kata pengantar - bi.go.id · kata pengantar daftar isi daftar ... pertumbuhan ekonomi negara tujuan...
TRANSCRIPT
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2014” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi
mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi
yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai
pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita
semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan
pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
I
Semarang, Februari 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH V
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2014” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi
mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi
yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai
pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita
semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan
pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
I
Semarang, Februari 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH V
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
iiiDAFTAR ISI
i
iii
v
vii
xi
xiii
1
9
9
9
14
25
25
28
28
29
30
30
30
31
33
34
35
43
43
43
43
44
45
46
47
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Daftar Suplemen
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
BAB II Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Volatile Foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
BAB III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
iiiDAFTAR ISI
i
iii
v
vii
xi
xiii
1
9
9
9
14
25
25
28
28
29
30
30
30
31
33
34
35
43
43
43
43
44
45
46
47
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Daftar Suplemen
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
BAB II Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Volatile Foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
BAB III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
7
7
13
13
25
25
26
26
40
44
51
54
57
58
59
59
60
62
72
73
vDAFTAR TABEL
Daftar Tabel
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2014 (triliun rupiah)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
Tahun 2011 – 2014 (%)
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – 2014 (triliun rupiah)
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010(%)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2014 - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan IV 2014 (Rp Miliar)
Tabel 4.2. Perbandingan APBD Jawa Tengah Tahun 2014 dan Tahun 2015
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,
Februari 2013 - Agustus 2014 (juta orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013
- Agustus 2014 (juta orang)
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan, Februari 2013 - Agustus 20114 (juta orang)
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2010 – September 2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan I 2015 (%)
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
3.6. Perkembangan Transaksi Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
3.7. Perkembangan Perkasan
BAB IV Perkembangan Keuangan Daerah
4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2014
4.2. APBD Tahun 2015
BAB V Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
BAB VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Sektoral
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2015
6.2.2. Inflasi Januari 2015
6.2.3. Inflasi 2015
44
45
46
47
51
51
52
57
57
60
60
63
71
71
71
73
74
74
74
75
iv DAFTAR ISI
Daftar Isi
7
7
13
13
25
25
26
26
40
44
51
54
57
58
59
59
60
62
72
73
vDAFTAR TABEL
Daftar Tabel
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2014 (triliun rupiah)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
Tahun 2011 – 2014 (%)
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – 2014 (triliun rupiah)
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010(%)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2014 - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan IV 2014 (Rp Miliar)
Tabel 4.2. Perbandingan APBD Jawa Tengah Tahun 2014 dan Tahun 2015
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,
Februari 2013 - Agustus 2014 (juta orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013
- Agustus 2014 (juta orang)
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan, Februari 2013 - Agustus 20114 (juta orang)
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2010 – September 2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan I 2015 (%)
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
3.6. Perkembangan Transaksi Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
3.7. Perkembangan Perkasan
BAB IV Perkembangan Keuangan Daerah
4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2014
4.2. APBD Tahun 2015
BAB V Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
BAB VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Sektoral
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2015
6.2.2. Inflasi Januari 2015
6.2.3. Inflasi 2015
44
45
46
47
51
51
52
57
57
60
60
63
71
71
71
73
74
74
74
75
iv DAFTAR ISI
Daftar Isi
8
8
8
8
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
12
13
14
14
14
14
15
15
15
15
16
16
16
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.2. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.4. Survei Tendensi Konsumen
Grafik 1.5. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.6. Pertumbuhan Giro Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.7. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.8. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan IV 2014
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV
Tahun 2014 (%)
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.27. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah
Grafik 1.28. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.29. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.30. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
Grafik 1.31. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi di Jawa Tengah
viiDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
8
8
8
8
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
12
13
14
14
14
14
15
15
15
15
16
16
16
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.2. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.4. Survei Tendensi Konsumen
Grafik 1.5. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.6. Pertumbuhan Giro Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.7. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.8. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan IV 2014
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV
Tahun 2014 (%)
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.27. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah
Grafik 1.28. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.29. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.30. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
Grafik 1.31. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi di Jawa Tengah
viiDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
34
39
39
41
41
41
41
42
42
42
42
43
43
43
44
44
45
45
45
45
46
46
47
47
47
47
48
48
48
ixDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9. Komposisi Kredit Perbankan Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14. Perkembangan Risiko Kredit Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.17. Perkembangan Kredit kepada UMKM di Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM di Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.21. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Berdasar Penggunaan
Grafik 3.22. Perkembangan Risiko Kredit Usaha Rakyat Berdasar Penggunaan
Grafik 3.23. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.24. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.25. Perkembangan Nilai Nominal RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.26. Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.27. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.28. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
Grafik 3.29. Jumlah Temuan Uang Palsu
Grafik 4.1. Perkembangan APBD Jawa Tengah
Grafik 4.2. Pangsa Belanja Langsung 2014
Grafik 4.3. Pangsa Belanja Tidak Langsung 2014
Grafik 4.4. Perbandingan Realisasi Belanja Daerah
Grafik 4.5. Perbandingan Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 4.6. Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Daerah Jawa Tengah
Grafik 4.7. Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Daerah Jawa Tengah
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014
Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2014
Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan IV
Grafik 2.9. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.10. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras
Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Kambing
Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Bulanan Minyak Goreng dan Perkembangan Harga CPO
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan IV
Grafik 2.16. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin
Grafik 2.18. Inflasi Bulanan November Subkelompok Transpor
Grafik 2.19. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan IV
Grafik 2.20. Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Nontraded
Grafik 2.21. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.22. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.23. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
Grafik 2.24. Perkembangan Harga Komoditas Internasional
Grafik 2.25. Inflasi Tahunan Triwulan IV 2014
Grafik 2.26. Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2.27. Inflasi Tahunan Kota
Grafik 2.28. Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4. Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
16
16
16
17
17
23
23
24
24
28
28
28
29
29
29
29
30
30
30
30
31
31
31
31
32
32
32
32
32
32
33
33
34
viii DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
34
39
39
41
41
41
41
42
42
42
42
43
43
43
44
44
45
45
45
45
46
46
47
47
47
47
48
48
48
ixDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9. Komposisi Kredit Perbankan Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14. Perkembangan Risiko Kredit Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.17. Perkembangan Kredit kepada UMKM di Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM di Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.21. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Berdasar Penggunaan
Grafik 3.22. Perkembangan Risiko Kredit Usaha Rakyat Berdasar Penggunaan
Grafik 3.23. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.24. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.25. Perkembangan Nilai Nominal RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.26. Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.27. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.28. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
Grafik 3.29. Jumlah Temuan Uang Palsu
Grafik 4.1. Perkembangan APBD Jawa Tengah
Grafik 4.2. Pangsa Belanja Langsung 2014
Grafik 4.3. Pangsa Belanja Tidak Langsung 2014
Grafik 4.4. Perbandingan Realisasi Belanja Daerah
Grafik 4.5. Perbandingan Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 4.6. Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Daerah Jawa Tengah
Grafik 4.7. Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Daerah Jawa Tengah
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014
Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2014
Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan IV
Grafik 2.9. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.10. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras
Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Kambing
Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Bulanan Minyak Goreng dan Perkembangan Harga CPO
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan IV
Grafik 2.16. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin
Grafik 2.18. Inflasi Bulanan November Subkelompok Transpor
Grafik 2.19. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan IV
Grafik 2.20. Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Nontraded
Grafik 2.21. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.22. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.23. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
Grafik 2.24. Perkembangan Harga Komoditas Internasional
Grafik 2.25. Inflasi Tahunan Triwulan IV 2014
Grafik 2.26. Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2.27. Inflasi Tahunan Kota
Grafik 2.28. Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4. Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
16
16
16
17
17
23
23
24
24
28
28
28
29
29
29
29
30
30
30
30
31
31
31
31
32
32
32
32
32
32
33
33
34
viii DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
18
35
64
xiDAFTAR SUPLEMEN
Daftar Suplemen
Suplemen 1. Perkembangan Investasi Daerah
Suplemen 2. Upaya Antisipasi Dampak Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi di Jawa Tengah
Suplemen 3. Upah dan Kesejahteraan Masyarakat
Grafik 4.8. Perkembangan Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung
Grafik 4.9. Pangsa Pendapatan Daerah
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.10. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.11. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014
Grafik 5.12. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 5.13. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 5.14. Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 5.15. Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama dan Rencana Pembelian Barang Tahan Lama
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Grafik 6.5. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Grafik 6.6. Perkembangan Ekspektasi Penjualan
Grafik 6.7. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
Grafik 6.8. Laju Pertumbuhan Triwulanan IHPR Berdasarkan Tipe Residensial
Grafik 6.9. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.10. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
52
52
53
53
57
57
58
58
60
60
61
61
61
61
62
71
71
72
72
74
74
x DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
18
35
64
xiDAFTAR SUPLEMEN
Daftar Suplemen
Suplemen 1. Perkembangan Investasi Daerah
Suplemen 2. Upaya Antisipasi Dampak Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi di Jawa Tengah
Suplemen 3. Upah dan Kesejahteraan Masyarakat
Grafik 4.8. Perkembangan Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung
Grafik 4.9. Pangsa Pendapatan Daerah
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.10. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.11. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014
Grafik 5.12. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 5.13. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 5.14. Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 5.15. Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama dan Rencana Pembelian Barang Tahan Lama
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Grafik 6.5. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Grafik 6.6. Perkembangan Ekspektasi Penjualan
Grafik 6.7. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
Grafik 6.8. Laju Pertumbuhan Triwulanan IHPR Berdasarkan Tipe Residensial
Grafik 6.9. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.10. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
52
52
53
53
57
57
58
58
60
60
61
61
61
61
62
71
71
72
72
74
74
x DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
A. PDRB & Inflasi
Ekonomi Makro Regional *)
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Pengadaan Listrik dan Gas
-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
-Konstruksi
-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan
-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Informasi dan Komunikasi
-Jasa Keuangan dan Asuransi
-Real Estate
-Jasa Perusahaan
-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
-Jasa Pendidikan
-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
-Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
-PMTB
-Ekspor Luar Negeri
-Impor Luar Negeri
-Net Ekspor Antar Daerah
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
20132014
I II III
5,34
3,04
5,30
6,72
9,97
-1,39
6,33
1,85
6,64
5,31
9,74
3,57
5,43
7,08
0,50
17,55
10,33
0,70
4,70
5,83
3,23
8,16
8,11
6,67
3,30
5.209
3.190
5.179
3.767
132,13
134,07
124,45
134,29
134,26
4.24
4.73
2.87
4.85
3.09
5,14
2,55
6,17
5,38
8,46
0,23
4,90
4,65
9,33
4,46
7,99
4,31
7,70
12,12
2,65
9,53
7,12
9,24
4,52
7,21
5,44
4,69
15,30
13,50
56,53
5.658
3.144
5.554
4.045
142,68
145,46
134,81
145,29
142,05
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
5,66
-2,78
7,00
8,38
0,67
6,11
5,66
6,27
6,23
5,32
10,54
2,92
8,89
8,21
0,73
9,85
12,99
7,91
4,34
22,45
1,05
3,48
22,47
5,63
10,50
1.500
741
1.398
871
111,32
111,37
110,11
110,96
108,69
116,87
113,36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4,19
-3,80
4,65
7,29
7,65
3,15
4,18
1,79
5,01
6,40
10,96
3,18
7,85
6,83
-2,86
11,43
13,46
8,58
4,25
16,26
-10,27
6,73
19,69
-6,46
-3,46
1.604
681
1.559
1.086
112,27
111,90
110,78
112,15
108,95
117,48
114,85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5,69
-2,99
6,02
9,73
4,86
2,96
2,76
4,58
7,94
9,68
12,39
3,68
5,29
7,57
-0,41
12,28
11,81
9,11
4,68
3,43
6,87
6,04
8,92
-10,70
-16,35
1.451
696
1.478
882
113,84
113,03
112,06
113,77
110,64
119,09
117,07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6,16
-1,94
8,37
6,81
-2,16
1,65
4,96
4,93
16,46
9,08
18,09
7,11
6,85
10,61
5,67
7,60
7,11
8,41
4,08
-5,27
9,03
1,75
-9,11
-14,90
265,72
1.541
658
1.685
1.006
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
IV2014
5,42
-2,95
6,50
8,04
2,70
3,45
4,38
4,35
8,97
7,63
13,00
4,22
7,19
8,31
0,78
10,17
11,20
8,50
4,34
8,62
2,66
4,46
9,55
-7,29
2,80
6.096
2.776
6.120
3.845
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
2012
A. PDRB & Inflasi
Ekonomi Makro Regional *)
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Pengadaan Listrik dan Gas
-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
-Konstruksi
-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan
-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Informasi dan Komunikasi
-Jasa Keuangan dan Asuransi
-Real Estate
-Jasa Perusahaan
-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
-Jasa Pendidikan
-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
-Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
-PMTB
-Ekspor Luar Negeri
-Impor Luar Negeri
-Net Ekspor Antar Daerah
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
20132014
I II III
5,34
3,04
5,30
6,72
9,97
-1,39
6,33
1,85
6,64
5,31
9,74
3,57
5,43
7,08
0,50
17,55
10,33
0,70
4,70
5,83
3,23
8,16
8,11
6,67
3,30
5.209
3.190
5.179
3.767
132,13
134,07
124,45
134,29
134,26
4.24
4.73
2.87
4.85
3.09
5,14
2,55
6,17
5,38
8,46
0,23
4,90
4,65
9,33
4,46
7,99
4,31
7,70
12,12
2,65
9,53
7,12
9,24
4,52
7,21
5,44
4,69
15,30
13,50
56,53
5.658
3.144
5.554
4.045
142,68
145,46
134,81
145,29
142,05
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
5,66
-2,78
7,00
8,38
0,67
6,11
5,66
6,27
6,23
5,32
10,54
2,92
8,89
8,21
0,73
9,85
12,99
7,91
4,34
22,45
1,05
3,48
22,47
5,63
10,50
1.500
741
1.398
871
111,32
111,37
110,11
110,96
108,69
116,87
113,36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4,19
-3,80
4,65
7,29
7,65
3,15
4,18
1,79
5,01
6,40
10,96
3,18
7,85
6,83
-2,86
11,43
13,46
8,58
4,25
16,26
-10,27
6,73
19,69
-6,46
-3,46
1.604
681
1.559
1.086
112,27
111,90
110,78
112,15
108,95
117,48
114,85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5,69
-2,99
6,02
9,73
4,86
2,96
2,76
4,58
7,94
9,68
12,39
3,68
5,29
7,57
-0,41
12,28
11,81
9,11
4,68
3,43
6,87
6,04
8,92
-10,70
-16,35
1.451
696
1.478
882
113,84
113,03
112,06
113,77
110,64
119,09
117,07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6,16
-1,94
8,37
6,81
-2,16
1,65
4,96
4,93
16,46
9,08
18,09
7,11
6,85
10,61
5,67
7,60
7,11
8,41
4,08
-5,27
9,03
1,75
-9,11
-14,90
265,72
1.541
658
1.685
1.006
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
IV2014
5,42
-2,95
6,50
8,04
2,70
3,45
4,38
4,35
8,97
7,63
13,00
4,22
7,19
8,31
0,78
10,17
11,20
8,50
4,34
8,62
2,66
4,46
9,55
-7,29
2,80
6.096
2.776
6.120
3.845
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
2012
INDIKATOR
Perbankan **)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan To Deposit Ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS (Rp Triliun)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (lembar)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2012 2013
I II III IV2013
145,25
22,28
79,48
43,51
150,98
80,77
19,08
51,13
44,63
7,97
103,95
1,91
2.825
2.614
488
14.679
43,29
28,49
14,81
146,36
24,98
76,14
45,24
153,32
80,85
19,98
52,49
46,08
8,50
104,76
2,06
2.932
2.597
504
15.036
14,72
5,17
9,55
152,01
24,84
78,15
49,03
161,57
83,97
22,85
54,75
50,12
10,78
106,29
2,16
2.829
2.532
492
13.878
11,22
8,67
2,56
162,83
28,86
82,90
51,07
168,96
87,54
24,26
57,17
51,40
10,90
103,77
2,13
3.549
2.343
549
14.400
19,55
14,17
5,38
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
1,98
3.738
2.494
577
14.937
11,86
9,21
2,65
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
1,98
3.260
2.490
530
14.547
57,35
37,21
20,14
Transaksi Kas Titipan (Rp Triliun)
- Outflow
- Inflow
- Net Outflow
168,74
25,09
85,30
58,34
178,54
93,34
26,91
58,29
54,04
11,95
105,81
2,17
3.435
2.307
530
14.275
15,47
6,27
9,20
Kredit UMKM (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
2014
I II
178,42
30,20
86,96
61,27
187,37
99,04
28,07
60,26
59,09
13,60
105,02
2,19
3.687
2.492
573
15.156
14,31
8,95
5,36
III
185,79
30,94
90,47
64,38
191,87
103,87
27,70
60,30
60,46
12,75
103,27
2,22
3.297
2.397
579
14.225
20,52
14,69
5,83
RINGKASAN UMUM
IV
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
61,32
13,20
105,34
2,23
3.734
2.321
583
14.203
12,02
9,20
2,82
2014
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
61,32
13,20
105,34
2,23
3.540
2.378
567
14.459
62,32
39,11
23,21
xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH
INDIKATOR
Perbankan **)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan To Deposit Ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS (Rp Triliun)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (lembar)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2012 2013
I II III IV2013
145,25
22,28
79,48
43,51
150,98
80,77
19,08
51,13
44,63
7,97
103,95
1,91
2.825
2.614
488
14.679
43,29
28,49
14,81
146,36
24,98
76,14
45,24
153,32
80,85
19,98
52,49
46,08
8,50
104,76
2,06
2.932
2.597
504
15.036
14,72
5,17
9,55
152,01
24,84
78,15
49,03
161,57
83,97
22,85
54,75
50,12
10,78
106,29
2,16
2.829
2.532
492
13.878
11,22
8,67
2,56
162,83
28,86
82,90
51,07
168,96
87,54
24,26
57,17
51,40
10,90
103,77
2,13
3.549
2.343
549
14.400
19,55
14,17
5,38
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
1,98
3.738
2.494
577
14.937
11,86
9,21
2,65
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
1,98
3.260
2.490
530
14.547
57,35
37,21
20,14
Transaksi Kas Titipan (Rp Triliun)
- Outflow
- Inflow
- Net Outflow
168,74
25,09
85,30
58,34
178,54
93,34
26,91
58,29
54,04
11,95
105,81
2,17
3.435
2.307
530
14.275
15,47
6,27
9,20
Kredit UMKM (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
2014
I II
178,42
30,20
86,96
61,27
187,37
99,04
28,07
60,26
59,09
13,60
105,02
2,19
3.687
2.492
573
15.156
14,31
8,95
5,36
III
185,79
30,94
90,47
64,38
191,87
103,87
27,70
60,30
60,46
12,75
103,27
2,22
3.297
2.397
579
14.225
20,52
14,69
5,83
RINGKASAN UMUM
IV
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
61,32
13,20
105,34
2,23
3.734
2.321
583
14.203
12,02
9,20
2,82
2014
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
61,32
13,20
105,34
2,23
3.540
2.378
567
14.459
62,32
39,11
23,21
xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH
Ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 menunjukkan
peningkatan. Ketika kondisi ekonomi nasional melambat,
ekonomi Jawa Tengah justru menunjukkan adanya peningkatan.
Masih cukup kuatnya permintaan domestik menjadi penggerak
perekonomian daerah, sementara kondisi ekonomi global belum
menunjukkan perbaikan yang signifikan. Kondisi tersebut
tercermin pada ekspor luar negeri yang masih melambat
sedangkan ekspor antar daerah mulai mengalami peningkatan.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV 2014
meningkat sebesar 6,16% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar 5,69% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama tahun 2014
sebesar 5,42% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya
sebesar 5,14% (yoy).
Dari sisi penggunaan, dorongan ekonomi terutama berasal
dari kinerja konsumsi pemerintah dan ekspor antar daerah.
Konsumsi pemerintah meningkat dari dari 6,87% (yoy) di
triwulan sebelumnya menjadi 9,03% (yoy). Peningkatan ini tidak
terlepas dari pola konsumsi pemerintah yang mencapai
puncaknya di akhir tahun. Ekspor antar daerah juga meningkat di
triwulan ini didukung oleh membaiknya kinerja beberapa
subsektor pertanian. Sementara itu, konsumsi rumah tangga
tumbuh melambat dan net ekspor luar negeri masih tumbuh
negatif. Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat dari 4,68%
(yoy) menjadi 4,08% (yoy). Sedangkan net ekspor luar negeri
menurun sebesar -20,89% (yoy).
3RINGKASAN UMUM
Ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 menunjukkan
peningkatan. Ketika kondisi ekonomi nasional melambat,
ekonomi Jawa Tengah justru menunjukkan adanya peningkatan.
Masih cukup kuatnya permintaan domestik menjadi penggerak
perekonomian daerah, sementara kondisi ekonomi global belum
menunjukkan perbaikan yang signifikan. Kondisi tersebut
tercermin pada ekspor luar negeri yang masih melambat
sedangkan ekspor antar daerah mulai mengalami peningkatan.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV 2014
meningkat sebesar 6,16% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar 5,69% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama tahun 2014
sebesar 5,42% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya
sebesar 5,14% (yoy).
Dari sisi penggunaan, dorongan ekonomi terutama berasal
dari kinerja konsumsi pemerintah dan ekspor antar daerah.
Konsumsi pemerintah meningkat dari dari 6,87% (yoy) di
triwulan sebelumnya menjadi 9,03% (yoy). Peningkatan ini tidak
terlepas dari pola konsumsi pemerintah yang mencapai
puncaknya di akhir tahun. Ekspor antar daerah juga meningkat di
triwulan ini didukung oleh membaiknya kinerja beberapa
subsektor pertanian. Sementara itu, konsumsi rumah tangga
tumbuh melambat dan net ekspor luar negeri masih tumbuh
negatif. Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat dari 4,68%
(yoy) menjadi 4,08% (yoy). Sedangkan net ekspor luar negeri
menurun sebesar -20,89% (yoy).
3RINGKASAN UMUM
Kegiatan dunia perbankan di Jawa Tengah masih
menunjukkan kinerja yang cukup baik. Meski
beberapa indikator perbankan menunjukkan
pertumbuhan yang melambat dibanding triwulan
sebelumnya namun tingkat kredit bermasalah masih
dapat dijaga dalam level yang cukup rendah.
Sementara itu, kinerja perbankan syariah masih
mengalami penguatan terlihat dari indikator aset dan
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK). Sedangkan
kegiatan sistem pembayaranbaik tunai maupun
nontunai masih dapat mendukung aktivitas kegiatan
perekonomian daerah.
Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah mengalami perbaikan. Realisasi komponen
pendapatan asli daerah di triwulan laporan mencapai
105% dari yang ditetapkan dalam anggaran,
pendapatan, dan belanja daerah (APBD). Lebih
tingginya realisasi ini didorong oleh perbaikan realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai 109%.
Kondisi ini menunjukkan tingkat kemandirian
keuangan daerah yang semakin meningkat. Di sisi lain,
realisasi belanja daerah masih belum optimal terlihat
dari realisasi belanja yang masih dibawah rencana yang
ditetapkan. Secara keseluruhan, realisasi belanja APBD
sebesar 94% dari rencana semula.
Sejalan dengan perbaikan perekonomian Jawa Tengah
yang meningkat, kondisi kesejahteraan masyarakat
relatif membaik. Penyerapan tenaga kerja meningkat,
terlihat dari menurunnya angka pengangguran.
Kondisi ini juga diikuti dengan perbaikan kesejahteraan
masyarakat yang tercermin pada penurunan angka
kemiskinan serta perbaikan kesejahteraan petani. Data
terakhir menunjukkan bahwa tingkat pengangguran
terbuka, rasio penduduk miskin dan nilai tukar petani
masing-masing sebesar 5,68%, 13,58% dan 101,17,
atau membaik dari indikator di triwulan sebelumnya.
Berbeda dengan kondisi pada triwulan laporan,
prospek ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I
diperkirakan mengalami perlambatan. Meski
kinerja ekspor mulai membaik, namun diperkirakan
masih tumbuh terbatas di tengah kondisi ekonomi
Eropa dan Tiongkok yang belum membaik. Meski
demikian, permintaan domestik khususnya konsumsi
rumah tangga masih dapat menopang pertumbuhan
ekonomi sehingga secara keseluruhan ekonomi Jawa
Tengah pada triwulan I 2015 diperkirakan akan tumbuh
pada kisaran 5,84% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor
Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda
Motor diperkirakan melambat. Sementara sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan
meningkat.
Tekanan harga diperkirakan menurun. Inflasi di
kelompok administered prices diperkirakan akan
menurun sejalan dengan efek pengurangan harga BBM
bersubsidi. Secara gradual, penurunan harga BBM
diperkirakan akan memengaruhi tarif angkutan dan
dapat berdampak pada berkurangnya tekanan harga di
kelompok volatile foods. Terlebih dengan adanya
musim panen yang dimulai di akhir triwulan I dapat
meningkatkan pasokan komoditas daerah. Kondisi
tersebut dapat berujung pada membaiknya ekspektasi
masyarakat sehingga dapat menjaga kestabilan inflasi
inti. Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut,
inflasi IHK Jawa Tengah pada tiruwlan I tahun 2015
diperkirakan berada pada kisaran 6,79% (yoy), lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya. Sementara
perkiraan inflasi secara keseluruhan tahun 2015
diperkirakan sebesar 4,0% ± 1%.
5RINGKASAN UMUM4 RINGKASAN UMUM
Perekonomian ditinjau dari sisi sektoral
mengalami pertumbuhan hampir di semua sektor,
sedangkan sektor yang menurun adalah sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan serta sektor
pengadaan gas dan listrik. Adapun penyumbang
pertumbuhan ekonomi di triwulan ini terutama pada
sektor utama daerah yaitu sektor industri pengolahan
serta sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-motor. Pada triwulan laporan, industri yang
menyumbang pertumbuhan ekonomi terutama
industri makanan dan minuman serta industri
pengolahan tembakau. Sementara sektor perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-motor tumbuh
meningkat di tr iwulan ini khususnya untuk
perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya. Di
sisi lain, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan
masih mengalami penurunan kinerja. Kondisi ini
terutama terjadi untuk pertanian tanaman pangan
terkait dengan musim tanam di triwulan laporan.
Sementara perkembangan harga yang tercermin
pada indeks harga konsumen (IHK) menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Kenaikan harga BBM
menjadi penyebab utama kenaikan inflasi tersebut.
Selain dampak langsung terhadap inflasi, kenaikan
harga BBM juga mendorong kenaikan ekspektasi inflasi
yang tercermin pada kenaikan harga yang terjadi pada
hampir seluruh kelompok barang dan jasa.
Pada triwulan IV 2014, inflasi Jawa Tengah tercatat
sebesar 8,22%, meningkat dibanding triwulan
sebelumnya (5,00% yoy). Meski demikian,
pencapaian inflasi tersebut masih dibawah inflasi
nasional yang sebesar 8,36% (yoy). Berdasarkan
kelompoknya, inflasi terjadi di seluruh kelompok
pembentuk inflasi. Adapun kelompok yang mengalami
kenaikan signifikan adalah kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan
makanan. Inflasi di kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan meningkat menjadi sebesar
11,46% (yoy) dari 2,58% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Dari kondisi ini terlihat signifikansi pengaruh kenaikan
BBM yang ditransmisikan ke tarif angkutan umum.
Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan harga BBM
tersebut tercermin pada peningkatan inflasi
kelompok administered prices dari 6,69% (yoy)
menjadi 15,37% (yoy). Dampak kenaikan harga BBM
terhadap inflasi Jawa Tengah berlangsung sejak bulan
November dan mencapai puncaknya di bulan
Desember. Hal ini sejalan dengan transmisi kenaikan
harga BBM ke tarif angkutan dan kemudian ke
kelompok lainnya seperti volatile foods. Kelompok
volatile foods meningkat cukup signifikan yaitu dari
4,25% (yoy) menjadi 11,49% (yoy). Selain sebagai
pengaruh dari kenaikan biaya distribusi, inflasi di
kelompok ini terutama dipengaruhi dari kurangnya
pasokan terutama untuk cabai merah. Pasokan
berkurang karena cuaca yang kurang kondusif serta
menurunnya preferensi petani untuk menanam cabai di
triwulan sebelumnya. Harga yang murah di periode
sebelumnya menyebabkan keengganan petani untuk
menanam cabai.
Sejalan dengan meningkatnya tekanan inflasi dari
faktor non-fundamental, tekanan inflasi dari faktor
fundamental yang tercermin pada inflasi inti juga
menunjukkan peningkatan meski tidak terlalu
signifikan. Inflasi inti tumbuh dari 4,17% (yoy) di
triwulan sebelumnya menjadi 5,01% (yoy). Dilihat dari
faktor yang memengaruhi, tekanan inflasi inti
meningkat didorong oleh adanya kenaikan permintaan
masyarakat. Sementara tekanan inflasi dari faktor
eksternal terlihat meningkat sejalan dengan faktor
depresiasi nilai Rupiah. Meski demikian, ekspektasi
masyarakat relatif masih terjaga terlihat dari hasil survei
konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Kegiatan dunia perbankan di Jawa Tengah masih
menunjukkan kinerja yang cukup baik. Meski
beberapa indikator perbankan menunjukkan
pertumbuhan yang melambat dibanding triwulan
sebelumnya namun tingkat kredit bermasalah masih
dapat dijaga dalam level yang cukup rendah.
Sementara itu, kinerja perbankan syariah masih
mengalami penguatan terlihat dari indikator aset dan
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK). Sedangkan
kegiatan sistem pembayaranbaik tunai maupun
nontunai masih dapat mendukung aktivitas kegiatan
perekonomian daerah.
Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah mengalami perbaikan. Realisasi komponen
pendapatan asli daerah di triwulan laporan mencapai
105% dari yang ditetapkan dalam anggaran,
pendapatan, dan belanja daerah (APBD). Lebih
tingginya realisasi ini didorong oleh perbaikan realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai 109%.
Kondisi ini menunjukkan tingkat kemandirian
keuangan daerah yang semakin meningkat. Di sisi lain,
realisasi belanja daerah masih belum optimal terlihat
dari realisasi belanja yang masih dibawah rencana yang
ditetapkan. Secara keseluruhan, realisasi belanja APBD
sebesar 94% dari rencana semula.
Sejalan dengan perbaikan perekonomian Jawa Tengah
yang meningkat, kondisi kesejahteraan masyarakat
relatif membaik. Penyerapan tenaga kerja meningkat,
terlihat dari menurunnya angka pengangguran.
Kondisi ini juga diikuti dengan perbaikan kesejahteraan
masyarakat yang tercermin pada penurunan angka
kemiskinan serta perbaikan kesejahteraan petani. Data
terakhir menunjukkan bahwa tingkat pengangguran
terbuka, rasio penduduk miskin dan nilai tukar petani
masing-masing sebesar 5,68%, 13,58% dan 101,17,
atau membaik dari indikator di triwulan sebelumnya.
Berbeda dengan kondisi pada triwulan laporan,
prospek ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I
diperkirakan mengalami perlambatan. Meski
kinerja ekspor mulai membaik, namun diperkirakan
masih tumbuh terbatas di tengah kondisi ekonomi
Eropa dan Tiongkok yang belum membaik. Meski
demikian, permintaan domestik khususnya konsumsi
rumah tangga masih dapat menopang pertumbuhan
ekonomi sehingga secara keseluruhan ekonomi Jawa
Tengah pada triwulan I 2015 diperkirakan akan tumbuh
pada kisaran 5,84% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor
Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda
Motor diperkirakan melambat. Sementara sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan
meningkat.
Tekanan harga diperkirakan menurun. Inflasi di
kelompok administered prices diperkirakan akan
menurun sejalan dengan efek pengurangan harga BBM
bersubsidi. Secara gradual, penurunan harga BBM
diperkirakan akan memengaruhi tarif angkutan dan
dapat berdampak pada berkurangnya tekanan harga di
kelompok volatile foods. Terlebih dengan adanya
musim panen yang dimulai di akhir triwulan I dapat
meningkatkan pasokan komoditas daerah. Kondisi
tersebut dapat berujung pada membaiknya ekspektasi
masyarakat sehingga dapat menjaga kestabilan inflasi
inti. Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut,
inflasi IHK Jawa Tengah pada tiruwlan I tahun 2015
diperkirakan berada pada kisaran 6,79% (yoy), lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya. Sementara
perkiraan inflasi secara keseluruhan tahun 2015
diperkirakan sebesar 4,0% ± 1%.
5RINGKASAN UMUM4 RINGKASAN UMUM
Perekonomian ditinjau dari sisi sektoral
mengalami pertumbuhan hampir di semua sektor,
sedangkan sektor yang menurun adalah sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan serta sektor
pengadaan gas dan listrik. Adapun penyumbang
pertumbuhan ekonomi di triwulan ini terutama pada
sektor utama daerah yaitu sektor industri pengolahan
serta sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-motor. Pada triwulan laporan, industri yang
menyumbang pertumbuhan ekonomi terutama
industri makanan dan minuman serta industri
pengolahan tembakau. Sementara sektor perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-motor tumbuh
meningkat di tr iwulan ini khususnya untuk
perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya. Di
sisi lain, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan
masih mengalami penurunan kinerja. Kondisi ini
terutama terjadi untuk pertanian tanaman pangan
terkait dengan musim tanam di triwulan laporan.
Sementara perkembangan harga yang tercermin
pada indeks harga konsumen (IHK) menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Kenaikan harga BBM
menjadi penyebab utama kenaikan inflasi tersebut.
Selain dampak langsung terhadap inflasi, kenaikan
harga BBM juga mendorong kenaikan ekspektasi inflasi
yang tercermin pada kenaikan harga yang terjadi pada
hampir seluruh kelompok barang dan jasa.
Pada triwulan IV 2014, inflasi Jawa Tengah tercatat
sebesar 8,22%, meningkat dibanding triwulan
sebelumnya (5,00% yoy). Meski demikian,
pencapaian inflasi tersebut masih dibawah inflasi
nasional yang sebesar 8,36% (yoy). Berdasarkan
kelompoknya, inflasi terjadi di seluruh kelompok
pembentuk inflasi. Adapun kelompok yang mengalami
kenaikan signifikan adalah kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan
makanan. Inflasi di kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan meningkat menjadi sebesar
11,46% (yoy) dari 2,58% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Dari kondisi ini terlihat signifikansi pengaruh kenaikan
BBM yang ditransmisikan ke tarif angkutan umum.
Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan harga BBM
tersebut tercermin pada peningkatan inflasi
kelompok administered prices dari 6,69% (yoy)
menjadi 15,37% (yoy). Dampak kenaikan harga BBM
terhadap inflasi Jawa Tengah berlangsung sejak bulan
November dan mencapai puncaknya di bulan
Desember. Hal ini sejalan dengan transmisi kenaikan
harga BBM ke tarif angkutan dan kemudian ke
kelompok lainnya seperti volatile foods. Kelompok
volatile foods meningkat cukup signifikan yaitu dari
4,25% (yoy) menjadi 11,49% (yoy). Selain sebagai
pengaruh dari kenaikan biaya distribusi, inflasi di
kelompok ini terutama dipengaruhi dari kurangnya
pasokan terutama untuk cabai merah. Pasokan
berkurang karena cuaca yang kurang kondusif serta
menurunnya preferensi petani untuk menanam cabai di
triwulan sebelumnya. Harga yang murah di periode
sebelumnya menyebabkan keengganan petani untuk
menanam cabai.
Sejalan dengan meningkatnya tekanan inflasi dari
faktor non-fundamental, tekanan inflasi dari faktor
fundamental yang tercermin pada inflasi inti juga
menunjukkan peningkatan meski tidak terlalu
signifikan. Inflasi inti tumbuh dari 4,17% (yoy) di
triwulan sebelumnya menjadi 5,01% (yoy). Dilihat dari
faktor yang memengaruhi, tekanan inflasi inti
meningkat didorong oleh adanya kenaikan permintaan
masyarakat. Sementara tekanan inflasi dari faktor
eksternal terlihat meningkat sejalan dengan faktor
depresiasi nilai Rupiah. Meski demikian, ekspektasi
masyarakat relatif masih terjaga terlihat dari hasil survei
konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2014 tumbuh membaik, didorong oleh meningkatnya konsumsi pemerintah.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi pemerintah di akhir
tahun. Sementara itu, konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor tumbuh
melambat.
Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV 2014 hampir
terjadi di semua sektor. Sektor industri pengolahan, perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil-sepeda motor, dan sektor konstruksi mencatatkan laju
pertumbuhan positif. Namun demikian, sektor pertanian, perikanan dan
kehutanan masih mengalami kontraksi.
7
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2014 tumbuh membaik, didorong oleh meningkatnya konsumsi pemerintah.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi pemerintah di akhir
tahun. Sementara itu, konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor tumbuh
melambat.
Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV 2014 hampir
terjadi di semua sektor. Sektor industri pengolahan, perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil-sepeda motor, dan sektor konstruksi mencatatkan laju
pertumbuhan positif. Namun demikian, sektor pertanian, perikanan dan
kehutanan masih mengalami kontraksi.
7
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan IV 2014 mengalami perbaikan. Ekonomi
Jawa Tengah tumbuh meningkat dari 5,69% (yoy)
menjadi 6,16% (yoy) pada triwulan laporan.
Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar
5,01% (yoy). Lebih lambatnya pertumbuhan ekonomi
nasional diakibatkan melambatnya ekonomi dari
provinsi lainnya, terutama provinsi yang memiliki basis
sumber daya alam.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan mengalami kontraksi sebesar -3,02% (qtq),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III
2014 yang mencatatkan angka sebesar 2,76% (qtq).
Perlambatan ini didorong oleh melambatnya konsumsi
rumah tangga di tengah kenaikan inflasi.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan terjadi pada
sebagian besar perekonomian. Ketiga sektor
dengan sumbangan tinggi, yaitu sektor industri
pengolahan, perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor, serta sektor konstruksi
mencatatkan laju pertumbuhan positif. Sektor
informasi dan komunikasi merupakan sektor yang
memiliki pertumbuhan tertinggi sebesar 18,09% (yoy),
diikuti transportasi dan pergudangan sebesar 16,46%
(yoy) dan jasa perusahaan sebesar 10,61% (yoy).
Sementara itu sektor pertanian, perikanan dan
kehutanan mengalami kontraksi bersama dengan
sektor pengadaan listrik dan gas.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
tahun 2014 tumbuh sebesar 5,42% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun
2013 yang tercatat sebesar 5,14% (yoy). Nilai PDRB
Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2014 tercatat
sebesar Rp 766,27 triliun, sementara nilai PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2014 tercatat
sebesar Rp 925,66 triliun.
Konsumsi rumah tangga melemah pada triwulan
laporan. Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV
2014 tumbuh sebesar 4,08% (yoy), lebih kecil
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 4,68% (yoy). Melambatnya konsumsi rumah
tangga ini merupakan implikasi dari kenaikan harga
BBM di bulan November 2014 yang memengaruhi daya
beli masyarakat dan meningkatkan inflasi. Di samping
itu, adanya normalisasi pasca Idul Fitri juga berdampak
pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga.Tercermin
dari melambatnya pertumbuhan konsumsi dalam
bentuk makanan & minuman, pakaian, serta restoran &
hotel.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 masih bersifat sementara.
1.
9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB
PENGGUNAAN2013*
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II
III IV2013*
I II
2014**
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2014 (triliun rupiah)
III IV2014*
I
108,76
1,75
8,54
50,31
14,25
27,59
15,33
175,90
110,61
1,90
13,29
51,34
15,32
31,12
15,33
184,21
113,05
1,92
13,24
53,46
14,65
34,26
19,72
186,61
112,93
2,07
20,36
55,96
17,71
34,84
1,35
180,18
445,36
7,64
55,43
211,07
61,92
127,81
51,73
726,90
113,48
2,15
8,63
52,06
17,45
29,15
16,94
185,85
115,31
2,21
11,93
54,79
18,34
29,11
14,80
191,92
118,35
1,98
14,14
56,69
15,95
30,60
16,49
197,22
117,54
1,96
22,20
56,94
16,10
29,65
4,94
191,27
464,68
8,30
56,90
220,48
67,83
118,50
53,18
766,27
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan IV 2014 mengalami perbaikan. Ekonomi
Jawa Tengah tumbuh meningkat dari 5,69% (yoy)
menjadi 6,16% (yoy) pada triwulan laporan.
Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar
5,01% (yoy). Lebih lambatnya pertumbuhan ekonomi
nasional diakibatkan melambatnya ekonomi dari
provinsi lainnya, terutama provinsi yang memiliki basis
sumber daya alam.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan mengalami kontraksi sebesar -3,02% (qtq),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III
2014 yang mencatatkan angka sebesar 2,76% (qtq).
Perlambatan ini didorong oleh melambatnya konsumsi
rumah tangga di tengah kenaikan inflasi.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan terjadi pada
sebagian besar perekonomian. Ketiga sektor
dengan sumbangan tinggi, yaitu sektor industri
pengolahan, perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor, serta sektor konstruksi
mencatatkan laju pertumbuhan positif. Sektor
informasi dan komunikasi merupakan sektor yang
memiliki pertumbuhan tertinggi sebesar 18,09% (yoy),
diikuti transportasi dan pergudangan sebesar 16,46%
(yoy) dan jasa perusahaan sebesar 10,61% (yoy).
Sementara itu sektor pertanian, perikanan dan
kehutanan mengalami kontraksi bersama dengan
sektor pengadaan listrik dan gas.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
tahun 2014 tumbuh sebesar 5,42% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun
2013 yang tercatat sebesar 5,14% (yoy). Nilai PDRB
Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2014 tercatat
sebesar Rp 766,27 triliun, sementara nilai PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2014 tercatat
sebesar Rp 925,66 triliun.
Konsumsi rumah tangga melemah pada triwulan
laporan. Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV
2014 tumbuh sebesar 4,08% (yoy), lebih kecil
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 4,68% (yoy). Melambatnya konsumsi rumah
tangga ini merupakan implikasi dari kenaikan harga
BBM di bulan November 2014 yang memengaruhi daya
beli masyarakat dan meningkatkan inflasi. Di samping
itu, adanya normalisasi pasca Idul Fitri juga berdampak
pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga.Tercermin
dari melambatnya pertumbuhan konsumsi dalam
bentuk makanan & minuman, pakaian, serta restoran &
hotel.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 masih bersifat sementara.
1.
9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB
PENGGUNAAN2013*
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II
III IV2013*
I II
2014**
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2014 (triliun rupiah)
III IV2014*
I
108,76
1,75
8,54
50,31
14,25
27,59
15,33
175,90
110,61
1,90
13,29
51,34
15,32
31,12
15,33
184,21
113,05
1,92
13,24
53,46
14,65
34,26
19,72
186,61
112,93
2,07
20,36
55,96
17,71
34,84
1,35
180,18
445,36
7,64
55,43
211,07
61,92
127,81
51,73
726,90
113,48
2,15
8,63
52,06
17,45
29,15
16,94
185,85
115,31
2,21
11,93
54,79
18,34
29,11
14,80
191,92
118,35
1,98
14,14
56,69
15,95
30,60
16,49
197,22
117,54
1,96
22,20
56,94
16,10
29,65
4,94
191,27
464,68
8,30
56,90
220,48
67,83
118,50
53,18
766,27
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%, YOY %, YOY
Pertumbuhan Giro Pemerintahdan Konsumsi Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.6.
GIRO SEKTOR PEMERINTAH KONSUMSI PEMDA - SKALA KANAN
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsidan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.5.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
(100,00)
(50,00)
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
350,00
400,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013 2014
%, YOY %, YOY
investas i non bangunan terkonf i rmas i dar i
pertumbuhan impor barang modal yang sebesar
13,89% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III
sebesar 16,17% (yoy) (Grafik 1.8). Selain itu,
berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU),
tingkat utilisasi kapasitas produksi, terutama di industri
pengolahan mengalami penurunan dibandingkan
dengan triwulan III 2014.
Di sisi lain, pertumbuhan investasi bangunan
meningkat menjadi 7,60% (yoy), sementara di triwulan
yang lalu tumbuh 5,68% (yoy). Beberapa proyek
investasi infrastruktur di Jawa Tengah turut mendorong
peningkatan pertumbuhan. Peningkatan investasi
bangunan ini juga terkonfirmasi dari meningkatnya
realisasi investasi dalam bentuk PMDN dan PMA (Grafik
1.9 &1.10).
11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Sesuai pola historisnya, pertumbuhan konsumsi
pemerintah meningkat di triwulan IV sebesar
9,03% (yoy), sedangkan pada triwulan III 2014
konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 6,87% (yoy).
Peningkatan ini didorong oleh realisasi belanja
pemerintah yang sesuai siklikalitasnya menumpuk di
triwulan IV. Pada triwulan III 2014, realisasi belanja
pemerintah baru mencapai 64,22%, sedangkan di
triwulan IV 2014 realisasi telah mencapai 94,06%.
Investasi menunjukkan perlambatan, meskipun
masih menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Hal ini tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) yang melambat dari 6,04% (yoy) di triwulan III
2014 menjadi 1,75% (yoy) pada triwulan laporan.
Perlambatan ini berasal dari investasi non bangunan
yang tumbuh negatif sebesar 22,73% (yoy). Penurunan
Perkembangan Penyaluran Kredit Investasidi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.7.
KREDIT INV BU PMTB - SKALA KANAN
4
5
6
7
8
9
10
11
12
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
Perkembangan PertumbuhanImpor Barang Modal dan PMTDB
Grafik 1.8.
IMPORT BARANG MODAL - YOY PMTDB - SKALA KANAN IMPOR BARANG MODAL - QTQ
100
120
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
11,0
12,0
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, YOY %, YOY
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PDRB KONSUMSI - SKALA KANANVOL IMPOR KONSUMSI
Penurunan konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari
tren indeks ketepatan waktu pembelian (indeks
konsumsi) baik komoditas makanan, nonmakanan
ataupun barang tahan lama yang berada dalam tren
menurun serta menurunnya penjualan listrik segmen
rumah tangga (Grafik 1.1 & 1.2). Konsumen pun
merasakan adanya penurunan pendapatan rumah
tangga seiring melemahnya daya beli (Grafik 1.4).
Penurunan konsumsi juga terkonfirmasi dari
melambatnya kredit konsumsi di triwulan akhir (Grafik
1.3) diikuti oleh turunnya volume impor barang
konsumsi (Grafik 1.5).
10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit
yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami
kontraksi pada triwulan IV 2014. Pertumbuhan
konsumsi LNPRT menurun dari 3,43% (yoy) menjadi -
5,27% (yoy). Secara kumulatif tahun 2014,
pertumbuhan konsumsi LNPRT meningkat menjadi
8,62% (yoy), dari 7,21% (yoy) di tahun 2013.
Peningkatan ini terutama didorong oleh kegiatan
Pemilu Legislatif dan Presiden di tahun 2014.
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
P D R B
PENGGUNAAN 2011 2012 2013*
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2011 – 2014 (%)
III III IV
2014**
2014
4,40
4,42
2,95
6,14
13,87
7,94
-33,61
5,30
4,70
5,83
3,23
8,16
8,11
6,67
3,30
5,34
4,52
7,21
5,44
4,69
15,30
13,50
56,53
5,14
4,34
22,45
1,05
3,48
22,47
5,63
10,50
5,66
4,25
16,26
-10,27
6,73
19,69
-6,46
-3,46
4,19
4,68
3,43
6,87
6,04
8,92
-10,70
-16,35
5,69
4,08
-5,27
9,03
1,75
-9,11
-14,90
265,72
6,16
4,34
8,62
2,66
4,46
9,55
-7,29
2,80
5,42
Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.4.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PENDAPATAN RT KINI PENGARUH INFLASI TERHADAP TK KONSUMSI
98
103
108
113
118
123 INDEKS
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi danKonsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.3.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
7,5
4
9
14
19
24
29 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, YOYJUTA KwH
Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.2.
Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY
PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
85
90
95
100
105
110
115
120
125
KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
TINGKAT KONSUMSI BEBERAPA KOMODITI MAKANAN DAN BUKAN MAKANAN
Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.1.
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
OPTIMIS
PESIMIS
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
INDEKS
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%, YOY %, YOY
Pertumbuhan Giro Pemerintahdan Konsumsi Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.6.
GIRO SEKTOR PEMERINTAH KONSUMSI PEMDA - SKALA KANAN
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsidan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.5.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
(100,00)
(50,00)
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
350,00
400,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013 2014
%, YOY %, YOY
investas i non bangunan terkonf i rmas i dar i
pertumbuhan impor barang modal yang sebesar
13,89% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III
sebesar 16,17% (yoy) (Grafik 1.8). Selain itu,
berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU),
tingkat utilisasi kapasitas produksi, terutama di industri
pengolahan mengalami penurunan dibandingkan
dengan triwulan III 2014.
Di sisi lain, pertumbuhan investasi bangunan
meningkat menjadi 7,60% (yoy), sementara di triwulan
yang lalu tumbuh 5,68% (yoy). Beberapa proyek
investasi infrastruktur di Jawa Tengah turut mendorong
peningkatan pertumbuhan. Peningkatan investasi
bangunan ini juga terkonfirmasi dari meningkatnya
realisasi investasi dalam bentuk PMDN dan PMA (Grafik
1.9 &1.10).
11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Sesuai pola historisnya, pertumbuhan konsumsi
pemerintah meningkat di triwulan IV sebesar
9,03% (yoy), sedangkan pada triwulan III 2014
konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 6,87% (yoy).
Peningkatan ini didorong oleh realisasi belanja
pemerintah yang sesuai siklikalitasnya menumpuk di
triwulan IV. Pada triwulan III 2014, realisasi belanja
pemerintah baru mencapai 64,22%, sedangkan di
triwulan IV 2014 realisasi telah mencapai 94,06%.
Investasi menunjukkan perlambatan, meskipun
masih menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Hal ini tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) yang melambat dari 6,04% (yoy) di triwulan III
2014 menjadi 1,75% (yoy) pada triwulan laporan.
Perlambatan ini berasal dari investasi non bangunan
yang tumbuh negatif sebesar 22,73% (yoy). Penurunan
Perkembangan Penyaluran Kredit Investasidi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.7.
KREDIT INV BU PMTB - SKALA KANAN
4
5
6
7
8
9
10
11
12
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
Perkembangan PertumbuhanImpor Barang Modal dan PMTDB
Grafik 1.8.
IMPORT BARANG MODAL - YOY PMTDB - SKALA KANAN IMPOR BARANG MODAL - QTQ
100
120
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
11,0
12,0
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, YOY %, YOY
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PDRB KONSUMSI - SKALA KANANVOL IMPOR KONSUMSI
Penurunan konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari
tren indeks ketepatan waktu pembelian (indeks
konsumsi) baik komoditas makanan, nonmakanan
ataupun barang tahan lama yang berada dalam tren
menurun serta menurunnya penjualan listrik segmen
rumah tangga (Grafik 1.1 & 1.2). Konsumen pun
merasakan adanya penurunan pendapatan rumah
tangga seiring melemahnya daya beli (Grafik 1.4).
Penurunan konsumsi juga terkonfirmasi dari
melambatnya kredit konsumsi di triwulan akhir (Grafik
1.3) diikuti oleh turunnya volume impor barang
konsumsi (Grafik 1.5).
10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit
yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami
kontraksi pada triwulan IV 2014. Pertumbuhan
konsumsi LNPRT menurun dari 3,43% (yoy) menjadi -
5,27% (yoy). Secara kumulatif tahun 2014,
pertumbuhan konsumsi LNPRT meningkat menjadi
8,62% (yoy), dari 7,21% (yoy) di tahun 2013.
Peningkatan ini terutama didorong oleh kegiatan
Pemilu Legislatif dan Presiden di tahun 2014.
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
P D R B
PENGGUNAAN 2011 2012 2013*
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2011 – 2014 (%)
III III IV
2014**
2014
4,40
4,42
2,95
6,14
13,87
7,94
-33,61
5,30
4,70
5,83
3,23
8,16
8,11
6,67
3,30
5,34
4,52
7,21
5,44
4,69
15,30
13,50
56,53
5,14
4,34
22,45
1,05
3,48
22,47
5,63
10,50
5,66
4,25
16,26
-10,27
6,73
19,69
-6,46
-3,46
4,19
4,68
3,43
6,87
6,04
8,92
-10,70
-16,35
5,69
4,08
-5,27
9,03
1,75
-9,11
-14,90
265,72
6,16
4,34
8,62
2,66
4,46
9,55
-7,29
2,80
5,42
Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.4.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PENDAPATAN RT KINI PENGARUH INFLASI TERHADAP TK KONSUMSI
98
103
108
113
118
123 INDEKS
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi danKonsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.3.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
7,5
4
9
14
19
24
29 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, YOYJUTA KwH
Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.2.
Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY
PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
85
90
95
100
105
110
115
120
125
KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
TINGKAT KONSUMSI BEBERAPA KOMODITI MAKANAN DAN BUKAN MAKANAN
Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.1.
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
OPTIMIS
PESIMIS
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
INDEKS
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan IV 2014
42%
26%
8 %
19%
2%
2%
LAINNYA
JEPANG
TIO
NG
KO
K
3%BELANDA
5%JERMAN
USA
Ditinjau dari negara tujuannya, pelemahan
ekspor terjadi untuk ekspor tujuan ke Tiongkok.
Seiring dengan melemahnya perekonomian negara
tersebut, permintaan ekspor yang berasal dari
Tiongkok mengalami penurunan. Hal ini berdampak
pada penurunan ekspor mebel dan kayu olahan untuk
tujuan negara Tiongkok. Di sisi lain, terjadi peningkatan
ekspor dari Amerika Serikat di tengah membaiknya
perekonomian negara tersebut. Di kawasan Eropa,
pertumbuhan ekspor ke negara Inggris, Jerman, dan
Perancis meningkat, sementara ekspor ke Belanda dan
Belgia mengalami penurunan.
Pertumbuhan impor pada triwulan IV 2014 relatif
melemah dibandingkan triwulan sebelumnya
seiring dengan melambatnya ekspor. Pada triwulan
laporan, impor melemah sebesar -14,90% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar -10,70% (yoy). Penurunan ini didorong oleh
menurunnya tingkat konsumsi dari masyarakat yang
relatif melemah. Lebih jauh, perlambatan impor luar
negeri didorong oleh impor migas yang menurun di
tengah peningkatan harga BBM di akhir tahun 2014.
Laju pertumbuhan nilai impor nonmigas sebesar 8,30%
(yoy) pada triwulan IV 2014, meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,30%
(yoy). Begitu pula dengan impor secara volume juga
mengalami perbaikan, dari sebelumnya -14,91% (yoy)
menjadi 1,42% (yoy). Berdasarkan kelompoknya,
peningkatan nilai impor terjadi pada kelompok barang
bahan baku sebesar 8,96% (yoy) dari sebelumnya
7,48% (yoy), sementara impor barang modal
mengalami perlambatan sebesar 13,89% (yoy) dari
sebelumnya 16,17% (yoy). Meskipun membaik, impor
barang konsumsi masih mencatatkan pertumbuhan
yang negatif. Pertumbuhan impor konsumsi pada
triwulan laporan tercatat sebesar -15,79% (yoy).
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800 JUTA USD %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Perkembangan Volume ImporProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16.
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
0
200
400
600
800
1000
1200 RIBU TON %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Lainnya
Italia
Belgia
Jerman
Perancis
Belanda
UK
RRC
Jepang
USA
JUTA USD
-100
100
300
500
700
900
1100
1300
1500
1700
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa TengahProvinsi
Sumber : Badan Koordinasi PenanamanModal Daerah
Proyek PMA Investasi PMA - skala kanan
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
0
20
40
60
80
100
120 JUMLAH PROYEK JUTA USD
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman ModalDalam Negeri di Provinsi Jawa Tengah
Proyek PMDN Investasi PMDN - skala kanan
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
-
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
0
10
20
30
40
50
60
70
80 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
8 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sepanjang tahun 2014, investasi sedikit melambat
menjadi 4,46% (yoy), dari sebelumnya sebesar 4,69%
(yoy) di tahun 2013. Perlambatan ini terutama terjadi di
investasi non-bangunan yang mengalami penurunan -
6.79% (yoy), sementara investasi bangunan meningkat
menjadi 6,84% (yoy) dari 5,39% (yoy) di tahun
sebelumnya.
Aktivitas perdagangan secara umum mengalami
perlambatan pada triwulan laporan. Hal ini
didorong oleh pelemahan ekspor luar negeri yang
cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Di lain pihak, perdagangan antar daerah
mencatatkan pertumbuhan yang tinggi.
Ekspor luar negeri mengalami kontraksi. Ekspor
melemah dari 8,92% (yoy) pada triwulan III 2014
menjadi -9,11% (yoy). Penurunan ekspor terjadi di
ekspor industri mebel dan kayu olahan, sedangkan
ekspor tekstil masih meningkat. Secara kumulatif, pada
tahun 2014 ekspor luar negeri juga melambat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ekspor
melambat dari sebelumnya 15,30% (yoy) menjadi
9,55% (yoy).
Laju pertumbuhan ekspor luar negeri nonmigas,
baik secara nilai maupun secara volume
melambat. Meskipun meningkat secara nilai pada
triwulan IV 2014, pertumbuhan tahunan nilai ekspor
melambat menjadi 3,17% (yoy) pada triwulan IV 2014,
dari sebelumnya sebesar 7,48% (yoy). Berdasarkan
volume, ekspor luar negeri mengalami kontraksi lebih
dalam, dari sebelumnya -1,85% (yoy) pada triwulan III
2014 menjadi -12,37% pada triwulan laporan.
Pelemahan ini tercatat sebesar -1,96% (yoy) pada
triwulan IV 2014. Hal ini didorong oleh melemahnya
permintaan komoditas seir ing melambatnya
perekonomian Tiongkok.
12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai EksporProvinsi Jawa Tengah
-5
0
5
10
15
20JUTA USD %
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Perkembangan Volume Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12.
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(50,00)
0
50,00
100,00
150,00RIBU TON %1400
1200
1000
800
600
400
200
0I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
(100,00)
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan IV 2014
42%
26%8 %
19%
2%
2%
LAINNYA
JEPANG
TIO
NG
KO
K
3%BELANDA
5%JERMAN
USA
Ditinjau dari negara tujuannya, pelemahan
ekspor terjadi untuk ekspor tujuan ke Tiongkok.
Seiring dengan melemahnya perekonomian negara
tersebut, permintaan ekspor yang berasal dari
Tiongkok mengalami penurunan. Hal ini berdampak
pada penurunan ekspor mebel dan kayu olahan untuk
tujuan negara Tiongkok. Di sisi lain, terjadi peningkatan
ekspor dari Amerika Serikat di tengah membaiknya
perekonomian negara tersebut. Di kawasan Eropa,
pertumbuhan ekspor ke negara Inggris, Jerman, dan
Perancis meningkat, sementara ekspor ke Belanda dan
Belgia mengalami penurunan.
Pertumbuhan impor pada triwulan IV 2014 relatif
melemah dibandingkan triwulan sebelumnya
seiring dengan melambatnya ekspor. Pada triwulan
laporan, impor melemah sebesar -14,90% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar -10,70% (yoy). Penurunan ini didorong oleh
menurunnya tingkat konsumsi dari masyarakat yang
relatif melemah. Lebih jauh, perlambatan impor luar
negeri didorong oleh impor migas yang menurun di
tengah peningkatan harga BBM di akhir tahun 2014.
Laju pertumbuhan nilai impor nonmigas sebesar 8,30%
(yoy) pada triwulan IV 2014, meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,30%
(yoy). Begitu pula dengan impor secara volume juga
mengalami perbaikan, dari sebelumnya -14,91% (yoy)
menjadi 1,42% (yoy). Berdasarkan kelompoknya,
peningkatan nilai impor terjadi pada kelompok barang
bahan baku sebesar 8,96% (yoy) dari sebelumnya
7,48% (yoy), sementara impor barang modal
mengalami perlambatan sebesar 13,89% (yoy) dari
sebelumnya 16,17% (yoy). Meskipun membaik, impor
barang konsumsi masih mencatatkan pertumbuhan
yang negatif. Pertumbuhan impor konsumsi pada
triwulan laporan tercatat sebesar -15,79% (yoy).
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800 JUTA USD %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Perkembangan Volume ImporProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16.
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
0
200
400
600
800
1000
1200 RIBU TON %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Lainnya
Italia
Belgia
Jerman
Perancis
Belanda
UK
RRC
Jepang
USA
JUTA USD
-100
100
300
500
700
900
1100
1300
1500
1700
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa TengahProvinsi
Sumber : Badan Koordinasi PenanamanModal Daerah
Proyek PMA Investasi PMA - skala kanan
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
0
20
40
60
80
100
120 JUMLAH PROYEK JUTA USD
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman ModalDalam Negeri di Provinsi Jawa Tengah
Proyek PMDN Investasi PMDN - skala kanan
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
-
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
0
10
20
30
40
50
60
70
80 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
8 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sepanjang tahun 2014, investasi sedikit melambat
menjadi 4,46% (yoy), dari sebelumnya sebesar 4,69%
(yoy) di tahun 2013. Perlambatan ini terutama terjadi di
investasi non-bangunan yang mengalami penurunan -
6.79% (yoy), sementara investasi bangunan meningkat
menjadi 6,84% (yoy) dari 5,39% (yoy) di tahun
sebelumnya.
Aktivitas perdagangan secara umum mengalami
perlambatan pada triwulan laporan. Hal ini
didorong oleh pelemahan ekspor luar negeri yang
cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Di lain pihak, perdagangan antar daerah
mencatatkan pertumbuhan yang tinggi.
Ekspor luar negeri mengalami kontraksi. Ekspor
melemah dari 8,92% (yoy) pada triwulan III 2014
menjadi -9,11% (yoy). Penurunan ekspor terjadi di
ekspor industri mebel dan kayu olahan, sedangkan
ekspor tekstil masih meningkat. Secara kumulatif, pada
tahun 2014 ekspor luar negeri juga melambat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ekspor
melambat dari sebelumnya 15,30% (yoy) menjadi
9,55% (yoy).
Laju pertumbuhan ekspor luar negeri nonmigas,
baik secara nilai maupun secara volume
melambat. Meskipun meningkat secara nilai pada
triwulan IV 2014, pertumbuhan tahunan nilai ekspor
melambat menjadi 3,17% (yoy) pada triwulan IV 2014,
dari sebelumnya sebesar 7,48% (yoy). Berdasarkan
volume, ekspor luar negeri mengalami kontraksi lebih
dalam, dari sebelumnya -1,85% (yoy) pada triwulan III
2014 menjadi -12,37% pada triwulan laporan.
Pelemahan ini tercatat sebesar -1,96% (yoy) pada
triwulan IV 2014. Hal ini didorong oleh melemahnya
permintaan komoditas seir ing melambatnya
perekonomian Tiongkok.
12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai EksporProvinsi Jawa Tengah
-5
0
5
10
15
20JUTA USD %
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Perkembangan Volume Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12.
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(50,00)
0
50,00
100,00
150,00RIBU TON %1400
1200
1000
800
600
400
200
0I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
(100,00)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
PENGGUNAAN 2011 2012* 2013*III III IV
2014**
2014
3,83
(2,19)
5,19
7,33
2,27
2,23
8,23
4,71
5,57
8,03
4,14
6,08
9,33
2,57
18,41
9,74
2,69
5,30
3,04
5,30
6,72
9,97
(1,39)
6,33
1,85
6,64
5,31
9,74
3,57
5,43
7,08
0,50
17,55
10,33
0,70
5,34
2,55
6,17
5,38
8,46
0,23
4,90
4,65
9,33
4,46
7,99
4,31
7,70
12,12
2,65
9,53
7,12
9,24
5,14
(2,78)
7,00
8,38
0,67
6,11
5,66
6,27
6,23
5,32
10,54
2,92
8,89
8,21
0,73
9,85
12,99
7,91
5,66
(3,80)
4,65
7,29
7,65
3,15
4,18
1,79
5,01
6,40
10,96
3,18
7,85
6,83
(2,86)
11,43
13,46
8,58
4,19
(2,99)
6,02
9,73
4,86
2,96
2,76
4,58
7,94
9,68
12,39
3,68
5,29
7,57
(0,41)
12,28
11,81
9,11
5,69
(1,94)
8,37
6,81
(2,16)
1,65
4,96
4,93
16,46
9,08
18,09
7,11
6,85
10,61
5,67
7,60
7,11
8,41
6,16
(2,95)
6,50
8,04
2,70
3,45
4,38
4,35
8,97
7,63
13,00
4,22
7,19
8,31
0,78
10,17
11,20
8,50
5,42
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)
Struktur perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan IV 2014 didominasi oleh empat sektor
utama yaitu: (1) industri pengolahan (36,95%), (2)
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor (14,39%), (3) pertanian, kehutanan
dan perikanan (11,02%), dan (4) konstruksi
(10,42%). Dengan menggunakan tahun dasar 2010
berbasis SNA 2008, struktur perekonomian Jawa
Tengah t idak banyak berubah dibandingkan
perhitungan menggunakan tahun dasar 2000.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada
triwulan IV 2014 terjadi hampir di tiap sektor,
terkecuali pada sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan serta sektor pengadaan listik dan gas. Sektor
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda
motor, sektor industri pengolahan, dan sektor
konstruksi mencatatkan laju pertumbuhan yang positif.
Sama seperti triwulan sebelumnya sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan memberikan sumbangan
negatif pada pertumbuhan ekonomi daerah (Grafik
1.19).
Pada triwulan IV 2014, sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan masih mengalami
kontraksi. Sektor ini mencatatkan laju pertumbuhan
tahunan sebesar -1,94% (yoy), sedikit membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -
2,99% (yoy). Perbaikan ini didorong oleh membaiknya
subsektor tanaman perkebunan. Di lain pihak,
subsektor tabama masih mengalami pelemahan,
terkonfirmasi dari nilai produktivitas padi yang
melemah pada triwulan IV 2014 sesuai dengan pola
historisnya.
15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
-0,2311,02
2,50
36,95
0,52
10,420,72
14,39
2,65
27,23
SUMBER PANGSA
Lain-lain
Perdagangan Besar dan Eceran;Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Konstruksi
Industri Pengolahan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV Tahun 2014 (%)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800 JUTA USD
Lainnya
Tiongkok
Australia
ASEAN
Eropa
USA
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Provinsi Jawa TengahTriwulan IV
TIONGKOK
LAINNYA
EROPA
ASEAN
AUSTRALIA
USA
43%
29%
10%
8%
5%
5%
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas
tertinggi sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dan Eropa. Peningkatan laju impor
nonmigas ini utamanya berasal dari Tiongkok yang
meningkat sebesar 44,50%(yoy) dari sebelumnya
8,34% (yoy) . Sementara d i kawasan Eropa
mencatatkan pertumbuhan laju impor sebesar 12,67%
(yoy), dari sebelumnya 3,03% (yoy).
Perdagangan antar daerah meningkat cukup
tajam pada triwulan IV 2014. Net ekspor meningkat
sebesar 265,72% (yoy), dari sebelumnya sebesar -
16,35% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh
melemahnya impor dan meningkatnya ekspor antar
daerah. Membaiknya produksi sektor pertanian
ditengarai mendorong perbaikan net ekspor antar
daerah pada triwulan laporan.
14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
PENGGUNAAN 2013
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – 2014 (triliun rupiah)
III III IV
2013*2014
III III IV
2014**
30,02
3,97
69,77
0,21
0,14
19,11
28,46
6,33
5,95
7,64
4,96
3,46
0,64
5,28
6,78
1,47
3,01
197,22
21,07
4,01
70,68
0,21
0,14
19,92
27,52
6,74
6,01
7,84
5,19
3,53
0,66
5,50
7,60
1,56
3,07
191,27
106,03
15,54
274,97
0,84
0,57
76,68
110,36
24,80
23,47
30,13
20,21
13,78
2,53
21,08
27,47
5,91
11,92
766,27
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
27,37
3,45
60,93
0,20
0,14
17,79
25,13
5,47
5,35
6,51
4,85
3,07
0,56
5,19
5,96
1,26
2,68
175,90
29,45
3,70
63,83
0,20
0,14
18,10
27,17
5,64
5,52
6,71
4,91
3,19
0,59
5,20
5,86
1,28
2,72
184,21
30,94
3,74
63,58
0,20
0,14
18,60
27,22
5,86
5,43
6,80
4,79
3,29
0,60
5,31
6,04
1,32
2,75
186,61
21,49
3,70
66,17
0,21
0,14
18,98
26,23
5,79
5,51
6,64
4,84
3,30
0,60
5,21
7,07
1,46
2,84
180,18
109,25
14,59
254,52
0,81
0,55
73,47
105,76
22,76
21,80
26,66
19,39
12,85
2,34
20,91
24,93
5,31
10,98
726,90
26,60
3,69
66,04
0,20
0,14
18,79
26,71
5,81
5,64
7,20
4,99
3,34
0,61
5,23
6,55
1,42
2,89
185,85
28,33
3,87
68,49
0,22
0,14
18,86
27,66
5,92
5,87
7,45
5,07
3,44
0,63
5,05
6,53
1,45
2,95
191,92
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
PENGGUNAAN 2011 2012* 2013*III III IV
2014**
2014
3,83
(2,19)
5,19
7,33
2,27
2,23
8,23
4,71
5,57
8,03
4,14
6,08
9,33
2,57
18,41
9,74
2,69
5,30
3,04
5,30
6,72
9,97
(1,39)
6,33
1,85
6,64
5,31
9,74
3,57
5,43
7,08
0,50
17,55
10,33
0,70
5,34
2,55
6,17
5,38
8,46
0,23
4,90
4,65
9,33
4,46
7,99
4,31
7,70
12,12
2,65
9,53
7,12
9,24
5,14
(2,78)
7,00
8,38
0,67
6,11
5,66
6,27
6,23
5,32
10,54
2,92
8,89
8,21
0,73
9,85
12,99
7,91
5,66
(3,80)
4,65
7,29
7,65
3,15
4,18
1,79
5,01
6,40
10,96
3,18
7,85
6,83
(2,86)
11,43
13,46
8,58
4,19
(2,99)
6,02
9,73
4,86
2,96
2,76
4,58
7,94
9,68
12,39
3,68
5,29
7,57
(0,41)
12,28
11,81
9,11
5,69
(1,94)
8,37
6,81
(2,16)
1,65
4,96
4,93
16,46
9,08
18,09
7,11
6,85
10,61
5,67
7,60
7,11
8,41
6,16
(2,95)
6,50
8,04
2,70
3,45
4,38
4,35
8,97
7,63
13,00
4,22
7,19
8,31
0,78
10,17
11,20
8,50
5,42
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)
Struktur perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan IV 2014 didominasi oleh empat sektor
utama yaitu: (1) industri pengolahan (36,95%), (2)
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor (14,39%), (3) pertanian, kehutanan
dan perikanan (11,02%), dan (4) konstruksi
(10,42%). Dengan menggunakan tahun dasar 2010
berbasis SNA 2008, struktur perekonomian Jawa
Tengah t idak banyak berubah dibandingkan
perhitungan menggunakan tahun dasar 2000.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada
triwulan IV 2014 terjadi hampir di tiap sektor,
terkecuali pada sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan serta sektor pengadaan listik dan gas. Sektor
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda
motor, sektor industri pengolahan, dan sektor
konstruksi mencatatkan laju pertumbuhan yang positif.
Sama seperti triwulan sebelumnya sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan memberikan sumbangan
negatif pada pertumbuhan ekonomi daerah (Grafik
1.19).
Pada triwulan IV 2014, sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan masih mengalami
kontraksi. Sektor ini mencatatkan laju pertumbuhan
tahunan sebesar -1,94% (yoy), sedikit membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -
2,99% (yoy). Perbaikan ini didorong oleh membaiknya
subsektor tanaman perkebunan. Di lain pihak,
subsektor tabama masih mengalami pelemahan,
terkonfirmasi dari nilai produktivitas padi yang
melemah pada triwulan IV 2014 sesuai dengan pola
historisnya.
15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
-0,2311,02
2,50
36,95
0,52
10,420,72
14,39
2,65
27,23
SUMBER PANGSA
Lain-lain
Perdagangan Besar dan Eceran;Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Konstruksi
Industri Pengolahan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV Tahun 2014 (%)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800 JUTA USD
Lainnya
Tiongkok
Australia
ASEAN
Eropa
USA
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Provinsi Jawa TengahTriwulan IV
TIONGKOK
LAINNYA
EROPA
ASEAN
AUSTRALIA
USA
43%
29%
10%
8%
5%
5%
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas
tertinggi sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dan Eropa. Peningkatan laju impor
nonmigas ini utamanya berasal dari Tiongkok yang
meningkat sebesar 44,50%(yoy) dari sebelumnya
8,34% (yoy) . Sementara d i kawasan Eropa
mencatatkan pertumbuhan laju impor sebesar 12,67%
(yoy), dari sebelumnya 3,03% (yoy).
Perdagangan antar daerah meningkat cukup
tajam pada triwulan IV 2014. Net ekspor meningkat
sebesar 265,72% (yoy), dari sebelumnya sebesar -
16,35% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh
melemahnya impor dan meningkatnya ekspor antar
daerah. Membaiknya produksi sektor pertanian
ditengarai mendorong perbaikan net ekspor antar
daerah pada triwulan laporan.
14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
PENGGUNAAN 2013
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – 2014 (triliun rupiah)
III III IV
2013*2014
III III IV
2014**
30,02
3,97
69,77
0,21
0,14
19,11
28,46
6,33
5,95
7,64
4,96
3,46
0,64
5,28
6,78
1,47
3,01
197,22
21,07
4,01
70,68
0,21
0,14
19,92
27,52
6,74
6,01
7,84
5,19
3,53
0,66
5,50
7,60
1,56
3,07
191,27
106,03
15,54
274,97
0,84
0,57
76,68
110,36
24,80
23,47
30,13
20,21
13,78
2,53
21,08
27,47
5,91
11,92
766,27
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
27,37
3,45
60,93
0,20
0,14
17,79
25,13
5,47
5,35
6,51
4,85
3,07
0,56
5,19
5,96
1,26
2,68
175,90
29,45
3,70
63,83
0,20
0,14
18,10
27,17
5,64
5,52
6,71
4,91
3,19
0,59
5,20
5,86
1,28
2,72
184,21
30,94
3,74
63,58
0,20
0,14
18,60
27,22
5,86
5,43
6,80
4,79
3,29
0,60
5,31
6,04
1,32
2,75
186,61
21,49
3,70
66,17
0,21
0,14
18,98
26,23
5,79
5,51
6,64
4,84
3,30
0,60
5,21
7,07
1,46
2,84
180,18
109,25
14,59
254,52
0,81
0,55
73,47
105,76
22,76
21,80
26,66
19,39
12,85
2,34
20,91
24,93
5,31
10,98
726,90
26,60
3,69
66,04
0,20
0,14
18,79
26,71
5,81
5,64
7,20
4,99
3,34
0,61
5,23
6,55
1,42
2,89
185,85
28,33
3,87
68,49
0,22
0,14
18,86
27,66
5,92
5,87
7,45
5,07
3,44
0,63
5,05
6,53
1,45
2,95
191,92
Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modaldi Jawa Tengah
Grafik 1.27
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
0
20
40
60
80
100
120
140 JUTA USD %, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Bakudi Jawa Tengah
Grafik 1.26
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
(20,0)(10,0)-10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0
0100200300400500600700800900
1.000 JUTA USD %, YOY
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.25
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000 %, YOYJUTA KwH
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDUSTRI
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.24
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
200
400
600 %, YOYJUTA KwH
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANBISNIS
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor tumbuh meningkat. Laju
pertumbuhan sektor ini meningkat, dari 4,58% (yoy) di
triwulan III 2014 menjadi 4,93% (yoy). Peningkatan ini
utamanya didorong oleh subsektor perdagangan
mobil, sepeda motor, dan reparasinya.
Optimisme terhadap dunia usaha masih baik, terlihat
dari indeks penjualan eceran yang meningkat pada
triwulan IV 2014. Permintaan dari masyarakat pun
relatif terjaga. Hal ini terkonfirmasi dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencatatkan angka
yang meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya
17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0 SBT%, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 1.29. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran
80
100
120
140
160
180
200
220
OPTIMIS
PESIMIS
INDEKS
PDRB -PHR KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN IKK ITK
Grafik 1.28. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
subsektor industri makanan dan minuman serta
subsek to r i ndus t r i pengo lahan tembakau .
Meningkatnya pertumbuhan industri pengolahan
tembakau salah satunya disebabkan oleh tutupnya
beberapa pabrik rokok besar pada triwulan II di Jawa
Timur, sehingga diindikasikan mendorong permintaan
terhadap rokok produksi pabrik yang berada di Jawa
Tengah.
Masih cukup baiknya kinerja industri pengolahan
terindikasi dari perkembangan impor bahan baku
yang meningkat. Nilai impor bahan baku mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan
masih mencatatkan laju pertumbuhan tahunan yang
positif. Mengingat tingginya impor bahan baku di Jawa
Tengah, yakni sebesar 83,16% pada triwulan laporan,
peningkatan nilai impor bahan baku ini diharapkan
dapat mendorong peningkatan kinerja industri
pengolahan pada triwulan selanjutnya.
Selanjutnya, perlambatan sektor ini utamanya
didorong oleh subsektor kehutanan dan
penebangan kayu dan perikanan mengalami
kontraksi. Laju pertumbuhan kehutanan dan
penebangan kayu terkontraksi seiring dengan
melemahnya ekspor mebel dan kayu olahan.
Sementara itu, subsektor perikanan mengalami
kontraksi yang terkonfirmasi dari melambatnya kredit
sektor perikanan pada triwulan IV 2014 sebesar
44,34% (yoy) dari sebelumnya 52,16% (yoy).
Kinerja sektor industri pengolahan masih tumbuh
positif meskipun mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sektor industri pengolahan relatif melambat dari
9,73% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 6,81% (yoy) di
triwulan laporan. Ditinjau dari subsektornya, industri
yang memberikan sumbangan tertinggi berasal dari
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000 RIBU TONHEKTAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
PANEN PRODUKSI - SKALA KANAN
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000 HEKTAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
TANAM PANEN
16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modaldi Jawa Tengah
Grafik 1.27
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
0
20
40
60
80
100
120
140 JUTA USD %, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Bakudi Jawa Tengah
Grafik 1.26
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
(20,0)(10,0)-10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0
0100200300400500600700800900
1.000 JUTA USD %, YOY
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.25
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000 %, YOYJUTA KwH
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDUSTRI
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.24
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
200
400
600 %, YOYJUTA KwH
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANBISNIS
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor tumbuh meningkat. Laju
pertumbuhan sektor ini meningkat, dari 4,58% (yoy) di
triwulan III 2014 menjadi 4,93% (yoy). Peningkatan ini
utamanya didorong oleh subsektor perdagangan
mobil, sepeda motor, dan reparasinya.
Optimisme terhadap dunia usaha masih baik, terlihat
dari indeks penjualan eceran yang meningkat pada
triwulan IV 2014. Permintaan dari masyarakat pun
relatif terjaga. Hal ini terkonfirmasi dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencatatkan angka
yang meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya
17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0 SBT%, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 1.29. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran
80
100
120
140
160
180
200
220
OPTIMIS
PESIMIS
INDEKS
PDRB -PHR KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN IKK ITK
Grafik 1.28. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
subsektor industri makanan dan minuman serta
subsek to r i ndus t r i pengo lahan tembakau .
Meningkatnya pertumbuhan industri pengolahan
tembakau salah satunya disebabkan oleh tutupnya
beberapa pabrik rokok besar pada triwulan II di Jawa
Timur, sehingga diindikasikan mendorong permintaan
terhadap rokok produksi pabrik yang berada di Jawa
Tengah.
Masih cukup baiknya kinerja industri pengolahan
terindikasi dari perkembangan impor bahan baku
yang meningkat. Nilai impor bahan baku mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan
masih mencatatkan laju pertumbuhan tahunan yang
positif. Mengingat tingginya impor bahan baku di Jawa
Tengah, yakni sebesar 83,16% pada triwulan laporan,
peningkatan nilai impor bahan baku ini diharapkan
dapat mendorong peningkatan kinerja industri
pengolahan pada triwulan selanjutnya.
Selanjutnya, perlambatan sektor ini utamanya
didorong oleh subsektor kehutanan dan
penebangan kayu dan perikanan mengalami
kontraksi. Laju pertumbuhan kehutanan dan
penebangan kayu terkontraksi seiring dengan
melemahnya ekspor mebel dan kayu olahan.
Sementara itu, subsektor perikanan mengalami
kontraksi yang terkonfirmasi dari melambatnya kredit
sektor perikanan pada triwulan IV 2014 sebesar
44,34% (yoy) dari sebelumnya 52,16% (yoy).
Kinerja sektor industri pengolahan masih tumbuh
positif meskipun mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sektor industri pengolahan relatif melambat dari
9,73% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 6,81% (yoy) di
triwulan laporan. Ditinjau dari subsektornya, industri
yang memberikan sumbangan tertinggi berasal dari
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000 RIBU TONHEKTAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
PANEN PRODUKSI - SKALA KANAN
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000 HEKTAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
TANAM PANEN
16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pasar Klewer merupakan pasar tekstil terbesar kedua di
Indonesia setelah Pasar Tanah Abang Jakarta. Produk
utama yang dijual di Pasar Klewer adalah batik. Pasar
Klewer juga merupakan salah satu barometer harga
batik nasional. Dengan terbakarnya Pasar Klewer Solo
beberapa waktu lalu, diperkirakan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pun akan terkena dampak.
Beberapa skenario yang didasarkan pada informasi-
informasi anekdotal telah disusun untuk menganalisis
dampak terbakarnya Pasar K lewer terhadap
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
Berdasarkan informas i - in formas i yang te lah
dikumpulkan, disusun beberapa alternatif skenario yang
digunakan dalam menghitung dampak dari terbakarnya
Pasar Klewer terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah di tahun 2015.
Skenario-skenario tersebut disusun berdasarkan
disetujui atau tidaknya pembangunan pasar darurat
serta utilisasi dari pasar darurat, mengingat sulitnya pasar
darurat untuk dapat berfungsi layaknya pasar permanen.
Asumsi pembangunan pasar darurat serta utilisasi dari
pasar darurat digunakan untuk mengestimasi
pendapatan yang hilang untuk kemudian dijadikan
pengurang bagi PDRB, baik PDRB sektoral maupun PDRB
Jawa Tengah secara keseluruhan.
Pada skenario 1, pembangunan pasar darurat
diasumsikan tidak dilaksanakan sehingga pendapatan
yang diperoleh dari Pasar Klewer diasumsikan hilang
seluruhnya sampai revitalisasi total pembangunan Pasar
Klewer yang baru rampung pada tahun 2017.
Sedangkan pada skenario 2 hingga 5, pembangunan
pasar darurat diasumsikan disetujui oleh pemerintah
dengan memperhitungkan utilisasi dari pasar darurat
tersebut. Simulasi perhitungan yang dilakukan juga
memperhitungkan penggunaan harga konstan dalam
variabel-variabel yang digunakan.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan,
diperoleh estimasi omset Pasar Klewer sebesar Rp 15
miliar. Nilai tambah margin dan gaji diasumsikan sebesar
30% dari omset tersebut.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan sesuai
dengan skenario-skenario yang telah ditetapkan,
diperoleh hasil sebagai berikut:
SUPLEMEN I
19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
DAMPAK TERBAKARNYA PASAR KLEWER TERHADAPPEREKONOMIAN JAWA TENGAH
SUPPLIER
Berasal dari Kab/Kota di wilayah Solo Raya dan kota lainnya
lebih dari 50% supplier Pasar Klewer berasal dari Kota Pekalongan.
CUSTOMER
Pembeli/pelanggan di Pasar Klewer berasal dari berbagai daerah.
lebih dari 50% supplier Pasar Klewer
berasal dari Kota Pekalongan.
PASAR KLEWER
Area : Pasar Klewer Barat dan Pasar Klewer Timur
2Luas bangunan pasar : 11.716 m
Jumlah kios > 2.000 Kios
Omset pedagang Pasar Klewer
Rp. 5 - 10 juta kios per hari
Gambar 1. Diagram Rantai Pasok Pasar Klewer
SKENARIO
Tabel 1. Simulasi Perhitungan Dampak Terbakarnya Pasar Klewer Terhadap Perekonomian Jawa Tengah
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Waktu RevitalisasiTotal Pasar Klewer
PembangunanPasar Darurat
Waktu PembangunanPasar Darurat
UtilisasiPasar Darurat
2 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
Tidak Disetujui
Disetujui
Disetujui
Disetujui
Disetujui
-
5 bulan
5 bulan
5 bulan
5 bulan
-
100%
75%
50%
25%
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan
meningkat. Sektor konstruksi tumbuh meningkat dari
2,76% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 4,96%
(yoy). Adanya visi misi dari Gubernur Jawa Tengah
terkait pembangunan infrastruktur turut mendorong
pertumbuhan pada sektor ini. Beberapa proyek
pembangunan yang d i l akukan an ta ra l a in
pembangunan Bandara Ahmad Yani dan Pelabuhan
Tanjung Mas Semarang.
Peningkatan ini juga terkonfirmasi dari konsumsi
semen yang meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (Grafik 1.30). Namun demikian, tidak
sejalan dengan peningkatan pada sektor konstruksi,
terjadi perlambatan untuk kredit perbankan yang
disalurkan kepada sektor konstruksi. Hal ini ditengarai
akibat perbankan yang mulai berhati-hati untuk
memberikan kredit ke sektor tersebut.
KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
0
10
20
30
40
50
60
70
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0 %, YOYRP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 1.31. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidan Perumahan di Jawa Tengah
Grafik 1.30. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
2.200
KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
0
5
10
15
20
25RIBU TON %, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pasar Klewer merupakan pasar tekstil terbesar kedua di
Indonesia setelah Pasar Tanah Abang Jakarta. Produk
utama yang dijual di Pasar Klewer adalah batik. Pasar
Klewer juga merupakan salah satu barometer harga
batik nasional. Dengan terbakarnya Pasar Klewer Solo
beberapa waktu lalu, diperkirakan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pun akan terkena dampak.
Beberapa skenario yang didasarkan pada informasi-
informasi anekdotal telah disusun untuk menganalisis
dampak terbakarnya Pasar K lewer terhadap
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
Berdasarkan informas i - in formas i yang te lah
dikumpulkan, disusun beberapa alternatif skenario yang
digunakan dalam menghitung dampak dari terbakarnya
Pasar Klewer terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah di tahun 2015.
Skenario-skenario tersebut disusun berdasarkan
disetujui atau tidaknya pembangunan pasar darurat
serta utilisasi dari pasar darurat, mengingat sulitnya pasar
darurat untuk dapat berfungsi layaknya pasar permanen.
Asumsi pembangunan pasar darurat serta utilisasi dari
pasar darurat digunakan untuk mengestimasi
pendapatan yang hilang untuk kemudian dijadikan
pengurang bagi PDRB, baik PDRB sektoral maupun PDRB
Jawa Tengah secara keseluruhan.
Pada skenario 1, pembangunan pasar darurat
diasumsikan tidak dilaksanakan sehingga pendapatan
yang diperoleh dari Pasar Klewer diasumsikan hilang
seluruhnya sampai revitalisasi total pembangunan Pasar
Klewer yang baru rampung pada tahun 2017.
Sedangkan pada skenario 2 hingga 5, pembangunan
pasar darurat diasumsikan disetujui oleh pemerintah
dengan memperhitungkan utilisasi dari pasar darurat
tersebut. Simulasi perhitungan yang dilakukan juga
memperhitungkan penggunaan harga konstan dalam
variabel-variabel yang digunakan.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan,
diperoleh estimasi omset Pasar Klewer sebesar Rp 15
miliar. Nilai tambah margin dan gaji diasumsikan sebesar
30% dari omset tersebut.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan sesuai
dengan skenario-skenario yang telah ditetapkan,
diperoleh hasil sebagai berikut:
SUPLEMEN I
19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
DAMPAK TERBAKARNYA PASAR KLEWER TERHADAPPEREKONOMIAN JAWA TENGAH
SUPPLIER
Berasal dari Kab/Kota di wilayah Solo Raya dan kota lainnya
lebih dari 50% supplier Pasar Klewer berasal dari Kota Pekalongan.
CUSTOMER
Pembeli/pelanggan di Pasar Klewer berasal dari berbagai daerah.
lebih dari 50% supplier Pasar Klewer
berasal dari Kota Pekalongan.
PASAR KLEWER
Area : Pasar Klewer Barat dan Pasar Klewer Timur
2Luas bangunan pasar : 11.716 m
Jumlah kios > 2.000 Kios
Omset pedagang Pasar Klewer
Rp. 5 - 10 juta kios per hari
Gambar 1. Diagram Rantai Pasok Pasar Klewer
SKENARIO
Tabel 1. Simulasi Perhitungan Dampak Terbakarnya Pasar Klewer Terhadap Perekonomian Jawa Tengah
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Waktu RevitalisasiTotal Pasar Klewer
PembangunanPasar Darurat
Waktu PembangunanPasar Darurat
UtilisasiPasar Darurat
2 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
Tidak Disetujui
Disetujui
Disetujui
Disetujui
Disetujui
-
5 bulan
5 bulan
5 bulan
5 bulan
-
100%
75%
50%
25%
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan
meningkat. Sektor konstruksi tumbuh meningkat dari
2,76% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 4,96%
(yoy). Adanya visi misi dari Gubernur Jawa Tengah
terkait pembangunan infrastruktur turut mendorong
pertumbuhan pada sektor ini. Beberapa proyek
pembangunan yang d i l akukan an ta ra l a in
pembangunan Bandara Ahmad Yani dan Pelabuhan
Tanjung Mas Semarang.
Peningkatan ini juga terkonfirmasi dari konsumsi
semen yang meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (Grafik 1.30). Namun demikian, tidak
sejalan dengan peningkatan pada sektor konstruksi,
terjadi perlambatan untuk kredit perbankan yang
disalurkan kepada sektor konstruksi. Hal ini ditengarai
akibat perbankan yang mulai berhati-hati untuk
memberikan kredit ke sektor tersebut.
KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
0
10
20
30
40
50
60
70
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0 %, YOYRP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Grafik 1.31. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidan Perumahan di Jawa Tengah
Grafik 1.30. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
2.200
KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
0
5
10
15
20
25RIBU TON %, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sebagai negara kecil dengan perekonomian terbuka
(small-open economy), membawa konsekuensi
perekonomian Indonesia akan merasakan dampak dari
pergerakan perekonomian global. Pergerakan tersebut
dapat berupa pergerakan positif berupa perbaikan
perekonomian maupun pergerakan negatif dalam
bentuk penurunan perekonomian. Dampak dari kondisi
tersebut merupakan hal yang tidak dapat terhindarkan
bagi perekonomian nasional. Dalam hal ini akan dianalisa
secara khusus dampak penguatan perekonomian negara
mitra dagang utama yaitu Amerika Serikat terhadap
ekspor Jawa Tengah.
Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga terbesar di Jawa
memiliki sejumlah komoditas ekspor utama di antaranya
yaitu produk tekstil, furnitur, makanan dan minuman,
kimia, dan kertas. Lima komoditas ekspor tersebut
memiliki pangsa rata-rata sekitar 70% dari total ekspor
Jawa Tengah (Grafik 1). Sepanjang tahun 2014 tujuan
ekspor Jawa Tengah utamanya yaitu Amerika Serikat
dengan pangsa rata-rata 25%, Eropa 19%, Asia Lainnya
16%, dan Tiongkok 11%. Sementara pangsa rata-rata
ekspor yang ditujukan kepada negara-negara ASEAN
yaitu sebesar 8% sedikit di bawah pangsa ekspor yang
ditujukan kepada Jepang yang sebesar 8%.
Kondisi perekonomian global saat ini tengah melalui
tahap pemulihan yang tidak merata. Setelah mengalami
krisis dalam periode yang cukup lama, Amerika Serikat
saat ini tengah mengalami pemulihan. Sementara itu
perekonomian Eropa masih memiliki pergerakan yang
terbatas, dan aktivitas perekonomian Tiongkok
mengalami perlambatan. Fase harga komoditas yang
melambung pun telah berakhir dan kembali pada pola
normal. Dengan kondisi tersebut beberapa bank sentral
di dunia seperti The Fed mulai melakukan normalisasi
kebijakan moneternya.
Kegiatan perdagangan internasional tidak dapat
dipungkiri memerlukan dukungan dari nilai tukar. Saat ini
nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD)
tengah mengalami pelemahan. Depresiasi rupiah
tersebut mampu meningkatkan daya saing komoditas
ekspor Jawa Tengah mengingat Amerika Serikat (AS)
sebagai negara mitra dagang utama. Perekonomian
negara mitra dagang utama tersebut diperkirakan terus
membaik pada tahun 2015 dengan pertumbuhan
sebesar 3,4% membaik dari tahun 2014 sebesar 2,6%. Pemulihan ekonomi AS yang semakin solid ini didukung
oleh meningkatnya permintaan domestik yang ditopang
perbaikan pada penyerapan tenaga kerja. Meningkatnya
SUPLEMEN II
21PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
DAMPAK PEMULIHAN MITRA DAGANG UTAMAPADA EKSPOR JAWA TENGAH
TEKSTIL FURNITUR KIMIA MAKANAN LAINNYA
0
100
200
300
400
500
600 USD JUTA
Grafik 1. Komoditas Ekspor Utama Jawa Tengah Grafik 2. Negara Mitra Dagang Utama Jawa Tengah
8%
25%19%16%
ASEANAS ASIA LAINNYA EROPA
Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah merupakan selisih antara proyeksi awal
pertumbuhan ekonomi proyeksi pertumbuhan PDRB
Provinsi Jawa Tengah awal dengan PDRB Provinsi Jawa
Tengah hasil simulasi.
SUPLEMEN I
20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SKENARIO
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Pertumbuhan SektorPerdagangan Besar-Eceran danReparasi Mobil-Sepeda Motor
Dampak Terhadap SektorPerdagangan Besar-Eceran danReparasi Mobil-Sepeda Motor
Pertumbuhan PDRB Jawa TengahDampakTerhadap PertumbuhanPDRB Jawa Tengah
4,27%
4,58%
4,50%
4,42%
4,34%
1,33%
0,56%
0,75%
0,94%
1,14%
5,61%
5,71%
5,68%
5,66%
5,63%
0,17%
0,07%
0,10%
0,12%
0,15%
Sebagai negara kecil dengan perekonomian terbuka
(small-open economy), membawa konsekuensi
perekonomian Indonesia akan merasakan dampak dari
pergerakan perekonomian global. Pergerakan tersebut
dapat berupa pergerakan positif berupa perbaikan
perekonomian maupun pergerakan negatif dalam
bentuk penurunan perekonomian. Dampak dari kondisi
tersebut merupakan hal yang tidak dapat terhindarkan
bagi perekonomian nasional. Dalam hal ini akan dianalisa
secara khusus dampak penguatan perekonomian negara
mitra dagang utama yaitu Amerika Serikat terhadap
ekspor Jawa Tengah.
Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga terbesar di Jawa
memiliki sejumlah komoditas ekspor utama di antaranya
yaitu produk tekstil, furnitur, makanan dan minuman,
kimia, dan kertas. Lima komoditas ekspor tersebut
memiliki pangsa rata-rata sekitar 70% dari total ekspor
Jawa Tengah (Grafik 1). Sepanjang tahun 2014 tujuan
ekspor Jawa Tengah utamanya yaitu Amerika Serikat
dengan pangsa rata-rata 25%, Eropa 19%, Asia Lainnya
16%, dan Tiongkok 11%. Sementara pangsa rata-rata
ekspor yang ditujukan kepada negara-negara ASEAN
yaitu sebesar 8% sedikit di bawah pangsa ekspor yang
ditujukan kepada Jepang yang sebesar 8%.
Kondisi perekonomian global saat ini tengah melalui
tahap pemulihan yang tidak merata. Setelah mengalami
krisis dalam periode yang cukup lama, Amerika Serikat
saat ini tengah mengalami pemulihan. Sementara itu
perekonomian Eropa masih memiliki pergerakan yang
terbatas, dan aktivitas perekonomian Tiongkok
mengalami perlambatan. Fase harga komoditas yang
melambung pun telah berakhir dan kembali pada pola
normal. Dengan kondisi tersebut beberapa bank sentral
di dunia seperti The Fed mulai melakukan normalisasi
kebijakan moneternya.
Kegiatan perdagangan internasional tidak dapat
dipungkiri memerlukan dukungan dari nilai tukar. Saat ini
nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD)
tengah mengalami pelemahan. Depresiasi rupiah
tersebut mampu meningkatkan daya saing komoditas
ekspor Jawa Tengah mengingat Amerika Serikat (AS)
sebagai negara mitra dagang utama. Perekonomian
negara mitra dagang utama tersebut diperkirakan terus
membaik pada tahun 2015 dengan pertumbuhan
sebesar 3,4% membaik dari tahun 2014 sebesar 2,6%. Pemulihan ekonomi AS yang semakin solid ini didukung
oleh meningkatnya permintaan domestik yang ditopang
perbaikan pada penyerapan tenaga kerja. Meningkatnya
SUPLEMEN II
21PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
DAMPAK PEMULIHAN MITRA DAGANG UTAMAPADA EKSPOR JAWA TENGAH
TEKSTIL FURNITUR KIMIA MAKANAN LAINNYA
0
100
200
300
400
500
600 USD JUTA
Grafik 1. Komoditas Ekspor Utama Jawa Tengah Grafik 2. Negara Mitra Dagang Utama Jawa Tengah
8%
25%19%16%
ASEANAS ASIA LAINNYA EROPA
Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah merupakan selisih antara proyeksi awal
pertumbuhan ekonomi proyeksi pertumbuhan PDRB
Provinsi Jawa Tengah awal dengan PDRB Provinsi Jawa
Tengah hasil simulasi.
SUPLEMEN I
20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SKENARIO
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Pertumbuhan SektorPerdagangan Besar-Eceran danReparasi Mobil-Sepeda Motor
Dampak Terhadap SektorPerdagangan Besar-Eceran danReparasi Mobil-Sepeda Motor
Pertumbuhan PDRB Jawa TengahDampakTerhadap PertumbuhanPDRB Jawa Tengah
4,27%
4,58%
4,50%
4,42%
4,34%
1,33%
0,56%
0,75%
0,94%
1,14%
5,61%
5,71%
5,68%
5,66%
5,63%
0,17%
0,07%
0,10%
0,12%
0,15%
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi tahunan Jawa Tengah naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
23
perekonomian domestik tercermin dari tingkat
keyakinan konsumen yang berada dalam tren
meningkat. Kondisi penyerapan tenaga kerja di AS pun
membaik yang terindikasi dari menurunnya tingkat
pemecatan sejalan dengan tingkat job quits yang berada
dalam tren meningkat. Hal in i menunjukkan
meningkatnya kesempatan ker ja d i AS yang
memungkinkan perpindahan pekerjaan.
Ekonomi AS yang membaik tersebut diharapkan dapat
memengaruhi perekonomian Jawa Tengah melalui
permintaan tehadap komoditas ekspor Jawa Tengah
yang turut meningkat utamanya berupa produk tekstil,
furnitur, dan makanan. Ketiga komoditi tersebut
mencapai sekitar 80% dari total ekspor Jawa Tengah
yang ditujukan ke AS (Grafik 5).
SUPLEMEN II
0
20
40
60
80
Jan'
13
Feb'
13
Mrt
'13
Apr
'13
Mei
'13
Jun'
13
Jul'1
3
Ags
t'13
Sep'
13
Okt
'13
Nov
'13
Des
'13
Jan'
14
Feb'
14
Mrt
'14
Apr
'14
Mei
'14
Jun'
14
Jul'1
4
Ags
t'14
Sep'
14
Okt
'14
Nov
'14
Des
'14
%
TEKSTIL FURNITUR MAKANAN
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV
%, YOY%, YOY
I II III IV I II III IV
2012 2013 2014TEKSTIL FURNITUR MAKANAN PDB AS - SKALA KANAN
22 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
8000
10000
12000
14000 RP/USD USD JUTA
0,00
20,00
40,00
60,00
0
2000
4000
6000
Jan'
13
Feb'
13
Mrt
'13
Apr
'13
Mei
'13
Jun'
13
Jul'1
3
Ags
t'13
Sep'
13
Okt
'13
Nov
'13
Des
'13
Jan'
14
Feb'
14
Mrt
'14
Apr
'14
Mei
'14
Jun'
14
Jul'1
4
Ags
t'14
Sep'
14
Okt
'14
Nov
'14
NILAI TUKAR RP/USD EKSPOR JAWA TENGAH KE AS - SKALA KANAN
Grafik 3. Ekspor Jawa Tengah dan Nilai Tukar Grafik 4. Ekspor Utama Jawa Tengah dan PDB AS
Grafik 5. Ekspor Utama Jawa Tengah ke AS
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi tahunan Jawa Tengah naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
23
perekonomian domestik tercermin dari tingkat
keyakinan konsumen yang berada dalam tren
meningkat. Kondisi penyerapan tenaga kerja di AS pun
membaik yang terindikasi dari menurunnya tingkat
pemecatan sejalan dengan tingkat job quits yang berada
dalam tren meningkat. Hal in i menunjukkan
meningkatnya kesempatan ker ja d i AS yang
memungkinkan perpindahan pekerjaan.
Ekonomi AS yang membaik tersebut diharapkan dapat
memengaruhi perekonomian Jawa Tengah melalui
permintaan tehadap komoditas ekspor Jawa Tengah
yang turut meningkat utamanya berupa produk tekstil,
furnitur, dan makanan. Ketiga komoditi tersebut
mencapai sekitar 80% dari total ekspor Jawa Tengah
yang ditujukan ke AS (Grafik 5).
SUPLEMEN II
0
20
40
60
80
Jan'
13
Feb'
13
Mrt
'13
Apr
'13
Mei
'13
Jun'
13
Jul'1
3
Ags
t'13
Sep'
13
Okt
'13
Nov
'13
Des
'13
Jan'
14
Feb'
14
Mrt
'14
Apr
'14
Mei
'14
Jun'
14
Jul'1
4
Ags
t'14
Sep'
14
Okt
'14
Nov
'14
Des
'14
%
TEKSTIL FURNITUR MAKANAN
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV
%, YOY%, YOY
I II III IV I II III IV
2012 2013 2014TEKSTIL FURNITUR MAKANAN PDB AS - SKALA KANAN
22 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
8000
10000
12000
14000 RP/USD USD JUTA
0,00
20,00
40,00
60,00
0
2000
4000
6000
Jan'
13
Feb'
13
Mrt
'13
Apr
'13
Mei
'13
Jun'
13
Jul'1
3
Ags
t'13
Sep'
13
Okt
'13
Nov
'13
Des
'13
Jan'
14
Feb'
14
Mrt
'14
Apr
'14
Mei
'14
Jun'
14
Jul'1
4
Ags
t'14
Sep'
14
Okt
'14
Nov
'14
NILAI TUKAR RP/USD EKSPOR JAWA TENGAH KE AS - SKALA KANAN
Grafik 3. Ekspor Jawa Tengah dan Nilai Tukar Grafik 4. Ekspor Utama Jawa Tengah dan PDB AS
Grafik 5. Ekspor Utama Jawa Tengah ke AS
2.1 Inflasi Secara Umum
25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
1.
Sedikit berbeda dengan pola historisnya, inflasi
bulanan di triwulan IV 2014 mengalami kenaikan.
Meskipun pola inflasi bulanan sampai dengan triwulan
III 2014 cenderung menurun, namun inflasi bulanan
pada triwulan IV 2014 mengalami kenaikan (grafik 2.3).
Fenomena ini terjadi sebagai imbas dari kenaikan harga
BBM pada bulan November 2014 yang disertai dengan
kenaikan harga cabai yang cukup signifikan pada akhir
tahun. Sehingga pola inflasi bulanan pada tahun 2014
sedikit berbeda dengan pola inflasi historisnya.
Inflasi bulanan Oktober mengalami peningkatan
dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Inflasi
Oktober 2014 tercatat sebesar 0,52% (mtm),
meningkat dari 0,22% (mtm) pada bulan sebelumnya
dan lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya (0,20% mtm). Kenaikan inflasi
Oktober lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi
ke lompok ba rang yang d ia tu r pemer in tah
(administered prices). Meningkatnya tekanan inflasi
administered prices didorong oleh dampak lanjutan
kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) serta dampak lanjutan
dari kenaikan harga LPG 12 kg pada bulan sebelumnya.
1Inflasi Jawa Tengah memiliki tren penurunan
sejak akhir tahun 2013 hingga triwulan III 2014,
namun kembali mengalami kenaikan pada triwulan IV
2014. Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV dan
keseluruhan tahun 2014 sebesar 8,22% (yoy), lebih
t inggi dibandingkan dengan inflasi tr iwulan
sebelumnya sebesar 5,00% (yoy). Hal ini ditengarai
terkait dengan dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi pada bulan November 2014. Namun
demikian, capaian inflasi ini masih lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi nasional pada periode
yang sama sebesar 8,36% (yoy) (Grafik 2.1).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
tinggi dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di
triwulan IV 2014 tercatat sebesar 4,18% (qtq) atau
lebih tinggi dari inflasi triwulan IV 2013 sebesar 1,08%
(qtq) dan juga rata-rata inflasi triwulan IV dalam lima
tahun terakhir sebesar 0,73%.
Seluruh kelompok memiliki inflasi triwulanan
yang tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata lima tahun sebelumnya. Bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya, inflasi
triwulan IV 2014 juga terjadi di seluruh kelompok
(Grafik 2.2).
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.2
0 2 4 6 8
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
TW IV 2013 TW IV 2014 RATA - RATA TW IV 2009 - 2013
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
10
Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
%
IV
8,22
8,36
4,49
4,18
4,53
5,00
1,40
1,68
2.1 Inflasi Secara Umum
25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
1.
Sedikit berbeda dengan pola historisnya, inflasi
bulanan di triwulan IV 2014 mengalami kenaikan.
Meskipun pola inflasi bulanan sampai dengan triwulan
III 2014 cenderung menurun, namun inflasi bulanan
pada triwulan IV 2014 mengalami kenaikan (grafik 2.3).
Fenomena ini terjadi sebagai imbas dari kenaikan harga
BBM pada bulan November 2014 yang disertai dengan
kenaikan harga cabai yang cukup signifikan pada akhir
tahun. Sehingga pola inflasi bulanan pada tahun 2014
sedikit berbeda dengan pola inflasi historisnya.
Inflasi bulanan Oktober mengalami peningkatan
dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Inflasi
Oktober 2014 tercatat sebesar 0,52% (mtm),
meningkat dari 0,22% (mtm) pada bulan sebelumnya
dan lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya (0,20% mtm). Kenaikan inflasi
Oktober lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi
ke lompok ba rang yang d ia tu r pemer in tah
(administered prices). Meningkatnya tekanan inflasi
administered prices didorong oleh dampak lanjutan
kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) serta dampak lanjutan
dari kenaikan harga LPG 12 kg pada bulan sebelumnya.
1Inflasi Jawa Tengah memiliki tren penurunan
sejak akhir tahun 2013 hingga triwulan III 2014,
namun kembali mengalami kenaikan pada triwulan IV
2014. Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV dan
keseluruhan tahun 2014 sebesar 8,22% (yoy), lebih
t inggi dibandingkan dengan inflasi tr iwulan
sebelumnya sebesar 5,00% (yoy). Hal ini ditengarai
terkait dengan dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi pada bulan November 2014. Namun
demikian, capaian inflasi ini masih lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi nasional pada periode
yang sama sebesar 8,36% (yoy) (Grafik 2.1).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
tinggi dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di
triwulan IV 2014 tercatat sebesar 4,18% (qtq) atau
lebih tinggi dari inflasi triwulan IV 2013 sebesar 1,08%
(qtq) dan juga rata-rata inflasi triwulan IV dalam lima
tahun terakhir sebesar 0,73%.
Seluruh kelompok memiliki inflasi triwulanan
yang tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata lima tahun sebelumnya. Bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya, inflasi
triwulan IV 2014 juga terjadi di seluruh kelompok
(Grafik 2.2).
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.2
0 2 4 6 8
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
TW IV 2013 TW IV 2014 RATA - RATA TW IV 2009 - 2013
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
10
Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
%
IV
8,22
8,36
4,49
4,18
4,53
5,00
1,40
1,68
sepanjang tahun, sementara kelompok administered
prices dan volatile foods memiliki tren kenaikan
semenjak bulan Agustus yang berlanjut hingga akhir
tahun.
Kota Purwokerto dan Kota Surakarta mengalami
penurunan inflasi tahunan jika dibandingkan
dengan tahun 2013. Sementara Kota Semarang dan
Kota Tegal mengalami kenaikan inflasi tahunan jika
dibandingkan dengan tahun 2013. Dari empat kota
yang disurvei oleh BPS pada tahun 2013 dan tahun
2014, kenaikan tertinggi terjadi di Kota Tegal,
sementara penurunan tertinggi terjadi di Kota
Purwokerto. Namun demikian, dari keseluruhan 6 kota
yang disurvei oleh BPS tahun 2014, inflasi tertinggi
terjadi di Kota Kudus sementara inflasi terendah terjadi
di Kota Purwokerto (Tabel 2.3).
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah menurun dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah tahun 2013 mencapai 2,70% sementara
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah tahun
2014 sebesar 1,50%.
Tren kenaikan inflasi bulanan di akhir tahun yang
sedikit berbeda dengan pola historis lebih
disebabkan oleh tekanan inflasi yang berasal dari
kelompok barang yang diatur pemerintah
(administered prices). Hal tersebut tercermin dari
komoditas penyumbang inflasi bulanan terbesar di
Jawa Tengah hampir semuanya berasal dari kelompok
barang yang diatur pemerintah (administered prices)
(Tabel 2.2).
Penyesuaian tarif listrik, harga elpiji, dan harga
BBM memberikan dorongan inflasi di akhir tahun.
Penyesuaian tarif listrik yang bertahap sesuai ketentuan
pemerintah memberikan tekanan inflasi yang besar di
sepanjang triwulan III. Sementara di triwulan IV,
tekanan inflasi berasal dari kenaikan harga elpiji 12 kg
di bulan September dan kenaikan harga BBM di bulan
November.
2 Berdasarkan disagregasi inflasi , kenaikan inflasi
di akhir tahun utamanya terjadi pada kelompok
administered prices dan volatile foods. Inflasi
tahunan pada kelompok inti cenderung stabil
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoretis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
2.
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Cabai Merah
Tarip Listrik
Akademi/Perguruan Tinggi
Bahan Bakar Rumah Tangga
Beras
0,152
0,125
0,066
0,056
0,054
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Bensin
Cabai Merah
Cabai Rawit
Angkutan Dalam Kota
Beras
0,491
0,243
0,167
0,087
0,086
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Bensin
Cabai Merah
Beras
Tarip Listrik
Tukang Bukan Mandor
0,544
0,253
0,244
0,133
0,105
1
2
3
4
5
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
No. KOTA Inflasi Tahunan 2013 (%)
CILACAP
KUDUS
PURWOKERTO
SURAKARATA
SEMARANG
TEGAL
-
-
8,50%
8,32%
8,19%
5,80%
1
2
3
4
5
6
8,19%
8,59%
7,09%
8,01%
8,53%
7,40%
Inflasi Tahunan 2014 (%)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota di Provinsi Jawa Tengah
27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Terjaganya pasokan beberapa komoditas bahan
makanan tertentu turut membantu mengurangi
tekanan inflasi di triwulan IV. Meskipun sebagian
komoditas bahan makanan memberikan sumbangan
inflasi yang tinggi, khususnya komoditas beras dan
cabai merah, namun terdapat beberapa komoditas
bahan makanan lain yang turut membantu penurunan
tekanan inflasi. Hal tersebut dapat terlihat dari
beberapa komoditas penyumbang deflasi bulanan
terbesar di Jawa Tengah yang sebagian besar juga
berasal dari kelompok bahan makanan (Tabel 2.1).
Terdapat beberapa komoditas yang tetap
melanjutkan tren koreksi harga dari triwulan
sebelumnya. Komoditas telur ayam ras mulai tercatat
deflasi di bulan Agustus dan berlanjut hingga bulan
Oktober. Sementara untuk daging ayam ras, meskipun
mengalami inflasi di bulan Juli namun semenjak bulan
September hingga November mengalami tren
penurunan harga.
Inflasi Jawa Tengah bulan November 2014
meningkat cukup tajam dibandingkan bulan
sebelumnya. Inflasi tercatat sebesar 1,36% (mtm),
meningkat dari 0,52% (mtm) pada bulan sebelumnya.
Capaian inflasi ini juga lebih tinggi dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 0,30% (mtm). Kenaikan inflasi November lebih
disebabkan oleh peningkatan inflasi kelompok barang
yang diatur pemerintah (administered prices).
Meningkatnya tekanan inflasi administered prices
tersebut didorong oleh kebijakan peningkatan harga
BBM bersubsidi sebesar Rp 2000/liter yang ditetapkan
pemerintah pada tanggal 18 November 2014.
Inflasi bulanan Desember 2014 sebesar 2,25%
(mtm), lebih t inggi dibandingkan bulan
sebelumnya. Tingginya kenaikan inflasi di bulan
tersebut sebagai dampak dari kenaikan harga BBM
bersubsidi di bulan sebelumnya. Pada umumnya
pengaruh kenaikan BBM bersubsidi akan mengalami
puncaknya di bulan kedua setelah keputusan
pemerintah.
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
% MTM
RATA-RATA 2009-2013 2011 2012 2013 2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
yoy 4,9 5,3 5,9 5,6 5,1 5,4 8,3 8,4 7,7 7,8 8,2 8,0 7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5 5,0 6,1 8,2
mtm 1,0 0,7 0,7 -0, -0, 0,9 3,4 1,1 -0, 0,2 0,3 0,2 0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2
-1,0-0,50,00,51,01,52,02,53,03,54,0
4,04,55,05,56,06,57,07,58,08,59,0
%, YOY %, MTM
Curah hujan tinggi Ekspektasi
mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTLu/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Daging Ayam Ras
Telur Ayam Ras
Kangkung
Udang Basah
Pir
-0,166
-0,029
-0,066
-0,056
-0,054
1
2
3
4
5
OKTOBER
No. Komoditas Andil
Bawang Merah
Kol Putrik/Kubis
Bayam
Daging Ayam Ras
Emas Perhiasan
-0,019
-0,016
-0,015
-0,012
-0,010
1
2
3
4
5
NOVEMBER
No. Komoditas Andil
Salak
Daging Ayam Kampung
Angkutan Udara
Apel
Bandeng/Bolu
-0,020
-0,007
-0,005
-0,004
-0,003
1
2
3
4
5
DESEMBER
26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
sepanjang tahun, sementara kelompok administered
prices dan volatile foods memiliki tren kenaikan
semenjak bulan Agustus yang berlanjut hingga akhir
tahun.
Kota Purwokerto dan Kota Surakarta mengalami
penurunan inflasi tahunan jika dibandingkan
dengan tahun 2013. Sementara Kota Semarang dan
Kota Tegal mengalami kenaikan inflasi tahunan jika
dibandingkan dengan tahun 2013. Dari empat kota
yang disurvei oleh BPS pada tahun 2013 dan tahun
2014, kenaikan tertinggi terjadi di Kota Tegal,
sementara penurunan tertinggi terjadi di Kota
Purwokerto. Namun demikian, dari keseluruhan 6 kota
yang disurvei oleh BPS tahun 2014, inflasi tertinggi
terjadi di Kota Kudus sementara inflasi terendah terjadi
di Kota Purwokerto (Tabel 2.3).
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah menurun dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah tahun 2013 mencapai 2,70% sementara
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah tahun
2014 sebesar 1,50%.
Tren kenaikan inflasi bulanan di akhir tahun yang
sedikit berbeda dengan pola historis lebih
disebabkan oleh tekanan inflasi yang berasal dari
kelompok barang yang diatur pemerintah
(administered prices). Hal tersebut tercermin dari
komoditas penyumbang inflasi bulanan terbesar di
Jawa Tengah hampir semuanya berasal dari kelompok
barang yang diatur pemerintah (administered prices)
(Tabel 2.2).
Penyesuaian tarif listrik, harga elpiji, dan harga
BBM memberikan dorongan inflasi di akhir tahun.
Penyesuaian tarif listrik yang bertahap sesuai ketentuan
pemerintah memberikan tekanan inflasi yang besar di
sepanjang triwulan III. Sementara di triwulan IV,
tekanan inflasi berasal dari kenaikan harga elpiji 12 kg
di bulan September dan kenaikan harga BBM di bulan
November.
2 Berdasarkan disagregasi inflasi , kenaikan inflasi
di akhir tahun utamanya terjadi pada kelompok
administered prices dan volatile foods. Inflasi
tahunan pada kelompok inti cenderung stabil
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoretis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
2.
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Cabai Merah
Tarip Listrik
Akademi/Perguruan Tinggi
Bahan Bakar Rumah Tangga
Beras
0,152
0,125
0,066
0,056
0,054
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Bensin
Cabai Merah
Cabai Rawit
Angkutan Dalam Kota
Beras
0,491
0,243
0,167
0,087
0,086
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Bensin
Cabai Merah
Beras
Tarip Listrik
Tukang Bukan Mandor
0,544
0,253
0,244
0,133
0,105
1
2
3
4
5
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
No. KOTA Inflasi Tahunan 2013 (%)
CILACAP
KUDUS
PURWOKERTO
SURAKARATA
SEMARANG
TEGAL
-
-
8,50%
8,32%
8,19%
5,80%
1
2
3
4
5
6
8,19%
8,59%
7,09%
8,01%
8,53%
7,40%
Inflasi Tahunan 2014 (%)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota di Provinsi Jawa Tengah
27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Terjaganya pasokan beberapa komoditas bahan
makanan tertentu turut membantu mengurangi
tekanan inflasi di triwulan IV. Meskipun sebagian
komoditas bahan makanan memberikan sumbangan
inflasi yang tinggi, khususnya komoditas beras dan
cabai merah, namun terdapat beberapa komoditas
bahan makanan lain yang turut membantu penurunan
tekanan inflasi. Hal tersebut dapat terlihat dari
beberapa komoditas penyumbang deflasi bulanan
terbesar di Jawa Tengah yang sebagian besar juga
berasal dari kelompok bahan makanan (Tabel 2.1).
Terdapat beberapa komoditas yang tetap
melanjutkan tren koreksi harga dari triwulan
sebelumnya. Komoditas telur ayam ras mulai tercatat
deflasi di bulan Agustus dan berlanjut hingga bulan
Oktober. Sementara untuk daging ayam ras, meskipun
mengalami inflasi di bulan Juli namun semenjak bulan
September hingga November mengalami tren
penurunan harga.
Inflasi Jawa Tengah bulan November 2014
meningkat cukup tajam dibandingkan bulan
sebelumnya. Inflasi tercatat sebesar 1,36% (mtm),
meningkat dari 0,52% (mtm) pada bulan sebelumnya.
Capaian inflasi ini juga lebih tinggi dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 0,30% (mtm). Kenaikan inflasi November lebih
disebabkan oleh peningkatan inflasi kelompok barang
yang diatur pemerintah (administered prices).
Meningkatnya tekanan inflasi administered prices
tersebut didorong oleh kebijakan peningkatan harga
BBM bersubsidi sebesar Rp 2000/liter yang ditetapkan
pemerintah pada tanggal 18 November 2014.
Inflasi bulanan Desember 2014 sebesar 2,25%
(mtm), lebih t inggi dibandingkan bulan
sebelumnya. Tingginya kenaikan inflasi di bulan
tersebut sebagai dampak dari kenaikan harga BBM
bersubsidi di bulan sebelumnya. Pada umumnya
pengaruh kenaikan BBM bersubsidi akan mengalami
puncaknya di bulan kedua setelah keputusan
pemerintah.
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
% MTM
RATA-RATA 2009-2013 2011 2012 2013 2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
yoy 4,9 5,3 5,9 5,6 5,1 5,4 8,3 8,4 7,7 7,8 8,2 8,0 7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5 5,0 6,1 8,2
mtm 1,0 0,7 0,7 -0, -0, 0,9 3,4 1,1 -0, 0,2 0,3 0,2 0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2
-1,0-0,50,00,51,01,52,02,53,03,54,0
4,04,55,05,56,06,57,07,58,08,59,0
%, YOY %, MTM
Curah hujan tinggi Ekspektasi
mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTLu/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Daging Ayam Ras
Telur Ayam Ras
Kangkung
Udang Basah
Pir
-0,166
-0,029
-0,066
-0,056
-0,054
1
2
3
4
5
OKTOBER
No. Komoditas Andil
Bawang Merah
Kol Putrik/Kubis
Bayam
Daging Ayam Ras
Emas Perhiasan
-0,019
-0,016
-0,015
-0,012
-0,010
1
2
3
4
5
NOVEMBER
No. Komoditas Andil
Salak
Daging Ayam Kampung
Angkutan Udara
Apel
Bandeng/Bolu
-0,020
-0,007
-0,005
-0,004
-0,003
1
2
3
4
5
DESEMBER
26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
IV I II
2012 (yoy ) 2013 (yoy)
9,78
4,.47
10,25
10,11
5,72
8,26
17,
13,12
12,01
26,63
-0,67
3,31
5,60
3,50
7,12
9,90
8,92
5,07
4,57
17,43
11,51
2,28
-3,94
-0,12
12,86
2,46
11,54
9,15
6
2,60
7,20
14,51
16,79
103,12
-9,83
2,28
III
12,8
5,95
19,31
12,43
5,17
7,58
17,04
10,59
10,32
44,71
6,45
3,33
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12,54
5,25
11,22
12,78
5,66
5,08
26,38
11,63
11,79
31,37
26,9
5,63
I
7,17
10,69
8,81
17,12
7,91
7,22
25,17
14,42
8,55
-25,87
25,10
5,43
Tw IV 2014
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
yoy qtqII
2014 (yoy)
8,61
7,81
14,62
15,48
6,44
10,06
12,40
15,41
11,01
-17,07
21,73
5,34
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2014 - Kelompok Bahan Makanan
III
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
7,34
8,48
-7,66
1,72
2,97
2,66
5,71
1,25
-1,07
67,22
-0,21
1,87
Hal tersebut ditengarai terkait dengan dampak
kenaikan harga BBM pada bulan November.
Kenaikan inflasi di kelompok ini terutama akibat
kenaikan di subkelompok transpor. Inflasi
subkelompok transpor pada triwulan III 2014 sebesar
0,70% (qtq) sementara pada triwulan IV 2014 naik
menjadi sebesar 13,90% (qtq). Hal tersebut ditengarai
terjadi terkait dengan kenaikan harga BBM pada bulan
November 2014. Kenaikan harga BBM tersebut
direspon oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sesuai
dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh
Dishubkominfo Jateng dan Organisasi Angkutan Darat
Jateng dengan menetapkan batas bawah transportasi
Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Rp 109 per kilometer
per penumpang dan batas atas Rp 177 per kilometer
per penumpang. Sementara itu, kenaikan tarif bus
antarkota antarprovinsi (AKAP) telah ditetapkan
langsung oleh Kementerian Perhubungan sebesar
10%. Di sisi lain, subkelompok lainnya yang mengalami
kenaikan inflasi dibandingkan periode laporan
sebelumnya adalah subkelompok Jasa Keuangan.
Sementara subkelompok yang mengalami penurunan
inflasi dibandingkan periode laporan sebelumnya
adalah subkelompok komunikasi dan pengiriman dan
subkelompok sarana dan penunjang transpor.
Inflasi subkelompok daging dan hasilnya,
subkelompok buah-buahan, subkelompok
kacang-kacangan, dan subkelompok lemak dan
minyak turun pada triwulan IV. Subkelompok
daging dan hasilnya turun dari 3,09% (yoy) pada
triwulan III menjadi 1,50% (yoy) pada triwulan IV.
Subkelompok buah-buahan turun dari 6,48% (yoy)
pada triwulan III menjadi 2,52% (yoy) pada triwulan IV.
Subkelompok kacang-kacangan turun dari 4,31% (yoy)
pada triwulan III menjadi 3,12% (yoy) pada triwulan IV.
Tren penurunan inflasi subkelompok daging, buah-
buahan, dan kacang-kacangan ditengarai terjadi
terkait dengan normalisasi harga setelah mengalami
kenaikan yang cukup tinggi di beberapa periode
sebelumnya. Sementara subkelompok lemak dan
minyak turun dari 10,69% (yoy) pada triwulan III
menjadi 3,13% (yoy) pada triwulan IV sejalan dengan
penurunan harga CPO.
2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan
Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan mengalami kenaikan, dari 2,58% (yoy) di
triwulan III 2014 menjadi 11,46% (yoy). Inflasi bulanan
Oktober 2014 tercatat lebih rendah dibandingkan
inflasi bulanan Oktober 2013. Namun demikian, inflasi
bulanan November dan Desember lebih tinggi
dibandingkan inflasi periode yang sama tahun lalu.
29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
sayuran. Kelompok yang mengalami deflasi jika
d ibandingkan dengan t r iwulan la lu ada lah
subkelompok daging dan hasil-hasilnya, subkelompok
buah-buahan, serta subkelompok lemak dan minyak.
Subkelompok bumbu-bumbuan memberikan
sumbangan inflasi tahunan terbesar. Setelah
mengalami deflasi pada triwulan I hingga triwulan III,
subkelompok bumbu-bumbuan kembali mengalami
inflasi sebesar 41,38% (yoy) di triwulan IV. Tekanan
inflasi terutama didorong oleh terbatasnya pasokan
cabai merah di akhir tahun. Komoditas cabai merah
memberikan sumbangan inflasi di tiap bulan pada
triwulan laporan dan puncaknya pada Desember
dengan sumbangan sebesar 0,25% (mtm).
Subkelompok padi-padian kembali mengalami
kenaikan inflasi tahunan setelah mengalami tren
yang menurun di triwulan II dan III. Setelah
mengalami kenaikan inflasi yang signifikan di triwulan I
2014 akibat banjir yang terjadi di awal tahun,
subkelompok padi-padian kembali mengalami
penurunan inflasi tahunan di triwulan II dan III. Namun
demikian, subkelompok padi-padian kembali
mengalami kenaikan inflasi tahunan di triwulan IV. Hal
ini ditengarai terjadi terkait dengan pembagian raskin
yang lebih cepat dari jadwalnya serta musim panen
yang bergeser pada pertengahan tahun.
Kenaikan inflasi pada periode laporan banyak
didorong oleh kelompok transpor, komunikasi,
dan jasa keuangan; kelompok bahan makanan;
dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar. Inflasi tahunan pada hampir semua
kelompok tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan
periode laporan sebelumnya (Tabel 2.4). Kenaikan
terbesar terjadi pada kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan yang diikuti oleh
kelompok bahan makanan.
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
meneruskan tren penurunannya sejak awal tahun
hingga Oktober, namun kembali mengalami
kenaikan pada November dan Desember. Pada
periode laporan, inflasi kelompok bahan makanan naik
dari 4,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
11,39% (yoy) di triwulan IV 2014. Angka ini juga lebih
tinggi dibandingkan inflasi tahunan kelompok bahan
makanan pada level nasional, yang tercatat sebesar
10,57% (yoy). Inflasi triwulanan di kelompok ini juga
meningkat dibanding triwulan sebelumnya maupun
periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan inflasi triwulanan terbesar didorong
oleh subkelompok bumbu-bumbuan dan
subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan
hasilnya yang diikuti subkelompok sayur-
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
KOMODITAS
II III IV I II
4,58
8,20
5,02
3,00
3,41
1,95
4,47
2,04
2012 2013
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
4,50
7,15
5,92
2,96
2,46
2,00
3,82
2,65
4,24
5,60
5,84
3,09
3,04
2,11
3,56
3,06
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
IV I II
2012 (yoy ) 2013 (yoy)
9,78
4,.47
10,25
10,11
5,72
8,26
17,
13,12
12,01
26,63
-0,67
3,31
5,60
3,50
7,12
9,90
8,92
5,07
4,57
17,43
11,51
2,28
-3,94
-0,12
12,86
2,46
11,54
9,15
6
2,60
7,20
14,51
16,79
103,12
-9,83
2,28
III
12,8
5,95
19,31
12,43
5,17
7,58
17,04
10,59
10,32
44,71
6,45
3,33
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12,54
5,25
11,22
12,78
5,66
5,08
26,38
11,63
11,79
31,37
26,9
5,63
I
7,17
10,69
8,81
17,12
7,91
7,22
25,17
14,42
8,55
-25,87
25,10
5,43
Tw IV 2014
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
yoy qtqII
2014 (yoy)
8,61
7,81
14,62
15,48
6,44
10,06
12,40
15,41
11,01
-17,07
21,73
5,34
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2014 - Kelompok Bahan Makanan
III
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
7,34
8,48
-7,66
1,72
2,97
2,66
5,71
1,25
-1,07
67,22
-0,21
1,87
Hal tersebut ditengarai terkait dengan dampak
kenaikan harga BBM pada bulan November.
Kenaikan inflasi di kelompok ini terutama akibat
kenaikan di subkelompok transpor. Inflasi
subkelompok transpor pada triwulan III 2014 sebesar
0,70% (qtq) sementara pada triwulan IV 2014 naik
menjadi sebesar 13,90% (qtq). Hal tersebut ditengarai
terjadi terkait dengan kenaikan harga BBM pada bulan
November 2014. Kenaikan harga BBM tersebut
direspon oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sesuai
dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh
Dishubkominfo Jateng dan Organisasi Angkutan Darat
Jateng dengan menetapkan batas bawah transportasi
Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Rp 109 per kilometer
per penumpang dan batas atas Rp 177 per kilometer
per penumpang. Sementara itu, kenaikan tarif bus
antarkota antarprovinsi (AKAP) telah ditetapkan
langsung oleh Kementerian Perhubungan sebesar
10%. Di sisi lain, subkelompok lainnya yang mengalami
kenaikan inflasi dibandingkan periode laporan
sebelumnya adalah subkelompok Jasa Keuangan.
Sementara subkelompok yang mengalami penurunan
inflasi dibandingkan periode laporan sebelumnya
adalah subkelompok komunikasi dan pengiriman dan
subkelompok sarana dan penunjang transpor.
Inflasi subkelompok daging dan hasilnya,
subkelompok buah-buahan, subkelompok
kacang-kacangan, dan subkelompok lemak dan
minyak turun pada triwulan IV. Subkelompok
daging dan hasilnya turun dari 3,09% (yoy) pada
triwulan III menjadi 1,50% (yoy) pada triwulan IV.
Subkelompok buah-buahan turun dari 6,48% (yoy)
pada triwulan III menjadi 2,52% (yoy) pada triwulan IV.
Subkelompok kacang-kacangan turun dari 4,31% (yoy)
pada triwulan III menjadi 3,12% (yoy) pada triwulan IV.
Tren penurunan inflasi subkelompok daging, buah-
buahan, dan kacang-kacangan ditengarai terjadi
terkait dengan normalisasi harga setelah mengalami
kenaikan yang cukup tinggi di beberapa periode
sebelumnya. Sementara subkelompok lemak dan
minyak turun dari 10,69% (yoy) pada triwulan III
menjadi 3,13% (yoy) pada triwulan IV sejalan dengan
penurunan harga CPO.
2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan
Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan mengalami kenaikan, dari 2,58% (yoy) di
triwulan III 2014 menjadi 11,46% (yoy). Inflasi bulanan
Oktober 2014 tercatat lebih rendah dibandingkan
inflasi bulanan Oktober 2013. Namun demikian, inflasi
bulanan November dan Desember lebih tinggi
dibandingkan inflasi periode yang sama tahun lalu.
29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
sayuran. Kelompok yang mengalami deflasi jika
d ibandingkan dengan t r iwulan la lu ada lah
subkelompok daging dan hasil-hasilnya, subkelompok
buah-buahan, serta subkelompok lemak dan minyak.
Subkelompok bumbu-bumbuan memberikan
sumbangan inflasi tahunan terbesar. Setelah
mengalami deflasi pada triwulan I hingga triwulan III,
subkelompok bumbu-bumbuan kembali mengalami
inflasi sebesar 41,38% (yoy) di triwulan IV. Tekanan
inflasi terutama didorong oleh terbatasnya pasokan
cabai merah di akhir tahun. Komoditas cabai merah
memberikan sumbangan inflasi di tiap bulan pada
triwulan laporan dan puncaknya pada Desember
dengan sumbangan sebesar 0,25% (mtm).
Subkelompok padi-padian kembali mengalami
kenaikan inflasi tahunan setelah mengalami tren
yang menurun di triwulan II dan III. Setelah
mengalami kenaikan inflasi yang signifikan di triwulan I
2014 akibat banjir yang terjadi di awal tahun,
subkelompok padi-padian kembali mengalami
penurunan inflasi tahunan di triwulan II dan III. Namun
demikian, subkelompok padi-padian kembali
mengalami kenaikan inflasi tahunan di triwulan IV. Hal
ini ditengarai terjadi terkait dengan pembagian raskin
yang lebih cepat dari jadwalnya serta musim panen
yang bergeser pada pertengahan tahun.
Kenaikan inflasi pada periode laporan banyak
didorong oleh kelompok transpor, komunikasi,
dan jasa keuangan; kelompok bahan makanan;
dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar. Inflasi tahunan pada hampir semua
kelompok tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan
periode laporan sebelumnya (Tabel 2.4). Kenaikan
terbesar terjadi pada kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan yang diikuti oleh
kelompok bahan makanan.
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
meneruskan tren penurunannya sejak awal tahun
hingga Oktober, namun kembali mengalami
kenaikan pada November dan Desember. Pada
periode laporan, inflasi kelompok bahan makanan naik
dari 4,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
11,39% (yoy) di triwulan IV 2014. Angka ini juga lebih
tinggi dibandingkan inflasi tahunan kelompok bahan
makanan pada level nasional, yang tercatat sebesar
10,57% (yoy). Inflasi triwulanan di kelompok ini juga
meningkat dibanding triwulan sebelumnya maupun
periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan inflasi triwulanan terbesar didorong
oleh subkelompok bumbu-bumbuan dan
subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan
hasilnya yang diikuti subkelompok sayur-
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
KOMODITAS
II III IV I II
4,58
8,20
5,02
3,00
3,41
1,95
4,47
2,04
2012 2013
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
4,50
7,15
5,92
2,96
2,46
2,00
3,82
2,65
4,24
5,60
5,84
3,09
3,04
2,11
3,56
3,06
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Kenaikan inflasi tahunan volatile foods terutama
disumbang oleh kenaikan inflasi subkelompok
bumbu-bumbuan. Kenaikan inflasi tahunan terjadi
pada hampir semua subkelompok penyusun kelompok
volatile foods, terutama pada subkelompok bumbu-
bumbuan yang mengalami deflasi sebesar -13,10%
(yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 41,38% (yoy) pada
triwulan laporan. Di sisi lain, subkelompok yang
mengalami penurunan diantaranya subkelompok
daging dan hasil-hasilnya, subkelompok lemak dan
minyak, subkelompok buah-buahan, dan subkelompok
kacang-kacangan.
Komoditas penyumbang inflasi volatile foods
terbesar adalah cabai merah. Tekanan inflasi
terutama didorong oleh terbatasnya pasokan cabai
merah di akhir tahun. Terbatasnya pasokan karena
2.3.1. Kelompok Volatile foodsInflasi tahunan volatile foods naik dibandingkan
periode sebelumnya. Inflasi volatile foods naik dari
4,25% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 11,49% (yoy)
di triwulan IV. Meski mengalami kenaikan yang
signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
secara tahunan capaian inflasi volatile foods tahun
2014 masih berada di bawah tahun 2013 sebesar
14,01% (yoy).
Inflasi triwulanan kelompok volatile foods
p e r i o d e l a p o r a n t e rc a t a t l e b i h t i n g g i
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi pada triwulan IV 2014 sebesar
7,54% (qtq) lebih tinggi dari triwulan IV 2013 sebesar
0,56% (qtq). Angka tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata historisnya (Grafik 2.8).
I II III IV I II III IV
2013 2014
02468
1012141618
I II III IV
2012
% YOY
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.5
CORE VF ADM PRICE
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
% MTM
CORE VF ADM PRICE
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2014
Grafik 2.7
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% MTM
RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Foods Triwulan IV
Grafik 2.8
1,490,72 0,56
7,54
Rata-rata2009-2013
2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau
dan kelompok sandang mengalami kenaikan inflasi
tahunan maupun triwulanan yang tidak terlalu
signifikan. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah
raga mengalami penurunan inflasi triwulanan yang
ditengarai terjadi terkait dengan berakhirnya musim
penerimaan tahun ajaran baru untuk berbagai tingkat
pendidikan.
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau mengalami kenaikan inflasi tahunan dari
5,61% (yoy) pada triwulan III menjadi 5,85% (yoy) pada
triwulan IV. Secara triwulanan, inflasi kelompok
tersebut mengalami kenaikan dari 1,40% (qtq) pada
triwulan III menjadi 2,08% (qtq) pada triwulan IV.
Kelompok sandang juga mengalami kenaikan inflasi
tahunan dari 1,87% (yoy) pada triwulan III menjadi
2,62% (yoy) pada triwulan IV. Secara triwulanan, inflasi
kelompok tersebut juga mengalami kenaikan dari
0,62% (qtq) menjadi 0,70% (qtq). Sementara
kelompok kesehatan juga mengalami kenaikan inflasi
tahunan dari 3,87% (yoy) pada triwulan III menjadi
4,54% (yoy) pada triwulan IV. Di sisi lain, inflasi
triwulanan kelompok kesehatan cenderung stabil,
yakni sebesar 1,11% (qtq) pada triwulan III dan 1,12%
(qtq) pada triwulan IV.
2.3. Disagregasi InflasiBerdasarkan disagregasinya, inflasi di semua
kelompok mengalami kenaikan di triwulan
laporan. Kenaikan yang paling signifikan berasal dari
kelompok administered prices yakni dari 6,69% (yoy)
menjadi 15,37% (yoy) terkait inflasi yang cukup tinggi
di November 2014 pasca kenaikan BBM. Kelompok
volatile foods juga mengalami kenaikan yang signifikan
dari 4,25% (yoy) menjadi 11,49% (yoy). Sementara
kelompok inti juga mengalami kenaikan dari 4,17%
(yoy) menjadi 5,01% (yoy) (Grafik 2.5).
2.2.3. Kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar
Inflasi kelompok ini naik dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, dari 5,20% (yoy) menjadi
8,09% (yoy). Secara triwulanan, inflasi kelompok ini
juga mengalami kenaikan, dari 1,61% (qtq) menjadi
2,67% (qtq). Kenaikan inflasi kelompok perumahan,
air, listrik, gas, dan bahan bakar sebagian besar
disumbang oleh kenaikan inflasi subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air. Hal tersebut ditengarai
terjadi sejalan dengan kenaikan harga BBM pada bulan
November 2014. Sumbangan kenaikan inflasi yang
berasal dari kenaikan tarif listrik pada triwulan III 2014
juga ditengarai masih memberikan dampak terhadap
kenaikan inflasi kelompok ini.
Di sisi lain, inflasi tahunan subkelompok
p e r l e n g k a p a n r u m a h t a n g g a d a n
penyelenggaraan rumah tangga mengalami
penurunan di triwulan IV 2014. Inflasi triwulanan
subkelompok penyelenggaraan rumah tangga juga
mengalami penurunan dari 1,17% (qtq) pada triwulan
III menjadi sebesar 0,90% (qtq) di triwulan IV. Dengan
demikian, terlihat bahwa kenaikan inflasi tahunan
maupun triwulanan pada kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar lebih didorong oleh
kenaikan harga pada komoditas-komoditas
administered prices.
2.2.4. Kelompok Lainnya
Hampir seluruh kelompok mengalami kenaikan
inflasi tahunan dan juga triwulanan jika
d iband ingkan dengan per iode laporan
sebelumnya. Kelompok yang mengalami kenaikan
inflasi tahunan yang paling tinggi adalah kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan serta
kelompok bahan makanan. Kedua kelompok tersebut
juga merupakan kelompok-kelompok yang mengalami
kenaikan inflasi triwulanan yang signifikan. Sementara
30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Kenaikan inflasi tahunan volatile foods terutama
disumbang oleh kenaikan inflasi subkelompok
bumbu-bumbuan. Kenaikan inflasi tahunan terjadi
pada hampir semua subkelompok penyusun kelompok
volatile foods, terutama pada subkelompok bumbu-
bumbuan yang mengalami deflasi sebesar -13,10%
(yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 41,38% (yoy) pada
triwulan laporan. Di sisi lain, subkelompok yang
mengalami penurunan diantaranya subkelompok
daging dan hasil-hasilnya, subkelompok lemak dan
minyak, subkelompok buah-buahan, dan subkelompok
kacang-kacangan.
Komoditas penyumbang inflasi volatile foods
terbesar adalah cabai merah. Tekanan inflasi
terutama didorong oleh terbatasnya pasokan cabai
merah di akhir tahun. Terbatasnya pasokan karena
2.3.1. Kelompok Volatile foodsInflasi tahunan volatile foods naik dibandingkan
periode sebelumnya. Inflasi volatile foods naik dari
4,25% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 11,49% (yoy)
di triwulan IV. Meski mengalami kenaikan yang
signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
secara tahunan capaian inflasi volatile foods tahun
2014 masih berada di bawah tahun 2013 sebesar
14,01% (yoy).
Inflasi triwulanan kelompok volatile foods
p e r i o d e l a p o r a n t e rc a t a t l e b i h t i n g g i
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi pada triwulan IV 2014 sebesar
7,54% (qtq) lebih tinggi dari triwulan IV 2013 sebesar
0,56% (qtq). Angka tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata historisnya (Grafik 2.8).
I II III IV I II III IV
2013 2014
02468
1012141618
I II III IV
2012
% YOY
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.5
CORE VF ADM PRICE
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
% MTM
CORE VF ADM PRICE
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2014
Grafik 2.7
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
% MTM
RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Foods Triwulan IV
Grafik 2.8
1,490,72 0,56
7,54
Rata-rata2009-2013
2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau
dan kelompok sandang mengalami kenaikan inflasi
tahunan maupun triwulanan yang tidak terlalu
signifikan. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah
raga mengalami penurunan inflasi triwulanan yang
ditengarai terjadi terkait dengan berakhirnya musim
penerimaan tahun ajaran baru untuk berbagai tingkat
pendidikan.
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau mengalami kenaikan inflasi tahunan dari
5,61% (yoy) pada triwulan III menjadi 5,85% (yoy) pada
triwulan IV. Secara triwulanan, inflasi kelompok
tersebut mengalami kenaikan dari 1,40% (qtq) pada
triwulan III menjadi 2,08% (qtq) pada triwulan IV.
Kelompok sandang juga mengalami kenaikan inflasi
tahunan dari 1,87% (yoy) pada triwulan III menjadi
2,62% (yoy) pada triwulan IV. Secara triwulanan, inflasi
kelompok tersebut juga mengalami kenaikan dari
0,62% (qtq) menjadi 0,70% (qtq). Sementara
kelompok kesehatan juga mengalami kenaikan inflasi
tahunan dari 3,87% (yoy) pada triwulan III menjadi
4,54% (yoy) pada triwulan IV. Di sisi lain, inflasi
triwulanan kelompok kesehatan cenderung stabil,
yakni sebesar 1,11% (qtq) pada triwulan III dan 1,12%
(qtq) pada triwulan IV.
2.3. Disagregasi InflasiBerdasarkan disagregasinya, inflasi di semua
kelompok mengalami kenaikan di triwulan
laporan. Kenaikan yang paling signifikan berasal dari
kelompok administered prices yakni dari 6,69% (yoy)
menjadi 15,37% (yoy) terkait inflasi yang cukup tinggi
di November 2014 pasca kenaikan BBM. Kelompok
volatile foods juga mengalami kenaikan yang signifikan
dari 4,25% (yoy) menjadi 11,49% (yoy). Sementara
kelompok inti juga mengalami kenaikan dari 4,17%
(yoy) menjadi 5,01% (yoy) (Grafik 2.5).
2.2.3. Kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar
Inflasi kelompok ini naik dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, dari 5,20% (yoy) menjadi
8,09% (yoy). Secara triwulanan, inflasi kelompok ini
juga mengalami kenaikan, dari 1,61% (qtq) menjadi
2,67% (qtq). Kenaikan inflasi kelompok perumahan,
air, listrik, gas, dan bahan bakar sebagian besar
disumbang oleh kenaikan inflasi subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air. Hal tersebut ditengarai
terjadi sejalan dengan kenaikan harga BBM pada bulan
November 2014. Sumbangan kenaikan inflasi yang
berasal dari kenaikan tarif listrik pada triwulan III 2014
juga ditengarai masih memberikan dampak terhadap
kenaikan inflasi kelompok ini.
Di sisi lain, inflasi tahunan subkelompok
p e r l e n g k a p a n r u m a h t a n g g a d a n
penyelenggaraan rumah tangga mengalami
penurunan di triwulan IV 2014. Inflasi triwulanan
subkelompok penyelenggaraan rumah tangga juga
mengalami penurunan dari 1,17% (qtq) pada triwulan
III menjadi sebesar 0,90% (qtq) di triwulan IV. Dengan
demikian, terlihat bahwa kenaikan inflasi tahunan
maupun triwulanan pada kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar lebih didorong oleh
kenaikan harga pada komoditas-komoditas
administered prices.
2.2.4. Kelompok Lainnya
Hampir seluruh kelompok mengalami kenaikan
inflasi tahunan dan juga triwulanan jika
d iband ingkan dengan per iode laporan
sebelumnya. Kelompok yang mengalami kenaikan
inflasi tahunan yang paling tinggi adalah kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan serta
kelompok bahan makanan. Kedua kelompok tersebut
juga merupakan kelompok-kelompok yang mengalami
kenaikan inflasi triwulanan yang signifikan. Sementara
30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
-15
-10
-5
0
5
10
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2014
Minyak Goreng
CPO
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Minyak Gorengdan Perkembangan Harga CPO
Grafik 2.14
Sumber : BPS dan Bloomberg, diolah
MINYAK GORENG CPO-4
-2
-0
2
4
6
8
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging KambingGrafik 2.13
2011 2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Kenaikan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh naiknya inflasi subkelompok
transpor. Inflasi di subkelompok ini meningkat
terutama didorong oleh naiknya tarif transportasi pasca
kenaikan harga BBM bersubsidi. Penyesuaian harga
BBM di bulan November menyebabkan inflasi
subkelompok transpor naik dengan signifikan. Sejak 18
November 2014, Pemerintah menyesuaikan harga BBM
jenis premium, dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500
per liter atau naik sebesar 30,77%. Selain itu,
pemerintah juga menyesuaikan harga BBM jenis solar
dari Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 per liter.
Kenaikan ini memberikan dampak baru terhadap
tekanan inflasi akibat kenaikan BBM yang sudah mulai
hilang sejak kenaikan BBM pertengahan tahun 2013.
2.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices juga
mengalami kenaikan pada periode laporan. Inflasi
kelompok administered prices pada triwulan IV 2014
naik signifikan dari 2,09% (yoy) pada triwulan III
menjadi 9,67% (yoy) pada triwulan IV. Hal tersebut
berbeda dengan pola tahun lalu, dimana kenaikan
harga BBM terjadi di bulan Juni sementara pada tahun
ini kenaikan BBM terjadi di pertengahan bulan
November. Dengan demikian, pengaruh dari kenaikan
harga BBM tersebut masih memberikan dampak yang
signifikan di bulan Desember. Bila dibandingkan
dengan rata-rata inflasi triwulanan pada periode yang
sama tahun 2009 sampai dengan 2013, inflasi
triwulanan kelompok administered prices tahun ini juga
lebih tinggi (Grafik 2.15).
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices
Grafik 2.16
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOY
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR TRANSPOR
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Adminitered Prices Triwulan IV
Grafik 2.15
0,55 0,461,42
9,67
Des-12Rata-rata2009-2013 Des-13 Des-14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
33PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
pada bulan Desember, komoditas ini menyumbang
deflasi bulanan terbesar dengan sumbangan sebesar -
0,1661%.
Komoditas minyak goreng dan santan jadi turut
mendorong ke bawah inflasi tahunan volatile
foods pada triwulan III maupun triwulan IV.
Komoditas yang membantu penurunan tekanan inflasi
adalah minyak goreng dan santan jadi. Pada Oktober
dan Desember minyak goreng merupakan salah satu
penyumbang deflasi bulanan terbesar. Sementara pada
bulan Desember komponen santan jadi juga turut
mengalami deflasi. Deflasi yang terjadi pada minyak
goreng, sejalan dengan turunnya harga CPO
Internasional (Grafik 2.14).
pengaruh musim yang kurang baik di triwulan laporan
serta preferensi petani untuk mengurangi penanaman
cabai akibat harga yang murah di periode sebelumnya.
Sehingga komoditas cabai ini menjadi penyumbang
inflasi terbesar di kelompok volatile foods selama
triwulan IV.
Subkelompok penyumbang deflasi terbesar
adalah subkelompok daging dan hasil-hasilnya.
Pada triwulan III 2014 kelompok ini mengalami inflasi
sebesar 3,09% (yoy), sementara pada triwulan IV 2014
kelompok ini mengalami inflasi sebesar 1,50% (yoy).
Adapun komoditas penyumbang utamanya adalah
komoditas daging ayam ras yang mengalami
penurunan harga pada bulan Oktober dan November
dengan sumbangan sebesar -0,0117%. Sementara
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.9
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.10
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN
BUMBU-BUMBUAN
BUAH-BUAHAN
LEMAK DAN MINYAK
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-20
0
20
40
60
80
100
120 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
-15
-10
-5
0
5
10
15
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.12
Sumber : BPS dan Bloomberg, diolah
2011 2012 2013 2014
Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.11
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
% MTM
2011 2012 2013 2014
32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
-15
-10
-5
0
5
10
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
2014
Minyak Goreng
CPO
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Minyak Gorengdan Perkembangan Harga CPO
Grafik 2.14
Sumber : BPS dan Bloomberg, diolah
MINYAK GORENG CPO-4
-2
-0
2
4
6
8
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging KambingGrafik 2.13
2011 2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Kenaikan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh naiknya inflasi subkelompok
transpor. Inflasi di subkelompok ini meningkat
terutama didorong oleh naiknya tarif transportasi pasca
kenaikan harga BBM bersubsidi. Penyesuaian harga
BBM di bulan November menyebabkan inflasi
subkelompok transpor naik dengan signifikan. Sejak 18
November 2014, Pemerintah menyesuaikan harga BBM
jenis premium, dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500
per liter atau naik sebesar 30,77%. Selain itu,
pemerintah juga menyesuaikan harga BBM jenis solar
dari Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 per liter.
Kenaikan ini memberikan dampak baru terhadap
tekanan inflasi akibat kenaikan BBM yang sudah mulai
hilang sejak kenaikan BBM pertengahan tahun 2013.
2.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices juga
mengalami kenaikan pada periode laporan. Inflasi
kelompok administered prices pada triwulan IV 2014
naik signifikan dari 2,09% (yoy) pada triwulan III
menjadi 9,67% (yoy) pada triwulan IV. Hal tersebut
berbeda dengan pola tahun lalu, dimana kenaikan
harga BBM terjadi di bulan Juni sementara pada tahun
ini kenaikan BBM terjadi di pertengahan bulan
November. Dengan demikian, pengaruh dari kenaikan
harga BBM tersebut masih memberikan dampak yang
signifikan di bulan Desember. Bila dibandingkan
dengan rata-rata inflasi triwulanan pada periode yang
sama tahun 2009 sampai dengan 2013, inflasi
triwulanan kelompok administered prices tahun ini juga
lebih tinggi (Grafik 2.15).
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices
Grafik 2.16
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOY
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR TRANSPOR
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Adminitered Prices Triwulan IV
Grafik 2.15
0,55 0,461,42
9,67
Des-12Rata-rata2009-2013 Des-13 Des-14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
33PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
pada bulan Desember, komoditas ini menyumbang
deflasi bulanan terbesar dengan sumbangan sebesar -
0,1661%.
Komoditas minyak goreng dan santan jadi turut
mendorong ke bawah inflasi tahunan volatile
foods pada triwulan III maupun triwulan IV.
Komoditas yang membantu penurunan tekanan inflasi
adalah minyak goreng dan santan jadi. Pada Oktober
dan Desember minyak goreng merupakan salah satu
penyumbang deflasi bulanan terbesar. Sementara pada
bulan Desember komponen santan jadi juga turut
mengalami deflasi. Deflasi yang terjadi pada minyak
goreng, sejalan dengan turunnya harga CPO
Internasional (Grafik 2.14).
pengaruh musim yang kurang baik di triwulan laporan
serta preferensi petani untuk mengurangi penanaman
cabai akibat harga yang murah di periode sebelumnya.
Sehingga komoditas cabai ini menjadi penyumbang
inflasi terbesar di kelompok volatile foods selama
triwulan IV.
Subkelompok penyumbang deflasi terbesar
adalah subkelompok daging dan hasil-hasilnya.
Pada triwulan III 2014 kelompok ini mengalami inflasi
sebesar 3,09% (yoy), sementara pada triwulan IV 2014
kelompok ini mengalami inflasi sebesar 1,50% (yoy).
Adapun komoditas penyumbang utamanya adalah
komoditas daging ayam ras yang mengalami
penurunan harga pada bulan Oktober dan November
dengan sumbangan sebesar -0,0117%. Sementara
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.9
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.10
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN
BUMBU-BUMBUAN
BUAH-BUAHAN
LEMAK DAN MINYAK
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-20
0
20
40
60
80
100
120 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
-15
-10
-5
0
5
10
15
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.12
Sumber : BPS dan Bloomberg, diolah
2011 2012 2013 2014
Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.11
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
% MTM
2011 2012 2013 2014
32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
tekanan faktor eksternal terhadap inflasi. Rata-rata nilai
tukar Rupiah pada triwulan IV 2014 sebesar
Rp12.245,34, atau melemah dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni Rp11.684,07.
Perkembangan harga beberapa komoditas pangan
internasional di tr iwulan IV bers ifat mixed.
Pertumbuhan tahunan harga minyak kelapa sawit
melambat, sementara untuk beras naik namun masih
tercatat negatif atau lebih rendah dibandingkan tahun
lalu.
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa TengahSecara umum, kenaikan inflasi terjadi di seluruh kota
yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah. Dibandingkan
dengan periode pelaporan sebelumnya, kenaikan
inflasi tahunan terbesar terjadi di Kota Tegal yang
sebelumnya pada triwulan III memiliki tingkat inflasi
sebesar 3,78% (yoy) menjadi 7,40% (yoy). Sementara
kenaikan terkecil terjadi di Kota Cilacap, yaitu dari
7,67% (yoy) menjadi 8,19% (yoy) (Grafik 2.18).
Ekspektasi inflasi menunjukkan penurunan di
bulan Oktober, namun kembali naik di bulan
November dan Desember. Kenaikan tersebut
ditengarai terjadi terkait dengan isu kenaikan harga
BBM di akhir tahun 2014. Namun demikian, ekspektasi
harga konsumen 6 bulan yang akan datang memiliki
tren yang menurun di bulan November dan Desember.
Sementara bila dilihat dari sisi pedagang, terlihat
bahwa ekspektasi harga yang akan datang pada
periode laporan cenderung mengalami kenaikan
dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik
2.16).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami
kenaikan pada triwulan IV 2014. Tekanan imported
inflation yang tercermin dari kelompok inti traded pada
periode laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan periode laporan sebelumnya.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs tengah Bank
Indonesia) yang melemah pada triwulan IV menambah
Perkembangan Harga Komoditas Internasional Grafik 2.24
MINYAK KELAPA SAWIT BERAS EMAS
Sumber : Bloomberg
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOY
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.22
120
130
140
150
160
170
180
190
3 bulan yad 6 bulan yad
INDEKS
8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
4 5 6 7
2013
BULAN YAD3 BULAN YAD
Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.21
8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
160
165
170
175
180
185
190
195
200
4 5 6 7
INDEKS
2013
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.23
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IV
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
I II III IV I
% YOY
2012 2013 2014
QTQ (SKALA KANAN) YOY
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
35PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
2.3.3. Kelompok IntiSeperti halnya inflasi kelompok volatile foods dan
kelompok administered prices, inflasi kelompok inti
juga mengalami kenaikan. Namun demikian, inflasi inti
tidak mengalami kenaikan yang signifikan seperti
halnya inflasi kelompok volatile foods dan administered
prices. Inflasi kelompok inti naik dari 4,17% (yoy) pada
triwulan III menjadi 5,01% (yoy) pada periode laporan.
Naiknya permintaan domestik tercermin dari
perkembangan inflasi inti nontraded. Inflasi
tahunan inti nontraded tercatat mengalami kenaikan
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Tekanan
dari output gap relatif minimal dan cenderung turun
(Grafik 2.20).
Beberapa indikator yang mengkofirmasi terbatasnya
permintaan diantaranya kredit konsumsi rumah tangga
yang melambat dan menurunnya perkembangan
kegiatan usaha industri pengolahan nonmigas hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha.
Sesuai dengan Permenhub No PM 57 Tahun 2014,
Menteri Perhubungan menetapkan kenaikan tarif
transportasi antar provinsi maksimal sebesar 10%. Di
sisi lain, di lingkup Provinsi Jawa Tengah, kenaikan
harga BBM tersebut direspon oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah sesuai dengan kesepakatan yang telah
dibuat oleh Dishubkominfo Jateng dan Organisasi
Angkutan Darat Jateng dengan menetapkan batas
bawah transportasi Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP)
Rp 109 per kilometer per penumpang dan batas atas Rp
177 per kilometer per penumpang. Kedua hal tersebut
menjadi pendorong utama kenaikan inflasi di
subkelompok transpor. Selain subkelompok transpor,
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol juga
mengalami kenaikan, namun t idak sebesar
subkelompok transpor. Naiknya inflasi di kelompok
tersebut dikarenakan kenaikan harga rokok pasca
kenaikan cukai rokok yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sebesar 8,72%. Sementara itu, inflasi
tahunan subkelompok bahan bakar, penerangan dan
air memiliki tren yang naik sejak tahun 2013 (Grafik
2.16).
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
30
25
20
15
10
5
-
-5
% YOY
Perkembangan Inflasi Bulanan Komoditas BensinGrafik 2.17 Inflasi Bulanan November Subkelompok Transpor Grafik 2.18
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
16
14
12
10
8
6
4
2
0
% MTM
CIL
AC
AP
PURW
OK
ERTO
KU
DU
S
SURA
KA
RTA
SEM
ARA
NG
TEG
AL
OKT - 2014 NOV - 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Nontraded
Grafik 2.20
I II III IV I II III IV
2013 2014
0
7
6
5
4
3 I II III IV
2012
5%
4%
3%
2%
1%
0%
-1%
-2%
-3%
-4%
INFLASI INTI NONTRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Inti Triwulan IV
Grafik 2.19
0,550,42
0,65
1,45
Des-12Rata-rata
2009-2013 Des-13 Des-14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
34 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
tekanan faktor eksternal terhadap inflasi. Rata-rata nilai
tukar Rupiah pada triwulan IV 2014 sebesar
Rp12.245,34, atau melemah dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni Rp11.684,07.
Perkembangan harga beberapa komoditas pangan
internasional di tr iwulan IV bers ifat mixed.
Pertumbuhan tahunan harga minyak kelapa sawit
melambat, sementara untuk beras naik namun masih
tercatat negatif atau lebih rendah dibandingkan tahun
lalu.
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa TengahSecara umum, kenaikan inflasi terjadi di seluruh kota
yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah. Dibandingkan
dengan periode pelaporan sebelumnya, kenaikan
inflasi tahunan terbesar terjadi di Kota Tegal yang
sebelumnya pada triwulan III memiliki tingkat inflasi
sebesar 3,78% (yoy) menjadi 7,40% (yoy). Sementara
kenaikan terkecil terjadi di Kota Cilacap, yaitu dari
7,67% (yoy) menjadi 8,19% (yoy) (Grafik 2.18).
Ekspektasi inflasi menunjukkan penurunan di
bulan Oktober, namun kembali naik di bulan
November dan Desember. Kenaikan tersebut
ditengarai terjadi terkait dengan isu kenaikan harga
BBM di akhir tahun 2014. Namun demikian, ekspektasi
harga konsumen 6 bulan yang akan datang memiliki
tren yang menurun di bulan November dan Desember.
Sementara bila dilihat dari sisi pedagang, terlihat
bahwa ekspektasi harga yang akan datang pada
periode laporan cenderung mengalami kenaikan
dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik
2.16).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami
kenaikan pada triwulan IV 2014. Tekanan imported
inflation yang tercermin dari kelompok inti traded pada
periode laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan periode laporan sebelumnya.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs tengah Bank
Indonesia) yang melemah pada triwulan IV menambah
Perkembangan Harga Komoditas Internasional Grafik 2.24
MINYAK KELAPA SAWIT BERAS EMAS
Sumber : Bloomberg
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOY
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.22
120
130
140
150
160
170
180
190
3 bulan yad 6 bulan yad
INDEKS
8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
4 5 6 7
2013
BULAN YAD3 BULAN YAD
Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.21
8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
160
165
170
175
180
185
190
195
200
4 5 6 7
INDEKS
2013
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.23
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IV
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
I II III IV I
% YOY
2012 2013 2014
QTQ (SKALA KANAN) YOY
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
35PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
2.3.3. Kelompok IntiSeperti halnya inflasi kelompok volatile foods dan
kelompok administered prices, inflasi kelompok inti
juga mengalami kenaikan. Namun demikian, inflasi inti
tidak mengalami kenaikan yang signifikan seperti
halnya inflasi kelompok volatile foods dan administered
prices. Inflasi kelompok inti naik dari 4,17% (yoy) pada
triwulan III menjadi 5,01% (yoy) pada periode laporan.
Naiknya permintaan domestik tercermin dari
perkembangan inflasi inti nontraded. Inflasi
tahunan inti nontraded tercatat mengalami kenaikan
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Tekanan
dari output gap relatif minimal dan cenderung turun
(Grafik 2.20).
Beberapa indikator yang mengkofirmasi terbatasnya
permintaan diantaranya kredit konsumsi rumah tangga
yang melambat dan menurunnya perkembangan
kegiatan usaha industri pengolahan nonmigas hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha.
Sesuai dengan Permenhub No PM 57 Tahun 2014,
Menteri Perhubungan menetapkan kenaikan tarif
transportasi antar provinsi maksimal sebesar 10%. Di
sisi lain, di lingkup Provinsi Jawa Tengah, kenaikan
harga BBM tersebut direspon oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah sesuai dengan kesepakatan yang telah
dibuat oleh Dishubkominfo Jateng dan Organisasi
Angkutan Darat Jateng dengan menetapkan batas
bawah transportasi Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP)
Rp 109 per kilometer per penumpang dan batas atas Rp
177 per kilometer per penumpang. Kedua hal tersebut
menjadi pendorong utama kenaikan inflasi di
subkelompok transpor. Selain subkelompok transpor,
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol juga
mengalami kenaikan, namun t idak sebesar
subkelompok transpor. Naiknya inflasi di kelompok
tersebut dikarenakan kenaikan harga rokok pasca
kenaikan cukai rokok yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sebesar 8,72%. Sementara itu, inflasi
tahunan subkelompok bahan bakar, penerangan dan
air memiliki tren yang naik sejak tahun 2013 (Grafik
2.16).
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
30
25
20
15
10
5
-
-5
% YOY
Perkembangan Inflasi Bulanan Komoditas BensinGrafik 2.17 Inflasi Bulanan November Subkelompok Transpor Grafik 2.18
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
16
14
12
10
8
6
4
2
0
% MTM
CIL
AC
AP
PURW
OK
ERTO
KU
DU
S
SURA
KA
RTA
SEM
ARA
NG
TEG
AL
OKT - 2014 NOV - 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Nontraded
Grafik 2.20
I II III IV I II III IV
2013 2014
0
7
6
5
4
3 I II III IV
2012
5%
4%
3%
2%
1%
0%
-1%
-2%
-3%
-4%
INFLASI INTI NONTRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Inti Triwulan IV
Grafik 2.19
0,550,42
0,65
1,45
Des-12Rata-rata
2009-2013 Des-13 Des-14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
34 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga beberapa
komoditas energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM),
Tarif Tenaga Listrik (TTL), dan elpiji tentunya dimaksudkan
untuk mendorong perekonomian berkesinambungan
dengan inflasi yang rendah dan stabil. Contohnya,
pengurangan subsidi BBM dapat dialihkan ke sektor
produktif yang mendorong perekonomian. Namun,
seringkali kebijakan tersebut menimbulkan keresahan
pada masyarakat, peningkatan inflasi, atau pun
penurunan daya beli.
BBM
Kebijakan terkait harga BBM seringkali menimbulkan
gejolak keresahan masyarakat. Hal ini dikarenakan
kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga
komoditas lainnya secara signifikan. Pada tahun 2013,
tepatnya 22 Juni 2013, penyesuaian harga BBM memicu
lonjakan inflasi ke angka 7,99% (yoy) dari 4,24% (yoy) di
tahun 2012.
Pada tahun 2014, tepatnya 18 November 2014,
penyesuaian harga BBM kembali dilakukan. Harga
premium mengalami kenaikan sebesar 30,77% menjadi
Rp8.500 per liter, sedangkan solar 36,36% menjadi
Rp7.500 per liter. Seperti tahun 2013, kenaikan harga
BBM ini pun mendorong peningkatan inflasi yang tinggi.
Inflasi 2014 tercatat sebesar 8,22% (yoy) di akhir tahun
2014. Kenaikan harga BBM ini memberikan sumbangan
dampak terhadap kenaikan inflasi sebesar 2,02% yang
terbagi di November dan Desember 2014. Dampak
tersebut tertransmisikan secara langsung dengan
kenaikan komoditas bensin dan solar, serta secara tidak
langsung melalui kenaikan tarif angkutan dan harga
komodiitas lainnya khususnya pada kelompok volatile
foods.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 4
tahun 2015, perhitungan harga BBM akan dilakukan
dengan mempertimbangkan harga indeks pasar, dan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Penetapan
harga ini dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam
sebulan. Pada 1 Januari 2015 harga BBM turun ke
Rp7.900 per liter untuk premium, dan Rp7.250 per liter
untuk solar, kemudian 19 Januari 2015, harga BBM
kembali turun ke level Rp6.700 dan Rp6.500 per liter.
Penurunan harga BBM ini memberikan sumbangan
dampak terhadap penurunan inflasi sebesar 1,06% di
Januari. Penurunan harga BBM ini diperkirakan akan
memberikan tambahan sumbangan sebesar -0,32%
terhadap inflasi di Februari.
Sumbangan penurunan harga BBM terhadap deflasi
diperkirakan sebesar 1,38%, lebih kecil dibandingkan
sumbangan kenaikan harga BBM, atau dengan kata lain
harga komoditas tidak dapat kembali di harga semula.
Hal ini ditengarai karena rigiditas harga pada pelaku
usaha. Dari hasil quick survey BI kepada pelaku usaha
pada saat kenaikan BBM November 2014, diperoleh
sebanyak 31% responden menyatakan melakukan
penyesuaian harga jual dengan besaran rata-rata 8%.
Sedangkan, pasca penurunan harga BBM Januari 2015,
hanya 7% dari responden yang menyatakan melakukan
penyesuaian harga, dan 93% responden lainnya
menyatakan tetap mempertahankan harga jual.
Harga barang yang tinggi ini menimbulkan penurunan
daya beli masyarakat yang dapat dilihat pada hasil survei
konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia (Grafik
2), indeks keyakinan konsumen yang meningkat sejak
Mei 2014 mengalami penurunan pasca kenaikan harga
BBM.
SUPLEMEN III
37PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
ISU STRATEGIS. DAMPAK KEBIJAKAN ADMINISTERED PRICESTERHADAP INFLASI JAWA TENGAH
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.26
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
% YOY
2012
Inflasi Tahunan Triwulan IV 2014Grafik 2.25
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
8,598,01
8,53
7,4
Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal
7,09
8,19
6
7
8
9
Cilacap
% YOY
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
Bensin menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar
di hampir seluruh kota di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini
sebagai dampak kenaikan harga BBM di bulan
November 2014. Selain bensin, cabai merah dan beras
juga menjadi komoditas penyumbang inflasi yang
signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah. Komoditas
bensin, beras, dan cabai merah selalu tercatat sebagai 5
besar komoditas penyumbang inflasi terbesar di kota-
kota yang disurvei oleh BPS.
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa Tengah
cenderung mengalami penurunan. Pada triwulan
sebelumnya, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah mencapai
3,89%. Namun demikian, pada periode pelaporan ini
selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi
tertinggi dan terendah mengalami penurunan menjadi
sebesar 1,50%. Inflasi tertinggi terjadi di Kudus yang
kemudian diikuti oleh Semarang dengan tingkat inflasi
masing-masing sebesar 8,59% (yoy) dan 8,53% (yoy).
Sementara inflasi terendah terjadi di Purwokerto
dengan tingkat inflasi sebesar 7,09% (yoy).
Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa KeuanganGrafik 2.28
14
12
10
8
6
4
2
0
% YOY
CIL
AC
AP
PURW
OK
ERTO
KU
DU
S
SURA
KA
RTA
SEM
ARA
NG
TEG
AL
Tw III 2014 Tw IV 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.27
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
14
12
10
8
6
4
2
0
CIL
AC
AP
PURW
OK
ERTO
KU
DU
S
SURA
KA
RTA
SEM
ARA
NG
TEG
AL
OKT - 2014 NOV - 2014
36 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga beberapa
komoditas energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM),
Tarif Tenaga Listrik (TTL), dan elpiji tentunya dimaksudkan
untuk mendorong perekonomian berkesinambungan
dengan inflasi yang rendah dan stabil. Contohnya,
pengurangan subsidi BBM dapat dialihkan ke sektor
produktif yang mendorong perekonomian. Namun,
seringkali kebijakan tersebut menimbulkan keresahan
pada masyarakat, peningkatan inflasi, atau pun
penurunan daya beli.
BBM
Kebijakan terkait harga BBM seringkali menimbulkan
gejolak keresahan masyarakat. Hal ini dikarenakan
kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga
komoditas lainnya secara signifikan. Pada tahun 2013,
tepatnya 22 Juni 2013, penyesuaian harga BBM memicu
lonjakan inflasi ke angka 7,99% (yoy) dari 4,24% (yoy) di
tahun 2012.
Pada tahun 2014, tepatnya 18 November 2014,
penyesuaian harga BBM kembali dilakukan. Harga
premium mengalami kenaikan sebesar 30,77% menjadi
Rp8.500 per liter, sedangkan solar 36,36% menjadi
Rp7.500 per liter. Seperti tahun 2013, kenaikan harga
BBM ini pun mendorong peningkatan inflasi yang tinggi.
Inflasi 2014 tercatat sebesar 8,22% (yoy) di akhir tahun
2014. Kenaikan harga BBM ini memberikan sumbangan
dampak terhadap kenaikan inflasi sebesar 2,02% yang
terbagi di November dan Desember 2014. Dampak
tersebut tertransmisikan secara langsung dengan
kenaikan komoditas bensin dan solar, serta secara tidak
langsung melalui kenaikan tarif angkutan dan harga
komodiitas lainnya khususnya pada kelompok volatile
foods.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 4
tahun 2015, perhitungan harga BBM akan dilakukan
dengan mempertimbangkan harga indeks pasar, dan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Penetapan
harga ini dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam
sebulan. Pada 1 Januari 2015 harga BBM turun ke
Rp7.900 per liter untuk premium, dan Rp7.250 per liter
untuk solar, kemudian 19 Januari 2015, harga BBM
kembali turun ke level Rp6.700 dan Rp6.500 per liter.
Penurunan harga BBM ini memberikan sumbangan
dampak terhadap penurunan inflasi sebesar 1,06% di
Januari. Penurunan harga BBM ini diperkirakan akan
memberikan tambahan sumbangan sebesar -0,32%
terhadap inflasi di Februari.
Sumbangan penurunan harga BBM terhadap deflasi
diperkirakan sebesar 1,38%, lebih kecil dibandingkan
sumbangan kenaikan harga BBM, atau dengan kata lain
harga komoditas tidak dapat kembali di harga semula.
Hal ini ditengarai karena rigiditas harga pada pelaku
usaha. Dari hasil quick survey BI kepada pelaku usaha
pada saat kenaikan BBM November 2014, diperoleh
sebanyak 31% responden menyatakan melakukan
penyesuaian harga jual dengan besaran rata-rata 8%.
Sedangkan, pasca penurunan harga BBM Januari 2015,
hanya 7% dari responden yang menyatakan melakukan
penyesuaian harga, dan 93% responden lainnya
menyatakan tetap mempertahankan harga jual.
Harga barang yang tinggi ini menimbulkan penurunan
daya beli masyarakat yang dapat dilihat pada hasil survei
konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia (Grafik
2), indeks keyakinan konsumen yang meningkat sejak
Mei 2014 mengalami penurunan pasca kenaikan harga
BBM.
SUPLEMEN III
37PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
ISU STRATEGIS. DAMPAK KEBIJAKAN ADMINISTERED PRICESTERHADAP INFLASI JAWA TENGAH
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.26
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
% YOY
2012
Inflasi Tahunan Triwulan IV 2014Grafik 2.25
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
8,598,01
8,53
7,4
Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal
7,09
8,19
6
7
8
9
Cilacap
% YOY
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
Bensin menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar
di hampir seluruh kota di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini
sebagai dampak kenaikan harga BBM di bulan
November 2014. Selain bensin, cabai merah dan beras
juga menjadi komoditas penyumbang inflasi yang
signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah. Komoditas
bensin, beras, dan cabai merah selalu tercatat sebagai 5
besar komoditas penyumbang inflasi terbesar di kota-
kota yang disurvei oleh BPS.
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa Tengah
cenderung mengalami penurunan. Pada triwulan
sebelumnya, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah mencapai
3,89%. Namun demikian, pada periode pelaporan ini
selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi
tertinggi dan terendah mengalami penurunan menjadi
sebesar 1,50%. Inflasi tertinggi terjadi di Kudus yang
kemudian diikuti oleh Semarang dengan tingkat inflasi
masing-masing sebesar 8,59% (yoy) dan 8,53% (yoy).
Sementara inflasi terendah terjadi di Purwokerto
dengan tingkat inflasi sebesar 7,09% (yoy).
Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa KeuanganGrafik 2.28
14
12
10
8
6
4
2
0
% YOY
CIL
AC
AP
PURW
OK
ERTO
KU
DU
S
SURA
KA
RTA
SEM
ARA
NG
TEG
AL
Tw III 2014 Tw IV 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.27
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
14
12
10
8
6
4
2
0
CIL
AC
AP
PURW
OK
ERTO
KU
DU
S
SURA
KA
RTA
SEM
ARA
NG
TEG
AL
OKT - 2014 NOV - 2014
36 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Elpiji
Pada September 2014 dan Januari 2015, PT Pertamina
melakukan penyesuaian harga elpiji 12 kg. Penyesuaian
harga dilakukan agar elpiji 12 kg yang bukan merupakan
barang subs id i pemer intah mencapa i harga
keekonomiannya. Bulan September 2014, harga elpiji
mengalami penyesuaian menjadi Rp114.300 per tabung,
dari sebelumnya Rp92.800 per tabung. Penyesuaian
harga ini memberikan sumbangan langsung sebesar
0,06% terhadap inflasi. Kemudian, awal Januari 2015,
harga elpiji kembali naik menjadi Rp134.700 per tabung.
Namun, 19 Januari 2015, harga elpiji diturunkan menjadi
Rp129.000 per tabung. Penyesuaian di Januari
memberikan sumbangan langsung sebesar 0,08%
terhadap inflasi.
Dikarenakan keterbatasan pengawasan PT Pertamina
yang hanya bisa menjangkau sampai level agen dan
pangkalan, penjualan elpiji di level pengecer lebih sulit
dikontrol yang dapat memungkinkan terjadinya
ketidaktaatan. Contohnya adalah peralihan konsumen
elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg. Berdasarkan hasil quick survey
yang dilakukan oleh Bank Indonesia, lebih dari separuh
responden (60%) menyatakan bahwa terdapat peralihan
permintaan dari elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg. Hal tersebut
terindikasi dari penurunan tingkat permintaan elpiji 12
kg yang diiringi peningkatan permintaan elpiji 3 kg.
Meningkatnya permintaan elpiji 3 kg secara serentak ini
mendorong kelangkaan dan pada akhirnya berujung
pada kenaikan harga.
Untuk menjaga inflasi di tengah tekanan kebijakan
harga-harga ini, Bank Indonesia bersama dengan
pemerintah daerah yang tergabung ke dalam Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sudah memiliki
program seperti mendorong penetapan penurunan tarif
angkutan, penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk
elpiji 3 kg, sosialisasi penggunaan elpiji 12 kg, dan
mendorong pelaksanaan sistem distribusi tertutup untuk
elpiji 3 kg.
SUPLEMEN III
39PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Dari harga saat ini (premium Rp 6.700 per liter dan solar
Rp 6.500 per liter), penurunan atau kenaikan harga
Rp100 per liter diperkirakan akan memberikan
sumbangan deflasi atau inflasi sebesar 0,07%.
Tarif Tenaga Listrik (TTL)
Sejak Mei 2014, PLN melakukan penyesuaian tarif listrik
setiap dua bulan. Mulai Januari tahun 2015, berdasarkan
Peraturan Menteri ESDM No. 31 tahun 2014, tarif listrik
untuk seluruh golongan akan ditetapkan dengan
metode adjustment atau penyesuaian dengan jangka
w a k t u s e t i a p s a t u b u l a n . P e n y e s u a i a n
mempertimbangkan nilai tukar mata uang dolar Amerika
terhadap mata uang rupiah (kurs), Indonesian Crude
Prices (ICP), serta inflasi.
Berdasarkan hasil quick survey kepada pelaku usaha,
Bank Indonesia menemukan bahwa hanya sekitar 14%
responden yang menaikan harga jual produk mereka
dalam rangka merespons kenaikan tarif listrik ini. Hal ini
menunjukkan bahwa dampak tidak langsung kenaikan
tarif listrik tidak begitu besar. Sedangkan melalui dampak
langsung kenaikan tarif listrik sebesar 10% diperkirakan
dapat memberikan sumbangan sekitar 0,3% terhadap
inflasi.
Melihat pola historis (Grafik 3), sumbangan inflasi terbagi
ke dalam 2 bulan. Sebagian kecil dirasakan pada bulan
pertama (konsumen pra-bayar), dan sebagian besar pada
bulan kedua (konsumen pascabayar). Dampak yang
moderat terhadap inflasi didukung oleh besaran
perubahan harga yang tidak besar setiap kali
penyesuaian sehingga ekspektasi konsumen tetap
terjaga.
SUPLEMEN III
38 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Inflasi Jawa TengahGrafik 1.
YOYMTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JAN
FEB
MA
R
APR MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OK
T
NO
V
DES
JAN
FEB
MA
R
APR MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OK
T
NO
V
DES
JAN
4
3
2
1
0
-1
10
8
6
4
2
0
%%
2013 201420
15 JAN
FEB
MA
R
APR MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OK
T
NO
V
DES
140
130
120
110
100
Indeks Keyakinan KonsumenGrafik 2.
Indeks Keyakinan KonsumenGrafik 2.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JUN’14 JUL’14 AGT’14 SEP’14 OKT’14 NOV’14 DES’14
0.15
0.10
0.05
0.00
%
Elpiji
Pada September 2014 dan Januari 2015, PT Pertamina
melakukan penyesuaian harga elpiji 12 kg. Penyesuaian
harga dilakukan agar elpiji 12 kg yang bukan merupakan
barang subs id i pemer intah mencapa i harga
keekonomiannya. Bulan September 2014, harga elpiji
mengalami penyesuaian menjadi Rp114.300 per tabung,
dari sebelumnya Rp92.800 per tabung. Penyesuaian
harga ini memberikan sumbangan langsung sebesar
0,06% terhadap inflasi. Kemudian, awal Januari 2015,
harga elpiji kembali naik menjadi Rp134.700 per tabung.
Namun, 19 Januari 2015, harga elpiji diturunkan menjadi
Rp129.000 per tabung. Penyesuaian di Januari
memberikan sumbangan langsung sebesar 0,08%
terhadap inflasi.
Dikarenakan keterbatasan pengawasan PT Pertamina
yang hanya bisa menjangkau sampai level agen dan
pangkalan, penjualan elpiji di level pengecer lebih sulit
dikontrol yang dapat memungkinkan terjadinya
ketidaktaatan. Contohnya adalah peralihan konsumen
elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg. Berdasarkan hasil quick survey
yang dilakukan oleh Bank Indonesia, lebih dari separuh
responden (60%) menyatakan bahwa terdapat peralihan
permintaan dari elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg. Hal tersebut
terindikasi dari penurunan tingkat permintaan elpiji 12
kg yang diiringi peningkatan permintaan elpiji 3 kg.
Meningkatnya permintaan elpiji 3 kg secara serentak ini
mendorong kelangkaan dan pada akhirnya berujung
pada kenaikan harga.
Untuk menjaga inflasi di tengah tekanan kebijakan
harga-harga ini, Bank Indonesia bersama dengan
pemerintah daerah yang tergabung ke dalam Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sudah memiliki
program seperti mendorong penetapan penurunan tarif
angkutan, penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk
elpiji 3 kg, sosialisasi penggunaan elpiji 12 kg, dan
mendorong pelaksanaan sistem distribusi tertutup untuk
elpiji 3 kg.
SUPLEMEN III
39PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Dari harga saat ini (premium Rp 6.700 per liter dan solar
Rp 6.500 per liter), penurunan atau kenaikan harga
Rp100 per liter diperkirakan akan memberikan
sumbangan deflasi atau inflasi sebesar 0,07%.
Tarif Tenaga Listrik (TTL)
Sejak Mei 2014, PLN melakukan penyesuaian tarif listrik
setiap dua bulan. Mulai Januari tahun 2015, berdasarkan
Peraturan Menteri ESDM No. 31 tahun 2014, tarif listrik
untuk seluruh golongan akan ditetapkan dengan
metode adjustment atau penyesuaian dengan jangka
w a k t u s e t i a p s a t u b u l a n . P e n y e s u a i a n
mempertimbangkan nilai tukar mata uang dolar Amerika
terhadap mata uang rupiah (kurs), Indonesian Crude
Prices (ICP), serta inflasi.
Berdasarkan hasil quick survey kepada pelaku usaha,
Bank Indonesia menemukan bahwa hanya sekitar 14%
responden yang menaikan harga jual produk mereka
dalam rangka merespons kenaikan tarif listrik ini. Hal ini
menunjukkan bahwa dampak tidak langsung kenaikan
tarif listrik tidak begitu besar. Sedangkan melalui dampak
langsung kenaikan tarif listrik sebesar 10% diperkirakan
dapat memberikan sumbangan sekitar 0,3% terhadap
inflasi.
Melihat pola historis (Grafik 3), sumbangan inflasi terbagi
ke dalam 2 bulan. Sebagian kecil dirasakan pada bulan
pertama (konsumen pra-bayar), dan sebagian besar pada
bulan kedua (konsumen pascabayar). Dampak yang
moderat terhadap inflasi didukung oleh besaran
perubahan harga yang tidak besar setiap kali
penyesuaian sehingga ekspektasi konsumen tetap
terjaga.
SUPLEMEN III
38 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Inflasi Jawa TengahGrafik 1.
YOYMTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JAN
FEB
MA
R
APR MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OK
T
NO
V
DES
JAN
FEB
MA
R
APR MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OK
T
NO
V
DES
JAN
4
3
2
1
0
-1
10
8
6
4
2
0
%%
2013 2014
2015 JA
N
FEB
MA
R
APR MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OK
T
NO
V
DES
140
130
120
110
100
Indeks Keyakinan KonsumenGrafik 2.
Indeks Keyakinan KonsumenGrafik 2.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JUN’14 JUL’14 AGT’14 SEP’14 OKT’14 NOV’14 DES’14
0.15
0.10
0.05
0.00
%
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 masih tumbuh dengan baik.
41
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 masih tumbuh dengan baik.
41
Meskipun mengalami perlambatan pada seluruh
indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah, industri perbankan pada triwulan IV 2014
masih tumbuh cukup baik, dan berada di atas
pertumbuhan perbankan nasional. Secara tahunan,
pada triwulan ini total aset tumbuh melambat sebesar
11,91% (yoy), setelah sebelumnya mampu tumbuh
sebesar 13,94% (yoy) pada triwulan III 2014. Total aset
bank umum tercatat sebesar Rp252,90 triliun. Namun,
pertumbuhan ini masih lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan aset perbankan nasional (7,02%, yoy).
Dari sisi intermediasi, terlihat penyaluran kredit
perbankan pun tumbuh melambat. Kredit
perbankan pada triwulan laporan tumbuh 12,19%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 13,56% (yoy), tapi lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan kredit perbankan nasional
yang sebesar 11,65% (yoy). Pada posisi triwulan IV
2014, total kredit tercatat senilai Rp198,15 triliun.
Bersamaan dengan itu, pertumbuhan dana pihak
ketiga (DPK) juga turut melambat. Pada triwulan IV
2014, DPK tumbuh 12,38% (yoy), setelah tumbuh
sebesar 14,10% (yoy) di triwulan yang lalu.
P e r t u m b u h a n D P K i n i p u n s e d i k i t l e b i h
tinggidibandingkan pertumbuhan DPK Nasional
(12,29%, yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 6.
6 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
belum banyak berubah selama 5 tahun terakhir, yaitu
51% tabungan, 35% deposito, dan 13% giro.
Perlambatan pertumbuhan DPK yang lebih dalam dari
pertumbuhan kredit menyebabkan meningkatnya
loan to deposit ratio (LDR) di triwulan laporan. LDR
di triwulan laporan tercatat sebesar 105,33%,
meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
103,27%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
cenderung stabil dibandingkan triwulan yang lalu. Di
triwulan IV, non performing loan (NPL) Jawa Tengah
berada di angka 2,23% dari total kredit, sementara di
triwulan III tercatat 2,22% dari total kredit.
43PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah menurun dibanding triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.478
unit menurun dari triwulan III 2014 yang sebanyak
3.504 unit. Penurunan terutama terjadi pada kelompok
bank swasta nasional. Pada kelompok tersebut, Kantor
cabang pembantu menurun dari 863 unit di triwulan III
menjadi 828 unit di triwulan IV, dan kantor kas
menurun dari 90 unit menjadi 81 unit.
3.2. Perkembangan Bank Umum
Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.1.
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
ASET KREDIT DPK
RP TRILIUN
IV
26
24
22
20
18
16
14
12
10I II III IV
2012 2013 2014I II III IV I II III
Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.
% YOY %
PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)
107
105
103
101
99
97
95IV
Meskipun mengalami perlambatan pada seluruh
indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah, industri perbankan pada triwulan IV 2014
masih tumbuh cukup baik, dan berada di atas
pertumbuhan perbankan nasional. Secara tahunan,
pada triwulan ini total aset tumbuh melambat sebesar
11,91% (yoy), setelah sebelumnya mampu tumbuh
sebesar 13,94% (yoy) pada triwulan III 2014. Total aset
bank umum tercatat sebesar Rp252,90 triliun. Namun,
pertumbuhan ini masih lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan aset perbankan nasional (7,02%, yoy).
Dari sisi intermediasi, terlihat penyaluran kredit
perbankan pun tumbuh melambat. Kredit
perbankan pada triwulan laporan tumbuh 12,19%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 13,56% (yoy), tapi lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan kredit perbankan nasional
yang sebesar 11,65% (yoy). Pada posisi triwulan IV
2014, total kredit tercatat senilai Rp198,15 triliun.
Bersamaan dengan itu, pertumbuhan dana pihak
ketiga (DPK) juga turut melambat. Pada triwulan IV
2014, DPK tumbuh 12,38% (yoy), setelah tumbuh
sebesar 14,10% (yoy) di triwulan yang lalu.
P e r t u m b u h a n D P K i n i p u n s e d i k i t l e b i h
tinggidibandingkan pertumbuhan DPK Nasional
(12,29%, yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 6.
6 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
belum banyak berubah selama 5 tahun terakhir, yaitu
51% tabungan, 35% deposito, dan 13% giro.
Perlambatan pertumbuhan DPK yang lebih dalam dari
pertumbuhan kredit menyebabkan meningkatnya
loan to deposit ratio (LDR) di triwulan laporan. LDR
di triwulan laporan tercatat sebesar 105,33%,
meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
103,27%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
cenderung stabil dibandingkan triwulan yang lalu. Di
triwulan IV, non performing loan (NPL) Jawa Tengah
berada di angka 2,23% dari total kredit, sementara di
triwulan III tercatat 2,22% dari total kredit.
43PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah menurun dibanding triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.478
unit menurun dari triwulan III 2014 yang sebanyak
3.504 unit. Penurunan terutama terjadi pada kelompok
bank swasta nasional. Pada kelompok tersebut, Kantor
cabang pembantu menurun dari 863 unit di triwulan III
menjadi 828 unit di triwulan IV, dan kantor kas
menurun dari 90 unit menjadi 81 unit.
3.2. Perkembangan Bank Umum
Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.1.
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
ASET KREDIT DPK
RP TRILIUN
IV
26
24
22
20
18
16
14
12
10I II III IV
2012 2013 2014I II III IV I II III
Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.
% YOY %
PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)
107
105
103
101
99
97
95IV
Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit
perbankan Jawa Tengah masih didominasi oleh
sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)
dengan pangsa 34,63% dari total kredit. Sektor industri
pengolahan juga memiliki pangsa signifikan sebesar
18,39%. Sementara sektor pertanian memiliki pangsa
3,08%.
Kontribusi dunia perbankan terhadap perekonomian
ditunjukkan dengan penyaluran kredit di sektor
ekonomi utama daerah, yaitu sektor industri
pengolahan, sektor pertanian, serta sektor PHR (Grafik
3.5). Kredit di sektor pertanian mengalami perlambatan
tajam menjadi 19,69% (yoy) setelah tumbuh 35,54%
(yoy) di triwulan III. Perlambatan pertumbuhan kredit
tersebut ditengarai karena belum membaiknya kinerja
sektor pertanian sejak triwulan I 2014. Di sisi lain,
pertumbuhan kredit di sektor PHR tercatat 15,40%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
Sementara itu, pada kelompok nasabah sektor swasta,
DPK yang dihimpun perbankan masih tumbuh positif
walaupun mengalami sedikit perlambatan. Pada
triwulan laporan pertumbuhan tercatat sebesar
13,95% (yoy), sedikit lebih rendah dari triwulan III 2014
yang tumbuh sebesar 14,40% (yoy). DPK nasabah
perseorangan yang merupakan penyumbang terbesar
di seluruh DPK dengan porsi 77,55% tumbuh sebesar
13,32% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,11%
(yoy). Perlambatan pada DPK sektor swasta bersumber
dari nasabah lembaga keuangan non bank dan sektor
swasta lainnya.
3.2.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit tercatat mengalami
perlambatan seiring dengan perlambatan DPK.
Kredit bank umum melambat menjadi sebesar 12,19%
(yoy) dari triwulan lalu sebesar 13,56% (yoy). Relatif
masih tingginya suku bunga perbankan memengaruhi
tingkat permintaan akan kredit.
45PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0I II III IV
2012 2013 2014I II III IV I II III
Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3.
RP TRILIUN
IV
Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4.
35
30
25
20
15
10
5
0
-5I II III IV
2012I II III IV
2013I II III
2014
%YOY
IV
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
0
20
40
60
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5.
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
% YOY
IV
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6.
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
YOY, %
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
Dilihat dari golongan nasabah, DPK bank masih
didominasi oleh sektor swasta dengan pangsa 92,37%,
sedangkan pangsa DPK dari sektor pemerintah hanya
7 ,57%. Penghimpunan DPK dar i sektor
pemerintah mengalami penurunan. Namun
demikian DPK dari sektor swasta masih
mengalami peningkatan sehingga mampu
menjaga pertumbuhan positif DPK. Pada triwulan
laporan, DPK sektor pemerintah tumbuh negatif
sebesar 3,49% (yoy), berbalik arah setelah tumbuh
12,57% (yoy) di triwulan sebelumnya. Penurunan
tajam terutama disumbang oleh penurunan DPK
nasabah BUMN atau pemerintah campuran yang
meneruskan tren penurunan tajamnya sejak triwulan II
2014. Pada triwulan ini DPK milik BUMN atau
pemerintah campuran turun sebesar 56,67% (yoy),
jauh lebih dalam dibandingkan triwulan penurunan lalu
yang sebesar 45,23% (yoy). Selain itu, DPK milik
pemerintah pusat juga mengalami penurunan sebesar
12,43% (yoy), setelah di triwulan yang lalu tumbuh
positif 30,47% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan
meningkatnya realisasi konsumsi pemerintah di
triwulan laporan.
Sementara itu, jumlah jaringan kantor kelompok bank
pemerintah dan bank pemerintah daerah mengalami
peningkatan. Pada kelompok bank pemerintah,
peningkatan terjadi dalam bentuk kantor cabang
pembantu, dari 110 unit ke 114 unit, serta dalam
bentuk kantor kas, dari 184 unit ke 188 unit. Pada
kelompok bank pemerintah daerah, peningkatan
terjadi dalam bentuk kantor cabang, dari 43 unit ke 44
unit, kantor cabang pembantu, dari 110 unit ke 114
unit, serta kantor kas dari 143 unit ke 146 unit.
Sedangkan kelompok bank asing dan campuran tidak
mengalami perubahan.
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK
Pertumbuhan DPK melambat pada seluruh
komponen, baik giro, tabungan, maupun deposito.
Pada triwulan laporan, giro, tabungan dan deposito
masing-masing tumbuh sebesar 4,66% (yoy), 7,73%
(yoy), 23,76% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya di mana
giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh
sebesar 7,20% (yoy), 9,13% (yoy), dan 26,08% (yoy).
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
44 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Jumlah Kantor Bank Umum
KETERANGAN
I II III IV I II
2012 2013
Bank Pemerintah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu 1)
Kantor Kas
Bank Pemerintah Daerah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Asing dan Bank Campuran
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Swasta Nasional
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
III IV
Bank Konvensional
Jumlah Bank Umum
jumlah Bank (Kantor Pusat)
51
2
3.382
2.149
-
79
1.853
217
248
1
40
93
114
964
1
166
682
115
21
16
4
1
I
2014
II III
51
2
3.500
2.159
-
79
1.857
223
250
1
40
93
116
1.070
1
168
774
127
21
16
4
1
51
2
3.615
2.174
-
79
1.875
220
252
1
41
93
117
1.168
1
171
855
141
21
16
4
1
51
2
3.637
2.184
-
79
1.881
224
256
1
41
95
119
1.176
1
180
850
145
21
16
4
1
51
2
3.677
2.201
-
80
1.897
224
273
1
41
103
128
1.182
1
181
864
136
21
16
4
1
51
2
3.635
2.156
-
80
1.855
221
276
1
41
104
130
1.182
1
184
865
132
21
16
4
1
51
2
3.695
2.203
-
80
1.872
251
278
1
42
105
130
1.192
1
184
872
135
22
-
15
6
1
51
2
3.754
2.258
-
80
1.872
306
282
1
42
106
133
1.192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
51
2
3.759
2.258
-
80
1.872
306
287
1
42
106
138
1.192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
51
2
3.535
2.049
-
80
1.759
210
294
1
43
107
143
1.171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
51
1
3.504
2.043
-
80
1.779
184
297
1
43
110
143
1.143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
IV
51
1
3.479
2.052
-
80
1.784
188
305
1
44
114
146
1.101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit
perbankan Jawa Tengah masih didominasi oleh
sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)
dengan pangsa 34,63% dari total kredit. Sektor industri
pengolahan juga memiliki pangsa signifikan sebesar
18,39%. Sementara sektor pertanian memiliki pangsa
3,08%.
Kontribusi dunia perbankan terhadap perekonomian
ditunjukkan dengan penyaluran kredit di sektor
ekonomi utama daerah, yaitu sektor industri
pengolahan, sektor pertanian, serta sektor PHR (Grafik
3.5). Kredit di sektor pertanian mengalami perlambatan
tajam menjadi 19,69% (yoy) setelah tumbuh 35,54%
(yoy) di triwulan III. Perlambatan pertumbuhan kredit
tersebut ditengarai karena belum membaiknya kinerja
sektor pertanian sejak triwulan I 2014. Di sisi lain,
pertumbuhan kredit di sektor PHR tercatat 15,40%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
Sementara itu, pada kelompok nasabah sektor swasta,
DPK yang dihimpun perbankan masih tumbuh positif
walaupun mengalami sedikit perlambatan. Pada
triwulan laporan pertumbuhan tercatat sebesar
13,95% (yoy), sedikit lebih rendah dari triwulan III 2014
yang tumbuh sebesar 14,40% (yoy). DPK nasabah
perseorangan yang merupakan penyumbang terbesar
di seluruh DPK dengan porsi 77,55% tumbuh sebesar
13,32% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,11%
(yoy). Perlambatan pada DPK sektor swasta bersumber
dari nasabah lembaga keuangan non bank dan sektor
swasta lainnya.
3.2.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit tercatat mengalami
perlambatan seiring dengan perlambatan DPK.
Kredit bank umum melambat menjadi sebesar 12,19%
(yoy) dari triwulan lalu sebesar 13,56% (yoy). Relatif
masih tingginya suku bunga perbankan memengaruhi
tingkat permintaan akan kredit.
45PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0I II III IV
2012 2013 2014I II III IV I II III
Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3.
RP TRILIUN
IV
Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4.
35
30
25
20
15
10
5
0
-5I II III IV
2012I II III IV
2013I II III
2014
%YOY
IV
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
0
20
40
60
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5.
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
% YOY
IV
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6.
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
YOY, %
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
Dilihat dari golongan nasabah, DPK bank masih
didominasi oleh sektor swasta dengan pangsa 92,37%,
sedangkan pangsa DPK dari sektor pemerintah hanya
7 ,57%. Penghimpunan DPK dar i sektor
pemerintah mengalami penurunan. Namun
demikian DPK dari sektor swasta masih
mengalami peningkatan sehingga mampu
menjaga pertumbuhan positif DPK. Pada triwulan
laporan, DPK sektor pemerintah tumbuh negatif
sebesar 3,49% (yoy), berbalik arah setelah tumbuh
12,57% (yoy) di triwulan sebelumnya. Penurunan
tajam terutama disumbang oleh penurunan DPK
nasabah BUMN atau pemerintah campuran yang
meneruskan tren penurunan tajamnya sejak triwulan II
2014. Pada triwulan ini DPK milik BUMN atau
pemerintah campuran turun sebesar 56,67% (yoy),
jauh lebih dalam dibandingkan triwulan penurunan lalu
yang sebesar 45,23% (yoy). Selain itu, DPK milik
pemerintah pusat juga mengalami penurunan sebesar
12,43% (yoy), setelah di triwulan yang lalu tumbuh
positif 30,47% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan
meningkatnya realisasi konsumsi pemerintah di
triwulan laporan.
Sementara itu, jumlah jaringan kantor kelompok bank
pemerintah dan bank pemerintah daerah mengalami
peningkatan. Pada kelompok bank pemerintah,
peningkatan terjadi dalam bentuk kantor cabang
pembantu, dari 110 unit ke 114 unit, serta dalam
bentuk kantor kas, dari 184 unit ke 188 unit. Pada
kelompok bank pemerintah daerah, peningkatan
terjadi dalam bentuk kantor cabang, dari 43 unit ke 44
unit, kantor cabang pembantu, dari 110 unit ke 114
unit, serta kantor kas dari 143 unit ke 146 unit.
Sedangkan kelompok bank asing dan campuran tidak
mengalami perubahan.
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK
Pertumbuhan DPK melambat pada seluruh
komponen, baik giro, tabungan, maupun deposito.
Pada triwulan laporan, giro, tabungan dan deposito
masing-masing tumbuh sebesar 4,66% (yoy), 7,73%
(yoy), 23,76% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya di mana
giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh
sebesar 7,20% (yoy), 9,13% (yoy), dan 26,08% (yoy).
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
44 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Jumlah Kantor Bank Umum
KETERANGAN
I II III IV I II
2012 2013
Bank Pemerintah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu 1)
Kantor Kas
Bank Pemerintah Daerah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Asing dan Bank Campuran
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Swasta Nasional
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
III IV
Bank Konvensional
Jumlah Bank Umum
jumlah Bank (Kantor Pusat)
51
2
3.382
2.149
-
79
1.853
217
248
1
40
93
114
964
1
166
682
115
21
16
4
1
I
2014
II III
51
2
3.500
2.159
-
79
1.857
223
250
1
40
93
116
1.070
1
168
774
127
21
16
4
1
51
2
3.615
2.174
-
79
1.875
220
252
1
41
93
117
1.168
1
171
855
141
21
16
4
1
51
2
3.637
2.184
-
79
1.881
224
256
1
41
95
119
1.176
1
180
850
145
21
16
4
1
51
2
3.677
2.201
-
80
1.897
224
273
1
41
103
128
1.182
1
181
864
136
21
16
4
1
51
2
3.635
2.156
-
80
1.855
221
276
1
41
104
130
1.182
1
184
865
132
21
16
4
1
51
2
3.695
2.203
-
80
1.872
251
278
1
42
105
130
1.192
1
184
872
135
22
-
15
6
1
51
2
3.754
2.258
-
80
1.872
306
282
1
42
106
133
1.192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
51
2
3.759
2.258
-
80
1.872
306
287
1
42
106
138
1.192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
51
2
3.535
2.049
-
80
1.759
210
294
1
43
107
143
1.171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
51
1
3.504
2.043
-
80
1.779
184
297
1
43
110
143
1.143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
IV
51
1
3.479
2.052
-
80
1.784
188
305
1
44
114
146
1.101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
Non Performing Loan (NPL) kredit yang disalurkan
perbankan Jawa Tengah dapat dipertahankan
pada level yang rendah. Hal ini mengindikasikan
kualitas kredit mampu terjaga dengan baik. Tingkat
NPL gross perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV
2014 sebesa r 2 ,23%, cende rung s t agnan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
2,22%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kualitas kredit
modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari
rasio NPL yang meningkat menjadi 2,58% dari 2,50%
di triwulan sebelumnya. Sejalan dengan itu, kualitas
kredit investas i pun sedikit mengalami
penurunan, tercermin dari rasio NPL yang juga
meningkat menjadi 3,50% dari 3,40%. Di sisi lain,
kualitas kredit konsumsi membaik, tercermin dari
rasio NPL yang turun ke angka 1,04% dari 1,21% di
triwulan III. Walaupun terdapat peningkatan, rasio NPL
di seluruh jenis penggunaan kredit masih berada di level
yang aman.
Berdasarkan sektor utama, penurunan suku bunga
berasal dari kredit pada sektor PHR yang mengalami
penurunan menjadi 13,94% dari triwulan sebelumnya
yang sebesar 14,02%. Sedangkan suku bunga
pinjaman kepada sektor utama menunjukkan sedikit
peningkatan untuk sektor pertanian dan industri
pengolahan, namun masih mengalami penurunan
untuk sektor PHR. Suku bunga untuk sektor pertanian
sedikit meningkat menjadi 12,68% dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 12,61%. Suku bunga untuk
kredit di sektor industri pengolahan juga meningkat
menjadi 11,70%, dari 11,64% di triwulan sebelumnya.
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11.
12
13
14
15
I II III IV I II III IV I II III IV
%
2012 2013 2014
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10.
3,5
3
2,5
2
1,5I II III IV I II III IV I II III IV
%
2012 2013 2014
9
8
7
6
5
%
47PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
Perkembangan Suku Bunga PinjamanBerdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12.
9
10
11
12
13
14
15
16
17
I II III IV I II III IV I II III IV
%
2012 2013 2014
3.2.4 Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Perkembangan suku bunga simpanan dan
pinjaman di Jawa Tengah menunjukkan
penurunan. Suku bunga simpanan dalam bentuk giro
mengalami penurunan menjadi sebesar 2,23% dari
sebelumnya yang sebesar 2,93%. Suku bunga
simpanan dalam bentuk tabungan menurun ke level
1,74% dari level 1,78%. Begitu juga dengan suku
bunga simpanan dalam bentuk deposito, mengalami
penurunan menjadi 7,87% dari 8,05%. Apabila
ditinjau berdasarkan waktunya, penurunan suku bunga
deposito terjadi pada hampir seluruh tenor, kecuali
deposito dengan tenor kurang atau sampai dengan 12
bulan, kurang atau sampai dengan 18 bulan, dan tenor
lebih dari 36 bulan. Penurunan tajam dijumpai pada
deposito dengan tenor antara 24 bulan sampai dengan
36 bulan, menjadi 5,5% dari 8,89% di triwulan
sebelumnya.
Seiring dengan turunnya suku bunga simpanan, suku
bunga pinjaman berdasar penggunaan pun
mengalami penurunan. Penurunan suku bunga
terjadi pada kredit jenis modal kerja dan investasi,
sementara suku bunga kredit konsumsi mengalami
sedikit peningkatan. Pada triwulan IV 2014, suku
bunga kredit modal kerja dan kredit investasi tercatat
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III, yaitu
masing-masing di level 13,22% dan 13,28%, dari
sebelumnya 13,26% dan 13,55%. Sedangkan pada
kredit konsumsi suku bunga sedikit meningkat ke level
12,99% dari 12,97% di triwulan yang lalu.
yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,77%
(yoy). Sementara itu, kredit di sektor industri
pengolahan tumbuh 21,35% (yoy) di triwulan laporan,
meningkat dari pertumbuhan triwulan III 2014 sebesar
17,66% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan
terjadi pada kredit modal kerja, sedangkan kredit
investasi dan konsumsi cenderung stabil dan
meningkat. Pada triwulan laporan kredit modal kerja
tumbuh 15,18% (yoy), setelah tumbuh 18,66% (yoy) di
triwulan III. Melihat pangsa kredit modal kerja yang
mencapai 53,69%, perlambatan ini merupakan
penyumbang utama dalam melambatnya kredit
berdasar penggunaan. Sementara itu, kredit investasi
dengan pangsa sebesar 14,67% tumbuh 13,50%
(yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 14,20% (yoy). Sedangkan pada
periode laporan kredit konsumsi dengan pangsa
31,65% tumbuh 6,91% (yoy), meningkat dari triwulan
lalu yang tumbuh sebesar 5,47% (yoy).
Perkembangan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7.
PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
RP TRILIUN
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8.
Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9
54%31%15%
MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI
46 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
Non Performing Loan (NPL) kredit yang disalurkan
perbankan Jawa Tengah dapat dipertahankan
pada level yang rendah. Hal ini mengindikasikan
kualitas kredit mampu terjaga dengan baik. Tingkat
NPL gross perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV
2014 sebesa r 2 ,23%, cende rung s t agnan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
2,22%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kualitas kredit
modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari
rasio NPL yang meningkat menjadi 2,58% dari 2,50%
di triwulan sebelumnya. Sejalan dengan itu, kualitas
kredit investas i pun sedikit mengalami
penurunan, tercermin dari rasio NPL yang juga
meningkat menjadi 3,50% dari 3,40%. Di sisi lain,
kualitas kredit konsumsi membaik, tercermin dari
rasio NPL yang turun ke angka 1,04% dari 1,21% di
triwulan III. Walaupun terdapat peningkatan, rasio NPL
di seluruh jenis penggunaan kredit masih berada di level
yang aman.
Berdasarkan sektor utama, penurunan suku bunga
berasal dari kredit pada sektor PHR yang mengalami
penurunan menjadi 13,94% dari triwulan sebelumnya
yang sebesar 14,02%. Sedangkan suku bunga
pinjaman kepada sektor utama menunjukkan sedikit
peningkatan untuk sektor pertanian dan industri
pengolahan, namun masih mengalami penurunan
untuk sektor PHR. Suku bunga untuk sektor pertanian
sedikit meningkat menjadi 12,68% dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 12,61%. Suku bunga untuk
kredit di sektor industri pengolahan juga meningkat
menjadi 11,70%, dari 11,64% di triwulan sebelumnya.
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11.
12
13
14
15
I II III IV I II III IV I II III IV
%
2012 2013 2014
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10.
3,5
3
2,5
2
1,5I II III IV I II III IV I II III IV
%
2012 2013 2014
9
8
7
6
5
%
47PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
Perkembangan Suku Bunga PinjamanBerdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12.
9
10
11
12
13
14
15
16
17
I II III IV I II III IV I II III IV
%
2012 2013 2014
3.2.4 Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Perkembangan suku bunga simpanan dan
pinjaman di Jawa Tengah menunjukkan
penurunan. Suku bunga simpanan dalam bentuk giro
mengalami penurunan menjadi sebesar 2,23% dari
sebelumnya yang sebesar 2,93%. Suku bunga
simpanan dalam bentuk tabungan menurun ke level
1,74% dari level 1,78%. Begitu juga dengan suku
bunga simpanan dalam bentuk deposito, mengalami
penurunan menjadi 7,87% dari 8,05%. Apabila
ditinjau berdasarkan waktunya, penurunan suku bunga
deposito terjadi pada hampir seluruh tenor, kecuali
deposito dengan tenor kurang atau sampai dengan 12
bulan, kurang atau sampai dengan 18 bulan, dan tenor
lebih dari 36 bulan. Penurunan tajam dijumpai pada
deposito dengan tenor antara 24 bulan sampai dengan
36 bulan, menjadi 5,5% dari 8,89% di triwulan
sebelumnya.
Seiring dengan turunnya suku bunga simpanan, suku
bunga pinjaman berdasar penggunaan pun
mengalami penurunan. Penurunan suku bunga
terjadi pada kredit jenis modal kerja dan investasi,
sementara suku bunga kredit konsumsi mengalami
sedikit peningkatan. Pada triwulan IV 2014, suku
bunga kredit modal kerja dan kredit investasi tercatat
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III, yaitu
masing-masing di level 13,22% dan 13,28%, dari
sebelumnya 13,26% dan 13,55%. Sedangkan pada
kredit konsumsi suku bunga sedikit meningkat ke level
12,99% dari 12,97% di triwulan yang lalu.
yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,77%
(yoy). Sementara itu, kredit di sektor industri
pengolahan tumbuh 21,35% (yoy) di triwulan laporan,
meningkat dari pertumbuhan triwulan III 2014 sebesar
17,66% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan
terjadi pada kredit modal kerja, sedangkan kredit
investasi dan konsumsi cenderung stabil dan
meningkat. Pada triwulan laporan kredit modal kerja
tumbuh 15,18% (yoy), setelah tumbuh 18,66% (yoy) di
triwulan III. Melihat pangsa kredit modal kerja yang
mencapai 53,69%, perlambatan ini merupakan
penyumbang utama dalam melambatnya kredit
berdasar penggunaan. Sementara itu, kredit investasi
dengan pangsa sebesar 14,67% tumbuh 13,50%
(yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 14,20% (yoy). Sedangkan pada
periode laporan kredit konsumsi dengan pangsa
31,65% tumbuh 6,91% (yoy), meningkat dari triwulan
lalu yang tumbuh sebesar 5,47% (yoy).
Perkembangan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7.
PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
RP TRILIUN
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8.
Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9
54%31%15%
MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI
46 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
dan sektor pertanian (5,94%). Kredit pada seluruh
sektor utama masih tumbuh pada level yang cukup
tinggi, meskipun terdapat perlambatan pada sektor
pertanian dan sektor PHR.
Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor pertanian
tercatat sebesar 24,66% (yoy), melambat dari 28,20%
(yoy) pada triwulan III. Kredit pada UMKM sektor PHR
tumbuh sebesar 12,33% (yoy) dari sebelumnya sebesar
14,09% (yoy) pada triwulan lalu. Di sisi lain,
pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor industri
pengolahan menunjukkan pertumbuhan sebesar
16,51% (yoy), meningkat dari pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 14,45% (yoy). Risiko
kredit kepada UMKM berdasar sektor utama berada
pada level aman. NPL kredit sektor pertanian adalah
2,30%, sektor industri pengolahan 3,52%, dan sektor
PHR 3,29%. Nilai rasio NPL ini menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, di mana NPL sektor pertanian
2,60%, sektor industri pengolahan 3,96%, dan sektor
PHR 3,70%.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan III 2014.
Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah kepada
UMKM dapat dikatakan cukup besar, mencapai
37,61% dari total kredit yang diberikan. Angka ini jauh
di atas pangsa kredit kepada sektor UMKM di tingkat
Nasional yang sebesar 19,74%. Kredit UMKM tercatat
tumbuh 27,51% (yoy) di triwulan laporan, sedikit
meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang sebesar 26,03% (yoy). Sementara
risiko atas kredit pada sektor UMKM masih dalam level
aman yang dipersyaratkan dan mengalami penurunan.
NPL kredit UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan
tercatat sebesar 3,25%, lebih rendah dari sebelumnya
yang sebesar 3,63% (Grafik 3.16).
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM pun mayoritas ditujukan kepada sektor PHR
(65,39%), diikuti sektor industri pengolahan (10,02%),
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
0
10
20
30
40
50
01020304050607080
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOYRP TRILIUN
Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.15.
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
3,0
3,5
4,0
0
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%RP TRILIUN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.16.
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN
Perkembangan Kredit kepada UMKM di Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17.
-10
20
50
80
110
140
170
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOY
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMdi Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18.
1
2
3
4
5
6 %, YOY
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN
NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHANPHR
49PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
dilakukan oleh perbankan syariah mengalami
perlambatan cukup dalam dibanding triwulan
sebelumnya. Pada triwulan pembiayaan tumbuh
sebesar 14,82% (yoy), melambat dari sebelumnya
sebesar 25,59% (yoy). Sejalan dengan itu, angka
Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan IV 2014
pun turun tajam ke level 110,66%, dari 131,39% di
triwulan sebelumnya.
Peningkatan pertumbuhan aset ini belum diiringi
dengan pertumbuhan jaringan kantor. Pada triwulan
laporan, jaringan kantor perbankan syariah
mengalami penurunan. Pada triwulan laporan
jumlah kantor bank syariah berkurang menjadi 154
unit, dari triwulan sebelumnya 178 unit. Bersamaan
dengan itu, jumlah jaringan kantor Unit Usaha Syariah
(UUS) juga mengalami penurunan dari 58 unit di
triwulan III menjadi 53 unit di triwulan laporan.
Sementara itu, jumlah kantor BPR Syariah mengalami
peningkatan menjadi 25 unit, dari 24 unit di triwulan
sebelumnya.
Selain itu, kualitas kredit sektor utama Jawa
Tengah juga masih terjaga, terlihat dari nilai rasio
NPL yang berada di bawah level indikatif yang
dipersyaratkan. NPL pada sektor PHR mengalami
penurunan menjadi 3,06%, dari 3,31% di triwulan III.
Begitu juga dengan NPL pada sektor pertanian,
mengalami penurunan menjadi 1,93% di triwulan
laporan, dari 2,13% di triwulan III. Di sisi lain, pada
sektor industri pengolahan, NPL meningkat menjadi
2,47% dari 1,46% di triwulan III.
Perkembangan industri syariah pada triwulan IV
2014 di Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang
cukup baik. Pertumbuhan aset perbankan syariah
secara keseluruhan meningkat menjadi 16,69% (yoy),
dari sebelumnya 16,29% (yoy) pada triwulan III 2014.
Demikian halnya dengan DPK industri perbankan
syariah yang juga mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya yakni sebesar 21,78% (yoy) dari
19,60%(yoy). Sementara itu, pembiayaan yang
Perkembangan Risiko KreditBerdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13.
1
2
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV
%
2012 2013 2014
PERTANIAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHRNPL KREDIT TOTAL
Perkembangan Risiko Kredit Berdasar Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14.
1,00
2,00
3,00
4,00
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%
NPL KREDIT MODAL KERJA
NPL KREDIT INVESTASI
NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
KETERANGAN
II III IV I II
2012 2013
Bank Syariah
Bank Umum
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
Unit Usaha Syariah
Jumlah Kantor
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
7
147
47
23
23
8
152
49
23
23
8
156
49
23
23
8
158
51
23
23
9
160
59
24
24
III
9
165
61
24
24
IV
9
167
62
24
24
I
2014
9
167
62
24
24
II
9
175
60
24
24
III
10
178
58
24
24
48 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
IV
10
154
53
25
25
I
7
139
45
23
23
dan sektor pertanian (5,94%). Kredit pada seluruh
sektor utama masih tumbuh pada level yang cukup
tinggi, meskipun terdapat perlambatan pada sektor
pertanian dan sektor PHR.
Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor pertanian
tercatat sebesar 24,66% (yoy), melambat dari 28,20%
(yoy) pada triwulan III. Kredit pada UMKM sektor PHR
tumbuh sebesar 12,33% (yoy) dari sebelumnya sebesar
14,09% (yoy) pada triwulan lalu. Di sisi lain,
pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor industri
pengolahan menunjukkan pertumbuhan sebesar
16,51% (yoy), meningkat dari pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 14,45% (yoy). Risiko
kredit kepada UMKM berdasar sektor utama berada
pada level aman. NPL kredit sektor pertanian adalah
2,30%, sektor industri pengolahan 3,52%, dan sektor
PHR 3,29%. Nilai rasio NPL ini menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, di mana NPL sektor pertanian
2,60%, sektor industri pengolahan 3,96%, dan sektor
PHR 3,70%.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan III 2014.
Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah kepada
UMKM dapat dikatakan cukup besar, mencapai
37,61% dari total kredit yang diberikan. Angka ini jauh
di atas pangsa kredit kepada sektor UMKM di tingkat
Nasional yang sebesar 19,74%. Kredit UMKM tercatat
tumbuh 27,51% (yoy) di triwulan laporan, sedikit
meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang sebesar 26,03% (yoy). Sementara
risiko atas kredit pada sektor UMKM masih dalam level
aman yang dipersyaratkan dan mengalami penurunan.
NPL kredit UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan
tercatat sebesar 3,25%, lebih rendah dari sebelumnya
yang sebesar 3,63% (Grafik 3.16).
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM pun mayoritas ditujukan kepada sektor PHR
(65,39%), diikuti sektor industri pengolahan (10,02%),
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
0
10
20
30
40
50
01020304050607080
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOYRP TRILIUN
Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.15.
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
3,0
3,5
4,0
0
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%RP TRILIUN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.16.
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN
Perkembangan Kredit kepada UMKM di Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17.
-10
20
50
80
110
140
170
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOY
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMdi Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18.
1
2
3
4
5
6 %, YOY
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN
NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHANPHR
49PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
dilakukan oleh perbankan syariah mengalami
perlambatan cukup dalam dibanding triwulan
sebelumnya. Pada triwulan pembiayaan tumbuh
sebesar 14,82% (yoy), melambat dari sebelumnya
sebesar 25,59% (yoy). Sejalan dengan itu, angka
Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan IV 2014
pun turun tajam ke level 110,66%, dari 131,39% di
triwulan sebelumnya.
Peningkatan pertumbuhan aset ini belum diiringi
dengan pertumbuhan jaringan kantor. Pada triwulan
laporan, jaringan kantor perbankan syariah
mengalami penurunan. Pada triwulan laporan
jumlah kantor bank syariah berkurang menjadi 154
unit, dari triwulan sebelumnya 178 unit. Bersamaan
dengan itu, jumlah jaringan kantor Unit Usaha Syariah
(UUS) juga mengalami penurunan dari 58 unit di
triwulan III menjadi 53 unit di triwulan laporan.
Sementara itu, jumlah kantor BPR Syariah mengalami
peningkatan menjadi 25 unit, dari 24 unit di triwulan
sebelumnya.
Selain itu, kualitas kredit sektor utama Jawa
Tengah juga masih terjaga, terlihat dari nilai rasio
NPL yang berada di bawah level indikatif yang
dipersyaratkan. NPL pada sektor PHR mengalami
penurunan menjadi 3,06%, dari 3,31% di triwulan III.
Begitu juga dengan NPL pada sektor pertanian,
mengalami penurunan menjadi 1,93% di triwulan
laporan, dari 2,13% di triwulan III. Di sisi lain, pada
sektor industri pengolahan, NPL meningkat menjadi
2,47% dari 1,46% di triwulan III.
Perkembangan industri syariah pada triwulan IV
2014 di Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang
cukup baik. Pertumbuhan aset perbankan syariah
secara keseluruhan meningkat menjadi 16,69% (yoy),
dari sebelumnya 16,29% (yoy) pada triwulan III 2014.
Demikian halnya dengan DPK industri perbankan
syariah yang juga mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya yakni sebesar 21,78% (yoy) dari
19,60%(yoy). Sementara itu, pembiayaan yang
Perkembangan Risiko KreditBerdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13.
1
2
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV
%
2012 2013 2014
PERTANIAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHRNPL KREDIT TOTAL
Perkembangan Risiko Kredit Berdasar Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14.
1,00
2,00
3,00
4,00
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%
NPL KREDIT MODAL KERJA
NPL KREDIT INVESTASI
NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
KETERANGAN
II III IV I II
2012 2013
Bank Syariah
Bank Umum
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
Unit Usaha Syariah
Jumlah Kantor
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
7
147
47
23
23
8
152
49
23
23
8
156
49
23
23
8
158
51
23
23
9
160
59
24
24
III
9
165
61
24
24
IV
9
167
62
24
24
I
2014
9
167
62
24
24
II
9
175
60
24
24
III
10
178
58
24
24
48 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
IV
10
154
53
25
25
I
7
139
45
23
23
Penarikan cek dan bilyet giro kosong mengalami
penurunan pada periode laporan (Grafik 3.24). Rata-
rata cek dan bilyet giro (BG) kosong yang dikliringkan
per hari pada triwulan laporan tercatat sebanyak 272
lembar dengan nominal sebesar Rp9,47 miliar. Secara
tahunan, nominal rata-rata penarikan cek/BG kosong
harian menurun sebesar -1,17% (yoy) dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,31%
(yoy). Hal tersebut sejalan dengan rata-rata penarikan
cek/BG kosong harian yang juga turun cukup tajam
pada triwulan laporan yaitu sebesar -10,43% (yoy),
jauh lebih rendah dibanding penurunan pada triwulan
sebelumnya sebesar -2,44% (yoy).
Aktivitas kliring tumbuh melambat pada triwulan
IV 2014 dibandingkan dengan tr iwulan
sebelumnya. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh rata-
rata perputaran kliring harian dari sisi nominal pada
periode laporan yang tumbuh melambat sebesar
0,99% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 5,48% (yoy). Sementara dari sisi jumlah warkat
yang ditransaksikan, rata-rata perputaran warkat
secara harian menunjukkan penurunan pada periode
laporan dibanding triwulan sebelumnya yaitu sebesar
-4,91% (yoy) dari triwulan sebelumnya -1,21% (yoy).
Jumlah rata-rata warkat yang dikliringkan per hari pada
periode laporan tercatat sebanyak 14.203 lembar
dengan nominal sebesar Rp582,59 miliar (Grafik 3.23).
Perkembangan Risiko Kredit Usaha RakyatBerdasar Penggunaan
Grafik 3.22.
0
10
20
30
40
50
0
1
2
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOYJUTA ORANG (REKENING)
Perkembangan Kredit Usaha RakyatBerdasar Penggunaan
Grafik 3.21.
PLAFON KUROUTSTANDING KUR
PERTUMBUHAN PLAFON KUR - SKALA KANANPERTUMBUHAN OUTSTANDING KUR - SKALA KANAN
0
20
40
60
80
0
10
20
30
40 %, YOYRP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.23.
RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN NOMINAL
RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN VOLUME - SKALA KANAN
16
15
14
13
600
580
560
540
520
500
480
460
440
420
RIBU LEMBARRP MILIAR
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.24.
320
300
280
260
240
12
11
10
9
8
7
6
LEMBARRP MILIAR
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
RATA-RATA PENARIKAN CEK DAN BILYET GIRO KOSONG HARIAN NOMINAL
RATA-RATA PENARIKAN CEK DAN BILYET GIRO KOSONG HARIAN VOLUME - SKALA KANAN
3.6. Perkembangan Transaksi Kliring
dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
51PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
JUMLAH DEBITUR KUR (REKENING)PERTUMBUHAN JUMLAH DEBITUR KUR (REKENING) - SKALA KANAN
Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.19.
0
10
20
30
40
50
60
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, YOYRP TRILIUN
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.20.
2
3
4
5
-1
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
RP TRILIUN %, YOY
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
kemiskinan. KUR diberikan oleh perbankan kepada 0UMKMK yang feasible tapi belum bankable.
Penyaluran KUR di Jawa Tengah dapat dikatakan cukup
baik. Pada akhir triwulan laporan, nilai KUR outstanding
mencapai 3,57% dari total outstanding kredit.
Sedangkan di tingkat nasional, proporsi KUR hanya
1,34% dari total kredit. KUR Jawa Tengah juga
memberikan sumbangan cukup besar terhadap total
KUR Nasional.
Jika dilihat perkembangannya, penyaluran KUR di Jawa
Tengah masih terus mengalami peningkatan. Namun,
dengan tingkat pertumbuhan yang melambat, baik
plafon maupun outstanding kredit. Pada triwulan IV,
plafon KUR tumbuh sebesar 32,10% (yoy), melambat
dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
38,37% (yoy). Sementara outstanding kredit tumbuh
lebih rendah, yaitu 8,04% (yoy), juga melambat dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 14,40% (yoy).
Selain dari nominal, perlambatan dalam penyaluran
KUR juga terlihat dari perkembangan jumlah
debitur atau jumlah rekening. Pada triwulan
laporan, jumlah debitur tumbuh 23,88% (yoy),
melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan III
2014 yang sebesar 25,98% (yoy). Pada akhir triwulan IV
2014, jumlah debitur KUR di Jawa Tengah tercatat
sebanyak 2,89 juta orang.
Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit
kepada sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal
Kerja dengan porsi sekitar 82% dari total kredit yang
diberikan kepada UMKM. Sementara 18% dari total
kredit UMKM berupa kredit investasi. Kredit modal
kerja mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi
sebesar 15,78% (yoy), dari sebelumnya sebesar
17,62% (yoy). Bersamaan dengan itu, kredit Investasi
juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Pada
triwulan laporan, kredit Investasi pada sektor UMKM
mengalami perlambatan menjadi sebesar 12,25% (yoy)
dari sebelumnya 17,00% (yoy).
Sampai triwulan laporan, kredit kepada sektor
UMKM untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki angka NPL yang berada di bawah level
indikatif 5%. NPL baik pada kredit modal kerja,
maupun kredit investasi pada triwulan IV 2014 ini
mengalami perbaikan. NPL kredit modal kerja membaik
menjadi sebesar 3,09% dari sebelumnya sebesar
3,43%. NPL kredit investasi menjadi sebesar 3,97% dari
sebelumnya sebesar 4,55%.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu
instrumen perbankan dalam rangka pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK),
penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan
3.5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
www.komite-kur.com6.
50 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Penarikan cek dan bilyet giro kosong mengalami
penurunan pada periode laporan (Grafik 3.24). Rata-
rata cek dan bilyet giro (BG) kosong yang dikliringkan
per hari pada triwulan laporan tercatat sebanyak 272
lembar dengan nominal sebesar Rp9,47 miliar. Secara
tahunan, nominal rata-rata penarikan cek/BG kosong
harian menurun sebesar -1,17% (yoy) dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,31%
(yoy). Hal tersebut sejalan dengan rata-rata penarikan
cek/BG kosong harian yang juga turun cukup tajam
pada triwulan laporan yaitu sebesar -10,43% (yoy),
jauh lebih rendah dibanding penurunan pada triwulan
sebelumnya sebesar -2,44% (yoy).
Aktivitas kliring tumbuh melambat pada triwulan
IV 2014 dibandingkan dengan tr iwulan
sebelumnya. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh rata-
rata perputaran kliring harian dari sisi nominal pada
periode laporan yang tumbuh melambat sebesar
0,99% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 5,48% (yoy). Sementara dari sisi jumlah warkat
yang ditransaksikan, rata-rata perputaran warkat
secara harian menunjukkan penurunan pada periode
laporan dibanding triwulan sebelumnya yaitu sebesar
-4,91% (yoy) dari triwulan sebelumnya -1,21% (yoy).
Jumlah rata-rata warkat yang dikliringkan per hari pada
periode laporan tercatat sebanyak 14.203 lembar
dengan nominal sebesar Rp582,59 miliar (Grafik 3.23).
Perkembangan Risiko Kredit Usaha RakyatBerdasar Penggunaan
Grafik 3.22.
0
10
20
30
40
50
0
1
2
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOYJUTA ORANG (REKENING)
Perkembangan Kredit Usaha RakyatBerdasar Penggunaan
Grafik 3.21.
PLAFON KUROUTSTANDING KUR
PERTUMBUHAN PLAFON KUR - SKALA KANANPERTUMBUHAN OUTSTANDING KUR - SKALA KANAN
0
20
40
60
80
0
10
20
30
40 %, YOYRP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.23.
RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN NOMINAL
RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN VOLUME - SKALA KANAN
16
15
14
13
600
580
560
540
520
500
480
460
440
420
RIBU LEMBARRP MILIAR
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.24.
320
300
280
260
240
12
11
10
9
8
7
6
LEMBARRP MILIAR
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
RATA-RATA PENARIKAN CEK DAN BILYET GIRO KOSONG HARIAN NOMINAL
RATA-RATA PENARIKAN CEK DAN BILYET GIRO KOSONG HARIAN VOLUME - SKALA KANAN
3.6. Perkembangan Transaksi Kliring
dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
51PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
JUMLAH DEBITUR KUR (REKENING)PERTUMBUHAN JUMLAH DEBITUR KUR (REKENING) - SKALA KANAN
Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.19.
0
10
20
30
40
50
60
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, YOYRP TRILIUN
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.20.
2
3
4
5
-1
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
RP TRILIUN %, YOY
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
kemiskinan. KUR diberikan oleh perbankan kepada 0UMKMK yang feasible tapi belum bankable.
Penyaluran KUR di Jawa Tengah dapat dikatakan cukup
baik. Pada akhir triwulan laporan, nilai KUR outstanding
mencapai 3,57% dari total outstanding kredit.
Sedangkan di tingkat nasional, proporsi KUR hanya
1,34% dari total kredit. KUR Jawa Tengah juga
memberikan sumbangan cukup besar terhadap total
KUR Nasional.
Jika dilihat perkembangannya, penyaluran KUR di Jawa
Tengah masih terus mengalami peningkatan. Namun,
dengan tingkat pertumbuhan yang melambat, baik
plafon maupun outstanding kredit. Pada triwulan IV,
plafon KUR tumbuh sebesar 32,10% (yoy), melambat
dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
38,37% (yoy). Sementara outstanding kredit tumbuh
lebih rendah, yaitu 8,04% (yoy), juga melambat dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 14,40% (yoy).
Selain dari nominal, perlambatan dalam penyaluran
KUR juga terlihat dari perkembangan jumlah
debitur atau jumlah rekening. Pada triwulan
laporan, jumlah debitur tumbuh 23,88% (yoy),
melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan III
2014 yang sebesar 25,98% (yoy). Pada akhir triwulan IV
2014, jumlah debitur KUR di Jawa Tengah tercatat
sebanyak 2,89 juta orang.
Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit
kepada sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal
Kerja dengan porsi sekitar 82% dari total kredit yang
diberikan kepada UMKM. Sementara 18% dari total
kredit UMKM berupa kredit investasi. Kredit modal
kerja mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi
sebesar 15,78% (yoy), dari sebelumnya sebesar
17,62% (yoy). Bersamaan dengan itu, kredit Investasi
juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Pada
triwulan laporan, kredit Investasi pada sektor UMKM
mengalami perlambatan menjadi sebesar 12,25% (yoy)
dari sebelumnya 17,00% (yoy).
Sampai triwulan laporan, kredit kepada sektor
UMKM untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki angka NPL yang berada di bawah level
indikatif 5%. NPL baik pada kredit modal kerja,
maupun kredit investasi pada triwulan IV 2014 ini
mengalami perbaikan. NPL kredit modal kerja membaik
menjadi sebesar 3,09% dari sebelumnya sebesar
3,43%. NPL kredit investasi menjadi sebesar 3,97% dari
sebelumnya sebesar 4,55%.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu
instrumen perbankan dalam rangka pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK),
penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan
3.5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
www.komite-kur.com6.
50 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.28.Perkembangan Kegiatan Perkasan di Provinsi Jawa TengahGrafik 3.27.
Sumber : Bank Indonesia
-
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET PTTB, YOY % PTTB THD INFLOW - SKALA KANAN
-
20
40
60
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
700 % YOY
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%
Perkembangan s i s tem pembayaran d i a tas
menunjukkan bahwa transaksi non tunai khususnya
transaksi BI-RTGS mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dan
konsumsi pemerintah di akhir tahun. Sementara
transaksi tunai menunjukkan net inflow sebagaimana
pola historis di Jawa Tengah, meskipun dengan nilai
yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)
No.16/18/DPSP tanggal 28 November 2014 yang salah
satunya mengatur mengenai pembatasan nilai nominal
transaksi melalui BI-RTGS terlihat belum memberikan
dampak signifikan terhadap volume dan nilai transaksi
BI-RTGS maupun kliring, meskipun ketentuan ini mulai
berlaku sejak 15 Desember 2014.
penarikan uang lusuh pada triwulan laporan
mengalami peningkatan menjadi sebesar 55,48% dari
18,35% pada triwulan III 2014 (Grafik 3.28).
Uang palsu yang ditemukan di Jawa Tengah pada tahun
2014 mengalami peningkatan. Perkembangan temuan
uang palsu yang ditemukan di wilayah Jawa Tengah
diperoleh baik dari setoran bank, setoran masyarakat
melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan
yang dilaporkan ke Bank Indonesia. Uang palsu yang
ditemukan di wilayah Jawa Tengah pada periode
laporan adalah sebanyak 22.678 lembar atau
meningkat sebesar 8,08% dari temuan uang palsu
tahun 2013. Berdasarkan lokasi penemuan uang palsu,
temuan uang palsu di Jawa Tengah paling banyak
dijumpai di Kota Semarang.
2012 2013 2014
Tegal 1.577 3.034 3.241
Purwokerto 3.168 2.503 1.984
Solo 4.480 4.998 5.138
Semarang 12.034 10.447 12.315
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000 LEMBAR
Jumlah Temuan Uang PalsuGrafik 3.29.
53PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Sedangkan data outflow tercatat sebesar Rp9,20
triliun, turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai
Rp14,69 triliun atau turun sebesar -37,37% (qtq).
Perkembangan tahunan data outflow pada triwulan ini
mengalami penurunan sebesar -0,10% (yoy) dari
sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 3,66%
(yoy). Dengan kondisi tersebut, data net inflow pada
triwulan laporan sebesar Rp2,82 triliun, lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat
mengalami net inflow sebesar Rp5,83 triliun atau
mengalami penurunan sebesar -51,69% (qtq).
Sementara secara tahunan perkembangan net inflow
melambat menjadi 6,28% (yoy) dari triwulan
sebelumnya sebesar 8,43% (yoy). Net inflow yang
terjadi pada periode laporan sesuai dengan pola historis
aliran uang tunai di Jawa Tengah.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan
kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya
disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan
laporan, pertumbuhan uang lusuh yang ditarik tercatat
sebesar 21,41% (yoy) atau melambat dibandingkan
periode sebelumnya sebesar 38,42% (yoy). Dilihat
berdasarkan proporsinya terhadap inflow, persentase
Pertumbuhan transaksi RTGS pada triwulan IV
2014 menunjukkan perbaikan dari sisi nominal
transaksi (Grafik 3.25), sedangkan dari volumenya
mengalami penurunan (Grafik 3.26). Dari sisi nilai,
transaksi RTGS tumbuh sebesar 3,13% (yoy) pada
triwulan IV 2014 dibanding triwulan sebelumnya yang
mengalami penurunan sebesar -10,01% (yoy).
Kenaikan pada nominal transaksi RTGS didukung oleh
meningkatnya nilai transaksi outgoing transfer RTGS
menjadi sebesar 5,17% (yoy) dari triwulan sebelumnya
sebesar 0,15% (yoy), di samping juga dikarenakan
peningkatan nilai transfer RTGS antardaerah di Jawa
Tengah dan perbaikan atas penurunan nilai incoming
transfer RTGS dari triwulan sebelumnya. Sementara
dari sisi volume, baik volume transaksi outgoing,
incoming, maupun antardaerah di Jawa Tengah
mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya.
Pada triwulan IV 2014, kegiatan perkasan Bank
Indonesia untuk wilayah Jawa Tengah seperti halnya
pada periode sebelumnya mencatatkan inflow uang
tunai (Grafik 3.27). Inflow pada periode laporan adalah
sebesar Rp12,02 triliun, turun dari triwulan sebelumnya
yang mencapai Rp20,52 triliun atau turun sebesar
-41,44% (qtq). Secara tahunan, perkembangan inflow
di Jawa Tengah pada triwulan laporan mengalami
perlambatan dari 4,97% (yoy) pada triwulan III 2014
menjadi 1,33% (yoy).
Perkembangan Nilai Nominal RTGS Jawa TengahGrafik 3.25.
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOYRP TRILIUN
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Perkembangan Volume RTGS Jawa TengahGrafik 3.26.
(12,00)
(8,00)
(4,00)
-
4,00
8,00
12,00
-
30
60
90
120
150
180
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOY
RIBUTRANSAKSI
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
3.7. Perkembangan Perkasan
52 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.28.Perkembangan Kegiatan Perkasan di Provinsi Jawa TengahGrafik 3.27.
Sumber : Bank Indonesia
-
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET PTTB, YOY % PTTB THD INFLOW - SKALA KANAN
-
20
40
60
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
700 % YOY
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%
Perkembangan s i s tem pembayaran d i a tas
menunjukkan bahwa transaksi non tunai khususnya
transaksi BI-RTGS mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dan
konsumsi pemerintah di akhir tahun. Sementara
transaksi tunai menunjukkan net inflow sebagaimana
pola historis di Jawa Tengah, meskipun dengan nilai
yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)
No.16/18/DPSP tanggal 28 November 2014 yang salah
satunya mengatur mengenai pembatasan nilai nominal
transaksi melalui BI-RTGS terlihat belum memberikan
dampak signifikan terhadap volume dan nilai transaksi
BI-RTGS maupun kliring, meskipun ketentuan ini mulai
berlaku sejak 15 Desember 2014.
penarikan uang lusuh pada triwulan laporan
mengalami peningkatan menjadi sebesar 55,48% dari
18,35% pada triwulan III 2014 (Grafik 3.28).
Uang palsu yang ditemukan di Jawa Tengah pada tahun
2014 mengalami peningkatan. Perkembangan temuan
uang palsu yang ditemukan di wilayah Jawa Tengah
diperoleh baik dari setoran bank, setoran masyarakat
melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan
yang dilaporkan ke Bank Indonesia. Uang palsu yang
ditemukan di wilayah Jawa Tengah pada periode
laporan adalah sebanyak 22.678 lembar atau
meningkat sebesar 8,08% dari temuan uang palsu
tahun 2013. Berdasarkan lokasi penemuan uang palsu,
temuan uang palsu di Jawa Tengah paling banyak
dijumpai di Kota Semarang.
2012 2013 2014
Tegal 1.577 3.034 3.241
Purwokerto 3.168 2.503 1.984
Solo 4.480 4.998 5.138
Semarang 12.034 10.447 12.315
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000 LEMBAR
Jumlah Temuan Uang PalsuGrafik 3.29.
53PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Sedangkan data outflow tercatat sebesar Rp9,20
triliun, turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai
Rp14,69 triliun atau turun sebesar -37,37% (qtq).
Perkembangan tahunan data outflow pada triwulan ini
mengalami penurunan sebesar -0,10% (yoy) dari
sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 3,66%
(yoy). Dengan kondisi tersebut, data net inflow pada
triwulan laporan sebesar Rp2,82 triliun, lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat
mengalami net inflow sebesar Rp5,83 triliun atau
mengalami penurunan sebesar -51,69% (qtq).
Sementara secara tahunan perkembangan net inflow
melambat menjadi 6,28% (yoy) dari triwulan
sebelumnya sebesar 8,43% (yoy). Net inflow yang
terjadi pada periode laporan sesuai dengan pola historis
aliran uang tunai di Jawa Tengah.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan
kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya
disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan
laporan, pertumbuhan uang lusuh yang ditarik tercatat
sebesar 21,41% (yoy) atau melambat dibandingkan
periode sebelumnya sebesar 38,42% (yoy). Dilihat
berdasarkan proporsinya terhadap inflow, persentase
Pertumbuhan transaksi RTGS pada triwulan IV
2014 menunjukkan perbaikan dari sisi nominal
transaksi (Grafik 3.25), sedangkan dari volumenya
mengalami penurunan (Grafik 3.26). Dari sisi nilai,
transaksi RTGS tumbuh sebesar 3,13% (yoy) pada
triwulan IV 2014 dibanding triwulan sebelumnya yang
mengalami penurunan sebesar -10,01% (yoy).
Kenaikan pada nominal transaksi RTGS didukung oleh
meningkatnya nilai transaksi outgoing transfer RTGS
menjadi sebesar 5,17% (yoy) dari triwulan sebelumnya
sebesar 0,15% (yoy), di samping juga dikarenakan
peningkatan nilai transfer RTGS antardaerah di Jawa
Tengah dan perbaikan atas penurunan nilai incoming
transfer RTGS dari triwulan sebelumnya. Sementara
dari sisi volume, baik volume transaksi outgoing,
incoming, maupun antardaerah di Jawa Tengah
mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya.
Pada triwulan IV 2014, kegiatan perkasan Bank
Indonesia untuk wilayah Jawa Tengah seperti halnya
pada periode sebelumnya mencatatkan inflow uang
tunai (Grafik 3.27). Inflow pada periode laporan adalah
sebesar Rp12,02 triliun, turun dari triwulan sebelumnya
yang mencapai Rp20,52 triliun atau turun sebesar
-41,44% (qtq). Secara tahunan, perkembangan inflow
di Jawa Tengah pada triwulan laporan mengalami
perlambatan dari 4,97% (yoy) pada triwulan III 2014
menjadi 1,33% (yoy).
Perkembangan Nilai Nominal RTGS Jawa TengahGrafik 3.25.
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOYRP TRILIUN
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Perkembangan Volume RTGS Jawa TengahGrafik 3.26.
(12,00)
(8,00)
(4,00)
-
4,00
8,00
12,00
-
30
60
90
120
150
180
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
%, YOY
RIBUTRANSAKSI
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
3.7. Perkembangan Perkasan
52 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Peningkatan realisasi belanja daerah di tahun 2014 bergerak seiring pertumbuhan ekonomi daerah, namun demikian realisasi pendapatan daerah tumbuh melambat
Pada tahun 2015, belanja daerah difokuskan pada peningkatan infrastruktur
sebagai lanjutan melanjutkan program pemerintah di tahun 2014
55
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Peningkatan realisasi belanja daerah di tahun 2014 bergerak seiring pertumbuhan ekonomi daerah, namun demikian realisasi pendapatan daerah tumbuh melambat
Pada tahun 2015, belanja daerah difokuskan pada peningkatan infrastruktur
sebagai lanjutan melanjutkan program pemerintah di tahun 2014
55
Realisasi pendapatan daerah terhadap anggaran
di tahun 2014 tumbuh melambat dibandingkan
dengan realisasi pendapatan tahun 2013.
Melambatnya realisasi pendapatan daerah utamanya
karena penurunan dana alokasi khusus dari pemerintah
pusat. Persentase realisasi dana perimbangan di tahun
2014 tercatat sebesar 97,14% lebih rendah dari
realisasi dana perimbangan tahun 2013 sebesar
99,62%. Penurunan tersebut juga terkonfirmasi dari
pertumbuhan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
tahun 2014 yang lebih rendah dari tahun 2013.
Meskipun demikian, pangsa PAD terhadap keseluruhan
realisasi pendapatan mencapai 65,42%, lebih tinggi
dibandingkan tahun 2013 yang hanya sebesar
61,55%. Hal ini disebabkan secara nominal target,
pajak daerah tahun 2014 adalah sebesar Rp 8,21 triliun
meningkat sebesar 22,29% dari tahun 2013 yang
sebesar Rp 6,71 triliun.
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah terus
menunjukkan peningkatan. Tercatat total anggaran
pendapatan daerah tahun 2014 adalah sebesar Rp
14,42 triliun, meningkat 13,90% dari total anggaran
pendapatan daerah tahun 2013 yang dianggarkan
sebesar Rp 12,66 triliun. Jumlah anggaran belanja
daerah juga meningkat sebesar 17,20% dari Rp 13,68
triliun pada tahun 2013, menjadi Rp 16,03 triliun pada
tahun 2014.
4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2014
Perkembangan APBD Jawa TengahGrafik 4.1
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
2010 2011 2012 2013 2014
RP MILIAR Anggaran BelanjaAnggaran Pendapatan
ANGGARAN BELANJA ANGGARAN PENDAPATAN
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
57PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan IV 2014 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2014 %realisasi
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
HASIL RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
PENDAPATAN HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA DAN PARPOL
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
SURPLUS / (DEFISIT)
Realisasis/d TW IV
14.425,14
9.097,48
7.819,10
78,49
290,53
909,4
2.617,6
734,5
1.803,93
79,17
2.710,06
29,08
2.677,99
3,00
0.00
16.038,95
11.478,62
2.122,97
3.025,95
39,23
3.293,38
2.899,42
97,68
4.560,33
336,46
2.563,48
1.660.,39
(1.613,81)
15.157,43
9.916,32
8.213,12
79,48
291,84
1.331,9
2.542,6
659,5
1.803,9
79,17
2.698,48
29,19
2.664,97
3,00
1,32
15.086,09
10.808,02
1,887,76
2.963,86
23,28
3.263,40
2.661,51
8,21
4.278,07
309,68
2.397,69
1.570,70
71.335,62
105,08
109,00
105,04
101,26
100,45
146,46
97,14
89,79
100,00
100,00
99,57
100,38
99,51
100,00
0,00
94,06
94,16
88,92
97,95
59,35
99,09
91,79
8,41
93,81
92,04
93,53
94,60
Realisasi pendapatan daerah terhadap anggaran
di tahun 2014 tumbuh melambat dibandingkan
dengan realisasi pendapatan tahun 2013.
Melambatnya realisasi pendapatan daerah utamanya
karena penurunan dana alokasi khusus dari pemerintah
pusat. Persentase realisasi dana perimbangan di tahun
2014 tercatat sebesar 97,14% lebih rendah dari
realisasi dana perimbangan tahun 2013 sebesar
99,62%. Penurunan tersebut juga terkonfirmasi dari
pertumbuhan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
tahun 2014 yang lebih rendah dari tahun 2013.
Meskipun demikian, pangsa PAD terhadap keseluruhan
realisasi pendapatan mencapai 65,42%, lebih tinggi
dibandingkan tahun 2013 yang hanya sebesar
61,55%. Hal ini disebabkan secara nominal target,
pajak daerah tahun 2014 adalah sebesar Rp 8,21 triliun
meningkat sebesar 22,29% dari tahun 2013 yang
sebesar Rp 6,71 triliun.
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah terus
menunjukkan peningkatan. Tercatat total anggaran
pendapatan daerah tahun 2014 adalah sebesar Rp
14,42 triliun, meningkat 13,90% dari total anggaran
pendapatan daerah tahun 2013 yang dianggarkan
sebesar Rp 12,66 triliun. Jumlah anggaran belanja
daerah juga meningkat sebesar 17,20% dari Rp 13,68
triliun pada tahun 2013, menjadi Rp 16,03 triliun pada
tahun 2014.
4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2014
Perkembangan APBD Jawa TengahGrafik 4.1
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
2010 2011 2012 2013 2014
RP MILIAR Anggaran BelanjaAnggaran Pendapatan
ANGGARAN BELANJA ANGGARAN PENDAPATAN
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
57PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan IV 2014 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2014 %realisasi
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
HASIL RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
PENDAPATAN HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA DAN PARPOL
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
SURPLUS / (DEFISIT)
Realisasis/d TW IV
14.425,14
9.097,48
7.819,10
78,49
290,53
909,4
2.617,6
734,5
1.803,93
79,17
2.710,06
29,08
2.677,99
3,00
0.00
16.038,95
11.478,62
2.122,97
3.025,95
39,23
3.293,38
2.899,42
97,68
4.560,33
336,46
2.563,48
1.660.,39
(1.613,81)
15.157,43
9.916,32
8.213,12
79,48
291,84
1.331,9
2.542,6
659,5
1.803,9
79,17
2.698,48
29,19
2.664,97
3,00
1,32
15.086,09
10.808,02
1,887,76
2.963,86
23,28
3.263,40
2.661,51
8,21
4.278,07
309,68
2.397,69
1.570,70
71.335,62
105,08
109,00
105,04
101,26
100,45
146,46
97,14
89,79
100,00
100,00
99,57
100,38
99,51
100,00
0,00
94,06
94,16
88,92
97,95
59,35
99,09
91,79
8,41
93,81
92,04
93,53
94,60
peningkatan usaha pada BUMD Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2014. BUMD Provinsi Jawa Tengah saat ini
terdapat 8 (delapan) perusahaan yaitu: PT Pekan Raya
Promosi Pembangunan Jateng (PRPP), PT Bank Jateng,
Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR
BKK), Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB), PT Sarana
Pembangunan Jawa Tengah (SPJT), PT Kawasan Industri
Wijayakusuma, Perusda Citra Mandiri Jawa Tengah
(CMJT), dan PT Sarana Patra Hulu Cepu (SPHC).
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
2015 meningkat cukup tajam dibandingkan tahun
2014. Dari segi pendapatan, Provinsi Jawa Tengah
semakin mandiri dilihat dari pangsa Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap jumlah keseluruhan jumlah
pendapatan lebih tinggi dibanding tahun 2014.
Sedangkan dari sisi belanja, sejalan dengan kelanjutan
program peningkatan infrastruktur di Jawa Tengah,
maka alokasi anggaran untuk belanja modal di bidang
infrastruktur ditingkatkan.
Walaupun menunjukan perlambatan, tetapi
realisasi pendapatan lebih besar dari realisasi
belanja, sehingga Provinsi Jawa Tengah berada dalam
kondisi surplus yang mencapai Rp 71,33 miliar. Namun
demikian, surplus tersebut jauh lebih rendah
dibandingkan tahun 2013 yang mencapai Rp 618,58
miliar. Kondisi surplus tersebut dapat memberikan
ruang fiskal (fiscal space) yang lebih besar kepada
pemerintah daerah dalam mengalokasikan APBD untuk
membiayai kegiatan yang menjadi prioritas, seperti
untuk pembangunan infrastruktur dasar, yang nantinya
dapat memberikan multiplier effect yang besar
terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah.
Sementara itu, Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan menunjukkan realisasi
yang sangat baik dengan indikasi telah
terlampauinya target yang ditetapkan dalam
APBD. Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan mencapai Rp291,65 miliar atau
sebesar 104,37% dari target senilai Rp279,44 miliar.
Peningkatan tersebut mengindikasikan adanya
Perbandingan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.4
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
2010 2011 2012 2013 2014
% YOYRP MILIAR
95,28% 96,90% 95,96% 92,99% 94,06%
REALISASI BELANJA - YOYANGGARAN BELANJA REALISASI BELANJA
Perbandingan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.5
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
2010 2011 2012 2013 2014
% YOYRP MILIAR
116,51% 106,61% 102,37% 105,36% 105,08%
REALISASI PENDAPATAN - YOYANGGARAN PENDAPATAN REALISASI PENDAPATAN
4.2 APBD Tahun 2015
59PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
Tabel 4.2. Perbandingan APBD Jawa Tengah Tahun 2014 dan Tahun 2015 (Rp miliar)
URAIAN Anggaran Perubahan 2014
PENDAPATAN
BELANJA
SURPLUS/DEFISIT
Penerimaan Pembiayaan
Pengeluaran Pembiayaan
SILPA
Rencana Anggaran 2015
14.425,14
16.038,94
(1.613,80)
300
40
0
17.097,68
17.337,68
(240)
450
210
0
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
tahun 2013. Realisasi belanja modal terhadap jumlah
belanja langsung di tahun 2014 sebesar 36,72%
meningkat dari tahun 2013 yang sebesar 28,33%.
Selanjutnya, untuk lebih mendorong pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi, optimalisasi belanja modal
daerah masih akan dialokasikan pada pembangunan
infrastruktur sebagai lanjutan dari program tahun
2014.
Realisasi pada pos belanja tidak langsung tumbuh
melambat d ibandingkan dengan tahun
sebelumnya, hal tersebut utamanya disebabkan oleh
persentase realisasi belanja hibah terhadap belanja
tidak langsung tahun 2014 sebesar 27,42% melambat
cukup tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang
sebesar 37,99%. Penurunan alokasi dana hibah ini
sesuai dengan evaluasi Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) Tahun 2014 terhadap APBD Perubahan
2014, yang kemudian diturunkan kepada Pemerintah
Daerah, dimana evaluasi Mendagri tersebut menilai
perlu adanya pengetatan dana hibah. Keputusan ini
berdasarkan pertimbangan, bahwa selama ini masih
banyak terjadi penyalahgunaan dana hibah oleh pihak
yang tidak bertanggungjawab.
Realisasi persentase belanja daerah terhadap
anggaran meningkat di tahun 2014 sejalan
dengan peningkatan perekonomian Jawa Tengah.
Walaupun komponen konsumsi pemerintah pada
tahun 2014 tumbuh melambat, akibat adanya
penurunan realisasi belanja langsung pegawai. Namun
demikian penurunan tersebut dapat terjaga dengan
adanya komponen belanja lain yang meningkat,
sehingga secara keseluruhan realisasi belanja terhadap
anggaran tahun 2014 mengalami peningkatan dari
tahun 2013.
Peningkatan realisasi pada pos belanja langsung,
diperkirakan terkait pembiayaan berbagai proyek
pemerintah. Realisasi belanja menunjukkan
perkembangan yang positif tercermin dari tingkat
penyerapan belanja terhadap anggaran yang mencapai
94,06% meningkat dari tahun 2013 sebesar 92,99%.
Hal ini sejalan dengan program yang dicanangkan oleh
Gubernur Jawa Tengah di mana tahun 2014
merupakan tahun infrastruktur. Peningkatan alokasi
belanja daerah terhadap program pemerintah terkait
infrastruktur ini, tercermin dari adanya persentase
belanja modal terhadap keseluruhan total belanja
daerah yang meningkat jika dibandingkan dengan
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pangsa Belanja Langsung 2014Grafik 4.2
7%
56%37%
BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pangsa Belanja Tidak Langsung 2014Grafik 4.3
25%30%
27%18%
BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA
BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
58 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
peningkatan usaha pada BUMD Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2014. BUMD Provinsi Jawa Tengah saat ini
terdapat 8 (delapan) perusahaan yaitu: PT Pekan Raya
Promosi Pembangunan Jateng (PRPP), PT Bank Jateng,
Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR
BKK), Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB), PT Sarana
Pembangunan Jawa Tengah (SPJT), PT Kawasan Industri
Wijayakusuma, Perusda Citra Mandiri Jawa Tengah
(CMJT), dan PT Sarana Patra Hulu Cepu (SPHC).
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
2015 meningkat cukup tajam dibandingkan tahun
2014. Dari segi pendapatan, Provinsi Jawa Tengah
semakin mandiri dilihat dari pangsa Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap jumlah keseluruhan jumlah
pendapatan lebih tinggi dibanding tahun 2014.
Sedangkan dari sisi belanja, sejalan dengan kelanjutan
program peningkatan infrastruktur di Jawa Tengah,
maka alokasi anggaran untuk belanja modal di bidang
infrastruktur ditingkatkan.
Walaupun menunjukan perlambatan, tetapi
realisasi pendapatan lebih besar dari realisasi
belanja, sehingga Provinsi Jawa Tengah berada dalam
kondisi surplus yang mencapai Rp 71,33 miliar. Namun
demikian, surplus tersebut jauh lebih rendah
dibandingkan tahun 2013 yang mencapai Rp 618,58
miliar. Kondisi surplus tersebut dapat memberikan
ruang fiskal (fiscal space) yang lebih besar kepada
pemerintah daerah dalam mengalokasikan APBD untuk
membiayai kegiatan yang menjadi prioritas, seperti
untuk pembangunan infrastruktur dasar, yang nantinya
dapat memberikan multiplier effect yang besar
terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah.
Sementara itu, Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan menunjukkan realisasi
yang sangat baik dengan indikasi telah
terlampauinya target yang ditetapkan dalam
APBD. Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan mencapai Rp291,65 miliar atau
sebesar 104,37% dari target senilai Rp279,44 miliar.
Peningkatan tersebut mengindikasikan adanya
Perbandingan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.4
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
2010 2011 2012 2013 2014
% YOYRP MILIAR
95,28% 96,90% 95,96% 92,99% 94,06%
REALISASI BELANJA - YOYANGGARAN BELANJA REALISASI BELANJA
Perbandingan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.5
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
2010 2011 2012 2013 2014
% YOYRP MILIAR
116,51% 106,61% 102,37% 105,36% 105,08%
REALISASI PENDAPATAN - YOYANGGARAN PENDAPATAN REALISASI PENDAPATAN
4.2 APBD Tahun 2015
59PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
Tabel 4.2. Perbandingan APBD Jawa Tengah Tahun 2014 dan Tahun 2015 (Rp miliar)
URAIAN Anggaran Perubahan 2014
PENDAPATAN
BELANJA
SURPLUS/DEFISIT
Penerimaan Pembiayaan
Pengeluaran Pembiayaan
SILPA
Rencana Anggaran 2015
14.425,14
16.038,94
(1.613,80)
300
40
0
17.097,68
17.337,68
(240)
450
210
0
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
tahun 2013. Realisasi belanja modal terhadap jumlah
belanja langsung di tahun 2014 sebesar 36,72%
meningkat dari tahun 2013 yang sebesar 28,33%.
Selanjutnya, untuk lebih mendorong pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi, optimalisasi belanja modal
daerah masih akan dialokasikan pada pembangunan
infrastruktur sebagai lanjutan dari program tahun
2014.
Realisasi pada pos belanja tidak langsung tumbuh
melambat d ibandingkan dengan tahun
sebelumnya, hal tersebut utamanya disebabkan oleh
persentase realisasi belanja hibah terhadap belanja
tidak langsung tahun 2014 sebesar 27,42% melambat
cukup tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang
sebesar 37,99%. Penurunan alokasi dana hibah ini
sesuai dengan evaluasi Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) Tahun 2014 terhadap APBD Perubahan
2014, yang kemudian diturunkan kepada Pemerintah
Daerah, dimana evaluasi Mendagri tersebut menilai
perlu adanya pengetatan dana hibah. Keputusan ini
berdasarkan pertimbangan, bahwa selama ini masih
banyak terjadi penyalahgunaan dana hibah oleh pihak
yang tidak bertanggungjawab.
Realisasi persentase belanja daerah terhadap
anggaran meningkat di tahun 2014 sejalan
dengan peningkatan perekonomian Jawa Tengah.
Walaupun komponen konsumsi pemerintah pada
tahun 2014 tumbuh melambat, akibat adanya
penurunan realisasi belanja langsung pegawai. Namun
demikian penurunan tersebut dapat terjaga dengan
adanya komponen belanja lain yang meningkat,
sehingga secara keseluruhan realisasi belanja terhadap
anggaran tahun 2014 mengalami peningkatan dari
tahun 2013.
Peningkatan realisasi pada pos belanja langsung,
diperkirakan terkait pembiayaan berbagai proyek
pemerintah. Realisasi belanja menunjukkan
perkembangan yang positif tercermin dari tingkat
penyerapan belanja terhadap anggaran yang mencapai
94,06% meningkat dari tahun 2013 sebesar 92,99%.
Hal ini sejalan dengan program yang dicanangkan oleh
Gubernur Jawa Tengah di mana tahun 2014
merupakan tahun infrastruktur. Peningkatan alokasi
belanja daerah terhadap program pemerintah terkait
infrastruktur ini, tercermin dari adanya persentase
belanja modal terhadap keseluruhan total belanja
daerah yang meningkat jika dibandingkan dengan
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pangsa Belanja Langsung 2014Grafik 4.2
7%
56%37%
BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pangsa Belanja Tidak Langsung 2014Grafik 4.3
25%30%
27%18%
BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA
BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
58 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Kesejahteraan terindikasi membaik
Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan sejalan dengan perekonomian
Jawa Tengah yang membaik.
Angka pengangguran dan kemiskinan turun dibandingkan periode sebelumnya.
Tingkat daya beli petani meningkat pada subsektor tanaman pangan dan
hortikultura.
61
Alokasi belanja digunakan untuk urusan wajib di
bidang pekerjaan umum, yang meliputi Bina Marga,
Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air dan Dinas Cipta
Karya Cipta dan Tata Ruang. Alokasi terbesar
digunakan untuk infrastruktur berupa peningkatan
jalan dan penggantian jembatan.
Adanya penambahan alokasi anggaran belanja
modal di bidang infrastruktur sebesar Rp 1,10
triliun pada pos belanja modal pemerintah. Hal ini
menyebabkan anggaran belanja modal tahun 2015
meningkat tajam menjadi sebesar Rp 2,67 triliun dari
sebelumnya pada tahun 2014 sebesar Rp 1,57 triliun.
Perkembangan Tahunan Anggaran BelanjaDaerah Jawa Tengah
Grafik 4.6
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
10
20
30
40
50
60
70
0
5.000
10.000
15.000
20.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% YOYRP MILIAR
ANGGARAN BELANJA ANGGARAN - YOY
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Tahunan Anggaran PendapatanDaerah Jawa Tengah
Grafik 4.7
0
10
20
30
40
50
60
02.0004.0006.0008.000
10.00012.00014.00016.00018.00020.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% YOY RP MILIAR
ANGGARAN PENDAPATAN ANGGARAN - YOY
Perkembangan Pangsa Belanja Langsungdan Tidak Langsung
Grafik 4.8
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
63%67%
74% 72% 72%67%
37%33%
26% 28% 28%33%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% TERHADAP JUMLAH BELANJA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pangsa Pendapatan DaerahGrafik 4.9
68%15,8%15,8%
DANA PERTIMBANGAN TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYAPAD
60 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Kesejahteraan terindikasi membaik
Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan sejalan dengan perekonomian
Jawa Tengah yang membaik.
Angka pengangguran dan kemiskinan turun dibandingkan periode sebelumnya.
Tingkat daya beli petani meningkat pada subsektor tanaman pangan dan
hortikultura.
61
Alokasi belanja digunakan untuk urusan wajib di
bidang pekerjaan umum, yang meliputi Bina Marga,
Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air dan Dinas Cipta
Karya Cipta dan Tata Ruang. Alokasi terbesar
digunakan untuk infrastruktur berupa peningkatan
jalan dan penggantian jembatan.
Adanya penambahan alokasi anggaran belanja
modal di bidang infrastruktur sebesar Rp 1,10
triliun pada pos belanja modal pemerintah. Hal ini
menyebabkan anggaran belanja modal tahun 2015
meningkat tajam menjadi sebesar Rp 2,67 triliun dari
sebelumnya pada tahun 2014 sebesar Rp 1,57 triliun.
Perkembangan Tahunan Anggaran BelanjaDaerah Jawa Tengah
Grafik 4.6
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
10
20
30
40
50
60
70
0
5.000
10.000
15.000
20.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% YOYRP MILIAR
ANGGARAN BELANJA ANGGARAN - YOY
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Tahunan Anggaran PendapatanDaerah Jawa Tengah
Grafik 4.7
0
10
20
30
40
50
60
02.0004.0006.0008.000
10.00012.00014.00016.00018.00020.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% YOY RP MILIAR
ANGGARAN PENDAPATAN ANGGARAN - YOY
Perkembangan Pangsa Belanja Langsungdan Tidak Langsung
Grafik 4.8
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
63%67%
74% 72% 72%67%
37%33%
26% 28% 28%33%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% TERHADAP JUMLAH BELANJA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pangsa Pendapatan DaerahGrafik 4.9
68%15,8%15,8%
DANA PERTIMBANGAN TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYAPAD
60 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Angka penduduk angkatan kerja yang bekerja
pada Agustus 2014 menunjukkan peningkatan.
Jumlah penduduk bekerja meningkat sebesar 0,49%
(yoy) menjadi 16,55 juta orang. Peningkatan ini lebih
besar daripada peningkatan yang terjadi pada jumlah
angkatan kerja sebesar 0,17% menjadi 17,55 juta
orang. Hal ini mengindikasikan penyerapan tenaga
kerja yang baik sejalan dengan membaiknya
perekonomian Jawa Tengah di periode tersebut.
Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa Tengah
menyumbang 14,44% penduduk bekerja dari
keseluruhan angka penduduk bekerja di nasional.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
menunjukkan sedikit penurunan, baik secara
tahunan maupun dibandingkan dengan Februari
2014. TPAK pada Agustus 2014 sebesar 69,68%, turun
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 70,42% dan
Februari 2014 sebesar 70,93%. Namun nilai ini masih
lebih besar daripada TPAK nasional sebesar 66,6%.
TPAK merupakan rasio perbandingan antara angkatan
kerja dibandingkan dengan jumlah penduduk usia
kerja. Rasio ini mampu mengindikasikan besarnya
persentase penduduk usia kerja yang aktif secara
ekonomi. Penurunan rasio ini menandakan pasokan
tenaga kerja yang tersedia mengalami penurunan.
Peningkatan jumlah angkatan kerja lebih rendah
dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk
usia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja).
Hampir seluruh TPAK kabupaten/kota di Jawa
Tengah turun. Penurunan terbesar terjadi di
Kabupaten Brebes yang turun dari 73,03% pada
Agustus 2013 menjadi 65,18%. Sementara itu TPAK di
beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah naik, dengan
peningkatan terbesar di Kabupaten Wonosobo yang
naik dari 69,31% menjadi 73,9%.
125.1. Ketenagakerjaan
Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya
63PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
INDIKATOR 2014**
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Penduduk Usia Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%
Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013*
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
*Februari - Agustus 2013 hasil backcasting penimbang Proyeksi Penduduk Februari 2014**Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
12.13.
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2013 2014
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
Sumber : BPS Jawa Tengah
% %
Sumber : BPS Jawa Tengah
Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
60
62
64
66
68
70
72
74
KotaMagelang
KotaSurakarta
KotaSalatiga
KotaSemarang
KotaPekalongan
KotaTegal
2013 2014
Sumber : BPS Jawa Tengah
Angka penduduk angkatan kerja yang bekerja
pada Agustus 2014 menunjukkan peningkatan.
Jumlah penduduk bekerja meningkat sebesar 0,49%
(yoy) menjadi 16,55 juta orang. Peningkatan ini lebih
besar daripada peningkatan yang terjadi pada jumlah
angkatan kerja sebesar 0,17% menjadi 17,55 juta
orang. Hal ini mengindikasikan penyerapan tenaga
kerja yang baik sejalan dengan membaiknya
perekonomian Jawa Tengah di periode tersebut.
Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa Tengah
menyumbang 14,44% penduduk bekerja dari
keseluruhan angka penduduk bekerja di nasional.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
menunjukkan sedikit penurunan, baik secara
tahunan maupun dibandingkan dengan Februari
2014. TPAK pada Agustus 2014 sebesar 69,68%, turun
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 70,42% dan
Februari 2014 sebesar 70,93%. Namun nilai ini masih
lebih besar daripada TPAK nasional sebesar 66,6%.
TPAK merupakan rasio perbandingan antara angkatan
kerja dibandingkan dengan jumlah penduduk usia
kerja. Rasio ini mampu mengindikasikan besarnya
persentase penduduk usia kerja yang aktif secara
ekonomi. Penurunan rasio ini menandakan pasokan
tenaga kerja yang tersedia mengalami penurunan.
Peningkatan jumlah angkatan kerja lebih rendah
dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk
usia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja).
Hampir seluruh TPAK kabupaten/kota di Jawa
Tengah turun. Penurunan terbesar terjadi di
Kabupaten Brebes yang turun dari 73,03% pada
Agustus 2013 menjadi 65,18%. Sementara itu TPAK di
beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah naik, dengan
peningkatan terbesar di Kabupaten Wonosobo yang
naik dari 69,31% menjadi 73,9%.
125.1. Ketenagakerjaan
Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya
63PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
INDIKATOR 2014**
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Penduduk Usia Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%
Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013*
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
*Februari - Agustus 2013 hasil backcasting penimbang Proyeksi Penduduk Februari 2014**Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
12.13.
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2013 2014
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
Sumber : BPS Jawa Tengah
% %
Sumber : BPS Jawa Tengah
Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
60
62
64
66
68
70
72
74
KotaMagelang
KotaSurakarta
KotaSalatiga
KotaSemarang
KotaPekalongan
KotaTegal
2013 2014
Sumber : BPS Jawa Tengah
Peningkatan tertinggi jumlah penduduk bekerja
di sektor konstruksi. Diikuti oleh sektor lembaga
keuangan, real estate dan usaha persewaan kemudian
sektor industri dan sektor perdagangan. Kenaikan
pertumbuhan ekonomi sektor jasa keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta sektor industri
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran bergerak
sejalan dengan bertambahnya jumlah pekerja di ketiga
sektor tersebut.
Secara historis, jumlah penduduk bekerja 11terkonsentrasi di sektor informal. Jumlah pekerja
informal dalam perekonomian pada Agustus 2014
mencapai 64,42%, sedikit lebih rendah dibandingkan
Agustus 2013 sebesar 65,45%.
Jumlah pekerja formal pada Agustus 2014 naik
sementara peker ja informal mengalami
penurunan. Jumlah pekerja formal naik sebesar
3,51% (yoy) atau 0,20 juta orang dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang
berjumlah 5,69 juta orang. Peningkatan terutama
didorong oleh kelompok orang yang berusaha sendiri
dan bekerja bebas. Sementara itu, pekerja informal
berkurang 0,12 juta orang dibandingkan Agustus 2013
sebesar 10,78 juta orang atau turun 1,11% (yoy).
Secara keseluruhan, meningkatnya jumlah pekerja
formal mendorong peningkatan jumlah penduduk
yang bekerja.
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau
70,40% masih didominasi oleh penduduk yang
dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu.
Peningkatan terjadi pada jumlah pekerja waktu
penuh. Jumlah pekerja waktu penuh bertambah 0,39
juta orang dibandingkan dengan Agustus 2014 atau
naik sebesar 3,5%. Sementara jumlah pekerja tidak
penuh, baik setengah penganggur dan pekerja paruh
waktu menurun dibandingkan dengan Agustus 2013
(Tabel 5.4).
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014**
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013*
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2014**
Agustus Februari
5,21
1,49
3,72
11,26
16,47
4,85
1,28
3,57
11,9
16,75
4,9
1,19
3,71
11,65
16,55
2013*
Agustus
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
65PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.
01.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang
optimis oleh konsumen. Berdasarkan survei
konsumen di Jawa Tengah, konsumen mulai
menunjukkan optimisme terhadap kondisi lapangan
kerja saat ini (Grafik 5.3). Hal ini sejalan dengan
banyaknya investor yang masuk ke Jawa Tengah dan
berkembangnya pabrik-pabrik baru. Di sisi lain,
konsumen mulai melihat kondisi penghasilan tidak
seoptimis periode sebelumnya. Sikap ini didorong oleh
naiknya harga komoditas yang banyak terjadi di
triwulan IV 2014, salah satunya kenaikan harga BBM.
Optimisme konsumen dalam melihat kondisi
ketenagakerjaan yang akan datang juga
mengalami peningkatan. Berdasarkan survei
konsumen di Jawa Tengah, optimisme konsumen
melihat kondisi lapangan kerja yang akan datang naik.
Sejalan dengan naiknya optimisme melihat kegiatan
usaha yang akan datang (Grafik 5.4).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan. Pada Agustus 2014 sektor pertanian,
sektor perdagangan, sektor industri dan sektor jasa
kemasyarakatan secara berurutan masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa
Tengah dengan persentase masing-masing sebesar
31%, 22%, dan 19% dari jumlah penduduk angkatan
kerja yang bekerja.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
Pertanian
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
Lainnya**
Total
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2014**
Februari Agustus Februari
5,05
3,31
1,23
3,76
0,55
0,31
2,14
0,1
16,45
5,17
3,11
0,97
3,69
0,62
0,31
2,51
0,09
16,47
5,19
3,31
1,31
3,72
0,55
0,36
2,15
0,16
16,75
2013*
Agustus
5,17
3,17
1,27
3,72
0,59
0,32
2,19
0,12
16,55
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk***) Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Konstruksi, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan
64 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
OPTIMIS
PESIMIS
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA
IV
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA
OPTIMIS
PESIMIS
Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
IV
INDEKS INDEKS
Peningkatan tertinggi jumlah penduduk bekerja
di sektor konstruksi. Diikuti oleh sektor lembaga
keuangan, real estate dan usaha persewaan kemudian
sektor industri dan sektor perdagangan. Kenaikan
pertumbuhan ekonomi sektor jasa keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta sektor industri
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran bergerak
sejalan dengan bertambahnya jumlah pekerja di ketiga
sektor tersebut.
Secara historis, jumlah penduduk bekerja 11terkonsentrasi di sektor informal. Jumlah pekerja
informal dalam perekonomian pada Agustus 2014
mencapai 64,42%, sedikit lebih rendah dibandingkan
Agustus 2013 sebesar 65,45%.
Jumlah pekerja formal pada Agustus 2014 naik
sementara peker ja informal mengalami
penurunan. Jumlah pekerja formal naik sebesar
3,51% (yoy) atau 0,20 juta orang dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang
berjumlah 5,69 juta orang. Peningkatan terutama
didorong oleh kelompok orang yang berusaha sendiri
dan bekerja bebas. Sementara itu, pekerja informal
berkurang 0,12 juta orang dibandingkan Agustus 2013
sebesar 10,78 juta orang atau turun 1,11% (yoy).
Secara keseluruhan, meningkatnya jumlah pekerja
formal mendorong peningkatan jumlah penduduk
yang bekerja.
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau
70,40% masih didominasi oleh penduduk yang
dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu.
Peningkatan terjadi pada jumlah pekerja waktu
penuh. Jumlah pekerja waktu penuh bertambah 0,39
juta orang dibandingkan dengan Agustus 2014 atau
naik sebesar 3,5%. Sementara jumlah pekerja tidak
penuh, baik setengah penganggur dan pekerja paruh
waktu menurun dibandingkan dengan Agustus 2013
(Tabel 5.4).
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014**
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013*
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2014**
Agustus Februari
5,21
1,49
3,72
11,26
16,47
4,85
1,28
3,57
11,9
16,75
4,9
1,19
3,71
11,65
16,55
2013*
Agustus
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
65PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.
01.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang
optimis oleh konsumen. Berdasarkan survei
konsumen di Jawa Tengah, konsumen mulai
menunjukkan optimisme terhadap kondisi lapangan
kerja saat ini (Grafik 5.3). Hal ini sejalan dengan
banyaknya investor yang masuk ke Jawa Tengah dan
berkembangnya pabrik-pabrik baru. Di sisi lain,
konsumen mulai melihat kondisi penghasilan tidak
seoptimis periode sebelumnya. Sikap ini didorong oleh
naiknya harga komoditas yang banyak terjadi di
triwulan IV 2014, salah satunya kenaikan harga BBM.
Optimisme konsumen dalam melihat kondisi
ketenagakerjaan yang akan datang juga
mengalami peningkatan. Berdasarkan survei
konsumen di Jawa Tengah, optimisme konsumen
melihat kondisi lapangan kerja yang akan datang naik.
Sejalan dengan naiknya optimisme melihat kegiatan
usaha yang akan datang (Grafik 5.4).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan. Pada Agustus 2014 sektor pertanian,
sektor perdagangan, sektor industri dan sektor jasa
kemasyarakatan secara berurutan masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa
Tengah dengan persentase masing-masing sebesar
31%, 22%, dan 19% dari jumlah penduduk angkatan
kerja yang bekerja.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
Pertanian
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
Lainnya**
Total
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2014**
Februari Agustus Februari
5,05
3,31
1,23
3,76
0,55
0,31
2,14
0,1
16,45
5,17
3,11
0,97
3,69
0,62
0,31
2,51
0,09
16,47
5,19
3,31
1,31
3,72
0,55
0,36
2,15
0,16
16,75
2013*
Agustus
5,17
3,17
1,27
3,72
0,59
0,32
2,19
0,12
16,55
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk***) Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Konstruksi, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan
64 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
OPTIMIS
PESIMIS
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA
IV
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA
OPTIMIS
PESIMIS
Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
IV
INDEKS INDEKS
Kenaikan NTP utamanya didorong oleh subsektor
hortikultura dan tanaman pangan. NTP subsektor
hortikultura dan tanaman pangan masing-masing naik
0,61% (qtq) dan 3,38% (qtq). Sementara itu subsektor
peternakan, tanaman perkebunan rakyat, dan
perikanan turun (Grafik 5.8). Peningkatan NTP
tanaman bahan makanan dan hortikultura sejalan
dengan produksinya yang meningkat. Sehingga
kenaikan indeks yang diter ima lebih t inggi
dibandingkan dengan kenaikan indeks yang
dibayarkan.
Indeks yang diterima petani di semua subsektor
naik kecuali subsektor tanaman perkebunan
rakyat. Kenaikan terbesar indeks yang diterima petani
terjadi di subsektor hortikultura dan tanaman pangan.
Peningkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan
indeks yang dibayar di masing-masing subsektor.
Sehingga kedua subsektor ini memiliki angka NTP yang
meningkat. Kenaikan NTP tanaman pangan sejalan
dengan harga beras yang meningkat dan secara
berturut-turut termasuk ke dalam lima komoditas
penyumbang inflasi terbesar di sepanjang triwulan IV
2014. Begitupula dengan komoditas utama
hortikultura, yaitu cabai merah tercatat mengalami
kenaikan harga pada triwulan IV 2014.
Indeks yang dibayar petani meningkat untuk
semua subsektor. Kenaikan ini didorong oleh
kebijakan kenaikan harga BBM pada bulan November
yang mengakibatkan naiknya tarif angkutan dan harga
sejumlah barang komoditas lainnya. Kenaikan terbesar
terjadi di subsektor tanaman pangan dan perikanan.
Meskipun indeks yang dibayar petani untuk subsektor
tanaman pangan mengalami kenaikan tertinggi,
kenaikan indeks yang diterimanya lebih tinggi sehingga
NTP subsektor tanaman pangan tercatat naik.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan naik. Kemampuan produksi petani yang
tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga 15
Pertanian (NTUP) kembali mengalami peningkatan
yaitu dari 103,86 menjadi 105,31. Peningkatan terjadi
pada subsektor hortikultura dan tanaman pangan.
Sementara sektor lainnya mengalami penurunan
kemampuan produksi.
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
120
115
110
105
100
95I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT)INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB)
NILAI TUKAR PETANI
IV
Sumber : BPS Jawa Tengah
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
IV
Sumber : BPS Jawa Tengah
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
01.
67PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
INDEKS INDEKS
Kual itas penduduk yang bekerja belum
mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja
sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang
berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi
54,26%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi
hanya mencakup 6,95%. Sedangkan sisanya
merupakan pekerja berpendidikan menengah.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
komposisi ini tidak mengalami perubahan yang
signifikan.
Angka pengangguran pada periode laporan
memperlihatkan penurunan. Jumlah pengangguran
turun dari 1,05 juta orang pada Agustus 2013 menjadi
1,00 juta pada Agustus 2014 atau turun 4,76% (yoy).
Pada tingkat nasional juga terjadi penurunan angka
pengangguran sebesar 0,17 juta orang menjadi 7,24
juta orang atau turun 2,29%. Dari keseluruhan angka
pengangguran di nasional, Jawa Tengah menyumbang
13,8%. Tingkat pengangguran terbuka (TPT)
Jawa Tengah juga mengalami penurunan, yaitu dari
5,99% menjadi 5,68% (Tabel 5.1). Angka ini lebih
rendah dari TPT nasional yaitu sebesar 5,94%.
TPT di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa
Tengah menurun. Penurunan terbesar terjadi di
Kabupaten Kudus dari 8,07% menjadi 5,03%. Di sisi
lain, hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Jawa
Tengah yang TPT nya naik. Peningkatan terbesar terjadi
di Kota Semarang dari 6,02% menjadi 7,76%.
Kabupaten yang memiliki nilai TPT tinggi umumnya
memiliki tingkat pendidikan yang rendah, seperti
Kabupaten Brebes dan Pemalang.
Tingkat daya beli petani di pedesaan terindikasi
naik. Kenaikan daya beli terindikasi dari peningkatan
Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode laporan
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Didorong
oleh indeks yang diterima petani naik lebih tinggi
dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani
(Grafik 5.7).
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
2014**
Februari Agustus Februari
9,31
2,91
3,13
1,15
16,50
9,00
3,22
3,14
1,11
16,47
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
2013*
Agustus
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
5.2. Pengangguran
0
2
4
6
8
10
12
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
2013 2014
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah
Sumber : BPS Jawa Tengah
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL
2013 2014
0123456789
10
Sumber : BPS Jawa Tengah
015.3. Nilai Tukar Petani
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
01.
66 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
%%
Kenaikan NTP utamanya didorong oleh subsektor
hortikultura dan tanaman pangan. NTP subsektor
hortikultura dan tanaman pangan masing-masing naik
0,61% (qtq) dan 3,38% (qtq). Sementara itu subsektor
peternakan, tanaman perkebunan rakyat, dan
perikanan turun (Grafik 5.8). Peningkatan NTP
tanaman bahan makanan dan hortikultura sejalan
dengan produksinya yang meningkat. Sehingga
kenaikan indeks yang diter ima lebih t inggi
dibandingkan dengan kenaikan indeks yang
dibayarkan.
Indeks yang diterima petani di semua subsektor
naik kecuali subsektor tanaman perkebunan
rakyat. Kenaikan terbesar indeks yang diterima petani
terjadi di subsektor hortikultura dan tanaman pangan.
Peningkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan
indeks yang dibayar di masing-masing subsektor.
Sehingga kedua subsektor ini memiliki angka NTP yang
meningkat. Kenaikan NTP tanaman pangan sejalan
dengan harga beras yang meningkat dan secara
berturut-turut termasuk ke dalam lima komoditas
penyumbang inflasi terbesar di sepanjang triwulan IV
2014. Begitupula dengan komoditas utama
hortikultura, yaitu cabai merah tercatat mengalami
kenaikan harga pada triwulan IV 2014.
Indeks yang dibayar petani meningkat untuk
semua subsektor. Kenaikan ini didorong oleh
kebijakan kenaikan harga BBM pada bulan November
yang mengakibatkan naiknya tarif angkutan dan harga
sejumlah barang komoditas lainnya. Kenaikan terbesar
terjadi di subsektor tanaman pangan dan perikanan.
Meskipun indeks yang dibayar petani untuk subsektor
tanaman pangan mengalami kenaikan tertinggi,
kenaikan indeks yang diterimanya lebih tinggi sehingga
NTP subsektor tanaman pangan tercatat naik.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan naik. Kemampuan produksi petani yang
tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga 15
Pertanian (NTUP) kembali mengalami peningkatan
yaitu dari 103,86 menjadi 105,31. Peningkatan terjadi
pada subsektor hortikultura dan tanaman pangan.
Sementara sektor lainnya mengalami penurunan
kemampuan produksi.
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
120
115
110
105
100
95I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT)INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB)
NILAI TUKAR PETANI
IV
Sumber : BPS Jawa Tengah
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
IV
Sumber : BPS Jawa Tengah
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
01.
67PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
INDEKS INDEKS
Kual itas penduduk yang bekerja belum
mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja
sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang
berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi
54,26%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi
hanya mencakup 6,95%. Sedangkan sisanya
merupakan pekerja berpendidikan menengah.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
komposisi ini tidak mengalami perubahan yang
signifikan.
Angka pengangguran pada periode laporan
memperlihatkan penurunan. Jumlah pengangguran
turun dari 1,05 juta orang pada Agustus 2013 menjadi
1,00 juta pada Agustus 2014 atau turun 4,76% (yoy).
Pada tingkat nasional juga terjadi penurunan angka
pengangguran sebesar 0,17 juta orang menjadi 7,24
juta orang atau turun 2,29%. Dari keseluruhan angka
pengangguran di nasional, Jawa Tengah menyumbang
13,8%. Tingkat pengangguran terbuka (TPT)
Jawa Tengah juga mengalami penurunan, yaitu dari
5,99% menjadi 5,68% (Tabel 5.1). Angka ini lebih
rendah dari TPT nasional yaitu sebesar 5,94%.
TPT di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa
Tengah menurun. Penurunan terbesar terjadi di
Kabupaten Kudus dari 8,07% menjadi 5,03%. Di sisi
lain, hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Jawa
Tengah yang TPT nya naik. Peningkatan terbesar terjadi
di Kota Semarang dari 6,02% menjadi 7,76%.
Kabupaten yang memiliki nilai TPT tinggi umumnya
memiliki tingkat pendidikan yang rendah, seperti
Kabupaten Brebes dan Pemalang.
Tingkat daya beli petani di pedesaan terindikasi
naik. Kenaikan daya beli terindikasi dari peningkatan
Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode laporan
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Didorong
oleh indeks yang diterima petani naik lebih tinggi
dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani
(Grafik 5.7).
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
2014**
Februari Agustus Februari
9,31
2,91
3,13
1,15
16,50
9,00
3,22
3,14
1,11
16,47
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
2013*
Agustus
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
5.2. Pengangguran
0
2
4
6
8
10
12
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
2013 2014
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah
Sumber : BPS Jawa Tengah
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL
2013 2014
0123456789
10
Sumber : BPS Jawa Tengah
015.3. Nilai Tukar Petani
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
01.
66 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
%%
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari
Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp268.397 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari
Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per
kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis
kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu
pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di
pedesaan.
Indeks Pembangunan Manusia juga dapat digunakan
sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator
ini merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka
harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,
rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.
Secara historis, nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan
IPM nasional. Cukup tingginya IPM Jawa Tengah
didorong oleh faktor harapan hidup penduduk dan
pendapatan perkapitanya yang relatif baik. Faktor
pendidikan, seperti angka melek huruf dan lama
sekolah di sisi lain masih relatif rendah dibandingkan
dengan nasional. Berdasarkan data terakhir, angka
melek huruf di Jawa Tengah hanya 91,71% sementara
nasional mencapai 94,14%. Secara rata-rata lama
sekolah penduduk Jawa Tengah hanya 7,43 tahun atau
setara SMP, lebih rendah dari nasional yaitu 8,14 tahun.
Survei Konsumen (SK) juga dapat digunakan sebagai
indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator tersebut
adalah penghasilan masyarakat dan pembelian barang
tahan lama.
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2010 - September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS Jawa Tengah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2010 2011 Sept 2012Mar 2012
205.606
179.982
192.435
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Grafik 5.12. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75INDEKS
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
JAWA TENGAH NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
Grafik 5.13. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Harapan Hidup(tahun)
Melek Huruf(%)
Lama Sekolah(tahun)
Pengeluaran
Perkapita
('0000 rupiah)
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
69PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
IV
Grafik 5.9. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
Sumber : BPS Jawa Tengah
INDEKS
Grafik 5.10. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
IV90
95
100
105
110
115
120
Sumber : BPS Jawa Tengah
INDEKS
Angka kemiskinan Jawa Tengah turun. Data
terakhir BPS menunjukkan adanya penurunan jumlah
penduduk miskin di bulan September 2014. Tingkat
kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.562 ribu jiwa
atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa Tengah,
menurun dibanding bulan Maret 2014 yang berjumlah
4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari jumlah penduduk
Jawa Tengah. Sementara secara persentase, jumlah
penduduk miskin tersebut turun 5,69% dibanding
bulan Maret 2014 atau turun 3,04% dibanding bulan
yang sama tahun 2013.
Secara nasional angka kemiskinan mengalami
penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional turun sebesar 15 juta jiwa dibandingkan Maret
2014 menjadi 10,36 juta jiwa atau 10,96% dari total
penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang
16,45% dari total penduduk miskin di nasional, turun
dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014
sebesar 17,10%.
Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret
2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan
September 2014 terutama terjadi di daerah
perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin
di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%
dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,
secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.
Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,
angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar
3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada
September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan
di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki
porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa
Tengah.
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 3,18% dari Rp273.056 per
kapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan. BPS
mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai
pengeluaran kebutuhan minimum yang harus
dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis
kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi
angka kemisk inan karena secara langsung
meningkatkan ambang nilai kemiskinan.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa TengahTahun 2011-2014
Grafik 5.11.
Sumber : BPS, diolah
KOTA DESA KOTA+DESA
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2011 MAR-2012 SEP-2012 MAR-2013 SEP-2013 MAR-2014 SEP-20145
7
9
11
13
15
17
19
%
RIBU ORANG
68 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
DESA (%) - SKALA KANANKOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari
Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp268.397 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari
Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per
kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis
kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu
pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di
pedesaan.
Indeks Pembangunan Manusia juga dapat digunakan
sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator
ini merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka
harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,
rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.
Secara historis, nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan
IPM nasional. Cukup tingginya IPM Jawa Tengah
didorong oleh faktor harapan hidup penduduk dan
pendapatan perkapitanya yang relatif baik. Faktor
pendidikan, seperti angka melek huruf dan lama
sekolah di sisi lain masih relatif rendah dibandingkan
dengan nasional. Berdasarkan data terakhir, angka
melek huruf di Jawa Tengah hanya 91,71% sementara
nasional mencapai 94,14%. Secara rata-rata lama
sekolah penduduk Jawa Tengah hanya 7,43 tahun atau
setara SMP, lebih rendah dari nasional yaitu 8,14 tahun.
Survei Konsumen (SK) juga dapat digunakan sebagai
indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator tersebut
adalah penghasilan masyarakat dan pembelian barang
tahan lama.
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2010 - September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS Jawa Tengah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2010 2011 Sept 2012Mar 2012
205.606
179.982
192.435
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Grafik 5.12. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75INDEKS
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
JAWA TENGAH NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
Grafik 5.13. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Harapan Hidup(tahun)
Melek Huruf(%)
Lama Sekolah(tahun)
Pengeluaran
Perkapita
('0000 rupiah)
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
69PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
IV
Grafik 5.9. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
Sumber : BPS Jawa Tengah
INDEKS
Grafik 5.10. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
IV90
95
100
105
110
115
120
Sumber : BPS Jawa Tengah
INDEKS
Angka kemiskinan Jawa Tengah turun. Data
terakhir BPS menunjukkan adanya penurunan jumlah
penduduk miskin di bulan September 2014. Tingkat
kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.562 ribu jiwa
atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa Tengah,
menurun dibanding bulan Maret 2014 yang berjumlah
4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari jumlah penduduk
Jawa Tengah. Sementara secara persentase, jumlah
penduduk miskin tersebut turun 5,69% dibanding
bulan Maret 2014 atau turun 3,04% dibanding bulan
yang sama tahun 2013.
Secara nasional angka kemiskinan mengalami
penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional turun sebesar 15 juta jiwa dibandingkan Maret
2014 menjadi 10,36 juta jiwa atau 10,96% dari total
penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang
16,45% dari total penduduk miskin di nasional, turun
dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014
sebesar 17,10%.
Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret
2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan
September 2014 terutama terjadi di daerah
perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin
di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%
dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,
secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.
Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,
angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar
3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada
September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan
di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki
porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa
Tengah.
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 3,18% dari Rp273.056 per
kapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan. BPS
mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai
pengeluaran kebutuhan minimum yang harus
dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis
kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi
angka kemisk inan karena secara langsung
meningkatkan ambang nilai kemiskinan.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa TengahTahun 2011-2014
Grafik 5.11.
Sumber : BPS, diolah
KOTA DESA KOTA+DESA
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2011 MAR-2012 SEP-2012 MAR-2013 SEP-2013 MAR-2014 SEP-20145
7
9
11
13
15
17
19
%
RIBU ORANG
68 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
DESA (%) - SKALA KANANKOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada triwulan awal 2015 diperkirakan tumbuh melambat, dengan inflasi yang menurun.
Perlambatan ekonomi triwulan I 2015 diperkirakan melambat, didorong oleh
melambatnya konsumsi pemerintah, dan meningkatnya impor luar negeri.
Inflasi triwulan I 2015 diperkirakan masih berada di atas kisaran target inflasi
nasional. Secara keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan menurun tajam
dibandingkan tahun 2014 seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM.
71
Optimisme konsumen dalam memandang
penghasilan saat ini menurun. Berdasarkan survei
konsumen yang dilakukan Bank Indonesia di Jawa
Tengah, indeks penghasilan memperlihatkan tren
penurunan setelah sempat naik pada periode
sebelumnya. Hal ini menunjukkan konsumen Jawa
Tengah tidak seoptimis periode lalu dalam memandang
penghasilan saat ini. Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
triwulan IV yang dirilis BPS juga memperlihatkan tren
penurunan pada pendapatan rumah tangga
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu 116,03
menjadi 98,97.
Optimisme konsumen dalam melakukan
konsumsi barang tahan lama tidak setinggi
periode sebelumnya. Sejalan dengan menurunnya
optimisme penghasilan, masyarakat juga memandang
triwulan ini merupakan periode yang tidak cukup baik
untuk melakukan pembelian barang tahan lama. Hal ini
tercermin pada indeks konsumsi barang tahan lama
yang d ipero leh dar i surve i konsumen yang
menunjukkan tren penurunan. Kondisi ini berbeda
dengan rencana pembelian barang tahan lama pada
triwulan III 2014 yang memperkirakan pembelian
barang tahan lama di triwulan IV akan meningkat. Hal
ini karena terdapat kebijakan harga BBM bersubsidi
yang tidak diprediksi sebelumnya.
70 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II III IV I II III IV
INDEKS
INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN PENDAPATAN RUMAH TANGGA KINI - ITK
Grafik 5.14. Indeks Penghasilan Konsumen danIndeks Tendensi Konsumen
2012 2013 2014
Sumber : BPS Jawa Tengah
115
120
125INDEKS
Grafik 5.15. Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama dan RencanaPembelian Barang Tahan Lama
100
105
110
I II III IV I II III IV I II III IV
INDEKS KONSUMSI BARANG TAHAN LAMA RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA - ITK
Sumber : BPS Jawa Tengah
2012 2013 2014
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada triwulan awal 2015 diperkirakan tumbuh melambat, dengan inflasi yang menurun.
Perlambatan ekonomi triwulan I 2015 diperkirakan melambat, didorong oleh
melambatnya konsumsi pemerintah, dan meningkatnya impor luar negeri.
Inflasi triwulan I 2015 diperkirakan masih berada di atas kisaran target inflasi
nasional. Secara keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan menurun tajam
dibandingkan tahun 2014 seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM.
71
Optimisme konsumen dalam memandang
penghasilan saat ini menurun. Berdasarkan survei
konsumen yang dilakukan Bank Indonesia di Jawa
Tengah, indeks penghasilan memperlihatkan tren
penurunan setelah sempat naik pada periode
sebelumnya. Hal ini menunjukkan konsumen Jawa
Tengah tidak seoptimis periode lalu dalam memandang
penghasilan saat ini. Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
triwulan IV yang dirilis BPS juga memperlihatkan tren
penurunan pada pendapatan rumah tangga
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu 116,03
menjadi 98,97.
Optimisme konsumen dalam melakukan
konsumsi barang tahan lama tidak setinggi
periode sebelumnya. Sejalan dengan menurunnya
optimisme penghasilan, masyarakat juga memandang
triwulan ini merupakan periode yang tidak cukup baik
untuk melakukan pembelian barang tahan lama. Hal ini
tercermin pada indeks konsumsi barang tahan lama
yang d ipero leh dar i surve i konsumen yang
menunjukkan tren penurunan. Kondisi ini berbeda
dengan rencana pembelian barang tahan lama pada
triwulan III 2014 yang memperkirakan pembelian
barang tahan lama di triwulan IV akan meningkat. Hal
ini karena terdapat kebijakan harga BBM bersubsidi
yang tidak diprediksi sebelumnya.
70 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II III IV I II III IV
INDEKS
INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN PENDAPATAN RUMAH TANGGA KINI - ITK
Grafik 5.14. Indeks Penghasilan Konsumen danIndeks Tendensi Konsumen
2012 2013 2014
Sumber : BPS Jawa Tengah
115
120
125INDEKS
Grafik 5.15. Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama dan RencanaPembelian Barang Tahan Lama
100
105
110
I II III IV I II III IV I II III IV
INDEKS KONSUMSI BARANG TAHAN LAMA RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA - ITK
Sumber : BPS Jawa Tengah
2012 2013 2014
Untuk keseluruhan tahun 2015, perekonomian
Jawa Tengah diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari sisi
domestik, investasi dan konsumsi, baik swasta maupun
pemerintah, diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2014. Namun demikian, ekspor
luar negeri yang tumbuh melambat sedikit menahan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015.
Dari sisi sektoral, perekonomian tahun 2015
meningkat seiring dengan kinerja tiga sektor
utama yang diperkirakan membaik. Sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami
perbaikan didukung oleh faktor cuaca yang relatif lebih
baik. Sementara itu, sektor industri pengolahan dan
perdagangan diperkirakan dapat menopang
pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya
permintaan domestik.
6.1.1 Sisi Penggunaan
Dari sisi penggunaan, konsumsi pemerintah dan
konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani
Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan melambat,
sementara konsumsi rumah tangga pada triwulan
I 2015 diperkirakan meningkat. Konsumsi
pemerintah dan LNPRT relatif melemah seiring pola
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015
diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Konsumsi diprediksikan
tumbuh melambat yang didorong oleh konsumsi
pemerintah, namun sedikit tertahan akibat perbaikan
konsumsi rumah tangga.
Meningkatnya impor luar negeri diperkirakan
juga memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan ini terjadi pada kelompok bahan baku di
tengah membaiknya kinerja ekspor. Ditambah lagi,
meningkatnya daya beli masyarakat turut mendorong
peningkatan impor kelompok barang konsumsi. Dari
sisi domestik, aktivitas perdagangan antar daerah
diperkirakan juga akan tumbuh melambat.
Dari sisi sektoral, perlambatan ekonomi pada
triwulan I 2015 diperkirakan didorong oleh
melambatnya kinerja sektor perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor. Beberapa
sektor lainnya; seperti sektor penyediaan akomodasi
dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi,
sektor pendidikan, serta sektor jasa keuangan dan
asuransi turut menyumbangkan perlambatan ekonomi
pada triwulan awal tahun 2015.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
73OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
12,00
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
I II III IV Ip
2014 2015p
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi
PDRB
PERD. BESAR & ECERAN PERTANIAN KONSTRUKSI INDUSTRI PENGOLAHAN
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
5,00
15,00
25,00
35,00
45,00
55,00
I II III IV I*
2014 2015
INDEKS YOY
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Kegiatan Usaha PDRB - skala kanan Perkiraan Kegiatan Usaha
Untuk keseluruhan tahun 2015, perekonomian
Jawa Tengah diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari sisi
domestik, investasi dan konsumsi, baik swasta maupun
pemerintah, diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2014. Namun demikian, ekspor
luar negeri yang tumbuh melambat sedikit menahan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015.
Dari sisi sektoral, perekonomian tahun 2015
meningkat seiring dengan kinerja tiga sektor
utama yang diperkirakan membaik. Sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami
perbaikan didukung oleh faktor cuaca yang relatif lebih
baik. Sementara itu, sektor industri pengolahan dan
perdagangan diperkirakan dapat menopang
pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya
permintaan domestik.
6.1.1 Sisi Penggunaan
Dari sisi penggunaan, konsumsi pemerintah dan
konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani
Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan melambat,
sementara konsumsi rumah tangga pada triwulan
I 2015 diperkirakan meningkat. Konsumsi
pemerintah dan LNPRT relatif melemah seiring pola
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015
diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Konsumsi diprediksikan
tumbuh melambat yang didorong oleh konsumsi
pemerintah, namun sedikit tertahan akibat perbaikan
konsumsi rumah tangga.
Meningkatnya impor luar negeri diperkirakan
juga memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan ini terjadi pada kelompok bahan baku di
tengah membaiknya kinerja ekspor. Ditambah lagi,
meningkatnya daya beli masyarakat turut mendorong
peningkatan impor kelompok barang konsumsi. Dari
sisi domestik, aktivitas perdagangan antar daerah
diperkirakan juga akan tumbuh melambat.
Dari sisi sektoral, perlambatan ekonomi pada
triwulan I 2015 diperkirakan didorong oleh
melambatnya kinerja sektor perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor. Beberapa
sektor lainnya; seperti sektor penyediaan akomodasi
dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi,
sektor pendidikan, serta sektor jasa keuangan dan
asuransi turut menyumbangkan perlambatan ekonomi
pada triwulan awal tahun 2015.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
73OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
12,00
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
I II III IV Ip
2014 2015p
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi
PDRB
PERD. BESAR & ECERAN PERTANIAN KONSTRUKSI INDUSTRI PENGOLAHAN
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
5,00
15,00
25,00
35,00
45,00
55,00
I II III IV I*
2014 2015
INDEKS YOY
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Kegiatan Usaha PDRB - skala kanan Perkiraan Kegiatan Usaha
LAPANGAN USAHAPertumbuhan
Ekonomi
* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update Januari 2015
2013
2014 2015 2015 2016
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Perbedaan dariWEO Oktober ‘14
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
TIONGKOK
ZONA EURO
OUTPUT DUNIA
Pangsa EksporJateng*
25,8
7,5
5,2
21,1
2,2
1,6
7,8
-0,5
3,3
2,4
0,1
7,4
0,8
3,3
3,6
0,6
6,8
1,2
3,5
0,5
-0,2
-0,3
-0,2
-0,3
0,3
-0,1
-0,5
-0,3
-0,3
Proyeksi
20163,3
0,8
6,3
1,4
3,7
tekstil akan meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan komoditas yang akan
meningkat. Kinerja industri mebel dan kayu olahan juga
diprediksikan membaik seiring perbaikan ekonomi
Kawasan Eropa dan Jepang sebagai salah satu negara
tujuan ekspor mebel. Namun demikian, terdapat risiko
perlambatan pertumbuhan di sektor tersebut di tengah
melambatnya ekonomi Tiongkok.
Impor luar negeri pada tr iwulan I 2015
diproyeksikan meningkat sehingga mendorong
p e r l a m b a t a n e k o n o m i . S e i r i n g d e n g a n
meningkatnya ekspor tekstil, impor luar negeri yang
didominasi oleh impor bahan baku mengalami
peningkatan. Berdasarkan liaison, terjadi peningkatan
volume bongkar muat di Tanjung Emas sebesar 15%. Di
tahun 2015, pertumbuhan volume bongkar muat ini
diperkirakan terus meningkat hingga 10%. Di sisi lain,
impor barang konsumsi ditengarai juga akan
meningkat di tengah membaiknya daya beli
masyarakat.
Perdagangan antar daerah pada triwulan I 2015
diperkirakan melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Namun demikian, secara
kumulatif tahun 2015, perdagangan antar daerah
mengalami peningkatan. Tingginya pertumbuhan
perdagangan antar daerah pada tahun 2015
diperkirakan akibat tingginya aktivitas perdagangan
komoditas pertanian yang relatif membaik.
Investasi diperkirakan meningkat pada triwulan I
2015, menahan perlambatan ekonomi lebih
mendalam. Peningkatan ini terkonfirmasi dari
meningkatnya impor barang modal yang tinggi di akhir
tahun 2014, mengindikasikan adanya peningkatan
produksi di triwulan I 2015. Berdasarkan hasil liaison,
investasi terealisasi melalui pembangunan pabrik,
revitalisasi mesin, dan perluasan tempat usaha. Lebih
jauh, pelaku usaha tekstil dan produk tekstil
menunjukkan optimisme adanya peningkatan
permintaan seiring perbaikan ekonomi AS.
Secara kumulatif, peningkatan investasi
diproyeksikan akan terjadi pada tahun 2015.
Investasi diperkirakan meningkat, utamanya didorong
oleh peningkatan investasi bangunan. Berdasarkan
hasil liaison, pelaku usaha akan menambah kapasitas
terpasang dengan mendirikan beberapa pabrik baru.
Selain itu, pemerintah juga akan melakukan
optimalisasi investasi berupa peningkatan infrastuktur
daerah. Beberapa proyek infrastruktur yang dilakukan
pada tahun 2015, antara lain: pembangunan jalan tol
Semarang-Solo, jalur ganda kereta api lintas Solo-
Surabaya, dan pembangunan PLTU Cilacap.
Pada triwulan I 2015, ekspor luar negeri
diperkirakan membaik meskipun relatif terbatas.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian Amerika
Serikat dan Kawasan Eropa, ekspor komoditas tekstil,
serta komoditas mebel dan kayu olahan diproyeksikan
meningkat. Berdasarkan liaison, industri manufaktur
75OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Konsumsi pemerintah diproyeksikan melambat
sehingga mendorong perlambatan ekonomi di
triwulan I 2015. Sesuai dengan siklusnya, pengeluaran
pemerintah akan menurun pada triwulan pertama di
tiap tahunnya. Berdasarkan Focus Group Discussion
(FGD), Pemda masih mengalami kesulitan dalam
pembebasan lahan, sehingga berdampak pada
terhambatnya realisasi pembangunan infrastruktur
pemerintah dan penyerapan anggaran di triwulan
awal.
Secara keseluruhan tahun 2015, konsumsi
pemerintah diperkirakan meningkat bila
dibandingkan dengan capaian di tahun 2014. Laju
pertumbuhan belanja APBD relatif meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di tahun ini,
Pemda mencanangkan Program Jalan Tanpa Lubang
serta menyelesaikan pelebaran dan perpanjangan jalan
provinsi yang telah dilakukan sebelumnya. Alokasi
tambahan dana desa bagi Pemda sebagai implementasi
dari dilaksanakannya UU Desa juga mendorong
adanya peningkatan konsumsi pemerintah di tahun
2015.
konsumsi pemerintah yang umumnya belum optimal di
triwulan I. Sementara konsumsi LNPRT melambat
karena tidak adanya kegiatan Pemilu seperti tahun
2014 silam. Sebaliknya, konsumsi rumah tangga
meningkat didorong oleh membaiknya daya beli
masyarakat di tengah kemungkinan penurunan inflasi.
Kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan
meningkat. Beberapa indikator menunjukkan adanya
optimisme dari konsumen dalam memandang
ketersediaan lapangan perkerjaan dan kondisi
ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang meningkat
juga terkonfirmasi dari meningkatnya rencana
pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta
hajatan.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2015,
pertumbuhan konsumsi swasta diperkirakan
meningkat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan
konsumsi rumah tangga, sedangkan konsumsi LNPRT
melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yang merupakan tahun penyelenggaraan Pemilu.
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
PENGGUNAAN 2014**
I II
III IVTOTAL
4,52
7,21
5,44
4,69
15,30
13,50
56,53
5,14
4,34
22,45
1,05
3,48
22,47
5,63
10,50
5,66
4,25
16,26
-10,27
6,73
19,69
-6,46
-3,46
4,19
4,68
3,43
6,87
6,04
8,92
-10,70
-16,35
5,69
4,68
3,43
6,87
6,04
8,92
-10,70
-16,35
5,69
4,34
8,62
2,66
4,46
9,55
-7,29
2,80
5,42
4,61
-7,15
5,46
7,41
-0,89
0,65
5,84
5,84
4,93
-0,37
7,77
6,77
5,07
5,26
5,85
5,78
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan I 2015 (%))
2013*Ip TOTALp
2015p
85
95
105
115
125
135
145
155
165
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV2011 2012 2013 2014
OPTIMIS
PESIMIS
EKSPEKTASI PENGHASILAN
EKSPEKTASI KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAEKSPEKTASI EKONOMI
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Sumber : Bank Indonesia
95
100
105
110
115
120
125
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
PENDAPATAN RT MENDATANG
RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN
ITK MENDATANG
INDEKS
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
74 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
LAPANGAN USAHAPertumbuhan
Ekonomi
* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update Januari 2015
2013
2014 2015 2015 2016
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Perbedaan dariWEO Oktober ‘14
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
TIONGKOK
ZONA EURO
OUTPUT DUNIA
Pangsa EksporJateng*
25,8
7,5
5,2
21,1
2,2
1,6
7,8
-0,5
3,3
2,4
0,1
7,4
0,8
3,3
3,6
0,6
6,8
1,2
3,5
0,5
-0,2
-0,3
-0,2
-0,3
0,3
-0,1
-0,5
-0,3
-0,3
Proyeksi
20163,3
0,8
6,3
1,4
3,7
tekstil akan meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan komoditas yang akan
meningkat. Kinerja industri mebel dan kayu olahan juga
diprediksikan membaik seiring perbaikan ekonomi
Kawasan Eropa dan Jepang sebagai salah satu negara
tujuan ekspor mebel. Namun demikian, terdapat risiko
perlambatan pertumbuhan di sektor tersebut di tengah
melambatnya ekonomi Tiongkok.
Impor luar negeri pada tr iwulan I 2015
diproyeksikan meningkat sehingga mendorong
p e r l a m b a t a n e k o n o m i . S e i r i n g d e n g a n
meningkatnya ekspor tekstil, impor luar negeri yang
didominasi oleh impor bahan baku mengalami
peningkatan. Berdasarkan liaison, terjadi peningkatan
volume bongkar muat di Tanjung Emas sebesar 15%. Di
tahun 2015, pertumbuhan volume bongkar muat ini
diperkirakan terus meningkat hingga 10%. Di sisi lain,
impor barang konsumsi ditengarai juga akan
meningkat di tengah membaiknya daya beli
masyarakat.
Perdagangan antar daerah pada triwulan I 2015
diperkirakan melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Namun demikian, secara
kumulatif tahun 2015, perdagangan antar daerah
mengalami peningkatan. Tingginya pertumbuhan
perdagangan antar daerah pada tahun 2015
diperkirakan akibat tingginya aktivitas perdagangan
komoditas pertanian yang relatif membaik.
Investasi diperkirakan meningkat pada triwulan I
2015, menahan perlambatan ekonomi lebih
mendalam. Peningkatan ini terkonfirmasi dari
meningkatnya impor barang modal yang tinggi di akhir
tahun 2014, mengindikasikan adanya peningkatan
produksi di triwulan I 2015. Berdasarkan hasil liaison,
investasi terealisasi melalui pembangunan pabrik,
revitalisasi mesin, dan perluasan tempat usaha. Lebih
jauh, pelaku usaha tekstil dan produk tekstil
menunjukkan optimisme adanya peningkatan
permintaan seiring perbaikan ekonomi AS.
Secara kumulatif, peningkatan investasi
diproyeksikan akan terjadi pada tahun 2015.
Investasi diperkirakan meningkat, utamanya didorong
oleh peningkatan investasi bangunan. Berdasarkan
hasil liaison, pelaku usaha akan menambah kapasitas
terpasang dengan mendirikan beberapa pabrik baru.
Selain itu, pemerintah juga akan melakukan
optimalisasi investasi berupa peningkatan infrastuktur
daerah. Beberapa proyek infrastruktur yang dilakukan
pada tahun 2015, antara lain: pembangunan jalan tol
Semarang-Solo, jalur ganda kereta api lintas Solo-
Surabaya, dan pembangunan PLTU Cilacap.
Pada triwulan I 2015, ekspor luar negeri
diperkirakan membaik meskipun relatif terbatas.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian Amerika
Serikat dan Kawasan Eropa, ekspor komoditas tekstil,
serta komoditas mebel dan kayu olahan diproyeksikan
meningkat. Berdasarkan liaison, industri manufaktur
75OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Konsumsi pemerintah diproyeksikan melambat
sehingga mendorong perlambatan ekonomi di
triwulan I 2015. Sesuai dengan siklusnya, pengeluaran
pemerintah akan menurun pada triwulan pertama di
tiap tahunnya. Berdasarkan Focus Group Discussion
(FGD), Pemda masih mengalami kesulitan dalam
pembebasan lahan, sehingga berdampak pada
terhambatnya realisasi pembangunan infrastruktur
pemerintah dan penyerapan anggaran di triwulan
awal.
Secara keseluruhan tahun 2015, konsumsi
pemerintah diperkirakan meningkat bila
dibandingkan dengan capaian di tahun 2014. Laju
pertumbuhan belanja APBD relatif meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di tahun ini,
Pemda mencanangkan Program Jalan Tanpa Lubang
serta menyelesaikan pelebaran dan perpanjangan jalan
provinsi yang telah dilakukan sebelumnya. Alokasi
tambahan dana desa bagi Pemda sebagai implementasi
dari dilaksanakannya UU Desa juga mendorong
adanya peningkatan konsumsi pemerintah di tahun
2015.
konsumsi pemerintah yang umumnya belum optimal di
triwulan I. Sementara konsumsi LNPRT melambat
karena tidak adanya kegiatan Pemilu seperti tahun
2014 silam. Sebaliknya, konsumsi rumah tangga
meningkat didorong oleh membaiknya daya beli
masyarakat di tengah kemungkinan penurunan inflasi.
Kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan
meningkat. Beberapa indikator menunjukkan adanya
optimisme dari konsumen dalam memandang
ketersediaan lapangan perkerjaan dan kondisi
ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang meningkat
juga terkonfirmasi dari meningkatnya rencana
pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta
hajatan.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2015,
pertumbuhan konsumsi swasta diperkirakan
meningkat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan
konsumsi rumah tangga, sedangkan konsumsi LNPRT
melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yang merupakan tahun penyelenggaraan Pemilu.
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
PENGGUNAAN 2014**
I II
III IVTOTAL
4,52
7,21
5,44
4,69
15,30
13,50
56,53
5,14
4,34
22,45
1,05
3,48
22,47
5,63
10,50
5,66
4,25
16,26
-10,27
6,73
19,69
-6,46
-3,46
4,19
4,68
3,43
6,87
6,04
8,92
-10,70
-16,35
5,69
4,68
3,43
6,87
6,04
8,92
-10,70
-16,35
5,69
4,34
8,62
2,66
4,46
9,55
-7,29
2,80
5,42
4,61
-7,15
5,46
7,41
-0,89
0,65
5,84
5,84
4,93
-0,37
7,77
6,77
5,07
5,26
5,85
5,78
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan I 2015 (%))
2013*Ip TOTALp
2015p
85
95
105
115
125
135
145
155
165
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV2011 2012 2013 2014
OPTIMIS
PESIMIS
EKSPEKTASI PENGHASILAN
EKSPEKTASI KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAEKSPEKTASI EKONOMI
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Sumber : Bank Indonesia
95
100
105
110
115
120
125
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
PENDAPATAN RT MENDATANG
RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN
ITK MENDATANG
INDEKS
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
74 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
I II III IV I II III IV I II III IV I*2012 2013 2014 2015
%, QTQ
Grafik 6.8 Laju Pertumbuhan Triwulanan IHPRBerdasarkan Tipe Residensial
*Angka PerkiraanSumber: Bank Indonesia
IHPR TIPE KECIL IHPR TIPE MENENGAH IHPR TIPE BESAR
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
145
150
155
160
165
170
175
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
INDEKS YOY
Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
Sumber: Bank Indonesia
IHPR PERUBAHAN TAHUNAN (YOY) - SKALA KANANPERUBAHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
6,79% (yoy) atau menurun bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu sebesar 7,08% (yoy).
Tekanan inflasi triwulan I 2015 utamanya
diperkirakan berasal dari kelompok administered
prices dan volatile foods. Sementara inflasi
kelompok inti diprakirakan akan turun terbatas.
Inflasi kelompok administered prices didorong
oleh penyesuaian harga BBM, Tarif Tenaga Listrik
(TTL) dan elpiji 12 kg. Meskipun pemerintah telah
menurunkan harga BBM sebanyak 2 kali di bulan
Januari 2015, harga BBM masih sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan harga BBM triwulan I tahun
2014 sehingga nilai inflasi tahunan triwulan I 2015
diprakirakan masih bernilai positif. Namun demikian,
secara triwulanan kelompok administered prices
diprakirakan akan mengalami deflasi bila dibandingkan
dengan triwulan IV 2014. Dikeluarkannya Peraturan
Gubernur No. 7 tahun 2015 tentang Penyesuaian Tarif
Angkutan yang menurunkan tarif angkutan umum
sebesar 5,1% juga diperkirakan akan turut membantu
pengurangan tekanan inflasi di triwulan I 2015.
Inflasi volatile foods diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Harga beberapa komoditas pangan yang sudah
meningkat akibat kenaikan harga BBM di November
2014 cenderung bersifat persisten, dan belum
mengalami penurunan yang signif ikan sejak
besar dan eceran di triwulan I 2015. Meskipun
demikian, pelaku usaha retail memandang omset
mereka relatif tetap terjaga pada tahun 2015,
walaupun terdapat tekanan akibat naiknya biaya
operasional, seperti biaya bahan bakar dan tarif listrik.
Kinerja sektor konstruksi diperkirakan melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)
secara triwulanan dan tahunan menunjukkan adanya
tren perlambatan di triwulan I 2015. Meskipun
demikian, secara kumulatif tahun 2015, sektor ini
diperkirakan akan meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya seiring dengan pembangunan properti
yang cukup pesat di beberapa kota besar di Jawa
Tengah serta akselerasi proyek infrastruktur oleh
Pemda.
6.2.1 Perkiraan Inflasi Triwulan I 2015
Inflasi pada triwulan I diperkirakan masih berada di atas
kisaran target inflasi nasional. Kenaikan harga BBM
pada bulan November 2014 ditengarai masih
memberikan dampak pada kenaikan harga berbagai
komoditas. Penurunan harga BBM pada bulan Januari
2015 diprakirakan masih belum dapat mendorong
normalisasi harga berbagai komoditas yang sudah naik
sebelumnya terkait kenaikan harga BBM di bulan
November 2014. Inflasi triwulan I diperkirakan sebesar
6.2 Inflasi
77OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
6.1.2 Sisi SektoralDari sisi sektoral, sektor perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor yang merupakan salah
satu sektor utama di Jawa Tengah diperkirakan
mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi daerah
juga didorong oleh melambatnya beberapa sektor
lainnya. Sektor penyediaan akomodasi dan makan
minum melambat di tengah larangan Pemerintah
untuk mengadakan rapat di hotel. Sektor jasa
pendid ikan juga mencatatkan per lambatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Di lain pihak,
beberapa sektor utama lainnnya diperkirakan tumbuh
membaik.
Pada triwulan I 2015, sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan diperkirakan
meningkat sejalan dengan meningkatnya
pasokan memasuki masa panen raya. Berdasarkan
liaison dengan para pedagang, pasokan komoditas
bawang merah dan cabai merah diperkirakan tetap
terjaga. Namun demikian, subsektor perikanan
diperkirakan melambat seiring dengan adanya
larangan penggunaan alat tangkap pukat dan
hela/cantrang oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Berdasarkan hasil liaison, larangan ini akan
berimplikasi pada penurunan produktivitas subsektor
perikanan di Jawa Tengah. Secara kumulatif, terjaganya
pasokan komoditas pangan utama diperkirakan dapat
menjaga produktivitas sektor perikanan, kehutanan,
dan perikanan pada tahun 2015.
Grafik 6.5 Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Sumber : BPS Jawa Tengah
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
80
100
120
140
160
180
200
220
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
INDEKS YOY
INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN (IPE) PERTUMBUHAN IPE
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan
awal 2015 diperkirakan meningkat secara
terbatas. Peningkatan industri ini didorong oleh
membaiknya kinerja industri nonmigas, terutama
subsektor industri tekstil dan industri makanan dan
minuman. Pada subsektor industri furnitur, kinerja
sektor tersebut relatif stabil. Berdasarkan hasil liaison,
beberapa pelaku usaha di sektor mebel dan kayu
olahan berusaha melakukan diversifikasi produk mebel
dan kayu olahan ke kawasan Eropa serta Tiongkok. Di
lain pihak, kinerja industri migas diperkirakan stabil.
Proyek pembangunan kilang Residual Fluid Catalytic
Cracking (RFCC) di Cilacap diprediksikan mulai
beroperasi pada triwulan II 2015. Secara kumulatif,
industri pengolahan di tahun 2015 diperkirakan lebih
baik dibandingkan tahun 2014. Industri pengolahan
migas mengalami peningkatan produksi. Begitu pula
dengan kinerja industri nonmigas yang membaik
seiring meningkatnya permintaan domestik.
Pada triwulan I 2015, perlambatan kinerja sektor
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor mendorong melambatnya
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Sektor ini
tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi dari menurunnya
ekspektasi penjualan pada triwulan awal 2015. Di
samping itu, tidak seperti Natal dan Tahun Baru,
perayaan hari besar Imlek memiliki dampak yang
terbatas dalam mendorong peningkatan perdagangan
76 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Grafik 6.6 Perkembangan Ekspektasi Penjualan
Sumber : BPS Jawa Tengah
8090
100110120130140150160170
EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BULAN YAD
INDEKS
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
I II III IV I II III IV I II III IV I*2012 2013 2014 2015
%, QTQ
Grafik 6.8 Laju Pertumbuhan Triwulanan IHPRBerdasarkan Tipe Residensial
*Angka PerkiraanSumber: Bank Indonesia
IHPR TIPE KECIL IHPR TIPE MENENGAH IHPR TIPE BESAR
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
145
150
155
160
165
170
175
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
INDEKS YOY
Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
Sumber: Bank Indonesia
IHPR PERUBAHAN TAHUNAN (YOY) - SKALA KANANPERUBAHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
6,79% (yoy) atau menurun bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu sebesar 7,08% (yoy).
Tekanan inflasi triwulan I 2015 utamanya
diperkirakan berasal dari kelompok administered
prices dan volatile foods. Sementara inflasi
kelompok inti diprakirakan akan turun terbatas.
Inflasi kelompok administered prices didorong
oleh penyesuaian harga BBM, Tarif Tenaga Listrik
(TTL) dan elpiji 12 kg. Meskipun pemerintah telah
menurunkan harga BBM sebanyak 2 kali di bulan
Januari 2015, harga BBM masih sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan harga BBM triwulan I tahun
2014 sehingga nilai inflasi tahunan triwulan I 2015
diprakirakan masih bernilai positif. Namun demikian,
secara triwulanan kelompok administered prices
diprakirakan akan mengalami deflasi bila dibandingkan
dengan triwulan IV 2014. Dikeluarkannya Peraturan
Gubernur No. 7 tahun 2015 tentang Penyesuaian Tarif
Angkutan yang menurunkan tarif angkutan umum
sebesar 5,1% juga diperkirakan akan turut membantu
pengurangan tekanan inflasi di triwulan I 2015.
Inflasi volatile foods diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Harga beberapa komoditas pangan yang sudah
meningkat akibat kenaikan harga BBM di November
2014 cenderung bersifat persisten, dan belum
mengalami penurunan yang signif ikan sejak
besar dan eceran di triwulan I 2015. Meskipun
demikian, pelaku usaha retail memandang omset
mereka relatif tetap terjaga pada tahun 2015,
walaupun terdapat tekanan akibat naiknya biaya
operasional, seperti biaya bahan bakar dan tarif listrik.
Kinerja sektor konstruksi diperkirakan melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)
secara triwulanan dan tahunan menunjukkan adanya
tren perlambatan di triwulan I 2015. Meskipun
demikian, secara kumulatif tahun 2015, sektor ini
diperkirakan akan meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya seiring dengan pembangunan properti
yang cukup pesat di beberapa kota besar di Jawa
Tengah serta akselerasi proyek infrastruktur oleh
Pemda.
6.2.1 Perkiraan Inflasi Triwulan I 2015
Inflasi pada triwulan I diperkirakan masih berada di atas
kisaran target inflasi nasional. Kenaikan harga BBM
pada bulan November 2014 ditengarai masih
memberikan dampak pada kenaikan harga berbagai
komoditas. Penurunan harga BBM pada bulan Januari
2015 diprakirakan masih belum dapat mendorong
normalisasi harga berbagai komoditas yang sudah naik
sebelumnya terkait kenaikan harga BBM di bulan
November 2014. Inflasi triwulan I diperkirakan sebesar
6.2 Inflasi
77OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
6.1.2 Sisi SektoralDari sisi sektoral, sektor perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor yang merupakan salah
satu sektor utama di Jawa Tengah diperkirakan
mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi daerah
juga didorong oleh melambatnya beberapa sektor
lainnya. Sektor penyediaan akomodasi dan makan
minum melambat di tengah larangan Pemerintah
untuk mengadakan rapat di hotel. Sektor jasa
pendid ikan juga mencatatkan per lambatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Di lain pihak,
beberapa sektor utama lainnnya diperkirakan tumbuh
membaik.
Pada triwulan I 2015, sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan diperkirakan
meningkat sejalan dengan meningkatnya
pasokan memasuki masa panen raya. Berdasarkan
liaison dengan para pedagang, pasokan komoditas
bawang merah dan cabai merah diperkirakan tetap
terjaga. Namun demikian, subsektor perikanan
diperkirakan melambat seiring dengan adanya
larangan penggunaan alat tangkap pukat dan
hela/cantrang oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Berdasarkan hasil liaison, larangan ini akan
berimplikasi pada penurunan produktivitas subsektor
perikanan di Jawa Tengah. Secara kumulatif, terjaganya
pasokan komoditas pangan utama diperkirakan dapat
menjaga produktivitas sektor perikanan, kehutanan,
dan perikanan pada tahun 2015.
Grafik 6.5 Perkembangan Indeks Penjualan Eceran
Sumber : BPS Jawa Tengah
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
80
100
120
140
160
180
200
220
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
INDEKS YOY
INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN (IPE) PERTUMBUHAN IPE
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan
awal 2015 diperkirakan meningkat secara
terbatas. Peningkatan industri ini didorong oleh
membaiknya kinerja industri nonmigas, terutama
subsektor industri tekstil dan industri makanan dan
minuman. Pada subsektor industri furnitur, kinerja
sektor tersebut relatif stabil. Berdasarkan hasil liaison,
beberapa pelaku usaha di sektor mebel dan kayu
olahan berusaha melakukan diversifikasi produk mebel
dan kayu olahan ke kawasan Eropa serta Tiongkok. Di
lain pihak, kinerja industri migas diperkirakan stabil.
Proyek pembangunan kilang Residual Fluid Catalytic
Cracking (RFCC) di Cilacap diprediksikan mulai
beroperasi pada triwulan II 2015. Secara kumulatif,
industri pengolahan di tahun 2015 diperkirakan lebih
baik dibandingkan tahun 2014. Industri pengolahan
migas mengalami peningkatan produksi. Begitu pula
dengan kinerja industri nonmigas yang membaik
seiring meningkatnya permintaan domestik.
Pada triwulan I 2015, perlambatan kinerja sektor
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor mendorong melambatnya
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Sektor ini
tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi dari menurunnya
ekspektasi penjualan pada triwulan awal 2015. Di
samping itu, tidak seperti Natal dan Tahun Baru,
perayaan hari besar Imlek memiliki dampak yang
terbatas dalam mendorong peningkatan perdagangan
76 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Grafik 6.6 Perkembangan Ekspektasi Penjualan
Sumber : BPS Jawa Tengah
8090
100110120130140150160170
EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BULAN YAD
INDEKS
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Kelompok administered prices diperkirakan akan
mengalami deflasi, sejalan dengan dampak kenaikan
akhir BBM di tahun 2014 yang diperkirakan akan
menghilang dan juga tren harga minyak dunia yang
mengalami penurunan.
Selain itu, tekanan inflasi yang berasal dari
kelompok volatile foods juga diperkirakan akan
menurun. Penurunan ini didukung oleh terjaganya
ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga
komoditas pangan strategis. Selain itu, semakin
solidnya koordinasi antara Pemerintah dan BI dalam
forum TPI/TPID turut mendukung penurunan inflasi
Jawa Tengah. Namun demikian, anomali kondisi cuaca
yang mempengaruhi musim tanam dan juga musim
panen perlu untuk diwaspadai. Selain itu, bencana
alam lainnya seperti banjir ataupun badai juga dapat
menimbulkan gejolak harga pangan.
Inflasi inti diperkirakan akan mengalami
penurunan. Inflasi inti diperkirakan akan
mengalami penurunan sejalan dengan penurunan
harga BBM. Turunnya harga BBM diperkirakan akan
turut memberikan penurunan tekanan inflasi bagi
berbagai macam komoditas, termasuk komoditas-
komoditas yang terdapat pada kelompok inti.
Di sisi lain, komoditas daging ayam ras dan telur
ayam ras merupakan penyumbang inflasi terbesar
dengan sumbangan sebesar 0,09% dan 0,08%.
Kenaikan harga daging ayam ras diduga terjadi akibat
kenaikan harga pakan ternak dan bibit ayam (Day Old
Chick/DOC) yang menyebabkan naiknya biaya
produksi. Selain itu, stok yang berkurang di pasaran
juga menjadi faktor pemicu terjadinya inflasi pada
komoditas ini.
Kelompok inti masih mengalami inflasi sebesar
0,56% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 0,79% (mtm).
Namun secara tahunan, inflasi inti meningkat dari
5,01% (yoy) di Desember 2014, menjadi 5,04% (yoy) di
Januari 2015. Harga barang-barang yang sudah
meningkat akibat kenaikan harga BBM di November
2014 cenderung bersifat persisten, dan belum
mengalami penurunan yang signif ikan sejak
penurunan harga BBM di Januari 2015. Selain itu,
tekanan di kelompok inti juga didorong oleh kenaikan
UMK dan tingginya kebutuhan tenaga kerja yang
tercermin dari inflasi komoditas tukang bukan mandor
sebesar 0,05% yang menjadi salah satu komoditas
utama penyumbang inflasi. Sedangkan dari sisi
eksternal, tekanan inflasi terutama bersumber dari
depresiasi Rupiah yang mencapai 1,13% (mtm) atau
3,28% (yoy).
6.2.2 Inflasi 2015
Untuk kese luruhan tahun 2015 , inf las i
diperkirakan akan menurun dibanding tahun
sebelumnya. Inflasi tahun 2015 diperkirakan sebesar
4,0% - 4,5% (yoy), atau turun tajam dibandingkan
tahun 2014 sebesar 8,22% (yoy). Dampak kenaikan
BBM bersubsidi diperkirakan sudah hilang di akhir
2015.
79OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.10
160
165
170
175
180
185
190
195
200
2013 2014
Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Ekspektasi Harga 6 Bulan yad
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Wilayah V
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
Ip
mendorong tekanan harga ke bawah. Hal ini tercermin
dari kelompok barang yang diatur pemerintah
(administered prices) dan kelompok pangan (volatile
foods) yang mengalami deflasi di Januari 2015.
Kelompok administered prices secara bulanan
tercatat mengalami deflasi sebesar 2,93% (mtm).
Sementara secara tahunan, inflasi di kelompok ini
sebesar 10,71% (yoy), turun tajam dibandingkan bulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 15,37% (yoy).
Penurunan ini merupakan dampak dari turunnya harga
BBM di bulan tersebut, dari Rp8.500 dan Rp7.500 di
akhir Desember 2014 menjadi Rp6.600 dan Rp6.500 di
akhir Januari. Dengan demikian, bensin menjadi
penyumbang utama deflasi dengan nilai sumbangan
0,79%.
Kelompok volatile foods juga mengalami deflasi
sebesar 0,56% (mtm). Secara tahunan, inflasi di
kelompok ini pun turun dari 11,49% (yoy) di bulan
sebelumnya menjadi 8,31% (yoy) di Januari 2015.
Penurunan ini terutama disumbang oleh komoditas
cabai merah dengan deflasi 0,34% dan cabai rawit
dengan deflasi sebesar 0,08%. Faktor utama yang
mendorong penurunan harga tersebut diantaranya
stok yang melimpah di pasaran terkait dengan mulai
masuknya musim panen cabai di beberapa daerah.
penurunan harga BBM di Januari 2015. Komoditas
yang diperkirakan memberikan tekanan pada inflasi
adalah beras dan daging ayam ras.
Inflasi kelompok inti diperkirakan sedikit
menurun dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Turunnya harga BBM diperkirakan
juga memberikan dampak bagi penurunan harga
berbagai komoditas lainnya. Namun demikian,
penurunan harga tersebut diperkirakan tidak akan
signifikan terkait dengan persistensi harga-harga
komoditas yang telah mengalami kenaikan dengan
adanya kenaikan harga BBM bulan November 2014. Di
sisi lain, tekanan di kelompok inti juga didorong oleh
kenaikan UMK dan tingginya kebutuhan tenaga kerja.
6.2.2 Inflasi Januari 2015
Provinsi Jawa Tengah pada Januari 2015
mengalami deflasi sebesar 0,35% (mtm), berbalik
arah setelah mengalami inflasi tinggi di Desember
2014 yang mencapai 2,25% (mtm). Secara tahunan,
inflasi IHK menurun dari 8,22% (yoy) di bulan lalu
menjadi 6,79% (yoy). Rendahnya tekanan harga di
bulan ini terutama didorong oleh penurunan harga
BBM yang bertransmisi pada penurunan tarif angkutan
dan harga komoditas lainnya. Selain itu, penurunan
harga pangan yang utamanya bersumber dari
komoditas cabai merah dan cabai rawit turut
78 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Kelompok administered prices diperkirakan akan
mengalami deflasi, sejalan dengan dampak kenaikan
akhir BBM di tahun 2014 yang diperkirakan akan
menghilang dan juga tren harga minyak dunia yang
mengalami penurunan.
Selain itu, tekanan inflasi yang berasal dari
kelompok volatile foods juga diperkirakan akan
menurun. Penurunan ini didukung oleh terjaganya
ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga
komoditas pangan strategis. Selain itu, semakin
solidnya koordinasi antara Pemerintah dan BI dalam
forum TPI/TPID turut mendukung penurunan inflasi
Jawa Tengah. Namun demikian, anomali kondisi cuaca
yang mempengaruhi musim tanam dan juga musim
panen perlu untuk diwaspadai. Selain itu, bencana
alam lainnya seperti banjir ataupun badai juga dapat
menimbulkan gejolak harga pangan.
Inflasi inti diperkirakan akan mengalami
penurunan. Inflasi inti diperkirakan akan
mengalami penurunan sejalan dengan penurunan
harga BBM. Turunnya harga BBM diperkirakan akan
turut memberikan penurunan tekanan inflasi bagi
berbagai macam komoditas, termasuk komoditas-
komoditas yang terdapat pada kelompok inti.
Di sisi lain, komoditas daging ayam ras dan telur
ayam ras merupakan penyumbang inflasi terbesar
dengan sumbangan sebesar 0,09% dan 0,08%.
Kenaikan harga daging ayam ras diduga terjadi akibat
kenaikan harga pakan ternak dan bibit ayam (Day Old
Chick/DOC) yang menyebabkan naiknya biaya
produksi. Selain itu, stok yang berkurang di pasaran
juga menjadi faktor pemicu terjadinya inflasi pada
komoditas ini.
Kelompok inti masih mengalami inflasi sebesar
0,56% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 0,79% (mtm).
Namun secara tahunan, inflasi inti meningkat dari
5,01% (yoy) di Desember 2014, menjadi 5,04% (yoy) di
Januari 2015. Harga barang-barang yang sudah
meningkat akibat kenaikan harga BBM di November
2014 cenderung bersifat persisten, dan belum
mengalami penurunan yang signif ikan sejak
penurunan harga BBM di Januari 2015. Selain itu,
tekanan di kelompok inti juga didorong oleh kenaikan
UMK dan tingginya kebutuhan tenaga kerja yang
tercermin dari inflasi komoditas tukang bukan mandor
sebesar 0,05% yang menjadi salah satu komoditas
utama penyumbang inflasi. Sedangkan dari sisi
eksternal, tekanan inflasi terutama bersumber dari
depresiasi Rupiah yang mencapai 1,13% (mtm) atau
3,28% (yoy).
6.2.2 Inflasi 2015
Untuk kese luruhan tahun 2015 , inf las i
diperkirakan akan menurun dibanding tahun
sebelumnya. Inflasi tahun 2015 diperkirakan sebesar
4,0% - 4,5% (yoy), atau turun tajam dibandingkan
tahun 2014 sebesar 8,22% (yoy). Dampak kenaikan
BBM bersubsidi diperkirakan sudah hilang di akhir
2015.
79OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.10
160
165
170
175
180
185
190
195
200
2013 2014
Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Ekspektasi Harga 6 Bulan yad
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Wilayah V
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
Ip
mendorong tekanan harga ke bawah. Hal ini tercermin
dari kelompok barang yang diatur pemerintah
(administered prices) dan kelompok pangan (volatile
foods) yang mengalami deflasi di Januari 2015.
Kelompok administered prices secara bulanan
tercatat mengalami deflasi sebesar 2,93% (mtm).
Sementara secara tahunan, inflasi di kelompok ini
sebesar 10,71% (yoy), turun tajam dibandingkan bulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 15,37% (yoy).
Penurunan ini merupakan dampak dari turunnya harga
BBM di bulan tersebut, dari Rp8.500 dan Rp7.500 di
akhir Desember 2014 menjadi Rp6.600 dan Rp6.500 di
akhir Januari. Dengan demikian, bensin menjadi
penyumbang utama deflasi dengan nilai sumbangan
0,79%.
Kelompok volatile foods juga mengalami deflasi
sebesar 0,56% (mtm). Secara tahunan, inflasi di
kelompok ini pun turun dari 11,49% (yoy) di bulan
sebelumnya menjadi 8,31% (yoy) di Januari 2015.
Penurunan ini terutama disumbang oleh komoditas
cabai merah dengan deflasi 0,34% dan cabai rawit
dengan deflasi sebesar 0,08%. Faktor utama yang
mendorong penurunan harga tersebut diantaranya
stok yang melimpah di pasaran terkait dengan mulai
masuknya musim panen cabai di beberapa daerah.
penurunan harga BBM di Januari 2015. Komoditas
yang diperkirakan memberikan tekanan pada inflasi
adalah beras dan daging ayam ras.
Inflasi kelompok inti diperkirakan sedikit
menurun dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Turunnya harga BBM diperkirakan
juga memberikan dampak bagi penurunan harga
berbagai komoditas lainnya. Namun demikian,
penurunan harga tersebut diperkirakan tidak akan
signifikan terkait dengan persistensi harga-harga
komoditas yang telah mengalami kenaikan dengan
adanya kenaikan harga BBM bulan November 2014. Di
sisi lain, tekanan di kelompok inti juga didorong oleh
kenaikan UMK dan tingginya kebutuhan tenaga kerja.
6.2.2 Inflasi Januari 2015
Provinsi Jawa Tengah pada Januari 2015
mengalami deflasi sebesar 0,35% (mtm), berbalik
arah setelah mengalami inflasi tinggi di Desember
2014 yang mencapai 2,25% (mtm). Secara tahunan,
inflasi IHK menurun dari 8,22% (yoy) di bulan lalu
menjadi 6,79% (yoy). Rendahnya tekanan harga di
bulan ini terutama didorong oleh penurunan harga
BBM yang bertransmisi pada penurunan tarif angkutan
dan harga komoditas lainnya. Selain itu, penurunan
harga pangan yang utamanya bersumber dari
komoditas cabai merah dan cabai rawit turut
78 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Share of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada
pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Share Effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi
kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini, dengan skala 1-100.
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi
kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup,
yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Daftar Istilah
81DAFTAR ISTILAH
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Share of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada
pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Share Effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi
kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini, dengan skala 1-100.
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi
kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup,
yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Daftar Istilah
81DAFTAR ISTILAH
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan
pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama
dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta
maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet
seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau
bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil
perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank
Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang
diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin
besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari
jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus
dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering
disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet
maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.
83DAFTAR ISTILAH
Andil Inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan.
Bobot Inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang
diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Ekspor
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji,
bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu
sebagai dasar perhitungannya.
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri
dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode
tertentu.
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash
outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi
sebaliknya.
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman
pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva.
Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada
pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan.
82 DAFTAR ISTILAH
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan
pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama
dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta
maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet
seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau
bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil
perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank
Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang
diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin
besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari
jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus
dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering
disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet
maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.
83DAFTAR ISTILAH
Andil Inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan.
Bobot Inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang
diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Ekspor
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji,
bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu
sebagai dasar perhitungannya.
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri
dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode
tertentu.
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash
outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi
sebaliknya.
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman
pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva.
Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada
pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan.
82 DAFTAR ISTILAH
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak
atau balas jasa ( fee ).
Inflasi Inti/ Core
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor dasar, seperti (i) interaksi permintaan dan penawaran, (ii) lingkungan
eksternal (nilai tukar, harga komoditi, dan inflasi mitra dagang), dan (iii) ekpektasi inflasi dari pedagang dan
konsumen.
85DAFTAR ISTILAH
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang
kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan
(assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha tersebut.
Pekerja Dibayar
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-
tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.
Pekerja Tidak Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak
mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di
perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku,
bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non
industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang
dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok
barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.
Gross Margin
Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar
dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa
sehomogen mungkin, Umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri
mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan
penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.
84 DAFTAR ISTILAH
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak
atau balas jasa ( fee ).
Inflasi Inti/ Core
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor dasar, seperti (i) interaksi permintaan dan penawaran, (ii) lingkungan
eksternal (nilai tukar, harga komoditi, dan inflasi mitra dagang), dan (iii) ekpektasi inflasi dari pedagang dan
konsumen.
85DAFTAR ISTILAH
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang
kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan
(assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha tersebut.
Pekerja Dibayar
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-
tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.
Pekerja Tidak Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak
mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di
perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku,
bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non
industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang
dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok
barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.
Gross Margin
Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar
dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa
sehomogen mungkin, Umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri
mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan
penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.
84 DAFTAR ISTILAH