katalog koleksi museum negeri sonobudoyo...

87
KATALOG KOLEKSI MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO (KOLEKSI BIOLOGIKA) disusun oleh Dwi Pradnyawan Risa Herdahita Putri Aziz Ardi Wicaksono MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO YOGYAKARTA 2013

Upload: trankiet

Post on 02-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KATALOG KOLEKSI MUSEUM NEGERI

SONOBUDOYO (KOLEKSI BIOLOGIKA)

disusun oleh

Dwi Pradnyawan Risa Herdahita Putri Aziz Ardi Wicaksono

MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO YOGYAKARTA

2013

2 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KATALOG KOLEKSI MUSEUM NEGERI

SONOBUDOYO (KOLEKSI BIOLOGIKA)

disusun oleh

Dwi Pradnyawan Risa Herdahita Putri Aziz Ardi Wicaksono

Kerjasama Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta

Dengan Jurusan Arkeologi

Fakultas Ilmu Budaya, UGM 2013

3 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga laporan katalog yang berjudul KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013 dapat diselesaikan. Katalog ini disusun sebagai bagian dari Kegiatan Pelestarian, Pengkajian, dan Inventarisasi-Dokumentasi Koleksi yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Katalog ini disusun sedemikian rupa berdasarkan urut-urutan koleksi biologika yang ada di Museum Negeri Sonobudoyo. Semua koleksi biologika disimpan di Museum negeri sonobudoyo Unit II Dalem Condrokiranan, khususnya di Ruang Pamer 1. Katalog ini diuraikan dari koleksi biologika bambu, kemudian kayu keras, dan terakhir beberapa jenis fauna. Katalog ditulis dengan uraian mengenai koleksi dan keterangan-keterangan yang berkaitan dengannya. Setiap koleksi yang diuraikan disertakan foto agar nampak jelas jenis-jenisnya maupun pemanfaatannya.

Penulis sangat menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dan kerja sama dari pihak Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta dan seluruh tim kajian dan invendok Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, katalog ini tidak akan membuah hasil seperti yang diharapkan.

Terima kasih diucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Terima kasih ditujukan kepada:

1. Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2. Kepala Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta. 3. Seluruh Staf dan Kurator Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta. 4. Ketua Jurusan Arkeologi FIB UGM 5. Tim Jurusan Arkeologi FIB UGM, dan 6. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Kritik dan saran akan sangat bermanfaat bagi penyempurnaan laporan ini di kemudian hari. Akhir kata penulis berharap semoga laporan kajian ini bermanfaat dan ikut memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan permuseuman dan kajian arkeologi.

Yogyakarta, Desember 2013

Penulis

4 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................ 3

DAFTAR ISI .................................................................................... 4

DAFTAR FOTO ............................................................................... 6

PENGANTAR ................................................................................. 10

KOLEKSI FLORA: BAMBU ............................................................... 11

BAMBU WULUNG ................................................................. 18 BAMBU TUTUL ...................................................................... 20 BAMBU AMPEL ..................................................................... 22 BAMBU LEGI ......................................................................... 24 BAMBU GADING ................................................................... 26 BAMBU APUS ........................................................................ 28 BAMBU PETUNG ................................................................... 30 BAMBU ORI ........................................................................... 32

KOLEKSI FLORA: KAYU KERAS ....................................................... 34

KAYU JATI .............................................................................. 40 KAYU KELAPA ........................................................................ 43 KAYU JARANAN ..................................................................... 46 KAYU MINDI .......................................................................... 48 KAYU KEMUNING .................................................................. 50 KAYU SUKUN ......................................................................... 52 KAYU MAHONI ....................................................................... 54 KAYU NANGKA ....................................................................... 56 KAYU PULE ............................................................................. 58 KAYU PINANG ........................................................................ 60

KOLEKSI FAUNA ............................................................................ 62

OFSET AYAM KAMPUNG ........................................................ 65 OFSET AYAM BEKISAR ............................................................ 68 OFSET BURUNG MERPATI ...................................................... 70 OFSET LANDAK ....................................................................... 72 OFSET BURUNG KUTILANG .................................................... 74

5 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET ULAR SAWA KEMBANG ............................................... 76 OFSET ULAR KOBRA ................................................................ 78 OFSET KURA-KURA (BULUS) .................................................... 80 OFSET BIAWAK ........................................................................ 82

REFERENSI…………………………………………………………………………………… 83

6 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

DAFTAR FOTO Foto 1. Bambu Ori 13

Foto 2 dan 3. Pohon dan Batang Bambu Ampel 14

Foto 4 dan 5. Bambu Gading 14

Foto 6 dan 7. Bambu Petung 15

Foto 8 dan 9. Bambu Wulung 16

Foto 10. Miniatur Rumah Gadang dari Bambu 17

Foto 11. Alat Tradisional Musik Angklung 17

Foto 12. Bambu Wulung 19

Foto 13. Perabotan yang Terbuat dari Bambu Wulung 19

Foto 14. Bambu Tutul 21

Foto 15. Kursi yang Terbuat dari Bambu Tutul 21

Foto 16. Bambu Ampel 23

Foto 17. Sebuah Museum yang Memanfaatkan Bambu Ampel sebagai Konstruksi 23

Foto 18. Bambu Legi 25

Foto 19. Batang Bambu Legi 25

Foto 20. Bambu Gading 27

Foto 21. Sepeda Ontel Berbahan Bambu Gading 27

Foto 22. Bambu Apus 29

Foto 23. Bambu Apus 29

Foto 24. Bambu Petung 31

Foto 25. Pemanfaatan Bambu untuk Bangunan Sekolah 31

Foto 26. Bambu Ori 33

Foto 27. Kursi yang Terbuat dari Bambu Ori 33

7 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 28. Bangunan dari Kayu yang Ditunjukkan pada Salah Satu Panil Relief Candi Borobudur 35

Foto 29. Terlihat Pohon Kelapa pada Relief 36

Foto 30. Salah Satu Relief Candi Borobudur yang Memperlihatkan Pemanfaatan Kayu sebagai Peti 36

Foto 31. Relief pada Candi Sukuh Memperlihatkan Pohon Pinang 37

Foto 32. Tumpukan Kayu Jati 37

Foto 33. Kayu Mahoni 38

Foto 34. Ukiran Kayu Jati 38

Foto 35. Minyak Kelapa 39

Foto 36. Topeng Kayu Pule 39

Foto 37. Hutan Jati 41

Foto 38. Pintu Berbahan Kayu Jati 42

Foto 39. Daun Jati Dimanfaatkan untuk Membungkus Nasi 42

Foto 40. Pepohonan Kelapa 44

Foto 41. Rumah yang Terbuat dari Kayu Kelapa 45

Foto 42. Daun Kelapa Digunakan untuk Membuat Atap 45

Foto 43 dan 44. Pohon Mindi (Insert : Bunga, Buah dan Batang Pohon Mindi) 49

Foto 45. Pohon Kemuning 51

Foto 46 dan 47. Gagang Keris Terbuat dari Kayu Kemuning 51

Foto 48. Pohon Sukun 53

Foto 49. Olahan Buah Sukun 53

Foto 50. Pohon Mahoni 55

Foto 51. Meja Unik Berbahan Kayu Mahoni 55

Foto 52. Pohon Nangka yang Subur 57

Foto 53. Gudeg Merupakan Hasil Olahan Buah Nangka 57

8 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 54. Pohon Pule 59

Foto 55 dan 56. Kerajinan Topeng dari Bahan Kayu Pule 59

Foto 57. Pepohonan Pinang 61

Foto 58. Dimanfaatkan untuk Perlombaan Panjat Pinang 61

Foto 59. Ular kobra 62

Foto 60. Burung Merpati 63

Foto 61. Burung Kutilang 63

Foto 62. Landak 64

Foto 63. Biawak 64

Foto 64. Ayam Kampung Jantan dan Betina 66

Foto 65. Ayam Kampung Betina 67

Foto 66. Ayam Kampung Jantan 67

Foto 67. Ayam Bekisar 69

Foto 68. Ayam Bekisar 69

Foto 69. Pasangan Burung Merpati 71

Foto 70. Merpati Sebagai Simbol Perdamaian 71

Foto 71. Landak Mini 73

Foto 72. Landak Terkenal dengan Durinya yang Beracun 73

Foto 73. Burung Kutilang Terkenal Karena Suaranya Indah 75

Foto 74. Burung Kutilang 75

Foto 75. Ular Sawa Kembang 77

Foto 76. Ular Sawa Kembang atau Sering Disebut Sanca Kembang 77

Foto 77. Ular Kobra 79

Foto 78. Ular Kobra Bisanya sangat Mematikan 79

Foto 79. Bulus 81

Foto 80. Kura-Kura (dalam Bahasa Jawa Sering Disebut Bulus) 81

9 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 81. Biawak 83

Foto 82. Biawak 83

10 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

PENGANTAR

Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta memiliki ribuan koleksi dengan berbagai koleksi yang dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, diantaranya koleksi Biologika yang meliputi beberapa jenis koleksi flora dan fauna.

Koleksi Biologika Museum Negeri Sonobudoyo terdiri dari koleksi flora yakni berbagai jenis pohon dan bambu serta fauna yang telah diawetkan (ofset). Koleksi flora yang dimiliki oleh Museum negeri sonobudoyo bukan merupakan koleksi pohon yang utuh namun bagian-bagiannya saja utamanya batang pohonnya. Sebaliknya koleksi fauna merupakan beberapa spesies yang telah diawetkan secara utuh. Semua koleksi biologika diperoleh berdasarkan pengadaan benda koleksi oleh Museum Negeri Sonobudoyo pada tahun 1993 dalam bentuk yang telah diawetkan ketika diperoleh oleh pihak museum.

Tujuan dari pengadaan koleksi biologika adalah untuk memberikan informasi dan edukasi akan flora dan fauna yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, dipelihara, dibudidayakan serta hidup berdampingan dengan manusia, baik di lingkungan pemukiman, ladang, tegalan dan sawah, hingga daerah perbukitan.

Katalog ini disusun dengan uraian masing-masing koleksi biologika, yakni koleksi biologika bambu, koleksi biologika kayu keras, dan koleksi biologika fauna, secara berturut-turut.

11 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KOLEKSI FLORA: BAMBU

Koleksi biologika flora khususnya tanaman bambu (bambuseae) Museum Negeri Sonobudoyo meliputi koleksi dengan berbagai jenis, seperti Bambu Wulung, Tutul, Ampel, Legi, Gading, Apus, Petung, dan Ori. Jenis-jenis bambu ini merupakan jenis yang sering sekali dimanfaatkan di Indonesia, khususnya Pulau Jawa untuk berbagai keperluan manusia. Koleksi ini disimpan di Museum Negeri Sonobudoyo Unit II Dalem Condrokiranan pada ruang pamer 1.

Tujuan khusus dari Museum Negeri Sonobudoyo mengkoleksi berbagai jenis spesies bambu dikarenakan karena bambu banyak sekali manfaatnya dan dipergunakan manusia baik sebagai bahan konstruksi bangunan, perabot rumah tangga, kerajinan, alat musik, alat transportasi dan makanan yang dapat dikonsumsi, pakan hewan, bahkan dapat sebagai obat-obatan. Menilik dari keragaman manfaatnya, tanaman bambu sering disebut sebagai salah satu “tanaman ajaib” atau “tanaman multiguna”. Salah satu contoh dari ragam guna bambu ini nampak pada kegiatan pramuka di sekolah-sekolah yang pada umumnya menggunakan bambu. Bambu dipergunakan sebagai tongkat bendera regu, dijalin sebagai tandu, tiang bendera, atau tiang untuk kemah. Hal ini menunjukkan bahwa sejak dini bambu telah diperkenalkan sebagai tanaman multiguna, yakni tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kebutuhan manusia.

Bagian yang paling banyak dimanfaatkan dari tanaman bambu adalah bagian batangnya yang keras namun sekaligus juga lentur. Kekerasan batang bambu bahkan tidak kalah dari beberapa jenis kayu keras seperti Jati bahkan beberapa spesies memiliki kekuatan melebihi baja. Bagian tunas dan daun juga dipergunakan baik untuk makanan, obat-obatan, atau sekedar pembungkus bahan makanan. Bagian tunas atau rebung dapat diolah menjadi beberapa jenis masakan yang banyak disukai masyarakat dan dinyakini sangat berkhasiat karena kaya serat sehingga baik untuk kesehatan. Kemudian Akar bambu juga dipergunakan sebagai kerajinan. Dapat dikatakan semua bagian dari tanaman bambu dapat dimanfaatkan.

12 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Selain dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan manusia, dalam ekosistem atau lingkungan alami tanaman bambu juga berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida sehingga dapat mengurangi polusi udara. Rumpun bambu mempunyai potensi dalam melestarikan lingkungan, karena pertumbuhannya cepat dan akarnya mampu mengawetkan tanah dan mengurangi erosi serta longsor. Kekuatan sekaligus kelenturannya seringkali bermanfaat untuk menahan banjir yang terjadi di sepanjang sungai.

Dari sekitar 1.250-an spesies bambu yang ada di dunia, 100-an spesies merupakan spesies bambu asli atau endemik yakni bambu yang hanya tumbuh di wilayah Indonesia. Di Pulau Jawa khususnya, tanaman bambu masih banyak dijumpai, khususnya di wilayah pedesaan atau hutan. Di Kota bambu masih juga dapat ditemui namun pada lahan yang terbatas. Pring, awi, Buluh, eru, dan aur adalah nama-nama lain dari bambu yang dikenal di Indonesia.

Bambu tergolong sumber daya alam yang terbarukan. Karena sifatnya inilah bambu kemudian dibudidayakan oleh manusia pada wilayah-wilayah yang luas. Karena tergolong tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat, batang bambu khususnya dapat dipanen pada usia tanam 3-7 tahun.

Bambu termasuk dalam keluarga (family) rumput-rumputan (Poaceae), genus (Bambuseae) dengan ruas (jarak buku) dan rongga di batangnya. Oleh karena termasuk keluarga rerumputan, bambu menjadi salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat. Bambu tumbuh menjulang vertikal dengan ketinggian yang berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Ada jenis spesies yang tumbuh beberapa inci saja, namun ada pula spesies yang mampu tumbuh menjulang hingga 30 meter.

Bambu juga tumbuh dengan diameter yang berbeda-beda dari ukuran diameter 1 cm hingga 25 cm. oleh karena itu selain karena kekerasan dan kelenturannya, berdasarkan diameternya bambu dipergunakan untuk berbagai keperluan yang beragam. Bambu dengan diameter yang kecil (kira-kira 1-2 cm) seperti bambu cendani (Phyllostachys bambusoides Sieb) dipergunakan untuk berbagai kerajinan seperti batang pancing, gagang sapu, atau tongkat bendera pramuka.

13 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Sedangkan beberapa spesies bambu dengan diameter besar (kira-kira 20-25 cm) seperti bambu petung (Dendrocalamus asper) atau bambu sembilang (Dendrocalamus giganteus) sering dipakai dalam konstruksi bangunan.

Selain panjang dan diameter biasanya tipe atau jenis bambu dapat dibedakan dari daun, akar, ruas, dan warnanya. Keempat hal inilah yang kemudian dijadikan dasar utama perbedaan penamaan atau karakter tiap spesies atau jenis. Berdasarkan daun, bambu akan dibedakan berdasarkan panjang-pendeknya daun atau besar kecilnya daun. Akar umumnya berdasarkan dasar tumbuhnya akar apakah itu bipodial (akar rumpun) atau monopodial (satu akar tempat tumbuh). Di Indonesia kebanyakan jenis-jenis bambu tumbuh secara bipodial, hanya bambu cendani saja yang tumbuh secara monopodial. Berdasarkan ruas, biasanya dilihat jarak antar ruas atau buku, apakah jarak yang rapat atau lebar. Sedangkan yang terakhir, biasanya yang mudah untuk diamati adalah warnanya. Spesies-spesies bambu memiliki karakter warna yang beragam, di Indonesia karakter berdasarkan warna yang cukup dikenal adalah Bambu Wulung yang berwarna hitam, Bambu Kuning, atau Bambu Tutul yang berwarna tutul-tutul kehitaman.

Foto 1. Bambu Ori

Sumber : www.bambooweb.info

14 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 2 dan 3. Pohon dan Batang Bambu Ampel

Sumber : www.bambooweb.info

Foto 4 dan 5. Bambu Gading Sumber : www.bambooweb.info

15 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 6 dan 7. Bambu Petung Sumber : www.bambooweb.info

16 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 8 dan 9. Bambu Wulung Sumber : www.bambooweb.info

17 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 10. Miniatur Rumah Gadang dari Bambu

Sumber : www.mingai.org

Foto 11. Alat Tradisional Musik Angklung

Sumber : Indonesia-tradition.blogspot.com

18 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

BAMBU WULUNG (Gigantochloa atroviolacea Widjaja) Reg. 225; Inv. 02.1.01 T: 158 cm; D: 9 cm

Koleksi berupa potongan bamboo yang tidak utuh (daun dan ranting tidak ada) berbetuk lurus memanjang, berwana coklat dan terdiri dari beberapa buku/ruas. Koleksi dalam keadaan baik.

Bambu Wulung atau dikenal sebagai bambu hitam dapat tumbuh mencapai tinggi hingga 20 meter, berdiameter 6-8 cm dengan jarak buku dari 40-50 cm. Ciri yang membedakan dari spesies lainnya adalah warnanya yang kebanyakan hitam walau kadang ditemui dengan warna hijau-coklat tua dan keunguan.

Jenis Spesies ini banyak ditanam di daerah tropis lembab, seperti di Indonesia. Bambu Wulung yang dibudidayakan dapat dipanen

pada masa umur 4-5 tahun.

Bambu Wulung dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku alat musik seperti angklung, calung, gambang, dan celempung. Selain itu karena karakteristik warnanya yang khas hitam biasanya menjadi pilihan bahan baku industri kerajinan atau pembuatan mebel. Di Jawa, jenis mebel tradisional yang dibuat dengan bahan baku bambu wulung adalah lincak. Selain itu tunas muda atau rebungnya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran.

19 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 12. Bambu Wulung

Foto 13. Perabotan yang Terbuat dari Bambu Wulung

Sumber : http://cvslametagrosejahtera.blogspot.com

20 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

BAMBU TUTUL (Bambusa maculata widjaja)

Reg. 256; Inv. 02.1.02 T: 158 cm; D: 9 cm

Koleksi berupa potongan bambu yang tidak utuh (daun, ranting tidak ada) berbetuk lurus memanjang, berwana coklat dan terdapat bintik-bintik berwarna coklat tua, terdiri dari beberapa ruas/buku. Koleksi dalam keadaan baik.

Bambu Tutul atau Pring Tutul dalam bahasa Jawa merupakan jenis bambu yang unik dikarenakan warnanya yang mempelihatkan motif tutul-tutul atau seperti jelaga-jelaga hitam diatas warna dasarnya yang hijau. Jenis ini dapat tumbuh menjulang hingga 20 meter dengan diameter sekitar 12 cm.

Karena keunikan warnanya atau motifnya Bambu Tutul banyak dimanfaatkan utamanya dalam pembuatan furnitur dan kerajinan tangan lainnya, juga sebagai hiasan dinding, wallpaper, dan juga lantai atau paraket serta untuk instrumen musik.

21 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 14. Bambu Tutul

Foto 15. Kursi yang Terbuat dari Bambu Tutul

Sumber : http://muthiabamboo.blogspot.com

22 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

BAMBU AMPEL Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland Reg. 257; Inv. 02.1.03 T: 132 cm; D: 8 cm

Koleksi berupa potongan bambu yang tidak utuh (daun dan ranting tidak ada) berbetuk lurus memanjang, berwana coklat dan terdiri dari beberapa ruas/buku. Koleksi dalam keadaan baik.

Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland memiliki dua tipe yang dibedakan berdasarkan warnanya, yakni Bambu Kuning (berbatang kuning) dan Bambu Ampel (berbatang hijau) atau yang sering disebut Pring Ampel atau haur. Bambu Ampel dapat tumbuh menjulang 10-20 meter, berdiameter 4-10 cm dengan jarak buku 20-45 cm. Jenis bambu ini dinyakini paling banyak dibudidayakan dan dapat tumbuh di sepanjang sungai.

Bambu Ampel banyak tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Bambu Ampel yang dibudidayakan dapat dipanen pada umur 3 tahun. Sedangkan rebungnya (tunas muda) dapat dipanen 1 minggu setelah keluar dari permukaan.

Tunas muda dari Bambu Ampel dan Bambu Kuning dapat dipergunakan sebagai obat liver, hepatitis, dan obat bengkak dengan cara meminum air rebusan rebung. Daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat penurun panas, dan getahnya dapat dipakai sebagai obat demam dan hematuria. Batangnya banyak dimanfaatkan untuk industri mebel, bahan bangunan, perlengkapan perahu tradisional dan juga baik sebagai bahan kertas. Spesies serumpun Bambu Ampel, yakni Bambu Kuning banyak dinyakini masyarakat Jawa memiliki nilai magis tinggi yang dipercaya dapat mengusir roh-roh halus, sehingga seringkali ditanam di dalam pekarangan rumah.

23 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 16. Bambu Ampel

Foto 17. Sebuah Museum yang Memanfaatkan

Bambu Ampel sebagai Konstruksi Sumber : www.dmh.org

24 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

BAMBU LEGI (Gigantochloa atter) Reg. 259; Inv. 02.1.05 T: 175 cm; D: 7 cm

Koleksi berupa potongan bambu yang tidak utuh (daun, ranting tidak ada) berbetuk lurus memanjang, berwana coklat dan terdiri dari 6 ruas/buku. Koleksi dalam keadaan baik.

Bambu legi atau sering disebut sebagai Bambu Ater mampu tumbuh menjulang hingga 25 meter dengan diameter 5-10 cm.

Bambu Legi memiliki warna hijau. Bambu ini banyak dibudidayakan dan dapat dipanen pada umum 3-4 tahun.

Bambu legi dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal seperti bahan bangunan, furnitur, pagar, dinding, berbagai kerajinan tangan, dan instrumen musik. Rebung bambu legi ini terkenal enak sehingga banyak dipergunakan sebagai bahan masakan.

Salah satu keistimewaan dari Bambu Legi adalah batangnya yang lurus, ruas yang panjang atau lebar serta jika telah dipanen dan kemudian dikeringkan menghasilkan warna yang bagus, yakni kuning cerah.

25 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 18. Bambu Legi

Sumber : www.bambooweb.info

Foto 19. Batang Bambu Legi Sumber : www.bambooweb.info

26 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

BAMBU GADING (Schizostachyum brachycladum Kurz) Reg. 260; Inv. 02.1.06 T: 125 cm; D: 7 cm

Koleksi berupa potongan bambu yang tidak utuh (daun dan ranting tidak ada) berbetuk lurus memanjang, berwana coklat dan terdiri dari 8 ruas/buku. Koleksi dalam keadaan baik.

Bambu Gading sering pula dikenal dengan nama Bambu Talang atau Bambu Tali Kuning. Bambu dapat tumbuh hingga tinggi 15 meter, berdiameter 7-10 cm, jarak buku 30-60 cm, serta memiliki warna hijau, hijau kebiruan, hingga hijau keemasan dengan garis-garis hijau. Berdasarkan warnanya bambu gading memiliki dua jenis tipe yakni Bambu Gading Hijau Kebiruan dan Bambu Gading Luning Keemasan dengan bercak-bercak hijau.

Bambu Gading umumnya tumbuh di tanah yang liat dan berpasir. Jika dibudidayakan dapat dipanen pada umur 3-5 tahun.

Jenis ini biasa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti bahan atap rumah, kerajinan atau pipa air. Batang yang berwarna kuning keemasan umum dimanfaatkan sebagai ornamen hias. Rebung dapat dimanfaatkan namun jika dimasak rasanya sedikit pahit.

27 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 20. Bambu Gading

Sumber : http://dewihajar-a1-10.blogspot.com/2011/07/si-bambu-kuning.html;

Foto 21. Sepeda Ontel Berbahan Bambu Gading

Sumber : http://nuraminfatah.wordpress.com

28 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

BAMBU APUS (Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schultes) Kurz) Reg. 261; Inv. 02.1.07 T: 132 cm; D: 8 cm

Koleksi berupa potongan bambu yang tidak utuh (daun dan ranting tidak ada) berbetuk lurus memanjang, berwana coklat dan terdiri dari 5 ruas/buku. Koleksi dalam keadaan baik.

Bambu Apus atau di Jawa lebih dikenal dengan nama Pring Apus. Jenis ini dapat tumbuh hingga 30 m dengan diameter 4-13 cm dan jarak buku 20-75cm. Memiliki warna hijau keabu-abuan cenderung kuning mengkilap.

Bambu Apus dapat tumbuh di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Jika dibudidayakan dapat dipanen pada umur 1-3 tahun terutama pada musim kering atau kemarau.

Bambu Apus biasa dipergunakan sebagai pagar penghias, berbagai jenis kerajinan sepert peralatan

mancing, pegangan payung, bahan tali bambu dan juga dipakai dalam pembuatan kertas serta industri pulp. Kadang jenis ini ditanam sebagai penghalau angin kencang (wind-break). Dalam tradisi masyarakat zaman dahulu, kulit batangnya yang terkenal tajam seringkali dipergunakan sebagai alat untuk memotong tali pusar bayi yang baru lahir.

29 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 22. Bambu Apus

Foto 23. Bambu Apus

Sumber : www.bambooweb.info

30 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

BAMBU PETUNG (Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex Heyne) Reg. 262; Inv. 02.1.08 T: 176 cm; D: 7 cm

Koleksi berupa potongan bambu yang tidak utuh (daun, ranting tidak ada) berbetuk lurus memanjang, berwana coklat dan terdiri dari 8 ruas/buku. Koleksi dalam keadaan baik.

Bambu Petung merupakan jenis bambu yang dapat tumbuh dengan tinggi hingga 20 m, berdiameter 8-20 cm dengan jarak buku 10-20 cm di bagian bawah dan 30-50 cm di bagian atas). Bambu Petung terbilang istimewa karena merupakan salah satu bambu berdiameter besar sehingga termasuk salah satu bambu yang bernilai tinggi.

Bambu jenis ini termasuk bambu yang dapat tumbuh di semua jenis tanah terutama yang

berdrainase baik. Jika dibudidayakan dapat dipanen setelah umum 3 tahun.

Bambu Petung dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan konstruksi bangunan maupun jembatan bambu, penampungan air, atau berbagai peralatan masak. Rebung Bambu Petung termasuk rebung terbaik dan terasa manis jika dimasak.

31 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 24. Bambu Petung

Foto 25. Pemanfaatan Bambu untuk Bangunan Sekolah

Sumber : http://bamboeindonesia.wordpress.com

32 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

BAMBU ORI (Bambusa bambos (L.) Voss) Reg. 263; Inv. 02.1.09 T: 195 cm; D: 9,5 cm

Koleksi berupa potongan bambu yang tidak utuh (daun, ranting tidak ada) berbetuk lurus memanjang, berwana coklat dan terdiri dari beberapa ruas/buku. Koleksi dalam keadaan baik.

Bambu Ori atau sering dikenal sebagai bambu duri dapat tumbuh hingga tinggi mencapai 30 m, berdiameter 15-18 cm dengan jarak buku atau ruas 20-40 cm.

Bambu Ori dapat dibudidayakan pada tanah basah, dan secara alamiah biasanya dapat ditemui di sepanjang sungai. Jika dibudidayakan jenis ini dapat dipanen pada umur 3-4 tahun.

Bambu Ori dapat dimanfaatkan rebungnya, daun (sebagai pakan ternak dan obat), bibitnya (sebagai bahan makanan) dan batangnya. Batangnya dapat jika diolah dapat dipakai dalam industri pulp, bahan kertas, kayu lapis, bahan dasar pembuatan semir sepatu, lem perekat, kertas karbon, dan kertas kraf tahan air. Rebusan daunnya dapat dipergunakan sebagai penyejuk mata dan juga obat demam, bronchitis, dan gonorrhoea. Manfaat lainnya adalah sebagai pengendali banjir jika ditanam di sepanjang sungai.

33 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 26. Bambu Ori

Foto 27. Kursi yang Terbuat dari Bambu Ori Sumber : http://novarindocraft.indonetwork.co.id/;

34 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KOLEKSI FLORA: KAYU KERAS

Koleksi biologika flora jenis-jenis kayu Museum Negeri Sonobudoyo meliputi koleksi berbagai jenis kayu yang berasal dari berbagai pohon yang namanya sama dengan jenis kayunya, yakni kayu jati, kayu kelapa, kayu jaran(an), kayu mindi, kayu kemuning, kayu sukun, kayu mahoni, kayu nangka, kayu pule, dan kayu pinang. Koleksi ini disimpan di Museum Negeri Sonobudoyo Unit II Dalem Condrokiranan pada ruang pamer 1.

Kayu-kayu tersebut diatas berasal pohon yang banyak tumbuh atau dibudidayakan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Seperti halnya bambu, hampir sebagian besar pohon-pohon yang disebut di atas merupakan pohon multiguna, yang tidak hanya saja dapat dimanfaatkan batang kayunya, namun juga berbagai bagian pohon lainnya seperti daun, akar, kulit kayu, bunga, dan buahnya untuk berbagai kebutuhan seperti bahan bangunan, makanan, minuman, obat-obatan, dan kerajinan tangan. Bahkan secara tidak langsung berbagai jenis hewan yang seringkali ditemui pada pohon-pohon tersebut juga dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh manusia.

Kayu telah dipakai oleh umat manusia semenjak dapat mengolahnya untuk berbagai kebutuhan hidupnya. Pemakaian kayu telah nampak pada masa prasejarah dan berlanjut ke masa kini. Bangunan-bangunan awal yang didirikan manusia banyak memanfaatkan kayu baik keseluruhan maupun bagian-bagiannya saja baik itu untuk tempat tinggal maupun bangunan publik lainnya, demikian pula hal dengan untuk kebutuhan alat transportasi dan furniture atau perabot rumah tangga. Salah satu pemanfaatan kayu untuk berbagai keperluan pada masa lampau nampak pada relief Candi Borobudur yang banyak memperlihatkan pemakaian kayu tersebut.

Kayu selain dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri, juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Banyak berbagai jenis kayu bermutu tinggi yang diperdagangkan. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tersebut, selain diambil kayunya dari hutan-hutan alami, banyak kayu saat ini yang diambil dari hutan budidaya.

35 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Dari berbagai jenis kayu koleksi Museum Negeri Sonobudoyo ada beberapa kayu yang bermutu dan bernilai tinggi, juga memiliki nilai multiguna yang tinggi. Kayu jati dan kelapa merupakan jenis kayu dari pohon yang memiliki nilai tersebut. Jati misalkan merupakan kayu kelas satu, karena kekuatannya, tahan terhadap rayap, dan memiliki serat yang baik. Furnitur dari kayu jati terkenal sangat mahal harganya, karena selain kuat juga memiliki keindahan alamiah dari tekstur kayunya. Demikian pula dengan kelapa, kayunya walau bukan kayu yang terbaik, lebih mudah lapuk dan tidak tahan rayap, namun mudah didapatkan dan lebih murah harganya, sehingga dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan, baik untuk komponen rumah tinggal maupun perabot.

Selain dua jenis kayu tersebut masih banyak jenis kayu yang lain yang juga memiliki nilai yang cukup tinggi, yang akan diuraikan pada masing-masing koleksi di halaman selanjutnya.

Foto 28. Bangunan dari Kayu yang Ditunjukkan pada

Salah Satu Panil Relief Candi Borobudur Sumber : N. J. Krom 1927

36 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 29. Terlihat Pohon Kelapa pada Relief

Sumber : N. J. Krom 1927

Foto 30. Salah Satu Relief Candi Borobudur yang Memperlihatkan Pemanfaatan Kayu sebagai Peti

Sumber : N. J. Krom 1927

37 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 31. Relief pada Candi Sukuh yang

Memperlihatkan Pohon Pinang Sumber: Foto Risa Herdahita

Foto 32. Tumpukan Kayu Jati

Sumber : http://geraiasmindo.com/?p=1536;

38 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 33. Kayu Mahoni

Sumber : https://bisnisbantul.wordpress.com/category/kayu-mahoni/;

Foto 34. Ukiran Kayu Jati pada Gebyok Koleksi

Museum Negeri Sonobudoyo Sumber : Foto Dwi Pradnyawan

39 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 35. Minyak Kelapa

Sumber : http://nurmungil.com/manfaat-minyak-kelapa;

Foto 36. Topeng Kayu Pule

Sumber : http://selasasore.wordpress.com/;

40 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU JATI Berasal dari Pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Reg. 264; Inv. 02.1.10 T: 128 cm; D: 17 cm

Koleksi berupa potongan kayu jati yang berbetuk lurus memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Kayu jati berasal dari pohon jati yang termasuk dalam keluarga Lamiaceae (suku tumbuhan berbunga), dengan genus Tectona merupakan jenis pohon

besar dengan batang yang lurus, dapat tumbuh menjulang hingga 45 m, memiliki diameter hingga 2,5 m. Daunnya besar cenderung berbentuk elips dengan lebar sampai dengan 60 cm. Pohon Jati dapat berumur hingga ratusan tahun, bahkan dengan diameter dan ketinggian yang lebih, namun rata-rata pohon jati tumbuh mencapai 9-11 m dengan diameter sampai dengan 1,5 m. Ada banyak spesies jati yang tumbuh, beberapa yang tumbuh dan dikenal di Indonesia diantaranya adalah Jati Emas, Jati Perhutani atau Jati Plus Perhutani yang dikembangkan Perhutani, Jati Utama yang dikembangkan di Kep, Muna di Sulawesi, dan Jati Super Gama yang dikembangkan di Cepu, Jawa Tengah. Jati Perhutani merupakan jenis jati terbaik dibandingkan jenis-jenis yang lain.

Pohon jati diperkirakan merupakan spesies asli dari Burma (Myanmar) kemudian menyebar ke India, Thailand, Philiphina, dan Ke Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, Jati tumbuh dengan subur terutama di daerah kapur atau karst. Hal ini karena pertumbuhan jati membutuhkan zat kalsium dan fosfor, dan tumbuh tidak tergenang air atau tumbuh di iklim yang agak kering.

Selain kayunya, daun jati yang lebar seringkali juga dimanfaatkan pembungkus makanan. Ulat jati dan kepompongnya serta belalang kayu yang berhabitasi di pohon jati seringkali dimanfaakan sebagai makanan. Selain gelondong kayu, ranting-rating kayu jati juga dimanfaatkan terutama sebagai kayu bakar atau dibuat arang.

Kayu Jati merupakan jenis kayu yang istimewa karena kekuatan, estetika tekstur, dan keawetannya. Dapat dikatakan kayu jati merupakan kayu kelas I dan oleh karenanya merupakan kayu termahal. Meskipun terkenal keras dan kuat, namun mudah kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan seperti di pahat.

41 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Tekstur atau pola lingkaran yang jelas menghasilkan gambaran yang indah dan terlihat mewah.

Kayu jati mengandung sejenis minyak dan endapan pada sel-sel kayunya, hal inilah yang menyebabkan keawetan kayu jati meskipun ditempatkan di berbagai kondisi cuaca, baik panas dan hujan, bahkan terkena air dalam waktu yang lama.

Kayu jati dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalkan bahan bangunan. Pada rumah tradisional Jawa, kayu jati dipergunakan sebagai bahan untuk soko, usuk, dinding atau gebyok, atau atap. Bagian-bagian seperti jendela atau pintu pun banyak yang mempergunakan kayu jati. Pada masa lampau sekitar abad ke-17, perusahaan dagang Belanda, VOC memakai kayu jati sebagai bahan utama kapal dan peti-peti. Pada masa Hindia Belanda, kayu jati dipakai sebagai bantalan rel dan juga bahan jembatan. Selain pemanfaatan di atas, kayu jati terkenal dipakai sebagai bahan mebel, seperti meja, kursi, lemari, atau jenis furnitur lainnya. Jenis mebel dan furnitur yang terkenal berasal dari wilayah Jepara, pesisir Jawa Tengah karena meja, kursi, lemari yang dibuat dari kayu jati diukir dengan rumit dan sangat indah.

Foto 37. Hutan Jati

Sumber : http://ooobegituyach.blogspot.com/.html;

42 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 38. Pintu Berbahan Kayu Jati

Sumber : http://jualkayujatijogja.blogspot.com/2012/10/.html;

Foto 39. Daun Jati Dimanfaatkan untuk Membungkus Nasi Sumber : http://nationalgeographic.co.id/forum/topic-2166-1.html;

43 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU KELAPA Berasal dari Pohon Kelapa (Coco nucifera linn) Reg. 265; Inv. 02.1.11 T: 108 cm; D: 21,5 cm

Koleksi berupa potongan kayu kelapa yang berbetuk lurus memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Kayu kelapa berasal dari pohon kelapa tipikal pohon tropis yang merupakan keluarga Arecaceae (palem), genus cocos yang tumbuh dengan tinggi hingga mencapai 30 m dan diameter antara 25-50 cm, dengan panjang daun 4-6 m. Pohon kelapa terdiri dari dua jenis yakni kelapa berjenis tinggi dan kelapa berjenis pendek. Pohon kelapa dapat tumbuh baik di tanah berpasir sehingga banyak ditemui di wilayah pantai atau pesisir, walau kadang juga

ditemui di wilayah pedalaman.

Pohon kelapa termasuk pohon yang istimewa karena merupakan pohon multiguna atau pohon ajaib karena seperti halnya bambu, semua bagian dari pohon dapat dimanfaatkan manusia untuk berbagai kebutuhan. Batang kayu, buah, daun, hingga akar dapat dipergunakan semuanya.

Kayu kelapa yang berasal batangnya, yang di Jawa dikenal dengan istilah glugu, merupakan kayu kelas menengah, cukup kuat tapi tidak seawet kayu keras lainnya seperti Jati atau Mahoni. Istilah masyarakat untuk menyebut kayu jenis seperti ini disebut “kayu taun (tahun)” artinya jenis kayu yang hanya tahan beberapa tahun saja. Berbeda dengan Kayu Jati yang tetap awet hingga berumur ratusan tahun. Walaupun begitu glugu tetap banyak dipergunakan oleh masyarakat karena harganya yang relatif murah dan lebih mudah didapatkan. Biasanya kayu jenis ini dipakai sebagai usuk atau rangka plafon atau sebagai komponen kerajinan perabot rumah tangga.

Selain batang kayunya, berbagai bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan. Buah kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, air dan daging buahnya dapat dijadikan makanan, minuman, kopra dan santan. Bahkan buah kelapa dijadikan simbol kegiatan pramuka. Serabut dari buah kelapa dipergunakan sebagai sabut sebagai bahan pembuat keset atau tali. Batok atau tempurung

44 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

buah kelapa dapat dipergunakan untuk berbagai kerajinan. Daunya jika dikeringkan dapat dipakai sebagai atap. Daun yang masih muda atau janur, dipakai dalam bentuk kerajinan tangan berbagai bentuk hiasan yang unik yang biasanya dipakai dalam upacara pernikahan adat Jawa atau bentuk-bentuk upacara tradisional lainnya. Tangkai anak daun jika dikeringkan dapat dijadikan lidi, yakni bahan untuk sapu. Bunga yang masih muda yang sering disebut bunga mayang atau manggar, dipakai sebagai hiasan dalam upacara pernikahan dan juga dipakai sebagai pengganti nangka (gori) pada gudeg, yakni makanan tradisional Jawa Tengah, dan sering disebut gudeg manggar. Bagian akarnya juga seringkali dipakai bahan kerajinan tangan.

Foto 40. Pepohonan Kelapa

Sumber : http://teguh22.blogspot.com/;

45 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 41. Rumah yang Terbuat dari Kayu Kelapa

Sumber : http://anugerahkelapa.wordpress.com/;

Foto 42. Daun Kelapa Digunakan untuk Membuat Atap

Sumber : http://anugerahkelapa.wordpress.com/;

46 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU JARANAN Berasal dari Pohon Jaran atau Kudo (Crateava nurvala buch ham synonim Crateava magna) Reg. 266; Inv. 02.1.12 T: 200 cm; D: 23 cm

Koleksi berupa potongan kayu jaranan yang berbetuk lurus memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Kayu Jaran berasal dari Kayu Jaran atau sering disebut juga kayu Kuda. Maknanya berkaitan dengan hewan kuda, namun bagaimana asal muasal penamaannya belum dapAt diketahui dengan jelas. Di India yang kemungkinan tempat asalnya dinamakan Pohon Varuna (Nama Varuna mengambil nama dari salah satu dewa Hindu tertinggi pada masa Rig-Veda). Pohon Jaran termasuk keluarga Capparaceae dengan genus crateava. Pohon Jaranan tumbuh hingga ketinggian 7-9 m. Di Jawa Pohon ini tidak

dibudidayakan, banyak ditemukan di sepanjang sungai serta kerap ditemui di pinggiran jalan yang berfungsi sebagai pohon peneduh.

Di negara-negara lain seperti India, khususnya. Pohon ini lebih dimanfaatkan kulit kayunya, khususnya sebagai obat-obatan. Nama pohon ini disebut-sebut dalam kitab Ayurveda, semacam kitab yang berisikan pedoman tentang masalah kesehatan. Teks dari Ayurveda mungkin sudah disusun ribuan tahun yang lalu di India.

Kulit kayu yang dikeringkan dan umumnya direbus, yang kemudian airnya dapat dipergunakan untuk obat anti radang, obat infeksi saluran kencing, anti nyeri, dan lain sebagainya.

Di Indonesia khususnya di Jawa Barat di wilayah Cirebon, Majalengka, dan Indramayu, Pohon Jaran lebih dimanfaatkan batang kayunya untuk berbagai keperluan, khususnya untuk pembuatan topeng dan wayang golek. Topeng yang terbuat dari kayu jaranan terihat lebih halus dan lebih putih dan bersih dibandingkan dengan topeng yang terbuat dari kayu lainnya seperti kayu sengon. Hal ini dikarenakan kayu sengon memiliki serat-serat kayu yang kasar sehingga terlihat berlekuk apabila dipahat. Berbeda dengan kayu jaranan yang

47 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

memiliki serat -serat yang halus, sehingga jika dipahat menjadi topeng akan terlihat lebih halus. Tidak hanya itu, topeng yang terbuat dari kayu jaranan terlihat mengkilap setelah diberi warna, sedangkan topeng kayu sengon terlihat pudar sehingga terkesan mudah kotor, walaupun terlihat lebih klasik. Selain itu jenis kayu ini lebih tahan rayap dan hama lainnya, sehingga topeng atau wayang golek yang dibuat ada yang dapat berumur ratusan tahun.

48 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU MINDI Berasal dari Pohon Mindi (Melia azadarach l.) Reg. 267; Inv. 02.1.13 T: 100 cm; D: 23 cm

Koleksi berupa potongan kayu mindi yang berbetuk lurus memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Kayu Mindi atau dikenal dengan nama Kayu Renceh (Sumatra) atau Kayu Cakra-Cikri (Jawa) termasuk ke dalam keluarga Meliaceae dengan genus Melia. Pohon ini dapat tumbuh dengan ketinggian 10-20 m dan biasa ditemui di pinggir-pinggir jalan berfungsi sebagai peneduh, atau juga tumbuh secara liar di wilayah pantai hingga pengunungan. Kayu Mindi juga dibudidayakan karena kayunya memiliki

nilai komersil dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Selain kayunya, kulit batang, kulit akar, dan daunnya juga dimanfaatkan. Kulit batang dan akar jika diolah dapat menyembuhkan cacingan dan hipertensi. Sedangkan daunnya memiliki kandungan zat yang dapat berfungsi sebagai insektisidal atau pembunuh hama, khususnya tanaman tomat.

Kayu Mindi termasuk golongan kayu kelas II-III atau kayu kualitas menengah setara dengan Kayu Mahoni, Sungkai, dan Meranti. Tergolong kelas II karena tidak terlalu kuat dan rentan serangan hama atau rayap, tetapi Kayu Mindi mudah untuk dipotong, diserut dan dibentuk sehingga baik dari sisi pertukangan. Disisi yang lain, harga Kayu Mindi tergolong murah sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu Kayu ini sering dipergunakan sebagai bahan bangunan, mebel atau furnitur. Mebel atau furnitur yang dihasilkan dari Kayu Mindi harganya tergolong murah sehingga terjangkau oleh masyarakat.

49 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 43 dan 44. Pohon Mindi

Insert : Bunga, Buah dan Batang Pohon Mindi Sumber : http://id.wikipedia.com

50 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU KEMUNING Berasal dari Pohon Kemuning (Muraya paniculta (l) jack) Reg. 268; Inv. 02.1.14 T: 150 cm; D: 6 cm

Koleksi berupa potongan kayu kemuning yang berbetuk lurus memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Pohon Kemuning termasuk keluarga Rutaceae dan genus Murraya. Pohon Kemuning dikenal di beberapa wilayah Indonesia dengan bernama Kamuniang, Kamuning, Kuning, Kamuni, Kamoni, Fanasa, atau Eschi. Pohon Kemuning tumbuh mencapai ketinggian 7 m. Dibandingkan dengan pohon-pohon yang lain, Kemuning tergolong pohon berdiameter kecil.

Secara umum, Kemuning lebih banyak dikenal manfaatnya karena daunnya yang sering

digunakan sebagai bahan obat diare dan disentri serta bagian kulitnya dipakai sebagai obat sakit gigi dan anti-nyeri. Namun kayu dan bagian lainnya, dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Di Minangkabau, akarnya dipergunakan untuk tangkai pisau atau golok. Di Jawa, khususnya Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, Kayu Kemuning dipergunakan sebagai bahan hulu keris. Selain itu Kayu Kemuning juga dipakai sebagai bahan pembuatan sempoa, tangkai kuas, dan tongkat. Kayu Kemuning dipakai karena kuat dan liat sehingga tidak mudah pecah. Selain itu warna uratnya pun bagus.

51 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 45. Pohon Kemuning

Sumber : http://tamanramuan.blogspot.com

Foto 46 dan 47. Gagang Keris Biasanya Terbuat dari Kayu Kemuning

Sumber : http://archive.kaskus.co.id/thread/8717957/;

52 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU SUKUN Berasal dari Pohon Sukun (Aretocapus communist forst/ Artocarpus Incisa Linn/ Artocarpus Altilis) Reg. 270; Inv. 02.1.16 T: 95 cm; D: 29 cm

Koleksi berupa potongan kayu sukun yang berbetuk lurus memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Pohon Suku yang merupakan sumber dari Kayu Sukun termasuk dalam keluarga Moraceae dengan genus Artocarpus.

Pohon Sukun merupakan jenis pohon tinggi yang mampu tumbuh hingga 30 m, namun secara umum yang ditemui tumbuh hanya belasan meter saja. Sukun merupakan tanaman tahunan, yang diperkirakan mempunyai kemampuan besar beradaptasi dengan lingkungannya, merupakan tanaman pionir dapat tumbuh baik di tanah subur maupun

kurang subur. Namun, tempat yang paling baik untuk pertumbuhan pohon sukun ialah pada lahan kering (daratan).

Sukun tergolong tumbuhan yang cukup populer di masyarakat dan dikenal dengan beberapa nama seperti kluwih (Jawa), Kulur atau Timbul (Sunda), Kulu (Aceh), atau Kalawi (Minang). Di Inggris dikenal sebagai breadfruit karena buahnya nampak dan berasa seperti roti.

Telah lama, Sukun menjadi bahan makanan pokok di kawasan asia dan pasifik. Buahnya yang muda berkulit kasar dan buah tua berkulit halus ini dapat dikonsumsi. Di Jawa khususnya daging buah sukun sering dijadikan kudapan yang digoreng dengan bumbu tertentu. Selain itu, kayu sukun yang tidak terlalu keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, dapat digunakan sebagai bahan bangunan antara lain mebel, partisi interior, papan selancar, perahu, dan peralatan rumah tangga lainnya. Kemudian serat kulit kayu bagian dalam dari tanaman muda dan rantingnya dapat digunakan sebagai material serat pakaian.

53 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 48. Pohon Sukun

Sumber : http://bisnisukm.com/;

Foto 49. Olahan Buah Sukun

Sumber : http://bisnisukm.com/pengusaha-yang-sukses-memproduksi-keripik-sukun.html;

54 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU MAHONI Berasal dari Pohon Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) Reg. 271; Inv. 02.1.17 T: 200 cm; D: 15 cm

Koleksi berupa potongan kayu mahoni yang berbetuk lurus memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Pohon Mahoni termasuk dalam keluarga Meliceaea dan genus Swietenia. Pohon yang berasal dari India yang kemudian juga berkembang ke wilayah yang lain, termasuk pulau Jawa. Pohon Mahoni dapat tumbuh dengan ketinggian mencapai 35-40 m, namun rata-rata tinggi adalah 5-25 m.

Pohon Mahoni adalah tanaman tropis, yang banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai.

Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai. Tanaman ini menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung (tidak ternaungi). Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang mampu bertahan hidup di tanah yang gersang. Pohon Mahoni merupakan jenis tanaman pelindung yang baik, dan berfungsi sebagai filter udara dengan menyerap karbon-dioksida dan merubahnya menjadi oksigen.

Pohon Mahoni dapat dimanfaatkan baik kayu, kulit, getah, daun, dan buahnya. Buah Mahoni dinyakini berkhasiat untuk melancarkan peredaran dan banyak mengandung antioksidan, sehingga baik untuk penderita kolesterol tinggi dan obesitas. Selain itu dapat pula dimanfaatkan sebagai obat pereda nyeri.

Kulit Mahoni dapat dipergunakan sebagai pewarna kain. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan wantek (tidak luntur). Sedangkan getah mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem (perekat), dan daun mahoni untuk pakan ternak.

Kayu Mahoni termasuk kayu kelas II, yang dikenal memiliki kualitas dan ketahanan satu tingkat dibawah Kayu Jati. pohon mahoni banyak dibudidayakan, karena kayunya yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Kayunya yang keras serta tahan rayap dan hama, baik untuk pembuatan mebel dan kerajinan ukiran.

55 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Bagi penduduk Indonesia khususnya Jawa, pohon ini bukanlah barang baru, karena sejak jaman penjajahan Belanda Mahoni sudah banyak ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh terutama di sepanjang jalan Daendels (dari Merak sampai Banyuwangi).

Foto 50. Pohon Mahoni

Sumber : http://anekaproduk.ptpn12.com/wp-content/uploads/2011/04/mahoni.jpg;

Foto 51. Meja Unik Berbahan Kayu Mahoni

Sumber : http://kayukitamebel.blogspot.com/2013.html;

56 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU NANGKA Berasal dari Pohon Nangka (Artocapus heterophyllus lamk) Reg. 272; Inv. 02.1.18 T: 28 cm; D: 26 cm

Koleksi berupa potongan kayu nangka yang berbetuk bulat, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Pohon Nangka termasuk ke dalam keluarga Moroceae dan genus Artocapus. Pohon Nangka dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 30 m, namun rata-rata ketinggiannya adalah sekitar 20 m dengan diamter batang kurang lebih 1 m. Nangka merupakan tanaman asli dan telah lama tumbuh liar di hutan-hutan hujan. Umumnya ditanam di pekarangan rumah atau dijumpai juga tumbuh liar di hutan. Penanaman pada tingkat pekarangan atau perkebunan kecil, umumnya banyak dijumpai di pedesaan sekitar

daerah Istimewa Yogyakarta.

Nangka dapat dimanfaatkan baik kayu, buah, daun, getah, dan juga kulit batangnya. Buahnya terkenal enak dan manis, serta dapat diolah menjadi berbagai jenis panganan. Biji buahnya atau beton, dapat dimasak dan dimakan. Buah nangka muda atau gori merupakan bahan dasar salah satu jenis kuliner tradisional khas Yogyakarta yakni gudeg. Getahnya dapat dimanfaatkan sebagai lem penambal perahu. Kulit batangnya dapat dipakai sebagai bahan tali yang kemudian bisa diolah menjadi pakaian. Daunnya sangat baik untuk pakan ternak karena berserat tinggi.

Pohon Nangka biasa dimanfaatkan batang kayunya. Tergolong ke dalam kayu kelas II yang kuat, awet, dan tahan terhadap serangan rayap atau jamur. Memiliki pola teksur yang baik dan termasuk kayu yang mudah diolah baik dipotong atau diserut. Jika dibersihkan dengan sejenis minyak memiliki kilap yang bagus. Sehingga sangat cocok untuk dijadikan mebel dan perangkat furnitur atau perabot. Selain itu Kayu Nangka juga dipakai sebagai bahan bangunan, bahan kapal, dan instrumen musik.

57 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 52. Pohon Nangka yang Subur

Sumber : http://trishapatton.com/category/agriculture/;

Foto 53. Gudeg Merupakan Hasil Olahan Buah Nangka

Sumber : http://nurmungil.com/;

58 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU PULE Berasal dari Pohon Pule (Alstonia shloraris r.br.) Reg. 274; Inv. 02.1.20 T: 100 cm; D: 9,5 cm

Koleksi berupa potongan kayu pule yang berbetuk bulat memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Pohon Pule termasuk dalam keluarga Apoeynaccae dan genus Alstonia. Pohon Pule dapat tumbuh hingga 25 dengan diameter sampai dengan 60 cm. Pohon Pule tumbuh di seluruh kepulauan Indonesia. Di Jawa, pohon pule tumbuh di hutan jati, hutan campuran dan hutan kecil di pedesaan. Tanaman pule kadang ditanam di pekarangan dekat pagar atau ditanam sebagai pohon hias.

Pohon Pule dapat dimanfaatkan dari batang kayu, buah, kulit batang, dan daunya. Buah dari tanaman ini dapat berguna untuk memeram pisang. Adapaun pemanfaatan untuk obat, kulit kayu dan daunnya dikeringkan untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, batuk berdahak, diare, disentri, kurang nafsu makan, perut kembung, dan sakit perut. Sifat kayunya yang lunak, berwarna kuning keputihan dan mudah melengkung bila digunakan untuk bahan bangunan, menjadikan Kayu Pule hanya cocok untuk dibuat perkakas rumah tangga seperti: mainan anak-anak, papan gambar, ukiran patung dan topeng. Seperti di Yogyakarta, kayu pule digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerajinan topeng. Selain itu, banyak masyarakat yang menganggap tanaman pule bertuah untuk menolak unsur jahat dalam rumah atau pekarangan, sehingga kadang digunakan untuk mengobati kesurupan.

59 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 54. Pohon Pule

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Pulai.JPG;

Foto 55 dan 56. Kerajinan Topeng dari Bahan Kayu Pule

Sumber : http://selasasore.wordpress.com/2012/04/11/yogyakarta-masih-menyimpan-gudang-wisata/;

60 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KAYU PINANG Berasal dari Pohon Pinang (Areca catechu l.) Reg. 275; Inv. 02.1.21

T: 100 cm; D: 9,5 cm

Koleksi berupa potongan kayu pinang yang berbetuk bulat memanjang, berwana coklat. Koleksi dalam keadaan baik.

Pohon Pinang termasuk keluarga Arecaceae dan genus Areca. Pohon Pinang dapat tumbuh mencapai ketinggian hingga 25 m dengan diameter batang sekitar

15 cm bahkan lebih. Tanaman ini hidupnya di daerah tegalan dan umum dijumpai di pekarangan pedesaan. Pinang juga kerap ditanam, di luar maupun di dalam ruangan, sebagai pohon hias atau ornamental. Pohon Pinang tersebar di seluruh Indonesia antara lain di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi. Perkebunan pinang dengan skala besar terdapat di Sumatera Barat.

Budidaya Pohon Pinang biasanya untuk diambil buah dan daun sebagai bahan pembuat saung/atap rumah sederhana di pedesaan. Buahnya berguna sebagai kelengkapan makan sirih, dan juga sebagai campuran soga gambir menghasilkan warna coklat tua cerah. Kayu dari pohon pinang digunakan untuk kegiatan lomba panjat pinang pada perayaan tertentu, khususnya pada perayaan Hari Kemerdekaan RI tiap tanggal 17 Agustus. Meski kurang begitu awet, kayu pinang yang tua juga dimanfaatkan untuk bahan perkakas atau pagar. Batang pinang tua yang dibelah dan dibuang tengahnya digunakan untuk membuat talang atau saluran air.

61 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 57. Pepohonan Pinang

Sumber : http://pinangiris.blogspot.com/

Foto 58. Dimanfaatkan untuk Perlombaan Panjat Pinang

Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/

62 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

KOLEKSI FAUNA

Koleksi biologika fauna Museum Negeri Sonobudoyo terdiri dari beberapa jenis satwa yang telah diawetkan, yakni ayam kampung, ayam bekisar, burung merpati, burung kutilang, landak, ular sawah kembang, ular kobra, kura-kura, dan Biawak. Koleksi ini disimpan di Museum Negeri Sonobudoyo Unit II Dalem Condrokiranan pada ruang pamer 1.

Tujuan khusus dari Museum Negeri Sonobudoyo menghadirkan koleksi ini karena jenis-jenis fauna ini kerap berkaitan dengan kehidupan manusia di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Beberapa jenis fauna dipelihara, klagenan (hewan kesayangan) dan dibudidayakan serta dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan oleh masyarakat seperti ayam kampung dan bekisar serta jenis burung merpati dan kutilang. Walau begitu banyak dari jenis-jenis diatas juga dibiarkan bebas atau memang berhabitat asli di lingkungan alami, seperti hutan. Sedangkan jenis ular, landak, kura-kura, dan Biawak sedikit sekali yang dipelihara atau dibudidayakan dan justru lebih banyak ditemui secara liar di alam bebas, seperti hutan, rawa, pengunungan, areal persawahan, atau pulau-pulau yang terisolir. Namun walaupun hidup di lingkungan alami, jenis-jenis satwa ini kerap dimanfaatkan dan memiliki nilai komersil yang tinggi.

Foto 59. Ular kobra

Sumber : www.forpiko.com

63 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 60. Burung Merpati

Sumber : http://dayakboy.wordpress.com

Foto 61. Burung Kutilang Sumber : www.omkicau.com

64 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 62. Landak

Sumber : www.aqeemfoto.com

Foto 63. Biawak

Sumber : http://rwsphoto.blogspot.com

65 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET AYAM KAMPUNG (Gallus domestica.) Reg. 276; Inv. 02.1.22 P: 35 cm; L: 20 cm; T: 30 cm

Koleksi berupa seekor ayam kampung betina yang diawetkan. Warna bulu kuning bercampur coklat, bertengger pada sebatang kayu. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Ayam Kampung termasuk dalam keluarga Phasianidae dan genus G. Gallus. Penamaan ayam kampung berbalikan dengan “ayam ras”, yaitu ayam yang secara massal komersial dibudidayakan untuk diambil telur atau dagingnya. Oleh karena itu ayam kampung juga sering dikenal dengan istilah “ayam buras atau ayam bukan ras”. Ayam Kampung dapat dibudidayakan atau dikandangkan namun kebanyakan dibiarkan hidup secara bebas di

pemukiman masyarakat. Ada kepercayaan di masyarakat kalau ayam kampung dinilai lebih kuat atau tahan terhadap perubahan alam, cuaca, dan juga serangan penyakit.

Jenis ayam kampung berasal dari ayam liar (ayam hutan) yang merupakan hasil dari perkawinan dan seleksi yang baik dari beberapa jenis genus Gallus.

Ayam kampung dipelihara untuk diambil daging dan telurnya. Tingkat produksi telur ini relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan ayam ras. Dalam waktu 1 tahun ayam kampung hanya dapat bertelur 40-60 butir telur, sedangkan ayam ras dapat bertelur 250-300 butir. Walaupun begitu daya tetas ayam kampung cukup tinggi. Pemeliharaan yang tidak sulit menjadikan ayam kampung sebagai binatang peliharaan yang sering dijumpai dipelihara oleh masyarakat. Hampir segala jenis makanan disukai, seperti nasi, jagung, dedak, gabah, kangkung, taoge, dsb.

Daging dan telur Ayam Kampung disukai karena dianggap lebih alami dan banyak mengandung banyak unsur protein dan asam amino yang bermanfaat untuk tubuh manusia. Daging ayam kampung oleh masyarakat dinilai lebih kenyal, berisi, dan rendah lemak. Demikian pula dengan telurnya, seringkali dijadikan bahan paduan untuk racikan jamu tradisional. Oleh karena itu, baik

66 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

daging maupun telur ayam kampung terkenal lebih mahal, dibandingkan dengan ayam ras.

Ayam kampung memiliki banyak jenis atau spesies, namun ada beberapa jenis ayam kampung yang kerap dipelihara di beberapa daerah di Indonesia, seperti Ayam kampung Kedu (daerah Jawa Tengah), Ayam kampung Nunukan (daerah Kalimantan), Ayam Kampung Pelung (Jawa Barat), atau ayam kampung Sumatra (wilayah Sumatra). Masing-masing jenis memiliki karakteristik yang berbeda-beda, seperti berat jantan dan betinanya, warna bulunya, dan suara khas yang dikeluarkan oleh ayam kampung jantan.

Foto 64. Ayam Kampung Jantan dan Betina

Sumber : http://ayamkampungbandung.blogspot.com

67 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 65. Ayam Kampung Betina

Sumber : www.wikipedia.org

Foto 66. Ayam Kampung Jantan

Sumber : http://ayamkampungbandung.blogspot.com

68 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET AYAM BEKISAR (Gallus varius x Gallus domesticus) Reg. 277; Inv. 02.1.23 P: 58 cm; L: 20 cm; T: 50 cm

Koleksi berupa seekor ayam bekisar jantan yang diawetkan. Warna bulu merah, hitam, dengan jengger berwarna merah, bertengger pada sebatang kayu. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Ayam bekisar dihasilkan dari perkawinan antara ayam hutan jantan dengan ayam kampung betina. Ayam hutan pejantan harus yang merupakan jenis ayam hutan hijau (Gallus varius) bukan ayam hutan merah (Gallus gallus). Hal tersebut dikarenakan perkawinan dengan ayam hutan merah akan menghasilkan keturunan yang wujudnya menyerupai ayam kampung.

Bagi masyarakat Jawa hewan ini merupakan hewan kelanggenan dan dipelihara karena keindahan bulu dan suaranya. Karena keunggulannya tersebut, hewan ini juga sering dikonteskan. Jenis ayam ini awalnya banyak dihasilkan di Pulau Kangean (sebelah timur P. Madura). Ayam bekisar yang berasal dari daerah tersebut kebanyakan memiliki suara nyaring yang disebut dengan suara Kristal. Ayam bekisar yang baik adalah ayam bekisar yang memiliki suara dua nada dengan irama yang makin tinggi. Jenis yang biasa dipelihara dan dikonteskan adalah yang jantan. Ayam bekisar betina tidak memiliki suara dan bulu yang indah.

Jenis ayam ini sulit dijinakan dan mudah stress, sehingga perawatannya butuh perlakuan khusus. Karena hal tersebut, ayam bekisar termasuk ayam langka dan mahal harganya, yang hanya dimiliki oleh golongan tertentu saja.

69 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 67. Ayam Bekisar

Sumber : www.fotohewan.info

Foto 68. Ayam Bekisar Sumber : www.hewan.com

70 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET BURUNG MERPATI (Columba lavia) Reg. 278; Inv. 02.1.24 P: 36 cm; L: 13 cm; T: 26 cm

Koleksi berupa seekor burung merpati yang diawetkan. Posisi berdiri tegak, warna bulu abu-abu, putih, dan ungu. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Semua merpati peliharaan merupakan keturunan burung dara karang (Columba livia) yang sewaktu masih liar biasa bersarang di karang-karang. Kebiasaan ini terlihat pada burung merpati yang hidup di perkotaan. Burung ini tidak pernah memilih bersarang di pohon, bahkan hinggap di pohonpun jarang. Sifat ini membuat mereka mudah untuk dijinakkan.

Burung merpati mempunyai ratusan jenis sub-spesies yang tersebar di seluruh dunia. Beberapa diantaranya sudah punah.

Hewan ini merupakan unggas pemakan biji-bijian dan sangat cepat berkembang biak (biasanya bertelur sebanyak 2 butir). Pada masa lampau burung ini digunakan untuk mengantar surat (merpati pos). Saat ini burung merpati dipelihara sebagai hewan klangenan untuk disertakan kontes balap merpati. Selain itu gambar burung merpati dikenal di dunia sebagai simbol perdamaian.

71 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 69. Pasangan Burung Merpati

Sumber : http://anggunbriansyah.blogspot.com

Foto 70. Merpati Sebagai Simbol Perdamaian Simbol : http://santegidio-yogyakarta.blogspot.com

72 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET LANDAK (Hystricomorph hystricidae.) Reg. 279; Inv. 02.1.25 P: 62 cm; L: 15 cm; T: 30 cm

Koleksi berupa seekor landak yang sudah diawetkan. Warna bulu putih, coklat, dan hitam. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Di Indonesia diketahui terdapat empat jenis landak, yaitu: Malayan Porcupine (Hystrix brachyura), Sunda Porcupine (Hystrix javanica), Sumatran

Porcupine (Hystrix sumatrae), dan Bornean Porcupine (Thecurus crassispinis). Malayan Porcupine (Hystrix brachyura) adalah salah satu jenis Landak yang selain di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan), juga ditemui di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Vietnam, Myanmar, Laos, China, Nepal, India, dan Banglades. Sedangkan ketiga jenis lainnya merupakan hewan endemik, seperti Sunda Porcupine (Hystrix javanica) endemik Jawa, Sumatran Porcupine (Hystrix sumatrae) endemik Sumatera, dan Bornean Porcupine (Thecurus crassispinis) endemik Kalimantan.

Landak itu sendiri termasuk hewan pengerat (rodentia) yang memiliki duri tajam (sejenis bulu yang keras) untuk dijadikan senjata melindungi dirinya dari serangan musuh. Hewan ini merupakan hama bagi petani karena suka makan umbi tanaman ketela. Ia keluar dari sarangnya pada malam hari pada saat tidak ada cahaya bulan dan suka bergerombol dalam jumlah 2-3 ekor. Ia merupakan pemakan buah-buahan dan umbi-umbian. Saat ini landak termasuk langka, karena sering diburu untuk dikonsumsi, dan yang paling terkenal ialah sate landak dari Karanganyar. Di daerah Gunungkidul, masih kerap ditemui landak, namun jarang diburu karena dianggap hewat keramat. Bulu landaknya kerap dijadikan jimat oleh masyarakat untuk menolak bala.

Saat ini salah satu jenis landak yaitu landak mini menjadi booming hewan peliharaan. Bentuknya yang mungil dan lucu dijadikan alasan untuk memeliharanya. Harganya bervariasi, diantaranya seperti landak mini platinum merupakan jenis yang langka dan mahal harganya.

73 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 71. Landak Mini

Sumber : http://bandunghedgedog.blogspot.com

Foto 72. Landak Terkenal dengan Durinya yang Beracun

Sumber : www.flickr.com

74 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET BURUNG KUTILANG (Pycnonotus aurigaster) Reg. 280; Inv. 02.1.26 P: 15 cm; L: 5 cm; T: 13 cm

Koleksi berupa seekor burung kutilang yang sudah diawetkan bertengger di dahan mengepakkan sayapnya. Warna bulu putih dan hitam. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Burung Kutilang termasuk dalam keluarga Pycnonotidae dan genus Pycnonotus. Di Indonesia banyak dijumpai di Pulau Jawa dan Bali, namun saat ini mulai juga ditemui di wilayah lainnya seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra.

Kutilnag merupakan burung pemakan buah-buahan dan serangga kecil. Terkadang Kutilang membantu petani buah membasmi hama

serangga yang menyerang buah pepaya dan pisang. Namun di sisi yang lain, buah-buahan tersbut juga turur dimakan.

Burung Kutilang dipelihara sebagai hewan klangenan karena kicauannya yang merdu sehingga sering diperjualbelikan di pasar burung atau hewan dengan harga yang bervariasi. Burung ini mudah berkembang biak, sekali berkembang biak jumlah anaknya 2 ekor. Habitat alamnya adalah hutan dataran rendah subtropis atau tropis yang lembab.

75 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 72. Burung Kutilang Terkenal Karena Suaranya Indah

Sumber : www.omkicau.com

Foto 73. Burung Kutilang Sumber : www.omkicau.com

76 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET ULAR SAWA KEMBANG (Phyton reticulates) Reg. 281; Inv. 02.1.27 P: 46 cm; T: 13 cm

Koleksi berupa seekor ular sawa kembang yang sudah diawetkan. Posisi melingkarkan badannya pada batang pohon. Warna coklat tua dengan garis-garis berwarna hitam. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Ular Sawa Kembang atau sering dikenal dengan Sanca Kembang

merupakan salah satu ular anggota Boideae, yang terkenal dengan ukuran yang bisa mencapai 10 m dan kekuatan ototnya yang besar. Ular-ular semacam ini tidak berbisa karena tidak memiliki kantung bisa yang aktif. Karena itulah, ular ini memiliki tipe gigi aglypha, yaitu tipe gigi tanpa taring bisa. Untuk ular Sowo Kembang, giginya berada di sepanjang rahang atas dan bawah, kecil-kecil, tajam, dan ujung mengarah ke dalam sehingga saat memangsa, selain untuk menahan, juga berfungsi untuk mendorong mangsa ke dalam.

Ular ini merupakan reptil pemangsa tikus yang hidupnya di sawah dan semak-semak. Merupakan hewan berumur panjang dan sering berganti kulit, juga tidak tahan tidak makan dalam jangka waktu yang lama. Bagi petani, hewan ini sangat membantu karena memangsa hama tikus, karena itulah di beberapa tempat ular ini begitu dihormati bahkan ada yang menganggapnya sebagai jelmaan Dewi Sri (Dewi Kesuburan).

Di karst Gunungsewu, ular ini sangat umum dan sering ditemui terutama di sekitaran sungai. Dari deskripsi lokasinya, jelas bahwa ular ini akan lebih sering ditemui di sebelah utara karst Gunungsewu dimana sungai permukaan masih ada (bagian selatan didominasi dengan sungai bawah tanah). Akan tetapi kami beberapa kali menemukannya di bagian selatan karst Gunungsewu terutama di bawah pohon yang rindang, mata air, dan bahkan di pemukiman penduduk.

Ular Sanca Kembang yang berukuran kecil sering dipelihara oleh manusia karena jinak dan kulitnya yang indah. Ular jenis ini kerap dibawa pada pertunjukan keliling topeng monyet. Jenis yang besar dan juga telah dijinakkan kerap ditemui di kebun binatang atau sirkus sebagai bagian dari atraksi atau sekedar untuk berfoto.

77 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Ular Sanca Kembang saat ini termasuk hewan yang dilestarikan karena banyak diburu untuk dimanfaatkan baik dagingnya yang terkenal berkhasiat untuk obat atau stamina dan terutama kulitnya yang terkenal mahal sebagai bahan untuk berbagai jenis tas, sepatu, dan bahan pakaian.

Foto 75. Ular Sawa Kembang

Sumber : http://reshiebismo.blogspot.com

Foto 76. Ular Sawa Kembang atau

Sering Disebut Sanca Kembang Sumber : http://reynazarnazwar.blogspot.com

78 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET ULAR KOBRA (Naja sputatrix) Reg. 282; Inv. 02.1.28 P: 31 cm; T: 18 cm

Koleksi berupa seekor ular kobra yang sudah diawetkan. Posisi berdiri dengan ekor melingkar, kepala tegak menjulurkan lidahnya. Warna coklat. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Ular Kobra termasuk kedalam keluarga Elapidae dan genus Naja. Ular kobra memiliki banyak jenis dan memiliki habitat di daerah tropis hingga gurun.

Pada daerah tropis atau gurun, ular ini banyak ditemukan di Benua Asia dan Afrika. Masyarakat lokal sering menyebutnya “ular sendok”, karena bentuk kepalanya yang pipih menyerupai sendok makan. Ular sendok dalam bahasa

Indonesia merujuk pada beberapa jenis ular dari marga Naja.

Ular Kobra akan mengembangkan leher dan menegakkan badannya apabila merasa terancam dan siap menyemprotkan bisanya yang mematikan. Ia hidup di semak-semak atau bersarang di dalam lubang tikus yang sudah tidak terpakai lagi atau setelah tikusnya dimangsa oleh mereka. Di dalam sarang tersebut induk kobra bertelur dan menjaganya sampai menetas.

Makanan yang biasa dimangsa selain tikus adalah katak, ikan, burung, anak ayam, kadal, dan lain-lain. Sewaktu menangkap mangsa, ular kobra akan menyemburkan bisa untuk melumpuhkan mangsanya, lalu menggigit untuk menyuntikkan racun melalui gigi taringnya. Namun, racun yang disemprotkan/disemburkan tidak sekuat dengan racun yang disuntikkan langsung ke pembuluh darah. Sasaran semprotnya selalu menuju mata korbannya. Bisa atau racun yang terkena mata manusia akan menimbulkan kebutaan sementara dan bisa sembuh dengan sendirinya apabila dibasuh dengan air mengalir.

Ular Kobra sering diburu untuk dimanfaatkan dagingnya karena terkenal lezat sekaligus sebagai obat dan penambah stamina. Kulitnya juga acapkali dipakai, namun sangat jarang dibandingkan dengan ular sanca (phyton).

79 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 77. Ular Kobra

Sumber : www.forpiko.com

Foto 78. Ular Kobra Bisanya sangat Mematikan

Sumber : www.forpiko.com

80 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET KURA-KURA (BULUS) (ordo Testudinata subordo Cryptodira dan Pleurodira) Reg. 284; Inv. 02.1.30 P: 44 cm; T: 10 cm; L: 21

Koleksi berupa seekor kura-kura air tawar berwarna coklat kehitaman yang telah diawetkan. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Kura-kura merupakan reptil yang hidup di dua alam. Hewan ini memiliki banyak sekali jenis yang tersebar ke seluruh dunia. Namun, secara umum hewan

yang memiliki tempurung di atas punggungnya ini dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu, penyu (sea turtle), kura-kura air tawar (fresh water turtle) dan kura-kura darat (tortoises). Ketiga kelompok tersebut disatukan dalam satu ordo yaitu Testudines.

Masyarakat Yogyakarta menyebut hewan ini “bulus”. Biasanya ia hidup di sungai-sungai kecil dan memakan ikan kecil di sungai. Hewan ini berkembang biak dengan bertelur. Dagingnya dicari untuk dimakan, dan minyaknya dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit. Tempurung kura-kura khususnya penyu merupakan komoditas komersial dengan nilai tinggi.

Saat ini kura-kura termasuk hewan yang diestarikan dan beberapa spesiesnya dilindungi karena teramcam kepunahan karena diburu oleh manusia.

81 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 79. Bulus

Sumber : www.kaskus.co.id

Foto 80. Kura-Kura (dalam Bahasa Jawa Sering Disebut Bulus)

Sumber : www.profauna.net

82 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

OFSET BIAWAK Varanus salvator (biawak air) Reg. 285; Inv. 02.1.31 P: 44 cm; T: 10 cm; L: 21

Koleksi berupa seekor biawak yang telah diawetkan. Posisi sedang melata dan lidah terjulur. warna didominasi coklat dan terdapat bintik-bintik kuning. Koleksi ini dalam keadaan baik.

Diperkirakan empat spesies dari biawak dapat ditemukan di Indonesia yaitu biawak air

(Varanus salvator) yang tersebar mulai dari pulau Sumatera, Jawa, sampai Sulawesi dan Maluku. Biawak mangrove (Varanus indicus) yang mempunyai daerah penyebaran di pulau Papua dan Benua Australia, komodo (Varanus comodoensis) yang mempunyai penyebaran di pulau Komodo, Provinsi Nusa Tenggara Timur serta Varanus aufffenbergi yang penyebarannya di Pulau Roti. Dengan demikian, biawak air adalah jenis biawak yang umum ditemukan di daerah Indonesia barat. Pusat distribusi penyebaran biawak salah satunya adalah di Pulau Biawak. Pulau ini merupakan pulau kecil di Laut Jawa di sebelah utara Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Salah satu yang menonjol dari pulau ini adalah terdapat populasi biawak air yang sangat besar. Hewan ini termasuk dalam bangsa reptil, yang hidup di pinggir sungai. Ia suka memakan hewan-hewan ternak, seperti ayam, tetapi makanan yang berbau bangkai lebih disukai. Hewan ini berkembang biak dengan bertelur dalam jumlah banyak.

Biawak dan spesies varanus lainnya telah dikenal manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Di masa prasejarah nampak dilukiskan di dinding-dinding gua yang dianggap memiliki daya magis karena dianggap totem (binatang jenis reptil yang dianggap nenek moyang manusia).

Hewan ini sering dimanfaatkan masyrakat untuk diambil daging dan kulitnya. Minyaknya dipercaya bermanfaat untuk mengobati penyakit kulit.

83 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Foto 81. Biawak

Sumber : http://elbaruqy.blogspot.com

Foto 82. Biawak

Sumber : http://mforum.cari.com

84 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

REFERENSI

Adinugraha, S.Hut,M.Sc, Hamdan Adma. 2011. “Pulai (Alstonia scholaris R.BR.)”, *online+,

(http://forestryinformation.wordpress.com/2011/05/22/pulai-alstonia-scholaris-r-br/, diakses tanggal 17 September 2013 ).

Ahira, Anne. T.t. “Ular Kobra”, *online+, (http://www.anneahira.com/ular-kobra.htm, diakses tanggal 10 September 2013).

Ahira, Anne. T.t. “Jenis Burung Merpati”, *online+, (http://www.anneahira.com/jenis-burung-merpati.htm, diakses tanggal 10 September 2013)

Akbari, Rizal Arifin. 2012. “Nama Latin Biawak Air”, *online+, (http://rizalarifinakbari.blogspot.com/2012/12/distribusi-varanus-salvator-di-indonesia.html, diakses tanggal 17 September 2013).

American Bamboo Society. T.t . “-”, *online+, (http://www.bambooweb.info, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. 2011. “Jenis-jenis Bambu di Indonesia”, *online+, (http://alamendah.org/2011/01/28/jenis-jenis-bambu-di-indonesia/, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. T.t. “Gigantochloa Atroviolacea: Tropical Black Bamboo”, *online+, (http://www.caldwellhort.com/html/bamboo/Gigantochloa-atroviolacea.html, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. T.t. “Detil data Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland”, [online], (http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=344, diakses tanggal 8 September 2013)

Anonim. T.t. “Detil data Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland”, [online], (http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=344, diakses tanggal 8 September 2013)

Anonim. 2012. “Peranan Bambu Ater”, *online+, (http://hutdopi08.blogspot.com/2012/09/peranan-bambu-ater.html, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. T.t. “Bambu” , *online+, (http://nurcahyaku5.blogspot.com/2012/03/bambu.html, diakses tanggal 8 September 2013).

85 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Anonim. T.t. “Antara Jati Jawa Barat & Jawa Timur/Tengah “, *online+, (http://www.tentangkayu.com/2009/02/antara-jati-jawa-barat-jawa-timurtengah.html, diakses tanggal 8 September 2013)

Anonim. T.t. “Detil data Cocos nucifera L.”, [online], (http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=142, dikases tanggal 8 September 2013).

Anonim. 2012. “KEMUNING (Murraya paniculata [L.] Jack.)”, *online+, (http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=7&mid=5&nid=804,

Anonim. T.t. “Informasi Kayu Mindi”, *online+, (http://rimbakita.blogspot.com/2012/11/kayu-mindi.html, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. T.t. “Detil data Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg”, [online], (http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=344, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. 2010. “Sukun”, *online+, (http://www.bpdas-pemalijratun.net/index.php?option=com_content&view=article&id=67:sukun&catid=20:tanaman-pangan&Itemid=33, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. T.t. “Detil data Swietenia mahagoni (L.) Jacq”, [online], (http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=289, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. 2010. “Mahoni”, *online+, (http://www.bpdas-pemalijratun.net/index.php?option=com_content&view=article&id=61:mahoni&catid=18:tanaman-berkayu&Itemid=31, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. 2011. “Pohon Mahoni”, *online+, (http://dtfl.klixdigital.com/trees_magz/detil_profil_pohon/pohon_mahoni, diakses tanggal 17 September 2013).

Anonim. T.t. “Detil data Artocarpus heterophyllus Lamk”, [online], (http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=342, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. T.t. “Detil data Artocarpus heterophyllus Lamk”, [online], (http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=342, diakses tanggal 8 September 2013).

Anonim. 2011. “Manfaat Pohon Pule (Alstonia scholaris [L.] R. Br. ) sebagai Obat Herbal”, [online], (http://kristantonarayana.blogspot.com/2011/01/manfaat-pohon-pule-alstonia-scholaris-l.html, , diakses tanggal 8 September 2013).

86 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

Anonim. 2009. “Landak”, *online+, (http://ajij-panthera-tigris-sumatra.blogspot.com/, diakses tanggal 10 September 2013).

Anonim. T.t. “Sooty-headed Bulbul (Pycnonotus aurigaster) (Vieillot, 1818)”, [online], (http://avibase.bsc-eoc.org/species.jsp?avibaseid=E28751A760E927DA, diakses tanggal 17 September 2013).

Bradjaningrat, R.Hestu . T.t. “Kayu Pule/Pulai”, *online+, (http://kertabaya.blogspot.com/2013/04/14-kayu-pulepulai.html, diakses tanggal 8 September 2013).

Guano, Eddy. 2011. “Sowo Kembang, Ular Phyton Bermotif Unik”, *online+, (http://wildlifeofgunungsewu.wordpress.com/2011/02/11/sowo-kembang-ular-phyton-bermotif-unik/, dikases tanggal 11 September 2013).

Hidayat, Rian. 2013. “Nama Latin Biawak Air”, *online+, (http://sanz-iptek.blogspot.com/2013/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html, diakses tanggal 17 September 2013).

Irwanto. 2006. “Tanaman Sukun”, *online+, (http://zuldesains.wordpress.com/2008/01/17/tanaman-sukun/, diakses tanggal 8 September 2013).

Junus, Toni. . “Hulu Keris, Seni Arca yang Mempesona”, *online+, (http://keriskamardikan.com/id/artikel/77, diakses tanggal 17 September 2013).

Kurniawan, Harry. 2010. “Pohon mahoni (payung satu benih)”, *online+, (http://darulimanblog.blogspot.com/2010/07/pohon-mahoni-payung-satu-benih.html, diakses tanggal 17 September 2013).

Restitie, Listyaning . 2012. “Topeng Jawa dalam Rumah Budaya Tembi”, *online+, (http://senijogja.wordpress.com/2012/12/01/topeng-jawa-dalam-rumah-budaya-tembi/, diakses tanggal 8 September 2013).

Sonjaya, Jajang Agus. 2010. “Jenis-Jenis Bambu diakses” dari Bambubos.com

Sudradjad, Drs. 1994. Beternak Ayam Bekisar. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tim Penulis. 1992. Membiakkan dan Melatih Merpati Pos. Jakarta: Penebar Swadaya.

87 KATALOG KOLEKSI BIOLOGIKA MUSEUM NEGERI SONOBUDOYO 2013

FOTO ILUSTRASI

Foto-foto untuk ilustrasi sebagain diambil langsung gambarnya pada Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta, yakni foto-foto yang memperlihatkan koleksi Biologika.

Sebagian foto yang lain terutama foto-foto ilustrsi penjelas, yang bukan gambar koleksi diunduh dari berbagai situs internet dengan berbagai topik yang berkenaan dengan koleksi biologika.