laporan kasus kejang demam
DESCRIPTION
Kejang demam sederhanaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Dan
tidak adanya riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.kejang demam paling
sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 18 bulan. Penyebab pasti kejang demam
sampai saat ini belum diketahui tetapi tampaknya ada keterkaitan atau pengaruh
genetik yang kuat karena frekuensi kejang demam meningkat diantara anggota
keluarga.
Kejang demam sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam dapat didiagnosis
hanya setelah kausa kejang lain disingkirkan. Hal ini mengharuskan kita
menyingkirkan berbagai kemungkinan etiologi, misalnya infeksi susunan saraf
pusat, gangguan akut homeostasis air dan elektrolit, gangguan metabolisme, dan
lesi struktural pada susunan saraf. Oleh sebab itu harus dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan elektrolit, gula darah, urinalisis,
pungsi lumbal, kalsium, CT-Scan kepala.
Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan
motorik, status epileptikus dan kematian pernah dilaporkan sebagai skuele kejang
demam. Insiden pasti skuele tersebut tidak diketahui dan kejadiannya akan
dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang demam itu
sendiri.
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan laporan kasus ini adalah selain untuk
menyelesaikan salah satu tugas kepaniteraan klinik stase pediatri, juga untuk
mengetahui serta mempelajari lebih jauh mengenai kasus kejang demam hingga
penatalaksanaan yang tepat pada pasien di lapangan.
1
BAB II
KASUS
A. Identitas Pasien
• Nama : An. AB
• Jenis Kelamin : laki-laki
• Umur : 8 bulan
• Alamat : jakarta Pusat
• Tanggal Masuk RS :7 Desember 2014
• Nama Orang Tua : Tn. M
B. Anamnesis
Alloanamnesis (Ibu pasien)
Keluhan Utama
Kejang 1x , 3 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka putih dengan keluhan kejang 1
kali selama kurang lebih 10 menit. Kejang di alami pertama kali.
Kejang mata melihat ke atas, kedua tangan menyentak nyentak dan
kaki kaku, gigi terkunci,tidak keluar busa dari mulut pasien dan
lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang
pasien sadar Kejang di dahului oleh demam 2 hari yang lalu. Demam
di rasakan muncul tiba-tiba.
Seminggu sebelum panas, OS batuk pilek, batuk berdahak, warna
putih tidak ada darah. Sekret yang keluar dari hidung juga berwarna putih
kental. Sudah 2 hari, OS BAB tidak ada keluhan , frekuensi 3x/hari, warna
kuning tanpa lendir dan darah. BAK tidak ada keluhan , ganti pampers tiap 4
jam sekali
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah kejang
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang pernah kejang
Riwayat Pengobatan
Sudah berobat ke klinik dokter umum, dan diberi obat cough syrup,
parasetamol syrup
Riwayat Alergi
- Obat (disangkal)
- Makanan (disangkal)
Riwayat Kehamilan
ANC ke bidan rutin. Selama kehamilan tidak pernah mengalami
perdarahan, sakit sampai dirawat, dan hipertensi.
Kesan : riwayat kehamilan tidak bermasalah
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan di tolong bidan, cukup bulan, langsung menangis.
Kesan : riwayat kelahiran tidak bermasalah
BBL:2900gr
PBL :49 cm
a/s : 9/10
Riwayat Imunisasi
• BCG (+)
• Hepatitis B (4x)
• Polio 3x
3
• DPT 3x
• Campak (-)
Kesan : imunisasi lengkap
Riwayat Makanan
ASI ekslusif sampai usia 6 bulan, Sekarang sudah diberi makan bubur
bayi, buah, nasi tim.
Riwayat Tumbuh kembang
• Mengucap 1-2 kata
• Mengucapkan papah mamah
• Bangkit dan duduk
• Makan sendiri
• Memegang gelas dan minum
Kesan : sesuai usia anak
C. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : CM, TSS
Tanda-tanda Vital : : 37,1 C
Nadi : 132x/mnt, kuat angkat, isi cukup, reguler
Nafas : 36x/mnt, NCH (-), napas abdominal
Tek. Darah : tidak diukur
Antropometri
BB : 9 kg
TB : 68 cm
LILA : 14cm
LK : 45 cm
Status Gizi
BB/U : 9/8,9 x 100% = 101 %
TB/U : 68/71 x 100% = 95 %
4
BB/TB : 9/9 x 100% = 100%
Kesan : status gizi baik
Status Generalis
Kepala : UUB cekung (-)
Mata : conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
Hidung : sekret (+/+), PCH (-)
Mulut : POC (-), lidah kotor (+)
Telinga : sekret (-)
Leher : pembesaran KGB (-/-)
Thoraks : - bentuk dan gerak simetris, retraksi (-)
- BP, vesikuler +/+ ka=ki, rhonki (-/-), wheezing (-/-), slam (+)
- BJ, S1 dan S2 murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : - datar, supel, BU normal
- Hipertimpani (+)
- Turgor kulit kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), RCT <2 detik
• Status Neurologis
• Kaku Kuduk (-)
• Perasat Brudzinski I (-)
• Perasat Brudzinski II (-)
D. Resume
An. Laki-laki, usia 8bulan datang dengan keluhan kejang 3 jam SMRS, OS
kejang kurang lebih 10 menit, tangan menyentak-nyentak, setelah demam
anak menangis. Kejang didahului demam tinggi. Demam sudah dirasakan
sejak 2 hari SMRS. Seminngu sebelumnya di dahului dengan batuk pilek
mukus kental warna kuning. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
Pemfis : nasal : sekret(+/+)
Faring hiperemis, T1/T1
5
Lab :Trombosit 195 ribu/ul,
Natrium 134 mEq/L
E. Diagnosa
Diagnosis Klinis : Kejang Demam Sederhana e.c. ISPA
Diagnosis Gizi : gizi baik
Diagnosis Imunisasi : lengkap
Diagnosis Tumbang : sesuai usia
F. Tatalaksana
IVFD RL
BB anak = 9 kg
Kebutuhan cairan = 9 x 100 cc
= 900 cc
Jumlah tetesan = 900 cc x 60
24 x 60
= 38 tpm (mikro)
Novalgin 150 mg, diulang bila suhu lebih dari 38
Paracetamol drops : 9mgà0,9cc
3 dd 1 gtt
Diazepam :2,7 mg àsediaan 2mg/sndok takar
3 dd 1 1/2cth
G. Prognosis
• Quo ad vitam : ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad xanationam : dubia ad bonam
6
BAB III
PEMBAHASAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Dan
tidak adanya riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.kejang demam paling
sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 18 bulan. Penyebab pasti kejang demam
sampai saat ini belum diketahui tetapi tampaknya ada keterkaitan atau pengaruh
genetik yang kuat karena frekuensi kejang demam meningkat diantara anggota
keluarga.
Kejang demam sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam dapat didiagnosis
hanya setelah kausa kejang lain disingkirkan. Hal ini mengharuskan kita
menyingkirkan berbagai kemungkinan etiologi, misalnya infeksi susunan saraf
pusat, gangguan akut homeostasis air dan elektrolit, gangguan metabolisme, dan
lesi struktural pada susunan saraf. Oleh sebab itu harus dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan elektrolit, gula darah, urinalisis,
pungsi lumbal, kalsium, CT-Scan kepala.
Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan
motorik, status epileptikus dan kematian pernah dilaporkan sebagai skuele kejang
demam. Insiden pasti skuele tersebut tidak diketahui dan kejadiannya akan
dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang demam itu
sendiri.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) tanpa adanya infeksi susunan saraf
pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam
pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam.
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung dari 15
menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari
15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului kejang
fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1)
Imaturitas otak dan termolegulator, (2) Demam, dimana kebutuhan
oksigen meningkat, (3) Predisposisi genetik: > 7 lokus kromosom
(poligenik, autosomal dominan )
2.2 KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu
kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan
berlangsung umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih
dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam).
Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal
8
ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut,
menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya
kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya.
I. Klasifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal
Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan,
yaitu:
Kejang demam sederhana
Kejang demam tidak khas
Ciri–ciri kejang demam sederhana ialah:
- Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan
tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan.
- Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun.
- Suhu 37,780C atau lebih.
- Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit.
- Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga
tetap normal.
- EEG (electro encephalography – rekaman otak) yang dibuat
setelah tidak demam adalah normal.
- Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas
digolongkan sebagai kejang demam tidak khas.
II. Klasifikasi KD menurut Livingston
Livingston membagi dalam:
KD sederhana.
Epilepsy yang dicetuskan oleh demam.
Ciri-ciri KD sederhana:
- Kejang bersifat umum.
9
- Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit).
- Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun.
- Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun.
- EEG normal.
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai
epilepsy yang dicetuskan oleh demam.
III. Klasifikasi KD menurut Fukuyama
Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:
KD sederhana
KD kompleks
Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:
- Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy.
- Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab
apapun.
- Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun.
- Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20menit.
- Kejang tidak bersifat fokal.
- Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang.
- Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau
abnormalitas perkembangan.
- Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan
sebagai KD jenis kompleks.
10
Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta,
menggunakan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai
pedoman untuak membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun.
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15
menit.
Kejang bersifat umum.
Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah
suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4
kali.
KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi
yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai
suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan
demam hanya merupakan faktor pencetus.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Kejang demam umumnya terjadi pada 2-4% populasi anak 6 bulan
sampai 5 tahun. Insiden tertinggi kejang demam terjadi pada usia 18
bulan. Pada kejang demam faktor genetik memiliki peranan hal ini dapat
dilihat dari persentasi kasus yang terjadi. Meskipun cara diturunkannya
belum jelas, tetapi diduga adalah dengan cara autosomal dominan
sederhana. Pada anak dengan kejang demam sering dijumpai keluarganya
mempunyai riwayat kejang demam. Insiden kejang demam pada anak jika
orang tuanya pernah mengalami kejang demam adalah 8 – 22 %. Jika
saudaranya mengalami kejang demam insidennya adalah 9 – 17 %.
Kejang demam sederhana 80-90%, sedangkan kejang demam kompleks
11
20%. Yang berlangsung > 15 menit 8% kasus. Berulang dalam 24 jam
16% kasus.
2.4 ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui
dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam
menyebabkan kejang demam,yaitu:
• Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus)
terhadap otak.
• Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
• Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
• Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang
tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas.
• Gabungan semua faktor diatas.
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi
kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu
terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama
didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).
2.5 PATOGENESIS
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui,
beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas
berkembangnya suatu kejang.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme
otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi
dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
12
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
• Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
• Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
• Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai
20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat
dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan
13
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi
pada suhu 40oC atau lebih.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat
asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh
karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita menjadi kejang.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan
suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 390C
atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan
tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti:
• Mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan.
• Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari
8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti
sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti
anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan
14
reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca
kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar
kembali tanpa defisit neurologis.
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering
bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood
(lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa
jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
2.7 DIAGNOSIS
Anamnesis
• Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang.
• Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam,
interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam
diluar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran
napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, Otitis Media
Akut/OMA).
• Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi
dalam keluarga.
• Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya
diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit,
sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang
dapat menyebabkan hipoglikemia).
Pemeriksaan fisik
• Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu
tubuh: apakah terdapat demam.
• Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk, Brudzinski I dan
II, Kernig sign.
• Pemeriksaan nervus kranial.
• Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar
15
(UUB) menonjol, papil edema.
• Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll.
• Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, refleks fisiologis,
refleks patologis.
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston
yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub
Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis
kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi
serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah
kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang
tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput
otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang
demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun.
Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic,
EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya
epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan
16
untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah
dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan
metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan.
Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab
timbulnya demam.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari
penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah
perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin
atau feses.
• Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan /
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali
sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi
lumbal dianjurkan pada:
• Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan.
• Bayi usia 12 – 18 bulan : dianjurkan.
• Bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan.
• Pemeriksaan elektroensefalograf (EEG) tidak direkomendasikan. EEG
masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas,
misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.
• Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada
indikasi, misalnya: kelainan neurologis fokal yang menetap
(hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak
(mikrosefal, spastisitas). Terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol,
paresis nervus VI, edema papil).
2.9 PENATALAKSANAAN
17
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapatdilihat pada alogaritma
tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis
intermiten pada saat demam :
• Antipiretik
Paracetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali 3 – 4 kali
sehari.
• Antikejang
Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu
tubuh lebih dari 38,50C. Terdapat efek samping berupa ataksia
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 – 39% kasus.
• Pengobatan jangka panjang/rumatan.
Pengobatan jangka panjang diberikan jika kejang demam
menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang: hemiparesis, paresis Todd, palsy cerebral, retradasi
mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
• Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
• Kejang demam lebih dari 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panajng: fenobarbital (dosis 3 – 4
mg/kgBB/hari dibagi 1 – 2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif dalam
menurunkan resiko berulangnya kejang level I. Pengobatan diberikan
selama satu tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1 – 2 bulan.
18
Algoritma tatalaksana kejang
2.10 FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya epilepsi:
• Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
• Kejang demam kompleks.
• Riwayat epilepsi pada orangtuaa atau saudara kandung.
Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4% - 6% kombinasi dari faktor tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%. Kemungkinan menjadi epilepsi
tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
19
2.11 PROGNOSIS
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang
demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang
ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang
umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada
wanita 50% dan pria 33%.
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat
keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada
tanpa riwayat kejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara
penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya
mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari
golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan
dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang
menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita
kejang demam tergantung dari faktor:
Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum
anak menderita kejang demam.
Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka
dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar
13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut
di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus
Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh
The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam
hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya
20
sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematiansebagai akibat kejang
demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan
saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan
WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah
mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara
kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam
sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal,
rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil
yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir
serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child
Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD
kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7
dan 11 tahun.
Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada
perbedaan IQ waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD
dan kembarannya yang tanpa kejang demam.
21
Daftar Pustaka
1. Pudjiadi, Antonius H, dkk, Pedoman Pelayan Medis, Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Kejang Demam, jilid 1, hlm. 150-153, Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta 2010
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak bagian
2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia.
3. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta :
2006.
22