kata pengantar - bi.go.id · jumlah kantor bank umum menurut status kepemilikan di ... perkembangan...
TRANSCRIPT
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III 2014” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi
mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi
yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai
pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita
semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan
pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
I
Semarang, November 2014KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
WILAYAH V
Ttd
SutiknoDirektur Eksekutif
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Daftar Suplemen
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
BAB II Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Volatile Foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
BAB III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
iiiDAFTAR ISI
i
iii
v
vii
xi
xiii
1
7
7
7
13
23
23
26
26
27
27
28
28
28
30
31
33
39
39
39
39
40
41
42
43
Daftar Isi
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
3.6. Perkembangan Perkasan
BAB IV Perkembangan Keuangan Daerah
4.1. Realisasi APBD Triwulan III 2014
4.2. Perbandingan Realisasi APBD Triwulan III 2014 dan Triwulan III 2013
BAB V Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
BAB VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Sektoral
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2014
6.2.2. Inflasi Oktober 2014
6.2.3. Inflasi 2014
44
45
46
47
51
51
52
57
57
60
60
63
71
71
71
73
74
74
74
75
iv DAFTAR ISI
Daftar Isi
7
7
13
13
25
25
26
27
40
44
51
54
57
58
59
59
60
62
72
73
vDAFTAR TABEL
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
Tahun 2012 – 2014 (%)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
Tahun 2012 – 2014 (%)
Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw I - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014 (Rp Miliar)
Tabel 4.2. Perbandingan % Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III 2014
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,
Agustus 2013- Agustus 20114 (juta orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013-
Agustus 20114 (juta orang)
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan, Agustus 2013- Agustus 20114 (juta orang)
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010 – Maret 2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan IV 2014 (%)
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
8
8
8
8
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
12
13
14
14
14
14
15
15
15
15
16
16
16
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.2. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Jawa Tengah
Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.4. Survei Tendensi Konsumen
Grafik 1.5. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.6. Pertumbuhan Giro Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Grafik 1.7. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
Grafik 1.8. Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan III 2014
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah Triwulan III
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan III
Tahun 2014 (%)
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.27. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
Grafik 1.29. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Jawa Tengah
Grafik 1.30. Perkembangan Penjualan Listrik di Jabagteng
viiDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 1.31. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jabagteng
Grafik 1.32. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.33. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.34. Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah
Grafik 1.35. Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Jawa Tengah
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah
Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.5. Perkembangan Harga Emas
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.7. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2014
Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan III
Grafik 2.10. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.11. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras
Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Bulanan Minyak Goreng dan Perkembangan Harga CPO
Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabe Merah
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan III
Grafik 2.17. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Bulanan Tarif Listrik
Grafik 2.19. Inflasi Bulan September Bahan Bakar Rumah Tangga di 6 Kota di Jawa Tengah
Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan III
Grafik 2.21. Perkembangan Output Gap dan Pertumbuhan Ekonomi Tahunan
Grafik 2.22. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.23. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.24. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
Grafik 2.25. Perkembangan Harga Komoditas Internasional
Grafik 2.26. Inflasi Tahunan Triwulan III 2014
Grafik 2.27. Perkembangan Inflasi Tahunan di 6 Kota di Jawa Tengah
Grafik 2.28. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di 6 kota di Jawa Tengah
16
16
16
17
17
23
23
24
24
28
28
28
29
29
29
29
30
30
30
30
31
31
31
31
32
32
32
32
33
33
33
33
34
viii DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
34
39
39
41
41
41
41
42
42
42
42
43
43
43
44
44
45
45
45
45
46
46
47
47
47
47
48
48
48
ixDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 2.29. Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar di 6 Kota di Jawa
Tengah
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4. Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.17. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.18. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Grafik 3.19. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Grafik 3.20. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.21. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.22. Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.23. Perkembangan Rata-Rata Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.24. Perkembangan Nilai RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.25. Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.26. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah 2012-2014
Grafik 3.27. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
Grafik 3.28. Grafik Perkembangan Temuan Uang Palsu
Grafik 4.1. Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014
Grafik 4.2. Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014
Grafik 4.3. Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III
2014
Grafik 4.4. Perbandingan Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III
2014
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.10. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.11. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2010-2014 (ribuan orang)
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Grafik 6.5. Proyeksi Inflasi Tahunan jawa Tengah
Grafik 6.6. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
52
52
53
53
57
57
58
58
60
60
61
61
61
61
62
71
71
72
72
74
74
x DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
18
35
64
xiDAFTAR SUPLEMEN
Daftar Suplemen
Suplemen 1. Perkembangan Investasi Daerah
Suplemen 2. Upaya Antisipasi Dampak Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi di Jawa Tengah
Suplemen 3. Upah dan Kesejahteraan Masyarakat
A. PDRB & Inflasi
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%,yoy)
- Pertanian
- Pertambangan & Penggalian
- Industri Pengolahan
- Listrik, Gas & Air Bersih
- Bangunan
- Perdagangan
- Pengangkutan Dan Komunikasi
- Keuangan, Persewaan & Jasa Usaha
- Jasa - Jasa
Berdasarkan Permintaan
- Konsumsi Rumah Tangga
- Konsumsi Swasta Nirlaba
- Konsumsi Pemerintah
- Investasi
- Eksport
- Import
- Nilai Eksport Non Migas (USD Juta)
- Volume Eksport Non Migas (Ribu Ton)
- Nilai Import Non Migas (USD Juta)
- Volume Import Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
INDIKATOR 2012
2012 2013
III IV I II
Eksport
Import
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
III
6.0
3.9
8.7
5.6
5.5
7.9
7.8
7.2
10.4
3.4
4.5
6.0
0.1
9.3
10.2
2.8
1,231
500
1,139
746
131.46
132.88
123.44
133.67
134.36
4.49
4.70
3.19
5.09
3.49
6.3
9.3
4.5
3.5
8.5
5.4
7.7
7.6
9.5
7.4
5.0
1.7
-0.4
11.0
8.3
7.9
1,395
679
1,458
1,034
132.13
134.07
124.45
134.29
134.26
4.24
4.73
2.87
4.85
3.09
6.3
3.7
7.4
5.5
6.4
7.0
8.2
7.9
9.4
7.3
5.0
6.2
4.7
8.4
9.5
8.5
5,209
3,190
5,179
3,767
132.13
134.07
124.45
134.29
134.26
4.24
4.73
2.87
4.85
3.09
5.6
0.9
5.2
4.7
9.8
6.1
9.2
7.9
9.9
6.2
5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
1,344
846
1,153
887
135.89
137.39
129.23
138.14
135.76
6.24
6.23
6.20
6.66
4.01
6.2
2.4
5.7
6.5
6.8
6.9
8.3
7.5
9.7
4.7
5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
1,470
838
1,468
1,128
136.38
139.26
129.56
138.48
136.33
5.44
6.77
5.41
5.67
3.19
5.9
3.5
5.5
5.0
9.4
6.9
6.9
8.1
11.3
6.8
5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
1,350
710
1,378
1,037
141.61
143.72
133.41
144.22
142.14
7.72
8.16
8.08
7.89
5.79
5.6
2.0
9.0
7.3
7.7
7.9
5.6
2.9
11.3
2.1
5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
1,494
751
1,555
992
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
5.8
2.2
6.3
5.9
8.4
7.0
7.5
6.5
10.6
4.9
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
IV2013
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor
2014
I
5.3
1.6
5.0
5.9
5.3
7.0
6.1
5.1
11.2
5.1
4.9
11.9
4.8
9.6
10.2
10.5
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
II
5.2
0.0
4.1
6.1
8.4
5.5
6.9
4.9
9.4
5.6
5.1
14.5
0.8
6.7
7.3
1.3
1,604
681
1,507
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
xiiiTABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH
III
5.4
-2.3
5.9
7.2
6.0
4.3
8.1
7.6
7.4
6.1
5.4
9.2
5.3
5.0
7.2
3.0
1,451
696
1,421
878
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
INDIKATOR
Perbankan **)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan To Deposit Ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS (Rp Triliun)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (lembar)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2012 2012
2013
III IV I II III IV2013
141,49
23,60
72,11
45,77
140,50
75,89
17,43
47,17
41,98
7,49
99,30
2,59
2.889
2.720
512
14.715
9,00
13,16
4,16
145,25
22,28
79,48
43,51
150,98
80,77
19,08
51,13
44,63
7,97
103,95
2,21
3.200
2.919
531
15.435
7,36
10,25
2,89
145,25
22,28
79,48
43,51
150,98
80,77
19,08
51,13
44,63
7,97
103,95
2,21
2.820
1.408
498
14.910
27,43
41,85
14,42
146,36
24,98
76,14
45,24
153,32
80,85
19,98
52,49
46,08
8,50
104,76
2,38
2.986
2.643
512
15.341
5,17
14,81
9,64
152,01
24,84
78,15
49,03
161,57
83,97
22,85
54,75
50,12
10,78
106,29
2,46
2.958
2.770
500
14.161
8,67
11,22
2,56
162,83
28,86
82,90
51,07
168,96
87,54
24,26
57,17
51,40
10,90
103,77
2,42
3.505
2.438
547
14.295
14,17
19,53
5,36
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
2,40
3.786
2.632
589
15.308
9,21
12,65
3,44
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
2,40
3.307
2.621
537
14.776
37,21
58,21
21,00
Transaksi Kas Titipan (Rp Triliun)
- Outflow
- Inflow
- Net Outflow
168,74
25,09
85,30
58,34
178,54
93,34
26,91
58,29
54,04
11,95
105,81
2,17
3.079
2.080
476
12.784
6,27
15,47
9,20
Kredit UMKM (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
2014
I II
178,42
30,20
86,96
61,27
187,37
99,04
28,07
60,26
59,09
13,60
105,02
2,19
3.515
2.389
545
14.426
8,05
11,59
3,54
xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH
III
185,79
30,94
90,47
64,38
191,87
103,87
27,70
60,30
60,46
12,75
103,27
2,22
3.334
2.498
462
11.848
15,17
20,03
4,86
RINGKASAN UMUM
1
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2014 menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, meskipun masih terbatas. Terbatasnya perbaikan ekonomi masih membayangi prospek ekonomi Jawa Tengah kedepan. Ekonomi pada triwulan IV 2014 diperkirakan sedikit melambat. Dari sisi perkembangan harga, tren penurunan inflasi diperkirakan akan terus terjadi hingga akhir tahun.
Ekonomi Jawa Tengah pada triwulan III 2014
menunjukkan perbaikan walaupun masih terbatas.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat sebesar 5,4%
(yoy) meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
tercatat 5,2% (yoy). Sementara itu, secara triwulanan
perekonomian tumbuh sebesar 1,6% (qtq) meningkat
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (1,3%,qtq).
Dari sisi penggunaan, konsumsi terutama pemerintah dan
rumah tangga mendorong perbaikan ekonomi daerah.
Konsumsi pemerintah meningkat tajam ,yaitu dari 0,8% (yoy)
menjadi 5,3% (yoy). Kondisi ini didorong oleh membaiknya
realisasi belanja APBD. Sementara itu, konsumsi rumah
tangga sedikit meningkat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,4%
(yoy). Namun, peningkatan konsumsi ini belum didukung
oleh fundamental yang cukup baik. Investasi tercatat masih
melambat, sehingga kenaikan konsumsi masih direspon oleh
peningkatan impor. Ekspor, khususnya ekspor luar negeri juga
masih menunjukkan perlambatan sejalan dengan belum
pulihnya perekonomian global.
Dari sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan terjadi pada
sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan,
hotel, dan restoran. Peningkatan sektor industri terjadi baik
di industri migas maupun nonmigas. Dari sisi nonmigas,
pertumbuhan sektor ini didukung oleh industri tekstil dan
industri makanan dan minuman. Di sisi lain, pada sektor PHR,
perekonomian tumbuh cukup tinggi, terutama didukung oleh
kinerja subsektor perdagangan besar dan subsektor restoran.
Sektor utama ekonomi Jawa Tengah lainnya, yaitu sektor
Pertanian mengalami penurunan, dari 0,03% (yoy) menjadi
-2,27% (yoy) karena adanya penurunan produksi tanaman
bahan makanan.
Perkembangan harga yang tercermin pada indeks
harga konsumen (IHK) menunjukkan penurunan.
Penurunan inflasi tersebut terutama terkait dengan hilangnya
dampak kenaikan BBM tahun 2013. Kondisi tersebut
mendorong turunnya inflasi administered prices. Sementara
itu, dilihat dari kelompok komoditasnya inflasi tahunan pada
sebagian besar kelompok tercatat lebih rendah dibanding
triwulan sebelumnya.
Inflasi Jawa Tengah pada triwulan III 2014, tercatat
sebesar 5,00%, menurun dibanding triwulan
sebelumnya (7,26% yoy). Dengan perkembangan
tersebut, inflasi Jawa Tengah sampai dengan triwulan III 2014
mencapai 3,88% (ytd), jauh lebih rendah dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya (7,17%). Inflasi ini juga lebih
rendah dari rata-rata lima tahun terakhir.
Berdasarkan disagregasi inflasi, penurunan inflasi
terutama berasal dari faktor nonfundamental.
Penurunan terdalam berasal dari kelompok administered
prices yaitu dari 12,56% (yoy) menjadi 6,69% (yoy). Meski
menurun namun masih relatif tinggi karena adanya kebijakan
penyesuaian tarif listrik dan elpiji 12 kg. Kelompok volatile
foods juga menurun dari 8,81% (yoy) menjadi 4,25% (yoy).
Menurunnya inflasi kelompok ini terutama disumbang
subkelompok daging dan minyak. Sementara kelompok
bumbu-bumbuan yaitu cabe merah, inflasinya meningkat
akibat menurunnya pasokan saat kemarau.
Tekanan inflasi dari faktor fundamental yang tercermin
pada inflasi inti juga menunjukkan adanya penurunan
inflasi. Inflasi kelompok inti turun,dari 5,25% (yoy) pada
triwulan II menjadi 4,17% (yoy) pada periode laporan.
Turunnya tekanan inflasi inti terkait dengan minimalnya
tekanan dari kesenjangan output. Kenaikan permintaan
secara agregat masih dapat direspon dengan baik oleh sisi
penawaran. Hal ini juga diikuti menurunnya ekspektasi inflasi
serta minimalnya tekanan inflasi dari faktor eksternal.
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) relatif masih terjaga,
seiring dengan terjaganya likuiditas perbankan. Hal
tersebut ditunjukkan oleh keseimbangan pertumbuhan Dana
Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit. Hingga akhir
triwulan III 2014, pertumbuhan DPK sekitar 14% (yoy) dan
kredit sekitar 13% (yoy). Keduanya tumbuh melambat
dibandingkan akhir triwulan sebelumnya. Sementara itu,
kualitas penyaluran kredit yang ditunjukkan oleh gross
nonperforming loans (NPL) jauh di bawah level 5% pada akhir
triwulan III 2014. Sementara itu, kegiatan sistem pembayaran,
yaitu dalam bentuk kliring dan Real Time Gross Settlement
(RTGS) juga masih menunjukkan kinerja yang positif.
Realisasi keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
menunjukkan realisasi yang cukup baik. Persentase
realisasi pendapatan dan belanja pada periode laporan,
merupakan yang tertinggi sepanjang tiga tahun terakhir.
Tingginya realisasi pendapatan didorong oleh adanya
kenaikan pendapatan asli daerah yang memiliki porsi besar
dalam komponen pendapatan. Meski tergolong cukup tinggi,
realisasi belanja pemerintah daerah masih perlu ditingkatkan
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah.
3RINGKASAN UMUM
4 RINGKASAN UMUM
Sejalan dengan peningkatan perekonomian Jawa Tengah
yang disertai menurunnya inflasi, kondisi kesejahteraan
masyarakat relatif masih cukup baik. Jumlah pengangguran
pada Agustus 2014 mengalami penurunan dibanding posisi
Agustus 2013. Kesejahteraan petani juga membaik terlihat
dari kenaikan Nilai Tukar Petani diikuti menurunnya inflasi di
pedesaan.
Terbatasnya perbaikan ekonomi di triwulan laporan masih
membayangi prospek ekonomi Jawa Tengah kedepan.
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2014
diprakirakan tumbuh sedikit melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya menjadi 5,3% (yoy). Konsumsi
diprediksi melambat sebagai akibat perlambatan konsumsi
swasta nirlaba. Faktor penopang perekonomian terkait
dengan potensi perbaikan ekspor manufaktur dan perbaikan
investasi.
Sementara itu, perkembangan harga diperkirakan masih
dalam kisaran target nasional. Inflasi di triwulan IV
diperkirakan akan meningkat dibanding tr iwulan
sebelumnya. Kenaikan harga diperkirakan berasal dari
kelompok administered prices didorong oleh penyesuaian
harga tarif tenaga listrik dan elpiji 12 kg. Inflasi volatile foods
juga akan memberikan tekanan pada inflasi karena dorongan
berkurangnya pasokan dan faktor musiman natal dan tahun
baru.
Secara keseluruhan tahun 2014, perekonomian Jawa
Tengah tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun
2013. Dari sisi domestik, investasi dan konsumsi pemerintah
tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun 2013. Demikian
pula, ekspor luar negeri juga melambat sebagai dampak dari
perlambatan ekonomi global. Di sisi lain, penurunan
perekonomian tertahan oleh konsumsi yang masih tumbuh
tinggi dan perdagangan antardaerah yang mengalami
peningkatan. Dari sisi sektoral, sektor pertanian yang memiliki
pangsa cukup besar menurun sangat dalam. Produktivitas
sektor pertanian yang lebih rendah disebabkan oleh faktor
cuaca, khususnya dengan terjadinya banjir di awal tahun.
Adapun sektor yang menahan penurunan pertumbuhan
ekonomi adalah sektor industri pengolahan, khususnya dari
industri nonmigas.
Tekanan inflasi hingga akhir tahun diperkirakan lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Meski
demikian masih banyak tekanan yang dihadapi sampai
dengan akhir tahun. Tekanan inflasi terbesar masih
bersumber dari kelompok administered price seiring
dilakukannya dengan penyesuaian TTL tahap ke-3, kenaikan
tarif transportasi dan harga rokok di akhir tahun. Tibanya
musim tanam pada awal November di tengah masih
berlangsungnya musim kemarau, berpotensi menggeser
musim tanam dan memberikan risiko kenaikan harga
sejumlah kelompok volatile foods. Dari sisi inflasi inti, tekanan
bersumber dari meningkatnya ekspektasi masyarakat
menjelang penyesuaian harga BBM oleh pemerintah. Selain
itu, risiko dari penyesuaian harga BBM bersubsidi juga harus
masih dihadapi.
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2014 mengalami perbaikan, didorong oleh meningkatnya konsumsi pemerintah dan rumah tangga.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi didorong konsumsi pemerintah dan rumah
tangga. Sementara itu, investasi dan ekspor masih tumbuh melambat.
Dari sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan
restoran serta sektor industri pengolahan menjadi pendorong perbaikan
pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2014. Namun, peningkatan lebih jauh
tertahan oleh perlambatan di sektor pertanian.
5
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan III 2014 secara umum mengalami
perbaikan walaupun masih terbatas. Ekonomi Jawa
Tengah tumbuh meningkat dari 5,2% (yoy) menjadi
5,4% (yoy) pada triwulan III 2014. Pertumbuhan
ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,0%
(yoy). Lebih lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional
dikarenakan tekanan dari perlambatan ekonomi
provinsi lainnya, terutama yang memiliki basis sumber
daya alam.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan tumbuh 1,5% (qtq), lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan III 2013 yang sebesar 1,3% (qtq).
Namun secara historis, pertumbuhan triwulanan di
periode laporan berada di bawah rata-rata lima tahun
terakhir sebesar 1,9% (qtq).
Perbaikan pertumbuhan ekonomi ini masih lebih
banyak didorong oleh peningkatan konsumsi,
terutama konsumsi pemerintah dan rumah tangga.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor dan investasi
masih mengalami perlambatan. Perlambatan
pertumbuhan ekspor terutama terjadi pada ekspor luar
negeri.
Dari sisi sektoral, kinerja sektor utama daerah, yaitu
sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan,
hotel dan restoran mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sektor pertanian masih
mengalami perlambatan.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III tahun 2014 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 masih bersifat sementara.
1.
7PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan Tahun 2012 –2014 (%)
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PENGGUNAAN 2012
I II III IV
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
PDRB
5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
5.9
5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
5.6
4.5
6.0
0.1
9.3
10.2
2.8
6.0
5.0
1.7
-0.4
11.0
8.3
7.9
6.3
5.0
6.2
4.7
8.4
9.5
8.5
6.3
5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
5.6
5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
6.2
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
5.8
5.8
9.5
15.2
6.8
18.5
20.5
6.5
4.7
7.9
6.6
6.2
2.3
4.8
6.6
4.9
11.9
4.8
9.6
10.2
10.5
5.2
I**
20142012I* II*
2013
III** IV**2013*
5.1
14.5
0.8
6.7
7.3
1.3
5.2
II**5.4
9.2
5.3
5.0
7.2
3.0
5.4
III**
PENGGUNAAN2012
I II
III IV I* II*
2013
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan Tahun 2012 – 2014 (%)
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
III**
PDRB
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.8
-3.2
-16.9
0.8
5.7
-0.6
6.9
0.9
0.9
7.1
2.9
0.4
5.0
1.3
2.2
3.1
0.5
3.6
0.2
-6.7
1.5
1.0
1.1
11.4
3.3
1.8
10.8
-3.3
0.8
1.9
-14.7
-4.3
1.1
-6.4
6.2
1.0
1.6
8.7
5.3
5.4
10.9
1.8
2.4
1.2
4.2
4.3
1.7
3.0
1.3
IV**0.7
1.8
11.9
4.2
2.5
2.8
-3.6
2014
I**0.7
6.9
-17.3
-4.2
-0.2
-5.9
5.9
II**1.2
4.0
4.6
2.5
2.7
1.7
1.8
III**2.6
3.5
8.8
2.6
1.6
4.7
1.6
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
8 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi pada
triwulan ini. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III
2014 tumbuh sebesar 5,4% (yoy), meningkat
dibanding triwulan sebelumnya 5,1% (yoy). Cukup
baiknya konsumsi rumah tangga tersebut tidak terlepas
dari optimisme konsumen dalam memandang
perekonomian. Pada Grafik 1.1., terlihat bahwa indeks
ketepatan waktu pembelian (indeks konsumsi) baik
komoditas makanan, nonmakanan ataupun barang
tahan lama berada dalam tren meningkat. Konsumen
juga merasakan adanya kenaikan penghasilan rumah
tangga yang meningkatkan daya beli karena rendahnya
inflasi di triwulan laporan (Grafik 1.4). Selain itu, masih
tingginya konsumsi rumah tangga diindikasikan pada
penjualan listrik segmen rumah tangga di triwulan III
2014 yang mas ih ada kenaikan mesk i la ju
pertumbuhannya cenderung melambat dibanding
triwulan sebelumnya (Grafik 1.2). Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi mengalami perlambatan
di triwulan III 2014 (Grafik 1.3) diikuti pula oleh
turunnya impor barang konsumsi dari luar negeri
(Grafik 1.5).
Sementara itu, pada lembaga swasta nirlaba,
konsumsi mengalami perlambatan di triwulan III
2014. Pertumbuhan konsumsi swasta nirlaba
melambat dari 14,5% (yoy) menjadi 9,2% (yoy),
walaupun masih dapat dikatakan tinggi. Rangkaian
kegiatan terkait pemilihan umum yang memicu
tingginya pertumbuhan di triwulan lalu sudah mereda
sehingga konsumsi swasta nirlaba triwulan ini
mengalami perlambatan. Pertumbuhan konsumsi
swasta nirlaba secara triwulanan sebesar -3,5% (qtq).
Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Jawa Tengah
Grafik 1.2.
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
Penjualan Listrik Pertumbuhan Tahunan - skala kanan
Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY
3.800
4.000
4.200
4.400
4.600
4.800
5.000
5.200
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PERSEN YOYJuta KwH
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi danKonsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.3.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERSEN YOYPERSEN YOY
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
7,5
4
9
14
19
24
29
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
Kredit Konsumsi PDRB Konsumsi - skala kanan
85
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
Tingkat Konsumsi Beberapa Komoditi Makanan Dan Bukan Makanan
Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.1.
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS
OPTIMIS
PESIMIS
Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.4.
100
105
110
115
120
125
III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pendapatan RT kini Pengaruh Inflasi terhadap Tk Konsumsi
INDEKS
modal masih positif, sebesar 5,25% (qtq), sementara
di triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar
145,95% (qtq) yang juga menunjukkan adanya
lonjakan impor di periode tersebut.
Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan pelaku
usaha di Jawa Tengah mengkonfirmasi bahwa kegiatan
investasi dunia usaha yang dilakukan di tahun 2014
tidak setinggi tahun sebelumnya. Kondisi tersebut juga
diindikasikan oleh penyaluran kredit investasi yang juga
tumbuh melambat di triwulan III 2014 (Grafik 1.7).
Sementara itu, realisasi penanaman modal juga
menunjukkan penurunan kegiatan investasi di
Jawa Tengah. Se i r ing dengan PMTB yang
menunjukkan adanya perlambatan, pada realisasi
penanaman modal pun terjadi penurunan realisasi
investasi pada periode laporan. Berdasarkan data
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi
investasi baik dalam bentuk PMDN maupun PMA di
triwulan laporan tercatat menurun dibanding triwulan
sebelumnya. Namun, jumlah proyek dalam bentuk
PMDN mengalami peningkatan. Realisasi PMDN
tercatat sebanyak 42 proyek dengan nilai sebesar
Rp2.535 miliar (Grafik 1.10). Sementara itu penanaman
modal asing (PMA) di triwulan III 2014 tercatat
sebanyak 66 proyek dengan nilai 45.57 juta USD (Grafik
1.9).
Konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan
yang meningkat tajam di triwulan III 2014.
Konsumsi pemerintah tumbuh 5.3% (yoy), meningkat
tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
0,8% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ini tidak lepas
dari realisasi belanja APBD Provinsi Jawa Tengah yang
mencapai 64.22%, sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang sebesar 57,61%.
Realisasi belanja ini juga tercermin dari giro sektor
pemerintah di perbankan yang menurun (Grafik 1.6).
Turunnya jumlah giro menunjukkan meningkatnya
transaksi belanja pemerintah di triwulan laporan.
Investasi masih mengalami perlambatan.
Pertumbuhan komponen investasi yang dicerminkan
dari PMTB melambat dari 6,7% (yoy) di triwulan II
menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan pada jenis investasi
bangunan terlihat pada melambatnya pertumbuhan
ekonomi di sektor bangunan. Pertumbuhan sektor
bangunan melambat dari 5,5% (yoy) di triwulan
sebelumnya menjadi 4,3% (yoy) di triwulan III 2014.
Sementara itu, investasi nonbangunan juga terindikasi
mengalami penurunan di triwulan laporan tercermin
dari menurunnya volume impor barang modal (Grafik
1.8). Volume impor barang modal turun sebesar
-57.51% (yoy) di triwulan laporan. Pertumbuhan
negatif ini terkait melonjaknya impor di triwulan III
2013. Secara triwulanan, pertumbuhan impor barang
9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
(100,00)
(50,00)
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsidan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.5.
PDRB Konsumsi - skala kanan
PERSEN YOYPERSEN YOY
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Giro Pemerintahdan Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Grafik 1.6.
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
Giro Sektor Pemerintah Konsumsi Pemda - skala kanan
PERSEN YOY PERSEN YOY
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ekspor pada triwulan III 2014 cenderung stabil.
Pertumbuhan ekspor pada triwulan III 2014 tercatat
7.2% (yoy), stabil dibandingkan sebelumnya yang
tumbuh 7,3% (yoy). Ekspor luar negeri tumbuh
melambat. Namun, perlambatan lebih dalam tertahan
oleh pertumbuhan ekspor antar daerah yang
meningkat.
Kondisi perdagangan dari dan ke Provinsi Jawa
Tengah tidak lebih baik dari triwulan sebelumnya.
Kegiatan ekspor melambat, sedangkan kegiatan impor
meningkat. Kondisi ini menyebabkan perdagangan
Jawa Tengah pada triwulan III 2014 tercatat mengalami
net ekspor yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya.
Kegiatan perdagangan Jawa Tengah dengan luar negeri
menjadi penyebab utama perlambatan ekspor.
Perkembangan Penyaluran Kredit Investasidi Jawa Tengah
Grafik 1.7.
4
5
6
7
8
9
10
11
12
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
PMTB - skala kananKredit Inv BU
PERSEN YOYPERSEN YOY
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
11,0
12,0
-100
-50
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Perkembangan PertumbuhanImpor Barang Modal dan PMTDB
Grafik 1.8.
Import barang Modal - yoy PMTDB - skala kanan Impor Barang Modal - qtq
PERSEN PERSEN
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Proyek PMA Investasi PMA - skala kanan
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Grafik 1.9. Perkembangan RealisasiPenanaman Modal Asing di Jawa Tengah
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
JUMLAH PROYEK JUTA USD
Grafik 1.10. Perkembangan RealisasiPenanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
0
2
4
6
8
10
12
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Proyek PMDN Investasi PMDN - skala kanan
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
JUMLAH PROYEK TRILIUN RUPIAH
10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
pada triwulan laporan mengalami penurunan.
Penurunan tersebut diindikasikan karena penurunan
permintaan sejalan dengan melambatnya ekonomi
negara tersebut. Sementara itu, laju pertumbuhan
ekspor ke negara-negara utama lainnya seperti
Amerika Serikat masih meningkat sejalan dengan
membaiknya kondisi ekonomi negara tersebut.
Sementara itu, di kawasan Eropa, pertumbuhan ekspor
ke beberapa negara seperti Belgia dan Perancis
meningkat, sedangkan ekspor ke Inggris dan Jerman
menurun.
Laju pertumbuhan nilai ekspor luar negeri
nonmigas masih mengalami perlambatan. Di
triwulan laporan, nilai ekspor luar negeri nonmigas
tumbuh melambat dari 9,13% (yoy) di triwulan II 2014
menjadi 7,48% (yoy) di triwulan laporan. Perlambatan
ini didorong oleh komoditas barang-barang kayu yang
melambat menjadi 4,48% (yoy) setelah tumbuh
17,72% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara itu,
komoditas-komoditas TPT tumbuh meningkat,
terutama di komoditas serat tekstil.
Dilihat dari negara tujuannya, perlambatan
pertumbuhan ekspor terutama terjadi untuk
ekspor ke Tiongkok. Ekspor dengan tujuan Tiongkok
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai EksporProvinsi Jawa Tengah
(5,00)
-
5,00
10,00
15,00
20,00
900
1.000
1.100
1.200
1.300
1.400
1.500
1.600
1.700
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
JUTA USD PERSEN
Perkembangan Volume EksporLuar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12.
(100,00)
(50,00)
-
50,00
100,00
150,00
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
RIBU TON PERSEN
11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000 Juta USD
Lainnya
Italia
Belgia
Jerman
Perancis
Belanda
UK
Tiongkok
Jepang
ASEAN
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan III 2014
38%
23%
10 %
9%
1%
2%
2%LAINNYA
2%UK
JEPANG
TIO
NG
KO
K
2%BELANDA
PERANCIS
4%JERMAN
USA 7%ASEAN
impor barang modal tumbuh negatif sebesar -57,51% (yoy)
setelah sebelumnya tercatat tumbuh sebesar -0,71% (yoy).
Kondisi ini sejalan dengan melambatnya investasi daerah.
Impor barang konsumsi juga turun dari -35,73% (yoy) di
triwulan lalu, menjadi -42,24% (yoy) di triwulan ini.
Berdasarkan SITC (Standard International Trade Classification)
2 digit, komoditas barang modal yang menurun cukup dalam
adalah dari kelompok mesin listrik, aparat dan alat-alatnya,
kelompok mesin industri khusus, serta kelompok mesin
industri dan perlengkapannya.
Berdasarkan negara asal, penurunan laju impor terutama
untuk komoditas dari negara Eropa dan Tiongkok (Grafik
1.18). Laju pertumbuhan nilai impor komoditas dari kawasan
Eropa melambat dari 98,10% (yoy) menjadi 5,88% (yoy).
Impor dari Tiongkok melambat sebesar dari 65,76% (yoy)
menjadi 5,73% (yoy).
Pertumbuhan impor pada triwulan III 2014 meningkat.
Pada triwulan ini impor Jawa Tengah tumbuh sebesar 3.0%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 1.3% (yoy). Peningkatan terjadi baik pada
impor luar negeri maupun impor antar daerah.
Pertumbuhan impor luar negeri didorong oleh perbaikan
impor migas. Berdasarkan data BPS, impor migas mengalami
perbaikan, dari -7,01% (yoy) di triwulan II 2014, menjadi
1,59% (yoy) di triwulan laporan. Berlawanan dengan itu,
impor komoditas nonmigas mengalami perlambatan.
Berdasar SITC (Standard International Trade Classification) 2
digit, impor luar negeri nonmigas di triwulan ini tumbuh
sebesar 5,36%, masih melambat dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 6.19% (yoy).
Berdasarkan kelompoknya, penurunan volume impor terjadi
di kelompok barang modal dan barang konsumsi. Volume
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Jawa TengahTriwulan III
TIONGKOK
LAINNYA
AUSTRALIA
EROPA
ASEAN
USA
46%
22%
9%
8%
8%
7%
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah
JUTA USD PERSEN
Nilai Pertumbuhan tahunan - skala kanan
Perkembangan Volume ImporProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16.
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
0
200
400
600
800
1.000
1.200
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
RIBU TON PERSEN
Volume Pertumbuhan tahunan - skala kanan
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
-
200,0
400,0
600,0
800,0
1.000,0
1.200,0
1.400,0
1.600,0
1.800,0
I II III IV I II III IV I II III
Juta USD
Lainnya
Tiongkok
Australia
ASEAN
Eropa
USA
2012 2013 2014
12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran
(PHR), serta sektor pertanian (Grafik 1.19). Struktur
ekonomi Jawa Tengah belum banyak berubah dari tiga
sektor utama tersebut. Namun di triwulan laporan,
sektor pertanian tidak memberikan sumbangan pada
pertumbuhan ekonomi daerah.
Dari sisi sektoral, perbaikan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan III 2014
terutama disumbang oleh sektor perdagangan,
hotel, dan restoran (PHR) serta sektor industri
pengolahan. Sektor PHR tumbuh sebesar 8,1% (yoy),
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar 6,7% (yoy). Sejalan dengan itu, sektor
industri pengolahan tumbuh sebesar 7,2% (yoy), juga
meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu yang
sebesar 6,1% (yoy). Namun, perbaikan lebih lanjut
tertahan oleh kinerja sektor pertanian yang mengalami
penurunan sebesar -2,3% (yoy).
Dilihat dari struktur ekonomi Jawa Tengah,
output pada triwulan III 2014 masih didominasi
oleh tiga sektor utama, yaitu sektor industri
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Pertanian
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas Dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,hotel & Restoran
Pengangkutan Dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Js. Pers
PDRB
LAPANGAN USAHA2012
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jasa-jasa
II
III IV2012
I* II*
2013
Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
III* IV** 1,5
8,7
7,1
6,2
7,0
8,1
8,6
7,8
9,4
6,5
1,8
7,7
5,8
5,2
7,6
9,4
8,2
9,7
9,3
6,6
3,9
8,7
5,6
5,5
7,9
7,8
7,2
10,4
3,4
6,0
9,3
4,5
3,5
8,5
5,4
7,7
7,6
9,5
7,4
6,3
3,7
7,4
5,5
6,4
7,0
8,2
7,9
9,4
7,3
6,3
0,9
5,2
4,7
9,8
6,1
9,2
7,9
9,9
6,2
5,6
2,4
5,7
6,5
6,8
6,9
8,3
7,5
9,7
4,7
6,2
3,5
5,5
5,0
9,4
6,9
6,9
8,1
11,3
6,8
5,9
2013*
2,0
9,0
7,3
7,7
7,9
5,6
2,9
11,3
2,1
5,6
2014*
I** 2,2
6,3
5,9
8,4
7,0
7,5
6,5
10,6
4,9
5,8
II** 1,6
5,0
5,9
5,3
7,0
5,9
5,1
11,2
5,1
5,2
Pertanian
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas Dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan Dan Komunikasi
Keu, Real Estate & Jasa Persh.
Jasa-jasa
PDRB
LAPANGAN USAHA2012
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II
III IV I* II*
2013
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
(2,1)
4,9
2,9
1,1
2,4
3,1
2,3
4,6
1,0
1,8
III* 0,9
1,1
0,9
2,9
3,3
0,7
2,1
3,0
1,9
1,3
IV**
2014
(24,9)
(1,6)
1,5
2,9
2,4
0,6
(2,3)
1,1
0,4
(3,6)
I** II** 37,0
0,7
0,4
(1,6)
(1,2)
1,5
3,0
2,1
1,7
5,9
III** 0,0
4,1
6,1
8,4
5,5
6,7
4,9
9,4
5,6
5,2
I
(2,3)
5,9
7,2
6,0
4,3
8,1
7,6
7,4
6,1
5,4
(3,6)
3,9
3,2
4,1
0,9
3,8
2,1
2,9
1,5
1,8
III**I (1,5)
2,9
1,9
0,6
2,1
2,1
4,7
1,1
2,4
1,6
37,6
4,5
1,7
0,6
(0,4)
1,2
0,9
2,2
(1,2)
6,2
(23,8)
(4,8)
(0,6)
4,5
1,4
1,8
2,7
1,2
5,1
(3,3)
(0,2)
1,3
2,4
0,5
3,3
2,0
1,5
1,5
(0,1)
1,5
(3,5)
4,3
1,2
4,0
1,6
4,0
2,7
4,8
2,4
1,3
49,1
3,8
0,5
(0,6)
(1,0)
(0,2)
0,6
1,8
(0,0)
6,9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber Pangsa
Jasa-jasa
Keuangan, Persewaan & Jasa Persh.
Pengangkutan Dan Komunikasi
Perdagangan, Hotel & Restoran
Konstruksi
Listrik, Gas Dan Air Bersih
Industri Pengolahan
Pertambangan Dan Penggalian
Pertanian
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan III Tahun 2014 (%)
-
33,
10,
13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Kinerja sektor industri pengolahan meningkat
dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan ini
terjadi baik di industri nonmigas maupun industri
migas. Sektor industri pengolahan meningkat dari
6,1% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 7,2% (yoy) di
triwulan laporan. Perbaikan kinerja industri pengolahan
terkonfirmasi dari pertumbuhan impor bahan baku
yang meningkat (Grafik 1.26), mengingat sebagian
besar industri masih menggunakan bahan impor.
Kinerja sektor bangunan tumbuh melambat.
Sektor bangunan tumbuh melambat dari 5,5% (yoy) di
triwulan sebelumnya menjadi 4,3% (yoy). Perlambatan
ini juga tercermin dari pertumbuhan konsumsi semen
yang juga melambat dibandingkan tr iwulan
sebelumnya (Grafik 1.28). Namun demikian, tidak
Pertumbuhan sektor pertanian menurun.
Pertumbuhan tahunan sektor ini menurun dari 0,0%
(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -2,3% (yoy).
Secara triwulanan, pertumbuhan sektor pertanian
sebesar -1,5% (qtq), lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan yang sama di tahun 2013 yang sebesar
0,9% (qtq), namun masih dalam rentang rata-rata
historis yang sebesar -1,4%. Pendorong turunnya
sektor ini adalah menurunnya kinerja komoditas
tanaman bahan makanan. Data dari Dinas Pertanian
Jawa Tengah menunjukkan bahwa puncak masa panen
terjadi di triwulan I 2014, dan sejak triwulan II 2014
panen mulai menurun, sampai dengan triwulan
laporan. Subsektor lain yang melambat adalah
subsektor peternakan dan kehutanan. Sementara itu,
kinerja subsektor lainnya meningkat.
-
100.000
200.000
300 .000
400.000
500.000
600.000
700.000
800 .000
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
HEKTAR
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah
Tanam Panen
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
RIBU TONHEKTAR
Panen Produksi - skala kanan
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERSEN
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERSEN
14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
(20,0)
(10,0)
-
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
JUTA USD PERSEN YOY
Grafik 1.26. Perkembangan ImporNonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
sejalan dengan perlambatan yang terjadi pada sektor
bangunan, kredit perbankan yang disalurkan kepada
sektor ini masih menunjukkan perbaikan (Grafik 1.29).
Hal tersebut mengindikasikan prospek sektor
bangunan ini dapat membaik ke depan.
Kinerja sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)
melambat pada triwulan III 2014. Pertumbuhan
sektor ini melambat dari 8,4% (yoy) menjadi 6,0%
(yoy). Berdasarkan subsektornya, subsektor listrik
melambat, sementara subsektor air bersih stabil.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)
meningkat. Sektor PHR meningkat dari 6,7% (yoy)
menjadi 8,1% (yoy). Secara lebih detail, peningkatan
terutama untuk subsektor restoran serta subsektor
perdagangan besar dan eceran, sedangkan subsektor
hotel mengalami perlambatan. Masih cukup baiknya
konsumsi daerah menopang kinerja di sektor ini,
terlihat dari keyakinan konsumen yang masih cukup
optimis (Grafik 1.33). Optimisme dunia usaha juga
cukup baik terlihat dari indeks penjualan eceran yang
tercatat meningkat di triwulan III 2014.
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.24
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
200
400
600
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PERSEN YOYJuta KwH
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANBISNIS
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.25
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PERSEN YOYJuta KwH
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDUSTRI
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
(100,0)
(50,0)
-
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Grafik 1.27. Perkembangan ImporNonmigas Bahan Modal di Jawa Tengah
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
JUTA USD PERSEN YOY
15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Sektor pengangkutan dan komunikasi meningkat
signifikan di triwulan laporan. Sektor ini tumbuh
sebesar 7,7% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh 4,9%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan terjadi di subsektor
pengangkutan dan komunikasi.
Adapun perlambatan, hanya terjadi di subsektor
pengangkutan untuk moda air. Membaiknya kinerja
sektor utama seperti PHR dan Industri Pengolahan
diindikasikan turut meningkatkan kinerja sektor
pengangkutan di triwulan laporan.
Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng, diolah
Perkembangan Penjualan Listrikdi Jabagteng
Grafik 1.30.
5,200
5,000
4,800
4,600
4,400
4,200
4,000
3,800III IV
2012
I II
2013
I II III IIV
2014
PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN
JUTA KwH PERSEN YOY 12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
-2.0
-4.0
-6.0II III
0
10
20
30
40
50
60
70
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PERSEN YOYTriliun Rp
Grafik 1.29. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidan Perumahan di Jawa Tengah
KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
0
5
10
15
20
25
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
2.200
I II III IV I II III IV I II III
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah
2012 2013 2014
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON PERSEN YOY
KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
JUTA PELANGGAN
Prabayar
PJU
Kantor Pemerintah
Industri
Bisnis
Sosial
Rumah Tangga
Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jabagteng
Grafik 1.31.
Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, diolah
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Grafik 1.32. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
PDRB -PHR KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN
PERSEN YOY SBT
Grafik 1.33. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran
INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN IKK ITK
80
100
120
140
160
180
200
220
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
INDEKS
16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sektor keuangan , persewaan dan jasa
perusahaan masih tumbuh melambat pada
triwulan III 2014. Sektor ini tumbuh sebesar 7,4% (yoy)
pada triwulan III 2014 atau melambat dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,4% (yoy).
Perlambatan yang cukup besar terjadi pada subsektor
bank, dan subsektor sewa bangunan. Melambatnya
kinerja perbankan juga sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan kredit.
Sektor jasa-jasa tumbuh lebih tinggi di triwulan
laporan. Sektor jasa-jasa tumbuh dari 5,6% (yoy) di
triwulan II 2014 menjadi 6,1% (yoy) di triwulan laporan.
Kenaikan terjadi baik di subsektor pemerintahan umum
dan swasta.
Grafik 1.34. Perkembangan JumlahWisatawan Mancanegara di Jawa Tengah
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.35. Perkembangan Tingkat PenghunianKamar Hotel di Jawa Tengah
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PERSEN
TOTAL BINTANG 1 BINTANG 2BINTANG 3 BINTANG 4 BINTANG 5
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Perkembangan investasi daerah hingga triwulan II 2014
menunjukkan adanya perlambatan. Data PMTB pada
PDRB Jawa Tengah melambat dari 9,6% (yoy) menjadi
6,7% (yoy). Perlambatan terjadi baik pada investasi
bangunan maupun nonbangunan. Data impor barang
modal pada periode Jan-Agust 2014 menurun 11%
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, sektor konstruksi juga melambat dari
7,02% (yoy) menjadi 5,47% (yoy).
Kalangan dunia usaha pun mengonfirmasi adanya
perlambatan tersebut. Pengusaha menyampaikan
bahwa investasi yang dilakukan saat ini lebih diutamakan
untuk menjaga proses produksi melalui penggantian
mesin-mesin lama. Hasil liaison triwulan III juga
mengonfirmasi adanya perlambatan investasi,
ditunjukkan dengan skala likert yang tumbuh dibawah
rata-rata.
Secara umum, perlambatan investasi ini sejalan dengan
melambatnya perekonomian daerah di tahun 2014.
Kondisi masih terbatasnya tingkat permintaan pasar
ekspor terutama dari pasar-pasar tradisional (USA dan
Eropa) serta belum membaiknya perekonomian
Tiongkok mempengaruhi tingkat permintaan ekspor dari
Jawa Tengah. Keadaan tersebut pada akhirnya
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini
mendorong pengusaha untuk menahan investasinya di
tahun berjalan.
Selain itu, pengusaha juga menyatakan adanya
hambatan dalam melakukan investasi. Beberapa
permasalahan yang diidentifikasi menghambat
peningkatan investasi daerah antara lain infrastruktur,
pertanahan, dan SDM. Infrastruktur daerah dirasakan
belum memadai terutama mengenai konektivitas antara
pabrik dengan sarana ekspor impor, baik jalanan,
jembatan, pelabuhan maupun bandara. Masalah
pertanahan terkait dengan harga yang tinggi, retribusi
yang cukup banyak serta resistensi dari masyarakat
sekitar menjadi faktor utama yang menghambat
investasi.
Permasalahan pertanahan juga menghambat investasi
baik yang dilakukan swasta maupun pemerintah. Selain
harga yang melonjak, adanya penolakan dari masyarakat
sekitar juga menghambat realisasi pemerintah. Di sisi
lain, kurangnya SDM yang terlatih juga menghambat
investasi. Hal ini dirasakan untuk industri tekstil (TPT)
maupun industri mebel. Untuk itu, diperlukan adanya
sekolah kejuruan atau balai latihan kerja untuk mendidik
tenaga yang terlatih.
SUPLEMEN I PERKEMBANGAN INVESTASI DAERAH
Perkembangan PDRB Sektor Konstruksi Triwulan III 2014Grafik 1
3.600
3.500
3.400
3.300
3.200
3.100
3.000III IV
2012
I II III IVI II
2013
PERSEN YOY
I
2014
PRDB PERTUMBUHAN
II
9
8
7
6
5
4
3
Perkembangan Impor Barang Modal Triwulan III 2014Grafik 2
1.000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0III IV
2012
I II III IVI II
2013
JUTA USD PERSEN YOY
I
2014
Barang Modal Pertumbuhan Tahunan - Skala kanan
II
250,0
200,0
150,0
100,0
50,0
-
(50,0)
(100,0)III
PERKEMBANGAN INVESTASI
18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
JUTA
PROSPEK KE DEPAN
Berdasarkan perkiraan IMF World Economic Outlook,
perekonomian beberapa mitra dagang utama Jawa
Tengah diperkirakan akan mulai membaik. Kondisi ini
akan berimbas pada meningkatnya permintaan akan
ba rang domes t i k . Me la lu i pen ingkatan in i ,
perekonomian daerah juga akan meningkat dan
mendorong investasi.
Hasil SKDU menunjukkan adanya tren kenaikan kegiatan
dari responden. Selain itu, responden juga menyatakan
bahwa kapasitas usaha yang ada saat ini berada dalam
kisaran yang sudah cukup tinggi, yaitu sebesar 80%.
Bentuk investasi yang dilakukan kedepannya berupa
investasi baru, penggantian mesin baru maupun
kombinasi dari keduanya. Berdasarkan hasil liaison, ke
depan investasi yang akan dilakukan diarahkan pada
penggantian mesin baru. Hal ini diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi perusahaan dengan mengurangi
biaya produksi. Efisiensi diperlukan mengingat faktor
risiko akan biaya ke depan cukup tinggi, antara lain dari
kenaikan tarif listrik dan upah minimum.
Faktor risiko yang dihadapi pelaku usaha untuk
berinvestasi saat ini adalah kondisi depresiasi rupiah.
Mengingat sebagian besar kebutuhan investasi mesin
industri saat ini berasal dari luar negeri, sehingga
depresiasi rupiah cukup memengaruhi modal yang
diperlukan perusahaan untuk investasi. Terkait dengan
risiko tersebut, Bank Indonesia sebagai institusi moneter
telah berupaya menjaga kestabilan rupiah. Bank
Indonesia senantiasa berada di pasar keuangan dalam
rangka menjaga kestabilan rupiah.
SUPLEMEN I
LAPANGAN USAHAPertumbuhan
Ekonomi
Sumber : IMF World Economic Outlook
2012 2013
2014 2015 2014 2015
Tabel 1. Prakiraan IMF World Economic Outlook (dalam %)
Perbedaan dariWEO Juli'14
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
TIONGKOK
ZONA EURO
VOLUME PERDAGANGAN DUNIA
Pangsa EksporJateng*
25,8
7,5
5,2
21,1
2,3
1,5
7,7
-0,7
3,4
2,2
1,5
7,7
-0,4
3,3
2,2
0,9
7,4
0,8
3,3
3,1
0,8
7,1
1,3
3,8
0,5
-0,7
0,0
-0,3
-0,1
0,0
-0,2
0,0
-0,2
-0,2
Proyeksi
Bentuk Investasi- SKDUGrafik 4
Baru Baru dan PenggantianPenggantian
Kegiatan Dunia Usaha Triwulan III 2014Grafik 3
40
35
30
25
20
15
5
0III IV
2012
III IVI II
2013
INDEKS
I
2014
*Ekspektasi
II III IV*
19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
KESEJAHTERAAN DAN INVESTASI
Investasi amat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas
perekonomian. Meningkatnya kapasitas perekonomian
akan mendorong pembukaan lapangan kerja baru dan
berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, perhatian terhadap investasi perlu untuk
lebih ditingkatkan. Berdasarkan data yang ada,
pertumbuhan investasi akan sejalan meningkatkan
jumlah penduduk yang bekerja. Namun, peningkatan
penduduk bekerja tersebut akan terjadi pada tahun
kedua setelah peningkatan PMTB. Hal ini diperkirakan
kapasitas produksi baru akan meningkat setelah investasi
dilakukan dan berakibat pada kenaikan kebutuhan
pekerja.
Namun dilihat dari elastisitasnya, dalam lima tahun
terakhir dibanding lima tahun sebelumnya, terjadi
penurunan elastisitas, baik elastisitas pertumbuhan
ekonomi terhadap jumlah penduduk bekerja maupun
elastisitas pertumbuhan investasi terhadap jumlah
penduduk bekerja. Kondisi ini kemungkinan disebabkan
semakin meningkatnya teknologi mesin industri
sehingga mengurangi kebutuhan tenaga manusia.
Kondisi ini harus disikapi dengan meningkatkan industri
padat karya kedepannya.
SUPLEMEN I
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
(2,00)
(4,00)
(6,00)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Pertumbuhan PMTB Pertumbuhan Penduduk Bekerja
Pertumbuhan PMTB & Penduduk Bekerja (dalam %)Grafik 5
INDEKS
20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi tahunan Jawa Tengah turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
21
rata-rata inflasi triwulan III dalam lima tahun terakhir
sebesar 2,33% (qtq).
Hampir semua kelompok inflasi triwulanannya
tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata lima tahun. Hanya kelompok pendidikan, rekreasi
dan olahraga, kelompok kesehatan, serta kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang inflasi
triwulanannya lebih besar dibandingkan dengan rata-
rata lima tahunnya (Grafik 2.2). Kelompok perumahan,
air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat lebih tinggi
terkait dengan adanya penyesuaian tarif tenaga listrik
(TTL).
Secara bulanan, sesuai historisnya pola inflasi
bulanan di triwulan III turun. Setelah tren inflasi
bulanan triwulan II meningkat, inflasi turun di triwulan
III (Grafik 2.3.) Pola yang sama terjadi sepanjang lima
tahun terakhir, terkait dengan pola musiman Idul Fitri.
Dampak faktor musiman puasa dan Idul Fitri
terhadap inflasi Jawa Tengah terkendali. Tercermin
pada inflasi Juli 2014 sebesar 0,72% (mtm), yang jauh
di bawah rata-rata inflasi terkait Lebaran selama lima
tahun terakhir sebesar 0,96%. Inflasi bulanan Juli ini
juga berada di bawah inflasi Nasional sebesar 0,93%
(mtm).
2Inflasi Jawa Tengah pada triwulan III 2014,
melanjutkan tren penurunan sejak akhir tahun.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2014
sebesar 5,00% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan
dengan inflasi periode sebelumnya 7,26% (yoy). Hal ini
terkait dengan sudah hilangnya dampak kenaikan
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tahun 2013.
Inflasi Jawa Tengah ini berada di atas inflasi nasional
triwulan III 2014 sebesar 4,53% (yoy) (Grafik 2.1).
Inflasi tahun kalender tercatat lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya dan rata-rata lima tahun terakhir.
Pada bulan September 2014, inflasi tahun kalender
(year to date) Jawa Tengah sebesar 3,88% (ytd), lebih
rendah dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya 7,17% (ytd). Tingginya inflasi tahun
kalender September 2013, terkait adanya penyesuaian
harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Capaian inflasi tahun
kalender Jawa Tengah ini berada di atas inflasi Nasional
sebesar 3,71%.
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di
triwulan III 2014 tercatat sebesar 1,40% (qtq) atau lebih
rendah dari triwulan III 2013 sebesar 3,58% (qtq) dan
2.1 Inflasi Secara Umum
23PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
Perkembangan Inflasi TahunanJawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.1
Jateng (yoy) Nas (yoy)Jateng (qtq) Nas (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi TriwulananProvinsi Jawa Tengah
Grafik 2.2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
TW III 2013 TW III 2014 Rata - Rata TW III 2009 - 2013
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
2.
%
3,58
3,84
6,70
7,26
5,00
4,53
1,68
1,40
tahun terakhir sebesar 0,96%. Inflasi bulanan Juli ini
juga berada di bawah inflasi Nasional sebesar 0,93%
(mtm).
Inflasi bulanan Agustus mengalami penurunan
terkait dengan koreksi harga paska Lebaran dan
terjaganya pasokan. Inflasi Agustus tercatat 0,45%
(mtm), atau lebih rendah dibanding rata-rata lima
tahun terakhir 0,72% dan berada di bawah inflasi
nasional yang sebesar 0,47% (mtm).
Inflasi Jawa Tengah bulan September tercatat
lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Kondisi tersebut didukung terjaganya pasokan dan
ekspektasi inflasi. Inflasi September 2014 tercatat
sebesar 0,22% (mtm), atau lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata lima tahun terakhir (0,31% mtm).
Inflasi September 2014 lebih banyak dipengaruhi
penyesuaian harga elpiji dan tarif listrik serta
musiman biaya pendidikan. Hal ini menunjukkan
bahwa pemilihan waktu yang tepat untuk penyesuaian
harga administered prices menjadi sangat penting.
Tren penurunan inflasi bulanan, utamanya
didukung oleh terjaganya pasokan bahan
makanan. Tercermin dari komoditas penyumbang
deflasi bulanan terbesar di Jawa Tengah hampir
semuanya berasal dari kelompok bahan makanan
(Tabel 2.1).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di
triwulan III 2014 tercatat sebesar 1,40% (qtq) atau lebih
rendah dari triwulan III 2013 sebesar 3,58% (qtq) dan
rata-rata inflasi triwulan III dalam lima tahun terakhir
sebesar 2,33% (qtq).
Hampir semua kelompok inflasi triwulanannya
tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata lima tahun. Hanya kelompok pendidikan, rekreasi
dan olahraga, kelompok kesehatan, serta kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang
inflasi triwulanannya lebih besar dibandingkan dengan
rata-rata lima tahunnya (Grafik 2.2). Kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar tercatat
lebih tinggi terkait dengan adanya penyesuaian tarif
tenaga listrik (TTL).
Secara bulanan, sesuai historisnya pola inflasi
bulanan di triwulan III turun. Setelah tren inflasi
bulanan triwulan II meningkat, inflasi turun di triwulan
III (Grafik 2.3.) Pola yang sama terjadi sepanjang lima
tahun terakhir, terkait dengan pola musiman Idul Fitri.
Dampak faktor musiman puasa dan Idul Fitri
terhadap inflasi Jawa Tengah terkendali. Tercermin
pada inflasi Juli 2014 sebesar 0,72% (mtm), yang jauh
di bawah rata-rata inflasi terkait Lebaran selama lima
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
% MTM
Sumber : : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
RATA-RATA 2009-2013 2011 2012 2013 2014
24 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2013 2014
yoy
mtm
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0 % YOY
% MTM
Curah hujan tinggi Ekspektasi
mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Sumber : : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,93 5,38 5,9 5,62 5,16 5,43 8,33 8,41 7,79 7,89 8,20 8,05 7,96 7,57 7,08 7,15 7,47 7,26 5,03 4,36 5,00
1,09 0,80 0,92 -0,3 -0,2 0,96 3,41 1,14 -0,7 0,20 0,29 0,25 1,00 0,33 0,24 -0,1 0,23 0,73 0,71 0,46 0,22
Penyesuaian tarif listrik dan harga elpiji
memberikan dorongan inflasi. Penyesuaian harga
tarif listrik yang bertahap sesuai ketentuan pemerintah
memberikan tekanan inflasi yang besar di sepanjang
triwulan III. Sementara itu, kenaikan harga elpiji 12 kg
yang tercermin dari komoditas bahan bakar rumah
tangga, menjadi salah satu komoditas penyumbang
inflasi terbesar di bulan September.
3Berdasarkan disagregasi inflasi , penurunan
inflasi tahunan utamanya terjadi pada kelompok
administered prices. Inflasi tahunan pada semua
kelompok menurun, dengan penurunan terbesar pada
kelompok administered prices, diikuti volatile foods dan
inti.
Inflasi di semua kota Jawa Tengah yang disurvei
oleh BPS, turun dibanding periode sebelumnya.
Secara rata-rata penurunan yang terjadi sebesar 2,27%
dengan penurunan terbesar terjadi di kota Kudus yang
sebelumnya pada triwulan II 2014 sebesar 9,54% (yoy)
menjadi 6,31% (yoy). Penurunan terkecil terjadi di kota
Tegal yaitu dari 5,68% (yoy) menjadi 3,78% (yoy).
Koreksi harga terjadi pada beberapa komoditas
bahan makanan, setelah menjadi penyumbang
terbesar inflasi pada triwulan sebelumnya.
Komoditas bawang merah, bawang putih, dan telur
ayam ras mulai tercatat deflasi di bulan Agustus.
Sementara itu, daging ayam ras, tercatat deflasi di
bulan September.
Kenaikan biaya pendidikan dan penyesuaian
harga administered prices menahan penurunan
inflasi. Komoditas penyumbang inflasi terbesar berasal
dari subkelompok pendidikan dan subkelompok bahan
b a k a r, p e n e r a n g a n d a n a i r y a i t u b i a y a
akademi/perguruan tinggi, tarif listrik, dan penyesuaian
harga elpiji.
Faktor musiman kenaikan biaya pendidikan
memberi tekanan inflasi di sepanjang triwulan III.
Komoditas biaya taman kanak-kanak, sekolah dasar,
sekolah menengah pertama, dan akademi/perguruan
tinggi menjadi lima komoditas yang memberikan
sumbangan inflasi bulanan tertinggi. Secara historis,
biaya pendidikan tercatat selalu menjadi penyumbang
inflasi bulanan tertinggi setiap triwulan III, sejalan
dengan masuknya tahun ajaran baru yang dimulai pada
triwulan III.
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Jeruk
Batu Bata
Nangka Muda
Pisang
Minyak Goreng
-0,02
-0,02
-0,01
-0,01
-0,01
1
2
3
4
5
JULI
No. Komoditas Andil
Bawang Merah
Telur Ayam Ras
Bawang Putih
Tomat Sayur
Batu Bata
-0,11
-0,03
-0,01
-0,01
-0,01
1
2
3
4
5
AGUSTUS
No. Komoditas Andil
Bawang Merah
Angkutan Udara
Daging Ayam Ras
Minyak Goreng
Telur Ayam Ras
-0,06
-0,04
-0,03
-0,03
-0,03
1
2
3
4
5
SEPTEMBER
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Nasi Dengan Lauk
Tukang Bukan Mandor
Tarif Listrik
Daging Ayam Ras
Sekolah Dasar
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
1
2
3
4
5
JULI
No. Komoditas Andil
Tarif Listrik
Akademi/Perguruan Tinggi
Sekolah Dasar
Sekolah Menegah Pertama
Pasir
0,11
0,04
0,04
0,04
0,03
1
2
3
4
5
AGUSTUS
No. Komoditas Andil
Cabai Merai
Akademi/Perguruan Tinggi
Bahan Bakar Rumah Tangga
Tarif Listrik
Taman Kanak-Kanak
0,11
0,08
0,06
0,04
0,02
1
2
3
4
5
SEPTEMBER
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoretis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
3
25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
P e n u r u n a n t e r b e s a r d i s u m b a n g o l e h
subkelompok daging dan hasil-hasilnya serta
subkelompok lemak dan minyak yang diikuti
s u b k e l o m p o k k a c a n g - k a c a n g a n . I n f l a s i
subkelompok ini turun dibanding periode sebelumnya
(Tabel 2.3). Sementara itu, subkelompok bumbu-
bumbuan meski inflasi tahunannya masih tercatat
deflasi namun deflasi t idak sebesar periode
sebelumnya. Di sisi lain, penurunan inflasi tertahan oleh
naiknya inflasi subkelompok telur, susu dan hasil-
hasilnya.
Subkelompok daging dan hasil-hasilnya tercatat
mengalami penurunan inflasi terbesar pada
kelompok bahan makanan. Subkelompok daging
dan hasil-hasilnya turun dari 14,62% (yoy) menjadi
3,09% (yoy). Komoditas daging ayam ras memberikan
sumbangan deflasi terbesar ketiga di bulan September,
setelah bawang merah dan angkutan udara.
Pembatasan produksi Days Old Chick (DOC) dari
p e m e r i n t a h s e l e s a i p a d a A g u s t u s . D a l a m
perkembangan terkini, jumlah produksi DOC telah
diserahkan pada kesepakatan pelaku usaha terkait
jumlah stok yang harus dijaga.
Inflasi subkelompok lemak dan minyak turun
tajam. Subkelompok lemak dan minyak turun dari
21,73% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 10,69%
(yoy) pada triwulan III 2014. Komoditas utama yang
mendorong penurunan inf las i terbesar dar i
subkelompok ini adalah minyak goreng. Pada Juli dan
September, minyak goreng merupakan salah satu
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah masih cukup besar. Inflasi tahunan (yoy)
terbesar terjadi di Kota Cilacap dan Kudus masing-
masing sebesar 7,67% (yoy) dan 6,31% (yoy),
sementara terendah di Kota Tegal sebesar 3,78% (yoy).
Penurunan inflasi pada periode laporan utamanya
didorong oleh kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan serta kelompok bahan
makanan. Inflasi tahunan pada hampir semua
kelompok tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
periode sebelumnya (Tabel 2.3). Penurunan terbesar
terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan
jasa keuangan diikuti kelompok bahan makanan.
Sementara itu, penurunan inflasi yang lebih
dalam tertahan oleh kenaikan beberapa
kelompok barang dan jasa. Inflasi tahunan
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga dan
kelompok kesehatan pada periode laporan tercatat
naik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
meneruskan tren penurunan sejak awal tahun,
meski di triwulan II sempat naik. Pada periode
laporan, inflasi kelompok bahan makanan turun dari
8,61% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 4,79%
(yoy). Namun angak tersebut masih tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi tahunan kelompok bahan
makanan pada level nasional, yang tercatat sebesar
4,53% (yoy).
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
KOMODITAS
II III IV I II
4,58
8,20
5,02
3,00
3,41
1,95
4,47
2,04
2012 2013
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
4,50
7,15
5,92
2,96
2,46
2,00
3,82
2,65
4,24
5,60
5,84
3,09
3,04
2,11
3,56
3,06
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw II Kelompok Bahan Makanan
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
IV I II
2012 2013
5.6
3.5
7.12
9.9
8.92
5.07
4.57
17.43
11.51
2.28
-3.94
-0.12
9.78
4.47
10.25
10.11
5.72
8.26
17.5
13.12
12.01
26.63
-0.67
3.31
12.86
2.46
11.54
9.15
6
2.6
7.2
14.51
16.79
103.12
-9.83
2.28
III
12.8
5.95
19.31
12.43
5.17
7.58
17.04
10.59
10.32
44.71
6.45
3.33
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12.54
5.25
11.22
12.78
5.66
5.08
26.38
11.63
11.79
31.37
26.9
5.63
I
7.17
10.69
8.81
17.12
7.91
7.22
25.17
14.42
8.55
-25.87
25.1
5.43
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
2014
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
yoy
0,94
0,81
1,82
2,89
1,41
-0,59
5,72
0,20
1,40
-1,87
-1,98
1,91
qtq
Tw III 2014
II
8.61
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.4
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
sapi murni tercatat inflasi cukup besar pada bulan
September yaitu sebesar 3,87% (mtm), dan (ii) deflasi
telur ayam ras, di bulan September 2014 tidak sebesar
tahun 2013.
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok &
Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau turun dari 7,79% (yoy) di triwulan II
2014 menjadi 5,61% (yoy). Inflasi bulanan sepanjang
triwulan III 2014 juga tercatat lebih rendah dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya.
Turunnya inflasi di kelompok ini terutama akibat
penurunan di subkelompok makanan jadi.
Subkelompok makanan jadi turun dari 8,86% (yoy)
pada triwulan II 2014 menjadi 5,53% pada triwulan III
2014. Subkelompok tembakau dan minuman
bera lkohol juga turun mesk i t idak sebesar
subkelompok makanan jadi. Di sisi lain, subkelompok
minuman yang tidak beralkohol naik dari 2,79% pada
triwulan II 2014 menjadi 3,08% (yoy) pada triwulan III
2014.
2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar
Inflasi kelompok ini turun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, dari 7,13% (yoy) menjadi
6,68% (yoy). Penurunan inflasi kelompok perumahan,
air, listrik gas, dan bahan bakar utamanya didorong
penyumbang deflasi bulanan terbesar. Penurunan
harga global Crude Palm Oil (CPO) turut mendorong
penurunan harga minyak goreng.
Inflasi subkelompok kacang-kacangan dan
subkelompok ikan segar turun. Subkelompok
kacang-kacangan turun dari 15,41% (yoy) pada
triwulan II menjadi 4,31% (yoy) pada triwulan III,
sementara subkelompok ikan segar turun dari 15,48%
(yoy) menjadi 6,92% (yoy). Penurunan ikan segar juga
terjadi di level nasional, sejalan dengan pasokan yang
mencukupi.
Subkelompok bumbu-bumbuan masih tercatat
deflasi, meski tidak sedalam periode sebelumnya.
Pada triwulan III 2014 inflasi subkelompok bumbu-
bumbuan tercatat mengalami deflasi sebesar 13,10%,
setelah sebelumnya mengalami deflasi yang lebih
dalam sebesar 17,07% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Komoditas utama penyumbang deflasi subkelompok
bumbu-bumbuan adalah bawang merah. Laju deflasi
yang semakin dalam pada subkelompok ini tertahan
oleh kenaikan harga cabe merah.
Inflasi subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya
meningkat. Inflasi tahunan subkelompok telur, susu,
dan hasil-hasilnya meningkat dari 10,06% (yoy) di
triwulan II 2014 menjadi 10,59% (yoy). Beberapa faktor
yang membuat inflasi subkelompok ini lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya (i) komoditas susu
27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
1,87% (yoy). Semua subkelompok turun cukup besar.
Penurunan terbesar pada subkelompok barang pribadi
dan sandang lainnya yaitu dari 4,20% (yoy) menjadi
-1,87% (yoy). Utamanya akibat penurunan harga emas
perhiasan, sejalan dengan penurunan harganya di
komoditas internasional (Grafik 2.5).
Kelompok kesehatan meneruskan tren naik. Inflasi
kelompok kesehatan naik dari 3,52% (yoy) menjadi
3,87% (yoy). Hampir semua subkelompok naik kecuali
subkelompok jasa perawatan jasmani.
Berdasarkan disagregasi inflasi, inflasi di semua
kelompok menurun di triwulan laporan.
Penurunan terdalam berasal dar i ke lompok
administered prices yaitu dari 12,56% (yoy) di triwulan
II 2014 menjadi 6,69% (yoy) pada triwulan III 2014.
Kelompok volatile foods juga menurun dari 8,81%
(yoy) menjadi 4,25% (yoy). Sementara itu kelompok inti
tercatat turun terbatas (Grafik 2.6).
2.3.1. Kelompok Volatile foodsInflasi tahunan volatile foods turun dibandingkan
periode sebelumnya. Inflasi volatile foods turun dari
8,81% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 4,25% (yoy) di
triwulan III. Capaian ini juga yang terendah sepanjang
dua tahun terakhir.
turunnya biaya tempat tinggal. Inflasi subkelompok
perlengkapan rumah tangga juga tercatat turun meski
tidak sebesar biaya tempat tinggal. Sementara itu,
inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air
naik.
Inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan
dan air naik didorong penyesuaian harga elpiji
dan tarif listrik. Kenaikan tarif listrik pada September
sesuai dengan ketentuan ESDM untuk menaikkan tarif
listrik secara bertahap setiap 2 bulan sejak Mei dan Juli
2014 untuk golongan I-3, I-4, R-2, P-2, R-1, P-3 dan R-1
serta kenaikan secara bertahap setiap bulan untuk
golongan R-3, B-2, B-3 dan P-1. Sementara itu,
kenaikan bahan harga elpiji 12 kg terjadi di bulan
September.
2.2.4. Kelompok Lainnya
Berbeda dengan periode sebelumnya, kelompok
sandang pada triwulan laporan turun. Inflasi
menurun dari 4,16% (yoy) di triwulan II menjadi
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.7
-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2013 2014
CORE VF ADM PRICE
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% MTM
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.6
0
2
4
6
8
10
12
14
16
CORE VF ADM PRICE
% YOY
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Harga EmasGrafik 2.5
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III IV I II III IV I II III IV2012 2013 2014
Sumber : Bloomberg, Diolah
$ / OZ
2.3 Disagregasi Inflasi
29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.10
0
5
10
15
20
25
Padi-padian, Umbi-umbian dan HasilnyaDaging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya
% YOY
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.11
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Sayur-sayuran Kacang-kacanganBumbu-bumbuan
Buah-buahanLemak dan Minyak
% YOY
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
Penurunan inflasi tahunan volatile foods,
utamanya disumbang oleh penurunan inflasi
subkelompok daging dan subkelompok minyak.
Inflasi tahunan pada hampir semua subkelompok
penyusun kelompok volatile foods turun. Hanya inflasi
subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya yang naik,
sementara subkelompok bumbu-bumbuan masih
tercatat deflasi meski tidak sedalam periode
sebelumnya.
Komoditas penyumbang penurunan terbesar
inflasi volatile foods adalah daging ayam ras.
Berakhirnya pembatasan produksi Days Old Chick
(DOC) di bulan Agustus membuat komoditas daging
ayam ras mencatatkan deflasi di bulan September.
Inflasi triwulanan periode laporan tercatat lebih
rendah dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Inflasi pada triwulan III 2014
sebesar 0,93% (qtq) lebih rendah dari triwulan III 2013
sebesar 5.35% (qtq). Angka ini dibandingkan
historisnya juga masih tercatat lebih rendah (Grafik
2.9).
Penurunan inflasi volatile foods mencerminkan
terjaganya pasokan bahan makanan di Jawa
Tengah. Bawang merah sebagai salah satu komoditas
penyumbang deflasi terbesar kelompok volatile foods
mengalami pasokan yang melimpah pasca panen raya
di bulan Agustus. Berdasarkan data Bulog, pasokan
beras juga masih memadai untuk mencukupi hingga
hampir 9 bulan kebutuhan operasional.
Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Foods 2012-2014
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Foods Triwulan III
Grafik 2.9
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rata-rata 2009-2013 2012 2013 2014
3,82
1,75
5,35
0,93
Rata-rata 2009-2013
2012 2013 2014
% MTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.3.2. Kelompok Administered PricesI n f l a s i k e l o m p o k a d m i n i s t e r e d p r i c e s
memperlihatkan tren menurun pada periode
laporan. Inflasi kelompok administered prices pada
triwulan III 2014 turun tajam dari 12,56% (yoy) pada
triwulan II menjadi 6,69% (yoy) pada triwulan III. Pada
periode laporan tercatat inflasi sebesar 2,09% (qtq),
lebih rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya 7,71% (qtq) (Grafik 2.16).
Penurunan inflasi kelompok administered prices,
didorong oleh turunnya subkelompok transpor.
Inflasi subkelompok tembakau dan minuman
beralkohol juga turun, namun tidak sebesar
subkelompok transpor. Sementara itu, inflasi tahunan
subkelompok bahan bakar, penerangan dan air tren
nya naik sejak tahun 2013 (Grafik 2.17).
Komoditas minyak goreng, mendorong ke bawah
inflasi volatile foods. Pada bulan Juli dan September,
minyak goreng menjadi salah satu komoditas
penyumbang deflasi terbesar. Deflasi yang terjadi pada
minyak goreng, sejalan dengan turunnya harga CPO
Internasional (Grafik 2.13).
Deflasi bawang merah sejak bulan Agustus,
mendorong ke bawah inflasi volatile foods. Sesuai
polanya (Grafik 2.14), di bulan Agustus tercatat deflasi
pada komoditas bawang merah, hal ini sejalan dengan
panen bawang merah di bulan Juni dan Juli.
Inflasi cabe merah di bulan September, menahan
penurunan inflasi volatile foods. Di luar polanya,
inflasi cabe merah di bulan September tercatat tinggi
sebesar 66,06% (mtm). Menurunnya pasokan akibat
musim kemarau, menyebabkan harga cabe merah naik.
30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.12
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov
Sumber : BPS, diolah
2011 2012 2013 2014
% MTM
Perkembangan Inflasi BulananMinyak Goreng dan Perkembangan Harga CPO
Grafik 2.13
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2 3 4 5 6 7 8 9
2014
Sumber : BPS, diolah
Minyak Goreng CPO
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.14
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2011 2012 2013 2014
Sumber : BPS, diolah
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Cabe Merah Grafik 2.15
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2011 2012 2013 2014
Sumber : BPS dan Bloomberg, diolah
% MTM
2.3.3. Kelompok Inti
Inflasi inti relatif terjaga, sejalan dengan kegiatan
ekonomi domestik yang tumbuh moderat. Inflasi
kelompok inti turun, dari 5,25% (yoy) pada triwulan II
menjadi 4,17% (yoy) pada periode laporan.
Perlambatan inflasi kelompok inti tercermin pada
perkembangan inflasi inti nontraded dan ekspektasi
inflasi yang mengalami penurunan.
Dari sisi permintaan, penurunan inflasi inti sejalan
dengan terbatasnya permintaan domestik yang
tercermin dari perkembangan inflasi inti
nontraded. Inflasi tahunan inti nontraded tercatat
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Tekanan dari output gap relatif minimal
dan cenderung turun (Grafik 2.21).
Beberapa indikator yang mengonfirmasi terbatasnya
permintaan diantaranya kredit konsumsi rumah tangga
yang melambat dan menurunnya perkembangan
Inflasi administered prices turun, namun masih
re lat i f t inggi karena adanya kebi jakan
penyesuaian tarif listrik. Penyesuaian tarif listrik
mendorong inflasi subkelompok bahan bakar,
penerangan, dan air. Berdasarkan Peraturan Menteri
ESDM tarif listrik naik mulai bulan Mei dan Juli dan
kemudian berlanjut setiap dua bulan sekali untuk
golongan I-3, I-4, R-2, P-2, R-1, P-3 dan R-1 serta
kenaikan secara bertahap setiap bulan untuk golongan
R-3, B-2, B-3 dan P-1 (Grafik 2.18).
Penyesuaian harga elpiji 12 kg di bulan
September, mendorong inflasi subkelompok
bahan bakar, penerangan, dan air. Sejak 10
September 2014, Pertamina menyesuaikan harga elpiji
12 Kg, dari Rp92.800 menjadi Rp114.300 atau
23,17%. Kenaikan ini memberikan dampak yang
berbeda di tiap kota (Grafik 2.19). Inflasi bahan bakar
rumah yang tertinggi akibat kenaikan elpiji 12 kg, di
Surakarta dan Cilacap.
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Adminitered Prices Triwulan III
Grafik 2.16
2,70
1,28
7,71
2,09
Rata-rata 2009-2013
Sep-12 Sep-13 Sep-14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices
Grafik 2.17
0
5
10
15
20
25
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR TRANSPOR
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
% YOY
Perkembangan Inflasi Bulanan Tarif ListrikGrafik 2.18
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
5 6 7 8 9 10
2014
Permen ESDM No 09 Tahun 2014Kenaikan TTL pada I-3 >200 kVA go public,I-4 30.000kVA stp dua bulan sekali naikR-3 >6.600 VA , B-2 6.600 VA s.d 200kVA, B-3 >200 kVA, P-1 6.600 VA s.d 200 kVAstp satu bulan sekali naik
Permen ESDM No 09 Tahun 2014I-3 non go public > 200 kVA R-2 (3.500 VA s.d 5.500 VA)P-2 >200 kVA, R-1 2.200 VA, P-3, R-1 1.300 VA stp satu bulan sekali naik
% MTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Inflasi Bulan September Bahan Bakar Rumah Tanggadi 6 Kota di Jawa Tengah
Grafik 2.19
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
% MTM
CIL
AC
AP
PURW
OKE
RTO
KUD
US
SURA
KART
A
SEM
ARA
NG
TEG
AL
JAW
A T
ENG
AH
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
Beberapa indikator yang mengonfirmasi tekanan faktor
eksternal diantaranya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
AS (kurs tengah Bank Indonesia) yang melemah dan
perkembangan harga komoditas pangan internasional
juga masih melambat. Rata-rata nilai tukar Rupiah
melemah sebesar 0,7% ke level Rp11.766,89 pada
triwulan III 2014. Pertumbuhan tahunan harga minyak
kelapa sawit melambat, sementara untuk beras naik
namun masih tercatat negatif.
kegiatan usaha industri pengolahan nonmigas hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha.
Ekspektasi inflasi menunjukkan penurunan.
Ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang
turun, sementara 6 bulan dan 1 tahun yang akan
datang relatif stabil (Grafik 2.22). Sejalan dengan itu
dari sisi pedagang terlihat bahwa ekspektasi harga
yang akan datang pada periode laporan menurun
dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik
2.23).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami
perlambatan. Tekanan imported inflation yang
tercermin dari kelompok inti traded pada periode
Perkembangan Output Gapdan Pertumbuhan Ekonomi Tahunan
Grafik 2.21
-0,2
-0,1
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
5
5,2
5,4
5,6
5,8
6
6,2
6,4
6,6
6,8
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
PDRB yoy Output Gap - Skala Kanan
% YOY
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
%
Perkembangan InflasiTriwulanan Kelompok Inti Triwulan III
Grafik 2.20
1,631,48
2,39
1,35
Rata-rata 2009-2013
Sep-12 Sep-13 Sep-14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.22
160
165
170
175
180
185
190
195
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2013 2014
INDEKS
Ekspektasi harga 3 bulan yad Ekspektasi harga 6 bulan yadEkspektasi harga 12 bulan yad
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.23
120
130
140
150
160
170
180
190
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2013 2014
INDEKS
3 bulan yad 6 bulan yad
32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.24
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
I II III IV I II III IV I II III
qtq (Skala Kanan) yoy
% YOY
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% QTQ
Perkembangan Harga Komoditas Internasional Grafik 2.25
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Minyak Kelapa Sawit Beras Emas
% YOY
Sumber : Bloomberg
2012 2013 2014
33PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak di tahun 2013
sudah tidak ada.
Kelompok bahan makanan member ikan
sumbangan terbesar penurunan inflasi di seluruh
kota Jawa Tengah. Penurunan inflasi tahunan
kelompok bahan makanan bervariasi di antar kota.
Penurunan terbesar di Kudus dari 17,35% (yoy) pada
triwulan II menjadi 8,22% (yoy). Sementara itu,
penurunan terkecil di Cilacap dari 6,98% (yoy) pada
triwulan II menjadi 6,40% (yoy) (Grafik 2.28).
Penurunan juga ter jadi pada kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar di
hampir seluruh kota. Hanya di Surakarta dan Kudus
yang tercatat naik. Hal ini akibat kenaikan bahan bakar
rumah tangga di kedua kota ini termasuk yang tertinggi
di Jawa Tengah, bersama dengan Cilacap.
Tren penurunan inflasi terjadi di seluruh kota yang
disurvei oleh BPS di Jawa Tengah. Penurunan
terbesar terjadi di kota Kudus yang sebelumnya pada
triwulan II 2014 sebesar 9,54% (yoy) menjadi 6,31%
(yoy). Sementara itu, penurunan terkecil terjadi di kota
Tegal yaitu dari 5,68% (yoy) menjadi 3,78% (yoy)
(Grafik 2.26).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah masih tinggi. Inflasi tertinggi terjadi di Cilacap
diikuti Kudus masing-masing sebesar 7,67% (yoy) dan
6,31% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah terjadi di
Tegal sebesar 3,78% (yoy) (Grafik 2.26).
Berdasarkan kelompok barang dan jasa,
penurunan terbesar di seluruh kota disumbang
oleh kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan. Di seluruh kota penghitung inflasi, dampak
2.4 Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
Inflasi Tahunan Triwulan III 2014 Grafik 2.26
7,67
4,18
6,31
4,65 4,84
3,78
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% YOY
Perkembangan Inflasi Tahunan di 6 Kota di Jawa Tengah Grafik 2.27
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
% YOY
Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
5,00
4,53
Inflasi Tahunan per Kota Inflasi Tahunan Jawa Tengah Inflasi Tahunan Nasional
Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanandi 6 Kota di Jawa Tengah
Grafik 2.28
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal
Tw II 2014 Tw III 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% YOY
Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik,Gas dan Bahan Bakar di 6 Kota di Jawa Tengah
Grafik 2.29
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang Tegal
Tw II 2014 Tw III 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% YOY
Di sisi lain, kelompok pendidikan, rekreasi dan
olah raga memberikan dorongan inflasi.
Peningkatan terbesar terjadi di Surakarta dan Cilacap.
Sumbangan terbesar diberikan oleh subkelompok jasa
pendidikan.
34 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Rencana pemerintah menyesuaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) bersubsidi untuk menyehatkan fiskal
tentunya perlu didukung oleh semua pihak. Diharapkan,
kebijakan ini dapat mendorong perekonomian secara
berkesinambungan dengan inflasi yang rendah dan
stabil. Kebijakan ini direncanakan akan diterapkan
sebelum tahun 2015.
Kebijakan serupa sudah beberapa kali dilakukan
sepanjang sepuluh tahun terakhir. Kebijakan yang baru
saja dilakukan adalah pada tahun 2013, dimana
pemerintah menaikkan harga premium dari Rp 4.500 per
liter menjadi Rp 6.500 per liter atau sebesar 44,44%,
sementara solar dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 5.500
per liter atau sebesar 22,22%.
Kebijakan ini sempat membuat inflasi Jawa Tengah naik
menjadi 7,98% (yoy) di akhir tahun 2013, dari
sebelumnya 4,24% (yoy) di tahun 2012. Di tahun 2014,
inflasi kembali turun di level 5,01% pada Oktober 2014.
Sementara itu, dar i perkembangan ekonomi,
pertumbuhan ekonomi 2013 sebesar 5,8% di tahun
2013, melambat dibandingkan dengan tahun 2012
sebesar 6,3%. Namun, perlambatan ini lebih
dikarenakan kondisi perekonomian global yang
melemahkan ekspor, selain itu investasi juga melambat.
Dari sisi kesejahteraan masyarakat, kemiskinan relatif
tidak terpengaruh. Persentase penduduk miskin
kemiskinan pada tahun 2013 tercatat sebesar 14,44%,
menurun dibandingkan dengan tahun 2012 yang
tercatat sebesar 14,98%.
Dampak penyesuaian harga BBM bersubsidi di tahun
2014 diperkirakan akan memiliki pola yang sama dengan
tahun 2013. Dengan asumsi kenaikan BBM bersubsidi
(solar dan premium sebesar Rp3.000,00), inflasi Jawa 4Tengah akan bertambah 3,00% . Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi relatif tidak mengalami 5perubahan yang signifikan . Dari sisi sosial, diperkirakan
program yang telah disiapkan oleh pemerintah dapat
mengkompensasi peningkatan penduduk miskin akibat
kenaikan BBM bersubsidi.
Berbagai program kompensasi yang telah disiapkan
masyarakat diantaranya program keluarga harapan,
bantuan siswa miskin, dan bantuan langsung sementara
masyarakat. Perlunya kerjasama dengan pemerintah
daerah untuk mengawal program agar berjalan efektif
dan efisien, sehingga dapat meredam dampak yang
ditimbulkan dari penyesuaian harga BBM bersubsidi.
Pemerintah daerah bersama Bank Indonesia melalui Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) telah mengidentifikasi
sejumlah langkah antisipasi dampak penyesuaian harga
BBM bersubsidi sebagai berikut (i) pemberian bantuan
kepada masyarakat, (ii) monitoring kondisi pasokan
BBM, (iii) program pasar murah dan operasi pasar, (iv)
pengamanan jalur distribusi dan suplai bahan kebutuhan
pokok, (v) deteksi dini penimbunan BBM bersubsidi dan
bahan kebutuhan pokok, (vi) pemetaan potensi
kerawanan, serta (vii) koordinasi antara pemerintah
pusat daerah dalam penetapan kenaikan biaya
transportasi umum.
SUPLEMEN IIUPAYA ANTISIPATIF DAMPAK PENYESUAIAN HARGA BBMBERSUBSIDI DI JAWA TENGAH
Dampak pada kenaikan BBM sebesar Rp3.000 pada inflasi, 1st round 1,60%, 2nd round 0,53%, dan 3rd round 0,87% Secara umum, efek kenaikan harga BBM kurang terlihat dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi faktor lain seperti kondisi ekonomi dunia. Sedangkan bila secara lebih detil, dari tabel input-output, terlihat bahwa kenaikan BBM di Provinsi Jawa Tengah lebih berdampak pada sektor pertanian. Sementara di sektor pertambangan, industri pengolahan, PHR, serta sektor angkutan dan komunikasi dampaknya sangat kecil
45.
35PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan III 2014 masih tumbuh dengan baik.
Indikator utama perbankan, yaitu aset, kredit, dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
menunjukkan pertumbuhan yang mengalami perlambatan.
Perbankan syariah mengalami penguatan pertumbuhan aset dan DPK yang
dihimpun. Namun demikian, pembiayaan yang disalurkan mengalami sedikit
perlambatan.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
37
Meskipun mengalami perlambatan pada seluruh
indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah, industri perbankan pada triwulan III 2014
masih tumbuh cukup baik (Grafik 3.2). Secara
tahunan, pada triwulan ini total aset tumbuh melambat
sebesar 13,94% (yoy) setelah sebelumnya mampu
tumbuh sebesar 17,81% (yoy) pada triwulan II 2014.
To t a l a s e t b a n k u m u m t e r c a t a t s e b e s a r
Rp252,31triliun.
Sementara itu, indikator perbankan utama lainnya yaitu
kredit mengalami kondisi serupa. Pertumbuhan
kredit pada triwulan laporan mengalami
perlambatan. Pada triwulan laporan, kredit tumbuh
sebesar 13,56% (yoy) melambat dibandingkan dengan
triwulan lalu yang mampu mencapai 15,96% (yoy).
Total kredit pada triwulan III 2014 adalah sebesar
Rp191,87 triliun.
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun juga turut
mengalami perlambatan. Pertumbuhan DPK pada
triwulan ini adalah sebesar 14,10% (yoy) melambat
dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang tumbuh
sebesar 17,37% (yoy). Total DPK pada triwulan laporan
adalah sebesar Rp 185,79 triliun dengan porsi
utamanya dalam bentuk tabungan mencapai hingga
49%, kemudian disusul oleh deposito sebesar 35% dan
giro sebesar 16%. Tidak terjadi perubahan di sepanjang
lima tahun terakhir mengenai proporsi bentuk
simpanan ini.
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah menurun dibanding triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan, jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.503
unit menurun dari triwulan II 2014 yang sebanyak
3.527 unit. Penurunan utamanya terjadi pada kantor
kas pada kelompok bank pemerintah dan bank swasta.
Kantor kas kelompok bank pemerintah menurun dari
210 unit menjadi 184 unit, sementara kantor kas
kelompok bank swasta menurun dari 106 unit menjadi
90 unit. Peningkatan jumlah jaringan kantor dijumpai
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 6.
3.2. Perkembangan Bank Umum
6 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan lainnya yaitu Loan to Deposit
Ratio (LDR) turut mengalami penurunan pada
triwulan laporan. Angka LDR sebesar 103,27%
menurun dari triwulan II 2014 sebesar 105,01%.
Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih
dapat dijaga dengan baik sehingga Non Performing
Loan (NPL) berada di bawah level indikatif, yaitu pada
level 2,22%. Angka NPL ini sedikit mengalami
penurunan dari periode sebelumnya yang sebesar
2,24%. Perlambatan kinerja perbankan secara umum
pada triwulan III ini berdampak pada pertumbuhan
ekonomi sektor keuangan yang turut melambat
menjadi sebesar 7,43% (yoy) setelah triwulan lalu
mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,44%
(yoy).
39PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
90
96
102
108
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV2012 2013 2014
I II III IV I II III
Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.
PERSEN YOY PERSEN
Pertumb. Aset Pertumb. Kredit Pertumb. DPK LDR (skala Kanan)
Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.1.
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
ASET KREDIT DPK
TRILIUN RUPIAH
dalam bentuk deposito. Pertumbuhan deposito pada
triwulan laporan adalah sebesar 26,08% (yoy)
meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 24,96% (yoy).
Dilihat dari golongan nasabahnya, secara keseluruhan
kelompok pemerintah masih mampu tumbuh positif
meskipun melambat. DPK nasabah kelompok sektor
pemerintah tumbuh sebesar 12,57% (yoy) melambat
dari triwulan lalu sebesar 18,93% (yoy). Kondisi ini
sejalan dengan meningkatnya konsumsi pemerintah
yang terlihat pada kondisi perekonomian secara umum.
Apabila dilakukan pengamatan lebih dalam, terlihat
bahwa pemerintah pusat mengalami pertumbuhan
tertinggi, yaitu sebesar 30,47% (yoy) melambat dari
triwulan II 2014 sebesar 30,84% (yoy). Sementara itu,
penurunan tajam pada kelompok BUMN atau
pemerintah campuran masih berlanjut. Secara tahunan
go longan nasabah ke lompok BUMN mas ih
mencatatkan pertumbuhan negatif sebagaimana
triwulan lalu. Pada triwulan laporan, pertumbuhan
negatif yang dicatatkan adalah sebesar 45,23% (yoy),
sedangkan periode lalu mengalami pertumbuhan
dalam bentuk kantor cabang pembantu pada
kelompok bank pemerintah dari 1759 unit menjadi
1779 unit dan pada kelompok bank pemerintah daerah
dari 107 unit menjadi 110 unit. Sementara itu,
kelompok bank asing dan campuran mengalami
penambahan jumlah jaringan kantor dari triwulan II
2014 sebanyak 3 unit dalam bentuk kantor cabang.
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK
Pertumbuhan DPK melambat dalam bentuk
tabungan dan giro. Mengingat porsinya yang besar,
perlambatan DPK dalam bentuk tabungan turut
mendorong perlambatan DPK secara keseluruhan
(Grafik 3.3 dan Grafik 3.4). Komponen DPK mengalami
perlambatan utamanya dalam bentuk giro yang
melambat menjadi sebesar 7,20% (yoy) dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 21,59% (yoy).
Sementara itu, komponen DPK lain, yaitu tabungan
juga turut mengalami kondisi serupa. Pada triwulan III
2014, tabungan tumbuh melambat menjadi sebesar
9,13% (yoy) dari triwulan lalu yang tumbuh sebesar
11,27% (yoy). Komponen DPK yang mengalami
pen ingkatan per tumbuhan hanya d i jumpa i
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
Jumlah Kantor Bank Umum
KETERANGAN
I II III IV I II
2012 2013
Bank Pemerintah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu 1)
Kantor Kas
Bank Pemerintah Daerah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Asing dan Bank Campuran
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Swasta Nasional
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
III IV
Bank Konvensional
Jumlah Bank Umum
jumlah Bank (Kantor Pusat)
51
2
3.381
2.149
0
79
1.853
217
248
1
40
93
114
964
1
166
682
115
20
0
16
4
0
I
1) Termasuk BRI UNIT
2014
II III
51
2
3.500
2.159
0
79
1.857
223
250
1
40
93
116
1.070
1
168
774
127
21
0
16
4
1
51
2
3.615
2.174
0
79
1.875
220
252
1
41
93
117
1.168
1
171
855
141
21
0
16
4
1
51
2
3.628
2.184
0
79
1.881
224
256
1
41
95
119
1.167
1
171
850
145
21
0
16
4
1
51
2
3.676
2.201
0
80
1.897
224
273
1
41
103
128
1.181
1
180
864
136
21
0
16
4
1
51
2
3.632
2.156
0
80
1.855
221
276
1
41
104
130
1.179
1
181
865
132
21
0
16
4
1
51
2
3.675
2.185
0
80
1.855
250
278
1
42
105
130
1.192
1
184
872
135
20
0
15
4
1
51
2
3.754
2.258
0
80
1.872
306
282
1
42
106
133
1.192
1
185
868
138
22
0
15
6
1
51
2
3.759
2.258
0
80
1.872
306
287
1
42
106
138
1.192
1
185
868
138
22
0
15
6
1
51
2
3.527
2.049
0
80
1.759
210
294
1
43
107
143
1.168
1
196
865
106
18
0
11
6
1
51
1
3.503
2.043
0
80
1.779
184
297
1
43
110
143
1.143
0
190
863
90
21
0
14
6
1
40 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Penyaluran kredit berdasarkan sektor utama porsi
terbesar disalurkan kepada sektor perdagangan
besar dan eceran, yaitu 34,81% dilanjutkan dengan
industri pengolahan 17,72% dan pertanian 3,07%.
Dukungan dunia perbankan terhadap perekonomian
Jawa Tengah dapat dilihat melalui penyaluran kredit
kepada sektor utama daerah, yaitu sektor pertanian,
sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan,
hotel dan restoran (PHR) seperti ditampilkan pada
Grafik 3.5.Pertumbuhan kredit sektor utama tertinggi
pada triwulan III 2014 dicapai oleh sektor pertanian
dengan pertumbuhan mencapai 35,54% (yoy) meski
melambat dari triwulan lalu yang mampu mencapai
pertumbuhan sebesar 38,46% (yoy). Kinerja kredit
kepada sektor industri pengolahan juga menunjukkan
pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan
periode sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar
17,66% (yoy) melambat dari 17,94% (yoy). Demikian
negatif sebesar 45,43% (yoy). Lebih jauh, pada
kelompok nasabah sektor swasta mengalami kondisi
serupa. Perlambatan pertumbuhan yang berhasil
dicatatkan pada triwulan laporan adalah sebesar
14,40% (yoy), sementara pada triwulan II 2014 tumbuh
sebesar 17,12% (yoy). Perlambatan pada kelompok
nasabah sektor ini utamanya didorong oleh
perlambatan pada bukan lembaga keuangan yaitu
sebesar 22,44% (yoy) setelah triwulan lalu mampu
tumbuh sebesar 35,70% (yoy).
3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
Laju pertumbuhan kredit tercatat mengalami
perlambatan seiring dengan perlambatan DPK.
Kredit bank umum melambat menjadi sebesar 13,56%
(yoy) dari triwulan lalu sebesar 15,96% (yoy).
Perlambatan ini diduga akibat suku bunga pinjaman
yang mengalami peningkatan utamanya suku bunga
pinjaman dalam bentuk deposito.
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0
20
40
60
80
100
I II III IV
2012 2013 2014
I II III IV I II III
Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3.
TRILIUN RUPIAH
Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4.
-5
5
15
25
35
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III2014
PERSEN YOY
PERTUMB. GIRO PERTUMB. TABUNGAN PERTUMB. DEPOSITO
0
20
40
60
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5.
Kredit Sektor Pertanian Kredit Sektor Industri Pengolahan Kredit Sektor Phr
TRILIUN RUPIAH
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6.
-20
20
60
100
140
180 PERSEN YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
Pertumb. Kredit Sektor Pertanian
Pertumb. Kredit Sektor Industri Pengolahan Pertumb. Kredit Sektor PHR
41PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7
53%32%
5%
Pertanian PHRIndustri Pengolahan
pula halnya dengan penyaluran kredit kepada sektor
PHR pada triwulan ini yang mencatatkan pertumbuhan
melambat menjadi sebesar 16,77% (yoy) dari triwulan II
2014 dengan tumbuh sebesar 17,83% (yoy).
Penyaluran kredit berdasarkan penggunaan
secara keseluruhan juga mengalami perlambatan.
Pertumbuhan tertinggi pada periode ini dijumpai pada
kredit modal kerja (Grafik 3.9). Kredit modal kerja yang
mendominasi pangsa kredit berdasarkan penggunaan
yaitu sebesar 54% mampu mencatatkan pertumbuhan
sebesar 15,45% (yoy) melambat dari sebelumnya yang
tumbuh sebesar 17,94% (yoy). Sementara itu, kredit
investasi dengan pangsa sebesar 14% mengalami
perlambatan pertumbuhan sebesar 13,38% (yoy) dari
triwulan II 2014 sebesar 22,81% (yoy). Kredit konsumsi
dengan pangsa 32% selain tumbuh melambat juga
mencapai pertumbuhan terendah, yakni sebesar
4,84% (yoy) setelah sebelumnya mampu tumbuh
sebesar 10,06% (yoy).
0
40
80
120
Perkembangan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi
TRILIUN RUPIAH
0
20
40
60
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
Pertumb. Kredit Modal Kerja Pertumb. Kredit Investasi Pertumb. Kredit Konsumsi
PERSEN YOY
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Perkembangan suku bunga simpanan dan
pinjaman di Jawa Tengah menunjukkan kondisi
yang beragam. Suku bunga simpanan dalam bentuk
giro mengalami penurunan menjadi sebesar 2,93%
dari sebelumnya yang sebesar 2,96%. Sementara itu,
suku bunga simpanan dalam bentuk tabungan stagnan
sama dengan triwulan lalu, yaitu di level 1,78%.
Sementara itu, suku bunga simpanan dalam bentuk
deposito mengalami peningkatan menjadi sebesar
8,05% dari triwulan II 2014 sebesar 7,83%.
Apabila ditinjau berdasarkan waktunya, peningkatan
suku bunga deposito hanya dijumpai pada deposito
dengan jangka waktu di bawah 6 bulan, sementara
deposito dengan tenor lebih dari 6 bulan mengalami
penurunan. Peningkatan suku bunga deposito jangka
pendek ini ditujukan untuk menarik likuiditas
masyarakat yang tengah lesu. Peningkatan tertinggi
dijumpai pada suku bunga deposito bertenor kurang
Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10
54%32%14%
Modal Kerja KonsumsiInvestasi
42 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
13,56% pada triwulan lalu, sedangkan suku bunga
kredit konsumsi menurun menjadi 12,97% pada
tr iwulan laporan dari 13,02% pada periode
sebelumnya.
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
Non Performing Loan (NPL) kredit yang disalurkan
perbankan Jawa Tengah dapat dipertahankan
pada level yang rendah, yang mengindikasikan
kualitas kredit terjaga dengan baik. Tingkat NPL gross
perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2014 sebesar
2,22% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,24%.
Kredit berdasarkan penggunaan, meskipun dalam
tren melambat dari triwulan lalu namun memiliki
angka NPL gross pada semua komponen
pembentuknya berada di bawah level aman.
Kredit berdasarkan jenis penggunaan mengalami tren
peningkatan NPL terkecuali pada kredit modal kerja
yang menurun menjadi sebesar 2,57% dari
sebelumnya sebesar 2,60% pada triwulan II 2014. NPL
kredit investasi dan konsumsi tercatat mengalami tren
meningkat dengan angka NPL masing-masing yaitu
3,42% dari 2,87%, dan 1,21% dari 1,19%.
atau sama dengan 3 bulan, yaitu sebesar 8,56% dari
8,21%. Kenaikan suku bunga juga terjadi pada
deposito bertenor kurang atau sama dengan 6 bulan
menjadi sebesar 8,63% dari 8,29%. Pada triwulan III
2014, suku bunga deposito tertinggi dijumpai pada
deposito bertenor kurang atau sama dengan 36 bulan
yaitu sebesar 8,89% turun dari periode lalu yang
sebesar 9,37%.
Berdasarkan penggunaan, hanya suku bunga
kredit modal kerja yang mengalami peningkatan.
Dengan porsi kredit modal kerja yang mendominasi
kredit berdasarkan penggunaan maka peningkatan
suku bunga kredit ini menyebabkan suku bunga kredit
berdasar penggunaan secara umum mengalami
peningkatan. Suku bunga kredit modal kerja
meningkat menjadi 13,26% pada triwulan III2014 dari
13,16% pada triwulan II 2014. Sementara itu, suku
bunga kredit investasi relatif stabil pada 13,55% dari
Perkembangan Suku Bunga PinjamanBank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12
10,5
12
13,5
15
Kredit Modal Kerja Investasi Konsumsi
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
PERSEN
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11
0
3
6
9
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
Giro Tabungan Deposito
PERSEN
Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13
5
10
15
20
Pertanian Industri Pengolahan PHR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
43PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah
mengalami sedikit perlambatan dibanding triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan, pertumbuhan
pembiayaan sebesar 25,60% (yoy) dari sebelumnya
sebesar 25,62% (yoy). Angka Financing to Deposit
Ratio (FDR) pada triwulan III 2014 adalah sebesar 131%
menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar
139%.
Kinerja baik perbankan syariah didukung dengan
peningkatan jaringan kantor bank syariah menjadi
sejumlah 178 unit dari triwulan II yang baru sebanyak
175 unit. Namun demikian, jumlah jaringan kantor unit
usaha syariah (UUS) justru mengalami penurunan
peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Pada
triwulan laporan, jumlah UUS adalah sebanyak 58 unit
menurun dari triwulan sebelumnya sebanyak 60 unit.
Sementara itu, jumlah jaringan kantor BPR syariah
masih stagnan hingga triwulan III 2014 ini yaitu sebesar
24 unit.
Dilihat dari risiko kredit yang dihadapi sektor
utama di Provinsi Jawa Tengah terlihat secara
keseluruhan masih berada di bawah level
indikatif yang dipersyaratkan. Indikator risiko yang
tercermin dari angka NPL pada sektor pertanian, yaitu
sebesar 2,13%, sektor industri pengolahan 1,46%, dan
sektor PHR 3,32%. Angka NPL sektor industri
pengolahan masih mengalami tren menurun,
sedangkan NPL sektor pertanian dan PHR mengalami
tren meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2014.
Perkembangan industri syariah pada triwulan III 2014 di
Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang cukup baik.
Perbankan syariah mengalami pertumbuhan aset
sebesar 16,29% (yoy) dari sebelumnya 15,75% (yoy)
pada triwulan II 2014. Demikian halnya dengan DPK
industri perbankan syariah yang juga mengalami
peningkatan dari triwulan sebelumnya, yakni sebesar
19,60% (yoy) dari 16,49% (yoy). Sementara itu,
0
1
2
3
4
5
NPL Kredit Sektor Pertanian NPL Kredit Sektor Industri Pengolahan NPL Kredit Phr
0
1
2
3
4
Perkembangan Risiko KreditBerdasar Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14 Perkembangan Risiko KreditBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
NPL Kredit Modal Kerja NPL Kredit Investasi NPL Kredit Konsumsi
PERSENPERSEN
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
II III IV I II
2012 2013
Bank Syariah
Bank Umum
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
Unit Usaha Syariah
Jumlah Kantor
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
7
147
47
23
23
8
152
49
23
23
8
156
49
23
23
8
158
51
23
23
9
160
59
24
24
III
9
165
61
24
24
IV
9
167
62
24
24
I
2014
9
167
62
24
24
II
9
175
60
24
24
III
10
178
58
24
24
44 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kredit UMKM berdasarkan sektor utama di Provinsi
Jawa Tengah terlihat bahwa mayoritas kredit ditujukan
kepada sektor PHR (Grafik 3.18). Perlambatan kredit
juga dijumpai pada kredit kepada UMKM sektor
per tan ian dan sektor indust r i pengolahan.
Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor pertanian
sebesar 28,20% (yoy) melambat dari 33,63% (yoy)
pada triwulan II 2014. Kondisi perlambatan kredit
tersebut juga dijumpai pada sektor industri pengolahan
UMKM dengan tumbuh sebesar 14,45% (yoy) dari
sebelumnya sebesar 21,56% (yoy) pada triwulan lalu.
Sementara itu, pertumbuhan kredit kepada UMKM
sektor PHR masih menunjukkan pertumbuhan sebesar
14,09% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya
yaitu sebesar 13,89% (yoy). Risiko kredit kepada
UMKM berdasar sektor utama berada pada level aman.
NPL kredit sektor pertanian adalah 2,60%, sektor
industri pengolahan 3,96%, dan sektor PHR 3,70%.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan III 2014 mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan II 2014.
Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah kepada
UMKM mencapai 38,15%. Dapat dilihat pada Grafik
3.16, pertumbuhan tahunan yang berhasil dicatatkan
pada periode ini yaitu sebesar 17,51% (yoy) setelah
pada t r iwulan I I 2014 sebe lumnya mampu
mencatatkan pertumbuhan sebesar 19,35% (yoy).
Sementara itu, risiko atas kredit pada sektor UMKM
mengalami peningkatan namun masih terjaga pada
batas aman yang dipersyaratkan yaitu sebesar 5%. NPL
kredit UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan
yaitu sebesar 3,63%, meningkat dari sebelumnya yang
sebesar 3,59% (Grafik 3.17).
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.16
0
5
10
15
20
25
30
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
TRILIUN RUPIAH PERSEN YOY
Kredit Umkm Pertumb. Kredit Umkm - Skala Kanan
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.17
0%
1%
2%
3%
4%
5%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
NPL Nominal Kredit Umkm NPL Kredit Umkm (%) - Skala Kanan
TRILIUN RUPIAH
Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar SektorGrafik 3.18
-20
20
60
100
140
Pertanian Industri Pengolahan PHR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
PERSEN YOY
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasar Sektor
Grafik 3.19
0%
2%
4%
6%
NPLKredit Sektor Pertanian
PERSEN YOY
NPL Kredit Sektor Industri Pengolahan NPL Kredit Sektor Phr
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
45PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Kegiatan kliring pada triwulan III 2014 (Agustus)
melambat dibandingkan sebelumnya. Perlambatan
terjadi dari sisi nominal, sedangkan jumlah warkat
kliring mengalami perbaikan. Nominal transaksi kliring
pada periode laporan tercatat tumbuh melambat
sebesar 0,78%(yoy), dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,91%(yoy). Sementara itu, jumlah
warkat yang ditransaksikan tumbuh membaik, yaitu
2,5% (yoy), setelah sebelumnya mengalami penurunan
sebesar -2,75% (yoy).
Rata-rata perputaran warkat yang dikliringkan per hari
adalah 11,848 lembar dengan nominal Rp0,46 triliun.
Angka rata-rata nominal perputaran kliring tersebut
mengalami penurunan sebesar -4,02% (yoy) dari
triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan
sebesar 8,86% (yoy).
Peredaran cek dan bilyet giro kosong melambat
(Grafik 3.23). Secara tahunan, nominal cek/BG kosong
menurun sebesar -1,56% (yoy) atau turun tajam
dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
22,76% (yoy).
Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit
kepada sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal
Kerja (KMK) dengan porsi sekitar 80% dari total kredit.
KMK pada triwulan III 2014 mengalami perlambatan
pertumbuhan menjadi sebesar 17,62% (yoy) dari
sebelumnya sebesar 17,90% (yoy). Sementara itu,
jenis kredit lain yaitu kredit investasi juga mengalami
perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan ini kredit
investasi pada Sektor UMKM mengalami perlambatan
menjadi sebesar 17,00% (yoy) dari sebelumnya
26,12%(yoy).
Kredit kepada Sektor UMKM berdasarkan
penggunaan memiliki angka NPL yang berada di
bawah level indikatif 5%. NPL kredit modal kerja
mengalami perbaikan dari triwulan lalu, namun NPL
kredit investasi pada triwulan III 2014 ini mengalami
tren meningkat. NPL kredit modal kerja membaik
menjadi sebesar 3,43% dari sebelumnya sebesar
3,52%. Sementara itu, NPL kredit investasi meningkat
menjadi sebesar 4,55% dari sebelumnya sebesar
3,90%.
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.21
0%
1%
2%
3%
4%
5%
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
NPL Kredit Modal Kerja UMKMNPL Kredit Investasi UMKM
NPL Kredit Modal Kerja (%) - skala kananNPL Kredit Investasi UMKM (%) - skala kanan
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
RP TRILIUN
Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.20
KREDIT MODAL KERJA UMKM
KREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMB. KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANAN
PERTUMB. KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
0
10
20
30
40
50
60
0
20
40
60
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III
2014
RP TRILIUN
7 3.5. Perkembangan Kliring danReal Time Gross Settlement (RTGS)
Dikarenakan keterbatasan data, kajian mengenai kliring menggunakan data bulan Agustus sebagai proksi triwulan III 2014.7.
46 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
volume baik transaksi RTGS dari Jateng, RTGS ke Jateng
dan RTGS antar Jateng.
Pada triwulan III 2014, Provinsi Jawa Tengah sama
halnya dengan periode sebelumnya mengalami net
inflow uang tunai (Grafik 3.26). Inflow yang terjadi
adalah sebesar Rp20,03 triliun, meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp11,59 triliun, atau
meningkat sebesar 72,81% (qtq). Sementara itu,
outflow yang terjadi pada triwulan laporan sebesar
Rp15,17 triliun, juga meningkat dari triwulan II 2014
yang sebesar Rp8,05 triliun atau meningkat sebesar
88,51% (qtq). Dengan kondisi tersebut, net inflow
masih mengalami peningkatan dibanding triwulan
sebelumnya yaitu menjadi sebesar Rp4,86 triliun dari
Rp3,54 triliun atau meningkat sebesar 37,15% (qtq).
Transaksi RTGS yang terjadi pada triwulan III 2014
secara ni lai transaksi mengalami mengalami
perlambatan, sedangkan secara volume transaksi
mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan II
2014 (Grafik 3.24 dan Grafik 3.25). Dari sisi nilai,
transaksi RTGS mengalami perlambatan pada transaksi
RTGS dari Jateng sebesar 3,36% (yoy) dari sebelumnya
34,64% (yoy). Di sisi lain, transaksi RTGS ke Jateng
mengalami penurunan lebih tajam sebesar -22,03%
(yoy) dari -13,84% (yoy) dan transaksi antar Jateng
mengalami penurunan sebesar -9,83% (yoy) dari
14,61% (yoy). Sementara itu secara volume transaksi
RTGS mengalami perbaikan. Meskipun masih
mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -2,36%
(yoy), transaksi ini telah mengalami perbaikan setelah
sebelumnya tumbuh sebesar -17,68% (yoy).
Penurunan ini dialami oleh seluruh transaksi secara
Perkembangan Nilai RTGS Jawa TengahGrafik 3.24
100
200
-20-1001020304050
0I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PERSEN YOY
RTGS dari Jateng RTGS ke JatengPertumbuhan Tahunan - skala kanan
RTGS antar Jateng
TRILIUN RUPIAH
Perkembangan Volume RTGS Jawa TengahGrafik 3.25
-50050100150200250300350
0
100
200
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
RIBU TRANSAKSI PERSEN YOY
RTGS dari Jateng RTGS ke JatengPertumbuhan Tahunan - skala kanan
RTGS antar Jateng
10
11
12
13
14
15
16
400
420
440
460
480
500
520
540
560
580
600
I II III IV I II III IV I II III (Aug)
2012 2013 2014
Perkembangan Rata-Rata Perputaran KliringHarian di Jawa Tengah
Grafik 3.22
Nominal Jumlah Warkat - Skala Kanan
MILIAR RUPIAH RIBU LEMBAR
4
5
6
7
8
9
10
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III (Aug)
Perkembangan Rata-Rata Perputaran Cek danBilyet Giro Kosong Harian Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.23
Nominal Jumlah Warkat - Skala Kanan
2012 2013 2014
MILIAR RUPIAH LEMBAR
3.6. Perkembangan Perkasan
47PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.27
10
20
0
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
INFLOW OUTFLOW NET
TRILIUN RUPIAH
Perkembangan Kegiatan Perkasandi Jawa Tengah 2012-2014
Grafik 3.26
Perkembangan temuan uang palsu yang ditemukan di
wilayah Jawa Tengah baik yang diperoleh dari setoran
bank, setoran masyarakat melalui loket penukaran,
serta dari temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank
Indonesia. Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada 8triwulan III 2014 sebanyak 5.433 lembar .
Kegiatan sistem pembayaran berperan besar dalam
memberikan dukungan pada kelancaran transaksi
ekonomi di Jawa Tengah. Kegiatan tersebut baik dalam
bentuk tunai maupun nontunai pada triwulan III 2014
menunjukkan kinerja yang baik, walaupun cenderung
melambat. Hal ini mengindikasikan masih cukup
maraknya kegiatan ekonomi di Jawa Tengah.
Adanya kenaikan net inflow tersebut tidak terlepas dari
pola tren triwulanan yang terkait dengan faktor
musiman Idul Fitri. Kebutuhan uang masyarakat
menjelang Idul Fitri umumnya meningkat yang ditandai
dengan naiknya outflow. Kemudian, usai Lebaran
kebutuhan uang masyarakat akan berkurang yang
ditandai dengan meningkatnya inflow uang tunai.
Selain menyediakan uang dalam jumlah yang cukup,
Bank Indonesia juga bertugas untuk menyediakan uang
dalam kondisi yang layak edar (clean money policy).
Dalam rangka memenuhi tugas tersebut, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V melakukan
penarikan uang lusuh dan mengganti dengan uang
yang layak edar. Pada triwulan III 2014, pertumbuhan
uang lusuh yang ditarik tercatat sebesar 26,36% (yoy)
atau melambat dibandingkan periode sebelumnya
sebesar 39,78% (yoy). Dilihat berdasarkan proporsinya
terhadap inflow, pada triwulan laporan persentase
penarikan uang lusuh terhadap inflow sebesar
17,18%. Angka ini menurun dibanding triwulan II 2014
yang sebesar 19,40% (Grafik 3.27).
0
1.500
3.000
4.500
6.000
7.500
9.000
10.500
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Grafik Perkembangan Temuan Uang PalsuGrafik 3.28
LEMBAR
TEMUAN UANG PALSU
Data jumlah lembar temuan uang palsu tanpa memperhitungkan KPw Tegal.8.
48 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
0
20
40
60
-200-100
0100200300400500600700800
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
PTTB, yoy % PTTB thd Inflow - skala kanan
%, yoy %
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Pendapatan Pemerintah Daerah perlu diintensifkan untuk mendukung perekonomian daerah
Realisasi pendapatan dan belanja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah
sampai dengan triwulan III 2014 menunjukkan peningkatan dibanding triwulan
sebelumnya.
Realisasi pendapatan khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) menunjukkan
perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
49
triwulan III 2014 telah berjalan cukup baik, yaitu
mencapai 86,53% dari target sebesar Rp8,34 triliun.
Realisasi pajak daerah yang telah mencapai 82,97%
atau senilai Rp5,88 triliun dari target sebesar Rp7,09
triliun, menjadi faktor pendorong utama kenaikan
pendapatan daerah. Realisasi tersebut memberikan
indikasi kondisi perekonomian Jawa Tengah sampai
dengan triwulan laporan yang masih cukup kondusif,
mengingat, dari sisi nominal target, pajak daerah tahun
2014 yang ditetapkan telah meningkat sebesar
29,41% dari tahun 2013 yang sebesar Rp5,48 triliun.
Sementara itu, Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan menunjukkan realisasi
yang sangat baik dengan indikasi telah
terlampauinya target yang ditetapkan dalam
APBD. Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan mencapai Rp291,65 miliar atau
sebesar 104,37% dari target senilai Rp279,44 miliar.
Realisasi pendapatan dan belanja Pemprov Jawa
Tengah pada triwulan III 2014 meningkat
dibanding triwulan sebelumnya. Intensifikasi
pendapatan terus ditingkatkan sehingga realisasi
pendapatan Pemprov Jawa Tengah sampai dengan
triwulan III 2014 telah mencapai Rp11,28 triliun atau
82,16% dari total APBD 2014 yang ditetapkan sebesar
Rp13,73 tril iun. Realisasi pendapatan daerah
mengalami akselerasi yang cukup baik dibandingkan
triwulan II 2014 yang tercatat baru mencapai 52,43%
atau senilai Rp7,2 triliun.
Kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
mendorong kenaikan realisasi pendapatan
daerah. Pangsa PAD mencapai 64,00% terhadap
keseluruhan realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah.
Dari sisi pencapaian target, realisasi PAD sampai dengan
4.1 Realisasi APBD Triwulan III2014
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014 (Rp Miliar)
URAIAN
APBD 2014 %REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
HASIL RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
PENDAPATAN HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA DAN PARPOL
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
SURPLUS / (DEFISIT)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
REALISASIs/d TW III
13.737,1
8.347,8
7.097,1
78,0
279,4
893,3
2.606,9
723,8
1.803,9
79,1
2.782,3
29,0
2.750,3
3,0
0,0
13.997,1
9.387,6
1.956,1
3.038,7
31,6
2.720,7
2.060,4
30,0
4.159,5
315,2
2.402,3
1.441,9
(260,0)
11.286,65
7.223,63
5.888,41
54,48
291,64
989,08
2.059,62
496,97
1.503,27
59,37
2.003,39
0,18
1.998,89
3,00
1,31
8.988,99
6.497,20
1.285,62
2.208,65
6,75
1.819,88
1.173,52
2,76
2.491,79
217,10
1.515,48
759,20
2.297,65
82,16
86,53
82,97
69,83
104,37
110,72
79,01
68,66
83,33
75,00
72,00
0,62
72,68
100,00
64,22
66,04
65,72
72,68
21,34
66,89
56,96
9,21
59,91
68,88
63,08
52,65
16,42
51PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
triwulan III 2013, realisasi pendapatan telah mencapai
83,51% dari total APBD, sementara pada triwulan III
2014 realisasi pendapatan baru mencapai 82,16%.
Penurunan terjadi sejalan dengan melambatnya
realisasi PAD yang sampai dengan triwulan laporan
baru mencapai 86,53%, sementara pada triwulan yang
sama pada tahun sebelumnya telah mencapai 91,73%.
Realisasi Pajak daerah yang baru mencapai 82,97%
atau senilai Rp5,8 triliun dari target sebesar Rp7 triliun,
menjadi faktor utama pendorong perlambatan realisasi
pendapatan daerah. Perlambatan realisasi pajak daerah
terutama berasal dari penerimaan Biaya Pajak Nomor
Kendaraan Bermotor (BPNKB). Pemasukan pajak dari
sektor BPNKB pada triwulan III 2014 baru mencapai
Rp2,1 triliun atau baru terealisasi 61,45%dari target
PAD sebesar Rp3,5 triliun. Namun dari sisi komposisi
pos pendapatan, realisasi PAD triwulan III 2014 telah
mencapai 64,00%, meningkat dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang tercatat hanya
60,77%. Melihat kondisi tersebut, melambatnya
realisasi PAD yang pada triwulan laporan terjadi pada
penerimaan pajak daerah dan Retribusi Daerah tidak
sepenuhnya mengindikasikan adanya perlambatan
perekonomian daerah pada tahun 2014, melainkan
dikarenakan adanya peningkatan target APBD yang
cukup besar dari tahun sebelumnya yaitu 29,41%
untuk Pajak Daerah dan 4,90% untuk Retribusi Daerah.
Selama dua tahun terakhir peningkatan target
penerimaan pajak daerah hanya berkisar pada 13%.
Peningkatan tersebut mengindikasikan adanya
peningkatan usaha pada BUMD Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2014. BUMD Provinsi Jawa Tengah saat ini
terdapat 8 (delapan) perusahaan yaitu: PT Pekan Raya
Promosi Pembangunan Jateng (PRPP), PT Bank Jateng,
Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR
BKK), Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB), PT Sarana
Pembangunan Jawa Tengah (SPJT), PT Kawasan Industri
Wijayakusuma, Perusda Citra Mandiri Jawa Tengah
(CMJT), dan PT Sarana Patra Hulu Cepu (SPHC).
Sejalan dengan data historis realisasi program
kerja Pemda, realisasi belanja Pemprov Jawa
Tengah di triwulan III 2014 terus mengalami
peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.
Berdasarkan data sementara, total realisasi belanja
daerah mencapai Rp8,98 tr i l iun, meningkat
dibandingkan realisasi belanja pada triwulan II 2014
yang tercatat sebesar Rp4,99 triliun. Realisasi tersebut
mencapai 64,22% dari keseluruhan anggaran belanja
tahun 2014 dan meningkat dibandingkan realisasi
triwulan II 2014 yang tercatat baru mencapai 35,69%.
Realisasi pendapatan APBD sampai dengan
triwulan III 2014 melambat dibandingkan dengan
periode yang sama di tahun 2013. Pada periode
0
10
20
30
40
50
60
70
PAD Dana Perimbangan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
Perbandingan Komponen Sisi PendapatanRealisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014
Grafik 4.1
Anggaran Realisasi
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung
Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2014
Grafik 4.2
Anggaran Realisasi
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.2 Perbandingan Realisasi APBDTriwulan III 2014 dan Triwulan III 2013
52 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
% THDP PENDAPATAN % THDP BELANJA
Secara nominal, realisasi belanja s.d. triwulan III 2014
dibandingkan dengan tahun 2013 naik sebesar
14,02% (yoy) yang terutama dikontribusikan oleh
peningkatan realisasi belanja langsung. Dari sisi
penggunaan anggaran, terdapat surplus pada periode
triwulan laporan yang mencapai Rp2,29 triliun,
meningkat sebesar 10,52% (yoy) dibandingkan
triwulan III 2013 yang tercatat sebesar Rp2,07 triliun.
Peningkatan surplus ini jauh lebih rendah dibandingkan
dengan peningkatan surplus pada triwulan III 2013
yang naik sebesar 76,00%. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan belanja, sementara realisasi pendapatan
turun, terutama pada sisi hibah dan Penerimaan Pajak
Daerah.
Realisasi belanja daerah pada triwulan laporan
relatif meningkat dibandingkan realisasi periode
yang sama di tahun 2013. Sampai dengan triwulan III,
realisasi belanja Pemprov Jawa Tengah di tahun 2014
telah mencapai 64,22% atau senilai Rp8,98 triliun,
sementara di triwulan yang sama tahun sebelumnya
sebesar 61,93% atau senilai Rp7,88 tr i l iun.
Peningkatan realisasi belanja daerah tersebut terutama
didorong oleh peningkatan realisasi belanja produktif
daerah. Pada triwulan laporan, realisasi belanja modal
mencapai 52,65% dari total anggaran, meningkat
dibandingkan capaian pada triwulan III 2013 yang
tercatat mencapai 45,56%. Peningkatan ini sejalan
dengan realisasi program tahun infrastruktur yang
dicanangkan Pemprov Jawa Tengah. Sementara
realisasi belanja barang dan jasa relatif stabil pada
angka 63,00%.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
PAD Dana Perimbangan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
%THDP PENDAPATAN
Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBDJawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III 2014
Grafik 4.3
TW III 2013 TW III 2014
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung
Perbandingan Sisi Pengeluaran Realisasi APBDJawa Tengah TriwulanIII 2013 dan Triwulan III
Grafik 4.4
TW III 2013 TW III 2014
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
53PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
% THDP BELANJA
Tabel 4.2. Perbandingan % Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan III 2013 dan Triwulan III 2014
URAIAN
TW III-2013 %REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
HASIL RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT – LAINNYA
PENDAPATAN HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA PROV/KAB/KOT/DESA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD PROV/KAB/KOT/DESA DAN PARPOL
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
SURPLUS / (DEFISIT)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
83,51
91,37
91,25
63,68
104,03
90,77
80,00
72,26
83,33
75,00
68,38
53,24
69,06
-
0,01
61,93
63,12
63,85
65,91
56,38
72,30
42,22
1,54
58,78
68,76
63,16
45,56
16,33
82,16
86,53
82,97
69,83
104,37
110,72
79,01
68,66
83,33
75,00
72,00
0,62
72,68
100,00
-
64,22
66,04
65,72
72,68
21,34
66,89
56,96
9,21
59,91
68,88
63,08
52,65
16,42
(1,61)
(5,29)
(9,07)
9,64
0,32
21,98
(1,24)
(4,98)
0,00
0,00
5,29
(98,83)
5,24
0,00
0,00
3,70
4,62
2,94
10,27
-62,15
-7,48
34,89
499,26
1,90
0,17
(0,12)
15,56
TW III-2014
54 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Kesejahteraan masyarakat terindikasi masih baik
Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan sejalan dengan perekonomian
Jawa Tengah yang mulai naik.
Pengangguran turun dibandingkan periode sebelumnya
Tingkat daya beli petani di pedesaan terindikasi naik dibarengi dengan
kemampuan produksinya yang naik.
55
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
menunjukkan sedikit penurunan. TPAK yang
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
kerja yang aktif secara ekonomi mengalami sedikit
penurunan dari 70,42% pada Agustus 2013 menjadi
69,68% pada Agustus 2014. Hal ini memperlihatkan
pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami
penurunan. Peningkatan jumlah angkatan kerja lebih
rendah dibandingkan dengan peningkatan jumlah
penduduk usia 15 tahun ke atas.
Hampir seluruh TPAK kabupaten/kota di Jawa
Tengah turun. Penurunan terbesar terjadi di
Kabupaten Brebes dan Kota Tegal. Sementara itu, TPAK
di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah naik,
dengan peningkatan terbesar di Kabupaten
Wonosobo.
1 0Di s is i la in , penyerapan tenaga ker ja
menunjukkan perbaikan sejalan dengan
perekonomian Jawa Tengah yang naik .
Pertumbuhan penduduk yang bekerja 0,49% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan jumlah
angkatan kerja 0,17% (yoy). Penduduk yang bekerja
pada Agustus 2014 tercatat 16,55 juta orang
sementara jumlah angkatan kerja tercatat 17,55 juta
orang.
Konsumen melihat kondisi ketenagakerjaan tidak
sepesimis periode sebelumnya. Berdasarkan survei
konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih pesimis
melihat kondisi lapangan kerja saat ini, meski tidak
sebesar periode sebelumnya (Grafik 5.3). Di sisi lain,
optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini
naik.
95.1. Ketenagakerjaan
Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya.Penyerapan tenaga kerja merupakan rasio antara jumlah penduduk yang bekerja dibandingkan dengan total angkatan kerja.
57PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
INDIKATOR 2014**
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Penduduk Usia Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%
Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013*
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
*Februari - Agustus 2013 hasil backcasting penimbang Proyeksi Penduduk Februari 2014**Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
60
62
64
66
68
70
72
74
KotaMagelang
KotaSurakarta
Kota Salatiga KotaSemarang
KotaPekalongan
Kota Tegal
2013 2014
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2013 2014
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
9.10.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PERSEN PERSEN
Sementara itu, optimisme konsumen dalam
melihat kondisi ketenagakerjaan yang akan
datang naik. Berdasarkan survei konsumen di Jawa
Tengah, optimisme konsumen melihat kondisi
lapangan usaha yang akan datang naik. Sejalan dengan
naiknya optimisme melihat kegiatan usaha yang akan
datang (Grafik 5.4).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan. Pada Agustus 2014 sektor pertanian,
sektor perdagangan, sektor industri dan sektor jasa
kemasyarakatan secara berurutan masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa
Tengah.
Peningkatan tertinggi jumlah penduduk bekerja
di sektor konstruksi, diikuti dengan sektor industri
dan perdagangan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi
sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan
restoran sejalan dengan bertambahnya jumlah pekerja
di kedua sektor tersebut.
Sesuai historisnya, konsentrasi jumlah penduduk 11 bekerja terkonsentrasi di sektor informal. Jumlah
pekerja informal dalam perekonomian mencapai
64,42%, sedikit lebih rendah dibandingkan Agustus
2013 sebesar 65,45%
Kenaikan jumlah penduduk bekerja didorong oleh
naiknya jumlah pekerja formal. Jumlah pekerja
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
OPTIMIS
PESIMIS
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Penghasilan Lapangan Kerja
INDEKS INDEKS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Penghasilan Lapangan Kerja Kegiatan Usaha
OPTIMIS
PESIMIS
Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
Pertanian
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
Lainnya**
Total
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2014**
Februari Agustus Februari
5,05
3,31
1,23
3,76
0,55
0,31
2,14
0,1
16,45
5,17
3,11
0,97
3,69
0,62
0,31
2,51
0,09
16,47
5,19
3,31
1,31
3,72
0,55
0,36
2,15
0,16
16,75
2013*
Agustus
5,17
3,17
1,27
3,72
0,59
0,32
2,19
0,12
16,55
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk***) Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Konstruksi, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan
Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.
11.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
58 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
formal pada Agustus 2014 naik 0,20 juta orang
dibandingkan dengan Agustus 2013 atau 3,51%.
Kelompok orang yang bekerja dengan berusaha sendiri
dibantu buruh tetap naik cukup besar 18,52%
dibandingkan Agustus 2013. Sementara itu, pekerja
nonformal berkurang 0,12 juta orang dibandingkan
Agustus 2013 atau turun 0,12%.
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar
70,40% masih didominasi oleh penduduk yang
dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu.
Kenaikan terjadi pada pekerja waktu penuh.
Pekerja waktu penuh bertambah 0,39 juta orang
dibandingkan dengan Agustus 2014 atau 3,46%.
Sementara pekerja tidak penuh, baik setengah
penganggur dan pekerja paruh waktu berkurang
dibandingkan dengan Agustus 2013 (Tabel 5.4).
Kual itas penduduk yang bekerja belum
mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja
sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang
berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi
54,26%. Sementara itu, pekerja yang berpendidikan
tinggi hanya mencakup 6,95%, sedangkan sisanya
merupakan pekerja berpendidikan menengah.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
komposisi ini tidak mengalami perubahan yang
signifikan.
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014**
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013*
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2014**
Agustus Februari
5.21
1.49
3.72
11.26
16.47
4.85
1.28
3.57
11.9
16.75
4.9
1.19
3.71
11.65
16.55
2013*
Agustus
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
59PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
5.2. Pengangguran
0
2
4
6
8
10
12
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
2013 2014
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah
PERSENPERSEN
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL
2013 2014
0123456789
102013 2014
60 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini
didorong oleh indeks yang diterima petani naik lebih
tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani
(Grafik 5.7).
Kenaikan NTP utamanya didorong oleh subsektor
peternakan dan perikanan.NTP subsektor
peternakan dan perikanan masing-masing naik 2,36%
(qtq) dan 1,01% (qtq). Sementara itu, subsektor
tanaman bahan makanan, hortikultura, dan tanaman
perkebunan rakyat turun (Grafik 5.8). Penurunan NTP
tabama ini sejalan dengan produksinya yang menurun
sehingga kenaikan indeks yang diterima terbatas dan
lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan indeks
yang dibayarkan
Pengangguran pada periode laporan turun.
Jumlah pengangguran turun dari 1,05 juta pada
Agustus 2013 orang pada Agustus 2013 menjadi 1,00
juta pada Agustus 2014 atau turun 4,76% (yoy).
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun dari 5,99%
menjadi 5,68% (Tabel 5.1).
TPT di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa
Tengah menurun. Penurunan terbesar terjadi di
Kabupaten Kudus dari 8,07% menjadi 5,03%. Di sisi
lain, hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Jawa
Tengah yang mengalami kenaikan TPT. Peningkatan
terbesar terjadi di Kota Semarang dari 6,02% menjadi
7,76%.
Tingkat daya beli petani di pedesaan terindikasi
naik. Kenaikan daya beli terindikasi dari peningkatan
Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode laporan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Februari 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
2014**
Februari Agustus Februari
9,31
2,91
3,13
1,15
16,50
9,00
3,22
3,14
1,11
16,47
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
2013*
Agustus
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
Sumber : BPS Jawa Tengah Sumber : BPS Jawa Tengah
125.3. Nilai Tukar Petani
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
12.
959799
101103105107109111113115
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Indeks yang Diterima Petani (It) Indeks yang Dibayar Petani (Ib) Nilai Tukar Petani
INDEKSINDEKS
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
Total Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan
HortikulturaPerikanan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan naik. Setelah turun di periode sebelumnya,
pada triwulan III kemampuan produksi petani yang
tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga
Pertanian (NTUP) mengalami peningkatan, dimana
peningkatan terbesar pada subsektor peternakan dan
perikanan.
Inflasi tahunan pedesaan turun, sejalan dengan
penurunan inflasi IHK. Penurunan utamanya
disumbang oleh turunnya kelompok transportasi dan
komunikasi, terkait meredanya dampak kenaikan harga
BBM di tahun 2013. Kelompok lain yang turun cukup
besar diantaranya bahan makanan dan makanan jadi.
Indeks yang diterima petani di semua subsektor
naik. Kenaikan terbesar indeks yang diterima petani
berasal dari subsektor peternakan dan perikanan.
Peningkatan di sektor tersebut lebih t inggi
dibandingkan dengan indeks yang dibayar di masing-
masing subsektor sehingga kedua subsektor ini NTP nya
tercatat naik. Kenaikan NTP peternakan sejalan dengan
peraturan produks i b ib i t ayam (DOC) yang
meningkatkan harga jual daging ayam ras dan telur
ayam ras sehingga penerimaan peternak naik.
Indeks yang dibayar petani di semua subsektor
memiliki tren yang meningkat. Kenaikan terbesar
pada triwulan III berasal dari subsektor hortikultura dan
tanaman bahan makanan dimana kenaikannya lebih
tinggi dibandingkan dengan indeks yang diterima di
masing-masing subsektor sehingga kedua subsektor ini
NTP nya tercatat turun.
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
INDEKS INDEKS
Grafik 5.9. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Total Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Rakyat
HortikulturaPerikanan
Grafik 5.10. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Total Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan
HortikulturaPerikanan
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
61PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Angka kemiskinan naik. Data terakhir BPS
menunjukkan adanya peningkatan jumlah kemiskinan
di bulan Maret 2014. Tingkat kemiskinan di bulan
tersebut sebesar 4.837 ribu jiwa atau 14,46% dari
jumlah penduduk Jawa Tengah, dan menurun
dibanding bulan September 2013 yang sebesar 4.705
ribu jiwa. Sementara secara persentase, jumlah
penduduk miskin tersebut naik 2,81% dibandingkan
dengan bulan September 2013 atau naik 2,15%
dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2013.
Dibandingkan dengan September tahun lalu,
meningkatnya angka kemiskinan di bulan Maret
2014 terutama terjadi di daerah perkotaan.
Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah penduduk
miskin di perkotaan naik sebesar 1,74% atau naik
3,97% dibandingkan September 2013. Sementara di
pedesaan, secara tahunan penduduk miskin naik
sebesar 2,40%. Hal yang sama bila dibandingkan bulan
September 2013, angka kemiskinan di desa terlihat
meningkat sebesar 2,01%. Jumlah penduduk miskin di
perkotaan pada Maret 2014 mencapai 1.945 ribu jiwa.
Sementara itu, di pedesaan mencapai 2.891 ribu jiwa
atau memiliki porsi 60% dari total penduduk miskin di
Jawa Tengah.
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 4,27% dari Rp261.881 per
kapita/bulan menjadi Rp273.056 per kapita/bulan. BPS
mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai
pengeluaran kebutuhan minimum yang harus
dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata garis
kemiskinan, individu tersebut dikategorikan sebagai
penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat
mempengaruhi angka kemiskinan karena secara
langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan.
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan sebesar 8,69% dari
Rp268,397 per kapita/bulan menjadi Rp279.036 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 12,24%, dari
Rp256.368 per kapita/bulan menjadi Rp273.056 per
kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis
kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu
pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di
pedesaan.
Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Wilayah juga dapat
digunakan untuk melihat indikator kesejahteraan
masyarakat. Indikator tersebut adalah penghasilan
masyarakat dan pembelian barang tahan lama.
Konsumen tetap optimis dalam memandang
penghasilan saat ini. Hasil survei menunjukkan
konsumen Jawa Tengah masih optimis dalam
62 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010-Maret 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS Jawa Tengah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2010 2011 Sept 2012Mar 2012
205.606
179.982
192.435
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sumber : BPS, diolah
Kota DesaKota+Desa
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa TengahTahun 2010-2014 (ribuan orang)
Grafik 5.11.
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2010 2011 MAR-2012 SEP-2012 MAR-2013 SEP-2013 MAR-2014 SEP-2014
RIBU ORANG
5.4. Tingkat Kemiskinan
memandang penghasilan saat ini, meski tidak sebaik
periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen
yang dilakukan Bank Indonesia di Jawa Tengah, indeks
penghasilan melanjutkan tren penurunan sejak akhir
tahun. Hal ini sejalan dengan perlambatan ekonomi
Jawa Tengah.
Optimisme konsumen dalam melakukan konsumsi
barang tahan lama tidak setinggi periode sebelumnya.
Sejalan dengan menurunnya optimisme penghasilan,
masyarakat juga memandang triwulan ini merupakan
periode yang tidak cukup baik untuk melakukan
pembelian barang tahan lama. Meski demikian,
konsumsi rumah tangga masih naik pada periode
laporan, didorong persiapan penyelenggaraan Pemilu.
Konsumsi barang tidak tahan lama, diindikasikan masih
naik, terkonfirmasi dari masih naiknya penjualan riil
hasil Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank
Indonesia.
63PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Pembangunan ekonomi secara umum bertujuan akhir
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pencapaian
kesejahteraan masyarakat antara lain dapat ditunjukkan
melalui kesejahteraan tenaga kerja. Pemerintah melalui
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menetapkan
kebijakan pengupahan dan penentuan upah minimum.
Sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 2013
definisi upah minimum adalah upah bulanan terendah
yang terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap yang
ditetapkan oleh Gubernur sebagai jaring pengaman.
Upah minimum tersebut dibedakan berdasarkan wilayah
pemberlakuannya. Dalam hal kabupaten dan kota di
suatu provinsi telah menetapkan upah minimum
kabupaten/kota (UMK), maka upah minimum provinsi
(UMP) tidak diberlakukan. Tujuan penetapan upah
minimum tersebut yaitu melindungi upah pekerja agar
tidak merosot ke tingkat paling rendah sebagai akibat
ketidakseimbangan pasar kerja. Penentuan upah
minimum tersebut didasarkan pada survei Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) dengan mempertimbangkan faktor
antara lain pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan
kondisi pasar kerja dan usaha yang paling tidak mampu
(marginal).
Penetapan upah minimum diarahkan pada pencapaian
KHL yaitu perbandingan besarnya upah minimum
terhadap nilai KHL pada periode yang sama.KHL adalah
standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk
dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu)
bulan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2012 Tentang Komponen Dan Pelaksanaan Tahapan
Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ditentukan
komponen kebutuhan hidup layak untuk pekerja lajang
dalam sebulan dengan perhitungan kebutuhan 3.000
kilo kalori per hari.
Dalam penetapan upah minimum, Gubernur dibantu
oleh Dewan Pengupahan yaitu suatu lembaga non
struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan
anggotanya diangkat oleh Gubernur dengan tugas
memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur
dalam rangka penetapan upah minimum dan penerapan
sistem pengupahan di tingkat provinsi serta menyiapkan
bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan
nasional. Upah minimum ini diberikan kepada tenaga
kerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Besaran
kenaikan upah di perusahaan yang upah minimumnya
telah mencapai KHL atau lebih, ditetapkan secara bipatrit
di masing-masing perusahaan.
Seiring dengan pergerakan waktu, komponen dan
pelaksanaan tahapan pencapaian KHL sudah tidak sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan sehingga dilakukan
penyesuaian.Komponen perhitungan KHL tersebut telah
mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar 46
dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun
2005 menjadi 60 jenis KHL dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012. Komponen di
dalamnya pun telah mengalami konversi sesuai dengan
perkembangan yang terjadi.
SUPLEMEN III UPAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
KONSEP UPAH MINIMUM
64 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
SUPLEMEN III
KONDISI KETENAGAKERJAAN DI JAWA TENGAHKondisi ketenagakerjaan pada Agustus 2014 untuk
wilayah Jawa Tengah memiliki angkatan kerja sebanyak
17,55 juta orang. Komposisi penduduk yang bekerja
terhadap angkatan kerja tersebut adalah sebanyak 18,74
juta orang (94,30%) dan angkatan kerja yang
menganggur adalah sebanyak 1,00 juta orang (5,70%).
Distribusi tenaga kerja di Jawa Tengah sebagian besar
bergerak di sektor pertanian yaitu sebesar 5,17 juta
orang (31,24%) disusul oleh sektor perdagangan
sebesar 3,72 juta orang (22,48%) kemudian sektor
industri pengolahan sebanyak 3,17 juta orang (19,15%).
Sektor lain yang turut berperan besar dalam menyerap
tenaga kerja dalam jumlah besar yaitu sektor jasa dengan
jumlah tenaga kerja sebanyak 2,30 juta orang (13,90%).
Sehingga secara keseluruhan 4 (empat) sektor ini mampu
menyerap tenaga kerja sekitar 86% dari total tenaga
kerja di Jawa Tengah.
Apabila ditinjau berdasarkan pendidikan yang dimiliki
tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah tersebut utamanya
berlatar belakang pendidikan SD ke bawah sebanyak
8,98 juta orang (54,26%), SMP 3,12 juta orang
(18,85%), SMA 3,30 juta orang (19,94%), dan
Diploma/Universitas 1,15 juta orang (6,95%). Kondisi
ketenagakerjaan di Jawa Tengah sampai dengan Agustus
2014 terpantau masih kondusif. Tingkat pengangguran
terbuka sebesar 5,68%. Meski masih terdapat angka
pengangguran, namun demikian sektor industri di Jawa
Tengah utamanya di sektor tekstil sering menjumpai
kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja kasar sebagai
buruh pekerja.
Wilayah Jawa Tengah menggunakan standar upah
minimum kota/kabupaten (UMK). Pada tahun 2015
UMK Jawa Tengah akan mengalami peningkatan.
Potensi kenaikan tersebut didorong oleh faktor kenaikan
harga elpiji dan BBM bersubsidi. Sementara itu, faktor
yang membatasi kenaikan upah, yaitu tingkat
pencapaian KHL yang sudah cukup tinggi, yaitu sebesar
98,96%. Peningkatan UMK Jawa Tengah pada tahun
2015 diperkirakan tidak akan sebesar peningkatan yang
terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 16,66%.
65PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
SEKTOR %
Sumber : BPS Jawa Tengah
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA
JUTA ORANG
5,17
3,17
3,72
2,30
31,24
19,15
22,48
13,90
Tabel 2. Tenaga Kerja Berdasar Sektorkan di Jawa Tengahper Agustus 2014
KATEGORI %
Sumber : BPS Jawa Tengah
Tabel 1. Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Tengah per Agustus 2014
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGUR
JUTA ORANG
17,55
16,55
1,00
100,00
94,30
5,70
SUPLEMEN III
UPAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kenaikan upah juga akan dijaga agar tidak memberikan
dampak terhadap perekonomian secara luas dalam
bentuk kenaikan harga (inflasi). Dalam tataran teori,
upah berperan da lam memengaruhi t ingkat
harga.Melalui teori cost-push inflation, upah dipandang
berpengaruh terhadap inflasi. Teori ini muncul di latar
belakangi relatif besarnya pangsa biaya tenaga kerja
dalam struktur produksi perusahaan. Hal in i
terkonfirmasi pada hasil survei liaison yang dilakukan
oleh Bank Indonesia Wilayah V menunjukkan bahwa
biaya tenaga kerja rata-rata mencapai 22,04% dari total
biaya.
Kenaikan upah dipandang akan mendorong kenaikan
harga, terutama jika kenaikannya tidak diimbangi oleh
kenaikan produktivitas tenaga kerja.
D a l a m k o n d i s i t e r s e b u t , p e r u s a h a a n a k a n
membebankan kenaikan biaya tenaga kerja tersebut
kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga.
Kenaikan upah juga dimungkinkan untuk tidak
menyebabkan kenaikan inflasi. Hal tersebut dapat
tercapai apabila kenaikan upah disebabkan oleh
kenaikan produktivitas pekerja atau dalam kondisi
perusahaan tidak dapat meneruskan dampak kenaikan
upah kepada konsumen, sehingga perusahaan akan
mengurangi profitnya.
66 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
SUPLEMEN III
Kemampuan untuk melakukan mark-up harga tersebut
terutama ditentukan oleh pasar dimana perusahaan
beroperasi.
Hubungan antara inflasi dan upah dapat terjadi secara
dua arah apakah inflasi memengaruhi upah ataukah
upah memberikan dampak terhadap inflasi. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bukti
yang lemah bahwa kenaikan upah memberikan tekanan 1inflasi. Tidak ditemukannya kesepakatan bahwa upah
meningkatkan inflasi di tataran empiris berimplikasi
bahwa inflasi upah, baik yang diukur dengan
kompensasi tenaga kerja, upah, atau pertumbuhan unit
labor cost (ULC), bukan merupakan variabel penduga
yang baik untuk mengukur tekanan inflasi ke depan.
Artinya, tekanan inflasi dapat disebabkan pula oleh
variabel makroekonomi lain di luar pasar tenaga kerja.
Penelitian dengan menggunakan data Jawa Tengah
tahun 2008-2011 diperoleh kesimpulan bahwa
pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara parsial 2berpengaruh terhadap upah minimum regional.
Meskipun demikian penentuan upah minimum oleh
p e m a n g k u k e b i j a k a n d i d a e r a h p e r l u
mempertimbangkan kondisi dunia usaha dan inflasi yang
ter jadi . Hal in i sesuai dengan konsep dasar
diberlakukannya upah minimum yang bertujuan sebagai
jaring pengaman pekerja dengan masa kerja kurang dari
1 tahun agar mampu hidup secara layak.
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
PERSEN
Inflasi dan Upah NominalGrafik 1
Inflasi (YOY) Rata-Rata Kenaikan UMK
Antara lain Hess, G.D. dan Mark E. Schweitzer (2000), “Does Wage Inflation Cause Price Inflation?”, Policy Discussion Paper, Federal Reserve Bank of Cleveland; Mehra, Y.P. (1993), “Unit Labor Costs and the Price Level”, Federal Reserve Bank of Richmond, Economic Quarterly, Vol.79/4 Fall dan Zanetti, A. (2007), “Do Wages Lead Inflation? Swiss Evidence”, Swiss Journal of Economics and Statistics, Vol. 143 (1).
Charysa N Ninda (2013), Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi terhadap Upah Minimum Regional di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2011, Economics Development Analysis Journal, UNNES.
1.
2.
67PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada akhir tahun diperkirakan sedikit melambat, dengan inflasi yang menurun
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2014 diperkirakan melambat. Konsumsi
swasta, khususnya swasta nirlaba melambat. Namun, penurunan ditahan oleh
perbaikan ekspor luar negeri dan investasi.
Inflasi triwulan IV 2014 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi
Nasional. Keseluruhan tahun 2014 inflasi diperkirakan akan menurun tajam
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, terdapat beberapa risiko yang
harus dihadapi khususnya dari inflasi kelompok
69
Untuk keseluruhan tahun 2014, perekonomian
Jawa Tengah diperkirakan tumbuh melambat
dibandingkan dengan tahun 2013. Dari sisi
domestik, investasi dan konsumsi pemerintah tumbuh
lebih rendah dibandingkan tahun 2013. Demikian pula,
ekspor luar negeri juga melambat sebagai dampak dari
perlambatan ekonomi global. Di sisi lain, penurunan
perekonomian Jabagteng tertahan oleh konsumsi yang
masih tumbuh tinggi dan perdagangan antardaerah
yang mengalami peningkatan.
Dari sisi sektoral, sektor pertanian yang memiliki
pangsa cukup besar menurun sangat dalam.
Produktivitas sektor pertanian yang lebih rendah
disebabkan oleh faktor cuaca, khususnya dengan
terjadinya banjir di awal tahun. Adapun sektor yang
menahan penurunan pertumbuhan ekonomi adalah
sektor industri pengolahan, khususnya dari industri
nonmigas.
6.1.1 Sisi Penggunaan
Konsumsi swasta pada triwulan IV diperkirakan
melambat. Hal ini lebih disebabkan oleh perlambatan
konsumsi swasta nirlaba. Sementara itu, konsumsi
rumah tangga diperkirakan masih dapat tumbuh stabil
pada level yang cukup tinggi.
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2014
d ipraki rakan tumbuh sedik i t melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Konsumsi diprediksi tetap dapat tumbuh tinggi,
meskipun tidak setinggi periode sebelumnya sebagai
akibat perlambatan konsumsi swasta nirlaba.
Faktor penopang perekonomian terkait dengan
potensi perbaikan ekspor manufaktur, seiring
dengan membaiknya ekonomi negara mitra dagang
utama (Amerika Serikat dan ASEAN). Meningkatnya
pertumbuhan ekonomi diperkirakan juga akan
didukung oleh perbaikan investasi, khususnya investasi
bangunan, sebagai pengaruh dari akselerasi proyek
infrastruktur pemerintah di akhir tahun.
Secara sektora l , per lambatan ekonomi
dipengaruhi oleh terbatasnya kinerja industri
pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan
restoran (PHR). Perlambatan industri pengolahan
terutama dari potensi menurunnya kinerja industri
nonmigas, setelah konsisten mengalami kenaikan
semenjak awal tahun. Sebaliknya, industri migas
diperkirakan masih mampu tumbuh meningkat,
meskipun dalam level yang terbatas. Sementara itu,
sektor pertanian meski masih terkontraksi, walaupun
tidak sedalam periode sebelumnya.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
71OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
0
5
10
15
20
25
30
35
40
III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014
Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2
INDEKS
* Ekspektasi(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
I II III IV I II III IV I II III IVp2012 2013 2014
PDRB Pertanian Industri PHR
PERSEN YOY
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahGrafik 6.1
* Proyeksi Bank Indonesia
Sumber : BPS, estimasi BI
realisasi sesuai perkiraan. Realisasi hingga triwulan
laporan baru sebesar 64,22%.
Secara keseluruhan tahun 2014, konsumsi
pemerintah diprakirakan melambat bi la
dibandingkan dengan capaian di tahun 2013. Laju
pertumbuhan belanja APBD tidak setinggi tahun
sebelumnya, maka pertumbuhan konsumsi pemerintah
di tahun ini tidak sebesar tahun sebelumnya.
Investasi diperkirakan meningkat pada triwulan
IV 2014. Hasil survei dan liaison mengindikasikan
pelaku usaha tetap melakukan investasi namun dengan
pertumbuhan yang tidak sebesar triwulan sebelumnya.
Berdasar hasil focus group discussion, investasi yang
dilakukan sebagian besar untuk menjaga proses
produksi melalui penggantian mesin-mesin lama. Selain
itu, pemerintah juga akan melakukan optimalisasi
investasi pada triwulan IV 2014. Investasi yang
dilakukan berupa peningkatan infrastruktur daerah
terkait dengan tahun infrastruktur.
Kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan
stabil pada level yang cukup tinggi. Beberapa
indikator memperlihatkan kedepan konsumen masih
optimis memandang penghasilan dan kondisi ekonomi.
Selain itu, optimisme konsumen dalam memandang
rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan
pesta hajatan meningkat. Adapun momen Hari Raya
Natal dan Tahun baru akan mendukung kinerja
konsumsi masyarakat pada triwulan IV 2014.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2014,
p e r t u m b u h a n k o n s u m s i r u m a h t a n g g a
diprakirakan lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun 2013. Peningkatan ini utamanya didorong oleh
kenaikan konsumsi swasta nirlaba dan konsumsi rumah
tangga terkait penyelenggaraan Pemilu.
Konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat.
Sesuai dengan siklusnya, pengeluaran pemerintah akan
meningkat pada triwulan IV sejalan dengan optimalisasi
realisasi anggaran. Data realisasi belanja APBD hingga
triwulan III menunjukkan masih belum tercapainya
85
95
105
115
125
135
145
155
165
I II III IV I II III IV I II III IV I II III2011 2012 2013 2014
Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja Ekspektasi Ekonomi
Perkembangan Ekspektasi Konsumen MendatangGrafik 6.4
INDEKS
95
100
105
110
115
120
125
III IV I II III IV I II III IV I II III IV2011 2012 2013 2014
Pendapatan RT mendatang
ITK Mendatang
Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangGrafik 6.3
Rencana Pembelian Barang Tahan Lama, Rekreasi, dan Pesta Hajatan
INDEKS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LEMBAGA SWASTA NIRLABA
KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
EKSPOR BARANG DAN JASA
IMPOR BARANG DAN JASA
PDRB
PENGGUNAAN2013
I* II* III** IV**
2013 2014
I* II*
III** Ivp2014p
5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
5.6
5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
6.2
5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
5.9
5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
5.6
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
5.8
4.9
11.9
4.8
9.6
10.2
10.5
5.2
5.1
14.5
0.8
6.7
7.3
1.3
5.2
5.4
9.2
5.3
5.0
7.2
3.0
5.4
5.4
3.9
5.9
6.1
8.3
3.5
5.3
5.2
9.8
4.3
6.8
8.2
4.4
5.3
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan IV 2014 (%)
72 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
LAPANGAN USAHAPertumbuhan
Ekonomi
* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update Oktober 2014
2012 2013
2014 2015 2014 2015
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Perbedaan dariWEO Juli'14
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
TIONGKOK
ZONA EURO
VOLUME PERDAGANGAN DUNIA
Pangsa EksporJateng*
25,8
7,5
5,2
21,1
2,3
1,5
7,7
-0,7
3,4
2,2
1,5
7,7
-0,4
3,3
2,2
0,9
7,4
0,8
3,3
3,1
0,8
7,1
1,3
3,8
0,5
-0,7
0,0
-0,3
-0,1
0,0
-0,2
0,0
-0,2
-0,2
Proyeksi
makanan masih akan menurun pada triwulan laporan,
meskipun tidak sebesar penurunan pada periode
sebelumnya. Sesuai dengan siklus produksi padi,
triwulan IV merupakan masa tanam yang kemudian
diikuti dengan musim panen di periode triwulan
pertama tahun berikutnya. Pada Angka Ramalan II
(ARAM II), BPS merevisi ke atas produksi padi pada
kisaran 1,3%. Produktivitas sektor pertanian yang lebih
rendah disebabkan oleh faktor cuaca, khususnya
dengan terjadinya banjir di awal tahun.
Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan industri
pengolahan tetap berada pada level yang tinggi,
meski realisasinya diperkirakan lebih rendah
dibandingkan dengan tr iwulan I I I 2014.
Peningkatan kinerja industri migas diperkirakan untuk
mengejar target produksi di tahun 2014. Sementara itu,
industri nonmigas diprediksi tetap memiliki kinerja yang
baik, khususnya pada industri TPT. Di sisi lain,
pertumbuhan industri makanan minuman dan
tembakau, serta industri kayu olahan diperkirakan
melambat. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha.
Secara kumulatif tahun 2014, kinerja industri
pengolahan diperkirakan meningkat khususnya
pada industri nonmigas. Industri TPT dan industri
makanan minuman serta industri tembakau berpotensi
meningkat cukup signifikan. Kenaikan kinerja industri
TPT didukung oleh peningkatan kapasitas produksi
dengan adanya investasi di tahun 2013.
Ekspor diperkirakan naik. Ekpor luar negeri
diperkirakan naik sejalan dengan perekonomian
Amerika Serikat yang membaik. Sementara itu,
perdagangan antar daerah diperkirakan stabil. Secara
keseluruhan tahun ekspor diperkirakan melambat
dibandingkan dengan tahun 2013. Perbaikan yang
terjadi pada akhir tahun 2014, belum dapat
meningkatkan kinerja ekspor untuk keseluruhan tahun.
Pada triwulan IV 2014 kinerja ekspor luar negeri
diperkirakan akan membaik. Ekspor ke Amerika
Serikat diperkirakan terus meningkat. Optimisme
pelaku usaha akan membaiknya ekspor juga terkait
dengan masih kompetitifnya ekspor komoditas
khususnya produk TPT. Selain itu, masih terdapat
potensi diversifikasi pasar tujuan ekspor yang didukung
oleh semakin kuatnya kinerja industri pengolahan. Di
sisi lain, risiko yang dihadapi ekonomi Tiongkok yang
melambat dan permintaan Eropa yang melemah (Tabel
6.2).
6.1.1 Sisi Sektoral
Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada
triwulan IV, akibat terbatasnya pertumbuhan
sektor PHR dan industri pengolahan. Sektor industri
pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan
restoran diperkirakan melambat. Di sisi lain, penurunan
kinerja sektor pertanian tidak sedalam triwulan III 2014.
Kontraksi pertumbuhan sektor pertanian
diperkirakan masih terjadi pada triwulan IV 2014,
meski tidak sedalam triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan produksi di subsektor tanaman bahan
73OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
pelanggan yang berbeda, memberikan tekanan inflasi
pada triwulan IV. Selain itu, dampak lanjutan kenaikan
harga elpiji 12 kg diperkirakan akan mendorong inflasi.
Pengalihan penggunaan ke elpiji 3 kg, menyebabkan
harga elpiji 3 kg juga ikut naik.
Sesuai polanya, inflasi volatile foods, memberikan
tekanan inflasi di akhir tahun. Beberapa komoditas
berkurang pasokannya, di saat permintaan naik jelang
perayaan Natal dan Tahun Baru. Komoditas yang
diperkirakan memberikan tekanan pada inflasi adalah
beras, cabe merah, bawang merah, dan telur ayam ras.
Berkurangnya pasokan terkait masuknya musim tanam
tanaman bahan makanan dan musim kemarau yang
mengganggu produksi komoditas hortikultura.
6.2.2 Inflasi Oktober 2014
Inflasi secara bulanan bulan Oktober meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi Oktober
2014 tercatat sebesar 0,52% (mtm), meningkat dari
0,22% (mtm) pada bulan sebelumnya dan lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya (0,20% mtm). Secara tahunan, inflasi
tahunan Jawa Tengah tercatat 5,01% (yoy) stabil
dibandingkan dengan bulan sebelumnya 5,00% (yoy).
Kenaikan inflasi Oktober lebih disebabkan oleh
kenaikan inflasi kelompok barang yang diatur
pemerintah (administered prices). Pada bulan
Oktober 2014, tercatat inflasi administered prices
Kinerja sektor PHR diperkirakan sedikit melambat
di triwulan IV 2014. Hasil Survei Penjualan Eceran
menunjukkan relatif stabilnya ekspektasi penjualan
pedagang eceran. Selain itu, dari sisi konsumsi swasta
terjadi perlambatan.
6.2.1 Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2014
Pada triwulan IV inflasi diperkirakan masih dalam
kisaran target inflasi nasional. Inflasi diperkirakan
sebesar 5,31% (yoy), berada dalam kisaran target
inflasi nasional 4,5±1%. Di sisi lain, perkiraan ini lebih
tinggi dibandingkan dengan inflasi triwulan III sebesar
5,00% (yoy). Namun secara triwulanan, inflasi triwulan
IV 2014 diperkirakan 1,37% (qtq) lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan IV 2013 sebesar 1,42%
(qtq).
Tekanan inflasi utamanya diperkirakan berasal
dari kelompok administered prices. Kelompok
volatile foods juga diperkirakan mulai menekan inflasi
pada triwulan IV. Di sisi lain, inflasi inti diperkirakan naik
terbatas.
Inflasi kelompok administered prices, didorong
oleh penyesuaian harga Tarif Tenaga Listrik (TTL)
dan elpiji 12 kg. Penyesuaian harga TTL sejak bulan
Mei dan Juli, yang kemudian dilakukan bertahap
sebulan sekali dan dua bulan sekali untuk kelompok
6.2 Inflasi
74 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.6
160
165
170
175
180
185
190
195
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2013 2014
Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Ekspektasi Harga 6 Bulan yadEkspektasi Harga 12 Bulan yad
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Wilayah V
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IVp
2012 2013 2014
Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.5
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS INDEKS
6.2.2 Inflasi 2014
Untuk kese luruhan tahun 2014 , inf las i
diperkirakan akan menurun dibanding tahun
sebelumnya. Inflasi tahun 2014 diperkirakan 5,31%
(yoy), atau turun tajam dibandingkan tahun 2013
sebesar 7,98% (yoy). Dampak kenaikan BBM bersubsidi
sudah hilang di akhir 2014.
Penurunan inflasi 2014 dibandingkan dengan
2013, utamanya ter jadi pada kelompok
nonfundamental. Inflasi kelompok administered
prices diperkirakan turun tajam, dampak kenaikan BBM
di tahun 2013 sudah tidak ada. Selain itu, kelompok
voaltile foods diperkirakan juga menurun. Penurunan
ini didukung oleh terjaganya ketersediaan pasokan dan
keterjangkauan harga komoditas pangan strategis.
Selain itu, semakin solidnya koordinasi antara
Pemerintah dan BI dalam forum TPI/TPID turut
mendukung penurunan inflasi Jawa Tengah.
Inflasi inti diperkirakan terjaga. Inflasi inti
diperkirakan stabil, sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi yang melambat. Tekanan dari permintaan
bersifat minimal. Ekspektasi baik dari konsumen dan
pedagang eceran relatif stabil.
Risiko inflasi berasal dari kelompok administered
prices, yaitu penyesuaian harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) bersubsidi. Saat ini, pemerintah cukup
intensif membahas berbagai opsi kenaikan harga BBM
bersubsidi dan kompensasinya kepada kelompok
masyarakat miskin. Risiko lainnya hingga akhir tahun
2014 antara lain berasal dari kemungkinan meluasnya
kelangkaan LPG 3kg akibat penyalahgunaan yang
berpotensi mendorong lonjakan harga serta tidak
adanya penyaluran beras untuk rakyat miskin (RASKIN)
di bulan November dan Desember. Meski demikian,
kondisi stok beras Bulog yang ada saat ini masih
memadai dan dapat memenuhi pasokan pangan
daerah untuk delapan bulan ke depan.
sebesar 1,22% (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan
inflasi periode yang sama tahun sebelumnya (0,39%
mtm). Secara tahunan inflasi administered prices
tercatat sebesar 7,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
dengan historikalnya yang sekitar 3-4%.
Meningkatnya tekanan inflasi administered prices
didorong oleh kenaikan tarif tenaga listrik (TTL)
serta dampak lanjutan dari kenaikan harga LPG 12
kg pada bulan sebelumnya. Harga LPG 3 kg juga ikut
naik di beberapa daerah. Komoditas bahan bakar
rumah tangga memberikan sumbangan inflasi sebesar
0,06% pada inflasi bulanan Oktober 2014.
Inflasi kelompok pangan bergejolak atau volatile
foods naik, namun masih terkendali. Inflasi volatile
foods Oktober 2014 tercatat sebesar 0,29% (mtm),
atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar 0,16% (mtm). Namun,
inflasi tahunannya yang tercatat 4,38% (yoy), masih
lebih rendah dibandingkan dengan historikalnya yang
sekitar 7-8% (yoy).
Komoditas cabe merah dan beras, menyumbang
inflasi terbesar. Sama seperti periode yang sama
tahun sebelumnya, komoditas cabe merah dan beras
menjadi penyumbang terbesar inflasi bulanan, dengan
kenaikan inflasi yang lebih besar di Oktober 2014. Hal
ini terkait musim kemarau yang lebih lama
dibandingkan dengan tahun 2013.
Dari s i s i permintaan, inf las i int i s tabi l
dibandingkan dengan bulan lalu. Inflasi kelompok
inti tercatat 0,37% (mtm) atau tidak mengalami
perubahan yang signifikan dibandingkan dengan bulan
September sebesar 0,39% (mtm). Sementara itu, inflasi
tahunannya naik dari 4,24% (yoy) menjadi 4,37%
(yoy). Stabilnya inflasi bulanan kelompok inti didukung
ekspektasi inflasi yang terjaga di tengah permintaan
domestik.
75OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada
pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share Effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi
kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi
kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah Dana Perimbangan Sumber
pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah
daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup,
yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Daftar Istilah
77DAFTAR ISTILAH
Andil Inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan
Bobot Inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang
diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut
Ekspor
Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji,
bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian
PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri
dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash
Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi
sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman
pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva.
Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada
pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan
78 DAFTAR ISTILAH
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan
pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama
dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent)
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta
maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet
seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau
bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil
perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank
Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang
diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin
besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari
jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus
dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering
disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet
maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.
79DAFTAR ISTILAH
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang
kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan
(assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha tersebut.
Pekerja Dibayar
Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-
tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.
Pekerja Tidak Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak
mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di
perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku,
bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non
industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang
dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok
barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.
Gross Margin
Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar
dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa
sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri
mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan
penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.
80 DAFTAR ISTILAH
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak
atau balas jasa ( fee ).
Inflasi Inti/ Core
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor dasar, seperti (i) interaksi permintaan dan penawaran, (ii) lingkungan
eksternal (nilai tukar, harga komoditi, dan inflasi mitra dagang), dan (iii) ekpektasi inflasi dari pedagang dan
konsumen.
81DAFTAR ISTILAH