kearifan lokal akan selamatkan pilkada.doc

11
PERAN KEARIFAN LOKAL DALAM MENDUKUNG SUKSESI PILKADA SERENTAK TAHUN 2015 Oleh Prof. Dr. Marihot Manullang A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikenal dengan berbagai macam suku/etnis yang menyebar di seluruh daerah di kepulauan Nusantara. Setiap suku melahirkan keanekaragaman adat, sejarah, dan budaya yang menjadi asset kekayaan bangsa. Keanekaragaman budaya daerah tersebut dijadikan sebagai akar budaya Nasional Bangsa Indonesia (Bhinneka Tunggal Ika). Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan otonomi, mempunyai kewajiban melestarikan nilai sosial budaya. Dalam kurun tiga dasawarsa terakhir ini, perjuangan daerah untuk mencapai cita-cita tersebut semakin jauh dari yang diharapkan. Diantaranya penerapan kearifan lokal telah mengabaikan budaya lokal Simalungun sebagai kerarifan lokal Kota Pematangsiantar yang tidak dapat dipisahkan dari otonomi daerah, artinya bahwa otonomi budaya adalah bagian dari otonomi daerah. Melalui otonomi, daerah dituntut untuk dapat memperkenalkan jati diri dan identitas wilayahnya berdasarkan budaya kearifan lokal.

Upload: johanes-wilfrid-pangihutan-purba-se

Post on 04-Dec-2015

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

PERAN KEARIFAN LOKAL DALAM MENDUKUNG SUKSESI PILKADA SERENTAK TAHUN 2015

Oleh

Prof. Dr. Marihot Manullang

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia dikenal dengan berbagai macam suku/etnis yang menyebar di seluruh daerah di kepulauan Nusantara. Setiap suku melahirkan keanekaragaman adat, sejarah, dan budaya yang menjadi asset kekayaan bangsa. Keanekaragaman budaya daerah tersebut dijadikan sebagai akar budaya Nasional Bangsa Indonesia (Bhinneka Tunggal Ika). Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan otonomi, mempunyai kewajiban melestarikan nilai sosial budaya. Dalam kurun tiga dasawarsa terakhir ini, perjuangan daerah untuk mencapai cita-cita tersebut semakin jauh dari yang diharapkan. Diantaranya penerapan kearifan lokal telah mengabaikan budaya lokal Simalungun sebagai kerarifan lokal Kota Pematangsiantar yang tidak dapat dipisahkan dari otonomi daerah, artinya bahwa otonomi budaya adalah bagian dari otonomi daerah. Melalui otonomi, daerah dituntut untuk dapat memperkenalkan jati diri dan identitas wilayahnya berdasarkan budaya kearifan lokal.

Untuk mewujudkan nilai-nilai dan prinsip tersebut serta mencegah hilangnya identitas dan jati diri daerah dimasa mendatang diperlukan, tatanan masyarakat yang mengerti, menghargai memahami kearifan budaya lokal Kota Pematangsiantar. Di dalam tatanan kehidupan yang sesuai dengan kearifan lokal Kota Pematangsiantar itu etnis Simalungun sebagai bagian dari bangsa Indonesia bertekad untuk memperteguh identitas dan jati diri Kota Pematangsiantar (SAPANGAMBEI MANOKTOK HITEI) untuk mewujudkan warga Siantar yang berbudaya, berkeadilan, makmur, berahlak mulia dan bermartabat.

Page 2: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

Landasan hukum

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Peran dari kearifan lokal dalam Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015 :

CLIFFORD Geertz pernah mengatakan, mengubah keadaan itu bermula dari mengubah kognisi manusia yang diwujudkan dalam sistem simbolik tertentu, yang kemudian ditanamkan melalui proses learning dan sharing kepada masyarakat sampai menjadikan hal itu semua berlaku sebagai acuan berperilaku bersama.

Itu berarti kearifan lokal (traditional wisdom) yang berisi unsur kecerdasan, kreativitas, dan pengetahuan lokal dari para elite dan masyarakatnya adalah yang menentukan seberapa besar unsur lokalitas itu akan memberi peran dalam membangun peradaban politik dalam budaya masyarakatnya.

Kearifan lokal menjadi entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya, demikian penegasan Geertz. Di era otonomi daerah, kearifan lokal menjadi penentu yang mendorong daya gerak suatu daerah menuju kemajuan. Sebab berkembangnya suatu daerah sesungguhnya bukan saja ditentukan oleh faktor alam, faktor geografis, dan faktor sosiodemografis, tetapi yang lebih penting adalah kesanggupan bersikap asertif dan imperatif dalam menjadikan kearifan lokal sebagai milik diri dan pedoman hidup bagi masyarakatnya dalam kehidupan bersama.

Itu sebabnya kearifan lokal menjadi unsur tak terkalahkan pula dalam membahas wacana pilkada. Walau perdebatan tentang sukses pilkada selalu tertuju pada dua hal, yakni struktural dan kultural, tetapi apa pun dan bagaimanapun ukuran tentang kesuksesannya tidak seharusnya menyempitkannya ke dalam dua unsur itu tanpa membukanya ke lini yang lain. Ekstensivitas muatan kearifan lokal yang tersangsang oleh momentum pilkada paling tidak dapat menjadi sisi lain yang berlaku pula sebagai ukuran sukses pilkada.

Kata ahli kebudayaan, pilkada bukan sekadar metode politik dalam proses suksesi menuju kepemimpinan baru. Artinya, pilkada bukan sekadar kerangka sistem yang ditata dan diciptakan untuk menempatkan para elite dalam sistem kekuasaan yang nanti

Page 3: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

mengemban fungsi sebagai pengambil dan pelaksana kebijakan publik. Tetapi pilkada juga bermakna sebagai trigger yang merangsang bangkitnya kearifan lokal yang konon telah lama tiarap karena tidak diberi kesempatan berkembang.

Kearifan lokal dalam segala hal telah tergilas oleh wacana besar pembangunan yang sentralistik. Karena itu, sekarang dia telah menjadi barang investasi yang mati (the death capital), sementara kegunaannya sesungguhnya luar biasa.

Dalam kaitannya dengan pilkada, kearifan lokal dalam cara memilih pasangan kandidat umpamanya, termasuk juga cara mencegah gangguan keamanan, perlu kiranya dihidupkan secara terus-menerus. Saya yakin masing-masing daerah sudah memilikinya. Sekadar untuk memberikan contoh tentang bagaimana kearifan lokal hidup di daerah masing-masing yang telah dan sedang menggelar pilkada

Jadilah pemilih cerdas yang memiliki beretika dan berbudaya. Jangan Golput, jangan perjual belikan suara. Cegah konflik, serta tetap pelihara kearifan lokal. Kemudian masyarakat juga harus kontrol pelaksanaan pilkada ini. Sehingga tercipta pilkada yang jujur dan adil.

Masyarakat tidak boleh apatis dengan pengalaman-pengalaman pilkada sebelumnya. Namun justru saat inilah pemilih diminta lebih bijak menimbang dan menilai calon yang terbaik dari yang baik, sesuai dengan visi dan misi yang disampaikan.

Tujuan agar para pemilih di Kota Pematangsiantar turut mensukseskan pesta demokrasi nanti. Menghindari pelanggaran-pelanggaran pilkada yang bisa menjerat masyarakat ke ranah pidana seperti money politic, black campaign, menggunakan identitas palsu saat memilih, serta memberikan keterangan palsu.

a. Budaya lokal merupakan akar budaya nasional

b. Budaya daerah merupakan kekayaan bangsa yang perlu dilestarikan.

c. UU 32 tentang otonomi daerah

Page 4: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada

Meskipun terus-menerus dibayang-bayangi konflik, pelaksanaan pemilihan kepala daerah mulai Juni 2005 dipercaya bakal berjalan mulus karena ada kearifan lokal yang akan menjaganya. Sekalipun konflik antarpartai politik meruncing di tingkat pusat, tetap saja tidak ditemukan korelasi signifikan terhadap potensi konfliknya di tingkat lokal. Sekalipun kemungkinan masih ada muncul percikan masalah, tetap saja diyakini pilkada berlangsung lancar.

Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicated (SSS) Sukardi Rinakit saat tampil dalam diskusi sosialisasi pilkada di Jakarta, Kamis (12/5). Keterkaitan lokal akan menyelamatkan daerah dari ekses konflik akibat pelaksanaan pilkada. Sukardi menunjuk faktor agama, etnis, dan penduduk asli atau bukan sebagai hal sensitif yang harus diperhitungkan.

Sukardi juga menyebutkan, sejumlah daerah memang masih menghadapi masalah untuk menyelenggarakan pilkada. Karena itu, jika memang dirasa perlu ada penundaan, akan lebih baik langkah itu diambil ketimbang memaksakan sesuai jadwal namun mengorbankan kepentingan yang lebih besar. Pemaksaan agenda pilkada tanpa menimbang matang kesiapan penyelenggaraannya praktis hanya akan menguntungkan parpol yang relatif mapan. "Sebagai pengamat, saya curiga Partai Golkar akan mengambil keuntungan ini," kata Sukardi.

Dana

Dalam sesi terpisah, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum Departemen Dalam Negeri Sodjuangon Situmorang yang kini juga penjabat Gubernur Kalimantan Tengah mengakui bahwa persoalan dana masih merupakan problem riil yang dihadapi daerah menjelang pelaksanaan pilkada. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa daerah yang pilkadanya pada 2005 ini dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hanya saja, rumusan perimbangan beban APBN dan APBD memang masih belum tuntas seluruhnya.

Rumusan yang dibuat pemerintah adalah dana tersebut diperuntukkan bagi provinsi dan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada. Kenyataan di lapangan, kabupaten/kota yang provinsinya menyelenggarakan pemilihan gubernur pun mesti menyisihkan dana untuk pelaksanaan pilkada. Problem nya adalah alokasi APBN untuk itu belum terpikirkan sebelumnya.

Page 5: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

Selanjutnya, di bawah pemerintahan Presiden Megawati yang telah melakukan evaluasi yang mendasar, maka diterbitkanlah UU No. 32/2004 sebagai landasan hukum pemerintah daerah yang menggantikan UU No. 22/1999 karena dianggap tidak lagi sesuai setelah amandemen UUD 1945.4

Tahun 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dipilih secara langsung oleh rakyat. Peristiwa ini menandai babakan baru dalam sejarah politik daerah di Indonesia. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung diatur dalam UU No.32 / 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 56.5

Pemilihan kepala daerah ini dinilai sebagai perwujudan pengembalian “hak-hak dasar” masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah mendinamisir kehidupan demokrasi di tingkat lokal.Dalam Pasal 56 ayat (1) dikatakan :“Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” 63

Lihat dalam UU No. 22/1999 Pasal 144

Dr. Agussalim Andi Gadjong, S.H.,Op. Cit., Hal. 1675

UU No.32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan hasil revisi UU No.22/1992, yang secara final diputuskan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 29 September 2004.6

Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, Hal. 3Demokrasi di tingkat lokal mulai mekar, yang pada tahun 2005 untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia digelar perhelatan akbar “Pemilihan Kepala Daerah Langsung”, baik gubernur dan wakilnya, maupun bupati atau walikota dan wakilnya.

Page 6: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

bisa disebutkan seperti berikut:

Di Wonosobo misalnya, saya melihat kearifan lokal telah hidup di sana. Di tengah pertarungan politik yang sekarang mulai mengerucut ke dua pasangan kandidat yang sama-sama berasal dari incumbent. Bupati dan wakil bupati, yang secara kebetulan berasal dari kaum yang sama (nahdliyyin), telah terwujud slogan politik yang cerdas: "Inyong kepengin bupatine Wonosobo sing gantheng tur apik bobot bibite."

Slogan itu diciptakan oleh para loyalis wakil bupati. Ini sebuah ungkapan kearifan lokal yang sangat bermakna, karena tidak mengandung unsur penyerangan ke kandidat lain di tengah keterbatasan sumber daya.

Selain itu, di Purbalingga terkait dengan strategi mengantisipasi kerawanan sosial pernah pula dikembangkan sistem caraka dan model kampanye antiarak-arakan yang kemudian akan dikembangkan pula di Kabupaten Pati.

Itulah sejumlah contoh unsur lokalitas yang teraktifkan sebagai insight dan model pelaksanaan pilkada yang sangat berharga bagi daerah masing-masing. Semoga pilkada yang akan berlangsung di Kabupaten Purworejo dan Wonosobo juga bisa melahirkan insight bercorak lokalistik yang baru yang bermanfaat untuk kepentingan daerahnya dan daerah lain yang belum menggelar pilkada. Amien.

Page 7: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

Pemahaman nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bangka Barat membantu kerja Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kepala Daerah (Panwaslukada) meminimalkan pelanggaran

pemilu dan meredam potensi konflik pascapemilihan. "Sikap saling menghormati, mengutamakan kepentingan umum dan siap kalah yang dimiliki masyarakat setempat, merupakan sikap positif yang harus dikembangkan dalam menghadapi Pilkada Babel

pada 23 Februari 2012," ujar Anggota Panwaslukada Bangka Barat, H Sabari A Khaliq, Rabu (1/2). Ia menjelaskan, nilai kearifan lokal tersebut sebaiknya dikembangkan dan tetap dipegang teguh masyarakat agar disetiap Pilkada dan Pemilu tidak terjadi konflik seperti yang sering terjadi di daerah lain sehingga dapat menjaga situasi tetap kondusif. 

Sikap saling menghormati dan mengutamakan kepentingan umum, merupakan peninggalan nenek moyang yang sebaiknya dijaga sehingga perbedaan pendapat dan

siapa pun yang terpilih nantinya merupakan yang terbaik dan didukung untuk kepentingan daerah.

Page 8: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

    Sementara itu, kondisi saat ini di wilayah Bangka Barat bersih dari bebagai alat peraga

sosialisasi dan kampanye pilkada merupakan salah satu contoh pemahaman kearifan lokal tersebut dan meningkatnya kesadaran masyarakat menciptakan pesta demokrasi yang

jujur dan adil.  "Saat ini kami belum menerima laporan dari masyarakat dan tim sukses pasangan calon mengenai pelanggaran yang dilakukan calon lain," ujarnya didampingi anggota Panwaslu Bangka Barat yang lain Ruslan Effendi dan Bernard Mirza di kantor

kerjanya.  Berdasarkan peraturan, katanya, masa kampanye telah ditetapkan mulai 6 sampai 19 Februari 2012 dan peraturan tersebut telah diketahui dan disepakatibersama

antara Panwaslu dengan para pasangan calon beserta tim sukses.   

Ia mengatakan, pihaknya telah melakukan peningkatan kesadaran tim sukses masing-masing calon agar menaati kesepakatan yang berlaku sebelum melakukan penertiban dan

tidak memasang atribut-atribut yang mengandung unsur kampanye. ’Kami berharap situasi kondusif seperti saat ini terjaga hingga akhir tahapan pilkada dan sesuai harapan bersama," ujarnya.  Ia mengatakan, jika ada dugaan pelanggaran diharapkan masyarakat melaporkannya dan Panwaslu akan melanjutkannya sesuai aturan yang berlaku seperti denda dan tindakan hukum sesuai pasal 116 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2003

tentang Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sementara itu, Pamnwaslu Kecamatan meliputi Kecamatan Muntok, Simpang Teritip, Tempilang, Kelapa, Parittiga dan Jebus pada Kamis (25/1) telah berupaya menegakkan aturan yang berlaku dengan melakukan penertiban sejumlah alat peraga berupa baliho dan spanduk

yang mengandung unsur kampanye di wilayah masing-masing.  "Proses penertiban kami lakukan bersama Polsek dan Satpol PP Pemkab Bangka Barat, namun sampai saat ini

kami belum menerima laporan jumlah barang bukti," ujarnya.   

Ia menjelaskan, penertiban terhadap sejumlah baliho dan spanduk tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku, sebab, sebelumnya Panwaslu sudah mengimbau kepada

semua tim sukses para calon untuk menurunkan sejumlah atribut yang sudah terpasang karena belum memasuki masa kampanye.  Ia mengatakan, kesepakatan yang diambil para

tim sukses pasangan calon peserta pilkada spanduk, baliho dan bendera hanya boleh dipasang di posko tim sukses dan kantor DPC partai yang bersangkutan, selain itu

melanggar kesepakatan dan wajib untuk diturunkan.

Page 9: Kearifan Lokal Akan Selamatkan Pilkada.doc

Pilkada serentak tahun 2015 yang melibatkan 204 daerah seluruh Indonesia merupakan momentum perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2015, memang membawa angin segar perubahan. Selain berbicara efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Pilkada, membahas calon-calon yang akan bertarung juga tidak

kalah pentingnya untuk dibahas oleh kalangan kritis intelektual, akademisi, bahkan tokoh-tokoh bangsa.

''Dan pastinya, momentum ini tidak akan disia-siakan oleh kalangan intelektual kritis untuk mengambil peran dalam pilkada tersebut.

Adapun lima pernyataan Deklarasi Moral itu adalah Wujudkan Independensi, Integritas, dan Profesional Penyelenggara dan Pengawas Pilkada; Partai politik harus menjadi teladan, membangun moral, dan etika politik; Tolak praktik politik uang; Ciptakan

kampanye berkualitas, anti SARA, dan menjunjung keutuhan masyarakat; Membangun kecerdasan dan kewarasan politik pemilih untuk mendapatkan pemimpin yang amanah

dan berkualitas.