kebakaran hutan di indonesia ditinjau dari perspektif
TRANSCRIPT
KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA
DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
LINGKUNGAN INTERNASIONAL
OLEH:
COK. ISTRI DIAH WIDYANTARI P.D.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
27 JANUARI 2016
LATAR BELAKANG
Setiap tahun Indonesia dilanda kebakaran hutan dan kabut
asap. Tapi tahun 2015 polusi udara yang disebabkan
kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan mencatat
rekor baru.
Kebakaran hutan disebabkan oleh dua hal yaitu:
a. Faktor alam
b. Faktor manusia
Faktor alam
Kebakaran hutan yang melanda Sumatera dan Kalimantan
pada tahun 2015 dikatakan menjadi yang paling parah dan
paling lama menyusul fenomena El Nino yang membuat
kondisi cuaca menjadi lebih kering dan menghambat
turunnya hujan.
Ilmuwan NASA meyakini, situasi tahun 2015 serupa
dengan tahun 1997 yang tercatat sebagai bencana kabut
asap paling parah dalam sejarah.
Faktor manusia
Masyarakat membakar hutan untuk membuka lahan,
karena sejak dulu hal yang paling mudah dilakukan untuk
membuka lahan adalah dengan membakar hutan.
Ada sebuah fakta bahwa menurut Peraturan Gubernur
Kalimantan Tengah No.15 tahun 2010. Di Kalimantan
Tengah, untuk membakar hutan seluas maksimal satu
hektar orang hanya perlu izin ketua RT. Sementara untuk
membuka lahan dengan cara membakar hutan seluas satu
sampai dua hektar, hanya cukup izin dari lurah atau kepala
desa.
Sejarah kebakaran hutan Indonesia
Pada masa sebelum merdekan kebakaran hutan di
Indonesia sudah menjadi permasalahan sejak
pemerintahan Hindia Belanda. Kebakaran hutan menjadi
perhatian dan menjadi dasar beberapa aturan pada saat
itu.
Setelah masa kemerdekaan terdapat 6 periode kebakaran
hutan dalam skala besar yang terjadi di Indonesia. Periode
tersebut mulai dari tahun 1982-1983, 1987, 1991, 1994,
1997-1998, 2015 yang terjadi pada saat periode
gelombang panas (El-Nino).
(dephut.go.id)
Dampak kebakaran hutan
• Hilang dan rusaknya habitat satwa liar
• Meningkatkan emisi gas rumah kaca penyebab
perubahan iklim.
• Mengganggu kesehatan manusia
• Merugikan negara secara ekonomi
(earthhour.wwf.or.id)
Kebakaran Hutan dan Dampaknya
Selain berdampak di wilayah Sumatera dan Kalimantan,
kabut asap akibat kebakaran hutan juga sampai ke
beberapa negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia.
Sehingga masalah kabut asap tidak lagi merupakan
masalah nasional tapi sudah dapat dikatakan sebagai
masalah internasional.
Hal tersebut tentu menimbulkan protes dari negara-negara
tersebut.
Brainstorming
Apa saja upaya pemerintah Indonesia untuk mengatasi
kebakaran hutan dan kabut asap yang dampaknya sangat
merugikan tidak hanya di dalam negeri tapi sampai ke
negara tetangga?
Bagaimana tanggung jawab negara berdasarkan hukum
internasional?
Bagaimana menghadapi protes dari Malaysia dan
Singapura?
Upaya yang dilakukan pemerintah antara lain menurunkan
personel TNI untuk membantu pemadaman di wilayah
yang hutannya terbakar.
Diharapkan adanya upaya edukasi kepada masyarakat
agar tidak membuka lahan dengan membakar hutan.
Pemerintah telah mendaftar 413 perusahaan yang
diindikasi melakukan pembakaran hutan di lahan seluas
1,7 juta hektar. Perusahaan-perusahaan itu kini melalui
proses klarifikasi dan verifikasi. (ket. Siti Nurbaya)
Sejauh ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
telah memberikan sanksi administratif kepada 10
perusahaan yang terkait pembakaran hutan dan lahan di
wilayah Sumatera dan Kalimantan. Dua di antaranya
dicabut izin perusahaannya.
Mengenai sanksi tersebut diatur di dalam UU No. 32 Tahun
2014
Tanggung jawab negara secara hukum internasional diatur
di dalam ILC Draft 2001. Jadi ditentukan bahwa setiap
internationally wrongful act menimbulkan tanggung jawab
negara. Tapi ICL Draft ini masih berupa aturan yang
bersifat soft law dan mengikat secara moral.
Dalam kaitannya dengan Indonesia, kelalaian atau
kegagalan untuk menjaga lingkungan dalam negeri
sehingga mengakibatkan pencemaran udara sampai
melewati lintas batas negara dapat saja melahirkan
pertanggungjawaban internasional.
Mengatasi protes dari Malaysia dan Singapura, adalah
menjalin komunikasi yang baik dengan negara tetangga
tersebut.
Sesuai dengan Pasal 74 Piagam PBB, prinsip good
neighboorlines (prinsip bertetangga baik)
Pada tahun 2014 Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement
on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN
Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas) dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2014.
Indonesia merupakan negara ASEAN terakhir yang
meratifikasi persetujuan tersebut.
Manfaat Meratifikasi AATHP Bagi Indonesia
1. Indonesia akan memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan dan ikut aktif mengarahkan keputusan ASEAN dalam pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan;
2. Melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif kebakaran lahan dan/atau hutan yang dapat merugikan kesehatan manusia, mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi serta menurunkan kualitas lingkungan hidup.
3. Melindungi kekayaan sumber daya lahan dan hutan dari bencana kebakaran lahan dan/atau hutan.
4. Memberikan kontribusi positif terkait upaya pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas, seperti:
a. penguatan regulasi dan kebijakan nasional;
b. pemanfaatan sumber daya di negara ASEAN dan di luar negara ASEAN;
c. penguatan manajemen dan kemampuan teknis pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas.
(klhk.go.id)
Perkembangan Terbaru di Dalam
Hukum Lingkungan Internasional Konferensi Perubahan Iklim atau COP 21 Paris
menyepakati Paris Agreement pada 12 Desember 2015
Sebanyak 195 dari 196 negara anggota UNFCCC
menyepakati Paris Agreement tersebut sebagai protokol
baru yang akan menggantikan Protokol Kyoto sebagai
kesepakatan bersama untuk menangani perubahan iklim
dengan berbagai aspeknya dan berkomitmen untuk
melakukan pembangunan yang rendah emisi.
Paris Agreement yang diadopsi sebagai keputusan COP
21, yang nantinya akan dibawa ke dalam Sidang Umum
PBB di New York untuk ditandatangani pada 22 April 2016,
bertepatan dengan Hari Bumi. Paris Agreement akan
berlaku setelah 55 negara yang bertanggungjawab atas
sedikitnya 55% dari emisi global telah meratifikasinya.
Untuk saat ini Paris Agreement masih merupakan soft law
dalam hukum internasional
Tujuan Utama Paris Agreement Menjaga kenaikan temperatur global abad ini di bawah 2
derajat Celcius dan untuk mendorong upaya untuk
membatasi kenaikan suhu lebih jauh ke 1,5 derajat Celsius
di atas tingkat pra-industri.
Batas kenaikan 1,5 derajat Celcius merupakan batas
kenaikan suhu global agar dunia relatif aman dari dampak
terburuk dari perubahan iklim.
(Adoption of The Paris Agreement Part II)
PERAN DAN POSISI INDONESIA
Sebagai negara pihak dari UNFCCC, Indonesia telah
melakukan berbagai kegiatan seperti inventarisasi gas
rumah kaca nasional untuk upaya penurunan emisi gas
rumah kaca.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta
Bappenas merundingkan mengenai INDC (Intended
Nationally Determined Contribution)
(Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
INDC Indonesia menetapkan pengurangan emisi 26%
pada tahun 2020 dan pengurangan emisi 29 % pada tahun
2030. berdasarkan yang diproyeksikan pada skenario BAU
(business as usual) tahun 2010.
Dapatkah target tersebut dicapai Indonesia?
CONCLUSION
TERIMA KASIH