karya ilmiah isbd informatika 3

55
BAB 1 Pendahuluan Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Kalian akan dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Upload: theofilus

Post on 03-Jul-2015

2.600 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

BAB 1

Pendahuluan

Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam

masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas.

Kalian akan dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan keadaan pada beberapa

waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek

kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem

kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan.

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan

mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan

lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi  organisasi sosial

masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan

sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan

tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).

Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut

dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem

hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan

mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang

bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan

karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam

Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan

manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan

yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan

sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut

paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu

masyarakat memenuhi kebutuhannya.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Latar belakang

Pertama-tama perlu saya kemukakan bahwa  masih banyak di antara masyarakat awam kita

yang mengartikan “kebudayaan” sebagai “kesenian”, meskipun sebenarnya kita semua

memahami bahwa kesenian hanyalah sebagian dari kebudayaan. Hal ini tentulah karena

kesenian memiliki bobot besar dalam kebudayaan, kesenian sarat dengan kandungan nilai-

nilai budaya, bahkan menjadi wujud dan ekspresi yang menonjol dari nilai-nilai budaya.

Dan di tengah Maraknya arus Globalisasi yang masuk ke Indonesia, melalui cara  cara

tertentu membuat Dampak Positif dan Dampak Negatif nya sendiri Bagi NTT. Terutama

dalam Bidang Kebudayaan. Karena semakin terkikisnya nilai – nilai Budaya kita oleh

pengaruh budaya Asing yang masuk ke Negara kita.

Oleh karena itu, untuk  meningkatkan ketahanan budaya bangsa, maka Pembangunan

Nasional perlu bertitik-tolak dari upaya-upaya  pengembangan kesenian yang mampu

melahirkan “nilai-tambah kultural”. Pakem-pakem seni (lokal dan nasional) perlu tetap

dilanggengkan, karena berakar dalam budaya masyarakat. Melalui dekomposisi dan

rekonstruksi, rekoreografi, renovasi, revitalisasi, refungsionalisasi, disertai improvisasi

dengan aneka hiasan, sentuhan-sentuhan nilai-nilai dan nafas baru, akan mengundang

apresiasi dan menumbuhkan sikap posesif terhadap pembaharuan dan pengayaan karya-karya

seni.  Di sinilah awal dari kesenian menjadi kekayaan budaya dan “modal sosial-kultural”

masyarakat.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1. Kebudayaan NTT (Nusa Tenggara Timur)

Provinsi yang mempunyai 550 pulau dengan tiga pulau besar yaitu Pulau Flores, Pulau

Sumba dan Pulau Timor Barat ini ternyata kaya akan budaya. Hal ini dikarenakan banyaknya

suku yang terdapat di provinsi yang dikenal juga dengan Nusa Cendana ini. Masing-masing

suku berbeda dalam bahasa, motif tenun ikat dan juga terkadang dalam pakaian adatnya.

Kekayaan Nusa Tenggara Timur pun bukan hanya pada adat istiadatnya, namun juga pada

keindahan alam bawah lautnya. Hal ini memancing minat dari wisatawan asing maupun lokal

untuk datang terutama untuk berolah raga Diving dan Selancar. Pantai Nemberala dan Boa di

Pulau Rote menjadikan tujuan dari para Surfer dan Pulau Alor dan sekitarnya untuk yang

mempunyai hobi Diving.

Dibeberapa tempat di NTT juga kita masih menjumpai suku-suku tradisional yang masih

memegang teguh adat istiadat mereka, seperti Suku Boti di Timor Tengah Utara, Kampung

Tradisional Takpala dan Mombang di Kepulauan Alor.

Nusa Tenggara juga dikenal dengan alat musik khas Sasando yang sudah mendunia, yang

dibuat dengan menggunakan kekayaan alamnya yaitu Pohon Lontar yang banyak kita jumpai

di Bumi Flobamora ini.

Mari kita nikmati NTT yang kaya akan budaya, keindahan alamnya terutama bawah laut dan

yang mengembirakan tolerasi antar umat beraga di NTT begitu nyata, hal ini dengan banyak

kita jumpai rumah ibadah yang saling berdekatan satu dengan yang lain.

NTT telah mengajarkan saya untuk bagaimana mencintai Indonesia, mencintai negara

kepulauan, mencintai adat istiadat, menyebarkan keramahan dan yang paling penting

menyebarkan semangat Aku Cinta Indonesia.

Datangi NTT, nikmati keramahan penduduknya, Selamat Mama, Selamat Papa, Selamat

Paman, Selamat. Terimakasih atas keramahan yang telah dibagi kepada kami selama berada

di Bumi Ti'I Langga ini.

Provinsi NTT kaya akan ragam budaya baik bahasa maupun suku bangsanya seperti tertera

dalam di bawah ini:

1.1 Jumlah Bahasa Daerah

Jumlah bahasa yang dimiliki cukup banyak dan tersebar pada pulau-pulau yang ada yaitu:

Pengguna Bahasa di Nusa Tenggara Timur

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

 

Pakaian

Adat Rote

Rumah adat

Sumba

Kuburan

MegalitikTarian caci

1. Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan

bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun, Bural:

2. Alor dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan Tewo kedebang, Blagar,

Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule,

Aluru, Kayu Kaileso

3. Flores dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan melayu, Laratuka,

Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba,

Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo

4. Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan Kambera,

Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi

1.2 Jumlah Suku /Etnis

Penduduk asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami daerah-daerah yang tersebar

Diseluruh wilayah NTT, sebagai berikut:

1. Helong: Sebagian wilayah Kabupaten Kupang (Kec.Kupang Tengah dan Kupang

Barat serta Semau)

2. Dawan: Sebagian wilayah Kupang (Kec. Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang

Tengah, Kab timor Tengah selatan, Timor Tengah Utara, Belu ( bagian perbatasan

dengan TTU)

3. Tetun: Sebagian besar Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste

4. Kemak: Sebagian kecil Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste

5. Marae: Sebagian kecil Kab. Belu bagian utara dekat dengan perbatasan dengan

Negara Timor Leste

6. Rote: Sebagian besar pulau rote dan sepanjang pantai utara Kab Kupang dan pulau

Semau

7. Sabu / Rae Havu: Pulau Sabu dan Raijua serta beberapa daerah di Sumba

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

8. Sumba: Pulau Sumba

9. Manggarai Riung: Pulau Flores bagian barat terutama Kan Manggarai dan Manggarai

Barat

10. Ngada: Sebagian besar Kab Ngada

11. Ende Lio: Kabupaten Ende

12. Sikka-Krowe Muhang: Kabupaten Sikka

13. Lamaholor: Kabupaten Flores Timur meliputi Pulau Adonara, Pulau Solor dan

sebagian Pulau Lomblen

14. Kedang: Ujung Timur Pulau Lomblen

15. Labala: Ujung selatan Pulau Lomblen

16. Pulau Alor: Pulau Alor dan pulau Pantar.

1.2.1 BUDAYA FLORES TIMUR

Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan

dengan kabupaten Alor di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut

Flores dan selatan, laut Sawu. Orang yang berasal dari Flores Timur sering

disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang digunakan bahasa suku

Lamaholot. 

Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan

ritual suku. Rumah adat dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan

Tana Ekan (wujud tertinggi yang mengciptakan dan yang empunya bumi). 

Pelapisan social masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama,

karena itu dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah

kepada suku Mehen yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal

dan mengolah tanah dari suku Mehen. Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang

dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku

Ketawo.

Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai

berikut:

Ola tugu, here happen, lLua watana, Gere Kiwan, Pau kewa heka ana, Geleka lewo gewayan,

toran murin laran. Artinya:Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut),

berkarya di gunung, melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi

kepada pertiwi/tanah air, menerima tamu asing. 

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1.2.2 BUDAYA SIKKA

Sikka berbatasan sebelah utara dengan laut Flores, sebelah selatan dengan

Laut Sabu, dan sebelah timur dengan kabupaten Flores Timur, bagian barat

dengan kabupaten Ende. Luas wilayah kabupaten Sikka 1731,9 km2.

Ibu kota Sikka ialah Maumere yang terletak menghadap ke pantai utara, laut

Flores. Konon nama Sikka berasal dari nama suatu tempat dikawasan

Indocina. Sikka dan dari sinilah kemungkinan bermula orang berimigrasi

kewilayah nusantara menuju ke timur dan menetap disebuah desa pantai

selatan yakni Sikka. Nama ini Kemudian menjadi pemukiman pertama penduduk asli Sikka

di kecamatan Lela sekarang. Turunan ini bakal menjadi tuan tanah di wilayah ini.

Pelapisan sosial dari masyarakat Sikka. Lapisan atas disebut sebagai Ine Gete Ama Gahar

yang terdiri para raja dan bangsawan. Tanda umum pelapisan itu di zaman dahulu ialah

memiliki warisan pemerintahan tradisional kemasyarakatan, di samping pemilikan harta

warisa keluarga maupun nenek moyangnya. Lapisan kedua ialah Ata Rinung dengan ciri

pelapisan melaksanakan fungsi bantuan terhadap para bangsawan dan melanjutkan semua

amanat terhadap masyarakat biasa/orang kebanyakan umumnya yang dikenal sebagai lapisan

ketiga yakni Mepu atau Maha.

Secara umum masyarakat kabupaten Sikka terinci atas beberapa nama suku; (1) ata Sikka, (2)

ata Krowe, (3) ata Tana ai, desamping itu dikenal juga suku-suku pendatang yaitu: (4) ata

Goan, (5) ata Lua, (6) ata Lio, (7) ata Ende, (8) ata Sina, (9) ata Sabu/Rote, (10) ata Bura.

Mata pencaharian masyarakat Sikka umumnya pertanian. Adapun kelender pertanian sbb:

Bulan Wulan Waran - More Duru (Okt-Nov) yaitu bulan untuk membersihkan kebun,

menanam, menyusul di bulan Bleke Gete-Bleke Doi - Kowo (Januari, Pebuari, Maret) masa

untuk menyiangi kebun (padi dan jagung) serta memetik, dalam bulan Balu Goit - Balu Epan

- Blepo (April s/d Juni) masa untuk memetik dan menanam palawija /kacang-kacangan.

Sedangkan pada akhir kelender kerja pertanian yaitu bulan Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin

(Agustus - September).

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1.2.3 BUDAYA ENDE

Batas-batas wilayahnya yang membentang dari pantai utara ke selatan itu

adalah dibagian timur dengan kabupaten Sikka, bagian barat dengan

kabupaten Ngada, utara dengan laut Flores, selatan dengan laut Sabu. Luas

kabupaten Ende 2046,6 km2, iklim daerah ini pada umumnya tropis dengan

curah hujan rata-rata 6096 mm/tahun dengan rata rata jumlah hari hujan

terbanyak pada bulan November s/d Januari.

Daerah yang paling terbanyak mendapat hujan adalah wilayah tengah seperti

kawasan gunung Kalimutu, Detusoko, Welamosa yang berkisar antara 1700

mm s/d 4000 mm/tahun.

Nama Ende sendiri konon ada yang menyebutkannya sebagai Endeh, Nusa Ende, atau dalam

literatur kuno menyebut Inde atau Ynde. Ada dugaan yang kuat bahwa nama itu mungkin

sekali diberikan sekitar abad ke 14 pada waktu orang-orang maleyu memperdagangkan

tenunan besar nan mahal yakni Tjindai sejenis sarung patola dalam pelayaran perdagangan

mereka ke Ende.

Ende/Lio sering disebut dalam satu kesatuan nama yang tidak dapat dipisahkan.Meskipun

demikian sikap ego dalam menyebutkan diri sendiri seperti :Jao Ata Ende atau Aku ata Lio

dapat menunjukan sebenarnya ada batas-batas yang jelas antara ciri khas kedua sebutan itu.

Meskipun secara administrasi masyarakat yang disebut Ende/Lio bermukim dalam batas yang

jelas seperti tersebut di atas tetapi dalam kenyataan wilayah kebudayaan (tereitorial kultur)

nampaknya lebih luas Lio dari pada Ende.

Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya pada mula dari keluarga

batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana (anak-anak) kemudian diperluas sesudah

menikah maka anak laki-laki tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk.

Rumah sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun rumbia maupun

alang-alang.

Lapisan bangsawan masyarakat Lio disebut Mosalaki ria bewa, lapisan bansawan menengah

disebut Mosalaki puu dan Tuke sani untuk masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat Ende

bangsawan disebut Ata NggaE, turunan raja Ata Nggae Mere, lapisan menegah disebut Ata

Hoo dan budak dati Ata Hoo disebut Hoo Tai Manu. 

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1.2.4 BUDAYA NGADA

Ngada merupakan kabupaten yang terletak diantara kabupaten Ende (di

timur) dan Manggarai (di barat). Bajawa ibu kotanya terletak di atas bukit

kira-kira 1000 meter di atas permukaan laut. Masyarakat ini dikenal empat

kesatuan adat (kelompok etnis) yang memiliki pelbagai tanda-tanda kesatuan

yang berbeda.

Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung, (4) Soa.

Masing-masing kesatuan adat mempertahankan ciri kekrabatannya dengan

mendukung semacam tanda kesatuan mereka.

Arti keluarga kekrabatan dalam masyarakat Ngada umumnya selain terdekat dalam bentuk

keluarga inti Sao maka keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu 

(satu Peo, satu Ngadhu, dan Bagha). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu.

Contoh setiap anggota kekrabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat kepada kepala suku,

terutama atas tanah. Setiap masyarakat pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah

adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu.

Rumah tradisional disebut juga Sao, bahan rumah terbuat seperti di Ende/Lio (dinding atap,

dan lantai /panggungnya). Secara tradisional rumah adat ditandai dengan Weti (ukiran).

Ukiran terdiri dari tingkatan-tingkatan misalnya Keka, Sao Keka, Sao Lipi Wisu, Sao Dawu

Ngongo, Sao Weti Sagere, Sao Rika Rapo, Sao Lia Roda.

Pelapisan sosial teratas disebut Ata Gae, lapisan menengah disebut Gae Kisa, dan pelapisan

terbawah disebut Ata Hoo. Sumber lain menyebutkan pelapisan sosial biasa dibagi atas tiga,

Gae (bangsawan), Gae Kisa = kuju, dan golongan rendah (budak). Ada pula yang membagi

atas empat strata, Gae (bangsawan pertama), Pati (bangsawan kedua) Baja (bangsawan

ketiga), dan Bheku (bangsawan keempat).

Para istri dari setiap pelapisan terutama pelapisan atas dan menengah disebut saja

Inegae/Finegae dengan tugas utama menjadi kepala rumah yang memutuskan segala sesuatu

di rumah mulai pemasukan dan pengeluaran.

Masyarakat Nagekeo pendukung kebudayaan Paruwitu (kebudayaan berburu), masyarakat

Soa pendukung Reba (kebudayaan tahun baru, pesta panen), Pendukung kebudayaan bertani

dalam arti yang lebih luas ialah Ngadhu/Peo, terjadi pada sebagian kesatuan adat Nagekeo,

Riung, Soa dan Ngada. 

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1.2.5 BUDAYA MANGGARAI

Manggarai terletak di ujung barat pulau Flores, berbatasan sebelah timur

dengan kabupaten Ngada, barat dengan Sealat sapepulau

sumbawa/kabupaten Bima, utara dengan laut Flores dan selatan dengan laut

Sabu. Luas wilayah 7136,14 km2, wilayah ini dapat dikatakan paling subur

di NTT. Areal pertanian amat luas dan subur, perkebunan kopi yang

membentang disebahagian wilayahnya, curah hujan yang tinggi yaitu dalam

setahun mencapai 27,574 mm, sepertiga dari jumlah itu (lebih dari 7000mm)

turun pada bulan Januari.Ibu kota Manggarai terletak kira-kira 1200 meter di

atas permukaan laut, di bawa kaki gunung Pocoranaka. Pembentukan keluarga batih terdiri

dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo. Perluasan Cak Kilo membentuk

klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga dan klen besar Wau.

Beberapa istilah yang dikenal dalam sistim kekrabatan antara lain Wae Tua (turunan dari

kakak), Wae Koe (turunan dari adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina

(turunan keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang (saudara

perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua (kakak dari bapak), Ende Koe (adik

dari mama), Ende Tua (kakak dari mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase

(adik), Nana (saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri).

Strata masyarakat Manggarai terdiri atas 3 golongan, kelas pertama disebut Kraeng

(Raja/bangsawan), kelas kedua Gelarang ( kelas menengah), dan golongan ketiga Lengge

(rakyat jelata).

Raja mempunyai kekuasaan yang absolut, upeti yang tidak dapat dibayar oleh rakyat

diharuskan bekerja rodi. Kaum Gelarang bertugas memungut upeti dari Lengge (rakyat

jelata). Kaum Gelarang ini merupakan penjaga tanah raja dan sebagai kaum penyambung

lidah antara golongan Kraeng dengan Lengge. Status Lengge adalah status yang selalu

terancam. Kelompok ini harus selalu bayar pajak, pekerja rodi, dan berkemungkinan besar

menjadi hamba sahaya yang sewaktu-waktu dapat dibawah ke Bima dan sangat kecil sekali

dapat kembali melihat tempat kelahirannya.

1.2.6 Budaya Rote

Kabupaten Rote Ndao adalah salah satu pulau paling selatan dalam jajaran kepulauan

Nusantara Indonesia. Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Ndao,Ndana, Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu. Konon menurut lagenda seorang

Portugis diabad ke 15 mendaratkan perahunya , dan bertanya kepada seorang nelayan

setempat apa nama pulau ini, sang nelayan menyebut namanya sendiri,

Rote. Sang pelaut Portugis mengira nama pulau itu yang dimaksudkan.

Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau/kabupaten Rote Ndao

menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes,

Pilo Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kestuan adat

yang disebut Nusak.Semua Nusak yang ada dipulau Rote Ndao tersebut

kemudian disatukan dalam wilayah kecamatan.

Masyarakat Rote Ndao mengenal suatu lagenda yang menuturkan bahwa awal mula orang

Rote datang dari Utara, dari atas, lain do ata, yang konon kini Ceylon. Kedatangan mereka

menggunakan perahu lete-lete.

Strata sosial terdapat pada setiap leo. Lapisan paling atas yaitu mane leo (leo mane). Yang

menjadi pemimpin suatu klein didampingi leo fetor (wakil raja) yang merupakan jabatan

kehormatan untuk keluarga istri mane leo. Fungsi mane leo untuk urusan yang sifatnya

spiritual, sedangkan fetor untuk urusan duniawi.

Filosofi kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat

bersumber cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Dan memang secara tradisonal

orang-orang Rote memulai perkampungan melalui pengelompokan keluarga dari pekerjaan

mengiris tuak. Dengan demikian pada mulanya ketika ada sekelompok tanaman lontar yang

berada pada suatu kawasan tertentu, maka tempat itu jugalah menjadi pusat pemukiman

pertama orang-orang Rote.

Secara tradisional pekerjaan menyadap nira lontar tugas kaum dewasa sampai tua. Tetapi

perkerjaan itu hanya sampai diatas pohon, setelah nira sampai ke bawah seluruh pekerjaan

dibebankan kepada wanita. Kaum pria bangun pagi hari kira-kira jam 03.30, suatu suasana

yang dalam bahasa Rote diungkap sebagai; Fua Fanu Tapa Deik Malelo afe take tuk (bangun

hampir siang dan berdiri tegak,sadar dan cepat duduk).

1.2.7 BUDAYA SABU

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Sabu atau Sawu merupakan sebuah pulau dalam wilayah Kabupaten

Kupang, terletak di keliling lautan Indonesia dan Laut Sawu. Luas wilayah

pulau Sabu 460,87 km.Iklim pulau umumnya ditandai dengan musim

kemarau yang panjang yakni bulan Maret sampai dengan bulan November.

Penduduk Sabu terdiri dari kesatuan klen yang disebut sebagai Udu

(kelompok patrinial) yang mendiami beberapa lokasi tempat tinggal antara

lain de Seba, Menia, LiaE, Mesara, Dimu dan Raijua. Masing-masing Udu

sebagi suatu klen atau sub udu yang disebut Karego.Tentang pola

perkampungan orang Sabu tidak bisa terlepas dari pemberian makna pulaunya sendiri atau

Rai Hawu. Rai Hawu dibayangkan sebagi suatu makluk hidup yang membujur kepalanya di

barat dan ekornya di timur. Maha yang letaknya disebelah barat adalah kepala haba dan LiaE

di tengah adalah dada dan perut. Sedangkan Dimu di timur merupakan ekor. Pulau itu juga

dibayangkan sebagai perahu, bagian Barat Sawu yaitu Mahara yang berbukit dan

berpegunungan, digolongkan sebagai anjungan tanah (duru rai) sedangkan dimu yang lebih

datar dan rendah dianggap buritannya ( wui rai).

Orang Sabu mengenal hari-hari dalam satu minggu, misalnya hari Senin Lodo Anni), Selasa

(Lodo Due), Rabu ( Lodo Talhu), Kamis (Lodo Appa), Jumat (Lodo Lammi), Sabtu (Lodo

Anna), Minggu (Lodo Pidu).Konsep hari ini (Lodo ne), hari yang akan datng (Lodo de),

besok (Barri rai). Hari-hari tersebut membentuk satu minggu kemudian 4 atau 5 minggu

membentuk satu bulan (waru) dan 12 bulan membentuk satu tahun (tou).

Secara umum orang Sabu mengenal dua musim, kemarau yang disebut Waru Wadu dan

musim hujan atau Waru Jelai. Di antara kedua musim itu ada musim peralihannya. Dalam

masing-Masing musim ada beberapa upacara yang berhubungan dengan mata pencaharian.

Dalam musim Waru Wadu atau kemarau, dikenal upacara 

(1) memanggil nira; 

(2) memasak gula lontar; 

(3) memberangkatkan perahu lontar. 

Sebelum memasuki musim berikutnya/hujan ada upacara peralihan musim terinci atas 

(1) memisahkan kedua musim; 

(2) menolak kekuatan gaib/bala; 

dan pada musim waru jelai atau musim penghujan dapat diadakan tiga upacara: 

(1) pembersihan ladang dan minta hujan; 

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

(2) upacara menanam dan 

(3) upacara sesudah panen.

 1.2.8 BUDAYA TIMOR TENGAH SELATAN

Timor Tengah Selatan dikenal dengan penghasil cendana itu mempunayi

luas 4333,6 km2 Cuaca umum wilayah TTS 4 bulan basah (Desember-

April), 8 kering (April-November). Suhu udara dimusim dingin berkisar 18-

21o C.

Pembagian penggunaan tanah wilayah TTS 2.500 ha. Terdiri dari atas

persawahan , 44.908 ha. Pengembalaan, 41.374 ha. Lamtoro dan 180.000

ha. Tanah kritis. Wilayah kabupaten TTS berbatasan dengan Kabupaten

Timor Tengan Utara sebelah utara dan Ambenu (Timor Leste) sebelah selatan dengan laut

Indonesia, timur dengan Kabupaten Belu.

Penduduk asli TTS merupakan suku bangsa dawan. Dalam mmasyarakat Dawan umumnya

pemukiman mulai dari pola keluarga inti/batih yang terdiri dari bapak, ibu, dan anakyang

disebut UME. Ume yang ada bakal membentuk klen kecil yang disebut Pulunes atau Kuanes

dan ada klen besar Kanaf.

Ume sebagai keluarga inti tinggal di rumah pemukiman tradisional yaitu Lopo dan Ume.

Lopo adalah lambang rumah untuk pria dan Ume untuk perempuan. Umumnya mata

pencaharian masyarakat TTS adalah pertanian dan peternakan, seperti menanam jagung,

umbi-umbian, kacang-kacangan dan sedikit pertanian padi. Peternakan sapi, babi, dan

kambing.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1.2.9 BUDAYA TIMOR TENGAH UTARA

Timor Tengah Utara (TTU) dengan ibu kota Kefamenanu. Terletak

berbatasan dengan Kabupaten Belu dibagian timur, barat dengan TTS, utara

dengan Laut Sawu.Luas wilayah mencapai 2.669,7 km2 . Keadaan alam

wilayah TTU beriklim tropis dengan musim kemarau Juli-Nopember dan

musim penghujan Desember-Maret. Ibu kota Kefamenanu terletak lebih

kurang 600 m di atas permukaan laut, dengan jarak 197 km dari Kupang.

PelapisaN social dalam masyarakat TTU terdiri atas tiga bagian yaitu:

(1). Usif (golongan bangsawan/raja)

(2). Amat (pembantu raja) 

(3). To (golongan bawah/rakyat)

Raja pada umumnya sebagai pemilik tanah yang menerima upeti dari tanahnya, dan tugas

menarik upeti dilakukan oleh Moen Leun Aoin Leun, seterusnya diserahkan kepada Amaf

Terlihat satu konsep yang menunjukan bahwa lapisan raja/bangsawan. Tidak langsung

berhubungan dengan golongan To, oleh karena Usif memanfaatkan para pembantu Moen

danAmaf untuk urusan pemeritahannya.

Mata pencaharian masyarakat TTU adalah bertani, beternak. Pertanian dalam kebudayaan

Atoni diartikan sebagai suatu masyarakat Atoni Pan Meto artinya petani lahan kering.

Mereka menyebut diri mereka orang yang bekerja di lahan kering dan itu yang harus

dikerjakan karena tidak mengenal laut dan pantai. Mereka tidak tahu nama ikan. 

1.2.10 BUDAYA BELU

Belu merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pulau Timor/Nusa

Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste.Luas

Kabupaten Belu 2445,6 km2 Ibu kota kabupaten Belu, Atambua sebuah

kota kecil yang terletak 500 meter diatas permuksaan laut. Jarak Kupang

dan Atambua lebih kurang 290 km.

Konon nama Atambua berasal dari kata Ata (Hamba), Buan

(Suanggi/tukang sihir). Dari legenda diceriterakan adanya hamba yang

berani berontak dan melepaskan ikatan tangan (borgol) sehingga tidak terjual lewat

pelabuhan Atapupu, dan malahan akhirnya menyingkir saudagarnya. Nama kota ini kembar

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

dengan Atapupu (pelabuhan terletak 24 km arah utara Atambua) dari kata Ata (hamba) Futu

(ikat) yang berarti hamba yang diikat siap dijual.

Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku bangsa memiliki pelapisan sosialnya sendiri.

Sebagai contoh masyarakat Waiwiku dalam wilayah kesatuan suku MaraE. Pemegang

kekuasaan berfungsi mengatur pemerintah secara tradisional, pelapisan tertinggi yaitu Ema

Nain yang tinggal di Uma Lor atau Uma Manaran, mereka adalah raja. Lapisan berikutnya

masih tergolong lapisan bangsawan (di bawah raja) yaitu Ema Dato, kemudian lapisan

menengah Ema Fukun sebagai kepala marga. Lapisan terbawah dan hanya membayar upeti

dan menjalankan perintah raja, bangsawan maupun lapisan menengah disebut Ema Ata

(hamba).Pada masyarakat MaraE lapisan social tertinggi disebut Loro, 

Mata pencaharian orang Belu tidak beda dengan masyarakat TTU, dan TTS, yaitu menanam

jagung, umbi-umbuan, kacang-kacangan dan sedikit pertanian padi, serta bertenak sapi, babi.

1.2.11 BUDAYA SUMBA TIMUR

Sumba Timur batas wilayah disebelah barat dengan kabupaten Sumba

Barat, sebelah utara, selatan dan timur dikelilingi laut Sabu. Luas wilayah

7000,5 km2. Alam Sumba Timur terdiri dari bukit-bukit dengan ciri padang

savana yang membentang jauh ke timur samapi ke selatan, kecuali daerah

sekitar Lewa lebih kurang 60 km dari ibu kota Waingapu kearah barat

merupakan gudang beras dari kabupaten ini. Menurut catatan A.N.T.J. Van

der Hoop yang dikutip B. Soelarto mengatakan bahwa orang-orang Sumba

sebenarnya datang dari Indocina yang sudah membentuk suatu ras baru

yaitu Melayu muda yang bakal berlayar menuju ke muara sungai Kambaniru dan mendirikan

sebuah kampung tradisional ditempat ini dan kelak disebut Kampung Lambanapu.

Pada tahun 1522 sebuah kapal kuat dan bagus milik Magalhaens, 'Victoria' berlayar

mengelilingi dunia dibawah pimpinan Juan Sebastian de Elcano. Diatas kapal itu juga ada

seorang calon perwira bernama Antonio Pigafetta. Padea tanggal 14 Pebuari 1522 kapal itu

berlayar dekat pulau Sabu ke arah barat sebelah selatan Pulau Sumba. Dalam pelayaran itu

Pigafetta mungkin mendengar dari seorang penunjuk jalan masuk keluar pelabuhan atau selat

'Cendana' dan 'Melolo' kemudian ia mengira bahwa itu dua nama dari pulau. Kelak Pigafetta

dalam petanya menggambarkan dua pulau itu 'Cendana' dan 'Batalo' (yang tak lain kampung

Malolo sekarang).Sekitar 40 tahun kemudian pulau itu digambar oleh seorang juru gambar

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

peta bumi, Jacobo Gastaldi. Pada tahun 1561 ia menerbitkan peta bumi, dan pulau itu diberi

nama 'Subao' Kemudia tahun 1593 Cornelius de Judaeis menerbitkan peta dan 'Pulau Merapu

disebutnya 'Suban' bahkan ada lagi yang menyebut 'Siombo'. Sementara anak negeri sendiri

menyebutnya tana 'Sumba'.

Pola pengelompokan masyarakat pada umumnya dimulai dari keluarga batih/inti, biliku yang

isinya bapak, ubu, dan anak, yang kemudian membentuk uma dan gabungan dari beberapa

uma membentuk kabisu atau klen besar. Kabihu berarti sudut, ini menunjukan bahwa

pemukiman kabihu di sudut punggung bukit, berbentuk segi empat memanjang dan kedua

ujung kampungnya menyempit berbentuk perahu. Setiap kabihu mempunyai nenek moyang,

dan tanah kabihu sendiri yang diwariskan dari nenek - kakek mereka, kabihu juga kadang-

kadang terhoimpun kedalam beberapa kabihu misalnya:

(1) Kabihu Angupaluku/kabihu bersaudara

(2) Kabihu Yer/kabihu pemberi wanita

(3) Kabihu anak kawin / kabihu penerima wanita 

Beberapa Kabihu kelak membentuk kotaku/dusun dan akhirnya membentuk sebuah kampung

yang disebut Praingu. Umumnya dikenal empat Kabihu penting dalam setiap Desa induk

yang selalu disebut dalam seloka secara berpasangan yaitu:

(1) Lewa : Motolangu - Parai Majangga

(2) Kambera : Mbujika - Parai Karaba, Kabiku – Anamburu

(3) Tabundung : Hau - Harikundu, Kawatangu – Dukuwatu

(4) Mangili : Maru - Watumbulu, Matolangu - Wanggirara. 

Marapu agama asli masyarakat Sumba dalam kegiatan ekonominya bersandar pada sector

pertanian, peternakan, dan juga industri rumah tangga berupa kerajinan tenun ikat. Kerajinan

ini terdapat dibeberapa tempat yang terkenal dengan tenun ikatnya yaitu, desa Kaliuda (kec.

Pahungalodu), Rindi dan Watuhadang (kec. Rindiumalulu), Rambangaru (kec. Pandawai) dan

Kelurahan Prailiu. Tenunannya bermutu tinggi karena dibuat dengan menggunakan ramuan

tradisional yang telah diwarisi dari nenek moyangnya sejak dahulu kala.

1.2.12 BUDAYA SUMBA BARAT

Sumba Barat merupakan salah satu kabupaten dari dua kabupaten yang ada di pulau Sumba

berbatasan bagian utara dengan Laut Sabu, Selatan dan Barat dengan Lautan Indonesia dan

sebelah Timur dengan Kabupaten Sumba Timur.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Luas wilayah kabupaten Sumba Barat 4051,92 km2. Dalam banyak hal wujud kebudayaan

masyarakat Sumba Barat ada kesamaan dengan kabupaten Sumba Timur,

yang terutama adalah pranata religiusnya yakni Merapu sebagai suatu

'Agama Asli' orang Sumba pada umumnya. Kehidupan paling purba di

Sumba khususnya Sumba Barat ditemukan dalam Li'i

Merapu, ialah hikayat suci tentang asal-usul nenek moyang. Biasanya

digelar secara khusus diwaktu malam dikisahkan oleh seorang penyanyi

dan seorang penderas, secara berganti-ganti, sahut-menyahut diselingi

bunyi gong dan genderang. Dalam suasana khidmat dan dengan hati

terharu penduduk kampung mendengarkan sejarah kuno yang diceriterakan dengan meriah.

Singkat ceritera di pantai Utara disanalah nenek moyang kita menjajakan kakinya, pantai itu

Sasar namanya. Tanjung Sasar itu dahulu ada 'Lende Watu' Jembatab Batu yang

menyambung pulau Sumba dan Bima, bahkan ada yang menceriterakan jembatan batu

tersebut membentang jauh sampai ke pantai Manggarai.

Penduduk Sumba Barat secara tradisional adalah bertani (bersawa) dan berladang dengan

padi yang suci (pare) sebagai tenaman pokok yang dihormati. Terdapat beberapa rangkaian

upacara dalam mata pencaharian masyarakat Sumba Barat antara lain upacara upacara :

(1)Upacara mengasah parang (urata patama keto) agar parang/pisau

     dan lain-lain dapat berfungsi pada waktu hendak memotong hewan besar, bekerja kebun.

(2)Urata Pogo wasu (menebang pohon)

(3)Urata Tenu ( membakar kayu)

(4)Urata Wuke Oma (membuka kebun) rangkaian upacara ini sebagai pemohon belas 

     kasih pada dewa untuk meminta kesucian untuk perang, tanah agar menghasilkan

     dan hujan yang banyak.

(5)Urata Dengu Ura (memohon hujan) semua acara di atas dipimpin oleh Rato dengan

    mengambil ayam yang darahnya dipercik baik ke parang, pohon, maupun tanah.

(6) Urata Dengi Ina ( upacara memetik hasil)

Provinsi NTT kaya akan ragam budaya baik bahasa maupun suku bangsanya seperti tertera

dalam di bawah ini:

1.3 Sekilas Masyarakat Flores

Pengantar ke dalam masyarakat Flores ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara singkat

bagaimana konteks nyata masyarakat Flores. Penjelasan ini akan mencakup dua hal yakni

sejarah, lingkungan dan masyarakat Flores.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1.3.1 Sejarah Flores

Nama Pulau Flores berasal dari Bahasa Portugis "Cabo de Flores" yang berarti

"Tanjung Bunga". Nama ini semula diberikan oleh S. M. Cabot untuk menyebut wilayah

paling timur dari Pulau Flores. Nama ini kemudian dipakai secara resmi sejak tahun 1636

oleh Gubenur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Brouwer. Nama Flores yang sudah hidup

hampir empat abad ini sesungguhnya tidak mencerminkan kekayaan Flora yang dikandung

oleh pulau ini. Karena itu, lewat sebuah studi yang cukup mendalam Orinbao (1969)

mengungkapkan bahwa nama asli Pulau Flores adalah Nusa Nipa (yang artinya Pulau Ular).

Dari sudut Antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena mengandung berbagai makna

filosofis, kultural dan ritual masyarakat Flores.

Pulau Flores, Alor dan Pantar merupakan lanjutan dari rangkaian Sunda System yang

bergunung api. Flores memiliki musim penghujan yang pendek dan musim kemarau yang

panjang. Daerah Pulau Flores meliputi enam kabupaten, yakni Kabupaten Manggarai,

Ngadha, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Lembata.

1.3.2. Lingkungan dan Masyarakat Flores

Sejarah kependudukan masyarakat Flores menunjukkan bahwa Pulau ini dihuni oleh berbagai

kelompok etnik yang hidup dalam komunitas-komunitas yang hampir-hampir eksklusif

sifatnya. Masing-masing etnis menempati wilayah tertentu lengkap dengan pranata sosial

budaya dan ideologi yang mengikat anggota masyarakatnya secara utuh (Barlow, 1989;

Taum, 1997b). Heterogenitas penduduk Flores terlihat dalam sejarah asal-usul, suku, bahasa,

filsafat dan pandangan dunia.

Ditinjau dari sudut bahasa dan budaya, ada enam sub-kelompok etnis di Flores (Keraf, 1978;

Fernandez, 1996). Keenam sub-kelompok etnis itu adalah: etnis Manggarai-Riung (yang

meliputi kelompok bahasa Manggarai, Pae, Mbai, Rajong, dan Mbaen). Etnis Ngadha-Lio

(terdiri dari kelompok bahasa-bahasa Rangga, Maung, Ngadha, Nage, Keo, Palue, Ende dan

Lio. Kelompok etnis Mukang (meliputi bahasa Sikka, Krowe, Mukang dan Muhang).

Kelompok etnis Lamaholot (meliputi kelompok bahasa Lamaholot Barat, Lamaholot Timur,

dan Lamaholot Tengah). Terakhir kelompok bahasa Kedang (yang digunakan di wilayah

Pulau Lembata bagian selatan).

Keenam kelompok etnis di Flores sesungguhnya memiliki asal-usul genealogis dan budaya

yang sama.

1.3.3. Agama-agama Asli di Flores

Kristianitas, khususnya Katolik, sudah dikenal penduduk Pulau Flores sejak abad ke-16.

Tahun 1556 Portugis tiba pertama kali di Solor. Tahun 1561 Uskup Malaka mengirim empat

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

misionaris Dominikan untuk mendirikan misi permanen di sana. Tahun 1566 Pastor Antonio

da Cruz membangun sebuah benteng di Solor dan sebuah Seminari di dekat kota Larantuka.

Tahun 1577 saja sudah ada sekitar 50.000 orang Katolik di Flores (Pinto, 2000: 33-37).

Kemudian tahun 1641 terjadi migrasi besar-besaran penduduk Melayu Kristen ke Larantuka

ketika Portugis ditaklukkan Belanda di Malaka. Sejak itulah kebanyakan penduduk Flores

mulai mengenal kristianitas, dimulai dari Pulau Solor dan Larantuka di Flores Timur

kemudian menyebar ke seluruh daratan Flores dan Timor. Dengan demikian, berbeda dari

penduduk di daerah-daerah lain di Indonesia, mayoritas masyarakat Pulau Flores memeluk

agama Katolik.

Meskipun kristianitas sudah dikenal sejak permulaan abad ke-16, kehidupan keagamaan di

Pulau Flores memiliki pelbagai kekhasan. Bagaimanapun, hidup beragama di Flores –

sebagaimana juga di berbagai daerah lainnya di Nusantara (lihat Muskens, 1978)-- sangat

diwarnai oleh unsur-unsur kultural yaitu pola tradisi asli warisan nenek-moyang. Di samping

itu, unsur-unsur historis, yakni tradisi-tradisi luar yang masuk melalui para misionaris turut

berperan pula dalam kehidupan masyarakat. Kedua unsur ini diberi bentuk oleh sistem

kebudayaan Flores sehingga Vatter (1984: 38) menilai di beberapa tempat di Flores ada

semacam percampuran yang aneh antara Kristianitas dan kekafiran.

Untuk dapat mengenal secara singkat gambaran agama-agama di Flores, Tabel 1

mendeskripsikan 'wujud tertinggi' orang Flores. Tabel itu menunjukkan bahwa orang Flores

memiliki kepercayaan tradisional pada Dewa Matahari-Bulan-Bumi. Kepercayaan yang

bersifat astral dan kosmologis ini berasal dari pengalaman hidup mereka yang agraris, yang

hidup dari kebaikan langit (hujan) dan bumi (tanaman) (Fernandez, 1990). Lahan pertanian

yang cenderung

tandus membuat orang Flores sungguh-sungguh berharap pada penyelenggaraan Dewa Langit

dan Dewi Bumi.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Tabel 1 Wujud Tertinggi Orang Flores

NO KABUPATEN WUJUD TERTINGGI MAKNA

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Flores Timur

Lembata

Sikka

Ende/Lio

Ngadha

Manggarai

Lera Wulan Tanah Ekan

Lera Wulan Tanah Ekan

Ina Niang Tana Wawa//

Ama Lero Wulang Reta

Wula Leja Tana Watu

Deva zeta-Nitu zale

Mori Kraeng, bergelar:

Tana wa awang eta//Ine wa

ema eta

Matahari-Bulan-Bumi

Matahari-Bulan-Bumi

Bumi-Matahari-Bulan

Bulan-Matahari-Bumi

Langit-Bumi

Tanah di bawah, langit di atas

Selain itu, hampir semua etnis masyarakat Flores memiliki tempat-tempat pemujaan tertentu,

lengkap dengan altar pemujaannya yang melambangkan hubungan antara alam manusia

dengan alam ilahi. Tabel 2 menunjukkan altar tempat upacara ritual orang Flores.

Tabel 2 Altar/Tempat Pemujaan Orang Flores

NO KABUPATEN NAMA TEMPAT KETERANGAN

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Flores Timur

Lembata

Sikka

Ende/Lio

Ngadha

Manggarai

Nuba Nara 1

Nuba Nara

Watu Make

Watu Boo

Vatu Leva - Vatu Meze

Compang – Lodok

Menhir dan Dolmen

Menhir dan Dolmen

Menhir dan Dolmen

Dolmen

Menhir dan Dolmen

Menhir

Altar yang disebutkan dalam Tabel 2 di atas merupakan tempat dilaksanakannya

persembahan hewan korban dalam upacara ritual formal, misalnya: upacara panen,

pembabatan hutan, pendirian rumah, perkawinan adat, dan sebagainya. Upacara ritual itu

sendiri menduduki posisi penting sebagai sarana pembentukan kohesi sosial dan legitimasi

status sosial. Ritus persembahan di altar tradisional itu mempengaruhi berbagai struktur dan

proses sosial di Flores.

1

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1.3.4. Beberapa Keutamaan Orang Flores: Kasus Lamaholot

1.3.4.1 Percaya kepada Tuhan yang Kuasa

Sebelum agama Katolik tiba di Flores, masyarakat di sana sudah mengenal Tuhan

yang Kuasa, yang disebut ‘Lera Wulan Tanah Ekan’ atau Tuhan Langit dan Bumi. Orang

Flores memiliki rasa syukur dan penyerahan diri yang begitu dalam kepada Tuhan. Untuk

memperkuat kenyataan bahwa seseorang bertindak benar dan jujur, sekaligus

memperingatkan lawannya, mereka berucap: "Lera Wulan Tanah Ekan no-on matan": Tuhan

mempunyai mata (untuk melihat), yang berarti Tuhan mengetahuinya, ia maha tahu, ia maha

adil, ia akan bertindak adil. Pada peristiwa kematian, orang biasanya berkata: "Lera Wulan

Tanah Ekan guti na-en": Tuhan mengambil pulang miliknya.Pada perayaan syukur sebelum

panen, ada kewajiban bagi para anggota masyarakat untuk mempersembahkan sebagian hasil

panen itu sebagai tanda ucapan syukur kepada Tuhan sebelum menikmati hasil panen

tersebut. Adapun doa yang didaraskan sebagai berikut:

Bapa Lera Wulan lodo hau Bapak Lera Wulan turunlah ke sini

Ema Tanah Ekan gere haka Ibu Tanah Ekan bangkitkan ke sini

Tobo tukan Duduklah di tengah

Pae bawan Hadirlah di antara kami

Ola di ehin kae (Karena) kerja ladang sudah berbuah

Here di wain kae (Karena) menyadap tuak sudah berhasil

Goong molo Makanlah terlebih dahulu

Menu wahan Minumlah mendahului kami

Nein kame mekan Barulah kami makan

Dore menu urin Barulah kami minum kemudian

1.3.4.2. Kejujuran dan Keadilan

Kepercayaan yang kuat dan penyerahan diri seutuhnya pada Tuhan menimbulkan nilai-nilai

keutamaan lainnya yang juga dijunjung tinggi orang Flores seperti kejujuran dan keadilan.

Nilai ini muncul sebagai keyakinan bahwa ‘Tuhan mempunyai mata’ (Lera Wulan Tanah

Ekan no-on matan) . Tuhan melihat semua perbuatan manusia, sekalipun tersembunyi. Dia

menghukum yang jahat dan mengganjar yang baik.

Sifat dan tabiat kejujuran ini sangat menarik perhatian Vatter (1984: 56). Dia

mencatat, hormat terhadap hak milik oang lain tertanam sangat kuat di benak orang Flores.

Pencurian termasuk pelanggaran berat di Flores. Pada zaman dahulu dikenakan hukuman

mati, dan saat ini pencuri dikenai sangsi adat berupa denda yang sangat besar.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

1.3.4.3. Penghargaan yang Tinggi akan Adat dan Upacara Ritual

Studi Graham (1985) mengungkapkan bahwa dalam kehidupan sosial-budaya

masyarakat Flores Timur, ada empat aspek yang memainkan peranan penting, yaitu episode-

episode dalam mitos asal-usul, dan tiga simbol ritual lainnya yakni nuba nara (altar/batu

pemujaan), korke (rumah adat), dan namang (tempat menari yang biasanya terletak di

halaman korke). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang Flores memiliki

penghargaan yang sangat tinggi akan adat-istiadat dan upacara-upacara ritual warisan nenek-

moyangnya.

Mitos cerita asal-usul dipandang sebagai unsur terpenting dalam menentukan otoritas

dan kekuasaan. Melalui episode-episode dalam mitos asal-usul itulah legitimasi magis leluhur

pertama dapat diperoleh. Mitos asal-usul yang sering dikeramatkan itu biasanya diceritakan

kembali pada kesempatan-kesempatan ritual formal seperti membangun relasi perkawinan,

upacara penguburan, terjadi sengketa tanah, persiapan perang, pembukaan ladang baru,

panen, menerima tamu, dan sebagainya.

Nuba-nara atau altar/batu pemujaan merupakan simbol kehadiran Lera Wulan Tanah

Ekan. Ada kepercayaan bahwa Lera Wulan turun dan bersatu dengan Tanah Ekan melalui

Nuba Nara itu. Korke yang dilengkapi dengan Nama adalah "gereja" tradisional, pusat

pengharapan dan penghiburan mereka.Sangat kuat dan menonjolnya peranan devoci kepada

Bunda Maria di kalangan orang Flores di satu pihak menunjukkan unsur historis (warisan

zaman Portugis) tetapi sekaligus kultural (pemujaan terhadap Ibu Bumi, seperti dalam

ungkapan Ama Lera Wulan-Ina Tanah Ekan).

1.3.4.4. Rasa Kesatuan Orang Flores

Ikatan kolektif yang sangat kuat dalam masyarakat Lamaholot terjadi pada tingkat

kampung atau Lewo. Masyarakat Lamaholot pada umumnya memiliki keterikatan yang khas

dengan Lewotanah atau tempat tinggal. Melalui ukuran kampung, mereka membedakan

dirinya dengan orang dari kampung lainnya. Kampung merupakan kelompok sosial terbesar,

dan kesadaran berkelompok hampir tidak melampaui batas kampung (Vatter, 1984: 72-73).

Di Flores sebetulnya tidak ada kesadaran akan persatuan yang bertopang pada

pertalian genealogis, historis maupun politis. Seperti disebutkan di atas, keterikatan mereka

lebih disebabkan faktor kesamaan tempat tinggal atau kampung. Sekalipun demikian, pola

organisasi kampung selalu dibangun dengan semangat dan pemikiran tentang kohesi sosial

yang berpangkal pada kerangka genealogis. Dalam kampung-kampuang itu tinggal orang-

orang dari berbagai kelompok imigran, yang kemudian digolong-golongkan dalam suku

(istilah untuk suku adalah Ama).

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Itulah sebabnya orang Flores cenderung menyapa sesamanya dengan sebutan

kekerabatan (Om, Tante, Kakak, Adik atau mengaku sebagai saudara). Mereka juga bisa

menghargai perbedaan politis, agama, etnis bila mereka telah diikat dalam satu kesatuan

tempat tinggal. Rasa kesatuan seperti ini, kadang-kadang membuat orang Flores menjadi

sedikit bersifat etnosentris.

Beberapa studi (Vatter, 1984; Graham, 1985; Taum, 1997b) mengungkapkan bahwa

keluarga di Flores (dalam hal ini Flores Timur) memainkan peranan yang sangat kecil dalam

proses pendidikan dan sosialisasi anak. Keluarga bukan tujuan melainkan sarana bagi

pembentukan kelompok sosial yang menjadi inti masyarakat dan menentukan suku. Suku

itulah basis sosial terkecil dan otonom. Semua hak dan kewajiban individual diarahkan

kepada kebersamaan suku. Itulah sebabnya ruang bagi ekspresi dan aktualisasi potensi

pribadi menjadi lebih terbatas, sebaliknya kebersamaan menjadi lebih bernilai. Mungkin ini

salah satu kendala budaya yang menghambat hal itu, di samping faktor-faktor teknis lain

seperti peluang, modal, dan sebagainya

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

BAB 11

ISI

2.1. Landasan teori

2.1.1 Pengertian Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

“Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan ndakan-tindakannya.”Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama.

2.2. Perumusan masalah

Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya : - hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara - terjadinya erosi nilai-nilai budaya, - menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme - hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong - kehilangan kepercayaan diri - gaya hidup kebarat-baratan

Kenapa budaya NTT tidak bisa dipertahankan?

Mengapa budaya NTT terpengaruh oleh budaya Asing?

Bagaimana perkembangan budaya NTT dalam pelestariannya?

Upaya mempertahankan budaya daerah?

2.3. Sasaran

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

terciptanya kestuan dan persatuan yang disebabkan oleh budaya,  meningkatkan pariwisata kita supaya menjadi asset bangsa kita dimasa yang akan

datang,

vadanya kesadaran masyarakat akan pengaruh globalisasi sehingga mampu menyaring budya luar yang masuk.

Menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh Negara lain.

2.4. Pembahasan masalah

Kebudayaan lokal NTT yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus

tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya. Budaya lokal

NTT sangat membanggakan karena memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta

memiliki keunikan tersendiri. Seiring berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola

hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan Asing

yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal.

Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya

masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal

yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada

kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan.

Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

peranan budaya lokal. Budaya lokal adalah identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya

lokal harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara

lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk asalkan sesuai

dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan input-input dari negara

lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negranya.

Dimasa sekarang ini banyak sekali budaya-budaya kita yang mulai menghilang sedikit demi

sedikit.Hal ini sangatlah berkaitan erat dngan masuknya budaya-budaya ke dalam budaya

kita.Sebagai contoh budaya dalam tata cara berpakaian.Dulunya dalam budaya kita sangatlah

mementingkan tata cara berpakaian yang sopan dan tertutup.Akan tetapi akaibat masuknya

budaya luar mengakibatkan budaya tersebut berubah.Sekarang berpakaian yang menbuka

aurat serasa sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat erat didalam masyarakat

kita.Sebagai contoh lain jenis-jenis makanan yang kita konsumsi juga mulai terpengaruh

budaya luar.Masyarakat sekarang lebih memilih makanan-makanan yang berasal dari luar

seperti KFC,steak,burger,dan lain-lain.Masyarakat menganggap makanan-makanan tersebut

higinis,modern,dan praktis.Tanpa kita sadari makanan-makanan tersebut juga telah menjadi

menu keseharian dalam kehidupan kita.Hal ini mengakibatkan makin langkanya berbagai

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

jenis makanan tradisional.Bila hai ini terus terjadi maka tak dapat dihindarkan bahwa anak

cucu kita kelak tidak tahu akan jenis-jenis makanan tradisional yang berasal dari daerah asal

mereka.

Tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan,

menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh

budaya bangsa yang akan megharumkan nama Indonesia. Dan juga supaya budaya asli

negara kita tidak diklaim oleg negara lain.Berikut beberapa hal yang dapat kita simak dalam

rangka melestarikan budaya.

2.2.1. Kekuatan

Keanekaragaman budaya yang ada di NTT

NTT memiliki keanekaragaman budaya lokal yang dapat dijadikan sebagai ke aset

yang tidak dapat disamakan dengan budaya lokal lain. Budaya lokal yang dimiliki

NTT berbeda-beda pada setiap daerah. Tiap daerah memiliki ciri khas budayanya,

seperti rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat yang dianut.

Semua itu dapat dijadikan kekuatan untuk dapat memperkokoh ketahanan budaya

bangsa dimata Internasional.

Kekhasan budaya NTT

Kekhasan budaya lokal yang dimiliki setiap daerah di NTT memliki kekuatan

tersediri. Misalnya rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat

yang dianut. Kekhasan budaya lokal ini sering kali menarik pandangan negara lain.

Terbukti banyaknya turis asing yang mencoba mempelajari budaya yang ada di NTT

seperti belajar tarian khas suat daerah atau mencari barang-barang kerajinan untuk

dijadikan buah tangan. Ini membuktikan bahwa budaya bangsa NTT memiliki cirri

khas yang unik.

Kebudayaan Lokal menjadi sumber ketahanan budaya bangsa

Kesatuan budaya lokal yang dimiliki NTT merupakan budaya bangsa yang mewakili

identitas negara Indonesia. Untuk itu, budaya lokal harus tetap dijaga serta diwarisi

dengan baik agar budaya bangsa tetap kokoh.

2.2.2. Kelemahan

Kurangnya kesadaran masyarakat

Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sekarang ini masih terbilang

minim. Masyarakat lebih memilih budaya asing yang lebih praktis dan sesuai dengan

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

perkembangan zaman. Hal ini bukan berarti budaya lokal tidak sesuai dengan

perkembangan zaman, tetapi banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan

kepribadian bangsa. Budaya lokal juga dapat di sesuaikan dengan perkembangan

zaman, asalkan masih tidak meningalkan cirri khas dari budaya tersebut.

Minimnya komunikasi budaya

Kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah pahaman

tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi budaya ini sering menimbulkan

perselisihan antarsuku yang akan berdampak turunnya ketahanan budaya bangsa.

Kurangnya pembelajaran budaya

Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini. Namun sekarang ini

banyak yang sudah tidak menganggap penting mempelajari budaya lokal. Padahal

melalui pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya budaya lokal dalam

membangun budaya bangsa serta bagaiman cara mengadaptasi budaya lokal di tengan

perkembangan zaman.

2.2.3. Peluang

NTT dipandang Indonesia maupun dunia Internasional karena kekuatan budayanya

Apabila budaya lokal dapat di jaga dengan baik, Indonesia akan di pandang sebagai

negara yang dapat mempertahankan identitasnya di mata Internasioanal.

Kuatnya budaya bangsa, memperkokoh rasa persatuan

Usaha masyarakat dalam mempertahankan budaya lokal agar dapat memperkokoh

budaya bangsa, juga dapat memperkokoh persatuan. Karena adanya saling

menghormati antara budaya lokal sehingga dapat bersatu menjadi budaya bangsa yang

kokoh.

Kemajuan pariwisata

Budaya lokal sering kali menarik perhatian para turis mancanegara. Ini dapat

dijadikan objek wisata yang akan menghasilkan devisa bagi daerahnya. Akan tetapi

hal ini juga harus diwaspadai karena banyaknya aksi pembajakan  budaya yang

mungkin terjadi.

Multikuturalisme

Multikulturalisme memberikan peluang bagi kebangkitan etnik dan kudaya lokal

Indonesia. Dua pilar yang mendukung pemahaman ini adalah pendidikan budaya dan

komunikasi antar budaya.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

2.2.4. Tantangan

Perubahan lingkungan alam dan fisik

Perubahan lingkungan alam dan fisik menjadi tantangan tersendiri bagi suatu negara

untuk mempertahankan budaya lokalnya. Karena seiring perubahan lingkungan alam

dan fisik, pola piker serta pola hidup masyakrkat juga ikt berubah

Kemajuan Teknologi

Meskipun dipandang banyak memberikan banyak manfaat, kemajuan teknologi

ternyata menjadi salah satu factor yang menyebabkan ditinggalkannya budaya lokal.

Misalnya, sistem sasi (sistem asli masyarakat dalam mengelola sumber daya

kelautan/daratan) dikawasan Lela (Kab.Sika)dan Larantuka (Kab.Flotim). Sistem sasi

mengatur tata cara sertamusim penangkapan ikan di wilayah adatnya, namun hal ini

mulai tidak di lupakan oleh masyarakatnya.

Kurangnya biaya untuk mengelola

  Lemahnya sumber daya manusia pada masyarakat kita

Kurangnya pemahaman masyarakat akan arti pentingnya kebudayaan

Banyak muncul budaya baru yang bisa dimanfaatin karena pengaruh globalisasi.

Masuknya Budaya Asing

Masuknya budaya asing menjadi tantangan tersendiri agar budaya lokal tetap terjaga.

Dalam hal ini, peran budaya lokal diperlukan sebagai penyeimbang di tengah

perkembangan zaman.

2.3. Perubahan budaya dan arus globalisasi mengakibatkan beberapa budaya

tersingkirkan

Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari

masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat

homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya

globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar.

Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya

setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja

khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu

sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv

yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui

stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui

parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-

kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara

pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan

bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang

kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti

itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian

tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga

kelestariannya.

Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita

disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang

mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola

masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang

berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin

tersisihnya kesenian tradisional NTT dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan

pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian

etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual

masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses

industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun

mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat

ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua

kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan

eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses

modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi

sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih

beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai

seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja

kesenian tradisional Tinju adat , yang terdapat di So’a Kab.ngada kini tampak sepi seolah-

olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat Tinju adat ini merupakan

salah satu bentuk kesenian tradisional NTT yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh

lainnya adalah Budaya Tenun Ikat yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di NTT

sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Budaya Tenun Ikat merupakan contoh kecil dari

mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak

hanya dialami oleh kesenian NTT, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian

tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua

kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi.

Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan

fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan

teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja

kesenian tradisional yaitu seni tari “Ja’i” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok

orang Bajawa (Ngada). Kenyataan di atas menunjukkan kesenian menari Ja’i sesungguhnya

memiliki penggemar tersendiri, terutama Ja’i yang disajikan dalam bentuk lagu pop daerah

maupun siaran TVRI Kupang, bukan Ja’i panggung. Dari segi bentuk pementasan atau

penyajian,Ja;i termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan

perubahan zaman. Selain Ja;i masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu

beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu Gawi (Ende) maupun Dolo-dolo(Larantuka)

maupun kerajinan tangan yaitu Sasando (Rote-ndao),perjuangan masyarakat NTT dalam

acara di pusat ibu kota negara (Jakarta) maupun di stasiun TV merupakan wujud dan niat

baik dalam mempromosikan kekhasan dari daerah asal NTT dengan kata lain yaitu

melestarikan.

2.4. Peran mahasiswa dalam kebudayaan

Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin kebudayaan kita

menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya luar.Mahasiswa memiliki

kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Hal ini didasari

oleh asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda

yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu

kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat dipertahankan.

Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan

pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya daerah.

Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat dilakukan

melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan

dengan menjadikan seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM)

kesenian dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang

diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah.

a.        Jalur Intrakurikuler

Untuk mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah

diperlukan adanya pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah. Tanpa adanya

pemahaman yang baik terhadap hal itu, mustahil mahasiswa dapat menjalankan peran itu

dengan baik.  Peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah dapat

dilakukan melalui jalur intrakurikuler; artinya seni dan budaya daerah dijadikan sebagai salah

satu substansi atau materi pembelajaran dalam satu mata kuliah atau dijadikan sebagai mata

kuliah. Kemungkinan yang pertama dapat dilakukan melalui mata kuliah  Ilmu Sosial dan

Budaya Dasar (ISBD) bagi mahasiswa program studi eksakta, dan Ilmu Budaya Dasar dan

Antropologi Budaya bagi mahasiswa program studi ilmu sosial. Dalam dua mata kuliah itu

terdapat beberapa pokok bahasan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman

mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah yaitu tentang manusia dan kebudayaan, manusia

dan peradaban, dan manusia, sains teknologi, dan seni.Kemungkinan yang kedua tampaknya

telah diakomodasi dalam kurikulum program studi-program studi yang termasuk dalam

rumpun ilmu budaya seperti program studi di lingkungan Fakultas Sastra atau Fakultas Ilmu

Budaya. Beberapa mata kuliah yang secara khusus dapat digunakan untuk meningkatkan

pemahaman terhadap seni dan budaya daerah adalah Masyarakat dan Kesenian, Manusia dan

Kebudayaan , dan Masyarakat dan Kebudayaan Pesisir. Melalui mata kuliah-mata kuliah itu,

mahasiswa dapat diberi penugasan untuk melihat, memahami, mengapresiasi, endokumentasi,

dan membahas seni dan budaya daerah. Dengan kegiatan-kegiatan semacam itu pemahaman

mahasiswa terhadap seni dan budaya daearah akan meningkat yang juga telah melakukan

pelestarian.

Jalur intrakurikuler lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman bahkan

mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah adalah Kuliah

Kerja Nyata (KKN). Mahasiswa-mahasiswa yang telah mendapatkan pemahaman yang

mencukupi terhadap seni dan budaya daerah dapat berkiprah langsung dalam pelestarian dan

pengembangan seni dan budaya daerah. Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang merupakan bentuk

lain dari KKN setiap Universitas telah digunakan untuk berperan serta dalam pelestarian dan 

pengembangan seni dan budaya daerah.

b.        Jalur Ekstrakurikuler

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Pembentukan dan pemanfaatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian NTT (Daerah

Lainnya) merupakan langkah lain yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan peran

mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Sehubungan dengan hal itu, pimpinan

perguruan tinggi perlu mendorong pembentukan UKM Kesenian Daerah. Lembaga

kemahasiswaan itu merupakan wahana yang sangat strategis untuk upaya-upaya tersebut,

karena mereka adalah mahasiswa yang benar-benar berminat dan berbakat dalam bidang seni

tradisi. Latihan-latihan secara rutin sebagai salah satu bentuk kegiatan UKM kesenian daerah

(Bajawa misalnya) yang pada gilirannya akan berujung pada pementasan atau pergelaran

merupakan bentuk nyata dari pelestarian seni dan budaya daerah.

Forum-forum festival seni mahasiswa semacam Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional

(Peksiminas) merupakan wahana yang lain untuk pengoptimalan peran mahasiswa dalam

pelestarian seni dan budaya daerah.

BAB 111

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Perubahan Dinamis dan arus Globalisasi yang tinggi menyebabkan Masyarakat kita sebagai

bangsa indonesia yang memiliki banyak dan beragam kebudayaan kurang memiliki kesadaran

akan pentingnya peranan budaya lokal kita ini dalam memperkokoh ketahanan Budaya

Bangsa. Padahal sesungguhnya Budaya Lokal yang kita miliki ini dapat menjadikan kita

lebih bernilai dibandingkan bangsa lain karena betapa berharganya nilai–nilai budaya lokal

yang ada di negara ini. Untuk itu seharusnya kita bisa lebih tanggap dan peduli lagi terhadap

semua kebudayaan yang ada di indonesia ini. Selain itu kita harus memahami arti kebudayaan

serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai sumber kekuatan

untuk ketahanan budaya bangsa.Agar budaya kita tetap terjaga dan tidak diambil oleh bangsa

lain. Karena kekayaan budaya daerah (bangsa Indonesia) yang tidak ternilai harganya itu dan

tidak pula dimiliki oleh bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang

merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa

depan anak cucu.

3.2 Saran

Dari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu :

1. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran Budaya bangsa

2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya

3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya

4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative.

5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

Daftar pustaka

Fernandez, Stephanus Osias, 1990. Kebijakan Manusia Nusa Tenggara Timur Dulu dan

Kini. Ledalero: Sekolah Tinggi Filsafat Katolik.

Ghono, John, 1992. “Nilai Religius Budaya NTT Sebelum dan Sesudah Masuknya

Pengaruh Kristianitas” Makalah Diskusi Panel Sehari Pelestarian Budaya Lokal.

Yogyakarta: Forum Studi Eureka.

Mubyarto, dkk., 1991. Etos kerja dan Kohesi Sosial Masyarakat Sumba, Rote, Sabu dan

Timor Propinsi Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta: P3PK UGM.

Orinbao, Sareng, 1969. Nusa Nipa: Nama Pribumi Nusa Flores Warisan Purba. Ende:

Pertjetakan Arnoldus/Penerbitan Nusa Indah.

Jakarta: Pusat Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Depdikbud.

Vatter, Ernst, 1984. Ata Kiwan. Diterjemahkan dari Ata Kiwan Unbekannte Bergvolker

im Tropishen Holland oleh S.D. Sjah. Ende: Nusa Indah.

http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-

bangsa-2/

http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-

daerah/

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)

KARYA ILMIAH ILMU BUDAYA DASAR (INFORMATIKA)