kasus kejang

Upload: pearlandgerms

Post on 14-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

epilepsi

TRANSCRIPT

IDENTITAS PASIENNama: Ny. DUmur: 27 tahunAlamat: Jalan Batas I RT 02/ 03 Kelurahan Kalisari Kecamatan Pasar ReboNo. RM: 2013 - 549794Pekerjaan: Karyawan SwastaStatus perkawinan: MenikahTanggal Masuk dan jam: 06 April 2014 jam 20.55 WIBTanggal Periksa: 06 April 2014Pasien Dokter: dr. Muhammad Syarif, SpOG

ANAMNESIS1. Keluhan Utama:Pusing dan mual dirasakan sejak sore hari dan kejang pada pukul 15.00 wib.1. ResumePasien Ny.D usia 27 tahun dengan G1P0A0 hamil 33-34 minggu datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan pusing dan mual dirasakan sejak malam hari. Enam jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kejang. Pasien terakhir mengalami kejang 2 bulan yang lalu. Kejang timbul pertama kali setelah kejadian kecelakaan lalu lintas yang dialami pasien dua tahun yang lalu. Kejang selalu terjadi pada kedua ekstremitas kiri.

1. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat hipertensi, penyakit jantung, DM, asma disangkal

1. Riwayat Penyait KeluargaTidak ada anggota keluarga yang mrmpunyai riwayat penyakit yang dialami pasien saat ini.1. Riwayat ObstetriParitas: G1P0A0HPHT: 18 Agustus 2013HPL: 25 Mei 2014Usia Kehamilan: 32 mingguTBJ: (27-13)x155gram = 2170 gram

1. Riwayat PersalinanNoJenis KelaminUsia KehamilanJenis PersalinanPenolongUsia AnakBB Lahir

1Hamil ini

1. Riwayat Kontrasepsi-PEMERIKSAAN FISIKStatus GeneralisKeadaan Umum: Sakit sedangKesadaran : Compos MentisTekanan Darah: 140/90 mmHgNadi: 89 x/menitRR: 20 x/menitSuhu: 36 0CBB: 60 kgTB: 155 cmKepala: NormocephalMata: Konjungtiva anemia -/-. Sklera ikterik -/-Leher: KGB tidak teraba membesarPayudara: membesar, papilla menonjol, hiperpigmentasi aerola mammaeCor: BJ 1 2 reguler Gallop (-), Murmur (-)Pulmo: vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (-)Ekstremitas: akral hangat, edema (-)

Status ObstetriLeopold I : TFU 27 cm, bagian fundus teraba lunak tidak simetris kesan bokong, His (-).Leopold II: Teraba lengkung kontinu di sebelah kiri perut ibu kesan punggung,DJJ149x/menit.Leopold III: Bagian terbawah janin teraba bulat keras, simetris, kesan kepalaLeopold IV: Belum masuk PAP

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium (06 April 2014)

BE (B):-4.8 mmol/L (-2 - +3)Saturasi O2:100%(94-98)Natrium (Na):141 mmol/L (135-147)Kalium (K):3.9 mmol/L (35-5)Klorida (Cl):105 mmol/L (98-108)

Urin LengkapMakroskopisWarna:CoklatKerjernihan:KeruhKimia UrinBerat jenis:1.015pH:6.5Glukosa:NegatifBilirubin:NegatifKeton:NegatifDarah/Hb:Positif 3Protein:Positif 3Urobilinogen:NegatifNitrit:NegatifLeukose esterase:Positif 3

DIAGNOSISG2P0A0 usia kehamilan 33-34 minggu dengan epilepsi, janin tunggal hidup presentasi kepalaPENATALAKSANAAN IVFD RL/8jam Injeksi valium ampul Fenitoin 300mg dalam NaCl 0,9%

ANALISIS KASUSPasien 27 tahun dengan G1P0A0 hamil 32 minggu datang ke IGD RSPS dengan keluhan kejang, pusing dan mual dirasakan sejak sore hari. Enam jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kejang selama 2 menit. Pasien mendapatkan injeksi valium sebagai antikonvulsi golongan obat benzodiazepine. Pasien saat ini dirawat di ruang observasi bangsal delima dengan terapi medikamentosa fenitoin 300mg.Epilepsi merupakan gangguan neurologis yang paling sering terjadi dalam kehamilan. Angka kematian neonatus yang lahir dari wanita epilepsi 3 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Pengobatan wanita epilepsi yang hamil pada umumnya dilakukan menurut prinsip yang sama seperti pada pasien tidak hamil. Efek epilepsi dan obat antiepilepsi pada janin dapat dibagi menjadi perubahan antopometrik, anomali minor, malformasi mayor, serta gangguan fisiologik dan kematian janin1.Antikonvulsi (antikejang) digunakan untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi dan bangkitan nonepilepsi. Pada Ny.D diberikan fenitoin sebagai antikonvulsi golongan hidantoin. Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP2.Sekitar 30% perempuan hamil yang sudah mendapat terapi obat anti epilepsi mengalami kenaikan frekuensi bangkitan. Risiko paling tinggi dihadapi oleh mereka yang sudah memiliki bangkitan lebih dari satu kali sebelum hamil. Risiko paling rendah terjadi pada mereka yang pada masa sebelum kehamilan hanya mengalami bangkitan kurang dari satu kali dalam sembilan bulan. Hormon estrogen yang bersifat epileptogenik meningkat selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester ke tiga. Hal itu berdampak pada peningkatan frekuensi bangkitan3.Bayi dari ibu yang menderita epilepsi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk sejumlah outcome kehamilan yang merugikan. Di antaranya adalah kematian janin, malformasi kongenital, perdarahan neonatus, berat badan lahir rendah, keterlambatan perkembangan, dan epilepsi masa kanak-kanak4. Berbagai penelitian menemukan, OAE yang dikonsumsi ibu lebih menjadi penyebab cacat lahir dibanding penyakitnya atau epilepsinya sendiri. OAE menyebabkan efek teratogenik pada janin. Penelitian yang dilakukan oleh Holmes et al. menunjukkan, peningkatan cacat lahir pada bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita epilepsi yang mendapat terapi OAE lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mendapat terapi.Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500g) dan prematuritas telah ditunjukkan pada bayi dari ibu penderita epilepsi. Rata-rata tingkatan berkisar dari 7-10% untuk berat badan lahir rendah dan 4-11% untuk prematuritas. Penelitian ini tidak menganalisis efek dari tipe bangkitan tertentu, frekuensi atau OAE terhadap aspek perkembangan janin5.Memperhatikan bahasan di atas, perempuan hamil dengan epilepsi dihadapkan pada kondisi yang unik. Satu sisi dengan kehamilannya mempunyai risiko untuk meningkat serangannya, namun di sisi lain penggunaan OAE tidak sepenuhnya aman dan bebas diberikan mengingat efek samping bagi janin yang dikandungnya. Penanganan epilepsi pada perempuan hamil perlu direncanakan secara cermat.Persalinan adalah waktu dimana terjadi peningkatan risiko baik untuk ibu maupun janin. Bangkitan relatif mungkin terjadi selama persalinan dengan akibat risiko pada janin karena anoksia4. Persalinan harus dilakukan di klinik atau rumah sakit dengan fasilitas untuk perawatan epilepsi dan unit perawatan intensif untuk neonatus. Selama persalinan, OAE harus tetap diberikan; apabila perlu maka dapat diberi dosis tambahan dan/atau obat penetral terutama apabila terjadi partus lama.

DIAGNOSISBerdasarkan anamnesis yang dilakukan terhadap Ny.D didapatkan G1P0A0 usia kehamilan 33-34 minggu dengan riwayat epilepsi yang telah dialami semenjak 2 tahun yang lalu dan hemiparesis kiri.

TATALAKSANA Injeksi valium ampul sebagai antikonvulsan apabila terjadi bangkitan kejang Fenitoin 300mg dalam NaCl 500cc/ 12 jam sebagai obat anti epilepsi6

Daftar Pustaka0. Dewanto G, Suwono J, Riyanto B. Bangkitan Epilepsi; Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC; 2009; H. 87-900. Utama H, Vincent S. Antiepilepsi dan Antikonvulsi; Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007; H.179-196.0. Schmidt D, Canger R, Avanzini G, Battino D, Cusi C, Beck Mannagetta G, Koch S, Rating D, Janz D. Change of seizure frequency in pregnant epileptic women. J Neurology Neurosurgery Psychiatry ,1983; 46:751-755. 0. Holmes LB. The teratogenicity of anticonvulsant drugs. N Engl J Med 2001 Apr 12; P:1132-11380. Greer, Gordon L. The Management of Pregnancy inWomen with Epilepsy, A Clinical Practice Guideline for Professionals Involved in Maternity Care. Scotland, 1997; 675-710.