karya ilmiah

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlu kita ketahui gaya bahasa di tentukan oleh ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Kalimat, paragraf, atau wacana menjadi efektif jika di ekspresikan dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian, atau gaya percakapan. Gaya resmi misalnya, dapat membawa pembaca atau pendengar ke dalam suasana serius dan penuh perhatian. Suasana tidak resmi mengarahkan pembaca/pendengar ke dalam situasi rileks tetapi efektif. Gaya percakapan membawa suasana ke dalam realitas. Banyak kita temukan ketidak cocokan dalam penggunaan kata dalam sebuah kalimat yang sering kali dianggap biasa dan sudah menjadi kebiasaan yang sebenarnya salah dalam penerapannya. Hal ini harus diluruskan karena tidak sesuai dan dapat merubah arti bahkan makna yang terkandung. Kesalahan dalam pilihan kata sering kali tidak diacuhkan oleh para penulis padahal hal itu salah satu yang harus diperhatikan dalam membuat karangan dan tulisan. 1

Upload: frank-walker

Post on 08-Apr-2016

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Diksi

TRANSCRIPT

Page 1: Karya Ilmiah

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlu kita ketahui gaya bahasa di tentukan oleh ketepatan dan kesesuaian

pilihan kata. Kalimat, paragraf, atau wacana menjadi efektif jika di ekspresikan

dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya

suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian, atau gaya

percakapan. Gaya resmi misalnya, dapat membawa pembaca atau pendengar ke

dalam suasana serius dan penuh perhatian. Suasana tidak resmi mengarahkan

pembaca/pendengar ke dalam situasi rileks tetapi efektif. Gaya percakapan

membawa suasana ke dalam realitas.

Banyak kita temukan ketidak cocokan dalam penggunaan kata dalam

sebuah kalimat yang sering kali dianggap biasa dan sudah menjadi kebiasaan

yang sebenarnya salah dalam penerapannya. Hal ini harus diluruskan karena tidak

sesuai dan dapat merubah arti bahkan makna yang terkandung. Kesalahan dalam

pilihan kata sering kali tidak diacuhkan oleh para penulis padahal hal itu salah

satu yang harus diperhatikan dalam membuat karangan dan tulisan.

Di dalam kenyataan penggunaan bahasa masih banyak kesalahan yang

disebabkan oleh kesalahan penerapan ejaan, terutama tanda baca. Penyebabnya,

antara lain ialah adanya perbedaan konsepsi pengertian tanda baca di dalam ejaan

sebelumnya yaitu tanda baca diartikan sebagai tanda bagaimana seharusnya

membaca tulisan. Misalnya, tanda koma merupakan tempat perhentian sebentar

(jeda) dan tanda tanya menandakan intonasi naik. Hal seperti itu sekarang tidak

seluruhnya dapat dipertahankan. Misalnya, antara subyek dan predikat terdapat

jeda dalam membaca, tetapi tidak digunakan tanda koma jika bukan tanda koma

yang mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.

1

Page 2: Karya Ilmiah

1.2 Rumusan Masalah

apa yang dimaksud dengan kesalahan diksi?

apa yang perlu diperhatikan dalam penulisan agar tidak terjadi

kesalahan?

1.3 Tujuan

Dapat menjelaskan kesalahan dalam pemilihan kata sehingga tidak terjadi

kekeliruan saat membuat sebuah tulisan.

2

Page 3: Karya Ilmiah

BAB II

PEMBAHASAN

Kesalahan dalam pemilihan kata tidak dapat gaya kebahasaan, yaitu

sugesti yang terekspesi melalui rangkaian kata yang disertai penekanan sehingga

menghasilkan daya persuasi yang tinggi. Gaya bahasa berdasarkan nada yang

dihasilkan oleh pilihan kata ini ada tiga macam, yaitu gaya sederhana, gaya

menengah, dan gaya mulia dan penuh tenaga.

Hal ini dapat diartikan kesalahan pemilihan kata adalah suatu tindakan

dalam penulisan yang menggunakan kata yang tidak tepat dalam penerapannya

dan mempengaruhi kemampuan penggunaan bahasa yang terkait dengan

kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan kosa kata

secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu

mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.

Dibawah ini merupakan contoh kesalahan dalam pemilihan kata yang di

rangkum dalam bentuk penelitian. Menggunakan metode analisis isi (content

analysis). Sampel penelitiannya adalah surat dinas keluar di Kantor Kecamatan

Mojolaban Kabupaten Sukoharjo dari bulan Januari sampai dengan Maret 2004.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kajian dokumen dan

wawancara. Uji validitas data dengan trianggulasi teori, penyusunan “data base”,

dan pengadaan member check. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik

analisis jalinan (flow model of analysis).

Berdasarkan analisis data penelitian dapat disimpulkan: (1) kesalahan

berbahasa dalam surat dinas keluar di Kantor Kecamatan Mojolaban meliputi

kesalahan aspek pilihan kata atau diksi (ketepatan makna kata, kehematan atau

kecermatan diksi, dan kebakuan) dan aspek ejaan. Kesalahan berbahasa pada

aspek ejaan terdiri atas kesalahan pemakaian tanda baca (tanda koma, tanda titik,

3

Page 4: Karya Ilmiah

tanda titik dua, garis bawah, tanda hubung, dan perenggangan tulisan) dan

kesalahan penulisan huruf (huruf kapital dan huruf kecil), (2) persebaran

kesalahan berbahasa surat dinas keluar di Kantor Kecamatan Mojolaban adalah

kesalahan diksi yang meliputi aspek ketepatan makna tersebar pada 11 sampel

(68,75%), aspek kehematan atau kecermatan tersebar pada 15 sampel (93,75%),

dan aspek kebakuan tersebar pada 3 sampel (18,75%) serta kesalahan ejaan yang

meliputi aspek pungtuasi/tanda baca tersebar pada 16 sampel (100%) dan aspek

penulisan huruf tersebar pada 16 sampel (100%), dan (3) kesalahan berbahasa

surat dinas keluar di Kantor Kecamatan Mojolaban disebabkan oleh faktor

kompetensi berbahasa pengguna bahasa (pengonsep belum menguasai kaidah tata

bahasa Indonesia yang baku) dan faktor di luar kompetensi berbahasa pengguna

bahasa (penggunaan sumber rujukan yang memuat kaidah penulisan yang tidak

tepat dan kecenderungan mencontoh bentuk-bentuk surat dinas yang terdahulu).

Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan efektivitas komunikasi uang

menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu

kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.

Dalam kehidupan sehari-hari juga ada beberapa penulisan kata yang di

gunakan tapi tidak disadari oleh penulis yang sering kali tidak sesuai dengan

penerapannya. Dapat dilihat pada penggunaan kata dimana dalam sebuah kalimat

misalnya: Dimana hal itu disadari oleh masyarakat banyak.

Kata dimana merupakan kata tanya yang tidak seharusnya digunakan

dalam kalimat pernyataan seperti kalimat di atas.

Adapun contoh kedua, dapat penulisan kata adalah dan ialah. Kedua

kalimat ini diartikan sama tapi sebenarnya serupa tetapi tidak sama. Dalam

pengertiannya.

Ialah : digunakan untuk mencari jalan keluar.

Adalah : digunakan untuk mendefinisikan.

Hal ini dapat di hindari dengan memperhatikan syarat-syarat ketepatan

pemilihan kata sebagai berikut:

4

Page 5: Karya Ilmiah

1. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, denotasi yaitu

kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda, sedangkan konotasi

dapat menimbulkan makna yang bermacam-macam, lazim digunakan

dalam pergaulan, untuk tujuan estetika, dan kesopanan.

2. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim dalam

pemakaian berbeda-beda

3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya,

misalnya inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi),

sarat (penuh, bunting), dan syarat (ketentuan)

4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapatnya

sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus

menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya : modern sering

diartikan secara subjektif, canggih menurut kamus modern berarti terbaru

atau mutakhir : canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, banyak

mengetahui, bergaya intelektual.

5. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami

maknanya secara tepat, misalnya : dilegalisir seharunya dilegalisasi,

koordinir seharusnya koordinasi.

6. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang

benar, misalnya : sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.

7. Menggunakan kata khusus dan kata umum secara cermat. Untuk

mendapatkan pemaham yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya

menggunakan kata khusus, misalnya : mobil (kata umum) corolla (kata

khusus, sedan buatan Toyota)

8. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya isu

(dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya, kabar

angin, desas sesus).

9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim (misalnya: pria dan laki-

laki, saya dan aku, serta buku dan kitab); berhomofoni (misalnya: bang

dan bank, ke tahanan dan ketahanan); dan berhomografi (misalnya: apel

buah, apel upacara; buku ruas, buku kitab)

5

Page 6: Karya Ilmiah

10. Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak

(konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern)

dan kata konkret atau kata khusus (misalnya: mangga, sarapan, dan bere-

nang)

Rambu-rambu Penulisan Diksi

Sebelum menentukan pilihan kata yang diperlukan dalam mengarang,

terlebih dahulu penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni masalah

makna dan relasi makna.

1. Makna

Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak

selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas

beberapa makna yaitu :

a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, sesuai

dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh-sungguh

nyata dalam kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya

adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati

diterkam kucing).

Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-

nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa

Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yang

bermakna “sebuah buku” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak

buku.”

b. Makna Referensial dan Nonreferensiai

Makna referensial dan nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan

ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai

referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu, kata tersebut

6

Page 7: Karya Ilmiah

bermakna referensial, kalau tidak mempunyai referen, maka kata disebut

kata bermakna nonreferensial. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna

referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).

c. Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif adaiah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya

yang dimiliki sebuah leksem.

Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih

kecil dan ukuran badannya normal.

Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna

denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang atau kelompok

orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh

di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang

mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu

memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang

bila dikatakan ramping.

d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem

terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki

makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang bisa

dikendarai”.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata

berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada

diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dengan suatu yang suci

atau kesucian. Kata merah berasosiasi berani atau paham komunis.

e. Makna Kata dan Makna Istilah

Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak bembah, tetapi karena

berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna

7

Page 8: Karya Ilmiah

kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat.

Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan, tapi bisa juga hasil

perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di

gelas, di bak mandi atau air hujan.

Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan

kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam

bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di atas

masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah

pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.

f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa kata, frase, maupun

kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, unsur-

unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh:

Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki

makna hal yang disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna,

rumah yang terbuat dari kayu. Makna pribahasa bersifat

memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut

dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama

lazim digunakan dalam peribahasa.

g. Makna Kias dan Lugas

Makna kias adalah kata, frase maupun kalimat yang tidak merujuk pada

arti sebenarnya.

Contoh: Putri malam, bermakna bulan Raja siang, bermakna matahari.

h. Relasi Makna

Relasi adalah hubungan makna ini menyangkut hal kesamaan makna

(sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan

8

Page 9: Karya Ilmiah

ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna

(homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan sebagainya.

a. Kesamaan Makna (Sinonim)

Sinonim adalah sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau

kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makaa

ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat,

bunga dan kembang

b. Kebalikan Makna (Antonim)

Antonim adalah ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang

maknanya dianggap kebalikan dari makna dari ungkapan lain.

Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar

berantonim dengan kata kecil.

c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)

Polisemi adalah sebagai satuan bahasa (terutana kata, atau frase)

yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala

bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada

manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak disebelah atas

atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api,

bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku

dan kepala j arum dan Iain-lain.

Ambiguitas atau ketaksaan adalah sebagai kata yang bermakna

ganda atau mempunya dua arti. Konsep ini tidak salah, tetapi

kurang tepat sebab tidak dapat dibedakan dengan polisemi.

d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)

Hiponimi adalah sebagai ungkapan (berupa kata,frase atau kalimat

yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu

9

Page 10: Karya Ilmiah

ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata

ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.

e. Kelebihan Makna (Redundansi)

Redundansi dapat diartikan sebagai ‘berlebih-lebihan pemakaian

unsur segmental dalam suatu bentvk ujaran’. Contoh : Bola di

tendang si Udin, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola

ditendang oleh si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua

dianggap sebagai suatu yang redundansi,yang berlebih- lebihan,

dan sebenarnya tidak perlu.

Proses Morfologis

Masalah diksi ada kaitannya dengan proses morfclogis. Kesalahan proses

morfologis mengakibatkan adanya kejanggalan makna dalam karangan siswa.

Oleh karena itu, perlu dikemukakan berbagai teori proses morfologis dari para

ahli secara unit.

Menurut Ramlan(1985: 51) yang dimaksud proses morfologis adalah

pembentukan kata-kata dari proses satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya.

Proses morfologis meliputi afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan.

a. Afiksasi

Afiksasi adalah satuan gramatikal terikat yang didalam suatu kata

merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki

kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok

kata baru. Afiks yang terletak di depan bentuk dasar yang disebut prefiks, afiks di

tengah bentuk dasar disebut infiks Jan yang letaknya terpisah yang disebut

simulfiks.

Bentuk-bentuk seperti ku, mu, nya, kau, dan isme bukan merupakan afiks,

melainkan bentuk klitik, karena bentuk-bentuk (morfem) tersebut memiliki

makna atau arti leksikal.

10

Page 11: Karya Ilmiah

b. Proses Pengulangan

Ramlan, (1985: 57) menyatakan ada empat jenis pengulangan yakni

pengulangan seluruh, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi

dengan proses pembubuhan afiks dan pengulangan dengan perubahan fonem.

Macam-macam pengulangan tersebut sebagai berilou:

1) Pengulangan seluruh

Contoh:

1. makan : makan-makan

2. buku : buku-buku

3. kebaikan : kebaikan-kebaikan

4. pembangunan : pembangunan-pembangunan

2) Pengulangan sebagian

Contoh :

1. membaca : membaca-baca

2. mengemasi : mengemasi-ngemasi

3. mempertunjukkan : mempertunjuk-tunjukkan

3) Pengulangan dengan kombinasi afiks

Contoh:

1. kereta : kereta-kerataan

2. anak : anak-anakan

3. makan : makan-makanan

4) Pengulangan perubahan fonem

Contoh:

l)gerak : gerak-gerik

2) lauk : lauk-pauk

11

Page 12: Karya Ilmiah

c. Proses Pemajemukan

Ramlan, (1985: 69) menyatakan bahwa hasil proses pemajemukan adalah

kata majemuk. Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang

menimbulkan arti baru. Ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut:

a. Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata

Contoh : medan perang

b. Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah

strukturnya.

Contoh : kamar mandi

c. Jenis kata majemuk yang unsurnya berupa morfem naik

Contoh: simpang siur

Gejala Bahasa

Berdasarkan penilitian gejala bahasa yang paling banyak muncul adalah

kontaminasi dan pleonasme. Untuk jenis gejala bahasa yang lain seperti protesis,

epentesis dan sebagainya sangat jarang dijumpai. Oleh karena itu, dalam landasan

teori hanya diungkapkan dua gejala bahasa saja, yaitu pleonasme dan

kontaminasi.

a. Gejala Kontaminasi

Gejala bahasa kontaminasi adalah gejala bahasa yang terjadi

kerancuan atau kekacauan (Badudu, 1981: 47). Kerancuan atau

kekacauan yang dimaksud dalam hal ini adalah susunan, perangkaian,

atau penggabungan yang seharusnya merupakan bentuk tersendiri,

tetapi dipadukan. Seperti, bentuk kata menundukkan kepala dengan

membungkukkan badan karena terjadi kekacauan maka terbentuklah

menundukkan badan atau membungkukkan kepala. Peristiwa semacam

12

Page 13: Karya Ilmiah

ini sering terjadi, walaupun memang tidak mengganggu makna yang

sebenarnya, namun hanya tidak sesuai dengan diksi yang diperlukan

dalam konteks tersebut. Oleh karena itu jelas gejala semacam ini

termasuk bidang diksi.

b. Pleonasme

Gejala pleonasme adalah gejala penggunaan unsur bahasa yang

berupa kata yang berlebih-lebihan (Badudu,1981: 55). Ada

kecenderungan bahwa gejala pleonasme ini untuk menyatakan unsur

emosi atau perasaan penutur. Contoh: maju ke depan

13

Page 14: Karya Ilmiah

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan:

Dalam membuat sebuah tulisan harus mempengaruhi ketentuan-ketentuan

yang ada dan syarat-syarat yang berlaku agar tidak mempengaruhi gaya bahasa

dan makna yang terkandung serta sesuai dengan ragam penulisan yang telah

ditentukan.

14

Page 15: Karya Ilmiah

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zaenal. 1991. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa

Indonesia yang Benar: untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Arifin, E. Zaenal dan S Amran Tasai.1999. Cermat Berbahasa Indonesia:

untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Depdikbud. 1998. Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Depdikbud. 2004. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa.

Depdikbud. 1997. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Keraf, Gorys. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa: Panduan ke Arah

Kemahiran Berbahasa. Jakarta: Gramedia.

15