karakteristik bio optik fitoplankton

24
KARAKTERISTIK BIO- OPTIK FITOPLANKTON Oleh Deddy Bakhtiar

Upload: deddyded-bakhtiar

Post on 18-Jul-2015

179 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

KARAKTERISTIK BIO-

OPTIK FITOPLANKTON

Oleh

Deddy Bakhtiar

I. PENDAHULUAN• Fitoplankton dengan pigmen klorofil yang dikandungnya

merefleksikan variabilitas warna perairan melalui proses

penyerapan, pembauran dan pemantulan gelombang

elektromagnetik visible dan Near Infra-red.

• Prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar pemanfaatan teknologi

penginderaan jauh (remote sensing) dalam mendeteksi kesuburan

perairan

• Penginderaan jauh menganalisis energi tersebut berdasarkan

perbedaan magnitude dan kualitas spektral dari energi yang

meninggalkan kolom air untuk memperoleh informasi kuantitatif

jenis unsur yang ada di laut serta konsentrasinya.

• Semua ini harus didasarkan pada pemahaman tentang sifat sifat optik

suatu medium dan proses-proses optik dalam medium tersebut.

• Sifat-sifat optik dari perairan dipengaruhi oleh tiga komponen utama

yakni:

– Fitoplankton

– Padatan Tersuspensi

– Yellow substances atau Coloured Dissolved Organic Matter

(CDOM)

• Salah satu bagian yang sulit dalam penginderaan jauh satelit adalah

mengembangkan suatu metodologi yang menghubungkan antara

gelombang elektromagnetik yang diterima oleh sensor dengan sifat

obyek yang merefleksikan karakter optiknya.

• Untuk menghubungkan sinyal optik yang diterima oleh penginderaan

jauh satelit dengan apa yang ada pada dasar perairan, maka harus

diketahui ‘spektral signature’ organisme.

• Energi yang dipantulkan oleh fitoplankton merupakan

spektral signature yang dipengaruhi oleh sifat bio -optik

fitoplankton.

• Spektral signature yang bersumber dari fitoplankton,

sebagian besar diakibatkan oleh beberapa kombinasi dari

pigmen fotosintetik yang dikandung oleh fitoplankton.

• Bersama komponen-komponen lain bercampur

memunculkan karakteristik reflektansi spektral

Metodologi dan Tujuan

• Metode yang digunakan : penelusuran data sekunder yang

bersumber dari beberapa jurnal dan laporan penelitian yang

berkaitan dengan topik paper ini.

• Materi jurnal dan laporan penelitian tersebut dikompilasi

dan disusun serta dibahas sehingga menjadi sebuah tulisan.

• Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menjelaskan

bagaimana karakteristik bio-optik dari fitoplankton di

perairan dalam merefleksikan cahaya yang datang

II. BIOLOGI FITOPLANKTON

2.1. Klasifikasi Phytoplankton

• Parson et al. (1984) mengatakan bahwa terdapat 13 kelas

dari fitoplankton yang terdapat di laut

• Tetapi hanya 4 kelas saja yaitu Bacillariophyceae,

Cryptophyceae, Dinophyceae, dan Haptophyceae yang

memegang peranan penting dalam total standing stok

fitoplankton di laut.

• Akan tetapi kelompok fitoplankton yang mempunyai

kelimpahan tertinggi di ekosistem laut adalah dari kelas

Diatom (Bacillariophyceae)

2.2. Pigmen pada phytoplankton

• Pada perairan laut fitoplankton memegang peranan

terpenting sebagai produsen primer, karena merupakan

komponen utama tumbuhan yang mengandung klorofil.

Pigmen fitoplankton yang sering digunakan dalam

mempelajari produktivitas perairan adalah klorofil-a

• Klorofil-a terdapat dalam jumlah banyak pada fitoplankton

sehingga sering digunakan untuk mengukur biomass

fitoplankton dan dapat digunakan sebagai petunjuk nilai

potensi fotosintetik di perairan

• Fotosintesis terjadi akibat interaksi antara pigmen dengan

cahaya yang diserap oleh pigmen tersebut.

• Cahaya yang diserap oleh pigmen klorofil berbeda-beda

tergantung pada warna yang ada dalam pigmen tersebut.

• Klorofil dapat menyerap panjang gelombang pada cahaya

tampak, kecuali hijau.

• Pigmen fotosintesis pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi 3

yakni sebagai berikut

– Chlorophylls, merupakan pigmen hijau yang mengandung jaringan

Porphyrin. Tumbuhan hijau, alga, dan Cyanobacteria dapat

melakukan fotosintesis karena mengandung klorofil-a. Klorofil-b

merupakan klorofil yang hanya terdapat pada alga hijau dan

tumbuhan hjau. Klorofil-c hanya ditemukan pada Chromista

misalnya Dinoflagellata.

– Carotenoid, merupakan pigmen yang berwarna merah, orange,

atau kuning. Carotenoid mengandung carotene yang memberi

warna orange. Fuxocantin merupakan salah satu contoh pigmen

carotenoid. Fuxocatin berwarna coklat dan terdapat pada alga

coklat misalnya Diatom.

– Phycobilins, merupakan pigmen bening yang terdapat pada sitoplasma atau stroma

kloroplas. Phycobilin terdapat pada Cyanobacteria dan Rhodophyta. Pigmen

phycobilin dibagi menjadi dua yakni, phycocyanin dan phycorietrin. Phycocyanin

berwarna kebiruan terdapat pada Cyanobacteria, dan phycorietrin yang memberi

warna merah pada alga merah

• Fitoplankton dikelompokkan ke dalam tiga sistem pigmen

yaitu (1) sistem klorofil-a dan b, (2) sistem klorofil-a, c

dan carotenoid dan (3) sistem klorofil-a dan phycobillin.

• Dilihat dari segi fisiologis, spektrum cahaya terpenting

untuk fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton adalah

cahaya biru. Absorbsi cahaya biru oleh fitoplankton lebih

efektif dibandingkan cahaya hijau

• Klorofil-a dapat mengabsorbsi cahaya secara maksimal

pada panjang gelombang 430 dan 660 nm, sedangkan

pigmen-pigmen pelengkap mempunyai kemampuan

mengabsorbsi cahaya secara maksimal pada panjang

gelombang yang berbeda-beda

III. KARAKTERISTIK BIO-OPTIK PHYTOPLANKTON

• Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sinyal yang berasal dari air yakni: cahaya matahari langsung yang merambat di atmosfer lalu berpenetrasi ke dalam laut dan sebagian akan diserap dan disebarkan oleh molekul-molekul air atau oleh berbagai bahan organik tersuspensi dan padatan tersuspensi yang ada dalam air

• Ketika cahaya matahari merambat di dalam kolom air laut maka energi dari cahaya matahari mengalami pengurangan akibat perubahan arah rambat cahaya ke segala arah oleh padatan tersuspensi dan perubahan spektrum panjang gelombang cahaya oleh penyerapan selektif.

• Besarnya energi cahaya matahari yang diserap saat cahaya merambat di suatu medium dapat diperkirakan dari total koefisien atenuasi cahaya, yang merupakan jumlah dari koefisien penyerapan dan koefisien hamburan oleh masing-masing partikel yang terkandung di dalam medium rambat.

• Laut memiliki sifat optik yang secara vertikal tidak

ditentukan oleh cahaya tetapi hanya tergantung pada sifat-

sifat bahan organik tersuspensi dan padatan tersuspensi.

• Sifat optik dari partikel dan bahan terlarut dikenal sebagai

Inherent Optical Properties (IOP). Dengan demikian kita

melihat bahwa sifat dan konsentrasi partikulat dan bahan

terlarut menentukan IOP, dan IOP menentukan bidang

cahaya (light field) di laut

• Fitoplankton dan nonphytoplankton particulate matter

(detritus) yang disebutkan di atas, dapat dikelompokkan ke

dalam particulate matter. Variasi kandungan dalam kolom

air dapat menyebabkan energi cahaya yang menembus

perairan terus berkurang. Oleh karena itu, koefisien

atenuasi cahaya total dapat pula dirumuskan sebagai

penjumlahan koefisien atenuasi oleh air murni (pure

water), materi partikulat, dan materi organik terlarut yang

dirumuskan sebagai berikut :

• c () = cw () + cp() + cdom()

• Atenuasi cahaya merupakan akumulasi dari proses

kehilangan energi cahaya akibat penyerapan dan

penghamburan dari cahaya langsung (direct beam) yang

masuk ke medium. Oleh karena itu, penggabungan nilai

koefisien absorpsi dan hamburan adalah sama dengan

koefisien atenuasi yang dirumuskan sebagai berikut:

• c () = a() + b ()

• Tipe perairan dibagi menjadi dua (case) berdasarkan materi

pembentuk warna perairan:

– Case 1 merupakan daerah perairan lepas pantai,

komponen utama yang mempengaruhi sifat optik/bio-

optik air laut adalah pigmen-pigmen fitoplankton

(khusunya klorofil-a).

– Case 2 merupakan daerah yang tidak hanya dipengaruhi

oleh fitoplankton, tetapi juga dari kandungan perairan

lainnya khususnya partikel inorganik dan yellow

substance. Case 2 perairan dengan materi tersuspensi

dan atau yellow substance yang mungkin memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap sifat optik perairan

(Sathyendranath, 2000).

• Materi tersuspensi, materi organik terlarut berwarna

(CDOM) dan pigmen fitoplankton, merupakan zat optik

aktif (Optically Active Suspended, OAS) yang

menentukan sifat redaman cahaya dalam kolom air.

• Pola sebaran spasial koefisien absorpsi (a) dan atenuasi (c)

tiap musim menunjukkan bahwa daerah sekitar pantai dan

muara sungai (nearshore) umumnya memiliki nilai

koefisien absorpsi dan atenuasi yang relatif tinggi

dibandingkan laut lepas (Sipelgas, et al. 2004)

• Variabilitas tersebut dipengaruhi oleh run off dari muara

sungai, yang merupakan sumber masukan nutrien, CDOM,

dan fitoplankton yang dapat mempengaruhi sebaran

koefisien di sepanjang pesisir pantai, juga dipengaruhi

faktor hamburan yang lebih banyak terjadi akibat relatif

tingginya kandungan klorofil dan bahan partikulate

(Nababan, 2005)

• Rendahnya nilai koefisien absorpsi dan atenuasi di laut

lepas disebabkan karena relatif kecilnya kandungan

CDOM, fitoplankton, dan partikulat di wilayah tersebut

• Memahami karakteristik spektral reflektansi penginderaan

jauh oleh spesies fitoplankton yang berbeda dapat

membantu dalam pengembangan algoritma untuk

mengidentifikasi berbagai kelompok alga menggunakan

penginderaan jauh satelit ocean color.

• Mengukur spektrum absorpsi dari beberapa jenis alga yang

berbeda, dan memperkirakan pantulan dari spesies yang

berbeda, memberikan pendekatan yang berguna untuk

mempelajari efek dari komposisi jenis pada sifat bio-optik

• Mao et al. (2010) menunjukkan bahwa spektrum absorpsi

spesies yang berbeda menunjukkan karakteristik spektral

yang berbeda dan komposisi spesies dapat secara

signifikan mengubah karakteristik absorpsi di empat

puncak utama (438, 536, 600 dan 650 nm)

• Sebuah model reflektansi-spesies dikembangkan untuk

memperkirakan reflektansi penginderaan jauh dg

membandingkan spektrum absorpsi dan reflektansi dari

spesies fitoplankton yang berbeda pada konsentrasi

klorofil-a yang sama, untuk memahami efek komposisi

spesies pada spektrum reflektansi. Spesies fitoplankton

yang berbeda dapat menyebabkan hingga 33% perbedaan

dalam reflektansi yang dimodelkan pada panjang

gelombang pendek di bawah kondisi konsentrasi klorofil-a

yang sama, dan variasi dalam spektrum reflektansi sesuai

dengan warna alga (Mao et al., 2010)

• Standar deviasi dari reflektansi antara spesies yang berbeda

menunjukkan bahwa variasi dari 400-450 nm sensitif

terhadap komposisi jenis pada konsentrasi klorofil-a yang

rendah, sedangkan variasi kisaran 510-550 nm lebih

sensitif di bawah konsentrasi klorofil-a yang tinggi

• Devred et al.(2011) melakukan perbandingan antara data

satelit dan data in situ menunjukkan potensi data satelit

ocean color untuk menghasilkan distribusi kelas

fitoplankton dari ruang angkasa.

• Algoritma ini diterapkan pada koefisien absorpsi

fitoplankton yang berasal dari nilai-nilai reflektansi jarak

jauh dikumpulkan oleh SeaWiFS di atas Atlantik

Northwest pada tahun 2007 bulan April, Agustus dan

November, yang mewakili Spring, Summer dan Fall,

memberikan pandangan sinoptik struktur komunitas

fitoplankton : bloom musim semi didominasi oleh

microphytoplankton diikuti, bloom yang kurang intens

pada musim gugur didominasi oleh nanophytoplankton.

Picophytoplankton dominan di daerah penelitian di musim

panas

• Lorenzoni (2011) mengemukakan sifat bio-optik perairan laut dari

Cariaco Basin (Laut Karibia bagian tenggara) dinilai bulanan antara

tahun 1995 dan 2005 Perubahan temporal kualitas dan penetrasi

cahaya disebabkan oleh variasi musiman pada konsentrasi tiga

konstituen optik utama yaitu fitoplankton, partikel detrital, dan

CDOM.

– Semua konstituen menunjukkan koefisien absorpsi yang lebih

tinggi selama musim upwelling (Januari-Mei) dibandingkan

dengan musim hujan (Juni-November).

– Koefisien absorpsi yaitu CDOM (ag(440)) dan fitoplankton (aph

(440)) memiliki kontribusi yang sama dengan total penyerapan

cahaya selama musim upwelling (aph (440) = 0,062 ± 0,042 m-1, ag

(440) = 0,065 ± 0.047 m-1).

– Sebaliknya, ag (440) mendominasi penyerapan cahaya selama

musim hujan (aph (440) = 0,017 ± 0,011 m-1, ag (440) = 0,057 ±

0.031).

– Hal ini menyebabkan overestimate konsentrasi klorofil pada

SeaWiFS pada musim hujan, antara 7% dan 45%.

– Komponen detrital, ad (440), biasanya menunjukkan

kontribusi yang terkecil (ad (440) = 0.021 ± 0.014 m-1

selama upwelling dan 0,007 ± 0,001 m-1 pada musim

hujan).

– Selama musim upwelling koefisien absorpsi-klorofil

spesifik (440), hampir setengah nilai diamati selama

musim hujan karena perubahan efek package dan

komposisi aksesori pigmen sebagai akibat dari suksesi

spesies. Kedalaman zona eufotik (kedalaman 1%

tingkat radiasi aktif fotosintesis (PAR) ) itu biasanya

dangkal selama musim upwelling (36,7 ± 12,3 m)

dibanding pada musim hujan (47,9 ± 13,5 m) karena

timbulnya pedangkalan dan kuatnya bloom

fitoplankton.

• Vazyulya et al, (2014) mengembangakan algoritme dari

data dari lapangan dan pengukuran satelit di daerah

penelitian di musim panas 2012 dan 2013 (40 stasiun).

– Algoritma baru untuk estimasi Chl mengambil bentuk

log Chl = -0,50 + 19.8X - 42.7X2, di mana X = log [Rrs

(547) / Rrs (531)]; validasi dengan data MODIS-Aqua

(10 stasiun) memberikan kesalahan relatif rata-rata 20%

dan koreksi atmosfer sekitar 16-17%.

– Ketiga jenis zat optik aktif (materi tersuspensi, materi

organik terlarut berwarna (CDOM) dan pigmen

fitoplankton) secara bersamaan mempengaruhi atenuasi

cahaya. Sebagai hasilnya kita memperoleh rumus

regresi berganda sebagai berikut:

c*s(400–700) = 0.3CSM.s + 0.35Cchl.s + 0.86CCDOM.s.

– Dari Persamaan di atas dapat melihat bahwa perubahan c* (400-

700) sebagian besar disebabkan oleh perubahan dalam CDOM,

sedangkan efek perubahan materi tersuspensi dan klorofil a yang

saling berdekatan (Sipelgas, et al. 2004)

• Ada korelasi yang kuat antara kadar CDOM dalam

air dan absorpsi pada 440 nm, tetapi tidak

menunjukkan korelasi antara absorpsi pada 676

dan kandungan klorofil dalam air. Konsentrasi

padatan tersuspensi berkorelasi baik dengan

hamburan koefisien pada 715 nm.

• Analisis ini menegaskan bahwa ketergantungan

panjang gelombang koefisien hamburan menjadi

lemah dengan meningkatnya kekeruhan air

(Sipelgas et al, 2004).

• Baru-baru ini, NASA dan IOCCG mengevaluasi MODISA yang

diturunkan dari catatan data Ca dan IOP

– Werdell (2013) menghasilkan perkiraan Ca, koefisien spektral

backscattering partikel (bbp (λ); m-1), dan slope spektral bbp (λ) (η;

unitless ) dan cp (λ) (γ; unitless) dari Tara inline AC-S time-series.

Ca dapat berhubungan dengan spektral absorpsi fitoplankton (aph

(λ); m-1) di laut terbuka melalui hukum: aph(λ) = A(λ)CaB(λ)

– Absorpsi fitoplankton dalam warna merah dapat diperkirakan

dengan menggunakan metode line height dari Davis et al. (1997)

yang dimodifikasi oleh Boss et al. (2007 dalam Werdell, 2013):

– aph(676) = ap(676) − [39/65ap(650) + 26/65ap(715)]

– Dikembangkan hubungan statistik antara log transformed APH

(676) dan Ca. Analisis regresi linear Tipe II menghasilkan:

– aph(676) = A(676)CaB(676) = 0.0152Ca

0.9055

– Yang sesuai dengan suatu hubungan yang dilaporkan untuk

kumpulan fitoplankton samudera oleh Bricaud et al. (1998) (A =

0,0180; B = 0,816) dan untuk dataset yang sama oleh Boss et al.

(2013) (A = 0,0160; B = 0,865). Koefisien korelasi dan kesalahan

root mean square adalah masing-masing 0,88 dan 45%

IV. PENUTUP

• Ada tiga komponen utama yang mempengaruhi sifat optik di perairan,

diantaranya fitoplankton, nonphytoplankton particulate matter

(detritus), dan colored dissolved organic matter (CDOM)

• IOP adalah karakteristik hamburan dan absorbsi partikel dan bahan

terlarut di perairan alami. IOP dapat digunakan untuk menentukan

karakteristik bidang cahaya bawah air ketika medan cahaya yang masuk

diketahui.

• Sifat dan konsentrasi partikulat dan bahan terlarut menentukan IOP,

Pada gilirannya, semua biologis, geologi, kimia, dan proses fisik

memiliki beberapa efek pada bentuk, ukuran, atau indeks bias dari

partikel, bahan terlarut, atau air itu sendiri.

• Ada banyak sifat optik belum dimanfaatkan, seperti karakteristik

polarisasi dan perubahan properti optik karena proses fisik. Perolehan

informasi tentang keberadaan pigmen fitoplankton dapat digunakan

untuk menggambarkan secara kualitatif kehadiran fitoplankton dalam

badan air yang diberikan, hal ini digunakan untuk mempelajari

dinamika populasi fitoplankton dan hubungannya dengan

lingkungannya

SEKIAN