kasus 1 -17

40
Kasus 1 Kasus Gugatan Malpraktek Atlet Adinda ke Meja Hijau Kamis, 25 Juli 2013 | 11:07 Nomor equestrian Show Jumping dipertandingkan di ajang Kualifikasi SEA Games putaran ketiga di Tigaraksa, Tangerang, Minggu (28/4) WIB, [Istimewa] [JAKARTA] Keluarga besar Adinda Yuanita akhirnya menunjuk Susy Tan sebagai kuasa hukum untuk memasukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus malpraktek yang menimpa atlet dan pelatih cabang olahraga Equestrian (berkuda) nasional, Adinda Yuanita memasuki babak baru. Adinda melalui pengacaranya menggugat dr. Guntur Eric Luis Adiwati (Tergugat-1) dan pihak Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta (Tergugat-II). Gugatan Adinda resmi dimasukkan ke PN Jakarta Pusat satu bulan yang lalu, setelah kedua belah pihak gagal melakukan mediasi. Kasus malpraktek yang menimpa Adinda Yuanita memasuki masa persidangan dengan sidang pertama untuk medengarkan pembacaan gugatan yang digelar, Rabu (24/7/2013). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Iim Nurohim dengan anggota Purwono Edi Santosa dan Amin Ismanto. Seperti diketahui, 6 November 2012 Adinda terjatuh saat melakukan persiapan bertanding untuk kejuarana

Upload: elis-dwi-safitri

Post on 07-Feb-2016

278 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus 1 -17

Kasus 1 Kasus Gugatan Malpraktek Atlet Adinda ke Meja HijauKamis, 25 Juli 2013 | 11:07

Nomor equestrian Show Jumping dipertandingkan di ajang Kualifikasi SEA Games putaran ketiga di Tigaraksa, Tangerang, Minggu (28/4) WIB, [Istimewa][JAKARTA] Keluarga besar Adinda Yuanita akhirnya menunjuk Susy Tan sebagai kuasa hukum untuk memasukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus malpraktek yang menimpa atlet dan pelatih cabang olahraga Equestrian (berkuda) nasional, Adinda Yuanita memasuki babak baru.   

Adinda melalui pengacaranya menggugat dr. Guntur Eric Luis Adiwati (Tergugat-1) dan pihak Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta (Tergugat-II). Gugatan Adinda resmi dimasukkan ke PN Jakarta Pusat satu bulan yang lalu, setelah kedua belah pihak gagal melakukan mediasi.   

Kasus malpraktek yang menimpa Adinda Yuanita memasuki masa persidangan dengan sidang pertama untuk medengarkan pembacaan gugatan yang digelar, Rabu (24/7/2013). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Iim Nurohim dengan anggota Purwono Edi Santosa dan Amin Ismanto.   

Seperti diketahui, 6 November 2012 Adinda terjatuh saat melakukan persiapan bertanding untuk kejuarana Nasional (KEJURNAS) EFI-JPEC di Sentul, Jawa Barat. Namun, pada saat itu Adinda tidak merasakan apa-apa. Malah di kejuaraan itu yang dihelat pada 9-11 November, Adinda berhasil menyabet beberapa emas.   

Tapi, dengan saran dari keluarga, Adinda akhirnya menemui dr. Guntur di Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta, 13 November 2012. Adinda pun mendapatkan serangkaian tindakan medis berupa penyuntikan dan infus dari dokter tersebut sehabis menyabet empat medali pada Kejuaraan Nasional EFI.   

Tiga minggu setelah itu, Adinda merasakan wajahnya membengkak dan mati rasa, tumbuh gundukan, daging pada punuk, badan biru-biru. Dia juga

Page 2: Kasus 1 -17

mengalami tremor, sakit kepala yang luar biasa, berat badan naik secara drastis, serta ngilu pada tulang dan otot.   Adinda pun kini harus berobat ke Singapura secara rutin dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Perempuan yang juga aktif berperan sebagai manajer dan tim pelatih atlet berkuda itu kemudian dibawa ke Singapura pada Januari 2013.   

Dia melakukan sejumlah pemeriksaan termasuk salah satunya tes darah khusus yang tidak ada di Indonesia. Beberapa dokter spesialis endokrinolog di Singapura memvonis Adinda terkena penyakit "iatrogenic cushing syndrome".   Penyakit itu diduga merupakan akibat dari tindakan medis dokter spesialis tulang di rumah sakit swasta tersebut. Semua hasil tes darah Adinda berada jauh di atas batas normal.   

Di luar sepengetahuan Adinda, dokter tersebut ternyata melakukan tindakan medis berupa rangkaian suntikan secara intra-articular atau intramuscular injections dan infus Aclasta yang mengandung zat-zat dosis tinggi TCA (Triamcinolone Acetonide) atau pengobatan steroid, obat anastesi lokal Lidocaine dan pain killer Tramal.   

Jenis steroid TCA ini berbeda dengan jenis steroid yang sering digunakan oleh para atlit untuk doping atau dikenal dengan nama Anabolic Steroid.   

Salah satu prestasi Adinda adalah menempatkan tim kuda "Equinara Zandor" dengan rider Ferry Wahyu Hadiyanto pada rangking pertama di Liga Asia Tenggara Rolex Show Jumping Ranking, dengan mengumpulkan poin tertinggi 19.   Hal ini secara otomatis mengantarkan mereka sebagai tim Indonesia pertama dalam sejarah equestrian Indonesia yang lolos sebagai finalis pada ajang paling bergengsi Piala Dunia FEI Rolex World Cup 2013 di Swedia.   

"Akibat dari adanya tindakan dokter itu Adinda telah mengalami kerugian material dan imaterial. Yang terpenting, Adinda bersama tim Equestrian Indonesia kehilangan kesempatan untuk mengibarkan Merah Putih di kancah internasional," kata kuasa hukum Adinda, Susy Tan kepada wartawan usai sidang.   

"Pemberian obat yang dikatakan oleh dr. Guntur sebagai "Anti Inflamatory" (anti pembengkakan atau peradangan yang disebabkan oleh patah tulang) yang diberikan melalui 15 kali suntikan dalam 7 hari, ternyata mengandung steroid dosis tinggi. Hal ini adalah penyebab dari berbagai efek samping yang diderita Adinda yang pada akhirnya Adinda didiagnosa mengalami Iatrogenic Cushing's Syndrom," tambahnya.   

Page 3: Kasus 1 -17

Kerugian imaterial yang dialami oleh Adinda diantaranya kehilangan kesehatan, gagal tampil di kejuaraan internasional termasuk didalamnya kehilangan kesempatan bagi atlet lain berlaga di event internasional. Sebab Adinda Yuanita juga adalah pemilik kuda yang dipakai atlet equestrian lainnya untuk mengikuti event Internasional.   

"Bahwa ternyata Adinda tidak mengalami patah/retak 3 tulang rusuk dan tulang ekor juga tidak menderita osteoporosis sehingga semestinya tidak memerlukan tindakan medis seperti yang telah diberikan oleh dr. Guntur yang dikatakannya sebagai "Anti Inflamatory" (suntikan) dan "Suplemen Tulang" (infus)," ujarnya.

"Adinda sendiri tidak hadir dalam sidang pertama ini karena masih mengalami shock akibat kejadian yang dialaminya," tandasnya. [Ant/IB/L-9] 

http://www.suarapembaruan.com/home/kasus-gugatan-malpraktek-atlet-adinda-ke-meja-hijau/38989

Page 4: Kasus 1 -17

kasus 2 Kamis, 11/04/2013 15:30 WIBKasus Bayi Edwin, RS: Tak Ada Amputasi, Jari Edwin Terkena NekrosisEdward Febriyatri Kusuma - detikNews

Jakarta - Orangtua bayi Edwin Timothy Sihombing menuding pihak RS Harapan Bunda Pasar Rebo telah mengamputasi jari telunjuk kanan anaknya. Tudingan itu dibantah pihak rumah sakit. Menurut staf Humas dan Marketing RS Harapan Bunda, Dian Kristiana, yang terjadi sebenarnya pada jari telunjuk bayi Edwin bukan diamputasi, melainkan karena jaringan mati (nekrosis). 

"Ditemukan ujung jari telunjuk kanan yang nekrosis atau jaringan mati sudah terlepas ada di dalam kasa," ujar Dian dalam jumpa pers di aula lantai 4, RS Harapan Bunda, Jalan Raya Bogor, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kamis (11/4/2013). 

Dian mengatakan tidak benar RS Harapan Bunda telah mengamputasi jari bayi Edwin dalam ruang perawatan sebagaimana yang ditudingkan pihak keluarga Edwin. Justru Dian menduga, rusaknya jaringan pada jari telunjuk bayi Edwin hingga mengalami nekrosis karena tidak kooperatifnya orangtua Edwin terhadap instruksi dokter sehingga penanganan terhadap bayi 2,5 bulan itu terlambat. 

"Terjadi nekrosis atau jaringan mati dikarenakan orangtua tidak kooperatif sehingga penanganan terlambat. Jadi tidak ada pemotongan jari di dalam ruang perawatan RS Harapan Bunda. Yang benar jaringan mati sudah terlepas dengan

Page 5: Kasus 1 -17

sendirinya di dalam kasa sehingga perlu diambil," jelas Dian. 

Gonti Laurel Sihombing, ayah bayi Edwin, menuding pihak RS Harapan Bunda telah melakukan malpraktik dengan mengamputasi jari telunjuk kanan Edwin tanpa sepengetahuan orangtua. Gonti bahkan telah mengadukan hal tersebut ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) untuk meminta pendampingan. Gonti juga masih menimbang-nimbang untuk membawa kasus ini ke meja hijau.http://news.detik.com/read/2013/04/11/153019/2217758/10/kasus-bayi-edwin-rs-tak-ada-amputasi-jari-edwin-terkena-nekrosis

Page 6: Kasus 1 -17

kasus 3

Kepala dan Tangan Bayi Putus Saat Dilahirkan, Dua Bidan Kena Sanksi

Kode EtikRabu, 9 Oktober 2013 13:04 WIB

KOMPAS.com/ Suddin Syamsuddin

Bayi ini tangan dan kepalanya terpisah dari tubuh sesaat setelah dilahirkan di Pinrang, Sulawesi Selatan. 

TRIBUNNEWS.COM, PINRANG - Dua bidan Puskesmas Bunging,

Kecamatan Duammpanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan masing-masing

Bidan Fitri, dan Bidan Berta, hanya dikenakan hukuman sanksi kode etik atas

kasus kelahiran bayi di

Duammpanua Pinrang beberapa waktu lalu.

Diketahui kasus kelahiran bayi di Duammpanua Pinrang, dengan kepala dan

tangan terpisah dari tubuh janin, menggemparkan warga Pinrang.

Akibat kejadian tersebut, bidan Bertha dan Fitri, selama beberapa hari menjalani

pemeriksaan di Satreskrim Polres Pinrang.

"Keduanya hanya dikenakan kode etik. Karena keterangan saksi ahli,bayi yang

ditanganinya, sudah meninggal dalam rahim sebelum proses lahiran," kata

Page 7: Kasus 1 -17

Kapolres Pinrang, AKBP Heri Tri Maryadi, saat dikonfirmasi di ruang

kerjanya, Rabu (9/10/2013).

Sebelumnya, lima orang petugas puskesmas Desa Bunging, Kabupaten Pinrang

diperiksa selama 5 jam oleh penyidik Reskrim Polres Pinrang, Sulawesi Selatan,

Senin (30/9/2013) siang hingga sore.

Pemeriksaan tersebut, terkait kasus kelahiran seorang bayi dengan kepala dan

tangan bayi terputus dari badan.

"Berdasarkan laporan keluarga korban soal dugaan malpraktek yang dilakukan

pihak Puskesmas Desa Bungin, Kabupaten Pinrang, karena mengakibatkan

kepala dan tangan bayi terlepas saat proses persalinan," jelas Kasat Reskrim

Polres

Pinrang Ajun Komisaris Abdul Karim, Senin.

Mereka yang diperiksa polisi antara lain Kepala Puskesmas dr NS dan empat

petugas, yakni bidan FA, bidan M, bidan SN, dan perawat SM. Kelimanya

diperiksa secara bersamaan.

Abdul Karim menjelaskan, kelima petugas puskesmas ini diinterogasi seputar

kejadian terlepasnya bagian tubuh bayi sebelum dirujuk ke RSU Lasinrang.

"Menurut pengakuan perawat yang diperiksa, kepala bayi memang terlepas saat

persalinan di Puskesmas Desa Bunging, namun sangbayi sudah tidak bernyawa

di dalam kandungan," jelas Karim.

Polisi masih mendalami kasus ini, apakah ada unsur pidana atau tidak. Setelah

diperiksa, sejumlah petugas puskesmas tersebut enggan disorot kamera

wartawan televisi. Bahkan kepala puskesmas enggan keluar dari ruang penyidik

karena takut terkena sorotan kamera wartawan. (ali)Editor: Dewi Agustina

Sumber: Tribun Timur

http://www.tribunnews.com/regional/2013/10/09/kepala-dan-tangan-bayi-putus-saat-dilahirkan-dua-bidan-kena-sanksi-kode-etik

Page 8: Kasus 1 -17

Kasus 4 : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan

Sumber : http://news.okezone.com/read/2008/05/18/1/110398/1/remaja-aborsi-tewas-usai-disuntik-bidan

Minggu, 18 Mei 2008 20:00 wib

KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangang oleh bidan puskesmas.

Peristiwa nahas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.

Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.

Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.

Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang

Page 9: Kasus 1 -17

ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.

Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.

"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).

Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah.

Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.

Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.

Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum

Page 10: Kasus 1 -17

memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.

Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.

(Hari Tri Wasono/Sindo/jri)

Page 11: Kasus 1 -17

Kasus 5 : Usai Persalinan Organ Wanita Robek

Sumber : http://www.indosiar.com/patroli/89714/usai-persalinan-organ-wanita-robek

indosiar.com, Jember - Kasus dugaan malpraktek kembali terjadi. Di Jember Jawa Timur, seorang ibu muda mengalami luka robek di bagian anusnya, hingga tidak bisa buang air. Diduga korban yang kini harus buang air besar melalui organ kewanitannya, disebabkan kelalaian bidan yang masih magang di puskesmas setempat menangani persalinannya. Kini kasus dugaan malpraktek ini ditangani Dinas Kesehatan Kota Jember.

Kasus dugaan malpraktek ini dialami Ika Agustinawati, warga Desa Semboro Kidul, Kecamatan Semboro, Jember.

Ibu muda berusia 22 tahun ini, menjadi korban dugaan malpraktek, usai menjalani proses persalinan anak pertamanya, Irza Praditya Akbar, yang kini berusia 1 bulan.

Diduga karena kecerobohan bidan yang masih magang saat menolong persalinannya di Puskesmas Tanggul, Ika mengalami luka robek di bagian organ vital hingga ke bagian anus. Akibatnya, selain terus-terusan mengalami kesakitan, sejak sebulan lalu korban terpaksa buang kotoran melalui alat kelaminnya.

Saat menjalani proses persalinan 3 Februari lalu, korban dibantu oleh beberapa bidan magang, atas pengawasan bidan puskesmas. Namun, salah seorang bidan magang diduga melakukan kesalahan saat menggunting dinding kemaluan korban.

Terkait kasus ini pihak Puskesmas Tanggul saat ini belum memberikan keterangan resmi. Namun, Kepala Dinas Kesehatan Kota Jember tengah menangani kasus ini.

Page 12: Kasus 1 -17

Jika terbukti terjadi malpraktek, Dinas Kesehatan berjanji akan menjatuhkan sanksi terhadap petugas persalinan tersebut, sesuai ketentuan yang berlaku. (Tomy Iskandar/Sup)

Page 13: Kasus 1 -17

Kasus 6 : Bidan 34 Puskesmas Dikumpulkan

Sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/02/04/97759/Bidan-34-Puskesmas-Dikumpulkan-

Pengungkapan Kasus Aborsi

KLATEN-Bidan, direktur rumah sakit, dan pimpinan 34 Puskesmas se-Kabupaten Klaten, Rabu (3/2) dikumpulkan di Mapolres untuk menyikapi kasus aborsi yang diungkap Sat Reskrim pekan lalu.

Selain itu, mereka dihadirkan untuk antisipasi maraknya kasus penculikan bayi akhir-akhir ini.

Kapolres AKBP Agus Djaka Santosa mengatakan, elemen kesehatan diundang untuk menyikapi beberapa persoalan terutama kejahatan terhadap ibu dan anak.

’’Polres saat ini sedang memproses hukum kasus aborsi dan kami akan transparan menangani,’’ ungkapnya, Rabu (3/2) saat memberi pengarahan. Selain jajaran Dinas Kesehatan,

pertemuan diikuti semua kepala satuan di Polres. Kapolres menjelaskan, kasus aborsi yang diungkap merupakan kejahatan bidang medis.

Kasus itu dan kejahatan terhadap anak-anak saat ini sangat diatensi Polda Jateng. Untuk itu, Polri merasa perlu menyamakan persepsi menangani dan mencegah kasus-kasus semacam itu.

Dikatakan, kasus aborsi itu terungkap dari kecurigaan warga yang melapor ke Polres Wonogiri. Kasus semacam itu bukan tidak mungkin dapat dilidik awal jika ada kerja sama Puskesmas, bidan dan polisi.

Sebab, bisa saja pelaku sebelumnya memeriksakan diri dengan wajah ketakutan. Jika ada kerja sama dengan Polri sejak awal, Puskesmas atau bidan bisa mencermati dan memberikan informasi awal ke polisi.

Page 14: Kasus 1 -17

Sehingga jika nantinya ada kasus segera bisa diungkap. Dengan pertemuan itu diharapkan ada persepsi sama dalam menangani masalah kejahatan anak dan ibu.

Bahkan jika memungkinkan patroli Polres akan mendatangi Puskesmas atau lokasi bersalin guna mengecek setiap saat.

Penculikan Bayi Kapolres menambahkan, selain aborsi kasus penculikan bayi juga diatensi. Untuk itu langkah pengawasan dan koordinasi Polri, RS, bidan dan Dinas Kesehatan sangat perlu.

Setidaknya untuk menyamakan langkah pengamanan. Misalnya dengan memberi informasi mengenai hal yang mencurigakan, memberi tanda bayi, dan meminta KTP orang tua atau keluarga yang datang.

Seperti diberitakan, komplotan pelaku aborsi yang satu di antaranya oknum PNS dibekuk jajaran Sat Reskrim Polres Klaten. Tiga pelaku diamankan dengan barang bukti sebutir pil, satu gunting, dan tiga alat suntik (SM/29).

Kepala Dinas Kesehatan, dokter Ronny Roekmito M Kes mengatakan, pertemuan itu sudah lama ditunggu. Sebab selama ini koordinasi dengan dinas hanya soal sosialisasi narkoba.

’’Untuk itu saat ini semua jajaran dinas dikerahkan. Paling tidak untuk antisipasi,’’ katanya.

Dengan pertemuan itu diharapkan ada persepsi dan kesepakatan dengan Polri untuk mengawasi hal-hal yang mencurigakan yang ditemukan Puskesmas atau bidan seperti kasus aborsi yang saat ini diproses hukum. (H34-63)

Page 15: Kasus 1 -17

Kasus 7: Gara-Gara Divakum Bocah 3 Tahun Cuma Bisa Nangis

Sumber : http://www.detiknews.com/read/2004/09/06/133819/203462/10/bocah-3-tahun-cuma-bisa-nangis?nd992203605

Jakarta - Pulang dan melihat buah hati umumnya menjadi saat yang menggembirakan bagi seorang ibu. Tapi tidak bagi Mesdiwanda. Ibu berumur 35 tahun itu justru selalu menangis jika pulang dan melihat anaknya, Andreas. Andreas, buah hati Mesdiwanda telah berusia 3 tahun 4 bulan. Di usia itu, anak kecil biasanya sudah pintar berlari dan berbicara dengan ceriwis. Namun tidak demikian dengan Andreas. Ia tak ubahnya masih seperti seorang bayi. Hanya bisa tidur dan menangis. Tangan Andreas pun kaku dan tak bisa menggerakkan tubuhnya. Bahkan untuk sekadar menyatakan ingin buang air besar (BAB) atau kecil saja, Andreas tak bisa. "Saya suka sedih kalau sampai di rumah. Saya nggak tega melihat dia belepotan kotoran karena nggak bisa bilang ingin BAB," tutur Mesdiwanda.

Mesdiwanda, Senin (6/9/2004) melaporkan kondisi anaknya itu ke Polda Metro Jaya atas dugaan malpraktek terhadap bidan Herawati di RS Pasar Rebo. Herawati adalah bidan yang membantu kelahiran Andreas pada 21 April 2001 lalu. Ibu yang tinggal Jl. Perintis II Romawi, Cipayung, Jaktim menuturkan, Herawati melakukan vakum sampai 3 kali saat membantu kelahiran Andreas. Akibat vakum itu, kepala Andreas sampai terluka. Dokter Benyamin dari LBH Kesehatan yang mendampingi Mesdiwanda menyatakan, Andreas mengalami kegeseran tempurung kepala akibat vakum sehingga fungsi otaknya terganggu. Cemas dengan kondisi anaknya, Mesdi sempat menemui dokter spesialis anak di RS Pasar Rebo. Dokter itu menganjurkan supaya Andreas dioperasi dan dirujuk ke RSCM.

Namun di RSCM, dirujuk lagi supaya operasi di RSPAD Gatot Subroto. Sayangnya ketika ke RSPAD Gatot Subroto, pasangan Mesdi dengan Vimelson Sinaga sudah kehabisan dana. RSPAD memberitahu harus membayar uang muka Rp 10 juta untuk operasi. Sebagai orang yang kerjanya serabutan, pasangan itu tak memiliki biaya sebesar itu. Akhirnya hingga kini Andreas belum juga dioperasi. Di tengah kebingungan itu, keluarga itu akhirnya mengadu ke LBH Kesehatan dan kemudian menggugat bidan Herawati. "Saya minta pertanggungjawaban RS supaya anak saya diobati. Saya ingin anak saya

Page 16: Kasus 1 -17

bisa normal seperti anak lainnya," kata Mesdi sedih. Selain orang tua Andreas, ikut melaporkan malpraktek ke Polda Metro Jaya Maena Nurrochmah (25). Perempuan yang tinggal di Pondok Labu melaporkan dr. Muharyo, dokter bedah dan dokter Hari Syarif di RS Setia Mitra Fatmawati. Maena sejak kecil mengalami kesulitan buang air besar (BAB) karena urat syaraf pada usus besarnya tidak bisa memberi tekanan. Umur 12 tahun, perempuan itu dioprasi di RS Setia Mitra dengan oleh Muharyo. Setelah operasi itu kondisinya Maena membaik. Tapi kemudian umur 23 tahun, kondisinya memburuk, perutnya sering nyeri dan mengeras. Maena kembali ke RS yang sama. Dia kembali ditangani dokter Muharyo. Sang dokter menyatakan Maena menderita kista di rahim. Selain dengan dokter Muharyo, Maena juga bekonsultasi dengan dokter Hari. Sama dengan dokter Muharyo, Hari juga memberi diagnosis yang sama, ada kista di rahim. Bulan Juni, 2002, Maena dioperasi untuk mengangkat kistanya. Tapi saat operasinya berlangsung, dokter Hari menyatakan rahim bersih tak ada kista. Operasi kemudian dibatalkan. Sedangkan dokter Muharyo menyatakan yang bermasalah usus besar Maena. Katanya ada sisa kotoran yang mengendap setelah operasi pertama tahun 1987. Namun sayangnya setelah operasi kedua itu kondisinya Maena justru memburuk. Ia jadi susah buang air dan perutnya kembung. Selain itu di bekas luka operasi ada benang yang tersisa sehingga menimbulkan luka kecil yang kemudian melebar dan berdarah. (iy/)

Page 17: Kasus 1 -17

KASUS 8KAMIS, 31 JANUARI 2013 | 13:51 WIBKomnas Anak: Sanksi Aborsi 15 Tahun Penjara

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, orang yang melakukanaborsi terancam hukuman 15 tahun penjara. Menurut dia, tidak hanya yang melakukan aborsi yang dapat terjerat hukum, tapi yang membantu juga dapat sanksi pidana 15 tahun penjara.

"Jadi, bukan hanya perempuan yang melakukan aborsi, tapi yang mendukung atau membantu aborsi dan laki-laki yang menyebabkan terjadinya anak mendapatkan hukuman yang setimpal," kata Arist di kantornya, Rabu, 30 Januari 2013.

Mereka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bahkan, mereka dapat dikenai pasal berlapis karena menghilangkan nyawa orang lain. Dalam UU itu disebutkan, barang siapa yang mendukung, membiarkan, dan membantu terjadinya aborsi, terancam 15 tahun penjara.

Menurut Arist, pengecualian jika aborsi karena alasan medis atau ada rekomendasi dari pihak yang berwenang. "Misalnya untuk menyelamatkan nyawa ibunya," ujarnya.

Page 18: Kasus 1 -17

Pada Selasa sore, 29 Januari, Kepolisian Sektor Matraman menangkap sepasang kekasih yang melakukan aborsi di Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur. Kepala Polsek Matraman mengatakan, pihaknya mendapat informasi dari warga bahwa ada pasangan yang hendak mengubur janin bayi berusia sekitar 3 bulan di sekitar Kebon Manggis.

"Kami langsung mendatangi lokasi dan mendapati pasangan berinisial ID, 26 tahun, dan YH, 18 tahun, yang akan mengubur bayi tersebut," kata Joko.

Berdasarkan pemeriksaan, keduanya telah melakukan aborsi di sebuah hotel di Jatinegara dengan cara meminum obat. "Karena melibatkan dua lokasi berbeda, kasusnya kami limpahkan ke Polres Jakarta Timur," ujarnya.

Saat ini, sepasang kekasih tersebut telah ditahan di Polres Jakarta Timur. Mereka dijerat UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Aborsi dan UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman kurungan penjara lebih dari 5 tahun.

Page 19: Kasus 1 -17

KASUS 9MINGGU, 30 MARET 2014 | 13:49 WIBBayi Diculik, YLKI Minta Rumah Sakit Kena Sanksi  

Pasangan Lasmaria Boru Manulang bersama Toni Manurung bersama anak mereka, Valencia Manurung di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, (29/3). ANTARA/Agus Bebeng

TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mendesak Kementerian Kesehatan memberi sanksi kepada pemimpin Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. (Baca : Kasus   Bayi Diculik, Apa Sanksi bagi RS Hasan Sadikin?   ).

Menurut Tulus, pemimpin rumah sakit melakukan kecerobohan secara manajerial yang berujung pada kasus penculikan bayi Valencia. "Walaupun bayinya sudah diselamatkan, rumah sakit tidak cukup hanya meminta maaf," kata Tulus kepada Tempo, Ahad, 30 Maret 2014.

Tulus mengatakan penculikan bayi Valencia semestinya tidak terjadi. Sebab, bayi tersebut seharusnya berada di tempat yang aman, dijaga ketat, dan tidak bisa dijangkau oleh sembarang orang. (Baca : Bayi   Korban Penculikan Tinggalkan Rumah Sakit   ).

Page 20: Kasus 1 -17

Insiden ini pun mencoreng nama Rumah Sakit Hasan Sadikin sebagai institusi milik pemerintah. Menurut Tulus, kasus penculikan bayi Valencia adalah cerminan manajemen rumah sakit yang kacau. "Ini peristiwa konyol," ujarnya.

Jumat malam, 28 Maret 2014, pukul 20.30 WIB, polisi menemukan bayi Valencia di rumah pasangan Mardika-Desi di Jalan Pasirkaliki 55-65 C, Gang Ento, RT 2 RW 11, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung.

Bayi pasangan Toni-Lasmaria ini diduga diculik oleh Desi tiga hari sebelumnya. Desi akhirnya ditangkap polisi setelah sempat kabur dan mencoba bunuh diri dengan terjun dari jembatan layang Pasupati. (Baca :Begini Cara   Bayi   Valencia   Diculik dari Rumah Sakit).

ALI HIDAYAT

Berita TerpopulerIni Aksi Bohong Penculik Bayi   Remy Sylado Kritik Keppres Soal Tiongkok Ini Alasan Bondan 'Mak Nyus' Bela Prabowo

Page 21: Kasus 1 -17

Kasus 10

KASUS RAFFI AHMAD: Ungkap kondisi Raffi, dokter bisa kena sanksi

BISNIS.COM, JAKARTA – Dokter yang memeriksa artis Raffi Ahmad di Badan Narkotika Nasional (BNN) bisa jadi terkena sanksi karena membeberkan penyakit yang diidap Raffi kepada publik tanpa persetujuan Raffi.Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Wilayah DKI Jakarta Anwari mengatakan hal tersebut merupakan prosedur etika kedokteran dan sudah diatur dalam undang-undang. Pasal 51 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebut dokter harus merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal dunia.

“Dokter yang memberitahu publik kondisi Raffi diduga melanggar etika. MKEK DKI Jakarta akan menanganinya secara langsung. Kami akan menelusuri dugaan pelanggaran tersebut,” kata Anwari kepada Bisnisusai Seminar Medical Malpractice Between Medicine and Insurance Medicine, Rabu (6/3).Nantinya, dalam penelusuran, MKEK DKI Jakarta akan mencari tahu tindakan dokter yang memberitahu kondisi Raffi kepada publik merupakan kelalaian yang disengaja atau tidak. MKEK DKI Jakarta juga akan mencari tahu alasan dokter tersebut berbicara seperti itu.

“Kalau terbukti dia melanggar etika kedokteran dia bisa kena sanksi, seperti pencabutan izin praktik atau diberikan surat teguran,” tutur Anwari.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran merupakan lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi dalam menerapkan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. Sebelumnya, kuasa hukum Raffi, Hotma Sitompul, menyatakan keberatan atas tindakan dokter yang menyampaikan kondisi kliennya ke publik.(msb)

Page 22: Kasus 1 -17

Source : Gloria Natalia Dolorosa

Editor : Other

Page 23: Kasus 1 -17

Kasus 11RS yang Menolak Dera, Bisa Dipidanakan Berdasarkan UU Kesehatan

Kasus yang menimpa Dera, sungguh membuat hati miris. Dera yang sedang dalam kondisi gawat darurat, bisa-bisanya ditolak, bukan hanya oleh 1 Rumah Sakit (RS), tetapi oleh 5 RS!

Secara etis, penolakan RS menunjukkan bahwa RS tersebut memang sudah tidak punya nurani, rasa kemanusiaan. Walaupun dengan alasan penuh sekalipun, penolakan terhadap manusia yang sakit parah merupakan bentuk penzaliman kepada manusia.

Sedangkan secara hukum, penolakan RS terhadap pasien yang sangat membutuhkan berarti melanggar UU Kesehatan tahun 2009, dimana pasal 32 UU tersebut menyebutkan:

(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu

(2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta DILARANG  MENOLAK PASIEN dan/atau MEMINTA UANG MUKA

Sanksi bagi pelanggaran pasal 32 UU Kesehatan ini terdapat didalam pasal 190, yang menyebutkan pimpinan RS dan/atau tenaga kesehatan yang menolak tersebut dapat dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan  denda maksimal Rp 200 juta.

Bahkan di ayat 2 UU Kesehatan ini, disebutkan pula, jika pasien sampai wafat, atau menyebabkan terjadinya kecacatan, maka pidana dapat meningkat hingga 10 tahun penjara dan  denda maksimal Rp 1 Milyar.

Jadi jelas tertera diatas, tidak boleh menolak pasien darurat, bahkan meminta uang muka!

Tentu saja UU Kesehatan yang telah berlaku sejak tahun 2009 ini seharusnya sudah dipahami dengan sebaik baiknya oleh pimpinan RS dan tenaga kesehatan yang berada di dalamnya. Jika tidak maka, tanggung jawab renteng juga bisa dikenai langsung ke Kementrian Kesehatan RI, otoritas kompeten dimana UU ini seharusnya dijalankan dan diawasi.

Page 24: Kasus 1 -17

Jadi, dari amanat UU Kesehatan ini, tidak perlu kartu kesehatan untuk bisa ditangani segera. Karena darurat kemanusiaan lah yang mengharuskan RS dan tenaga kesehatan didalamnya untuk segera menolong manusia tersebut.

Semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Dan RS yang menolak bisa terkena sanksi sekeras kerasnya. Termasuk pidana dan denda seperti yang tertera diatas.

Page 25: Kasus 1 -17
Page 26: Kasus 1 -17

KASUS 12

Diduga Sebabkan Mata Bayi Buta, RS Omni Diadukan

JAKARTA, KOMPAS.com — Menuduh bertanggung jawab terhadap kerusakan mata kedua anak kembarnya, Juliana mengadukan RS Omni Internasional Alam Sutra, Tangerang, ke polisi. Juliana menuduh dokter RS tersebut melakukan malapraktik terhadap Jayden Christophel dan Jared Christophel.

Sementara itu, Kamis (11/6) siang kemarin, Kepala Bagian Legal Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra, Serpong, Lalu Hadi Furqoni, yang ditemui pers di RS Omni Internasional, tidak bersedia berkomentar mengenai kasus dugaan malapraktik itu. Berkali-kali kasus itu ditanyakan kepadanya, tetapi ia tetap tutup mulut. Hadi hanya bersedia menjawab terkait kasus Prita Mulyasari. ”Belum tahu. Belum tahu,” ujar Hadi sambil berlalu dan masuk ke mobil.

Dituduh membiarkanDalam jumpa pers di Kantor Pengacara OC Kaligis di Jakarta kemarin, Juliana memaparkan, waktu lahir prematur, mata Jayden dan Jared rusak, tetapi dokter FL dituduh membiarkan hal itu. Mata Jayden silinder 2,5, sedangkan mata Jared buta karena saraf matanya lepas dari retina. Kerusakan mata sudah sampai tingkat stadium empat. Kondisi mata kedua anak kembar yang usianya kini setahun 16 hari itu baru diketahui saat dibawa ke Klinik Mata Nusantara.

Yulius Hirawansyah, pengacara Juliana dari Kantor Pengacara OC Kaligis, menilai FL melanggar Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Dokter. ”Seharusnya dokter yang bersangkutan menjelaskan standar prosedur perawatan kepada pasiennya,” tuturnya.

Sebagai seorang dokter, kata Yulius, FL seharusnya sudah mengetahui kondisi bayi prematur pada umumnya yang berisiko tinggi. ”Ibu Juliana mengatakan, dokter FL pernah memberi tahu bahwa kedua anak kembarnya punya kelainan pada matanya. Saat itu Juliana meminta agar dokter membentuk tim khusus yang terdiri dari berbagai dokter spesialis dalam menangani masalah Jayden dan Jared,” paparnya.

Namun, nyatanya, dokter spesialis mata yang dijanjikan tidak ada. Alasannya, dokter sedang mengikuti sebuah seminar di luar negeri.

Page 27: Kasus 1 -17

KASUS 13

Rumah Sakit Tempat Penculikan Bayi Kena Punishment Hukum?

BERITA TERKINI, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nova Riyanti Yusuf (Noriyu) menegaskan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, harus mendapatkan punishment (hukuman) dari pemerintah menyusul terjadinya aksi penculikan bayi di rumah sakit itu.

"Rumah sakit ini harus mendapatkan punishment karena tidak menjaga keamanan pasiennya," kata Nova ketika dikonfirmasi, Sabtu (29/3/2014).

Dengan terjadinya penculikan itu dia menduga RSHS Bandung tingkat keamanannya kurang sehingga penculikan bayi terjadi.

"Kedepannya pengamanan pasien harus ditingkatkan," kata dia.

Dikatakan Undang-Undang (UU) Rumah Sakit jelas menegaskan bahwa keberadaan pasien di RS bukan hanya untuk mendapatkan penanganan kesehatan, tetapi RS wajib memastikan pasien aman dari faktor-faktor non-medis semacam penculikan.

"Pakai akal sehat saja, saya juga bingung dan makin absurd. Memang normal orang nyulik bayi, kan tidak? Ya absurd-lah. Itu dari sisi penculiknya," kata dia.

Dia mengapresiasi kepolisian yang telah menangkap si penculik bayi.

Diberitakan sebelumnya bahwa Polda Jawa Barat akhirnya menangkap perempuan penculik bayi seorang ibu yang baru melahirkan di RSHS Bandung. Penangkapan dilakukan setelah 3 hari bayi diculik seorang perempuan yang berpura-pura jadi dokter menggunakan baju khas para dokter.

Orang tua bayi Toni Manurung (26) dan Lasmaria Boru Manulang (23) berbahagia bayinya akhirnya ditemukan dan mengucapkan terimakasih kepada polisi.

Page 28: Kasus 1 -17

Kasus 14

Diduga Sebabkan Mata Bayi Buta, RS Omni Diadukan

Jumat, 12 Juni 2009 | 08:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menuduh bertanggung jawab terhadap kerusakan mata kedua anak kembarnya, Juliana mengadukan RS Omni Internasional Alam Sutra, Tangerang, ke polisi. Juliana menuduh dokter RS tersebut melakukan malapraktik terhadap Jayden Christophel dan Jared Christophel.

Sementara itu, Kamis (11/6) siang kemarin, Kepala Bagian Legal Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra, Serpong, Lalu Hadi Furqoni, yang ditemui pers di RS Omni Internasional, tidak bersedia berkomentar mengenai kasus dugaan malapraktik itu. Berkali-kali kasus itu ditanyakan kepadanya, tetapi ia tetap tutup mulut. Hadi hanya bersedia menjawab terkait kasus Prita Mulyasari. ”Belum tahu. Belum tahu,” ujar Hadi sambil berlalu dan masuk ke mobil.

Dituduh membiarkanDalam jumpa pers di Kantor Pengacara OC Kaligis di Jakarta kemarin, Juliana memaparkan, waktu lahir prematur, mata Jayden dan Jared rusak, tetapi dokter FL dituduh membiarkan hal itu. Mata Jayden silinder 2,5, sedangkan mata Jared buta karena saraf matanya lepas dari retina. Kerusakan mata sudah sampai tingkat stadium empat. Kondisi mata kedua anak kembar yang usianya kini setahun 16 hari itu baru diketahui saat dibawa ke Klinik Mata Nusantara.

Yulius Hirawansyah, pengacara Juliana dari Kantor Pengacara OC Kaligis, menilai FL melanggar Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Dokter. ”Seharusnya dokter yang bersangkutan menjelaskan standar prosedur perawatan kepada pasiennya,” tuturnya.

Sebagai seorang dokter, kata Yulius, FL seharusnya sudah mengetahui kondisi bayi prematur pada umumnya yang berisiko tinggi. ”Ibu Juliana mengatakan, dokter FL pernah memberi tahu bahwa kedua anak kembarnya punya kelainan pada matanya. Saat itu Juliana meminta agar dokter membentuk tim khusus yang terdiri dari berbagai dokter spesialis dalam menangani masalah Jayden dan Jared,” paparnya.

Namun, nyatanya, dokter spesialis mata yang dijanjikan tidak ada. Alasannya, dokter sedang mengikuti sebuah seminar di luar negeri.

http://nasional.kompas.com/read/2009/06/12/0843517/Diduga.Sebabkan.Mata.Bayi.Buta.RS.Omni.Diadukan

Page 29: Kasus 1 -17

kasus 15

RUMAH SAKIT BELUM BERPIHAK KEPADA PASIEN MISKIN-    67 % pasien miskin keluhkan pelayanan Rumah Sakit -

Rumah sakit (pemerintah dan swasta) belum ramah terhadap warga dan pasien miskin. Hal ini terbukti dengan banyaknya keluhan pasien miskin terutama dari kelompok perempuan terhadap pelayanan rumah sakit. Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan perawat, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap, serta lamanya pelayanan oleh tenaga kesehatan (apoteker dan petugas laboratorium). Selain itu, pasien juga mengeluhkan buruknya kualitas toilet, tempat tidur, makanan pasien dan rumitnya pengurusan administrasi  serta mahalnya harga obat.

Demikian kesimpulan yang diperoleh melalui survey CRC (Citizen Report Card) ICW pada bulan November 2009. Survey ini mengambil sampel 738 pasien miskin (pasien rawat inap dan jalan yang memegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Keluarga Miskin (Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu(SKTM)) di 23 rumah sakit yang ada di lima daerah (Jakarta Bogor Depok Tanggerang, Bekasi). Dengan jumlah sampel ini diprediksi MOE (Margin of Error) sebesar 3 sampai 4 persen.

Lebih lanjut, pasien miskin menyatakan bahwa pengurusan administrasi rumah sakit masih rumit dan berbelit-belit (28,4 persen) dengan antrian yang panjang (46,9 persen). Pasien rawat inap misalnya mengeluhkan rendahnya kunjungan dan disiplin dokter terhadap mereka. Sedangkan, pasien perempuan rawat inap mengeluhkan sikap perawat yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka (65,4 persen).

Dokter dan Obat Generik

Hasil survey CRC juga menunjukkan masih ada pasien miskin pemegang kartu jaminan kesehatan (jamkesmas, gakin dan sktm) harus membeli obat (22,1) persen. Hal ini dilakukan karena sebagian obat tidak masuk list yang dijamin oleh jaminan kesehatan dan habisnya stok obat rumah sakit.

Obat tersebut dibeli dengan harga yang relatif tinggi dibandingkan dengan pendapatan mereka. Hal ini terjadi lantaran dokter tidak menyampaikan atau memberikan resep obat generik pada pasien miskin. Ditaksir, pasien miskin mengeluarkan biaya berkisar Rp 400 ribu – Rp 500 ribu untuk mendapatkan obat tersebut

Page 30: Kasus 1 -17

Kasus 16

Komnas HAM Selidiki Kasus Dugaan Pembuangan Pasien

Jakarta (Antara) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan

pemantauan dan penyelidikan langsung ke lapangan terkait kasus dugaan

pembuangan pasien lanjut usia, Suparman (65) oleh Rumah Sakit Umum Dadi

Tjokrodipo (RSUDT) Bandar Lampung. 

"Kami akan mendatangi RSUDT untuk menemui direkturnya, kemudian dilanjutkan

besok (Jumat) pertemuan dengan Wali Kota," kata Komisioner Komnas HAM

Natalius Pigai dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis. 

Menurut dia, komisinya akan memastikan kesesuaian pelayanan yang diberikan

RSUDT dengan kewajiban pemerintah memenuhi instrumen hukum HAM, yaitu hak

ekonomi, sosial dan budaya. 

Hak ekosob, lanjut Natalius, telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang

No. 11 Tahun 2005 tentang maupun UU HAM No. 39/1999. 

"Dengan itu pemerintah mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan HAM

termasuk kebutuhan atas pelayanan kesehatan, dan rakyat berhak mendapatkan

pelayanan kesehatan," katanya.

Oleh karena itu, pembuktian atas kasus tersebut berkaitan erat dengan potensi

pelanggaran HAM. 

"Seandainya pihak rumah sakit terbukti membuang pasien maka merupakan sebuah

pelanggaran HAM," ujar Natalius yang juga Ketua Sub Komisi Pemantauan dan

Penyelidikan Pelanggaran HAM Komnas HAM itu. 

Sebelumnya, Pejabat RSUDT Bandarlampung diduga terlibat pembuangan pasien

bernama Suparman (64), setelah Kepolisian Resor Kota Bandarlampung

menetapkan enam tersangka dalam kasus tersebut. 

Polresta Bandarlampung telah menetapkan enam tersangka dalam kasus

pembuangan pasien yang dilakukan RSUDT Bandarlampung, yaitu sopir ambulans

Muhaimin, Andi Karyadi perawat di bagian rawat inap, dua orang bagian sanitasi

Andi dan Andika, Adi petugas cleaning service serta Rudi seorang juru parkir. 

Para tersangka itu juga mengakui telah mengubah bentuk mobil dengan mencopot

stiker ambulans dan mencabut rotator yang diduga atas suruhan atasan mereka.(rr)

Page 31: Kasus 1 -17

Kasus 17

Bidan Nyambi Aborsi DibekukJumat, 29/01/2010 11:00 WIB – lim

KLATEN—Praktik aborsi yang dilakukan oleh bidan PNS di salah satu rumah sakit di Klaten, berhasil dibongkar oleh aparat kepolisian. Dalam kasus tersebut, bidan PNS, Dwi Wahyu Putri (49), Yunita Endah Setyowati, mahasiswi asal Desa Sendangrejo Wonogiri dan M Effendi Fauqi Annas asal Desa Gergunung, Klaten Tengah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya dijerat dengan pasal 80 ayat 1 UURI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan atau pasal 346 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pengungkapan kasus itu berawal dari laporan warga yang curiga terhadap proses pemakaman di alas Ketu, Wonogiri Sabtu (9/1) sekitar pukul 12.00 WIB.

Laporan itu diterima oleh Polres Wonogiri dan langsung meminta keterangan pada yang bersangkutan, Yunita Endah S. Diinterogasi secara intensif, Yunita akhirnya mengaku bahwa yang dikuburkan adalah orok bayi hasil aborsi beberapa hari sebelumnya. Dia juga mengaku proses pengguguran dibantu oleh tersangka lain, yaitu Dwi sebagai bidan pelaku pengguguran dan M Effendi sebagai perantaranya. Praktik aborsi tersebut, seperti pengakuan tersangka, dilakukan di rumah bidan di Gang Unta No. 4 Kampung Ngepos Kelurahan Klaten Tengah, Kecamatan Klaten Tengah Kamis (7/1) sekitar pukul 19.00 WIB.

Menindaklanjuti proses hukum kepada tersangka, kasus itu lantas dilimpahkan ke Polres Klaten. Kapolres Klaten AKBP Agus Djaka Santosa melalui Kasat Reskrim AKP Edy Suranta S mengungkapkan, ketiganya dikenai sanksi pidana karena dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil tanpa ketentuan dan menyebabkan mati atau gugurnya bayi.“Hasil pemeriksaan mengarah pada semua tersangka. Dan pada 21 Januari berhasil menangkap mereka.Namun Lekso Sembodo yang turut sebagai perantara, berhasil melarikan diri,” kata Kasat, Kamis (28/1).

Di hadapan penyidik, Yunita mengatakan, dia melakukan hubungan dengan Andika M Saifuddin sejak 2008 lalu dan akhirnya berbuah kehamilan. Karena sang pacar tidak mau bertanggung jawab, Yunita merasa depresi dan memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya. Dia meminta kepada tersangka lain, M Effendi dan Lekso Sambodo mencarikan orang yang mau menggugurkan kehamilannya hingga mengarah ke tersangka lain, Dwi Wahyu Putri yang notabene sebagai tenaga bidan di salah satu RS di Klaten. Menurut dugaan penyidik, praktik aborsi yang dilakukan tersangka Dwi telah lama dilakukan. Sementara itu, sang pacar, Andika diduga pula memaksa untuk melakukan proses pengguguran kandungan. “Dugaan itu masih akan kami kembangkan. Untuk sekarang masih mendalami kasus ini dulu,” terang Kasat. (lim)