kata pengantar - universitas surabaya (ubaya)

41

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 2: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

KATA PENGANTAR

Komitmen kami terhadap perkembangan ilmu psikologi di Indonesia merupakan

sumber energi utama yang menyebabkan kami akhirnya dapat menerbitkan edisi

jurnal kami yang keempat, yaitu Jurnal Ilmu Perilaku (JIP) Volume 2 Nomor 2.

Meskipun masih masih jauh dari sempurna, kami menilai pada edisi ini proses

editorial naskah artikel yang kami lakukan semakin baik. Kami merencanakan, pada

edisi Volume 3, kami akan membuat beberapa lompatan untuk meningkatkan

tampilan dan mutu jurnal ini.

Ada lima artikel kami terbitkan pada edisi ini. Artikel pertama membahas tentang

peran dukungan organisasi terhadap kecenderungan karyawan untuk melakukan

turn over, dengan komitmen afektif sebagai mediator. Salah satu temuan artikel ini

menunjukan bahwa dukungan organisasi ternyata berhubungan dengan

kecenderungan turn over karyawan. Artikel kedua membahas tentang peran

regulasi emosi dan dukungan sosial teman sebaya dengan kesehatan mental.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat

signifikan antara regulasi emosi dan dukungan sosial teman sebaya dengan

kesehatan mental.

Adapun artikel ketiga membahas tentang profil kebutuhan pengasuhan anak

bagi pasangan muda, agar peran orangtua dalam tumbuh kembang anak

menjadi optimal. Hasil ini penelitian ini menunjukan profil kebutuhan

pasangan muda tentang pengasuhan anak terdiri dari lima aspek, yaitu

dimensi pengasuhan, tujuan pengasuhan, bentuk-bentuk pengasuhan,

kerangka kerja pengasuhan; serta cara mengatasi hambatan pengasuhan

anak.

Artikel keempat menyajikan hasil studi deskriptif tentang kreatifitas pada

peserta didik. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih banyak responden

yang memperoleh skor tidak maksimal, yang menunjukan kreatifitas mereka

kurang. Adapun artikel terakhir membahas hubungan antara kelekatan anak

dengan orangtua dengan keterampilan sosial pada remaja. Hasilnya

menunjukan bahwa kedua variabel tersebut berhubungan positif.

Terakhir, kami mengucapkan terima kasih pada para penulis yang telah

mempercayakan naskahnya untuk kami terbitkan. Kami juga mengucapkan terima

kepada Mitra Bebestari yang sudah berkenan menelaah artikel yang kami terbitkan,

juga tim editor yang telah bekerja keras untuk menerbitkan jurnal ini.

Dewan Editor,

Ketua,

Sartana

Page 3: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

Jurnal Ilmu Perilaku merupakan jurnal ilmiah di bidang Psikologi yang diterbitkan

oleh Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Ilmu

Perilaku bertujuan untuk menyebarkan hasil kajian dan penelitian di bidang psikologi

secara luas, baik yang ditulis dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Jurnal

Ilmu Perilaku terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Jurnal Ilmu

Perilaku memiliki nomor ISSN Online 2581-0421

Editor in Chief

Sartana

Associate Editor

Wahyu Jati Anggoro, Rizal Kurniawan, Nelia Afriyeni, Yohanes K Herdianto, Eko Aditiya Meinarno

Proofreader

Navisa Akmalia, Mafaza, Luthfiyannisa Sitismart

Design Grafis

Muhammad Ibrahim

Adminitrasi

Septi Mayang Sary, Yuanda Barta

Alamat Redaksi :

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Jl Limau Manis, Pauh, Padang, Sumatera Barat 25163, Indonesia

Handphone : 081390131518

E-mail : [email protected]

Website : jip.fk.unand.ac.id

Dewan Penyunting Jurnal Ilmu Perilaku menerima sumbangan tulisan di bidang

psikologi yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik dengan

ukuran 12, kertas HVS kwarto satu spasi sepanjang kurang lebih 15-20 halaman,

sesuai dengan format (dapat diunduh di website jip.fk.unand.ac.id).

Page 4: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

DAFTAR ISI

How Does Support by the Organization Decrease Employee’s Intention to Leave?

Novianthi Dian Purnamawati , Debora Eflina Purba…………...……………………………..61-74

Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik Peranan Regulasi Emosi dan Dukungan

Sosial Teman Sebaya Dalam Diri Remaja

Taufik Akbar Rizqi Yunanto…………………. …...……………………….……….…………..75-88

Profil Kebutuhan Pengasuhan Anak pada Pasangan Muda

Nurul Hidayah, Nissa Tarnoto, Ega Asnatasia Maharani.........................................................89-106

Pengujian Level Kreativitas Pada Siswa Berdasarkan Skala Kekuatan dan Kebajikan

Karakter dan Tes Kreativitas Verbal

Zulmi Ramdani, Bagus Hary Prakoso, Silmi Amrullah,Lidwina Felisima Tae, Feri Indra

Irawan...............................................................................................................................107-117

Peran Kualitas Kelekatan Anak dengan Orangtua pada Keterampilan Sosial Remaja

Adijanti Marheni, I Made Rustika, Luh Kadek Pande Ary Susilawati……….....................118-130

Page 5: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

JURNAL ILMU PERILAKU http://jip.fk.unand.ac.id

Volume 2, Nomor 2, 2018 : 75-88

ISSN (Online) : 2581-0421

JURNAL ILMU PERILAKU 75

Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik Peranan Regulasi

Emosi dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam Diri Remaja

Taufik Akbar Rizqi Yunanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Jalan Raya Kalirungkut, Kota Surabaya, 60293

e-mail: [email protected]

Abstract. Mental health is an important issue related to adolescent in their life. One of activitiy done

by adolescent to spend their free time both at home and at school is to play with friends. In addition,

friends factor becomes one of the strengthening factors in adolescent mental health. This study aims to

determine the role of emotional regulation and peers social support toward mental health. This

research was conducted on 102 students from Senior High School Yogyakarta, varying from 15 – 18

years old. Data was collected using teacher’s role interview, teacher’s role questionnaire, Mental

Health Scale (Y), Emotional Regulation (X1) scale, and Peers Social Support (X2) scale. Data was

analyzed using Anova and multiple regression analysis. The results showed that there was a strong

relationship (F = 66,628; p < 0,01) between emotional regulation and peers social support toward

mental health. Based on the analysis of determination, obtained R2 of 0,574 or 57,4%. This shows that

the percentage of contributions, both independent to dependent variables is equal to 57,4%. Further

analysis is needed to find out the impact of emotional regulation and peers social support in improving

mental health literacy.

Keywords: mental health, emotional regulation, peers social support

Abstrak. Kesehatan mental merupakan masalah penting yang dihadapi oleh remaja. Salah

satu kegiatan yang dilakukan oleh remaja untuk menghabiskan waktu luang mereka, baik di

rumah maupun di sekolah yaitu bermain dengan teman. Selain itu, faktor teman menjadi

salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan mental remaja. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui peran regulasi emosi dan dukungan sosial teman sebaya dengan kesehatan

mental. Responden terdiri dari 102 siswa dari Sekolah Menengah Atas Yogyakarta, yang

berada dalam rentang umur 15 – 18 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

peran guru, kuesioner peran guru, Skala Kesehatan Mental (Y), Skala Regulasi Emosi (X1),

dan Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya (X2). Analisis data menggunakan ANOVA dan

Analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang sangat signifikan (F = 66,628; p <0,01) antara regulasi emosi dan dukungan sosial teman

sebaya dengan kesehatan mental. Berdasarkan analisis determinasi, diperoleh R2 sebesar

0,574 atau 57,4%. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui dampak regulasi emosi

dan dukungan sosial teman sebaya dalam meningkatkan literasi kesehatan mental.

Kata kunci: kesehatan mental, regulasi emosi, dukungan sosial teman sebaya

Kesehatan mental telah menjadi isu yang

hangat diperbincangkan di dunia

pendidikan saat ini. Christner dan Mennuti

(2009) melaporkan bahwa lebih dari 50%

remaja di sekolah menunjukkan

permasalahan emosi, perilaku, dan belajar

yang signifikan mempengaruhi proses

pembelajarannya di sekolah, karena sekolah

adalah tempat dimana remaja

menghabiskan banyak waktunya. Di

Page 6: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

YUNANTO

JURNAL ILMU PERILAKU 76

Indonesia, kesehatan mental telah menjadi

bagian dari konsep sehat (UU Kesehatan

No.36, 2009). Sayangnya, fokus dari

program pengembangan kesehatan mental

di Indonesia baru sebatas merespon

bencana, seperti bencana tsunami aceh dan

bom bali (Good, dkk., 2013), pembebasan

pasung (Ryan, 2013), dan pelayanan jasa

psikolog di puskesmas (Centre for

International Mental Health, 2013). Isu

mengenai kesehatan mental remaja di

sekolah belum menjadi perhatian dunia

pendidikan baik pada jenjang sekolah dasar

maupun sekolah menengah. Adapun

kondisi kesehatan mental sangat terasa

pada jenjang pendidikan sekolah menengah

yang identik dengan masa remaja.

Dilihat dari periode perkembangan

sepanjang hayat, dinamika kesehatan

mental memang sangat terlihat pada masa

akil baligh atau masa pencarian identitias

diri yakni pada masa remaja. Kondisi

kesehatan mental remaja di Indonesia

dilatarbelakangi oleh pengalaman-

pengalaman remaja di bidang akademik

dan non akademik. Hal tersebut

dikarenakan secara umum, masa remaja di

Indonesia masih identik dengan masa

belajar di sekolah (Monks, Knoers, &

Haditono, 2009), sehingga sebagian besar

proses kehidupan remaja diwarnai oleh

beragam aktivitas di bidang akademik dan

non akademik.

Fakta bahwa seorang remaja pada

umumnya menghabiskan sebagian

waktunya di sekolah, hal tersebut berarti

seorang remaja di sekolah harus melalui

berbagai proses perjuangan, mulai dari

memahami pelajaran yang diberikan oleh

guru hingga bersosialisasi dengan teman-

teman yang memiliki keanekaragaman

karakteristik. Intinya, setiap remaja harus

berjuang untuk mengelola emosi dan

perilaku, serta dapat menangani

permasalahan yang terjadi di lingkungan

sekolah.

Sekolah dapat menjadi tempat yang

menimbulkan rasa aman dan bahagia.

Relasi yang baik dengan guru dan teman,

kemampuan yang memadai untuk

mengikuti pelajaran menjadikan bersekolah

sebagai aktivitas yang menyenangkan.

Namun, tak sedikit pula siswa yang harus

berjuang untuk dapat mempertahankan

keberadaannya di sekolah.

Ketidakmampuan mengikuti pelajaran,

kesulitan beradaptasi, tekanan dari

lingkungan, pengelolaan emosi menjadi hal

yang tidak mudah bagi mereka (Christner

& Mennuti, 2009).

Secara umum, kondisi tersebut

menggambarkan dua sisi yang kontradiktif

dari dunia persekolahan kita. Di satu sisi,

sekolah dapat menjadi lingkungan yang

mendukung bagi perkembangan remaja,

dimana pengembangan dan aktualisasi

potensi siswa dapat optimal. Namun, disisi

lain sekolah dapat menjadi lingkungan

yang justru menimbulkan masalah emosi

dan perilaku pada anak dan remaja yang

menjadi siswa.

Prestasi dalam bidang akademik

dibuktikan oleh salah satu siswa yang

mengalami disabilitas pada Olimpiade

Sains Nasional (OSN). Siswa kelas XI dari

salah satu SMA swasta di Yogyakarta

berhasil menyabet medali perunggu pada

Olimpiade Sains Nasional tingkat SMA-MA

2013 yang dilaksanakan di Bandung

(harianjogja.com, 16 September 2016).

Page 7: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

JURNAL ILMU PERILAKU 77

Sementara dari sisi non akademik,

ketercapaian kondisi kesehatan mental

remaja diperlihatkan dari fakta dua siswa

salah satu SMA Negeri di Yogyakarta yang

mengikuti Dreamline International Design

Olympiad di Ankara Turki yang diikuti oleh

18 Universitas, 57 SMA, 51 SMP dari 38

Negara yang dilaksanakan pada tanggal 13

sampai dengan 15 April 2013 dan berhasil

meraih medali perak pada kompetisi

tersebut

(www.pendidikan.jogjakarta.go.id/-, 22 Mei

2016).

Bertolak belakang dari prestasi

gemilang diatas, kondisi kesehatan mental

remaja juga mengalami kesenjangan.

Beberapa fakta di Indonesia mengenai

permasalahan remaja juga melingkupi

berbagai permasalahan dalam aspek

akademik dan non akademik juga. Berbagai

tuntutan dan tantangan dari sekolah

maupun lingkungan memunculkan banyak

reaksi pada remaja. Mereka yang sehat

mental akan mampu beradaptasi dalam

menghadapi permasalahan tersebut.

Sementara remaja yang tidak memiliki

alternatif solusi akan memunculkan reaksi

positif atas masalah tersebut.

Secara faktual peneliti melakukan

survei awal pada kepolisian di daerah

Yogyakarta. Dari hasil penemuan peneliti,

ditemukan bahwa permasalahan yang

dihadapi remaja sekolah ditunjukkan data

dari Kepolisian Resort Yogyakarta

(Polresta) mengenai kasus kekerasan yang

melibatkan pelajar sejak tahun 2011. Pada

tahun 2011, tercatat sembilan kasus dan

sudah ada tiga kasus yang dilimpahkan ke

kejaksaan dan enam kasus lainnya berakhir

damai. Sedangkan pada tahun 2012 tercatat

sebanyak lima kasus dengan dua kasus

dilimpahkan ke kejaksaan sedangkan

sisanya berakhir damai. Sementara itu, lima

kasus kekerasan yang melibatkan pelajar

sepanjang 2017 hingga Mei terjadi di lima

kecamatan di Kota Yogyakarta. Ini artinya,

angka kekerasan pelajar di Yogyakarta

semakin meningkat. Dari awal tahun 2017

hingga Mei saja sudah tercatat 5 kasus.

Beberapa kasus tersebut didominasi

oleh banyaknya pelajar SMA yang terlibat.

Pada masa SMA, seorang remaja umumnya

telah memasuki periode remaja tengah.

Ditandai dengan perkembangan pada

emotional autonomy dan remaja mulai

melepaskan diri dari pengaruh keluarga.

Pada periode ini, pengaruh teman sebaya

menjadi lebih kuat dibandingkan dengan

pengaruh dari orangtua (Story & Stang,

2005).

Remaja mulai menginginkan adanya

kebebasan dan otonomi yang oleh sebagian

orangtua dianggap sebagai sebuah

pemberontakan. Orangtua mulai melihat

bahwa remaja mulai lepas dari kontrol

mereka (Santrock, 2011). Seiring dengan

meningkatnya keinginan untuk diterima

dalam kelompok teman sebaya, perilaku-

perilaku kompromi mulai muncul (Story &

Stang, 2005).

Konformitas karena adanya tekanan

dari kelompok teman sebaya dapat

berdampak negatif (seperti merokok,

konsumsi minuman beralkohol,

penggunaan narkoba, seks bebas, dan lain-

lain) maupun positif. Konformitas yang

bersifat positif misalnya keterlibatan dalam

remaja dalam perkumpulan aktivitas sosial

kemanusiaan (Santrock, 2011).

Page 8: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

YUNANTO

JURNAL ILMU PERILAKU 78

Permasalahan kesehatan mental

remaja juga dapat diakibatkan dalam

ketidakmampuan memanfaatkan waktu

luang dengan lebih efektif dan produktif.

Krisis originalitas remaja nampak sangat

jelas pada waktu luang yang dikenal

dengan istilah waktu pribadi orang (remaja)

itu sendiri (Monks, Knoers, & Haditono,

2009). Remaja mengalami lebih banyak

kesulitan untuk “memanfaatkan” waktu

luang daripada anak-anak dan remaja lebih

sering melakukan hal-hal “kill the time”

dalam mengisi waktu luangnya. Oleh

karena itu, para remaja sangat rentan untuk

tidak menjadi produktif dan mengisi waktu

luangnya dengan perilaku dan emosi

negatif.

Kesehatan mental remaja

digambarkan seperti roller coaster pada

aspek emosi dan psikologis yang kadang

sangat tinggi dan kadang sangat rendah

(Whitlock & Schantz, 2008). Di sisi lain,

siswa yang menghadapi permasalahan

kesehatan mental akan menunjukkan

perilaku negatif seperti membolos,

kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas

sekolah, dan memiliki lebih banyak konflik

dengan teman sebaya atau orang yang lebih

tua (Skalski & Smith, 2006). Remaja yang

berprestasi dalam bidang akademik dan

non-akademik merupakan segelintir contoh

remaja yang nampak sehat mental.

Sedangkan kasus remaja bunuh diri,

membolos, dan tawuran merupakan bentuk

permasalahan kesehatan mental remaja.

Berdasarkan fakta yang terpapar

oleh media, peneliti mencoba melihat tema

yang paling berpengaruh dalam kehidupan

sehari-hari remaja, khususnya remaja SMA

melalui content analysis sebagaimana

direkomendasikan Hayes (2000), atas 856

“kicauan” 21 akun twitter remaja SMA di

kota Yogyakarta selama 2 minggu. Hasil

preliminary study menunjukkan tema

perasaan negatif (dalam hal ini regulasi

emosi) dengan persentase 31,78% dan

pertemanan (dalam hal ini dukungan sosial

teman sebaya) dengan persentase 25%

merupakan 2 tema yang sering

diperbincangkan sehari-hari oleh remaja.

Pada peringkat pertama, tema yang

paling banyak dibicarakan oleh remaja

SMA di kota Yogyakarta adalah perasaan

negatif, dengan persentase 31,78%. Tema

perasaan negatif ini meliputi pembicaraan

ataupun ungkapan-ungkapan mengenai

keluhan sekolah, ketidakberdayaan,

kebingungan, perkataan kasar (misuh),

meminta perhatian, sindiran, perasaan

sedih, kebingungan, dan keluhan fisik.

Selain itu, data preliminary study ini

pun memperlihatkan bahwa dominasi

perasaan negatif dalam kondisi remaja

menunjukkan ketidaktercapaian salah satu

aspek kesehatan mental yakni emotional

functioning (Roeser, Eccles, dan Sameroff

1998), dimana remaja kurang mampu

memahami, mengkomunikasikan, dan

meregulasi emosinya (Gross & Munoz,

1995).

Selain tema perasaan negatif, hasil

preliminary study juga menemukan tema

pertemanan sebagai tema dengan frekuensi

terbanyak ke-2, yaitu sebesar 25%. Tema ini

meliputi berbagai ungkapan mengenai

pertemanan, interaksi bersama, pemberian

dukungan, sapaan (selamat pagi, selamat

malam dan selamat ulang tahun), kangen

dan permintaan maaf. Subtema pemberian

Page 9: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

JURNAL ILMU PERILAKU 79

dukungan menjadi fokus perhatian yang

kerap diekspresikan dalam media twitter.

Menurut Arnett (dalam Rice &

Dolgin, 2007), pada masa remaja individu

cenderung fokus untuk mendapatkan

kebebasan emosional dari orangtua dan

mengambil tanggung jawab dari tindakan

mereka sendiri. Pada masa SMA, pengaruh

teman sebaya menjadi lebih kuat

dibandingkan dengan pengaruh dari

orangtua (Story & Stang, 2005). Remaja

mulai menginginkan adanya kebebasan dan

otonomi yang oleh sebagian orangtua

dianggap sebagai sebuah pemberontakan.

Orangtua mulai melihat bahwa remaja

mulai lepas dari kontrol mereka (Santrock,

2011).

Persahabatan antara remaja

cenderung lebih mendalam daripada umur-

umur sebelumnya dan melibatkan sharing

permasalahan yang lebih besar. Mungkin

yang menjadi alasan untuk peningkatan

kedalaman hubungan tersebut, remaja

(termasuk orang dewasa) memilih kawan

yang memiliki kemiripan dengan dirinya

(Lervolino, dkk., 2002). Pada gilirannya,

hubungan antar teman sebaya memfasilitasi

proses pemisahan diri dari orangtua dan

membangun identitas diri sendiri sebagai

seorang individu.

Menurut WHO (2013)

mengemukakan bahwa salah satu

karakteristik individu yang sehat mental

adalah individu yang mampu menghadapi

permasalahan yang menekan dalam

hidupnya. Ketidakstabilan emosi yang

dihadapi oleh remaja dapat menimbulkan

permasalahan pada masa remaja (Gunarsa

& Gunarsa, 2008). Fungsi emosional

menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan

dari kesehatan mental. Keduanya berkaitan

erat dengan kesehatan mental remaja

(Roeser, Eccles, dan Sameroff, 1998).

Regulasi emosi memiliki kaitan

dengan kesehatan mental. Gross dan

Munoz (1995) menyatakan terdapat

beberapa aspek yang mempengaruhi

menurunnya kesehatan mental diantaranya

adalah kesulitan dalam memahami,

mengkomunikasikan dan melakukan

regulasi emosi.

Penelitian Saxena, Dubey dan

Pandey (2011) menemukan bahwa setiap

komponen yang tercakup dalam

kemampuan regulasi emosi membantu

seseorang untuk mencapai kondisi

kesehatan mental. Temuan dalam

penelitian tersebut kemudian mengarahkan

pada dugaan bahwa seseorang yang tidak

memiliki pengalaman emosional yang jelas

dan kurang memiliki kemampuan regulasi

emosi yang cenderung lebih berisiko untuk

memiliki masalah-masalah kesehatan

mental dalam hidupnya.

Selain tema perasaan negatif, hasil

preliminary study juga menunjukkan tema

teman atau pertemanan menjadi tema yang

sedang hangat di remaja SMA. Teman

memainkan peran yang penting di dalam

kehidupan remaja. Belle (dalam Berns,

2004) mengemukakan bahwa ketika anak-

anak beranjak dewasa, teman sebaya

memainkan peran yang penting di dalam

dukungan sosial. Teman sebaya merupakan

sumber dukungan dalam bentuk afeksi,

simpati, pemahaman, dan bimbingan

moral.

Ketika anak-anak beranjak ke masa

remaja, teman sebaya memainkan peran

yang penting di dalam dukungan sosial.

Page 10: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

YUNANTO

JURNAL ILMU PERILAKU 80

Teman sebaya merupakan sumber

dukungan dalam bentuk afeksi, simpati,

pemahaman, dan bimbingan moral (Berns,

2004). Dukungan sosial merupakan salah

satu bentuk sumber dukungan yang berasal

dari orang lain (Berns, 2004). Dukungan

tersebut dapat memberikan dampak positif

maupun negatif pada kesehatan mental dan

kesejahteraan individu (Cohen & Syme,

1985). Selain itu, dukungan sosial

merupakan faktor protektif yang dapat

membantu seseorang ketika berhadapan

dengan pengalaman hidup yang menekan

dan mampu menghadapinya secara efektif

(Passer & Smith, 2007).

Pentingnya peranan dukungan

sosial teman sebaya bagi remaja ditegaskan

oleh Shahzad, Ahmed, Jaffari, dan Khilji

(2012) yang dalam penelitiannya

menyatakan bahwa dukungan sosial dari

teman sebaya dapat berbentuk dukungan

afeksi, bimbingan, dan materi. Selain itu,

Puspitasari (2010) mengemukakan bahwa

dukungan sosial teman sebaya memiliki

hubungan negatif terhadap kecemasan

siswa yang hendak menghadapi ujian

nasional (UN). Penelitian Tahmasbipour &

Taheri (2012) mengemukakan bahwa

dukungan sosial berhubungan positif

dengan kesehatan mental.

Dengan pemaparan mengenai

kondisi dan urgensi kesehatan mental di

dunia, khususnya di Indonesia yang saat ini

sangat marak dalam dunia pendidikan,

maka menjadi suatu hal yang mendesak

bagi peneliti untuk meneliti kesehatan

mental remaja di sekolah. Pemaparan diatas

memunculkan suatu asumsi apakah

regulasi emosi dan dukungan sosial teman

sebaya memiliki peran besar terhadap

kesehatan mental remaja di sekolah. Oleh

karena itu, hal tersebut menjadi

latarbelakang mengapa diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk dikaji secara

empirik akan peran regulasi emosi dan

dukungan sosial teman sebaya terhadap

kesehatan mental remaja di sekolah.

METODE

Responden Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif. Lokasi penelitian adalah

beberapa SMA di Yogyakarta. Penentuan

SMA yang dipilih sebagai lokasi penelitian

dilakukan secara purposif. Pertimbangan

pemilihan lokasi penelitian adalah karena

berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian

Sektor Gondokusuman yang menyatakan

bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah

yang sering terlibat kasus kekerasan pelajar

dan pemilihan jenjang SMA karena

termasuk kategori remaja. Sebelum

dilakukan pengumpulan data, maka

terlebih dahulu dilakukan uji coba

instrumen.

Jumlah siswa yang mengikuti uji

coba skala berjumlah 94 dari 114 siswa

kelas X. Selanjutnya untuk pengambilan

data penelitian, atas rekomendasi dari

pihak sekolah dan kesesuaian jadwal,

peneliti mengambil data di semua kelas XI

yang terdiri atas kelas XI IPA 1, XI IPA 2, XI

IPS 1, XI IPS 2, XI Bahasa dengan jumlah

subjek 102 siswa.

Skala yang diberikan berjumlah 102

eksemplar dan dikembalikan sesuai dengan

jumlah yang dibagikan. Masing-masing

subjek mengisi ketiga skala dengan baik

dan benar sehingga 102 skala tersebut dapat

diolah lebih lanjut. Setelah itu peneliti

Page 11: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

JURNAL ILMU PERILAKU 81

memberi skor pada jawaban yang

diperoleh.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini ada tiga skala, yaitu skala

kesehatan mental, skala regulasi emosi, dan

skala dukungan sosial teman sebaya.

Skala Kesehatan Mental

Pengumpulan data kesehatan

mental menggunakan Skala Kesehatan

Mental. Skala ini disusun dan

dikembangkan dari ciri-ciri kesehatan

mental yang dikemukakan oleh Prever

(2006). Peneliti menyusun 50 aitem

pernyataan yang mengungkap seluruh ciri-

ciri kesehatan mental. Subjek diminta untuk

memberikan respon terhadap pernyataan-

pernyataan tersebut.

Setelah skala kesehatan mental diuji

cobakan dan dianalisis melalui seleksi

aitem, didapat hasil 46 butir sahih dan 4

aitem gugur dengan menghasilkan

reliabilitas skala kesehatan mental

menghasilkan nilai koefisien Alpha sebesar

0,881 dengan koefisien korelasi aitem total

bergerak dari 0,251 sampai 0,547.

Skala Regulasi Emosi

Pengumpulan data regulasi emosi

menggunakan Skala Regulasi Emosi yang

disusun oleh peneliti. Skala ini disusun dan

dikembangkan dari aspek-aspek regulasi

emosi yang dikemukakan oleh Gross &

Thompson (2007). Hasil analisis uji

reliabilitas skala regulasi emosi

menghasilkan nilai koefisien Alpha sebesar

0,733 sehingga skala ini dianggap reliabel.

Hasil analisis aitem terhadap 20 aitem

pernyataan pada 94 subjek uji coba

menghasilkan 18 aitem yang dapat

diterima, sedangkan 2 aitem dinyatakan

gugur dengan korelasi aitem total yang

bergerak dari 0,227 sampai 0,479. Aitem

hasil uji coba, sebelum digunakan dalam

penelitian yang sebenarnya diatur kembali

nomor-nomor aitemnya.

Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya

Pengumpulan data dukungan sosial

teman sebaya menggunakan Skala

Dukungan Sosial Teman Sebaya yang

disusun oleh peneliti. Skala ini disusun dan

dikembangkan dari aspek-aspek dukungan

sosial teman sebaya yang dikemukakan

oleh House (dalam Smet, 1994). Hasil

analisis uji reliabilitas skala dukungan

sosial teman sebaya menghasilkan nilai

koefisien Alpha sebesar 0,944 sehingga skala

ini dianggap reliabel. Hasil analisis aitem

terhadap 40 aitem pernyataan pada 94

subjek uji coba menghasilkan 34 aitem yang

dapat diterima, sedangkan 6 aitem

dinyatakan gugur dengan korelasi aitem

total yang bergerak dari 0,398 sampai 0,818.

Aitem hasil uji coba, sebelum digunakan

dalam penelitian yang sebenarnya diatur

kembali nomor-nomor aitemnya.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Peneliti meminta bantuan para

siswa untuk mengisi skala-skala yang

dibawa peneliti. Peneliti lalu membagikan 1

bendel yang berisi Skala Kesehatan Mental,

Skala Regulasi Emosi, dan Skala Dukungan

Sosial Teman Sebaya. Peneliti juga

memberikan contoh singkat cara

mengisinya. Para siswa kemudian

dipersilakan untuk mulai mengisi skala

setelah mereka memahami cara

mengisinya. Setelah selesai mengisi, peneliti

kemudian memberikan reward.

Page 12: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

YUNANTO

JURNAL ILMU PERILAKU 82

Analisis Data Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan

dalam penelitian ini akan diuji dengan

menggunakan metode statistik. Metode

analisis data yang digunakan untuk

menguji hipotesis penelitian tersebut

adalah teknik regresi linear berganda.

Analisis ini digunakan untuk mengetahui

arah hubungan antara variabel independen,

apakah berhubungan positif atau negatif,

terhadap variabel dependen (Priyatno,

2008). Dalam hal penelitian ini, terdapat

dua variabel independen, yaitu variabel

Regulasi Emosi (X1) dan variabel Dukungan

Sosial Teman Sebaya (X2).

HASIL

Berdasarkan hasil analisis diperoleh

angka korelasi ganda R = 0,757. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi hubungan

yang kuat antara variabel X1 dan X2

terhadap variabel dependen. Koefisien

determinasi yang digunakan untuk

mengetahui seberapa besar kemampuan

variabel regulasi emosi dan dukungan

sosial teman sebaya menjelaskan variabel

kesehatan mental ditunjukkan oleh nilai R2

sebesar 0,574. Angka tersebut mengandung

pengertian bahwa dalam penelitian ini,

regulasi emosi dan dukungan sosial teman

sebaya memberikan sumbangan efektif

sebesar 57,4% terhadap kesehatan mental.

Hal ini berarti masih terdapat 42,6% faktor

lain yang mempengaruhi kesehatan mental.

Selain dengan analisis korelasi

ganda, peneliti juga menguji hipotesis

dengan koefisien regresi secara bersama-

sama (Uji F). Uji ini dilakukan untuk

mengetahui apakah variabel independen

secara bersama-sama berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen. F

hitung = 66,628. Uji F dilakukan dengan

membandingkan F hitung dengan F tabel.

Jika F hitung > F tabel maka terdapat

hubungan secara signifikan antara variabel

X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap

variabel dependen. Dengan menggunakan

taraf signifikansi 5%, df 1 (Jumlah variabel -

1) = 2, df2 (n – k) = 99 (n adalah jumlah data

dan k adalah jumlah variabel independen),

diperoleh F tabel = 3,09. Dengan demikian,

karena F hitung > F tabel (66,628 > 3,09),

maka dapat dinyatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara Regulasi

Emosi dan Dukungan Sosial Teman Sebaya

dengan Kesehatan Mental secara bersama-

sama. Hal ini berarti model regresi dapat

dipakai untuk memprediksi kesehatan

mental.

Dari hasil analisis-analisis diatas,

hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan antara regulasi emosi dan

dukungan sosial teman sebaya dengan

kesehatan mental remaja dapat diterima.

DISKUSI

Berdasarkan hasil analisis,

dinyatakan bahwa F = 66,628; p < 0,01

sehingga hipotesis dapat diterima. Dengan

kata lain, regulasi emosi dan dukungan

sosial teman sebaya memiliki hubungan

positif dengan kesehatan mental remaja.

Artinya, semakin baik regulasi emosi dan

semakin besar dukungan sosial yang

diterima dari teman-teman sebayanya,

maka kesehatan mental remaja tersebut

akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan

apa yang dikemukakan WHO (2005)

tentang faktor risiko dan faktor protektif

bahwa dari sudut pandang psikologis,

Page 13: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

YUNANTO

JURNAL ILMU PERILAKU 83

faktor risiko yang mempengaruhi

kesehatan mental adalah masalah

emosional dan dari sudut pandang sosial

adalah dukungan dari lingkungan sekitar

salah satunya dukungan sosial dari

lingkungan sekitar mereka (dalam hal ini

teman sebayanya. Dari hal tersebut, faktor

protektif tentang kemampuan untuk

regulasi emosi dan dukungan dari teman

sebayanya di sekolah akan membuat

mereka merasa nyaman berada di sekolah

tersebut dan menciptakan lingkungan yang

kondusif.

Seperti yang telah ditulis dalam

tinjauan pustaka, bahwa kemampuan

regulasi emosi secara signifikan

memberikan sumbangan positif bagi

kesehatan mental seseorang. Saxena, Dubey

dan Pandey (2011) menemukan bahwa

setiap komponen yang tercakup dalam

kemampuan regulasi emosi membantu

seseorang untuk mencapai kondisi

kesehatan mental. Sejalan juga dengan yang

diungkapkan oleh Coleman & Vaughn

(dalam Kumara, 2012) yang mengatakan

bahwa para pelajar yang mengalami

kesukaran perilaku dan emosi di sekolah

sering mengalami kegagalan akademik dan

sejumlah interaksi sosial yang negatif. Dari

11 ciri remaja sehat mental yang

dikemukakan oleh Prever (2006), penelitian

ini dikhususkan untuk menjelaskan tentang

peran kemampuan regulasi emosi dan

dukungan sosial dari teman sebayanya.

Seperti halnya yang dikemukakan Moos

(2002) tentang framework kesehatan mental

remaja bahwa regulasi emosi termasuk

dalam personal system dan dukungan sosial

teman sebaya masuk dalam environmental

system yang mana kedua hal tersebut

memiliki peran dengan kesehatan mental.

Gambar 1. Bagan Kesehatan Mental Remaja Dikembangkan dari Penelitian Moos (2002)

Page 14: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

YUNANTO

JURNAL ILMU PERILAKU 84

Pada penelitian ini didapat bahwa

kategori kesehatan mental subjek terdapat

pada kategori sedang dan tinggi, dan tidak

ditemukan subjek yang berada pada

kategori rendah. Hal ini juga dapat dilihat

dari mean empirik kesehatan mental sebesar

173, 23 berada dalam kategori tinggi.

Berdasar kategorisasi, sebesar 61,77%

sejumlah 63 subjek berada pada kategori

tinggi, sedangkan 39 subjek atau 38,23%

dari subjek penelitian berada pada kategori

sedang, dan tidak ada subjek (0%) yang

berada pada kategori rendah. Pada

penelitian ini didapat bahwa kategori

regulasi emosi subjek terdapat pada

kategori sedang dan tinggi, dan tidak

ditemukan subjek yang berada pada

kategori rendah.

Hal ini juga dapat dilihat dari mean

empirik skala regulasi emosi sebesar 65,75

termasuk kategori tinggi yang berarti pula

bahwa skor subjek rata-rata termasuk

dalam kategori tinggi. Sebanyak 54,91%

atau sejumlah 56 orang berada dalam

kategori tinggi, 45,9% subjek atau sejumlah

46 orang berada dalam kategori sedang,

dan tidak ada subjek (0%) yang berada

pada kategori rendah. Hal serupa juga

terjadi dalam kategorisasi dukungan sosial

teman sebaya. Mean empirik skala

dukungan sosial teman sebaya sebesar

133,66 termasuk kategori tinggi. Sebanyak

70,59% atau sejumlah 72 orang berada

dalam kategori tinggi, 29,41% subjek atau

sejumlah 30 orang berada dalam kategori

sedang, dan tidak ada subjek (0%) yang

berada pada kategori rendah.

Berdasarkan hasil kategorisasi

tersebut terlihat bahwa remaja SMA di

Yogyakarta menunjukkan kondisi yang

dapat dibilang positif. Data dari Kepolisian

menyebutkan bahwa SMA tersebut sering

terlibat kasus kekerasan antar pelajar,

seperti tawuran, pembacokan, dan

sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa

atribut negatif yang selama ini diberikan

kepada sekolah tersebut tidak terbukti

seutuhnya. Siswa yang termasuk dalam

kategori sedang, mungkin masih

mengalami kebingungan dalam memilih

kegiatan yang menunjang dirinya, sehingga

ketika siswa yang berada dalam kondisi ini

rawan untuk mendapatkan pengaruh dari

teman sebayanya. Dari hal tersebut dapat

jadi kasus yang dimaksudkan oleh

Kepolisian adalah siswa-siswa yang berada

dalam kategori sedang ini.

Menurut Santrock (2011) bahwa

teman sebaya memiliki peran lingkungan

terdekat memiliki peran yang besar dalam

diri seorang remaja, karena pada masa ini

peran orangtua/keluarga sudah mulai

berkurang. Sebaliknya, siswa yang

termasuk dalam kategori tinggi merupakan

siswa yang sudah mampu mengelola

emosinya secara efektif dan mendapatkan

dukungan sosial dari teman sebaya yang

positif sehingga kesehatan mental nya juga

baik. Hal ini menunjukkan siswa yang

termasuk dalam kategori tinggi sudah

mampu untuk menangani masalah yang

dihadapinya, sehingga mereka lebih terlibat

dalam aktivitas-aktivitas yang positif,

sehingga dalam hal ini permasalahan

seputar kesehatan mental, regulasi emosi,

dan dukungan sosila teman sebaya dapat

teratasi.

Kesehatan mental dalam hal ini

diartikan sebagai performa sukses dari

seseorang yang dapat menghasilkan

aktivitas produktif, menjalin hubungan

dengan orang lain, beradaptasi dengan

Page 15: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

JURNAL ILMU PERILAKU 85

perubahan, dan mengatasi perbedaan

(Surgeon's General, dalam Prever., 2006)

tidak dapat dipahami sebagai satu hal yang

statis atau linier (Moos, 2002). Apalagi

ketika kita membahas kesehatan mental

dalam konteks siswa SMA yang masuk

dalam kategori remaja yang senantiasa

disertai dengan kompleksitas masa transisi

kehidupan & perkembangan (Santrock,

2011). Meskipun kesehatan mental seolah

bersifat sangat personal terkait kualitas

kehidupan, namun berbagai perubahan di

sekitar remaja membuat konteks kesehatan

mental remaja menjadi satu hal yang luas

(Moos, 2002).

Dalam tinjauan pustaka disebutkan

bahwa emosi perlu dikelola sedemikian

rupa agar dapat berfungsi secara lebih

adaptif dan positif dalam diri seseorang

(Gross, 1998). Adapun individu yang

mampu mengelola emosi dapat diartikan

sebagai individu yang telah belajar untuk

mampu mengekspresikan perasaan secara

efektif, melibatkan keseimbangan antara

ekspresi spontan dengan yang disadari

serta menggunakan kontrol rasional

(Atwater & Duffy, 2005). Dalam studi

preliminary peneliti memperlihatkan adanya

bentuk pengekspresian emosi dalam media

sosial yang sifatnya ekspresif informatif.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa remaja

merefleksikan kondisi psikologis terkait

kondisi emosional yang dialaminya sebagai

bentuk informasi kepada orang-orang

disekitarnya. Merujuk pada kerangka Moos

(2002), fungsi emosional yang termuat

dalam sistem personal remaja menjadi

suatu bagian yang tak terpisahkan dari

kesehatan mental. Keduanya berkaitan erat

dengan kesehatan mental remaja (Roeser,

Eccles, dan Sameroff 1998).

Regulasi emosi yang berada dalam

sistem personal remaja dapat

mempengaruhi kondisi kesehatan mental

remaja. Hasil kategorisasi menunjukkan

bahwa regulasi emosi remaja dalam

penelitian termasuk positif. Artinya,

kemampuan regulasi emosi menjadi hal

yang penting dalam kehidupan seorang

remaja. Faktor emosional pada remaja

berperan dalam kesehatan mental. Individu

yang mengelola emosi dapat diartikan

individu tersebut belajar untuk dapat

mengekspresikan perasaan secara efektif,

melibatkan keseimbangan antara ekspresi

spontan dengan yang disadari serta

menggunakan kontrol rasional (Atwater &

Duffy, 2005). Hal ini sejalan dengan apa

yang dikemukakan oleh Gross dan Munoz

(1995), terdapat beberapa aspek yang

mempengaruhi kesehatan mental

diantaranya adalah memahami,

mengkomunikasikan dan melakukan

regulasi emosi.

Moos (2002) yang memberikan

gambaran mengenai environmental system

atau aspek eskternal salah satunya terdiri

dari social climate yang termasuk

didalamnya berupa dukungan sosial.

Individu yang mendapatkan dukungan

sosial percaya bahwa individu tersebut

dicintai dan diperhatikan, mulia dan

dihargai, dan merupakan bagian dari

jaringan sosial, misalnya keluarga atau

organisasi kemasyarakatan. Individu tidak

merasa sendiri dan cepat putus asa dalam

menghadapi permasalahan yang

dihadapinya karena ada orang-orang

disekelilingnya yang membantu dan

Page 16: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

YUNANTO

JURNAL ILMU PERILAKU 86

memberi dukungan. Beberapa penelitian

menemukan bahwa faktor dukungan sosial

sebagai suatu sistem lingkungan

mempengaruhi kesehatan mental remaja di

sekolah.

Dengan demikian, teman sebaya

memiliki peran yang penting dan juga

sentral dalam menyediakan bentuk-bentuk

dukungan biasa/umum yang langsung dan

dapat diakses dan menunjukkan

konsistensi signifikansi dalam

mempromosikan kesehatan mental remaja.

Hasil penelitian yang dilakukan McGrath,

dkk. (2009) mengkonfirmasikan bahwa

teman merupakan sumber penting yang

menyediakan dukungan emosional.

Dukungan emosional merupakan bentuk

dukungan yang lebih sensitif dan

berhubungan dengan perasaan dan

biasanya melibatkan hubungan yang dekat

(hubungan karib).

Biasanya hal ini menyangkut hal-hal

seperti, selalu ada untuk orang yang dekat,

mendengarkan mereka ketika mereka

sedang sedih, dan memberikan dukungan

yang tanpa syarat. Adapun penelitian lain

yang dilakukan oleh Tahmasbipour &

Taheri (2012) mengatakan bahwa dukungan

sosial berhubungan positif dengan

kesehatan mental mahasiswa di Shahid

Rajaee University di Iran. Penelitian

tersebut mengatakan bahwa semakin tinggi

dukungan sosial akan diikuti dengan

meningkatnya kesehatan mental. Hal

tersebut senada dengan apa yang

diungkapkan oleh Santrock (2011) bahwa

teman sebaya memiliki peran yang penting

selama masa remaja karena anak sudah

mulai meluangkan waktu bersama dengan

teman-teman sebaya. Pengelolaan emosi

dan interaksinya dengan teman sebaya

memiliki peran terhadap kondisi kesehatan

psikis remaja.

Berdasarkan hasil analisis

determinasi, diperoleh R2 sebesar 0,574 atau

57,4%. Hal ini menunjukkan bahwa

persentase sumbangan efektif kedua

variabel independen terhadap variabel

dependen adalah sebesar 57,4%. Artinya,

variasi variabel regulasi emosi dan

dukungan sosial teman sebaya mampu

menjelaskan sebesar 57,4% variasi variabel

kesehatan mental. Sedangkan sisanya 42,6%

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak

dimasukkan dalam penelitian ini.

Oleh karena itu, dengan berbagai

kompleksitas permasalahan yang meliputi

kesehatan mental remaja di sekolah,

berdasarkan apa yang disampaikan Moos

(2002) dan Christner & Mennuti (2009)

masih dibutuhkan proses jangka panjang,

komprehensif, dan sinergis untuk

mewujudkan terciptanya kualitas kesehatan

mental remaja di sekolah. Dalam konteks

sekolah, kesehatan mental berbasis sekolah

merupakan faktor penting dalam

mewujudkan kesehatan emosional siswa,

kemampuan belajar yang optimal, dan

kesediaan seorang siswa untuk menempuh

pendidikan (Christner & Mennuti, 2009).

Kualitas kesehatan mental ini merupakan

cerminan sekaligus modalitas penting bagi

seorang remaja untuk melewati masa-masa

sekolahnya yang penuh dengan tantangan

eksternal maupun dinamika personalnya.

Page 17: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

JURNAL ILMU PERILAKU 87

KEPUSTAKAAN

Atwater, E & Duffy, K. G. (2005). Psychology

for Living: Adjusment, Growth and

Behaviour Today (8th Edition). New

Jersey: Pearson Prentice.

Berns, R.M. (2004). 6th Edition: Child, Family,

School, Community: Socialization and

Support. California: Thomson-

Wadsworth.

Christner, R.W. & Mennuti, R.B. (2009).

School-Based Mental Health. New York:

Routledge.

Cohen, S. & Syme, S.L. (1985). Social Support

and Health. San Fransisco: Academic

Press.

Coleman, M., & Vaughn, S. (2000). Reading

interventions for students with

emotional/behavioral disorders. New

York: Columbia University

TeenScreen Program.

Gross, J.J. & Munoz, R.F. (1995). Emotion

Regulation and Mental Health.

American Psychological Association D12.

http://spl.stanford.edu/pdfs/1995%20

Clinical%20Psychology%20Science%2

0and%20Practice%20-

%20Emo.%20Reg.%20and%20Mental

%20Health.pdf tanggal 30 Agustus

2017.

Gross, J. J. & Thompson, R. A. (2007).

Emotion regulation: Conceptual

foundations.In J. J. Gross (Ed.),

Handbook of emotion regulation. New

York: Guilford Press

Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y.S. (1983).

Psikologi Perkembangan Anak dan

Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung

Mulia.

Hayes, J. R. (2000). A New Framework for

Understanding Cognition

and. Perspectives on writing: Research,

theory, and practice, 6.

Kumara, A. (2012). Permasalahan Kesehatan

Mental Remaja di DIY. (Laporan

Penelitian tidak dipublikasikan).

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Lervolino, A. C., Pike, A., Manke, B., Reiss,

D., Hetherington, E. M., & Plomin, R.

(2002). Genetic and environmental

influences in adolescent peer

socialization: Evidence from two

genetically sensitive designs. Child

development, 73(1), 162-174.

McGrath, B., Brennan, M. A. Dolan, P., &

Barnett, R. (2009). Adolescent well-

being and supporting contexts : A

comparison of adolescents in Ireland

and Florida. Journal of Community and

Applied Social Psychology, 19, 299-320.

Mental Health Foundation (MHF). (2001).

http://www.mentalhealth.org.uk/help

-information/an-introduction-to-

mental-health/what-is-mental-health/

tanggal 5 September 2017.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R.

(2009). Psikologi Perkembangan:

Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.

Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Moos, R. H. (2002). Life Stressors, Social

Resources, and Coping Skills in

Youth: Applications to Adolescents

With Chronic Disorders. Journal of

Adolescent Health, 30 (4), 22-29.

Passer, M. & Smith, R. (2007) Psychology; The

science of mind and behavior. New York:

McGraw-Hill.

Prever, M. (2006). Mental Health in Schools.

London: Paul Chapman Publishing.

Priyatno, D. (2008). Mandiri belajar SPSS.

Jakarta: Mediakom.

Puspitasari, Y.P., Abidin, Z., Sawitri, D.R.

(2010). Hubungan antara Dukungan

Sosial Teman Sebaya terhadap

Kecemasan Menjelang Ujian Nasional

(UN) pada Siswa Kelas XII Reguler

SMA Negeri 1 Surakarta. SKRIPSI.

http://eprints.undip.ac.id/24776/

tanggal 20 Juli 2017

Page 18: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

YUNANTO

JURNAL ILMU PERILAKU 88

Rice, F. P., & Dolgin, K. G. (2002). The

Adolescent Development, Relationships,

and Culture. Boston: Allyn & Bacon.

Roeser, R.W., Eccles, J.S., Sameroff, A.J.

(1998). Academic and emotional

functioning in early adolescence:

Longitudinal relations, patterns, and

prediction by experience in middle

school. Development and

Psychopathology, 10, 321–352.

Santrock, J.W. (2011). Life-Span

Development:13th Edition. New York:

McGraw-Hill.

Saxena, P., Dubey, A., & Pandey, R. (2011).

Role of Emotion Regulation

Difficulties in Predicting Mental

Health and Well-being. SIS J. Proj.

Psy. & Mental Health 18: 147-155.

Shahzad, A., Ahmed, T., Jaffari, S.I.A.,

Khilji, B.A. (2012). Impact Of Self

Esteem & Support On Student

Performance. Journal Management &

Marketing, Vol. 10, Issue 2, pp. 352-358.

Skalski, A. K. & Smith, M.J. (2006).

Responding to the mental health

needs of students. Principal Leadership,

12 – 15.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta :

PT Gramedia Widiasarna Indonesia

Story, M. & Stang, J. (2005) Nutrition needs

of adolescents. In: Stang, J. and Story,

M., Eds., Guidelines for Adolescent

Nutrition Services, University of

Minnesota, Minneapolis, 21-34.

Tahmasbipour, N. & Taheri, A. A. (2012).

Survey on the relation between social

support and mental health in students

Shahid Rajaee University. ELSEVIER

Procedia – Social and Behavioral Sciences

2012 Vol: 47, Hal: 5-9.

Thompson, R. A., & Meyer, S. (2007).

Socialization of Emotion Regulation

in the Family. In J. J. Gross, Handbook

of Emotion Regulation (pp. 249-269).

New York: Guilford Press.

Whitlock, J. & Schantz, K. (2008). Mental

Illness and Mental Health. ACT for

Youth Center of Excellence: Research

Facts and Findings.

World Health Organization (WHO). (2011).

http://www.who.int/features/qa/62/e

n/ tanggal 17 Juni 2017.

Page 19: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

MITRA BEBESTARI

JURNAL PSIKOLOGI ANDALAS VOLUME 2 NOMOR 2

TAHUN 2018

Semua naskah pada Jurnal Psikologi Andalas yang diterbitkan pada Volume 2

Nomor 2 Tahun 2018 telah ditelaah oleh Mitra Bestari berikut ini :

1. Dr. Mochamad Widjanarko, S.Psi., M.Si., Fakultas Psikologi Universitas Muria

Kudus, Indonesia

2. Dr. Wahyu Rahardjo, Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Indonesia

3. Dr. Nelly Marhayanti, Msi. Fakultas Fakultas Ushuluddin Adab dan

Dakwah Institut Agama Islam Negeri Bengkulu, Indonesia

4. Indra Yohanes Kiling, M.A., PhD, Program Studi Psikologi, Universitas Nusa

Cendana, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

5. Danan Satriyo Wibowo, S.Sos., M.Si., Program Studi Psikologi Universitas

Muhammadiyah Jember, Indonesia

6. Nurlaela Widyarini, S.Psi., M.Si., Program Studi Psikologi Universitas

Muhamadiyah Jember

7. Dr. Ihsana Sabriani Borualogo, M.Si., Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Bandung, UNISBA, Indonesia.

8. Haidar Buldan Thontowi, M.A., Ph.D Cand., University of St Andrews, United

Kingdom

9. Triantoro Safaria, Ph.D, Program Studi Psikologi Universitas Ahmad

Dahlan, Indonesia

10. Dr. Novi Ekayati, M.Si., Psikologi, Fakultas Psikologi UNTAG Surabaya,

Indonesia

Page 20: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

Perlukah Kesehatan MentalRemaja? Menyelisik Peranan

Regulasi Emosi dan DukunganSosial Teman Sebaya Dalam Diri

Remajaby Taufik Akbar Rizqi Yunanto

Submission date: 11-Sep-2019 04:47PM (UTC+0700)Submission ID: 1170727544File name: JIPV02N02_ART02_TARY_15-28_-_Revised_14-12-18.doc (207K)Word count: 5154Character count: 33322

Page 21: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 22: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 23: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 24: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 25: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 26: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 27: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 28: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 29: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 30: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 31: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 32: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 33: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 34: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)
Page 35: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

15%SIMILARITY INDEX

11%INTERNET SOURCES

5%PUBLICATIONS

12%STUDENT PAPERS

1 <1%

2 <1%

3 <1%

4 <1%

5 <1%

6 <1%

7 <1%

8 <1%

Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik PerananRegulasi Emosi dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam DiriRemajaORIGINALITY REPORT

PRIMARY SOURCES

eprints.uns.ac.idInternet Source

petrussamo.wordpress.comInternet Source

repository.nwu.ac.zaInternet Source

www.thefreelibrary.comInternet Source

Submitted to Universitas Negeri MakassarStudent Paper

Submitted to Universitas 17 Agustus 1945SurabayaStudent Paper

Submitted to Radboud Universiteit NijmegenStudent Paper

journals.sagepub.comInternet Source

Page 36: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

9 <1%

10 <1%

11 <1%

12 <1%

13 <1%

14 <1%

15 <1%

16 <1%

17 <1%

18 <1%

eprints.umm.ac.idInternet Source

pendidikan.jogjakota.go.idInternet Source

Effy Wardati Maryam. "Gambaran Sense OfCommunity Pada Karyawan Bagian AdministrasiDi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo",Psikologia : Jurnal Psikologi, 2018Publication

Submitted to Universitas MuhammadiyahPonorogoStudent Paper

oxfordrowing.netInternet Source

Submitted to Glasgow Caledonian UniversityStudent Paper

Submitted to iGroupStudent Paper

edoc.siteInternet Source

slidedocuments.orgInternet Source

Submitted to Trinity College DublinStudent Paper

Page 37: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

19 <1%

20 <1%

21 <1%

22 <1%

23 <1%

24 <1%

25 <1%

26 <1%

27 <1%

28 <1%

29 <1%

30

docobook.comInternet Source

eprints.uny.ac.idInternet Source

ejournal.upnvj.ac.idInternet Source

ejournal.uigm.ac.idInternet Source

ejournal.undip.ac.idInternet Source

repository.maranatha.eduInternet Source

epdf.tipsInternet Source

oparu.uni-ulm.deInternet Source

www.tandfonline.comInternet Source

candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.idInternet Source

suryastatus.blogspot.comInternet Source

www.julkari.fiInternet Source

Page 38: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

<1%

31 <1%

32 <1%

33 <1%

34 <1%

35 <1%

36 <1%

37 <1%

38 <1%

39 <1%

40 <1%

41 <1%

Submitted to Universitas Islam RiauStudent Paper

Submitted to Universitas Sebelas MaretStudent Paper

Submitted to Unika SoegijapranataStudent Paper

jurnal.ugm.ac.idInternet Source

Submitted to Universitas Muria KudusStudent Paper

Submitted to Padjadjaran UniversityStudent Paper

es.scribd.comInternet Source

repository.uinjkt.ac.idInternet Source

docplayer.infoInternet Source

stiebinaniaga.ac.idInternet Source

Submitted to Universitas Negeri SemarangStudent Paper

Page 39: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

42 <1%

43 <1%

44 <1%

45 <1%

46 <1%

47 <1%

48 <1%

49 <1%

50 <1%

51 <1%

52 <1%

docs.google.comInternet Source

papyrus.bib.umontreal.caInternet Source

repository.unika.ac.idInternet Source

eprints.ums.ac.idInternet Source

www.mdp.edu.arInternet Source

journal.unpad.ac.idInternet Source

ejournal3.undip.ac.idInternet Source

Submitted to Universitas Pendidikan IndonesiaStudent Paper

id.scribd.comInternet Source

www.scribd.comInternet Source

Submitted to Universitas MuhammadiyahSurakartaStudent Paper

Page 40: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

53 <1%

54 <1%

55 <1%

56 <1%

57 <1%

58 <1%

59 <1%

60 <1%

61 <1%

62 <1%

63 <1%

64

etheses.uin-malang.ac.idInternet Source

Submitted to Universitas Islam IndonesiaStudent Paper

ejurnal.mercubuana-yogya.ac.idInternet Source

sdi-alamanah.blogspot.comInternet Source

intansuryani18.blogspot.comInternet Source

www.santamaria-crb.sch.idInternet Source

kroepoektengiri.blogspot.comInternet Source

www.klungkungkab.go.idInternet Source

Submitted to UIN Maulana Malik Ibrahim MalangStudent Paper

rpsico.mdp.edu.arInternet Source

academic.oup.comInternet Source

repository.uksw.eduInternet Source

Page 41: KATA PENGANTAR - Universitas Surabaya (Ubaya)

<1%

65 <1%

66 <1%

67 <1%

68 <1%

69 <1%

70 <1%

Exclude quotes On

Exclude bibliography On

Exclude matches < 5 words

adoc.tipsInternet Source

Submitted to Syiah Kuala UniversityStudent Paper

Submitted to Higher Education CommissionPakistanStudent Paper

sandrachiabi.comInternet Source

Submitted to Christian University of MaranathaStudent Paper

Submitted to Universitas TerbukaStudent Paper