keawetan alami kayu kalapi (kalappia celebica...
TRANSCRIPT
-
KEAWETAN ALAMI KAYU KALAPI (Kalappia celebica Kosterm)
TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)
SKRIPSI
Oleh:
TOMY ANKHAR
NIM. D1B5 11 007
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
-
ii
KEAWETAN ALAMI KAYU KALAPI (Kalappia celebica Kosterm)
TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)
SKRIPSI
Oleh:
TOMY ANKHAR
NIM. D1B5 11 007
Diajukan kepada Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar sarjana pada Jurusan Kehutanan
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
-
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN. APABILA
DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA
SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA
SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
KENDARI, April 2016
TOMY ANKHAR
NIM. D1B5 11 007
-
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Keawetan Alami Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm)
Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignarhus Holmgren)
Nama : Tomy Ankhar
NIM : D1B5 11 007
Jurusan : Kehutanan
Fakultas : Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Niken Pujirahayu, S.Hut., MP Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP
NIP.19731103 200604 2 001 NIP. 19790929 201404 2 002
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan Dan Ketua Jurusan Kehutanan
Ilmu Lingkungan
Prof. Dr. Ir. H. Laode Sabaruddin, M.Si Zulkarnain, S.Hut., M.Si
Nip. 19581231 198712 1 001 Nip. 19781025 200501 1 001
Tanggal Lulus: 18 April 2016
-
v
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN
Judul : Keawetan Alami Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm)
Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignarhus Holmgren)
Nama : Tomy Ankhar
NIM : D1B5 11 007
Jurusan : Kehutanan
Fakultas : Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
Telah diujikan di depan Tim Penguji Skripsi dan telah diperbaiki sesuai saran-
saran saat ujian.
Kendari, April 2016
Tim Penguji :
Ketua : . Dr. Ir. Rosmarlinasiah, MP TandaTangan
Sekretaris : Asrianti Arief, SP., M.Si TandaTangan
Anggota : Niken Pujirahayu, S.Hut., MP TandaTangan
Anggota : . Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP TandaTangan
Anggota : Nurnaningsih Hamzah, S.Hut., M.Hut TandaTangan
-
vi
ABSTRAK
TOMY ANKHAR (D1B5 11 007). Keawetan Alami Kayu Kalapi
(Kalappia celebica Kosterm) Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus
Holmgren). Dibawah bimbingan Niken Pujirahayu, selaku Pembimbing I dan
Nurhayati Hadjar, selaku Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami kayu kalapi
(Kalappia celebica Kosterm) dari serangan rayap tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren). Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2015 -
Maret 2016. Metode penelitian menggunakan Standar Nasional Indonesia 7207
(2014) tentang pengujian ketahanan kayu terhadap organisme perusak kayu, yang
disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL). Data dianalisis
menggunakan analisis sidik ragam (Uji F) dan di uji lanjut menggunakan Duncan
Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95%.
Pengamatan pada suhu jampot yakni berkisar 290 30
0 C dan memiliki
kelembaban 75 % - 80 % hal tersebut sesuai dengan kondisi tempat pengambilan
sampel rayap didalam kawasan hutan dan merupakan suhu optimum bagi
kehidupan rayap C. curvignathus. Hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa jumlah rata-rata penurunan bobot pada kayu pangkal bagian
teras merupakan persentase penurunan bobot terendah yaitu sebesar 1,77%.
Sementara kayu gubal bagian percabangan sebesar 3,42% merupakan penurunan
bobot tertinggi. Penurunan bobot pada kayu berindikasi pada perusakan kayu
yang disebabkan oleh serangan rayap tanah. Hasil rata-rata persentase penurunan
bobot yang diperoleh kemudian menunjukan kayu kalapi termasuk dalam kelas
ketahan I (
-
vii
ABSTRACT
TOMY ANKHAR (D1B5 11 007). Natural durability of wood kalapi
(Kalappia celebica Kosterm) Against Termites (Coptotermes curvignathus
Holmgren). Under the guidance of Niken Pujirahayu, as Supervisor I and
Nurhayati Hadjar, as Supervisor II.
This study aims to determine the natural durability of wood kalapi
(Kalappia celebica Kosterm) against subterranean termites (Coptotermes
curvignathus Holmgren). This study took place in October 2015 - March 2016.
The research method uses the Indonesian National Standard 7207 (2014)
concerning the durability testing of wood against wood destroying organisms,
which is based on a completely randomized design (CRD). Data were analyzed
using analysis of variance (F test) and in a further test using the Duncan Multiple
Range Test (DMRT) with 95% confidence level.
Observations on jampot temperatures ranging 290 30
0 C and humidity
75% - 80% in order to comply with the conditions of sampling sites termites in
the forest area and an optimum temperature for the life of termites C.
curvignathus. The results of research that has been done shows that the average
amount of weight loss on the base of the wooden terrace section is the lowest
percentage weight loss that is equal to 1.77%. While the sapwood of branching of
3.42% is the highest weightings. Weight reduction in wood timber indicated on
the damage caused by subterranean termites attack. The average yield percentage
weight loss obtained later showed kalapi wood included in the resilience of the
class I (
-
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas
Rahmat dan Hidayah-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Keawetan Alami Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm)
Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo Kendari.
Seiring dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan
terima kasih dan penghormatan kepada Ibu Niken Pujirahayu, S.Hut., MP
selaku pembimbing I dan Ibu Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP selaku
pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga untuk
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penelitian yang dilakukan oleh
penulis dapat berjalan dengan baik.
Ucapan rasa cinta dan terima kasih yang tulus kepada motivasi terbesarku
Ayahanda Alm. Rasmin Hasimu dan Ibunda Rosnian atas segala perhatian,
kasih sayang dan doa yang tiada henti kepada penulis, serta saudara dan saudariku
Agus Salim, SP., Hasriani, SE., Rahman, dan Fitriani, yang selalu membantu dan
menasihatku selama menempuh pendidikan, serta seluruh keluarga atas motivasi
dan kebersamaan yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada :
-
ix
1. Rektor Universitas Halu Oleo, Dekan, Wakil Dekan I, II dan III Fakultas
Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
2. Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Ketua Program Studi dan seluruh Dosen
Lingkup Fakultas kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
3. Dosen di lingkungan Jurusan Kehutanan yang telah memberikan ilmu dan
bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Haluoleo.
4. Pegawai administrasi Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
5. Kepala Laboratorium Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu
Lingkungan Universitas Haluoleo beserta stafnya yang telah banyak
membantu dalam pelaksanaan penelitian.
6. Kepada rekan-rekan mahasiswa Jurusan dan Fakultas Kehutanan dan Ilmu
Lingkungan dan keluarga besar KAWAN serta THH 2011: Yhan Nuris
Tandisau, S.hut, Aris tofan, S.Hut, Cici Amalia, S.Hut, Muh. Yamin, S.hut,
Haswan Pratama, Muh. Khaerudin, Hendri Banowu, Rosnawati, Siti Hartati,
Megawati, Yastin, Siti Hardianti, Herawati, Sarmila, Adhi Sumarta, Yonrifan
Setiawan, Riska Srijayanti, Adi Saputra, Yonardi Bongakaraeng, Ikbal
Hambali, Kalambang Adji Sasmita, Aris Setiawan, Ardi dan Isvan Jaya
Purwanto. Seniorku angkatan 2010 Oktovan Dwi Yanto, Wahab, S.Hut,
Kosim, Arwan, Adnan. Seluruh teman-teman seperjuangan tanpa terkecuali
yang telah memberi semangat dan telah banyak membantu penulis baik
tenaga, pikiran maupun nasihat.
7. Kepada para my sohib Ibrahim S.Hut Armin, Harlis, Arbawan Purnawan dan
Budiman yang telah banyak membantu selama penulis melakukan penelitian
dan menemani baik dalam suka maupun duka selama menempuh pendidikan.
-
x
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan serta
dukungan yang diberikan kepada penulis dan permohonan maaf atas segala
kesalahan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan saran yang sifatnya
membangun dalam penyempurnan skripsi ini. Penulis juga sangat mengharapkan
skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Kendari, April 2016
Penulis
-
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ....
PERNYATAAN .......
HALAMAN PENGESAHAN .....
HALAMAN PERSETUJUAN
ABSTRAK ................
ABSTRACT .............
UCAPAN TERIMA KASIH ...........
DAFTAR ISI ........
DAFTAR TABEL ............
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN........
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................
B. Rumusan Masalah ....
C. Tujuan Penelitian .............................................................................
D. Manfaat Penelitian ...
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kayu Kalapi......................................................
B. Keawetan Alami Kayu......................................................................
C. Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Sebagai
Serangga Perusak Kayu .......
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ...........................................................................
B. Bahan dan Alat ................................................................................
C. Rancangan Penelitian ..
D. Prosedur Penelitian ..
E. Variabel yang Diamati ....
F. Analis Data ..
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
xi
xiii
xiv
xv
1
4
4
4
5
6
10
19
19
20
20
25
27
-
xii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
a.1. Penurunan Bobot Sampel Uji........
a.2. Mortalitas Rayap
a.3. Pengukuran Intensitas Rayap
a.4. penentuan Ketahanan Kayu ..
a.5. Kelas Ketahanan Kayu .
B. Pembahasan
a.1. Penurunan Bobot Sampel Uji........
a.2. Mortalitas Rayap
a.3. Pengukuran Intensitas Rayap
a.4. penentuan Ketahanan Kayu ..
a.5. Kelas Ketahanan Kayu .
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................
B. Saran............
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
30
31
31
32
33
35
37
42
45
46
49
49
-
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
Klasifikasi Intensitas Serangan Rayap Tanah Secara Visual..........
Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah......................
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam..............................................
Hasil Uji Lanjut Penurunan Bobot Letak Kayu Dalam Batang dan
Cabang Terhadap Serangan Rayap Tanah.......................................
Pengaruh Perlakuan Letak Kayu Terhadap Rata-Rata Persentase
Mortalitas Rayap.............................................................................
Intensitas Serangan Rayap Terhadap Kayu Kalapi.........................
Hasil Ketahanan Kayu Terhadap Rayap C. Curvignathus..............
Kelas Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah..............................
26
27
30
30
31
31
32
33
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Siklus Hidup Rayap Tanah.
Contoh Bentuk Kepala, dan Mandibel Genus Coptotermes..
Pengambilan Contoh Uji ..
Perlakuan Pengujian Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah
Bagan Contoh Pengujian Kayu Kalapi (Kalappia celebica
Kosterm) Terhadap Rayap Tanah C. curvignathus...
Pengujian Sampel Kayu Kalapi Terhadap Rayap C. curvignathus
Contoh Serangan Rayap Pada Pohon Dan Kayu Yang Mati.
Koloni Rayap C. curvignathus Pada Gundukan Tanah.
Tampilan Serangan Rayap Pada Sampel Uji Setelah Pengujian...
12
18
21
25
29
35
40
40
44
-
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
Daftar Riwayat Hidup .
Denah Penelitian .
Rata Rata Persentase Penurunan Bobot Sampel Kayu Kalapi
(Kalappia celebica Kosterm)...
Analisis Mortalitas Rayap ...
Pengukuran Intensitas Serangan Rayap...
Penentuan Ketahanan Kayu.
Penentuan Kelas Ketahanan Kayu...
Dokumentasi Penelitian...
55
56
57
57
58
59
60
61
-
16
-
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan hasil hutan berupa kayu tidak pernah mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya populasi manusia, sementara hal tersebut
tidak sejalan dengan kemampuan hutan alam untuk memproduksi kayu yang
makin hari makin menurun. Kayu sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat
memiliki karakteristik yang multifungsi yang dapat digunakan untuk
pembangunan maupun produksi lain yang sesuai dengan kebutuhan manusia,
namun disamping sifat-sifat kayu yang menguntungkan kayu juga memiliki
kelemahan yaitu sangat mudah diserang oleh organisme perusak kayu.
Penggunaan kayu untuk konstruksi maupun pembangunan kebanyakan tidak
didasari dengan pengetahuan tentang tingkat ketahanan alami terhadap serangan
organisme perusak kayu, sehingga penggunaan masa umur kayu relatif singkat
atau cepat rusak.
Nandika et al, (2003) mengatakan bahwa salah satu faktor perusak kayu
yang paling besar yaitu rayap tanah yang sampai saat ini merupakan ancaman
terbesar dalam kerusakan material berbahan baku kayu. Rata-rata persentase
serangan rayap pada bangunan perumahan di kota-kota besar mencapai lebih dari
70%. Pengalaman selama beberapa tahun ini menunjukkan bahwa rayap
merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu di
Indonesia. Kerusakan bukan hanya terjadi pada konstruksi bangunan gedung,
tetapi juga komponen arsitektur, meubel, buku serta barang-barang lain yang
disimpan di dalam bangunan. Bahkan saat ini bahaya rayap tidak hanya
-
2
mengancam bangunan sederhana, tetapi juga bangunan-bangunan mewah dan
berlantai banyak.
Serangan yang dilakukan oleh serangga perusak kayu sejatinya dapat
diminimalisir dengan cara melakukan proses pengawetan. Pengawetan kayu dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan pengawetan secara alami dan dengan
menggunakan bahan kimia. Dari kedua perlakuan pengawetan tersebut
penggunaan bahan kimia diyakini ampuh dalam menghambat serangan organisme
perusak kayu namun selain membutuhkan biaya yang cukup besar jika dilihat dari
sisi lingkungan penggunaan bahan kimia dalam proses pengawetan dapat
mencemari dan merusak keadaan lingkungan sekitar. Untuk menghindari
kerusakan tersebut, perlakuan pengawetan secara alami menjadi solusi untuk
perlakuan pengawetan. Pada dasarnya kayu telah memiliki kandungan alami
dalam kayu yang bersifat racun bagi serangga perusak utamanya rayap tanah yang
dinamakan zat ekstraktif yang merupakan salah satu unsur komponen kimia dalam
kayu yang memiliki kandungan racun bagi rayap tanah.
Desa Anggoro yang secara administrasi berada dikawasan Kecamatan
Abuki, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi alam
yang cukup melimpah salah satunya yaitu kayu kalapi (Kalappia celebica
Kosterm) yang dijadikan masyarakat Desa Anggoro sebagai salah satu sumber
pendapatan dari hasil hutan kayu yang cukup menguntungkan. Kayu kalapi yang
terdapat di Desa Anggoro Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe tumbuh dihutan
rakyat dengan suhu 29 - 320C dan kelembaban berada kisaran 54%, memiliki
jumlah vegetasi yang sangat terbatas jika dibandingkan dengan jenis pohon
-
3
lainnya yang tumbuh disekitar pohon kalapi tersebut. Saat ini kalapi sudah sulit
ditemukan di Desa Anggoro, kondisi ini dikarenakan kayu kalapi dikenal
masyarakat memiliki sifat dasar kayu yang baik, harga jual tinggi dan disertai
tingginya permintaan kayu kalapi dipasaran, sehingga terjadi penebangan berskala
tanpa berdasarkan asas kelestarianya yang mengakibatkan jenis kayu ini terancam
hampir punah dan masuk dalam kategori IUCN (International Union for the
Conservation of Nature and Natural Resources) (UNEP-WCMC, 2007). Kayu
kalapi telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas baik di dalam
daerah maupun di luar daerah. Kayu kalapi sering digunakan oleh masyarakat
sebagai bahan baku konstruksi, jembatan, dan sebagainya karena kayu ini dikenal
memiliki karakteristik yang kuat. Namun walaupun memiliki karakteristik yang
kuat, hal tersebut tidak menjamin kayu tersebut tidak dapat dirusak oleh serangan
organisme perusak. Kayu yang digunakan untuk keperluan di dalam ruangan
biasanya hanya perlu diuji ketahanannya terhadap kumbang bubuk kayu dan rayap
kayu kering, sedangkan untuk kayu yang akan digunakan sebagai bahan bangunan
yang bersentuhan dengan tanah, maka perlu dilakukan pengujian ketahanannya
terhadap rayap tanah.
Berdasarkan hal tersebut, maka dirasa perlu dilakukan penelitian untuk
menguji ketahanan dan keawetan kayu kalapi terhadap serangan rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren).
-
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mencoba mengkaji berapa besar
tingkat keawetan alami kayu kalapi terhadap rayap tanah.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami kayu kalapi
(Kalappia celebica Kosterm) dari serangan rayap tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren).
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sifat
keawetan alami kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm) dari rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren) sehingga dapat menjadi pertimbangan
dalam pemanfaatan kayu kalapi serta menjadi acuan penelitian lain yang relevan
dengan penelitian ini.
-
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm)
Menurut World Concervation Monitoring Centre (2007), taksonomi kalapi
yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheophyta
Super Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Family : Fabaceae
Genus : Kalappia
Spesies : Kalappia celebica Kosterm
Pohon mencapai tinggi 40 meter, mempunyai banir. Kulit batang beralur
agak kasar dan berwarna kecoklat-coklatan. Daun majemuk menyirip, jumlah
anak daun 2-5. Anak daun berbentuk lanset sampai lonjong, perbungaan
berbentuk malai di ketiak atau didekat ujung ranting. Mahkota bunga berwarna
kuning. Buah berbentuk polong, pipih berwarna cokelat kemerahan dan apabila
masak pecah. Berbiji 1-3 dan berbentuk menyerupai cakram. Kayunya untuk
bahan kontruksi ringan dan bahan pembuatan perahu. Tumbuh di hutan hujan
tropika dekat pantai sampai dengan ketinggian 500 m dpl, tetapi pada umumnya
tumbuh pada ketinggian 100 m dpl. Daerah penyebarannya sangat terbatas hanya
-
6
terdapat pada dataran Sulawesi khususnya Sulawesi Tenggara dan Sulawesi
Selatan (Putra, 2014).
Endemik Sulawesi, hanya ditemukan disekitar Malili (Teluk Bone). Hutan
dataran rendah. Tumbuh pada areal di belakang pantai hingga perbukitan dengan
altitude 300 m dpl, pada tanah bercadas dan mengandung besi. Berbunga pada
bulan April, Mei, Desember dan berbuah : Maret, Mei, Desember (Pitopang et al.,
2008).
B. Keawetan Alami Kayu
Keawetan kayu merupakan daya tahan alami suatu jenis kayu terhadap
organisme perusak kayu seperti jamur, serangga dan penggerek laut serta dimana
kayu tersebut dipergunakan (Hunt dan Garrat, 1986). Keawetan merupakan sifat
kayu yang penting karena walaupun kelas kuatnya tinggi tetapi manfaatnya akan
berkurang bila umur pakainya pendek. Umur pakai yang pendek akan sangat
merugikan karena biaya yang dikeluarkan tidak seimbang dengan umur pakainya
(Muslich, 2004).
Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah
terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi
organisme yang bersangkutan. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan
bermacam-macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian
terasnya, sedangkan kayu gubalnya kadang kurang diperhatikan.
Kayu yang keterawetan alami rendah mudah diserang oleh organisme
perusak kayu. Dimana keterawetan kayu diartikan sebagai daya tahan kayu
terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Dibandingkan
-
7
dengan faktor non biologis, faktor biologis dianggap yang paling dominan
menimbulkan kerusakan kayu. Salah satu faktor biologis perusak kayu yang
dimaksut adalah serangga perusak kayu (Batubara, 2006).
Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam
konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan
berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan
kekuatan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila
konstruksi tersebut akan dipakai beberapa bulan saja, kecuali bila kayu tersebut
diawetkan terlebih dahulu dengan baik. Karena itulah dikenal apa yang disebut
dengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas awet dan kelas kuat, dengan
kelas awet dipakai sebagai penentu kelas pakai. Jadi meskipun suatu jenis kayu
memiliki kelas kuat yang tinggi, kelas pakainya akan tetap rendah jika kelas
awetnya rendah.
Tiap-tiap kelas keawetan itu memberi gambaran tentang umur kayu dalam
pemakaian. Secara utuh klasifikasi keawetan terhadap serangan cendawan dan
serangga disebabkan karena sebagian zat ekstraktif bersifat racun atau paling tidak
menolak jamur pembusuk dan serangga. Faktor suhu, kelembaban udara dan
faktor fisik lainnya akan ikut mempengaruhi kegiatan organisme perusak tersebut.
Martawijaya (1965) mengemukakan bahwa salah satu faktor penting
dalam menentukan keunggulan kayu adalah sifat keawetannya. Tingkat keawetan
alami kayu memiliki hubungan antara sifat keawetan kayu dengan umur kayu
tersebut, dimana jika umur kayu semakin meningkat maka kandungan keawetan
alami pada kayu tersebut juga meningkat.
-
8
Secara alami keawetan kayu salah satunya ditentukan oleh peranan zat
ekstraktif yang spesifik dari setiap jenis kayu. Sebagai contoh dalam kayu jati
(Tectona grandis L.f) terdapat senyawa tectoquinon dan pada kayu Ebony
(Diospyros virginia) yang diekstrak dengan campuran aseton, heksan dan air
mengandung senyawa 7-methyl juglone sebagai anti rayap. Begitu pula ekstrak
tanin yang mengandung senyawa polifenol tinggi dapat tahan terhadap serangan
rayap dan jamur (Pujirahayu, et al. 2015).
Tsuomis (1991) juga mengatakan bahwa keawetan kayu secara alami
ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap
organisme perusak kayu. Keawetan alami bervariasi antar spesies tetapi juga di
dalam pohon yang sama, terutama diantara kayu gubal dan kayu teras. Faktor
utama yang menyebabkan keawetan alami kayu adalah adanya zat ekstraktif yang
bersifat racun yang terdapat didalam kayu teras yang terbentuk selama proses
pembentukan kayu teras tersebut.
Zat ekstraktif beberapa jenis kayu memang telah terbukti mengandung
senyawa bio-aktif yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan rayap
(Alfenas et al., 1982; Da Costa dan Rudman, 1958; Hashimoto et al., 1997;
Muangnoicharoen dan Frahm, 1982; Pilotti et al., 1995; Syafii et al., Syafii, 2000;
Febrianto. F. Et al, 2000). Dari laporan penelitian tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa walaupun tidak semua zat ekstraktif bersifat racun, tetapi
secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kandungan zat ekstraktif
dalam kayu, maka semakin tinggi pula sifat keawetan alami kayu yang
bersangkutan.
-
9
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari
serangan faktor perusak yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan
dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor
dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Keawetan
alami kayu disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang bersifat racun dan
secara kimia mampu menahan serangan organisme perusak kayu. Sifat keawetan
kayu yang paling berperan adalah zat ekstraktif, bukan berat jenis kayu. Selain
berada dalam rongga sel, zat ekstraktif juga berada dalam dinding sel kayu. Oleh
karena itu, keberadaan zat ekstraktif dalam dinding sel bisa memberikan
kontribusi terhadap nilai berat jenis kayu.
Hal ini juga dikemukakan oleh Highley dan Kirk, (1979) dalam Febrianto
et al (2000) yang mengatakan bahwa ketahanan kayu terhadap serangan
organisme disebabkan karena 2 (dua) faktor yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor eksternal antara lain adalah faktor lingkungan seperti misalnya
temperatur, pH, tekanan oksigen dan karbon dioksida parsial, dan kadar air.
Sedangkan faktor internal adalah zat ekstraktif yang terdapat di dalam kayu
tersebut dan merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi ketahanan
kayu terhadap serangan organisme. Zat ekstraktif ini merupakan penyebab utama
keawetan alami kayu yang bersangkutan. Namun demikian, sifat racun zat
ekstraktif tersebut terhadap organisme perusak kayu bersifat selektif, misalnya
suatu jenis kayu yang tahan terhadap jamur belum tentu tahan terhadap serangan
organisme lain (Martawijaya, 1983; Febrianto, et al. 2000).
-
10
Menurut Mohammad Muslich dan Ginuk Sumarni (2005) Keawetan kayu
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu karakteristik kayu dan lingkungan.
Faktor karakteristik kayu yaitu kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian
kayu dalam batang (gubal dan teras), dan kecepatan tumbuh. Faktor lingkungan
yaitu: tempat di mana kayu dipakai, jenis organisme penyerang, keadaan suhu,
kelembaban udara dan lain - lainnya. Suatu jenis kayu yang awet terhadap
serangan jamur belum tentu akan tahan terhadap rayap atau penggerek kayu di
laut, demikian pula sebaliknya.
Keawetan kayu secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zaat
ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu. Keawetan alami
bervariasi antar spesies tetapi juga di dalam pohon yang sama, terutama diantara
kayu gubal dan kayu teras (Tsuomis 1991). Faktor utama yang menyebabkan
keawetan alami kayu adalah adanya zat ekstraktif yang bersifat racun yang
terdapat di dalam kayu teras yang terbentuk selama proses pembentukan kayu
teras tersebut.
C. Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Sebagai Serangga
Perusak.
Rayap adalah serangga kecil, sepintas lalu mirip dengan semut, dijumpai
di banyak tempat, di hutan, pekarangan, kebun, dan bahkan di dalam rumah.
Sarang rayap terdapat di tempat lembab di dalam tanah dan batang kayu
basah, tetapi ada juga yang hidup di dalam kayu kering. Makanan utamanya
adalah kayu dan bahan-bahan dari selulosa lain serta jamur (Amir, 2003).
-
11
Secara taksonomi rayap termasuk ke dalam Ordo Isoptera yang berasal
dari Bahasa Yunani, iso berarti sama dan ptera berarti sayap. Namun ini mengacu
pada kasta reproduktifnya yang memiliki sepasang sayap depan dan belakang
dengan bentuk dan ukuran yang sama. Serangga ini merupakan bagian dari
komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting dalam biosfer
bumi. Mereka membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara
menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai
hara dalam tanah. Namun perubahan kondisi habitat rayap karena aktivitas
manusia seringkali mengubah status rayap menjadi serangga hama yang
merugikan. Bahkan pada saat ini masyarakat lebih mengenal serangga ini sebagai
hama khususnya pada tanaman dan kayu kontruksi bangunan dibandingkan
sabagai pengurai (dekomposer) yang peranannya dalam ekosistem sangat penting
(Nandika, et al. 2003).
Sebagaimana di Negara-negara tropika lainnya, di Indonesia rayap dikenal
sebagai serangga perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting.
Serangannya pada konstruksi bangunan dan bahan lignoselulosa lainnya telah
dilaporkan hampir diseluruh Provinsi di Indonesia. Bahkan kerugian ekonomis
yang terjadi akibat serangannya pada bangunan gedung terus meningkat dari
tahun ke tahun (Subekti, 2010).
Di Indonesia telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap, lima jenis
diantaranya tercatat sebagai perusak kayu dan bangunan gedung yang paling
penting, yaitu Coptotermes curvignathus Holmgren, Schedorhinotermes javanicus
Kemner, Macrotermes gilvus Hagen, Microtermes inspiratus Kemner, dan
-
12
Cryptotermes cynocephalus Light. Kemampuan merusak serangga tersebut erat
kaitannya dengan karakteristik populasinya yaitu hidup dalam satu koloni dengan
jumlah anggota yang banyak dan memiliki wilayah jelajah yang tinggi.
Karakteristik populasi tersebut menyebabkan upaya pengendalian rayap relatif
sukar dilakukan (Pearce, 1997).
Dalam perkembangan hidupnya, rayap mengalami metamorfosis tidak
sempurna, dengan tiga tahapan umum perkembangan, yaitu telur, pra-dewasa
dan dewasa. Siklus hidup rayap (Gambar 1) meliputi: telur, nimfa yang
dihasilkan dari penetasan telur, pseudergate (nimfa dewasa yang memiliki
pucuk sayap dan siap jadi laron/alate), kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta
reproduktif (Baker dan Marchosky, 2005 dalam Astuti, 2013).
Gambar 1. Siklus hidup rayap tanah reticultermes (Gold et al., 1914 dalam
Astuti 2013).
Rayap merupakan serangga yang paling sering merusak kayu. Berdasarkan
tempat hidupnya, rayap perusak kayu dapat dibedakan menjadi dua yaitu rayap
-
13
kayu kering dan rayap tanah. Rayap kayu kering dapat memasuki kayu yang
terbuka diatas tanah secara langsung dari udara. Sedangkan rayap tanah masuk
kedalam kayu melalui dalam tanah atau melalui lorong-lorong pelindung yang
dibangunnya. Untuk hidup rayap tanah diperlukan kelembaban tertentu yang
tetap. Contoh rayap yang sangat umum dijumpai adalah Coptoterms sp. dan
Macroterms sp (Batubara, 2006; Dwi Sudarman, 2014).
Rayap tanah merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat
serangan yang paling ganas. Rayap ini mampu menyerang hingga kelantai tiga
suatu bangunan bertingkat. Rayap akan masuk kedalam kayu sampai bagian
tengah yang memotong sejajar dengan serat kayu melalui lubang kecil yang ada
dipermukaan kayu (Prasetyo & Hadi, 2005 dalam Akbar, 2009).
Semua jenis rayap yang ada, tidak kurang dari 300 jenis rayap di dunia
yang berperan sebagai hama perusak tanaman, baik tanaman perkebunan, maupun
tanaman kehutanan. Di Indonesia ada 20 jenis rayap yang dikenal sebagai rayap
perusak tanaman, diantaranya adalah Coptotermes curvignathus Holmgren,
Neotermes tectonae, Macrotermes gilvus, dan lain-lain (Nandika, et al, 2003).
Rayap tanah genus Coptotermes merupakan hama bangunan terpenting
karena dampak kerusakan dan kemampuannya dalam menyerang bagian-bagian
bangunan gedung secara meluas. Menurut Taruminkeng, (1992) dalam Sucipto
(2009), rayap tanah merupakan serangga social yang hidup subur diberbagai
belahan dunia terutama di daerah tropika dan subtropika. Rayap tanah penting
dalam kehidupan manusia sebagai perombak bahan-bahan sisa seperti
potongan kayu dan sisa kertas tetapi juga sering kali menimbulkan serangan
-
14
pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Rayap hidup berkoloni
dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya. Kasta rayap dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Kasta reproduktif
2. Kasta prajurit (soldier)
3. Kasta pekerja (worker)
Kasta reproduktif menghasilkan semua anggota koloni dan berperan
penting dalam penyebaran dan pembentukan koloni baru. Kasta ini memiliki
tiga tipe reproduktif pada suatu koloni, yaitu reproduktif primer, sekunder
dan tersier. Reproduktif primer (ratu dan raja) dihasilkan dari laron atau
rayap bersayap yang membentuk sarang baru setelah sukses melewati proses
swarming (Harris, 1971 dalam Astuti, 2013). Ratu dicirikan oleh bentuk tubuh
besar yang bersegmen yang berisi telur, sedangkan raja biasanya berada di sekitar
ratu dengan ukuran badan yang lebih kecil dari ratu di ruang khusus atau
central nursery chamber . Pada rayap C. formosanus, kasta reproduktif (ratu)
memiliki umur sekitar 15 tahun dan mampu memproduksi hingga 2.000 telur
per hari (Grace et al., 1996 dalam Astuti 2013). Genus Coptotermes juga
memiliki kemampuan menghasilkan neoten, yaitu rayap reproduktif yang
menggantikan kedudukan reproduktif primer (ratu). Keberadaan neoten
memungkinkan koloni rayap tetap dipertahankan setelah kematian reproduktif
primer, dengan menyediakan alternatif untuk penyebaran koloni oleh laron
dan mengatur ukuran populasi dari waktu ke waktu (Myles, 1988 dalam Astuti
2013).
-
15
Kasta pekerja biasa memiliki warna pucat dan sedikit mengalami
penebalan di bagian kutikulanya. Kasta ini bertugas membangun sekaligus
memperbaiki sarang, memelihara ratu, telur, dan rayap muda; serta mencari
makanan untuk semua penghuni koloni. Merekalah yang bertanggung jawab
terhadap kerusakan pada aset-aset milik manusia dari bahan berlignoselulosa
lainnya. Para pekerja muda tinggal dalam sarang merawat telur dan nimfa;
sedangkan para pekerja yang lebih tua, lebih kuat dan lebih besar membangun
sarang dan mencari untuk makanan. Rayap pekerja dapat mencapai dewasa
dalam setahun dan bisa hidup sekitar dua tahun, mereka juga kadang-kadang bisa
memperlihatkan perilaku kanibal dengan memakan rayap lain yang lemah atau
sudah mati demi kelangsungan hidup koloni (Nandika, et al, 2003).
Kasta prajurit dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan
mengalami penebalan yang nyata, serta rahang yang berkembang baik seperti
terlihat pada Gambar 6a. Prajurit memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada
pekerja, dengan jumlah anggota yang sangat sedikit dibandingkan pekerja.
Prajurit tidak terlihat kecuali kayu atau terowongan rusak untuk menghalau musuh
alami. Secara praktis, genus yang termasuk famili Rhinotermitidae ini mudah
diketahui karena adanya cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh prajurit
pada saat mengigit musuhnya (Nandika et al., 2003).
Karakter morfologi yang diamati dari beberapa sampel rayap Genus
Coptotermes yang ditemukan terdiri dari panjang kepala, lebar kepala, panjang
mandibel, jumlah ruas tubuh, jumlah ruas antena, jumlah bulu pada kepala, bentuk
mandibel, dan bentuk pronotum. Genus Coptotermes memiliki kepala berwarna
-
16
kuning, antena, lambrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat
ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel yang
lebar. Antena terdiri dari 9-15 segmen; segmen kedua dan segmen keempat sama
panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya; batas
antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Rata-rata
panjang kepala tanpa mandibel pada seluruh sampel rayap berkisar antara
0.92-1.3 mm. Lebar kepala 0.97-1.14 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan
rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan
dengan jumlah ruas antara 8-10 ruas ( Tho, 1992).
Rayap menjadikan kayu sebagai sumber makanan dan sekaligus menjadi
tempat bersarangnya. Rayap memakan selulosa kayu untuk kebutuhan hidupnya.
Syafii, (2002) dalam Nuriyatin et al (2003) menjelaskan bahwa perusakan kayu
oleh rayap melalui proses mecha-no-biodecomposition. Artinya pertama rayap
menggigit sampel kayu, selanjutnya kayu didekomposisi dalam perut secara
biokimia untuk memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya.
Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi perkembangan populasi
rayap meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, serta ketersediaan makanan.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama
lain. Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang kuat yang secara bersama-
sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan akan
menyebabkan perubahan perilaku rayap serta kondisi habitat di sarang rayap
(Leicester et al. 2002). Rayap tanah genus Coptotermes merupakan hama
bangunan terpenting karena dampak kerusakan dan kemampuannya dalam
-
17
menyerang bangunan yang lebih tinggi di bandingkan rayap tanah lainnya.
Serangga ini mampu beradaptasi dalam berbagai kondisi lingkungan termasuk
kondisi lingkungan yang diciptakan manusia di dalam bangunan gedung
(Eggleton, 2000).
Rayap tanah mudah menyerang kayu sehat atau kayu busuk yang ada
didalam atau diatas tanah lembab, juga dapat membentuk saluran-saluran yang
terlindung pada pondasi-pondasi atau penghalang lain yang tidak dapt ditembus
serta dapat mendirikan sarang berbentuk seperti menara langsung dari tanah.
Saluran dan menara-menara yang terbuat dari tanah yang halus dan kaya akan
hara dicerna sebagian. Kemudian direkatkan bersama dengan ekskresi serangga,
memungkinkan rayap tersebut menciptakan kondisi kelembaban dalam kayu yang
cocok. Jika tidak, kayu akan kering sehingga tahan terhadap serangan dari jenis
rayap ini. Jika rayap ini bekerja dalam suatu bangunan yang jauh dari tanah atau
sumber-sumber kelembaban lainnya, rayap tanah ternyata juga dapat membentuk
tabung-tabung yang menggantung pada kayu itu, nampaknya untuk mencari
hubungan yang lebih dekat dengan tanah. Apabila rayap tanah dapat mencapai
suatu bangunan, rayap akan memperluas kerjanya sampai cukup tinggi, dan sering
mencapai tingkat kedua atau ketiga dari bangunan-bangunan bertingkat (Hunt &
Garrat, 1986).
Menurut Taruminkeng (1992) dalam Ananto Widiatmoko dan Darmono,
(2013) Rayap tanah penting dalam kehidupan manusia sebagai perombak bahan-
bahan sisa potongan kayu dan sisa kertas tetapi juga sering kali
menimbulkan serangan pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
-
18
Gambar 2. Contoh bentuk kepala, dan mandibel genus Coptotermes
-
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan
Februari 2016, dilakukan di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan
Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo. Kendari.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian pangkal dan
cabang pohon kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm), rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren), dan media pasir. Alat yang digunakan
meliputi peralatan di lapangan dan di laboratorium. Peralatan di lapangan berupa
chainsaw digunakan untuk mempermudah pemotongan sampel kayu, gergaji
mesin untuk menebang pohon kalapi, gergaji tangan untuk memotong sampel
hingga membentuk balok persegi panjang, golok digunakan untuk memotong
sampel dalam bentuk chip, meteran untuk mengukur panjang dan diameter pohon,
mistar untuk mengukur sampel kayu dan kamera digital yang digunakan untuk
mendokumentasikan kegiatan penelitian dilapangan. Sedangkan peralatan yang
digunakan di laboratorium yaitu higrometer yang digunakan untuk mengukur
kelembaban jampot, jampot/botol jam berdiameter 5 cm dan tinggi 14 cm
digunakan sebagai wadah pengamatan, termohigrometer untuk mengukur suhu
dan kelembaban lingkungan tempat pengujian, timbangan analitik untuk
menimbang berat awal dan berat akhir sampel, aluminium foil digunakan untk
menutup jampot agar kelembaban jampot tetap terjaga, kamera digital yang
-
20
digunakan mendokumentasikan kegiatan pengamatan di laboratorium dan
perlengkapan alat tulis menulis digunakan untuk mencatat hasil yang diperoleh.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 4 taraf perlakuan yaitu PT (Pangkal teras), PG (Pangkal Gubal), CT
(Cabang Teras), CG (Cabang Gubal). Setiap perlakuan diulang lima kali sehingga
terdapat 20 unit perlakuan, setiap unit terdiri dari 1 sampel , sehingga secara
keseluruhan berjumlah 20 jampot percobaan.
Dengan menggunakan model matematika sebagai berikut:
Yij = + i + ij
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan ke-I, pada ulangan ke-j
= Nilai tengah umum
i = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
ij = Pengaruh galat (experimental error) percobaan.
D. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Bahan dan Contoh Uji
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil 2 bagian bentuk lempengan
(disk) secara vertikal yaitu pangkal dan percabangan serta mengambil letak batang
pada arah horizontal yaitu terdiri dari kayu gubal dan kayu teras yang menjadi
bahan untuk pengujian keawetan rayap tanah dan dilakukan pengulangan
-
21
sebanyak 5x. Adapun ilustrasi pengambilan sampel kayu yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ket :
A1: Gubal Kayu
A2: Teras Kayu
Gambar 3. Pengambilan Contoh Uji
Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) yang berumur sekitar 36 - 40
tahun memiliki diameter 30 cm dan tinggi bebas cabang 10 meter ditebang ,
dipotong dan dibersihkan. Kemudian potongan setebal 10 cm diambil pada bagian
batang bawah (Pangkal) dan pada bagian percabangan kayu sepanjang 40 sampai
70 cm atau hingga bebas ranting. Setelah itu mengambil letak dalam pangkal dan
cabang pada posisi horizontal bagian kayu gubal dan kayu teras lalu dibagi dalam
beberapa bagian dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 0,5 cm. Dari beberapa
potongan bagian tersebut kemudian diambil 5 sampel secara acak. Penelitian ini
dilakukan dengan 5x pengulangan sehingga jumlah sampel uji disediakan yaitu
-
22
sebanyak 20 buah sampel uji, dimana masing-masing jampot berisi 1 sampel
sehingga dihasilkan 20 jampot pengamatan.
Rayap tanah dapat diperoleh disekitar kawasan kampus baru UHO, rayap
tanah memiliki sarang yang dibuat dari tanah yang memiliki bentuk seperti
menara kemudian mengambil rayap tersebut sebanyak kurang lebih 4.000 ekor
dengan ciri sehat dan aktif. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan rayap
tanah yaitu dilakukan dengan cara langsung mengambil dari sarang atau dengan
metode pengumpanan dengan cara mengubur kardus dalam tanah yang bertujuan
untuk mengundang rayap tanah.
2. Pengujian Keawetan Kayu Kalapi Terhadap Rayap Tanah
Pengujian kayu terhadap serangan rayap tanah dilakukan berdasarkan SNI
7207: 2014 yang dibuat BSN (2014), yang dilakukan dalam jangka waktu selama
4 minggu. Dimana kelembaban media pasir dan aktifitas rayap diamati setiap
minggunya. Proses perlakuan pengujian pada rayap tanah dilakukan sebagai
berikut :
a). Masing-masing contoh uji dikeringkan pada suhu (105)C selama 24 jam atau
sampai diperoleh bobot konstan.
b). Setelah mencapai bobot konstan kemudian menimbang bobot awal contoh uji
dalam keadaan kering oven (W1).
c). Kemudian menyimpan contoh uji sampai kering udara.
d). Setelah mencapai kering udara masingmasing contoh uji yang telah diketahui
bobotnya dimasukkan kedalam jempot.
-
23
e). Peletakkan contoh uji yaitu dengan cara berdiri pada dasar jampot dan
sandarkan sedemikian rupa sehingga salah satu bidang terlebar contoh uji
menyentuh dinding jampot.
f). Siapkan pasir lembab yang mempunyai kadar air 7% dibawah kapasitas
menahan air (water holding capacity). Water holding capacity adalah
persentase air yang dibutuhkan untuk menjenuhkan pasir. Untuk mengetahui
besarnya water holding capacity dapat dihitung melalui persamaan Bureau
(2005) dalam Akbar (2009) seperti berikut :
BA
WHC = --------- X 100%
BP
Keterangan :
WHC = Water holding capacity (%)
BA = Berat air untuk menjenuhkan pasir (g)
BP = Berat pasir (g)
Jadi jumlah air yang diperlukan untuk melembabkan pasir dapat dihitung
melalui persamaan Bureau (2005) dalam Akbar (2009).
WHC - 7
JA = ----------------- X 200 g
100
Keterangan :
JA = Jumlah air yang ditambahkan untuk mencapai kadar air pasir 7 %
dibawah kapasitas menahan air (g)
WHC = Water holding capacity
g). Setelah media pasir telah siap, kemudian memasukan media pasir yang lembab
tersebut sebanyak 200 gram dan rayap tanah (Coptotermes curvignathus
-
24
Holmgren) yang sehat dan aktif kurang lebih 200 ekor kedalam jampot dan
kemudian ditutup menggunakan aluminium foil agar kelembabannya tetap
terjaga.
h). Jampot yang telah terisi oleh rayap kemudian disimpan selama 4 minggu
ditempat yang gelap.
i). Pengamatan dilakukan setiap setiap seminggu, variabel yang diamati berupa
aktifitas rayap, kelembaban media pasir dan keadaan berat jampot yang harus
sesuai dengan berat awal jampot saat awal pengujian dengan cara menimbang
jampot tersebut. Jika terjadi penurunan bobot jampot 2% atau lebih kedalam
jampot tersebut ditambahkan air secukupnya sampai kadar airnya kembali
seperti semula yaitu 7% dibawah kapasitas menahan air.
j). Setelah 4 minggu pengujian, keluarkan contoh uji dari jampot dan bersihkan
dari pasir yang melekat.
k). Kemudian menghitung rayap tanah yang masih hidup dan tentukan intensitas
serangan secara visual serta persentase mortalitasnya.
l). Keringkan kembali contoh uji pada suhu (105)C sampai diperoleh bobot
konstan,
m). Lalu menimbang bobot akhir contoh uji dalam kondisi kering oven (W2).
n). Terakhir, tentukan penurunan bobot untuk mengetahui kelas ketahanan kayu
terhadap rayap tanah.
-
25
Gambar 4. Perlakuan pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah
E. Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu aktifitas rayap dan
mortalitas rayap, kelembaban dan berat jampot yang diamati setiap seminggu.
Pengukuran penurunan bobot/kehilangan berat contoh uji, serta intensitas
serangan rayap yang dilakukan saat akhir pengujian kemudian menentukan kelas
ketahanan kayu.
1. Penurunan Bobot Contoh Uji
Kehilangan berat contoh uji dapat dihitung setelah 28 hari pengumpanan
sampel uji terhadap rayap tanah. Penurunan bobot dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
W1 W2 P(%) = x 100
W1 Keterangan :
P : adalah penurunan bobot, dinyatakan dalam (%)
W1 : bobot awal contoh uji kering oven, dinyatakan dalam gram (g)
W2 : bobot akhir contoh uji kering oven, dinyatakan dalam gram (g)
-
26
2. Mortalitas Rayap
Pengamatan mortalitas rayap dilakukan setiap seminggu. Rayap yang mati
segera dibuang karena selain akan dimakan oleh rayap lainnya, rayap yang mati
akan berjamur dan dapat mematikan rayap lainnya, mortalitas rayap dapat
dihitung dengan persamaan :
Mortalitas(%) = (jumlah rayap mati : jumlah seluruh sampel rayap) x 100 %.
3. Intensitas Serangan Rayap
Pengukuran intensitas serangan atau derajat kerusakan kayu secara visual
dapat dinilai berdasarkan klasifikasi SNI 7207: 2014 sebagai berikut.
Tabel 1. Klasifikasi intensitas serangan rayap tanah secara visual.
Kelas Ketahanan Derajat kerusakan Kayu Nilai
I Sangat tahan Utuh, atau serangan sangat ringan :
5%
0
II Tahan Serangan ringan: 6-15% 40
III Sedang Serangan sedang, berupa saluran-
saluran yang dangkal dan sempit :
16-30 %
70
IV Tidak tahan Serangan berat, berupa saluran yang
dalam dan lebar: 31-50%
90
V Sangat tidak tahan Serangan sangat berat : > 50 % 100
(Sumber: Standar Nasional Indonesia 7207: 2014)
-
27
4. Penentuan Ketahanan Kayu
Tingkat ketahanan contoh uji berdasarkan indikator penurunan bobot dapat
dilihat berdasarkan penurunan bobot yang dibuat berdasarkan SNI 7207: 2014
sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah.
Kelas Ketahanan Penurnan bobot (%)
I Sangat tahan 18,9
(Sumber: Standar Nasional Indonesia 7207:2014)
5. Kelas ketahan kayu
Kelas ketahanan kayu ditetapkan berdasarkan hasil penilaian kelas
ketahanan kayu yang terendah antara penilaian intensitas serangan dan penurunan
bobot.
F. Analisis Data
Data yang dikumpulkan diperoleh berdasarkan hasil observasi besarnya
kehilangan berat setelah dilakukan pengujian dan melakukan penilaian kelas
ketahanan kayu dengan membandingkanya menggunakan SNI 7207 BSN(2014).
Hasil merupakan nilai rata rata penurunan bobot dari contoh uji yang kemudian
dianalisis berdasarkan sidik ragam (Uji F) jika posisi letak kayu menunjukan
-
28
berpengaruh sangat nyata maka hasil diuji lanjut menggunakan uji Duncen
terhadap variabel penurunan bobot dan mortalitas rayap sedangkan untuk variable
intensitas serangan rayap, penentuan ketahanan kayu dan penentuan kelas
ketahanan kayu dinilai secara deskriptif. Analisis data tersebut menggunakan
program SAS versi 9.1 dan penilaian secara visual.
-
29
Bagan pengujian kayu kalapi terhadap serangan rayap yang disajikan pada
gambar berikut.
Gambar 5. Bagan contoh pengujian kayu kalapi (Kalappia Celebica Kosterm)
terhadap rayap tanah.
Sampel uji pangkal dan percabangan
kayu kalapi (Kalappia Celebica
Kosterm)
proses pengujian selama 4
minggu
Analisis sampel
Jampot ( sampel kayu
kalapi, rayap tanah 200 ekor
dan media pasir 200 gram).
Kayu gubal (2,5 x 2,5 x 2,5 x 0,5)
cm
Kayu teras (2,5 x 2,5 x 2,5 x 0,5)
cm
Penentuan kelas
ketahanan kayu
Pengeringan dan
penimbangan
Tingkat kerusakan kayu
-
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Rekapitulasi hasil sidik ragam
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Variabel yang diamati F hitung F Tabel
Penurunan bobot 7,62** 3,24
Mortalitas rayap 7,99** 3,24
Keterangan : ** Berpengaruh sangat nyata
Hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa letak kayu dalam
batang memberikan pengaruh yang sangat nyata pada variabel yang diamati yakni
penurunan bobot dan mortalitas rayap.
a.1 Persentase Penurunan Bobot.
Tabel 4. Hasil Uji Lanjut Duncan Penurunan Bobot Letak Kayu Dalam Batang
Dan Cabang Terhadap Serangan Rayap Tanah.
Letak kayu dalam kayu Penurunan bobot UJBD 0,05
PT 1,776b 0.9318
PG 2,670ab 0.8668
CT 1,946b 0.9073
CG 3,428a -
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %.
Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata persentase penurunan bobot letak
kayu dalam batang tertinggi terdapat pada perlakuan CG (Cabang gubal) sebesar
3,42 % dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan PG (Pangkal Gubal), tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan PT (Pangkal teras) dan CT (Cabang teras).
-
31
a.2. Analisis Mortalitas Rayap
Tabel 5. Data Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Rata-Rata Persentase Mortalitas
Rayap.
Letak kayu dalam batang Mortalitas rayap UJBD 0,05
PT 98,20a -
PG 95,10bc 2,031
CT 96,70ab 1,941
CG 94,50c 2,086
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %.
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata persentase mortalitas rayap kayu
kalapi tertinggi terdapat pada perlakuan PT (Pangkal teras) sebesar 98,20 %
berbeda tidak nyata dengan perlakuan CT (Cabang teras) tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan PG (Pangkal Gubal) dan CG (Cabang gubal) terhadap posisi
letak dalam batang dan cabang.
a.3. Intensitas serangan rayap
Tabel 6. Intesitas Serangan Rayap Terhadap Kayu Kalapi.
Letak dalam
batang
Rata-rata
penurunan
bobot
sampel(%)
Derajat
kerusakan
kayu
nilai
Ketahanan
P Teras
Gubal
1,78
2,67
Utuh
serangan
sangat ringan
0
0
Sangat tahan
Sangat tahan
C Teras
Gubal
1,95
3,42
Utuh
Serangan
ringan
0
0
Sangat tahan
Sangat tahan
-
32
Hasil pengukuran intensitas serangan kayu secara visual dinilai
berdasarkan klasifikasi SNI 7207: 2014. Pengamatan visual dilakukan dengan
mengamati kerusakan secara langsung terhadap kayu setelah pengujian. Tabel 6
menunjukan ketahanan pada seluruh sampel uji berdasarkan perlakuan letak
dalam kayu terhadap intensitas serangan rayap yang dilihat berdasarkan derajat
kerusakan kayu secara visual.
a.4. Penentuan Ketahanan Kayu
Hasil penentuan tingkat ketahanan contoh uji di sajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap
Letak
dalam
kayu
Penurunan bobot sampel/ulangan (%)
Rata-rata
penurunan
bobot (%)
Ketahanan
kayu
Pangkal
(Teras)
(Gubal)
I
II
III
IV
V
1,98
2,82
1,61
2,06
1,25
2,51
2,16
1,64
1,88
4,32
1,78
2,67
Sangat tahan
Sangat tahan
Sangat tahan
Sangat tahan
Cabang
(Teras)
(Gubal)
1,70
3,78
2,04
4,18
1,98
2,82
2,08
3,10
1,93
3,26
1,94
3,42
Ketahanan kayu kalapi dinilai berdasarkan klasifikasi SNI (2014) yang
dilihat berdasarkan penurunan bobot kayu yang dihasilkan selama pengujian
terhadap rayap C. curvignathus. Tabel 7 menunjukan rata-rata penurunan bobot
pada tiap sampel uji berkisar
-
33
a.5. Kelas Ketahanan Kayu
Penentuan kelas keawetan kayu dinilai berdasarkan indikator penurunan
bobot terendah yang disajikan pada tabel 8.
Tabel 8. Kelas Keawetan Kayu Kalapi Terhadap Rayap Tanah.
Letak
dalam
kayu
Penurunan
bobot
horizontal
(%)
Penurunan
bobot
vertikal (%)
Derajat
kerusakan kayu
ketahanan Kelas
tahan
Teras
(pangkal)
1,78
2,22
Utuh
Sangat tahan
I
Gubal
(pangkal)
2,67
Serangan sangat
ringan
Sangat tahan
I
Teras
(cabang)
1,94
2,68
Utuh
Sangat tahan
I
Gubal
(cabang)
3,42
Serangan ringan
Sangat tahan
I
Kelas ketahanan kayu ditetapkan berdasarkan hasil penilaian kelas
ketahanan kayu yang terendah antara penilaian intensitas serangan dan penurunan
bobot. Hasil yang ditampilkan tabel 8 menunjukan sampel kayu pangkal memiliki
rata-rata penurunan bobot terendah yakni 2,22 % sementara cabang sebesar 2,68
% yang jika diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi SNI 7207 masuk dalam
kategori kelas tahan I.
-
34
B. Pembahasan
Kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm) memiliki kulit batang kecoklatan
dan bertekstur kasar pada kulit luarnya atau hampir menyerupai bentuk batang
pohon pinus (pinus mercusii), kulit batang bagian dalam berwarna kemerah-
merahan, warna daun muda dan tua berwarna hijau tua memiliki panjang sekitar
8-12 cm dan lebar 3,5-4,5 cm pada pohon dewasa berbentuk lanset sampai
lonjong. Warna kayu teras pangkal dan cabang berwarna coklat kehitaman
sedangkan gubal pangkal dan cabang berwarna cerah kecoklatan yang kemudian
diduga memliki kandungan ekstraktif yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2015) tentang komponen kimia kayu
kalapi bagian pangkal dan percabangan diperoleh kandungan zat ekstraktif yang
terdapat pada kayu kalapi termasuk dalam kategori tinggi (> 4) yang didasarkan
standar kalasifikasi kayu daun lebar Indonesia atas dasar komponen kimianya,
dimana pada bagian pangkal kayu kalapi diperoleh kandungan rata-rata zat
ekstarktif sebesar 16,3 % sedangkan pada percabangan kayu kalapi diperoleh rata-
rata kandungan zat ektraktif sebesar 11,5% kondisi tersebut memungkinkan rayap
menolak untuk memakan kayu tersebut yang kemudian menghambat aktifitas
makan rayap.
Hasil pengamatan terhadap kelembaban udara dan suhu dalam jampot
diperoleh kisaran kelembaban 75% sampai 80%, sedangkan suhu 290 C sampai
300
C. Hasil ini sesuai dengan pernyatanan Supriana (1983) yang mengatakan
bahwa suhu sekitar 300 C merupakan suhu optimum bagi hidup rayap perusak
kayu. Hal serupa juga dijelaskan oleh Apri (2005) yang mengemukakan tentang
-
35
kelembaban optimum bagi aktivitas rayap tanah, bahwa rayap tanah seperti
Coptotermes, Macrotermes, dan Odototermes. Memerlukan kelembaban yang
tinggi. Perkembangan optimumnya dicapai pada kisaran kelembaban 75 90%.
Kecuali pada rayap kayu kering seperti Cryptotermes tidak memerlukan air atau
kelembaban yang tinggi.
Pengujian yang dilakukan selama 28 hari dilabarotaorium ditampilkan pada
gambar berikut.
(a) (b)
Gambar 6. Pengujian sampel kalapi terhadap rayap C. curvignathus. Ket: a).
Denah pengujian dilaboratorium, b). Aktifitas rayap yang membentuk lorong
dalam jampot selama pengujian.
b.1. Penurunan bobot contoh uji
Penurunan bobot contoh uji merupakan rata-rata berat akhir kering tanur
yang dihasilkan setelah pengujian yang kemudian dapat menjadi dasar acuan
dalam penentuan kelas awet dan kelas ketahan kayu kalapi. Besar kecilnya
persentase kehilangan berat sampel uji disebabkan oleh aktivitas makan rayap
C. curvignathus terhadap sampel uji yang diumpankan selama masa pengujian.
Perlakuan pengujian berdasarkan letak dalam batang memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap penurunan bobot (tabel 1) hal ini diduga dikarenakan karena
-
36
perbedaan tingakat kandungan alami kayu pada tiap perlakuan yang kemudian
mempengaruhi aktifitas makan rayap yang menyebabkan penurunan bobot.
Uji lanjut penurunan bobot kayu yang ditampilkan tabel 4 menunjukan
penurunan bobot terendah terdapat pada pangkal kayu kalapi bagian teras
diperoleh rata-rata penurunan bobot sebesar 1,78% sedangkan bagian gubal
pangkal kayu didapatkan rata-rata penurunan bobot sebesar 2,67%, pada kayu
bagian cabang diperoleh rata-rata penurunan bobot pada kayu teras sebesar 1,94%
dan gubal sebesar 3,42% yang merupakan penurunan bobot paling tinggi
dibanding dengan sampel lainnya dan memberi pengaruh sangat nyata terhadap
posisi letak dalam kayu. Penurunan bobot diakibatkan serangan ringan rayap
selama pengujian, menurunnya persentase kehilangan bobot pada pangkal teras
dan cabang teras diakibatkan rendahnya tingkat kerusakan kayu yang dikarenakan
kayu mengandung zat racun berupa ekstraktif yang tinggi kemudian menjadi
faktor utama dalam mengahambat aktifitas rayap. Posisi dalam batang
mempengaruhi kandungan ekstraktif dalam kayu dimana teras kayu merupakan
kayu yang paling dominan menyimpan kandungan ekstraktif kayu.
Nandika, et al (1996) menyatakan bahwa keawetan alami kayu ditentukan
oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif bersifat racun terhadap organisme perusak
kayu yang jumlahnya bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, dan posisi
dalam batang. Selanjutnya USDA (1999) menambahkan bahwa peralihan kayu
gubal ke kayu teras disertai dengan peningkatan kandungan zat ekstraktif. Pada
beberapa jenis kayu seperti black locust, western redcedar, dan redwood, kayu
teras mempunyai ketahanan terhadap jamur dan serangan rayap.
-
37
Kandungan ekstraktif pada suatu jenis kayu diyakini mempengaruhi
terhadap aktifitas serangan rayap. Secara umum semakin tinggi kandungan
ekstraktif suatu jenis kayu maka semakin tinggi pula konsentrasi kandungan racun
yang dapat menghambat serangan serangga perusak kayu. Contoh dari ekstraktif
bioaktif yang terkandung dalam kayu yaitu tropolon, phenol, komponen polifenol
termasuk tanin dan stilben, kaumarin, asam terpenoid dan lain-lain. Rayap juga
memiliki sifat pemakan bangkai (necrophagy) dan pemakan sesama
(kanibalisme), sifat-sifat ini sedikit banyak dapat mempengaruhi penyebab
rendahnya kehilangan berat pada sampel kayu, ini disebabkan sulitnya rayap
untuk medapatkan makanan karena pada sampel uji memiliki bioaktivitas yang
dapat mempengaruhi aktivitas makan rayap, yang menyebabkan rayap
memiliki ketidaksukaan terhadap sampel uji maka terjadi sifat memakan
bangkai sesamanya dan memakan rayap yang lemah.
b.2. Mortalitas rayap
Analisis data mortalitas menggunakan metode deskriptif yang dinyatakan
dalam (%). Uji sifat anti rayap kayu kalapi terhadap rayap C. curvignathus diukur
dari mortalitas rayap yang dihitung setiap hari selama empat minggu. Pengamatan
mortalitas dilakukan untuk mengetahui intensitas serangan rayap, sehingga hasil
yang diperoleh dapat menjadi acuan dalam penentuan besar kecilnya aktifitas
serangan rayap dan keawetan alami kayu selama pengujian. Mortalitas rayap
dinyatakan sebagai perbandingan antara jumlah rayap hidup diakhir pengujian
dengan jumlah rayap awal pada satu contoh uji. Mortalitas rayap dipengaruhi
oleh ada tidaknya daya tarik kayu menjadi sumber makanan bagi rayap
-
38
tersebut misalnya kekerasan permukaan dan adanya bahan yang merangsang
aktivitas rayap (Bignell et al. 2010). Mortalitas rayap terjadi karena tidak ada
ketertarikan rayap terhadap makanan yang disediakan dan tidak adanya alternatif
makanan lain. Hasil uji keawetan alami kayu kalapi terhadap serangan rayap tanah
memberikan pengaruh pada persentase rayap yang mati dalam proses pengujian
selama 28 hari. Tabel 5 menunjukan rata-rata mortalitas rayap yang beragam pada
setiap jampot pengamatan.
Berdasarkan hasil pengamatan mortalitas yang di tampilkan pada tabel 5,
diperoleh rata-rata mortalitas tertinggi terdapat pada pangkal kayu bagian teras
yakni 98,20 % dan pada teras bagian cabang diperoleh rata-rata mortalitas
dibawah lebih sedikit dari rata-rata yang diperoleh teras bagian cabang kayu yakni
sebesar 96,70 % mortalitas rayap terendah diperoleh pada gubal bagian cabang
yakni sebesar 94,50 % sedangkan pada gubal bagian pangkal sebesar 95,10 %
pada pengamatan yang dilakukan setiap minggu jumlah kematian rayap pada
setiap jampot bersifat fleksibel, hal ini dapat disebabkan ketidak mampuan rayap
untuk menyesuaikan kondisi lingkungan yang baru, terlebih lagi tidak adanya
sumber makanan yang sesuai untuk dikonfersikan sebagai sumber energi dalam
mendukung aktifitas rayap dan dapat juga dikarenakan dimakan oleh rayap
lainnya karena rayap memiliki sifat kanibalisme terhadap rayap yang lemah akibat
kekurangan makanan. Secara umum kandungan ekstraktif pada letak dalam kayu
pada teras maupun gubal mempunyai korelasi positif dengan mortalitas rayap
dimana tingginya kandungan ekstraktif sejalan dengan meningkatnya mortalitas
rayap. Kandungan ekstraktif mempengaruhi terhadap kelangsungan
-
39
hidup rayap yang dilakukan selama pengumpanan, menurut Supriana (1985)
mortalitas rayap dapat digunakan sebagai kriteria daya racun.
Tingkat kandungan ekstraktif kayu turut mempengaruhi mortalitas rayap pada
pengujian yang dilakukan. Ekstraktif kayu yang terdapat pada pangkal kayu lebih
tinggi dibandingkan pada percabangan hal ini dikarenakan pembentukan ekstraktif
pada pangkal terbentuk lebih dulu yang disertai dengan pertumbuhan pohon, hal
tersebut sejalan dengan meningkatnya mortalitas rayap pada kayu bagian pangkal,
semakin tinggi kandungan ekstraktif kayu maka semakin tinggi pula mortalitas
rayap. Ekstraktif kayu meningkat pada proses pembentukan kayu teras dimana
terjadi penumpukan substansi polifenol atau kambium pada dinding dan rongga
sel yang kemudian disertai dengan berkurangnya kandungan air dalam kayu.
Pengurangan air dapat menyebabkan hidrolisis pati menjadi gula. Proses tersebut
dapat mengurangi kandungan oksigen sel-sel dan menambah konsentrasi
karbondioksida dan kemungkinan besar juga tekanan gasnya. Kombinasi
pengaruh tersebut berpengaruh buruk pada proses pernafasan dan menyebabkan
kematian jaringan yang kemudian membentuk kayu teras. Penguraian gula
menyebabkan terbentuknya berbagai senyawa polifenol yang memiliki sifat racun
terhadap organisme perusak kayu.
Rayap diperoleh dari hutan kampus dan hutan amarilis yang terdapat pada
kayu-kayu yang terserang oleh rayap dan juga pada sarang yang dibentuk dari
gundukan gundukan tanah yang ditampilkan pada gambar berikut
-
40
Gambar 7. Contoh serangan rayap yang terdapat pada pohon dan kayu mati
Gambar 8. Koloni rayap C. curvignathus yang terdapat pada gundukan tanah.
Kandungan ekstraktif kayu berupa senyawa-senyawa seperti saponin,
flavonoid dan steroid/triterpenoid memiliki sifat toksitas yang tinggi pada rayap.
Menurut Tsoumis (1991), keawetan kayu secara alami ditentukan oleh jenis dan
jumlah zat ekstraktif yang bersifat anti racun terhadap organisme perusak kayu
yang terdapat dalam kayu diantaranya alkaloid dan saponin.
Mekanisme kematian rayap dapat disebabkan oleh senyawa bioaktif yang
dapat mematikan protozoa flagelata yang hidup dalam usus belakang rayap.
Suparjana (2000) menyatakan bahwa di dalam usus belakang rayap C.
curvignathus terdapat tiga genus flagelata yaitu genus Preudotricchonimpa,
Holomastigotoidea, dan Spirotrichonimpha. Protozoa tersebut merupakan simbion
yang menghasilkan enzim selulase yang berfungsi mencerna selulosa dan
mengubahnya menjadi gula sederhana dan asam asetat sebagai sumber energi bagi
-
41
rayap. Hal ini akan menyebabkan rayap tidak mendapatkan makanan dan rayap
mati. Syafii (2000) juga menyatakan bahwa kematian rayap disebabkan karena
adanya senyawa bioaktif yang mematikan protozoa yang terdapat dalam perut
rayap. Selain itu juga, kematian rayap diduga karena adanya senyawa alkaloid,
seperti yang telah dijelaskan oleh Sastrodihardjo (1999) dalam Sari (2002),
alkaloid itu sendiri dapat merusak fungsi sel (integritas membran sel) yang
akhirnya mengahambat proses eksidisis akibat proses tersebut protozoa ikut
terbuang. Untuk mendapatkan gantinya, rayap akan melakukan trofalaksis.
Prasetiyo dan Yusuf (2005) menyatakan bahwa perilaku trofalaksis
merupakan aktivitas menjilati, mencium atau menggosokkan tubuhnya satu sama
lain ketika bertemu untuk saling menyalurkan makanan, feromon, atau protozoa
flagelata. Bahan makanan yang disalurkan sudah terkontaminasi dengan zat
ekstraktif yang mengandung racun sehingga dapat menyebabkan mortalitas rayap.
Di lain pihak, selain akibat ekstraktif kayu mortalitas rayap pada kontrol juga
diduga karena kurang tahan terhadap kondisi lingkungan yang baru. Menurut
Anisah (2001), rayap yang mati pada kontrol diduga ketidak mampuan rayap
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya yang bergantung pada suhu,
kelembaban dan intensitas cahayanya dan dihadapkan pada kondisi tidak ada
pilihan bahan makanan lain. Selain itu, rayap mempunyai sifat necrophagy yaitu
rayap dapat memakan bangkai sesamanya dan sifat kanibalistik yaitu memakan
rayap yang sudah lemah dan sakit (Nandika et al. 2003).
-
42
b.3. Pengukuran Intensitas Serangan Rayap
Intensitas serangan rayap diukur berdasarkan derajat kerusakan kayu dan
penurunan bobot yang ditimbulkan selama 28 hari pengujian, pengamatan
insensitas rayap dilakukan untuk melihat seberapa besar kerusakan fisik yang
ditimbulkan oleh rayap tanah C. curvignathus selama pengujian. Serangan rayap
pada kayu secara umum biasanya dapat dilihat dengan adanya lorong lorong
yang terbuat dari tanah yang berfungsi menjaga kelembaban dan sekaligus dapat
dijadikan sebagai sarang dan adanya bekas gigitan pada permuakaan kayu.
Berdasarkan hasil penurunan bobot yang rendah pada seluruh sampel uji,
menunjukan tidak adanya serangan berat yang dilakukan oleh rayap selama
pengujian yang kemudian berarti intensitas serangan rayap juga rendah. Hal ini
diduga dikarenakan banyaknya rayap yang mati akibat keracunan dari berbagi
komponen zat ekstraktif kayu dan tidak adanya sumber makanan yang dapat
diproses secara kimiawi sebagai sumber energi untuk melakukan aktifitas, selain
tingginya kandungan racun dalam kayu kadar kandungan lignin yang termasuk
dalam kategori tinggi yaitu pada bagian pangkal kayu sebesar 32,6% dan pada
percabangan sebesar 32% yang kemudian diduga turut mempengaruhi aktifitas
serangan rayap Coptotermes curvignathus karena lignin berkaitan dengan tingkat
kekerasan kayu, merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah mengalami
oksidasi (Kasmudjo, 2010 dalam Muliadi, 2013). Kandungan lignin pada pohon
erat hubunganya dengan tingkat kekerasan kayu dimana pada bagian pangkal
yang kerapatan kayunya lebih tinggi merupakan kayu yang lebih kuat dan keras.
Pendapat ini sesuai dengan Fengel dan Wegener (1995) dalam Supartini (2009),
-
43
yang menyatakan bahwa adanya lignin pada kayu dapat menaikan sifat-sifat
kekuatan mekanikanya.
Berdasarkan klasifikasi intensitas serangan rayap Standar Nasional
Indonesia (2014), tabel 5 menunjukan intensitas serangan ringan hingga masih
ada sampel yang utuh yang kemudian diklasifikasikan sangat tahan dengan nilai
rata-rata penurunan bobot < 5%. Intensitas serangan terendah terdapat pada
pangkal kayu bagian teras hal ini dibuktikan dengan rata-rata persentase
penurunan bobot yang terendah yang diakibatkan pada kayu bagian pangkal teras
memiliki timbunan ekstraktif dan lignin paling tinggi hingga menyebabkan
tingginya angka kematian rayap, sementara intensitas serangan tertinggi terdapat
pada kayu percabangan bagian gubal, hal ini dilihat berdasarkan persentase
penurunan bobot dan kerusakan fisik berupa bekas gigitan yang diakibatkan oleh
rayap tanah C. curvignathus, penurunan bobot sampel diakibatkan serangan
ringan yang diakibatkan oleh rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)
yang kemudian dapat diklasifikasikan dalam derajat kerusakan kayu, seperti yang
ditunjukan pada gambar berikut.
-
44
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 9. Sampel kayu setelah pengujian. Ket : a) Tampilan kayu teras bagian
pangkal (1,77%), b) Gambar kayu gubal bagian pangkal (2,67%), c) Gambar kayu
teras bagian cabang(1,94), d) Gambar kayu gubal bagian cabang (3,42%) setelah
pengujian.
Gambar 9 menunjukan cacat fisik ringan yang diakibatkan oleh serangan
rayap kemudian meyebabkan penurunan bobot yang terjadi pada sampel kayu
pangkal bagian teras dan gubal tidak terjadi penurunan yang begitu signifikan,
pada permukaan kayu teras bagian pangkal dan cabang tidak menunjukan
kerusakan oleh serangan rayap hanya pada kayu bagian gubal saja, hal ini diduga
disebabkan oleh kandungan zat ekstraktif pada kayu bagian teras termasuk dalam
kategori tinggi yang kemudian menyebabkan intensitas serangan rayap sangat
rendah.
-
45
b.4. Penentuan ketahanan kayu
Ketahanan kayu merupakan indikator kemampuan kayu dalam
mempertahankan keadaan kayu secara fisik dari serangan organisme perusak.
Serangan rayap tanah bersifat menghancurkan kayu dimana selulosa yang terdapat
dalam kayu merupakan sumber makanan rayap tanah yang kemudian diproses
secara kimiawi untuk memenuhi kebutuhan energi rayap. Syafii (2002) dalam
Nuriyatin, N. et al (2003) menjelaskan bahwa perusakan kayu oleh rayap melalui
proses mecha-no-biodecomposition, artinya pertama rayap menggigit sampel
kayu, selanjutnya kayu didekomposisi dalam perut secara biokimia untuk
memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya. Serangan yang
diakibatkan oleh rayap tanah dapat dilihat dengan adanya perubahan sifat fisik
pada dasar permukaan kayu.
Berdasarkan evaluasi nilai penurunan berat akibat serangan rayap yang
kemudian diklasifikasikan dalam klasifikasi SNI (2014), kayu kalapi termasuk
dalam kategori sangat tahan (< 3,5%) terhadap serangan rayap C. curvignathus.
Berdasarkan posisi vertikal kayu rata-rata persentase penurunan berat pada bagian
pangkal (lampiran 4) sebesar 2,22 % dan percabangan 2,68 %. Ketidak mampuan
rayap dalam merusak kayu diakibatkan adanya kandungan kimia kayu yang
bersifat racun yang kemudian menyebabkan rayap tidak menyerang kayu secara
maksimal, supriana (1983) menyatakan bahwa kekhasan jenis kayu akan
mempengaruhi perilaku rayap, pada saat mencicipi sumber makanan dan jika
dirasakan adanya zat ekstraktif maka rayap akan berpindah kebagian lain dari
makanan tersebut atau mencari sumber makanan lain. selain itu tingginya
-
46
mortalitas rayap yang ditunjukan pada tabel 5 juga menjadi salah satu faktor
ketahanan kayu yang menyebabkan intensitas serangan rayap menjadi rendah.
b.5. Kelas ketahanan kayu
Ketahanan alami kayu kalapi ditunjukan dengan nilai kehilangan berat
kayu selama proses pengujian kayu kalapi terhadap seranagan rayap tanah.
Ketahanan kayu menyatakan keawetan alami kayu dimana jika sautu jenis kayu
memiliki kelas ketahanan tinggi maka umur pakai kayu akan relatif lama yang
kemudian kayu tersebut dikatakan awet. Keawetan alami merupakan daya tahan
alami suatu jenis kayu terhadap serangan agen perusak kayu. Keawetan alami ini
biasanya berhubungan dengan adanya zat ekstraktif yang beracun dalam kayu. Zat
ekstraktif beracun tersebut biasanya termasuk dalam golongan tanin, resin,
senyawa fenolik, dan asam-asam organik (Prawirohatmodjo 1997 dalam
Kuswantoro 2005). Semakin tinggi kandungan ekstraktif kayu maka kayu akan
semakin awet terhadap serangga perusak kayu utamanya serangga rayap C.
curvignathus yang memiliki daya rusak yang besar pada setiap bahan - bahan
berkayu. Achmadi (1990) menyatakan keawetan kayu dipengaruhi oleh daya
racun dan kadar ekstraktifnya.
Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh setelah melakukan
pengujian selama 28 hari. Pada pengamatan yang dilakukan pada minggu pertama
sampai minggu kedua sampel kayu dalam jampot tidak ditemukan kerusakan fisik
yang signifikan pada permukaan kayu disemua sampel uji. Hal tersebut
dikarenakan tingginya angka mortalitas yang terjadi pada seluruh jampot.
Persentase tertinggi mortalitas rayap terdapat pada jampot uji pangkal kayu bagian
-
47
teras yaitu sebesar 98,20 % dan hasil mortalitas rayap terendah terdapat pada
percabangan bagian gubal yaitu 94,50 % berdasarkan hasil yang diperoleh
tersebut kemudian membuktikan bahwa semakin tinggi kandungan alami kayu
yang berupa zat ekstraktif maka akan berkorelasi terhadap serangan rayap dan
memberi efek pengaruh yang besar terhadap serangan rayap tanah C.
curvignathus.
Pengamatan yang dilakukan diakhir pengujian pada minggu ke empat baru
diperoleh bekas gigitan ringan pada permukan sampel uji pada pangkal dan
percabangan kayu namun secara dominan hanya terjadi pada bagian gubal
sedangkan kayu teras pangkal dan teras cabang tidak terjadi kerusakan yang
begitu besar pada permukaan sampel kayu atau hingga masih ada sampel yang
utuh, hal tersebut kemudian berpengaruh pada berat sampel uji. Pada pengamatan
penurunan bobot, kayu teras bagian pangkal merupakan bagian kayu yang
memperoleh penurunan bobot terendah yakni sebesar 1,78 % sedangkan
penurunan bobot paling tinggi yaitu pada kayu percabangan bagian gubal 3,42 %.
Jin dan Laks (1994) mendukung pernyataan bahwa ekstraktif kayu teras
bertanggung jawab secara luas dalam memberikan sifat keawetan, kayu teras
merupakan kayu yang terbentuk akibat terjadinya penumpukan dan penguraian zat
makanan yang kemudian terjadi penguraian gula dan membentuk senyawa
polifenol.
Penurunan bobot kayu kalapi saat akhir pengujian diklasifikasikan
Berdasarkan klasifikasi SNI 7207 (BSN 2014) yang kemudian menunujkan bahwa
kalapi termasuk kategori sangat tahan (
-
48
sehingga termasuk kelas awet I. tingginya kandungan ekstraktif kayu kalapi
memberikan efek racun terhadap rayap tanah yang kemudian mengakibatkan
aktifitas rayap selama pengujian menjadi tidak konsisten hingga menyebabkan
mortalitas rayap menjadi meningkat. Hal tersebut kemudian menyebabkan bobot
sampel kayu tidak mnegalami penurunan bobot yang sangat tinggi hingga
diklasifikasikan sangat tahan terhadap serangan rayap berdasarkaSNI (2014).
Selanjutnya, jika dibandingkan dengan penelitian Pritasari (2011)
sebelumnya yang menguji keawetan alami kayu pinus, mangium, karet, dan
sengon, Zevy Augrind L (2014) tentang keawetan alami kayu tumih maka kelas
awet kayu kalapi lebih baik dibandingkan dengan lima jenis kayu tersebut. Sifat
keawetan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan zat ekstraktif,
umur pohon, bagian kayu dalam batang, kecepatan tumbuh, tempat tumbuh dan
jenis organisme perusak serta tempat kayu tersebut akan digunakan (Martawijaya,
1996). Namun demikian, sifat racun zat ekstraktif tersebut terhadap organisme
perusak kayu bersifat selektif, misalnya suatu jenis kayu yang tahan terhadap
jamur belum tentu tahan terhadap serangan organisme lain (Martawijaya, 1983;
Febrianto, et al. 2000). Berdasarkan kelas keawetan kalapi yang diperoleh maka
kayu ini diduga dapat digunakan diatas tanah yang lembab berkisar 8 tahun,
sedangkan jika ditempat terbuka namun terlindung dari matahari dan hujan dapat
mencapai 20 tahun.
-
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil analisis sidik ragam posisi letak dalam kayu memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap rendahnya penurunan bobot dan tingginya mortalitas rayap.
Rata-rata penurunan bobot pangkal kayu teras merupakan penurunan bobot
terendah 1,78 % sedangkan kayu gubal percabangan merupakan penurunan bobot
tertinggi 3,42 %. Berdasarkan penurunan bobot yang diperoleh, seluruh sampel
uji, kalapi masuk dalam kategori sangat tahan atau kelas awet I terhadap serangan
rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) setelah dikalsifikasikan
kedalam SNI 7207 (BSN, 2014). Hasil tersebut kemudian menunjukan bahwa
kayu kalapi sangat tahan dari serangan rayap tanah dan dapat digunakan dengan
jangka waktu yang cukup lama sesuai dengan tempat penggunaannya.
B. Saran
Keawetan alami suatu jenis kayu mempunyai sifat yang selektif, yang berarti
awetnya kayu kalapi terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)
belum tentu akan sama keawetan alaminya terhadap organisme perusak kayu
lainnya. Berdasarkan hal tersebut maka sebaiknya dilakukan pengujian lebih
lanjut tentang keawetan alami kayu kalapi terhadap seluruh organisme perusak
kayu yang dapat merugikan dan membuat masa umur pakai kayu menjadi singkat.
-
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS, 1990. Bahan Pengajaran : Kimia Kayu. Bogor : Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati.
Akbar., Optik Taupik. 2009. Ketahanan Kayu Yang Diawetkan Dengan Pengasapan
Dari Serangan Rayap Tanah ( Coptotermes curvignathus Holmgren) dan
rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light). Departemen Hasil
Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Apri I H. 2005. Rayap Sebagai Serangga Perusak Kayu Dan Metode
Penanggulangannya. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatra Utara.
Amir, M. 2003. Rayap dan peranannya. Dalam : M. Amir dan S. kahono. Serangga
Taman Nasional Gunung Haliman Jawa Bagian Barat. Bodiversity
Conservation Project. LIPI. 51-62.
Anisah LN. 2001. Zat ekstraktif kayu tanjung (Mimusops elengi Linn) dan kayusawo
kecik (Manilkara kauki Dubard) serta pengaruhnya terhadap rayap tanah
Coptotermes curvignathus Holmgren[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Astuti. 2013. Identifikasi, Sebaran dan Derajat Kerusakan Kayu Oleh Serangan
Rayap Coptotermes (Isoptera: Rhinotermitidae) di Sulawesi Selatan.
Disertasi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Makassar.
Batubara., ridwanti. 2006. Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan Dan Gedung
Dalam Upaya Pelestarian Hutan. USU Repository (online).
(http://librsry.usu.ac.id/download/fp/060100140). Diakses tanggal 5 juli
2015.
Bignell DE, Roisin Y, Lo N. 2010. Biology of termites: Amodern synthesis.Springer,
London.
-
BSN (badan standarisasi Nasional). 2014. SNI 7207: 2014 uji ketahanan kayu
terhadap organisme perusak kayu. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Eggleton P. 2000. Global patterns of termite diversity. In termites: Evolution,
sociality, symbioses, ecology. Edited by: Takuya Abe, David Edward
Bignell and Masahiko Higashi. Kluwer Academic Publisher London. Hlm
25-52.
Febrianto F, W syafii, A Barata. 2000. Keawetan alami kayu jati (Tectona grandis L.
f.) pada berbagai kelas umur. Jurnal teknologi hasil hutan. Fakultas
kehutanan. IPB. 8(2):25-32. Bogor.
Hunt, G. m dan G. A. garrat. 19986. Pengawetan kayu. Academica pressindo. Jakarta.
Ibrahim. 2015. Komponen kimia kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm). Skripsi
Jurusan Kehutanan. Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan. Universitas
Halu Oleo. Kendari.
Jin L, Laks PE. 1994. The Use of Natural Plant Product Wood Protection. di Dalam
Wood Preservation in the 90s and Beyond. Prosiding Forest Product
Society. Georgia, 26-28 September. Madison: Forest Product
Society.hlm142-148
Kuswantoro DP. 2005. Keawetan, deter