katarak kongenital fix
DESCRIPTION
refrat katarakTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.
Etiologi yang tepat dan mekanisme pembentukan katarak mungkin sulit untuk
memastikan di sebagian besar kasus (Sinha et al, 2009).Katarak kongenital
bilateral adalah penyebab paling umum kebutaan yang dapat dapat diobati
pada anak-anak, di seluruh dunia.Di negara berkembang, prevalensi kebutaan
katarak lebih tinggi, sekitar 1 sampai 4 per 10.000 kelahiran (Joseph, 2006).
Adanya katarak kongenital atau infantil merupakan ancaman terhadap
penglihatan, tidak hanya karena obtruksi langsung pada penglihatan namun
karena gangguan bayangn retina mengganggu maturasi visual pada bayi dan
mengakibatkan terjadinya ambliopia (James et al, 2005).
Studi yang mempelajari distribusi katarak kongenital pada anak dengan
usia 0-17 tahun yang lahir pada tahun 1959 dan 2001 dengan data 1027 anak-
anak, katarak bilateral didominasi oleh laki-laki, sedangkan katarak unilateral
didominasi oleh perempuan. Hampir dua pertiga dari kasus yang diteliti
etiologi tidak diketahui dimana kasus idiopatik merupakan proporsi yang
tertinggi untuk katarak unilateral (Hargard et al, 2004). Sebuah studi yang
mempelajari etiologi katarak bawaan pada 85 anak dengan etiologi katarak
kongenital ditemukan pada 62,5% kasus. Di antara kasus-kasus ini, 77,7%
adalah resesif autosomal dan 16% dari katarak kongenital dikaitkan dengan
penyakit sistemik atau sindrom dysmorphology. Penyakit metabolik dan
infeksi intrauterin ditemukan masing-masing dengan 7% dan 4,7% kasus (El
Fkih et al, 2007).
Penanganan operasi katarak pada anak-anak sangat berbeda untuk
operasi katarak pada orang dewasa. Operasi akan memerlukan anestesi umum
dimana terkait dengan jantung atau anomali bawaan lainnya. Anak-anak tidak
memiliki inti lensa keras,sehingga memungkinkan untuk menghapus seluruh
katarak dengan aspirasi saja. Ada dua operasi yang banyak digunakan untuk
bawaan katarak seperti lensectomy dan Extra-capsular Cataract Extraction
(ECCE). Lensectomy dilakukan pada kebanyakan anak-anak berusia di bawah
lima tahun, dan ECCE pada kebanyakan anak remaja. Penanganan pada
katarak kongenital berbeda dengan katarak yang disebabkan oleh usia,
dimana pada katarak kongenital tidak dapat ditunda dan aphakia segera
dikoreksi agar penglihatan dapat berkembang (Yortson, 2004).
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengenal lebih jauh tentang
Katarak kongenital, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan kepada pasien
secara benar dan akurat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital
merupakanpenyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganannya yang kurang tepat (Ilyas, 2010).
B. Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya
dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di
sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang
semipermeable (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan
memperoleh air dan elektrolit masuk.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lameral subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae
konsentris yang panjang.
Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas dibagian perifer lensa di dekat ekuator
dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula
(zonula zinni), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare
dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
E n a m p u l u h l i m a p e r s e n t e r d i r i d a r i a i r , s e k i t a r 3 5 % p r o t e i n ( k a n d u n g a n
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada nyeri, serta
pembuluh darah atau saraf di lensa (Vaughan, 2000).
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa
menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris
dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat.
Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan.
Kadang-kadang serta-serat ini menjadi keruh (opak), sehingga berkas cahaya
tidak dapat menembusnya, suatu keadaan yang dikenal sebagai katarak. Lensa
defektif ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan
dipulihkan dengan memasang lensa buatan atau kacamata kompensasi
(Sherwood, 2001).
1
C. Etiologi dan Epidemiologi
Katarak kongenital adalah perubahan pada kebeningan struktur lensa mata
yang muncul pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir. Katarak
jenis ini dapat terjadi di kedua mata bayi (bilateral) maupun sebelah mata bayi
(unilateral). Keruh/buram di lensa terlihat sebagai bintik putih jika
dibandingkan dengan pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan mata
telanjang. Dapat muncul dengan sporadic, atau dapat juga disebabkan oleh
kelainan kromosom, penyakit metabolis (galaktosemia), infeksi intraurin
(rubella) atau gangguan penyakit maternal selama masa kehamilan.
Sekitar 0,4 persen dari seluruh kelahiran, katarak kongenital ditemukan.
Katarak yang memperkeruh lensa normal biasanya terkait dengan proses
penuaan. Tetapi katarak kongenital muncul pada bayi baru lahir karena
berbagai alasan seperti keturunan (genetik), infeksi, masalah metabolism,
diabetes, trauma (benturan), inflamasi atau reaksi obat, sebagai contoh,
pengggunaan anti biotik tetracycline yang biasa digunakan pada perawatan
infeksi pada ibu hamil telah menunjukkan menyebabkan katarak pada bayi
baru lahir.
Katarak kongenital juga muncul jika, selama masa kehamilan, ibu bayi
menderita infeksi seperti campak atau rubella (penyebab paling lazim), rubela,
chicken pox, cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis,
influenza, virus Epstein-Barr, sifilis, dan toxoplasmosis.
Bayi yang telah tumbuh dan anak-anak dapat didiagnosa menderita
katarak, yang dikenal dengan pediatric cataract (katarak pada anak), karena
alasan serupa. Bagaimanapun, trauma terkait dengan kejadian seperti
pembesaran mata merupakan penyebab utama (40% dari kasus katarak pada
fase anak-remaja). Pada 33% dari kasus pediatric cataract, anak-anak
dilahirkan dengan katarak kongenital yang sudah didiagnosa sebelumnya.
Katarak Bilateral :
1. Idiopatik
2. Familial, biasanya autosomal dominant
3. Kelainan kromosom seperti Down syndrome, Edward syndrome, Patau
syndrome
4. Sindroma kraniofacial seperti Hallerman-Streiff, Rubenstein-Taybi,
Smith-Lemli-Opitz
5. Kelainan muskuloskeletal seperti conradi, Albright, distrophy myotonik
6. Kelainan ginjal seperti sindroma Lowe, sindroma Alport
7. Kelainan metabolik : galaktosemia, Fabry disease, Wilson disease,
mannisidosis, diabetes
8. Infeksi maternal (TORCH diseases)
9. Kelainan okular seperti aniridia, sindroma disgenesis segmen anterior
10. Toksisitas kortikosteroid atau radiasi
Katarak Unilateral
1. Idiopatik
2. Kelainan okular :
a. Persistent Hyperplastic primary Vitreous (PHPV)
b. Disgenesis segmen anterior
c. Tumor-tumor segmen posterior
3. Traumatik
D. Patofisiologi
Katarak kongenital terjadi karena infeksi pada waktu kehamilan oleh virus,
gangguan metabolik maupun karena janin mengalami gangguan genetika
oleh karena suatu sindroma. Infeksi yang paling sering menyebabkan katarak
kongenital ialah rubella, yang lainnya yaitu chicken pox, cytomegalovirus,
herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, Epstein-Barr virus,
syphilis, and toxoplasmosis. Katarak kongenital terjadi pada 1 diantara 2000
kelahiran hidup (Hilles dan Killy, 1994).
Katarak kongenital kedua mata terjadi akibat penyakit turunan, infeksi ibu
hamil akibat rubella, virus citomegali, Varisela, dan toksoplasmosis pada usia
kehamilan 1-2 bulan. Selain itu dapat juga disebabkan oleh cacat masa dan
akibat reaksi toksik misalnya steroid dan akibat radasi. Katarak pada satu
mata dapat disebabkan oleh beberapa kelainan mata bawaan, trauma dan
infeksi rubella.
Pada katarak kongenital karena infeksi rubella, terdapat 2 bentuk
kekeruhan yaitu sentral dan perifer jernih seperti mutiara atau kekeruhan
diluar nuclear yaitu korteks anterior dan posterior atau total. Mekanisme
terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa virus rubella dapat dengan
mudah melalui barier Plasenta. Virus dapat masuk atau terjepit didalam
vesikel lensa dan bertahan didalam lensa sampai 3 tahun ( Sidarta Ilyas.,
2010). Biasanya didapatkan pada ibu hamil 4 minggu pertama terinfeksi
rubella. Trias sindroma rubella : (mata, telinga, jantung)
1. kerusakan mata : katarak, mikroftalmus, retinopati berpigmen
2. kerusakan telinga : tuli karena kerusakan pada alat corti
3. kerusakan jantung : VSD ( ventrikel septal defect)
Katarak kongenital terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa
pada saat pembentukan serat lensa, gangguan metabolisme jaringan lensa
pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme
oksigen. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor seperti :
1. keturunan (genetik)
2. infeksi
3. masalah metabolism
4. diabetes
5. trauma (benturan)
6. inflamasi
7. atau reaksi obat (Wijaya, 2001)
E. Gejala dan tanda
Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria. Gejala
ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir karena pupil
miosis. Bila katarak binokular, penglihatan kedua mata buruk, orang tua
biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang melihat, tidak fokus,
atau kurang bereaksi terhadap sekitar. Gejala lain yang dapat dijumpai anatara
lain fotofobia, strabismus, nystagmus (Gondhowiardjo dan Simanjuntak,
2006).
Untuk mendiagnosis katarak kongenital pada bayi baru lahir perlu
dilakukan screening kira-kira pada umur enam minggu. Jika ditemukan salah
satu dari gejala dibawah ini maka segera rujuk ke spesialis mata anak.
1. Bayi memiliki bercak putih pada pupil atau keseluruhan pupil berwarna
putih pada satu atau kedua mata.
2. Sebuah refleksi mata merah yang tidak terlihat pada satu atau kedua mata
dengan kilatan fotografi
3. Bayi tidak merespon, memperhatiakn dan mengikuti gerakan mainan
4. Adanya nistagmus pada mata bayi
5. Mata bayi tidak sejajar (strabismus) (Allen dan Quarton, 2013).
Gambar 2. Bercak putih pada pupil
(sumber:www.perdami.or.id)
F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata
2. Pemeriksaan visus yang disesuaikan dengan umur
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter dan loupe, dengan slit
lamp sebelim dan sesudah dilakukan dilatasi pupil dengan
tropicamide 0.5%
4. Pemeriksaan USG, terutama bila unilateral
5. Konsultasi ke Departemen Pediatri untuk evaluasi kemungkinan
penyakit penyerta dan toleransi operasi.
6. Pemeriksaan biometri bila direncakan pemasangan lensa tanam
(Gondhowiardjo dan Simanjuntak, 2006).
G. Penatalaksanaan
Bila terdapat kekeruhan total atau sentral harus segera dilakukan
operasi. Bila kekeruhan sangat minim atau hanya sebagian, baik bilateral
atau unilateral, operasi mungkin tidak perlu atau dapat ditunda.
Rehabilitasi tajam penglihatan dapat dilakukan dengan pemberian
kacamata atau lensa kontak atau pemasangan lensa tanam
(Gondhowiardjo dan Simanjuntak, 2006).
Katarak yang mempengaruhi pengelihatan akan membutuhkan
pembedahan pelepasan katarak, diikuti dengan implan lensa buatan
intraocular lense (IOL).Hal-hal yang dipertimbangkan terkait kapan waktu
yang tepat untuk melasanakan operasi terkait dengan pertimbangan
komplikasi yang mungkin muncul apabila tidak segera dilakukan
pembedahan, seperti munculnya high intraocular (internal) eye pressure
(IOP) yang lebih dikenal dengan glaucoma sekunder. IOP yang tinggi
dapat muncul jika katarak terkait dengan cacat pada struktur aliran keluar
kelembaban di dalam mata. Penggunaan anestesi untuk pembedahan pada
bayi baru lahir juga dipertimbangkan sebagai faktor keselamatan.
Di sisi lain, operasi katarak dibutuhkan sesegara mungkin untuk
memastikan bahwa pengelihatan cukup jelas sehingga memungkinkan
perkembangan normal dari sistem indera pengelihatan bayi. Beberapa ahli
mengatakan waktu yang optimum untuk pembedahan katarak adalah
antara enam minggu hingga tiga bulan sejak kelahiran bayi. Rehabilitasi
pasca operasi dengan kaca mata, lensa kontak, atau keduanya biasanya
diibutuhkan untuk meraih hasil terbaik (Perdami, 2011).
H. Komplikasi
Komplikasi dari katarak kongenital yang tidak tertangani dengan baik
diantaranya adalah :
1. Ambliopia (mata malas)
Hal ini disebabkan mata yang katarak lebih lemah dibandingkan mata
sehatnya sehingga cenderung mengabaikan mata yang katarak tersebut.
2. Strabismus (mata juling)
Hal ini disebabkan karena ambliopia yang terjadi.
3. Kebutaan
4. High Intraocular (internal) eye pressure (IOP) atau Glaukoma sekunder
(Loebis,2010)
I. Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat
pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan
ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital total
atau unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang
progresif lambat (Ilyas, 2005),. Bila bedah pelepasan katarak dengan penggantian
IOL dilakukan dengan segera, umumnya menunjukkan hasil yang memuaskan
(PERDAMI, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Aldy, Fithria. 2010. Katarak Kongenital, Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utama Medan
Allen, M. L., dan Quarton, E., 2013. Congenital Cataract. Diakses dari
www.cuh.org.uk pada tanggal 13 Juni 2013 page 3
Biles DA, Kilty LA., 1994 Disorders of she lena, In: lscnberg SI, nil.The Eye in
Infancy. 2 nd. St Louis; Moaby pp336-73.
Dahan E. Pediatric cataract surgery. In: Yanoff M, Duker JS, eds. Ophthalmology.
3rd ed. St. Louis, Mo: Mosby Elsevier; 2008:chap 5.13.
El Fkih.,2007. Congenital Cataract Etiology. Tunis Med. 85:1025-9.
Gondhowiardjo, T. D., dan Simanjuntak, G.W. S., 2006. Panduan Manajemen
Klinis Perdami. Jakarta : CV. Ondo . hal 62-63
Haargaard B., Wohlfahrt J., Fledelius H.C., 2004. A Nationwide Danish Study of
1027 Cases of Congenital/Infantile Cataracts: Etiological and Clinical
Classifications. Ophthalmology.111:2292–8.
Haddrill, Marilyn., Slonim, Charles., 2013. Congenital Cataracts Causes,
Treatment, Outcomes. (diunduh dari http://www.allaboutvision.com/
conditions/congenital-cataracts.htm , 14 Juni 2013)
Heitmancik JF, Datilles M. Congenital and inherited cataracts. In: Tasman W,
James B., Chew C., Bron A., 2005.Lecture Notes Oftalmilogi.
Jakarta:Erlangga Medical Series. Pp 83.
Ilyas S., 2010. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: Penerbit FKUI. Pp201-202.
Jaeger EA, eds. Duane's Ophthalmology. 15th ed. Philadelphia, Pa:
Lippincott Williams & Wilkins; 2009:chap 74.
Junk AK, Morris DA. Cataracts and systemic disease. In: Tasman W, Jaeger EA,
eds. Duane's Ophthalmology. 15th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott
Williams & Wilkins; 2009:chap 41.
Loebis,R.2010.Katarak pada Anak.Surabaya. diakses pada tanggal 19 Juni 2013
dari www.Surabaya-eye-clinic.com
PERDAMI, 2011. Katarak Kongenital page 1. Diakses dari www.perdami.or.id
pada tanggal 13 Juni 2013.
PERDAMI. 2013. Katarak Kongenital page 1 (diunduh dari
http://www.perdami.or.id/?page=content. View &alias =custom88 14
Juni 2013)
PERDAMI. 2007. Katarak Kongenital.diakses pada tanggal 19 Juni 2013 dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001615.htm
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta
Vaughan DG, Absury T, Eva PR., 2000. Oftalmologi Umum Ed 14. Jakarta:
Widya Medika
Vorvick, L.J., Lusby F.W., Zieve, David., 2011. Congenital cataract. (diunduh
dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001615.htm, 14
Juni 2013)
Wijaya Nana., 2001. Ilmu Penyakit Mata. Surakarta : UNS Press.
YorstonDavid., 2004. Surgery for Congenital Cataract.Community Eye Health
17:23-25.