karya tulis ilmiah pemanfaatan arang aktif...

66
KARYA TULIS ILMIAH PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR ALDILA NUR RAHMAWATI P07534015002 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN TAHUN 2018

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

31 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • KARYA TULIS ILMIAH

    PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR

    ALDILA NUR RAHMAWATI

    P07534015002

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN

    TAHUN 2018

  • KARYA TULIS ILMIAH

    PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR

    ALDILA NUR RAHMAWATI

    P07534015002

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN

    TAHUN 2018

  • KARYA TULIS ILMIAH

    PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR

    Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III

    ALDILA NUR RAHMAWATI

    P07534015002

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN

    TAHUN 2018

  • LEMBAR PERSETUJUAN

    JUDUL : PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR

    NAMA : AL DILA NUR RAHMAWATI

    NIM : P07534015002

    Telah Diterima dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji

    Medan, 03 Juli 2018

    Menyetujui, Pembimbing Utama

    Rosmayani Hasibuan, S.Si, M.Si

    NIP. 19591225 198101 2 001

    Plt. Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

    Nelma, S.Si, M.Kes

    NIP. 19621104 198403 2001

  • LEMBAR PENGESAHAN

    JUDUL : PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR

    NAMA : AL DILA NUR RAHMAWATI NIM : P07534015002

    Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diuji Pada Sidang Ujian Akhir Program Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes

    Medan, 03 Juli 2018

    Penguji I Penguji II Drs. Mangoloi Sinurat, M.Si Halimah Fitriani P.SKM, M.Kes NIP: 19560813 198803 1 002 NIP:19721105 199803 2 002

    Ketua Penguji

    Rosmayani Hasibuan, S.Si, M.Si NIP:19591225 198101 2 001

    Plt. Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

    Nelma, S.Si, M.Kes NIP: 19621104 198403 2001

  • LEMBAR PERNYATAAN

    PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini

    tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk suatu perguruan

    tinggi, dan sepanjang pegetahuan saya juga tidak terdapat karya

    atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

    kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut

    dalam daftar pustaka.

    Medan, 03 Juli 2018

    Al Dila Nur Rahmawati NIM: P07534015002

  • i

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN DEPARTMENT OF HEALTH ANALYSIS KTI, JULY 2018 AL DILA NUR RAHMAWATI

    UTILIZATION ACTIVE CHARCOAL OF CASSAVA SKIN TO REDUCE IRON CONDITION (Fe) IN WATER ix + 31 pages + 1 image + 4 tables + 3 attachments

    ABSTRACT

    Water is one of the necessities in life and is the basis for the life on earth. Without water, various life processes can not take place. In well water which is a source of water coming from groundwater, metal problem which often arises is the existence of iron (Fe) metal. so it is necessary to do the processing to lower the levels of both metals. Activated carbon is an alternative material used to treat water. Activated carbon can be made of cassava skin because it contains 59.31% carbon that has the potential to adsorb certain chemical compounds in water.

    The purpose of this research is to know effectivity of activated charcoal from cassava skin to decrease iron content (Fe) in water. Type of research used is experiment. This research was conducted in the laboratory of Health Polytechnic of Medan Department of Health Analyst. William Iskandar Street No. 6 Medan Estate. and started in January- July 2018. Sempel in this study is water that has been in iron (Fe) in water. and the reading using spectroquant pharo 300.

    The results showed that the water condition has an iron content of 0.97 ppm and then after contact with active charcoal is 0.0775 ppm exposed decrease in iron content of 0.195 ppm with a percentage decrease in iron content of 20.10%.

    It is recommended to people who use water source with high iron content can use activated charcoal of cassava as filtering media to decrease iron content (Fe) and at the same time reduce the volume of cassava garbage.

    Keywords: Water Condition, iron (Fe), spectroquant pharo 300 Reading List: 18 (2004 - 2017)

  • ii

    POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN KTI, JULI 2018 AL DILA NUR RAHMAWATI

    PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR ix + 31 halaman + 1 gambar + 4 tabel + 3 lampiran

    ABSTRAK

    Air merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup dan merupakan dasar bagu perikehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Pada air sumur yang merupakan sumber air yang berasal dari air tanah, masalah logam yang kerap kali muncul adalah adanya logam besi (Fe). sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk menurunkan kadar kedua logam tersebut. Karbon aktif merupakan bahan alternatif yang digunakan untuk mengolah air. Karbon aktif dapat terbuat dari kulit singkong karena mengandung 59,31 % karbon yang berpotensi untuk mengadsorbsi senyawa-senyawa kimia tertentu di dalam air.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas arang aktif dari kulit singkong untuk menurunkan kadar besi (Fe) dalam air. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Analis Kesehatan Jl. William Iskandar Pasar V Barat No. 6 Medan Estate dan dimulai pada bulan Januari- Juli 2018. Sempel pada penelitian ini adalah air yang telah di kondisikan kadar besinya (Fe) dalam air dan pembacaan menggunakan alat spekrtoquan pharo 300.

    Hasil penelitian menunjukkan pada air kondisi memiliki kadar besi sebesar 0,97 ppm lalu setelah dikontakkan dengan arang aktif adalah 0,0775 ppm terdapar penurunan kadar besi sebesar 0,195 ppm dengan presentase penurunan kadar besi yaitu 20,10%.

    Disarankan kepada masyarakat yang menggunakan sumber air dengan kadar besi yang tinggi dapat menggunakan arang aktif kulit singkong sebagai media penyaringan untuk menurunkan kadar besi (Fe) dan sekaligus mengurangi volume sampah kulit singkong.

    Kata Kunci : Air Kondisi, besi (Fe), spektroquan pharo 300 Daftar Bacaan : 18 (2004 - 2017)

  • iii

    KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, atas anugerah

    serta segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    Proposal Penelitian yang berjudul “PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT

    SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR”.

    Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

    jenjang pendidikan Diploma III Poltekkes Kemenkes RI Jurusan Analis

    Kesehatan Medan. Dalam penulisan dan penyusunan Karya tulis Ilmiah penulis

    menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dalam kara-kata maupun

    dalam bentuk penyajian, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

    membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

    Dalam penyelesaian penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak

    menemukan hambatan dan kesulitan, tapi dengan adanya bimbingan, bantuan

    dan saran dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

    dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Ibu Dra, Ida Nurhayati, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kesehatan

    Kemenkes RI Medan

    2. Ibu Nelma, S.Si M.Kes selaku Plt. Ketua Jurusan Analis Kesehatan

    Medan

    3. Ibu Rosmayani Hasibuan, S.Si M,Si sebagai Dosen Pembimbing yang

    telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing

    penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

    4. Bapak Drs, Mangoloi Sinurat, M.Si sebagai Penguji I dan Ibu Halimah

    Fitriani Pane. SKM, M.Kes sebagai Penguji II yang telah memberikan

    arahan dan masukan untuk Karya tulis Ilmiah ini.

    5. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf dan Pegawai Politeknik Kesehatan

    Kemenkes RI Medan yang telah membimbing dan mengajari penulis

    selama mengikuti perkuliahan di Polioteknik Kesehatan Kemenkes RI

    Jurusan Analis Kesehatan Medan.

  • iv

    6. Teristimewa untukk Ibunda tercinta Olis Mawarti S.E dan Ayahanda

    Hendri Bachtiar S.E yang dengan jerih payah mengasuh dan

    mendidik, memberikan kasih sayang, doa restu, neaehat dan

    pengorbanan baik secara material maupun moral yanf tidak ternilai

    yang sangat besar pengaruhnya bagi keberhasilan dalam

    penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

    7. Adik-adik tercinta Muhammad Hafizh dan Basyasya Ariiba yang selalu

    mendukung dan mendoakan untuk keberhasilan dalam menyusun

    Karya Tulis Ilmiah ini.

    8. Kepada teman seperjuangan angkatan 2018. Serta semua pihak yang

    membantu kelancaran karya tulis Ilmiah ini yang tidak bisa penulis

    sebutkan satu persatu

    Akhir kata penulis berharap karya Tulis Ilmiah ini dapat bermandaat bagi

    penulis dan juga pembaca.

    Medan,03 juli 2018

    Penulis

  • v

    DAFTAR ISI

    ABSTRACT i ABSTRAK ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix BAB I Pendahuluan 1

    1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Tujuan Penelitian 5

    1.3.1. Tujuan Umum 5 1.3.2. Tujuan Khusus 5

    1.4. Manfaat Penelitian 5

    BAB II Tinjauan Pustaka 6 2.1. Air 6

    2.1.1. Pengertian Air 6 2.1.2. Sumber Air 6 2.1.3 Penggolongan Air 8

    2.2. Air Bersih 8 2.2.1. Pengertian Air Bersih 8 2.2.2. Persyaratan Biologi 8 2.2.3. Persyaratan Fisik 9 2.2.4. Persyaratan Kimia 10

    2.3. Logam pada Air 11 2.4. Besi (Fe) 11

    2.4.1. Pengertian Besi 11 2.4.2. Kandungan Besi dalam Air 12 2.4.3. Dampak Besi terhadap Kesehatan 12

    2.5. Karbon Aktif 13 2.5.1. Proses Aktifasi Karbon Aktif 14

    2.6. Kulit Singkong 17 2.7. Spektoquan Pharo 300 17 2.8. Kerangka Konsep 18 2.9. Defenisi Oprasional 18

    BAB III Metode Penelitian 19

    3.1. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian 19 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 3.3. Sampel penelitian 19 3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 3.5. Metode Penelitian 19

  • vi

    3.6. Prinsip Penelitian 19 3.7. Alat, Sampel dan Reagensia 20

    3.7.1. Alat 20 3.7.2. Sampel 20 3.7.3. Reagensia 20

    3.8. Pembuatan Reagensia 21 3.9. Penentuan kadar Fe Sebelum Penambahan

    Arang Aktif 22 3.10. Pembuatan Larutan Standar 22 3.11. Penetapan Blanko 22 3.12. Pengolahan Arang Aktif Kulit Singkong 23 3.13. Penentuan Kadar Fe Setelah Penambahan

    Arang Aktif 23 3.14. Pembacaan dengan Alat Spektoquan Pharo 300 23

    BAB IV Hasil Dan Pembahasan

    4.1. Hasil 26 4.2. Pembahasan 26

    BAB V Simpulan Dan Saran

    5.1. Simpulan 29 5.2. Saran 29

    Daftar Pustaka 30

  • vii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.6.1. Alat - Alat yang Digunakan 20 Tabel 2.6.3. Reagensia yang Digunakan 20 Table 4.1. Kadar Besi dari Contoh Air yang Dikondisikan 26 Table 4.2. Presentase Penurunan Kadar Besi Setelah di Kontakkan

    dengan Arang Aktif Sebanyak 1 gram 26

  • viii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. Kerangka Konsep 18

  • ix

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran I : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan

    Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higein Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum.

    Lampiran II :Dokumentasi Penelitian Lampiran III :Jadwal Penelitian

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Air merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup dan merupakan dasar

    bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat

    berlangsung. Oleh karena itu, penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan

    utama bagi manusia untuk kelangsungan hidup dan menjadi faktor penentu

    dalam kesehatan dan kesejahreraan manusia. (Sumantri, 2015).

    Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai

    dari membersihkan kamar mandi, menyiapkan makan dan minum sampai

    aktivitas lainnya, bahkan dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk

    berbagai reaksi dan proses eksresi. Dimana air merupakan komponen utama

    baik dalam tanaman maupun hewan termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri

    dari 60- 70 air.oleh karena itu kehidupan ini tidak mungkin dapat dipertahankan

    tanpa air. Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah

    dan sungai, air yang berasal dari PAM (air ledeng) juga bahan bakunya berasal

    dari air sungai,oleh karna itu kuantitas dan kualitas sungai sebagai sumber air

    harus dipelihara. Kualitas dan kuantitas air yang sesuai dengan kebutuhan

    manusia merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan hidupnya.

    Kuantitas air berhubungan dengan adanya bahan-bahan lain terutama senyawa-

    senyawa kimia baik dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik juga

    adanya mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam menentukan

    komposisi kimia air. (Achmad, 2004).

    Dalam UU tentang Lingkungan Hidup yaitu UU no.23/1997. Dalam PP

    No. 20/1990 tentang pengendalian pencemaran air, pencemaran air

    didefenisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya

    makhluk hidup, zat , energi dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan

    manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang

    menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (pasal 1

    angka 2).

    Banyaknya penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat

    dikategorikan menjadi dua yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak

    langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari indusrtri, TPA

  • 2

    sampah. Rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung ialah kontaminan

    yang memasuki badan air dari tanah. Air tanah atau atmosfer berupa hujan.

    (Sumantri, 2015).

    Di indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan

    dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam

    lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia,

    hewan, tanaman, maupun lingkungan. Logam berat dapat menimbulkan efek

    gangguan terhadap kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari

    logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis papran. Efek

    toksik dari logam berat maupun menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu

    metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen bagi manusia

    maupun hewan. (Widowati.dkk, 2008)

    Besi atau Fe merupakan unsur yang paling umum terdapat di bumi. Besi

    merupakan logam yang dapat dicampur degan logam lain dan karbon untuk

    membentuk baja dan selanjutnya sebagai bahan untuk membuat baja yang tidak

    berkarat (stainles steel) sebagai alat pemotong, alat- alat rumah sakit, alat- alat

    laboratorium dan peralatan pelayanan makanan. (Sembel, 2015)

    Besi merupakan satu dari lebih unsur- unsur penting air permukaan dan

    air tanah. Namum perairan yang mengandung besi sangat tidak diinginkan untuk

    keperluan rumah tangga, karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian,

    porselin dan alat- alat lainnya serta menimbulkan rasa yang tidak enak pada air

    mimum. (Achmad, 2004)

    Meski besi diperlukan dalam tubuh, jika dikonsumsi secara berlebihan

    maka akan menyebabkan keracunan besi dan mengakibatkan terjadinya

    abnormalitas genetis pada kromosom, kegagalan dalam metabolisme besi

    (hemochrumatosis), besi yang terakumulasi diotak menyebabkan alzaimer dan

    penyakit parkinson disease. (Sembel, 2015).

    Kadar besi dalam air untuk keperluan higiene menurut persyaratan yang

    telah ditetapkan adalah 1 mg/l dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun

    2017.(Depkes RI, 2017).

    Karbon aktif adalah suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%

    karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan

    pemanasan pada suhu tinggi, dengan menggunakan gas, uap air dan bahan-

    bahan kimia sehingga pori-porinya terbuka. Karbon aktif merupakan absorben

  • 3

    yang sangat bagus dan banyak digunakan karena luas permukaan dan volume

    mikropori sangat besar, dan relatif mudah di regenerasi. Dengan demikian daya

    adsorbsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Keaktifan daya

    menyerap dari karbon aktif tergantung dari jumlah senyawa karbonnya. Daya

    serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel. Dan kemampuan ini

    dapat menjadi lebih tinggi, jika karbon aktif tersebut telah dilakukan aktivasi

    dengan faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur

    tinggi. Dengan demikian, karbon akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan

    kimia. Karbon aktif yang berwarna hitam, tidak berbau, tidak berasa dan

    mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan karbon aktif

    yang belum menjalani proses aktivasi, serta mempunyai permukaan yang luas,

    yaitu memiliki luas antara 300 – 200 m2/gram. Luas permukaan yang luas

    disebabkan karbon mempunyai permukaan dalam (internal surface) yang

    berongga, sehingga mempunyai kemampuan menyerap gas dan uap atau zat

    yang berada di dalam suatu larutan. Sifat dari karbon aktif yang dihasilkan

    tergantung dari bahan yang digunakan misalnya kulit singkong menghasilkan

    karbon yang lunak dan cocok untuk menjernihkan air.( Maulinda dkk, 2015)

    Proses yang digunakan dalam adalah dengam merendam bahan baku

    dengan larutan kimia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa arang aktif yang

    dibuat secara kimia dapat digunakan untuk menarik logam seperti Zn, Fe, Mn, Cl,

    PO4 dan SO4 yang terdapat dalam air sumur yang terkontaminasi dan juga dapat

    digunakan untuk menjernihkan air limbah industri .Arang memilki pori-pori yang

    mengadung 85- 95% karbon, dihasilkan dari bahan yang mengandung karbon

    dengan pemanasan pada suhu tinggi.(Sonhaji, 2008).

    Ubi kayu atau Manithot esculenta termasuk familia Euphorbiaccae, genus

    Manihot yang terdiri atas 100 specie. Namun yang paling komersial dan sering

    dimanfaatkan oleh manusia adalah Manihot esculenta atau ubi kayu yang biasa

    kita sebut sebagai singkong.(Richana, 2013).

    Jenis singkong di Indonesia juga beragam seperti singkong manggu,

    singkong mentega (singkong kuning), singkong gajah, singkong putih, singkong

    mukibat, singkong emas, singkong roti dll. Namun yang saya gunakan dalam

    penelitian ini adalah kulit singkong dari jenis singkong roti.

    Singkong (Manihot utilissima) adalah salah satu jenis tanaman

    berkarbohidrat tinggi yang banyak tumbuh di Indonesia. Seiring dengan

  • 4

    berkembangnya produk dengan bahan baku singkong, maka semakin banyak

    limbah kulit singkong adalah yang dihasilkan. Persentase kulit singkong bagian

    dalam dapat mencapai 15% dari berat total singkong.(Permatasari dkk, 2014).

    Salah satu material biomasa dari residu hasil pertanian yang belum

    banyak dimanfaatkan dan mempunyai potensi yang cukup baik dalam adsorben

    logam berat adalah limbah kulit singkong. Karena mengandung selulosa non

    reduksi yang efektif mengikat logam. Selulosa merupakan komponen utama

    tumbuhan, bahan tumbuhan ini ditemukan di dalam dinding sel buah- buahan

    dan sayur- sayuran seperti kayu, dahan, dan daun yang tidak dapat di cerna oleh

    manusia. Selulosa yang melewati sistem pencernaan makanan tidak diubah,

    namun digunakan sebagai serat makanan yang diterima sistem pencernaan

    manusia yang kurang baik. Limbah kulit singkong merupakan residu hasil

    pertanian yang terdapat dalam jumlah melimpah di berbagai daerah di Indonesia,

    termasuk Aceh. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk mengaktivasi

    selulosa non reduksi pada biomassa kulit singkong sehingga diperoleh biomassa

    yang lebih aktif menyerap logam berat. Kulit singkong sebagai sumber karbon

    dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif dengan cara aktivasi kimia, dengan

    menggunakan NaOH guna meningkatkan nilai ekonomisnya.(Maulinda.Dkk,

    2015).

    Selulosa apabila dipanaskan pada suhu tinggi akan mengakibatkan atom-

    atom hidrogen dan oksigen hilang, sehingga tinggal atom karbon yang terikat

    membentuk struktur segi enam dengan atom karbon yang terletak pada setiap

    sudutnya. Penataan ini cenderung kasar kemungkinan besar disebabkan karena

    reaksi pelepasan atom hidrogen dan oksigen yang terjadi pada suhu tinggi

    berlangsung dengan cepat dan tak terkendali sehingga merusak penataan cincin

    segi enam yang ada. Ketidak sempurnaan penataan antara lapisan maupun

    cincin segi enam yang dimiliki, mengakibatkan tingkat kerapatan arang aktif

    rendah. Ketidak sempurnaan tersebur juga menyebabkan tersedianya ruang-

    ruang dalam struktur arang aktif yang memungkinkan adsorbat untuk masuk ke

    dalamnya.(Yuliusman, 2009).

    Aktivasi yang umum digunakan ada dua yaitu aktivasi secara fisika dan

    secara kimia. Aktivasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan

    larutan kimia sebagai aktivator, antara lain hidroksida logam alkali garam- garam

    karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan asam- asam anorganik

  • 5

    seperti ZnCl2, NaCl, H3PO4, H2S, H2SO4, atau KOH. Beberapa senyawa yang

    sering dan secara umum digunakan adalah ZnCl2, KOH, dan H2SO4 (Permatasari

    dkk, 2014).

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariani dan Eka (2017),

    kemampuan penyerapan arang aktif dari kulit singkong dengan suhu karbonasi

    700oC dengan konsentasi aktivator NaOH 0,3N merupakan penyerap yang

    paling baik.Dalam penelitian ini absorben yang digunakan adalah kulit singkong.

    Kulit singkong digunakan karena menjadi limbah dari industri tepung tropika,

    industri fermentasi dan industri pokok makanan. Limbah ini juga megandung

    unsur karbon yang cukup tinggi sebesar 59,31%.

    Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengembangkan

    kulit singkong menjadi arang aktif dalam menurunkan kadar besi (Fe) dalam air

    dengan pengaktifan 500 oC dan konsentrasi NaOH 0,5 N.

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian diatas maka timbul pertanyaan seberapa efektifkah

    arang aktif dari kulit singkong dalam menurunkan kadar besi (Fe) dalam air.

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui efektifitas arang aktif dari kulit singkong untuk

    menurunkan kadar besi (Fe) dalam air.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1. Untuk menentukan kadar besi (Fe) dalam air sebelum dilakukan

    penyaringan dengan media arang aktif kulit singkong.

    2. Untuk menentukan kadar besi (Fe) dalam air setelah dilakukan

    peyaringan dengan media arang aktif kulit singkong.

    3. Untuk menentukan persentase penurunan kadar besi (Fe) setelah

    dilakukan penyaringan dengan media arang aktif kulit singkong.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kulit singkong dapat

    digunakan sebagai arang aktif untuk menurunkan kadar besi (Fe) dalam

    air

    2. Menambah wawasan penulis dan sebagai bahan referensi bagi peneliti

    selanjutnya.

  • 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Air

    2.1.1. Pengertian Air

    Air merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup dan merupakan dasar

    bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat

    berlangsung. Oleh karena itu, penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan

    utama bagi manusia untuk kelangsungan hidup dan menjadi faktor penentu

    dalam kesehatan dan kesejahreraan manusia.(Sumantri, 2015).

    Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan O. Sebuah

    molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan kovalen dengan dua atom H.

    Molekul air yang satu dengan molekul air lainnya bergabung dengan satu ikatan

    hidrogen antara atom H dengan atom O dari molekul air yang lain.(Achmad,

    2004).

    Manusia memerlukan air untuk kebutuhan dasar seperti minum dan

    memasak makanan, maupun kebutuhan lainnya seperti mandi, mencuci baju,dan

    sebagainya. (Proverawati, 2017).

    2.1.2. Sumber Air

    Air yang berasal di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.

    Berdasarkan letak sumbernya, air dapat di bagi menjadi air angkasa (hujan), air

    permukaan dan air tanah.

    a. Air Angkasa (Hujan)

    Air angkasa atau hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada

    saat presipitas merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung

    mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang

    berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu,

    mikroorganisme, dan gas misalnya: karbon dioksida, nitrogen, amonia.

    b. Air Permukaan

    Air permukaan yang meliputi badan- badan air semacam sungai, danau,

    telaga, waduk, rawa, terjun dan sumur permukaan, segagian besar berasal dari

    air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan ini kemudian akan mengalami

    pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya. Dibanding dengan

  • 7

    sumber air lain, air permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar

    akibat kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat- zat lain.

    c. Air Tanah

    Air tanah dibedakan atas dua macam, air lapisan (layer water) dan air celah

    (fissure water). Air lapisan adalah air yang terdapat di dalam ruang antara butir-

    butir tanah. Adapun air celah ialah air yang terdapat di dalam retak- retak batuan

    di dalam tanah. Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke

    permukaan bumi yang kemudian mengalami penyerapan ke dalam tanah dan

    mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses yang dialami air hujan tersebut,

    di dalam perjalanannya ke bawah tanah membuat air tanah menjadi lebih baik

    dan lebih murni dibandingkan air permukaan. Air tanah dapat dimanfaatkan untuk

    kepentingan manusia dengan cara membuat sumur atau pompa air. Sumur ini

    dibagi menjadi dua macam yaitu:

    1. Sumur Dangkal

    Merupakan cara mengambil air yang banyak dipakai di indonesia. Sumur

    hendaknya terletak di tempat yang aliran air tanahnya tidak tercemar. Bila di

    sekeliling sumur terdapat sumber pencemaran air tanah, hendaknya sumur ini

    berada di hulu aliran air tanah dan sedikitnya berjarak 10-15 meter dari sumber

    pencemaran tersebut.

    2. Sumur Dalam

    Sumur dalam mempunya permukaan air yang lebih tinggi dari permukaan air

    tanah di sekelilingnya. Tingginya permukaan air ini disebabkan oleh adanya

    tekanan di dalam akuifer. Air tanah berada dalam akuifer yang terdapat di antara

    dua lapis yang tidak tembus. (Sumantri, 2015 ).

    d. Mata Air

    Mata air adalah air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air

    dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air

    minum langsung. Tetapi karena kita belum yakin apakah mata air tersebut belum

    tercemar maka lebih baik air tersebut di rebus dulu sebelum di

    minum.(Proverawati, 2017).

  • 8

    2.1.3. Penggolongan Air

    Peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air dalam

    beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun penggolongan air menurut

    pembentukannya adalah sebagai berikut :

    1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara

    langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

    2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.

    3. Golongan C, yaitu air yang sapat digunakan untuk keperluan perikanan

    dan peternakan.

    4. Golongan D, yaitu air yang digunakan untuk keperluan pertanian, usaha

    di perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air. (Effendi, 2017).

    Menurut definisi tersebut bila suatu sumber air yang termasuk dalam kategori

    golongan A, misalnya sebuah sumur penduduk kemudian mengalami

    pencemaran dalam bentuk rembesan limbah cair dari suatu industri. Golongan A

    karena air sudah tidak dapat digunakan sebagai air minum tanpa melalui

    pengolahan terlebih dahulu, dengan demikian air sumur tersebut menjadi kurang

    atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannnya (Achmad, 2004).

    2.2. Air Bersih

    2.2.1. Pengertian Air Bersih

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 Tahun 2017, air untuk

    Keperluan Higiene Sanitasi tersebut digunakan untuk pemeliharaan kebersihan

    perorangan seperti mandi dan sikat gigi, serta untuk keperluan cuci bahan

    pangan, peralatan makan, dan pakaian.

    2.2.2. Persyaratan Biologi

    Sumber- sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air

    hujan (air angkasa), air permukaan maupun air tanah. Air untuk keperluan

    minuman yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri

    patogen.(Proverawati, 2017).

    Menurut Permenkes RI No. 32 Tahun 2017 total coliform yang diperbolehkan

    adalah 50 per 100 ml air sedangkan E.coli yang adalah 0 per 100ml air.(Depkes

    RI,2017).

  • 9

    2.2.3. Persyaratan Fisik

    a. Kekeruhan

    Kekeruhan adalah efek optik yang terjadi jika sinar membentuk material

    tersuspensi di dalam air. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-

    bahan organik dan anorganik seperti lumpur dan buangan, dari permukaan

    tertentu yang menyebabkan air sungai menjadi keruh. Kekeruhan walaupun

    hanya sedikit dapat menyebabkan warna yang lebih tua dari warna

    sesungguhnya. Air yang mengandung kekeruhan tinggi akan mengalami

    kesulitan bila diproses untuk sumber air bersih. Kesulitannya antara lain dalam

    proses penyaringan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa air

    dengan kekeruhan tinggi akan sulit untuk di desinfeksi, yaitu proses pembunuhan

    terhadap kandungan mikroba yang tidak diharapkan. Tingkat kekeruhan

    dipengaruhi oleh pH air, kekeruhan pada air minum umumnya telah diupayakan

    sedemikian rupa sehingga air menjadi jernih.(Quddus, 2017).

    Menurut Permenkes RI No.32 Tahun 2017 kekeruhan yang diperbolehkan

    adalah 25 NTU.(Depkes RI,2017)

    b. Bau

    Bau pada air dapat disebabkan karena benda asing yang masuk ke

    dalam air seperti bangkai binatang, bahan buangan, ataupun disebabkan karena

    proses penguraian senyawa organik oleh bakteri. Pada peristiwa penguraian

    senyawa organik yang dilakukan oleh bakteri tersebut dihasilkan gas- gas berbau

    menyengat dan bahkan ada yang beracun. Pada peristiwa penguraian zat

    organik berakibat meningkatkan penggunaan oksigen terlarut di air (BOD =

    Biological Oxighen Demand) oleh bakteri dan mengurangi kuantitas oksigen

    terlarut (DO = Disvolved Oxigen) di dalam air. Bau pada air minum dapat di

    deteksi dengan menggunakan hidung. Tujuan deteksi bau pada air minum yaitu

    untuk mengetahui ada bau atau tidaknya bau yang berasal dari air minum yang

    disebabkan oleh pencemar. Apabila air minum memiliki bau maka dapat di

    kategorikan sebagai air minum yang tidak memenuhi syarat dan kurang layak

    untuk di manfatkan sebagai air minum.(Quddus, 2014).

    Untuk standard air bersih ditetapkan oleh Permenkes RI No. 32 Tahun

    2017, yaitu tidak berbau (Depkes RI,2017).

  • 10

    c. Rasa

    Rasa yang terdapat di dalam air baku dapat dihasilkan oleh kehadiran

    organisme seperti mikroalgae dan bakteri, adanya limbah padat dan limbah cair

    seperti hasil buangan dari rumah tangga dan kemungkinan adanya sisa – sisa

    bahan yang digunakan untuk disinfeksi misalnya klor. Timbulnya rasa pada air

    minum biasanya berkaitan erat dengan bau pada air tersebut. Pada air minum,

    rasa diupayakan agar menjadi netral dan dapat diterima oleh pengguna air. Rasa

    pada air minum dapat dideteksi dengan menggunakan indera penyerap. Dimana

    tujuan dari deteksi rasa pada air minum adalah untuk mengetahui kelainan rasa

    air dari standar normal yang dimiliki oleh air, yaitu netral.(Quddus,2014).

    Untuk standard air bersih dan air minum ditetapkan oleh Permenkes RI

    No. 32 tahun 2017 adalah tidak berasa.(Depkes RI,2017).

    d. Warna

    Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan

    anorganik. Karena keberadaan plankton, humus dan ion- ion logam misalnya

    besi dan mangan serta bahan- bahan lainya. Perairan alami umumnya tidak

    berwarna.(Effendi,2017).

    Berdasarkan Permenkes RI No.32 Tahun 2017 tingkat warna untuk air

    bersih yang diperbolehkan 50 TCU.(Depkes RI, 2017).

    e. Suhu

    Menurut Permenkes No.32 tahun 2017, suhu air yang memenuhi syarat

    kesehatan adalah sebesar suhu udara ± 3ºC.(Depkes RI,2017)

    f. Zat Padat Terlarut

    Standar maksimum untuk zat padat terlarut ditetapkan oleh Permenkes

    No.32 Tahun 2017, yaitu 1000mg/l.(Depkes RI, 2017)

    2.2.4. Persyaratan Kimia

    Air bersih tidak boleh menganding bahan-bahan kimia dalam jumlah yang

    melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah: pH yang

    diperbolehkan berkisar antara 6,5- 9,0, total solid, zat organik, CO2 agresif,

    kesadahan, kalsium(Ca), besi(Fe), tembaga(Cu), mangan(Mn), seng(Zn), choride

    (Cl), nitrit, flourida(F), serta logam berat.(Quddus, 2014).

  • 11

    2.3. Logam pada Air

    Banyak logam berat baik yang bersifat toksik seperti aesen(As), berilium(Be),

    kadmium(Cd), kromium(Cr), timbal(Pb), merkuri(Hg), nikel (Ni). Serta logam yang

    esensial bagi tubuh, tetapi memiliki potensi toksik, yaitu kobalt(Co), kuprum(Cu),

    besi(Fe), mangan(Mn), molibdenum(Mo), selenium(Se), dan seng(Ze). Logam

    tersebut secara alami terdapat secara alami terdapat di alam baik di air udara

    ataupun tanah.(Widowati, 2008).

    Keberadaan logam berat dalam air laut dapat berasal dari aktivitas manusia

    di daratan yang kemudian masuk ke laut lewat sungai, dapat pula berasal dari

    atmosfer yang jatuh ke laut, serta dapat pula berasal dari aktivitas gunung

    berapi.(Nugraha, 2009).

    Pada air sumur yang merupakan sumber air yang berasal dari air tanah,

    masalah logam yang kerap kali muncul adalah adanya logam besi (Fe). air sumur

    yang digunakan untuk dikonsumsi sehari- hari masih mengandung besi. Air

    sumur tersebut masih berbau dan kelihatan jernih, namun setelah beberapa

    menit baunya hilang dan terjadi endapan coklat. Besi di butuhkan oleh tubuh

    sebagai nutrisi. Tubuh membutuhkan 7-35 mg unsur besi tiap hari. Walaupun

    unsur tersebut diperlukan oleh tubuh, tetapi jika melebihi kebutuhan maka akan

    menimbulkan masalah bagi kesehatan. Besi mengakibatkan kerusakan pada

    dinding usus halus.(Rahayu dkk, 2013).

    2.4. Besi (Fe)

    2.4.1. Pengertian Besi

    Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe yang merupakan unsur yang

    paling umum terdapat di bumi. Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro (Fe2+)

    dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen

    terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut di oksidasi menjadi ion

    ferri. Pada oksidasi ini terdapat pelepasan elektron. Sebaliknya, pada reduksi

    ferri menjadi ferro terjadi penangkapan elektron. (Effendi, 2017)

    Besi asli jarang ditemukan pada permukaan bumi karena biasanya Fe

    mudah beroksidasi meskipun besi merupakan unsur yang paling banyak di

    bumi.(Sembel, 2015).

  • 12

    2.4.2. Kandungan Besi(Fe) dalam Air

    Besi (II) sebagai ion berhidrat yang dapat larut, Fe2+merupakan jenis besi

    yang terdapat dalam air tanah. Karena air tanah tidak berhubungan dengan

    oksigen dari atmosfer, konsumsi oksigen bahan organik dalam media

    mikroorganisme sehingga menghasilkan keadaan reduksi dalam air tanah.

    Karena itu besi dengan bilangan oksidasi rendah umum ditemukan dalam air

    tanah dibandingkan Fe(III). Secara umum Fe(II) terdapat dalam air tanah berkisar

    1,0-10 mg/l, namun demikian tingkat kandungan besi sampai sebesar 50mg/l

    dapat juga ditemukan dalam air tanah ditempat- tempat tertentu. Air tanah yang

    mengandung Fe(II) mempunyai sifat yang unik. Dalam kondisi tidak ada oksigen

    air tanah yang mengandung Fe(II) jernih, begitu mengalami oksidasi oleh oksigen

    yang berasal dari atmosfer ion ferro akan berubah menjadi ferri. Dan air menjadi

    keruh. Pada pembentukan besi (III) oksidasi terhidrat yang tidak larut

    menyebabkan air berubah menjadi abu- abu.(Achmad, 2004).

    2.4.3. Dampak Besi(Fe) terhadap Kesehatan

    Unsur besi merupakan unsur yang penting dan berguna bagi

    metabolisme tubuh. Kadar Fe dalam tubuh mausia kira-kira sebesar 3- 5g.

    Sebanyak 2/3 bagian terikat oleh Hb, 10% diikat mioglobin dan enzim

    mengandung Fedan sisanya terikat dalam protein feritrin dan

    hemosiderin.(Widowati, 2008)

    Meskipun besi diperlukan oleh tubuh tapi jika dosisnya melebihi yang di

    perlukan oleh tubuh juga dapat menimbulkan masalah kesehatan. Kadar

    maksimum unsur besi yang di peruntukkan untuk air minum sebaiknya kurang

    dari 0,3 mg/liter.(Effendi, 2017).

    Konsumsi Fe berlebih dapat mengakibatkan kegagalan dalam

    metabolisme besi (hemochromatosis). Hemochromatosis terjadi akibat

    meningkatnya feritrin dan hemosiderin dalam sel parenkim hati. Kadar feritrin dan

    hemosiderin juga meningkat. Hemosiderin akan masuk ke dalam parenkim

    organ-orasn lain, misalnya pankreas, otat jantung, dan ginjal sehingga dalam

    jangka panjang, hemosiderin akan tertimbun dalam organ- organ tersebut dan

    merusak kerja organ tersebut.(Widowati, 2008).

  • 13

    2.5. Karbon Aktif

    Karbon atau arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang

    mengandung 85- 95% karbon yang berasal dari material yang mengandung

    karbon seperti tempurung kelapa, sekam padi, batu bara, serabut kelapa, kulit

    singkong dan sebagainya dengan proses pemanasan pada suhu tinggi,dengan

    menggunakan gas, uap air dan bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya

    terbuka. Karbon aktif merupakan absorben yang sangat bagus dan banyak

    digunakan karena luas permukaan dan volume mikropori sangat besar dan relatif

    mudah di regenerasi dengan demikian daya absorbaansinya menjadi lebih tinggi

    terhadap zat, arna dan bau.(Maulinda, 2015).

    Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85- 95%

    karbon dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan

    pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar

    tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang

    mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang

    selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben

    (penyerap).

    Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini

    dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan

    bahan- bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.

    Dengan demikian arang akan mengalami perubahan sifat- sifat fisika dan kimia.

    Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Dalam satu gram karbon aktif,

    pada umumnya memiliki luas oermukaan seluas 500-1500 m2, sehigga sangat

    efektif dalam menangkap partikel- partikel yangsangat halus berukuran0,01-

    0,0000001mm. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi

    jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam

    kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif

    dapat di reaktifasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan

    untuk sekali pakai. Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi

    sebelumnya.(Sonhaji, 2008).

  • 14

    2.5.1. Proses Aktifasi Karbon Aktif

    1. Proses Kimia

    Bahan baku dicampur dengan bahan- bahan kimia tertentu, kemudian

    dibuat padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan yang

    dikeringkan serta dipotong- potong. Aktivasi dilakukan pada temperatur 100ºC.

    Arang aktif yang dihasilkan dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada

    temperatur 300ºC. dengan proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih

    dahulu, kemudian dicampur dengan bahan- bahan kimia.(Sonhaji, 2008)

    2. Proses Fisika

    Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut

    digiling, diayak untuk selanjutnya diaktivasi dengan cara pemanasan pada

    temperatur 1000ºC yang disertai dengan pengaliran uap. Proses fisika banyak

    digunakan dalam aktivasi arang antara lain :

    a. Proses Briket yaitu bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat

    briket, dengan cara mencampurkan bahan baku atau arang halus dengan tar.

    Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada 550ºC untuk selanjutnya

    diaktivasi dengan uap.

    b. Destilasi kering yaitu merupakan suatu proses penguraian suatu bahan

    akibat adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit

    maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang dan destilat

    yang terdiri dari campuran methanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan

    bukan merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan “tar”. Hasil

    yang diperoleh seperti methanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan

    baku yang digunakan dan metoda destilasi. Diharapkan daya serap arang aktif

    yang dihasilkan dapat menyerupai atau lebih baik dari pada daya serap arang

    aktif yang diaktifkan dengan menyertakan bahan- bahan kimia. Dengan cara ini,

    pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya penguraian senyawa-senyawa

    kimia dari bahan- bahan pada saat proses pengarangan dapat dihindari. Selain

    itu dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil pengembunan uap hasil penguraian

    senyawa-senyawa organik dari bahan baku.

    ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen

    kayu yang terjadi karena pemanasan pada proses destilasi kering, yaitu :

  • 15

    1. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200ºC. Air yang terkandung dalam

    bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan

    bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60%.

    2. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200-280ºC. Kayu secara perlahan-

    lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat

    gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 70%.

    3. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500ºC. Pada suhu ini akan

    terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan tar. Arang yang

    terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80%.

    Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 ºC.

    4. Batasan D adalah suhu pemanasan 500ºC, terjadi proses pemurnian arang,

    dimana pembentukan tar masih terus berlangsung. Kadar karbon akan

    meningkat mencapai 90%. Pemanasan di atas 700ºC, hanya menghasilkan gas

    hidrogen. Secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari

    tiga tahap, yaitu :

    1. Dehidrasi yaitu proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan

    sampai temperatur 170ºC.

    2. Karbonisasi yaitu pemecahan bahan- bahan organik menjadi karbon. Suhu di

    atas 170ºC akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada suhu 275oC,

    dekomposisi menghasilkan “tar”, metanol dan hasil samping lainnya.

    Pembentukan karbon terjadi pasa temperatur 400- 600oC.

    3. Aktivasi yaitu dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan

    dengan uap atau CO2 sebagai aktivator.

    Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping

    bahan baku yang digunakan. Aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang

    yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan

    hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga arang

    mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya

    bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi. Metode aktifasi yang

    umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah :

    1.Aktifasi Kimia

    Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

    organik dengan pemakaian bahan- bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah

    bahan-bahan kimia seperti hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat,

  • 16

    klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam

    anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4

    2. Aktifasi Fisika

    Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

    organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Umumnya arang dipanaskan di

    dalam tanur pada temperatur 800- 900ºC. Oksidasi dengan udara pada

    temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk dikontrol.

    Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2 pada pada temperatur tinggi

    merupakan reaksi endoterm sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum

    digunakan. Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal

    ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :

    1. Sifat Serapan

    Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi

    kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa.

    Adsorbsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul

    serapan dari struktur yang sama seperti deret homolog. Adsorbsi juga

    dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur

    rantai dari senyawa serapan.

    2. Temperatur

    Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur

    pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur

    proses adsorbsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika

    pemanasan tidak mempengaruhi sifat- sifat senyawa serapan, seperti terjadi

    perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik

    didihnya. Untuk senyawa volatile adsorbsi dilakukan pada temperatur kamar atau

    bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.

    3. pH (Derajat Keasaman)

    Untuk asam- asam organik, adsorbsi akan meningkat bila pH diturunkan,

    yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Disebabkan karena kemampuan

    asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila

    pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorbsi akan

    berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

  • 17

    4. Waktu Singgung

    Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk

    mencapai kesetimbangan. Pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung.

    Pengadukan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada partikel arang

    aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang

    mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih

    lama.(Sonhaji, 2008).

    2.6. Kulit Singkong

    Ubi kayu atau Manithot esculenta termasuk familia Euphorbiaccae, genus

    Manihot yang terdiri atas 100 specie. Namun yang paling komersial dan sering

    dimanfaatkan oleh manusia adalah Manihot esculenta atau ubi kayu yang biasa

    kita sebut sebagai singkong.(Richana, 2013).

    Jenis singkong di Indonesia juga beragam seperti singkong manggu,

    singkong menterga (singkong kuning), singkong gajah, singkong putih, singkong

    mukibat, singkong emas,singkong roti dll. Namun yang saya gunakan dalam

    penelitian ini adalah kulit singkong dari jenis singkong roti.

    Singkong merupakan salah satu jenis tanaman berkarbohidrat tinggi yang

    banyak tumbuh di indonesia. Seiring dengan berkembangnya produk yang

    terbuat dari singkong maka limbah kulit singkong itu sendiri mencapai 15% dari

    berat total singkong itu sendiri.(Permatasari dkk, 2014).

    Selama ini limbah kuli singkong sendiri belum dimanfaatkan secara

    maksimal oleh masyarakat, padahal limbah ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan

    baku karbon aktif.(Maulinda dkk, 2015).

    2.7. Spectroquan Pharo 300

    Spektro UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas

    sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang di absorbansi oleh sempel. Spektro UV-

    Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam

    larutan. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

    mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu.(Dachriyanus, 2004).

    Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang di absorpsi oleh

    larutan sebanding dengan konsentrasi kontaminan dalam larutan. Prinsip ini

    dijabarkan dalam hukum Lambert- Beer yang menghubungkan antara

    absorbansi cahaya dengan konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi.

    (Lestari, 2010).

  • 18

    2.8. Kerangka Konsep

    Gambar 2.1. Kerangka Konsep

    2.9. Defenisi Oprasional

    a. Air dengan kadar besi yang telah di kondisikan yaitu 1 ppm adalah air

    yang telah diketahui berapa konsentrasi besinya (Fe) dalam air yaitu

    sebesar 1 ppm.

    b. Karbon aktif kulit singkong roti adalah karbon yang berupa bubuk

    (powder) yang terbuat dari kulit singkong roti dan telah diarangkan

    kemudian diaktivasi sehingga dapat digunakan sebagai absorben logam

    dalam air.

    Air dengan Kadar Besi

    (Fe) yang telah di

    Kondisikan yaitu 1

    ppm.

    Penambahan Karbon

    Aktif Kulit singkong

    roti sebanyak 1 gram

  • 19

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan penelitian

    eksperimen laboratorium. Untuk menganalisa kadar zat besi dalam air sebelum

    dan sesudah disaring menggunakan karbon aktif kulit singkong.

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Politeknik Kesehatan

    Medan Jurusan Analis Kesehatan Jl. William Iskandar Pasar V Barat No. 6

    Medan Estate. Pada bulan Januari- Juli

    3.3. Sampel Penelitian

    Sampel pada penelitian ini adalah aquadest yang telah di kondisikan kadar

    besinya (Fe) sebanyak 1ppm.

    3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dimana data

    diperoleh dari hasil penelitian pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan baku

    arang aktif dengan suhu 500oC dan NaOH 0,5N.

    3.5. Metode Penelitian

    Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode orto -

    penanthrolin dengan menggunakan Spectroquan Pharo 300.

    3.6. Prinsip Penelitian

    Besi yang terlarut dalam air (Ferri) direduksi oleh Hidroksil amin

    dalam suasana asam menjadi senyawa Ferro. Senyawa Ferro dengan

    orto- phenantholin dengan pH 2,2 – 2,5 akan memberikan warna merah

    orange. Warna yang terbentuk dibaca pada Spectroquan Pharo 300

    dengan panjang gelombang 526 nm.

  • 20

    3.7. Alat, Sampel dan Reagensia

    3.7.1. Alat

    Tabel 3.6.1. Alat- alat yang digunakan

    No Nama Alat Ukuran Merek

    1 Labu Erlenmeyer 100ML;250 Ml Pyrex

    2 Gelas Kimia 250 Ml Pyrex

    3 Pipet Takar 1 Ml ;2 Ml Pyrex

    4 Labu Ukur 100 Ml ; 1L Pyrex

    5 Gelas Takar 50 Ml ; 1L Pyrex

    6 Pemanas listrik Maspion

    7 Neraca Analitik Kern

    8 Belender Miyako

    9 Furnance /Tanur Thermolyne

    10 Oven Memmert

    11 Kertas Saring Whatman

    12 Spectroquan Pharo 300 Merck

    3.7.2. Sampel

    Sempel yang digunakan adalah air yang telah dikondisikan kadar besi

    (Fe) dalam air.

    3.7.3. Reagensia

    Tabel 3.6.3. Reagensia yang di gunakan

    No Reagensia Rumus Kimia Spesifikasi

    1 Larutan Asam Klorida HCl Pa.(E.Merck)

    2 Larutan Hidroksil Amin NH2OH Pa.(E.Merck)

    3 Larutan Buffer Amonium Acetat NH4C2H3O2 Pa.(E.Merck)

    4 Larutan Orto- Phenanthrolin C12H8N2 Pa.(E.Merck)

    5 Larutan Standart Besi Fe Pa.(E.Merck)

    6 Natrium hidroksida 0,5N NaOH Pa.(E.Merck)

    7 Larutan Asam Klorida 0,1N HCL Pa.(E.Merck)

    8 Aquades H2O

    https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/search/#collection=compounds&query_type=mf&query=C12H8N2&sort=mw&sort_dir=asc

  • 21

    3.8. Pembuatan Reagensia

    1. larutan HCl pekar (37%)

    2. larutan Hidroksilamin 10%

    (larutkan 10 gr hidroksilamin HCL dengan 100 ml aquades).

    3. larutan Buffer Amonium Asetat (pH4)

    (larutkan 25 gram NH4C2H3O2 dengan 50 ml aquades dan tambahkan 10

    ml asam asetat pekat lalu addkan hingga 100 ml dalam gelas takar).

    4. larutan Phenanthrolin

    (larutkan 0,1 gram phenantrolin monohidrat (C12H8N2H2O) dengan 80 ml

    aquades, tambahkan 2 tetes HCL pekat encerkan hingga 100 ml dengan

    aquades simpan ditempat dingin dan gelap).

    5. larutan Srandard Fe

    (Larutkan 0,5285 gram Fe(NH4)2(SO4)6H2O dengan 25 ml aquadest

    dalam gelas kimia. Lalu buat dalam labu ukur ukuran 100ml 10 ml

    aquadest tambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Lalu gabungkan larutan

    Fe(NH4)2(SO4)6H2O ke dalam labu ukur homogenkan, tambahkan tetes

    demi tetes larutan KMnO4 hingga warna merah tetap ada setelah itu

    simpan).

    6. Larutan Air yang Dikondisikan

    (Larutkan 5,2857 gram Fe(NH4)2(SO4)6H2O dengan 250 ml aquadest

    dalam gelas kimia. Lalu buat dalam labu ukur ukuran 1liter 100 ml

    aquadest tambahkan 20 ml H2SO4 pekat. Lalu gabungkan larutan

    Fe(NH4)2(SO4)6H2O ke dalam labu ukur homogenkan, tambahkan tetes

    demi tetes larutan KMnO4 hingga warna merah tetap ada setelah itu

    simpan).

    7. NaOH 0,5N

    (larutkan 2 gram Natrium hidroksida dengan 100 ml aquades).

    8. HCl 0,1N

    (pipet 0,8 ml larutan HCl pekat lalu tambahkan aquades sebanyak 100

    ml).

  • 22

    3.9. Penentuan kadar Fe Sebelum Penambahan Arang Aktif

    a. Pipet 50,0 ml contoh air masukkan kedalam labu erlenmeyer

    b. Tambahkan 2 tetes HCl pekat, dan 1 ml Hidroksil amin

    c. Kemudian didihkan sampai setengah volume, dinginkan

    d. Pindahkan ke dalam tabung nessler, tambahkan 2 ml buffer Ammonium

    acetat dan 2 ml Phenantholin, aduk hingga merata

    e. Tambankan aquadest hingga 50 ml, diamkan selama 10 menit

    f. Baca pada spektro UV-Vis dengan α 526 nm terhadap blanko.

    3.10. Pembuatan Larutan Standar

    a. Pipet 1 ml standar besi masukkan kedalam tabung nessler dan encerkan

    hingga 50 ml dengan aquadest

    b. Masukkan ke dalam labu erlenmeyer

    c. Tambahkan 2 tetes HCl pekat, dan 1 ml Hidroksil amin

    d. Kemudian, didihkan sampai setengah volume, dinginkan

    e. Pindahkan ke dalam tabung nessler, tambahkan 2 ml buffer Ammonium

    acetat dan 2 ml phenanthrolin, aduk hingga merata

    f. Tambahkan aquadest hingga 50 ml, diamkan selama 10 menit

    g. Baca pada spektro UV-Vis dengan α 526 nm terhadap blanko

    3.11. Penetapan Blanko

    a. Pipet 50,0 ml aquadest masukkan kedalam labu erlenmeyer

    b. Tambahkan 2 tetes HCl pekat dan 1 ml Hidroksil amin

    c. Kemudian didihkan sampai setengah volume, dinginkan

    d. Pindahkan kedalam tabung nessler, tambahkan 2 ml buffer Ammonium

    acetat dan 2 ml Phenanthrolin, aduk hingga merata

    e. Tambahkan aquadest hingga 50 ml, diamkan selama 10 menit

    f. Blanko ini digunakan untuk menentukan titik nol pada sprktro.

  • 23

    3.12. Pengolahan Arang Aktif Kulit Singkong

    a. Siapkan kulit singkong yang telah dikupas terlebih dahulu kulit singkong

    dari kulit luarnya.

    b. Cuci bersih kulit singkong dengan menggunakan air bersih dan potong

    menjadi ukuran yang lebih kecil.

    c. Jemur kulit singkong yang telah dibersihkan di bawah terik matahari, lalu

    masukkan kedalam oven pada suhu 100oC selama 3 jam.

    d. Selanjutnya kulit singkong yang telah kering di belender hingga menjadi

    bubuk kulit singkong.

    e. Bubuk kulit singkong di bakar menggunakan tanur dengan suhu 500oC

    sampai menjadi arang.

    f. Arang yang sudah ada diaktifkan menggunakan larutan NaOH dengan

    konsentrasi 0,5 N selama 24 jam.

    g. Kemudian saring menggunakan kertas saring, lalu di nertralkan

    menggunakan HCl dengan konsentrasi 0,1N dan aquadest sampai pH

    menjadi netral.

    h. Kemudian keringkan menggunakan oven dengan suhu 100oC selama

    3jam.(Ariyani, 2017).

    3.13. Penentuan kadar Fe setelah Penambahan Arang Aktif

    a. Siapkan 100 ml air yang telah di kondisikan kadar besi (Fe).

    b. Timbang 1 gram arang aktif yang terbuat dari kulit singkong yang

    direndam menggunakan larutan NaOH 0,5N yang telah dikeringkan.

    c. Kontakkan dengan air yang telah di kondisikan kadar besi (Fe) selama 30

    menit menggunakan magnetic stirrer.

    d. Setelah di kontakkan air tersebut di saring lalu lakukan analisa dengan

    metode orto-phenantrolin.

    3.14. Pembacaan dengan Alat Spectroquan Pharo 300

    a. Hubungkan Spektrofotometer ke sumber arus

    b. Nyalakan spektrofotometer dengan menekan tombol ON OFF pada main

    spektrofotometer.

    c. Keluarkan semua kuvet dan tutup penutup tempat kuvet tersebut

    d. Lakukan proses selftest dengan menekan tombol (START ENTER)

    e. Bersihkan kuvet

  • 24

    f. Waktu pemanasan minimal 15 menit

    g. Selama proses pemanasan, garis progres akan muncul pada tampilan

    layar di sebelah tanggal. Garis progres pemanasan akan hilang ketika

    proses pemanasan telah selesai

    h. Proses pemanasan selesai dilakukan jika alat telah menampilkan menu

    Home (utama) dan selftest telah selesai dilakukan.

    i. Kuvet yang digunakan harus bersih dan tanpa goresan. Selalu gunakan

    kuvet yang sama untuk penyesuaian ke nol dan pengukuran sampel

    j. Isilah kuvet dengan air destilat (aquades)

    k. Bersihkan bagian luar kuvet dengan tisu dengan satu kali usapan

    l. Masukkan kuvet ke dalam tempat kuvet dengan arah yang sama untuk

    setiap pengukuran dan penyesuaian nol dengan memanfaatkan tanda

    (0) pada sisi kuvet

    m. Pilih pengukuran yang dikehendaki

    n. Tentukan pilihan dengan (START ENTER)

    o. Tekan tombol (BLANK ZERO)

    p. Buka penutup tempat kuvet persegi

    q. Masukkan kuvet persegi secara tegak lurus ke tempat kuvet

    r. Tutup penutup tempat kuvet. Alat secara otomatis akan memulai proses

    penyesuaian nol dan kemudian akan menyimpan hasil nilainya

    s. Setelah penyesuaian nol berhasil, lakukan pemindahan ke menu

    pengukuran dengan menekan tombol F4 untuk (OK)

    t. pengukuran dengan mode absorbansi / % transmisi (HOME) Absorbance /

    % Transmission

    • Ubah panjang gelombang sesuai yang diinginkan dengan tombol.

    Panjang gelombang yang digunakan 526

    • Dengan menggunakan (ABSORBANCE) ⃡ (TRANSMISSION) dapat

    berpindah antara pengukuran absorbansi dan transmisi

    • Buka penutup tempat kuvet persegi dan masukkan kuvet

    • Tutup penutup tempat kuvet. Alat secara otomatis akan memulai

    proses pengukuran.

    • Keluarkan semua kuvet dari tempatnya setiap selesai pengukuran

  • 25

    • Tekan tombol (ON/OFF) sampai alat tidak aktif lagi

    u. Setelah selesai bekerja, kuvet dikeluarkan dan dibersihkan dari

    pelarutnya kemudian dikeringkan.

    v. Spektrofotometer dimatikan dengan menekan

    tombol (ON/OFF) sampai alat tidak aktif lagi

  • 26

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil

    Hasil dari kadar besi (Fe) yang diperoleh dari contoh air yang di kondisikan

    adalah besi ferro (Fe2++ H2O) sebesar 1 ppm dapat dilihat pada tabel 4.1. Hasil

    dari penurunan kadar besi (Fe) dan presentase penurunan kadar besi (Fe)

    setelah dikontakkan dengan arang aktif sebanyak 1 gram dapat dilihat pada table

    4.2.

    Table 4.1. Kadar Besi dari Contoh Air yang Dikondisikan

    No Kadar Besi (ppm)

    1 0.97

    Table 4.2. Presentase Penurunan Kadar Besi Setelah di Kontakkan dengan

    Arang Aktif Sebanyak 1 gram

    No Kadar Besi

    (Fe) Sebelum

    Kontak

    (ppm)

    Kadar Besi

    (Fe) Setelah

    Kontak

    (ppm)

    Penurunan

    Kadar Besi

    (Fe)

    (ppm)

    Presentase

    Penurunan

    Kadar Besi

    (Fe)

    (%)

    1 0,97 0,775 0,195 20,10

    4.2. Pembahasan

    Menurut hasil pemeriksaan yang ditunjukkan pada tabel 4.1. kadar besi

    (Fe) dari air contoh yang dikondisikan diperoleh hasil sebesar 0.97 mg/l. Kadar

    tersebut telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 32 tahun 2017

    tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air

    untuk keperluan higiene sanitasi, kolam renang, solus per aqua, dan pemandian

    umum. yang masih diperbolehkan yakni 1mg/l.

    Adanya kandungan besi di dalam air sebenarnya diperlukan bagi tubuh

    karena merupakan unsur yang berguna untuk metabolisme tubuh.sekalipun besi

    (Fe) diperlukan oleh tubuh, jika dalam dosis besar ia dapat menyebabkan

    keracunan besi dan mengakibatkan terjadinya abnormalitas genetis pada

    kromosom,kegagalan dalam metabolisme besi. (hemochrumatosis), besi yang

  • 27

    terakumulasi diotak menyebabkan alzaimer dan penyakit parkinson disease.

    (Sembel, 2015).

    Pemeriksaan kadar besi (Fe) air sumur dilakukan dengan metode Orto-

    Phenantroline. kadar besi (Fe) dari air contoh yang dikondisikan diperoleh hasil

    sebesar 0.97 mg/l.

    Penurunan kadar besi (Fe) dalam sampel air yang dikondisikan terlihat

    dari hasil pengukuran setelah air tersebut ditambahkan dengan karbon aktif kulit

    singkong. Dari tabel 4.2. Setelah diberikan karbon aktif, hasil pemeriksaan air

    menunjukkan adanya penurunan kadar besi (Fe). yaitu 0,195 mg/l dengan

    persentase penurunan sebesar 20,10%. Penurunan ini terjadi karena besi

    tersebut telah terserap kedalam pori- pori karbon.

    Karbon atau arang aktif yang digunakan pada penelitian ini ialah material

    yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung

    karbon yaitu terbuat dari kulit singkong. Menurut Ariani Putri Dkk (2017) kulit

    singkong juga dapat dijadikan sebagai karbon aktif karena kulit singkong yang

    berwarna putih mengandung 59,31% karbon. Kulit singkong dengan proses

    aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi dapat memperluas

    permukaan karbon aktif sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-

    partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm (Sonhaji, 2018).

    Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariani dkk 2017 penyerapan

    arang aktif dari kulit singkong dengan suhu 5000C dengan konsentrasi NaOH 0,1

    N yaitu 0,084 mg/ml; 0,2 N yaitu 0,084 mg/ml; 0,3 N yaitu 0,019 mg/ml dari data

    di atas dapat dinyatakan semakin tinggi konsentrasi zat pengaktif (NaOH) maka

    semakin besar penyerapan arang aktif pada logam Fe. Dari penelitian yang telah

    dilakukan oleh Prabarini 2013 dinyatakan bahwa makin banyak konsentrasi

    aktifator dan waktu perendaman makin lama, impurities karbon aktif semakin

    berkurang yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi akhir larutan Fe.

    Dari hasil penelitian yang saya lakukan diperoleh penurunan kadar

    besi(Fe) setelah disaring dengan arang aktif kulit singkong dengan suhu 5000C

    dengan konsentrasi NaOH sebesar 0,5 N yaitu 0,195 hal ini menyatakan bahwa

    semakin tinggi konsentrasi yang digunakan dan lamanya waktu perendaman

    arang aktif yang digunakan untuk menyerap logam Fe pada air yang dikondisikan

    akan sangat mempengaruhi terhadap penyerapan besi(Fe) dalam air.

  • 28

    Kemampuan penyerapan arang aktif dari kulit singkong lebih baik pada

    saat menyerap logam Fe dibandingkan dengan logam Mn Hal ini diakibatkan

    karena polaritas ion logam besi (Fe) yang lebih besar jika dibandingkan dengan

    mangan (Mn) sehingga ion logam ini akan lebih mudah berikatan dengan

    adsorben yang bersifat polar. (Aryani, 2017).

  • 29

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Simpulan

    Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Poltekkes

    Kemenkes RI Medan Jurusan Analis Kesehatan tentang pemanfaatan kulit

    singkong terhadap penurunan kadar besi (Fe) dalam air dapat disimpulkan

    bahwa kadar besi (Fe) dalam air sebelum dikontakkan dengan arang aktif yaitu

    sebesar 0,97 ppm sementara setelah dikontakkan dengan arang aktif sebanyak 1

    gram yaitu 0,775 ppm dan terjadi penurunan kadar besi (Fe) yaitu sebesar 0,195

    ppm dengan persentasi penurunan kadar besi adalah 20,10%.

    5.2. Saran

    1. Diharapkan kepada masyarakat untuk tidak menjadikan kulit singkong

    sebagai limbah atau hanya dijadikan sebagai pakan ternak karena kulit

    singkong dapat dimanfaatkan secara lebih untuk menurunkan kadar besi

    (Fe) dalam air

    2. Bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan jenis aktivator dengan

    konsentrasi, waktu kontak yang berbeda, melakukan variasi sempel,

    melakukan penambahan bahan baku yang lebih banyak atau

    menggunakan bahan baku yang berbeda.

  • 30

    DAFTAR PUSTAKA

    Achmad,R., 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : CV Andi Offset Ariani. P. Dkk., Pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan baku arang aktif dengan variasi konsentrasi NaOH dan suhu, konversi Vol.6 No.1. universitas mulawarman samarinda, [online] ada di [di akses pada 10 januari 2018] Dachriyanus.2004., Analisis struktur senyawa organik secara spektroskopi. Universitas Andalas, [online] ada di [diakses pada 13 januari 2018] Effendi,H., 2017. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : PT.Kanius Lestari .F., 2010. Bahaya Kimia: Sampling& Pengukuran Kontaminasi Kimia Udara. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Maulinda.L.Dkk., 2015. Pemanfaatan kulit singkongh sebagai bahan baku karbon aktif, jurnal Tekmologi Kimia Unimal. Universitas Malikussaleh, [online] ada di [diakses pada 8 januari 2018] Nugraha.W.A., 2009. Kandungan Ligan Berat Pada Air dan Sedimen di Perairan Socah dan Kwanyar Kabupaten Bangkalan, Jurnal Kelautan Vol.2 No.2. Universitas Trunojoyo, [online] ada di [ diakses pada 6 januari 2018] Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.32.,2017.Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum . Jakarta : Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia ada diada di [diakses pada 4 januari 2018] Permatasari.R.A, Dkk., 2014. Karakteristik Karbon Aktif Kulit Singkong(Manihot Utillissim) dengan Variasi Jenis Aktivator,Jurnal Teknologi Hasil Pertanian,Vol.VII No.2. UNS Surakarta, [Online] ada di [diak es pada 9 januari 2018] Proverawati,A dan Rahmawati,E., 2017. Perlakuan Hidup Bersih & Sehat (PHBS). Yogyakarta : Nuha Medika

    https://media.neliti.com/media/publications/107392-ID-pemanfaatan%09kulit-singkong-sebagai-bahan.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/107392-ID-pemanfaatan%09kulit-singkong-sebagai-bahan.pdfhttp://repo.unand.ac.id/4975/1/Buku%201.pdfhttp://journal.trunojoyo.ac.id/jurnalkelautan/article/view/863http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._32_ttg_St%09ndar_Baku_Mutu_Kesehatan_Air_Keperluan_Sanitasi,_Kolam_Renang,%09Solus_Per_Aqua_.pdfhttp://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._32_ttg_St%09ndar_Baku_Mutu_Kesehatan_Air_Keperluan_Sanitasi,_Kolam_Renang,%09Solus_Per_Aqua_.pdfhttp://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._32_ttg_St%09ndar_Baku_Mutu_Kesehatan_Air_Keperluan_Sanitasi,_Kolam_Renang,%09Solus_Per_Aqua_.pdfhttps://jurnal.uns.ac.id/ilmupangan/article/download/13004/11046

  • 31

    Quddus.R., 2012. Teknik Pengolahan Air Bersih dengan Sistem Saringan Pasir Lamban (Doum Flow) yang Bersumber dari Sungai Musi, Jurnal Teknik Lingkungan Sipil dan Lingkungan Vol.2 No.4. Universitas Sriwijaya., [Online] ada di [diakses pasa 7 januari 2018] Rahayu.B. Dkk., 2013. Analis Logam zink(Zn) dan Besi(Fe) Air Sumur di Kelurahan Pantoloan Kecamatan Palu Utara, Jurnal Akademika Kimia. Universitas Tadulako Palu, [online] ada di [diakses pada 5 januari 2018] Richana.N., 2013. Menggali Potensi Ubi Kayu & Ubi Jalar. Bandung : Nuansa Cendekia Sembel.D.T., 2015. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : CV Andi Offset Sonhaji.A., 2008. Membuat Arang . Bandung : CV Gaza Publishing Sumantri.A., 2015. Kesehatan Lingkungan . Jakarta : Kencana Widowati, Dkk., 2008. Efek Toksi Logam. Yogyakarta : CV Andi Offset Yuliusman dan Rahman, Arif. 2009. Pembuatan Karbon Aktif Dari Tongkol dan Aplikasinya Dalam Pemisahan Campuran Etanol dan Air. Depok Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

    https://media.neliti.com/media/publications/212134-teknik-pengolahan-air-bersih-dengan-sist.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/212134-teknik-pengolahan-air-bersih-dengan-sist.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/224189-analisis-logam-zink%09zn-dan-besi-fe-air-s.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/224189-analisis-logam-zink%09zn-dan-besi-fe-air-s.pdf

  • LAMPIRAN I

    PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 32 TAHUN 2017

    TENTANG

    STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN

    KESEHATAN AIR UNTUK KEPERLUAN HIGIENE SANITASI, KOLAM RENANG,

    SOLUS PER AQUA, DAN PEMANDIAN UMUM

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

    26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan

    Lingkungan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar

    Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk

    Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian

    Umum;

    Mengingat :

    1. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan

    Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184,

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);

    2. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian

    Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);

  • 2-

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR

    BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN KESEHATAN

    AIR UNTUK KEPERLUAN HIGIENE SANITASI, KOLAM RENANG, SOLUS PER

    AQUA, DAN PEMANDIAN UMUM.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan adalah spesifikasi teknis atau

    nilai yang dibakukan pada media lingkungan yang berhubungan atau berdampak

    langsung terhadap kesehatan masyarakat.

    2. Persyaratan Kesehatan adalah kriteria dan ketentuan teknis

    kesehatan pada media lingkungan.

    3. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah air dengan kualitas tertentu

    yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya berbeda dengan

    kualitas air minum.

    4. Kolam Renang adalah tempat dan fasilitas umum berupa konstruksi

    kolam berisi air yang telah diolah yang dilengkapi dengan fasilitas kenyamanan

    dan pengamanan baik yang terletak di dalam maupun di luar bangunan yang

    digunakan untuk berenang, rekreasi, atau olahraga air lainnya.

    5. Solus Per Aqua yang selanjutnya disingkat SPA adalah sarana air yang

    dapat digunakan untuk terapi dengan karakteristik tertentu yang kualitasnya

    dapat diperoleh dengan cara pengolahan maupun alami.

    6. Pemandian Umum adalah tempat dan fasilitas umum dengan

    menggunakan air alam tanpa pengolahan terlebih dahulu yang digunakan untuk

    kegiatan mandi, relaksasi, rekreasi, atau olahraga, dan dilengkapi dengan

    fasilitas lainnya.

    7. Penyelenggara adalah badan usaha, usaha perorangan, kelompok

    masyarakat dan/atau individual yang melakukan penyelenggaraan penyediaan

    Air untuk

  • -3-

    Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, SPA, dan Pemandian Umum.

    8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

    di bidang kesehatan.

    Pasal 2

    (1) Setiap Penyelenggara wajib menjamin kualitas Air untuk Keperluan

    Higiene Sanitasi, air untuk Kolam Renang, air untuk SPA, dan air untuk

    Pemandian Umum, yang memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan

    dan Persyaratan Kesehatan.

    (2) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang

    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    Pasal 3

    Untuk menjaga kualitas Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, air untuk Kolam

    Renang, air untuk SPA, dan air untuk Pemandian Umum memenuhi Standar

    Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan pengawasan internal dan eksternal.

    Pasal 4

    (1) Pengawasan internal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh

    Penyelenggara melalui penilaian mandiri, pengambilan, dan pengujian sampel

    air.

    (2) Pengawasan internal dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1

    (satu) tahun kecuali parameter tertentu yang telah ditetapkan dalam Standar

    Baku Mutu Kesehatan Lingkungan.

    (3) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    menggunakan formulir 1 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian

    tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  • -4-

    (4) Hasil pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

    didokumentasikan dan dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota untuk

    ditindaklanjuti dengan menggunakan formulir 2 tercantum dalam Lampiran II

    yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)

    dikecualikan bagi Penyelenggara yang tidak menyediakan air untuk kepentingan

    umum atau komersial.

    Pasal 5

    (1) Pengawasan eksternal dilakukan oleh tenaga kesehatan lingkungan yang

    terlatih pada dinas kesehatan kabupaten/kota, atau kantor kesehatan pelabuhan

    untuk lingkungan wilayah kerjanya.

    (2) Pengawasan eksternal dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali

    dalam 1 (satu) tahun.

    (3) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    menggunakan formulir 1 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian

    tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (4) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota melaporkan hasil pengawasan

    eksternal secara berjenjang melalui kepala dinas kesehatan provinsi dan

    diteruskan kepada Menteri menggunakan formulir 3 tercantum dalam Lampiran II

    yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (5) Kepala kantor kesehatan pelabuhan melaporkan hasil pengawasan

    eksternal kepada Menteri dan kepala otoritas pelabuhan/bandar udara

    menggunakan formulir 4 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian

    tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  • -5-

    Pasal 6

    Pengambilan dan pengujian sampel air untuk pengawasan internal dan eksternal

    dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 7

    Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan, kualitas Air untuk Keperluan Higiene

    Sanitasi, air untuk Kolam Renang, air untuk SPA, dan air untuk Pemandian

    Umum tidak memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan

    Persyaratan Kesehatan, Penyelenggara harus melakukan pelindungan dan

    peningkatan kualitas air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan.

    Pasal 8

    (1) Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan

    kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

    Peraturan Menteri ini sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-

    masing.

    (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

    melibatkan organisasi dan asosiasi terkait.

    (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    diarahkan untuk melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang

    dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

    (4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) diselenggarakan melalui:

    a. advokasi dan sosialisasi; b. bimbingan teknis; dan/atau c. monitoring dan evaluasi.

    Pasal 9

    (1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, kepala dinas

    kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai

    kewenangannya dapat

  • -6-

    memberikan sanksi administratif kepada Penyelenggara selain Penyelenggara

    yang tidak menyediakan air untuk kepentingan umum atau komersial yang tidak

    memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan

    Kesehatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

    (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; dan/atau b. rekomendasi penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin.

    Pasal 10

    Setiap Penyelenggara harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

    Pasal 11

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

    a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air;

    b.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 061/MENKES/PER/I/1991 tentang Persyaratan Kesehatan Kolam Renang dan Pemandian Umum; dan

    c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pelayanan

    Kesehatan SPA (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 277),

    sepanjang mengatur mengenai Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan

    Persyaratan Kesehatan air untuk SPA, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 12

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

  • -7-

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

    Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2017

    MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

    ttd

    NILA FARID MOELOEK

    Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Juni 2017

    DIREKTUR JENDERALPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

    ttd

    WIDODO EKATJAHJANA

    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 864

  • -8-

    LAMPIRAN I

    PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 32 TAHUN 2017

    TENTANG STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN

    DAN PERSYARATAN KESEHATAN AIR UNTUK KEPERLUAN HIGIENE SANITASI, KOLAM RENANG, SOLUS PER AQUA, DAN PEMANDIAN UMUM

    STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN

    KESEHATAN AIR UNTUK KEPERLUAN HIGIENE SANITASI, KOLAM

    RENANG, SOLUS PER AQUA, DAN PEMANDIAN UMUM

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun

    2014 tentang Kesehatan Lingkungan, kualitas lingkungan yang sehat ditentukan

    melalui pencapaian atau pemenuhan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan

    dan Persyaratan Kesehatan. Air merupakan salah satu media lingkungan yang

    harus ditetapkan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan

    Kesehatan.

    Isu yang muncul akibat perkembangan lingkungan yaitu perubahan iklim

    salah satunya menyangkut media lingkungan berupa air antara lain pola curah

    hujan yang berubah-ubah. Hal ini menyebabkan berkurangnya ketersediaan air

    bersih untuk keperluan higiene sanitasi. Selain itu hal ini juga menyebabkan

    berkurangnya air untuk keperluan Kolam Renang dan SPA yang pada umumnya

    mengambil air dari air tanah. Curah hujan yang lebat dan terjadinya banjir

    memperburuk sistem sanitasi yang belum memadai, sehingga masyarakat rawan

    terkena penyakit menular melalui air seperti diare dan lain-lain. Ditinjau dari sudut

    kesehatan masyarakat, kebutuhan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam

    Renang, SPA, dan Pemandian Umum harus memenuhi syarat kualitas agar

    kesehatan masyarakat terjamin. Kebutuhan air

  • -9-

    tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan

    kebiasaan masyarakat.

    Hasil studi epidemiologi dan asesmen risiko yang dihimpun oleh WHO

    menunjukkan perkembangan penentuan standar dan pedoman dalam rangka

    peningkatan kualitas air dan dampak kesehatannya. Disebutkan bahwa selain air

    minum, air untuk keperluan rekreasi seperti Kolam Renang, SPA, dan

    Pemandian Umum juga menjadi potensi risiko penyebab penyakit berbasis air.

    Oleh karena itu, perlu peraturan perundang-undangan yang mengakomodasi

    upaya mewujudkan kesehatan lingkungan pada media lingkungan berupa air.

  • -10-

    BAB II

    STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN

    A. Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi

    Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media Air untuk

    Keperluan Higiene Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia yang

    dapat berupa parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter wajib

    merupakan parameter yang harus diperiksa secara berkala sesuai dengan

    ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan parameter

    tambahan hanya diwajibkan untuk diperiksa jika kondisi geohidrologi

    mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan dengan parameter

    tambahan. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi tersebut digunakan untuk

    pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi, serta

    untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan pakaian. Selain

    itu Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi dapat digunakan sebagai air baku

    air minum.

    Tabel 1 berisi daftar parameter wajib untuk parameter fisik yang

    harus diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi.

    Tabel 1. Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu

    Kesehatan Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan

    Higiene Sanitasi

    No. Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu

    (kadar maksimum)

    1. Kekeruhan NTU 25

    2. Warna TCU 50

    3. Zat padat terlarut mg/l 1000

  • (Total Dissolved Solid)

    4. Suhu oC suhu udara ± 3

    5. Rasa tidak berasa

    6. Bau tidak berbau

  • -11-

    Tabel 2 berisi daftar parameter wajib untuk parameter biologi yang harus

    diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi yang meliputi total coliform dan

    escherichia coli dengan satuan/unit colony forming unit dalam 100 ml sampel air.

    Tabel 2. Parameter Biologi dalam Standar Baku Mutu Kesehatan

    Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi

    No. Parameter Unit Standar Baku Mutu

    Wajib (kadar maksimum)

    1. Total coliform CFU/100ml 50

    2. E. coli CFU/100ml 0

  • -12-

    Tabel 3 berisi daftar parameter kimia yang harus diperiksa untuk keperluan

    higiene sanitasi yang meliputi 10 parameter wajib dan 10 parameter tambahan.

    Parameter tambahan ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan

    otoritas pelabuhan/bandar udara.

    Tabel 3. Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan

    Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi

    No. Parameter Unit Standar Baku Mutu

    (kadar maksimum)

    Wajib

    1. pH mg/l 6,5 - 8,5

    2. Besi mg/l 1

    3. Fluorida mg/l 1,5

    4. Kesadahan (CaCO3) mg/l 500

    5. Mangan mg/l 0,5

    6. Nitrat, sebagai N mg/l 10

    7. Nitrit, sebagai N mg/l 1

  • 8. Sianida mg/l 0,1

    9. Deterjen mg/l 0,05

    10. Pestisida total mg/l 0,1

  • -13-

    Tambahan

    1. Air raksa mg/l 0,001

    2. Arsen mg/l 0,05

    3. Kadmium mg/l 0,005

    4. Kromium (valensi 6) mg/l 0,05

    5. Selenium mg/l 0,01

    6. Seng mg/l 15

    7. Sulfat mg/l 400

    8. Timbal mg/l 0,05

  • LAMPIRAN II

    DOKUMENTASI PENELITIAN

    Alat & Reagensia

    Oven Furnance / Tanur Pemanas Listrik

    Spektroquan Pharo 300 Timbangan Timbangan Analitik

    Reagensia

  • Pengolahan Bubuk Kulit Singkong menjadi Arang Aktif Kulit

    Singkong

    Bubuk kulit singkong Proses Pengarangan Arang Kulit Singkong

    Proses Perendaman Proses penyaringan penetralan pH

    Arang Kulit Singkong arang aktif kulit

    dengan Aktivator singkong setelah

    perendaman dengan

    aktifator

    Arang Aktif

  • Pengkontakan Air yang Dikondisikan dengan Arang Aktif Kulit

    Singkong

    Proses pengkontakkan proses penyaringan air

    air yang telah kondisi yang telah

    dikondisikan dikontakkan dengan

    dengan arang aktif arang aktif kulit

    kulit singkong singkong

    Proses Pemanasan metode sempel yang akan dibaca dengan alat

    ortho- phenantroline spektroquan pharo 300

  • LAMPIRAN III

    JADWAL PENELITIAN

    NO

    JADWAL

    BULAN

    J

    A

    N

    U

    A

    R

    I

    F

    E

    B

    R

    U

    A

    R

    I

    M

    A

    R

    E

    T

    A

    P

    R

    I

    L

    M

    E

    I

    J

    U

    N

    I

    J

    U

    L

    I

    A

    G

    U

    S

    T

    U

    S

    1 Penelusuran pustaka

    2 Pengajuan judul KTI

    3 Konsultasi judul

    4

    Konsultasi dengan

    pembimbing

    5 Penulisan proposal

    6 Ujian proposal

    7 Pelaksanaan penelitian

    8 Penulisan laporan KTI

    9 Ujian KTI

    10 Perbaikan KTI

    11 Yudisium

    12 Wisuda