karya ilmiah
DESCRIPTION
DiksiTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perlu kita ketahui gaya bahasa di tentukan oleh ketepatan dan kesesuaian
pilihan kata. Kalimat, paragraf, atau wacana menjadi efektif jika di ekspresikan
dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya
suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian, atau gaya
percakapan. Gaya resmi misalnya, dapat membawa pembaca atau pendengar ke
dalam suasana serius dan penuh perhatian. Suasana tidak resmi mengarahkan
pembaca/pendengar ke dalam situasi rileks tetapi efektif. Gaya percakapan
membawa suasana ke dalam realitas.
Banyak kita temukan ketidak cocokan dalam penggunaan kata dalam
sebuah kalimat yang sering kali dianggap biasa dan sudah menjadi kebiasaan
yang sebenarnya salah dalam penerapannya. Hal ini harus diluruskan karena tidak
sesuai dan dapat merubah arti bahkan makna yang terkandung. Kesalahan dalam
pilihan kata sering kali tidak diacuhkan oleh para penulis padahal hal itu salah
satu yang harus diperhatikan dalam membuat karangan dan tulisan.
Di dalam kenyataan penggunaan bahasa masih banyak kesalahan yang
disebabkan oleh kesalahan penerapan ejaan, terutama tanda baca. Penyebabnya,
antara lain ialah adanya perbedaan konsepsi pengertian tanda baca di dalam ejaan
sebelumnya yaitu tanda baca diartikan sebagai tanda bagaimana seharusnya
membaca tulisan. Misalnya, tanda koma merupakan tempat perhentian sebentar
(jeda) dan tanda tanya menandakan intonasi naik. Hal seperti itu sekarang tidak
seluruhnya dapat dipertahankan. Misalnya, antara subyek dan predikat terdapat
jeda dalam membaca, tetapi tidak digunakan tanda koma jika bukan tanda koma
yang mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.
1
1.2 Rumusan Masalah
apa yang dimaksud dengan kesalahan diksi?
apa yang perlu diperhatikan dalam penulisan agar tidak terjadi
kesalahan?
1.3 Tujuan
Dapat menjelaskan kesalahan dalam pemilihan kata sehingga tidak terjadi
kekeliruan saat membuat sebuah tulisan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kesalahan dalam pemilihan kata tidak dapat gaya kebahasaan, yaitu
sugesti yang terekspesi melalui rangkaian kata yang disertai penekanan sehingga
menghasilkan daya persuasi yang tinggi. Gaya bahasa berdasarkan nada yang
dihasilkan oleh pilihan kata ini ada tiga macam, yaitu gaya sederhana, gaya
menengah, dan gaya mulia dan penuh tenaga.
Hal ini dapat diartikan kesalahan pemilihan kata adalah suatu tindakan
dalam penulisan yang menggunakan kata yang tidak tepat dalam penerapannya
dan mempengaruhi kemampuan penggunaan bahasa yang terkait dengan
kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan kosa kata
secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Dibawah ini merupakan contoh kesalahan dalam pemilihan kata yang di
rangkum dalam bentuk penelitian. Menggunakan metode analisis isi (content
analysis). Sampel penelitiannya adalah surat dinas keluar di Kantor Kecamatan
Mojolaban Kabupaten Sukoharjo dari bulan Januari sampai dengan Maret 2004.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kajian dokumen dan
wawancara. Uji validitas data dengan trianggulasi teori, penyusunan “data base”,
dan pengadaan member check. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis jalinan (flow model of analysis).
Berdasarkan analisis data penelitian dapat disimpulkan: (1) kesalahan
berbahasa dalam surat dinas keluar di Kantor Kecamatan Mojolaban meliputi
kesalahan aspek pilihan kata atau diksi (ketepatan makna kata, kehematan atau
kecermatan diksi, dan kebakuan) dan aspek ejaan. Kesalahan berbahasa pada
aspek ejaan terdiri atas kesalahan pemakaian tanda baca (tanda koma, tanda titik,
3
tanda titik dua, garis bawah, tanda hubung, dan perenggangan tulisan) dan
kesalahan penulisan huruf (huruf kapital dan huruf kecil), (2) persebaran
kesalahan berbahasa surat dinas keluar di Kantor Kecamatan Mojolaban adalah
kesalahan diksi yang meliputi aspek ketepatan makna tersebar pada 11 sampel
(68,75%), aspek kehematan atau kecermatan tersebar pada 15 sampel (93,75%),
dan aspek kebakuan tersebar pada 3 sampel (18,75%) serta kesalahan ejaan yang
meliputi aspek pungtuasi/tanda baca tersebar pada 16 sampel (100%) dan aspek
penulisan huruf tersebar pada 16 sampel (100%), dan (3) kesalahan berbahasa
surat dinas keluar di Kantor Kecamatan Mojolaban disebabkan oleh faktor
kompetensi berbahasa pengguna bahasa (pengonsep belum menguasai kaidah tata
bahasa Indonesia yang baku) dan faktor di luar kompetensi berbahasa pengguna
bahasa (penggunaan sumber rujukan yang memuat kaidah penulisan yang tidak
tepat dan kecenderungan mencontoh bentuk-bentuk surat dinas yang terdahulu).
Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan efektivitas komunikasi uang
menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu
kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Dalam kehidupan sehari-hari juga ada beberapa penulisan kata yang di
gunakan tapi tidak disadari oleh penulis yang sering kali tidak sesuai dengan
penerapannya. Dapat dilihat pada penggunaan kata dimana dalam sebuah kalimat
misalnya: Dimana hal itu disadari oleh masyarakat banyak.
Kata dimana merupakan kata tanya yang tidak seharusnya digunakan
dalam kalimat pernyataan seperti kalimat di atas.
Adapun contoh kedua, dapat penulisan kata adalah dan ialah. Kedua
kalimat ini diartikan sama tapi sebenarnya serupa tetapi tidak sama. Dalam
pengertiannya.
Ialah : digunakan untuk mencari jalan keluar.
Adalah : digunakan untuk mendefinisikan.
Hal ini dapat di hindari dengan memperhatikan syarat-syarat ketepatan
pemilihan kata sebagai berikut:
4
1. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, denotasi yaitu
kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda, sedangkan konotasi
dapat menimbulkan makna yang bermacam-macam, lazim digunakan
dalam pergaulan, untuk tujuan estetika, dan kesopanan.
2. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim dalam
pemakaian berbeda-beda
3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya,
misalnya inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi),
sarat (penuh, bunting), dan syarat (ketentuan)
4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapatnya
sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus
menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya : modern sering
diartikan secara subjektif, canggih menurut kamus modern berarti terbaru
atau mutakhir : canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, banyak
mengetahui, bergaya intelektual.
5. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami
maknanya secara tepat, misalnya : dilegalisir seharunya dilegalisasi,
koordinir seharusnya koordinasi.
6. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang
benar, misalnya : sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
7. Menggunakan kata khusus dan kata umum secara cermat. Untuk
mendapatkan pemaham yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya
menggunakan kata khusus, misalnya : mobil (kata umum) corolla (kata
khusus, sedan buatan Toyota)
8. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya isu
(dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya, kabar
angin, desas sesus).
9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim (misalnya: pria dan laki-
laki, saya dan aku, serta buku dan kitab); berhomofoni (misalnya: bang
dan bank, ke tahanan dan ketahanan); dan berhomografi (misalnya: apel
buah, apel upacara; buku ruas, buku kitab)
5
10. Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak
(konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern)
dan kata konkret atau kata khusus (misalnya: mangga, sarapan, dan bere-
nang)
Rambu-rambu Penulisan Diksi
Sebelum menentukan pilihan kata yang diperlukan dalam mengarang,
terlebih dahulu penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni masalah
makna dan relasi makna.
1. Makna
Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak
selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas
beberapa makna yaitu :
a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, sesuai
dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh-sungguh
nyata dalam kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya
adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati
diterkam kucing).
Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-
nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa
Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yang
bermakna “sebuah buku” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak
buku.”
b. Makna Referensial dan Nonreferensiai
Makna referensial dan nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan
ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai
referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu, kata tersebut
6
bermakna referensial, kalau tidak mempunyai referen, maka kata disebut
kata bermakna nonreferensial. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna
referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).
c. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adaiah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya
yang dimiliki sebuah leksem.
Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih
kecil dan ukuran badannya normal.
Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna
denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang atau kelompok
orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh
di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang
mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu
memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang
bila dikatakan ramping.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem
terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki
makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang bisa
dikendarai”.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada
diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dengan suatu yang suci
atau kesucian. Kata merah berasosiasi berani atau paham komunis.
e. Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak bembah, tetapi karena
berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna
7
kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat.
Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan, tapi bisa juga hasil
perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di
gelas, di bak mandi atau air hujan.
Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan
kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam
bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di atas
masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah
pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa kata, frase, maupun
kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, unsur-
unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh:
Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki
makna hal yang disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna,
rumah yang terbuat dari kayu. Makna pribahasa bersifat
memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut
dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama
lazim digunakan dalam peribahasa.
g. Makna Kias dan Lugas
Makna kias adalah kata, frase maupun kalimat yang tidak merujuk pada
arti sebenarnya.
Contoh: Putri malam, bermakna bulan Raja siang, bermakna matahari.
h. Relasi Makna
Relasi adalah hubungan makna ini menyangkut hal kesamaan makna
(sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan
8
ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna
(homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan sebagainya.
a. Kesamaan Makna (Sinonim)
Sinonim adalah sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau
kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makaa
ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat,
bunga dan kembang
b. Kebalikan Makna (Antonim)
Antonim adalah ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang
maknanya dianggap kebalikan dari makna dari ungkapan lain.
Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar
berantonim dengan kata kecil.
c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
Polisemi adalah sebagai satuan bahasa (terutana kata, atau frase)
yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala
bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada
manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak disebelah atas
atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api,
bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku
dan kepala j arum dan Iain-lain.
Ambiguitas atau ketaksaan adalah sebagai kata yang bermakna
ganda atau mempunya dua arti. Konsep ini tidak salah, tetapi
kurang tepat sebab tidak dapat dibedakan dengan polisemi.
d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)
Hiponimi adalah sebagai ungkapan (berupa kata,frase atau kalimat
yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu
9
ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata
ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.
e. Kelebihan Makna (Redundansi)
Redundansi dapat diartikan sebagai ‘berlebih-lebihan pemakaian
unsur segmental dalam suatu bentvk ujaran’. Contoh : Bola di
tendang si Udin, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola
ditendang oleh si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua
dianggap sebagai suatu yang redundansi,yang berlebih- lebihan,
dan sebenarnya tidak perlu.
Proses Morfologis
Masalah diksi ada kaitannya dengan proses morfclogis. Kesalahan proses
morfologis mengakibatkan adanya kejanggalan makna dalam karangan siswa.
Oleh karena itu, perlu dikemukakan berbagai teori proses morfologis dari para
ahli secara unit.
Menurut Ramlan(1985: 51) yang dimaksud proses morfologis adalah
pembentukan kata-kata dari proses satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya.
Proses morfologis meliputi afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan.
a. Afiksasi
Afiksasi adalah satuan gramatikal terikat yang didalam suatu kata
merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki
kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok
kata baru. Afiks yang terletak di depan bentuk dasar yang disebut prefiks, afiks di
tengah bentuk dasar disebut infiks Jan yang letaknya terpisah yang disebut
simulfiks.
Bentuk-bentuk seperti ku, mu, nya, kau, dan isme bukan merupakan afiks,
melainkan bentuk klitik, karena bentuk-bentuk (morfem) tersebut memiliki
makna atau arti leksikal.
10
b. Proses Pengulangan
Ramlan, (1985: 57) menyatakan ada empat jenis pengulangan yakni
pengulangan seluruh, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi
dengan proses pembubuhan afiks dan pengulangan dengan perubahan fonem.
Macam-macam pengulangan tersebut sebagai berilou:
1) Pengulangan seluruh
Contoh:
1. makan : makan-makan
2. buku : buku-buku
3. kebaikan : kebaikan-kebaikan
4. pembangunan : pembangunan-pembangunan
2) Pengulangan sebagian
Contoh :
1. membaca : membaca-baca
2. mengemasi : mengemasi-ngemasi
3. mempertunjukkan : mempertunjuk-tunjukkan
3) Pengulangan dengan kombinasi afiks
Contoh:
1. kereta : kereta-kerataan
2. anak : anak-anakan
3. makan : makan-makanan
4) Pengulangan perubahan fonem
Contoh:
l)gerak : gerak-gerik
2) lauk : lauk-pauk
11
c. Proses Pemajemukan
Ramlan, (1985: 69) menyatakan bahwa hasil proses pemajemukan adalah
kata majemuk. Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang
menimbulkan arti baru. Ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut:
a. Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata
Contoh : medan perang
b. Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah
strukturnya.
Contoh : kamar mandi
c. Jenis kata majemuk yang unsurnya berupa morfem naik
Contoh: simpang siur
Gejala Bahasa
Berdasarkan penilitian gejala bahasa yang paling banyak muncul adalah
kontaminasi dan pleonasme. Untuk jenis gejala bahasa yang lain seperti protesis,
epentesis dan sebagainya sangat jarang dijumpai. Oleh karena itu, dalam landasan
teori hanya diungkapkan dua gejala bahasa saja, yaitu pleonasme dan
kontaminasi.
a. Gejala Kontaminasi
Gejala bahasa kontaminasi adalah gejala bahasa yang terjadi
kerancuan atau kekacauan (Badudu, 1981: 47). Kerancuan atau
kekacauan yang dimaksud dalam hal ini adalah susunan, perangkaian,
atau penggabungan yang seharusnya merupakan bentuk tersendiri,
tetapi dipadukan. Seperti, bentuk kata menundukkan kepala dengan
membungkukkan badan karena terjadi kekacauan maka terbentuklah
menundukkan badan atau membungkukkan kepala. Peristiwa semacam
12
ini sering terjadi, walaupun memang tidak mengganggu makna yang
sebenarnya, namun hanya tidak sesuai dengan diksi yang diperlukan
dalam konteks tersebut. Oleh karena itu jelas gejala semacam ini
termasuk bidang diksi.
b. Pleonasme
Gejala pleonasme adalah gejala penggunaan unsur bahasa yang
berupa kata yang berlebih-lebihan (Badudu,1981: 55). Ada
kecenderungan bahwa gejala pleonasme ini untuk menyatakan unsur
emosi atau perasaan penutur. Contoh: maju ke depan
13
BAB IIIPENUTUP
Kesimpulan:
Dalam membuat sebuah tulisan harus mempengaruhi ketentuan-ketentuan
yang ada dan syarat-syarat yang berlaku agar tidak mempengaruhi gaya bahasa
dan makna yang terkandung serta sesuai dengan ragam penulisan yang telah
ditentukan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal. 1991. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa
Indonesia yang Benar: untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Arifin, E. Zaenal dan S Amran Tasai.1999. Cermat Berbahasa Indonesia:
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Depdikbud. 1998. Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Depdikbud. 2004. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Depdikbud. 1997. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Keraf, Gorys. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa: Panduan ke Arah
Kemahiran Berbahasa. Jakarta: Gramedia.
15