keawetan alami kayu kalapi (kalappia celebica...

Download KEAWETAN ALAMI KAYU KALAPI (Kalappia celebica …sitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/D1B511007_sitedi_SKRIPSI PDF.pdf · diminimalisir dengan cara melakukan proses pengawetan. Pengawetan

If you can't read please download the document

Upload: hoangtu

Post on 06-Feb-2018

296 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

  • KEAWETAN ALAMI KAYU KALAPI (Kalappia celebica Kosterm)

    TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)

    SKRIPSI

    Oleh:

    TOMY ANKHAR

    NIM. D1B5 11 007

    JURUSAN KEHUTANAN

    FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

    UNIVERSITAS HALU OLEO

    2016

  • ii

    KEAWETAN ALAMI KAYU KALAPI (Kalappia celebica Kosterm)

    TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)

    SKRIPSI

    Oleh:

    TOMY ANKHAR

    NIM. D1B5 11 007

    Diajukan kepada Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Untuk Memenuhi

    Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar sarjana pada Jurusan Kehutanan

    JURUSAN KEHUTANAN

    FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

    UNIVERSITAS HALU OLEO

    2016

  • iii

    PERNYATAAN

    DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

    BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH

    DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

    PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN. APABILA

    DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA

    SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA

    SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.

    KENDARI, April 2016

    TOMY ANKHAR

    NIM. D1B5 11 007

  • iv

    HALAMAN PENGESAHAN

    Judul : Keawetan Alami Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm)

    Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignarhus Holmgren)

    Nama : Tomy Ankhar

    NIM : D1B5 11 007

    Jurusan : Kehutanan

    Fakultas : Kehutanan dan Ilmu Lingkungan

    Menyetujui

    Pembimbing I Pembimbing II

    Niken Pujirahayu, S.Hut., MP Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP

    NIP.19731103 200604 2 001 NIP. 19790929 201404 2 002

    Mengetahui:

    Dekan Fakultas Kehutanan Dan Ketua Jurusan Kehutanan

    Ilmu Lingkungan

    Prof. Dr. Ir. H. Laode Sabaruddin, M.Si Zulkarnain, S.Hut., M.Si

    Nip. 19581231 198712 1 001 Nip. 19781025 200501 1 001

    Tanggal Lulus: 18 April 2016

  • v

    HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN

    Judul : Keawetan Alami Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm)

    Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignarhus Holmgren)

    Nama : Tomy Ankhar

    NIM : D1B5 11 007

    Jurusan : Kehutanan

    Fakultas : Kehutanan dan Ilmu Lingkungan

    Telah diujikan di depan Tim Penguji Skripsi dan telah diperbaiki sesuai saran-

    saran saat ujian.

    Kendari, April 2016

    Tim Penguji :

    Ketua : . Dr. Ir. Rosmarlinasiah, MP TandaTangan

    Sekretaris : Asrianti Arief, SP., M.Si TandaTangan

    Anggota : Niken Pujirahayu, S.Hut., MP TandaTangan

    Anggota : . Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP TandaTangan

    Anggota : Nurnaningsih Hamzah, S.Hut., M.Hut TandaTangan

  • vi

    ABSTRAK

    TOMY ANKHAR (D1B5 11 007). Keawetan Alami Kayu Kalapi

    (Kalappia celebica Kosterm) Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus

    Holmgren). Dibawah bimbingan Niken Pujirahayu, selaku Pembimbing I dan

    Nurhayati Hadjar, selaku Pembimbing II.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami kayu kalapi

    (Kalappia celebica Kosterm) dari serangan rayap tanah (Coptotermes

    curvignathus Holmgren). Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2015 -

    Maret 2016. Metode penelitian menggunakan Standar Nasional Indonesia 7207

    (2014) tentang pengujian ketahanan kayu terhadap organisme perusak kayu, yang

    disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL). Data dianalisis

    menggunakan analisis sidik ragam (Uji F) dan di uji lanjut menggunakan Duncan

    Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95%.

    Pengamatan pada suhu jampot yakni berkisar 290 30

    0 C dan memiliki

    kelembaban 75 % - 80 % hal tersebut sesuai dengan kondisi tempat pengambilan

    sampel rayap didalam kawasan hutan dan merupakan suhu optimum bagi

    kehidupan rayap C. curvignathus. Hasil penelitian yang telah dilakukan

    menunjukan bahwa jumlah rata-rata penurunan bobot pada kayu pangkal bagian

    teras merupakan persentase penurunan bobot terendah yaitu sebesar 1,77%.

    Sementara kayu gubal bagian percabangan sebesar 3,42% merupakan penurunan

    bobot tertinggi. Penurunan bobot pada kayu berindikasi pada perusakan kayu

    yang disebabkan oleh serangan rayap tanah. Hasil rata-rata persentase penurunan

    bobot yang diperoleh kemudian menunjukan kayu kalapi termasuk dalam kelas

    ketahan I (

  • vii

    ABSTRACT

    TOMY ANKHAR (D1B5 11 007). Natural durability of wood kalapi

    (Kalappia celebica Kosterm) Against Termites (Coptotermes curvignathus

    Holmgren). Under the guidance of Niken Pujirahayu, as Supervisor I and

    Nurhayati Hadjar, as Supervisor II.

    This study aims to determine the natural durability of wood kalapi

    (Kalappia celebica Kosterm) against subterranean termites (Coptotermes

    curvignathus Holmgren). This study took place in October 2015 - March 2016.

    The research method uses the Indonesian National Standard 7207 (2014)

    concerning the durability testing of wood against wood destroying organisms,

    which is based on a completely randomized design (CRD). Data were analyzed

    using analysis of variance (F test) and in a further test using the Duncan Multiple

    Range Test (DMRT) with 95% confidence level.

    Observations on jampot temperatures ranging 290 30

    0 C and humidity

    75% - 80% in order to comply with the conditions of sampling sites termites in

    the forest area and an optimum temperature for the life of termites C.

    curvignathus. The results of research that has been done shows that the average

    amount of weight loss on the base of the wooden terrace section is the lowest

    percentage weight loss that is equal to 1.77%. While the sapwood of branching of

    3.42% is the highest weightings. Weight reduction in wood timber indicated on

    the damage caused by subterranean termites attack. The average yield percentage

    weight loss obtained later showed kalapi wood included in the resilience of the

    class I (

  • viii

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas

    Rahmat dan Hidayah-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    yang berjudul Keawetan Alami Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm)

    Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) sebagai salah

    satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan

    Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo Kendari.

    Seiring dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan

    terima kasih dan penghormatan kepada Ibu Niken Pujirahayu, S.Hut., MP

    selaku pembimbing I dan Ibu Nurhayati Hadjar, S.Hut., MP selaku

    pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga untuk

    membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penelitian yang dilakukan oleh

    penulis dapat berjalan dengan baik.

    Ucapan rasa cinta dan terima kasih yang tulus kepada motivasi terbesarku

    Ayahanda Alm. Rasmin Hasimu dan Ibunda Rosnian atas segala perhatian,

    kasih sayang dan doa yang tiada henti kepada penulis, serta saudara dan saudariku

    Agus Salim, SP., Hasriani, SE., Rahman, dan Fitriani, yang selalu membantu dan

    menasihatku selama menempuh pendidikan, serta seluruh keluarga atas motivasi

    dan kebersamaan yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis.

    Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan

    baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada :

  • ix

    1. Rektor Universitas Halu Oleo, Dekan, Wakil Dekan I, II dan III Fakultas

    Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.

    2. Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Ketua Program Studi dan seluruh Dosen

    Lingkup Fakultas kehutanan dan Ilmu Lingkungan.

    3. Dosen di lingkungan Jurusan Kehutanan yang telah memberikan ilmu dan

    bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Haluoleo.

    4. Pegawai administrasi Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.

    5. Kepala Laboratorium Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu

    Lingkungan Universitas Haluoleo beserta stafnya yang telah banyak

    membantu dalam pelaksanaan penelitian.

    6. Kepada rekan-rekan mahasiswa Jurusan dan Fakultas Kehutanan dan Ilmu

    Lingkungan dan keluarga besar KAWAN serta THH 2011: Yhan Nuris

    Tandisau, S.hut, Aris tofan, S.Hut, Cici Amalia, S.Hut, Muh. Yamin, S.hut,

    Haswan Pratama, Muh. Khaerudin, Hendri Banowu, Rosnawati, Siti Hartati,

    Megawati, Yastin, Siti Hardianti, Herawati, Sarmila, Adhi Sumarta, Yonrifan

    Setiawan, Riska Srijayanti, Adi Saputra, Yonardi Bongakaraeng, Ikbal

    Hambali, Kalambang Adji Sasmita, Aris Setiawan, Ardi dan Isvan Jaya

    Purwanto. Seniorku angkatan 2010 Oktovan Dwi Yanto, Wahab, S.Hut,

    Kosim, Arwan, Adnan. Seluruh teman-teman seperjuangan tanpa terkecuali

    yang telah memberi semangat dan telah banyak membantu penulis baik

    tenaga, pikiran maupun nasihat.

    7. Kepada para my sohib Ibrahim S.Hut Armin, Harlis, Arbawan Purnawan dan

    Budiman yang telah banyak membantu selama penulis melakukan penelitian

    dan menemani baik dalam suka maupun duka selama menempuh pendidikan.

  • x

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan serta

    dukungan yang diberikan kepada penulis dan permohonan maaf atas segala

    kesalahan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

    kesempurnaan, Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan saran yang sifatnya

    membangun dalam penyempurnan skripsi ini. Penulis juga sangat mengharapkan

    skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

    Kendari, April 2016

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL

    HALAMAN JUDUL ....

    PERNYATAAN .......

    HALAMAN PENGESAHAN .....

    HALAMAN PERSETUJUAN

    ABSTRAK ................

    ABSTRACT .............

    UCAPAN TERIMA KASIH ...........

    DAFTAR ISI ........

    DAFTAR TABEL ............

    DAFTAR GAMBAR ...

    DAFTAR LAMPIRAN........

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang .................................................................................

    B. Rumusan Masalah ....

    C. Tujuan Penelitian .............................................................................

    D. Manfaat Penelitian ...

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kayu Kalapi......................................................

    B. Keawetan Alami Kayu......................................................................

    C. Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Sebagai

    Serangga Perusak Kayu .......

    III. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat ...........................................................................

    B. Bahan dan Alat ................................................................................

    C. Rancangan Penelitian ..

    D. Prosedur Penelitian ..

    E. Variabel yang Diamati ....

    F. Analis Data ..

    i

    ii

    iii

    iv

    v

    vi

    vii

    viii

    xi

    xiii

    xiv

    xv

    1

    4

    4

    4

    5

    6

    10

    19

    19

    20

    20

    25

    27

  • xii

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    a.1. Penurunan Bobot Sampel Uji........

    a.2. Mortalitas Rayap

    a.3. Pengukuran Intensitas Rayap

    a.4. penentuan Ketahanan Kayu ..

    a.5. Kelas Ketahanan Kayu .

    B. Pembahasan

    a.1. Penurunan Bobot Sampel Uji........

    a.2. Mortalitas Rayap

    a.3. Pengukuran Intensitas Rayap

    a.4. penentuan Ketahanan Kayu ..

    a.5. Kelas Ketahanan Kayu .

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan .............................................................................

    B. Saran............

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    30

    31

    31

    32

    33

    35

    37

    42

    45

    46

    49

    49

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    Klasifikasi Intensitas Serangan Rayap Tanah Secara Visual..........

    Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah......................

    Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam..............................................

    Hasil Uji Lanjut Penurunan Bobot Letak Kayu Dalam Batang dan

    Cabang Terhadap Serangan Rayap Tanah.......................................

    Pengaruh Perlakuan Letak Kayu Terhadap Rata-Rata Persentase

    Mortalitas Rayap.............................................................................

    Intensitas Serangan Rayap Terhadap Kayu Kalapi.........................

    Hasil Ketahanan Kayu Terhadap Rayap C. Curvignathus..............

    Kelas Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah..............................

    26

    27

    30

    30

    31

    31

    32

    33

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    Siklus Hidup Rayap Tanah.

    Contoh Bentuk Kepala, dan Mandibel Genus Coptotermes..

    Pengambilan Contoh Uji ..

    Perlakuan Pengujian Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Tanah

    Bagan Contoh Pengujian Kayu Kalapi (Kalappia celebica

    Kosterm) Terhadap Rayap Tanah C. curvignathus...

    Pengujian Sampel Kayu Kalapi Terhadap Rayap C. curvignathus

    Contoh Serangan Rayap Pada Pohon Dan Kayu Yang Mati.

    Koloni Rayap C. curvignathus Pada Gundukan Tanah.

    Tampilan Serangan Rayap Pada Sampel Uji Setelah Pengujian...

    12

    18

    21

    25

    29

    35

    40

    40

    44

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Teks Halaman

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    Daftar Riwayat Hidup .

    Denah Penelitian .

    Rata Rata Persentase Penurunan Bobot Sampel Kayu Kalapi

    (Kalappia celebica Kosterm)...

    Analisis Mortalitas Rayap ...

    Pengukuran Intensitas Serangan Rayap...

    Penentuan Ketahanan Kayu.

    Penentuan Kelas Ketahanan Kayu...

    Dokumentasi Penelitian...

    55

    56

    57

    57

    58

    59

    60

    61

  • 16

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kebutuhan akan hasil hutan berupa kayu tidak pernah mengalami

    penurunan seiring dengan bertambahnya populasi manusia, sementara hal tersebut

    tidak sejalan dengan kemampuan hutan alam untuk memproduksi kayu yang

    makin hari makin menurun. Kayu sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat

    memiliki karakteristik yang multifungsi yang dapat digunakan untuk

    pembangunan maupun produksi lain yang sesuai dengan kebutuhan manusia,

    namun disamping sifat-sifat kayu yang menguntungkan kayu juga memiliki

    kelemahan yaitu sangat mudah diserang oleh organisme perusak kayu.

    Penggunaan kayu untuk konstruksi maupun pembangunan kebanyakan tidak

    didasari dengan pengetahuan tentang tingkat ketahanan alami terhadap serangan

    organisme perusak kayu, sehingga penggunaan masa umur kayu relatif singkat

    atau cepat rusak.

    Nandika et al, (2003) mengatakan bahwa salah satu faktor perusak kayu

    yang paling besar yaitu rayap tanah yang sampai saat ini merupakan ancaman

    terbesar dalam kerusakan material berbahan baku kayu. Rata-rata persentase

    serangan rayap pada bangunan perumahan di kota-kota besar mencapai lebih dari

    70%. Pengalaman selama beberapa tahun ini menunjukkan bahwa rayap

    merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu di

    Indonesia. Kerusakan bukan hanya terjadi pada konstruksi bangunan gedung,

    tetapi juga komponen arsitektur, meubel, buku serta barang-barang lain yang

    disimpan di dalam bangunan. Bahkan saat ini bahaya rayap tidak hanya

  • 2

    mengancam bangunan sederhana, tetapi juga bangunan-bangunan mewah dan

    berlantai banyak.

    Serangan yang dilakukan oleh serangga perusak kayu sejatinya dapat

    diminimalisir dengan cara melakukan proses pengawetan. Pengawetan kayu dapat

    dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan pengawetan secara alami dan dengan

    menggunakan bahan kimia. Dari kedua perlakuan pengawetan tersebut

    penggunaan bahan kimia diyakini ampuh dalam menghambat serangan organisme

    perusak kayu namun selain membutuhkan biaya yang cukup besar jika dilihat dari

    sisi lingkungan penggunaan bahan kimia dalam proses pengawetan dapat

    mencemari dan merusak keadaan lingkungan sekitar. Untuk menghindari

    kerusakan tersebut, perlakuan pengawetan secara alami menjadi solusi untuk

    perlakuan pengawetan. Pada dasarnya kayu telah memiliki kandungan alami

    dalam kayu yang bersifat racun bagi serangga perusak utamanya rayap tanah yang

    dinamakan zat ekstraktif yang merupakan salah satu unsur komponen kimia dalam

    kayu yang memiliki kandungan racun bagi rayap tanah.

    Desa Anggoro yang secara administrasi berada dikawasan Kecamatan

    Abuki, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi alam

    yang cukup melimpah salah satunya yaitu kayu kalapi (Kalappia celebica

    Kosterm) yang dijadikan masyarakat Desa Anggoro sebagai salah satu sumber

    pendapatan dari hasil hutan kayu yang cukup menguntungkan. Kayu kalapi yang

    terdapat di Desa Anggoro Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe tumbuh dihutan

    rakyat dengan suhu 29 - 320C dan kelembaban berada kisaran 54%, memiliki

    jumlah vegetasi yang sangat terbatas jika dibandingkan dengan jenis pohon

  • 3

    lainnya yang tumbuh disekitar pohon kalapi tersebut. Saat ini kalapi sudah sulit

    ditemukan di Desa Anggoro, kondisi ini dikarenakan kayu kalapi dikenal

    masyarakat memiliki sifat dasar kayu yang baik, harga jual tinggi dan disertai

    tingginya permintaan kayu kalapi dipasaran, sehingga terjadi penebangan berskala

    tanpa berdasarkan asas kelestarianya yang mengakibatkan jenis kayu ini terancam

    hampir punah dan masuk dalam kategori IUCN (International Union for the

    Conservation of Nature and Natural Resources) (UNEP-WCMC, 2007). Kayu

    kalapi telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas baik di dalam

    daerah maupun di luar daerah. Kayu kalapi sering digunakan oleh masyarakat

    sebagai bahan baku konstruksi, jembatan, dan sebagainya karena kayu ini dikenal

    memiliki karakteristik yang kuat. Namun walaupun memiliki karakteristik yang

    kuat, hal tersebut tidak menjamin kayu tersebut tidak dapat dirusak oleh serangan

    organisme perusak. Kayu yang digunakan untuk keperluan di dalam ruangan

    biasanya hanya perlu diuji ketahanannya terhadap kumbang bubuk kayu dan rayap

    kayu kering, sedangkan untuk kayu yang akan digunakan sebagai bahan bangunan

    yang bersentuhan dengan tanah, maka perlu dilakukan pengujian ketahanannya

    terhadap rayap tanah.

    Berdasarkan hal tersebut, maka dirasa perlu dilakukan penelitian untuk

    menguji ketahanan dan keawetan kayu kalapi terhadap serangan rayap tanah

    (Coptotermes curvignathus Holmgren).

  • 4

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mencoba mengkaji berapa besar

    tingkat keawetan alami kayu kalapi terhadap rayap tanah.

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami kayu kalapi

    (Kalappia celebica Kosterm) dari serangan rayap tanah (Coptotermes

    curvignathus Holmgren).

    D. Manfaat penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sifat

    keawetan alami kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm) dari rayap tanah

    (Coptotermes curvignathus Holmgren) sehingga dapat menjadi pertimbangan

    dalam pemanfaatan kayu kalapi serta menjadi acuan penelitian lain yang relevan

    dengan penelitian ini.

  • 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm)

    Menurut World Concervation Monitoring Centre (2007), taksonomi kalapi

    yaitu sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Subkingdom : Tracheophyta

    Super Divisi : Spermatophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Subkelas : Rosidae

    Ordo : Fabales

    Family : Fabaceae

    Genus : Kalappia

    Spesies : Kalappia celebica Kosterm

    Pohon mencapai tinggi 40 meter, mempunyai banir. Kulit batang beralur

    agak kasar dan berwarna kecoklat-coklatan. Daun majemuk menyirip, jumlah

    anak daun 2-5. Anak daun berbentuk lanset sampai lonjong, perbungaan

    berbentuk malai di ketiak atau didekat ujung ranting. Mahkota bunga berwarna

    kuning. Buah berbentuk polong, pipih berwarna cokelat kemerahan dan apabila

    masak pecah. Berbiji 1-3 dan berbentuk menyerupai cakram. Kayunya untuk

    bahan kontruksi ringan dan bahan pembuatan perahu. Tumbuh di hutan hujan

    tropika dekat pantai sampai dengan ketinggian 500 m dpl, tetapi pada umumnya

    tumbuh pada ketinggian 100 m dpl. Daerah penyebarannya sangat terbatas hanya

  • 6

    terdapat pada dataran Sulawesi khususnya Sulawesi Tenggara dan Sulawesi

    Selatan (Putra, 2014).

    Endemik Sulawesi, hanya ditemukan disekitar Malili (Teluk Bone). Hutan

    dataran rendah. Tumbuh pada areal di belakang pantai hingga perbukitan dengan

    altitude 300 m dpl, pada tanah bercadas dan mengandung besi. Berbunga pada

    bulan April, Mei, Desember dan berbuah : Maret, Mei, Desember (Pitopang et al.,

    2008).

    B. Keawetan Alami Kayu

    Keawetan kayu merupakan daya tahan alami suatu jenis kayu terhadap

    organisme perusak kayu seperti jamur, serangga dan penggerek laut serta dimana

    kayu tersebut dipergunakan (Hunt dan Garrat, 1986). Keawetan merupakan sifat

    kayu yang penting karena walaupun kelas kuatnya tinggi tetapi manfaatnya akan

    berkurang bila umur pakainya pendek. Umur pakai yang pendek akan sangat

    merugikan karena biaya yang dikeluarkan tidak seimbang dengan umur pakainya

    (Muslich, 2004).

    Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah

    terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

    organisme yang bersangkutan. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan

    bermacam-macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian

    terasnya, sedangkan kayu gubalnya kadang kurang diperhatikan.

    Kayu yang keterawetan alami rendah mudah diserang oleh organisme

    perusak kayu. Dimana keterawetan kayu diartikan sebagai daya tahan kayu

    terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Dibandingkan

  • 7

    dengan faktor non biologis, faktor biologis dianggap yang paling dominan

    menimbulkan kerusakan kayu. Salah satu faktor biologis perusak kayu yang

    dimaksut adalah serangga perusak kayu (Batubara, 2006).

    Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam

    konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan

    berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan

    kekuatan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila

    konstruksi tersebut akan dipakai beberapa bulan saja, kecuali bila kayu tersebut

    diawetkan terlebih dahulu dengan baik. Karena itulah dikenal apa yang disebut

    dengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas awet dan kelas kuat, dengan

    kelas awet dipakai sebagai penentu kelas pakai. Jadi meskipun suatu jenis kayu

    memiliki kelas kuat yang tinggi, kelas pakainya akan tetap rendah jika kelas

    awetnya rendah.

    Tiap-tiap kelas keawetan itu memberi gambaran tentang umur kayu dalam

    pemakaian. Secara utuh klasifikasi keawetan terhadap serangan cendawan dan

    serangga disebabkan karena sebagian zat ekstraktif bersifat racun atau paling tidak

    menolak jamur pembusuk dan serangga. Faktor suhu, kelembaban udara dan

    faktor fisik lainnya akan ikut mempengaruhi kegiatan organisme perusak tersebut.

    Martawijaya (1965) mengemukakan bahwa salah satu faktor penting

    dalam menentukan keunggulan kayu adalah sifat keawetannya. Tingkat keawetan

    alami kayu memiliki hubungan antara sifat keawetan kayu dengan umur kayu

    tersebut, dimana jika umur kayu semakin meningkat maka kandungan keawetan

    alami pada kayu tersebut juga meningkat.

  • 8

    Secara alami keawetan kayu salah satunya ditentukan oleh peranan zat

    ekstraktif yang spesifik dari setiap jenis kayu. Sebagai contoh dalam kayu jati

    (Tectona grandis L.f) terdapat senyawa tectoquinon dan pada kayu Ebony

    (Diospyros virginia) yang diekstrak dengan campuran aseton, heksan dan air

    mengandung senyawa 7-methyl juglone sebagai anti rayap. Begitu pula ekstrak

    tanin yang mengandung senyawa polifenol tinggi dapat tahan terhadap serangan

    rayap dan jamur (Pujirahayu, et al. 2015).

    Tsuomis (1991) juga mengatakan bahwa keawetan kayu secara alami

    ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap

    organisme perusak kayu. Keawetan alami bervariasi antar spesies tetapi juga di

    dalam pohon yang sama, terutama diantara kayu gubal dan kayu teras. Faktor

    utama yang menyebabkan keawetan alami kayu adalah adanya zat ekstraktif yang

    bersifat racun yang terdapat didalam kayu teras yang terbentuk selama proses

    pembentukan kayu teras tersebut.

    Zat ekstraktif beberapa jenis kayu memang telah terbukti mengandung

    senyawa bio-aktif yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan rayap

    (Alfenas et al., 1982; Da Costa dan Rudman, 1958; Hashimoto et al., 1997;

    Muangnoicharoen dan Frahm, 1982; Pilotti et al., 1995; Syafii et al., Syafii, 2000;

    Febrianto. F. Et al, 2000). Dari laporan penelitian tersebut diatas maka dapat

    disimpulkan bahwa walaupun tidak semua zat ekstraktif bersifat racun, tetapi

    secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kandungan zat ekstraktif

    dalam kayu, maka semakin tinggi pula sifat keawetan alami kayu yang

    bersangkutan.

  • 9

    Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari

    serangan faktor perusak yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan

    dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor

    dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Keawetan

    alami kayu disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang bersifat racun dan

    secara kimia mampu menahan serangan organisme perusak kayu. Sifat keawetan

    kayu yang paling berperan adalah zat ekstraktif, bukan berat jenis kayu. Selain

    berada dalam rongga sel, zat ekstraktif juga berada dalam dinding sel kayu. Oleh

    karena itu, keberadaan zat ekstraktif dalam dinding sel bisa memberikan

    kontribusi terhadap nilai berat jenis kayu.

    Hal ini juga dikemukakan oleh Highley dan Kirk, (1979) dalam Febrianto

    et al (2000) yang mengatakan bahwa ketahanan kayu terhadap serangan

    organisme disebabkan karena 2 (dua) faktor yaitu faktor eksternal dan faktor

    internal. Faktor eksternal antara lain adalah faktor lingkungan seperti misalnya

    temperatur, pH, tekanan oksigen dan karbon dioksida parsial, dan kadar air.

    Sedangkan faktor internal adalah zat ekstraktif yang terdapat di dalam kayu

    tersebut dan merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi ketahanan

    kayu terhadap serangan organisme. Zat ekstraktif ini merupakan penyebab utama

    keawetan alami kayu yang bersangkutan. Namun demikian, sifat racun zat

    ekstraktif tersebut terhadap organisme perusak kayu bersifat selektif, misalnya

    suatu jenis kayu yang tahan terhadap jamur belum tentu tahan terhadap serangan

    organisme lain (Martawijaya, 1983; Febrianto, et al. 2000).

  • 10

    Menurut Mohammad Muslich dan Ginuk Sumarni (2005) Keawetan kayu

    dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu karakteristik kayu dan lingkungan.

    Faktor karakteristik kayu yaitu kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian

    kayu dalam batang (gubal dan teras), dan kecepatan tumbuh. Faktor lingkungan

    yaitu: tempat di mana kayu dipakai, jenis organisme penyerang, keadaan suhu,

    kelembaban udara dan lain - lainnya. Suatu jenis kayu yang awet terhadap

    serangan jamur belum tentu akan tahan terhadap rayap atau penggerek kayu di

    laut, demikian pula sebaliknya.

    Keawetan kayu secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zaat

    ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu. Keawetan alami

    bervariasi antar spesies tetapi juga di dalam pohon yang sama, terutama diantara

    kayu gubal dan kayu teras (Tsuomis 1991). Faktor utama yang menyebabkan

    keawetan alami kayu adalah adanya zat ekstraktif yang bersifat racun yang

    terdapat di dalam kayu teras yang terbentuk selama proses pembentukan kayu

    teras tersebut.

    C. Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Sebagai Serangga

    Perusak.

    Rayap adalah serangga kecil, sepintas lalu mirip dengan semut, dijumpai

    di banyak tempat, di hutan, pekarangan, kebun, dan bahkan di dalam rumah.

    Sarang rayap terdapat di tempat lembab di dalam tanah dan batang kayu

    basah, tetapi ada juga yang hidup di dalam kayu kering. Makanan utamanya

    adalah kayu dan bahan-bahan dari selulosa lain serta jamur (Amir, 2003).

  • 11

    Secara taksonomi rayap termasuk ke dalam Ordo Isoptera yang berasal

    dari Bahasa Yunani, iso berarti sama dan ptera berarti sayap. Namun ini mengacu

    pada kasta reproduktifnya yang memiliki sepasang sayap depan dan belakang

    dengan bentuk dan ukuran yang sama. Serangga ini merupakan bagian dari

    komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting dalam biosfer

    bumi. Mereka membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara

    menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai

    hara dalam tanah. Namun perubahan kondisi habitat rayap karena aktivitas

    manusia seringkali mengubah status rayap menjadi serangga hama yang

    merugikan. Bahkan pada saat ini masyarakat lebih mengenal serangga ini sebagai

    hama khususnya pada tanaman dan kayu kontruksi bangunan dibandingkan

    sabagai pengurai (dekomposer) yang peranannya dalam ekosistem sangat penting

    (Nandika, et al. 2003).

    Sebagaimana di Negara-negara tropika lainnya, di Indonesia rayap dikenal

    sebagai serangga perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting.

    Serangannya pada konstruksi bangunan dan bahan lignoselulosa lainnya telah

    dilaporkan hampir diseluruh Provinsi di Indonesia. Bahkan kerugian ekonomis

    yang terjadi akibat serangannya pada bangunan gedung terus meningkat dari

    tahun ke tahun (Subekti, 2010).

    Di Indonesia telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap, lima jenis

    diantaranya tercatat sebagai perusak kayu dan bangunan gedung yang paling

    penting, yaitu Coptotermes curvignathus Holmgren, Schedorhinotermes javanicus

    Kemner, Macrotermes gilvus Hagen, Microtermes inspiratus Kemner, dan

  • 12

    Cryptotermes cynocephalus Light. Kemampuan merusak serangga tersebut erat

    kaitannya dengan karakteristik populasinya yaitu hidup dalam satu koloni dengan

    jumlah anggota yang banyak dan memiliki wilayah jelajah yang tinggi.

    Karakteristik populasi tersebut menyebabkan upaya pengendalian rayap relatif

    sukar dilakukan (Pearce, 1997).

    Dalam perkembangan hidupnya, rayap mengalami metamorfosis tidak

    sempurna, dengan tiga tahapan umum perkembangan, yaitu telur, pra-dewasa

    dan dewasa. Siklus hidup rayap (Gambar 1) meliputi: telur, nimfa yang

    dihasilkan dari penetasan telur, pseudergate (nimfa dewasa yang memiliki

    pucuk sayap dan siap jadi laron/alate), kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta

    reproduktif (Baker dan Marchosky, 2005 dalam Astuti, 2013).

    Gambar 1. Siklus hidup rayap tanah reticultermes (Gold et al., 1914 dalam

    Astuti 2013).

    Rayap merupakan serangga yang paling sering merusak kayu. Berdasarkan

    tempat hidupnya, rayap perusak kayu dapat dibedakan menjadi dua yaitu rayap

  • 13

    kayu kering dan rayap tanah. Rayap kayu kering dapat memasuki kayu yang

    terbuka diatas tanah secara langsung dari udara. Sedangkan rayap tanah masuk

    kedalam kayu melalui dalam tanah atau melalui lorong-lorong pelindung yang

    dibangunnya. Untuk hidup rayap tanah diperlukan kelembaban tertentu yang

    tetap. Contoh rayap yang sangat umum dijumpai adalah Coptoterms sp. dan

    Macroterms sp (Batubara, 2006; Dwi Sudarman, 2014).

    Rayap tanah merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat

    serangan yang paling ganas. Rayap ini mampu menyerang hingga kelantai tiga

    suatu bangunan bertingkat. Rayap akan masuk kedalam kayu sampai bagian

    tengah yang memotong sejajar dengan serat kayu melalui lubang kecil yang ada

    dipermukaan kayu (Prasetyo & Hadi, 2005 dalam Akbar, 2009).

    Semua jenis rayap yang ada, tidak kurang dari 300 jenis rayap di dunia

    yang berperan sebagai hama perusak tanaman, baik tanaman perkebunan, maupun

    tanaman kehutanan. Di Indonesia ada 20 jenis rayap yang dikenal sebagai rayap

    perusak tanaman, diantaranya adalah Coptotermes curvignathus Holmgren,

    Neotermes tectonae, Macrotermes gilvus, dan lain-lain (Nandika, et al, 2003).

    Rayap tanah genus Coptotermes merupakan hama bangunan terpenting

    karena dampak kerusakan dan kemampuannya dalam menyerang bagian-bagian

    bangunan gedung secara meluas. Menurut Taruminkeng, (1992) dalam Sucipto

    (2009), rayap tanah merupakan serangga social yang hidup subur diberbagai

    belahan dunia terutama di daerah tropika dan subtropika. Rayap tanah penting

    dalam kehidupan manusia sebagai perombak bahan-bahan sisa seperti

    potongan kayu dan sisa kertas tetapi juga sering kali menimbulkan serangan

  • 14

    pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Rayap hidup berkoloni

    dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya. Kasta rayap dapat

    dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

    1. Kasta reproduktif

    2. Kasta prajurit (soldier)

    3. Kasta pekerja (worker)

    Kasta reproduktif menghasilkan semua anggota koloni dan berperan

    penting dalam penyebaran dan pembentukan koloni baru. Kasta ini memiliki

    tiga tipe reproduktif pada suatu koloni, yaitu reproduktif primer, sekunder

    dan tersier. Reproduktif primer (ratu dan raja) dihasilkan dari laron atau

    rayap bersayap yang membentuk sarang baru setelah sukses melewati proses

    swarming (Harris, 1971 dalam Astuti, 2013). Ratu dicirikan oleh bentuk tubuh

    besar yang bersegmen yang berisi telur, sedangkan raja biasanya berada di sekitar

    ratu dengan ukuran badan yang lebih kecil dari ratu di ruang khusus atau

    central nursery chamber . Pada rayap C. formosanus, kasta reproduktif (ratu)

    memiliki umur sekitar 15 tahun dan mampu memproduksi hingga 2.000 telur

    per hari (Grace et al., 1996 dalam Astuti 2013). Genus Coptotermes juga

    memiliki kemampuan menghasilkan neoten, yaitu rayap reproduktif yang

    menggantikan kedudukan reproduktif primer (ratu). Keberadaan neoten

    memungkinkan koloni rayap tetap dipertahankan setelah kematian reproduktif

    primer, dengan menyediakan alternatif untuk penyebaran koloni oleh laron

    dan mengatur ukuran populasi dari waktu ke waktu (Myles, 1988 dalam Astuti

    2013).

  • 15

    Kasta pekerja biasa memiliki warna pucat dan sedikit mengalami

    penebalan di bagian kutikulanya. Kasta ini bertugas membangun sekaligus

    memperbaiki sarang, memelihara ratu, telur, dan rayap muda; serta mencari

    makanan untuk semua penghuni koloni. Merekalah yang bertanggung jawab

    terhadap kerusakan pada aset-aset milik manusia dari bahan berlignoselulosa

    lainnya. Para pekerja muda tinggal dalam sarang merawat telur dan nimfa;

    sedangkan para pekerja yang lebih tua, lebih kuat dan lebih besar membangun

    sarang dan mencari untuk makanan. Rayap pekerja dapat mencapai dewasa

    dalam setahun dan bisa hidup sekitar dua tahun, mereka juga kadang-kadang bisa

    memperlihatkan perilaku kanibal dengan memakan rayap lain yang lemah atau

    sudah mati demi kelangsungan hidup koloni (Nandika, et al, 2003).

    Kasta prajurit dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan

    mengalami penebalan yang nyata, serta rahang yang berkembang baik seperti

    terlihat pada Gambar 6a. Prajurit memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada

    pekerja, dengan jumlah anggota yang sangat sedikit dibandingkan pekerja.

    Prajurit tidak terlihat kecuali kayu atau terowongan rusak untuk menghalau musuh

    alami. Secara praktis, genus yang termasuk famili Rhinotermitidae ini mudah

    diketahui karena adanya cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh prajurit

    pada saat mengigit musuhnya (Nandika et al., 2003).

    Karakter morfologi yang diamati dari beberapa sampel rayap Genus

    Coptotermes yang ditemukan terdiri dari panjang kepala, lebar kepala, panjang

    mandibel, jumlah ruas tubuh, jumlah ruas antena, jumlah bulu pada kepala, bentuk

    mandibel, dan bentuk pronotum. Genus Coptotermes memiliki kepala berwarna

  • 16

    kuning, antena, lambrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat

    ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel yang

    lebar. Antena terdiri dari 9-15 segmen; segmen kedua dan segmen keempat sama

    panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya; batas

    antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Rata-rata

    panjang kepala tanpa mandibel pada seluruh sampel rayap berkisar antara

    0.92-1.3 mm. Lebar kepala 0.97-1.14 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan

    rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan

    dengan jumlah ruas antara 8-10 ruas ( Tho, 1992).

    Rayap menjadikan kayu sebagai sumber makanan dan sekaligus menjadi

    tempat bersarangnya. Rayap memakan selulosa kayu untuk kebutuhan hidupnya.

    Syafii, (2002) dalam Nuriyatin et al (2003) menjelaskan bahwa perusakan kayu

    oleh rayap melalui proses mecha-no-biodecomposition. Artinya pertama rayap

    menggigit sampel kayu, selanjutnya kayu didekomposisi dalam perut secara

    biokimia untuk memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya.

    Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi perkembangan populasi

    rayap meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, serta ketersediaan makanan.

    Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama

    lain. Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang kuat yang secara bersama-

    sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan akan

    menyebabkan perubahan perilaku rayap serta kondisi habitat di sarang rayap

    (Leicester et al. 2002). Rayap tanah genus Coptotermes merupakan hama

    bangunan terpenting karena dampak kerusakan dan kemampuannya dalam

  • 17

    menyerang bangunan yang lebih tinggi di bandingkan rayap tanah lainnya.

    Serangga ini mampu beradaptasi dalam berbagai kondisi lingkungan termasuk

    kondisi lingkungan yang diciptakan manusia di dalam bangunan gedung

    (Eggleton, 2000).

    Rayap tanah mudah menyerang kayu sehat atau kayu busuk yang ada

    didalam atau diatas tanah lembab, juga dapat membentuk saluran-saluran yang

    terlindung pada pondasi-pondasi atau penghalang lain yang tidak dapt ditembus

    serta dapat mendirikan sarang berbentuk seperti menara langsung dari tanah.

    Saluran dan menara-menara yang terbuat dari tanah yang halus dan kaya akan

    hara dicerna sebagian. Kemudian direkatkan bersama dengan ekskresi serangga,

    memungkinkan rayap tersebut menciptakan kondisi kelembaban dalam kayu yang

    cocok. Jika tidak, kayu akan kering sehingga tahan terhadap serangan dari jenis

    rayap ini. Jika rayap ini bekerja dalam suatu bangunan yang jauh dari tanah atau

    sumber-sumber kelembaban lainnya, rayap tanah ternyata juga dapat membentuk

    tabung-tabung yang menggantung pada kayu itu, nampaknya untuk mencari

    hubungan yang lebih dekat dengan tanah. Apabila rayap tanah dapat mencapai

    suatu bangunan, rayap akan memperluas kerjanya sampai cukup tinggi, dan sering

    mencapai tingkat kedua atau ketiga dari bangunan-bangunan bertingkat (Hunt &

    Garrat, 1986).

    Menurut Taruminkeng (1992) dalam Ananto Widiatmoko dan Darmono,

    (2013) Rayap tanah penting dalam kehidupan manusia sebagai perombak bahan-

    bahan sisa potongan kayu dan sisa kertas tetapi juga sering kali

    menimbulkan serangan pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

  • 18

    Gambar 2. Contoh bentuk kepala, dan mandibel genus Coptotermes

  • 19

    III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan

    Februari 2016, dilakukan di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan

    Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo. Kendari.

    B. Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian pangkal dan

    cabang pohon kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm), rayap tanah

    (Coptotermes curvignathus Holmgren), dan media pasir. Alat yang digunakan

    meliputi peralatan di lapangan dan di laboratorium. Peralatan di lapangan berupa

    chainsaw digunakan untuk mempermudah pemotongan sampel kayu, gergaji

    mesin untuk menebang pohon kalapi, gergaji tangan untuk memotong sampel

    hingga membentuk balok persegi panjang, golok digunakan untuk memotong

    sampel dalam bentuk chip, meteran untuk mengukur panjang dan diameter pohon,

    mistar untuk mengukur sampel kayu dan kamera digital yang digunakan untuk

    mendokumentasikan kegiatan penelitian dilapangan. Sedangkan peralatan yang

    digunakan di laboratorium yaitu higrometer yang digunakan untuk mengukur

    kelembaban jampot, jampot/botol jam berdiameter 5 cm dan tinggi 14 cm

    digunakan sebagai wadah pengamatan, termohigrometer untuk mengukur suhu

    dan kelembaban lingkungan tempat pengujian, timbangan analitik untuk

    menimbang berat awal dan berat akhir sampel, aluminium foil digunakan untk

    menutup jampot agar kelembaban jampot tetap terjaga, kamera digital yang

  • 20

    digunakan mendokumentasikan kegiatan pengamatan di laboratorium dan

    perlengkapan alat tulis menulis digunakan untuk mencatat hasil yang diperoleh.

    C. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

    dengan 4 taraf perlakuan yaitu PT (Pangkal teras), PG (Pangkal Gubal), CT

    (Cabang Teras), CG (Cabang Gubal). Setiap perlakuan diulang lima kali sehingga

    terdapat 20 unit perlakuan, setiap unit terdiri dari 1 sampel , sehingga secara

    keseluruhan berjumlah 20 jampot percobaan.

    Dengan menggunakan model matematika sebagai berikut:

    Yij = + i + ij

    Dimana :

    Yij = Nilai pengamatan ke-I, pada ulangan ke-j

    = Nilai tengah umum

    i = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

    ij = Pengaruh galat (experimental error) percobaan.

    D. Prosedur Penelitian

    1. Persiapan Bahan dan Contoh Uji

    Penelitian ini dilakukan dengan mengambil 2 bagian bentuk lempengan

    (disk) secara vertikal yaitu pangkal dan percabangan serta mengambil letak batang

    pada arah horizontal yaitu terdiri dari kayu gubal dan kayu teras yang menjadi

    bahan untuk pengujian keawetan rayap tanah dan dilakukan pengulangan

  • 21

    sebanyak 5x. Adapun ilustrasi pengambilan sampel kayu yang dilakukan dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut :

    Ket :

    A1: Gubal Kayu

    A2: Teras Kayu

    Gambar 3. Pengambilan Contoh Uji

    Kayu Kalapi (Kalappia celebica Kosterm) yang berumur sekitar 36 - 40

    tahun memiliki diameter 30 cm dan tinggi bebas cabang 10 meter ditebang ,

    dipotong dan dibersihkan. Kemudian potongan setebal 10 cm diambil pada bagian

    batang bawah (Pangkal) dan pada bagian percabangan kayu sepanjang 40 sampai

    70 cm atau hingga bebas ranting. Setelah itu mengambil letak dalam pangkal dan

    cabang pada posisi horizontal bagian kayu gubal dan kayu teras lalu dibagi dalam

    beberapa bagian dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 0,5 cm. Dari beberapa

    potongan bagian tersebut kemudian diambil 5 sampel secara acak. Penelitian ini

    dilakukan dengan 5x pengulangan sehingga jumlah sampel uji disediakan yaitu

  • 22

    sebanyak 20 buah sampel uji, dimana masing-masing jampot berisi 1 sampel

    sehingga dihasilkan 20 jampot pengamatan.

    Rayap tanah dapat diperoleh disekitar kawasan kampus baru UHO, rayap

    tanah memiliki sarang yang dibuat dari tanah yang memiliki bentuk seperti

    menara kemudian mengambil rayap tersebut sebanyak kurang lebih 4.000 ekor

    dengan ciri sehat dan aktif. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan rayap

    tanah yaitu dilakukan dengan cara langsung mengambil dari sarang atau dengan

    metode pengumpanan dengan cara mengubur kardus dalam tanah yang bertujuan

    untuk mengundang rayap tanah.

    2. Pengujian Keawetan Kayu Kalapi Terhadap Rayap Tanah

    Pengujian kayu terhadap serangan rayap tanah dilakukan berdasarkan SNI

    7207: 2014 yang dibuat BSN (2014), yang dilakukan dalam jangka waktu selama

    4 minggu. Dimana kelembaban media pasir dan aktifitas rayap diamati setiap

    minggunya. Proses perlakuan pengujian pada rayap tanah dilakukan sebagai

    berikut :

    a). Masing-masing contoh uji dikeringkan pada suhu (105)C selama 24 jam atau

    sampai diperoleh bobot konstan.

    b). Setelah mencapai bobot konstan kemudian menimbang bobot awal contoh uji

    dalam keadaan kering oven (W1).

    c). Kemudian menyimpan contoh uji sampai kering udara.

    d). Setelah mencapai kering udara masingmasing contoh uji yang telah diketahui

    bobotnya dimasukkan kedalam jempot.

  • 23

    e). Peletakkan contoh uji yaitu dengan cara berdiri pada dasar jampot dan

    sandarkan sedemikian rupa sehingga salah satu bidang terlebar contoh uji

    menyentuh dinding jampot.

    f). Siapkan pasir lembab yang mempunyai kadar air 7% dibawah kapasitas

    menahan air (water holding capacity). Water holding capacity adalah

    persentase air yang dibutuhkan untuk menjenuhkan pasir. Untuk mengetahui

    besarnya water holding capacity dapat dihitung melalui persamaan Bureau

    (2005) dalam Akbar (2009) seperti berikut :

    BA

    WHC = --------- X 100%

    BP

    Keterangan :

    WHC = Water holding capacity (%)

    BA = Berat air untuk menjenuhkan pasir (g)

    BP = Berat pasir (g)

    Jadi jumlah air yang diperlukan untuk melembabkan pasir dapat dihitung

    melalui persamaan Bureau (2005) dalam Akbar (2009).

    WHC - 7

    JA = ----------------- X 200 g

    100

    Keterangan :

    JA = Jumlah air yang ditambahkan untuk mencapai kadar air pasir 7 %

    dibawah kapasitas menahan air (g)

    WHC = Water holding capacity

    g). Setelah media pasir telah siap, kemudian memasukan media pasir yang lembab

    tersebut sebanyak 200 gram dan rayap tanah (Coptotermes curvignathus

  • 24

    Holmgren) yang sehat dan aktif kurang lebih 200 ekor kedalam jampot dan

    kemudian ditutup menggunakan aluminium foil agar kelembabannya tetap

    terjaga.

    h). Jampot yang telah terisi oleh rayap kemudian disimpan selama 4 minggu

    ditempat yang gelap.

    i). Pengamatan dilakukan setiap setiap seminggu, variabel yang diamati berupa

    aktifitas rayap, kelembaban media pasir dan keadaan berat jampot yang harus

    sesuai dengan berat awal jampot saat awal pengujian dengan cara menimbang

    jampot tersebut. Jika terjadi penurunan bobot jampot 2% atau lebih kedalam

    jampot tersebut ditambahkan air secukupnya sampai kadar airnya kembali

    seperti semula yaitu 7% dibawah kapasitas menahan air.

    j). Setelah 4 minggu pengujian, keluarkan contoh uji dari jampot dan bersihkan

    dari pasir yang melekat.

    k). Kemudian menghitung rayap tanah yang masih hidup dan tentukan intensitas

    serangan secara visual serta persentase mortalitasnya.

    l). Keringkan kembali contoh uji pada suhu (105)C sampai diperoleh bobot

    konstan,

    m). Lalu menimbang bobot akhir contoh uji dalam kondisi kering oven (W2).

    n). Terakhir, tentukan penurunan bobot untuk mengetahui kelas ketahanan kayu

    terhadap rayap tanah.

  • 25

    Gambar 4. Perlakuan pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah

    E. Variabel yang Diamati

    Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu aktifitas rayap dan

    mortalitas rayap, kelembaban dan berat jampot yang diamati setiap seminggu.

    Pengukuran penurunan bobot/kehilangan berat contoh uji, serta intensitas

    serangan rayap yang dilakukan saat akhir pengujian kemudian menentukan kelas

    ketahanan kayu.

    1. Penurunan Bobot Contoh Uji

    Kehilangan berat contoh uji dapat dihitung setelah 28 hari pengumpanan

    sampel uji terhadap rayap tanah. Penurunan bobot dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaan :

    W1 W2 P(%) = x 100

    W1 Keterangan :

    P : adalah penurunan bobot, dinyatakan dalam (%)

    W1 : bobot awal contoh uji kering oven, dinyatakan dalam gram (g)

    W2 : bobot akhir contoh uji kering oven, dinyatakan dalam gram (g)

  • 26

    2. Mortalitas Rayap

    Pengamatan mortalitas rayap dilakukan setiap seminggu. Rayap yang mati

    segera dibuang karena selain akan dimakan oleh rayap lainnya, rayap yang mati

    akan berjamur dan dapat mematikan rayap lainnya, mortalitas rayap dapat

    dihitung dengan persamaan :

    Mortalitas(%) = (jumlah rayap mati : jumlah seluruh sampel rayap) x 100 %.

    3. Intensitas Serangan Rayap

    Pengukuran intensitas serangan atau derajat kerusakan kayu secara visual

    dapat dinilai berdasarkan klasifikasi SNI 7207: 2014 sebagai berikut.

    Tabel 1. Klasifikasi intensitas serangan rayap tanah secara visual.

    Kelas Ketahanan Derajat kerusakan Kayu Nilai

    I Sangat tahan Utuh, atau serangan sangat ringan :

    5%

    0

    II Tahan Serangan ringan: 6-15% 40

    III Sedang Serangan sedang, berupa saluran-

    saluran yang dangkal dan sempit :

    16-30 %

    70

    IV Tidak tahan Serangan berat, berupa saluran yang

    dalam dan lebar: 31-50%

    90

    V Sangat tidak tahan Serangan sangat berat : > 50 % 100

    (Sumber: Standar Nasional Indonesia 7207: 2014)

  • 27

    4. Penentuan Ketahanan Kayu

    Tingkat ketahanan contoh uji berdasarkan indikator penurunan bobot dapat

    dilihat berdasarkan penurunan bobot yang dibuat berdasarkan SNI 7207: 2014

    sebagai berikut:

    Tabel 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah.

    Kelas Ketahanan Penurnan bobot (%)

    I Sangat tahan 18,9

    (Sumber: Standar Nasional Indonesia 7207:2014)

    5. Kelas ketahan kayu

    Kelas ketahanan kayu ditetapkan berdasarkan hasil penilaian kelas

    ketahanan kayu yang terendah antara penilaian intensitas serangan dan penurunan

    bobot.

    F. Analisis Data

    Data yang dikumpulkan diperoleh berdasarkan hasil observasi besarnya

    kehilangan berat setelah dilakukan pengujian dan melakukan penilaian kelas

    ketahanan kayu dengan membandingkanya menggunakan SNI 7207 BSN(2014).

    Hasil merupakan nilai rata rata penurunan bobot dari contoh uji yang kemudian

    dianalisis berdasarkan sidik ragam (Uji F) jika posisi letak kayu menunjukan

  • 28

    berpengaruh sangat nyata maka hasil diuji lanjut menggunakan uji Duncen

    terhadap variabel penurunan bobot dan mortalitas rayap sedangkan untuk variable

    intensitas serangan rayap, penentuan ketahanan kayu dan penentuan kelas

    ketahanan kayu dinilai secara deskriptif. Analisis data tersebut menggunakan

    program SAS versi 9.1 dan penilaian secara visual.

  • 29

    Bagan pengujian kayu kalapi terhadap serangan rayap yang disajikan pada

    gambar berikut.

    Gambar 5. Bagan contoh pengujian kayu kalapi (Kalappia Celebica Kosterm)

    terhadap rayap tanah.

    Sampel uji pangkal dan percabangan

    kayu kalapi (Kalappia Celebica

    Kosterm)

    proses pengujian selama 4

    minggu

    Analisis sampel

    Jampot ( sampel kayu

    kalapi, rayap tanah 200 ekor

    dan media pasir 200 gram).

    Kayu gubal (2,5 x 2,5 x 2,5 x 0,5)

    cm

    Kayu teras (2,5 x 2,5 x 2,5 x 0,5)

    cm

    Penentuan kelas

    ketahanan kayu

    Pengeringan dan

    penimbangan

    Tingkat kerusakan kayu

  • 30

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    Rekapitulasi hasil sidik ragam

    Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

    Variabel yang diamati F hitung F Tabel

    Penurunan bobot 7,62** 3,24

    Mortalitas rayap 7,99** 3,24

    Keterangan : ** Berpengaruh sangat nyata

    Hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa letak kayu dalam

    batang memberikan pengaruh yang sangat nyata pada variabel yang diamati yakni

    penurunan bobot dan mortalitas rayap.

    a.1 Persentase Penurunan Bobot.

    Tabel 4. Hasil Uji Lanjut Duncan Penurunan Bobot Letak Kayu Dalam Batang

    Dan Cabang Terhadap Serangan Rayap Tanah.

    Letak kayu dalam kayu Penurunan bobot UJBD 0,05

    PT 1,776b 0.9318

    PG 2,670ab 0.8668

    CT 1,946b 0.9073

    CG 3,428a -

    Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom

    yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %.

    Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata persentase penurunan bobot letak

    kayu dalam batang tertinggi terdapat pada perlakuan CG (Cabang gubal) sebesar

    3,42 % dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan PG (Pangkal Gubal), tetapi

    berbeda nyata dengan perlakuan PT (Pangkal teras) dan CT (Cabang teras).

  • 31

    a.2. Analisis Mortalitas Rayap

    Tabel 5. Data Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Rata-Rata Persentase Mortalitas

    Rayap.

    Letak kayu dalam batang Mortalitas rayap UJBD 0,05

    PT 98,20a -

    PG 95,10bc 2,031

    CT 96,70ab 1,941

    CG 94,50c 2,086

    Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom

    yang sama berarti berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %.

    Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata persentase mortalitas rayap kayu

    kalapi tertinggi terdapat pada perlakuan PT (Pangkal teras) sebesar 98,20 %

    berbeda tidak nyata dengan perlakuan CT (Cabang teras) tetapi berbeda nyata

    dengan perlakuan PG (Pangkal Gubal) dan CG (Cabang gubal) terhadap posisi

    letak dalam batang dan cabang.

    a.3. Intensitas serangan rayap

    Tabel 6. Intesitas Serangan Rayap Terhadap Kayu Kalapi.

    Letak dalam

    batang

    Rata-rata

    penurunan

    bobot

    sampel(%)

    Derajat

    kerusakan

    kayu

    nilai

    Ketahanan

    P Teras

    Gubal

    1,78

    2,67

    Utuh

    serangan

    sangat ringan

    0

    0

    Sangat tahan

    Sangat tahan

    C Teras

    Gubal

    1,95

    3,42

    Utuh

    Serangan

    ringan

    0

    0

    Sangat tahan

    Sangat tahan

  • 32

    Hasil pengukuran intensitas serangan kayu secara visual dinilai

    berdasarkan klasifikasi SNI 7207: 2014. Pengamatan visual dilakukan dengan

    mengamati kerusakan secara langsung terhadap kayu setelah pengujian. Tabel 6

    menunjukan ketahanan pada seluruh sampel uji berdasarkan perlakuan letak

    dalam kayu terhadap intensitas serangan rayap yang dilihat berdasarkan derajat

    kerusakan kayu secara visual.

    a.4. Penentuan Ketahanan Kayu

    Hasil penentuan tingkat ketahanan contoh uji di sajikan pada Tabel 7.

    Tabel 7. Hasil Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap

    Letak

    dalam

    kayu

    Penurunan bobot sampel/ulangan (%)

    Rata-rata

    penurunan

    bobot (%)

    Ketahanan

    kayu

    Pangkal

    (Teras)

    (Gubal)

    I

    II

    III

    IV

    V

    1,98

    2,82

    1,61

    2,06

    1,25

    2,51

    2,16

    1,64

    1,88

    4,32

    1,78

    2,67

    Sangat tahan

    Sangat tahan

    Sangat tahan

    Sangat tahan

    Cabang

    (Teras)

    (Gubal)

    1,70

    3,78

    2,04

    4,18

    1,98

    2,82

    2,08

    3,10

    1,93

    3,26

    1,94

    3,42

    Ketahanan kayu kalapi dinilai berdasarkan klasifikasi SNI (2014) yang

    dilihat berdasarkan penurunan bobot kayu yang dihasilkan selama pengujian

    terhadap rayap C. curvignathus. Tabel 7 menunjukan rata-rata penurunan bobot

    pada tiap sampel uji berkisar

  • 33

    a.5. Kelas Ketahanan Kayu

    Penentuan kelas keawetan kayu dinilai berdasarkan indikator penurunan

    bobot terendah yang disajikan pada tabel 8.

    Tabel 8. Kelas Keawetan Kayu Kalapi Terhadap Rayap Tanah.

    Letak

    dalam

    kayu

    Penurunan

    bobot

    horizontal

    (%)

    Penurunan

    bobot

    vertikal (%)

    Derajat

    kerusakan kayu

    ketahanan Kelas

    tahan

    Teras

    (pangkal)

    1,78

    2,22

    Utuh

    Sangat tahan

    I

    Gubal

    (pangkal)

    2,67

    Serangan sangat

    ringan

    Sangat tahan

    I

    Teras

    (cabang)

    1,94

    2,68

    Utuh

    Sangat tahan

    I

    Gubal

    (cabang)

    3,42

    Serangan ringan

    Sangat tahan

    I

    Kelas ketahanan kayu ditetapkan berdasarkan hasil penilaian kelas

    ketahanan kayu yang terendah antara penilaian intensitas serangan dan penurunan

    bobot. Hasil yang ditampilkan tabel 8 menunjukan sampel kayu pangkal memiliki

    rata-rata penurunan bobot terendah yakni 2,22 % sementara cabang sebesar 2,68

    % yang jika diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi SNI 7207 masuk dalam

    kategori kelas tahan I.

  • 34

    B. Pembahasan

    Kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm) memiliki kulit batang kecoklatan

    dan bertekstur kasar pada kulit luarnya atau hampir menyerupai bentuk batang

    pohon pinus (pinus mercusii), kulit batang bagian dalam berwarna kemerah-

    merahan, warna daun muda dan tua berwarna hijau tua memiliki panjang sekitar

    8-12 cm dan lebar 3,5-4,5 cm pada pohon dewasa berbentuk lanset sampai

    lonjong. Warna kayu teras pangkal dan cabang berwarna coklat kehitaman

    sedangkan gubal pangkal dan cabang berwarna cerah kecoklatan yang kemudian

    diduga memliki kandungan ekstraktif yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan

    penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2015) tentang komponen kimia kayu

    kalapi bagian pangkal dan percabangan diperoleh kandungan zat ekstraktif yang

    terdapat pada kayu kalapi termasuk dalam kategori tinggi (> 4) yang didasarkan

    standar kalasifikasi kayu daun lebar Indonesia atas dasar komponen kimianya,

    dimana pada bagian pangkal kayu kalapi diperoleh kandungan rata-rata zat

    ekstarktif sebesar 16,3 % sedangkan pada percabangan kayu kalapi diperoleh rata-

    rata kandungan zat ektraktif sebesar 11,5% kondisi tersebut memungkinkan rayap

    menolak untuk memakan kayu tersebut yang kemudian menghambat aktifitas

    makan rayap.

    Hasil pengamatan terhadap kelembaban udara dan suhu dalam jampot

    diperoleh kisaran kelembaban 75% sampai 80%, sedangkan suhu 290 C sampai

    300

    C. Hasil ini sesuai dengan pernyatanan Supriana (1983) yang mengatakan

    bahwa suhu sekitar 300 C merupakan suhu optimum bagi hidup rayap perusak

    kayu. Hal serupa juga dijelaskan oleh Apri (2005) yang mengemukakan tentang

  • 35

    kelembaban optimum bagi aktivitas rayap tanah, bahwa rayap tanah seperti

    Coptotermes, Macrotermes, dan Odototermes. Memerlukan kelembaban yang

    tinggi. Perkembangan optimumnya dicapai pada kisaran kelembaban 75 90%.

    Kecuali pada rayap kayu kering seperti Cryptotermes tidak memerlukan air atau

    kelembaban yang tinggi.

    Pengujian yang dilakukan selama 28 hari dilabarotaorium ditampilkan pada

    gambar berikut.

    (a) (b)

    Gambar 6. Pengujian sampel kalapi terhadap rayap C. curvignathus. Ket: a).

    Denah pengujian dilaboratorium, b). Aktifitas rayap yang membentuk lorong

    dalam jampot selama pengujian.

    b.1. Penurunan bobot contoh uji

    Penurunan bobot contoh uji merupakan rata-rata berat akhir kering tanur

    yang dihasilkan setelah pengujian yang kemudian dapat menjadi dasar acuan

    dalam penentuan kelas awet dan kelas ketahan kayu kalapi. Besar kecilnya

    persentase kehilangan berat sampel uji disebabkan oleh aktivitas makan rayap

    C. curvignathus terhadap sampel uji yang diumpankan selama masa pengujian.

    Perlakuan pengujian berdasarkan letak dalam batang memberikan pengaruh

    sangat nyata terhadap penurunan bobot (tabel 1) hal ini diduga dikarenakan karena

  • 36

    perbedaan tingakat kandungan alami kayu pada tiap perlakuan yang kemudian

    mempengaruhi aktifitas makan rayap yang menyebabkan penurunan bobot.

    Uji lanjut penurunan bobot kayu yang ditampilkan tabel 4 menunjukan

    penurunan bobot terendah terdapat pada pangkal kayu kalapi bagian teras

    diperoleh rata-rata penurunan bobot sebesar 1,78% sedangkan bagian gubal

    pangkal kayu didapatkan rata-rata penurunan bobot sebesar 2,67%, pada kayu

    bagian cabang diperoleh rata-rata penurunan bobot pada kayu teras sebesar 1,94%

    dan gubal sebesar 3,42% yang merupakan penurunan bobot paling tinggi

    dibanding dengan sampel lainnya dan memberi pengaruh sangat nyata terhadap

    posisi letak dalam kayu. Penurunan bobot diakibatkan serangan ringan rayap

    selama pengujian, menurunnya persentase kehilangan bobot pada pangkal teras

    dan cabang teras diakibatkan rendahnya tingkat kerusakan kayu yang dikarenakan

    kayu mengandung zat racun berupa ekstraktif yang tinggi kemudian menjadi

    faktor utama dalam mengahambat aktifitas rayap. Posisi dalam batang

    mempengaruhi kandungan ekstraktif dalam kayu dimana teras kayu merupakan

    kayu yang paling dominan menyimpan kandungan ekstraktif kayu.

    Nandika, et al (1996) menyatakan bahwa keawetan alami kayu ditentukan

    oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif bersifat racun terhadap organisme perusak

    kayu yang jumlahnya bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, dan posisi

    dalam batang. Selanjutnya USDA (1999) menambahkan bahwa peralihan kayu

    gubal ke kayu teras disertai dengan peningkatan kandungan zat ekstraktif. Pada

    beberapa jenis kayu seperti black locust, western redcedar, dan redwood, kayu

    teras mempunyai ketahanan terhadap jamur dan serangan rayap.

  • 37

    Kandungan ekstraktif pada suatu jenis kayu diyakini mempengaruhi

    terhadap aktifitas serangan rayap. Secara umum semakin tinggi kandungan

    ekstraktif suatu jenis kayu maka semakin tinggi pula konsentrasi kandungan racun

    yang dapat menghambat serangan serangga perusak kayu. Contoh dari ekstraktif

    bioaktif yang terkandung dalam kayu yaitu tropolon, phenol, komponen polifenol

    termasuk tanin dan stilben, kaumarin, asam terpenoid dan lain-lain. Rayap juga

    memiliki sifat pemakan bangkai (necrophagy) dan pemakan sesama

    (kanibalisme), sifat-sifat ini sedikit banyak dapat mempengaruhi penyebab

    rendahnya kehilangan berat pada sampel kayu, ini disebabkan sulitnya rayap

    untuk medapatkan makanan karena pada sampel uji memiliki bioaktivitas yang

    dapat mempengaruhi aktivitas makan rayap, yang menyebabkan rayap

    memiliki ketidaksukaan terhadap sampel uji maka terjadi sifat memakan

    bangkai sesamanya dan memakan rayap yang lemah.

    b.2. Mortalitas rayap

    Analisis data mortalitas menggunakan metode deskriptif yang dinyatakan

    dalam (%). Uji sifat anti rayap kayu kalapi terhadap rayap C. curvignathus diukur

    dari mortalitas rayap yang dihitung setiap hari selama empat minggu. Pengamatan

    mortalitas dilakukan untuk mengetahui intensitas serangan rayap, sehingga hasil

    yang diperoleh dapat menjadi acuan dalam penentuan besar kecilnya aktifitas

    serangan rayap dan keawetan alami kayu selama pengujian. Mortalitas rayap

    dinyatakan sebagai perbandingan antara jumlah rayap hidup diakhir pengujian

    dengan jumlah rayap awal pada satu contoh uji. Mortalitas rayap dipengaruhi

    oleh ada tidaknya daya tarik kayu menjadi sumber makanan bagi rayap

  • 38

    tersebut misalnya kekerasan permukaan dan adanya bahan yang merangsang

    aktivitas rayap (Bignell et al. 2010). Mortalitas rayap terjadi karena tidak ada

    ketertarikan rayap terhadap makanan yang disediakan dan tidak adanya alternatif

    makanan lain. Hasil uji keawetan alami kayu kalapi terhadap serangan rayap tanah

    memberikan pengaruh pada persentase rayap yang mati dalam proses pengujian

    selama 28 hari. Tabel 5 menunjukan rata-rata mortalitas rayap yang beragam pada

    setiap jampot pengamatan.

    Berdasarkan hasil pengamatan mortalitas yang di tampilkan pada tabel 5,

    diperoleh rata-rata mortalitas tertinggi terdapat pada pangkal kayu bagian teras

    yakni 98,20 % dan pada teras bagian cabang diperoleh rata-rata mortalitas

    dibawah lebih sedikit dari rata-rata yang diperoleh teras bagian cabang kayu yakni

    sebesar 96,70 % mortalitas rayap terendah diperoleh pada gubal bagian cabang

    yakni sebesar 94,50 % sedangkan pada gubal bagian pangkal sebesar 95,10 %

    pada pengamatan yang dilakukan setiap minggu jumlah kematian rayap pada

    setiap jampot bersifat fleksibel, hal ini dapat disebabkan ketidak mampuan rayap

    untuk menyesuaikan kondisi lingkungan yang baru, terlebih lagi tidak adanya

    sumber makanan yang sesuai untuk dikonfersikan sebagai sumber energi dalam

    mendukung aktifitas rayap dan dapat juga dikarenakan dimakan oleh rayap

    lainnya karena rayap memiliki sifat kanibalisme terhadap rayap yang lemah akibat

    kekurangan makanan. Secara umum kandungan ekstraktif pada letak dalam kayu

    pada teras maupun gubal mempunyai korelasi positif dengan mortalitas rayap

    dimana tingginya kandungan ekstraktif sejalan dengan meningkatnya mortalitas

    rayap. Kandungan ekstraktif mempengaruhi terhadap kelangsungan

  • 39

    hidup rayap yang dilakukan selama pengumpanan, menurut Supriana (1985)

    mortalitas rayap dapat digunakan sebagai kriteria daya racun.

    Tingkat kandungan ekstraktif kayu turut mempengaruhi mortalitas rayap pada

    pengujian yang dilakukan. Ekstraktif kayu yang terdapat pada pangkal kayu lebih

    tinggi dibandingkan pada percabangan hal ini dikarenakan pembentukan ekstraktif

    pada pangkal terbentuk lebih dulu yang disertai dengan pertumbuhan pohon, hal

    tersebut sejalan dengan meningkatnya mortalitas rayap pada kayu bagian pangkal,

    semakin tinggi kandungan ekstraktif kayu maka semakin tinggi pula mortalitas

    rayap. Ekstraktif kayu meningkat pada proses pembentukan kayu teras dimana

    terjadi penumpukan substansi polifenol atau kambium pada dinding dan rongga

    sel yang kemudian disertai dengan berkurangnya kandungan air dalam kayu.

    Pengurangan air dapat menyebabkan hidrolisis pati menjadi gula. Proses tersebut

    dapat mengurangi kandungan oksigen sel-sel dan menambah konsentrasi

    karbondioksida dan kemungkinan besar juga tekanan gasnya. Kombinasi

    pengaruh tersebut berpengaruh buruk pada proses pernafasan dan menyebabkan

    kematian jaringan yang kemudian membentuk kayu teras. Penguraian gula

    menyebabkan terbentuknya berbagai senyawa polifenol yang memiliki sifat racun

    terhadap organisme perusak kayu.

    Rayap diperoleh dari hutan kampus dan hutan amarilis yang terdapat pada

    kayu-kayu yang terserang oleh rayap dan juga pada sarang yang dibentuk dari

    gundukan gundukan tanah yang ditampilkan pada gambar berikut

  • 40

    Gambar 7. Contoh serangan rayap yang terdapat pada pohon dan kayu mati

    Gambar 8. Koloni rayap C. curvignathus yang terdapat pada gundukan tanah.

    Kandungan ekstraktif kayu berupa senyawa-senyawa seperti saponin,

    flavonoid dan steroid/triterpenoid memiliki sifat toksitas yang tinggi pada rayap.

    Menurut Tsoumis (1991), keawetan kayu secara alami ditentukan oleh jenis dan

    jumlah zat ekstraktif yang bersifat anti racun terhadap organisme perusak kayu

    yang terdapat dalam kayu diantaranya alkaloid dan saponin.

    Mekanisme kematian rayap dapat disebabkan oleh senyawa bioaktif yang

    dapat mematikan protozoa flagelata yang hidup dalam usus belakang rayap.

    Suparjana (2000) menyatakan bahwa di dalam usus belakang rayap C.

    curvignathus terdapat tiga genus flagelata yaitu genus Preudotricchonimpa,

    Holomastigotoidea, dan Spirotrichonimpha. Protozoa tersebut merupakan simbion

    yang menghasilkan enzim selulase yang berfungsi mencerna selulosa dan

    mengubahnya menjadi gula sederhana dan asam asetat sebagai sumber energi bagi

  • 41

    rayap. Hal ini akan menyebabkan rayap tidak mendapatkan makanan dan rayap

    mati. Syafii (2000) juga menyatakan bahwa kematian rayap disebabkan karena

    adanya senyawa bioaktif yang mematikan protozoa yang terdapat dalam perut

    rayap. Selain itu juga, kematian rayap diduga karena adanya senyawa alkaloid,

    seperti yang telah dijelaskan oleh Sastrodihardjo (1999) dalam Sari (2002),

    alkaloid itu sendiri dapat merusak fungsi sel (integritas membran sel) yang

    akhirnya mengahambat proses eksidisis akibat proses tersebut protozoa ikut

    terbuang. Untuk mendapatkan gantinya, rayap akan melakukan trofalaksis.

    Prasetiyo dan Yusuf (2005) menyatakan bahwa perilaku trofalaksis

    merupakan aktivitas menjilati, mencium atau menggosokkan tubuhnya satu sama

    lain ketika bertemu untuk saling menyalurkan makanan, feromon, atau protozoa

    flagelata. Bahan makanan yang disalurkan sudah terkontaminasi dengan zat

    ekstraktif yang mengandung racun sehingga dapat menyebabkan mortalitas rayap.

    Di lain pihak, selain akibat ekstraktif kayu mortalitas rayap pada kontrol juga

    diduga karena kurang tahan terhadap kondisi lingkungan yang baru. Menurut

    Anisah (2001), rayap yang mati pada kontrol diduga ketidak mampuan rayap

    untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya yang bergantung pada suhu,

    kelembaban dan intensitas cahayanya dan dihadapkan pada kondisi tidak ada

    pilihan bahan makanan lain. Selain itu, rayap mempunyai sifat necrophagy yaitu

    rayap dapat memakan bangkai sesamanya dan sifat kanibalistik yaitu memakan

    rayap yang sudah lemah dan sakit (Nandika et al. 2003).

  • 42

    b.3. Pengukuran Intensitas Serangan Rayap

    Intensitas serangan rayap diukur berdasarkan derajat kerusakan kayu dan

    penurunan bobot yang ditimbulkan selama 28 hari pengujian, pengamatan

    insensitas rayap dilakukan untuk melihat seberapa besar kerusakan fisik yang

    ditimbulkan oleh rayap tanah C. curvignathus selama pengujian. Serangan rayap

    pada kayu secara umum biasanya dapat dilihat dengan adanya lorong lorong

    yang terbuat dari tanah yang berfungsi menjaga kelembaban dan sekaligus dapat

    dijadikan sebagai sarang dan adanya bekas gigitan pada permuakaan kayu.

    Berdasarkan hasil penurunan bobot yang rendah pada seluruh sampel uji,

    menunjukan tidak adanya serangan berat yang dilakukan oleh rayap selama

    pengujian yang kemudian berarti intensitas serangan rayap juga rendah. Hal ini

    diduga dikarenakan banyaknya rayap yang mati akibat keracunan dari berbagi

    komponen zat ekstraktif kayu dan tidak adanya sumber makanan yang dapat

    diproses secara kimiawi sebagai sumber energi untuk melakukan aktifitas, selain

    tingginya kandungan racun dalam kayu kadar kandungan lignin yang termasuk

    dalam kategori tinggi yaitu pada bagian pangkal kayu sebesar 32,6% dan pada

    percabangan sebesar 32% yang kemudian diduga turut mempengaruhi aktifitas

    serangan rayap Coptotermes curvignathus karena lignin berkaitan dengan tingkat

    kekerasan kayu, merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah mengalami

    oksidasi (Kasmudjo, 2010 dalam Muliadi, 2013). Kandungan lignin pada pohon

    erat hubunganya dengan tingkat kekerasan kayu dimana pada bagian pangkal

    yang kerapatan kayunya lebih tinggi merupakan kayu yang lebih kuat dan keras.

    Pendapat ini sesuai dengan Fengel dan Wegener (1995) dalam Supartini (2009),

  • 43

    yang menyatakan bahwa adanya lignin pada kayu dapat menaikan sifat-sifat

    kekuatan mekanikanya.

    Berdasarkan klasifikasi intensitas serangan rayap Standar Nasional

    Indonesia (2014), tabel 5 menunjukan intensitas serangan ringan hingga masih

    ada sampel yang utuh yang kemudian diklasifikasikan sangat tahan dengan nilai

    rata-rata penurunan bobot < 5%. Intensitas serangan terendah terdapat pada

    pangkal kayu bagian teras hal ini dibuktikan dengan rata-rata persentase

    penurunan bobot yang terendah yang diakibatkan pada kayu bagian pangkal teras

    memiliki timbunan ekstraktif dan lignin paling tinggi hingga menyebabkan

    tingginya angka kematian rayap, sementara intensitas serangan tertinggi terdapat

    pada kayu percabangan bagian gubal, hal ini dilihat berdasarkan persentase

    penurunan bobot dan kerusakan fisik berupa bekas gigitan yang diakibatkan oleh

    rayap tanah C. curvignathus, penurunan bobot sampel diakibatkan serangan

    ringan yang diakibatkan oleh rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)

    yang kemudian dapat diklasifikasikan dalam derajat kerusakan kayu, seperti yang

    ditunjukan pada gambar berikut.

  • 44

    (a) (b)

    (c) (d)

    Gambar 9. Sampel kayu setelah pengujian. Ket : a) Tampilan kayu teras bagian

    pangkal (1,77%), b) Gambar kayu gubal bagian pangkal (2,67%), c) Gambar kayu

    teras bagian cabang(1,94), d) Gambar kayu gubal bagian cabang (3,42%) setelah

    pengujian.

    Gambar 9 menunjukan cacat fisik ringan yang diakibatkan oleh serangan

    rayap kemudian meyebabkan penurunan bobot yang terjadi pada sampel kayu

    pangkal bagian teras dan gubal tidak terjadi penurunan yang begitu signifikan,

    pada permukaan kayu teras bagian pangkal dan cabang tidak menunjukan

    kerusakan oleh serangan rayap hanya pada kayu bagian gubal saja, hal ini diduga

    disebabkan oleh kandungan zat ekstraktif pada kayu bagian teras termasuk dalam

    kategori tinggi yang kemudian menyebabkan intensitas serangan rayap sangat

    rendah.

  • 45

    b.4. Penentuan ketahanan kayu

    Ketahanan kayu merupakan indikator kemampuan kayu dalam

    mempertahankan keadaan kayu secara fisik dari serangan organisme perusak.

    Serangan rayap tanah bersifat menghancurkan kayu dimana selulosa yang terdapat

    dalam kayu merupakan sumber makanan rayap tanah yang kemudian diproses

    secara kimiawi untuk memenuhi kebutuhan energi rayap. Syafii (2002) dalam

    Nuriyatin, N. et al (2003) menjelaskan bahwa perusakan kayu oleh rayap melalui

    proses mecha-no-biodecomposition, artinya pertama rayap menggigit sampel

    kayu, selanjutnya kayu didekomposisi dalam perut secara biokimia untuk

    memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya. Serangan yang

    diakibatkan oleh rayap tanah dapat dilihat dengan adanya perubahan sifat fisik

    pada dasar permukaan kayu.

    Berdasarkan evaluasi nilai penurunan berat akibat serangan rayap yang

    kemudian diklasifikasikan dalam klasifikasi SNI (2014), kayu kalapi termasuk

    dalam kategori sangat tahan (< 3,5%) terhadap serangan rayap C. curvignathus.

    Berdasarkan posisi vertikal kayu rata-rata persentase penurunan berat pada bagian

    pangkal (lampiran 4) sebesar 2,22 % dan percabangan 2,68 %. Ketidak mampuan

    rayap dalam merusak kayu diakibatkan adanya kandungan kimia kayu yang

    bersifat racun yang kemudian menyebabkan rayap tidak menyerang kayu secara

    maksimal, supriana (1983) menyatakan bahwa kekhasan jenis kayu akan

    mempengaruhi perilaku rayap, pada saat mencicipi sumber makanan dan jika

    dirasakan adanya zat ekstraktif maka rayap akan berpindah kebagian lain dari

    makanan tersebut atau mencari sumber makanan lain. selain itu tingginya

  • 46

    mortalitas rayap yang ditunjukan pada tabel 5 juga menjadi salah satu faktor

    ketahanan kayu yang menyebabkan intensitas serangan rayap menjadi rendah.

    b.5. Kelas ketahanan kayu

    Ketahanan alami kayu kalapi ditunjukan dengan nilai kehilangan berat

    kayu selama proses pengujian kayu kalapi terhadap seranagan rayap tanah.

    Ketahanan kayu menyatakan keawetan alami kayu dimana jika sautu jenis kayu

    memiliki kelas ketahanan tinggi maka umur pakai kayu akan relatif lama yang

    kemudian kayu tersebut dikatakan awet. Keawetan alami merupakan daya tahan

    alami suatu jenis kayu terhadap serangan agen perusak kayu. Keawetan alami ini

    biasanya berhubungan dengan adanya zat ekstraktif yang beracun dalam kayu. Zat

    ekstraktif beracun tersebut biasanya termasuk dalam golongan tanin, resin,

    senyawa fenolik, dan asam-asam organik (Prawirohatmodjo 1997 dalam

    Kuswantoro 2005). Semakin tinggi kandungan ekstraktif kayu maka kayu akan

    semakin awet terhadap serangga perusak kayu utamanya serangga rayap C.

    curvignathus yang memiliki daya rusak yang besar pada setiap bahan - bahan

    berkayu. Achmadi (1990) menyatakan keawetan kayu dipengaruhi oleh daya

    racun dan kadar ekstraktifnya.

    Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh setelah melakukan

    pengujian selama 28 hari. Pada pengamatan yang dilakukan pada minggu pertama

    sampai minggu kedua sampel kayu dalam jampot tidak ditemukan kerusakan fisik

    yang signifikan pada permukaan kayu disemua sampel uji. Hal tersebut

    dikarenakan tingginya angka mortalitas yang terjadi pada seluruh jampot.

    Persentase tertinggi mortalitas rayap terdapat pada jampot uji pangkal kayu bagian

  • 47

    teras yaitu sebesar 98,20 % dan hasil mortalitas rayap terendah terdapat pada

    percabangan bagian gubal yaitu 94,50 % berdasarkan hasil yang diperoleh

    tersebut kemudian membuktikan bahwa semakin tinggi kandungan alami kayu

    yang berupa zat ekstraktif maka akan berkorelasi terhadap serangan rayap dan

    memberi efek pengaruh yang besar terhadap serangan rayap tanah C.

    curvignathus.

    Pengamatan yang dilakukan diakhir pengujian pada minggu ke empat baru

    diperoleh bekas gigitan ringan pada permukan sampel uji pada pangkal dan

    percabangan kayu namun secara dominan hanya terjadi pada bagian gubal

    sedangkan kayu teras pangkal dan teras cabang tidak terjadi kerusakan yang

    begitu besar pada permukaan sampel kayu atau hingga masih ada sampel yang

    utuh, hal tersebut kemudian berpengaruh pada berat sampel uji. Pada pengamatan

    penurunan bobot, kayu teras bagian pangkal merupakan bagian kayu yang

    memperoleh penurunan bobot terendah yakni sebesar 1,78 % sedangkan

    penurunan bobot paling tinggi yaitu pada kayu percabangan bagian gubal 3,42 %.

    Jin dan Laks (1994) mendukung pernyataan bahwa ekstraktif kayu teras

    bertanggung jawab secara luas dalam memberikan sifat keawetan, kayu teras

    merupakan kayu yang terbentuk akibat terjadinya penumpukan dan penguraian zat

    makanan yang kemudian terjadi penguraian gula dan membentuk senyawa

    polifenol.

    Penurunan bobot kayu kalapi saat akhir pengujian diklasifikasikan

    Berdasarkan klasifikasi SNI 7207 (BSN 2014) yang kemudian menunujkan bahwa

    kalapi termasuk kategori sangat tahan (

  • 48

    sehingga termasuk kelas awet I. tingginya kandungan ekstraktif kayu kalapi

    memberikan efek racun terhadap rayap tanah yang kemudian mengakibatkan

    aktifitas rayap selama pengujian menjadi tidak konsisten hingga menyebabkan

    mortalitas rayap menjadi meningkat. Hal tersebut kemudian menyebabkan bobot

    sampel kayu tidak mnegalami penurunan bobot yang sangat tinggi hingga

    diklasifikasikan sangat tahan terhadap serangan rayap berdasarkaSNI (2014).

    Selanjutnya, jika dibandingkan dengan penelitian Pritasari (2011)

    sebelumnya yang menguji keawetan alami kayu pinus, mangium, karet, dan

    sengon, Zevy Augrind L (2014) tentang keawetan alami kayu tumih maka kelas

    awet kayu kalapi lebih baik dibandingkan dengan lima jenis kayu tersebut. Sifat

    keawetan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan zat ekstraktif,

    umur pohon, bagian kayu dalam batang, kecepatan tumbuh, tempat tumbuh dan

    jenis organisme perusak serta tempat kayu tersebut akan digunakan (Martawijaya,

    1996). Namun demikian, sifat racun zat ekstraktif tersebut terhadap organisme

    perusak kayu bersifat selektif, misalnya suatu jenis kayu yang tahan terhadap

    jamur belum tentu tahan terhadap serangan organisme lain (Martawijaya, 1983;

    Febrianto, et al. 2000). Berdasarkan kelas keawetan kalapi yang diperoleh maka

    kayu ini diduga dapat digunakan diatas tanah yang lembab berkisar 8 tahun,

    sedangkan jika ditempat terbuka namun terlindung dari matahari dan hujan dapat

    mencapai 20 tahun.

  • 49

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Hasil analisis sidik ragam posisi letak dalam kayu memberikan pengaruh

    sangat nyata terhadap rendahnya penurunan bobot dan tingginya mortalitas rayap.

    Rata-rata penurunan bobot pangkal kayu teras merupakan penurunan bobot

    terendah 1,78 % sedangkan kayu gubal percabangan merupakan penurunan bobot

    tertinggi 3,42 %. Berdasarkan penurunan bobot yang diperoleh, seluruh sampel

    uji, kalapi masuk dalam kategori sangat tahan atau kelas awet I terhadap serangan

    rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) setelah dikalsifikasikan

    kedalam SNI 7207 (BSN, 2014). Hasil tersebut kemudian menunjukan bahwa

    kayu kalapi sangat tahan dari serangan rayap tanah dan dapat digunakan dengan

    jangka waktu yang cukup lama sesuai dengan tempat penggunaannya.

    B. Saran

    Keawetan alami suatu jenis kayu mempunyai sifat yang selektif, yang berarti

    awetnya kayu kalapi terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)

    belum tentu akan sama keawetan alaminya terhadap organisme perusak kayu

    lainnya. Berdasarkan hal tersebut maka sebaiknya dilakukan pengujian lebih

    lanjut tentang keawetan alami kayu kalapi terhadap seluruh organisme perusak

    kayu yang dapat merugikan dan membuat masa umur pakai kayu menjadi singkat.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Achmadi SS, 1990. Bahan Pengajaran : Kimia Kayu. Bogor : Pusat Antar

    Universitas Ilmu Hayati.

    Akbar., Optik Taupik. 2009. Ketahanan Kayu Yang Diawetkan Dengan Pengasapan

    Dari Serangan Rayap Tanah ( Coptotermes curvignathus Holmgren) dan

    rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light). Departemen Hasil

    Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

    Apri I H. 2005. Rayap Sebagai Serangga Perusak Kayu Dan Metode

    Penanggulangannya. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas

    Sumatra Utara.

    Amir, M. 2003. Rayap dan peranannya. Dalam : M. Amir dan S. kahono. Serangga

    Taman Nasional Gunung Haliman Jawa Bagian Barat. Bodiversity

    Conservation Project. LIPI. 51-62.

    Anisah LN. 2001. Zat ekstraktif kayu tanjung (Mimusops elengi Linn) dan kayusawo

    kecik (Manilkara kauki Dubard) serta pengaruhnya terhadap rayap tanah

    Coptotermes curvignathus Holmgren[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,

    Institut Pertanian Bogor.

    Astuti. 2013. Identifikasi, Sebaran dan Derajat Kerusakan Kayu Oleh Serangan

    Rayap Coptotermes (Isoptera: Rhinotermitidae) di Sulawesi Selatan.

    Disertasi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

    Makassar.

    Batubara., ridwanti. 2006. Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan Dan Gedung

    Dalam Upaya Pelestarian Hutan. USU Repository (online).

    (http://librsry.usu.ac.id/download/fp/060100140). Diakses tanggal 5 juli

    2015.

    Bignell DE, Roisin Y, Lo N. 2010. Biology of termites: Amodern synthesis.Springer,

    London.

  • BSN (badan standarisasi Nasional). 2014. SNI 7207: 2014 uji ketahanan kayu

    terhadap organisme perusak kayu. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

    Eggleton P. 2000. Global patterns of termite diversity. In termites: Evolution,

    sociality, symbioses, ecology. Edited by: Takuya Abe, David Edward

    Bignell and Masahiko Higashi. Kluwer Academic Publisher London. Hlm

    25-52.

    Febrianto F, W syafii, A Barata. 2000. Keawetan alami kayu jati (Tectona grandis L.

    f.) pada berbagai kelas umur. Jurnal teknologi hasil hutan. Fakultas

    kehutanan. IPB. 8(2):25-32. Bogor.

    Hunt, G. m dan G. A. garrat. 19986. Pengawetan kayu. Academica pressindo. Jakarta.

    Ibrahim. 2015. Komponen kimia kayu kalapi (Kalappia celebica Kosterm). Skripsi

    Jurusan Kehutanan. Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan. Universitas

    Halu Oleo. Kendari.

    Jin L, Laks PE. 1994. The Use of Natural Plant Product Wood Protection. di Dalam

    Wood Preservation in the 90s and Beyond. Prosiding Forest Product

    Society. Georgia, 26-28 September. Madison: Forest Product

    Society.hlm142-148

    Kuswantoro DP. 2005. Keawetan, deter