kata pengantar - sinta.unud.ac.id · tahun 1945 ( selanjutnya disebut uud 1945) , hal ini sesuai...
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya
skripsi ini dapat terselesaikan. Judul yang diangkat dalam skripsi ini adalah
“Pelaksanaan Batas Waktu Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Melalui Mediasi Pada Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Denpasar”
dimana penulisan skripsi ini adalah merupakan persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, serta sebagai salah satu
perwujudan tanggung jawab untuk memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
yang lebih khususnya tentang ilmu hukum.
Berbagai tantangan, hambatan, dan persoalan tidak sedikit muncul dalam
proses penyelesaian skripsi ini, karena menyadari akan keterbatasan kemampuan.
Namun semua dapat dilewati dengan adanya bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasi yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum., Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, SH.,MH., Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Udayana;
3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
v
4. Bapak Dr. I Gede Yusa, SH.,MH., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
5. Bapak A.A. Gede Oka Parwata, SH.,M.Si., Ketua Program Ekstensi
Fakultas Hukum Universitas Udayana;
6. Bapak Dr. I Ketut Sudantra, SH.,MH., Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan selama mengikuti perkuliahan;
7. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Dosen Pembimbing I dan
sekaligus Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Udayana yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan
memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
8. Bapak I Made Dedy Priyanto, SH.,M.Kn., Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan masukan dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini;
9. Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik dan membekali ilmu
pengetahuan selama awal perkuliahan hingga skripsi ini diselesaikan;
10. Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah banyak
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini;
11. Bapak Drs. I.G.A Rai Anom Suradi, MM, Kepala Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Denpasar yang sudah bersedia membantu proses penyelesaian
skripsi ini;
12. Ibu Luh Nyoman Sandyawati, SH, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar yang
sudah bersedia membantu proses penyelesaian skripsi ini;
vi
13. Ibu Ida Herlina, SH, Mediator Hubungan Industrial Pada Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Denpasar, telah banyak membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
14. Bapak I Nyoman Alit Ningsana Yadnya, SH, Mediator Hubungan Industrial
Pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, telah banyak
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini;
15. Seluruh Pegawai pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar;
16. Bapak dan Ibu Penulis, I Ketut Sudarsana, SE dan Ni Wayan Suantari serta
semua anggota keluarga besar yang telah banyak membantu serta memberi
semangat, dorongan dan doa sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan;
17. Made Karisma Iswaria Dewi, saudara penulis yang sudah memberikan
dukungan, semangat dan membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini;
18. Putu Dian Junintya Dewi, teman dekat penulis yang selalu menemani,
membantu dan memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini;
19. Seluruh teman-teman angkatan 2012 Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Circus Group dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
telah membantu dan memberikan masukan serta dorongan dalam penulisan
skripsi ini.
vii
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itulah penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Denpasar, 18 Nopember 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN SAMPUL DEPAN ..................................................................... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM...................... ii
LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ....................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
ABSTRAK ............................................................................................................. xv
ABSTRACT ............................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 8
1.3 Ruang Lingkup Masalah............................................................ 9
19.4 Orisinalitas Penelitian ...................................................................... 10
19.5 Tujuan Penelitian ............................................................................. 11
19.5.1 ......................................................................................... Tujuan umum .............................................................................. 11
19.5.2 ......................................................................................... Tujuan khusus ............................................................................. 11
19.6 Manfaat Penelitian ........................................................................... 12
19.6.1 ......................................................................................... M
andasan Teoritis 13
19.7 Metode Penelitian ............................................................................ 18
19.7.1 Jenis penelitian ...................................................................... 18
19.7.2 Jenis pendekatan.................................................................... 19
19.7.3 Sifat penelitian ...................................................................... 19
19.7.4 Data dan sumber data ............................................................ 20
19.7.5 Teknik pengumpulan data ..................................................... 21
19.7.6 Teknik penentuan sampel penelitian ..................................... 21
19.7.7 Teknik pengolahaan dan analisis data ................................... 21
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, MEDIASI
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DINAS SOSIAL
DAN TENAGA KERJA KOTA DENPASAR
2.1 Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial .......................................................................................... 23
2.1.1 Pengertian penyelesaian perselisihan hubungan industrial 23
2.1.2 Dasar hukum penyelesaian perselisihan hubungan
industrial ................................................................................ 28
2.1.3 Batas waktu penyelesaian perselisihan hubungan
industrial ................................................................................ 30
2.2 Tinjauan Umum Tentang Mediasi Perselisihan Hubungan
2.2.1 Pengertian mediasi perselisihan hubungan industrial ........... 31
2.2.2 Dasar hukum mediasi perselisihan hubungan industrial 35
2.2.3 Hubungan hukum antara mediator dengan para pihak .. 35
2.2.4 Batas waktu mediasi perselisihan hubungan industrial .. 39
2.3 Tinjauan Umum Tentang Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Denpasar .......................................................................................... 40
2.3.1 Deskripsi umum Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar ....................................................................... 40
2.3.1.1 Letak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Denpasar .................................................................... 41
2.3.1.2 Struktur organisasi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar ........................................................... 41
2.3.2 Dasar hukum pembentukan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar ....................................................................... 45
2.3.3 Tugas dan fungsi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Denpasar ................................................................................ 47
BAB III KENDALA-KENDALA DIDALAM PELAKSANAAN BATAS
WAKTU PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI PADA DINAS SOSIAL DAN
TENAGA KERJA KOTA DENPASAR
xii
3.1 Persyaratan dan Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial melalui Mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar ................................................................................. 51
3.2 Kendala-Kendala yang Dihadapi oleh Mediator didalam
Pelaksanaan Batas Waktu Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial melalui Mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar ................................................................................. 57
BAB IV UPAYA – UPAYA YANG DILAKUKAN DINAS SOSIAL DAN
TENAGA KERJA KOTA DENPASAR UNTUK
MENANGGULANGI KENDALA-KENDALA DIDALAM
PELAKSANAAN BATAS WAKTU PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI
MEDIASI PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA
DENPASAR
4.1 Upaya Pencegahan yang Dilakukan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar untuk Menanggulangi Kendala-Kendala didalam
Pelaksanaan Batas Waktu Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial melalui Mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar ................................................................................. 61
4.2 Upaya Penanganan yang Dilakukan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar untuk Menanggulangi Kendala-Kendala didalam
Pelaksanaan Batas Waktu Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial melalui Mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar ................................................................................. 63
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 66
5.2 Saran ................................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN
RINGKASAN SKRIPSI
xiv
ABSTRAK
Didalam pelaksanaan mediasi perselisihan hubungan industrial pada
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, tidak semua penyelesaian
perselisihan melalui mediasi pada tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan batas
waktu yang ditentukan sesuai dengan Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja
Mediasi yaitu 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak diterimanya pelimpahan
penyelesaian perselisihan. Adapun permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana
kendala dan upaya menanggulangi kendala tersebut didalam pelaksanaan batas
waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum
yuridis empiris. Adapun sumber data primer dalam penelitian yaitu data diperoleh
dari hasil wawancara pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar dan data
sekunder berasal dari penelitian kepustakaan yaitu bahan-bahan hukum.
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan batas waktu mediasi yaitu seperti tidak
dilampirkannya risalah perundingan bipartit, kurang aktifnya para pihak pekerja
atau perusahaan, kewenangan terbatas yang diberikan perusahaan pusat,
banyaknya kasus perselisihan hubungan industrial pada Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Denpasar, keterbatasan jumlah sumber daya manusia, tidak dibawanya
dokumen pendukung didalam proses mediasi, tidak terfokusnya tugas mediator
hanya untuk menyelesaikan perselisihan melalui mediasi.Upaya pencegahan yang
dilakukan yaitu memberikan pengarahan dan menyarankan agar para pihak yang
berselisih agar hadir langsung didalam mediasi, memberi kuasa kepada orang
yang berkompeten di bidang ketenagakerjaan, menginstruksikan agar dibawa alat-
alat penunjang didalam proses mediasi dan upaya penanganan yang dilakukan
yaitu memfokuskan mediator didalam penanganan kasus perselisihan hubungan
industrial, menambah jumlah mediator dan staf administrasi mediator, dan
mensosialisasikan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Ketenagakerjaaan.
Kata Kunci : Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Mediasi, Batas
Waktu, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar
xv
ABSTRACT
Implementation of the mediation of an industrial dispute at the
Department Social and Manpower of Denpasar City , not all of the settlement of
the dispute through mediation can be settled in accordance with the deadline
specified in accordance with Article 15 Paragraph (1) of the Regulation of the
Minister of Manpower and Transmigration Republic of Indonesia Number 17
Year 2014 On Appointment and Dismissal of Industrial Relations Mediator and
work Procedures Mediation is 30 (thirty) business days from the receipt of the
transfer of the settlement of disputes. The issues studied are how the constraints
and efforts to overcome these obstacles in the implementation deadline for the
settlement of industrial disputes through mediation at the Department Social and
Manpower of Denpasar City.
The method used is the juridical empirical legal research methods. The
primary data source in the study of the data obtained from interviews at the
Department Social and Manpower of Denpasar City and secondary data derived
from the research literature that legal materials.
From this research it can be concluded that the obstacles encountered in
the implementation deadline of mediation that is like not attached to the minutes
of bipartite negotiations, less active of the party workers or companies, limited
authority given the central enterprises, the number of cases of industrial disputes
at the Department of Social and Manpower of Denpasar City, the limited number
of human resources, was not brought supporting documents in the mediation
process, not only focused the task of mediator to resolve the dispute through
mediation. Prevention efforts made is to provide guidance and suggest that the
disputing parties to be present directly in mediation, giving power to people who
are competent in the field of employment, instructs brought supporting tools in the
mediation process and the way in which to do that is to focus mediator in the
handling cases of industrial disputes, increase the number of administrative staff
of mediator and mediator, and socialize Regulation Legislation in the field of
manpower.
Keywords : Industrial Dispute Settlement, Mediation, Deadlines, Department
Social and Manpower of Denpasar City
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah sebuah negara yang berada dalam kategori negara
berkembang. Di era moderinisasi dan globalisasi ini, Indonesia yang berada di
dalam kategori Negara berkembang dituntut untuk adanya pembangunan di segala
bidang kehidupan sehingga mampu menjadi negara maju. Pembangunan nasional
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 ( Selanjutnya disebut UUD 1945) , hal ini sesuai dengan pembukaan
UUD 1945 alenia keempat menetapkan tujuan Negara Republik Indonesia yakni
“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial”.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai
peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan
pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan
pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan
peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja
1
2
dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Perlindungan
tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan
menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar
apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Untuk mengoptimalkan sumber daya manusia, negara perlu memberikan
perlindungan di segala bidang bagi semua warga negaranya. Bidang yang
mempunyai peranan penting adalah perekonomian dan ketenagakerjaan, tanpa
mengesampingkan bidang lain. Di bidang perekonomian, apabila suatu negara
mempunyai dasar yang kuat, maka akan banyak investor nasional maupun
internasional yang menanamkan modalnya dengan mendirikan perusahaan.
Perusahaan tersebut mempunyai peranan yang cukup besar, yaitu untuk
memberikan kesempatan kerja bagi para pekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sedangkan di bidang ketenagakerjaan, sebagaimana tercantum dalam
pasal 27 ayat (2) UUD 1945, dinyatakan bahwa negara memberikan jaminan
kepada setiap warga negaranya untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Berdasarkan hal diatas, jelas bahwa perekonomian
yang ditunjang dengan bidang ketenagakerjaan sangat berpengaruh dalam
mewujudkan tujuan negara.
Pekerja mempunyai kedudukan sebagai tulang punggung perusahaan,
untuk itu hak-hak pekerja harus mendapatkan jaminan pemenuhannya. Untuk
mendapatkan hak-haknya, pekerja harus mengikatkan dirinya dengan pengusaha.
3
Suatu ikatan antara pekerja dengan pengusaha yang didasarkan pada kesepakatan
itulah yang disebut dengan perjanjian kerja.
Perjanjian kerja tersebut adalah perjanjian perburuhan dimana pihak yang
satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si
majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima
upah.1
Dari perjanjian kerja tersebut terbentuk suatu hubungan kerja. Hubungan
kerja sebagai bukti bahwa seseorang bekerja pada orang lain atau pada sebuah
perusahaan dengan adanya perjanjian kerja yang dibuat secara lisan maupun
tertulis yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing sebagai
pengusaha maupun sebagai pekerja.
Pengertian hubungan industrial berdasarkan Pasal 1 Angka 16 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(selanjutnya disebut UU No.13 Tahun 2003) : “Hubungan industrial adalah suatu
sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.”
Hubungan industrial (industrial relations) tidak hanya sekadar manajemen
organisasi perusahaan, yang menempatkan pekerja sebagai pihak yang selalu
dapat diatur. Namun, hubungan industrial meliputi fenomena baik di dalam
1 Sri Budiani Gultom, 2005, Aspek Hukum Hubungan Industrial, Hecca Mitra Utama,
Jakarta, h. 90
4
maupun di luar tempat kerja yang berkaitan dengan penempatan dan pengaturan
hubungan kerja.2
Hubungan industrial (industrial relation) yang dikenal selama ini
merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam
produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh,
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Pasal 1 angka 16 UU
No. 13 Tahun 2003). Dalam proses produksi di perusahaan pihak-pihak yang
terlibat secara langsung adalah pekerja/buruh dan pengusaha, sedangkan
pemerintah termasuk sebagai para pihak dalam hubungan industrial karena
berkepentingan untuk terwujudnya hubungan kerja yang harmonis sebagai syarat
keberhasilan suatu usaha, sehingga produktivitas dapat meningkat yang pada
akhirnya akan mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan dapat
meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.3 Untuk mencapai
produktivitas yang diinginkan, semua pihak yang terlibat dalam proses produksi
terutama pengusaha, perlu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.4
Dalam suatu perusahaan, antara pekerja dengan pengusaha harus ada
hubungan timbal balik yang saling menguntungkan sesuai dengan apa yang telah
disepakati dalam perjanjian kerja. Tetapi dalam praktek masih sering terjadi
kesalahpahaman dan mungkin juga kecurangan antara pekerja dengan pengusaha
dalam menjalani hak dan kewajibannya, sehingga muncul perselisihan hubungan
industrial antara pekerja dan pengusaha.
2 Lalu Husni, 2004, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan
dan Di Luar Pengadilan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.1. 3 Ibid., h.17. 4 Ibid., h.19.
5
Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (selanjutnya disebut UU No. 2 Tahun 2004):
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan.
Dengan pengertian tersebut, maka dapat dilihat bahwa ada 4 (empat) jenis
perselisihan hubungan industrial, yaitu:
a. Perselisihan Hak,
b. Perselisihan Kepentingan,
c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan
d. Perselisihan antar-Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu
perusahaan.5
Permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan saat ini telah menjadi
pemandangan keseharian pada berbagai negara baik di negara negara maju
maupun negara yang berkembang. Permasalahan yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan terjadi karena peluang kerja sudah semakin sempit sedangkan
jumlah penduduk yang mencari kerja terus saja mengalami peningkatan.
Berbagai permasalahan tenaga kerja dapat muncul karena tidak
terjaminnya hak-hak dasar dan hak normatif dari tenaga kerja serta terjadinya
diskriminasi di tempat kerja sehingga menimbulkan konflik yang meliputi tingkat
5 Ugo dan Pujiyo 2012, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial:Tata Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 25
6
upah yang rendah, jaminan kesehatan, jaminan keselamatan kerja, jaminan hari
tua fasilitas yang diberikan oleh perusahaan.
Setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya
terlebih dahulu melalui perundingan Bipartit dan jika perundingan mencapai hasil
di buatkan persetujuan bersama (PB) dan apabila tidak tercapai kesepakatan maka
dapat dilakukan upaya bipartit, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.6
Cara seperti ini sesuai dengan ketentuan UU No.13 Tahun 2003 yang
menentukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan
oleh pengusaha pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh secara musyawarah atau
mufakat.
Penyelesaian sengketa dengan mediasi mengandung unsur-unsur sebagai
berikut pertama, merupakan proses penyelesaian sengketa berdasarkan
perundingan, kedua, pihak ketiga netral yang disebut sebagai mediator terlibat dan
diterima oleh para pihak yang bersangkutan di dalam perundingan, ketiga,
mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari jalan
keluar penyelesaian atas masalah-masalah sengketa, keempat, mediator tidak
mempunyai kewenangan membuat keputusan selama proses perundingan
berlangsung, dan kelima, tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau
menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa
guna mengakhiri sengketa.7
Mediator yang netral mengandung pengertian bahwa mediator tidak
berpihak (impartial), tidak memiliki kepentingan dengan perselisihan yang sedang
6 Adrian Sutendi, 2011, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta h. 108 7 Absori, 2010, Hukum Ekonomi Indonesia: Beberapa Aspek Bidang Pengembangan
pada Era Liberalisasi Perdagangan, Muhammadiyah University Press, Surakarta, h. 203-204.
7
terjadi, serta tidak diuntungkan atau dirugikan jika sengketa dapat diselesaikan
atau jika mediasi menemui jalan buntu (deadlock).8 Hal tersebut penting agar hasil
dari mediasi tersebut dapat membawa keadilan terhadap para pihak yang
berselisih.
Mediator didalam melakukan mediasi perselisihan hubungan industrial
memiliki batasan waktu untuk menyelesaikan suatu perselisihan hubungan
industrial melalui mediasi. Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Pengangkatan
dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi
(selanjutnya disebut Permenakertrans No. 17 Tahun 2014) “Penyelesaian melalui
mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 harus sudah selesai
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pelimpahan
penyelesaian perselisihan”. Berdasarkan Pasal 15 Ayat (1) Permenakertrans No.
17 Tahun 2014, batas waktu mediator untuk menyelesaiakan perselisihan
hubungan industrial melalui mediasi adalah 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya pelimpahan penyelesaian perselisihan.
Data Mediasi Perselisihan Hubungan Industrial pada Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Denpasar menunjukkan bahwa tidak semua penyelesaian
perselisihan melalui mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar
terselesaikan sesuai dengan batasan waktu yang ditentukan sesuai dengan Pasal 15
Ayat (1) Permenakertrans No. 17 Tahun 2014. Seperti kasus perselisihan hak
antara pekerja dan PT. MJL Perselisihan tersebut didaftarkan oleh 8 orang pekerja
8 Takdir Rahmadi, 2010, Mediasi: Penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 14
8
ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar pada tanggal 4 Pebruari 2016
dan pelimpahan penyelesaian perselisihan dari Kepala Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Denpasar kepada mediator pada tanggal 4 Pebruari 2016. Kesepakatan
penyelesaian perselisihan tersebut dituangkan didalam perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh pihak pekerja dan pihak PT.MJL dan disaksikan oleh
mediator pada tanggal 18 April 2016, sehingga penyelesaian perselisihan melalui
mediasi pada kasus tersebut melebihi batas waktu yaitu 30 ( tiga puluh ) hari kerja
sejak diterimanya pelimpahan penyelesaian perselisihan.
Berdasarkan kasus diatas terdapat kesenjangan sebagaimana yang diatur
didalam Pasal 15 Ayat (1) Permenakertrans No. 17 Tahun 2014 dengan
pelaksanaan mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Denpasar dengan mengadakan penelitian hukum dengan dengan judul
“Pelaksanaan Batas Waktu Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Melalui Mediasi Pada Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Denpasar”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian sebagaimana dikemukakan dalam latar belakang masalah
diatas, dapat dibatasi beberapa permasalahan pokok dalam bahasan usulan
penelitian ini. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
9
1. Bagaimanakah kendala-kendala didalam pelaksanaan batas waktu
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar?
2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Denpasar untuk menanggulangi kendala-kendala didalam
pelaksanaan batas waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari
permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini, untuk itu perlu adanya pembatasan
dalam ruang lingkup masalah sehingga pembahasan dalam tulisan ini bisa
berfokus pada pokok permasalahan yang dibahas. Adapun pembatasan pada ruang
lingkup masalah yang akan dibahas didalam tulisan ini yaitu:
1. Pembahasan pertama difokuskan terhadap kendala-kendala didalam
pelaksanaan batas waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar.
2. Pembahasan kedua difokuskan terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar untuk menanggulangi
kendala-kendala didalam pelaksanaan batas waktu penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Denpasar.
10
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul pelaksanaan
batas waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar adalah sepenuhnya hasil dari
pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2
(dua) skripsi sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan
dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1 Peranan mediator
dalam menyelesaikan
perselisihan hubungan
industrial antara
pekerja dengan
pengusaha pada dinas
tenaga kerja dan
mobilitas penduduk
Kabupaten Sukoharjo
Etika Kurniasih 1. Faktor-faktor apakah
yang menyebabkan
timbulnya perselisihan
hubungan industrial
antara pekerja dengan
pengusaha?
2. Bagaimana peranan
Mediator dalam
menyelesaikan
perselisihan hubungan
industrial antara pekerja
dengan pengusaha?
3. Kendala apa yang
dihadapi Mediator dalam
menyelesaikan
perselisihan hubungan
industrial antara pekerja
dengan pengusaha?
2 Penyelesaian
perselisihan hubungan
industrial melalui
mediasi (studi kasus di
Dinas Sosial, Tenaga
Kerja dan
Transmigrasi
Boyolali)
Daeng Sahara
Ratanjaya
1. Bagaimana proses
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial
melalui upaya mediasi di
Dinas Sosial, Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
Boyolali?
2. Bagaimana akibat hukum
terhadap perselisihan
yang diputus?
11
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan penelitian dan skripsi ini ada 2 (dua) tujuan yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus :
1.5.1 Tujuan umum
1. Untuk memenuhi dan melengkapi tugas sebagai persyaratan pokok
bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum.
2. Sebagai usaha melatih diri dalam menyatakan buah pikiran secara
tertulis, sistematis, dan ilmiah.
3. Sebagai realisasi dari pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi.
4. Untuk mengetahui kendala-kendala didalam pelaksanaan batas waktu
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar.
5. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi
kendala-kendala didalam pelaksanaan batas waktu penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Denpasar.
1.5.2 Tujuan khusus
1. Untuk memahami kendala-kendala didalam pelaksanaan batas waktu
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar.
2. Untuk memahami upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi
kendala-kendala didalam pelaksanaan batas waktu penyelesaian
12
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Denpasar.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
kemajuan ilmu hukum khususnya dalam bidang ketenagakerjaan, yang
diharapkan dapat dijadikan tambahan untuk pengembangan dan
pembaharuan hukum yang membahas tentang pelaksanaan batas waktu
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi.
2. Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
pemerintah dan para pelaku usaha maupun para pekerja dan juga
berbagai kalangan yang menaruh perhatian terhadap persoalan–
persoalan ketenagakerjaan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan masukan serta pengetahuan bagi pembaca yang
ingin mengetahui pelaksanaan batas waktu penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Denpasar
1.6.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi mahasiswa,
masyarakat, praktisi, maupun pemerintah didalam penyelesaian permasalahan
yang sejenis.
13
1.7 Landasan Teoritis
Menurut pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa
hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan
perintah.
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2 menjelaskan, tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
atau jasa baik memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Pengertian tenaga kerja dalam UU No. 13 Tahun 2003 tersebut
menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1969 tentang ketentuan pokok ketenagakerjaan yang memberi pengertian
tenaga kerja adalah “setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik dalam
maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat”9
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 5 menjelaskan, Pengusaha
adalah :
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang, yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
9 Lalu Husni, 2005, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ed. Revisi, Cet.5, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 16.
14
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Pengertian perjanjian kerja berdasarkan Pasal 1 angka 14 UU No.13
Tahun 2003 adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Pasal 52 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 menyatakan bahwa perjanjian
kerja dibuat atas dasar :
a. Kesepakatan kedua belah pihak;
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berbeda dengan hubungan kerja yang hanya melibatkan pengusaha dengan
pekerja/buruh, hubungan industrial tidak hanya sekedar manajemen organisasi
perusahaan yang dijalankan oleh seorang manager, yang menempatkan pekerja
sebagai pihak yang selalu dapat diatur. Namun, hubungan industrial meliputi
fenomena baik di dalam maupun di luar tempat kerja yang berkaitan dengan
penempatan dan pengaturan hubungan kerja.
Hubungan industrial menurut Pasal 1 angka 16 UU No. 13 Tahun 2003
adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku usaha dalam proses
produksi barang dan jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
15
Berdasarkan pengertian dari pasal 1 angka 16 UU No. 13 Tahun 2003
pihak-pihak yang terlibat di dalam hubungan industrial adalah pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang memiliki peranan yang penting di dalam
hubungan industrial tersebut.
Didalam hubungan industrial, yaitu hubungan antara pekerja/ buruh dan
pengusaha adakalanya hubungan tersebut berjalan berjalan dengan baik dan
adakalanya juga hubungan tersebut dapat terjadi perbedaan-perbedaan,
pertentangan-pertentangan yang dapat menimbulkan konflik didalam hubungan
tersebut yang dinamakan perselisihan hubungan industrial.
Di dalam Pasal 1 Angka 1 UU No.2 Tahun 2004, Perselisihan Hubungan
Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Dilihat dari pengertian tersebut diatas terdapat empat jenis perselisihan
hubungan industrial yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam perusahaan.
Menurut Imam Soepomo perselisihan hak (rechtsgeschil) adalah
perselisihan yang timbul karena salah satu pihak pada perjanjian kerja atau
16
perjanjian perburuhan tidak memenuhi isi perjanjian itu ataupun menyalahi
ketentuan hukum. 10
Menurut Imam Soepomo perselisihan kepentingan (belangengeschil),
adalah mengenai usaha mengadakan perubahan dalam syarat-syarat perburuhan,
biasanya perbaikan syarat perburuhan, yang oleh organisasi buruh dituntut kepada
majikan.11
Berdasarkan pasal 1 Angka 4 UU No.2 Tahun 2004, perselisihan
pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh
salah satu pihak.
Berdasarkan pasal 1 Angka 5 UU No.2 Tahun 2004, perselisihan antar
serikat pekerja/ serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/ serikat
buruh dengan serikat pekerja/ serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan,
karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak
dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Berdasarkan UU No.2 Tahun 2004, dalam menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial, dapat ditempuh melalui 3 (tiga) tahap, yaitu :
Konsiliasi atau Arbitrase;
3. Tahap Ketiga : Penyelesaian melalui Pengadilan. 12
10 Imam Soepomo, 1975, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan,
Jakarta, h. 142. 11 Ibid., h.119 12 Ugo dan Pujiyo, op.cit, h.53
1. Tahap Pertama : Perundingan Bipartit;
2. Tahap Kedua : Penyelesaian di luar Pengadilan, yaitu mediasi atau
17
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial (Pasal 1 angka 10 UU No. 2 Tahun 2004).
Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan, yaitu :
a. Mediasi hubungan industrial,
b. Kosiliasi hubungan industrial, dan
c. Arbitrase hubungan industrial.13
Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah
penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan
perselisihan antarserikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan, melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau mediator yang netral.14
Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang
ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai
kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan
perselisihan antarserikat pekerja buruh hanya dalam satu perusahaan.15
Konsiliasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah
penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan
antarserikat pekerja/buru hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.16
13 Ugo dan Pujiyo, op.cit, h. 69 14 Ugo dan Pujiyo, op.cit, h. 70 15 Ugo dan Pujiyo, loc.cit. 16 Ugo dan Pujiyo, op.cit, h. 74
18
Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat sebagai
konsiliator yang ditetapkan oleh menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi
wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan
antarserikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan.17
Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2004, arbitrase adalah penyelesaian suatu
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat perkerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan di luar pengadilan hubungan industrial melalui
kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan
perelisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat
final.18
Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan
putusan mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat
pekerja/serikatburuh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan
bersifat final.19
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis penelitian
Mengacu pada perumusan masalah, maka jenis penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode yuridis empiris (hukum
17 Ugo dan Pujiyo, op.cit, h. 75 18 Ugo dan Pujiyo, op.cit, h. 79 19 Ugo dan Pujiyo, op.cit, h. 80
19
dilihat sebagai norma atau das sollen). Penelitian yuridis empiris adalah terdiri
dari penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum.20 Didalam
penyusunan skripsi ini dilakukan dengan penelitian lapangan yang memanfaatkan
data primer dari hasil wawancara pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Denpasar dan data sekunder yaitu suatu data yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang diambil.
1.8.2 Jenis pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach)
Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkutan paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani.
2. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)
Pendekatan fakta dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa
mengenai pelaksanaan batas waktu penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Denpasar.
1.8.3 Sifat penelitian
Dalam penelitian hukum empiris ini menggunakan penelituan deskriptif,
yaitu menggambarkan suatu keadaan atau gejala untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam skripsi
ini menggambarkan bagaimana pelaksanaan batas waktu penyelesaian
20 Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
h. 41
20
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Denpasar.
1.8.4 Data dan sumber data
Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada 2 (dua) jenis yaitu
data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama,
dilapangan baik berupa responden maupun informan.21 Dimana
diperoleh dari hasil wawancara pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar
2. Data sekunder adalah suatu data yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan yaitu bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer
yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif) yang berupa
Peraturan Perundang-Undangan ataupun bahan hukum sekunder yang
datanya diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang berupa buku-
buku literatur atau bahan hukum sekunder yaitu publikasi tentang
hukum yang berupa dokumen yg tidak resmi.22 Adapun peraturan
perundang-undangan yang digunakan didalam penelitian ini antara
lain:
1. UUD 1945;
2. UU No.13 Tahun 2003;
3. UU No. 2 Tahun 2004;
4. Permenakertrans No 17 Tahun 2014.
21 Amiruddin & Zainal Asikin, 2014, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali
Pers, Jakarta, h.3 22 Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.54
21
1.8.5 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini menggunakan teknik
kepustakaan dan teknik wawancara.
1. Teknik kepustakaan yaitu membaca dan mencatat informasi serta
keterangan yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan
dengan permasalahan yang dibahas antara lain : UUD 1945, UU No.
13 Tahun 2003, UU No.2 Tahun 2004, Permenakertrans No. 17 Tahun
2014.
2. Teknik wawancara yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab
secara langsung dengan informan pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Denpasar.
1.8.6 Teknik penentuan sampel penelitian
Teknik penentuan sampel penelitian yang dipergunakan dalam menyusun
skripsi ini adalah teknik non probability sampling yaitu purposive sampling yang
dimana penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel
dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan
pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi
kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari
populasinya.
1.8.7 Teknik pengelolaan dan analisis data
“Pengelolaan data adalah kegiatan merapikan data hasil dari pengumpulan
data sehingga siap dipakai untuk dianalisa.”23 Setelah data diperoleh melalui
23 Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.72
22
penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan maka data tersebut diolah
secara kualitatif. Dalam penelitian dengan teknik analisis kualitatif atau yang juga
sering dikenal dengan analisis deskritif kualitatif maka keseluruhan data yang
terkumpul baik data primer maupun sekunder diolah dan dianalisis dengan cara
menyusun data secara jelas dan sistematis berdasarkan fakta yang ada untuk
memperoleh jawaban atas permasalahan dalam skripsi ini..