laporan kasus kejang demam

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Dan tidak adanya riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.kejang demam paling sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 18 bulan. Penyebab pasti kejang demam sampai saat ini belum diketahui tetapi tampaknya ada keterkaitan atau pengaruh genetik yang kuat karena frekuensi kejang demam meningkat diantara anggota keluarga. Kejang demam sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam dapat didiagnosis hanya setelah kausa kejang lain disingkirkan. Hal ini mengharuskan kita menyingkirkan berbagai kemungkinan etiologi, misalnya infeksi susunan saraf pusat, gangguan akut homeostasis air dan elektrolit, gangguan metabolisme, dan lesi struktural pada susunan saraf. Oleh sebab itu harus dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan elektrolit, gula darah, urinalisis, pungsi lumbal, kalsium, CT-Scan kepala. Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan motorik, status epileptikus dan 1

Upload: rio-oktabyantoro

Post on 23-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Kejang demam sederhana

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Kejang Demam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38 ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Dan

tidak adanya riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.kejang demam paling

sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 18 bulan. Penyebab pasti kejang demam

sampai saat ini belum diketahui tetapi tampaknya ada keterkaitan atau pengaruh

genetik yang kuat karena frekuensi kejang demam meningkat diantara anggota

keluarga.

Kejang demam sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu kejang

demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam dapat didiagnosis

hanya setelah kausa kejang lain disingkirkan. Hal ini mengharuskan kita

menyingkirkan berbagai kemungkinan etiologi, misalnya infeksi susunan saraf

pusat, gangguan akut homeostasis air dan elektrolit, gangguan metabolisme, dan

lesi struktural pada susunan saraf. Oleh sebab itu harus dilakukan beberapa

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan elektrolit, gula darah, urinalisis,

pungsi lumbal, kalsium, CT-Scan kepala.

Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan

motorik, status epileptikus dan kematian pernah dilaporkan sebagai skuele kejang

demam. Insiden pasti skuele tersebut tidak diketahui dan kejadiannya akan

dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang demam itu

sendiri.

B. Tujuan

Tujuan penulisan laporan laporan kasus ini adalah selain untuk

menyelesaikan salah satu tugas kepaniteraan klinik stase pediatri, juga untuk

mengetahui serta mempelajari lebih jauh mengenai kasus kejang demam hingga

penatalaksanaan yang tepat pada pasien di lapangan.

1

Page 2: Laporan Kasus Kejang Demam

BAB II

KASUS

A. Identitas Pasien

• Nama : An. AB

• Jenis Kelamin : laki-laki

• Umur : 8 bulan

• Alamat : jakarta Pusat

• Tanggal Masuk RS :7 Desember 2014

• Nama Orang Tua : Tn. M

B. Anamnesis

Alloanamnesis (Ibu pasien)

Keluhan Utama

Kejang 1x , 3 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka putih dengan keluhan kejang 1

kali selama kurang lebih 10 menit. Kejang di alami pertama kali.

Kejang mata melihat ke atas, kedua tangan menyentak nyentak dan

kaki kaku, gigi terkunci,tidak keluar busa dari mulut pasien dan

lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang

pasien sadar Kejang di dahului oleh demam 2 hari yang lalu. Demam

di rasakan muncul tiba-tiba.

Seminggu sebelum panas, OS batuk pilek, batuk berdahak, warna

putih tidak ada darah. Sekret yang keluar dari hidung juga berwarna putih

kental. Sudah 2 hari, OS BAB tidak ada keluhan , frekuensi 3x/hari, warna

kuning tanpa lendir dan darah. BAK tidak ada keluhan , ganti pampers tiap 4

jam sekali

2

Page 3: Laporan Kasus Kejang Demam

Riwayat Penyakit Dahulu

Belum pernah kejang

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang pernah kejang

Riwayat Pengobatan

Sudah berobat ke klinik dokter umum, dan diberi obat cough syrup,

parasetamol syrup

Riwayat Alergi

- Obat (disangkal)

- Makanan (disangkal)

Riwayat Kehamilan

ANC ke bidan rutin. Selama kehamilan tidak pernah mengalami

perdarahan, sakit sampai dirawat, dan hipertensi.

Kesan : riwayat kehamilan tidak bermasalah

Riwayat Kelahiran

Lahir spontan di tolong bidan, cukup bulan, langsung menangis.

Kesan : riwayat kelahiran tidak bermasalah

BBL:2900gr

PBL :49 cm

a/s : 9/10

Riwayat Imunisasi

• BCG (+)

• Hepatitis B (4x)

• Polio 3x

3

Page 4: Laporan Kasus Kejang Demam

• DPT 3x

• Campak (-)

Kesan : imunisasi lengkap

 

Riwayat Makanan

ASI ekslusif sampai usia 6 bulan, Sekarang sudah diberi makan bubur

bayi, buah, nasi tim.

Riwayat Tumbuh kembang

• Mengucap 1-2 kata

• Mengucapkan papah mamah

• Bangkit dan duduk

• Makan sendiri

• Memegang gelas dan minum

Kesan : sesuai usia anak

C. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : CM, TSS

Tanda-tanda Vital : : 37,1 C

Nadi : 132x/mnt, kuat angkat, isi cukup, reguler

Nafas : 36x/mnt, NCH (-), napas abdominal

Tek. Darah : tidak diukur

Antropometri

BB : 9 kg

TB : 68 cm

LILA : 14cm

LK : 45 cm

Status Gizi

BB/U : 9/8,9 x 100% = 101 %

TB/U : 68/71 x 100% = 95 %

4

Page 5: Laporan Kasus Kejang Demam

BB/TB : 9/9 x 100% = 100%

Kesan : status gizi baik

Status Generalis

Kepala : UUB cekung (-)

Mata : conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)

Hidung : sekret (+/+), PCH (-)

Mulut : POC (-), lidah kotor (+)

Telinga : sekret (-)

Leher : pembesaran KGB (-/-)

Thoraks : - bentuk dan gerak simetris, retraksi (-)

- BP, vesikuler +/+ ka=ki, rhonki (-/-), wheezing (-/-), slam (+)

- BJ, S1 dan S2 murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen : - datar, supel, BU normal

- Hipertimpani (+)

- Turgor kulit kembali cepat

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), RCT <2 detik

• Status Neurologis

• Kaku Kuduk (-)

• Perasat Brudzinski I (-)

• Perasat Brudzinski II (-)

D. Resume

An. Laki-laki, usia 8bulan datang dengan keluhan kejang 3 jam SMRS, OS

kejang kurang lebih 10 menit, tangan menyentak-nyentak, setelah demam

anak menangis. Kejang didahului demam tinggi. Demam sudah dirasakan

sejak 2 hari SMRS. Seminngu sebelumnya di dahului dengan batuk pilek

mukus kental warna kuning. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.

Pemfis : nasal : sekret(+/+)

Faring hiperemis, T1/T1

5

Page 6: Laporan Kasus Kejang Demam

Lab :Trombosit 195 ribu/ul,

Natrium 134 mEq/L

E. Diagnosa

Diagnosis Klinis : Kejang Demam Sederhana e.c. ISPA

Diagnosis Gizi : gizi baik

Diagnosis Imunisasi : lengkap

Diagnosis Tumbang : sesuai usia

F. Tatalaksana

IVFD RL

BB anak = 9 kg

Kebutuhan cairan = 9 x 100 cc

= 900 cc

Jumlah tetesan = 900 cc x 60

24 x 60

= 38 tpm (mikro)

Novalgin 150 mg, diulang bila suhu lebih dari 38

Paracetamol drops : 9mgà0,9cc

3 dd 1 gtt

Diazepam :2,7 mg àsediaan 2mg/sndok takar

3 dd 1 1/2cth

G. Prognosis

• Quo ad vitam : ad bonam

• Quo ad functionam : dubia ad bonam

• Quo ad xanationam : dubia ad bonam

6

Page 7: Laporan Kasus Kejang Demam

BAB III

PEMBAHASAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38 ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Dan

tidak adanya riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.kejang demam paling

sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 18 bulan. Penyebab pasti kejang demam

sampai saat ini belum diketahui tetapi tampaknya ada keterkaitan atau pengaruh

genetik yang kuat karena frekuensi kejang demam meningkat diantara anggota

keluarga.

Kejang demam sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu kejang

demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam dapat didiagnosis

hanya setelah kausa kejang lain disingkirkan. Hal ini mengharuskan kita

menyingkirkan berbagai kemungkinan etiologi, misalnya infeksi susunan saraf

pusat, gangguan akut homeostasis air dan elektrolit, gangguan metabolisme, dan

lesi struktural pada susunan saraf. Oleh sebab itu harus dilakukan beberapa

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan elektrolit, gula darah, urinalisis,

pungsi lumbal, kalsium, CT-Scan kepala.

Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan

motorik, status epileptikus dan kematian pernah dilaporkan sebagai skuele kejang

demam. Insiden pasti skuele tersebut tidak diketahui dan kejadiannya akan

dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang demam itu

sendiri.

7

Page 8: Laporan Kasus Kejang Demam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) tanpa adanya infeksi susunan saraf

pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam

pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang

demam.

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung dari 15

menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam

sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari

15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului kejang

fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1)

Imaturitas otak dan termolegulator, (2) Demam, dimana kebutuhan

oksigen meningkat, (3) Predisposisi genetik: > 7 lokus kromosom

(poligenik, autosomal dominan )

2.2 KLASIFIKASI KEJANG DEMAM

Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu

kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan

berlangsung umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih

dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam).

Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal

8

Page 9: Laporan Kasus Kejang Demam

ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut,

menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya

kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya.

 I. Klasifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal

Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan,

yaitu:

Kejang demam sederhana

Kejang demam tidak khas

Ciri–ciri kejang demam sederhana ialah:

- Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan

tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan.

- Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun.

- Suhu 37,780C atau lebih.

- Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit.

- Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga

tetap normal.

- EEG (electro encephalography – rekaman otak) yang dibuat

setelah tidak demam adalah normal.

- Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas

digolongkan sebagai kejang demam tidak khas.

II. Klasifikasi KD menurut Livingston

Livingston membagi dalam:

KD sederhana.

Epilepsy yang dicetuskan oleh demam.

Ciri-ciri KD sederhana:

- Kejang bersifat umum.

9

Page 10: Laporan Kasus Kejang Demam

- Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit).

- Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun.

- Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun.

- EEG normal.

KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai

epilepsy yang dicetuskan oleh demam.

III. Klasifikasi KD menurut Fukuyama

Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:

KD sederhana

KD kompleks

Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:

- Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy.

- Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab

apapun.

- Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun.

- Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari  20menit.

- Kejang tidak bersifat fokal.

- Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang.

- Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau

abnormalitas perkembangan.

- Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.

KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan

sebagai KD jenis kompleks.

10

Page 11: Laporan Kasus Kejang Demam

Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM  Jakarta,

menggunakan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai

pedoman untuak membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun.

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15

menit.

Kejang bersifat umum.

Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah

suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4

kali.

KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi

yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai

suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan

demam hanya merupakan faktor pencetus.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Kejang demam umumnya terjadi pada 2-4% populasi anak 6 bulan

sampai 5 tahun. Insiden tertinggi kejang demam terjadi pada usia 18

bulan. Pada kejang demam faktor genetik memiliki peranan hal ini dapat

dilihat dari persentasi kasus yang terjadi. Meskipun cara diturunkannya

belum jelas, tetapi diduga adalah dengan cara autosomal dominan

sederhana. Pada anak dengan kejang demam sering dijumpai keluarganya

mempunyai riwayat kejang demam. Insiden kejang demam pada anak jika

orang tuanya pernah mengalami kejang demam adalah 8 – 22 %. Jika

saudaranya mengalami kejang demam insidennya adalah 9 – 17 %.

Kejang demam sederhana 80-90%, sedangkan kejang demam kompleks

11

Page 12: Laporan Kasus Kejang Demam

20%. Yang berlangsung > 15 menit 8% kasus. Berulang dalam 24 jam

16% kasus.

2.4 ETIOLOGI

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui

dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam

menyebabkan kejang demam,yaitu:

• Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus)

terhadap otak.

• Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.

• Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.

• Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang

tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas.

• Gabungan semua faktor diatas.

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi

kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu

terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama

didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).

2.5 PATOGENESIS

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui,

beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas

berkembangnya suatu kejang.

Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme

otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi

dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan

diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak

adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

12

Page 13: Laporan Kasus Kejang Demam

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan

dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan

normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium

(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,

kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi

keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam

dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial

membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial

membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang

terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:

• Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

• Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis,

kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

• Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena

penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai

20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat

dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian

besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadilah kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan

tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita

kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang

kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan

13

Page 14: Laporan Kasus Kejang Demam

pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi

pada suhu 40oC atau lebih.

Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet

sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas

yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat

asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut

jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh

karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otot meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan

hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem

otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.

Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang

demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di

dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa

penderita menjadi kejang.

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan

suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 390C

atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan

tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti:

• Mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau

kelemahan.

• Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau

hanya sentakan atau kekakuan fokal.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari

8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti

sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti

anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan

14

Page 15: Laporan Kasus Kejang Demam

reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca

kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar

kembali tanpa defisit neurologis.

Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering

bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood

(lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa

jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh

hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama

biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.

2.7 DIAGNOSIS

Anamnesis

• Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang.

• Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam,

interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam

diluar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran

napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, Otitis Media

Akut/OMA).

• Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi

dalam keluarga.

• Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya

diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit,

sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang

dapat menyebabkan hipoglikemia).

Pemeriksaan fisik

• Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu

tubuh: apakah terdapat demam.

• Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk, Brudzinski I dan

II, Kernig sign.

• Pemeriksaan nervus kranial.

• Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar

15

Page 16: Laporan Kasus Kejang Demam

(UUB) menonjol, papil edema.

• Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll.

• Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, refleks fisiologis,

refleks patologis.

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston

yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub

Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum.

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis

kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi

serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah

kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang

tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput

otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang

demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun.

Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic,

EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya

epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini

pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam

sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan

16

Page 17: Laporan Kasus Kejang Demam

untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah

dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan 

metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan.

Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab

timbulnya demam.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari

penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah

perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin

atau feses.

• Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan /

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali

sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis

karena manifestasi klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi

lumbal dianjurkan pada:

• Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan.

• Bayi usia 12 – 18 bulan : dianjurkan.

• Bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan.

• Pemeriksaan elektroensefalograf (EEG) tidak direkomendasikan. EEG

masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas,

misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.

• Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada

indikasi, misalnya: kelainan neurologis fokal yang menetap

(hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak

(mikrosefal, spastisitas). Terdapat tanda peningkatan tekanan

intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol,

paresis nervus VI, edema papil).

2.9 PENATALAKSANAAN

17

Page 18: Laporan Kasus Kejang Demam

Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapatdilihat pada alogaritma

tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis

intermiten pada saat demam :

• Antipiretik

Paracetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan

tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali 3 – 4 kali

sehari.

• Antikejang

Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau

diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu

tubuh lebih dari 38,50C. Terdapat efek samping berupa ataksia

iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 – 39% kasus.

• Pengobatan jangka panjang/rumatan.

Pengobatan jangka panjang diberikan jika kejang demam

menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kejang lama lebih dari 15 menit.

2. Kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang: hemiparesis, paresis Todd, palsy cerebral, retradasi

mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:

• Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam.

• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

• Kejang demam lebih dari 4 kali per tahun.

Obat untuk pengobatan jangka panajng: fenobarbital (dosis 3 – 4

mg/kgBB/hari dibagi 1 – 2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40

mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif dalam

menurunkan resiko berulangnya kejang level I. Pengobatan diberikan

selama satu tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap

selama 1 – 2 bulan.

18

Page 19: Laporan Kasus Kejang Demam

Algoritma tatalaksana kejang

2.10 FAKTOR RESIKO

Faktor resiko terjadinya epilepsi:

• Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama.

• Kejang demam kompleks.

• Riwayat epilepsi pada orangtuaa atau saudara kandung.

Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian

epilepsi sampai 4% - 6% kombinasi dari faktor tersebut meningkatkan

kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%. Kemungkinan menjadi epilepsi

tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

19

Page 20: Laporan Kasus Kejang Demam

2.11 PROGNOSIS

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang

demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang

ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang

umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis

kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada

wanita 50% dan pria 33%.

Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat

keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada

tanpa riwayat kejang 25%.

Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara

penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya

mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari

golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan

dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang

menjadi epilepsi.

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita

kejang demam tergantung dari faktor:

Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum

anak menderita kejang demam.

Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka

dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar

13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut

di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus

Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh

The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam

hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti  perkembangannya

20

Page 21: Laporan Kasus Kejang Demam

sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematiansebagai   akibat   kejang  

demam.  Anak  dengan  kejang  demam  ini  lalu dibandingkan dengan

saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan

WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah

mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara

kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam

sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal,

rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil

yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir

serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child

Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD

kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7

dan 11 tahun.

Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada

perbedaan IQ waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD

dan kembarannya yang tanpa kejang demam.

21

Page 22: Laporan Kasus Kejang Demam

Daftar Pustaka

1. Pudjiadi, Antonius H, dkk, Pedoman Pelayan Medis, Ikatan Dokter Anak

Indonesia: Kejang Demam, jilid 1, hlm. 150-153, Ikatan Dokter Anak

Indonesia: Jakarta 2010

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak bagian

2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia.

3. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta :

2006.

22