kata pengantar - big.go.idbig.go.id/.../laporan-pelaksanaan-kegiatan-mikro-hidro-fin.pdf · skala...
TRANSCRIPT
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME, karena laporan Penelitian Potensi Energi Lokal Mikro Hidro ini
dapat diselesaikan dengan baik. Buku laporan ini merupakan bentuk pertanggung jawaban
secara administratif salah satu kegiatan DIPA tahun anggaran 2017 di Bidang Penelitian, Pusat
Penelitian Promosi dan Kerja Sama, Badan Informasi Geospasial. Selain itu, buku laporan ini
juga merupakan pertanggung jawaban secara ilmiah sebagai konsekuensi bagi para
penyusunnya yang semuanya sebagai fungsional peneliti.
Buku ini pada dasarnya merupakan Laporan Pelaksanaan Kegiatan secara administratif dan
kumpulan Karya Tulis Ilmiah yang substansinya berkaitan dengan Potensi Energi Lokal Mikro
Hidro, yaitu:
1. Pemetaan Potensi Tenaga Listrik Mikro Hidro Pada Sungai-Sungai Tak Terukur Melalui
Penerapan Model Hidrologi Dan Sistem Informasi Geografis (A.B. Suriadi, dkk)
2. Sustainable Water Management And Wanatani In Serayu Cathment Are In Supporting
Potency Of Electrical Energi Microhydro Banjarnegara Regency Central Java Province
(Jaka Suryanta, dkk)
3. Potensi Pengembangan PLTMH Berdasarkan Kapasitas Komunitas Lokal di Desa Paweden,
Banjarnegara (Ellen Suryanegara, dkk)
Kami ucapkan terimakasih kepada tim peneliti dari Badan Informasi Geospasial, yang telah
melakukan serangkaian kegiatan mulai dari penelitian hingga tersusunnya laporan ini. Kami
ucapkan terimaksih juga kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusinya
sehingga terselesaikannya kegiatan ini.
Semoga laporan hasil penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak, baik oleh instansi
pemerintah pusat dan daerah, maupun bagi pihak swasta.
Cibinong, November 2017
Pusat Penelitian Promosi dan Kerja Sama
Kepala,
Dr. Wiwin Ambarwulan
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 2
I. LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..................................................................................... 4
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
B. Tujuan ........................................................................................................................................... 5
C. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan .................................................................................................... 5
D. Waktu Pelaksanaan Kegiatan ..................................................................................................... 13
E. Personil ....................................................................................................................................... 14
F. Luaran (Output) .......................................................................................................................... 14
G. Dampak (Outcome) ..................................................................................................................... 15
II. LAPORAN ILMIAH PENELITIAN............................................................................................. 16
1. Pemetaan Potensi Tenaga Listrik Mikro Hidro Pada Sungai-Sungai Tak Terukur Melalui
Penerapan Model Hidrologi Dan Sistem Informasi Geografis .................................................... 16
2. Sustainable Water Management And Wanatani In Serayu Cathment Are In Supporting
Potency Of Electrical Energi Microhydro Banjarnegara Regency Central Java Province ......... 33
3. Potensi Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (Pltmh) Berdasarkan
Kapasitas Komunitas Lokal Di Desa Paweden, Banjarnegara ..................................................... 45
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 60
3
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rincian kegiatan Rapat Koordinasi. ............................................................................ 6
Tabel 2. Rincian kegiatan FGD ................................................................................................. 8
Tabel 3. Metode Pengumpulan Data Lapangan ...................................................................... 10
Tabel 4. Rincian Inventarisasi Data Penelitian Potensi Energi Lokal Mikro Hidro ..................... 12
Tabel 5. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ................................................................................... 13
4
I. LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Latar Belakang
Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan
a) UUD 1945 Pasal 31 ayat (5): Pemerintah memajukan Iptek dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia
b) UU No 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial
c) Peraturan Presiden No. 94 tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial
d) UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
e) Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
f) Peraturan Presiden No 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual
Serta Hasil Penelitian dan Pengembangan Oleh Perguruan tinggi dan Lembaga
Penelitian dan Pengembangan
g) Peraturan Presiden No 85 tahun 2007 Tentang Jaringan Infratruktur Data Spasial
Nasional
h) Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian Perumusan dan
Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
i) Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 tahun 2013 tentang
Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 tahun 2012
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial
Gambaran Umum
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 tahun 2013 tentang
Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial, khususnya pasal 96, Pusat
Penelitian, Promosi dan Kerja Sama mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan di bidang informasi geospasial, serta promosi, kerja sama, hubungan
masyarakat dan hubungan antar lembaga.
5
Sedangkan tugas Bidang Penelitian sesuai Pasal 99 adalah melaksanakan penyusunan
rencana penelitian dan pengembangan, penelitian dan pengembangan informasi
geospasial yang mendukung unit kerja tertentu dan yang bersifat lintas unit kerja,
koordinasi penelitian dan pengembangan antar instansi / lembaga, serta pengelolaan
jurnal dan publikasi penelitian dan pengembangan. Dan tertuang juga pada salah satu
Misi Badan Informasi Geospasial yaitu meningkatkan kapasitas kelembagaan,
sumberdaya manusia, kualitas penelitian dan pengembangan dalam penyelenggaraan
informasi geospasial serta mendorong pemanfaatannya. Dengan dasar hal tersebut
diatas, maka pada tahun anggaran 2017, Bidang Penelitian merencanakan melaksanakan
beberapa kegiatan penelitian antara lain: Penelitian Potensi Energi Lokal Mikro Hidro di
Sulawesi Tengah.
Kegiatan penelitian ini pada dasarnya untuk mendukung kinerja unit kerja tertentu dan
lintas unit kerja lain dilingkungan BIG dan program nasional/pemerintah serta
berkontribusi pada event internasional.
Kebutuhan Tenaga Listrik
Kebutuhan akan tenaga listrik selalu meningkat dari tahun ke tahun, khusus di Indonesia
ketersediaan pembangkit listrik masih sangat kurang. Meskipun sudah lama Indonesia
merdeka, namun masih ada beberapa daerah yang belum teraliri listrik, atau terbatas
aliran listriknya. Indonesia mempunyai potensi air sangat besar, maka suatu pembangkit
listrik dapat dibuat guna mencukupi kebutuhan listrik di daerah pedesaan.
B. Tujuan
Memetakan potensi tenaga listrik Mikro Hidro di daerah penelitian beserta pengelolaannya
dan mengetahui potensi pengembangan ke depan untuk mendukung kebijakan
diversifikasi energi nasional.
C. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penelitian dilakukan dengan swakelola, kecuali pengadaan Peralatan dan Mesin
dilakukan secara kontraktual dengan pihak penyedia barang. Kegiatan ini dilaksanakan
oleh para peneliti dibantu beberapa pihak baik dari unit teknis eselon 2 dalam internal
BIG maupun dari luar misalnya Perguruan Tinggi, dan K/L lainnya dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
6
(1) Persiapan dan Penyusunan Rencana Kerja Penelitian
Dalam tahap persiapan Kegiatan ini meliputi: koordinasi, studi literatur mengumpulkan
bahan referensi dari berbagai sumber dll.
(2) Penyusunan dan Pengembangan Metodologi
Pada tahap ini melakukan penyusunan metodologi yang akan digunakan atau
pengembangan dari metode yang sudah ada dalam rangka melaksanakan kegiatan
penelitian.
(3) Rapat, FGD, dan Konsinyasi
Kegiatan ini menyangkut rapat bulanan kemajuan pekerjaan, FGD dengan
mengundang pakar dari luar sebelum ke lapangan.
Rapat
Tabel 1. Rincian kegiatan Rapat Koordinasi.
No. Tanggal Tujuan Ringkasan Hasil Rapat
1. 21 Maret
2017
Koordinasi
Awal
Penelitian
Mikro Hidro
Tujuan kegiatan : Mengembangkan prototipe analisa
spasial potensi mikrohidro untuk mendukung kebijakan diversifikasi energi nasional. (Masih
terbuka sebagai bahan diskusi) Rencana lokasi penelitian: Sigi, Sulawesi Tengah.
Diketahui sudah ada PLTA di lokasi tersebut.
Sulawesi Tengah dalam beberapa kali kunjungan
oleh staff bidang Penelitian diketahui membutuhkan sumber energi listrik tambahan.
Data utama yang digunakan adalah data DEM, data
sekunder: data Bendungan, curah hujan, debit Air Model/prototipe lebih baik dilakukan di lokasi yang
datanya lengkap untuk diimplementasikan pada
lokasi yang datanya kurang. Saran lokasi adalah
Banjarnegara karena ada banyak potensi sungai. Hasil penelitian diharapkan bukan hanya model tapi
salah satu lokasi yang pengujian.
Penelitian jangan sampai keluar dari TuSi BIG, yaitu
terkait spasial/kewilayahan. Uji kelengkapan data : difasilitasi pak Jaka untuk
ketersediaan data di Kab Banjarnegara, pak Yatin
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan SKPD terkait di Sulawesi Tengah
2. 7 April
2017
Tindak Lanjut
Hasil FGD
Kajian Potensi
Energi Lokal
Mikro Hydro
Menindaklanjuti hasil FGD dengan ESDM, untuk
mengerucutkan kajian di BIG Perlu mencari lokasi yang ketersediaan datanya ideal,
di Jawa data cukup lengkap
Perlu mematangkan pembahasan apakah metode
mencari potensi mikrohidro atau metode pemetaan Lebih baik menonjolkan penggunaan model
hidrodinamika
Untuk kajian ini yang dipetakan adalah potensi
mikrohidro, yang diperkuat adalah metode mencari potensi tersebut
7
No. Tanggal Tujuan Ringkasan Hasil Rapat
Metodenya agak dipertajam, pertama melalui model
dinamyc. Menggunakan Soil and Water Assesment
Tool (SWAT), model tersebut lebih sederhana
dibanding yang digunakan oleh PU Citra yang diperlukan resolusi detil
Bidang penelitian perlu inventarisasi semua hasil
penelitian yang telah dilakukan untuk dipublish ke
web Untuk kajian sosial ekonominya bisa melakukan
kajian potensi sosial ekonomi untuk mendukung
potensi pengembangan mikro hidro Dengan metode SWAT bisa juga menghitung
kerugian apabila terjadi banjir
Yang membedakan dengan hasil pekerjaan ESDM
bisa kepada tingkat kedetilan data yang lebih dan
data yang akurat PLTMH dari APBN memakan biaya cukup mahal,
apabila model sudah ada bisa disosialisikan ke
pengguna Lokasi yang dipilih adalah Banjarnegara, utamanya
wilayah DAS Serayu
Jadwal kegiatan
Persiapan (FGD1): Januari – Maret, Inventarisasi
Data : April – Mei, Pembuatan Model : Mei, FGD 2 : Mei (Minggu 2), Validasi/Survey ke Banjarnegara :
Mei (Minggu 3), Penulisan : Juni – Agustus, FGD 3 :
September, Sosialisasi : Oktober
3. 2 Mei
2017
Tindak Lanjut
Penelitian
Potensi Energi
Lokal Mikro
Hydro
Perubahan lokasi karena ada beberapa pertimbangan
Pemantapan model, kesiapan data, KTI terkait, dan
kesiapan lapangan
Untuk pemantapan model yang dilakukan oleh Pak
AB Suriadi adalah water balance, dan Munawaroh terkait otomatisasi DAS
Untuk PLTMH sasarannya memang sungai kecil
Kesiapan data yang sudaha ada yaitu RBI digital
skala 25k, DEM TERRA SAR 9 m, dan CSRT (belum ortho sedang disiapkan PPIG)
Terkait kegiatan penelitian ini harus menciptakan
beberapa KTI. Beberapa KTI yaitu terkait
8
No. Tanggal Tujuan Ringkasan Hasil Rapat
Jadwal survei, direncanakan akan dilaksanakan pada
tanggal 13-19 Mei 2017 melalui jalur darat
Survei akan dilakukan di beberapa titik yang
berpotensi untuk dikembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan akan dilakukan
penghitungan debit air di lapangan
Selain itu juga akan dilakukan pengumpulan data
primer melalui kuesioner untuk analisa sosial ekonomi kepada masyarakat di sekitar wilayah DAS
Serayu
4. 14 Juni
2017
Tindak Lajut
Penelitian
Potensi Energi
Lokal Mikro
Hidro
Membahas progres model, progres data, progres
KTI, dan rencana laporan Akan dijadwalkan FGD selanjutnya
Progres model yang sudah dilakukan: Water balance
& Otomatisasi DAS (Arc GIS dan Arc SWAT)
Progres data yang sudah tersedia:RBI digital 25k
(dvg, shp), DEM TERRASAR res 9 m, CSRT (SPOT
dan Digital Globe) belum ortho, Data iklim BMKG Banjarnegara, Data sosial ekonomi dari kuesioner
survey dan data-data statistic, Data perizinan PLTMH Banjarnegara (shp & excell), Data mikro hidro
Banjarnegara (pmk)
Selanjutnya perlu data peta tanah 50k dari BBSDLP
dan data debit air dari PUPR
Progres penulisan Karya Tulis Ilmiah terkait
Focus Group Discussion (FGD)
Tabel 2. Rincian kegiatan FGD
No. Tanggal Tujuan Ringkasan Hasil FGD
1. 31 Maret
2017
FGD
Penelitian
Potensi
Energi Lokal
Mikro Hidro
Perlu koordinasi dengan Tim potensi EBT P3TKEBTKE
KESDM Tim P3TKEBTKE KESDM Sudah sejak tahun 2012
mendapat tugas untuk membuat peta potensi energi
terbarukan Skema PLTMH: ada sungai dan ketinggian, secara
umum komponennya: bendung untuk membelokan
sebagian air sungai menuju saluran pembawa,
sebelum dijatuhkan ke turbin airnya ditenangkan terlebih dahulu kemudian masuk ke turbin menjadi
listrik lalu dialrikan kembali ke sungai PLTMH sangat bergantung pada aliran air, tidak
menyimpan (run off river)
Untuk memetakan PLTMH dapat memanfaatkan peta
skala 1:50.000 Terdapat klasifikasi berdasarkan kapasitas (PLTA pico,
Micro, Mini, Kecil, Skala Penuh), Klasifikasi
berdasarkan tipe skema/jenis head (run off the river,
sistem penyimpanan, sistem pompa penyimpanan), dan Klasifikasi berdasarkan tipe jaringan listrik
(berdasarkan besar tegangannya)
9
No. Tanggal Tujuan Ringkasan Hasil FGD
Berdasarkan Kepmen ESDM klasifikasi berdasarkan
tegangan jaringan listrik (kapasitas pembangkit) yaitu
Tegangan menengah (sampai dengan 10 MW) dan
tegangan rendah (sampai dengan 250 KW) Komponen PLTMH: komponen sipil, mekanikal, dan
elektrikal
Untuk mikro hidro menggunakan debit andalan 80%,
yaitu sungai dalam 1 tahun 80% harus ada airnya Saat ini sedang dikembangkan model SWAT (Soil
Water Assesment Tools), bisa bekerjasama dengan
BIG BIG dapat berperan dalam menambah kedetilan data
misalnya dengan skala 1:25.000, data CSRT, dan
terrasar, karena selama ini peta mikro hidro yang
dilakukan baru menggunakan skala 1:50.000 dan DEM 30 meter
Penelitian ini bisa masuk untuk penyelesaian masalah
nasional terkait energi terbarukan Tim ESDM memiliki keterbatasan dalam metode
pemetaan terutama dari segi kartografi sehingga
perlu kerjasama dengan BIG Terkait pemanfaatan listrik dari PLTMH ke masyarakat
bisa menggunakan analisis jaringan
Data satelit curah hujan yang avalailable di Indonesia
adalah tematic rainfall, apabila menggunakan data
BMKG kurang valid Australian National University telah menggunakan
model hidro yang lebih kompleks
Perlu ada fokus penelitian untuk kajian ini,
tantangannya bisa terkait pengembangan model, bisa dibandingkan beberapa model yang dapat digunakan,
misalnya SWAT dll
(4) Pelaksanaan Survei/uji Lapangan, untuk pengambilan sampel dan pembuktian di
lapangan. Pada tahap ini diperlukan sewa kendaraan roda empat untuk menunjang
pelaksanaan survey menuju lokasi sampel. Survey lapangan dilaksanakan di
Kabupaten Banjarnegara. Survey dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari, yaitu pada
10
tanggal 13-19 Mei 2017. Metode pengumpulan data lapangan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. Metode Pengumpulan Data Lapangan
No. Jenis Proses
1. Survei lokasi
eksisting dan
rencana
pembangunan
PLTMH
PLTMH Singgi
Berdasarkan hasil survei lokasi dan diskusi dengan Petugas
PLTMH, diketahui daya yang dihasilkan dari PLTMH Singgi adalah
260 kWh.
PLTMH Banyumlayu
Berdasarkan hasil survei lokasi dan diskusi dengan Petugas
PLTMH, diketahui daya yang dihasilkan dari PLTMH Banyumlayu
adalah 460 kWh.
11
No. Jenis Proses
Rencana Pembangunan PLTMH Paweden
Survey ke sungai (kali) Urang yang akan dibangun PLTMH
Paweden, dan ke kantor desa Paweden untuk koordinasi rencana
survei data sosial-ekonomi
Survey Data
Sosial Ekonomi
Untuk survey sosial Tim mengambil sampel yaitu warga di area
yang sudah mendapatkan izin pembangunan PLTMH. Penentuan
sampel berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Pengairan.
Dari beberapa data diberikan, dipilih calon PLTMH yang memenuhi
kriteria Penelitian, yaitu calon PLTMH Paweden yang terletak di
Desa Paweden, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara.
Berdasarkan lokasinya, desa ini terletak di pinggir Sungai Kaliurang
yang menjadi lokasi rencana dibangunnya PLTMH.
Penyebaran kuesioner dilakukan di 3 dusun yang ada di Desa
Paweden, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara. Total responden
yang dijadikan sampel penelitian adalah sejumlah 33 responden
mewakili 33 KK yang tersebar di 3 dusun tersebut.
12
No. Jenis Proses
Data Sekunder Di Stasiun Geofisika Banjarnegara, BMKG, tim mendapatkan data
debit air dan data curah hujan pada lokasi yang berada dalam
radius 5 kilometer dari stasiun.
DI Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten
Banjarnegara, mendapatkan data potensi PLTMH Kabupaten
Banjarnegara dengan berbagai status, baik pada lokasi yang
sudah dilakukan Field Survey, sudah mendapat izin, hingga di
lokasi yang sudah dilakukan pembangunan PLTMH. Data tersebut
dilengkapi dengan data koordinat lokasi PLTMH maupun calon
PLTMH
(5) Pengolahan data dan analisa
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data hasil survey lapangan dan data sekunder
lainnya serta dilakukan analisa. Pada tahapan ini diperlukan pertemuan dalam rangka
diskusi bersama dengan narasumber dari berbagai instansi dan internal BIG.
Tabel 4. Rincian Inventarisasi Data Penelitian Potensi Energi Lokal Mikro Hidro
No. Nama Data Tipe Data Sumber
1. RBI digital 1:25.000 dwg, shp BIG
2. DEM TERRA SAR res 9 m BIG
3. CSRT SPOT dan Digital Globe BIG
4. Peta Tanah 1:50.000 shp BBSDLP
5. Land cover shp Bappeda
6. Data iklim shp BMKG
7. Data DAS Stasiun Geofisika
Banjarnegara, BMKG
8. Data debit Air Stasiun Geofisika
Banjarnegara, BMKG
9. Data Curah Hujan Bulanan tabulasi Stasiun Geofisika
Banjarnegara, BMKG
10. Data Penguapan Bulanan tabulasi Stasiun Geofisika
Banjarnegara, BMKG
11. Data Statistik Tabulasi Data Statistik BPS
12. Data Sosial Ekonomi (Kuesioner) Tabulasi Data Survey & Wawancara
Masyarakat
13
No. Nama Data Tipe Data Sumber
13. Perijinan PLTMH shp Dinas PUPR Banjarnegara
14. Rekapitulasi Perijinan PLTMH excel Dinas PUPR Banjarnegara
15. Data inventarisasi Potensi Pengembangan Mini Hidro
tabulasi Dinas PUPR Banjarnegara
16. Microhydro pmk
(6) Evaluasi dan Pelaporan Hasil Penelitian
Pada tahap ini dilakukan evaluasi dari hasil yang didapat dan dituangkan dalam
laporan. Pada tahap ini dilakukan konsinyasi penyusunan laporan akhir perkerjaan
yang dilaksanakan bersamaan dengan tolok ukur lain.
Kegiatan Konsinyasi Penyusunan Laporan Akhir Penelitian
D. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan selama 12 bulan pada periode Januari-Desember 2017. Secara
garis besar kegiatan yang tercakup dalam penelitian digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 5. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Bulan 1-
2
Bulan
3-4
Bulan
5-6
Bulan
7-8
Bulan
9-10
Bulan 11-
12
Persiapan dan Penyusunan
Rencana Kerja
Penelitian
Penyusunan dan
Pengembangan Metodologi
Rapat, FGD,
Konsinyasi
14
Kegiatan Bulan 1-
2
Bulan
3-4
Bulan
5-6
Bulan
7-8
Bulan
9-10
Bulan 11-
12
Pelaksanaan Survei/uji
lapangan
Pengolahan data
dan analisa
Evaluasi dan Pelaporan Hasil
Penelitian
E. Personil
Personil kegiatan Penelitian Potensi Energi Lokal Mikro Hidro ini terdiri atas Kepala
Bidang Penelitian yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan
penelitian ini. Sementara peran ketua tim dipegang oleh Ahli Sistem Informasi
Geografis dan anggota terdiri atas beberapa ahli, diantaranya Ahli Hidrologi dan
Modeling, Ahli Sistem Informasi Geografis, Ahli Remote Sensing dan Modeling, dan Ahli
Sosial Ekonomi. Pembagian tugas tersebut menyesuaikan ruang lingkup tugas pokok
masing-masing keahlian. Rincian nama personil beserta keahliannya dapat dilihat
sebagai berikut:
(1) A.B. Suriadi M.A (Ahli Hidrologi dan Modeling)
(2) Jaka Suryanta (Ahli Hidrologi)
(3) Yatin Suwarno (Ahli Sistem Informasi Geografis)
(4) Munawaroh (Ahli Remote Sensing dan Modeling)
(5) Tia Rizka Nuzila Rahma (Ahli Sistem Informasi Geografis)
(6) Ellen Suryanegara (Ahli Sosial Ekonomi)
F. Luaran (Output)
Luaran (output) dari kegiatan ini adalah Laporan Adminstratif pekerjaan dan beberapa
Karya Tulis Ilmiah, yaitu:
(1) Menaksir Debit Sungai pada “Ungauge Catchment”, Studi Kasus Das Serayu (A.B.
Suriadi, dkk)
(2) Manajemen DAS untuk Menstabilkan Debit Aliran, Studi Kasus DAS Serayu (Jaka
Suryanta, dkk)
(3) Potensi Pengembangan PLTMH Berdasarkan Kapasitas Komunitas Lokal di Desa
Paweden Banjarnegara (Ellen Suryanegara, dkk)
15
G. Dampak (Outcome)
Penerima manfaat dari kegiatan penelitian ini diutamakan dalam rangka mendukung
kinerja unit-unit teknis di lingkungan internal BIG dan pihak luar BIG yaitu Kementrian
dan Lembaga secara nasional.
16
II. LAPORAN ILMIAH PENELITIAN
1. PEMETAAN POTENSI TENAGA LISTRIK MIKRO HIDRO PADA SUNGAI-
SUNGAI TAK TERUKUR MELALUI PENERAPAN MODEL HIDROLOGI DAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Mapping The Potential Of Micro Hydro Electric Power On Ungauge Streams
Through The Application Of Hydrological Models And GIS.
Ahmad Budiman Suriadi, Yatin Suwarno, dan Jaka Suryanta.
Badan Informasi Geospasial
Jl Raya Jakarta-Bogor Km.46, Cibinong (Jawa Barat)
ABSTRAK.
Tenaga listrik merupakan energi vital saat ini.Jika tidak ada listrik maka seolah-olah hidup
juga berhenti. Salah satu cara untuk melakukan tenaga listrik adalah dari energi mikrohidro
atau disebut juga Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Prinsip utamanya adalah
sebagai berikut formula. P = g x Q x H x e x W, di mana: P = daya (kW), Q = aliran volumetrik
(m3 / s), H = net Kepala (m), konstanta gravitasi g = 9,8, dan e = efisiensi keseluruhan.
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), merupakan Pembangkit Listrik Skala Kecil
yang menggunakan tenaga air sebagai pengemudi, misalnya; saluran irigasi, sungai atau air
terjun alami, dengan memanfaatkan perbedaan yang tinggi antara titik pembuangan dan
mesin turbin generator (H) dan debit (m3 / det). Penelitian ini bertujuan untuk membuat
model peta potensi mikrohidro yang dapat digunakan untuk memperkirakan potensi
mikrohidro di daerah tertentu.Untuk menerapkan model ini diambil lokasi di Kabupaten
Banjarnegara.Di Kabupaten Banjarnegra telah terjadi banyak pembangkit listrik mikrohidro,
dan beberapa lokasi potensial telah dicatat oleh pemerintah daerah. Dengan demikian model
aplikasi validasi akan lebih mudah. Model yang digunakan adalah Thornthwaite dan Mather
Water Balance Model dan model runoff SCS.Kedua model tersebut digunakan untuk
memperkirakan laju alir sungai kecil. Kepala bersih (H) dihitung berdasarkan dem
PENDAHULUAN
Mengapa sungai-sungai yang tak terukur ?Pertama karena sungai-sungai yang digunakan
untuk pembangkit listrik mikro hidro adalah sungai-sungai kecil.Kedua karena di Indonesia
sangat jarang data tentang hasil pengukuran debit pada sungai/saluran kecil.
Pemerintah Indonesia secara aktif membangun pembangkit listrik dengan target 35000 Mega
Watt pada 2019. Tentunya ini bukan target yang mudah dicapai, akantapi bukan tidak
mungkin. Salah satu bentuk pengembangan tenaga listrik yang sedang dikembangkan adalah
pembangkit listrik mikrohidro.Dengan pengembangan tenaga mikrohidro, diharapkan
pengusaha kecil dan menengah bisa ikut serta dalam pembangunannya.Pasalnya, modal yang
17
dibutuhkan untuk membangun pembangkit mikrohidro tidak terlalu besar. Berdasarkan hasil
wawancara dengan operator pembangkit listrik mikrohidro di lapangan, diketahui bahwa
dengan modal sekitar 3 sampai 5 miliar rupiah sudah bisa membangun pembangkit listrik
tenaga mikrohidro berkapasitas 400 kilowat jam, dengan harga jual ke PLN Rp.600 sampai Rp
800 per kwh. Dengan perhitungan sederhana maka pengusaha akan bisa mengembalikan
modal dalam 3 sampai 4 tahun. Setelah itu bisa profit antara 80 sampai 130 juta rupiah per
bulan.
Masih banyak potensi mikro hidro yang belum dimanfaatkan, oleh karena itu tidak ada
salahnya memulai inventarisasi seberapa besar potensi energi listrik mikrohidro yang dapat
digunakan di Indonesia.Salah satu kendalanya adalah tidak banyak data akurat tentang
potensi mikrohidro.Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan potensi mikrohidro untuk
memperkirakan potensi mikrohidro di seluruh NKRI. Salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah membuat model perhitungan. Dari model akan didapatkan hasil perhitungan. Hasil
perhitungan kemudian dikalibrasi atau divalidasi dengan data lapangan sehingga setelah
model divalidasi dapat digunakan untuk memperkirakan nilai yang paling mendekati keadaan
sebenarnya dari potensi mikrohidro.Salah satu metode untuk mengukur aliran sungai tanpa
mengunjungi lokasi sungai adalah dengan kombinasi pendekatan penginderaan jarak jauh,
GIS dan model hidrologi seperti yang dijelaskan dalam metode dalam makalah ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat model perhitungan potensi tenaga
mikrohidro dengan data terbatas yang ada di Indonesia. Data penelitian ini disajikan dalam
bentuk peta potensi listrik mikrohidro di suatu wilayah.
METODE PENELITIAN
Data yang Digunakan
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu identifikasi data yang tersedia dan metode apa
yang akan diterapkan. Identifikasi data yang tersedia didasarkan pada model perhitungan
potensi mikrohidro seperti ditunjukkan pada rumus berikut ini (Ansori, 2014):
P = g * Q * H * e * W
dimana: P = daya (kW), Q = aliran volumetrik (m3 / s), H = net head (m), konstanta gravitasi
g = 9,8, dan e = efisiensi keseluruhan. Misalnya, jika Q = 100m3 / s, H = 40m, g = 9,8 dan
e = 0,5 maka secara teoritis akan menghasilkan listrik = 100 * 40 * 9,8 * 0,5 = 19600 W =
19,6 kW.
Berdasarkan rumus di atas maka ada beberapa komponen yang harus diketahui yaitu aliran
sungai atau debit dan beda tinggi antara posisi pengukuran debitdengan posisi generator
turbin (net head) h. Sedangkan data gravitasi g adalah 9.8 m/det2 dan efisiensi (e) sekitar
0,5.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah digital elevation model (dem) TERRASAR
dengan resolusi spasial 9m, data curah hujan harian, bulanan dan tahunan, data penguapan,
18
landsat 8 image 2015, dan data landcover dari peta RBI, serta data tanah dari BIG peta sistem
lahan
Metode Memperkirakan Debit Aliran Sungai (Debit)
Untuk membangun tenaga listrik dari tenaga air perlu diketahui jumlah aliran sungai yang bisa
dikonversi menjadi tenaga listrik.Namun, data arus sungai kecil di daerah hulu biasanya tidak
diukur atau tidak terukur.Dengan demikian, ada kebutuhan untuk memperkirakan jumlah
debit sungai-sungai yang tidak memiliki data atau belum pernah diukur.Oleh sebab itu perlu
ada metode atau teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran secara tidak
langsung. Karena kalau dengan cara konvensional akan memakan waktu dan biaya yang
sangat besar. Hal ini karena sangat banyaknya sungai-sungai kecil di seluruh
Indonesia.Pendekatan yang digunakan adalah model neraca air dan SCS curve number.
Berdasarkan pendekatan yang digunakan, data yang dibutuhkan meliputi data curah hujan,
data penguapan, data model elevasi digital atau data dem, data tanah, terutama tekstur dan
ketebalan solum tanah.Dalam penelitian ini, jaringan sungai diturunkan berdasarkan DEM
Terrasar dengan resolusi spasial 9m.
Untuk perhitungan Hidrologi dasarnya adalah Drainage basin, Watershed, atau Catchment
area, dalam bahasa Indonesia disebut Daerah Aliran Sungai (DAS). Dalam geomorfologi ada
yang disebut dengan order sungai yaitu urutan anak-anak sungai mulai yang paling hulu
sampai yang paling muara. Sistem order sungai yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh
Strahler (1952).
Mengikuti metode Strahler maka pembagian sub catchment bisa berdasarkan order sugai dan
bisa juga mengacu pada outlet yang di tentukan. Memetakan sub das ini perlunya untuk
memperkirakan debit sungai-sungai pada level anak-anak sungai. Debit anak-anak sungai ini
nantinya yang akan dikonversi ke potensi listrik mikro hidro (PLTMH), dan juga untuk melihat
atau membandingkan dengan data potensi mikro hidro yang ada.
Untuk menghitung debit secara teoritis adalah jumlah runoff dibagi waktu.Dengan dasar curah
hujan bulanan dan curah hujan harian maka durasi curah hujan dan jumlah hari hujan perlu
di perhitungkan.
Metode Strahler (1952) seperti
terlihat pada gambar di samping
order 1 ketemu order 1 menjadi order
2, dua order dua menjadi order 3 dan
seterusnya.
Gambar 1. Order sungai menurut
strahler
19
Misalnya kalau durasi curah hujan rata-rata 2jam, dan jumlah hari hujan 18 hari/bulan, luas
subdas 300 ha maka dengan runoff bulanan sebesar 300 mm akan menjadi debit sekitar:
RUNOFF
BLN
JUMLAH HH
(HARI)
DURASI HUJAN
RERATA (JAM)
LUAS SUB
DAS (HA)
DEBIT
(qmec)
300 21 2 300 0.595
300 15 2 300 0.833
Catatan: qmec adalah singkatan dari qubic meter per second
Sebelum masuk ke water balance model perlu juga diperhitungkan bagaimana mengolah data
evaporasi menjadi data evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi actual.Data evaporasi
yang terukur di stasiun meteorology adalah data evaporasi dari air didalam panci atau disebut
juga dengan Pan Evaporation. Untuk menjadi Crop reference Evavotranpirasi maka data Pan
evaorasi dikalikan dengan konstanta Pan. Untuk tipe pan yang ada stasiun klimatologi
Indonesia koefisiennya sekitar 0.8 -0.85), Doorenbos(1977).
Untuk menghitung evapotranspirasi dilakukan melalui pendekata remote sensing yaitu dengan
membuat peta indek vegetasi.Dari peta ini diklasifikasikan vegetasi berdasarkan nilai
indeksnya mulai dari jarang sampai rapat.Nilai indek vegetasi diconversi kenila coefisien
evapotranspirasi (kc) melalui kesepadanan dengan nilai kc yang telah ada didalam literature
atau teksbook. Peta NDVI terlihat seperti gambar 2.
Gambar 2. Indek vegetasi di Kabupaten Banjarnegara
Dari peta indeks vegetasi dibuat peta koefisien vegetasi untuk evapotranspirasi aktual
sebagaimana terlihat pada gambar 3.
20
Gambar 3. Evapotranspirasi actual bulan Januari Kabupaten Banjarnegara.
Peta ini menunjukkan perkiraan besarnya Evapotranspirasi actual, artinya evapotranspirasi
sesuai penutup lahan khususnya vegetasi pada saat itu sesuai dengan citra yaitu tahun
2015.Menurut beberapa penelitian nilai indek vegetasi semakin tinggi berarti vegetasinya
semakin rapat, dan nlai indek vegetasi semakin rendah berarti vegetasinya semakin jarang.
Dari peta pada gambar 3 terlihat nilai rata-rata indek vegetasi antara 0,3 sampai 0,6. Tidak
didapatkan data mengenai kc untuk tumbuhan di Indonesia. Namun dalam buku FAO,
Irrigation and Drainage peper ada suatu table yang menujukkan kc untuk tumbuah tropic
sebagai berikut:
Tropical fruit trees kc Max height(m)
banana 1.15 3-4
Cacao 1.05 2-3
Coffe 1.05 2-3
Palm tree 0.90 8
Rubber tree 1.0 1
Tea 1.15 1-2
Pineapple 0.50 0.6
Berdasarkan data ini dapat diperkirakan kc dari ndvi yang paling tinggi nilainya 0.5 – 0.6
dianggap sama dengan antara banana dan Rubber trees yaitu sekitar 1.1, dan vegetasi jarang
sekitar o.75 sedangkan yang amat jarang sekitar 0.5. Hasil perhitungan Evapotranspirasi
Aktual (AET)didasarkan pada nilai ETc (Reference crops Evapotranspirasi) yaitu AET = ETc *
kc. Gambar 4 adalah peta nilai AET.
Thornthwaite and Mather Water Balance Model.
Thornthwaite and Mather Water Balance Model adalah model perhitungan keseimbangan air
jangka panjang (longterm water balance model). Model ini menggunakan data curah hujan
bulanan, ketebalan solum tanah dan tekstur tanah. Besarnya aliran debit sungai dihitung
melalui water balance Thornthwaite and Mather, dan juga dengan Model SCS. Diulas lebih
lanjut
21
Data H net head.
Data H atau net head diperkirakan melalui pedekatan lereng permukaan.Untuk itu perlu dibuat
peta kemiringan lereng (slope map).Dalam penelitian ini untuk membuat peta lereng terlebih
dahulu data dem yang berresolusi spasial 9 meter diturunkan menjadi resolusi spasial 20
meter. Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses, karena computer yang digunakan tidak
memadai untuk mengolah data dengan resolusi 9m. Data lereng disajikan pada gambar 1.
Gambar 5. Peta Kemiringan lereng Kabupaten Banjarnegara
Dari peta lereng ini diturunkan peta perkiraan net-head (H) yaitubedatinggi antara lokasi input
debit ke lokasi turbin.Perhitungannya adalah dengan formula berikut
Jika lereng (%) adalah S = x/H *100, maka
H = ( x*S)/100
dimanaH adalah jarak vertical dari suatu titik ke bawah, dan x adalah ukuran pixel dari dem
yang digunakan untuk membuat peta lereng. Sehingga dengan menggunakan rumus ini
dimana saja titik berada dalam peta lereng ini dapat diperkirakan ketinggian jatuhnya air dari
suatu saluran kebawah dengan jarak dari titik tersebut secara horizontal sebesar dimensi pixel
(=20 meter). Sehingg secara mudah peta net head dapat dihitung sebagai contoh berikut:
Gambar 6.Ilustrasi pengertian net head.
22
Kalau debit sungai diperhitungkan dari outlet pada ketinggian di titik A, dan turbin listrik
berada di titik C, dengan jarak horizontal sebesar x = 20 m. sedangkan lerengnya diketahui
sebesar 40 %, maka tinggi jatuhnya air adalah H, maka H = (X*40)/100 X = 20 maka H =
(20*40)/100 = 8
pixel = x (m)
lereng S (%)
net head H (m)
20 10 2
20 20 4
20 30 6
20 40 8
20 100 20
Peta net head berguna untuk menentukan dimana turbin akan ditempatkan. Peta net head
terlihat pada gambar 2:
Gambar 7 Peta net head untuk PLTMH Kabupaten Banjarnegara
Ekstraksi batas DAS dan Sub DAS.
Setelah melakukan pendataan adalah membuat peta lokasi penelitian yaitu Kabupaten
Banjarnegara.Peta ini diambil dari peta topografi digital Badan Informasi Geospasial (BIG)
yaitu Id_admin2010 (id_kabu2010).Kemudian dilanjutkan dengan mengolah data-dem
menggunakan perangkat lunak ILWIS.Resolusi spasial Terrasar diturunkan dari 9m menjadi
20 m untuk mempercepat pemerosesan.Berdasarkan data tersebut, diekstrak data jaringan
sungai (drainage network) dan order sungai, kemudian dibuat data batas DAS dan Sub DAS.
Hasilnya proses ini semuanya dalah bentuk file format ILWIS rasater dan vector. Untuk
23
mengolah data dalam GIS Arc GIS, maka semua hasil tadi dikonversi kedalam format Shape
file.
Fig 8. Sub Catchment Order3
Langkah kedua, mengekstrak data lancover dari data exixting BIG berdasarkan batas
Kabupaten.
Data curah hujan
Langkah ketiga adalah mengolah data curah hujan dan data penguapan.Data curah hujan
tahunan digunakan untuk mengetahui pola distribusi curah hujan di wilayah kabupaten seperti
dapat dilihat pada gambar 2.Data ini diturunkan berdasarkan korrelsi antara besarnya curah
hujan tahunan dengan ketinggian. Walaupun banyak yang mempengruhi jumlah curah hujan
disuatu kawasan, akan tetapi factor ketinggian tempat sangat menentukan, terlihat dalam
gambar 2. Semakin tinggi letak kawasannya semakin besar curah hujannya.Peta ini dapat
dimaknai sebagai sebaran spasial curah hujan di Kabupaten Banjarnegara.
Gambar9.Sebaran spasial curah hujan tahunan Kabupaten Banjarnegara.
24
Curah hujan bulanan menunjukkan hal-hal yang sinkrondengan curah hujan tahunan seperti
terlihat pada tabel 1 dan gambar 10di bawah ini:
Gambar 10. Lokasi stasiun curah hujan Kabupaten Banjarnegara dan sekitarnya
Table 1. Distribusi curah hujan dari Utara ke Selatan
Utara
Month J F M A M J J A S O N D
KARANG REJA Rerata 769 828 731 537 408 299 242 223 337 512 715 613
LIMBANGAN Rerata 507 467 553 358 239 173 130 46 72 358 542 561
KARANGKOBAR Rerata 462 388 531 347 203 139 50 37 125 454 781 812
Rerata 579 561 605 414 283 204 141 102 178 441 679 662
Tengah
Month J F M A M J J A S O N D
SINGOMERTO Rerata 545 363 230 489 301 149 129 11 0 140 225 635
BANJARNEG Rerata 508 466 539 409 230 131 78 61 68 271 517 541
CLANGAP Rerata 515 478 545 423 225 163 88 60 89 311 514 515
Rerata 523 436 438 440 252 148 98 44 52 241 419 564
25
Selatan
Month J F M A M J J A S O N D
BOBOTSARI Rerata 333 307 365 269 202 134 62 49 85 265 376 367
BATUTEJA Rerata 540 539 476 428 278 161 130 121 173 363 594 587
KARANGANYAR Rerata 545 539 525 477 305 205 172 120 238 364 542 568
KARANGMONC
OL Rerata 400 454 454 447 209 147 96 97 163 371 579 567
Rerata 454 460 455 405 249 162 115 97 165 341 522 522
Dari ketiga tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa curah hujan di wilayah paling utara
Karangkobar dan sekitarnya, Limbangan, dan curah hujan Karangreja cukup tinggi.Curah
hujan bulanan biasanya merupakan gambar curah hujan harian, sehingga kemungkinan curah
hujan harian juga lebih besar daripada di bagian selatan Banjarnegara.
Data Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan tanah, air, dan
vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh adanya pengaruh faktor–faktor iklim dan
fisiologi vegetasi. Dengan kata lain, besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi
(penguapan air berasal dari permukaan tanah), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari
permukaan tajuk vegetasi), dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer melalui
vegetasi). Beda antara intersepsi dan tranapirasi adalah pada proses intersepsi air yang
diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan yang tertampung sementara pada
permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu vegetasi, sedangkan transpirasi adalah penguapan
air yang berasal dari dalam tanah melalui tajuk vegetasi sebagai hasil proses fisiologi vegetasi.
Dalam penelitian ini data evaporasi didapatkan berdasrkan Pan Evaporasi.Data diambil dari
data evaorasi Jateng 1960 – 2013. Data ini dirata-ratakan sebagai terlihat pada table…
Tabel 2. Evaporasi Jawa Tengah
BLN 1960-1987
1975-2013 Rerata
J 108 131 120
F 105 124 115
M 119 135 127
A 116 133 125
M 121 139 130
J 115 134 125
J 123 151 137
A 137 167 152
S 140 170 155
26
BLN 1960-1987
1975-
2013 Rerata
O 146 166 156
N 128 137 133
D 117 125 121
THN 1475 1712 1593.5
Untuk memperkirakan besarnya evapotranspirasi potensial maka data pan evaporai ini
dikalikan dangankoefisien Pan = 0.8. Sehingg data evapotranspirasi adalah sebagai berikut.
Rerata
BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN AGS SEP OKT NOV DES
RERATA 95.6 91.6 101.6 99.6 104 99.6 109.6 121.6 124 124.8 106
Data tanah
Data tanah sangat penting dalam memprediksi keseimbangan air, karena curah hujan yang
turun ke bumi sebagian akanmasuk ke dalam tanah menyokong air tanah dan sebagian
dipertahankan di pori-pori tanah. Air yang berada di pori-pori tanah setelah mengalir secara
gravitasi ke dalam tanah.Keberadaan air di pori-pori tanah tergantung pada kapasitas tanah
menahan air atau water holding capacity dari tanah tersebut (whc).Whc ini berkaitan erat
cengan tekstur tanah.Setiap tekstur tanah berbeda pada whc. Semakin halus tekstur tanah
akan semakin tinggi whc. Lalu ada istilah available water capacity (awc) atau air yang tersedia
di pori-pori tanah antara kapasitas lapangan sampai kondisi kelembaban tanah menyebabkan
tanaman layu secara permanen (permanent wilting point).Titik layu permanen adalah
kelembaban tanah yang masih tersedia namun tidak bisa diserap tanaman sehingga tanaman
layu dan tidak bisa tumbuh lagi meski disuplay air secukupnya (Janine Nyvall, 2002).Tabel
berikut menunjukkan hubungan antara tekstur tanah dengan awc atau wwsc.
in.water/in.soil in.water/ft.soil mm water/m soil
Clay 0,21 2,5 200
Clay Loam 0,21 2,5 200
Silt loam 0,21 2,5 208
Clay loam 0,2 2,4 200
Loam 0,18 2,1 175
Fine sandy loam 0,14 1,7 142
Sandy loam 0,12 1,5 125
Loamy sand 0,1 1,2 100
Sand 0,08 1 83
Textural Class
Available Water Storage Capacity (AWSC)
Source: (Janine Nyvall, 2002)
27
Peta field capacity dan available water capacity dibuat berdasarkan sebaran tekstur tanah dan
land cover. Tektur tanah menentukan field capacity dan land cover dikaitkan dengan zona
perakaran. Gamabr 2 menunjukkan peta yang field capacity.
Gambar 2.Peta sebaran field capacity Kabupaten Banjarnegara.
Disamping peta Field capacity dibuat pula peta Hidrologic Soil Group (HSG). Peta ini digunakan
dalam perhitungan runoff dengan pendekatan model SCS Curve Number. Peta HSG diturunkan
melalui peta sebaran tekstur tanah dan land cover. HSG terbagi atas empat tipe yaitu A, B, C,
dan D. Masing-masing sebagaimana terlihat dalam table berikut:
Gambar 3. Map of Hydrologic Soil Groups
Water Balance, Thornthwaite and Mather Method
Prinsip Water Balance (WB) secara sederhana dapat digambarkan sebagai persamaan berikut:
P = I+AET+OF+δSM+δGWS+GWR
Dimana P=Curah hujan, I= intersepsi, AET= Evapotranspirasi aktual, δSM= perubahan lengas
tanah, δGWS= perubahan cadangan air tanah, GWR= Aliran air tanah.
28
Perhitungan neraca air diperkenalkan oleh Thornthwaite pada tahun 1940, kemudian
dijelaskan dalam buku oleh Thornthwaite dan Mather pada tahun 1957.
Calculation of Longterm Water Balance (Thornthwhaite And Mather,1957)
(MM) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES YEAR
P 65 95 155 270 250 155 150 180 155 140 130 95 1840
PET 138 138 150 108 114 114 108 108 114 126 114 132 1464
P - PET -73 -43 5 162 136 41 42 72 41 14 16 -37 376
APWL -110 -153 -37
SM 115 92 97 200 200 200 200 200 200 200 200 166
∆SM -51 -23 5 103 0 0 0 0 0 0 0 -34
AET 116 118 150 108 114 114 108 108 114 126 114 129 1419
D 22 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
S 0 0 0 59 136 41 42 72 41 14 16 0
Total available for
runoff 14 7 3 59 166 124 104 124 103 65 49 25
RO 7 3 2 30 83 62 52 62 51 33 24 13 421
Detention 7 3 2 30 83 62 52 62 51 32 25 12
P Monthly raifall (mm)
PET Potential Evapotranspiration (mm)
P - PET (mm)
APWL Accumulated Potential Water Loss (mm)
SM Soil moisture (mm)
∆SM Change in Soil Moisture (mm)
AET Actual Evapotranspiration (mm)
D Soil Moisture Devisit(mm)
S Soil Moisture Surplus(mm)
Total available for runoff (mm)
RO Runoff (mm)
Detention Water retain in the soil(mm)
Untuk perhitungan WB Thornthwaite and Mather parameter yang digunakan adalah curah
hujan bulanan, Evaporasi bulanan, evapotrnspirasi bulanan. Secara teoritis data evaporasi di
konversi menjadi data Refference Evapotranspirasi (ETo) yaitu dengan menglikan data
evaporasi dengan koefisien evapotranspirasi PAN atau disebut juga Kp. Koefisien
evapotranspirasi tergantung pada jenis vegetasi atau tanamannya. Doorenbosh (18..)
memerikan beberapa contoh koefisien evapotranspirasi PAN untuk PAN yang berlokasi di
daerah tanaman hijau dengan kecepatan angina rendah <175 km/hari (Indonesia) adalah
0,75.
SCS Runoff Curve Number
Runoff Curve Number (RCN) adalah parameter empiris yang digunakan dalam hidrologi untuk
memperkirakan limpasan langsung.Runoff Curve Number (RCN) dikembangkan dari analisis
empiris limpasan dari daerah tangkapan air kecil, yang dipantau oleh USDA.Metode ini
sekarang banyak digunakan, dan merupakan metode yang efisien untuk menentukan
29
perkiraan besarnya limpasan langsung dari curah hujan di wilayah tertentu. (Dari Wikipedia,
ensiklopedia gratis)
Metode RCN (Runoff Curve Number) pada awalnya dibuat oleh Soil Conservartion Service
pada tahun 1954. Sekarang juga digunakan untuk menghitung volume debit puncak untuk
hidrologi perkotaan perkotaan (USDA, 1986). Pada dasarnya terminologi ini adalah koefisien
yang mengurangi curah hujan total terhadap potensi limpasan, setelah dikurangi beberapa
kerugian; penguapan, serapan permukaan, transpirasi oleh vegetasi, penyimpanan
permukaan. Oleh karena itu semakin tinggi nilai CN maka semakin tinggi potensi runoff yang
akan terjadi. (Schiariti P., dan Cpesc PE).
Dinas Konservasi Tanah Departemen Pertanian Amerika mengembangkan sebuah metode
untuk menghitung komponen aliran curah hujan untuk setiap kejadian hujan (curah hujan
badai) atau curah hujan tunggal sekalipun. Teorinya adalah sebagai berikut: Jika ada input
curah hujan pada daerah aliran sungai maka berikut ini akan berlaku; Ketebalan curah hujan
efektif (Pe) yang akan menjadi limpasan langsung selalu lebih kecil dari total ketebalan hujan
(P). (Chow V T, dkk (1988), Seyhan, E (1077)
Pe <P
Kemudian saat limpasan terjadi, kenaikan air yang tertinggal di DAS (DAS) akan selalu kurang
dari penyimpanan atau retensi maksimum (S). Selain itu sebelum limpasan ada bagian curah
hujan ada yang tertahan / tersimpan terlebih dahulu (misalnya dalam intersepsi, bulu tanah,
penyimpanan depresi) dan yang disebut abstraksi awal (Heal abstraction) Ini, sehingga
potensi limpasan maksimal adalah ( P Ia). Menurut SCS, rasio dua potensi dan dua yang
sebenarnya sama:Fa : Pe = S : (P Ia) (1)
Where Fa = actual retention (mm), S = potential retention (mm), Pe = actual effective rainfall
(mm), and (P Ia) = potential effective rain (mm). Effective rain is the same as direct runoff,
DRO. The partial rainfall will partially run off (Pe) after a while, before it becomes runoff there
is a missing part called the initial abstraction, Ia, then changes the storage of water in
watershed Fa. The change of Pe and the Fa is illustrated in equation (1)
Based on experiments on various types of watersheds and sub-watersheds, SCS got an
average of about 0.2 S
Ia = 0.2 S
So that
Effective rain Pe = flow of water flowing through a river outlet.
Pe = Q (mm)
30
The SCS method uses Runoff Curve Number (CN) which is associated with storage (S) as the
following formula:
S in mm
CN is distinguished by three conditions, ie, normal CN (II) conditions, dry conditions CN (I),
and CN (III) for wet conditions. Normal, dry and wet conditions are based on soil moisture.
The soil moisture conditions are indicated by the amount of five consecutive days of rainfall
called Antecedent Moisture Condition (AMC).
Antecedent Moisture Condition (AMC)
Antecedent moisture condition is a condition of soil moisture before it rains. It is known that
soil moisture before it rains has a major impact on runoff volume. SCS developed three
conditions (Brikowski, T, 2007). that is:
a) dry, (but still above the point withered)
b) Average (normal)
c) wet (saturated soil)
AMC data is calculated based on the number of consecutive rainfall for five days before the
calculation process begins, with an average value (Table 1)
AMC Group according to SCS the sum of rainfall 5 days in a row
Tabel 1. Grup AMC menurut SCS
Grup AMC Curah hujan 5 hari berturut-turut AMC I < 25 mm (kering)
AMC II 25 - 53 mm (normal, atau rata-rata)
AMC III >53 mm (basah, kondisi tanah jenuh)
Source:V.T Chow, 1988
The CN (II) is determined based on land type and land cover.
To know CN (I) and CN (III) are formulated as follows.
31
Hydrologic Soil Groups (HSG).
Dalam model SCS ini tanah dibedakan menjadi 4 group yang disebut grup tanah hidrologi
(hydrologic soil groups) yaitu : A, B, C dan D sebagai tercantum dalam Tabel 2
Tabel 2. Grup Tanah Hidrologis SCS (Hydrologic Soil Groups)
Soil Group Soil characteristics
Group A Thick sand, heavy ground loss, teraggregated dust (Deep sand, deep loess,
aggregated silts).
Group B Soil loss shallow, clay loam (Shallow loess, sandy loam)
Group C Clay soil, shallow clay, low-organic soil, high clay soil. (Clay loam, shallow sandy
loam, soil low in organic content, and soil usually high in clay)
Group D Very swollen soil when wet, very clay soil and certain saline soils. (Soil that swell
when wet, heavy plastic clays, and certain saline soils
Sumber: V.T Chow,1988
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini adalah peta potensi PLTMH disajikan dalam dua bentuk yaitu
berdasrkan sub DAS order 3. Dan Sub DAS berdsarkan data izin PLTMH dari pemerintah
daerah Kabupaten Banjarnegara.
Peta 1.
32
Peta 2
Peta-peta diatas adalah hasil perhitungan dengan runoff bulan Januari. Peta 1 dengan asumsi
H berdasarkan pixel size (satu pixel), sedangkan Peta 2 berdasrkan H yang di tetapkan sebesar
20 m. Kalau peta 1 ditetapkan H=20 meter maka potensi mikro hidronya hampir sama
deangan data yang didapatkan dari Kabupaten Banjarnegara seperti yang terlihat pada
gambar dibwah ini.
33
2. SUSTAINABLE WATER MANAGEMENT AND WANATANI IN SERAYU
CATHMENT ARE IN SUPPORTING POTENCY OF ELECTRICAL ENERGI
MICROHYDRO BANJARNEGARA REGENCY CENTRAL JAVA PROVINCE
Jaka Suryanta, AB. Suriadi, Tia Rizka Nuzila Rachma, and Irmadi Nahib
Badan Informasi Geospasial (BIG)
E-mail: [email protected] ,[email protected]
Jalan Raya Jakarta – Bogor KM 46 Cibinong - Indonesia
Telp/Fax: +62-21-8790-6041
ABSTRACT
There are 94 points of licensing of microhydro power plant (PLTMH) in Banjarnegara
District from 100 KW to thousands KW, both operational and non operational, excluding
larger ones such as in Mrica reservoir. The principle of hydroelectricity is the existence
of a stable water flow throughout the year and a sufficient height difference for turbine
power. To support these conditions, sustainable land management is needed to ensure
that water is always available. KabupatenBanjar Negara has 18655.78 ha of forest area
but 40.56% has become plantation even in its 6.3% protected forest area changed
function for seasonal crops, vegetables and caribou trees and other plants, it is feared
to affect the flow stability water. Agroforestry is an efficient and ecologically beneficial
agroforestry example but not significant percentage needs to be improved in order to
maintain the land. This study aims to calculate the area of deviation of land use in forest
area and to estimate water availability for microhido. The method used is overlay map
of forest area and landuse map whereas to calculate the potential of water flow used
Wflow. The results of the study indicate the existence of vegetation types and other
uses that deviate from the function of forest area. Forest cover in protected areas
remained 2.5% and 6% in the form of plantations, whereas in forest HPT-HPK still 13%,
shrubs 20.4%, plantations 40.6% in KSPA estates 0.3%, other shrubs and bushes.
Runnof flow reaches 345mm in december down to 100 mm in June. River flow in order
3 and the height difference (head) is still potential for micro hydro power (100 kw). The
Wanatani management model can help community and environmental management,
strict supervision is required where slope above 40% is not recommended for potato
plantations. Meanwhile, the area under it can be processed with the principle of
agroforestry that is by mixing potato plantations with other perennials.
Keyword : PLTHM, DAS, Wanatani, potatoes.
A. Background
Banjarnegara regency covers an area of 1,023.73 km², and it had a population of 1.170.292at
the 2016 Census [1](BPS Banjarnegara 2016); the latest official estimate is more than
1,2millions.The disturbance of the ecological balance of Serayu watershed upstream has an
impact on watershed environmental degradation which is indicated by the difference of water
34
balance between season and river contamination by chemicals. The problem of water quantity
and quality is known as 3T namely; too much (too much flood, erosion and landslide), too
little (drought) and too dirty (water pollution by chemicals and sedimentation). The occurrence
of extensification of land with seasonal crops not accompanied by reforestation or rejuvenation
has led to massive deforestation resulting in environmental degradation[2](Biswas, A. K.
2004). Serayuriver basin forest vegetation is diminishing due to land conversion for
agriculture, it has also resulted in ecosystem destruction and reduced levels of upstream
biodiversity. Whereas forest areas have unique characteristics that can provide protection to
the surrounding area and below, as a regulator of water systems, flood prevention and erosion
and maintaining soil fertility.
The abundance of plantations in the upper of Serayu watershed with parallel slope planting
methods has been applied by farmers resulting in the rapid flow of rainwater down and
transporting more materials and accelerating the rate of erosion. The soil's ability to infiltrate
and percolate decreases thus increasing surface runoff. The subsequent impacts are the
decrease of land productivity, as well as the ability of the soil to retain water as a result of the
Upper Serayu basin area prone to landslides and flash floods. Even the great flash floods once
hit the Tieng Village, KejajarSubdistrict, Wonosobo in 2011, flooding occurred in the flow of
the river Grobok (tributary of Serayu). A flash flood from the hill that hit the village caused
loss of property and loss of life, and caused 75 families to evacuate. While landslides, often
every rainy season on the other side during the dry season, ground water is not enough to
meet the needs of the community due to less storage in the rainy season. The impact already
felt by farmers is the increasingly limited water resources because the groundwater reserves
continue to decrease.The high population density (approximately 1000 inhabitants / km²) with
low land tenure has caused pressure on protected areas and resulted in a significant shifting
of land functions. This land conversion resulted in land degradation, of which around 4,758
hectares in Banjarnegara and 3,000 hectares in Wonosobo have become critical land. Potatoes
are grown on thin soil solum but the land is still capable of producing because it is fueled by
chemical fertilizers and pesticides in large doses. In addition to polluting the environment, the
use of chemical fertilizers and excessive pesticides also poison potato crops so that many
potatoes contain chemicals. The slope of the upland serayu basin is between 35% and more
than 45% so farmers use terracing system. However, excessive tillage even reaching the tops
of the hills, some using the contour parallel system in the absence of perennial crops have
made the Dieng farmland also prone to erosion.The erosion rate has reached 161 tons /
hectare / year and caused the sedimentation to flow into the river. Erosion in the Upper Serayu
watershed caused sediments in the Sudirman, Mrica, Banjarnegara, reservoir since 1989. The
sinking level in this reservoir has reached 60.106 m3 or 40% of the reservoir capacity. Addition
of sediment in 2000 reached 7.106m3 in the event of massive deforestation in the Dieng
plateau. This sedimentation has even decreased the productivity of PLTA Sudirman
(Banjarnegara) and PLTA Garung (Wonosobo), another impact that will happen is the unstable
supply of water in hundreds of PLTMH in Banjar Negara area. The upstream Serayu watershed
currently represents social, economic and environmental problems[3] (Widayati, T et al 2017),
but it must be sought to solve the problem with the hope that the community still exists
economically and minimizes the environmental damage. Other agro-forestry and plantation
systems use much of the forest area which is a collaboration between the community and the
owners of capital, but it is necessary to increase the obligation to maintain timber stands for
35
each potato garden plot, in order to reduce erosion and maintain groundwater filling. Land
cover conditions in forest areas are an indication of the success of Serayu watershed
management, as it greatly affects groundwater storage and surface flow.
The research purposes:
a. Calculate non-synchronized land use/cover in forest areas.
b. Calculate the potential runoff in supporting Micro HidroSerayuSub_watershed, especially
in Banjar Negara State.
B. Method
Tools and materials
o Map of RBI scale 1: 25.000
o Map of forest area
o Rainfall data
o Satellite Landsat data 2015
o Landuse / cover map scale 1: 25.000
o Distribution of microhydro potential points
Watershed Management adheres to the principle of integration of "one planning system within
a watershed[4](Suprapto, M. (2010).Highly related components are hydrological, vegetation,
environmental, socioeconomic and institutional governance conditions among sectors. The
SCS method uses these variables and is suitable for calculating surface flow
.
36
Figure 1.1 Research flow diagram
The existence of the forest sector in the upstream areas that are well managed and sustainably
maintained and supported by central infrastructure and facilities will be sufficient for
downstream watershed and non-basin needs[5](Laila, N.et al, 2015). To maintain the balance
is required Government and private institutions that regulate the mechanism of maintenance
and compensation to meet the social economic needs of the upstream. In principle, this
institution can regulate how the upstream part of the forest and water and get compensation
from downstream and outside the watershed that utilize water. This institution also maintains
the administrative and consistency of spatial implementation so that it is necessary to
coordinate various stakeholders in cross-sectoral and trans-regional areas actively. In this
series of processes satellite imagery can be utilized to monitor land cover especially in
conservation areas and assisted equipment Geographic information systems[6] (Gauzan, H.
2009) will facilitate the identification of vital objects that change within the watershed. To
identify conflicts of interest that can degrade environmental conditions an overlay analysis is
made between the status map of the area and the land cover map. Furthermore, these
findings provide input for policy makers in managing the Watershed.
C. Results and Discussion
Banjarnegara regency covers an area of 1,023.73 km², has a cultivated area of 83717.2163
ha (81.88%) with forest area of 18655,7837 ha (18.22%) has occurred land use less suitable
for its purpose. To know the type of plant in the forest area, intersect between land use map
resulted from satellite image interpretation with map of forest area and the result showed in
limited production forest (HPT) and conversion forest even in asylum area (KSPA) and
protected forest area (HL) many utilization which is less functional. The existence of moor,
settlement and plantation including in potato, karika and other plantations, table 3.1 below
the data of land use area in forest area and picture 3.1 shows the result of landuse overlay
with forest area.
37
Figure 3.1 overlay forest area andlanduse map
Table 3.1.Area of land use in Upper Serayu forest zone
No forest zone land use area (ha) area (%)
1 HL bushes 355,6356 1,906302
2 HL forest 464,1357 2,487892
3 HL waters / rivers 2,6912 0,014425
4 HL plantation 1177,8659 6,313677
5 HL settlement 0,2558 0,001371
6 HL regular settlements 1,5999 0,008576
7 HL swamp 3,4674 0,018586
8 HL grass 71,0721 0,380966
9 HL rice fields 7,9372 0,042545
10 HL rain-fed rice fields 5,6578 0,030327
11 HL moor 340,5590 1,825488
12 HPT-HP-HPK bushes 3814,8895 20,44883
13 HPT-HP-HPK forest 2425,8842 13,00339
14 HPT-HP-HPK waters / rivers 44,5909 0,239019
15 HPT-HP-HPK plantation 7571,8050 40,5869
16 HPT-HP-HPK settlement 1,6776 0,008992
17 HPT-HP-HPK regular settlements 8,1593 0,043736
18 HPT-HP-HPK grass 112,7882 0,604575
19 HPT-HP-HPK rice fields 17,7524 0,095158
20 HPT-HP-HPK rain-fed rice fields 81,8055 0,438499
21 HPT-HP-HPK moor 2034,8504 10,90734
22 KSPA bushes 16,2105 0,086893
23 KSPA lake/setu 9,8528 0,052814
24 KSPA plantation 56,1186 0,300811
38
Source: analysis 2017
Forest cover in protected areas is only 2.5% and 6% in the form of plantations, whereas in
HPT-HP-HPK forest is still 13%, shrubs 20.4%, plantations 40.6% in KSPA estates 0.3%,
others are shrubs and bushes.
Distribution of rainfall
Rainfall in banjarnegara reaches 100 - 500 mm / month in wet season ienovember to end of
maret, while when dry season drop to under 50mm / month even no rain. This fluctuating
condition greatly affects runoff and groundwater filling, so the role of forests and other
vegetation is essential in maintaining the flow of surface and groundwater filling.
Isohyet map Figure 3.2 below shows a fairly wet annual rainfall where in the upper watershed
reaches an average of a maximum of 4000mm / year, this is also reflected in the permanent
river flow for most of the year despite fluctuations.
Figure 3.2.map The annual rainfall distribution of Serayu watershed (Isohyet)
25 KSPA grass 26,6353 0,142772
26 KSPA moor 1,8859 0,010109
amount 18655,7837 100
39
Runoff calculation
Based on the precipitation conditions above then calculated the surface flow by the SCS- CN
method, because the method is quite simple but the result shows a strong relation between
rain and surface flow [7] (Tikno.S et al 2016). SCS-CN method uses several variables such as
soil conditions, rainfall, and vegetation type of land cover, in this case the result shows
fluctuations between 0.0- 200 mm or when multiplied by the cachmentarea of 0.0– 189,6 m3
/ s shown in Figure 3.3. The discharge data of small rivers is not recorded by the relevant
authorities, in this case attempting to calculate the current in the 3rd order sub-watershed
with a result of 0.02-0.4 m3 / s depending on the area of each sub-catchment, shown in
Figure 3.4 below.
Source: analysis 2017
Figure 3.3 Serayu River Basin runoff with SCS method
Figure 3.4.surface flow discharge on the river of orde3 Serayu River Basin
(10)
90
190
290
390
490
590
J F M A M J J A S O N D
P d
an R
o (
mm
) P
Ro
40
The potential surface flow of calculations on the sub watershed of the ordo3 river is equivalent
to the water power of the PLTM turbine player with a capacity of approximately 100 Kw- 1MW.
In real terms based on the data distribution field has been shown in Figure 3.5. in the form
of distribution of PLTM position points, capacity and permissions.
Source: ESDM Banjarnegara 2016
Figure 3.5.distribution of PLTM points in Banjarnegara regency
Table 3.2. PLTMH name and capacity and Permission note number
Discussion
No Name Type River Capacity
(kwh) Company Permission Note number
10 PLTM Ambal PLTM 2100 PT NurecoTirtaBanjarnegara 503.01/214/KP2T/2015 Tgl 5 Feb 2015
12 PLTMhSinggi PLTMH 400 PT NaluriEnergiUtama 503.1/3938/09
24 PLTM Tanjungtirta PLTM 9000 PT MajiBaruPusaka 503.1/2857/2012 Tgl 28 Agu 2012
25 PLTM Majasari PLTM 6600 PT Aqua Hidro Perkasa 503.01/2596/KP2T/2013 Tgl 22 Juli 2013
26 PLTM Tegaljeruk PLTM S Jawar 8000 PT IllanurHidro 503.01/1030/2014 Tgl 18 Des 2014
27 PLTM Tempuran PLTM S Merawu, Bojong 1500 PT Putra Tirta Nusantara 503.01/4344/2013 Tgl 19 Des 2012
28 PLTM Panaraban PLTM S Panaraban 5000 PT DayaHidroEnergi 503.01/2997/KP2T/2019 Tgl 31 Agu 2013
29 PLTM Sirukem PLTM Merawu 1000 PT Istana NiagaPratama 503.1/791/KP2T/2014 Tgl 14 Nov 2014
30 PLTMH Kalipelus PLTMH 450 PT Bina Pertiwi 503.01/651/KP2T/2013 Tgl 29 Feb 2013
31 PLTM Pandanarum PLTM K Gintung 8000 PT HidroBerkahEnergi 503.1/651/KP2T/2013 Tgl 28 feb 2013
32 PLTM Pandansari PLTM K Merawu 6000 PT Putra Tirta Nusantara 503.01/3197/KP2T/2013 Tgl 14 Sep 2013
33 PLTM Watupayung PLTM 2400 PT Putra Tirta Nusantara 503.01/3197/KP2T/2013 Tgl 14 Sep 2013
35 PLTM Kaliurip PLTM S Merawu 9960 PT Air BesarEnergi MERAH - 503.01/1958/KP2T/2014 Tgl 4 Agu 2014
36 PLTM Tlaga PLTM S Brukah 9000 PT Daya Air Energi MERAH - 503.01/1533/KP2T/2014 Tgl 5 Jun 2014
41
The principle of maintaining the condition of Watersheds is to stabilize the river flow
throughout the region, so that must be done is to increase the flow in the dry season and
reduce the amount of flow in the rainy season[8] ( Kartodihardjo, H.et al 2004). The rain
given are relatively stable throughout the year so that can be arranged is the type of plant
and land processing systems that affect the water storage.
Efforts to restore the Upper Serayu watershed is not an easy issue because it is multisectoral
that involves many aspects.Agriculture accounts for about 38.98% of Wonosobo and Banjar
Regency GRDP, potato farming has also made the living standards of upstream Serayu River
Basin growers. Upper Serayu River Basin Management becomes a dilemma, between
ecological interests and economic interests. Thus, in the upstream area of Serayu
management should use the principle of balancing the interests of both, in addition to the
necessary role of social interest and environment Serayu watershed. Land management also
means maintaining a sustainable water system must underlie the recovery solution of the
region. Water spatial pattern is the distribution of the designation of water spaces within a
region, including the Groundwater Basin (CAT), the conservation area within the watershed
and the space allocation for the cultivation function (Roestam et al, 2010).
From the analysis results indicated the deviation of land use in the forest area (conservation
area), this is where the region must be restored with the appropriate plant designation. The
existence of a conflict of interest requires the re-enactment of an integrated zonation of the
upstream region of Serayu. The principle of a single map policy needs to be applied in
protected area zoning and cultivation to avoid errors due to position reference will certainly
help accuracy in the mapping. Recovery of conservation areas will further strengthen the flow
of surface, ground flow and groundwater reserves, because the rainfall of this area is very
potential that is between 3000 to 4000 mm / year. The restoration of vegetation is expected
to raise the base flows in May through November to rise above 100 mm. The 3rd order river
is currently capable of supporting microhydro power, but its existence will be sustainable if
the conservation area function is upheld consistently. River as a pool of flowing resources, not
knowing the administrative boundaries, upstream water use will reduce the opportunity value,
upstream contamination will cause externality effect and upstream conservation will give
37 PLTM Bunderan 1 PLTM S Pekacangan 3000 PT Darma Putra Mandiri MERAH - 503.01/1959/KP2T/2014 Tgl 4 Agu 2014
38 PLTMH Plipiran PLTMH K Tulis 1500 PT PersadaKarya Tama MERAH - 503.01/2166/KP2T/2014 Tgl 23 Sep 2014
39 PLTM Sarwodadi PLTM K Panaraban 6000 PT SumberEnergiMikro Indonesia MERAH - 503.1/1078/KP2T/2014 Tgl 30 Des 2014
41 PLTMH Limbangan PLTMH K Tulis 550 PT PersadaKarya Tama MERAH - 503.01/1070/KP2T/2014 Tgl 29 Des 2014
42 PLTMH Siwedung PLTMH K Tulis 818 PT PersadaKarya Tama MERAH - 503.1/1923/KP2T/2014 Tgl 16 Jul 2014
43 PLTM Mandiraja PLTM S Serayu 60000 PT Indonesia Power UBP Mrica MERAH - 503.1/262/KP2T/2015 Tgl 11 Feb 2015
44 PLTM Kalibening PLTM S Brukah 3200 PT Indonesia Power UBP Mrica 503.1/279/KP2T/2015 Tgl 12 Feb 2015
45 PLTM Kalisapi PLTM 1050 PT SinarAnugrah Nusantara 503.1/768KP2T/2015 Tgl 22 Apr 2015
48 PLTM Sembawa PLTM 2000 PT BumiIrianoEnergi 503.1/1073/KP2T/2015 Tgl 13 Jan 2015
49 PLTM Jawan PLTM S Dolog& S Tulis 5000 PT TelagaPetrogas Sejahtera 503.1/1110/KP2T/2015 Tgl 4 Jun 2015
50 PLTMH PucangBw PLTMH Sal IrigasiSiwuluh 200 PT Tirtanusa
51 PLTM Pagerpelah PLTM S Urang 2100 PT TekindoKarya Lestari 503.1/1408/KP2T/2015 Tgl 23 Jul 2015
54 PLTMH Aries PLTMH 400 PT GadingMitraEnergi 503.1/2588/KP2T/2015 Tgl 8 Des 2015
Source: ESDM Banjarnegara 2016
42
benefits downstream. Consequences need to be taken into consideration in the decentralized
management of integrated river basin upstream, middle and downstream[9] (Lisdiyanta, T.
2004) ,through the coordination of each stakeholder concerned. Protected areas are intended
to achieve ecosystem sustainability, including land with slopes of more than 40%, natural
reserve areas and cultural reserves, protected forests and water catchment areas while
cultivation areas cover agricultural land and residential areas. The development of community
based development based recovery programs that require community participation in
watershed management should be well socialized as this will also have a positive impact on
the environment-related societies. In order to make the water spatial more robust, it needs
to be poured into a legal product in the form of local regulations at the provincial and regency
/ municipal levels in certain watersheds, while the visual representation of zoning data is set
forth in the form of a one-rule spatial map.Besides the regulation, the government can also
utilize concept of willingness to accept payment for environmental service of water [10]
(Arafat, F. et al 2015) to contribute the upstream area.The existing reality condition, the area
of potato plantation has now penetrated almost most of the protected areas. This causes an
ecological and economic dilemma, then agroforestry can be used as one of the solutions in
the upper watershed of Serayu. Wanatani is a form of resource management that combines
forest management activities or timber trees by planting commodities or short-term crops,
such as agricultural crops. Management of potato plantation land with agro-forestry concept
should be done according to the established zonation. Land with a slope of more than 40%
should not be used as an agroforestry area but only for protected forest. Meanwhile, the area
under it can be processed with the principle of agroforestry that is combining potato
plantations with other perennials. This concept is very efficient to produce ecologically and
economically profitable plantations. The planting of perennials around the open potato
plantation can reduce the rate of erosion, because the tree stand will minimize the rainwater
energi that is in the soil, slow the surface runoff rate and increase the potential for infiltration
and interception[11] Wasson, R. J.. Tree stands can act as a windbreaker, to prevent erosion
by wind and prevent the destruction of plantation land during heavy rains accompanied by
strong winds. Wanatani also supports soil conservation efforts whereas plantations are
generally only applied monoculture principles using potato commodities for years. The
application of agroforestry that also acts like the principle of intercropping, is able to regulate
soil nutrient content and increase fertility by preventing further erosion and adding to the soil
biotic element.
D. Conclusions
From the above discussion can be concluded that the management of Serayu watershed needs
to be done seriously considering the many conflicts of interest, and the absence of spatial
landused planning synergy with water spatialplanning. Conflicts of interest can be identified
through map conflict, in which case forest cover in protected areas (HL) is only 2.5% and 6%
in the form of plantations and even settlements. While in the HPT-HP-HPK forest cover area
only 13%, shrubs 20.4%, plantations 40.6% in KSPA estates 0.3%, other shrubs and bushes.
Based on runoff calculations, the potential is still able to support micro hydro energi even mini
hydro. Upstream areas that play a supporting role under it need immediate recovery of plants
according to their function and required a water spatial with the principle of sustainable
43
development, so that the stability of water is maintained. The Wanatani Principles will support
the empowerment of the environment but also keep in mind the economic condition of the
community so that its institutional needs to be further strengthened.
Bibliography
[1]BPS Banjarnegara.. Banyaknya Desa/Kelurahan, Luas, Penduduk, dan Kepadatan
Kabupaten Banjarnegara 2016
[2] Biswas, A. K. Integrated water resources management: a reassessment: a water forum
contribution. Water international, 29(2), 248-256. (2004).
[3] Widayati, T., & Yusuf, E. (2017). Strategies for Environmental, Economic, and Social
Sustainability of Potato Agriculture in Dieng plateau Central Java Indonesia. Journal of
Environmental Management & Tourism, 8(1 (17)), 259. 2017
[4] Suprapto, M.. Concept of Sustainable Water Resources Management in Notog Irrigation
Area. (2010).
[5] Laila, N., Murtilaksono, K. and Nugroho, B., 2015. Kelembagaan Kemitraan Hulu Hilir Untuk
Pasokan Air DAS Cidanau, Provinsi Banten. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi
Kehutanan, 11(2), p.16. 2015
[6] Gauzan, H.. Sistem Informasi Geografis Erosi DAS Cidanau Menggunakan Framework
Pmapper. 2009
[7] Tikno, S., Hariyanto, T., Anwar, N., Karsidi, A., &Aldrian, E. .. Aplikasi Metode Curve
Number Untuk Mempresentasikan Hubungan Curah Hujan Dan Aliran Permukaan Di
DAS Ciliwung Hulu–Jawa Barat. Jurnal Teknologi Lingkungan, 13(1), 25-36. 2016
[8] Kartodihardjo, H., Murtilaksono, K., & Sudadi, U. (2004). Institusi Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai: Konsep Dan Pengantar Analisis Kebijakan. 2004
[9] Lisdiyanta, T. Peran Serta Masyara Kathulu Dalam Membangun Mekanisme Hubungan
Hulu Hilir Pengelolaan DAS (studi kasus: Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau di desa
Citaman, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang, Propinsi Banten). (2004).
[10] Arafat, F., Wulandari, C., &Qurniati, R. (2015). Willingness To Accept Payment For
Environmental Service Of Water Sub Das Way Betung Upstream By Society Forest Area
Register 19 (Case Study In Talang Mulya Village District Of Padang Cermin Sub Province
Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari, 3(1).2015
[11] Wasson, R. J. Application of the catchment concept for integrated rural development.
In ACIAR PROCEEDINGS (Vol. 126, p. 86).ACIAR; 1998. 2015
[12] Maulana, E., &Subanu, I. L. P. (2012). The Impact Of Payment For Environmental
Services (Pes) Program In The Cidanau Collaborative Watershed Management (Doctoral
Dissertation, Universitas Gadjah Mada). 2015
Acknowledgement
44
We would like to express our gratitude to the Head of PPKS BIG who allowed to participate in
this seminar ICOIRS in UNDIP 2017, and all the facilitating committee so that the seminar
can be done well, and all the helping parties.
45
3. POTENSI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO
HIDRO (PLTMH) BERDASARKAN KAPASITAS KOMUNITAS LOKAL DI
DESA PAWEDEN, BANJARNEGARA
Ellen Suryanegara, Tia Rizka Nuzila Rahma, Munawaroh, Yatin Suwarno Badan Informasi Geospasial Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 46 Cibinong, Kabupaten Bogor 16911 Email: [email protected]
Pendahuluan
Permasalahan kebutuhan akan tenaga listrik selalu meningkat dari tahun ke tahun,
khusus di Indonesia ketersediaan pembangkit listrik masih sangat kurang. Padahal
ketersediaan listik merupakan hal vital dalam kehidupan modern serta menjadi salah satu
tolak ukur kemajuan bangsa. Hal ini dikarenakan dengan adanya energi listrik, penduduk
dapat beraktivitas, bekerja, dan berkreatifitas dengan leluasa.
Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan listrik dari tahun 2003 sampai dengan 2020
yang dilakukan Dinas Perencanaan Sistem PT PLN (Persero) dan Tim Energi BPPT, terlihat
bahwa selama kurun waktu tersebut rata-rata kebutuhan listrik di Indonesia tumbuh sebesar
6,5% per tahun dengan pertumbuhan listrik di sektor komersial yang tertinggi, yaitu sekitar
7,3% per tahun dan disusul sektor rumah tangga dengan pertumbuhan kebutuhan listrik
sebesar 6,9% per tahun. Hal tersebut sangat beralasan, mengingat untuk meningkatkan
perekonomian di Indonesia, pemerintah meningkatkan pertumbuhan sektor parawisata yang
selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan sektor komersial. Untuk sektor rumah tangga
laju pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi dipicu oleh rasio elektrifikasi dari berbagai
daerah yang masih relatif rendah, karena sampai tahun 2003 masih ada beberapa wilayah di
Indonesia yang belum terlistriki terutama di daerah yang tidak dilewati listrik PLN (Muchlis
dan Permana, 2006).
Selain terbatasnya ketersediaan pembangkit listrik, sebagian besar pembangkit listrik
juga menggunakan bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, gas alam, dan batubara. Apabila
Indonesia terus bergantung dengan sumber energi ini, akan timbul permasalahan dikemudian
hari akibat persediaan bahan bakarnya yang sangat terbatas. Oleh karena itu perlu alternatif
sumber bahan bakar terbarukan yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, salah
satunya adalah pembangkit listrik tenaga air. Hal ini mengingat bahwa Indonesia mempunyai
potensi sumber daya air yang sangat besar dan dapat dimanfaatkan sebagai pembakit listrik.
Fitra (2017) mencatat, sebesar 80% sumber daya air Indonesia belum termanfaatkan.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, total potensi sumber daya air Indonesia adalah 3,9
triliun meter kubik per tahun, sementara Indonesia baru bisa mengelola sekitar 691,3 miliar
meter kubik. Potensi ini bisa dimanfaatkan untuk menunjang sektor pertanian, air baku bagi
masyarakat perkotaan dan industri, pembangkit listrik, hingga pariwisata. Untuk sektor energi
saja, potensi sumber daya air tersebut bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air
46
(PLTA) dengan total kapasitas 75 gigawatt (GW). Lebih dari dua kali lipat program
pembangunan pembangkit yang direncanakan pemerintah hingga 2019, yakni 35 GW.
Di sisi lain, pembangunan PLTA membutuhkan biaya dan tenaga yang cukup besar,
selain itu juga dapat menimbulkan beberapa akibat, diantaranya perlu adanya bendungan
dengan luas area yang cukup besar dapat menimbulkan kerusakan geologi, tanah longsor,
erosi dan lain sebagainya. Untuk itu, agar dapat mencukupi kebutuhan listrik di daerah
pedesaan yang sulit terjangkau jaringan listrik, dapat memanfaatkan potensi energi lokal
mikro hidro.
Suwignyo, dkk (2016) menyebutkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro (PLTMH) di Indonesia terus berkembang dan potensi sumber daya air yang dapat
dimanfaatkan untuk mikrohidro cukup besar tersebar luas di seluruh nusantara. PLTMH
merupakan jenis pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan (renewable energy)
dengan memanfaatkan tenaga air skala kecil seperti air terjun atau bendungan di sungai.
Potensi mikrohidro yang sudah terinventarisasi mencapai lebih 500,00 MW (IMIDAP, 2008),
berupa potensi mikrohidro di sungai dan mata air, belum termasuk potensi di jaringan irigasi
teknis yang tersebar di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi serta jaringan-jaringan irigasi di
pulau-pulau seluruh Indonesia.
Banjarnegara sebagai salah satu wilayah yang memiliki potensi air cukup besar di
mana terdapat sungai yang besar yaitu Sungai Serayu dengan anak-anak sungainya: Kali
Tulis, Kali Merawu, Kali Pekacangan, Kali Gintung, dan Kali Sapi. Dimanfaatkan sebagai
sumber pengairan yang dapat mengairi areal sawah seluas 9.813,88 hektar, rata-rata bulan
basah pada umumnya lebih banyak dari bulan kering dengan curah hujan rata-rata 3.000
milimeter/tahun, sedangkan temperatur daerah rata-rata 20-26oC
(http://www.banjarnegarakab.go.id). Sungai Serayu merupakan sungai yang memiliki potensi
pasir yang luar biasa. Sifat sungai tersebut umumnya adalah prenial (mengalir sepanjang
tahun) dan merupakan bagian DAS (Daerah Aliran Sungai) Serayu. Hal ini menjadikan wilayah
Banjarnegara sangat sesuai untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH).
PLTMH adalah pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air sebagai media utama
untuk penggerak turbin dan generator. Tenaga mikrohidro, dengan skala daya yang dapat
dibangkitkan 5 kilo watt hingga 50 kilo watt. Pada PLTMH proses perubahan energi kinetik
berupa (kecepatan dan tekanan air), yang digunakan untuk menggerakan turbin air dan
generator listrik hingga menghasilkan energi listrik (Notosudjono, 2002). Pembangunan-
pembangunan PLTMH dapat meningkatkan rasio elektrifikasi di wilayah Banjarnegara.
Berdasarkan data Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, rasio elektrifikasi
Banjarnegara sekitar 82% atau masih kurang 18% (13.431 rumahtangga) yang belum
memiliki sambungan listrik (www. jateng.antaranews.com).
Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Energi Sumber Daya
Mineral Kabupaten Banjarnegara, terdapat sekitar 35 perizinan rencana pembangunan PLTMH
di wilayah Banjarnegara, salah satunya berlokasi di Desa Paweden dengan kapasitas sekitar
3160 KWh. Pada perencanaan pembangunan PLTMH, masyarakat lokal harus ditempatkan
sebagai subjek sekaligus objek pembangunan, karena berkaitan erat dengan keberlanjutan
47
PLTMH. Oleh karena itu pada perencanaan pembangunan PLTMH perlu ada suatu kajian
kelayakan baik dari segi teknis maupun sosial. Kelayakan sosial terkait dengan kemampuan
dan kesediaan masyarakat untuk membangun dan mengelola listrik mikrohidro secara lestari.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana potensi
pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berdasarkan kapasitas dan
kebutuhan komunitas lokal di Desa Paweden, Banjarnegara.
Metode Penelitian
Pada dasarnya dengan adanya metodologi sebuah pengetahuan akan menjadi sesuatu
yang scientific (ilmiah), baik itu pengetahuan sosial maupun pengetahuan alam (Neuman,
2004). Berdasarkan teknik pengumpulan datanya, penelitian ini termasuk penelitian dengan
menggunakan teknik pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan survey yaitu
dengan menentukan sejumlah responden dan mengumpulkan data melalui kuesioner. Survey
biasa digunakan dalam penelitian, dimana beberapa orang akan diberikan pertanyaan dalam
kuesioner. Setelah itu peneliti tersebut akan menarik kesimpulan dari seluruh jawaban
responden dalam suatu penghitungan statistik yang disajikan dalam tabel atau diagram.
Responden yang dijadikan sampel adalah Kepala Keluarga atau perwakilan Kepala Keluarga
yang yang telah berumur 15 sampai 64 tahun (usia produktif) yang tercatat secara resmi
berdomisili di Desa Paweden. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random
sampling. Total responden yang dijadikan sampel penelitian adalah sejumlah 32 responden
mewakili 32 KK yang tersebar di 3 dusun yang ada di Desa Paweden. Selain itu untuk
mendukung data maka akan dilakukan beberapa wawancara mendalam dengan informan-
informan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Survey lapangan dilaksanakan pada bulan Mei
2017.
Penentuan lokasi, survey dilakukan secara secara sengaja (purposive sampling).
Adapun kriteria lokasi yang dijadikan studi kasus adalah pada lokasi tersebut terdapat sungai
yang telah direncakan sebagai salah satu lokasi pembangunan PLTMH di wilayah
Banjarnegara, memiliki sumber air berasal dari ekosistem hutan, serta memiliki kemudahan
akses. PLTMH Paweden telah memiliki izin pembangunan di Sungai Kali Urang dengan rencana
kapasitas sebesar 3.160 KWh.
Metode Analisis
Penelitian ini merupakan descriptive research. Menurut Neuman, descriptive research
berusaha memberikan deskripsi untuk kemudian muncul penjelasan alasan suatu gejala sosial
muncul (Neuman, 2004). Penelitian ini mencoba memberikan deskripsi mengenai potensi
pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berdasarkan kapasitas
komunitas lokal di Desa Paweden, Banjarnegara. Selain menggunakan analisis frekuensi,
dilakukan juga analisis menggunakan Skala Likert. Menurut Sugiono (2012) menjelaskan
bahwa Skala Likert merupakan metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial.
Rumus Index (%) = Total Skor / Y x 100 Y = skor tertinggi likert x jumlah responden
48
Analisis kapasitas komunitas berguna untuk melihat kelayakan sosial terkait dengan
kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk membangun dan mengelola listrik mikrohidro
secara lestari diwujudkan dalam bentuk kesepakatan dan kesediaan berpartisipasi. Pada
umumnya potensi air di sekitar Sungai Urang melimpah sepanjang tahun, dan topografi yang
bergunung-gunung memungkinkan adanya beda ketinggian yang berfungsi untuk. Daya listrik
yang dihasilkan harus mampu memenuhi kebutuhan listrik minimum masyarakat untuk
penerangan dan menggerakkan ekonomi mikro menuju kemandirian. Kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan potensi biofisik yang ada secara bersama akan digunakan sebagai dasar
menentukan pembangunan instalasi mikrohidro.
Pada dasarnya definisi kapasitas komunitas adalah gabungan dari kata komunitas
(community) dan kapasitas (capacity). Komunitas adalah anggota masyarakat yang terlibat
dalam sistem memiliki sense dan memahami hubungan dan areal kepentingan bersama.
Seringkali didasari oleh homogenitas (kesamaan atribut yang dimiliki oleh anggotanya), tetapi
yang lebih penting lagi adalah communality (kesetaraan) yaitu suatu kondisi dimana terdapat
hal yang dibagi antara anggotanya, tetapi tidak selalu berasal dari atribut yang dimiliki,
melainkan berdasarkan pada motivasi, tujuan, keinginan, hubungan darah, dan mutuality
(kebersamaan). Komunitas timbul karena adanya kesamaan dalam geografis masyarakat,
seperti lingkungan perumahan, kesamaan sosial seperti etnis tertentu, pendidikan, umur, dan
kesamaan interest (minat). Komponen dari communities dimulai dari level terendah di
masyarakat yaitu individu, informal group, organisasi hingga level lainnya yang lebih tinggi.
Komunitas bersifat dinamis yaitu dapat berubah sesuai dengan waktu dan tempat dimana
kemunitas itu berada. Contoh komunitas di Indonesia adalah RT/RW, berdasarkan pekerjaan,
kelompok adat, perdesaan, serta keagamaan. Komunitas juga dapat memiliki kombinasi dalam
kesamaannya, misalnya kesamaan geografis dan sosial seperti pada kota-kota tua yang
berisikan para imigran dari suatu negara (Golab, 1982; Masey, 1985; Portes and Mining, 1986;
Chaskin, 2001 dalam Nurcahyono 2017).
Kapasitas komunitas merupakan interaksi dari modal manusia, sumberdaya organisasi,
dan modal sosial yang ada pada komunitas tertentu yang dapat dipengaruhi untuk
menyelesaikan permasalahan kolektif dan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan
komunitas. Hal ini dapat berjalan melalui proses sosial informal dan/atau melalui usaha
terorganisir oleh individu, organisasi, dan jaringan sosial yang ada di antara mereka dan dalam
sistem yang lebih luas di mana komunitas menjadi bagiannya (Wendel, et.al, 2009). Kapasitas
komunitas yang baik akan bermanfaat bagi keberlanjutan suatu program atau perencanaan
yang akan dijalankan serta dapat menghindari terjadinya konflik, dalam hal ini terkait rencana
pengembangan PLTMH yang akan dibangun pada Desa paweden.
Selain analisis sosial masyarakat, dilakukan juga analisis spasial untuk mengetahui
keterjangkauan PTMH. Analisis spasial dilakukan dengan menggabungkan berbagai data yang
diperoleh, antara lain data dari perangkat desa Paweden, data statistik dari Badan Pusat
Statistik, dan data spasial dari Badan Informasi Geospasial. Data-data yang diperoleh
digunakan untuk menghitung luas wilayah yang dapat dijangkau PLTMH dibandingkan luas
desa Paweden. Data spasial juga digunakan untuk membuat Peta jangkauan PLTMH dengan
menggunakan metode overlay. Metode ini dipakai untuk menumpangsusunkan antara Peta
Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 dengan lokasi rencana pembangunan PLTMH.
49
Selain itu digunakan teknik buffering untuk melihat keterjangkauan. Hindrakusuma (2013)
menyebutkan bahwa panjang jaringan distribusi dari titik lokasi pembangkit terhadap
penerima daya (beban) kurang dari 2 km untuk tegangan rendah (220 V). Dengan demikian
dihitung wilayah-wilayah yang dapat dijangkau PLTMH yaitu wilayah yang jaraknya kurang
dari 2 km dari posisi titik PLTMH. Hasilnya kemudian di ploting ke dalam peta. Analisis spasial
deskriptif dipakai untuk menjabarkan hasil-hasil tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Kondisi Masyarakat Desa Paweden
Desa Paweden berada di Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara. Desa
Paweden berbatasan dengan Desa Sampang, Karangkobar di sebelah utara, Desa Sijeruk,
Banjarmangu di sebelah selatan, Desa Gumelar, Karangkobar di sebelah timur, dan Desa
Slatri, Karangkobar di sebelah barat. Luas wilayah Desa Paweden adalah 180,13 ha, dengan
wilayah sawah seluas 15,73 Ha, perkebunan (mayoritas perorangan) seluas 120,4 ha, dan
luas hutan seluas 127 ha (hutan lindung 63 ha dan hutan produksi 64 ha). Kondisi iklim di
Desa Paweden memiliki rata-rata curah hujan 22 mm, jumlah bulan hujan adalah 5 bulan.
Topografi lahan berbukit-bukit, memiliki satu sungai bernama Sungai Urang, serta sumber
mata air sebanyak 15 titik.
Berdasarkan Profil Desa Paweden tahun 2015 diketahui bahwa jumlah penduduk
adalah sebanyak 1479 orang dengan 428 KK. Mata pencaharian pokok mayoritas penduduk
adalah petani dan buruh tani 88,2%, sisanya adalah Pegawai Negeri Sipil, Pedagang, dan
Asisten Rumah Tangga. Mayoritas penduduk merupakan petani buah salak dengan luas lahan
sebesar 105 ha sementara luas lahan tanaman pangan jagung seluas 18 ha, cabai seluas 3,5
ha, padi sawah seluas 5 ha, dan ubi kayu seluas 2,5 ha.
Tingkat pendidikan penduduk di Desa Paweden cenderung masih rendah, terlihat dari
mayoritas tingkat pendidikan penduduk yang hanya tamat pendidikan dasar (SD/sederajat),
yakni sebesar 52,9%. Terlihat juga dari data angkatan kerja, penduduk usia 18-56 tahun yang
buta aksara dan huruf/angka latin masih cukup tinggi yaitu sebesar 12,23%. Sementara
penduduk yang tamat perguruan tinggi hanya sebesar 0,5% dari jumlah penduduk. Tingkat
kesejahteraan masyarakat di Desa Paweden dilihat dari beberapa kategori, yaitu Keluarga
Prasejahtera (200 keluarga), Keluarga Sejahtera 1 (112 keluarga), Keluarga Sejahtera 2 (80
keluarga), Keluarga Sejahtera 3 (35 keluarga).
Lembaga/institusi kemasyarakatan yang ada di Desa Paweden diantaranya Badan
Permusawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), Rukun Warga, Rukun Tetangga, Karang Taruna, dan
Kelompok Tani.
Terkait sumber energi listrik, di Desa Paweden mayoritas menggunakan jaringan listrik
Perusahaan Listrik Negara (PLN), yakni sebanyak 396 unit, sementara masih terdapat
beberapa keluarga yang menggunakan lampu minyak tanah/jarak/kelapa sebanyak 15
keluarga. Berdasarkan hasil temuan lapangan, diketahui dari jumlah keluarga yang
50
menggunakan jaringan listrik PLN masih banyak keluarga yang belum menggunakan jaringan
listrik secara layak dengan cara menyalur atau “nebeng” dengan jaringan listrik dari keluarga
lain.
Gambaran Umum Responden
Jenis kelamin responden yang disurvey hampir seimbang yaitu 53% laki-laki dan 47%
perempuan. Rentang usia responden yaitu mulai dari 17 tahun hingga 64 tahun, dengan
mayoritas responden berkategori dewasa awal berusia 26-35 tahun (50%). Tingkat
pendidikan responden mayoritas adalah tamatan Sekolah Dasar/sederajat, yakni sebesar
88%.
Mayoritas pekerjaan/mata pencaharian responden adalah petani yaitu sebesar 44%,
selain itu merupakan ibu rumah tangga (28%), perangkat desa (10%), dan pekerjaan lainnya.
Beberapa responden memiliki pekerjaan sampingan lain seperti pedagang, buruh/pekerja
kasar, dan petani lainnya.
88%
3%
6% 3% Pendidikan Responden
SD SMP SMA Kuliah
Petani 44%
Perangkat Desa10%
Ibu Rumah Tangga28%
Buruh/Pekerja Kasar
3%
Pegawai Swasta9%
Pedagang3%
Penjahit3% Pekerjaan Responden
22%
12%
16%
50%
Pekerjaan Sampingan
PetaniPedagangBuruh/Pekerja KasarTidak ada pekerjaan sampingan
51
Rata-rata pendapatan per bulan responden masih berada di bawah standar Upah
Minimum Regional (UMR) Kabupaten Banjarnegara yaitu sebanyak 47% responden yang
memiliki pendapatan di bawah Rp. 1.370.000/bulan. Sementara responden dengan
pendapatan bulanan di atas UMR Banjarnegara hanya sebesar 6% dari total responden.
Kelayakan Potensi PLTMH Paweden
Menurut Hindrakusuma (2013) terdapat beberapa kriteria kelayakan potensi PLTMH di
suatu daerah, yaitu:
Konsumen: Ada calon konsumen listrik di sekitar instalasi PLTMH pada radius 2 km dari
pembangkit atau gardu distribusi (GD).
Jarak: Panjang jaringan distribusi dari titik lokasi pembangkit terhadap penerima daya
(beban) kurang dari 2 km untuk tegangan rendah (220 V) kapasitas: Daya terbangkit
cukup memadai untuk keseluruhan warga agar tidak menimbulkan konflik sosial, minimal
1 Ampere atau 200 Watt /KK
Debit air: Fluktuasi debit sumber air tidak terlampau besar, dan maksimal 1 bulan kering
pada musim kemarau
Bencana: Mitigasi bencana; konstruksi berada pada tanah yang stabil, tinggi bendung
tidak lebih dari 2 meter, dan Head desain kurang dari 50 meter.
Aksesibilitas: Jalan akses menuju lokasi dapat dijangkau atau dapat ditempuh dengan
aman dan ekonomis.
Lingkungan: Lokasi pembangkit tidak merusak lingkungan dan atau berada di kawasan
konservasi yang dilarang
ekonomi: Masyarakat memiliki sumber pendapatan uang untuk membiayai operasi dan
pemeliharaan instalasi PLTMH
Terkait kebutuhan listrik di Desa Paweden, berdasarkan hasil survey, menurut
pendapat responden pasokan listrik yang ada rumah masing-masing masih kurang mencukupi
hal ini terlihat dari skor yang didapat yaitu sebesar 63,71%. Begitu pula pendapat responden
terkait pasokan listrik yang ada di desa, mayoritas menjawab kurang mencukupi terlihat dari
skor yang didapat yaitu sebesar 66,67%. Sumber tenaga listrik yang digunakan di rumah-
rumah responden mayoritas berasal dari jaringan listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan
sebanyak 65% responden mayoritas memiliki batas daya sebesar 450 volt ampere (VA).
Berdasarkan hasil survey, diketahui bahwa sebanyak 39% rumah responden masih
menyalur/menumpang jaringan listrik pada keluarga atau kerabat yang rumahnya berdekatan.
19%
47%
28%
3% 3%
Rerata Pendapatan/Bulan
Kurang dari Rp. 500.000Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000Rp. 1.000.000 - Rp. 1.500.000Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000Lebih dari Rp. 2.000.000
UMR Banjarnegara = Rp. 1.370.000
52
Penggunaan listrik selain untuk penerangan, paling banyak digunakan untuk
penggunaan televisi (37%), penanak nasi (28%), dan setrika listrik (17%). Rata-rata
pembayaran/pembelian listrik perbulan adalah sekitar Rp. 57.586,-.
Menurut pendapat responden pasokan dan jaringan listrik masih kurang selain karena
masih banyak penduduk yang menyalur dengan tetangga, belum ada penerangan lampu
untuk jalan desa, serta karena adanya pemadaman listrik yang cukup rutin terjadi yakni 1-3
kali/bulan.
Kurangnya pasokan listrik yang ada di desa menunjukan bahwa masih banyak calon
konsumen listrik di sekitar lokasi rencana instalasi PLTMH pada radius 2 km dari pembangkit
atau gardu distribusi (GD). Berdasarkan hasil survey, mayoritas responden masih
membutuhkan tambahan daya listrik untuk rumah sekitar 250-500 watt tambahan.
97%
0% 3%
Sumber Tenaga Listrik yang Digunakan di Rumah
PLN (Perusahaan ListrikNegara)Perusahaan listrikswastaGenerator(Genset)/Diesel
65%
29%
6%
0%0%
Batas daya listrik di rumah
450 VA
900 VA
1300 VA
2200 VA
Lebih 2200 VA
37%
1%
1%
17%
0%0%
28%
1%
3%5% 4% 3%
Jenis Peralatan Elektronik yang Digunakan
TV Komputer
Mesin Cuci Setrika Listrik
AC Pompa Air
Penanak Nasi Mesin Jahit
Dispenser Kulkas
DVD Radio
82%
14%
0% 4%Pemadaman Listrik Setiap Bulan di Desa
1 – 3 kali/bulan 4 – 6 kali/bulan 7 – 10 kali/bulan Lebih dari 10 kali/bulan
53
Terkait jarak, titik lokasi PLTMH berada di Sungai Urang, yang merupakan batas
antara desa Paweden dengan desa Sijeruk. Dengan panjang jaringan distribusi kurang dari 2
km, pembangkit tersebut mampu memasok listrik bagi sembilan desa di empat kecamatan,
yaitu Kecamatan Karangkobar (Desa Paweden, Gumelar, dan Slatri), Kecamatan Wanayasa
(Desa Suwidak), Kecamatan Pagentan (Desa Nagasari), dan Kecamatan Banjarmangu (Desa
Kaliunjar, Sijeruk, Prendengan, dan Pagerpelah). Untuk Desa Paweden sendiri, pembangkit
mencukupi hingga 95.87% dari keseluruhan wilayah desa. Cakupan tersebut hampir meliputi
seluruh pemukiman warga desa Paweden. Gambar berikut merupakan peta Jangkauan
Pembangkit PLTMH Paweden bagi Desa Paweden.
Selain itu, Desa Paweden merupakan wilayah yang kaya akan sumber air. Hal tersebut
dibuktikan dengan terdapatnya limabelas titik sumber mata air. Dengan topografi lahan yang
berbukit-bukit, desa Paweden memiliki beberapa sungai kecil dan satu sungai besar yaitu
10%
80%
10%
0%0%
Kebutuhan Tambahan Daya Listrik Untuk Rumah
Kurang dari 250 watt
250 – 500 watt
500 – 750 watt
750 – 1000 watt
Lebih dari 1000 watt
54
sungai/kali Urang yang menjadi sungai dimana akan dibangun PLTMH. Kondisi ini didukung
dengan curah hujan rata-rata 22 mm dengan jumlah bulan hujan yaitu lima bulan.
Gambar Sungai Urang lokasi rencana pembangunan PLTMH Paweden
Terkait aksesibilitas, PLTMH Paweden akan dibangun di Sungai Urang, berjarak 72.6
m dari jalan Karangkobar yang merupakan jalan utama menuju desa Paweden. Hingga saat
ini untuk kepentingan pembangunan, akses menuju lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan
roda empat di sepanjang jalan Karangkobar dilanjutkan dengan berjalan kaki dari jalan
terdekat menuju posisi pembangkit. Jalan akses menuju lokasi dapat dijangkau atau dapat
ditempuh dengan aman dan ekonomis.
Apabila dilihat dari tingkat ekonomi masyarakat, seperti telah disebutkan sebelumnya
rata-rata pendapatan per bulan responden masih berada di bawah standar Upah Minimum
Regional (UMR) Kabupaten Banjarnegara yaitu sebanyak 47% responden yang memiliki
pendapatan di bawah Rp. 1.370.000/bulan. Namun berdasarkan hasil survey diketahui bahwa
sebanyak 66,21% responden bersedia untuk membayar iuran rutin untuk instalasi listrik
PLTMH apabila listriknya disalurkan ke masyarakat.
Identifikasi Kapasitas Komunitas Desa Paweden
Setiap komunitas memiliki modal, guna menunjang kapasitas yang komunitas miliki.
Sesuai definisi Wendel (2009) terdapat 3 indikator yang dapat menentukan kapasitas
komunitas yaitu modal manusia, sumberdaya organisasi, dan modal sosial.
Modal Manusia
Modal Manusia/Sumber daya manusia, merupakan modal utama dalam berkomunitas.
Kualitas sumberdaya manusia akan sejalan dengan kualitas komunitas. Pada kasus Desa
Paweden sumber daya manusia, berdasarkan tingkat pendidikan umumnya masih tergolong
pada pendiidikan dasar. Kurangnya tingkat pendidikan masyarakat akan berdampak pada
rendahnya kualitas SDM.
Untuk meningkatkan kualitas SDM pengelola khususnya terkait pengambangan PLTMH
di Desa Paweden, diperlukan pelatihan dan sosialisasi terkait istilah, fungsi, dan pengelolaan
55
dari PLTMH. Hal ini dikarenaka berdasarkan hasil survey, mayoritas responden (83%)
menjawab sangat tidak mengetahui ketika ditanya terkait istilah dan fungsi dari Pembangkit
Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Di sisi lain, sebanyak 58,67% reponden cukup
mengetahui terkait Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Hal ini menunjukan bahwa sebagian
masyarakat cukup mengetahui bahwa potensi tenaga air dapat dimanfaatkan sebagai
penghasil energi listrik.
Walaupun kualitas SDM masih cenderung rendah namun kemauan masyarakat untuk
berpartisipasi cukup besar. Hasil survey yang menunjukan persetujuan masyarakat apabila
dibangun PLTMH di desa, skor 75,48% responden menunjukan bahwa mayoritas setuju.
Mayoritas responden juga bersedia untuk ikut serta bergotong royong untuk membangun
instalasi mikrohidro, ikut mengelola pemeliharaan instalasi mikro hidro, bersedia menjadi
anggota dalam kelompok/organisasi pemeliharaan PLTMH, serta bersedia membayar iuran
rutin untuk instalasi listrik.
Partisipasi dan keterlibatan masyarakat sangat penting dalam setiap program/proyek
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan adanya partisipasi maka akan
mendorong kemandirian masyarakat sehingga tercapai pembangunan berkelanjutan. Cukup
tingginya keinginan berpartisipasi masyarakat dalam rencana pembangunan PLTMH di Desa
Paweden sangat dipengaruhi oleh tingginya animo masyarakat untuk mendapatkan sumber
tenaga listrik tambahan baik untuk penerangan di malam hari maupun berbagai keperluan
lainnya. Walaupun sebagian besar rumah di Desa Paweden sudah teraliri listrik, namun pada
faktanya pasokan yang ada masih kurang mencukupi kebutuhan masyarakat. Selain itu,
kurangnya jaringan listrik serta mahalnya tarif PLN menjadikan banyak warga yang masih
menyalur atau menumpang jaringan listrik dengan tetangga (keluarga atau kerabat yang
rumahnya berdekatan).
Agar pembangunan dan pengelolaan PLTMH dapat berjalan dengan baik, maka
penting untuk melihat kepedulian lingkungan masyarakat. Hal ini dikarenakan tanpa
lingkungan yang terjaga dan tanpa cadangan air yang disimpan di hutan, PLTMH sulit
beroperasi maksimal. PLTMH sangat bergantung pada kelancaran volume dan kebersihan air
sungai, karena jika debit air rendah dan sungai banyak sampah, maka produksi listrik PLTMH
akan menurun.
61%
66%
70%
70%
75%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Bersedia untuk menjadi anggota dalamkelompok/organisasi pemeliharaan PLTMH
Bersedia membayar iuran rutin untuk instalasilistrik PLTMH
Bersedia ikut mengelola pemeliharaan instalasimikro hidro
Bersedia ikut serta bergotong royong untukmembangun instalasi mikrohidro
Setuju jika dibangun PLTMH di desa
Keinginan Berpartisipasi dalam Pembangunan PLTMH
56
Sehubungan dengan itu pengelolaan dan perlindungan terhadap sumber air dan
lingkungan hutan harus menjadi perioritas utama. Selama ini masyarakat Desa Paweden
memandang kawasan hutan yang ada di sekitarnya sebagai tempat untuk memenuhi
kebutuhan kayu bakar, tempat berkebun, dan berburu. Sementara manfaat sungai yang ada
di sekitar desa dilihat sebagai sumber irigasi, sumber air untuk minum & memasak, tempat
mencuci, dan memancing. Namun, di sisi lain masyarakat juga cukup sadar untuk menjaga
kebersihan dan keberlangsungan lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat dari hasil survey,
mayoritas jawaban responden untuk menjaga lingkungan hutan dan sungai di sekitarnya yaitu
dengan tidak menebang pohon sembarangan (58%), tidak membakar sampah di hutan
(42%), dan tidak membuang sampah di sungai (84%).
Peranan secara aktif dari masyarakat untuk melindungi atau merehabilitasi hutan
harus lebih maksimal. Masyarakat perlu diberikan pemahaman lebih lanjut terkait manfaat
dan fungsi hutan maupun sungai agar tanggung jawab dan rasa kepemilikan terhadap
keberadaan lingkungan sekitar semakin kuat. Diharapkan dengan adanya listrik mikrohidro
pemahaman masyarakat tentang peranan keberadaan hutan yang ada di areal tangkapan air
(catchment area) di atasnya dapat meningkat. Masyarakat juga akan termotivasi menjaga
lingkungan hutan agar tidak ditebangi sembarangan serta semakin rutin melakukan gotong
royong untuk memelihara lingkungan dan saluran air yang akan menjadi sumber penggerak
utama dari PLTMH.
Sumberdaya Organisasi
Sumberdaya organisasi yang dibahas di sini adalah berupa sumberdaya yang dimiliki
oleh organisasi kemasyarakatan, khsusunya di Desa Paweden. Sumberdaya organisasi
kemasyarakatan perlu dikelola dengan baik agar dapat memaksimalkan potensi yang ada.
Sumberdaya organisasi yang dimaksud dapat berupa aset berwujud (tangible asset) dan aset
tidak berwujud (intangible asset). Aset berwujud merupakan aset/sumber daya yang dimiliki
suatu kelompok yang dapat dilihat dengan kasat mata. Terkait potensi pengembangan PLTMH
di Desa Paweden, aset berwujud yang paling utama adalah keberadaan sungai sebagai
sumber utama penggerak pembangkit listrik. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, di
58%
84%
42%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Tidak menebang pohon sembarangan
Tidak membuang sampah di sungai
Tidak membakar sampah di hutan
Cara untuk menjaga lingkungan hutan dan sungai di sekitar
57
Desa Paweden memiliki salah satu sungai utama yang menjadi sumberdaya air masyarakat
desa. Sungai Urang memiliki debit air yang cukup untuk dibangun PLTMH, terutama pada saat
musim penghujan arus Sungai Urang cukup deras. Aset berwujud juga dapat dilihat dari
infrastruktur Desa Paweden, adanya jalan akses utama yang cukup dekat dari dan ke lokasi
rencana pembangunan PLTMH, yakni Jalan Karangkobar yang hanya berjarak 72.6 m. Akses
menuju lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat di sepanjang jalan Karangkobar
dilanjutkan dengan berjalan kaki dari jalan terdekat menuju posisi pembangkit. Jalan akses
menuju lokasi dapat dijangkau atau dapat ditempuh dengan aman dan ekonomis, sehingga
proses pembangunan PLTMH nantinya akan menjadi mudah dan lancar.
Aset tidak berwujud merupakan berbagai sumber daya nonfisik yang diciptakan
kelompok dan anggotanya. Salah satunya dapat dilihat dari kelembagaan yang ada di Desa
Paweden. Lembaga/institusi kemasyarakatan yang ada di Desa Paweden diantaranya Badan
Permusawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa, PKK, RW (Dusun) 3, Karang
Taruna, dan Kelompok Tani. Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa kelompok/organisasi
yang ada di desa mendapat skor 63,75 yang artinya tergolong berperan aktif. Sedangkan
partisipasi responden sendiri dalam keanggotaan kelompok/organisasi kemasyarakatan
tergolong cukup berperan aktif (57,50%). Menurut pendapat responden kelompok yang paling
berperan aktif di desa adalah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) 39%, Karang Taruna
(32%), dan PKK (20%), lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut.
Gapoktan menjadi salah satu lembaga masyarakat yang dinilai paling berperan aktif di
Desa Paweden. Hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai
petani, sehingga peran Gapoktan dinilai sangat penting dan cukup aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan, terutama yang terkait bidang pertanian. Responden juga menilai bahwa
Karang Taruna dan PKK cukup berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Beberapa
kelompok kemasyarakatan tersebut dapat menjadi agen sosial (social agent) dalam
pembangunan desa. Dalam kaitannya dengan pembangunan PLTMH, peran kelompok
masyarakat yang aktif dapat dan mampu menggerakan masyarakat untuk berpartisipasi baik
dalam perencaan maupun pengelolaan PLTMH ke depannya.
Modal Sosial
Modal sosial memiliki peran penting dalam keberhasilan pembangunan (sosial, budaya,
ekonomi, dan politik). Fukuyama menyatakan bahwa saling percaya (trust) merupakan
0%
0%
39%
32%
20%
9%
0% 0%
Organisasi kemasyarakatan yang paling aktif di desa
Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK)
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Karang Taruna
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
Dewan Kemakmuran Masjid (DKM)
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK)
Lainnya
58
elemen inti dari modal sosial (social capital). Artinya, bila pembangunan dalam segala aspek
ingin berhasil, maka pembangunan tersebut harus didasari oleh adanya trust, dan selanjutnya
pembangunan tersebut harus mampu mengkreasi sedemikian rupa sehingga trust terus
terakumulasi. Modal sosial ini memiliki dimensi yang luas menyangkut segala sesuatu yang
membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan,
dan di dalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi
(Faedlulloh, 2015).
Berbagai tidakan kolektif yang didasari atas rasa saling mempercayai yang tinggi (high
trust) akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai ragam bentuk dan dimensi,
terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama dan terutama kemajuan dalam
bidang ekonomi. Pada tingkatan individual trust bersumber dari nilai-nilai, diantaranya dari:
(a) agama atau kepercayaan yang dianut, (b) kompetensi seseorang, dan (c) keterbukaan,
yang telah menjadi norma di masyarakat dan diyakini oleh seseorang. Di Desa Paweden, trust
bersumber dari adanya kesamaan agama atau kepercayaan yang dianut serta kesamaan mata
pencaharian (kompetensi). Berdasarkan data profil Desa Paweden tahun 2015, diketahui
bahwa 100% penduduk Paweden beragama Islam. Hal ini membuat nilai-nilai yang dianut
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama Islam. Selain itu, mayoritas
masyarakat Paweden merupakan petani, terutama petani salak (80%). Mayoritas penduduk
juga saling mengenal satu sama lain, sehingga tingkat kepercayaan terhadap sesama cukup
baik. Salah satu contoh tingkat kepercayaan yang baik dalam hal berbagi pakai energi listrik,
karena cukup banyak penduduk yang saling menyalur/menumpang jaringan listrik antara satu
rumah dengan rumah lainnya. Ada nilai dan norma yang terbentuk salah satunya terkait
aturan pembagian pembayaran listrik, aturan penggunaan listrik, waktu penggunaan listrik,
dan lain sebagainya.
Selain itu, modal sosial yang cukup kuat dapat terlihat dari kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan, terutama yang terkait pengelolaan lingkungan. Berdasarkan hasil survey
diketahui bahwa terdapat program kerja bakti rutin untuk membersihkan lingkungan desa.
Kegiatan ini dilakukan secara gotong royong dan semua unsur masyarakat ikut terlibat.
Kegiatan kerja bakti ini biasanya dilakukan minimal dalam waktu 1 bulan sekali. Selain
membersihkan lingkungan sekitar, sesekali juga diadakan kegiatan penanaman pohon di
hutan serta membersihkan sungai. Hal ini sangat bermanfaat apabila dilakukan lebih rutin lagi
ketika telah dibangun PLTMH di Desa Paweden. Berdasarkan hasil survey juga diketahui
bahwa masyarakat bersedia melakukan kerja bakti untuk kegiatan pemeliharaan saluran air
dan turbin apabila telah dibangun PLTMH di lingkungan mereka.
Daftar Pustaka
Faedlulloh, Dodi. 2015. Modal Sosial dalam Gerakan Koperasi. IJPA-The Indonesian Journal Of Public
Administration Volume 2, Nomor 1, Nopember 2015
Fitra, Safrezi. 2017. 80 Persen Sumber Daya Air Indonesia Belum Termanfaatkan. https://katadata.co.id/berita/2017/05/18/80-persen-sumber-daya-air-indonesia-belum-
termanfaatkan
59
Hindrakusuma, Sentanu. 2013. PLTMH: Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Bandung: ASOSIASI
HIDRO BANDUNG
Junaidi. E dan R. Maryani. (2013). Pengaruh Dinamika Spasial Sosial Ekonomi pada Suatu Lanskap Daerah Aliran Sungai (DAS) Terhadap Keberadaan Hutan (Studi kasus pada DAS Citanduy Hulu
dan DAS Ciseel, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 10(2), 122 – 139.
Muchlis, Moch dan Adhi Darma Permana. 2006. Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020. Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang.
Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Konversi Dan Konservasi Energi Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Editor: Prof. Riset Drs. Abu Bakar Lubis, M.Sc, APU Prof. Riset Ir.
Martin Djamin, M.Sc, PhD, APU.
Nurcahyono, Okta Hadi. Kapasitas Komunitas Lokal dalam Pengembangan Pariwisata Pedesaan. Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi, dan Antropologi. Volume I No. 01 Tahun 2017.
Sallata, M. Kudeng, Hunggul Yudono SHN, dan Abd. Kadir W. 2015. Pemanfaatan Mikrohidro Untuk
Membangun Desa Mandiri Energi. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. Vol. 4 No.1, April
2015: 71 – 80
Salman, D. (2005). Pembangunan Partisipatoris. Makassar: Program Studi Administrasi
Pembangunan. Universitas Hasanuddin.
Sugiono pada bukunya yang berjudul METODE PENELITIAN KUANTITATIF, KUALITATIF DAN R &
D, tahun 2012 yang diterbitkan oleh ALFABETA di Bandung: hal. 93" Sukamta, Sri dan Adhi Kusmantoro. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)
Jantur Tabalas Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Elektro Vol. 5 No. 2. Juli - Desember 2013
Suwignyo, Ilyas Masudin, Ali Mokhtar. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Terpadu Berkelanjutan Di Bumiaji – Kota Batu. Media Teknik Sipil, ISSN 1693-3095. Volume 14,
Nomor 2. Agustus 2016, Hal. 211 - 214
Wendel, Monica L., James N. Burdine, Kenneth R. Mc Leroy, Angela Alaniz, Barbara Norton, Michael
R.J. Felix. Community Capacity: Theory And Application. January 2009. Publication at: https://www.researchgate.net/publication/283466286
http://www.banjarnegarakab.go.id/v3/index.php/pemerintahan-2/2013-05-24-06-40-16/letak-
geografis https://jateng.antaranews.com/detail/banjarnegara-target-2020-rasio-elektrifikasi-capai-100-
persen.html
60
LAMPIRAN
KUESIIONER DATA SOSIAL EKONOMI
KUESIONER PENELITIAN POTENSI ENERGI LOKAL MIKRO HIDRO
PANDUAN UNTUK PEWAWANCARA LATAR BELAKANG
Kami dari Badan Informasi Geospasial (BIG), khususnya di Pusat Penelitian, Promosi, dan Kerjasama, Pada tahun 2017 ini sedang melakukan penelitian terkait Potensi Energi Lokal Mikro Hidro. Hal ini dilatarbelakangi oleh permasalahan kebutuhan akan tenaga listrik yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, khusus di Indonesia ketersediaan pembangkit listrik masih sangat kurang. Padahal, Indonesia mempunyai potensi air sangat besar dan dapat dimanfaatkan sebagai pembakit listrik. Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian terkait potensi energi lokal mikro hidro yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan listrik di daerah pedesaan yang sulit terjangkau jaringan listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti, saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan dan jumlah debit air. Dalam melakukan penelitian ini kami membutuhkan data dari Bapak/Ibu/Saudara/i terkait potensi sosial ekonomi di desa Bapak/Ibu/Saudara/i. Untuk itu kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjadi responden dalam pengisian kuesioner penelitian ini dan dapat memberikan informasi yang kami butuhkan. Seluruh data dan hasil penelitian ini akan digunakan sebagai bahan kajian dan diskusi dalam penelitian kami. Atas kesediaan Bapak/Ibu menyediakan waktu luang untuk kegiatan ini kami sampaikan terima kasih.
A. INFORMASI UMUM RESPONDEN
1. Nama : ............................................................................ 2. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan 3. Pendidikan Terakhir : ............................................................................ 4. Alamat : ............................................................................ 5. Usia : ............ tahun 6. Jumlah Anak : ........... orang 7. Pendidikan Anak
TK : ........... orang SD : ........... orang SMP : ........... orang SLTA : ........... orang Kuliah : ........... orang
8. Pekerjaan utama : ............................................................................ 9. Pekerjaan sampingan : ............................................................................ 10. Rata-rata pendapatan per bulan :
a. Kurang dari Rp. 500.000
b. Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
c. Rp. 1.000.000 - Rp. 1.500.000
d. Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000
e. Lebih dari Rp. 2.000.000
RAHASIA
NO RESPONDEN :
PEWAWANCARA :
TANGGAL :
61
B. DAFTAR PERTANYAAN POKOK
Kelembagaan Desa 11. Apakah terdapat kelompok/organisasi kemasyarakatan yang aktif di desa anda?
a. Tidak ada
b. Ada 12. Sebutkan kelompok/organisasi kemasyarakatan apa saja yang ada di desa anda:
a. Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK)
b. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
c. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
d. Karang Taruna
e. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
f. Dewan Kemakmuran Masjid (DKM)
g. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK)
h. Lainnya, ............................................... 13. Apakah anda berperan aktif dalam kelompok/organisasi kemasyarakatan yang ada di desa
anda?
a. Sangat tidak berperan aktif
b. Tidak berperan aktif
c. Berperan aktif
d. Cukup berperan aktif
e. Sangat berperan aktif, contoh kelompok ......................................... 14. Menurut pendapat anda bagaimana peran kelompok/organisasi yang ada di desa anda?
a. Sangat tidak berperan aktif
b. Tidak berperan aktif
c. Berperan aktif
d. Cukup berperan aktif
e. Sangat berperan aktif, contoh kelompok ......................................... 15. Apakah terdapat kelompok masyarakat yang bertugas menjaga lingkungan hutan serta sungai
di sekitar pemukiman anda?
a. Tidak ada
b. Ada, kelompok ................................... 16. Apakah anda berperan aktif dalam kelompok tersebut?
a. Sangat tidak berperan aktif
b. Tidak berperan aktif
c. Berperan aktif
d. Cukup berperan aktif
e. Sangat berperan aktif
Kebutuhan dan Pemakaian Listrik
17. Apakah sumber penerangan utama di rumah anda? (Pilihan boleh lebih dari satu)
a. Lampu minyak
b. Generator listrik
c. Jaringan listrik PLN
d. Jaringan listrik swasta
e. Lainnya, ........................................................ 18. Apakah sumber tenaga listrik yang digunakan di rumah anda? (Pilihan boleh lebih dari satu)
a. PLN (Perusahaan Listrik Negara)
b. Perusahaan listrik swasta
c. Generator (Genset)/Diesel
d. Lainnya, ................................................
e. Tidak ada (lanjut ke pertanyaan nomor 22) 19. Batas daya listrik di rumah anda adalah:
1
a. 450 watt
b. 900 watt
c. 1300 watt
d. 2200 watt
e. Lebih 2200 watt 20. Jenis Peralatan Elektronik yang digunakan
No Jenis Jumlah (unit)
1 TV
2 Komputer
3 Mesin Cuci
4 Setrika Listrik
5 AC
6 Pompa Air
7 ..............................................
8 ..............................................
9 ..............................................
10 ..............................................
21. Jumlah rata-rata pembayaran/pembelian listrik perbulan? Rp. .......................................................
22. Menurut pendapat anda, bagaimana pasokan listrik yang ada di rumah anda?
a. Sangat kurang mencukupi
b. Kurang mencukupi
c. Sudah mencukupi
d. Sangat mencukupi 23. Apabila belum mencukupi, berapa kira-kira tambahan daya listrik anda agar dapat mencukupi
kebutuhan listrik di rumah?
a. Kurang dari 250 watt
b. 250 – 500 watt
c. 500 – 750 watt
d. 750 – 1000 watt
e. Lebih dari 1000 watt 24. Menurut pendapat anda, bagaimana pasokan listrik yang ada di desa anda?
a. Sangat kurang mencukupi
b. Kurang mencukupi
c. Sudah mencukupi
d. Sangat mencukupi 25. Berapa kali rata-rata terjadi pemadaman listrik setiap bulan di desa anda?
a. 1 – 3 kali/bulan
b. 4 – 6 kali/bulan
c. 7 – 10 kali/bulan
d. Lebih dari 10 kali/bulan Potensi Pengembangan PLTMH
26. Apakah terdapat sungai di daerah anda?
a. Ada, Sungai ........................................
b. Tidak ada 27. Apakah anda mengetahui tentang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)?
a. Sangat tidak mengetahui
b. Tidak mengetahui
c. Cukup mengetahui
d. Mengetahui
e. Sangat Mengetahui
28. Apakah anda mengetahui tentang Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)?
a. Sangat tidak mengetahui
b. Tidak mengetahui
c. Cukup mengetahui
d. Mengetahui
e. Sangat Mengetahui
29. Apakah anda mengetahui fungsi dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)?
a. Sangat tidak mengetahui b. Tidak mengetahui
1
c. Cukup mengetahui
d. Mengetahui
e. Sangat Mengetahui
30. Apakah di desa anda sudah ada pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH)?
a. Tidak Ada
b. Ada
c. Tidak Tahu 31. Jika belum ada, setujukah anda jika dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)
di desa anda?
a. Sangat Tidak Setuju
b. Tidak Setuju
c. Cukup setuju
d. Setuju
e. Sangat setuju
Alasan karena ....................................................................................................... 32. Jika dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di desa anda, bersediakah anda
ikut serta bergotong royong untuk membangun instalasi mikrohidro?
a. Sangat tidak bersedia
b. Tidak bersedia
c. Cukup bersedia
d. Bersedia
e. Sangat bersedia
33. Jika dibangun pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di desa anda, bersediakah anda untuk ikut mengelola pemeliharaan instalasi mikro hidro?
a. Sangat tidak bersedia
b. Tidak bersedia
c. Cukup bersedia
d. Bersedia
e. Sangat bersedia
34. Jika dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di desa anda, bersediakah anda untuk membayar iuran rutin untuk instalasi listrik?
a. Sangat tidak bersedia
b. Tidak bersedia
c. Cukup Bersedia
d. Bersedia
e. Sangat bersedia
35. Jika bersedia, berapa kemampuan maksimal anda untuk membayar iuran rutin tersebut?
a. Kurang dari Rp. 25.000
b. Rp. 25.000 – Rp. 50.000
c. Rp. 50.000 - Rp. 75.000
d. Rp. 75.000 – Rp. 100.000
e. Lebih dari Rp. 100.000 36. Jika telah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di sekitar anda, apakah
anda bersedia untuk menjadi anggota dalam kelompok/organisasi pemeliharaan PLTMH tersebut?
a. Sangat tidak bersedia
b. Tidak bersedia
c. Cukup bersedia
d. Bersedia
e. Sangat bersedia Kepedulian Lingkungan
37. Menurut pendapat anda apa manfaat hutan yang ada disekitar desa anda? (Pilihan boleh lebih dari satu)
a. Tempat mencari kayu bakar,
b. Tempat menebang pohon,
c. Tempat berkebun,
d. Tempat berburu,
e. Lainnya.....
1
38. Menurut pendapat anda apa manfaat sungai yang ada disekitar desa anda? (Pilihan boleh lebih dari satu)
a. Sumber irigasi,
b. Sumber air bersih untuk minum & memasak,
c. Tempat mencuci,
d. Tempat membuang sampah,
e. Tempat memancing,
f. Lainnya, ...................... 39. Bagaimana cara anda untuk menjaga lingkungan hutan dan sungai di sekitar? (Pilihan boleh
lebih dari satu)
a. Tidak menebang pohon sembarangan
b. Tidak membuang sampah di sungai
c. Tidak membakar sampah di hutan
d. Lainnya, ................................................ 40. Apakah terdapat program kerja bakti rutin membersihkan lingkungan di desa anda?
a. Tidak ada
b. Ada, .............. kali/bulan 41. Apakah terdapat program penanaman pohon rutin di hutan sekitar lingkungan anda?
a. Tidak ada
b. Ada, .............. kali/bulan 42. Apakah terdapat program menjaga dan membersihkan sungai secara rutin di lingkkungan
sekitar anda?
a. Tidak ada
b. Ada, .............. kali/bulan 43. Apakah anda bersedia melakukan kerja bakti untuk kegiatan pemeliharaan saluran air dan
turbin apabila dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di sekitar lingkungan anda?
f. Sangat tidak bersedia
g. Tidak bersedia
h. Cukup bersedia
i. Bersedia
j. Sangat bersedia
------- Sekian dan terima kasih atas partisipasinya --------