karya tulis kedewasaan 2

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan menjadi dewasa, yaitu dewasa dalam berpikir dan dewasa dalam bertindak. Waktu yang dibutuhkan setiap orang untuk menjadi dewasa tentu saja berbeda-beda. Kedewasaan tidak dapat diukur dari besar tubuh dan usia saja. Kedewasaan seseorang dapat dilihat dari cara berpikir dan sikap seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan. Remaja yang dewasa adalah remaja yang mampu bertindak tegas, bijaksana, dan berpikir ke depan. Remaja yang seperti itulah yang dibutuhkan untuk membangun dunia. Sebagian besar remaja yang kita lihat sekarang adalah remaja yang egois, suka menghambur- hamburkan uang, dan hanya bisa menyusahkan orang lain. 1

Upload: florince-xs

Post on 13-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap manusia akan menjadi dewasa, yaitu dewasa dalam berpikir dan dewasa dalam bertindak. Waktu yang dibutuhkan setiap orang untuk menjadi dewasa tentu saja berbeda-beda. Kedewasaan tidak dapat diukur dari besar tubuh dan usia saja. Kedewasaan seseorang dapat dilihat dari cara berpikir dan sikap seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan. Remaja yang dewasa adalah remaja yang mampu bertindak tegas, bijaksana, dan berpikir ke depan. Remaja yang seperti itulah yang dibutuhkan untuk membangun dunia. Sebagian besar remaja yang kita lihat sekarang adalah remaja yang egois, suka menghambur-hamburkan uang, dan hanya bisa menyusahkan orang lain.

Mengacu pada permasalahan tersebut, penulis memilih judul Kiat Menjadi Remaja yang Dewasa untuk penyusunan karya tulis ini. Penulis berharap, karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya para remaja agar mampu mendewasakan dirinya dan meninggalkan sifat kekanak-kanakannya untuk mencapai kesuksesan.

1.2 Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembahasan masalah dalam karya tulis ini adalah agar para remaja dapat memaknai kedewasaan dengan benar dan menyadari betapa membanggakannya menjadi remaja yang telah dewasa. Selain itu, juga bertujuan untuk mengajak para pembaca khususnya para remaja supaya mau berusaha mendewasakan dirinya serta memahami dorongan dan halangan menuju kedewasaan.1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan masalah dalam karya tulis ini meliputi makna kedewasaan bagi para remaja, faktor-faktor yang menentukan kedewasaan seorang remaja, hal-hal yang dapat mendewasakan seseorang, sikap hidup remaja yang dewasa, yang menarik dari kedewasaan, usaha mencapai kedewasaan, rintangan menuju kedewasaan, dan tenaga pendorong menuju kedewasaan.

1.4 Sumber Data Penulis mendapatkan data dan informasi untuk menulis karya tulis ini dari sumber tertulis berupa buku literatur mengenai kedewasaan seorang remaja. Selain itu data juga diperoleh dari hasil pengamatan penulis terhadap objek data.1.5 Metode dan Teknik

Metode yang digunakan penulis untuk menulis karya tulis ini adalah metode penelitian kepustakaan. Sedangkan teknik yang digunakan penulis adalah membaca sumber tertulis, menganalisis data, dan menarik kesimpulan serta menuangkannya dalam karya tulis ini. Selain itu, penulis juga melakukan observasi atau pengamatan terhadap para remaja.BAB II

KIAT MENJADI REMAJA YANG DEWASA2.1 Makna Kedewasaan

Kedewasaan merupakan suatu proses yang panjang. Kedewasaan hanya dapat dicapai oleh orang yang mau menjadi dewasa. Kedewasaan adalah suatu proses yang tak pernah berakhir. Bagi kita para remaja, proses tersebut dapat dipercepat melalui kepatuhan-kepatuhan pada peraturan dan rasa tanggung jawab.

Suatu pepatah Cina mengatakan, Apabila kamu bekerja untuk setahun, tanamlah padi. Apabila kamu bekerja untuk seabad, tanamlah pohon. Apabila kamu bekerja untuk keabadian, tanamlah manusia.

Proses pertumbuhan sebuah tumbuhan itu lambat dan tidak dapat dielakkan. Daun-daunnya berguguran setelah musim panen, kemudian pada musim semi tunasnya bermunculan, dan kemudian bunga-bunganya. Semua ini pada gilirannya akan menumbuhkan anggur-anggur muda yang belum masak dan akhirnya setandan penuh buah anggur. Memang hal itu tidak memakan waktu lama, namun keseluruhan proses itu harus berlangsung. Tidak ada fase yang dapat dihapuskan.

Begitu pula dengan manusia. Ketika baru dilahirkan, kita tidak tahu apa-apa. Setiap tahun kita selalu bertumbuh. Itu tidak dapat dipungkiri. Sampai saat ini kita telah menjadi seorang remaja. Dalam diri kita, kita sering berpikir, Remaja seperti apakah saya?, Apakah saya ingin menjadi remaja yang seperti ini?, atau Benar atau salahkah bila saya menjadi remaja yang seperti ini?

Semua jawabannya tergantung pada diri kita masing-masing. Kita harus sadar. Saat ini kita telah dewasa. Bukan anak kecil lagi. Jadi, pantaskah kita bertingkah laku seperti anak-anak? Tidak pantas. Tetapi, mengapa sampai saat ini masih ada saja remaja yang seperti itu? Kita dapat melihat begitu banyak remaja yang belum bisa menggunakan otaknya. Remaja yang suka bolos, remaja yang merasa bangga dengan menghisap rokok, remaja yang bangga karena berhasil mencontek padahal sedang ada guru, remaja yang sudah tahu banyak tentang rasa narkoba, remaja yang suka memamerkan kehebatannya naik motor dengan kebut-kebutan di jalan, dan remaja yang merasa hebat karena punya pacar lima. Bukankah itu semua dapat kita lihat dalam kehidupan nyata? Bukankah kita bisa menjadi remaja yang selalu masuk sekolah, remaja yang bangga karena menjadi juara kelas, remaja yang rajin belajar dan mendapat nilai bagus, remaja yang memiliki banyak pengalaman dalam mengikuti lomba, atau remaja yang memiliki kerendahhatian? Kalau kita bisa seperti remaja kedua, mengapa kita harus seperti remaja pertama?

Sebenarnya, dalam kehidupan manusia ada tiga fase menuju kedewasaan. Yang pertama adalah masa kanak-kanak yang memiliki sifat bergantung. Saat yang menunjukkan bahwa bayi harus bersandar pada orang lain dalam segala hal. Fase kedua adalah masa remaja yang mandiri. Saat yang menunjukkan bahwa anak yang sedang berkembang itu menyadari keadaan dirinya dan menuntut hak untuk menentukan keputusannya sendiri. Anak itu tidak lagi suka bergantung pada orang lain melainkan ia merasa mampu memilih tujuan hidupnya sendiri. Pada fase inilah kita berada saat ini. Tetapi terkadang, kebebasan yang kita anggap milik kita ini sering disalahartikan dan sebenarnya kita masih membutuhkan orang lain sebagai sandaran kita. Selanjutnya, fase ketiga adalah masa dewasa yang semakin matang. Kemampuan-kemampuan orang itu berkembang dan sekarang ia telah menjadi orang yang sangat bertanggung jawab.

2.2 Sikap Remaja yang Gagal Menuju Kedewasaan

Remaja-remaja yang gagal mendewasakan dirinya menunjukkan sifat-sifat yang negatif. Berikut sifat-sifat manusia yang telah gagal menuju kedewasaan.

a. Pertumbuhan yang terhambat

Susu dan daging adalah makanan manusia. Susu adalah makanan yang sesuai untuk bayi, sedangkan daging adalah untuk orang dewasa. Susu merupakan makanan yang telah dicernakan yang diterima oleh bayi dari ibunya, dan bayi itu hidup darinya. Remaja yang belum dewasa adalah remaja yang belum disapih dari susu yang adalah kehidupan anak-anaknya dan remaja yang belum siap untuk makan daging dalam artian belum siap untuk dewasa. Bayi remaja yang belum dewasa itu memiliki sistem pencernaan yang lemah untuk hidup dewasa dan memerlukan bumbu-bumbu untuk menyedapkannya.

b. Ketidakstabilan emosi

Ketidakstabilan sama-sama dialami oleh anak kecil dan remaja yang belum dewasa. Remaja yang belum dewasa tak pernah mencapai keyakinan diri yang begitu kuat yang membuat ia mau menderita demi keyakinannya itu. Remaja yang belum dewasa cenderung untuk hidup dalam alam emosi yang berubah-ubah, dan hal ini bisa bersifat tidak stabil dan kejam. Bukannya didorong oleh prinsip-prinsip kehidupan yang benar, bayi remaja itu malah digerakkan oleh perasaan-perasaan yang sementara.

c. Perselisihan

Sebagian besar anak kecil sangat lekas marah dan perasaan mereka mudah terluka. Mereka sangat dipengaruhi oleh rasa suka dan tidak suka dan cenderung bersifat suka bertengkar. Bila sifat-sifat seperti ini muncul dalam kehidupan remaja, maka remaja itu akan sama seperti anak kecil yang suka berselisih dan belum dapat berpikir mengenai akibat-akibat yang akan diterimanya. Remaja yang belum dewasa menimbulkan berbagai kesulitan sedangkan remaja-remaja yang telah dewasa mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.

d. Kecenderungan memikirkan hal-hal duniawi

Remaja yang telah menganggap dirinya dewasa tetapi masih cenderung memikirkan hal-hal duniawi, masih berpikir untuk sekarang, bukan untuk besok bukanlah remaja yang benar-benar telah dewasa. Bisa disebut, itu adalah remaja yang munafik dan belum tahu benar keadaan dirinya. Ia menikah dengan kedewasaan tetapi ia bercumbu dengan kekanak-kanakan.

e. Ketidakpekaan terhadap kejahatan

Ketidakmampuan untuk membedakan antara baik dan buruk merupakan suatu tanda lain dari ketidakdewasaan. Remaja yang dewasa adalah remaja yang telah melatih dirinya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Tidak hanya sebatas tahu, melainkan menerapkannya di dalam kehidupan. Remaja yang belum dewasa tidak menganggap hal-hal yang meragukan itu berbahaya dan mereka biasanya bertindak menurut keinginan, bukan berdasarkan prinsip. Kurangnya kepekaan terhadap kejahatan ini menyebabkan remaja yang belum dewasa ini mudah terbujuk oleh hal-hal yang membudaya dalam masyarakat saat ini.

f. Pementingan diri sendiri

Anak kecil sifatnya mementingkan diri sendiri dan demikian juga halnya dengan remaja yang belum dewasa. Tekanan zaman ini untuk mengasihi diri sendiri terdengar aneh bila kita mengingat tekanan yang Tuhan berikan untuk menyangkal diri. Tekanan untuk mengasihi diri sendiri cenderung hanya merupakan manifestasi lain dari ketidakdewasaan. Remaja yang dewasa mengabaikan dirinya memberikan kasihnya bagi orang lain.

g. Kecaman yang bersifat merusak

Kecaman yang bersifat merusak merupakan ciri-ciri dari remaja yang belum dewasa. Sifat sebenarnya dari kecaman tersebut terlihat dalam fakta bahwa kecaman tersebut selalu terlontar karena suatu sikap merasa diri lebih hebat. Orang yang sangat mudah mengkritik kesalahan dan kekurangan orang lain, baik benar atau hanya berupa dugaan, sebenarnya hanya menutupi kesalahan dan kekurangan diri. Kecaman tersebut hanya merupakan pantulan dari sikap-sikap salah orang itu sendiri.

2.3 Usia Tua Tidak Sama dengan Kedewasaan

Ada anggapan bahwa orang dewasa itu haruslah orang yang sudah tua usianya. Anggapan ini untuk sebagian memang merupakan kebenaran, tetapi tidaklah mutlak harus demikian. Kedewasaan memang banyak ditentukan oleh pengalaman hidup kita masing-masing. Makin lama kesempatan untuk memperoleh pengalaman hidup itu, atau makin bertambah usia kita, makin besarlah kemungkinan untuk mendewasa dalam mental. Karena setiap manusia memiliki latar belakang, watak dan pandangan yang berbeda-beda, maka sikap manusia pun beraneka ragam. Beberapa orang menghadapi prospek masa tua dengan cara yang sangat negatif, dan akibatnya reaksi mereka bernada belum dewasa. Sedangkan orang lain menghadapinya dengan pandangan yang lebih positif dan penuh harapan, dan karena itu mereka bernada lebih dewasa.

Kelompok yang terakhir itulah yang menunjukkan kedewasaan yang sebenarnya. Ini karena mereka telah memahami dan menyadari betapa pentingnya memiliki sikap hidup yang dewasa.

Lalu, bagaimana dengan kita? Haruskah kita berpikir bahwa yang tua saja belum dewasa, tentu saja yang remaja belum memiliki tuntutan untuk menjadi dewasa. Jadi, nanti sajalah bersikap dewasanya. Ya, memang. Tetapi, bukankah lebih baik kalau kita bisa lebih dewasa daripada orang-orang yang sudah tua.

Zaman akan selalu berubah. Tuntutan hidup dari tahun ke tahun akan semakin bertambah. Mungkin saja kelak tuntutan pertama bagi manusia untuk dapat hidup adalah bersikap dewasa. Jadi, apa salahnya bersikap dewasa mulai dari sekarang.

2.4 Hal-Hal yang Mendukung Kedewasaan

2.4.1 Bantuan Tuhan kepada Kedewasaan

Tuhan selalu bertindak dalam kehidupan umat-umat-Nya. Begitu pula kepada kita para remaja, termasuk dalam hal kedewasaan. Campur tangan Tuhan dalam kehidupan sangat besar pengaruhnya. Tuhan mampu mengubahkan seorang remaja yang bersikap kekanak-kanakan menjadi seorang remaja yang bersikap dewasa dengan jurus-jurus-Nya yang jitu. Tetapi, Tuhan hanyalah membantu kita dengan menyadarkan kita. Selebihnya, itu hak kita untuk memilih tetap menjadi anak-anak atau berubah menjadi dewasa.

2.4.2 Kedewasaan Memerlukan Disiplin

Dunia adalah milik orang yang disiplin. Pernyataan ini mungkin terdengar berlebihan, tetapi pernyataan ini mengandung kebenaran. Hanya orang yang disiplin yang akan mencapai kemampuan tertingginya. Hanya orang yang dipersiapkan untuk menegakkan disiplin diri secara tetaplah yang akan mengalami kedewasaan yang terus menerus bertambah. Oleh karena itu, untuk menjadi dewasa dapat dimulai dengan mendisiplinkan diri terlebih dahulu. Mungkin setelah kita berhasil menjadi seorang remaja yang disiplin kita bisa menjadi seorang remaja yang dewasa.

2.5 Hal-Hal yang Menghambat Kedewasaan

2.5.1 Rintangan Iblis terhadap Kedewasaan

Seorang jenderal yang baik harus menerobos otak musuhnya. Kata-kata Victor Hugo ini juga berlaku dalam peperangan rohani antara manusia dengan para iblis. Karena musuh kita, yaitu iblis merupakan makhluk kuat di alam semesta dan karena ia bersikap keras kepala terhadap umat beriman, tentu seorang remaja yang hendak dewasa perlu tahu strategi dan taktik iblis untuk memposisikan kita sebagai remaja yang belum dewasa.

Iblis dapat membuat kita menjadi seperti anak-anak dengan berbagai macam cara. Terkadang, hal yang kita pikir membawa kita menjadi dewasa ternyata membuat kita semakin tak bisa dilepaskan dari kehidupan anak-anak. Iblis suka menggoda kita dengan hal-hal yang menyenangkan dan kita tidak sadar bahwa saat itu iblis sedang beraksi. Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai menjaga diri dan membentengi diri dengan senjata ampuh kita yaitu Allah.

2.5.2 Kedewasaan Melalui Pencobaan dan Ujian

Pencobaan merupakan pengalaman hidup yang dialami oleh setiap orang. Dalam karangannya, Bernard (1983:35) mengatakan, kita tak akan pernah sepenuhnya bebas dari pencobaan, tak ada masyarakat yang begitu suci, tak ada tempat yang begitu rahasia yang bebas dari pencobaan. Karena kita sebagai remaja hidup dalam lingkungan pencobaan yang tak ada hentinya, tak ada proses pendewasaan yang lengkap tanpa memperhitungkan hal tersebut.

Orang yang dewasa adalah orang yang telah belajar bagaimana cara menghadapi suatu pencobaan dan muncul sebagai pemenang. Iblis, seperti yang dikatakan sebelumnya memiliki banyak cara untuk menghancurkan kita. Salah satunya dengan memberikan pencobaan kepada kita. Hanya remaja-remaja yang berhasil menjadi pemenang dalam hal melawan pencobaan itulah yang akan menjadi manusia dewasa.

2.6 Reaksi Remaja Dewasa terhadap Berbagai Keadaan

Kedewasaan kita tergambar dengan sangat jelas dalam sikap kita dan reaksi spontan kita terhadap keadaan kita, terutama keadaan-keadaan yang tidak diduga dan tidak diharapkan. Kedewasaan Rasul Paulus terpancar dengan jelas dalam reaksinya ketika ia dipenjarakan dengan tidak adil.

Begitu pula dengan kita para remaja. Seorang remaja yang dewasa mampu bertahan dalam kondisi apapun. Menilai apakah seorang remaja telah dewasa atau belum adalah hal yang sangat mudah. Misalnya saja, seorang remaja ditawari temannya untuk merokok. Bila ia adalah remaja yang dewasa maka ia akan menolak tawaran temannya itu dengan sopan sambil berusaha menyelamatkan temannya yang mungkin telah kecanduan merokok. Tetapi bila ia adalah remaja yang belum dewasa, maka tawaran temannya itu akan ia terima dengan senang hati dan lebih parah dari itu mungkin ia malah akan terjerumus ke dalam pemakaian obat-obatan terlarang. Kebanyakan kita menunjukkan semangat hidup yang lebih baik ketika kita telah menyadari pentingnya menjadi seorang remaja yang dewasa. Bagaimanakah sikap hidup remaja yang dewasa? a. Menerima, bukan memberontak

Setiap remaja akan memberontak bila menghadapi permasalahan. Berbeda dengan remaja dewasa yang telah menyadari bahwa Allah selalu beserta dengan kita dan seberat apapun masalah yang kita alami, kita harus menerimanya. Bukan memberontak dan mencaci sepanjang hari.

b. Senang, bukan mengeluh

Remaja yang belum dewasa akan selalu mengeluh bila apa yang terjadi dalam hidupnya tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Hanya remaja yang dewasalah yang tahu dan selalu berterima kasih atas apa yang telah Allah izinkan terjadi dalam hidup kita. Di mulut seorang remaja yang belum dewasa akan terdengar keluhan-keluhan, sedangkan di mulut seorang remaja dewasa akan selalu terdengar kata-kata syukur dan ungkapan kegembiraan yang meluap-luap.

c. Percaya, bukan khawatirReaksi yang umum terhadap keadaan-keadaan yang sulit adalah memperturutkan rasa khawatir dan gelisah. Sebenarnya kekhawatiran berasal dari kurangnya kepercayaan kita kepada Allah. Kita masih belum percaya sepenuhnya, bahwa Allah akan selalu menaungi kita. Dengan menumbuhkan rasa percaya yang semakin dalam pada Allah, maka rasa khawatir itu akan lenyap.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menjadi remaja yang dewasa bukanlah hal yang mudah. Namun dengan berbagai usaha memperbaiki diri, kita pasti akan mampu menjadi remaja yang lebih dewasa. Apalagi dengan campur tangan Tuhan dalam hidup kita yang selalu merencanakan yang terbaik untuk kita.

Masa remaja merupakan batas antara masa anak-anak dan dewasa. Sebagai remaja, kita punya dua pilihan, yaitu menjadi remaja yang dewasa atau menjadi remaja yang kekanak-kanakan. Pilihan itu ada di tangan kita, bukan orang lain yang menentukannya.

Tanda kedewasaan setiap remaja dapat dilihat dari sikap hidupnya. Jadilah remaja dengan sikap hidup yang baik maka kita akan menjadi remaja dewasa yang luar biasa.3.2 Saran Teruslah berusaha menjadi remaja yang dewasa karena pada masa mendatang akan ada banyak masalah yang menanti kita. Bila kita bisa menjadi remaja yang dewasa, pasti kita bisa menjadi pemuda-pemudi yang dewasa pula, dan selanjutnya kita akan menjadi orang tua yang dewasa yang siap mendidik anak-anaknya.

Ketika hambatan menjadi dewasa itu datang, lawan semuanya dengan kuasa Tuhan. Tuhan pasti akan membantu kita ketika kita mengalami kesulitan. Tuhan tidak akan memberi kita beban yang tidak mampu kita pikul. Jadi tetaplah berteguh pada Tuhan.

Dimulai dari sekarang, bukan besok. Itulah yang terpenting. Semakin sering kita menunda, semakin besar kemungkinan kita untuk gagal menjadi remaja yang dewasa.

DAFTAR PUSTAKAFuster, J. M. 1985. Teknik Mendewasakan Diri. Cetakan ke-1. Yogyakarta: Kanisius.Julius dan Rini Chandra. 1986. Melangkah ke Alam Kedewasaan. Cetakan ke-1. Edisi ke-2. Yogyakarta: Kanisius. Sanders, J. Oswald. 1990. Tinggalkan Sifat Kekanak-Kanakan. Cetakan ke-1. Malang: Gandum Mas.

PAGE 15