICC. Alasan penulis ikut serta dalam pelaksanaan doa tersebut sebanyak 14 kali

    yakni agar bisa lebih dekat dengan para jama'ah agar bisa mendapatkan banyak

    informasi dari mereka, selain itu juga untuk memperluas pengetahuan penulis

    tentang ritual doa Kumail serta kegiatan-kegiatan lainnya yang ada di ICC..

    Adapun hambatan yang dihadapi selama penelitian yaitu sulitnya

    melakukan pendekatan dengan para jama'ah, khususnya jama'ah perempuan

    karena biasanya mereka datang ketika doa sudah dimulai dan ketika doa selesai

    mereka langsung pulang. Mereka juga cenderung lebih tertutup dan hati-hati

    dalam memberikan informasi, jadi penulis kesulitan untuk menggali dan

    mendapatkan informasi dari mereka.

    17

    Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

    Cipta, 1996), h. 133.

  • b. Wawancara (Interview)

    Wawancara (interview) adalah sebuah proses memperoleh keterangan

    untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

    pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan

    pedoman (guide) wawancara.18 Wawancara dilakukan dalam rangka memperoleh

    data yang tidak didapatkan dari observasi dan sebagai pembantu utama dari

    metode observasi.

    Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara mendalam (depth

    interview). Wawancara mendalam ini memainkan peranan besar dalam penelitian

    studi kasus. Wawancara secara mendalam ini bersifat luwes, artinya susunan

    pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat

    wawancara berlangsung. Selain itu wawancara dalam penelitian ini bersifat

    terbuka dimana para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan

    mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Sebelum wawancara dilakukan,

    terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara (interview guide) yang

    berhubungan dengan keterangan yang ingin digali.

    c. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

    Metode ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang

    berkaitan dengan permasalahan dari berbagai sumber seperti buku, artikel,

    majalah maupun internet.

    18

    Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi Ekonomi dan

    Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2005), Cet. 1, h. 126.

  • 4. Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam skripsi ini

    meliputi: pedoman wawancara, tape recorder dan buku catatan. Pedoman

    wawancara dimaksudkan supaya wawancara berjalan terarah dan tidak keluar dari

    permasalahan yang dirumuskan. Sementara itu tape recorder digunakan untuk

    merekam perkataan subjek penelitian dan buku catatan untuk mencatat hal-hal

    yang tidak terekam atau terlewati dalam wawancara.

    5. Analisis Data

    Untuk memperoleh hasil penelitian yang lengkap, tepat dan benar, maka

    diperlukan metode yang Valid (sahih) dalam menganalisa data. Dalam penelitian

    ini, data dianalisis secara kualitatif. Data yang diperoleh dari observasi partisipasi,

    wawancara dan dokumen-dokumen tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian,

    maksud utama analisis data ini agar dapat dimengerti, sehingga penemuan yang

    dihasilkan dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Adapun pelaksanaan

    analisisnya dilakukan pada saat masih dilapangan dan setelah data terkumpul,

    peneliti menganalisa data-data sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus-

    menerus dari awal sampai akhir penelitian.

    Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku Pedoman

    Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh

    CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

  • E. Sistematika Penulisan

    Laporan hasil penelitian ini akan dituangkan dalam karya tulis skripsi

    dengan sistematika sebagai berikut:

    BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan hal-hal seputar latar

    belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

    manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika

    penulisan.

    BAB II : Merupakan bab yang membahas tentang kajian teori yaitu tentang

    pengertian agama dan keberagamaan yang terdiri atas pengertian

    agama, fungsi agama, ruang lingkup agama, pengertian

    keberagamaan dan dimensi-dimensi keberagamaan serta ritual dan

    doa yang terdiri atas pengertian ritual, pengertian doa, faktor-faktor

    penunjang doa, syarat-syarat doa, waktu dan tempat yang baik

    untuk berdoa dan manfaat doa seputar Syi'ah yang terdiri atas

    pengertian Syi'ah, latar belakang munculnya Syi'ah, prinsip-prinsip

    dalam ajaran Syi'ah serta doa dalam ajaran dan tradisi Syi'ah.

    BAB III : Bab ini berisi tentang profil Islamic Cultural Center (ICC) yang

    terdiri atas sejarah berdirinya Islamic Cultural Center, visi, misi,

    tujuan dan strategi didirikannya Islamic Cutural Center, sarana dan

    prasarana di Islamic Cultural Center, serta kegiatan-kegiatan di

    Islamic Cultural Center.

    BAB IV : Bab ini berisi tentang pembahasan hasil penelitian yang terdiri atas

    sejarah doa Kumail yang berisi profile kumail bin Ziyad an-

  • Nakha'i, riwayat doa Kumail serta isi dan tujuan doa Kumail; ritual

    doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) yang berisi

    pemahaman muslim Syi'ah di Islamic Cultural Center (ICC)

    tentang ritual doa Kumail, prosesi ritual doa Kumail di Islamic

    Cultural Center (ICC), intensitas jama'ah dalam melaksanakan

    ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dan fungsi

    sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari; dan interaksi

    jama'ah doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dengan

    masyarakat yang berisi interaksi dengan sesama jama'ah doa

    Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dan interaksi jama'ah doa

    Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dengan masyarakat

    sekitar.

    BAB V : Penutup. Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban

    dari permasalahan dan saran-saran.

  • BAB II

    KAJIAN TEORI

    A. Agama dan Keberagamaan

    1. Pengertian Agama

    Agama berasal dari bahasa sansekerta, yaitu a yang berarti tidak dan

    gama yang berarti kacau. Hal ini mengandung pengertian bahwa agama adalah

    suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.19

    Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan

    peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur

    hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia

    dengan lingkungannya. Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem-

    sistem nilai, karena pada dasarnya aturan-aturan tersebut bersumber pada etos dan

    pandangan hidup. Karena itu juga, aturan-aturan dan peraturan-peraturan yang ada

    dalam agama lebih menekankan pada hal-hal yang normatif atau yang seharusnya

    dan sebaiknya dilakukan, dan bukannya berisikan petunjuk-petunjuk yang bersifat

    praktis dan teknis dalam hal manusia menghadapi lingkungannya dan

    sesamanya.20

    Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan

    dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa kecuali. Ia

    merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial

    19

    Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. 2,

    h. 13. 20

    Roland Robertson, Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis (Jakarta: PT.

    Rajawali Pers, 1988), Cet. 1, h. v.

  • suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu

    masyarakat di samping unsur-unsur yang lain, seperti kesenian, bahasa, sistem

    mata pencaharian, sistem peralatan, dan sistem organisasi sosial.21

    Dalam Kamus Sosiologi, pengertian agama ada tiga macam, yaitu (1)

    Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual; (2) Perangkat kepercayaan dan praktek-

    praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) Ideologi

    mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.22

    Emile Durkheim seorang pelopor sosiologi agama di Prancis, mengatakan

    bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi,

    sedangkan Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia.

    Jelaslah bahwa agama menunjukkan seperangkat aktivitas manusia dan sejumlah

    bentuk-bentuk sosial yang mempunyai arti penting.23

    Menurut E.B Taylor, agama adalah kepercayaan terhadap adanya wujud-

    wujud spiritual. Definisi seperti ini tidak terlalu memuaskan dan dikritik karena

    terlalu bersifat intelektualis dan kurang melibatkan aspek emosi dan

    penghormatan di dalam praktek-praktek keagamaan. Karena itu Radcliffe Brown

    mencoba memperbaiki kekurangan pada definisi Taylor. Menurutnya agama

    adalah salah satu bentuk ekspresi ketergantungan kepada kekuatan di luar diri

    manusia, yakni kekuatan yang dapat dikatakan sebagai kekuatan spiritual atau

    21

    Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 14. 22

    Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 129. 23

    Thomas F. ODea, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal (Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada, 1995), Cet. 6, h. 3.

  • kekuatan moral. Ekspresi dari ketergantungan itu adalah ibadat atau upacara

    keagamaan yang melibatkan emosi dan penghormatan.24

    Sementara itu menurut seorang ahli sosiologi kebangsaan Amerika J.

    Milton Yinger, agama adalah sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan

    oleh berbagai bangsa dalam perjuangan mereka dalam mengatasi persoalan dalam

    hidup. Agama merupakan keengganan untuk menyerah pada kematian, menyerah

    dalam menghadapi frustasi, dan untuk menumbuhkan rasa persaudaraan diantara

    sesama manusia.25

    Knight Dunlop mempunyai pendirian yang senada, ia melihat

    agama sebagai sarana terakhir yang sanggup menolong manusia jika instansi

    lainnya gagal tak berdaya. Oleh karena itu, menurutnya agama adalah suatu

    institusi atau bentuk kebudayaan yang menjalankan fungsi pengabdian kepada

    umat manusia jika suatu institusi atau lembaga lain tidak bisa menanganinya.26

    Menurut Elizabeth K. Nottingham, agama bukanlah sesuatu yang dapat

    dipahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi (penggambaran). Tak ada

    definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan. Menurutnya agama adalah

    gejala yang sering terdapat di mana-mana, dan agama berkaitan dengan usaha-

    usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan

    keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan

    yang paling sempurna serta perasaan takut dan ngeri. Sekalipun perhatian di

    dalam agama tertuju kepada dunia yang akan datang namun tak jarang agama

    melibatkan dirinya dalam masalah-masalah sehari-hari.

    24

    Bernard Raho, Sosiologi:Sebuah Pengantar (Maumere: Ledalero, 2004), Cet. 1, h. 118-

    119. 25

    Bernard Raho, Sosiologi: Sebuah Pengantar, h. 119. 26 Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1983), Cet. 22, h. 35.

  • Jadi menurut penulis, agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek,

    yaitu dimana masyarakat atau individu mempercayai dan menjalankan perintah

    agama sebagai pedoman hidup baik di dunia maupun di akhirat.

    2. Fungsi Agama

    Adapun yang dimaksud fungsi agama adalah peran agama dalam

    mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat

    dipecahkan secara empiris karena keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian.

    Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat

    merasa sejahtera, aman, stabil dan sebagainya.

    Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dilepaskan dari

    tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakatnya. Berdasarkan

    pengalaman dan pengamatan dapat disimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang

    dihadapi manusia dihadapkan pada tiga hal, yakni ketidakpastian,

    ketidakmampuan dan kelangkaan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka

    manusia akan lari pada agama. Berikut inilah fungsi agama dalam kehidupan

    manusia, yaitu:27

    1). Fungsi Edukatif

    Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas

    mengajar dan tugas bimbingan. Agama menyampaikan ajarannya dengan

    perantaraan petugas-petugasnya baik di dalam upacara (perayaan) keagamaan,

    khotbah, renungan (meditasi), pendalaman rohani dan lain-lain.Untuk

    melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti dukun, kyai,

    27 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38-57.

  • pendeta, imam, nabi dan lain-lain. Mengenai yang disebut nabi ini

    penunjukkannya dilakukan oleh Tuhan. Kebenaran ajaran mereka harus diterima

    karena tak ada yang keliru, hal tersebut diyakini oleh para penganutnya bahwa

    mereka dapat berhubungan langsung dengan yang ghaib dan yang sakral serta

    mendapat ilham khusus darinya.

    2). Fungsi Penyelamatan

    Setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam kehidupan sekarang

    maupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita tertinggi (yang tumbuh dari

    naluri manusia sendiri) itu tidak boleh dipandang ringan begitu saja. Jaminan

    untuk itu mereka temukan dalam agama. Agama mengajarkan dan memberikan

    jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan di dunia

    maupun di akhirat yaitu:

    a. Agama membantu manusia untuk mengenal yang sakral dan makhluk

    tertingi atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya.

    b. Agama sanggup mendamaikan kembali yang salah dengan Tuhan

    dengan jalan pengampunan dan penyucian.

    3). Fungsi Pengawasan Sosial (Social Control)

    Agama ikut bertanggung jawab akan adanya norma-norma susila yang baik

    yang berlaku di masyarakat. Karena hal itulah, agama menyeleksi kaidah-kaidah

    susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan

    menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu.

    Agama juga memberikan sanksi-sanksi yang harus dijatuhkan bagi orang yang

    melanggarnya dan melakukan pengawasan yang ketat atas pelaksanaanya.

  • 4). Fungsi Memupuk Persaudaraan

    Mengenai fungsi ini, jika kita menyoroti keadaan persaudaraan dalam satu

    jenis golongan beragama saja misalnya umat islam tersendiri, umat kristen

    tersendiri maka menjadi teranglah bahwa agama masing-masing sungguh berhasil

    dalam menjalankan tugas memupuk persaudaraan. Karena baik agama Islam

    maupun Kristen masing-masing berhasil mempersatukan sekian banyak bangsa

    yang berbeda ras dan kebudayaannya dalam satu keluarga besar di mana mereka

    menemukan ketentraman dan kedamaian.

    5). Fungsi Transformatif

    Kata transformatif berasal dari bahasa latin transformare artinya

    mengubah bentuk. Jadi fungsi transformatif (yang dilakukan kepada agama)

    berarti mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama dalam bentuk kehidupan

    baru. Ini berarti mengubah nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru.

    Sementara itu transformasi berarti juga mengubah kesetiaan manusia adat kepada

    nilai-nilai adat yang kurang manusiawi dan membentuk kepribadian manusia yang

    ideal.

    Thomas F. ODea menyebutkan ada enam fungsi agama, yaitu: (1) sebagai

    pendukung pelipur lara dan perekonsiliasi, (2) sarana hubungan transendental

    melalui pemujaan dan upacara ibadat, (3) penguat norma-norma dan nilai-nilai

    yang sudah ada, (4) pengoreksi fungsi yang sudah ada, (5) pemberi identitas diri

    dan (6) pendewasaan agama.28

    28 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 130.

  • Horton dan Hunt membedakan fungsi agama menjadi dua yakni fungsi

    manifes dan fungsi laten. Menurut mereka fungsi manifes agama berkaitan

    dengan segi doktrin, ritual dan aturan dalam agama. Namun yang perlu juga

    diketahui adalah fungsi laten agama. Dalam hal ini Durkheim terkenal karena

    pandangannya bahwa agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat,

    baik pada tingkat mikro maupun makro. Pada tingkat mikro, menurut Durkheim

    fungsi agama ialah untuk menggerakkan kita dan membantu kita untuk hidup,

    karena menurutnya melalui komunikasi dengan Tuhan orang yang beriman bukan

    saja mengetahui kebenaran yang tidak diketahui oleh orang kafir tetapi juga

    menjadi seseorang yang lebih kuat. Di segi makro agama pun menjalankan fungsi

    positif, karena memenuhi keperluan masyarakat untuk secara berkala menegakkan

    dan memperkuat perasaan serta ide kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan

    masyarakat tersebut. Melalui upacara agama yang dilakukan secara berjamaah

    maka persatuan dan kebersamaan umat dapat dipupuk dan dibina.29

    3. Ruang Lingkup Agama

    1). Segi Pemahaman

    Dilihat dari sudut pemahaman manusia, agama memiliki dua segi yang

    membedakan dalam perwujudannya, yaitu: 30

    Pertama, segi kejiwaan (Psychological State), yaitu suatu kondisi subjektif

    atau kondisi dalam jiwa manusia berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh

    penganut agama. Kondisi inilah yang biasa disebut kondisi agama, yakni kondisi

    patuh dan taat kepada yang disembah. Kondisi ini bisa dikatakan sebagai emosi

    29

    Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: LPFE UI, 2000), h. 71. 30 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 14.

  • yang dimiliki oleh setiap pemeluk agama yang menjadikannya sebagai hamba

    Tuhan. Dimensi religiusitas seseorang merupakan inti keberagamaan, sehingga

    dihati mereka bisa bangkit rasa solidaritas bagi yang seagama, menumbuhkan

    kesadaran beragama, dan menjadikan seseorang menjadi orang yang shaleh dan

    takwa. Segi psikologis ini sangat sulit diukur dan susah diamati karena merupakan

    milik pribadi pemeluk agama. Pengungkapan keberagamaan segi psikologis ini

    baru bisa dipahami ketika telah menjadi sesuatu yang diucapkan atau dinyatakan

    dalam perilaku orang yang beragama tersebut.

    Kedua, segi objektif (Objective State), yaitu segi luar yang disebut juga

    kejadian objektif, yang merupakan dimensi empiris dari agama. Keadaan ini

    muncul ketika agama dinyatakan oleh penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik

    ekspresi teologis, ritual maupun persekutuan. Segi objektif inilah yang bisa

    dipelajari dengan menggunakan metode ilmu sosial. Segi kedua ini mencakup

    adat istiadat, upacara keagamaan, bangunan, tempat-tempat peribadatan, cerita

    yang dikisahkan, kepercayaan, dan prinsip-prinsip yang dianut oleh suatu

    masyarakat

    2). Kawasan dalam Agama

    Menurut Hendropuspito berdasarkan pengamatan analitis atas kawasan

    agama sebagai objek sosiologis terdapat tiga pembatasan dalam kawasan ini,

    yaitu:31

    Pertama, Kawasan Putih, yaitu suatu kawasan di mana kebutuhan

    manusiawi yang hendak dicapai masih dapat dicapai dengan kekuatan manusia itu

    31 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 36-38.

  • sendiri. Manusia tidak perlu lari pada kekuatan supra-empiris. Dengan akal

    budinya dan dibantu oleh teknologi maka manusia dapat berhasil. Tetapi hal ini

    pada tingkatnya akan berbeda di masyarakat. Terutama masyarakat yang lebih

    terbelakang (primitif), mereka lebih cepat lari pada kekuatan ghaib untuk

    menerima bantuan.

    Kedua, Kawasan Hijau meliputi daerah usaha di mana manusia merasa

    aman dalam artian akhlak (moral). Dalam kawasan ini tindk langkah manusia

    diatur oleh norma-norma rasional yang mendapat legitimasi dari agama. Misalnya

    hal ihwal yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, warisan,

    pertukaran barang-barang, diatur oleh peraturan-peraturan manusia yang

    dibenarkan oleh agama yang dianutnya. Dengan adanya legitimasi dari agama

    maka hilanglah rasa bimbang dan keraguan yang semula membayanginya.

    Ketiga, Kawasan gelap meliputi daerah usaha di mana manusia secara

    radikal dan total mengalami kegagalan yang disebabkan ketidakmampuan mutlak

    manusia itu sendiri. Apa pun daya manusia sendiri di daerah ini menghadapi suatu

    titik putus (breaking point) yang tidak mungkin disambung lagi dengan

    kekuatannya sendiri. Satu-satunya jalan keluar dari kesulitan ini ialah

    mengadakan komunikasi dengan kekuatan yang ada di luar yang mengatasi segala

    kekuatan alam. Kawasan ini disebut daerah gelap karena rasio manusia tidak

    sanggup menangkap hakekat (subtansi) kekuatan luar karena Dia itu di luar

    jangkauan pengalaman.

    4. Pengertian Keberagamaan

  • Istilah keberagamaan disebut juga religiusitas. Kata religiusitas berasal

    dari kata religious dan mendapat akhiran ity. Dalam kamus John M. Echol dan

    Hassan Shadily, kata religious berarti hal-hal yang berhubungan dengan agama.32

    Religiusitas bisa juga disebut sebagai orang dengan religius atau religi yang pada

    dasarnya memiliki makna tidak lepas dari agama.

    Menurut Djamaluddin Ancok, keberagamaan adalah pembicaraan

    mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama

    dengan penganutnya, atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut

    agama) yang mendorong untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.33

    Muhammad Djamaluddin mendefinisikan keberagamaan sebagai bentuk

    manifestasi seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami,

    menghayati, dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-

    hari disemua aspek kehidupan.34

    Keberagamaan adalah keadaan di mana individu merasakan dan mengakui

    adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia dan hanya kepada-

    Nya manusia merasa bergantung, berserah diri. Semakin manusia mengakui

    adanya Tuhan dan kekuasaan-Nya maka akan semakin tinggi tingkat

    keberagamaannya. Jadi menurut Fuat Nashori dan Rachmy D.M. keberagamaan

    adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa mantap

    32

    John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggis-Indonesia (Jakarta: Gramedia,

    1990), h. 90. 33

    Djamaluddin Ancok, Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi

    (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 76. 34

    Muhammad Djamaluddin, Religiusitas dan Stress Kerja Pada Polisi (Yogyakarta:

    UGM Press, 1995), h. 44.

  • pelaksanaan ibadah, kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang

    dianut.35

    Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keberagamaan

    adalah sikap seseorang terhadap agama yang dimanifestasikan dalam kehidupan

    sehari-hari. Keberagamaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi

    kehidupan manusia. Aktivitas keagamaan tidak saja terjadi pada saat seseorang

    melakukan ritual saja, melainkan juga ketika seseorang melakukan aktivitas yang

    lain dalam kehidupan.

    Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan keberagamaan dalam diri

    seseorang, yaitu:36

    1). Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor

    sosial).

    2). Berbagai pengalaman yang membantu sikap keberagamaan terutama

    pengalaman tentang keindahan, keserasian, kebaikan, dan pengalaman

    emosional keagamaan.

    3). Faktor yang seluruhnya timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama

    kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri dan ancaman kematian.

    4). Berbagai proses pemikiran verbal (Faktor intelektual)

    5. Dimensi-dimensi Keberagamaan

    Konsep-konsep tentang keberagamaan baik pada masyarakat kompleks

    modern maupun pada masyarakat primitif yang homogen tentunya tidak sama.

    35

    Fuat Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam

    Persektif Psikologi Islami (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), h. 68. 36

    Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

    1995), Cet. 2, h. 34.

  • Karena adanya keanekaragaman yang luas, setiap penelitian mengenai individu

    dan agamanya mengalami masalah yang pelik dalam hal definisi bagaimana kita

    melihat dan memberi batasan keberagamaan dan bagaimana kita

    menggolongkan seseorang dalam konteks ini. Menurut R. Stark dan C.Y. Glock

    dilihat dari sudut dimensi sosiologi agama terdapat lima dimensi utama dalam

    memahami masyarakat agama, yaitu:37

    1). Dimensi Keyakinan (Ideologis)

    Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang yang religius

    berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran

    doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan

    dimana para penganutnya diharapkan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang

    lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi sering

    kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Dalam setiap agama

    mesti terdapat sistem kepercayaan yang harus dipertahankan dimana penganutnya

    diharapkan untuk mentaatinya.

    2). Dimensi Praktek Agama (Ritualistik)

    Dimensi ini mencakup pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan

    orang-orang untuk menunjukkan komitmen kepada agama yang dianutnya.

    Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal penting, yaitu: pertama ritual,

    mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal, dan praktek-praktek

    suci yang semua agama mengharapkan penganutnya melaksanakannya. Kedua

    37 Roland Robertson, Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, h. 295-297.

  • ketaatan, semua agama dikenal mempunyai seperangkat persembahan dan

    kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi. Ketaatan di

    lingkungan penganut agama meliputi shalat dan ibadah lainnya. Dengan kata lain

    dimensi ini menunjuk pada kepatuhan seorang pemeluk agama dalam

    mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang diajarkan oleh agamanya.

    Dimensi ini bersifat publik (memasyarakat) dan ada yang bersifat privat (pribadi).

    Dalam Islam misalnya ibadah yang bersifat publik anatara lain shalat lima waktu

    yang dikerjakan berjamaah, shalat idhul fitri dan lain sebagainya, sedangkan

    ibadah yang bersifat privat antara lain puasa (baik wajib maupun sunnah), shalat

    tahajjud, dan ibadah lainnya yang dilakukan secara pribadi.

    3) Dimensi Pengalaman (Eksperiental)

    Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama

    mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Walaupun tidak tepat jika

    dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan

    mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir,

    kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu keadaan kontak dengan

    perantara supranatural. Dimensi ini menunjuk pada tingkat seseorang merasakan

    dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Bagi

    pemeluk agama Islam, dimensi ini meliputi perasaan dekat dengan Allah,

    perasaan mahabbah (mencintai dan dicintai) Allah, kesadaran akan kehadiran

    Yang Maha Kuasa, perasaan syukur karena doanya terkabul dan lain sebagainya.

    4) Dimensi Pengetahuan Agama (Intelektual)

  • Dimensi ini mengacu pada pengharapan bahwa seseorang yang beragama

    paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar

    keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi agama yang dianutnya. Glock melihat

    bahwa dimensi ini tidak selalu sejalan dengan prakteknya, tidak semua

    pengetahuan bersandar pada keyakinan. Seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa

    benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar

    pengetahuan yang amat sedikit.

    5) Dimensi Pengamalan (Konsekuensi)

    Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi di atas.

    Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan,

    praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah kerja

    dalam pengertian teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak

    menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berfikir dan bertindak dalam

    kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi agama

    merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari

    agama.

    B. Ritual dan Doa

    1. Pengertian Ritual

  • Menurut bahasa, ritual atau ritus berarti upacara keagamaan.38

    Secara

    istilah, ritual berarti suatu sistem upacara yang bersifat magis atau religius. Sifat

    magis dalam ritual itu berbentuk kata-kata khusus yang bersifat rahasia yang

    biasanya terikat dengan suatu tindakan penting.39

    Dalam kamus Teologi, Gerald OCollins dan Edward G. Farrugia

    mengartikan ritual sebagai catatan resmi yang berisikan doa-doa dan peraturan

    mengenai apa yang harus dilakukan dalam perayaan sakramen, upacara

    penguburan, pengucapan kaul publik, pemberkatan gereja dan upacara-upacara

    keagamaan lainnya.40

    Ritual merupakan bagian penting dari mekanisme agama sebagai suatu

    sistem religius, bahkan Betty R. Schraft menyebutkan bahwa praktek peribadatan

    (ritual) merupakan fakta pertama dalam agama.41

    Ritual yang terbangun dari

    simbol-simbol ini memperlihatkan secara nyata dimensi sosial praktek

    keberagamaan. Pelaksanaan ritual senantiasa menarik dan mengorganisir massa,

    menciptakan solidaritas sosial, mengindikasikan distribusi peran, serta distribusi

    hak dan kewajiban tertentu. Ajaran dan janji agama pada hakekatnya dialamatkan

    kepada massa yang membutuhkan keselamatan.42

    Menurut Kingsley Davis, ritus (ibadat) adalah bagian dari tingkah laku

    keagamaan yang aktif dan dapat diamati. Ritus ini tentu saja mencakup semua

    jenis tingkah laku seperti memakai pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan

    38

    John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, h. 448. 39

    M. Dahlan Yacob al-Barry, Kamus Sosiologi-Antropologi (Surabaya: Indah, 2001), h.

    284. 40

    Gerald OCollins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius,

    2001), Cet. 6, h. 278. 41

    Betty R. Schraft, Kajian Sosiologi Agama (Yogyakarta: PT. Tiara wacana, 1995), h. 10. 42 Roland Robertson, Agama: dalam analisa dan Interpretasi Sosiologis, h. 12.

  • harta, mengucapkan ucapan-ucapan formal tertentu, bersemedi (Mengheningkan

    cipta), menyanyi, menyanyikan lagu gereja, berdoa (bersembahyang), memuja,

    mengadakan pesta, berpuasa, menari, berteriak, mencuci dan membaca.43

    Dari pengertian dan pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa ritual

    merupakan pola tingkah laku keagamaan seseorang atau kelompok dalam menilai

    sesuatu yang sakral.

    Adapun ritual atau upacara keagamaan secara khusus mengandung empat

    aspek di dalamnya, yaitu:44

    1). Tempat upacara keagamaan dilakukan, yakni berhubungan dengan tempat-

    tempat keramat di mana upacara keagamaan dilakukan seperti makam, pura,

    candi, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan sebagainya.

    2). Saat-saat upacara keagamaan dilakukan, yakni berhubungan dengan saat-saat

    beribadah, hari-hari keramat dan suci.

    3). Benda-benda dan alat dalam upacara keagamaan, yakni berhubungan dengan

    benda-benda yang dipakai dalam upacara termasuk patung-patung yang

    melambangkan dewa-dewa, alat-alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci,

    seruling suci, genderang suci dan lain sebagainya.

    4). Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara, yakni berhubungan

    dengan para pelaku upacara keagamaan seperti imam, pendeta, biksu, syaman,

    dukun dan sebagainya.

    2. Pengertian Doa

    43

    Elizabeth K Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama

    (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), Cet. 1, h. 15. 44

    Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1980), Cet. 2, h.

    392-393.

  • Menurut bahasa doa berarti permintaan atau permohonan,45

    yaitu

    permohonan manusia kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan dan keselamatan

    baik di dunia maupun di akhirat. Jadi doa adalah permintaan atau permohonan

    kepada Allah melalui ucapan lidah atau getaran hati dengan menyebut nama-Nya,

    atau beberapa nama dari nama-nama-Nya yang baik sebagai suatu ibadah atau

    usaha memperhambakan diri kepada-Nya.

    Menurut Abu al-Qasim an Naqsyabandi, pengertian doa di dalam al-

    Quran itu mengandung beberapa arti, yaitu:46

    1). Ibadah

    Doa dapat berarti ibadah sesuai dengan firman Allah:

    ! "#$ %!

    &')+,%- ./012%- 3 .

    Artinya: "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat

    dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, " (Q.S. Yunus:

    106)

    2). Istighasah

    Doa dapat berarti istighasah, yaitu memohon bantuan dan pertolongan. Hal

    tersebut sesuai dengan firman Allah:

    3.. ..45&&67

    Artinya: "Dan ajaklah penolong-penolongmu" (Q.S. Al-Baqarah: 23)

    3). Permohonan

    Doa dapat berarti permohonan sesuai dengan firman Allah:

    45

    Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik (Bandung: Pustaka Hidayah,2004), Cet.1, h. 93. 46

    Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan

    Akhirat (Ciputat: Kalam Pustaka, 2004), Cet. 1, h. 21-23.

  • .. 89: ;? @AB ..

    Artinya: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu "

    (Q.S. Al-Mukmin: 60)

    4). Percakapan

    Doa dapat berarti percakapan berdasarkan firman Allah:

    @4$6C& DE0F GHIJ&@K$>

    4$6L; ..

    Artinya: "Doa mereka di dalamnya ialah Maha Suci Engkau wahai Tuhan

    kami" (Q.S. Yunus: 10)

    5). Memanggil

    Doa dapat berarti memanggil sesuai dengan firman Allah:

    %M@%- @45%- ..

    Artinya: "Yaitu pada hari dia memanggil kamu" (Q.S. Al-Isra': 52)

    6). Memuji

    Doa dapat berarti memuji sesuai dengan firman Allah:

    "N)O 3 7 ? 3

    Q 3 ..

    Artinya: "Katakanlah: Serulah (pujilah) Allah atau Serulah (pujilah) Ar-

    Rahman..." (Q.S. Al-Isra': 110)

    Ada beberapa hal yang harus terkandung dalam doa, yaitu:47

    1). Sebagai Reflektif

    47

    Muhammad Ilhamsyah Mappaosong, Doa Kumayl: dengan Terjemahan Jawa dan

    Indonesia (Yogyakarta: Rausyanfikr, 2001), h. i-ii.

  • Dalam hal ini, doa berperan sebagai cermin diri kita. Doalah yang menjadi

    cermin untuk melihat kejelekan-kejelekan kita. Disinilah fungsi penyadaran diri

    bahwa kita sering berada pada kondisi yang buruk.

    2). Fungsi Korektif

    Dalam hal ini doa berfungsi sebagai permohonan maaf atas segala

    perlakuan kita. Refleksi yang telah kita lakukan, akan menjatuhkan kewajiban kita

    untuk sadar bahwa ada sesuatu yang harus kita lakukan, yakni bertobat atas segala

    kesalahan dan kekhilafan.

    3). Fungsi Kontemplatif

    Dalam hal ini doa berfungsi sebagai bentuk kedekatan hamba dengan

    penciptanya. Di sini ada pengakuan akan ruh ilahiah yang dititipkan pada

    manusia. Doa dalam hal ini juga berfungsi sebagai kesadaran filsafati.

    4). Fungsi Motivatif

    Dalam hal ini doa berfungsi sebagai sebuah alat untuk membangkitkan

    semangat untuk melakukan sesuatu, dengan kata lain doa mampu menjadi

    pembangkit semangat manusia untuk melakukan suatu hal.

    5). Fungsi Aplikasi Sosial

    Ini sebenarnya merupakan inti dari sebuah doa. Keempat fungsi awal itu

    akan memproses kita untuk membentuk suatu masyarakat yang damai dan

    sejahtera. Dalam hal ini doa harus memiliki efek pada kehidupan sosial, yakni

    dapat menyadarkan kita untuk melakukan amar maruf nahi munkar baik yang

    abstrak maupun konkrit.

  • 3. Faktor-faktor Penunjang Doa

    Doa sebagai suatu ibadah wajib kepada Allah tidak berdiri dengan sendiri,

    tetapi tergantung pada beberapa hal, yaitu:48

    1). Ibadah Wajib

    Diterima atau tidaknya suatu doa sangat bergantung pada pelaksanaan

    ibadah wajib, yaitu shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan

    zakat fitrah serta melaksanakan ibadah haji bila sudah mampu.

    Doa termasuk ibadah sunah yang dilakukan setelah menjalankan ibadah

    wajib, karena itu akan janggal bila seseorang melakukan ibadah sunah tetapi

    mengabaikan ibadah yang wajib. Itu berarti diterima atau tidaknya doa oleh Allah

    antara lain ditentukan oleh kepatuhan seseorang untuk mengerjakan ibadah wajib.

    2). Akhlak yang Mulia

    Diterima atau tidaknya doa oleh Allah juga ditentukan oleh akhlak orang

    yang berdoa. Orang yang berdoa akhlaknya harus mulia dan terpuji, karena doa

    merupakan amal yang baik maka selayaknyalah orang yang berdoa memiliki

    akhlak yang baik pula serta menjauhi akhlak yang tercela.

    3). Ikhtiar

    Selain itu, doa juga sangat bergantung pada ikhtiar. Misalnya kalau orang

    ingin mendapatkan rezeki, tidak cukup hanya dengan berdoa tetapi juga

    memerlukan ikhtiar yaitu dengan bekerja. Ikhtiar yang dilakukan oleh hampir

    semua orang adalah bekerja untuk memperoleh rezeki agar dapat memenuhi

    kebutuhannya, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain.

    48

    Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan

    Akhirat, h. 109-148.

  • Jadi doa saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena rezeki

    itu datang melalui jalan ikhtiar. Itulah sebabnya ikhtiar perlu untuk menunjang

    doa dalam hidup ini.

    4) Optimistis

    Doa yang dipanjatkan kepada Allah belum tentu segera terkabul, namun

    kita tidak boleh berputus asa. Kita harus tetap optimis bahwa doa tersebut akan

    diterima cepat atau lambat. Optimisme mengandung arti penantian terhadap

    karunia Allah, sehingga orang yang optimistis akan selalu mengingat dan

    menggantungkan hatinya kepada Allah. Itulah sebabnya diantara isi doa itu adalah

    meminta Allah agar menerima doanya dan berlindung kepada Allah dari doa yang

    ditolak.

    4. Syarat-syarat Doa

    Ada beberapa syarat dalam berdoa, yakni:49

    1). Benar-benar ada keinginan dan permintaan pada diri seorang manusia dan

    seluruh bagian yang ada pada diri orang tersebut benar-benar menampakkan

    keinginan dan permintaan. Sesuatu yang diinginkan itu merupakan suatu

    kebutuhan.

    2). Yakin dan percaya, yaitu yakin pada rahmat Allah yang tak terbatas, yakin

    bahwa dari sisi Allah tidak ada penghalang yang dapat menghalanginya untuk

    memperolaeh anugerah dan yakin bahwa rahmat Allah tidak tertutup bagi

    seorang hamba pun.

    49

    Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar persoalan penting Agama dan

    Kehidupan (Jakarta: Lentera, 2000), Cet. 1, h. 340-346.

  • 3). Tidak bertentangan dengan hukum penciptaan atau hukum syari'at. Doa

    merupakan permohonan pertolongan supaya manusia bisa sampai kepada

    tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh alam penciptaan baginya atau pada

    tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh hukum syari'at baginya. Misalnya

    seseorang berdoa agar diberi umur panjang (kekal atau tidak mati-mati).

    4). Seluruh urusan kehidupan orang yang berdoa sejalan dan selaras dengan doa

    yang disampaikannya. Dengan kata lain doa harus sejalan dengan tujuan

    penciptaan dan tujuan penetapan syari'at. Orang yang berdoa harus

    mempunyai hati yang bersih, sumber pencarian yang halal serta tidak berbuat

    zalim pada orang lain.

    5). Bahwa keadaan atau sesuatu yang diminta oleh seseorang didalam doa bukan

    merupakan akibat dari dosa yang dilakukannya. Selama seseorang tidak

    bertobat dan menghilangkan sebab-sebab yang mendatangkan keadaan ini,

    maka keadaan tersebut tidak akan berubah.

    6). Benar-benar perwujudan dari kebutuhan. Doa tersebut tidak dijadikan sebagai

    pengganti usaha. Doa dijadikan sandaran pada saat seorang manusia tidak

    mempunyai jalan untuk bisa sampai kepada yang dituju, ketika dirinya lemah

    dan tak mampu. .

    5. Waktu dan Tempat yang Baik Untuk Berdoa

    Adapun waktu-waktu yang baik untuk memanjatkan doa kepada Allah

    yaitu:50

    1). Antara fajar dan terbitnya matahari

    50 Alwi Husein, Doa-doa dalam Sujud (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), Cet.2, h. 148.

  • 2). Setelah tergelincirnya matahari waktu zuhur

    3). Setelah terbenamnya matahari (maghrib)

    4). Ketika tengah atau sesudah membaca Al-Quran

    5). Ketika hujan turun

    6). Ketika sedang berjihad di jalan Allah SWT

    7). Diwaktu Mendengarkan azan

    8). Dihari dan malam Jumat

    9). Diwaktu sepertiga malam

    10). Ketika badan atau hati sedang khusyu dalam mengingat Allah SWT

    11). Ketika sedang bersedih dan menangis karena menyesali perbuatan-perbuatan

    yang tidak diridhai Allah.

    12). Setelah menginfakkan harta untuk bersedekah dan amal jariyah

    13). Usai atau ditengah melaksanakan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat

    (dalam sujud), zakat, puasa (waktu berbuka), haji (waktu ihram) dan lain-lain.

    Sebenarnya doa itu bisa dilakukan di mana dan kapan saja, tetapi alangkah

    baiknya bila doa dipanjatkan di tempat yang baik pula. Ada beberapa tempat yang

    baik untuk berdoa, yaitu:51

    1). Di tanah suci (tanah Haram) yaitu Mekkah dan Madinah serta masjid al-

    Aqsha. Seperti kita ketahui bahwa di sekitar tanah haram ada hampir lima

    belas tempat yang mustajab untuk berdoa (mustajab addua)52

    antara lain Al-

    Multazam, Hajar Aswad, Hijr Ismail, Bukit Shofa, Jamaraat dan lain-lain.

    51

    Alwi Husein, Doa-doa dalam Sujud, h. 149. 52

    Mustajab Addua berarti tempat-tempat yang bila kita berdoa di sana akan cepat

    dikabulkan doanya.

  • 2). Di tempat-tempat peribadatan umat Islam seperti masjid, mushola, surau,

    majlis talim, majlis munajat dan tempat-tempat zikir.

    3). Di makam para Rasul dan nabi Allah, para imam serta manusia-manusia suci

    dan sholeh.

    6. Manfaat Doa

    Ada beberapa manfaat dari doa, yaitu:53

    1). Keselamatan di Akhirat

    Doa mengandung banyak manfaat diantaranya memohon keselamatan

    dalam kehidupan di akhirat, syaitu masuk surga dan terhindar dari siksaan neraka.

    Keselamatan di akhirat harus diminta, karena sekedar taat kepada Allah yakni

    dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya tidak menjamin

    seseorang akan masuk surga.

    Orang yang taat kepada Allah berpeluang besar masuk surga, dan

    sebaliknya orang yang durhaka mempunyai peluang yang besar untuk masuk

    neraka. Hanya saja hal tersebut tidak mutlak karena Allah tidak terikat dengan

    kewajiban apa pun. Karena itulah, selain taat kepada Allah manusia juga perlu

    berdoa memohon agar ibadahnya diterima dan juga mendapatkan keselamatan di

    akhirat.

    2). Memperlancar Urusan Duniawi

    Manfaat lain dari doa adalah memperlancar urusan duniawi, seperti

    memperoleh pekerjaan, mendapatkan rezeki, kedudukan, bisnis, studi, jodoh,

    53

    Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan

    Akhirat, h. 149-187.

  • keturunan, dan sebagainya. Kita dianjurkan untuk selalu berdoa untuk kemudahan

    urusan- urusan duniawi tersebut.

    Jadi kita tidak dilarang untuk meminta kepada Allah kemudahan urusan

    duniawi, tetapi malah dianjurkan. Allah mengerti bahwa kita hidup di dunia

    menginginkan kebaikan dan kesejahteraan. Karena kesejahteraan hidup tidak

    semata-mata untuk keperluan duniawi saja, tetapi juga untuk memenuhi

    kewajiban agama seperti shalat, puasa, zakat dan haji.

    3). Mencegah Musibah

    Manfaat doa yang berikutnya adalah mencegah musibah. Musibah sering

    menimpa manusia, karena terjadi di luar perhitungan dan kekuatan manusia untuk

    menolaknya. Itulah sebabnya manusia memerlukan bantuan kekuatan dari luar

    dirinya, yaitu dari Allah, untuk mencegah datangnya musibah.

    Musibah yang terjadi pada manusia misalnya, jatuh sakit, usaha bangkrut,

    studi gagal, perceraian, difitnah, dijatuhkan dari kedudukan, dirampok, dianiaya

    oleh orang lain. Musibah juga bisa berupa kebakaran, banjir, tabrakan, tanah

    longsor, gunung meletus, dan bencana alam lainnya.

    Berdoa untuk mencegah datangnya musibah merupakan kepentingan

    manusia, karenanya sangat dianjurkan sehingga akan memperoleh pahala bagi

    yang melakukannya. Adapun jika seseorang sudah berdoa untuk mencegah

    musibah tetapi musibah tetap terjadi, maka hal tersebut harus diterima sebagai

    takdir Tuhan yang tak bisa ditolak. Karena ada musibah yang terjadi sebagai ujian

    atas keimanan dan kesabaran manusia.

  • 4). Ketenangan Jiwa

    Manfaat doa yang selanjutnya adalah menciptakan ketenangan pikiran dan

    perasaan atau hati. Makin banyak seseorang berdoa, maka makin tenang pula

    pikiran dan jiwanya.

    Ketenangan jiwa itu dapat dilihat pada terbentuknya sikap-sikap sufistik

    pada diri orang yang berdoa yaitu sabar, ikhlas, ridha, qanaah, shidiq, istiqamah,

    raja dan tawakal. Sikap-sikap sufistik dan ketenangan jiwa merupaka buah dari

    doa. Karena itu dapat dikatakan bahwa salah satu manfaat doa adalah memperoleh

    ketenangan jiwa bagi yang melakukannya.

    5). Hidup Sehat dan Bahagia

    Ketenangan jiwa yang dicapai melalui doa merupakan syarat untuk hidup

    sehat dan bahagia sehingga dapat dikatakan bahwa doa bermanfaat untuk

    mewujudkan hidup sehat dan bahagia.

    Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, menurut Prof. Dr. Dadang Hawari

    doa mengandung unsur psikoreligius yang mendalam. Terapi psikoreligius ini

    tidak kalah pentingnya dengan psikoterapi psikiatrik, karena doa mengandung

    kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan

    harapan untuk sembuh. Kedua hal ini sangat esensial bagi penyembuhan suatu

    penyakit selain dengan obat-obatan dan tindakan medis lainnya.

    Dengan demikian, doa bermanfaat bagi kesembuhan orang yang sedang

    sakit dan memelihara kesehatan bagi yang sehat. Karena hidup sehat merupakan

    salah satu syarat untuk bahagia.

  • C. Seputar Syi'ah

    1. Pengertian Syi'ah

    Kata Syi'ah secara etimologi berasal dari kata syaya'a yang berarti

    pengikut, pendukung, pembela, pencinta, yang kesemuanya mengarah kepada

    makna dukungan terhadap ide, individu dan kelompok tertentu.54

    Dalam kitab Al Qamus dan syarahnya, Taj al 'Arus disebutkan bahwa

    Syi'ah adalah seorang pengikut dan pembela. Asal kata Syi'ah adalah sekelompok

    manusia yang tersendiri, dan setiap orang yang membantu orang lain dan

    berkelompok membelanya disebut Syi'ah.55 Kata tersebut dapat digunakan untuk

    menunjukkan arti tunggal, dua dan jamak, untuk laki-laki atau perempuan. Syi'ah

    identik dengan pembela Ali dan ahlul bait, mereka tidak sekedar cinta kepada Ali

    tetapi juga meyakini kepemimpinan Ali dan sebelas keturunan beliau berdasarkan

    nash (teks keislaman; Al-Qur'an dan hadits) serta penunjukkan dari Nabi

    Muhammad saw.

    Menurut Asy Syahrastani dalam kitab Al Milal wa an Nihal mengatakan

    bahwa Syi'ah adalah mereka yang mendukung Ali dan meyakini imamah dan

    kekhilafahan beliau berdasarkan nash dan wasiat, baik nash terang ataupun nash

    samar, dan mereka meyakini bahwa imamah tidak akan keluar dari anak-cucu

    (keturunan) Ali, dan jika keluar maka itu dikarenakan adanya kezaliman dari

    pihak lain atau taqiyah56

    dari pemiliknya.57

    54

    M. Quraish Shihab, Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? : Kajian atas

    Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. 3, h. 60. 55

    Ali Zainal Abidin, Identitas Mazhab Syi'ah: Melacak Akar Historis Kelahiran dan

    Dasar-dasar Ajarannya (Jakarta: Ilya, 2004), Cet. 1, h. 17. 56

    Taqiyah adalah merahasiakan keyakinan yang haq demi menyelamatkan jiwa, harta

    ataupun kehormatan karena adanya ancaman. 57

    Ali Zainal Abidin, Identitas Mazhab Syi'ah: Melacak Akar Historis Kelahiran dan

    Dasar-dasar Ajarannya, h. 18.

  • Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Syi'ah

    adalah orang-orang yang mengutamakan Ali dari pada yang lain dalam hal

    imamah karena adanya nash penunjukkan dari Nabi Muhammad saw atau

    dikarenakan adanya kriteria yang khas yang tidak dimiliki oleh yang lainnya.

    2. Latar Belakang Munculnya Syi'ah

    Ada beberapa asumsi tentang latar belakang munculnya Syi'ah antara lain:

    1). Ada yang mengatakan bahwa asal-usul Syi'ah itu bersumber dari Persia.

    seperti diketahui bahwa imamah yang merupakan salah satu akidah pokok kaum

    Syi'ah, yang mereka yakini sebagai anugerah ilahi (serupa kenabian) tidak dapat

    diperoleh melalui upaya manusia. Imamah itu silih berganti hingga mencapai dua

    belas orang secara turun-temurun sebagaimana yang diyakini oleh Syi'ah

    imamiyah mulai dari sayyidina Ali sampai dengan imam kedua belas, yakni

    Muhammad al-Mahdi. Berdasarkan hal tersebutlah diyakini bahwa Syi'ah

    bersumber dari Persia, karena keyakinan tentang adanya peranan Tuhan dalam

    kepemimpinan secara turun-temurunnya kekuasaan tidak dikenal dalam

    masyarakat Arab tetapi sangat diakui oleh masyarakat Persia.58

    2). Pendapat lainnya mengatakan bahwa Syi'ah adalah produk Yahudi yang

    bertujuan menyimpangkan ajaran Islam dan tokoh utamanya adalah Abdullah bin

    Saba'. Konon Abdullah bin Saba' merupakan orang Yahudi yang berasal dari kota

    Shan'a, Yaman. Ia muncul pada akhir periode pemerintahan Utsman bin Affan. Ia

    dilukiskan sebagai orang yang memiliki aktivitas yang luar biasa. Ia menyamar

    58

    M. Quraish Shihab, Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?: Kajian atas

    Konsep Ajaran dan Pemikiran, h. 63-64.

  • sebagai orang yang hidup sangat sederhana dan meraih kekaguman banyak

    sahabat Nabi, namun tujuannya adalah memecah belah umat. Dia berhasil

    menghasut masyarakat sehingga terjadi pemberontakan terhadap khalifah ketiga

    yang kemudian terbunuh. Ia juga berperan penting dalam terhambatnya proses

    perdamaian antara sayyidina Ali dengan dua sahabat Nabi lainnya, yakni Thalhah

    dan az-Zubair di Bashrah. Dia pulalah yang menciptakan ide-ide ketika berada di

    Kufah, yang intinya mengagung-agungkan sayyidina Ali yang sangat melampaui

    batas kewajaran, misalnya ia mengatakan bahwa seharusnya Ali-lah yang menjadi

    Nabi, bukan Muhammad. Menurutnya Jibril berkhianat ketika menyampaikan

    wahyu, karena hal itulah ia berhasil mengelabui orang-orang awam yang memang

    secara umum kagum pada sayyidina Ali.59

    3). Ada pula yang mengatakan bahwa Syi'ah muncul pada hari-hari awal setelah

    wafatnya Rasulullah saw, di mana ada sekelompok sahabat dari kalangan

    Muhajirin dan Anshar yang menolak berbai'at (menyatakan sumpah setia) kepada

    Abu Bakar dan mereka mendukung Ali. Di antara mereka adalah Abbas-paman

    Nabi Muhammad saw, Fadhl bin Abbas, Zubair bin Awwam, Al-Bara' bin 'Azib,

    Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghiffari, Ammar bin Yasir dan Ubai bin Ka'ab.

    Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pengagum sayyidina Ali cukup banyak dan

    dari sana bermulalah benih Syi'ah. Kemudian silih bergantilah khalifah sesudah

    Abu Bakar, meskipun beliau merasa yakin dan mampu untuk menjadi khalifah,

    tetapi beliau enggan mengambil langkah aktif sehingga untuk kali ketiga

    kekhalifahan luput dari beliau. Kendati demikian, beliau memberi dukungan

    kepada para khalifah sepanjang kemampuan beliau. Kemudian pada masa beliau

    59

    M. Quraish Shihab, Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?: Kajian atas

    Konsep Ajaran dan Pemikiran, h. 65.

  • menjadi khalifah, beliau berusaha membimbing manusia kearah kebaikan namun

    kebanyakan manusia memilih kehidupan dunia yang bergelimang materi. Pada

    mulanya Syi'ah merupakan rasa cinta dan kagum para sahabat terhadap ahlul bait

    (keluarga Nabi), lalu berkembang dan beralih menjadi cinta, kasih serta kasihan

    ketika sementara orang berkeyakinan bahwa ahlul bait al-Alawy (keluarga Ali)

    tidak menduduki tempat yang wajar dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah

    terjadi peristiwa Karbala60

    , pada saat itu terjadi penganiayaan berupa penyiksaan,

    pengusiran, pemotongan anggota tubuh, dan pembunuhan terhadap keluarga Ali

    dan simpatisannya. Setelah peristiwa itu maka lahirlah kelompok Syi'ah dalam

    pengertian istilah.61

    Berdasarkan tiga pendapat di atas, menurut penulis yang paling kuat

    adalah pendapat yang ketiga, yakni latar belakang munculnya Syi'ah setelah

    wafatnya Nabi Muhammad dan puncaknya setelah terjadinya peristiwa Karbala.

    3. Prinsip-prinsip Ajaran Syi'ah

    Teologi Syi'ah mempunyai prinsip-prinsip ajaran yang dikenal dengan

    "lima rukun", yaitu:62

    1). Tauhid (Keesaan Tuhan)

    Tauhid pada prinsipnya adalah keesaan Tuhan dalam sifat, perbuatan dan

    zat-Nya, serta kewajiban mengesakan dalam beribadah kepada-Nya. Dalam

    pandangan Syi'ah Imamiyah, sifat-sifat Allah seperti ilmu, qudrat, iradat, hayat

    dan lain-lain, kesemuanya adalah zat-Nya yang sendiri bukan sifat di luar zat-Nya,

    60

    Peristiwa tersebut terjadi pada 10 Muharram 61 H, dimana Imam Husain beserta

    keluarga, para sahabat serta pengikut setianya dibantai secara keji oleh pasukan Yazid bin

    Muawiyah di Karbala. 61

    Ali Zainal Abidin, Identitas Mazhab Syi'ah: Melacak Akar Historis Kelahiran dan

    Dasar-dasar Ajarannya, h. 21-22. 62

    Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. 2, h.

    390.

  • maka qudrat-Nya misalnya dari segi wujud-Nya adalah hayat-Nya, dan hayat-Nya

    adalah qudrat-Nya, demikian seterusnya.

    2). Nubuwah (Kenabian)

    Kelompok Syi'ah berkeyakinan bahwa seluruh nabi yang disebut dalam

    Al-Qur'an adalah utusan-utusan Allah, dan Nabi Muhammad saw adalah nabi

    terakhir dan penghulu seluruh nabi. Beliau terpelihara dari kesalahan dan dosa.

    Allah telah memperjalankan beliau di waktu malam dari masjid al-Haram ke

    masjid al-Aqsha kemudian dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Kitab al-Qur'an

    diturunkan kepada beliau sebagai mukjizat dan tantangan serta pengajaran hukum

    yang membedakan antara yang halal dan haram.

    3). Ma'ad (Kebangkitan atau hari kemudian)

    Kelompok Syi'ah berkeyakinan sebagaimana diyakini oleh seluruh kaum

    Muslim bahwa Allah SWT akan mengembalikan hidup atau membangkitkan

    seluruh makhluk dan menghidupkan mereka setelah kematian pada hari kiamat

    untuk melakukan perhitungan dan balasan. Yang dibangkitkan itu adalah sosok

    yang bersangkutan masing-masing dengan jasad dan ruhnya. Mereka juga percaya

    dengan semua yang tercantum dalam al-Qur'an dan sunnah yang dinilainya qath'i

    (pasti) seperti surga, neraka, kenikmatan di alam barzah dan siksanya, timbangan

    amal, dan lain-lain.

    4). Imamah (Kepemimpinan)

    Imamah menurut kelompok Syi'ah adalah suatu jabatan ilahi. Allah yang

    memilih berdasarkan pengetahuan-Nya yang azali menyangkut hamba-hamba-

    Nya, sebagaimana Dia memilih nabi. Allah memerintahkan kepada nabi untuk

    menunjukkannya kepada umat dan memerintahkan mereka mengikutinya. Mereka

  • percaya bahwa Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad SAW untuk

    menunjuk Ali dan menjadikannya pemandu bagi manusia sesudah beliau.

    Kelompok Syi'ah mempercayai bahwa imam itu seperti halnya nabi

    haruslah terpelihara dari keburukan dan kekejian, baik lahir maupun bathin sejak

    usia kanak-kanak sampai dengan kematian. Imam tersebut juga harus harus

    terpelihara dari lupa dan kesalahan karena para imam adalah pemelihara syari'at

    dan pelaksana ajaran agama. Ringkasnya kedudukan imamah sama dengan

    kenabian, hanya saja seorang imam tidak mendapatkan wahyu, berbeda dengan

    nabi yang mendapatkan wahyu.

    Adapun para imam golongan Syi'ah Imamiyah berjumlah dua belas orang.

    Sebelas orang diantara mereka telah wafat sedangkan imam kedua belas yakni

    Muhammad ibn Hasan al-Askari telah lahir pada tahun 260 H, kemudian

    menghilang dan akan muncul kembali pada suatu ketika. Imam kedua belas inilah

    yang mereka yakini sebagai Imam Mahdi. Berikut ini kedua belas imam dalam

    Syi'ah Imamiyah, yaitu:

    Ali bin Abi Thalib (w. 41/661)

    Hasan bin Ali (w. 49/669)

    Husain (w. 61/680)

    Ali Zainal Abidin (w. 94/712)

    Muhammad al-Baqir (w. 113/731)

    Ja'far Shadiq (w. 148/765)

    Musa al-Kazim (w. 203/818)

    Ali Ar-Rida (w. 203/818)

    Muhammad al-Taqi al-Jawwad (w. 230/835)

  • Ali al-Naqi (w. 254/868)

    Hasan al-Askari (w. 260/873)

    Muhammad yang disebut sebagai al-Mahdi al-Muntazhar (imam yang akan

    muncul pada akhir zaman)

    5). Al-'Adl (Keadilan)

    Syi'ah menegaskan keadilan Allah yang mutlak itu menjadikan setiap

    manusia harus percaya bahwa Allah wajib melakukan ash-shalah dan al-ashlah

    (yang baik dan yang terbaik) sehingga Dia pasti akan memberikan ganjaran pada

    yang taat dan memberikan hukuman pada yang berdosa.

    4. Doa dalam Ajaran dan Tradisi Syi'ah

    Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, " Doa merupakan senjata kaum

    mukmin, tonggak agama dan cahaya bagi langit dan bumi." Demikian pula doa

    merupakan ciri khas kaum Syi'ah. Mereka banyak menulis tentang keutamaan dan

    adab-adab dalam berdoa. Doa-doa yang diajarkan ahlul bait mencapai jumlah

    puluhan kitab doa, baik yang panjang maupun yang ringkas. Semua doa yang

    diajarkan oleh ahlul bait itu mengandung tuntunan dari Rasulullah SAW.

    Pada hakikatnya doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah dan ahlul baitnya

    yang terdapat dalam tradisi Syi'ah merupakan program hidup yang baik seorang

    muslim khususnya bagi kaum Syi'ah, yang akan menciptakan kekuatan iman

    dalam dirinya, kekuatan akidah, dan semangat pengorbanan di jalan kebenaran,

    serta mengajarkan tentang rahasia ibadah dan kenikmatan bermunajat pada Allah

    SWT. Doa-doa dalam tradisi Syi'ah pun mengajarkan sesuatu yang wajib

    dimengerti manusia berkaitan dengan agamanya, yang akan menjadikan seseorang

    dekat dengan Allah SWT, sekaligus menjauhkannya dari segala bentuk

  • keburukan, hawa nafsu dan bid'ah yang bathil. Intinya, doa-doa mereka

    mengandung ri