keberagamaan muslim syi'ah studi kasus ritual doa kumail...
TRANSCRIPT
-
KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH
Studi Kasus Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC),
Buncit, Jakarta Selatan
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Sebagai Persyaratan Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Sosial (S.sos)
Oleh:
LAILA MASYITOH
NIM: 101032221700
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2008M.
-
KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH
Studi Kasus Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC),
Buncit, Jakarta Selatan
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.sos)
Oleh:
LAILA MASYITOH
NIM:101032221700
Di bawah Bimbingan
Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, M.A.
NIP: 150 228 884
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2008 M.
-
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH: STUDI
KASUS RITUAL DOA KUMAIL DI ISLAMIC CULTURAL CENTER
(ICC), BUNCIT, JAKARTA SELATAN telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) pada jurusan Sosiologi Agama.
Jakarta, 20 Oktober 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap
Anggota
Dra. Ida Rosyidah, M.A. Dra. Joharatul Jamilah,
M.si.
NIP: 150 242 267 NIP: 150 282 401
Anggota
Penguji I Penguji II
Dr. Faris Fari, M.Fils. Dra. Ida Rosyidah, MA.
NIP: 150 254 627 NIP: 150 242 267
Pembimbing
Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, MA.
NIP: 150 228 884
-
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skipsi ini. Shalawat
dan salam semoga selalu dilimpahkan pada nabi Muhammad SAW yang menjadi
rahmat bagi seluruh alam, yang menjadi petunjuk bagi manusia, beserta keluarga
dan sahabatnya.
Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis hadapi, namun banyak pula pelajaran yang didapat. Berkat motivasi dan
bantuan dari semua pihak akhirnya penulis dapat mengambil hikmah dari
kesulitan yang dihadapi. Merupakan sebuah penantian yang cukup lama bagi
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi untuk mencapai gelar kesarjanaan
Strata 1 (S1) pada jurusan Sosiologi Agama ini. Pada kesempatan ini penulis ingin
menghaturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang
telah membimbing dan membantu penulis dalam suka maupun duka untuk segera
menyelesaikan skripsi ini. Adapun ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan
kepada:
1. Prof. Dr. M. Amin Nurdin, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat beserta seluruh civitas Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah
mengarahkan, membimbing dan melayani seluruh kebutuhan administratif dan
akademik kepada penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.
-
2. Dra. Ida Rosyidah, MA., selaku ketua jurusan Sosiologi Agama, Dra.
Jauharotul Jamilah, M.si, selaku sekretaris jurusan Sosiologi Agama dan Drs.
Ramlan A. Gani, MA., selaku pembimbing akademik yang senantiasa
membimbing penulis selama perkuliahan.
3. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, MA., selaku pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya dengan kesabaran dalam membimbing dan memberi
saran-saran kepada penulis.
4. Kepala Perpustakaan Utama dan Kepala Perpustakaan Fakultas Ushuluddin
dan filsafat beserta seluruh stafnya yang telah memberikan pelayanan dengan
baik.
5. Ust. Ali Husain Alatas selaku sekretaris di ICC dan Ust. Abdullah Beik selaku
selaku manager divisi pendidikan dan dakwah beserta seluruh jajaran di ICC
yang bersedia meluangkan waktunya untuk penulis. Ustad Fahmi al-Jufri di
yayasan Ahlul Bait yang telah memberikan informasi dan buku-buku yang
berkaitan dengan pembahasan penulis. Seluruh informan (Ali Reza, Wahyu
Hidayat, Sarah al-Haddar, Hasan Shahab, Salman Nasution, Arifah Halim,
Etty Sukesti, Arif Mulyadi, Arifin, Ahmad Hazami, Syarah Asshofie, Siti
Saihatun dan Salman) yang telah bersedia memberikan informasi tentang doa
Kumail pada penulis. Semoga Allah membalas amal baik kalian semua.
6. Kedua orang tua penulis, Bapak Muhammad Salbani dan Ibu Sopiyah yang
senantiasa menyemangati penulis untuk giat menyelesaikan skripsi ini dan tak
pernah lelah mendoakan untuk keberhasilan anak-anaknya. Terima kasih juga
untuk adik-adikku Ahmad Zakaria dan Hayati Hidayah yang senantiasa
-
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kritikan kalian
walau kadang menyakitkan tapi ada benarnya. Terima kasih juga untuk Lek
Sam dan Tante Risma yang selalu mendoakan untuk kesuksesan penulis.
7. Terima kasih untuk sahabatku Nia imoet Novitasari yang tidak pernah
bosan menjadi tempat penulis untuk berkonsultasi. Terima kasih buat Tarobin
yang sudah memberikan ide dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk
Eltri yang tak pernah bosan memberikan semangat bagi penulis. Terima kasih
juga untuk Sari yang sudah banyak membantu penulis selama proses
penelitian. Untuk sahabat-sahabatku Ipeh, Kokom, Dila, Nourma, Supri,
Samsul, Amin, Alvi, Tati, Seha, Ika, Imas, Yati, Tita, Annie.semoga
persahabatan kita selalu abadi selamanya. Juga semua pihak yang telah
banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Hanya Allah SWT yang dapat membalas jasa-jasa mereka yang telah
memberikan perhatiannya pada penulis. Teriring doanya semoga penulis dapat
membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Berbagai macam kekurangan pasti terdapat dalam penulisan tugas akhir
ini, untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap
agar karya ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Ciputat, 26 September 2008
Penulis
-
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................ 7
D. Metodologi Penelitian......................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ......................................................... 13
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Agama dan Keberagamaan
1. Pengertian Agama......................................................... 15
2. Fungsi Agama............................................................... 18
3. Ruang Lingkup Agama ................................................. 21
4. Pengertian Keberagamaan............................................. 23
5. Dimensi-dimensi Keberagamaan................................... 25
B. Ritual dan Doa
1. Pengertian Ritual........................................................... 28
2. Pengertian Doa.............................................................. 30
3. Faktor-faktor Penunjang Doa ........................................ 34
-
4. Syarat-syarat Doa.......................................................... 35
5. Waktu dan Tempat yang Baik Untuk Berdoa................. 36
6. Manfaat Doa ................................................................. 38
C. Seputar Syi'ah
1. Pengertian Tentang Syi'ah ............................................. 41
2. Latar Belakang Munculnya Syi'ah................................. 42
3. Prinsip-prinsip Ajaran Syi'ah ....................................... 44
4. Doa dalam Ajaran dan Tradisi Syi'ah ............................ 47
BAB III. GAMBARAN UMUM ISLAMIC CULTURAL CENTER (ICC)
A. Sejarah Berdirinya Islamic Cultural Center (ICC) ............... 51
B. Visi, Misi, Tujuan dan Strategi Didirikannya Islamic Cultural
Center (ICC) ....................................................................... 53
C. Sarana dan Prasarana di Islamic Cultural Center (ICC) ....... 58
D. Kegiatan-kegiatan di Islamic Cultural Center (ICC) ........... 59
BAB IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Doa Kumail
1. Profil Kumail bin Ziyad an-Nakha'i................................ 62
2. Riwayat Doa Kumail...................................................... 63
3. Isi dan Tujuan Doa Kumail............................................. 65
B. Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)
1. Pemahaman Muslim Syi'ah di Islamic Cultural Center (ICC)
Tentang Ritual Doa Kumail............................................ 67
2. Prosesi Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center
-
(ICC)................................................................................. 71
3. Intensitas Jama'ah dalam Melaksanakan Ritual Doa Kumail
di Islamic Cultural Center (ICC)......................................... 76
4. Fungsi Sosiologis Doa Kumail........................................ 78
C. Interaksi Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)
dengan Masyarakat
1. Interaksi dengan Sesama Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural
Center (ICC).......................................................................... 82
2. Interaksi Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)
dengan Masyarakat Sekitar .................................................. 83
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 86
B. Saran-saran........................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 89
LAMPIRAN-LAMPIRAN...................................................................... 93
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju demikian pesatnya,
membantu manusia untuk mendapatkan dan memenuhi keperluan hidupnya,
terutama keperluan yang bersifat material. Dalam hal moril, ilmu pengetahuan dan
teknologi belum atau dapat dikatakan tidak mampu membantu manusia, karena
hal-hal yang bersifat moril dan batiniah berada di luar jangkauan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang terlepas
dari harapan dan keinginan untuk mendapatkan bantuan dari orang lain atau dari
Yang Maha Kuasa.1
Dalam kehidupan yang hingar-bingar ini, selalu saja ada momen ketika
seorang manusia merasa tidak tahu dan tidak mampu lagi mengatasi masalah yang
membelenggu dirinya. Bahkan, seorang yang sangat rasional sekalipun, yang
seakan-akan tidak memberikan ruang pada kekuatan adi kodrati dan supernatural,
suatu saat juga akan mengalami kondisi saat dirinya merasa tidak mampu lagi
mengatasi segala himpitan kehidupan yang menderanya. Saat kondisi tersebut
tiba, maka manusia membutuhkan kekuatan yang bisa disebut sebagai Tuhan,
Sang hidup atau apa pun. Salah satu ekspresinya, seseorang membutuhkan doa
sebagai sarana untuk memecahkan masalah yang sangat berat dan telah
mengalami jalan buntu.
1 Zakiah Darajat, Doa Menunjang Semangat Hidup (Jakarta: CV. Ruhama, 1996), Cet. 6,
h. 15.
-
Doa merupakan sarana penting bagi manusia sebagai makhluk yang
bernalurikan (fitrah) selalu butuh akan kekuatan Yang Maha Tinggi dan Maha
Kuat. Doa juga merupakan pengakuan akan kelemahan manusia sebagai makhluk
dihadapan khaliknya. Dengan doa segalanya menjadi tercurahkan sehingga
terjalinlah hubungan langsung antara Allah dengan makhluknya.2 Doa adalah
seruan dari bawah ke atas dan tidak dihadapkan kecuali kepada zat yang
kekuasaannya melebihi kekuasaan yang berdoa. Doa mempunyai kedudukan yang
sangat penting dalam kehidupan, namun sayangnya tidak sedikit kaum muslimin
yang enggan menggunakannya padahal doa merupakan anugerah Allah yang
sangat besar bagi manusia, bahkan merupakan senjata bagi insan yang beriman.3
Doa merupakan kebutuhan alamiah mendasar seorang muslim.
Kebutuhannya terhadap doa sama persis dengan kebutuhannya terhadap makanan
dan minuman. Doa memuaskan rasa lapar dan dahaga manusia atas kasih sayang
dan keselamatan yang akan menghidupkan hati dan menyinari ruhnya.4 Terdapat
sejumlah keadaan yang dialami manusia saat berhadapan dengan kerasnya
kehidupan, tekanan berbagai masalah serta onggokan krisis internal dan eksternal.
Itulah bentuk kelemahan hamba dihadapan penciptanya. Ia merasa lemah ketika
berhubungan dengan kekuatan Allah SWT, sekaligus merasa mulia dengannya
tatkala menjalin hubungan dengan zat yang Maha Kuat. Begitulah doa yang
2 Jejen Musyfah dan Anis Masykur, Doa Ajaran Ilahi: Kumpulan Doa dalam aL-Quran
Beserta Tafsirnya (Bandung: Hikmah, 2001), Cet. 1, h. ix. 3 Mutawalli Syarawi, Doa Yang Dikabulkan (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1994), Cet. 1,
h. 9. 4 Husain Fadhlullah, Persembahan Untuk Tuhan: Etika dalam Berpuasa (Bogor: Cahaya,
2003), Cet. 1, h. 153-154.
-
menjadi faktor pembaharu kekuatan hidup manusia, yang membebaskannya dari
himpitan masalah dan tekanan keangkuhan dirinya.
Pada dasarnya kehidupan beragama umat islam tidak hanya ditandai
dengan pelaksanaan ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi juga
ibadah sunnah seperti zikir dan doa. Sebagaimana halnya ibadah wajib, doa
mengandung dua aspek, yaitu vertikal dan horizontal. Sebagai hubungan vertikal,
doa merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap
keselamatan di akhirat kelak yaitu masuk surga dan terhindar dari api neraka.
Kemudian sebagai hubungan horizontal, doa bermanfaat untuk memperkuat jiwa
dan pikiran manusia agar dapat menjalankan tugas duniawinya dengan baik.5
Menurut Alexis Carel6, doa bukan hanya menyembah dan ibadah, ia juga
pancaran tidak kasat mata ruh pengabdian manusia yakni sebentuk energi terkuat
yang dapat dibangkitkan manusia. Pengaruh doa atas tubuh dan jiwa manusia
dapat ditunjukkan sebagaimana halnya pengaruh kelenjar sekresi. Hasilnya dapat
diukur dalam batas-batas daya layang fisik yang meningkat, kekuatan intelektual
yang besar, stamina moral dan pemahaman mendalam tentang realitas yang
mendasari hubungan kemanusiaan.7
Dalam perspektif sosiologi agama, doa merupakan bagian dari ritus
(ibadah), dimana ritus ini adalah salah satu aspek keberagamaan manusia. Ritus
(ibadah) adalah bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan dapat
5 Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan
Akhirat (Ciputat: Kalam Pustaka, 2004), Cet. 1, h. 1. 6 Seorang tokoh filsuf dan ilmuan Prancis (1873-1944 M)
7 M. Arief Hakim, Doa-Doa Terpilih: Munajat Hamba Allah dalam Suka dan Duka
(Bandung: Marja, 2004), Cet. 2, h. 15.
-
diamati.8 Ritus ini tentu saja mencakup semua jenis tingkah laku seperti memakai
pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan harta, mengucapkan ucapan-ucapan
formal tertentu, bersemedi (mengheningkan cipta), menyanyi, menyanyikan lagu
gereja, berdoa (sembahyang), memuja, mengadakan pesta, berpuasa, menari,
berteriak, mencuci dan membaca. Hal ini sejalan dengan pendapat Hendropuspito
mengenai agama. Agama (religi) lebih dipandang sebagai wadah lahiriah atau
sebagai instansi yang mengatur pernyataan itu di forum terbuka (masyarakat) dan
yang manifestasinya dapat dilihat (disaksikan) dalam bentuk kaidah-kaidah, ritus
dan kultus, doa dan lain sebagainya.9
Untuk mengimani Allah sebagai pencipta Yang Maha Pemurah, Maha
Pengampun, Maha Pencipta dan Maha Pemelihara, seorang muslim sekaligus
dituntut untuk mengungkapkan kepercayaan ini dengan menjadikan Allah SWT
sebagai satu-satunya objek pemujaan. Pemujaan ini dalam dimensi lahirnya
mewujudkan dirinya dalam bentuk shalat wajib, puasa dan lain sebagainya, tetapi
dalam dimensi batinnya ia menemukan perwujudannya dalam doa-doa yang
menyentuh kalbu dan munajat-munajat yang mengharu-biru.10 Permohonan-
permohonan dan doa-doa merupakan bentuk paling mendalam dari pengakuan
seorang muslim akan penyerahan dirinya pada kehendak Yang Maha Kuasa.
Untuk memahami doa di kalangan muslim Syiah, kita dapat menelaah
doa-doa yang termaktub dalam riwayat para imam ahlul bait. Dalam tradisi
Syiah, doa bukan hanya pengganti bagi kelemahan manusia, melainkan
8 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. 7, h. 15. 9 Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: PT. Kanisius, 1983), Cet. 22, h. 36.
10Sayyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam (Bandung: Mizan, 2002),
Cet. 1, h. 236.
-
penyokong kekuatan manusia dan penopang usaha-usaha positif dan konstruktif
individu untuk membentuk kehidupan pribadi dan sosialnya. Artinya, doa
bukanlah pengganti kerja atau sama dengan tanggung jawab, melainkan berjalan
selaras dengan kerja keras, ikhtiar, perjuangan dan ketekunan.11
Beberapa doa yang disusun oleh Ali bin Abi Thalib bukan hanya
merupakan maha karya dari khazanah literatur doa, melainkan juga mata air dari
konsep-konsep filsafat, mistik, metafisik, etika dan teologi islam. Dari beberapa
doa yang ditulis oleh beliau, ada yang diberikan kepada muridnya Kumail bin
Ziyad an-Nakhai. Kumail adalah murid sekaligus sahabat pilihan dari imam Ali
as. Beliau merupakan pengikut setia dan salah seorang kepercayaan imam Ali.
Mengenai kepribadiannya cukuplah bila diingat bahwa salah satu hadist Ali as
yang terkenal dalam Nahjul Balaghah, diajarkan Imam Ali khusus kepada Kumail.
Semua wasiat-wasiat imam Ali yang disampaikan kepada Kumail terkumpul
dalam buku Wasiat Imam Kepada Kumail atau sekarang lebih dikenal dengan
nama Doa Kumail".12
Doa ini penuh dengan nilai yang tak terkira, dan mengandung makrifat
yang menakjubkan, Kumail diajari supaya membaca doa ini setiap malam Jumat
dan malam nisfu Syaban dan dengan membaca doa ini api cintanya kepada Allah
Yang Maha Kuasa pun berkobar.
Adapun pelaksanaan doa Kumail di Jakarta salah satunya dilakukan di
ICC (Islamic Cultural Center) yang ada di wilayah Buncit, Jakarta Selatan. Doa
ini dibaca setiap malam Jumat setelah shalat Isya. Doa Kumail yang dilakukan di
11
M.S. Nasrullah, Falsafah Doa, Afif Muhammad, ed. Islam Mazhab Pemikiran dan
Aksi (Bandung: Mizan, 1995), Cet. 2, h. 103. 12 Doa Kumail (Referensi kurang jelas)
-
ICC diikuti oleh banyak peserta dari wilayah Jabodetabek. Doa ini dilakukan
dengan penuh kekhidmatan, sehingga orang-orang yang ada di dalamnya
tenggelam dalam kekhusyuan lantunan doa Kumail.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas tentang doa
Kumail di ICC, dan menuangkannya dalam sebuah skripsi dengan judul
Keberagamaan Muslim Syi'ah: Studi kasus Ritual Doa Kumail di Islamic
Cultural Center (ICC), Buncit, Jakarta Selatan"
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memperjelas permasalahan dalam memahami judul skripsi ini,
maka pembatasan masalah hanya menitikberatkan pada keberagamaan muslim
Syiah yakni pada pelaksanaan ritual doa Kumail, yang meliputi pemahaman
tentang ritual doa Kumail, Prosesi ritual doa Kumail, intensitas dalam
melaksanakan ritual doa Kumail dan fungsi sosiologis doa Kumail dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pembatasan tersebut, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemahaman jama'ah doa Kumail di Islamic Cultural Center
(ICC) tentang ritual doa Kumail?
2. Bagaimanakah prosesi ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)?
3. Bagaimanakah intensitas jama'ah dalam melaksanakan ritual doa Kumail?
4. Bagaimanakah fungsi sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari?
-
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan ritual doa Kumail dan keberagamaan muslim Syiah di Islamic
Cultural Center (ICC), Buncit, Jakarta Selatan.
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pemahaman jama'ah tentang ritual doa Kumail di Islamic
Cultural Center (ICC)
2. Untuk mengetahui prosesi ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)
3. Untuk mengetahui intesitas jama'ah dalam melaksanakan ritual doa Kumail
4. Untuk mengetahui fungsi sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari
5. Untuk menambah wawasan penulis dalam hal penulisan karya ilmiah
6. Untuk memenuhi tugas akademik kampus, yaitu untuk penulisan skripsi
7. Sebagai input untuk melengkapi informasi dibidang sosial keagamaan
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan tertentu.13
Pendekatan yang dipakai dalam
penelitian ini adalah kualitatif dan jenis penelitiannya adalah "studi kasus".
Menurut Bogdan dan Taylor, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Jarome Kirk dan Marc L. Miller,
13 Sugiono, Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2002), h.1.
-
metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya.14
Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan bentuk studi
kasus, yaitu penelitian dimana berbagai jenis segi kehidupan suatu kelompok
sosial diteliti secara menyeluruh.15
Studi kasus merupakan bentuk penelitian yang
mendalam tentang aspek-aspek lingkungan sosial, lingkungan pendidikan,
keagamaan termasuk manusia di dalamnya. Bentuk studi kasus dapat diperoleh
dari laporan hasil pengamatan, catatan pribadi, biografi orang yang diteliti dan
keterangan dari orang yang mengetahui tentang hal itu. Dalam skripsi ini, penulis
memilih studi kasus terhadap jama'ah doa Kumail di ICC.
2. Subjek Penelitian
Pada penelitian studi kasus, peneliti tidak melakukan populasi sampel
sebagaimana survei dan eksperimen, melainkan subjek penelitian. Istilah subjek
penelitian menunjuk kepada orang atau individu ataupun kelompok yang
dijadikan unit (satuan) kasus yang diteliti.16
Subjek penelitian dalam skripsi ini adalah jama'ah doa Kumail dan
Pengurus-pengurus di ICC. Mengenai jumlah subjek yang akan diteliti, penulis
menetapkan 15 orang informan, yakni 10 orang informan laki-laki dan 5 orang
informan perempuan, yang terdiri dari para jama'ah doa Kumail dan pengurus di
14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005), Cet. 21, h.4. 15
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: LPFE UI, 2000), h. 251. 16
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Press, 2003), h.
109.
-
ICC. Informan yang berasal dari pengurus ICC berjumlah 6 orang dan dari
jama'ah doa Kumail berjumlah 9 orang yang masing-masing mempunyai profesi
yang berbeda-beda seperti karyawan, mahasiswa, wartawan dan lain-lain.
Menurut Strauss, tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah minimal
subjek yang harus dipenuhi dalam suatu penelitian kualitatif, apabila data yang
diperoleh sudah cukup memadai, maka dapat diambil subjek dalam jumlah kecil.
Dalam penelitian ini penulis memilih lebih banyak informan laki-laki dari pada
informan perempuan karena pada umumnya mereka lebih bisa meluangkan waktu
untuk diwawancarai, selain itu informan laki-laki lebih terbuka dan objektif dalam
memberikan informasi yang berkaitan dengan Syi'ah dan doa Kumail. Selain itu
juga penulis memilih informan dari para jama'ah doa Kumail dan pengurus di
ICC, karena mereka mengetahui dan mendalami tentang ritual doa Kumail
sehingga memudahkan penulis untuk mengali lebih banyak informasi yang
berkaitan dengan hal yang penulis teliti.
Ada perbedaan variasi antara jama'ah laki-laki dan jama'ah perempuan
dalam mengekpresikan apa yang mereka rasakan ketika melaksanakan ritual doa
Kumail. Pada umumnya jama'ah laki-laki lebih dominan dalam mengeluarkan
ekspresinya, yakni pada saat berdoa ketika menangis mereka sangat lepas
dibandingkan jama'ah perempuan. Walaupun sama-sama menangis, suara jama'ah
laki-laki lebih terdengar jelas dari pada jama'ah perempuan. Akan tetapi
perbedaan variasi yang ada tidak mengurangi kekhusyu'an mereka dalam
menjalankan ritual doa Kumail.
-
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam skripsi ini yaitu:
a. Pengamatan (Observasi)
Observasi merupakan sebuah metode untuk melakukan pengamatan
terhadap objek penelitian yang dilakukan pada saat penelitian lapangan
berlangsung.17 Teknik ini dipandang sangat berguna untuk memperoleh data-data
yang dimungkinkan dapat membantu kelengkapan hasil penelitian. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk Participant observation (observasi
partisipasi), yaitu melakukan pengamatan dengan cara ikut serta pada kegiatan
doa Kumail di ICC. Penulis melakukan observasi selama 5 bulan, terhitung dari
bulan September 2007 sampai dengan bulan Februari 2008. Dalam penelitian ini
penulis ikut serta kurang lebih sebanyak 14 kali dalam pelaksanaan doa Kumail di
ICC. Alasan penulis ikut serta dalam pelaksanaan doa tersebut sebanyak 14 kali
yakni agar bisa lebih dekat dengan para jama'ah agar bisa mendapatkan banyak
informasi dari mereka, selain itu juga untuk memperluas pengetahuan penulis
tentang ritual doa Kumail serta kegiatan-kegiatan lainnya yang ada di ICC..
Adapun hambatan yang dihadapi selama penelitian yaitu sulitnya
melakukan pendekatan dengan para jama'ah, khususnya jama'ah perempuan
karena biasanya mereka datang ketika doa sudah dimulai dan ketika doa selesai
mereka langsung pulang. Mereka juga cenderung lebih tertutup dan hati-hati
dalam memberikan informasi, jadi penulis kesulitan untuk menggali dan
mendapatkan informasi dari mereka.
17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), h. 133.
-
b. Wawancara (Interview)
Wawancara (interview) adalah sebuah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman (guide) wawancara.18 Wawancara dilakukan dalam rangka memperoleh
data yang tidak didapatkan dari observasi dan sebagai pembantu utama dari
metode observasi.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara mendalam (depth
interview). Wawancara mendalam ini memainkan peranan besar dalam penelitian
studi kasus. Wawancara secara mendalam ini bersifat luwes, artinya susunan
pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat
wawancara berlangsung. Selain itu wawancara dalam penelitian ini bersifat
terbuka dimana para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan
mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Sebelum wawancara dilakukan,
terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara (interview guide) yang
berhubungan dengan keterangan yang ingin digali.
c. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang
berkaitan dengan permasalahan dari berbagai sumber seperti buku, artikel,
majalah maupun internet.
18
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi Ekonomi dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2005), Cet. 1, h. 126.
-
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam skripsi ini
meliputi: pedoman wawancara, tape recorder dan buku catatan. Pedoman
wawancara dimaksudkan supaya wawancara berjalan terarah dan tidak keluar dari
permasalahan yang dirumuskan. Sementara itu tape recorder digunakan untuk
merekam perkataan subjek penelitian dan buku catatan untuk mencatat hal-hal
yang tidak terekam atau terlewati dalam wawancara.
5. Analisis Data
Untuk memperoleh hasil penelitian yang lengkap, tepat dan benar, maka
diperlukan metode yang Valid (sahih) dalam menganalisa data. Dalam penelitian
ini, data dianalisis secara kualitatif. Data yang diperoleh dari observasi partisipasi,
wawancara dan dokumen-dokumen tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian,
maksud utama analisis data ini agar dapat dimengerti, sehingga penemuan yang
dihasilkan dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Adapun pelaksanaan
analisisnya dilakukan pada saat masih dilapangan dan setelah data terkumpul,
peneliti menganalisa data-data sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus-
menerus dari awal sampai akhir penelitian.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
-
E. Sistematika Penulisan
Laporan hasil penelitian ini akan dituangkan dalam karya tulis skripsi
dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan hal-hal seputar latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : Merupakan bab yang membahas tentang kajian teori yaitu tentang
pengertian agama dan keberagamaan yang terdiri atas pengertian
agama, fungsi agama, ruang lingkup agama, pengertian
keberagamaan dan dimensi-dimensi keberagamaan serta ritual dan
doa yang terdiri atas pengertian ritual, pengertian doa, faktor-faktor
penunjang doa, syarat-syarat doa, waktu dan tempat yang baik
untuk berdoa dan manfaat doa seputar Syi'ah yang terdiri atas
pengertian Syi'ah, latar belakang munculnya Syi'ah, prinsip-prinsip
dalam ajaran Syi'ah serta doa dalam ajaran dan tradisi Syi'ah.
BAB III : Bab ini berisi tentang profil Islamic Cultural Center (ICC) yang
terdiri atas sejarah berdirinya Islamic Cultural Center, visi, misi,
tujuan dan strategi didirikannya Islamic Cutural Center, sarana dan
prasarana di Islamic Cultural Center, serta kegiatan-kegiatan di
Islamic Cultural Center.
BAB IV : Bab ini berisi tentang pembahasan hasil penelitian yang terdiri atas
sejarah doa Kumail yang berisi profile kumail bin Ziyad an-
-
Nakha'i, riwayat doa Kumail serta isi dan tujuan doa Kumail; ritual
doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) yang berisi
pemahaman muslim Syi'ah di Islamic Cultural Center (ICC)
tentang ritual doa Kumail, prosesi ritual doa Kumail di Islamic
Cultural Center (ICC), intensitas jama'ah dalam melaksanakan
ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dan fungsi
sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari; dan interaksi
jama'ah doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dengan
masyarakat yang berisi interaksi dengan sesama jama'ah doa
Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dan interaksi jama'ah doa
Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dengan masyarakat
sekitar.
BAB V : Penutup. Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban
dari permasalahan dan saran-saran.
-
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Agama dan Keberagamaan
1. Pengertian Agama
Agama berasal dari bahasa sansekerta, yaitu a yang berarti tidak dan
gama yang berarti kacau. Hal ini mengandung pengertian bahwa agama adalah
suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.19
Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan
peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur
hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia
dengan lingkungannya. Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem-
sistem nilai, karena pada dasarnya aturan-aturan tersebut bersumber pada etos dan
pandangan hidup. Karena itu juga, aturan-aturan dan peraturan-peraturan yang ada
dalam agama lebih menekankan pada hal-hal yang normatif atau yang seharusnya
dan sebaiknya dilakukan, dan bukannya berisikan petunjuk-petunjuk yang bersifat
praktis dan teknis dalam hal manusia menghadapi lingkungannya dan
sesamanya.20
Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan
dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa kecuali. Ia
merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial
19
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. 2,
h. 13. 20
Roland Robertson, Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis (Jakarta: PT.
Rajawali Pers, 1988), Cet. 1, h. v.
-
suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu
masyarakat di samping unsur-unsur yang lain, seperti kesenian, bahasa, sistem
mata pencaharian, sistem peralatan, dan sistem organisasi sosial.21
Dalam Kamus Sosiologi, pengertian agama ada tiga macam, yaitu (1)
Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual; (2) Perangkat kepercayaan dan praktek-
praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) Ideologi
mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.22
Emile Durkheim seorang pelopor sosiologi agama di Prancis, mengatakan
bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi,
sedangkan Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia.
Jelaslah bahwa agama menunjukkan seperangkat aktivitas manusia dan sejumlah
bentuk-bentuk sosial yang mempunyai arti penting.23
Menurut E.B Taylor, agama adalah kepercayaan terhadap adanya wujud-
wujud spiritual. Definisi seperti ini tidak terlalu memuaskan dan dikritik karena
terlalu bersifat intelektualis dan kurang melibatkan aspek emosi dan
penghormatan di dalam praktek-praktek keagamaan. Karena itu Radcliffe Brown
mencoba memperbaiki kekurangan pada definisi Taylor. Menurutnya agama
adalah salah satu bentuk ekspresi ketergantungan kepada kekuatan di luar diri
manusia, yakni kekuatan yang dapat dikatakan sebagai kekuatan spiritual atau
21
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 14. 22
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 129. 23
Thomas F. ODea, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1995), Cet. 6, h. 3.
-
kekuatan moral. Ekspresi dari ketergantungan itu adalah ibadat atau upacara
keagamaan yang melibatkan emosi dan penghormatan.24
Sementara itu menurut seorang ahli sosiologi kebangsaan Amerika J.
Milton Yinger, agama adalah sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan
oleh berbagai bangsa dalam perjuangan mereka dalam mengatasi persoalan dalam
hidup. Agama merupakan keengganan untuk menyerah pada kematian, menyerah
dalam menghadapi frustasi, dan untuk menumbuhkan rasa persaudaraan diantara
sesama manusia.25
Knight Dunlop mempunyai pendirian yang senada, ia melihat
agama sebagai sarana terakhir yang sanggup menolong manusia jika instansi
lainnya gagal tak berdaya. Oleh karena itu, menurutnya agama adalah suatu
institusi atau bentuk kebudayaan yang menjalankan fungsi pengabdian kepada
umat manusia jika suatu institusi atau lembaga lain tidak bisa menanganinya.26
Menurut Elizabeth K. Nottingham, agama bukanlah sesuatu yang dapat
dipahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi (penggambaran). Tak ada
definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan. Menurutnya agama adalah
gejala yang sering terdapat di mana-mana, dan agama berkaitan dengan usaha-
usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan
keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan
yang paling sempurna serta perasaan takut dan ngeri. Sekalipun perhatian di
dalam agama tertuju kepada dunia yang akan datang namun tak jarang agama
melibatkan dirinya dalam masalah-masalah sehari-hari.
24
Bernard Raho, Sosiologi:Sebuah Pengantar (Maumere: Ledalero, 2004), Cet. 1, h. 118-
119. 25
Bernard Raho, Sosiologi: Sebuah Pengantar, h. 119. 26 Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1983), Cet. 22, h. 35.
-
Jadi menurut penulis, agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek,
yaitu dimana masyarakat atau individu mempercayai dan menjalankan perintah
agama sebagai pedoman hidup baik di dunia maupun di akhirat.
2. Fungsi Agama
Adapun yang dimaksud fungsi agama adalah peran agama dalam
mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat
dipecahkan secara empiris karena keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian.
Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat
merasa sejahtera, aman, stabil dan sebagainya.
Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dilepaskan dari
tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakatnya. Berdasarkan
pengalaman dan pengamatan dapat disimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang
dihadapi manusia dihadapkan pada tiga hal, yakni ketidakpastian,
ketidakmampuan dan kelangkaan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka
manusia akan lari pada agama. Berikut inilah fungsi agama dalam kehidupan
manusia, yaitu:27
1). Fungsi Edukatif
Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas
mengajar dan tugas bimbingan. Agama menyampaikan ajarannya dengan
perantaraan petugas-petugasnya baik di dalam upacara (perayaan) keagamaan,
khotbah, renungan (meditasi), pendalaman rohani dan lain-lain.Untuk
melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti dukun, kyai,
27 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38-57.
-
pendeta, imam, nabi dan lain-lain. Mengenai yang disebut nabi ini
penunjukkannya dilakukan oleh Tuhan. Kebenaran ajaran mereka harus diterima
karena tak ada yang keliru, hal tersebut diyakini oleh para penganutnya bahwa
mereka dapat berhubungan langsung dengan yang ghaib dan yang sakral serta
mendapat ilham khusus darinya.
2). Fungsi Penyelamatan
Setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam kehidupan sekarang
maupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita tertinggi (yang tumbuh dari
naluri manusia sendiri) itu tidak boleh dipandang ringan begitu saja. Jaminan
untuk itu mereka temukan dalam agama. Agama mengajarkan dan memberikan
jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat yaitu:
a. Agama membantu manusia untuk mengenal yang sakral dan makhluk
tertingi atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya.
b. Agama sanggup mendamaikan kembali yang salah dengan Tuhan
dengan jalan pengampunan dan penyucian.
3). Fungsi Pengawasan Sosial (Social Control)
Agama ikut bertanggung jawab akan adanya norma-norma susila yang baik
yang berlaku di masyarakat. Karena hal itulah, agama menyeleksi kaidah-kaidah
susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan
menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu.
Agama juga memberikan sanksi-sanksi yang harus dijatuhkan bagi orang yang
melanggarnya dan melakukan pengawasan yang ketat atas pelaksanaanya.
-
4). Fungsi Memupuk Persaudaraan
Mengenai fungsi ini, jika kita menyoroti keadaan persaudaraan dalam satu
jenis golongan beragama saja misalnya umat islam tersendiri, umat kristen
tersendiri maka menjadi teranglah bahwa agama masing-masing sungguh berhasil
dalam menjalankan tugas memupuk persaudaraan. Karena baik agama Islam
maupun Kristen masing-masing berhasil mempersatukan sekian banyak bangsa
yang berbeda ras dan kebudayaannya dalam satu keluarga besar di mana mereka
menemukan ketentraman dan kedamaian.
5). Fungsi Transformatif
Kata transformatif berasal dari bahasa latin transformare artinya
mengubah bentuk. Jadi fungsi transformatif (yang dilakukan kepada agama)
berarti mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama dalam bentuk kehidupan
baru. Ini berarti mengubah nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru.
Sementara itu transformasi berarti juga mengubah kesetiaan manusia adat kepada
nilai-nilai adat yang kurang manusiawi dan membentuk kepribadian manusia yang
ideal.
Thomas F. ODea menyebutkan ada enam fungsi agama, yaitu: (1) sebagai
pendukung pelipur lara dan perekonsiliasi, (2) sarana hubungan transendental
melalui pemujaan dan upacara ibadat, (3) penguat norma-norma dan nilai-nilai
yang sudah ada, (4) pengoreksi fungsi yang sudah ada, (5) pemberi identitas diri
dan (6) pendewasaan agama.28
28 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 130.
-
Horton dan Hunt membedakan fungsi agama menjadi dua yakni fungsi
manifes dan fungsi laten. Menurut mereka fungsi manifes agama berkaitan
dengan segi doktrin, ritual dan aturan dalam agama. Namun yang perlu juga
diketahui adalah fungsi laten agama. Dalam hal ini Durkheim terkenal karena
pandangannya bahwa agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat,
baik pada tingkat mikro maupun makro. Pada tingkat mikro, menurut Durkheim
fungsi agama ialah untuk menggerakkan kita dan membantu kita untuk hidup,
karena menurutnya melalui komunikasi dengan Tuhan orang yang beriman bukan
saja mengetahui kebenaran yang tidak diketahui oleh orang kafir tetapi juga
menjadi seseorang yang lebih kuat. Di segi makro agama pun menjalankan fungsi
positif, karena memenuhi keperluan masyarakat untuk secara berkala menegakkan
dan memperkuat perasaan serta ide kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan
masyarakat tersebut. Melalui upacara agama yang dilakukan secara berjamaah
maka persatuan dan kebersamaan umat dapat dipupuk dan dibina.29
3. Ruang Lingkup Agama
1). Segi Pemahaman
Dilihat dari sudut pemahaman manusia, agama memiliki dua segi yang
membedakan dalam perwujudannya, yaitu: 30
Pertama, segi kejiwaan (Psychological State), yaitu suatu kondisi subjektif
atau kondisi dalam jiwa manusia berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh
penganut agama. Kondisi inilah yang biasa disebut kondisi agama, yakni kondisi
patuh dan taat kepada yang disembah. Kondisi ini bisa dikatakan sebagai emosi
29
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: LPFE UI, 2000), h. 71. 30 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 14.
-
yang dimiliki oleh setiap pemeluk agama yang menjadikannya sebagai hamba
Tuhan. Dimensi religiusitas seseorang merupakan inti keberagamaan, sehingga
dihati mereka bisa bangkit rasa solidaritas bagi yang seagama, menumbuhkan
kesadaran beragama, dan menjadikan seseorang menjadi orang yang shaleh dan
takwa. Segi psikologis ini sangat sulit diukur dan susah diamati karena merupakan
milik pribadi pemeluk agama. Pengungkapan keberagamaan segi psikologis ini
baru bisa dipahami ketika telah menjadi sesuatu yang diucapkan atau dinyatakan
dalam perilaku orang yang beragama tersebut.
Kedua, segi objektif (Objective State), yaitu segi luar yang disebut juga
kejadian objektif, yang merupakan dimensi empiris dari agama. Keadaan ini
muncul ketika agama dinyatakan oleh penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik
ekspresi teologis, ritual maupun persekutuan. Segi objektif inilah yang bisa
dipelajari dengan menggunakan metode ilmu sosial. Segi kedua ini mencakup
adat istiadat, upacara keagamaan, bangunan, tempat-tempat peribadatan, cerita
yang dikisahkan, kepercayaan, dan prinsip-prinsip yang dianut oleh suatu
masyarakat
2). Kawasan dalam Agama
Menurut Hendropuspito berdasarkan pengamatan analitis atas kawasan
agama sebagai objek sosiologis terdapat tiga pembatasan dalam kawasan ini,
yaitu:31
Pertama, Kawasan Putih, yaitu suatu kawasan di mana kebutuhan
manusiawi yang hendak dicapai masih dapat dicapai dengan kekuatan manusia itu
31 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 36-38.
-
sendiri. Manusia tidak perlu lari pada kekuatan supra-empiris. Dengan akal
budinya dan dibantu oleh teknologi maka manusia dapat berhasil. Tetapi hal ini
pada tingkatnya akan berbeda di masyarakat. Terutama masyarakat yang lebih
terbelakang (primitif), mereka lebih cepat lari pada kekuatan ghaib untuk
menerima bantuan.
Kedua, Kawasan Hijau meliputi daerah usaha di mana manusia merasa
aman dalam artian akhlak (moral). Dalam kawasan ini tindk langkah manusia
diatur oleh norma-norma rasional yang mendapat legitimasi dari agama. Misalnya
hal ihwal yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, warisan,
pertukaran barang-barang, diatur oleh peraturan-peraturan manusia yang
dibenarkan oleh agama yang dianutnya. Dengan adanya legitimasi dari agama
maka hilanglah rasa bimbang dan keraguan yang semula membayanginya.
Ketiga, Kawasan gelap meliputi daerah usaha di mana manusia secara
radikal dan total mengalami kegagalan yang disebabkan ketidakmampuan mutlak
manusia itu sendiri. Apa pun daya manusia sendiri di daerah ini menghadapi suatu
titik putus (breaking point) yang tidak mungkin disambung lagi dengan
kekuatannya sendiri. Satu-satunya jalan keluar dari kesulitan ini ialah
mengadakan komunikasi dengan kekuatan yang ada di luar yang mengatasi segala
kekuatan alam. Kawasan ini disebut daerah gelap karena rasio manusia tidak
sanggup menangkap hakekat (subtansi) kekuatan luar karena Dia itu di luar
jangkauan pengalaman.
4. Pengertian Keberagamaan
-
Istilah keberagamaan disebut juga religiusitas. Kata religiusitas berasal
dari kata religious dan mendapat akhiran ity. Dalam kamus John M. Echol dan
Hassan Shadily, kata religious berarti hal-hal yang berhubungan dengan agama.32
Religiusitas bisa juga disebut sebagai orang dengan religius atau religi yang pada
dasarnya memiliki makna tidak lepas dari agama.
Menurut Djamaluddin Ancok, keberagamaan adalah pembicaraan
mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama
dengan penganutnya, atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut
agama) yang mendorong untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.33
Muhammad Djamaluddin mendefinisikan keberagamaan sebagai bentuk
manifestasi seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-
hari disemua aspek kehidupan.34
Keberagamaan adalah keadaan di mana individu merasakan dan mengakui
adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia dan hanya kepada-
Nya manusia merasa bergantung, berserah diri. Semakin manusia mengakui
adanya Tuhan dan kekuasaan-Nya maka akan semakin tinggi tingkat
keberagamaannya. Jadi menurut Fuat Nashori dan Rachmy D.M. keberagamaan
adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa mantap
32
John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggis-Indonesia (Jakarta: Gramedia,
1990), h. 90. 33
Djamaluddin Ancok, Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 76. 34
Muhammad Djamaluddin, Religiusitas dan Stress Kerja Pada Polisi (Yogyakarta:
UGM Press, 1995), h. 44.
-
pelaksanaan ibadah, kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang
dianut.35
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keberagamaan
adalah sikap seseorang terhadap agama yang dimanifestasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Keberagamaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi
kehidupan manusia. Aktivitas keagamaan tidak saja terjadi pada saat seseorang
melakukan ritual saja, melainkan juga ketika seseorang melakukan aktivitas yang
lain dalam kehidupan.
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan keberagamaan dalam diri
seseorang, yaitu:36
1). Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor
sosial).
2). Berbagai pengalaman yang membantu sikap keberagamaan terutama
pengalaman tentang keindahan, keserasian, kebaikan, dan pengalaman
emosional keagamaan.
3). Faktor yang seluruhnya timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama
kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri dan ancaman kematian.
4). Berbagai proses pemikiran verbal (Faktor intelektual)
5. Dimensi-dimensi Keberagamaan
Konsep-konsep tentang keberagamaan baik pada masyarakat kompleks
modern maupun pada masyarakat primitif yang homogen tentunya tidak sama.
35
Fuat Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam
Persektif Psikologi Islami (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), h. 68. 36
Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1995), Cet. 2, h. 34.
-
Karena adanya keanekaragaman yang luas, setiap penelitian mengenai individu
dan agamanya mengalami masalah yang pelik dalam hal definisi bagaimana kita
melihat dan memberi batasan keberagamaan dan bagaimana kita
menggolongkan seseorang dalam konteks ini. Menurut R. Stark dan C.Y. Glock
dilihat dari sudut dimensi sosiologi agama terdapat lima dimensi utama dalam
memahami masyarakat agama, yaitu:37
1). Dimensi Keyakinan (Ideologis)
Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang yang religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran
doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan
dimana para penganutnya diharapkan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang
lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi sering
kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Dalam setiap agama
mesti terdapat sistem kepercayaan yang harus dipertahankan dimana penganutnya
diharapkan untuk mentaatinya.
2). Dimensi Praktek Agama (Ritualistik)
Dimensi ini mencakup pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan
orang-orang untuk menunjukkan komitmen kepada agama yang dianutnya.
Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal penting, yaitu: pertama ritual,
mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal, dan praktek-praktek
suci yang semua agama mengharapkan penganutnya melaksanakannya. Kedua
37 Roland Robertson, Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, h. 295-297.
-
ketaatan, semua agama dikenal mempunyai seperangkat persembahan dan
kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi. Ketaatan di
lingkungan penganut agama meliputi shalat dan ibadah lainnya. Dengan kata lain
dimensi ini menunjuk pada kepatuhan seorang pemeluk agama dalam
mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang diajarkan oleh agamanya.
Dimensi ini bersifat publik (memasyarakat) dan ada yang bersifat privat (pribadi).
Dalam Islam misalnya ibadah yang bersifat publik anatara lain shalat lima waktu
yang dikerjakan berjamaah, shalat idhul fitri dan lain sebagainya, sedangkan
ibadah yang bersifat privat antara lain puasa (baik wajib maupun sunnah), shalat
tahajjud, dan ibadah lainnya yang dilakukan secara pribadi.
3) Dimensi Pengalaman (Eksperiental)
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama
mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Walaupun tidak tepat jika
dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir,
kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu keadaan kontak dengan
perantara supranatural. Dimensi ini menunjuk pada tingkat seseorang merasakan
dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Bagi
pemeluk agama Islam, dimensi ini meliputi perasaan dekat dengan Allah,
perasaan mahabbah (mencintai dan dicintai) Allah, kesadaran akan kehadiran
Yang Maha Kuasa, perasaan syukur karena doanya terkabul dan lain sebagainya.
4) Dimensi Pengetahuan Agama (Intelektual)
-
Dimensi ini mengacu pada pengharapan bahwa seseorang yang beragama
paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi agama yang dianutnya. Glock melihat
bahwa dimensi ini tidak selalu sejalan dengan prakteknya, tidak semua
pengetahuan bersandar pada keyakinan. Seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa
benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar
pengetahuan yang amat sedikit.
5) Dimensi Pengamalan (Konsekuensi)
Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi di atas.
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan,
praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah kerja
dalam pengertian teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak
menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berfikir dan bertindak dalam
kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi agama
merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari
agama.
B. Ritual dan Doa
1. Pengertian Ritual
-
Menurut bahasa, ritual atau ritus berarti upacara keagamaan.38
Secara
istilah, ritual berarti suatu sistem upacara yang bersifat magis atau religius. Sifat
magis dalam ritual itu berbentuk kata-kata khusus yang bersifat rahasia yang
biasanya terikat dengan suatu tindakan penting.39
Dalam kamus Teologi, Gerald OCollins dan Edward G. Farrugia
mengartikan ritual sebagai catatan resmi yang berisikan doa-doa dan peraturan
mengenai apa yang harus dilakukan dalam perayaan sakramen, upacara
penguburan, pengucapan kaul publik, pemberkatan gereja dan upacara-upacara
keagamaan lainnya.40
Ritual merupakan bagian penting dari mekanisme agama sebagai suatu
sistem religius, bahkan Betty R. Schraft menyebutkan bahwa praktek peribadatan
(ritual) merupakan fakta pertama dalam agama.41
Ritual yang terbangun dari
simbol-simbol ini memperlihatkan secara nyata dimensi sosial praktek
keberagamaan. Pelaksanaan ritual senantiasa menarik dan mengorganisir massa,
menciptakan solidaritas sosial, mengindikasikan distribusi peran, serta distribusi
hak dan kewajiban tertentu. Ajaran dan janji agama pada hakekatnya dialamatkan
kepada massa yang membutuhkan keselamatan.42
Menurut Kingsley Davis, ritus (ibadat) adalah bagian dari tingkah laku
keagamaan yang aktif dan dapat diamati. Ritus ini tentu saja mencakup semua
jenis tingkah laku seperti memakai pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan
38
John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, h. 448. 39
M. Dahlan Yacob al-Barry, Kamus Sosiologi-Antropologi (Surabaya: Indah, 2001), h.
284. 40
Gerald OCollins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius,
2001), Cet. 6, h. 278. 41
Betty R. Schraft, Kajian Sosiologi Agama (Yogyakarta: PT. Tiara wacana, 1995), h. 10. 42 Roland Robertson, Agama: dalam analisa dan Interpretasi Sosiologis, h. 12.
-
harta, mengucapkan ucapan-ucapan formal tertentu, bersemedi (Mengheningkan
cipta), menyanyi, menyanyikan lagu gereja, berdoa (bersembahyang), memuja,
mengadakan pesta, berpuasa, menari, berteriak, mencuci dan membaca.43
Dari pengertian dan pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa ritual
merupakan pola tingkah laku keagamaan seseorang atau kelompok dalam menilai
sesuatu yang sakral.
Adapun ritual atau upacara keagamaan secara khusus mengandung empat
aspek di dalamnya, yaitu:44
1). Tempat upacara keagamaan dilakukan, yakni berhubungan dengan tempat-
tempat keramat di mana upacara keagamaan dilakukan seperti makam, pura,
candi, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan sebagainya.
2). Saat-saat upacara keagamaan dilakukan, yakni berhubungan dengan saat-saat
beribadah, hari-hari keramat dan suci.
3). Benda-benda dan alat dalam upacara keagamaan, yakni berhubungan dengan
benda-benda yang dipakai dalam upacara termasuk patung-patung yang
melambangkan dewa-dewa, alat-alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci,
seruling suci, genderang suci dan lain sebagainya.
4). Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara, yakni berhubungan
dengan para pelaku upacara keagamaan seperti imam, pendeta, biksu, syaman,
dukun dan sebagainya.
2. Pengertian Doa
43
Elizabeth K Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama
(Jakarta: CV. Rajawali, 1985), Cet. 1, h. 15. 44
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1980), Cet. 2, h.
392-393.
-
Menurut bahasa doa berarti permintaan atau permohonan,45
yaitu
permohonan manusia kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan dan keselamatan
baik di dunia maupun di akhirat. Jadi doa adalah permintaan atau permohonan
kepada Allah melalui ucapan lidah atau getaran hati dengan menyebut nama-Nya,
atau beberapa nama dari nama-nama-Nya yang baik sebagai suatu ibadah atau
usaha memperhambakan diri kepada-Nya.
Menurut Abu al-Qasim an Naqsyabandi, pengertian doa di dalam al-
Quran itu mengandung beberapa arti, yaitu:46
1). Ibadah
Doa dapat berarti ibadah sesuai dengan firman Allah:
! "#$ %!
&')+,%- ./012%- 3 .
Artinya: "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat
dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, " (Q.S. Yunus:
106)
2). Istighasah
Doa dapat berarti istighasah, yaitu memohon bantuan dan pertolongan. Hal
tersebut sesuai dengan firman Allah:
3.. ..45&&67
Artinya: "Dan ajaklah penolong-penolongmu" (Q.S. Al-Baqarah: 23)
3). Permohonan
Doa dapat berarti permohonan sesuai dengan firman Allah:
45
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik (Bandung: Pustaka Hidayah,2004), Cet.1, h. 93. 46
Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan
Akhirat (Ciputat: Kalam Pustaka, 2004), Cet. 1, h. 21-23.
-
.. 89: ;? @AB ..
Artinya: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu "
(Q.S. Al-Mukmin: 60)
4). Percakapan
Doa dapat berarti percakapan berdasarkan firman Allah:
@4$6C& DE0F GHIJ&@K$>
4$6L; ..
Artinya: "Doa mereka di dalamnya ialah Maha Suci Engkau wahai Tuhan
kami" (Q.S. Yunus: 10)
5). Memanggil
Doa dapat berarti memanggil sesuai dengan firman Allah:
%M@%- @45%- ..
Artinya: "Yaitu pada hari dia memanggil kamu" (Q.S. Al-Isra': 52)
6). Memuji
Doa dapat berarti memuji sesuai dengan firman Allah:
"N)O 3 7 ? 3
Q 3 ..
Artinya: "Katakanlah: Serulah (pujilah) Allah atau Serulah (pujilah) Ar-
Rahman..." (Q.S. Al-Isra': 110)
Ada beberapa hal yang harus terkandung dalam doa, yaitu:47
1). Sebagai Reflektif
47
Muhammad Ilhamsyah Mappaosong, Doa Kumayl: dengan Terjemahan Jawa dan
Indonesia (Yogyakarta: Rausyanfikr, 2001), h. i-ii.
-
Dalam hal ini, doa berperan sebagai cermin diri kita. Doalah yang menjadi
cermin untuk melihat kejelekan-kejelekan kita. Disinilah fungsi penyadaran diri
bahwa kita sering berada pada kondisi yang buruk.
2). Fungsi Korektif
Dalam hal ini doa berfungsi sebagai permohonan maaf atas segala
perlakuan kita. Refleksi yang telah kita lakukan, akan menjatuhkan kewajiban kita
untuk sadar bahwa ada sesuatu yang harus kita lakukan, yakni bertobat atas segala
kesalahan dan kekhilafan.
3). Fungsi Kontemplatif
Dalam hal ini doa berfungsi sebagai bentuk kedekatan hamba dengan
penciptanya. Di sini ada pengakuan akan ruh ilahiah yang dititipkan pada
manusia. Doa dalam hal ini juga berfungsi sebagai kesadaran filsafati.
4). Fungsi Motivatif
Dalam hal ini doa berfungsi sebagai sebuah alat untuk membangkitkan
semangat untuk melakukan sesuatu, dengan kata lain doa mampu menjadi
pembangkit semangat manusia untuk melakukan suatu hal.
5). Fungsi Aplikasi Sosial
Ini sebenarnya merupakan inti dari sebuah doa. Keempat fungsi awal itu
akan memproses kita untuk membentuk suatu masyarakat yang damai dan
sejahtera. Dalam hal ini doa harus memiliki efek pada kehidupan sosial, yakni
dapat menyadarkan kita untuk melakukan amar maruf nahi munkar baik yang
abstrak maupun konkrit.
-
3. Faktor-faktor Penunjang Doa
Doa sebagai suatu ibadah wajib kepada Allah tidak berdiri dengan sendiri,
tetapi tergantung pada beberapa hal, yaitu:48
1). Ibadah Wajib
Diterima atau tidaknya suatu doa sangat bergantung pada pelaksanaan
ibadah wajib, yaitu shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan
zakat fitrah serta melaksanakan ibadah haji bila sudah mampu.
Doa termasuk ibadah sunah yang dilakukan setelah menjalankan ibadah
wajib, karena itu akan janggal bila seseorang melakukan ibadah sunah tetapi
mengabaikan ibadah yang wajib. Itu berarti diterima atau tidaknya doa oleh Allah
antara lain ditentukan oleh kepatuhan seseorang untuk mengerjakan ibadah wajib.
2). Akhlak yang Mulia
Diterima atau tidaknya doa oleh Allah juga ditentukan oleh akhlak orang
yang berdoa. Orang yang berdoa akhlaknya harus mulia dan terpuji, karena doa
merupakan amal yang baik maka selayaknyalah orang yang berdoa memiliki
akhlak yang baik pula serta menjauhi akhlak yang tercela.
3). Ikhtiar
Selain itu, doa juga sangat bergantung pada ikhtiar. Misalnya kalau orang
ingin mendapatkan rezeki, tidak cukup hanya dengan berdoa tetapi juga
memerlukan ikhtiar yaitu dengan bekerja. Ikhtiar yang dilakukan oleh hampir
semua orang adalah bekerja untuk memperoleh rezeki agar dapat memenuhi
kebutuhannya, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain.
48
Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan
Akhirat, h. 109-148.
-
Jadi doa saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena rezeki
itu datang melalui jalan ikhtiar. Itulah sebabnya ikhtiar perlu untuk menunjang
doa dalam hidup ini.
4) Optimistis
Doa yang dipanjatkan kepada Allah belum tentu segera terkabul, namun
kita tidak boleh berputus asa. Kita harus tetap optimis bahwa doa tersebut akan
diterima cepat atau lambat. Optimisme mengandung arti penantian terhadap
karunia Allah, sehingga orang yang optimistis akan selalu mengingat dan
menggantungkan hatinya kepada Allah. Itulah sebabnya diantara isi doa itu adalah
meminta Allah agar menerima doanya dan berlindung kepada Allah dari doa yang
ditolak.
4. Syarat-syarat Doa
Ada beberapa syarat dalam berdoa, yakni:49
1). Benar-benar ada keinginan dan permintaan pada diri seorang manusia dan
seluruh bagian yang ada pada diri orang tersebut benar-benar menampakkan
keinginan dan permintaan. Sesuatu yang diinginkan itu merupakan suatu
kebutuhan.
2). Yakin dan percaya, yaitu yakin pada rahmat Allah yang tak terbatas, yakin
bahwa dari sisi Allah tidak ada penghalang yang dapat menghalanginya untuk
memperolaeh anugerah dan yakin bahwa rahmat Allah tidak tertutup bagi
seorang hamba pun.
49
Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar persoalan penting Agama dan
Kehidupan (Jakarta: Lentera, 2000), Cet. 1, h. 340-346.
-
3). Tidak bertentangan dengan hukum penciptaan atau hukum syari'at. Doa
merupakan permohonan pertolongan supaya manusia bisa sampai kepada
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh alam penciptaan baginya atau pada
tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh hukum syari'at baginya. Misalnya
seseorang berdoa agar diberi umur panjang (kekal atau tidak mati-mati).
4). Seluruh urusan kehidupan orang yang berdoa sejalan dan selaras dengan doa
yang disampaikannya. Dengan kata lain doa harus sejalan dengan tujuan
penciptaan dan tujuan penetapan syari'at. Orang yang berdoa harus
mempunyai hati yang bersih, sumber pencarian yang halal serta tidak berbuat
zalim pada orang lain.
5). Bahwa keadaan atau sesuatu yang diminta oleh seseorang didalam doa bukan
merupakan akibat dari dosa yang dilakukannya. Selama seseorang tidak
bertobat dan menghilangkan sebab-sebab yang mendatangkan keadaan ini,
maka keadaan tersebut tidak akan berubah.
6). Benar-benar perwujudan dari kebutuhan. Doa tersebut tidak dijadikan sebagai
pengganti usaha. Doa dijadikan sandaran pada saat seorang manusia tidak
mempunyai jalan untuk bisa sampai kepada yang dituju, ketika dirinya lemah
dan tak mampu. .
5. Waktu dan Tempat yang Baik Untuk Berdoa
Adapun waktu-waktu yang baik untuk memanjatkan doa kepada Allah
yaitu:50
1). Antara fajar dan terbitnya matahari
50 Alwi Husein, Doa-doa dalam Sujud (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), Cet.2, h. 148.
-
2). Setelah tergelincirnya matahari waktu zuhur
3). Setelah terbenamnya matahari (maghrib)
4). Ketika tengah atau sesudah membaca Al-Quran
5). Ketika hujan turun
6). Ketika sedang berjihad di jalan Allah SWT
7). Diwaktu Mendengarkan azan
8). Dihari dan malam Jumat
9). Diwaktu sepertiga malam
10). Ketika badan atau hati sedang khusyu dalam mengingat Allah SWT
11). Ketika sedang bersedih dan menangis karena menyesali perbuatan-perbuatan
yang tidak diridhai Allah.
12). Setelah menginfakkan harta untuk bersedekah dan amal jariyah
13). Usai atau ditengah melaksanakan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat
(dalam sujud), zakat, puasa (waktu berbuka), haji (waktu ihram) dan lain-lain.
Sebenarnya doa itu bisa dilakukan di mana dan kapan saja, tetapi alangkah
baiknya bila doa dipanjatkan di tempat yang baik pula. Ada beberapa tempat yang
baik untuk berdoa, yaitu:51
1). Di tanah suci (tanah Haram) yaitu Mekkah dan Madinah serta masjid al-
Aqsha. Seperti kita ketahui bahwa di sekitar tanah haram ada hampir lima
belas tempat yang mustajab untuk berdoa (mustajab addua)52
antara lain Al-
Multazam, Hajar Aswad, Hijr Ismail, Bukit Shofa, Jamaraat dan lain-lain.
51
Alwi Husein, Doa-doa dalam Sujud, h. 149. 52
Mustajab Addua berarti tempat-tempat yang bila kita berdoa di sana akan cepat
dikabulkan doanya.
-
2). Di tempat-tempat peribadatan umat Islam seperti masjid, mushola, surau,
majlis talim, majlis munajat dan tempat-tempat zikir.
3). Di makam para Rasul dan nabi Allah, para imam serta manusia-manusia suci
dan sholeh.
6. Manfaat Doa
Ada beberapa manfaat dari doa, yaitu:53
1). Keselamatan di Akhirat
Doa mengandung banyak manfaat diantaranya memohon keselamatan
dalam kehidupan di akhirat, syaitu masuk surga dan terhindar dari siksaan neraka.
Keselamatan di akhirat harus diminta, karena sekedar taat kepada Allah yakni
dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya tidak menjamin
seseorang akan masuk surga.
Orang yang taat kepada Allah berpeluang besar masuk surga, dan
sebaliknya orang yang durhaka mempunyai peluang yang besar untuk masuk
neraka. Hanya saja hal tersebut tidak mutlak karena Allah tidak terikat dengan
kewajiban apa pun. Karena itulah, selain taat kepada Allah manusia juga perlu
berdoa memohon agar ibadahnya diterima dan juga mendapatkan keselamatan di
akhirat.
2). Memperlancar Urusan Duniawi
Manfaat lain dari doa adalah memperlancar urusan duniawi, seperti
memperoleh pekerjaan, mendapatkan rezeki, kedudukan, bisnis, studi, jodoh,
53
Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan
Akhirat, h. 149-187.
-
keturunan, dan sebagainya. Kita dianjurkan untuk selalu berdoa untuk kemudahan
urusan- urusan duniawi tersebut.
Jadi kita tidak dilarang untuk meminta kepada Allah kemudahan urusan
duniawi, tetapi malah dianjurkan. Allah mengerti bahwa kita hidup di dunia
menginginkan kebaikan dan kesejahteraan. Karena kesejahteraan hidup tidak
semata-mata untuk keperluan duniawi saja, tetapi juga untuk memenuhi
kewajiban agama seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
3). Mencegah Musibah
Manfaat doa yang berikutnya adalah mencegah musibah. Musibah sering
menimpa manusia, karena terjadi di luar perhitungan dan kekuatan manusia untuk
menolaknya. Itulah sebabnya manusia memerlukan bantuan kekuatan dari luar
dirinya, yaitu dari Allah, untuk mencegah datangnya musibah.
Musibah yang terjadi pada manusia misalnya, jatuh sakit, usaha bangkrut,
studi gagal, perceraian, difitnah, dijatuhkan dari kedudukan, dirampok, dianiaya
oleh orang lain. Musibah juga bisa berupa kebakaran, banjir, tabrakan, tanah
longsor, gunung meletus, dan bencana alam lainnya.
Berdoa untuk mencegah datangnya musibah merupakan kepentingan
manusia, karenanya sangat dianjurkan sehingga akan memperoleh pahala bagi
yang melakukannya. Adapun jika seseorang sudah berdoa untuk mencegah
musibah tetapi musibah tetap terjadi, maka hal tersebut harus diterima sebagai
takdir Tuhan yang tak bisa ditolak. Karena ada musibah yang terjadi sebagai ujian
atas keimanan dan kesabaran manusia.
-
4). Ketenangan Jiwa
Manfaat doa yang selanjutnya adalah menciptakan ketenangan pikiran dan
perasaan atau hati. Makin banyak seseorang berdoa, maka makin tenang pula
pikiran dan jiwanya.
Ketenangan jiwa itu dapat dilihat pada terbentuknya sikap-sikap sufistik
pada diri orang yang berdoa yaitu sabar, ikhlas, ridha, qanaah, shidiq, istiqamah,
raja dan tawakal. Sikap-sikap sufistik dan ketenangan jiwa merupaka buah dari
doa. Karena itu dapat dikatakan bahwa salah satu manfaat doa adalah memperoleh
ketenangan jiwa bagi yang melakukannya.
5). Hidup Sehat dan Bahagia
Ketenangan jiwa yang dicapai melalui doa merupakan syarat untuk hidup
sehat dan bahagia sehingga dapat dikatakan bahwa doa bermanfaat untuk
mewujudkan hidup sehat dan bahagia.
Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, menurut Prof. Dr. Dadang Hawari
doa mengandung unsur psikoreligius yang mendalam. Terapi psikoreligius ini
tidak kalah pentingnya dengan psikoterapi psikiatrik, karena doa mengandung
kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan
harapan untuk sembuh. Kedua hal ini sangat esensial bagi penyembuhan suatu
penyakit selain dengan obat-obatan dan tindakan medis lainnya.
Dengan demikian, doa bermanfaat bagi kesembuhan orang yang sedang
sakit dan memelihara kesehatan bagi yang sehat. Karena hidup sehat merupakan
salah satu syarat untuk bahagia.
-
C. Seputar Syi'ah
1. Pengertian Syi'ah
Kata Syi'ah secara etimologi berasal dari kata syaya'a yang berarti
pengikut, pendukung, pembela, pencinta, yang kesemuanya mengarah kepada
makna dukungan terhadap ide, individu dan kelompok tertentu.54
Dalam kitab Al Qamus dan syarahnya, Taj al 'Arus disebutkan bahwa
Syi'ah adalah seorang pengikut dan pembela. Asal kata Syi'ah adalah sekelompok
manusia yang tersendiri, dan setiap orang yang membantu orang lain dan
berkelompok membelanya disebut Syi'ah.55 Kata tersebut dapat digunakan untuk
menunjukkan arti tunggal, dua dan jamak, untuk laki-laki atau perempuan. Syi'ah
identik dengan pembela Ali dan ahlul bait, mereka tidak sekedar cinta kepada Ali
tetapi juga meyakini kepemimpinan Ali dan sebelas keturunan beliau berdasarkan
nash (teks keislaman; Al-Qur'an dan hadits) serta penunjukkan dari Nabi
Muhammad saw.
Menurut Asy Syahrastani dalam kitab Al Milal wa an Nihal mengatakan
bahwa Syi'ah adalah mereka yang mendukung Ali dan meyakini imamah dan
kekhilafahan beliau berdasarkan nash dan wasiat, baik nash terang ataupun nash
samar, dan mereka meyakini bahwa imamah tidak akan keluar dari anak-cucu
(keturunan) Ali, dan jika keluar maka itu dikarenakan adanya kezaliman dari
pihak lain atau taqiyah56
dari pemiliknya.57
54
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? : Kajian atas
Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. 3, h. 60. 55
Ali Zainal Abidin, Identitas Mazhab Syi'ah: Melacak Akar Historis Kelahiran dan
Dasar-dasar Ajarannya (Jakarta: Ilya, 2004), Cet. 1, h. 17. 56
Taqiyah adalah merahasiakan keyakinan yang haq demi menyelamatkan jiwa, harta
ataupun kehormatan karena adanya ancaman. 57
Ali Zainal Abidin, Identitas Mazhab Syi'ah: Melacak Akar Historis Kelahiran dan
Dasar-dasar Ajarannya, h. 18.
-
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Syi'ah
adalah orang-orang yang mengutamakan Ali dari pada yang lain dalam hal
imamah karena adanya nash penunjukkan dari Nabi Muhammad saw atau
dikarenakan adanya kriteria yang khas yang tidak dimiliki oleh yang lainnya.
2. Latar Belakang Munculnya Syi'ah
Ada beberapa asumsi tentang latar belakang munculnya Syi'ah antara lain:
1). Ada yang mengatakan bahwa asal-usul Syi'ah itu bersumber dari Persia.
seperti diketahui bahwa imamah yang merupakan salah satu akidah pokok kaum
Syi'ah, yang mereka yakini sebagai anugerah ilahi (serupa kenabian) tidak dapat
diperoleh melalui upaya manusia. Imamah itu silih berganti hingga mencapai dua
belas orang secara turun-temurun sebagaimana yang diyakini oleh Syi'ah
imamiyah mulai dari sayyidina Ali sampai dengan imam kedua belas, yakni
Muhammad al-Mahdi. Berdasarkan hal tersebutlah diyakini bahwa Syi'ah
bersumber dari Persia, karena keyakinan tentang adanya peranan Tuhan dalam
kepemimpinan secara turun-temurunnya kekuasaan tidak dikenal dalam
masyarakat Arab tetapi sangat diakui oleh masyarakat Persia.58
2). Pendapat lainnya mengatakan bahwa Syi'ah adalah produk Yahudi yang
bertujuan menyimpangkan ajaran Islam dan tokoh utamanya adalah Abdullah bin
Saba'. Konon Abdullah bin Saba' merupakan orang Yahudi yang berasal dari kota
Shan'a, Yaman. Ia muncul pada akhir periode pemerintahan Utsman bin Affan. Ia
dilukiskan sebagai orang yang memiliki aktivitas yang luar biasa. Ia menyamar
58
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?: Kajian atas
Konsep Ajaran dan Pemikiran, h. 63-64.
-
sebagai orang yang hidup sangat sederhana dan meraih kekaguman banyak
sahabat Nabi, namun tujuannya adalah memecah belah umat. Dia berhasil
menghasut masyarakat sehingga terjadi pemberontakan terhadap khalifah ketiga
yang kemudian terbunuh. Ia juga berperan penting dalam terhambatnya proses
perdamaian antara sayyidina Ali dengan dua sahabat Nabi lainnya, yakni Thalhah
dan az-Zubair di Bashrah. Dia pulalah yang menciptakan ide-ide ketika berada di
Kufah, yang intinya mengagung-agungkan sayyidina Ali yang sangat melampaui
batas kewajaran, misalnya ia mengatakan bahwa seharusnya Ali-lah yang menjadi
Nabi, bukan Muhammad. Menurutnya Jibril berkhianat ketika menyampaikan
wahyu, karena hal itulah ia berhasil mengelabui orang-orang awam yang memang
secara umum kagum pada sayyidina Ali.59
3). Ada pula yang mengatakan bahwa Syi'ah muncul pada hari-hari awal setelah
wafatnya Rasulullah saw, di mana ada sekelompok sahabat dari kalangan
Muhajirin dan Anshar yang menolak berbai'at (menyatakan sumpah setia) kepada
Abu Bakar dan mereka mendukung Ali. Di antara mereka adalah Abbas-paman
Nabi Muhammad saw, Fadhl bin Abbas, Zubair bin Awwam, Al-Bara' bin 'Azib,
Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghiffari, Ammar bin Yasir dan Ubai bin Ka'ab.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pengagum sayyidina Ali cukup banyak dan
dari sana bermulalah benih Syi'ah. Kemudian silih bergantilah khalifah sesudah
Abu Bakar, meskipun beliau merasa yakin dan mampu untuk menjadi khalifah,
tetapi beliau enggan mengambil langkah aktif sehingga untuk kali ketiga
kekhalifahan luput dari beliau. Kendati demikian, beliau memberi dukungan
kepada para khalifah sepanjang kemampuan beliau. Kemudian pada masa beliau
59
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?: Kajian atas
Konsep Ajaran dan Pemikiran, h. 65.
-
menjadi khalifah, beliau berusaha membimbing manusia kearah kebaikan namun
kebanyakan manusia memilih kehidupan dunia yang bergelimang materi. Pada
mulanya Syi'ah merupakan rasa cinta dan kagum para sahabat terhadap ahlul bait
(keluarga Nabi), lalu berkembang dan beralih menjadi cinta, kasih serta kasihan
ketika sementara orang berkeyakinan bahwa ahlul bait al-Alawy (keluarga Ali)
tidak menduduki tempat yang wajar dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah
terjadi peristiwa Karbala60
, pada saat itu terjadi penganiayaan berupa penyiksaan,
pengusiran, pemotongan anggota tubuh, dan pembunuhan terhadap keluarga Ali
dan simpatisannya. Setelah peristiwa itu maka lahirlah kelompok Syi'ah dalam
pengertian istilah.61
Berdasarkan tiga pendapat di atas, menurut penulis yang paling kuat
adalah pendapat yang ketiga, yakni latar belakang munculnya Syi'ah setelah
wafatnya Nabi Muhammad dan puncaknya setelah terjadinya peristiwa Karbala.
3. Prinsip-prinsip Ajaran Syi'ah
Teologi Syi'ah mempunyai prinsip-prinsip ajaran yang dikenal dengan
"lima rukun", yaitu:62
1). Tauhid (Keesaan Tuhan)
Tauhid pada prinsipnya adalah keesaan Tuhan dalam sifat, perbuatan dan
zat-Nya, serta kewajiban mengesakan dalam beribadah kepada-Nya. Dalam
pandangan Syi'ah Imamiyah, sifat-sifat Allah seperti ilmu, qudrat, iradat, hayat
dan lain-lain, kesemuanya adalah zat-Nya yang sendiri bukan sifat di luar zat-Nya,
60
Peristiwa tersebut terjadi pada 10 Muharram 61 H, dimana Imam Husain beserta
keluarga, para sahabat serta pengikut setianya dibantai secara keji oleh pasukan Yazid bin
Muawiyah di Karbala. 61
Ali Zainal Abidin, Identitas Mazhab Syi'ah: Melacak Akar Historis Kelahiran dan
Dasar-dasar Ajarannya, h. 21-22. 62
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. 2, h.
390.
-
maka qudrat-Nya misalnya dari segi wujud-Nya adalah hayat-Nya, dan hayat-Nya
adalah qudrat-Nya, demikian seterusnya.
2). Nubuwah (Kenabian)
Kelompok Syi'ah berkeyakinan bahwa seluruh nabi yang disebut dalam
Al-Qur'an adalah utusan-utusan Allah, dan Nabi Muhammad saw adalah nabi
terakhir dan penghulu seluruh nabi. Beliau terpelihara dari kesalahan dan dosa.
Allah telah memperjalankan beliau di waktu malam dari masjid al-Haram ke
masjid al-Aqsha kemudian dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Kitab al-Qur'an
diturunkan kepada beliau sebagai mukjizat dan tantangan serta pengajaran hukum
yang membedakan antara yang halal dan haram.
3). Ma'ad (Kebangkitan atau hari kemudian)
Kelompok Syi'ah berkeyakinan sebagaimana diyakini oleh seluruh kaum
Muslim bahwa Allah SWT akan mengembalikan hidup atau membangkitkan
seluruh makhluk dan menghidupkan mereka setelah kematian pada hari kiamat
untuk melakukan perhitungan dan balasan. Yang dibangkitkan itu adalah sosok
yang bersangkutan masing-masing dengan jasad dan ruhnya. Mereka juga percaya
dengan semua yang tercantum dalam al-Qur'an dan sunnah yang dinilainya qath'i
(pasti) seperti surga, neraka, kenikmatan di alam barzah dan siksanya, timbangan
amal, dan lain-lain.
4). Imamah (Kepemimpinan)
Imamah menurut kelompok Syi'ah adalah suatu jabatan ilahi. Allah yang
memilih berdasarkan pengetahuan-Nya yang azali menyangkut hamba-hamba-
Nya, sebagaimana Dia memilih nabi. Allah memerintahkan kepada nabi untuk
menunjukkannya kepada umat dan memerintahkan mereka mengikutinya. Mereka
-
percaya bahwa Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad SAW untuk
menunjuk Ali dan menjadikannya pemandu bagi manusia sesudah beliau.
Kelompok Syi'ah mempercayai bahwa imam itu seperti halnya nabi
haruslah terpelihara dari keburukan dan kekejian, baik lahir maupun bathin sejak
usia kanak-kanak sampai dengan kematian. Imam tersebut juga harus harus
terpelihara dari lupa dan kesalahan karena para imam adalah pemelihara syari'at
dan pelaksana ajaran agama. Ringkasnya kedudukan imamah sama dengan
kenabian, hanya saja seorang imam tidak mendapatkan wahyu, berbeda dengan
nabi yang mendapatkan wahyu.
Adapun para imam golongan Syi'ah Imamiyah berjumlah dua belas orang.
Sebelas orang diantara mereka telah wafat sedangkan imam kedua belas yakni
Muhammad ibn Hasan al-Askari telah lahir pada tahun 260 H, kemudian
menghilang dan akan muncul kembali pada suatu ketika. Imam kedua belas inilah
yang mereka yakini sebagai Imam Mahdi. Berikut ini kedua belas imam dalam
Syi'ah Imamiyah, yaitu:
Ali bin Abi Thalib (w. 41/661)
Hasan bin Ali (w. 49/669)
Husain (w. 61/680)
Ali Zainal Abidin (w. 94/712)
Muhammad al-Baqir (w. 113/731)
Ja'far Shadiq (w. 148/765)
Musa al-Kazim (w. 203/818)
Ali Ar-Rida (w. 203/818)
Muhammad al-Taqi al-Jawwad (w. 230/835)
-
Ali al-Naqi (w. 254/868)
Hasan al-Askari (w. 260/873)
Muhammad yang disebut sebagai al-Mahdi al-Muntazhar (imam yang akan
muncul pada akhir zaman)
5). Al-'Adl (Keadilan)
Syi'ah menegaskan keadilan Allah yang mutlak itu menjadikan setiap
manusia harus percaya bahwa Allah wajib melakukan ash-shalah dan al-ashlah
(yang baik dan yang terbaik) sehingga Dia pasti akan memberikan ganjaran pada
yang taat dan memberikan hukuman pada yang berdosa.
4. Doa dalam Ajaran dan Tradisi Syi'ah
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, " Doa merupakan senjata kaum
mukmin, tonggak agama dan cahaya bagi langit dan bumi." Demikian pula doa
merupakan ciri khas kaum Syi'ah. Mereka banyak menulis tentang keutamaan dan
adab-adab dalam berdoa. Doa-doa yang diajarkan ahlul bait mencapai jumlah
puluhan kitab doa, baik yang panjang maupun yang ringkas. Semua doa yang
diajarkan oleh ahlul bait itu mengandung tuntunan dari Rasulullah SAW.
Pada hakikatnya doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah dan ahlul baitnya
yang terdapat dalam tradisi Syi'ah merupakan program hidup yang baik seorang
muslim khususnya bagi kaum Syi'ah, yang akan menciptakan kekuatan iman
dalam dirinya, kekuatan akidah, dan semangat pengorbanan di jalan kebenaran,
serta mengajarkan tentang rahasia ibadah dan kenikmatan bermunajat pada Allah
SWT. Doa-doa dalam tradisi Syi'ah pun mengajarkan sesuatu yang wajib
dimengerti manusia berkaitan dengan agamanya, yang akan menjadikan seseorang
dekat dengan Allah SWT, sekaligus menjauhkannya dari segala bentuk
-
keburukan, hawa nafsu dan bid'ah yang bathil. Intinya, doa-doa mereka
mengandung ri