karakteristik kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan...

Upload: bullettiqa

Post on 30-Oct-2015

357 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Penelitian ilmu kesehatan masyarakat dan bedah saraf, survei deskriptif semi analitik

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Trauma kepala adalah suatu trauma atau pembebanan mekanik dari luar yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung yang mengenai kepala, yang dapat mengakibatkan gangguan fisik, fungsi kognitif, dan fungsi psikososial yang bersifat sementara maupun permanen yang berhubungan dengan berkurangnya atau berubahnya kesadaran.1Tingkat keparahan dari trauma kepala biasanya diklasifikasikan berdasarkan penilaian tingkat kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Dimana, untuk trauma kepala ringan dengan skor GCS 13-15, trauma kepala sedang dengan skor GCS 9-12, dan trauma kepala berat dengan skor GCS 3-8. Trauma kepala dapat mengakibatkan adanya perdarahan intrakranial, yang biasanya berlangsung cepat dan dapat menghasilkan kerusakan otak permanen bahkan kematian. Perdarahan intrakranial berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan intraserebral, dan perdarahan subarakhnoid.1,2,3 Setiap tahun diperkirakan insiden penduduk dunia yang mengalami trauma kepala pada otak sekitar 300-500 per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat menurut Shackford dkk (1993), trauma kepala terjadi sekitar 13,2 per 100.000 penduduk, hal ini merupakan penyebab kematian terbanyak untuk kelompok usia 1-44 tahun dan merupakan penyebab kematian ketiga untuk keseluruhannya. Di Indonesia sendiri, belum ada data lengkap. Dari data rekam medis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo - Jakarta tahun 1998 2000 tercatat 263 pasien menderita perdarahan intrakranial dengan distribusi kontusio (16%), hematoma epidural (18%), hematoma subdural (16%), hematoma intraserebral (38%), serta perdarahan campuran (12%). Dan data di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan Januari Juni 2005 terdapat 502 pasien dengan cedera kepala. Dimana 383 pasien (76,3%) menderita cedera kepala ringan, 40 pasien (8,0%) menderita cedera kepala sedang, dan 79 pasien (15,7%) menderita cedera kepala berat.1,3,4Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan usia produktif, yaitu antara 15-44 tahun (dengan usia rata-rata sekitar 30 tahun) dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan perempuan. Adapun penyebabnya yang terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas, yang meliputi kejadian tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan juga pejalan kaki yang tertabrak kendaraan bermotor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal, didapatkan bahwa jenis kendaraan yang banyak terlibat dalam kecelakaan lalu lintas ialah kendaraan beroda dua (89,3%), dan pengemudi merupakan korban terbanyak (76,4%). Penelitian lain juga menyatakan bahwa korban kecelakaan lalu lintas umumnya kendaraan bermotor yang tidak menggunakan helm atau menggunakan helm seadanya dan pejalan kaki. Penyebab lainnya adalah jatuh/tertimpa benda berat (benda tumpul), serangan benda tajam, pukulan (kekerasan), akibat tembakan, atau pergerakan mendadak sewaktu berolahraga.1,4,5,6

1.2. Rumusan MasalahDari uraian diatas, maka rumusan masalah untuk penelitian ini yaitu, bagaimana gambaran karakteristik kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua di IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli Desember 2012.

1.3. Tujuan Penelitiana. Tujuan UmumMengetahui karakteristik kasus perdarahan intrakranial pada pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua di IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli Desember 2012.b. Tujuan Khusus1. Mengetahui distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala menurut tingkat kesadaran berdasarkan jenis perdarahannya.2. Mengetahui distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala menurut umur terhadap jenis perdarahannya.3. Mengetahui distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala menurut jenis kelamin terhadap jenis perdarahannya.4. Mengetahui distribusi kasus perdarahan intrakranial menurut status pengendara.5. Mengetahui distribusi kasus perdarahan intrakranial menurut penggunaan helm.6. Mengetahui distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala menurut penatalaksanaan terhadap jenis perdarahannya.7. Mengetahui distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala menurut status akhir pasien terhadap jenis perdarahannya.

1.4. Manfaat Penelitian1. Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam mempersiapkan peralatan-perlatan, dan juga tenaga kesehatan sehingga mampu menangani kasus perdarahan intrakranial pada pasien trauma kepala dengan baik.2. Sebagai bahan masukan bagi praktisi medis agar dapat mendiagnosa kasus perdarahan intrakranial pada pasien trauma kepala dengan cepat dan tepat sehingga penatalaksanaan menjadi lebih baik.3. Menjadi sumber informasi untuk mendukung penelitian selanjutnya.4. Sebagai pengalaman yang berharga untuk penulis dalam rangka menambah wawasan keilmuan serta pengembangan diri melalui penelitian lapangan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Trauma KepalaTrauma kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada kelompok usia produktif (anak-anak dan dewasa). Tidak adanya identifikasi khusus pasien dengan trauma kepala, maka trauma kepala disebut sebagai wabah yang tidak terlihat. Mekanisme dari tingkat keparahan trauma kepala sangat bervariasi, serta tindakan awal yang dilakukan pada pasien trauma kepala menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.7Insiden di negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kepala mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan. Kurang lebih 33% korban kecelakaan yang mengalami trauma kepala berakhir dengan kematian. Lebih dari 50% trauma kepala terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh. Jika meneliti sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kepala, maka 50% ternyata disebabkan oleh trauma secara langsung, dan 50% yang tersisa disebabkan oleh gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang terkait secara tidak langsung pada trauma.2Prevalensi dari trauma kepala tidak terdokumentasi secara lengkap, dikarenakan banyak kasus yang tidak fatal (misalnya, trauma kepala ringan) dan pasien yang tidak mendapatkan perawatan rumah sakit. National Health Interview Survey memperkirakan 1,9 juta orang mengalami fraktur tengkorak atau cedera intrakranial setiap tahunnya. Insiden trauma kepala ringan sekitar 131 kasus per 100.000 orang. Insiden trauma kepala sedang sekitar 15 per 100.000 kasus. Insiden trauma kepala berat sekitar 14 orang per 100.000 kasus. Termasuk kematian akibat trauma kepala sebelum mendapatkan penanganan dari rumah sakit, berkisar 21 kasus per 100.000 orang.8

Terdapat beberapa kelompok populasi masyarakat yang berisiko tinggi untuk mengalami trauma kepala, ialah sebagai berikut:8 Usia muda Laki-laki Penduduk dengan pendapatan rendah Anggota dari kelompok etnis minoritas Penduduk perkotaan Individu dengan riwayat trauma kepala sebelumnya

Mekanisme dan PatologiTrauma kepala dapat terjadi akibat adanya pukulan atau benturan ke kepala akibat dari akselerasi cepat, deselerasi, atau dampak secara lagsung. Hal ini juga dapat disebabkan oleh cedera penetrasi langsung ke otak. Fungsi otak dapat terganggu sementara atau permanen dan juga kerusakan struktur dari otak mungkin tidak terdeteksi secara langsung. Tidak semua pukulan, benturan, atau cedera menyebabkan trauma kepala, dan tingkat keparahan dari cedera itu sendiri sangatlah luas.8,9Kelainan yang diakibatkan oleh trauma dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera otak fokal dapat menyebabkan terjadinya kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, atau perdarahan intraserebral. Sedangkan cedera difus hanya menyebabkan gangguan fungsional, yaitu gegar otak atau cedera struktural difus.1,2,7,10

PatofisiologiFungsi dari otak sangat tergantung pada persediaan oksigen dan glukosa. Meskipun otak hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, otak menerima darah sebanyak 20% dari curah jantung. Sebagian besar, yakni sekitar 80% dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi di substansia kelabu.10Cedera otak yang terjadi langsung akibat dari trauma disebut cedera primer. Proses lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan aliran darah untuk sel, yaitu oksigen dan nutrien terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya aliran darah ke otak. Oleh karena itu, pada pasien dengan cedera otak harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerak nafas yang adekuat, serta hemodinamik yang tidak terganggu sehingga oksigenasi cukup.10Gangguan metabolisme jaringan otak akan menyebabkan edema yang dapat mengakibatkan herniasi melalui foramen tentorium, foramen magnum, atau herniasi di bawah falks serebri. Jika terjadi herniasi, jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemik sehingga dapat menyebabkan perdarahan atau nekrosis yang akan menimbulkan kematian. 8,10

Gambaran KlinisGejala-gejala klinis akibat trauma kepala tergantung dari tingkat keparahannya. Pasien dengan trauma kepala ringan mungkin tetap sadar atau kehilangan kesadaran selama beberapa detik atau menit. Gejala lain dari trauma kepala ringan termasuk sakit kepala, kebingungan, pusing, penglihatan kabur atau mata lelah, telinga berdenging, rasa tidak enak di mulut, lelah, perubahan pola tidur, dan terdapat masalah dengan memori, konsentrasi, perhatian, atau berpikir. Sedangkan pasien dengan trauma kepala sedang atau berat dapat menunjukkan gejala-gejala yang sama, tetapi juga mungkin mengalami sakit kepala yang progresif, mual, muntah, kejang, pelebaran dari satu atau kedua pupil mata, lemah atau mati rasa pada kaki, kehilangan koordinasi, dan gelisah.10,11Derajat dari trauma kepala juga dapat dinilai berdasarkan tingkat kesadaran pasien. Maka trauma kepala dapat digolongkan berdasarkan skor Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu bila ringan skornya 13-15, bila sedang skornya 9-12, dan berat skornya 3-8. Cara penilaian derajat dari trauma kepala menurut Glasgow Coma Scale (GCS) adalah:1,4,7,10123456

Membuka MataTidak ada reaksiDengan rangsang nyeriDengan perintahSpontan--

Respon VerbalTidak ada reaksiMengerangBicara kacauDisorientasi tempat dan waktuOrientasi baik-

Respon MotorikTidak ada reaksiEkstensi abnormalFleksi abnormalMenghindari nyeriMelokalisir nyeriMengikuti perintah

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan yang paling menunjang untuk diagnosis suatu cedera kepala adalah pemeriksaan radiologi. Dimana pemeriksaan radiologi yang paling sering dan mudah dilakukan adalah rontgen kepala, yang sering dijadikan pemeriksaan skrining ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak.12Dahulu, untuk mengetahui adanya perdarahan intrakranial, dilakukan pemeriksaan angiografi serebral. Namun, dengan adanya kemajuan di bidang radiologi, akhirnya penggunaan CT Scan menggantikan pemeriksaan invasif tersebut. CT Scan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai tulang, jaringan lunak, termasuk jaringan otak. Menilai apakah terdapat fraktur, perdarahan, iskemia, edema, dan sebagainya. CT Scan juga dapat melokalisir cukup akurat posisi serta ukuran dari lesi yang ada di dalam kepala sehingga lebih memudahkan untuk penatalaksanaan selanjutnya.12Di rumah sakit yang lebih maju dan lengkap, pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging). MRI lebih jelas menangkap gambaran cedera subakut pada otak, lebih akurat dalam pencitraan jaringan lunak, serta dapat melakukan pencitraan dari berbagai posisi, sehingga lebih baik dalam menilai dan melokalisir luas lesi.12

2.2. Tinjauan Khusus Perdarahan IntrakranialPerdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan cedera kepala. Perdarahan intrakranial merupakan hal fatal yang bisa berpotensi terhadap kematian dan sebenarnya dapat dihindari. Banyak pasien yang tidak mampu bertahan hidup akibat keterlambatan dalam evakuasi dari perdarahan itu sendiri. Insiden dari perdarahan intrakranial dan tipe perdarahannya sangatlah bervariasi, tergantung dari cedera yang terjadi. Di rumah sakit umum yang menerima pasien cedera kepala, angka kejadian dari perdarahan intrakranial berkisar 1-5% dari semua pasien dengan cedera kepala.13Klasifikasi dari perdarahan intrakranial dikelompokkan berdasarkan letak dari perdarahannya, apakah di luar duramater ataupun di dalam duramater. Perdarahan yang terletak di luar duramater ialah perdarahan epidural (hematoma epidural). Sedangkan perdarahan yang letaknya di dalam duramater ialah perdarahan subdural (hematoma subdural), perdarahan subarakhnoid (hematoma subarakhnoid), dan perdarahan intraserebral (hematoma intraserebri). Dimana masing-masing perdarahan dapat terjadi sendiri ataupun bersamaan.13

Hematoma EpiduralHematoma epidural adalah keadaan dimana terjadi penumpukan darah di antara duramater dan tabula interna tulang tengkorak. Lokasi yang sering adalah di bagian temporal atau temporoparietal (70%) dan sisanya dibagian frontal, oksipital, dan fossa serebri posterior. Sumber perdarahan yang paling lazim adalah dari cabang arteri meningea media akibat fraktrur yang terjadi di bagian temporal tengkorak. Hematoma epidural sering terjadi pada trauma kepala pada dewasa muda yang berusia antara 10-30 tahun, dan sering terjadi pada pria.12Secara klinis, bisa terjadi beberapa macam perjalanan manifestasi klinis. Pasien dapat saja tetap sadar; atau tidak sadar; atau sadar lalu menjadi tidak sadar; atau tidak sadar lalu menjadi sadar; atau tidak sadar lalu sadar beberapa waktu (periode lucid interval) tetapi kemudian tidak sadar lagi. Lamanya lucid interval ini dapat berlangsung dalam beberapa jam, namun dapat pula sampai beberapa hari. Semakin singkat interval ini, maka semakin besar dan cepat perdarahan yang terjadi. Gejala klinis yang lain dapat berupa sakit kepala, defisit neurologis, serta perubahan dari tanda-tanda vital yaitu bradikardi yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah.12,13Untuk mendiagnosis hematoma epidural didasarkan pada tanda klinis dan hasil CT Scan Kepala. Pada pemeriksaan CT Scan kepala akan tampak gambaran hiperdens berbentuk double convex sign. Penatalaksanan pada hematoma epidural dilakukan segera kraniotomi dengan tujuan mengevakuasi hematoma.12,13

Hematoma SubduralHematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. Hematoma subdural disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan robeknya vena di dalam ruang arakhnoid. Hematoma subdural diklasifikasikan menjadi akut, subakut, dan kronik. Secara umum, gejala dari hematoma subdural meliputi penurunan kesadaran, pupil anisokor, dan defisit neurologis terutama gangguan motorik.12,13Hematoma subdural akut merupakan hematoma subdural dengan gejala klinis yang timbul segera atau beberapa jam, atau bahkan sampai 3 hari setelah terjadinya trauma. Pada CT Scan, akan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk konkaf atau menyerupai bulan sabit (crescent sign).12Hematoma subdural subakut memberikan gejala setelah 4-10 hari setelah trauma. Pada pemeriksaan CT Scan, gambaran perdarahan yang dijumpai umumnya lebih tebal dari hematoma yang akut, dan memberikan gambaran campuran antara hiperdens, isodens, dan hipodens.12Hematoma subdural kronik dimana gejala klinis baru muncul setelah lebih dari 10 hari, bahkan sampai beberapa bulan setelah terjadinya cedera kepala. Pada pemeriksaan CT Scan dapat dijumpai gambaran hematoma memberikan gambaran hipodens. Hal ini disebabkan karena kandungan zat besi dalam darah tersebut difagositosis.12Penatalaksanaan pada hematoma subdural akut ialah operasi dan evakuasi hematoma secepatnya. Segera atau tidaknya dilakukan operasi sangat menentukan kemungkinan selamat atau tidaknya penderita. Berbeda dengan kasus akut, operasi evakuasi hematoma pada hematoma subdural kronik secara umum memberikan hasil prognosis baik, 90% akan sembuh. Sedangkan pada kasus dengan perdarahan kecil, diberikan terapi konservatif dengan observasi yang ketat. Diharapkan akan terjadi lisis dan penyerapan darah dalam waktu sekitar 10 hari.12

Hematoma SubarakhnoidHematoma subarakhnoid terjadi akibat rupturnya bridging vein pada ruang subarakhnoid, atau pembuluh darah yang ada pada permukaan jaringan otak. Perdarahannya terletak di antara arakhnoid dan piamater, mengisi ruang subarakhnoid dan masuk ke dalam sistem cairan serebrospinalis. Umumnya lesi disertai dengan kontusio atau laserasi serebri.12,13Adanya darah dalam ruang subarakhnoid akan mengakibatkan arteri mengalami spasme. Sebagai akibatnya darah ke otak akan sangat berkurang yang menyebabkan terganggunya mikrosirkulasi dalam otak dan sebagai dampaknya akan terjadi edema otak. Sedangkan darah yang masuk ke dalam sistem cairan serebrospinal akan menyebabkan terjadinya iritasi meningeal. Sebagai dampak dari adanya perdarahan ini, pasien akan mengeluhkan adanya gejala meningeal, berupa nyeri kepala, demam, kaku tengkuk, iritabilitas, dan fotophobia.12Kepastian diagnosa akan diperoleh dengan didapatkannya cairan serebrospinal yang bercampur darah pada punksi lumbal. Pada pemeriksaan CT Scan akan tampak lesi hiperdens yang mengikuti pola sulkus pada permukaan otak.12Perdarahan subarakhnoid akibat cedera kepala umumnya memerlukan perawatan intensif. Walau demikian, pengobatan pada dasarnya bersifat simtomatis dan vasospasme yang terjadi perlu segera dicegah.12

Hematoma IntraserebriHematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countre-coup).12Lesi dapat berupa fokus perdarahan kecil-kecil, namun dapat pula perdarahan yang luas. Perdarahan dapat terjadi segera, dapat pula terjadi beberapa hari atau minggu kemudian. Dapat terjadi periode lucid interval yang cukup lama yang diikuti dengan munculnya gejala yang progresif. Gambaran klinis yang terjadi berupa defisit neurologis, koma, hemiplegia, dilatasi pupil, tanda babinsky positif bilateral, dan pernapasan yang menjadi ireguler.12Untuk memastikan diagnosa, modalitas yang digunakan adalah CT Scan, dimana akan tampak bayangan hiperdens yang homogen dengan batas tegas, dan terdapat edema perifokal di sekitarnya. Penatalaksanaan pada hematoma yang kecil, dilakukan tindakan observasi dan suportif yang memungkinkan, misalnya menjaga tekanan darah. Untuk pasien dengan hematoma yang besar dan mengalami gangguan neurologis serta hematoma yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial harus dilakukan kraniotomi dan aspirasi hematoma. Sedangkan perdarahan yang besar namun tidak memungkinkan untuk tidakan operatif ditangani dengan cara hiperventilasi, manitol, dan steroid, serta pemantauan tekanan intrakranial secara ketat.12

BAB IIIKERANGKA KONSEP

3.1. Dasar Pemikiran Variabel Yang DitelitiTauma kepala merupakan kasus yang sangat sering terjadi setiap harinya. Bahkan, bisa dikatakan merupakan kasus yang hampir selalu dijumpai di unit gawar darurat setiap rumah sakit. Diketahui bahwa trauma kepala merupakan pembunuh nomor satu di dunia, baik di negara maju ataupun di negara berkembang. Mekanisme trauma yang sering menjadi penyebab utama adalah kecelakaan lalu lintas, khususnya kendaraan bemotor roda dua. Dimana trauma kepala lebih banyak terjadi pada kelompok usai produktif, dan lebih didominasi oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Dari parameter usia, sering terjadi pada usia produktif, hal ini dimungkinkan karena pada usia tersebut memiliki tingkat mobilitas yang sangat tinggi. Selain itu, kejadian trauma kepala lebih sering pada laki-laki kemungkinan diakibatkan karena pola berkendara dari laki-laki biasanya lebih berani dan lebih nekat daripada perempuan.5,12Sekitar 40 persen dari angka kematian tersebut adalah angka yang avoidable dalam artian seharusnya kematian dapat dicegah bila dilakukan tindakan pertolongan yang cepat dan tepat dengan sarana yang memadai. Memahami mekanisme dan tatalaksana trauma kepala adalah hal yang mutlak harus diketahui oleh para dokter untuk dapat menolong pasien dengan baik. Tatalaksana yang akurat akan jelas menurunkan angka kematian, termasuk meminimalisir trauma kepala sekunder yang mungkin lebih sering menyebabkan perburukan pasien trauma kepala.12

3.2. Variabel Yang Diteliti

Umur

Jenis kelamin

Wilayah atau tempat tinggal

Status pengendara

Penggunaan helmSosial ekonomi

Perdarahan Intrakranial Traumatik

Mekanisme trauma

Tingkat kesadaran

PenatalaksanaanRiwayat trauma sebelumnya

Status akhir pasien

Gambar 1. Hubungan antar variabel

Keterangan: Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

3.3. Definisi Operasional Variabel Yang DitelitiBerdasarkan tinjauan pustaka serta tujuan penelitian, maka ada beberapa variabel yang akan diteliti:1. Perdarahan Intrakranial Traumatika. Definisi: perdarahan yang ditemukan dalam rongga tengkorak akibat trauma yang merupakan diagnosa utama berdasarkan informasi yang tercatat dalam rekam medis.b. Alat ukur: kuisionerc. Cara ukur: dengan mengambil data dari rekam medis pasien dengan perdarahan intrakranial akibat trauma yang masuk ke IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juli Desember 2012.d. Hasil ukur: 1. Epidural hematom 2. Subdural hematom 3. Intraserebral hematom 4. Subarakhnoid hematom 5. Epidural hematom ganda 6. Subdural hematom ganda 7. Subarakhnoid hematom ganda2. Tingkat Kesadarana. Definisi: tingkat responsibilatas pasien yang diukur dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) ketika pasien masuk di IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.b. Alat ukur: kuisionerc. Cara ukur: data diambil dari rekam medisd. Hasil ukur: 1. Trauma kepala ringan : GCS 13 - 15 2. Trauma kepala sedang: GCS 9 - 12 3. Trauma kepala berat: GCS 3 -83.Umura. Definisi: umur pasien sejak dilahirkan hingga masuk ke di IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.b. Alat ukur: kuisionerc. Cara ukur: data diambil dari rekam medisd. Hasil ukur: 1. < 15 tahun 2. 15 40 tahun 3. 41 64 tahun 4. > 64 tahun4. Jenis Kelamina. Definisi: jenis kelamin laki-laki atau perempuan berdasarkan tanda jenis kelaminnya.b. Alat ukur: kuisionerc. Cara ukur: data diambil dari rekam medisd. Hasil ukur: 1. Laki-laki 2. Perempuan5. Status Pengendaraa. Definisi: saat kecelakaan terjadi pasien berada pada posisi pengemudi atau penumpang.b. Alat ukur: kuisionerc. Cara ukur: data diambil dari rekam medisd. Hasil ukur: 1. Pengemudi 2. Penumpang 3. Data tidak diketahui6. Penggunaan Helma. Definisi: saat kecelakaan terjadi pasien tengah menggunakan helm atau tidak.b. Alat ukur: kuisionerc. Cara ukur: data diambil dari rekam medisd. Hasil ukur: 1. Menggunakan helm 2. Tidak menggunakan helm 3. Data tidak diketahui

7. Penatalaksanaana. Definisi: penanganan yang diberikan pada pasien selama berada di IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.b. Alat ukur: kuisionerc. Cara ukur: data diambil dari rekam medis

d. Hasil ukur: 1. Konservatif : perawatan dan penatalaksanaan berupa terapi farmakoterapi 2. Operatif : tindakan membuka tulang kepala untuk menghentikan perdarahan atau mengevakuasi perdarahan dari rongga intrakranial8. Status Akhir Pasiena. Definisi: status/kondisi terakhir pasien setelah keluar dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.b. Alat ukur: kuisionerc. Cara ukur: data diambil dari rekam medisd. Hasil ukur: 1. Rawat jalan/hidup 2. Meninggal dunia 3. Pulang paksa 4. Pindah rumah sakit

BAB IVMETODE PENELITIAN

4.1. Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan survei deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran karakteristik kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua pada IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli Desember 2012. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari rekam medis pasien trauma kepala dengan perdarahan intrakranial akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua yang masuk ke IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli Desember 2012.

4.2. Lokasi dan Waktu PenelitianLokasi penelitian yang dipilih adalah IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Lokasi ini dipilih karena RS. Wahidin Sudirohusodo merupakan rumah sakit terbesar dan merupakan rumah sakit rujukan utama di Sulawesi Selatan.Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada tanggal 8 20 April 2013.

4.3. Populasi dan Sampel4.3.1. PopulasiPopulasi dalam sampel ini adalah semua pasien trauma kepala dengan perdarahan intrakranial akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua yang masuk di IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli Desember 2012.4.3.2. SampelSampel dalam penelitian ini adalah semua pasien trauma kepala dengan perdarahan intrakranial akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua yang masuk di IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli Desember 2012.

4.4. Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.5. Metode Pengolahan DataData yang diperoleh dari hasil penelitian ini diolah menggunakan bantuan komputer dengan program microsoft excel 2007 dan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) 16.

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di wilayah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tanggal 12 18 April 2013. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari rekam medis pasien trauma kepala dengan perdarahan intrakranial akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua yang masuk ke IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli Desember 2012. Adapun banyaknya sampel pada penelitian ini berjumlah 86 sampel. Pengolahan data pada peneitian ini menggunakan bantuan komputer dengan program microsoft excel 2007 dan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) 16.Berdasarkan data yang diperoleh setelah meneliti data rekam medik yang diambil. Maka hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis PerdarahanTabel 5.1. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua berdasarkan jenis perdarahannya.Jenis PerdarahanN %

Epidural Hematom4451.2

Subdural Hematom1618.6

Subarakhnoid Hematom55.8

Intraserebral Hematom1315.1

Epidural Hematom Ganda55.8

Subdural Hematom Ganda22.3

Subarakhnoid Hematom Ganda11.2

Total86100

Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.1. menunjukkan bahwa kasus perdarahan intrakranial yang banyak terjadi adalah epidural hematom dengan jumlah 44 kasus (51.2%), kemudian subdural hematom berjumlah 16 kasus (18.6%), intraserebral hematom dengan jumlah 13 kasus (15.1%), kemudian subarakhnoid hematom dan epidural hematom ganda yang masing-masing berjumlah 5 kasus (5.8%), kemudian subdural hematom ganda berjumlah 2 kasus (2.3%), dan subarakhnoid hematom ganda berjumlah 1 kasus (1.2%).Hal ini sama dengan penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari-Desember 2005 yang menunjukkan bahwa dari 80 kasus perdarahan intrakranial yang paling banyak terjadi adalah epidural hematom sebanyak 43 kasus, kemudian subdural hematom dengan jumlah 22 kasus, dan intraserebral hematom dengan 15 kasus. Menurut kepustakaan, insiden subarakhnoid hematom sendiri hanya sekitar 10% dari seluruh perdarahan intrakranial, hal ini sama dengan hasil penelitian dimana kasus subarakhnoid hematom terjadi hanya sekitar 8.4%. Sedangkan untuk perdarahan campuran (perdarahan ganda) pada penelitian ini berjumlah 8 kasus (9.3%), hal ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta tahun 1998-2000 bahwa insiden perdarahan campuran sendiri adalah 12% dari seluruh perdarahan intrakranial. Pada penelitian di Amerika menunjukkan bahwa perdarahan campuran berkisar 10-50% dan perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat meningkatkan angka mortalitas.3,14,15

5.2. Distribusi Sampel Menurut Tingkat Kesadaran Berdasarkan Jenis PerdarahanTabel 5.2. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua menurut tingkat kesadaran berdasarkan jenis perdarahannya. GCSTotal

13-159-123-8

DiagnosisEpidural HematomN2412844

%54.5%27.3%18.2%100.0%

Subdural HematomN83516

%50.0%18.8%31.2%100.0%

Subarakhnoid HematomN1225

%20.0%40.0%40.0%100.0%

Intraserebral HematomN28313

%15.4%61.5%23.1%100.0%

EDH GandaN1135

%20.0%20.0%60%100.0%

SDHGandaN0112

%0.0%50.0%50.0%100.0%

SAHGandaN0101

%0.0%100.0%0.0%100.0%

Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin SudirohusodoTabel 5.2. menunjukkan bahwa lebih banyak penderita epidural hematom dan subdural hematom masuk ke IRD Bedah dengan nilai GCS 13-15 yaitu sebesar 24 kasus (54.5%)% dari 44 kasus epidural hematom dan sebesar 8 kasus (46.7%) dari 16 kasus subdural hematom. Pada penderita subarakhnoid hematom lebih banyak penderita yang masuk ke IRD Bedah dengan nilai GCS 9-12 dan GCS 3-8 yaitu masing-masing sebanyak 2 kasus (40.0%) dari 5 kasus. Pada penderita intraserebral hematom yang masuk ke IRD Bedah lebih banyak dengan nilai GCS 9-12 yaitu sebanyak 8 kasus (61.5%) dari 13 kasus. Pada penderita epidural hematom ganda paling banyak masuk dengan nilai GCS 3-8 yaitu sebanyak 3 kasus (60.0%). Pada penderita subdural hematom ganda lebih banyak penderita yang masuk ke IRD Bedah dengan nilai GCS 9-12 dan GCS 3-8 yaitu masing-masing sebanyak 1 kasus (50.0%) dari 2 kasus. Sedangkan pada penderita subarakhnoid hematom ganda masuk dengan nilai GCS 9-12 dengan jumlah 1 kasus (100.0%) dari 1 kasus.Hal ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari-Desember 2005 menunjukkan bahwa kasus epidural hematom banyak yang masuk dengan nilai GCS 13-15, sedangkan hasilnya berbeda pada subdural hematom dan intraserebral hematom yang lebih banyak yang masuk dengan nilai GCS 3-8. Untuk perdarahan campuran pada penelitian ini lebih banyak yang masuk dengan nilai GCS 9-12 dan 3-8. Menurut kepustakaan, menunjukkan bahwa penurunan kesadaran lebih banyak pada perdarahan intradural dibandingkan ekstradural, hal ini dikaitkan dengan kemungkinan terganggunya diffuse ascending reticular system yang merupakan substrat anatomik dari kesadaran lebih besar pada perdarahan intradural dibandingkan dengan perdarahan ekstradural.3,14,,15

5.3. Distribusi Sampel Menurut Umur Berdasarkan Jenis PerdarahanTabel 5.3. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua menurut umur berdasarkan jenis perdarahannya.UmurTotal

< 15 thn15-40 thn41-64 thn> 64 thn

DiagnosisEpidural HematomN5354044

%11.4%79.5%9.1%.0%100.0%

Subdural HematomN286016

%12.5%50.0%37.5%.0%100.0%

Subarakhnoid HematomN12205

%20.0%40.0%40.0%.0%100.0%

Intraserebral HematomN058013

%.0%38.5%61.5%.0%100.0%

EDHGandaN03205

%.0%60.0%40.0%.0%100.0%

SDHGandaN01012

%.0%50.0%.0%50.0%100.0%

SAHGandaN01001

%.0%100.0%.0%.0%100.0%

Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.3. menunjukkan bahwa penderita epidural hematom, subdural hematom, dan subarakhnoid hematom paling banyak pada usia 15-40 tahun yaitu masing-masing sebesar 35 kasus (79.5%) dari 44 kasus epidural hematom dan 8 kasus (50.0%) dari 16 kasus subdural hematom. Pada subarakhnoid hematom jumlah kelompok usia 15-40 tahun dan 41-64 tahun masing-masing sama yaitu 2 kasus (40.0%) dari 5 kasus. Pada penderita intraserebral hematom paling banyak pada usia 41-64 tahun yaitu sebesar 8 kasus (61.5%) dari 13 kasus intraserebral hematom. Pada epidural hematom ganda paling banyak pada usia 15-40 tahun yaitu 3 kasus (60.0%) dari 5 kasus. Pada subdural hematom ganda jumlah kelompok usia 15-40 tahun dan > 64 tahun masing-masing sama yaitu 1 kasus (50.0%) dari 2 kasus. Dan untuk subarakhnoid hematom ganda terdapat 1 kasus pada kelompok usia 15-40 tahun.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari Desember 2005 bahwa sebagian besar pasien perdarahan intrakranial adalah usia produktif yaitu pada usia 14-29 tahun. Hal ini dimungkinkan karena pada usia tersebut memiliki tingkat mobilitas yang sangat tinggi. Pada penelitian sebelumnya juga dapat ditemukan bahwa ada kecenderungan kelompok usia yang lebih tua mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya perdarahan intradural, keadaan ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa insiden puncak perdarahan intradural terjadi pada dekade 5-6, sedangkan perdarahan ekstradural terjadi pada dekade 2-3. Hal ini berbeda dari hasil penelitian yang didapatkan dimana subdural hematom dan subarakhnoid hematom terjadi pada usia 15-40 tahun.5,13,14

5.4. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis PerdarahanTabel 5.4. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua menurut jenis kelamin berdasarkan jenis perdarahannya.Jenis KelaminTotal

Laki-lakiPerempuan

DiagnosisEpidural HematomN341044

%77.3%22.7%100.0%

Subdural HematomN12416

%75.0%25.0%100.0%

Subarakhnoid HematomN415

%80.0%20.0%100.0%

Intraserebral HematomN10313

%76.9%23.1%100.0%

EDHGandaN505

%100.0%.0%100.0%

SDHGandaN112

%50.0%50.0%100.0%

SAHGandaN101

%100.0%.0%100.0%

Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.4. menunjukkan bahwa dari kelima jenis perdarahan intrakranial jumlah penderita laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, kecuali pada subdural hematom ganda jumlah laki-laki dan perempuan sama masing-masing 1 kasus (50.0%) dari 2 kasus.Hal ini sama dengan hasil penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari-Desember 2005 bahwa kasus perdarahan intrakranial sebagian besar adalah pria (81.25%) sedangkan jumlah penderita perempuan sebesar 18.75%. Hal ini mungkin disebabkan karena aktivitas laki-laki di luar rumah lebih banyak daripada perempuan dan juga kemungkinan diakibatkan karena pola berkendara dari laki-laki biasanya lebih berani dan lebih nekat daripada perempuan sehingga laki-laki lebih rentan untuk mengalami kecelakaan.5,14

5.5. Distribusi Sampel Menurut Status PengendaraTabel 5.5. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua menurut status pengendara.Status PengendaraN%

Pengemudi6980.2

Penumpang1618.6

Data tidak diketahui11.2

Total86100.0

Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.5. menunjukkan bahwa dari 86 kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua, pengemudi merupakan korban terbanyak yaitu sebesar 69 kasus (80.2%), kemudian penumpang dengan jumlah 16 kasus (18.6%), dan data yang tidak diketahui berjumlah 1 kasus (1.2%).Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal pada Januari-Maret 2007, didapatkan bahwa pengemudi merupakan korban terbanyak (76,4%) pada kecelakaan sepeda motor. Hal ini dimungkinkan karena setiap kendaraan bermotor roda dua pasti dikemudikan oleh seseorang yang berstatus sebagai pengemudi, tetapi tidak selalu dibarengi dengan adanya penumpang.4,6

5.6. Dsitribusi Sampel Menurut Penggunaan HelmTabel 5.6. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua menurut penggunaan helm.Penggunaan HelmN%

Menggunakan helm3034.9

Tidak menggunakan helm1416.3

Data tidak diketahui4248.8

Total86100

Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.6. menunjukkan bahwa dari 86 kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua, penderita yang menggunakan helm pada saat kecelakaan yaitu sebesar 30 kasus (34.9%), kemudian yang tidak menggunakan helm saat kecelakaan yaitu 14 kasus (16.3%), dan data yang tidak diketahui berjumlah 42 kasus (48.8%).Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa jumlah yang menggunakan helm lebih banyak daripada yang tidak menggunakan helm, hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa kebanyakan korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor yang tidak menggunakan helm. Akan tetapi data ini tidak dapat dianalisis lebih lanjut dikarenakan hampir 50% jumlah data tentang status penggunaan helm masih tidak diketahui.4,6

5.7. Distribusi Sampel Menurut Penatalaksanaan Berdasarkan Jenis PerdarahanTabel 5.7. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua menurut penatalaksanaan berdasarkan jenis perdarahannya.PenatalaksanaanTotal

KonservatifOperatif

DiagnosisEpidural HematomN232144

%52.3%47.7%100.0%

Subdural HematomN11516

%68.8%31.2%100.0%

Subarakhnoid HematomN505

%100.0%.0%100.0%

Intraserebral HematomN9413

%69.2%30.8%100%

EDHGandaN235

%40.0%60.0%100.0%

SDHGandaN112

%50.0%50.0%100.0%

SAHGandaN101

%100.0%.0%100.0%

Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.7. menunjukkan bahwa dari keenam jenis perdarahan intrakranial paling banyak mendapatkan tindakan konservatif dibandingkan dengan tindakan operatif, kecuali pada epidural hematom ganda lebih banyak yang mendapatkan tindakan operatif yaitu sebanyak 3 kasus (60.0%) dari 5 kasus, dan untuk subdural hematom ganda masing-masing jumlahnya sama antara yang mendapatkan tindakan konservatif dan operatif yaitu 1 kasus (50.0%) dari 2 kasus.Hal ini berbeda dengan hasil penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari-Desember 2005 bahwa penderita epidural hematom lebih banyak mendapatkan tindakan operatif yaitu sekitar 60.47%. Menurut kepustakaan, bahwa perdarahan epidural yang kecil pun membutuhkan tindakan bedah. Seperti pada penelitian ini di mana kasus perdarahan epidural ganda lebih banyak ditangani secara operatif mengingat adanya perdarahan tambahan yang mungkin membutuhkan penanganan bedah lebih lanjut. Sementara ada beberapa penelitian lain yang mengatakan bahwa pasien dengan perdarahan epidural yang kecil (< 1 cm) dapat diobservasi tanpa perlu dilakukan tindakan bedah, dibawah pengawasan dokter bedah saraf. Pada penelitian ini pasien epidural hematom lebih banyak yang mendapatkan terapi konservatif daripada operatif, sekitar 51.0%.14,16Penatalaksanaan pada subdural hematom, baik akut maupun subakut dengan intervensi bedah saraf seringnya memberikan hasil yang baik. Pasien dengan subdural hematom kronik lebih sering mendapatkan penatalaksanaan konservatif, tergantung dari beratnya gejala. Akan tetapi data yang didapatkan tidak cukup untuk membandingkan teori dengan apa yang terjadi di lapangan, dikarenakan faktor dari data rekam medis yang tidak lengkap, dimana tidak adanya klasifikasi secara khusus tentang subdural hematom berdasarkan onset penyakitnya. Pada penelitian ini didapatkan pasien lebih banyak mendapatkan terapi konservatif pada kasus subdural hematom. Hal ini dimungkinkan perdarahan yang terjadi adalah perdarahan yang kecil, dimana menurut kepustakaan bahwa kasus dengan perdarahan yang kecil cukup ditangani dengan penatalaksanaan konservatif dan observasi ketat. Untuk kasus subdural hematom ganda, didapatkan penanganan konservatif dan operatif dengan nilai yang sama. Hal ini dimungkinkan karena tingkat gejala yang ditemukan berbeda dan juga terkait masalah penulisan diagnosis yang tidak lengkap sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya.12,16Pada penelitian ini didapatkan semua pasien dengan subarakhnoid hematom baik subarakhnoid hematom tunggal maupun ganda tetap mendapatkan terapi konservatif. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa jenis perdarahan ini memerlukan perawatan intensif, dimana pengobatan pada dasarnya bersifat simtomatis dan vasospasme yang terjadi perlu segera dicegah.12,16Penelitian ini sama dengan hasil penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari-Desember 2005 bahwa penderita intraserebral hematom paling banyak mendapatkan tindakan konservatif yaitu sebesar 66.67% dari 15 kasus. Hal ini juga sesuai dengan kepustakaan bahwa jenis perdarahan ini seringnya mendapatkan penanganan konservatif saja. Akan tetapi jika perdarahan cukup luas hingga menimbulkan gangguan neurologis maka diperlukan intervensi bedah.12,14,16

5.8. Distribusi Sampel Menurut Status Akhir Pasien Berdasarkan Jenis PerdarahanTabel 5.8. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua menurut status akhir pasien berdasarkan jenis perdarahannya.Status Akhir PasienTotal

Rawat jalan/hidupMeninggal duniaPulang paksaPindah RS

DiagnosisEpidural HematomN3257044

%72.7%11.4%15.9%.0%100.0%

Subdural HematomN1042016

%62.5%25.0%12.5%.0%100.0%

Subarakhnoid HematomN31105

%60.0%20.0%20.0%.0%100.0%

Intraserebral HematomN553013

%38.5%38.5%23.1%.0%100.0%

EDHGandaN22015

%40.0%40.0%.0%20.0%100.0%

SDHGandaN01012

%.0%50.0%.0%50.0%100.0%

SAHGandaN01001

%.0%100.0%.0%0.0%100.0%

Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5.8. menunjukkan bahwa status akhir dari pasien perdarahan intrakranial sebelum keluar dari rumah sakit, dimana pada kasus epidural, subdural, dan subarakhnoid hematom paling banyak rawat jalan/hidup masing-masing berjumlah 32 kasus (72.7%) dari 44 kasus epidural hematom, 10 kasus (62.5%) dari 16 kasus subdural hematom, dan 3 kasus (60.0%) dari 5 kasus subarakhnoid hematom. Pada penderita intraserebral hematom dan epidural hematom ganda jumlah yang rawat jalan/hidup dan meninggal jumlahnya sama yaitu masing-masing 5 kasus (38.5%) dari 13 kasus. Pada subdural hematom ganda jumlah yang meninggal dan pindah rumah sakit sama yaitu masing-masing 1 kasus (50.0%) dari 2 kasus. Dan pada subarakhnoid hematom ganda meninggal dunia dengan jumlah 1 kasus.Pada penelitian ini didapatkan status akhir dari penderita epidural hematom lebih banyak rawat jalan/hidup. Dari 34 kasus yang rawat jalan/hidup, sebanyak 20 kasus telah mendapatkan intervensi bedah. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa angka kematian pada kasus yang telah mendapatkan intervensi bedah rendah.16Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa status akhir penderita subdural hematom lebih banyak rawat jalan/hidup. Menurut kepustakaan, bahwa prognosis dari subdural hematom tergantung dengan nilai GCS, dimana pada penelitian ini sekitar 42.9% kasus subdural hematom masuk dengan GCS 13-15.7Pada penelitian ini didapatkan bahwa 50% dari penderita subarakhnoid hematom meninggal dunia. Hal ini didukung oleh kepustakaan yang menyatakan bahwa prognosis jenis perdarahan ini buruk. Selain itu, umumnya jenis perdarahan ini sering disertai dengan kontusio atau laserasi serebri yang dapat memperberat kerusakan yang terjadi pada otak.12,13Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa presentasi status akhir pasien dengan intraserebral hematom yang rawat jalan/hidup dan meninggal sama. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa angka kematian pada kasus intraserebral hematom berkisar 40-50%.7 Pada pasien yang pulang paksa kemungkinan disebabkan karena faktor finansial atau masalah keluarga lainnya. Sedangkan pasien yang pindah rumah sakit banyak disebabkan karena keterbatasan fasilitas, seperti kurangnya ventilator, atau keterbatasan ruang ICU.BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan1. Distribusi kasus perdarahan intrakranial pasien trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor roda dua periode Juli-Desember 2012, jenis perdarahan intrakranial yang banyak terjadi adalah epidural hematom dengan jumlah 44 kasus, kemudian subdural hematom berjumlah 16 kasus, intraserebral hematom dengan jumlah 13 kasus, subarakhnoid hematom berjumlah 5 kasus, dan perdarahan campuran berjumlah 8 kasus.2. Distribusi kasus perdarahan intrakranial berdasarkan tingkat kesadaran dimana didapatkan hasil bahwa pada penderita epidural hematom dan subdural hematom umumnya masuk ke IRD Bedah dengan nilai GCS 13-15, pada penderita intraserebral hematom umumnya masuk IRD Bedah dengan nilai GCS 9-12, sedangkan pada penderita subarakhnoid hematom dan perdarahan campuran yang masuk ke IRD Bedah umumnya masuk dengan nilai GCS 9-12 dan GCS 3-8.3. Distribusi kasus perdarahan intrakranial berdasarkan umur didapatkan bahwa pada penderita epidural hematom, subdural hematom, subarakhnoid hematom, dan perdarahan campuran paling banyak pada usia 15-40 tahun, sedangkan pada intraserebral hematom lebih banyak pada usia 41-64 tahun.4. Distribusi kasus perdarahan intrakranial berdasarkan jenis kelamin dimana didapatkan bahwa presentase penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.5. Distribusis kasus perdarahan intrakranial berdasarkan status pengendara didapatkan bahwa presentasi penderita yang menjadi pengemudi lebih banyak dibandingkan yang menjadi penumpang.6. Distribusi kasus perdarahan intrakranial berdasarkan penggunaan helm didapatkan bahwa jumlah yang menggunakan helm lebih banyak daripada yang tidak menggunakan helm, tetapi jumlah ini lebih kecil daripada jumlah data yang tidak diketahui.7. Distribusi kasus perdarahan intrakranial berdasarkan penatalaksanaannya, dimana epidural, subdural, subarakhnoid, dan intraserebral hematom lebih banyak yang mendapatkan tindakan konservatif daripada operatif, sedangkan pada kasus perdarahan campuran jumlah yang mendapatkan tindakan konservatif dan operatif sama.8. Distribusi kasus perdarahan intrakranial berdasarkan status akhir pasien dimana pada kasus epidural, subdural, dan subarakhnoid hematom paling banyak rawat jalan/hidup. Pada penderita intraserebral hematom presentasi rawat jalan/hidup dan meninggal sama, sedangkan untuk perdarahan campuran presentasi yang meninggal dunia lebih banyak daripada yang rawat jalan/hidup.

6.2. Saran1. Perlu adanya penelitian analitik lebih lanjut untuk menentukan hubungan antar variabel.2. Diperlukan adanya kesadaran dan perhatian yang lebih bagi para dokter dalam mengisi rekam medis pasien terkait anamnesis, pemeriksaan fisis, dan diagnosis terhadap kondisi pasien.3. Diharapakan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan fasilitas yang berkaitan dengan perawatan pasien.4. Diharapakan kepada pihak rumah sakit untuk memperbaiki sistem database kondisi perjalanan penyakit pasien selama perawatan, serta lebih teliti dalam mengisi database penyakit pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Whitfield, Peter C., Thomas, Elfyn O., Summers, Fiona., Whyte, Maggie., Hutchinson, Peter J. Head Injury A Multidisciplinary Approach. New York: Cambridge University Press, 2009.2. Mardjono, Mahar., Sidharta, Priguna. Trauma Kapitis: Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2008.3. Turana, Yuda., Jannis, Jofizal. 2001. Perdarahan Intrakranial Akibat Cedera Kranioserebral di RSCM, 1998-2000. [Online]. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012002/art-1. Diakses 26 Maret 2013.4. Limoa, R. Arifin. Harapan Dan Upaya Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Cedera Kepala Khususnya Gegar Otak. Makassar: Universitas Hasanuddin, 2006.5. H, Tasmono. 2011. Trauma Kepala Pada Kecelakaan Sepeda Motor Di Malang Raya 2006-2007. [Online]. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1089. Diakses 28 Maret 2013.6. Wahyu, Wahyu. 2007. Studi Epidemiologi Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalulintas Di Badan Pengelola RSUD Dokter Soeselo Kabupaten Tegal. [Online]. http://eprints.undip.ac.id/38101/. Diakses 28 Maret 2013.7. Suarez, Jose I., Tarsy, Daniel. Critical Care Neurology And Neurosurgery. Tontowa, New Jersey: Humana Press Inc, 2004.8. Dawodu, S. T. 2013. Traumatic Brain Injury (TBI) Definition, Epidemiology, Pathophysiology. [Online]. http://emedicine.medscape.com/article/326510-overview. Diakses 26 Maret 2013.9. Zollman, Felise S. Manual Of Traumatic Brain Injury Management. New York: Demos Medical Publishing, 2011.10. Sjamsuhidajat, R. Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.11. National Institute Of Neurological Disorders And Stroke. 2000. Traumatic Brain Injury. [Online]. http://www.ninds.nih.gov/disorders/tbi/tbi.htm. Diakses 27 Maret 2013.12. Wahjoepramono, Eka J. Cedera Kepala. Jakarta: PT. Deltacitra Grafindo, 2005.13. Kaye, Andrew H. Essentials Neurosurgery. Massachusetts, USA: Blackwell Publishing Ltd, 2005.14. Fitriani, Nurdin A. Karakteristik Kasus Perdarahan Intrakranial Pasien Trauma Kepala Pada IRD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2005. Makassar, 2006.

15. Krisman, V. 2012. Hubungan Glasgow Coma Scale dengan Epidural Hematoma Karena Trauma di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Januari-Juni 2012. [Online]. http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=58493&obyek_id=4. Diakses 17 April 2013.16. Edlow, J., Magdy, S. Neurology Emergencies. New York: Oxford University Press, Inc, 2011.

1